HAKIM-HAKIM 19:1-30 (BERTOBATLAH SEBELUM TERLAMBAT)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Hakim-Hakim 19:1-21:25 merupakan satu cerita (hari ini kita hanya membahas pasal 19nya saja, sebagian dari cerita ini), dan ayat yang pertama dan terakhir dari cerita ini menyatakan bahwa tidak ada raja di Israel.
Hakim-hakim 19:1a - “Terjadilah pada zaman itu, ketika tidak ada raja di Israel, bahwa di balik pegunungan Efraim ada seorang Lewi tinggal sebagai pendatang. Ia mengambil seorang gundik dari Betlehem-Yehuda”.
Hakim-Hakim 21:25 - “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri”.
Dalam seluruh kitab Hakim-hakim, berulang kali ditunjukkan adanya kekacauan / dosa, yang disebabkan karena tidak adanya seorang raja.
II) Orang Lewi dan gundiknya.
1) Gundik atau istri?
Para penafsir bertentangan pendapat tentang arti dari kata ‘gundik’ di sini.
Matthew Henry: “He married a wife of Bethlehem-Judah. She is called his concubine, because she was not endowed, for perhaps he had nothing to endow her with, being himself a sojourner and not settled; but it does not appear that he had any other wife, and the margin calls her a wife, a concubine, v. 1” (= Ia mengawini seorang istri dari Betlehem-Yehuda. Ia disebut seorang gundik, karena ia tidak diberi emas kawin, karena mungkin orang Lewi itu tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan sebagai emas kawin, karena ia sendiri seorang pendatang dan tidak menetap; tetapi tidak kelihatan bahwa ia mempunyai istri yang lain, dan catatan tepi menyebutnya seorang istri, seorang gundik, ay 1).
Barnes’ Notes: “‘A concubine.’ ... The name does not imply any moral reproach. A concubine was as much the man’s wife as the woman so called, though she had not the same rights” (= ‘Seorang gundik’. ... Sebutan itu tidak menunjukkan celaan moral apapun. Seorang gundik adalah sama seperti seorang istri sekalipun ia tidak mempunyai hak yang sama).
Tetapi Adam Clarke kelihatannya menganggap bahwa orang Lewi ini memang mempunyai gundik, istri kedua. Saya lebih setuju dengan pandangan kedua ini. Bahwa tidak diceritakan adanya istri yang lain, bisa saja karena istri orang Lewi itu sudah mati. Kalau pandangan ini memang benar, maka mungkin ini merupakan salah satu kegilaan moral yang terjadi karena tidak adanya raja. Tetapi tidak usah heran, karena jaman sekarang juga terjadi hal seperti itu.
2) Gundik itu berlaku serong terhadap si orang Lewi.
Hakim-Hakim 19: 2: “Tetapi gundiknya itu berlaku serong terhadap dia dan pergi dari padanya ke rumah ayahnya di Betlehem-Yehuda, lalu tinggal di sana empat bulan lamanya”.
KJV: ‘played the whore against him’ (= melacur terhadap dia). NASB » KJV.
NIV: ‘But she was unfaithful to him’ (= Tetapi ia tidak setia kepadanya).
RSV: ‘And his concubine became angry with him’ (= Dan gundiknya menjadi marah kepadanya).
Saya tidak mengerti dari mana RSV bisa menterjemahkan seperti itu.
Adam Clarke menganggap bahwa gundik ini bukannya berzinah, tetapi hanya gegeran dengan si orang Lewi, dan lalu minggat ke rumah ayahnya. Barnes juga beranggapan bahwa gundik ini bukannya berzinah tetapi hanya minggat dan kembali kepada orang tuanya.
Tetapi Keil & Delitzsch menganggap bahwa gundik ini tidak setia kepada suaminya dan lalu minggat ke rumah ayahnya. Saya menerima pandangan ini.
Matthew Henry: “This Levite’s concubine played the whore and eloped from her husband, v. 2. The Chaldee reads it only that she carried herself insolently to him, or despised him, and, he being displeased at it, she went away from him, and (which was not fair) was received and entertained at her father’s house. Had her husband turned her out of doors unjustly, her father ought to have pitied her affliction; but, when she treacherously departed from her husband to embrace the bosom of a stranger, her father ought not to have countenanced her sin. Perhaps she would not have violated her duty to her husband if she had not known too well where she should be kindly received. Children’s ruin is often owing very much to parents’ indulgence” [= Gundik orang Lewi itu melacur dan lari dari suaminya, ay 2. Orang Kasdim membacanya hanya bahwa ia berlaku kurang ajar kepadanya, dan karena suaminya marah / tidak senang pada hal itu, ia lari dari dia, dan diterima dan dihibur di rumah ayahnya (yang bukan merupakan sesuatu yang adil / wajar). Seandainya suaminya mengusirnya secara tidak benar / adil, ayahnya harus mengasihani penderitaannya; tetapi, pada waktu ia secara berkhianat pergi dari suaminya untuk memeluk dada orang asing, ayahnya tidak boleh menyetujui dosanya. Mungkin ia tidak akan melanggar kewajibannya kepada suaminya seandainya ia tidak tahu dengan sangat baik tempat dimana ia akan diterima dengan baik. Kehancuran anak-anak seringkali terjadi karena kebaikan yang berlebihan dari orang tua].
3) Orang Lewi itu menyusul gundiknya.
Hakim-Hakim 19: 3a: “Berkemaslah suaminya itu, lalu pergi menyusul perempuan itu untuk membujuk dia dan membawanya kembali; bersama-sama dia bujangnya dan sepasang keledai”.
Rupanya ia sangat mencintai gundik brengsek ini, sehingga mau menyusulnya, sekalipun gundiknya telah menyeleweng.
III) Bencana yang tidak terduga.
1) Bencana itu bermula dari bermalamnya orang Lewi itu selama beberapa hari di rumah mertuanya.
a) Hakim-Hakim 19: 3b-4: “(3b) Ketika perempuan muda itu membawa dia masuk ke rumah ayahnya, dan ketika ayah itu melihat dia, maka bersukacitalah ia mendapatkannya. (4) Mertuanya, ayah perempuan muda itu, tidak membiarkan dia pergi, sehingga ia tinggal tiga hari lamanya pada ayah itu; mereka makan, minum dan bermalam di sana”.
Matthew Henry: “He entertains him kindly, rejoices to see him (v. 3), treats him generously for three days, v. 4. ... Every thing among them gave a hopeful prospect of their living comfortably together for the future; but, could they have foreseen what befel them within one day or two, how would all their mirth have been embittered and turned into mourning! When the affairs of our families are in the best posture we ought to rejoice with trembling, because we know not what troubles one day may bring forth. We cannot foresee what evil is near us, but we ought to consider what may be, that we may not be secure, as if tomorrow must needs be as this day and much more abundant, Isa. 56:12” [= Ia menjamunya dengan baik, bersukacita melihat dia (ay 3), memperlakukannya dengan murah hati / royal untuk 3 hari, ay 4. ... Segala sesuatu di antara mereka memberikan suatu prospek yang penuh pengharapan tentang kehidupan mereka bersama secara nyaman di masa yang akan datang; tetapi seandainya mereka bisa melihat apa yang menimpa mereka dalam satu atau dua hari, bagaimana semua kegembiraan mereka menjadi pahit dan berbalik menjadi perkabungan! Pada waktu urusan dalam keluarga kita ada dalam keadaan yang terbaik, kita harus bersukacita dengan gemetar, karena kita tidak tahu kesukaran apa yang akan ditimbulkan oleh satu hari. Kita tidak bisa melihat lebih dulu bencana apa yang dekat dengan kita, tetapi kita harus mempertimbangkan apa yang mungkin ada / terjadi, supaya kita tidak merasa aman, seakan-akan hari esok harus seperti hari ini, dan makin berlimpah-limpah, Yes 56:12].
Bdk. Yesaya 56:12 - “‘Datanglah,’ kata mereka, ‘aku akan mengambil anggur, baiklah kita minum arak banyak-banyak; besok akan sama seperti hari ini, dan lebih hebat lagi!’”.
Catatan: kata-kata Matthew Henry ini ada benarnya. Kita tidak boleh mempunyai perasaan aman yang bersifat daging, dan merasa bahwa setiap hari pasti akan menyenangkan. Tetapi kalau kata-kata ini diextrimkan, lalu dimana tempat untuk iman kepada Tuhan? Kita harus percaya bahwa tidak ada rambut kepala kita yang akan rontok kalau bukan karena kehendak Tuhan, dan kalau Tuhan mengijinkan hal yang buruk terjadi, Ia pasti mempunyai maksud yang baik bagi kita (asal kita betul-betul adalah anak-anakNya).
b) Hakim-Hakim 19: 5-10: “(5) Tetapi pada hari yang keempat, ketika mereka bangun pagi-pagi dan ketika orang Lewi itu berkemas untuk pergi, berkatalah ayah perempuan muda itu kepada menantunya: ‘Segarkanlah dirimu dahulu dengan sekerat roti, kemudian bolehlah kamu pergi.’ (6) Jadi duduklah mereka, lalu makan dan minumlah keduanya bersama-sama. Kata ayah perempuan muda itu kepada laki-laki itu: ‘Baiklah putuskan untuk tinggal bermalam dan biarlah hatimu gembira.’ (7) Tetapi ketika orang itu bangun untuk pergi juga, mertuanya itu mendesaknya, sehingga ia tinggal pula di sana bermalam. (8) Pada hari yang kelima, ketika ia bangun pagi-pagi untuk pergi, berkatalah ayah perempuan muda itu: ‘Mari, segarkanlah dirimu dahulu, dan tinggallah sebentar lagi, sampai matahari surut.’ Lalu makanlah mereka keduanya. (9) Ketika orang itu bangun untuk pergi, bersama dengan gundiknya dan bujangnya, berkatalah mertuanya, ayah perempuan muda itu, kepadanya: ‘Lihatlah, matahari telah mulai turun menjelang petang; baiklah tinggal bermalam, lihat, matahari hampir terbenam, tinggallah di sini bermalam dan biarlah hatimu gembira; maka besok kamu dapat bangun pagi-pagi untuk berjalan dan pulang ke rumahmu.’ (10) Tetapi orang itu tidak mau tinggal bermalam; ia berkemas, lalu pergi. Demikian sampailah ia di daerah yang berhadapan dengan Yebus - itulah Yerusalem -; bersama-sama dengan dia ada sepasang keledai yang berpelana dan gundiknya juga”.
Kebaikan mertua ini akhirnya justru menjadi sesuatu yang sangat buruk. Dan orang Lewi itu tidak bijaksana dengan tetap pergi sekalipun sudah sore, dan ini nanti membawa bencana.
Penerapan: jangan melakukan tindakan yang membahayakan dengan dalih ‘Tuhan melindungi’ atau ‘Tuhan berserta aku karena aku adalah anakNya’. Misalnya sengaja pergi malam-malam ke tempat yang saudara tahu merupakan tempat yang berbahaya. Atau seorang cewek yang pergi berdua dengan cowok yang tidak dikenal. Ini bukan iman, tetapi mencobai Tuhan.
Bdk. Matius 4:5-7 - “(5) Kemudian Iblis membawaNya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, (6) lalu berkata kepadaNya: ‘Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diriMu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikatNya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kakiMu jangan terantuk kepada batu.’ (7) Yesus berkata kepadanya: ‘Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!’”.
Tetapi orang Lewi itu ngotot pergi, mungkin karena ia tak bisa meninggalkan pelayanannya terlalu lama.
Matthew Henry: “The Levite, though nobly treated, was very urgent to be gone. ... It is a sign a man has either little to do at home, or little heart to do what he has to do, when he can take pleasure in being long abroad where he has nothing to do” (= Orang Lewi itu, sekalipun diperlakukan dengan sangat baik, harus pergi dengan sangat mendesak. ... Merupakan suatu tanda bahwa seseorang hanya mempunyai sedikit untuk dilakukan di rumah, atau hanya sedikit hati untuk melakukan apa yang harus ia lakukan, pada waktu ia bisa bersenang-senang dengan berada lama di luar rumah pada waktu ia tidak mempunyai apapun untuk dilakukan).
2) Yebus vs Gibea.
Hakim-Hakim 19: 11-15: “(11) Ketika mereka dekat ke Yebus dan ketika matahari telah sangat rendah, berkatalah bujang itu kepada tuannya: ‘Marilah kita singgah di kota orang Yebus ini dan bermalam di situ.’ (12) Tetapi tuannya menjawabnya: ‘Kita tidak akan singgah di kota asing yang bukan kepunyaan orang Israel, tetapi kita akan berjalan terus sampai ke Gibea.’ (13) Lagi katanya kepada bujangnya: ‘Marilah kita berjalan sampai ke salah satu tempat yang di sana dan bermalam di Gibea atau di Rama.’ (14) Lalu berjalanlah mereka melanjutkan perjalanannya, dan matahari terbenam, ketika mereka dekat Gibea kepunyaan suku Benyamin. (15) Sebab itu singgahlah mereka di Gibea, lalu masuk untuk bermalam di situ, dan setelah sampai, duduklah mereka di tanah lapang kota. Tetapi tidak ada seorangpun yang mengajak mereka ke rumah untuk bermalam”.
Kota orang Yebus ini adalah Yerusalem (ay 10: ‘Yebus - itulah Yerusalem’).
Adam Clarke: “This was Jerusalem, in which, though after the death of Joshua it appears to have been partly conquered by the tribe of Judah, yet the Jebusites kept the strong hold of Zion till the days of David, by whom they were finally expelled” (= Ini adalah Yerusalem, dimana, sekalipun setelah kematian Yosua kota itu kelihatannya telah dikalahkan sebagian oleh suku Yehuda, tetapi orang-orang Yebus tetap mempertahankan Sion sampai jaman Daud, oleh siapa mereka akhirnya dikeluarkan / diusir).
Bdk. Hakim-Hakim 1:8,21 - “(8) Sesudah itu bani Yehuda berperang melawan Yerusalem, merebutnya lalu memukulnya dengan mata pedang dan memusnahkan kota itu dengan api. ... (21) Tetapi orang Yebus, penduduk kota Yerusalem, tidak dihalau oleh bani Benyamin, jadi orang Yebus itu masih diam bersama-sama dengan bani Benyamin di Yerusalem sampai sekarang”.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 193) bahwa mungkin setelah bangsa Israel mengalahkan orang-orang Yebus, mereka lalu menarik diri dari kota itu, sehingga orang-orang Yebus terus tinggal di sana sampai jaman Daud, yang menghancurkan orang Yebus (1Taw 11:4-9).
Jadi, pada saat itu, orang-orang Yebus yang adalah bangsa kafir ini masih menghuni kota tersebut. Itu sebabnya orang Lewi itu tidak mau tinggal di sana.
Seandainya mereka bermalam di kota orang Yebus, yang adalah kota asing itu, mereka mungkin akan mengalami nasib yang lebih baik. Tetapi orang Lewi itu menganggap lebih baik bermalam di kota orang Israel, sehingga akhirnya mereka bermalam di Gibea yang termasuk dalam wilayah suku Benyamin.
Sebetulnya apa yang dilakukan oleh orang Lewi ini baik, karena ia merasa lebih aman di tengah-tengah ‘saudara-saudara seimannya’ dari pada di tengah-tengah orang kafir. Tetapi saudara seiman yang hanya KTP itu terbukti lebih membahayakan dari pada orang kafir!
Perhatikan Hakim-Hakim 19: 15: tak ada yang mengajak mereka untuk bermalam di rumahnya.
Pulpit Commentary mengatakan bahwa tidak adanya orang yang mau mengundang orang Lewi ini ke rumahnya menunjukkan kemerosotan karakter dari orang-orang Gibea.
Matthew Henry: “This traveller, though a Levite (and to those of that tribe God had particularly commanded his people to be kind upon all occasions), met with very cold entertainment at Gibeah: No man took them into his house. ... There are those who will have this laid to their charge at the great day, I was a stranger and you took me not in” [= Pelancong ini, sekalipun seorang Lewi (dan bagi mereka dari suku itu Allah secara khusus telah memerintahkan umatNya untuk bersikap baik pada segala keadaan), ditemui dengan penerimaan yang sangat dingin di Gibea: Tidak ada orang yang membawa mereka ke rumahnya. ... Ada orang-orang yang akan mendapatkan tuduhan ini pada hari yang besar itu, ‘Aku seorang asing, dan engkau tidak menerima Aku’].
Ulangan 12:19 - “Hati-hatilah, supaya jangan engkau melalaikan orang Lewi, selama engkau ada di tanahmu”.
Ulangan 14:27 - “Juga orang Lewi yang diam di dalam tempatmu janganlah kauabaikan, sebab ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama engkau”.
Bdk. Matius 25:41-43 - “(41) Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. (42) Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; (43) ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku”.
Bandingkan juga dengan 2 ayat di bawah ini:
· Ibrani 13:2 - “Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat”.
· Ayub 31:32 - “malah orang asingpun tidak pernah bermalam di luar, pintuku kubuka bagi musafir!”.
Catatan: pada saat yang sama, pada jaman sekarang ini kita juga harus berhati-hati untuk tidak sembarangan menjamu orang asing, yang mengaku sebagai Kristen. Ada banyak penipu model seperti itu. Tetapi kalau kita bisa tahu dengan yakin bahwa orang itu adalah orang kristen yang sejati maka kita harus mau menjamu saudara seiman kita.
3) Mereka diundang oleh seorang tua, pendatang dari Efraim.
Hakim-Hakim 19: 16-21: “(16) Tetapi datanglah pada malam itu seorang tua, yang pulang dari pekerjaannya di ladang. Orang itu berasal dari pegunungan Efraim dan tinggal di Gibea sebagai pendatang, tetapi penduduk tempat itu adalah orang Benyamin. (17) Ketika ia mengangkat mukanya dan melihat orang yang dalam perjalanan itu di tanah lapang kota, berkatalah orang tua itu: ‘Ke manakah engkau pergi dan dari manakah engkau datang?’ (18) Jawabnya kepadanya: ‘Kami sedang dalam perjalanan dari Betlehem-Yehuda ke balik pegunungan Efraim. Dari sanalah aku berasal; aku tadinya pergi ke Betlehem-Yehuda dan sekarang sedang berjalan pulang ke rumah. Tetapi tidak ada orang yang mengajak aku ke rumahnya, (19) walaupun ada padaku jerami dan makanan untuk keledai kami, pula roti dan anggur untuk aku sendiri, untuk hambamu perempuan ini dan untuk bujang yang bersama-sama dengan hambamu ini; kami tidak kekurangan sesuatu.’ (20) Lalu berkatalah orang tua itu: ‘Jangan kuatir! Segala yang engkau perlukan biarlah aku yang menanggung, tetapi janganlah engkau bermalam di tanah lapang kota ini.’ (21) Sesudah itu dibawanyalah dia masuk ke rumahnya, lalu keledai-keledai diberinya makan; maka merekapun membasuh kaki, makan dan minum”.
a) Orang tua dari Efraim itu bertanya: ‘Ke manakah engkau pergi dan dari manakah engkau datang?’ (ay 17b).
b) Jawaban orang Lewi itu.
Hakim-Hakim 19: 18-19: “Jawabnya kepadanya: ‘Kami sedang dalam perjalanan dari Betlehem-Yehuda ke balik pegunungan Efraim. Dari sanalah aku berasal; aku tadinya pergi ke Betlehem-Yehuda dan sekarang sedang berjalan pulang ke rumah. Tetapi tidak ada orang yang mengajak aku ke rumahnya, (19) walaupun ada padaku jerami dan makanan untuk keledai kami, pula roti dan anggur untuk aku sendiri, untuk hambamu perempuan ini dan untuk bujang yang bersama-sama dengan hambamu ini; kami tidak kekurangan sesuatu.’”.
1. Perhatikan kata ‘rumah’ dalam ay 18.
RSV: ‘my home’ (= rumahku).
NASB: ‘my house’ (= rumahku).
KJV/NIV: ‘the house of the LORD’ (= rumah TUHAN).
Wycliffe mengatakan bahwa terjemahan ‘my house / home’ (= rumahku) diambil dari LXX. Dalam bahasa Ibraninya memang ada kata YHWH.
2. Hakim-Hakim 19: 19.
Jamieson, Fausset & Brown: “Oriental travelers always carry a stock of provisions with them; and knowing that even the khans or lodging-houses they may find on their way afford nothing beyond rest and shelter, they are careful to lay in a supply of food both for themselves and their beasts” (= Pelancong Timur selalu membawa persediaan / perbekalan bersama mereka; dan karena mengetahui bahwa bahkan penginapan yang bisa mereka temukan pada jalan mereka tidak memberikan apa-apa selain istirahat dan tempat berteduh, maka mereka berhati-hati menyimpan persediaan makanan baik untuk mereka maupun binatang mereka).
c) Hakim-Hakim 19: 20: “Lalu berkatalah orang tua itu: ‘Jangan kuatir! Segala yang engkau perlukan biarlah aku yang menanggung, tetapi janganlah engkau bermalam di tanah lapang kota ini.’”. Ini terjemahannya ngawur.
Terjemahan hurufiahnya adalah ‘Shalom bagimu’.
KJV: ‘Peace be with thee’ (= Damai kiranya beserta engkau).
NIV: ‘You are welcome at my house’ (= Selamat datang untukmu di rumahku).
Jadi, akhirnya ada orang yang mengundang mereka, tetapi orang ini bukan orang Gibea melainkan seorang pendatang dari Efraim.
d) Matthew Henry mempertanyakan mengapa orang-orang jahat di kota itu tidak ada yang berpura-pura mengundang mereka untuk tinggal di rumahnya, dan lalu melakukan niat jahatnya. Ia lalu menjawab sendiri pertanyaannya.
Matthew Henry: “perhaps, none of them separately thought of such a wickedness, till in the black and dark night they got together to contrive what mischief they should do. Bad people in confederacy make one another much worse than any of them would be by themselves” (= mungkin tak seorangpun di antara mereka yang secara terpisah / sendirian memikirkan kejahatan seperti itu, sampai pada malam yang hitam dan gelap mereka berkumpul bersama untuk merencanakan kejahatan apa yang harus mereka lakukan. Orang-orang jahat dalam perkumpulan / persekutuan saling membuat satu sama lain lebih buruk dari pada kalau setiap mereka berada sendirian).
Pulpit Commentary: “As fire burns most when drawn together, vice is most inflamed when men are companions in wickedness. Each tempts the rest by his example. Guilt appears to be lessened by being shared. Men excuse their conduct by comparing it with that of their neighbours. ... In the excitement of a mob men will commit excesses from which they would shrink in solitary action. Yet responsibility is still individual, and each man must ultimately answer for his own sins” (= sebagaimana api menyala paling hebat pada waktu dipersatukan / dikumpulkan, kejahatan paling berkobar pada waktu orang-orang berteman dalam kejahatan. Setiap orang mencobai sisanya oleh teladannya. Kesalahan kelihatan lebih kecil dengan dibagikan. Manusia memaafkan tindakan mereka dengan membandingkannya dengan tindakan sesama mereka. ... Dalam kegembiraan dari suatu gerombolan, manusia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang keterlaluan dari mana mereka akan mengkerut pada waktu bertindak sendirian. Tetapi tanggung jawab tetap bersifat pribadi, dan setiap orang pada akhirnya harus bertanggung jawab untuk dosa-dosanya sendiri) - hal 197.
4) Tindakan bejat dari orang-orang Gibea.
Hakim-Hakim 19: 22-26: “(22) Tetapi sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: ‘Bawalah ke luar orang yang datang ke rumahmu itu, supaya kami pakai dia.’ (23) Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: ‘Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda. (24) Tetapi ada anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini janganlah kamu berbuat noda.’ (25) Tetapi orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkataannya. Lalu orang Lewi itu menangkap gundiknya dan membawanya kepada mereka ke luar, kemudian mereka bersetubuh dengan perempuan itu dan semalam-malaman itu mereka mempermainkannya, sampai pagi. Barulah pada waktu fajar menyingsing mereka melepaskan perempuan itu. (26) Menjelang pagi perempuan itu datang kembali, tetapi ia jatuh rebah di depan pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana sampai fajar”.
a) Hakim-Hakim 19: 22: ‘Tetapi sementara mereka menggembirakan hatinya’.
Matthew Henry: “it teaches us of what uncertain continuance all our creature comforts and enjoyments are; when we are ever so well pleased with our friends, we know not how near our enemies are; nor, if it be well with us this hour, can we be sure it will be so the next. ... God can soon change the note of those that are making their hearts merry, and turn their laughter into mourning and their joy into heaviness” (= Ini mengajar kita tentang ketidak-pastian dari kelanjutan penghiburan / kesenangan dan penikmatan kita; pada waktu kita begitu senang dengan teman-teman kita, kita tidak tahu betapa dekat musuh-musuh kita berada; atau, jika keadaanya baik-baik saja dengan kita pada jam ini, bisakah kita yakin bahwa itu juga akan demikian pada jam berikutnya. ... Allah bisa dengan cepat mengubah nada dari mereka yang membuat hatinya bersenang-senang, dan mengubah ketawa mereka menjadi perkabungan dan sukacita mereka menjadi sesuatu yang berat).
Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:
· Ratapan 5:15 - “Lenyaplah kegirangan hati kami, tari-tarian kami berubah menjadi perkabungan”.
· Amos 8:10 - “Aku akan mengubah perayaan-perayaanmu menjadi perkabungan, dan segala nyanyianmu menjadi ratapan. Aku akan mengenakan kain kabung pada setiap pinggang dan menjadikan gundul setiap kepala. Aku akan membuatnya sebagai perkabungan karena kematian anak tunggal, sehingga akhirnya menjadi seperti hari yang pahit pedih.’”.
Catatan: mungkin kita juga bisa membalik kata-kata Matthew Henry ini. Kadang-kadang Tuhan membalik kehidupan kita dari keadaan menderita menjadi senang! Karena itu, dalam penderitaan yang hebat, tetaplah percaya dan setia kepada Dia, Ia bisa membalikkan kehidupan saudara, dalam sekejap mata.
b) Hakim-Hakim 19: 22: ‘orang-orang dursila’.
KJV/Lit: ‘sons of Belial’ (= anak-anak Belial / setan).
c) Ay 22: orang-orang jahat di kota itu mau melakukan homosex.
Bdk. Imamat 18:22 - “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian”.
Matthew Henry: “This was the sin of Sodom, and is thence called Sodomy. The Dead Sea, which was the standing monument of God’s vengeance upon Sodom, for its filthiness, was one of the boundaries of Canaan, and lay not many miles off from Gibeah. We may suppose the men of Gibeah had seen it many a time, and yet would not take warning by it, but did worse than Sodom (Ezek. 16:48), and sinned just after the similitude of their transgression” [= Ini adalah dosa dari Sodom, dan karena itu disebut ‘Sodomi’. Laut Mati, yang merupakan monumen tegak dari pembalasan Allah terhadap Sodom, untuk kemesuman mereka, merupakan salah satu dari batasan-batasan dari Kanaan, dan terletak hanya beberapa mil dari Gibea. Kita bisa menganggap bahwa orang-orang Gibea telah sering melihatnya, tetapi tidak menarik peringatan darinya, tetapi melakukan yang lebih buruk dari Sodom (Yeh 16:48), dan berdosa persis seperti pelanggaran mereka].
Bandingkan dengan:
· Kejadian 19:4-5 - “(4) Tetapi sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu. (5) Mereka berseru kepada Lot: ‘Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka.’”.
· Yehezkiel 16:48 - “Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguh-sungguhnya Sodom, kakakmu yang termuda beserta anak-anaknya perempuan tidak berbuat seperti engkau lakukan beserta anak-anakmu perempuan”.
Homosex merupakan hukuman Tuhan karena dosa manusia (Ro 1:24-28).
Roma 1:24-28 - “(24) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. (25) Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (28) Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas”.
Bdk. 1Korintus 6:9-10 - “(9) Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, (10) pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.
NIV: ‘homosexual offenders’ (= pelanggar homosexual).
d) Suku Benyamin menjadi begitu jahat, padahal dalam Ul 33:12a dikatakan: “Tentang Benyamin ia berkata: ‘Kekasih TUHAN yang diam padaNya dengan tenteram! TUHAN melindungi dia setiap waktu ...”.
KJV: ‘And of Benjamin he said, The beloved of the LORD shall dwell in safety by him; and the LORD shall cover him all the day long, ...’ (= Dan tentang Benyamin ia berkata, ‘Kekasih TUHAN akan tinggal dengan aman di dekatnya; dan TUHAN akan menudunginya sepanjang hari, ...).
NIV: ‘About Benjamin he said: ‘Let the beloved of the LORD rest secure in him, for he shields him all day long, ...’ (= Tentang Benyamin ia berkata: ‘Kiranya kekasih TUHAN beristirahat dengan aman dalam dia, karena Ia melindunginya sepanjang hari, ...).
Sekarang, mereka bukan hanya tidak mempunyai keramahan dalam menerima tamu, tetapi bahkan mereka berani merusak keramahan dari orang tua itu yang menerima orang Lewi itu di rumahnya, dengan tindakan brutal mereka.
Mengapa mereka bisa menjadi jahat seperti ini? Pulpit Commentary mengatakan (hal 194) bahwa karena mereka tidak menghancurkan penduduk Kanaan, maka mereka mengikuti dosa-dosa orang-orang Kanaan itu. Yang membahayakan dari dosa adalah bahwa itu bisa merusak kerohanian secara perlahan-lahan sehingga orang tersebut sampai pada titik yang begitu buruk, sehingga bisa melakukan dosa terkutuk apapun.
Pulpit Commentary: “it is essential that sin should be known to be what it is, and especially that it should be made clear by what gradual descents a man may glide from one stage of wickedness to another, till, under favoring circumstances, he reaches a depth of vileness which at one time would have seemed impossible” (= merupakan sesuatu yang penting untuk mengenal dosa sebagaimana adanya dosa itu, dan khususnya harus menjadi jelas, dengan penurunan bertahap yang bagaimana seseorang bisa merosot, dari satu tahap kejahatan kepada tahap kejahatan yang lain, sampai, dalam kondisi yang mendukung, ia mencapai suatu kedalaman kejahatan, yang pada satu saat kelihatan sebagai mustahil) - hal 194.
Pulpit Commentary: “Doubtless they had mingled with the heathen and learnt their works. ... The Spirit of God was vexed within them. The light of his word was quenched in the darkness of a gross materialism. Utter callousness of conscience came on. They began to sneer at virtue, and to scoff at the fear of God. When the fear of God was gone, the honour due to man and due to themselves would soon go too. And thus it came to pass at the time of this history that the whole community was sunk to the level of the vilest heathenism. ... Without the fear of God man would soon become a devil, and earth would become a hell” (= Tidak diragukan mereka telah bercampur dengan orang-orang kafir dan mempelajari perbuatan mereka. ... Roh Allah disakiti di dalam mereka. Terang dari firman dipadamkan dalam kegelapan dari materialisme yang kotor. Hati nurani yang sama sekali tak berperasaan muncul. Mereka mulai mencemooh pada kebaikan, dan mengejek pada rasa takut kepada Allah. Pada waktu rasa takut kepada Allah hilang, rasa hormat yang seharusnya kepada orang lain dan kepada diri mereka sendiri juga hilang. Dan lalu terjadilah pada saat dari sejarah ini bahwa seluruh masyarakat tenggelam sampai pada tingkat dari kekafiran yang paling buruk / hina. ... Tanpa rasa takut kepada Allah manusia segera menjadi setan, dan bumi menjadi neraka) - hal 194,195.
e) Tuhan menangani dosa yang sama dengan cara yang berbeda-beda; tetapi pada akhirnya, semua yang berdosa akan dihukum.
Orang-orang Sodom dibutakan, lalu diberi hujan api dan belerang, tetapi orang-orang di sini mula-mula dibiarkan, dan lalu dibinasakan dengan pedang. Karena itu kita tak bisa mengharapkan Tuhan selalu melakukan tindakan yang sama.
Matthew Henry: “Why were not these sons of Belial struck blind, as the Sodomites were? Why were not fire and brimstone rained from heaven upon their city? It was because God would leave it to Israel to punish them by the sword, and would reserve his own punishment of them for the future state, in which those that go after strange flesh shall suffer the vengeance of eternal fire, Jude 7” (= Mengapa anak-anak Belial ini tidak dibutakan, seperti orang-orang Sodom? Mengapa api dan belerang tidak dihujankan dari langit pada kota mereka? Karena Allah mau memberikannya kepada Israel untuk menghukum mereka dengan pedang, dan menyimpan penghukumanNya sendiri bagi mereka untuk keadaan di masa yang akan datang, dalam mana mereka yang mengejar kepuasan yang tidak wajar akan mengalami pembalasan api yang kekal, Yudas 7).
Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.
f) Hakim-Hakim 19: 23-24: “(23) Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: ‘Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda. (24) Tetapi ada anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini janganlah kamu berbuat noda.’”.
Bdk. Kejadian 19:6-8 - “(6) Lalu keluarlah Lot menemui mereka, ke depan pintu, tetapi pintu ditutupnya di belakangnya, (7) dan ia berkata: ‘Saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat. (8) Kamu tahu, aku mempunyai dua orang anak perempuan yang belum pernah dijamah laki-laki, baiklah mereka kubawa ke luar kepadamu; perbuatlah kepada mereka seperti yang kamu pandang baik; hanya jangan kamu apa-apakan orang-orang ini, sebab mereka memang datang untuk berlindung di dalam rumahku.’”.
Adam Clarke: “Such a proposal was made by Lot to the men of Sodom, Gen. 19, but nothing can excuse either. That the rights of hospitality were sacred in the East, and most highly regarded, we know; and that a man would defend, at the expense of his life the stranger whom he had admitted under his roof, is true; but how a father could make such a proposal relative to his virgin daughter, must remain among those things which are incomprehensible” (= Usul seperti itu dibuat oleh Lot kepada orang-orang Sodom, Kej 19, tetapi tidak ada yang bisa memaafkan yang manapun dari tindakan ini. Bahwa hak untuk menjamu tamu merupakan sesuatu yang keramat / kudus di Timur, dan sangat dihormati, kami tahu; dan bahwa seseorang akan mempertahankan, dengan mengorbankan nyawanya, seorang asing yang diijinkannya untuk tinggal di bawah atapnya, adalah benar; tetapi bagaimana seorang ayah bisa membuat usul seperti itu berkenaan dengan anak gadisnya, harus tetap tinggal di antara hal-hal yang tidak bisa dimengerti).
g) Hakim-Hakim 19: 25-26: “(25) Tetapi orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkataannya. Lalu orang Lewi itu menangkap gundiknya dan membawanya kepada mereka ke luar, kemudian mereka bersetubuh dengan perempuan itu dan semalam-malaman itu mereka mempermainkannya, sampai pagi. Barulah pada waktu fajar menyingsing mereka melepaskan perempuan itu. (26) Menjelang pagi perempuan itu datang kembali, tetapi ia jatuh rebah di depan pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana sampai fajar”.
Akhirnya orang Lewi itu menyerahkan gundiknya kepada mereka, dan mereka memperkosanya sampai mati.
5) Tindakan dari orang Lewi itu.
Hakim-Hakim 19: 27-30: “(27) Pada waktu tuannya bangun pagi-pagi, dibukanya pintu rumah dan pergi ke luar untuk melanjutkan perjalanannya, tetapi tampaklah perempuan itu, gundiknya, tergeletak di depan pintu rumah dengan tangannya pada ambang pintu. (28) Berkatalah ia kepada perempuan itu: ‘Bangunlah, marilah kita pergi.’ Tetapi tidak ada jawabnya. Lalu diangkatnyalah mayat itu ke atas keledai, berkemaslah ia, kemudian pergi ke tempat kediamannya. (29) Sesampai di rumah, diambilnyalah pisau, dipegangnyalah mayat gundiknya, dipotong-potongnya menurut tulang-tulangnya menjadi dua belas potongan, lalu dikirimnya ke seluruh daerah orang Israel. (30) Dan setiap orang yang melihatnya, berkata: ‘Hal yang demikian belum pernah terjadi dan belum pernah terlihat, sejak orang Israel berangkat keluar dari tanah Mesir sampai sekarang. Perhatikanlah itu, pertimbangkanlah, lalu berbicaralah!’”.
Matthew Henry menganggap bahwa Tuhan membiarkan ini terjadi sebagai hukuman terhadap perzinahan yang dilakukan oleh perempuan itu. Sekalipun suaminya mengampuninya, Tuhan tidak. Biasanya yang sering kita dengar adalah: sekalipun manusia tak mau mengampuni, Tuhan mau. Tuhan selalu digambarkan lebih kasih, dan lebih mau mengampuni, dari pada manusia. Tetapi di sini kelihatannya terjadi kebalikkannya. Orang Lewi itu mau mengampuni istrinya, tetapi Tuhan tidak (karena tak ada pertobatan)!
Matthew Henry: “Her punishment answered her sin, ... Lust was her sin, and lust was her punishment. By the law of Moses she was to have been put to death for her adultery. She escaped that punishment from men, yet vengeance pursued her; for, if there was no king in Israel, yet there was a God in Israel, a God that judgeth in the earth” (= Hukumannya sesuai dengan dosanya, ... Nafsu adalah dosanya, dan nafsu adalah hukumannya. Oleh hukum Taurat Musa ia harus dihukum mati untuk perzinahannya. Ia lolos dari hukuman manusia, tetapi pembalasan mengejarnya; karena, jika di sana tidak ada raja di Israel, tetapi di sana ada Allah di Israel, seorang Allah yang menghakimi di bumi).
Kesimpulan / penutup.
Baik orang-orang Benyamin yang brengsek, maupun gundik dari orang Lewi itu, mula-mula kelihatannya lolos dari hukuman. Tetapi lambat atau cepat, hukuman menyusul mereka. Kalau saudara berdosa, dan sampai saat ini tidak ada hukuman dari Tuhan, jangan senang. Lambat atau cepat, hukuman akan datang. Jadi, bertobatlah, sebelum terlambat.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-