SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA: LUKAS 10:25-37

Pdt.Samuel T. Gunawan.
SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA: Lukas 10:25-37
SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA:Lukas 10:25-37. (Lukas 10:25) Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (10:26) Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" (10:27) Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (10:28) Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." (10:29) Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" (10:30) Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. (10:31) Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. (10:32) Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. (10:33) Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. (10:34) Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. (10:35) Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. (10:36) Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" (10:37) Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Lukas 10:25-37)

PENGANTAR:

Kisah tentang orang Samaria yang murah hati telah menjadi bagian dari budaya dan perbendaharaan kata kita. Karena itu tidak heran kita melihat nama organisasi gereja lokal, lembaga atau yayasan Kristen, rumah sakit, dan judul lagi menggunakan nama Samaria. Bahkan untuk saat ini, para turis dapat menemukan penginapan orang Samaria yang murah hati ini dipertengahan jalan antara kota Yerusalem dan Yerikho, dimana jarak tempuh Yerusalem menuju Yerikho hanya kira-kira 27 kilometer yang terbentang jalan menurun sekitar 1200 meter. 

Itu sebabnya dalam perumpaman itu disebutkan “seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho” (Lukas 10: 30) untuk menunjukkan keadaan jalan itu. Pada masa itu, jalan ini disebut “jalan berdarah” kemungkinan besar karena jalan ini dianggap tidak aman. Lagipula jalan diwilayah ini sebenarnya tidak berpenduduk, tidak ada tanaman, dan ditandai dengan adanya kapur dan jurang di kedua sisi jalan. Namun jalan ini justru sering dilewati oleh para penziarah atau para kafilah, walaupun dari waktu-ke waktu mereka dirampok oleh para perampok yang bersembunyi dibelakang batu-batu kapur. Dengan demikian, walaupun hanya perumpamaan, namun kisah yang diceritakan Yesus ini berdasarkan pengalaman dalam kehidupan yang nyata. 

RESKENARIO PERUPAMAAN ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI

Menurut cerita yang dituturkan oleh Yesus, seorang turun dari Yerusalem ke Yerikho. Tidak disebutkan apakah orang itu kaya atau miskin. Dia dirampok dan karena melawan maka ia dipukul. Orang tersebut ditinggalkan dalam keadaan setengah mati atau sekarat setelah ditelanjangi pakaiannya. Segera sesudah kejahatan itu dilakukan, seorang imam lewat dalam perjalanan pulang ke Yerikho. 

Iman tersebut hanya melihat sekilas kepada orang yang dirampok itu, dan melewati jalan lain disisinya. Kalau imam itu mengendarai keledai, maka ia tidak mau repot-repot turun dari keledainya. Dengan kata lain, imam tersebut tidak mau membantu orang yang sedang sekarat tersebut. Tidak lama kemudian, seorang Lewi melakukan hal yang sama, yaitu melihat sekilas, lalu pergi dan tidak mau menolong orang yang sekarat itu. 

Nampaknya, imam dan orang Lewi itu sedang dalam perjalanan pulang dari pelayanan di Bait Allah di Yerusalem. Mungkin dalam pikiran mereka, orang yang sekarat itu sudah mati, dan menurut hukum Taurat, mereka tidak diperbolehkan menyentuh mayat. 

Bila mereka melanggar perintah tersebut, mereka akan menyusahkan diri mereka secara sosial (tidak tahir), secara finansial (membayar biaya penguburan), dan secara profesional (tidak bisa mengikuti pelayanan keimaman dan imamat). Sesudah itu datanglah seorang Samaria, dia melihat orang yang sekarat itu dan berhenti untuk memberikan pertolongan karena ia merasa kasihan. Ia mendekati dan mengangkat orang tersebut dengan perlahan. 

Ia merobek kain, kemudian diberinya minyak dan anggur untuk membersihkan dan membalut luka orang yang sekarat itu. Tidak hanya sampai disitu, orang Samaria itu manaikkan orang yang sekarat itu ke atas keledainya, memegangnya, dan membawanya ke tempat penginapan terdekat. Disana ia merawatnya sepajang sisa hari dan malam itu. 

Pada hari berikutnya, barulah ia meninggalkan orang itu, dengan tersebih dahulu membayar biaya penginapan dan biaya perawatanorang yang sekarat itu kepada pemilik penginapan. Bahkan ia berjanji akan membayar pada saat ia kembali apabila uang yang ditinggal itu masih kurang untuk perawatan orang itu. 

EKSPOSISI DAN APLIKASI

Kisah tentang orang Samaria yang murah hati dalam Lukas 10:25-37 ini dapat di bagi atas tiga bagian, yaitu:

(1) Dialog pendahuluan Yesus dengan Seorang ahli Taurat (Lukas 10: 25-28);

(2) Perumpamaan Yesus untuk menjawab pertanyaan ahli Taurat tentang “siapakah sesamaku manusia?” (Lukas 10: 29-35); dan

(3) Dialog penutup yang berisi kesimpulan jawaban atas pertanyaan “siapakah sesamaku manusia?” dari ahli Taurat itu (Lukas 10: 36-37). Berdasarkan pembagian di atas berikut eksposisi Lukas 10:25-37 dan aplikasinya bagi kehidupan kita. 

1. Dialog pendahuluan Yesus dengan Seorang ahli Taurat (Lukas 10: 25-28). 

Eksposisi: Beberapa hal penting yang menjadi catatan pada bagian ini, yaitu :

(1) Pendahuluan perumpamaan ini walaupun mirip tetapi tidak boleh dianggap sama dengan kisah yang terdapat dalam Markus 12:28-30.

(2) Kisah ini dimulai dengan seorang ahli Taurat yang datang untuk mencobai Yesus dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana supaya seseorang layak memperoleh hidup yang kekal. Seorang “ahli hukum Taurat” atau “nomikos” dalam ayat tersebut menunjuk kepada seorang pakar dalam hal ajaran hukum Musa atau hukum Taurat. 

Kata “mencobai” dalam ayat tersebut adalah “ekpeirazon” yang berarti “menguji, menggoda, menjebak dengan maksud menjatuhkan”. Jadi sebenarnya ahli Taurat ini tidak benar-benar hendak bertanya, ia hanya hendak menguji Yesus dengan pertanyaan yang menjebak, yaitu pertanyaan “tentang hidup kekal” yang pada saat itu merupakan pokok perdebatan hangat dalam agama (Bandingkan Lukas 18:18).

(3) Ahli Taurat itu menyebut Yesus dengan sebutan “didaskalos” atau “guru atau pengajar”, dengan demikian ia mengakui bahwa Yesus adalah seorang pribadi yang berotoritas di dalam mengajarkan hal-hal agama. Karena itulah ia mengharapkan Yesus memberi jawaban untuk pertanyaannya itu.

(4) Yesus tahu bahwa ahli Taurat itu benar-benar mengetahui hukum Taurat hingga ke detailnya, karena itu Yesus menjawab pertanyaan ahli hukum Taurat tersebut dengan balik bertanya kepadanya tentang kesimpulan dari hakikat dan tujuan hukum Taurat (ayat 26). Ahli Taurat itu memberi jawaban yang sama (ayat 27) seperti yang diberikan Yesus dalam Markus 12:29-30. 

Bahkan menurut Yesus perintah untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia tersebut merupakan kesimpulan dari seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi ketika Ia mengatakan, “en tautais tais dusin entolais holos ho nomos kai hoi prophêtai kremantai” atau yang diterjemahkan menjadi “pada kedua perintah ini seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi terikat” (Matius 22:40). 

Hal itu tidak mengherankan sebab ikatan atau perpaduan antara Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18 telah dipahami sebelum masa Yesus. Jadi baik Yesus maupun ahli hukum Taurat itu benar-benar sudah mengetahui kesimpulan dari hakikat dan tujuan hukum Taurat. Disini kita dapat melihat bagaimana Yesus menerima otoritas Perjanjian Lama sebagai pernyataan (wahyu) Allah, karena itulah Ia membawa ahli hukum Taurat itu untuk menemukan jawaban atas pertanyaannya tersebut. 

Aplikasi: Seperti halnya ahli Taurat itu datang dan bertanya kepada Yesus bukan karena ia tidak tahu jawabannya, melainkan karena ia hendak menguji Yesus. Demikian juga halnya dengan kita. Adakalanya orang-orang yang datang bertanya kepada kita bukan karena ia tidak tahu jawababnya, tetap karena ia hendak menguji pengetahuan dan pemahaman kita terhadap suatu hal tertentu, bahkan ada yang bertanya hanya untuk menjatuhkan kita. 

Seperti Yesus menjawab dengan baik pertanyaan ahli Taurat itu dengan pengetahuan dan pemahamanNya yang mendalam terhadap hukum Taurat, demikian juga kita diharapkan mengikuti hikmat Yesus ketika memberi jawab atas pertanyaan-pertanyaan tentang iman dan kepercayaan kita. Ini dimulai dengan kita menerima otoritas Alkitab dan memahami Alkitab dengan cara yang benar, sehingga dapat memberi jawaban yang tepat. 

2. Perumpamaan Yesus untuk menjawab pertanyaan ahli Taurat tentang “siapakah sesamaku manusia?” (Lukas 10: 29-35). 

Eksposisi: Beberapa hal penting yang menjadi catatan pada bagian ini, yaitu :

(1) Ketika Yesus mendengar jawaban yang benar dari ahli Taurat tentang kesimpulan dari hakikat dan tujuan hukum Taurat itu, Ia langsung mengatakan kepada ahli Taurat itu demikian, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." (Lukas 10: 28). Secara teori ahli Taurat ini telah mengetahui yang benar, tetapi belum menerapkan pengetahuan itu. Mengatahui dan melakukan adalah dua hal berbeda! Kegagalannya melakukan hukum Taurat bukan disebabkan karena kurangnya penjelasan, melainkan disebabkan oleh kurangnya kasih.

(2) Menyadari bahwa dirinya belum menerapkan sepenuhnya hukum kasih itu, bahkan kini ia justru terjebak oleh pertanyaan dan jawabannya sendiri, maka si ahli Taurat yang telah “kehilangan muka” ini mencoba untuk membela dirinya dengan sebuah insiatif untuk mengajukan pertanyaan tentang definisi yang lebih tepat mengenai kata “sesama”. Ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus, “"Dan siapakah sesamaku manusia?" (Lukas 10: 29) berdasarkan hukum kedua “kai agapêseis ton plêsion sou hôs seauton” atau “dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Lukas 10: 27). 

Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang mendasar, sebab orang ahli Taurat itu adalah orang Yahudi yang hidup di dalam dunia yang sirkular, dimana dirinya adalah pusat, dikelilingi oleh kerabat dekatnya, kemudian sanak keluarganya, dan akhirnya lingkaran dari mereka semua yang menyatakan diri keturunan orang Yahudi. Ahli Taurat ini mewakili kebanyakan pemikiran dan sikap orang Yahudi pada masa itu bahwa yang dimaksud dengan “sesama manusia” itu hanyalah “sesama orang Yahudi”. 

Padahal kata Yunani “plêsion” yang diterjemahkan dengan “sesama” merupakan kata yang dipakai untuk menunjukkan orang yang bukan saudara kandung, sedarah, sesuku atau sekebangsaan. Sebab jika yang dimaksud dengan sesama itu adalah orang yang sedarah, sesuku, atau sekebangsaan maka kata Yunani yang biasa dipakai adalah “adelphos”. Karena itu, dalam rangka menjelaskan makna dari kata “plêsion” atas pertanayaan ahli Taurat itulah Yesus menyampaikan perumpamaan tentang Orang Samaria yang murah hati. (Lihat bagian RESKENARIO PERUPAMAAN ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI di atas).

(3) Di dalam perumpamaan ini, digambarkan ada lima orang (tidak termasuk para perampok), yaitu : orang yang dirampok, seorang imam, seorang lewi, orang Samaria, dan pemilik penginapan. Namun fokus dari perumpamaan ini bukanlah orang yang di rampok itu meskipun ia memang menjadi objek perhatian; subjek dari kisah ini juga bukanlah imam, orang Lewi maupun pemilik penginapan. Tetapi yang menjadi fokus dari cerita ini adalah orang Samaria. Dialah pelaku, agen, dan karakter utama yang hendak ditampilkan Yesus dalam perumpamaan ini. 

Karena itu perumpamaan ini disebut “perupamaan tentang orang Samaria yang murah hati” dan bukan perumpamaan tentang orang yang dirampok. Orang Samaria ini mewakili karakter yang menunjukkan bagaimana seseorang harus mengasihi sesamanya dan menjadi saudara baginya. 

Melalui perumpamaan orang Samaria yang murah hati ini Yesus hendak menujukkan bahwa yang dimaksud dengan “plêsion” atau “sesama” sebenarnya bukan hanya saudara berkebangsaan Yahudi atau pun orang asing yang tinggal dan mengikuti agama Yahudi, melainkan setiap orang yang ada disekitar mereka, termasuk yang orang-orang yang memusuhi mereka. 


Aplikasi: Harus dingat, bahwa perintah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” adalah sebuah perintah yang menjangkau keluar melampaui lingkaran keluarga sedarah maupun keluarga gereja. Perintah ini merupakan panggilan untuk menunjukkan belas kasihan kepada semua orang yang tidak beruntung, teraniaya, tersakiti, dan terpinggirkan. 

Kita memang tidak dapat menolong dan memenuhi kebutuhan semua orang di dunia. Yesus tidak mengajarkan itu atau hidup seperti itu. Sebagaimana orang Samaria yang murah hati itu menolong orang yang sekarat yang ia temukan dalam perjalanannya tersebut, demikian juga kita perlu menggunakan kesempatan yang diberikan kepada kita untuk menolong orang-orang yang ada disekitar kita yang dapat kita jumpai dalam perjalanan hidup kita. 

Hanya karena kita tidak dapat menolong semua orang bukanlah alasan untuk kita tidak menolong siapapun. Dalam perumapamaan ini Yesus jelas mendefinisikan sesama kita dengan orang-orang manapun yang kita temuai dan memerlukan pertolongan kita tanpa harus dibatasi oleh rasial, budaya dan agama. Sebagaimana orang Samaria itu menolong orang yang sekarat itu dengan segenap kemampuannya demikianlah kita perlu mengupayakan mengasihi sesama dengan segenap kemampuan yang ada dan melihatnya dari sudut pandang seperti yang diajarkan Yesus 

3. Dialog penutup yang berisi kesimpulan jawaban atas pertanyaan “siapakah sesamaku manusia?” dari ahli Taurat itu (Lukas 10: 36-37). 

Eksposisi: Selesai dengan perumpamaan itu, Yesus mengajukan pertanyaan yang menghujam tajam tepat di pikiran ahli taurat itu demikian, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Seketika ahli Taurat itu menjawab, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya. Kemudian, perkataan penutup dari Yesus segera membungkan mulut Ahli Taurat tersebut sekaligus mengakhiri kisah ini “Pergilah, dan perbuatlah demikian!" Sekali lagi, secara teori ahli Taurat ini telah mengetahui yang benar, tetapi belum menerapkan pengetahuan itu. Mengatahui dan melakukan adalah dua hal berbeda! Kegagalannya melakukan hukum Taurat bukan disebabkan karena kurangnya penjelasan, melainkan disebabkan oleh kurangnya kasih.

Catatan: Kata yang dipakai untuk kasih di bagian ini memakai kata ἀγαπᾶτε (verb-indicative-present-active-second person-plural, yaitu suatu tindakan kasih yang aktif – tindakan yang senantiasa dilakukan dan tidak berhenti di tengah jalan.

Aplikasi: Kita perlu mengetahui firman Tuhan dan bagiamana menerapkan dengan tepat atas kehidupan kita dan sesama. Yakobus merangkumnya dengan tepat ketika berkata, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri” (Yakobus 1:22).

DAFTAR PUSTAKA: SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA: Lukas 10:25-37 

Archer, Gleason, L., 2009. Encyclopedia Of Bible Difficulties. Terjemahan, Penebit Gandum Mas : Malang.
Carson, D.A, ed., 2017. Tafsiran Alkitab Abad ke-21. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta. 

Drewes, B.F, Wilfrid Haubech & Heinrich Vin Siebenthal., 2008. Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2008. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, terjemahaan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta.
Kistemaker, Simon. J., 2010. Perumpamaan-perumpamaan Yesus. Terjemahan, penerbit Literatur SAAT : Malang.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, editor., 2002. Kamus Gambaran Alkitab. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. 
Stein, Robert H., 2015. Prinsip-Prinsip Dasar dan Praktis Penafsiran Alkitab. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. 
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang. 
Virkler A. Henry & Karelynne Gerber Ayayo.,2015. Hermeneutik: Prinsip-Prinsip dan Proses Interpretasi Alkitabiah. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta. 
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post