MATIUS 18:1-11 (PERDEBATAN MURID-MURID YESUS)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Matius 18:1-5.

1) Bandingkan dengan Markus 9:33-34 dan Lukas 9:46-47:

· dalam Markus 9:33-34, urut-urutannya adalah sebagai berikut: mereka berdebat - Yesus bertanya - mereka diam - Yesus mengajar menggunakan anak kecil.
MATIUS 18:1-11 (PERDEBATAN MURID-MURID YESUS)
keuangan, bisnis, wisata
· dalam Lukas 9:46-47, urut-urutannya adalah sebagai berikut: mereka berdebat - Yesus tahu apa yang mereka perdebatkan - Yesus mengajar menggunakan anak kecil.

· dalam Matius 18:1-2, urut-urutannya adalah sebagai berikut: murid-murid datang kepada Yesus dan bertanya - Yesus mengajar menggu­nakan anak kecil.

Mungkin cerita lengkapnya adalah sebagai berikut:

a) Mereka berdebat tentang siapa yang terbesar.

b) Yesus tahu apa yang mereka perdebatkan.

c) Yesus bertanya apa yang mereka perdebatkan.

d) Mula-mula mereka diam (karena malu).

e) Lalu mereka menjelaskan dan menanyakan pandangan Yesus.

f) Yesus mengajar menggunakan anak kecil.

Markus hanya menceritakan: a, c, d, f.

Lukas hanya menceritakan: a, b, f.

Matius hanya menceritakan: e, f.

2) Bagian ini (Matius 18: 1-5) penting karena pada pasal-pasal terakhir, Matius banyak menekankan / menonjolkan Petrus, seperti:

· Matius 14:28-29 - Petrus berjalan di atas air.

· Matius 15:15 - Petrus bertanya tentang ajaran yang sukar.

· Matius 16:16-20 - Pengakuan Petrus tentang kemesiasan Yesus.

· Matius 17:1-13 - Petrus ikut ke gunung bersama Yesus.

· Matius 17:24-27 - Yesus membayar pajak untuk diriNya dan Petrus.

Semua ini bisa menimbulkan kesan bahwa Matius menganggap Petrus sebagai murid / rasul yang terbesar. Tetapi dengan adanya perde­batan di antara murid-murid tentang hal ini, jelaslah bahwa murid-murid tidak menganggap bahwa Petrus adalah yang terbe­sar. Dan dari jawaban Yesus, maka jelaslah bahwa Yesus pun tidak beranggapan bahwa Petrus adalah yang terbesar.

Dari semua ini jelaslah bahwa Kitab Suci memang tidak mengajarkan adanya satu manusia yang terbesar (paling tinggi pangkatnya) dalam gereja Tuhan!

3) Perdebatan murid-murid ini (bdk. Lukas 9:46) jelas adalah sesuatu yang berdosa! Mengapa? Karena perdebatan itu menunjukkan adanya ambisi dalam diri mereka untuk menjadi yang terbesar. Karena itulah maka mereka terdiam ketika Yesus menanyakan apa yang mereka perdebatkan.

Ambisi adalah sesuatu yang berbahaya karena akan menyeret kita ke dalam dosa-dosa yang lain! Ambisi bisa terjadi dalam bermacam-macam hal, baik hal-hal yang bersifat jasmani / duniawi (misalnya: ambisi untuk menjadi kaya, terke­nal, kedudukan tinggi dsb), maupun dalam hal-hal yang bersifat rohani (misalnya: ingin menjadi orang kristen yang paling mengerti Kitab Suci / Firman Tuhan, ingin menjadi jemaat yang paling rajin, ingin menjadi orang yang memberi persembahan paling besar, ingin menjadi pengkhotbah top, dsb).

Karena itu, periksalah diri saudara! Ambisi apa yang ada dalam diri saudara? Mintalah ampun kepada Tuhan dan mintalah supaya Tuhan membuang ambisi-ambisi yang tidak sesuai kehendakNya itu.
Matius 18: 2:

1) Siapa anak kecil itu?

Tradisi mengatakan bahwa anak itu adalah Ignatius (bishop di Antiokhia yang mati syahid pada tahun 107 M pada jaman pemerintahan Kaisar Trajan). Ignatius mempunyai julukan THEO­PHOROS / THEOPHORUS yang berarti ‘God carried’ (= Allah membawa / menggendong) dan tradisi lalu berkata bahwa ia mendapat julukan itu, karena Yesus memeluk / menggendongnya di sini.

Ada juga yang menganggap bahwa anak itu adalah anaknya Petrus.

Siapa anak itu, adalah sesuatu yang tidak bisa dipastikan, dan disamping itu, hal itu juga sama sekali tidak penting. Yang penting adalah apa yang Yesus ajarkan dengan menggunakan anak itu!

2) Yesus memakai anak itu sebagai simbol kerendahan hati.

Memang harus diakui bahwa anak itu, sebagai keturunan Adam, adalah anak yang lahir dalam dosa dan mempunyai kecondongan pada dosa, dan karena itu pasti mempunyai benih-benih kesombongan dalam dirinya. Tetapi bagaimanapun juga, Yesus menggunakan anak kecil ini sebagai simbol kerendahan hati, karena dibandingkan dengan orang dewasa, anak kecil adalah seseorang yang rendah hati (Catatan: anak berusia 8-10 tahun jelas bisa saja sudah sombong, tetapi kalau anak itu berusia 3-4 tahun, sekalipun benih-benih kesombongan ada dalam dirinya, tetapi pasti belum dimanifestasikan keluar).

Matius 18: 3-4:

1) ‘Menjadi seperti anak kecil’.

· ini tentu tidak berarti bahwa kita harus bersikap kekanak-kanakan (childish)!

· ini juga tidak berarti bahwa dalam segala hal, kita harus menjadi seperti anak kecil! Dalam 1Kor 14:20, Paulus berkata: “Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!”.

· penekanan Yesus adalah bahwa kita harus menjadi seperti anak kecil dalam kerendahan hati. Ini terlihat dari kata-kata ‘meren­dahkan diri’ dalam Matius 18: 4 [NIV/NASB: ‘humbles himself’ (= merendahkan dirinya sendiri)].

2) Matius 18: 4 merupakan jawaban atas pertanyaan murid-murid dalam Matius 18:1. Bandingkan dengan Lukas 9:48 & Markus 9:35.

Jelas bahwa penilaian Yesus tentang besar tidaknya seorang manusia, berbeda sekali dengan penilaian manusia pada umumnya.

Karena itu berhati-hatilah dengan kehidupan saudara, supaya saudara jangan sekedar dianggap besar / hebat oleh manusia, tetapi dianggap tidak berarti oleh Tuhan!

Matius 18: 5:

1) Menyambut anak kecil dalam nama Yesus.

Apa artinya? Tentu ini tidak berarti bahwa kita harus menyambut seorang anak kecil sambil mengucapkan kata-kata ‘dalam nama Yesus’! Tetapi ini berarti bahwa kita harus menerima / menyambut seorang anak ‘demi / karena Yesus’. Jadi, bukan sekedar karena kasihan, atau karena anak itu lucu, atau karena saudara senang pada anak kecil, tetapi karena / demi Yesus.

2) Menyambut anak dalam nama Yesus berarti menyambut Yesus sendiri. Ini menekankan kesatuan Yesus dengan orang per­caya. Bdk. Kisah Para Rasul 9:4-5 Matius 25:40,45.

Matius 18:6-11

1) Matius 18: 6-11 terpisah kontexnya dengan Matius 18: 1-5. Dalam Injil Matius memang letaknya berdekatan sehingga hal itu tidak bisa diketahui. Tetapi dalam paralelnya dalam Markus maupun Lukas, kedua kontex itu terpisah.

· Matius 18:1-5 paralel dengan Markus 9:33-37 / Lukas 9:46-48.

· Matius 18:6-11 paralel dengan Markus 9:42-48 / Lukas 17:1-2.

2) Arti Matius 18: 6:

a) ‘menyesatkan’.

NIV/RSV: ‘causes to sin’ (= menyebabkan berdosa).

NASB: ‘stumbling blocks’ (= ).

KJV: ‘offend’ (= ).

Kita bisa melakukan hal ini dengan:

· cara aktif. Misalnya: mengajarkan hal-hal yang salah / sesat.

· cara pasif. Misalnya: dengan tidak mengajarkan hal-hal yang benar

· memberikan teladan hidup yang jelek

b) ‘anak-anak kecil’.

Dalam tradisi Yahudi, artinya:

· betul-betul anak kecil.

Kalau diartikan demikian, maka Matius 18: 6 ini diarahkan terutama kepada orang tua dan guru-guru sekolah minggu!

· murid dari seorang guru / orang yang baru dalam iman.

Bdk. Matius 10:42 dimana Yesus menyebut muridNya dengan sebutan ‘orang / anak kecil’. Dalam bahasa Yunaninya, kata yang digunakan di sini persis sama dengan yang digunakan dalam Matius 18:6.

Kalau diambil arti ini, maka Matius 18: 6 ini penting untuk semua orang kristen. Kita semua harus berhati-hati supaya tidak menyesatkan orang yang baru bertobat!

c) Batu kilangan diikatkan di leher, lalu orangnya di­tenggelamkan di laut.

· ‘batu kilangan’.

Istilah ‘batu kilangan’ di sini, bahasa Yunaninya berbeda dengan yang dipakai dalam Matius 24:41. Batu kilangan dalam Matius 24:41 itu kecil sehingga bisa diputar oleh orang perempuan. Tetapi, batu kilangan di sini besar dan berat sehingga membutuhkan keledai untuk memutarnya. Beratnya batu kilangan ini memastikan tenggelamnya orang yang lehernya diberi batu itu.

· ‘laut’ dan ‘tenggelam’.

Kedua-duanya adalah hal yang sangat menakutkan bagi orang Yahudi (Catatan: ada orang yang menganggap bahwa kata ‘laut’ dalam Wah 21:1 berarti ‘hal-hal yang menakutkan’).

· Dari hukuman ini, jelaslah bahwa dosa ‘menyesatkan anak kecil’ adalah dosa yang sangat hebat!
Matius 18: 7:

1) Ayat ini jelas menunjukkan bahwa dosa telah ditentukan oleh Allah (bdk. Lukas 17:1). Yesus tidak berkata bahwa penye­satan ‘akan ada’ (yang hanya menunjukkan bahwa Ia tahu bahwa penyesatan akan terjadi), tetapi Yesus berkata bahwa penyesatan ‘harus ada’ (yang jelas menunjukkan bahwa hal itu sudah ditentukan untuk terjadi).

2) Ada 2 ayat Kitab Suci yang mempunyai kemiripan dengan Matius 18: 7 ini yaitu:

· Lukas 22:22 - “Sebab Anak manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.

Catatan: perhatikan kata-kata ‘seperti yang telah ditetapkan’ itu.

· 1Korintus 11:19 - “Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji”.

3) Sekalipun penyesatan harus ada:

a) Itu tidak berarti bahwa orang yang sesat ataupun yang menyesatkan, dianggap tidak bersalah atau tidak perlu ber­tanggung jawab!

Matius 18: 7 jelas menunjukkan 2 x kata ‘celaka­lah’ yang jelas menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab atas penyesatan / dosa mereka itu!

b) Itu tidak berarti bahwa kita boleh membiarkan orang-orang yang sesat.

Matius 18: 12-14 secara tidak langsung menunjukkan bahwa kita juga harus mencari orang yang sesat. Matius 18: 15-17 menunjukkan bahwa kita harus menegur orang yang sesat / berdosa supaya ia bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Matius 18: 8-9:

1) Bagian ini tentu tidak bersifat hurufiah, dan karena itu, bagian ini tidak boleh diartikan bahwa:

· kita betul-betul harus memotong kaki, tangan dsb.

· di surga ada orang yang cacat.

Arti bagian ini:

a) Mata, tangan, kaki menggambarkan hal-hal yang kita cintai. Wujudnya bermacam-macam, seperti: hobby, pekerjaan, study, dsb. Tetapi kalau hal-hal yang kita cintai itu membawa / menjatuhkan kita ke dalam dosa, maka kita harus rela membuangnya.

Seorang penafsir berkata:

“It is better to go to heaven, without enjoying the things that caused us to sin, than to enjoy them here, and then be lost” (= Adalah lebih baik pergi ke surga tanpa menikmati hal-hal yang menyebabkan kita berdosa dari pada menikmatinya di sini, dan setelah itu terhilang).

b) Kita harus begitu benci pada dosa / penyesatan sehingga kita harus lebih rela kehilangan tangan, kaki, mata daripada disesatkan.

2) Kalau Matius 18: 6-7 menyuruh kita hati-hati supaya tidak menyesat­kan orang lain, maka Matius 18: 8-9 menyuruh kita hati-hati supaya tidak menyesatkan diri sendiri / membiarkan diri sendiri tersesat. Kita memang harus punya keseimbangan antara perhatian kepada orang lain dan perha­tian kepada diri sendiri! (bdk. 1Timotius 4:16 Kisah Para Rasul 20:28).

Ada banyak orang yang sibuk mengurusi kerohanian orang lain dengan jalan melakukan banyak sekali pelayanan, tetapi ia lalu mengabaikan kerohaniannya sendiri. Sebaliknya ada juga orang yang hanya sibuk mengurusi kerohaniannya sendiri, tetapi tidak mempedulikan orang lain dan tidak mau melayani orang lain. Apakah saudara termasuk dalam salah satu dari dua golongan itu? Bertobatlah dan lakukan kedua-duanya dengan seimbang!

3) Api yang kekal (Matius 18: 8).

Bandingkan ini dengan:

· Markus 9:43 - ‘api yang tak terpadamkan’.

· Markus 9:44,48 - ‘api yang tak padam & ulat yang tak mati’.

Ini simbol-simbol dari hukuman / siksaan kekal dalam neraka (bdk. Wah 14:11 20:10). Sekalipun hal-hal ini hanya simbol, tetapi perlu diketahui bahwa kalau simbolnya saja begitu mengerikan, aslinya pasti lebih mengerikan lagi! Karena itu jangan meremehkan neraka! Dan pada waktu saudara memberitakan Injil, tekankan hal ini kepada orang yang saudara injili!
Matius 18: 10:

1) Ini berhubungan dengan Matius 18: 1-5, karena kesombongan / ambisi untuk menjadi yang terbesar, selalu berhubungan dengan sikap memandang rendah orang lain. Bandingkan dengan Filipi 2:3 dimana dikatakan yang sebaliknya: sikap rendah hati akan menganggap orang lain lebih utama / tinggi.

2) Ada malaikat mereka di surga yang memandang wajah Bapa.

Untuk mengetahui arti istilah ini, kita perlu membandingkan dengan Ester 1:14 yang menunjukkan bahwa orang yang meman­dang wajah raja adalah orang-orang yang dekat dengan raja. Jadi, kalau dikatakan ‘malaikat memandang wajah Bapa’ artinya adalah: malaikat itu dekat dengan Bapa. Tetapi toh dikatakan sebagai ‘malaikat mereka’. Ini semua menunjukkan bahwa anak-anak kecil itu begitu berharga bagi Bapa sehingga Ia menugaskan malaikat-malaikat yang dekat dengan Dia untuk menjaga / mengawasi anak-anak itu. Kalau Bapa begitu tinggi menilai anak-anak kecil itu, jelas bahwa kita tidak boleh menganggap rendah mereka.

Matius 18: 11:

Ayat ini ada dalam tanda kurung, karena dalam manuscript-manuscript yang terbaik, ayat ini tidak ada. Jadi, ayat ini dianggap sebagai penambahan dan sebetulnya tidak ada dalam Kitab Suci aslinya.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post