AKULAH ROTI HIDUP (YOHANES 6:35)

Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi (Yohanes 6:35)

Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: Barang siapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yohanes 6:48-51)
AKULAH ROTI HIDUP (YOHANES 6:35)
Catatan:

Kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) di sini oleh banyak orang dihubungkan dengan dengan kata-kata ‘I am’ dalam Keluaran 3:14 yang oleh NIV diterjemahkan sebagai berikut: God said to Moses, “I am who I am. This is what you are to say to the Israelites: ‘I AM has sent me to you’” (= Allah berkata kepada Musa: “Aku adalah Aku. Inilah yang harus kamu katakan kepada orang-orang Israel: ‘AKU ADALAH telah mengirimku kepadamu’”).

Lalu dalam Keluaran 3:15 Allah memperkenalkan diri dengan sebutan Yahweh / Yehovah (= TUHAN).

Karena itu, kata-kata Yesus ini secara implicit menunjukkan diriNya sebagai Yahweh / Allah sendiri (bdk. Yeremia 23:5-6 Yeremia 33:15-16 di mana Yesus disebut sebagai TUHAN / Yahweh!).

Perikop dalam Yohanes 6:30-34 memuat suatu perdebatan yang khas Yahudi, baik dalam cara pengungkapan, asumsi, maupun soal-soal yang dibicarakan. Yesus baru saja menunjukkan siapa diri-Nya itu, serta mengatakan, bahwa pekerjaan yang benar yang dikehendaki Allah adalah percaya serta beriman kepada-Nya. Orang Yahudi malah menuntut: “Baiklah, apa yang Engkau katakan itu adalah seperti perkataan seorang Mesias. Sekarang buktikanlah bahwa Diri-Mu itu Mesias!”

Pada waktu itu pikiran orang-orang Yahudi tersebut masih berkisar pada soal Yesus memberi makan orang banyak di Betsaida Yulias, dan tentu saja mereka lalu ingat akan peristiwa roti manna di padang gurun pada zaman dahulu. Mereka tentu secara mudah menghubungkan dua peristiwa itu. Manna selalu mereka anggap sebagai roti Allah (Mazmur 78:24; Keluaran 16:15); dan ada kepercayaan yang kuat di kalangan para rabi bahwa kalau Mesias kelak datang, Ia juga akan memberikan manna lagi. 

Pemberian manna dianggap sebagai karya utama dari Musa; dan Mesias yang mereka harapkan haruslah lebih besar dari Musa. Mereka percaya bahwa ada satu periuk berisi manna yang disimpan di dalam peti perjanjian yang ada di dalam Bait Allah yang pertama. Mereka juga percaya bahwa ketika Bait Allah itu dihancurkan oleh musuh, maka nabi Yeremia telah menyembunyikan periuk manna tersebut dan akan mengeluarkannya lagi ketika Mesias itu datang.

Dengan kata-kata lain, orang-orang Yahudi itu menantang Yesus untuk menunjukkan roti yang dari Allah untuk memperkuat dan membuktikan pengakuan diri-Nya. Mereka dengan demikian tidakmenganggap roti yang dipakai untukmemberi makan lima ribu orang sebagai roti yang dari Allah. Roti itu berasal dari dunia dan karena itu adalah roti duniawi. Sedangkan manna mereka anggap sebagai roti lain, dan merupakan roti yang benar.

Jawaban Yesus mengandung dua arti. 

Pertama, Yesus mengingatkan mereka bahwa yang memberi manna pada zaman dahulu itu bukanlah Musa, melainkan Allah. 

Kedua, Yesus mengatakan bahwa manna tersebut sebenarnya bukanlah roti Allah; tetapi manna itu hanya simbol roti Allah saja. Roti Allah yang benar adalah Ia yang telah turun dari sorga dan yang bukan saja mengenyangkan kelaparan jasmaniah, tetapi bahkan memberikan hidup. Yesus tetap mempertahankan pengakuan-Nya, bahwa kepuasan dan hidup yang benar itu hanya ada pada Diri-Nya saja.

Selanjutnya perikop dalam Yohanes 6:35-40 merupakan salah satu perikop yang besar di dalam kitab Injil Yohanes, bahkan di dalam seluruh Perjanjian Baru. Di dalam perikop itu ada dua jalur pikiran yang perlu kita coba telusuri.

PERTAMA, apakah yang Yesus maksudkan ketika Ia berkata: “Akulah roti hidup”? 

Perkataan ini tidak cukup kalau hanya kita anggap sebagai suatu perkataan yang indah dan puitis. Marilah kita coba mengupasnya tahap demi tahap.

(1) Roti adalah bahan makanan utama untuk mempertahankan hidup. Tanpa roti maka hidup ini tidak bisa berlanjut; 

(2) Tetapi apakah hidup itu? Tentu saja yang dimaksud adalah lebih jauh dan lebih dalam ketimbang hanya hidup yang jasmaniah ini. Apakah arti rohaniah yang baru dari hidup ini?; 

(3) Hidup yang sebenarnya adalah hidup dalam hubungan yang baru dengan Allah. Hubungan baru yang demikian itu adalah hubungan kepercayaan, ketaatan dan kasih; 

(4) Hubungan yang baru seperti itu hanya dimungkinkan oleh Yesus Kristus. Lepas dari Yesus Kristus tak seorang pun yang bisa memasuki hubungan baru itu; 

(5) Dengan kata-kata lain, tanpa Yesus mungkin kita ini memang ada, tetapi tidak hidup; 

(6) Oleh karena itu, kalau Yesus adalah esensi hidup ini, maka Ia adalah roti hidup itu.

Kelaparan yang sesungguhnya dari manusia itu berakhir kalau kita mengenal Kristus dan memalui-Nya mengenal Allah. Pada waktu itu maka jiwa yang mengembara dan berlelah-lelah menemukan perhentian, dan hati yang lapar dikenyangkan.

KEDUA, perikop ini mengungkapkan tahap-tahap kehidupan Kristiani:

(1) Mula-mula kita melihat Yesus, Kita melihat Yesus melalui pembacaan Perjanjian Baru, pengajaran gereja, dan kadang-kadang di dalam pengalaman hidup kita sehari-hari di mana kita seolah-olah melihat Dia muka dengan muka;

(2) Setelah melihat Dia, lalu kita datang kepada-ya. Hal ini berarti bahwa kita mengenal Yesus bukan sebagai pahlawan atau tokoh yang jauh, tokoh cerita dalam buku, melainkan sebagai tokoh yang bisa kita temui secara langsung.

(3) Lalu kita percaya kepada-Nya. Artinya kita menerima Yesus sebagai kuasa Allah yang berkuasa atas manusia dan hidup. Jadi pertemuan kita dengan Yesus bukanlah pertemuan karena kita tertarik atau karena kita setaraf dengan Dia, melainkan merupakan penyerahan diri kita kepada-Nya.

(4) Semua yang terjadi tersebut di atas memberi kita hidup. Dengan kata-kata lain, semuanya itu menempatkan diri kita dalam suatu hubungan yang indah dan baru dengan Allah, di mana Allah menjadi teman akrab kita. Melalui hubungan yang baru itu maka kita menjadi tidak asing lagi dengan Dia yang sebelumnya tidak kita kenal dan bahkan kita takuti.

(5) Kemungkinan untuk masuk ke dalam hubungan baru seperti itu bebas secara umum, terbuka bagi semua orang. Tawaran untuk itu terbuka dan ditujukan kepada semua orang. Kita sendirilah yang harus menentukan untuk menerima atau tidak menerima roti hidup itu.

(6) Namun jalan satu-satunya untuk masuk ke dalam hubungan baru itu hanyalah melalui Yesus. Tanpa Dia maka semuanya tak akan mungkin. Semua daya upaya manusia, kerinduan serta keinginan hati manusia, tidak akan dapat menemukan Allah.

(7) Di belakang semuanya itu adalah Allah sendiri. Barang siapa yang telah Allah berikan kepada Yesus, ia akan dapat datang kepada Kristus. Allah tidak hanya menyediakan tujuan, tetapi juga menggerakkan hati manusia agar ada kemauan untuk datang kepada-Nya. Allah bekerja di dalam hati manusia untuk menyingkirkan segala pemberontakan serta kesombongan yang mungkin akan menghalangi manusia untuk menyerahkan dirinya secara penuh. Bahkan, kita tidak pernah mencari Dia kalau saja Dia tidak lebih dahulu telah menemukan kita.

Namun masih ada sesuatu yang mengeraskan hati kita, sehingga kita bisa menolak tawaran Allah itu. Pada akhirnya yang menolak Allah adalah perlawanan hari manusia sendiri. Hidup manusia itu diperhadapkan dengan dua hal: menerima atau menolak.

Kalau kita menerima, maka ada dua hal yang terjadi:

Pertama, kepuasan yang baru akan masuk ke dalam hidup kita. Rasa lapar dan haus yang kita derita akan lenyap. Hati kita menemukan apa yang dicarinya dan hidup kita tidak lagi hanya merupakan sesuatu yang ada, melainkan berubah menjadi sesuatu yang bergetar dan sekaligus damai.

Kedua, kita tetap selamat meskipun kita ada di dalam dunia yang lain. Bahkan pada hari akhir kita semuanya binasa, kita tetap selamat sentosa. Seorang penafsir mengungkapkan hal itu sebagai berikut: ”Kristus membawa kita ke tempat perhentian, di mana dan untuk selanjutnya tidak ada lagi bahaya apa pun.”

Yesus menawarkan hidup yang terbatas oleh waktu maupun hidup yang kekal. Kemuliaan serta keagungan itu akan lepas dari kita kalau kita menipu diri kita sendiri lalu menolak tawaran Yesus itu.

KEGAGALAN ORANG YAHUDI

Dalam ayat 41-51 Yohanes menceritakan mengenai kegagalan orang Yahudi untuk mempercayai Yesus. Perikop ini memberikan sebab-sebab mengapa orang Yahudi menolak Yesus; dan dengan menolak-Nya itu mereka menolak hidup yang kekal.

(1) Orang-orang Yahudi tersebut mengukur segala sesuatu menurut ukuran manusiawi dan menurut ukuran lahiriah. Di dalam menjawab pengakuan Yesus mereka dengantegas mengatakan, bahwa Yesus hanyalah anak seorang tukang kayu yangdibesarkan di Nazaret. Hal ini mereka ketahui sepenuhnya. Mereka tidak bisa mengerti, bahwa seorang pedagang atau seorang anak miskin pun bisa menjadi utusan istimewa dari Allah.

T.E. Lawrence adalah teman akrab dari seorang penyair yang bernama Thomas Hardy. Ketika Lawrence masih bekerja sebagai pemelihara pesawat terbang Angkatan Udara Kerajaan Inggris, ia sering mengunjungi keluarga Thomas Hardy dengan berpakaian seragam kerja. Pada suatu kali, kunjungan Lawrence yang demikian itu bersamaan waktu dengan kunjungan seorang nyonya ningrat dari kota Dorchester. Sang ningrat sangat terkejut dan kecewa bahwa ia harus merendahkan diri untuk menghadiri pertemuan dengan seorang pekerja kasar biasa. Sang ningrat memberitahu nyonya Hardy, bahwa di dalam hidupnya ia tidak pernah harus duduk satu meja dan minum bersama seorang prajurit rendahan seperti itu.

Namun sang ningrat mengatakan hal itu dalam bahasa Perancis yang tidak dimengerti oleh nyonya rumah, sehingga nyonya rumah hanya diam saja. Tiba-tiba tuan rumah mengucap dengan rendah hati dalam bahasa Perancis yang sempurna, katanya: “Maaf Nyonya, apakah saya bisa menolong menerjemahkan apa yang baru saja nyonya katakan, sebab isteri saya tidak mengerti bahasa Perancis?” Sang ningrat adalah contoh dari seseorang yang karena gengsi dan tidak menghargai orang lain telah melakukan kesalahan besar karena menilai orang lain dari penampakan lahiriahnya saja.

Hal seperti itulah yang juga dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap Yesus. Kita harus berhati-hati agar kita tidak menolak berita dari Alalh hanya karena kita merendahkan serta tidak memperhatikan si pembawa berita. Tidak ada orang yang akan menolak menerima uang banyak hanya karena uang itu dimasukkan ke dalam amplop yangbentuk dan warnanya kurang memadai. Allahmempunyai banyak pembawa berita. Dan berita Allah yang terbesar justru datang melalui seorang tukang kayu asal Galilea. Namun justru kenyataan yang seperti itu orang Yahudi malah menolak-Nya.

(2) Orang-orang Yahudi itu berdebat satu melawan yang lain. Mereka telah terpukau dan terkesima oleh pertimbangan dan pendapat pribadi mereka, sedemikian rupa, sehingga tidak ada ingatan sedikit pun untuk berhubungan dengan Allah. Mereka sangat bersemangat untuk menampilkan pendapat mereka tentang persoalan itu, tetapi mereka sama sekali tidak mau tahu apa pendapat Allah mengenai persoalan itu. 

Oleh karena itu barangkali baik kalau di dalam suatu perdebatan atau pembicaraan dalam suatu forum, di mana setiap orang berusaha mengajukan pendapat agar diterima oleh orang lain, kita kadang-kadang lebih baik diam dan menanyakan Allah apa yang Ia kehendaki untuk kita lakukan. Memang kita masih harus sering mengakui, bahwa pada akhirnya pendapat-pendapat kita tidak mempunyai arti yang banyak. Pendapat, pikiran dan kehendak Allah-lah yang sebenarnya mempunyai arti. Tetapi kita jarang sekali berusaha untuk mengetahui pendapat serta kehendak Allah itu.

(3) Orang-orang Yahudi itu mendengar, tetapi tidak belajar apa-apa. Memangmendengar itu ada bermacam-macam. Ada mendengar dengancermat dan kritis; ada mendengar dengan rasa penolakan dan perlawanan; ada mendengar namun merasa diri lebih tinggi; ada mendengar dengan keacuh-takacuhan; dan ada juga mendengar hanya sekedar mendengar saja karena tidak mnendapat kesempatan untuk berbicara dan didengar orang lain. Mendengar yang memang berguna hanyalah mendengar yang disertai oleh kemauan untukmeresapi dan mempelajari apa yang didengar itu. Dan mendengar yang seperti itu adalah satu-satunya cara mendengar suara Allah.

(4) Orang-orang Yahudi tetap bertahan dan tidak mau ditarik oleh Allah, Hanya orang-orang yang menerima Yesus sajalah yang ditarik oleh Allah. Kata bahasa Yunani yang dipakai oleh Yohanes untuk ‘menarik’ adalah ‘helkuein’. Kata itu dipakai juga di dalam terjemahan bahasa Yunani Perjanjian Lama di dalam kitab Yeremia 31:3, yang di dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “melanjutkan”. 

Hal yang menarik dari kata Yunani ‘helkuein’ itu ialah, bahwa kata itu selalu mengandung arti menolak atau bertahan. Pengertian itu ada di dalam kata ‘menarik’ seperti yang dipakai dalam kalimat: menarik jala yang berat penuh ikan ke pantai (Yohanes 21:6, 11). Kata itu juga dipakai pada waktu Paulus dan Silas ditarik atau diseret ke depan pengadilan di kota Filipi (Kisah Para Rasul 16:19). Kata itu dipakai juga dalam menghunus pedang dari dalam sarungnya (Yohanes 18:10). Jadi di situ selalu ada pengertian menolak, bertahan atau seret. Allah menarik manusia kepada-Nya, tetapi penolakan dan pertahanan manusia bisa melawan tarikan Allah itu.

Yesus adalah roti hidup, artinya ialah bahwa Yesus adalah pokok kehidupan. Karena itu menolak tawaran serta perintah Yesus berarti kehilangan hidup dan menuju kematian. Para rabi sering mengatakan: “Generasi yang hidup di padang gurun zaman dahulu tidak mempunyai bagian apa-apa di dalam kehidupan kekal.” 


Di dalam cerita kuno yang terdapat di dalam kitab Bilangan diceritakan tentang orang-orang besar dan bahaya yang ada di tanah perjanjian seperti yang dilaporkan oleh para pengintai. Mereka dikutuk dan dihukum dengan pengembaraan di padang gurun untuk waktu yang lama sehingga mereka mati di sana. Karena mereka tidak mau menerima bimbingan Allah, maka pintu tanah perjanjian tertutup bagi mereka untuk selamanya. Para rabi percaya bahwa para nenek moyang yang mati di padang gurun itu bukan hanya tidak dapat masuk ke tanah perjanjian, tetapi juga kehilangan hidup yang bakal datang.

Menolak tawaran Yesus berarti menolak hidup yang sekarang dan yang akan datang. Sebaliknya, menerima tawaran Yesus itu berarti menerima hidup yang sebenarnya sekarang ini maupun kelak dalam dunia yang baru. Amin.
Next Post Previous Post