MACAM-MACAM KESEMBUHAN PENYAKIT

Pdt.Budi Asali, M.Div.


Ciri-ciri kesembuhan biasa:

1) Kesembuhan itu tidak terjadi seketika, tetapi melalui suatu proses.
MACAM-MACAM KESEMBUHAN PENYAKIT
gadget, education
2) Adanya penggunaan hal-hal yang secara medis memang bisa memberi-kan kesembuhan seperti: dokter, obat, diet, makanan bergizi, istira­hat, olah raga, perubahan cara hidup, berhenti merokok, dsb.

Perlu diketahui bahwa berbeda dengan pandangan / ajaran banyak orang Pentakosta / Kharismatik yang mengatakan bahwa dokter / obat itu dilarang dan bertentangan dengan iman, Kitab Suci tidak menentang penggunaan dokter / obat. Ini terlihat dari:

· Yakobus 5:14 yang berbunyi: “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan”.

‘Minyak’ di sini mungkin sekali berfungsi sebagai obat (bdk. Yesaya 1:6 Lukas 10:34). Pemberian obat oleh penatua ini mungkin disebabkan pada saat itu banyak orang kristen yang miskin, sehingga tidak bisa membeli obat sendiri.

· Matius 9:12 yang berbunyi: “Yesus mendengarnya dan berkata: ‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit’”.

Dari sini terlihat dengan jelas bahwa Yesus sendiri tidak menentang penggunaan tabib / dokter untuk orang sakit.

· 1Timotius 5:23 yang berbunyi: “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah”.

Ini merupakan nasehat dari rasul Paulus kepada Timotius yang sakit. Aneh sekali bahwa Paulus yang jelas mempunyai karunia kesembuh-an itu, ternyata tidak menyembuhkan Timotius secara mujijat, tetapi menyuruhnya menggunakan anggur sebagai obat!

· Lukas adalah tabib (Kolose 4:14).

Kalau orang kristen tidak boleh menggunakan dokter / obat, maka jelas bahwa dokter / tabib dan penjual obat semuanya harus bertobat. Tetapi sekalipun Lukas adalah seorang tabib, ia tidak pernah dikecam atau disuruh bertobat.

Kalaupun hal-hal yang secara medis bisa memberikan kesembuhan tersebut di atas digabungkan dengan doa, sehingga lalu terjadi kesem-buhan yang luar biasa cepatnya, itu tetap merupakan kesembu­han biasa!

Kalau dikatakan bahwa ini adalah kesembuhan biasa, itu tidak berarti bahwa itu tidak datang dari Tuhan! Kesembuhan ini tetap datang dari Tuhan, tetapi Tuhan menggunakan hal-hal tertentu untuk menyembuhkan. Jadi, Tuhan menyembuhkan secara tidak langsung.

Setiap kali kita sakit, selain kita harus berdoa, kita juga harus menggunakan hal-hal tersebut di atas untuk mendapatkan kesembuhan biasa ini!

II) Kesembuhan psikologis.

Ada banyak penyakit yang ditimbulkan / diperparah / dikambuhkan oleh hal-hal yang bersifat psikologis seperti takut, kuatir, marah, sedih, benci / dendam, stress, dsb.

Dalam Amsal 17:22 dikatakan bahwa ‘hati yang gembira adalah obat yang manjur’. Ini tentu tidak berlaku untuk semua penyakit! Misalnya bagaimanapun orang yang menderita patah tulang bergembira, ia tidak akan disembuhkan oleh kegembiraannya itu! Jadi, ayat ini hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang memang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat psikologis.

Di dalam suatu kebaktian kesembuhan, selalu diadakan pembang­kitan emosi menggunakan musik yang keras, nyanyian yang diulang-ulang, kata-kata chairman / pengkotbah yang menggerakkan emosi, bahasa lidah, self-suggestion tentang ‘iman’ (penyugestian diri sendiri bahwa dirinya akan sembuh / sudah sembuh), dsb. Hal-hal ini memang bisa menyebabkan terjadinya kesembuhan secara psikologis terhadap penyakit-penyakit yang memang disebabkan oleh hal-hal psikologis itu! Tetapi, begitu emosi turun (kembali seperti semula), penyakitnya akan kembali / kambuh lagi. Karena itu, ini pada hake­katnya bukan suatu kesembuhan. Ini hanya kesembuhan semu saja!

III) Kesembuhan ilahi.

A) Ada yang menggunakan benda-benda:

1) Benda milik si penyembuh, seperti:

a) Jubah Yesus (Matius 9:20-22 Matius 14:34-36).

b) Sapu tangan / kain Paulus (Kisah Para Rasul 19:12).

Ayat-ayat Kitab Suci ini dipakai sebagai dasar oleh sebagian orang Kharismatik untuk melakukan hal yang serupa!

Contoh:

· Penginjil Televisi dari Amerika Serikat, Oral Roberts, pernah mem-bagikan 6 juta kantong plastik berisi air kepada semua pengikut-nya di seluruh Amerika, dan lalu dalam siaran TV ia mengajak mereka bersama-sama untuk memecahkan kantong plastik itu pada bagian tubuh yang sakit untuk menyembuhkannya.

· John F. MacArthur, Jr. menceritakan dalam bukunya bahwa ia pernah menerima ‘miracle prayer cloth’ (= kain doa mujijat), dan bersama dengan kain doa mujijat itu ada suatu pesan yang berbunyi:

“Take this special miracle prayer cloth and put it under your pillow and sleep on it tonight. Or you may want to place it on your body or on a loved one. Use it as a release point wherever you hurt. First thing in the morning send it back to me in the green envelope. Do not keep this prayer cloth; return it to me. I’ll take it, pray over it all night. Miracle power will flow like a river. God has something better for you, a special miracle to meet your needs” (= Ambillah kain doa mujijat yang spesial ini dan letakkanlah di bawah bantalmu dan tidurlah di atasnya malam ini. Atau engkau dapat meletakkannya pada tubuhmu atau pada orang yang engkau cintai. Gunakanlah untuk mengurangi rasa sakit dimanapun engkau merasa sakit. Hal pertama yang harus engkau lakukan pada esok pagi adalah mengi-rimkannya kembali kepada saya di dalam amplop hijau. Janganlah menahan / menyimpan kain doa ini; kembalikanlah kepada saya. Saya akan mengambilnya, mendoakannya sepanjang malam. Kuasa mujijat akan mengalir seperti sungai. Allah mempunyai sesuatu yang lebih baik untuk engkau, suatu mujijat spesial yang sesuai untuk kebutuhanmu) - ‘The Charismatics’, p 130.

Ingat, bahwa sekalipun dalam Kitab Suci pernah terjadi kesembuhan melalui benda seperti jubah Yesus atau sapu tangan Paulus, tetapi Kitab Suci tidak pernah memerintahkan siapapun juga untuk melaku-kan hal itu!

Hal yang harus diperhatikan adalah: Kitab Suci tidak pernah menyuruh / mengijinkan untuk menggunakan benda apapun sebagai jimat. Ini perlu diwaspadai karena adanya gereja di Indonesia yang memberikan sapu tangan yang sudah didoakan untuk disimpan oleh jemaatnya (mirip dengan cerita John F. MacArthur, Jr. di atas). Ini sudah termasuk jimat, dan tentu saja tidak alkitabiah!

2) Benda-benda yang secara medis tidak bisa menyembuhkan.

Contoh:

Dalam Yohanes 9:6-7 Yesus menggunakan ludahnya yang diaduk dengan tanah untuk menyembuhkan orang buta. Secara medis ini bukan saja mustahil untuk menyembuhkan orang buta, tetapi bahkan orang melekpun akan menjadi buta kalau diberi ‘obat’ seperti itu!

Ini berbeda dengan penggunaan obat dalam kesembuhan biasa, karena obat memang bisa memberi kesembuhan (secara medis).

B) Ada yang menggunakan perintah ‘Dalam nama Yesus....’.

Contoh: Kisah Para Rasul  3:6 Kisah Para Rasul  9:34 dsb.

Orang-orang anti Kharismatik menganggap ini sebagai karunia kesem-buhan dan mereka beranggapan bahwa hal ini tidak ada lagi jaman ini.

Dasar anggapan ini:

1) Itu adalah karunia untuk membuktikan kenabian / kerasulan dan juga membuktikan bahwa mereka betul-betul menyampaikan Firman Tuhan (Kel 19:9 2Raja-raja 5:8 Mazmur 74:9 Matius 9:6 Yohanes 3:2 Yohanes 6:14 Yohanes 11:47 Kisah Para Rasul  4:16 Kisah Para Rasul  14:3 2Korintus 12:12 Ibrani 2:3-4).

Karena itulah mereka beranggapan bahwa hal itu tidak ada lagi pada saat ini.

Tanggapan saya:

a) Tidak ada satupun ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa karu-nia kesem­buhan sudah tidak ada lagi.

b) Ayat-ayat seperti Kis 14:3 2Korintus 12:12 Ibrani 2:3,4 tidak berka­ta bah-wa itu adalah satu-satunya tujuan pemberian karunia itu.

John Stott mengatakan: “The major purpose of miracles was to authenticate each fresh stage of revelation” (= Tujuan utama dari mujijat adalah untuk membuktikan / mengesahkan setiap tahap wahyu yang baru) - ‘Baptism and Fullness’, p 97.

Ini jelas menunjukkan bahwa ada tujuan sekunder dari mujijat.

Dan Thomas R. Edgar mengatakan:

“It is also clear that miracles were performed primarily to confirm the gospel and only secondarily for the benefit of the recepients” (= Juga jelas bahwa mujijat dilakukan pertama-tama untuk meneguhkan Injil dan hanya secara sekunder untuk keuntungan si penerima mujijat) - ‘Miraculous Gifts’, p 99.

Jadi, bisa saja bahwa pada jaman ini karunia itu diberikan dengan tujuan lain.

c) Kalau dulu Allah memberikan karunia itu dengan tujuan membukti-kan kerasulan / kenabian, itu tidak berarti bahwa sekarang Allah tidak bisa memberikan dengan tujuan yang lain.

Yesus sering menyembuhkan karena belas kasihan (Matius 14:14 Markus 1:41-42 Lukas 7:13-14); juga Ia pernah menyembuhkan karena itu adalah perbuatan baik (Matius 12:9-13).

Jadi, tidak mungkinkah pada jaman ini Allah memberikan karunia kesembuhan dengan tujuan yang seperti itu?

d) Dalam 1Kor 12:9,30 tidak kelihatan bahwa karunia ini hanya untuk rasul saja, karena kata ‘seorang’ / ‘yang lain’ dalam 1Korintus 12:9 tidak mesti menunjuk kepada seorang rasul. Jadi jelas bahwa karunia ini tidak dimonopoli oleh rasul-rasul saja!

e) Misionaris-misionaris yang melayani di daerah-daerah dimana ke-kristenan sama sekali tidak dikenal, bisa saja diberi karunia ke-sembuhan oleh Tuhan untuk membuktikan bahwa mereka memang utusan Tuhan.

2) Dalam Yakobus 5:14-16, Tuhan sudah memberitahu apa yang Ia kehen-daki untuk kita lakukan pada waktu kita sakit. Kita harus memanggil tua-tua, yang akan berdoa dan memberi obat (minyak). Mengapa Tuhan tidak menyuruh kita untuk pergi kepada orang yang mempunyai karunia kesembuhan? Karena karunia kesembuhan sudah tidak ada lagi.

Tanggapan saya:

Ini hanya cara yang umum. Ini tidak berarti bahwa tidak ada cara yang khusus, dan ini tidak berarti bahwa karunia kesembuhan sudah tidak ada lagi.

3) Dalam Kitab Suci, yang melakukan kesembuhan hanyalah rasul-rasul dan orang-orang di sekitarnya / orang dalam kalangan rasul, seperti Barnabas (Kisah Para Rasul  14:3), Stefanus (Kisah Para Rasul  6:8), dan Filipus (Kisah Para Rasul  8:6-7).

Tanggapan saya:

a) Tidak diceritakan tidak berarti tidak ada.

b) 1Kor 12:9,30 menunjukkan bahwa karunia itu tidak hanya untuk rasul-rasul (kata ‘seorang’ / ‘yang lain’ tidak berarti rasul).

Kesimpulan:

Saya beranggapan bahwa karunia kesembuhan masih tetap ada. Tetapi perlu juga diingat bahwa sama seperti bahasa Roh, jaman sekarang ada banyak karunia kesembuhan yang sekalipun menggunakan nama Yesus tetapi merupakan karunia kesembuhan yang palsu (bdk. Matius 7:22-23).

C) Ada yang menggunakan doa (bdk. Kisah Para Rasul  28:8).

Orang-orang anti Kharismatik membedakan kesembuhan mujijat yang terjadi karena doa dengan kesembuhan mujijat yang terjadi karena karunia kesembuhan. Kesembuhan mujijat yang terjadi karena karunia kesembuhan, itu seperti dalam Kisah Para Rasul  3:6, dimana si penyembuh langsung memerintahkan dalam nama Yesus supaya orang yang sakit itu sembuh. Ini dianggap tidak ada lagi. Sedangkan kalau kesembuhan mujijat yang terjadi karena doa, itu seperti dalam Kisah Para Rasul  28:8, dan ini dianggap masih ada sampai jaman sekarang.

Jadi, orang-orang anti Kharismatikpun percaya bahwa kesembuhan mujijat yang terjadi melalui doa masih ada sampai jaman sekarang, dan karena itu hal ini tidak menjadi bahan perdebatan.
Ciri-ciri kesembuhan ilahi:

1) Kesembuhan itu harus terjadi secara langsung / seketika.

Ada yang menganggap Markus 8:22-25 sebagai dasar untuk percaya akan adanya kesembuhan ilahi yang terjadi secara bertahap (melalui suatu proses). Tetapi saya berpendapat bahwa sekalipun dalam Mark 8:22-25 itu terjadi 2 tahap kesembuhan, tetapi selang waktunya hanyalah bebe-rapa detik, sehingga sebetulnya tetap merupakan kesembuhan seketika (bukan proses). Karena itu saya tetap beranggapan bahwa kesembuhan ilahi harus terjadi secara langsung.

Jaman ini sering terdengar ada orang yang katanya mengalami kesem-buhan ilahi tetapi sembuhnya berangsur-angsur. Saya berpendapat bahwa itu bukan kesembuhan ilahi. Dalam Kitab Suci kesembuhan ilahi selalu terjadi langsung.

2) Kesembuhan itu harus bersifat total (penyakitnya sembuh total).

Dalam Kitab Suci semua kesembuhan ilahi terjadi seperti itu. Tidak ada orang lumpuh, yang setelah mengalami kesembuhan ilahi, lalu bisa berjalan tetapi pincang! Tidak ada orang buta, yang setelah mengalami kesembuhan ilahi, lalu bisa melihat tetapi harus menggunakan kaca mata minus 15! Tidak ada orang tuli, yang setelah mengalami kesembuhan ilahi, lalu bisa mendengar tetapi harus menggunakan hearing aids (= alat bantu untuk mendengar)!

Tetapi lihatlah ‘kesembuhan-kesembuhan ilahi’ jaman sekarang ini! Bukan main banyaknya orang yang sembuh setengah-setengah tetapi mengaku telah mengalami kesembuhan ilahi! Ini jelas bukan kesembuhan ilahi!

3) Penyakitnya tidak boleh kambuh.

Ada 3 hal yang bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa orang yang mengalami kesembuhan ilahi bisa kambuh lagi penyakitnya:

a) Dalam Kitab Suci orang-orang yang dibangkitkan dari kematian, akhir-nya akan mati lagi.

Tetapi ini tidak bisa diterima karena kematian berbeda dengan pe-nyakit.

b) Orang yang disembuhkan dari kerasukan setan, bisa kerasukan lagi (Matius 12:43-45).

Ini juga tidak bisa diterima karena kerasukan setan tidak bisa disama-kan dengan penyakit.

c) Dalam Yohanes 5:14 Yesus berkata kepada orang lumpuh yang telah Ia sembuhkan: ‘Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk’. Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa penyakit seseorang yang mengalami kesembuhan ilahi bisa kambuh kalau ia berbuat dosa.

Inipun tidak bisa diterima karena ‘lebih buruk’ tidak berarti penyakit yang sama akan kembali. Artinya: ia akan mengalami hukuman Tuhan yang lebih berat.

Dalam Kitab Suci tidak pernah ada orang yang setelah mengalami kesembuhan ilahi, lalu kambuh lagi penyakitnya! Bahkan 9 orang kusta yang tidak tahu terima kasih dalam Lukas 17:11-19 juga tidak kambuh penyakitnya.

Tetapi jaman sekarang, sering sekali ada orang yang katanya mengalami kesembuhan ilahi, tetapi lalu kambuh kembali penyakitnya. Ini omong kosong! Ini pasti bukan kesembuhan ilahi, tetapi kesembuhan psikologis!

4) Tidak digunakan dokter / obat.

Semua kesembuhan ilahi dalam Kitab Suci tidak menggunakan obat / dokter.
Ciri yang tidak harus ada dalam kesembuhan ilahi:

Dalam suatu kesembuhan ilahi, tidak harus terjadi pertobatan dari orang yang disembuhkan itu. Itu memang bisa terjadi, tetapi tidak selalu terjadi.

Misalnya dalam Lukas 17:11-19, kesembilan orang kusta yang tidak tahu berterima kasih itu jelas sekali tidak bertobat! Tetapi mereka toh mengalami kesembuhan ilahi!

IV) Kesembuhan dari setan.

1) Dasar Kitab Suci akan adanya kesembuhan dari setan: Matius 7:22-23 Matius 24:24 2Tesalonika 2:9-12 Wahyu 13:13-14 Wahyu 16:13-14.

Semua ayat-ayat ini menyebabkan kita harus berhati-hati pada saat suatu ‘kesembuhan’ / ‘Mujizat’ terjadi. Karena Kitab Suci sudah menubuatkan bahwa pada akhir jaman ini akan ada banyak kesembuhan / Mujizat yang palsu yang berasal dari setan.

2) Karena setan adalah seorang yang hebat sekali dalam menipu / memalsu, maka bisa saja keempat ciri kesembuhan ilahi di atas terpenuhi semua, tetapi itu toh merupakan kesembuhan dari setan!

3) Harus diakui bahwa memang sangat sukar untuk bisa membedakan an-tara kesembuhan ilahi dengan kesembuhan dari setan. Tetapi kadang-kadang bisa terlihat bahwa kesembuhan itu dari setan kalau:

a) Ada penggunaan hal-hal yang berbau mistik / perdukunan.

Misalnya:

· harus berdoa pada hari / jam tertentu, supaya bisa sembuh.

· harus berdoa / tidur dengan telanjang.

· menggunakan air dan kembang tertentu.

· disuruh menyimpan jimat / benda-benda tertentu (bahkan salib / kitab Suci / kertas bertuliskan ayat tertentu dari Kitab Suci!).

· adanya penggunaan mantera.

· dsb.

Sekalipun hal-hal di atas ini digabungkan dengan:

¨ doa / kata-kata ‘dalam nama Yesus’.

¨ doa Bapa kami.

¨ penggunaan ayat-ayat Kitab Suci.

¨ tanda salib, dsb.

itu tetap dari setan.

Karena itu janganlah membiarkan diri saudara dikelabui hanya dengan penggunaan nama Yesus, doa Bapa Kami, pengutipan ayat Kitab Suci dsb!

b) Kalau terjadi hal-hal yang tidak Alkitabiah seperti ‘nggeblak’ dsb.

Pada kasus pengusiran setan, orang memang bisa pingsan / diban-ting-banting dsb, tetapi hal itu tidak mungkin terjadi pada kasus kesembuhan!.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post