SEBUAH PARADIGMA BARU: SENI DAN BUDAYA BAGI KEMULIAAN ALLAH
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
Alam semesta adalah suatu pemerintahan teokrasi,yaitu bahwa Allah berdaulat yang memerintah seluruh alam semesta (Mazmur 103:19). Kedaulatan Allah berarti bahwa Ia adalah Pribadi yang utama di alam semesta dan yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta. Wilayah pemerintahan Allah disebut sebagai Kerajaan Allah.
Istilah Kerajaan Allah dipakai sekitar 160 kali dalam Perjanjian Baru. Kerajaan Allah ini bersifat universal dan kekal, artinya tidak pernah ada waktu dimana kerajaan Allah tidak ada. Ia tidak mempunyai awal dan akhir. Kerajaan Allah berkuasa, memerintah atas semua kerajaan.
Kerajaan Allah bersifat inklusif, termasuk dalamnya adalah diriNya sendiri, bidang kekuasanNya, semesta alam, para malaikat terpilih, surga, para malaikat yang jatuh dan semua ciptaan, dan umat manusia diatas bumi ini. Semuanya berada dibawah kendali dan kekuasaanNya.
Kerajaan Allah bersifat inklusif, termasuk dalamnya adalah diriNya sendiri, bidang kekuasanNya, semesta alam, para malaikat terpilih, surga, para malaikat yang jatuh dan semua ciptaan, dan umat manusia diatas bumi ini. Semuanya berada dibawah kendali dan kekuasaanNya.
Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah yang meliputi surga dan bumi. Alkitab menyatakan bahwa : (1) Dialah satu-satunya Raja yang berdaulat, Raja segala raja dan Tuan segala tuan (1 Timotius 6:15), tahtaNya di dalam surga, dan kerajaanNya menguasai seluruhnya (Mazmur 103:19); (2) Ia memelihara seluruh alam semesta dengan firmana kekuasaanNya supaya tetap ada (Nehemia 9:6; Ibrani 1:3); (3) Pemerintahan atas seluruh alam semesta ada padaNya (Ulangan 10:14; Mazmur 135:6; Daniel 4:35).
Pendahuluan:
Gereja adalah bagian dari Kerajaan Allah di bumi ini! Gereja merupakan manifestasi dari kerajaan Allah dan pemerintahanNya yang berdaulat, dimana kehendak Allah dilaksanakan. Tujuan gereja yang terutama adalah memuliakan Allah dan menghadirkan kerajaan Allah di bumi ini dengan menjadi “garam” dan “terang” (Matius 5:13,14).
Inilah dua kualitas transformatif yang harus dimanifestasikan gereja kepada dunia ini. Gereja adalah agen transformasinya Allah dan Allah sendirilah “Sang Transformator” itu. Gereja harus menjadi suatu eksponen masyarakat yang berpengaruh atas umat manusia dan lingkungannya. Gereja benar-benar akan menjadi garam dunia, terang dunia, dan sebuah kota di atas bukit (Matius 5:13,14).
Menjadi Garam dan Terang di tujuh Pilar Masyarakat
Implikasi dari penegasan di atas cukup serius, yaitu bahwa gereja secara universal harus memikul beban moril dari metafora “garam” dan “terang” tersebut secara konsisten dan konsekuen. Lebih jauh, implikasi ini bukan sekedar penegasan, tetapi merupakan sebuah panggilan bagi gereja untuk melibatkan diri dan memberi solusi dalam masalah-masalah di dunia ini tanpa harus menjadi duniawi.
Dengan memenuhi fungsinya sebagai “garam dan terang dunia” maka komunitas dan masyarakat dimana gereja hadir akan merasakan pengaruh dari fungsi tersebut (Matius 5:13,14). Sebagaimana pengaruh garam yang mencegah pembusukan pada daging dan memberi rasa enak pada masakan, serta sebagaimana terang memberi pengaruh terhadap gelap sehingga gelap menjadi sirna karena kehadiran terang, demikianlah kehadiran orang percaya memberi pengaruh yang baik bagi lingkungannya.
Inilah transformasi, yang tidak hanya memberi pengaruh pada manusia, tetapi juga kepada tatanan politik, sosial, ekonomi dan ekologi (tanah, tumbuhan, ternak, dan lain-lain, Ulangan 28:1-14 ). Transformasi seperti ini terjadi karena kehadiran orang percaya yang memberi kontribusi yang positif dan menjadi berkat.
Karena itu, setiap orang Kristen perlu menjadi garam dan terang di setiap aspek kehidupan dan di pilar-pilar yang menopang suatu masyarakat. Setidaknya ada tujuh pilar utama yang menopang masyarakat, yaitu : (1) Pilar spiritual dan sosial; (2) Pilar ekonomi dan bisnis; (3) Pilar politik, hukum dan pemerintahan; (4) Pilar pendidikan dan olah raga; (5) Pilar seni dan budaya; (6) Pilar media dan teknologi; dan (7) Pilar keluarga dan rumah tangga.
Beralih dari Paradigma Lama menuju Paradigma Baru
Namun ironisnya, orang Kristen dengan paradigma lama sudah terbiasa memisahkan kehidupan rohani dengan kehidupan sekuler. Artinya, yang sakral (gereja) dan yang sekuler (dunia) dipisahkan. Paling jauh gereja hanya mempengaruhi ”dunia sekuler” dalam beberapa bidang pelayanan, dan bukan di semua pilar.
Paradigma lama jelas membedakan antara pelayanan dan pekerjaan. Akibatnya, sebagian merasa cukup menjadi rohani (melayani) hanya pada hari minggu sedangkan di hari-hari lainnya tetap duniawi dalam pekerjaan dan aktivitas lainnya. Dualisme seperti ini seharusnya tidak terjadi dalam kehidupan orang percaya! Semua pekerjaan adalah pelayanan bagi Allah!
Kini, banyak orang Kristen telah meninggalkan paradigma lama dan beralih kepada paradigma yang baru. Kita menyebutnya sebagai “Gereja dengan paradigma baru”, yang di dalamnya orang-orang Kristen mewarnai bumi dan memberikan pengaruh kuat pada pilar-pilar masyarakat.
Orang Kristen dengan paradigma baru berani mendemontrasikan kerajaan Allah di pilar-pilar masyarakat dimana mereka berada. Mereka menganggap bahwa politik, pemerintahan, seni, budaya, ilmu, teknologi, bisnis dan lainnya adalah alat yang dapat digunakan untuk mengekspresikan bakat, talenta, dan kemampuan dari kecerdasan yang dianugerahkan Tuhan, dan dipakai untuk memuliakan Tuhan.
Seni dan Budaya sebagai Ekspresi dari Kecerdasan Manusia
Satu pilar penting yang harus menjadi perhatian gereja saat ini adalah seni dan budaya. Jauh sebelum Howard Gardner, penemu teori kecerdasan ganda, mempublikasikan teorinya melalui buku Frames of Mind yang terbit di tahun 1983, Alkitab telah mengungkapkan bahwa Allah merancang setiap orang secara unik (Mazmur 139:13; bandingkan 1 Korintus 12:5,6).
Kecerdasan kita merupakan bakat-bakat, talenta-talenta, dan kemampuan-kemampuan yang dengannya kita dilahirkan. Beberapa dari bakat, talenta dan kemampuan yang disebutkan dalam Alkitab adalah : kemampuan artistik, kemampuan arsitektur, melayani, membuat roti, membuat perahu, membuat permentasi, kemampuan orasi dan komunikasi, merancang, menenun, memahat, bertani, nelayan, berkebun, memimpin, mengelola, tukang batu, politikus, pemerintahan, menggubah musik, membuat senjata, melukis, berfilsafat, mekanika, menciptakan (penemu), tukang kayu, berlayar, memasarkan, menjadi tentara, menjahit, mengajar, menulis sastra dan puisi, dan lain sebagainya.
Allah adalah Arsitek Agung dan Seniman terbesar di jagat raya ini? Ia menciptakan dunia dan alam semesta dengan keindahan dan keunikannya. Allahlah yang memberikan kita berbagai kecerdasan yang berhubungan dengan seni dan budaya seperti: musik, tarian, nyanyian, hiburan, drama, lukisan, pahatan, desain, puisi, satra, dan sebagainya. Ia menginginkan agar semuanya itu digunakan bagi kebaikan manusia dan bagi kemuliaanNya. Seni dan budaya yang bersifat tradisional maupun kontemporer, yang ditampilkan dengan cara manual maupun dengan kecanggihan teknologi saat ini, semua dapat dipakai bagi kemuliaan Tuhan!
Tiga Pandangan tentang Seni dan Budaya
Kekristenan harus menolak dua pandangan keliru tentang seni dan budaya, yaitu deisme dan radikalisme. Deisme berpandangan negatif terhadap seni dan budaya. Walaupun mereka yakin Tuhan berada di atas (above) seni dan budaya tetapi mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak peduli dengan manusia. Sementara itu, radikalisme dengan keras menentang seni dan budaya dan menganggapnya identik dengan dunia. Menurut mereka budaya adalah kejahatan yang nampak disekitar kita.
Pandangan positif tentang budaya dipopulerkan oleh Charles H. Kraft, seorang pemimpin Kristen-Kharismatik Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement), dan profesor Antropologi dan Komunikasi Budaya di School of Mission, Fuller Theological Seminary, di Pasadena-California, AS. Ia menyatakan dengan tegas bahwa Allah itu transenden (di atas) dan absolut (mutlak berdaulat), dan bahwa Allah berada di atas budaya, namun bertindak melalui budaya.
Budaya adalah alat yang netral dan ada (exist) agar dimanfaat oleh manusia untuk memuliakan Allah. Namun sayang, budaya telah disusupi oleh sifat keberdosaan manusia sehingga dimanfaat oleh Iblis untuk memujanya dan disalahgunakan bagi kejahatan. Tetapi Allah tidak tinggal diam, melalui orang-orang percaya (umatNya), Allah mentransformasi seni dan budaya; Allah mengembalikan seni dan budaya pada tujuannya, yaitu untuk menyatakan kehendak dan rencanaNya, yang memuliakan namaNya. Ini adalah sebuah paradigma baru: seni dan budaya bagi kemuliaan Allah!
Gereja mentransformasi Seni dan Budaya Bagi Kemuliaan Allah
Di atas telah disebutkan bahwa gereja adalah agen transformasinya Allah dan Allah sendirilah “Sang Transformator” itu.. Kata “transformasi” berasal dari dua kata dasar yaitu “trans” dan “form”. Transberarti dari sisi satu kesisi lainnya (across) atau melampaui (beyond). Form disini berarti bentuk. Transformasi berarti perubahan bentuk yang lebih dari atau melampaui perubahan bungkus luar saja. Jadi, pada dasarnya transformasi berarti perubahan bentuk. Dalam Roma 12:2, kata ‘berubahlah’ yang dipakai oleh Paulus adalah kata Yunani ‘metamorphoo’ yang berarti perubahan rupa atau bentuk.
Pilar seni dan budaya adalah pilar penting yang harus menjadi perhatian gereja. Gereja harus menjadi agen transformasi di pilar seni dan budaya, dan mengembalikannnya bagi kemuliaan Allah. Bukankah Allah adalah Arsitek Agung dan Seniman terbesar di jagat raya ini? Allah menciptakan dunia dan alam semesta dengan keindahan dan keunikannya. Allah juga yang menciptakan manusia dan memberinya berbagai kecerdasan.
Jauh sebelum Howard Gardner, penemu teori kecerdasan ganda, mempublikasikan teorinya melalui buku Frames of Mind yang terbit di tahun 1983, Alkitab telah mengungkapkan bahwa Allah merancang setiap orang secara unik (Mazmur 139:13; bandingkan 1 Korintus 12:5,6), dan memberi mereka kecerdasan yang disertai bakat-bakat, talenta-talenta, dan kemampuan-kemampuan yang dibawa sejak lahir.
Allahlah yang memberikan kita berbagai kecerdasan, termasuk kecerdasan yang berhubungan dengan seni dan budaya seperti: musik, tarian, nyanyian, hiburan, drama, lukisan, pahatan, desain, puisi, satra, dan sebagainya. Ia menginginkan agar semuanya itu digunakan bagi kebaikan manusia dan bagi kemuliaanNya. Seni dan budaya yang bersifat tradisional maupun kontemporer, yang ditampilkan dengan cara manual maupun dengan kecanggihan teknologi saat ini, semua dapat dipakai bagi kemuliaan Tuhan!
Penutup:
Tuhan menginginkan kita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik di semua aspek kehidupan kita dan di semua pilar masyarakat. Pernyataan klasik rasul Paulus tentang keselamatan “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman” dalam Efesus 2:8, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergoisagathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani yang biasa digunakan untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”.Karena kemampuan seni dan budaya adalah alat (sarana) yang dapat digunakan untuk mengekspresikan bakat, talenta, dan kemampuan dari kecerdasan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, maka pakailah itu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik bagi sesama dan memuliakan Tuhan (Roma 11:36).SEBUAH PARADIGMA BARU: SENI DAN BUDAYA BAGI KEMULIAAN ALLAH - Samuel T. Gunawan, SE., M.Th.https://teologiareformed.blogspot.com/