SIKAP MURID, KOREKSI DAN TELADAN YESUS (MATIUS 20:20-28)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Matius 20:20-28 - “(Matius 20:20) Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapanNya untuk meminta sesuatu kepadaNya. (21) Kata Yesus: ‘Apa yang kaukehendaki?’ Jawabnya: ‘Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam KerajaanMu, yang seorang di sebelah kananMu dan yang seorang lagi di sebelah kiriMu.’ (22) Tetapi Yesus menjawab, kataNya: ‘Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Kami dapat.’ (23) Yesus berkata kepada mereka: ‘CawanKu memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah menyediakannya.’ (24) Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. (25) Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: ‘Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. (26) Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, (27) dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; (28) sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”. 
SIKAP MURID, KOREKSI DAN TELADAN YESUS (MATIUS 20:20-28)
bisnis, otomotif, gadget
Awal dari Film pertandingan Mohammad Ali vs Joe Frazier III. Ali ambil trophy sebelum pertandingan mulai.

I) Permintaan Yakobus dan Yohanes (ay 20-21).

Matius 20: 20-21: “(20) Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapanNya untuk meminta sesuatu kepadaNya. (21) Kata Yesus: ‘Apa yang kaukehendaki?’ Jawabnya: ‘Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam KerajaanMu, yang seorang di sebelah kananMu dan yang seorang lagi di sebelah kiriMu.’”.

1) Mungkin sekali permin­taan ini timbul gara-gara ajaran yang baru Yesus ajarkan dalam Mat 19:28 yang mengatakan bahwa murid-murid akan duduk di 12 takhta dalam KerajaanNya.

Matius 19:28 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaanNya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.”.

Sekarang, Yohanes dan Yakobus ingin takhta yang paling hebat, yaitu yang ada di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus. Hampir semua penafsir beranggapan bahwa mereka memaksudkan kerajaan duniawi dari Kristus.

2) William Hendriksen juga mengatakan bahwa ada 2 hal yang mungkin menyebabkan ia berani meminta hal seperti itu. Yang pertama bahwa ia adalah saudara Maria, ibu Yesus. Hubungan keluarga ini menyebabkan ia menganggap anak-anaknya pantas untuk diistimewakan.

Juga dari kalangan banyak pengikut Kristus, 12 murid adalah yang terdekat dengan Dia, dan dari 12 murid itu, 3 murid adalah lebih dekat lagi dari yang lain. Dan dua anaknya termasuk dalam 3 murid ini.

William Hendriksen: “So she may well have reasoned. But, as already indicated, there was too much of sin, too much of self, mingled with this reasoning.” [= Demikianlah mungkin ia sudah berargumentasi. Tetapi, seperti sudah ditunjukkan, di sana ada terlalu banyak dosa, terlalu banyak diri sendiri / ego, bercampur dengan argumentasi ini.].

3) Ada hal-hal yang positif maupun negatif dalam permintaan mereka.

a) Hal yang positif, adalah adanya iman!

Calvin: “‘In the kingdom.’ It was worthy of commendation in the sons of Zebedee, that they expected some kingdom of Christ, of which not even the slightest trace was then visible. They see Christ exposed to contempt under the mean aspect of a servant; nay more, they see him despised and loaded with many reproaches by the world; but they are convinced that he will soon become a magnificent king, for so he had taught them. It is unquestionably a noble specimen of faith;” [= ‘Dalam kerajaan’. Merupakan sesuatu yang patut dipuji dalam anak-anak Zebedeus, bahwa mereka mengharapkan kerajaan Kristus, tentang mana pada saat itu tidak terlihat bahkan jejak / tanda yang paling lemah / kecil. Mereka melihat Kristus terbuka terhadap hinaan di bawah aspek yang rendah dari seorang pelayan; bahkan lebih lagi, mereka melihat Dia dipandang rendah dan ditimbuni dengan banyak celaan-celaan oleh dunia; tetapi mereka yakin bahwa Ia akan segera menjadi seorang Raja yang hebat / mulia, karena begitulah Ia mengajar mereka. Tak diragukan itu merupakan suatu contoh iman yang mulia;].

b) Hal-hal yang negatif adalah egoisme, ambisi yang berdosa, keinginan akan kemuliaan tanpa pengorbanan, dan sebagainya.

William Barclay: “First, it sheds a light on the disciples. It tells us three things about them. It tells us of their ambition. They were still thinking in terms of personal reward and personal distinction: and they were thinking of personal success without personal sacrifice. They wanted Jesus with a royal command to ensure for them a princely life. Everyone has to learn that true greatness lies not in dominance but in service; and that in every sphere the price of greatness must be paid.” [= Pertama, itu memberi terang tentang murid-murid itu. Itu memberitahu kita tiga hal tentang mereka. Itu memberitahu kita tentang ambisi mereka. Mereka tetap berpikir berhubungan dengan upah / pahala pribadi dan perbedaan pribadi: dan mereka berpikir tentang sukses pribadi tanpa pengorbanan pribadi. Mereka ingin Yesus dengan suatu perintah raja memastikan mereka suatu kehidupan pangeran / raja. Setiap orang harus belajar bahwa kebesaran terletak bukan dalam ke-dominan-an tetapi dalam pelayanan; dan bahwa dalam setiap ruang lingkup, harga dari kebesaran harus dibayar.].

Calvin: “This narrative contains a bright mirror of human vanity; for it shows that proper and holy zeal is often accompanied by ambition, or some other vice of the flesh, so that they who follow Christ have a different object in view from what they ought to have. They who are not satisfied with himself alone, but seek this or the other thing apart from him and his promises, wander egregiously from the right path. Nor is it enough that, at the commencement, we sincerely apply our minds to Christ, if we do not stedfastly maintain the same purity; for frequently, in the midst of the course, there spring up sinful affections by which we are led astray.” [= Cerita ini mengandung suatu cermin yang terang tentang kesia-siaan manusia; karena itu menunjukkan bahwa semangat yang benar dan kudus sering disertai oleh ambisi, atau oleh beberapa kejahatan dari daging, sehingga mereka yang mengikut Kristus mempunyai suatu pandangan yang berbeda dari apa yang seharusnya mereka punyai. Mereka yang tidak puas dengan Dia sendiri saja, tetapi mencari hal ini atau hal yang lain terpisah dari Dia dan janji-janjiNya, mengembara / menyimpang secara buruk dari jalan yang benar. Juga tidaklah cukup bahwa pada permulaan kita dengan tulus / sungguh-sungguh menghubungkan / membaktikan pikiran kita kepada Kristus, jika kita tidak dengan setia mempertahankan kemurnian yang sama; karena seringkali, di tengah jalan, di sana muncul perasaan-perasaan berdosa oleh mana kita kita disimpangkan / disesatkan.].

William Hendriksen: “Jesus had been emphasizing that in his kingdom greatness is measured by the yardstick of humility (18:1–4), that salvation belongs to the little ones and to those who have become like them (19:14), that trusting fully in the Lord, denying oneself, and giving instead of getting, is the mark of his true followers (19:21). He had taught that eagerness to labor for the Master without always asking, ‘What is there in it for me?’ is the characteristic of the last who in the final days are going to be first (19:30; 20:16). James and John, the sons of Zebedee, had heard all this. But had they taken it to heart? One might be inclined to ask, ‘How was it possible that, in spite of all this teaching about humility and service, teaching constantly reinforced by the example of Christ himself (12:15–21; Luke 22:27), the mother of these two disciples comes to Jesus with her two sons, and asks him to assign to them, next to himself, the two highest positions in the kingdom?’ But is it not true that, speaking in general, more than nineteen hundred years of gospel proclamation have not succeeded in teaching men the lesson of self-denial and willingness to be least in the kingdom?” [= Yesus telah menekankan bahwa dalam kerajaanNya kebesaran diukur oleh ukuran / standard kerendahan hati (18:1-4), bahwa keselamatan adalah milik dari anak-anak kecil dan mereka yang telah menjadi seperti mereka (19:14), bahwa percaya sepenuhnya kepada Tuhan, menyangkal diri sendiri, dan memberi alih-alih dari pada menerima, adalah tanda / ciri dari pengikut-pengikutNya yang sejati (19:21). Ia telah mengajar bahwa kesungguhan untuk berjerih payah untuk sang Tuan / Guru tanpa selalu menanyakan, ‘Ada apa di dalam sana untuk aku?’ adalah ciri-ciri dari orang terakhir yang pada hari-hari terakhir akan menjadi yang pertama (19:30; 20:16). Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, telah mendengar semua ini. Tetapi apakah mereka memasukkan itu ke dalam hati? Seseorang bisa condong untuk bertanya, ‘Bagaimana mungkin, sekalipun ada semua pengajaran tentang kerendahan hati dan pelayanan ini, pengajaran secara terus menerus dan diperkuat oleh teladan Kristus sendiri (12:15-21; Lukas 22:27), ibu dari dua murid ini datang kepada Yesus dengan dua anak laki-lakinya, dan memintaNya untuk menetapkan bagi mereka, di sisi dari diriNya sendiri, dua posisi tertinggi dalam kerajaan?’ Tetapi tidakkah itu benar, berbicara secara umum, bahwa lebih dari 1900 tahun dari proklamasi Injil belum berhasil dalam mengajar orang-orang pelajaran tentang penyangkalan diri dan kemauan untuk menjadi yang terkecil dalam kerajaan?].

Tentang ‘giving instead of getting’ [= memberi alih-alih dari pada menerima] saya teringat kata-kata dari Presiden John F. Kennedy, pada waktu pelantikannya, yang saya berikan di bawah ini.

John F. Kennedy: “Ask not what your country can give to you. Ask what you can give to your country.” [= Jangan bertanya apa yang negaramu bisa berikan kepadamu. Tanyakan apa yang kamu bisa berikan untuk negaramu.].

Coba ganti kata-kata ‘your country’ [= negaramu] itu dengan ‘your church’ [= gerejamu], ‘God’ [= Allah], ‘Jesus’ [= Yesus], dan sebagainya.

II) Jawaban dan koreksi dari Yesus (Matius 20: 22-23).

1) Ay 22a: “Tetapi Yesus menjawab, kataNya: ‘Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?’”.

Di sini ‘cawan’ jelas menunjuk pada ‘penderitaan’.

Yohanes 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.

Mengapa Yesus tahu-tahu bicara tentang ‘cawan’ / penderitaan?

Calvin: “‘Can you drink the cup which I shall drink?’ To correct their ambition, and to withdraw them from this wicked desire, he holds out to them the cross, and all the annoyances which the children of God must endure. As if he had said, ‘Does your present warfare allow you so much leisure, that you are now making arrangements for a triumphal procession?’ For if they had been earnestly employed in the duties of their calling, they would never have given way to this wicked imagination. In these words, therefore, those who are desirous to obtain the prize before the proper time are enjoined by Christ to employ themselves in attending to the duties of piety. ... Is he not worse than stupid who, amidst so many deaths, entertains himself at his ease by drawing pictures of a triumph?” [= ‘Dapatkah kamu meminum cawan yang akan / harus Aku minum?’ Untuk membetulkan ambisi mereka, dan untuk menahan mereka dari keinginan jahat ini, Ia menawarkan salib kepada mereka, dan semua gangguan-gangguan yang harus ditahan oleh anak-anak Allah. Seakan-akan Ia berkata, ‘Apakah peperanganmu saat ini mengijinkan kamu begitu banyak waktu luang, sehingga sekarang kamu sedang membuat pengaturan-pengaturan untuk suatu pawai kemenangan?’ Karena seandainya mereka telah dipekerjakan dengan sungguh-sungguh dalam kewajiban-kewajiban dari panggilan mereka, mereka tidak akan pernah memberikan jalan bagi khayalan jahat ini. Karena itu, dengan kata-kata ini, mereka yang menginginkan untuk mendapatkan hadiahnya sebelum waktu yang tepat diperintahkan oleh Kristus untuk membaktikan diri mereka sendiri dalam memperhatikan kewajiban-kewajiban dari kesalehan. ... Tidakkah ia lebih buruk dari bodoh yang, di tengah-tengah begitu banyak kematian, menghibur dirinya sendiri pada waktu luangnya dengan menggambar gambaran-gambaran dari kemenangan?].

Catatan: menganggur memberi kesempatan pada masuknya dosa. Contoh: Daud dengan Batsyeba. Dalam gereja, biasanya orang-orang yang paling menganggur, adalah orang-orang yang paling banyak membuat gosip, fitnah, dan punya keinginan-keinginan yang gila. Orang-orang yang betul-betul serius dengan pelayanan, tidak mempunyai waktu untuk hal-hal seperti itu!

Matthew Henry: “They know not what they ask, who ask for the end, but overlook the means, and so put asunder what God has joined together.” [= Mereka tidak tahu apa yang mereka minta, yang meminta untuk tujuannya / akhirnya, tetapi mengabaikan cara / jalannya, dan dengan demikian memisahkan apa yang Allah persatukan.].

William Hendriksen: “Jesus, then, reminds them that they do not understand what their request really involves. They forget that a prayer for glory is a prayer for suffering; in other words, that it is the way of the cross, that alone, that leads home. So he asks them whether they are able to drink the cup that he is about to drink.” [= Maka Yesus mengingatkan mereka bahwa mereka tidak mengerti apa yang sebetulnya terlibat dalam permohonan mereka. Mereka lupa bahwa suatu doa untuk kemuliaan adalah suatu doa untuk penderitaan; dengan kata lain, bahwa adalah jalan salib, itu saja, yang membimbing ke rumah. Maka Ia bertanya kepada mereka apakah mereka dapat meminum cawan yang akan Ia minum.].

William Barclay: “He was quite clear that there was a bitter cup to be drunk and did not hesitate to say so. No one can ever claim to have begun to follow Jesus under false pretences. He never failed to point out that, even if life ends in crown-wearing, it continues in cross-bearing.” [= Ia cukup jelas bahwa di sana ada suatu cawan yang pahit untuk diminum dan tidak ragu-ragu untuk mengatakan demikian. Tak seorangpun bisa pernah mengclaim untuk mulai mengikut Yesus di bawah kepura-puraan / tipuan yang salah. Ia tidak pernah gagal untuk menunjukkan bahwa bahkan jika kehidupan berakhir dengan pengenaan makhkota, itu terus menerus dalam pemikulan salib.].

Akan berbeda kalau pada jaman sekarang kita mengikuti gereja-gereja yang menganut theologia kemakmuran! mereka memang mau makhkota tanpa salib!

Pulpit Commentary: “We know not what we ask when we desire the glory of the crown without the grace to bear the cross.” [= Kita tidak tahu apa yang kita minta pada waktu kita menginginkan kemuliaan dari makhkota tanpa kasih karunia untuk memikul salib.] - hal 305.

Orang yang ingin saya ajak ke Malaysia dan makan durian, juga adalah orang yang tidak tahu apa yang dia minta / inginkan. Saya kalau di rumah jaga makan cukup keras, olah raga cukup berat dan sebagainya. Tetapi kalau sudah ke luar kota, apalagi ke luar negeri, saya makan betul-betul ugal-ugalan. Tony yang saya ajak ke Singapura dan Malaysia itu, sudah gemuk, kerjanya duduk, makannya sama sekali tidak dijaga. Pada waktu saya ajak ke Malaysia, berat badannya naik 5 kg dalam 5 hari. Karena itu, sebetulnya saya juga tidak terlalu senang ajak Tony. Bukan karena saya tidak senang dengan Tony, tetapi karena saya tidak mau membahayakan hidupnya. Pada kepergian bulan Oktober yang lalu, saya sendiri beratnya naik 3,7 kg. Cuma begitu pulang, kenaikan itu hilang dalam waktu tidak sampai 1 minggu. Orang yang ingin saya ajak itu mau ikut makannya, tetapi tidak olah raga dan diet setelah pulang. Orang itu nggak pernah mikir, bahwa seandainya saya turuti permintaannya, bisa-bisa dia mati di sana. Makanya Tuhan atur saya tidak ajak dia. Dia tidak tahu apa yang dia minta!

2) Matius 20: 22b: “Kata mereka kepadaNya: ‘Kami dapat.’”.

Matthew Henry: “See how boldly they engage for themselves; they said, ‘We are able,’ ... As before they knew not what they asked, so now they knew not what they answered. ‘We are able;’ they would have done well to put in, ‘Lord, by thy strength, and in thy grace, we are able, otherwise we are not.’ But the same that was Peter’s temptation, to be confident of his own sufficiency, and presume upon his own strength, was here the temptation of James and John; and it is a sin we are all prone to. ... But those are commonly most confident, that are least acquainted with the cross.” [= Lihatlah betapa dengan berani mereka menjanjikan untuk diri mereka sendiri; mereka berkata, ‘Kami dapat’, ... Seperti sebelumnya mereka tidak tahu apa yang mereka minta, demikian juga sekarang mereka tidak tahu apa yang mereka jawabkan. ‘Kami dapat’; mereka akan sudah menjawab dengan baik dengan menegaskan, ‘Tuhan, oleh kekuatanMu, dan dalam kasih karuniaMu, kami dapat, kalau tidak kami tidak dapat’. Tetapi hal yang sama yang merupakan pencobaan Petrus, yakin tentang kecukupan dirinya sendiri, dan bersandar pada kekuatannya sendiri, sekarang di sini merupakan pencobaan dari Yakobus dan Yohanes; dan itu adalah suatu dosa terhadap mana kita semua cenderung padanya. ... Tetapi mereka biasanya adalah yang paling yakin, yang paling sedikit mengenal / akrab dengan salib.].

3) Matius 20: 23: “Yesus berkata kepada mereka: ‘CawanKu memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah menyediakannya.’”.

William Barclay: “Second, this passage sheds a light upon the Christian life. Jesus said that those who would share his triumph must drink his cup. What was that cup? It was to James and John that Jesus spoke. Now life treated James and John very differently. James was the first of the apostolic band to die a martyr (Acts 12:2). For him, the cup was martyrdom. On the other hand, by far the greater weight of tradition goes to show that John lived to a great old age in Ephesus and died a natural death when he must have been nearly 100 years old. For him, the cup was the constant discipline and struggle of the Christian life throughout the years. It is quite wrong to think that for the Christian the cup must always mean the short, sharp, bitter, agonizing struggle of martyrdom; the cup may well be the long routine of the Christian life, with all its daily sacrifice, its daily struggle, and its heartbreaks and its disappointments and its tears.” [= KEDUA, text ini memberi terang pada kehidupan Kristen. Yesus berkata bahwa mereka yang akan ambil bagian dalam kemenanganNya harus meminum cawanNya. Apakah cawan ini? Adalah kepada Yakobus dan Yohanes Yesus berbicara. Kehidupan memperlakukan Yakobus dan Yohanes secara sangat berbeda. Yakobus adalah yang pertama dari kelompok rasul yang mati syahid (Kis 12:2). Bagi dia, cawan itu adalah kematian syahid. Di sisi lain, tradisi yang jauh lebih berat menunjukkan bahwa Yohanes hidup sampai usia yang sangat tua di Efesus dan mati dalam suatu kematian alamiah pada waktu ia pasti berusia hampir 100 tahun. Bagi dia, cawan adalah disiplin dan pergumulan terus menerus dari kehidupan Kristen melalui banyak tahun. Adalah salah untuk berpikir bahwa bagi orang Kristen cawan harus selalu berarti pergumulan kematian syahid yang pendek, tajam, pahit, dan sangat menderita; cawan itu bisa adalah kehidupan Kristen yang rutin dan lama, dengan semua pengorbanan hariannya, pergumulan hariannya, dan hal-hal yang menghancurkan hatinya dan kekecewaan-kekecewaannya dan air mata air matanya.].

Kisah Para Rasul 12:1-2 - “(1) Kira-kira pada waktu itu raja Herodes mulai bertindak dengan keras terhadap beberapa orang dari jemaat. (2) Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang.”.

William Barclay: “A Roman coin was once found with the picture of an ox on it; the ox was facing two things - an altar and a plough; and the inscription read: ‘Ready for either.’ The ox had to be ready either for the supreme moment of sacrifice on the altar or the long labour of the plough on the farm. ... That cup may be drunk in one great moment; that cup may be drunk throughout a lifetime of Christian living. To drink the cup simply means to follow Christ wherever he may lead, and to be like him in any situation life may bring.” [= Pernah ditemukan sebuah koin Romawi dengan gambar dari seekor sapi padanya; sapi itu sedang menghadapi dua hal - sebuah mezbah dan sebuah bajak; dan inskripsinya berbunyi: ‘Siap untuk yang manapun’. Sapi itu harus siap atau untuk saat terakhir dari pengorbanan di mezbah atau pekerjaan yang lama dari bajak di pertanian. ... Cawan itu bisa diminum pada satu saat yang besar; cawan itu bisa diminum melalui suatu kehidupan Kristen yang berlangsung seumur hidup. Meminum cawan secara sederhana berarti mengikut Kristus kemanapun Ia membimbing, dan untuk menjadi serupa dengan Dia dalam sikon apapun hidup membimbing.].

III) Sikap murid-murid yang lain (ay 24).

Matius 20: 24: “Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu.”.

Seseorang mengatakan: “They were willing to fight for a crown, but not a towel.” [= Mereka mau berkelahi untuk sebuah mahkota, tetapi tidak untuk sebuah handuk.].

Keterangan: yang dimaksud dengan ‘towel’ [= handuk], adalah ‘kain lenan’ dalam Yohanes 13:4. Semua terjemahan Alkitab bahasa Inggris yang saya pakai menterjemahkan ‘towel’ [= handuk. Pada saat itu tidak ada seorang­pun di antara murid-murid yang mau merendahkan diri untuk membasuh kaki sesamanya, sehingga Yesuslah yang melakukan hal itu untuk memberi teladan kepada mereka.

William Hendriksen: “When the ten other disciples heard what had happened, what was their reaction? ... The report of the occurrence filled the remaining disciples with indignation. They probably felt that James and John, by asking for these positions of pre-eminence, had been plotting against them. ... They probably wanted these highest posts for themselves. This indicates that the spiritual attitude of the ten was not any better than that of the two.” [= Pada waktu 10 murid yang lain mendengar apa yang telah terjadi, bagaimana reaksi mereka? ... Laporan dari kejadian itu memenuhi sisa murid-murid dengan kemarahan. Mereka mungkin merasa bahwa Yakobus dan Yohanes, dengan meminta posisi-posisi tertinggi ini, telah bersekongkol menentang mereka. ... Mereka mungkin menginginkan posisi-posisi tertinggi ini bagi diri mereka sendiri. Ini menunjukkan bahwa sikap rohani dari 10 murid itu tidaklah lebih baik sedikitpun dari pada sikap rohani dari dua murid itu.].

IV) Ajaran / koreksi dari Yesus (ay 25-27).

Matius 20: 25-27: “(25) Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: ‘Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. (26) Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, (27) dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;”.

William Hendriksen: “That, says Jesus as it were, is the way of worldly people. They spend all their energies in order to get to the top; and, once having reached that peak, they cause all others to feel the weight of their authority. ... These worldly rulers, once ‘arrived,’ often think of themselves alone, and cause all their subjects to quail under the crushing weight of their power. Their rule, in other words, is oppressive.” [= Seakan-akan Yesus berkata, itu adalah jalan / cara dari orang-orang duniawi. Mereka menghabiskan semua kekuatan mereka untuk mencapai puncak; dan sekali mereka telah mencapai puncak itu, mereka menyebabkan semua orang lain merasakan beratnya otoritas mereka. ... Penguasa-penguasa duniawi ini, sekali ‘sampai’, sering berpikir hanya tentang diri mereka sendiri, dan menyebabkan semua bawahan mereka gemetar / takut di bawah beban yang menghancurkan dari kuasa mereka. Dengan kata lain, pemerintahan mereka bersifat menindas.].

Calvin: “Christ only takes occasion from the present occurrence to show that it is absurd in the apostles to dispute about the degree of power and honor in their own rank, because the office of teaching, to which they were appointed, has no resemblance to the governments of the world. ... the design of Christ was, as I have said, to distinguish between the spiritual government of his Church and the empires of the world, that the apostles might not look for the favors of a court; ... But Christ appoints pastors of his Church, not to rule, but to serve.” [= Kristus hanya menggunakan kesempatan dari kejadian saat ini untuk menunjukkan bahwa adalah konyol / menggelikan dalam rasul-rasul untuk mempertengkarkan tentang tingkat dari kuasa dan kehormatan dalam posisi / kedudukan mereka sendiri, karena tugas / jabatan pengajaran, pada mana mereka ditetapkan, tidak mempunyai persamaan dengan pemerintahan-pemerintahan dari dunia. ... tujuan Kristus adalah, seperti telah saya katakan, untuk membedakan antara pemerintahan rohani dari GerejaNya dan kekaisaran-kekaisaran dari dunia, supaya rasul-rasul bisa tidak mencari hak-hak dari sebuah istana; ... Tetapi Kristus menetapkan pendeta-pendeta dari GerejaNya, bukan untuk memerintah, tetapi untuk melayani.].

Bdk. 1Petrus 5:1-4 - “(1) Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. (2) Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. (3) Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. (4) Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.”.

Adam Clarke: “‘It shall not be so among you.’ Every kind of lordship and spiritual domination over the church of Christ, like that exercised by the church of Rome, is destructive and anti-christian.” [= ‘Tidaklah demikian di antara kamu’. Setiap jenis ketuanan / otoritas sebagai tuan dan dominasi rohani atas gereja Kristus, seperti yang dilaksanakan oleh gereja Roma, bersifat menghancurkan dan anti Kristen.].

Catatan: Stephen Tong, dan banyak pendeta Protestan / Kharismatik yang lain, tidak berbeda dengan Gereja Roma!

Adam Clarke: “From these directions of our Lord, we may easily discern what sort of a spirit his ministers should be of. 1. A minister of Christ is not to consider himself a lord over Christ’s flock. 2. He is not to conduct the concerns of the church with an imperious spirit.” [= Dari pengarahan-pengarahan Tuhan kita ini, kita dengan mudah bisa mengerti pelayan-pelayanNya harus menjadi orang-orang dari jenis roh / kecondongan yang bagaimana. 1. Seorang pelayan Kristus tidak boleh menganggap dirinya sendiri seorang tuan atas kawanan domba Kristus. 2. Ia tidak boleh mengatur / mengendalikan persoalan-persoalan gereja dengan roh / kecondongan yang bersifat arogan / otoriter.].

William Hendriksen: “Jesus is saying that in the kingdom over which he reigns greatness is obtained by pursuing a course of action which is the exact opposite of that which is followed in the unbelieving world. Greatness consists in self-giving, in the outpouring of the self in service to others, for the glory of God.” [= Yesus sedang berkata bahwa dalam kerajaan atas mana Ia memerintah / berkuasa, kebesaran didapatkan dengan mengejar suatu jalan tindakan yang persis bertolak belakang dengan jalan yang diikuti dalam dunia yang tidak percaya. Kebesaran terdiri dari pemberian diri sendiri, dalam pencurahan diri sendiri dalam pelayanan kepada orang-orang lain, untuk kemuliaan Allah.].


William Barclay: “Out in the world, said Jesus, it is quite true that greatness is seen in those who control others ... Out in the world, there was the Roman governor with his retinue and the powerful local ruler with his slaves. The world counts them great. But among my followers, service alone is the badge of greatness. Greatness does not consist in commanding others to do things for you; it consists in doing things for others; and the greater the service, the greater the honour. Jesus uses a kind of gradation. ‘If you wish to be great,’ he says, ‘be a servant; if you wish to be first of all, be a slave.’ Here is the Christian revolution; here is the complete reversal of all the world’s standards.” [= Di luar di dunia, kata Yesus, adalah benar bahwa kebesaran terlihat dalam mereka yang mengendalikan orang-orang lain ... Di luar di dunia, di sana ada gubernur Romawi dengan pelayannya dan penguasa / pemerintah lokal yang kuat dengan hamba-hambanya. Dunia menganggap mereka besar. Tetapi di antara para pengikutKu, pelayanan saja merupakan tanda / ciri dari kebesaran. Kebesaran tidak terdiri dari memerintah orang-orang lain untuk melakukan hal-hal bagi kamu; itu terdiri dari melakukan hal-hal untuk orang-orang lain; dan makin besar pelayanan, makin besar kehormatan. Yesus menggunakan suatu jenis tingkatan. ‘Jika kamu ingin untuk menjadi besar’, Ia berkata, ‘jadilah seorang pelayan; jika kamu ingin menjadi yang pertama dari semua, jadilah seorang hamba’. Di sinilah revolusi Kristen; di sini adalah pembalikan total dari semua standard duniawi.].

Pulpit Commentary: “our Lord takes occasion further to tell his disciples (ver. 25-28) that greatness in his kingdom consists not in getting service, but in doing service; not in having servants, but in being servants.” [= Tuhan kita menggunakan kesempatan lebih lanjut untuk memberi tahu para murid (Matius 20: 25-28) bahwa kebesaran dalam kerajaanNya tidak terdiri dari ‘mendapatkan pelayanan’, tetapi dalam ‘melakukan pelayanan’; bukan dalam ‘mempunyai pelayan-pelayan’, tetapi dalam ‘menjadi pelayan-pelayan’.] - hal 300.

Pulpit Commentary: “The man who lives to get is despised. The man who lives to give and serve is commended.” [= Orang yang hidup untuk mendapat, direndahkan. Orang yang hidup untuk memberi dan melayani, dipuji.] - hal 311.

V) Teladan Yesus (Matius 20: 28).

Ay 28: “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.

1) ‘Datang’.

Sekalipun pada Natal pertama, yang sedang kita peringati dan rayakan ini, Yesus memang dilahirkan oleh Maria, tetapi kalau kita meneliti semua ayat-ayat yang berhubungan dengan inkarnasi, maka terlihat bahwa mayoritas ayat-ayat itu bukannya mengatakan bahwa Yesus itu lahir / dilahirkan ke dalam dunia, tetapi datang ke dalam dunia.

‘Datang’ berbeda dengan ‘lahir / dilahirkan’ karena ‘datang’ menunjukkan suatu tindakan aktif dan menunjukkan pre-existence [= keberadaan sebelumnya] dari Yesus, dan ini menunjukkan kekekalan dan keilahian Yesus!

Penerapan:

a) Apakah saudara percaya bahwa Yesus yang sudah menjadi manusia itu adalah Allah sendiri?

b) Karena Yesus adalah Allah, maka tidak ada orang yang bisa selamat kalau tidak percaya kepada Yesus. Mengapa? Karena tidak percaya kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah!

2) ‘Bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani’.

Kalau seorang presiden / pejabat tinggi datang ke suatu daerah, pasti mereka tidak datang untuk melayani, tetapi sebaliknya mereka menuntut pelayanan yang baik. Tetapi pada waktu Yesus, yang adalah Raja di atas segala raja, Pencipta, Pemilik, dan Penguasa seluruh alam semesta dengan segala isinya, datang ke dalam dunia, Ia bukan datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Bahwa Ia tidak datang untuk dilayani sudah merupakan sesuatu yang luar biasa, tetapi lebih dari itu di sini dikatakan bahwa Ia datang justru untuk melayani!

William Hendriksen: “This has always rightly been regarded as one of the most precious of Christ’s sayings. Note ‘just as,’ clearly indicating that Christ’s humiliation in the place of, and for the benefit of, his people, must be both their example and their motivation. ... In himself and from all eternity he is the all-glorious One. Yet he humbles himself. He becomes incarnate, and this not with the purpose of being served but of serving.” [= Ini telah selalu secara benar dianggap sebagai salah satu dari kata-kata Kristus yang paling berharga. Perhatikan ‘sama seperti’, secara jelas menunjukkan bahwa perendahan Kristus di tempat dari, dan untuk keuntungan dari, umatNya, harus menjadi contoh / teladan mereka dan motivasi mereka. ... Dalam diriNya sendiri dan dari seluruh kekekalan Ia adalah Yang Maha Mulia. Tetapi Ia merendahkan diriNya sendiri. Ia berinkarnasi, dan ini bukan dengan tujuan untuk dilayani tetapi untuk melayani.].

3) “dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.”.

Ini menunjukkan bahwa Natal ada SUPAYA JUM’AT AGUNG BISA ADA! JUM’AT AGUNG ADALAH TUJUAN DARI NATAL!

Matthew Henry: “Never was there such an example of beneficence and usefulness as there was in the death of Christ, who gave his life a ransom for many. He lived as a servant, and went about doing good; but he died as a sacrifice, and in that he did the greatest good of all. He came into the world on purpose to give his life a ransom; it was first in his intention.” [= Di sana tidak pernah ada teladan seperti itu dari kebaikan dan kebergunaan seperti yang ada di sana dalam kematian Kristus, yang memberikan nyawaNya sebagai suatu tebusan bagi banyak orang. Ia hidup sebagai seorang pelayan, dan berjalan-jalan melakukan kebaikan; tetapi Ia mati sebagai suatu korban, dan dalam hal itu Ia melakukan kebaikan yang terbesar dari semua. Ia datang ke dalam dunia dengan tujuan untuk memberikan nyawaNya sebagai suatu tebusan; itu adalah yang pertama / terutama dalam maksud / tujuanNya.].

William Hendriksen: “The service which it was the Son of man’s purpose to render is described in the words: ‘to give his life as a ransom in the place of many.’ ‘In the place of’ or ‘in exchange for’ must be considered the right translation here. The passage is a clear proof of Christ’s substitutionary atonement. A ransom was originally the price paid for the release of a slave. Jesus, then, is saying that he came into this world to give his life - that is, himself (see I Tim. 2:6) - in exchange for many. The conception of Christ’s death on the cross as the price that was paid, a price far more precious than silver or gold, is found also in I Peter 1:18.” [= Pelayanan yang merupakan tujuan dari Anak Manusia untuk berikan digambarkan dalam kata-kata: ‘untuk menyerahkan nyawaNya sebagai suatu tebusan di tempat dari banyak orang’. ‘Di tempat dari’ atau ‘sebagai ganti dari’ harus dianggap sebagai terjemahan yang benar di sini. Text ini adalah suatu bukti yang jelas dari penebusan Kristus yang bersifat menggantikan. Suatu tebusan mula-mula adalah harga yang dibayarkan untuk pembebasan dari seorang budak. Jadi, Yesus sedang berkata bahwa Ia datang ke dalam dunia untuk memberikan nyawaNya - yaitu diriNya sendiri (lihat 1Timotius 2:6) - sebagai ganti untuk banyak orang. Konsep dari kematian Kristus pada salib sebagai harga yang dibayar, suatu harga yang jauh lebih berharga dari pada perak atau emas, ditemukan juga dalam 1Petrus 1:18.].

1Timotius 2:6 - “yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan.”.

1Petrus 1:18-19 - “(18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”.

Calvin: “‘And to give his life a ransom for many.’ Christ mentioned his death, as we have said, in order to withdraw his disciples from the foolish imagination of an earthly kingdom. But it is a just and appropriate statement of its power and results, when he declares that his life is the price of our redemption; whence it follows, that we obtain an undeserved reconciliation with God, the price of which is to be found nowhere else than in the death of Christ.” [= ‘Dan untuk memberikan nyawaNya sebagai suatu tebusan untuk banyak orang’. Kristus menyebutkan kematianNya, seperti telah kami katakan, untuk menarik murid-muridNya dari khayalan tolol tentang sebuah kerajaan duniawi. Tetapi ini adalah suatu pernyataan yang benar dan cocok tentang kuasa dan hasil-hasilnya, pada waktu Ia menyatakan bahwa nyawaNya adalah harga dari penebusan kita; dan sebagai konsekwensinya kita mendapatkan suatu pendamaian dengan Allah yang tidak layak kita dapatkan, harga mana tidak bisa ditemukan di tempat lain manapun selain dari pada dalam kematian Kristus.].

William Barclay: “What Jesus calls upon his followers to do, he himself did. He came not to be served, but to serve. He came to occupy not a throne, but a cross. It was just because of this that the orthodox religious people of his time could not understand him. All through their history, the Jews had dreamed of the Messiah; but the Messiah of whom they had dreamed was always a conquering king, a mighty leader, one who would smash the enemies of Israel and reign in power over the kingdoms of the earth. They looked for a conqueror; they received one broken on a cross. They looked for the raging Lion of Judah; they received the gentle Lamb of God. … Here is demonstrated the new glory and the new greatness of suffering love and sacrificial service.” [= Apa yang Yesus wajibkan bagi para pengikutNya untuk lakukan, Ia sendiri melakukannya. Ia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Ia datang untuk menempati bukan suatu takhta, tetapi suatu salib. Justru karena ini maka orang-orang relijius yang ortodox dari jamanNya tidak bisa mengertiNya. Sepanjang sejarah mereka, orang-orang Yahudi telah memimpikan tentang sang Mesias; tetapi sang Mesias yang mereka mimpikan selalu adalah seorang raja yang menang / mengalahkan, seorang pemimpin yang perkasa, seseorang yang akan menghancurkan musuh-musuh dari Israel dan bertakhta dalam kuasa atas kerajaan-kerajaan bumi / dunia. Mereka mencari seorang penakluk / pemenang; mereka menerima seseorang yang dihancurkan pada suatu salib. Mereka mencari Singa Yehuda yang buas; mereka menerima Anak Domba Allah yang lembut. ... Di sini didemonstrasikan kemuliaan yang baru dan kebesaran yang baru dari kasih yang menderita dan pelayanan yang berkorban.].

William Barclay: “Jesus came to give his life a ransom for many. What does it mean? It means quite simply this. Men and women were in the grip of a power of evil which they could not break; their sins dragged them down; their sins separated them from God; their sins wrecked life for themselves and for the world and for God himself. A ransom is something paid or given to liberate people from a situation from which it is impossible for them to free themselves. Therefore what this saying means is quite simply: it cost the life and the death of Jesus Christ to bring men and women back to God. ... There is simply the great, tremendous truth that without Jesus Christ and his life of service and his death of love, we could never have found our way back to the love of God. Jesus gave everything to bring us back to God; and we must walk in the steps of him who loved to the uttermost.” [= Yesus datang untuk memberikan nyawaNya sebagai suatu tebusan bagi banyak orang. Apa artinya? Itu artinya hanyalah ini. Orang laki-laki dan perempuan ada dalam cengkeraman dari suatu kuasa jahat yang tidak bisa mereka hancurkan; dosa-dosa mereka menarik mereka ke bawah; dosa-dosa mereka memisahkan mereka dari Allah; dosa-dosa mereka merusak kehidupan untuk diri mereka sendiri dan untuk dunia dan untuk Allah sendiri. Suatu tebusan adalah sesuatu yang dibayarkan atau diberikan untuk membebaskan orang-orang dari suatu situasi dari mana adalah mustahil bagi mereka untuk membebaskan diri mereka sendiri. Karena itu apa arti kata-kata ini hanyalah ini: HARGANYA ADALAH NYAWA DAN KEMATIAN DARI Yesus Kristus UNTUK MEMBAWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN KEMBALI KEPADA Allah. ... Di sana hanya ada kebenaran yang besar dan sangat besar / bagus bahwa tanpa Yesus Kristus dan kehidupan pelayananNya dan kematian kasihNya, kita tidak pernah bisa telah menemukan jalan kita untuk kembali pada kasih Allah. Yesus memberikan segala sesuatu untuk membawa kita kembali kepada Allah; dan kita harus berjalan dalam langkah-langkah dari Dia yang mengasihi sampai tingkat tertinggi yang memungkinkan.].

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post