MATIUS 22:37-40 (HUKUM YANG TERUTAMA)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
MATIUS 22:37-40 (HUKUM YANG TERUTAMA)
otomotif, gadget, bisnis
Matius 22:37-40. -(Matius 22:37) Jawab Yesus kepadanya: “KASIHILAH Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: KASIHILAH sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.(40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

1) Matius 22: 37-38.

a) Matius 22: 37 merupakan kutipan dari Ulangan 6:5.

Ini merupakan ringkasan / inti dari hukum Taurat. Kita tak mungkin bisa mentaati hukum yang manapun dengan benar, kalau dalam diri kita tidak ada kasih kepada Tuhan.

Sebaliknya, Agustinus berkata:

“love God, and do what you like!” (= kasihilah Allah, dan lakukanlah apa yang engkau senangi).

Renungkan hukum ini: saudara mungkin sudah aktif dalam gereja, rajin berbakti, ikut Pemahaman Alkitab, melayani Tuhan, memberikan persembahan dsb. Tetapi, apakah saudara mengasihi Allah?

Ingat bahwa ini adalah hukum yang terutama!

b) Matius 22: 37: hati, jiwa, akal budi.

Ulangan 6:5: hati, jiwa, kekuatan.

Markus 12:30 / Lukas 10:27: hati, jiwa, akal budi, kekuatan.

· Kita tidak perlu mengartikan setiap kata, dan kita tidak perlu membeda-bedakan arti setiap kata tersebut di atas. Kata- kata itu jelas sekali overlap satu sama lain, karena jiwa jelas sudah mencakup hati maupun pikiran, sedang­kan sekalipun hati dan pikiran sering dibedakan, tetapi Kitab Suci sendiri juga sering mencampuradukkan kedua hal itu.

Tujuan dari penggunaan kata-kata itu adalah menekankan ‘keseluruhan diri kita tanpa ada yang dikecualikan’ (bdk. 1Tesalonika 5:23 yang juga menekankan keseluruhan diri kita).

· Mengasihi Tuhan dengan akal budi / pikiran, hanya bisa terjadi kalau kita mengerti / mengenal Allah dengan benar (khususnya tentang kasihNya yang Ia tunjukkan di atas kayu salib bagi kita). Jadi, jelas bahwa belajar tentang Allah dari Kitab Suci adalah sesuatu yang sangat penting!

· Ajaran Trichotomy mempercayai bahwa manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Dan mereka mengatakan bahwa ‘jiwa’ adalah kehidupan binatang dalam diri manusia. Sedangkan ‘roh’ adalah sesuatu yang membedakan manusia dari binatang, dan ‘roh’ adalah suatu elemen yang menghu­bungkan Allah dengan manusia.

Tetapi, Matius 22:37 yang memerintahkan kita untuk menga­sihi Allah, ternyata tidak mengandung kata-kata ‘dengan segenap roh’! Ini membuktikan bahwa ajaran Trichotomy itu salah!

c) Ada 3 x kata ‘segenap’ (= all).

Ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh membagi kasih kita! Kita harus menyerahkannya sepenuhnya kepada Allah! Jangan ingin mengasihi Allah dan dunia, atau Allah dan uang! (Matius 6:24 Yakobus 4:4 1Yohanes 2:15).

Tetapi, kita boleh / harus mengasihi sesama kita (Matius 22: 39), karena kasih kepada sesama adalah perwujudan dari kasih kepada Allah. Tetapi, bagaimanapun juga, kita tak boleh mengasihi sesama lebih dari Allah (Matius 10:37).

d) Kasih kepada Allah harus diwujudkan dengan ketaatan (Yohanes 14:15).

Jadi, kasih ini bukanlah sekedar suatu perasaan belaka, tetapi harus ada wujudnya yaitu ketaatan! Orang yang taat, belum tentu mengasihi Allah (bdk. Wahyu 2:1-7), tetapi orang yang mengasihi Allah, pasti akan mentaatiNya!

2) Matius 22: 39-40.

a) ‘hukum yang ke dua yang sama dengan itu’ (Matius 22: 39). Ini salah terjemahan!

NIV: ‘and the second is like it’ (= dan yang kedua mirip dengan itu).

Dua hukum ini memang mirip, karena dua-dua tentang kasih dan dua-dua merupakan ringkasan / inti hukum Taurat.

b) Matius 22: 39 dikutip dari Imamat 19:18 (bdk. Roma 13:10).

c) Orang yang mengasihi Allah, akan mengasihi sesama, dan orang yang tidak mengasihi sesama, tidak mungkin menga­sihi Allah (1Yohanes 4:20-21).

d) Matius 22: 39 juga mengajarkan kasih kepada diri sendiri!

Semua tindakan yang membahayakan diri sendiri / merusak kesehatan diri sendiri tanpa ada gunanya, merupakan pelanggaran terhadap hukum ini!

Contoh:

· merokok, mengisap ganja, menjadi morfinist dan sebagainya.

· bunuh diri.

· ngebut.

· menjadi peminum / pemabuk.

· tidak menjaga kesehatan, tidak mau olah raga.

· tak mau pantang (gula, garam, lemak) padahal diharuskan oleh dokter.

3) Markus 12:32-34.

a) Matius 22: 32,33: tadinya ahli Taurat itu mencobai (ini kalau kita mengambil arti yang negatif dari kata ‘mencobai’), tetapi ia lalu sadar bahwa Yesus betul-betul mengajarkan Firman Tuhan. Dan ia menghormati semua itu!

b) Matius 22: 32: kasih lebih penting dari persembahan! (bdk. 1Samuel 15:22 Hosea 6:6).


Kita bisa memberi persembahan tanpa kasih (bdk. Kejadian 4:3-4 Kisah Para Rasul 5:1-11 1Korintus 13:3), tapi kita tak bisa mengasihi Allah tanpa memberikan persembahan. Bahkan orang yang betul-betul mengasihi Allah pasti mau memberikan persembahan yang disertai dengan pengorbanan (bdk. Lukas 21:1-4 2Samuel 24:18-25).

Penerapan:

Pada saat saudara memberikan persembahan, apakah saudara memberikannya dengan kasih? Adakah pengorbanan dalam persembahan itu? Atau saudara sekedar memberi ‘uang lebih’ kepada Tuhan? Ingatlah bahwa Ia sudah memberikan yang terbaik kepada saudara, yaitu nyawaNya! Tak ada persembahan apapun dari kita yang terlalu besar untuk kita berikan kepada Tuhan!

Catatan Matthew Henry tentang Matius 22:37-40. Hukum manakah yang terutama (Matius 22: 37-39). Bukan hukum-hukum pengadilan. Hukum-hukum tersebut tidak mungkin menjadi yang terutama, karena jumlah orang Yahudi yang berurusan dengan hukum-hukum itu begitu sedikit. Bukan juga hukum-hukum yang sifatnya upacara belaka, karena sudah semakin usang dan segera lenyap. Juga bukan ajaran moral tertentu. Sebaliknya, hukum yang terutama adalah kasih kepada Allah dan sesama, yang menjadi sumber dan landasan bagi hukum-hukum lainnya, yang tentu saja mengikuti hukum-hukum utama tersebut.

(1) Semua hukum digenapi dalam satu kata, yaitu kasih (Roma 13:10). Semua kepatuhan dimulai dari kasih sayang, dan tidak akan sesuatu apa pun dalam agama yang bisa dilakukan dengan benar jika tidak ada rasa kasih terlebih dahulu. Kasih adalah rasa sayang yang menuntun, yang memberikan hukum dan landasan bagi hukum-hukum lainnya. 

Oleh karena itu, sebagai benteng utama, kasih itu harus diberikan dan dipertahankan bagi Allah. Manusia adalah ciptaan yang dibentuk untuk kasih, karena itu hukum yang tertulis di dalam hati adalah hukum kasih. Kasih adalah sebuah kata yang singkat dan manis. Bila kasih itu memenuhi hukum, pastilah kuk perintah itu akan terasa sangat mudah. Kasih adalah perhentian dan kepuasan jiwa. Bila kita berjalan di jalan yang sudah tua tetapi indah ini, kita akan menemukan perhentian. 

(2) Mengasihi Allah adalah perintah pertama dan terutama dari semuanya, dan merupakan intisari dari semua perintah yang tertulis di atas loh batu yang pertama. Tindakan kasih yang dilakukan dengan benar akan membawa kepuasan. Kebaikan adalah tujuan yang benar dari kasih. Nah, Allah yang kebaikan-Nya tidak terbatas, sejak permulaan dan sampai selama-lamanya, harus menjadi yang pertama-tama untuk dikasihi, tidak boleh ada yang dikasihi selain Dia dan apa yang dikasihi karena Dia. Kasih adalah hal pertama dan terutama yang dituntut Allah dari diri kita, dan karena itu menjadi hal pertama dan terutama yang kita persembahkan kepada-Nya. 

Sekarang, di sini kita diarahkan: 

[1] Untuk mengasihi Allah sebagai Allah kita, Kasihilah Tuhan, Allahmu seperti milikmu sendiri. Perintah yang pertama adalah, Janganlah ada padamu Allah lain, yang secara tidak langsung menyatakan kita harus memiliki Dia sebagai Allah kita, dan hal itu akan menarik kasih kita kepada-Nya. Mereka yang menjadikan matahari dan bulan sebagai Allah mereka, juga mengasihi benda-benda langit itu (Yeremia 8:2; Hak. 18:24). 

Mengasihi Allah seperti milik kita sendiri adalah mengasihi Dia karena Ia adalah milik kita, Pencipta kita, Pemilik kita, dan Penguasa kita. Oleh karena itu, kita harus bertingkah laku layaknya Dia milik kita, dengan segala ketaatan dan ketergantungan pada-Nya. Kita harus mengasihi Allah sebagaimana Dia sudah diperdamaikan dengan kita, dan Dia sudah menjadikan Dia milik kita melalui perjanjian-Nya sendiri. Itulah dasarnya mengapa Dia adalah Allahmu. 

[2] Mengasihi Dia dengan segenap hati, dan dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi kita. Beberapa orang berpendapat bahwa ketiga hal ini menunjukkan sesuatu yang sama, yaitu mengasihi Dia dengan segenap kekuatan kita. Sementara ada juga yang membedakan ketiga hal itu dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hati, jiwa, dan akal budi adalah kehendak, kasih sayang, dan pengertian; atau indra kemampuan yang sangat penting untuk hidup yang mencakup masalah merasa dan berpikir. Kasih kita kepada Allah haruslah kasih yang tulus, bukan hanya kata-kata di lidah saja, seperti mereka yang berkata mengasihi Dia, tetapi hati mereka tidak bersama Dia. 

Kasih itu haruslah kasih yang kuat, kita harus mengasihi Dia pada tingkat yang paling dalam. Sebagaimana kita harus memuji Dia, begitu juga kita harus mengasihi Dia, dengan segenap batin kita (Mazmur 103:1). Kasih itu haruslah tunggal dan terunggul, kita harus mengasihi-Nya lebih dari segala yang lain. Inilah seluruh alur yang harus dilalui oleh kasih sayang kita. Hati harus menyatu dalam mengasihi Allah, tidak boleh terbagi-bagi. Semua kasih kita terlampau kecil untuk dipersembahkan kepada-Nya, dan karena itu segenap kekuatan jiwa harus dikerahkan dan dibawa kepada-Nya. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama, karena kepatuhan pada hal ini menjadi sumber kepatuhan bagi semua hukum lainnya. Semua hukum lainnya akan diterima kalau mengalir dari kasih itu. 

(3) Mengasihi sesama kita manusia seperti diri kita sendiri adalah hukum utama yang kedua (Matius 22:. 39). Hukum ini sama dengan yang pertama. Hukum ini merangkum semua perintah yang tertulis di atas loh batu yang kedua, seperti halnya dengan yang pertama. Hukum ini sama dengan hukum yang pertama tadi, karena hukum ini didirikan di atas dan mengalir dari situ. Kasih yang benar kepada saudara kita, mereka yang bisa kita lihat, merupakan contoh dan bukti kasih kita kepada Allah, yang tidak bisa kita lihat (1Yohanes 4:20). 

[1] Secara tersirat ini berarti kita harus mengasihi diri kita sendiri. Ada kasih diri yang merusak dan menjadi akar dari dosa-dosa besar, kasih semacam itu harus dibuang dan dimatikan. Tetapi ada jenis kasih diri yang alami, yaitu kasih yang mengatur kewajiban paling utama. Kasih diri semacam ini harus dilestarikan dan dikuduskan. Kita harus mengasihi diri kita sendiri, artinya, kita harus menghargai kemuliaan sifat-sifat kita dengan layak, dan juga memperhatikan kesejahteraan jiwa dan tubuh kita dengan semestinya. 

[2] Telah ditetapkan bahwa kita harus mengasihi sesama kita manusia seperti diri kita sendiri. Kita harus menghormati dan menghargai semua orang, dan tidak boleh melakukan kejahatan atau merugikan siapa pun. Harus memiliki niat baik kepada semua orang, keinginan yang baik bagi semua orang, dan sekiranya ada kesempatan kita harus berbuat baik kepada semua orang. Kita harus mengasihi sesama kita manusia seperti diri kita sendiri, dengan sikap jujur dan tulus seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Malah, dalam banyak hal kita harus menyangkal diri demi kebaikan sesama kita. Kita harus menjadikan diri kita pelayan demi kesejahteraan orang lain, dan bersedia mengorbankan milik kita, bahkan mengorbankan diri kita untuk mereka, wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. 

Perhatikan baik-baik bagaimana bobot dan keutamaan perintah-perintah ini (Matius 22: 40). Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Artinya, kedua hukum ini merupakan intisari dan isi dari semua perintah yang berkaitan dengan pengamalan iman secara praktis seperti yang tertulis di dalam hati manusia secara alami, dihidupkan kembali oleh Musa, dan didukung serta diperkuat oleh pemberitaan dan tulisan para nabi. Semua tergantung pada hukum kasih. Buanglah hukum kasih itu, maka semuanya akan gugur dan tidak ada yang tersisa lagi. Ritual dan upacara harus memberi jalan bagi hukum kasih ini, begitu pula semua karunia-karunia rohani, karena kasih adalah jalan yang lebih utama. Inilah roh dari hukum Taurat, yang menghidupkan, merekatkan, dan menyatukan hukum Taurat. Kasih menjadi akar dan sumber semua kewajiban lainnya. 


Seluruh Alkitab, bukan hanya hukum Taurat dan kitab nabi-nabi saja, tetapi juga Injil, hanya menunjuk kasih seperti ini yang merupakan buah iman, dan bahwa kita mengasihi Allah di dalam Kristus serta sesama kita hanya demi kepentingan-Nya. Semua bergantung pada kedua perintah ini, karena pengaruh semua perintah lain itu bergantung pada dijalankannya kedua hukum utama tersebut. Karena, kasih adalah kegenapan hukum Taurat (Roma 13:10), dan tujuan hukum Taurat adalah kasih (1Timotius 1:5). Hukum kasih itu adalah paku, seperti paku-paku yang tertancap, diberikan oleh satu gembala (Pengkhotbah 12:11), padanya tergantung semua kemuliaan hukum Taurat dan kitab Nabi-nabi (Yesaya 22:24), sebuah paku yang tidak akan pernah dicabut, karena pada paku ini akan tergantung semua kemuliaan Yerusalem baru dalam kekekalan. 

Kasih tidak berkesudahan. Sebab itu, biarlah hati kita diserahkan ke dalam kedua hukum utama ini, diserahkan untuk dibentuk olehnya. Biarlah kita bersungguh-sungguh mempertahankan dan mewujudkan kedua hukum ini, bukan dalam pemikiran, sebutan-sebutan atau permainan kata saja, seolah-olah semua hal tersebut merupakan hal-hal besar yang padanya bergantung semua hukum Taurat dan kitab para nabi, atau seolah-olah bagi semua hal tersebutlah kasih kepada Allah dan sesama kita harus dikorbankan. Bukan, sebaliknya, biarlah hanya kepada kuasa memerintah dari kedua perintah utama ini sajalah semua hal yang lain dibuat tunduk.MATIUS 22:37-40 (HUKUM YANG TERUTAMA) 

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post