I YOHANES 5:9-10 (KESAKSIAN ALLAH)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
1Yohanes 5:9-10 - “(9) Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat. Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya. (10) Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.
I YOHANES 5:9-10 (KESAKSIAN ALLAH)
bisnis, gadget
I) Kesaksian manusia vs kesaksian Allah.

1Yohanes 5: 9a: “Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat”.

1) “Kita menerima kesaksian manusia”.

Kesaksian manusia kita terima. Ini terjadi dalam banyak hal:

a) Dalam pembicaraan pribadi.

Ini memang hanya secara umum, dan ada perkecualiannya. Kalau kita tahu bahwa orang itu suka / sering berdusta, membual dan sebagainya sehingga tidak bisa dipercaya kata-katanya, maka tentu kita tidak akan mempercayai kesaksiannya dalam pembicaraan pribadi.

Di ATLAS Fitness Center, saya pernah bertemu dengan seorang Amerika, yang betul-betul adalah seorang pembual. Mula-mula tentu saya tidak tahu, tetapi setelah saya tahu, tak peduli apapun yang ia katakan, saya tidak mempercayainya.

Tetapi secara umum, kita menerima kesaksian manusia dalam pembicaraan pribadi. Kalau seseorang bercerita tentang adanya kecelakaan, kebakaran, kejahatan dan sebagainya, maka kita mempercayainya tanpa meminta bukti lebih dahulu.

b) Dalam sidang / pengadilan.

Dalam sidang / pengadilan, boleh dikatakan selalu ada kesaksian dari orang, dan ini diterima, kecuali ada bukti yang menentang kesaksian ini.

c) Dalam persekutuan / acara sharing.

Dalam persekutuan / kebaktian sering ada acara sharing, dan dalam acara-acara ini banyak orang memberi kesaksian tentang apa yang mereka alami. Kadang-kadang nggenah, tetapi kadang-kadang ‘gila’. Tetapi kebanyakan orang dengan mudah mempercayai kesaksian manusia ini, tanpa meminta bukti.

d) Dalam khotbah / pengajaran.

Banyak pengkhotbah memberi kesaksian dalam khotbah / pengajaran, dan pada umumnya jemaat / pendengar menerima begitu saja kesaksian yang diberikan pengkhotbah, tanpa meminta bukti.

Barnes’ Notes: “‘If we receive the witness of men.’ As we are accustomed to do, and as we must do in courts of justice, and in the ordinary daily transactions of life. We are constantly acting on the belief that what others say is true; that what the members of our families, and our neighbors say, is true; that what is reported by travelers is true; that what we read in books, and what is sworn to in courts of justice, is true. We could not get along a single day if we did not act on this belief; nor are we accustomed to call it in question, unless we have reason to suspect that it is false” (= ‘Jika kita menerima kesaksian dari manusia’. Seperti yang biasa kita lakukan, dan seperti yang harus kita lakukan dalam pengadilan, dan dalam kehidupan sehari-hari. Kita terus menerus bertindak berdasarkan kepercayaan bahwa apa yang orang-orang lain katakan adalah benar; bahwa apa yang anggota-anggota keluarga kita dan tetangga-tetangga kita katakan adalah benar; bahwa apa yang dilaporkan oleh pelancong-pelancong adalah benar; bahwa apa yang kita baca dalam buku-buku dan apa yang diucapkan di bawah sumpah dalam pengadilan adalah benar. Kita tidak bisa hidup satu haripun jika kita tidak bertindak berdasarkan kepercayaan ini; juga kita tidak terbiasa untuk mempertanyakan kesaksian itu, kecuali kita mempunyai alasan untuk mencurigai bahwa kesaksian itu salah / palsu).

2) “tetapi kesaksian Allah lebih kuat”.

a) Mengapa rasul Yohanes tahu-tahu bicara tentang kesaksian Allah di sini? Karena kesaksian dari Roh, air, dan darah, yang baru ia bicarakan sebetulnya merupakan kesaksian dari Allah.

John Stott (Tyndale): “The Spirit, the water and the blood all bear witness to Christ, and the reason why they agree is that God Himself is behind them. The three witnesses form, in fact, a single divine testimony to Jesus Christ, which God hath testified” (= Roh, air dan darah semuanya memberikan kesaksian bagi Kristus, dan alasan mengapa ketiga kesaksian itu sependapat adalah bahwa Allah sendiri ada di belakang mereka. Ketiga saksi itu, sesungguhnya membentuk satu kesaksian tunggal bagi Yesus Kristus, yang merupakan kesaksian yang telah diberikan oleh Allah) - hal 181.

b) Dalam 1Yohanes 5: 9b ini dikatakan bahwa kesaksian Allah lebih kuat.

Mengapa kesaksian Allah lebih kuat? Karena kesaksian manusia bisa dan sering salah, merupakan dusta, dilebih-lebihkan, dan sebagainya. Tetapi kesaksian Allah tidak pernah demikian, kesaksian Allah selalu benar, karena Allah tidak mungkin dan tidak bisa berdusta.

Bandingkan dengan kedua text di bawah ini:

1. Ibrani 6:18 - “supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita”.

2. Titus 1:2 - “dan berdasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta”.

Jamieson, Fausset & Brown: “We do accept (and rightly) the witness of veracious men, fallible though they be; much more ought we to accept the infallible witness of God (the Father)” [= Kita memang menerima (dan dengan benar) kesaksian dari orang-orang yang benar / jujur, sekalipun kesaksian-kesaksian itu tetap bisa salah; lebih-lebih kita seharusnya menerima kesaksian yang tidak bisa salah dari Allah (Bapa)].

Barnes’ Notes: “‘The witness of God is greater.’ Is more worthy of belief; as God is more true, and wise, and good than people. People may be deceived, and may undesignedly bear witness to that which is not true - God never can be; men may, for sinister and base purposes, intend to deceive - God never can; people may act from partial observation, from rumors unworthy of credence - God never can; people may desire to excite admiration by the marvelous - God never can; people have deceived - God never has; and though, from these causes, there are many instances where we are not certain that the testimony borne by people is true, yet we are always certain that that which is borne by God is not false” (= ‘Kesaksian Allah lebih besar’. Lebih layak untuk dipercaya; karena Allah lebih benar, bijaksana, dan baik, dari pada manusia. Manusia bisa ditipu / didustai, dan bisa dengan tidak direncanakan memberi kesaksian pada apa yang tidak benar, tetapi Allah tidak pernah bisa demikian; manusia bisa, untuk tujuan-tujuan yang jahat dan jelek / hina, betul-betul bermaksud untuk mendustai, tetapi Allah tidak pernah bisa demikian; manusia bisa bertindak dari pengamatan sebagian, dari desas desus yang tidak layak mendapatkan kepercayaan, tetapi Allah tidak pernah demikian; manusia bisa ingin membangkitkan kekaguman oleh orang-orang yang hebat, tetapi Allah tidak pernah demikian; manusia telah menipu / mendustai, Allah tidak pernah melakukannya; dan sekalipun dari kasus-kasus ini ada banyak contoh dimana kita tidak pasti bahwa kesaksian yang diberikan oleh manusia adalah benar, tetapi kita bisa selalu pasti bahwa kesaksian yang diberikan oleh Allah tidaklah salah).

Penerapan: Hal ini khususnya harus diterapkan dalam mencari khotbah / pengajaran. Kalau memang kesaksian Allah lebih kuat dari kesaksian manusia, maka seharusnya kita mencari khotbah / pengajaran yang banyak kesaksian manusianya, atau yang banyak Firman Tuhannya, yang merupakan kesaksian Allah?

Tetapi, manusia sering membalik ini semua. Mereka lebih mempercayai / menerima / menyenangi kesaksian manusia dari kesaksian Allah!

Contoh:

a. Pada saat saya mengajar sebagai guru agama Kristen, murid-murid saya sering tanya: mana buktinya? Saya tanya balik: kalau kamu mendengar berita dari koran, TV dsb, kamu tidak tanya bukti, tetapi kalau kamu dengar berita dari Firman Tuhan, kamu tanya bukti. Mengapa? Ada setan dalam dirimu!

b. Kalau orang membaca / mendengar ajaran dari Kitab Suci / Firman Tuhan tentang Yesus, mereka menganggapnya biasa-biasa saja. Tetapi kalau mendengar seseorang bersaksi bahwa ia melihat Yesus, dan dalam penglihatan itu Yesus berkata begini dan begitu, maka orang akan mendengar dan menerima dengan lebih antusias!

c. Banyak ‘orang Kristen’ yang lebih senang khotbah yang penuh dengan cerita dan kesaksian dari pada khotbah yang penuh dengan pembahasan Firman Tuhan!

d. Buku-buku Kristen yang penuh kesaksian laris, padahal kesaksiannya gila-gila, seperti pergi ke surga dan neraka dan sebagainya. Sedangkan buku-buku yang betul-betul membahas Firman Tuhan tidak laku!

Bdk. 2Timotius 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya BAGI DONGENG”.

Ingat, saya tidak anti kesaksian ataupun cerita atau lelucon. Tetapi kita perlu melihat tujuan pengkhotbah itu memang sekedar mendongeng, melawak atau bercerita, atau sungguh-sungguh mengajar, dan ia memberikan cerita / lelucon / kesaksian itu untuk mendukung pengajarannya.

Juga sering terlihat bahwa pengkhotbah banyak memberikan cerita, lelucon, kesaksian dsb, karena ia tidak mempunyai bahan Firman Tuhan untuk dikhotbahkan!

II) Isi dari kesaksian Allah.

1Yohanes 5: 9b: “Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.

Tadi sudah kita lihat / pelajari bahwa rasul Yohanes tahu-tahu bicara tentang kesaksian Allah, karena kesaksian dari Roh, air dan darah dalam ay 6-8, sebetulnya merupakan kesaksian dari Allah.

Karena Roh, air dan darah sama-sama memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka jelas bahwa itulah kesaksian dari Allah. Jadi, isi dari kesaksian Allah adalah bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah!

Barnes’ Notes: “‘For this is the witness of God ...’ The testimony above referred to - that borne by the Spirit, and the water, and the blood. Who that saw his baptism, and heard the voice from heaven, Matt. 3:16-17, could doubt that he was the Son of God? Who that saw his death on the cross, and that witnessed the amazing scenes which occurred there, could fail to join with the Roman centurion in saying that this was the Son of God? Who that has felt the influences of the Eternal Spirit on his heart, ever doubted that Jesus was the Son of God?” (= ‘Karena inilah kesaksian Allah ...’. Kesaksian yang ditunjuk di atas, yang dberikan oleh Roh, dan air, dan darah. Siapa yang melihat baptisanNya, dan mendengar suara dari surga, Matius 3:16-17, bisa meragukan bahwa Ia adalah Anak Allah? Siapa yang melihat kematianNya pada kayu salib, dan yang menyaksikan pemandangan-pemandangan / adegan-adegan yang menakjubkan yang terjadi di sana, bisa gagal untuk bergabung dengan kepala pasukan Romawi dalam berkata bahwa ini adalah Anak Allah? Siapa yang telah merasakan pengaruh-pengaruh dari Roh yang kekal pada hatinya, pernah meragukan bahwa Yesus adalah Anak Allah?).

III) Tanggapan terhadap kesaksian Allah tentang Anak-Nya.

1Yohanes 5:10: “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.


Hanya ada 2 kemungkinan tanggapan dari manusia terhadap kesaksian Allah bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah ini, yaitu ‘percaya bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah’ atau ‘tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah’. Dan kalau kita mempercayai bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka kita juga akan percaya kepada Yesus. Dan sebaliknya, kalau kita tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka kita juga tidak akan percaya kepada Yesus.

1) “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya”.

a) “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah”.

Vincent: “‘On the Son of God.’ Faith IN the person of Christ, not merely in THE FACT THAT Jesus is the Son of God” (= ‘Kepada Anak Allah’. Iman kepada pribadi dari Kristus, bukan semata-mata pada FAKTA BAHWA Yesus adalah Anak Allah).

William Barclay: “If we believe in a man, we accept the whole man and all that he stands for in complete trust. We would be prepared not only to trust his spoken word, but also to trust ourselves to him. To believe in Jesus Christ is not simply to accept what he says as true; it is to commit ourselves into his hands, for time and for eternity” (= Jika kita ‘percaya kepada seorang manusia’, kita menerima seluruh manusia itu dan semua yang dipertahankannya dalam kepercayaan sepenuhnya. Kita akan siap bukan hanya untuk mempercayai kata-kata yang diucapkannya, tetapi juga untuk mempercayakan diri kita kepadanya. Percaya kepada Yesus Kristus bukanlah sekedar menerima apa yang Ia katakan sebagai benar; itu adalah menyerahkan diri kita sendiri ke dalam tangan-Nya, untuk sekarang dan kekekalan) - hal 112.

b) “ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya”.

Adam Clarke: “This is God’s witness to a truth, the most important and interesting to mankind. God has witnessed that whosoever believeth on his Son shall be saved, and have everlasting life; and shall have the witness of it in himself, the Spirit bearing witness with his spirit that he is a child of God. To know, to feel his sin forgiven, to have the testimony of this in the heart from the Holy Spirit himself, is the privilege of every true believer in Christ” (= Ini adalah kesaksian Allah terhadap suatu kebenaran, yang paling penting dan paling menarik bagi umat manusia. Allah telah menyaksikan bahwa siapapun yang percaya kepada AnakNya akan diselamatkan, dan mempunyai hidup kekal; dan akan mempunyai kesaksian tentang itu dalam dirinya sendiri, Roh bersaksi bersama-sama dengan rohnya bahwa ia adalah anak Allah. Mengetahui, merasakan dosanya diampuni, mempunyai kesaksian tentang ini dalam hatinya dari Roh Kudus sendiri, merupakan hak dari setiap orang percaya dalam Kristus).

Roma 8:16 - “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.

Barnes’ Notes: “This cannot refer to any distinct and immediate ‘revelation’ of that fact, that Jesus is the Christ, to the soul of the individual, and is not to be understood as independent of the external evidence of that truth, or as superseding the necessity of that evidence; but the ‘witness’ here referred to is the fruit of ALL the evidence, external and internal, on the heart, producing this result; that is, there is the deepest conviction of the truth that Jesus is the Son of God. There is the evidence derived from the fact that the soul has found peace by believing on him; from the fact that the troubles and anxieties of the mind on account of sin have been removed by faith in Christ; from the new views of God and heaven which have resulted from faith in the Lord Jesus; from the effect of this in disarming death of its terrors; and from the whole influence of the gospel on the intellect and the affections - on the heart and the life. These things constitute a mass of evidence for the truth of the Christian religion, whose force the believer cannot resist, and make the sincere Christian ready to sacrifice anything rather than his religion; ready to go to the stake rather than to renounce his Saviour” (= Ini tidak bisa menunjuk pada ‘wahyu’ yang berbeda dan langsung pada fakta, bahwa Yesus adalah Kristus, kepada jiwa dari individu itu, dan tidak boleh dimengerti sebagai tak tergantung pada bukti luar dari kebenaran itu, atau sebagai menggantikan keharusan / kebutuhan terhadap bukti luar itu; tetapi ‘saksi’ yang ditunjuk di sini adalah buah dari SEMUA bukti, luar dan dalam, pada hati, menghasilkan hasil ini; yaitu, di sana ada keyakinan yang terdalam dari kebenaran bahwa Yesus adalah Anak Allah. Di sana ada bukti yang didapatkan dari fakta bahwa jiwa telah menemukan damai dengan percaya kepada-Nya; dari fakta bahwa kesusahan / kekacauan dan kekawatiran dari pikiran karena dosa telah disingkirkan oleh iman kepada Kristus; dari pandangan-pandangan yang baru tentang Allah dan surga yang merupakan hasil dari iman kepada Tuhan Yesus; dari akibat dari hal ini dalam melucuti senjata dari kematian dari rasa takut terhadapnya; dan dari seluruh pengaruh dari injil pada pikiran dan perasaan - pada hati dan kehidupan).

2) “barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.

Ini menunjukkan besarnya dosa ketidakpercayaan. Seringkali dosa ini tidak dianggap besar; lebih-lebih dalam kalangan Calvinisme yang mempercayai predestinasi, ketidakpercayaan dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa tidak dilakukan oleh orang-orang non pilihan, dan karena itu tidak dianggap berat.

Tetapi ayat ini mengatakan bahwa orang yang tidak percaya membuat Allah menjadi pendusta!

John Stott (Tyndale): “Unbelief is not a misfortune to be pitied; it is a sin to be deplored. Its sinfulness lies in the fact that it contradicts the word of the one true God and thus attributes falsehood to Him” (= Ketidak-percayaan bukanlah suatu kesialan yang harus dikasihani; itu adalah dosa yang harus disesali. Keberdosaannya terletak dalam fakta bahwa itu bertentangan dengan firman dari satu-satunya Allah yang benar dan dengan demikian menghubungkan kepalsuan kepadaNya) - hal 182.

Lenski: “It is making God a liar when one refuses to believe God’s testimony regarding other matters; it is making God a liar in the worst possible way when one refuses to believe God’s testimony about his own Son. Let the disbelievers in the deity of Jesus note what they have done” (= Merupakan suatu tindakan yang membuat Allah sebagai seorang pendusta pada waktu seseorang menolak untuk mempercayai kesaksian Allah berkenaan dengan hal-hal lain; merupakan suatu tindakan yang membuat Allah menjadi seorang pendusta dengan suatu cara yang paling buruk pada waktu seseorang menolak untuk mempercayai kesaksian Allah tentang AnakNya sendiri. Hendaklah orang-orang yang tidak percaya kepada keallahan Yesus memperhatikan apa yang telah mereka lakukan) - hal 530.


Calvin: “he makes the ungodly to be guilty of extreme blasphemy, because they charge God with falsehood. Doubtless nothing is more valued by God than his own truth, therefore no wrong more atrocious can be done to him, than to rob his of this honour. ... Therefore, though we may grant that a man in other part of his life is like an angel, yet his sanctity is diabolical as long as he rejects Christ” (= ia membuat orang-orang jahat bersalah melakukan penghujatan yang extrim, karena mereka menuduh Allah dengan kepalsuan. Tak diragukan bahwa tidak ada yang lebih dihargai oleh Allah dari kebenaranNya sendiri, dan karena itu tidak ada kesalahan yang lebih kurang ajar yang bisa dilakukan terhadap Dia dari pada merampok-Nya dari kehormatan ini. ... Karena itu, sekalipun kita bisa mengakui bahwa seseorang dalam bagian lain kehidupannya adalah seperti seorang malaikat, tetapi kesuciannya adalah kesucian yang jahat / dari setan selama ia menolak Kristus) - hal 261-262.

Bdk. 1Yohanes 1:10 - “Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita”.

Jadi, prinsipnya adalah: tidak mempercayai Firman Tuhan (dalam hal apa pun), adalah sama dengan menjadikan / menganggap Allah sebagai pendusta.

Ini bisa diterapkan dalam banyak hal, seperti:

a) Kepercayaan terhadap teori evolusi.

b) Ketidakpercayaan terhadap Yesus sebagai Tuhan / Allah dan Juru selamat.

c) Ketidakpercayaan terhadap Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.

Kesimpulan / penutup.

Apa / bagaimana tanggapan saudara terhadap kesaksian Allah? Apakah saudara percaya bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah? Kiranya Tuhan memberkati saudara.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
I YOHANES 5:9-10 (KESAKSIAN ALLAH)
-AMIN-
Next Post Previous Post