HUKUMAN ORANG MURTAD (IBRANI 6:4-8)
Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum. Sebab tanah yang menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya, dan yang menghasilkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi mereka yang mengerjakannya, menerima berkat dari Allah; tetapi jikalau tanah itu menghasilkan semak duri dan rumput duri, tidaklah ia berguna dan sudah dekat pada kutuk, yang berakhir dengan pembakaran. (Ibrani 6:4-6)
Istilah “murtad” sangat dikenal di semua agama di dunia ini. Murtad secara umum adalah sikap mengganti atau meninggalkan suatu agama yang dilakukan oleh seseorang, sehingga ia menjadi ingkar (menolak untuk mengimani) terhadap agama yang diyakini sebelumnya.
Dalam sudut pandang Kekristenan, murtad adalah kategori teologis menggambarkan mereka yang dengan sukarela dan sadar meninggalkan iman mereka kepada perjanjian Allah, dalam Yesus Kristus. Peristiwa Yudas Iskariot ketika bersekongkol dan memberi tahu tempat Yesus dan murid-muridnya kepada pasukan Romawi dan orang Yahudi yang sudah diramalkan oleh Yesus Kristus juga menjadi icon kemurtadan dalam Kekristenan. Dalam pandangan teologi umum, murtad juga diartikan sebagai melepas iman Kristen demi sebuah nafsu, keinginan, kepuasan, ambisi, dan kekuasaan duniawi, yang dianggap tidak setia mengikut YesusKristus.
Di dalam setiap agama, akan banyak kita jumpai orang-orang yang begitu mudahnya meninggalkan agamanya dan memeluk agama yang baru. Banyak orang yang menganggap seseorang sudah memiliki pemahaman iman yang kuat, tetapi pada kenyataannya orang tersebut mengingkari imannya semula. Apa sebenarnya yang menjadi dasar penyebab seseorang begitu mudahnya beralih agama dan keyakinan imannya?
Jika kita membaca Ibrani 6:4-8 di atas secara sekilas kita mungkin akan mengira bahwa orang-orang di bagian ini adalah orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh. Mereka tampaknya telah menikmati pengalaman-pengalaman rohani yang menakjubkan, misalnya diterangi hatinya, mengecap karunia surgawi, mendapat bagian dalam Roh Kudus, dsb (Ibrani 6: 4-5). Bukan hanya itu. Kegagalan mereka disebut murtad (ayat 6a). Mereka tidak mungkin bertobat lagi (Ibrani 6: 6). Mereka menyalibkan lagi Anak Allah (ayat 6c).
Penyelidikan yang lebih teliti ternyata menunjukkan sebaliknya. Orang-orang tersebut bukan orang-orang Kristen sejati. Ada beberapa dukungan untuk penafsiran ini. Beragam pengalaman rohani yang disebutkan di Ibrani 6: 4-6 tidak secara konklusif mengarah pada pengalaman pertobatan yang sejati.
Beberapa kosa kata yang ada di bagian tersebut bisa merujuk pada pengalaman orang Kristen yang sejati maupun yang tidak sungguh-sungguh. Maksudnya, semua orang Kristen yang sejati pasti pernah mengalami berkat-berkat rohani tersebut, tetapi tidak semua orang yang pernah mengalami hal-hal itu pada akhirnya menjadi orang Kristen yang sejati.
Penulis Surat Ibrani menunjukkan bagaimana proses kemurtadan itu terjadi dalam diri seorang yang pada mulanya adalah seorang percaya.
I. Ia menunjukkan seberapa jauh orang bisa hidup beragama, namun, setelah semuanya, mereka menjadi murtad, dan binasa untuk selama-lamanya (Ibrani 6: 4-5).
(1) Mereka mungkin tercerahkan. Beberapa tokoh zaman dulu memahaminya sebagai pembaptisan orang-orang seperti itu. Akan tetapi, lebih tepatnya ini harus dipahami sebagai pengetahuan yang berupa gagasan dan pencerahan umum, yang bisa saja dimiliki seseorang secara berlimpah, namun ia gagal mendapatkan sorga. Bileam adalah orang yang terbuka matanya (Bilangan 24:3). namun dengan matanya yang terbuka ia terpelosok ke dalam kegelapan yang pekat.
(2) Mereka mungkin pernah mengecap karunia sorgawi, merasakan pekerjaan baik Roh Kudus yang bekerja dalam jiwa mereka, sehingga mereka mengecap agama. Namun, mereka ini seperti orang yang sedang berbelanja di pasar, yang mengecap barang karena harganya tidak terjangkau. Jadi mereka hanya mencicipi saja, kemudian meninggalkannya. Orang bisa saja mengecap agama, dan tampak menyukainya, kalau saja mereka bisa menjalaninya dengan syarat-syarat yang lebih ringan dari keharusan untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Kristus.
(3) Mereka mungkin pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, yaitu bagian dalam karunia-karunia-Nya yang luar biasa dan ajaib. Mereka mungkin pernah mengusir setan-setan dalam nama Kristus, dan melakukan banyak pekerjaan besar lain. Pada masa para rasul, karunia-karunia seperti itu adakalanya diberikan kepada orang-orang yang tidak betul-betul mendapat anugerah yang menyelamatkan.
(4) Mereka mungkin pernah mengecap firman yang baik dari Allah. Mereka mungkin sedikit banyak menyukai ajaran-ajaran Injil, mungkin mendengarkan firman dengan senang hati, mungkin mengingat banyak hal darinya, dan berbicara dengan baik tentangnya. Namun mereka tidak pernah dibentuk olehnya, tidak juga firman itu berdiam dengan melimpah dalam diri mereka.
(5) Mereka mungkin pernah mengecap karunia-karunia dunia yang akan datang. Mereka mungkin mendapat kesan-kesan yang kuat mengenai sorga, dan merasa takut masuk neraka. Sejauh inilah langkah orang-orang munafik dalam beragama, dan, sesudah semuanya itu, mereka menjadi murtad. Maka dari itu, amatilah,
Perkara-perkara besar ini di sini dibicarakan dalam kaitannya dengan orang-orang yang bisa murtad. Namun tidak dikatakan di sini bahwa mereka benar-benar bertobat, atau bahwa mereka sudah dibenarkan. Dalam anugerah yang sesungguhnya, yang membawa keselamatan, terkandung lebih banyak hal daripada semua yang dikatakan di sini tentang orang-orang murtad. Oleh sebab itu, hal ini bukanlah bukti bahwa orang yang sungguh-sungguh kudus bisa menjadi murtad untuk selama-lamanya.
Memang orang-orang kudus ini bisa sering jatuh secara mengenaskan, namun mereka tidak akan sepenuhnya atau selama-lamanya tercampakkan dari Allah. Tujuan dan kuasa Allah, penebusan dan doa Kristus, janji Injil, perjanjian kekal yang dibuat Allah dengan mereka, yang tertata rapi dan pasti dalam semua hal, berdiamnya Roh, dan benih firman yang tidak akan mati, semua ini adalah jaminan bagi keamanan mereka. Sebaliknya, pohon yang tidak mempunyai akar-akar ini tidak akan berdiri teguh.
II. Penulis Surat Ibrani menggambarkan keadaan yang mengerikan dari orang-orang yang murtad seperti itu setelah mereka jauh melangkah dari pengakuan iman mereka (Ibrani 6: 7-8)
(1) Besarnya dosa kemurtadan. Kemurtadan sama saja dengan menyalibkan lagi Anak Allah dan menghina-Nya di muka umum. Orang-orang murtad menyatakan bahwa mereka menyetujui apa yang dilakukan orang-orang Yahudi dalam menyalibkan Kristus, dan bahwa mereka dengan senang hati akan melakukan lagi hal yang sama jika mereka dapat melakukannya.
Mereka menumpahkan penghinaan terbesar ke atas Anak Allah, dan karena itu ke atas Allah sendiri, yang mengharapkan semua orang untuk menghargai Anak-Nya, dan menghormati Dia seperti mereka menghormati Bapa. Mereka berbuat semampu mereka untuk menggambarkan Kristus dan Kekristenan sebagai hal yang memalukan, dan ingin supaya Dia dipermalukan dan dicela di depan umum. Inilah sifat kemurtadan.
BACA JUGA: PERINGATAN SUPAYA JANGAN MURTAD
Sebagian orang berpendapat bahwa yang dimaksud di sini adalah dosa melawan Roh Kudus, tetapi tidak ada dasar untuk itu. Dosa yang disebutkan di sini jelas-jelas adalah kemurtadan baik dari kebenaran maupun jalan-jalan Kristus. Allah dapat memperbaharui mereka untuk bertobat, tetapi jarang Ia melakukannya. Dan bagi manusia sendiri hal itu mustahil.
(3) Kesengsaraan mereka digambarkan dengan perumpamaan yang tepat, yaitu tentang tanah yang setelah banyak ditanami tidak menghasilkan apa-apa kecuali semak duri dan rumput duri, dan karena itu sudah dekat pada kutuk, yang berakhir dengan pembakaran (Ibrani 6: 8). Untuk lebih memperkuat hal ini lagi, diperlihatkan di sini perbedaan antara tanah yang baik dan tanah yang buruk, bahwa perbedaan-perbedaan ini, dengan dipertentangkan satu sama lain, menggambarkan satu sama lain :
Pertama, inilah gambaran tanah yang baik: Tanah itu menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya. Orang percaya tidak hanya mengecap firman Allah, tetapi juga menghisapnya. Tanah yang baik ini menghasilkan buah yang sepadan dengan biaya yang sudah dikeluarkan, demi kehormatan Kristus dan penghiburan hamba-hamba-Nya yang setia, yang di bawah Kristus mengolah tanah itu. Ladang atau kebun buah ini juga menerima berkat. Allah menyatakan bahwa orang-orang Kristen yang berbuah itu diberkati, dan semua orang bijak dan baik akan memandang mereka diberkati. Mereka diberkati dengan pertambahan anugerah, dan diteguhkan lagi dan akhirnya memperoleh kemuliaan.
Kedua, inilah keadaan yang berbeda dari tanah yang buruk: Tanah itu menghasilkan semak duri dan rumput duri. Tanah itu tidak hanya tandus dan tidak menghasilkan buah yang baik, tetapi juga menghasilkan buah yang buruk, yaitu semak duri dan rumput duri. Ia berbuah dalam dosa dan kefasikan, yang mengganggu dan menyakiti semua yang ada di sekelilingnya, dan akan sangat mengganggu dan menyakiti orang berdosa itu sendiri pada akhirnya.
Maka tanah seperti itu ditolak. Allah tidak akan lagi memberi perhatian pada orang-orang murtad yang fasik itu. Ia akan membiarkan mereka sendiri, dan membuang mereka dari perhatian-Nya. Ia akan memerintahkan awan-awan supaya tidak lagi menurunkan hujan ke atas mereka. Pekerjaan-pekerjaan ilahi akan ditahan. Dan bukan itu saja, tanah yang buruk juga sudah dekat pada kutuk. Tanah itu sama sekali tidak akan menerima berkat, tetapi justru kutuk yang mengerikan menggantung di atasnya, meskipun pada saat ini, karena kesabaran Allah, kutuk itu tidak sepenuhnya ditimpakan.
Yang terakhir, tanah yang buruk itu pada akhirnya akan dibakar. Kemurtadan akan dihukum dengan dibakar untuk selama-lamanya, dengan api yang tidak akan pernah padam. Inilah akhir yang mengenaskan dari kemurtadan. Oleh sebab itu, orang-orang Kristen harus terus bertumbuh dalam anugerah, sebab kalau tidak, kalau mereka tidak melangkah maju, mereka akan melangkah mundur, sampai mereka tiba pada dosa dan kesengsaraan yang luar biasa dan terkutuk ini.
BACA JUGA: YESUS HAKIM PADA AKHIR ZAMAN
Penulis Surat Ibrani menasihatkan pembacanya untuk terus-menerus menuju kesempurnaan dengan cara melangkah melampaui ajaran-ajaran dasar Kekristenan. Semua yang mendasar ini memang diperlukan, tetapi tidak cukup sampai di situ saja. Mereka harus terus-menerus bertumbuh. Orang yang benar-benar memiliki dasar yang teguh pasti akan bertumbuh, sedangkan mereka yang tidak memiliki dasar ini, yaitu orang-orang di Ibrani 6: 4-6, akan gagal di tengah jalan. Dengan kata lain, pertumbuhan rohani menjadi alat ukur kebenaran dan kesejatian iman seseorang.
Pertumbuhan ini tidak dapat dipisahkan dari anugerah Allah. Walaupun kita harus mendorong diri untuk bertumbuh secara rohani (Ibrani 6::1-3), hal itu hanya terjadi seturut dengan kehendak Allah. Pertumbuhan rohani hanya dimungkinkan melalui anugerah-Nya.
Di penghujung surat ini tertulis sebuah doa dan keyakinan yang indah untuk kita semua: “Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin” .HUKUMAN ORANG MURTAD (IBRANI 6:4-8).