YESUS INGIN KITA MENGINGAT 3 HAL DARI KEGAGALAN ISTERI LOT
Bacaan Alkitab: Lukas17:32; Kejadian19:15-17; 24-26.
Dunia mengajarkan kita untuk melihat kepada kesuksesan tokoh-tokoh dunia. Norman Vincent Peale, yang terkenal dengan pemikirannya tentang positive thinking, mengatakan, jika kita mau anak kita sukses, dorong mereka untuk mempelajari riwayat orang sukses; apa rahasia kesuksesan, dan faktor-faktor apa saja yang membuat sukses. Lalu minta anak kita ikuti jejak hidup mereka.
Begitu pula dengan Robert Schuller yang terkenal dengan pemikiran possibility thinking-nya. Schuller berkata, jika mau anak kita sukses, ajarkan mereka melihat dan meraih kesempatan. Yakinkan mereka bahwa kesempatan tidak akan terulang dalam hidup mereka. Now or never! Sekilas pemikiran Peale dan Schuller ada benarnya, tapi bahaya terbesarnya bahwa pemikiran mereka sangat bertumpu kepada kekuatan manusia (antroposentris)
Tetapi Yesus sebaliknya, Dia mengajak kita untuk belajar dari sebuah kegagalan. Yesus berkata: “Ingatlah akan istri Lot!”
Siapakah istri Lot? Ia adalah seorang istri yang gagal mentaati dan menikmati Firman Tuhan. Ia tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga. Ia adalah istri dari Lot, seorang yang beriman kepada Tuhan, dan Lot adalah keponakan Abraham, bapa orang beriman.
Kegagalan istri Lot digarisbawahi oleh Yesus sebagai hal yang penting untuk diingat. Mengapa Yesus tidak menekankan pada kesuksesan para tokoh Alkitab seperti Daud yang mengalahkan Goliat, Elia yang membunuh 400-an nabi Baal, Musa yang membawa keluar bangsa Israel dari perbudakan Mesir? Bukan hanya Yesus yang ingin kita belajar dari kegagalan mereka dalam Allkitab, Paulus pun ingin kegagalan Israel menjadi peringatan bagi kita (1 Korintus 10).
Kegagalan istri Lot sangat fatal, bukan kegagalan karena tidak lulus ujian melainkan kegagalan untuk percaya dan taat kepada Firman, sehingga ia tidak memperoleh hidup tetapi kematian yang mengerikan, yaitu menjadi tiang garam dan kehilangan hidup kekal. Yesus ingin kita mengandalkan Tuhan, dan bukan bersandar kepada kekuatan diri.
Seperti dikatakan Paulus dalam Filipi 2:12, “kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.” Paulus meyakini, bahwa keselamatan orang percaya adalah anugerah Tuhan semata, bukan usaha manusia, sehingga jangan ada yang memegahkan diri (Efesus 2:8-9).
Setelah diselamatkan Tuhan, tugas orang percaya adalah menjadi alat kemuliaan Tuhan. Ketika mengerjakan ‘keselamatan kita tersebut,’ Paulus ingin kita melakukannya dengan takut dan gentar. Ia ingin kita mengandalkan Tuhan, dan jangan bertumpu pada diri. Sama seperti Yohanes Pembaptis yang berkata, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohanes 3:30).
Kembali kepada perkataan Yesus: “Ingatlah isteri Lot!” Apa yang Yesus ingin kita ingat dari kegagalan istri Lot? Ada 3 hal:
(i) Yesus ingin kita ingat akan anugerah dan privilege yang begitu besar yang diberikan kepada istri Lot, tapi ia tidak setia dan taat. (ii) Yesus ingin kita ingat akan dosa-dosa istri Lot. (iii) Yesus ingin kita ingat akan hukuman Tuhan kepadanya.
PERTAMA, Yesus ingin kita ingat akan privilege / anugerah Tuhan yang begitu besar kepada istri Lot.
Pada zaman itu belum ada Alkitab, gereja, hamba Tuhan, misionari, seperti yang kita miliki sekarang ini, tapi istri Lot sudah mendengar Firman Tuhan. Suaminya, Lot, adalah orang percaya, keponakan Abraham, bapa orang beriman. Istri Lot menikmati kehadiran Tuhan. Ia melihat iman, pengetahuan, dan doa dari suaminya, Lot, maupun dari Abraham. Saat Tuhan memberikan janji kepada Abraham, ia ada. Ketika Abraham mendirikan mezbah antara Ai dan Betel, ia hadir.
Istri Lot mengalami bagaimana Tuhan memimpin Abraham membebaskan Lot sekeluarga dari Raja Kedorlaomer. Ia menyaksikan bagaimana malaikat membutakan mata orang-orang Sodom yang mau menerobos masuk ke rumahnya. Istri Lot mengalami penyelamatan Tuhan saat malaikat membawa ia dan keluarganya meninggalkan Sodom. Anugerah demi anugerah ia alami, tapi sayang…ia tidak beriman untuk terus taat, dan percaya, dan bersandar pada Firman Tuhan, hatinya bertumpu pada kekayaan duniawi yang harus ia tinggalkan.
Dalam Perjanjian Baru, mungkin hanya Yudas yang bisa diperbandingkan dengan istri Lot dalam hal menerima anugerah Tuhan yang begitu besar. Nama Yudas artinya ‘terpujilah’ (the praised one) --kiranya nama Tuhan dimuliakan melalui Yudas. Yudas memang dilahirkan dari keluarga yang mengasihi Tuhan. Ia salah satu dari 12 rasul Yesus. Itu berarti Yudas bukan hanya dikelilingi komunitas orang percaya, tapi juga memiliki keistimewaan digembleng langsung oleh Tuhan Yesus.
Lebih dari itu, Yudas menjadi orang kepercayaan Yesus. Ia dipercayakan menjadi bendahara. Matius 10 menyatakan, Yudas pernah diberi kuasa untuk menginjili, menyembuhkan orang sakit, mentahirkan orang kusta, bahkan membangkitkan orang mati. Anugerah demi anugerah Yudas terima. Tapi mirip istri Lot, Yudas menyepelekan semua anugerah tersebut. Hatinya untuk uang. Ia menjual Yesus 30 keping perak.
Keselamatan dalam Kristus merupakan anugerah Tuhan yang terbesar dalam hidup kita. Seperti dinyatakan Paulus dalam Roma 8:32, “Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?”
Suatu kali, ketika makan siang, saya minta Prof. David Garner dari Westminster Theological Seminary berdoa makan. Dalam pendahuluan doanya, beliau berkata, “Bapa, kami bersyukur atas keselamatan dalam Kristus yang sudah Engkau anugerahkan kepada kami.” Pesan yang Prof. Garner mau sampaikan kepada saudara dan saya, yakni anugerah Tuhan sebesar apapun dalam hidup kita, termasuk makanan, tidak bisa dibandingkan dengan anugerah keselamatan dalam Kristus. Sebaliknya, saat kita mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan dalam hidup ini, jangan pernah ragukan kebaikan Tuhan. Ia sudah memberikan yang terbaik yang bisa diberikan Pencipta kepada ciptaan-Nya, yaitu Kristus yang mati bagi dosa-dosa kita.
Rencana kekal Tuhan untuk kita adalah: Ia bukan hanya menyelamatkan kita, tapi mau memakai kita menjadi rekan kerja-Nya, untuk melakukan pekerjaan-Nya yang kekal. “Apa alasan utama kita menjadi orang Kristen? Mengapa kita memberitakan Injil?” Setiap kita pasti berkata supaya kita bebas dari hukuman neraka dan memperoleh hidup kekal bersama Allah di sorga. Jawaban ini tidak salah. Tapi bagi John Calvin, itu bukan alasan utama menjadi orang Kristen. Alasan utama menjadi Kristen, menurut Calvin, yakni agar kemuliaan Allah dinyatakan dalam hidup kita.
Pemikiran Calvin selalu teosentris, berpusat kan pada Allah. Calvin menolak pemikiran antroposentris yang egois dan selfish, bahwa menjadi Kristen adalah supaya selamat, bebas dari neraka, hidup bersama Allah sampai selamanya; that’s it. Bagi Calvin, itu tidak cukup. Westminster Shorter Catechism berkata: Man’s chief end is to glorify God and to enjoy Him forever. Tujuan akhir manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati-Nya sampai selama-lamanya.
Saat memanggil murid-murid-Nya, Yesus berkata, “Ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Matius 4:19). Panggilan menjadi murid Yesus, datangnya bersamaan dengan panggilan menjadi penjala manusia. Ada teolog yang berkata, sukacita melayani Tuhan lebih besar dari sukacita diselamatkan Tuhan. Keselamatan yang kita miliki itu baru permulaan, masih banyak tugas lain menanti.
Paulus berkata dalam Efesus 2:10, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Inilah panggilan setiap kita orang Kristen. Hanya dengan mengerjakan pekerjaan Tuhan, kita menghargai anugerah Tuhan. Yesus berkata: “Ingatlah istri Lot”; mendapatkan begitu banyak anugerah Tuhan, tapi tidak menghargainya.
KEDUA, Yesus ingin kita ingat akan dosa-dosa istri Lot.
Dosa istri Lot adalah: ia menoleh ke belakang; tapi itu bukan sekedar menoleh. Dalam Matius 5:28, Yesus berkata, “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” Bahasa asli kata ‘memandang’ di sini bukan sekedar melihat, tapi melototin yang disertai dengan fantasi seks. Ketika istri Lot menoleh ke belakang, ia bukan sekedar menoleh; hatinya terpaut dengan Sodom, ia tidak bisa hidup tanpa Sodom.
Dalam bukunya Redemption Accomplished and Applied, John Murray membedakan Kristen dan non-Kristen ketika berbuat dosa. Ketika orang Kristen berdosa, Murray pakai istilah “surviving sin.” Orang Kristen sudah dilepaskan dari kuasa dosa. Ketika ia berdosa, dosa ingin kembali bertakhta di hati kita.
Tetapi Roh Kudus yang sudah ada di hati kita itu melawan, hingga selalu ada konflik, muncul kegelisahan. Itu artinya surviving sin. Sedangkan ketika orang non-Kristen berdosa, Murray pakai istilah “reigning sin,” dosa memerintah. Ketika non-Kristen berdosa, dosa menemukan habitatnya. Akibatnya tidak ada perlawanan, berkubang dalam dosa. Inilah yang dimaksudkan dengan reigning sin. Murray menyimpulkan: “It is one thing for sin to live in us, it is another for us to live in sin.”
Lot dan istrinya hidup di Sodom. Lot orang percaya, tapi istrinya bukan. Dalam 2 Petrus 2:7-8 dikatakan bahwa Lot menderita dengan cara hidup orang Sodom dan jiwanya tersiksa berada di tengah-tengah mereka. Saat sekelilingnya bejat, Roh Kudus dalam hatinya terus melawan, dosa tidak mungkin bertakhta kembali dalam hatinya. Sedangkan istri Lot bukan hanya hidup di Sodom, tapi Sodom hidup dalam hatinya, dan ia tidak mungkin melepaskan diri dari Sodom. Itu sebabnya ia menoleh ke belakang. Ini dosa pertama istri Lot.
Dosa kedua istri Lot yaitu tidak taat kepada Tuhan. Malaikat Tuhan sudah berkata, “Jangan menoleh ke belakang”, lalu Lot dan kedua anak perempuannya taat, tapi istrinya membangkang. Ia tidak taat karena tidak percaya Tuhan. Ibrani 3:18-19 mengaitkan ketidaktaatan dengan ketidakpercayaan.
Di balik ketidaktaatan ada ketidakpercayaan. Dosa ini yang dilakukan Adam dan Hawa. Tuhan melarang makan buah pohon di tengah-tengah taman, dan jika mereka makan, mereka akan mati. Tapi Adam dan Hawa tidak taat, karena mereka tidak percaya. Bagi Martin Luther, Adam dan Hawa memiliki krisis kepercayaan luar biasa terhadap Tuhan. Mereka bahkan menyalahkan Tuhan atas dosa yang mereka lakukan.
Ketika Tuhan bertanya kepada Adam mengapa makan buah pohon di tengah-tengah taman yang Tuhan larang. Adam menjawab, “Perempuan yang Engkau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Adam bukan hanya membela diri tapi menyalahkan Tuhan. Tuhan yang mulia dan suci dituduh sebagai penyebab dosa Adam. Ini krisis kepercayaan terhadap Tuhan yang luar biasa. Lalu saat Tuhan menanyakan Hawa tentang apa yang diperbuatnya. Jawab Hawa kepada Tuhan, “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Iblis yang Tuhan ijin kan masuk Taman Eden, itulah biang keroknya. Kembali Hawa menyalahkan Tuhan.
Bukankah kita orang Kristen sering juga tidak taat? Tuhan berkata, “jangan berbohong”; kita berbohong. Hukum Tuhan, “jangan mencuri”; kita mencuri. Namun ada perbedaannya. Orang Kristen tidak taat bukan karena tidak percaya Tuhan; ketidaktaatannya karena mencobai kemurahan Tuhan --boleh saja berdosa, pada akhirnya Tuhan akan ampuni juga; “It will be all right. Eventually God will forgive.” Apalagi dengan mempermainkan doktrin Calvinis bahwa keselamatan tidak mungkin hilang; ketidaktaatan orang Kristen karena mencobai kemurahan Tuhan.
Peristiwa angin ribut dalam Lukas 8, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Marilah kita bertolak ke seberang danau.” Yesus memberi jaminan bahwa mereka pasti akan tiba di seberang, apa pun yang terjadi. Tapi saat angin Taufan dan badai begitu dahsyat, murid-murid ketakutan dan membangunkan Yesus, “Guru, Guru, kita binasa!” Lalu bangunlah Yesus, Dia menghardik angin dan air yang mengamuk itu sambil berkata, “Di manakah kepercayaanmu?” Murid-murid punya iman, tapi karena circumstances lalu terjadi rasionalisasi, mereka menjadi tidak taat. Ketidaktaatan karena circumstances dan rasionalisasi. Ketidaktaatan istri Lot bukan karena mencobai kemurahan Tuhan, bukan pula karena keadaan sekelilingnya dan rasionalisasi, tapi karena ia tidak beriman kepada Tuhan.
KETIGA, Yesus ingin kita ingat akan hukuman Tuhan kepada istri Lot.
Setelah menoleh ke belakang, Tuhan menghukum istri Lot seketika menjadi tiang garam. Matinya tragis. Tuhan tidak memberikan kesempatan sedikit pun kepadanya untuk bertobat. Istri Lot mati ditengah-tengah ketidaksetiaan.
Jika ada orang yang tidak percaya Tuhan, pakai narkoba, overdosis, meninggal. Apakah itu berarti bahwa orang tersebut masuk neraka? Belum tentu. Bisa saja sebelum meninggal mungkin 1 atau 2 menit, ia mengalami death-bed repentance, yaitu disadarkan Tuhan, Roh Kudus masuk dalam hatinya, lalu berdoa mohon pengampunan dosa, dan diselamatkan Tuhan. Tapi istri Lot tidak punya kesempatan death-bed repentance. Saat menoleh, langsung jadi tiang garam.
Jangan menguji kesabaran Tuhan. Sesabar-sabarnya Tuhan, tetap ada batasnya. Dalam Roma 2:4, Paulus mengingatkan kita untuk jangan menganggap sepi kekayaan kemurahan Tuhan, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya. “Tidakkah engkau tahu,” kata Paulus, “bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?”
Yesus berkata: “Ingatlah istri Lot!” Perkataan Yesus tersebut tidak ditujukan kepada orang Farisi atau ahli-ahli Taurat, tapi kepada murid-murid Yesus. Ada 3 hal di sini.
Pertama, Yesus ingatkan murid-murid-Nya, supaya berhati-hati saat melayani. Jangan pernah puas dengan pelayanan aktivis gereja. Mereka melakukan pelayanan ini dan itu, tapi mungkin saja hatinya belum pernah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamat. Itu sebabnya penting bagi aktivis gereja hadir dalam KKR. Kebaktian hari minggu perlu diisi dengan kotbah-kotbah penginjilan dan altar call.
Kedua, Yesus ingin sampaikan kepada murid-muridNya, jangan sampai mereka melayani dengan begitu tekun dan bersemangat, tetapi istri dan anak-anak mereka, keluarga mereka, bukan orang percaya.
Ketiga, istri Lot tidak diselamatkan Tuhan karena bukan orang pilihan. Terlepas dari hal itu, ada andil Lot di dalamnya. Dengan memilih bermukim di Sodom, Lot sudah menjadi batu sandungan bagi keluarganya.
“Ingatlah akan istri Lot”; kiranya belas kasihan Tuhan senantiasa menyertai hidup kita, Amin. Pdt. Dr . Benyamin F. Intan.