EKSPOSISI AYUB 4:7-21

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
EKSPOSISI AYUB 4:7-21
Ayub 4:7-21 - “(7) Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah dan di manakah orang yang jujur dipunahkan? (8) Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. (9) Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidungNya. (10) Singa mengaum, singa meraung - patahlah gigi singa-singa muda. (11) Singa binasa karena kekurangan mangsa, dan anak-anak singa betina bercerai-berai. (12) Suatu perkataan telah disampaikan kepadaku dengan diam-diam dan telingaku menangkap bisikannya, (13) waktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang. (14) Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. (15) Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku. (16) Ia berhenti, tetapi rupanya tidak dapat kukenal. Suatu sosok ada di depan mataku, suara berbisik-bisik kudengar: (17) Mungkinkah seorang manusia benar di hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan Penciptanya? (18) Sesungguhnya, hamba-hambaNya tidak dipercayaiNya, malaikat-malaikatNyapun didapatiNya tersesat, (19) lebih-lebih lagi mereka yang diam dalam pondok tanah liat, yang dasarnya dalam debu, yang mati terpijat seperti gegat. (20) Di antara pagi dan petang mereka dihancurkan, dan tanpa dihiraukan mereka binasa untuk selama-lamanya. (21) Bukankah kemah mereka dicabut? Mereka mati, tetapi tanpa hikmat.”.

Ayub 4: 7-9: “(7) Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah dan di manakah orang yang jujur dipunahkan? (8) Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. (9) Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidungNya.”.

Ayub 4: 8 (KJV): ‘Even as I have seen, they that plow iniquity, and sow wickedness, reap the same’ [= Bahkan seperti yang telah kulihat, mereka yang membajak kesalahan / ketidak-adilan, dan menabur kejahatan, menuai hal yang sama].

1) Poole mengatakan bahwa dalam apa yang dilakukan oleh Elifas ini ada satu hal yang benar, yaitu kalau melihat orang menderita karena dosa, ia berani menegur dosanya, dan bukannya menghibur orang itu dalam dosanya.

Bdk. Amsal 27:5-6 - “(5) Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. (6) Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.”.

Tetapi sayang sekali, di sini peneguran itu diterapkan secara salah, dan juga pada saat yang salah.

2) Sekarang Elifas masuk pada inti dari pandangannya, yaitu bahwa orang benar tidak mungkin menderita. Orang menderita, pasti karena ia berdosa. Dan kalau penderitaannya sangat hebat, maka dosanya tentu juga sangat hebat.

Ia bertanya: ‘Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah?’. Padahal jelas ada contoh Habel, yang dibunuh oleh Kain tanpa salah.

Matius 23:34-35 - “(34) Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, (35) supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.”.

Dan rasanya tidak mungkin bahwa Elifas tidak pernah melihat orang benar yang binasa / ditindas. Tetapi perlu diketahui bahwa kalau seseorang sudah mempunyai suatu anggapan, maka biasanya ia membutakan diri terhadap fakta apapun yang bertentangan dengan anggapannya itu.

Matthew Henry (tentang Ayub 4:6): “Those that pass rash and uncharitable censures upon their brethren, and condemn them as hypocrites, do Satan’s work, and serve his interest, more than they are aware of.” [= Mereka yang menyampaikan celaan yang terburu-buru / gegabah / tanpa dipikir dan tidak mengenal belas kasihan terhadap saudara-saudara mereka, dan mengecam mereka sebagai orang-orang munafik, melakukan pekerjaan setan, dan melayani kepentingannya, lebih dari yang mereka sadari.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Ayub 4:1): “The greatest of Job’s calamities, and his complaints against God, and the opinion that calamities are proofs of guilt, led the three to doubt Job’s integrity.” [= Bencana-bencana terbesar Ayub, dan keluhannya terhadap Allah, dan pandangan bahwa bencana-bencana merupakan bukti dari kesalahan, memimpin 3 orang ini untuk meragukan kejujuran / kesehatan moral dari Ayub.].

Barnes’ Notes: “This declaration contains the essence of all the positions held by Eliphaz and his colleagues in this argument. This they considered as so established that no one could call it in question, and on the ground of this they inferred that one who experienced such afflictions, no matter what his professions or his apparent piety had been, could not be a good man. ... This kind of reasoning is common - that when men are afflicted with great and sudden calamities they must be peculiarly guilty.” [= Pernyataan ini mencakup hakekat dari semua posisi / pandangan yang dipegang / dipercaya oleh Elifas dan teman-temannya dalam argumentasi ini. Ini mereka anggap sebagai sesuatu yang begitu teguh sehingga tidak ada seorangpun yang bisa mempertanyakannya, dan berdasarkan hal ini mereka menyimpulkan bahwa seseorang yang mengalami penderitaan-penderitaan seperti itu, tidak peduli apa pengakuannya atau terlihatnya kesalehannya, tidak bisa merupakan orang yang baik. ... Jenis pemikiran seperti ini adalah umum - bahwa pada waktu orang-orang ditimpa oleh bencana-bencana yang besar dan mendadak, mereka pasti bersalah secara khusus.] - hal 144-145.

Barnes’ Notes: “His reasoning was of a kind that is common in the world - that of drawing universal conclusions from premises that are too narrow to sustain them, or from too few carefully observed facts.” [= Pemikirannya merupakan jenis pemikiran yang umum dalam dunia ini - yaitu pemikiran yang menarik kesimpulan dari alasan-alasan yang terlalu sempit untuk menopangnya, atau dari terlalu sedikit fakta-fakta yang diamati dengan teliti.] - hal 145.

Matthew Poole: “His judgment herein was rash and false, but not without some appearance of truth;” [= Penghakimannya di sini tanpa dipikir dan salah, tetapi bukannya tanpa beberapa penampilan dari kebenaran;] - hal 929.

Poole lalu memberi alasan yaitu bahwa orang-orang saleh memang diberkati seperti Nuh, Abraham, Ishak, Yakub. Demikian juga Israel diberkati kalau mereka taat kepada Tuhan dan sebaliknya ditindas dan menderita kalau mereka menjauh dari Tuhan.

Pulpit Commentary: “The amount of truth in the representation, which is correct in so far as it describes individual cases; as e.g. the antediluvians, the cities of the plain, Adonibezek (Judg. 1:7), Belshazzar (Dan. 5:22,30), Herod (Acts 12:23); but incorrect in so far as it claims to be of universal application.” [= Jumlah kebenaran dalam penggambaran ini, yang adalah benar selama itu menggambarkan kasus-kasus individuil, seperti misalnya orang-orang sebelum air bah, kota-kota dari lembah (Sodom dan Gomora dan sekitarnya - Kejadian 13:10-11), Adoni-bezek (Hak 1:7), Belshazar (Dan 5:22,30), Herodes (Kis 12:23); tetapi tidak tepat kalau diterapkan secara universal.] - hal 72.

Saya meragukan kata-kata Pulpit Commentary ini. Penerapan universal itu seharusnya benar, karena ay 8 ini sesuai dengan:
a) Galatia 6:7 - “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”.
b) Amsal 22:8a - “Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana,”.
c) Hos 8:7a - “Sebab mereka menabur angin, maka mereka akan menuai puting beliung;”.
d) Hosea 10:12-13 - “(12) Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia! Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari TUHAN, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan. (13) Kamu telah membajak kefasikan, telah menuai kecurangan, telah memakan buah kebohongan. Oleh karena engkau telah mengandalkan diri pada keretamu, pada banyaknya pahlawan-pahlawanmu,”.

Perhatikan bahwa semua ayat-ayat di atas ini memang bersifat Didactic / pengajaran, dan karena itu berlaku secara mutlak dan universal. TETAPI saat terjadinya ‘penuaian’ itu yang tidak harus sekarang / langsung. Bisa saja terjadi setelah kematian, seperti dalam cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Lukas 16:19-31).

Barnes’ Notes: “Judgments are not equally administered in this world, and hence the necessity for a future world of retribution;” [= Penghakiman tidak dilaksanakan secara sama di dunia ini, dan karena itu dibutuhkan dunia yang akan datang sebagai pembalasan;] - hal 145.

Penerapan: kalau saudara melihat ketidak-adilan dalam dunia ini, jangan heran. Memang sebelum kematian / pengadilan akhir jaman, tentu saja belum ada keadilan, apalagi keadilan yang sempurna.

Pandangan seperti pandangan Elifas ini juga ada pada jaman Tuhan Yesus, dan jelas disalahkan oleh Tuhan Yesus. Dan ini terlihat dari:
1. Lukas 13:1-5 - “(1) Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. (2) Yesus menjawab mereka: ‘Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? (3) Tidak! kataKu kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. (4) Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? (5) Tidak! kataKu kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.’”.
2. Yohanes 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”.

Pandangan salah seperti pandangan Elifas ini tetap sangat banyak pada jaman sekarang. Sering orang kristen menuduh seseorang berdosa, kalau ia mengalami malapetaka / penderitaan / penyakit dan sebagainya. Pada jaman sekarangpun sebetulnya semua orang bisa melihat bahwa kemakmuran dan kesengsaraan tidak diberikan berdasarkan kehidupan moral. Tetapi banyak orang yang buta / membutakan diri dalam persoalan ini dan mempunyai pandangan seperti pandangan Elifas. Pada waktu mereka melihat orang benar menderita, maka mereka menuduh bahwa ada dosa-dosa yang tersembunyi, dan bahwa kesalehan orang itu palsu. Kalau penderitaannya hebat, maka mereka mengatakan bahwa dosanya pasti juga hebat.

Kalau tuduhan seperti itu dilakukan kepada kita pada saat kita sedang menderita, apa yang harus kita lakukan?

a. Introspeksi dahulu, karena ada kemungkinan saudara menderita memang karena dosa.
Perlu saudara ketahui bahwa Kitab Suci juga mempunyai banyak ayat yang menunjukkan adanya orang-orang yang menderita karena dosanya, seperti:

(1) Miryam yang kena kusta karena mengata-ngatai Musa (Bil 12).

(2) Korah, Datan dan Abiram yang dihukum mati karena memberontak terhadap Musa dan Harun (Bil 16).

(3) Gehazi yang kena kusta (2Raja-raja 5:27).

(4) Ananias dan Safira (Kis 5:1-11).

(5) Mazmur 107:4-22 - “(4) Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan; (5) mereka lapar dan haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka. (6) Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dilepaskanNya mereka dari kecemasan mereka. (7) DibawaNya mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota tempat kediaman orang. (8) Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, (9) sebab dipuaskanNya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkanNya dengan kebaikan. (10) Ada orang-orang yang duduk di dalam gelap dan kelam, terkurung dalam sengsara dan besi. (11) Karena mereka memberontak terhadap perintah-perintah Allah, dan menista nasihat Yang Mahatinggi, (12) maka ditundukkanNya hati mereka ke dalam kesusahan, mereka tergelincir, dan tidak ada yang menolong. (13) Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkanNyalah mereka dari kecemasan mereka, (14) dibawaNya mereka keluar dari dalam gelap dan kelam, dan diputuskanNya belenggu-belenggu mereka. (15) Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, (16) sebab dipecahkanNya pintu-pintu tembaga, dan dihancurkanNya palang-palang pintu besi. (17) Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka; (18) mereka muak terhadap segala makanan dan mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut. (19) Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkanNya mereka dari kecemasan mereka, (20) disampaikanNya firmanNya dan disembuhkanNya mereka, diluputkanNya mereka dari liang kubur. (21) Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia. (22) Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaanNya dengan sorak-sorai!”.

b. Kalau saudara sudah mengintrospeksi diri, dan saudara yakin bahwa penderitaan itu bukan karena dosa, maka saudara bisa menjawab tuduhan itu dengan cara sebagai berikut:

(1) Akui kebenaran ayat-ayat yang menekankan keadilan Allah yang pasti menghukum orang berdosa, juga ayat-ayat yang mengatakan kita akan menuai apa yang kita tabur dan sebagainya. Tetapi tambahkan bahwa hal-hal seperti itu tidak selalu terjadi pada hidup ini, bisa terjadi dalam hidup yang akan datang (seperti Lazarus dan orang kaya).

(2) Juga akui kebenaran dari text-text alkitab yang menunjukkan orang saleh yang diberkati Tuhan, seperti Abraham, Daud, dan sebagainya. Tetapi tambahkan juga bahwa orang-orang itu bukannya bebas dari penderitaan, tetapi sebaliknya mengalami banyak penderitaan, dalam hidupnya di dunia ini.

(3) Lalu tambahkan juga ayat-ayat di bawah ini:

(a) Mazmur 73:1-19 - “(1) [Mazmur Asaf.] Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi. (15) Seandainya aku berkata: ‘Aku mau berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu. (16) Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, (17) sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18) Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!”.

(b) Pkh 7:15 - “Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.”.

(c) Pkh 8:14 - “Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar. Aku berkata: ‘Inipun sia-sia!’”.

(d) Yeremia 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka.”.

(e) Juga bisa saudara tambahkan Lukas 13:1-5 dan Yohanes 9:1-3 yang sudah saya berikan di atas, dan tentu saja bisa saudara tambahkan cerita tentang Ayub ini, yang jelas sekali menderita bukan karena dosa!
4) Kata-kata dalam Ayub 4: 7 ini bukan hanya tidak benar, tetapi seandainya benar, adalah tidak bijaksana untuk diucapkan kepada Ayub pada saat seperti itu.

Pulpit Commentary: “though it is unquestionably wrong to suppress or tamper with the truth, there is nothing in religion that requires one to proclaim all the truth irrespective of circumstances, or even to present truth under any circumstance in its most repulsive forms.” [= sekalipun menekan atau merahasiakan / mengubah kebenaran jelas adalah sesuatu yang salah, tetapi agama tidak mengharuskan seseorang untuk memberitakan seluruh kebenaran tanpa mempedulikan keadaan, atau bahkan menyatakan kebenaran dalam sembarang keadaan dalam bentuknya yang paling menjijikkan.] - hal 72.

5) Ayub 4: 9: “Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidungNya.”.

a) ‘nafas Allah’.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 68) bahwa kata yang digunakan sama dengan dalam Ayub 37:10. Nafas di sini menunjuk pada ‘a slight or gentle breathing’ [= nafas yang pelan atau lembut]. Barnes mengatakan (hal 146) bahwa dalam Kitab Suci kata-kata ‘nafas Allah’ sering digunakan untuk menunjukkan kemurkaan Allah (Maz 18:16 Yesaya 11:15 Yes 30:28,33 dsb).

Mazmur 18:16 - “Lalu kelihatanlah dasar-dasar lautan, dan tersingkaplah alas-alas dunia karena hardikMu, ya TUHAN, karena hembusan nafas dari hidungMu.”.

Yesaya 11:15 - “TUHAN akan mengeringkan teluk Mesir dengan nafasNya yang menghanguskan, serta mengacungkan tanganNya terhadap sungai Efrat dan memukulnya pecah menjadi tujuh batang air, sehingga orang dapat melaluinya dengan berkasut.”.

Yesaya 30:28,33 - “(28) hembusan nafasNya seperti sungai yang menghanyutkan, yang airnya sampai ke leher - Ia datang untuk mengayak bangsa-bangsa dengan ayak kebinasaan dan untuk memasang suatu kekang yang menyesatkan di mulut suku-suku bangsa. ... (33) Sebab dari dahulu sudah diatur tempat pembakaran - bukankah itu untuk raja - dasarnya dibuat dalam dan lapang, pancakanya penuh api dan kayu; nafas TUHAN menghanguskannya seperti sungai belerang.”.

Pulpit Commentary: “The slightest breath of God’s displeasure is enough to destroy those against whom it is directed.” [= Nafas yang paling pelan dari ketidak-senangan Allah adalah cukup untuk menghancurkan mereka terhadap siapa itu ditujukan.] - hal 68.

Bdk. 2Tesalonika 2:8 - “pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali.”.

b) ‘hembusan hidungNya’.
Ini menggunakan kata Ibrani yang lebih kuat dari pada ‘nafas’ tadi, dan demikian juga kata Ibrani yang diterjemahkan dengan ‘lenyap’ lebih kuat dari pada kata yang diterjemahkan ‘binasa’.

Ayub 4: 10-11: “(10) Singa mengaum, singa meraung - patahlah gigi singa-singa muda. (11) Singa binasa karena kekurangan mangsa, dan anak-anak singa betina bercerai-berai.”.

1) Kitab Suci sering membandingkan orang jahat dengan singa (Mazmur 7:3 10:9 17:12 Yeh 19:3,5 Zef 3:3 dsb).

Penekanan Elifas dalam ay 10-11 ini adalah: bahwa bagaimanapun kuatnya seseorang, kalau ia jahat, maka ia akan mendapatkan upah kejahatannya dalam hidup ini.

2) Kata-kata tentang ‘anak-anak singa’ dalam ay 11b mungkin menunjuk kepada anak-anak Ayub yang mati. Kalau ini benar, ini menunjukkan bahwa Elifas memang kejam dan tidak berperasaan!

Ayub 4: 12-16: “(12) Suatu perkataan telah disampaikan kepadaku dengan diam-diam dan telingaku menangkap bisikannya, (13) waktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang. (14) Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. (15) Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku. (16) Ia berhenti, tetapi rupanya tidak dapat kukenal. Suatu sosok ada di depan mataku, suara berbisik-bisik kudengar:”.

1) Elifas melanjutkan dengan menceritakan suatu pengalaman yang sangat aneh, dimana pada suatu malam ia bertemu dengan suatu roh. Dan roh itu lalu mengucapkan kata-kata dalam ay 17-21.

Matthew Henry: “The people of God had not then any written word to quote, and therefore God sometimes notified to them even common truths by the extraordinary ways of revelation. We that have Bibles have there ... a more sure word to depend upon than even visions and voices, 2 Pet. 1:19.” [= Umat Allah pada saat itu belum mempunyai firman tertulis untuk dikutip, dan karena itu Allah kadang-kadang memberitahu mereka bahkan kebenaran-kebenaran umum dengan cara pewahyuan yang luar biasa. Kita yang mempunyai Alkitab mempunyai di sana ... firman yang lebih pasti untuk disandari dari pada penglihatan-penglihatan dan suara-suara / pendengaran-pendengaran, 2Pet 1:19.].

2Petrus 1:19 - “Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu.”.

Alangkah berbedanya pandangan Matthew Henry di sini ini dengan pandangan orang-orang Kharismatik pada umumnya, yang selalu ingin Tuhan bicara dengan cara-cara yang supranatural.

Victor Budgen mengutip kata-kata Jonathan Edwards (1703-1758) yang berkata sebagai berikut:
“One erroneous principle, than which scarce any has proved more mischievous to the present glorious work of God, is a notion that it is God’s manner in these days, to guide his saints, at least some that are more eminent, by inspiration or immediate revelation. They suppose he makes known to them what shall come to pass hereafter, or what it is his will that they should do, by impressions made upon their minds, either with or without texts of Scripture; whereby something is made known to them, that is not taught in Scripture. By such a notion the devil has a great door opened for him; and if once this opinion should come to be fully yielded to, and established in the church of God, Satan would have opportu¬nity thereby to set up himself as the guide and oracle of God’s people, and to have his word regarded as their infal¬lible rule, and so to lead them where he would, and to introduce what he pleased, and soon to bring the Bible into neglect and contempt. Late experience, in some instances, has shown that the tendency of this notion is to cause persons to esteem the Bible as in a great measure useless.” [= Satu prinsip yang salah, yang jarang ada tandingannya dalam merusak / merugikan pekerjaan Allah yang mulia pada jaman ini, adalah suatu anggapan bahwa adalah merupakan cara Allah pada jaman ini, untuk memimpin para orang kudusNya, setidaknya beberapa orang yang lebih menonjol, dengan menggunakan ilham atau wahyu langsung. Mereka menganggap Ia memberitahu mereka apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, atau apa yang Ia kehendaki untuk mereka lakukan, dengan kesan-kesan yang dibuat dalam pikiran mereka, dengan atau tanpa text Kitab Suci; dengan mana sesuatu, yang tidak diajarkan dalam Kitab Suci, dinyatakan kepada mereka. Dengan adanya pandangan / anggapan seperti itu, setan mempunyai sebuah pintu besar yang terbuka bagi dia; dan sekali pandan¬gan ini diterima secara penuh, dan ditegakkan dalam gereja Allah, maka setan akan mempunyai kesempatan melalui hal ini untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai pemandu dan kata-kata ilahi dari umat Allah, dan menjadikan kata-katanya sebagai peraturan yang tidak bisa salah dari umat Allah, dan dengan demikian membawa mereka kemanapun ia mau, dan menga¬jukan apapun yang ia senangi, dan dengan cepat menyebabkan Alkitab diabaikan dan dihina. Pengalaman akhir-akhir ini, dalam beberapa contoh, menunjukkan bahwa pandangan / anggapan ini mempunyai kecondongan untuk menyebabkan orang-orang menganggap Alkitab, sampai tingkat yang besar / tinggi, sebagai tidak berguna.] - ‘The Charismat¬ics and the Word of God’, hal 176-177.

2) Ayub 4: 13: “waktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang.”.

Pulpit Commentary menganggap bahwa ay 13b menunjuk kepada suatu trance, tetapi saya lebih condong pada penafsir-penafsir lain yang menganggap bahwa maksudnya adalah: pada saat orang lain sedang tidur.

3) Ayub 4: 14-15: “(14) Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. (15) Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku.”.

Pulpit Commentary: “Our nature shrinks from direct contact with the spiritual world, and our earthly frame shudders at the unearthly presence.” [= Sifat dasar kita menyusut kalau mengalami kontak dengan dunia roh, dan badan duniawi kita gemetar pada saat ada kehadiran sesuatu yang bukan dari dunia.] - hal 69.

Kalau Tuhan hadir dan berbicara secara biasa maka itu tidak menimbulkan rasa takut seperti itu, tetapi kalau Tuhan hadir / berbicara dengan cara yang spektakuler / luar biasa, seperti melalui penglihatan, malaikat dsb, maka itu biasanya menimbulkan rasa takut dan bahkan menyebabkan orang pingsan. Ini tidak sama dengan kasus tumbang dalam roh dalam kalangan Kharismatik, dimana orang rebah sekalipun tidak ada manifestasi yang luar biasa dari Tuhan. Itu saya yakini sebagai pekerjaan kuasa gelap.

5) Ay 15: “Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku.”.

a) Dalam bahasa Ibrani digunakan kata RUAKH, yang artinya bisa ‘nafas’, ‘angin’ atau ‘roh’. Kontext menuntut bahwa di sini diartikan sebagai ‘roh’.

Pulpit Commentary: “Whether a spirit really appeared to him is a separate question. The whole may have been a vision; but certainly the impression left on Eliphaz was that he had had a communication from the spirit-world.” [= Apakah betul-betul ada suatu roh yang muncul di depannya merupakan pertanyaan yang terpisah. Bisa saja seluruhnya adalah suatu penglihatan; tetapi pasti bahwa kesan yang tertinggal dalam diri Elifas adalah bahwa ia mendapatkan komunikasi dengan dunia roh.] - hal 69.

Barnes’ Notes: “He does not intimate whether it was the spirit of a man, or an angel who thus appeared.” [= Ia tidak menunjukkan apakah itu roh manusia atau malaikat, yang muncul seperti itu.] - hal 150.

Matthew Poole: “an angel in visible shape,” [= seorang malaikat dalam bentuk yang bisa dilihat,] - hal 930.

b) Ay 15b: ‘bulu romaku’.
KJV: ‘the hair of my flesh’ [= rambut dagingku].
Lit: ‘the hair of my body’ [= rambut tubuhku].

Jadi kelihatannya bukan hanya bulu kuduk, tetapi semua rambut di tubuhnya berdiri.

6) Ayub 4: 16: “Ia berhenti, tetapi rupanya tidak dapat kukenal. Suatu sosok ada di depan mataku, suara berbisik-bisik kudengar:”.

Kelihatannya ini menunjukkan bentuk dari roh itu tidak terlalu jelas, dan demikian juga suaranya, sekalipun masih bisa dilihat dan dimengerti.

Ayub 4: 17: “Mungkinkah seorang manusia benar di hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan Penciptanya?”.

1) Terjemahan ayat ini berbeda-beda.
KJV: ‘Shall mortal man be more just than God? shall a man be more pure than his maker?’ [= Apakah seorang manusia yang fana bisa lebih benar dari Allah? apakah seorang manusia bisa lebih murni dari Penciptanya?].

RSV dan NASB seperti Kitab Suci Indonesia, sedangkan NIV, ASV dan NKJV seperti KJV.

Barnes setuju dengan KJV / NIV / ASV / NKJV; Adam Clarke, Jamieson, Fausset & Brown setuju dengan Kitab Suci Indonesia / RSV / NASB.

2) Pertanyaan ini tentu harus dijawab dengan ‘tidak!’.
Jadi kalau pemikiran kita tidak sesuai dengan pemikiran Tuhan, yang salah pasti adalah pemikiran kita. Juga kita tidak pernah boleh menghakimi, mengkritik atau menyalahkan Tuhan.

Barnes’ Notes: “Thus understood, it would be a pertinent reproof of Job, who in his complaint (chap. 3) had seemed to be wiser than God.” [= Dimengerti seperti itu, itu merupakan teguran / celaan yang berhubungan dengan Ayub, yang dalam keluhannya (pasal 3) kelihatannya lebih bijaksana dari pada Allah.] - hal 152.

Ayub 4: 18: “Sesungguhnya, hamba-hambaNya tidak dipercayaiNya, malaikat-malaikatNyapun didapatiNya tersesat,”.

1) Ini merupakan 2 kalimat yang paralel; jadi kelihatannya yang dimaksud dengan ‘hamba-hamba’ bukanlah ‘manusia’ tetapi ‘malaikat’.
Barnes mengatakan (hal 152) bahwa terjemahan Chaldee menafsirkan bahwa kata ‘hamba-hamba’ itu menunjuk kepada ‘nabi-nabi’, tetapi ia menganggap itu salah, dan seharusnya menunjuk kepada ‘malaikat-malaikat’.

2) KJV: ‘Behold, he put no trust in his servants; and his angels he charged with folly’ [= Lihatlah, Ia tidak mempercayai hamba-hambaNya; dan malaikat-malaikatNya dituduhNya dengan kebodohan].
KJV menterjemahkan ke dalam bentuk past tense [= waktu lampau]. Pulpit Commentary (hal 70) menganggap ini salah, seharusnya seperti NIV yang menterjemahkan ke dalam present tense (waktu sekarang / present).

3) Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa kata Ibrani yang diterjemahkan ‘folly’ [= kebodohan] tidak diketahui artinya dengan pasti dan kata ini tidak muncul di tempat lain dalam Kitab Suci.
LXX / Septuaginta menterjemahkan ‘crookedness’ [= ketidak-jujuran], dan ada orang-orang yang menterjemahkan ‘error’ [= kesalahan].

Adam Clarke: “In this place we may consider angels as heavenly or earthly messengers or angels of the Lord; and the glory, influence, and honour of their office as being put in them by the Most High. They are as planets which shine with a borrowed light. They have nothing but what they have received.” [= Di tempat ini kita bisa memikirkan malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan surgawi atau duniawi atau malaikat-malaikat Tuhan; dan kemuliaan, pengaruh, dan kehormatan dari jabatan mereka diberikan dalam mereka oleh Yang Maha Tinggi. Mereka seperti planet-planet yang bersinar dengan cahaya pinjaman. Mereka tidak mempunyai apapun kecuali apa yang telah mereka terima.] - hal 38.

4) Clarke mengatakan bahwa ada orang-orang yang menggunakan bagian ini untuk menunjuk kepada kejatuhan malaikat, tetapi Clarke sendiri menafsirkan sebagai berikut:

Adam Clarke: “It is said ‘he put no trust in them’ - he knew that nothing could be absolutely immutable but himself; and that no intelligent beings could subsist in a state of purity, unless continually dependent on himself, and deriving constant supplies of grace, power, and light, from him who gave them their being.” [= Dikatakan ‘Ia tidak mempercayai mereka’ - Ia tahu bahwa tidak ada yang bisa kekal secara mutlak selain diriNya sendiri; dan bahwa tidak ada makhluk berakal yang bisa tetap ada dalam keadaan kemurnian, kecuali secara terus menerus tergantung kepada diriNya sendiri, dan terus mendapatkan suplai kasih karunia, kuasa, dan terang, dari Dia yang memberikan kepada mereka keberadaan mereka.] - hal 38.

Pulpit Commentary: “Even in them God does not trust implicitly, since he knows that they are frail and fallible, liable to err, etc., only kept from sin by his own sustaining and assisting grace” [= Bahkan dalam / kepada mereka Allah tidak mempercayai secara mutlak, karena Ia tahu bahwa mereka lemah dan bisa salah, dsb., dan hanya dicegah dari dosa oleh kasih karuniaNya sendiri yang menopang dan menolong mereka] - hal 70.

5) Maksud Elifas mengucapkan bagian ini.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 70) bahwa arti bagian ini adalah: malaikat-malaikat itu tidak sempurna. Malaikat yang tertinggipun berada jauh di bawah Allah yang sempurna. Karena itu malaikatpun tidak berhak menghakimi Allah. Lebih-lebih Ayub yang adalah manusia (ini masuk dalam ay 19).

Bdk. Ayub 15:15-16 - “(15) Sesungguhnya, para suciNya tidak dipercayaiNya, seluruh langitpun tidak bersih pada pandanganNya; (16) lebih-lebih lagi orang yang keji dan bejat, yang menghirup kecurangan seperti air.”.
Catatan: Kata-kata dalam Ayub 15:15-16 ini juga diucapkan oleh Elifas.

Ayub 4: 19: “lebih-lebih lagi mereka yang diam dalam pondok tanah liat, yang dasarnya dalam debu, yang mati terpijat seperti gegat.”.

1) Karena tubuh manusia dibentuk oleh Allah dari debu tanah (Kej 2:7), maka di sini orang yang masih hidup dikatakan ‘diam dalam pondok tanah liat’. Sebaliknya, dalam banyak ayat lain, orang mati dikatakan sebagai ‘kemah / pondoknya dibongkar’.

Barnes’ Notes: “The body is represented as a temporary tent, tabernacle, or dwelling for the soul. That dwelling is soon to be taken down, and its tenant, the soul, to be removed to other abodes. So Paul (2Cor. 5:1) speaks of the body as ... ‘our earthly house of this tabernacle.’” [= Tubuh digambarkan sebagai tenda sementara, kemah, atau tempat tinggal untuk jiwa. Tempat tinggal itu segera akan dibongkar, dan penghuninya, yaitu jiwa, disingkirkan ke tempat tinggal yang lain. Demikianlah Paulus (2Kor 5:1) berbicara tentang tubuh sebagai ... ‘kemah tempat kediaman kita di bumi’.] - hal 153.

2Korintus 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.”.

Yes 38:12a - “Pondok kediamanku dibongkar dan dibuka seperti kemah gembala; seperti tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri hidupku; TUHAN memutus nyawaku dari benang hidup.”.

2Petrus 1:13-14 - “(13) Aku menganggap sebagai kewajibanku untuk tetap mengingatkan kamu akan semuanya itu selama aku belum menanggalkan kemah tubuhku ini. (14) Sebab aku tahu, bahwa aku akan segera menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana yang telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”.

2) Kata-kata ‘yang mati terpijak seperti gegat’ artinya adalah ‘yang begitu lemah sehingga seekor gegatpun bisa membunuhnya’ atau ‘yang bisa dibunuh dengan sama mudahnya seperti membunuh seekor gegat’.

Kata-kata ini harus diingat / dicamkan oleh semua orang, khususnya mereka yang mempunyai kekuasaan / kedudukan tinggi.

Ayub 4: 20: “Di antara pagi dan petang mereka dihancurkan, dan tanpa dihiraukan mereka binasa untuk selama-lamanya.”.

Pulpit Commentary: “Human bodies undergo a continuous destruction. From the moment that we are born we begin to die.” [= Tubuh manusia mengalami penghancuran yang terus menerus. Sejak kita dilahirkan kita mulai mati.] - hal 70.

Kata-kata ‘di antara pagi dan petang’ berarti bahwa hidup mereka hampir tidak mencapai satu hari (Barnes, hal 154). Dengan kata lain, hidup manusia sangat singkat.
Kata-kata ‘mereka binasa selama-lamanya’ menunjukkan bahwa mereka mati dan tidak dihidupkan kembali. Kata-kata ‘binasa selama-lamanya’ ini digunakan karena ia hanya meninjau kehidupan di dunia ini.

Ayub 4: 21: “Bukankah kemah mereka dicabut? Mereka mati, tetapi tanpa hikmat.”.

1) ‘Bukankah kemah mereka dicabut?’.
KJV: ‘Doth not their excellency which is in them go away?’ [= Tidakkah keunggulan mereka yang ada dalam mereka pergi?].

RSV: ‘If their tent-cord is plucked up within them’ [= Jika tali / tongkat tenda mereka dicabut di dalam mereka]. NIV/NASB mirip dengan RSV.

a) Ada yang menafsirkan bahwa kata ‘excellency’ [= keunggulan] menunjuk pada sesuatu yang tertinggi dalam diri manusia, yaitu jiwa / roh. Artinya tidak terlalu berbeda dengan kalau digunakan terjemahan RSV, karena ‘tent-cord’ [= tali / tongkat tenda] juga merupakan kiasan yang menunjuk kepada jiwa, karena jiwa merupakan penopang tubuh seperti ‘tent-cord’ merupakan penopang kemah.

Pulpit Commentary: “What deserves especial remark is that the ‘excellency’ does not perish; it goes away, departs, or is removed.” [= Apa yang perlu diperhatikan adalah bahwa ‘keunggulan’ itu tidak binasa; ia pergi, meninggalkan, atau disingkirkan.] - hal 70.

b) Tetapi ada yang menafsirkan bahwa kata ‘excellency’ [= keunggulan] menunjuk pada keunggulan moral dan hal-hal lain dimana mereka melebihi orang lain.

Barnes’ Notes: “Their excellence does not keep them from death, ... Men perish; and however eminent they may have been, they are soon cut off, and vanish away.” [= Keunggulan mereka tidak menjaga mereka dari kematian, ... Manusia binasa; dan bagaimanapun unggul / terkenalnya mereka, mereka akan segera mati dan hilang.] - hal 155.

2) ‘Mereka mati, tetapi tanpa hikmat.’.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 70) bahwa maksudnya adalah bahwa mereka mati tanpa belajar apa maksudnya penderitaan dalam kehidupan mereka.

Barnes menafsirkan (hal 155) bahwa bagian terakhir ini artinya: ‘mereka mati sebelum mereka menjadi bijaksana’. Jadi maksud seluruh kalimat adalah: hidup manusia begitu singkat sehingga sebelum mereka cukup lama hidup untuk menjadi bijaksana, mereka sudah harus mati.

Karena itu, mereka tidak memenuhi syarat untuk menghakimi tindakan-tindakan Allah dan menyalahkan hikmat ilahi, seperti yang telah Ayub lakukan.EKSPOSISI AYUB 4:7-21

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post