KESEPIAN DI TENGAH-TENGAH KERAMAIAN (MAZMUR 73:21-28)

Pdt.Samuel T.Gunawan, M.Th.
KESEPIAN DI TENGAH-TENGAH KERAMAIAN
otomotif, bisnis
“(Mazmur 73:21) Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, (73:22) aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu. (73:23) Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. (73:24) Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. (73:25) Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. (73:26) Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. (73:27) Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada-Mu akan binasa; Kaubinasakan semua orang, yang berzina dengan meninggalkan Engkau. (mazmur 73:28) Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan ALLAH, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya.” (Mazmur 73:21-28).

Mazmur 73:1-28 ini memang tidak secara khusus membicarakan tentang keadaan kesepian ditengah keramaian. Tetapi mazmur ini membahas mengenai hal yang mengelisahkan, yaitu : Keadaan orang fasik yang seringkali makmur (ayat 3-12), sedangkan orang yang melayani Allah tampak lebih menderita (ayat 13:14), padahal Allah berdaulat dan adil. Akibatnya, pemazmur yang telah melayani Allah dengan setia (ayat 1,13) telah menjadi tawar hati ketika ia membandingkan penderitaannya dengan kemakmuran orang fasik (ayat 2-3). 

Namun akhirnya pemazmur menolak keraguan-raguannya sendiri akibat pertanyaan-pertanyaan pergumulannya itu. Ini terjadi saat ini mendapatkan pengertian yang benar dari sudut pandang Allah yaitu bahwa “akhir yang menyedihkan akan dialami orang fasik dan berkat sesungguhnya dari orang benar (ayat 16-28)”, sebagai jawaban atas pertanyaan dan pergumulannya tersebut. 

Pengertian ini tidak hanya memberi kelagaan baginya tetapi juga yang memulihkan keseimbangan rohaninya. Pengalaman pemazmur “mencari jawaban dari sudut pandang Allah” ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita dalam menghadapi pertanyaan yang sama maupun masalah-masalah lainnya, seperti masalah kesepian di tengah keramaian.

KESEPIAN, ANTISOSIAL DAN PERTEMANAN

Kesepian tidaklah sama dengan anti sosial, sebab itu kesepian tidak selalu bisa dihubungkan dengan keadaan anti sosial. Julianne Holt-Lunstad dan Timothy B. Smith periset psikologi di Universitas Brigham Young mengatakan bahwa antisosial dan kesepian tidak selalu berjalan bersama. Menurutnya, anti sosial menunjukkan keadaan sedikitnya hubungan dengan orang lain, sementara kesepian menujukkan keadaan yang melibatkan persepsi subjektif tentang isolasi sosial itu sendiri. 

Dengan kata lain, seseorang bisa merasa kesepian bahkan saat dirinya dikelilingi banyak orang, terutama jika hubungan yang terbentuk tidak secara emosional. Namun pernyataan bahwa kesepian tidak selalu berhubungan dengan anti sosial bukan merupakan alasan untuk menjadikan seseorang anti sosial. 

Louise Hawkley, peneliti senior dari National Opini Research Center di University of Chicago menyatakan bahwa hubungan sosial adalah salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar, sehingga seseorang tidak boleh mengabaikan kondisi antisosial walaupun ia tidak merasa kesepian. Karena itu sangat disarankan untuk memperbanyak inetraksi sosial terutama dalam komunitas yang beragam.

Survey menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga orang dengan usia menengah (di atas 25 tahun) mengalami kesepian walau memiliki banyak teman. Menurut psikolog asal Korea, Yeeun Lee dan Young Gun Ko, ada hubungan yang signifikan antara perasaan kesepian dan lingkungan pertemanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki banyak teman justru lebih rentan merasa kesepian. Menurut psikolog ini, upaya mencari teman sebanyak-banyaknya bukanlah satu cara untuk terbebas dari kesepian. 

Jika ditinjau dari sudut pandang psikologis, kesepian biasanya terjadi karena beberapa hubungan pertemanan hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas. Maksudnya seseorang cenderung berteman dengan siapa saja hanya untuk memiliki banyak teman, jadi bukan untuk memiliki teman yang baik dalam hubungan yang berkualitas. Pertemanan yang hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas berakibat ketidakpuasaan terhadap hubungan pertemanan tersebut dan seringkali berkahir dengan kesepian. Jadi memperbanyak teman untuk melawan kesepian adalah mitos. Yang perlu dilakukan adalah membangun kualitas persabatan.

KESEPIAN DAN MASALAH KESEHATAN

Dengan jumlah penduduk dunia lebih kurang enam miliar saat ini, kedengarannya ironis melihat bukti penelitian yang menujukkan bahwa masalah utama yang di derita masyarakat adalah kesepian, khususnya masyarakat perkotaan. Penyakit yang telah mewabah keseluruh dunia ini disebut sebagai kesepian di tengah keramaian atau “crowded loneliness”. 

Namun yang perlu diketahui, dampak negatif dari kesepian berpengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kesepian dapat meningkatkan hormon stres dan peradangan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tukak lambung, penyakit jantung, masalah sendi, diabetes tipe 2 (karena kekurangan hormon insuline), dimensia, hingga keinginan untuk bunuh diri. Mengapa? Karena rasa kesepian memang dapat membuat emosi seseorang menjadi tidak stabil dalam berpikir dan mengambil keputusan. 

Dr. Dhruv Khullar dari Weill Cornell Medicine mengatakan bahwa orang-orang yang mengalami kesepian atau terisolasi dari kehidupan sosial mengalami penurunan kognitif. Sistem kekebalan tubuhnya terganggu dan kualitas tidurnya pun buruk. Suatu penelitian data dari Harvard Aging Brain Study menemukan bahwa dari 79 orang dewasa yang mempunyai kondisi otak normal namun sering merasa kesepian ternyata mengalami tanda-tanda alzheimer. Akumulasi jumlah amiloid (protein abnormal) dianggap sebagai tanda patologis utama penyakit alzheimer.

Beberapa kondisi kesehatan lainnya yang berhubungan dengan masalah kesepian yaitu depresi, kepribadian tertutup (introver), serta kecanduan alkohol dan narkoba. 

(1) Seseorang yang sering merasa kesepian memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi. Sensasi yang dimunculkan oleh kesepian seperti perasaan kosong, tidak percaya diri, putus asa, dan hal negatif lainnya dapat membuat seseorang mengalami depresi; 

(2) Kesepian juga dapat mengubah kepribadian seseorang menjadi tertutup. Pada akhirnya, orang yang selalu merasa kesepian tidak lagi memiliki ketertarikan untuk melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya. Orang dengan kepribadian tertutup cenderung tidak stabil dalam berpikir dan mengambil keputusan. Hal itu akhirnya akan memperdalam rasa kesepiannya. Sebab orang tersebut akan merasa sendiri dan tidak memiliki satu pegangan yang pasti; 

(3) Pada tingkat yang lebih jauh, rasa kesepian dapat menyebabkan seseorang kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Karena orang-orang yang kesepian merasa tidak meiliki siapa pun, mereka cendung melarikan diri ke alkhol bahkan narkoba untuk mendapatkan rasa tenang dan menghilangkan kehampaan dalam hidup.

KESEPIAN DAN KELUARGA

Keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan keluarga kecil atau keluarga inti atau “keluarga batih”. Selain keluarga inti, ada juga yang disebut “keluarga gabungan”, atau keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) suami maupun istri. 

Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? memberi gambaran tentang maksud keluarga dalam lima identifikasi, sebagai berikut: 

(1) Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial, kasih dan rohani. Manusia diciptakan menurut gambar Allah sehingga mempunyai potensi untuk bertumbuh. Keluarga merupakan tempat memberi energi, perhatian, komitmen, kasih dan lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh dalam segala hal ke arah Yesus Kristus; 

(2) Keluarga merupakan pusat pengembangan semua aktivitas. Dalam keluarga setiap orang bebas mengembangkan setiap karunianya masing-masing. Di dalam keluarga landasan kehidupan anak dibangun dan dikembangkan; 

(3) Keluarga merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai kehidupan. Barangkali orang lain sering tidak memahami kesulitan hidup yang kita rasakan tetapi di dalam keluarga kita mendapat perhatian dan perlindungan; 

(4) Keluarga merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai, laboratorium hidup bagi setiap anggota keluarga dan saling belajar hal yang baik; 

(5) Keluarga merupakan tempat munculnya permasalahan dan penyelesaiannya.

Memperhatikan fungsi keluaga di atas, seharusnya keluarga merupakan obat mujarab mengusir kesepian, tetapi fakta menunjukkan ternyata keluarga juga tidak selalu berhasil mengusir kesepian. Di dalam keluarga-keluarga besar maupun kecil, di antara anak-anak, dan di antara suami istri, kebutuhan masing-masing individu dalam hal “saling memiliki” kadang diabaikan dan kesepian merebak. 

Berikut ini beberapa gejala yang mengarah pada mulai terjadinya kesepian di dalam keluarga: 

(1) menyatakan beberapa topik pembicaraan sebagai hal yang tidak pantas dibahas; 

(2) Mengganti percakapan yang penuh arti hanya dengan bermain HP, menonton televisi, obrolan ringan atau diam; 

(3) Membiarkan kalender kerja menjadi terlalu penuh sehingga tidak ada waktu untuk kebersamaan; 

(4) istri menenggelamkan diri dalam kehidupan anak-anaknya, sementara suami tenggelam dalam pekerjaan hanya untuk menghindari keintiman; 

(5) Saling menghindar dari perkara-perkara penting yang harus dibahas bersama dan menutup-nutupinya dengan slogan “yang penting tenang tidak ada pertengkaran”.

PEMULIHAN BAGI PRIBADI YANG KESEPIAN (SEBUAH SOLUSI KRISTEN)

Dunia kita dipenuhi dengan orang-orang yang menderita kesepian sebagai dampak dari tekanan dan persoalan kehidupan modern. Ironisnya lagi, banyak diantara orang kristen yang masih dalam keadaan “kesepian” ini. 

Professor David J. Schawartz dalam bukunya Berpikir dan Berjiwa Besar mengutip apa yang telah diteliti oleh Dr. Schindler. Dia mengatakan bahwa “tiga dari empat orang yang terbaring dirumah sakit, mengidap penyakit Emosionally Induced IIliness yaitu semacam penyakit yang disebabkan oleh emosi. Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa “sebenarnya tiga dari empat orang yang sakit sekarang ini akan sehat jika mereka belajar bagimana menangani masalah emosi mereka”. 

Memang benar bahwa banyak penyakit bersifat psikosomatis, yaitu penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (kejiwaan). Stres dan depresi, misalnya menyebabkan beragam penyakit, mulai dari jerawat, maag, flu, jantung hingga kanker. Kitab suci mengatakan, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17:22).

Kesembuhan, baik fisik maupun emosi dimungkinkan oleh karya pendamaian Kristus di kayu salib (Yesaya 53:3-4; Matius 8:16-17), sebab pengampunan dosa memungkinkan terjadinya kesembuhan (Matius 103:3; Yakobus 5:15-16). 

Rasul Petrus menerapkan Yesaya 53:5 pada pengampunan dosa. Rasul Petrus berkata mengenai Kristus, “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24). 

Seperti Yesaya melukiskan dosa sebagai penyakit (Yesaya 53:4-6), demikianlah rasul Petrus menggunakan perkataan Yesaya untuk menyampaikan kepada kita bahwa kesembuhan yang disebutkan dalam Yesaya 53:5 adalah terutama kesembuhan dari dosa. Itulah kesembuhan yang kita peroleh di dalam pendamaian. Dalam nada yang sama, Petrus mengutip Yesaya 53:6 saat ia berkata “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu” (1 Petrus 2:25). 

Jadi karya pendamaian adalah untuk menyembuhkan kita dari dosa dan untuk mengembalikan kita (domba) yang tersesat kepada Allah, sebagaimana yang dijelaskan Petrus ketika menerapkan Yesaya 53:5-6. Jadi memang pendamaian berhubungan dengan penyembuhan tetapi tidak berhubungan secara langsung. Pendamaian berhubungan secara langsung dengan masalah dosa, dan pendamaian tersebut memungkinkan terjadinya kesembuhan fisik maupun emosi (Yesaya 53:4; Matius 8:16-17).

Alkitab menegaskan keinginan Allah untuk memulihkan orang-orang yang mengalami masalah emosi seperti stres dan depresi. Yesaya menubuatkan bahwa Yesus Kristus sang Juruselamat akan “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara .. (dan) merawat orang-orang yang remuk hati” (Yesaya 61:1,3). 

Dalam Mazmur 34:19 dikatakan bahwa “Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” Selanjutnya Daud juga menulis bahwa “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka” (Mazmur 147:3). Yesus berkata : “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadaMu” (Matius 11:28). 

Penekanan frase Yunani “kagô anapausô humas” atau yang diterjemahkan “aku akan memberi kesegaran kepadamu” menunjukkan bahwa hanya Yesus saja yang bisa memberikan kelegaan atau kesegaran terhadap masalah, yang berhubungan dengan masalah “hoi kopiôntes (yang merasa lelah” dan “pephortismenoi (mengalami beban berat)”. Inilah kabar baik bagi dunia yang telah rusak, Yesus Kristus, Gembala Agung yang baik datang untuk menyembuhkan, memulihkan dan menyegarkan jiwa (Yohanes 10:11; Mazmur 23:3).

MELAWAN KESEPIAN DENGAN PERSEKUTUAN DI GEREJA LOKAL

Gereja lokal adalah suatu persekutuan tubuh Kristus yang terdiri dari banyak anggota dan yang menempatkan anggota di dalam tubuhNya tersebut adalah Kristus sendiri (1 Korintus 12:18-20; Roma 12:4-5). Allah menurut kehendakNya yang berdaulat telah menetapkan dan menempatkan setiap orang percaya di gereja-gereja lokal. Gereja lokal adalah tempat untuk mengasuh, merawat, dan mengayomi atau dengan kata lain gereja lokal adalah tempat dimana proses pemuridan dilaksanakan.


Alkitab memberikan alasan mengapa orang Kristen harus ke gereja lokal dan menjadi anggota yang berkomitmen di gereja lokal adalah karena : 

(1) Dengan pergi ke gereja lokal kita memenuhi Perintah Tuhan Yesus (Matius 28:18-19), karena di gereja kita diajar dan dimuridkan. Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka diajar dan menjadi murid di luar konteks gereja lokal jelaslah tidak memahami sifat pemuridan maupun gereja lokal. Gereja lokal adalah konteks Allah yang di dalamnya berlangsung proses pemuridan (Bandingkan Efesus 1:22-23; 1 Timotius 3:14-15); 

(2) Dengan ke gereja lokal menunjukkan bahwa kita adalah sungguh-sungguh Kristen, yaitu murid Kristus (Yohanes 13:35). Di gereja lokal kita dibentuk, diperlengkapi bertumbuh secara rohani (Efesus 4:11-16). Di gereja lokal kita saling membantu dan melayani (1 Korintus 12:7). Di gereja lokal kita saling menjaga dan melindungi agar terhindar dari kemunduran rohani (1 Korintus 10:12; Ibrani 10:25; Yakobus 5:19) Di gereja lokal kita dapat mengambil bagian dalam misi Kristus di dunia (Efesus 2:10); 

(3) Gereja lokal merupakan tempat perkumpulan keluarga atau persekutuan orang percaya (Efesus 2:19-22). Dengan ke gereja lokal menghindarkan kita dari keterasingan dan kesendirian yang mementingkan diri sendiri (1 Korintus 12:26).KESEPIAN DI TENGAH-TENGAH KERAMAIAN (MAZMUR 73:21-28). 
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post