3 ARTI LAPAR DAN HAUS AKAN KEBENARAN (MATIUS 5:6)
Pdt. Benyamin F. Intan, Ph.D.
Matius 5:6: Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Ini adalah ucapan bahagia yang ke empat. Ketiga ucapan bahagia yang pertama bersifat pasif, tetapi dalam ucapan yang ke empat, kita belajar bahwa sebagai seorang Kristen kita bersifat aktif.
bisnis, asuransi, otomotif |
Lapar dan haus adalah sebuah keinginan. Manusia dan keinginan adalah 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Kita diciptakan dengan keinginan; menikah, menjadi orang kaya, memiliki anak, dsb. Maka jika ada kerinduan dan keinginan, itu adalah hal yang wajar.
Tetapi Alkitab memberikan batasan. Ketika menginginkan sesuatu, Galatia 5:23 mengingatkan kita bahwa salah satu dari buah Roh adalah penguasaan diri. Ketika ingin memiliki anak, tetapi di dalam kedaulatan Allah tidak memiliki anak, maka bukan berarti kita boleh sampai cerai lalu menikah lagi agar mendapatkan anak. Menginginkan menjadi kaya itu wajar, tetapi ketika tidak tercapai kemudian mencoba menghalalkan segala cara, maka itu salah.
Haus dan lapar akan kebenaran, dan bukan akan hal jasmani. Lapar dan haus disini dikaitkan dengan kebenaran.
William Barclay mengatakan bahwa ketika kita membaca lapar dan haus dalam bagian ini, maka harus dilihat dari konteks Israel pada saat itu. Jika seseorang adalah pekerja biasa, mendapatkan gaji, makan daging seminggu sekali, maka tidak dikategorikan sebagai orang miskin dan lapar. Pada saat itu air begitu minim.
Ketika dikatakan lapar, maka bukan lapar biasa, melainkan sungguh-sungguh membutuhkan, jika tidak makan maka akan mati. Ketika dikatakan haus juga bukanlah haus biasa, yang minum air sedikit sudah lega. Haus yang dimaksud adalah haus yang sudah sampai dehidrasi. Berada dalam suatu situasi yang kekurangan air, sehingga jika tidak dirawat segera maka orang itu akan mati. Apa artinya lapar dan haus akan kebenaran yang dimunculkan Roh Kudus dalam hati setiap orang Kristen?
Ada 3 arti dari lapar dan haus akan kebenaran di Matius 5:6, yaitu:
1.Pertama, orang itu berarti sudah pernah menikmati kelaparan. Orang Kristen sudah pernah menimati kebenaran tang kemudian membuat dia haus akan kebenaran itu. Setiap orang percaya alami proses justification, dibenarkan secara status di hadapan Tuhan. Kita yang semula adalah musuh-musuh Allah tetapi melalui kebenaran Kristus kita dijadikan anak-anak Allah. Kristus menanggung dosa-dosa kita sehingga kita adalah orang yang begitu dikasihi Tuhan. Pembenaran di hadapan Allah, bukanlah upaya kita tetapi semata anugerah Tuhan.
Herman Selderhuis, dalam seminarnya, mengatakan bahwa Martin Luther hidup di dalam situasi di mana manusia begitu takut akan murka Tuhan. Untuk dapat diselamatkan, manusia harus berbuat baik terlebih dahulu, setelah itu baru Tuhan akan mempertimbangkan berat antara kebaikan dan dosa manusia. Jika dosa lebih berat, maka manusia harus masuk dalam api penyucian. Pada saat itulah Allah di hadapan mereka adalah Allah yang begitu menakutkan.
Ayah dari Martin Luther mengharapkannya untuk bisa menjadi ahli hukum. Tetapi Luther ingin menjadi biarawan karena dengan demikian dia pikir dia dapat menjauhkan diri dari pencobaan, cenderung berbuat baik. Dia pun memutuskan untuk menjadi biarawan dan selibat. Tetapi setelah itu pun dia tetap frustasi. Dia minta belas kasihan Tuhan. Roh Kudus pun memimpin dia, ketika dia membaca Roma 1:17 bahwa orang benar hidup oleh iman, dia begitu kaget.
Ternyata kebenaran bukan bergantung pada diri tetapi pada Kristus. Kebenaran bukanlah sesuatu yang dia realisasikan dalam hidupnya, melainkan kebenaran pasif (sesuatu yang diterima). Allah adalah Allah yang memberikan, baru memerintah. Di sana dia melihat cinta kasih Tuhan yang begitu besar.
Kata kebenaran dalam bagian ini artinya bukan hanya kebenaran secara status, tetapi adalah kebenaran secara tindakan juga. Bukan hanya benar di hadapan Allah, tetapi menuntut bagaimana kita hidup dengan benar di hadapan Allah (pengudusan). Status sebagai anak Allah itu satu hal, tetapi hidup benar itu hal lain. Ini yang dituntut dengan haus dan lapar akan kebenaran.
Dibenarkan saja tidak cukup, kita harus merealisasikan ini dalam pengudusan. Kebenaran secara status dan kelakuan tidak boleh dipisahkan. Justification tidak mungkin tidak menuju pada sanctification. Sebuah ujian apakah kita benar adalah orang Kristen sejati adalah jika kita ingin hidup suci. Jika kita mengaku bahwa kita adalah anak Tuhan tetapi tidak memiliki kerinduan ini maka kita patut dipertanyakan. Selain dibenarkan, kita juga harus mengalami proses pengudusan. Sikap hidup kita haruslah haus dan lapar untuk hidup benar.
2.Kedua, haus dan lapar akan kebenaran akan muncul dalam diri orang Kristen ketika berbuat dosa. Pada saat itu, Roh Kudus akan menegur kita dan memimpin kita sehingga menimbulkan rasa lapar dan haus akan kebenaran. 1 Yohanes 1:8 berkata Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Kita sudah dilepaskan dari kurungan dosa tetapi selama masih hidup di dalam dunia, kita tetap masih dapat berbuat dosa. Sambil kita masuk dalam proses pengudusan, sambil juga kita berbuat dosa.
Tetapi ada perbedaan antara orang Kristen dan orang non-Kristen yang berbuat dosa. Dalam diri orang Kristen, ada Roh Kudus yang membuat dia lapar dan haus akan kebenaran. John Murray mengatakan bahwa dalam diri orang non-Kristen ada reigning sin (dosa yang memerintah). Menikmati berbuat dosa dan berkubang di dalam dosa.
Sedangkan dalam diri orang Kristen, yang ada adalah surviving sin. Ada konflik setelah berbuat dosa, ada kegelisahan dalam dirinya. Muncul lapar dan haus akan kebenaran. Situasi yang mirip dengan Lot ketika dia berada di kota Sodom. Dia begitu menderita di sana dan jiwanya tersiksa. John Stott mengatakan bahwa dari sana maka kita akan dipimpin pada pengakuan dosa.
Firman Tuhan mengatakan bahwa ketika kita lapar dan haus akan kebenaran maka kita akan dipuaskan.
1 Yohanes 1:9 Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Inilah bedanya orang Kristen dan non-Kristen. Dalam diri orang Kristen Roh Kudus menimbulkan lapar dan haus akan kebenaran yang memimpin kita mengakui dosa dan Tuhan akan menyucikan kita. Orang Kristen bukan hanya dipulihkan tetapi juga mengalami pertumbuhan iman.
Roma 6:1-2 menuliskan Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Ada konteks di mana ada orang-orang yang diizinkan berbuat dosa, tetapi kemudian ada anugerah Tuhan sehingga dia dipakai Tuhan.
Roma 8:28 mengatakan bahwa Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Termasuk ketika di dalam kelemahan, kita jatuh di dalam dosa. Bukan berarti artinya ketika bertumbuh maka harus melalui perbuatan dosa. Tuan menumbuhkan iman percaya kita semata-mata karena anugerah-Nya begitu besar. Pertumbuhan orang Kristen seharusnya bukan melalui perbuatan dosa tetapi terutama ketika lapar dan haus akan kebenaran.
Roh Kudus yang ada di dalam hati kita sudah mewahyukan kebenaran Firman Tuhan. Kristus yang dinyatakan di dalam Alkitab akan membuat pengenalan kita kepada Yesus Kristus bertumbuh. Tetapi pengenalan tidak hanya berhenti di satu titik. Pengenalan kepada Tuhan makin hari makin mendalam, kita tidak berhenti. Haus dan lapar akan kebenaran adalah cara di mana kita bertumbuh sebagai orang Kristen menuju pada spiritualitas yang sejati.
Arthur Pink mengatakan, Alkiab bukan catat berbahagialah orang yang mempunyai lapar dan haus akan kebenaran, melainkan yang Alkitab catat adalah berbahagialah yang melakukan lapar dan haus akan kebenaran. Kita harus menimbulkan rasa lapar dan haus akan kebenaran dengan sengaja. Pengenalan pada Kristus untuk menjadi lebih serupa dengan Kristus tidak berhenti. Kita bertumbuh terus-menerus melalui Firman Tuhan.
Yohanes 4:14 Tetapi barang siapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” Tuhan akan memberikan Roh Kudus dalam hati kita, keselamatan tidak akan hilang. John Stott mengatakan bahwa mata ait akan ada dalam manusia apabila kita terus meminum air yang hidup. Apabila kita terus mendengar Firman Tuhan yang menuntun hidup kita, maka kita dapat menjadi berkat bagi sesama kita.
3.Ketiga, orang yang lapar dan haus akan kebenaran akan mementingkan atau memprioritaskan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Di dalam hidupnya, orang tersebut akan memprioritaskan kebenaran. Di dalam setiap aktivitasnya dia akan memprioritaskan Allah dan kerajaan-Nya. Tidak ada skala prioritas di sini, hanya ada satu yaitu Tuhan dan kebenaran-Nya. Menempatkan Allah dan kebenaran-Nya di dalam setiap aspek kehidupan kita: baik di pekerjaan maupun keluarga.
Penutup:
Konsekuensi yang menyertai sikap lapar dan haus terhadap kebenaran adalah kepuasan. Penerjemah LAI:TB dengan tepat memilih terjemahan “dipuaskan” (chortasthēsontai). Bukan hanya tidak lapar lagi, tetapi sampai benar-benar kenyang. Kata dasar chortazō juga muncul di 14:20 dan 15:37 pada saat Matius menceritakan bagaimana ribuan orang makan sampai kenyang hingga masih tersisa beberapa bakul roti. Jadi, ini berbicara tentang kepuasan. Hanya orang-orang yang memiliki hasrat besar terhadap kebenaran yang akan mendapatkan kepuasan ilahi.
Kita sering kali kalah dengan dosa karena kita tidak memiliki hasrat yang cukup kuat. Kita tidak benar-benar menginginkannya. Merasa diri sudah penuh kebenaran adalah bahaya fatal. Menyadari kebutuhan terhadap kebenaran tidaklah cukup. Yang paling penting adalah hasrat yang besar untuk memilikinya.3 ARTI LAPAR DAN HAUS AKAN KEBENARAN (MATIUS 5:6). AMIN.