YESUS SANG PENGANTARA - James I. Packer

YESUS SANG PENGANTARA - James I. Packer
YESUS SANG PENGANTARA - James I. Packer. Pengantara merupakan suatu istilah yang sangat erat hubungannya dalam bidang industri modern dan dalam negosiasi internasional. Setiap peristiwa yang membutuhkan jasa pengantara mempunyai satu kemiripan. 

Bila ada dua belah pihak yang tidak berhasil mencapai suatu kesepakatan untuk melanjutkan diskusi, lalu salah satu dari mereka meninggalkan ruangan. Maka diperlukanlah pengantara untuk mendamaikan kembali kedua belah pihak. 

Seorang pengantara, sesuai dengan nama yang diberikan (dalam bahasa Yunani kata yang dipakai untuk pengantara adalah “mesites”), secara harafiah berarti orang penengah. Dia berhubungan dengan dua belah pihak, dia menaruh simpati terhadap kedua belah pihak, dan kedua belah pihak mempercayainya. Dia merupakan seorang yang membawa keadilan, damai dan maksud baik. Tugasnya adalah mewakili kedua belah pihak dan berusaha mencari jalan untuk memperbaiki hubungan kedua belah pihak.

Dalam Perjanjian Baru, kata pengantara dipakai sekali untuk Musa (Galatia 3:19) dan 4 kali untuk Yesus Kristus. Dalam 1 Timotius 2:5, Paulus berkata, “Hanya ada seorang pengantara antara Tuhan dan manusia, orang tersebut adalah Yesus Kristus.” Dalam Ibrani 8:6; 9:15 dan 12:24, kita mengerti bahwa Yesus adalah seorang pengantara dari suatu perjanjian yang baru dan lebih baik. Tidaklah terlalu berlebihan apabila ayat-ayat tersebut di atas disebut sebagai kunci, tidak hanya bagi Perjanjian Baru, tetapi keseluruhan Alkitab, karena ayat-ayat ini mengkristalkan seluruh inti berita Alkitab.

Wajar jika teologia modern dewasa ini mengatakan Alkitab adalah buku yang menyaksikan Kristus, kesaksian nabi yang bernubuat dalam PL, dan kesaksian rasul yang membuktikannya dalam PB. Hal ini benar, tetapi kita perlu menambah patokan agar pernyataan di atas tidak disalah mengerti, bahwa Alkitab adalah buku yang menyaksikan Kristus, bukan karena Dia sebagai guru atau teladan saja, melainkan karena Dia adalah Sang Pengantara. Yesus bertindak sebagai pengantara antara Allah dan manusia, inilah perjanjian baru dan kekal yang telah diadakan, yang merupakan tema inti Alkitab.

Peranan Pengantara

Hubungan komunikasi dan persahabatan Tuhan dengan manusia sudah dirusakkan. Oleh karena dosa, tercipta suatu keterasingan. “Pikiran yang ternoda (pikiran dan hati manusia berdosa pada hakekatnya) adalah perseteruan terhadap Allah. Ia tidak takluk kepada hukum Allah, memang hal ini tidak mungkin baginya (Roma 8:7, NIV). Dan dari pihak Allah berperang melawan manusia, di dalam pengertian bahwa “murka Allah nyata dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman” (Roma 1:18; bd. 5:10). 

Seluruh bumi bersalah di hadapan Allah yang adalah Pemberi Hukum dan Hakim (Roma 3:29). “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23, kemuliaan Allah, dari berbagai penafsiran, dipandang sebagai suatu standar, suatu usaha pencapaian, atau suatu harapan — bagi kita intinya sama saja). Seperti Yesaya katakan, “Kita sekalian adalah sesat seperti domba,” dari jalan yang diinginkan Tuhan, Gembala kita (Yesaya 53:6). 

Berjalan sesuai dengan kehendak kita sendiri dan menyimpang dari jalan Tuhan merupakan hal yang biasa kita lakukan seperti kita bernafas adanya; kita tidak secara sadar melakukannya, walaupun seseorang telah menyadarkan kita akan perbuatan kita yang keliru, tetapi kita masih melakukan hal tersebut. Sehingga manusia “hidup tanpa Tuhan di dunia ini”, “terasing dari sumber kehidupan Allah karena sifat ketidakpedulian yang berada di dalam hati mereka yang keras” (Efesus 2:12, 4:18). Ini merupakan permasalahan yang mendasar dari kehidupan manusia.

Para penulis fiksi modern (sajak, drama, novel) di Barat membawa kita ke suatu pemikiran bahwa masalah yang paling pelik yang dihadapi oleh manusia sekarang ini adalah rasa asing terhadap sesama dan diri kita yang sebenarnya. Banyak novel serius dewasa ini berbicara mengenai masalah-masalah integritas (kutukan atas Adam), kehilangan jati diri (kutukan terhadap Kain) dan kehilangan komunikasi (kutukan atas Babel).

Namun pada dasarnya, ini bukan masalah relasi manusia dengan diri dan sesama, melainkan relasi manusia dengan Allah, karena kutukan kepada semua kasus tersebut merupakan tanda kemurkaan Tuhan. Para penulis yang mengemukakan masalah tersebut, dengan menggunakan hasil observasi dan naluri mereka yang tajam, tetap merupakan suatu hasil karya yang hanya mengemukakan gejalanya saja dan bukan inti penyakitnya. 

Alasan yang paling mendasar mengapa manusia merasa kesepian dan “hilang” terperangkap di dalam hal-hal yang nihil, dan dasar-dasar keyakinan dan kestabilan kebudayaan dikesampingkan, itu semuanya karena mereka terasing dari Tuhan. Seperti yang dinyanyikan oleh Baxter tiga abad yang lalu, “Dia tidak ingin teman-teman yang Engkau cintai,” manusia terasing dari Allah menyebabkan ia kehilangan persahabatan dengan sesamanya dan juga terhadap dirinya sendiri. 

Inilah yang dilukiskan para penulis zaman ini, kendati mereka tidak memutuskan akar permasalahannya yang sebenarnya. Apa yang digambarkan dalam sajak dan prosa yang ditulis di abad ke-20 ini mengenai “tanah buangan”, sudah dibicarakan Alkitab jauh sebelumnya, yakni kita membutuhkan seorang pengantara untuk membawa kita kembali kepada Tuhan.

Pada masa Perjanjian Lama, Tuhan mempersiapkan Israel untuk menyambut kedatangan Yesus Kristus. Bagaimana Dia melakukan hal ini? Dengan cara membuat Israel membutuhkan pengantara. Inilah inti ajaran Perjanjian Lama. Secara paradoks, Tuhan mengajarkan pengajaran ini dengan menetapkan adanya dua macam pengantara, yaitu nabi dan imam. Dia mengirimkan nabi-nabi untuk mewakili-Nya kepada umat-Nya, dan imam-imam mewakili umat-Nya. 

Para nabi berbicara kepada Israel atas nama Allah, sehingga antara Dia dan umat-Nya terpelihara. Sedangkan para imam mempersembahkan kurban-kurban kepada Allah dalam nama Israel, untuk menjaga persekutuan antara mereka dengan Allah.

Tetapi berita para nabi sering disampaikan secara fregmentasi dan agak tersamar (dengan berbagai cara dan takaran yang berbeda, bd. Ibrani. 1:1), dan kurban para imam tidak pernah membawa kedamaian bagi hati nurani dan keberanian masuk ke hadirat Allah (sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa, Ibrani. 10:4; 9:8; 10:22).

Pewahyuan dan pengampunan di bawah Perjanjian Lama memang ada, tetapi terbatas dan belum sempurna, dan persekutuan yang sempurna dengan Allah tidak pernah tercapai. Peran pengantara dalam Perjanjian Lama tidaklah cukup, hal tersebut dimaksudkan agar manusia dapat menyadari kebutuhan yang besar akan adanya seorang Pengantara Sejati. 

Memiliki mobil tua yang masih bisa dikendarai, merupakan suatu hal yang lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali, tetapi ketika kita mengendarainya, kita frustasi dan mengharapkan mobil yang baru; demikian halnya, pengalaman hidup di bawah Perjanjian Lama mendorong suatu kerinduan kepada suatu perjanjian yang lebih baik, yang mengandung janji-janji yang lebih baik, dengan suatu pengharapan yang lebih baik dan bersandar pada suatu pengorbanan yang sempurna. 

Dalam Ibrani dijelaskan bahwa peranan Yesus Kristus sebagai pengantara menyempurnakan semua kekurangan sebelumnya (Ibrani. 7:19, 22; 8:6; 9:23; 11:40), “sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:14) – menyempurnakan mereka, yaitu dalam hubungannya dengan Allah. 

Demikian juga zaman Perjanjian Lama, seperti yang Paulus katakan di Galatia 3:19-25, adalah bayang-bayang hukum yang “ditambahkan” oleh Allah melalui Musa “karena pelanggaran” (ayat 19) — maksudnya agar bangsa Israel bisa melihat bahwa dosa merupakan suatu penghalang dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, dan menyadari betapa pentingnya peranan Juruselamat bagi penebusan dosa dan kuasanya. 

Apakah arti yang sebenarnya dari “karena pelanggaran” adalah “untuk menjadikan perbuatan yang salah sebagai pelanggaran yang sah” atau “untuk menjadikan pelanggaran tersebut bertambah banyak” (bd. Roma 5:20, 7:7) tidaklah memberikan suatu perubahan di dalam paragraf tersebut.
__________________________________________________________
HUKUM TAURAT ADALAH PENUNTUN, SUPAYA KITA DIBENARKAN KARENA IMAN
__________________________________________________________

Hukum tidak dapat memberikan kehidupan (ayat 21) karena tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi tuntutan dosa, tetapi hukum hanya dapat menyadarkan manusia bahwa mereka itu tidak berdaya sebagai budak dosa (Roma 7:7-13), dan mempersiapkan mereka untuk menyambut kedatangan Kristus dan percaya kepada-Nya. 

Sebab itu Paulus menulis “Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa, supaya oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya. Sebelum iman dalam itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman (Galatia. 3:22-24). 

Dalam surat Galatia dinyatakan secara jelas peranan Kristus sebagai pengantara, yang melaluinya anugerah kembar yaitu pembenaran dan Roh Kudus dikaruniakan (bd. 3:1-14), membawa manusia keluar dari ikatan dosa dan hukum Taurat masuk dalam kemenangan sebagai anak-anak Allah.

Pemeliharaan Sang Pengantara

Satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia adalah Kristus Yesus, Firman yang telah menjadi daging, Anak Allah yang berinkarnasi. Semua bentuk pengantara dalam PL sebelumnya merupakan bayang-bayang dan antisipasinya kepada Kristus dan keampuhannya juga tidak terlepas dari peranan preinkarnasi Kristus di dalam dan melaluinya. Maka tidak heran disebut Roh Kristus yang berbicara kepada nabi-nabi (1Petrus 1:10) dan peranan Kristus secara nyata dalam perjalanan bangsa Israel yang dipimpin oleh Musa (1 Korintus 10:1-4). 

Dosa-dosa yang telah dilakukan oleh umat Allah sebelum inkarnasi diletakkan di pundak Kristus, untuk ditebus di atas Kalvari (Ibrani 9:15); inilah cara bagaimana Allah mengampuni mereka, sehingga baik Abraham, Daud, dan orang-orang kudus Perjanjian Lama sudah menyadari sukacita pembenaran dan jaminan pengampunan, sebelum Kristus datang (Roma 4:1-8, Kejadian 15:6, Mazmur 32:1). Berkenaan dengan manusia Kristus Yesus sebagai Pengantara kita satu-satunya, ada dua pertanyaan yang dapat diajukan:

Pertama, “Mengapa Sang Pengantara itu datang ke dunia?” Dia datang ke dunia ini seperti yang telah dikatakan sebanyak 30 kali dalam Injil Yohanes, karena Dia diutus. Yesus telah dipilih dari kekekalan untuk menjalankan misi ini (1 Petrus 1:20). “Allah Bapa mengirimkan Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia ini” (1Yohanes 4:14). 

Bapa telah “memilih…melalui Dia”, yaitu mereka yang dipilih diselamatkan melalui karya-Nya; melalui persekutuan dengan pribadi-Nya, satu umat besar yang terdiri dari manusia berdosa (Efesus. 1:4); dan hal ini “diberikan” kepada-Nya, yakni Dia harus menjalankan tugas untuk membawa mereka kepada Allah dan kepada kemuliaan (Yohanes. 6:37, 39; 17:2, 6, 9, 24; bd. Ibrani 2:13; Yohanes 10:14-16, 27-29; 11:52). 

Di dalam pengertian yang lain, Dia telah “diberikan” kepada mereka “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes. 3:16). “Perkataan ini benar dan patut diterima…bahwa Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa (1 Tim. 1:15). Apa tujuan dari kedatangan Yesus sebagai Pengantara, dan apa yang akan dikerjakannya sebagai Anak Allah?
______________________________________________________
SEBAGAI ALLAH DAN RAJA PENYELAMAT. YESUS MEMPUNYAI KEMUTLAKAN UNTUK MENGATUR SEMUA CIPTAAN......
_______________________________________________________
1. Yesus datang untuk menyatakan Allah kepada manusia.

Sebelum kita mengenal dan mencintai Allah, kita harus mengenal seperti apa Dia sesungguhnya. Dalam peristiwa di PL, Allah menyatakan hakekat dan karakter-Nya. Namun pernyataan yang definitif dan final, diperlukan satu bentuk penyataan lain, yaitu Allah mengirim Anak-Nya, yang adalah gambar-Nya (Ibrani. 1:3; Kolose 1:15, 2:9; 2Korintus 4:4; Filipi 2:6). Kristus dengan sempurna menyatakan tujuan dan kasih Allah, sehingga “Barangsiapa melihat Aku, Ia telah melihat Bapa” (Yohanes. 14:9), Bapa dan Anak adalah satu dalam persekutuan hakekat, kuasa, karakter dan tujuan secara sempurna (Yohanes 14:10, 10:38, 17:21; bd. 10:30, 17:11)

2. Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa manusia. 

Yesus sendiri berkata, “Anak manusia datang, untuk menyerahkan hidup-Nya untuk menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45). Yesaya 53 telah mengetahui sebelumnya bahwa manusia yang berdosa tersebut harus ditebus melalui kematian Hamba Allah yang benar. 

Latar belakangnya adalah sistem korban yang telah Allah tetapkan bagi bangsa Israel, sebelum Allah mengajarkan mereka prinsip penebusan bagi manusia berdosa yang hanya dapat diganti melalui tebusan yang sempurna bagi manusia berdosa. Hamba Tuhan yang benar, menurut Yesaya akan dijadikan sebagai persembahan untuk orang berdosa (ayat 10). 

Tetapi bagaimana Hamba Tuhan yang sempurna, suci, benar hidupnya, dapat ditemukan? Tidak ada satupun yang memenuhi syarat kecuali inkarnasi Anak Tuhan sendiri, yang sebagai manusia yang juga mengalami pencobaan, tetapi karena Dia adalah Tuhan sehingga Ia tidak berdosa. Kristus sendiri menyatakan kesuciannya (Yohanes 8:46, 14:30), dan para penulis Perjanjian Baru sering menyebut kesucian-Nya, ketika memproklamasikan pekerjaan penebusan-Nya (2 Korintus 5:21; 1 Petrus 2:22, 3:18; Yohanes 2:1).
___________________________________________________________
SATU-SATUNYA PENGANTARA ANTARA ALLAH DAN MANUSIA ADALAH YESUS, FIRMAN YANG TELAH MENJADI DAGING........BERINKARNASI.
____________________________________________________________

3. Yesus datang untuk memulihkan hubungan antara manusia dengan Tuhan.
 

Keturunan Adam telah terhilang dari hadapan Tuhan karena dosa mereka sendiri. Anak Tuhan datang ke dunia untuk membagikan sukacita persekutuan yang indah antara Kristus dengan Bapa. Dia datang untuk mencari kita sehingga Dia dapat membawa kita ke tempat-Nya. Dia datang untuk mengangkat kita sebagai saudara-Nya sendiri dan membuat kita sebagai anak-anak Tuhan, sehingga kita mendapat bagian dalam kemuliaan Anak. 

Selanjutnya, Kristus terus berkarya di dalam diri mereka melalui Roh-Nya untuk menjadikan mereka semakin serupa dengan Dia dan membuang semua akar-akar dosa mereka (Kolose 3:10), dan nanti, apabila tugas tersebut telah selesai, Dia akan membawa mereka ke Yerusalem yang baru (Wahyu 21:2), di mana tidak ada lagi sesuatu yang najis (Wahyu 21:27), di sana mereka menikmati Tuhan sebagai Tuhan dan Bapa mereka sendiri (Wahyu 21:3, 7; 22:4) untuk selamanya.

Kedua, bagaimana pekerjaan Pengantara digenapkan? Teologi Protestan biasa mengatakan bahwa Sang Pengantara telah menyelesaikan misi-Nya dengan memenuhi tugas-Nya sebagai nabi, imam dan raja. Pandangan mengenai pelayanan Kristus tersebut dikutip dari surat Ibrani, yang merupakan suatu analisa yang lengkap mengenai pengantaraan-Nya yang terdapat dalam Perjanjian Baru.
_________________________________________________
KRISTUS YESUS DATANG KE DALAM DUNIA UNTUK MENYELAMATKAN ORANG BERDOSA
_________________________________________________

Perlulah kita menguraikan ketiga jabatan tersebut:

1. Posisi Yesus Kristus yang pertama adalah sebagai seorang raja. 

Inilah maksudnya, gelar “Kristus” yang dipakai oleh PB. Gelar ini berarti Yesus adalah Mesias Allah, yang adalah anak Daud yang diurapi (Yesaya 9:6; 11:1, Amos 9:11). Perjanjian Baru meneguhkannya dalam ucapan Petrus pada hari Pentakosta, “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kisah Para Rasul 2:36). Surat Ibrani menyebutkan penobatan Yesus Kristus, yang duduk sebagai Raja di sebelah kanan Allah Bapa yang berkuasa (1:3 bd. ayat 8, 13, 8:1, 10:12). 

Perjanjian Baru menyatakan bahwa kerajaan Kristus adalah universal dan menyeluruh. Yesus adalah “penyataan” Allah bagi seluruh dunia. “Kepada-Ku telah diberikan kuasa di surga dan di bumi” (Matius. 28:18), Allah telah menempatkan semua kekuasaan di bawah kaki-Nya” (Efesus 1:22; Ibrani 2:8; Flp. 2:9). Tujuan kerajaan ini adalah menundukkan semua pemberontakan dan ketidakharmonisan yang disebabkan dosa ke bawah kehendak Allah, bagi keselamatan umat Allah (1Korintus 15:24, Efesus. 1:10-12).

Sebagai Allah dan Raja Penyelamat, Yesus mempunyai kemutlakan untuk mengatur semua ciptaan, kemutlakan atas semua manusia. Kristuslah yang memerintah kita semua, mengatur segala hal bagi kita. “Bagaimana Kristus menjalankan tugas-Nya sebagai raja?” Westminster Shorter Catechism menjawab, “Kristus menjalankan tugas-Nya sebagai seorang raja, dengan membuat kita petuh kepada diri-Nya, menjaga dan melindungi kita dari musuh. Kerajaan-Nya adalah tempat perlindungan bagi kita dan Dia memimpin kita kembali kepada Allah melalui pemuridan dengan pikul salib.”

2. Yesus Kristus sebagai seorang imam. 

Dia adalah imam agung untuk selamanya “menurut peraturan Melkisedek” (Ibrani. 5:6; 6:20; Mazmur 10:4). Ibrani 7-10 menguraikan kesempurnaan dan finalitas jabatan imam Yesus Kristus, yang menggantikan dan menghapus fungsi imam Perjanjian Lama, sehingga pengantara iman secara manusiawi adalah hal yang sia-sia bahkan merupakan penghinaan kepada Tuhan. Westminster Shorter Catechism menjelaskan keimaman Yesus demikian, “Kristus melaksanakan tugas-Nya sebagai seorang imam, dengan memberikan diri-Nya sebagai persembahan yang hidup untuk memuaskan tuntutan keadilan ilahi, dan mendamaikan kita dengan Allah, dan terus bersyafaat untuk kita”

i. Ibrani 9:1 – 10:18 menjelaskan korban Kristus sekali untuk selamanya bagi pendamaian kita. Yesus “mengalami maut” (Ibrani 2:9) di salib, mengorbankan diri-Nya dan secara sadar menanggung dosa, yang menyebabkan kematian spiritual (Mrk. 15:34). Sehingga Kristus menjamin ketika orang percaya menghampiri Tuhan, tidak ada lagi penghalang dan dosa yang dikenakan kepada mereka (10:19-22).

ii. Yesus Kristus senantiasa bersyafaat bagi “mereka yang datang kepada Allah melalui-Nya” (Ibrani. 7:25; Roma 8:34). Dalam bahasa aslinya, “bersyafaat” bukan saja berarti hanya memohon saja, tetapi secara aktif masuk ke dalam situasi seseorang demi kepentingannya agar kesejahteraannya terjamin. Syafaat keimaman Kristus adalah intervensi rajani dari tahta di surga, campur tangan yang berdasarkan fakta, Dialah raja (Ibrani 9:24). 

Kita harus mendefinisikan syafaat Yesus Kristus sebagai aktivitas surgawi, yang memberi kepastian kepada semua orang yang datang kepada Allah melalui-Nya, memohon melalui nama-Nya, percaya kepada pengampunan-Nya, kesempatan, anugerah pertolongan pada saat diperlukan dan kemenangan yang pasti, tidak akan dikecewakan. Perjanjian Baru tidak mengajarkan kita berspekulasi di dalam kegiatan tersebut di atas, tetapi bersuka cita mengetahui bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang pasti dan bermanfaat.

3. Yang terakhir, Yesus Kristus, imam agung adalah juga seorang nabi. 

Tuhan berbicara melalui Dia, dan memberitakan Injil melalui mulut bibir-Nya (Ibrani. 1:2, 2:3). Pelayanan para rasul adalah kelanjutan jabatan kenabian Yesus; mereka berkhotbah dalam nama-Nya, melalui inspirasi-Nya (1 Korintus 2:13) dan dalam khotbah mereka Dia juga berkhotbah, sehingga bagi mereka yang belum pernah bertemu dengan Dia secara daging, berkesempatan mendengarkan suara-Nya (baca Lukas. 10:16; Yohanes 10:16; Efesus 2:17). 

Dan hal yang sama terjadi pada saat ini ketika Injil diberitakan, Roh Kristus bekerja dengan Firman, manusia sekarang ini masih mendengar suara Yesus. “ Yesus Kristus masih tetap melaksanakan tugas-Nya sebagai seorang nabi, menyatakan kepada kita, melalui Firman dan Roh, kehendak Allah bagi keselamtan kita” (Westminster Shorter Catechism)

Pemberitaan Mengenai Sang Pengantara

Sekarang kita bisa makin menghargai keempat Injil. Kedengarannya mungkin aneh, tetapi inilah kebenaran. Banyak orang mengagumi keempat Injil sebagaibuku yang begitu indah, karena sanggup melukiskan seorang manusia yang paling menakjubkan dalam sejarah, tetapi sayang mereka gagal memahaminya. Mereka membacanya dengan saling mengkontradiksikan antara Injil (berisi cerita-cerita dan hal praktika) dengan surat-surat (berisi teologi dan teori). Mereka membaca Injil tidak lebih dari sebuah buku geografi, dengan fokus Yesus sebagai seorang manusia yang menakjubkan dengan karir yang menantang.

Tetapi sebenarnya keempat buku tersebut, seperti judul yang tertulis: “Injil” adalah merupakan pernyataan mengenai Yesus yang menggambarkan Dia sebagai seorang pengantara seperti yang kita lihat juga dalam surat-surat: tema Yesus sebagai nabi, raja dan tebusan bagi dosa dan sebagai pembawa keselamatan, yang memberikan hidup dan pengharapan baru melalui satu hubungan baru dengan Tuhan. Sebenarnya Injil ditulis oleh mereka yang mempunyai teologi seperti yang ditulis dalam surat-surat Injil dan surat-surat adalah satu kesatuan.

Semua yang tercantum di dalam Injil lebih mengutamakan peranan pengantara dari sudut pandang: kehidupan Yesus (kelahiran – baptisan – penginjilan kepada umum – kasih – kebangkitan – kenaikan); mujizat-mujizat menggambarkan suatu anugerah yang menyembuhkan dan memuaskan jiwa kita; pengajaran-Nya (ajakan untuk percaya dan pemuridan); menyebutkan penggenapan nubuatan PL (Matius. 1:22, 4:14, 8:17, 12:17; Lukas. 22:37, 24:25, 44); dan di dalam Yohanes, penulisnya memberikan penjelasannya (1:1-18, 2:11, 21, 3:31-36, 7:39, 8:20, 11:51, 12:37-43, 13:1, 18:32, 20:31).

Seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, saya percaya bahwa mereka yang senang akan Injil dan sering membacanya, sebenarnya telah salah membacanya. Tidak melihat apa yang menjadi pusat, melainkan berkonsentrasi pada hal-hal yang bukan intinya, mereka hanya mengenal pribadi Yesus tetapi tidak mengenal peranan Juruselamat-Nya. Demikian juga banyak orang belajar teologi dalam surat-surat, tidak cukup membaca Injil, sehingga mereka banyak tahu mengenai doktrin pengantara Kristus, tetapi tidak begitu karib dengan manusia Yesus Kristus. Kepada kedua belah pihak saya memohon: hargailah Injil. 

Buku tersebut merupakan suatu buku yang “terkaya” di dunia ini, oleh karena di dalamnya kita mengenal Yesus, Sang Pengantara, yang pelayanan keselamatan-Nya telah disusun dalam satu kerangka teologi dalam surat-surat. Kristus dari surat-surat adalah Yesus dalam Injil. Sehingga apa yang kita cari dalam Kitab Suci akan memimpin hati nurani kita yang mengatakan:
“Yesus, Gembala, Kekasih, Sahabatku, Nabi, Imam dan Rajaku,
Tuhan, hidup, jalan dan tujuanku,
Terimalah pujianku.”

Sudahkah engkau mencapai hal tersebut?

-AMIN-
Next Post Previous Post