MANAKAH LEBIH DAHULU ANTARA KEMAHATAUAN ALLAH DAN PENETAPAN ALLAH ?

Pdt.Budi Asali, M.Div.
MANAKAH LEBIH DAHULU ANTARA KEMAHATAUAN ALLAH DAN PENETAPAN ALLAH ?
Allah menentukan lebih dulu, dan lalu mengetahuinya. Keduanya ini sebetulnya berimpit. Kalau dari sudut waktu, tidak ada yang lebih dulu, karena keduanya terjadi dalam kekekalan. Hanya SECARA LOGIKA bisa dikatakan Ia menentukan lebih dulu, baru mengetahuinya. Jadi kemahatahuanNya adalah pengetahuanNya tentang rencanaNya sendiri.

Hubungan yang benar tentang kemahatahuan Allah dan penetapan Allah.
Penafsiran Arminian mengatakan bahwa Allah menetapkan karena Ia telah lebih dulu mengetahui bahwa hal itu akan terjadi, dan saya telah menunjukkan kesalahan pandangan ini. Sekarang saya ingin menunjukkan bahwa pandangan Reformed adalah sebaliknya, yaitu: Allah menetapkan, dan karena itu Ia mengetahui.

SESUATU YANG BELUM DITETAPKAN, TIDAK BISA DIKETAHUI, BAHKAN OLEH ALLAH!

Barnes’ Notes (tentang Kisah Para Rasul 2:23): “To foresee a contingent event, that is, to foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an absurdity.” [= Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan.].

Atau bisa diganti dengan kalimat seperti ini:

Mengetahui lebih dulu dengan pasti, apa yang bisa terjadi dan bisa tidak terjadi, atau, mengetahui lebih dulu secara pasti apa yang tidak pasti, merupakan sesuatu yang menggelikan!

Saya memberi contoh tentang kejatuhan Adam. Kalau itu tidak / belum ditentukan, maka Adam bisa jatuh, atau, tidak jatuh. Ini tidak / belum pasti, BAHKAN DARI SUDUT PANDANG ALLAH. Sekarang pertanyaannya, bisakah Allah mengetahui lebih dulu, DENGAN PASTI, APA YANG TIDAK PASTI INI?

Kalau saudara mengatakan Allah tahu dengan pasti, maka itu berarti hal itu sudah tertentu, dan kalau tertentu, pasti ditentukan. Dan kalau ditentukan, pasti Allah yang menentukan. Maka ini akan bertentangan dengan premise / anggapan di atas tadi (yang mengatakan bahwa hal itu belum / tidak ditentukan).

Jadi, pertanyaan tadi harus dijawab: TIDAK, Allahpun tak bisa tahu Adam akan jatuh atau tidak, kalau hal itu belum ditentukan, dan masih merupakan sesuatu yang tidak pasti.

Sekarang saya akan menambahkan komentar-komentar para ahli theologia Reformed berkenaan dengan hal itu.

Louis Berkhof: “A distinction is made between the ‘necessary’ and ‘free’ knowledge of God. The former is the knowledge which God has of Himself and of all things possible, a knowledge resting on the consciousness of His omnipotence. It is called ‘necessary knowledge’, because it is not determined by an action of the divine will. ... ‘The free knowledge of God’ is the knowledge which He has of all things ACTUAL, that is, of things that existed in the past, that exists in the present, or that will exist in the future. It is founded on God’s infinite knowledge of His own all-comprehensive and unchangeable eternal purpose, and is called ‘free knowledge’, because it is determined by a concurrent act of the will.” [= Suatu pembedaan dibuat antara pengetahuan yang ‘perlu / harus’ dan ‘bebas’ dari Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang dimiliki Allah tentang DiriNya sendiri dan tentang segala sesuatu yang mungkin akan terjadi, suatu pengetahuan yang didasarkan pada kesadaran akan kemaha-kuasaanNya. Itu disebut ‘pengetahuan yang perlu / harus’, karena itu tidak ditentukan oleh suatu tindakan dari kehendak ilahi. ... ‘Pengetahuan yang bebas dari Allah’ adalah pengetahuan yang Ia miliki tentang segala sesuatu YANG SUNGGUH-SUNGGUH / NYATA, yaitu tentang hal-hal yang ada pada masa lalu, yang ada pada masa ini, dan yang akan ada pada masa yang akan datang. Ini didasarkan pada pengetahuan yang tak terbatas dari Allah tentang rencana kekalNya yang tak berubah dan mencakup segala sesuatu, dan disebut ‘pengetahuan bebas’, karena itu ditentukan oleh suatu tindakan yang sesuai dari kehendak.] - ‘Systematic Theology’, hal 66-67.

Contoh tentang pengetahuan yang pertama: Allah menyadari kemahakuasaanNya, sehingga Ia tahu bahwa Ia mampu menciptakan 10 alam semesta, membuat 10 Adam dan 10 Hawa, menciptakan manusia yang tidak bisa jatuh ke dalam dosa, dsb, kalau Ia mau.

Tetapi, sekarang ini yang kita bicarakan adalah pengetahuan yang kedua.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.” [= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang mutlak, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Catatan: kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’ seperti biasanya, tetapi harus diterjemahkan ‘improbable’ [= ‘tidak mungkin’] atau ‘not at all’ [= ‘sama sekali tidak’]. Arti seperti ini memang diberikan dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition).

Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be foreknown, and only that which is predetermined can be certain.” [= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.

William G. T. Shedd: “The Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event. ... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of any kind.” [= Ketetapan Ilahi adalah syarat yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak ditetapkan, maka sesuatu itu bersifat tidak pasti / memungkinkan (contingent) dan bersifat kebetulan (fortuitous). Itu bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun tentang hal itu.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397.

B. B. Warfield: “... God foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will,” [= ... Allah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu Ia juga menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri,] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

John Owen: “Out of this large and boundless territory of things possible, God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and when they shall some to pass.” [= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Setelah ketetapan ini, seperti yang pada umumnya mereka katakan, berikutnya, atau bersama-sama dengan ketetapan itu, seperti orang lain katakan dengan lebih tepat, terjadilah ‘pengetahuan lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan mereka akan terjadi.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 23.

Louis Berkhof: “It is perfectly evident that Scripture teaches the divine foreknowledge of contingent events, 1Sam 23:10-13; 2Kings 13:19; Ps. 81:14,15; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek. 3:6; Matt. 11:21.” [= Adalah sangat jelas bahwa Kitab Suci mengajarkan pra-pengetahuan ilahi tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti / memungkinkan (contingent), 1Sam 23:10-13; 2Raja 13:19; Mazmur 81:15,16; Yesaya 42:9; 48:18; Yeremia 2:2,3; 38:17-20; Yeh 3:6; Matius 11:21.] - ‘Systematic Theology’, hal 67.

1Samuel 23:10-13 - “(10) Berkatalah Daud: ‘TUHAN, Allah Israel, hambaMu ini telah mendengar kabar pasti, bahwa Saul berikhtiar untuk datang ke Kehila dan memusnahkan kota ini oleh karena aku. (11) Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku ke dalam tangannya? Akan datangkah Saul seperti yang telah didengar oleh hambaMu ini? TUHAN, Allah Israel, beritahukanlah kiranya kepada hambaMu ini.’ Jawab TUHAN: ‘Ia akan datang.’ (12) Kemudian bertanyalah Daud: ‘Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku dengan orang-orangku ke dalam tangan Saul?’ Firman TUHAN: ‘Akan mereka serahkan.’ (13) Lalu bersiaplah Daud dan orang-orangnya, kira-kira enam ratus orang banyaknya, mereka keluar dari Kehila dan pergi ke mana saja mereka dapat pergi. Apabila kepada Saul diberitahukan, bahwa Daud telah meluputkan diri dari Kehila, maka tidak jadilah ia maju berperang.”.

2Raja-raja 13:19 - “Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya serta berkata: ‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali! Dengan berbuat demikian engkau akan memukul Aram sampai habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya tiga kali saja engkau akan memukul Aram.’”.

Mazmur 81:12-16 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri! (14) Sekiranya umatKu mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! (15) Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tanganKu. (16) Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepadaNya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya.”.

Yesaya 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.

Yesaya 48:18 - “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti.”.

Yeremia 2:2-3 - “(2) ‘Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya. (3) Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai buah bungaran dari hasil tanahNya. Semua orang yang memakannya menjadi bersalah, malapetaka menimpa mereka, demikianlah firman TUHAN.”.
Catatan: saya tak mengerti mengapa ayat ini digunakan di sini karena kelihatannya tidak ada hubungannya dengan hal yang sedang dibahas. Apakah ay 3b itu hanya pengandaian / ancaman, tetapi tak pernah betul-betul terjadi?

Yeremia 38:17-20 - “(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada Zedekia: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel: Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup. (18) Tetapi jika engkau tidak menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka kota ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan mereka.’ (19) Kemudian berkatalah raja Zedekia kepada Yeremia: ‘Aku takut kepada orang-orang Yehuda yang menyeberang kepada orang Kasdim itu; nanti aku diserahkan ke dalam tangan mereka, sehingga mereka mempermainkan aku.’ (20) Yeremia menjawab: ‘Hal itu tidak akan terjadi! Dengarkanlah suara TUHAN dalam hal apa yang kukatakan kepadamu, maka keadaanmu akan baik dan nyawamu akan terpelihara.”.

Yeh 3:6 - “bukan kepada banyak bangsa-bangsa yang berbahasa asing dan yang berat lidah, yang engkau tidak mengerti bahasanya. Sekiranya aku mengutus engkau kepada bangsa yang demikian, mereka akan mendengarkan engkau.”.

Matius 11:21 - “‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.”.

Kata-kata Louis Berkhof ini membingungkan bagi saya, karena bertentangan dengan kata-kata para ahli theologia Reformed yang lain, yang mengatakan bahwa Allahpun tidak mungkin bisa tahu tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti. Bahkan kata-kata Louis Berkhof di sini bertentangan dengan kata-kata Louis Berkhof sendiri selanjutnya, dimana ia berkata sebagai berikut:

Louis Berkhof: “His foreknowledge of future things and also of contingent events rests on His decree.” [= Pengetahuan lebih duluNya tentang hal-hal yang akan datang dan juga tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti / memungkinkan (contingent) bersandar pada ketetapan-ketetapanNya.] - ‘Systematic Theology’, hal 67,68.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.” [= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang berubah-ubah, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Saya kira ada 3 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata Louis Berkhof yang membingungkan di atas.

a) Di sana ia menggunakan kata ‘contingent’ dengan arti yang berbeda. Kata ini memang sukar diterjemahkan. Dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition) arti yang diberikan untuk kata ini bermacam-macam:
1. “that may or may not happen” [= yang bisa terjadi atau bisa tidak terjadi].
2. “possible” [= memungkinkan].
3. “happening by chance; accidental; fortuitous” [= kebetulan / terjadi secara kebetulan].
4. “dependent (on or upon something uncertain)” [= tergantung (pada sesuatu yang tidak pasti)].
5. “conditional” [= bersyarat].
6. dsb.

Kalau dalam arti ke 2 maka saya kira Allah tahu. Tetapi kalau dalam arti no 1 atau no 4, saya tidak percaya Allah bisa tahu lebih dulu.

b) Louis Berkhof mungkin memaksudkan bahwa kalau dilihat sepintas lalu Kitab Suci secara jelas mengajar demikian. Tetapi kalau diteliti lebih jauh / mendalam, faktanya tidak demikian.

c) Louis Berkhof berbicara tentang 2 macam ‘contingency’.

1. Yang pertama adalah contingency DARI SUDUT PANDANG ALLAH. Ini menunjuk pada hal-hal yang akan datang, yang betul-betul sama sekali tidak ditentukan terjadi atau tidak terjadinya dengan cara apapun. Yang ini Allah tak mungkin bisa mempunyai foreknowledge (pra pengetahuan).

BACA JUGA: ORANG YANG MENYIMPANG DARI KEBENARAN /SESAT

2. Yang kedua adalah contingency DARI SUDUT PANDANG MANUSIA. Apa yang contingent (tidak pasti) dari sudut pandang manusia tidak contingent (tidak pasti) dari sudut pandang Tuhan!

Misalnya sebelum undi dilemparkan, bagi manusia hasilnya bersifat contingent (tidak pasti), tetapi bagi Tuhan tidak. Bdk Amsal 16:33.

Ada orang yang sakit. Bagi manusia, merupakan sesuatu yang tidak pasti apakah orang itu akan sembuh total, atau memburuk, atau mati. Tetapi bagi Tuhan itu merupakan hal yang pasti. Ia punya pra-pengetahuan tentang hal itu.

Jadi, yang dikatakan oleh Louis Berkhof sebagai diketahui lebih dulu oleh Allah, jelas bukan hal-hal yang contingent dalam arti pertama tetapi dalam arti kedua!

Dari 3 kemungkinan di atas ini, saya yakin yang benar adalah kemungkinan yang terakhir.
MANAKAH LEBIH DAHULU ANTARA KEMAHATAUAN ALLAH DAN PENETAPAN ALLAH ?
Next Post Previous Post