HUKUM 3: JANGAN MENGGUNAKAN NAMA TUHAN DENGAN SEMBARANGAN / SIA-SIA (KELUARAN 20:7)

Pdt.Budi Asali, M.Div.

Keluaran 20:7 - “Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.

1) Ada penterjemahan yang berbeda.

Dalam Kitab Suci Indonesia dikatakan ‘dengan sembarangan’, sedangkan dalam KJV/RSV/NASB diterjemahkan ‘in vain’ (= dengan sia-sia). Sedangkan NIV menterjemahkan ‘misuse’ (= menyalah-gunakan).

Tetapi kelihatannya masih ada terjemahan yang lain lagi. Perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini.

Barnes’ Notes: “Our translators make the Third commandment bear upon any profane and idle utterance of the name of God. Others give it the sense, ‘Thou shalt not swear falsely by the name of Jehovah thy God.’ The Hebrew word which answers to ‘in vain’ may be rendered either way” (= Penterjemah kita membuat hukum ketiga berhubungan dengan pengucapan nama Allah yang duniawi / biasa dan sia-sia / tak berarti. Orang-orang lain memberikannya arti, ‘Janganlah engkau bersumpah palsu dengan nama Yehovah, Allahmu’. Kata Ibrani yang cocok / sesuai dengan ‘dengan sia-sia’ bisa diterjemahkan dengan cara yang manapun).

Pulpit Commentary: “Verse 7. - Thou shalt not take the name of the Lord thy God in vain. It is disputed whether this is a right rendering. SHAV in Hebrew means both ‘vanity’ and ‘falsehood;’ so that the Third Commandment may forbid either ‘vain-swearing’ or simply ‘false-swearing’” (= Keluaran 20: 7. - ‘Janganlah engkau menggunakan nama Tuhan Allahmu dengan sia-sia’. Merupakan sesuatu yang diperdebatkan apakah ini merupakan penterjemahan yang benar. SHAV dalam bahasa Ibrani berarti baik ‘kesia-siaan’ maupun ‘kepalsuan’; sehingga hukum ketiga bisa melarang ‘sumpah yang sia-sia’ atau sekedar ‘sumpah palsu’).

2) Nama TUHAN / YHWH.

a) Pertama-tama mungkin perlu dipersoalkan apa perbedaan arti kata ‘Allah’ dan ‘Tuhan’.

Saya berpendapat bahwa kata ‘Allah’ menunjuk pada jenisnya. Jadi, kalau kita adalah jenisnya adalah manusia, Mopi dan Bleki jenisnya adalah anjing, Gabriel dan Mikhael jenisnya adalah malaikat, maka Dia jenisnya adalah Allah.

Sebagai argumentasi saya menunjuk pada ayat-ayat Alkitab yang mengkontraskan Allah dengan manusia, yang merupakan jenis makhluk kita.

1Samuel 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’”.

Ayub 9:32 - “Karena Dia bukan manusia seperti aku, sehingga aku dapat menjawabNya: Mari bersama-sama menghadap pengadilan”.

Ayub 32:13 - “Jangan berkata sekarang: Kami sudah mendapatkan hikmat; hanya Allah yang dapat mengalahkan dia, bukan manusia”.

Hosea 11:9 - “Aku tidak akan melaksanakan murkaKu yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan”.

Yesaya 31:3 - “Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tanganNya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama”.

Yeh 28:2,9 - “(2) ‘Hai anak manusia, katakanlah kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah, walau hatimu menempatkan diri sama dengan Allah. ... (9) Apakah engkau masih akan mengatakan di hadapan pembunuhmu: Aku adalah Allah!? Padahal terhadap kuasa penikammu engkau adalah manusia, bukanlah Allah”.

Juga perhatikan ayat-ayat di bawah ini.

Yesaya 45:22 - “Berpalinglah kepadaKu dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain”.

Yesaya 46:9 - “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku”.

Yesaya 43:10 - “‘Kamu inilah saksi-saksiKu,’ demikianlah firman TUHAN, ‘dan hambaKu yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepadaKu dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi”.

Hakim 6:31 - “Tetapi jawab Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: ‘Kamu mau berjuang membela Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang membela Baal akan dihukum mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah ia berjuang membela dirinya sendiri, setelah mezbahnya dirobohkan orang.’”.

1Raja 18:21-24,37-39 - “(21) Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: ‘Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia.’ Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun. (22) Lalu Elia berkata kepada rakyat itu: ‘Hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi TUHAN, padahal nabi-nabi Baal itu ada empat ratus lima puluh orang banyaknya. (23) Namun, baiklah diberikan kepada kami dua ekor lembu jantan; biarlah mereka memilih seekor lembu, memotong-motongnya, menaruhnya ke atas kayu api, tetapi mereka tidak boleh menaruh api. Akupun akan mengolah lembu yang seekor lagi, meletakkannya ke atas kayu api dan juga tidak akan menaruh api. (24) Kemudian biarlah kamu memanggil nama allahmu dan akupun akan memanggil nama TUHAN. Maka allah yang menjawab dengan api, dialah Allah!’ Seluruh rakyat menyahut, katanya: ‘Baiklah demikian!’ .... (37) Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali.’ (38) Lalu turunlah api TUHAN menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya. (39) Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: ‘TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!’”.

1Samuel 17:46 - “Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah”.

KJV: ‘that there is a God in Israel’ [= bahwa ada (suatu / seorang) Allah di Israel].

Daniel 2:28 - “Tetapi di sorga ada Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia; Ia telah memberitahukan kepada tuanku raja Nebukadnezar apa yang akan terjadi pada hari-hari yang akan datang. Mimpi dan penglihatan-penglihatan yang tuanku lihat di tempat tidur ialah ini:”.

KJV: ‘there is a God in heaven’ [= ada (suatu / seorang) Allah di surga].

Mazmur 14:1 - “[Untuk pemimpin biduan. Dari Daud.] Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik”.

KJV: ‘There is no God’ (= Tidak ada Allah).

Juga Alkitab mengatakan bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia (Yohanes 1:1,14). Kalau manusia adalah jenis makhluk, maka rasanya tak terhindar bahwa Allah juga adalah jenis makhluk.

Sedangkan kata ‘Tuhan’ menunjuk pada kedudukan / jabatan. Jadi, kalau saya adalah pendeta, si A adalah direktur, si B adalah sekretaris, SBY adalah presiden, maka Dia adalah Tuhan.

Easton’s Bible Dictionary: “Lord ... Heb. ‎'ADON‎, means one possessed of absolute control. It denotes a master, as of slaves (Gen 24:14,27), or a ruler of his subjects (45:8), or a husband, as lord of his wife (18:12). The old plural form of this Hebrew word is ‎'ADONAI‎. ... Greek KURIOS, a supreme master, etc” [= Tuhan ... Ibr. 'ADON, artinya seseorang yang memiliki kontrol yang mutlak. Itu menunjukkan seorang tuan, seperti dari budak-budak (Kej 24:14,27), atau seorang pemerintah / penguasa dari orang-orang bawahannya (45:8), atau seorang suami, seperti tuan dari istrinya (18:12). Bentuk jamak kuno dari kata Ibrani ini adalah 'ADONAI. ... Kata Yunani KURIOS, seorang tuan yang tertinggi, dsb].

b) Selanjutnya, mari kita mempersoalkan lebih jauh kata ‘Tuhan’.

Dalam Perjanjian Lama terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, ada 2 jenis kata ‘Tuhan’. Kata ‘Tuhan’ (hanya huruf pertamanya saja yang adalah huruf besar) berasal dari kata Ibrani ADONAY, sedangkan kata ‘TUHAN’ (semua menggunakan huruf besar) berasal dari kata Ibrani YHWH, yang merupakan nama pribadi / nama diri dari Allah.

Keluaran 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Keluaran 6:2 - “Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan namaKu TUHAN Aku belum menyatakan diri”.

Yesaya 42:8 - “Aku ini TUHAN, itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung”.

Yeremia 16:21 - “‘Sebab itu, ketahuilah, Aku mau memberitahukan kepada mereka, sekali ini Aku akan memberitahukan kepada mereka kekuasaanKu dan keperkasaanKu, supaya mereka tahu, bahwa namaKu TUHAN.’”.

Kadang-kadang muncul kata ‘ALLAH’ (semua dengan huruf besar) dalam Perjanjian Lama versi Lembaga Alkitab Indonesia. Ini juga berasal dari kata Ibrani YHWH / YAHWEH. Kalau ada kata-kata Ibrani ADONAY YAHWEH, maka seharusnya terjemahannya adalah ‘Tuhan TUHAN’. Mungkin karena rasanya tidak enak, maka lalu diubah menjadi ‘Tuhan ALLAH’. Contoh: Kej 15:2 - “Abram menjawab: ‘Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.’”.

KJV/RSV/NASB: ‘Lord GOD’ (= Tuhan ALLAH).

NIV: ‘Sovereign LORD’ (= TUHAN yang berdaulat).

c) Sekarang mari kita mempersoalkan kata YHWH / YAHWEH, yang merupakan nama dari Allah itu.

Yang benar sebetulnya bukan YAHWEH tetapi hanya YHWH. Mungkin saudara merasa heran dengan kata YHWH ini. Mengapa tidak ada huruf hidupnya? Bagaimana membacanya? Sebetulnya jaman sekarang ini tidak ada orang yang tahu dengan pasti bagaimana membaca nama itu, jadi pengucapan / penyebutan YAHWEH hanyalah sebuah tebakan. Perlu saudara ketahui bahwa dalam bahasa Ibrani sebetulnya tidak ada huruf hidup. Dalam abjad Ibrani ada 22 huruf, dan tidak satupun merupakan huruf hidup. Jadi mereka menulis dengan huruf mati saja, tetapi dalam pengucapannya tentu saja ada bunyi huruf hidup. Mungkin saudara lagi-lagi merasa heran. Bagaimana mungkin orang bisa mengerti kalau hanya menggunakan huruf mati saja? Coba saudara pikirkan, kalau saudara menulis sms menggunakan handphone saudara, maka seringkali untuk menyingkat maka saudara membuang huruf-huruf hidup juga, bukan? Tetapi orang tetap bisa mengerti kata-kata yang ditulis tanpa huruf hidup. Jadi, kalau seseorang menguasai suatu bahasa, adalah mungkin baginya untuk mengerti, sekalipun kata-katanya ditulis tanpa huruf hidup.

Pada waktu Tuhan memperkenalkan namaNya kepada Israel / Musa, tentu mereka tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu. Tetapi pada suatu saat [menurut Encyclopedia Britannica 2010 (dengan topik ‘Yahweh’) ini dimulai sekitar abad 6 SM], bangsa Israel begitu takut menggunakan nama Tuhan, sehingga setiap kali mereka membaca Kitab Suci dan menemui nama YHWH, mereka membacanya sebagai ‘ADONAY’ (yang terjemahannya adalah ‘Tuhan’). Apa sebabnya terjadi hal seperti ini? Ada beberapa kemungkinan:

1. Ketakutan mereka terhadap hukum ketiga ini.

The Biblical Illustrator (Old Testament): “The Third Commandment: - The name of God stands for Himself and for that which He has revealed of Himself, not for our thoughts about Him. It is not surprising that this great name was invested with a superstitious sanctity. Even the Jews used it rarely. There is a tradition that it was heard but once a year, when it was uttered by the high-priest on the great day of atonement. In reading the Scriptures it became customary never to pronounce it, but to replace it with another Divine name, which was regarded as less awful and august. The Third Commandment requires something very different from this ceremonial homage to His name. His name stands for Himself, and it is to Him that our reverence is due” (= Hukum ketiga: - Nama Allah mewakili diriNya sendiri dan untuk hal-hal yang telah Ia nyatakan tentang diriNya sendiri, bukan untuk pemikiran kita tentang Dia. Bukanlah sesuatu yang mengejutkan bahwa nama yang agung / besar ini ditanamkan dengan kesucian yang bersifat takhyul. Bahkan orang-orang Yahudi jarang menggunakannya. Ada tradisi yang mengatakan bahwa nama itu didengar hanya sekali setahun, pada waktu nama itu diucapkan oleh imam besar pada hari raya penebusan. Dalam membaca Kitab Suci merupakan suatu kebiasaan untuk tidak pernah mengucapkannya, tetapi menggantikannya dengan nama Ilahi yang lain, yang dianggap sebagai kurang mengerikan / dahsyat dan membangkitkan rasa takut. Hukum ketiga menuntut sesuatu yang sangat berbeda dari penghormatan yang bersifat upacara terhadap namaNya ini. NamaNya mewakili diriNya sendiri, dan bagi Dialah takut / hormat kita seharusnya diberikan).

Catatan: ada yang mengatakan, dan kelihatannya ini benar, bahwa belakangan praktek pengucapan nama oleh imam besar sekali setahun itupun akhirnya dihapuskan.

Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Lord’): “The Jews, out of a superstitious reverence for the name Jehovah, always pronounce Adonai where Jehovah is written” (= Orang-orang Yahudi, karena suatu rasa hormat yang bersifat takhyul bagi nama ‘Yehovah’, selalu mengucapkan ‘ADONAI’ dimana dituliskan ‘Yehovah’).

Catatan: sebetulnya agak aneh kalau mereka mulai menghentikan untuk mengucapkan nama YHWH pada abad 6 SM, padahal hukum ke 3 ini sudah ada sejak jaman Musa (1500 SM). Tetapi memang penafsiran yang aneh, salah, atau bahkan sesat, bisa saja muncul jauh setelah text Alkitabnya ditulis.

2. Text dalam Imamat 24:10-16 yang berbunyi sebagai berikut: “(10) Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki, ibunya seorang Israel sedang ayahnya seorang Mesir, di tengah-tengah perkemahan orang Israel; dan orang itu berkelahi dengan seorang Israel di perkemahan. (11) Anak perempuan Israel itu menghujat nama TUHAN dengan mengutuk, lalu dibawalah ia kepada Musa. Nama ibunya ialah Selomit binti Dibri dari suku Dan. (12) Ia dimasukkan dalam tahanan untuk menantikan keputusan sesuai dengan firman TUHAN. (13) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (14) ‘Bawalah orang yang mengutuk itu ke luar perkemahan dan semua orang yang mendengar haruslah meletakkan tangannya ke atas kepala orang itu, sesudahnya haruslah seluruh jemaah itu melontari dia dengan batu. (15) Engkau harus mengatakan kepada orang Israel, begini: Setiap orang yang mengutuki Allah harus menanggung kesalahannya sendiri. (16) Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati”.

Tetapi text ini melarang / mengecam orang yang ‘menghujat’ nama TUHAN (YHWH), bukan sekedar ‘mengucapkan’ nama TUHAN (YHWH). Lalu bagaimana mereka bisa menjadi takut untuk mengucapkan nama TUHAN (YHWH)? Ada beberapa teori tentang hal ini:

a. Penafsiran orang-orang Yahudi tentang text ini.

Kalau dilihat dari text bahasa Ibraninya, maka dalam Im 24:11 sebetulnya tidak ada nama ‘YHWH’ (TUHAN), tetapi hanya disebutkan HASHEM (= the name), tetapi dalam Im 24:16 nama ‘YHWH’ itu muncul.

Ay 11: “Anak perempuan Israel itu menghujat nama TUHAN dengan mengutuk, lalu dibawalah ia kepada Musa. Nama ibunya ialah Selomit binti Dibri dari suku Dan”.

KJV: ‘blasphemed the name of the LORD’ (= menghujat nama TUHAN).

Catatan: KJV mencetak kata-kata ‘of the LORD’ dengan huruf miring, yang menandakan kalau dalam bahasa aslinya kata-kata itu sebetulnya tidak ada.

RSV/NIV/NASB: ‘blasphemed the Name’ (= menghujat Nama itu).

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Im 24:10-16: “It is striking to notice that in the Hebrew text it is only said that he blasphemed ‘The name’; what that was being left unwritten. On this omission the later Jews grounded their prohibition of the use of the word Jehovah, under almost any circumstances” (= Merupakan sesuatu yang menyolok untuk diperhatikan, bahwa dalam text Ibrani hanya dikatakan bahwa ia menghujat ‘nama itu’; apa nama itu dibiarkan tak dituliskan. Pada tak adanya nama ini, orang-orang Yahudi belakangan mendasarkan larangan mereka tentang penggunaan kata Yehovah, dalam hampir setiap keadaan).

Catatan: tak adanya nama YHWH dalam ay 11 itu sudah sejak jaman Musa. Adalah aneh kalau baru pada abad 6 SM mereka mulai takut menyebutkan nama YHWH. Tetapi sama seperti yang di atas, penafsiran yang aneh, salah, atau bahkan sesat, bisa saja muncul jauh setelah text Alkitabnya ditulis.

b. Ada yang mengatakan ini disebabkan terjemahan yang salah dari LXX / Septuaginta.

Pulpit Commentary: “In the course of the struggle the Israelitish woman’s son blasphemed the name of the Lord, and cursed. The word NAKAV is here rightly translated ‘blasphemeth’ (cf. verses 14, 16, 23), ... The LXX. have rendered NAKAV by a word meaning ‘pronounced’, and on this misunderstanding, adopted by the Jews, has been founded the Jewish precept forbidding the utterance of the Divine Name. Owing to that prohibition, the true pronunciation of the word written and called ‘Jehovah’ has been lost” [= Dalam perkelahian itu anak laki-laki dari perempuan Israel itu menghujat nama Tuhan, dan mengutuk. Kata NAKAV di sini dengan benar diterjemahkan ‘menghujat’ (bdk. ayat-ayat 14,16,23), ... LXX telah menterjemahkan NAKAV dengan suatu kata yang berarti ‘mengucapkan’, dan pada kesalah-pahaman ini, yang diterima oleh orang-orang Yahudi, telah didirikan ajaran Yahudi yang melarang pengucapan Nama Ilahi. Karena larangan itu, pengucapan yang benar dari kata yang dituliskan dan disebut ‘Yehovah’ telah hilang] - hal 383.

Catatan: agak aneh kalau ini penyebabnya, karena LXX baru diterjemahkan pada abad 2-3 SM, sedangkan mulai dihentikannya pengucapan nama YHWH sudah mulai terjadi pada abad 6 SM. Apakah mereka menganggap bahwa mulai hilangnya pengucapan YHWH itu terjadi pada abad 2-3 SM dan bukannya pada abad 6 SM?

c. Ada yang mengatakan ini disebabkan karena perubahan bahasa dari Ibrani ke Aram.

Encyclopedia Wikipedia: “During the Babylonian captivity the Hebrew language spoken by the Jews was replaced by the Aramaic language of their Babylonian captors. Aramaic was closely related to Hebrew and, while sharing many vocabulary words in common, contained some words that sounded the same or similar but had other meanings. In Aramaic, the Hebrew word for ‘blaspheme’ used in Leviticus 24:16, ‘Anyone who blasphemes the name of YHWH must be put to death’ carried the meaning of ‘pronounce’ rather than ‘blaspheme’. When the Jews began speaking Aramaic, this verse was understood to mean, ‘Anyone who pronounces the name of YHWH must be put to death.’ Since then, observant Jews have maintained the custom of not pronouncing the name” [= Selama pembuangan Babilonia bahasa Ibrani yang digunakan oleh orang-orang Yahudi digantikan oleh bahasa Aram dari para penawan Babilonia mereka. Bahasa Aram berhubungan dekat dengan bahasa Ibrani dan, sementara menggunakan banyak perbendaharaan kata yang sama, mempunyai beberapa kata-kata yang bunyinya sama atau mirip tetapi mempunyai arti yang berbeda. Dalam bahasa Aram, kata Ibrani untuk ‘menghujat’ yang digunakan dalam Im 24:16, ‘Siapa yang menghujat nama TUHAN (Yahweh), pastilah ia dihukum mati’ mempunyai arti ‘mengucapkan’ dan bukannya ‘menghujat’. Pada waktu orang-orang Yahudi mulai berbicara dalam bahasa Aram, ayat ini dimengerti sebagai berarti ‘Siapa yang mengucapkan nama TUHAN (Yahweh), pastilah ia dihukum mati’. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang taat telah mempertahankan kebiasaan untuk tidak mengucapkan nama itu].

Illustrasi: ini mungkin seperti bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang sekalipun mempunyai banyak persamaan, tetapi tetap mempunyai kata-kata yang sama, tetapi artinya berbeda. Contoh: kata ‘percuma’ dalam bahasa Indonesia artinya ‘sia-sia’, tetapi dalam bahasa Malaysia artinya ‘gratis / cuma-cuma’. Bayangkan kalau orang Kristen Malaysia mengatakan ‘keselamatan itu percuma’. Bagaimana orang Kristen Indonesia menafsirkan kata-kata itu? Jadi kacau, bukan?

Yang manapun yang benar, yang jelas adalah bahwa nama YHWH itu berhenti untuk diucapkan / digunakan. Setelah berhentinya pengucapan nama YHWH ini berlangsung cukup lama (mungkin ratusan tahun) maka orang-orang yang tadinya tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu mati semua, dan akhirnya tidak ada satupun orang yang tahu dengan pasti bagaimana sebenarnya pengucapan dari nama YHWH itu! Kebanyakan orang menganggap bahwa pengucapannya adalah YAHWEH, tetapi tidak ada orang yang pasti tentang hal ini.

Lalu dari mana muncul istilah YEHOVAH? Ada yang mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY diambil (yaitu A-O-A), dan dimasukkan disela-sela kata YHWH, sehingga didapatkan kata YAHOWAH, yang lalu (menurut dosen saya) dalam logat Jerman diucapkan YEHOWAH. Tetapi dalam Encyclopedia Britannica 2010 (dengan topik ‘Yahweh’) dikatakan bahwa huruf-huruf hidup dari kata Ibrani ELOHIM (yaitu E-O-I) dan kata Ibrani ADONAY (yaitu A-O-A) dimasukkan ke dalam kata YHWH itu sehingga didapat kata YEHOWAH. Dari penjelasan ini jelas bahwa pengucapan YEHOVAH sudah pasti merupakan pengucapan yang salah!

Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa dalam bahasa Ibrani huruf V dan W adalah sama.

d) Haruskah kita menggunakan nama YHWH / YAHWEH / Yehovah / Yehuwa?

Sekarang ada sekte-sekte Kristen (Yahweh-isme dan Saksi Yehuwa) yang menghendaki bahwa kata ‘TUHAN’ dalam Kitab Suci kita dikembalikan menjadi YAHWEH / Yehovah / Yehuwa. Saya tidak keberatan kalau mereka menghendaki hal itu selama mereka tidak mengharuskan hal itu dan menyalahkan orang-orang yang tetap menggunakan istilah ‘LORD’ / ‘TUHAN’. Mengapa saya tidak setuju pengharusan penggunakan nama YAHWEH? Karena:

1. LXX / Septuaginta (Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani) menterjemahkan kata YHWH itu dengan istilah Yunani KURIOS, yang artinya memang ‘LORD’ / ‘TUHAN’. Satu hal yang patut diperhatikan adalah: Yesus tidak pernah menyalahkan LXX / Septuaginta yang menggunakan kata Yunani KURIOS untuk nama YHWH itu.

2. Perjanjian Baru sendiri, yang menggunakan bahasa asli bahasa Yunani, pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan kata YHWH, pada umumnya menggantinya dengan kata Yunani KURIOS (misalnya Mat 4:7), yang artinya ‘LORD’ / ‘TUHAN’, dan kadang-kadang menggantinya dengan kata Yunani THEOS (misalnya Mat 4:4), yang artinya ‘ALLAH’.

Karena itu, perubahan / penggantian ini memiliki otoritas Firman Tuhan / otoritas ilahi, dan karena itu, sudah pasti benar / bisa dipertanggung-jawabkan.

Catatan: untuk mengatasi argumentasi yang tidak terbantah ini, kelompok Yahweh-isme lalu mengatakan bahwa Perjanjian Baru itu bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani. Ini merupakan suatu dusta, penyesatan, dan kegilaan, yang tidak tahu malu, dan yang sama sekali tidak berdasar!

3. Kalau Tuhan memang mengharuskan kita untuk menggunakan nama YHWH / YAHWEH, maka adalah aneh bahwa Ia mengijinkan pengucapan nama itu hilang sehingga jaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkannya. Dan mengetahui bahwa nama itu hilang pengucapannya, pada waktu Yesus melayani selama 3 ½ tahun di dunia ini, mengapa Ia tidak memberitahu murid-muridNya bagaimana mengucapkan nama itu? Mungkin Yesus tidak pernah menggunakan nama itu, karena kalau Ia menggunakan nama itu, para murid pasti akan tahu bagaimana mengucapkan nama itu. Dan kalau para murid tahu, maka seluruh gereja sampai saat ini juga akan tahu. Tetapi kenyataannya tidak ada yang tahu bagaimana mengucapkan nama tersebut.

The International Standard Bible Encyclopedia (Revised Edition) dengan topik ‘God, names of’: “‎The pronunciation of YHWH in the OT can never be certain, since the original Hebrew text used only consonants. The vowel points added in the MT are not those of the name itself (see below), which had come to be considered too holy to pronounce (cf. Ex 20:7; Lev 24:11)” [= Pengucapan / pelafalan dari YHWH dalam PL tidak pernah bisa pasti, karena text asli dalam bahasa Ibrani hanya menggunakan huruf-huruf mati. Titik-titik / tanda-tanda huruf hidup yang ditambahkan dalam MT bukanlah dari nama itu sendiri (lihat di bawah), yang telah dianggap terlalu kudus / keramat untuk diucapkan (bdk. Keluaran 20:7; Im 24:11)] - PC Study Bible version 5.

Catatan: saya kira MT = Masoretic Text, Text Ibrani pada sekitar abad 10 M.

4. Penyebutan ‘YAHWEH’ belum tentu benar. Dan penyebutan ‘Yehovah’ bahkan pasti salah. Lalu mengapa mengharuskan orang Kristen menggunakan nama yang pasti salah atau belum tentu benar?

HUKUM 3 (2) JANGAN MENGGUNAKAN NAMA TUHAN DENGAN SEMBARANGAN / SIA-SIA (KELUARAN 20:7)

3) Hukum ketiga ini melarang untuk menyebut nama ‘TUHAN’ dengan sembarangan.

a) Hukum ketiga ini bukan melarang kita menggunakan nama Tuhan sama sekali! Jadi, jangan menanggapinya secara extrim seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel pada jaman dulu. Kalau ada gunanya, apalagi kalau itu merupakan penyebutan yang memuliakan Allah, maka tentu kita boleh menyebut / menggunakan nama Tuhan. Itu bukan penyebutan nama Tuhan dengan sembarangan / sia-sia.

b) Sebetulnya kata ‘TUHAN’ dalam Keluaran 20:7 menunjuk kepada nama ‘YHWH’ / ‘Yahweh’ / ‘Yehovah’, tetapi saya berpendapat bahwa ini juga bisa diberlakukan terhadap kata-kata ‘Tuhan’, ‘Allah’, ‘Yesus’, ‘Kristus’, ‘God’, ‘Lord’, dsb.

c) Perlu diingat bahwa sikap / cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita terhadap Tuhan sendiri.

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “Your name stands for your character and reputation, what you are and what you do (John 17:6,26). When you say that someone has ‘a bad name,’ you’re not criticizing what’s written on his birth certificate. You’re warning me that the man can’t be trusted. If God is the greatest being in the universe, then His name is the greatest name and must be honored” [= Namamu mewakili karakter dan reputasimu, apa adanya kamu dan apa yang kamu lakukan (Yoh 17:6,26). Pada waktu kamu mengatakan bahwa seseorang mempunyai ‘nama buruk’, kamu bukannya sedang mengkritik apa yang tertulis dalam akte kelahirannya. Kamu sedang memperingati saya bahwa orang itu tidak bisa dipercaya. Jika Allah adalah makhluk terbesar dalam alam semesta, maka namaNya adalah nama yang terbesar / teragung dan harus dihormati].

Yoh 17:6,26 - “(6) Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu. ... (26) dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.

Jelas bahwa tidak mungkin kata ‘nama’ dalam ayat-ayat di atas ini diartikan betul-betul sebagai nama pribadi / diri. Tidak mungkin Yesus menyatakan nama YHWH itu kepada semua orang, karena seandainya demikian, kita sekarang pasti tahu bagaimana mengucapkan nama itu. Lebih-lebih dalam Yoh 17:26, kalau Ia memang telah memberitahukan nama YHWH itu kepada mereka, lalu untuk apa ditambahkan kata-kata ‘Aku akan memberitahukannya’? Apakah begitu sukar mengerti / mengingat nama YHWH sehingga perlu diberitahukan berulang-ulang? Jelas bahwa dalam ayat-ayat ini, kata ‘nama’ menunjuk atau kepada diri Allah, atau pada sifat-sifatNya, atau pada keduanya.

d) Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

1. Mencaci maki / menghujat / mengutuk Tuhan (Im 24:10-16,23).

Textnya tidak saya berikan sekarang, tetapi akan kita baca di bawah nanti.

2. Calvin menganggap bahwa hukum ketiga ini juga dilanggar pada waktu seseorang bersumpah demi nama dewa / allah lain atau berdoa kepada dewa / allah lain.

Keluaran 23:13 - “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama allah lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu.’”.

Tentu maksud dari ayat ini bukan kalau kita sekedar menyebut nama dewa / allah lain itu, tetapi kalau kita berdoa kepadanya atau bersumpah demi namanya, atau melakukan apapun sambil menyebut namanya, yang menunjukkan kepercayaan / penghormatan / penyembahan kepadanya.

Bdk. Zef 1:4-6 - “(4) Aku akan mengacungkan tanganKu terhadap Yehuda dan terhadap segenap penduduk Yerusalem. Aku akan melenyapkan dari tempat ini sisa-sisa Baal dan nama para imam berhala, (5) juga mereka yang sujud menyembah di atas sotoh kepada tentara langit dan mereka yang menyembah dengan bersumpah setia kepada TUHAN, namun di samping itu bersumpah demi Dewa Milkom, (6) serta mereka yang berbalik dari pada TUHAN, yang tidak mencari TUHAN dan tidak menanyakan petunjukNya.’”.

Catatan: ini bukan hanya merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga saja tetapi jelas juga terhadap hukum pertama dan hukum kedua.

3. Bersumpah menggunakan nama Tuhan, pada saat sumpah itu bersifat:

a. Dusta.

Im 19:12 - “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.

b. Sembarangan.

Kata-kata Yesus dalam Mat 5:33-37 merupakan exposisi dari hukum ke 3 ini.

Matius 5:33-37 - “(33) Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. (34) Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, (35) maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakiNya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; (36) janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. (37) Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Keluaran 20:7): “In a later age of Jewish history the Rabbis perverted the meaning of this precept by limiting its application to the use of the name (‎Yahweh), Jehovah, and hence, they not only tolerated, but sanctioned the practice of swearing in common conversation as quite harmless, provided the reference to God was not directly expressed. Our Lord exposes the falsity of this rabbinical gloss by showing that it was a violation of the law” [= Pada jaman belakangan dari sejarah Yahudi rabi-rabi membengkokkan arti dari hukum ini dengan membatasi penerapannya pada penggunaan dari nama (Yahweh), Yehovah, dan karena itu, mereka bukan hanya menoleransi, tetapi menyetujui praktek bersumpah dalam pembicaraan biasa sebagai tidak berbahaya, asal referensi dengan Allah tidak dinyatakan secara langsung. Tuhan kita menyingkapkan kepalsuan dari komentar rabi ini dengan menunjukkan bahwa itu merupakan pelanggaran terhadap hukum itu].

Tetapi mungkin dipertanyakan: bukankah orang Kristen tidak boleh bersumpah sama sekali? Jawabannya: sebetulnya orang Kristen bukan dilarang bersumpah secara mutlak. Sepintas lalu, kata-kata Yesus dalam Mat 5:34a yang berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah”, melarang sumpah secara mutlak. Tetapi saya berpendapat seperti pandangan Calvin dan banyak penafsir lain, yang mengatakan bahwa sebetulnya ayat ini tidak bisa diartikan bahwa Yesus melarang sumpah secara mutlak.

Calvin berpendapat bahwa kata-kata Yesus dalam Mat 5:34a ini tidak boleh dipisahkan dari kata-kata selanjutnya, yang menunjukkan sumpah yang bagaimana yang Ia maksud, yaitu sumpah demi langit, demi bumi, demi Yerusalem, demi kepalamu (Mat 5:34-36), yang oleh orang-orang Yahudi dianggap remeh / tak berarti. Jadi, yang dilarang adalah sumpah sembarangan.

Alasan-alasan yang menunjukkan bahwa sumpah tidak mungkin dilarang secara mutlak:

· Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu.

Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya HARUSLAH engkau bersumpah”.

Kel 22:7-8 - “(7) Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang atau barang, dan itu dicuri dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu terdapat, ia harus membayar ganti kerugian dua kali lipat. (8) Jika pencuri itu tidak terdapat, maka tuan rumah HARUS pergi menghadap Allah untuk bersumpah, bahwa ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya”.

Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa sumpah diharuskan dalam hal-hal tertentu adalah Keluaran 22:10-11 Bilangan 5:11-28 1Raja 8:31-32.

Dan Yesus tidak mungkin bertentangan dengan Perjanjian Lama. Bdk. Matius 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.

· Yesaya 45:23 - “Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulutKu telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapanKu, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa”.

Ayat ini menunjukkan bahwa sumpah seseorang demi nama Tuhan menunjukkan pengakuannya terhadap Allah yang benar!

· Pada waktu Yesus diadili oleh Sanhedrin, dan Ia disuruh berbicara di bawah sumpah, Ia bukannya menegur mereka yang menyuruhNya bersumpah, tetapi sebaliknya Ia mau menjawab, padahal tadinya Ia tidak mau berbicara.

Mat 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.

Catatan: kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’ artinya adalah ‘Ya’.

· Bukan hanya dalam Perjanjian Lama, tetapi dalam Perjanjian Baru juga ada ayat yang kelihatannya mengijinkan sumpah.

Ibr 6:13-17 - “(13) Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari padaNya, (14) kataNya: ‘Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.’ (15) Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya. (16) Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. (17) Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah mengikat diriNya dengan sumpah”.

· Dalam Wah 10:5-6 malaikat bersumpah.

Wahyu 10:5-6 - “(5) Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di atas bumi, mengangkat tangan kanannya ke langit, (6) dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.

· Paulus sering bersumpah.

Roma 1:9 - “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu”.

Roma 9:1 - “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus”.

1Korintus 15:31 - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar”.

2Korintus 1:23 - “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia mengenal aku -, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu”.

Galatia 1:20 - “Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta”.

Filipi 1:8 - “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”.

Betul-betul tidak terbayangkan bahwa Paulus, yang adalah rasul yang begitu saleh, bisa berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.


Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan, atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah.

Calvin bahkan mengatakan bahwa bersumpah bukan hanya boleh, tetapi itu bahkan merupakan suatu pengakuan bahwa Allah itu lebih tinggi dari kita dan dengan demikian merupakan suatu penghormatan terhadap Allah.

Bdk. Ibr 6:13,16 - “(13) Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari padaNya, ... (16) Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan”.

Yang dilarang adalah bersum­pah secara sembarangan, untuk hal-hal yang tidak penting. Ini tetap salah, sekalipun hal yang dikatakan itu merupakan kebenaran. Hal ini ditekankan lagi secara lebih khusus dalam Matius 5:37 - “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.

4. Penyebutan nama Allah dengan sembarangan / sia-sia / tidak hormat.

Jamieson, Fausset & Brown: “Henceforth all light appeals and useless references to the Divine Being were to be avoided” (= Untuk selanjutnya semua seruan yang enteng dan referensi yang tak berguna pada Makhluk Ilahi / Allah harus dihindari).

Matthew Henry: “We take God’s name in vain, ... By using the name of God lightly and carelessly, and without any regard to its awful significancy. The profanation of the forms of devotion is forbidden, as well as the profanation of the forms of swearing; as also the profanation of any of those things whereby God makes himself known, his word, or any of his institutions; when they are either turned into charms and spells, or into jest and sport, the name of God is taken in vain” (= Kita menggunakan nama Allah dengan sia-sia, ... Dengan menggunakan nama Allah dengan enteng dan dengan sembarangan, dan tanpa hormat apapun pada arti / pengertiannya yang dahsyat. Penyekuleran / sikap tidak hormat terhadap bentuk-bentuk kebaktian dilarang, sama seperti penyekuleran / sikap tidak hormat terhadap bentuk-bentuk sumpah; seperti juga penyekuleran / sikap tidak hormat terhadap apapun dari hal-hal itu dengan mana Allah menyatakan diriNya sendiri, firmanNya, atau apapun dari lembaga-lembagaNya; pada waktu mereka diubah menjadi guna-guna dan mantera, atau menjadi lelucon dan olok-olok, maka nama Allah digunakan dengan sia-sia).

Adam Clarke: “Even pagan people thought that the names of their gods should be treated with reverence. ... ‘It is most undoubtedly right not easily to pollute the names of the gods, using them as we do common names; but to watch with purity and holiness all things belonging to the gods.’” (= Bahkan orang-orang kafir menganggap bahwa nama-nama dari dewa-dewa mereka harus diperlakukan dengan rasa hormat / takut. ... ‘Merupakan sesuatu yang sangat pasti kebenarannya untuk tidak mengotori nama-nama dari dewa-dewa, menggunakan nama-nama itu seperti kita menggunakan nama-nama biasa; tetapi untuk menjaga dengan kemurnian dan kekudusan segala sesuatu yang merupakan milik dari dewa-dewa’).

Adam Clarke: “Is it necessary to say to any truly spiritual mind, that all such interjections as O God! My God! Good God! Good Heavens! etc., etc., are formal positive breaches of this law?” (= Apakah perlu untuk mengatakan kepada pikiran manapun yang benar-benar rohani, bahwa semua seruan seperti Ya Allah! Allahku! Allah yang baik! Surga yang baik! dsb, dsb, merupakan pelanggaran-pelanggaran positif yang resmi terhadap hukum ini?).

Catatan: kata-kata seruan dalam bahasa Inggris dalam kutipan di atas ini, khususnya yang saya garis-bawahi, saya terjemahkan secara hurufiah / kata per kata, dan itu menjadikan artinya jadi aneh sekali, karena sebetulnya memang tidak bisa diterjemahkan seperti itu. Tetapi terjemahannya memang tidak ada, kecuali kalau sekedar diterjemahkan ‘astaga’, tetapi kalau diterjemahkan seperti itu, maka tidak ada kesan pelanggaran terhadap hukum ketiga.

The Biblical Illustrator (Old Testament): “we are to remove the habit of using the holy name in ordinary conversation in which the use has no religious character. We are not to call a wretched and forlorn person or thing ‘God-forsaken,’ or to hail a gift as a ‘God-send,’ when, in using these epithets, we have no design to use their full meaning, and therefore have not the proper attitude of mind for their utterance” (= kita harus membuang kebiasaan menggunakan nama yang kudus dalam pembicaraan biasa dimana penggunaannya tidak mempunyai sifat agamawi. Kita tidak boleh menyebut seseorang atau sesuatu yang malang / sial / buruk dan menyedihkan sebagai ‘ditinggalkan oleh Allah’, atau menyebut suatu hadiah sebagai ‘dikirimkan oleh Allah’, jika, dalam menggunakan sebutan-sebutan itu kita tidak bermaksud untuk menggunakan arti mereka sepenuhnya, dan karena itu tidak mempunyai sikap dari pikiran yang benar untuk pengucapan mereka).

Calvin: “men should not drag in His name in light matters, as in sport or derision of Him, which cannot be done without insulting and profaning it” (= orang-orang tidak boleh membawa-bawa namaNya dalam hal-hal yang kecil / remeh, seperti dalam lelucon atau ejekan / cemooh tentang Dia, yang tidak bisa dilakukan tanpa menghina dan mencemarkannya).

Misalnya:

a. Seruan-seruan (kebiasaan) dengan menggunakan nama Tuhan seperti: ‘Masya Allah’, ‘Aduh Allah’, ‘Ya Allah’, ‘Ya Tuhan’, ‘O Allah’, dsb, yang sangat sering dilakukan, bahkan juga oleh orang-orang Kristen, juga merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga ini. Dalam bahasa Inggris hal seperti ini juga sangat sering dilakukan, misalnya dengan kata-kata ‘O my God’, ‘My Lord’, ‘Jesus’, ‘Jesus Christ’, ‘for Christ’s sake’, dan sebagainya. Mengatakan ‘Insya Allah’ (= Jika Allah menghendaki), sebetulnya bukan dosa, asal kita betul-betul memaksudkan hal itu. Tetapi kalau kita mengucapkannya hanya sebagai basa basi, maka itu juga termasuk menyebut nama Allah dengan sia-sia.

b. Menggunakan nama Tuhan untuk lelucon / percakapan yang tidak ada gunanya.

Contoh: ada sebuah gereja yang mengeluarkan warta gereja berisikan lelucon yang berjudul ‘kuda kristen’. Ceritanya adalah sebagai berikut: Ada sebuah gereja yang mempunyai seekor kuda, dan kuda ini adalah kuda kristen. Kuda itu disebut kuda kristen karena ia dilatih untuk berjalan kalau mendengar kata-kata ‘Puji Tuhan’, dan berhenti kalau mendengar kata ‘Haleluya’. Suatu hari seorang pendeta tamu, yang adalah pendeta dari gereja Pentakosta, menaiki kuda itu setelah diajar tentang kata sandi yang diperlukan untuk menjalankan dan menghentikan kuda itu. Ia lalu berkata ‘Puji Tuhan’, dan kuda itu lalu mulai berjalan. Ia berkata lagi ‘Puji Tuhan’ berkali-kali dan kuda itu berlari makin lama makin cepat. Tiba-tiba pendeta itu melihat bahwa di depannya ada suatu sungai. Ia menjadi panik sehingga lupa kata sandi untuk menghentikan kudanya. Ia lalu memejamkan matanya dan berdoa: ‘Tuhan tolong hentikan kuda ini, Haleluya, Amin’. Kuda itu mendengar kata ‘Haleluya’ dalam doa pendeta itu dan ia berhenti, persis di tepi sungai. Pendeta itu membuka matanya dan melihat kuda itu berhenti persis di tepi sungai, dan ia lalu berseru ‘Puji Tuhan’, dan ‘byur’, ia dan kudanya masuk ke sungai!

Boleh jadi cerita ini lucu, tetapi apa manfaatnya? Sedikitpun tidak ada! Dan karena itu ini termasuk cerita yang menggunakan nama Allah secara sembarangan! Karena itu jangan menceritakan cerita-cerita seperti ini, kecuali kalau saudara sedang mengajar tentang hukum ke 3 ini!

c. Mengatakan ‘Haleluya / Puji Tuhan’ sekedar sebagai suatu kebiasaan sehingga hanya keluar dari mulut, tanpa hatinya betul-betul memuji Tuhan.

5. Berbakti / beribadah (pasti ada penyebutan nama Tuhan di dalamnya) secara tidak serius / hormat.

Matthew Henry: “The third commandment concerns the manner of our worship, that it be done with all possible reverence and seriousness, v. 7” (= Hukum ketiga menyangkut cara dari ibadah / kebaktian kita, supaya itu dilakukan dengan seluruh rasa hormat / takut dan keseriusan yang dimungkinkan, ay 7).

Renungkan: kalau saudara berbakti, apakah betul-betul ada rasa hormat / takut kepada Tuhan, dan keseriusan dalam berbakti?

6. Menyanyi memuji Tuhan atau berdoa tetapi hanya dengan mulut saja, tidak dengan hati.

Adam Clarke: “we may safely add to all these, that every prayer, vociferation, etc., that is not accompanied with deep reverence and the genuine spirit of piety, is here condemned also. In how many thousands of instances is this commandment broken in the prayers, whether read or extempore, of inconsiderate, bold, and presumptuous worshippers! And how few are there who do not break it, both in their public and private devotions!” (= kita bisa dengan aman menambahkan pada semua ini, bahwa setiap doa, teriakan yang keras, dsb, yang tidak disertai dengan rasa hormat / takut yang dalam dan roh kesalehan yang sejati, juga dikecam di sini. Dalam berapa ribu contoh / kejadian hukum ini dilanggar dalam doa-doa, apakah yang dibacakan atau dinaikan tanpa persiapan, dari penyembah-penyembah yang tidak berpikir, berani, dan congkak / lancang! Dan alangkah sedikitnya orang yang tidak melanggarnya, baik dalam kebaktian umum maupun kebaktian pribadi mereka!).

7. Beberapa ahli theologia / penafsir seperti R. L. Dabney dan penulis dari ‘The Biblical Illustrator’ menganggap bahwa penggunaan ayat-ayat Kitab Suci secara tidak hormat juga melangar hukum ketiga ini.

Karena itu, jangan bergurau dengan menggunakan ayat-ayat Kitab Suci!

The Biblical Illustrator (Old Testament): “In respect to God’s written Word, we are to take it up with reverence both in our hearts and on our tongues” (= Berkenaan dengan Firman Allah yang tertulis, kita harus membicarakannya dengan rasa hormat / takut baik dalam hati kita maupun pada lidah kita).

The Biblical Illustrator (Old Testament): “Frivolous use of Scripture: - Nothing is more easy than to create a laugh by a grotesque association of some frivolity with the grave and solemn words of Holy Scripture. But surely this is profanity of the worst kind. ... It contains the highest revelations of Himself which God has made to man. ... Such a book cannot be a fit material for the manufacture of jests” (= Penggunaan Kitab Suci yang sembrono: - Tidak ada yang lebih mudah dari pada menciptakan tawa dengan gabungan yang aneh sekali dari kesembronoan dengan kata-kata / firman yang penting dan keramat / kudus dari Kitab Suci yang Kudus. Tetapi pasti ini merupakan penodaan / pengotoran dari jenis yang terburuk. ... Itu berisi wahyu tertinggi dari Dia sendiri yang telah Allah buat bagi manusia. ... Kitab seperti itu tidak bisa merupakan bahan yang cocok untuk menghasilkan lelucon / olok-olok).

Ada orang Kristen yang tahu bahwa dengan hal-hal di atas ini mereka melanggar hukum ketiga ini, tetapi mereka terus melakukannya dengan alasan bahwa itu sudah menjadi kebiasaan yang sukar / tidak bisa dihentikan. Kalau saudara adalah orang seperti itu perhatikan kata-kata di bawah ini.

The Biblical Illustrator (Old Testament): “Again the swearer says: ‘I know it is wrong, but it is a habit I have fallen into to such an extent that I often swear without knowing it.’ Do you not see that habit does not excuse but rather aggravates the offence? No one can become wicked at once. Your habit only shows how often you have sinned, how far you have gone down in this kind of wickedness” (= Lagi / juga orang yang bersumpah itu berkata: ‘Aku tahu itu salah, tetapi itu merupakan suatu kebiasaan ke dalam mana aku telah jatuh ke suatu tingkat sedemikian rupa sehingga aku sering bersumpah tanpa mengetahuinya / menyadarinya’. Tidakkah engkau melihat bahwa kebiasaan tidak memaafkan tetapi sebaliknya memperberat pelanggaran itu? Tidak seorangpun menjadi jahat dalam seketika. Kebiasaanmu hanya menunjukkan betapa sering engkau telah berdosa, betapa jauh engkau telah turun dalam jenis kejahatan ini).

Thomas Manton (tentang Yakobus 5:12): “thy custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to destroy sinners” (= kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupa­kan kebiasaanmu untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang berdosa) - ‘James’, hal 436.

4) Pelanggaran terhadap hukum ketiga ini merupakan suatu dosa yang tidak remeh!

Ada banyak orang Kristen yang sekalipun tahu / mengerti bahwa mereka tidak boleh menggunakan nama Tuhan sekarang sembarangan, tetapi mereka tetap melakukannya, karena mereka menganggapnya sebagai dosa yang kecil / remeh. Kalau saudara menganggap bahwa pelanggaran terhadap hukum ini adalah dosa remeh, maka:

a) Ingatlah bahwa dosa remehpun tidak boleh dibiarkan dalam hidup kita.

b) Pelanggaran terhadap hukum ketiga ini bukan dosa remeh.

Untuk itu perhatikanlah hal-hal ini:

1. Dalam 10 hukum Tuhan, hukum ini diletakkan pada urutan nomer 3!

2. Keluaran 20:7b mengatakan: “TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.

Mungkin sekali kata-kata ini ditambahkan karena banyak orang menganggap tindakan menyebut nama Allah dengan sia-sia / sembarangan ini bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi ayat ini / hukum ketiga ini mengatakan bahwa Tuhan ‘memandang bersalah’ orang seperti itu. Saudara boleh saja menganggap itu tidak apa-apa, dan orang banyak / masyarakat boleh saja menganggap itu tidak apa-apa. Tetapi ingat bahwa anggapan saudara ataupun anggapan orang banyak / masyarakat, bukanlah standard untuk menentukan apakah sesuatu itu berdosa atau tidak. Firman Tuhan adalah standardnya, dan Kel 20:7 itu mengatakan bahwa ‘Tuhan akan memandang bersalah’!

3. Dalam Perjanjian Lama, orang yang melanggar hukum ini dijatuhi hukuman mati.

Im 24:10-16,23 - “(10) Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki, ibunya seorang Israel sedang ayahnya seorang Mesir, di tengah-tengah perkemahan orang Israel; dan orang itu berkelahi dengan seorang Israel di perkemahan. (11) Anak perempuan Israel itu menghujat nama TUHAN dengan mengutuk, lalu dibawalah ia kepada Musa. Nama ibunya ialah Selomit binti Dibri dari suku Dan. (12) Ia dimasukkan dalam tahanan untuk menantikan keputusan sesuai dengan firman TUHAN. (13) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (14) ‘Bawalah orang yang mengutuk itu ke luar perkemahan dan semua orang yang mendengar haruslah meletakkan tangannya ke atas kepala orang itu, sesudahnya haruslah seluruh jemaah itu melontari dia dengan batu. (15) Engkau harus mengatakan kepada orang Israel, begini: Setiap orang yang mengutuki Allah harus menanggung kesalahannya sendiri. (16) Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati. ... (23) Demikianlah Musa menyampaikan firman itu kepada orang Israel, lalu dibawalah orang yang mengutuk itu ke luar perkemahan, dan dilontarilah dia dengan batu. Maka orang Israel melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa”.

4. Yesus berkata dalam Matius 12:36-37 - “(36) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (37) Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.’”.

5) Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ketiga ini? Dosa-dosa saudara karena melanggar hukum ketiga ini lebih dari cukup untuk membawa saudara ke neraka selama-lamanya! Karena itu percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara! Dan kalau saudara sudah percaya, buanglah semua pelanggaran terhadap hukum ketiga ini dari hidup saudara, bahkan, muliakanlah Allah dengan mulut / lidah saudara!! Tuhan memberkati saudara.HUKUM 3: JANGAN MENGGUNAKAN NAMA TUHAN DENGAN SEMBARANGAN / SIA-SIA (KELUARAN 20:7).

-AMIN-
Next Post Previous Post