PERENDAHAN DAN PENINGGIAN TERHADAP YESUS (FILIPI 2:1-11)

Pdt. Budi Asali, M. Div.

PERENDAHAN DAN PENINGGIAN  TERHADAP YESUS (FILIPI 2:1-11).  Filipi 2:1-11 - “(Filipi 2:1) Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, (Filipi 2:2) karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, (Filipi 2:3) dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; (Filipi 2:4) dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, (Filipi 2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (Filipi 2:11) dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.
PERENDAHAN DAN PENINGGIAN  TERHADAP YESUS (FILIPI 2:1-11)
otomotif, gadget
I) Paulus menginginkan kesatuan gereja Filipi.

1) Gereja Filipi mengalami perpecahan.

Sebetulnya, gereja Filipi adalah gereja yang bagus / baik. Ini terlihat dari banyaknya pujian yang Paulus berikan kepada mereka (bdk. Filipi 1:5 4:10,14-18).

Filipi 1:5 - “Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam (Berita) Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.”.

Filipi 4:10 - “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.”.

Filipi 4:14-18 - “(14) Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku. (15) Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu. (16) Karena di Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku. (17) Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu. (18) Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.”.

Tetapi, bagaimanapun juga, ini bukan gereja yang sempurna. Dalam gereja ini ternyata ada perpecahan (bdk. 4:2).

Filipi 4:2 - “Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan.”.

Dari sini kita bisa belajar bahwa kalau suatu gereja pecah, itu tidak / belum membuktikan bahwa gereja itu adalah gereja yang jelek!

William Barclay memberikan komentar sebagai berikut:

“The one danger which threatened the Phillipian church was that of disunity. There is a sense in which that is the danger of every healthy church. It is when people are really in earnest and their belief really matter to them, that they are apt to get up against each other. The greater their enthusiasm, the greater the danger that they may collide.” [= Bahaya yang mengancam gereja Filipi adalah perpecahan. Dalam arti tertentu, ini adalah bahaya bagi semua gereja yang sehat. Kalau orang-orang bersungguh-sungguh dan kepercayaan mereka betul-betul penting / berarti bagi mereka, maka mereka akan condong untuk gegeran satu dengan yang lain. Makin besar semangat mereka, makin besar bahaya bahwa mereka akan geger.].

Saya setuju dengan kata-kata ini. Dalam suatu gereja yang suam, kalau ada hal-hal yang salah dalam gereja, atau kalau ada orang-orang yang melakukan pelayanan dengan tidak bertanggung jawab, maka jemaat yang lain, yang juga suam itu, tidak akan marah, sehingga tidak terjadi gegeran. Tetapi kalau hal itu terjadi dalam gereja yang bagus, maka hal itu akan membuat jemaat yang bersungguh-sungguh ikut Tuhan menjadi marah, sehingga terjadi gegeran!

Penerapan:

a) Jangan terlalu cepat menganggap jelek gereja yang mengalami perpecahan, karena perpecahan itu mungkin bahkan menunjukkan semangat mereka yang hebat!

b) Sebaliknya, jangan juga terlalu cepat memuji gereja yang tidak pecah. Itu mungkin menunjukkan kesuaman / ketidak-pedulian mereka!

c) Kalau ada kesalahan dalam gereja, kita harus berhati-hati dalam memanifestasikan kema­rahan yang suci (holy anger), sehingga sedapat mungkin tidak menim­bulkan perpecahan!

2) Paulus menginginkan kesatuan gereja Filipi.

Filipi 2: 1-2: “(Filipi 2:1) Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, (2) karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,”.

Paulus bersukacita kalau gereja Filipi bisa bersatu (Filipi 2:2). Orang kristen yang sejati seharusnya adalah ‘pembawa damai’.

Bdk. Matius 5:9 - “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”.

Karena itu seharusnya orang kristen yang sejati selalu senang kalau gereja bisa bersatu. Tetapi anehnya, ada orang-orang kristen tertentu yang senang kalau melihat suatu gereja pecah, khususnya kalau itu adalah gereja ‘saingan’nya!

Bahkan ada juga orang kristen yang kerjanya menyebarkan gossip / fitnah sehingga memecah gereja!

Orang-orang ini harus mencamkan bahwa Matius 5:9 itu secara implicit juga berarti: “Celakalah orang yang membawa / menyebabkan perpecahan, karena mereka adalah anak-anak setan.”!

Karena itu, kalau saudara adalah orang kristen seperti itu, cepatlah bertobat!

3) Cara bersatu.

a) Tidak mencari kepentingan sendiri dan puji-pujian yang sia-sia (Filipi 2:3a).

Filipi 2: 3a: “dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia.”.

NIV: ‘do nothing out of selfish ambition or vain conceit,’ [= jangan melakukan apapun yang ditimbulkan oleh ambisi yang egois atau kesombongan yang sia-sia,].

Adanya keinginan untuk meninggikan diri sendiri, selalu menyebab­kan timbulnya persaingan, dan persaingan lalu menimbulkan ketidak-senangan / permusuhan. Karena itu, renungkanlah apakah dalam diri saudara ada egoisme atau keinginan untuk menonjol / menyombongkan diri / mencari nama besar, dsb. Kalau ada, bertobatlah sebelum hal itu memecah gereja saudara!

b) Rendah hati dan menganggap orang lain lebih baik dari diri kita sendiri (Filipi 2:3b).

Filipi 2:3b: “Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;”.

Kitab Suci Indonesia: ‘lebih utama’.

NASB: ‘more important’ [= lebih penting].

KJV/RSV/NIV: ‘better’ [= lebih baik].

Kata Yunaninya berarti ‘melampaui’ atau ‘lebih baik’ (Bible Works 8).

Kalau kita berusaha untuk bersatu, maka kita akan berusaha untuk mendekat satu sama lain. Tetapi ini bisa membuat kita makin melihat kejelekan saudara seiman kita sehingga bisa menyebabkan kita bahkan makin tidak senang kepada saudara seiman kita.

Karena itu, Filipi 2:3b ini penting sekali! Kita harus menganggap saudara seiman kita lebih baik dari diri kita sendiri. Tetapi ini tidak berarti bahwa kita harus menganggap bahwa saudara seiman kita lebih baik dari diri kita dalam segala hal!

Apa yang harus kita lakukan supaya bisa menganggap saudara seiman kita lebih baik dari diri kita?

1. Menyoroti kejelekan diri sendiri.

2. Menyoroti kebaikan orang lain.

3. Menyoroti karunia orang lain yang tidak kita punyai.

c) Jangan hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (Filipi 2: 4).

Filipi 2:4: “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”.

Kitab Suci Indonesia: ‘kepentingan’.

KJV: ‘things’ [= hal-hal].

RSV/NIV/NASB: ‘interests’ [= kepentingan].

Sebetulnya baik kata ‘things’ maupun ‘interests’ itu tidak ada. Jadi secara hurufiah terjemahan seharusnya adalah: “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi orang lain juga.”.

Penerapan:

1. Apakah saudara hanya memperhatikan kerohanian saudara sendiri? Apakah saudara juga memperhatikan kerohanian dari saudara seiman saudara? Apakah saudara prihatin kalau melihat ada jemaat yang bolos kebaktian, jatuh ke dalam dosa, tidak mau datang dalam Pemahaman Alkitab, dsb? Apakah saudara mendoakan mereka dan berusaha menasihati mereka?

2. Kalau saudara ikut melayani dalam gereja, maka saudara tidak bisa ‘santai’ seperti jemaat biasa. Apakah hal itu menjadi beban yang memberatkan bagi saudara? Ingat bahwa kita harus melayani, bukan untuk kepentingan diri kita sendiri, tetapi untuk kepentingan gereja / jemaat yang lain, dan semua ini jelas menuntut pengorbanan dari diri kita!

3. Pada saat acara makan, apakah saudara memperhatikan orang lain, atau hanya diri sendiri saja?

4. Dalam berkendara di jalan, apakah saudara memperhatikan orang lain, atau mengemudi seenaknya tanpa peduli ada orang yang terganggu atau tidak?

d) Meneladani Yesus Kristus (Filipi 2: 5).

Filipi 2:5: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,”.

Jangan meneladani Dia, kalau saudara belum percaya kepada Dia. Itu tidak mungkin dan tak ada gunanya!

Kita hanya bisa sehati, sepikir dan seperasaan dengan Yesus kalau kita banyak bersekutu dengan Dia. Karena itu pikirkan: apakah saudara cukup memberi waktu untuk bersaat teduh, di mana saudara bisa sendiri­an dengan Tuhan?

Untuk bisa meneladani Kristus, kita harus mengerti tentang Dia dan apa yang Dia alami / lakukan. Karena itu, mulai Filipi 2:5b-dst Paulus membahas tentang hal itu. Mari kita mempelajarinya.

II) Perendahan yang dialami Yesus.

1) Yesus adalah Allah.

Filipi 2: 5b-6: “(5b) Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,”.

a) Filipi 2: 6: ‘walaupun dalam rupa Allah’.

KJV: ‘being in the form of God’ [= ada dalam bentuk Allah].

1. Kata ‘being’ [= ada / berada] itu dalam bahasa Yunani adalah ὑπάρχων (HUPARKHON) dan ini ada dalam bentuk present parti­ciple.

Ini aneh dan kontras sekali dengan penggunaan bentuk-bentuk aorist [= past / lampau] pada kata-kata setelahnya, seperti:

a. ‘menganggap’ (ἡγήσατο / HEGESATO).

b. ‘mengosongkan’ (ἐκένωσεν / EKENOSEN).

c. ‘mengambil’ (λαβών / LABON).

d. ‘menjadi’ (γενόμενος / GENOMENOS).

Bentuk present dari kata HUPARKHON ini menunjuk pada ‘continuance of being’ [= keberadaan yang terus-menerus]. Walter Martin mengatakan (hal 94) bahwa kata HUPARKHON itu berarti ‘remaining or not ceasing to be’ [= tetap atau tidak berhenti sebagai].

William Barclay mengatakan bahwa kata HUPARKHON itu ‘menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan yang tak bisa berubah’ (‘It describes that which a man is in his very essence and which cannot be changed’) - hal 35.

Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu ‘being in the form of God’, maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah, dan Ia tetap adalah Allah, dan ini tidak bisa berubah.

2. Kata ‘form’ [= bentuk].

Dalam bahasa Yunani ada 2 kata yang bisa diterjemahkan ‘bentuk’ / ‘rupa’, yaitu MORPHE dan SKHEMA.

William Hendriksen: “Do these two words - morphe and schema - have the same meaning? At times, throughout Greek literature, as any good lexicon will indicate, both can have the meaning ‘outward appearance’, ‘form’, ‘shape’. In certain contexts they can be just about interchangable. But at other times there is a clear difference in meaning. The context in each separate instance must decide.” [= Apakah dua kata ini - morphe dan sKhema - mempunyai arti yang sama? Kadang-kadang, dalam literatur Yunani, seperti yang ditunjukkan oleh sembarang lexicon yang baik, keduanya bisa mempunyai arti ‘penampilan lahiriah’, ‘wujud’, ‘bentuk’. Dalam kontext-kontext tertentu kedua kata itu bisa dibolak-balik. Tetapi pada saat-saat lain ada perbedaan arti yang jelas. Kontext dalam setiap peristiwa harus menentukan.] - hal 103 (footnote).

Dalam Filipi 2:6 ini William Hendriksen menganggap bahwa kata MORPHE itu berbeda dengan SKHEMA. Mengapa? Mari kita melihat terjemahan dari RSV di bawah ini.

Filipi 2:6-8a (RSV): ‘(6) who, though he was in the form of God, did not count equality with God a thing to be grasped, (7) but emptied himself, taking the form of a servant, being born in the likeness of men. (Filipi 2:8) And being found in human form’ [= (6) yang, sekalipun Ia berada dalam bentuk (MORPHE) Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu untuk dipegang erat-erat (dipertahankan), (Filipi 2:7) tetapi telah mengosongkan diriNya sendiri, mengambil bentuk (MORPHE) dari seorang pelayan / hamba, dilahirkan dalam keserupaan dari manusia. (Filipi 2:8) Dan didapati dalam bentuk (SKHEMA) manusia].

Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi itu. Ada 3 x kata ‘form’ [= bentuk]. Untuk dua kata yang pertama digunakan kata Yunani MORPHE (Yesus sebagai Allah dan sebagai hamba), sedangkan untuk kata yang ketiga digunakan kata Yunani SKHEMA (Yesus sebagai manusia).

William Hendriksen menganggap adanya perubahan dari MORPHE ke SKHEMA menunjukkan bahwa di sini ada perbedaan arti antara kedua kata itu. Memang sebagai manusia Yesus tidak terus sama. Ia bertumbuh makin besar, makin tua dalam usia, sehingga tentu berubah dalam wajah / bentuk badan. Ia bisa menjadi kurus (misalnya pada saat berpuasa), dan kembali menjadi gemuk (setelah puasa), dsb. Karena itu, di sini digunakan SKHEMA.

Tetapi sebagai Allah, Ia tidak berubah. Karena itu digunakan MORPHE.

Juga sebagai hamba, Ia tidak berubah. Ia boleh menjadi dewasa, tua, kurus, gemuk, dsb., tetapi Ia tetap adalah hamba. Dan karena itu, di sini juga digunakan MORPHE.

William Barclay: “There are two Greek words for ‘form’, MORPHE and SCHEMA. They must both be translated ‘form’, because there is no other English equivalent, but they do not mean the same thing. MORPHE is the essential form which never alters; SCHEMA is the outward form which changes from time to time and from circumstance to circumstance. ... The word Paul uses for Jesus being in the form of God is MORPHE; that is to say, his unchangeable being is divine. However his outward SCHEMA might alter, he remained in essence divine.” [= Ada dua kata Yunani untuk ‘bentuk’, MORPHE dan SKHEMA. Kedua kata itu harus diterjemahkan ‘bentuk’, karena tidak ada kata lain dalam bahasa Inggris yang sama artinya, tetapi kedua kata itu tidak sama artinya. MORPHE adalah bentuk yang hakiki yang tidak pernah berubah; SKHEMA adalah bentuk luar yang berubah-ubah dari saat ke saat dan dari keadaan ke keadaan. ... Kata yang digunakan oleh Paulus untuk Yesus yang ada dalam rupa / bentuk Allah adalah MORPHE; yang artinya adalah: keberadaanNya yang tidak berubah adalah ilahi. Bagaimanapun SKHEMA luarNya berubah, dalam hakekatNya Ia tetap ilahi.] - hal 35,36.

Jadi, baik dari pembahasan kata ‘being’ [= ada / berada] maupun pembahasan kata ‘form’ [= bentuk], terlihat bahwa Yesus tidak berubah dalam keilahianNya. Allah memang mempunyai sifat tidak bisa berubah (Mal 3:6 Mazmur 102:26-28 Yakobus 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan bahwa Ia tidak sempurna!

Maleakhi 3:6 - “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap.”.

Mazmur 102:26-28 - “(26) Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu. (27) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah; (28) tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.”.

Yakobus 1:17 - “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.”.

Ada yang mengatakan bahwa kata-kata ‘I am who I am’ [= Aku adalah Aku] atau ‘I will be who I will be’ dalam Keluaran 3:14 juga menunjukkan ketidak-berubahan (Jamieson, Fausset & Brown, Albert Barnes).

Allah memang tidak bisa berubah, karena Ia sempurna secara mutlak, dan yang sempurna tidak bisa berubah.

b) Selanjutnya, kalau Filipi 2: 7 yang mengatakan ‘mengambil rupa seorang hamba’ diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka konsek­wensinya, ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada ‘dalam rupa Allah’ haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah.

Calvin: “that man is utterly blind who does not perceive that his eternal divinity is clearly set forth in these words.” [= orang itu sama sekali buta yang tidak memahami / mengerti bahwa keilahian-Nya yang kekal dinyatakan dengan jelas dalam kata-kata ini.].

2) Yesus menjadi manusia (Filipi 2:7).

Filipi 2:6-7: “(Filipi 2:6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (Filipi 2:7) melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”.

a) Teori Kenosis.

Filipi 2: 6b-7 ini dijadikan dasar suatu ajaran sesat yang disebut Teori Kenosis / teori pengosongan diri. Kata ‘Kenosis’ diambil dari kata Yunani EKENOSEN (yang diterjemahkan ‘telah mengosongkan’). Dan kata Yunani EKENOSEN ini berasal dari kata dasar KENOO, yang berarti ‘mengosongkan’.

Teori Kenosis ini mengatakan bahwa dalam inkarnasi, Anak Allah mengesampingkan / membuang sebagian / seluruh sifat-sifat Ilahi-Nya supaya Ia bisa menjadi manusia yang terbatas. Contoh yang mereka gunakan adalah Mat 24:36 yang menunjukkan Yesus tidak maha tahu.

Matius 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.

Catatan: penafsiran yang benar adalah: dalam ayat ini Yesus ditekankan sebagai manusia. Karena itu, Ia tak tahu hari Tuhan. Kalau sebagai Allah, Ia pasti tahu hari Tuhan, karena Ia maha tahu.

Saya membahas singkat ajaran sesat ini, karena banyaknya orang yang mengajarkan ajaran ini pada saat membahas tentang inkarnasi Yesus / Natal.

Teori Kenosis ini salah / sesat! Alasannya:

1. Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah. Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekali­pun hanya untuk sementara!

Lenski: “To withdraw even one attribute from God is to destroy God. The God who, for instance, is no longer omnipotent, is no longer God.” [= Menarik / mengambil bahkan satu sifat dari Allah berarti menghancurkan Allah. Allah yang, sebagai contoh, tidak lagi maha kuasa, bukanlah Allah lagi.] - hal 772.

2. Kalau Teori Kenosis itu benar, maka pada saat Yesus menjadi manusia, Allah Tritunggal bubar!

3. Kalau Teori Kenosis itu benar, maka Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia! Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka penebusanNya tidak bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.

Penafsiran yang benar:

a. Kristus tetap adalah Allah, dan keilahian-Nya tetap ada dan tidak berkurang, tetapi disembunyikan.

A. T. Robertson: “‎Of what did Christ empty himself? Not of his divine nature. That was impossible. He continued to be the Son of God.” [= Tentang apa Kristus mengosongkan diriNya sendiri? Bukan tentang hakekat ilahiNya. Itu mustahil. Ia terus adalah Anak Allah.].

Calvin: “This ‘emptying’ is the same as the abasement, ... Christ, indeed, could not divest himself of Godhead; but he kept it concealed for a time, that it might not be seen, under the weakness of the flesh. Hence, he laid aside his glory in the view of men, not by lessening it, but by concealing it.” [= ‘Pengosongan’ ini adalah sama dengan perendahan / penurunan tingkat / ranking, ... Kristus tidak bisa melepaskan diriNya sen­diri dari keilahianNya; tetapi menyembunyikannya untuk semen­tara waktu, supaya tidak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaanNya dalam pandangan manusia, bukan dengan menguranginya, tetapi dengan menyembunyikannya.].

b. Kalau keilahianNya tetap / tidak berkurang, lalu dalam hal apa Kristus direndahkan pada saat Ia menjadi manusia? Kristus direndahkan dengan mengambil / menambahkan hakekat manusia kepada diriNya.

Seseorang mengatakan: “Christ was lowered not by losing, but rather by taking.” [= Kristus direndahkan, bukan dengan kehilangan, tetapi dengan mengambil.].

Illustrasi: Orang kaya bisa direndahkan tanpa kehilangan apa-apa, yaitu kalau kepadanya ditambahkan pakaian orang miskin yang compang-camping.

c. Ilustrasi yang salah dan benar tentang ‘Allah yang menjadi manusia’.

(1) Adalah salah kalau kita mengatakan ‘Allah menjadi manusia’ itu sama seperti ‘nasi menjadi bubur’; nasinya hilang, yang ada hanya buburnya!

(2) Yang benar adalah seperti ini: ‘pada tahun 1993 saya MENJADI pendeta’.

Sebelum tahun 1993 saya sudah ada, dan setelah menjadi pendeta pada tahun 1993, sayanya tetap ada, hanya ketambahan jabatan pendeta.

Jadi, pada waktu inkarnasi, Allah menjadi manusia, tetapi Allahnya tidak hilang / berkurang. Allah tetap seperti sebelumnya, tetapi sekarang ketambahan hakekat manusia, sehingga menjadi Allah dan manusia dalam satu pribadi!

b) ‘mengambil rupa seorang hamba’.

Ini memang tidak berarti bahwa pada waktu menjadi manusia, Yesus betul-betul adalah seorang budak / hamba. Tetapi ini menunjukkan bahwa pada waktu Ia menjadi manusia, Ia bukan menjadi orang yang berkedudukan tinggi, kaya, dsb, tetapi sebaliknya, menjadi orang dalam keadaan yang paling rendah, hina, miskin, dan Ia memang betul-betul melakukan pelayanan yang sebetulnya tidak sesuai dengan keilahian-Nya.

Barnes’ Notes: “It means to appear as a servant, to perform the offices of a servant, and to be regarded as such. He was made like a servant in the lowly condition which he assumed. ... he descended to the lowest condition of humanity and appeared in the most humble garb. ... Though the Lord Jesus was not literally a servant or slave, yet what is here affirmed was true of him in the following respects: (1) He occupied a most lowly condition in life. (2) He condescended to perform such acts as are appropriate only to those who are servants.” [= Ini berarti muncul / kelihatan sebagai seorang pelayan, melakukan tugas-tugas dari seorang pelayan, dan dianggap sebagai seorang pelayan. Ia dibuat menjadi seperti pelayan dalam keadaan yang rendah yang Ia ambil. ... Ia turun pada keadaan terendah dari manusia dan muncul / kelihatan dalam pakaian yang paling rendah. ... Sekalipun Tuhan Yesus bukanlah seorang pelayan atau hamba / budak secara hurufiah, tetapi apa yang ditegaskan di sini adalah benar tentang Dia dalam beberapa hal: (1) Ia menempati suatu kondisi yang paling rendah dalam kehidupan. (2) Ia berkenan merendahkan diri untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang hanya cocok bagi mereka yang adalah pelayan-pelayan.].

Keadaan rendah dan miskin ini terlihat dari:

1. Kelahiran-Nya.

Luk 2:7 - “dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”.

Calvin (tentang Lukas 2:7): “When he was thrown into a stable, and placed in a manger, and a lodging refused him among men, it was that heaven might be opened to us, not as a temporary lodging, but as our eternal country and inheritance, and that angels might receive us into their abode.” [= Pada saat Ia dilemparkan ke dalam kandang, dan diletakkan dalam sebuah palungan, dan penginapan menolak menerimaNya di antara manusia, itu adalah supaya surga terbuka bagi kita, bukan sebagai suatu penginapan sementara, tetapi sebagai negeri dan warisan kita yang kekal, dan supaya malaikat-malaikat menerima kita ke dalam tempat tinggal mereka.].

2. Orang tua-Nya yang miskin.

Lukas 2:21-24 - “(21) Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibuNya. (22) Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkanNya kepada Tuhan, (23) seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: ‘Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah’, (24) dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.”.

Seharusnya persembahannya adalah seekor domba dan seekor burung merpati / tekukur. Tetapi bagi orang miskin yang tidak mampu mempersembahkan seekor domba, maka domba itu digantikan dengan seekor burung merpati / tekukur juga, sehingga ia harus membawa 2 ekor burung merpati / tekukur!

Bdk. Imamat 12:6-8 - “(6) Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung tekukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan menyerahkannya kepada imam. (7) Imam itu harus mempersembahkannya ke hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu. Demikianlah perempuan itu ditahirkan dari leleran darahnya. Itulah hukum tentang perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan. (8) Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan seekor kambing atau domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban penghapus dosa, dan imam itu harus mengadakan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah ia.’”.

Jadi, dari persembahan yang diberikan oleh orang tua Yesus, terlihat bahwa mereka adalah orang-orang miskin.

3. Pelayanan-Nya yang rendah.

Bandingkan dengan:

a. Lukas 22:27 - “Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.”.

b. Yohanes 13:14-15 - “(14) Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; (15) sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”.

4. Kehidupan-Nya yang miskin.

Matius 8:20 - “Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.’”.

Matthew Henry mengatakan bahwa dari Matius 8:20 itu terlihat bahwa Allah memberikan rumah / tempat tinggal untuk burung dan serigala, tetapi anehnya untuk Yesus sendiri, tidak. Mengapa? Matthew Henry memberi 3 alasan, yaitu:

a. Untuk menggenapi Kitab Suci yang membicarakan Dia sebagai orang miskin.

b. Supaya Ia bisa menunjukkan kepada kita kesia-siaan dari kekayaan dunia.

c. Supaya Ia bisa membeli hal-hal yang lebih baik untuk kita, dan dengan demikian membuat kita kaya (2Kor 8:9).

2 Korintus 8:9 - “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.”.

Tetapi ingat, ayat ini bukan suatu dukungan bagi theologia Kemakmuran! Kata ‘kaya’ untuk kita di sini harus diartikan sesuai kontextnya, yaitu kaya secara rohani.


2 Korintus 8:1-9 - “(1) Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. (2) Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. (3) Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. (4) Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. (5) Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami. (6) Sebab itu kami mendesak kepada Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan menyelesaikan pelayanan kasih itu sebagaimana ia telah memulainya. (7) Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, - dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami - demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini. (8) Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. (9) Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya.”.

3) Yesus merendahkan diri, lalu taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Filipi 2: 8: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”.

Tidak cukup Ia merendahkan diri dengan menjadi manusia, bahkan manusia yang rendah, hina dan miskin. Ia juga mengalami kematian, dan lebih-lebih, suatu jenis kematian yang paling rendah, hina, dan bahkan terkutuk, yaitu kematian melalui salib!

Ulangan 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

Galatia 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”.

Apa sebabnya Yesus harus mengalami perendahan yang begitu hebat? Supaya kita ditinggikan! Antara perendahan yang Yesus alami, dan peninggian / pemuliaan yang akan dialami orang-orang percaya, selalu berkebalikan. Misalnya:

1. Anak Allah menjadi manusia supaya manusia bisa menjadi anak Allah (Yohanes 1:12).

2. Yesus yang tak berdosa harus mengalami hukuman dosa, supaya kita yang berdosa bebas dari hukuman dosa kita.

3. Yesus yang adalah hidup dan sumber hidup harus mati, supaya kita yang mati (dalam dosa) mendapatkan hidup kekal.

4. Yesus yang kaya menjadi miskin, supaya kita yang miskin menjadi kaya (secara rohani).

5. Yesus yang maha tinggi direndahkan sampai titik terendah supaya kita yang rendah bisa ditinggikan / dimuliakan ke titik tertinggi, yaitu surga.

Penerapan: bandingkan dengan theologia Saksi Yehuwa yang mengatakan bahwa mereka (kecuali orang-orang terpilih yang jumlahnya 144.000 orang) pasti tidak masuk surga, dan hanya berharap tinggal di bumi yang disempurnakan, yang mereka sebut dengan istilah Firdaus. Hanya tinggal di bumi (biarpun akan disempurnakan). Ini peninggian / pemuliaan apa? Ini bukan kabar baik, tetapi kabar buruk!

III) Peninggian / pemuliaan terhadap Yesus.

Filipi 2: 9-11: “(Filipi 2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, (Filipi 2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (Filipi 2:11) dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.

1) Sebagian peninggian / pemuliaan sudah terjadi.

Sebagian dari peninggian / pemuliaan terhadap Yesus itu sudah terjadi, yaitu pada waktu Yesus bangkit, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah.

2) Sebagian lagi dari peninggian / pemuliaan itu belum terjadi.

Memang ada orang yang beranggapan bahwa pada saat Yesus duduk di sebelah kanan Allah, Ia sudah bertakhta di surga, dan dengan demikian ini merupakan puncak peninggian / pemuliaan terhadap Yesus. Tetapi ini salah. Pemuliaan yang tertinggi belum tercapai sampai Ia yang menderita oleh tangan manusia, datang untuk kedua-kalinya sebagai Hakim, dan pada takhta pengadilan-Nya menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang menolak untuk mempercayai-Nya.

Dan itulah yang dilukiskan dalam Filipi 2: 10-11, di mana setiap lutut akan bertelut di depan Yesus dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Ini baru akan terjadi pada saat Yesus datang kembali untuk kedua-kalinya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

a) Ini lagi-lagi membuktikan bahwa Yesus adalah Allah dan Tuhan dalam arti setinggi-tingginya.

Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa semua orang akan bertekuk lutut di hadapan Allah / Yahweh sendiri.

Yesaya 45:22-23 - “(22) Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain. (23) Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa,”.
PERENDAHAN DAN PENINGGIAN TERHADAP YESUS (FILIPI 2:1-11)
otomotif
Tetapi nanti pada akhir jaman, penerapannya terjadi pada diri Yesus. Jelas bahwa Yesus memang adalah Allah sendiri!

b) Natal dan kedatangan kedua.

Bdk. Lukas 2:11 - “Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.”.

Yesus yang dinyatakan sebagai ‘Tuhan’ pada saat Natal / kelahiran-Nya, akan disembah dan diakui sebagai ‘Tuhan’ oleh semua orang pada saat kedatangan-Nya yang kedua-kalinya!

c) Pada saat kedatangan Yesus yang kedua-kalinya itu, maka semua akan berlutut dan mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan.

Memang ada 2 penafsiran tentang kata-kata ini. Ada yang menganggap bahwa yang menyembah dan mengaku Yesus sebagai Tuhan ini hanyalah orang-orang percaya dan para malaikat yang baik. Tetapi pandangan yang lain mengatakan bahwa ini berlaku betul-betul untuk semua makhluk, termasuk orang-orang yang tidak percaya dan bahkan setan-setan / Iblis.

Saya lebih setuju dengan penafsiran kedua, dan dengan demikian, kata-kata itu menunjukkan bahwa:

1. Malaikat dan orang Kristen yang sejati akan berlutut dan menga­kui Yesus sebagai Tuhan dengan sukarela dan sukacita.

2. Setan dan orang-orang yang tidak percaya akan berlutut dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dengan terpaksa, dan mereka tidak akan diam­puni sekalipun ada pengakuan seperti itu (bdk. Markus 5:6-8).

Kesimpulan / Penutup.

Saudara-saudara yang kekasih, hari ini kita merayakan Natal, hari di mana Allah yang maha tinggi menjadi manusia yang rendah, hina, lahir di palungan, dengan tujuan mati dengan cara yang paling hina dan terkutuk, untuk menebus dosa kita. Ia sudah ditinggikan, pada saat Ia bangkit, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah. Tetapi peninggian / pemuliaan ini belum selesai. Masih akan ada peninggian / pemuliaan terakhir, di mana Ia akan datang sebagai Hakim, dan dari takhta pengadilan / penghakiman-Nya akan menghukum setiap orang yang menolak untuk mempercayai-Nya. Pada saat itu, semua makhluk, dengan sukarela / sukacita atau terpaksa, akan bertelut di hadapan-Nya dan mengakui Dia sebagai Tuhan.

Percayalah kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat sekarang / dalam hidup ini, sehingga nanti saudara akan bertelut di hadapan-Nya dan mengakuiNya sebagai Tuhan dengan sukarela dan sukacita, dari pada menolak mempercayaiNya, mengabaikanNya, dan nanti akan bertelut di hadapanNya dan mengakuiNya sebagai Tuhan, dengan terpaksa, dan tanpa ada gunanya!

Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian, dan damai Natal bertakhta dalam hati saudara.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post