5 KHOTBAH MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI (MATIUS 5:38-42)

Pdt. Agus Marjanto, M.Div.
5 KHOTBAH MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI (MATIUS 5:38-42)

Matius 5:38-42; Keluaran 21:23-25; Ul.19:18-21; Im.24:17-22.

Ini adalah antitesis kelima dari enam antitesis dalam pengajaran Yesus melawan pengajaran ahli Taurat maupun orang Farisi. Ahli Taurat dan orang Farisi melihat pada PL, Yesus juga melihat pada PL. Setelah itu muncullah tafsiran dan pengajaran dari ahli Taurat, orang Farisi dan Yesus Kristus. Ada 2 interpretasi, 2 tesis yang saling bertolak belakang dan menjadi antitesis. Di dalam perikop yang kita baca ini ada beberapa antitesis tentang: 1) Membunuh. 2) Berzinah. 3) Perceraian. 4) Sumpah. 5) Mata ganti mata, gigi ganti gigi.

Mengenai “Mata ganti mata, gigi ganti gigi,” kita akan membicarakan beberapa hal yang akan dibahas dalam beberapa seri khotbah pada beberapa minggu mendatang:

1) Apa perbedaan antara hukum PL tentang “mata ganti mata, gigi ganti gigi” dengan hukum Hamurabi?

2) Apa tujuan hukum itu di dalam PL dan bagaimana prinsip hukum tersebut diterapkan Tuhan dalam seluruh Alkitab?

3) Kesalahan orang Farisi dalam menafsirkan hukum ini.

4) Apa sesungguhnya yang Yesus ajarkan?

5) Apakah itu artinya orang Kristen menganut pasifisme ( pasifis artinya cinta perdamaian, ajaran yang mempromosikan cinta damai, sehingga menolak peran orang Kristen dalam peperangan, ketentaraan dan menolak hukuman mati)?

Kita akan membahas kalimat dari Tuhan Yesus yang dikutip dari PL: “yakni mata ganti mata, gigi ganti gigi.” Kalimat ini terkenal dengan istilah lex talionis atau hukum pembalasan (di dalam kitab Imamat, Bilangan, dan Ulangan). Musa menuliskannya dalam perjalanan di padang gurun, antara tanah Mesir dan tanah Kanaan (1446-1440 tahun sebelum kelahiran Yesus). Pada tahun 1901, ada penemuan yang mencengangkan. 

Ada satu blok batu yang sangat besar ditemukan di daerah Mesopotamia dan isinya merupakan kalimat-kalimat panjang yang dituliskan oleh Hamurabi, raja Babel yang ke-6. Yang mencengangkan adalah raja tersebut memerintah pada tahun 1790-1750 sebelum Kristus lahir. Itu berarti 400 tahun sebelum Musa menuliskan PL.

Dalam hukum Hamurabi tersebut, ada catatan tentang mata ganti mata, gigi ganti gigi. Sebenarnya, jika kita memperhatikan hukum Hamurabi, banyak hal yang tercatat dalam Taurat Musa ternyata ditulis juga oleh raja itu. Misalnya hal-hal yang berkenaan dengan orangtua, pernikahan, perbudakan, pencurian, kecelakaan, dll. Sekarang, banyak Sarjana memunculkan pertanyaan “apakah Musa mengutip hukum Hamurabi untuk dimasukkan ke dalam tradisi Yahudi, kemudian dikutip oleh para rasul dan Yesus Kristus lalu dimasuk ke dalam kekristenan?” 

Pertanyaan ini membawa mereka pada kesimpulan bahwa: kekristenan bukan sesuatu yang asli, karena memasukkan atau mengambil sesuatu yang sudah ada di dalam sejarah.” Bahkan para kritikus Alkitab menyatakan, ketika kita membaca kisah-kisah dari Mesir, Babel, Mesopotamia, ada cerita-cerita yang jauh lebih kuno (karena berusia ratusan bahkan ribuan tahun), yang sangat mirip dengan cerita Alkitab. Misalnya saja cerita tentang penciptaan, air bah, Ayub, dan kelahiran Yesus Kristus.

Bagaimana kita menyikapi hal ini? Mereka menyatakan, bahwa Alkitab merupakan copy-an (duplikat) dari apa yang pernah ditulis. Kekristenan bukan sesuatu yang asli, tetapi duplikat yang dimodifikasi dan lalu dimasukkan unsur kekristenannya. Khotbah ini – secara khusus – akan membahas bagaimana kita memandang hukum Hamurabi. 

Bukankah hukum tersebut menuliskan tentang mata ganti mata, gigi ganti gigi? Bukankah di dalam cerita kuno ada cerita tentang penciptaan dan air bah? Kenapa ada lagi di dalam kekristenan dan bagaimana kita bisa melihat ini? Apakah orang-orang Kristen mengambil kisah-kisah kuno tersebut lalu memasukkan unsur kristiani di dalamnya.

Pertama, ini adalah satu peristiwa dengan dua cara pandang. Alkitab bukan cerita karangan manusia atau dongeng. Alkitab berisi cerita yang berbasiskan sejarah, peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Masalahnya, sejarah ini dikutip juga di beberapa tempat dan masalahnya bukan “apakah sejarah ini sungguh-sungguh terjadi atau tidak.” 

Misalnya, kita bisa menemukan kisah penciptaan di Mesopotamia, Babel, bahkan Mesir, yang ternyata mirip dengan kisah Penciptaan dalam Kejadian 1. Apakah artinya kita menduplikat cerita mereka? Tidak! Penciptaan terjadi jauh sebelum orang Mesopotamia, Babel, dan Mesir mencatatnya. Ini bukan berbicara mengenai siapa mengutip siapa, tetapi saat peristiwa sejarah itu terjadi, bagaimana kita memandangnya? Alkitab menyatakan, di dunia ini ada 2 cara pandang, yaitu:

1) Cara pandang Yahweh, Kristus, Alkitab, teistik filosofi.

2) Cara pandang pagan’s world, ilah-ilah, antiteistik filosofi.

Kata filosofi berasal dari kata sofia= hikmat, filo= cinta. Filosofi berarti cinta kepada hikmat, kebenaran. Kita berusaha mencari hikmat/kebenaran, dan seolah-olah mendapatkan kebenaran tersebut. Ternyata kebenaran tersebut antiteistik (anti Christ= melawan Kristus dan Tuhan). Sekali lagi, ini bukan masalah siapa mengutip siapa, ini sudah terjadi ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Kita tidak tahu tepatnya seperti apa, tapi ada dua pengarang. 

Pengarang pertama menyatakan seperti ini, pengarang ke dua (Alkitab) menyatakan seperti itu. Ketika kita melihat pada sejarah penciptaan, dan kita akan menemukan dua cara pandang: cara pandang Mesopotamia dan cara pandang Alkitab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan hal ini:

1) Orang-orang Mesopotamia menyatakan bahwa sebelum penciptaan, ilah-ilah dicipta (ada penciptaan ilah-ilah sebelum penciptaan dunia). Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Allah tidak pernah dicipta, sebab pada mulanya adalah Allah.

2) Orang Mesopotamia menyatakan Allah yang politeistik. Tetapi Alkitab menyatakan Allah yang monoteistik.

3) Orang Mesopotamia menyatakan bahwa Allah bergabung di dalam alam (panteisme). Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Allah terpisah dengan ciptaanNya. Allah berdaulat, memerintah atas ciptaan.

4) Orang Mesopotamia menyatakan bahwa peperangan kosmik antara allah dengan allah terjadi ketika mereka mencipta. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Tuhan adalah Allah (Yahweh, I AM that I AM) dan itu berbicara mengenai Yesus Kristus. Tuhan mencipta tanpa usaha, hanya dengan firman.

5) Orang Mesopotamia menyatakan bahwa manusia adalah budak dari ilah-ilah. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa manusia dicipta menurut peta-teladan Allah, berbagi kemuliaan Allah.

6) Orang Mesopotamia menyatakan ilah dengan kuasa yang lebih tinggi dan lebih besar akan menang. Tetapi Alkitab menyatakan, bahwa Yahweh tidak memerlukan kuasa dari luar, sebab Dia memiliki kuasa pada diriNya sendiri.

Di sini kita bisa melihat bahwa: ada satu peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu dan tidak tahu kapan terjadinya, tetapi ada dua cerita yang berbeda, yang mendekripsikan sejarah yang sama itu. Ini tidak berbicara mengenai siapa mengutip siapa, tetapi ini berbicara mengenai kita melihat sejarah itu dengan cara pandang seperti apa? 

Berkali-kali saya katakan dari mimbar ini bahwa cara pandang itu penting. Kalau kita tidak mempelajari Alkitab, maka cara pandang kita, yang menentukan keputusan-keputusan dan kalimat-kalimat penting dari hidup kita adalah cara pandang dunia. Mungkin saja kita masuk dan terjebak pada cara pandang materialisme, hedonisme, dualisme, dan sekularisme.

Di dalam gereja, khususnya dalam kitab Wahyu dideskripsikan bahwa ada 4 lawan utama dari gereja:

1) Anti Christ (setan), yang berbicara mengenai satu pribadi yang berada di balik seluruh pergumulan sejarah gereja. Ini adalah perang yang tidak terhindarkan (perang kosmik). Gereja, di sepanjang masa, akan berperang dengan anti Christ sampai Kristus datang untuk ke-2 kalinya.

2) Binatang yang keluar dari darat (politik, ekonomi, sosial). Jika orang-orang pada zaman akhir tidak memiliki tanda binatang 666 di tangan dan di dahinya, mereka tidak bisa berjual-beli. Apa maksudnya? Angka 6 adalah angka manusia. Angka 666 berbicara tentang manusia itu paling tinggi. Kalau kita tidak sampai pada satu hal yang sifatnya sangat egois (meninggikan diri sendiri), maka kita akan sulit sekali mendapatkan profit di akhir zaman. Jadi seluruh pikiran dan tindakan kita mesti tertuju pada self (diri). Semakin zaman menuju pada kesempurnaan dan kiamat, hidup ini akan sulit jika kita tidak memikirkan diri sendiri sebagai yang lebih utama.

3) Binatang yang keluar dari laut (satu cara kerja setan yang masuk menjadi bidat di dalam gereja), berbicara mengenai aliran-aliran di dalam gereja yang menentang kebenaran firman Tuhan yang sejati.

4) Pelacur besar, Babel (filosofi anti Christ). Jika kita membaca Alkitab, apa kota yang terpenting? Mungkin kita berpikir, Betlehem tempat kelahiran Yesus, Nazaret tempat Yesus dibesarkan, dan Yerusalem tempat Yesus mati disalib. Kita lupa, di dalam kitab Kejadian sampai Wahyu ada satu kota yang terus diucapkan, yakni Babel. Babel akan selalu berbicara mengenai satu usaha manusia yang melawan Allah (dalam kitab Kej. disebutkan kisah tentang manusia yang membangun menara untuk melawan Tuhan). Di dalam kitab nabi, Babel disebut sebagai penakluk umat Tuhan, sedangkan di dalam kitab Wahyu disebut sebagai pelacur besar. Tanpa sadar kita, gereja, sedang melacurkan diri dengan paham materialisme, hedonisme, sekularisme, dan semua isme yang melawan teistik filosofi.

Ini lawan yang tidak terlihat. Bidat masih terlihat, sebab ajarannya yang berbeda masih bisa kita kenali. Pemerintah, politik, dan ekonomi pun masih terlihat. Tetapi ketika kita bercampur dengan pelacur besar itu, tanpa kita sadari, itu akan menjadi kacamata kita dalam melihat sejarah dan hidup kita. Kemudian kita akan mengambil keputusan berdasarkan hal tersebut.

Contohnya, di taman Eden ada satu pohon yang sama berikut seluruh pohon yang lain juga sama. Tuhan mengatakan pada Adam dan Hawa, engkau jangan memakan buah yang satu itu, sebab jika engkau memakannya pasti engkau mati. Sebaliknya setan mengatakan pada Adam dan Hawa, bahwa mereka tidak akan mati jika memakan buah dari pohon yang satu itu.

Perhatikan, satu peristiwa/sejarah/benda yang sama, tetapi ada dua cara pandang. Ini adalah satu hal yang krusial sekali. Kita harus sungguh-sungguh berkomitmen untuk membaca firman Tuhan baik-baik agar mendapat cara pandang dari Tuhan, sehingga dalam berpikir, mengambil keputusan, bertindak dan merasa; kita sesuai dengan kehendak-Nya. Apakah Musa mengambil kisah kuno Mesopotamia? Bukan, sebab ini bukan masalah siapa mengambil dari siapa, tetapi ini adalah satu peristiwa yang dilihat dari dua cara pandang. 

Bukankah mata ganti mata, gigi ganti gigi terdapat pada hukum Hamurabi? Hukum Hamurabi dibuat oleh raja Hamurabi yang menyatakan dirinya berada di bawah inspirasi dewa matahari. Sedangkan Musa, Ketika menuliskan hal ini, tidak membicarakan dewa matahari, tetapi Tuhan, YHWH itu sendiri. Jangan lupa, Daniel ada di Babel sekitar 1.000 tahun setelah Musa (abad ke-6). Dan seluruh Babel tahu, Tuhan Allah sejati yang berdaulat hanya satu, yakni Yahweh. Ini adalah cara pandang yang berbeda.

Kedua, kenapa Hamurabi, yang tidak mengenal Tuhan yang sejati, bisa membuat hukum seperti itu? Teologi Reformed menyatakan bahwa itu merupakan respons manusia terhadap wahyu umum. Ada 2 wahyu, wahyu khusus (Alkitab dan Yesus Kristus) dan wayhu umum. Apakah wahyu umum? Ketika kita melihat alam (gunung, laut, dll) kita pasti berpikir, yang menciptakannya adalah Tuhan, bukan manusia. Wahyu umum yang lain adalah sejarah. 

Kita berpikir, sejarah itu dimulai dari sesuatu dan menuju pada sesuatu, lalu siapa yang mengaturnya? Jawabnya adalah Tuhan. Begitu juga dengan hati nurani. Pdt. Stephen Tong mengatakan, agama adalah respons manusia terhadap wahyu khusus, yang urusannya adalah kekekalan. Sedangkan budaya adalah respons manusia terhadap wahyu umum untuk kehidupan sehari-hari. Kita sulit sekali untuk membedakan, sebab jika kita bermain dalam bidang agama dan budaya, maka kita akan maju terus dan mengalami beberapa langkah.

Pertama dimulai dengan area fisik -> orang yang mengaitkan identitas dirinya dengan simbol-simbol rohani.

Misalnya, jika Alkitabnya dibakar dia akan luar biasa marah, padahal saat teduh tidak pernah atau jarang dilakukan. Bahkan dia sulit mencari kitab Amos di dalam Alkitab.

Kedua, masuk area tradisi -> dia mulai melibatkan diri dalam hal yang bersifat religius (ikut PA, koor, aktif di dalam kepengurusan).

Ketiga, masuk area hukum -> mengintegrasikan prinsip kekristenan dengan ekonomi, politik, sosial.

Orang yang membahas masalah seperti ini adalah orang yang sangat moderat. Jika kita membaca opini dari koran Kompas, kita akan bertemu dengan orang-orang moderat yang mau mengintegrasikan agamanya, baik itu Hindu, Islam, Kristen, Buddha, dll., dengan hal-hal yang ada di dalam kehidupan manusia (misalnya Gus Dur).

Keempat, masuk area hati nurani -> seperti Hamurabi, orang seperti ini akan menjadi berkat yang luar biasa besar.

Secara fenomena dia akan sulit sekali kita mengerti, dia mengenal Tuhan atau tidak. Saya sudah pernah mengatakan hal ini mungkin baru satu kali dari mimbar. Contohnya Mahatma Gandhi, apakah dia Kristen? Dia luar bisa, sebab melakukan banyak kebajikan, yang bahkan orang Kristen yang lahir baru pun kadang tidak melakukannya. Yitzhak Rabin, saat menjabat Perdana Menteri Israel, mau membagi Israel menjadi dua, sebagian diserahkan untuk Palestina. Padahal Daud saja tidak pernah melakukannya. Perhatikan, orang yang masuk area ini akan memunculkan kalimat dan perbuatan yang mirip sekali dengan kekristenan.

“Mata ganti mata, gigi ganti gigi,” kenapa Hamurabi bisa melakukannya? Musa diberitahukan oleh Tuhan. Teologia Reformed menyatakan, ini bukan masalah siapa menduplikasi siapa, tetapi berbicara mengenai respons manusia terhadap wahyu umum. Semua orang hidup akan berespons terhadap wahyu umum, baik dia mengenal Tuhan atau tidak sama sekali. Dia tahu melalui alam, sejarah, dan hati nurani, lalu dia akan menghasilkan agama dan budaya. Semakin dia sampai pada hati nurani yang paling dalam, dia akan menghasilkan agama dan budaya yang luar biasa tinggi.

Sebenarnya seluruh agama fenomenanya sama, tetapi secara ontological (hakekat) lain. Kenapa orang Kristen baik, berdasarkan apa dia baik, apa motivasinya, dan apa itu baik? Seluruhnya lain. Di dalam kekristenan, yang baik itu adalah Yesus Kristus, yang memberikan diriNya sampai tuntas untuk kemuliaan Allah. Kenapa orang Kristen harus baik? Sebab dia sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus dan dia meneladani kehidupan Kristus yang baik. 

Untuk apa orang Kristen baik, apakah supaya masuk surga? Tidak, sebab dia sudah dipilih oleh Tuhan dan dia ingin hidup memuliakan Tuhan. Jadi bukan surga yang membuat dia baik, sebab dia sudah mendapatkan surga tersebut sehingga dia bisa berbuat baik. Kita akan menemukan cerita-cerita yang sama dengan Alkitab, tetapi secara hakekat seluruhnya beda.

Ke tiga, Hamurabi berpusat pada dirinya, karena ini bukan hukum yang langsung diberikan Tuhan. Ini bukan wahyu atau anugerah khusus. Sesuatu yang bersifat respons terhadap wahyu umum semata, pasti berpusat pada diri. 

Apa pun saja yang dilakukan oleh manusia, setinggi apa pun etikanya, jika dia tidak bertemu dengan Kristus, maka dia akan selalu berpusat pada diri. Saya mengutip kalimat dari Westminster Catechism yang menyatakan, seorang manusia yang menempatkan kebaikan bagi manusia sebagai tujuan utamanya, sebenarnya sedang mengusahakan kebaikan bagi dirinya sendiri semata-mata karena dia sendiri pun seorang manusia. Hukum Hamurabi tetap berpusat pada diri, sedangkan hukum PL berpusat pada Allah. Ketika Hamurabi menuliskannya, bukankah dia baik, sebab menjaga keadilan? 

Jika kita membaca kutipan dari Westminster Catechism di atas kita akan mendapatkan, hanya orang Kristen saja yang dapat mempermuliakan dan menikmati Allah untuk selama-lamanya. Seluruh tindakan manusia, sehebat apapun itu, jika tidak terkait dengan Kristus akan selalu berpusat pada diri sendiri. Ketika seseorang mendapatkan kekuasaan dan dia kaitkan dengan agama, maka kekuasaannya akan menjadi langgeng. Perhatikan, seorang raja di Babel menyatakan dirinya adalah titisan dari ilah.

Keempat, karena hukum Hamurabi berpusat pada manusia, maka seberapa bagusnya hukum tersebut akan selalu terlihat celah keberdosaannya. Di dalam PL dan PB, kalimat-kalimat dari Tuhan – tidak mungkin dipungkiri – selalu kudus, benar, dan tidak ada cacat celanya. Hukum Hamurabi menyatakan, kalau ada seseorang melakukan sesuatu sehingga menyebabkan mata seorang ningrat/kaya/berkedudukan rusak, maka mata orang itu pun harus dirusakkan. 

Kalau perbuatannya itu menyebabkan tulang rusuk seorang ningrat/kaya/berkedudukan patah, maka tulang rusuknya pun harus dipatahkan. Tapi kalau perbuatan seseorang menyebabkan mata seorang miskin rusak dan tulang rusuknya patah, maka yang melakukannya harus membayar satu keping uang mina perak; kalau perbuatannya membuat gigi orang yang sederajat dengan dirinya patah, maka giginya pun harus dipatahkan; kalau perbuatannya itu membuat gigi orang miskin rusak, maka dia harus membayar sepertiga mina perak. 

Kita lihat di atas terdapat beberapa pengecualian. Maka kita tidak bisa menyandingkan atau mempersamakan hukum Hamurabi dengan PL. PL jauh lebih tinggi, sebab ini adalah wahyu khusus Allah, keluar dari sifat Allah, berpusat pada Allah, dan tidak membedakan. Itu sebabnya Im.24:17-22 berkata: ”Satu hukum berlaku bagi kamu, baik bagi orang asing maupun bagi orang Israel asli, sebab Akulah Tuhan, Allahmu!”.

 MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI bag.2 (Pdt. Agus Marjanto, M.Div.)

Matius.5:38-42; Keluaran 21:23-25.

Minggu yang lalu kita sudah berbicara mengenai hubungan hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi (lex talionis) dengnan kitab Hamurabi. Kitab Hamurabi sudah ditulis 400 tahun sebelum Musa menulis Taurat sehingga hukum itu, seolah-olah, diambil Musa dan dimasukkan ke dalam Alkitab. Apakah Musa mencuri hukum orang kafir untuk dimasukkan sebagai wahyu khusus dalam Alkitab? Selain itu, jika Alkitab menulis hukum ini, dan di tempat lain ada majalah, batu atau buku yang menulis hukum yang sama, apakah artinya kekristenan memiliki standard yang sama dengan orang dunia? Bukankah ini artinya kualitas kekristenan sama dengan kualitas dunia?

Minggu yang lalu saya sudah menyelesaikan dua pokok permasalahan ini. Saya menegaskan bahwa tulisannya memang sama. Kekristenan diwakili oleh tulisan Musa: ” mata ganti mata, gigi ganti gigi” dalam kitab Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Hukum Hamurabi juga menyatakan hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi. Bahkan beberapa point lain di dalam kitab Hamurabi hampir sama dengan yang ada di dalam kitab Musa. Apakah ini berarti Musa mengambil dari kitab Hamurabi? Jawabnya Tidak! Sebab Taurat adalah wahyu Allah yang khusus diberikan pada Musa, bangsa Israel dan gereja. 

Ini tidak berbicara tentang siapa mengutip siapa. Ini adalah satu kalimat yang dilihat dari dua cara pandang. Perhatikan setiap majalah, koran, buku, tulisan yang kita baca; musik yang kita dengar; berita di televisi atau film yang kita tonton. Semua yang masuk ke dalam pikiran kita melalui mata dan telinga kita, selalu ada memiliki cara pandang tersendiri, sebab ada tujuan atau motivasi dari si pengarang tulisan atau film yang tersebut. Ini menjadi sesuatu yang sangat penting!

Orang Kristen harus mengerti bahwa di balik setiap hal yang kita baca atau dengar selalu ada filosofi yang menjadi cara pandang dari orang yang membuatnya. Kenapa kita harus terus-menerus membaca Alkitab? Karena dengan membaca Alkitab, kita akan bertumbuh mengenal pribadi Allah, mengerti isi hati Tuhan dan mengerti cara pandang Allah. 

Cara pandang merupakan hal yang penting sekali. Dan kita, sebagai orang Kristen, harus sadar bahwa hidup yang sudah kita hidupi selama puluhan tahun ini harus disinkronkan dengan cara pandang Alkitab, sebab ada banyak sekali cara pikir yang menghasilkan keputusan dalam hidup kita, ternyata tidak sesuai dengan Alkitab. 

Misalnya, materialisme: cara pandang dunia, yang mengukur manusia dari uang dan apa yang ia miliki; hedonisme: cara pandang yang melihat bahwa segala sesuatu harus nyaman; dualisme: cara pandang mendua (Senin-Sabtu, hidup ini adalah milikku, Minggu adalah milik Tuhan. Seharusnya Senin-Senin harus berespons terhadap Tuhan, sebab hidup kita selalu diamat-amati oleh Allah yang suci).

Kita harus sadar bahwa hidup ini adalah pertarungan dari cara pandang. Kembali pada hukum Hamurabi dan hukum Musa yang juga menuliskan tentang mata ganti mata, gigi ganti gigi. Kalimatnya memang sama, tapi beda cara pandang. Cara pandang hukum Hamurabi adalah cara pandang antiteistik filosofi (antiteistik= melawan pribadi Allah). 

Raja-raja pada zaman kuno dulu menulis hukum yang selalu dikaitkan pada dirinya sendiri. Ini adalah satu perebutan kekuasaan dari Tuhan karena hukum, seharusnya, merupakan merepresentasikan pribadi Allah, bukan kepentingan atau hasil dari pribadi manusia. Hukum harus menyatakan kedaulatan Allah, bukan kedaulatan manusia.

Orang Kristen harus sadar, ketika sedang membaca sebuah buku, apakah buku tersebut bersifat antiteistik filosofi atau teistik filosofi? Jika teistik filosofi, apakah biblikal atau tidak? Kita kadang mengatakan bahwa kita sulit untuk membedakannya. Perhatikan, ini bukan berbicara mengenai pendidikan secara kognitif, tetapi secara spiritual. Jika kita ingin tahu perbedaannya, bacalah Alkitab setiap hari. Contohnya, seorang lulusan yang pandai dari satu universitas terkenal melamar menjadi manajer dari toko berlian terkenal di Inggris. 

Ini adalah posisi yang sangat prestisius! Setelah diterima sebagai manajer di toko tersebut, dia datang pada hari kerja pertamanya dengan memakai jas dan dasi lalu duduk di dalam kantornya yang besar. Baru dia duduk beberapa menit, datang si pemilik toko dan menyuruhnya untuk melepas jas dan dasi bahkan kemejanya harus digulung. Dia diajak ke belakang toko, satu tempat yang panas dan kecil, lalu disuruh mencuci berlian satu per satu. Hal ini dilakukannya selama 3 bulan. Mau protes tapi tidak berani terhadap si pemilik toko. Sampai satu hari dia berkata pada pemilik toko tersebut bahwa ia berhenti bekerja, sebab dia merasa diperlakukan tidak adil sebagai manajer. 

Saat berkata begitu, si pemilik toko memberikan waktu padanya untuk bekerja selama 1 minggu saja. Ketika dia sedang mencuci berlian-berlian tersebut, lalu dia melihat ada sebuah berlian yang kilaunya berbeda dengan berlian yang biasa dia cuci. Kemudian dia mendatangi si pemilik toko dan mengatakan tentang berlian tersebut. Si pemilik toko tersenyum dan berkata padanya: “Mulai sekarang kamu tidak usah mencuci berlian lagi. Pakai jasmu dan duduk di kantormu!”. Apakah yang dia temukan? Sesuatu yang lain dari berlian yang asli.

Hal ini juga sama dengan kita. Kita mungkin tidak mengerti tentang filosofi dunia, baik post-modern, materialisme, hedonisme, dll., tetapi minimal sebagai orang Kristen yang membaca firman Tuhan setiap hari, ketika kita sedang membaca buku atau menonton sebuah berita/film, maka kita sadar ada yang lain. Orang Reformed adalah orang yang peka sekali dengan hal ini dan memiliki kemampuan, yang merupakan anugerah dari Tuhan, untuk membedakan. Kenapa orang Reformed dikatakan begitu radikal dan sulit untuk cinta kasih? Sebab kemampuan untuk membedakan itu lahir dari ketelitian membaca firman Tuhan. Makin kita teliti, makin kita mempunyai kemampuan untuk membedakan sesuatu. Kemampuan untuk membedakan itu penting sekali!

Mata ganti mata, gigi ganti gigi ada di dalam kitab Hamurabi dan kitab Musa. Ini bukan berbicara mengenai dua hal yang sama. Ini berbicara mengenai satu hal yang dengan dua cara pandang. Kalau begitu, apakah Hamurabi orang yang hebat? Jika ini berbicara mengenai kualitas kebajikan, apakah keduanya sama? Tidak! Sebab setiap kebijakan, kebijaksanaan atau produksi apa pun yang tertinggi di dalam manusia termasuk agama, kebudayaan, tidak lain dari respons terhadap wahyu umum saja.

Allah itu adalah pribadi yang menciptakan kita juga sebagai pribadi. Antara pencipta dan ciptaan itu selalu ada jurang. Jurang itu adalah jurang kualitas. Pencipta dan ciptaan tidak mungkin sama. Jika ada jurang, bagaimana ciptaan bisa mengetahui Penciptanya? Melalui wahyu yang diberikan oleh Pencipta itu sendiri. Alkitab mencatat, menggolongkan wahyu itu menjadi dua:

1) Wahyu umum, di mana pencipta menyatakan diriNya melalui alam, sejarah, hati nurani. Wahyu umum tidak menghantar kita kepada siapa Allah sesungguhnya.

2) Wahyu khusus (Alkitab). Dari sini kita mengenal Allah Tritunggal, bukan monoteisme atau politeisme. Kita juga tahu Allah adalah Allah yang mengasihi, berkorban, suci, adil, dan benar. Dari Alkitab kita mengetahui isi hati Tuhan secara personal di dalam hidup kita.

Jadi meskipun orang dunia memiliki catatan yang sama, bahkan ada agama yang memproduksi kebajikan yang luar biasa, tetapi itu semua hanya berada dalam lingkup respons manusia terhadap wahyu umum. Artinya tidak mungkin melalui tulisan, agama dan budayanya, manusia bisa mengerti pribadi Allah yang sejati dan menghantarnya pada keselamatan. 

Kekristenan bukan agama, tetapi Allah yang menyatakan diri di dalam Kristus. Secara budaya, Hamurabi memang hebat, tapi dia tidak mungkin bisa menyaingi Alkitab, sebab Alkitab adalah wahyu khusus. Hamurabi berespons terhadap wahyu umum dan menghasilkan kebudayaan yang tinggi saja. Jika demikian, maka putarannya selalu pada diri (self) dan di dalamnya ada jejak dosa. Kalau kita bertemu dengan orang beragama lain yang mengajarkan kebaikan atau keadilan, kita juga mengajarkan kebaikan atau keadilan. Fenomenanya betul sama, tapi inti atau noumena-nya selalu berbeda. Kita harus melihat pada motif dasarnya, asalnya dan arahnya.

Kekristenan berbicara mengenai “dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia; bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rom.11:36). Ini berarti motif dasarnya selalu dibangun oleh Tuhan, sehingga setiap orang yang mau mengerti kekristenan tahu kalau dirinya harus bertobat dan dia membutuhkan kasih karunia. Ini berbeda dengan semua agama yang lain, sebab setiap pengikutnya harus melakukan sesuatu yang baik untuk Tuhan. Semuanya ini merupakan ringkasan khotbah dari perbandingan kitab Hamurabi dengan kitab Musa minggu yang lalu. Mata ganti mata, gigi ganti gigi (lex talionis). Prinsip apa yang mau diajarkan pada kita? Bagaimana tujuan hukum ini diberikan? Bagaimana penerapan hukum ini diberikan? Ada 3 hal:

1) Prinsip hukum lex talionis.

2) Tujuan hukum lex talionis.

3) Penerapan hukum lex talionis.

Tanpa memahami ke-3 hal ini, kita tidak akan mengerti perdebatan antara Yesus Kristus dengan orang Farisi dan ahli Taurat. Yang berbeda adalah tafsiran dari prinsip tujuan dan penerapan hukum ini.

Pertama, prinsip dasar hukum lex talionis adalah keadilan Allah. Setiap hukum adalah produksi dari sang pemberi hukum. Allah, yang memberikan hukum ini kepada Musa, adalah Allah yang benar, suci, dan adil. Ini adalah karakter Allah yang sangat sulit sekali dijelaskan secara terpisah. Allah yang suci artinya tidak ada dosa dan karena Dia benar dalam tingkah laku-Nya serta adil di dalam keputusan-Nya, maka Dia menuntut kita untuk hidup benar sesuai dengan hukum kesucianNya, dan akan menghakimi setiap pelanggaran dengan adil. Suci artinya terpisah antara Pencipta dengan ciptaan, tidak bernoda dan tidak berdosa (secara moral). Benar artinya lurus. 

Orang yang mau taat pada Tuhan selalu memiliki jalan yang lurus dan sempit. Alkitab menyatakan, orang yang tidak jujur adalah orang yang jalannya bengkok. Adil artinya selalu berpijak pada kebenaran, diukur dengan standard kebenaran. Dan standard kebenaran keluar dari kesucian Allah. Perhatikan, Allah yang suci memberikan hukum kepada manusia, manusia harus hidup benar di dalam ketaatannya pada hukum, dan Allah yang adil akan memberikan upah keadilan pada manusia. Ternyata Tuhan dalam berespons terhadap manusia menerapkan hukum dalam prinsip yang umum, yakni lex talionis:

1) Kesalahan yang tidak disengaja, kesalahan dengan tidak ada motivasi buruknya. Yang bersalah hanya melakukan ganti rugi. Ganti ruginya harus lex talionis (Kel.21:33-34).

2) Kesalahan yang disengaja, kesalahan dengan motivasi yang buruk. Yang bersalah harus melakukan 2 hal, yakni restorasi (lex talionis) dan harus menjalani hukuman yang sifatnya juga lex talionis (Kel.22:4)

3) Kasus pembunuhan. Dalam kasus ini restorasi tidak dilakukan, karena yang terbunuh tidak bisa dihidupkan lagi, tetapi hukuman tetap harus diberlakukan. Orang yang membunuh harus membayar sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya, yaitu mengganti satu nyawa yang hilang dengan nyawanya sendiri (Bil.35:16 & 31). Ini adalah prinsip hukum Musa.

Kedua, prinsip hukum lex talionis Allah dalam menghukum Adam dan Hawa (Kej.3:9-19). Dalam hal ini, seolah-olah Hawa yang melakukannya, sebab dialah yang pertama memakan buah yang dilarang itu. Tetapi jika kita membaca secara keseluruhan, kesalahan utama diarahkan Allah kepada Adam. Hukuman Allah pada Adam jauh lebih besar daripada Hawa. Hukuman iyang lebih berat ditimpakan pada Adam, sebab ini adalah ordo. Allah menciptakan suami sebagai kepala rumahtangga dan isteri secagai pendamping, di bawah suami. 

Jika ada masalah dalam rumahtanggamu (masalah isteri dan anak), maka itu sebenarnya masalah suami. Suami sudah atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh kepala rumahtangga? Suami harus mengambil posisi imam dalam keluarga dan belajar untuk berdoa syafaat, untuk membentengi kita agar isteri dan anak-anak menjadi orang yang takut akan Tuhan. 

Suami harus menghadirkan kesucian Allah di dalam keluarganya. Kenapa Tuhan bertanya pada Adam? Karena Adam harus bertanggungjawab sebagai kepala keluarga. Kenapa Adam diam saat Hawa mengambil dan memakan buah itu? Ada satu buku yang menarik dengan judul ”The Silence of Adam” yang mengatakan bahwa “Adam juga menginginkan buah tersebut.” Dari sinilah timbul politik jahat, memakai tangan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia mau. Ketika Adam membiarkan keputusan diambil oleh Hawa (isterinya), berarti Adam sudah tidak menjadi kepala keluarga (pemimpin) lagi. 

Sebaliknya dia memperlakukan isterinya sebagai pemimpin. Maka hukuman Allah terhadap Adam terdapat di dalam Kej.3:16 (namun engkau akan birahi kepada suamimu), yakni isteri akan menentang kepemimpinan suami di dalam rumahtangga. Kata birahi bukan berbicara mengenai seksualitas, tapi satu keinginan untuk berkuasa. Di pihak isteri, apa hukumannya? Kej.3:16 mengatakan, susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu. Sakit atau tidak sakit saat mengandung adalah sesuatu yang alamiah. 

Kata sakit bukan berbicara mengenai dosa, tetapi anak yang engkau didik ternyata akan menyakiti hatimu nanti. Kenapa? Karena Hawa sebenarnya harus taat kepada Adam, tetapi itu tidak terjadi. Maka anaknya nanti akan memberontak kepadanya (lex talionis). Kej.3:17 berbicara mengenai Adam bukan sebagai pemimpin keluarga dan juga bukan sebagai pemimpin alam. Dia berdosa sebab tidak melakukan fungsinya sebagai pemimpin keluarga, maka seumur hidup isterinya akan terus menjadi musuh. Dia tidak melakukan fungsinya sebagai pemimpin alam, maka alam juga tidak akan mengindahkan kepemimpinan Adam. 

Sebelumnya alam sinkron dengan pekerjaan manusia, sekarang apa yang harus dia kerjakan jauh lebih besar daripada apa yang dia dapatkan dari alam. Perhatikan, seluruh dunia akan memiliki konsep yang sama. Yang kita kerjakan jauh lebih banyak daripada yang kita dapatkan. Ada suami-isteri yang harus bekerja keras dari pagi sampai malam supaya bisa hidup, tapi itu pun kadang-kadang tidak cukup. Ini adalah prinsip dari penghakiman hukum Allah.

Ketiga, prinsip hukum lex talionis pada pengajaran Yesus Kristus, yaitu:

1) Matius 5:7 berkata: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan”.

2) Mat.6:14 berkata: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga”.

3) Mat.7:1-2 berkata: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu”.

4) Matius 7:12 berkata: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Ini merupakan kesimpulan dari seluruh khotbah di bukit (disebut golden rule). Lex talionis sekali lagi saya katakan bukan berbicara mengenai pembalasan hukuman, tetapi juga mengenai upah yang bersifat aktif.

5) Why.18:6-7 berbicara mengenai pembalasan Allah terhadap Babel. Di sini kita bisa melihat seluruh prinsip keadilan Allah di dalam lex talionis ada secara umum di seluruh Alkitab. Dan ini merupakan prinsip umum Allah berespons terhadap manusia. Allah kita adalah Allah yang adil dan mata-Nya tidak mungkin bisa melihat ketidakadilan. Allah kita adalah Allah yang adil. Dia akan membalaskan setiap orang seturut dengan apa yang mereka kerjakan.

Lalu, apa bedanya lex talionis dengan karma?

Karma adalah respons manusia terhadap wahyu umum yang sifatnya berpusat pada diri (self).

1) Karma menunjuk pada impersonal God (Allah yang tidak berpribadi), di mana satu hukum alamiah yang membuat kita selalu seperti demikian: “kalau baik akan mendapatkan hal yang baik, kalau jahat akan mendapatkan hal yang jahat.” Tetapi kita harus mengerti, bahwa lex talionis adalah satu hal yang Tuhan ajarkan supaya kita selalu sadar bahwa apa pun tindakan atau keputusan yang kita kerjakan dan bagaimana kita memperlakukan orang lain, sebenarnya kita sedang berhadapan dengan mata Allah yang suci. Kita harus selalu mempertanggungjawabkan setiap tindakan kita di hadapan Allah yang adil. Dan umat Allah harus menjaga dan berjuang untuk keadilanNya.

2) Dalam karma kita tidak menemukan jalan keluar. Sedangkan dalam kekristenan, jika kita bersalah, ternyata Allah tidak serta merta akan memperhitungkan kesalahan kita, sebab ada jalan keluarnya melalui pertobatan. Dengan kata lain, anugerah Tuhan melebihi kesalahan kita.

3) Karma selalu memiliki satu presaposisi, yaitu pembalasan.

Namun jika lex talionis terjadi dalam hidup kita, itu artinya cinta Tuhan mendidik kita agar kita mengerti keadilan Allah. Bagaimana dengan kasus Ayub? Ayub tidak memiliki kesalahan dan ini bukan lex talionis, tapi ini adalah ujian. Bagaimana dengan kasus Daud dengan Batsyeba? Ada prinsip lex talionis, yakni anak pertama Daud harus mati, seluruh isterinya ditiduri orang lain, seluruh anaknya saling memberontak, dan kerajaannya hancur. 

Kita jangan berpikir, kalau seseorang sedang susah pasti hukum lex talionis sedang berlaku pada hidupnya. Bagaimana kita menyelesaikan masalah seperti ini? Im.10:1-3 mengenai kematian Nadab dan Abihu, anak Harun. Kita musti hati-hati dalam hal ini. Setiap kita diminta untuk bertumbuh, mengenal pribadi Allah dan kesucian-Nya. 

Semakin orang itu diminta untuk mengenal pribadi Allah, maka ada satu hal penting, di dalam hidup orang tersebut, yang akan diproses oleh Tuhan yaitu Tuhan memberi pelajaran mengenai kesucianNya (Imamat 10:3 yang berkata: ”……kepada orang yang karib kepadaKu Kunyatakan kekudusanKu….”). Ini bukan berbicara mengenai Allah yang murka atau jahat kepada kita, tetapi Dia mau menyatakan kesucian-Nya, yang membuat Musa dan Harun pada akhirnya dipakai menjadi berkat bagi banyak bangsa. Mengapa Allah tidak mengizinkan Musa masuk ke tanah perjanjian? Sebab Musa pernah memukul bukit batu di Meriba dua kali (Bilangan 20:11-13). 

Kristus hanya mati satu kali mengalirkan kehidupan kepada umatNya, tetapi Musa melakukannya dua kali, maka ini melanggar prinsip Kristologis. Dengan melakukan hal ini berarti melanggar kesucian Allah. Biarlah kita punya hati yang takut dan gentar terhadap Tuhan. Allah yang menebus kita adalah Allah yang suci, benar, dan adil.

 MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI bag.3 (Pdt. Agus Marjanto, M.Div.)

Ulangan 19:15-21; Matius 5:38-42; Kejadian 4:17-24

Kita masuk pada bagian ketiga dari tema lex talionis. Bagian pertama memperbandingkan hukum Musa dengan hukum Hamurabi. Bagian ke dua berbicara tentang prinsip hukum lex talionis, yakni bagaimana Tuhan berespons kepada umatNya di dalam Alkitab. Ini menjadi prinsip umum/dasar tentang bagaimana Allah mengatur keseluruhan kehidupan umat-Nya dan dunia.

Kita harus mengerti tiga hal:

1) Atas prinsip apakah Tuhan memberikan lex talionis?

2) Apa tujuan Allah memberikan lex talionis?

3) Bagaimana penerapan yang Allah inginkan ketika seseorang mengaplikasikan lex talionis? Tanpa pengertian ini, kita tidak akan mengerti kesalahan orang Farisi dan ahli Taurat. Kenapa kalimat Allah (dalam PL) yang ditegaskan orang Farisi dan ahli Taurat, selalu ditegaskan kembali oleh Yesus, lalu Yesus menghancurkan seluruh interpretasi mereka? Jawabnya, karena bangsa Israel sudah diajar oleh orang Farisi dan ahli Taurat, dengan ajaran yang salah dalam hal prinsip, tujuan dan penerapan lex talionis.

Prinsip lex talionis adalah keadilan Tuhan. Allah menyatakan diri-Nya sebagai pencipta alam semesta dan sebagai Allah yang suci. Allah yang suci memberikan peraturan, yang merepresentasikan kesucian-Nya, supaya manusia mengerti dirinya benar atau tidak. Orang benar berjalan sesuai dengan prinsip dan hukum Allah, yang mengatur manusia sehingga mereka benar di hadapan Allah yang suci. Allah yang suci itu, juga Allah yang benar dan adil. Penghakiman-Nya sesuai dengan keadilanNya. Allah yang adil menyatakan bahwa di hadapan-Nya, seluruh manusia memiliki kesamaan di dalam kedudukan. Allah yang Adil juga memberikan ketepatan di dalam ukuran. Ini adalah satu prinsip yang Tuhan berikan pada kita.

Tujuan lex talionis diberikan adalah untuk mengontrol ”kelebihan” atau keliaran di dalam pembalasan yang akan terjadi. Manusia, yang sudah jatuh ke dalam dosa, cenderung membalaskan dendam yang ada di dalam hatinya. Ketika dilukai, insting kita (secara alami) akan mendorong untuk memukul balik dan membalasnya berkali-kali lipat. Inilah yang ada di dalam hidup kita! Ingat film yang pernah kita tonton, berita yang kita dengar, atau kehidupan keluarga kita. Perhatikan kehidupan suami-isteri. Jika sudah sakit hati, kecewa atau tidak mendapat apa yang diinginkan, kita akan mengata-ngatai pasangan. Perhatikan film silat, putarannya adalah balas dendam. 

Pdt. Stephen Tong bercerita tentang seorang permaisuri yang sakit hati terhadap salah satu selir, yang sangat dicintai oleh kaisar lebih daripada dirinya. Ketika selir itu melakukan kesalahan, ia ditangkap dan dihukum. Hukumannya adalah matanya dibutakan, tangan dan kakinya dipotong, lidahnya dipotong, dan ia diletakkan di depan WC. Saudara tahu, apa pun bagus di Cina kecuali WC-nya. 

Lihat! Betapa kejamnya permaisuri tersebut! Lihat mafia atau geng tertentu, kerusuhan Ketapang, Ambon, dan dll.! Inilah gambaran pola hidup manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa! Lihat teroris pada peristiwa WTC di AS! Dalam kesaksiannya, mereka mengatakan bahwa mereka bukan teroris. Sebaliknya, AS adalah terorisnya, sebab tentara AS masuk ke desa mereka dan membunuh keluarganya. Mereka tidak bisa melupakan peristiwa itu, sehingga melakukan balas dendam. 

Kita juga membaca tentang pastor Terry Jones dari sebuah gereja di Amerika, yang ingin membakar Al Quran. Seluruh dunia geger dibuatnya! Apa ancaman pihak teroris? Kalau Al Quran dibakar, mereka akan membakar gereja. Kita tidak setuju sama sekali terhadap pembakaran Al Quran, tetapi perhatikan, prinsip keadilan tidak ada lagi. Yang dibakar mungkin 10 Al Quran, tetapi mereka mungkin membakar seluruh gereja di dunia.

Setiap manusia cenderung membalas dendam berlipat-lipat lebih banyak daripada kesakitan yang diterima. Mari kita refleksikan diri kita sekarang! Pernahkah Saudara ditipu/disakiti rekan bisnis? Kita berusaha untuk menghubunginya dengan baik, tapi tidak ada respons yang baik dari orang tersebut. Akihirnya kita berpikir, dia yang bersalah, kenapa aku yang dihina seperti ini? Timbul sakit hati dan dendam dalam diri kita. Apa yang kemudian muncul di hati kita? Kita bukan hanya ingin uang kita kembali, kita ingin dia dihabisi. 

Hal ini terus-menerus melekat di dalam hati kita, sehingga suatu hari jika kita melihat rekan bisnis itu sakit keras, atau usahanya bangkrut, barulah hati kita merasa lega. Kenapa demikian? Sebab kita punya kecenderungan yang sama dengan teroris, penjahat atau mafia. Kita ingin membalas dendam sampai habis. Bedanya, kita tidak berani meletakkan bom di dalam mobil dan menabrakkannya ke rumah orang itu. Teroris berani melakukannya, tetapi motivasinya sama dengan kita.

Firman Tuhan mengatakan bahwa pola dosa ini adalah ciri anak-anak kegelapan. Dalam Kejadian 4:17-24 kita menemukan garis keturunan Adam yang merupakan anak-anak kegelapan. Sedangkan di dalam Kejadian 5:1-32, kita menemukan garis keturunan Adam yang merupakan anak-anak terang. Musa memberikan pemisahan ini. Nama Henokh di dalam Kejadian 4:17 berbeda dengan Henokh di dalam Kej.5:21 (orang saleh). 

Dunia, yang gelap, berpusat pada sistem balas dendam sampai habis (Kej.4;23-24). Kita akan menemukannya dalam koran, majalah atau film yang merupakan cerminan masyarakat kita. Jika kita baca baik-baik dan mengeksposisi Kejadian 4, kita akan menemukan dua ciri anak kegelapan: “membuat kota dan memberi nama kepada kota itu”. Ini berbicara mengenai kesombongan diri manusia yang diangkat sampai ke tingkat tertinggi. Kesombongan dan pembalasan dendam sampai habis.

Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan memberikan hukum “mata ganti mata, gigi ganti gigi.” Apa prinsip dasar hukum ini? Allah mau keadilan-Nya dinyatakan. Ada dampak signifikan dari pemberian hukum ini: 1) Ada satu kepastian pada tatanan hidup masyarakat. 

Pembalasan dendam yang “berlebihan” akan menghasilkan chaos(kekacauan) pada tatanan masyarakat dan rakyat akan menjadi liar. Apa yang terjadi jika kita mengikuti hukum seperti Lamekh? Tidak mengaplikasikan hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi? Bayangkan jika seorang anak melihat ayahnya dibunuh oleh orang lain! Kemudian ia berusaha untuk mendapatkan kekuatan/kuasa secara fisik, ekonomi, dll., untuk menghabisi seluruh keluarga si pembunuh. 

Seluruh keluarga pembunuh akan dibunuh, tetapi mungkin ada 1-2 orang dari keluarga tersebut yang luput. Orang yang luput dari pembunuhan itu akan mencoba membangun kekuatan lagi, untuk menghancurkan orang yang sudah melakukan pembalasan tadi. Jika ini terjadi, seluruh tatanan masyarakat akan rusak. Dunia ini akan hancur dengan sendirinya. Maka Tuhan memberi hukum-Nya. Jika hukum ini dilakukan, maka chaos dikontrol dan pembalasan dendam tidak akan terjadi.

Kita bersyukur, di dalam Alkitab kita melihat Allah memiliki satu rencana pada akhir zaman (di titik consummation). Ia akan menghancurkan seluruh kejahatan (dosa). Sebelum titik consummation itu, Dia tidak hanya menunggu untuk menghancurkan, tetapi mengontrol dan menopang manusia, sehingga keadilan tetap berjalan, kejahatan tidak merajalela dan kehancuran itu tidak terjadi. 

Itulah yang Tuhan inginkan. Kita harus merindukan keadilan Tuhan terjadi dan harus mau menjadi agen keadilan, baik di dalam hidup kita maupun seluruh dunia. Biasanya kita tertarik pada hal-hal yang menyangkut diri sendiri saja, misalnya kita sudah disakiti atau dilukai, maka kita harus melakukan sesuatu. Tetapi perhatikan, dunia ini penuh dengan masalah. 

Bagaimana dengan perang di Palestina, Afghanistan, urusan TKI yang diperlakukan tidak senonoh, bahkan sampai dihukum mati, kasus pembunuhan yang dibiarkan, penghilangan aktivis yang sampai hari ini tidak ada kabarnya, kasus HKBP, lumpur Lapindo yang belum beres? Semua peristiwa di atas menunggu keadilan Tuhan dinyatakan. Kita mungkin tidak peduli, sebab Karawaci jauh dari Lapindo. Namun jika hal itu terjadi pada kita, maka kita akan menuntut keadilan. Seharusnya kita bukan menuntut balas dendam sampai habis, tapi keadilan, kebenaran, dan kesucian Tuhan dinyatakan.

2) Gereja (umat Allah) dengan sendirinya akan mengekang kemarahan, kekerasan, dan nafsu pembalasan. Mau tidak mau kita harus menyangkal diri. Jika kita dipukul, apa reaksi spontan kita? Kita ingin langsung membalas dendam, tetapi Tuhan menginginkan penyangkalan diri. Kita harus memerangi amarah dalam hati kita. Tuhan Yesus mengatakan barang siapa yang mau mengikut Dia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia. 

Di sini Allah mau menegakkan prinsip hidup yang berbeda dengan dunia. Salah satu pengajaran Kristen yang salah dan konyol adalah berpikir kita diistimewakan oleh Tuhan, lebih dari orang-orang dunia. Apa yang terjadi di tengah dunia mungkin saja terjadi pada kita. Apa yang Tuhan inginkan dari kita? Ketika hal itu terjadi pada dunia, mereka akan memukul balik dan menghabisinya. 

Tetapi ketika hal itu terjadi pada kita, hukumnya adalah “mata ganti mata, gigi ganti gigi.” Keadilan Tuhanlah yang dinyatakan, bukan balas dendam. Tuhan memberi satu prinsip: kita harus berbeda dalam respons terhadap dunia ini. Kita tidak boleh sama dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidup ini. Kita tidak boleh sama dalam beretika dengan orang lain di tengah-tengah dunia seperti ini.

Kalau begitu, apa yang salah dari tafsiran/pengajaran orang Farisi atau ahli Taurat? Yesus berkata: ”Kamu sudah mendengar firman tentang hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi, tetapi Aku berkata kepadamu…” Apa yang Yesus katakan? Yesus tidak sedang membuang/mengubah PL. Secara moral PL tetap berlaku. Yesus melawan interpretasi orang Farisi dan ahli Taurat, yang meracuni pikiran bangsa Israel. Apa yang salah dengan bangsa Israel? Kita harus hati-hati di sini supaya tidak sama seperti mereka. 

Ketika Tuhan menyatakan hal ini, Ia mau menegakkan keadilan. Tujuan-Nya adalah mengontrol ”kelebihan” agar tidak terjadi keliaran; sehingga keadilan, kasih dan anugerah bergerak bersama-sama. Ini berbeda dengan orang Farisi dan ahli Taurat yang menggunakan lex talionis untuk membenarkan balas dendam. Kalimatnya sama, tapi spiritnya berbeda. Hukum ini diberikan Tuhan untuk mengontrol (hukum yang bersifat pasif). Namun spirit balas dendam – yang diajarkan orang Farisi dan ahli Taurat – menjadikan hukum ini bersifat aktif. Spiritnya balas dendam dan tujuannya untuk melukai. 

Jika demikian, bangsa Israel tidak berbeda dengan bangsa lain. Hati-hati! Kadang-kadang dari satu kalimat yang sama, muncul dua cara pandang atau spirit yang berbeda. Ketika Kristus mengajarkan sesuatu pada kita, maka kita bukan saja mengerti kebenaran, tapi kita harus mengerti spiritnya. Saat Yesus berkata: ”Hai orang Farisi dan ahli Taurat, celakalah engkau!” Saya percaya, Dia mengatakannya dengan hati yang remuk.

3) Ulangan19:16-17 merupakan kata kuncinya. Lex talionis hanya boleh dilakukan setelah ada proses pengadilan yang adil. Siapa yang boleh memutuskan hukum ini terjadi? Para hakim. Di dalam Ulangan19, Allah yang adil menyatakan keadilan-Nya untuk mengontrol seluruh ”kelebihan” keliaran yang dilakukan oleh hakim (pengadilan). 

Sedangkan orang Farisi dan ahli Taurat menjadikan hukum ini hukum jalanan. Tiap orang boleh melakukannya, baik di pasar, jalan, perkumpulan, dan rumah tangga; tanpa penyelidikan saksama dan dasarnya adalah subyektifitas. Di dalam Matius 5:38-39 Yesus mau mematahkan spirit balas dendam yang ada pada bangsa kafir dan kejahatan yang sama, yang mungkin ada dalam hati kita. 

Biarlah kita mengadili dengan adil dan menyerahkan pengadilan yang adil kepada Tuhan! Kita tidak boleh memiliki dorongan untuk balas dendam. Jikalau ada orang yang menyakiti, menipu, atau menghina engkau, ingat” Yesus berkata ”mata ganti mata, gigi ganti gigi.” Janganlah engkau membalasnya dengan kejahatan, tapi engkau menanti dan mengharapkan keadilan Allah benar-benar terjadi bukan karena satu dorongan pembalasan dari Tuhan.

MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI bag.4 (Pdt. Agus Marjanto, M.Div.)

Matius 5:38-42; Mazmur50:16-17

Ini bagian keempat dari tema lex talionis.

Bagian pertama memperbandingkan lex talionis dalam PL dengan hukum Hamurabi. Bagian kedua menegaskan bahwa hukum ini merupakan hukum dasar dari Tuhan, ketika Dia menyatakan keadilanNya pada manusia. Bagian ketiga mendeskripsikan kesalahan orang Farisi dan ahli Taurat dalam menafsirkan lex talionis. Ini berkaitan dengan prinsip, tujuan dan penerapan hukum. Prinsip berkaitan dengan motivasi dan kekuatan yang menggerakkan seseorang dalam mengaplikasikan lex talionis. 

Ketika Musa menuliskan lex talionis, ia menuliskan kehendak Allah, untuk menegakkan keadilan di bumi, khususnya di tengah bangsa Israel. Penghukuman harus tepat, sesuai dengan kesalahan, tidak boleh kurang atau lebih. Tujuan lex talionis adalah untuk mengekang atau mengendalikan keliaran dan meniadakan chaos (kekacaubalauan). 

Lex talionis menyingkirkan balas dendam dan menjadi hukum pasif, yang mengontrol “kelebihannya.” Setiap orang yang dihina/disakiti pasti ingin membalas dendam sampai tuntas. Anak-anak kegelapan selalu memiliki prinsip/ciri “membalas dendam sampai tuntas.” Jika Kain dibalaskan sampai 7 kali lipat, maka orang yang menghina Lamekh harus dibalaskan sampai 70×7 kali lipat (Kejadian 4:24). 

Inilah dunia yang berdosa! Tuhan mengerti bahwa manusia berdosa terbiasa dan ingin membalas dendam sampai tuntas. Karena itu lex talionis diberikan supaya manusia tahu bahwa ada prinsip keadilan Allah. Jikalau ini ditaati dan diperhatikan, tatanan masyarakat tidak akan hancur. Ketika Tuhan memberi lex talionis, Dia menegakkan keadilan sekaligus memberikan kasih karunia dan anugerah. Ini mencegah agar manusia tidak hancur berkeping-keping. 

Dasar dari seluruh hukum Tuhan adalah sepuluh hukum Taurat, yang harus selalu kita ingat. Itu sebabnya Tuhan berkata: “inti seluruh hukum Taurat adalah kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri”. Tuhan mengasihi kita sehingga, Ia memberikan hukum atau aturan. Akhirnya penerapan lex talionis harus berdasarkan analisa yang saksama oleh pengadilan, hakim dan imam. 

Setiap kesalahan harus dipertimbangkan dengan baik, ada saksi di pengadilan yang sah dan tidak berdasarkan penilaian subyektif. Tetapi timbul masalah ketika lex talionis ada di tangan orang Farisi dan ahli Taurat. Lex talionis dijadikan hukum kebencian dan dendam. Orang yang dihina, dilukai, dan disakiti diperbolehkan menjadi benci dan membalaskan dendam, sebab PL mengijinkan manusia melampiaskan dendamnya. Perhatikan baik-baik, prinsipnya adalah kebencian, dendam, sedangkan tujuannya adalah membalas dendam. 

Hukum yang bersifat pasif, yang bertujuan untuk mengekang, sekarang digunakan dengan hak yang bersifat aktif. Penerapan lex talionis bukan di pengadilan, tetapi di jalanan. Kalimat yang sama menghasilkan dua tafsiran berbeda. Itu sebabnya Yesus Kristus mengatakan: ”Engkau sudah mendengar hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi, tapi Aku mengatakan padamu, sesungguhnya jangan membalas kejahatan.”

Mari kita berpikir sejenak dan melihat lingkup yang lebih luas, bukan hanya pada isi hukum ini, tapi satu hal yang berbahaya secara rohani. Hal yang terpenting adalah firman Tuhan (Alkitab). Tanpa Alkitab kita tidak mungkin mengerti isi hati, pribadi, kehendak dan hukum Allah. Ini adalah wahyu khusus. Tanpa Alkitab, manusia buta tentang Allah. Apakah hal ini cukup? Tidak, ada faktor lain yang penting sekali, yakni hati yang murni. Hati nurani yang murni penting ketika kita berinteraksi dengan Alkitab dan mau mengerti kehendak Tuhan. 

Jika hati kita cemar, kita akan mencari ayat-ayat yang kita tahu dan kita mau, lalu menafsirkannya sesuai dengan kecemaran hati kita. Saya terkejut sekali dengan firman dalam Mazmur 50:16-17 bahwa kita tidak perlu menyelidiki ketetapan Tuhan dan menyebut perjanjian Tuhan, jika kita membenci teguran dan mengesampingkan firman-Nya. Orang Farisi dan ahli Taurat menganalisa firman Tuhan lebih banyak daripada kita, membaca firman Tuhan lebih sering daripada kita; Alkitab yang mereka baca tidak palsu bahkan ditulis dalam bahasa Ibrani. Tetapi mereka tidak mengerti kehendak Allah. 

Mengapa Yesus bisa berbicara sedemikian keras terhadap mereka? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mempelajari Alkitab? Jika orang tidak mengerti prinsip ini, dia berpikir kita tidak perlu belajar teologia. Masalah utama ada di hati orang Farisi dan Ahli Taurat. Yesus tidak melawan orang yang belajar teologia atau membaca Alkitab dengan tekun. Yesus melawan orang yang hatinya pasif.

Kita lihat banyak orang (hamba Tuhan palsu) yang berani berkhotbah mengenai Alkitab dengan sembarangan. Mereka tidak peduli terhadap apa yang Tuhan peduli, mereka tidak menafsirkan Alkitab sesuai dengan kehendak Allah dan tidak memiliki pengertian terhadap nubuat para nabi. Terhadap orang sedemikian, Calvin menyatakan bahwa mereka adalah pemerkosa Alkitab. 

Bagaimanakah perasaan kita jika kita memiliki surat berharga, tapi surat itu dibaca dan ditafsirkan oleh orang lain dengan sembarangan? Beberapa waktu yang lalu saya pernah mendengar seorang penulis buku terkenal sedang berjalan di satu kota di luar negeri. Tiba-tiba di satu aula di hadapannya ada sebuah simposium yang membahas bukunya. 

Lalu dia masuk dan mendengarkan perdebatan mengenai tulisannya. Anehnya, semua orang dalam ruangan tersebut tidak mengenali si penulis, yang bukunya sedang diperbincangkan dalam simposium itu. Kemudian dia berbicara dan mengatakan arti dan maksud dari tulisannya, tetapi orang-orang di situ mengatakan bahwa dia salah. Inilah dunia kita! Tulisan para nabi dan rasul memiliki konteks dan tujuan tertentu. Setiap pembaca juga mempunyai pengertian sendiri. Inilah yang disebut sebagai arti/konteks yang asli. 

Arti/konteks harus ditangkap oleh gereja sesudah tulisan para nabi dan rasul muncul. Hal ini perlu dipelajari sehingga kita bisa memahami maksud tulisan mereka. Sesudah itu, kita bisa menemukan makna teologisnya dan mengaplikasikannya secara kontemporer. Dengan demikian, arti aslinya tidak berubah dari zaman ke zaman. Konteks hidup kita bisa berubah, tetapi arti aslinya tidak berubah.

Kenapa teologia Reformed begitu ketat dan tepat? Karena teologi Reformed memperhatikan hal ini. Kita harus belajar dengan sungguh-sungguh dari pelbagai macam penafsiran, minimal berada dalam satu kerangka yang tidak menuju pada keliaran. Tetapi ada yang mengatakan, mereka tidak perlu belajar teologia, sebab yang terpenting Roh Kudus berbicara padanya, lalu dia membaca Alkitab serta mengkhotbahkannya pada orang lain. Akhirnya, khotbah itu menjadi teologia sukses atau kemakmuran, teologia yang tidak beres. Saya mulai mengerti arti kata ”sensasional teologi,” teologia-teologia yang menjadi sensasi. 

Orang sembarangan dalam mengutip dan menafsirkan ayat-ayat Alkitab. Yang dilawan Yesus bukan orang yang tekun belajar teologi atau mempelajari PL, tetapi orang yang hatinya fasik dan cemar, sehingga segala yang dituliskan Tuhan akan diselewengkan. Gereja, dari luar, harus bermisi dan mengabarkan Injil; sedangkan dari dalam, harus memiliki akar teologi yang kuat. Perhatikan, penganut teologi kesukes atau kemakmuran, apa pun yang dia khotbahkan selalu dikaitkan dengan kesuksesan atau kemakmuran. 

Orang Farisi dan ahli Taurat – yang dikecam Yesus – juga meneliti Alkitab, sama-sama anak Tuhan dan sama-sama orang Kristen. Perhatikan! Setiap kali membaca Alkitab, periksalah hatimu. Apa yang kita inginkan sebenarnya? Mintalah Roh Kudus untuk menyucikan hati kita dan darah Kristus meluruskan hati kita, sehingga setiap kali membaca Alkitab, kita bisa menangkap kehendak Tuhan. Kita tidak boleh mempermainkan firman Tuhan. Ini penting sekali!

Matius 5:39 menyebutkan ”siapa yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Ada struktur 3 lapis yang dipakai Matius untuk menjelaskan perkataan Yesus: 1) Kutipan dari PL. 2) Ajaran Yesus, yang melawan tafsiran yang salah. 3) Perintah Yesus. Yesus berkata: ”Kamu sudah mendengar firman: mata ganti mata, gigi ganti gigi.” Ini dikutip dari PL. Kemudian Yesus melanjutkan: “Tetapi Aku berkata kepadamu: janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu”. Ajaran ini melawan tafsiran orang Farisi dan ahli Taurat, yang menjadikan lex talionis sebagai hukum pembalasan. 

Yesus memerintahkan ”Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu…” Perintah ini bersifat imperatif, bukan pemberian saran. Ini bersifat aktif, inisiatif dan transformatif. Jika Gereja mau taat dan berubah, dunia akan tahu bahwa hukum, cara kerja dan gaya hidup kita berbeda dengan mereka.

Hari ini saya akan menjelaskan perintah Yesus yang bersifat aktif, inisiatif dan transformatif: 1) Siapa yang menampar pipi kirimu, berilah juga kepadanya pipi kananmu. 2) Siapa yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. 

Apa yang Yesus ajarkan? Jika seseorang menampar orang lain dengan tangan kanan, maka tangannya akan mengenai pipi kiri dari orang yang ditampar. Yesus mengatakan ”jika pipi kiri ditampar, berikan juga pipi kanan kita.” Jika orang tadi akan menampar lagi pipi kanan kita, dia tidak mungkin menggunakan telapak tangan kanannya. Dia harus menggunakan punggung tangan kanannya. 

Perhatikan! Dalam tradisi Yahudi, tamparan adalah penghinaan; dan tamparan dengan punggung tangan adalah penghinaan berkali-kali lipat. Apa yang Yesus ajarkan? Jika ada orang yang menghina kita dengan hinaan yang paling berat atau menyakitkan sekali pun, kita sama sekali tidak boleh membalas dendam. Yesus mau menghapuskan spirit balas dendam, sebab balas dendam adalah dosa. Kita harus mengalahkan dosa ini.

Yesus mau kita memiliki harga diri yang berbeda dengan dunia. Jangan memberi perhatian terhadap diri atau kehormatan kita. Hinaan artinya kita dicemooh atau harga diri kita direndahkan. Orang Kristen harus sadar bahwa spirit balas dendam bisa lepas, jika kita mengerti harga diri kita. Ketika kita direndahkan seseorang, dia tidak pernah bisa meruntuhkan harga diri kita. Kenapa? Karena harga diri kita tidak dilekatkan pada dunia atau alam ini, tetapi dilekatkan pada karya dan penerimaan Kristus. Di manakah kita melekatkan harga diri kita? Manusia telah ”meletakkan” harga dirinya bahkan kehilangan dirinya, karena dosa. 

Maka manusia akan mencari identitas, jati diri dan kemuliaan dirinya dengan melekatkannya pada sesuatu yang lain. Umumnya manusia melekatkan dirinya pada 3 hal: prestasi, penampilan dan status sosial. Kalau kaya, harga dirinya naik; kalau miskin, harga dirinya turun. Kasihan sekali orang seperti ini, sebab harga dirinya tergantung pada besarnya uang/harta yang dimiliki. 

Kalau seseorang kaya tetapi wajahnya jelek, dia tetap minder, sebab harga dirinya dilekatkan pada penampilan. Orang yang mendapatkan banyak pujian, misalnya menjadi juara kelas atau prestasi di bidang lain, akan banggga, sebab harga dirinya dilekatkan pada prestasi. Dalam hal-hal tertentu rasa percaya diri kita boleh naik karena hal seperti itu, tetapi jika itu menjadi tiang penyangga dari seluruh rasa percaya diri kita, maka semuanya akan runtuh. 

Saat manusia jatuh ke dalam dosa, mereka melakukan banyak hal yang lucu dan aneh. Ada orang yang sebenarnya tidak dihina, tetapi dia sudah merasa dihina. Jika seseorang melekatkan harga dirinya pada penampilan, maka ada area tertentu di dalam dirinya, yang jika disentuh (dengan satu-dua kalimat) bisa membuat dia tersinggung luar biasa.

Kita Perlu mengintrospeksi diri, di mana kita melekatkan harga diri kita? Yesus Kristus berkata: ”Jika kamu dihina dan penghinaan itu tidak wajar, sebagaimana penghinaan yang dialami orang Yahudi, yang ditampar seseorang dengan punggung tangannya, kamu tidak boleh membalasnya.” Kenapa? Karena kita tidak seharusnya merasa terhina. 

Bagaimana mungkin kita tidak merasa terhina? Jawabannya adalah, di manakah kita meletakkan harga diri kita? Harga diri kita harus diletakkan kepada penerimaan Tuhan di dalam hidup kita. Itulah harga diri dan kemuliaan kita! Ketika orang lain menghina kita, ingatlah selalu, bagaimana Allah memandang kita. Itulah yang terpenting dan yang membedakan kita dengan dunia! Jika Allah memandang kita hina, celakalah hidup kita. 

Jika Allah memandang kita mulia, siapa pun yang menghina kita, itu tidak menjadikan kita tidak berharga. Yesus Kristus mau supaya kita tidak mendendam. Tetapi bagaimana caranya agar kita tidak berlaku seperti itu? Kita mesti sadar, di mana kita berdiri, di situlah kemuliaan kita berada. Kita juga mesti sadar bahwa Tuhan mengasihi, memimpin dan memilih kita. Karena itulah kita menjadi mulia dan memiliki harga diri.

MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI bag.5 (Pdt. Agus Marjanto, M.Div.)

Matius 5:38-42; Keluaran 22:26-27; Roma 12:17-21

Yesus mengajarkan bagaimana meresponi orang yang menyakiti secara fisik atau merendahkan kita dengan kata-kata. Apa yang harus dilakukan, bagaimana kita meresponinya? Dunia cenderung membalas perbuatan tersebut atau hancurkan orang itu sampai lumat. Tapi Yesus menyatakan ”mata ganti mata, gigi ganti gigi.”

Ketika melihat PL, orang Farisi dan ahli Taurat menyatakan bahwa firman Tuhan memberi hak untuk membalas orang yang sudah menyakiti kita. Sebaliknya, Yesus menyatakan bahwa Allah – dalam PL – memberi lex talionis untuk menyatakan kebenaran, kesucian dan keadilan-Nya, yang harus ditegakkan di bumi. Yang jahat harus dihukum, tetapi hukumannya harus tepat, sesuai dengan perbuatan dan tidak boleh berlebih. 

Karena itu, semua perkara harus diselesaikan di hadapan imam dan hakim serta tidak boleh dilakukan berdasarkan penilaian subyektif semata. Yesus mengajarkan isi hati Allah yang harus dimengerti Gereja, sehingga tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Yesus tidak mau kita membalaskan dendam atau memiliki kebencian. Jika orang lain melakukan kejahatan terhadap kita, jangan melawan kejahatannya dengan motivasi yang jahat, cara yang jahat dan alat kejahatan.

Yesus Kristus menegaskan/mengungkapkan maksud Allah – yang sesungguhnya dalam memberi lex talionis – melalui 4 point besar, yang mengarahkan dan yang memeriksa hati kita supaya selalu murni di hadapan Allah: 1) Jika orang menampar pipi kananmu, berikan juga kepadanya pipi kirimu. 2) Jika orang mengingini bajumu, serahkan juga jubahmu. 3) Jika orang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dengan dia sejauh dua mil. 4) Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan jangan menolak orang yang mau meminjam daripadamu.

Apa yang Tuhan inginkan dari kita, ketika menuliskan hukum lex talionis? Sebelum menjelaskannya, saya akan menjelaskan beberapa prinsip Alkitab, yang harus dimengerti saat menafsir ayat-ayat seperti ini. Pertama, ini adalah ajaran Yesus Kristus yang bersifat aktif, inisiatif dan transformatif. Seringkali, saat membaca Alkitab, kita melupakan tanggung jawab. 

Tuhan mengatakan, ketika engkau sedang kuatir, maka jangan kuatir, tetapi carilah terlebih dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu. Di sini Tuhan memberikan prioritas yang terpenting: saat kita kuatir, arahkanlah hati kita pada kehendak Allah, maka Allah akan memenuhi hidup kita. 

Alkitab menuliskan bahwa Tuhan akan memberikan berkat bagi orang yang dikasihi-Nya, bahkan ketika mereka sedang tidur. Kita sering membaca Alkitab, tetapi kurang peka akan hal ini. Ketika Yesus memberikan perintah-imperatif, maka itu harus aktif dikerjakan. Ketika kita bersikap aktif-inisiatif dalam melakukan kehendak Tuhan, pasti terjadi transformasi di dalam hidup kita. Bahkan transformasi itu memberi pengaruh yang positif bagi dunia. 

Dunia dan seluruh tatanan masyarakat dikuasai arus balas dendam dan kekacauan. Kita harus melawan arus tersebut dengan mengikuti perintah Yesus, yang aktif-inisiatif, sehingga terjadi transformasi. Kita lihat salah satu gerakan Karismatik yang besar adalah transformasi. Secara spirit, kalimat ini tidak salah tetapi trasformasi tidak terjadi hanya dengan doa saja. Transformasi terjadi melalui ketaatan. Ketaatan membuat kita bisa merubah dunia dan menyenangkan hati Allah.

Kedua, hukum ini hanya bisa dilakukan jika kita sudah lahir baru. Seluruh perintah Yesus melampaui pengertian dan kemampuan manusia. Tanpa dipenuhi Roh Kudus (lahir baru), kita tidak mungkin bisa melakukan perintah-Nya. Melalui khotbah di bukit, kita bisa melihat dan mengerti betapa sulitnya perintah Yesus. Tapi ingat satu hal! Jika kita sudah lahir baru, ada Roh Kudus di dalam hati kita. 

Sehingga kemampuan untuk melakukan firman Allah tidak didasarkan pada kemampuan kita secara naluriah, tetapi berdasarkan kerelaan untuk bergantung sepenuhnya pada kuasa Roh Kudus. Ketiga, hukum ini berkenaan dengan sikap hati, bukan tafsiran harafiah. Tafsiran harafiah menghasilkan hal yang konyol sekali. Misalnya, firman ”jika matamu yang satu menyesatkan engkau, cungkillah mata yang satunya.” Sepanjang sejarah gereja, tidak ada orang yang mencungkil matanya. Ini tidak berbicara mengenai hal yang bersifat literal/harafiah, tapi berbicara mengenai sikap hati.

Keempat, tuntutan kekudusan Allah secara personal, yang tidak melawan tatanan dan hukum yang Tuhan berikan. Firman ini tidak mengajarkan bahwa kita tidak boleh berperang, tidak boleh membawa orang ke pengadilan, tidak boleh marah atau tidak ada hukuman mati. Bagaimana bisa? Pertanyaannya adalah, apa yang menjadi dorongan hati kita, ketika membawa seseorang ke pengadilan? Apakah kita membawanya ke pengadilan untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan kesucian Tuhan; atau untuk balas dendam? Di sinilah masalahnya. Kita boleh marah, sebab Yesus pun pernah marah, berulangkali, di tempat umum. 

Tetapi mengapa kita marah? Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam? Yesus tidak marah karena merasa terhina, tapi ingin menegakkan kebenaran, keadilan, dan kesucian Allah. Kita boleh marah dan membawa seorang yang bersalah ke pengadilan untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan kesucian Allah. Sangat tipis sekali, perbedaan antara menegakkan keadilan, kebenaran, kesucian Tuhan dengan balas dendam. Jika kita tidak membawa orang itu ke pengadilan, kita merusak tatanan masyarakat dan hukum yang berlaku. 

Francis Schaeffer bercerita: saat berjalan dia melihat ada seorang berbadan besar memukuli seorang anak perempuan kecil. Dia meminta orang itu berhenti melakukan perbuatannya, tetapi orang itu tidak mau mendengarkan. Dalam konteks itu apa yang harus dilakukan? Apa arti kasih pada saat-saat seperti itu? Schaeffer menyimpulkan demikian: ”kasih berarti aku harus menghentikan pria besar tersebut memukuli anak kecil itu. Aku harus bisa menghentikan dia sebisa mungkin, termasuk jika perlu aku kembali memukul dia.” 

Di sinilah kesulitannya, sebab dikatakan kita tidak boleh memukul. Orang Reformed harus tahu, kita tidak sepenuhnya dinilai dari fenomena, tetapi dari motivasi dalam hati. Tuhan mau kita menegakkan keadilan tanpa spirit balas dendam. Tuhan mau kita menjaga tatanan dan ordo masyarakat tanpa spirit kebencian. Ke-4 hal ini adalah batasan, sehingga kita boleh mengerti dengan lebih tepat mengenai pengajaran Yesus.


Selanjutnya kita akan masuk pada 4 point besar. 1) Jika orang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Jika seseorang menampar pipi orang lain dengan satu tangan, dia akan menampar dengan telapak tangannya. Tetapi jika dia ingin menampar pipi satunya lagi, dia harus menggunakan punggung tangannya. 

Dalam pemikiran Orang Yahudi, ”menampar si A, berarti menghina si A.” Tapi ”menampar si A dengan punggung tangan, berarti menghina si A dua kali lipat.” Dalam hal ini, Yesus mengajarkan supaya tidak memberi perhatian kepada diri atau kehormatan kita, saat dihina/direndahkan orang lain. 

Ketika dihina atau disakiti, secara naluriah, kita langsung memfokuskan perhatian pada kerugian kita. Bahkan ada orang yang sampai bertahun-tahun memberi perhatian pada hal itu, sehingga luka itu terus ada di dalam hidupnya. Tanpa bantuan Roh Kudus, melihat pada salib Kristus dan seluruh ajaran Kristus, maka ajaran Yesus akan dianggap pengajaran yang aneh sekali. Dalam kecenderungan alamiah untuk membalas, terkandung desakan self-centered yang berdosa.

2) Jika orang mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. William Barclaymempelajari tradisi Yahudi dan mengatakan, setiap orang Yahudi pasti mempunyai baju, bahkan yang termiskin pun memiliki lebih dari satu. Tetapi tidak semua orang memiliki lebih dari satu jubah. Umumnya orang miskin hanya memiliki satu jubah, yang mempunyai kegunaan ganda: untuk melindungi tubuh dari panas matahari (pada siang hari) dan sebagai selimut penghangat tubuh (pada malam). 

Di siang hari, udara di Palestina sangat panas dan kering, sehingga jubah sangat berguna untuk melindungi tubuh dan menjaga kelembaban kulit. Dalam Hukum Yahudi, baju bisa dijadikan barang tanggungan, tapi jubah tidak dijadikan barang tanggungan (bd. Keluaran 22:26-27: jubah tidak boleh digadaikan dan harus dikembalikan pada pemiliknya sebelum matahari terbenam). Ini adalah hal yang penting! Apa makna pokoknya? Jubah adalah hak setiap orang yang harus ada padanya dan tidak boleh diambil oleh orang lain. 

Pengajaran Yesus dalam point ini adalah sebagai orang Kristen kita tidak boleh memiliki spirit untuk terus-menerus mempertahankan hak kita, termasuk hak yang paling sah/legal sekali pun. Bahkan kita mesti bersedia jika orang dunia memaksa seluruh hak kita untuk diserahkan padanya. Apa yang menjadi masalah dalam dunia ini? Spirit untuk mempertahankan hak. Orang Kristen harus memiliki kehidupan yang berbeda dengan dunia.

3) Jika orang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Apa latar belakangnya? Kata ”memaksa” berasal dari kata kerja Yunani aggareuei. Kata bendanya adalah aggareius yang berarti ”utusan/kurir.” Pemerintah Persia Kuno mempunyai jaringan pos yang sangat menarik. Setiap jalan dibagi ke dalam bagian-bagian yang berjarak tempuh satu hari perjalanan. Pada setiap perhentian tersedia makanan dan minuman bagi kurir pos dan rumput bagi kuda-kuda mereka. 

Bahkan ada kuda yang baru, sebagai pengganti kuda yang lama. Jika terjadi bahwa makanan itu habis atau kuda yang baru tidak ada, maka penduduk setempat boleh dipaksa untuk memberi makanan atau kudanya, termasuk dipaksa untuk mengantar surat sejauh satu hari perjalanan. Pada akhirnya kata aggareuei dipakai untuk setiap bentuk paksaan yang dilakukan oleh penguasa terhadap penduduk jajahan. Di dalam satu negeri jajahan, penduduk yang dijajah bisa dipaksa untuk memberi makanan, penginapan dan mengantar barang-barang penguasa. 

Terkadang paksaan dilakukan dengan cara yang sangat kasar, tanpa belas kasihan. Ancaman ini selalu menghantui penduduk yang dijajah. Pada waktu itu Palestina dijajah Romawi. Setiap saat orang Yahudi bisa merasakan ujung tombak serdadu Romawi, yang menyentuh punggungnya dan memaksanya untuk melakukan sesuatu (pekerjaan halus atau pun kasar). Itulah yang dialami Simon-Kirene, ketika dipaksa memikul salib Yesus. 

Perhatikan, konteks ini memperhatikan kemarahan alamiah yang ada pada penduduk Yahudi karena tuntutan Romawi pada saat itu. Orang Yahudi tidak rela, tidak suka dan benci pada tugas seperti itu. Apa yang Yesus ajarkan? Kita harus rela bahkan punya hati yang siap melangkah melebihi apa yang dunia minta/tuntut dari kita.

4) Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam daripadamu. Salah satu ciri anak Tuhan adalah murah hati. Ketika Yesus ditanya oleh Petrus: ”Sampai berapa banyak aku harus mengampuni orang lain, apakah 7 kali?”. Jawab Yesus, 70×7 kali. Pernah kita bahas bahwa orang yang menghina Lamekh akan dibalas sampai 70×7 kali. Inilah pola hidup anak-anak kegelapan, membalas dendam sampai tuntas. Namun pola hidup anak-anak terang adalah kemurahan hati yang berkepanjangan.

Mari kita gabungkan keempat hal ini! Perikop ini berada dalam satu konteks, ketika seseorang menyakiti, menghina, menginjak dan mengacuhkan kehormatan kita, baik secara fisik atau dengan kata-kata. Bagaimana meresponinya? Yesus mengajarkan, kita harus memiliki empat sikap dan motif hati tadi: 1) Hati kita jangan memperhatikan (terfokus pada) diri yang terus-menerus dilangkahi. 2) Hati kita jangan memaksakan hak meski pun itu sah. 3) Milikilah hati yang rela. 4) Milikilah kemurahan hati. Dengan mengerjakan semuanya ini hati kita tidak melawan kejahatan dengan kejahatan, tetapi melawan kejahatan dengan kebaikan (bd. Rom.12:17-21).5 KHOTBAH MATA GANTI MATA, GIGI GANTI GIGI (MATIUS 5:38-42). AMIN.
Next Post Previous Post