1 TIMOTIUS 2:1-2 (DOA SYAFAAT, PERMOHONAN DAN PENGUCAPAN SYUKUR)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Kebanyakan penafsir menganggap bahwa seluruh 1Timotius 2 ini harus diterapkan bukan kepada individu-individu, tetapi kepada ibadah umum.
1 Timotius 2: 1-2: “(1) Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, (2) untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan”.
1) ‘Pertama-tama’.
Donald Guthrie (Tyndale): “The words ‘first of all’ relate not to primacy of time but primacy of importance” (= Kata ‘pertama-tama’ tidak berhubungan dengan ke-pertama-an tentang waktu tetapi ke-pertama-an tentang kepentingan) - hal 69.
Ini menunjukkan bahwa apa yang akan dibicarakan dalam ayat ini merupakan sesuatu yang dianggap sangat penting oleh Paulus.
2) ‘Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur’.
Dalam Kitab Suci Indonesia hanya ada 3 istilah, tetapi seharusnya ada 4 istilah yang digunakan di sini.
KJV: ‘supplications, prayers, intercessions, and giving of thanks’ (= permohonan, doa, doa syafaat, dan pengucapan syukur).
RSV: ‘supplications, prayers, intercessions, and thanksgivings’ (= permohonan, doa, doa syafaat, dan pengucapan syukur).
NIV: ‘requests, prayers, intercession and thanksgiving’ (= permintaan, doa, doa syafaat, dan pengucapan syukur).
NASB: ‘entreaties and prayers, petitions and thanksgivings’ (= permohonan dan doa, permohonan dan pengucapan syukur).
a) Supplications / entreaties (= permohonan).
Penekanan dari kata ini adalah adanya kebutuhan dari pihak kita, yang menyebabkan kita lalu memohon kepada Allah.
Donald Guthrie (Tyndale): “DEESEIS (supplications) brings out a clearer sense of need than PROSEUCHAI (prayers), the more general word for prayer” [= DEESEIS (permohonan) menyatakan suatu arti yang lebih jelas tentang kebutuhan dari pada PROSEUCHAI (doa), kata yang lebih umum untuk doa] - hal 69.
Homer A. Kent Jr.: “Entreaties (DEESEIS). The root of this noun is the verb DEOMAI, to need. It considers prayers as an expression of our needs, and implies the feeling of our great need of the gifts and blessing of God” [= Permohonan (DEESEIS). Akar dari kata benda ini adalah kata kerja DEOMAI, ‘membutuhkan’. Ini memandang doa sebagai suatu ungkapan dari kebutuhan kita, dan secara tak langsung menunjukkan perasaan kebutuhan kita yang besar terhadap karunia-karunia dan berkat dari Allah] - hal 95.
Barclay: “its fundamental idea is a sense of need. No one will make a request unless a sense of need has already wakened a desire. Prayer begins with a sense of need. It begins with the conviction that we cannot deal with our life ourselves. That sense of human weakness is the basis of all approach to God” (= gagasan yang dasari adalah perasaan / kesadaran akan kebutuhan kita. Tak seorangpun akan membuat permohonan kecuali suatu perasaan / kesadaran akan kebutuhan telah membangunkan suatu keinginan. Doa mulai dengan suatu perasaan / kesadaran akan kebutuhan. Doa mulai dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa menghadapi hidup kita sendiri. Perasaan / kesadaran akan kelemahan manusia merupakan dasar dari semua pendekatan kepada Allah) - hal 57.
b) Prayers (= doa).
Homer A. Kent Jr.: “Prayers (PROSEUCHAS). This is the general term for prayer. It is always restricted to prayers directed toward Deity, however. The preceding word DEESEIS has no such restriction. Hence PROSEUCHE is a sacred word, and refers to prayer as a coming to God. The ideas of worship and reverence are its distinctive features” [= Doa (PROSEUCHAS). Ini merupakan suatu istilah yang umum untuk doa. Tetapi kata itu selalu dibatasi untuk doa yang ditujukan kepada Allah. Kata DEESEIS yang mendahuluinya tidak mempunyai pembatasan seperti itu. Karena itu, PROSEUCHE merupakan suatu kata yang sakral, dan menunjuk pada doa sebagai datang kepada Allah. Gagasan dari penyembahan dan rasa hormat merupakan karakteristiknya yang membedakan] - hal 95.
Barclay: “The basic difference between DEESIS and PROSEUCHE is that DEESIS may be addressed either to man or God, but PROSEUCHE is never used of anything but approach to God. There are certain need which only God can satisfy. There is a strength which he alone can give; a forgiveness which he alone can grant; a certainty which he alone can bestow” (= Perbedaan dasar antara DEESIS dan PROSEUCHE adalah bahwa DEESIS bisa ditujukan kepada manusia atau Allah, tetapi PROSEUCHE tidak pernah digunakan tentang apapun kecuali pendekatan kepada Allah. Ada kebutuhan tertentu yang hanya bisa dipuaskan oleh Allah. Ada kekuatan yang hanya bisa diberikan oleh Dia; pengampunan yang hanya bisa diberikan oleh Dia; kepastian yang hanya bisa diberikan oleh Dia) - hal 57.
c) Intercession / Petition (= doa syafaat / permohonan).
Beberapa penafsir mengatakan bahwa penterjemahan ‘intercession’ (= doa syafaat) merupakan terjemahan yang salah, karena kata bahasa aslinya tidak mempunyai arti seperti itu.
Mungkin karena ini maka sekalipun KJV/RSV/NIV menterjemahkan ‘intercession’ (= doa syafaat), tetapi NASB memilih terjemahan ‘petition’ (= permohonan). Tetapi kata ini juga tak mencakup arti sebenarnya dari kata bahasa aslinya.
Donald Guthrie (Tyndale): “ENTEUXEIS (intercessions) is a regular term for petition to a superior” [= ENTEUXEIS (doa syafaat) merupakan suatu istilah yang biasa untuk permohonan kepada orang yang lebih tinggi] - hal 69.
Homer A. Kent Jr.: “Petitions (ENTEUXEIS). This word occurs only twice in the New Testament, here and in 4:5. The translation (KJV) ‘intercessions’ is inexact because it suggests pleading in behalf of others, an idea not inherent in the word. The cognate verb form ENTUGCHANEIN, ‘to fall in with a person, to draw near so as to converse familiarly,’ indicates that the noun denotes an approach to God in confident, familiar prayer. ... Here the description of prayer is that of free access to God with childlike confidence. (But it is not necessarily on behalf of others. The idea comes from the context and is applicable to all aspects of prayer.)” [= Permohonan (ENTEUXEIS). Kata ini muncul hanya 2 x dalam Perjanjian Baru, di sini dan dalam 4:5. Terjemahan KJV ‘intercessions’ / ‘doa syafaat’ merupakan terjemahan yang tidak tepat karena itu menunjukkan suatu permohonan demi kepentingan orang lain, suatu gagasan / arti yang tidak ada dalam kata itu. Bentuk kata kerja yang serumpun ENTUGCHANEIN, ‘bertemu dengan seseorang, mendekat untuk berbicara dengan akrab’, menunjukkan bahwa kata benda ini menunjukkan suatu pendekatan kepada Allah dalam suatu doa yang penuh keyakinan dan akrab. ... Di sini penggambaran doa adalah suatu pendekatan yang bebas kepada Allah dengan keyakinan seperti keyakinan anak-anak. (Tetapi ini tidak harus demi kepentingan orang lain. Gagasan ini datang dari kontext dan berlaku bagi semua aspek dari doa.)] - hal 96.
Vincent: “The verb signifies ‘to fall in with a person; to draw near so as to converse familiarly.’ Hence, ENTEUXIS is not properly ‘intercession’ in the accepted sense of that term, but rather approach to God in free and familiar prayer” (= Kata kerja ini berarti ‘bertemu dengan seseorang; mendekat untuk berbicara dengan akrab’. Karena itu, ENTEUXIS bukanlah ‘doa syafaat’ dalam arti yang diterima dari istilah itu, tetapi lebih menunjuk pada suatu pendekatan kepada Allah dalam doa yang bebas dan akrab)
Barclay: “Of the three words this is the most interesting. It has a most interesting history. It is the noun from the verb ENTUGCHANEIN. This originally meant simply ‘to meet,’ or ‘to fall in’ with a person; it went on to mean ‘to hold intimate conversation with a person;’ then it acquired a special meaning and meant ‘to enter into a king’s presence and to submit a petition to him.’ That tells us much about prayer. It tells us that the way to God stands open and that we have the right to bring our petition to one who is king. ... It is impossible to ask too great a boon from this King” (= Dari tiga kata, yang ini adalah yang paling menarik. Itu mempunyai sejarah yang paling menarik. Itu merupakan kata benda dari kata kerja ENTUGCHANEIN. Ini mula-mula sekedar berarti ‘bertemu’ dengan seseorang; lalu itu berarti ‘melakukan pembicaraan yang intim dengan seseorang’; lalu itu mendapatkan suatu arti yang khusus dan berarti ‘masuk ke hadapan raja dan memberikan suatu permohonan kepadanya’. Ini memberitahu kita banyak hal tentang doa. Ini memberitahu kita bahwa jalan kepada Allah terbuka dan bahwa kita mempunyai hak untuk membawa permohonan kita kepada seseorang yang adalah raja. ... Adalah mustahil untuk meminta suatu berkat / kebaikan yang terlalu besar dari Raja ini) - hal 58.
Tetapi Pulpit Commentary mengatakan (hal 32) bahwa sekalipun ditinjau dari sudut etymology (= ilmu tentang asal usul kata) kata ini tidak berarti ‘intercession’ (= doa syafaat), tetapi penggunaannya dalam Perjanjian Baru kelihatannya menunjukkan arti tersebut. Karena itu ia beranggapan bahwa arti itu, sekalipun tidak sempurna, mungkin merupakan terjemahan yang paling baik. Demikian juga dengan William Hendriksen. Ia berkata (hal 92) bahwa kata Yunaninya sebetulnya tidak mempunyai arti ‘intercession’ (= doa syafaat), tetapi kontextnya menyebabkan kata itu diartikan demikian. Tetapi saya sendiri tetap lebih condong pada penafsiran yang di atas.
d) Thanksgiving (= pengucapan syukur).
Donald Guthrie (Tyndale): “‘Giving of thanks,’ as in Paul’s earlier Epistles, is regarded as an integral part of prayer, yet it is an element which has been too often in the background in modern Christian devotions” (= ‘Pengucapan syukur’ seperti dalam surat-surat Paulus yang lebih dulu, dianggap sebagai suatu bagian yang perlu untuk melengkapi dari doa, tetapi ini merupakan suatu elemen yang telah terlalu sering diletakkan di latar belakang dalam penyembahan Kristen modern) - hal 69.
Barclay: “The fourth is EUCHARISTIA, which we have translated ‘thanksgiving.’ Prayer does not mean only asking God for things; it also means thanking God for things. For too many of us prayer is an exercise in complaint, when it should be an exercise in thanksgiving” (= Kata yang keempat adalah EUCHARISTIA, yang kami terjemahkan ‘pengucapan syukur’. Doa tidak hanya berarti meminta hal-hal kepada Allah, itu juga berarti bersyukur kepada Allah untuk hal-hal itu. Bagi terlalu banyak dari kita doa merupakan suatu aktivitas dalam keluhan, padahal seharusnya itu merupakan suatu aktivitas dalam pengucapan syukur) - hal 58.
Homer A. Kent Jr.: “Thanksgiving should accompany prayer of every form (Phil. 4:6). No matter what his immediate condition, every Christian enjoys many undeserved blessings from God. Furthermore, unthankfulness is a great sin and is linked with unholiness by Paul (2 Tim. 3:2)” [= Pengucapan syukur harus menyertai setiap bentuk doa (Filipi 4:6). Tak peduli bagaimana kondisinya saat ini, setiap orang Kristen menikmati banyak berkat yang tak layak ia dapatkan dari Allah. Lebih jauh lagi, tak tahu berterima kasih merupakan suatu dosa yang besar dan dihubungkan dengan ketidak-kudusan oleh Paulus (2Timotius 3:2)] - hal 96.
Filipi 4:6 - “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”.
2Timotius 3:2 - “Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, ...”.
3) ‘untuk semua orang’.
a) Dalam kehidupan doa kita, kita harus berdoa untuk semua orang. Kita tidak boleh membatasi doa kita hanya pada diri kita sendiri, atau pada keluarga dan teman.
b) Ini menentang doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas)?
Barnes’ Notes: “‘For all men.’ Prayers should be made for all people - for all need the grace and mercy of God; thanks should be rendered for all, for all may be saved. Does not this direction imply that Christ died for all mankind? How could we give thanks in their behalf if there were no mercy for them, and no way had been provided by which they could be saved? ... since Christ has died for all, there is ample ground for thanksgiving and praise in behalf of the whole human race” (= ‘untuk semua orang’. Doa harus dinaikkan untuk semua orang - karena semua membutuhkan kasih karunia dan belas kasihan dari Allah; pengucapan syukur harus diberikan untuk semua, karena semua bisa diselamatkan. Tidakkah pengarahan ini secara tak langsung menunjukkan bahwa Kristus mati untuk seluruh umat manusia? Bagaimana kita bisa bersyukur demi kepentingan mereka jika tidak ada belas kasihan untuk mereka, dan tak ada jalan yang telah disediakan dengan mana mereka dapat diselamatkan? ... karena Kristus telah mati untuk semua, ada dasar yang cukup untuk pengucapan syukur dan pujian demi kepentingan seluruh umat manusia).
Tanggapan saya: Adalah omong kosong kalau kita hanya bisa bersyukur untuk mereka kalau ada penebusan dan keselamatan bagi mereka. Berkat apapun yang mereka terima, merupakan alasan untuk mana kita bisa beryukur bagi mereka. Kalau saudara mempunyai orang tua yang tidak kristen, yang dianugerahi panjang umur dan kesehatan oleh Tuhan, tidakkah saudara bersyukur untuk hal itu?
Catatan: ini tidak saya tanggapi secara lengkap di sini. Nanti akan saya beri tanggapan tambahan berkenaan dengan Limited Atonement (= Penebusan Terbatas), pada waktu membahas ay 3-4.
4) ‘untuk raja-raja dan untuk semua pembesar’.
a) Perintah untuk berdoa bagi negara dan pemerintah juga ada dalam Perjanjian Lama.
Ezra 6:9-10 - “(9) Dan apa yang diperlukan, yakni lembu jantan muda, domba jantan, anak domba untuk korban bakaran bagi Allah semesta langit, juga gandum, garam, anggur dan minyak, menurut petunjuk para imam yang di Yerusalem, semuanya itu harus diberikan kepada mereka hari demi hari tanpa kelalaian, (10) supaya mereka selalu mempersembahkan korban yang menyenangkan kepada Allah semesta langit dan mendoakan raja serta anak-anaknya”.
Yeremia 29:7 - “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”.
Kalau kota kemana orang-orang Yahudi itu dibuang saja harus didoakan, lebih-lebih negara kita sendiri, dimana kita hidup.
b) Mengapa kita diperintah secara khusus untuk mendoakan pemerintah / penguasa?
Donald Guthrie (Tyndale): “Examples of the universal scope of prayer are limited to prayer for the ruling classes, perhaps because of the tendency for Christians to leave these out of their devotions, especially when rulers are openly hostile. ... Whether the civil authorities are perverted or not they must be made subjects for prayer, for Christian citizens may in this way influence the course of national affairs, a fact often forgotten except in times of special crisis” (= Contoh-contoh dari doa yang bersifat universal dibatasi pada doa untuk golongan penguasa, mungkin karena kecenderungan orang-orang kristen untuk mengabaikan / menghapuskan ini dari ibadah mereka, khususnya pada waktu penguasa-penguasa bermusuhan secara terbuka. ... Apakah otoritas sipil menyimpang / sesat atau tidak, mereka harus dijadikan pokok doa, karena warga negara Kristen bisa dengan cara ini mempengaruhi jalan dari urusan / persoalan nasional, suatu fakta yang sering dilupakan kecuali pada saat-saat krisis yang khusus) - hal 70.
Barnes’ Notes: “‘For kings.’ ... while all people should be the subjects of prayer, those should be particularly remembered before the throne of grace who are in authority. The reason is, that so much depends on their character and plans; that the security of life, liberty, and property, depends so much on them. ... The salvation of a king is of itself of no more importance than that of a peasant or a slave; but the welfare of thousands may depend on him, and hence he should be made the special subject of prayer” (= ‘Untuk raja-raja’. ... sementara semua orang harus menjadi pokok doa, mereka yang mempunyai otoritas / kekuasaan harus diingat secara khusus di hadapan takhta kasih karunia. Alasannya adalah, bahwa begitu banyak tergantung pada karakter dan rencana mereka; bahwa keamanan hidup, kebebasan, dan milik, begitu tergantung kepada mereka. ... Keselamatan dari seorang raja, dalam dirinya sendiri, tidak lebih penting dari keselamatan seorang petani atau budak; tetapi kesejahteraan dari ribuan orang tergantung kepada dia, dan karena itu ia harus dijadikan pokok doa yang khusus).
c) Bukan hanya pemerintah yang baik yang harus didoakan, tetapi juga pemerintah yang jahat dan brengsek.
Calvin: “If any one ask, Ought we to pray for kings, from whom we obtain none of these advantages? I answer, the object of our prayer is, that, guided by the Spirit of God, they may begin to impart to us those benefits of which they formerly deprived us. It is our duty, therefore, not only to pray for those who are already worthy, but we must pray to God that he may make bad men good” (= Jika seseorang bertanya: Haruskah kita berdoa untuk raja-raja, dari siapa kita tidak menerima manfaat-manfaat ini? Saya menjawab: tujuan dari doa kita adalah, supaya dengan pimpinan dari Roh Allah mereka bisa mulai memberikan kepada kita manfaat-manfaat yang tadinya tidak mereka berikan kepada kita. Karena itu, merupakan kewajiban kita bukan hanya berdoa untuk mereka yang telah berharga, tetapi kita juga harus berdoa kepada Allah supaya Ia membuat orang-orang yang buruk menjadi baik) - hal 52.
d) Ada sesuatu yang luar biasa dalam perintah ini, mengingat bahwa penguasa-penguasa pada saat itu semuanya anti Kristen.
Calvin: “He expressly mentions ‘kings’ and other magistrates, because, more than all others, they might be hated by Christians. All the magistrates who existed at that time were so many sworn enemies of Christ” (= Ia secara explicit menyebutkan ‘raja-raja’ dan pemerintah-pemerintah sipil yang lain, karena mereka mungkin dibenci oleh orang-orang kristen lebih dari semua yang lain. Semua pemerintah-pemerintah yang ada pada saat itu merupakan musuh-musuh yang hebat dari Kristus) - hal 51.
e) Mendoakan pemerintah, yang adalah musuh / penganiaya, merupakan suatu ketaatan terhadap perintah Yesus dalam Matius 5:44.
Matius 5:44 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”.
Karena itu, sekalipun pemerintah-pemerintah yang ada pada saat itu mereka musuh-musuh dari Kristus / Gereja / orang-orang kristen, tetapi orang-orang kristen tetap diperintahkan untuk berdoa bagi mereka.
f) Gereja pada abad-abad awal mentaati perintah ini.
Homer A. Kent Jr.: “The Christian writers of the second and third centuries inform us that prayer for rulers always formed a part of the Christian gatherings” (= Penulis-penulis Kristen dari abad kedua dan ketiga memberitahu kita bahwa doa untuk penguasa-penguasa selalu membentuk sebagian dari pertemuan-pertemuan Kristen) - hal 97.
Barclay: “It is extraordinary to trace how all through its early days, those days of bitter persecution, the Church regarded it as an absolute duty to pray for the Emperor and his subordinate kings and governors. ... and we must remember that that Emperor was none other than Nero, that monster of cruelty” (= Merupakan sesuatu yang luar biasa untuk menelusuri bagaimana dalam sepanjang masa-masa awal, masa-masa penganiayaan yang pahit, Gereja menganggapnya sebagai suatu kewajiban yang mutlak untuk berdoa untuk Kaisar dan raja-raja dan gubernur-gubernur yang ada di bawahnya. ... dan kita harus ingat bahwa Kaisar itu tidak lain dari Nero, monster dari kekejaman itu) - hal 59.
5) ‘agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan’.
a) Ada terjemahan yang berbeda-beda dalam bagian ini.
KJV: ‘godliness and honesty’ (= kesalehan dan kejujuran).
RSV: ‘godly and respectful’ (= saleh dan terhormat).
NIV: ‘godliness and holiness’ (= kesalehan dan kekudusan).
NASB: ‘godliness and dignity’ (= kesalehan dan kewibawaan).
Vincent dan beberapa penafsir lain menterjemahkan ‘gravity’ [= kepentingan / keseriusan (?)].
b) Kata-kata ini jelas menunjukkan tujuan dari doa untuk mereka. Kita harus mendoakan para pemimpin negara supaya kekristenan tidak ditindas, sehingga orang-orang kristen bisa hidup dengan tenang dan tenteram, dalam segala kesalehan dan kehormatan / kekudusan / kejujuran.
Apakah doa kita untuk mereka merupakan doa yang egois, mengingat tujuan doa adalah supaya orang-orang kristen bisa hidup tenang dan tenteram dsb?
1. Kalau kita melihat pada Matius 5:44, yang ada dalam kontext yang mengharuskan kita mengasihi musuh, maka jelas bahwa doa untuk musuh harus dilandasi oleh kasih kepada mereka. Jadi doa dengan motivasi yang egois jelas tak boleh dilakukan.
Matius 5:43-48 - “(43) Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. (44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (47) Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? (48) Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.’”.
2. Doa untuk pemerintah dengan tujuan orang Kristen bisa hidup tenang, tenteram dsb, belum tentu motivasinya egois.
Homer A. Kent Jr.: “This reason need not be understood as completely selfish, for if the church is at peace with outsiders, then the outsiders are experiencing peace also. God’s blessings usually overflow the recipients, and affect others too” (= Alasan ini tidak perlu dimengerti sebagai egois sepenuhnya, karena jika gereja ada dalam damai dengan orang-orang luar, maka orang-orang luar mengalami damai juga. Berkat-berkat Allah biasanya melimpahi / mengisi melebihi kapasitas si penerima, dan mempengaruhi orang-orang lain juga) - hal 98.
-AMIN-