BUKU HARUS TIDAKNYA MENGGUNAKAN NAMA YAHWEH

Pdt.Budi Asali,M.Div.

YAHWEH
Pendahuluan. 

Allah yang kita sembah memang mempunyai nama, yaitu ‘YAHWEH / YHWH’.

Kel 3:13-15 - “(13) Lalu Musa berkata kepada Allah: ‘Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya? - apakah yang harus kujawab kepada mereka?’ (14) Firman Allah kepada Musa: ‘AKU ADALAH AKU.’ Lagi firmanNya: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.’ (15) Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (Ibrani: YHWH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Kel 6:1-2 - “(1) Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Akulah TUHAN (Ibrani: YHWH). (2) Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan namaKu TUHAN (Ibrani: YHWH) Aku belum menyatakan diri”
Catatan: kata ‘TUHAN’ dalam ayat-ayat di atas, dalam bahasa Ibrani sering dibaca YAHWEH, tetapi sebetulnya adalah YHWH (karena bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf hidup, 22 huruf dalam abjad Ibrani semuanya adalah huruf mati). Dalam sepanjang pembahasan, saya akan menggunakan ‘YAHWEH’, tetapi nanti akan ada bagian dimana saya menjelaskan tentang ‘YAHWEH’ dan ‘YHWH’ ini.

Sudah sejak dahulu Saksi-Saksi Yehuwa mengharuskan penggunaan nama ‘YAHWEH’. Hanya saja mereka membacanya ‘Jehovah’ / ‘Yehuwa’. Tetapi sejak beberapa waktu yang lalu, muncul suatu gerakan di dalam kristen, yang juga mengharuskan penggunaan nama ‘YAHWEH’. Saya sendiri baru tahu tentang gerakan ini pada beberapa tahun yang lalu, tetapi Gary Mink, seorang penulis di internet, mengatakan bahwa gerakan ini sudah ada pada sekitar tahun 1930.

Gary Mink (internet): “The sacred name movement is a religious movement which began in the late 1920s and early 1930s. It grew out of division within the Church of God, Seventh Day. The primary and therefore the namesake concern of this movement is both the written and the oral use of the name Yahweh, or one of the other many English forms of the Hebrew name of God. From this emphasis derives the name, Sacred Name Movement.” (= Gerakan nama kudus / keramat ini adalah suatu gerakan agamawi yang mulai pada akhir 1920an dan awal 1930an. Gerakan ini keluar dari pecahan di dalam Gereja Allah, Hari Ketujuh. Perhatian utama, dan karena itu senama dengan gerakan ini, adalah baik penulisan maupun pengucapan dari nama Yahweh, atau salah satu dari banyak bentuk bahasa Inggris yang lain dari nama Allah dalam bahasa Ibrani. Dari penekanan ini diturunkan nama ‘Gerakan Nama Kudus / Keramat’).

Tetapi di Indonesia gerakan ini menambah ajarannya dengan juga melarang penggunaan kata ‘Allah’. Point ini tentu tidak populer di luar negeri, yang tidak menggunakan kata ‘Allah’.

Mereka bahkan juga menganggap bahwa kita tidak boleh menggunakan nama ‘Yesus’, tetapi harus mengubahnya menjadi nama Ibraninya, yaitu ‘Yahshua’ atau ‘Yeshua’. Dan gilanya, mereka melanjutkan dengan mengajarkan bahwa keselamatan kita tergantung dari pengucapan nama-nama ini secara tepat / benar.

Gary Mink (internet): “They also came to believe Jesus cannot be called Jesus. He must be called by a Hebrew name, Yahshua. ... It is generally taught that salvation is dependent upon pronouncing these names properly and exactly” (= Mereka juga percaya bahwa Yesus tidak bisa disebut / dipanggil ‘Yesus’. Ia harus dipanggil dengan suatu nama Ibrani, Yahshua. ... Pada umumnya diajarkan bahwa keselamatan tergantung pada pengucapan nama-nama ini dengan benar dan persis).

Karena makin banyaknya orang-orang seperti ini, yang bahkan lalu menerbitkan Kitab Suci sendiri, yang diberi nama ILT (Indonesian Literal Translation / Terjemahan Hurufiah Indonesia), dengan hanya mengubah semua kata ‘Allah’ dan nama ‘YAHWEH’ dari Kitab Suci terbitan Lembaga Alkitab Indonesia tanpa ijin, dan karena banyaknya gereja / orang Kristen yang resah / bingung berkenaan dengan hal ini, maka saya merasa perlu mengadakan seminar ini untuk membahas persoalan ini.

Catatan: anehnya ILT tidak mengubah, tetapi tetap menggunakan, nama ‘Yesus’.

Sebetulnya kalau mereka sekedar tidak mau menggunakan kata ‘Allah’, dan mereka mau mengembalikan nama Yahweh, dan mereka mau mengubah nama ‘Yesus’ menjadi ‘Yeshua’ / ‘Yahshua’, saya tidak terlalu keberatan. Tetapi pada waktu mereka mengharuskan semua orang Kristen melakukan hal yang sama, maka ini adalah sesuatu yang tidak bisa saya terima. Tetapi ini hanya saya anggap sebagai sesuatu yang salah, bukan sesuatu yang sesat.

Tetapi kalau mereka menghubungkan hal-hal ini dengan keselamatan, maka itu saya anggap sesat. Mengapa? Karena jelas bahwa itu sudah menunjuk pada ajaran keselamatan karena perbuatan baik, dan ini bertentangan dengan Ef 2:8-9 dan banyak ayat lain dalam Kitab Suci.

I) Keharusan menggunakan nama ‘YAHWEH’.
Dalam Perjanjian Lama dari Kitab Suci Indonesia (terbitan Lembaga Alkitab Indonesia) ada 2 macam kata ‘Tuhan’ (‘Tuhan’ dan ‘TUHAN’), dan juga 2 macam kata ‘Allah’ (‘Allah’ dan ‘ALLAH’) , yang digunakan untuk menunjuk kepada Tuhan / Allah yang benar.

Kata ‘Tuhan’ (hanya huruf pertama yang adalah huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani ADONAY, tetapi kata ‘TUHAN’ (semuanya huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani ‘YAHWEH’.

Kata ‘Allah’ (hanya huruf pertama yang adalah huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani EL, atau ELOAH, atau ELOHIM, tetapi kata ‘ALLAH’ (semuanya huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani ‘YAHWEH’.

Catatan:

penggunaan ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’ (semua huruf besar) dimaksudkan untuk membuat pembaca mengerti bahwa kata bahasa aslinya adalah ‘YAHWEH’.
dalam Perjanjian Baru, pembedaan seperti ini tidak ada, karena nama ‘YAHWEH’ tidak pernah muncul dalam Perjanjian Baru.
Misalnya:

Kej 1:1 - “Pada mulanya Allah (Ibrani: ELOHIM) menciptakan langit dan bumi”.Kej 2:4 - “Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN (Ibrani: YAHWEH / YHWH) Allah (Ibrani: ELOHIM) menjadikan bumi dan langit, -”

Kej 15:2 - “Abram menjawab: ‘Ya Tuhan (Ibrani: ADONAY) ALLAH (Ibrani: YAHWEH), apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.’”.

Jadi, terlihat bahwa nama YAHWEH ini dalam Kitab Suci Indonesia terbitan LAI dituliskan ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’. Penggunaan ‘TUHAN’ adalah yang paling umum, sedangkan penggunaan ‘ALLAH’ hanya terjadi pada saat muncul ungkapan ADONAY YAHWEH. Untuk menghindari kata-kata ‘Tuhan TUHAN’ yang rasanya tidak enak, maka dituliskan ‘Tuhan ALLAH’.

Perlu diketahui bahwa bukan hanya LAI yang menterjemahkan seperti ini. Terjemahan seperti ini juga terjadi dalam banyak versi Kitab Suci bahasa Inggris, yang pada umumnya menterjemahkan ADONAY menjadi ‘Lord’ (= Tuhan), dan EL / ELOAH / ELOHIM menjadi ‘God’ (= Allah), dan YAHWEH / YHWH menjadi ‘LORD’ atau ‘GOD’. Juga pada saat muncul ungkapan ‘ADONAY YAHWEH’, maka diterjemahkan ‘Lord GOD’ (= Tuhan ALLAH). Contoh: Kitab Suci bahasa Inggris versi KJV, RSV, dan NASB. NIV agak berbeda karena pada waktu muncul ungkapan ADONAY YAHWEH, maka NIV menterjemahkannya sebagai ‘the Sovereign Lord’ (= Tuhan yang berdaulat).

Kelompok Yahweh-isme ini menyalahkan terjemahan ‘TUHAN’ / ‘LORD’ atau ‘ALLAH’ / ‘GOD’ ini, dan mengharuskan pengembalian / penggunaan nama YAHWEH. Ini menyebabkan di Indonesia ajaran mereka lalu disebut dengan istilah ‘Yahweh-isme’. Saya tidak tahu siapa yang menciptakan nama ini, dan sebetulnya saya keberatan dengan istilah ini, karena istilah ‘Yahweh-isme’ ini sebetulnya berarti ‘ajaran dari pengikut Yahweh’, dan ini malah tak cocok dengan ajaran mereka. Kita yang seharusnya disebut demikian. Tetapi karena nama itu sudah populer, dan sukar membicarakan mereka kalau mereka tak punya nama, maka biarlah dalam sepanjang pembahasan ini saya menyebut mereka dengan nama ‘Yahwehisme’ itu. Seorang dari mereka, yang menamakan dirinya Gersom Ben Mose, menyebut dirinya / kelompoknya sebagai ‘Pengagung nama Yahweh’. Gary Mink mengatakan bahwa dalam bahasa Inggris mereka dinamakan ‘the sacred name movement’ (= gerakan nama kudus / keramat).

Contoh dari kelompok Yahweh-isme ini, yang menentang penterjemahan / pengubahan nama Yahweh menjadi TUHAN / LORD ataupun ALLAH / GOD, adalah Kristian Sugiyarto. Perhatikan kata-katanya di bawah ini.

Kristian Sugiyarto: “Saya setuju bahwa nama (Yahweh) identik dengan pribadi-Nya itu sendiri, ... Jika Nama identik dengan pribadi maka mengganti nama bisa berarti mengganti pribadi atau tidak mungkin melukiskan pribadi Yahweh dengan nama selain Yahweh. .. ingat bahwa nama Yahweh dibuat oleh Yahweh sendiri (Yeremia 32:20: “….. kepada Israel dan kepada umat manusia, sehingga Engkau membuat nama bagi-Mu sendiri,… “), sedangkan TUHAN dan ALLAH jelas nama buatan LAI (NIV)”.

Kristian Sugiyarto: “kyrios adalah kata Yunani yang salah atau minimal tidak tepat untuk menggantikan YHWH”.

Kristian Sugiyarto: “Jadi pada mulanya Septuaginta tetap mempertahankan YHWH. Namun belakangan memang diganti dengan Kyrios, Tuhannya orang Yunani!”.

Kristian Sugiyarto: “Saya memang bersikeras bahwa Nama Yahweh itu tidak bisa diganti, dan sebaliknya Anda juga bersikeras bahwa Nama Yahweh bisa diganti. Sama-sama keras kan! ... Menurut pemahaman umum, pribadi yang berhak memberi / mengganti nama adalah pribadi yang mempunyai authority. ... Mereka yang memberi atau mengganti nama ini mempunyai wewenang terhadap oknum yang diberi / diganti nama. Anda (dan kelompok sejenis) bertindak justru mengganti nama Yahweh menjadi LORD, GOD, TUHAN, ALLAH, dst. When and how did you get the such authority to do so? ... Menurut saya ini adalah tindakan sangat-sangat lancang”.

Catatan: kata-kata bahasa Inggris yang ia pakai terjemahannya adalah ‘Kapan dan bagaimana kamu mendapatkan otoritas untuk melakukan hal itu?’.

Kristian Sugiyarto: “Secara akademik, penggantian nama dalam terjemahan jelas ‘salah’ untuk kepentingan komunikasi antar umat manusia. Oleh karena itu YHWH jelas ‘salah’ ketika diterjemahkan TUHAN apalagi ALLAH. ‘Who can claim to have a right to change the very sacred name of our Elohim, YHWH?’”.

Catatan: kata-kata bahasa Inggris yang ia pakai terjemahannya adalah: ‘Siapa yang bisa mengclaim mempunyai hak untuk mengganti nama kudus / keramat dari ELOHIM / Allah kita, YHWH?’.

Argumentasi dari kelompok Yahweh-isme ini untuk mengharuskan pengembalian nama YAHWEH dengan jawabannya:

1) Argumentasi pertama untuk mengembalikan nama YAHWEH: Yahweh merupakan nama diri / pribadi (personal name), dan karena itu tidak boleh diterjemahkan.

Gersom Ben Mose: “kalau Tuhan atau Elohim itu memang bisa diterjemahkan kedalam berbagai macam bahasa ..., tapi kalau YAHWEH itu sebenarnya tidak bisa diterjemahkan, kenapa? Karena itu adalah sebuah nama” - ‘YAHWEH atau ALLAH’, hal 31.

Pdt. Yakub Sulistyo: “Bapak harus membedakan antara NAMA DIRI dengan BAHASA. Yahweh itu NAMA DIRI bukan BAHASA, jadi kitab bisa dalam bahasa apa saja tetapi nama diri tidak diterjemahkan. Saya punya kitab berbahasa Tagalog, Illokano, Urdu, tidak mengubah nama Yahweh walaupun bahasanya berbeda-beda. Kalau bapak bertanya atau membaca dalam Kitab Suci berbahasa Mandarin, nama Yahweh juga tidak diterjemahkan tetapi ditulis Yehohwa (kira-kira vokalnya demikian) bahkan LAI juga mencetak Kitab Suci punya Katholik edisi pastoral juga pakai Yahweh, sayangnya masih menggunakan kata Allah yang dianggap sebagai sebutan, padahal Allah bukan sebutan tetapi nama pribadi juga! Perjanjian Baru pun mau pakai bahasa apa saja tidak masalah, asal nama Yahweh jangan diubah!”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) YAHWEH memang merupakan nama diri / nama pribadi dari Allah.

Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (Ibrani: YAHWEH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Yesaya 42:8 - “Aku ini TUHAN (Ibrani: YAHWEH), itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung”.

b) Kata ‘TUHAN’ maupun ‘ALLAH’ dalam Kitab Suci Indonesia terjemahan LAI, menurut saya sebetulnya memang bukan menterjemahkan, tetapi menggantikan nama YAHWEH.

Saya katakan ‘bukan menterjemahkan’ karena kedua kata ini memang mempunyai arti yang berbeda.

Louis Berkhof: “KURIOS. ... This name does not have exactly the same connotation as Yahweh, but designates God as the Mighty One, the Lord, the Possessor, the Ruler who has legal power and authority” (= KURIOS. ... Nama ini tidak mempunyai arti yang sama seperti YAHWEH, tetapi menunjukkan Allah sebagai Yang Perkasa / Kuat, Tuhan, Pemilik, Pemerintah / Penguasa yang mempunyai kuasa dan otoritas yang sah) - ‘Systematic Theology’, hal 50.

Jadi, ini bukan suatu penterjemahan, tetapi perubahan / penggantian. Tetapi perubahan / penggantian ini mempunyai otoritas dari:

· LXX / Septuaginta (Perjanjian Lama yang diterjemahkan kedalam bahasa Yunani). Saya harap anda mengingat arti dari LXX / Septuaginta ini, karena dalam sepanjang pembahasan ini, kata ini akan sering muncul.

· Perjanjian Baru.

LXX / Septuaginta juga mengganti YAHWEH dengan kata KURIOS. Pada jaman Yesus hidup di dunia, Ia dan rasul-rasul juga menggunakan LXX / Septuaginta. Ini terlihat dari fakta bahwa kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama sering sesuai dengan LXX / Septuaginta, dan bukan dengan Perjanjian Lama bahasa Ibrani.

Dan Perjanjian Baru, pada saat mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YAHWEH, juga mengubahnya menjadi KURIOS, yang artinya ‘Lord’ / ‘Tuhan’.

Jadi, dalam hal ini menyalahkan perubahan / penggantian ini sama dengan menyalahkan Yesus, rasul-rasul, dan juga Perjanjian Baru / Firman Tuhan!

c) Ada versi-versi Alkitab yang mempertahankan nama YAHWEH itu tetapi ada juga (dan saya kira jauh lebih banyak) yang mengubahnya menjadi ‘TUHAN’ / ‘LORD’ atau ‘ALLAH’ / ‘GOD’.

Dalam kutipan di atas, Pdt. Yakub Sulistyo mengatakan bahwa ia mempunyai Alkitab-Alkitab yang tetap mempertahankan nama YAHWEH, dan ini dijadikan sebagai dasar untuk mengharuskan mempertahankan nama YAHWEH itu.

Jawabannya mudah saja: saya juga mempunyai Alkitab-Alkitab, yang mengubah YAHWEH menjadi ‘TUHAN’ / ‘ALLAH’ atau ‘LORD’ / ‘GOD’, bahkan mungkin sekali jumlahnya lebih banyak dari yang dia punya. Sebagai contoh, selain Kitab Suci Indonesia Terjemahan Baru dan Terjemahan Lama, juga Kitab Suci bahasa Inggris versi KJV, RSV, NIV, NASB, NKJV, Good News Bible, Living Bible, dan sebagainya.

Jadi, adanya Alkitab-Alkitab yang tetap mempertahankan nama YAHWEH jelas tidak bisa dijadikan argumentasi untuk mengharuskan pengembalian nama YAHWEH!

d) Kalau Pdt. Yakub Sulistyo dalam kutipan di atas mengatakan bahwa nama tidak boleh / tidak bisa diterjemahkan, maka saya jawab bahwa biarpun secara umum nama memang tidak diterjemahkan, tetapi sebetulnya adalah salah kalau mengatakan bahwa suatu nama sama sekali tidak mungkin diterjemahkan. Alasan saya: dalam Kitab Suci sendiri ada nama-nama yang diterjemahkan ke bahasa lain.

Misalnya:

1. Kis 9:36a - “Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas”.

NASB: ‘Now in Joppa there was a certain disciple named Tabitha (which translated in Greek is called Dorcas)’ [= Di Yope ada seorang murid tertentu bernama Tabita (yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani disebut Dorkas)].

Di sini untuk kata ‘translated’ / ‘diterjemahkan’, digunakan kata Yunani DIERMENEUOMENE, yang berasal dari kata Yunani DIERMENEUO, yang sebetulnya bisa berarti ‘menafsirkan’, ‘menjelaskan’, atau ‘menterjemahkan’.

Albert Barnes: “‘Dorcas.’ A Greek word signifying the same as Tabitha” (= ‘Dorkas’. Suatu kata Yunani yang artinya sama dengan ‘Tabita’).

2. Wah 9:11 - “Dan raja yang memerintah mereka ialah malaikat jurang maut; namanya dalam bahasa Ibrani ialah Abadon dan dalam bahasa Yunani ialah Apolion”.

Adam Clarke: “‘Abaddon.’ From 'AABAD, ‘he destroyed.’ ‘Apollyon.’ From APO, ‘intensive,’ and OLLUOO, ‘to destroy.’ The meaning is the same both in the Hebrew and Greek” (= ‘Abadon’. Dari ABAD, ‘ia menghancurkan’. ‘Apolion’. Dari APO, ‘intensif’, dan OLLUO, ‘menghancurkan’. Artinya sama baik dalam bahasa Ibrani dan Yunani).

Albert Barnes: “The name Abaddon means literally ‘destruction,’ and is the same as Apollyon” (= Nama Abadon secara hurufiah berarti ‘kehancuran’, dan adalah sama dengan Apolion).

3. Yohanes 1:42 - “Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.

Albert Barnes: “‘Cephas.’ This is a Syriac word, meaning the same as the Greek word Peter, a stone” (= ‘Kefas’. Ini adalah kata bahasa Aram, artinya sama dengan kata Yunani Petrus, sebuah batu).

Dan ingat bahwa kedua nama ini tetap digunakan. Memang ‘Petrus’ yang lebih banyak digunakan, tetapi ‘Kefas’ tetap digunakan dalam 1Korintus 1:12 3:22 9:5 15:5 Galatia 1:18 2:9,11,14.

4. Tempat dimana Yesus disalibkan disebut ‘Golgota’ (dari bahasa Ibrani / Aram) atau Kalvari (dari bahasa Latin).

Mat 27:33 - “Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak”.

Yoh 19:17 - “Sambil memikul salibNya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota”.

Luk 23:33 - “Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kananNya dan yang lain di sebelah kiriNya”.

Kata ‘Tengkorak’ dalam Luk 23:33 ini dalam KJV diterjemahkan ‘Calvary’ (= Kalvari)

2) Argumentasi kedua untuk mengembalikan nama YAHWEH: Ada ayat-ayat Kitab Suci yang memerintahkan untuk menggunakan nama Yahweh.

Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (Ibrani: YAHWEH / YHWH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Saya tidak mempersoalkan ayat di atas ini, karena memang namaNya tentu tidak berubah-ubah, tetapi ini tidak berarti bahwa kita diharuskan untuk menggunakan nama tersebut.

1Taw 16:8 - “Bersyukurlah kepada TUHAN (Ibrani: YAHWEH), panggillah namaNya, perkenalkanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa!”.


Yes 12:4 - “Pada waktu itu kamu akan berkata: ‘Bersyukurlah kepada TUHAN (Ibrani: YAHWEH), panggillah namaNya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa namaNya tinggi luhur!”.


Orang-orang dari kelompok Yahweh-isme ini menggunakan ayat-ayat ini yang mereka tafsirkan sebagai suatu perintah dari Tuhan untuk menggunakan nama pribadiNya, yaitu YAHWEH.


Tanggapan Pdt. Budi Asali:


a) Kata ‘nama’ sering bukan menunjuk pada nama pribadi / personal name, tetapi kepada diri orang itu.


Misalnya dalam ayat-ayat di bawah ini, jelas bahwa kata ‘nama’ menunjuk kepada orang yang mempunyai nama itu.


1. 2Sam 7:13 - “Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya”.


2. Maz 20:2 - “Kiranya TUHAN menjawab engkau pada waktu kesesakan! Kiranya nama Allah Yakub membentengi engkau!”.


NASB: ‘May the LORD answer you in the day of trouble! May the name of the God of Jacob set you securely on high!’ (= Kiranya TUHAN menjawab engkau pada hari kesukaran! Kiranya nama Allah Yakub meletakkan engkau dengan aman di tempat tinggi!).


Tentu yang dimaksudkan oleh ayat ini bukanlah bahwa ‘nama Yahweh’ itu sendiri, tetapi bahwa Yahwehnya sendiri yang membentengi orang percaya.


3. Maz 52:11 - “Aku hendak bersyukur kepadaMu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena namaMu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!”.


4. Amsal 18:10 - “Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat”.


Mungkinkah nama pribadi menjadi benteng / menara yang kuat? Jelas yang dimaksud adalah YAHWEHnya sendiri, bukan hanya namaNya.


5. Yes 56:6 - “Dan orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN untuk melayani Dia, untuk mengasihi nama TUHAN dan untuk menjadi hamba-hambaNya, semuanya yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang berpegang kepada perjanjianKu”.


6. Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.


Ayat ini mengatakan tidak ada nama lain yang diberikan kepada kita yang olehnya kita diselamatkan. Hanya nama Yesus yang diberikan kepada kita yang olehnya kita diselamatkan. Jadi, orang Kristen yang tidak percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga, adalah orang sesat!


Lagi-lagi, kata ‘nama’ di sini tidak mungkin betul-betul menunjuk pada nama pribadi. Kita tidak diselamatkan oleh ‘nama Yesus’, tetapi oleh ‘Yesus’nya sendiri!


7. Ro 10:13 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan”.


Ini tidak mungkin diartikan bahwa seseorang betul-betul berseru kepada ‘nama Tuhan’, dan ia lalu diselamatkan. Tentu yang dimaksudkan dengan ‘nama Tuhan’ adalah ‘diri Tuhan itu sendiri’.


8. 1Kor 1:2b - “dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita”


The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “In contemporary Western culture personal names are little more than labels that distinguish one person from another. ... biblical times, in which a person’s name had much deeper significance. The importance of the personal name finds clear expression in the OT in the stories concerning the giving or changing of names. The name represented the whole person; it could be said that the name was the person” (= Dalam kebudayaan Barat jaman sekarang nama-nama pribadi tidak lebih dari sekedar label-label yang membedakan satu pribadi dari pribadi yang lain. ... jaman alkitab, dalam mana nama seorang pribadi mempunyai arti yang jauh lebih dalam. Pentingnya nama pribadi mendapatkan pernyataan yang jelas dalam PL dalam cerita-cerita mengenai pemberian atau perubahan nama-nama. Nama mewakili / menggambarkan seluruh pribadi; dapat dikatakan bahwa nama adalah pribadi itu sendiri) - hal 504.


Jadi, ayat-ayat yang digunakan oleh kelompok Yahweh-isme di atas (1Taw 16:8 dan Yes 12:4) tidak berarti bahwa kita betul-betul harus memanggil nama Yahweh itu, tetapi kita harus memanggil diri dari YAHWEH itu, artinya kita harus mempercayai dan berdoa / beribadah kepada YAHWEH itu sendiri.


Kalau kelompok Yahweh-isme ini tetap berkeras dengan argumentasi ini, dan mau menghurufiahkan secara ketat 1Taw 16:8 dan Yes 12:4 itu, maka saya bisa saja menuruti kegilaan mereka, dan mengatakan: “Ok, tetapi hurufiahkan secara ketat semuanya / seluruh ayat, termasuk kata ‘memanggil’”.


Jadi bagaimana? Haruskah seseorang betul-betul memanggil ‘Yahweh, Yahweh’?? Ini merupakan kegilaan yang bertentangan dengan hukum ke 3 dari 10 hukum Tuhan!


b) Kalau penggunakan nama YAHWEH memang diharuskan, mengapa gerangan Allah membiarkan sehingga dalam sejarah pengucapan namaNya menjadi hilang? Pada jaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama itu.


Bagaimana pengucapan nama itu bisa hilang? Di sini saya akan membahasnya secara singkat, tetapi nanti di bawah saya akan membahasnya secara lebih panjang lebar.


1. Bahasa Ibrani ditulis hanya dengan menggunakan huruf mati, tanpa satupun huruf hidup. Pada waktu membaca tentu ada bunyi huruf hidup, tetapi pada waktu menuliskan, tidak ada huruf hidup. Jadi, nama Allah itu dalam bahasa Ibrani hanya dituliskan YHWH.


2. Setelah kembali dari pembuangan, mungkin karena takut melanggar hukum ke 3, yang melarang untuk menyebut nama TUHAN (YAHWEH / YHWH) dengan sembarangan, maka orang-orang Yahudi menjadi takut untuk menyebut nama YAHWEH / YHWH. Setiap kali bertemu dengan nama YAHWEH / YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan).


3. Setelah lama nama tersebut tidak pernah dibaca, maka akhirnya pengucapan nama itu hilang, dan sekarang tak ada yang tahu dengan pasti bagaimana membaca nama tersebut.


Sebetulnya, sekalipun ada dari mereka (seperti Pdt. Yakub Sulistyo) yang mengclaim bahwa mereka tahu dengan pasti bagaimana mengucapkan nama tersebut, tetapi praktek mereka yang mengucapkan nama tersebut secara berbeda-beda, membuktikan bahwa sebetulnya mereka sendiri tidak tahu bagaimana mengucapkan nama tersebut.


Gary Mink (internet): “While this exclusive view is taken by most SN teachers, they themselves do not know the original Hebrew pronunciation of God’s name. They admit as much by the variety of names used within the movement and by individuals repeatedly changing the name they hold sacred. By some sacred name people, our Creator is called Yah Veh, Yahh, Yahweh, Iahueh, Yahwah, and Yaohu. By others he is spoken of as Yahuwah, Yahuah, and more than a score of even less likely names” (= Sekalipun pandangan eksklusif ini diambil oleh kebanyakan pengajar-pengajar ‘nama keramat / kudus’, mereka sendiri tidak tahu pengucapan Ibrani yang orisinil dari nama Allah. Mereka boleh dikatakan mengakuinya dengan adanya variasi dari nama-nama yang digunakan dalam gerakan ini dan oleh pribadi-pribadi yang berulang-ulang mengganti nama yang mereka anggap keramat / kudus itu. Oleh sebagian dari orang-orang nama keramat / kudus, Pencipta kita disebut / dipanggil Yah Veh, Yahh, Yahweh, Iahueh, Yahwah, dan Yaohu. Oleh yang lain Ia dibicarakan sebagai Yahuwah, Yahuah, dan lebih dari 20 nama-nama yang kurang memungkinkan).


Catatan: SN = Sacred Name (= nama keramat / kudus).


Satu pertanyaan yang perlu direnungkan: Kalau Allah memang menghendaki bahwa nama ‘YAHWEH / YHWH’ itu tetap dipakai, mengapa Ia membiarkan hilangnya pengucapan (pronunciation) yang sebenarnya dari nama tersebut, sehingga pada jaman sekarang tidak seorangpun bisa yakin bagaimana seharusnya mengucapkan nama YHWH itu?


Catatan: hal ini akan saya bahas secara lebih terperinci di belakang.


3) Argumentasi ketiga untuk mengembalikan nama YAHWEH: Dalam LXX / Septuaginta dan Perjanjian Barupun nama Yahweh tetap dipertahankan.


Saksi-Saksi Yehuwa menunjuk pada gulungan papyrus Septuaginta (Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) yang berisi setengah bagian terakhir dari kitab Ulangan, dimana nama ‘JEHOVAH / YEHUWA’ tetap dipertahankan. Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa seolah-olah seluruh Septuaginta menggunakan ‘JEHOVAH / YEHUWA’ dan bukannya ‘KURIOS’. Padahal hanya satu gulungan itu saja dari ribuan gulungan Septuaginta yang tetap mempertahankan nama ‘JEHOVAH / YEHUWA’. Semua yang lain menterje­mahkan ‘JEHOVAH / YEHUWA’ itu menjadi ‘KURIOS’.


Kalau Saksi-Saksi Yehuwa sudah cukup ngawur dalam persoalan ini, sekarang bandingkan dengan kata-kata Teguh Hindarto, yang jauh lebih gila, di bawah ini.


Teguh Hindarto: “Adakah seharusnya dalam Perjanjian Baru nama YAHWEH itu? Ada!! Perhatikan ucapan nubuat Yesaya 40:3 yang dikutip kembali oleh Matius 3:3 yang berbunyi: ‘Badmidbar panuderek YAHWEH....’ demikianlah salah satu contoh dalam Perjanjian Baru, ada tertulis nama YAHWEH itu”.


Catatan: kata-kata ini jelas menunjukkan bahwa ia menganggap bahwa bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, dan dalam Perjanjian Baru bahasa Ibrani itu ada tertulis nama YAHWEH!


Sekarang bandingkan claim dari Saksi-Saksi Yehuwa dan kata-kata Teguh Hindarto di atas dengan kata-kata Walter Martin di bawah ini.


Walter Martin: “It can be shown from literally thousands of copies of the Greek New Testament that not once does the tetragrammaton appear, not even in Matthew, possibly written in Hebrew or Aramaic originally, and therefore more prone than all the rest to have traces of the divine name in it, yet it does not! Beyond this, the roll of papyrus (LXX) which contains the latter part of Deuteronomy and the divine name only proves that one copy did have the divine name (YHWH), whereas all other existing copies use KYRIOS and THEOS, which the Witnesses claim are ‘substitutes.’ ... the Septuagint with minor exeptions always uses KYRIOS and THEOS in place of the tetragrammaton, and the New Testament never uses it at all” [= Bisa ditunjukkan dari ribuan naskah dari Perjanjian Baru berbahasa Yunani bahwa TIDAK SEKALIPUN tetragrammaton (= 4 huruf / YHWH) muncul, bahkan tidak dalam Matius, yang naskah aslinya mungkin ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram, dan karena itu lebih condong daripada semua sisanya untuk mempunyai jejak dari nama ilahi di dalamnya, tetapi ternyata tidak ada! Di luar ini, gulungan papirus (LXX) yang mempunyai bagian terakhir dari kitab Ulangan dan nama ilahi itu hanya membuktikan bahwa satu copy / naskah memang mempunyai nama ilahi (YHWH), sedangkan semua naskah lain yang ada menggunakan KURIOS dan THEOS, yang oleh Saksi-Saksi Yehuwa diclaim sebagai ‘pengganti-pengganti’. ... Septuaginta dengan perkecualian yang sangat sedikit selalu menggunakan KURIOS dan THEOS di tempat dari tetragrammaton, dan Perjanjian Baru tidak pernah menggunakannya sama sekali] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.


Catatan: bahwa Injil Matius bahasa aslinya adalah Ibrani atau Aram sangat diperdebatkan. Saya sama sekali tidak yakin dengan hal itu. Menurut saya, bahasa aslinya adalah bahasa Yunani, sama dengan seluruh Perjanjian Baru.


Walter Martin: “Relative to the nineteen ‘sources’ the Watchtower uses (pp. 30-33) for restoring the tetragrammaton to the New Testament, it should be noted that they are all translations from Greek (which uses KYRIOS and THEOS, not the tetragrammaton) back into Hebrew, the earliest of which is A.D. 1385, and therefore they are of no value as evidence” [= Berhubungan dengan 19 ‘sumber’ yang digunakan Menara Pengawal (hal 30-33) untuk mengembalikan tetragrammaton kepada Perjanjian Baru, harus diperhatikan bahwa semua itu adalah terjemahan dari bahasa Yunani (yang menggunakan KURIOS dan THEOS, bukan tetragrammaton) kembali ke dalam bahasa Ibrani, dan yang paling awal adalah pada tahun 1385 M., dan karena itu semua itu tidak mempunyai nilai sebagai bukti] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.


Catatan: jadi, kalau Pdt. Yakub Sulistyo mengaku mempunyai Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani, itu juga pasti sama seperti ini. Itu bukan asli dalam bahasa Ibrani, tetapi diterjemahkan dari bahasa asli Yunani, dan dalam penterjemahan itu nama YHWH lalu dikembalikan. Tetapi itupun tidak dilakukan oleh semua versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Juga perhatikan bahwa Walter Martin mengatakan bahwa terjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Ibrani yang paling awal adalah pada tahun 1385 M.!


4) Argumentasi keempat untuk mengembalikan nama YAHWEH: Kel 20:7 melarang menggunakan nama Yahweh dengan sembarangan.


Dari ayat seperti ini mereka lalu berkata: kalau digunakan dengan sembarangan tidak boleh, apalagi diubah secara sembarangan.


Yakub Sulistyo: “firman Tuhan mengajar agar Jangan menyebut nama Yahweh dengan sembarangan (Kel 20:7), coba bapak renungkan, dipanggil sembarangan saja dilarang apalagi diganti dengan sembarangan!”.


Gersom Ben Mose: “... (Kel 20:7). Menyebut dengan sembarangan saja tidak boleh apalagi mengganti dengan nama sesembahan bangsa lain” - ‘YAHWEH atau ALLAH’, hal 4.


Tanggapan Pdt. Budi Asali:


a) Yang dilarang adalah menyebut / mengucapkan secara sembarangan, bukan mengubah


Kel 20:7 - “Jangan menyebut nama TUHAN (YHWH), Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.


b) Memang mengubah sebetulnya juga tidak boleh, karena dilarang oleh banyak text Kitab Suci seperti Wah 22:18-19, dan sebagainya. Tetapi perubahan itu tidak dilakukan secara sembarangan, karena perubahan itu didukung oleh LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru!


Dalam LXX / Septuaginta, kata ‘YAHWEH’ diubah menjadi KURIOS, yang artinya adalah ‘Lord’ / ‘Tuhan’. Perlu diketahui bahwa LXX / Septuaginta sudah ada pada jaman Yesus dan rasul-rasul, dan digunakan oleh mereka, dan Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengkritik pengubahan ‘YHWH’ menjadi ‘KURIOS’!


Kalau toh kelompok Yahweh-isme ini mau menyalahkan para penterjemah LXX / Septuaginta ini, maka perlu diketahui bahwa Perjanjian Baru, pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengandung nama ‘YAHWEH’, juga mengubahnya menjadi KURIOS! Jadi, perubahan ini punya otoritas ilahi, karena Perjanjian Baru ditulis oleh orang-orang yang diilhami oleh Roh Kudus, sehingga menyalahkan Perjanjian Baru sama saja dengan menyalahkan Roh Kudus atau Allah sendiri!


Di sini saya memberikan banyak kutipan dari ahli-ahli theologia, penafsir-penafsir, encyclopedia dan sebagainya.


Herman Hoeksema: “From this practice must undoubtedly also be explained the fact that the Septuagint uniformly translates hvhy by Kurios” [= Dari praktek ini secara tidak diragukan harus juga dijelaskan fakta bahwa Septuaginta secara seragam menterjemahkan hvhy (YHWH) dengan Kurios (KURIOS)] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.


John Calvin: “we know from the common custom of the Greeks that the apostles usually substitute the name kurioj (Lord) for Jehovah” [= kita / kami tahu dari kebiasaan umum dari orang-orang Yunani bahwa rasul-rasul biasanya menggantikan nama kurioj (Tuhan) untuk Yehovah] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 20.


Herman Bavinck: “In the N. T. the name Jehovah is explicated a few times by ‘the Alpha and the Omega,’ ‘who is and who was and who is to come,’ ‘the first and the last,’ ‘the beginning and the end,’ Rev. 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. For the rest the LXX is followed, which substituted Adonai for it, which has been rendered ‘Lord’ (Kyrios) in the New Testament, derived from Kyros strength” [= Dalam PB nama Yehovah dijelaskan beberapa kali oleh ‘Alfa dan Omega’, ‘yang ada dan yang sudah ada yang akan datang’, ‘Yang Pertama dan Yang Terakhir / Terkemudian’, ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, Wah 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. Untuk sisanya LXX / Septuaginta diikuti, yang menggantikan Adonai untuknya, yang telah diterjemahkan ‘Lord’ (KURIOS) dalam Perjanjian Baru, diturunkan dari kata KUROS, yang artinya ‘kekuatan’] - ‘The Doctrine of God’, hal 109.


William Barclay (tentang Mark 12:35-37a): “This word ‘Lord’ (the Greek KURIOS) is the regular translation of Jahweh (Jehovah) in the Greek version of the Hebrew scriptures” [= Kata ‘Tuhan’ ini (Yunani KURIOS) merupakan terjemahan biasa / umum dari YAHWEH (Yehovah) dalam versi Yunani dari Kitab Suci Ibrani] - hal 298.


William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “The word for Lord is KURIOS. ... In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS. ... Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / umum dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah] - hal 139.


William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “The word for Lord is KURIOS. ... It has four stages of meaning. (a) It is the normal title of respect like the English ‘sir’, the French ‘monsieur’, the German ‘herr’. (b) It is the normal title of the Roman Emperors. (c) It is the normal title of the Greek gods, prefaced before the god’s name. KURIOS Serapis is Lord Serapis. (d) In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” [= Kata untuk ‘Tuhan’ adalah KURIOS. ... Kata itu mempunyai 4 tingkatan arti. (a) Itu adalah gelar kehormatan yang normal seperti kata bahasa Inggris ‘sir’, kata Perancis ‘monsieur’, kata Jerman ‘herr’. (b) Itu adalah gelar normal dari Kaisar-kaisar Romawi. (c) Itu adalah gelar normal dari dewa-dewa Yunani, yang diletakkan sebelum nama dewa tersebut. KURIOS Serapis adalah Tuhan Serapis. (d) Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / tetap dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah] - hal 139.


William Barclay (tentang 1Kor 12:1-3): “The word for Lord was KURIOS ... It was the word by which the sacred name Jehovah was rendered in the Greek translation of the Old Testament scriptures” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS ... Itu merupakan kata dengan mana nama yang keramat Yehovah diterjemahkan dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Perjanjian Lama] - hal 107.


W. E. Vine: “KURIOS is the Sept. and N.T. representative of Heb. Jehovah (‘LORD’ in Eng. versions), see Matt. 4:7; Jas. 5:11” [= Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, KURIOS adalah wakil dari kata Ibrani Yehovah (LORD / TUHAN dalam versi-versi Inggris), lihat Mat 4:7; Yak 5:11] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 688.


The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “Greek kyrios is usually translated ‘Lord’ in the English versions and is the equivalent of Heb. YHWH in the LXX (e.g., Isa. 40:3; HR, II, 800-839)” [= Kata bahasa Yunani KURIOS biasanya diterjemahkan ‘Lord / Tuhan’ dalam versi-versi Inggris dan merupakan kata yang sama artinya dengan kata bahasa Ibrani YHWH dalam LXX (contoh: Yes 40:3; HR, II, 800-839)] - hal 508.


Mari kita lihat contoh-contohnya.


1. Yesaya 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH (Ibrani: YHWH) ada padaku, oleh karena TUHAN (Ibrani: YHWH) telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN (Ibrani: YHWH) dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.


Perhatikan bahwa dalam Yes 61:1-2 ini nama ‘Yahweh’ itu muncul 3x.


Sekarang perhatikan bagaimana Yesus mengutip text ini, atau bagaimana Lukas menceritakan peristiwa dimana Yesus mengutip ayat ini.


Luk 4:18-19 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’”.


Terlihat dengan jelas bahwa dari 3x pemunculan nama ‘Yahweh’ itu dalam Yes 61:1-2, untuk yang pertama Yesus membuangnya sama sekali, untuk yang kedua Yesus mengganti nama itu dengan kata ganti orang ‘Ia’, dan untuk yang ketiga Yesus mengganti nama itu dengan kata ‘Tuhan’ (Yunani: KURIOS).


2. Ul 8:3 - “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN (Ibrani: YHWH)”.


Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 8:3 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.


Mat 4:4 - “Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Yunani: THEOU).’”.


Lukas 4:4 - “Jawab Yesus kepadanya: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja.’”.


Jadi, Matius menceritakan bahwa Yesus mengubah nama ‘Yahweh’ dalam Ul 8:3 menjadi ‘Allah’ (Yunani: THEOU), dan Lukas membuang bagian tersebut.


3. Ul 6:16 - “Janganlah kamu mencobai TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa”.


Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 6:16 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.


Mat 4:7 - “Yesus berkata kepadanya: ‘Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’”.


Luk 4:12 - “Yesus menjawabnya, kataNya: ‘Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’”.


Jadi, baik Matius maupun Lukas menceritakan bahwa Yesus mengubah nama ‘Yahweh’ itu menjadi KURION (= Tuhan).


4. Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.


Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 6:13 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.


Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.


Luk 4:8 - “Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.


Memang dalam mengutip Ul 6:13 ini Yesus tidak mengutip kata per kata, tetapi mengutipnya secara bebas. Tetapi yang jelas, kalau dalam Ul 6:13 itu ada nama ‘Yahweh’, maka Yesus mengganti nama tersebut dengan ‘Tuhan’ (Yunani: KURION).


5. Maz 110:1 - “Demikianlah firman TUHAN (Ibrani: YHWH) kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’”.


Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus dan rasul-rasul mengutip Maz 110:1 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.


Mat 22:44 - “Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.


Mark 12:36 - “Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata: Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.


Luk 20:42-43 - “(42) Sebab Daud sendiri berkata dalam kitab Mazmur: Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, (43) sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kakiMu”.


Kis 2:34-35 - “(34) Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: (35) Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kakiMu”.


6. Ul 6:5 - “Kasihilah TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”.


Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 6:5 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.


Mat 22:37 - “Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”.


Mark 12:30 - “Kasihilah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”.


Luk 10:27 - “Jawab orang itu: ‘Kasihilah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’”.


Catatan: tak usah pusingkan perbedaan antara KURION, KURIOU, dan KURIOS. Itu terjadi hanya karena posisi yang berbeda dari kata itu dalam suatu kalimat. Setiap kata benda, dan bahkan nama, berubah bentuk sesuai dengan posisinya dalam suatu kalimat.


Karena itulah maka dalam Kitab Suci Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, maupun dalam banyak versi bahasa Inggris, nama ‘YAHWEH / YHWH’ itu lalu dituliskan sebagai ‘LORD’ / ‘TUHAN’ (semua dengan huruf besar), dengan tujuan untuk membedakan kata itu dari kata ‘Lord’ / ‘Tuhan’ yang diterjemahkan dari kata Ibrani ADONAY. Dengan pembedaan seperti ini, kita bisa tahu yang mana yang berasal dari YAHWEH dan yang mana yang berasal dari ADONAY.


Dan baik dalam Kitab Suci Indonesia maupun banyak Kitab Suci bahasa Inggris, kadang-kadang ada kata ‘ALLAH’ / ‘GOD’ (semua dengan huruf besar). Ini disebabkan munculnya istilah bahasa Ibrani ADONAY YAHWEH. Supaya ini tidak menjadi ‘Tuhan TUHAN’ / ‘Lord LORD’, maka dalam hal ini kata YAHWEHnya diubah menjadi ‘ALLAH’ / ‘GOD’.


Inipun didukung oleh Perjanjian Baru, karena ada ayat Perjanjian Baru yang mengutip ayat Perjanjian Lama, yang mengandung kata YAHWEH, dan dalam Perjanjian Baru lalu diterjemahkan ‘God’ / ‘Allah’.


Tetapi terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia yang mengubah kata Yahweh menjadi TUHAN atau ALLAH ini dianggap salah oleh kelompok Yahweh-isme ini. Serangan mereka ini lucu, karena Lembaga Alkitab Indonesia mengikuti LXX / Septuaginta dan juga Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani, yang memang mengubah YHWH menjadi KURIOS (= Tuhan).


Kesimpulan: semua argumentasi dari kelompok Yahweh-isme ini sudah saya hancurkan. Dan serangan balik saya yang terakhir, bahwa perubahan / penggantian ini mempunyai otoritas Perjanjian Baru, yang merupakan otoritas ilahi, sebetulnya merupakan argumentasi yang sangat mutlak.


Tetapi kelompok Yahweh-isme ini berusaha mematahkan argumentasi ini dengan 2 cara:


1. Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa perubahan YAHWEH menjadi KURIOS terpaksa dilakukan karena dalam bahasa Yunani tidak ada huruf-huruf Y, H, dan W.


Tidak adanya ketiga huruf ini dalam abjad Yunani menyebabkan LXX / Septuaginta maupun Perjanjian Baru bahasa Yunani tidak bisa menuliskan nama YHWH / YAHWEH itu, dan karena itu terpaksa menggantinya dengan KURIOS.


Pdt. Yakub Sulistyo: “LXX menerjemahkan Yahweh menjadi KURIOS karena huruf Yunani tidak mengenal abjad YHW sehingga Yeshua ditulis Iesous”.


Pdt. Yakub Sulistyo: “Namun kalau mengubah nama diri dengan sebutan itu karena huruf Yunani tidak mengenal huruf YHW jadi jelas tidak mungkin untuk menulisnya”.


Kristian Sugiyarto: “Tentunya Anda sangat paham bahwa dalam huruf-huruf Yunani tidak terdapat huruf Y, H, dan W, sehingga tidak memungkinkan menyalin the tetragramaton YHWH ke dalam huruf-huruf Yunani, dan nampaknya terpaksa harus menterjemahkan dan bukan menyalin”.


Tanggapan Pdt. Budi Asali:


a. Saya tak peduli terpaksa atau tidak, tetapi LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru bahasa Yunani mengubah Yahweh menjadi KURIOS (= Tuhan). Kalau LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru boleh, apapun alasannya, mengapa kita tidak boleh?


b. Adalah omong kosong kalau LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru terpaksa mengganti YAHWEH dengan KURIOS, dengan alasan bahwa dalam bahasa Yunani tidak ada huruf-huruf Y, H, dan W, sehingga tidak mungkin melakukan pentransliterasian.


Alasan saya: dalam Perjanjian Lama ada ratusan, atau bahkan mungkin ribuan nama, dan semuanya ditranliterasikan ke dalam bahasa Yunani dalam LXX / Septuaginta. Apakah dalam ratusan / ribuan nama itu tidak ada huruf Y, H, dan W? Pasti ada, dan semua bisa ditransliterasikan. Lalu mengapa YHWH tidak bisa?


Sekarang mari kita soroti 3 huruf yang dipersoalkan oleh kelompok Yahweh-isme, yaitu huruf Y, H, dan W.


· Huruf Y (Ibrani: huruf Yod).


Pdt. Yakub Sulistyo sendiri, dalam kutipan kata-katanya di atas, mengatakan bahwa Yeshua bisa dituliskan IESOUS, padahal Yeshua mengandung huruf Y! Peyunanian / pentransliterasian seperti itu, terjadi bukan hanya dalam kasus nama ‘Yosua’ yang lalu menjadi IESOUS / Yesus (Kis 7:45 Ibr 4:8), tetapi juga dalam kasus nama ‘Yakub’ yang lalu menjadi IAKOBOS (James / Yakobus), dan juga dalam kasus kata ‘Haleluya’ yang lalu menjadi ALLLELOUIA (Wah 19:1,3,4,6). Jadi, dalam mentransliterasikan nama / kata bahasa Ibrani yang menggunakan huruf Y, maka huruf tersebut diganti dengan huruf Yunani I (huruf Iota).


· Huruf H (Ibrani: huruf He).


Untuk melihat pentransliterasian huruf H (He) ini dalam LXX / Septuaginta, saya mencari nama dalam Perjanjian Lama yang menggunakan huruf H, dan saya mendapati nama ‘Yehuda’ (anak dari Yakub).


Dalam bahasa Ibrani nama ini adalah YEHUDAH, tetapi dalam LXX / Septuaginta, nama ini ditransliterasikan / dituliskan IOUDAS, sama persis dengan ‘Yudas’ dalam Yudas 1.


Jadi, huruf H yang di tengah kata dibuang, dan yang di akhir kata juga dibuang / digantikan dengan huruf S, karena nama laki-laki dalam Yunani hampir selalu berakhir dengan S, dan seandainya ada, sangat jarang berakhir dengan A.


· Huruf W (Ibrani: huruf Vaw, yang bisa dibaca sebagai V atau sebagai W).


Saya mencari nama dalam Perjanjian Lama yang mengandung huruf W, dan saya menemukan nama ‘Lewi’ dalam Perjanjian Lama (anak dari Yakub).


Dalam bahasa Ibrani nama ini adalah LEVI / LEWI (dalam bahasa Ibrani nama ini menggunakan huruf VAW, yang bisa dibaca sebagai V atau W). Tetapi dalam LXX / Septuaginta, nama ini ditransliterasikan / dituliskan LEUI. Jadi, dalam pentransliterasian huruf VAW dalam Ibrani diganti dengan huruf UPSILON (U) dalam Yunani.


Juga kita bisa melihat nama ‘Hawa’, yang dalam bahasa Ibrani adalah KHAVAH, tetapi dalam bahasa Yunani ditransliterasikan / dituliskan EUA. Jadi, huruf He (H) di akhir nama itu dibuang, dan huruf VAW (V/W) ditransliterasikan menjadi U.


Nama ‘Hawila’ (Kej 10:7) dalam bahasa Ibrani adalah KHAVILAH, tetapi dalam LXX / Septuaginta diubah menjadi EUILA. Lagi-lagi huruf He (H) di akhir nama itu dibuang dalam pentransliterasian, dan huruf VAW (V/W) ditransliterasikan menjadi U.


Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa huruf-huruf Y, H, dan W, tetap bisa ditransliterasikan. Semua ini bisa diterapkan pada nama YAHWEH kalau memang penterjemah Septuaginta / penulis Perjanjian Baru mau mentransliterasikannya. Karena huruf Ibrani YOD (Y) selalu diganti dengan IOTA (I) dalam bahasa Yunani, dan huruf Ibrani HE (H) selalu dihapuskan, dan huruf Ibrani VAW (V/W) diganti dengan huruf Yunani UPSILON (U), maka kata / nama YAHWEH seharusnya bisa ditransliterasikan menjadi IAUE, dan ini memang merupakan pentransliterasian dari YAHWEH yang dilakukan oleh seorang bapa gereja yang bernama Clement.


Sekarang pertanyaannya: mengapa LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru bahasa Yunani tidak melakukan hal ini, tetapi sebaliknya mengubah Yahweh menjadi KURIOS (= Tuhan)? Silahkan kelompok Yahweh-isme menjawab pertanyaan ini!


2. Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru bukanlah bahasa Yunani tetapi bahasa Ibrani!!


Ini adalah sesuatu yang sangat mengagetkan saya, saking tololnya / gilanya hal ini! Semua orang yang belajar theologia, bahkan mungkin mayoritas orang Kristen, tahu bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani, bukan bahasa Ibrani. Tetapi karena dalam argumentasi mereka, kelompok Yahweh-isme ini berkeras dalam kebodohan / kegilaan ini, maka saya akan membahas hal ini secara sangat panjang lebar untuk menuntaskan persoalan tentang bahasa asli dari Perjanjian Baru. Tetapi karena panjangnya pembahasan tentang hal ini, maka saya baru akan membahasnya nanti dalam suatu bab tersendiri, setelah pembahasan pro - kontra tentang pengharusan nama Yahweh ini.


II) Ketidak-harusan menggunakan nama ‘Yahweh’.
Argumentasi saya bahwa kita tidak harus menggunakan nama Yahweh, dan juga argumentasi untuk mendukung perubahan Yahweh menjadi TUHAN / ALLAH:


1) Jaman sekarang tak ada yang tahu bagaimana mengucapkan kata ‘Yahweh’ itu.


Di depan saya sudah membahas hal ini secara singkat, tetapi di sini saya akan membahasnya secara panjang lebar.


a) Bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf hidup, ke 22 huruf dalam abjad Ibrani semuanya adalah huruf mati, sehingga semua penulisannya hanya menggunakan huruf mati. Dalam pengucapan / berbicara tentu ada bunyi huruf hidupnya, tetapi dalam penulisan tidak ada huruf hidup. Belakangan diciptakan tanda-tanda untuk menunjukkan bunyi huruf hidupnya, tetapi itu baru terjadi pada abad 6 M.


Halley’s Bible Handbook: “the vowel system was not intoduced till the 6th century AD” (= sistim huruf hidup tidak diperkenalkan sampai abad ke 6 M.) - hal 409.


Bagaimana mereka bisa mengerti tulisan tanpa huruf hidup? Jawabnya mudah: kalau saudara mengirim sms bukankah juga sering melakukan singkatan dengan hanya menulis huruf mati dari kata-kata itu? Si penerima sms bisa mengertinya, karena ia memang menguasai bahasa tersebut. Jadi, kalau seseorang betul-betul menguasai suatu bahasa, maka ia bisa mengerti biarpun ditulis hanya huruf matinya saja.


Tetapi memang kadang-kadang tetap memungkinkan terjadi sesuatu yang membingungkan, karena kemungkinan pemberian bunyi huruf hidup yang berbeda.


Illustrasi: kata CWK bisa dibaca CEWEK atau COWOK.


Contoh dimana terjadi hal yang membingungkan seperti itu:


1. Mal 2:3 - “Sesungguhnya, Aku akan mematahkan lenganmu dan akan melemparkan kotoran ke mukamu, yakni kotoran korban dari hari-hari rayamu, dan orang akan menyeret kamu ke kotoran itu”.


KJV: ‘I will corrupt your seed’ (= Aku akan merusakkan benih / keturunanmu).


Mengapa bisa terjadi terjemahan-terjemahan yang berbeda seperti ini? Karena huruf-huruf mati dari kata itu bisa diberi bunyi huruf hidup sehingga menjadi HAZERA, yang artinya adalah the seed (= benih), atau diberi bunyi huruf hidup sehingga menjadi HAZROA, yang artinya adalah the arm / shoulder (= lengan / bahu).


2. Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.


Perlu diketahui bahwa ayat ini adalah salah satu ayat yang menyebabkan bangsa Israel takut untuk mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu. Bagaimana mungkin ayat seperti ini bisa menyebabkan mereka takut untuk mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu? Karena mereka membaca / menafsirkan ayat ini secara berbeda dengan kita. Kata-kata ‘itulah namaKu untuk selama-lamanya’ mereka baca ‘itulah nama rahasiaKu’ / ‘itulah namaKu yang harus disembunyikan’. Mengapa bisa ada pembacaan yang berbeda seperti itu? Lagi-lagi karena bahasa Ibrani yang tidak menggunakan huruf hidup dalam penulisannya, sehingga kata-kata tertentu bisa mempunyai arti-arti yang bermacam-macam tergantung dari penyuplaian huruf-huruf hidupnya. Dalam ayat ini kata Ibraninya adalah Mlfl (lahmed - ayin - lahmed - mem), dan kata itu bisa disuplai dengan bunyi huruf-huruf hidup dengan 2 cara, yaitu sehingga menjadi le‘ōlām (menjadi seperti terjemahan kita) atau sehingga menjadi le‘allēm (menjadi seperti terjemahan mereka).


Herman Bavinck: “In Ex. 3:15 the Jews read, ‘This is my secret name’ (lit. ‘my name to be concealed’) instead of, ‘This is my name forever,’ seeing that the Hebrew consonants for ‘to be concealed’ and for ‘forever’ are the same; they read le‘allēm instead of le‘ōlām. Just when this idea arose among the Jews we do not know” [= Dalam Kel 3:15 orang-orang Yahudi membaca: ‘Ini adalah nama rahasiaKu’ (Hurufiah: ‘namaKu yang harus disembunyikan’) dan bukannya ‘Itulah namaKu untuk selama-lamanya’, karena huruf-huruf mati dari kata Ibrani untuk ‘disembunyikan’ dan untuk ‘selama-lamanya’ adalah sama; mereka membaca le‘allēm dan bukannya le‘ōlām. Kapan gagasan / pemikiran ini muncul di antara orang-orang Yahudi kami tidak tahu] - ‘The Doctrine of God’, hal 103.


b) Karena bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf hidup, maka dalam Kitab Suci penulisan nama Allah itu bukanlah Yehuwa, Yehovah, Jehovah, atau Yahweh, tetapi hanya 4 huruf mati [yang disebut Tetragrammaton (= empat huruf)], yaitu YHWH.


Biarpun dalam Kitab Suci Musa sendiri hanya menuliskan YHWH, tetapi karena ia mendengar sendiri Tuhan menyatakan namaNya kepadanya (Kel 3:14-15), maka saya yakin bahwa Musa tahu bagaimana mengucapkan nama itu. Dan kalau Musa tahu, maka bangsa Israel pada saat itu, dan bahkan setelah jaman Musa, pasti juga tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu.


c) Hilangnya pengucapan YHWH.


1. Tetapi pada suatu saat (dimulai sekitar abad 6 SM), bangsa Israel begitu takut untuk melanggar hukum ke 3 yang melarang menggunakan nama Tuhan dengan sia-sia, sehingga mereka menanggapinya secara extrim, dengan tidak menggunakan nama itu sama sekali. Setiap kali mereka membaca Kitab Suci dan menemui nama YHWH, mereka membacanya sebagai ‘ADONAY’ (yang terjemahannya adalah ‘Tuhan’).


Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Lord’): “The Jews, out of a superstitious reverence for the name Jehovah, always pronounce Adonai where Jehovah is written” (= Orang-orang Yahudi, karena suatu rasa hormat yang bersifat takhyul bagi nama ‘Yehovah’, selalu mengucapkan ‘ADONAI’ dimana dituliskan ‘Yehovah’).


Ada yang mengatakan bahwa ketakutan orang-orang Yahudi untuk mengucapkan nama Yahweh itu berasal usul dari kesalah-mengertian tentang Im 24:16 - “Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati”.


a. Ada yang mengatakan bahwa ini sekedar disebabkan karena penafsiran dari orang-orang Yahudi.


Bible Illustrator Old Testament (tentang Im 24:10-16): “It is striking to notice that in the Hebrew text it is only said that he blasphemed ‘The name’; what that was being left unwritten. On this omission the later Jews grounded their prohibition of the use of the word Jehovah, under almost any circumstances” (= Merupakan segala sesuatu yang menyolok untuk diperhatikan bahwa dalam text Ibrani hanya dikatakan bahwa ia menghujat ‘nama itu’; apa nama itu dibiarkan tak dituliskan. Pada tak adanya nama ini orang-orang Yahudi belakangan mendasarkan larangan mereka tentang penggunaan kata Yehovah, dalam hampir setiap keadaan).


Catatan: kalau dilihat dari text bahasa Ibraninya, maka dalam Im 24:11 memang sebetulnya tidak ada nama ‘Yahweh’, tetapi hanya disebutkan HASHEM (= the name), tetapi dalam Im 24:16 nama ‘Yahweh’ itu muncul.


b. Ada yang mengatakan ini disebabkan karena perubahan bahasa dari Ibrani ke Aram.


Encyclopedia Wikipedia: “During the Babylonian captivity the Hebrew language spoken by the Jews was replaced by the Aramaic language of their Babylonian captors. Aramaic was closely related to Hebrew and, while sharing many vocabulary words in common, contained some words that sounded the same or similar but had other meanings. In Aramaic, the Hebrew word for ‘blaspheme’ used in Leviticus 24:16, ‘Anyone who blasphemes the name of YHWH must be put to death’ carried the meaning of ‘pronounce’ rather than ‘blaspheme’. When the Jews began speaking Aramaic, this verse was understood to mean, ‘Anyone who pronounces the name of YHWH must be put to death.’ Since then, observant Jews have maintained the custom of not pronouncing the name” [= Selama pembuangan Babilonia bahasa Ibrani yang digunakan oleh orang-orang Yahudi digantikan oleh bahasa Aram dari para penawan Babilonia mereka. Bahasa Aram berhubungan dekat dengan bahasa Ibrani dan, sementara menggunakan banyak perbendaharaan kata yang sama, mempunyai beberapa kata-kata yang bunyinya sama atau mirip tetapi mempunyai arti yang berbeda. Dalam bahasa Aram, kata Ibrani untuk ‘menghujat’ yang digunakan dalam Im 24:16, ‘Siapa yang menghujat nama TUHAN (Yahweh), pastilah ia dihukum mati’ mempunyai arti ‘mengucapkan’ dan bukannya ‘menghujat’. Pada waktu orang-orang Yahudi mulai berbicara dalam bahasa Aram, ayat ini dimengerti sebagai berarti ‘Siapa yang mengucapkan nama TUHAN (Yahweh), pastilah ia dihukum mati’. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang taat telah mempertahankan kebiasaan untuk tidak mengucapkan nama itu].


Illustrasi: ini mungkin seperti bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang sekalipun mempunyai banyak persamaan, tetapi tetap mempunyai kata-kata yang sama, tetapi artinya berbeda. Contoh: kata ‘percuma’ dalam bahasa Indonesia artinya ‘sia-sia’, tetapi dalam bahasa Malaysia artinya ‘gratis / cuma-cuma’.


c. Ada yang mengatakan ini disebabkan terjemahan yang salah dari LXX / Septuaginta.


Pulpit Commentary: “In the course of the struggle the Israelitish woman’s son blasphemed the name of the Lord, and cursed. The word NAKAV is here rightly translated ‘blasphemeth’ (cf. verses 14, 16, 23), ... The LXX. have rendered NAKAV by a word meaning ‘pronounced’, and on this misunderstanding, adopted by the Jews, has been founded the Jewish precept forbidding the utterance of the Divine Name. Owing to that prohibition, the true pronunciation of the word written and called ‘Jehovah’ has been lost” [= Dalam perkelahian itu anak laki-laki dari perempuan Israel itu menghujat nama Tuhan, dan mengutuk. Kata NAKAV di sini dengan benar diterjemahkan ‘menghujat’ (bdk. ayat-ayat 14,16,23), ... LXX menterjemahkan NAKAV dengan suatu kata yang berarti ‘mengucapkan’, dan pada kesalah-pahaman ini, yang diterima oleh orang-orang Yahudi, telah didirikan ajaran Yahudi yang melarang pengucapan Nama Ilahi. Karena larangan itu, pengucapan yang benar dari kata yang dituliskan dan disebut ‘Yehovah’ telah hilang] - hal 383.


Yang manapun yang benar, yang jelas adalah bahwa nama YHWH itu berhenti untuk diucapkan / digunakan.


2. Setelah berhentinya pengucapan nama YHWH ini berlangsung cukup lama (mungkin ratusan tahun) maka orang-orang yang tadinya tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu mati semua, dan akhirnya tidak ada satupun orang yang tahu dengan pasti bagaimana sebenarnya pengucapan dari nama YHWH itu!


Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa semua kata Ibrani dituliskan hanya dengan huruf mati saja, dan orang toh bisa membacanya. Jadi, tak ada alasan mereka tak bisa membaca YHWH. Ini argumentasi yang salah dan tolol. Semua kata lain tetap bisa dibaca karena tetap digunakan sehari-hari. Itu berbeda dengan kasus YHWH ini, yang ratusan tahun tak digunakan, sehingga tak diketahui lagi pengucapannya.


Kalau dalam hal kata yang masih sering mereka pakai saja bisa terjadi hal yang membingungkan seperti dalam kasus Mal 2:3 dan Kel 3:15 di atas, apalagi dalam hal kata / nama YHWH yang ratusan tahun tidak pernah diucapkan!


Encyclopedia Britannica 2007: “the God of the Israelites, his name being revealed to Moses as four Hebrew CONSONANTS (YHWH) CALLED THE TETRAGRAMMATON. AFTER THE EXILE (6TH CENTURY BC), and especially from the 3rd century BC on, Jews ceased to use the name Yahweh for two reasons. As Judaism became a universal religion through its proselytizing in the Greco-Roman world, the more common noun elohim, meaning ‘god,’ tended to replace Yahweh to demonstrate the universal sovereignty of Israel’s God over all others. At the same time, the divine name was increasingly regarded as too sacred to be uttered; it was thus replaced vocally in the synagogue ritual by the Hebrew word Adonai (‘My Lord’), which was translated as Kyrios (‘Lord’) in the Septuagint, the Greek version of the Old Testament. The Masoretes, who from about the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into being. Although Christian scholars after the Renaissance and Reformation periods used the term Jehovah for YHWH, in the 19th and 20th centuries biblical scholars again began to use the form Yahweh. Early Christian writers, such as Clement of Alexandria in the second century, had used a form like Yahweh, and this pronunciation of the tetragrammaton was never really lost. Other Greek transcriptions also indicated that YHWH should be pronounced Yahweh” [= Allah dari orang-orang Israel, namaNya dinyatakan kepada Musa sebagai empat huruf mati dalam bahasa Ibrani (YHWH) yang disebut tetragrammaton. Setelah pembuangan (abad ke 6 S.M.), dan khususnya sejak abad ke 3 S.M. dst., orang-orang Yahudi berhenti menggunakan nama Yahweh karena dua alasan. Karena Yudaisme menjadi agama yang bersifat universal melalui pe-Yahudi-an dalam dunia Yunani-Romawi, kata benda yang lebih umum ELOHIM, berarti ‘allah’, cenderung untuk menggantikan Yahweh untuk menunjukkan kedaulatan universal dari Allah Israel di atas semua yang lain. Pada saat yang sama, nama ilahi itu makin lama makin dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; dan karena itu nama itu lalu digantikan pengucapannya dalam upacara di sinagog oleh kata Ibrani ADONAY (‘Tuhanku’), yang diterjemahkan sebagai KURIOS (‘Tuhan’) dalam Septuaginta, versi Yunani dari Perjanjian Lama. Ahli-ahli Taurat Yahudi, yang dari sekitar abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk menyalin text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani ADONAY atau ELOHIM. Maka, nama buatan / tiruan / palsu Yehovah (YeHoWaH) tercipta. Sekalipun ahli-ahli bahasa Kristen setelah jaman Renaissance dan Reformasi menggunakan istilah Yehovah untuk YHWH, dalam abad ke 19 dan 20 ahli-ahli alkitab mulai menggunakan lagi bentuk YAHWEH. Penulis-penulis Kristen mula-mula, seperti Clement dari Alexandria pada abad ke 2, telah menggunakan suatu bentuk seperti YAHWEH, dan pengucapan / pelafalan dari tetragrammaton ini tidak pernah sungguh-sungguh hilang. Transkrip / tulisan-tulisan Yunani yang lain juga menunjukkan bahwa YHWH seharusnya diucapkan / dilafalkan YAHWEH].


Catatan:


· Renaissance adalah: ‘the great revival of art, literature, and learning in Europe in the 14th, 15th, and 16th centuries, which began in Italy and spread from the medieval world to the modern’ (= kebangunan besar dari seni, literatur, dan pengetahuan di Eropa pada abad ke 14, 15, dan 16, yang mulai di Italia dan menyebar dari dunia pertengahan kepada dunia modern) - Webster’s New World Dictionary.


· saya tak setuju dengan kata-kata yang saya beri garis bawah ganda.


Perlu diperhatikan bahwa kutipan itu sendiri mengatakan bahwa nama ‘Yahweh’ baru digunakan mulai abad 19! Kalau pengucapan dari nama ‘Yahweh’ itu tidak pernah betul-betul hilang, mengapa tidak digunakan selama belasan, atau bahkan puluhan, abad?


Bandingkan juga dengan kutipan-kutipan di bawah ini:


Herman Hoeksema: “Without pretending to be able to solve this problem, we regard it not improbable that the original pronunciation of the name was Jahweh, hv@h.ya” (= Tanpa berpura-pura untuk bisa menyelesaikan problem ini, kami menganggapnya bukan tidak mungkin bahwa pengucapan orisinil dari nama itu adalah Yahweh, hv@h.ya) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.


Herman Hoeksema: “Hence, the question arises as to the proper vocalization and pronunciation of the name. The answer to this question can only be conjectured, and Hebrew scholars have suggested different possibilities” (= Karena itu muncul pertanyaan berkenaan dengan pemberian huruf hidup dan pelafalan / pengucapan dari nama itu. Jawaban terhadap pertanyaan ini hanya bisa diduga / diterka, dan ahli-ahli bahasa Ibrani telah mengusulkan kemungkinan-kemungkinan yang berbeda-beda) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.


Herman Bavinck: “Because of the Jewish dread to pronounce this name, its original pronunciation, derivation, and meaning were lost” (= Karena rasa takut orang-orang Yahudi untuk mengucapkan nama ini, pengucapan orisinilnya, dari mana kata itu diturunkan, dan artinya, hilang) - ‘The Doctrine of God’, hal 102.


Herman Bavinck: “Because of the Jewish dread of pronouncing this name its original pronunciation was forgotten” (= Karena rasa takut dari orang-orang Yahudi untuk mengucapkan nama ini, pengucapan orisinilnya telah dilupakan) - ‘The Doctrine of God’, hal 103.


Adam Clarke (tentang Im 24:16): “the Jews never pronounce this name, and so long has it been disused among them that the true pronunciation is now totally lost” (= orang-orang Yahudi tidak pernah mengucapkan nama ini, dan begitu lama itu tidak pernah digunakan di antara mereka sehingga pengucapan yang benar sekarang hilang secara total).


The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “The pronunciation of YHWH in the OT can never be certain, since the original Hebrew text used only consonants” (= Pengucapan dari YHWH dalam PL tidak pernah bisa pasti, karena text Ibrani yang orisinil / asli hanya menggunakan huruf-huruf mati) - hal 507.


Dalam NASB pada bagian awal ada bab berjudul ‘Principles of Translation’, dan di sana ada kata-kata sebagai berikut: “It is known that for many years YHWH has been transliterated as Yahweh, however no complete certainty attaches to this pronunciation” (= Diketahui bahwa untuk banyak tahun YHWH telah ditransliterasikan sebagai Yahweh, tetapi tidak ada kepastian sepenuhnya yang diberikan pada pengucapan ini).


Adam Clarke (tentang Kel 3:15): “‘This is my name for ever.’ The name here referred to is that which immediately precedes, Yahweh ‘Elohiym, which we translate the ‘LORD GOD,’ the name by which God had been known from the creation of the world (see Gen. 2:4), and the name by which he is known among the same people to the present day. Even the heathens knew this name of the true God; and hence, out of our ‘Yahweh’, Jehovah, they formed their Jao, Jeve, and Jove; so that the word has been literally fulfilled, This is my memorial unto all generations. ... Diodorus Siculus says, that ‘among the Jews, Moses is reported to have received his laws from the God named Jao, Iaoo, i. e., Jeue, Jove, or Jeve; for in all these ways the word Yahweh may be pronounced; and in this way I have seen it on Egyptian monuments” [= ‘Ini adalah namaKu selama-lamanya’. Nama yang ditunjuk di sini adalah itu yang persis mendahuluinya ‘Yahweh Elohim’, yang kita terjemahkan ‘Tuhan ALLAH’, nama dengan mana Allah telah dikenal sejak penciptaan dunia / alam semesta (lihat Kej 2:4), dan nama dengan mana Ia dikenal di antara bangsa yang sama sampai jaman sekarang. Bahkan orang-orang kafir mengetahui / mengenal nama dari Allah yang benar ini; dan karena itu, dari ‘Yahweh’, ‘Yehovah’, mereka membentuk nama-nama Jao, Jeve, Jove mereka; sehingga firman ini telah digenapi secara hurufiah, ‘’Inilah tanda peringatanKu kepada semua generasi’. ... Diodorus Siculus mengatakan bahwa di antara orang-orang Yahudi Musa dilaporkan telah mendapatkan hukum Tauratnya dari Allah yang bernama Jao, Iaoo, yaitu Jeue, Jove, atau Jeve; karena dengan semua cara ini kata Yahweh bisa diucapkan; dan dengan cara ini saya telah melihatnya pada monumen-monumen Mesir].


Catatan: menurut Encyclopedia Britannica 2007 ‘Diodorus Siculus’ adalah seorang ahli sejarah Yunani yang hidup pada jaman Julius Caesar dan Augustus, dan dari pernyataan-pernyataannya terlihat bahwa ia berkeliling di Mesir pada tahun 60-57 SM dan menghabiskan waktu beberapa tahun di Roma.


Penekanan saya dari kata-kata Adam Clarke di atas ini: ada macam-macam pengucapan dari nama YHWH! Jadi, tidak ada kepastian.


Adam Clarke (tentang Kel 34:6-7): “It has long been a question, what is the meaning of the word hvhy JEHOVAH, Yehovah, Yehue, Yehveh or Yeve, Yeue, Yao, Iao, Jhueh, and Jove; for it has been as variously pronounced as it has been differently interpreted. Some have maintained that it is utterly inexplicable, these of course have offered no mode of interpretation” (= Sudah lama merupakan suatu pertanyaan, apa arti dari kata hvhy JEHOVAH, Yehovah, Yehue, Yehveh atau Yeve, Yeue, Yao, Iao, Jhueh, dan Jove; karena kata itu telah diucapkan dengan cara bermacam-macam sama seperti kata itu telah diartikan dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian orang mempertahankan / mempercayai bahwa kata itu sama sekali tidak bisa dijelaskan, dan tentu saja orang-orang ini tidak memberikan cara penafsiran dari kata ini) - dari Clarke’s Commentary, vol I, hal 475


The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘God, names of’): “Origen’s transliteration, Iao, the form in Samaritan, Iabe” (= Pentranliterasian Origen, Iao, bentuknya dalam bahasa Samaria, Iabe).


Bambang Noorsena: “Sedangkan bacaan Yahweh baru muncul pada awal atau pertengahan abad ke-19 Masehi, berdasarkan rekonstruksi para pakar biblika. Pengucapan Yahweh tersebut, antara lain didasarkan atas beberapa transkripsi teks Yunani atas kata Ibrani tersebut: IAOUE, IAOUAI, dan IABE yang berasal dari sekitar abad pertama sebelum dan sesudah Masehi. Karya Klement dari Iskandariya, Stromata, dan keterangan sejarahwan Yahudi Flavius Josephus mengenai bacaan tetagrammaton, juga dijadikan acuan. Bacaan manakah yang benar? Belum ada kepastian sampai sekarang. Pelafalan YAHWEH mungkin didukung oleh penggalan kata ini pada ungkapan Halelu-Yah (Pujilah Yah), sebaliknya lafal Jehovah mungkin juga bisa dilacak dari nama-nama diri seperti Yeho-ram, Yeho-shafat, Yeho-shua, dan sebagainya.”.


Bahkan para Saksi Yehuwa, yang begitu fanatik dengan nama Allah ini, mengakui bahwa pembacaan / pengucapan yang benar dari nama ini tidak diketahui.


Saksi-Saksi Yehuwa:


· “orang-orang modern menyusun nama Yehuwa, yang tidak dikenal oleh semua orang pada jaman dulu, orang Yahudi ataupun orang Kristen; karena ucapan yang benar dari nama itu, yang ada dalam naskah Ibrani, karena sudah lama tidak digunakan, kini tidak diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 420.


· “Bentuk manakah dari nama ilahi yang benar - Yehuwa atau Yahweh? Tidak seorang pun dewasa ini dapat merasa pasti bagaimana nama itu mula-mula diucapkan dalam bahasa Ibrani. Mengapa tidak? Bahasa Ibrani dari Alkitab pada mulanya ditulis dengan huruf mati saja, tanpa huruf hidup. Ketika bahasa itu digunakan sehari-hari, para pembaca dengan mudah menyisipkan huruf-huruf hidup yang tepat. Tetapi, lambat laun, orang Yahudi mempunyai gagasan takhyul bahwa adalah salah untuk mengucapkan nama pribadi Allah dengan keras, jadi mereka menggunakan ungkapan-ungkapan pengganti. ... Jadi ucapan yang semula dari nama ilahi sama sekali tidak diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 423,424.


d) Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah’ / ‘Yehovah’?


Di atas sudah saya jelaskan bahwa setiap kali bertemu dengan nama YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan). Lalu pada suatu saat, ada orang-orang yang memasukkan bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY, yaitu A - O - A ke sela-sela dari YHWH itu, sehingga didapatkan YAHOWAH, dan seorang dosen saya mengatakan bahwa dalam aksen Jerman (entah dari mana kok tahu-tahu ada aksen Jerman), ini lalu berubah menjadi YEHOWAH atau YEHOVAH. Pulpit Commentary dalam tafsirannya tentang Im 24:11 mengatakan bahwa perubahan YAHOWAH menjadi YEHOWAH itu disebabkan karena: “the laws of the Hebrew language required the first a to be changed into e, and hence the name Jehovah” (= hukum-hukum dari bahasa Ibrani mengharuskan huruf a yang pertama untuk diubah menjadi huruf e, dan karena itu menjadi Jehovah) - hal 383.


Catatan: perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, huruf V dan W adalah sama.


The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’): “YHWH was considered too sacred to pronounce; so ADONAY (my Lord) was substituted in reading, and the vowels of this word were combined with the consonants YHWH to give ‘Jehovah’, a form first attested at the beginning of the 12th century AD” [= YHWH dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; maka ADONAY (Tuhanku) dijadikan pengganti dalam pembacaan, dan huruf-huruf hidup dari kata ini dikombinasikan dengan huruf-huruf mati YHWH untuk memberikan ‘Jehovah’, suatu bentuk yang pertama-tama ditegaskan pada permulaan abad ke 12 M.] - hal 478.


Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘God, Names of’): “The divine name Yahweh is usually translated Lord in English versions of the Bible, because it became a practice in late Old Testament Judaism not to pronounce the sacred name YHWH, but to say instead ‘my Lord’ (Adonai) - a practice still used today in the synagogue. When the vowels of Adonai were attached to the consonants YHWH in the medieval period, the word Jehovah resulted” [= Nama ilahi ‘Yahweh’ biasanya diterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan) dalam versi-versi Alkitab bahasa Inggris, karena menjadi suatu praktek dalam Yudaisme Perjanjian Lama belakangan, untuk tidak mengucapkan nama keramat / kudus YHWH, tetapi mengatakan ‘Tuhanku’ (ADONAY) sebagai gantinya - suatu praktek yang masih digunakan jaman ini dalam sinagog. Pada waktu huruf-huruf hidup dari ADONAY diberikan pada huruf-huruf mati YHWH pada jaman abad pertengahan, kata Yehovah dihasilkan].


a D o N a Y


¯ ¯ ¯


Y H W H ® YaHoWaH ® YeHoWaH / YeHoVaH


Encyclopedia Britannica memberikan penjelasan yang agak berbeda. Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup yang dimasukkan di sela-sela YHWH itu diambil bukan hanya dari kata ADONAY (= Tuhan), tetapi juga dari kata ELOHIM (= Allah). Dari kata yang pertama didapatkan A - O - A dan dari kata yang kedua didapatkan E - O - I. Penggabungannya dimasukkan ke sela-sela YHWH. Untuk bunyi huruf hidup pertama, yang diambil adalah E, untuk yang kedua diambil O, dan untuk yang ketiga diambil A. Jadi, muncul YEHOWAH / YEHOVAH.


Encyclopedia Britannica 2007: “The Masoretes, who from about the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into being” [= Para ahli Taurat Yahudi, yang dari kira-kira abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk mereproduksi text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan tanda-tanda huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani Adonai atau Elohim. Maka, nama buatan YEHOVAH (YeHoWaH) tercipta].


a D o N a Y


¯ ¯ ¯


Y H W H ® YeHoWaH / YeHoVaH ­­


e L o H i M


Louis Berkhof rupanya juga sependapat, karena ia berkata: “And therefore in reading the Scriptures they substituted for it either ’Adonai or ’Elohim; and the Masoretes, while leaving the consonants intact, attached to them the vowels of one of these names, usually those of ’Adonai” [= Dan karena itu dalam membaca Kitab Suci mereka (orang-orang Yahudi) menggantikannya atau dengan ADONAY atau ELOHIM; dan ahli-ahli Taurat Yahudi, sementara mereka membiarkan huruf-huruf mati itu utuh, melekatkan kepada huruf-huruf mati itu huruf-huruf hidup dari salah satu dari nama-nama ini, biasanya huruf-huruf hidup dari ADONAY] - ‘Systematic Theology’, hal 49.


Dari penjelasan ini bisa dinyatakan bahwa penyebutan YEHOVAH (atau dalam bahasa Inggris ‘Jehovah’), sebenarnya pasti salah, karena bunyi huruf hidupnya diambil dari kata ADONAY, atau dari ADONAY dan ELOHIM.

e) Bagaimana dengan pengucapan ‘YAHWEH’?


1. Adanya kata Ibrani ‘YAH’, yang dianggap merupakan singkatan / kependekan dari Yahweh. Kata ‘YAH’ ini muncul sekitar 50 x dalam Perjanjian Lama.


Contoh:


Maz 68:19 - “Engkau telah naik ke tempat tinggi, telah membawa tawanan-tawanan; Engkau telah menerima persembahan-persembahan di antara manusia, bahkan dari pemberontak-pemberontak untuk diam di sana, ya TUHAN Allah”.


Kata-kata yang diterjemahkan ‘TUHAN Allah’ ini adalah ‘YAH ELOHIM’, dimana kata ‘YAH’ dianggap sebagai kependekan dari ‘YAHWEH’.


Maz 68:5 - “Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah namaNya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! NamaNya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapanNya!”.


KJV: ‘by his name JAH’.


2. Adanya kata Ibrani ‘HALELUYAH’, yang berasal dari kata HALELU, yang berarti ‘pujilah’, dan kata YAH, yang dianggap sebagai singkatan dari YAHWEH.


Pdt. Yakub Sulistyo:


“Kata ‘Haleluyah’, bukankah kata ini sering disebut oleh semua umat Nasrani? Namun pemahaman kata ‘Haleluyah’ selama ini berarti Pujilah Tuhan, malah ada yang mengatakan bahwa Haleluyah itu bahasa sorga yang tidak berarti. Padahal ‘Haleluyah’ itu artinya Pujilah Yah (kependekan dari Yahweh)”.


Tanggapan Pdt. Budi Asali:


Sekalipun potongan kata YAH mungkin bisa didapatkan dari kedua hal di atas, tetapi potongan kata WEH-nya tidak. Disamping itu, di antara huruf kedua dan ketiga dari YHWH memungkinkan ada bunyi huruf hidup. Jadi, tetap bisa ada banyak kemungkinan, seperti YAHWUH, YAHWIH, YAHWEH, YAHWOH, YAHWAH, YAHIWUH, YAHOWEH, YAHEWIH, dan sebagainya.


Di atas saya katakan ‘mungkin’ karena memang belum tentu bahwa potongan pertama adalah YAH. Mengapa? Karena adanya nama-nama yang kelihatannya berasal dari Yehovah, seperti Yosafat, atau Yehosafat.


Unger’s Bible Dictionary: “JEHOSH’APHAT (je-hosh’a-fat; ‘Jehovah judged’). The name of a king (see article below) of Judah and of other persons in the Bible” [= Yehoshaphat (Ye-hosha-fat; ‘Yehovah menghakimi’). Nama dari seorang raja (lihat artikel di bawah) dari Yehuda dan dari orang-orang lain dalam Alkitab].


Catatan: agak aneh kalau di atas dikatakan bahwa kata / nama ‘Yehovah’ baru muncul antara abad 6-10 M. (bahkan The New Bible Dictionary mengatakan abad 12 M.), tetapi ternyata nama raja seperti Yosafat / Yehosafat (1Raja 15:24), sudah mengandung kata ‘Yeho’ yang kelihatannya berasal dari nama ‘Yehovah’ itu. Bahkan nama ‘Yosafat’ itu sudah dipakai oleh orang lain yang hidup pada jaman Daud (2Sam 8:16), yang hidup kira-kira 1000 tahun sebelum Kristus. Dan lebih lagi, nama Yosua, yang merupakan kependekan dari Yehosua, jelas juga mengandung kata ‘Yeho’.


Keanehan ini kelihatannya juga dipikirkan oleh penulis dictionary di bawah ini; hanya alasannya berbeda.


Fausset’s Bible Dictionary: “If JEHOVAH had been a name of more recent introduction, the whole nation would never have accepted it with such universal reverence” (= Jika Yehovah merupakan suatu nama yang baru-baru saja diperkenalkan, seluruh bangsa tidak akan pernah menerimanya dengan suatu rasa hormat / takut yang bersifat universal seperti itu).


Kesimpulan saya dalam persoalan ini: pembacaan nama ‘YAHWEH’ hanya merupakan suatu dugaan / tebakan, yang sekalipun memungkinkan, tetapi tidak mempunyai kepastian.


f) Yesus tak pernah mengajarkan pengucapan nama YHWH.


Pada jaman Yesus hidup dan melayani dalam dunia ini, saya yakin bahwa Ia tidak pernah menyebutkan / memberitahu para muridNya bagaimana pengucapan yang benar dari YHWH itu. Mengapa saya berpendapat demikian? Karena seandainya Ia memberitahu, maka rasul-rasul akan meneruskannya dengan generasi ke generasi, dan kita pasti akan tahu bagaimana mengucapkan YHWH itu.


Tetapi ada bantahan dari kelompok Yahweh-isme ini. Mereka menganggap / mengajarkan bahwa pada masa hidupNya di dunia ini, Yesus mengajarkan nama Yahweh ini. Bahkan Gary Mink mengatakan bahwa banyak dari kelompok Yahweh-isme ini yang beranggapan bahwa missi utama Yesus adalah membawa nama Yahweh ke dalam dunia ini. Juga guru-guru nama keramat / kudus ini menegaskan, bahwa Yesus ditangkap, diadili, dan dibunuh karena Ia mengucapkan nama Yahweh!


Gary Mink (internet): “One of the keystone doctrines of the sacred name movement is that our Savior preached and taught the name Yahweh to the Jewish people of his time. One or another sacred name group may say Jesus taught one or another of the numerous possible English transliterations of YHWH. Numbers of sacred name people believe the primary mission of Jesus was bringing the name Yahweh to the world. It is supposed that the Messiah spoke this name often to the Jewish people, taught the importance and pronunciation of this name to his followers, said it and read it when he referred to the Old Testament, and used this name when he addressed God. Sacred name teachers boldly assert that Jesus was arrested, tried, and killed because he said the name Yahweh” (= Salah satu doktrin dasar dari gerakan nama kudus / keramat adalah bahwa Juruselamat kita mengkhotbahkan / memberitakan dan mengajarkan nama Yahweh kepada orang-orang Yahudi pada jamanNya. Salah seorang dari kelompok nama kudus / keramat ini mengatakan bahwa Yesus mengajarkan salah satu dari banyak kemungkinan transliterasi bahasa Inggris dari YHWH. Banyak dari orang-orang dari nama kudus / keramat ini percaya bahwa missi utama Yesus adalah membawa nama Yahweh ke dunia. Mereka menganggap bahwa Sang Mesias sering membicarakan / mengucapkan nama ini kepada orang-orang Yahudi, mengajarkan pentingnya dan pengucapan dari nama ini kepada para pengikutNya, mengatakan nama itu dan membaca nama itu pada waktu Ia menunjuk pada Perjanjian Lama, dan menggunakan nama ini pada waktu Ia berbicara kepada Allah. Guru-guru nama kudus / keramat dengan berani menegaskan bahwa Yesus ditangkap, diadili, dan dibunuh karena Ia mengatakan / mengucapkan nama Yahweh).


Apa yang dikatakan Gary Mink di atas ini memang benar. Bandingkan dengan kata-kata Teguh Hindarto di bawah ini.


Teguh Hindarto: “Dalam MattiYahu (= Matius) 26:59-65 dilaporkan demikian: ‘ha Raashey Kohanim (Imam-imam kepala), malah seluruh Sanhedrin (Mahkamah Agama) mencari kesaksian palsu terhadap Yahshua, supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang, yang mengatakan: ‘Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Elohim dan membangunnya kembali dalam tiga hari.’ Lalu Kohen ha Gadol (Imam Besar) itu berdiri dan berkata kepada-Nya: ‘Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?’ Tetapi Yahshua tetap diam. Lalu kata Kohen ha Gadol (Imam Besar) itu kepada-Nya: ‘Demi Elohim yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Putra Elohim, atau tidak.’ Jawab Yahshua: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Bar Enosh (Putra Manusia) duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’ Maka Kohen ha Gadol (Imam Besar) itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Ia menghujat Elohim. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Perhatikan frasa, ‘Bait Elohim’ dalam ayat 61 dan ‘duduk di sebelah kanan Yang Maha Kuasa’ dalam ayat 64, dari rangkaian ayat di atas. Dalam TaNaKh (= Perjanjian Lama Ibrani), tidak pernah disebutkan ‘Bet Elohim’ , melainkan ‘Bet Yahweh’ . Ini bukti bahwa penulis Perjanjian Baru berbahasa Yunani, melakukan ‘euphemisme’ terhadap nama Yahweh. Adapun pernyataan kedua, mengutip TaNaKh, yaitu Mazmur 110:1 dan Daniel 7:13 yang digabungkan menjadi satu. Dalam Mazmur 110:1, nama Yahweh muncul, namun dalam naskah Perjanjian Baru berbahasa Greek/Yunani, dituliskan ‘tes dunameos’ (Yang Maha Kuasa). Fakta ini kembali membuktikan bahwa penyalin Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani, menggunakan bentuk euphemisme terhadap nama Yahweh dengan sebutan pengganti. Yang menarik, dalam ayat 65, Imam Besar merobek pakaian Yahshua dan mengatakan bahwa Yahshua mengucapkan perkataan hujat. Bandingkan dengan literatur Yahudi yang disebut Misnah Sanhendrin 7:5 sbb: ‘Dia yang menghujat, layak dihukum hanya ketika dia mengucapkan sepenuhnya Nama Tuhan. Berkata Rabbi Yahshua ben Qorha, ‘Setiap hari pemeriksaan persidangan, mereka menguji saksi dengan nama pengganti…Pada suatu kali pemeriksaan selesai, mereka tidak akan membunuh dia yang menggunakan euphemisme, namun mereka mengeluarkan setiap orang dan menanyakan kesaksian yang teramat penting dengan berkata padanya, ‘katakan apa yang sesungguhnya kamu dengar?’ Dan dia mengatakan apa yang dia dengar. Dan hakim menginjak kaki mereka dan merobek pakaian mereka…’ Bukankah kemarahan Imam Besar membuktikan bahwa Yahshua mengucapkan nama Yahweh sepenuhnya, sehingga Dia dituduh menghujat dan pakaiannya dirobek?”.


Gary Mink (internet): “If the movement’s leaders are to support their doctrine, there is certainly an obvious need for them to have Jesus at some point speak the name Yahweh. None of the writers of the New Testament wrote that Jesus said this name. Therefore, having him speak this name is left to the sacred name bible creator. As they create these bibles in the image of their teaching, they are able to insert the name Yahweh into the mouth of Jesus as often as they like. They do this without textual authority, without logic, or without the least regard for the events as they actually happened” (= Jika pemimpin-pemimpin dari gerakan ini mau mendukung ajaran mereka, jelas ada suatu kebutuhan yang nyata bagi mereka untuk membuat Yesus pada saat tertentu mengucapkan nama Yahweh. Tidak ada dari penulis-penulis Perjanjian Baru menuliskan bahwa Yesus mengatakan / mengucapkan nama ini. Karena itu, membuat Dia mengatakan / mengucapkan nama ini terserah pada pencipta Alkitab nama kudus / keramat. Pada waktu mereka menciptakan Alkitab-Alkitab ini dalam khayalan pengajaran mereka, mereka bisa memasukkan nama Yahweh ke dalam mulut Yesus sesering yang mereka sukai. Mereka melakukan ini tanpa otoritas text Kitab Suci, tanpa logika, atau tanpa kepedulian sedikitpun pada peristiwa-peristiwa sebagaimana peristiwa-peristiwa itu terjadi).


Kalau mereka mempercayai bahwa missi utama Yesus datang ke dunia adalah untuk menyatakan nama Yahweh, mengajarkan pengucapan yang benar dari nama itu, maka:


1. Ini jelas menunjukkan kesesatan mereka, karena missi utama Yesus datang ke dunia jelas adalah untuk mati di salib untuk menebus dosa-dosa kita, tanpa mana sama sekali tidak ada jalan ke surga!


Yoh 12:23-27 - “(23) Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. (24) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. (25) Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. (26) Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayanKu akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. (27) Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab UNTUK ITULAH AKU DATANG KE DALAM SAAT INI”.


Mat 20:28 - “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.


2. Ini membuktikan bahwa mereka sendiri mengakui bahwa pengucapan nama ‘Yahweh’ itu memang sudah hilang! Kalau tidak, untuk apa mereka mengatakan bahwa Yesus datang dengan missi utama untuk menyatakan nama itu?


Juga Teguh Hindarto mengatakan penulis Perjanjian Baru melakukan euphemisme (= penghalusan / pelembutan bahasa), dengan mengganti nama ‘Yahweh’ dengan kata lain. Ini lucu, karena kalau memang pengucapan nama ‘Yahweh’ itu diancam hukuman mati seperti itu, bagaimana mungkin para saksi berani mengucapkan nama ‘Yahweh’, sekalipun pada saat mereka memberikan kesaksian?


Lalu dalam Mat 26:64, pada waktu Matius menggunakan kata-kata ‘Yang maha kuasa’, dan bukannya ‘Yahweh’, itu lagi-lagi dianggap sebagai suatu euphemisme.


Mat 26:64 - “Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.


Jadi, Teguh Hindarto menganggap bahwa dalam faktanya Yesus mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu, tetapi Matius tidak mencatatnya seperti itu, melainkan menggunakan euphemisme dan menggantikannya dengan ‘Yang maha kuasa’. Ini sama sekali tidak masuk akal, karena euphemisme seperti ini akan membingungkan pembaca. Jadi, tidak mungkin Matius / penulis Kitab Suci lain melakukan euphemisme seperti ini.


Kalau, seperti yang dipercayai oleh Teguh Hindarto, Yesus berani mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu, apa alasannya sehingga penulis-penulis Perjanjian Baru melakukan euphemisme? Apakah mereka tidak berani meneladani Yesus, yang adalah Tuhan dan Guru mereka yang memang seharusnya mereka teladani? Bdk. Yoh 13:13-15.





Karena itu, saya berpendapat bahwa penulis-penulis Perjanjian Baru sama sekali tidak melakukan euphemisme, tetapi mereka memang tidak merasa perlu untuk menuliskan nama ‘Yahweh’ dalam Perjanjian Baru, dan ini merupakan bukti bahwa kita memang tidak diharuskan menggunakan nama ‘Yahweh’.





Saya tidak mempedulikan kutipan dari Mishnah Sanhedrin yang diberikan oleh Teguh Hindarto di atas, karena saya lebih mempercayai Kitab Suci / Perjanjian Baru. Dan dalam Kitab Suci, alasan hukuman mati untuk Yesus disebutkan secara explicit dalam beberapa ayat, yaitu:


· Yoh 5:18 - “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.


· Yoh 10:33 - “Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.’”.


· Yoh 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.





Dan dalam Mat 26:64, pada saat / mengucapkan kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’, itu artinya adalah ‘Ya’. Jadi, Ia mengatakan ‘Ya’ terhadap pertanyaan dalam Mat 26:63 yang menanyakan apakah Ia Mesias / Anak Allah atau bukan.





Mat 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.





Hal lain yang sangat lucu adalah bahwa Teguh Hindarto mengatakan bahwa imam besar itu merobek pakaian Yesus! Saya baru kali ini mendengar kegilaan seperti itu!





Adam Clarke (tentang Mat 26:65): “‘The high priest rent his clothes.’ This rending of the high priest’s garments was expressly contrary to the law, Lev. 10:6, and 21:10. But it was a common method of expressing violent grief, Gen. 37:29,34; Job 1:20, and horror at what was deemed blasphemous or impious. 2 Kings 18:37; 19:1; Acts 14:14. All that heard a blasphemous speech were obliged to rend their clothes, and never to sew them up again” (= ‘Sang imam besar merobek pakaiannya’. Perobekan jubah imam besar ini bertentangan secara explicit dengan hukum Taurat, Im 10:6, dan 21:10. Tetapi itu merupakan suatu cara yang umum untuk menyatakan kesedihan yang sangat, Kej 37:29,34; Ayub 1:20, dan rasa ngeri pada apa yang dianggap bersifat menghujat dan jahat, 2Raja 18:37; 19:1; Kis 14:14. Semua yang mendengar suatu ucapan yang bersifat menghujat wajib merobek pakaian mereka, dan tidak pernah menjahitnya kembali).





Ayat-ayat yang dipakai oleh kelompok Yahweh-isme untuk menunjukkan bahwa Yesus memang mengucapkan / mengajarkan nama Yahweh itu:





1. Yoh 17:6,26 - “(6) Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu. ... (26) dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Kalau dalam Yoh 17:6,26 kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama YHWH itu, bagaimana kelompok Yahweh-isme menafsirkan Yoh 17:11-12 - “(11) Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. (12) Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.





Dalam Kitab Suci, kata ‘nama’ bisa menunjuk pada bermacam-macam hal:


· betul-betul menunjuk pada ‘nama’ seseorang.


· menunjuk kepada ‘diri si pemilik nama’.


· menunjuk pada ‘karakter si pemilik nama’.


· menunjuk pada ‘kuasa si pemilik nama’.


· menunjuk pada ‘otoritas si pemilik nama’.


· dan sebagainya.





Dalam setiap pemunculan kata ‘nama’, kontext harus menentukan arti yang mana yang harus dipakai. Dalam persoalan Yoh 17:11-12 ini, tidak mungkin ‘nama’ betul-betul menunjuk pada ‘nama’. Saya sendiri menafsirkan bahwa kata ‘nama’ dalam Yoh 17:11-12 ini berarti ‘kuasa’. Cobalah baca text itu dengan mengartikan ‘nama’ sebagai ‘kuasa’, maka saudara akan melihat semuanya cocok / masuk akal. Tetapi kalau kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada ‘nama YAHWEH’, maka semua akan menjadi kacau!





F. F. Bruce (tentang Yoh 17:11-12): “The name of God in the OT denotes not only his character (as in verse 6), but also his power; Ps. 20:1 (‘the name of the God of Jacob protect you!’); Ps. 54:1 (‘Save me, O God, by thy name’; where ‘by the name’ stands in synonymous parallelism with ‘by thy might’); Prov. 18:10 (‘The name of the LORD is a strong tower’). By the Father’s power, imparted to Jesus, Jesus himself had guarded them as a treasure entrusted to him by the Father” [= Nama Allah dalam PL tidak hanya menunjukkan karakterNya (seperti dalam ay 6), tetapi juga kuasaNya; Maz 20:2 (‘nama Allah Yakub melindungi / membentengi engkau!’); Maz 54:3 (‘Ya Allah, selamatkanlah aku karena / oleh namaMu’; dimana ‘oleh nama’ berada dalam paralelisme yang sama dengan ‘karena / oleh keperkasaanMu’); Amsal 18:10 (‘nama TUHAN adalah menara yang kuat’). Oleh kuasa Bapa, yang diberikan kepada Yesus, Yesus sendiri telah menjaga mereka sebagai suatu harta yang dipercayakan kepadaNya oleh Bapa] - hal 332.


Maz 20:2 - “Kiranya TUHAN menjawab engkau pada waktu kesesakan! Kiranya nama Allah Yakub membentengi engkau!”.


Maz 54:3 - “Ya Allah, selamatkanlah aku karena namaMu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaanMu!”.


Amsal 18:10 - “Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat”.





Sekarang bandingkan penafsiran di atas ini dengan kata-kata Teguh Hindarto di bawah ini.





Teguh Hindarto: “Apakah Nama Yahweh mengandung kuasa? Jika nama Yahweh memiliki makna yang mendalam dan ada kaitannya dengan kata ‘HAYAH’ [berada, hadir, bertindak], maka nama Yahweh tentunya memiliki kuasa yang luar biasa. Dikatakan dalam Sefer Mishley [Amsal] 18:10], ‘migdal oz shem Yahweh, bo yaruts tsadiq we nisgav’ , yang artinya ‘nama Yahweh adalah menara yang kokoh, orang benar berlari menghampirinya dan menjadi selamat’. Ayat ini menegaskan bahwa nama Yahweh berkuasa untuk menyelamatkan. Bangsa Yisrael sebagai umat perjanjian Yahweh telah berkali-kali membuktikan kedahsyatan nama Yahweh. Yahweh telah menunjukkan keperkasaannya dengan menghukum elohim orang Mitsrayim dengan sepuluh tulah, dengan membelah Yam Suf [laut Suf] dengan angin timur yang kuat, dengan mengirimkan manna dari langit yang memelihara perjalanan orang Yishrael di padang gurun sehingga tidak kelaparan, dengan memayungi bangsa Yishrael dengan tiang awan pada waktu siang hingga tidak kepanasan dan dengan tiang api pada waktu malam, sehingga tidak kedinginan dan dikuasai gelap, dengan memberikan kemenangan dalam peperangan melawan para penyembah berhala. Bukti keperkasan nama Yahweh adalah ketika Nabi EliYah melawan lima ratus nabi Baal di gunung Horev dan Yahweh yang disembah dan dipanggil nama-Nya menjawab dengan api yang menyambar dari langit [1 Raj 18:20-46]”.


Catatan: ‘Yisrael’ = Israel; ‘Mitsrayim’ = Mesir.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:


Ini merupakan tafsiran yang menggelikan, yang saya kira tidak membutuhkan tanggapan yang serius. Sudah jelas bahwa yang memiliki kuasa adalah ‘Yahweh’ sendiri, bukan ‘nama Yahweh’ tersebut! ‘Yahweh’ adalah seorang pribadi, dan karena itu bisa mempunyai kuasa, tetapi ‘nama Yahweh’ itu bukan pribadi, dan karena itu tidak mungkin mempunyai kuasa.





Betul-betul lucu bahwa dalam acara debat terbuka tanggal 14 Juni 2008 di GKRI GOLGOTA, Jl Dinoyo 19b, Surabaya, antara saya dan Pdt. Esra versus kelompok Yahweh-isme yang diwakili oleh Teguh Hindarto dan Kristian Sugiyarto, mereka mengatakan bahwa penafsiran kami dalam persoalan Yoh 17:6 ini merupakan suatu EISEGESIS! Saya berpendapat bahwa penafsiran mereka yang menuntut ayat Kitab Suci ditafsirkan apa adanya (kalau ‘nama’ ya harus berarti ‘nama’) adalah penafsiran orang naif yang tidak mengerti Hermeneutics. Semua ayat Kitab Suci harus ditafsirkan dengan memperhatikan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, supaya tidak terjadi penafsiran yang menabrak ayat lain. Dan itu yang saya lakukan dalam menafsirkan Yoh 17:6 ini.





b. Kalau dalam Yoh 17:6,26 kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama Yahweh itu, adalah aneh bahwa setelah Yesus memberitahukan nama Yahweh itu kepada para murid, Ia masih akan memberitahukan hal itu lagi!


Yoh 17:26 - “dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka DAN AKU AKAN MEMBERITAHUKANNYA, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.


Kalau cuma ‘nama YAHWEH’, apa perlu diberitahukan berulang-ulang? Apakah para murid itu begitu tolol, sehingga hanya diberitahu nama ‘Yahweh’ saja tak bisa mengerti, sehingga harus diulang-ulang? Ini sangat tidak masuk akal! Tetapi kalau ‘nama’ ditafsirkan ‘diri Allah’ itu sendiri, yang mencakup karakter, kehendakNya dsb, maka kalimat ini cocok. Mengapa? Karena pelajaran seumur hiduppun tidak akan cukup untuk bisa mengenal diri Allah dengan sempurna.





c. Kalau dalam Yoh 17:6,26 kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama YHWH itu, adalah aneh bahwa dalam sepanjang Perjanjian Baru, termasuk dari mulut Yesus sendiri, nama YHWH tidak pernah keluar barang satu kalipun! Pada waktu Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami, Ia tidak menyuruh mereka untuk menyebut ‘Yahweh’ tetapi ‘Bapa’. Dan pada waktu Ia sendiri berdoa dalam Yoh 17:1-26, tidak satu kalipun Ia menyebut nama ‘Yahweh’.





Yoh 17:1-26 - “(1) Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau. (2) Sama seperti Engkau telah memberikan kepadaNya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepadaNya. (3) Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. (4) Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepadaKu untuk melakukannya. (5) Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada. (6) Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu. (7) Sekarang mereka tahu, bahwa semua yang Engkau berikan kepadaKu itu berasal dari padaMu. (8) Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepadaKu telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang dari padaMu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (9) Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milikMu (10) dan segala milikKu adalah milikMu dan milikMu adalah milikKu, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka. (11) Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. (12) Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. (13) Tetapi sekarang, Aku datang kepadaMu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacitaKu di dalam diri mereka. (14) Aku telah memberikan firmanMu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (15) Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. (16) Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (17) Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran. (18) Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; (19) dan Aku menguduskan diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. (20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; (21) supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (22) Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: (23) Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. (24) Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. (25) Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; (26) dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.





Perhatikan semua bagian yang saya garis-bawahi. Itu adalah kata-kata yang Yesus gunakan untuk menyebut Bapa dalam doa. Ia menyebut ‘Bapa’, Allah’, ‘Engkau’, dan ‘Mu’. Tetapi tidak sekalipun keluar kata-kata YHWH / Yahweh / Yehovah dsb dari mulut Yesus, bahkan tidak dalam ‘terjemahan bajakan’ versi ILT! Mengapa?





d. Kalau istilah ‘nama’ harus selalu diartikan secara hurufiah, lalu bagaimana kelompok Yahweh-isme menafsirkan ayat-ayat di bawah ini?


Wah 3:12 - “Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang baru”.


Wah 14:1 - “Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis namaNya dan nama BapaNya”.


Wah 22:4 - “dan mereka akan melihat wajahNya, dan namaNya akan tertulis di dahi mereka”.





e. Arti yang benar dari kata ‘nama’ dalam Yoh 17:6,26.


Jadi, kata-kata “Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang” dan “Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka” dalam Yoh 17:6,26 ini harus ditafsirkan bagaimana? Sama seperti sudah saya jelaskan di atas, bahwa ‘nama’ sering bukan betul-betul menunjuk pada ‘nama’nya, tetapi menunjuk kepada ‘orang yang mempunyai nama itu’, maka di sini juga harus diartikan demikian! Jadi, Yesus bukan menyatakan ‘nama YHWH’ ataupun pengucapan yang sebenarnya dari nama itu, tetapi Ia menyatakan ‘diri dari Allah’, dan ini jelas berhubungan dengan pengajaran tentang sifat-sifat Allah, kehendak Allah, dan sebagainya.


Karena itu, jelas bahwa Yoh 17:6,26 tak bisa dijadikan dasar bahwa Yesus memang mengajarkan pengucapan nama Yahweh itu.





2. Luk 4:18-20 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’ (20) Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepadaNya”.





Kristian Sugiyarto: “Ketika Yahshua (Yesus) pada hari Sabat di Sinagoge membaca Kitab Yes. 61:1-2 sebagaimana dikisahkan pada Luk. 4:18-19, kitab berbahasa apa yang dibaca oleh Yesus? Ibrani bukan? Kedua ayat ini menulis Adonai YHWH 1 kali dan YHWH 2 kali; jika YHWH dibaca Adonai apakah akan ada yang terbaca Adonai Adonai?. Selain itu berarti nama ini ‘no meaning in term of nothing to do with the name of the Son Yahshua’. Thus, Yahshua should read Yahweh (instead of Adonai), sebab pada saat itulah Ia memproklamasikan bahwa diri-Nya diurapi oleh Yahweh sebagai Mesias (ay 21)”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Saya berpendapat bahwa Yesus membaca Yes 61 tersebut dari LXX.


Dalam hal ini saya tidak setuju dengan Bambang Noorsena yang mengatakan bahwa pada saat itu Yesus memang membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani. Saya menganggap Yesus mengutip dari LXX / Septuaginta. Alasannya: kalau Luk 4:18-19 ini dibandingkan dengan Yes 61 versi Ibrani maka memang terlihat perbedaan-perbedaan.





Luk 4:18-19 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’”.


Yes 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.





Jamieson, Fausset & Brown dalam tafsirannya tentang Luk 4:19, Pulpit Commentary dalam tafsirannya tentang Luk 4:18, A. T. Robertson dalam tafsirannya tentang Luk 4:17, dan Vincent dalam tafsirannya tentang Luk 4:18, menganggap bahwa pada saat itu Yesus mengutip dari LXX / Septuaginta.





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Luk 4:19): “The quotation is chiefly from the Septuagint version, used, it would seem, in the synagogues” (= Kutipan ini terutama dari versi Septuaginta, yang kelihatannya digunakan di sinagog-sinagog).


A. T. Robertson (tentang Luk 4:17): “It is a free quotation from the Septuagint” (= Ini adalah suatu kutipan bebas dari Septuaginta).


Pulpit Commentary (tentang Luk 4:18): “St. Luke here quotes, with a few important variations, from the LXX. of Isa 61:1,2” (= Santo Lukas di sini mengutip, dengan sedikit / beberapa perbedaan penting, dari LXX tentang Yes 61:1-2).


Vincent (tentang Luk 4:18): “‘To set at liberty.’ APOSTEILAI. Literally, ‘to send away in discharge.’ Inserted from the Septuagint of Isa. 58:6” (= ‘Membebaskan’. APOSTEILAI. Secara hurufiah, ‘menyuruh pergi dalam pembebasan’. Dimasukkan dari Septuaginta tentang Yes 58:6).





b. Bagaimana tradisi Yahudi dalam membaca Kitab Suci di sinagog?


Alfred Edersheim: “Whether or not the LXX. was read in the Hellenist Synagogues, and the worship conducted, wholly or partly, in Greek, must be matter of conjecture. We find, however, a significant notice to the effect that among those who spoke a barbarous language (not Hebrew, the term referring specially to Greek), it was the custom for one person to read the whole Parashah (or lesson for the day), while among the Hebrew-speaking Jews this was done by seven persons, successively called up. This seems to imply that either the Greek text alone was read, or that it followed a Hebrew reading, like the Targum of the Easterns. More probably, however, the former would be the case, since both Hebrew manuscripts, and persons qualified to read them, would be difficult to procure. At any rate, we know that the Greek Scriptures were authoritatively acknowledged in Palestine, and that the ordinary daily prayers might be said in Greek” [= Apakah LXX dibacakan dalam sinagog-sinagog Yunani, dan kebaktian dipimpin, sebagian atau seluruhnya, dalam bahasa Yunani, merupakan suatu persoalan dugaan / tak pasti. Tetapi kami menemukan suatu pemberitahuan yang penting yang berarti bahwa di antara mereka yang berbicara dalam ‘bahasa barbar’ (‘bukan bahasa Ibrani’, istilah itu khususnya menunjuk pada ‘bahasa Yunani’), bahwa merupakan kebiasaan bagi seseorang untuk membaca seluruh ‘Parashah’ (atau ‘pelajaran untuk hari itu’), sementara di antara orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Ibrani ini dilakukan oleh 7 orang, yang dipanggil secara berturut-turut. Ini secara tak langsung kelihatannya menunjukkan bahwa atau hanya text bahasa Yunani saja yang dibacakan, atau bahwa itu disusul oleh suatu pembacaan bahasa Ibrani, seperti Targum dari orang-orang Timur. Tetapi lebih memungkinkan bahwa kasus yang pertamalah yang benar, karena baik manuscripts Ibrani, maupun orang-orang yang memenuhi syarat untuk membacanya, akan sukar untuk didapatkan. Bagaimanapun juga, kami tahu bahwa Kitab Suci bahasa Yunani diakui otoritasnya di Palestina dan bahwa doa-doa harian biasa mungkin diucapkan dalam bahasa Yunani] - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 19.


Catatan: ‘Targum’ adalah Alkitab Ibrani atau sebagian darinya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Aram. Dari kata-katanya di atas ini, kelihatannya Alfred Edersheim menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘bahasa Ibrani’ pada saat itu adalah ‘bahasa Aram’. Ini sama seperti pandangan Herlianto.





c. Dan seandainya Yesus membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani, bukan hal yang aneh kalau Ia tetap mengikuti tradisi saat itu dengan membaca YHWH sebagai ADONAY (= Tuhan)! Tetapi bagaimana dengan ungkapan ADONAY YAHWEH yang ada pada awal Yes 61:1? Apakah lalu menjadi ‘ADONAY ADONAY’ (= Tuhan Tuhan)? Kristian Sugiyarto kelihatannya menganggap ini sebagai sesuatu yang aneh. Dalam acara debat terbuka tgl 14 Juni 2008, ia menunjukkan, entah dari mana, kata Yunani ‘KURIE KURIE’ (= Tuhan Tuhan), yang jelas ia anggap sebagai suatu keanehan. Dan saya jawab pertanyaannya dengan pertanyaan ini: Apakah kata-kata ‘KURIE KURIE’ (= Tuhan Tuhan) ini ‘lebih aneh’ dari ungkapan ‘Yah Yahweh’, yang terdapat misalnya dalam Yes 12:2?





Yes 12:2 - “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku.’”.


KJV: ‘The LORD JEHOVAH’.


NKJV: ‘YAH, the LORD’.





d. Seandainya Yesus memang membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani, dan seandainya Ia memang membaca nama ‘Yahweh’ itu, pada saat Lukas mencatat peristiwa ini, dibawah pengilhaman Roh Kudus, ia mengubah kata-kata ‘Yahweh’ itu menjadi KURIOS (= Tuhan)! Jadi, para penganut Yahweh-isme itu tidak bisa mempertahankan pandangan mereka dengan menggunakan ayat ini.





Saya ingin menanyakan pertanyaan ini kepada kelompok Yahweh-isme: Pada waktu mereka melakukan exposisi terhadap suatu ayat dalam Kitab Suci, apakah mereka melakukannya berdasarkan text asli yang tertulis, atau berdasarkan apa yang diucapkan dalam faktanya? Jadi, kalau Yesus bicara bahasa Aram, dan lalu dicatat dalam Kitab Suci dengan menggunakan bahasa Yunani, yang mana yang mereka pakai sebagai dasar dalam melakukan exposisi terhadap ayat itu? Text Yunani, yang ada sampai sekarang? Atau bahasa Aramnya yang tidak pernah bisa diketahui dan hanya bisa ditebak-tebak?





Kalau mereka tetap berkeras dengan mengatakan bahwa mereka menggunakan bahasa Aramnya, saya ingin bertanya lagi: bagaimana kalau mereka membahas text dari kitab Kejadian tentang Adam dan Hawa? Kita bahkan tak tahu mereka berbicara dalam bahasa apa. Tetapi cerita tentang pembicaraan mereka dituliskan oleh Musa dalam bahasa Ibrani. Jadi, dalam melakukan exposisi tentang ayat-ayat seperti itu, kita mau menggunakan yang mana? Text tertulis, yang ada dalam bahasa Ibrani, atau bahasa pembicaraan mereka, yang tidak kita ketahui bahasa apa? Hanya orang yang tidak waras yang memilih yang kedua! Tetapi kalau demikian, konsekwensinya adalah: dalam pembahasan ayat-ayat yang memuat perkataan Yesus, kita juga harus membahas text tertulisnya, yang ada dalam bahasa Yunani, bukan kata-kata yang Yesus ucapkan, entah bahasa Aram atau Ibrani!





Jadi, saya tidak peduli pada waktu Yesus membaca Luk 4:18-20 itu Ia menyebut nama ‘Yahweh’ atau tidak. Yang jelas, pada waktu Lukas mencatatnya, tidak ada nama ‘Yahweh’, dan ada perubahan dari ‘Yahweh’ menjadi KURIOS! Dan ini yang harus kita jadikan dasar ajaran! Dan saya memang menggunakan ini sebagai dasar untuk mengajar bahwa kita tidak harus menggunakan nama Yahweh, tetapi boleh mengubahnya menjadi KURIOS (= Tuhan).





g) Claim dari kelompok Yahweh-isme bahwa mereka tahu secara pasti pengucapan yang benar dari nama YHWH.





1. Yakub Sulistyo mengartikan GRAMMATON menjadi 2 kata yang terpisah. GRAMMA artinya ‘huruf’; sedangkan TON artinya ‘bunyi’. Karena itu ia berpendapat bahwa TETRA GRAMMATON pasti bisa dibunyikan / dibaca.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Seandainya Yakub Sulistyo benar, maka istilah TETRAGRAMMATON artinya menjadi aneh sekali, yaitu ‘empat huruf bunyi’. Bagaimana mungkin bisa ada istilah seperti itu?


Dimana-mana penafsir / ahli theologia / encyclopedia / dictionary / commentary, dsb, selalu mengartikan kata-kata TETRAGRAMMATON sebagai ‘empat huruf’. Tidak pernah saya menjumpai ada orang, kecuali Yakub Sulistyo, yang mengartikannya sebagai ‘empat huruf bunyi’.





b. Seandainya Yakub Sulistyo benar, maka tetap saja TETRAGRAMMATON itu menunjuk pada huruf-huruf YHWH (huruf matinya), bukan bunyi huruf hidupnya! Bunyi huruf hidupnya tetap tidak diketahui! Dan tanpa bunyi huruf hidup, maka huruf matinya tak mungkin bisa dibunyikan. Jadi, omongan Yakub Sulistyo ini betul-betul omong kosong besar!





c. Orang ini sok tahu bahasa Yunani, tetapi ngawur secara total.


Dia mengatakan bahwa kata TON artinya ‘bunyi’? Dia mendapatkan itu dari mana? Saya menggunakan konkordansi untuk mencari semua kata ‘bunyi’ dalam Perjanjian Baru, dan lalu saya periksa bahasa Yunaninya, dan saya tidak menemukan satupun yang berasal dari kata TON! Saya juga periksa kamus Yunani, dan saya juga tidak menemukan kata TON.





W. E. Vine: “SOUND (NOUN AND VERB) A. Nouns. 1. PHONE, most frequently ‘a voice,’ is translated ‘sound’ in ... 2. ECHOS, ‘a noise, a sound of any sort’ (Eng., ‘echo’), ... 3. PHTHONGOS, akin to PHTHENGOMAI, ‘to utter a voice,’ ... B. Verbs. 1. ECHEO ... 2. EXECHEO ... 3. SALPIZO ... 4. BOLIZO ” [= BUNYI (KATA BENDA DAN KATA KERJA) A. Kata-kata benda. 1. PHONE, paling sering ‘suatu suara’, diterjemahkan ‘bunyi’ dalam ... 2. EKHOS, ‘suatu keributan, bunyi dari jenis apapun’ (Inggris: ‘echo’ / gema), ... 3. PHTHONGOS, berhubungan dekat dengan PHTHENGOMAI, ‘mengeluarkan suara’, ... B. Kata-kata kerja . 1. ECHEO ... 2. EXECHEO ... 3. SALPIZO ... 4. BOLIZO] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1068.





d. Arti yang benar dari TETRAGRAMMATON.


Istilah NOMEN TETRAGRAMMATON berarti ‘name of four letters’ (= nama dari empat huruf). Adanya kata TETRA yang artinya ‘empat’ tidak memungkinkan kata benda yang mengikutinya berada dalam bentuk tunggal. Harus dalam bentuk jamak! Sedangkan kata GRAMMA adalah kata benda bentuk tunggal! Kata GRAMMATON adalah satu kata yang merupakan kata bentuk jamak dari kata benda GRAMMA (Genitive case)!





2. Ada yang mengatakan bahwa pengucapan YAHWEH bisa diketahui dengan belajar bahasa Ibrani.





Yakub Sulistyo, salah seorang dari kelompok Yahweh-isme, mengatakan bahwa ia bisa memastikan bahwa pengucapan yang benar adalah YAHWEH. Dan ia bisa tahu secara pasti dari belajar bahasa Ibrani. Ini kata-katanya.





Yakub Sulistyo:


“Mengenai huruf YHWH, memang semua kata Ibrani itu terdiri dari huruf mati semua pak!. Bagi saya hal itu tidak perlu dipusingkan karena huruf mati itu bukan berarti tidak bisa berbunyi dan bunyinya beda-beda. Coba bapak mempelajari bahasa Ibrani dengan lebih intensif, ada banyak CD dijual via internet oleh sekolah-sekolah theologia di Israel”.


“Huruf Yod He waw He dibaca Yahweh (huruf H dibelakang tidak kedengaran) jadi kalau ditulis bunyinya akan tertulisnya YAHWE, tentu saya tahu dari belajar bahasa Ibrani donk pak!. Coba deh bapak belajar secara serius, bukan dari orang-orang yang antisemit melainkan dari sudut ilmiah! Ada banyak CD2 pelajaran Ibrani di internet”.


“Saya tidak menebak huruf hidupnya, tetapi memang bunyinya demikian, justru bapaklah yang menebak sehingga bisa menulis ‘Seandainya yang benar adalah YUHWIH’, tolong bapak belajar bahasa Ibrani lebih serius lagi pak, sehingga bapak tidak akan mengatakan demikian!”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Adalah omong kosong bahwa dengan belajar bahasa Ibrani kita bisa tahu pengucapan yang pasti dari nama Yahweh.


Menurut saya, Yakub Sulistyo ini adalah seorang pendusta / penipu yang sok tahu, karena saya yakin secara mutlak bahwa tidak mungkin dengan belajar bahasa Ibrani, ada orang yang bisa tahu dengan pasti bagaimana mengucapkan YHWH itu. Saya memang bukan ahli bahasa Ibrani, tetapi saya belajar bahasa Ibrani secara cukup, untuk tahu bahwa tidak ada jalan untuk bisa tahu dengan pasti pengucapan dari YHWH!


Perlu juga diingat bahwa orang-orang yang saya kutip di atas (Bavinck, Hoeksema) adalah ahli-ahli theologia, yang pasti mengerti bahasa Ibrani, tetapi mereka tetap mengatakan tidak tahu dengan pasti bagaimana mengucapkan YHWH.





b. Ketidak-konsistenan penafsiran Yakub Sulistyo.


Perhatikan kata-kata Yakub Sulistyo di atas pada bagian yang saya kutip ulang di sini ini: “Huruf Yod He waw He dibaca Yahweh (huruf H dibelakang tidak kedengaran)”. Bukankah di atas ia sendiri mengatakan bahwa GRAMMA artinya ‘huruf’ dan TON artinya ‘bunyi’? Lalu mengapa huruf H (He) yang terakhir dalam pembacaan tak kedengaran bunyinya? Bukankah dengan demikian ia menabrak kata-katanya sendiri?





3. Pengucapan YAHWEH bisa didapat dari beberapa tulisan dari bapak-bapak gereja.





The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’): “The pronunciation Yahweh is indicated by transliteration of the name into Greek in early Christian literature, in the form IAOUE (Clement of Alexandria) or IABE (Theodoret; by this time Gk. b had the pronunciation of v).” [= Pengucapan Yahweh ditunjukkan oleh pentransliterasian dari nama itu ke dalam bahasa Yunani dalam literatur Kristen yang mula-mula, dalam bentuk IAOUE (Clement dari Alexandria) atau IABE (Theodoret; pada saat ini b dalam Yunani diucapkan sebagai v)] - hal 478.





The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “the early Greek transliteration of the name by Clement of Alexandria and Theodoret, ... have led scholars to the view that ‘Yahweh’ is probably the closest equivalent to the original pronunciation” (= transliterasi Yunani yang mula-mula dari nama itu oleh Clement dari Alexandria dan Theodoret, ... telah membimbing para ahli kepada pandangan bahwa ‘YAHWEH’ mungkin adalah kata yang paling dekat dengan pengucapan yang orisinil / asli) - hal 507.





Encyclopedia Britannica 2007: “Although Christian scholars after the Renaissance and Reformation periods used the term Jehovah for YHWH, in the 19th and 20th centuries biblical scholars again began to use the form Yahweh. Early Christian writers, such as Clement of Alexandria in the second century, had used a form like Yahweh, and this pronunciation of the tetragrammaton was never really lost. Other Greek transcriptions also indicated that YHWH should be pronounced Yahweh” [= Sekalipun ahli-ahli bahasa Kristen setelah jaman Renaissance dan Reformasi menggunakan istilah Yehovah untuk YHWH, dalam abad ke 19 dan 20 ahli-ahli alkitab mulai menggunakan lagi bentuk YAHWEH. Penulis-penulis Kristen mula-mula, seperti Clement dari Alexandria pada abad ke 2, telah menggunakan suatu bentuk seperti YAHWEH, dan pengucapan / pelafalan dari tetragrammaton ini tidak pernah sungguh-sungguh hilang. Transkrip / tulisan-tulisan Yunani yang lain juga menunjukkan bahwa YHWH seharusnya diucapkan / dilafalkan YAHWEH].





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Saya sangat meragukan bagian yang saya garis-bawahi dari kutipan dari Encyclopedia Britannica di atas.


Alasannya: hilangnya pengucapan YHWH itu dimulai abad 3-6 SM, sedangkan Clement hidup pada abad 2 M, yaitu 5-8 abad setelah hilangnya pengucapan nama YHWH itu. Jadi, bagaimana dia tahu pengucapan yang benar? Yesus dan rasul-rasul saja, tidak sekalipun pernah mengucapkan nama tersebut.





b. Argumentasi ini tidak mungkin bisa digunakan oleh kelompok Yahwehisme ini. Mengapa? Karena mereka sendiri berulangkali mengclaim bahwa nama YAHWEH tidak bisa ditransliterasikan ke dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani tidak mempunyai huruf Y, H, dan W. Kalau sekarang mereka ternyata menggunakan argumentasi ini (pentranliterasian yang dilakukan oleh Clement dan Theodoret), maka mereka sendiri menentang claim tersebut.


Tetapi kalau mereka tidak menggunakan pentransliterasian dari Clement dan Theodoret, lalu dari mana mereka tahu pengucapan yang benar dari nama YHWH itu?





Hal ini saya tanyakan dalam debat terbuka di GKRI GOLGOTA tanggal 14 Juni 2008 yang lalu, dan hebatnya Teguh Hindarto menjawab dengan nada seolah-olah menyalahkan saya: ‘Pertanyaan anda memojokkan kami!’. Bukan main lucunya! Saya jawab: ‘Ini memang debat, pak!’.





Saya pikir-pikir ini seperti pemain catur, yang kena skak-mat, lalu menyalahkan lawannya dengan berkata ‘Anda men-skak mat saya!’





Di sini saya ingin menambahkan suatu text Kitab Suci yang seharusnya saya katakan dalam perdebatan itu, yaitu Mat 22:41-46 - “(41) Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kataNya: (42) ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Anak Daud.’ (43) KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. (45) Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’ (46) Tidak ada seorangpun yang dapat menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepadaNya”.





Pertanyaan saya kepada Teguh Hindarto: Apakah anda berani menyalahkan Yesus dalam serangannya kepada orang-orang Farisi dalam text di atas ini? Apakah Dia bersalah dengan memojokkan orang-orang Farisi itu? Saya ingin katakan ini kepada Teguh Hindarto: Orang-orang Farisi yang brengsek itu lebih ‘fair’ dari anda. Mereka sekedar diam, karena mereka tahu memang kalah debat dan tidak bisa menjawab serangan Yesus! Kalau anda mau bersikap ‘fair’, anda seharusnya juga bersikap seperti mereka. Lebih bagus lagi, anda bertobat dari kepercayaan anda yang tidak berdasar itu!





4. Pengucapan nama YHWH tidak hilang, karena sekalipun orang-orang Yahudi / bangsa Israel berhenti mengucapkan nama itu, tetapi imam besar tetap mengucapkannya sekali setahun di Ruang Maha Suci.


Catatan: saya belum pernah mendengar ada orang dari kalangan Yahweh-isme yang menggunakan argumentasi ini, tetapi karena saya anggap ini memungkinkan, maka saya membahasnya.





Easton’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “This name, the Tetragrammaton of the Greeks, was held by the later Jews to be so sacred that it was never pronounced except by the high priest on the great Day of Atonement, when he entered into the most holy place” (= Nama ini, Tetragrammaton dari orang-orang Yunani, dianggap terlalu keramat / kudus oleh orang-orang Yahudi belakangan sehingga nama itu tidak pernah diucapkan kecuali oleh imam besar pada hari besar Penebusan, pada waktu ia masuk ke dalam Ruang Maha Suci).





Encyclopedia Wikipedia: “on the Day of Atonement the High Priest uttered the name ten times in his prayers and benediction” (= pada hari Penebusan Imam Besar mengucapkan nama itu 10 x dalam doa-doanya dan pemberian berkat).





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Ada perbedaan pendapat yang menunjukkan ketidak-pastian atau keraguan berkenaan dengan hal ini.





Fausset’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “Maimonides restricts its use to the priests’ blessings and to the sanctuary; others to the high priest on the day of atonement, when entering the holy of holies” (= Maimonides membatasi penggunaannya pada berkat-berkat imam-imam dan pada Ruang Suci / Ruang Maha Suci; orang-orang yang lain membatasinya pada imam besar pada hari penebusan, pada saat memasuki Ruang Maha Suci).


Catatan: ‘Maimonides’ adalah seorang ahli filsafat Yahudi pada abad ke 12.





Smith’s Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “According to Jewish tradition, it was pronounced but once a year, by the high priest on the day of atonement when he entered the holy of holies; but on this point there is some doubt” (= Menurut tradisi Yahudi, nama itu diucapkan hanya sekali setahun, oleh imam besar pada hari penebusan pada waktu ia memasuki Ruang Maha Suci; tetapi dalam hal ini ada keraguan).





b. Hanya mula-mula ada pengucapan oleh imam besar seperti itu, tetapi akhirnya imam besar juga berhenti mempraktekkan hal itu.





Pulpit Commentary (tentang Im 24:11): “It is said that the high priest continued to utter the very name Yahveh on the Day of Atonement long after it had ceased to be used in the reading of the Scriptures, and that when he did so, those who heard it prostrated themselves, saying, ‘Blessed be the Name!’ After a time, however, he ceased to pronounce it aloud on that day also, lest it should be learnt and used for magical purposes” (= Dikatakan bahwa imam besar melanjutkan pengucapan nama Yahweh pada hari Penebusan lama setelah nama itu telah berhenti digunakan dalam pembacaan Kitab Suci, dan bahwa pada saat ia mengucapkan nama itu, mereka yang mendengarnya meniarapkan diri mereka sendiri sambil berkata, ‘Diberkatilah / terpujilah Nama itu!’ Tetapi, setelah suatu jangka waktu, ia juga berhenti mengucapkannya dengan keras, supaya jangan itu dipelajari dan digunakan untuk tujuan-tujuan yang bersifat magic) - hal 383.





5. Pengucapan nama Yahweh tidak hilang karena dipertahankan oleh orang-orang Samaria.


Catatan: lagi-lagi argumentasi ini tidak saya dapatkan dari kelompok Yahweh-isme tetapi karena saya anggap memungkinkan, maka saya bahas di sini.





Encyclopedia Wikipedia: “Samaritan priests have preserved a liturgical pronunciation ‘Yahwe’ or ‘Yahwa’ to the present day” (= Imam-imam Samaria telah memelihara / menjaga pengucapan liturgi ‘Yahwe’ atau ‘Yahwa’ sampai jaman sekarang).





Tanggapan Pdt. Budi Asali:


Di sini tetap ada ketidak-pastian karena pengucapannya bisa ‘Yahwe’ atau ‘Yahwa’. Bagaimana mungkin mereka dikatakan memelihara / menjaga pengucapan nama Yahweh itu tetapi tetap bisa ada 2 kemungkinan?





Semua claim dari kelompok Yahweh-isme bahwa mereka tahu pengucapan yang benar dan pasti dari nama Yahweh, apapun dasarnya, adalah omong kosong yang bertentangan dengan kenyataan, bahwa dalam kalangan Yahweh-isme sendiri nama itu diucapkan dengan variasi yang luar biasa banyaknya.





Seorang penulis internet mengatakan bahwa inilah variasi dari pengucapan nama itu dalam kelompok Yahweh-isme itu sendiri.


“YHVH YHWH Yahweh Yahveh Yaveh Yaweh Jehova Jehovah Jahova Jahovah Yahova Yahovah Yahowah Jahowa Jahowah Yahavah Jahavah Yahowe Yahoweh Jahaveh Jahaweh Yahaveh Yahaweh Jahuweh Yahuweh Jahuwah Yahuwah Yahuah Yah Jah Yahu Yahoo Yaohu Jahu Yahvah Jahvah Jahve Jahveh Yahve Yahwe Yauhu Yawhu Iahu Iahou Iahoo Iahueh”.





h) Serangan saya dalam persoalan ini.


Sekarang serangan saya adalah sebagai berikut: Kalau Tuhan memang mengharuskan kita menggunakan / menyebut namaNya, mengapa gerangan Ia mengatur dalam sepanjang sejarah, sehingga namaNya hilang pengucapannya, dan jaman sekarang ini tak ada yang tahu bagaimana seharusnya mengucapkan nama YHWH itu?





Bambang Noorsena: “Dan yang lebih penting lagi, secara teologis patut dipertanyakan: Kalau memang benar, ‘nama ilahi’ itu, -- sesuai dengan tafsiran harfiah para pemujanya, -- benar-benar dikehendaki Sang Pencipta, mengapa TUHAN membiarkan ‘nama’-Nya hilang dari sejarah, dan muncul kembali hanya dalam bacaan kira-kira? Selanjutnya, kaitan pemeliharaan ‘nama itu’ dalam Perjanjian Baru, patut pula dipertanyakan. Menanggapi asumsi mereka bahwa teks asli Perjanjian Baru berbahasa Ibrani telah hilang, mengapa Sang Pencipta tidak menjaga ‘Kitab Suci’-Nya sendiri, dan membiarkan tangan-tangan nakal manusia menggerayangi teks-teks suci yang memuat ‘nama’ itu, yang semestinya dijaga sampai akhir zaman? Sebab sampai sekarang, ‘teks asli Ibrani Perjanjian Baru’ itu memang tidak pernah ada, kecuali hanya dalam pikiran orang-orang yang sedang mengigau di tidur siang mereka”.





Ada dari kelompok Yahweh-isme yang menganggap bahwa tidak jadi soal kalau bunyi huruf hidupnya salah, asal huruf matinya tetap dipertahankan. Atau bahkan, tidak jadi soal kalau tidak persis dengan pengucapan yang sebenarnya, asal bunyinya mirip.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:


Menurut saya ini menggelikan. Kalau nama seseorang diubah huruf hidupnya bisa muncul yang aneh-aneh, seperti BUDI bisa menjadi BODO, BAMBANG menjadi BAMBUNG, DORA menjadi DURI, BATAK menjadi BOTAK, SIDIK menjadi SADUK, LIMAN menjadi LIMUN, EDI menjadi IDU, TEGUH menjadi TAGIH, ISA menjadi ASU, dan sebagainya.


Dan kalau asal bunyinya mirip, bagaimana kalau nama BUDI diganti menjadi BUDDHA?





2) LXX / Septuaginta maupun Perjanjian Baru, mengubah Yahweh menjadi KURIOS (= Lord / Tuhan) atau THEOS (= God / Allah).





a) LXX / Septuaginta.





1. Penterjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani menjadi bahasa Yunani.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “One of the most important translation is the Greek version of the Old Testament, the Septuagint. ... Another early document, The Letter of Aristeas, suggests that the Septuagint was compiled for Jews living in Egypt during the reign of Pharaoh Ptolemy Philadelphus (285-246 BC)” [= Salah satu dari terjemahan yang terpenting adalah versi bahasa Yunani dari Perjanjian Lama, Septuaginta. ... Dokumen awal lainnya, Surat dari Aristeas, menunjukkan bahwa Septuaginta disusun bagi orang-orang Yahudi yang hidup di Mesir sepanjang pemerintahan Firaun Ptolemy Philadelphus (285-246 SM)] - hal 66.





2. LXX / Septuaginta menjadi Alkitab (satu-satunya Alkitab / the Bible) bagi orang-orang kristen abad-abad awal.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Greek speaking Jews and many Christians used the Septuagint in the first Christian centuries. ... Greek was the main language of the Roman Empire, and several other Greek versions of the Old Testament were in use during the first Christian centuries” (= Orang-orang Yahudi yang berbicara dalam bahasa Yunani dan banyak orang-orang kristen menggunakan Septuaginta pada abad-abad awal Kristen. ... Bahasa Yunani adalah bahasa utama dari kekaisaran Romawi, dan beberapa versi bahasa Yunani lainnya dari Perjanjian Lama digunakan dalam abad-abad Kristen awal) - hal 66.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “For many Christians in the first century ‘the Bible’ was the Greek translation of the Old Testament (the Septuagint) which was begun in the third century BC” [= Bagi banyak orang Kristen pada abad pertama ‘Alkitab’ / ‘satu-satunya Alkitab’ adalah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta) yang dimulai pada abad ke 3 SM] - hal 69.





3. Pentingnya LXX / Septuaginta.





Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Bible versions and translations’): “The Septuagint was based on a Hebrew text much older than most surviving Hebrew manuscripts of the Old Testament. Occasionally, this Greek Old Testament helps scholars to reconstruct the wording of a passage where it has been lost or miscopied by scribes as the text was passed down across the centuries. An early instance of this occurs in Genesis 4:8, where Cain’s words to Abel, ‘Let us go out to the field,’ are reproduced from the Septuagint in the RSV and other modern versions. These words had been lost from the standard Hebrew text, but they were necessary to complete the sense of the English translation” (= Septuaginta didasarkan pada text Ibrani yang jauh lebih tua dari manuscripts Ibrani Perjanjian Lama yang masih ada. Kadang-kadang, Perjanjian Lama bahasa Yunani ini menolong para ahli Kristen untuk merekonstruksi penyusunan kata-kata dari suatu text dimana itu telah hilang atau disalin secara salah oleh ahli-ahli Taurat ketika text itu berjalan melewati abad-abad. Suatu contoh awal tentang hal ini terjadi dalam Kej 4:8, dimana kata-kata Kain kepada Habel ‘Marilah kita pergi ke padang’ direproduksi dari Septuaginta dalam RSV dan versi-versi modern lainnya. Kata-kata ini telah hilang dari text Ibrani standard, tetapi kata-kata ini perlu untuk melengkapi arti dari terjemahan bahasa Inggris).


Catatan: tentang Kej 4:8 akan saya bahas di belakang.





The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘Septuagint’): “The Greek version of the Old Testament commonly known as the Septuagint holds a unique place among translations. Its importance is manysided. Its chief value lies in the fact that it is a version of a Hebrew text earlier by about a millennium than the earliest dated Hebrew manuscript extant (916 AD), ... The main value of the Septuagint is its witness to an older Hebrew text than our own” [= Versi Yunani dari Perjanjian Lama yang lazim disebut Septuaginta memegang suatu tempat yang unik di antara terjemahan-terjemahan. Pentingnya terjemahan ini bersegi banyak. Nilainya yang terutama terletak dalam fakta bahwa itu adalah suatu versi dari suatu text bahasa Ibrani yang lebih awal / tua kira-kira sekitar 1000 tahun dari pada manuscript Ibrani yang paling kuno yang masih ada (916 M.), ... Nilai utama dari Septuaginta adalah kesaksiannya pada suatu text Ibrani yang lebih tua dari yang kita miliki].





4. Bahaya / kesukaran dalam penggunaan LXX / Septuaginta ini.





The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘Septuagint’): “But before we can reconstruct this Hebrew text we need to have a pure Greek text before us, and this we are at present far from possessing. The Greek text has had a long and complex history of its own. Used for centuries by both Jews and Christians it underwent corruption and interpolation, and, notwithstanding the multitude of materials for its restoration, the original text has yet to be recovered. We are much more certain of the ipsissima verba of the New Testament writers than of the original Alexandrian version of the Old Testament. This does not apply to all portions alike. The Greek Pentateuch, e.g., has survived in a relatively pure form. But everywhere we have to be on our guard against interpolations, sometimes extending to whole paragraphs. Not a verse is without its array of variant readings” [= Tetapi sebelum kita bisa merekonstruksi text Ibrani ini kita perlu mempunyai text Yunani yang murni di hadapan kita, dan pada saat ini kita tidak mempunyainya. Text Yunani itu mempunyai sejarah yang panjang dan komplex dari dirinya sendiri. Digunakan selama berabad-abad oleh baik orang-orang Yahudi dan orang-orang kristen text Yunani itu mengalami kerusakan dan penambahan, dan sekalipun ada banyak bahan untuk pemulihannya, tetapi text orisinilnya masih harus ditemukan. Kita jauh lebih pasti tentang kata-kata yang persis dari penulis-penulis Perjanjian Baru dari pada versi Alexandrian orisinil dari Perjanjian Lama. Ini tidak berlaku untuk semua bagian secara sama. Versi Yunani dari Pentateuch (lima kitab Musa), misalnya, masih ada dalam bentuk yang relatif murni. Tetapi dimana-mana kita harus berjaga-jaga terhadap penambahan-penambahan, kadang-kadang memperpanjang sampai seluruh paragraf. Tak ada satu ayatpun yang tidak dihiasi dengan pembacaan yang berbeda].





5. LXX / Septuaginta menterjemahkan / mengubah ‘Yahweh’ menjadi ‘KURIOS’ (= Lord / Tuhan).





Walter Martin: “the roll of papyrus (LXX) which contains the latter part of Deuteronomy and the divine name only proves that one copy did have the divine name (YHWH), whereas all other existing copies use KYRIOS and THEOS, which the Witnesses claim are ‘substitutes.’ ... the Septuagint with minor exeptions always uses KYRIOS and THEOS in place of the tetragrammaton” [= gulungan papirus (LXX) yang mempunyai bagian terakhir dari kitab Ulangan dan nama ilahi itu hanya membuktikan bahwa satu copy / naskah memang mempunyai nama ilahi (YHWH), sedangkan semua naskah lain yang ada menggunakan KURIOS dan THEOS, yang oleh Saksi-Saksi Yehuwa diclaim sebagai ‘pengganti-pengganti’. ... Septuaginta dengan perkecualian yang sangat sedikit selalu menggunakan KURIOS dan THEOS di tempat dari tetragrammaton] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.





Herman Hoeksema: “From this practice must undoubtedly also be explained the fact that the Septuagint uniformly translates hvhy by Kurios” [= Dari praktek ini secara tidak diragukan harus juga dijelaskan fakta bahwa Septuaginta secara seragam menterjemahkan hvhy (YHWH) dengan Kurios (KURIOS)] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.





William Barclay (tentang Mark 12:35-37a): “This word ‘Lord’ (the Greek KURIOS) is the regular translation of Jahweh (Jehovah) in the Greek version of the Hebrew scriptures” [= Kata ‘Tuhan’ ini (Yunani KURIOS) merupakan terjemahan biasa / umum dari YAHWEH (Yehovah) dalam versi Yunani dari Kitab Suci Ibrani] - hal 298.





William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “The word for Lord is KURIOS. ... In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS. ... Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / umum dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah] - hal 139.





William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” (= Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / tetap dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah) - hal 139.





William Barclay (tentang 1Kor 12:1-3): “The word for Lord was KURIOS ... It was the word by which the sacred name Jehovah was rendered in the Greek translation of the Old Testament scriptures” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS ... Itu merupakan kata dengan mana nama yang keramat Yehovah diterjemahkan dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Perjanjian Lama] - hal 107.





W. E. Vine: “KURIOS is the Sept. and N.T. representative of Heb. Jehovah (‘LORD’ in Eng. versions), see Matt. 4:7; Jas. 5:11” [= Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, KURIOS adalah wakil dari kata Ibrani Yehovah (LORD / TUHAN dalam versi-versi Inggris), lihat Mat 4:7; Yak 5:11] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 688.





The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “Greek kyrios is usually translated ‘Lord’ in the English versions and is the equivalent of Heb. YHWH in the LXX (e.g., Isa. 40:3; HR, II, 800-839)” [= Kata bahasa Yunani KURIOS biasanya diterjemahkan ‘Lord / Tuhan’ dalam versi-versi Inggris dan merupakan kata yang sama artinya dengan kata bahasa Ibrani YHWH dalam LXX (contoh: Yes 40:3; HR, II, 800-839)] - hal 508.





6. Yesus dan rasul-rasul, yang menggunakan LXX / Septuaginta, tidak pernah mengkritik perubahan Yahweh menjadi KURIOS ini, dan dengan demikian dianggap merestuinya.





Dalam debat terbuka dengan kelompok Yahweh-isme, tentang hal ini Kristian Sugiyarto lalu menyerang dengan pertanyaan: ‘Ya, Yesus menggunakan Septuaginta, tetapi Septuaginta yang mana?’. Jadi, mungkin sekali maksudnya adalah bahwa Septuaginta yang digunakan oleh Yesus menggunakan YHWH, sedangkan yang kita miliki sekarang, tidak mempunyai YHWH tetapi digantikan oleh KURIOS.


Tetapi kalau dilihat dari kutipan-kutipan yang saya berikan di atas, jelas bahwa MAYORITAS dari Septuaginta mengubah YHWH menjadi KURIOS! Jadi, kemungkinan sangat besar Yesus juga menggunakan Septuaginta yang seperti itu. Dan seandainya ini masih dianggap kurang kuat, karena hanya merupakan ‘kemungkinan’, maka mari kita sekarang melihat Perjanjian Baru.





b) Perjanjian Baru.





1. Dalam seluruh Perjanjian Baru, tidak ada nama YAHWEH / YHWH.


Di depan sudah dijelaskan dengan contoh-contoh dimana Perjanjian Baru, pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggandung nama Yahweh, pada umumnya mengubahnya menjadi KURIOS (= Lord / Tuhan), atau menjadi THEOS (= God / Allah). Tidak sekalipun Perjanjian Baru mempertahankan Tetragrammaton YHWH ini!





John Calvin: “we know from the common custom of the Greeks that the apostles usually substitute the name kurioj (Lord) for Jehovah” [= kita / kami tahu dari kebiasaan umum dari orang-orang Yunani bahwa rasul-rasul biasanya menggantikan nama kurioj (Tuhan) untuk Yehovah] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 20.


Catatan: hati-hati dengan kata ‘usually’ (= biasanya) yang saya garis-bawahi itu. Itu tidak berarti ada yang lalu dituliskan YAHWEH. Maksudnya, biasanya kata YAHWEH digantikan dengan KURIOS (= Tuhan), tetapi kadang-kadang dengan kata Yunani THEOS (= Allah).





Herman Bavinck: “In the N. T. the name Jehovah is explicated a few times by ‘the Alpha and the Omega,’ ‘who is and who was and who is to come,’ ‘the first and the last,’ ‘the beginning and the end,’ Rev. 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. For the rest the LXX is followed, which substituted Adonai for it, which has been rendered ‘Lord’ (Kyrios) in the New Testament, derived from Kyros strength” [= Dalam PB nama Yehovah dijelaskan beberapa kali oleh ‘Alfa dan Omega’, ‘yang ada dan yang sudah ada yang akan datang’, ‘Yang Pertama dan Yang Terakhir / Terkemudian’, ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, Wah 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. Untuk sisanya LXX / Septuaginta diikuti, yang menggantikan Adonai untuknya, yang telah diterjemahkan ‘Lord’ (KURIOS) dalam Perjanjian Baru, diturunkan dari kata KUROS, yang artinya ‘kekuatan’] - ‘The Doctrine of God’, hal 109.





W. E. Vine: “KURIOS is the Sept. and N.T. representative of Heb. Jehovah (‘LORD’ in Eng. versions), see Matt. 4:7; Jas. 5:11” [= Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, KURIOS adalah wakil dari kata Ibrani Yehovah (LORD / TUHAN dalam versi-versi Inggris), lihat Mat 4:7; Yak 5:11] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 688.





Walter Martin: “It can be shown from literally thousands of copies of the Greek New Testament that not once does the tetragrammaton appear, not even in Matthew, possibly written in Hebrew or Aramaic originally, and therefore more prone than all the rest to have traces of the divine name in it, yet it does not! ... the New Testament never uses it at all” [= Bisa ditunjukkan dari ribuan naskah dari Perjanjian Baru berbahasa Yunani bahwa TIDAK SEKALIPUN tetragrammaton (= 4 huruf / YHWH) muncul, bahkan tidak dalam Matius, yang naskah aslinya mungkin ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram, dan karena itu lebih condong daripada semua sisanya untuk mempunyai jejak dari nama ilahi di dalamnya, tetapi ternyata tidak ada! ... Perjanjian Baru tidak pernah menggunakannya sama sekali] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.


Catatan: bahwa Injil Matius bahasa aslinya adalah Ibrani atau Aram sangat diperdebatkan. Saya sama sekali tidak yakin bahwa Injil Matius ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani atau Aram. Menurut saya, bahasa aslinya adalah bahasa Yunani, sama dengan seluruh Perjanjian Baru.





Ini merupakan otoritas yang lebih kuat lagi dari Septuaginta, untuk tidak mempertahankan nama Yahweh, dan juga untuk mengubahnya menjadi TUHAN / ALLAH.





Fakta bahwa Perjanjian Baru tidak pernah satu kalipun menggunakan nama ‘Yahweh’, dan pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama ‘Yahweh’, selalu mengubahnya menjadi KURIOS atau THEOS, merupakan bukti mutlak yang sangat kuat, tidak tergoyahkan dan tidak terbantah, bahwa kita memang tidak harus menggunakan nama ‘Yahweh’ itu!


Hal ini juga membuktikan bahwa pengubahan dari ‘Yahweh’ menjadi ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’ merupakan sesuatu yang secara mutlak bisa dibenarkan! Ada otoritas ilahi, dari Perjanjian Baru, untuk melakukan hal ini. Karena itu, Kitab Suci Inggris maupun Indonesia bisa dibenarkan, dengan otoritas ilahi, dalam perubahan YHWH menjadi TUHAN / LORD / ALLAH / GOD.





2. Perjanjian Baru yang mempunyai YHWH / YAHWEH, sebenarnya adalah Perjanjian Baru yang dipalsukan! Ini dari dulu ada dalam kalangan Saksi-Saksi Yehuwa, dan sekarang makin banyak dalam kelompok Yahweh-isme.





Walter Martin: “Relative to the nineteen ‘sources’ the Watchtower uses (pp. 30-33) for restoring the tetragrammaton to the New Testament, it should be noted that they are all translations from Greek (which uses KYRIOS and THEOS, not the tetragrammaton) back into Hebrew, the earliest of which is A.D. 1385, and therefore they are of no value as evidence” [= Berhubungan dengan 19 ‘sumber’ yang digunakan Menara Pengawal (hal 30-33) untuk mengembalikan tetragrammaton kepada Perjanjian Baru, harus diperhatikan bahwa semua itu adalah terjemahan dari bahasa Yunani (yang menggunakan KURIOS dan THEOS, bukan tetragrammaton) kembali ke dalam bahasa Ibrani, dan yang paling awal adalah pada tahun 1385 M., dan karena itu semua itu tidak mempunyai nilai sebagai bukti] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.


Catatan: jadi, kalau Yakub Sulistyo, Kristian Sugiyarto ataupun Teguh Hindarto, dan kelompok Yahweh-isme yang lain, mengaku mempunyai Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani, itu juga pasti sama seperti ini. Itu bukan asli dalam bahasa Ibrani, tetapi diterjemahkan dari bahasa asli Yunani, dan dalam penterjemahan itu nama YHWH lalu dikembalikan. Tetapi itupun tidak dilakukan oleh semua versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Juga perhatikan bahwa Walter Martin mengatakan bahwa terjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Ibrani yang paling awal adalah pada tahun 1385 M.!





Jadi, sekalipun harus diakui bahwa dalam banyak hal terjemahan dari Kitab Suci Indonesia keluaran Lembaga Alkitab Indonesia memberikan terjemahan yang salah, tetapi dalam persoalan penggantian nama ‘Yahweh’ menjadi ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’ ini, saya sepenuhnya mendukung terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Demikian juga saya mendukung sepenuhnya Alkitab-Alkitab bahasa Inggris yang mengubah nama ‘Yahweh’ menjadi ‘LORD’ atau ‘GOD’.





c) Argumentasi yang meyakinkan tetapi ‘tidak berguna’.


Dalam perdebatan melawan para penganut Yahweh-isme ini argumentasi yang seharusnya meyakinkan ini mungkin tidak ada gunanya. Mengapa?





1. Kelompok Yahweh-isme ini tidak menghormati otoritas dari Perjanjian Baru, tetapi lebih menghormati otoritas ajaran mereka. Mereka bahkan berani menyalahkan Perjanjian Baru.





Gary Mink (internet): “Their sacred name doctrine takes precedence over anything the New Testament has to say. To them, if the New Testament disagrees with their doctrine, it is the New Testament that is in error. Any discussion of the central issue of this study with such men is not a discussion of what the Scriptures say. It becomes a debate about what sacred name teachers think the Scriptures ought to say. The discussion is about their opinions and their conjectures. These people just do not believe what the New Testament says” (= Ajaran nama keramat / kudus mereka lebih diutamakan di atas apapun yang dikatakan oleh Perjanjian Baru. Bagi mereka, jika Perjanjian Baru tidak setuju dengan ajaran mereka, maka Perjanjian Barulah yang salah. Diskusi apapun tentang pokok persoalan tentang hal ini dengan orang-orang seperti itu bukanlah suatu diskusi tentang apa yang Kitab Suci katakan. Itu menjadi suatu perdebatan tentang anggapan dari guru-guru nama keramat / kudus tentang apa yang seharusnya dikatakan Kitab Suci. Diskusi ini adalah tentang pandangan-pandangan mereka dan dugaan-dugaan / perkiraan-perkiraan mereka. Orang-orang ini tidak percaya apa yang dikatakan oleh Perjanjian Baru).





Gary Mink (internet): “When the New Testament evidence is presented to sacred name teachers they unhesitatingly respond by saying the New Testament Scriptures are invalid. There are many degrees of variation among the movement’s teachers on the authority of the New Testament. Some deny all the New Testament. Others deny the writings of Paul and think he was apostate. Some allow only the Gospels. Even those who hold to the New Testament as much as their doctrine permits, assert that the New Testament has become so corrupted over the years that no one can have confidence in it concerning the name Yahweh and the name of Jesus” (= Pada saat bukti Perjanjian Baru diajukan kepada guru-guru nama kudus / keramat, mereka dengan segan menanggapi dengan mengatakan bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru tidak sah. Ada banyak tingkat variasi / perbedaan di antara guru-guru dari gerakan ini tentang otoritas dari Perjanjian Baru. Sebagian menolak seluruh Perjanjian Baru. Yang lain menolak tulisan-tulisan dari Paulus dan menganggapnya sebagai orang yang murtad. Beberapa hanya mengijinkan Injil-Injil. Bahkan mereka yang mempercayai Perjanjian Baru sejauh yang diijinkan oleh ajaran mereka, menegaskan bahwa Perjanjian Baru telah menjadi begitu rusak selama banyak tahun sehingga tak seorangpun bisa mempunyai keyakinan terhadapnya berkenaan dengan nama Yahweh dan nama Yesus).





Gary Mink (internet): “When the sacred name advocate comes face to face with his nemesis, the New Testament, he is compelled to go either of two ways. He can choose to deny the sacred name doctrine or he can choose to deny the validity of the New Testament. But, he cannot have both the New Testament and his doctrine. These are mutually exclusive. One and all, sacred name teachers and their converts have become willing to say the New Testament is wrong. They are forced to confess that indeed they believe it is an invalid book” (= Pada waktu pendukung-pendukung nama kudus / keramat berhadapan muka dengan keadilanNya / kebenaranNya, Perjanjian Baru, ia terpaksa mengambil salah satu jalan. Ia bisa memilih untuk menolak ajaran nama kudus / keramat atau ia bisa memilih untuk menolak keabsahan dari Perjanjian Baru. Tetapi ia tidak bisa mempunyai keduanya, Perjanjian Baru dan ajarannya. Kedua hal ini saling berdiri sendiri-sendiri. Guru-guru nama kudus / keramat dan petobat-petobat mereka sekalian telah menjadi mau untuk mengatakan bahwa Perjanjian Baru adalah salah. Mereka terpaksa untuk mengakui bahwa mereka memang mempercayainya sebagai buku yang tidak sah).





Gary Mink (internet): “For sacred name people, the New Testament as it exists is not a book to be depended upon for instruction in matters that affect eternal life. Were it not for the words of sacred name teachers themselves, the foregoing statement might be thought of as an exaggeration. Below are presented two witnesses from among sacred name teachers. One is a missionary to India. The other is the leader of a well known know (?) sacred name group. They freely express their opinion concerning how much confidence should be placed in what the New Testament says. ‘If you are basing the foundation of your faith on the Greek New Testament I will have to say that is a very flimsy foundation.’ ‘Therefore, until the original documents (of the New Testament) are unearthed we must base all doctrine on the Old Testament.’ Such is the concept adopted by those who are willing to accept the sacred name doctrine. They are compelled by their doctrine to believe the New Testament is filled with error. According to the judgment of sacred name teachers, ones system of faith and practice cannot be based on the New Testament. They have accepted for themselves the dichotomy of being Old Testament Christians. Furthermore, they rejoice to have it so” [= Bagi orang-orang dari nama kudus / keramat, Perjanjian Baru sebagaimana itu ada sekarang bukanlah sebuah buku untuk disandari untuk instruksi dalam hal-hal yang mempengaruhi hidup kekal. Seandainya bukan karena kata-kata dari guru-guru nama kudus / keramat itu sendiri, pernyataan yang tadi itu bisa dianggap sebagai sesuatu yang berlebih-lebihan. Di bawah ini diberikan dua saksi dari antara guru-guru nama kudus / keramat. Yang satu adalah seorang misionaris bagi India. Dan yang lain adalah seorang pemimpin dari suatu kelompok nama kudus / keramat yang terkenal. Mereka dengan bebas menyatakan pandangan mereka mengenai berapa banyak keyakinan harus diletakkan pada apa yang dikatakan oleh Perjanjian Baru. ‘Jika engkau mendasarkan fondasi imanmu pada Perjanjian Baru bahasa Yunani, aku akan harus mengatakan bahwa itu adalah suatu fondasi yang tipis / lemah’. ‘Karena itu, sampai dokumen orisinil (dari Perjanjian Baru) ditemukan kita harus mendasarkan semua doktrin pada Perjanjian Lama’. Begitulah konsep yang diterima oleh mereka yang mau menerima ajaran nama kudus / keramat. Mereka dipaksa oleh ajaran mereka untuk percaya bahwa Perjanjian Baru penuh dengan kesalahan. Menurut penilaian dari guru-guru nama kudus / keramat, sistim iman dan praktek tidak bisa didasarkan pada Perjanjian Baru. Mereka telah menerima bagi diri mereka sendiri suatu sikap bercabang untuk menjadi orang-orang kristen Perjanjian Lama. Lebih jauh lagi, mereka bersukacita dalam menerimanya seperti itu].


Catatan: perlu diketahui bahwa dokumen asli / autograph dari Perjanjian Lama juga tidak ada!





Gary Mink (internet): “On the other hand, most people in the sacred name movement accept the New Testament as valid when it is convenient for their purposes to do so. The movement in general rejects the New Testament where the names Yahweh and Yahshua are not found, where Paul scolds them for Torah (law) keeping as a means to salvation, and where one or another of their teachings is contradicted” (= Pada sisi yang lain, kebanyakan orang dalam gerakan nama kudus / keramat menerima Perjanjian Baru sebagai sah / benar pada waktu itu sesuai untuk tujuan-tujuan mereka untuk menerimanya. Gerakan ini secara umum menolak Perjanjian Baru dimana nama-nama Yahweh dan Yahshua tidak ditemukan, dimana Paulus menghardik mereka untuk pemeliharaan hukum Taurat sebagai suatu cara / jalan kepada keselamatan, dan dimana salah satu ajaran-ajaran mereka ditentang).





Catatan: perhatikan kutipan terakhir ini, yang menunjukkan bahwa mereka menerima ketaatan terhadap hukum Taurat sebagai syarat keselamatan! Kalau ini benar, ini jelas menunjukkan bahwa mereka bukan sekedar salah, tetapi sesat!


Bdk. Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.





Gary Mink (internet): “The theory in both its parts shows the light regard sacred name teachers have for the authority of the New Testament. The lack of esteem for what the New Testament says and an unwillingness to accept what it does not say has become the impetus for a number of these teachers to think they can trample on the New Testament as though it were a work of fiction. The sacred name doctrine predisposes its converts to a profane disrespect for the New Testament writings. This has led a number of these teachers to deny Paul as being a legitimate apostle of our Lord. They claim God did not inspire his writings and he was nothing but a false apostle. Some few sacred name teachers deny the entire New Testament and want nothing to do with it” (= Teori ini dalam kedua bagiannya menunjukkan rasa hormat yang rendah dari guru-guru nama kudus / keramat bagi otoritas dari Perjanjian Baru. Kekurangan penghargaan untuk apa yang Perjanjian Baru katakan dan suatu ketidak-mauan untuk menerima apa yang tidak dikatakan oleh Perjanjian Baru telah menjadi suatu dorongan bagi sejumlah guru-guru ini untuk beranggapan bahwa mereka bisa menginjak-injak Perjanjian Baru seakan-akan itu adalah suatu pekerjaan fiksi. Ajaran nama kudus / keramat mempengaruhi / mencenderungkan petobat-petobatnya pada suatu rasa tidak hormat yang tidak senonoh terhadap tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Ini telah membimbing sejumlah guru-guru ini untuk menyangkal Paulus sebagai seorang rasul yang sah dari Tuhan kita. Mereka mengclaim bahwa Allah tidak menginspirasikan tulisan-tulisannya dan ia tidak lain adalah seorang rasul palsu. Sebagian kecil dari guru-guru nama kudus / keramat menolak seluruh Perjanjian Baru dan tidak mau tahu apapun dengannya).





Bdk. Wah 22:18-19 - “(18) Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.





2. Kelompok Yahweh-isme ini mengatakan bahwa Perjanjian Baru telah diubah, yaitu dengan membuang semua nama Yahweh dari dalam Perjanjian Baru.





Gary Mink (internet): “These sacred name teachers promote the theory that over the centuries the New Testament has been corrupted by tampering. They claim the name Yahweh has been systematically removed from the New Testament and other words substituted for it” (= Guru-guru nama kudus / keramat ini mengajukan / mengembangkan teori bahwa selama berabad-abad Perjanjian Baru telah dirusak oleh pengubahan. Mereka mengclaim bahwa nama Yahweh telah dihapuskan secara sistimatis dari Perjanjian Baru dan kata-kata lain diberikan sebagai gantinya).





Tuduhan ini adalah tuduhan asal-asalan yang tidak bisa mereka buktikan.


Kata-kata kunci yang harus kita gunakan dalam menanyai mereka adalah: siapa yang mengubah manuscripts Perjanjian Baru, kapan perubahan itu dilakukan, dan bagaimana perubahan manuscripts Perjanjian Baru itu dilaksanakan, tanpa diketahui oleh siapapun?





Gary Mink (internet): “Of course, the sacred name teachers are not able to name one person in history who removed the name Yahweh from a single manuscript copy of the New Testament. There are over five thousand manuscripts copies, including those whole and in part, of the Greek New Testament in existence. Who took away the name Yahweh from all these books? Who took the name Yahweh out of the Aramaic Peshitta New Testament manuscripts and the Hebrew translation of Matthew’s Gospel? When was such a massive amount of tampering done? It would have been a monumental task to remove the name Yahweh from all these manuscripts. It would have been impossible for anyone or any group to accomplish such a task without hundreds of people knowing about it. Yet history knows nothing about such an occurrence. Sacred name teachers are silent about the details of this imagined event. They cannot tell who did it. They cannot tell when it happened. They cannot tell how it was done. Yet, their foremost doctrine depends on this being a verifiable historical fact. It is not. The reason no historical documentation confirms it is simple. It did not happen” (= Tentu saja, guru-guru nama kudus / keramat ini tidak bisa menyebutkan satu orang dalam sejarah yang menghilangkan nama Yahweh dari satu salinan manuscript Perjanjian Baru. Ada lebih dari 5.000 salinan manuscripts, termasuk yang menyeluruh atau sebagian, dari Perjanjian Baru Yunani. SIAPA yang mengambil nama Yahweh dari semua kitab-kitab ini? SIAPA mengambil nama Yahweh dari manuscripts Perjanjian Baru Peshita bahasa Aram dan terjemahan Ibrani dari Injil Matius? KAPAN pengubahan yang jumlahnya begitu banyak seperti itu dilakukan? Merupakan suatu tugas yang sangat besar untuk membuang nama Yahweh dari semua manuscripts ini. Itu merupakan sesuatu yang mustahil bagi siapapun atau kelompok manapun untuk melakukan tugas seperti itu tanpa diketahui oleh ratusan orang tentang hal itu. Tetapi sejarah tidak mengetahui apapun tentang terjadinya hal seperti itu. Guru-guru nama kudus / keramat bungkam tentang detail-detail dari peristiwa khayalan ini. Mereka tidak bisa mengatakan SIAPA yang melakukannya. Mereka tidak bisa mengatakan KAPAN itu terjadi. Mereka tidak bisa mengatakan BAGAIMANA itu dilakukan. Tetapi, doktrin mereka yang terutama tergantung pada bisa dibuktikannya hal ini sebagai fakta sejarah. Tetapi itu bukan fakta sejarah. Alasan mengapa tidak ada pendokumentasian sejarah yang meneguhkannya adalah sederhana. Itu tidak terjadi).





Gary Mink (internet): “Of course, they are unable to show from historical records when this tampering with the New Testament occurred or who did the tampering. The tampering exists only in the desire and in the imagination of sacred name teachers. Nor are they able to tell how more than five thousand Greek New Testament manuscripts spread over hundreds of thousands of square miles in a large number of countries could have all been tampered with. Not a single one having the Tetragrammaton exists today” (= Tentu mereka tidak dapat menunjukkan dari catatan sejarah kapan pengubahan Perjanjian Baru ini terjadi atau siapa yang melakukan pengubahan ini. Pengubahan ini hanya ada dalam keinginan dan dalam khayalan dari guru-guru nama kudus / keramat. Mereka juga tidak bisa memberitahu bagaimana lebih dari 5000 manuscripts Yunani Perjanjian Baru yang tersebar di ratusan atau ribuan mil persegi di sejumlah besar negara bisa semuanya telah diubah. Tidak ada satupun manuscript yang mempunyai Tetragrammaton ada pada saat ini).





Gary Mink (internet): “As we progress through this study, it should be kept in mind that sacred name teachers long ago decided the New Testament at some point in history underwent major alteration. They are unable to point out the time in history these changes occurred. Nor can they tell who took the name Yahweh out of the New Testament. Therefore, they cannot show why the name Yahweh was removed or how the name could have been removed from every manuscript of the New Testament known to man” (= Pada waktu kita maju melalui ajaran ini, harus dicamkan dalam pikiran kita bahwa guru-guru nama kudus / keramat sejak lama telah memutuskan bahwa Perjanjian Baru pada suatu titik dalam sejarah telah mengalami perubahan yang besar. Mereka tidak bisa menunjukkan saat dalam sejarah dimana perubahan-perubahan ini terjadi. Juga mereka tidak bisa mengatakan siapa yang mengeluarkan nama Yahweh dari Perjanjian Baru. Karena itu, mereka tidak bisa menunjukkan mengapa nama Yahweh disingkirkan atau bagaimana nama itu bisa disingkirkan dari setiap manuscript dari Perjanjian Baru yang dikenal orang).





Catatan: dalam hal ini ada persamaan antara kelompok Yahweh-isme ini dengan Islam, yang sekalipun mengakui bahwa Taurat, Zabur / Mazmur, dan Injil merupakan Firman Tuhan, tetapi juga mengatakan bahwa kitab-kitab itu sudah tidak asli, tetapi diubah oleh orang-orang kristen. Jadi, mereka lalu mengatakan bahwa Al-Quran harus menjadi penentu. Ajaran dalam kitab-kitab itu hanya dianggap sebagai kebenaran kalau sesuai dengan Al-Quran. Sedangkan yang tidak sesuai dengan Al-Quran dianggap salah / telah diubah. Tetapi sama dengan kelompok Yahweh-isme ini mereka juga tidak bisa membuktikan / menjelaskan kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana mungkin ribuan manuscripts itu bisa diubah, tanpa diketahui seorangpun!





3. Kelompok Yahweh-isme ini lalu ‘membetulkan’ Alkitab yang mereka anggap salah itu, dengan cara membuat Alkitab sendiri, yang menggunakan nama Yahweh, dan lalu menggunakannya sebagai dasar untuk mengatakan bahwa nama Yahweh ada dalam Kitab Suci!





Gary Mink (internet): “The sacred name teachers usurp the authority to insert into the scriptural text anything they desire. They explain to their converts that evil scribes translated the New Testament from an original Hebrew into Greek and left out the name Yahweh. They further purport to know all the places in the original text from which this name was removed. The sacred name bible makers proceed to put the name Yahweh into the text of the New Testament. They summon enough audacity to refer to such action as a restoration. Neither the sacred name teachers nor their converts see anything amiss in this” (= Guru-guru nama kudus / keramat merampas otoritas untuk memasukkan ke dalam text Kitab Suci apapun yang mereka inginkan. Mereka menjelaskan kepada petobat-petobat mereka bahwa ahli-ahli Taurat yang jahat menterjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa Ibrani orisinil ke dalam bahasa Yunani dan mengeluarkan nama Yahweh. Mereka selanjutnya mengaku mengetahui semua tempat dalam text orisinil dari mana nama ini disingkirkan. Pembuat-pembuat Alkitab nama kudus / keramat melanjutkan dengan memasukkan nama Yahweh ke dalam text Perjanjian Baru. Mereka mengumpulkan keberanian yang cukup untuk menunjuk pada tindakan itu sebagai suatu pemulihan. Baik guru-guru nama kudus / keramat maupun petobat-petobat mereka, tidak melihat apapun yang salah dalam hal ini).





Gary Mink (internet): “Adding the name Yahweh to the New Testament is not the only improvement sacred name teachers are bold enough to make to the Scriptures. They apparently think that if it is right to make some correction to the scriptures, it is right to make more. One and another they are happy to add other points of their doctrines into the scriptures” [= Menambahkan nama Yahweh pada Perjanjian Baru bukanlah satu-satunya perbaikan yang dibuat oleh guru-guru nama kudus / keramat dengan berani terhadap Kitab Suci. Mereka jelas beranggapan bahwa jika adalah benar untuk membuat beberapa pembetulan terhadap Kitab Suci, maka juga adalah benar untuk membuat lebih banyak pembetulan lagi. Satu dan lainnya (?), mereka gembira untuk menambahkan point-point lain dari ajaran-ajaran mereka ke dalam Kitab Suci].





Gary Mink (internet): “But, be warned. The movement’s reworked versions of the scriptures, all eight or nine of them, have put the name Yahweh or some other version of the Tetragrammaton in the mouth of Jesus as he read from Isaiah. They need Yahweh to be there and they have made it be there. By inserting the name Yahweh into the Scriptures, sacred name teachers graphically demonstrate how they reject and deny the validity of the New Testament” (= Tetapi hati-hatilah. Versi-versi Kitab Suci yang diolah lagi dari gerakan ini, semuanya 8 atau 9 dari mereka, telah memasukkan nama Yahweh atau versi lain dari Tetragrammaton dalam mulut Yesus pada waktu Ia membaca dari Yesaya. Mereka membutuhkan Yahweh ada di sana dan mereka membuatnya ada di sana. Dengan memasukkan nama Yahweh ke dalam Kitab Suci, guru-guru nama kudus / keramat mendemonstrasikan dengan tulisan bagaimana mereka menolak keabsahan dari Perjanjian Baru).





4. Tindakan menipu diri sendiri.





Gary Mink (internet): “Sacred name teachers and their converts are faced with the truth that their doctrine cannot be found in the Bible. That is, it cannot be found in any Bible except the ones they themselves have concocted. Perhaps it is of some comfort to sacred name people when they see the name Yahweh in a number of places in the New Testament. But, how can they overlook the fact they themselves put the name Yahweh into these bibles?” (= Guru-guru nama kudus / keramat dan petobat-petobat mereka dihadapkan pada kebenaran bahwa doktrin mereka tidak bisa ditemukan dalam Alkitab. Artinya, itu tidak bisa ditemukan dalam Alkitab manapun kecuali Alkitab-Alkitab yang telah mereka buat sendiri. Mungkin merupakan sesuatu yang menghibur bagi orang-orang dari nama kudus / keramat pada waktu mereka melihat nama Yahweh di banyak tempat dalam Perjanjian Baru. Tetapi, bagaimana mereka bisa mengabaikan fakta bahwa mereka sendiri memasukkan nama Yahweh ke dalam Alkitab-Alkitab ini?).





Gary Mink (internet): “In a footnote Clover comments on Matthew 5:33, ‘The sacred name has been restored to this passage in the ROSNB (The Restoration of Sacred Name Bible, the Assembly of Yahvah bible) and BE (The Sacred Scriptures, Bethel Edition, the Assemblies of Yahweh bible) translations.’ He refers to these counterfeit works as though they carried even a modicum of scriptural weight. Having first put the name Yahweh into their bibles, they quote from these same bibles in support of their doctrine and they are still able to keep a straight face. But the larger question is how can they do this and keep a straight conscience? All who love and uphold what the Scriptures say can only stand by and shake their heads in amazement” [= Dalam suatu catatan kaki, Clover mengomentari tentang Matius 5:33, ‘Nama kudus / keramat telah dikembalikan ke dalam text ini dalam ROSNB (Alkitab Pemulihan Nama Kudus / keramat, majelis dari Alkitab Yahweh) dan terjemahan-terjemahan BE (Kitab Suci Kudus / keramat, Edisi Betel, majelis dari Alkitab Yahweh)’. Ia menunjuk pada pekerjaan-pekerjaan palsu / tiruan ini seakan-akan pekerjaan-pekerjaan itu bahkan membawa sejumlah kecil bobot Kitab Suci. Setelah memasukkan nama Yahweh ke dalam Alkitab-Alkitab mereka, mereka mengutipnya dari Alkitab-Alkitab yang sama untuk mendukung ajaran mereka, dan mereka tetap bisa menegakkan wajah mereka. Tetapi pertanyaan yang lebih besar adalah, bagaimana mereka bisa melakukan hal ini dan tetap mempertahankan hati nurani yang lurus? Semua orang yang mengasihi dan menegakkan / menjunjung tinggi apa yang dikatakan oleh Kitab Suci hanya bisa berdiri di dekatnya dan menggelengkan kepala mereka dalam keheranan].





5. Kita harus menyesuaikan diri kita dengan Alkitab, atau menyesuaikan Alkitab dengan diri kita?





Gary Mink (internet): “It seems to me that I should change what I believe to fit God’s Word, rather than change God's Word to fit what I believe. Is a person allowed to throw out part of the Word just because it does not agree with his pet theory? If so, then another person can throw out something else. Before you know it, the Bible has been shredded” (= Bagi saya kelihatannya saya harus mengubah apa yang saya percayai untuk disesuaikan dengan Firman Allah, dan bukannya mengubah Firman Allah untuk disesuaikan dengan apa yang saya percayai. Apakah seseorang diijinkan untuk mengeluarkan bagian dari Firman hanya karena bagian itu tidak sesuai dengan teori kesayangannya? Jika demikian, maka orang yang lain bisa mengeluarkan sebagian yang lain. Sebelum engkau menyadarinya, Alkitab telah dicabik-cabik).





Illustrasi: Ada cerita tentang seorang pemanah ulung yang sampai ke suatu desa. Di sana ia melihat banyak pohon yang digambari dengan lingkaran-lingkaran untuk sasaran panah, dengan sebatang anak panah yang menancap persis di tengah-tengah lingkaran-lingkaran itu. Ia heran karena semua anak panah itu menancap persis di tengah-tengah, suatu hal yang ia sendiri, sebagai seorang pemanah ulung, tidak bisa melakukannya. Setelah bertanya-tanya, ia akhirnya bertemu dengan orang yang melakukan semua itu. Ia bertanya: ‘Bagaimana kamu bisa memanah semua sasaran itu dengan begitu tepat?’ Jawab orang itu: ‘O itu mudah, aku memanah dulu, baru menggambar lingkaran-lingkaran di sekeliling anak panah itu’.





Sebagai penutup bagian ini saya ingin memberikan 2 text Kitab Suci:





2Pet 3:15-16 - “(15) Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya (16) Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain”.





Yes 8:20 - “‘Carilah pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar”.





-o0o-




Bahasa asli Perjanjian Baru



Saya kira kelompok Yahweh-isme ini sadar bahwa kalau bahasa asli dari Perjanjian Baru memang adalah bahasa Yunani, maka mereka ‘tak punya harapan’ dalam adu argumentasi. Mungkin karena itu, maka mereka semua berargumentasi bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru bukanlah bahasa Yunani tetapi bahasa Ibrani! Seumur hidup saya, saya belum pernah mendengar argumentasi setolol dan segila ini. Ini sama tololnya dan gilanya dengan mengatakan bahwa KJV mula-mula ada dalam bahasa India!





Pertama kali saya mendengar kata-kata gila dan tolol ini dari Teguh Hindarto, lalu kedua dari Yakub Sulistyo, dan lalu dari Kristian Sugiyarto. Untuk menunjukkan bahwa mereka memang mengclaim seperti itu maka saya memberikan beberapa kutipan kata-kata mereka. Di sini saya memberikan dulu kata-kata Yakub Sulistyo dan Teguh Hindarto, sedangkan kata-kata Kristian Sugiyarto, yang paling banyak memberikan argumentasi berkenaan dengan hal ini, akan saya kutip belakangan, sekaligus dengan tanggapan saya.





Catatan: dalam debat terbuka pada tanggal 14 Juni 2008 di GKRI GOLGOTA di Jl. Dinoyo 19b, antara Teguh Hindarto dan Kristian Sugiyarto versus saya dan Pdt. Esra, baik Teguh Hindarto maupun Kristian Sugiyarto dengan sangat terpaksa dan segan akhirnya mengakui bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani! Seharusnya kedua orang ini menarik kembali semua argumentasi mereka yang menyatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani! Tetapi sampai sekarang saya tidak melihat hal itu, dan sebaliknya, muncul tulisan baru dari Teguh Hindarto di internet yang tetap mempertahankan pandangan gilanya itu. Karena itu, maka di bawah ini saya akan membahas argumentasi-argumentasi mereka dan juga argumentasi dari Yakub Sulistyo.





Yakub Sulistyo: “Selain itu karena bahasa asli penulisan Kitab Perjanjian Baru dianggap menggunakan bahasa Yunani, karena huruf Yunani tidak mengenal huruf YHW maka diterjemahkan menjadi Kurios dan Theos. Padahal bahasa Asli Kitab Perjanjian Baru adalah Ibrani”.





I) Macam-macam argumentasi dari kalangan Yahweh-isme bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani.



1) Murid-murid Yesus adalah orang-orang tak terpelajar, sehingga tidak mungkin mengerti bahasa Yunani. Jadi, mereka pasti menulis dalam bahasa Ibrani dan lalu para pengikut mereka menterjemahkannya ke dalam bahasa Yunani.





Teguh Hindarto: “Perlu diketahui, bahwa Yesus dan murid2Nya adalah orang Yahudi. Tentu mereka tidak berbahasa Arab, Aram atau Yunani tetapi bahasa Yahudi. Para murid Yesus hanyalah nelayan dan pekerja biasa. Dari mana mereka mengetahui bahasa Yunani secanggih itu?? Mereka menuliskan dalam bahasa Ibrani, lalu naskah itu disalin dalam bahasa Yunani oleh pengikutNya untuk kepentingan penginjilan lintas budaya dengan bahasa Yunani lingua franca”.


Catatan: ‘lingua franca’ = bahasa campuran dari lebih dari satu bahasa atau dialek, dan digunakan oleh beberapa suku / bangsa yang berbeda.





Gary Mink (internet): “One of the most absurd of the claims made by sacred name movement teachers is that the complete New Testament was originally written in the Hebrew language. Nothing could be further from the truth. This claim is made without so much as a shred of empirical evidence. Even so, such an untenable position is thrust upon these teachers as necessary to support the primary doctrine of the movement. In truth, the New Testament was originally written in Greek. ... The historical fact is this: the New Testament was written in Greek. Therefore, the doctrine of the Hebrew only sacred name is made invalid. This conclusion will be reached by even the most casual thinker who has the facts at his or her disposal. Therefore, sacred name movement teachers are compelled to fight a futile battle against an obviously original Greek New Testament” (= Salah satu claim yang paling menggelikan yang dibuat oleh guru-guru dari gerakan nama kudus / keramat adalah bahwa Perjanjian Baru lengkap orisinilnya ditulis dalam bahasa Ibrani. Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Claim ini dibuat tanpa bukti empiris / pengamatan sedikitpun. Sekalipun demikian, posisi yang tak bisa dipertahankan seperti itu dipaksakan pada guru-guru ini sebagai sesuatu yang sangat perlu untuk mendukung doktrin utama dari gerakan ini. Kebenarannya, Perjanjian Baru orisinil ditulis dalam bahasa Yunani. ... Fakta sejarahnya adalah ini: Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Karena itu, ajaran tentang satu-satunya nama keramat / kudus Ibrani menjadi tidak sah / tidak benar. Kesimpulan ini akan dicapai bahkan oleh seorang pemikir yang paling sederhana yang mempunyai fakta-fakta yang siap untuk melayani mereka. Karena itu, guru-guru dari gerakan nama kudus / keramat ini dipaksa untuk berperang dalam suatu pertempuran yang sia-sia terhadap suatu Perjanjian Baru orisinil bahasa Yunani yang jelas).





Gary Mink (internet): “Teachers within the Sacred Name Movement think of this subject as very important. They insist upon an original Hebrew New Testament. A Hebrew New Testament is not only important to their cardinal doctrine, it is essential” (= Guru-guru di dalam Gerakan Nama Kudus / Keramat berpikir tentang pokok ini sebagai sangat penting. Mereka berkeras tentang suatu Perjanjian Baru bahasa Ibrani yang orisinil. Suatu Perjanjian Baru bahasa Ibrani bukan hanya penting bagi ajaran utama mereka, itu adalah sesuatu yang hakiki).





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Untuk menjawab kata-kata Teguh Hindarto, yang mengatakan bahwa tidak mungkin murid-murid Yesus yang adalah orang-orang tak terpelajar itu bisa mengerti bahasa Yunani yang secanggih itu, di sini saya memberikan penjelasan beserta kutipan dari buku-buku / encyclopedia yang menunjukkan bagaimana terjadinya perubahan bahasa dari Ibrani menjadi Aram, dan lalu menjadi Yunani, di kalangan orang-orang Yahudi pada jaman Yesus, baik di luar maupun di dalam Palestina.





a) Pertama-tama perlu diketahui tentang terjadinya pergantian kerajaan / kekaisaran yang satu dengan yang lain pada jaman itu.


Ada 4 kekaisaran, yaitu kekaisaran Babilonia, yang melakukan pembuangan terhadap orang-orang Yahudi, lalu disusul oleh kekaisaran Persia, yang mengijinkan orang-orang Yahudi kembali ke negara mereka, dan lalu kekaisaran Yunani, dan terakhir kekaisaran Romawi.





Halley’s Bible Handbook: “World power of Biblical Times. ... Babylonian Empire. 606-536 BC. Destroyed Jerusalem. Carried Judah away. Jews’ Captivity co-eval with Empire. Persian Empire. 536-330 BC. Permitted Jews’ Return from Captivity, and aided in their Re-Establishment as a Nation. Greek Empire. 330-146 BC. Ruled Palestine in central period between Old and New Testament. Roman Empire. 146 BC-AD 476. Rules the world when Christ appeared. In its day the church was formed” [= Kekuatan / kuasa dunia dari jaman Alkitab. .... Kekaisaran Babilonia. 606-536 SM. Menghancurkan Yerusalem. Membawa Yehuda (ke dalam pembuangan). Pembuangan orang-orang Yahudi sejaman dengan kekaisaran. Kekaisaran Persia. 536-330 SM. Mengijinkan orang-orang Yahudi kembali dari pembuangan, dan dibantu dalam pendirian mereka kembali sebagai suatu bangsa. Kekaisaran Yunani. 330-146 SM. Memerintah Palestina dalam masa pertengahan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kekaisaran Romawi. 146 SM.-476 M. Menguasai dunia pada saat Kristus muncul. Dalam jaman itu gereja dibentuk] - hal 40-41.





b) Pergantian kekaisaran-kekaisaran ini menyebabkan terjadinya perubahan bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi.





1. Pembuangan ke Babilonia pada jaman kekaisaran Babilonia membuat bahasa mereka berubah menjadi bahasa Aram.





Halley’s Bible Handbook: “The Aramic language. This was the common language of the Palestine in Jesus’ day. After the Return from Babyloninan Captivity it has gradually displaced Hebrew as the ordinary speech of the people. It was the ancient language of Syria, very similar to Hebrew” (= Bahasa Aram / Syria. Ini adalah bahasa umum dari Palestina pada jaman Yesus. Setelah kembali dari pembuangan Babilonia, bahasa Aram itu perlahan-lahan / secara bertahap menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pembicaraan umum dari bangsa itu) - hal 410.





Halley’s Bible Handbook: “The Targums. These were translations of the Hebrew Old Testament books into Aramaic, oral translations, paraphrases, and interpretations reduced to writings. They became necessary as the use of Aramaic became prevalent in Palestine” (= Targum-targum. Ini adalah terjemahan-terjemahan dari kitab-kitab Perjanjian Lama bahasa Ibrani ke dalam bahasa Aram, terjemahan-terjemahan lisan, parafrase / terjemahan dengan kata-kata sendiri, dan penafsiran-penafsiran yang diturunkan menjadi tulisan-tulisan. Itu perlu karena penggunaan bahasa Aram menjadi umum / merata / lazim di Palestina) - hal 410.





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Aramaic language’):


“Aramaic is thought to have first appeared among the Aramaeans about the late 11th century BC. By the 8th century BC it had become accepted by the Assyrians as a second language. The mass deportations of people by the Assyrians and the use of Aramaic as a lingua franca by Babylonian merchants served to spread the language, so that in the 7th and 6th centuries BC it gradually supplanted Akkadian as the lingua franca of the Middle East. It subsequently became the official language of the Achaemenian Persian dynasty (559–330 BC), though after the conquests of Alexander the Great, Greek displaced it as the official language throughout the former Persian empire. Aramaic dialects survived into Roman times, however, particularly in Palestine and Syria. Aramaic had replaced Hebrew as the language of the Jews as early as the 6th century BC. Certain portions of the Old Testament - i.e., the books of Daniel and Ezra - are written in Aramaic, as are the Babylonian and Jerusalem Talmuds. Among the Jews, Aramaic was used by the common people, while Hebrew remained the language of religion and government and of the upper class. Jesus and the Apostles are believed to have spoken Aramaic, and Aramaic-language translations (Targums) of the Old Testament circulated. Aramaic continued in wide use until about AD 650, when it was supplanted by Arabic” [= Bahasa Aram dianggap mula-mula muncul di antara orang-orang Aram sekitar akhir abad 11 SM. Pada abad 8 SM. bahasa itu diterima oleh orang-orang Asyur sebagai bahasa yang kedua. Pembuangan masal bangsa itu oleh orang-orang Asyur dan penggunaan bahasa Aram sebagai lingua franca oleh pedagang-pedagang Babilonia menyebabkan penyebaran dari bahasa itu, sehingga pada abad ke 7 dan ke 6 SM. bahasa itu menggantikan bahasa Akadian sebagai lingua franca dari Timur Tengah. Setelah itu, bahasa itu menjadi bahasa resmi dari dinasti Persia Achamenian (559-330 SM.), sekalipun setelah penaklukan dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani menggantikannya sebagai bahasa resmi di seluruh kekaisaran Persia. Tetapi dialek Aram tetap hidup pada jaman Romawi, khususnya di Palestina dan Syria. Bahasa Aram telah menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa dari orang-orang Yahudi pada abad 6 SM. Bagian-bagian tertentu dari Perjanjian Lama - misalnya kitab-kitab Daniel dan Ezra - ditulis dalam bahasa Aram, sama seperti Talmud-talmud Babilonia dan Yerusalem. Di antara orang-orang Yahudi, bahasa Aram digunakan oleh orang-orang biasa, sementara bahasa Ibrani tetap tinggal sebagai bahasa agama dan pemerintahan dan dari orang-orang kelas atas. Yesus dan rasul-rasul dipercaya telah berbicara dalam bahasa Aram, dan terjemahan-terjemahan bahasa Aram (Targum-targum) dari Perjanjian Lama beredar. Bahasa Aram terus digunakan secara luas sampai sekitar tahun 650 M., pada waktu bahasa itu digantikan oleh bahasa Arab].





Barclay (tentang Yoh 1:1): “For 100 years and more before the coming of Jesus, Hebrew was a forgotten language. The Old Testament was written in Hebrew, but the Jews no longer knew the language. The scholars knew it, but not the ordinary people. They spoke a development of Hebrew called Aramaic, which relates to Hebrew rather as modern English relates to Anglo-Saxon. Since that was so, the Scriptures of the Old Testament had to be translated into this language that the people could understand, and these translations were called the Targums. In the synagogue, the Scriptures were read in the original Hebrew, but then they were translated into Aramaic, and Targums were used as translations.” [= ].





2. Pada waktu kekaisaran Romawi mengalahkan kekaisaran Yunani, terjadi suatu keanehan, yaitu sang penakluk justru mengadopsi bahasa dari kekaisaran yang ditaklukkan. Jadi, Yunani menjadi bahasa dari kekaisaran Romawi, sehingga pada saat kekaisaran Romawi menguasai Palestina, maka bahasa orang-orang Yahudi berubah menjadi Yunani. Tetapi mereka tidak membuang bahasa Aram, sehingga mereka menguasai kedua bahasa tersebut.





The Interpreter’s One-Volume Commentary on the Bible: “After the exile the everyday language of the Jews came to be Aramaic, ... At first they added it to their own Hebrew speech and then gradually they gave up using Hebrew except in worship. ... Before that time the development of the 2 languages was perhaps more or less parallel. But in the following cents. Aramaic grew to be the official language of the successive great Assyrian, Neo-Babylonian, and Persian empires. ... When the Assyrian began their conquests of the Near Eastern world they found Aramaic dialects spoken over so many of the conquered areas that they began to use a simplified form of the language for administrative, military, and business communication. ... When the Chaldeans and later the Persians took over the power they continued this practice. Even under the successors of Alexander the Great, Greek only slowly pushed back but did not eliminate Aramaic as the universal language of the Near East” (= Setelah pembuangan, bahasa sehari-hari dari orang-orang Yahudi menjadi bahasa Aram, ... Mula-mula mereka menambahkan bahasa Aram pada bahasa Ibrani mereka sendiri, dan lalu secara bertahap mereka berhenti menggunakan bahasa Ibrani selain dalam ibadah. ... Sebelum waktu itu pengembangan dari 2 bahasa itu mula-mula mungkin kurang lebih paralel / sama. Tetapi dalam abad-abad setelahnya bahasa Aram bertumbuh menjadi bahasa resmi dari kekaisaran-kekaisaran Asyur, Neo-Babilonia, dan Persia. ... Pada waktu Asyur memulai penaklukan mereka terhadap dunia Timur Dekat, mereka mendapati dialek Aram digunakan di begitu banyak daerah sehingga mereka mulai menggunakan bentuk yang disederhanakan dari bahasa itu untuk komunikasi administratif, militer, dan bisnis. ... Pada waktu orang-orang Kasdim dan belakangan orang-orang Persia mengambil alih kekuasaan, mereka melanjutkan praktek ini. Bahkan di bawah pengganti dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani hanya secara perlahan-lahan mendesak, tetapi tidak menghapuskan bahasa Aram sebagai bahasa universal dari Timur Dekat) - hal 1197-1198.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “The Romans. ... So Rome became a world power. But there were great changes. The Greeks had a remarkable influence on their conquerors. Romans studied Greek language and thought and copied Greek styles of art and writing” (= Orang-orang Romawi. ... Demikianlah Romawi menjadi penguasa dunia. ... Tetapi ada perubahan-perubahan besar. Orang-orang Yunani mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap penakluk-penakluk mereka. Orang-orang Romawi mempelajari bahasa dan pemikiran Yunani, dan meniru gaya-gaya seni dan tulisan Yunani) - hal 26.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Greek influence. The high point of Greek civilization belongs to the period before Alexander. The later period is known as the Hellenistic age (from ‘Hellen,’ meaning ‘Greek’). During this time Greek became an international language for the eastern Mediterranean and beyond. It was the language of trade, and of education and writing, even for people who still usually spoke their own languages. Even the Jews were influenced by it. In the second century BC the Old Testament was translated into Greek at Alexandria in Egypt, for the Greek-speaking Jews there. This translation, called the Septuagint, was the version of the Old Testament best known to the first Christians” [= Pengaruh Yunani. Kebudayaan Yunani mencapai titik tertinggi pada jaman sebelum Alexander. Periode belakangan dikenal sebagai jaman Helenisasi / peyunanian (dari ‘Hellen’, artinya ‘Yunani’). Dalam sepanjang masa ini Yunani menjadi bahasa internasional bagi bagian Timur dan seterusnya dari Laut Tengah. Itu adalah bahasa dari perdagangan, dan pendidikan dan tulisan, bahkan bagi orang-orang yang pada umumnya tetap menggunakan bahasa mereka sendiri. Bahkan orang-orang Yahudi dipengaruhi olehnya. Pada abad ke 2 SM. Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani di Alexandria di Mesir, bagi orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani di sana. Terjemahan ini, yang disebut Septuaginta, merupakan versi Perjanjian Lama yang paling dikenal oleh orang-orang kristen mula-mula] - hal 25.





c) Lalu bagaimana ‘nasib’ bahasa Ibrani sendiri?





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Hebrew language’):


“Spoken in ancient times in Palestine, Hebrew was supplanted by the western dialect of Aramaic beginning about the 3rd century BC; the language continued to be used as a liturgical and literary language, however. It was revived as a spoken language in the 19th and 20th centuries and is the official language of Israel. The history of the Hebrew language is usually divided into four major periods: Biblical, or Classical, Hebrew, until about the 3rd century BC, in which most of the Old Testament is written; Mishnaic, or Rabbinic, Hebrew, the language of the Mishna (a collection of Jewish traditions), written about AD 200 (this form of Hebrew was never used among the people as a spoken language); Medieval Hebrew, from about the 6th to the 13th century AD, when many words were borrowed from Greek, Spanish, Arabic, and other languages; and Modern Hebrew, the language of Israel in modern times.” [= Bahasa Ibrani yang digunakan pada jaman kuno di Palestina, digantikan oleh dialek barat dari bahasa Aram pada sekitar permulaan abad ke 3 SM.; tetapi bahasa itu (Ibrani) tetap digunakan sebagai bahasa liturgi dan literatur. Bahasa itu hidup kembali sebagai bahasa pembicaraan pada abad 19 dan 20, dan merupakan bahasa resmi dari Israel. Sejarah dari bahasa Ibrani biasanya dibagi dalam 4 periode besar: bahasa Ibrani Biblika atau Klasik, sampai sekitar abad 3 SM., dalam mana sebagian besar dari Perjanjian Lama ditulis; bahasa Ibrani Mishnaik atau Rabbinik, bahasa dari Mishna (suatu koleksi / kumpulan dari tradisi Yahudi), ditulis sekitar tahun 200 M. (bentuk bahasa Ibrani ini tidak pernah dipakai di antara bangsa itu sebagai bahasa pembicaraan); bahasa Ibrani abad pertengahan, dari sekitar abad ke 6 sampai abad ke 13 M., pada waktu banyak kata-kata dipinjam dari bahasa Yunani, Spanyol dan Arab, dan bahasa-bahasa lain; dan bahasa Ibrani Modern, bahasa dari Israel pada jaman modern].


Catatan: kalau dilihat dari kutipan di atas ini, memang jelas bahwa bahasa Ibrani pernah berhenti digunakan sebagai bahasa pembicaraan.





Barclay (tentang Yoh 1:1): “For 100 years and more before the coming of Jesus, Hebrew was a forgotten language. The Old Testament was written in Hebrew, but the Jews no longer knew the language. The scholars knew it, but not the ordinary people. They spoke a development of Hebrew called Aramaic, which relates to Hebrew rather as modern English relates to Anglo-Saxon. Since that was so, the Scriptures of the Old Testament had to be translated into this language that the people could understand, and these translations were called the Targums. In the synagogue, the Scriptures were read in the original Hebrew, but then they were translated into Aramaic, and Targums were used as translations.” [= ].





d) Perubahan bahasa dari Ibrani ke Aram, lalu ke Yunani, merupakan suatu keuntungan yang luar biasa untuk penyebaran kekristenan pada abad-abad awal!





Philip Schaff: “The literature of the ancient Greeks and the universal empire of the Romans were, next to the Mosaic religion, the chief agents in preparing the world for Christianity” [= Literatur dari orang-orang Yunani kuno dan kekaisaran universal Romawi dari orang-orang Romawi, setelah agama Musa, merupakan agen-agen utama dalam mempersiapkan dunia bagi kekristenan] - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 76.





Philip Schaff: “Greece gave the apostles the most copious and beautiful language to express the divine truth of the Gospel, and Providence had long before so ordered political movements as to spread that language over the world and to make it the organ of civilization and international intercourse” (= Yunani memberikan rasul-rasul bahasa yang paling berlimpah-limpah dan indah untuk menyatakan kebenaran ilahi dari Injil, dan Providensia, dari lama sebelumnya, telah mengatur gerakan politik sehingga menyebarkan bahasa itu di seluruh dunia dan membuatnya sebagai alat dari hubungan kebudayaan dan internasional) - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 77.





Philip Schaff: “Under the protection of the Roman law the apostles could travel everywhere and make themselves understood through the Greek language in every city of the Roman domain” (= Di bawah perlindungan dari hukum Romawi rasul-rasul bisa bepergian kemana-mana dan membuat diri mereka dimengerti melalui bahasa Yunani di setiap kota dari daerah kekuasaan Romawi) - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 78.





e) Kitab Suci sendiri juga menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi di Palestina, dan bahkan Yerusalem sendiri, juga menggunakan bahasa Yunani.


Untuk ini mari kita melihat beberapa text Kitab Suci.





1. Kis 6:1 - “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari”.


KJV: ‘the Grecians against the Hebrews’ (= orang-orang Yunani terhadap orang-orang Ibrani).


Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa yang dimaksud dengan ‘Grecians’ (= orang-orang Yunani) dalam text ini adalah bukan betul-betul ‘orang-orang Yunani’, tetapi ‘orang-orang Yahudi yang sudah tidak lagi berbahasa Ibrani, tetapi berbahasa Yunani’. Ini jelas, karena kalau dilihat kontext dari Kisah Rasul, sampai pada masa itu belum ada penginjilan terhadap orang-orang non Yahudi.


Sedangkan yang dimaksud dengan ‘Hebrews’ (= orang-orang Ibrani) adalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aram. Kelihatannya, satu-satunya penafsir yang berpandangan lain sendiri dalam hal ini, adalah Albert Barnes. Ia menganggap bahwa istilah yang kedua ini menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang berbahasa Ibrani.





Adam Clarke (tentang Kis 6:1): “Those who are here termed ‘Grecians,’ HELLEENISTOON, or Hellenists, were Jews who sojourned now at Jerusalem, but lived in countries where the Greek language was spoken, and probably in general knew no other. They are distinguished here from those called ‘Hebrews,’ by which we are to understand native Jews, who spoke what was then termed the Hebrew language a sort of Chaldaio-Syriac” [= Mereka yang di sini disebut dengan istilah ‘orang-orang Yunani’, HELLENEENISTOON, atau Hellenists, adalah orang-orang Yahudi yang sekarang tinggal sementara di Yerusalem, tetapi hidup di negara-negara dimana bahasa Yunani digunakan, dan mungkin pada umumnya tidak mengenal bahasa lain (selain Yunani). Di sini mereka dibedakan dari mereka yang disebut ‘orang-orang Ibrani’, dengan mana kita memaksudkan orang-orang Yahudi asli, yang berbicara dalam bahasa yang pada saat itu disebut dengan istilah ‘bahasa Ibrani’, suatu jenis bahasa Chaldaio-Syriac].





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 6:1): “‘There arose a murmuring of the Grecians,’ HELLEENISTOON - not Greeks, but Greek-speaking Jews, who for the most part were born in foreign countries; ‘Against the Hebrews’ - those Jews, born in Palestine, whose mother-tongue was Hebrew (more strictly Syro-Chaldaic or Aramaic)” [= ‘Di sana muncul sungut-sungut dari orang-orang Yunani’, HELLENEENISTOON - bukan orang-orang Yunani, tetapi orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, yang sebagian besar dilahirkan di negara-negara asing; ‘terhadap orang-orang Ibrani’ - orang-orang Yahudi yang lahir di Palestina, yang bahasa ibunya / aslinya adalah bahasa Ibrani (lebih tepat / ketat Syro-Chaldaic atau Aram)].





Albert Barnes (tentang Kis 6:1): “In the time when the gospel was first preached, there were two classes of Jews - those who remained in Palestine, who used the Hebrew language, and who were appropriately called ‘Hebrews;’ and those who were scattered among the Gentiles, who spoke the Greek language, and who used in their synagogues the Greek translation of the Old Testament, called the Septuagint. These were called ‘Hellenists,’ or, as it is in our translation, ‘Grecians.’ ... Dissensions would be very likely to arise between these two classes of persons. The Jews of Palestine would pride themselves much on the fact that they dwelt in the land of the patriarchs and the land of promise; that they used the language which their fathers spoke, and in which the oracles of God were given” [= Pada jaman dimana Injil pertama-tama diberitakan, ada 2 golongan orang-orang Yahudi - mereka yang tetap ada di Palestina, yang menggunakan bahasa Ibrani, dan yang dengan tepat disebut ‘orang-orang Ibrani’; dan mereka yang tersebar di antara orang-orang non Yahudi, yang berbicara bahasa Yunani, dan yang menggunakan dalam sinagog-sinagog mereka terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama, yang disebut Septuaginta. Ini disebut ‘Hellenists’, atau, seperti dalam terjemahan kita, ‘orang-orang Yunani’. ... Perselisihan mudah sekali muncul di antara kedua golongan orang ini. Orang-orang Yahudi di Palestina sangat membanggakan diri mereka sendiri pada fakta bahwa mereka tinggal di tanah dari bapa-bapa mereka (Abraham, Ishak dan Yakub) dan tanah perjanjian; bahwa mereka menggunakan bahasa yang digunakan nenek moyang mereka, dan dalam mana Firman Allah diberikan].





Wycliffe Bible Commentary (tentang Kis 6:1): “Jews who were natives of Palestine spoke primarily Aramaic; but Jews who had lived in the Mediterranean world outside of Palestine spoke Greek and often did not know Aramaic. Many of these Diaspora Jews returned to Jerusalem to live, and some of them were converted and came into the church. A contention now arose between the Greek-speaking Christians (Grecians) and the Aramaic-speaking Christians (Hebrews)” [= Orang-orang Yahudi yang adalah penduduk asli dari Palestina terutama berbicara bahasa Aram; tetapi orang-orang Yahudi yang telah tinggal di dunia Laut Tengah di luar Palestina berbicara bahasa Yunani dan seringkali tidak mengenal bahasa Aram. Banyak dari orang-orang Yahudi yang tersebar ini kembali ke Yerusalem untuk tinggal di sana, dan sebagian dari mereka dipertobatkan dan masuk ke dalam gereja. Sekarang suatu pertikaian muncul di antara orang-orang kristen yang berbicara bahasa Yunani (orang-orang Yunani) dan orang-orang kristen yang berbicara bahasa Aram (orang-orang Ibrani)].





A. T. Robertson (tentang Kis 6:1): “‘Against the Hebrews.’ ... The Jewish Christians from Jerusalem and Palestine. The Aramaean Jews of the Eastern Dispersion are usually classed with the Hebrew (speaking Aramaic) as distinct from the Grecian Jews or Hellenists” [= ‘Terhadap orang-orang Ibrani’. ... Orang-orang kristen Yahudi dari Yerusalem dan Palestina. Orang-orang Yahudi Aram dari Penyebaran Timur biasanya digolongkan dengan orang-orang Ibrani (yang berbicara bahasa Aram) sebagai berbeda dengan orang-orang Yahudi Yunani atau Hellenists].





Vincent (tentang Kis 6:1): “‘Grecians.’ HELLEENISTOON. The English Revised Version (1885), much better, ‘Grecian Jews,’ with ‘Hellenists’ in the margin. ‘Grecians’ might easily be understood of Greeks in general. The word ‘Hellenists’ denotes Jews, not Greeks, but Jews who spoke Greek. The contact of Jews with Greeks was first effected by the conquests of Alexander. He settled eight thousand Jews in the Thebais, and the Jews formed a third of the population of his new city of Alexandria. From Egypt they gradually spread along the whole Mediterranean coast of Africa. They were removed by Seleucus Nicator from Babylonia, by thousands, to Antioch and Seleucia, and under the persecutions of Antiochus Epiphanes scattered themselves through Asia Minor, Greece, Macedonia, and the AEgean islands. The vast majority of them adopted the Greek language, and forgot the Aramaic dialect which had been their language since the Captivity. The word is used but twice in the New Testament - here and Acts 9:29 - and, in both cases, of Jews who had embraced Christianity, but who spoke Greek and used the Septuagint version of the Bible instead of the original Hebrew or the Chaldaic targum or paraphrase” [= ‘Orang-orang Yunani’. HELLEENISTOON. Versi English Revised Version (1885) menterjemahkan dengan lebih tepat ‘orang-orang Yahudi Yunani’, dan menuliskan ‘Hellenists’ di catatan tepi. ‘Orang-orang Yunani’ bisa dengan mudah dimaksudkan sebagai orang-orang Yunani secara umum. Kata ‘Hellenists’ menunjuk kepada orang-orang Yahudi, bukan orang-orang Yunani, tetapi orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani. Pertemuan orang-orang Yahudi dengan orang-orang Yunani pertama-tama diakibatkan oleh penaklukan Alexander. Ia menempatkan 8.000 orang-orang Yahudi di Thebais, dan orang-orang Yahudi itu membentuk sepertiga dari penduduk dari kotanya yang baru, Alexandria. Dari Mesir mereka perlahan-lahan menyebar di sepanjang keseluruhan pantai Laut Tengah dari Afrika. Mereka dipindahkan oleh Seleucus Nicator dari Babilonia, dalam jumlah ribuan, ke Antiokhia dan Seleukia, dan dibawah penganiayaan Antiochus Epiphanes menyebarkan diri mereka sendiri di seluruh Asia Kecil, Yunani, Makedonia, dan kepulauan AEgean. Mayoritas dari mereka mengambil / mengadopsi bahasa Yunani, dan melupakan dialek Aram yang telah menjadi bahasa mereka sejak Pembuangan. Kata ini digunakan hanya 2 x dalam Perjanjian Baru - di sini dan dalam Kis 9:29 - dan, dalam kedua kasus, menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang telah memeluk kekristenan, tetapi yang berbicara dalam bahasa Yunani and menggunakan Alkitab versi Septuaginta dan bukannya bahasa Ibrani orisinil atau Targum atau paraphrase Kasdim / Aram].


Bdk. Kis 9:29 - “Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.





William Barclay (tentang Kis 6:1): “In the Christian Church there were two kinds of Jews. There were the Jerusalem and the Palestinian Jews who spoke Aramaic, the descendant of the ancestral language, and prided themselves that there was no foreign admixture in their lives. There were also Jews from foreign countries who had come up for Pentecost and made the great discovery of Christ. Many of these had been away from Palestine for generations; they had forgotten their Hebrew and spoke only Greek. The natural consequence was that the spiritually snobbish Aramaic speaking Jews looked down on the foreign Jews” (= Dalam Gereja Kristen pada saat itu ada 2 jenis orang Yahudi. Di sana ada orang-orang Yahudi dari Yerusalem dan Palestina yang berbicara bahasa Aram, keturunan dari bahasa nenek moyang, dan membanggakan diri mereka sendiri bahwa tidak ada campuran asing dalam hidup mereka. Di sana ada juga orang-orang Yahudi dari negara-negara asing yang telah datang ke sana pada hari Pentakosta dan membuat penemuan besar tentang Kristus. Banyak dari mereka yang telah tinggal jauh dari Palestina selama banyak generasi; mereka telah melupakan bahasa Ibrani mereka dan mereka berbicara hanya dalam bahasa Yunani. Konsekwensi yang wajar / biasa adalah bahwa orang-orang Yahudi yang sombong rohani yang berbicara bahasa Aram ini memandang rendah orang-orang Yahudi asing) - hal 51-52.





2. Kis 8:27-35 - “(27) Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. (28) Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya. (29) Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’ (30) Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: ‘Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?’ (31) Jawabnya: ‘Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?’ Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. (32) Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulutNya. (33) Dalam kehinaanNya berlangsunglah hukumanNya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usulNya? Sebab nyawaNya diambil dari bumi. (34) Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: ‘Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?’ (35) Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya”.





Dalam persoalan text ini boleh dikatakan semua penafsir beranggapan bahwa sida-sida itu membaca text Yesaya dari LXX / Septuaginta. Ini memang bisa dipastikan karena sida-sida itu bukan orang Yahudi, dan karena itu tidak mungkin ia bisa membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani.


Lalu Filipus menjelaskan kepadanya, jelas juga dari Kitab Suci yang sedang dibaca oleh sida-sida tersebut, yaitu LXX / Septuaginta! Ini membuktikan secara meyakinkan bahwa Filipus bisa berbahasa Yunani.





3. Kis 11:19-20 - “(19) Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja. (20) Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan”.


Tentang text ini diperdebatkan apakah istilah ‘orang-orang Yunani’ dalam Kis 19:20 itu menunjuk kepada ‘orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani’, atau ‘orang-orang Yunani’. Adam Clarke bahkan mengatakan bahwa di sini ada textual problem, yaitu adanya 2 macam pembacaan dalam naskah bahasa Yunani. Saya sangat condong pada yang kedua (‘orang-orang Yunani’). Tetapi apakah kata-kata ‘orang-orang Yunani’ diartikan betul-betul sebagai ‘orang-orang Yunani’ atau sebagai ‘orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani’, itu tetap menunjukkan bahwa para pemberi Injil itu, yang adalah orang-orang Yahudi, pasti bisa berbahasa Yunani.





f) LXX / Septuaginta.


Bukti lain bahwa bahasa Yunani merupakan bahasa yang digunakan secara sangat luas, bahkan di antara orang-orang Yahudi adalah fakta bahwa Perjanjian Lama yang digunakan Yesus dan rasul-rasul, dan juga oleh orang-orang kristen pada abad-abad awal adalah LXX / Septuaginta. Ini sudah terlihat dari kutipan-kutipan di atas, tetapi saya akan memberikan tambahan lagi dari kata-kata Alfred Edersheim dan dari buku-buku lain di bawah ini. Alfred Edersheim ini adalah orang Yahudi, yang kalau dilihat dari buku-bukunya, mempunyai keahlian khusus dalam persoalan tradisi dan latar belakang dari Kitab Suci.





Alfred Edersheim: “These Jews of the West are known by the term Hellenists, from HELLENIZEIN, ‘to conform to the language and manners of the Greeks.’” (= Orang-orang Yahudi dari Barat ini dikenal dengan istilah ‘Hellenists’ / ‘orang-orang Hellenist’, yang berasal dari kata HELLENIZEIN, ‘menyesuaikan diri terhadap bahasa dan cara-cara dari orang-orang Yunani’) - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 13.





Alfred Edersheim: “the Hellenists were credited with the study of Greek literature, and that through them, if not more directly, the Palestinians had become acquainted with it. ... First and foremost, we have here the Greek translation of the Old Testament, venerable not only as the oldest, but as that which at the time of Jesus held the place of our Authorized Version, and as such is so often, although freely, quoted, in the New Testament. Nor need we wonder that it should have been the people’s Bible, not merely among the Hellenists, but in Galilee, and even in Judaea. It was not only, as already explained, that Hebrew was no longer the ‘vulgar tongue’ in Palestine, and that written Targumim were prohibited. But most, if not all, at least in towns, would understand the Greek version” [= orang-orang Hellenist ini dihargai / diakui / dipercaya dengan pelajaran tentang literatur Yunani, dan bahwa melalui mereka, jika bukannya dengan lebih langsung, orang-orang Palestina mengenalnya. ... Pertama dan yang terutama, kita mempunyai di sini terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama, patut dimuliakan bukan hanya sebagai yang tertua, tetapi karena pada jaman Yesus itu memegang kedudukan seperti Authorized Version (AV / KJV) kita, dan begitu sering dikutip, sekalipun secara bebas, dalam Perjanjian Baru. Kita tidak perlu heran bahwa itu menjadi Alkitab orang-orang, bukan hanya di antara Hellenists, tetapi di Galilea, dan bahkan di Yudea. Bukan hanya, seperti telah dijelaskan, bahwa bahasa Ibrani bukan lagi bahasa umum di Palestina, dan bahwa Targum yang tertulis dilarang. Tetapi mayoritas, kalau bukannya semuanya, setidaknya di kota-kota, mengerti versi Yunani] - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 16.





Alfred Edersheim: “Whether or not the LXX. was read in the Hellenist Synagogues, and the worship conducted, wholly or partly, in Greek, must be matter of conjecture. ... among those who spoke a barbarous language (not Hebrew, the term referring specially to Greek), it was the custom for one person to read the whole Parashah (or lesson for the day), while among the Hebrew-speaking Jews this was done by seven persons, successively called up. This seems to imply that either the Greek text alone was read, or that it followed a Hebrew reading, like the Targum of the Easterns. More probably, however, the former would be the case, since both Hebrew manuscripts, and persons qualified to read them, would be difficult to procure. At any rate, we know that the Greek Scriptures were authoritatively acknowledged in Palestine, and that the ordinary daily prayers might be said in Greek” [= Apakah LXX dibacakan di sinagog-sinagog Hellenist, dan ibadah diadakan, seluruhnya atau sebagian, dalam bahasa Yunani, tetap menjadi persoalan dugaan / yang tidak pasti. ... di antara mereka yang berbicara ‘bahasa barbar’ (bukan Ibrani, istilah ini menunjuk khususnya pada bahasa Yunani), merupakan kebiasaan bagi satu orang untuk membacakan seluruh PARASHAH (atau ‘pelajaran untuk hari itu’), sementara di antara orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Ibrani ini dilakukan oleh 7 orang, dipanggil secara berturut-turut. Ini kelihatannya menunjukkan bahwa atau text Yunani saja yang dibacakan, atau bahwa itu disusul oleh suatu pembacaan bahasa Ibrani, seperti Targum dari orang-orang Timur. Tetapi lebih mungkin bahwa yang terdahululah yang benar, karena baik manuscripts Ibrani, dan orang-orang yang memenuhi syarat untuk membacanya, sukar didapatkan. Bagaimanapun juga, kami mengetahui bahwa Kitab Suci Yunani diakui otoritasnya di Palestina, dan bahwa doa-doa harian biasa diucapkan dalam bahasa Yunani] - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 19.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “One of the most important translation is the Greek version of the Old Testament, the Septuagint. Greek speaking Jews and many Christians used the Septuagint in the first Christian centuries. Another early document, The Letter of Aristeas, suggests that the Septuagint was compiled for Jews living in Egypt during the reign of Pharaoh Ptolemy Philadelphus (285-246 BC). Greek was the main language of the Roman Empire, and several other Greek versions of the Old Testament were in use during the first Christian centuries” [= Salah satu dari terjemahan yang paling penting adalah versi Yunani dari Perjanjian Lama, yaitu Septuaginta. Orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani dan banyak orang-orang kristen menggunakan Septuaginta pada abad-abad awal kristen. Dokumen awal lainnya, Surat Aristeas, memberikan kesan bahwa Septuaginta disusun bagi orang-orang Yahudi yang hidup di Mesir selama pemerintahan dari Firaun Ptolemy Philadelphus (285-246 SM). Yunani adalah bahasa utama dari kekaisaran Romawi, dan beberapa versi Yunani lain dari Perjanjian Lama digunakan dalam abad-abad awal kristen] - hal 66.





Halley’s Bible Handbook: “A Greek translation of the Old Testament called ‘The Septuagint,’ made in the 3rd century BC, was in common use in Jesus’ day. Greek was the language in general use throughout the Roman world” (= Suatu terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama disebut ‘Septuaginta’ dibuat pada abad ke 3 SM, digunakan secara umum pada jaman Yesus. Yunani adalah bahasa yang digunakan secara umum di seluruh dunia Romawi) - hal 753-754.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “For many Christians in the first century ‘the Bible’ was the Greek translation of the Old Testament (the Septuagint) which was begun in the third century BC” [= Bagi banyak orang-orang kristen pada abad pertama ‘Alkitab’ adalah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta) yang dimulai pada abad ke 3 SM] - hal 69.





Halley’s Bible Handbook: “The Septuagint. This was the translation of the Hebrew Old Testament into Greek. It was made in Alexandria, where there were many Greek speaking Jews. Tradition has it that, at the request of Ptolemy Philadelphus (285-247 BC), 70 Jews, skillful linguists, were sent from Jerusalem to Egypt. The Pentateuch was first translated. Later the rest of the Old Testament books were added to the translation. It was called the ‘Septuagint’ from the 70 translators who were reputed to have begun it. Greek was the language of the world at that time. This version was in common use in the days of Christ. The New Testament was written in Greek. Many of its quotations from the Old Testament are from the Septuagint” [= Septuaginta. Ini adalah terjemahan dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Itu dibuat di Alexandria, dimana ada banyak orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani. Tradisi mengatakan bahwa karena permintaan dari Ptolemy Philadelphus (285-247 SM), 70 orang Yahudi, ahli-ahli bahasa, dikirim dari Yerusalem ke Mesir. Pentateuch (5 kitab Musa, yaitu Kejadian-Ulangan) diterjemahkan lebih dulu. Belakangan sisa dari kitab-kitab Perjanjian Lama ditambahkan pada terjemahan itu. Itu disebut ‘Septuaginta’, dari 70 penterjemah yang dianggap telah memulainya. Yunani adalah bahasa dunia pada saat itu. Versi ini digunakan secara umum pada jaman Kristus. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Banyak dari kutipan-kutipannya dari Perjanjian Lama diambil dari Septuaginta] - hal 409.





Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Bible versions and translations’): “When Christianity penetrated the world of the Greek-speaking Jews, and then the Gentiles, the Septuagint was the Bible used for preaching the gospel. Most of the Old Testament quotations in the New Testament are taken from this Greek Bible” [= Pada saat kekristenan memasuki dunia orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, dan lalu orang-orang non Yahudi, Septuaginta adalah (satu-satunya) Alkitab yang digunakan untuk memberitakan Injil. Kebanyakan kutipan dari Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru diambil dari Alkitab Yunani ini].





Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; ... Many of these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in common use in New Testament times” (= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; ... Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru) - hal 405.





Contoh dimana Perjanjian Baru mengutip dari LXX / Septuaginta:





1. Kis 7:14 diambil dari LXX / Septuaginta.


Kis 7:14 - “Kemudian Yusuf menyuruh menjemput Yakub, ayahnya, dan semua sanak saudaranya, tujuh puluh lima jiwa banyaknya”.


Dari mana Kis 7:14 bisa mengatakan ‘75’? Perjanjian Lama bahasa Ibrani mengatakan 70.


Kel 1:5 - “Seluruh keturunan yang diperoleh Yakub berjumlah tujuh puluh jiwa. Tetapi Yusuf telah ada di Mesir”.


Kej 46:26 - “Anak-anak Yusuf yang lahir baginya di Mesir ada dua orang. Jadi keluarga Yakub yang tiba di Mesir, seluruhnya berjumlah tujuh puluh jiwa”.


Ul 10:22 - “Dengan tujuh puluh orang nenek moyangmu pergi ke Mesir, tetapi sekarang ini TUHAN, Allahmu, telah membuat engkau banyak seperti bintang-bintang di langit.’”.


Kis 7:14 pasti mengambil dari LXX / Septuaginta karena dalam Kej 46:27 Kel 1:5 Ul 10:22 versi LXX / Septuaginta memang disebutkan 75 orang.





2. Mat 12:17-21 diambil dari Yes 42:1-4, sedikitnya dengan menggunakan LXX.


Yes 42:1-4 - “(1) Lihat, itu hambaKu yang Kupegang, orang pilihanKu, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh RohKu ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. (2) Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. (3) Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. (4) Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya”.


Mat 12:17-21 - “(17) supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: (18) ‘Lihatlah, itu HambaKu yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepadaNya jiwaKu berkenan; Aku akan menaruh rohKu ke atasNya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. (19) Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suaraNya di jalan-jalan. (20) Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. (21) Dan padaNyalah bangsa-bangsa akan berharap.’”.





Perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi, yang jelas menunjukkan perbedaan antara Yes 42:1-4 (versi Ibrani), dengan Mat 12:17-21.





A. T. Robertson (tentang Mat 12:17): “The passage quoted is Isa. 42:1-4 ‘a very free reproduction of the Hebrew with occasional side glances at the Septuagint’ (Bruce)” [= Text yang dikutip adalah Yes 42:1-4 ‘suatu reproduksi yang sangat bebas dari Ibrani dengan kadang-kadang melihat sekilas ke samping pada Septuaginta’ (Bruce)].





3. Mat 13:14-15 yang mengutip dari Yes 6:9-10.


Yes 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’”.


Mat 13:14-15 - “(14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka”.





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 13:14): “‘The prophecy of Esaias, which saith.’ (Isa. 6:9-10 - here quoted according to the Septuagint), ‘By hearing ye shall hear, and shall not understand ... ’” [= Nubuat Yesaya, yang berkata’. (Yes 6:9-10 - di sini dikutip menurut Septuaginta), ‘dengan mendengar engkau akan mendengar, dan tidak tidak akan mengerti ...’].





Wycliffe Bible Commentary (tentang Mat 13:13-15): “Matthew’s quotation follows the LXX, and emphasizes the obstinate unblief of the people. (The Hebrew, ‘make the heart of this people fat,’ ...” [= Kutipan Matius mengikuti LXX, dan menekankan ketidak-percayaan yang keras kepala dari bangsa itu (Text Ibraninya, ‘membuat hati bangsa ini gemuk’, ...].





4. Mat 13:35 yang mengutip dari Maz 78:2.


Mat 13:35 - “supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: ‘Aku mau membuka mulutKu mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.’”.


Maz 78:2 - “Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala”.





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 13:35): “‘That it might be fulfilled which was spoken by the prophet, saying’ (Ps. 78:2, nearly as in Septuagint)” [= Supaya bisa digenapi apa yang diucapkan oleh sang nabi, yang berkata’ (Maz 78:2, hampir seperti dalam Septuaginta)].





5. Kis 8:32 yang dikutip dari Yes 53:7-8.


Yes 53:7-8 - “(7) Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. (8) Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umatKu ia kena tulah”.


Kis 8:27-35 - “(27) Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. (28) Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya. (29) Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’ (30) Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: ‘Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?’ (31) Jawabnya: ‘Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?’ Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. (32) Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulutNya. (33) Dalam kehinaanNya berlangsunglah hukumanNya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usulNya? Sebab nyawaNya diambil dari bumi. (34) Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: ‘Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?’ (35) Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya”.





Bandingkan kutipan dalam Kis 8:32-33 itu dengan aslinya dalam Yes 53:7-8 di atas. Jelas berbeda. Mengapa bisa berbeda? Karena itu dikutip bukan dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani tetapi dari LXX / Septuaginta.





Adam Clarke (tentang Kis 8:30): “‘Heard him read the Prophet Esaias.’ The eunuch, it seems, was reading aloud; and apparently in Greek, for that was the common language in Egypt; and, indeed, almost in every place it was understood. And it appears that it was the Greek version of the Septuagint that he was reading, as the quotation below is from that version” (= ‘Mendengarnya membaca nabi Yesaya’. Kelihatannya, sida-sida itu sedang membaca dengan keras; dan jelas dalam bahasa Yunani, karena itu adalah bahasa yang umum di Mesir; dan bahkan di hampir setiap tempat bahasa itu dimengerti. Dan kelihatannya itu adalah versi Yunani dari Septuaginta yang sedang ia baca, karena kutipan di bawah adalah dari versi itu).





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 8:28): “‘And sitting in his chariot read Esaias the prophet.’ - no doubt, in the Greek translation, called the Septuagint” (= ‘Dan duduk dalam keretanya membaca Yesaya sang nabi’. - tak diragukan, dalam terjemahan Yunani, yang disebut Septuaginta).





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 8:32): “‘Of the scripture which he read was this.’ What follows is from Isa. 53:7-8, almost verbatim as in the Septuagint” (= ‘Dari Kitab Suci yang ia baca adalah ini’. Berikutnya adalah dari Yes 53:7-8, hampir-hampir kata per kata seperti dalam Septuaginta).





Albert Barnes (tentang Kis 8:32): “This quotation is taken literally from the Septuagint. It varies very little from the Hebrew” (= Kutipan ini diambil secara hurufiah dari Septuaginta. Itu berbeda sangat sedikit dari text Ibrani).





A. T. Robertson (tentang Kis 8:28): “He had probably purchased this roll of Isaiah in Jerusalem and was reading the Septuagint Greek text” (= Ia mungkin telah membeli gulungan Yesaya ini di Yerusalem dan sedang membaca text Yunani Septuaginta).





A. T. Robertson (tentang Kis 8:32): “The quotation is from the Septuagint which has some variations from the Hebrew” (= Kutipan ini dari Septuaginta yang mempunyai beberapa perbedaan dari text Ibrani).





6. Ro 3:10 yang dikutip dari Maz 14:3.


Maz 14:1-3 - “(1) Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik. (2) TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. (3) Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.


Ro 3:10-12 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.





Lagi-lagi terlihat dengan jelas bahwa kutipan dalam Ro 3:10-12 berbeda dengan aslinya dalam Maz 14:1-3. Mengapa? Karena pengutipan dilakukan bukan dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani, tetapi dari LXX / Septuaginta.





Barnes’ Notes: “The passages which follow, are taken from various parts of the Old Testament. ... Most of the passages are quoted in the language of the Septuagint. The quotation in Rom. 3:10-12, is from Ps. 14:1-3; and from Ps. 53:1-3” (= Text yang berikut, diambil dari bagian-bagian yang bervariasi dari Perjanjian Lama. ... Kebanyakan dari text itu dikutip dalam bahasa dari Septuaginta. Kutipan dalam Ro 3:10-12, adalah dari Maz 14:1-3; dan dari Maz 53:1-3).





7. 1Pet 4:18 yang dikutip dari Amsal 11:31.


1Pet 4:18 - “Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”.


Amsal 11:31, yang merupakan sumber kutipan, berbeda dengan 1Pet 4:18 ini.


Amsal 11:31 - “Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan orang berdosa!”.


KJV: ‘Behold, the righteous shall be recompensed in the earth: much more the wicked and the sinner’ (= Lihatlah, orang benar akan menerima balasan di bumi, lebih-lebih orang jahat dan orang berdosa).





Pulpit Commentary mengatakan bahwa dalam 1Pet 4:18 ini Petrus mengutip Amsal 11:31 dari LXX, yang berbeda dengan bahasa Ibraninya.





Matthew Henry: “v. 18. This whole verse is taken from Prov. 11:31, Behold the righteous shall be recompensed in the earth; how much more the wicked and the sinner? This the Septuagint translates exactly as the apostle here quotes it” (= Ay 18. Seluruh ayat ini diambil dari Amsal 11:31, Lihatlah orang benar akan menerima balasan di bumi; lebih-lebih orang jahat dan orang berdosa? Ini diterjemahkan oleh Septuaginta persis seperti sang rasul mengutipnya di sini).





8. Ro 10:13 mengutip dari Yoel 2:32.


Ro 10:13 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan”.


Yoel 2:32a - “Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN (Ibrani: YAHWEH) akan diselamatkan,”.


Dalam terjemahan Indonesia, kedua ayat ini sama [kecuali kata ‘Yahweh’ diganti KURIOU (= of the Lord / dari Tuhan)]. Tetapi sebetulnya bagian akhir dari kedua ayat di atas berbeda, seperti yang bisa dilihat dalam terjemahan KJV. Untuk Ro 10:13, KJV menterjemahkan ‘shall be saved’ (= akan diselamatkan), sedangkan untuk Yoel 2:32a, KJV menterjemahkan ‘shall be delivered’ (= akan dibebaskan).





Gary Mink (internet): “The Masoretic text of the Hebrew Old Testament says, ‘delivered.’ The Greek says, ‘saved.’ The Greek speaking Paul is writing to the Greek speaking Romans. It is not surprising that he quotes from the Greek Old Testament.” (= Text Masoretik Ibrani dari Perjanjian Lama berkata ‘membebaskan’. Text Yunani berkata ‘diselamatkan’. Paulus yang berbicara dalam bahasa Yunani sedang menulis kepada orang-orang Romawi yang berbicara bahasa Yunani. Tidak mengherankan bahwa ia mengutip dari Perjanjian Lama bahasa Yunani.).





Saya kira saya sudah menunjukkan secara cukup jelas dan pasti, dari buku-buku sejarah, encyclopedia, dan dari Kitab Suci sendiri, bahwa bahasa Yunani pada saat itu merupakan sesuatu yang umum di kalangan orang Yahudi. Ini berlaku bukan hanya yang di luar Palestina, tetapi juga di Palestina dan bahkan Yerusalem sendiri. Juga saya telah menunjukkan tentang munculnya LXX / Septuaginta yang bahkan dipakai oleh Yesus, rasul-rasul dan orang-orang kristen abad-abad awal, dan dikutip oleh penulis-penulis Perjanjian Baru (lengkap dengan contoh-contohnya). Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa rasul-rasul tidak bisa berbahasa Yunani, seperti yang dikatakan oleh Teguh Hindarto.





2) Pauluspun mungkin tidak fasih berbahasa Yunani.


Kristian Sugiyarto dan Teguh Hindarto mengatakan bahwa tidak mustahil kalau Pauluspun tidak bisa, atau tidak fasih, berbahasa Yunani!





Kristian Sugiyarto: “Kis. 21:40 menyatakan bahwa Saulus berbicara dengan bahasa Ibrani, minimal mulai dari ps.22:1-21 yang memuat pertemuan/pertobatan Saulus pada Yahshua (Yesus), dan hal ini diulangi lagi dengan tegas bahwa teguran Yahshua pun dengan bahasa Ibrani (Kis.26:14). Jadi dari Sorga Yahshua pun memilih berbahasa Ibrani bukannya Aramaik apalagi Yunani; tentulah hal ini dilakukan karena Saulus (juga para rasul yang lain) adalah Ibrani tulen dan bukan mustahil Saulus tidak fasih berbahasa Yunani. ”.





Teguh Hindarto: “Saya tidak menampik bahwa Rasul Paul tentu saja bisa berbahasa Greek sepatah dua patah kata [Kis 21:37-38], namun melihat latar belakang pendidikan Torah, latar belakang karakter bangsanya, maka disangsikan Paul fasih berbahasa dan menuliskan keseluruhan suratnya dalam bahasa Greek. Mengapa tidak mungkin jika Paul menuliskan suratnya dalam bahasa Ibrani kemudian ada penerjemah yang menuliskan dalam bahasa Greek kemudian Paul menyalinnya dalam bahasa Greek, sehingga dia mengatakan ‘surat ini kutulis dengan tanganku sendiri?’”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a) Pada waktu membahas tentang murid-murid Yesus, kelompok Yahweh-isme ini mengatakan bahwa para murid itu tak bisa bahasa Yunani karena mereka adalah orang yang tak terpelajar. Sekarang, tentang Paulus, mereka tetap mengatakan bahwa ia tak bisa bahasa Yunani, padahal Paulus adalah orang yang sangat pandai, dan juga sangat terpelajar!





b) Seandainya memang benar bahwa Paulus tidak bisa berbahasa Yunani, dan ia menuliskan suratnya dalam bahasa Ibrani, lalu apa artinya argumentasi ini bagi kelompok Yahweh-isme ini? Ini paling-paling menunjukkan bahwa surat-surat Paulus saja yang ada dalam bahasa Ibrani. Ini tidak membuktikan bahwa bagian-bagian lain dari Perjanjian Baru juga ada dalam bahasa Ibrani. Jadi, argumentasi ini tak punya nilai apa-apa.





c) Kata-kata dari Kristian Sugiyarto yang mengatakan bahwa Paulus mungkin tidak fasih berbahasa Yunani itu hanya dia dasarkan pada:


1. Kis 21:40 yang menunjukkan bahwa Paulus berbicara dalam bahasa Ibrani.


Kis 21:40 - “Sesudah Paulus diperbolehkan oleh kepala pasukan, pergilah ia berdiri di tangga dan memberi isyarat dengan tangannya kepada rakyat itu; ketika suasana sudah tenang, mulailah ia berbicara kepada mereka dalam bahasa Ibrani, katanya”.


Bdk. Kis 22:2 - “Ketika orang banyak itu mendengar ia berbicara dalam bahasa Ibrani, makin tenanglah mereka”.


2. Kis 26:14 yang mengatakan bahwa Yesus berbicara kepada Paulus dalam bahasa Ibrani.


Kis 26:14 - “Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”.





Saya menjawab argumentasi Kristian Sugiyarto ini dengan suatu pertanyaan: kalau ada seseorang berbicara kepada saya dalam bahasa Indonesia, dan kalau ada orang yang mendengar saya berbicara dalam bahasa Indonesia, apakah kedua hal itu membuktikan bahwa saya tidak bisa bahasa Inggris?


Saya kira dari illustrasi saya ini sudah sangat jelas bahwa argumentasi Kristian Sugiyarto adalah argumentasi yang sangat tidak berdasar. Ayat-ayat yang ia gunakan hanya membuktikan bahwa Paulus bisa berbahasa Ibrani, tetapi sama sekali tidak membuktikan bahwa ia tidak bisa berbahasa Yunani.





d) Kristian Sugiyarto memotong ayat dari kontextnya.


Dalam menggunakan Kis 21:40 dan Kis 22:2, Kristian Sugiyarto memotong ayat-ayat tersebut dari kontextnya. Dengan kata lain, ia menafsirkan ayat-ayat itu tanpa mempedulikan kontextnya. Untuk bisa melihat ini marilah kita melihat 2-3 ayat sebelum text yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto.





Kis 21:37-38 - “(37) Ketika Paulus hendak dibawa masuk ke markas, ia berkata kepada kepala pasukan itu: ‘Bolehkah aku mengatakan sesuatu kepadamu?’ Jawabnya: ‘Tahukah engkau bahasa Yunani? (38) Jadi engkau bukan orang Mesir itu, yang baru-baru ini menimbulkan pemberontakan dan melarikan empat ribu orang pengacau bersenjata ke padang gurun?’”.





Kepala pasukan itu adalah orang Romawi, bukan orang Yahudi, dan karena itu tidak mungkin Paulus berbicara kepadanya dalam bahasa Ibrani. Dan dari kata-kata ‘Tahukah engkau bahasa Yunani?’ dalam Kis 21:37b itu, jelas terlihat bahwa pada saat itu Paulus memang berbicara kepadanya dalam bahasa Yunani. Itu menyebabkan dia kaget, karena dia tadinya mengira Paulus adalah orang Mesir (Kis 21:38). Albert Barnes menganggap bahwa kata-kata ‘orang Mesir’ ini berarti ‘orang Yahudi dari Mesir’.





Albert Barnes: “‘Canst thou speak Greek?’ ... The Greek language was what was then almost universally spoken, and it is not improbable that it was the native tongue of the chief captain. ... The language which the Jews spoke was the Syro-Chaldaic; and as he took Paul to be an Egyptian Jew (Acts 21:38), he supposed, from that circumstance also, that he was not able to speak the Greek language” [= ‘Tahukah / bisakah engkau berbicara bahasa Yunani?’ ... Bahasa Yunani adalah bahasa yang digunakan hampir secara universal, dan adalah mungkin bahwa itu adalah bahasa ibu dari kapten kepala ini. ... Bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi adalah Syro-Chaldaic; dan karena tadinya ia mengira Paulus adalah seorang Yahudi dari Mesir (Kis 21:38), ia menduga, dari keadaan itu juga, bahwa ia tidak bisa berbicara dalam bahasa Yunani].





Perhatikan bahwa text ini hanya 2-3 ayat sebelum Kis 21:40, yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto di atas. Jelas bahwa penafsirannya memotong ayat dari kontextnya! Seandainya ia membaca seluruh kontext, tidak mungkin ia bisa menyimpulkan bahwa Kis 21:40 menunjukkan bahwa Paulus tak bisa berbahasa Yunani!





Bahkan sebetulnya, Kis 21:40 itu sendiri, yang tahu-tahu secara explicit menyebutkan bahwa Paulus berbicara dalam bahasa Ibrani, jelas secara implicit menunjukkan bahwa tadinya ia tidak berbicara dalam bahasa Ibrani. Lalu dalam bahasa apa? Jelas dalam bahasa Yunani (Kis 21:37)!





Juga pada saat dikatakan bahwa Paulus berbicara dalam bahasa Ibrani, boleh dikatakan semua penafsir mengatakan bahwa yang disebut ‘bahasa Ibrani’ pada saat itu adalah ‘bahasa Aram’ atau campuran Chaldee (Kasdim) dan Aram.


Adam Clarke (tentang Kis 21:40): “What was called then the Hebrew, namely, the Chaldaeo-Syriac” (= Apa yang disebut bahasa Ibrani pada saat itu, artinya, Chaldee-Aram).


Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 21:40): “‘He spake unto them in the Hebrew tongue.’ - the Syro-Chaldaic, the vernacular tongue of the Palestine Jews since the captivity” (= ‘Ia berbicara kepada mkrk dalam bahasa Ibrani’. - Aram-Chaldee, bahasa rakyat dari orang-orang Yahudi di Palestina sejak pembuangan).


Albert Barnes (tentang Kis 21:40): “‘In the Hebrew tongue.’ The language which was spoken by the Jews, which was then a mixture of the Chaldee and Syriac, called Syro-Chaldaic” (= ‘Dalam bahasa Ibrani’. Bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi, yang pada saat itu merupakan campuran dari bahasa Chaldee / Kasdim dan Aram, disebut Syro-Chaldaic).


Wycliffe Bible Commentary (tentang Kis 21:39-40): “When Paul had captured the attention of the mob, he began to speak to them in the native Aramaic dialect, which was the common Jewish language of both Palestine and western Asia” (= Pada waktu Paulus telah menangkap perhatian dari orang banyak, ia mulai berbicara kepada mereka dalam dialek Aram pribumi, yang merupakan bahasa umum orang-orang Yahudi baik di Palestina maupun Asia Barat).


A. T. Robertson (tentang Kis 21:40): “‘In the Hebrew language.’ ... The Aramaean which the people in Jerusalem knew better than the Greek. Paul could use either tongue at will” (= ‘Dalam bahasa Ibrani’. ... Bahasa Aram yang dikenal dengan lebih baik dari pada bahasa Yunani oleh orang-orang di Yerusalem. Paulus bisa menggunakan bahasa yang manapun dari kedua bahasa itu semaunya).


Vincent: “‘Tongue.’ DIALEKTOO. Literally, ‘dialect:’ the language spoken by the Palestinian Jews - a mixture of Syriac and Chaldaic” (= ‘Bahasa’ DIALEKTOO. Secara hurufiah, ‘dialek’: bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi Palestina - suatu campuran dari Aram dan Chaldee / Kasdim).





e) Bahwa Paulus bisa berbahasa Yunani, terbukti dari banyak hal, seperti:





1. Paulus berasal dari kota yang bernama Tarsus (Kis 9:11 21:39 22:3).


Kis 9:11 - “Firman Tuhan: ‘Mari, pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa”.


Kis 21:39 - “Paulus menjawab: ‘Aku adalah orang Yahudi, dari Tarsus, warga dari kota yang terkenal di Kilikia; aku minta, supaya aku diperbolehkan berbicara kepada orang banyak itu.’”.


Kis 22:3 - “‘Aku adalah orang Yahudi, lahir di Tarsus di tanah Kilikia, tetapi dibesarkan di kota ini; dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita, sehingga aku menjadi seorang yang giat bekerja bagi Allah sama seperti kamu semua pada waktu ini”.





Dimana dan bagaimana kota Tarsus itu, dan khususnya bahasa apa yang digunakan di sana?





Gary Mink (internet): “He was born in Tarsus, a city in the Roman province of Cilicia. Cilicia was part of Asia, which had been conquered by Alexander the Great about 300 years before Paul was born. The whole area was thoroughly Greek, both in culture and in language. The Romans took control of it about 100 B.C. Paul was born a Roman citizen and probably knew Greek from childhood. Regardless of when he learned it, he was fluent in it” (= Ia dilahirkan di Tarsus, suatu kota di propinsi Romawi dari Kilikia. Kilikia adalah bagian dari Asia, yang telah dtaklukkan oleh Alexander yang Agung sekitar 300 tahun sebelum Paulus dilahirkan. Seluruh daerah itu sepenuhnya bersifat Yunani, baik dalam kebudayaan maupun bahasa. Orang-orang Romawi menguasainya pada sekitar tahun 100 SM. Paulus dilahirkan sebagai seorang warga negara Romawi dan mungkin mengenal bahasa Yunani sejak masa kanak-kanak. Tak peduli kapan ia mempelajarinya, ia fasih dalam bahasa itu).





Nelson’s Bible Dictionary: “TARSUS ... the birthplace of the apostle Paul (Acts 21:39, 22:3), formerly known as Saul of Tarsus (Acts 9:11). Tarsus was the chief city of CILICIA, a province of southeast Asia Minor (modern Turkey; ...). ... During the Seleucid period, however, Tarsus became a free city (about 170 B. C.), and was open to Greek culture and education. By the time of the Romans, Tarsus competed with ATHENS and ALEXANDRIA as the learning center of the world” [= TARSUS ... tempat kelahiran dari rasul Paulus (Kis 21:39, 22:3), yang sebelumnya dikenal sebagai Saulus dari Tarsus (Kis 9:11). Tarsus adalah kota utama dari Kilikia, sebuah propinsi dari Asia Kecil sebelah tenggara (pada jaman modern itu adalah Turki; ...). ... Tetapi selama masa Seleucid, Tarsus menjadi suatu kota yang bebas (sekitar tahun 170 SM), dan terbuka bagi kebudayaan dan pendidikan Yunani. Pada jaman Romawi, Tarsus bersaing dengan Athena dan Alexandria sebagai pusat pendidikan dunia].





The International Standard Bible Encyclopedia: “TARSUS. 1. Situation: The chief city of Cilicia, the southeastern portion of Asia Minor. ... 4. Tarsus under Greek Sway: Alexander’s overthrow of the Persian power brought about a strong Hellenic reaction in Southeastern Asia Minor and must have strengthened the Greek element in Tarsus, but more than a century and a half were to elapse before the city attained that civic autonomy which was the ideal and the boast of the Greek polis. ... From this time Tarsus is a city of Hellenic constitution, and its coins no longer bear Aramaic but Greek legends” (= TARSUS. 1. Situasi: Kota utama dari Kilikia, bagian tenggara dari Asia Kecil. ... 4. Tarsus dibawah kekuasaan Yunani: penggulingan Alexander terhadap kekuasaan Persia menimbulkan reaksi yang bersifat Yunani yang kuat di Asia Kecil Tenggara dan pasti telah menguatkan elemen Yunani di Tarsus, tetapi setelah lewat 1 ½ abad lebih barulah kota itu mencapai otonomi kota yang merupakan sesuatu yang ideal dan membanggakan dari kota Yunani itu. ... Sejak saat ini Tarsus adalah suatu kota dengan undang-undang Yunani, dan mata uang logamnya tidak lagi memuat tokoh-tokoh Aramaik tetapi Yunani).





The International Standard Bible Encyclopedia: “PAUL, THE APOSTLE, PART IV-1. 1. The City of Tarsus: Geography plays an important part in any life. ... Paul grew up in a great city and spent his life in the great cities of the Roman empire. ... He was not merely a resident, but a ‘citizen’ of this distinguished city. This fact shows that Paul’s family had not just emigrated from Judaea to Tarsus a few years before his birth, but had been planted in Tarsus as part of a colony with full municipal rights (Ramsay, St. Paul the Traveller, 31 f). Tarsus was the capital of Cilicia, then a part of the province of Syria, ... Ramsay (ib, 117 ff) from Gen 10:4 f holds that the early inhabitants were Greeks mingled with Orientals. East and West flowed together here. It was a Roman town also with a Jewish colony (ibid., 169 ff), constituting a city tribe to which Paul’s family belonged. So then Tarsus was a typical city of the Greek-Roman civilization” [= PAULUS, SANG RASUL, BAGIAN IV-1. 1. Kota Tarsus: Geography mempunyai peranan penting dalam kehidupan siapapun. ... Paulus bertumbuh menjadi dewasa di sebuah kota besar dan menghabiskan hidupnya di kota-kota besar dari kekaisaran Romawi. ... Ia bukanlah semata-mata seorang penduduk, tetapi seorang ‘warga negara’ dari kota yang terkenal / terkemuka ini. Fakta ini menunjukkan bahwa keluarga Paulus bukan hanya beremigrasi dari Yudea ke Tarsus beberapa tahun sebelum kelahirannya, tetapi telah ‘tertanam’ di Tarsus sebagai suatu bagian dari sebuah koloni dengan hak-hak penuh berkenaan dengan kota itu (Ramsay, St. Paul the Traveller, 31-dst). Tarsus adalah ibukota dari Kilikia, yang pada saat itu merupakan bagian dari suatu propinsi dari Syria, ... Ramsay (ib, 117-dst) dari Kej 10:4-dst mempercayai bahwa penduduk mula-mulanya adalah orang-orang Yunani bercampur dengan orang-orang Timur. Timur dan Barat mengalir bersama-sama di sini. Itu juga merupakan suatu kota Romawi dengan suatu koloni Yahudi (ibid., 169-dst), membentuk sebuah suku kota dalam mana keluarga Paulus termasuk. Jadi, Tarsus adalah suatu kota khas dari kebudayaan Yunani-Romawi].





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Paul, the apostle, saint’): “In the time of Paul, Tarsus, the home of famous Stoic philosophers, was on the main trade route between East and West. Like many of the Jews there Paul inherited Roman citizenship, probably granted by the Romans as a reward for mercenary service in the previous century. This fact explains his two names. He used his Jewish name, Saul, within the Jewish community and his Roman surname, Paul, when speaking Greek. Though he had a strict Jewish upbringing, he also grew up with a good command of idiomatic Greek and the experience of a cosmopolitan city, which fitted him for his special vocation to bring the gospel to the Gentiles (non-Jews)” [= Pada jaman Paulus, Tarsus, tempat tinggal dari ahli-ahli filsafat Stoa yang terkenal, ada di route / jalan perdagangan utama antara Timur dan Barat. Seperti banyak orang-orang Yahudi di sana Paulus mewarisi kewarga-negaraan Romawi, mungkin diberikan oleh orang-orang Romawi sebagai suatu upah untuk pelayanan perdagangan dalam abad sebelumnya. Fakta ini menjelaskan namanya yang ada dua. Ia menggunakan nama Yahudinya, Saul(us), dalam masyarakat Yahudi, dan nama julukan Romawinya, Paul(us), pada waktu berbicara Yunani. Sekalipun ia mendapatkan didikan Yahudi yang ketat, ia juga bertumbuh menjadi dewasa dengan suatu pimpinan yang baik tentang ungkapan Yunani dan pengalaman dari suatu kota internasional, yang menyesuaikannya untuk pekerjaan khususnya untuk membawa Injil kepada orang-orang non Yahudi].





Jadi, asal usul Paulus dari kota yang bernama Tarsus, yang bukan terletak di Palestina / Kanaan, tetapi di Kilikia (Kis 21:39 22:3), dan dipenuhi oleh kebudayaan Yunani. Lalu mungkinkah ia ternyata tidak bisa berbahasa Yunani?





2. Paulus adalah rasul bagi orang-orang non Yahudi.


Kis 9:15 - “Tetapi firman Tuhan kepadanya: ‘Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagiKu untuk memberitakan namaKu kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel”.


Kis 22:21 - “Tetapi kata Tuhan kepadaku: Pergilah, sebab Aku akan mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain.’”.


Gal 1:16 - “berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”.


Gal 2:7-9 - “(7) Tetapi sebaliknya, setelah mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang bersunat (8) - karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus untuk menjadi rasul bagi orang-orang bersunat, Ia juga yang telah memberikan kekuatan kepadaku untuk orang-orang yang tidak bersunat. (9) Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat”.





Mengingat bahwa Yunani merupakan bahasa ‘seluruh dunia’ pada saat itu (mungkin seperti bahasa Inggris pada jaman ini), maka kalau Paulus dijadikan rasul orang-orang non Yahudi, adalah tidak masuk akal kalau ia tidak bisa bahasa Yunani!





3. Paulus banyak memberitakan Injil dan mempertobatkan orang-orang non Yahudi / orang Yunani.


Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:


· Kis 9:28-29 - “(28) Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan. (29) Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.


· Kis 14:1 - “Di Ikoniumpun kedua rasul itu (Paulus dan Barnabas) masuk ke rumah ibadat orang Yahudi, lalu mengajar sedemikian rupa, sehingga sejumlah besar orang Yahudi dan orang Yunani menjadi percaya”.


· Kis 17:4,12 - “(4) Beberapa orang dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang takut kepada Allah, dan tidak sedikit perempuan-perempuan terkemuka. ... (12) Banyak di antara mereka yang menjadi percaya; juga tidak sedikit di antara perempuan-perempuan terkemuka dan laki-laki Yunani”.


· Kis 18:4 - “Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”.


· Kis 19:8-10 - “(8) Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. (9) Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan, malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus. (10) Hal ini dilakukannya dua tahun lamanya, sehingga semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani”.


· Kis 20:2,3,21 - “(2) Ia menjelajah daerah itu dan dengan banyak nasihat menguatkan hati saudara-saudara di situ. Lalu tibalah ia di tanah Yunani. (3) Sesudah tiga bulan lamanya tinggal di situ ia hendak berlayar ke Siria. Tetapi pada waktu itu orang-orang Yahudi bermaksud membunuh dia. Karena itu ia memutuskan untuk kembali melalui Makedonia. ... (21) aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus”.





Kalau Paulus tidak bisa berbahasa Yunani, lalu dengan bahasa apa ia memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, ataupun kepada orang-orang non Yahudi / orang-orang Yunani itu? Dengan bahasa Roh?





4. Paulus berkhotbah di Atena, Yunani.


Kis 17:16-34 - “(16) Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. (17) Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya. (19) Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: ‘Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini? (20) Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu.’ (21) Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru. (22) Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: ‘Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. (23) Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu. (24) Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, (25) dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. (26) Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, (27) supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing. (28) Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga. (29) Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir, bahwa keadaan ilahi sama seperti emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia. (30) Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat. (31) Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukanNya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.’ (32) Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata: ‘Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.’ (33) Lalu Paulus pergi meninggalkan mereka. (34) Tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka”.





Dalam Kis 17:16-34 ini Paulus berada di Atena, suatu kota di Yunani. Dalam ay 17 dikatakan bahwa ia memberitakan Injil kepada:


· orang-orang Yahudi di kota itu.


· ‘orang-orang yang takut akan Allah’.


NASB: ‘God fearing Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi yang takut akan Allah).


NIV: ‘God fearing Greeks’ (= orang-orang Yunani yang takut akan Allah).


· orang-orang di pasar.


Dalam kelompok heterogen seperti itu, mungkinkah ia berkhotbah / memberitakan Injil dalam bahasa Ibrani? Jangankan orang-orang Yunaninya, orang-orang Yahudinyapun belum tentu mengerti bahasa Ibrani, mengingat mereka sudah tinggal di Yunani.





Setelah itu, khususnya mulai ay 22, ia berkhotbah / memberitakan Injil kepada para penyembah dari ‘Allah yang tidak dikenal’, yang jelas tidak mungkin adalah orang-orang Yahudi, dan pasti adalah orang-orang Yunani. Dengan bahasa apa ia memberitakan Injil, kalau bukan dalam bahasa Yunani?





5. Paulus memberitakan Injil dalam penjara kepada tentara-tentara Romawi.


Fil 1:12-13 - “(12) Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, (13) sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus”.


Kis 16:27-32 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!’ (29) Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. (30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’ (32) Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya”.


Ini hanyalah sedikit contoh dari banyak kasus dimana Paulus berbicara kepada orang-orang non Yahudi. Bagaimana ia melakukan semua itu kalau ia tidak bisa berbahasa Yunani?





6. Dalam Kis 26, Paulus memberikan pembelaan dan sekaligus kesaksian di hadapan Agrippa, Festus, dan banyak orang-orang lain, yang semuanya jelas bukan orang-orang Yahudi. Karena itu, tidak mungkin ia menggunakan bahasa Ibrani. Ia pasti berbicara dalam bahasa Yunani.





Kis 26:1-29 - “(1) Kata Agripa kepada Paulus: ‘Engkau diberi kesempatan untuk membela diri.’ Paulus memberi isyarat dengan tangannya, lalu memberi pembelaannya seperti berikut: (2) ‘Ya raja Agripa, aku merasa berbahagia, karena pada hari ini aku diperkenankan untuk memberi pertanggungan jawab di hadapanmu terhadap segala tuduhan yang diajukan orang-orang Yahudi terhadap diriku, (3) terutama karena engkau tahu benar-benar adat istiadat dan persoalan orang Yahudi. Sebab itu aku minta kepadamu, supaya engkau mendengarkan aku dengan sabar. (4) Semua orang Yahudi mengetahui jalan hidupku sejak masa mudaku, sebab dari semula aku hidup di tengah-tengah bangsaku di Yerusalem. (5) Sudah lama mereka mengenal aku dan sekiranya mereka mau, mereka dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama kita. (6) Dan sekarang aku harus menghadap pengadilan oleh sebab aku mengharapkan kegenapan janji, yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita, (7) dan yang dinantikan oleh kedua belas suku kita, sementara mereka siang malam melakukan ibadahnya dengan tekun. Dan karena pengharapan itulah, ya raja Agripa, aku dituduh orang-orang Yahudi. (8) Mengapa kamu menganggap mustahil, bahwa Allah membangkitkan orang mati? (9) Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. (10) Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. (11) Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing.’ (12) ‘Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik, (13) tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku. (14) Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. (15) Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. (16) Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari padaKu dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. (17) Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, (18) untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepadaKu memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. (19) Sebab itu, ya raja Agripa, kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat. (20) Tetapi mula-mula aku memberitakan kepada orang-orang Yahudi di Damsyik, di Yerusalem dan di seluruh tanah Yudea, dan juga kepada bangsa-bangsa lain, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu. (21) Karena itulah orang-orang Yahudi menangkap aku di Bait Allah, dan mencoba membunuh aku. (22) Tetapi oleh pertolongan Allah aku dapat hidup sampai sekarang dan memberi kesaksian kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar. Dan apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa, (23) yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.’ (24) Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat! (26) Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil. (27) Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka.’ (28) Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ (29) Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.





7. Surat-surat Paulus ditujukan kepada gereja-gereja dari kota-kota non Yahudi (Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, Tesalonika) dan juga kepada pribadi-pribadi non Yahudi, seperti Timotius, Titus, dan Filemon. Timotius adalah setengah Yahudi (Kis 16:1-3); Titus adalah seorang Yunani (Gal 2:3); Filemon juga adalah orang Yunani, karena namanya adalah nama Yunani, artinya ‘a friend’ (= seorang teman).


Adalah lucu kalau ia menulis surat kepada orang-orang non Yahudi ini dalam bahasa Ibrani! Ia pasti bisa berbahasa Yunani, dan ia pasti menulis surat-suratnya dalam bahasa Yunani.





f) Kata-kata F. F. Bruce tentang Paulus.


F. F. Bruce: “With his return to ‘THE REGIONS OF SYRIA AND CILICIA’ Paul was irrevocably committed to the Hellenistic world. ... Judea, and even Jerusalem, formed part of the Hellenistic world. Greek was spoken alongside Aramaic (and possibly Hebrew) in the holy city itself and, as we have seen, Hellenistic Jews had their synagogues there in which the scriptures were read and worship was conducted in Greek. The pagan influences of Hellenism were kept at bay from the circle in which Paul received his education, but even the sages knew Greek and were capable of giving their pupils prophylactic courses in Greek languange and culture. Simeon the son of Gamaliel is said to have had many pupils who studied ‘the wisdom of the Greeks’ alongside as many others who studied the Torah, and it need not be doubted that Gamaliel the elder also had such pupils. It is quite probable that Paul acquired the rudiments of Greek in Gamaliel’s school. But from his return to Tarsus throughout the rest of his active life he was exposed to the Greek way of life in one city after another, for he no longer led a cloistered existence, but lived for the most part as a Gentile among Gentiles in order to win Gentiles for the gospel. The knowledge of Greek literature and thought that his letters attest was part of the common stock of educated people in the Hellenistic world of that day; it bespeaks no formal instruction received from Greek teachers” [= Dengan kembalinya ia ke ‘DAERAH SYRIA DAN KILIKIA’ Paulus secara tak bisa dibatalkan telah mengikatkan dirinya pada dunia Yunani. ... Yudea, dan bahkan Yerusalem, membentuk bagian dari dunia yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan bahasa Yunani. Yunani digunakan sebagai bahasa percakapan bersama-sama dengan Aram (dan mungkin Ibrani) di kota kudus itu sendiri, dan seperti yang telah kita lihat, orang-orang Yahudi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan bahasa Yunani, mempunyai sinagog-sinagog di sana, dimana Kitab Suci dibacakan dan ibadah diadakan dalam bahasa Yunani. Pengaruh-pengaruh kafir dari pengaruh kebudayaan dan bahasa Yunani dipertahankan dari lingkungan dimana Paulus menerima pendidikannya, tetapi bahkan guru-guru / orang-orang bijak mengerti bahasa Yunani dan bisa memberikan murid-murid mereka pelajaran pencegahan / perlindungan dalam bahasa dan kebudayaan Yunani. Simeon anak dari Gamaliel dikatakan mempunyai banyak murid yang belajar ‘hikmat dari orang-orang Yunani’ bersama-sama dengan banyak orang-orang lain yang mempelajari Taurat, dan tidak perlu diragukan bahwa Gamaliel yang lebih tua juga mempunyai murid-murid seperti itu. Adalah cukup memungkinkan bahwa Paulus menerima dasar-dasar dari bahasa Yunani di sekolah Gamaliel. Tetapi dari kembalinya ia ke Tarsus dalam sepanjang sisa kehidupan aktifnya ia terbuka terhadap gaya hidup Yunani dari satu kota ke kota lain, karena ia tidak lagi menjalani kehidupan yang menyendiri, tetapi hidup pada umumnya sebagai seorang non Yahudi di antara orang-orang non Yahudi untuk memenangkan orang-orang non Yahudi bagi Injil. Pengetahuan tentang literatur dan pemikiran Yunani yang ditunjukkan oleh surat-suratnya merupakan bagian dari kelompok umum dari orang-orang berpendidikan dalam dunia Yunani pada jaman itu; itu memperlihatkan pendidikan tidak formal yang diterima dari guru-guru Yunani] - ‘Paul Apostle of the Heart Set Free’, hal 126-127.


Catatan:


· Kata-kata di bagian awal dari kutipan ini diambil dari Gal 1:21 - “Kemudian aku pergi ke daerah-daerah Siria dan Kilikia”. Ini menunjukkan bahwa setelah pertobatannya Paulus kembali ke Kilikia, dimana terletak kota Tarsus, kota kelahirannya.


· Kata-kata di bagian akhir dari kutipan di atas (yang saya beri garis bawah ganda) mengacu pada kata-kata Paulus dalam 1Kor 9:19-22 - “(19) Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. (20) Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. (21) Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. (22) Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka”.





3) Kesaksian bapa-bapa gereja.





Teguh Hindarto: “Namun mengapa kita hanya mengenal Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Greek atau Yunani? Menurut para ahli, jumlah naskah dan manuskrip kuno Kitab Yunani, ada sekitar 5000-an yang terdiri dari berbagai abad yang berbeda. Jika memang benar Yahshua dan para rasul berbahasa Ibrani, mengapa Kitab Perjanjian Baru menuliskan ajaran Yahshua dan para rasul dalam bahasa Greek/Yunani? Pada mulanya, naskah-naskah ajaran Yahshua dituliskan dalam bahasa Ibrani, kemudian berkembang dan diterjemahkan dalam bahasa Yunani. Menurut kesaksian Epiphanius [350 Ms] yang mengutip perkataan Papias [150-170] yang hidup tidak lama setelah zaman para rasul, mengatakan: ‘Matius menyusun perkataan-perkataan tersebut dalam dialek Ibrani dan orang lain menerjemahkannya semampu mereka’. Apa arti pernyataan di atas? Bahwa para rasul pada mulanya menuliskan perkataan dan ajaran Yahshua dalam bahasa Ibrani, kemudian untuk kepentingan pemberitaan “Besorah” [Kabar Baik], maka kitab itu diterjemahkan dalam bahasa Yunani”.





Kristian Sugiyarto: “Para Bapak Gereja yang dimaksud biasanya menunjuk pada para pemimpin gereja primitif hingga konsili Nicea sekitar 325 AD. Kesaksian ini tentu sangat penting mengingat masanya sangat dekat abad awal Kristen, yang jelas-jelas kontradiksi dengan teori Aramaik. Berikut saya sajikan kutipan para Bapak Gereja dalam bahasa Inggris lengkap dengan alamat referensi langsung dengan maksud menghindari kemungkinan terjadinya ‘pemelintiran’ dalam menerjemahkannya.





(a) Papias, Uskup Hierapolis-Asia Kecil (pertengahan abad 2 AD) menyatakan perihal keaslian Injil Ibrani sebagai berikut: “Matius mengumpulkan bersama ucapan (Tuhan / Yesus) dalam bahasa Ibrani, dan masing-masing menginterpretasikan sebaik mungkin. ……yang didapat dalam Injil menurut Ibrani”


[This is what is related by Papias regarding Mark; but with regard to Matthew he has made the following statements]: Matthew put together the oracles [of the Lord] in the Hebrew language, and each one interpreted them as best he could. [The same person uses proofs from the First Epistle of John, and from the Epistle of Peter in like manner. And he also gives another story of a woman who was accused of many sins before the Lord, which is to be found in the Gospel according to the Hebrews.]


Fragments of Papias, Fragment VI, 25-26 (Quoted by Eusebius)


www.ccel.org/fathers2/...539_605327




(b) Irenaeus


‘Matius juga mewartakan Injil tertulis bagi orang-orang Ibrani dalam dialek mereka’.


Matthew also issued a written Gospel among the Hebrews in their own dialect, while Peter and Paul were preaching at Rome, and laying the foundations of the Church. After their departure, Mark, the disciple and interpreter of Peter, did also hand down to us in writing what had been preached by Peter. Luke also, the companion of Paul, recorded in a book the Gospel preached by him. Afterwards, John, the disciple of the Lord, who also had leaned upon His breast, did himself publish a Gospel during his residence at Ephesus in Asia.


Irenaeus, Against Heresies, Book III, Chapter I: 3 (This Quote is also found in Eusebius, Ecclesiastical History, Book V, Chapter VIII);


www.ccel.org/fathers2/...04_1939792




‘Sebab Matius, yang pertama kali telah mengajar kepada para Ibrani, ketika ia akan meninggalkan mereka, berjanji menulis Injilnya dalam bahasa aslinya’


For Matthew, who had at first preached to the Hebrews, when he was about to go to other peoples, committed his Gospel to writing in his native tongue, and thus compensated those whom he was obliged to leave for the loss of his presence. And when Mark and Luke had already published their Gospels, they say that John, who had employed all his time in proclaiming the Gospel orally, finally proceeded to write for the following reason. The three Gospels already mentioned having come into the hands of all and into his own too, they say that he accepted them and bore witness to their truthfulness; but that there was lacking in them an account of the deeds done by Christ at the beginning of his ministry.201 Chapter XXIV. The Order of the Gospels.


www.ccel.org/fathers2/...883_861253




(c) Eusebius


Eusebius, Ecclesiastical History, Book III, Chapter XXIV, § 6 ;


‘ ……… Dilaporkan bahwa orang-orang di sana (India) yang mengetahui Kristus, ia (Panaenus) mendapatkan Injil menurut Matius, ……………, dan meninggalkan tulisan Matius dalam bahasa Ibrani bersama mereka.’


Pantaenus was one of these, and is said to have gone to India. It is reported that among persons there who knew of Christ, he found the Gospel according to Matthew, which had anticipated his own arrival. For Bartholomew, one of the apostles, had preached to them, and left with them the writing of Matthew in the Hebrew language, which they had preserved till that time.


www.ccel.org/fathers2/...43_1408041


Eusebius, Ecclesiastical History, Book V, Chapter X, § 3: 160.


‘Dari keempat Injil, …….., saya belajar menurut tradisi bahwa yang pertama ditulis oleh Matius, seorang pencetak sekali, …….., dan ini dipersiapkan untuk para orang yang bertobat dari Judais, dan dicetak dalam bahasa Ibrani’


‘Among the four Gospels,213 which are the only indisputable ones in the Church of God under heaven, I have learned by tradition that the first was written by Matthew, who was once a publican, but afterwards an apostle of Jesus Christ, and it was prepared for the converts from Judaism, and published in the Hebrew language.214


www.ccel.org/fathers2/...83_1835008
Eusebius, Ecclesiastical History, Book VI, Chapter XXV, § 4 (quoting Origen)


‘Matius menyusun Injil Kristus pertama kali dicetak di Yudea dalam (bahasa) Ibrani, ………., tetapi kemudian diterjemahkan ke dalam (bahasa) Yunani meskipun oleh pengarang yang tidak diketahui. (Injil) Ibrani itu sendiri telah dipelihara hingga kini di …….., Saya juga telah mendapat kesempatan memiliki bagian yang dilukiskan kepada saya………. . Dalam hal ini dicatat bahwa di mana saja penginjil itu, apakah bertanggung jawab sebagai dirinya sendiri atau sebagai utusan Tuhan (Y’Shua) Juruselamat mengacu kesaksian dari Perjanjian Lama, ia tidak mengikuti otoritas dari para penterjemah Septuaginta, melainkan Ibrani (Tenakh).’


Matthew, also called Levi, apostle and aforetimes publican, composed a gospel of Christ at first published in Judea in Hebrew for the sake of those of the circumcision who believed, but this was afterwards translated into Greek though by what author is uncertain. The Hebrew itself has been preserved until the present day in the library at Caesarea which Pamphilus so diligently gathered. I have also had the opportunity of having the volume described to me by the Nazarenes of Beroea, a city of Syria, who use it. In this it is to be noted that wherever the Evangelist, whether on his own account or in the person of our Lord the Saviour quotes the testimony of the Old Testament he does not follow the authority of the translators of the Septuagint but the Hebrew. Wherefore these two forms exist ‘Out of Egypt have I called my son,’ and ‘for he shall be called a Nazarene.’


www.ccel.org/fathers2/...86_1823364




Catatan dari Pdt Budi Asali: Kelihatannya Kristian Sugiyarto yang bergelar Ph. D. ini tidak bisa bahasa Inggris. Ia menterjemahkan kata-kata bahasa Inggris ‘who was once a publican’ sebagai ‘seorang pencetak sekali’ (lihat bagian yang saya beri garis bawah ganda). Padahal arti kata itu adalah ‘yang dulunya / yang pernah menjadi seorang pemungut cukai’!





(d) Jerome


Jerome, Lives of Illustrious Men, Chapter III


“ ……. Bartolomeus, salah satu dari keduabelas rasul telah memberitakan kedatangan Tuhan Yesus menurut Injil Matius, dan sekembalinya ke Aleksandria ia membawa ini bersamanya tertulis dalam huruf-huruf Ibrani.”


Pantaenus, a philosopher of the stoic school, according to some old Alexandrian custom, where, from the time of Mark the evangelist the ecclesiastics were always doctors, was of so great prudence and erudition both in scripture and secular literature that, on the request of the legates of that nation, he was sent to India by Demetrius bishop of Alexandria, where he found that Bartholomew, one of the twelve apostles, had preached the advent of the Lord Jesus according to the gospel of Matthew, and on his return to Alexandria he brought this with him written in Hebrew characters.


Jerome, Lives of Illustrious Men, Chapter XXXVI


“Dalam Injil menurut Ibrani, yang ditulis dalam bahasa Chaldee dan Siria, tetapi dalam huruf-huruf Ibrani, dan digunakan oleh para Nazaren hingga hari ini (Saya maksudkan Injil menurut para Rasul, atau sebagaimana umumnya dipertahankan, Injil menurut Matius, satu copy-nya ada di Perpustakaan Caesarea)


In the Gospel according to the Hebrews, which is written in the Chaldee and Syrian language, but in Hebrew characters, and is used by the Nazarenes to this day (I mean the Gospel according to the Apostles, or, as is generally maintained, the Gospel according to Matthew, a copy of which is in the library at Caesarea), we find, "Behold, the mother of our Lord and His brethren said to Him, John Baptist baptizes for the remission of sins; let us go and be baptized by him. But He said to them, what sin have I committed that I should go and be baptized by him?


www.ccel.org/fathers2/...57_2507136


Jerome, Against the Pelagians, Book III, § 2


... I am now speaking of the New Testament. This was undoubtedly composed in Greek, with the exception of the work of Matthew the Apostle, who was the first to commit to writing the Gospel of Christ, and who published his work in Judaea in Hebrew characters.... I therefore promise in this short Preface the four Gospels only, which are to be taken in the following order, Matthew, Mark, Luke, John, as they have been revised by a comparison of the Greek manuscripts....


Jerome, Preface to the Vulgate Version of the New Testament {Here it appears that Jerome, (circa 383) had to work with the Greek copy of Matthew.}


The first evangelist is Matthew, the publican, who was surnamed Levi. He published his Gospel in Judaea in the Hebrew language, chiefly for the sake of Jewish believers in Christ, who adhered in vain to the shadow of the law, although the substance of the Gospel had come....


Matthew was the first in Judea to compose the gospel of Christ in Hebrew letters and words ….. Who it was that later translated it into Greek is no longer known with certainty. (De Viris Inlustribus 3)





2. Berikut saya tampilkan berbagai komentar terkait dari ‘para Bapak Gereja’


www.earlychristianwrit...s-ogg.html


Early Christian Writings


The Gospel of the Nazoreans


The following selection is excerpted from Ron Cameron's The Other Gospels: Non-Canonical Gospel Texts (Philadelphia: The Westminster Press, 1982), pp. 99-102. Philipp Vielhauer and George Ogg of New Testament Apocrypha originally made the translation.


(1) To these (citations in which Matthew follows not the Septuagint but the Hebrew original text) belong the two: ‘Out of Egypt have I called my son’ and ‘For he shall be called a Nazaraean.’ (Jerome, De viris inlustribus 3)


(2) In the so-called Gospel according to the Hebrews instead of ‘essential to existence’ I found ‘mahar,’ which means ‘of tomorrow, so that the sense is: ‘Our bread of tomorrow’ - that is, of the future - ‘give us this day.’ (Jerome, Commentary on Matthew 1 [on Matthew 6:11])


(3) In the Gospel which the Nazarenes and the Ebionites use, which we have recently translated out of Hebrew into Greek, and which is called by most people the authentic (Gospel) of Matthew, the man who had the withered hand is described as a mason who pleaded for help in the following words: ‘I was a mason and earned (my) livelihood with (my) hands; I beseech thee, Jesus, to restore me to my health that I may not with ignominy have to beg for my bread.’ (Jerome, Commentary on Matthew 2 [on Matthew 12:13])


(4) But since the Gospel (written) in Hebrew characters which has come into our hands enters the threat not against the man who had hid (the talent), but against him who had lived dissolutely - for he (the master) had three servants: one who squandered his master's substance with harlots and flute-girls, one who multiplied the gain, and one who hid the talent; and accordingly one was accepted (with joy), another merely rebuked, and another cast into prison - I wonder whether in Matthew the threat which is uttered after the word against the man who did nothing may not refer to him, but by epanalepsis to the first who had feasted and drunk with the drunken. (Eusebius, Theophania 22 [on Matthew 25:14-15])


(5) Barabbas. . . is interpreted in the so-called Gospel according to the Hebrews as ‘son of their teacher.’ (Jerome, Commentary on Matthew 4 [on Matthew 27:16])


(6) But in the Gospel which is written in Hebrew characters we read not that the veil of the temple was rent, but that the lintel of the temple of wondrous size collapsed. (Jerome, Epistula ad Hedybiam 120.8)”.





Catatan: saya tak merasa perlu untuk menterjemahkan kutipan dari Kristian Sugiyarto ini. Yang penting saudara perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi, untuk menunjukkan bahwa seluruh kutipan yang ia berikan hanya berkenaan dengan Injil Matius saja!





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a) Yang dipersoalkan seharusnya adalah bahasa asli dari Perjanjian Baru, bukan hanya dari Injil Matius, tetapi Teguh Hindarto maupun Kristian Sugiyarto membelokkan pembicaraan kepada bahasa asli dari Injil Matius saja.


Ini merupakan hal yang terutama yang harus diperhatikan dari tulisan Kristian Sugiyarto maupun Teguh Hindarto yang mengutip bapak-bapak gereja di atas. Semuanya hanya berbicara tentang Injil Matius.





Khususnya perhatikan kutipan dari Teguh Hindarto di atas. Ia mengutip kata-kata Papias, yang hanya membicarakan ‘Matius’, tetapi ia tahu-tahu lalu memberikan kesimpulan tentang ‘para rasul’! Ini kelihatannya mau membohongi orang!





Perlu diketahui bahwa dalam persoalan Injil Matius, memang ada perdebatan di antara para penafsir berkenaan dengan apakah Matius ditulis dengan bahasa asli Ibrani / Aram atau Yunani.


Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Matthew, Gospel according to’):


“The Gospel was composed in Greek, ... There has, however, been extended discussion about the possibility of an earlier version in Aramaic” (= Injil ini disusun dalam bahasa Yunani, ... Tetapi ada diskusi yang panjang / luas tentang kemungkinan tentang suatu versi yang lebih awal dalam bahasa Aram).





Tetapi saya sendiri, setelah membaca banyak buku tafsiran berkenaan dengan hal itu, saya sendiri menyimpulkan bahwa Matius ditulis dengan bahasa Yunani, bukan bahasa Ibrani.


Bukti dari Kitab Suci yang membuktikan bahwa bahasa asli Injil Matius bukanlah bahasa Ibrani, adalah:





1. Munculnya beberapa kata Ibrani yang diterjemahkan. Contoh:


a. Mat 1:23 - “‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”.


Kalau memang bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani, maka jelas bahwa tak perlu kata Ibrani ‘Imanuel’ itu diterjemahkan.


Juga, perlu diketahui bahwa dalam ayat ini Matius mengutip dari Yes 7:14.


Yes 7:14 - “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.


Mengapa dalam Yesaya kata ‘Imanuel’ tidak diberi terjemahan, sedangkan dalam Mat 1:23, Matius memberikan terjemahannya? Karena Yesaya menulis dalam bahasa Ibrani, sehingga merupakan sesuatu yang tidak masuk akal untuk menterjemahkan suatu istilah bahasa Ibrani ke dalam bahasa Ibrani. Tetapi karena Matius menulis dalam bahasa Yunani, maka ia bisa memberikan terjemahan pada saat ia menggunakan kata bahasa Ibrani.


b. Mat 27:33 - “Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak”.


Catatan: Memang ada pertentangan apakah kata ‘Golgota’ ini berasal dari bahasa Aram ‘GULGALTA / GULGOLTA’ (William Hendriksen) atau dari bahasa Ibrani ‘GOLGOLETH / GULGOLET’ (Adam Clarke, Thomas Whitelaw, F. F. Bruce).





2. Adanya kata ‘IOTA’ dalam Mat 5:18 - “Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”.


IOTA adalah huruf ke 9 dalam abjad Yunani, dan seandainya Matius memang menulis dalam bahasa Ibrani ia tidak akan menuliskan IOTA tetapi YOD (huruf ke 10 dari abjad Ibrani). Ini akan saya jelaskan dengan lebih terperinci di bawah.





Kalau demikian, bagaimana dengan kutipan-kutipan Kristian Sugiyarto yang banyak di atas? Apakah bapa-bapa gereja, yang mengatakan bahwa Injil Matius asli ada dalam bahasa Ibrani, salah semua? Ya, saya berpendapat mereka semua memang salah. Jamieson, Fausset & Brown, dalam Introduction dari Injil Matius, mengatakan bahwa sekalipun kelihatannya ada banyak kesaksian dari banyak bapa-bapa gereja, tetapi ada alasan yang kuat untuk mencurigai bahwa sebetulnya hanya ada satu kesaksian, yaitu dari Papias, dan yang lain mengambilnya dari Papias.


Catatan: Papias adalah bapa gereja tertua dibandingkan semua yang lain dalam kutipan Kristian Sugiyarto di atas.





Saya akan memberikan kutipan dari Pulpit Commentary yang menunjukkan bagaimana terjadinya kesalahan ini.





Pulpit Commentary: “The third is that the belief in a Hebrew original is nothing more than a mistake. Papias and later authors knew personally and for a fact only the First Gospel in its present form, and considered that St. Matthew was the author of it, but they knew also that there was a Hebrew Gospel in existence, and that this was, rightly or wrongly, reported to be written by St. Matthew. They assumed the accuracy of the report, and supposed that it must have been the original form of the First Gospel. But their assumption was mistaken. If so, it is natural for us to go a step further, and identify this Hebrew Gospel with the ‘Gospel according to the Hebrews,’ so that the mistake of Papias and the others will be practically identical with that of Epiphanius and Jerome. It must be observed, however, that of the writers quoted above, Origen and Eusebius were well acquainted with the ‘Gospel according to the Hebrews,’ and that they did not think of identifying this with the original of Matthew. Further, it is clear that they had never seen the Hebrew original of the First Gospel, notwithstanding that they fully believed that it once existed. They may, therefore, have been only reproducing the Church’s opinion of their time, without any independent reasons for their belief. This third solution is certainly the most free from difficulties” (= Yang ketiga adalah bahwa kepercayaan pada suatu naskah asli bahasa Ibrani adalah tidak lebih dari suatu kesalahan. Papias dan pengarang-pengarang / penulis-penulis belakangan tahu secara pribadi dan sebagai suatu fakta hanya Injil Pertama ini dalam bentuknya yang sekarang, dan menganggap bahwa Santo Matius adalah pengarangnya, tetapi mereka juga mengetahui bahwa pada saat itu ada suatu Injil Ibrani, dan ini, secara salah atau benar, dilaporkan telah dituliskan oleh Santo Matius. Mereka menganggap laporan itu akurat, dan menduga bahwa itu adalah bentuk orisinil dari Injil Pertama. Tetapi asumsi mereka salah. Jika demikian, adalah wajar / alamiah bagi kita untuk maju selangkah lagi, dan mengidentifikasi Injil Ibrani ini dengan ‘Injil menurut orang-orang Ibrani’, sehingga kesalahan dari Papias dan yang lain-lain secara praktis akan sama dengan kesalahan dari Epiphanius dan Jerome. Tetapi harus diperhatikan bahwa dari penulis-penulis yang dikutip di atas, Origen dan Eusebius sangat akrab dengan ‘Injil menurut orang-orang Ibrani’, dan bahwa mereka tidak berpikir untuk mengidentikkan ini dengan naskah orisinil dari Matius. Selanjutnya, adalah jelas bahwa mereka tidak pernah melihat naskah orisinil bahasa Ibrani dari Injil Pertama, sekalipun mereka sepenuhnya percaya bahwa naskah itu pernah ada. Karena itu, mereka mungkin hanya meniru pandangan Gereja dari jaman mereka, tanpa alasan-alasan independen apapun untuk kepercayaan mereka. Solusi ketiga ini pastilah adalah solusi yang paling bebas dari kesukaran-kesukaran) - ‘Introduction to the Gospel according to St. Matthew’, hal xvii-xviii.





Singkatnya, Pulpit Commentary mengatakan bahwa pada saat itu selain Injil Matius yang sebenarnya, ada Injil Ibrani yang beredar, dan dilaporkan bahwa Injil Ibrani itu ditulis oleh Matius. Bapa-bapa gereja itu mempercayai laporan itu, padahal laporan itu sebetulnya salah. Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa Origen dan Eusebius tahu tentang Injil Ibrani itu, dan tidak menyamakannya dengan Injil Matius. Dan hal penting yang lain adalah: tak ada dari mereka yang pernah melihat Injil Matius asli dalam bahasa Ibrani, sekalipun mereka percaya akan hal itu!





Sebetulnya, berkenaan dengan persoalan yang sedang kita bahas ini (harus menggunakan nama Yahweh atau tidak), maka pertanyaan apakah Matius aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram atau Yunani tidaklah terlalu penting. Mengapa? Karena seandainya Matius memang ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani, tetap ada sisa Perjanjian Baru sebanyak 26 kitab, yang tidak diperdebatkan bahasa aslinya. Semua penafsir / ahli theologia, kecuali dari kalangan Yahweh-isme yang memang merupakan ahli-ahli palsu, mempercayai bahwa bahasa asli dari kitab-kitab ini adalah bahasa Yunani. Dan ini yang akan saya bahas dalam point kedua di bawah ini.





b) Bagaimana dengan Markus - Wahyu?


Saya ingin ingatkan bahwa kutipan yang sangat banyak dari Kristian Sugiyarto di atas, semuanya berkenaan dengan Injil Matius, dan sama sekali tidak dengan seluruh Perjanjian Baru. Jadi, seandainya kutipan-kutipan itu memang benar, paling-paling Kristian Sugiyarto hanya bisa membuktikan bahwa hanya Injil Matius yang asli yang ada dalam bahasa Ibrani.


Tetapi ia tidak bisa memberikan bukti dari tulisan bapa-bapa gereja manapun bahwa Markus - Wahyu juga mempunyai bahasa asli bahasa Ibrani. Bahkan dalam membicarakan seluruh Perjanjian Baru (selain Injil Matius), kutipan Kristian Sugiyarto dari Jerome secara explicit mengatakan bahwa itu ada dalam bahasa Yunani (perhatikan kutipan dari Kristian Sugiyarto yang saya letakkan dalam kotak, dan khususnya yang saya beri garis bawah ganda)!


Untuk jelasnya saya kutip ulang bagian yang saya maksudkan dari kutipan Kristian Sugiyarto di atas itu.


Jerome, Against the Pelagians, Book III, § 2


... I am now speaking of the New Testament. This was undoubtedly composed in Greek, with the exception of the work of Matthew the Apostle, who was the first to commit to writing the Gospel of Christ, and who published his work in Judaea in Hebrew characters.


Terjemahannya: “Sekarang aku berbicara tentang Perjanjian Baru. Ini secara tak diragukan disusun dalam bahasa Yunani, dengan perkecualian pekerjaan dari Rasul Matius, yang adalah yang pertama menuliskan Injil Kristus, dan yang menerbitkan pekerjaannya di Yudea dalam karakter / huruf Ibrani”.





Dan pembuktian bahwa Injil Matius yang asli ditulis dalam bahasa Ibrani ini sama sekali tidak ada gunanya dalam mempertahankan pandangan kelompok Yahweh-isme ini, karena kalau Markus - Wahyu ditulis dengan bahasa asli bahasa Yunani, tetap saja dalam 26 kitab ini ada banyak pengutipan ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YHWH, dan semuanya diubah, atau menjadi KURIOS (= Lord / Tuhan), atau menjadi THEOS (= God / Allah)! Dan ini memberikan otoritas ilahi untuk mengubah YHWH menjadi LORD / TUHAN atau GOD / ALLAH!





Saya ingin ingatkan bahwa saya tidak menolak penggunaan nama ‘YAHWEH’ tetapi saya menolak pengharusan penggunaan nama itu, dan juga saya menolak kalau perubahan YAHWEH menjadi TUHAN / ALLAH itu disalahkan.


Jadi, saya hanya membutuhkan satu bukti saja dari Perjanjian Baru, bahwa ada ayat Perjanjian Baru, yang pada waktu mengutip ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YAHWEH, lalu mengubahnya menjadi KURIOS (= Tuhan).





Dan kalaupun argumentasi mereka di atas, bahwa Paulus tak bisa berbahasa Yunani, tetap masih ada banyak kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru, yang tak bisa mereka buktikan bahwa bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani.





Untuk itu, maka mari kita sekarang menyoroti penulis lain dari Perjanjian Baru, yaitu Lukas. Mengapa saya menyoroti Injil Lukas? Karena menurut saya, ini adalah salah satu kitab yang paling mustahil menggunakan bahasa asli bahasa Ibrani. Mengapa?





1. Karena Lukas adalah penulis dari Injil Lukas dan Kitab Kisah Rasul dan ia adalah seorang Yunani, bukan Yahudi. Ia adalah satu-satunya penulis Perjanjian Baru yang bukan orang Yahudi!


Bahwa Lukas bukan orang Yahudi terlihat dari Kol 4:10-14 - “(10) Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu - (11) dan dari Yesus, yang dinamai Yustus. Hanya ketiga orang ini dari antara mereka yang bersunat yang menjadi temanku sekerja untuk Kerajaan Allah; mereka itu telah menjadi penghibur bagiku. (12) Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah. (13) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang dia, bahwa ia sangat bersusah payah untuk kamu dan untuk mereka yang di Laodikia dan Hierapolis. (14) Salam kepadamu dari tabib Lukas yang kekasih dan dari Demas”.





Dalam text di atas ini Paulus mengatakan hanya 3 orang, yaitu Aristarkhus, Markus, dan Yesus / Yustus, yang adalah orang-orang bersunat (= orang-orang Yahudi) yang menyertai dia. Jadi jelas bahwa 3 yang terakhir, yaitu Epafras, Lukas, dan Demas, bukanlah orang-orang bersunat / orang-orang Yahudi. Jadi, jelas bahwa Lukas bukanlah orang Yahudi!





2. Juga Lukas menulis kepada Theofilus (Luk 1:1 Kis 1:1).


Luk 1:1 - “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita”.


Kis 1:1 - “Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus”.


Bisa dipastikan bahwa Theofilus adalah seorang Yunani, karena namanya merupakan nama Yunani. Bagaimana mungkin Lukas, yang bukan orang Yahudi, bisa menulis kitabnya kepada seorang Yunani, dalam bahasa Ibrani?





3. Bukti-bukti lain bahwa Injil Lukas ditulis dalam bahasa Yunani terlihat dari fakta tentang adanya ayat-ayat yang menggunakan istilah-istilah Yahudi / Ibrani, yang tidak perlu dijelaskan, seandainya Lukas menulis dalam bahasa Ibrani kepada orang-orang Yahudi, yang mengerti bahasa Ibrani.


Contoh:


· Luk 22:1 - “Hari raya Roti Tidak Beragi, yang disebut Paskah, sudah dekat”.


· Luk 23:51 - “Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Ia berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan Kerajaan Allah”.


· Kis 4:36 - “Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus”.


· Kis 9:36 - “Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah”.





Dan kalau sudah terbukti bahwa bahasa asli dari Injil Lukas adalah bahasa Yunani, maka sekarang saya cukup memberi satu contoh saja (padahal contohnya ada banyak, dan sudah saya bahas di depan) dimana Lukas mengutip ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YAHWEH dan mengubahnya menjadi KURIOS.





Ul 6:16 - “Janganlah kamu mencobai TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa”.


Sekarang perhatikan bagaimana Lukas mengutip Ul 6:16 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.


Luk 4:12 - “Yesus menjawabnya, kataNya: ‘Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’”.


c) Menurut saya, kalau kita melihat tulisan bapa-bapa gereja, maka justru terbukti bahwa Perjanjian Baru asli ada dalam bahasa Yunani. Mengapa? Karena mereka selalu mengutip dari Perjanjian Baru bahasa Yunani.


Gary Mink (Internet): “The Greek New Testament is the most often quoted ancient book. Many, many, many ancient writers quote from it. These quotations verify its authenticity repeatedly. The Greek New Testament is quoted over 10,000 times by ancient writers” (= Perjanjian Baru bahasa Yunani adalah buku kuno yang paling banyak dikutip. Banyak, banyak, banyak penulis kuno mengutip darinya. Kutipan-kutipan ini membuktikan ke-otentik-annya berulang-ulang. Perjanjian Baru bahasa Yunani dikutip lebih dari 10.000 x oleh penulis-penulis kuno).





Berapa kali mereka mengutip dari Perjanjian Baru bahasa Ibrani? Gary Mink mengatakan 0 (nol), alias tidak ada sama sekali!!!!


Jangan heran dengan bilangan nol ini, karena menurut Walter Martin, Perjanjian Baru baru diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani paling awal pada tahun 1385 M.! Jadi, bagaimana mungkin bapa-bapa gereja pada abad-abad awal mengutip sesuatu yang tidak ada / belum ada pada jaman mereka?





4) Argumentasi lain dari Kristian Sugiyarto untuk menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani adalah: adanya kata-kata Ibrani dalam Perjanjian Baru berbahasa Yunani.





Kristian Sugiyarto: “5. Kata Ibrani dalam PB Yunani. Meskipun kata-kata Ibrani telah diketahui padanannya dalam bahasa Yunani, sungguh mengejutkan jika ternyata selain Aramaik, beberapa tetap dituliskan dalam kata Ibrani namun diikuti artinya dalam bahasa Yunani, misalnya Mesiah (Yoh. 1:41 ; 4:25). Fakta menunjukkan bahwa justru lebih banyak istilah Ibrani muncul dalam PB-Greek ketimbang Aramaik, misalnya, sikera (=strong drink; Luk. 1:15), sabbata (Mat. 12:10), pascha = paskah (Luk. 2:41), Rabbi (= guru; Mat. 23:7,8), levonah (Mat. 2:11), mammon (Luk. 16:9), Wai (Mat. 23:13) Beelzebul (Luk. 11:15), corban (Mark. 7:11), satan (Luk. 10:18), cammon (Mat. 23:23), raca (= empty; Mat. 5:22), moreh (= rebel; Mat. 5:22), bath (= ukuran cairan 8-9 gallon; Luk. 16:6), kor (= ukuran padatan 10 – 12 bushel ; Luk. 16:7), zuneem (= tares; Mat. 13:25), Boanerges (Mark. 3:17), mor (= myrrh; Luk. 7:37), sheekmah (Luk. 17:6), hosanna (Yoh. 12:13), amen sekitar 100 kali. Perlu diingat pula kata Ibrani primitif untuk bapa(k) adalah Ab (konkordansi no.1) yang nampaknya ‘cognate’ dengan Abba yang mungkin berasal dari akar kata Ab (Aramaik konkordansi no. 2). Ephphatha (konkordanssi no 2188 untuk Aramaik) yang artinya ‘terbukalah’ (Mark 7:34) menurut Brown dkk. (Gesenius’ Hebrew-English Lexicon, Oxford, 1958, p. 834) diambil langsung dari (akar kata dalam) Ibrani Bibel phphatha, חתפ, (konkordansi no. 6605) yang berarti ‘buka’, sebagaimana terdapat dalam standar Hebrew-English Lexicon of the Old Testament; selanjutnya Bruce Metzger menyatakan bahwa ‘ephphatha’ dapat dipandang sebagai Ibrani atau Aramaik (The Oxford Companion to the Bible, Oxford University Press, 1993), p. 272.). Bahkan Isaac Rabinowitz lebih tegas menyatakan bahwa tidak ada dasar filologis yang valid untuk meyakini bahwa ephphatha dapat mewakili bentuk Aramaik. ‘The transliteration can, indeed, only represent the Hebrew niphal masculine singular imperative … Ephphatha is certainly Hebrew, not Aramaic’ (‘Ephphatha, Mark 7:34, Certainly Hebrew, not Aramaic’, Journal of Semitic Studies, 1971, 16 , 155.)’ Demikian juga, cumi, atau cum, (Mark 5:41) yang artinya “bangkitlah, berdirilah” adalah kata Ibrani yang diucapkan Yesus untuk membangkitkan anak Yairus yang mati. Kata ini berasal langsung dari Alkitab PL Ibrani םוק, ‘cum’ (konkordansi no. 6965 untuk Ibrani dan no. 6966 untuk Aramaik); dalam Ibrani modern saat ini kata tersebut juga berati ‘bangunlah’ (Reuben Grossman and Moses Segal, Compendious Hebrew-English Dictionary (Tel Aviv, Dvir Publishing House, 1952, in. loc.. The Oxford-English Hebrew Dictionary, Oxford University Press, 1996, p. 366) Contoh lain adalah perkataan Y’Shua di kayu Salib: ‘Eli, Eli, lama sabakthani’ (Mat. 27:46) atau ‘Eloi, Eloi, lama sabakthani’ ( Mark 15:34). Ini menunjukkan bahwa Y’Shua benar-benar berkata-kata dalam bahasa Ibrani, yang kemudian disertakan artinya dalam bahasa Yunani oleh para penyalin PB Greek. Meskipun penyalin Kitab Matius vs Markus berbeda dalam menuliskan kata ‘Eli vs Eloi’, para pendengarnya ternyata mendengar suara yang sama yakni dikatakan bahwa Y’Shua memanggil nabi Eliyah, bahkan menunggu-nunggu apakah Eliyah akan datang menyelamatkan-Nya. Jadi pastilah Dia menyebut salah satu dari keduanya, Eli ataukah Eloi; mana yang paling tepat? ‘Eli’ dalam penuturan Ibrani dapat berarti 2 macam: (1) my El, dan inilah yang paling mungkin diucapkan Y’Shua sesuai dengan sebutan-Nya sebagai ImmanuEl (artinya El beserta kita), dan (2) panggilan singkat bagi nama nabi Eli-Yah (Eliyah artinya Yahweh my El), dan inilah yang didengar oleh para saksi saat-saat akhir kematian Y’Shua. Ini sangat logis sebab hanya pengikut-pengikut Y’Shua sajalah yang percaya bahwa Dia memang berasal dari El (ImmanuEl), tetapi sebaliknya para saksi bukan pengikut-Nya itupun sangat familiar akan nama besar nabi Eliyah. Sementara itu ‘Eloi’ menurut konkordansi Strong adalah bahasa Aramaik yang hanya satu kemungkinan arti yaitu ‘My El’ (meskipun ada pendapat bahwa sesungguhnya juga kata Ibrani dengan dialek lain). Jadi jika Y’Shua mengucapkan ‘Eloi’, hampir pasti para pendengarnya sulit menghubungkannya dengan nama nabi Eliyah, dan dengan demikian ucapan Y’Shua tentulah ‘Eli, Eli’ sebagaimana direkam oleh Matius, namun ditulis oleh (penyalin) Markus dalam bahasa Aramaik (atau mungkin dialek lain) menjadi ‘Eloi, Eloi’. Kata ‘lama’ bisa Ibrani maupun Aramaik, demikian juga ‘sabak’ bukan saja Aramaik melainkan juga Ibrani Misnahik”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Dalam bagian ini kelihatannya Kristian Sugiyarto dengan susah payah mau membuktikan bahwa bahasa Ibrani itu masih hidup terus, dan dipakai terus, bahkan oleh Yesus dan penulis-penulis Perjanjian Baru. Tetapi saya menganggap bahwa apa yang ia jadikan senjata ini justru menjadi seperti boomerang yang menyerang dirinya sendiri. Adanya kata-kata Ibrani dalam Perjanjian Baru, yang lalu diberi arti / terjemahannya, membuktikan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani dan tidak mungkin bahasa Ibrani! Mengapa? Karena kalau bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, maka seluruhnya akan diterjemahkan, dan tidak akan ada ‘sisa’ kata-kata dalam bahasa Ibrani.





Contoh:


Yoh 1:38,41,42 - “(38) Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: ‘Apakah yang kamu cari?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?’ ... (41) Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ‘Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).’ (42) Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.


Kalau bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, maka kata-kata yang saya garis-bawahi itu menjadi bagaimana? ‘Rabi (artinya rabi)’, dan ‘Mesias (artinya Mesias)’? Mungkinkah itu?





5) Argumentasi selanjutnya dari Kristian Sugiyarto untuk menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani adalah: text Yunani dari Perjanjian Baru berbau bahasa Ibrani.





Kristian Sugiyarto: “6. Teks Injil PB Greek itu sendiri (bukti internal). a. Salah satu karakteristik struktur naskah Ibrani adalah pemakaian kata sambung ‘dan’ (baik dalam kalimat maupun antar kalimat atau paragraf) yang ‘sangat berlebihan’ untuk ukuran struktur kalimat non-Ibrani (bahasa Yunani, Inggris maupun Indonesia). Berikut saya demonstrasikan contoh dengan mengacu terjemahan LAI namun saya sisipi tambahan kata ‘dan’ ( kata Yunaninya de = kai) sebagaimana aslinya yang tertulis dalam PL Ibrani maupun PB Greek. (kata-kata yang saya coret bawahnya berikut ini seharusnya ada menurut terjemahan literal, tetapi dihilangkan dalam terjemahan LAI, demikian juga sebagian besar NIV)


Mat. 1:1-6 Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. Abraham memperanakkan Ishak, dan (de) Ishak memperanakkan Yakub, dan (de) Yakub memperanakkan Yehuda dan (kai) saudara-saudaranya. dan (de) Yehuda memperanakkan Peres dan (kai) Zerah dari Tamar, dan (de) Peres memperanakkan Hezron, dan (de) Hezron memperanakkan Aram, dan (de) Aram memperanakkan Aminadab, dan (de) Aminadab memperanakkan Nahason, dan (de) Nahason memperanakkan Salmon, dan (de) Salmon memperanakkan Boas dari Rahab, dan (de) Boas memperanakkan Obed dari Rut, dan (de) Obed memperanakkan Isai, dan (de) Isai memperanakkan Raja Daud. dan (de) Daud memperanakkan …..dst.


Luk. 15: 20-23 (perumpamaan anak hilang) Maka bangkitlah ia dan (kai) pergi kepada bapanya. dan (de) Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu (kai) tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. dan (kai) Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan (kai) mencium dia. dan (de) Kata anak itu kepadanya: Bapa aku telah berdosa terhadap surga dan (kai) terhadap bapa, dan (kai) aku tidak layak lagi disebut anak bapa. Tetapi (de) ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, dan (kai) pakaikanlah itu kepadanya dan (kai) kenakanlah cincin pada jarinya dan (kai) sepatu pada kakinya. Dan (kai) ambilah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan (kai) marilah kita makan dan bersukacita.


Sebagai pembanding berikut saya tampilkan nats PL-Ibrani:


1Tawr. 1:17-23 Keturuan Sem ialah Elam, dan Asyur, dan Arpakhsad, dan Lud, dan Aram, dan Us, dan Hul, dan Geter dan Mesekh. Dan Arpakhsad memperanakkan Selah, dan Selah memperanakkan Eber. Dan bagi Eber lahir dua anak laki-laki; nama yang seorang ialah Peleg, sebab….., dan nama adiknya ialah Yoktan. Dan Yoktan memperanakkan Almodad, dan Selef, dan Hazar-Mawet, dan Yerah, dan Hadoram, dan Uzal, dan Dikla, dan Ebal, dan Abimael, dan Syeba, dan Ofir, dan Hawila, dan Yobab; itulah semuanya anak-anak Yoktan.


Komentar: Sangat mencengangkan bahwa ‘style’ demikian ini banyak ditemui tidak hanya dalam PL melainkan dalam PB-Greek juga, dan siapa saja bisa mengembangkan untuk meneliti contoh perikop yang lain perihal penggunaan kata ‘dan’, bahkan mulai dari Kejadian. Oleh karena itu sulit dihindari untuk tidak menyatakan bahwa PB-Greek tentulah berasal dari tutur-kata Ibrani, bukan dari tutur kata Yunani.


Sebagai pemimpin Yabina, saya mempersilakan Sdr. Herlianto untuk mencermati karakteristik naskan Ibrani dalam pemakaian kata ‘dan’ tersebut, dan silakan uji kebenarannya dalam Alkitab Interlinear Greek-Hebrew English (IGHE). Saya telah melakukan itu, dan ditemukan bahkan hampir setiap bab dan sebagian besar paragraf didahului kata ‘dan’ (and). Ini bukan pekerjaan yang sulit bahkan sangat mudah dan siapapun dapat mengerjakannya kapan saja. Namun, jika yang dibaca Alkitab terbitan LAI tentu saja tidak akan ditemui (termasuk YHWH). Alkitab NIV menyisakan sebagian, dan jika tidak punya IGHE, periksa saja Alkitab King James Version (Dake’s Annotated Reference Bible).


b. Idiomatik Ibrani.


Analisis Mat. 5: 17-19 (ay 18 = Luk 16:17), ‘Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Torah ……. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya. ……... , satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Torah, sebelum semuanya terjadi.’


Frase ‘meniadakan melainkan menggenapi Torah’ adalah idiom khas Ibrani saat itu yang sesungguhnya berarti, ‘meniadakan Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara salah’, sedangkan ‘menggenapi Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara benar’.


Demikian juga ‘iota atau satu titik’ artinya ‘paling kecil’. Kata ‘iota’ (Yunani, no. konkordansi Strong 2503) menunjuk pada huruf Ibrani ke 10, yakni seperti koma menggantung ( ’ ) yang dibaca ‘Yowd’ atau ditransilerasi ‘Y’(latin) atau ‘i’ (Yunani), yang memang merupakan huruf paling kecil di antara huruf-huruf Ibrani lainnya. Sedangkan ‘titik’ atau ‘title’ atau ‘horn’ (tanduk) terjemahan dari ‘ker-ah’-yah’ (Yunani, no. konkordansi 2762) menunjuk pada ‘puncak-apex’ suatu huruf ibrani, yang artinya adalah partikel terkecil (posisi ‘horn’ dan yang lainnya dapat dilihat pada alamat berikut):


http://www.hebrew4christians.com/Grammar/Introduction/Why_Hebrew_/why_hebrew_.html.
Dalam banyak huruf Ibrani pada bagian ujung puncaknya terdapat lengkungan mirip tanduk (atau ujung pancing). Yang demikian ini hanya ditemui dalam huruf Ibrani dan tidak akan ditemui dalam huruf Yunani; oleh karena itu Y’Shua boleh dipastikan sedang mengajar perihal kebenaran Torah-nya bangsa Yahudi bagi orang-orang Yahudi dengan idiom khas Yahudi yang hanya bisa dipahami dengan bahasa Ibrani. Akan menjadi ganjil dan bahkan tidak mungkin bermakna sebagaimana seharusnya, jika Y’Shua mengungkapkannya dengan bahasa tutur Yunani.


c. Pengajaran Y’Shua dengan perumpamaan dan analisis beberapa ayat.


Analisis Luk 24:44, ‘………, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku (Y’Shua) dalam Kitab Torah Musa, dan Kitab Nabi-Nabi (Neviim), dan Kitab Mazmur (Tehilim).’ Kitab Suci Yahudi yang disebut Tenakh terdiri atas 3 bagian besar dengan susunan urutan: Torah (Pentateuch) - Neviim (Para Nabi) - Ketuvim, berbeda dengan susunan Kitab Perjanjian Lama kita dewasa ini. Tehilim (Mazmur) terdapat dalam bagian terakhir yakni Ketuvim (yang terdepan Mazmur, dan yang terakhir Tawarih). Jadi, nampaknya Y’Shua menyebutkan ‘nubuatan tentang diri-Nya’ sesuai dengan urut-urutan kitab Suci Tenakh yang berbahasa Ibrani, bukan Septuaginta berbahasa Yunani yang berbeda urut-urutannya. Ini suatu indikasi bahwa Y’Shua memakai referensi tutur-kata Ibrani ketimbang Yunani. Hal yang paralel juga ditemui pada Matthew 23:35 (Baca dalam bagian kontroversi ketidakcermatan PB Greek).


Analisis penyangkalan Petrus Mat. 26: 73 ‘Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’ (LAI).


‘Surely you are one of them, for your accent gives you away’ (Matthew 26:73b, NIV).


‘Surely you are one of them, for you are a Galilean, and your accent shows it’ (Mark 14:70b, NKJV, and margin).


Jadi jelas bahwa dalam hal ini Petrus menjawab dengan bahasa berdialek tertentu (Galilea), dan ini tidak mungkin dialek Yunani.


For example, the Interpreter’s Dictionary of the Bible tells us, ‘The dialect daily spoken by Jesus and the disciples was Galilean Aramaic, which, as is noted in Matt. 26:73, was recognizably different from the S [southern] dialect spoken in and around Jerusalem. It was in this same Galilean dialect that the Aramaic of the Palestinian Talmud and the older Midrashim was written’ (article ‘Aramaic’, Vol. 1, p. 186). The edition quoted above is copyrighted 1962.


In more recent times, an expanding circle of scholars has rejected this commonly believed notion as erroneous. They are now convinced that the language Jesus used to teach his talmidim – disciples – was Hebrew, not Aramaic.


b. Hasil penelitian Lindsay


Berikut saya sarikan tulisan Brian Knowles (‘Which Language Did Jesus Speak – Aramaic or Hebrew?’) dari alamat:


www.godward.org/Hebrew...hebrew.htm
Prof. David Flusser (Sarjana Yahudi Ortodok dari Universitas Yerusalem), menekuni kehidupan para rabi abad pertama, dan termasuk di dalamnya adalah Yesus. Dalam bukunya ‘Jewish Sources in Early Christianity’, Flusser meyatakan teori yang umum bahwa Markus menulis pertamakalinya dalam bahasa Yunani. Bahasa tutur orang-orang Yahudi pada waktu itu adalah Ibrani, Aramaik, dan untuk tingkatan tertentu dalam bahasa Yunani. Hingga akhir-akhir ini dipercayai oleh banyak sarjana bahwa bahasa tutur para murid Yesus adalah Aramaik. Memang mungkin sekali bahwa Yesus benar-benar menggunakan bahasa Aramaik dari waktu ke waktu, tetapi selama periode itu, Ibrani adalah bahasa harian maupun bahasa studi. Injil Markus berisi sedikit kata-kata Aramaik, dan inilah yang mendistorikan (‘menyesatkan’) para sarjana (Flusser, p. 11).


Salah satu hal yang menguatkan pendapat para sarjana perihal peran bahasa Ibrani pada periode Bait Suci kedua adalah penemuan naskah gulungan laut mati (DSS). Flusser menulis, ‘Saat ini, setelah penemuan naskah DSS Ibrani Ben Sira (Ecclesiasticus) dan surat-surat Bar Kokhba, dan studi lebih lanjut bahasa naskah-naskah kuno Yahudi, telah diterima pandangan bahwa sebagian besar rakyat (Yahudi) lancar dalam berbahasa Ibrani. ……. perumpamaan-perumpamaan dalam Literatur Rabbinik…. disampaikan dalam bahasa Ibrani di dalam semua periode. Tidak ada dasar untuk berasumsi bahwa Yesus tidak berbicara dalam bahasa Ibrani; dan ketika kita diberi tahu bahwa Paul berbicara dalam bahasa Ibrani (Kis. 21:40), kita harus menerima informasi ini seperti yang dinyatakannya’ (Flusser, p. 1).


Membicarakan pengajaran Yesus, Flusser menjelaskan, ‘Ada perkataan Yesus yang dapat diterjemahkan baik dengan Ibrani maupun Aramaik; tetapi ada beberapa yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Ibrani, dan tidak ada satu pun yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Aramaik. Oleh karena itu seseorang dapat mendemonstrasikan asal-usul Injil Ibrani dengan menerjemahkan balik (Injil Yunani) ke dalam bahasa Ibrani (Flusser, p. 11).


Dalam penelitiannya, Dr. Robert Lindsey berhubungan sangat dekat dengan Prof. Flusser. Ia mulai ambisinya yang kuat dalam projek penerjemahan PB-Yunani ke dalam bahasa Ibrani untuk mengidentifikasi asal-usulya. Cerita silsilah Yesus pada awal Kitab Matius menunjukkan hasil yang mencengangkan, bahwa Matius membangun ceritanya dengan tipikal pola Ibrani (lihat butir 6 di atas), meskipun naskah yang kita miliki adalah dalam bahasa Yunani. Lindsey melanjutkan terjemahannya terus ke dalam bahasa Ibrani ternyata dihasilkan struktur kata-kalimat Ibrani yang sempurna seperti naskah Ibrani.


Ketika membandingkan antara Kitab Markus dengan Kitab Matius dan Lukas, Ia mulai menyadari adanya sesuatu yang menghantui (spooky) terjadi. Sintak bahasa Yunani yang digunakan (PB-Yunani) ternyata bukanlah bahasa Yunani yang baik, tetapi sintak ucapannya itu sempurna (excellent) untuk Ibrani. Ini suatu misteri yang perlu dicari penyelesaiannya.


Akhirnya disimpulkan bahwa ‘behind the Greek originals there had been a Hebrew undertext.’


Komentar: Untuk menguji keakuratan (ke)simpulan tersebut, siapa saja bisa mencobanya kapan saja dengan syarat minimal cakap dalam kedua bahasa Ibrani dan Yunani. Namun jika tidak, salah satunya cara adalah cukup dengan bahasa Inggris saja kemudian membaca terjemahan literal, kata-demi kata yang dapat dibaca dari KJV-Dake’s Annotated Ref. Bible dengan mengidentifikasi (1) penggunaan kata sambung ‘dan / and’ yang sangat berlebihan, dan (2) penggunaan kata kerja pada awal-awal kalimat; struktur kalimat Ibrani biasa ditemui dengan dimulai dengan kata kerja (bukan subjek).”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a) Tak ada yang aneh kalau bahasa Yunani yang digunakan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru berbau bahasa Ibrani, karena memang bahasa Yunani yang digunakan pada saat itu adalah Hebraic Greek atau Jewish Greek.


Mungkin ini sama seperti kalau orang Indonesia menggunakan bahasa Inggris, maka Inggrisnya adalah Inggris Jowo! Dan kalau orang Amerika menggunakan bahasa Inggris, maka bahasanya adalah American English, yang seringkali berbeda dengan British English.





The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘language of the New Testament’): “it was Hebraic Greek, a special variety, if not dialect, of Biblical Greek. ... Winer (Winer-Thayer, 20) had long ago seen that the vernacular koine was ‘the special foundation of the diction of the New Testament,’ though he still admitted ‘a Jewish-Greek, which native Greeks did not entirely understand’ (p. 27)” [= itu adalah bahasa Yunani yang bersifat Ibrani, suatu jenis khusus, jika bukannya suatu dialek, dari bahasa Yunani Alkitab. ... Winer (Winer-Thayer, 20) sejak lama telah melihat bahwa bahasa Koine daerah adalah ‘fondasi khusus dari gaya menulis Perjanjian Baru’, sekalipun ia tetap mengakui ‘suatu bahasa Yunani yang bersifat Yahudi, yang orang-orang asli Yunani tidak sepenuhnya mengerti’ (hal 27)] - dari PC Study Bible 5.





Lihat F. F. Bruce, ‘The New Testament Documents: Are They Reliable?’, hal 37,38,42,43.











Contoh:





1. Dari kata-kata bahasa Inggris yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto sendiri (ini wong Jowo / orang Jawa yang menggunakan bahasa Inggris!).





a. Kutipan pertama.


Kristian Sugiyarto: “Saya memang bersikeras bahwa Nama Yahweh itu tidak bisa diganti, dan sebaliknya Anda juga bersikeras bahwa Nama Yahweh bisa diganti. Sama-sama keras kan! ... Menurut pemahaman umum, pribadi yang berhak memberi / mengganti nama adalah pribadi yang mempunyai authority. ... Mereka yang memberi atau mengganti nama ini mempunyai wewenang terhadap oknum yang diberi / diganti nama. Anda (dan kelompok sejenis) bertindak justru mengganti nama Yahweh menjadi LORD, GOD, TUHAN, ALLAH, dst. When and how did you get the such authority to do so? ... Menurut saya ini adalah tindakan sangat-sangat lancang”.





b. Kutipan kedua.


Kristian Sugiyarto: “Ketika Yahshua (Yesus) pada hari Sabat di Sinagoge membaca Kitab Yes.61:1-2 sebagaimana dikisahkan pada Luk. 4:18-19, kitab berbahasa apa yang dibaca oleh Yesus? Ibrani bukan? Kedua ayat ini menulis Adonai YHWH 1 kali dan YHWH 2 kali; jika YHWH dibaca Adonai apakah akan ada yang terbaca Adonai Adonai?. Selain itu berarti nama ini ‘no meaning in term of nothing to do with the name of the Son Yahshua’. Thus, Yahshua should read Yahweh (instead of Adonai), sebab pada saat itulah Ia memproklamasikan bahwa diri-Nya diurapi oleh Yahweh sebagai Mesias (ay 21)”.





Kristian Sugiyarto ini punya gelar Ph. D., jadi mestinya bisa berbahasa Inggris. Tetapi perhatikan kedua bagian yang saya garis-bawahi. Itu bahasa Inggris apa? Inggris Jowo?


Dalam kutipan pertama, menurut saya, kata ‘the’ atau kata ‘such’ pada bagian yang saya garis-bawahi, harus dibuang, karena kalau keduanya digunakan, maka kalimatnya jadi aneh.


Dan pada kutipan kedua, saya tidak tahu bagaimana harus membetulkan kata-kata bahasa Inggris yang kacau tersebut.


Tetapi biarpun bahasa Inggrisnya aneh, itu tetap bahasa Inggris, bukan? Ia bukannya menulis dalam bahasa Indonesia / Jawa, yang lalu diterjemahkan ke Inggris! Jadi kesimpulannya, bahasa Inggris yang ‘aneh’ tidak berarti bahwa itu mesti merupakan hasil terjemahan dari bahasa lain.





2. Dari bahasa Inggris yang digunakan oleh John Owen.


Ada seorang ahli theologia Reformed yang berasal dari Inggris, namanya John Owen (1616-1683). Ia adalah orang yang jenius, masuk College / perguruan tinggi pada usia 12 tahun! Sebagai orang Inggris, maka bahasa aslinya / bahasa ibunya adalah bahasa Inggris. Tetapi pada jamannya bahasa theologia banyak menggunakan bahasa Latin. Dan dosen saya mengatakan bahwa John Owen mempelajari dan menguasai bahasa Latin sedemikian rupa, sehingga ia tidak lagi berpikir dalam bahasa Inggris, tetapi dalam bahasa Latin. Tetapi pada waktu ia menuliskan buku-bukunya, ia menulis dalam bahasa Inggris. Apa yang terjadi? Segala macam keanehan, khususnya dalam hal pengalimatan, sehingga orang Amerikapun sukar mengerti bukunya, bukan hanya karena theologianya yang sangat mendalam, tetapi khususnya karena bahasanya, yang adalah bahasa Inggris yang berbau Latin.





3. Dari bahasa Inggris yang digunakan oleh orang-orang Amerika (USA).


Orang-orang Amerika tidak terlalu peduli gramatika, sehingga mereka sering sekali menggunakan kata-kata / ungkapan yang sangat salah kalau ditinjau dari sudut gramatika bahasa Inggris. Misalnya:


a. Kalau saudara melihat di film-film, mereka sering berkata ‘Long time no see’ (= lama tak jumpa). Ini bahasa Inggris apa?


b. Mereka sering berkata ‘He don’t ...’, padahal anak yang baru belajar bahasa Inggrispun tahu kalau seharusnya ‘He doesn’t ...’.


c. Mereka sering menggunakan double negatives, seperti ‘I didn’t see nothing’, padahal lagi-lagi orang yang baru belajar bahasa Inggris pasti tahu bahwa seharusnya adalah ‘I saw nothing’ atau ‘I didn’t see anything’.


Contoh-contoh ini menunjukkan penggunaan bahasa Inggris yang salah, yang mungkin sekali tidak bakal dijumpai dalam kalangan orang-orang yang betul-betul menggunakan British English di negara Inggris sendiri. Tetapi apakah karena ada kesalahan / keanehan, itu lalu tidak bisa dianggap sebagai bahasa Inggris dan harus dianggap sebagai terjemahan dari bahasa lain? Tentu saja tidak, itulah American English!





Jadi, bau Ibrani dalam bahasa Yunani yang digunakan oleh Perjanjian Baru tidak berarti bahwa sebetulnya bahasa asli Perjanjian Baru adalah Ibrani, dan lalu diterjemahkan ke Yunani. Itu omong kosong dari orang-orang yang tak pernah belajar!





b) Kemungkinan lain, adalah bahwa dalam persoalan kebiasaan menggunakan kata ‘dan’ yang dikatakan berlebihan ini, bahasa Yunani mempunyai kebiasaan yang sama dengan bahasa Ibrani.


Karena itu, dalam penterjemahan, kata Yunani KAI / DE bisa dihapuskan. Dengan kata lain, kata itu tidak diterjemahkan tetapi dibuang begitu saja (Lihat Bible Works 7 tentang kata Yunani KAI maupun DE).


Merupakan sesuatu yang aneh bahwa terjemahan-terjemahan dalam bahasa-bahasa lain, seperti Inggris dan juga Indonesia, tidak digunakan kata ‘dan’ yang berlebihan itu, tetapi kata yang berlebihan itu dibuang / dihapuskan. Ini terjemahan yang ‘waras’! Lalu mengapa LXX / Septuaginta menterjemahkan ‘secara tidak waras’? Dan juga, mengapa Perjanjian Baru, seandainya memang bahasa aslinya adalah Ibrani, waktu diterjemahkan ke Yunani, diterjemahkan ‘secara tidak waras’? Sangat mungkin karena memang itu juga merupakan kebiasaan dalam bahasa Yunani.





c) Argumentasi Kristian Sugiyarto tentang Mat 5:17-19.





1. Arti dari kata ‘meniadakan’ dan ‘menggenapi’.


Kristian Sugiyarto: “Analisis Mat. 5: 17-19 (ay 18 = Luk 16:17), ‘Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Torah ……. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya. ……... , satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Torah, sebelum semuanya terjadi.’


Frase ‘meniadakan melainkan menggenapi Torah’ adalah idiom khas Ibrani saat itu yang sesungguhnya berarti, ‘meniadakan Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara salah’, sedangkan ‘menggenapi Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara benar’”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Ini tafsiran lucu dan liar dari mana?


Pasti dari orang yang tak pernah belajar, karena ini merupakan penafsiran yang sama sekali tak sesuai dengan kontextnya. Dari pada mengikuti Kristian Sugiyarto yang mengambil text itu sepotong-sepotong, mari kita melihat seluruh kontextnya.


Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi [KJV: ‘fulfilled’ (= tergenapi)]. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.


Kalau dalam ay 17 kata ‘meniadakan’ diartikan ‘menafsirkan dan mengajarkan secara salah’, dan kata ‘menggenapi’ diartikan ‘menafsirkan dan mengajarkan secara benar’, maka kata-kata itu pasti juga harus diartikan seperti itu dalam ay 18. Jadi, ay 18nya harus diartikan sebagai berikut: ‘satu titik atau iotapun tidak akan ditafsirkan dan diajarkan secara salah dari hukum Taurat, sebelum semuanya itu ditafsirkan dan diajarkan secara benar’. Masuk akalkah penafsiran gila seperti itu?


Juga ay 19nya jelas mengkontraskan antara ‘meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil’ dengan ‘melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat’. Jadi, jelas bahwa ‘meniadakan’ memang harus diartikan apa adanya, yaitu ‘meniadakan’ / ‘menghapuskan’.





Bandingkan tafsiran Kristian Sugiyarto di atas dengan beberapa penafsiran di bawah ini tentang text tersebut.





Adam Clarke: “‘Think not that I am come to destroy the law.’ Do not imagine that I am come to violate the law KATALUSAI, from KATA, and LUOO, I loose, violate, or dissolve - I am not come to make the law of none effect - .... But I am come, PLEEROOSAI, to complete - to perfect its connection and reference, to accomplish everything shadowed forth in the Mosaic ritual, to fill up its great design” (= Jangan berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakan / menghancurkan hukum Taurat’. Jangan membayangkan bahwa Aku datang untuk melanggar hukum Taurat. KATALUSAI, dari KATA, dan LUOO, ‘Aku melepaskan / melonggarkan, melanggar, atau membubarkan - Aku tidak datang untuk membuat hukum Taurat sia-sia - ... Tetapi Aku datang, PLEEROOSAI, untuk melengkapi - menyempurnakan hubungan dan referensinya, untuk mencapai segala sesuatu yang dibayangkan dalam upacara Musa, memenuhi rencananya yang agung).





Jamieson, Fausset & Brown: “‘I am not come to destroy, but to fulfil.’ ‘Not to subvert, abrogate, or annul, but to establish the Law and the Prophets - to unfold them, to embody them in living form, and to enshrine them in the reverence, affection, and character of men, am I come.’” (= ‘Aku datang bukan untuk menghancurkan / meniadakan, tetapi untuk memenuhi / menggenapi’. ‘Bukan untuk menumbangkan, mencabut, atau membatalkan, tetapi untuk menegakkan hukum Taurat dan Nabi-nabi - untuk membukakan / menyingkapkan mereka, untuk mewujudkan mereka dalam bentuk yang hidup, dan untuk mengabadikan mereka mereka dalam rasa hormat / takut, kasih, dan karakter manusia, Aku datang’).





Barnes’ Notes: “‘To destroy.’ To abrogate; to deny their divine authority; to set people free from the obligation to obey them. ... ‘But to fulfil.’ To complete the design; to fill up what was predicted; to accomplish what was intended in them. ... The law of Moses contained many sacrifices and rites which were designed to shadow forth the Messiah. ... These were fulfilled when he came and offered himself a sacrifice to God, ... The prophets contained many predictions respecting his coming and death. These were all to be fulfilled and fully accomplished by his life and his sufferings” [= ‘Untuk menghancurkan / meniadakan’. Untuk mencabut / membatalkan; untuk menyangkal otoritas ilahi mereka; untuk membebaskan orang-orang dari kewajiban untuk mentaati mereka. ... ‘Tetapi untuk menggenapi’. Untuk melengkapi / menyempurnakan rencananya; untuk memenuhi apa yang diramalkan; untuk mengerjakan apa yang dimaksudkan dalam mereka. ... Hukum Taurat Musa berisi banyak korban-korban dan upacara-upacara yang direncanakan untuk membayangkan Mesias. ... Hal-hal ini digenapi pada waktu Ia datang dan mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban bagi Allah, ... Nabi-nabi berisi banyak ramalan mengenai kedatangan dan kematianNya. Hal-hal ini semua harus digenapi dan dicapai sepenuhnya oleh kehidupanNya dan penderitaanNya].





b. Penafsiran Kristian Sugiyarto itu juga tak sesuai dengan penggunaan kata ‘menggenapi’ di bagian-bagian lain dari Kitab Suci.


Mat 26:54 - “Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.


Luk 4:21 - “Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’”.


Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.


Kis 13:27 - “Sebab penduduk Yerusalem dan pemimpin-pemimpinnya tidak mengakui Yesus. Dengan menjatuhkan hukuman mati atas Dia, mereka menggenapi perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap hari Sabat”.


Catatan: dalam ayat-ayat di atas ini digunakan kata Yunani yang sama kata dasarnya dengan yang sedang kita bahas.





c. Andaikatapun penafsiran Kristian Sugiyarto di atas benar, itu tidak membuktikan bahwa Perjanjian Baru (atau Injil Matius) ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani. Penggunaan ungkapan Ibrani dengan mudah dijelaskan oleh fakta bahwa penulisnya memang adalah orang Yahudi, sehingga sekalipun menulis dalam bahasa Yunani, tetapi pola pikir Ibrani tetap ada.





2. Kata ‘iota’.


Kristian Sugiyarto: “Demikian juga ‘iota atau satu titik’ artinya ‘paling kecil’. Kata ‘iota’ (Yunani, no. konkordansi Strong 2503) menunjuk pada huruf Ibrani ke 10, yakni seperti koma menggantung ( ’ ) yang dibaca ‘Yowd’ atau ditransilerasi ‘Y’(latin) atau ‘i’ (Yunani), yang memang merupakan huruf paling kecil di antara huruf-huruf Ibrani lainnya. Sedangkan ‘titik’ atau ‘title’ atau ‘horn’ (tanduk) terjemahan dari ‘ker-ah’-yah’ (Yunani, no. konkordansi 2762) menunjuk pada ‘puncak-apex’ suatu huruf ibrani, yang artinya adalah partikel terkecil (posisi ‘horn’ dan yang lainnya dapat dilihat pada alamat berikut):


http://www.hebrew4christians.com/Grammar/Introduction/Why_Hebrew_/why_hebrew_.html


Dalam banyak huruf Ibrani pada bagian ujung puncaknya terdapat lengkungan mirip tanduk (atau ujung pancing). Yang demikian ini hanya ditemui dalam huruf Ibrani dan tidak akan ditemui dalam huruf Yunani; oleh karena itu Y’Shua boleh dipastikan sedang mengajar perihal kebenaran Torah-nya bangsa Yahudi bagi orang-orang Yahudi dengan idiom khas Yahudi yang hanya bisa dipahami dengan bahasa Ibrani. Akan menjadi ganjil dan bahkan tidak mungkin bermakna sebagaimana seharusnya, jika Y’Shua mengungkapkannya dengan bahasa tutur Yunani”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Mat 5:18 - “Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”.





a. Dalam Kitab Suci Indonesia versi LAI dan juga dalam RSV diterjemahkan ‘iota’, tetapi dalam KJV diterjemahkan ‘jot’ (= huruf yang terkecil), dan dalam NIV/NASB diterjemahkan ‘the smallest letter’ (= huruf yang terkecil). Dalam bahasa Yunani memang adalah IOTA (i]wta).





b. Saya tidak mengerti bagaimana Kristian Sugiyarto bisa mengatakan bahwa ‘iota’ menunjuk pada huruf Ibrani yang ke 10! Mau mendustai orang? ‘Iota’ bukanlah huruf Ibrani, tetapi huruf Yunani, yang ada pada urutan ke 9 dalam abjad Yunani, dan boleh disamakan dengan huruf ‘I’!


Kristian Sugiyarto memang mengambil penjelasan ini dari Strong’s Concordance, tetapi liciknya, ia hanya mengambil sebagian, karena Strong’s Concordance melanjutkan dengan mengatakan “‘iota’, the name of the ninth letter of the Gr. alphabet” (= ‘iota’, nama / sebutan dari huruf ke 9 dalam abjad Yunani).


Dan dalam Bible Works 7 dikatakan: “‘iota’, smallest letter of the Greek alphabet, corresponding to ‘yod’, the smallest letter in the Aramaic alphabet” (= ‘iota’, huruf terkecil dari abjad Yunani, yang cocok / dapat disamakan dengan ‘yod’, huruf terkecil dalam abjad Aram).


Catatan: dalam Bible Works 7 ini harus dilihat dari kata i]wta dalam Kitab Suci bahasa Yunani (BGT / BYZ).





Jadi, kata-kata Strong yang dikutip oleh Kristian Sugiyarto ini, atau harus dianggap sebagai salah, atau harus diartikan bahwa huruf Yunani IOTA kalau ditranliterasikan ke dalam bahasa Ibrani dijadikan YOD, dan sebaliknya. Tetapi jelas tidak bisa diartikan bahwa kata ‘IOTA’ menunjuk pada huruf ke 10 dalam abjad Ibrani.





c. Bahwa IOTA ini merupakan huruf Yunani, justru merupakan suatu petunjuk yang jelas bahwa:


· Matius sendiri menggunakan LXX / Septuaginta, karena kalau tidak, bagaimana mungkin dalam ‘hukum Taurat atau kitab para nabi’ yang jelas menunjuk pada Perjanjian Lama, bisa ada huruf iota, yang adalah huruf Yunani?


· Matius menulis dalam bahasa Yunani, karena kalau ia menulis dalam bahasa Ibrani, ia akan menuliskan ‘yod’ (huruf Ibrani) dan bukan ‘iota’ (huruf Yunani)!


Kalau Matius menulis dalam bahasa Ibrani, untuk apa ia mentransliterasikan ‘yod’ menjadi ‘iota’?





d) Pembahasan kata-kata Kristian Sugiyarto tentang Luk 24:44.


Luk 24:44 - “Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah perkataanKu, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.’”.


Untuk jelasnya, saya kutip ulang kata-kata Kristian Sugiyarto di sini.


Kristian Sugiyarto: “Analisis Luk 24:44, ‘………, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku (Y’Shua) dalam Kitab Torah Musa, dan Kitab Nabi-Nabi (Neviim), dan Kitab Mazmur (Tehilim).’ Kitab Suci Yahudi yang disebut Tenakh terdiri atas 3 bagian besar dengan susunan urutan: Torah (Pentateuch) - Neviim (Para Nabi) - Ketuvim, berbeda dengan susunan Kitab Perjanjian Lama kita dewasa ini. Tehilim (Mazmur) terdapat dalam bagian terakhir yakni Ketuvim (yang terdepan Mazmur, dan yang terakhir Tawarih). Jadi, nampaknya Y’Shua menyebutkan ‘nubuatan tentang diri-Nya’ sesuai dengan urut-urutan kitab Suci Tenakh yang berbahasa Ibrani, bukan Septuaginta berbahasa Yunani yang berbeda urut-urutannya. Ini suatu indikasi bahwa Y’Shua memakai referensi tutur-kata Ibrani ketimbang Yunani”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Apa yang dikatakan Kristian Sugiyarto tentang Luk 24:44 mungkin memang benar, tetapi lalu pointnya apa? Paling-paling ini menunjukkan bahwa Yesus juga tahu dan menggunakan Perjanjian Lama Ibrani, tetapi ini sama sekali tidak membuktikan bahwa Yesus tidak menggunakan LXX / Septuaginta, dan juga tidak membuktikan bahwa Perjanjian Baru bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani.





e) Argumentasi dari Kristian Sugiyarto tentang dialek dari Petrus dalam Mat 26:73 juga tidak mempunyai kekuatan sama sekali.


Mat 26:73 - “Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: ‘Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’”.


Kristian Sugiyarto: “Analisis penyangkalan Petrus Mat. 26:73 ‘Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’ (LAI).


‘Surely you are one of them, for your accent gives you away’ (Matthew 26:73b, NIV).


‘Surely you are one of them, for you are a Galilean, and your accent shows it’ (Mark 14:70b, NKJV, and margin).


Jadi jelas bahwa dalam hal ini Petrus menjawab dengan bahasa berdialek tertentu (Galilea), dan ini tidak mungkin dialek Yunani.


For example, the Interpreter’s Dictionary of the Bible tells us, ‘The dialect daily spoken by Jesus and the disciples was Galilean Aramaic, which, as is noted in Matt. 26:73, was recognizably different from the S [southern] dialect spoken in and around Jerusalem. It was in this same Galilean dialect that the Aramaic of the Palestinian Talmud and the older Midrashim was written’ (article ‘Aramaic’, Vol. 1, p. 186). The edition quoted above is copyrighted 1962.


In more recent times, an expanding circle of scholars has rejected this commonly believed notion as erroneous. They are now convinced that the language Jesus used to teach his talmidim – disciples – was Hebrew, not Aramaic”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1. Saya kasihan kepada Kristian Sugiyarto ini, yang berusaha mencari-cari sesuatu yang tidak pernah ada, sampai-sampai harus menggunakan ayat seperti ini untuk mendukung pandangannya.


Mat 26:73 - “Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: ‘Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’”.


Ayat ini dengan mudah bisa ditafsirkan sebagai berikut: semua orang pada saat itu berbicara bahasa Aram / Yunani. Orang yang menanyai Petrus juga bertanya dalam bahasa Aram / Yunani. Dan Petrus juga menjawab dalam bahasa Aram / Yunani, tetapi bahasa Aram / Yunani dari orang-orang Galilea mempunyai aksen tersendiri, sehingga menunjukkan bahwa ia berasal dari Galilea. Ini sama seperti kalau kita mendengar orang barat berbicara dalam bahasa Inggris, kita bisa tahu apakah itu British English, atau American English, atau Australian English, dan sebagainya.





2. Dan seandainya dalam faktanya Petrus memang berbicara dalam bahasa Ibrani, lalu ini membuktikan apa? Tetap saja dalam penulisannya, ayat itu beserta kata-kata Petrus dituliskan dalam bahasa Yunani!


Ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan: tak peduli dalam faktanya orang-orang dalam Kitab Suci (termasuk Yesus dan rasul-rasul) berbicara dalam bahasa apa, yang penting pada waktu pembicaraan itu dituliskan dalam Kitab Suci (Perjanjian Baru), maka itu dituliskan dalam bahasa Yunani. Dan ini yang kita percaya sebagai diilhamkan Allah!


Bdk. 2Tim 3:16 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”.


NASB: ‘All Scripture is inspired by God and profitable for teaching, for reproof, for correction, for training in righteousness’ (= Seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh Allah dan bermanfaat untuk pengajaran, untuk teguran / celaan, untuk perbaikan, untuk mendidik / melatih dalam kebenaran).





f) Argumentasi yang diambil oleh Kristian Sugiyarto dari Prof. David Flusser dan Dr. Robert Lindsay.


Kristian Sugiyarto: “Prof. David Flusser (Sarjana Yahudi Ortodok dari Universitas Yerusalem), menekuni kehidupan para rabi abad pertama, dan termasuk di dalamnya adalah Yesus. Dalam bukunya ‘Jewish Sources in Early Christianity’, Flusser meyatakan teori yang umum bahwa Markus menulis pertamakalinya dalam bahasa Yunani. Bahasa tutur orang-orang Yahudi pada waktu itu adalah Ibrani, Aramaik, dan untuk tingkatan tertentu dalam bahasa Yunani. Hingga akhir-akhir ini dipercayai oleh banyak sarjana bahwa bahasa tutur para murid Yesus adalah Aramaik. Memang mungkin sekali bahwa Yesus benar-benar menggunakan bahasa Aramaik dari waktu ke waktu, tetapi selama periode itu, Ibrani adalah bahasa harian maupun bahasa studi. Injil Markus berisi sedikit kata-kata Aramaik, dan inilah yang mendistorikan (‘menyesatkan’) para sarjana (Flusser, p. 11).


Salah satu hal yang menguatkan pendapat para sarjana perihal peran bahasa Ibrani pada periode Bait Suci kedua adalah penemuan naskah gulungan laut mati (DSS). Flusser menulis, ‘Saat ini, setelah penemuan naskah DSS Ibrani Ben Sira (Ecclesiasticus) dan surat-surat Bar Kokhba, dan studi lebih lanjut bahasa naskah-naskah kuno Yahudi, telah diterima pandangan bahwa sebagian besar rakyat (Yahudi) lancar dalam berbahasa Ibrani. ……. perumpamaan-perumpamaan dalam Literatur Rabbinik…. disampaikan dalam bahasa Ibrani di dalam semua periode. Tidak ada dasar untuk berasumsi bahwa Yesus tidak berbicara dalam bahasa Ibrani; dan ketika kita diberi tahu bahwa Paul berbicara dalam bahasa Ibrani (Kis. 21:40), kita harus menerima informasi ini seperti yang dinyatakannya’ (Flusser, p. 1).


Membicarakan pengajaran Yesus, Flusser menjelaskan, ‘Ada perkataan Yesus yang dapat diterjemahkan baik dengan Ibrani maupun Aramaik; tetapi ada beberapa yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Ibrani, dan tidak ada satu pun yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Aramaik. Oleh karena itu seseorang dapat mendemonstrasikan asal-usul Injil Ibrani dengan menerjemahkan balik (Injil Yunani) ke dalam bahasa Ibrani (Flusser, p. 11).


Dalam penelitiannya, Dr. Robert Lindsey berhubungan sangat dekat dengan Prof. Flusser. Ia mulai ambisinya yang kuat dalam projek penerjemahan PB-Yunani ke dalam bahasa Ibrani untuk mengidentifikasi asal-usulya. Cerita silsilah Yesus pada awal Kitab Matius menunjukkan hasil yang mencengangkan, bahwa Matius membangun ceritanya dengan tipikal pola Ibrani (lihat butir 6 di atas), meskipun naskah yang kita miliki adalah dalam bahasa Yunani. Lindsey melanjutkan terjemahannya terus ke dalam bahasa Ibrani ternyata dihasilkan struktur kata-kalimat Ibrani yang sempurna seperti naskah Ibrani.


Ketika membandingkan antara Kitab Markus dengan Kitab Matius dan Lukas, Ia mulai menyadari adanya sesuatu yang menghantui (spooky) terjadi. Sintak bahasa Yunani yang digunakan (PB-Yunani) ternyata bukanlah bahasa Yunani yang baik, tetapi sintak ucapannya itu sempurna (excellent) untuk Ibrani. Ini suatu misteri yang perlu dicari penyelesaiannya.


Akhirnya disimpulkan bahwa ‘behind the Greek originals there had been
a Hebrew undertext.’”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1. Pertama-tama saya tidak tahu siapa dan dari kalangan / aliran apa Flusser maupun Robert Lindsay itu. Kalau mereka berdua adalah orang-orang dari kalangan Yahweh-isme, maka kita tak perlu heran dengan penyelidikan mereka dan hasilnya. Orang yang mau mempercayai sesuatu bisa menyelidiki dan akhirnya mendapatkan apapun yang dia memang inginkan. Bandingkan dengan ilmuwan-ilmuwan dengan teori Darwin mereka.


2. Flusser maupun Robert Lindsay tidak memberi contoh-contoh sama sekali. Lalu bagaimana orang bisa mengecheknya? Juga saya beranggapan argumentasi seperti ini sangat abstrak, dan sangat subyektif, dan karena itu tidak mempunyai nilai apa-apa.


3. Kristian Sugiyarto mengatakan bahwa Robert Lindsay menyelidiki kitab Matius. Lalu ia membandingkan Kitab Matius dengan Markus dan Lukas. Tetapi anehnya kok tahu-tahu bisa meloncat ke ‘PB-Yunani’ (yang ada dalam tanda kurung). Apakah kata-kata yang ada dalam tanda kurung itu dari Robert Lindsay atau dari Kristian Sugiyarto sendiri???


4. Kalau penyelidikan tentang Injil Lukas ternyata bisa menghasilkan kata-kata “Sintak bahasa Yunani yang digunakan (PB-Yunani) ternyata bukanlah bahasa Yunani yang baik, tetapi sintak ucapannya itu sempurna (excellent) untuk Ibrani”, maka itu betul-betul ajaib, mengingat Lukas kemungkinan besar adalah orang Yunani, dan yang pasti ia bukan orang Yahudi (bdk. Kol 4:10-14)!!





6) Argumentasi terakhir dari Kristian Sugiyarto untuk menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani adalah: Adanya beberapa kekeliruan dalam Perjanjian Baru Yunani, padahal Perjanjian Baru Ibraninya betul.





a) Beberapa contoh kekeliruan Perjanjian Baru Yunani yang diberikan oleh Kristian Sugiyarto:





1. Silsilah Yesus dalam Mat 1:17.


Yakub Sulistyo: “bahasa Asli Kitab Perjanjian Baru adalah Ibrani. Buktinya Silsilah Tuhan Yeshua di Mattithayu 1: 1-17 nama Avner tidak tertulis dalam ayat 13 seperti di Kitab DuTillet Hebrew sehingga jumlahnya 13 generasi, tidak seperti di ayat 17”.


Kristian Sugiyarto mempunyai pandangan yang kurang lebih sama, tetapi ia menambahkan bahwa nama Avner itu seharusnya diselipkan di antara nama Abihud dan Elyakim (Mat 1:13).





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Perlu diketahui bahwa mungkin hanya ada satu versi Perjanjian Baru bahasa Ibrani, dan pasti tidak semuanya, yang mempunyai nama Avner itu. Dari Bible Works 7 saya tahu ada versi-versi Perjanjian Baru bahasa Ibrani dan Aram yang tidak mempunyai nama itu (CJB, HNT, PEH). Mengapa hanya satu yang punya dan yang lain tidak?





b. Dan tentang ‘satu versi Perjanjian Baru’ yang namanya DuTillet itu perhatikan komentar Gary Mink (internet) di bawah ini:


“In their efforts to demonstrate an original Hebrew New Testament, advocates of the sacred name doctrine set forth two Hebrew texts. These are the Shem Tob and the DuTillet manuscripts. Both are Hebrew well enough. But alas, these are late medieval manuscripts and they are only of Matthew’s Gospel. May we ask where the remaining New Testament books are?” (= Dalam usaha mereka untuk menunjukkan suatu naskah asli Perjanjian Baru bahasa Ibrani, pendukung-pendukung dari ajaran nama keramat / kudus ini mengajukan 2 text Ibrani. Ini adalah manuscripts Shem Tob dan DuTillet. Keduanya memang ada dalam bahasa Ibrani. Tetapi keduanya adalah manuscripts abad pertengahan akhir dan keduanya hanya tentang Injil Matius. Bolehkan kita bertanya dimana sisa dari kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya?).





Catatan: tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani (DuTillet) lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan nama Avner dalam silsilah Yesus ini, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.





c. Injil Matius versi DuTillet itu ternyata tidak mempunyai nama ‘Yahweh’!


Gary Mink (internet): “Some sacred name teachers want to inject the DuTillet manuscript into the discussion. ... It does not have the name Yahweh anywhere” (= Beberapa / sebagian dari guru-guru nama keramat / kudus ingin memasukkan manuscript DuTillet ke dalam diskusi. ... Itu tidak mempunyai nama Yahweh di manapun).





Gary Mink (internet): “When a study of these manuscripts of Matthew’s gospel is made, one need not be astonished to learn that even these works, though written in Hebrew, do not contain the name Yahweh. Let it be stated for emphasis, neither the Shem Tob Matthew nor the DuTillet Matthew have the name Yahweh anywhere in the complete text. This name is not found even one time, not in the mouth of Jesus, not anywhere else” (= Pada waktu manuscripts Injil Matius ini dipelajari, seseorang tak perlu heran pada saat mengetahui bahwa bahkan kedua karya ini, sekalipun ditulis dalam bahasa Ibrani, tidak mempunyai nama Yahweh. Hendaklah dinyatakan untuk penekanan, baik Matius Shem Tob maupun Matius DuTillet tidak mempunyai nama Yahweh dimanapun dalam text yang lengkap. Nama ini tidak ditemukan satu kalipun, tidak di mulut Yesus, tidak di tempat lain manapun juga).





Tetapi sekarang mari kita bandingkan kata-kata Gary Mink ini dengan kata-kata Teguh Hindarto di bawah ini.





Teguh Hindarto: “Versi Du Tillet, ditemukan pada Tgl 12 Agustus, 1553 pada saat pembacaan Petisi Pietro oleh Kardinal Caraffa, Jendral Inkuisisi Roma Katholik, anak buah Paus Pope III, yang memerintahkan agar berbagai Talmud Yahudi dan apapun yang berbau tulisan Yahudi, agar dimusnahkan. Namun Bishop dari Brieau, Prancis bernama Jean Du Tillet menemukan naskah Besorah Mattai [Injil Matius] dalam bahasa Ibrani. Dia menyelamatkan naskah tersebut dan menyerahkannya pada The Bibliotheque Nationale, Paris dengan nama Manuskrip Ibrani no 132. Versi Shem Tov merupakan sebuah tulisan pembelaan terhadap para rabbi Yahudi, yang berjudul ‘Even Bohan’ [batu penjuru] yang ditulis sekitar tahun 1380 Ms. dengan disertai naskah Injil Matius dalam bahasa Ibrani”.





Teguh Hindarto: “Yang menarik, dalam banyak hal tertentu, ada ketidakcocokkan antara Kitab Perjanjian Baru versi Yunani dengan Kitab Perjanjian Baru versi Semitik yang berbahasa Ibrani atau Aramaik. Perbedaan versi ini harus dipandang bukan sebagai pemalsuan atau manipulasi, melainkan memberikan BUKTI KUAT bahwa Kitab Perjanjian Baru Semitik seperti Shem Tov, Du Tillet, Crawford, Munster, Peshitta dan Old Syriac BUKAN TERJEMAHAN dari naskah Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani. Sebaliknya, Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani, sering menyalah artikan kosa kata Ibrani tertentu dalam naskah semitik, sehingga menimbulkan terjemahan yang kurang tepat. Akibatnya, timbullah berbagai perbedaan versi. Namun ini bukan kesengajaan. Dalam Kitab Perjanjian Baru Semitik yaitu Shem Tov, Du Tillet, dll. Nama Yahweh dituliskan dengan secara langsung maupun tidak langsung. Versi Munster menggunakan ‘YHWH’ [], versi Shem Tov menggunakan ‘H’ [], versi Du Tillet menggunakan ‘YYY’ [] sementara Peshitta menggunakan ‘MAR-YA’ []. Contoh: Dalam Matius 1:24 pada frasa ‘Malaikat TUHAN’. Dalam naskah Yunani tertulis, ‘aggelos kuriou’ [], sementara dalam naskah Munster, dipergunakan frasa utuh, ‘Malak YHWH’ [], sementara versi Peshitta menggunakan frasa, ‘Malakah Mar-Ya’ []. ... Berdasarkan penjelasan dan pembeberan fakta-fakta di atas, maka penggunaan nama Yahweh dalam kotbah, pengajaran dan terjemahan Kitab Perjanjian Baru, memiliki landasan teologis dan historis dan bukan berdasarkan praduga dan prasangka buta”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





· Saya tidak mengerti apa maksud dari ‘kata-kata yang yang tidak masuk akal’ yang saya beri garis bawah tunggal itu.


* Yang pertama dimana Teguh Hindarto mengatakan bahwa adanya perbedaan antara Perjanjian Baru Yunani dan Perjanjian Baru Semitik merupakan bukti kuat bahwa Perjanjian Baru Semitik bukan terjemahan dari Perjanjian Baru Yunani. Sebaliknya Perjanjian Baru Yunani sering menyalah-artikan kosa kata tertentu dari Perjanjian Baru Ibrani. Ini logika dari mana? Bukti kuat apa? Kalau dua versi berbeda, misalnya versi bahasa Inggris berbeda dengan terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, apakah bisa terlihat yang mana yang menterjemahkan dari yang mana? Saya menganggap kata-kata ini sebagai bukti kuat bahwa Teguh Hindarto adalah orang yang tidak punya logika, dan selalu meloncat pada kesimpulan, tanpa alasan yang bisa dipertanggung-jawabkan.


* Yang kedua dimana Teguh Hindarto berkata: ‘Dalam Kitab Perjanjian Baru Semitik yaitu Shem Tov, Du Tillet, dll. Nama Yahweh dituliskan dengan secara langsung maupun tidak langsung’. Bagaimana menuliskan nama Yahweh secara tidak langsung? Menurut saya hanya ada 2 kemungkinan: atau dituliskan, atau tidak.





· Bagaimana mungkin Shem Tov yang hanya menuliskan H, dan DuTillet yang menuliskan YYY, dan Peshitta yang menuliskan MAR-YA bisa dianggap sebagai menuliskan YHWH?


Sekarang perhatikan kata MAR-YA. Mungkin sekali kata YA-nya merupakan kependekan dari Yahweh, sedangkan kata ‘MAR’ berarti ‘Lord’ (= Tuhan). Jadi, Peshitta menterjemahkan ‘Tuhan Yahweh’. Ini mungkin masih bisa diterima.


Tetapi penulisan hanya dengan satu huruf HE (H) dalam Shem Tov, atau dengan tiga huruf YOD berturut-turut (YYY) dalam DuTillet, betul-betul menggelikan. Teguh Hindarto tidak mau menerima pengubahan dari Yahweh menjadi KURIOS, tetapi mau menerima pengubahan dari Yahweh menjadi H atau YYY. Bukankah lucu? Pengubahan yang ia terima ini sangat tidak masuk akal.


Sebagai contoh: nama saya ‘BUDI’. Saya tidak akan keberatan kalau punya seorang pelayan yang tidak memanggil saya dengan menggunakan nama saya, tetapi hanya memanggil ‘Tuan’ (ingat bahwa KURIOS bisa diartikan ‘Tuan’ atau ‘Tuhan’). Tetapi apakah saya tidak akan keberatan kalau dipanggil ‘D’ atau ‘BBB’?


Kalau ‘Yahweh’ boleh diganti satu huruf He, apakah juga boleh kalau diganti dengan satu huruf Yod, atau satu huruf Vaw? Dan kalau ‘Yahweh’ boleh diganti dengan tiga huruf Yod berturut-turut (‘YYY’), apakah juga boleh kalau diganti dengan tiga huruf He berturut-turut (‘HEHEHE’)?





· Pada bagian akhir kata-kata Teguh Hindarto itu (yang saya beri garis bawah ganda), saya kira dia ngomong seenaknya saja. Seandainya kitab-kitab yang ia bicarakan memang mengandung kata Yahweh sekalipun, itu tidak membuktikan apa-apa. Itu tidak membuktikan bahwa itu adalah aslinya, sedangkan yang bahasa Yunani adalah terjemahannya. Jadi, tanpa bukti apapun ia mengclaim bahwa yang bahasa Ibrani adalah aslinya, dan yang bahasa Yunani adalah terjemahannya. Ini bahkan bertentangan dengan begitu banyak bukti yang menunjukkan bahwa Perjanjian Baru Yunani mempunyai lebih dari 5000 manuscripts, sedangkan Perjanjian Baru Ibrani sama sekali tidak ada (kecuali kalau hasil terjemahan abad pertengahan ini mau diclaim sebagai manuscripts). Dan hebatnya, ia katakan bahwa kesimpulannya ini ‘memiliki landasan teologis dan historis dan bukan berdasarkan praduga dan prasangka buta’.





d. Kesimpulan tentang kitab DuTillet.


Betul-betul lucu bahwa Yakub Sulistyo, Teguh Hindarto dan Kristian Sugiyarto begitu membangga-banggakan DuTillet. Padahal ternyata:





· DuTillet itu hanya berisi Injil Matius saja.


Sepanjang yang saya ketahui, hal ini tidak pernah diceritakan, baik oleh Yakub Sulistyo, maupun Kristian Sugiyarto. Mau berdusta / menyembunyikan fakta / kebenaran yang merugikan mereka? Alangkah tidak fairnya! Teguh Hindarto, sekalipun dalam kutipan pertama mengatakan ‘Injil Matius’ tetapi dalam kutipan kedua mengatakan ‘Kitab Perjanjian Baru Semitik yaitu Shem Tov, Du Tillet’. Perhatikan, ia mengatakan ‘Kitab Perjanjian Baru’, bukan ‘Kitab Injil Matius’!!! Mau mengalihkan perhatian pembaca dari ‘Injil Matius’ ke ‘Perjanjian Baru’???





· DuTillet merupakan hasil abad pertengahan.


Jadi, bagaimana DuTillet ini bisa mempunyai kekuatan dalam argumentasi?





Dari Wikipedia, the free encyclopedia:


“Hebrew Versions of the New Testament. Over the centuries various translators have supported the inclusion of the Tetragrammaton in the New Testament when translating into Hebrew Versions of the New Testament. One of the earliest of these versions is the Gospel of Matthew translated by Shem-Tob ben Isaac Ibn Shaprut in 1385” (= Versi-versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Selama berabad-abad berbagai-bagai penterjemah telah mendukung pemasukan Tetragrammaton dalam Perjanjian Baru pada waktu menterjemahkan ke dalam versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Salah satu dari versi-versi yang paling awal ini adalah Injil Matius yang diterjemahkan oleh Shem-Tob ben Issac Ibn Shaprut pada tahun 1385).


Catatan: perhatikan bahwa terjemahan yang paling awal adalah tahun 1385!





· DuTillet itu sendiri ternyata tidak mempunyai nama Yahweh dimanapun.


Bukankah dengan menggunakan DuTillet kelompok Yahweh-isme ini menggunakan senjata, yang akhirnya menjadi boomerang yang menyerang diri mereka sendiri? Tetapi pintarnya, atau liciknya, mereka lagi-lagi menyembunyikan fakta ini! Dan Teguh Hindarto bahkan berargumentasi sedemikian rupa seakan-akan DuTillet mempunyai nama Yahweh di dalamnya, hanya karena ada huruf ‘H’! Betul-betul argumentasi yang luar biasa hebatnya! Dan Teguh Hindarto mengatakan bahwa ini ‘bukan berdasarkan praduga dan prasangka buta’!





2. Kesalahan dalam Mat 23:35 dalam Perjanjian Baru Yunani.


Mat 23:35 - “supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah”.





Kristian Sugiyarto: “Matthew 23:35, menuliskan perkataan Y’Shua: ‘…supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang yang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah’ (terjemahan LAI); padahal jika kita periksa yang mengalami pembunuhan bukan Zakharia anak Berekhnya (Zakh. 1:1) melainkan Zakharia anak Yoyada (2Tawrh. 24:20-22). Kesalahan pengutipan PB-Greek ini tidak dijumpai dalam naskah kopian Hebrew kuno yang ada di tangan Jerome; “Dalam Injil yang digunakan Nazaren, untuk ‘Anak Berekhya’ saya mendapati ‘Anak Yoyada’ ditulis””.





Catatan: tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan Mat 23:35 ini, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.





3. Kesalahan dalam Mat 27:9 dalam Perjanjian Baru Yunani.


Mat 27:9-10 - “(9) Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: ‘Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel, (10) dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku.’”.





Kristian Sugiyarto: “Isi ayat ini sesungguhnya mengacu pada Zakharia 11:12-13, tetapi anehnya tertulis Yeremia yang sama sekali tidak memuatnya (silakan mengecek!). Alkitab Ibrani Shem Tob benar dengan menulis Zakharia, sedangkan Old Syriac Aramaic dan Peshitta hanya menulis ‘nabi’ (the prophet) saja. Kekeliruan PB Greek ini bisa diuji siapa saja dan kapan saja.”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Catatan: tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan nama ‘Yeremia’ dalam Mat 27:9 ini, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.





4. Kesalahan dalam Mark 2:26.


Mark 2:26 - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”.





Kristian Sugiyarto: “Dalam Mark. 2:26, tertulis “…… Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ……” yang benar adalah Abimelek, ayahnya, yang menjabat Imam Besar pada saat peristiwa itu, dan Abiatar baru menjadi Imam Besar setelah peristiwa tsb. (1Sam, 21:1; 22:20); menurut J. Trimm, Aramaic Old Syriac tidak memuat kesalahan ini.”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Perhatikan bahwa dalam hal ini Kristian Sugiyarto tidak membandingkan dengan Perjanjian Baru Ibrani, tetapi dengan Aramaic Old Syriac. Mengapa?





b. Tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan nama Abyatar, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.





b) Tentang tuduhan tentang adanya beberapa kekeliruan dalam Perjanjian Baru Yunani ini ada beberapa hal yang perlu saya tekankan:





1. Saya tak mengclaim bahwa manuscripts Perjanjian Baru Yunani yang manapun sebagai ‘inerrant’ (= tak ada salahnya). Yang betul-betul inerrant hanya autographnya (= Kitab Suci asli yang langsung ditulis oleh penulis-penulis Kitab Suci), dan itu sudah tidak ada lagi. Jadi, tidak aneh kalau Perjanjian Baru Yunani mengandung kesalahan-kesalahan.





2. Versi yang lebih benar belum tentu adalah bahasa aslinya.


Kalau ada 2 versi, apakah versi yang kelihatannya lebih benar, selalu adalah versi bahasa aslinya? Kalau ya, bagaimana dengan contoh-contoh di bawah ini:





a. 2Raja 8:25-26 - “(25) Dalam tahun kedua belas zaman Yoram, anak Ahab raja Israel, Ahazia, anak Yoram raja Yehuda, menjadi raja. (26) Ia berumur dua puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri raja Israel”.


2Taw 22:2 - “Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri”.


Tetapi dalam terjemahan NIV keduanya dituliskan ‘twenty-two years’ (= dua puluh dua tahun)! Tetapi pada 2Taw 22:2 versi NIV diberi catatan kaki sebagai berikut: ‘Some Septuagint manuscripts and Syriac (see also 2 Kings 8:26); Hebrew forty-two’ [= Beberapa versi Septuaginta dan Syria / Aram (lihat juga 2Raja 8:26); Ibrani: empat puluh dua].


Jelas bahwa terjemahan Kitab Suci Indonesia yang diambil dari bahasa Ibrani pasti salah, karena terjadi kontradiksi yang betul-betul kontradiksi! Padahal yang salah ini diambil dari manuscripts Ibrani, yang menuliskan ’42 tahun’. NIV lebih benar, karena untuk kedua text NIV menuliskan ’22 tahun’, tetapi ini justru diambil dari beberapa manuscripts Septuaginta dan Syria / Aram!


Apakah dengan demikian kita harus menyimpulkan bahwa Yunani atau Syria / Aram, atau bahkan Inggris, merupakan bahasa asli dari Perjanjian Lama, karena mereka memberikan yang lebih benar?





b. Dalam 2Sam 24:13 dikatakan bahwa hukuman kelaparan yang ditawarkan untuk Daud adalah ‘tiga tahun’, tetapi dalam KJV/NASB dikatakan ‘seven years’ (= tujuh tahun). Sedangkan dalam ayat paralelnya, yaitu dalam 1Taw 21:11-12 semuanya mengatakan ‘tiga tahun’.


1Taw 21:11-12 - “(11) Kemudian datanglah Gad kepada Daud, lalu berkatalah ia kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN: Haruslah engkau memilih: (12) tiga tahun kelaparan atau tiga bulan lamanya melarikan diri dari hadapan lawanmu, sedang pedang musuhmu menyusul engkau, atau tiga hari pedang TUHAN, yakni penyakit sampar, ada di negeri ini, dan malaikat TUHAN mendatangkan kemusnahan di seluruh daerah orang Israel. Maka sekarang, timbanglah jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku.’”.


KJV: ‘three years’ (= tiga tahun).


2Sam 24:13 - “Kemudian datanglah Gad kepada Daud, memberitahukan kepadanya dengan berkata kepadanya: ‘Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negerimu? Atau maukah engkau melarikan diri tiga bulan lamanya dari hadapan lawanmu, sedang mereka itu mengejar engkau? Atau, akan adakah tiga hari penyakit sampar di negerimu? Maka sekarang, pikirkanlah dan timbanglah, jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku.’”.


KJV: ‘seven years’ (= tujuh tahun).


Tetapi NIV/RSV, yang dalam 2Sam 24:13 mengatakan ‘tiga tahun’, memberikan catatan kaki bahwa yang dalam 2Sam 24:13 ini diambil dari LXX / Septuaginta, sedangkan manuscripts Ibraninya mengatakan ‘tujuh tahun’. Jadi, dalam Ibraninya ada kontradiksi, sedangkan dalam LXX / Septuaginta tidak. Apakah ini menunjukkan bahwa Yunani adalah bahasa asli dari Perjanjian Lama?





c. 1Sam 6:19 - “Dan Ia membunuh beberapa orang Bet-Semes, karena mereka melihat ke dalam tabut TUHAN; Ia membunuh tujuh puluh orang dari rakyat itu. Rakyat itu berkabung, karena TUHAN telah menghajar mereka dengan dahsyatnya”.


KJV: ‘fifty thousand and three score and ten men’ (= lima puluh ribu tujuh puluh orang).


NASB: ‘50.070 men’ (= 50.070 orang).


Dalam NIV dikatakan 70 orang, sama seperti dalam Kitab Suci Indonesia, tetapi catatan kaki NIV mengatakan bahwa bilangan 70 ini diambil dari sedikit manuscripts Ibrani, sedangkan mayoritas manuscripts Ibrani dan LXX menyebutkan 50.070 orang (lima puluh ribu tujuh puluh)!


Adam Clarke mengatakan bahwa jumlah 50.070 ini mustahil, karena tidak mungkin desa sekecil Bet-Semes mempunyai penduduk sebanyak itu. Dan lebih tidak mungkin lagi kalau orang sebanyak itu bisa semuanya melihat ke dalam tabut perjanjian.


Adam Clarke juga mengatakan bahwa 3 manuscript Ibrani yang menyebutkan ’70 orang’ adalah manuscripts hasil abad 12, yang jelas tidak bisa dianggap sebagai manuscripts tua.


Sekarang, kalau bilangan ‘70’ itu masuk akal, sedangkan bilangan dari manuscript Ibrani yang menyebutkan ‘50.070’ jelas tak masuk akal, apakah dengan ini kita harus mengatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Lama adalah Indonesia atau Inggris?





d. Kej 4:8 - “Kata Kain kepada Habel, adiknya: ‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia”.


KJV: ‘And Cain talked with Abel his brother: and it came to pass, when they were in the field, that Cain rose up against Abel his brother, and slew him’ (= Dan Kain berbicara dengan Habel saudaranya; dan terjadilah, pada saat mereka ada di padang, Kain bangkit terhadap Habel saudaranya, dan membunuhnya).


NASB: ‘And Cain told Abel his brother. And it came about when they were in the field, that Cain rose up against Abel his brother and killed him’ (= Dan Kain memberitahu Habel saudaranya. Dan terjadilah pada waktu mereka ada di padang, bahwa Kain bangkit terhadap Habel saudaranya dan membunuhnya).


RSV: ‘Cain said to Abel his brother, ‘Let us go out to the field.’ And when they were in the field, Cain rose up against his brother Abel, and killed him’ (= Kain berkata kepada Habel saudaranya, ‘Marilah kita keluar ke padang’. Dan pada waktu mereka ada di padang, Kain bangkit terhadap saudaranya Habel, dan membunuhnya).


NIV: ‘Now Cain said to his brother Abel, ‘Let’s go out to the field.’ And while they were in the field, Cain attacked his brother Abel and killed him’ (= Kain berkata kepada saudaranya Habel, ‘Marilah kita keluar ke padang.’ Dan sementara mereka ada di padang, Kain menyerang saudaranya Habel dan membunuhnya).


Perhatikan bahwa KJV dan NASB tidak mempunyai kata-kata itu, tetapi Kitab Suci Indonesia, RSV, dan NIV mempunyainya.


Dan NIV memberikan footnote tentang kata-kata itu yang berbunyi sebagai berikut: “Samaritan Pentateuch, Septuagint, Vulgate and Syriac; Masoretic Text does not have ‘Let’s go out to the field.’” [= Pentateuch Samaria, Septuaginta, Vulgate dan Aram; Text Masoretic (Ibrani) tidak mempunyai kata-kata ‘Marilah kita keluar ke padang’.]


RSV juga memberikan catatan kaki yang bunyinya senada dengan catatan kaki dari NIV.


Sekalipun pasti ada pro dan kontra berkenaan dengan penambahan ini, tetapi Adam Clarke dan Jamieson, Fausset & Brown menyetujui penambahan itu, dan menganggapnya ada dalam text aslinya, tetapi hilang dalam penyalinan. Alasan mereka adalah sebagai berikut:


Kata-kata ‘Cain talked with Abel his brother’ (= Kain berbicara dengan Habel saudaranya) dalam terjemahan KJV sebetulnya salah. Mengapa? Karena kata Ibrani yang diterjemahkan ‘talk with’ (= berbicara dengan) seharusnya terjemahan hurufiahnya adalah ‘said’ (= berkata). Kalau diterjemahkan ‘talked with’ (= berbicara dengan), maka memang tak perlu kata-kata Kain dituliskan. Jadi, kalimat itu tetap masuk akal sekalipun kata-kata tersebut tak ditambahkan. Tetapi kalau diterjemahkan ‘said’ (= berkata), maka tanpa penambahan kata-kata yang diucapkan oleh Kain, kalimat itu menjadi tidak masuk akal.


Selain itu, Adam Clarke mengatakan bahwa dalam Alkitab Ibrani edisi yang terbaik dalam bagian ini diberi spasi kosong, dengan suatu tanda yang menunjuk pada catatan tepi, yang menunjukkan bahwa di sini ada suatu kekurangan dalam text itu.


Juga, penambahan itu tidak ada dalam semua manuscripts Ibrani, bahkan yang paling kuno, tetapi penambahan itu, sekalipun agak berbeda-beda, ada dalam boleh dikatakan semua versi-versi kuno seperti Text Samaria, Aram, Vulgate, LXX / Septuaginta, Targum Babilonia, dan Coptic Mesir.


Kalau demikian, haruskah kita menyimpulkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Lama bukan bahasa Ibrani, karena yang versi Ibrani justru salah?





Adam Clarke (tentang Kej 4:8): “‘Cain talked with Abel his brother.’ WAYO'MER QAYIN, ‘and Cain said,’ etc.; not ‘talked,’ for this construction the word cannot bear without great violence to analogy and grammatical accuracy. But why should it be thus translated? Because our translators could not find that anything was spoken on the occasion, and therefore they ventured to intimate that there was a conversation, indefinitely. In the most correct editions of the Hebrew Bible there is a small space left here in the text, and a circular mark which refers to a note in the margin, intimating that there is a hiatus or deficiency in the verse. Now this deficiency is supplied in the principal ancient versions, and in the Samaritan text. In this the supplied words are, ‘LET US WALK OUT INTO THE FIELD.’ The Syriac has, ‘Let us go to the desert.’ The Vulgate has: EGREDIAMUR FORAS, ‘Let us walk out.’ The Septuagint has: DIELTHOOMEN EIS TO PEDION, ‘Let us go out into the field.’ The two Chaldee Targums have the same reading; so has the Coptic version. This addition is completely lost from every MS. of the Pentateuch now known, and yet it is sufficiently evident from the Samaritan text the Samaritan version, the Syriac, Septuagint and Vulgate, that it was in the most authentic copies of the Hebrew before and some time since the Christian era. The words may therefore be safely considered as a part of the sacred text, and with them the whole passage reads clear and consistently: ‘And Cain said unto Abel his brother, Let us go out into the field: and it came to pass, when they were in the field, that Cain rose up,’ etc”.





Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kej 4:8): “‘And Cain talked with Abel his brother.’ The original word does not signify, in strict propriety, ‘talked,’ but ‘said;’ ... others have supposed a hiatus or gap in the text, which the Septuagint, the Samaritan, the Syriac, and other versions fill up with the words ‘Let us go into the field.’ These authorities show that the words were once in the original text, although, as has been remarked, they are not found in the most ancient Hebrew copies - as, for instance, in that one which Origen consulted”.





Catatan: kedua kutipan di atas ini tidak saya terjemahkan, karena sudah saya berikan intinya di atas.





e. Kel 2:18 - “Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: ‘Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?’”.


Bil 10:29 - “Lalu berkatalah Musa kepada Hobab anak Rehuel orang Midian, mertua Musa: ‘Kami berangkat ke tempat yang dimaksud TUHAN ketika Ia berfirman: Aku akan memberikannya kepadamu. Sebab itu ikutlah bersama-sama dengan kami, maka kami akan berbuat baik kepadamu, sebab TUHAN telah menjanjikan yang baik tentang Israel.’”.


KJV: ‘And Moses said unto Hobab, the son of Raguel the Midianite, Moses’ father in law, …’ (= Dan Musa berkata kepada Hobab, anak Raguel orang Midian itu, mertua Musa, …).


Jadi, nama mertua Musa itu Rehuel (seperti dalam Kel 2:18) atau Raguel (seperti dalam Bil 10:29 versi KJV)?


Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kel 2:18): “‘Reuel their father’ - or Raguel (Num. 10:29) (Septuagint, Ragoueel, in both places)” [= Ayat 18. ‘Rehuel, ayah mereka’ atau Raguel (Bil 10:29) (Septuaginta, Raguel, di kedua tempat].


Apakah di sini kita harus menyimpulkan bahwa Kitab Suci Indonesia atau LXX / Septuaginta lebih benar dari Kitab Suci Ibraninya, karena dalam Kitab Suci Indonesia maupun LXX / Septuaginta perbedaan itu dihapuskan?





Jadi jelas, bahwa kalau suatu versi lebih benar dari yang lain, bisa saja itu terjadi karena versi itu membetulkan apa yang dianggap salah dalam versi yang salah itu. Jadi, kasusnya adalah sebagai berikut: Perjanjian Baru asli ada dalam bahasa Yunani, dan ini lalu disalin dan menghasilkan banyak sekali manuscripts Yunani. Salinan sudah tidak inerrant (= tidak ada salahnya), dan karena itu ada kesalahan. Pada waktu ada orang-orang tertentu menterjemahkan manuscripts Yunani itu ke bahasa Ibrani, maka mereka lalu membetulkan apa yang mereka anggap sebagai kesalahan itu. Dengan demikian, seandainya versi Ibrani dari Perjanjian Baru memang lebih benar, itu tetap tidak membuktikan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa asli dari Perjanjian Baru. Juga seandainya versi Yunani dari Perjanjian Baru memang salah, hal itu tetap tak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Yunani bukanlah bahasa asli dari Perjanjian Baru!





3. Dalam ilmu yang disebut Textual Criticism, kalau ada problem text, maka text yang pembacaannya lebih sukar / lebih aneh itu yang biasanya dianggap sebagai yang benar.





J. Harold Greenlee: “in many instances the more difficult reading is likely to be the original. This statement needs to be qualified a bit, however. What we mean is that if one reading seems at first sight to be unexpected or difficult to understand, but on further study is seen to make good sense, then this reading is probably original. ... Of course a ‘hard’ reading is sometimes an obvious error. Readings of this type are usually found in only one or a few manuscripts” (= dalam banyak contoh / kejadian pembacaan yang lebih sukar mungkin adalah yang orisinil / asli. Tetapi pernyataan ini perlu diberi sedikit persyaratan. Yang kami maksudkan adalah jika satu pembacaan pada pandangan pertama kelihatannya tidak diharapkan atau sukar untuk dimengerti, tetapi pada waktu dipelajari lebih lanjut kelihatan memberi arti yang baik, maka pembacaan ini mungkin adalah yang orisinil / asli. ... Tentu saja pembacaan ‘yang sukar’ kadang-kadang merupakan kesalahan yang jelas / nyata. Pembacaan dari jenis ini biasanya ditemukan hanya dalam satu atau sedikit manuscripts) - ‘Scribes, Scrolls & Scripture, A Student’s Guide to New Testament Textual Criticism’, hal 59.





Biarpun ini dikatakan oleh Greenlee dalam persoalan manuscripts dalam bahasa asli, tetapi ini bisa diterapkan dalam membandingkan Perjanjian Baru Yunani dan Perjanjian Baru Ibrani. Yang pembacaannya lebih sukar / kelihatannya salah bisa saja justru adalah pembacaan yang orisinil / asli.





4. Juga perlu diingat bahwa penterjemahan sama sekali tidak harus menyebabkan ‘kesalahan-kesalahan’ seperti yang dibicarakan oleh Kristian Sugiyarto.


‘Kesalahan-kesalahan’ yang dibicarakan oleh Kristian Sugiyarto semuanya adalah ‘kesalahan’ dalam persoalan nama, yaitu:


a. Penghapusan nama ‘Avner’ dalam silsilah Yesus dalam Mat 1.


b. Nama ‘Berekhya’ dalam Mat 23:35 seharusnya adalah ‘Yoyada’.


c. Nama ‘Yeremia’ dalam Mat 27:9 seharusnya adalah ‘Zakharia’.


d. Nama ‘Abyatar’ dalam Mark 2:26 seharusnya adalah ‘Abimelekh’.


Sekarang pikirkan, apakah dalam melakukan penterjemahan, kesalahan seperti ini biasa terjadi? Dalam penterjemahan, kesalahan yang biasa terjadi adalah dalam persoalan perbendaharaan kata (kalau kata aslinya tidak ada dalam bahasa ke dalam mana kata itu mau diterjemahkan) atau dalam persoalan gramatika / tata bahasa (kalau gramatika dari bahasa aslinya beda dengan gramatika dari bahasa ke dalam mana itu mau diterjemahkan). Tetapi yang jelas, kesalahan yang biasa terjadi dalam penterjemahan, bukanlah kesalahan berupa penghapusan / perubahan suatu nama, seperti dalam contoh-contoh yang diberikan oleh Kristian Sugiyarto. Jadi, kesimpulan Kristian Sugiyarto yang mengatakan bahwa Perjanjian Baru aslinya ada dalam bahasa Ibrani karena ‘kesalahan-kesalahan’ itu ada dalam Perjanjian Baru Yunani tetapi tidak ada dalam Perjanjian Baru Ibrani, merupakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal.


Juga, ‘kesalahan’ nama seperti itu bisa terjadi pada penyalinan. Tetapi menurut saya, jauh lebih memungkinkan bahwa perbedaan seperti itu terjadi, karena penterjemah dari Perjanjian Baru Yunani ke Ibrani ‘membetulkan’ apa yang mereka anggap salah.





5. Ada satu hal penting yang ingin saya tambahkan berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan bahwa Alkitab ada salahnya, yaitu bahwa anggapan awal pada saat kita mau mempelajari Kitab Suci merupakan segala sesuatu yang sangat penting, dan menentukan ke arah mana kita akan pergi!





William G. T. Shedd: “One or the other view of the Scriptures must be adopted; either that they were originally inerrant and infallible, or that they were originally errant and fallible. The first view is that of the church in all ages: the last is that of the rationalist in all ages. He who adopts the first view, will naturally bend all his efforts to eliminate the errors of copyists and harmonize discrepancies, and thereby bring the existing manuscripts nearer to the original autographs. By this process, the errors and discrepancies gradually diminish, and belief in the infallibility of Scripture is strengthened. He who adopts the second view, will naturally bend all his efforts to perpetuate the mistakes of scribes, and exaggerate and establish discrepancies. By this process, the errors and discrepancies gradually increase, and disbelief in the infallibility of Scripture is strengthened” (= Salah satu dari pandangan-pandangan tentang Kitab Suci ini harus diterima; atau Kitab Suci orisinilnya itu tidak bersalah, atau Kitab Suci orisinilnya itu bersalah. Pandangan pertama adalah pandangan dari gereja dalam segala jaman: pandangan yang terakhir adalah pandangan dari para rasionalis dalam segala jaman. Ia yang menerima pandangan pertama, secara alamiah akan berusaha untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan dari para penyalin dan mengharmoniskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, dan dengan itu membawa manuscript itu lebih dekat kepada autograph yang orisinil. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian berkurang secara bertahap, dan kepercayaan terhadap ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan. Ia yang menerima pandangan yang kedua, secara alamiah akan berusaha untuk mengabadikan / menghidupkan terus-menerus kesalahan-kesalahan dari ahli-ahli Taurat / para penyalin, dan melebih-lebihkan dan meneguhkan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian itu. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian bertambah secara bertahap, dan ketidak-percayaan kepada ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 137.





E. J. Young: “It is perfectly true that if we begin with the assumption that God exists and that the Bible is His Word, we shall wish to be guided in all our study by what the Scripture says. It is equally true that if we reject this foundational presupposition of Christianity we shall arrive at results which are hostile to supernatural Christianity. If one begins with the presuppo-sitions of unbelief, he will end with unbelief’s conclusions. If at the start we have denied that the Bible is God’s Word of if we have, whether consciously or not, modified the claims of the Scriptures, we shall come to a position which is consonant with our starting point. He who begins with the assumption that the words of the Scriptures contain error will never, if he is consistent, come to the point of view that the Scripture is the infallible Word of the one living and eternal God. He will rather conclude with a position that is consonant with his starting point. If one begins with man, he will end with man. All who study the Bible must be influenced by their foundational presuppositions” (= Adalah sesuatu yang benar bahwa jika kita mulai dengan anggapan bahwa Allah ada dan bahwa Alkitab adalah FirmanNya, kita akan ingin untuk dipimpin dalam seluruh pelajaran kita oleh apa yang Kitab Suci katakan. Juga adalah sesuatu yang sama benarnya bahwa jika kita menolak anggapan dasar dari kekristenan ini, maka kita akan sampai pada hasil yang bermusuhan terhadap kekristenan yang bersifat supranatural. Jika seseorang mulai dengan anggapan dari orang yang tidak percaya, ia akan berakhir dengan kesimpulan dari orang yang tidak percaya. Jika sejak awal kita telah menolak bahwa Alkitab adalah Firman Allah, atau jika kita, secara sadar atau tidak, mengubah claim / tuntutan dari Kitab Suci, kita akan sampai pada suatu posisi yang sesuai dengan titik awal kita. Ia yang mulai dengan anggapan bahwa kata-kata dari Kitab Suci mengandung kesalahan tidak akan pernah, jika ia konsisten, sampai pada pandangan bahwa Kitab Suci adalah Firman yang tak bersalah dari Allah yang hidup dan kekal. Sebaliknya ia akan menyimpulkan dengan suatu posisi yang sesuai dengan titik awalnya. Jika seseorang mulai dengan manusia, ia akan berakhir dengan manusia. Semua yang mempelajari Alkitab pasti dipengaruhi oleh anggapan dasarnya) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 187.





Memang dalam kedua kutipan di atas ini, yang dipersoalkan adalah orang-orang Liberal yang menganggap Kitab Suci ada salahnya. Tetapi ini juga bisa diterapkan kepada orang-orang dari kelompok Yahweh-isme seperti Yakub Sulistyo, Kristian Sugiyarto dan Teguh Hindarto. Kalau mereka datang kepada Perjanjian Baru Yunani, dengan suatu kepercayaan bahwa itu adalah terjemahan dari Perjanjian Baru Ibrani, maka mereka akan mempunyai kecenderungan untuk mencari-cari, dan bahkan membesar-besarkan, kesalahan dari Perjanjian Baru Yunani.


Tidakkah mereka sadar bahwa Perjanjian Lama sendiri, dalam bahasa Ibraninya sekalipun, mempunyai banyak sekali bagian-bagian yang kontradiksi satu sama lain? Saya kira mereka tahu hal itu, hanya saja mereka tak meng‘expose’nya, atau bahkan menyembunyikannya! Mengapa fakta ini tidak membuat mereka beranggapan bahwa Ibrani bukan bahasa asli dari Perjanjian Lama, seperti yang mereka lakukan terhadap Perjanjian Baru dengan bahasa Yunaninya?





II) Argumentasi saya bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.



Saya sudah mematahkan semua argumentasi mereka yang menyatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, dan sekarang saya akan memberikan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.





1) Banyak / semua sumber mengatakan demikian.





Encyclopedia Britannica 2007 [dengan topik ‘Koine (Greek language)’]:


“Based chiefly on the Attic dialect, the Koine superseded the other ancient Greek dialects by the 2nd century AD. Koine is the language of the Greek translation of the Old Testament (the Septuagint), of the New Testament, .... It forms the basis of Modern Greek” [= Berdasarkan terutama pada dialek Attic, Koine menggantikan dialek-dialek Yunani kuno yang lain pada abad ke 2 M. Koine adalah bahasa dari terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta), dari Perjanjian Baru, ... Itu membentuk dasar dari bahasa Yunani modern].





Halley’s Bible Handbook: “The Old Testament was written in Hebrew. The New Testament was written in Greek. A Greek translation of the Old Testament called ‘The Septuagint,’ made in the 3rd century BC, was in common use in Jesus’ day. Greek was the language in general use throughout the Roman world” (= Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Suatu terjemahan dari Perjanjian Lama disebut Septuaginta, dibuat pada abad 3 S.M., dan digunakan secara umum pada jaman Yesus. Yunani adalah bahasa yang digunakan secara umum di seluruh dunia Romawi) - hal 753-754.





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, The New Testament’): “For a time, some Christian scholars treated the Greek of the New Testament as a special kind of religious language, providentially given as a proper vehicle for the Christian faith. It is now clear from extrabiblical writings of the period that the language of the New Testament is koine, or common Greek, that which was used in homes and marketplaces” (= Untuk suatu waktu, beberapa ahli Kristen memperlakukan bahasa Yunani dari Perjanjian Baru sebagai suatu jenis khusus dari bahasa agama, yang diberikan oleh providensia Allah sebagai suatu sarana untuk iman Kristen. Tetapi sekarang jelas dari tulisan-tulisan di luar Alkitab dari jaman itu bahwa bahasa dari Perjanjian Baru adalah koine, atau bahasa Yunani umum, yang digunakan di rumah-rumah dan pasar-pasar).





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, The New Testament’): “Extant Greek manuscripts of the New Testament - complete, partial, or fragmentary - now number about 5000. None of these, however, is an autograph, an original from the writer. Probably the oldest is a fragment of the Gospel of John dated about AD 120-40. The similarities among these manuscripts is most remarkable when one considers differences of time and place of origin as well as the methods and materials of writing. Dissimilarities, however, involve omissions, additions, terminology, and different ordering of words. Comparing, evaluating, and dating the manuscripts, placing them in family groups, and developing criteria for ascertaining the text that most likely corresponds to what the authors wrote are the tasks of critics. They are aided in their judgments by thousands of scriptural citations in the writings of the early Fathers of the Church and by a number of early translations of the Bible into other languages. The fruit of the labor of text critics is an edition of the Greek New Testament that offers not only what is judged to be the best text but also includes notes indicating variant readings among the major manuscripts” (= Manuscripts Yunani dari Perjanjian Baru yang masih ada - lengkap atau sebagian - sekarang jumlahnya sekitar 5000. Tetapi tidak ada dari ini yang merupakan autograph, tulisan asli dari sang penulis. Mungkin yang tertua adalah bagian dari Injil Yohanes yang berasal dari sekitar tahun 120-140 M. Persamaan di antara manuscript-manuscript ini sangat mengagumkan pada waktu seseorang mempertimbangkan perbedaan waktu dan tempat dari asal usul maupun metode dan bahan dari tulisan itu. Tetapi juga ada perbedaan-perbedaan, mencakup penghapusan-penghapusan, penambahan-penambahan, istilah, dan urut-urutan kata-kata yang berbeda. Membandingkan, mengevaluasi, dan menentukan tahun penulisan, menempatkan manuscript-manuscript itu dalam ‘keluarga manuscript’, dan mengembangkan kriteria untuk memastikan text yang paling sesuai dengan apa yang ditulis oleh sang pengarang merupakan tugas dari para pengkritik. Dalam menilai / menghakimi ini mereka dibantu oleh ribuan kutipan Kitab Suci dalam tulisan-tulisan dari bapa-bapa gereja mula-mula dan oleh sejumlah terjemahan-terjemahan mula-mula dari Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lain. Buah dari jerih payah dari para pengkritik text ini adalah suatu edisi dari Perjanjian Baru bahasa Yunani yang memberikan bukan hanya apa yang dinilai sebagai text yang terbaik tetapi juga mencakup catatan-catatan yang menunjukkan variasi pembacaan di antara manuscript-manuscript utama).





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, the New Testament’): “Early Versions. Because the New Testament was written in Greek, the story of the transmission of the text and the establishing of the canon sometimes neglects the early versions, some of which are older than the oldest extant Greek text. The rapid spread of Christianity beyond the regions where Greek prevailed necessitated translations into Syriac, Old Latin, Coptic, Gothic, Armenian, Georgian, Ethiopic, and Arabic. Syriac and Latin versions existed as early as the 2nd century, and Coptic translations began to appear in the 3rd century. These early versions were in no sense official translations but arose to meet regional needs in worship, preaching, and teaching. The translations were, therefore, trapped in local dialects and often included only selected portions of the New Testament. During the 4th and 5th centuries efforts were made to replace these regional versions with more standardized and widely accepted translations. Pope Damasus I in 382 commissioned St. Jerome to produce a Latin Bible; known as the Vulgate, it replaces various Old Latin texts. In the 5th century, the Syriac Peshitta replaced the Syriac versions that had been in popular use up to that time. As is usually the case, the old versions slowly and painfully gave way to the new” (= Versi-versi awal / mula-mula. Karena Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, cerita tentang penyebaran dari text dan peneguhan / penetapan kanon kadang-kadang mengabaikan versi-versi awal, beberapa di antaranya lebih tua dari text Yunani tertua yang masih ada. Penyebaran yang cepat dari kekristenan melampaui daerah-daerah dimana bahasa Yunani digunakan mengharuskan terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa-bahasa Aram, Latin kuno, Koptik, Gothic, Armenian, Georgian, Ethiopia, dan Arab. Versi bahasa Aram dan Latin sudah ada pada abad ke 2, dan terjemahan-terjemahan Koptik mulai muncul pada abad ke 3. Versi-versi awal ini sama sekali bukan terjemahan resmi tetapi muncul untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam ibadah, khotbah dan pengajaran. Karena itu, terjemahan-terjemahan ini terjebak dalam dialek lokal dan sering hanya mencakup bagian-bagian dari Perjanjian Baru. Dalam abad ke 4 dan ke 5 dilakukan usaha-usaha untuk menggantikan versi-versi daerah ini dengan terjemahan-terjemahan yang lebih standard dan diterima secara luas. Paus Damasus I pada tahun 382 mengangkat / menugaskan Santo Jerome untuk menghasilkan Alkitab Latin; dikenal sebagai Vulgate, dan itu menggantikan text Latin kuno yang bermacam-macam. Pada abad ke 5, bahasa Syria-Peshita menggantikan versi-versi Syria / Aram yang telah digunakan secara populer sampai saat itu. Seperti biasanya, versi-versi lama dengan perlahan-lahan dan menyakitkan memberi jalan kepada versi yang baru).


Catatan: perhatikan bahwa dalam ‘early versions’ (= versi-versi awal / mula-mula) itu tidak ada yang berbahasa Ibrani!





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, the New Testament’): “Translations of the Reformation Period. In 1525 the English reformer William Tyndale translated the New Testament from the Greek text, copies of which were printed in Germany and smuggled into England. Tyndale’s translation of the Old Testament from the Hebrew text was only partly completed” (= Terjemahan-terjemahan dari jaman Reformasi. Pada tahun 1552 tokoh reformasi dari Inggris, William Tyndale, menterjemahkan Perjanjian Baru dari text bahasa Yunani, dan salinan-salinannya dicetak di Jerman dan diselundupkan ke Inggris. Terjemahan Tyndale dari Perjanjian Lama dari text Ibrani hanya selesai sebagian).





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘koine’): “The early Christian writers who transcribed and compiled the New Testament made use of a variety of the Koine (Greek for ‘common’), the court and literary language of Hellenistic Greece” [= Penulis-penulis Kristen yang mula-mula yang menuliskan dan menyusun Perjanjian Baru menggunakan suatu variasi dari Koine (kata Yunani untuk ‘umum’), bahasa istana dan bahasa literatur dari Yunani].





Gary Mink (internet): “THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA: The original language of the New Testament is the common vernacular Greek that was widely used at the time of Jesus. COMPTON’S ENCYCLOPEDIA: All of the books [of the New Testament] were originally written in Greek. NEW CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: They [New Testament writings] were all written originally in Greek. THE ENCYCLOPEDIA AMERICANA: In this language [Koine Greek] the New Testament was written, and thousands upon thousands of papyri, contemporary with the New Testament, and discovered only in the last few decades, have contributed to give us a clear conception of this wide spread lingua franca, that was found wherever Greeks and Greek civilization penetrated” [= THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA: ‘Bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani rakyat umum yang digunakan secara luas pada jaman Yesus’. COMPTON’S ENCYCLOPEDIA: ‘Semua kitab-kitab (dari Perjanjian Baru) secara orisinil ditulis dalam bahasa Yunani’. NEW CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: ‘Mereka (tulisan-tulisan Perjanjian Baru) semuanya ditulis secara orisinil dalam bahasa Yunani’. THE ENCYCLOPEDIA AMERICANA: ‘Dalam bahasa ini (Greek Koine) Perjanjian Baru ditulis, dan ribuan papirus, sejaman dengan Perjanjian Baru, dan ditemukan hanya dalam beberapa puluh tahun terakhir, telah memberikan sumbangsih untuk memberi kita suatu pengertian yang jelas tentang lingua franca yang tersebar luas ini, dan yang ditemukan dimanapun orang-orang Yunani dan kebudayaan Yunani masuk’].


Catatan: saya memberikan di sini hanya sebagian saja, tetapi Gary Mink sebetulnya memberikan lebih banyak lagi sumber, baik Encyclopedia, Dictionary, ahli sejarah, penterjemah Alkitab, dan sebagainya. Saya berikan seluruh kata-katanya di bawah ini, tanpa terjemahan.





Gary Mink (internet):





HISTORIANS.





It is also a historical fact that the New Testament was written in Greek. We know the Old Testament was written in Hebrew. Just as surely, we also know the New Testament was written in Greek. First, we shall consult the historians. It is not a fact because historians say it. Historians say it, because it is a fact. Have you ever just looked up ‘New Testament’ in a reference book? Have we checked it for ourselves? What do the historians say about the New Testament? What language did the writers use?


Will Durant is one of the most popular historians of this century. His eleven volume history, The Story of Civilization may be the most widely read history in existence. He gives his view of the language of the New Testament books of Matthew, Mark, and Luke.


They were written in the Greek Koine of popular speech, and were no models of grammar or literary finish...


Professor Michael Grant is the author of many books on the ancient world. He is an eminent historian who has written extensively of the Roman Empire, In his History of Rome, he comments on both the Apostle Paul and the city of his birth.


Tarsus was a center of advanced Hellenic culture, so that Paul was familiar with Greek and wrote in that language.


Though he was a scholar of a former century, the voice of Edward Gibbon is not at all silent. As his biographer James C. Morrison put it, ‘His word is still one of the weightiest that can be quoted.’


In his minutely detailed, voluminously written, and often reprinted work The Decline and Fall of the Roman Empire, Gibbon tells about the Gospels in his fifteenth charter.


The authentic histories of the actions of Christ were composed in the Greek language, at a considerable distance from Jerusalem, and after the gentile converts were grown extremely numerous.


Ecclesiastical historian Henry Hart Milman addresses our subject in his History of Christianity. He refers to the language of the first Christian literature in his fourth book.


The Greek already possessed the foundation of this literature in the Septuagint version of the old, and in the original of the New Testament.


It should be said that the word of many more historians can be given. We will count it sufficient to quote only one other. Dr. James Harvey Robinson has been called ‘one of the greatest of American teachers of history.’ In a very large measure he fathered the methods of the study of history at the turn of the twentieth century. Among his better known, and more widely used text books is An Introduction to the History of Western Europe. While explaining the influence of the Greek culture and language on the Roman Empire, Dr. Robinson makes note of the rise of Christianity and of Christianity’s book.


It had its origin in Palestine and was set forth in a Greek book, the New Testament.


Are we to believe the witness of history and its writers? Or will we simply reject the facts and revise history to suit ourselves?





TRANSLATORS.





Another academic discipline open to our investigation is translation. Bible translators, of all people, should know the original language of the book. The fifty-four men of the committee to whom King James commended the work of translating the Authorized Version were Bible language scholars every one. In their high sounding way, they speak of ‘The Original Sacred Tongues’ in the epistle dedicatory. Here is what the title page of their translation of the New Testament says.


The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ translated out of the original Greek: and with the former translations diligently compared and revised.


Scottish scholar Dr. Robert Young, while best known for his monumental work, The Analytical Concordance to the Bible, also translated the Bible. In the preface to the first edition of his Literal Translation of the Holy Bible, we find these words.


This work, in its present form, is not to be considered as intended to come into competition with the ordinary use of the commonly received English Version of the Holy Scriptures, but simply as a strictly literal and idiomatic rendering of the Original Hebrew and Greek Texts.


Perhaps the best known translator of the entire Bible was James Moffatt. He was expert in both Hebrew and Greek. In his introduction to the final edition of his translation, he said the following.


The authors of the New Testament all wrote in Hellenistic Greek, which was understood far and wide throughout the Roman Empire.


Charles C. Torrey, a noted Semitic language professor, published The Four Gospels, a New Translation in the early part of this century. He was the most outspoken proponent of Aramaic originals of some New Testament books. Yet, even he found no grounds to deny that Paul wrote in Greek. He was convinced that only the Gospels, the Revelation, and half of Acts were translated from Aramaic originals. However, he believed the Gospel of Luke to have been translated by Luke himself, but from Aramaic sources. This is what he said in the preface of his book, Our Translated Gospels.


Lk. made in Palestine, very likely during the two years of Paul's imprisonment at Caesarea (Acts 24:27), a collection of Semitic documents relating to the life and work of Jesus, arranged them very skillfully, and rendered the whole into Grk. which is our Third Gospel.


Edgar J. Goodspeed was one of the most vocal opponents of Torrey’s theory. While Goodspeed was a prolific writer on subjects biblical, he is principally remembered for his translation of the New Testament side of The Complete Bible, an American Translation. Here is what he says about the original language of the New Testament.


It would seem to be an obvious fact that the New Testament was written in Greek.


The Jewish New Testament has garnered mild interest since its publication in 1989. Its translator, David H. Stern, who calls himself a Messianic Jew, wishes ‘to restore the Jewishness of the New Testament.’ His efforts are diligent toward that end. In spite of his enthusiasm for Hebrew, he is compelled to state that Paul wrote in Greek. Hear what he says.


Moreover, Sha’ul, whose letters were composed in Greek, clearly drew on his native Jewish and Hebraic thought-forms when he wrote.


You see then, there are one or two translators who believe a few New Testament books were originally Aramaic. When we check closely, we find even they do not believe the complete New Testament was Aramaic. They confess that most of the New Testament was originally Greek.





ENCYCLOPEDIAS





THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA:


The original language of the New Testament is the common vernacular Greek that was widely used at the time of Jesus.


COMPTON’S ENCYCLOPEDIA:


All of the books [of the New Testament] were originally written in Greek.


NEW CATHOLIC ENCYCLOPEDIA:


They [New Testament writings] were all written originally in Greek.


THE ENCYCLOPEDIA AMERICANA:


In this language [Koine Greek] the New Testament was written, and thousands upon thousands of papyri, contemporary with the New Testament, and discovered only in the last few decades, have contributed to give us a clear conception of this wide spread lingua franca, that was found wherever Greeks and Greek civilization penetrated.


THE NEW GROLIER MULTIMEDIA ENCYCLOPEDIA:


The second part, called the New Testament, was composed in Greek and records the story of Jesus and the beginnings of Christianity.


ENCYCLOPEDIA BRITANNICA:


The New Testament Greek, for example, is a representative of Hellenistic Greek written in the first century AD. Some Aramaic influences have been discerned in parts of the New Testament that have a Palestinian setting, but not to a point where scholars are obliged to conclude that some books were originally composed in Aramaic.





BIBLE DICTIONARIES


INTERPRETER'S DICTIONARY OF THE BIBLE:


The Greek of the new testament is the Koine of the first two centuries A.D. It is now generally agreed by New Testament scholars that the books as we have them were written in Greek.


HOLDMAN BIBLE DICTIONARY:


The New Testament was written (in?) the universal language of the empire.


HASTINGS’ DICTIONARY OF THE BIBLE:


But however far we may go... in allowing that Aramaic writings are to be detected beneath and behind our gospels, it cannot be held that any of these gospels, or any other New Testament books, are translations from that language. All the new testament was originally written in Greek.


HARPER’S BIBLE DICTIONARY:


The New Testament books were all written in Greek.


UNGER’S BIBLE DICTIONARY:


The Old Testament is written mostly in Hebrew; the New Testament wholly in Greek.





J. Harold Greenlee: “During the past few years some individuals have made much of the fact that Syriac is closely related to Aramaic. Claims have been made that the Syriac New Testament is the ‘genuine’ New Testament, written in the language that Jesus spoke. ... But even if Syriac and Aramaic were the same language - which they are not (for one thing, they were written with completely different alphabets) - the fact remains that the New Testament was originally written in Greek, and the New Testament in any language other than Greek is a tranlation from the original Greek and is thus one step removed from the original” (= belum diterjemahkan ) - ‘Scribes, Scrolls, & Scripture’, hal 32-33.





2) Yesus menyebut diriNya dengan istilah Alpha dan Omega, yang merupakan huruf Yunani yang pertama dan terakhir, dalam abjad Yunani. Mengapa Ia tidak menggunakan Alif dan Tau (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Ibrani), kalau bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani dan bukan Yunani?


Wah 1:8 - “‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’”.


Wah 21:6 - “FirmanNya lagi kepadaku: ‘Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan”.


Wah 22:13 - “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir.’”.





3) Ayat-ayat yang memberikan terjemahan / penjelasan arti dalam bahasa Yunani semuanya menjadi kacau / tidak masuk akal, seandainya bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani.


Misalnya:





a) Yoh 1:38,41,42 - “(38) Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: ‘Apakah yang kamu cari?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?’ ... (41) Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ‘Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).’ (42) Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.





b) Mat 1:23 - “‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”.


Bandingkan Mat 1:23 ini dengan Yes 7:14 - “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.


Dalam Mat 1:23 ada arti untuk kata / nama ‘Imanuel’ itu, sedangkan dalam Yes 7:14 tidak ada. Mengapa? Karena Yesaya menulis dalam bahasa Ibrani kepada orang-orang Yahudi, yang mengerti artinya. Matius menulis dalam bahasa Yunani kepada orang-orang yang tidak mengerti bahasa Ibrani, dan karena itu ia harus memberikan arti dari kata ‘Imanuel’ itu!





c) Kis 1:19 - “Hal itu diketahui oleh semua penduduk Yerusalem, sehingga tanah itu mereka sebut dalam bahasa mereka sendiri ‘Hakal-Dama’, artinya Tanah Darah”.





Gary Mink (internet): “we find Aramaic and Hebrew words in the Greek New Testament. This all the more confirms to us that the book was written in Greek. For if it had been written in Aramaic or Hebrew then translated into Greek, the Aramaic and Hebrew words simply would have been translated along with the rest of the book. The New Testament writers put these words and expressions in the New Testament. Then they translated these words for their readers” (= kita menemukan kata-kata Aram dan Ibrani dalam Perjanjian Baru bahasa Yunani. Ini makin meneguhkan kita bahwa buku itu ditulis dalam bahasa Yunani. Karena seandainya itu ditulis dalam bahasa Aram atau Ibrani dan lalu diterjemahkan ke Yunani, maka kata-kata Aram dan Ibrani itu akan sudah diterjemahkan bersama dengan sisa dari buku itu. Penulis-penulis Perjanjian Baru meletakkan kata-kata dan ungkapan-ungkapan ini dalam Perjanjian Baru. Lalu mereka menterjemahkan kata-kata ini bagi pembaca-pembaca mereka).





Kalau mereka menjawab dengan mengatakan bahwa dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani, sebetulnya arti / terjemahannya tidak ada, dan penterjemah ke bahasa Yunani menambahi arti / terjemahannya, maka saya jawab: mengapa tidak semua kata Ibrani diberi arti? Misalnya: kata ‘Haleluyah’ dan kata ‘Amin’ dalam Wah 19:1,3,4,6, dan juga kata ‘Hosana’ dalam Mat 21:9,15 Mark 11:9-10 Yoh 12:13.





Wah 19:1,3,4,6 - “(1) Kemudian dari pada itu aku mendengar seperti suara yang nyaring dari himpunan besar orang banyak di sorga, katanya: ‘Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, ... (3) Dan untuk kedua kalinya mereka berkata: ‘Haleluya! Ya, asapnya naik sampai selama-lamanya.’ (4) Dan kedua puluh empat tua-tua dan keempat makhluk itu tersungkur dan menyembah Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka berkata: ‘Amin, Haleluya.’ ... Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: ‘Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja”.


Mengapa penterjemah Yunani itu tidak menambahi kata-kata ‘artinya Puji Tuhan / Yahweh’???





Mat 21:9,15 - “(9) Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikutiNya dari belakang berseru, katanya: ‘Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!’ ... (15) Tetapi ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat melihat mujizat-mujizat yang dibuatNya itu dan anak-anak yang berseru dalam Bait Allah: ‘Hosana bagi Anak Daud!’ hati mereka sangat jengkel”.


Mark 11:9-10 - “(9) Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, (10) diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!”.


Yoh 12:13 - “mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!’”.


Kata ‘Hosana’ adalah kata bahasa Ibrani, dan mempunyai arti ‘save now’ (= selamatkanlah sekarang)


Wycliffe Bible Commentary: “‘Hosanna.’ A Hebrew expression meaning ‘Save now’” (= ‘Hosanna’. Suatu ungkapan Ibrani yang berarti ‘Selamatkanlah sekarang’).


Unger’s Bible Dictionary: “HOSANNA (Gk. hosannah, from Heb. hoshi`ana', ‘save now’)” [= HOSANNA (Yunani HOSANNAH, dari Ibrani HOSHIANA, ‘selamatkanlah sekarang’].


Mengapa kata ‘Hosana’ ini tak diterjemahkan?





Kelihatannya, kata-kata bahasa Ibrani yang sudah menjadi Yunani (diyunanikan) tidak diberi terjemahan. Tetapi kata-kata Ibrani yang bahasa Yunaninya berbeda, diberi arti.





Kalau mereka mengatakan: karena kata-kata ‘Haleluyah’ dan ‘Hosana’ itu populer, maka kata-kata itu tidak diberi terjemahan, maka saya bertanya: apakah kata-kata itu lebih populer dari kata ‘Mesias’? Kata ‘Mesias’ begitu populer, dan tidak mungkin ada orang Yahudi yang tak tahu arti kata itu, tetapi kata itu tetap diberi terjemahannya dalam bahasa Yunani (Yoh 1:41).





Dengan cara yang sama, jelas bahwa bahasa asli Perjanjian Baru bukan Aram, karena adanya istilah-istilah bahasa Aram, yang diterjemahkan ke Yunani, seperti:


· Mark 5:41 - “Lalu dipegangNya tangan anak itu, kataNya: ‘Talita kum,’ yang berarti: ‘Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!’”.


· Yoh 20:16 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Maria!’ Maria berpaling dan berkata kepadaNya dalam bahasa Ibrani: ‘Rabuni!’, artinya Guru”.


Catatan: ayat ini juga menunjukkan bahwa kalau dikatakan ‘bahasa Ibrani’ kadang-kadang maksudnya adalah ‘bahasa Aram’. Kata ‘Rabuni’ adalah bahasa Aram, kata Ibraninya adalah ‘Rabi’ (Yoh 1:38).


· Ro 8:15 - “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”.


· Yoh 19:13 - “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.


· 1Kor 16:22 - “Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia. Maranata!”.


Catatan: Yoh 19:13 menyebutkan ‘bahasa Ibrani’ tetapi Bambang Noorsena mengatakan bahwa itu adalah kata bahasa Aram.


Bambang Noorsena: “Contoh-contoh kata-kata Aram yang dipelihara itu, antara lain: Talita Kum (Markus 5:41), Gabbata (Yohanes 19:13), Maranatha (1 Korintus 16:23)”.


Catatan: 1Kor 16:23 itu salah, seharusnya 1Kor 16:22.





Juga bandingkan dengan Mat 27:46 - “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”. Atau Mark 15:34 - “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.


Matius menuliskan kata-kata Yesus ini dalam bahasa campuran Ibrani dan Aram, dan Markus menuliskannya dalam bahasa Aram.


Yakub Sulistyo mengatakan bahwa pada waktu Yesus mengucapkan kata-kata ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ dalam Mat 27:46, Ia mengucapkan kata-kata itu murni dalam bahasa Ibrani!


Yakub Sulistyo: “Saat Yeshua tergantung di kayu salib, Dalam Kitab Mattai / Matius 27:46 Yeshua berseru dengan berteriak ‘Eli Eli Lama Sabakhtani’, kalimat tersebut adalah kalimat murni bahasa Ibrani”.


Ini menunjukkan bahwa, atau ia tidak mengerti bahasa Ibrani, atau ia berdusta! Yang betul-betul bahasa Ibrani adalah kata-kata yang ada dalam Maz 22:2 - ‘Eli, Eli, lama azavtani’.





Maz 22:2 - ‘Eli, Eli, lama azavtani?’


(Ibrani)





Mat 27:46 - ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’


(Ibrani) (Aramaic)





Mark 15:34 - ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’


(Aramaic)





Barnes’ Notes (tentang Mat 27:46): “‘Eli, Eli ...’. This language is not pure Hebrew nor Syriac, but a mixture of both, called commonly ‘Syro-Chaldaic.’ This was probably the language which the Saviour commonly spoke. The words are taken from Ps. 22:1” (= ‘Eli, Eli ...’. Bahasa ini bukanlah Ibrani murni ataupun Aramaic / Syria murni, tetapi suatu percampuran dari keduanya, biasanya disebut ‘Syro-Chaldaic’. Ini mungkin merupakan bahasa yang biasanya digunakan oleh sang Juruselamat. Kata-kata itu diambil dari Maz 22:2).





Dalam Maz 22:2, tidak diberi terjemahan, karena memang Maz 22:2 ini ada dalam bahasa Ibrani dan ditujukan kepada orang-orang yang mengerti bahasa Ibrani!


Mengapa dalam Matius dan Markus mula-mula ditulis dalam Aram / Ibrani, lalu diterjemahkan?





4) Adanya petunjuk bahwa kitab-kitab tertentu ditujukan kepada pembaca yang bukan orang Yahudi.


Kitab-kitab tertentu mengandung ayat-ayat yang memberi penjelasan tentang istilah-istilah Ibrani, dan ini tidak akan diberikan seandainya pembacanya adalah orang-orang Yahudi yang bisa berbahasa Ibrani.


Misalnya:


Mark 14:12 - “Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepadaNya: ‘Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagiMu?’”.


Yoh 6:4 - “Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat”.


Semua orang Yahudi tahu bahwa pada Paskah adalah hari raya orang Yahudi, dan bahwa pada hari Paskah ada penyembelihan domba Paskah. Untuk apa menjelaskan hal-hal ini kepada orang-orang yang sudah tahu? Jadi jelas bahwa kitab-kitab ini ditujukan kepada orang-orang non Yahudi. Dan kalau memang demikian, mungkinkah kitab-kitab tersebut ditulis dalam bahasa Ibrani?





5) Dalam kekristenan, jejak bahasa Yunani kuat sekali, JAUH melebihi jejak bahasa Ibrani. Ini aneh, dan tidak masuk akal, seandainya seluruh Kitab Suci (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani. Tetapi ini masuk akal, kalau bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.





a) Pertimbangan dari perbandingan kata-kata ini:





1. Hades (Yunani) vs Sheol (Ibrani).


Mengapa Hades lebih terkenal dari pada Sheol? Hades bahkan menjadi kata bahasa Inggris, dan dalam kamus diterjemahkan ‘alam barzach, neraka’.





2. Petrus (Yunani) vs Kefas (Ibrani / Aram).


Jelas bahwa nama ‘Petrus’ lebih populer dari nama ‘Kefas’.





3. Kata Yakub (Ibrani) vs Yakobus (nama yang diyunanikan).


Yang saya maksud dengan nama ini adalah Yakobus murid Yesus, atau Yakobus saudara dari Tuhan Yesus (yang mungkin menulis surat Yakobus). Namanya adalah ‘Yakub’ dalam bahasa Ibrani, tetapi nama itu tidak populer. Yang populer adalah ‘Yakobus’, yaitu namanya yang diyunanikan.


Anehnya, ‘Yakub’ dalam Perjanjian Lama tetap dituliskan ‘Yakub’.





4. Kata DABAR (Ibrani) vs LOGOS (Yunani).


Kedua kata ini artinya sama, yaitu ‘word / thing’ (= kata / firman / benda).


Lagi-lagi yang populer adalah LOGOS, sekaligus menjadi gelar untuk Yesus dalam Yoh 1:1,14.





5. Kristus (Yunani) vs Mesias (Ibrani).


Kedua kata ini artinya sama, yaitu ‘yang diurapi’. Tetapi mengapa ‘Kristus’ lebih terkenal dari ‘Mesias’?





6. Kata Yesus (Yunani) vs Yosua (Ibrani).


Kata ‘Yesus’ dan ‘Yosua’ sebetulnya sama saja. Hanya ‘Yesus’ berasal dari pembacaan dalam bahasa Yunani / peyunanian, yaitu IESOUS, sedangkan ‘Yosua’ berasal dari bahasa Ibrani.





Dalam Septuaginta (LXX) nama ‘Yesus’ sudah dipakai untuk ‘Yosua’.


Bil 13:16 - “Itulah nama orang-orang yang disuruh Musa untuk mengintai negeri itu; dan Musa menamai Hosea bin Nun itu Yosua (LXX: IESOUN = Mat 1:21)”.


Neh 8:17 - “Seluruh jemaah yang pulang dari pembuangan itu membuat pondok-pondok dan tinggal di situ. Memang sejak zaman Yosua (LXX: IESOUS) bin Nun sampai hari itu orang Israel tidak pernah berbuat demikian. Maka diadakanlah pesta ria yang amat besar”.





Sebaliknya dalam Perjanjian Baru, nama ‘Yosua’ (yang betul-betul menunjuk kepada Yosua dari Perjanjian Lama, yang membawa bangsa Israel masuk ke Kanaan) adalah IESOU dan IESOUS (Kis 7:45 Ibr 4:8)! Ini adalah kata Yunani untuk ‘Yesus’!


Kis 7:45 - “Kemah itu yang diterima nenek moyang kita dan yang dengan pimpinan Yosua (Yunani: IESOU) dibawa masuk ke tanah ini, yaitu waktu tanah ini direbut dari bangsa-bangsa lain yang dihalau Allah dari depan nenek moyang kita; demikianlah sampai kepada zaman Daud”.


Ibr 4:8 - “Sebab, andaikata Yosua (Yunani: IESOUS) telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain”.





Anehnya, dalam Kitab Suci bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, sekalipun dalam Perjanjian Lama digunakan ‘Yosua / Joshua’, tetapi dalam Perjanjian Baru digunakan ‘Yesus / Jesus’.


Ini jelas disebabkan karena pengaruh bahasa asli, dimana Perjanjian Lama bahasa aslinya adalah Ibrani dan Perjanjian Baru bahasa aslinya adalah Yunani!





b) Ada lagi banyak kata yang ingin saya bahas, untuk menunjukkan jejak bahasa Yunani dari Perjanjian Baru.





1. Kata ICHTHUS.


Ini adalah kata Yunani yang artinya ‘fish’ / ‘ikan’.


W. E. Vine: “FISH. ICHTHUS denotes ‘a fish,’ (Matt. 7:10; Mark 6:38)” [= IKAN. IKHTHUS berarti ‘seekor ikan’ (Mat 7:10; Mark 6:38)] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’.


Kata ini menjadi populer, mungkin karena kata-kata Yesus dalam Mat 4:19, dan juga karena dijadikan acrostic / singkatan dari IESOUS CHRISTOS THEOU HUIOS SOTER (= Yesus Kristus Anak Allah Juruselamat). Ini semua adalah kata-kata Yunani.


Simbol ikan ditemukan dalam banyak penggalian arkheologis.





The New Bible Dictionary (tentang topik ‘fish’): “The fish was one of the earliest symbols of Christian art, because the letters of Gk. Ichtys were taken as an acrostic for Iesous Christos Theou Hyios Soter, ‘Jesus Christ, of God the Son, Saviour’” (= Ikan adalah salah satu dari simbol yang paling awal dari seni kristen, karena huruf-huruf dari Yunani Ichtus diambil sebagai suatu acrostic untuk Iesous Christos Theou Huios Soter, ‘Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat’) - hal 425.


Catatan: dalam bahasa Yunani, kata HUIOS itu tidak diawali dengan huruf H, tetapi huruf U. Juga huruf U sering ditransliterasikan sebagai Y. Jadi, jangan heran kalau melihat kata itu ditulis ICHTHYS.





2. Kata ‘synagogue’ (= sinagog).





Nelson’s Bible Dictionary: “SYNAGOGUE. A congregation of Jews for worship or religious study. The word synagogue comes from the Greek sunagoge” (= SINAGOG. Suatu jemaat orang-orang Yahudi untuk kebaktian atau pelajaran agamawi. Kata ‘sinagog’ berasal dari kata Yunani SUNAGOGE).





Unger’s Bible Dictionary: “SYNAGOGUE (Hellenistic Gk. sunagoge, ‘gathering of people,’ ‘a congregation,’ ‘a place of prayer,’)” [= SYNAGOGUE (Hellenistic Gk. SUNAGOGE, ‘perkumpulan orang-orang’, ‘suatu jemaat’, ‘suatu tempat untuk berdoa’)].





Kata Yunani SUNAGOGE ini bahkan menjadi kata bahasa Indonesia dan Inggris. Mengapa gerangan untuk suatu jemaat / tempat ibadah Yahudi digunakan nama yang berasal dari bahasa Yunani? Saya bahkan tak tahu apa kata Ibrani untuk kata ini!





3. Kata ‘baptis’ dan juga sebutan ‘Yohanes Pembaptis’.


Ini berasal dari kata Yunani BAPTO atau BAPTIZO.


Sebelum Yohanes Pembaptis membaptis, orang-orang Yahudi sudah mempraktekkan baptisan dalam agama Yahudi, tetapi hal itu dilakukan hanya terhadap orang-orang non Yahudi yang masuk ke agama Yahudi. Tetapi mengapa istilah Ibraninya tidak dikenal / diketahui?





4. Kata ‘ekaristi’ (Inggris: ‘eucharist’) dalam Gereja Roma Katolik.


Ini berasal dari kata EUKHARISTESAS (= giving thanks / mengucap syukur), suatu kata Yunani yang muncul dalam Mat 26:27. Ini dilakukan oleh Yesus pada waktu mau melakukan Perjamuan Kudus.


Mat 26:27 - “Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: ‘Minumlah, kamu semua, dari cawan ini”.


Sebetulnya ini adalah istilah yang salah kalau diterapkan pada Perjamuan Kudus, karena artinya adalah ‘mengucap syukur’. Tetapi yang saya soroti dan tekankan saat ini adalah bahwa ini menunjukkan adanya jejak bahasa Yunani.





5. Kata ‘kristen’.


Dalam Kis 11:26 kata ‘Christians’ diterjemahkan dari kata Yunani KHRISTIANOUS, yang jelas berasal dari kata KHRISTOS (= Kristus).





Adam Clarke (tentang Kis 11:26): “‘And the disciples were called Christians first at Antioch.’ It is evident they had the name Christians from CHRIST their master; ... It is however worthy of remark that this name occurs in only three places in the New Testament: here, and in Acts 26:28, and in 1 Pet. 4:16” (= ‘Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen’. Adalah jelas bahwa mereka mendapatkan sebutan ‘orang-orang kristen’ dari ‘Kristus’, Tuan / Guru mereka; ... Tetapi perlu diperhatikan bahwa sebutan ini muncul hanya di 3 tempat dalam Perjanjian Baru: di sini, dan dalam Kis 26:28, dan dalam 1Pet 4:16).





6. Kata bahasa Inggris ‘paradise’ (= firdaus / surga).


Ini berasal dari kata Yunani PARADEISOS, dan muncul dalam Luk 23:43 2Kor 12:4 Wah 2:7.





7. Kata ‘kharismatik’.


Ini berasal dari kata Yunani KHARIS (= grace / kasih karunia), KHARISMA (= karunia) atau KHARISMATA (= karunia-karunia).





8. Kata ‘pentakosta’.


Ini berasal dari kata Yunani PENTEKOSTE, yang artinya ‘ke 50’. Ini sebetulnya adalah hari raya orang Yahudi (Im 23:15-16 Ul 16:9-11), tetapi mengapa istilah Ibraninya justru tidak populer sama sekali?





Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘festivals’): “‘Pentecost’ (Gk. Pentekoste, ‘fiftieth,’ i.e., ‘day’). The second of the three great annual festivals, the others being the Passover and Tabernacles. The most important Bible passages relating to it are Exo. 23:16; Lev. 23:15-22; Num. 28:26-31; Deut. 16:9-12” [= ‘Pentakosta’ (Yn. PENTEKOSTE, ‘ke 50’, yaitu ‘hari’). Yang kedua dari 3 hari raya besar tahunan, yang lain adalah Paskah dan hari raya Pondok Daun. Text-text Alkitab terpenting yang berhubungan dengannya adalah Kel 23:16; Im 23:15-22; Bil 28:26-31; Ul 16:9-12].





9. Kata ‘katekisasi’; bahasa Inggris ‘catechism’, yang berarti ‘pelajaran dasar.


Ini diambil dari kata bahasa Yunani KATEKHISMOS. Kata KATEKHEMENOS muncul dalam Kis 18:25.





10. Kata-kata Theologi, Kristologi, Anthropologi, Eskatologi, Pneumatologi, Soteriologi, Eklesiologi, Hamartiologi. Ini semua berasal dari kata-kata Yunani THEOS, KHRISTOS, ANTHROPOS, dsb, yang digabungkan dengan kata Yunani LOGOS. Mengapa tidak ada istilahnya dalam bahasa Ibrani? Atau setidaknya istilahnya tidak populer, sehingga sangat sedikit, kalau ada, orang Kristen yang mengetahuinya?





11. Bahkan kata-kata NOMEN TETRA GRAMMATON (= nama empat huruf) yang menunjuk pada YHWH itu sendiri, merupakan kata-kata bahasa Yunani! Bukankah aneh, kalau kata-kata yang digunakan untuk menunjuk pada nama Allah, yang ada dalam bahasa Ibrani, ternyata adalah kata-kata bahasa Yunani? Mengapa bukan menggunakan bahasa Ibrani? Tentu kata-kata ‘nama empat huruf’ itu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani, tetapi itu sama sekali tidak populer. Mengapa bahasa Yunaninyalah yang populer? Tidak bisa tidak, ini merupakan jejak bahasa Yunani dalam agama Kristen, dan ini tidak akan bisa ada, seandainya seluruh Kitab Suci ditulis dengan bahasa asli bahasa Ibrani!





12. Kata-kata lain dalam dunia kristen / theologia, seperti:


· kata ‘bible’ yang berasal dari kata Yunani BIBLIA / BIBLOS.


· kata ‘autograph’ yang berasal dari kata-kata Yunani AUTO (= self / sendiri) + GRAPHOS / GRAPHEIN (= to write / menulis).


· istilah hermeneutics ‘TYPE’, yang berasal dari kata Yunani TUPOS, yang muncul dalam Ro 5:14 (diterjemahkan ‘gambaran’).


· istilah HERMENEUTICS, yang berasal dari kata Yunani HERMENEUO (= menafsirkan, menterjemahkan), yang muncul dalam Yoh 1:38,42 Yoh 9:7 1Kor 12:10 1Kor 14:26 Ibr 7:2.


· istilah APOLOGETICS, yang berasal dari kata Yunani APOLOGIA (1Pet 3:15).


· istilah ‘antikrist’ berasal dari kata-kata Yunani ANTI (= against / terhadap / menentang) + KHRISTOS (= Kristus).


· kata bahasa Inggris ‘apostle’ (= rasul) yang berasal dari kata Yunani APOSTOLOS.


· kata-kata ‘dichotomy’ (dari kata Yunani DIKHA + TEMNEIN / to cut / memotong) dan ‘trichotomy’ (dari kata Yunani TRI / TREIS + TEMNEIN).


· istilah ‘monarchianism’ (dari kata Yunani MONOS / alone + ARKHEIN / to rule).


· istilah ‘MONOTHEISM’, ‘TRITHEISM’, ‘POLYTHEISM’ dan ‘ATHEISM’ (dari kata Yunani MONOS / TRI / POLY / A + THEOS).


· istilah ‘PANTHEISM’, yang berasal dari kata-kata Yunani PANTA (= segala sesuatu) + THEOS (= Allah).


· istilah ‘ANTHROPOMOPHISM’ (= gaya bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia berbentuk manusia). Kata ini berasal dari 2 kata Yunani, yaitu ANTHROPOS (= manusia) + MORPHE (= bentuk).


· Istilah teori ‘KENOSIS’ (= teori pengosongan diri), yang menunjuk pada suatu ajaran sesat dalam Kristologi. Istilah ini berasal dari kata Yunani EKENOSEN (= mengosongkan) dalam Fil 2:7.


· istilah ‘theophany’ (penampakan Allah sebagai manusia dalam Perjanjian Lama, yang biasanya dianggap menunjuk kepada Anak Allah), berasal dari kata-kata Yunani THEOS (= Allah) + PHANEIA (= appearance / penampakan).


· kata-kata bahasa Inggris ‘devil’ (= iblis) dan ‘demon’ (= setan / roh jahat), yang masing-masing berasal dari kata-kata Yunani DIABOLOS (Kis 10:38) dan DAIMON (Mat 8:31).


· kata bahasa Inggris ‘angel’ (= malaikat) yang berasal dari kata Yunani ANGGELOS.


· kata bahasa Inggris ‘archangel’ (= penghulu malaikat) yang berasal dari kata-kata Yunani ARKHE (= kepala / pemimpin) + ANGGELOS (= angel / malaikat)


· kata-kata ‘polygamy’ dan ‘polyandry’, yang berasal dari kata-kata Yunani POLY (= banyak) + GAMOS (= pernikahan) / ANDROS (= seorang laki-laki).


· kata ‘diaken’ / ‘deacon’ dari kata Yunani DIAKONOS.


· kata ‘Presbyterian’ / ‘Presbytery’ dari kata Yunani PRESBUTEROS.


· kata ‘episkopal’ dari kata Yunani EPISKOPOS.


· kata ‘idolatry’ (= penyembahan berhala) yang berasal dari kata-kata Yunani EIDOLON (= idol / patung berhala) + LATREIA (= penyembahan).


· kata ‘philosophy’ (= filsafat), berasal dari kata-kata Yunani PHILIA (= love / cinta) + SOPHIA (= wisdom / hikmat).


· kata bahasa Inggris ‘psalm’ (= mazmur) berasal dari kata Yunani PSALMOS.


· kata-kata ‘monergistic’ [MONO (= satu) + ERGA (= kerja)] dan ‘synergictic’ [SUN / SYN (= bersama-sama dengan) + ERGA (= kerja)].


· kata-kata HUPOSTASIS (= pribadi), PHUSIS (= hakekat) dan OUSIA (= zat) yang merupakan istilah-istilah penting dalam doktrin Allah Tritunggal.


· kata-kata HOMO-OUSIOS (= zat yang sama / satu), HETERO-OUSIOS (= zat yang berbeda), dan HOMOI-OUSIOS (= zat yang mirip), yang sangat terkenal dalam perdebatan di sekitar Sidang Gereja Nicea tahun 325 M. Istilah-istilah itu berasal dari kata-kata Yunani HOMO / HETERO / HOMOI (= satu / sama / berbeda / mirip) + OUSIA (= zat).


· kata ‘Pentateuch’ (lima kitab Musa, yaitu Kejadian - Ulangan), juga berasal dari 2 kata bahasa Yunani, yaitu PENTA (= lima) + TEUKHOS (= buku / kitab). Apakah tidak aneh bahwa istilah yang populer untuk lima kitab Musa ini, yang jelas-jelas ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani, merupakan istilah bahasa Yunani?


· Kata ‘glosolali’.


Ini berasal dari kata Yunani GLOSSA, yang artinya ‘lidah / bahasa’, tetapi kadang-kadang harus diterjemahkan ‘bahasa Roh’.





Memang kata-kata Ibrani juga punya jejak, seperti SHALOM (yang ini baru-baru saja menjadi populer, dulunya tidak), AMIN, HALELUYAH, SABAT, GOLGOTA, HOSANNA, SATAN, TORAH (Taurat), MALAKH (malaikat), dan sebagainya. Tetapi boleh dikatakan jejaknya sangat sedikit atau jauh lebih sedikit, kalau dibandingkan dengan jejak dari bahasa Yunani.


Belum lagi adanya kemungkinan bahwa kata-kata ini sebetulnya bukan jejak bahasa Ibrani tetapi jejak dari bahasa Arab, yang memang mirip dengan Ibrani. Juga ada kemungkinan lain bahwa kata-kata ini didapatkan dari kata Ibrani yang telah diyunanikan, seperti kata SABAT, AMIN, HALELUYAH.


Jejak dari bahasa Ibrani yang sangat sedikit ini tidak masuk akal kalau seluruh Kitab Suci mempunyai bahasa asli bahasa Ibrani.





6) Buku yang membahas Perjanjian Lama selalu mengacu pada bahasa Ibrani dan yang membahas Perjanjian Baru selalu mengacu pada bahasa Yunani.





a) Buku tafsiran.


Para penafsir selalu mengacu pada bahasa Ibrani dalam penafsiran mereka tentang Perjanjian Lama, tetapi mengacu pada bahasa Yunani dalam penafsiran mereka tentang Perjanjian Baru.





Contoh:


Semua contoh di bawah tidak saya terjemahkan, karena penekanan saya hanya bahwa penafsir selalu mengacu pada bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama, dan pada bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.





Adam Clarke (tentang Kej 1:1 - ini ayat Perjanjian Lama): “Genesis 1:1. ‘In the beginning God created the heaven and the earth.’ BªREE'SHIYT BAARAA' 'ELOHIYM 'EET HASHAAMAYIM Wª'EET HAA'AARETS, ... The original word 'Elohim (heb 430), "God," is certainly the plural form of 'Eel, or 'Eloah”.


Catatan: yang saya garis-bawahi adalah kata-kata bahasa Ibrani.





Adam Clarke (tentang Yoh 1:1 - ini ayat Perjanjian Baru): “John 1:1. ‘In the beginning was the Word, and the Word was with God, and the Word was God.’ ... ‘Was the Word.’ Or, existed the LOGOS. This term should he left untranslated, for the very same reason why the names Jesus and Christ are left untranslated. ... ‘And the Word was God.’ Or, God (Deity), THEOS , was the Logos”.


Catatan: yang saya garis-bawahi adalah kata-kata bahasa Yunani.





Juga seringkali para penafsir dalam membahas ayat-ayat Perjanjian Lama, selain mengacu pada bahasa Ibraninya, juga mengacu pada bahasa Yunani dari LXX / Septuaginta.


Adam Clarke (tentang Kel 2:2 - ini ayat Perjanjian Lama): “‘Was a goodly child.’ The Hebrew text simply says ‘good’, TOWB, ‘that he was good,’ which signifies that he was not only a perfect, well-formed child, but that he was very beautiful; hence, the Septuagint translate the place, IDONTES DE AUTON ASTEION, ‘Seeing him to be beautiful,’ which Stephen interprets, EEN ASTEIOS TOO THEOO ‘He was comely to God, or divinely beautiful.’”.


Catatan: yang saya beri garis bawah tunggal adalah kata bahasa Ibrani, sedangkan yang saya beri garis bawah ganda menunjukkan bahwa Adam Clarke mengacu pada LXX / Septuaginta yang menggunakan bahasa Yunani.





Pertanyaan saya: dalam membahas Perjanjian Baru, mengapa tidak ada penafsir yang selain membahas text Yunani dari Perjanjian Baru, lalu membandingkannya dengan text bahasa Ibrani dari Perjanjian Baru? Memang ada penafsir yang membahas bahasa Ibraninya, tetapi tidak ada yang membahas text Ibrani Perjanjian Baru.


Catatan: mungkin perkecualiannya hanyalah kalau penafsirnya adalah orang Yahudi! Ini menjadi sama seperti kalau saya menggunakan text bahasa Indonesia karena saya orang Indonesia.





b) ‘Word Studies’ (buku-buku yang membahas kata-kata Kitab Suci dalam bahasa aslinya) selalu membahas bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.





c) Kitab Suci Interlinear, yang memberikan text bahasa asli dengan terjemahan kata per kata di bawahnya, selalu menggunakan text bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.





d) Kitab Suci bahasa aslinya yang digunakan di sekolah-sekolah theologia, juga selalu bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.





7) Di sekolah theologia, selalu diajar bahasa Ibrani dan bahasa Yunani. Mengapa?





8) Bruce Metzger menulis buku berjudul ‘A Textual Commentary on the Greek New Testament’, dan dalam buku itu ia membahas ‘textual problem’ (perbedaan text antar manuscripts) dalam Perjanjian Baru. Dan ia tidak pernah membahas kata Ibrani, tetapi selalu membahas kata Yunani. Dan ia juga menunjukkan nama dari manuscripts Yunani yang ia gunakan.





9) Para penterjemah Kitab Suci, menterjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa asli bahasa Yunani.





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘language’): “St. Jerome, translator of the famed Latin Bible, the Vulgate, from the Hebrew and Greek originals” (= Santo Jerome, penterjemah dari Alkitab Latin yang terkenal, Vulgate, dari bahasa asli Ibrani dan Yunani).





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Biblical literature’): “Because of the influence of printing and a demand for scriptures in the vernacular, William Tyndale began working on a New Testament translation directly from the Greek in 1523” (= Karena pengaruh dari percetakan dan suatu tuntutan untuk Kitab Suci dalam bahasa sehari-hari, William Tyndale mulai mengerjakan suatu terjemahan Perjanjian Baru langsung dari bahasa Yunani pada tahun 1523).





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘polyglot Bible’): “any of several editions of the Bible in which the text consists of translations of various languages arranged in parallel columns. ... The first and best known polyglot Bible is the Complutesian, ... The Old Testament in the Complutesian contained a revised Masoretic Hebrew Text and translations in ... The Complutesian New Testament presented the original Greek version together with the Latin translation” (= yang manapun dari beberapa edisi dari Alkitab dalam mana textnya mencakup terjemahan-terjemahan dari bermacam-macam bahasa yang diatur dalam kolom-kolom yang paralel. ... Alkitab Polyglot yang pertama dan paling terkenal adalah Complutesian, ... Perjanjian Lama dalam Complutesian mencakup Text Ibrani Masoretik yang direvisi dan terjemahan-terjemahan dalam ... Perjanjian Baru Complutesian menyajikan versi bahasa Yunani orisinil bersama dengan terjemahan bahasa Latin).





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘biblical translation’): “Erasmus, who in 1516 published an edition of the New Testament containing the Greek text and his own translation into Latin. ... Martin Luther produced the first complete translation from the original Greek and Hebrew into a modern European language” (= Erasmus, yang pada tahun 1516 menerbitkan suatu edisi Perjanjian Baru yang mencakup text bahasa Yunani dan terjemahannya sendiri ke dalam bahasa Latin. ... Martin Luther menghasilkan terjemahan pertama yang lengkap dari bahasa Yunani dan Ibrani orisinil ke dalam suatu bahasa modern Eropah).





Dalam KJV, persis pada bagian sebelum Perjanjian Baru dimulai ada kata-kata sebagai berikut: “The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ translated out of the original Greek: and with the former translations diligently compared and revised by his majesty’s special command” (= Perjanjian Baru dari Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus diterjemahkan dari bahasa asli bahasa Yunani: dan dibandingkan dan direvisi dengan hati-hati dengan terjemahan-terjemahan sebelumnya oleh perintah khusus dari Sri Baginda).





Dalam NIV, pada bagian preface, di awal Kitab Suci, ada kata-kata: “The Greek text used in translating the New Testament was an eclectic one” (= Text Yunani yang digunakan dalam menterjemahkan Perjanjian Baru adalah text pilihan).





Dalam RSV, pada halaman persis sebelum Perjanjian Baru dimulai ada kata-kata: “Translated from the Greek” (= Diterjemahkan dari bahasa Yunani).





Dalam NASB pada bagian awal ada bab berjudul ‘Principles of Translation’, dan di sana ada kata-kata: “Greek Text. Consideration was given to the latest available manuscripts with a view to determining the best Greek text. In most instances the 23rd edition of Eberhard Nestle’s Novum Testamentum Graece was followed” (= Text Yunani. Pertimbangan diberikan pada manuscripts terakhir yang tersedia dengan maksud untuk menentukan text Yunani yang terbaik. Dalam kebanyakan kejadian, edisi ke 23 dari Perjanjian Baru Yunani Eberhard Nestle’s diikuti).





10) Bapa-bapa gereja mengutip banyak sekali dari Perjanjian Baru bahasa Yunani!


Gary Mink (internet): “The Greek New Testament is the most often quoted ancient book. Many, many, many ancient writers quote from it. These quotations verify its authenticity repeatedly. The Greek New Testament is quoted over 10,000 times by ancient writers” (= Perjanjian Baru Yunani adalah buku kuno yang paling sering dikutip. Banyak, banyak, banyak penulis kuno mengutip darinya. Kutipan-kutipan ini berulang-ulang membuktikan ke-otentik-annya. Perjanjian Baru Yunani dikutip lebih dari 10.000 kali oleh penulis-penulis kuno).


Berapa kali mereka mengutip dari Perjanjian Baru bahasa Ibrani? Gary Mink mengatakan 0 (nol)!!! Jangan heran, karena memang Perjanjian Baru baru diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani paling awal pada tahun 1385 M.





11) Jumlah manuscripts Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani ada lebih dari 5000, sedangkan manuscripts Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani adalah NOL!


Kristian Sugiyarto sendiri kelihatannya mengakui hal itu.





Kristian Sugiyarto: “Saya lebih yakin bahwa percakapan dalam PB didominasi Ibrani-Aramaik (Sudah saya ulas pada tanggapan terdahulu) Koran The Japan Times, Thursday, Feb. 27, 2003, p. 20 memberitakan bahwa orang-orang Kristen Asyrian di Mosul (Niniwe) adalah satu-satunya suku bangsa yang tetap memelihara bahasa Aramaik hingga kini dan selalu mengajarkannya pada anak-anaknya; bahasa ini adalah bahasa semasa Yesus hidup; informasi ini MENGINDIKASIKAN bahwa Alkitab Kristen Asirian TENTULAH berbahasa asli Aramaik yang bukan terjemahan dari PB Yunani, dan memang dari sinilah antara lain James Trimm menyusun Alkitab PB-Hebrew. Namun memang catatan tulisan yang lengkap dan bertahan hingga kanonisasi adalah dalam bahasa Yunani”.





Catatan: yang saya tekankan adalah bagian yang saya beri garis bawah tunggal. Ini merupakan pengakuan Kristian Sugiyarto bahwa manuscripts yang ada semuanya dalam bahasa Yunani. Sedangkan bagian yang saya beri garis bawah ganda hanyalah merupakan asumsi yang tidak berdasar. Kata ‘mengindikasikan’, dan ‘tentulah’ (yang saya cetak dengan huruf besar) menunjukkan bahwa ini hanya asumsi dari Kristian Sugiyarto.





12) Kelompok Yahweh-isme ini berdoa supaya ditemukan manuscript Ibrani.


Gary Mink mengatakan bahwa kelompok Yahweh-isme ini beranggapan bahwa ada manuscripts Ibrani dari Perjanjian Baru, tetapi belum ketemu, dan mereka berdoa supaya manuscripts itu bisa diketemukan.





Gary Mink (internet): “The people of one sacred name group, with which I am personally acquainted, have been told by their leader to pray for God to bring to light a manuscript of a Hebrew New Testament. They think one may be hidden in the Vatican Library. They also hope more scrolls will be found in the caves around Israel. Their prayer is for a Hebrew scroll of the New Testament to be found among them. Of course, you can see that such an action amounts to an admission there is no evidence for a Hebrew New Testament. Such an admission is correct. There is no evidence. The reason there is no evidence: there is not now nor was there ever such a New Testament. When a thing has not happened, it leaves no evidence” (= Orang-orang dari satu kelompok nama keramat / kudus, dengan siapa saya kenal secara pribadi, telah diberitahu oleh pemimpin mereka untuk berdoa supaya Allah membawa kepada terang suatu manuscript Perjanjian Baru Ibrani. Mereka berpikir ada satu yang mungkin disembunyikan di Perpustakaan Vatican. Mereka juga berharap lebih banyak gulungan / naskah akan ditemukan dalam gua-gua di sekitar Israel. Mereka berdoa untuk ditemukannya suatu gulungan Perjanjian Baru Ibrani di antara mereka. Tentu saja, engkau dapat melihat bahwa tindakan seperti itu sama dengan suatu pengakuan bahwa tidak ada bukti untuk suatu Perjanjian Baru Ibrani. Pengakuan seperti itu adalah benar. Tidak ada bukti. Alasan mengapa tidak ada bukti adalah: baik sekarang maupun dulu tidak pernah ada Perjanjian Baru seperti itu. Kalau suatu hal tidak pernah terjadi, hal itu tidak meninggalkan bukti).





13) Manuscript Perjanjian Baru tertua ada dalam bahasa Yunani, dan mengandung nama Yesus dalam bahasa Yunani!





Gary Mink (internet): “A very weighty piece of evidence lies in the John Ryland Library in Manchester England. It is a fragment of the eighteenth chapter of John’s Gospel. It is commonly called the Ryland Fragment and is numbered p52. It was found in Egypt in 1934. While it is not the original Gospel written in John’s own handwriting, it is likely a copy made directly from the original. Manuscript specialists date it in the first quarter of the second century. Some set the date as early as A.D. 100. An interesting note on the contents of this small piece of John’s writing: it has the name of Jesus in Greek. The same Greek in which John wrote the original” (= Suatu potongan bukti yang sangat penting terletak di Perpustakaan John Ryland di Manchester, Inggris. Itu adalah suatu potongan dari Injil Yohanes pasal 18. Itu biasanya disebut Potongan Ryland dan diberi nomor p52. Itu ditemukan di Mesir pada tahun 1934. Sekalipun itu bukanlah Injil orisinil yang ditulis oleh tulisan tangan Yohanes sendiri, itu mungkin adalah suatu salinan yang dibuat langsung dari naskah asli. Para ahli manuscripts menyatakan tahun pembuatannya tahun 100 M. Suatu catatan yang menarik tentang isi dari potongan kecil dari tulisan Yohanes ini: potongan itu mempunyai nama Yesus dalam bahasa Yunani. Bahasa Yunani yang sama dalam mana Yohanes menulis naskah aslinya).





14) Foto-foto manuscripts Perjanjian Baru ada dalam bahasa Yunani.


Semua manuscripts ini diberi nama, manuscriptsnya ada di banyak museum, dan ada foto-fotonya. Dan dari foto-foto manuscripts ini terlihat dengan jelas bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Yunani.








-o0o-




Larangan menggunakan kata ‘Allah’



Orang-orang yang melarang penggunaaan kata ‘Allah’ ini memberikan banyak argumentasi untuk mendukung pandangan mereka, yaitu:





I) ‘Allah’ merupakan nama pribadi / diri dari Tuhannya umat Islam, dan kata / nama ‘Allah’ ini tidak ada dalam Alkitab Ibrani.





Yakub Sulistyo: “Umat Nasrani yang dianggap sesat, sekte dan sebagainya seperti tudingan tersebut diatas, sebenarnya justru kembali ke Kitab Suci Asli yang berbahasa Ibrani dimana kata ‘Allah’ atau ‘ALLAH’ yang dalam huruf Arab tidak mengenal huruf kapital atau tidak, adalah merupakan Nama Tuhan dari umat Islam, tidak pernah ada dalam kitab tersebut dan mengoreksi kesalahan terjemahan dari Lembaga Alkitab Indonesia dan mengembalikannya sesuai dengan apa yang menjadi keinginan dan kerinduan hati Tuhan sendiri, bukan mengubah isi Firman Tuhan seperti tudingan umat Nasrani dan para Theolog yang belum menerima pemulihan Nama Tuhan ini”.





Kristian Sugiyarto: “Dalam Hebrew-Bible (= Alkitab Ibrani) tidak ada nama Allah melainkan nama Elohim, yaitu YHWH (yang dibaca Yahweh)”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Di sini saya hanya akan menanggapi kata-kata mereka tentang kata ‘Allah’ yang katanya tidak ada dalam Alkitab Ibrani. Ada beberapa hal yang saya berikan di sini sebagai tanggapan:


1) Merupakan suatu kekonyolan untuk berargumentasi dengan mengatakan bahwa kata ‘Allah’ tidak ada dalam Alkitab Ibrani. Sudah tentu tidak ada, karena kata ‘Allah’ itu bukan kata bahasa Ibrani! Itu adalah kata bahasa Arab, atau kata bahasa Arab yang sudah di-Indonesia-kan. Kata ‘Tuhan’, ‘God’, ‘Lord’ juga tidak ada dalam Kitab Suci Ibrani!


2) Kata-kata mereka ini menunjukkan suatu fanatisme yang sangat berlebihan terhadap Kitab Suci Ibrani. Ini terlihat dari fakta bahwa mereka hanya menekankan Ibraninya, bukan Yunaninya, padahal Kitab Suci kita menggunakan bahasa asli Ibrani dan Yunani, dan bahkan sebagian kecil dalam bahasa Aram. Mengapa hanya bahasa Ibrani yang mereka pedulikan?


3) Kalau kelompok Yahweh-isme ini mau kembali kepada Kitab Suci Ibrani, lalu mereka mau menggunakan kata apa? Eloah? Elohim? El? Kalau menggunakan Eloah atau El, maka semua menjadi bentuk tunggal, dan sebaliknya, kalau menggunakan Elohim (seperti yang dilakukan dalam Alkitab versi ILT) maka semua menjadi bentuk jamak. Ini justru tak cocok dengan aslinya. Memang kalau menggunakan kata ‘Allah’ juga tak terlihat bedanya. Tetapi kalau menggunakan kata ‘Allah’ orang akan tahu bahwa itu bukanlah kata bahasa aslinya, sehingga ia akan menyelidiki aslinya, dan melihat perbedaan antara kata ‘Allah’ yang satu dan kata ‘Allah’ yang lain dalam bahasa aslinya. Tetapi kalau semua kata ‘Allah’ diganti dengan ‘Elohim’ seperti dalam ILT (Indonesian Literal Translation / terjemahan hurufiah Indonesia) yang diterbitkan oleh kelompok Yahweh-isme di Indonesia, maka orang akan mengira bahwa itu sudahlah kata dalam bahasa asli, sehingga tidak akan menyelidiki perbedaan-perbedaan antara kata ‘Elohim’ yang satu dengan ‘Elohim’ yang lain.


4) Pada waktu dalam Perjanjian Barupun mereka (ILT) menggunakan Elohim, maka itu kelihatannya menjadi lucu. Mengapa tidak menggunakan kata bahasa Yunani ‘Theos’ saja? Apakah Perjanjian Baru bahasa Yunani yang menggunakan ‘Theos’ harus diabaikan begitu saja?


5) Kalau mereka mengatakan bahwa kita harus kembali kepada Kitab Suci Ibrani, maka kita harus menghapuskan seluruh Kitab Suci Indonesia dan menggunakan saja bahasa Ibraninya! Demikian juga dengan Kitab Suci bahasa lain, termasuk bahasa Inggris, juga harus dihapuskan, dan semua orang Kristen harus menggunakan Kitab Suci bahasa Ibrani saja!


6) Penggunaan kata Ibrani ‘Elohim’ oleh ILT untuk menggantikan kata ‘Allah’ dalam terjemahan LAI, tidak cocok dengan judul ‘ILT’ (= Indonesian Literal Translation / Terjemahan Hurufiah Indonesia) dalam Alkitab yang diterbitkan oleh kelompok Yahweh-isme ini. Mengapa?


a) Karena kata ‘Elohim’ bukan translation / terjemahan.


b) Karena ‘Elohim’ bukan kata bahasa Indonesia.





Sekarang saya lanjutkan dengan argumentasi dari pihak Yahweh-isme.





Teguh Hindarto: “Sebagaimana YAHWEH adalah nama diri sang pencipta dan sesembahan bangsa Israel turun temurun, maka ALLAH adalah juga nama diri. Allah adalah nama Tuhan orang muslim (Qs 20:14,98) yang berdiam di Mekah (Qs 27:91) khususnya Ka'bah (Qs 106:3). Jadi antara YAHWEH dan ALLAH adalah dua sesembahan yang berbeda”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Ada 2 hal yang akan saya berikan sebagai tanggapan:





1) ‘Allah’ bukanlah nama, karena kata ‘Allah’ berasal dari ‘Al-Ilah’ yang berarti ‘the God’ (= sang Allah). Point ini saya berikan singkat saja di sini, tetapi nanti akan saya bahas secara lebih panjang lebar.





2) Teguh Hindarto mengatakan bahwa ‘Allah’ dan ‘Yahweh’ adalah 2 sesembahan yang berbeda. Saya ingin tanyakan kepada dia: Kalau Allah dan Yahweh adalah ‘dua sesembahan yang berbeda’, lalu ada berapa Allah / sesembahan? Bandingkan dengan text-text di bawah ini.





1Kor 8:4-6 - “(4) Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: ‘tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa.’ (5) Sebab sungguhpun ada apa yang disebut ‘allah’, baik di sorga, maupun di bumi - dan memang benar ada banyak ‘allah’ dan banyak ‘tuhan’ yang demikian - (6) namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.





Kis 17:22-24 - “(22) Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: ‘Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. (23) Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu. (24) Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia”.





Ay 22: ‘sangat beribadah kepada dewa-dewa’.


KJV: ‘too superstituous’ (= terlalu percaya tahyul). Ini terjemahan yang salah.


RSV/NIV/NASB: ‘very religious’ (= sangat religius).





Perhatikan ay 23! Paulus menjumpai mezbah dari orang-orang kafir / penyembah berhala. Dan pada mezbah itu ada tulisan ‘kepada Allah yang tidak dikenal’. Tetapi kepada para penyembah berhala itu Paulus lalu mengatakan: “Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu”. Ini jelas menunjukkan bahwa Allahnya sebetulnya sama, hanya saja mereka salah mengerti / tidak mengerti tentang Allah itu.





Matthew Henry: “he aimed to bring them to the knowledge of the only living and true God, as the sole and proper object of their adoration. He is here obliged to lay the foundation, and to instruct them in the first principle of all religion, that there is a God, and that God is but one. When he preached against the gods they worshipped, he had no design to draw them to atheism, but to the service of the true Deity. Socrates, who had exposed the pagan idolatry, was indicted in this very court, and condemned, not only because he did not esteem those to be gods whom the city esteemed to be so, but because he introduced new demons; and this was the charge against Paul. Now he tacitly owns the former part of the charge, but guards against the latter, by declaring that he does not introduce any new gods, but reduce them to the knowledge of one God, the Ancient of days” [= ia bertujuan untuk membawa kepada mereka pengetahuan tentang satu-satunya Allah yang hidup dan benar, sebagai satu-satunya obyek yang benar dari pemujaan mereka. Di sini ia berkewajiban untuk meletakkan dasar, dan untuk mengajar mereka prinsip pertama dari semua agama, bahwa ada suatu Allah, dan bahwa Allah hanya satu. Pada waktu ia berkhotbah menentang allah-allah / dewa-dewa yang mereka sembah, ia tidak mempunyai tujuan / rencana untuk menarik mereka pada atheisme, tetapi pada penyembahan terhadap Allah yang benar. Socrates, yang terbuka terhadap penyembahan berhala orang kafir, dituduh di sidang ini / sidang Areopagus, dan dihukum / disalahkan / dikecam, bukan hanya karena ia tidak menganggap mereka sebagai allah-allah / dewa-dewa apa yang oleh kota itu dianggap demikian, tetapi juga karena ia memperkenalkan setan-setan (allah-allah / dewa-dewa?) yang baru; dan ini adalah tuduhan terhadap Paulus. Sekarang ia secara implicit mengakui bagian pertama dari tuduhan, tetapi menjaga terhadap yang terakhir, dengan menyatakan bahwa ia tidak memperkenalkan allah-allah / dewa-dewa baru manapun, tetapi mengarahkan / menundukkan mereka pada pengetahuan / pengenalan tentang satu Allah, ‘Yang Lanjut Usianya’].


Catatan: istilah / gelar ‘the Ancient of days’ merupakan gelar / sebutan Allah yang diambil dari Dan 7:9, yang dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘Yang Lanjut Usianya’.


Dan 7:9 - “Sementara aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan, lalu duduklah Yang Lanjut Usianya; pakaianNya putih seperti salju dan rambutNya bersih seperti bulu domba; kursiNya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar”.





Barnes’ Notes: “‘Him declare I unto you.’ I make known to you his name, attributes, etc. There is remarkable tact in Paul’s seizing on this circumstance; and yet it was perfectly fair and honest. ... This altar had, therefore, been really reared to him, though his name was unknown. The same Being who had interposed at that time, and whose interposition was recorded by the building of this altar, was He who had made the heavens; who ruled over all; and whom Paul was now about to make known to them” (= ‘Dialah / itulah yang kuberitakan kepada kamu’. Aku memperkenalkan kepadamu nama / sebutanNya, sifat-sifatNya, dsb. Ada suatu taktik yang luar biasa / hebat dalam menggunakan keadaan ini; tetapi itu tetap adil dan jujur secara sempurna. ... Karena itu, mezbah ini sebetulnya telah didirikan bagi Dia, sekalipun nama / sebutanNya tidak dikenal. Makhluk yang sama yang telah ikut campur pada saat itu, dan yang ikut campurnya dicatat oleh pendirian mezbah ini, adalah Dia yang telah menciptakan langit; yang memerintah atas segala sesuatu; dan yang sekarang diperkenalkan oleh Paulus kepada mereka).





Sekarang mari kita kembali pada argumentasi dari kelompok Yahweh-isme ini. Para penentang kata ‘Allah’ ini mengatakan bahwa dalam agama Islam, kata ‘Allah’ itu merupakan nama diri / pribadi, dengan argumentasi-argumentasi sebagai berikut:





a) Dalam Islam, kata / nama ‘Allah’ itu tidak pernah diterjemahkan.





Yakub Sulistyo: “Demikian pula karena ‘Allah’ itu juga Nama Diri Tuhannya umat Islam, penulis kutipkan Terjemahan Al Qur’an yang saya miliki yang tidak mengubah Nama ‘Allah’ dalam bahasa apapun, misalnya:


a. Terjemahan Al Qur’an Surat 1 Al Faatihah 1-2 dalam Bahasa Inggris.


In the name of Allah, Most Gracious, Most Merciful. Praise be to Allah, the Cherisher and Sustainer of the Worlds.


b. Terjemahan Al Qur’an Surat 1 Al Faatihah 1-2 dalam Bahasa Belanda.


In naam van Allah, de Barmhartige, de Genadevolle. Alle lof zij Allah, de Heer der Werelden.


c. Terjemahan Al Qur’an Surat 1 Al Faatihah 1-2 dalam Bahasa Perancis.


Au nom d'Allah, le Tout Misיricordieux, le Trטs Misיricordieux. Louange א Allah, Seigneur de l'univers.


d. Terjemahan Al Qur’an Surat 1 Al Faatihah 1-2 dalam bahasa Jerman.


Im Namen Allah, des Gnהdigen, des Barmherzigen. Aller Preis gehצrt Allah, dem Herrn der Welten”.


Catatan: dalam kutipan di atas ini mungkin ada huruf-huruf / karakter-karakter yang salah tulis, karena bahasa-bahasa asing ini menggunakan karakter-karakter yang tidak ada dalam komputer saya. Tetapi inti dari kutipan ini jelas, yaitu dalam bahasa manapun, kata ‘Allah’ itu tidak diterjemahkan, dan hal ini dianggap sebagai bukti bahwa ‘Allah’ itu merupakan sebuah nama pribadi.





Yakub Sulistyo: “ilah atau al-ilah bisa diterjemahkan menjadi dewa atau sesuatu yang disembah sedang ‘Allah’ tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa apapun karena Nama Pribadi. Silakan baca di Kamus Indonesia-Arab-Inggris Karangan Abd. bin Nuh dan Oemar Bakri halaman 76”.


Komentar Pdt. Budi Asali: Lucu sekali orang disuruh baca sendiri; mengapa ia tidak berikan kutipan dari kamus itu?





Teguh Hindarto: “Berbicara soal terminology sumber, ada beberapa prinsip yang harus disepakati yaitu: Nama diri (Ketuhanan atau Manusia) tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa apapun. Contoh YAHWEH, Nama Sang Pencipta Langit dan Bumi tidak dapat diterjemahkan menjadi DAGON, SIN, AMATERAZU atau ALLAH. Kalau terjadi dialek varian tidak masalah. Contoh: YAHWEH menjadi Yehuwah (Jawa), Jahoba (Batak), Jahowa (Nias), Jehovah (Eropa)”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1. Sekalipun pada umumnya nama pribadi memang tidak diterjemahkan, tetapi siapa bilang bahwa nama pribadi secara mutlak tidak bisa diterjemahkan? Kitab Suci kita sendiri menterjemahkan nama-nama pribadi tertentu. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:


· Yoh 1:42 - “Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.


· Kis 9:36a - “Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas”.


NASB: ‘Now in Joppa there was a certain disciple named Tabitha (which translated in Greek is called Dorcas)’ [= Di Yope ada seorang murid tertentu bernama Tabita (yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani disebut Dorkas)].


Di sini untuk kata ‘translated’ / ‘diterjemahkan’, digunakan kata bahasa Yunani DIERMENEUOMENE, yang berasal dari kata Yunani DIERMENEUO, yang berarti ‘menafsirkan’, ‘menjelaskan’, atau ‘menterjemahkan’.


· Wah 9:11 - “Dan raja yang memerintah mereka ialah malaikat jurang maut; namanya dalam bahasa Ibrani ialah Abadon dan dalam bahasa Yunani ialah Apolion”.





2. Memang ada orang-orang Islam yang tidak mau menterjemahkan kata ‘Allah’, tetapi yang perlu diketahui adalah: apa alasan mereka sehingga tidak mau menterjemahkannya?





Wikipedia, the free encyclopedia (internet):


“Some Muslims leave the name ‘Allāh’ untranslated in English. Sometimes this comes from a zeal for the Arabic text of the Qur’an and sometimes with a more or less conscious implication that the God that Jews and Christians worship is not really true in it the full sense. Conversely, the usage of the term Allah by English speaking non-Muslims in reference to the God in Islam, Marshall G. S. Hodgson says, can imply that Muslims are worshiping a mythical god named ‘Allah’ rather than God, the creator. This usage is therefore appropriate, Hodgson says, only for those who are prepared to accept its theological implications” (= Sebagian / beberapa orang Islam membiarkan nama ‘Allah’ tidak diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Kadang-kadang ini timbul dari suatu semangat untuk text bahasa Arab dari Al-Quran dan kadang-kadang dengan suatu pengertian, yang disadari atau kurang disadari, bahwa Allah yang disembah oleh orang-orang Yahudi dan Kristen tidaklah benar dalam arti yang sepenuhnya. Sebaliknya, Marshall G. S. Hodgson mengatakan bahwa penggunaan istilah ‘Allah’ oleh orang-orang non Islam yang berbahasa Inggris berkenaan dengan Allah dalam Islam, secara implicit bisa berarti bahwa orang-orang Islam menyembah suatu allah yang bersifat dongeng yang bernama ‘Allah’, dan bukannya menyembah ‘God’ / Allah sang Pencipta. Karena itu Hodgson berkata bahwa penggunaan ini cocok / tepat, hanya bagi mereka yang siap untuk menerima pengertian-pengertian theologianya).





Ada beberapa hal yang ingin saya soroti dari kutipan di atas:


a. Perhatikan kata-kata ‘some Muslims’ (= sebagian / beberapa orang Islam) pada awal dari kutipan di atas, yang jelas menunjukkan bahwa tidak semua orang Islam bersikap seperti itu! Jadi jelas bahwa ada orang-orang Islam yang mau menterjemahkan kata ‘Allah’ tersebut!


b. Encyclopedia ini jelas mengatakan bahwa alasan dari orang-orang Islam tertentu itu sehingga tidak mau menterjemahkan kata ‘Allah’ itu adalah:


· karena semangat (kefanatikan) terhadap text bahasa Arab dari Al-Quran.


· karena mereka menganggap Allah yang mereka sembah berbeda dengan ‘God’ dari orang-orang Yahudi dan Kristen.


Jadi, ketidak-mauan untuk menterjemahkan kata ‘Allah’ itu bukan disebabkan karena mereka menganggapnya sebagai suatu nama!


c. Kata-kata bagian akhir dari kutipan di atas bagi saya agak tidak jelas. Tetapi kelihatannya Hodgson itu mengecam orang-orang non Islam yang membedakan ‘Allah’ yang disembah orang-orang Islam dengan ‘God’ yang disembah orang Kristen. Pembedaan seperti ini hanya cocok bagi mereka yang siap untuk menerima pengertian theologianya, yaitu ada lebih dari satu Allah.





3. Adalah salah untuk mengatakan bahwa kata ‘Allah’ tidak pernah diterjemahkan.


Contoh dimana kata ‘Allah’ diterjemahkan:





a. Bambang Noorsena: “Salah satu diantara terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Inggris yang menerjemahkan istilah Allah, misalnya silahkan membaca: The Message of the Qur’an, oleh Muhammad Asad. Dalam terjemahan yang cukup otoritatif di dunia Islam Barat ini, ungkapan: Bismillahi Rahmani Rahim diterjemahkan: ‘In the Name of God, The Most Grocious, The Dispenser of Grace’.”.





Jadi, kalau Yakub Sulistyo tadi memberikan beberapa Al-Quran dalam bermacam-macam bahasa yang tetap mempertahankan kata ‘Allah’ itu, itu tidak berarti bahwa tidak ada versi Al-Quran yang menterjemahkan kata ‘Allah’ tersebut! Saya kira Yakub Sulistyo pasti tahu akan hal ini, dan ini sudah menunjukkan ketidak-jujuran Yakub Sulistyo dalam berargumentasi! Yang dia beberkan adalah ‘half-truth’ (= setengah kebenaran)!


Ada orang yang mengatakan bahwa: ‘a half-truth is a whole lie’ (= setengah kebenaran adalah dusta sepenuhnya / seluruhnya).





b. Dalam film FITNA, ada orang-orang Islam mengacungkan poster dengan tulisan ‘God bless Hitler’. Mengapa mereka tidak menuliskan ‘Allah bless Hitler’, padahal jelas bahwa yang mereka maksudkan dengan ‘Allah’ itu adalah Allah yang benar, yang mereka sendiri percayai dan sembah?


Catatan: mereka menuliskan seperti itu, karena Hitler membunuh 6 juta orang Yahudi, orang-orang yang mereka anggap sebagai musuh.





c. Dalam film debat antara Ahmed Deedat melawan Anis Shorrosh, Deedat menunjukkan sebuah buku tulisannya yang mempunyai judul dalam bahasa Inggris ‘Is The Bible God’s Word?’ (= Apakah Alkitab adalah Firman Allah?), tetapi pada waktu mengucapkan, ia menggunakan kata ‘Allah’. Jadi jelas, bahwa dalam pandangan ahli debat Islam kelas dunia ini, kata ‘Allah’ terjemahannya adalah ‘God’!





d. Dalam buku ‘Share Your Faith with a Muslim’, penulisnya (C. R. Marsh) berulang-ulang menterjemahkan kata ‘Allah’ menjadi ‘God’, seperti:


· istilah ‘barakat Allah’ diartikan ‘God’s blessing’ (hal 7,21).


· istilah ‘kalimat Allah’ diartikan ‘God’s Word’ (hal 11), dan ‘The Word of God’ (hal 44).


· ia mengatakan bahwa orang Islam mengucapkan kata-kata ‘God is great’ dalam doanya. Pasti yang dimaksudkan adalah istilah ‘Allahu Akbar’ (hal 17-18). Juga berulangkali ia menterjemahkan kata ‘Allah’ menjadi ‘God’ dalam doa orang Islam itu.


· istilah ‘Khalil Allah’ diartikan ‘the friend of God’ (hal 49).


· istilah ‘Kalim Allah’ diartikan ‘the spokesman with God’ (hal 49).





e. Kata ‘Insya Allah’ sering diterjemahkan ‘If God wills’ atau ‘if God is willing’.





b) Argumentasi lain untuk mengatakan bahwa kata ‘Allah’ merupakan nama pribadi, yaitu: dalam Islam, kata ‘Allah’ itu tidak bisa dibuat menjadi bentuk jamak.





Teguh Hindarto: “Sebagai bukti bahwa ALLAH itu nama dan bukan gelar, terbukti bahwa ALLAH tidak dapat dibuat jamak. ilah bentuk jamaknya adalah alihah. Eloah bentuk jamaknya Elohim. Apakah bentuk jamak dari ALLAH?? Demikian pula YAHWEH sebagai nama diri tidak dapat dibuat jamak”.





Teguh Hindarto: “Untuk membedakan nama diri dan nama umum adalah dengan memperhatikan dalil, Nama umum, dapat dibuat jamak. Contoh; Ilah menjadi Alihah, Eloah menjadi Elohim, God menjadi God’s. ... Sedangkan nama diri, tidak dapat dibuat jamak”.


Catatan: kata ‘God’s’ itu pasti salah; seharusnya adalah ‘Gods’. Entah ini sekedar salah tulis, atau orang ini memang tak becus bahasa Inggris.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Bahwa kata ‘Allah’ tidak bisa dibuat jamak, bukanlah merupakan suatu bukti bahwa itu adalah sebuah nama pribadi. Mungkin karena mereka (orang Islam) mempercayai monotheisme mutlak, maka mereka tidak memberikan bentuk jamak itu kata ‘Allah’ itu.





Bambang Noorsena: “Memang, Sabili dalam salah satu terbitannya pernah menguraikan bahwa secara etimologis, kata Allah yang terdiri dari huruf alif, lam, lam dan ha' dengan tasydid sebagai tanda idgham lam pertama pada lam kedua) adalah ghairu musytaq (tidak ada asal katanya dan bukan pecahan dari kata lain). Karena itu, kata ini tidak bisa diubah menjadi bentuk tatsniyah (ganda) dan jama’ (plural). Demikian pula kata ini tidak dapat dijadikan sebagai mudhaf. Jacob Sulistiono (maksudnya ‘Yakub Sulistyo’) mengutip ini, saya yakin ia sendiri tidak mengerti apa itu bentuk mutsanah, jama’ atau mudhaf dalam bahasa Arab. Harus saya jelaskan sekali lagi, pandangan Sabili sama sekali tidak bisa dianggap representatif mewakili Islam. Banyak ulama Islam terkemuka yang berpandangan sebaliknya. Contohnya, kita bisa membaca kitab yang sangat terkenal di dunia Arab, al-Mu’jam al-Mufahras, yang menempatkan kata Allah tersebut di bawah heading (judul): hamzah, lam, haa ( ‘-l-h). Mengapa? Karena Al- pada Allah adalah hamzah wasl, sehingga Al- bisa hilang dalam kata: wallahi, bi-lahi, lil-lahi, dan sebagainya. Misalnya, pada kalimat Alhamdu lil-lah (segala puji bagi Allah), lil-lahi ta’ala (karena Allah Yang Maha Tinggi), kata sandang Al- di depan Allah juga dihilangkan. Sedangkan kata Allah tidak bisa dijumpai dalam bentuk ganda dan jamak, secara historis dibuktikan karena kata sandang al- yang mendahului kata ilah, muncul untuk menegaskan: ilah itu, yang sudah mengandung makna pengkhususan. Maksudnya, bisa berarti Dia adalah ilah yang paling besar, sedangkan ilah-ilah lain berada di bawahnya, seperti dianut kaum Mekkah pra-Islam, seiring dengan pergeseran dari paham politeisme menuju henoteisme. Sebaliknya, bisa juga berarti ‘ilah satu-satunya, yang tidak ada ilah selain-Nya’. Makna kedua ini, antara lain diberikan oleh orang-orang Yahudi, Kristen, kaum Hanif pra-Islam di wilayah Arab untuk menegaskan Keesaan-Nya. Tradisi monoteisme inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Islam. Selanjutnya, kata Allah memang tidak dapat dijadikan mudhaf, tetapi itu tidak berarti bahwa Allah itu nama diri. Sebab bukan hanya ‘nama diri’ yang tidak bisa dijadikan mudhaf, tetapi setiap bentuk ma’rifah juga tidak bisa dijadikan mudhaf. Misalnya, kita berkata: Baitu al-Kabiiri (Rumah yang besar itu). Kata baitu dalam kalimat ini adalah ‘mudhaf’, sedangkan al-kabiiri adalah ‘mudhaf ilaih’. Tetapi kalau kita tambahkan al- sebelum bait, misalnya: al-baitu kabiirun (Rumah itu besar). Jadi, maknanya berbeda. Mengapa? Karena al-bait disini menjadi mubtada’ (subyek), bukan mudhaf lagi, sedangkan kabiirun adalah khabar (predikat)”.


Catatan: henotheisme adalah kepercayaan terhadap satu Allah tanpa menyangkal adanya allah-allah lain.





Terus terang, ketidak-mengertian saya tentang bahasa Arab menyebabkan saya tidak bisa mengerti sepenuhnya apa yang dikatakan oleh Bambang Noorsena di atas, tetapi jelas ia mengatakan bahwa:





1. Dalam dunia Islam ada 2 pandangan. Sabili mengatakan bahwa kata ‘Allah’ tak bisa dibuat menjadi jamak dan itu menunjukkan bahwa kata itu tidak berasal dari kata yang lain / bukan pecahan dari kata yang lain. Tetapi Bambang Noorsena melanjutkan dengan mengatakan bahwa ‘pandangan Sabili sama sekali tidak bisa dianggap representatif mewakili Islam. Banyak ulama Islam terkemuka yang berpandangan sebaliknya’.


Dalam kata-katanya di bagian lain, Bambang Noorsena berkata sebagai berikut:


“Pdt. Jacob Sulistiono (maksudnya ‘Yakub Sulistyo’) mengutip majalah Islam Sabili, yang memuat tulisan seorang Muslim yang menganggap bahwa Allah itu tidak bisa diterjemahkan, tetapi itu tidak mewakili pendapat seluruh umat Islam di dunia. Bahkan di kalangan Islam sendiri, Sabili sering dianggap mewakili kelompok Islam garis keras, setali tiga uang dengan ‘kaum penentang Allah’, minimal dalam pandangan teologisnya yang sama-sama ‘hitam putih’ itu”.





2. Kata ‘Allah’ tak bisa dibuat jamak karena adanya kata sandang tertentu yang sudah terkandung dalam kata ‘Allah’ tersebut, yang sudah mengandung makna pengkhususan. Juga karena Allah memang dianggap sebagai cuma satu.





3. Ia juga mengatakan bahwa kata ‘Allah’ itu tak bisa dijadikan mudhaf / jamak, tak berarti itu adalah nama diri, karena bukan hanya nama diri yang tidak bisa dijadikan jamak / mudhaf.





Sekarang saya ingin tunjukkan bahwa penjelasan Bambang Noorsena ini ditanggapi sebagai berikut oleh Kristian Sugiyarto.





Kristian Sugiyarto: “Ini penjelasan sangat bagus, mudah-mudahan semua pemahaman Islam demikian juga; namun kami menginginkan terjemahan Alkitab dari Ibrani aslinya ke dalam bahasa Indonesia, dengan menghindari title (= gelar) yang pernah dipakai sebagai title berhala bagi Nama Yahweh”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:


a. Kelihatannya Kristian Sugiyarto tidak bisa membantah kata-kata Bambang Noorsena ini, dan bahkan menganggapnya ‘sangat bagus’. Tetapi anehnya, ia tetap berkeras untuk tidak menggunakan kata ‘Allah’ tersebut. Saya tidak keberatan kalau Kristian Sugiyarto mau tetap membuang kata ‘Allah’ bagi dirinya sendiri. Tetapi yang ia lakukan adalah mengharuskan orang-orang kristen lain juga melakukan hal ini, padahal argumentasi mereka telah dipatahkan oleh Bambang Noorsena! Ini adalah tindakan memutlakkan apa yang tidak mutlak, mengharuskan apa yang tidak harus. Dengan kata lain, ia membuat hukum sendiri, tanpa dasar yang jelas. Dia kira dia siapa?


b. Perhatikan kata-kata yang saya garis-bawahi dari kata-kata Kristian Sugiyarto di atas. Apakah kata-kata ‘ke dalam bahasa Indonesia’ itu cocok dengan terjemahan yang dilakukan ILT yang lalu mengubah kata ‘Allah’ menjadi ‘Elohim’?


c. Sekarang perhatikan bagian kata-kata Kristian Sugiyarto yang saya beri garis bawah ganda. Bukankah pembicaraan di sini adalah berkenaan dengan kata ‘Allah’ yang mereka anggap sebagai nama Tuhannya orang Islam? Mengapa tahu-tahu Kristian Sugiyarto pindah / lari ke kata ‘Allah’ sebagai nama berhala? Ini lari dari topik perdebatan! Kalah argumentasi, lalu lari ke pokok lain, merupakan sesuatu yang umum bagi orang yang tidak fair dalam berdebat!





c) Nama diri tidak bisa digandengkan dengan personal pronoun / kata ganti orang.


Teguh Hindarto: “Nama umum dapat dilengkapi personal pronoun, ku, mu, mereka. Contoh: Eloheinu (Elohim kami), Elohei (Elohimku), Eloheika (Elohimmu), Elohekem (Elohim mereka). Sedangkan nama diri, tidak dapat dibuat jamak dan disertai kata ganti diri (Personal pronoun) Contoh: YAHWEH, ALLAH, DAGON, ZEUS, ARTEMIS, SIN, adalah nama-nama sesembahan dan bukan nama gelar atau nama umum”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1. Saya kira yang dimaksudkan oleh Teguh Hindarto bukan ‘personal pronoun’ (= kata ganti orang), tetapi ‘possessive pronoun’ (= kata ganti empunya). Kata-kata bahasa Inggris seperti I, He, She, We, They, merupakan ‘personal pronouns’ / kata-kata ganti orang. Sedangkan kata-kata bahasa Inggris seperti My, His, Her, Our, Their, merupakan ‘possessive pronouns’ / kata-kata ganti empunya.





2. Saya kira karena kata ‘Allah’ itu sudah mengandung kata sandang tertentu ‘the’, maka akan menjadi aneh kalau digabungkan dengan ‘possessive pronoun’ / kata ganti empunya. Masakan kita mengatakan ‘my the God’ atau ‘the my God’?





3. Sebetulnya tak ada alasan mengapa nama diri tak boleh digandengkan dengan ‘possessive pronoun’ / kata ganti empunya! Dalam penggunaan sehari-hari saya kira sering nama digandengkan dengan ‘possessive pronoun’ / kata ganti empunya. Banyak orang sering mengatakan ‘Yesusku’, padahal ‘Yesus’ jelas merupakan nama pribadi! Bahkan ada lagu dalam bahasa Inggris yang kata-katanya berbunyi: ‘My Jesus I love You, I know Thou art mine. ....’. Juga dalam menulis surat misalnya, banyak orang menulis ‘My dear John’ (= John-ku yang kekasih).





4. Bandingkan dengan kata-kata Jamieson, Fausset & Brown di bawah ini.


Fausset’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “The Hebrews said the Elohim, in opposition to false gods; but never the Jehovah, for Jehovah means the true God only. Again, My God, ELOHAY, but not My Jehovah, for Jehovah by itself means this covenant relation to one. Again, the Elohim of Israel; but not the Jehovah of Israel, for there is no other Jehovah. Again, the living Elohim, but not the living Jehovah; for Jehovah means this without the epithet” (= Orang-orang Ibrani mengatakan ‘sang ELOHIM’, sebagai kontras dengan allah-allah / dewa-dewa palsu; tetapi mereka tidak pernah mengatakan ‘sang Yehovah’, karena Yehovah berarti Allah yang benar saja. Juga mereka mengatakan ‘my God / Allahku’, tetapi tidak pernah ‘my Jehovah / Yehovahku’, karena nama Yehovah itu sendiri berarti hubungan perjanjian dengan seseorang. Juga mereka mengatakan ‘sang ELOHIM dari Israel’; tetapi tidak pernah ‘sang Yehovah dari Israel’, karena tidak ada Yehovah yang lain. Juga mereka mengatakan ‘sang ELOHIM yang hidup’, tetapi tidak pernah ‘sang Yehovah yang hidup’; karena Yehovah berarti ini tanpa julukan itu).





Penekanan saya adalah pada bagian yang saya garis-bawahi. Memang tidak pernah ada kata-kata ‘my Jehovah’ / ‘Yehovahku’, tetapi itu bukan disebabkan karena ‘Yehovah’ itu adalah sebuah nama, tetapi karena nama ‘Yehovah’ / ‘Yahweh’ itu sendiri sudah mengandung makna hubungan perjanjian dengan seseorang.





Sekarang saya akan menanggapi pandangan mereka bahwa kata ‘Allah’ merupakan nama pribadi dari Tuhannya umat Islam.





1. Kata ‘Allah’ bukan merupakan nama pribadi dari Tuhannya orang Islam!


Seperti sudah saya singgung di atas, kata ‘Allah’ berasal dari kata-kata Al dan Ilah, dan berarti ‘the God’ (= sang Allah). Jadi, ini jelas bukan merupakan suatu nama! Saya mendapatkan hal ini dari:





a. Bambang Noorsena.


Dan Bambang Noorsena juga mengatakan bahwa dalam kalangan Islam memang ada 2 pandangan berkenaan dengan hal ini.


Bambang Noorsena: “Padahal, tidak semua umat Islam berpandangan seperti itu. Faktanya, ada umat Islam yang menganggap Allah itu ‘nama diri’, karena itu ghayr al-musytaq (tidak punya asal-usul dari kata lain), tetapi ada pula yang menganggapnya musytaq (berasal dari kata al-Ilah)”.





b. Seorang kyai Islam yang mengundang saya khotbah 3 x di tempatnya. Ia bernama Sumardi, mempunyai gelar S2 dalam Islam, dan mengaku bisa berbicara dalam bahasa Arab.





c. Seorang teman Islam saya yang mengaku bisa berbahasa Arab.





d. Sumber-sumber lain di bawah ini:





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘al-’):


“Arabic definite article, meaning ‘the.’ It often prefixes Arabic proper nouns, especially place-names; an example is Al-Jazirah (Arabic: ‘The Island’), the name of an interfluvial region in The Sudan” [= Kata sandang tertentu dalam bahasa Arab, berarti ‘the’ (= si / sang). Kata ini sering diletakkan di depan kata-kata benda bahasa Arab, khususnya nama-nama tempat; sebagai contoh adalah Al-Jazirah (bahasa Arab: ‘sang pulau’), nama dari suatu daerah antara sungai di Sudan].


Catatan: perhatikan bahwa kutipan di atas ini membicarakan kata bahasa Arab ‘al-’.





Dari kutipan di atas ini bisa kita lihat bahwa kata bahasa Arab ‘al-’ merupakan suatu definite article / kata sandang tertentu, dan karena itu dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘the’ (= si / sang).





Microsoft Encarta Reference Library 2003: “Allah, Arabic name of the supreme being. The term is a contraction of the Arabic al-llah, ‘the God.’ Both the idea and the word existed in pre-Islamic Arabian tradition, in which some evidence of a primitive monotheism can also be found. Although they recognized other, lesser gods, the pre-Islamic Arabs recognized Allah as the supreme God” (= Allah, nama / sebutan bahasa Arab untuk Tuhan / makhluk tertinggi. Istilah ini merupakan singkatan dari kata Arab Al-llah, ‘the God’. Baik gagasan maupun kata itu sudah ada dalam tradisi Arab sebelum Islam, dalam mana beberapa bukti dari suatu monotheisme yang primitif juga bisa ditemukan. Sekalipun mereka mengakui allah-allah / dewa-dewa lain yang lebih kecil, orang-orang Arab sebelum Islam mengakui Allah sebagai Allah yang tertinggi).





Catatan: saya harus tekankan berulang-ulang bahwa kata ‘name’ dalam bahasa Inggris tidak harus berarti ‘nama’, tetapi bisa berarti ‘sebutan’.





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (related articles, definition of Allah): “The Arabic name for God, Allah, refers to the same God worshiped by Jews and Christians. Islam’s central teaching is that there is only one all-powerful, all-knowing God, and this God created the universe. ... The Arabic word ‘Allah’ means ‘the God,’ and this God is understood to be the God who brought the world into being and sustains it to its end. ... Before Islam, many Arabs believed in a supreme, all-powerful God responsible for creation; however, they also believed in lesser gods. With the coming of Islam, the Arab concept of God was purged of elements of polytheism and turned into a qualitatively different concept of uncompromising belief in one God, or monotheism” (= Sebutan bahasa Arab untuk untuk God, Allah, menunjuk kepada God / Allah yang sama yang disembah oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang kristen. Ajaran pokok Islam adalah bahwa hanya ada satu Allah yang maha kuasa dan maha tahu, dan Allah ini yang menciptakan alam semesta. ... Kata bahasa Arab ‘Allah’ artinya ‘the God’, dan Allah ini dimengerti sebagai Allah yang menciptakan dunia / alam semesta dan menopangnya sampai pada akhirnya. ... Sebelum Islam, banyak orang Arab percaya kepada suatu Allah yang tertinggi dan maha kuasa yang bertanggung-jawab untuk penciptaan; tetapi mereka juga mempercayai allah-allah / dewa-dewa yang lebih kecil. Dengan datangnya Islam, konsep orang Arab tentang Allah dimurnikan dari elemen-elemen polytheisme, dan dibelokkan pada konsep yang berbeda secara kwalitas tentang kepercayaan tanpa kompromi kepada satu Allah, atau monotheisme).





Microsoft Encarta Reference Library 2003 (‘Christian Arab’, ‘spread of’): “Allah is the Arabic word for ‘God.’” (= Allah adalah kata bahasa Arab untuk ‘God’).





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Allah’):


“(Arabic: ‘God’), the one and only God in the religion of Islam. Etymologically, the name Allah is probably a contraction of the Arabic al-Ilah, ‘the God.’ The name’s origin can be traced back to the earliest Semitic writings in which the word for god was Il or El, the latter being an Old Testament synonym for Yahweh. Allah is the standard Arabic word for ‘God’ and is used by Arab Christians as well as by Muslims” [= (bahasa Arab: ‘God’), satu-satunya God / Allah dalam agama Islam. Dari sudut ilmu asal kata, sebutan ‘Allah’ mungkin merupakan suatu singkatan dari kata bahasa Arab ‘al-Ilah’, ‘the God’. Asal usul sebutan itu bisa ditelusuri jejaknya sampai pada tulisan-tulisan Semitik dalam mana kata untuk ‘god’ adalah Il atau El, yang terakhir ini merupakan kata Perjanjian Lama yang sama untuk Yahweh. Allah adalah kata standard bahasa Arab untuk ‘God’ dan digunakan oleh orang-orang kristen Arab maupun oleh orang-orang Islam).





Wikipedia, the free encyclopedia (internet):


· “In Islam, Allah is the name of the nameless God” (= Dalam Islam, Allah adalah sebutan dari Allah yang tak bernama).


Catatan:


* kutipan di atas ini menunjukkan secara jelas bahwa dalam bahasa Inggris kata ‘name’ bisa berarti ‘nama’ ataupun ‘sebutan’. Dalam kutipan di atas ini, jelas bahwa kata ‘name’ yang pertama harus diartikan sebagai ‘sebutan’, sedangkan kata ‘name’ yang kedua (yang digabungkan dengan kata ‘less’, sehingga menjadi ‘nameless’), harus diartikan sebagai ‘nama’.


* Kata-kata ‘nameless God’ (= Allah yang tidak bernama) jelas menunjukkan bahwa Encyclopedia ini menganggap bahwa ‘Allah’ bukanlah nama dari Tuhannya orang Islam.


· “Allah ... is the standard Arabic word for ‘God’. While the term is best known in the West for its use by Muslims as a reference to God, it is used by Arabic-speakers of all Abrahamic faiths, including Christians and Jews, in reference to ‘God’” (= Allah ... adalah kata standard bahasa Arab untuk ‘God’. Sementara istilah ini di Barat dikenal karena penggunaannya oleh orang-orang Islam berhubungan dengan God / Allah, kata ini digunakan oleh orang-orang yang berbicara dalam bahasa Arab dari semua iman Abrahamik, termasuk Kristen dan Yahudi, berhubungan dengan ‘God’).


· “In Islam, Allah is the supreme and all-comprehensive divine name. All other divine names are believed to refer back to Allah. Allah is unique, the only God, transcendent creator of the universe and omnipotent. Arab Christians today, having no other word for ‘God’ than ‘Allah’, use terms such as Allāh al-ab to mean ‘God the father’” [= Dalam Islam, Allah adalah sebutan ilahi yang tertinggi dan mencakup segala sesuatu. Semua sebutan ilahi yang lain dipercaya menunjuk kembali kepada Allah. Allah itu unik, satu-satunya God / Allah, pencipta alam semesta yang transenden (melampaui pengetahuan / terpisah dari materi), dan maha kuasa. Orang-orang kristen Arab sekarang tidak mempunyai kata lain untuk ‘God’ selain ‘Allah’, menggunakan istilah-istilah seperti Allah al-ab untuk memaksudkan ‘God the Father / Allah Bapa’].


· “Arabic-speakers of all Abrahamic faiths, including Christians and Jews, use the word ‘Allah’ to mean ‘God’. The Christian Arabs of today have no other word for ‘God’ than ‘Allah’. Arab Christians for example use terms Allāh al-ab meaning ‘God the father’, Allāh al-ibn mean ‘God the son’, and Allāh al-rūh al qudus meaning ‘God the Holy Spirit’” (= Orang-orang yang berbicara dalam bahasa Arab DARI SEMUA IMAN Abrahamik, termasuk orang Kristen dan orang Yahudi, mengunakan kata ‘Allah’ untuk memaksudkan ‘God’. Orang-orang kristen Arab jaman sekarang tidak mempunyai kata lain untuk ‘God’ selain ‘Allah’. Sebagai contoh, orang-orang kristen Arab menggunakan istilah-istilah Allah al-ab yang berarti ‘God the Father / Allah Bapa’, Allah al-ibn berarti ‘God the Son / Allah Anak’, dan Allah al-ruh al qudus yang berarti ‘God the Holy Spirit / Allah Roh Kudus’).





Catatan: dalam bahasa Indonesia juga tidak ada kata lain selain ‘Allah’ untuk menterjemahkan kata ‘God’. Seringkali kata ‘God’ diterjemahkan ‘Tuhan’, tetapi saya berpendapat itu salah, karena kata ‘Tuhan’ merupakan terjemahan dari kata ‘Lord’, bukan dari kata ‘God’.





W. E. Vine (OT): “’elah, ‘god.’ This Aramaic word is the equivalent of the Hebrew ’eloah. It is a general term for ‘God’ in the Aramaic passages of the Old Testament, and it is a cognate form of the word ’allah, the designation of deity used by the Arabs” (= ELAH, ‘god’ / ‘allah’. Kata bahasa Aram ini sama artinya dengan kata bahasa Ibrani ELOAH. Ini merupakan istilah yang umum untuk ‘God’ / ‘Allah’ dalam text-text Perjanjian Lama bahasa Aram, dan ini merupakan bentuk yang berhubungan / sama asal usulnya dengan kata ‘ALLAH’, kata yang digunakan oleh orang-orang Arab untuk menunjuk pada Allah).





The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘God, names of’): “'El: In the group of Semitic languages, the most common word for Deity is El ('el), represented by the Babylonian ilu and the Arabic 'Allah” (= EL: dalam kelompok bahasa-bahasa Semitik, kata yang paling umum untuk Allah adalah EL, diwakili oleh kata Babilonia ILU dan kata Arab ‘Allah’).





A. Heuken SJ: “Kata ‘Allah’ merupakan perpaduan dua kata Arab: ‘al’ dan ‘ilah’, artinya ‘the God’ atau Yang (Maha)kuasa. Kata Semit ‘ilah’ sama arti dan akarnya dengan kata Ibrani ‘el’, yang berarti ‘yang kuat’, ‘yang berkuasa’ dan menjadi sebutan untuk ‘Tuhan’” - ‘Ensiklopedi Gereja’, vol I, hal 88.





Sir Hamilton A. R. Gibb: “Kata Arab ‘Allah’ adalah bentuk singkat dari al-ilah” - ‘Islam Dalam Lintasan Sedjarah’, hal 50.





2. Ada juga yang memberikan pandangan yang berbeda atau pandangan tambahan tentang asal usul dari kata ‘Allah’ ini. Saya memberikannya di bawah ini sebagai bahan pertimbangan.





a. Kata ‘Allah’ berasal dari kata bahasa Aram ALAHA.


Internet: “The Origin of the name ‘Allah’. It seems unlikely that the name Allah comes from al-ilaah ‘the God’, but rather from the Aramaic/Syriac alaha, meaning ‘God’ or ‘the God’. The final ‘a’ in the name alaha was originally the definite article ‘the’ and is regularly dropped when Syriac words and names are borrowed into Arabic. Middle-eastern Christianity used ‘alah’ and ‘alaha’ frequently, and it would have often been heard. But in the Aramaic/Syriac language there are two different ‘a’ vowels, one rather like the ‘a’ in English ‘hat’ and the other more like the vowel in ‘ought’. In the case of ‘alah’, the first vowel was like ‘hat’ and the second like ‘ought’. Arabic does not have a vowel like the one in ‘ought’, but it seems to have BORROWED this vowel along with the word ‘alah’. If you know Arabic, then you know that the second vowel in ‘allah’ is unique; it occurs only in that one word in Arabic. Scholars believe that Jesus spoke mostly Aramaic, although sometimes he spoke Hebrew and he might have spoken Greek on some occasions. If Jesus spoke Aramaic, then he referred to God using basically the same word that is used in Arabic” [= Asal usul dari sebutan ‘Allah’. Kelihatannya tidak mungkin / kecil kemungkinannya bahwa sebutan ‘Allah’ datang dari al-ilaah ‘the God’, tetapi dari kata bahasa Aram ALAHA, yang berarti ‘God’ (= Allah) atau ‘the God’ (= sang Allah). Huruf ‘a’ yang terakhir dalam sebutan ALAHA secara orisinil adalah kata sandang tertentu ‘the’ (= si / sang) dan biasanya dibuang pada waktu kata-kata dan sebutan-sebutan bahasa Aram dipinjam ke dalam bahasa Arab. Kekristenan Timur Tengah sering menggunakan kata-kata ‘alah’ dan ‘alaha’, dan itu sering didengar. Tetapi dalam bahasa Aram ada 2 huruf hidup ‘a’ yang berbeda, yang satu seperti ‘a’ dalam kata bahasa Inggris ‘hat’ dan yang lain lebih seperti huruf hidup ‘a’ dalam kata bahasa Inggris ‘ought’. Dalam kasus ‘alah’, huruf ‘a’ pertama adalah seperti ‘hat’ dan yang kedua seperti ‘ought’. Bahasa Arab tidak mempunyai huruf hidup / bunyi huruf hidup seperti dalam ‘ought’, tetapi bahasa Arab kelihatannya meminjam huruf hidup ini bersama dengan kata ‘alah’. Jika engkau mengenal bahasa Arab, maka engkau tahu bahwa huruf hidup yang kedua itu unik, itu muncul hanya dalam satu kata itu dalam bahasa Arab. Para ahli Alkitab percaya bahwa Yesus pada umumnya berbicara dalam bahasa Aram, sekalipun kadang-kadang Ia berbicara dalam bahasa Ibrani dan Ia mungkin berbicara dalam bahasa Yunani dalam beberapa peristiwa. Jika Yesus berbicara dalam bahasa Aram, maka secara dasari Ia menunjuk kepada Allah menggunakan kata yang sama dengan kata yang digunakan dalam bahasa Arab].


From Christoph.Heger@t-online.de (Dr. Christoph Heger)


Newsgroups: soc.religion.islam


Subject: Re: How About That Moon God?


Date: Wed Mar 25 18:59:38 EST 1998


Message-ID: <6fc5pa$c8l$1@waltz.rahul.net>





b. Pandangan lain lagi.





· ELOHIM berhubungan dengan ‘Alah’, yang artinya ‘bersumpah’.





Names of God (PC Study Bible): “There is another word from which some say Elohim is derived. It is Alah, which is said to mean to declare or to swear. Thus it is said to imply a covenant relationship. Before examining this derivation, however, it may be well to say that in either case, whether El or Alah, the idea of omnipotence in God is expressed. To make a covenant implies the power and right to do so, and it establishes the fact of ‘absolute authority in the Creator and Ruler of the universe.’ So the Elohim is seen making a covenant with Abraham, and because there is none greater He swears by Himself. ‘By myself I have sworn.’ In Gen 17 we see perhaps a combination of both of these derivations. In verse 1 we have: ‘I am the Almighty God (El-Shaddai); walk before me, and be thou perfect’; in verse 7: ‘I will establish my covenant between me and thee and thy seed after thee in their generations for an everlasting covenant, to be to thee Elohim and to thy seed after thee’ - that is, to be with them in covenant relationship” [= Ada kata lain dari mana beberapa orang mengatakan kata ‘Elohim’ diturunkan. Itu adalah kata ‘Alah’, yang katanya berarti ‘menyatakan’ atau ‘bersumpah’. Kemudian dikatakan itu secara implicit menunjuk pada suatu hubungan perjanjian. Tetapi sebelum memeriksa penurunan kata ini, adalah baik untuk mengatakan bahwa dalam kedua kasus, apakah El atau Alah, gagasan dari kemahakuasaan dalam Allah dinyatakan. Untuk membuat suatu perjanjian secara implicit menunjukkan kuasa dan hak untuk melakukannya, dan itu menegakkan fakta dari ‘otoritas mutlak dalam Pencipta dan Pemerintah dari alam semesta’. Demikianlah Elohim terlihat membuat suatu perjanjian dengan Abraham, dan karena tidak ada yang lebih besar (dari diriNya) maka Ia bersumpah demi diriNya sendiri. ‘Aku bersumpah demi diriKu sendiri’ (Kej 22:16). Dalam Kej 17 mungkin kita melihat kombinasi dari kedua penurunan ini. Dalam ay 1 kita mempunyai: ‘Akulah Allah Yang Mahakuasa (El-Shadday), hiduplah di hadapanKu dengan tidak bercela’; dalam ay 7: ‘Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Elohimmu dan Elohim keturunanmu’ - yaitu, bersama dengan mereka / menyertai mereka dalam hubungan perjanjian].





Catatan: tak dijelaskan kata ‘Alah’ itu bahasa apa, dan apakah ‘Alah’ bisa disamakan dengan ‘Allah’.





· hubungan kata ELOHIM (Ibrani), ALAHA (Aram), dan ALLAH (Arab).





Adam Clarke (tentang Kej 1:1): “As the word 'ELOHIYM is the term by which the Divine Being is most generally expressed in the Old Testament, it may be necessary to consider it here more at large. It is a maxim that admits of no controversy, that every noun in the Hebrew language is derived from a verb, which is usually termed the radix or root, from which, not only the noun, but all the different flections of the verb, spring. This radix is the third person singular of the preterite or past tense. ... The root in Hebrew, and in its sister language, the Arabic, generally consists of three letters, and every word must be traced to its root in order to ascertain its genuine meaning, for there alone is this meaning to be found. In Hebrew and Arabic this is essentially necessary, and no man can safely criticize on any word in either of these languages who does not carefully attend to this point. I mention the Arabic with the Hebrew for two reasons: 1. Because the two languages evidently spring from the same source, and have very nearly the same mode of construction. 2. Because the deficient roots in the Hebrew Bible are to be sought for in the Arabic language. The reason of this must be obvious, when it is considered that the whole of the Hebrew language is lost except what is in the Bible, and even a part of this book is written in Chaldee. Now, as the English Bible does not contain the whole of the English language, so the Hebrew Bible does not contain the whole of the Hebrew. If a man meet with an English word which he cannot find in an ample concordance or dictionary to the Bible, he must of course seek for that word in a general English dictionary. In like manner, if a particular form of a Hebrew word occur that cannot be traced to a root in the Hebrew Bible, because the word does not occur in the third person singular of the past tense in the Bible, it is expedient, it is perfectly lawful, and often indispensably necessary, to seek the deficient root in the Arabic. For as the Arabic is still a living language, and perhaps the most copious in the universe, it may well be expected to furnish those terms which are deficient in the Hebrew Bible. And the reasonableness of this is founded on another maxim, viz., that either the Arabic was derived from the Hebrew, or the Hebrew from the Arabic. I shall not enter into this controversy; there are great names on both sides, and the decision of the question in either way will have the same effect on my argument. For if the Arabic were derived from the Hebrew, it must have been when the Hebrew was a living and complete language, because such is the Arabic now; and therefore all its essential roots we may reasonably expect to find there: but if, as Sir William Jones supposed, the Hebrew were derived from the Arabic, the same expectation is justified, the deficient roots in Hebrew may be sought for in the mother tongue. If, for example, we meet with a term in our ancient English language the meaning of which we find difficult to ascertain, common sense teaches us that we should seek for it in the Anglo-Saxon from which our language springs; and, if necessary, go up to the Teutonic, from which the Anglo-Saxon was derived. No person disputes the legitimacy of this measure, and we find it in constant practice. I make these observations at the very threshold of my work, because the necessity of acting on this principle (seeking deficient Hebrew roots in the Arabic) may often occur, and I wish to speak; once for all on the subject. The first sentence in the Scripture shows the propriety of having recourse to this principle. We have seen that the word 'ELOHIYM is plural; we have traced our term ‘God’ to its source, and have seen its signification; and also a general definition of the thing or being included under this term, has been tremblingly attempted. We should now trace the original to its root, but this root does not appear in the Hebrew Bible. Were the Hebrew a complete language, a pious reason might be given for this omission, viz., ‘As God is without beginning and without cause, as his being is infinite and underived, the Hebrew language consults strict propriety in giving no root whence his name can be deduced.’ Mr. Parkhurst ... thinks he has found the root in 'AALAAH, ‘he swore, bound himself by oath’; and hence, he calls the ever-blessed Trinity 'ELOHIYM, as being bound by a conditional oath to redeem man, etc., etc. Most pious minds will revolt from such a definition, and will be glad with me to find both the noun and the root preserved in Arabic. ALLAH is the common name for GOD in the Arabic tongue, and often the emphatic ALLAHUMA is used. Now both these words are derived from the root 'ALAHA, ‘he worshipped, adored, was struck with astonishment, fear, or terror,’ and hence, ‘he adored with sacred horror and veneration,’ CUM SACRO HORRORE AC VENERATIONE COLUIT, ADORAVIT. - WILMET. Hence, ILAHON, ‘fear, veneration, and also the object of religious fear, the Deity, the supreme God, the tremendous Being.’ This is not a new idea; God was considered in the same light among the ancient Hebrews; and hence, Jacob swears by the fear of his father Isaac, Gen. 31:53. To complete the definition, Golius renders ALAHA, JUVIT, LIBERAVIT, ET TUTATUS FUIT, ‘he succoured, liberated, kept in safety, or defended.’ Thus, from the ideal meaning of this most expressive root, we acquire the most correct notion of the divine nature, for we learn that God is the sole object of adoration, that the perfections of his nature are such as must astonish all those who piously contemplate them, and fill with horror all who would dare to give his glory to another, or break his commandments; that consequently he should be worshipped with reverence and religious fear; and that every sincere worshipper may expect from him help in all his weaknesses, trials, difficulties, temptations, etc.; freedom from the power, guilt, nature, and consequences of sin; and to be supported, defended and saved to the uttermost and to the end” [= Karena kata ELOHIM adalah istilah dengan mana Makhluk Ilahi itu dinyatakan secara paling umum dalam Perjanjian Lama, mungkin merupakan sesuatu yang perlu untuk memikirkannya di sini dengan lebih terperinci. Merupakan suatu prinsip / hukum yang tidak dipertentangkan, bahwa setiap kata benda dalam bahasa Ibrani diturunkan dari suatu kata kerja, yang biasanya disebut / dinamakan akar kata, dari mana, bukan hanya kata benda itu, tetapi juga semua perubahan-perubahan yang berbeda dari kata kerjanya, muncul. Akar kata ini adalah orang ketiga tunggal dari bentuk lampau / past tense-nya. ... Akar kata itu dalam bahasa Ibrani, dan dalam bahasa saudaranya, bahasa Arab, biasanya terdiri dari 3 huruf, dan setiap kata harus dilacak sampai pada akar katanya untuk memastikan artinya yang sebenarnya, karena hanya di sanalah artinya ini harus ditemukan. Dalam bahasa Ibrani dan Arab ini merupakan sesuatu yang mutlak perlu, dan tidak ada orang yang bisa menganalisa kata apapun dengan aman dalam bahasa-bahasa ini jika ia tidak dengan teliti memperhatikan hal ini. Saya menyebutkan bahasa Arab bersama dengan bahasa Ibrani karena dua alasan: 1. Karena kedua bahasa ini jelas muncul dari sumber yang sama, dan mempunyai cara konstruksi yang sangat mirip. 2. Karena akar-akar kata yang kurang / tidak lengkap dalam Alkitab Ibrani harus dicari dalam bahasa Arab. Alasan dari hal ini adalah jelas, pada waktu dipikirkan bahwa seluruh bahasa Ibrani hilang kecuali apa yang ada dalam Alkitab, dan bahkan sebagian dari Alkitab ditulis dalam bahasa Aram. Sekarang, sebagaimana Alkitab bahasa Inggris tidak mencakup seluruh bahasa Inggris, demikian juga Alkitab Ibrani tidak mencakup seluruh bahasa Ibrani. Jika seseorang bertemu dengan suatu kata bahasa Inggris yang tidak bisa ia dapatkan dalam suatu konkordansi atau kamus Alkitab yang memadai, tentu saja ia harus mencari kata itu dalam kamus umum bahasa Inggris. Dengan cara yang sama, jika suatu bentuk kata bahasa Ibrani muncul dan tidak bisa dilacak sampai pada akar katanya dalam Alkitab Ibrani, karena kata itu tidak muncul dalam orang ketiga tunggal dari bentuk lampau / past tense dalam Alkitab, adalah bermanfaat dan sepenuhnya sah, dan seringkali tidak bisa dihindarkan, untuk mencari akar kata yang kurang itu dalam bahasa Arab. Karena bahasa Arab tetap merupakan bahasa yang hidup, dan mungkin merupakan bahasa yang paling banyak menggunakan kata-kata dalam dunia, maka bisa diharapkan untuk memperlengkapi istilah-istilah yang kurang dalam Alkitab Ibrani. Dan masuk akalnya hal ini didasarkan pada prinsip / hukum yang lain, yaitu bahwa, atau bahasa Arab diturunkan dari bahasa Ibrani, atau bahasa Ibrani diturunkan dari bahasa Arab. Saya tidak akan masuk dalam kontroversi tentang hal ini; ada nama-nama besar pada kedua pihak, dan yang manapun yang benar akan mempunyai pengaruh yang sama pada argumentasi saya. Karena jika bahasa Arab diturunkan dari bahasa Ibrani, itu pasti terjadi pada saat bahasa Ibrani masih merupakan suatu bahasa yang hidup dan lengkap, karena demikianlah bahasa Arab sekarang; dan karena itu semua akar katanya yang perlu secara masuk akal bisa kita harapkan untuk ditemukan di sana: tetapi jika, seperti yang diduga oleh Sir William Jones, bahwa bahasa Ibrani diturunkan dari bahasa Arab, pengharapan yang sama dibenarkan, akar-akar kata yang kurang dalam bahasa Ibrani bisa dicari dalam bahasa asalnya. Sebagai contoh, jika kita bertemu dengan suatu istilah dalam bahasa Inggris kuno kita, yang artinya sukar untuk dipastikan, akal sehat mengajar kita bahwa kita harus mencarinya dalam bahasa Anglo-Saxon dari mana bahasa Inggris muncul; dan jika perlu, kita terus mencarinya dalam bahasa Teutonic, dari mana bahasa Anglo-Saxon diturunkan. Tidak ada orang yang memperdebatkan sahnya hal ini, dan kita mendapatkan bahwa hal ini dipraktekkan terus menerus. Saya membuat pengamatan ini pada awal dari pekerjaan saya, karena adanya kebutuhan untuk bertindak berdasarkan prinsip ini (mencari akar kata bahasa Ibrani yang kurang dalam bahasa Arab) bisa sering terjadi, dan saya ingin berbicara tentang hal ini sekali untuk selamanya. Kalimat pertama dalam Kitab Suci menunjukkan patutnya untuk kembali pada prinsip ini untuk mendapatkan pertolongan. Kita telah melihat bahwa kata ELOHIM adalah kata bentuk jamak; kita telah melacak istilah ‘God / Allah’ sampai pada sumbernya, dan kita telah melihat artinya; dan juga suatu definisi umum tentang hal atau makhluk yang dicakup oleh istilah ini telah diusahakan dengan gemetar / takut. Sekarang kita harus melacak kata bahasa asli ini ke akar katanya, tetapi akar kata ini tidak muncul dalam Alkitab Ibrani. Seandainya bahasa Ibrani merupakan suatu bahasa yang lengkap, suatu alasan yang saleh bisa diberikan untuk menjelaskan kekurangan ini, yaitu, ‘Karena Allah itu tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai penyebab, karena keberadaanNya tak terbatas dan tidak diturunkan, maka bahasa Ibrani memberikan kepatutan yang ketat dengan tidak memberikan akar kata dari mana sebutanNya bisa dilacak / didapatkan’. Tuan Parkhurst ... berpikir bahwa ia telah menemukan akar katanya dalam kata ’AALAAH, ‘ia bersumpah, mengikat diriya sendiri dengan sumpah’; dan karena itu ia menyebut Tritunggal yang terpuji ELOHIM, karena terikat oleh suatu sumpah yang bersyarat untuk menebus manusia, dsb, dsb. Kebanyakan pikiran yang saleh akan memberontak terhadap definisi seperti itu, dan akan dengan gembira bersama dengan saya untuk mendapatkan baik kata benda maupun akar katanya dipelihara / diawetkan dalam bahasa Arab. ALLAH adalah sebutan umum bagi GOD dalam bahasa Arab, dan seringkali kata ALLAHUMA yang kuat / keras digunakan. Kedua kata ini diturunkan dari akar kata ’ALAHA, ‘ia menyembah, memuja, ditimpa oleh keheranan, rasa takut’, dan karena itu, ‘ia memuja dengan rasa takut dan pemujaan yang kudus’, CUM SACRO HORRORE AC VENERATIONE COLUIT, ADORAVIT. - WILMET. Karena itu, ILAHON, ‘rasa takut, pemujaan, dan juga obyek dari rasa takut agamawi, ke-Allah-an, Allah yang tertinggi, makhluk yang maha hebat / dahsyat’. Ini bukanlah suatu gagasan yang baru; Allah dianggap / dipikirkan dalam terang yang sama di antara orang-orang Ibrani kuno; dan karena itu, Yakub bersumpah demi rasa takut ayahnya, Ishak, Kej 31:53. Untuk melengkapi definisi ini, Grotius menterjemahkan ALAHA, JUVIT, LIBERAVIT, ET TUTATUS FUIT, ‘Ia memberi pertolongan, memerdekakan, menjaga dalam keamanan, atau membela / mempertahankan’. Karena itu, dari arti yang ideal dari akar kata yang paling penuh dengan pernyataan ini, kita mendapatkan gagasan / arti yang paling benar tentang Hakekat Ilahi, karena kita mempelajari bahwa Allah adalah satu-satunya obyek pemujaan, bahwa kesempurnaan dari hakekatNya adalah sedemikian rupa sehingga pasti mengherankan semua orang yang dengan saleh merenungkannya, dan memenuhi dengan rasa takut semua yang berani memberikan kemuliaanNya kepada yang lain, atau melanggar hukum-hukumNya; bahwa karena hal itu Ia harus disembah dengan rasa hormat dan rasa takut agamawi; dan bahwa setiap penyembah yang tulus / sungguh-sungguh bisa mengharapkan dari Dia pertolongan dalam semua kelemahan, ujian, kesukaran, dan pencobaannya, dsb.; kebebasan dari kuasa, kesalahan dan akibat dari dosa; dan didukung, dibela / dipertahankan dan diselamatkan sepenuhnya dan sampai pada akhirnya].





Kej 31:53b - “Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak, ayahnya”.


KJV: ‘And Jacob sware by the fear of his father Isaac’ (= Dan Yakub bersumpah demi rasa takut dari ayahnya, Ishak).





Dari kutipan yang begitu panjang dari Adam Clarke ini terlihat bahwa ia menganggap bahwa kata bahasa Ibrani ELOHIM, dan kata bahasa Aram ALAHA, dan kata bahasa Arab ALLAH / ALLAHUMA, mempunyai sumber yang sama. Jadi, tidak mungkin tahu-tahu kata ‘Allah’ bisa merupakan suatu nama pribadi!





3. Sebelum agama Islam muncul, orang-orang Kristen Arab sudah lebih dulu menggunakan kata ‘Allah’ ini.





Bambang Noorsena: “istilah Allah dipakai sebagai sebutan bagi Khaliq langit dan bumi oleh orang-orang Kristen Arab di wilayah Syria. Hal ini dibuktikan dari sejumlah inskripsi Arab pra-Islam yang semuanya ternyata berasal dari lingkungan Kristen”.


Catatan: kata ‘inskripsi’, dalam bahasa Inggris ‘inscription’, artinya adalah ‘prasasti’.





A. Heuken SJ: “Alkitab, Terjemahan Arab. Sebelum kebangkitan Islam, agama Kristen berdiri kokoh di beberapa tempat di Jazirah Arab, khususnya di bagian baratnya dan di Yaman. Sejak abad ke 2 bagian-bagian dari Kitab Suci sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab untuk digunakan sebagai bacaan dalam ibadat” - ‘Ensiklopedi Gereja’, vol I, hal 87.


Catatan: Buku ini dari perpustakaan STRIS.





A. Heuken SJ: “Mengingat sejarah terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Arab, peraturan beberapa negara bagian - Malaysia, yang melarang orang Kristen menggunakan kata-kata Arab seperti nabi, Allah ... adalah tidak adil. Sebab kata-kata itu sudah digunakan sebelum zaman nabi Muhammad oleh orang Kristen bangsa Arab” - ‘Ensiklopedi Gereja’, vol I, hal 88.





A. Heuken SJ: “Sebelum masa Muhammad, kata ‘Allah’ sudah dipakai dalam bahasa Arab untuk Pencipta alam semesta yang terlalu jauh atau tinggi untuk disembah atau dimintai perhatian. Orang Kristen keturunan Arab pada waktu itupun sudah memakai sebutan ‘Allah’ untuk Tuhan” - ‘Ensiklopedi Gereja’, vol I, hal 88-89.





Sebagai tambahan berkenaan dengan larangan bagi orang Kristen untuk menggunakan kata ‘Allah’ di Malaysia, di sini saya berikan kutipan dari koran Jawa Pos.





Berita dari JAWA POS, Selasa tanggal 6 Mei 2008, hal 6, kolom 1-2:


“Menang Gugatan Kata ‘Allah’. Kuala Lumpur - Surat kabar Katolik Roma di Malaysia The Herald memenangkan hak menggunakan kata ‘Allah’ dalam artikel mereka. Sidang yang diadakan kemarin (5/5) itu merupakan upaya mereka sebelum menggugat pemerintah yang melarang agama lain selain Islam menggunakan kata ‘Allah’. Menurut mereka, hal tersebut sah-sah saja. Sebab, ‘Allah’ merupakan sinonim dari ‘Tuhan’. Hakim Lau Bee Lan yang memimpin sidang memutuskan bahwa larangan pemerintah itu tidak pantas. Hakim pun mengizinkan media tersebut menggugat pemerintah atas larangan itu di pengadilan. Sidang tersebut merupakan buntut dari pernyataan pemerintah yang melarang media itu menggunakan kata ‘Allah’ dalam edisi bahasa Melayu mereka. Menurut pemerintah, kata tersebut hanya layak digunakan orang Islam. Pemerintah mengeluarkan larangan tersebut untuk mencegah timbulnya kebingungan pada umat muslim. Bahkan, pemerintah mengancam akan mencabut izin terbit media yang membangkang. The Herald menyatakan bahwa kata itu bukan semata hak eksklusif bagi muslim. Saat ini sirkulasi media tersebut mencapai 850 ribu. Surat kabar itu menampilkan artikel dalam empat bahasa, yakni Inggris, Mandarin, Tamil, dan Melayu”.





Saya kira hakim itu memutuskan pasti tidak dengan sembarangan. Hampir bisa dipastikan bahwa fakta sejarah, yang menunjukkan bahwa sebelum Islam ada, kata ‘Allah’ sudah digunakan oleh orang-orang Kristen Arab, menjadi pertimbangannya untuk secara benar / adil / tepat memenangkan gugatan surat kabar Katolik itu.





Saya berpendapat bahwa fakta sejarah ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena kata ‘Allah’ sudah lebih dulu digunakan oleh orang-orang kristen Arab sebelum Islam ada, maka menurut saya adalah sangat tolol dan tidak masuk akal untuk membentuk suatu ajaran tentang boleh tidaknya menggunakan kata ‘Allah’ berdasarkan ajaran dari Islam / Al-Quran!





4. Dalam Alkitab Kristen bahasa Arab, juga digunakan kata ‘Allah’ sebagai terjemahan dari kata ‘God’.





Kristian Sugiyarto: “Terjemahan Alkitab Ibrani-Arab bukanlah standar ‘kebenaran’; barangkali kristen-Arablah yang memaksakan demikian, maksud saya kata Allah (Arab) = Elohim (ibrani) itu hanya berlaku bagi kristen-Arab, sementara itu kaum muslim-Arab belum tentu setuju pemahaman bahwa Allah bukan nama diri, atau karena terpengaruh agama suku karena nama Allah sudah ada sebelum Kristen masuk di Arab. Lihat Kamus English-English Hornby misalnya, Allah = name of God among Muslims, and all faiths in Arabs”.





Dalam bagian lain, Kristian Sugiyarto menterjemahkan kata-kata itu yang ia kutip dari kamus Hornby itu sebagai berikut: “kata Allah adalah nama diri Tuhan Islam dan semua kepercayaan di Arab”.





Catatan: kalimat terakhir saya beri terjemahan dari saya: ‘Allah = nama / sebutan dari Allah di antara orang-orang Islam, dan semua iman / kepercayaan di Arab’.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Betul-betul konyol kalau Kristian Sugiyarto lebih peduli pada pandangan orang Islam dari pada apa yang ada dalam Alkitab Kristen bahasa Arab, padahal Alkitab Kristen bahasa Arab itu sudah ada lebih dulu dari pada Islam. Juga sama konyolnya kalau ia mengatakan orang Kristen Arab yang memaksakan demikian.





b. Juga perhatikan kata-kata ‘barangkali’ dan ‘belum tentu’ yang saya beri garis bawah. Kata-kata ini menunjukkan bahwa argumentasi yang ia gunakan ini hanya merupakan suatu dugaan / kemungkinan, yang ia sendiri tidak yakin akan kebenarannya.





c. Dengan kata-kata ini Kristian Sugiyarto mau membuktikan dengan menggunakan kamus Hornby tersebut bahwa kata ‘Allah’ merupakan sebuah nama. Tetapi dia kelihatannya tidak tahu (atau, pura-pura tidak tahu?) bahwa kata ‘name’ tidak harus diterjemahkan ‘nama’, tetapi bisa diterjemahkan ‘sebutan’, dan ia menterjemahkan ‘name’ menjadi ‘nama diri’. Padahal kalau ‘nama diri’, bahasa Inggrisnya adalah ‘personal name’.


Untuk menjawab ini sekali lagi saya tekankan bahwa kata ‘name’ dalam bahasa Inggris tidak selalu harus diterjemahkan ‘nama’, tetapi bisa diterjemahkan sebagai ‘sebutan’. Dan saya berpendapat, bahwa dalam kutipan dari kamus Hornby yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto itu, kata ‘name’ harus diartikan ‘sebutan’.





d. Juga Kristian Sugiyarto kurang memperhatikan kata-kata ‘all faiths in Arab’ (= semua iman / kepercayaan di Arab) di bagian akhir dari kutipannya dari kamus Hornby itu. Kata-kata ini menunjukkan bahwa di Arab, bukan hanya Islam, tetapi juga agama Yahudi dan Kristen menggunakan kata ‘Allah’! Kalau bagi orang Islam kata ‘Allah’ itu merupakan suatu nama, maka konsistensinya, berdasarkan kamus itu, Kristian Sugiyarto juga harus menyimpulkan bahwa Kristen dan Yahudi juga mempercayai bahwa kata ‘Allah’ merupakan suatu nama. Tetapi ini jelas salah, bukan?





5. Perlu diketahui bahwa sebelum Islam ada, ada banyak orang Arab yang beragama Yahudi.


The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘Arabia’): “Judaism: Before the time of Mohammad Judaism prevailed extensively in Arabia, especially in the Hijaz. It began no doubt with the migration of families due to disturbed political conditions at home. The conquest of Palestine by Nebuchadnezzar, by the Seleucids, by the Romans under Pompey, Vespasian and finally Hadrian, drove many Jews to seek peace and safety in the deserts out of which their forefathers had come. Thither Paul also withdrew after his conversion (Gal 1:17). Two of these emigrant tribes, the Nadir and Koreiza, settled at Medina, first in independence, then as clients of the Aus and Khazraj. In the end they were harried and destroyed by Mohammad. The Jewish colony at Kheibar met the same fate. Several free Arab tribes also professed the Jewish faith, especially certain branches of Himyar and Kinda, both descendants of Kahtan, the former in southern, the latter in central Arabia. Judaism was introduced into the Yemen by one of the Tubbas, probably in the 3rd century AD, but it was not until the beginning of the 6th century that it made much headway” [= Yudaisme: Sebelum jaman Muhammad, Yudaisme tersebar secara sangat luas di Arab, khususnya di Hijaz. Tak diragukan bahwa hal itu dimulai dengan perpindahan keluarga-keluarga disebabkan kondisi politik yang terganggu di Palestina / Kanaan. Penaklukan Palestina oleh Nebukadnezar, oleh orang-orang Babilonia, oleh orang-orang Romawi di bawah Pompey, Vespasian dan akhirnya Hadrian, memaksa banyak orang Yahudi untuk mencari tempat yang damai dan aman di padang pasir, dari mana nenek moyang mereka datang. Kesana juga Paulus menarik diri setelah pertobatannya (Gal 1:17). Dua dari suku-suku pendatang, suku Nadir dan Koreiza, menetap di Medina, mula-mula dalam kebebasan / kemerdekaan, tetapi lalu menjadi orang-orang yang tergantung pada orang-orang Aus dan Kheibar. Pada akhirnya mereka disiksa / dirampok dan dihancurkan oleh Muhammad. Koloni Yahudi di Kheibar mengalami nasib yang sama. Beberapa suku Arab bebas juga mengakui iman Yahudi, khususnya cabang-cabang tertentu dari Himyar dan Kindaq, keduanya keturunan dari Kahtan, yang lebih awal di Arab selatan, dan yang lebih akhir di Arab tengah. Yudaisme diperkenalkan di Yaman oleh satu dari orang-orang Tubba, mungkin pada abad ke 3 SM, tetapi baru pada abad 6 agama / gerakan itu mengalami banyak kemajuan].





Perlu dipertanyakan, dengan kata apa orang-orang Arab yang beragama Yahudi ini menyebut kata ‘God’? Tidak bisa tidak, mereka pasti menggunakan kata ‘Allah’!





Berkenaan dengan 2 hal di atas ini, yaitu bahwa kata ‘Allah’ bukan nama, tetapi berarti ‘the God’, dan bahwa istilah itu sudah digunakan oleh orang-orang kristen Arab jauh sebelum Islam ada, ada tanggapan dari Teguh Hindarto.





Tanggapan Teguh Hindarto:





1. Teguh Hindarto: “Tidak mungkin ALLAH berasal dari Al dan ilah. Hal ini menyalahi kaidah tata bahasa. Al merupakan definite article yang dalam istilah Inggris The. Sedangkan ilah dalam istilah Inggris berarti God atau Tuhan. Namun masalahnya, tidak mungkin Al atau ilah melebur menjadi kata baru ALLAH. Kalau hal ini diabaikan berarti Al dan Kitab harus mengalami perubahan menjadi Altab. Lalu Al dan Barokah menjadi Alrokah. ALLAH adalah nama Al ilah atau Ha Eloah atau The God orang Arab yang berdomisili di Mekah. Sedangkan YAHWEH adalah nama Al - ilah atau Ha Eloah atau The God of Israel yang ujudnya Roh (Yohanes 4:24) yang berdiam di Surga (1 Raj. 8:43) yang berkarya melalui Firman-Nya yang menjadi daging yang benama YESUA HAMASIAH (Yohanes 1:1-14). Terjemahan 1 Korintus 8:4 dalam bahasa Arab rancu dan yang menyesatkan. Seharusnya dalam bahasa Arab berbunyi: ‘la ilaha Al ilahu ahad’ atau dalam bahasa Ibrani: ‘lo eloah aval ha eloah hu ekad’ atau dalam terjemahan Indonesia: ‘dan sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa....’ Konteks Tuhan atau sesembahan yang Esa ini harus kita kembalikan pada teks aslinya (Ibrani) dari Ulangan 6:4 yang berbunyi: ‘Syema Yisrael; YAHWEH Eloheinu YAHWEH Ekhad’ yang berarti, ‘dengarlah hai Israel; YAHWEH itu Eloim (Tuhan) kita, YAHWEH itu Esa’. Jadi Esa itu adalah Al ilah atau Ha Eloah yang bernama YAHWEH dan bukan ALLAH”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Terus terang saja, saya tidak mengerti bahasa Arab sama sekali. Tetapi saya percaya bahwa sumber-sumber yang saya berikan di atas, seperti Encyclopedia Britannica dsb, bukanlah sumber-sumber yang sembarangan, dan karena itu saya lebih percaya sumber-sumber saya dari pada penjelasan Teguh Hindarto yang menggunakan tata bahasa dari bahasa Arab.


Perlu diketahui bahwa kelompok yang melarang kata ‘Allah’ dan mengharuskan nama ‘Yahweh’ ini sangat banyak memberikan informasi yang sangat tidak akurat, seperti pada saat mereka mengatakan bahwa Perjanjian Baru bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani! Jadi, bagaimana saya mau mempercayai penjelasan mereka berkenaan dengan bahasa Arab, yang sama sekali tidak saya mengerti?





Sekarang perhatikan kutipan kata-kata Bambang Noorsena di bawah ini.





Bambang Noorsena: “Yang lebih menggelikan lagi, Teguh Hendarto mengkoreksi terjemahan Alkitab al-Muqaddas (Today’s Arabic Version), terbitan Dar al-Kitab al-Muqaddas fi al-Syarq al-Ausath, Beirut, yang saya kutip dalam makalah saya. Ungkapan Laa Ilaha illa Allah (Tidak ada Ilah kecuali Allah) yang tercatat dalam 1 Korintus 8:4, dengan gayanya yang menggurui, katanya terjemahan yang benar: Laa Ilaha al-Wahid. Ini bahasa Arab apa? Tidak ada artinya sama sekali, dan terang saja akan ditertawakan santri desa yang baru belajar Juzz Amma. Tetapi, ya itulah kualitas rata-rata kaum Penentang Allah itu. Semua ini saya ungkap di sini, karena gerakan mereka semakin gencar dan ngawur, seperti yang akan kita lihat di bawah ini”.


Catatan: mengapa kutipan Bambang Noorsena dari Teguh Hindarto berbeda? Saya tidak mengerti!





Kutipan dari Bambang Noorsena ini saya berikan hanya untuk menunjukkan bahwa bagi Bambang Noorsena, yang memang mengerti bahasa Arab, penjelasan Teguh Hindarto jelas terlihat ngawur, dan terlihat sebagai penjelasan dari seseorang yang tidak mengerti bahasa Arab. Apakah Teguh Hindarto memberikan penjelasan seperti itu hanya untuk menipu orang-orang kristen, yang ia tahu pada umumnya sama sekali tidak mengerti bahasa Arab?





b. Dan dalam menjawab argumentasi Teguh Hindarto yang menggunakan bahasa Arab ini, saya lagi-lagi mengutip kata-kata Bambang Noorsena di bawah ini.





Bambang Noorsena: “Untuk meneguhkan pembedaan antara ilah, alih-ah, dan al-Ilah dengan Allah, Teguh Hendarto lalu menyangkal bahwa istilah Allah berasal dari al-Ilah (Bahana, Maret 2001). Menurut argumentasinya yang sangat awam mengenai bahasa Arab, ia menulis kalau al-Ilah dapat disingkat menjadi Allah, mengapa Alkitab tidak menjadi Altab? Untuk itu saya harus menjelaskannya secara sabar, karena mungkin ia tidak bisa membaca sepotongpun huruf Arab, meski gayanya yang kelewat percaya diri seolah-olah mau menggurui saya. Begini, pada prinsipnya sebuah kata dalam bahasa-bahasa semitik dibentuk dari akar kata (al-jidr) yang biasanya terdiri dari 3 konsonan. Akar kata itu bisa dipecah-pecah menjadi kata benda, kata sifat, kata kerja dan kata benda baru. Misalnya, kitab dari kata k-t-b. Dari akar kata ini, lalu dibentuklah menjadi banyak kata: kata benda, kata kerja, dan sebagainya. Dari akar kata k-t-b kita dapat menemukan kata-kata sebagai berikut: kitaab (buku), kaatib (penulis), maktabah (perpustakaan), maktub (tertulis, termaktub), uktub (tulislah!), dan seterusnya. Sedangkan kata Ilah, al-Ilah terbentuk dari 3 akar kata hamzah, lam, haa (‘-l-h). Dari akar kata ini, kita mengenal istilah ilah, alihah, dan al-Ilah (atau bentuk singkatnya: Allah). Sebagai sesama bahasa rumpun semitis, bahasa Ibrani dan bahasa Aram mempunyai ciri yang sama. Saya juga pernah menulis, bahwa kata Ibrani Elah, Eloah berasal dari kata el (kuat) dan alah (sumpah). Al- dalam kata Allah berbeda dengan El (kuat) dalam bahasa Ibrani. Kata Ibrani El, sejajar dengan bahasa Arab Ilah, sedangkan kata sandang Al- yang mendahului Ilah sejajar dengan bahasa Ibrani ha-elohim (1Raja-raja 18:39). Tetapi kasus penyingkatan al-Ilah menjadi Allah hanya terjadi dalam bahasa Arab, tidak terjadi dalam bahasa Ibrani atau Aram. Selanjutnya, memisahkan sebutan Allah dari Ilah, al-Ilah juga tidak bisa dipertahankan. Sebab ahli bahasa Arab, baik dari kalangan Islam maupun Kristen, juga banyak yang menganggap bahwa sebutan Allah itu musytaq atau dapat dilacak asal-usulnya dari kata lain. Jadi, tidak benar anggapan kaum penentang Allah itu yang mengatakan bahwa Allah tidak bisa diterjemahkan dalam bahasa-bahasa lain. Memang, ada penerjemah al-Qur’an yang berpandangan demikian, misalnya terjemahan Abdallah Yusuf Ali, The Meaning of The Holy Quran”.





Sekarang perhatikan tanggapan dari Kristian Sugiyarto tentang kata-kata Bambang Noorsena di atas.


Kristian Sugiyarto: “Pola berpikir Anda ini jelas jauh dari nilai ilmiah; jelas ada dua ‘pendapat’ koq terus membenarkan pendapat yang sealiran dan menyalahkan pendapat yang lain. Tegasnya di kalangan Islam sendiri kan jelas ada perbedaan pendapat. This is the fact (= Ini merupakan faktanya). Pendapat Anda perihal asal-usul kata Allah memang considerably accepted (= sangat diterima), masuk akal, tetapi ingat ini teori bukan the fact (= fakta)”.


Catatan: terjemahan (yang ada dalam kurung), dari saya.





Jadi, terhadap jawaban Bambang Noorsena ini Kristian Sugiyarto mengakui bahwa memang ada 2 pandangan. Dan ia menyerang Bambang Noorsena dengan mengatakan bahwa kalau ada 2 teori, mengapa Bambang Noorsena mengambil yang satu dan menyalahkan yang lain. Tetapi serangan ini menjadi boomerang bagi dirinya sendiri dan kelompok Yahweh-ismenya. Kalau ada 2 pandangan, mengapa mereka begitu yakin dengan pandangan mereka sendiri dan menyalahkan / mengecam pandangan yang lain? Juga, bagaimana mungkin Teguh Hindarto mengatakan bahwa kalau dikatakan bahwa ‘Allah berasal dari Al-ilah’ itu ‘menyalahi kaidah tata bahasa’, padahal Kristian Sugiyarto sendiri mengakui memang ada 2 teori? Apakah orang-orang yang memegang teori pertama tidak mengerti kaidah tata bahasa?





2. Teguh Hindarto: “Digunakannya kata ALLAH oleh orang Kristen Arab bukan jaminan valid kesahihan nama ini sebagai pengganti Eloim maupun YAHWEH. Perlu dipertanyakan mengapa dan lewat sumber apa mereka mengadopsi kata ALLAH itu. Tampaknya jika ditelusuri bahwa tanah Arab merupakan wilayah subur pelarian bidat Kristen non chalcedonian (Bambang Ruseno Utomo 1993:130-131) terbukti bahwa banyak klaim dan tuduhan miring Al Quran banyak diarahkan pada sekte2 Kristen di Arab. Tampaknya dewa ALLAH ini telah dikenal di Babilon dan mulai bermigrasi 5000 tahun lalu ke Mekah (Steven Van Natan, 1995:1) Fakta ini dibenarkan pula oleh Roberts Morey melalui bukunya The Islamic Invasion, 1992, yang menyebutkan bahwa Allah adalah dewa bulan. Kami melihat penggunaan ALLAH oleh orang Kristen Arab lebih dikarenakan ketidaktahuan asal muasal nama Allah itu. Kedua, Karena proses adopsi dan kontektualisasi yang berlebihan”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





a. Kata ‘tampaknya’ dalam kutipan kata-kata Teguh Hindarto, yang ia kutip dari Steven Van Natan menunjukkan ketidak-pastian. Bagaimana mungkin sesuatu yang tidak pasti bisa dijadikan dasar untuk melarang penggunaan kata ‘Allah’?





b. Bambang Noorsena kelihatannya tahu tentang Steven Van Natan dan Roberts Morey ini, dan ia menilai keduanya secara sangat negatif.





Bambang Noorsena: “Diakui atau tidak, gerakan ‘asal bukan Allah’ ini diawali oleh sebuah asumsi teologis tertentu, seperti tampak dari traktat ‘sampah’ Stephen van Natan dan karya polemikus Robert Morrey yang diwarnai sikap anti-Islam itu.”.





Bambang Noorsena mengatakan lagi: “Ia tidak menyelidiki dulu, bahkan buku Roberts Morrey, yang lebih merupakan karya polemik yang sangat provokatif anti-Islam itu, disebutnya sebagai ‘bukti archeologis?’. Padahal, dalam buku ini tidak ada pembahasan arkheologis sama sekali, kecuali berbagai sumber bacaan yang dirangkai-rangkai tanpa penelitian mendalam. Juga buku Steppen van Natan, Allah: Divine or Demonic, yang lebih menyerupai traktat tersebut, bagaimana ‘buku sampah’ begini bisa disejajarkan dengan hasil penelitian Prof. Littmann, misalnya, yang meneliti inkripsi-inskripsi Arab pra-Islam itu sangat mendalam, bahkan banyak ahli-ahli lain yang reputasinya tidak diragukan, yang telah menyerahkan hampir seluruh hidup mereka untuk penelitian ilmiah.”.





c. Berasal dari bidat non chalcedonian?


Saya berpendapat bahwa kutipan dari Teguh Hindarto di atas mengandung suatu kelucuan. Mengapa? Karena Pengakuan Iman Chalcedon baru muncul dalam Sidang Gereja di Chalcedon pada tahun 451 Masehi. Bidat non Chalcedon pasti muncul setelah itu, sedangkan orang Kristen Arab sudah menggunakan istilah ‘Allah’ jauh sebelum itu! Jadi, argumentasi dari Teguh Hindarto ini sama sekali tak cocok dengan khronologi!





d. Tentang kata ‘Allah’ yang dianggap berasal dari nama dewa, akan saya bahas dalam point di bawah ini.





II) ‘Allah’ merupakan nama pribadi / diri seorang dewa pra Islam (dewa air / dewa bulan / dewa matahari).





Teguh Hindarto: “Menurut kesaksian dibawah ini, dapat kita ketahui siapa ALLAH itu sebenarnya. Menurut Al Quran, Bahwa ALLAH adalah nama Tuhan (Qs 20 : 14, 98) yang berdiam di Mekah (Qs 27 : 91) yaitu Ka’bah (Qs 106 : 3) yang dipersonifikasikan dalam bentuk batu hitam Hajarul Aswad yang harus dicium sewaktu Haji sambil diteriaki ALLAHU AKBAR! (Hadits Shahih Muslim No 1190 dan Hadits Shahih Bukhari no 839). Menurut penulis Islam, Mohammad Wahyuni Nafis, Passing Over; Melintasi Batas Agama, PT Gramedia Pustaka Tama, 1998, Hal 85. Dijelaskan disana bahwa ada periode pre-Islam, ALLAH adalah nama Dewa Air yang mengairi bumi Mekkah. Sedangkan menurut kesaksian Arkeologi yaitu Roberts Morrey, The Islamic Invasion, Harvest Publisher, 1992 dinyatakan bahwa ALLAH pre-Islam adalah nama Dewa Bulan. Sedangkan menurut penulis Stephen Van Natan, ALLAH Devine or Demonic,1995, p.72, bahwasannya ALLAH adalah nama Dewa Matahari yang migrasi dari Babylon ke Mekkah”.





Teguh Hindarto: “Perhatikan referensi dibawah ini:


ALLAH : Nama DEWA bangsa ARAB, yang mengairi bumi ( ‘PASING OVER’ Oleh Muh. Wahyuni Nafis 1998, halaman 85)


ALLAH : Nama DEWA yang disebut-sebut suku QURAISY, bangsa ARAB, bersama-sama dewi AL LATA dan dewi AL UZZA (Kelengkapan Tarikh Nabi MUHAMMAD SAW, Oleh K.H Moenawar Chalil, Jilid 1, halaman 223)


ALLAH : Nama DEWA yang disembah penduduk MEKKAH (Agama Manusia, Kata pengantar Djohan Ef fendi, 1985, halaman 258)


ALLAH : Nama DEWA tertinggi bangsa ARAB bersama-sama DEWI AL LATTA dan DEWI AL UZZA yang disembah sejak dahulu kala, tertulis didalam inskripsi Arab (Keberagaman Yang Saling Menyapa, Oleh Drs. Moh Sabri MA, 1999, halaman 70)


ALLAH : Is the name of pagan deity from Babylon; he had wife name AL LATA, and who migrated with him, over 3500 years period, to Mecca. Based on inscriptions found in stone, Quran and Hadits. (Allah Devine of Demonic, by Steven van Natan, 1995, page 1)


ALLAH : Orang Kafir Quraisy menyembah dewa yang bernama ALLAH. Bagi Islam Tuhan sesungguhnya bernama ALLAH. Lalu orang barat menganggap umat Islam itu musrik (pagan) karena menyembah ALLAH. Orang Islam menjelaskan bahwa yang mereka sembah bukan AL LAH masyarakat Purba. (Konflik Islam-Kristen, Pengantar. Deliar Noer, H. Sudarto, 1999, Halaman 162-163)


ALLAH : Diam didlm Ka’bah yang disebut Baitullah atau Rumah ALLAH. Sebelum Islam, terdapat 360 berhala didalam dan disekitar Ka’bah Baitullah. Disekeliling Baitullah ini terdapat Patung AL LATA sebagai dewi musim panas, AL UZZA dewi musim dingin, AL MANAH dewi penentu nasib, AL HUBAL ada didalam Baitullah sebagai menantu ALLAH yaitu suami AL MANAH. (Hadits Shahih Bukhori 1187, Bidah-bidah di Indonesia, Oleh Drs K.H Bad ruddin Hsubky, 1994, Halaman 81)


ALLAH : Adalah suatu NAMA yang telah dikenal sebelum Al’quran diwahyukan. (Ensiklopedia Islam, Ja karta, 1996, Halaman 23)


ALLAH : Adalah nama Tuhan dalam bahasa Arab (Kamus besar bahasa Indonesia tahun 1996, halaman 27. Dep Pendidikan dan Kebudayaan, Terbitan Balai Pustaka)


Dari beberapa referensi diatas jelaslah bahwa ALLAH itu adalah suatu nama pribadi sesembahannya orang Arab sama seperti YAHWEH yang adalah nama suatu pribadi yaitu sesembahan umat Israel”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1) Teguh Hindarto ini memberikan kutipan dari sumber-sumber yang berbeda yang bertentangan satu dengan yang lainnya.


Mula-mula ia mengatakan bahwa ‘Allah’ adalah nama dari Tuhannya orang Islam, dan lalu ia mengatakan bahwa ‘Allah’ adalah nama dewa. Dan nama dewa apa? Inipun berbeda-beda. Ada yang mengatakan dewa air, dewa bulan, dan dewa matahari! Lalu yang mana yang benar? Juga dianggap sebagai nama dewa oleh bangsa apa? Arab, suku Quraisy, atau Babylon? Saya menganggap kerancuan seperti ini menunjukkan bahwa sumber kutipan itu tidak bisa dipercaya!





2) Mengatakan bahwa kata ‘Allah’ adalah nama dewa bertentangan dengan banyak sumber yang telah saya berikan di atas, yang mengatakan bahwa kata ‘Allah’ berarti ‘the God’ (= sang Allah), yang jelas bukan merupakan suatu nama!





3) Kalau ‘Allah’ adalah dewa bulan / air / matahari, adalah aneh bahwa ensiklopedi dengan kaliber seperti Encyclopedia Britannica dan Encyclopedia Encarta bisa tidak mengetahui hal itu.


Pada waktu membahas tentang Saksi Yehuwa, saya mempelajari tuduhan (palsu) Saksi-Saksi Yehuwa bahwa doktrin Allah Tritunggal berasal dari ‘Tritunggal’ dalam agama-agama kafir. Mereka lalu memberi banyak contoh tentang agama-agama kafir yang mempunyai ‘Tritunggal’, misalnya Hindu yang mempunyai Brahma, Wisnu dan Syiwa. Juga mereka memberikan ‘Tritunggal-Tritunggal’ lain dalam agama-agama kafir, yang semuanya merupakan nama-nama dewa. Puluhan nama dewa yang mereka sebutkan itu saya pelajari satu per satu dalam Encyclopedia Britannica dan ternyata semuanya ada, kecuali yang merupakan nama orang yang didewakan. Padahal ada nama-nama dewa dari milenium ke 2 SM. Kalau ‘Allah’ adalah nama dewa, maka saya yakin Encyclopedia Britannica pasti juga menyebutkan itu, tetapi ternyata Encyclopedia Britannica sama sekali tidak menganggap ‘Allah’ sebagai nama dewa.





Encyclopedia Britannica 2007 dengan topik ‘Arabian Religion: North Arabia’:


“Al-Ilat or Allat (‘the Goddess’), was known to all pantheons. She is a daughter or a consort, depending on the region, of al-Lah or Allah (‘the God’), Lord of the Ka’bah in Mecca; he is also named in Thamudic texts. Al-Ilat formed a trio with the goddesses al-‘Uzza (‘the Powerful’) and Manat (or Manawat, ‘Destiny’). ... The three goddesses were called the ‘Daughters of Allah’ in pre-Islamic Mecca, and they are mentioned in the Qur’an (53: 19-22). In South Arabia they are called the ‘Daughters of Il,’ and al-Ilat and al-’Uzza are mentioned in Sabaean inscriptions” [= Al-Ilat atau Allat (sang Dewi), dikenal bagi semua allah / dewa. Ia adalah puteri atau istri, tergantung dari daerah, dari al-Lah atau Allah (‘the God’), Tuhan dari Ka’bah di Mekah; ia juga diberi nama dalam text-text Talmud. Al-Ilat membentuk suatu trio bersama dengan dewi-dewi al-Uzza (Yang Sangat Kuat) dan Manat (atau Manawat, ‘Nasib / Takdir’). ... Ketiga dewi disebut ‘Putri-putri Allah pada jaman pra Islam di Mekah, dan mereka disebutkan dalam Al-Quran (53:19-22). Di Arab Selatan mereka disebut ‘putri-putri Il’, dan al-Ilat dan al-’Uzza disebutkan dalam prasasti Sabaean].


Catatan: kelihatannya Encyclopedia Britannica juga tidak menganggap AL ILAT, AL UZZA ataupun MANAT sebagai nama.


4) Dan kalau berbicara tentang hubungan dengan nama dewa, perlu diketahui bahwa kata Yunani THEOS (= God / Allah), kata Ibrani EL (= God / Allah), dan bahkan nama Yahweh, juga ada hubungannya dengan dewa-dewa / kekafiran.


a) Hubungan kata Ibrani EL (= God / Allah) dengan dewa.


Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘gods, false’): “‘Ashe'rah’ (a-she'ra). Plural, Asherim, a pagan goddess who is found in the Ras Shamra epic religious texts discovered at Ugarit in N Syria (1929-37) as Asherat, ‘Lady of the Sea,’ and consort of El. ... But Asherah was only one manifestation of a chief goddess of western Asia, regarded now as the wife, then as the sister, of the principal Canaanite god El” [= ‘Ashe'rah’ (a-she'ra). Jamak, Asherim, seorang dewi kafir yang ditemukan dalam text kepahlawanan agamawi Ras Shamra yang ditemukan di Ugarit di Syria Utara (1929-1937) sebagai Asherat, ‘Nyonya dari Laut’, dan pasangan / istri dari El. ... Tetapi Asherah hanyalah salah satu dari manifestasi dari dewi kepala / utama dari Asia Barat, yang sekarang dianggap sebagai istri, dulu sebagai saudari, dari dewa Kanaan utama El].


Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘gods, pagan’): “‘Asherahs,’ (Judg. 3:7) was portrayed as the wife of El (or sometimes Baal) in Canaanite mythology” [= ‘Asherahs,’ (Hak 3:7) digambarkan sebagai istri dari El (atau kadang-kadang Baal) dalam mitologi Kanaan].


Penekanan dari dua kutipan di atas ini hanyalah bahwa Asyera, yang adalah seorang dewi, dianggap sebagai istri dari dewa Kanaan utama yang namanya adalah El.


Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘gods, false’): “‘Ba’al’ (ba’al). The common Canaanite word for ‘master, lord.’ Baal was one of the chief male deities of the Canaanite pantheon, now well known from the religious epic literature discovered at Ras Shamra (ancient Ugarit of the Amarna Letters) from 1929 to 1937. Baal was the son of El, the father of the gods and the head of the Canaanite pantheon, according to the tablets from Ugarit” [= ‘Ba’al’ (ba’al). Kata Kanaan yang umum untuk ‘tuan’. Baal adalah satu dari allah-allah utama dari dewa-dewa Kanaan, sekarang dikenal dengan baik dari literatur kepahlawanan agamawi yang ditemukan di Ras Shamra (Ugarit kuno dari Surat-surat Amarna) dari 1929 sampai 1937. Baal adalah putra dari El, bapa dari dewa-dewa dan kepala dari dewa-dewa Kanaan, menurut tulisan-tulisan dari Ugarit].





Nelson’s Bible Dictionary: “El. ... The highest Canaanite god was El whose son was Baal.” (= EL. ... Dewa Kanaan yang tertinggi adalah EL, dan anaknya adalah Baal).





Penekanan dari dua kutipan di atas ini adalah bahwa Baal, salah satu dewa Kanaan, adalah putra dari kepala dewa yang namanya El.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Baal, the Canaanite god. ... Baal, which means ‘lord’, was the title of Hadad, the weather-god ... Baal’s wife was Astarte, also known as Anat, goddess of love and war. His father was El, the chief of the gods, ... El’s wife was Asherah, mother goddess and goddess of the sea” (= Baal, dewa Kanaan. ... Baal, yang berarti ‘tuan’, merupakan gelar dari Hadad, dewa cuaca ... Istri Baal adalah Astarte, yang juga dikenal sebagai Anat, dewi dari cinta dan perang. Ayahnya adalah El, kepala dari dewa-dewa, ... Istri El adalah Asyera, ibu dewi dan dewi laut) - hal 152.





Dari semua kutipan di atas jelas bahwa dalam kalangan kafir ada dewa yang namanya El. Kalau kata ‘Allah’ tak boleh kita pakai, karena itu dianggap sebagai nama dewa, lalu mengapa kata El tidak dilarang juga?





b) Hubungan kata Yunani THEOS (= God / Allah) dengan dewa.





Herman Bavinck: “Formerly the Greek word THEOS was held to be derived from TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. At present some philologists connect it with Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. So interpreted it would be identical with the Sanskrit ‘deva,’ the shinning heaven, from ‘divorce’ to shine. Others, however, deny all etymological connection between the Greek word THEOS and the Latin Deus and connect the former with the root THES in THESSASTHAI to desire, to invoke.” (= Dahulu dipercaya bahwa kata Yunani THEOS diturunkan dari TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. Pada saat ini beberapa ahli bahasa menghubungkannya dengan Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. Ditafsirkan demikian, maka kata itu menjadi identik dengan kata Sansekerta ‘deva’, ‘langit / surga yang berkilau / bersinar’, dan berasal dari kata ‘div’ yang berarti ‘berkilau / bersinar’. Tetapi para ahli bahasa yang lain menyangkal semua hubungan asal usul kata antara kata Yunani THEOS dan kata Latin DEUS dan menghubungkan kata THEOS itu dengan akar kata THES dalam THESSASTHAI, yang berarti ‘menginginkan’, ‘meminta / memohon’) - ‘The Doctrine of God’, hal 98-99.





Bambang Noorsena: “Begitu juga kemiripan dalam rumpun bahasa-bahasa lain, seperti dewa (Sanskrit), deo (Latin), theos (Yunani). Tapi mana ada orang Kristen yang mengatakan bahwa Gloria in exelsis Deo sama dengan Gloria in exelsis ‘Dewa’? Tidak ada! Karena meskipun secara linguistik bisa dilacak keserumpunan antara kata Dei, Deus dan Dewa, tetapi secara teologis makna yang diberikan atas kata-kata yang serumpun itu berbeda”.


Catatan: saya tak yakin dengan bagian yang saya garis-bawahi.





c) Hubungan Yahweh dengan dewa.





1. Hubungan Yahweh dengan Baal dan Molekh.





Kristian Sugiyarto:


“Kemungkinan penyimpangan pemahaman (miskonsepsi) perihal Yahweh ini bahkan ada tertulis dalam Alkitab itu sendiri. Yer. 31:32 ‘…..although I was a husband (baal) unto them, says Jehovah.’ Jadi ayat ini menunjukkan bahwa Yahweh mengidentifikasi pribadi-Nya sendiri sebagai ‘baal’ sebagaimana ditemui juga pada Yes. 54:5 ‘For your Maker is your husband (baal)’. Dalam I Tawrh. 12:5 dituliskan nama seorang pejuang, Bealiah (no. konkordansi Strong 1183 berasal dari 1167-baal + 3050 – Yah), yang artinya ‘Yah is my baal.’


Padahal pemahaman umum adalah bahwa kata baal juga dipakai sebagai nama dewa sesembahan orang-orang penyembah berhala. Apakah jika demikian Yahweh itu juga tak ubahnya berhala? Namun periksalah arti kata baal (konkordansi Strong no. 1166, 1167) yaitu ‘husband’ or ‘master’.


Kata baal bahkan dijumpai lebih mundur lagi pada Kej. 20:3 yang tertulis: ‘But Elohim came to Abimelech in a dream by night and said to him, Behold, you are about to die because the woman you have taken, she being married to a husband (baal).’ Tak ayal lagi bahwa kata baal ini menunjuk ‘husband’ atau ‘master’ (dalam hal ini Abraham), bukan nama dewa baal. Dengan demikian kita bisa diyakinkan bahwa kata baal dalam ayat-ayat tersebut menunjuk pada ‘husband’ atau ‘master’, bukan Baal (no. 1168) sebagai nama berhala yang memungkinkan nama Yahweh bisa diganti apa saja, GOD, LORD, ALLAH, TUHAN, dst. sesuai selera Anda.


Kasus lain yang mirip seperti dalam I Samuel 12:12 tertulis: ‘ … even though Yahweh your Elohim was your king (molech no. 4428).’ Padahal Molech nama Kepala Dewa kaum Amonit. Sementara itu kata YHWH menurut konkordansi Strong (no. 3068) adalah Jewish national name of God, dan tidak ada keterangan yang menunjuk pada nama berhala.


Informasi yang dibutuhkan kemudian adalah mana yang lebih tua munculnya pemahaman baal sebagai ‘husband - master’ dengan Baal sebagai ‘nama berhala’; dan molech (no. 4428) sebagai ‘king’ dengan Molech (no. 4432) sebagai nama raja dewa. Klarifikasi ini sulit dilakukan. Bukan mustahil kata baal (‘husband-master’) yang melukiskan karakter Yahweh justru menjadi lebih terkenal sehingga nama Yahweh menjadi tersingkirkan dan akhirnya muncul istilah baal yang kemudian berubah menjadi nama berhala!”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Karena Kristian Sugiyarto menggunakan ayat-ayat dalam bahasa Inggris maka pertama-tama saya akan memperjelas ayat-ayat yang ia gunakan dengan menggunakan ayat-ayat tersebut dalam bahasa Indonesia.


Yer 31:32 - “bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjianKu itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan (Ibrani: BAAL) yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN”.


Yes 54:5 - “Sebab yang menjadi suami (Ibrani: BAAL) mu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam namaNya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi”.


1Taw 12:5 - “Eluzai, Yerimot, Bealya, Semarya dan Sefaca, orang Harufi”.


Nama ‘Bealya’ berarti ‘Yahweh is my Baal’ (= Yahweh adalah Baalku).





Saya bisa tambahi lagi dengan Hos 2:15 - “Maka pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, engkau akan memanggil Aku: Suamiku, dan tidak lagi memanggil Aku: Baalku!”.





Unger’s Bible Dictionary: “The meaning is that Israel will enter into right relation with God, in which she will look toward Him as her husband (Ishi) and not merely as Baal, ‘owner, master.’” [= Artinya adalah bahwa Israel akan masuk ke dalam hubungan dengan Allah, dalam mana ia akan memandang kepadaNya sebagai suaminya (Ishi) dan bukan semata-mata sebagai ‘Baal’, ‘pemilik, tuan’].





The International Standard Bible Encyclopedia: “BAAL ... III. Baal-Worship.: - In the earlier days of Hebrew history the title Baal, or ‘Lord,’ was applied to the national God of Israel” (= BAAL ... III. Penyembahan Baal.: - Pada jaman awal dari sejarah Ibrani gelar ‘Baal’, atau ‘Tuhan’, diterapkan kepada Allah nasional dari Israel).





Dari ayat-ayat dan dari kedua kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa kata ‘Baal’ yang merupakan nama dewa, pernah digunakan untuk menunjuk kepada Yahweh / Allah Israel. Sekalipun belakangan praktek menyebut Allah dengan sebutan ‘Baal’ itu dibuang, tetapi ingat bahwa ayat-ayat dalam Kitab Suci yang menyebut Yahweh dengan sebutan Baal, tidak dihapuskan / diubah!





Sekarang, saya akan menanggapi kata-kata Kristian Sugiyarto di atas.





a. Kalau Kristian Sugiyarto membedakan ‘Baal’ dan ‘Baal’, mengapa ia tidak menerapkan pembedaan seperti itu terhadap kata ‘Allah’? Mengapa ia tidak membedakan kata ‘Allah’ dalam Islam / agama kafir pra Islam, dan kata ‘Allah’ dalam kekristenan di Indonesia? Mengapa kita tidak boleh menggunakan kata ‘Allah’, selama itu bukan dalam arti nama dewa / nama Tuhannya orang Islam?





b. Pada waktu kata ‘Baal’ digunakan untuk nama dari berhala dan juga untuk Yahweh, dan pada waktu kata ‘Molekh’ digunakan untuk nama dewa maupun untuk Yahweh, Kristian Sugiyarto mengatakan bahwa kita harus menelusuri penggunaan yang mana yang muncul lebih dulu. Mengapa ia tidak bersikap sama terhadap kata ‘Allah’? Mengapa ia tidak menelusuri yang mana yang menggunakan kata ‘Allah’ itu lebih dulu, Islam atau Kristen? Orang-orang kafir pra Islam yang menggunakan kata ‘Allah’ sebagai nama dewa, atau orang-orang kristen yang menggunakan kata ‘Allah’ itu sebagai terjemahan dari kata ‘God’?





2. Hubungan Yahweh dengan Yupiter, Zeus dan dewa-dewa dalam agama-agama kuno lain.





a. Nama-nama dewa dalam agama Yunani dan Romawi kuno.





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Jupiter’): “Jupiter. Also called Jove, Latin Iuppiter, Iovis, or Diespiter, the chief ancient Roman and Italian god. Like Zeus, the Greek god with whom he is etymologically identical (root diu, ‘bright’), Jupiter was a sky god. One of his most ancient epithets is Lucetius (‘Light-Bringer’)” [= Yupiter. Juga disebut / dipanggil Jove, Latin Iuppiter, Iovis, atau Diespiter, dewa utama Romawi dan Italia kuno. Seperti Zeus, dewa Yunani dengan siapa ia identik kalau ditinjau dari ilmu asal kata (akar kata DIU, ‘terang’), Yupiter adalah dewa langit. Satu dari julukannya yang paling kuno adalah Lucetius (‘Pembawa Terang’)].





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “The first Greek brought with them a new group of gods. Their supreme god was Zeus. ... Roman religion was really quite different. But when the Romans conquered the Greeks they took over all their gods and gave them Roman names. So, Zeus became the Roman god Jupiter” (= Orang-orang Yunani yang pertama membawa bersama mereka suatu kelompok baru dewa-dewa. Dewa tertinggi mereka adalah Zeus. ... Agama Romawi sangat berbeda. Tetapi pada waktu orang-orang Romawi mengalahkan orang-orang Yunani mereka mengambil alih semua dewa-dewa mereka dan memberikan nama-nama Romawi kepada mereka. Maka, Zeus menjadi dewa Romawi Yupiter) - hal 158.





b. Hubungan nama-nama dewa itu dengan Yahweh.


Adam Clarke (tentang Kel 3:15): “‘This is my name for ever.’ The name here referred to is that which immediately precedes, Yahweh ‘Elohiym, which we translate the ‘LORD GOD,’ the name by which God had been known from the creation of the world (see Gen. 2:4), and the name by which he is known among the same people to the present day. Even the heathens knew this name of the true God; and hence, out of our hwhy, Jehovah, they formed their Jao, Jeve, and Jove; ... Diodorus Siculus says, that ‘among the Jews, Moses is reported to have received his laws from the God named Jao, Iaoo, i. e., Jeue, Jove, or Jeve; for in all these ways the word hwhy, Jehovah may be pronounced; and in this way I have seen it on Egyptian monuments” [= ‘Ini adalah namaKu selama-lamanya’. Nama yang dibicarakan di sini adalah yang persis mendahuluinya, Yahweh Elohim, yang kita terjemahkan ‘TUHAN ALLAH’, nama dengan mana Allah telah dikenal sejak penciptaan dunia (lihat Kej 2:4), dan nama dengan mana ia dikenal di antara orang-orang yang sama sampai jaman ini. Bahkan orang-orang kafir mengetahui nama dari Allah yang benar ini; dan karena itu, dari hwhy, Yehovah, kita, mereka membentuk Jao, Jeve, dan Jove mereka; ... Diodorus Siculus berkata, bahwa di antara orang-orang Yahudi, Musa dilaporkan telah menerima hukum-hukumnya dari Allah yang bernama Jao, Iaoo, yaitu, Jeue, Jove, atau Jeve; karena dengan semua cara ini kata hwhy, Yehovah, bisa diucapkan; dan dalam cara ini saya telah melihatnya pada monumen-monumen Mesir].





R. L. Dabney: “... the Greek and Latin names of God, Zeu~ and Jove. ... Now the votaries of the comparative philology of modern days, will have Zeu~ derived (by a change of Z to its cognate D,) from the sanscrit root, Dis, whose root-meaning was supposed to be ‘splendour.’ To the same source they trace qeo~, Deus, Divus, Dies, &c. ... But as to Zeu~ and Jove, may not another etymology be more probable? (as is confessed by some of the best Greek scholars) that Zeu~ is from Zew, Zaw, ‘I live,’ and Zwh, ‘life.’ Notice, then, the strange resemblance, almost an identity, between ‘Jehovah,’ and ‘Jove.’ The latter, with ‘pater,’ makes the Latin nominative Jupiter - Jov-Pater - father Jove. If this origin is true, then we have the Greek name of the chief God, Zeu~, involving the same fundamental idea; ‘The Living One,’ - the self-existent source of life. This is much more explanatory of the early myths touching Jove, as the ‘Father of Gods and men,’ than the primary idea of the supposed sanscrit root” [= ... nama-nama Allah dalam bahasa Yunani dan Latin, Zeu~ dan Jove. ... Sekarang penggemar-penggemar dari ilmu perbandingan bahasa jaman modern, menurunkan kata Zeu~ (dengan suatu perubahan dari Z kepada D yang asal usulnya sama), dari akar kata Sansekerta, Dis, yang arti akar katanya dianggap sebagai ‘semarak / kemegahan’. Kepada sumber / asal usul yang sama mereka menelusuri qeo~, Deus, Divus, Dies, &c. ... Tetapi berkenaan dengan Zeu~ dan Jove, tidak bisakah etymology / asal usul kata yang lain lebih memungkinkan? (seperti yang diakui oleh sebagian ahli-ahli bahasa Yunani yang terbaik) bahwa Zeu~ berasal dari Zew (ZEO), Zaw (ZAO), ‘Aku hidup’, and Zwh (ZOE), ‘kehidupan’. Lalu perhatikan kemiripan, dan bahkan hampir merupakan suatu keidentikan, yang aneh, antara ‘Yehovah’ dan ‘Jove’. Yang terakhir, dengan ‘pater’, membuat kata nominatif bahasa Latin ‘Yupiter’ - ‘Yov-Pater’ - ‘bapa Jove’. Jika asal usul ini benar, maka kita mempunyai nama Yunani dari Allah utama / tertinggi, Zeu~, melibatkan pengertian dasar yang sama; ‘Yang Hidup’, - sumber kehidupan yang ada dari dirinya sendiri. Ini lebih memberi penjelasan dari mitos-mitos mula-mula mengenai Jove, sebagai ‘Bapa dari Allah-allah dan manusia-manusia’, dari pada pengertian utama dari akar kata Sansekerta yang diduga] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 145 (footnote).





The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘God, Names of’): “‘Yahweh’: The name most distinctive of God as the God of Israel is (Yahweh, a combination of the tetragrammaton (YHWH) with the vowels of 'Adhonay, transliterated as Yehowah, but read aloud by the Hebrews 'adhonay). While both derivation and meaning are lost to us in the uncertainties of its ante-Biblical origin, the following inferences seem to be justified by the facts: (1) This name was common to religions other than Israel’s, according to Friedr. Delitzsch, Hommel, Winckler, and Guthe (Encyclopaedia Biblica, s.v.), having been found in Babylonian inscriptions. Ammonite, Arabic and Egyptian names appear also to contain it (compare Davidson, Old Testament Theol., 52 f); but while, like 'Elohim, it was common to primitive Semitic religion, it became Israel’s distinctive name for the Deity” [= ‘Yahweh’: Nama yang paling khusus dari Allah sebagai Allah Israel adalah {Yahweh, suatu kombinasi dari tetragrammaton (YHWH) dengan huruf-huruf hidup dari ADONAY, ditranliterasikan sebagai Yehovah, tetapi dibaca dengan kata Ibrani ADONAY}. Sementara baik penurunan dan artinya telah hilang bagi kita dalam ketidak-pastian dari asal usul pra-Biblikalnya, kesimpulan-kesimpulan berikut ini kelihatannya dibenarkan oleh fakta-fakta: (1) Nama ini umum bagi agama-agama selain agama Israel, menurut Friedr. Delitzsch, Hommel, Winckler, dan Guthe (Encyclopaedia Biblica, s.v.), setelah ditemukan pada prasasti-prasasti Babilonia. Nama-nama Amon, Arab dan Mesir kelihatannya juga mengandungnya (bandingkan Davidson, Old Testament Theol., 52-dst); tetapi sementara, seperti ELOHIM, itu adalah umum bagi agama Semitik primitif, itu menjadi nama khusus dari israel bagi Allah].





Kalau nama ‘Yahweh’ itu umum bagi bangsa-bangsa lain, yang jelas-jelas menyembah berhala, maka itu jelas menunjukkan bahwa nama ‘Yahweh’ itu juga digunakan bagi dewa-dewa mereka.





Sekarang kalau nama ‘Yahweh’ ternyata juga berhubungan dengan nama-nama dewa / digunakan sebagai nama dewa orang-orang kafir, lalu bagaimana sikap kita? Haruskah kita juga membuang nama ‘Yahweh’ itu?





5) Hal-hal lain yang berhubungan dengan dewa / kekafiran.





Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Hades or Pluto (Dis), god of the dead” [= Hades atau Pluto (Dis), dewa dari orang mati] - hal 158.


Catatan: mengingat ‘Hades’ adalah nama dewa, apakah kata Yunani HADES yang begitu banyak digunakan dalam Kitab Suci, tidak seharusnya dihapuskan saja atau diganti dengan kata lain?





Juga ingat bahwa nama-nama hari dan bulan dalam bahasa Inggris juga banyak yang berasal dari nama dewa. Jadi, juga harus dihapuskan / diganti? Ingat, bahwa semua itu juga ‘tidak muncul dalam Alkitab Ibrani’, sama seperti kata ‘Allah’!





UBS New Testament Handbook Series (tentang 2Pet 1:16): “‘Coming,’ on the other hand, is a Greek term for the appearance of a god (‎parousia‎); when used of Christ it refers primarily to his future coming in glory (see Matt 24:3,27; 1 Cor 15:23; 1 Thess 3:13; 4:15; James 5:7-8; 1 John 2:28)” [= ‘Kedatangan’, di sisi lain, adalah suatu istilah Yunani untuk suatu pemunculan / penampilan dari seorang dewa (parousia); pada waktu digunakan tentang Kristus, itu terutama menunjuk pada kedatangannya yang akan datang dalam kemuliaan (lihat Mat 24:3,27; 1Kor 15:23; 1Tes 3:13; 4:15; Yak 5:7-8; 1Yoh 2:28)].








UBS New Testament Handbook Series (tentang 2Pet 1:19): “The ‘morning star’ is ‎PHOOSPHOROS ‎in Greek, a word that refers to the planet Venus and the Greek goddess Artemis. Some scholars have argued that, since ‎PHOOSPHOROS ‎means ‘daybreak,’ it cannot refer to Venus but to the sun. But in ordinary usage ‎PHOOSPHOROS ‎does refer to Venus, which rises with the dawn and, in a manner of speaking, introduces light into the world. Once again we see Greek culture being used as a vehicle for the Christian message. Here the ‘morning star’ stands for the Messiah, or Christ (see Num 24:17; Rev 22:16), who will bring light into the hearts of believers, in much the same way as the morning star brings light into a dark world” [= ‘Bintang pagi’ adalah PHOOSPHOROS dalam bahasa Yunani, suatu kata yang menunjuk pada planet Venus dan dewi Yunani Artemis. Beberapa / sebagian sarjana telah berargumentasi bahwa, karena PHOOSPHOROS berarti ‘fajar menyingsing’, itu tidak bisa menunjuk pada Venus tetapi pada matahari. Tetapi dalam penggunaan biasa PHOOSPHOROS memang menunjuk pada Venus, yang muncul / terbit bersama subuh / fajar dan, boleh dikatakan, membawa terang ke dalam dunia. Sekali lagi kita melihat kebudayaan Yunani digunakan sebagai suatu sarana untuk berita Kristen. Di sini ‘bintang pagi’ berarti sang Mesias, atau Kristus (lihat Bil 24:17; Wah 22:16), yang akan membawa terang ke dalam hati orang-orang percaya, dengan cara yang sama seperti bintang pagi membawa terang ke dalam dunia yang gelap].





6) Argumentasi dari agama Islam / Al-Quran.


Sebetulnya saya tak terlalu senang menggunakan ajaran Islam / Al-Quran, karena sebagai orang Kristen, saya seharusnya menggunakan pedang Roh, yaitu Firman Tuhan, dan itu adalah Kitab Suci saya sendiri.


Tetapi karena kelompok Yahweh-isme ini begitu sering / banyak menggunakan ajaran agama Islam dan Al-Quran, maka saya kepingin membalas mereka dengan cara yang sama.


Sekarang saya ingin bertanya kepada siapapun dari kelompok Yahweh-isme: dalam Al-Quran, dengan sebutan apa Abraham memanggil / menyebut ‘sesembahan’nya? Dengan sebutan / nama Yahweh? Tuhan? Atau ‘Allah’? Pasti yang terakhir, bukan? Sekarang, ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan:





a) Kalau ‘Allah’ memang merupakan nama dewa, mungkinkah Abraham menggunakannya untuk ‘sesembahan’nya?





b) Kalau Abraham boleh menggunakan kata ‘Allah’ itu, mengapa kita, yang oleh Kitab Suci kita disebut sebagai ‘anak-anak Abraham’, tidak boleh menggunakan kata ‘Allah’ itu?





c) Dalam Alkitab, Abraham menyebut ‘sesembahan’nya dengan nama ‘Yahweh’. Kalau ‘Allah’ itu suatu nama, jadi bagaimana? Apakah Dia mempunyai dua nama, yaitu ‘Allah’ dan ‘Yahweh’? Atau, karena Abraham dalam Al-Quran beragama Islam, sedangkan Abraham dalam Alkitab beragama Kristen?





III) Argumentasi menggunakan Kej 33:20.





Yakub Sulistyo: “Coba bapak baca Kejadian 33: 20 dlm terjemahan LAI, disitu tertulis ‘Allah Israel ialah Allah’, pertanyaan saya kapan bangsa Israel menyembah Allah yg bernama Allah? Dimana mereka menyembah Allah yg bernama Allah? Tolong bapak buktikan hal ini. ... Terjemahan LAI itu saja sudah menunjukkan kerancuannya! Bukankah sebagai orang Indonesia yang bertitel MDIV bapak dapat menjabarkan bahwa kalimat ‘Allah Israel ialah Allah’ itu menunjukkan bahwa kata ‘Allah’ disitu berperan sebagai NAMA DIRI sekaligus sebagai SEBUTAN. Kalau begitu saya bisa berkata ada Presiden bernama Presiden. Apa ini tidak rancu pak?”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1) Menurut saya tidak ada yang rancu sama sekali dengan kata-kata ‘Allah Israel ialah Allah’.


Kalau diartikan bahwa Allah dari bangsa Israel betul-betul adalah Allah, apanya yang rancu? Siapa yang mengharuskan untuk mengartikan kata ‘Allah’ yang kedua sebagai nama? Saya kira kerancuan itu hanya ada di satu tempat, yaitu di kepala dari Yakub Sulistyo maupun orang-orang dari kelompok Yahweh-isme, yang menggunakan ayat ini sebagai serangan bagi orang-orang yang menggunakan kata ‘Allah’!





2) Sekarang mari kita perhatikan terjemahan dari Kej 33:20 itu.


Kej 33:20 - “Ia mendirikan mezbah di situ dan dinamainya itu: ‘Allah Israel ialah Allah.’”.


KJV: ‘And he erected there an altar, and called it El-elohe-Israel’ (= Dan ia mendirikan sebuah mezbah di sana, dan menyebutnya El-elohe-Israel).


RSV: ‘There he erected an altar and called it El-Elohe-Israel’ (= Di sana ia mendirikan sebuah mezbah dan menyebutnya El-elohe-Israel).


NIV: ‘There he set up an altar and called it El Elohe Israel’ (= Di sana ia mendirikan sebuah mezbah dan menyebutnya El-elohe-Israel).


NASB: ‘Then he erected there an altar, and called it El-Elohe-Israel’ (= Lalu ia mendirikan sebuah mezbah di sana, dan menyebutnya El-elohe-Israel).





Sekarang, apa arti dari istilah ‘El-elohe-Israel’? Saya akan memberikan komentar dari beberapa penafsir tentang kata-kata ini.





Matthew Henry: “He dedicated this altar to the honour of El-elohe-Israel - God, the God of Israel” (= Ia mendedikasikan mezbah ini bagi kehormatan dari El-elohe-Israel - Allah, sang Allah dari Israel).





Adam Clarke: “perhaps it would be best to translate the words, ‘The strong God (is) the God of Israel’” (= mungkin merupakan sesuatu yang terbaik untuk menterjemahkan kata-kata itu ‘Allah yang kuat adalah Allah dari Israel’).





Keil & Delitzsch: “and called it El-elohe-Israel, ‘God (the mighty) is the God of Israel,’” [= dan menyebutnya El-elohe Israel, ‘Allah (yang perkasa / kuat) adalah Allah dari Israel’,].





Dari semua penafsiran / penjelasan tentang arti kata-kata ‘El-elohe-Israel’ ini tak terlihat keanehan apapun untuk menganggap bahwa kata ‘Allah’ bukanlah nama. Bahkan sebaliknya, menurut saya aneh, kalau dalam kalimat ini kata ‘Allah’ dianggap sebagai nama. Sebagai perbandingan, YHWH memang adalah nama pribadi dari Allah. Dimana ada kalimat yang berbunyi ‘YHWH Israel’?





IV) Kel 23:13 melarang kita memanggil nama eloim / allah lain.





Teguh Hindarto: “Tanggapan ini kami tutup dengan perintah YAHWEH dari Keluaran 23:13 yang berbunyi: ‘Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu, haruslah kamu berawas-awas, nama eloim lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu’”.





Ada dari kalangan mereka yang menambahkan bahwa pada waktu kita memanggil / memuji ‘Allah’, maka ‘Allah’ yang dipanggil itu (yang berbeda dengan Yahweh) bisa memberikan respons terhadap panggilan orang-orang kristen.





Huios Touiesou: “Pernahkah anda bayangkan, apa yang terjadi dalam alam roh ketika kita menyanyikan lagu ini: Dari utara ke selatan, terdengar pujian bagi Allah .... pernahkah kita sadari bahwa sekalipun kita tidak bermaksud memanggil seseorang, namun apabila kita terus menerus menyebut nama pribadinya, bisa saja orang tersebut bereaksi terhadap panggilan kita. Contohnya: Seorang pendeta dalam khotbahnya bertanya kepada jemaat, ‘Ada Amin?’. Tiba-tiba ada sahutan, ‘Ada, Pak Pendeta!’. Rupanya datang jiwa baru yang bernama Amin dalam ibadah tersebut. Mengapa? Karena spirit dari nama Pribadi itu bisa merespons. Jadi, bisa saja ketika kita berulang-ulang nyanyikan baris pertama lagu tersebut, kemudian dalam alam roh ada respon dari ‘Allah’ nama pribadi (‘Allah muslim’) yang berkata (dalam alam roh), ‘Benar katamu, memang ada pujian bagi namaKu, perhatikanlah suara-suara azan yang berkumandang dari belahan bumi utara hingga ke selatan, itulah seruan pujian bagi namaKu’” - “Kontroversi nama ‘Allah’”, hal 12,13.


Catatan: saya kira nama (samaran) orang ini sebetulnya adalah Huios Tou Iesou (= Anak Yesus).





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1) Pertama-tama saya menanggapi kata-kata tolol dari orang yang mengaku bernama Huios Touiesou ini.


Bagaimana mungkin ia menyamakan roh / Allah itu dengan orang yang bernama ‘Amin’? Orang yang bernama ‘Amin’ itu betul-betul ada, tetapi roh yang bernama ‘Allah’ itu sebetulnya tidak ada. Kalau ia menganggap ada roh yang bernama ‘Allah’, lalu ia percaya ada berapa ELOHIM? Bdk. 1Kor 8:4-6!





2) Betul-betul lucu sekali kalau ia mengatakan bahwa roh yang bernama ‘Allah’ itu bisa menyahut / merespons, padahal menurut kepercayaannya sendiri, yang namanya ‘Allah’ itu bukanlah ELOHIM. Kalau memang ‘yang bukan ELOHIM’ bisa merespons, lalu mengapa Baal tak menyahut sama sekali ketika dipanggil oleh nabi-nabinya dalam pertandingan dengan Elia untuk mendatangkan api dari langit?





Bdk. 1Raja 18:25-29 - “(25) Kemudian Elia berkata kepada nabi-nabi Baal itu: ‘Pilihlah seekor lembu dan olahlah itu dahulu, karena kamu ini banyak. Sesudah itu panggillah nama allahmu, tetapi kamu tidak boleh menaruh api.’ (26) Mereka mengambil lembu yang diberikan kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari, katanya: ‘Ya Baal, jawablah kami!’ Tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah yang dibuat mereka itu. (27) Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: ‘Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga.’ (28) Maka mereka memanggil lebih keras serta menoreh-noreh dirinya dengan pedang dan tombak, seperti kebiasaan mereka, sehingga darah bercucuran dari tubuh mereka. (29) Sesudah lewat tengah hari, mereka kerasukan sampai waktu mempersembahkan korban petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab, tidak ada tanda perhatian”.





3) Sekarang saya akan menanggapi kata-kata Teguh Hindarto.


Ia mengatakan bahwa kita dilarang menyebut nama ELOHIM / sesembahan lain.


Kel 23:13 - “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama allah lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu.”.





Ada beberapa tanggapan tentang hal ini:





a) Kata-kata ini hanya bisa ia gunakan kalau memang ‘Allah’ itu merupakan nama dari ELOHIM lain, atau nama dewa dan sebagainya. Tetapi dari pembahasan yang telah lalu, saya berpendapat semua argumentasinya sudah habis. Jadi, yang kita sebut sebagai ‘Allah’, bukanlah ‘allah lain’.





b) Ia melakukan penghurufiahan yang terlalu ketat terhadap Kel 23:13 itu.


Memanggil di sini harus diartikan mempercayainya, berdoa kepadanya, menyembahnya, atau berbakti kepadanya. Kalau hanya semata-mata ‘menyebut’, tanpa menghormati, berdoa kepadanya, menyembahnya, dsb, pasti tidak salah.


Kalau ayat itu dihurufiahkan secara ketat, sehingga kita memang sama sekali tak boleh menyebut nama allah / dewa lain, dan nama itu sama sekali tak boleh kedengaran dari mulut kita, maka:





1. Jelas bahwa orang-orang dari kelompok Yahweh-isme ini sendiri bersalah melanggar peraturannya sendiri. Pada waktu mereka berkhotbah dan mengajar, dan melarang untuk menggunakan kata / nama Allah, bukankah mereka sendiri menyebutkan kata / nama itu?





2. Banyak orang-orang saleh dari Kitab Suci yang melanggar hukum tersebut.


Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:


· Bil 25:5 - “Lalu berkatalah Musa kepada hakim-hakim Israel: ‘Baiklah masing-masing kamu membunuh orang-orangnya yang telah berpasangan dengan Baal-Peor.’”.


· Hak 6:31 - “Tetapi jawab Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: ‘Kamu mau berjuang membela Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang membela Baal akan dihukum mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah ia berjuang membela dirinya sendiri, setelah mezbahnya dirobohkan orang.’”.


· 1Raja 18:18,19,21 - “(18) Jawab Elia kepadanya: ‘Bukan aku yang mencelakakan Israel, melainkan engkau ini dan kaum keluargamu, sebab kamu telah meninggalkan perintah-perintah TUHAN dan engkau ini telah mengikuti para Baal. (19) Sebab itu, suruhlah mengumpulkan seluruh Israel ke gunung Karmel, juga nabi-nabi Baal yang empat ratus lima puluh orang itu dan nabi-nabi Asyera yang empat ratus itu, yang mendapat makan dari meja istana Izebel.’ ... (21) Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: ‘Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia.’ Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun”.





Perhatikan bahwa Musa menyebut nama ‘Baal-Peor’, Yoas menyebut nama ‘Baal’, dan Elia menyebut nama ‘Baal’ dan ‘Asyera’! Apakah mereka ini salah semua karena sekedar menyebutkan nama dewa padahal mereka sama sekali tak berdoa kepadanya, menyembahnya, dsb?





V) Penggunaan kata ‘Allah’ oleh umat Kristen menyebabkan konflik Kristen dengan Islam.





Yakub Sulistyo: “Bermasalah dan terjadi konflik berkepanjangan antara Islam dengan Nasrani. Realita yang ada atau dalam kenyataan di Indonesia, umat Islam ‘tidak sependapat’ jika umat Nasrani menggunakan kata ‘Allah’ dalam dunia kekristenan. Karena sejak Nabi Muhammad saw menerima wahyu Allah di gua Hira (QS 96 Al’Alaq 1-5), dalam QS 112 Al Ikhlas 1-3 mengatakan : Qul huwallaahu ahad (Katakanlah Allah itu Esa) Allah hussomad (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu) Lam yalid wa lam yuulad (Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan) Wa lam yaqul lahu kufuan ahad (dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia). Artinya Islam berpedoman bahwa Allah itu Esa dan Tidak ada istilah lain yang harus berada menyatu dengan Nama tersebut. Demikian pula dalam QS 5 Al Maaidah 17 dalam Al Qur’an dan Terjemahannya yang dicetak dari Khadim al Haramain asy Syarifain (Pelayan kedua Tanah Suci) Fahd ibn ‘Abd al’Aziz Al Sa’ud, Raja Kerajaan Saudi Arabia menerjemahkan: ‘Laqod (Sesungguh-sungguhnya) kafaro (telah kafirlah) alladziina (orang-orang yang) qooluu (berkata): ‘Inna (Sesungguhnya) Allah (Allah) huwa (dia) almasiihu (Al Masih) Ibnu (Putra) Maryama (Maryam).’... Itulah sebabnya Dr. Kautsar Azhari Noer (Guru Besar Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah-Jakarta) pernah menulis naskah di mana di antara isi naskahnya, beliau juga mengungkapkan pandangan umum umat Islam di Indonesia di Jawa Pos, Minggu Pahing 23 September 2001 dengan judul ‘Tuhan Kepercayaan’ Pandangan para ulama yang tidak sesuai dengan pandangan theolog secara umum yaitu bahwa ‘Tuhan adalah satu, tetapi disebut dengan banyak nama, seperti Yahweh, God, Allah, Brahman dan Tao.’ Demikian pula Majalah ‘Sabili’ No. 14 Tahun XI 30 Januari 2004 / 8 Dzulhijjah 1424 halaman 58 dalam naskahnya berjudul ‘Allah dan Elohim’ memisahkan ‘Allah’ sebagai ‘Nama Diri’ dengan ‘Sebutan’ yang selama ini telah dipergunakan oleh umat Nasrani. Tidak ketinggalan keluar surat keberatan dan himbauan agar umat Nasrani di Indonesia tidak menggunakan kata Allah, ALLAH ataupun allah dari ‘Majlis Ta’lim - Al Rodd’ Wonosobo tertanggal 28 Mei 2004 kepada Lembaga Alkitab Indonesia dan ‘Ikatan Mubalig Seluruh Indonesia’ Jakarta tertanggal 1 Nopember 2004 kepada Dirjen Bimas Kristen Depag RI dan Lembaga Alkitab Indonesia. Hal-hal tersebut sebagai bukti bahwa ‘Kerancuan’ atau ‘Mempersekutukan agama’ itu menimbulkan reaksi dari pemeluk agama yang bersangkutan dan dapat juga dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu atau politik tertentu yang tidak menghendaki adanya perdamaian di Indonesia untuk ikut memanaskan situasi negara kita. Memang semuanya itu tidak akan pernah ada, apabila Kitab Sucinya umat Nasrani di Indonesia diluruskan dalam penerjemahannya, yang sudah mengalami kesalahan penerjemahan sekitar 400 tahunan dan mengacu atau kembali kepada Kitab Suci berbahasa Ibrani sebagai kitab asli umat Nasrani untuk acuannya, dimana kata ‘Allah’ atau ‘ALLAH’ atau ‘allah’ tidak pernah ada. Sebab selama ini Lembaga Alkitab Indonesia telah menerjemahkan ‘Nama Diri’ Yahweh menjadi TUHAN, ALLAH, Tuhan dan Allah. (Perhatikan huruf kapital dan tidak)”.





Yakub Sulistyo: “Menyebut Allah dalam kekristenan tentu menyinggung perasaan agama Islam, karena dalam kekristenan ada istilah Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh dan Bunda Allah”.





HuiosTouiesou: “Mengapa penting mengetahui bahwa nama Allah dalam Islam adalah nama pribadi? ... 5. Agar direnungkan lebih jauh, mengapa kekristenan di Indonesia selalu berada dalam tekanan roh intimidasi, sementara penyataan Alkitab mengatakan bahwa kita lebih dari pemenang (Rm 8:37; 1Kor 15:57; 2Kor 2:14; Ef 1:22), walaupun tentu saja konotasi menang bagi kita bukanlah menang dalam perang fisik (Ef 6:12)” - “Kontroversi nama ‘Allah’”, hal 11,12.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1) Adalah omong kosong kalau penggunaan kata ‘Allah’ oleh umat Kristen menyebabkan pertentangan Kristen dengan Islam.


Pertentangan yang ada antara orang Islam dan orang Kristen itu disebabkan oleh doktrin-doktrin yang memang bertentangan seperti Allah Tritunggal, keilahian Kristus, keselamatan oleh iman saja, Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga dan sebagainya. Buktinya di negara Barat seperti Eropah dan Amerika, yang tidak menggunakan kata ‘Allah’, juga ada pertentangan, bahkan permusuhan, antara Kristen dengan Islam.


Kekristenan di Cina dsb menggunakan nama Yahweh, tetapi kok juga ditindas? Bahkan kekristenan pada jaman Yesus dan rasul-rasul juga begitu! Rupanya penulis-penulis bodoh yang saya kutip di atas tak pernah membaca kata-kata Yesus sebagai berikut:


· Yoh 15:18-21 - “(18) ‘Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. (19) Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. (20) Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti perkataanmu. (21) Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena namaKu, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku”.


· Yoh 16:1-4a - “(1) ‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku. (4a) Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu.’”.


· Mat 10:24-25 - “(24) Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (25) Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya”.





2) Kalau kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa penggunaan kata ‘Allah’ oleh orang Kristen membingungkan orang Islam, maka saya jawab:





a) Saya pernah 4 x khotbah di depan orang Islam, dan saya menggunakan kata ‘Allah’, dan itu sama sekali tidak membingungkan mereka ataupun membuat mereka marah. Kalau ada sebagian (kecil) umat Islam yang keberatan, mereka tidak mewakili semua umat Islam, yang pada umumnya tidak keberatan.





b) Orang Islam bingung atau tidak itu bukan urusan kita. Dan sangat tidak masuk akal kalau karena mereka bingung lalu kita mesti membuang kata ‘Allah’ yang sudah kita pakai lebih dulu. Bagaimana kalau suatu kali muncul agama baru yang menggunakan nama YAHWEH, dan mereka bingung kalau kita menggunakan nama ‘Yahweh’, apakah kita juga harus membuang nama Yahweh itu?





3) Kalau memang ada orang Islam yang keberatan, seperti orang-orang Islam di Malaysia, maka saya menganggap mereka yang salah dan mau ‘sak karepe dewe’ (= semaunya sendiri), karena seperti telah saya jelaskan di atas, orang Kristen Arab sudah menggunakan kata ‘Allah’ bahkan sebelum Islam ada!





4) Kebanyakan orang-orang Islam sendiri mengatakan bahwa kata ‘Allah’ berarti ‘the God’ (= sang Allah), bukan nama pribadi / nama diri.





5) Yakub Sulistyo mengatakan bahwa ada orang-orang kristen yang berusaha menabrakkan mereka dengan umat Islam.


Yakub Sulistyo: “Umat Nasrani di Indonesia yang memunculkan Nama Yahweh sebagai Nama Tuhannya, dianggap sesat, sekte atau bidat, kelompok sempalan, kelompok kurang cerdas yang bikin onar, ‘Saksi Yehuwa’ yang berganti baju dan sebagainya, karena menghilangkan kata ‘Allah’ dan ‘ALLAH’ dari terjemahan Kitab Suci terbitan Lembaga Alkitab Indonesia serta mengganti beberapa bagian dari kata ‘Tuhan’ dan ‘TUHAN’. Akibat tindakan tersebut rupanya menyebabkan gereja-gereja dan sinode-sinode di Indonesia ‘Shock’ berat sehingga berupaya untuk meredam sekuat tenaga dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah membenturkan gerakan baru tersebut kepada ormas Islam dengan alasan menghina agama Islam karena dikatakan ‘membuang’ Allah dan membenturkannya juga kepada Pemerintah Republik Indonesia karena dianggap membuat resah. Hal itu penulis alami sendiri ketika bulan Agustus 2001 mulai mengajarkan kepada jemaat yang digembalakannya di Gereja Bethel Indonesia ‘Yerikho’ Ambarawa, sehingga penulis dipecat dari Sinode Gereja Bethel Indonesia dan disidang oleh Muspika, Linmas, Depag, dan harus berurusan dengan DPRD dan Bupati Kab. Semarang, bahkan sampai ke Laskar Jihad. Namun dengan penjelasan yang disampaikan justru mereka semua dapat menerima gerakan tersebut”.





Tetapi kalau dilihat dari kata-katanya yang di atas tadi, maka kelihatannya Pdt. Yakub Sulistyo ini yang berusaha membenturkan orang Kristen yang masih menggunakan kata ‘Allah’ dengan umat Islam! Kalau ini benar, maka orang licik ini betul-betul merupakan seorang pengkhianat dalam kristen! Ia adalah Yudas Iskariot abad 21!





VI) Kalau kata ‘Allah’ merupakan terjemahan dari kata ‘God’, maka seharusnya semua agama menerima kata ‘Allah’ itu.





Yakub Sulistyo:


“Jika ‘ALLAH’ maupun ‘Allah’ menjadi bahasa Indonesia, seharusnya memiliki persepsi yang sama diantara suku, bahasa dan agama di Indonesia, seperti ‘KURSI’ yang diadopsi dari bahasa Arab ‘AL KURSI’ dikalangan suku, bahasa dan agama di Indonesia memiliki persepsi yang sama. Terbukti persepsi kata ‘ALLAH’ maupun ‘Allah’ dari agama Islam dan Kristen saja berbeda, dan kalangan Hindu dan Budha tidak pernah memakai kata ‘Allah’ maupun ‘ALLAH’ sebagai bahasa Indonesia untuk sinonim kata ‘Tuhan’”.


“Allah bukan bahasa Indonesia atau sesuai budaya Indonesia. Sangat disayangkan jika para theolog Indonesia menganggap bahwa kata Allah merupakan bahasa Indonesia untuk sinonim atau padanan kata dari kata Tuhan atau sudah menjadi budaya Indonesia. a. Tidak bisa diterima oleh semua agama. Untuk mengadopsi suatu kata asing menjadi bahasa Indonesia, seharusnya memenuhi kriteria-kriterianya yaitu bisa diterima oleh semua suku dan agama di Indonesia. Misalkan ‘Kursi’ yang berasal dari bahasa Arab ‘alkursi’ (ﺃﻠﮑﺭﺴﻲ, ) semua agama dan golongan di Indonesia mempunyai persepsi yang sama untuk arti dari kata tersebut. Sedangkan kata ‘Allah’ tidak pernah dipakai oleh agama Hindu dan agama Budha di Indonesia dan di belahan dunia manapun untuk sinonim dari kata ‘Tuhan’. Dengan adanya kesalahan penerjemahan tersebut telah membuat perbedaan persepsi antara umat Islam dan Kristen tentang kata ‘Allah’. Jadi kata ‘Allah’ itu bukan ‘BAHASA INDONESIA’ melainkan ‘NAMA DIRI’ b. Sila Pertama tidak bisa diubah. Jika Allah adalah bahasa Indonesia untuk padanan kata / sinonim dari kata Tuhan, sila pertama Pancasila yang berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa.’ dapat diubah menjadi ‘Keallahan Yang Maha Esa.’”.





Kristian Sugiyarto: “Padahal kalau Kata ‘Allah’ yang telah dipahami oleh sebagian orang Kristen yang menolak nama Yahweh sebagai pengganti kata ‘Tuhan’, seharusnya disadari bahwa pemahaman tersebut tidak sah, melainkan terkesan dipaksakan, sebab orang yang beragama Budha dan Hindu tidak menerima kata ‘Allah’ sebagai pengganti kata ‘Tuhan’ dalam pemahaman mereka berbahasa Indonesia”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Ini argumentasi yang sangat konyol dan tolol. Saya akan memberikan beberapa jawaban berkenaan dengan argumentasi tolol ini:





1) Apa pedulinya dengan orang-orang beragama lain, apakah mereka mau terima kata ‘Allah’ atau tidak. Mereka juga tidak mau terima YAHWEH sebagai nama Allah!





2) Yakub Sulistyo memberikan contoh / illustrasi yang sangat tidak cocok. Mengapa? Karena kata ‘kursi’ bukan kata yang berurusan dengan agama / theologia, sedangkan kata ‘Allah’ merupakan kata yang berurusan dengan agama / theologia. Jadi tentu sangat berbeda.





3) Kalau kata ‘Allah’ tidak boleh diterima sebagai terjemahan dari ‘God’ ataupun ‘Tuhan’, karena agama-agama lain tidak menggunakannya untuk Allah mereka, lalu bagaimana dengan contoh-contoh di bawah ini?


a) Kata ‘dewa’ yang jelas digunakan oleh orang beragama Hindu. Ini juga merupakan kata yang diambil / diadopsi dari bahasa asing, mungkin dari kata Sansekerta ‘deva’. Kita / orang Kristen, dan bahkan orang Islam, juga tidak akan mau menyebut Allah / Tuhan kita dengan sebutan ‘dewa’, bukan? Jadi, itu juga harus dianggap sebagai terjemahan yang tidak sah, atau harus dianggap sebagai bukan kata bahasa Indonesia?


b) Kata ‘Amin’. Apakah hindu, buddha, khong hu cu juga memakainya?


c) Bagaimana dengan istilah pendeta, pastor, kyai, biksu, pedanda dsb? Setiap agama berbeda, dan karena itu haruskah kita menyimpulkan bahwa kata-kata itu bukan kata-kata bahasa Indonesia?


d) Bagaimana dengan istilah gereja, mesjid / masjid, kuil, wihara, kelenteng dsb? Dalam hal inipun semua agama berbeda-beda dalam menyebut tempat ibadahnya. Jadi, haruskah disimpulkan bahwa kata-kata itu bukan kata-kata bahasa Indonesia?


e) Bagaimana dengan kata-kata / istilah-istilah seperti ‘firman’, ‘Injil’, ‘nabi’, ‘rasul’, ‘surga / nirwana’, ‘imam’, dsb?


Dalam semua istilah-istilah ini agama-agama yang ada berbeda penggunaannya. Lalu, karena adanya ketidak-setujuan antar agama ini, apakah kata-kata itu juga harus dianggap sebagai bukan kata-kata bahasa Indonesia?





VII) Menghubungkan penggunaan nama YAHWEH dan pembuangan kata ‘Allah’ dengan keselamatan seseorang.





Yakub Sulistyo: “Kalau ada orang Kristen yang setia dan taat kepada Tuhan padahal belum mengenal Nama Yahweh tetapi sudah meninggal, baik meninggal karena sudah tua atau meninggal disebabkan karena apapun, karena ia sudah menerima Tuhan Yeshua sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi, tentu saja orang tersebut SELAMAT dan PASTI masuk surga, kenapa... karena yang menyelamatkan adalah Tuhan dan juru selamat dan karena nama sesembahan lain yang selama itu disebut, diyakininya sebagai sebutan untuk mengganti atau sinonim dari kata TUHAN saja ...karena tidak tahu ya tidak masalah. Namun jika Anda sudah diberi pengertian tentang siapakah Yahweh, dan siapakah Allah yang adalah Nama Dewa jaman Pra Islam dan juga telah dijadikan sebagai Tuhannya umat Islam, tetapi Anda menolak Yahweh, maka Firman Tuhan dalam kitab Ibrani 10:26 akan berlaku bagi Anda, yang bunyinya ‘Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.’ Artinya sudah diberitahu tetapi tidak mau tahu”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1) Dari kata-kata Yakub Sulistyo di atas ini saya menyimpulkan bahwa ia sudah mengganti Injil yang ada dalam Alkitab kita dengan ajaran tentang keharusan menggunakan nama ‘Yahweh’ dan larangan menggunakan kata ‘Allah’! Ini adalah Injil yang lain / Injil yang berbeda, dan rasul Paulus mengatakan ‘Terkutuklah orang yang memberitakan Injil yang lain / berbeda’!


Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.





2) Yakub Sulistyo mengatakan bahwa orang kristen yang belum mendengar tentang ajaran Yahweh-isme tetap selamat. Tetapi kalau orang kristen itu lalu mendengar ajaran Yahweh-isme ini, dan tidak mempercayainya, maka ia dianggap berbuat dosa sengaja (bdk. Ibr 10:26), dan ia menjadi tidak selamat.


Kalau begitu, keselamatan seseorang bisa hilang gara-gara mendengar ajaran Yahweh-isme! Seseorang yang tadinya sudah selamat (karena belum tahu) lalu diberi tahu (tentang ajaran Yahweh-isme) tetapi tak percaya, maka ia kehilangan keselamatannya. Kalau begitu, dari pada menghancurkan keselamatan banyak orang, para Yahwehisme ini lebih baik menghentikan saja ajarannya!





3) Juga keselamatan seseorang menjadi tergantung pada pengertian tentang bahasa Arab, karena untuk bisa yakin kan harus mengerti. Dan argumentasi tentang kata ‘Allah’ menggunakan bahasa Arab. Kalau tak mengerti bahasa Arab, tak mungkin mengerti argumentasinya sehingga tak mungkin yakin, sehingga tak mungkin selamat juga. Mengapa dalam Kitab Suci tak ada kata-kata ‘Berbahagialah orang Arab!’?





4) Saya tidak ingin memberikan exposisi tentang Ibr 10:26, tetapi sedikit penjelasan saja. Ayat itu pasti tidak berarti bahwa orang yang melakukan dosa sengaja tidak bisa diampuni. Mengapa? Karena saya yakin bahwa tidak ada orang kristen yang tidak pernah melakukan dosa dengan sengaja. Bahkan saya berpendapat bahwa mayoritas dosa adalah dosa sengaja. Jadi, kalau ayat itu artinya memang seperti itu, semua orang kristen pasti masuk neraka.











-o0o-







Larangan menggunakan nama ‘Yesus’



Kelompok ini bukan hanya melarang penggunaan kata ‘Allah’ dan mengharuskan penggunaan / pengembalian nama ‘Yahweh’, tetapi juga melarang penggunaan nama ‘Yesus’ dalam bahasa Indonesia maupun ‘Jesus’ dalam bahasa Inggris! Mereka menghendaki penggunaan nama ‘Yeshua’ atau ‘Yahshua’ bagi ‘Yesus / Jesus’!





I) Penolakan terhadap nama ‘Jesus’ / ‘Yesus’.





1) Ada yang menolak nama ‘Yesus’ karena menganggap bahwa nama ‘Yesus’ itu berhubungan dengan nama dewa Zeus.





Gary Mink (internet): “THE NAME ‘JESUS’ ETYMOLOGICALLY DERIVES FROM THE NAME ‘ZEUS’. A long held and regularly used false teaching among more than half of sacred name movement assemblies and individuals is that the Greek word for ‘Jesus’ means ‘son of Zeus’ or has a meaning otherwise connected with or derived from the word ‘Zeus’. There are a number of variations on this fanciful teaching, a favorite being that ‘Jesus’ means ‘Healing Zeus’” (= NAMA ‘YESUS’ DITINJAU DARI ILMU ASAL USUL KATA DITURUNKAN DARI NAMA ‘ZEUS’. Suatu ajaran salah / palsu yang sudah lama dipercaya dan biasa digunakan di antara lebih dari setengah dari perkumpulan-perkumpulan dan individu-individu dari gerakan nama kudus, adalah bahwa kata Yunani untuk ‘Yesus’ berarti ‘anak / putra dari Zeus’ atau mempunyai suatu arti yang dengan cara lain dihubungkan dengan atau diturunkan dari kata ‘Zeus’. Ada sejumlah variasi dari ajaran yang penuh daya khayal ini, dan yang paling disukai adalah bahwa ‘Yesus’ berarti ‘Zeus yang menyembuhkan’).


Catatan: ini bukan pandangan Gary Mink, tetapi pandangan dari kelompok Yahweh-isme yang dikutip oleh Gary Mink.





Seorang dari kelompok Yahweh-isme juga menghubungkan nama ‘Yesus’ dengan dewa Zeus, tetapi dengan cara yang agak berbeda.





Inilah kata-katanya: “The original Hebrew or Jewish Name of the professing Jewish Messiah, who was accepted as such by a certain section (some 3000 souls) of Israel, at and after His Appearance in Israel, some 2000 years ago. To them He was known as YAHU’SHUAH (abbreviated: Y’SHUAH, also pronounced YEHOSHUA or YESHUA). In time, over the first few centuries after Messiah, His Name was gradually changed to ‘Je-Zeus Khristos’ by the pagan masses who converted and joined the originally Jewish Messianic Sect. Out of this, Christianity was born, which was a mixture of originally pure Judaism, and gradually, progressive influences of pagan customs and traditions, together with a growing tide of an anti-Semitic spirit. This was greatly due to the instigation of influential leaders like Constantine the Great, who was a Zeus worshipper, and who purportedly converted to Christianity. It was also a natural process as a result of the infiltration of followers of the sun god, Zeus, into the Christian ranks. Even the name of their pagan idol ‘Zeus’ was applied to their new-found Jewish Messiah - and Y’Shuah (the abbreviated transliteration of YAHU’SHUAH), became ‘Y’Zeus’ or Je-Zeus - which became ‘Jesus’ in English” [= Nama asli Ibrani atau Yahudi dari orang-orang yang mengakui Mesias Yahudi, yang diterima seperti itu oleh suatu bagian tertentu (sekitar 3000 jiwa) dari Israel, pada dan setelah pemunculanNya di Israel, sekitar 2000 tahun yang lalu. Bagi mereka Ia dikenal sebagai YAHU’SHUAH (disingkat: Y’SHUAH, juga diucapkan YEHOSHUA atau YESHUA). Lambat laun, melewati beberapa abad pertama setelah Mesias, NamaNya perlahan-lahan diubah menjadi ‘Ye-Zeus Khristos’ oleh massa kafir yang bertobat dan bergabung dengan Sekte Mesias Yahudi. Dari sini, kekristenan dilahirkan, yang merupakan suatu campuran dari Yudaisme murni yang semula, dan perlahan-lahan, pengaruh-pengaruh kebiasaan dan tradisi kafir, bersama-sama dengan suatu arus yang bertumbuh dari suatu semangat anti Semitik. Ini sangat disebabkan oleh dorongan dari pemimpin-pemimpin yang berpengaruh seperti Konstantin yang Agung, yang adalah seorang penyembah Zeus, dan yang secara palsu bertobat masuk kekristenan. Itu juga merupakan suatu proses alamiah sebagai hasil dari penyusupan dari pengikut-pengikut dari dewa matahari, Zeus, ke dalam barisan kekristenan. Bahkan nama dari berhala kafir ‘Zeus’ diterapkan kepada Mesias Yahudi mereka yang baru ditemukan - dan Y’Shuah (transliterasi singkatan dari YAHU’SHUAH), menjadi ‘Y’Zeus’ atau Ye-Zeus - yang menjadi ‘Jesus’ dalam bahasa Inggris].





2) Ada yang menolak nama ‘Yesus’ itu karena menganggap bahwa nama ‘Yesus’ itu berhubungan dengan setan atau binatang dalam Wah 13.





Gary Mink (internet): “They do not sing, pray, preach, or speak using the name of Jesus, unless it is to denounce that name. One of their number has concisely said that it is a sin to say the name Jesus and that the name of Jesus has been and is being used by the devil. Some of them refusing to say the name, refer to Jesus as the j- word. One goes so far as to proclaim the name of Jesus is the mark of the beast” (= Mereka tidak menyanyi, berdoa, berkhotbah, atau berbicara menggunakan nama Yesus, kecuali untuk mencela nama itu. Salah seorang dari mereka telah dengan ringkas berkata bahwa merupakan suatu dosa untuk mengatakan nama Yesus dan bahwa nama Yesus telah dan sedang digunakan oleh setan. Sebagian dari mereka menolak untuk mengatakan nama itu, menunjuk kepada Yesus sebagai kata y-. Ada seorang yang berjalan begitu jauh dengan menyatakan bahwa nama Yesus adalah tanda dari sang binatang).


Catatan: ‘binatang’ di sini jelas menunjuk pada binatang dari Wah 13.





II) Perubahan dari ‘Yesus’ menjadi ‘Yahshua’.





Kalau mau menggunakan nama Ibrani dari Yesus maka seharusnya digunakan ‘Yosua’. Tetapi dalam suatu buku tafsiran yang disebut ‘Jewish New Testament Commentary’, yang pasti ditulis oleh seorang Yahudi, untuk nama ‘Yesus’ digunakan ‘Yeshua’. Saya sendiri tidak tahu dari mana bisa berubah dari ‘Yosua’ menjadi ‘Yeshua’. Dan kelihatannya yang sekarang paling banyak digunakan dalam kalangan Yahweh-isme, adalah nama ‘Yahshua’. Dari mana muncul nama ‘Yahshua’ ini? Ternyata nama ‘Yahshua’ ini mereka ‘ciptakan’ berdasarkan kata-kata Yesus dalam:





1) Yoh 17:11 - “Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”.





Mereka menafsirkan bahwa kata-kata ini berarti bahwa nama Bapa, yaitu ‘Yahweh’ telah diberikan kepada Yesus, dan karena itu dalam nama ‘Yesus’ harus terkandung nama ‘Yahweh’, atau sedikitnya kependekan dari nama itu.





Kristian Sugiyarto: “salah satu signifikansi pernyataan-Nya adalah bahwa Ia membawa nama Bapa (Yoh. 17:11), yakni YHWH, “… Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu (yaitu nama-Mu) yang telah Engkau berikan kepada-Ku, …” Dan memang benar bahwa nama YHWShuA yang berarti YHWH menyelamatkan, paling tidak membawa nama Bapa, yakni YaH atau Yahu” - dari internet (disimpan dengan nama file ‘Ezra_YHWH3’).





2) Yoh 5:43 - “Aku datang dalam nama BapaKu dan kamu tidak menerima Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia”.





Mereka menafsirkan bahwa ayat ini berarti bahwa dalam nama Yesus harus ada nama Bapa, yaitu ‘Yahweh’, dan karena itu mereka mengubah ‘Yosua’ atau ‘Yeshua’ menjadi ‘Yahshua’, dimana ‘Yah’ merupakan kependekan dari ‘Yahweh’.





Kristian Sugiyarto: “Sementara itu Yahshua menyatakan: “I am come in My Father’s Name, ....” (Yoh.5:43). Jika nama Bapa diganti TUHAN atau ALLAH dan AnakNya menjadi Yesus, kedua nama Bapa-Anak ini sama sekali tidak mengandung arti bahwa Anak membawa nama Bapa-Nya”.





Gary Mink (internet): “1.) Some of these teachers, ... go so far as to claim that this verse proves the Savior while on earth was called by the name Yahweh. To these teachers, to come in the name of someone is to be called by that person’s name. Nothing could be further from the truth. 2.) Other sacred name teachers are happy to say the verse proves the true name our Savior was called had at least some form of the name Yahweh in it. By their logic, Jesus’ true name had to be Yah-shua or some other rendering of this name that has Yah at the first. These teachers see no necessity in his name being Yahweh. By this argument, it is supposed that the verse means the name of our Lord merely has in it the abbreviated form of Yahweh - Yah. Well, maybe this is just as far from the truth as number one” [= 1.) Sebagian dari guru-guru ini, ... berjalan begitu jauh dengan mengclaim bahwa ayat ini (maksudnya Yoh 5:43) membuktikan bahwa sang Juruselamat pada waktu hidup di bumi dipanggil dengan nama Yahweh. Bagi guru-guru ini, datang dalam nama seseorang berarti dipanggil dengan nama orang itu. Tidak ada yang lebih jauh dari kebenaran dari hal ini. 2.) Guru-guru nama kudus yang lain cukup puas untuk mengatakan bahwa ayat ini membuktikan bahwa nama yang benar dengan mana Juruselamat kita dipanggil setidaknya mempunyai suatu bentuk dari nama Yahweh di dalamnya. Dengan logika mereka, nama yang benar dari Yesus harus adalah Yah-shua atau beberapa terjemahan dari nama ini yang mempunyai ‘Yah’ di awalnya. Guru-guru ini tidak melihat keharusan bahwa namaNya adalah Yahweh. Dengan argumentasi ini, dianggap bahwa ayat ini berarti bahwa nama Tuhan kita hanya mempunyai di dalamnya bentuk singkatan dari Yahweh yaitu Yah. Ya, ini mungkin sama jauhnya dari kebenaran seperti yang nomor satu].


Catatan: bagian yang saya beri garis bawah ganda maksudnya adalah: mereka tidak mengharuskan bahwa dalam nama ‘Yesus’ itu ada nama ‘Yahweh’ sepenuhnya. ‘Yah’ sudah dianggap cukup. Tetapi rupa-rupanya tak semua mereka sepakat dengan hal ini, karena ada yang memberikan awalan ‘Yhwh’ bagi nama ‘Yesus’ itu. Perhatikan kata-kata Gary Mink di bawah ini.





Gary Mink (internet): “Jesus is called Yahshua by most sacred name folks. But, more and more are beginning to use Yahushua. By some he is called Yasha, by some Yeshua, by some Yaohushua, by some Y’shua, by some Iahushua, by others Yehoshua, YAHVAHSHUA, and even Yhwhhoshua” (= Yesus disebut / dipanggil Yahshua oleh kebanyakan orang-orang nama kudus. Tetapi makin lama makin banyak yang mulai menggunakan Yahushua. Oleh beberapa orang Ia disebut / dipanggil Yasha, oleh beberapa orang Yeshua, oleh beberapa orang Yaohushua, oleh beberapa orang Y’shua, oleh beberapa orang Iahushua, oleh beberapa orang yang lain Yehoshua, YAHVAHSHUA, dan bahkan Yhwhhoshua).





III) Mereka menghubungkan pengucapan yang benar dan tepat dari nama Yesus itu dengan keselamatan!





Jadi, sama seperti dalam pembahasan tentang keharusan pengembalian nama ‘Yahweh’ dan larangan menggunakan kata ‘Allah’, kelompok Yahweh-isme ini menghubungkannya dengan keselamatan, maka di sini mereka melakukan hal yang sama. Pengucapan yang benar dan tepat dari nama ‘Yesus’ itu mereka hubungkan dengan keselamatan!





Gary Mink (internet): “It became their belief that God’s people must call him only by his Old Testament name in Hebrew. This is most often pronounced, ‘Yahweh.’ They also came to believe ‘Jesus’ cannot be called ‘Jesus.’ He must be called by a Hebrew name, ‘Yahshua.’ (Pronunciations of both names differ within the movement.) It is generally taught that salvation is dependent upon pronouncing these names properly and exactly” [= Menjadi kepercayaan mereka bahwa umat Allah harus menyebut / memanggil Dia hanya dengan nama Perjanjian LamaNya dalam bahasa Ibrani. Ini paling sering diucapkan ‘Yahweh’. Mereka juga menjadi percaya bahwa ‘Yesus’ tidak bisa disebut / dipanggil ‘Yesus’. Ia harus disebut / dipanggil oleh suatu nama Ibrani ‘Yahshua’ (pengucapan dari kedua nama berbeda-beda dalam gerakan ini.) Pada umumnya diajarkan bahwa keselamatan tergantung pada pengucapan kedua nama itu secara benar dan tepat].





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





1) Penghubungan penyebutan nama ‘Yesus’ secara benar dan tepat dengan keselamatan, jelas merupakan ajaran sesat. Ini menunjukkan bahwa mereka mengajarkan doktrin sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan oleh perbuatan baik).


Ini jelas bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang menekankan keselamatan karena iman saja, seperti Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.





Lucunya, dalam kalangan Yahweh-isme sendiri tidak ada kesepakatan tentang bagaimana cara yang tepat dan benar untuk mengucapkan nama ‘Yesus’ itu.





Gary Mink (internet): “It became their belief that God’s people must call him only by his Old Testament name in Hebrew. This is most often pronounced, ‘Yahweh.’ They also came to believe ‘Jesus’ cannot be called ‘Jesus.’ He must be called by a Hebrew name, ‘Yahshua.’ (Pronunciations of both names differ within the movement.) It is generally taught that salvation is dependent upon pronouncing these names properly and exactly. However, it is no easy matter to find two groups in the movement which pronounce the names the same way” [= Menjadi kepercayaan mereka bahwa umat Allah harus menyebut / memanggil Dia hanya dengan nama Perjanjian LamaNya dalam bahasa Ibrani. Ini paling sering diucapkan ‘Yahweh’. Mereka juga menjadi percaya bahwa ‘Yesus’ tidak bisa disebut / dipanggil ‘Yesus’. Ia harus disebut / dipanggil oleh suatu nama Ibrani ‘Yahshua’ (pengucapan dari kedua nama berbeda-beda dalam gerakan ini.) Pada umumnya diajarkan bahwa keselamatan tergantung pada pengucapan kedua nama itu secara benar dan tepat. Tetapi, bukanlah persoalan yang mudah untuk menemukan dua kelompok dalam gerakan itu yang mengucapkan nama-nama itu dengan cara yang sama].





Yakub Sulistyo menggunakan ‘Yeshua’, Kristian Sugiyarto menggunakan ‘Yahshua’ atau ‘Y’Shua’, sedangkan Teguh Hindarto mula-mula menggunakan ‘Yesua’, tetapi belakangan juga menggunakan ‘Yahshua’. Yang mana yang benar?


Bukankah lucu dan tolol, kalau mereka mengatakan bahwa keselamatan tergantung pada pengucapan yang benar dari nama Yesus itu tetapi ternyata dalam kalangan mereka sendiri tak ada keseragaman bagaimana mengucapkan nama tersebut, dan bahkan satu orang bisa mempunyai pengucapan yang berbeda tentang nama itu?





2) Tentang larangan menggunakan nama ‘Yesus’.





a) Nama ‘Yesus’ tak ada hubungannya sama sekali dengan nama dewa Zeus.


Saya beranggapan bahwa kelompok ini ahli dalam menciptakan suatu khayalan yang gila, yang sudah terbukti pada saat mereka mengatakan bahwa Perjanjian Baru asli ada dalam bahasa Ibrani. Sekarang mereka mengatakan bahwa nama ‘Yesus’ berhubungan dengan nama dewa Zeus, suatu kegilaan dan khayalan yang kurang lebih sama.


Kalau memang ada hubungan antara nama ‘Yesus’ dengan nama dewa Zeus, mengapa tidak pernah ada Encyclopedia manapun yang mengatakan hal itu? Seandainya ada, saya yakin mereka sudah mengutipnya. Bahwa mereka tidak memberikan kutipan pendukung dari Encyclopedia manapun, sudah menunjukkan bahwa memang tidak ada Encyclopedia yang mengatakan demikian.





b) Nama ‘Yesus’ dipakai oleh setan, dan berhubungan dengan binatang dalam Wah 13.


Kalau dilihat dari kutipan di atas, tuduhan ini sama sekali tak diberi dasar apapun. Kasarnya, ini adalah tuduhan dari orang yang ‘asal mangap’ (asal mengangakan mulut), dan karena itu saya tak merasa perlu menanggapi kata-kata gila seperti ini.





3) Perubahan nama ‘Yesus’ menjadi ‘Yahshua’.


Tadi sudah kita lihat bahwa mereka menggunakan Yoh 17:11 dan Yoh 5:43 sebagai dasar perubahan ini. Sekarang, mari kita melihat dan membahas kedua ayat yang mereka gunakan ini.





a) Yoh 17:11 - “Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”.





Adam Clarke: “‎By the name, here, it is evident that the doctrine or knowledge of the true God is intended; as if our Lord had said, Keep them in that doctrine which thou hast given me, that they may be one, etc” (= Dengan ‘nama’ di sini, adalah jelas bahwa doktrin atau pengetahuan / pengenalan tentang Allah yang benar yang dimaksudkan; seakan-akan Tuhan kita telah berkata: Peliharalah mereka dalam doktrin / ajaran yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, dsb).





Barnes’ Notes: “It is literally ‘keep in thy name.’ And if the term name be taken to denote God himself and his perfections (see the note at John 17:6), it means ‘keep in the knowledge of thyself. Preserve them in obedience to thee and to thy cause. Suffer them not to fall away from thee and to become apostates.’” (= Secara hurufiah itu adalah ‘peliharalah dalam namaMu’. Dan jika istilah ‘nama’ diartikan untuk menunjuk kepada Allah sendiri dan kesempurnaanNya (lihat catatan pada Yoh 17:6), itu berarti ‘peliharalah dalam pengetahuan / pengenalan tentang diriMu sendiri. Pelihara / jaga mereka dalam ketaatan kepadaMu dan perkaraMu. Jangan biarkan mereka meninggalkanMu dan menjadi murtad’).





Matthew Henry: “‘Keep them through thine own name.’ That is, (1.) Keep them for thy name’s sake; so some. ‘Thy name and honour are concerned in their preservation as well as mine, for both will suffer by it if they either revolt or sink.’ The Old Testament saints often pleaded, for thy name’s sake; and those may with comfort plead it that are indeed more concerned for the honour of God’s name than for any interest of their own. (2.) Keep them in thy name; so others; the original is so, ‎EN TO ONOMATI‎. ‘Keep them in the knowledge and fear of thy name; keep them in the profession and service of thy name, whatever it cost them. Keep them in the interest of thy name, and let them ever be faithful to this; keep them in thy truths, in thine ordinances, in the way of thy commandments.’ (3.) Keep them by or through thy name; so others. ‘Keep them by thine own power, in thine own hand; keep them thyself, undertake for them, let them be thine own immediate care. Keep them by those means of preservation which thou hast thyself appointed, and by which thou hast made thyself known. Keep them by thy word and ordinances; let thy name be their strong tower, thy tabernacle their pavilion.’” (= ‘Peliharalah mereka melalui namaMu sendiri’. Artinya, 1. Jaga / peliharalah mereka demi namaMu; demikianlah beberapa orang mengartikan. ‘Nama dan kehormatanMu yang diperhatikan dalam pemeliharaan mereka maupun diriKu sendiri, karena keduanya akan menderita olehnya jika mereka memberontak atau tenggelam’. Orang-orang suci Perjanjian Lama sering memohon, demi namaMu; dan mereka bisa dengan senang memohon kalau mereka memang lebih memperhatikan kehormatan nama Allah dari pada kepentingan diri mereka sendiri. 2. Peliharalah mereka dalam namaMu; demikianlah yang lain mengartikan; dalam bahasa aslinya memang demikian, EN TO ONOMATI. ‘Peliharalah mereka dalam pengetahuan / pengenalan dan rasa takut terhadap namaMu; peliharalah mereka dalam pengakuan dan pelayanan terhadap namaMu, apapun ongkos yang harus mereka bayar. Peliharalah mereka dalam kepentingan namaMu, dan biarlah mereka selalu setia pada hal ini; peliharalah mereka dalam kebenaranMu, dalam peraturanMu, dalam jalan dari perintahMu’. 3. Peliharalah mereka oleh atau melalui namaMu; demikianlah orang lain mengartikan. ‘Peliharalah mereka oleh kuasaMu sendiri, dalam tanganMu sendiri; peliharalah mereka oleh diriMu sendiri, usahakanlah untuk mereka, hendaklah mereka menjadi perhatian langsungMu sendiri. Peliharalah mereka oleh cara-cara pemeliharaan yang telah Engkau tetapkan sendiri, dan dengan mana Engkau membuat diriMu sendiri dikenal. Peliharalah mereka dengan firman dan peraturan-peraturan; hendaklah namaMu menjadi menara yang kuat bagi mereka, dan kemahMu menjadi pondok mereka’.).





Jadi, kelihatannya memang ada banyak penafsiran tentang ayat ini, tetapi tidak ada yang menafsirkan bahwa ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama ‘Yahweh’. Ini memang logis / masuk akal, karena kalau ‘nama’ dalam Yoh 17:11 betul-betul berarti ‘nama pribadi’, yaitu ‘Yahweh’, lalu bagaimana kita menafsirkan kata-kata ‘peliharalah mereka dalam namaMu’ (Yoh 17:11a)?





b) Yoh 5:43 - “Aku datang dalam nama BapaKu dan kamu tidak menerima Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia”.





Adam Clarke: “‘I am come in my Father’s name’. With all his influence and authority. Among the rabbis, it was essential to a teacher’s credit that he should be able to support his doctrine by the authority of some eminent persons who had gone before. Hence, the form, Coming in the name of another. ‘If another shall come in his own name’. Having no divine influence, and no other authority than his own,” (= ‘Aku datang dalam nama BapaKu’. Dengan semua pengaruh dan otoritasNya. Di antara para rabi, merupakan sesuatu yang penting bagi guru itu untuk mendapat pengakuan / penghargaan bahwa ia harus bisa mendukung ajarannya dengan otoritas dari beberapa orang menonjol yang telah datang sebelumnya. Karena itu, ada bentuk ‘datang dalam nama orang lain’. ‘Jikalau orang lain datang atas namanya sendiri’. Tidak mempunyai pengaruh ilahi, dan tidak ada otoritas lain dari pada otoritasnya sendiri).





Barnes’ Notes: “‘I am come in my Father’s name’. By the authority of God; or giving proof that I am sent by him. ‘If another shall come in his own name’. A false teacher setting up himself, and not even pretending to have a divine commission” (= ‘Aku datang dalam nama BapaKu’. Dengan otoritas Allah; atau memberikan bukti bahwa Aku diutus oleh Dia. ‘Jikalau orang lain datang atas namanya sendiri’. Seorang guru palsu menetapkan dirinya sendiri, dan bahkan tidak berpura-pura mempunyai pengutusan ilahi).





International Standard Bible Encyclopedia, Revised Edition (dengan topik ‘name’): “God sent people to speak ‘in his name’ (Jer 11:21; 14:14; etc.). This sharing of His name with others meant that the message they spoke was spoken under inspiration, with authority, by divine appointment, and thus was to be heard as the word of the Lord and responded to accordingly” [= Allah mengutus orang-orang untuk berbicara ‘dalam namaNya’ (Yer 11:21; 14:14; dsb). Pen-sharing-an namaNya dengan orang-orang lain berarti bahwa berita yang mereka ucapkan diucapkan di bawah pengilhaman, dengan otoritas, dengan penetapan ilahi, dan dengan demikian harus didengarkan sebagai firman Tuhan dan ditanggapi sesuai dengan itu] - PC Study Bible version 5.


Yer 11:21 - “Sebab itu beginilah firman TUHAN tentang orang-orang Anatot yang ingin mencabut nyawaku dengan mengatakan: ‘Janganlah bernubuat demi nama TUHAN, supaya jangan engkau mati oleh tangan kami!’”.


Yer 14:14 - “Jawab TUHAN kepadaku: ‘Para nabi itu bernubuat palsu demi namaKu! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri”.





International Standard Bible Encyclopedia, Revised Edition (dengan topik ‘name’): “Jesus’ disciples prophesied ‘in his name’ (Matt 7:22), cast out demons ‘in his name’ (Luke 10:17), performed miracles ‘in his name’ (Mark 9:39), etc. With the use of this expression it becomes evident that the disciples spoke and acted like Jesus, in His place and with His authority, as did the prophets of Yahweh in the OT (see Acts 4:7-10). Similarly, the gospel is to be preached in all the world ‘in his name,’ i.e., by His authority, and thus be made effectual to save people (Luke 24:47), justify sinners (Acts 10:43), and forgive people their sins (1 John 2:12)” [= Murid-murid Yesus bernubuat ‘dalam namaNya’ (Mat 7:22), mengusir setan ‘dalam namaNya’ (Luk 10:17), melakukan mujijat ‘dalam namaNya’ (Mark 9:39), dsb. Dengan penggunaan ungkapan ini menjadi jelas bahwa murid-murid berbicara dan bertindak seperti Yesus, di tempatNya dan dengan otoritasNya, seperti yang dilakukan nabi-nabi Yahweh dalam Perjanjian Lama (lihat Kis 4:7-10). Mirip dengan itu, injil harus diberitakan di seluruh dunia ‘dalam namaNya’, yaitu, dengan otoritasNya, dan dengan demikian dibuat jadi efektif untuk menyelamatkan orang-orang (Luk 24:47), membenarkan orang-orang berdosa (Kis 10:43), dan mengampuni dosa orang-orang (1Yoh 2:12)] - PC Study Bible version 5.


Mat 7:22 - “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga?”. NIV: ‘in your name’ (= dalam namaMu).


Luk 10:17 - “Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: ‘Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.’”. NIV: ‘in your name’ (= dalam namaMu).


Mark 9:39 - “Tetapi kata Yesus: ‘Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi namaKu, dapat seketika itu juga mengumpat Aku”. NIV: ‘in my name’ (= dalam namaKu).


Kis 4:7-10 - “(7) Lalu Petrus dan Yohanes dihadapkan kepada sidang itu dan mulai diperiksa dengan pertanyaan ini: ‘Dengan kuasa manakah atau dalam nama siapakah kamu bertindak demikian itu?’ (8) Maka jawab Petrus, penuh dengan Roh Kudus: ‘Hai pemimpin-pemimpin umat dan tua-tua, (9) jika kami sekarang harus diperiksa karena suatu kebajikan kepada seorang sakit dan harus menerangkan dengan kuasa manakah orang itu disembuhkan, (10) maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati - bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu”. NIV: ‘by the name of Jesus Christ’ (= oleh nama Yesus Kristus).


Luk 24:47 - “dan lagi: dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem”. NIV: ‘in his name’ (= dalam namaNya).


1Yoh 2:12 - “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena namaNya”. NIV: ‘on account of his name’ (= karena namaNya).





Dari pembahasan kedua ayat di atas, terlihat bahwa kelompok Yahweh-isme ini melakukan kesalahan yang sama seperti dalam persoalan mengharuskan pengembalian nama ‘Yahweh’, yaitu dimana mereka mengartikan bahwa kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada ‘nama pribadi’. Padahal kata ‘nama’ bisa menunjuk pada diri orang yang mempunyai nama, atau pada kuasa orang itu, atau otoritas orang itu, dsb.





Kalau mereka tetap berkeras bahwa kata ‘nama’ harus betul-betul menunjuk pada ‘nama pribadi’ maka kita bisa menggunakan ayat-ayat yang dimana kata ‘nama’ tidak mungkin diartikan seperti itu. Misalnya, ayat seperti Mat 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.


Bagaimana mereka mempraktekkan baptisan? Apa yang mereka ucapkan pada saat membaptis? Dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus? Atau dengan nama Yahweh?





Gary Mink juga membuktikan kesalahan penafsiran di atas ini dengan membandingkannya dengan 1Sam 17:45 - “Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: ‘Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu”.





Apakah ayat ini membuktikan bahwa Daud juga disebut Yahweh, atau bahwa nama Daud juga harus mengandung kata Yahweh atau Yah dsb? Kalau mereka mengubah ‘Yesus’ / ‘Yosua’ menjadi ‘Yahshua’, mengapa mereka tidak mengubah nama ‘Daud’ menjadi ‘Yahud’?





4) Asal usul yang benar dari nama ‘Yesus’.





a) Nama ‘Yesus’ berasal dari nama ‘Yosua’.


Sebetulnya nama ‘Yesus’ dalam bahasa Ibrani adalah ‘Yosua’. Dalam LXX / Septuaginta, nama ‘Yosua’ (yang membawa Israel masuk ke dalam tanah Kanaan) ditransliterasikan ke dalam bahasa Yunani, dan menjadi IESOUS, nama yang sama yang digunakan untuk Yesus dalam bahasa Yunani. Dan dalam Perjanjian Baru nama ‘Yosua’ (yang membawa Israel masuk ke dalam tanah Kanaan) muncul dalam 2 ayat, yaitu:


· Kis 7:45 - “Kemah itu yang diterima nenek moyang kita dan yang dengan pimpinan Yosua dibawa masuk ke tanah ini, yaitu waktu tanah ini direbut dari bangsa-bangsa lain yang dihalau Allah dari depan nenek moyang kita; demikianlah sampai kepada zaman Daud”.


· Ibr 4:8 - “Sebab, andaikata Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain”.


Dan dalam Kis 7:45 kata Yunani yang digunakan untuk ‘Yosua’ itu adalah IESOU, yang merupakan bentuk genitive dari kata Yunani IESOUS. Dan dalam Ibr 4:8 kata Yunani yang digunakan untuk ‘Yosua’ adalah IESOUS.





b) Arti nama ‘Yesus’ memang sama dengan arti nama ‘Yosua’.





Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Jesus Christ’): “By the time the text of creed was established, this was the usual designation for the Saviour. Originally, of course, ‘Jesus’ had been his given name, meaning ‘Yahweh saves,’ or ‘Yahweh will save’ (see Matt. 1:21), while ‘Christ’ was the Greek translation of the title ‘Messiah.’” [= Pada saat text dari credo / Pengakuan Iman diteguhkan, ini merupakan nama / sebutan bagi sang Juruselamat. Tentu saja secara orisinil ‘Yesus’ adalah nama yang diberikan kepadaNya, yang berarti ‘Yahweh menyelamatkan’ atau ‘Yahweh akan menyelamatkan’ (lihat Mat 1:21), sedangkan ‘Kristus’ merupakan terjemahan Yunani dari gelar ‘Mesias’.].


Mat 1:21 - “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.’”.





Nelson’s Bible Dictionary: “‘Jesus’ ... Jehovah is salvation” (= ‘Yesus’ ... Yehovah adalah keselamatan).





Nama ‘Yesus’ ini memang sama artinya dengan nama ‘Yosua’.





Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Joshua’): “JOSH’UA (josh’ua); (Heb. yehoshua`, ‘Jehovah is salvation’), changed by Moses (Num. 13:16) from Hoshea, ‘salvation’ (13:8)” [= YOSH’UA (yosh’ua); (Ibr. yehoshua, ‘Yehovah adalah keselamatan’), diubah oleh Musa (Bil 13:16) dari Hosea, ‘keselamatan’ (13:8)].


Bil 13:8,16 - “(8) dari suku Efraim: Hosea bin Nun; ... (16) Itulah nama orang-orang yang disuruh Musa untuk mengintai negeri itu; dan Musa menamai Hosea bin Nun itu Yosua”.





c) Nama IESOUS, bentuk Yunani dari Yosua / Yesus, betul-betul ada dalam Perjanjian Baru bahasa Yunani.





Gary Mink (internet): “Of course, it can be easily seen that if the complete New Testament or any part of it were originally written in Greek, then the name of Jesus was written in Greek by inspired men. By this, both the New Testament writers and the Holy Spirit gave their approval to the name of IESOUS” (= Tentu saja, bisa dilihat dengan mudah bahwa jika Perjanjian Baru yang lengkap atau bagian manapun darinya ditulis secara orisinil dalam bahasa Yunani, maka nama Yesus ditulis dalam bahasa Yunani oleh orang-orang yang diilhami. Dengan ini, baik penulis-penulis Perjanjian Baru maupun Roh Kudus, memberikan persetujuan mereka pada nama IESOUS).


Catatan: IESOUS adalah nama Yesus dalam bahasa Yunani.





Gary Mink (internet): “A very weighty piece of evidence lies in the John Ryland Library in Manchester England. It is a fragment of the eighteenth chapter of John’s Gospel. It is commonly called the Ryland Fragment and is numbered p52. It was found in Egypt in 1934. While it is not the original Gospel written in John’s own handwriting, it is likely a copy made directly from the original. Manuscript specialists date it in the first quarter of the second century. Some set the date as early as A.D. 100. An interesting note on the contents of this small piece of John’s writing: it has the name of Jesus in Greek. The same Greek in which John wrote the original” [= Suatu potongan bukti yang sangat kuat terletak di Perpustakaan John Ryland di Manchester Inggris. Itu adalah suatu potongan dari Injil Yohanes pasal 18. Itu biasanya disebut Potongan Ryland dan diberi nomor p52. Itu ditemukan di Mesir pada tahun 1934. Sekalipun itu bukanlah Injil asli yang ditulis oleh tulisan tangan Yohanes sendiri, adalah mungkin bahwa itu merupakan suatu salinan yang dibuat langsung dari yang asli. Para ahli manuscript menentukan tahunnya pada seperempat pertama dari abad ke 2 (antara tahun 100-125 M.). Beberapa orang menentukan tahunnya se-awal tahun 100 M. Suatu catatan yang menarik tentang isi dari potongan kecil tulisan Yohanes ini: itu mempunyai nama Yesus dalam bahasa Yunani. Bahasa Yunani yang sama dalam mana Yohanes menulis Injil aslinya].











-o0o-




APENDIX



Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa Perjanjian Baru asli ada dalam bahasa Ibrani, bukan dalam bahasa Yunani. Dan salah satu argumentasi mereka untuk mendukung pandangan gila ini adalah: mereka menyatakan bahwa ada beberapa kekeliruan dalam Perjanjian Baru Yunani, padahal Perjanjian Baru Ibraninya betul. Dan beberapa contoh kekeliruan dalam Perjanjian Baru Yunani itu adalah:





I) Silsilah Yesus dalam Mat 1:1-17.





Yakub Sulistyo: “bahasa Asli Kitab Perjanjian Baru adalah Ibrani. Buktinya Silsilah Tuhan Yeshua di Mattithayu 1: 1-17 nama Avner tidak tertulis dalam ayat 13 seperti di Kitab DuTillet Hebrew sehingga jumlahnya 13 generasi, tidak seperti di ayat 17”.


Kristian Sugiyarto mempunyai pandangan yang kurang lebih sama, tetapi ia menambahkan bahwa nama Avner itu seharusnya diselipkan di antara nama Abihud dan Elyakim (Mat 1:13).





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Perlu diketahui bahwa mungkin hanya ada satu versi Perjanjian Baru bahasa Ibrani, dan pasti tidak semuanya, yang mempunyai nama Avner itu. Dari Bible Works 7, saya tahu ada 2 versi Perjanjian Baru bahasa Ibrani yang tidak mempunyai nama itu. Mengapa hanya satu yang punya dan yang lain tidak?





Sekarang mari kita lihat apakah memang versi Mat 1 yang diberikan oleh Yakub Sulistyo dari Perjanjian Baru bahasa Ibrani itu lebih benar dari versi Yunaninya.





1) Pertama-tama perlu diketahui bahwa dalam menuliskan silsilah Yesus, Matius memang secara sengaja meloncati beberapa nama. Ini menyebabkan silsilah dalam Injil Matius tidak sesuai dengan kitab 2Raja-raja.


Contoh:





a) Bandingkan Mat 1:8 dengan 2Raja-raja.


Mat 1:8 mengatakan bahwa ‘Yoram memperanakkan Uzia’; sedangkan dalam kitab 2Raja-Raja:





Yoram


¯


Ahazia (2Raja 8:24-25) ® diloncati oleh Matius.


¯


Yoas (2Raja 11:2) ® diloncati oleh Matius.


¯


Amazia (2Raja 14:1) ® diloncati oleh Matius.


¯


Azarya (2Raja 15:1).





2Raja 8:24-25 - “(24) Kemudian Yoram mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di samping nenek moyangnya di kota Daud. Maka Ahazia, anaknya, menjadi raja menggantikan dia. (25) Dalam tahun kedua belas zaman Yoram, anak Ahab raja Israel, Ahazia, anak Yoram raja Yehuda, menjadi raja”.


2Raja 11:2 - “Tetapi Yoseba, anak perempuan raja Yoram, saudara perempuan Ahazia, mengambil Yoas bin Ahazia, menculik dia dari tengah-tengah anak-anak raja yang hendak dibunuh itu, memasukkan dia dengan inang penyusunya ke dalam gudang tempat tidur, dan menyembunyikan dia terhadap Atalya, sehingga dia tidak dibunuh”.


2Raja 14:1 - “Dalam tahun kedua zaman Yoas bin Yoahas, raja Israel, Amazia, anak Yoas raja Yehuda menjadi raja”.


2Raja 15:1 - “Dalam tahun kedua puluh tujuh zaman Yerobeam, raja Israel, Azarya, anak Amazia raja Yehuda menjadi raja”.





Keterangan: Uzia = Azarya.





The International Standard Bible Encyclopedia: “UZZIAH; (AZARIAH) ... Azarias, in Kings, elsewhere Ozias; the significations of the names are similar, the former meaning ‘my strength is Yah’; the latter, ‘Yah has helped.’ It has been thought that the form ‘Uzziah’ may have originated by corruption from the other” [= UZIA; (AZARYA) ... Azarya, dalam 2Raja-raja, di tempat lain Uzia; arti dari nama-nama itu mirip, yang pertama berarti ‘kekuatanku adalah Yah’; yang terakhir ‘Yah telah menolong’. Telah dipikir bahwa bentuk ‘Uzia’ mungkin berasal usul oleh perusakan dari yang lain / satunya].





Jadi, Matius meloncati 3 orang yaitu Ahazia, Yoas dan Amazia.





b) Bandingkan Mat 1:11 dengan 2Raja-raja.


Mat 1:11 mengatakan bahwa ‘Yosia memperanakkan Yekhonya’; sedangkan dalam kitab 2Raja-Raja:





Yosia


¯


Elyakim / Yoyakim (2Raja 23:34) ® diloncati oleh Matius.


¯


Yoyakhin (2Raja 24:6)





2Raja 23:34 - “Firaun Nekho mengangkat Elyakim, anak Yosia, menjadi raja menggantikan Yosia, ayahnya, dan menukar namanya dengan Yoyakim. Tetapi Yoahas dibawanya; Yoahas tiba di Mesir dan mati di sana”.


2Raja 24:6 - “Kemudian Yoyakim mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, maka Yoyakhin, anaknya, menjadi raja menggantikan dia”.





Keterangan: Yekhonya = Yoyakhin.





The International Standard Bible Encyclopedia: “JEHOIACHIN ... called also ‘Jeconiah’ in 1 Chr 3:16; Jer 24:1” (= YEHOYAKHIN ... disebut juga Yekhonya dalam 1Taw 3:16; Yer 24:1).


1Taw 3:16 - “Keturunan Yoyakim ialah Yekhonya, anaknya itu, dan anak orang ini ialah Zedekia”.


Yer 24:1 - “Lihatlah, TUHAN memperlihatkan kepadaku dua keranjang buah ara berdiri di hadapan bait TUHAN. Hal itu terjadi sesudah Nebukadnezar, raja Babel, mengangkut ke dalam pembuangan Yekhonya bin Yoyakim, raja Yehuda, beserta para pemuka Yehuda, tukang dan pandai besi dari Yerusalem dan membawa mereka ke Babel”.





Jadi, lagi-lagi Matius meloncati 1 orang, yaitu Elyakim / Yoyakim.





2) Sekalipun Matius meloncat-loncat, Matius tidak bisa dikatakan salah, karena dalam Kitab Suci kata ‘memperanakkan’ bisa diterjemahkan ‘menurunkan’, dan kata ‘anak’ bisa diartikan ‘keturunan’.


Hal ini bisa terlihat dari:


a) Kej 46:16-18 dimana ada 3 generasi yang dalam Kitab Suci Indonesia disebut sebagai ‘keturunan Zilpa’. Tetapi terjemahan yang hurufiahnya seharusnya adalah ‘sons of Zilpa’ (= anak-anak Zilpa).


b) 2Taw 28:1 dimana Daud disebut sebagai ‘bapa leluhur’ Ahas.


NIV memberikan terjemahan hurufiah ‘David, his father’ (= Daud bapanya).





3) Apa tujuan Matius untuk meloncati nama-nama tertentu?


Matius meloncat-loncat mungkin untuk mendapatkan Mat 1:17 - ‘ada 14 keturunan dari Abraham sampai Daud, ada 14 keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan 14 keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus’. Dengan adanya 3 x bilangan 14 itu maka silsilah itu lebih mudah untuk diingat.





Setelah mengetahui tentang hal di atas ini mari kita menghitung jumlah nama dalam silsilah Yesus dalam Injil Matius untuk mengetahui salah atau benarnya bagian ini.





Mat 1:1-6 - “(1) Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. (2) Abraham(1) memperanakkan Ishak, Ishak(2) memperanakkan Yakub, Yakub(3) memperanakkan Yehuda dan saudara-saudaranya, (3) Yehuda(4) memperanakkan Peres dan Zerah dari Tamar, Peres(5) memperanakkan Hezron, Hezron(6) memperanakkan Ram, (4) Ram(7) memperanakkan Aminadab, Aminadab(8) memperanakkan Nahason, Nahason(9) memperanakkan Salmon, (5) Salmon(10) memperanakkan Boas dari Rahab, Boas(11) memperanakkan Obed dari Rut, Obed(12) memperanakkan Isai, (6a) Isai(13) memperanakkan raja Daud(14)”.


Ini cocok dengan kata-kata “empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud” dalam Mat 1:17a.





Mat 1:7-11 - “(6b) Daud memperanakkan Salomo(1) dari isteri Uria, (7) Salomo memperanakkan Rehabeam(2), Rehabeam memperanakkan Abia(3), Abia memperanakkan Asa(4), (8) Asa memperanakkan Yosafat(5), Yosafat memperanakkan Yoram(6), Yoram memperanakkan Uzia(7), (9) Uzia memperanakkan Yotam(8), Yotam memperanakkan Ahas(9), Ahas memperanakkan Hizkia(10), (10) Hizkia memperanakkan Manasye(11), Manasye memperanakkan Amon(12), Amon memperanakkan Yosia(13), (11) Yosia memperanakkan Yekhonya(14) dan saudara-saudaranya pada waktu pembuangan ke Babel”.


Ini cocok dengan kata-kata “empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel” dalam Mat 1:17b.


Catatan: Daud sudah dihitung dalam penghitungan kelompok 1 (Abraham - Daud), dan karena itu dalam penghitungan kelompok 2 ini ia tidak dihitung lagi.





Mat 1:12-16 - “(12) Sesudah pembuangan ke Babel, Yekhonya(1) memperanakkan Sealtiel, Sealtiel(2) memperanakkan Zerubabel, (13) Zerubabel(3) memperanakkan Abihud, Abihud(4) memperanakkan Elyakim, Elyakim(5) memperanakkan Azor, (14) Azor(6) memperanakkan Zadok, Zadok(7) memperanakkan Akhim, Akhim(8) memperanakkan Eliud, (15) Eliud(9) memperanakkan Eleazar, Eleazar(10) memperanakkan Matan, Matan(11) memperanakkan Yakub, (16) Yakub(12) memperanakkan Yusuf(13) suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus(14)”.


Ini cocok dengan kata-kata “empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus” dalam Mat 1:17c.


Catatan: Yekhonya memang dihitung lagi, karena masa pembuangan ke Babil merupakan suatu masa. Yekhonya (= Yoyakhin) ini ada pada saat terjadi pembuangan ke Babil, dan ia juga ada dalam masa pembuangan ke Babil itu.





Ada beberapa cara lain untuk mencocokkan daftar dan jumlah nama-nama dalam Mat 1:2-16 dengan 3 x bilangan 14 dalam Mat 1:17 itu, yaitu:


· Jamieson, Fausset & Brown menganggap kelompok 1 adalah Abraham - Daud, kelompok 2 adalah Daud - Yosia, dan kelompok 3 adalah Yekhonya - Yesus.


· Albert Barnes menganggap bahwa kelompok 1 adalah Abraham - Daud, kelompok 2 adalah Daud - Yosia, dan kelompok ke 3 adalah Yosia - Yusuf (Kristus tak dihitung).


Jadi, tak ada keharusan menambahi 1 orang (yaitu Avner) dalam Mat 1:13, seperti yang dikatakan oleh Pdt. Yakub Sulistyo.





Sekarang bandingkan dengan kata-kata Pdt. Yakub Sulistyo: “Nah sekarang coba Anda hitung jumlah daftar nama-nama yang tertulis disitu dari pembuangan ke Babel sampai ke Nama sebelum Yeshua Hamasiah, ada berapa? Lebih jelasnya dari ayat 12. Kalau dihitung ternyata hanya ada 13 Nama yaitu: 1. Yekhonya 2. Sealtiel 3. Zerubabel 4. Abihud 5. Elyakim 6. Azor 7. Zadok 8. Akhim 9. Eliud 10. Eleazar 11. Matan 12. Yaa’qov / Yakub 13. Yosep / Yusuf”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:


Ini lucu, karena mengapa ia berhenti pada nama sebelum nama Yesus? Perhatikan dengan teliti kata-kata dari Mat 1:17 - “Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel SAMPAI KRISTUS”.


Kata-kata ‘sampai Kristus’ berarti Kristusnya juga dihitung. Dan kalau Kristus dihitung, maka didapatkan 14, cocok dengan Mat 1:17! Kalau ditambahi nama Avner, maka justru tidak cocok karena menjadi 15!





II) Kesalahan dalam Mat 23:35 dalam Perjanjian Baru Yunani.





Mat 23:35 - “supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah”.





Kristian Sugiyarto: “Matthew 23:35, menuliskan perkataan Y’Shua: ‘…supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang yang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah’ (terjemahan LAI); padahal jika kita periksa yang mengalami pembunuhan bukan Zakharia anak Berekhnya (Zakh. 1:1) melainkan Zakharia anak Yoyada (2Tawrh. 24:20-22). Kesalahan pengutipan PB-Greek ini tidak dijumpai dalam naskah kopian Hebrew kuno yang ada di tangan Jerome; “Dalam Injil yang digunakan Nazaren, untuk ‘Anak Berekhya’ saya mendapati ‘Anak Yoyada’ ditulis””.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Pertama-tama, lagi-lagi kelihatannya hanya satu copy dari Perjanjian Baru bahasa Ibrani yang menulis seperti yang dikatakan oleh Kristian Sugiyarto. Lalu bagaimana yang lain? Dalam Bible Works 7, Perjanjian Baru bahasa Ibrani versi HNT tetap menyebutkan Berekhya!





Kedua, belum tentu kata ‘Berekhya’ salah dan harus digantikan dengan ‘Yoyada’. Sekarang mari kita perhatikan / selidiki, siapakah ‘Zakharia anak Berekhya’ itu? Ada bermacam-macam pandangan tentang hal ini:





1) Ia adalah Zakharia dalam Yes 8:2 - “Maka aku memanggil dua saksi yang dapat dipercaya, yaitu imam Uria dan Zakharia bin Yeberekhya”.


Keberatannya:


a) ‘Yeberekhya’ tidak sama dengan ‘Berekhya’.


b) Tak dikatakan bahwa orang ini dibunuh di Bait Allah.





2) Ia adalah ayah Yohanes Pembaptis (Luk 1:5).


Luk 1:5 - “Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet”.


Keberatannya:


· ia tak mempunyai nama keluarga ‘Berekhya’.


· tak dikatakan bahwa ia dibunuh di Bait Allah.





3) Zacharias, anak Baruch.


Ini adalah orang yang diceritakan oleh seorang ahli sejarah yang bernama Josephus. Dikatakannya bahwa orang ini dibunuh oleh orang Zelot di Bait Allah. Memang peristiwa itu terjadi pada tahun 68 M, tetapi tetap ada orang yang mengatakan bahwa inilah orang yang dimaksud­kan oleh Yesus, karena dalam ayat itu Yesus sedang bernubuat mengenai sesuatu yang akan terjadi.


Keberatannya: sekalipun Mat 23:34 merupakan nubuat tentang masa yang akan datang, tetapi kelihatannya Mat 23:35nya membi­carakan sesuatu yang sudah terjadi!


Mat 23:34-35 - “(34) Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, (35) supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah”.


Kata ‘bunuh’ dalam Mat 23:35 dalam KJV adalah ‘slew’ yang merupakan bentuk lampau / past tense.





4) Nabi Zakharia (bdk. Zakh 1:1).


Zakh 1:1 - “Dalam bulan yang kedelapan pada tahun kedua zaman Darius datanglah firman TUHAN kepada nabi Zakharia bin Berekhya bin Ido, bunyinya”.


Keberatannya: tidak pernah diceritakan bahwa ia dibunuh di Bait Allah. Bahkan hal itu tidak mungkin terjadi, karena Bait Allah (yang dihancurkan oleh Babilonia) baru dibangun kembali oleh Ezra sesudah tahun 458 SM. Padahal nabi Zakharia melayani pada sekitar tahun 518-520 SM, yaitu pada saat dimana Bait Allah itu tidak ada!





5) Zakharia dalam 2Taw 24:17-20; ini adalah pandangan dari mayoritas penafsir.


2Taw 24:17-20 - “(17) Sesudah Yoyada mati, pemimpin-pemimpin Yehuda datang menyembah kepada raja. Sejak itu raja mendengarkan mereka. (18) Mereka meninggalkan rumah TUHAN, Allah nenek moyang mereka, lalu beribadah kepada tiang-tiang berhala dan patung-patung berhala. Oleh karena kesalahan itu Yehuda dan Yerusalem tertimpa murka. (19) Namun TUHAN mengutus nabi-nabi kepada mereka, supaya mereka berbalik kepadaNya. Nabi-nabi itu sungguh-sungguh memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak mau mendengarkannya. (20) Lalu Roh Allah menguasai Zakharia, anak imam Yoyada. Ia tampil di depan rakyat, dan berkata kepada mereka: ‘Beginilah firman Allah: Mengapa kamu melanggar perintah-perintah TUHAN, sehingga kamu tidak beruntung? Oleh karena kamu meninggalkan TUHAN, Iapun meninggalkan kamu!’ (21) Tetapi mereka mengadakan persepakatan terhadap dia, dan atas perintah raja mereka melontari dia dengan batu di pelataran rumah TUHAN. (22) Raja Yoas tidak mengingat kesetiaan yang ditunjukkan Yoyada, ayah Zakharia itu, terhadap dirinya. Ia membunuh anak Yoyada itu, yang pada saat kematiannya berseru: ‘Semoga TUHAN melihatnya dan menuntut balas!’”.


Keberatannya: ia tidak punya nama keluarga ‘Berekhya’.





Macam-macam jawaban terhadap keberatan ini:


a) Calvin: ini penghormatan bagi Yoyada (ayah Zakharia), karena ‘Berekhya’ berarti ‘the blessed of Yahweh’ (= orang-orang yang diberkati dari Yahweh).


b) Mereka menganggap bahwa kata-kata ‘anak Berekhya’ dalam Mat 23:35 itu sebetulnya tidak ada (dalam ayat paralelnya, yaitu Luk 11:51, kata-kata itu memang tidak ada). Mereka menganggap bahwa kata-kata ini ditambahkan oleh seorang penyalin manu­script yang mula-mula, karena ia mengira bahwa yang Yesus maksudkan adalah nabi Zakharia, yang memang mempunyai nama keluarga Berekhya (Zakh 1:1).


c) Mungkin ada alasan keluarga yang tidak kita ketahui yang menyebabkan ia disebut ‘anak Berekhya’.





III) Kesalahan dalam Mat 27:9 dalam Perjanjian Baru Yunani.





Mat 27:9-10 - “(9) Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: ‘Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel, (10) dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku.’”.





Kristian Sugiyarto: “Isi ayat ini sesungguhnya mengacu pada Zakharia 11:12-13, tetapi anehnya tertulis Yeremia yang sama sekali tidak memuatnya (silakan mengecek!). Alkitab Ibrani Shem Tob benar dengan menulis Zakharia, sedangkan Old Syriac Aramaic dan Peshitta hanya menulis ‘nabi’ (the prophet) saja. Kekeliruan PB Greek ini bisa diuji siapa saja dan kapan saja.”.





Tanggapan Pdt. Budi Asali:





Matius mengatakan ‘nabi Yeremia’ (Mat 27:9) sedangkan text yang paling cocok dengan peris­tiwa ini kelihatannya memang adalah Zakh 11:12-13 - “(12) Lalu aku berkata kepada mereka: ‘Jika itu kamu anggap baik, berikanlah upahku, dan jika tidak, biarkanlah!’ Maka mereka membayar upahku dengan menimbang tiga puluh uang perak. (13) Tetapi berfirmanlah TUHAN kepadaku: ‘Serahkanlah itu kepada penuang logam!’ - nilai tinggi yang ditaksir mereka bagiku. Lalu aku mengambil ketiga puluh uang perak itu dan menyerahkannya kepada penuang logam di rumah TUHAN”.





Perhatikan persamaan Mat 27:9-10 ini dengan Zakh 11:12-13:





1) Pekerjaan Yesus maupun Zakharia sama-sama dihargai rendah.


Kalau dalam Zakh 11:13 ada kata-kata ‘nilai tinggi’ [NIV: the handsome price (= harga yang bagus)], maka itu merupakan suatu irony / ejekan / sindiran belaka.





2) Sama-sama dihargai 30 keping perak.





3) Uangnya sama-sama dilempar ke Bait Allah (ay 5 bdk. Zakh 11:13 - perhatikan kata-kata ‘rumah Tuhan’).


Catatan: Kata-kata ‘serahkanlah’ dan ‘menyerahkannya’ dalam Zakh 11:13 versi Kitab Suci Indonesia, salah terjemahan. Seharusnya adalah ‘lemparkanlah’ dan ‘melemparkan’.


Zakh 11:13 (NIV): “And the Lord said to me, ’Throw it to the potter’ - the handsome price at which they priced me! So I took the 30 pieces of silver and threw them into the house of the Lord to the potter” (= dan Tuhan berkata kepadaku: ‘Lemparkan itu kepada tukang periuk’ - harga yang bagus untuk mana mereka menilai aku. Lalu aku mengambil ke 30 keping perak itu dan melemparkan mereka ke dalam rumah Tuhan kepada tukang periuk).





4) Dalam kedua peristiwa ini uang akhirnya jatuh ke tangan tukang periuk.


a) Dalam Matius, uang dibelikan ‘tanah tukang periuk’, sehingga jelas dibayarkan kepada tukang periuk.


b) Dalam Zakharia, uang juga dilemparkan kepada tukang periuk.


Kitab Suci Indonesia lagi-lagi salah karena menterjemahkan ‘penuang logam’.


KJV/RSV/NIV/NASB: ‘potter’ (= tukang periuk / penjunan).





Sekarang persoalannya, kalau bagian ini cocok dengan Zakh 11:12-13, mengapa dalam ay 9 ini Matius tidak mengatakan ‘nabi Zakharia’ tetapi ‘nabi Yeremia’? Ada bermacam-macam penafsiran / jawaban:





a) Ini bukan kesalahan Matius, tetapi kesalahan penyalin yang menyalin.


Ada 2 kemungkinan kesalahan penyalin:


1. Matius hanya menyebut ‘nabi’ (tanpa nama), tetapi penyalin itu menambahkan nama ‘Yeremia’.


2. Penyalin itu salah tulis sehingga ‘nabi Zakharia’ ia tuliskan ‘nabi Yeremia’.





b) Ada yang mengatakan bahwa pasal-pasal terakhir dari Zakharia memang ditulis oleh Yeremia.





c) Matius bukan hanya memikirkan 1 bagian dari Perjanjian Lama, tetapi 2 atau lebih. Bagian yang ia tulis itu bukan hanya berhu­bungan dengan Zakh 11:12-13, tetapi juga dengan Yer 19:1-dst, dan mungkin sekali juga dengan Yer 32:6-14 (yang berbicara soal pembe­lian ladang).





Yer 19:1-15 - “(1) Beginilah pula firman TUHAN kepadaku: ‘Pergilah membeli buli-buli yang dibuat dari tanah, lalu ajaklah bersama-sama engkau beberapa orang tua-tua bangsa itu dan beberapa orang imam yang tertua, (2) kemudian berangkatlah ke Lembah Ben-Hinom yang di depan pintu gerbang Beling! Serukanlah di sana perkataan-perkataan yang akan Kusampaikan kepadamu! (3) Katakanlah: Dengarlah firman TUHAN, hai raja-raja Yehuda dan penduduk Yerusalem! Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku akan mendatangkan malapetaka kepada tempat ini, sehingga telinga orang yang mendengarnya, mendenging! (4) Sebab mereka telah meninggalkan Aku, telah memberikan tempat ini kepada allah asing dan telah membakar korban di sini kepada allah lain yang tidak dikenal oleh mereka sendiri dan oleh nenek moyang mereka dan oleh raja-raja Yehuda. Mereka telah membuat tempat ini penuh dengan darah orang-orang yang tidak bersalah. (5) Mereka telah mendirikan bukit-bukit pengorbanan bagi Baal untuk membakar anak-anak mereka sebagai korban bakaran kepada Baal, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan atau Kukatakan dan yang tidak pernah timbul dalam hatiKu. (6) Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa tempat ini tidak akan disebut lagi: Tofet dan Lembah Ben-Hinom, melainkan Lembah Pembunuhan. (7) Aku akan menggagalkan rancangan Yehuda dan Yerusalem di tempat ini dan Aku akan membuat mereka rebah oleh pedang di depan musuh mereka dan oleh tangan orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka. Aku akan membiarkan mayat-mayat mereka dimakan oleh burung-burung di udara dan oleh binatang-binatang di bumi. (8) Aku akan membuat kota ini menjadi kengerian dan menjadi sasaran suitan. Setiap orang yang melewatinya akan merasa ngeri dan bersuit karena segala pukulan yang dideritanya. (9) Aku akan membuat mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan, dan setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhnya kepada mereka dan oleh orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka. (10) Selanjutnya pecahkanlah buli-buli itu di depan mata orang-orang yang turut bersama-sama engkau. (11) Katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Demikianlah akan Kupecahkan bangsa ini dan kota ini, seperti orang memecahkan tembikar tukang periuk, sehingga tidak dapat diperbaiki lagi. Dan Tofet akan menjadi tempat penguburan, karena tidak ada tempat lain untuk menguburkan. (12) Begitulah akan Kulakukan kepada tempat ini, demikianlah firman TUHAN, dan kepada penduduknya. Aku akan membuat kota ini seperti Tofet: (13) rumah-rumah Yerusalem dan rumah-rumah para raja Yehuda akan menjadi najis seperti tempat Tofet, yakni segala rumah yang di atas sotohnya orang membakar korban kepada segala tentara langit dan mempersembahkan korban curahan kepada allah lain.’ (14) Ketika Yeremia pulang dari Tofet, ke mana TUHAN telah mengutusnya untuk bernubuat, berdirilah ia di pelataran rumah TUHAN dan berkata kepada segenap orang banyak: (15) ‘Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku akan mendatangkan ke atas kota ini dan ke atas segala kota sekitarnya seluruh malapetaka yang telah Kukatakan akan menimpa mereka, sebab mereka berkeras kepala dan tidak mendengarkan perkataan-perkataanKu’”.





Persamaan antara Mat 27:3-10 dengan Yer 19:


1. Sama-sama ada pencurahan darah orang yang tak bersalah (Mat 27:4 Yer 19:4).


2. Sama-sama melibatkan tokoh-tokoh agama Yahudi (Mat 27:3,6,7 Yer 19:1).


3. Sama-sama ada tukang periuknya (Mat 27:7,10 Yer 19:1,11).


4. Tofet / lembah pembunuhan dalam Yer 19:6 menurut tradisi adalah sama dengan tanah tukang periuk / tanah darah dalam Mat 27:7 (ini kata-kata Hendriksen).

5. Sama-sama ada tempat penguburan (Mat 27:7 Yer 19:11).

Tetapi, sekalipun Matius memikirkan beberapa bagian Perjanjian Lama, ia menuliskan bagian-bagian itu atas nama salah satu orang saja, yaitu Yeremia (karena Yeremia adalah nabi yang lebih besar dibandingkan Zakharia).
Hal seperti ini juga terjadi dalam Mark 1:2-3. Mark 1:2 sebetulnya mengutip Mal 3:1, dan Mark 1:3 mengutip Yes 40:3. Tetapi Markus menggabungkan kedua bagian itu dan menuliskannya hanya atas nama satu orang saja yaitu Yesaya (karena Yesaya adalah nabi yang lebih besar dari Maleakhi).

Mark 1:2-3 - “(2) Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: ‘Lihatlah, Aku menyuruh utusanKu mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagiMu; (3) ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagiNya’,”.

d) Kata-kata yang ditulis oleh Zakharia itu memang berasal dari kata-kata Yeremia.

Loraine Boettner: “Many critics claim that the reference to Jeremiah in Matt. 27:9 is an error, and that the reference should have been to Zechariah (11:12,13). This, however, seems to be a case of ‘Subsequent Mention,’ such as Acts 20:35 and Jude 14. Matthew says that Jeremiah ‘spoke’ these words, and certainly no one can prove otherwise. Apparently Jeremiah spoke them, Zechariah wrote them down, and Matthew, under the guidance of the Holy Spirit, quoted them and assigned them to Jeremiah. Perhaps Matthew had other books which assigned them to Jeremiah but which have since been lost. The fact that Matthew’s quotation is not quite the same as that found in Zechariah may also indicate that he possessed other books” [= Banyak pengkritik mengclaim bahwa referensi kepada Yeremia dalam Mat 27:9 merupakan suatu kesalahan, dan bahwa referensi itu seharusnya kepada Zakharia (11:12,13). Tetapi ini kelihatannya merupakan suatu kasus ‘penyebutan sesudahnya’ seperti Kis 20:35 dan Yudas 14. Matius berkata bahwa Yeremia ‘mengatakan’ kata-kata ini, dan jelas bahwa tidak ada orang yang bisa membuktikan sebaliknya. Rupanya Yeremia mengucapkan kata-kata itu, Zakharia menuliskan kata-kata itu, dan Matius, dibawah pimpinan Roh Kudus, mengutip kata-kata itu dan menganggapnya berasal dari Yeremia. Mungkin Matius mempunyai kitab-kitab lain yang menganggap kata-kata itu berasal dari Yeremia, tetapi kitab-kitab itu lalu hilang. Fakta bahwa kutipan Matius itu tidak persis sama seperti dengan yang didapatkan dalam Zakharia juga bisa menunjukkan bahwa ia mempunyai kitab-kitab yang lain] - ‘Studies in Theology’, hal 31.

Catatan:

Kis 20:35 - “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.’”.

Yudas 14 - “Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: ‘Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudusNya”

IV) Mark 2:26 dalam Perjanjian Baru Yunani salah.

Mark 2:26 - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”.

Kristian Sugiyarto: “Dalam Mark. 2:26, tertulis “…… Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ……” yang benar adalah Abimelek, ayahnya, yang menjabat Imam Besar pada saat peristiwa itu, dan Abiatar baru menjadi Imam Besar setelah peristiwa tsb. (1Sam, 21:1; 22:20); menurut J. Trimm, Aramaic Old Syriac tidak memuat kesalahan ini.

Catatan: Kristian Sugiyarto mengacau-balaukan ‘Abimelekh’ dengan ‘Ahimelekh’. Yang dia maksudkan seharusnya adalah ‘Ahimelekh’.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

1) Aneh bahwa dalam hal ini Kristian Sugiyarto tidak membandingkan dengan Perjanjian Baru Ibrani, tetapi dengan Aramaic Old Syriac. Mengapa? Dia mau membuktikan Perjanjian Baru itu bahasa aslinya Ibrani atau Aramaic Old Syriac?

2) Kalau dilihat dalam Bible Works 7, maka Perjanjian Baru bahasa Ibrani versi HNT tetap menuliskan ‘Abyatar’, bukan ‘Ahimelekh’.

Jadi, kalau Perjanjian Baru bahasa Yunani maupun bahasa Ibrani sama-sama salah, maka haruskah kita menyimpulkan bahwa baik bahasa Yunani maupun bahasa Ibrani bukanlah bahasa asli dari Perjanjian Baru?

3) Memang kelihatannya ada suatu pertentangan antara 1Sam 21:1 dan Mark 2:26 ini. Siapa imam besar pada waktu itu dan yang memberikan roti kudus itu kepada Daud, Ahimelekh atau Abyatar? 1Sam 21:1 mengatakan Ahimelekh, tetapi Mark 2:26 mengatakan Abyatar.

1Sam 21:1: “Sampailah Daud ke Nob kepada Ahimelekh, imam itu. Dengan gemetar Ahimelekh pergi menemui Daud dan berkata kepadanya: ‘Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?’”.

Mark 2:25-26 - “(25) JawabNya kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, (26) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?’”.

Catatan: bagian yang saya garis bawahi dari Mark 2:26 itu kurang tepat terjemahannya. Bandingkan dengan terjemahan NIV dan NASB di bawah ini.

NIV: ‘in the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar).

NASB: ‘in the time of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar).

Apakah bagian-bagian Kitab Suci ini kontradiksi / bertentangan?

Pengharmonisan:

a) Abyatar, sang anak, bertindak sebagai penolong bagi ayahnya, Ahimelekh, sang imam besar.

Wycliffe Bible Commentary: “It is also possible that the son (Abiathar) acted as coadjutor to his father (Ahimelech), as Eli’s sons apparently did (cf. 1 Sam 4:4)” [= Juga mungkin bahwa sang anak (Abyatar) bertindak sebagai penolong bagi ayahnya (Ahimelekh), seperti yang secara jelas dilakukan oleh anak-anak Eli (bdk. 1Sam 4:4)].

b) Abyatar menjadi pengantara antara Daud dan Ahimelekh, sehingga roti bisa diberikan kepada dia. Atau roti yang diberikan itu adalah bagian dari Abyatar sendiri.

Jamieson, Fausset & Brown: “In Mark 2:26, Abiathar is named as the high priest, not Ahimelech his father, as here. In explanation, it has been advanced that Abiathar was Sagan, the high priest’s vicar; for which, however, there is no authority, as Abiathar is not mentioned in this narrative. A more probable supposition is, that the bread given was through the friendly intercession of Abiathar with the high priest, or perhaps was Abiathar’s own portion (Lev. 24:9). Both these conjectures are rendered probable by the close and unbroken friendship which afterward subsisted between David and him” [= Dalam Mark 2:26, Abyatar disebut sebagai imam besar, bukan Ahimelekh, ayahnya, seperti di sini. Sebagai penjelasan, diajukan bahwa Abyatar adalah Sagan, wakil dari imam besar; tetapi untuk mana tidak ada otoritas, karena Abyatar tidak disebutkan dalam cerita ini. Anggapan yang lebih memungkinkan adalah bahwa roti diberikan melalui pengantaraan yang bersahabat dari Abyatar dengan imam besar, atau mungkin roti itu adalah bagian Abyatar sendiri (Im 24:9). Kedua dugaan ini dijadikan mungkin oleh persahabatan yang dekat dan tak terputus yang belakangan ada antara Daud dengan dia].

Tetapi pandangan ini tak menjelaskan bagaimana Abyatar bisa disebut sebagai imam besar dalam Mark 2:25-26.

c) Ada kemungkinan memang ada kesalahan penyalinan.

Wycliffe Bible Commentary: “When Mk 2:26 assigns this action to the days of Abiathar, the high priest, the statement rests upon the copyist’s memory, in which Ahimelech is confounded with his son Abiathar” (= Pada waktu Mark 2:26 menyebutkan tindakan ini kepada jaman Abyatar, sang imam besar, pernyataan itu didasarkan pada ingatan sang penyalin, dalam mana Ahimelekh dikacaukan dengan anaknya, Abyatar).

d) Kata-kata ‘in the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar) sebetulnya tidak ada dalam Mark 2:26.

1. Dalam ayat-ayat paralel dari Mark 2:25-26, yaitu dalam Matius dan Lukas, kata-kata EPI ABIATHAR ARKHIEREOS [= on (in the time of) Abiathar the high priest (= pada / pada jaman dari Abyatar sang imam besar)] itu tidak ada.

Mat 12:3-4 - “(3) Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.

Lukas 6:3-4 - “(3) Lalu Yesus menjawab mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?’”.

2. Bahkan dalam Injil Markus sendiri, dalam beberapa manuscripts, bagian itu tidak ada. Dan manuscripts yang mempunyai bagian ini berbeda satu dengan yang lain (William L. Lane, NICNT, hal 116, footnote).

Jadi, ada kemungkinan bahwa bagian itu sebetulnya tidak ada, tetapi seorang penyalin manuscripts memberikan catatannya sendiri (yang sebetulnya salah), dan penyalin selanjutnya mengira bahwa catatan dari penyalin yang terdahulu itu adalah bagian dari Firman Tuhan, dan lalu menyalinnya ke dalam text (William L. Lane, NICNT, hal 115).

e) Para penterjemah keliru menafsirkan maksud dari Markus. Markus sebetulnya bukan memaksudkan ‘pada jaman Abyatar sang imam besar’. Markus menuliskan ‘Abyatar’ hanya untuk menunjuk pada bagian dari kitab Samuel dimana peristiwa itu terjadi.

William L. Lane (NICNT): “An attractive proposal is that Mark’s intention has been misunderstood in the translation of the passage. The same grammatical construction occurs in Ch 12:26, where it must be translated ‘have you not read in the book of Moses, in the passage concerning the Bush, how God spoke unto him ...?’ The construction is designed to call attention to the section of a biblical book where the reference is found, in the above instance Ex. 3:1ff. In Ch. 2:26 Mark may have inserted the reference to Abiathar to indicate the section of Samuel scroll in which the incident could be located” (= Suatu usul yang menarik adalah bahwa maksud dari Markus telah disalah-mengerti dalam penterjemahan text ini. Susunan gramatika yang sama terjadi dalam Mark 12:26, dimana itu harus diterjemahkan ‘tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam text mengenai semak duri, bagaimana Allah berbicara kepadanya ...?’ Susunannya direncanakan untuk menarik perhatian pada bagian dari suatu kitab dari Alkitab dimana referensi itu ditemukan, dalam contoh di atas Kel 3:1-dst. Dalam Mark 2:26, Markus mungkin telah memasukkan referensi mengenai Abyatar untuk menunjukkan bagian dari gulungan Samuel dalam mana peristiwa itu bisa ditemukan) - hal 116.

Mark 12:26 - “Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub?”.

Kata-kata yang saya garis bawahi itu dalam bahasa Yunani adalah EPI TOU BATOU, yang terjemahan hurufiahnya adalah ‘on the bush’ (= tentang semak duri).

Perhatikan kemiripan dengan Mark 2:26 yang mengatakan EPI ABIATHAR ARKHIEREOS [= on (in the time of) Abiathar the high priest (= pada / pada jaman dari Abyatar sang imam besar)].

Keberatan terhadap pandangan ini: Dalam kitab Samuel nama ‘Abyatar’ baru muncul dalam 1Sam 22, satu pasal setelah pasal yang sedang kita bahas ini.

Tetapi keberatan ini tidak terlalu kuat. Penunjukannya hanya bersifat kira-kira.

f) Pulpit Commentary tentang Injil Markus, hal 88, mengatakan bahwa dalam Mark 2:25-26 disebutkan ‘Abyatar’, sekalipun sebetulnya yang sedang menjadi imam besar pada saat itu adalah Ahimelekh (ayah Abyatar), karena pada saat Ahimelekh mati, Abyatar menggantikan dia sebagai imam besar, dan ia menjadi imam besar yang jauh lebih baik dari ayahnya, dan karena itu di sini namanyalah yang disebutkan, seakan-akan ia sudah menjadi imam besar.

Pulpit Commentary menambahkan: “The words may properly mean ‘in the days when Abiathar was living who became high priest, and was more eminent than his father.’” (= Kata-kata itu secara tepat berarti ‘pada jaman dimana Abyatar hidup, yang menjadi imam besar, dan lebih menonjol dari ayahnya’) - hal 88.

g) Kedua nama yaitu ‘Ahimelekh’ dan ‘Abyatar’ digunakan oleh kedua orang ini.

William Hendriksen: “The two names, Ahimelekh and Abyatar, were borne by both father and son” (= Kedua nama, Ahimelekh dan Abyatar, dipakai oleh baik ayah maupun anak) - hal 106.

Karena itu, dalam 1Sam 22:20 dikatakan Abyatar adalah anak Ahimelekh, sedangkan dalam 2Sam 8:17 dikatakan sebaliknya.

1Sam 22:20 - “Tetapi seorang anak Ahimelekh bin Ahitub, namanya Abyatar luput; ia melarikan diri menjadi pengikut Daud”.

2Sam 8:17 - “Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Seraya menjadi panitera negara”.

Pertanyaan: apakah text Perjanjian Lama yang ‘kontradiksi’ seperti ini tidak menyebabkan Kristian Sugiyarto menganggap Ibrani bukan bahasa asli dari Perjanjian Lama?

h) Memang Ahimelekh adalah imam besar pada saat itu, tetapi sebentar lagi ia dibunuh Saul, dan Abyatar menjadi imam besar.

Pada waktu Markus menuliskan ‘in the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar), itu tidak salah, karena saat itu memang adalah jaman dari Abyatar. Bahwa ia disebut sebagai ‘imam besar’ padahal sebetulnya pada saat itu ia belum menjabat imam besar, itu juga bukan hal yang aneh dalam Kitab Suci, karena menceritakan suatu peristiwa pada masa lalu, dengan menggunakan istilah yang berlaku pada jaman si penulis menuliskan peristiwa itu, merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam Kitab Suci, misalnya:

1. Dalam Mat 10:4 Yudas Iskariot disebutkan sebagai ‘yang mengkhianati Dia’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘mengkhianati’ adalah PARADOUS, yang merupakan sebuah ‘aorist participle’ (= participle bentuk lampau). Mengapa digunakan bentuk lampau padahal pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus? Memang pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus, tetapi pada waktu Matius menuliskan bagian ini, ia sudah mengkhianati Yesus, dan karena itu dituliskan demikian.

2. Nama ‘Betel’ sudah digunakan dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3, padahal penamaan Betel baru terjadi dalam Kej 28:19 - “Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus”. Kalau memang tempat itu baru dinamai Betel dalam Kej 28:19 mengapa dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3 sudah disebut Betel? Karena pada waktu penulis kitab Kejadian (Musa) menuliskan cerita tentang Abraham dalam Kej 12 dan Kej 13 ini, tempat itu sudah dinamakan Betel.

3. Nama ‘Eben-Haezer’ baru diberikan dalam 1Sam 7:12, tetapi dalam 1Sam 4:1 dan 1Sam 5:1 nama itu sudah digunakan.

4. 1Pet 3:18-20 - “(18) Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Text ini sebetulnya membicarakan Yesus sebagai Allah, yang memberitakan Injil melalui Nuh, kepada orang-orang yang masih hidup sebelum air bah datang. Orang-orang itu disebut ‘roh-roh yang di dalam penjara’ karena pada waktu Petrus menuliskan bagian ini, mereka sudah mati dan berada di neraka.

Dalam menghadapi bagian-bagian Kitab Suci yang kelihatannya kontradiksi, atau dalam usaha untuk mengharmoniskan bagian-bagian yang kelihatannya kontradiksi tersebut, ada 2 hal yang penting untuk diingat:

1) John Murray: “Oftentimes, though we may not be able to demonstrate the harmo­ny of Scripture, we are able to show that there is no neces­sary contradiction” (= Seringkali, sekalipun kita tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa menunjukkan bahwa di sana tidak harus terjadi kontradiksi) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol I, hal 10.

2) E. J. Young: “When therefore we meet difficulties in the Bible let us reserve judgment. If any explanation is not at hand, let us freely acknowledge that we do not know all things, that we do not know the solution. Rather than hastily to proclaim the presence of an error is it not the part of wisdom to acknowledge our ignorance?” (= Karena itu pada waktu kita menjumpai problem dalam Alkitab baiklah kita menahan diri dari penghakiman. Jika tidak ada penjelasan yang tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui penyelesaiannya. Dari pada dengan tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan, tidakkah merupakan bagian dari hikmat untuk mengakui ketidak-tahuan kita?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 182.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Daftar isi



Harus tidaknya menggunakan nama ‘Yahweh’...................................................... 1



Pendahuluan........................................................................................................................ 1



I) Keharusan menggunakan nama ‘Yahweh’................................................................... 2

1) Yahweh adalah nama diri dan karena itu tak boleh diterjemahkan......................... 4

2) Ayat-ayat tertentu mengharuskan untuk menggunakan nama ‘Yahweh’................ 7

3) LXX dan Perjanjian Baru mempertahankan nama ‘Yahweh’................................... 9

4) Kel 20:7 melarang menggunakan nama ‘Yahweh’ dengan sembarangan............ 11



II) Ketidak-harusan menggunakan nama ‘Yahweh’....................................................... 18



1) Jaman sekarang tak ada yang tahu pengucapan nama ‘YHWH’.......................... 18

a) Bahasa Ibrani hanya terdiri dari 22 huruf mati................................................... 18

b) Nama Allah dalam Alkitab Ibrani seharusnya hanya YHWH............................. 19

c) Hilangnya pengucapan nama ‘Yahweh’............................................................. 19

d) Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah / Yehovah’?.................................... 25

e) Bagaimana dengan pengucapan ‘Yahweh’?...................................................... 26

f) Yesus tak pernah mengajarkan pengucapan nama ‘Yahweh’............................ 28

g) Claim dari Yahweh-isme bahwa mereka tahu pengucapan YHWH.................. 39

h) Serangan saya dalam persoalan ini................................................................... 44



2) LXX dan Perjanjian Baru mengubah ‘Yahweh’ menjadi KURIOS / THEOS.......... 45

a) LXX...................................................................................................................... 45

b) Perjanjian Baru.................................................................................................... 48

c) Argumentasi yang meyakinkan tetapi ‘tidak berguna’........................................ 50



Bahasa asli Perjanjian Baru....................................................................................... 58



I) Argumentasi Yahweh-isme bahwa bahasa asli Perjanjian Baru adalah Ibrani.......... 58

1) Murid-murid Yesus tak bisa Yunani........................................................................ 58

2) Paulus tak bisa / tidak fasih Yunani........................................................................ 74

3) Kesaksian bapa-bapa gereja.................................................................................. 85

4) Adanya kata-kata Ibrani dalam Perjanjian Baru Yunani......................................... 93

5) Text Yunani dari Perjanjian Baru berbau bahasa Ibrani........................................ 95

6) Perjanjian Baru Yunani keliru tetapi Perjanjian Baru Ibrani betul........................ 107



II) Argumentasi saya bahwa bahasa asli Perjanjian Baru adalah Yunani................... 119

1) Banyak / semua sumber mengatakan demikian.................................................. 119

2) Yesus menyebut diriNya Alfa dan Omega, yang adalah huruf-huruf Yunani...... 124

3) Adanya ayat yang memberi kata Ibrani / Aram dengan terjemahan Yunani....... 124

4) Adanya kitab-kitab yang ditujukan kepada orang-orang non Yahudi................... 127

5) Dalam Kristen jejak bahasa Yunani jauh lebih kuat dari bahasa Ibrani............... 128

6) Pembahasan PL gunakan Ibrani dan pembahasan PB gunakan Yunani............ 133

7) Sekolah theologia selalu ajarkan Ibrani dan Yunani............................................ 134

8) Textual problem Perjanjian Baru selalu bahas Yunani........................................ 134

9) Penterjemah Kitab Suci menterjemahkan Perjanjian Baru dari Yunani............... 134

10) Bapa-bapa gereja mengutip banyak sekali dari Perjanjian Baru Yunani............ 135

11) Manuscript PB Yunani lebih dari 5000; PB Ibrani 0 (NOL)................................. 135

12) Kelompok Yahweh-isme berdoa supaya ditemukan Perjanjian Baru Ibrani....... 136

13) Manuscript Perjanjian Baru tertua ada dalam bahasa Yunani............................ 136

14) Foto-foto manuscript Perjanjian Baru ada dalam bahasa Yunani....................... 136



Larangan menggunakan kata ‘Allah’................................................................... 138

I) ‘Allah’ merupakan nama dari Tuhannya orang Islam............................................... 138

II) ‘Allah’ adalah nama dewa pra Islam........................................................................ 161

III) Argumentasi menggunakan Kej 33:20.................................................................... 170

IV) Kel 23:13 melarang kita memanggil nama eloim / allah lain.................................. 171

V) Penggunaan kata ‘Allah’ menyebabkan konflik dengan Islam................................ 173

VI) Kalau ‘Allah’ sama dengan ‘God’ maka semua agama harus menerimanya........ 176

VII) Penggunaan ‘Yahweh’ / pembuangan ‘Allah’ dan keselamatan........................... 177



Larangan menggunakan nama ‘Yesus’................................................................ 179

I) Penolakan terhadap nama ‘Yesus’ / ‘Jesus’............................................................. 179

II) Perubahan dari ‘Yesus’ menjadi ‘Yahshua’............................................................. 180

III) Pengucapan yang benar dari nama Yesus berhubungan dengan keselamatan... 182



Tanggapan saya........................................................................................................... 182

1) Keselamatan karena perbuatan baik....................................................................... 182

2) Tentang larangan menggunakan nama ‘Yesus’...................................................... 183

3) Perubahan ‘Yesus’ menjadi ‘Yahshua’.................................................................... 183

4) Asal usul yang benar dari nama ‘Yesus’.................................................................. 186


Apendix......................................................................................................................... 189

I) Silsilah Yesus dalam Mat 1:1-17............................................................................... 189

II) Kesalahan dalam Mat 23:35 dalam Perjanjian Baru Yunani................................... 192

III) Kesalahan dalam Mat 27:9 dalam Perjanjian Baru Yunani.................................... 194

IV) Mark 2:26 dalam Perjanjian Baru Yunani salah..................................................... 197
Next Post Previous Post