HAKIM-HAKIM 21:1-25 (JANGAN SEMBARANGAN BERSUMPAH)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
I) Sumpah berkenaan dengan suku Benyamin.
1) Kelihatannya, sebelum perang dimulai bangsa Israel bersumpah bahwa mereka tak akan memberikan anak gadis mereka kepada suku Benyamin (ay 1,7,18).
Hakim-Hakim 21: 1,7,18: “(1) Orang-orang Israel telah bersumpah di Mizpa, demikian: ‘Seorangpun dari kita takkan memberikan anaknya perempuan kepada seorang Benyamin menjadi isterinya.’ ... (7) Apakah yang dapat kita lakukan kepada orang-orang yang tinggal itu dalam hal mencarikan isteri, karena kitalah yang bersumpah demi TUHAN untuk tidak memberikan seorangpun dari anak-anak perempuan kita kepada mereka menjadi isterinya?’ ... (18) Tetapi kita ini tidak dapat memberikan isteri kepada mereka dari anak-anak perempuan kita.’ Sebab orang-orang Israel telah bersumpah, demikian: ‘Terkutuklah orang yang memberikan isteri kepada suku Benyamin!’”.
a) Ini menunjukkan bahwa mereka memperlakukan orang-orang Gibea / Benyamin seperti mereka memperlakukan orang-orang Kanaan.
Bdk. Ulangan 7:1-5 - “(1) ‘Apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau ke dalam negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau banyak bangsa dari depanmu, yakni orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus, tujuh bangsa, yang lebih banyak dan lebih kuat dari padamu, (2) dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka. (3) Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; (4) sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari padaKu, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera. (5) Tetapi beginilah kamu lakukan terhadap mereka: mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka kamu bakar habis”.
b) Sebetulnya sumpah di sini juga tak terlalu ngawur, karena orang tua nggenah yang mana yang mau memberikan anak gadisnya kepada orang-orang yang membela kebejatan seperti yang dilakukan orang-orang Gibea.
Pulpit Commentary: “Moral soundness ought therefore to be a sine qua non in all aspirants to the hand of a Christian man’s daughter. What security can there be for a wife of a licentious man, even if he be as wealthy as Croesus? Righteousness of life and a Christian character should be the first and indispensable qualifications of a son-in-law” (= Karena itu kesehatan moral seharusnya menjadi syarat mutlak dalam semua calon-calon bagi pernikahan dari seorang anak perempuan dari seorang Kristen. Keamanan apa yang bisa ada di sana bagi seorang istri dari seorang yang tak bermoral, bahkan jika ia sekaya Croesus? Kebenaran dari kehidupan dan karakter Kristen harus menjadi persyaratan pertama dan sangat diperlukan dari seorang menantu laki-laki) - hal 211.
Pulpit Commentary: “If parents would exclude from their homes, their drawing-rooms, and the society of their children persons known to be licentious, it would exert great influence” (= Jika orang tua membuang dari rumah mereka, ruang tamu mereka, dan masyarakat / perkumpulan dari anak-anak mereka, orang-orang yang dikenal sebagai tidak bermoral, itu akan mempunyai pengaruh yang besar) - hal 211.
Contoh: orang-orang yang suka berzinah, berjudi, mabuk-mabukan, merokok, dan pakai narkoba.
c) Tetapi sebetulnya dalam sumpah itu harus diberi perkecualian, yaitu kalau ada orang Benyamin yang nggenah, atau kalau yang brengsek bertobat, maka sumpah itu tak berlaku. Dengan mengucapkan sumpah itu tanpa perkecualian, maka mereka melakukan sumpah secara gegabah, yang akhirnya mereka sesali.
2) Bangsa Israel menyesali / menangisi kehancuran dari suku Benyamin.
Hakim-Hakim 21: 2-3: “(2) Ketika bangsa itu datang ke Betel dan tinggal di situ di hadapan Allah sampai petang, maka merekapun menyaringkan suaranya menangis dengan sangat keras, (3) katanya: ‘Mengapa, ya TUHAN, Allah Israel, terjadi hal yang begini di antara orang Israel, yakni bahwa hari ini satu suku dari antara orang Israel hilang?’”.
a) Mereka sedih dan kasihan melihat keadaan suku Benyamin, dan mereka ingin menolong mereka.
Merupakan sesuatu yang sangat bagus bahwa sekalipun dalam perang itu jumlah bangsa Israel yang mati lebih dari 40.000 orang, mereka bisa merasa sedih melihat kehancuran dari suku Benyamin.
Bdk. 1Kor 12:26a - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita”.
Mereka bukan hanya sedih dan kasihan, tetapi mereka juga berusaha mencari jalan untuk menolong suku Benyamin.
Bdk. Hakim-Hakim 21: 6-7: “(6) Orang-orang Israel merasa kasihan terhadap suku Benyamin, saudaranya itu, maka kata mereka: ‘Hari ini ada satu suku terputus dari orang Israel. (7) Apakah yang dapat kita lakukan kepada orang-orang yang tinggal itu dalam hal mencarikan isteri, karena kitalah yang bersumpah demi TUHAN untuk tidak memberikan seorangpun dari anak-anak perempuan kita kepada mereka menjadi isterinya?’”.
Sikap seperti ini menunjukkan bahwa mereka menghukum dengan kasih. Ini harus ada pada saat kita mendisiplin anak / jemaat (siasat gerejani).
b) Juga merupakan sesuatu yang bagus bahwa mereka membawa kesedihan dan beban itu ke hadapan Allah! Memang kita tak perlu pergi ke gereja untuk hal seperti itu, tetapi kita bisa datang kepada Dia dalam doa.
Matthew Henry: “Every thing that grieves us should bring us to God” (= Segala sesuatu yang menyedihkan kita harus membawa kita kepada Allah).
c) Mereka bukan menyesali / menangisi semangat dan keputusan mereka untuk memerangi / menghukum / menghancurkan suku Benyamin, tetapi mereka menangisi:
1. Konsekwensi yang menyedihkan dari seluruh peristiwa itu.
2. Mungkin juga karena mereka merasa melakukannya kelewat batas.
Mereka seharusnya tak perlu membunuh wanita dan anak-anak, tetapi hanya tentara dari suku Benyamin saja.
Adam Clarke: “‘Why is this come to pass.’ This was a very impertinent question. They knew well enough how it came to pass. It was right that the men of Gibeah should be punished, and it was right that they who vindicated them should share in that punishment; but they carried their revenge too far, they endeavoured to exterminate both man and beast, Judg. 20:48” (= ‘Mengapa ... terjadi hal yang begini’. Ini merupakan pertanyaan yang kurang ajar / tidak sopan / tidak cocok. Mereka tahu dengan cukup benar bagaimana hal itu terjadi. Merupakan sesuatu yang benar bahwa orang-orang Gibea harus dihukum, dan adalah benar bahwa mereka yang membela mereka harus ikut mengalami hukuman itu; tetapi mereka melakukan pembalasan mereka terlalu jauh, mereka berusaha untuk memusnahkan baik manusia maupun binatang, Hak 20:48).
Matthew Henry: “strong passions make work for repentance. What we say and do in a heat our calmer thoughts commonly wish undone again” (= nafsu yang kuat membuat pekerjaan untuk pertobatan. Apa yang kita katakan dan lakukan dalam suasana panas, biasanya ingin dibatalkan oleh pikiran yang lebih tenang).
Keil & Delitzsch mengatakan bahwa sekalipun perang itu disetujui oleh Allah tetapi dalam pelaksanaannya mereka melakukannya secara kelewat batas, lebih-lebih karena adanya 2 x kekalahan yang mereka alami dari suku Benyamin.
Matthew Henry: “There may be over-doing in well-doing. Great care must be taken in the government of our zeal, ... Many a war is ill ended which was well begun” (= Bisa ada tindakan yang berlebihan dalam tindakan yang benar. Kita harus sangat memperhatikan pemerintahan dari semangat kita, ... Banyak perang yang dimulai dengan baik, berakhir dengan buruk).
Matthew Henry: “even necessary justice is to be done with compassion. God does not punish with delight, nor should men” (= bahkan keadilan yang diperlukan harus dilakukan dengan belas kasihan. Allah tidak menghukum dengan senang hati, demikian juga manusia tidak boleh berbuat demikian).
Misalnya: memarahi / menghukum anak yang salah, kalau kelewat batas, itu salah. Juga pada waktu menegur jemaat yang salah, dan melakukan siasat gerejani terhadap mereka, ada batas-batas yang harus diperhatikan, supaya itu tidak dilakukan secara berlebihan.
Bdk. 2Korintus 2:5-11 - “(5) Tetapi jika ada orang yang menyebabkan kesedihan, maka bukan hatiku yang disedihkannya, melainkan hati kamu sekalian, atau sekurang-kurangnya - supaya jangan aku melebih-lebihkan -, hati beberapa orang di antara kamu. (6) Bagi orang yang demikian sudahlah cukup tegoran dari sebagian besar dari kamu, (7) sehingga kamu sebaliknya harus mengampuni dan menghibur dia, supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang terlampau berat. (8) Sebab itu aku menasihatkan kamu, supaya kamu sungguh-sungguh mengasihi dia. (9) Sebab justru itulah maksudnya aku menulis surat kepada kamu, yaitu untuk menguji kamu, apakah kamu taat dalam segala sesuatu. (10) Sebab barangsiapa yang kamu ampuni kesalahannya, aku mengampuninya juga. Sebab jika aku mengampuni, - seandainya ada yang harus kuampuni -, maka hal itu kubuat oleh karena kamu di hadapan Kristus, (11) supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya”.
3) Mereka mendirikan mezbah dan mempersembahkan korban.
Hakim-Hakim 21: 4: “Keesokan harinya pagi-pagi maka bangsa itu mendirikan mezbah di situ, lalu mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan”.
Adam Clarke: “‘Built there an altar.’ This affords some evidence that this was not a regular place of worship, else an altar would have been found in the place; and their act was not according to the law, as may be seen in several places of the Pentateuch. But there was neither king nor law among them, and they did whatever appeared right in their own eyes” (= ‘Mendirikan mezbah di situ’. Ini memberikan bukti bahwa ini bukanlah tempat ibadah yang biasa, karena kalau tidak, maka sebuah mezbah akan ditemukan di tempat itu; dan tindakan mereka tidak sesuai dengan hukum Taurat, seperti bisa terlihat dalam beberapa tempat dari 5 kitab Musa. Tetapi di sana tidak ada raja ataupun hukum di antara mereka, dan mereka melakukan apapun yang kelihatan baik dalam mata mereka sendiri).
Catatan: mungkin ayat yang dimaksudkan oleh Clarke adalah ayat seperti Ulangan 12:5-14.
II) Usaha untuk membangun kembali suku Benyamin yang nyaris musnah.
1) Mereka membasmi orang-orang Yabesh-Gilead dan menyisakan para gadisnya sebagai istri untuk orang-orang Benyamin.
Hakim-Hakim 21: 7-14: “(7) Apakah yang dapat kita lakukan kepada orang-orang yang tinggal itu dalam hal mencarikan isteri, karena kitalah yang bersumpah demi TUHAN untuk tidak memberikan seorangpun dari anak-anak perempuan kita kepada mereka menjadi isterinya?’ (8) Sebab itu berkatalah mereka: ‘Dari suku-suku Israel adakah satu yang tidak datang menghadap TUHAN di Mizpa?’ Lalu tampaklah, bahwa dari Yabesh-Gilead tidak ada seorangpun yang datang ke perkemahan jemaah itu. (9) Lalu diperiksa jumlah bangsa itu, dan tampaklah tidak hadir seorangpun dari penduduk Yabesh-Gilead. (10) Maka perkumpulan itu menyuruh ke situ dua belas ribu orang dari orang-orang gagah perkasa dengan memerintahkan kepada mereka, demikian: ‘Pergilah, pukullah penduduk Yabesh-Gilead dengan mata pedang, juga perempuan-perempuan dan anak-anak. (11) Tetapi perbuatlah begini: hanya semua laki-laki sajalah dan semua perempuan yang telah pernah tidur dengan laki-laki harus kamu tumpas.’ (12) Mereka menjumpai di antara penduduk Yabesh-Gilead empat ratus orang anak gadis, perawan yang belum pernah tidur dengan orang laki-laki, lalu gadis-gadis itu dibawa mereka ke perkemahan di Silo, di tanah Kanaan. (13) Sesudah itu segenap umat itu menyuruh orang membawa pesan kepada bani Benyamin yang ada di bukit batu Rimon, lalu memaklumkan damai kepada mereka. (14) Pada waktu itu kembalilah suku Benyamin, dan kepada mereka diberikan perempuan-perempuan yang telah dibiarkan hidup dari antara perempuan Yabesh-Gilead; tetapi belum cukup juga jumlahnya bagi mereka”.
a) Di sini terlihat bahwa rupanya ada sumpah yang kedua yaitu bahwa mereka akan menghukum mati orang-orang dari kalangan mereka yang tidak ikut berperang melawan Benyamin (ay 5,8-11).
b) Penghukuman terhadap Yabesy-Gilead ini sebetulnya benar, karena pada saat perang mereka tidak ikut perang.
Perhatikan bahwa ‘tidak ikut perang’ dianggap sebagai kejahatan! Ini juga berlaku dalam dunia rohani. Bandingkan dengan:
Hakim-Hakim 5:23 - “‘Kutukilah kota Meros!’ firman Malaikat TUHAN, ‘kutukilah habis-habisan penduduknya, karena mereka tidak datang membantu TUHAN, membantu TUHAN sebagai pahlawan.’”.
Yeremia 48:10 - “Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai, dan terkutuklah orang yang menghambat pedangNya dari penumpahan darah!”.
Matius 12:30 - “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan”.
Pulpit Commentary: “Desertion is a great crime. In war-time, even among civilised nations, desertion is punished with death. 1. Negative wickedness may be as bad as positive sin. If we know that an equally injurious result will follow inaction, this is equally guilty with an active offence. Thus the refusal of a ship’s master to save a drowning man is morally equal to the guilt of murdering him. 2. We must not measure the value of our actions by their individual effects, but by the effects of the principles they express. One act of desertion may have no perceptible effect. But if one is justifiable, many are, and thus the principle of freedom to desert allows of a total desertion resulting in total ruin. Desertion from the cause of Christ is a great sin. To refrain from obeying his call to action is as guilty as to actively disobey him” (= Desersi / pembelotan merupakan suatu kejahatan besar. Pada masa perang, bahkan di antara bangsa-bangsa yang beradab, pembelotan dihukum dengan kematian. 1. Kejahatan yang negatif bisa sama buruknya dengan dosa yang positif. Jika kita tahu bahwa suatu hasil yang sama merugikannya akan mengikuti suatu ketidak-aktifan / kepasifan, ini sama salahnya dengan suatu pelanggaran aktif. Karena itu penolakan dari nakhoda kapal untuk menyelamatkan seseorang yang sedang tenggelam secara moral sama kesalahannya dengan membunuh orang itu. 2. Kita tidak boleh mengukur nilai dari tindakan kita dengan akibat individual mereka, tetapi dengan akibat dari prinsip-prinsip yang mereka nyatakan. Satu tindakan pembelotan mungkin tidak mempunyai akibat yang jelas. Tetapi jika satu tindakan pembelotan bisa dibenarkan, maka banyak tindakan pembelotan juga bisa dibenarkan, dan lalu prinsip dari kebebasan untuk membelot mengijinkan suatu pembelotan total, yang menghasilkan suatu kehancuran total. Pembelotan dari perkarab Kristus merupakan suatu dosa yang besar. Menahan diri untuk mentaati panggilanNya pada suatu tindakan, adalah sama bersalahnya dengan secara aktif tidak mentaatiNya) - hal 212.
c) Mungkin orang-orang Yabesh-Gilead merasa kasihan terhadap suku Benyamin, sehingga tak mau ikut perang dalam membasmi suku tersebut.
Pulpit Commentary: “That was a terrible work to which the tribes were summoned - the slaughter of the Benjamites. Yet if they felt it to be a necessary act of justice sanctioned by God, as they evidently did feel it to be, they had no right to shrink from it out of feelings of kindliness. It is terrible to be called to such a duty; but it is brave and noble to accept the odium when the necessity is felt, and weak and selfish to avoid it. Charity is not honoured by the sacrifice of justice. It is more charitable to punish wickedness than to let it work its evil unchecked. Charity to the criminal often means cruelty to the victim. There is a danger lest we should become so mild that we should virtually punish the innocent in order to spare the guilty” (= Merupakan pekerjaan yang buruk / mengerikan pada mana suku-suku itu dipanggil - pembantaian suku Benyamin. Tetapi jika mereka merasa bahwa itu merupakan suatu tindakan keadilan yang disetujui / didukung oleh Allah, seperti yang jelas mereka rasakan, mereka tidak mempunyai hak untuk mundur darinya karena perasaan kebaikan hati. Merupakan sesuatu yang buruk / mengerikan untuk dipanggil pada kewajiban seperti itu; tetapi adalah berani dan mulia untuk menerima hal yang dibenci itu pada waktu dirasakan keharusan untuk hal itu, dan adalah lemah dan egois untuk menghindarinya. Kasih / kemurahan hati tidak dihormati dengan pengorbanan keadilan. Adalah lebih kasih / murah hati untuk menghukum kejahatan dari pada membiarkannya mengerjakan kejahatannya tanpa dikendalikan. Kasih / kemurahan hati kepada orang-orang kriminil sering berarti kekejaman terhadap korban. Ada suatu bahaya bahwa kita menjadi begitu halus / lembut sehingga kita akhirnya menghukum orang yang tak bersalah untuk menyelamatkan orang yang bersalah) - hal 213.
d) Kalau saudara adalah orang lembut yang bagaimanapun merasa bahwa baik pembasmian suku Benyamin maupun orang-orang Yabesh-Gilead adalah salah, maka perhatikan ayat-ayat di bawah ini, yang menggunakan kata-kata ‘merasa sayang / belas kasihan’ berkenaan dengan penghukuman:
1. Tuhan melarang kita untuk merasa sayang / berbelas-kasihan dalam menjalankan hukuman yang memang seharusnya diberikan:
· Ulangan 7:16 - “Engkau harus melenyapkan segala bangsa yang diserahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu; janganlah engkau merasa sayang kepada mereka dan janganlah beribadah kepada allah mereka, sebab hal itu akan menjadi jerat bagimu”.
· Ulangan 13:8 - “maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya”.
· Ulangan 19:13 - “Janganlah engkau merasa sayang kepadanya. Demikianlah harus kauhapuskan darah orang yang tidak bersalah dari antara orang Israel, supaya baik keadaanmu.’”.
· Ulangan 19:21 - “Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.’”.
· Ulangan 25:12 - “maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya.’”.
· 1Samuel 15:3 - “Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai.’”.
· Yeremia 51:3 - “Hendaklah si pemanah membidikkan panahnya kepada orang yang membidik dan kepada orang yang berbaju zirah! Janganlah merasa sayang akan teruna-terunanya, tumpaslah segala tentaranya!”.
· Yeh 9:5 - “Dan kepada yang lain-lain aku mendengar Dia berfirman: ‘Ikutilah dia dari belakang melalui kota itu dan pukullah sampai mati! Janganlah merasa sayang dan jangan kenal belas kasihan”.
2. Tuhan sendiri memberikan teladan dalam menghukum tanpa merasa sayang / tanpa belas kasihan:
· Yeremia 13:14 - “Aku akan membantingkan seorang kepada yang lain sampai mereka hancur, bapa-bapa dengan anak-anaknya, demikianlah firman TUHAN. Aku akan membinasakan mereka tanpa belas kasihan, tanpa merasa sayang dan tanpa ampun.’”.
· Yeremia 16:13 - “Maka Aku akan melemparkan kamu dari negeri ini ke negeri yang tidak dikenal oleh kamu ataupun oleh nenek moyangmu. Di sana kamu akan beribadah kepada allah lain siang malam, sebab Aku tidak akan menaruh kasihan lagi kepadamu”.
· Yeremia 20:16 - “Terjadilah kepada hari itu seperti kepada kota-kota yang ditunggangbalikkan TUHAN tanpa belas kasihan! Didengarnyalah kiranya teriakan pada waktu pagi dan hiruk-pikuk pada waktu tengah hari!”.
· Yeh 5:11 - “Sebab itu, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya, oleh karena engkau menajiskan tempat kudusKu dengan segala dewamu yang menjijikkan dan dengan segala perbuatanmu yang keji, Aku sendiri akan meruntuhkan engkau; Aku tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan”.
· Yeh 7:4 - “Aku tidak akan merasa sayang kepadamu dan tidak akan kenal belas kasihan, tetapi Aku akan membalaskan kepadamu selaras dengan tingkah lakumu dan perbuatan-perbuatanmu yang keji akan tertimpa atasmu. Maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN”.
· Yeh 7:9 - “Aku tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan; selaras dengan tingkah lakumu akan Kubalaskan kepadamu dan perbuatan-perbuatanmu yang keji akan tertimpa atasmu. Maka kamu akan mengetahui, bahwa Aku, Tuhanlah, yang memusnahkan”.
· Yeh 8:18 - “Oleh karena itu Aku akan membalas di dalam kemurkaanKu. Aku tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan. Dan kalaupun mereka berseru-seru kepadaKu dengan suara yang nyaring, Aku tidak akan mendengarkan mereka.’”.
· Yehezkiel 9:10 - “Karena itu Aku juga tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan; kelakuan mereka akan Kutimpakan atas kepala mereka.’”.
· Yeh 24:14 - “Aku, TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan datang, dan Aku yang akan membuatnya. Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak menyesal. Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.’”.
3. Ada ayat yang menyatakan bahwa Tuhan merasa sayang dalam menghukum.
Yeh 20:17 - “Tetapi Aku merasa sayang melihat mereka, sehingga Aku tidak membinasakannya dan tidak menghabisinya di padang gurun”.
Maz 103:8-14 - “(8) TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9) Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, (11) tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia; (12) sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. (13) Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. (14) Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu”.
Dalam hal ini maka itu terjadi karena kasih karuniaNya, dan jelas bahwa dalam melakukan ini, Ia melihat pada penebusan yang akan dilakukan oleh Kristus.
e) Tetapi, sekalipun penghukuman terhadap Yabesh-Gilead ini ada benarnya, tetapi:
1. Motivasinya salah.
Motivasi mereka bukan untuk mendisiplin, tetapi untuk memberi istri kepada orang-orang Benyamin.
2. Mereka mau membasmi saudara sebangsa mereka sendiri yang berbuat salah, tetapi mereka tidak membasmi orang-orang Kanaan yang masih tersisa di antara mereka seperti orang-orang Yebus (Hak 19:10-12), dll.
2) Mereka memaklumkan damai dengan orang-orang suku Benyamin yang tersisa.
Hakim-Hakim 21: 13: “Sesudah itu segenap umat itu menyuruh orang membawa pesan kepada bani Benyamin yang ada di bukit batu Rimon, lalu memaklumkan damai kepada mereka”.
Bdk. Hakim-Hakim 20:47 - “Tetapi enam ratus orang berpaling lari ke padang gurun, ke bukit batu Rimon, dan tinggal empat bulan lamanya di bukit batu itu”.
Kelihatannya hanya ini yang tersisa dari suku Benyamin.
3) Mereka memberikan para gadis Yabesh-Gilead kepada suku Benyamin.
Hakim-Hakim 21: 14: “Pada waktu itu kembalilah suku Benyamin, dan kepada mereka diberikan perempuan-perempuan yang telah dibiarkan hidup dari antara perempuan Yabesh-Gilead; tetapi belum cukup juga jumlahnya bagi mereka”.
4) Mereka menganjurkan penculikan gadis-gadis di Silo.
Hakim-Hakim 21:15-25: “(15) Maka bangsa itu merasa kasihan kepada suku Benyamin, karena TUHAN telah membuat keretakan di antara suku-suku Israel. (16) Kemudian berkatalah para tua-tua umat itu: ‘Apakah yang dapat kita lakukan kepada yang tinggal ini dalam hal mencarikan isteri? Sebab perempuan-perempuan telah punah dari antara suku Benyamin.’ (17) Lagi kata mereka: ‘Warisan orang-orang yang terluput itu haruslah tetap tinggal pada suku Benyamin, supaya jangan ada suku yang terhapus dari antara orang Israel. (18) Tetapi kita ini tidak dapat memberikan isteri kepada mereka dari anak-anak perempuan kita.’ Sebab orang-orang Israel telah bersumpah, demikian: ‘Terkutuklah orang yang memberikan isteri kepada suku Benyamin!’ (19) Lalu kata mereka pula: ‘Setiap tahun ada perayaan bagi TUHAN di Silo yang letaknya di sebelah utara Betel, di sebelah timur jalan raya yang menuju dari Betel ke Sikhem dan di sebelah selatan Lebona.’ (20) Maka mereka berpesan kepada bani Benyamin, demikian: ‘Pergilah menghadang di kebun-kebun anggur. (21) Perhatikanlah baik-baik; maka apabila anak-anak perempuan Silo keluar untuk menari-nari, baiklah kamu keluar dari kebun-kebun anggur itu, dan masing-masing melarikan seorang dari anak-anak perempuan Silo itu menjadi isterinya dan pergi ke tanah Benyamin. (22) Apabila ayah atau saudaranya laki-laki datang untuk menuntutnya kepada kami, maka kami akan berkata kepada mereka: Serahkanlah mereka itu kepada kami dengan rela hati, sebab dalam pertempuran kita tidak dapat menangkap seorang perempuan untuk menjadi isteri mereka masing-masing. Memang kamu ini tidak memberikan anak-anak gadis itu kepada mereka; sebab seandainya demikian, kamu bersalah.’ (23) Jadi bani Benyamin berbuat demikian; dari gadis-gadis yang menari-nari yang dirampas itu mereka mengambil perempuan, jumlahnya sama dengan jumlah mereka, kemudian pulanglah mereka ke milik pusakanya lalu membangun kota-kotanya kembali dan diam di sana. (24) Pada waktu itu pergilah orang Israel dari sana, masing-masing menurut suku dan kaumnya; mereka masing-masing berangkat dari sana ke milik pusakanya. (25) Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri”.
a) Tari-tarian.
Hakim-Hakim 21: 21,23 menunjukkan orang Kristen tidak perlu anti terhadap dansa / tari-tarian. Memang ini tergantung dari tari-tarian macam apa yang dipersoalkan. Kalau tarian telanjang, atau yang sangat menonjolkan sex, maka tentu saja berbeda. Tetapi secara umum, Kristen tidak anti terhadap seadanya tari-tarian.
Tetapi pada saat yang sama perlu dicamkan bahwa ini juga tak boleh dijadikan dasar adanya tarian dalam ibadah / kebaktian. Apa yang terjadi dalam text ini bukan kebaktian, tetapi pesta / perayaan!
b) Apa yang dilakukan di sini jelas merupakan suatu kegilaan, karena:
1. Para gadis itu betul-betul diculik dan dipaksa menikah. Ini merupakan penindasan terhadap hak asazi mereka, dan sebetulnya tak terlalu berbeda dengan pemerkosaan.
2. Pernikahan dengan masa pacaran yang terlalu singkat, yang menyebabkan kedua orang tersebut belum saling mengenal dengan baik, bisa membawa kehancuran. Apalagi yang terjadi dalam kasus ini, dimana gadis-gadis itu dipaksa kawin, dan tanpa ada perkenalan.
c) Mereka melakukan hal yang brengsek untuk menutupi akibat negatif dari sumpah sembarangan mereka.
Pulpit Commentary: “Note again the evil of rash vows, and how often chicanery is necessary in order to evade their evil consequences” (= Perhatikan lagi kejahatan / bencana dari nazar yang sembarangan, dan betapa sering penipuan / ketidak-jujuran harus dilakukan untuk menghindarkan akibat jahat itu) - hal 209.
Penutup / kesimpulan.
Dalam Kitab Suci ada beberapa contoh dari sumpah yang gegabah / sembarangan, padahal Kitab Suci jelas menyalahkan hal itu.
Contoh:
· sumpah Yefta (Hak 11:29-dst).
· sumpah raja Saul (1Samuel 14:24-dst).
· sumpah orang-orang yang mau membunuh Paulus (Kis 23:12-dst).
Karena itu jangan sembarangan dalam bersumpah, bernazar dan sebagainya.
Pkh 5:3-4 - “(3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.
-AMIN-