MAZMUR 1:1-3 (BERBAHAGIA DAN BERKAT)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
gadget, bisnis |
Mazmur 1:1-6 - “(1) Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, (2) tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. (3) Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. (4) Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. (5) Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; (6) sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan”.
Mazmur 1: 1: “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,”.
1) “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik”.
a) ‘Berbahagialah orang’.
KJV: ‘Blessed is the man’ (= Diberkatilah orang).
Tetapi Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa terjemahan yang lebih benar adalah ‘berbahagialah’, bukan ‘diberkatilah’.
Baik Jamieson, Fausset & Brown maupun Spurgeon mengatakan bahwa kata ini ada dalam bentuk jamak, yang menunjukkan bahwa berkat / kebahagiaan dari orang yang dibenarkan oleh Allah itu beraneka ragam / bermacam-macam.
Catatan: ‘Berkat’ yang dimaksudkan oleh Spurgeon di sini berbeda dengan ‘berkat’ dalam arti yang banyak digunakan pada jaman sekarang, karena pada jaman sekarang ‘berkat’ selalu diartikan secara sekuler / jasmani, seperti kekayaan, kesehatan, kesuksesan dan sebagainya. Spurgeon sendiri pada akhir dari hidupnya mengalami penyakit tertentu.
Dalam bagian akhir dari ‘preface’ dari buku tafsirannya tentang kitab Mazmur (‘The Treasury of David’), Spurgeon berkata sebagai berikut: “It may be added, that although the comments were the work of my health, the rest of the volume is the product of my sickness. When protracted illness and weakness laid me aside from daily preaching, I resorted to my pen as an available means of doing good. I would have preached had I been able, but as my Master denied me the privilege of thus serving him, I gladly availed myself of the other method of bearing testimony of his name. O that he may give me fruit in this field also, and his shall be all the praise” (= Bisa ditambahkan, bahwa sekalipun komentar-komentar ini merupakan pekerjaan dari kesehatanku, sisa dari volume ini adalah hasil dari kesakitanku. Pada waktu penyakit dan kelemahan yang berlarut-larut mengesampingkan aku dari khotbah sehari-hari, aku pergi pada penaku sebagai suatu cara / jalan yang tersedia untuk melakukan hal-hal yang baik. Aku akan sudah berkhotbah seandainya aku mampu, tetapi karena Tuan / Guruku menolak aku dari hak untuk melayaniNya demikian, aku dengan gembira menyediakan diriku sendiri pada semua cara untuk memberikan kesaksian tentang namaNya. O kiranya Ia memberiku buah dalam bidang ini juga, dan bagiNyalah semua pujian).
b) ‘yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik’.
Orang fasik sering memberi nasehat. Contoh: istri Ayub dalam Ayub 2:9 - “Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’”.
Spurgeon mengutip Martin Luther: “he calls it their ‘counsel,’ because it is their prudence, and the way that seems to them to be without error. For this is the destruction of the ungodly - their being prudent in their own eyes and in their own esteem, and clothing their errors in the garb of prudence and of the right way. ... he admonishes us to guard with all diligence against the appearance of what is right, that the devil transformed into an angel of light do not seduce us by his craftiness. And he contrasts the counsel of the wicked with the law of the Lord, that we may learn to beware of wolves in sheep’s clothing, who are always ready to give counsel to all, to teach all, and to offer assistance unto all, when they are of all men the least qualified to do so” (= ia menyebutnya ‘nasihat’ mereka, karena itu merupakan kebijaksanaan mereka, dan jalan yang bagi mereka terlihat sebagai tanpa kesalahan. Karena ini merupakan kehancuran dari orang-orang jahat - mereka bijaksana dalam pandangan dan penilaian mereka sendiri, dan mereka memakaiani kesalahan mereka dengan pakaian dari kebijaksanaan dan dari jalan yang benar. ... ia menasihati kita untuk berjaga-jaga dengan semua kerajinan terhadap penampilan dari apa yang benar, supaya Iblis yang berubah menjadi seorang malaikat terang tidak membujuk kita dengan kepandaiannya. Dan ia mengkontraskan nasihat dari orang jahat dengan hukum Taurat dari Tuhan, supaya kita bisa belajar untuk berhati-hati terhadap serigala-serigala dalam pakaian domba, yang selalu siap untuk memberi nasihat kepada semua orang, untuk mengajar semua orang, dan untuk menawarkan bantuan kepada semua orang, pada waktu dari semua orang mereka adalah orang-orang yang paling tidak memenuhi syarat untuk melakukan hal itu) - hal 5.
Bandingkan dengan:
· Amsal 12:15 - “Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak”.
· Amsal 26:12 - “Jika engkau melihat orang yang menganggap dirinya bijak, harapan bagi orang bebal lebih banyak dari pada bagi orang itu”.
2) “yang tidak berdiri di jalan orang berdosa”.
Matthew Henry: “He avoids (as much as may be) being where they are. That he may not imitate them, he will not associate with them, nor choose them for his companions” (= Ia menghindari, sedapat mungkin, untuk berada dimana mereka berada, ia tidak mau berhubungan / bergaul dengan mereka, ataupun memilih mereka sebagai teman-temannya).
3) “dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh”.
KJV: ‘nor sitteth in the seat of the scornful’ (= atau tidak duduk di tempat duduk pencemooh).
Spurgeon mengutip Martin Luther: “With respect to the term ‘seat,’ to sit in the seat, is to teach, to act the instructor and teacher; as in Matt. 23:2, ‘The scribes sit in Moses’ chair.’ They sit in the seat of pestilence, who fill the church with the opinions of philosophers, with the traditions of men, and with the counsels of their own brain, and oppress miserable consciences, setting aside, all the while, the word of God, by which alone the soul is fed, lives, and is preserved” (= Berkenaan dengan istilah ‘tempat duduk’, duduk di tempat duduk, adalah mengajar, bertindak sebagai instruktur dan guru; seperti dalam Mat 23:2, ‘Ahli-ahli Taurat telah menduduki kursi Musa’. Mereka duduk di tempat duduk dari wabah / sampar, yang mengisi gereja dengan pandangan-pandangan dari ahli-ahli filsafat, dengan tradisi-tradisi dari manusia, dan dengan nasihat-nasihat dari otak mereka sendiri, dan menekan hati nurani yang menyedihkan, dan sementara itu terus menerus menyingkirkan firman Allah, dengan mana jiwa diberi makan, hidup dan dipelihara) - hal 5.
Bdk. Matius 23:2 - “‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa”.
Catatan: kalau dilihat kontextnya, saya menganggap tafsiran Luther tentang ‘seat’ / ‘tempat duduk’ ini salah. Yang lebih benar adalah pandangan yang akan saya berikan di bawah. Tetapi saya tetap memberikan kata-kata Luther ini, karena bagaimanapun, kata-kata yang ia berikan ini bagus dan memang sering terjadi.
4) Pada waktu memperhatikan seluruh Mazmur 1: 1, kebanyakan penafsir beranggapan bahwa ada beberapa tingkatan dalam ay 1 itu.
a) “orang fasik ... orang berdosa ... pencemooh”.
KJV/RSV: ‘the ungodly ... sinners ... the scornful’ (= orang fasik ... orang berdosa ... pencemooh).
NIV: ‘the wicked ... sinners ... mockers’ (= orang jahat ... orang berdosa ... pengejek).
NASB: ‘the wicked ... sinners ... scoffers’ (= orang jahat ... orang berdosa ... pengejek).
Matthew Henry menganggap bahwa kata ‘ungodly’ / ‘orang fasik’ menunjuk kepada orang yang membuang rasa takut kepada Allah dan hidup dalam pengabaian kewajibannya terhadap Dia. Tetapi orang seperti ini tidak berhenti di sini. Pada waktu pelayanan agama disingkirkan mereka menjadi ‘sinners’ / ‘orang berdosa’, yaitu orang-orang yang memberontak secara terbuka terhadap Allah, dan melayani dosa dan setan. Kalau tadi orang ini tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan (dosa pasif), maka sekarang ia melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan (dosa aktif). Akhirnya orang itu menjadi ‘scorner’ / ‘pencemooh’, yaitu orang yang secara terbuka menyangkal apapun yang keramat / kudus, menghina / mengejek agama, dan membuat dosa sebagai lelucon.
b) “berjalan ... berdiri ... duduk”.
Adam Clarke: “The second climax is found in the words: 1. Walk; 2. Stand; 3. Sit: which mark three different degrees of evil in the conduct of those persons” (= Klimax yang kedua ditemukan dalam kata-kata 1. Berjalan; 2. Berdiri; 3. Duduk: yang menandai tiga tingkatan kejahatan yang berbeda dalam tingkah laku dari orang-orang itu).
c) “nasihat ... jalan ... kumpulan”.
Kata ‘kumpulan’ seharusnya adalah ‘seat’ (= tempat duduk).
KJV/RSV/NIV: ‘counsel ... way ... seat’ (= nasihat ... jalan ... tempat duduk).
NASB: ‘counsel ... path ... seat’ (= nasihat ... jalan ... tempat duduk).
John Stott: “These expressions have been carefully composed in a triple set of parallels: ‘walk, stand, sit,’ ‘counsel, way, seat,’ and ‘wicked, sinners, mockers.’ Moreover, a downward progression is implied” (= Ungkapan-ungkapan ini telah disusun dengan hati-hati / teliti dalam tiga set paralel: ‘berjalan, berdiri, duduk’, ‘nasihat, jalan, tempat duduk’, dan ‘orang jahat, orang berdosa, pengejek’. Lagi pula, ditunjukkan secara implicit suatu kemajuan yang menurun / ke arah bawah) - hal 7.
Kebanyakan penafsir menafsirkan seperti yang dikatakan John Stott di atas, yaitu ada tiga set ungkapan yang paralel. Tetapi Calvin hanya menerima dua yang terakhir saja.
Calvin: “In the first place, he forbids us to ‘walk in their counsel;’ in the second place, to ‘stand in their way;’ and, lastly, to ‘sit in their seat.’ The sum of the whole is, that the servants of God must endeavor utterly to abhor the life of ungodly men. But as it is the policy of Satan to insinuate his deceits, in a very crafty way, the prophet, in order that none may be insensibly deceived, shows how by little and little men are ordinarily induced to turn aside from the right path. They do not, at the first step, advance so far as a proud contempt of God but having once begun to give ear to evil counsel, Satan leads them, step by step, farther astray, till they rush headlong into open transgression. The prophet, therefore, begins with counsel, by which term I understand the wickedness which does not as yet show itself openly. Then he speaks of the way, which is to be understood of the customary mode or manner of living. And he places at the top of the climax the seat, by which metaphorical expression he designates the obduracy produced by the habit of a sinful life. In the same way, also, ought the three phrases, to walk, to stand, and to sit, to be understood. When a person willingly walks after the gratification of his corrupt lusts, the practice of sinning so infatuates him, that, forgetful of himself, he grows hardened in wickedness; and this the prophet terms standing in the way of sinners. Then at length follows a desperate obstinacy, which he expresses by the figure of sitting. Whether there is the same gradation in the Hebrew words RESHAIM, CHATAIM, and LETSIM, that is to say, a gradual increase of evil, I leave to the judgment of others. To me it does not appear that there is, unless perhaps in the last word. For those are called ‘scorners’ who, having thrown off all fear of God, commit sin without restraint, in the hope of escaping unpunished, and without compunction or fear sport at the judgment of God, as if they would never be called to render up an account to him. The Hebrew word CHATAIM, as it signifies the openly wicked, is very properly joined with the term ‘way,’ which signifies a professed and habitual manner of living. And if, in the time of the Psalmist, it was necessary for the devout worshippers of God to withdraw themselves from the company of the ungodly, in order to frame their life aright, how much more in the present day, when the world has become so much more corrupt, ought we carefully to avoid all dangerous society that we may be kept unstained by its impurities” [= Di tempat pertama, ia melarang kita untuk ‘berjalan dalam nasihat mereka’; di tempat kedua, untuk ‘berdiri dalam jalan mereka’; dan yang terakhir, untuk ‘duduk di tempat duduk mereka’. Kesimpulan dari seluruhnya adalah bahwa pelayan-pelayan Allah harus berusaha untuk membenci sama sekali kehidupan dari orang-orang fasik. Tetapi karena merupakan politik / kebijaksanaan Iblis untuk memasukkan tipuan-tipuannya dengan pelan-pelan, dengan cara yang ahli / cerdik / licik, sang nabi, supaya tak seorangpun ditipu tanpa merasakannya, menunjukkan bagaimana dengan cara sedikit demi sedikit orang biasanya dibujuk untuk menyimpang dari jalan yang benar. Pada langkah pertama mereka tidak maju sejauh kejijikan terhadap Allah tetapi setelah sekali mulai mendengarkan nasihat yang jahat, Iblis membimbing mereka, langkah demi langkah, tersesat lebih jauh, sampai mereka berlari langsung / tanpa pikir panjang ke dalam pelanggaran terbuka. Karena itu, sang nabi mulai dengan ‘nasihat’, istilah mana yang saya mengerti sebagai kejahatan yang belum menunjukkan dirinya sendiri secara terbuka. Lalu ia berbicara tentang ‘jalan’, yang harus dimengerti tentang cara hidup yang biasa. Dan ia menempatkan pada puncak dari klimax ‘tempat duduk’, ungkapan bersifat kiasan dengan mana ia menunjuk kekeras-kepalaan yang dihasilkan oleh kebiasaan dari kehidupan yang berdosa. Dengan cara yang sama, ketiga ungkapan ‘berjalan’, ‘berdiri’, dan ‘duduk’ juga harus dimengerti. Pada saat seseorang dengan sukarela ‘berjalan’ menuruti pemuasan dari nafsu jahatnya, praktek berdosa itu begitu membuatnya menjadi bodoh / gila, sehingga dengan melupakan dirinya sendiri, ia bertumbuh sehingga makin dikeraskan dalam kejahatan; dan ini diistilahkan sang nabi sebagai ‘berdiri’ dalam jalan orang berdosa. Lalu akhirnya mengikuti suatu kekeras-kepalaan yang sangat menyedihkan, yang ia nyatakan dengan gambaran ‘duduk’. Apakah disana ada gradasi / tingkat-tingkat yang sama dalam kata-kata Ibrani RESHAIM (= orang fasik), CHATAIM (= orang berdosa), and LETSIM (= pencemooh), yaitu suatu peningkatan perlahan-lahan dari kejahatan, saya tinggalkan pada penilaian dari orang-orang lain. Bagi saya tidak terlihat bahwa ada hal seperti itu, kecuali mungkin dalam kata yang terakhir. Karena mereka disebut ‘pencemooh’ yang setelah membuang semua rasa takut kepada Allah, melakukan dosa tanpa kekangan, dalam pengharapan untuk lolos tanpa dihukum, dan tanpa penyesalan atau rasa takut, mengolok-olok penghakiman Allah, seakan-akan mereka tidak akan pernah dipanggil untuk memberikan pertanggung-jawaban terhadap Dia. Kata Ibrani CHATAIM, karena kata itu menunjuk pada orang yang jahat secara terbuka, dengan sangat tepat dihubungkan dengan istilah ‘jalan’, yang menunjuk pada suatu cara hidup yang dinyatakan dan merupakan kebiasaan. Dan jika, pada jaman dari sang Pemazmur, adalah perlu bagi penyembah-penyembah yang saleh dari Allah untuk menarik diri mereka sendiri dari kumpulan orang fasik, supaya bisa membentuk kehidupan mereka dengan benar, betapa lebihnya pada jaman sekarang, pada waktu dunia telah menjadi begitu lebih jahat, kita harus dengan hati-hati menghindari semua perkumpulan yang berbahaya sehingga kita bisa dijaga tak ternoda oleh kotoran / kenajisannya].
5) Bergaul dengan orang fasik / jahat atau tidak?
Dalam kata-kata Calvin di atas kita sudah melihat bahwa ia mengatakan bahwa sebagai orang-orang percaya kita harus menarik diri dari kumpulan orang fasik / jahat, supaya kita tidak ketularan dosa-dosa mereka. Calvin juga menambahkan lagi kata-kata yang serupa.
Calvin: “it is necessary to remember that the world is fraught with deadly corruption, and that the first step to living well is to renounce the company of the ungodly, otherwise it is sure to infect us with its own pollution” (= perlu diingat bahwa dunia penuh dengan kejahatan yang mematikan, dan bahwa langkah pertama untuk hidup dengan baik adalah meninggalkan perkumpulan orang fasik, kalau tidak itu pasti akan menulari kita dengan polusinya).
Adam Clarke juga memberikan kata-kata yang kurang lebih sama.
Adam Clarke: “The great lesson to be learned from the whole is, sin is progressive; one evil propensity or act leads to another. He who acts by bad counsel may soon do evil deeds; and he who abandons himself to evil doings may end his life in total apostasy from God” (= Pelajaran besar yang harus dipelajari dari seluruhnya adalah bahwa dosa merupakan sesuatu yang bersifat progresif; satu kecenderungan atau tindakan jahat membimbing pada yang lain. Ia yang bertindak oleh nasihat yang buruk akan segera melakukan tindakan-tindakan jahat; dan ia yang menyerahkan dirinya pada tindakan-tindakan jahat bisa mengakhiri hidupnya dalam kemurtadan total dari Allah).
Adam Clarke: “As the blessedness of the man is great who avoids the ways and the workers of iniquity, so his wretchedness is great who acts on the contrary: to him we must reverse the words of David: ‘Cursed is the man who walketh in the counsel of the ungodly; who standeth in the way of sinners; and who sitteth in the seat of the scornful.’” (= Sebagaimana besarnya keberkatan orang yang menghindari jalan dan pelaku-pelaku kejahatan, demikian juga besarnya keburukan orang yang bertindak sebaliknya: baginya kita harus membalik kata-kata Daud: ‘Terkutuklah orang yang berjalan dalam nasihat orang fasik; yang berdiri di jalan orang berdosa; dan yang duduk di tempat duduk pencemooh’).
bandingkan dengan:
· Mazmur 119:115 - “Menjauhlah dari padaku, hai penjahat-penjahat; aku hendak memegang perintah-perintah Allahku”.
· 1Korintus 15:33 - “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik”.
· Mazmur 26:4-5 - “(4) Aku tidak duduk dengan penipu, dan dengan orang munafik aku tidak bergaul; (5) aku benci kepada perkumpulan orang yang berbuat jahat, dan dengan orang fasik aku tidak duduk”.
Tetapi memisahkan diri dengan orang fasik / jahat, juga tidak boleh dilakukan secara mutlak. Kalau disatu sisi ada orang-orang yang extrim kiri dengan bergaul tanpa batas dengan orang-orang fasik / jahat, sehingga ketularan kejahatan orang-orang dengan siapa ia bergaul, maka disisi lain ada extrim kanan dimana orang Kristen sama sekali tidak mau bergaul dengan orang-orang fasik / jahat.
The Biblical Illustrator (Old Testament): “‘He walketh not in the counsel of the ungodly.’ We must needs be in the world - not dreamers among the shadows, but men among men. The world has need of us. The workshop and the office demand us. The secular cares of this world are, of necessity, upon us. But the secret of true happiness is moral nonconformity. Being in the world, we should not be of it. While our associations must needs be in some measure with the ungodly, their counsels, their ways, their seats are not for us” (= ‘orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik’. Kita harus ada dalam dunia - bukan pemimpi-pemimpi di antara bayang-bayang, tetapi orang di antara orang. Dunia membutuhkan kita. Bengkel / ruang kerja dan jabatan / tugas memerlukan kita. Perhatian sekuler dari dunia ini harus ada pada kita. Tetapi rahasia dari kebahagiaan yang sejati adalah tidak menyesuaikan diri dalam hal moral. Sekalipun kita berada dalam dunia ini, tetapi kita tidak boleh menjadi bagian darinya. Sementara dalam ukuran tertentu kita harus bergaul dengan orang fasik / jahat, tetapi nasihat mereka, jalan mereka, dan tempat duduk mereka bukanlah untuk kita).
Bahwa kata-kata di atas ini benar terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:
· Matius 5:13-16 - “(13) ‘Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (14) Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (15) Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. (16) Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.
· Matius 10:16 - “‘Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.
· Yohanes 17:15-19 - “(15) Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. (16) Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (17) Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran. (18) Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; (19) dan Aku menguduskan diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran”.
· 1Korintus 5:9-13 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.
· Efesus 5:6-11 - “(6) Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. (7) Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka. (8) Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, (9) karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, (10) dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. (11) Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu”.
Jadi, sekalipun ada orang-orang Kristen yang karena kelemahannya, sebaiknya tidak bergaul dengan orang fasik tertentu (yang akan menarik dan menjatuhkannya ke dalam dosa), tetapi secara umum orang Kristen boleh bergaul dengan orang jahat yang adalah orang dunia, selama ia tidak ketularan kejahatan mereka, dan sebaliknya ia bisa menggarami / menerangi mereka!
Mazmur 1: 2: “tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam”.
1) Mazmur 1: 2 ini berhubungan dengan Mazmur 1: 1.
Mazmur 1: 1 melarang untuk bergaul dengan orang fasik / jahat, dan Mazmur 1: 2 menunjukkan keharusan untuk merenungkan Firman Tuhan. Kedua hal ini harus dilakukan bersama-sama dalam kehidupan kita. Dari kedua ayat ini, Calvin memberikan komentar di bawah ini.
Calvin: “he teaches us how impossible it is for any one to apply his mind to meditation upon God’s laws who has not first withdrawn and separated himself from the society of the ungodly” (= ia mengajar kita betapa tidak mungkin bagi seseorang untuk menggunakan pikirannya untuk merenungkan hukum Taurat Allah jika ia tidak lebih dulu menarik dan memisahkan dirinya dari perkumpulan orang fasik).
Calvin: “as corruption has always prevailed in the world, to such a degree, that the general character of men’s lives is nothing else but a continual departure from the law of God, the Psalmist, before asserting the blessedness of the students of the divine law, admonishes them to beware of being carried away by the ungodliness of the multitude around them” (= karena kejahatan telah selalu menang dalam dunia, sampai pada tingkat tertentu, sehingga karakter umum dari kehidupan manusia tidak lain dari pada meninggalkan hukum Taurat Allah secara terus menerus, sang Pemazmur, sebelum menegaskan keberkatan dari murid-murid dari hukum ilahi, menasihati mereka untuk berhati-hati supaya tidak diseret oleh kejahatan dari orang banyak di sekitar mereka).
2) “tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam”.
a) Yang dimaksud dengan istilah ‘Taurat Tuhan’.
Calvin: “When David here speaks of the law, it ought not to be understood as if the other parts of Scripture should be excluded, but rather, since the whole of Scripture is nothing else than an exposition of the law, under it as the head is comprehended the whole body. The prophet, therefore, in commending the law, includes all the rest of the inspired writings” (= Pada waktu Daud di sini berbicara tentang hukum Taurat, itu tak boleh dimengerti seakan-akan bagian-bagian lain dari Kitab Suci dikeluarkan, tetapi sebaliknya, karena seluruh Kitab Suci tidak lain dari pada suatu exposisi dari hukum Taurat, di bawahnya sebagai kepala dimengerti seluruh tubuh. Karena itu, sang nabi, dalam memuji hukum Taurat, mencakup seluruh sisa dari tulisan-tulisan yang diilhamkan).
Barnes’ Notes: “The Hebrew word TOWRAH, properly means instruction, precept; and then, an injunction, command, law, in the usual sense of the word. It was applied particularly to the Pentateuch, or law of Moses (compare the notes at Luke 24:44), as containing the first written and recorded laws of God; and then the word came, in a more general sense, to be applied to all the books of the Old Testament, as being an exposition and application of the law. Here the word undoubtedly refers to the written revelation of the will of God as far as it was then made known. On the same principle, however, the declaration here made would apply to any part of a divine revelation” [= Kata Ibrani TOWRAH, yang secara tepat berarti instruksi, ajaran / perintah; dan lalu suatu perintah, hukum, dalam arti biasa dari kata itu. Itu diterapkan khususnya pada 5 kitab Musa, atau hukum Taurat Musa (bandingkan catatan tentang Luk 24:44), sebagai berisikan hukum-hukum Allah yang pertama-tama dituliskan dan dicatat; dan lalu kata itu diterapkan dalam arti yang lebih umum pada semua kitab-kitab dari Perjanjian Lama, sebagai suatu exposisi dan penerapan dari hukum Taurat. Di sini kata itu tidak diragukan menunjuk pada wahyu yang tertulis dari kehendak Allah sejauh yang pada saat itu dinyatakan. Tetapi pada prinsip yang sama, pernyataan yang dibuat di sini bisa diterapkan pada bagian manapun dari wahyu ilahi].
b) “tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN”.
Barnes’ Notes: “the sentiment is, that a truly pious man finds his highest delight in the revealed truths of God. This is often referred to as characteristic of true piety. Compare Ps 19:10; 119:97,99” (= pemikirannya adalah, bahwa seorang manusia yang sungguh-sungguh saleh mendapatkan kesukaannya yang tertinggi dalam kebenaran yang dinyatakan dari Allah. Ini sering ditunjuk sebagai sifat dari kesalehan yang sungguh-sungguh. Bandingkan dengan Maz 19:10; 119:97,99).
Mazmur 19:9-11 - “(10) Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, (11) lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah”.
Mazmur 119:97,99 - “(97) Betapa kucintai TauratMu! Aku merenungkannya sepanjang hari. ... (99) Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatanMu kurenungkan”.
Bdk. Kis 17:11 - “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya (mulia) dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian”.
Calvin: “From his characterising the godly as delighting in the law of the Lord, we may learn that forced or servile obedience is not at all acceptable to God, and that those only are worthy students of the law who come to it with a cheerful mind, and are so delighted with its instructions, as to account nothing more desirable or delicious than to make progress therein” (= Dari pemberian ciri terhadap orang-orang saleh sebagai menyukai / menyenangi hukum Taurat Tuhan, kita bisa belajar bahwa ketaatan yang dipaksakan atau bersifat perhambaan sama sekali tidak bisa diterima oleh Allah, dan bahwa yang layak menjadi murid-murid dari hukum Taurat hanyalah mereka yang datang kepadanya dengan pikiran yang gembira, dan yang begitu senang dengan instruksi-instruksinya, sehingga menganggap tidak ada lain yang lebih diinginkan atau nikmat dari pada membuat kemajuan di dalamnya).
Matthew Henry: “We may judge of our spiritual state by asking, ‘What is the law of God to us? What account do we make of it? What place has it in us?’” (= Kita bisa menghakimi / menilai keadaan rohani kita dengan bertanya: ‘Apakah hukum Taurat Allah itu bagi kita? Laporan / cerita apa yang kita buat tentangnya? Tempat apa yang dipunyainya dalam diri kita?’).
c) “dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam”.
1. Perbedaan ‘mempelajari’ dan ‘merenungkan’.
The Biblical Illustrator (Old Testament): “Study is the work of the brain, meditation of the heart” (= Mempelajari merupakan pekerjaan dari otak, merenungkan dari hati).
2. Pentingnya ‘merenungkan firman’.
Spurgeon mengutip Joseph Caryl: “It may be, at once reading or looking, we see little or nothing; ... So you may look lightly upon a Scripture and see nothing; meditate often upon it, and there you shall see a light, like the light of the sun” (= Adalah memungkinkan, pada sekali pembacaan atau melihat, kita melihat sedikit atau tidak ada sama sekali; ... Demikianlah engkau bisa melihat secara enteng pada Kitab Suci dan tidak melihat apa-apa; seringlah merenungkannya, dan di sana engkau akan melihat terang, seperti terang dari matahari) - hal 6.
3. ‘Merenungkan firman’ merupakan sesuatu yang harus dilakukan dengan tekun.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “in verse 2, ‘meditate’ is the imperfect tense and speaks of constant practice. ‘He keeps meditating.’” (= dalam ayat 2, ‘merenungkan’ ada dalam tensa imperfect dan berbicara tentang praktek yang terus menerus. ‘Ia terus merenungkan’).
The Biblical Illustrator (Old Testament): “He meditates it in the ‘day’ of prosperity, and does not forget to do so in the ‘night’ of adversity” (= Ia merenungkannya dalam ‘siang’ dari kemakmuran / keberhasilan, dan tidak lupa melakukannya dalam ‘malam’ dari kesengsaraan).
Catatan: saya tidak yakin bahwa kata ‘siang’ dan ‘malam’ dalam Mazmur 1: 2 ini boleh dialegorikan seperti itu. Menurut saya, kedua kata itu berarti hurufiah, dan arti yang diberikan oleh Albert Barnes di bawah, lebih benar. Tetapi biarpun dihasilkan oleh metode penafsiran yang salah, apa yang diajarkan oleh penafsir di atas ini benar dan bagus, dan karena itu saya berikan di sini. Kita harus mau membaca, belajar dan merenungkan Firman Tuhan bukan hanya kalau keadaan baik-baik dan menyenangkan, tetapi juga pada waktu keadaan menjadi buruk!
Barnes’ Notes: “he takes time to do it - designedly setting apart suitable portions of each day, that, withdrawn from the cares of life, he may refresh his spirit by contemplating divine truth, or may become better acquainted with God, and with his duty to him, and may bring to bear upon his own soul more directly the truths pertaining to eternal realities” (= ia mengambil waktu untuk melakukan hal ini - dengan terencana memisahkan suatu bagian yang pantas / cocok dari setiap hari, sehingga, ditarik dari perhatian-perhatian dari kehidupan, ia bisa disegarkan rohnya oleh perenungan kebenaran ilahi, atau bisa menjadi lebih mengenal Allah, dan kewajibannya kepadaNya, dan bisa membawa kepada jiwanya sendiri dengan lebih langsung kebenaran-kebenaran yang berkenaan dengan realita-realita kekal).
Penerapan: banyak orang terbalik, di tengah-tengah kebaktian justru memikirkan uang / pekerjaan.
4. Digabungkan dengan Mazmur 1: 3, maka Mazmur 1: 2 ini menjanjikan sesuatu untuk orang-orang yang selalu berusaha untuk maju dalam pengertian firman.
Calvin: “it shall be always well with God’s devout servants, whose constant endeavor it is to make progress in the study of his law” (= keadaan akan selalu baik bagi pelayan-pelayan Allah yang saleh / taat, yang usaha tetapnya adalah untuk membuat kemajuan dalam pelajaran tentang hukum Taurat).
5. Hal-hal tertentu yang harus direnungkan dari firman.
The Biblical Illustrator (Old Testament): “There are things in the law of God which we should principally meditate upon. His attributes, His promises of remission, sanctification, remuneration. Meditate upon the love of Christ; upon sin; upon the vanity of the creature; upon the excellency of grace; upon the state of your souls; upon your experiences” (= Ada hal-hal dalam hukum Taurat Allah yang terutama harus kita renungkan. Sifat-sifatNya, janji-janjiNya tentang pengampunan, pengudusan, pemberian upah. Renungkan kasih Kristus, dosa, kesia-siaan dari makhluk ciptaan, keunggulan dari kasih karunia; keadaan dari jiwamu, pengalaman-pengalamanmu).
d) Komentar tentang seluruh Mazmur 1: 2.
The Biblical Illustrator (Old Testament): “Ver. 2. Teacheth him by the contrary what he must do. 1. Take delight and pleasure in God’s Word; because we do hardly profit by those things which we take no pleasure in; 2. Use all the means whereby we may be builded up in knowledge; for so generally do I take these words, ‘meditate day and night.’” (= Mazmur 1: 2. Sebaliknya mengajar dia apa yang harus ia lakukan. 1. Punyailah kesenangan dalam Firman Allah; karena kita hampir tidak mendapat keuntungan oleh hal-hal dalam mana kita tidak mempunyai kesenangan; 2. Gunakan semua cara dengan mana kita bisa dibangun dalam pengetahuan; karena demikianlah biasanya saya mengerti kata-kata ini ‘renungkanlah siang dan malam’).
The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “Delighting in the Word and meditating on the Word must go together (119:15-16,23-24,47-48,77-78), for whatever we enjoy, we think about and pursue. ... As God’s people, we should prefer God’s Word to food (119:103; Job 23:12; Jer 15:17; Matt 4:4; 1 Peter 2:2), sleep (119:55,62,147-148,164), wealth (119:14,72,127,162), and friends (119:23,51,95,119). The way we treat the Bible is the way we treat Jesus Christ, for the Bible is His Word to us” [= Menyenangi Firman dan merenungkan Firman harus berjalan bersama-sama (119:15-16,23-24,47-48,77-78), karena apapun yang kita nikmati, kita pikirkan dan kita kejar. ... Sebagai umat Allah, kita harus lebih memilih Firman Allah dari pada makanan (119:103; Ayub 23:12; Yer 15:17; Mat 4:4; 1 Pet 2:2), tidur (119:55,62,147-148,164), kesehatan (119:14,72,127,162), dan teman-teman (119:23,51,95,119). Cara kita memperlakukan Alkitab adalah cara kita memperlakukan Yesus Kristus, karena Alkitab adalah FirmanNya kepada kita].
Mazmur 1: 3: “Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil”.
1) Pohon yang ditanam di tepi aliran air.
Pulpit Commentary: “THE SECRET OF A GODLY LIFE. Source and sustenance. ‘Planted,’ not self-sown, not dropped into its place by chance - planted by God’s own hand (James 1:18). ‘By the waters,’ drawing life and freshness from an unfailing source” (= RAHASIA DARI KEHIDUPAN YANG SALEH. Sumber dan makanan. ‘Ditanam’, bukan ditaburkan / tumbuh sendiri, tidak jatuh ke tempatnya karena kebetulan - ditanam oleh tangan Allah sendiri (Yak 1:18). ‘Di tepi aliran air’, menarik kehidupan dan kesegaran dari sumber yang tidak akan gagal).
Yak 1:18 - “Atas kehendakNya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaanNya”.
KJV: ‘Of his own will begat he us with the word of truth, that we should be a kind of firstfruits of his creatures’ (= Dari kehendakNya sendiri Ia memperanakkan / melahirkan kita dengan firman kebenaran, supaya kita menjadi jenis buah sulung dari makhluk-makhlukNya).
Bdk. Mat 15:12-14 - “(12) Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau tahu bahwa perkataanMu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?’ (13) Jawab Yesus: ‘Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh BapaKu yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. (14) Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.’”.
2) Akar dan buah.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “The most important part of a tree is the hidden root system that draws up water and nourishment, and the most important part of the believer’s life is the ‘spiritual root system’ that draws on the hidden resources we have in Christ (Eph 3:17; Col 2:7). ... To meditate on the Word (v. 2) is one source of spiritual energy” [= Bagian yang terpenting dari sebuah pohon adalah akar yang tersembunyi yang mengambil air dan makanan, dan bagian terpenting dari kehidupan orang percaya adalah ‘sistim akar rohani’ yang mengambil dari sumber-sumber tersembunyi yang kita punyai dalam Kristus (Ef 3:17; Kol 2:7). ... Merenungkan Firman (ay 2) adalah satu sumber tenaga rohani].
Efesus 3:17 - “sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih”.
Kolose 2:7 - “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur”.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “‘Fruit’ speaks of many different blessings: winning people to Christ (Rom 1:13), godly character (Rom 6:22; Gal 5:22-23), money given to the Lord’s work (Rom 15:28), service and good works (Col 1:10), and praise to the Lord (Heb 13:15)” [= ‘Buah’ berbicara tentang banyak berkat yang berbeda-beda: memenangkan orang-orang kepada Kristus (Ro 1:13), karakter yang saleh (Ro 6:22; Gal 5:22-23), uang yang diberikan pada pekerjaan Tuhan (Ro 15:28), pelayanan dan perbuatan-perbuatan baik (Kol 1:10), dan pujian kepada Tuhan (Ibr 13:15)].
Roma 1:13 - “Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu - tetapi hingga kini selalu aku terhalang - agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain”.
Roma 6:22 - “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal”.
Galatia 5:22-23 - “(22) Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, (23) kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu”.
Roma 15:28 - “Apabila aku sudah menunaikan tugas itu dan sudah menyerahkan hasil usaha bangsa-bangsa lain itu kepada mereka, aku akan berangkat ke Spanyol melalui kota kamu”.
Dalam ayat ini, dalam Kitab Suci Indonesia tak ada kata ‘buah’, tetapi seharusnya ada. Bandingkan bagian yang saya garis-bawahi itu dengan terjemahan NIV di bawah ini.
NIV: ‘have made sure that they have received this fruit’ (= telah memastikan bahwa mereka telah menerima buah ini).
Kolose 1:10 - “sehingga hidupmu layak di hadapanNya serta berkenan kepadaNya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah”.
Ibrani 13:15 - “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya”.
Lagi-lagi dalam Ibr 13:15 versi Kitab Suci Indonesia tak ada kata ‘buah’. Bandingkan bagian yang saya garis-bawahi itu dengan terjemahan dari Kitab Suci - Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini.
KJV: ‘the fruit of our lips’ (= buah dari bibir kita).
RSV/NIV/NASB: ‘the fruit of lips’ (= buah dari bibir).
3) Kontras antara pohon yang diairi dengan baik dan yang tidak.
Calvin: “There is in the words an implied contrast between the vigor of a tree planted in a situation well watered, and the decayed appearance of one which, although it may flourish beautifully for a time, yet soon withers on account of the barrenness of the soil in which it is placed” (= Dalam kata-kata ini terkesan ada suatu kontras antara kekuatan / kesegaran dari sebuah pohon yang ditanam dalam suatu keadaan yang diairi dengan baik, dan penampilan yang membusuk dari pohon yang, sekalipun tumbuh dengan subur secara indah untuk sementara waktu, tetapi segera layu karena kegersangan tanah dalam mana ia ditempatkan).
Bdk. Mazmur 37:35-36 - “(35) Aku melihat seorang fasik yang gagah sombong, yang tumbuh mekar seperti pohon aras Libanon; (36) ketika aku lewat, lenyaplah ia, aku mencarinya, tetapi tidak ditemui”.
Calvin: “He obviously meant nothing more than that the children of God constantly flourish, and are always watered with the secret influences of divine grace, so that whatever may befall them is conducive to their salvation; while, on the other hand, the ungodly are carried away by the sudden tempest, or consumed by the scorching heat. And when he says, ‘he bringeth forth his fruit in season,’ he expresses the full maturity of the fruit produced, whereas, although the ungodly may present the appearance of precocious fruitfulness, yet they produce nothing that comes to perfection” (= Jelas bahwa ia memaksudkan tidak lebih dari bahwa anak-anak Allah terus menerus tumbuh dengan subur, dan selalu diairi dengan pengaruh-pengaruh rahasia dari kasih karunia ilahi, sehingga apapun yang menimpa mereka mendatangkan / menghasilkan keselamatan; sementara, pada sisi lain, orang-orang jahat dipengaruhi / dibawa oleh badai yang tiba-tiba, atau dihabiskan oleh panas yang membakar. Dan pada waktu ia berkata, ‘ia mengeluarkan buahnya pada musimnya’, ia menyatakan kematangan penuh dari buah yang dihasilkan, sedangkan, sekalipun orang-orang jahat bisa menyajikan penampilan dari keberbuahan yang dewasa sebelum waktunya, tetapi mereka tidak menghasilkan apapun yang sampai pada kesempurnaan).
4) Arti dari ‘berkat’.
Barnes’ Notes: “The word ‘whatsoever’ here is to be taken in a general sense, and the proper laws of interpretation do not require that we should explain it as universally true. It is conceivable that a righteous man - a man profoundly and sincerely fearing God - may sometimes form plans that will not be wise; it is conceivable that he may lose his wealth, or that he may be involved in the calamities that come upon a people in times of commercial distress, in seasons of war, of famine, and pestilence; it is conceivable that he may be made to suffer loss by the fraud and dishonesty of other men; but still as a general and as a most important truth, a life of piety will be followed by prosperity, and will constantly impart happiness” (= Kata ‘apapun’ di sini diambil dalam arti umum, dan hukum penafsiran yang benar tidak mengharuskan bahwa kita menjelaskannya sebagai benar secara universal. Bisa dimengerti bahwa seorang yang benar - seseorang yang dengan mendalam dan dengan sungguh-sungguh takut kepada Allah - kadang-kadang bisa membuat rencana yang tidak bijaksana; bisa dimengerti bahwa ia bisa kehilangan kekayaannya, atau bahwa ia bisa terlibat dalam bencana yang menimpa suatu bangsa pada masa kesukaran perdagangan, dalam masa perang, kelaparan, dan wabah; bisa dimengerti bahwa ia bisa menderita kerugian oleh penipuan dan ketidak-jujuran dari orang-orang lain, tetapi akan merupakan suatu kebenaran umum dan terpenting bahwa suatu kehidupan yang saleh akan disusul oleh keberhasilan / kemakmuran, dan akan terus menerus memberikan kebahagiaan).
Saya tidak mengerti bagaimana mungkin Albert Barnes menerapkan ‘berkat / buah’ ini dalam hal jasmani / sekuler. Ini betul-betul bodoh! Bandingkan dengan komentar Matthew Henry dan Martin Luther di bawah ini.
Matthew Henry: “prosperity shall attend him wherever he goes, soul-prosperity” (= kemakmuran / keberhasilan akan menyertai dia kemanapun ia pergi, kemakmuran / keberhasilan jiwa).
BACA JUGA: EFESUS 4 17-32 (PEMBAHARUAN HIDUP)
Spurgeon mengutip Martin Luther: “And with regard to this ‘prospering,’ take heed that thou understandeth not a carnal prosperity. This propsperity is hidden prosperity, and lies entirely secret in spirit; and therefore if thou hast not this prosperity that is by faith, thou shouldst rather judge thy prosperity to be the greatest adversity. For as the devil bitterly hates this leaf and the word of God, so does he also those who teach and hear it, and he persecutes such, aided by all the power of the world. Therefore thou hearest of a miracle the greatest of all miracles, when thou hearest that all things prosper which a blessed man doeth” (= Dan berkenaan dengan ‘keberhasilan / kemakmuran’ ini, perhatikanlah bahwa engkau tidak mengertinya sebagai suatu keberhasilan / kemakmuran yang bersifat daging. Keberhasilan / kemakmuran ini merupakan keberhasilan / kemakmuran yang tersembunyi, dan sepenuhnya terletak tersembunyi dalam roh; dan karena itu jika engkau tidak mempunyai keberhasilan / kemakmuran ini, yaitu oleh iman, engkau seharusnya menilai keberhasilan / kemakmuranmu sebagai kesengsaraan / kemalangan yang terbesar. Karena sebagaimana Iblis membenci daun ini dan firman Allah, demikian juga ia membenci mereka yang mengajar dan mendengarnya, dan ia menganiaya orang-orang seperti itu, dibantu oleh semua kuasa dunia. Karena itu, engkau mendengar ‘suatu mujijat yang terbesar dari semua mujijat’, pada waktu engkau mendengar bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh orang yang diberkati berhasil) - hal 7-8.
5) Tujuan orang Kristen menerima berkat.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “God blesses us that we might be a blessing to others (Gen 12:2). If the blessing stays with us, then the gifts become more important than the Giver, and this is idolatry. We are to become channels of God’s blessing to others. It’s a joy to receive a blessing but an even greater joy to be a blessing. ‘It is more blessed to give than to receive’ (Acts 20:35)” [= Allah memberkati kita supaya kita bisa menjadi berkat bagi orang-orang lain (Kej 12:2). Jika berkat itu tinggal pada kita, maka karunia-karunia itu menjadi lebih penting dari si Pemberinya, dan ini merupakan penyembahan berhala. Kita harus menjadi saluran-saluran berkat Allah kepada orang-orang lain. Merupakan suatu sukacita untuk menerima suatu berkat, tetapi suatu sukacita yang bahkan lebih besar untuk menjadi berkat. ‘Adalah lebih diberkati untuk memberi dari pada untuk menerima’ (Kis 20:35)].
Kejadian 12:2 - “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat”.
Kis 20:35b - “Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.’”.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America