SERI KHOTBAH SURAT YAKOBUS
I) Diri Yakobus.
1) Siapakah Yakobus ini
health, otomotif |
Catatan:
· Untuk menjaga / melindungi doktrin mereka tentang keperawanan yang abadi dari Maria, maka Gereja Roma Katolik menafsirkan Mat 13:55 ini dengan mengatakan bahwa Yakobus ini bukanlah sauda-ra Yesus, tetapi saudara sepupu Yesus.
Tetapi perlu diketahui bahwa bahasa Yunani mempunyai istilah lain untuk ‘saudara sepupu’ [seperti yang digunakan dalam Kolose 4:10. Terjemahan ‘kemenakan’ dalam Kol 4:10 versi Kitab Suci Indonesia ini salah, karena seharusnya adalah ‘saudara sepupu’ (NIV: cousin)]. Sedangkan dalam Mat 13:55 ini tidak digunakan istilah ‘saudara sepupu’, tetapi ‘saudara’.
· Kemungkinan yang lain yang sering diajukan, ialah bahwa Yako-bus adalah anak Yusuf dari istri pertamanya (sebelum menikah dengan Maria). Tetapi ini juga adalah sesuatu yang tidak berdasar, karena Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa sebelum meni-kah dengan Maria, Yusuf sudah pernah menikah.
Saya sendiri beranggapan bahwa kita tidak perlu mempertahankan keperawanan dari Maria, setelah ia melahirkan Yesus. Memang keperawanan ini dibutuhkan sampai ia melahirkan Yesus, karena kalau tidak, maka Yesus bukan hanya manusia biasa, tetapi Ia juga adalah manusia berdosa, sehingga Ia tidak bisa menjadi Juruselamat / Penebus dosa kita. Tetapi setelah Yesus lahir, sedikitpun tidak ada perlunya / gunanya kita mempertahankan keperawanan dari Maria. Kitab Suci memang mengajarkan kelahiran Kristus dari seorang perawan, tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan keperawanan abadi dari Maria! Jadi, saya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘saudara-saudara Yesus’ dalam Mat 13:55 adalah anak-anak Yusuf dan Maria.
2) Yakobus ini baru bertobat setelah Yesus
bangkit dari antara orang mati (bdk. Yohanes 7:5 1Korintus 15:7).
Hubungan darah dengan Yesus, dan juga pengenalannya secara jasmani terhadap Yesus, justru menjadi penghalang baginya untuk percaya kepa-da Yesus. Sukar baginya untuk menerima bahwa kakak tirinya yang dari kecil bersama-sama dengan dia, ternyata adalah Juruselamat / Mesias / Anak Allah sendiri. Tetapi setelah Yesus bangkit dari antara orang mati, akhirnya ia percaya kepada Yesus.
3) Ia adalah Yakobus yang sama dengan Yakobus
yang ada dalam Galatia 2:9 dan Kis 15:13.
Dari kedua bagian Kitab Suci ini terlihat dengan jelas bahwa akhirnya Yakobus menjadi pimpinan dalam gereja abad pertama (di Yerusalem).
4) Tradisi (cerita turun temurun secara lisan)
mengatakan bahwa Yakobus ini adalah orang yang jujur, saleh, tidak minum
anggur, dan tidak makan daging.
Lututnya menjadi
tebal karena banyaknya ia berlutut dalam doa (banding-kan dengan lutut yang
mulus dari kebanyakan orang kristen karena tidak pernah berdoa!).
Dan ia akhirnya dibunuh (mati syahid) dengan dilempar dari atap Bait Su-ci, lalu kepalanya dipukul dengan pentungan, karena ia tidak mau mem-bujuk orang-orang Kristen untuk meninggalkan doktrin tentang Kristus.
Catatan: dalam ‘The New Bible Dictionary’ (hal 597) dikatakan bahwa Yakobus saudara Tuhan Yesus ini mati karena dirajam di tangan Imam Besar Ananus. Tetapi ‘The International Standard Bible Encyclopedia’ (vol II, hal 959) mengatakan bahwa banyak orang berontak karena perajaman itu (sehingga rupanya perajaman itu batal atau setidaknya tidak sampai membunuhnya). Akhirnya ia dilemparkan dari puncak Bait Allah, dan karena masih hidup, ia lalu dirajam dengan batu sampai mati.II) Sebutan Yakobus bagi dirinya sendiri.
1) Ia tidak menyebut dirinya ‘saudara / adik Tuhan Yesus’, tetapi ‘hamba Tu-han Yesus’ (ay 1).
a) Ini menunjukkan kerendahan
hati Yakobus! Bayangkan kalau saudara adalah adik Tuhan Yesus, apakah saudara
tidak memamerkan hal itu kepada seadanya orang?
Penerapan: Kalau dalam diri atau hidup saudara ada sesuatu yang menyebabkan saudara dipuji atau dihormati orang (seperti gelar yang tinggi, nilai yang bagus, sekolah yang top, kemampuan tertentu, kekayaan, perhiasan, jabatan, anggota keluarga yang hebat dsb), apakah hal itu saudara tonjolkan?
b) Ini menunjukkan bahwa
hubungan rohani dengan Yesus (‘hamba’) le-bih penting dari pada hubungan darah
/ jasmani dengan Tuhan Yesus (‘adik / saudara’).
Penerapan: Apakah saudara sering mempunyai keinginan untuk hidup di Palestina pada jamannya Tuhan Yesus agar saudara bisa bertemu muka dengan Yesus secara jasmani? Ingatlah bahwa hal seperti itu sebetulnya sama sekali tidak penting! Yang penting adalah: apakah saudara pernah bertemu dengan Yesus secara rohani?
2) Ia tidak menyebut dirinya ‘rasul’, padahal
dari Galatia 1:19 bisa disimpulkan bahwa ia adalah rasul.
Yakobus tidak
perlu menyebut dirinya sebagai rasul, karena otoritasnya sebagai rasul /
sokoguru jemaat tidak diragukan lagi. Paulus sering me-nyebut dirinya sebagai
rasul (misalnya dalam 1Korintus 1:1), karena kerasul-annya sering diragukan.
Penerapan: Apakah saudara sering membanggakan jabatan saudara (baik jabatan gereja maupun jabatan sekuler) kepada orang-orang di sekitar saudara?
3) Ia menyebut dirinya sebagai ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’.
a) Kata ‘hamba’ lagi-lagi
menunjukkan kerendahan hati Yakobus. Ia ada-lah seorang rasul, sokoguru
gereja, tetapi ia menyebut dirinya ‘ham-ba’!
Penerapan: Apakah saudara adalah seorang pengurus, guru sekolah minggu, ketua komisi atau majelis atau bahkan pendeta dalam suatu gereja / dosen sekolah theologia, janganlah sombong karena kedudukan itu. Sadarilah bahwa di hadapan Tuhan, saudara tetap adalah hamba!
b) Sebetulnya, sekalipun sebutan ‘hamba’ itu merendahkan, tetapi dalam arti tertentu sebutan ini juga meninggikan dan memberikan otoritas tertentu, karena Yakobus (dan juga kita) bukan sekedar merupakan ‘hamba manusia’, tetapi ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’!
c) Kata ‘hamba’ berbeda artinya
dengan ‘pelayan’. Seorang ‘pelayan’ masih mempunyai hak atas kehidupan dan
dirinya sendiri dan ia boleh saja pindah kerja dan mencari majikan yang lain.
Tetapi seorang ‘ham-ba’ menunjukkan ketaatan, penyerahan dan kesetiaan total! Seorang
hamba tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hanya untuk tuannya.
Penerapan: Apakah saudara hidup sebagai seorang hamba dalam hubungan saudara dengan Tuhan? Atau sebagai seorang pelayan yang merasa punya hak-hak tertentu atas diri dan kehidupan saudara sendiri? Atau bahkan sebagai seorang boss, yang selalu ingin memerintah / mendikte / memaksa Tuhan untuk menuruti keinginan saudara?
d) Kata ‘hamba’ bisa mempunyai
arti negatif kalau obyeknya salah.
Misalnya: hamba
uang, hamba manusia, hamba dosa, hamba setan dsb. Tetapi Yakobus mempunyai
obyek yang benar. Ia adalah hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus!
Penerapan: Janganlah memperhambakan diri pada obyek yang salah, baik itu pekerjaan, uang, manusia, setan, dosa, hobby / kesenangan tertentu, study dsb! Juga, janganlah menggabungkan obyek yang salah dan yang benar, seperti yang dilakukan oleh para penganut Theologia Kemakmuran! Saudara tidak bisa menggabungkan Tuhan dengan dunia (Yakobus 4:4), atau Tuhan dengan uang (Matius 6:24).
e) Ia adalah ‘hamba Allah dan
Tuhan Yesus Kristus’.
Ia adalah hamba Allah karena Allah yang menciptakannya. Ia adalah hamba Tuhan Yesus Kristus, karena Yesus sudah menebus / membeli dia dengan darahNya.
Jadi sebetulnya semua orang harus memperhambakan diri kepada Allah, karena Allah adalah Pencipta diri mereka. Tetapi orang kristen harus memperhambakan diri kepada Allah secara dobel, karena kita bukan hanya diciptakan oleh Allah tetapi juga telah ditebus oleh Yesus dari dosa-dosa kita! Apakah saudara menyadari hal itu? Dan apakah saudara betul-betul memperhambakan diri kepada Allah?
f) Kedua istilah ini (‘hamba Allah’ dan ‘hamba Tuhan Yesus Kristus’) di-jadikan satu karena memang tidak bisa dipisahkan. Kitab Suci me-mang mengajar bahwa orang yang menjadi hamba Allah, harus menjadi hamba Yesus dan demikian juga sebaliknya (bdk. Yoh 5:23 15:23).
Bandingkan dengan agama-agama lain yang mengakui / menghormati / mempercayai Allah, tetapi tidak mengakui / menghormati / mem-percayai Yesus!III) Penerima surat Yakobus.
Surat ini ditujukan
kepada ‘ke 12 suku di perantauan’ (Yakobus 1:1). Istilah ‘12 suku’ menunjuk
kepada orang Yahudi, sedangkan istilah ‘di perantauan’ menunjuk-kan bahwa
mereka hidup di luar Palestina. Ini cocok dengan panggilan Yakobus sebagai
rasul untuk orang bersunat / orang Yahudi (Galatia 2:9). Dari semua ini bisa
disimpulkan bahwa Yakobus menujukan suratnya kepada orang-orang kristen Yahudi
yang tersebar di luar Israel / Palestina.
Mengapa 12 suku
ini tersebar? Saya berpendapat bahwa mereka tersebar sebagai hukuman / hajaran
Tuhan atas dosa mereka.
Bukti / dasar pandangan ini:
1) Tuhan memang sering mengusir / menyebarkan
orang-orang yang ber-dosa dari suatu tempat tertentu.
Contoh:
·
Allah mengusir Adam dan Hawa keluar dari taman
Eden karena dosa mereka (Kej 3:23-24).
· Allah menyebarkan orang-orang pada jaman menara Babel karena dosa mereka (Kejadian 11:1-9).
Catatan: Awas! Ini tidak berarti bahwa setiap orang yang diusir / tersebar dari suatu tempat, pasti mengalami hal itu karena dosanya! Bandingkan dengan Mark 5:17 yang menunjukkan diusirnya Yesus, dan juga dengan Yoh 9:34 yang menunjukkan diusirnya orang buta yang telah disembuh-kan oleh Yesus, padahal mereka ini tidak bersalah.
2) Tuhan berjanji kepada bangsa Israel bahwa
mereka akan diberkati di Israel kalau mereka taat (Ulangan 28:1-14), tetapi
Tuhan juga berkata (memberi ancaman) bahwa kalau mereka berdosa, mereka akan
dikutuk dan dise-rakkan ke antara segala bangsa dari ujung bumi ke ujung bumi
(Ulangan 28:15-66). Bangsa Israel terus berdosa sehingga akhirnya Tuhan betul-betul menyerakkan
mereka:
·
Tuhan membuang Israel ke Asyur pada tahun 722
SM.
·
Tuhan membuang Yehuda ke Babel pada tahun 587
SM.
Ini menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah orang yang suka main ‘gertak sambel’ belaka! Karena itu janganlah main-main dengan ancaman-an-caman yang ada dalam Firman Tuhan!
3) Juga dalam Kis 8:1-dst, karena orang-orang kristen Yahudi tidak mau menyebar untuk memberitakan Injil (ini merupakan ketidak-taatan terha-dap perintah Tuhan Yesus dalam Kis 1:8), maka Tuhan memberikan penganiayaan di Yerusalem, yang memaksa mereka untuk menyebar dan memberitakan Injil.
Sekalipun orang-orang kristen Yahudi ini tersebar sebagai hajaran Tuhan atas dosa mereka, dan sekalipun mereka dibenci oleh orang Yahudi maupun oleh bangsa-bangsa lain yang tidak kristen, tetapi Allah tetap memperhatikan dan mengasihi mereka. Ini Ia tunjukkan dengan menggunakan Yakobus untuk menulis surat / Firman Tuhan kepada mereka.
Penerapan:
· Apakah saudara sering merasa bahwa Allah tidak memperhatikan / me-ngasihi saudara karena saudara merasa bahwa saudara sudah berdosa kepada Tuhan? Itu salah! Bagaimanapun berdosanya saudara, asal sau-dara adalah orang kristen yang sungguh-sungguh, saudara pasti tetap diperhatikan / dikasihi oleh Allah. Ingat bahwa Allah mengasihi saudara bukan karena adanya sesuatu yang baik dalam diri saudara, tetapi karena Ia memang adalah kasih dan Ia memilih untuk mengasihi saudara! (Awas! Jangan menganggap hal ini sebagai suatu ijin untuk terus berbuat dosa!).
· Apakah saudara merasakan / menyadari bahwa kalau saudara masih bisa mendengar / belajar / mendapatkan Firman Tuhan, itu adalah bukti kasih Tuhan kepada saudara? Karena itu jangan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendengar / belajar Firman Tuhan, baik dalam Kebaktian maupun dalam Pemahaman Alkitab!IV) Sebutan bagi penerima surat.
1) Yakobus menyebut mereka ‘saudara-saudaraku’
(Yakobus 1: 2).
Ini lagi-lagi menunjukkan kerendahan hati Yakobus. Ia menganggap semua orang kristen itu sederajad dengan dirinya! Kalau jabatan saudara dalam gereja menyebabkan saudara merasa diri saudara lebih tinggi dari orang kristen yang lain, bertobatlah dan belajarlah dari sikap Yakobus ini untuk menjadi rendah hati!
2) Pada waktu Yakobus menyebut mereka dengan
sebutan ‘saudara’, itu bukanlah sebutan kosong, tetapi ia betul-betul mengasihi
mereka sebagai saudara (Yakobus 1:16).
Penerapan: Gampang bagi kita untuk sekedar menyebut sesama orang kristen dengan sebutan ‘saudara’. Juga gampang bagi kita untuk menyanyikan lagu ‘dalam Yesus kita bersaudara’, bergandengan tangan sambil menyanyi, dsb. Tetapi apakah saudara betul-betul mengasihi sesama saudara seiman saudara? Atau apakah saudara sering mem-punyai rasa iri hati, tidak senang, sentimen terhadap saudara seiman, bersikap acuh tak acuh terhadap saudara seiman, atau menyebarkan gossip / fitnah tentang saudara seiman? Maukah saudara bertobat dari hal-hal itu, dan mulai saat ini betul-betul mengasihi orang-orang kristen yang lain sebagai saudara?
Illustrasi:
Ada 2 bersaudara
yang sama-sama adalah petani dan mempunyai sawah yang bersebelahan. Yang sulung
sudah berkeluarga sedang yang bungsu masih membujang. Suatu hari mereka berdua
panen gandum, dan hasil tahun itu betul-betul hebat.
Yang bungsu lalu
berpikir: ‘Kakakku sudah berkeluarga, dan karena itu pasti mempunyai lebih
banyak kebutuhan dari aku. Aku akan memberikan sekarung gandum kepadanya dengan
diam-diam’. Karena itu, malam itu dengan diam-diam ia mengambil sekarung gandum
dari lumbungnya dan membawanya ke lumbung kakaknya.
Tetapi diluar
sepengetahuannya, kakaknya juga berpikir: ‘Adikku sedang mencari pacar, dan
pasti membutuhkan banyak uang. Aku akan membe-rikan sekarung gandum kepadanya
dengan diam-diam’. Dan pada malam yang sama ia mengambil sekarung gandum dari
lumbungnya dan mele-takkannya di lumbung adiknya.
Besoknya, mereka
sama-sama merasa heran karena gandum mereka tidak berkurang jumlahnya. Dan
karenanya malam itu mereka sama-sama melakukan lagi hal itu, dan besoknya
mereka sama-sama keheranan lagi karena jumlah karung gandum mereka ternyata
tidak berkurang.
Malam itu, untuk ketigakalinya mereka sama-sama melakukan hal yang sama, dan pada saat mereka sama-sama sedang memikul karung gan-dum itu, bertemulah mereka. Maka berakhirlah misteri tentang tidak ber-kurangnya karung gandum mereka, dan mereka lalu saling berangkulan karena mereka sadar bahwa mereka saling mengasihi.
Maukah saudara mengasihi saudara seiman saudara dengan cara seperti itu?YAKOBUS 1:2-8
1) Kata ‘pencobaan’
dalam Kitab Suci mempunyai bermacam-macam arti:
a) Sesuatu yang dimaksudkan untuk
menjatuhkan kita; ini datang dari setan. Misalnya:
·
pencobaan di padang gurun terhadap diri Yesus
(Matius 4:1-11).
·
pencobaan dalam Yakobus 1:13.
b) Sesuatu yang dimaksudkan
untuk menyucikan, mengangkat, dan menguatkan kita; ini datang dari Tuhan, dan
biasanya / seharusnya disebut ‘ujian’.
c) Gabungan a) dan b).
Misalnya: dalam kasus Ayub. Setan, dengan ijin Tuhan, menyerang Ayub dengan menggunakan bermacam-macam hal dan bertujuan untuk menjatuhkan Ayub ke dalam dosa. Tetapi pada saat yang sama, Tuhan menggunakan semua itu untuk menguatkan Ayub.
Dalam
Yakobus 1:2 ini, pencobaan yang dimaksud adalah pencobaan dalam arti yang ke 2
(point b di atas).
Ini terlihat
dari Yakobus 1:2-4: “(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai
suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3)
sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (4)
Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi
sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun”.
Pencobaan / ujian ini datang dalam bentuk kesukaran-kesukaran / penderitaan-penderitaan.
2) Orang kristen pasti mengalami / menghadapi
kesukaran.
Saat ini ada
banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita menjadi orang kristen yang
sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong / memberkati kita dalam segala hal,
baik dalam kesehatan, keuangan, pekerjaan, study dsb, sehingga jalan kita
menjadi mulus dan enak!
Ajaran seperti
itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci. Coba bandingkan dengan
Mat 7:13-14 dimana jalan orang yang mengikut Kristus tidak digambarkan
dengan jalan yang lebar, tetapi justru dengan jalan yang sempit, yang jelas
menggambarkan jalan yang penuh dengan kesukaran!
Juga bandingkan
dengan surat Yakobus yang sedang kita pelajari ini! Dalam Yak 1:1 kita
sudah mempelajari bahwa Yakobus menuliskan surat ini untuk orang Yahudi kristen
yang tersebar di luar Palestina. Mereka terpencar dan mereka dibenci baik oleh
orang Yahudi yang non kristen, maupun oleh orang / pemerintahan Romawi! Jelas
sekali mereka menghadapi kesukaran / penderitaan!
Bandingkan juga
dengan ayat-ayat ini:
·
Kis 14:22 - “Di tempat itu mereka
menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di
dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita
harus mengalami banyak sengsara”.
· Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.
Ada seseorang yang mengatakan: “Allah mempunyai satu Anak yang tidak pernah berbuat dosa (yaitu Yesus), tetapi Ia tidak pernah mempunyai anak yang tidak menderita”.
Penerapan: Kalau dalam hidup saudara relatif tidak ada kesukaran, maka mungkin sekali saudara bukan anak Allah. Atau, mungkin saudara adalah anak Allah yang hidup berkompromi dengan dunia! Sebaliknya, kalau hidup saudara penuh dengan kesukaran dan penderitaan, jangan terlalu cepat mengira bahwa ada dosa dalam hidup saudara. Memang bisa saja karena adanya dosa dalam hidup kita, kita lalu dihajar oleh Tuhan dengan bermacam-macam kesukaran. Tetapi tidak harus demikian. Tuhan bisa memberi kesukaran / penderitaan, bukan karena kita berdosa, tetapi karena Ia mau menguji kita.
3) Macam pencobaan / kesukaran yang dihadapi
orang kristen.
Ay 2
mengatakan ‘berbagai-bagai pencobaan’.
Jadi, pencobaan / kesukaran itu bisa banyak sekali dan datang dalam bermacam-macam bentuk seperti problem ekonomi, pekerjaan, kesehatan, keluarga, study, perjodohan, pergaulan, pelayanan dsb.
Problem itu bisa merupakan problem yang terduga, maupun yang tidak terduga. Problem yang tidak terduga ini secara implicit ditunjukkan oleh kata ‘jatuh’ dalam ay 2.II) Fungsi pencobaan / kesukaran bagi orang kristen.
1) Untuk menghasilkan ketekunan.
Yakobus 1:3: “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan”.
a) Apakah yang dimaksud dengan ‘ketekunan’ di sini?
NIV: perseverance (= ketekunan).
NASB: endurance (= ketahanan / kesabaran).
Dalam bahasa
Yunani digunakan kata HUPOMONE yang berarti ‘kemampuan bertahan dalam
kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan
sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak
menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.
Kalau saudara
mengalami penderitaan / kesukaran, ada beberapa macam sikap yang bisa saudara
ambil:
·
Saudara bisa menjadi marah, jengkel,
bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau bahkan murtad.
Ini jelas bukan ketekunan.
·
Saudara bertahan, tetapi bertahan secara pasif /
diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini memang masih lebih baik
dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum termasuk ketekunan seperti
yang dimaksudkan dalam ay 2.
·
Saudara tetap bersuka cita, memuji / bersyukur
kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan.
Contoh:
*
Paulus dan Silas, yang baru saja dicambuki, dan
sedang dipasung dalam penjara.
Kis 16:25 - “Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan
menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan
mereka”.
*
nabi Habakuk.
Habakuk 3:17-18 - “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah,
hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan
bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi
dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam
Allah yang menyelamatkan aku”.
Inilah ketekunan yang dimaksud dalam ay 2 ini.
Yang mana yang menjadi sikap saudara pada waktu saudara mengalami penderitaan / kesukaran? Kalau selama ini saudara lebih sering bersikap salah, maukah saudara, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya?
b) Ketekunan seperti ini adalah sesuatu
yang penting sekali, karena:
·
Ketekunan ini memungkinkan kita untuk bertahan
sampai akhir di dalam kita mengikut Yesus. Tanpa ketekunan seperti ini, kita
bisa menjadi seperti orang yang termasuk golongan tanah berbatu, yang bertahan
hanya sebentar saja lalu murtad (Mat 13:5-6,20-21).
·
Ketekunan seperti ini bisa mempengaruhi dunia.
Kalau kita hanya bisa bertahan secara pasif dalam menghadapi kesukaran, itu tidak mengherankan orang. Tetapi kalau kita bisa tetap bersukacita, bersyukur dan memuji Tuhan, bahkan bisa tetap bersemangat melayani Tuhan di tengah-tengah kesukaran dan segala macam penderitaan, maka kita bisa membuat orang dunia menjadi heran sehingga mereka mau mempelajari rahasia sukacita tersebut, bahkan mau mengikut Kristus.
c) Ketekunan seperti ini tidak mungkin bisa didapatkan kalau kita tidak mengalami kesukaran (bdk. ay 3).
Illustrasi: Seorang pendeta muda meminta seorang pendeta tua untuk mendoakannya supaya ia mempunyai ketekunan. Mereka lalu berdoa bersama-sama, dan pendeta tua itu memimpin dalam doa. Ternyata pendeta tua itu sama sekali tidak menyinggung tentang ‘ketekunan’ dalam doanya. Sebaliknya ia berdoa supaya Tuhan memberikan segala macam kesukaran dan penderitaan kepada pendeta muda itu. Ini membuat pendeta muda itu menjadi marah dan menegur pendeta tua itu. Tetapi pendeta tua itu lalu berkata: ‘satu-satunya jalan untuk mendapatkan ketekunan adalah dengan melalui penderitaan / kesukaran!’
Penerapan: Karena itu, janganlah marah / memberontak kepada Tuhan, kalau Ia menempatkan saudara dalam berbagai macam kesukaran / penderitaan. Ia sedang membentuk saudara supaya menjadi orang yang tekun!
2) Untuk menyucikan orang kristen (Yakobus 1: 4).
Ay 4 menunjukkan
tujuan pemberian kesukaran itu, yaitu ‘supaya kamu menjadi sempurna dan
utuh dan tak kekurangan sesuatu apapun’.
Jangan menafsirkan kata-kata ‘tak kekurangan sesuatu apapun’ ini secara jasmani, sehingga lalu menuju pada Theologia Kemakmuran. Kata-kata ini harus diartikan secara rohani, karena kata-kata ‘sempurna dan utuh’ juga bersifat rohani! Sama seperti emas harus dibakar supaya menjadi murni, dan pohon anggur harus dibersihkan / dipangkasi supaya lebih banyak berbuah (bdk. Yoh 15:2b), maka orang kristen harus mengalami kesukaran supaya hidupnya bisa disucikan.
Karena ada bermacam-macam dosa yang harus dibersihkan dari diri kita, seperti perzinahan, sombong, kemalasan, iri hati, pelit, pemarah, cinta uang dsb, maka Tuhan juga menggunakan ‘berbagai-bagai pencobaan’ (ay 2) untuk membersihkan dosa yang bermacam-macam itu.
Karena itu, kalau saudara berdoa supaya hidup saudara disucikan, jangan heran kalau sebagai jawaban doa saudara, Allah memberikan banyak kesukaran kepada saudara! Saudara tidak mungkin bisa disucikan tanpa hal-hal itu!III) Cara menghadapi pencobaan / kesukaran.
1) Menganggap ‘sebagai suatu kebahagiaan’ (ay 2).
a) Ini tidak berarti bahwa kita
secara sengaja harus mencari kesukaran.
Kata-kata ‘jatuh
ke dalam pencobaan’ dalam ay 2 secara implicit menunjukkan
bahwa kita tidak mencari pencobaan itu dengan sengaja. Kita bukan hanya tidak
boleh mencari kesukaran / penderitaan tanpa ada perlunya, tetapi kita bahkan
harus berusaha untuk menjauhi / menghindari kesukaran / penderitaan, asal itu
bisa dilakukan tanpa dosa.
Karena itu, kata-kata dalam doa Bapa Kami yang berbunyi: ‘janganlah membawa kami ke dalam pencobaan’ (Mat 6:13a) tidak bertentangan dengan ay 2 ini. Apalagi, kata ‘pencobaan’ dalam Mat 6:13a itu jelas menunjukkan pencobaan yang datang dari setan (pencobaan dalam arti pertama, bukan dalam arti kedua seperti dalam ay 2 ini).
b) Ini juga tidak berarti bahwa
kita harus bersukacita karena kesukaran itu sendiri, dan juga tidak
berarti bahwa kita harus menganggap kesukaran itu sendiri sebagai suatu berkat!
Jaman sekarang
banyak orang extrim yang bersyukur dan memuji Tuhan karena mereka mendapat
kanker, atau karena ada keluarga mereka yang mati dsb. Ini adalah sikap yang
salah! Bukan kesukaran / pencobaan itu sendiri yang harus kita anggap sebagai
suatu kebahagiaan / berkat, tetapi hal-hal baik yang akan dihasilkan oleh
pencobaan / kesukaran itu, seperti ketekunan dan kesucian, dsb.
Bandingkan
dengan kata-kata rasul Paulus dalam 2Kor 12:9b-10 yang berbunyi: “Sebab
itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun
menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam
siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena
Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.
Ini jelas menunjukkan bahwa Paulus bukan menyenangi penderitaan itu sendiri, tetapi hasil / akibat dari penderitaan itu.
c) Selanjutnya, di sini
dikatakan bahwa kita harus menganggapnya sebagai kebahagiaan.
Ini menunjukkan beberapa hal:
·
Kita tidak boleh hidup menuruti perasaan kita.
Dalam mengalami
penderitaan / kesukaran, kita cenderung untuk sedih, putus asa, kecewa, bahkan
marah. Tetapi kita tidak boleh hidup menuruti perasaan-perasaan seperti ini!
·
‘Menganggap’
berarti menilai berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan perasaan /
penglihatan kita! Dan Firman Tuhan dalam Ro 8:28 mengatakan bahwa “Allah
turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang
yang mengasihi Dia”.
· Kita harus hidup berdasarkan anggapan tadi, misalnya dengan menyanyi memuji Tuhan, bersyukur dsb.
d) ‘Menganggap sebagai suatu kebahagiaan’ juga
berarti bahwa kita harus menghadapi pencobaan / kesukaran dengan hati yang
gembira. Ini justru menyebabkan kita bisa menghadapi kesukaran tersebut! (bdk.
Amsal 17:22 18:14).
Apakah ini berarti bahwa Kristus itu menghadapi pencobaan waktu dengan cara yang salah pada saat Ia berada di Getsemani? Bukankah ia sedih dan bukannya gembira? Tidak, karena Ia sedih bukan karena pencobaan, tetapi karena Ia tahu bahwa sebentar lagi Ia akan mengalami keterpisahan dengan BapaNya.
2) Meminta hikmat dari Tuhan.
Ay 5-7: “(5) Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikan kepadanya. (6) Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. (7) Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan”.
a) Dalam mengalami / menghadapi
kesukaran, kita seringkali menjadi bingung karena kita tidak tahu apa yang
harus kita lakukan. Pada saat seperti itu, kita harus meminta hikmat dari Tuhan
supaya kita bisa menghadapi kesukaran itu dengan cara yang benar.
Renungkan: pernahkah saudara berdoa meminta hikmat pada waktu saudara tidak tahu harus berbuat apa karena banyaknya dan hebatnya penderitaan / kesukaran saudara?
b) Allah adalah sumber hikmat,
dan Ia berjanji akan memberikan hikmat asalkan kita mau memintanya kepadaNya
(ay 5b).
Jangan
menerapkan ayat ini secara salah, seperti yang dilakukan oleh banyak orang
kristen. Ayat / janji ini tidak berlaku untuk seadanya doa / permintaan kita,
tetapi hanya pada saat kita meminta hikmat untuk bisa menghadapi penderitaan /
kesukaran dengan cara yang benar!
Tidak dalam
segala hal Allah berjanji untuk memberikan apa yang kita minta. Dalam hal
dimana Ia tidak berjanji untuk memberikan, kita tetap boleh meminta, tetapi
tentu saja kita belum tentu menerima apa yang kita minta. Contoh: doa untuk
kesembuhan dari penyakit, untuk pacar, mobil dsb.
Tetapi dalam
persoalan hikmat untuk menghadapi kesukaran, Ia memberikan janji bahwa Ia akan
mengabulkan permintaan kita! Dan karena itu kita harus memintanya dengan
beriman pada janjiNya, tidak dengan bimbang (ay 6-7)!
Penerapan: Pernahkah saudara berdoa meminta hikmat untuk menghadapi kesukaran? Jangan terus berdoa dan hanya berdoa supaya dibebaskan dari kesukaran, tetapi sementara Allah belum membebaskan saudara dari penderitaan / kesukaran, mintalah hikmat untuk bisa menghadapi kesukaran dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan!
YAKOBUS 1:9-11
Ada 2 golongan orang yang dibahas oleh Yakobus dalam bagian ini:Istilah ini menunjuk kepada orang-orang yang miskin, menderita dan di-tindas, yaitu orang-orang Yahudi yang tercerai-berai di luar negeri mereka.
Yakobus menyebut mereka dengan istilah ‘saudara’ (ay 9), yang menunjukkan bahwa mereka ini adalah orang kristen. Jadi jelas terlihat bahwa pada abad pertama ada banyak orang kristen yang menderita, ditindas dan miskin! Ini bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran yang mengatakan bahwa orang kristen harus kaya!
Ay 9 ini tidak berlaku untuk seadanya orang yang miskin, menderita dan ditindas, tetapi hanya berlaku untuk orang miskin, menderita dan ditindas, yang adalah orang kristen!
Di sini Yakobus memberikan nasihat kepada orang-orang itu tentang apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan mereka:
1) Bermegah (ay 9).
a) Ini jelas menunjukkan bahwa dalam keadaan miskin, menderita, dan ditindas itu, mereka tidak boleh bersungut-sungut, menganggap Allah tidak kasih, tidak memperhatikan mereka, tidak adil, tidak bijaksana dsb.
b) Ini juga menunjukkan bahwa
mereka tidak boleh merasa malu dengan keadaan mereka.
Bdk. 1Petrus 4:16 - “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu”.
Memang jaman sekarang ini ada banyak ajaran yang mengatakan bahwa orang kristen yang sakit / miskin itu memalukan Tuhan, tetapi ini jelas merupakan ajaran yang tidak alkitabiah! Tuhan tidak malu kalau kita sebagai anakNya mengalami kemiskinan, penyakit dsb. Sebaliknya Tuhan malah bangga mempunyai anak, yang dalam keadaan miskin dan sakit, bisa tetap mengasihi Dia dan setia kepadaNya. Yang membuatNya malu adalah kalau kita berbuat dosa (bdk. Mat 5:16 yang menunjukkan bahwa kalau kita hidup baik, kita memuliakan Tuhan. Secara implicit ini menunjukkan bahwa kalau kita hidup berdosa, itu memalukan Tuhan).
c) Ini juga menunjukkan bahwa
mereka tidak boleh merasa minder / rendah diri.
Di Indonesia,
orang tua terbiasa mengkritik anak, tetapi kurang atau bahkan tidak pernah
memuji, dan ini menyebabkan anak-anak itu tum-buh menjadi orang yang rendah
diri / minder. Kalau saudara adalah orang yang minder, maka ingatlah bahwa:
·
Saudara adalah manusia yang diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah. Selain Allah dan malaikat, saudara adalah makhluk yang
tertinggi, jauh lebih mulia dari binatang yang bagaimanapun indahnya.
·
Saudara dikasihi oleh Allah dan berharga dimata
Allah. Buktinya adalah bahwa Ia rela turun ke dunia menjadi manusia dan mati
untuk menebus dosa saudara dan menyelamatkan saudara! Se-dangkan malaikat, pada
waktu jatuh ke dalam dosa, tidak ditebus (bdk. Ibr 2:16)!
·
Saudara adalah anak Allah! Bagaimanapun
hebatnya, pandainya, gagahnya / cantiknya, kayanya orang kafir, saudara masih
jauh di atas mereka, karena saudara adalah anak Allah!
· Saudara adalah unik, dan Allah mempunyai rencana supaya sau-dara melayani di tempat dan dalam hal yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Ingat bahwa setiap orang kristen adalah anggota-anggota tubuh Kristus, dan setiap anggota mempunyai fungsi yang unik (bdk. 1Kor 12:7-30).
d) Ini juga menunjukkan bahwa mereka harus bangga dan bersukacita dalam keadaan seperti itu.
Tetapi sekali lagi perlu diingat bahwa hanya orang miskin, menderita dan ditindas, yang adalah orang kristen, yang disuruh untuk bangga dan bersukacita! Orang miskin, menderita dan ditindas, yang bukan orang kristen, tidak mempunyai sesuatu apapun untuk dibanggakan atau sesuatu apapun atas mana mereka harus bersukacita! Mengapa? Karena tanpa Kristus mereka tidak akan selamat, dan mereka ada di bawah murka Allah, dan bahkan akan menghadapi hukuman kekal di neraka. Kondisi ini menyebabkan mereka harus menangis, bukannya bangga atau bersukacita! Karena itu, kalau saudara belum percaya kepada Yesus, percayalah secepatnya kepadaNya, supaya saudara diselamatkan dan saudarapun bisa bangga dan bersukacita dalam segala keadaan.
2) Mereka harus melihat keadaan mereka secara
rohani.
Ay 9
mengatakan: ‘Baiklah
saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang
tinggi’!
Kalimat ini bukanlah suatu kontradiksi, karena ‘keadaan yang rendah’ menunjuk pada keadaan mereka secara jasmani / lahiriah / duniawi, sedangkan ‘kedudukannya yang tinggi’ menunjuk pada keadaan mereka secara rohani. Secara jasmani / duniawi / lahiriah, mereka memang rendah, karena mereka miskin, menderita dan ditindas. Tetapi secara rohani, mereka mempunyai kedudukan yang tinggi karena sebagai orang yang percaya kepada Yesus, mereka adalah anak-anak Allah (bdk. Yoh 1:12).
Mengapa kita
seringkali tidak bisa bermegah dan bersukacita dalam penderitaan / kemiskinan?
Karena mata kita diarahkan pada segala sesuatu yang bersifat jasmani /
lahiriah! Kita melihat rumah kita yang kecil, yang bahkan adalah rumah kontrakan,
kita melihat pada wajah / bentuk badan kita yang jelek, kita melihat pada otak
kita yang tidak terlalu cerdas, kita melihat pada kesehatan kita yang tidak
terlalu baik, kita melihat pada dompet kita yang kosong, dsb. Akibatnya kita
menjadi sedih, kecewa, malu dsb. Tetapi kalau saja mata kita bisa memandang
keadaan kita secara rohani, yaitu bahwa kita adalah anak Allah, pencipta dan
penguasa seluruh alam semesta ini, maka kita akan bisa bermegah dan bersukacita
di tengah-tengah penderitaan /
kemiskinan tersebut! (bdk. 2Kor 4:16-18).
II) Orang kaya (Yakobus 1: 10-11).
Ada beberapa hal yang bisa dipelajari tentang orang kaya di sini:
1) Mereka adalah orang non kristen.
Alasannya:
a) Berbeda dengan ay 9
dimana Yakobus menyebut orang miskin itu dengan sebutan ‘saudara’, maka dalam
ay 10 tidak ada sebutan ‘saudara’
untuk orang kaya itu.
Penerapan: Sering ada orang kristen atau bahkan hamba Tuhan yang menggunakan istilah ‘saudara-saudara kita yang beragama lain’. Kalau kita menggunakan istilah ‘saudara’ terhadap orang yang bukan kristen, ini hanya bisa dibenarkan kalau kontex pembicaraannya tidak bersifat rohani. Dalam hal ini orang-orang non kristen itu kita sebut ‘saudara’ karena mereka sebangsa dengan kita. Tetapi kalau kontex pembi-caraannya bersifat rohani, maka sebutan seperti itu jelas salah! Yako-bus hanya menggunakan istilah ‘saudara’ untuk sesama orang kristen!
b) Ay 10-11 mengatakan bahwa orang
kaya itu:
·
mempunyai kedudukan yang rendah (secara rohani),
dan ini menunjukkan mereka bukan anak Allah / orang kristen.
· akan lenyap. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa mereka bukan anak Allah / orang kristen.
c) Dalam suratnya, setiap kali
Yakobus berbicara tentang orang kaya, ia memaksudkan orang kaya yang kafir (Yak
2:6b-7 5:1-6).
Ini menimbulkan kesimpulan bahwa saat itu hampir semua orang kris-ten miskin! Yang kaya hanyalah orang kafir! Ini merupakan sesuatu yang harus dipikirkan oleh orang-orang / gereja-gereja yang menganut / mengajarkan Theologia Kemakmuran!
2) Nasib orang kaya yang non kristen ini: mereka
akan lenyap seperti rum-put / bunga rumput (ay 10-11).
Latar belakang perumpamaan ini: di Palestina, kalau hujan, maka rumput tumbuh dengan cepat dan bahkan mengeluarkan bunga rumput. Tetapi ini tidak bertahan lama, karena kalau siang, matahari begitu terik, dan angin tenggara dari padang pasir begitu panas sehingga membunuh mereka dalam 1 hari! Inilah gambaran nasib orang kaya yang tidak kristen! Sekarang mereka jaya dan kelihatan hebat, tetapi itu tidak akan berlangsung lama! Mereka akan lenyap! Kalau saudara masih saja iri hati dengan orang kafir yang kaya, bacalah Maz 73!
Kalau Kitab Suci berkata bahwa orang yang tidak percaya kepada Kristus akan binasa, lenyap dsb, itu tentu tidak berarti bahwa mereka akan musnah tanpa mengalami hukuman Tuhan (seperti ajaran Saksi Yehovah!). Kita tidak boleh menafsirkan seperti itu, karena Kitab Suci dengan jelas menunjukkan adanya hukuman kekal di neraka bagi orang yang tidak percaya (bdk. Wah 21:8). Karena itu, kalau saudara belum percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara, cepatlah percaya dan bertobat!
Kalau memang mereka akan lenyap / dihukum, lalu mengapa ay 9-10 menunjukkan bahwa Yakobus menyuruh orang kaya itu bermegah atas kedudukannya yang rendah? Ini tentu tidak boleh diartikan secara huruf-iah, karena bagian ini merupakan irony (= sindiran / ejekan)!
Mengingat semua ini, sikap apa yang harus ada pada kita terhadap keka-yaan?
1) Hati-hati terhadap kekayaan.
Allah / Kitab Suci memang tidak anti kekayaan, tetapi Allah / Kitab Suci memberikan peringatan yang keras tentang bahaya kekayaan (Mat 6:24 Mat 19:23-24 Luk 12:20-21 1Tim 6:10 dsb). Mengapa? Karena:
a) Kekayaan memberikan lebih banyak kesempatan / kemungkinan untuk berbuat dosa. Misalnya dalam hal berzinah, punya istri kedua dsb, piknik pada hari Minggu sehingga tidak pergi ke gereja, dsb.
b) Kekayaan menyebabkan hati kita tidak
tertuju kepada Tuhan.
Dalam Mat 6:21 Tuhan Yesus berkata: “dimana hartamu berada disitu juga hatimu berada”! Kalau saudara menimbun harta di surga, maka hati saudara akan tertuju kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau saudara menimbun harta di dunia, maka hati saudara akan tertuju pada harta duniawi tersebut! Makin banyak harta duniawi saudara, makin besar kemungkinannya hati saudara dikuasainya!
2) Tidak mempercayakan diri pada kekayaan.
Bagaimanapun bergunanya kekayaan, itu tidak berguna untuk kekekalan, karena kalau saudara mati, saudara tidak bisa membawa satu senpun! Bandingkan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-21). Bandingkan juga dengan Amsal 11:4 yang berbunyi: “Pada hari ke-murkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.
3) Memikirkan kesementaraan / kefanaan dari kekayaan (ay 10-11 bdk. Yoh 6:26-27).
Kalau saudara kaya, maka memang kekayaan itu bisa memberikan banyak kesenangan (lahiriah / semu) dan kemudahan-kemudahan ter-tentu kepada saudara. Tetapi itu hanya bisa terjadi selama saudara hidup, dan itu tidaklah terlalu lama (bdk. Yak 4:14b Maz 39:5-6). Setelah itu saudara masuk dalam kekekalan (hidup kekal atau hukuman kekal). Bukankah kekekalan ini yang seharusnya lebih kita pikirkan? Karena itu, dari pada terus berjuang untuk menjadi kaya, bingung mencari jodoh / menantu yang kaya dsb, lebih baik saudara berjuang untuk mendekat kepada Tuhan, dan memperdalam / memperkaya kerohanian saudara!YAKOBUS 1:12-18
Arti
‘pencobaan’ di sini: dari kata ‘bertahan’ dan ‘tahan uji’ dalam ay 12 itu
maka harus disimpulkan bahwa pencobaan di sini menunjuk pada kesukaran dan
penderitaan.
Tuhan
menghendaki kita ‘bertahan’. Kata ‘bertahan’ di sini dalam bahasa Yu-naninya
menggunakan kata yang berasal dari kata dasar yang sama dengan kata ‘ketekunan’
dalam ay 3.
Tuhan menghendaki
kita bertahan / bertekun karena kalau kita sudah tahan uji, maka kita ‘akan
menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah ke-pada
barangsiapa yang mengasihi Dia’ (ay 12b).
Ay 12b ini bukan hanya menunjukkan apa yang akan kita terima kalau kita bisa bertahan / bertekun dalam kesukaran / penderitaan, tetapi dari kata-kata yang saya garisbawahi itu kita bisa mempelajari hal-hal yang harus kita laku-kan untuk bisa bertahan / bertekun:
1) Kita harus melihat dan percaya kepada janji
Tuhan.
Alkitab berisikan
banyak janji Tuhan yang berguna dalam menghadapi kesukaran / penderitaan,
seperti Maz 23 1Kor 10:13 Ro 8:28 dsb.
Karena itu rajinlah dan tekunlah dalam membaca Alkitab (bersaat teduh) dan belajar Alkitab (Pemahaman Alkitab), karena tanpa itu saudara tidak akan bisa melihat dan percaya pada janji Tuhan di tengah-tengah kesu-karan dan penderitaan saudara.
2) Kita harus memandang pada mahkota kehidupan
yang dijanjikan Tuhan.
Dengan kata
lain, kita harus mengarahkan pandangan kita pada kekekal-an / surga.
Orang yang
mengalami problem / penderitaan, sering punya kecondong-an untuk mengarahkan
pandangannya pada kesukaran / penderitaannya, dan akibatnya ia menjadi sedih,
kecewa, putus asa dsb. Tetapi Firman Tuhan mengajar kita untuk memandang ke
surga, karena ini bisa me-nguatkan kita dalam menghadapi kesukaran /
penderitaan.
Illustrasi:
Pada waktu Yakub harus bekerja 7 tahun untuk mendapatkan Rahel, semua itu
terasa hanya seperti beberapa hari saja karena cintanya kepada Rahel
(Kej 29:20). Mungkin sekali sambil bekerja ia terus membayangkan saat-saat
dimana Rahel akan menjadi miliknya, dan itu menyebabkan ia kuat menghadapi
semua derita dan persoalan!
Begitu juga
kalau saudara mengalami kesukaran dalam hidup ini sambil mengarahkan pandangan
saudara ke depan (saat dimana saudara ada di surga), maka semua akan terasa
lebih ringan.
Bandingkan juga dengan kata-kata Paulus di bawah ini:
·
Ro 8:18 - “Sebab aku yakin
bahwa penderitaan zaman sekarang ini ti-dak dapat dibandingkan dengan kemuliaan
yang akan dinyatakan kepa-da kita”.
· 2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami”.
3) Kita harus mengasihi Tuhan.
Yakobus tidak
mengatakan ‘mentaati / melayani Tuhan’ tetapi ‘mengasihi Tuhan’. Kita bisa
mentaati / melayani Tuhan tanpa mengasihi Dia, tetapi kita tidak bisa mengasihi
Tuhan tanpa mentaati / melayani Dia!
Kalau kita
mengasihi Tuhan maka kita akan kuat menghadapi apapun yang tidak enak, demi
Tuhan yang kita kasihi itu!
Karena itu peliharalah kasih saudara kepada Tuhan dengan cara:
·
menjaga persekutuan dengan Dia (saat teduh).
·
tidak mencintai uang / dunia, karena kalau kita
mencintai uang / dunia, kita tidak akan mencintai Tuhan (bdk. Mat 6:24 Yakobus 4:4
1Yoh 2:15).
·
merenungkan cinta Tuhan yang Ia tunjukkan
melalui kematian Yesus di kayu salib bagi saudara!
II) Pencobaan II (ay 13-15).
1) Ay 14-15 berbicara tentang keinginan.
Keinginan tidak
selalu merupakan dosa. Kalau kita mempunyai keinginan untuk mentaati Tuhan,
melayani Tuhan dsb, ini tentu merupakan keingin-an yang baik. Bahkan kalau kita
mempunyai keinginan untuk tidur, ma-kan, dsb (selama dalam batas yang wajar),
maka itu jelas bukan dosa. Tetapi ada banyak keinginan yang bersifat dosa,
seperti ingin barang orang lain (iri hati), ingin berzinah, ingin membalas
kejahatan dengan ke-jahatan dsb.
Keinginan yang berdosa inilah yang dimaksudkan dengan pencobaan da-lam ay 13 ini! Keinginan itu sendiri, sekalipun belum dituruti / dilaksana-kan, sudah merupakan dosa!
Tetapi bagaimana dengan ay 15?
a) Ay 15a: ‘apabila keinginan
itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa’.
Apakah ini bisa
diartikan bahwa keinginan yang belum dibuahi / dila-kukan bukanlah dosa? Tidak!
‘Melahirkan
dosa’ artinya dosanya men-jadi kelihatan. Tadi, sebelum keinginan
itu dibuahi / dilakukan, itu su-dah merupakan dosa, tetapi dosa itu ‘masih
dalam kandungan’, arti-nya dosa itu belum kelihatan. Tetapi pada waktu
keinginan itu dibuahi / dilakukan, maka dosanya ‘lahir’ / menjadi kelihatan.
Bandingkan
dengan:
·
Maz 7:15 - “Sesungguhnya orang
itu hamil dengan kejahatan, ia mengandung kelaliman dan melahirkan
dusta”.
·
Yes 59:4b-5,13b - “orang mengandung bencana
dan melahirkan kelaliman. Mereka menetaskan telur ular beludak, dan
menenun sarang laba-laba; siapa yang makan dari telurnya itu akan mati, dan
apabila sebutir ditekan pecah, keluarlah seekor ular beludak. ... kami
merancangkan pemerasan dan penyelewengan, mengandung dusta dalam hati
dan melahirkannya dalam kata-kata”.
Jelas bahwa kedua text di atas ini juga mengatakan adanya dosa yang ada dalam kandungan (disebut ‘kejahatan’ / ‘kelaliman’ / ‘bencana’ / ‘dusta dalam hati’) dan dosa yang sudah dilahirkan (disebut ‘dusta’ / ‘kelaliman’ / ‘kata-kata dusta’). Dan text yang kedua juga menggambarkan dosa mula-mula sebagai telur yang belum menetas, yang akhirnya lalu menetas. Semua ini sama-sama menggambarkan dosa yang tidak terlihat (karena masih ada dalam hati) dan dosa yang terlihat (karena sudah dilakukan / diucapkan).
b) Ay 15b: ‘apabila dosa itu sudah
matang, ia melahirkan maut’.
Ayat ini dipakai oleh gereja Roma Katolik untuk mengajarkan adanya:
·
dosa besar (mortal
sin), yang upahnya maut (bahkan bisa meng-hancurkan keselamatan orang yang
sudah selamat).
·
dosa kecil (venial
sin). Yang ini tidak membawa maut, dan tidak diakuipun tidak apa-apa.
Ajaran ini
tidak alkitabiah, karena sekalipun tingkatan-tingkatan dosa itu memang ada,
tetapi setiap dosa yang bagaimanapun kecilnya, upahnya juga adalah maut (Ro
6:23).
Kalau demikian, lalu apa artinya ay 15b itu? ‘Dosa itu sudah matang’ tidak menunjuk pada satu dosa saja, tetapi menunjuk pada seluruh kehidupan orang yang berbuat dosa itu. Perlu kita ketahui bahwa Allah punya batas untuk banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Sebelum batas itu tercapai, maka Allah bersabar / menunda penghu-kuman. Tetapi kalau batas itu sudah tercapai, maka Allah akan meng-hukum. Kej 15:16 berbicara tentang kedurjanaan orang Amori / Ka-naan yang belum genap, dan ini menyebabkan mereka belum dihukum / dimusnahkan. Tetapi setelah dosa mereka genap (mencapai batas yang Tuhan tetapkan), maka mereka dihukum / dimusnahkan.
Kesimpulan: Arti ay 15 ini adalah: keinginan berdosa itu sudah merupakan dosa. Kalau keinginan itu dituruti, maka dosanya menjadi kelihatan. Kalau hal itu terus dilakukan, dan batas dosa yang ditentukan oleh Allah sudah tercapai, maka datanglah maut!
2) Sekarang perlu dipersoalkan: apakah pencobaan
seperti ini (keinginan yang berdosa) bisa datang dari Allah?
Jawabnya ada dalam ay 13, yaitu ‘tidak’!
Mengapa hal
seperti ini dipersoalkan oleh Yakobus? Karena orang Yahu-di mempunyai
kepercayaan bahwa dalam diri manusia ada 2 kecondong-an: kecondongan untuk
berbuat baik dan kecondongan untuk berbuat jahat. Kecondongan untuk berbuat
jahat itu datang dari setan. Lalu, dari mana setan mendapat hal yang jahat itu?
Tidak ada jawaban lain selain: ‘dari Tuhan’. Jadi kesimpulan mereka adalah:
Allah adalah sumber / pen-cipta dosa!
Dengan demikian,
kalau dalam diri mereka ada keinginan yang berdosa, maka mereka melemparkan
tanggung jawab kepada Tuhan dan menjadi-kan Tuhan sebagai kambing hitam! Karena
itulah maka di sini Yakobus membela Allah, dan ia bahkan menegur mereka dalam
ay 16-17.
Penerapan: Kalau ada orang menyalahkan Allah, apakah saudara berani membela Allah dan menegur orang itu?
Beberapa alasan
yang diberikan Yakobus untuk mendukung pandang-annya bahwa Allah tidak
memberikan pencobaan jenis ini:
a) Allah tidak dapat dicobai (ay 13).
Artinya: Allah
itu suci / murni dan tidak terpengaruh oleh kecondongan dosa. Karena itu maka
tidak mungkin Allah mencobai manusia dengan pencobaan jenis ini (memberi
keinginan berdosa).
Catatan:
Ay 13 ini tidak bertentangan dengan Mat 4:1-11 / Luk 4:1-13,
yang menunjukkan bahwa Yesus dicobai oleh setan. Mengapa? Karena arti kata ‘dicobai’
dalam ay 13 ini adalah ‘tidak terpengaruh oleh kecondongan dosa’, bukan
‘diserang oleh setan’ seperti dalam Mat 4:1-11 / Lukas 4:1-13!
b) Allah adalah sumber dan
pencipta kebaikan (ay 17a), dan karenanya Ia tidak mungkin memberikan
keinginan yang berdosa.
Bahwa Allah
adalah sumber dan pencipta kebaikan, ditunjukkan de-ngan Ia melakukan kelahiran
baru (ay 18).
Kata
‘menjadikan’ dalam ay 18 itu seharusnya adalah ‘melahirkan’.
NIV: ‘He chose to give us birth’ (= Ia
memilih untuk melahirkan kita).
NASB: ‘He brought us forth’ (= Ia melahirkan
kita).
c) Allah adalah Bapa segala terang (ay
17).
Yang dimaksud
dengan ‘terang’ adalah pengetahuan ilahi dan ke-sucian. Semua ini lagi-lagi
menunjukkan bahwa Allah tidak mungkin memberikan keinginan yang berdosa.
d) Allah tidak mungkin berubah (ay 17).
Karena itu Ia tidak mungkin sebentar suci, sebentar berdosa, sebentar baik, sebentar jahat dsb. Lagi-lagi ini menunjukkan bahwa Ia tidak mungkin memberikan keinginan yang berdosa.
3) Kalau demikian, keinginan berdosa itu datang
dari mana?
Jawabnya ada
dalam ay 14: dari diri kita sendiri!
Ini tidak
berarti bahwa ada dosa-dosa yang terjadi tanpa campur tangan setan!
Luk 4:13 dan 1Pet 5:8 menunjukkan bahwa setan selalu mencari
kesempatan untuk menjatuhkan kita ke dalam dosa.
Di sini Yakobus
tidak membahas tentang peranan setan tersebut, karena ia menginginkan supaya
kita tidak mencari kambing hitam.
Pada jaman ini
ada banyak gereja senang mengkambing-hitamkan setan kalau mereka berbuat dosa.
Caranya adalah dengan mengatakan adanya roh zinah, roh kemarahan, roh iri hati
dsb, dan menyalahkan roh-roh itu kalau mereka berbuat zinah, marah, iri hati
dsb. Pengkambing-hitaman semacam ini adalah salah!
Perhatikan Kej 3, pada waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Mereka jatuh ke dalam dosa karena godaan setan, tetapi Allah tetap menganggap Adam dan Hawa bersalah, dan menghukum mereka!
Karena itu, kalau saudara mempunyai keinginan berdosa, saudaralah yang salah! Saudara yang harus minta ampun kepada Tuhan. Saudara yang harus bertobat!Kalau kita menghadapi pencobaan dalam bentuk kesukaran / penderitaan, maka kita harus bertahan dan bertekun. Tetapi kalau kita menghadapi pencobaan dalam bentuk keinginan yang berdosa, maka kita tidak boleh mencari kambing hitam, tetapi sebaliknya kita harus mengakui dosa kita dan bertobat! Maukah saudara melakukan hal ini?
YAKOBUS 1:19-21
Ay 21b
mengatakan bahwa Firman Tuhan itu ‘berkuasa menyelamatkan jiwa’.
Yang dimaksud
dengan ‘jiwa’ di sini, tentu bukan hanya jiwa / rohnya saja, tetapi seluruh
manusia (tubuh + jiwa / roh).
Kalau kita mau
berbicara dengan cara yang strict (=
ketat), maka jelas bahwa bukan Firman Tuhan yang menyelamatkan jiwa, tetapi
Allahlah yang menye-lamatkan jiwa. Tetapi ay 21 ini mengatakan bahwa
Firman Tuhan menyela-matkan jiwa, karena Allah selalu menggunakan FirmanNya
untuk menyela-matkan manusia.
Sejak kejatuhan
Adam ke dalam dosa, maka manusia ada dalam keadaan Total Depravity (= bejat / rusak secara total), karena seluruh diri
manusia dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Pikiran manusia juga menjadi
berdosa dan gelap, dan ini terlihat dari:
·
manusia sering tidak bisa membedakan dosa dan
suci, benar dan salah.
·
manusia sering bahkan tidak tahu akan adanya
hukuman terhadap dosa.
· manusia tidak tahu jalan keselamatan.
Pada waktu Allah mau menyelamatkan manusia yang ada dalam keadaan seperti ini, maka Allah harus memberikan wahyu khusus, yaitu Firman Tu-han, yang bisa menyadarkan manusia akan dosanya, menyadarkan manusia akan adanya hukuman dosa, dan menunjukkan kepada manusia jalan kese-lamatan di dalam Yesus Kristus.
Semua ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan itu sangat penting! Karena itu saudara harus memberikan Firman Tuhan tempat terutama dalam hidup saudara!1) Cepat mendengar (ay 19).
a) ‘Cepat mendengar’ di sini
harus diartikan sesuai dengan kontexnya, yaitu cepat mendengar Firman Tuhan,
bukan cepat mendengar gos-sip, omongan cabul, fitnah, rahasia orang, dsb.
Renungkan: Dalam hal apa telinga saudara ‘cepat mendengar’? Dalam mendengar Firman Tuhan, apakah saudara termasuk orang yang cepat mendengar, atau sebaliknya termasuk orang yang lamban mendengar seperti dalam Ibr 5:11-14?
b) Sekalipun kita harus cepat mendengar Firman, itu tidak berarti bahwa kita harus menerima seadanya yang dikatakan pengkhotbah, karena ada banyak pengkhotbah tidak memberitakan Firman Tuhan! Kita te-tap harus selektif, bukan berdasarkan pengkhotbahnya, tetapi berda-sarkan beritanya. Ahli Taurat / orang Farisipun harus didengarkan ka-lau beritanya benar (Mat 23:1-3), dan sebaliknya, rasul / malaikatpun tidak perlu dipedulikan kalau beritanya salah (Kis 17:11 Gal 1:6-9).
c) Dalam mendengar Firman, kita
harus mendengar bukan hanya de-ngan telinga dan otak, tetapi juga dengan hati!
Ada banyak orang yang berkata bahwa mereka bisa tetap mendengar Firman Tuhan di gereja sekalipun mereka mendengar sambil berbi-cara atau bahkan bergurau dengan orang yang ada di sebelahnya. Mungkin ini benar, tetapi kalau saudara adalah orang yang seperti itu coba renungkan: apakah pada saat itu saudara bisa mendengar de-ngan hati saudara, atau hanya sekedar dengan telinga dan pikiran saudara?
2) Lambat berkata-kata (ay 19).
a) Sama seperti dalam persoalan
‘cepat mendengar’, maka ‘lambat berkata-kata’ ini juga harus diterapkan pada
saat seseorang menerima Firman Tuhan. Jadi jangan diartikan bahwa kita harus
lambat dalam memberitakan Firman Tuhan, lambat untuk sharing dsb. Tetapi harus diartikan: pada waktu mendengar Firman,
kita tidak boleh berbicara.
Penerapan: Apakah saudara sering berbicara, bergurau dsb, pada waktu mendengarkan Firman Tuhan? Perlu saudara ingat bahwa Allah memberi saudara 1 mulut / lidah, tetapi 2 buah telinga. Mungkin ini bisa dijadikan pedoman untuk mengingat bahwa Allah menghendaki saudara cepat mendengar tetapi lambat berkata-kata.
b) Perlu juga diingat bahwa bisa
saja pada waktu saudara mendengar Firman, mulut saudara tidak mengatakan
apa-apa, tetapi pikiran / hati saudara terus berbicara untuk membenarkan diri,
mendebat peng-khotbah, dsb. Ini tetap berarti bahwa saudara ‘cepat berbicara’!
Catatan: saudara hanya boleh ‘mendebat’ pengkhotbah kalau ia memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.
Charles Caleb Colton: “When in the company of sensible men, we ought to be doubly cautious of talking too much, lest we lose two good things - their good opinion and our own improvement; for what we have to say we know, but what they have to say we know not” (= Pada waktu bersama-sama dengan orang-orang yang berpikiran sehat / bijaksana, kita harus sangat berhati-hati untuk tidak berbicara terlalu banyak, atau kita akan kehilangan dua hal yang baik - pandangan yang baik dari mereka dan kemajuan diri kita sendiri; karena apa yang harus kita katakan kita tahu, tetapi apa yang mereka katakan kita tidak tahu) - Reader’s Digest.
3) Lambat untuk marah (ay 19)
a) Sama seperti pada 2 hal di atas, bagian inipun harus diterapkan da-lam kontex mendengar / menerima Firman Tuhan. Jadi artinya: pada saat mendengar Firman, jangan marah!
b) Memang ada amarah yang benar
/ tidak dosa.
Contoh:
Maz 4:5 Mark 3:5 Yoh 2:13-17.
Tetapi amarah
pada waktu mendengar Firman, jelas adalah dosa. Karena itu dikatakan dalam
ay 20 bahwa amarah ini tidak mengerja-kan kebenaran di hadapan Allah.
Artinya: kemarahan ini tidak akan menghasilkan hidup yang memperkenan Allah.
Contoh: kemarahan Kain (Kej 4:5-dst), kemarahan Yunus (Yun 4:9).
c) Kemarahan seperti ini bisa terjadi:
·
sebelum saudara mendengar Firman, dan saudara
bawa terus sampai pada saat saudara mendengar Firman.
Misalnya: kalau
pada waktu mau berangkat, saudara sudah ber-tengkar dengan suami / istri
saudara, atau saudara jengkel karena di jalanan saudara dipotong oleh becak /
bemo dsb. Karena itu, datang di gereja beberapa saat sebelum waktu kebaktian
mulai adalah sesuatu yang penting, supaya kemarahan seperti ini bisa diredakan
dulu, dan kita bisa mengikuti kebaktian dengan baik.
·
pada saat / setelah saudara mendengar Firman.
Mungkin karena
pandangan saudara tidak sesuai dengan pan-dangan pengkhotbah (Catatan: kalau
memang pengkhotbah meng-ajar ajaran sesat, maka tentu tidak salah kalau kita
menjadi ma-rah!), atau mungkin karena pengkhotbah ‘menyerang’ kehidupan saudara
yang berdosa.
Kalau saudara marah pada waktu pengkhotbah memberikan te-guran melalui Firman Tuhan, ingatlah bahwa saudara sebetulnya bukan marah kepada pengkhotbahnya, tetapi kepada Tuhan sen-diri! Karena itu, bertobatlah dari kemarahan seperti ini!
4) Membuang dosa (ay 21).
a) Kata-kata ini ditujukan kepada ‘saudara-saudara yang kukasihi’ (ay 19), yang jelas menunjuk pada orang kristen. Jadi jelaslah bahwa tidak akan ada orang kristen yang suci! Semua harus terus berusaha untuk membuang dosa.
b) Ay 21 mengatakan ‘begitu banyak’. Ini bisa diartikan ‘berlebih-lebihan’, tetapi bisa juga diartikan ‘sisa’ (seperti dalam Mat 14:20). Jadi, ‘keja-hatan yang begitu banyak’ bisa diartikan ‘kejahatan yang tersisa’.
Ini menunjukkan bahwa kejahatan orang kristen harus berkurang (sekalipun tidak bisa sampai habis). Dengan kata lain, orang kristen sejati harus mengalami pengudusan! Kalau dalam hidup saudara sama sekali tidak ada pengudusan, maka saudara bukan orang kristen.
c) Dalam ay 21 ini Firman
digambarkan seperti tanaman, dan secara implicit
ini menunjukkan bahwa dosa / kejahatan kita menjadi seperti semak duri yang
harus dibuang. Kalau tidak, itu akan menghambat pertumbuhan, dan bahkan membunuh
tanaman Firman tersebut!
Penerapan: Dosa apa yang ada dalam diri saudara yang sengaja saudara pelihara? Maukah saudara bertobat dan membuangnya?
5) Menerima Firman dengan lemah lembut (ay 21).
a) Dari ay 21 terlihat dengan jelas bahwa ada hubungan yang erat antara ‘membuang dosa / kejahatan’ dan ‘menerima Firman’
Kalau saudara tidak mau membuang dosa, maka lambat atau cepat saudara akan berhenti menerima Firman! Seseorang mengatakan: Firman Tuhan menjauhkan kita dari dosa, tetapi sebaliknya dosa juga menjauhkan kita dari Firman Tuhan.
b) Kata ‘lemah lembut’ di sini dalam
bahasa Yunaninya adalah PRAUS.
Di sini
sebetulnya lebih tepat diterjemahkan ‘rendah hati’ seperti NIV / NASB.
Jadi, kita
harus menerima Firman dengan rendah hati.
Penerapan: Apakah saudara sering datang ke gereja hanya untuk ‘menilai’ pengkhotbahnya? Atau bahkan dengan sikap merasa lebih pandai dari pengkhotbahnya? Kesombongan seperti ini harus dibuang!
Kalau ke 5 hal
tersebut di atas ada pada saudara, maka Firman itu akan tertanam dalam hati
saudara (ay 21), dan Firman itu akan menyelamatkan saudara!
Tetapi
sebaliknya kalau ke 5 hal itu tidak ada dalam diri saudara, maka Fir-man itu
tidak akan tertanam, dan tidak akan menyelamatkan saudara.
Lalu bagaimana? Apakah Firman itu menjadi sia-sia? Tidak mungkin! Firman Tuhan tidak mungkin keluar dengan sia-sia (Yes 55:11). Jadi, apa yang lalu terjadi? Firman itu akan menghakimi saudara (bdk. Ro 2:12b Yoh 12:47-48).
Yang mana yang saudara ingini: ‘Firman menyelamatkan saudara’ atau ‘Fir-man menghakimi saudara’?YAKOBUS 1:22-27
1) Yang dimaksud dengan ‘mendengar’, adalah ‘mendengar Firman’.
Orang kristen harus membedakan antara khotbah dan Firman, karena pada jaman sekarang ada banyak sekali khotbah yang hanya dipenuhi dengan lelucon, kesaksian, cerita dsb, dan sama sekali tidak menjelaskan Firman! Juga banyak khotbah yang sama sekali tidak didasarkan atas Firman, tetapi hanya didasarkan atas illustrasi, pengalaman dsb. Khotbah yang semacam itu tentu bukan Firman Tuhan!
2) Pada waktu mendengar Firman, kita harus mau
mendengar teguran.
Memang Firman
bisa menghibur kita pada waktu mengalami kesukaran / penderitaan, tetapi
Firman juga berfungsi untuk menyatakan kesalahan / menegur (bdk.
2Tim 3:16). Ini penting untuk orang kafir maupun untuk orang kristen.
Untuk orang kafir, supaya setelah ia sadar dosa, ia mau datang kepada Kristus;
untuk orang kristen, supaya setelah sadar dosa ia bisa mengaku dosa dan
menguduskan diri.
Dari
ay 23-24 bisa kita dapatkan bahwa Firman digambarkan sebagai cermin.
Sebagaimana cermin bisa menunjukkan kejelekan wajah kita supaya bisa kita
perbaiki, demikian juga Firman bisa menunjukkan dosa / kesalahan kita supaya
bisa kita perbaiki. Dan kalau kita mau membiarkan diri kita ditegur olah Firman
maka Firman itu bukan hanya akan menegur, tetapi juga membebaskan kita dari
dosa. Karena itulah maka ay 25 menyebut Firman sebagai ‘hukum yang
memerdekakan’.
Cermin ada yang tidak terlalu rata, sehingga menunjukkan kesalahan yang seharusnya tidak ada dalam diri kita. Tetapi Firman disebut sebagai ‘hukum yang sempurna’ (ay 25), karena tidak ada salahnya! Karena itu, kalau hidup kita tidak sesuai dengan Firman, maka yang salah pasti adalah hidup kita!
3) Kita harus mau mendengar Firman yang rumit /
sukar.
Firman itu amat
dalam, dan sukar. Kalau kita hanya mau belajar yang mudah, dan kita tidak mau
mempelajari secara teliti dan mendalam, maka kita hanya akan mendapat kulitnya
saja!
Karena itu kita
harus mau belajar secara mendalam. Ini ditunjukkan oleh kata ‘meneliti’ dalam
ay 25.
Illustrasi: Kalau kita hanya mau mendapatkan batu yang tidak terlalu berharga, kerikil dsb, maka kita tidak perlu bersusah payah. Tetapi kalau kita mau mendapatkan batu yang berharga, seperti intan dsb, maka kita harus menggali! Demikian juga kalau saudara tidak mau bersusah payah dalam belajar Firman, maka yang saudara dapatkan hanyalah ‘kerikil’, tetapi kalau saudara mau bersusah payah dalam menggali Firman, saudara akan mendapatkan ‘intan’!
4) Kita harus mendengar Firman dengan tekun
(ay 25).
Orang yang
betul-betul percaya kepada Kristus, pasti tekun dalam men-dengar / belajar
Firman Tuhan (Yoh 8:31 2Yoh 9).
2Pet 2:21 mengatakan bahwa lebih baik tidak pernah tahu kebenaran, dari pada setelah tahu lalu berbalik dari kebenaran itu.
Amsal 19:27 (NIV) - “Stop listening to instruction, my son, and you will stray from the words of knowledge” (= Berhentilah mendengar instruksi, anakku, dan engkau akan menyimpang / tersesat dari kata-kata pengetahuan). Bdk. Amsal 21:16.
Karena itu jangan pernah berpikir bahwa setelah sekian lama belajar Firman, maka saudara sudah mempunyai cukup pengertian, dan sau-dara lalu tidak merasa perlu untuk belajar lebih banyak. Amsal 19:27 itu menjamin saudara akan tersesat kalau saudara melakukan hal seperti itu!
Penerapan:
·
apakah saudara tekun dalam belajar Firman Tuhan
dalam kebaktian / Pemahaman Alkitab?
· apakah saudara tekun dalam bersaat teduh / membaca Firman Tuhan setiap hari?
Kalau kita sudah melakukan 4 hal tersebut di atas, maka ada 2 hal lagi yang harus kita lakukan:
a) Kita harus mengingat Firman Tuhan (ay 25
- ‘tidak melupakannya’).
Penerapan:
·
apakah saudara berusaha menghafalkan ayat-ayat
Kitab Suci yang penting?
· apakah saudara mempelajari makalah-makalah yang diberikan dalam Kebaktian / Pemahaman Alkitab untuk lebih bisa mengingat Firman Tuhan?
b) Kita harus mentaati Firman Tuhan.Pada waktu Yesus memberikan khotbah di bukit (Mat 5-7), maka setelah mengajarkan banyak hal mulai Mat 5:3 sampai Mat 7:23, Yesus menutup khotbah di bukit itu dengan suatu perumpamaan yang menekankan penting-nya ketaatan (Mat 7:24-27). Ini menunjukkan bahwa setiap Firman harus di-tanggapi dengan ketaatan.
Mengapa kita harus taat?
1) Orang yang tidak taat adalah orang yang
menipu dirinya sendiri (ay 22).
Kata ‘menipu’ dalam ay 22 ini sebetulnya berarti ‘menipu dengan argu-mentasi’.
a) Orang yang tidak taat sering
mempunyai argumentasi untuk membe-narkan diri.
Ada seorang
yang mengatakan bahwa kalau seseorang berbuat dosa, seringkali dalam diri /
pikiran orang itu lalu ada suatu ‘persidangan’. Dalam sidang itu ada terdakwa
(yaitu orang itu sendiri), dan juga ada jaksa / penuntut (yang tentu saja
adalah diri orang itu sendiri), yang menunjukkan kesalahan orang itu. Lalu ada
pembela (yang tentu saja juga adalah orang itu sendiri) yang lalu mengajukan
pembelaan / alasan mengapa orang itu melakukan hal tersebut. Setelah
perde-batan beberapa waktu, maka akhirnya hakim memutuskan perkara itu. Tetapi
karena hakim itu juga adalah orang itu sendiri, maka biasanya diputuskan bahwa
terdakwa ‘tidak bersalah’.
Ini merupakan tindakan menipu diri sendiri!
b) Menipu diri sendiri juga bisa terjadi dengan berkata: yang penting saya mau dengar / belajar Firman Tuhan. Tetapi perlu saudara ingat bahwa Tuhan ingin saudara belajar / mendengar Firman supaya saudara mentaati Firman itu!
2) Mendengar tanpa taat tidak ada gunanya
(ay 23-24).
Ay 23-24
ini menggambarkan orang yang mendengar tanpa taat sebagai orang yang setelah
melihat dirinya dalam cermin, tidak melakukan apa-apa untuk membetulkan apa
yang salah di wajahnya. Lalu apa gunanya ia melihat pada cermin?
Kata ‘seorang’ dalam ay 23 sebetulnya adalah ‘a man’ (= seorang laki-laki). Mungkin sekali sengaja diambil orang laki-laki dan bukannya orang perempuan, karena orang perempuan pasti tidak akan bercermin dengan cara seperti itu.
Illustrasi: Pada waktu saya sekolah Theologia, saya mempunyai seorang teman dari Taiwan yang selalu pergi kemana-mana dengan rambut yang awut-awutan / tanpa disisir. Kalau dinasehati supaya lebih merapikan rambutnya, ia berkata: ‘Yang menderita kan orang yang melihat saya. Saya sendiri tidak menderita dengan rambut seperti ini!’. Saudara mungkin menganggap dia sebagai orang gila, tetapi Kitab Suci di sini mengatakan bahwa kalau saudara hanya mendengar tetapi tidak melakukan Firman Tuhan, saudara sama dengan teman saya itu!
3) Karena mendengar tanpa taat bukan hanya tidak berguna, tetapi bahkan merugikan, karena akan mengakibatkan hukuman yang lebih hebat (Luk 12:47-48).Kalau dilihat sepintas maka ay 26-27 ini kelihatannya tidak ada hubungan-nya dengan ay 22-25. Tetapi sebetulnya ada hubungannya karena dalam ay 26-27 ini, Yakobus memberikan contoh-contoh ketaatan:
1) Mengekang lidah (ay 26).
a) Ini menunjukkan bahwa kita tak boleh melakukan sesuatu yang negatif terhadap sesama kita.
b) Banyak dosa yang disebabkan oleh penggunaan yang salah dari li-dah, seperti: dusta, sumpah palsu / sembarangan, kutuk, caci maki / omongan kotor / cabul, fitnah, gossip, menggunakan nama Allah de-ngan sia-sia, menggerutu / ngomel, berbicara secara munafik / men-jilat, dsb.
c) Berdasarkan Mat 15:18 maka jelaslah bahwa berdasarkan kata-kata-nya kita bisa mengetahui hatinya. Kalau kata-katanya kotor / cabul, tidak mungkin hatinya baik!
d) Renungkan: bagaimana saudara menggunakan lidah saudara?
2) Mengunjungi yatim piatu dan janda-janda (ay 27).
a) Kalau tadi dalam ay 26
ditekankan bahwa kita tidak boleh melakukan sesuatu yang negatif terhadap
sesama kita, maka sekarang dalam ay 27 ditekankan bahwa kita harus melakukan
sesuatu yang positif terhadap sesama kita!
Tidak cukup kalau saudara hanya tidak berbuat jahat kepada orang lain; saudara juga harus berbuat baik kepada orang lain!
b) ‘Yatim piatu dan janda’ di sini mewakili semua orang yang miskin / menderita dan yang membutuhkan pertolongan / kasih / penghiburan kita. Gampang untuk menolong orang yang kaya, karena bisa men-dapatkan balasan, tetapi bagaimana dengan menolong orang miskin yang sama sekali tidak bisa membalas kebaikan kita?
c) ‘Mengunjungi’ mencakup juga menghibur, mendoakan, menolong se-mampu kita.
3) Menjaga supaya diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (ay 27b).
a) Ini menunjukkan bahwa dunia mudah sekali mencemari kita, karena kalau tidak, untuk apa kita harus berhati-hati?
b) Ada orang yang menjaga dirinya supaya tidak tercemar dengan cara mengucilkan diri / hanya mau bergaul dengan orang kristen yang rohani. Ini adalah sesuatu yang salah! Tetapi memang bergaul tanpa batas juga adalah sesuatu yang salah (bdk. 1Kor 15:33). Jadi harus ada batasan-batasan tertentu, tetapi tidak boleh sama sekali tidak bergaul dengan dunia (bdk. Mat 5:13,16 Mat 10:16 Yoh 17:15).
c) Kita harus rela berkorban
dalam melakukan penyucian diri itu.
Illustrasi: Ada sejenis binatang yang berwarna putih bersih, dan terkenal sangat membenci kekotoran. Kalau pemburu mau menangkap binatang ini, yang mula-mula ia lakukan adalah mencari sarangnya lalu mengotorinya. Setelah itu ia mencari binatang itu dengan meng-gunakan anjing. Pada waktu binatang itu dikejar anjing, ia lari ke sarangnya. Tetapi waktu menjumpai sarangnya kotor, ia tidak mau masuk. Ia lebih memilih mati dicabik-cabik oleh anjing dari pada membiarkan dirinya dikotori oleh kotoran yang ada di sarangnya.
Sampai dimana pengorbanan yang mau saudara lakukan
untuk menjaga kebersihan / kesucian hidup saudara? Relakah saudara mati demi
menjaga kesucian hidup saudara?
Penutup / kesimpulan:
Kita harus mendengar Firman dan taat pada Firman Tuhan! Kalau kita mela-kukan ini, maka kita akan berbahagia (ay 25), tetapi kalau tidak, kita akan menanggung akibatnya (bdk. Amsal 13:13)!
Maukah saudara mendengar dan taat pada Firman Tuhan?YAKOBUS 2:1-13
Memandang muka
bisa dilakukan berdasarkan bermacam-macam hal:
·
Ada orang yang hanya ramah kepada lawan jenisnya
yang cantik / ngganteng.
·
Ada orang yang hanya ramah kepada orang yang
mempunyai kedudukan / jabatan tinggi, seperti bossnya sendiri, pejabat
pemerintah dsb.
· Ada orang yang hanya ramah kepada orang yang kaya.
Bacaan hari ini
mempersoalkan memandang muka berdasarkan uang / kekayaan. Dalam dunia (di luar
gereja), memandang muka berdasarkan uang / kekayaan adalah sesuatu yang umum.
Misalnya:
¨
Dalam mencari jodoh / menantu.
Banyak
orang yang hanya mau mendapatkan jodoh / menantu yang kaya.
¨
Penerimaan murid dalam sekolah.
Anak
yang pandai tetapi miskin bisa tidak diterima, tetapi anak bodoh yang kaya bisa
diterima!
¨
Dalam pengadilan.
Orang
yang kaya, yang mau menyogok banyak bisa saja dibenarkan sekalipun sebetulnya
salah.
¨
Dalam hubungan pribadi.
Bdk. Amsal 19:4,6,7 - “(4) Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya. ... (6) Banyak orang yang mengambil hati orang dermawan, setiap orang bersahabat dengan si pemberi. (7) Orang miskin dibenci oleh semua saudaranya, apalagi sahabat-sahabatnya, mereka menjauhi dia. Ia mengejar mereka, memanggil mereka tetapi mereka tidak ada lagi”.
Tetapi
betul-betul sesuatu yang patut disesalkan kalau ‘memandang muka berdasarkan
uang / kekayaan’ ini juga terjadi di dalam gereja!
Bahwa Yakobus menuliskan ay 1-4 menunjukkan bahwa hal ini memang terjadi dalam gereja saat itu. Di sini Yakobus menggambarkan 2 orang yang datang ke gereja. Kata ‘kumpulanmu’ (ay 2) sebetulnya adalah ‘synagogue’, dan di sini artinya jelas adalah gereja.
Dua orang yang datang ke gereja itu betul-betul sangat kontras:
a) Yang seorang datang dengan memakai pakaian
yang indah, dan cincin emas.
Dikatakan oleh beberapa penafsir bahwa pada jaman itu orang kaya memakai cincin di semua jari tangannya kecuali jari tengahnya, dan kadang-kadang memakai lebih dari satu cincin pada satu jari. Jadi orang ini jelas adalah orang kaya.
b) Orang yang kedua adalah orang miskin dengan
pakaian buruk.
Kata ‘miskin’ di sini dalam bahasa Yunaninya adalah PTOCHOS, yang menunjukkan miskin dalam arti sama sekali tidak punya uang (bdk. Lazarus dalam Luk 16:20).
Penyambutan
jemaat terhadap 2 orang ini juga sangat kontras, karena orang kaya itu disambut
dengan baik dan diberi tempat yang baik / terhormat, sedangkan orang miskin itu
disuruh berdiri / duduk di lantai (ay 3).
Perlu diingat
bahwa pada abad pertama hampir semua orang kristen adalah miskin (ini
bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran!), sehingga kalau ada orang
kaya menjadi orang kristen / bertobat, maka jemaat menjadi senang, sehingga
memperlakukannya dengan istimewa. Tetapi bagaimanapun, memandang muka seperti
ini adalah sesuatu yang salah!
Penerapan:
·
Mungkin saudara tidak membedakan dengan cara
yang begitu kontras seperti orang-orang dalam ay 3 itu, tetapi apakah
saudara mempunyai sikap yang sama ramahnya terhadap orang kaya dan orang
miskin yang datang ke gereja? Atau saudara tetap mempunyai sikap yang berbeda?
·
Mungkin dari sikap / kata-kata saudara, tidak
terlihat kalau saudara memandang muka / membedakan orang kaya dari orang
miskin. Tetapi bagaimana dengan hati saudara? Ingat bahwa Allah melihat hati
saudara! Jadi, cobalah periksa hati saudara, apakah saudara lebih senang kalau
ada orang kaya datang dari pada kalau ada orang miskin datang ke gereja
saudara? Kalau ya, itu berarti saudara sudah memandang muka!
·
Mungkin saudara memandang muka, bukan demi diri
saudara sendiri, tetapi demi gereja / Tuhan. Saudara berpikir bahwa orang kaya
itu akan memberi persembahan lebih banyak sehingga akan menguntungkan gereja /
Tuhan, dan karena itu saudara bersikap lebih ramah kepada dia. Tetapi ini tetap
salah! Ingat bahwa sekalipun motivasi saudara itu benar, tetapi itu tidak bisa
membenarkan tindakan saudara yang salah!
·
Kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan, apakah
saudara lebih senang melayani gereja / orang yang kaya dari pada gereja / orang
yang miskin? Kalau ya, saudara sebetulnya bukanlah hamba Tuhan tetapi hamba
uang! Bdk. Mat 6:24 - “Tak
seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan
membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.
II) Mengapa kita tidak boleh memandang muka?
1) Karena kita adalah orang beriman.
Ay 1: “Saudara-saudaraku, sebagai
orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah
iman itu kamu amalkan dengan memandang muka”.
Kalau orang
dunia mau memandang muka, biarlah mereka memandang muka. Tetapi saudara
sebagai orang kristen harus menyadari bahwa saudara adalah ‘orang kudus’. Kata ‘kudus’ berarti ‘berbeda dengan / terpisah dari’.
Karena itu kalau saudara adalah orang kudus, maka saudara harus hidup berbeda
dengan orang dunia (bukan dalam segala hal, tetapi hanya dalam hal-hal yang
adalah dosa!). Bandingkan dengan Ro 12:2a yang berbunyi: “Janganlah
kamu menjadi serupa dengan dunia ini”.
Karena itu sekalipun semua orang dunia memandang muka, saudara tidak boleh memandang muka!
2) Karena Tuhan kita mulia.
Ay 1: “Saudara-saudaraku, sebagai orang
yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman
itu kamu amalkan dengan memandang muka”.
Kalau kita hanya
memandang kepada manusia, maka akan terlihat perbedaan antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain (yang satu lebih kaya, lebih tinggi kedudukannya
dsb). Tetapi kalau kita me-mandang kepada manusia dan Tuhan sekaligus, maka
kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang begitu hebat, menyebabkan segala perbedaan
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain menjadi tidak terlihat.
Illustrasi:
Kalau saudara mempunyai 2 buah lilin, satu besar dan satu kecil, yang menyala
dalam kegelapan, maka saudara bisa melihat perbedaan kedua lilin itu dan
saudara lebih menyukai lilin yang besar. Tetapi kalau saudara membawa kedua
lilin itu keluar pada siang hari dimana matahari bersinar dengan cerah, maka
perbedaan kedua lilin itu menjadi hilang, dan saudara tidak akan lebih menyukai
lilin yang besar dibandingkan dengan yang kecil.
Karena itu
seseorang mengatakan bahwa orang yang memandang muka adalah orang yang buta
terhadap kebesaran dan kemuliaan Tuhan!
Kalau saudara mau menjadi orang yang tidak memandang muka, maka banyaklah mempelajari dan merenungkan kebesaran dan kemuliaan Tuhan
3) Karena Allah sendiri tidak membeda-bedakan
(ay 5-6a).
Ay 5-6a: “(5) Dengarkanlah, hai
saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap
miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris
Kerajaan yang telah dijanjikanNya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia? (6a)
Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin”.
Dalam ay 5
dikatakan bahwa Allah memilih orang miskin untuk dijadikan kaya dalam iman, dan
dijadikan ahli waris Kerajaan Surga (jadi kaya secara rohani, bukan secara
jasmani seperti yang diajarkan oleh Theologia Kemakmuran!). Memang ini tidak
berarti Allah tidak mau orang kaya! Ia memilih baik yang kaya maupun yang
miskin (Abraham maupun Lazarus!), karena memang dalam Dia memilih, Ia hanya
memilih berdasarkan kehendakNya sendiri.
Kalau Allah itu seperti itu, lalu siapakah kita sehingga kita lalu membeda-bedakan berdasarkan uang / kekayaan? Ini adalah sesuatu yang salah! Kita harus meniru Bapa kita, dan berhenti memandang muka!
4) Karena orang kayalah yang menindas orang
kristen dan menyeretnya ke pengadilan.
Ay 6b: “Bukankah justru orang-orang kaya
yang menindas kamu dan yang menyeret kamu ke pengadilan?”.
Pada jaman itu orang kaya memang sering menyeret orang miskin ke pengadilan / penjara karena orang miskin itu tidak bisa membayar hutangnya. Orang kaya sering menangkap orang miskin pada kerah baju / jubahnya dan lalu dengan setengah mencekik, betul-betul menyeret orang miskin itu ke penjara / pengadilan.
Bdk. Mat 18:28-30 - “(28) Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! (29) Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. (30) Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya”.
Yakobus menggunakan hal ini sebagai argumentasi untuk menentang sikap ramah hanya kepada orang kaya! Ini memang tidak berarti bahwa Yakobus mengajar supaya mereka mendendam kepada orang kaya atau membalas kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Yakobus hanya ingin menunjukkan betapa tidak masuk akalnya sikap ramah yang ditujukan hanya kepada orang kaya. Orang kaya, yang menindas kamu, kamu hormati, tetapi orang miskin, yang tidak pernah menindas kamu, kamu abaikan / hinakan. Itu betul-betul tak masuk akal!
5) Karena orang kaya menghujat nama Tuhan.
Ay 7: “Bukankah mereka yang menghujat
Nama yang mulia, yang olehNya kamu menjadi milik Allah?”. Ini salah
terjemahan.
NASB: ‘... blaspheme the fair name by which you
have been called’ (= ... menghujat nama yang indah dengan mana kamu
dipanggil).
Yang dimaksud
dengan ‘nama yang mulia /
indah’ tentu adalah nama Yesus Kristus. Orang yang percaya kepada
Yesus Kristus, memang dipanggil menurut nama Kristus, sehingga mereka disebut
kristen (bdk. Kis 11:26).
Orang kaya sering
menghujat nama Kristus pada waktu hamba-hamba mereka yang adalah orang kristen
mau mentaati Kristus, misalnya dalam persoalan peraturan Sabat. Kalau
hamba-hamba itu mau beristirahat sebagai ketaatan terhadap peraturan Sabat,
maka majikan mereka yang kaya itu lalu memaki-maki mereka disertai hujatan
kepada Kristus!
Ini dipakai oleh Yakobus sebagai argumentasi untuk menentang sikap memandang muka. Jadi ia memaksudkan: orang kaya itu menghujat nama Kristus, tetapi kamu menghormati mereka. Orang-orang miskin itu tidak pernah menghujat nama Kristus, tetapi kamu mengabaikan / menghina mereka!
6) Karena memandang muka bukanlah tindakan
kasih.
Ay 8-9: “(8) Akan tetapi, jikalau kamu
menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: ‘Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri’, kamu berbuat baik. (9) Tetapi, jikalau kamu
memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu
melakukan pelanggaran”.
Rupa-rupanya
Yakobus sudah memperhitungkan bahwa penerima suratnya ini akan mendebat dengan
berkata: Bukankah dengan kami menghormati / bersikap ramah terhadap orang kaya,
kami melakukan hukum kasih?
Karena itulah
maka Yakobus menuliskan ay 8-9 ini. Artinya adalah: kalau kamu betul-betul
mengasihi orang kaya itu, tentu itu adalah sesuatu yang baik. Itu sesuai dengan
hukum yang terutama. Tetapi pada waktu kamu memandang muka, yang menyebabkan
kamu menghormati / bersikap ramah kepada orang kaya itu bukanlah kasihmu kepada
dia, tetapi kepada uangnya. Ini jelas bukan ketaatan kepada hukum terutama
/ hukum kasih itu!
Lalu Yakobus
menambahkan ay 10-11: “(10)
Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian
dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. (11) Sebab Ia yang mengatakan:
‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak
berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.
Ini tidak berarti bahwa semua dosa sama berat. Yakobus memaksudkan: hukum Tuhan adalah satu kesatuan. Kalau mau taat, harus taat pada semua, tidak boleh pilih-pilih. Firman Tuhan bukan seperti masakan Padang, yang kita senangi kita ambil, yang tidak kita senangi tidak kita ambil.
Demikian juga dengan hukum kasih. Kalau mau taat, harus mengasihi semua, bukan yang kaya saja!Ay 12-13: “(12) Berkatalah dan berlakulah
seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan
orang. (13) Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang
yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman”.
Yakobus berbicara tentang ‘hukum yang memerdekakan’
(ay 12). Ini untuk mengingatkan mereka bahwa mereka telah dimerdekakan
dari dosa karena kebaikan / belas kasihan Tuhan.
Karena itu mereka (juga kita!)
harus hidup sebagai orang yang telah menerima kebaikan / belas kasihan Tuhan,
yaitu dengan juga bersikap baik / berbelas kasihan kepada orang miskin.
Kalau kita bersikap baik / berbelas kasihan kepada orang miskin, maka kita akan mengalami penghakiman yang penuh dengan belas kasihan dari Allah (ay 13b). Sebaliknya, kalau kita bersikap keras terhadap orang miskin, kita juga akan mengalami penghakiman yang keras dari Allah (ay 13a)
Yang mana yang saudara kehendaki?YAKOBUS 2:14-26
Kalau kita
sudah pernah membaca surat-surat Paulus, maka kita akan melihat bahwa
kelihatannya bagian surat Yakobus ini bertentangan dengan banyak bagian
surat-surat Paulus.
Contoh:
·
Ro 3:28 kelihatannya bertentangan dengan
Yak 2:24.
· Ro 4:1-4 dan Gal 3:6 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:21.
Bagian surat
Yakobus ini menyebabkan adanya tokoh-tokoh Kristen yang merendahkan surat
Yakobus ini.
¨
Martin Luther berkata tentang surat Yakobus
sebagai berikut: “a right strawy
epistle, for it has no true evangelical character”
[= surat jerami (= kosong / tak berharga), karena surat ini tidak mempunyai
sifat injili yang benar].
¨ Philip Melanchton berkata: “‘faith justifies’ and ‘faith does not justify’ are plain contradiction. Whoever can reconcile them, on him I will put my cap, and allow him to call me a fool” (= ‘iman membenarkan’ dan ‘iman tidak mem-benarkan’ adalah kontradiksi yang nyata. Siapapun dapat memperdamai-kan mereka, padanya aku akan memakaikan topi, dan mengijinkannya menyebutku orang tolol).
Ada beberapa hal yang perlu dimengerti untuk bisa memperdamaikan / mengharmoniskan Paulus dan Yakobus:
1) Adanya perbedaan tujuan.
Paulus
menuliskan suratnya untuk orang-orang yang terpengaruh oleh ajaran Yahudi yang
menekankan keselamatan karena perbuatan baik (bdk. Kis 15:1-2). Karena itu
Paulus justru menekankan habis-habisan bahwa hanya imanlah yang menyebabkan
kita diselamatkan (Gal 2:16,21 Ef
2:8-9).
Tetapi Yakobus menulis kepada orang-orang yang sekalipun mengaku sebagai orang kristen, tetapi hidupnya sama sekali tidak mirip hidup kris-ten. Karena itu ia justru menekankan perbuatan baik.
2) Adanya perbedaan penggunaan istilah.
a) Istilah ‘pekerjaan / perbuatan baik’.
Kalau Paulus
menggunakan istilah ini maka ia memaksudkannya sebagai sesuatu yang digunakan
untuk menyelamatkan diri kita. Karena itu maka ia berkata bahwa perbuatan baik
tidak diperlukan (yang menyebabkan kita selamat hanyalah iman!).
Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, ia memaksudkannya sebagai akibat / hasil dari keselamatan. Karena itu ia mengatakan bahwa perbuatan baik harus ada dalam diri orang kristen.
b) Istilah ‘iman / percaya’.
Kalau Paulus
menggunakan istilah ini, maka ia menunjuk pada iman kepada Yesus Kristus.
Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, maka ia memaksudkan ‘pengakuan percaya dengan mulut’ (bdk. ay 14 - ‘seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman’).
c) Istilah ‘dibenarkan’.
Kalau Paulus
menggunakan istilah ini, maka artinya adalah ‘orangnya dibenarkan oleh Allah’.
Tetapi kalau Yakobus memakai istilah ini, maka maksudnya adalah ‘pengakuan orang itu yang dibenarkan’ (artinya: pengakuannya benar / tidak dusta).
Catatan:
·
kita harus membedakan arti dari istilah-istilah
ini, karena kalau tidak, maka kita akan betul-betul mendapatkan kontradiksi
yang tidak terhamoniskan antara Yakobus dan Paulus.
· Kalau saudara mau mengerti Yak 2:14-26 ini dengan benar, maka adalah sesuatu yang mutlak penting bagi saudara untuk mengingat dengan baik cara Yakobus menggunakan istilah-istilah di atas!
Kesimpulan:
Dalam
Yak 2:14-26 ini Yakobus punya satu tujuan pengajaran: pengakuan percaya
tidak boleh / tidak bisa dipisahkan dari perbuatan baik. Sebaliknya pengakuan
percaya harus dibuktikan kebenarannya melalui perbuatan baik.
Mungkin ia
menuliskan bagian ini untuk memberi keseimbangan terhadap doktrin salvation by faith (= keselamatan oleh
iman) yang diajarkan oleh Paulus.
Kemungkinan
yang lain adalah: ia menuliskan ini untuk memberi keseim-bangan terhadap
tulisannya sendiri tentang ‘hukum yang memerdekakan’ (Yak 1:25 2:12). Dengan demikian secara keseluruhan ia
mengajarkan bah-wa sekalipun orang kristen sudah dimerdekakan dari dosa oleh
iman kepada Kristus, itu tidak boleh diartikan bahwa orang kristen lalu merdeka
untuk berbuat
dosa!
II) Iman / pengakuan tanpa perbuatan.
1) Yakobus berkata bahwa ‘iman / pengakuan
percaya tanpa perbuatan’ tidak menyelamatkan (ay 14).
Untuk ini ia memberikan suatu illustrasi dalam ay 15-16:
a) Ay 15: kata-kata ‘seorang saudara atau saudari tidak mempunyai ...’ jelas menunjuk pada orang kristen yang miskin. Ini menunjukkan bah-wa Yakobus percaya bahwa orang kristen bisa saja menjadi miskin. Dan ini lagi-lagi menunjukkan bahwa ajaran Theologia Kemakmuran tidak sesuai dengan Kitab Suci!
b) Ay 16: ini menunjukkan orang yang hanya ngomong tok tetapi tidak melakukan apa-apa. Ini sama sekali tidak ada gunanya. Demikian juga dengan orang yang cuma mengaku percaya (ngomong tok), tetapi tidak mempunyai perbuatan baik.
2) Yakobus juga berkata bahwa iman seperti itu
adalah mati / kosong (ay 17,20,26).
Ini tidak
berarti bahwa mula-mula imannya ada / hidup, lalu menjadi mati.
Artinya adalah bahwa pengakuan orang itu adalah pengakuan yang kosong, dan ini jelas menunjukkan bahwa orang itu sebetulnya sama sekali tidak mempunyai iman! Karena itu imannya tidak bisa ditunjukkan (ay 18).
Dalam ay 18 Yakobus membandingkan 2 orang:
a) Orang yang pertama (yaitu
Yakobus sendiri) mempunyai iman dan perbuatan.
Kata-kata
‘padaku ada perbuatan’ (ay 18a) tidak boleh diartikan seakan-akan ia hanya
mempunyai perbuatan tetapi tidak mempunyai iman, karena ini adalah suatu
keadaan yang tidak mungkin terjadi, dan juga ini bertentangan dengan
ay 18b yang mengatakan ‘aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari
perbuatan-perbuatanku’.
Dari kata-kata dalam ay 18b itu juga jelas bahwa orang ini bisa me-nunjukkan imannya!
b) Orang yang kedua hanya mempunyai iman / pengakuan. Orang ini tidak bisa menunjukkan imannya, karena memang tidak ada!
3) Yakobus menyamakan iman seperti itu dengan
‘imannya setan’ (ay 19)!
Kepercayaan
terhadap adanya satu Allah adalah kepercayaan yang benar. Tetapi bagi setan,
kepercayaannya akan adanya satu Allah itu sama sekali tidak menghasilkan hidup
yang benar! (Catatan: kepercaya-an itu hanya menyebabkan ia gemetar! Ini
menunjukkan bahwa pengeta-huan yang benar tentang Allah, kalau tidak disertai
dengan penebusan, hanya menghasilkan rasa takut!).
Jadi jelas bahwa orang yang mengaku beriman, tetapi tidak membuktikan imannya dengan perbuatan baik, tidak berbeda dengan setan!
Kesimpulan dari 3 hal di atas:
Kalau seseorang mengaku percaya, tetapi tidak ada perbuatan baik dalam hidupnya, maka ia sebetulnya bukan orang kristen! Perhatikan cara Yakobus menyebut orang itu! Ia tidak pernah menyebutnya sebagai ‘saudara’, tetapi ia menyebutnya ‘seorang’ (ay 14), atau ‘orang’ (ay 18), atau ‘manusia’ (ay 20).
Penerapan: Apakah ada perubahan hidup ke arah yang positif dalam diri saudara? Apakah saudara berusaha untuk bisa hidup lebih suci? Apakah saudara membenci dosa dan berusaha membuangnya dari hidup saudara?
John Owen:
“I do not understand how a man can
be a true believer unto whom sin is not the greatest burden, sorrow and
trouble” (= Saya tidak mengerti bagaimana
seseorang bisa merupakan orang kristen yang sejati, kalau bagi dia dosa
bukanlah beban, kesedihan dan kesukaran yang terbesar).
1) Abraham (ay 21-24).
a) Ay 21: ini tidak boleh
diartikan seakan-akan Abraham dibenarkan ka-rena perbuatannya yaitu pada waktu
ia mempersembahkan Ishak.
Alasannya:
·
Abraham dibenarkan karena imannya
(ay 23 bdk. Kej 15:6) dan ini
terjadi lebih kurang 30 tahun sebelum ia mempersembahkan Ishak (Kej 22).
· Persembahan itu dikatakan merupakan bukti iman Abraham (Ibr 11:17-19). Ini jelas menunjukkan bahwa imannya ada lebih dulu dan baru setelah itu ia mempersembahkan Ishak
Jadi, arti ayat ini adalah: persembahan Abraham itu adalah perbuatan baik yang membuktikan iman Abraham / membenarkan pengakuan Abraham bahwa ia adalah orang beriman.
b) Ay 22: Iman / pengakuan saja tidaklah cukup. Pengakuan + perbuatan baik barulah sempurna, artinya: ini adalah iman yang sempurna / sungguh-sungguh.
c) Ay 23: ‘genaplah nas
yang mengatakan’.
Artinya: dengan adanya persembahan Ishak itu kelihatanlah bahwa Kej 15:6 adalah benar.
d) Ay 24: ‘manusia dibenarkan’.
Artinya: dibenarkan pengakuannya, atau tidak dianggap munafik.
2) Rahab (ay 25).
Sekarang Yakobus
mengambil orang yang sangat kontras dengan Abraham. Kalau Abraham adalah
seorang laki-laki, maka Rahab adalah seorang perempuan. Kalau Abraham adalah
nenek moyang bangsa Israel, maka Rahab adalah orang kafir. Kalau Abraham adalah
orang yang terhormat, maka Rahab adalah seorang pelacur!
Mengapa Yakobus
mengambil contoh orang seperti Rahab? Karena kalau contohnya hanya orang
seperti Abraham maka mungkin orang akan berkata: ‘Itu kan Abraham, dia orang
luar biasa. Saya tidak bisa seperti dia’. Supaya orang tidak bisa berkata
seperti ini, Yakobus mengambil contoh Rahab. Rahab adalah orang kafir, dan
terlebih lagi dia adalah seorang pelacur! Tetapi setelah bertobat, ia termasuk
orang yang mem-buktikan imannya dengan perbuatan baik (bdk. Yos 2:1-7).
Memang perbuatan
baik Rahab tidak sempurna, karena mengandung dusta / dosa. Tetapi harus
diingat hal-hal ini:
·
Ia adalah orang kafir, yang sama sekali tidak
mempunyai pengertian Firman Tuhan.
·
Ia adalah seorang pelacur.
·
Ia adalah seorang petobat baru, sehingga sukar
diharapkan bisa me-lakukan perbuatan baik yang sempurna.
· Perbuatan baiknya saat itu, dimana ia menyembunyikan mata-mata Israel terhadap tentara Yerikho, mempunyai resiko tinggi.
Jadi, sekalipun
perbuatan baiknya mengandung dusta / dosa, itu tetap dianggap sebagai perbuatan
baik yang membuktikan imannya!
Dengan adanya
contoh Rahab ini terlihat dengan jelas, bahwa siapapun orang yang beriman itu,
kalau ia memang betul-betul beriman, ia pasti melakukan perbuatan-perbuatan
baik sebagai buah / bukti imannya.
Apakah iman saudara sudah terbukti dengan adanya perbuatan-perbuatan baik? Kalau sudah, puji Tuhan, saudara adalah orang kristen sejati. Teruslah berusaha untuk menyucikan diri saudara. Kalau belum, sadarilah bahwa saudara sebetulnya bukan orang kristen, dan saudara belum diselamatkan. Karena itu datanglah kepada Kristus dan bertobatlah!
YAKOBUS 3:1-12
Ada 2 penafsiran tentang apa yang dimaksud dengan ‘guru’ di sini:
1) ‘Guru’ berarti pengajar Firman Tuhan.
2) ‘Guru’ di sini mempunyai arti yang lain dari
pada yang lain, yaitu ‘orang yang menghakimi / mengkritik’ (Calvin).
Memang ada orang
yang bisa memberikan kritikan / teguran dengan motivasi yang benar, cara yang
benar dan pada saat yang benar. Yang ini tentu tidak apa-apa, bahkan merupakan
sesuatu yang baik.
Tetapi
kebanyakan orang melakukannya dengan salah:
·
Ada orang yang melakukannya pada saat yang
salah.
Misalnya
menegur / mengkritik orang pada saat orangnya sedang sakit, sedih, sumpek,
marah, atau pada saat dimana orangnya sebetulnya justru membutuhkan
penghiburan, dsb.
·
Ada orang yang melakukannya dengan cara yang
salah.
Misalnya:
menegur dengan surat kaleng (ini tidak sesuai dengan Mat 18:15), menegur dengan
kasar, menegur di depan umum untuk dosa-dosa yang sebetulnya harus ditangani
secara pribadi, dsb.
·
Ada yang melakukannya dengan motivasi yang
salah.
Motivasi yang benar adalah kasih. Kalau ini ada, maka kita melakukan peneguran demi kebaikan orang yang kita tegur. Tetapi kalau kasih ini tidak ada, maka kita menegur untuk menghancurkan dia, atau sekedar untuk melampiaskan amarah kita, dsb.
Karena jarang ada orang yang bisa menegur dengan benar, maka di sini dikatakan ‘janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru (= penegur / pengkritik)’ (ay 1).
Dari 2
penafsiran di atas, saya lebih setuju dengan penafsiran yang kedua, yang
mengatakan bahwa ‘guru’ di sini adalah seorang pengkritik / penegur.
Alasan saya:
a) Memang seorang pengajar Firman akan dihakimi lebih berat, tetapi itu di-sebabkan karena ia lebih banyak mengerti firman Tuhan (bdk. Luk 12:47-48). Tetapi di sini dikatakan bahwa ‘guru’ itu akan dihakimi lebih berat, karena ia sendiri ‘bersalah dalam banyak hal’ (ay 2). Jadi kelihatannya tidak terlalu cocok kalau ‘guru’ di sini diartikan pengajar Firman Tuhan.
b) Kalau ‘guru’ diartikan orang yang mengkritik,
maka Yak 3:1-2 ini akan sejalan / searah dengan Ro 2:1-3 dan
Mat 7:1-5, yang menunjukkan bahwa orang yang menghakimi juga akan
dihakimi.
Kita memang sukar sekali untuk bisa menghakimi dengan adil. Kalau orang lain melakukan sesuatu, maka kita menyalahkan orang itu, tetapi kalau kita sendiri melakukan hal yang sama, maka kita bisa membenarkan hal itu.
Illustrasi: Seorang pendeta pulang dari luar kota dengan menggunakan pesawat ter-bang, dan ia dijemput oleh jemaatnya dengan mobil. Dalam perjalanan dari lapangan terbang ke rumah, jemaat itu bercerita: ‘Pak pendeta, selama engkau pergi, kota kita terkena badai dan rumah saya hancur karenanya’. Pendeta itu lalu berkata: ‘Itu hukuman Tuhan untuk kamu. Bukankah sudah dari dulu saya nasehati kamu supaya bertobat dari dosamu?’. Jemaat itu lalu berkata: ‘Tapi pak pendeta, rumahmu juga hancur terkena badai itu!’. Lalu pendeta itu menjawab: ‘O ya? Yah, memang kehendak / rencana Tuhan itu sering melampaui akal manusia’.
Contoh dalam
hidup sehari-hari:
·
kalau orang lain mudah mengeluarkan uang, kita
namakan itu boros; kalau diri kita sendiri mudah mengeluarkan uang, kita
namakan itu der-mawan / tidak bertuhankan uang.
·
kalau orang lain menahan uang, kita namakan itu
pelit / kikir; kalau diri kita sendiri menahan uang, kita namakan itu hemat.
·
kalau orang lain mengubah pendapat, kita namakan
itu plin-plan / tidak berpendirian / kompromistis; kalau diri kita sendiri
mengubah pendapat, kita namakan itu bijaksana.
· kalau orang lain mempertahankan pendapat, kita namakan itu tegar teng-kuk / keras kepala / bandel; kalau diri kita sendiri mempertahankan pen-dapat, kita namakan itu tegas.
Kalau saudara adalah orang yang suka menghakimi, maka ingatlah akan 2 hal ini:
a) Nanti Allah akan menjadi Hakim, dan Ia pasti akan menjadi Hakim yang adil. Kalau kita saat ini sering menghakimi dengan keras, nanti kita akan dihakimi dengan keras.
b) Kita sendiri bersalah dalam banyak hal (ay
2a).
Sebagai contoh
kesalahan-kesalahan itu, lalu Yakobus membahas dosa karena lidah (ay 2b-12).
1) Lidah itu kecil, tetapi pengaruhnya sangat
besar (ay 3-5a).
Yakobus
menggambarkan lidah itu seperti kekang pada mulut kuda (ay 3), dan seperti
kemudi kapal (ay 4), yang sekalipun kecil, tetapi dapat mengendalikan
kuda / kapal itu.
Kalau dalam ay 5a Yakobus berkata bahwa ‘lidah, walaupun suatu ang-gota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar’, maka jangan mengartikan bahwa ia menunjuk pada tindakan membual. Ini tidak cocok dengan kontexnya! Jadi artinya harus sesuai dengan kontex (ay 3-5a), yaitu bahwa lidah, sekalipun kecil, tetapi pe-ngaruhnya besar (yang ditekankan di sini adalah pengaruh negatif!).
Contoh:
·
Dikatakan bahwa Mao Tse Tung dulunya adalah
seorang anak seko-lah minggu, tetapi karena guru sekolah minggunya suatu kali
menga-tai dia sebagai ‘anjing kuning’, ia lalu meninggalkan gereja, dan
men-jadi komunis yang anti kristen, dan membawa ratusan juta, mungkin bahkan
bermilyar-milyar, orang Cina menjadi komunis yang anti kris-ten. Guru sekolah
minggu itu mungkin tidak pernah memikirkan bahwa kata-katanya itu akan
mengakibatkan bermilyar-milyar orang masuk ke neraka!
· Ada banyak orang dengan mudahnya menyebarkan gossip / fitnah tentang seorang hamba Tuhan, mengakibatkan banyak orang lalu menolak Injil yang diberitakan oleh hamba Tuhan itu, dan masuk ke neraka karenanya!
Penerapan: Hati-hatilah dalam menggunakan lidah saudara, dan hati-hatilah juga untuk tidak bergaul dengan orang yang senang menyebarkan fitnah / gossip (bdk. 1Kor 5:11).
2) Lidah itu seperti api (ay 5b-6).
Lidah memang mempunyai beberapa persamaan dengan api:
a) Api itu panas, dan lidah juga demikian.
Tidak pernahkah saudara merasakan panas pada telinga / hati sau-dara karena kata-kata yang tidak menyenangkan dari seseorang?
b) Api itu berbahaya dan
bersifat merusak / menghancurkan, dan demi-kian juga dengan lidah.
Gossip / fitnah
bisa menghancurkan:
·
persahabatan.
·
kerukunan dalam keluarga.
·
persekutuan / kasih antar saudara seiman.
· kehidupan orang kristen, hamba Tuhan, bahkan gereja!
c) Api menyebar dengan cepat, dan demikian juga dengan lidah. Saudara mungkin tidak bisa membayangkan betapa cepatnya gossip / fitnah itu menyebar!
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dari ay 5b-6:
*
‘lidah merupakan suatu dunia kejahatan’ (ay 6a).
Lidah adalah sesuatu yang kecil, sebaliknya ‘dunia’ adalah sesuatu yang besar. Kalau lidah disebut sebagai dunia kejahatan, itu menun-jukkan bahwa lidah yang begitu kecil bisa melakukan kejahatan yang sangat banyak. Memang ada banyak dosa yang disebabkan oleh lidah, seperti: dusta, fitnah, gossip, caci maki, kata-kata kotor / cabul, sumpah palsu, menyebut nama Allah dengan sia-sia, membual, menjilat, dsb.
*
‘menodai seluruh tubuh’ (ay 6b).
Artinya: membuat orangnya berdosa. Jadi kalau kita melakukan dosa dengan lidah, bukan hanya lidah kita saja yang berdosa, tetapi se-luruh diri kita.
*
‘menyalakan roda kehidupan’ (ay 6c).
Terjemahan yang lebih tepat adalah ‘membakar jalan kehidupan’, yang berarti ‘merusak seluruh hidup kita’.
*
‘dinyalakan oleh api neraka’ (ay 6d).
Artinya: ditimbulkan oleh setan. Jadi dengan menggunakan lidah se-cara salah, pada hakekatnya kita sedang melayani setan!
3) Lidah itu tidak bisa dijinakkan (ay 7-8).
Yakobus mengatakan bahwa semua binatang bisa dijinakkan dan telah dijinakkan oleh manusia, tetapi tidak ada orang yang bisa menjinakkan lidahnya sendiri! Ia bahkan menambahkan bahwa lidah itu adalah se-suatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh dengan racun yang me-matikan!
4) Penggunaan lidah yang tidak konsisten (ay
9-12).
Sama seperti sebuah pohon tidak mungkin mengeluarkan 2 jenis buah, dan sebuah mata air tidak mungkin mengeluarkan air tawar dan air asin, maka Yakobus berkata bahwa lidah harus digunakan secara konsisten. Kita tidak boleh sebentar menggunakan lidah kita untuk Tuhan, dan se-bentar untuk setan!
Penerapan:
Boleh jadi kalau
saudara sedang berada di gereja saudara menggunakan lidah saudara dengan baik.
Pada waktu memberitakan Injil saudara juga menggunakan lidah saudara dengan
baik. Tetapi bagaimana saudara menggunakan lidah saudara terhadap pegawai /
bawahan / pembantu saudara? Bagaimana kalau saudara jengkel / marah? Apakah
saudara lalu menggunakan lidah saudara untuk mencaci maki / mengutuki orang
lain?
Setelah kita
tahu bahaya dari lidah / banyaknya dosa yang bisa dilakukan dengan lidah, maka
apa yang harus kita lakukan? Perlu kita ingat bahwa:
·
Ay 2 mengatakan bahwa orang yang tidak
bersalah dalam perkataannya adalah orang yang sempurna, sedangkan dalam dunia
ini tidak ada orang yang sempurna. Karena itu jelas bahwa tidak akan ada orang
yang bisa tak bersalah dalam perkataannya.
· Ay 8 mengatakan bahwa tak ada orang yang bisa menjinakkan lidah, karena lidah itu buas dan tak terkuasai.
Memang, manusia ada dalam keadaan Total Depravity (= bejat secara total), sehingga terpisah dari kasih karunia Allah, manusia tidak bisa berbuat apa-apa yang baik!
Karena itu, apa yang harus kita lakukan?
1) Mintalah tolong kepada Tuhan.
Ingat bahwa apa
yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah. Dan karena itu, berdoalah
seperti Daud dalam Maz 141:3 - “Awasilah mulutku ya Tuhan,
berjagalah pada pintu bibirku”.
Kalau saudara sadar bahwa saudara adalah orang yang mempunyai ba-nyak kelemahan dalam menggunakan lidah, maka saudara perlu menaik-kan doa seperti itu beberapa kali tiap hari!
2) Sucikanlah hati saudara!
Ingat bahwa apa yang keluar dari mulut berasal dari hati (Mat 12:34-35 Mat 15:18). Karena itu, sucikanlah hati saudara dengan:
a) Percaya kepada Yesus!
Tanpa iman kepada Yesus, hati saudara tidak mungkin disucikan (Tit 1:15)!
b) Mengisi diri saudara dengan Firman
Tuhan.
Tuhan memakai
FirmanNya sebagai alat untuk menyucikan kita (Yoh 15:3). Karena itu, kalau kita
ingin hati kita disucikan, kita harus rajin dan tekun dalam mengisi diri kita
dengan Firman Tuhan.
Penerapan:
·
apakah saudara selalu berusaha untuk mendengar
Firman Tuhan dengan sebaik-baiknya?
·
apakah saudara rajin ikut Pemahaman Alkitab?
· apakah saudara rajin dan berdisiplin dalam bersaat teduh?
Maukah saudara meminta Tuhan menjaga dan mengarahkan lidah saudara, dan maukah saudara berusaha menyucikan hati saudara dengan banyak belajar Firman Tuhan?
YAKOBUS 3:13-18
1) Mula-mula hikmat ini bekerja dalam hati.
Hal ini
seharusnya bisa terlihat dari ay 14, tetapi ay 14 dalam Kitab Suci
Indonesia ada kekurangannya.
Ay 14: “Jika kamu menaruh perasaan iri
hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan
janganlah berdusta melawan kebenaran!”.
Karena itu
perhatikan terjemahan dari NIV di bawah ini.
Ay 14 (NIV): “But if you harbor bitter envy and selfish ambition in your hearts, ...” (= Tetapi jika kamu mempunyai iri hati yang pahit dan ambisi yang egois di dalam hatimu, ...).
Apa yang ditimbulkan oleh hikmat ini dalam hati manusia?
a) Iri hati (ay 14).
Iri hati ini
mewujudkan diri dalam ketidak-senangan melihat orang lain diberkati.
Dalam
1Kor 13:4 dikatakan bahwa ‘kasih itu ... tidak cemburu’.
(Catatan: Kata Yunani yang diterjemahkan ‘cemburu’
itu sama dengan yang diterjemahkan ‘iri
hati’ dalam ay 14 ini).
Jadi jelas
bahwa iri hati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kasih. Kalau ada
kasih, kita tidak akan iri hati, dan sebaliknya kalau ada iri hati maka disana
tidak ada kasih!
Dalam gereja,
seharusnya sikap yang benar adalah seperti yang dikatakan Paulus dalam
1Kor 12:26.
1Kor 12:26
- “Karena itu jika satu
anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati,
semua anggota turut bersukacita”.
Jadi,
seharusnya kalau ada seorang yang menderita, maka semua ikut menderita, tetapi
kalau ada seorang yang diberkati, semua harus bersukacita (bukannya iri
hati / tidak senang!)
Paulus menggambarkan orang kristen sebagai anggota-anggota tubuh Kristus. Sekarang bayangkan, kalau mulut saudara menerima makanan, mungkinkah anggota tubuh yang lain, seperti tangan dan kaki, lalu menjadi iri hati / tidak senang? Ini betul-betul sesuatu yang tidak masuk akal, bukan? Tetapi anehnya, hal seperti itu sering terjadi dalam gereja! Orang kristen sering iri hati melihat saudara seimannya mendapat rumah baru, mobil, pekerjaan yang tinggi gajinya, pacar yang cantik, dsb.
Bahwa iri hati adalah sesuatu yang tidak bisa diremehkan / dibiarkan, terlihat dari pembunuhan yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel, yang asal mulanya adalah iri hati!
Thomas Manton: “The whole world, though otherwise empty of men, could not contain two brothers when one was envied” (= Seluruh dunia, sekalipun sebetulnya kosong, tidak bisa menampung 2 bersaudara, dimana yang satu iri hati kepada yang lain).
Renungkan: kalau seluruh dunia tak bisa menampung 2 orang dimana yang seorang iri hati kepada yang lain, bisakah 1 gereja menampung 50 atau 100 orang dimana satu sama lain saling iri hati?
Juga keinginan
Saul membunuh Daud, dan para tokoh agama membunuh Yesus, karena iri hati (1Sam
18:6-11 Mat 27:18).
Karena itu, kalau saudara sering iri hati, sadarilah bahwa itu ditimbulkan dalam hati saudara oleh hikmat dari setan, dan bertobatlah! Mintalah Tuhan mengampuni dosa itu dan bahkan menyucikan diri saudara dari dosa itu.
b) ‘Mementingkan
diri sendiri’ (ay
14).
Ini adalah sikap masa bodoh terhadap orang lain, yang penting diri sendiri enak dan benar. Ini bisa mewujudkan diri dalam hal jasmani, misalnya pada waktu makan bersama kita mengambil makanan yang enak sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan orang lain. Tetapi ini juga bisa mewujudkan diri dalam hal rohani, misalnya kalau kita hanya memperhatikan kerohanian diri kita sendiri. Yang penting saya rajin berbakti, belajar Firman Tuhan, bersaat teduh, melayani dsb. Apakah orang kristen yang lain membolos dari kebaktian, menjadi suam / mundur, jatuh ke dalam dosa dsb, itu bukan urusan saya.
Illustrasi: Bayangkan orang yang berlatih angkat besi, dimana hanya satu anggota tubuh, misalnya lengan, yang diperhatikan dan dilatih, sedangkan anggota-anggota tubuh yang lain diabaikan. Pasti bentuk tubuh orang itu secara keseluruhan akan menjadi jelek sekali! Demikian juga kalau saudara hanya memikirkan pertumbuhan iman saudara sendiri, dan tidak mempedulikan pertumbuhan iman / kerohanian orang kristen yang lain. Pasti gereja saudara akan menjadi jelek bentuknya!
Penerapan: Maukah saudara memperhatikan siapa-siapa yang membolos dari kebaktian / Pemahaman Alkitab, dan mendoakan / mendorong orang itu untuk bertobat?
2) Apa yang mula-mula ada dalam hati itu akan
memanifestasikan diri ke luar dan menimbulkan kekacauan dan segala macam
perbuatan jahat.
Ay 16: “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat”.
Ini mengajar kita 2 hal:
a) Dosa dalam hati pasti
akan memanifestasikan diri ke luar menjadi dosa yang kelihatan.
Contoh: kalau kasih saudara kepada Tuhan menjadi pudar, maka mungkin mula-mula saudara masih bisa mempertahankan aktivitas rohani saudara seperti biasa, sehingga semua itu tidak terlihat. Tetapi lambat atau cepat, aktivitas rohani saudara akan terpengaruh, misalnya menjadi malas berdoa, malas mendengar Firman Tuhan, segan dalam melayani. Mungkin juga dosa-dosa yang sudah saudara tinggalkan akan kembali lagi, dan hal-hal duniawi menjadi makin penting / berharga bagi saudara!
b) Dosa yang satu selalu menarik
pada dosa yang lain.
Setan sering
mengajak kita untuk berbuat dosa dengan kata-kata ‘satu kali ini saja’!
Mengapa? Karena dia tahu bahwa dosa yang satu selalu menarik kita pada dosa
yang lain.
Karena itu
dalam Ef 4:27 Paulus berkata: ‘janganlah
beri kesempatan kepada Iblis’.
NIV: do not give the devil a foothold (=
jangan beri setan tempat berpijak).
Kalau saudara
memberi setan kesempatan / tempat berpijak, ia pasti akan menuntut kesempatan
yang lain / tempat berpijak yang lebih luas, sampai saudara dikuasai dan
dibinasakannya!
Ay 17: “Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”.
Beberapa ciri dari orang yang mempunyai hikmat dari atas:
1) Murni (ay 17).
Murni berarti
tidak ada campuran / kotoran. Campuran / kotoran itu bisa merupakan motivasi
yang salah, atau ketidakbenaran.
Dalam ay 17 itu dikatakan ‘pertama-tama murni’, dan ini menunjukkan bahwa tanpa kemurnian, hal-hal yang lain di bawah ini tidak akan terjadi.
2) Pendamai (ay 17).
Ini menunjuk
pada orang yang:
·
tak senang mencari gara-gara / permusuhan.
·
tak senang membalas kejahatan dengan kejahatan.
· tak senang mengadu domba, tetapi sebaliknya senang mendamaikan.
Tetapi perlu diingat bahwa ‘pendamai’ ini bukannya orang yang lebih senang kompromi dari pada gegeran, pada saat dimana gegeran itu sebetulnya dibutuhkan. Misalnya pada saat kita melihat ada korupsi atau pengajaran sesat dalam gereja. Ingat bahwa yang dinomer-satukan adalah ‘murni’, dan karena itu, dalam mempertahankan kemurnian itu bisa saja kita terpaksa harus mengorbankan perdamaian!
Pada waktu Martin Luther melihat adanya begitu banyak ajaran dan praktek yang salah dari gereja Roma Katolik pada saat itu, apakah ia tetap memelihara perdamaian? Tidak, tetapi sebaliknya ia memakukan 95 thesisnya di pintu gereja Wittenberg, dan ini akhirnya menimbulkan perpecahan dalam gereja! Beranikah saudara menyalahkan Martin Luther dan menganggapnya sebagai orang yang tidak cinta damai?
Thomas Manton: “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be blended together in confusion than one jot of truth perish” (= Jika perhatian yang paling utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa).
Calvin, dalam komentarnya tentang Ef 5:11, berkata: “But rather than the truth of God shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= dari pada kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).
Bandingkan juga
dengan Wah 2:2 dan 2Kor 11:4 dimana pada waktu ada pengajar sesat /
rasul palsu, ketidaksabaran justru dipuji sedangkan kesabaran justru dikecam!
Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik
jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar
terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang
menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau
telah mendapati mereka pendusta”.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
3) Peramah (ay 17).
Kata Yunani yang
diterjemahkan ‘peramah’
ini adalah EPIEIKES, yang menurut William Barclay merupakan kata Yunani yang
paling tidak bisa diterjemahkan dari seluruh Perjanjian Baru.
RSV/KJV/NASB: ‘gentle’ (= lemah lembut, ramah).
NIV: ‘considerate’ (= penuh pertimbangan, baik
budi).
Seorang penafsir
mengatakan: “EPIEIKES conveys the
idea of tempering justice with mercy” (= EPIEIKES
menyampaikan gagasan melunakkan / me-lembutkan keadilan dengan belas kasihan).
Contoh:
sikap Yesus dalam Luk 23:34a - “Yesus
berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat.’”.
Sebetulnya kalau Yesus mau bersikap adil, Ia bisa saja langsung menghukum semua orang yang saat itu menyalibkan diriNya. Tetapi Ia berbelas kasihan kepada mereka, dan karena itu Ia berdoa supaya Bapa mengampuni mereka.
4) Penurut (ay 17).
NIV: ‘submissive’ (= bersifat tunduk).
Ini menunjuk
pada ketundukan kepada Tuhan, kepada kebenaran / Firman Tuhan, dan kepada orang
yang Tuhan tempatkan di atas kita, seperti orang tua, suami, pemerintah, guru
dsb (Catatan: tentu saja dengan syarat bahwa mereka tidak menyuruh kita
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan, ataupun melarang kita
melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan - bdk. Kis 5:29).
Ini juga menunjuk kepada orang yang tidak keras kepala, yang mau mengubah pendiriannya karena nasehat orang lain (Catatan: tetapi jangan diartikan sebagai yes-man!).
5) Penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik
(ay 17).
Belas kasihan tidak boleh hanya dinyatakan dalam perasaan saja, tetapi harus dinyatakan dengan tindakan praktis, yaitu menolong orang yang dikasihani itu.
6) Tidak memihak (ay 17).
Ini berarti
bahwa orang itu selalu bersikap adil, baik terhadap bawahan / pegawai, anak
dsb.
Penerapan: Apakah saudara mempunyai ‘anak emas’ dan ‘anak tiri’? Dengan cara itu saudara merusak semua anak saudara, baik yang saudara anak tirikan maupun yang saudara anak emaskan!
7) Tidak munafik (ay 17).
Artinya: tidak
bermuka dua, tidak suka ber‘sandiwara’.
Penerapan: Apakah saudara sering bersikap manis kepada seseorang padahal saudara tidak menyenanginya? Ingat bahwa sikap ini tidak ditimbulkan oleh hikmat yang dari atas!
8) Rendah hati (ay 13b).
Ay 13b: ‘Baiklah ia dengan cara hidup yang
baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan’.
Ini salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.
Ay 13b
(NIV): ‘Let him show it by his good life,
by deeds done in the humility that comes from wisdom’ (= Baiklah ia
menyatakannya oleh hidupnya yang baik, oleh perbuatan yang dilakukan dalam
kerendahan hati yang datang dari hikmat).
Jadi dari terjemahan NIV ini terlihat bahwa kerendahan hati datang dari hikmat, atau dengan kata lain, hikmat ini menimbulkan kerendahan hati.
III) Cara mendapatkan hikmat dari atas.1) Belajar Firman Tuhan.
Ay 13a: ‘Siapakah di antara kamu yang bijak
dan berbudi?’. Ini lagi-lagi salah terjemahan. Bandingkan dengan
terjemahan NIV di bawah ini.
Ay 13a
(NIV): ‘Who is wise and understanding
among you?’ (= Siapa yang bijak dan berpengertian di antara kamu?).
Yang dimaksud
dengan pengertian di sini jelas adalah pengertian Firman Tuhan. Memang orang
yang mempunyai banyak pengetahuan Firman Tu-han belum tentu bijak, tetapi orang
tidak bisa bijak kalau tidak mempunyai pengetahuan Firman Tuhan.
Bdk. Maz 119:98-100 - “(98) PerintahMu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. (99) Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatanMu kurenungkan. (100) Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titahMu”.
Penerapan: Karena itu maulah belajar Firman Tuhan, dan maulah berkorban waktu, tenaga, pikiran, bahkan uang untuk bisa belajar Firman Tuhan. Memang kalau saudara sudah banyak belajar dan mengerti Firman Tuhan, maka pada waktu saudara belajar, saudara tidak bisa mendapatkan sebanyak seperti pada waktu saudara masih belum mengerti apa-apa. Tetapi justru di sini ketekunan saudara dalam belajar Firman Tuhan sangat dibutuhkan!
2) Minta hikmat dari Tuhan.
Bdk. Yak 1:5-7 -
“(5) Tetapi apabila di
antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada
Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak
membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikan kepadanya. (6) Hendaklah ia
memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang
sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.
(7) Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari
Tuhan”.
Tuhan berjanji bahwa kalau saudara kekurangan hikmat, dan saudara memintanya kepada Tuhan dengan iman, ia pasti akan memberikannya kepada saudara. Pernahkah saudara berdoa untuk meminta hikmat?
3) Menjaga hati kita masing-masing.
Amsal 4:23
- “Jagalah hatimu dengan
segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”.
Kalau saudara sudah mempunyai hikmat dari atas, jangan mengira bahwa setan tidak akan terus menerus berusaha untuk memasukkan hikmatnya (iri hati, egoisme) ke dalam hati saudara. Karena itu kita harus selalu menjaga kebersihan hati kita.
Penerapan: Adakah kesombongan, iri hati, percabulan, ketamakan / cinta uang, kemalasan, kebencian / dendam dalam hati saudara? Bersihkan hal-hal itu dari hati saudara!
Maukah saudara berusaha untuk mendapatkan hikmat dari atas ini? Ingat bahwa kalau saudara tidak mendapat / mempunyai hikmat dari atas, maka hikmat dari dunia / setanlah yang akan mengisi diri saudara!
YAKOBUS 4:1-10
1) Ada konflik dalam diri kita.
Dalam diri
setiap orang kristen yang sejati, pasti ada konflik antara keinginan Roh dan
keinginan daging.
Mat 26:41 -
“Berjaga-jagalah dan berdoalah,
supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging
lemah.’”.
Ro 7:18-19
- “(18) Sebab aku tahu,
bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang
baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang
baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku
perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku
perbuat”.
Gal 5:17 - “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging - karena keduanya bertentangan - sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki”.
Tetapi selain
itu, juga ada konflik antara keinginan daging yang satu dan keinginan daging
yang lain, atau hawa nafsu yang satu dengan hawa nafsu yang lain. Untuk ini
perhatikan ay 1: ‘hawa nafsumu yang saling
berjuang di dalam tubuhmu’ (Catatan: kata yang diterjemahkan ‘hawa nafsu’ ini ada
dalam bentuk jamak).
Contoh: keinginan terhadap uang maupun cewek bisa menimbulkan kon-flik dalam diri kita.
2) Ada konflik antara diri kita dengan orang
lain.
Ay 1-2a: “(1) Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (2a) Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi”.
Keinginan / hawa nafsu sering diikuti dengan rasa iri hati terhadap orang yang mempunyai apa yang kita inginkan itu. Dan iri hati ini bisa menim-bulkan konflik antara kita dengan orang itu.
3) Ada konflik antara diri kita dengan Allah.
Perlu diingat bahwa konflik dengan sesama otomatis akan menimbulkan konflik dengan Allah. Konflik dengan Allah ini dinyatakan oleh Yakobus dengan menunjukkan beberapa hal:
a) Tidak berdoa.
Ay 2b: “Kamu tidak memperoleh apa-apa,
karena kamu tidak berdoa”.
Kalau kita mempunyai keinginan yang kita tahu sebagai keinginan yang salah, maka mungkin sekali kita tidak akan berani berdoa untuk meminta hal tersebut kepada Allah. Tetapi dengan tidak berdoa, per-sekutuan dengan Allah menjadi rusak.
b) Kita berdoa dengan motivasi yang salah.
Ay 3: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu
tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu
hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu”.
Ada juga orang yang sekalipun tahu bahwa keinginannya salah, tetapi tetap nekad untuk berdoa. Tetapi doa seperti ini tidak akan dikabulkan oleh Allah (ay 3: ‘tetapi kamu tidak menerima apa-apa’). Ini bisa membuat kita menjadi marah / jengkel kepada Allah, sehingga ada konflik antara kita dengan Allah.
c) Persahabatan dengan dunia
menyebabkan kita menjadi musuh Allah.
Ay 4: “Hai kamu, orang-orang yang
tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah
permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia
menjadikan dirinya musuh Allah”.
1Yoh 2:15 - “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.
Dalam ay 4 itu,
orang kristen yang bersahabat dengan dunia, oleh Yakobus dikatakan sebagai:
·
musuh Allah (ay 4).
·
orang-orang yang tidak setia (ay 4).
Kata-kata ‘orang-orang yang tidak setia’ ini oleh NASB diterjemahkan secara hurufiah dengan kata adulteresses (= pezinah perempuan). Mengapa disebut demikian? Karena sebagai orang yang percaya kepada Yesus, saudara sudah dipertunangkan dengan Kristus, dimana Kristus adalah calon mempelai laki-laki dan saudara adalah calon mempelai perempuan. Kalau saudara bersahabat dengan dunia, saudara melakukan penyelewengan secara rohani, sehingga saudara disebut ‘pezinah perempuan’!
Penerapan:
¨
setiap kali saudara membolos dari kebaktian demi
menuruti ajakan teman / keluarga untuk piknik, atau demi pergi ke pesta
pernikah-an, atau karena urusan keluarga, RT / RW dsb, maka saudara menjadikan
diri saudara musuh Allah, dan saudara adalah seorang pezinah perempuan!
¨
kalau saudara mengutamakan pekerjaan / uang
lebih dari Tuhan, saudara menjadikan diri saudara musuh Allah, dan saudara
adalah seorang pezinah perempuan!
Ay 5 dalam
Kitab Suci Indonesia salah terjemahan.
Ay 5
(NIV): ‘Or do you think Scripture says
without reason that the spirit he caused to live in us envied intensely?’
(= Atau apakah kamu menyangka bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata:
roh yang disebabkanNya tinggal di dalam kamu sangat iri hati?).
Problem
ay 5:
a) Yang dimaksud dengan ‘roh’ itu Roh Kudus atau
roh kita? Ingat bahwa dalam bahasa aslinya kata ‘roh’ tidak dimulai dengan huruf besar
sekalipun menunjuk pada Roh Kudus.
b) Dalam Perjanjian Lama tidak ada ayat yang bunyinya seperti itu. Lalu mengapa dalam ayat itu dikatakan ‘Kitab Suci berkata’?
Saya
berpendapat bahwa:
a) Yang dimaksud dengan ‘roh’ di sini adalah roh
kita.
b) Memang dalam Perjanjian Lama tidak ada ayat
seperti itu karena Yako-bus tidak mengutip dari 1 ayat. Ia mengucapkan kalimat
itu berdasarkan beberapa ayat dalam Perjanjian Lama.
Kata-kata ‘roh yang disebabkanNya tinggal di
dalam kamu sangat iri hati’ artinya: roh kita condong pada iri hati.
Ini sejalan dengan beberapa ayat Perjanjian Lama yang menunjukkan kecondongan
manusia kepada dosa seperti Kej 6:5
Kej 8:21 dsb. Jadi mungkin ayat-ayat inilah yang ada dalam pikiran
Yakobus saat itu.
Jadi ay 5
ini berarti: karena kita adalah manusia yang lahir dalam dosa, maka kita pasti
juga condong pada iri hati.
Ay 6 dalam
Kitab Suci Indonesia lagi-lagi salah terjemahan.
Perhatikan terjemahan NIV ini: ‘But he gives us more grace. That is why Scripture says: God opposes the proud but gives grace to the humble’ (= Tetapi Ia memberikan kasih karunia yang lebih besar. Karena itu Kitab Suci berkata: Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati).
Jadi sekalipun kecondongan kita pada dosa menyebabkan kita juga condong pada iri hati (ay 5), tetapi pemberian kasih karunia dari Tuhan bisa menga-tasi semua itu, sehingga memungkinkan kita untuk tidak iri hati (ay 6a).
Selanjutnya ay 6b mengatakan bahwa kasih karunia itu diberikan kepada orang yang rendah hati. Ini aneh! Bukankah kasih karunia menunjukkan pemberian Allah kepada orang yang tidak berlayak menerima pemberian itu? Mengapa di sini dikatakan Allah memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati? Kalau demikian, bukankah kerendahan hati itu melayakkan kita untuk menerima kasih karunia Allah itu? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu saudara ketahui bahwa kita bisa rendah hati juga karena kasih karunia Allah!
Kesimpulannya:
Allah perlu memberi kita kasih karunia supaya kita menjadi rendah hati, dan
sesudah itu Allah perlu memberi kita kasih karunia lagi supaya kita tidak iri
hati! Memang seluruh kehidupan orang kristen adalah karena kasih karunia!
- Kalau kita bisa mendengar dan mengerti Injil apalagi
percaya kepada Yesus Kristus, itu pasti karena kasih karunia Allah.
- Kalau kita bisa rindu pada Firman Tuhan, mau belajar
Firman Tuhan, dan bertumbuh dalam pengertian tentang Firman Tuhan, itu
juga karena kasih karunia Allah.
- Kalau kita mau dan bisa melayani Tuhan dengan setia,
itu juga karena kasih karunia Allah.
- Kalau kita bisa membuang dosa dan mentaati Tuhan, itu
juga karena kasih karunia Allah.
- Kalau kita bisa setia ikut Tuhan sampai mati, itu
lagi-lagi karena kasih karunia Allah.
Kalau saudara
bisa lebih menyadari hal ini, maka saudara akan menjadi orang kristen yang
lebih dipenuhi dengan pujian dan syukur kepada Tuhan!
Kalau semua karena kasih karunia Allah, apakah ini menunjukkan bahwa kita tidak mempunyai kewajiban apa-apa lagi? Apakah kita hanya perlu berpang-ku tangan menantikan datangnya kasih karunia Allah itu? Tentu saja tidak!
Sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme mengajarkan kedaulatan Allah yang menentukan segala sesuatu, tetapi ajaran Reformed / Calvinisme yang sejati tidak pernah membuang atau meremehkan tanggung jawab manusia! Demikian juga, sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme percaya bahwa seluruh kehidupan kristen itu karena kasih karunia Allah, dan bahwa tanpa kasih karunia Allah kita sama sekali tidak bisa melakukan apapun yang baik, tetapi ajaran Reformed / Calvinisme tidak pernah membuang atau meremehkan tanggung jawab manusia. Karena itu kalau ada orang / hamba Tuhan yang menyerang ajaran Reformed / Calvinisme dengan mengatakan bahwa ajaran Reformed / Calvinisme mengajar orang menjadi pasif / apatis, maka serangan mereka sebetulnya salah alamat! Yang mereka serang sebetulnya adalah Hyper-Calvinisme, bukan Reformed / Calvinisme.
Sekarang mari kita kembali pada pokok persoalan dalam Yakobus ini. Tadi sudah kita lihat bahwa untuk membuang iri hati maka kita harus menjadi rendah hati. Sekarang apa tanggung jawab kita untuk bisa menjadi rendah hati?
1) Tunduk kepada Allah.
Ay 7: “Karena itu tunduklah kepada
Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”.
Orang sombong paling sukar untuk tunduk! Kalau ditegur, bahkan men-jadi marah! Tetapi kita harus belajar untuk membuang hal-hal itu. Kita harus belajar untuk mau tunduk pada waktu menerima teguran Firman Tuhan, tidak peduli siapapun yang menyampaikan Firman Tuhan itu!
2) Lawanlah Iblis (ay 7).
Ketundukan
kepada Allah harus dibarengi dengan perlawanan terhadap Iblis! Kita tidak bisa
tunduk kepada Allah, dan pada saat yang sama juga mau tunduk kepada Iblis!
Orang yang mencintai kesucian, harus mem-benci dosa!
Kalau kita mau
tunduk kepada Allah dan melawan Iblis, Yakobus menga-takan bahwa Iblis itu
akan lari dari kita (ay 7). Jangan menafsirkan kalimat ini seakan-akan
Iblis itu akan menjauhi kita dan tidak menyerang kita lagi! Bandingkan dengan
Luk 4:13 - “Sesudah
Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan menunggu waktu
yang baik”.
Jadi arti dari ay 7 itu adalah: kalau kita mau tunduk kepada Allah dan melawan Iblis, maka Iblis akan kalah!
3) Mendekat kepada Allah (ay 8a).
Ay 8a: “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia
akan mendekat kepadamu”.
Kalau kita
memang mau melawan Iblis, maka kita harus sadar bahwa kita tidak bisa melawan
Iblis dengan kekuatan / kecerdasan kita sebagai manusia! Kita membutuhkan
kekuatan dan hikmat dari Allah untuk melawan Iblis, dan karena itu, kita harus
dengan rendah hati mendekat kepada Allah!
Dan kalau saudara mau mendekat kepada Allah, Allah berjanji akan mendekat kepada saudara (ay 8a). Mungkin saudara pernah merasakan bahwa saudara mau mendekat kepada Allah, tetapi Allah tetap tidak mau mendekat kepada saudara. Kalau ini terjadi, yakinlah bahwa itu bukan terjadi karena Allah mengingkari janjiNya di sini! Itu mungkin hanya perasaan saudara belaka, atau itu mungkin betul-betul fakta, dan itu terjadi karena adanya dosa yang belum saudara singkirkan!
4) Menyucikan diri kita.
Ay 8b: “Tahirkanlah tanganmu, hai kamu
orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!”.
Kalau kita mau mendekat kepada Allah, maka kita tidak mungkin mela-kukan hal itu dengan mempertahankan dosa (apapun juga adanya dosa itu). Kita harus menyucikan diri!
Kata ‘tangan’ dalam ay 8b itu merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana sebagian mewakili seluruhnya) yang mewakili seluruh tubuh kita. Ini menunjukkan bahwa kita harus menyucikan seluruh kehi-dupan lahiriah kita.
Kata ‘hati’ (ay 8c) dikontraskan dengan ‘tangan’ dan menunjukkan bahwa penyucian juga harus terjadi dalam hati, pikiran, dan motivasi kita.
Penyucian diri ini harus mencakup juga penyesalan dan pengakuan dosa. Dan ini dibahas oleh Yakobus dalam ay 9-10:
· Ay 9 (NIV): ‘Grieve, mourn and wail. Change your laughter to mourning and your joy to gloom’ (= Bersedihlah, berkabung dan merataplah. Hendaklah tertawamu diganti dengan perkabungan dan sukacitamu dengan kemurungan).
Penerapan: Kalau saudara menyadari bahwa saudara sudah berbuat dosa, apakah saudara menyesali dosa itu dengan cara seperti yang diperintahkan oleh ay 9 di atas?
·
Ay 10: “Rendahkanlah
dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu”.
Ay 10 ini bukan hanya mencakup perintah untuk mengakui dosa dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan (ay 10a), tetapi juga mencakup janji Tuhan yang menyatakan bahwa Ia akan menerima orang yang mengaku dosa dengan sungguh-sungguh (ay 10b: “dan Ia akan meninggikan kamu”.).
Kalau saudara mau melakukan hal-hal ini, maka saudara akan menjadi rendah hati, sehingga saudara akan menerima kasih karunia Allah untuk mengalahkan hawa nafsu / keinginan dan iri hati. Maukah saudara melaku-kannya?
YAKOBUS 4:11-12
1) ‘Fitnah’ dalam bahasa sehari-hari:
a) Memfitnah berarti
menceritakan sesuatu yang jelek (tetapi yang tidak benar) tentang orang lain,
dengan tujuan menjatuhkan orang itu. Ini adalah sesuatu yang sering sekali
terjadi, seperti:
·
istri Potifar memfitnah Yusuf
(Kej 39:6-20).
·
Ziba memfitnah Mefiboset (2Sam 16:1-4 2Sam 19:24-27).
·
tokoh-tokoh Yahudi memfitnah Yesus
(Mat 26:59-61).
· orang-orang Yahudi memfitnah Stefanus (Kis 6:13-14).
b) Memfitnah juga bisa terjadi
pada saat saudara menceritakan half
truth (= setengah kebenaran).
Memang tidak setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus men-ceritakan seluruh kebenaran. Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini, sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah orang yang kita ceritakan itu.
Misalnya kalau saudara bertemu dengan saya pada waktu saya pergi ke bioskop dengan istri saya dan seorang wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa saya pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istri saya), maka itu jelas adalah half truth yang bersifat memfitnah!
Karena itu kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikir-kanlah lebih dulu, apakah dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama orang lain.
c) Memfitnah juga bisa terjadi
kalau saudara menceritakan seluruh kebe-naran, tetapi dengan nada dan mimik
wajah yang berbeda dengan keadaan aslinya. Misalnya: kalau si A berkata kepada
saudara: ‘si B itu gendeng’. Ia mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum, dan
tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi saudara lalu menyam-paikan hal
itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata: kamu itu gendeng!!’, dengan
nada membentak dan wajah yang marah, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah
si A!
Karena itu setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikata-kan oleh orang lain, perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!
2) ‘Fitnah’ dalam bahasa Yunaninya:
Dalam
ay 11, kata Yunani yang diterjemahkan ‘memfitnah’ adalah KATALALEITE yang
sebetulnya berarti ‘berbicara menjatuhkan orang lain’, atau ‘berbicara
menentang orang lain’.
Lambat laun ada arti tambahan dalam kata Yunani ini, sehingga artinya menjadi ‘berbicara tentang orang lain di belakang mereka dengan cara menghina / merendahkan’ [Catatan: kata Yunani KATALALEITE diguna-kan dalam Maz 50:20 dan Maz 101:5 versi Septuaginta / LXX (= Perjan-jian Lama yang diterjemahkan ke bahasa Yunani)].
3) ‘Fitnah’ dalam Yak 4:11-12:
Kelihatannya ‘memfitnah’ di sini mempunyai arti yang khusus / berbeda. Ini terlihat dari:
a) Ay 11a: ‘memfitnah saudaranya atau
menghakiminya’.
Jadi, memfitnah diartikan menghakimi.
b) Ay 11b: tindakan itu dianggap sebagai ‘mencela hukum dan meng-hakiminya’. Kalau memang yang dimaksud adalah memfitnah biasa, bagaimana mungkin tindakan itu dianggap sebagai mencela hukum dan menghakiminya?
Yang dimaksud
dengan memfitnah di sini adalah: mencela orang (baik di depan maupun di
belakang orang itu) karena ia tidak hidup sesuai dengan prinsip hidup kita /
pandangan kita, padahal Kitab Suci tidak melarang tindakan orang itu.
Kalau kita mencela seseorang karena ia hidup tidak sesuai dengan Kitab Suci, maka itu tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau kita mencela orang karena ia tidak hidup sesuai pandangan / prinsip kita yang tidak ada dalam Kitab Suci, maka itu adalah memfitnah yang dimaksudkan oleh Yakobus di sini.
Contoh:
·
orang Farisi mengecam murid-murid Yesus karena
mereka makan dengan tangan yang tidak dibasuh (Mat 15:1-2).
·
orang Farisi mengecam murid-murid Yesus karena
mereka memetik gandum dan memakannya, pada hari Sabat (Mat 12:1-2)
·
gereja / pendeta tertentu yang mengecam orang
yang menonton bioskop / TV, memakai blue
jean, kaos bergambar naga, berenang dsb.
·
orang yang mengecam hamba Tuhan yang tertawa
terbahak-bahak, atau yang makan di warung, dsb.
·
orang yang mengecam laki-laki yang mau menikah
dengan perem-puan yang lebih tua / lebih tinggi.
· orang yang mengecam perempuan yang mau menikah dengan laki-laki yang miskin.
Perhatikan bahwa
kecaman-kecaman di atas ini semuanya tidak punya dasar Kitab Suci. Dasarnya
hanyalah tradisi atau selera dari si pengecam belaka!
1) Tindakan itu adalah tindakan yang mencela
hukum dan menghakiminya dan itu tidak menjadikan kita sebagai penurut hukum
(ay 11).
Kalau pandangan kita tidak ada dalam Kitab Suci, atau tidak sesuai de-ngan Kitab Suci, tetapi toh kita pakai sebagai standard dalam mengecam orang lain, maka secara implicit itu berarti bahwa kita beranggapan bahwa ‘Firman Allah / hukum itu salah; anggapan saya yang benar’. Karena itu maka tindakan ini disebut sebagai tindakan yang mencela hukum dan menghakiminya.
2) Hanya ada 1 Pembuat hukum dan Hakim, yaitu
Allah sendiri (ay 12).
Kalau pandangan
kita tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi tetap kita pakai sebagai dasar /
standard untuk mengecam orang lain, maka itu sama saja dengan kalau kita
membuat hukum baru. Dan pada saat kita meng-gunakan pandangan kita untuk
mengecam orang lain, maka kita men-jadikan diri kita hakim. Padahal Allah
adalah satu-satunya Pembuat hu-kum dan Hakim. Kita tidak berhak membuat hukum
maupun menjadi hakim!
1) Kita harus menjunjung tinggi otoritas Firman
Allah dalam hidup kita.
Ay 11
menunjukkan bahwa kita seharusnya menjadi ‘penurut hukum’. Ini berarti kita
tunduk pada hukum / Firman Allah, dan menjunjung tinggi otoritasnya dalam hidup
kita!
Kalau saudara adalah orang yang menjunjung tinggi otoritas Firman Allah dalam hidup saudara, maka saudara tidak akan memfitnah lagi, karena
a) Orang yang menjunjung tinggi otoritas Firman Allah, tidak akan menilai orang lain berdasarkan pandangannya sendiri, tetapi akan menilainya berdasarkan Firman Allah.
b) Orang yang menjunjung tinggi otoritas Firman Allah akan memban-dingkan pandangan / prinsip hidupnya dengan Firman Allah, dan mengubahnya / menyesuaikannya dengan Firman Allah.
2) Kita harus mengakui otoritas Allah sebagai
Pembuat hukum dan Hakim (ay 12).
Dengan demikian kita tidak akan mencipta hukum sendiri ataupun meng-hakimi orang lain menurut pandangan kita sendiri.
3) Sadarilah siapa diri saudara (ay 12).
Kita adalah:
a) Orang yang tidak mempunyai hak untuk membuat hukum dan meng-hakimi.
b) Orang yang berdosa, sehingga
kita juga adalah terdakwa, bukan hakim.
John Wesley berkata: “I am a poor, weak, dying worm” (= aku adalah cacing yang miskin, lemah dan mau mati).
Kalau saudara mempunyai pandangan yang benar dan rendah hati ten-tang diri saudara sendiri, maka saudara tidak akan memfitnah!
4) Kasihilah sesama saudara.
Dalam ay 11
sekalipun Yakobus menegur, tetapi ia tetap menyebut me-reka dengan istilah
‘saudara’ yang jelas menunjukkan kasih.
Kalau kita ada kasih, maka kita tidak akan memfitnah / menghakimi!
Lakukanlah ke 4 hal di atas, maka saudara tidak akan memfitnah lagi!YAKOBUS 4:13-17
Banyak orang berpendapat bahwa self-confidence (= keyakinan /
kepercayaan kepada diri sendiri) adalah sesuatu yang sangat penting untuk bisa
sukses, baik dalam hal bekerja, maupun study, olah raga, mencari pacar,
melayani Tuhan dsb.
Ay 13
menunjukkan orang yang mempunyai self-confidence.
Adanya self-confidence itu
menyebabkan orang itu bisa memastikan akan:
·
saat keberangkatannya (‘hari ini atau besok’).
·
tujuannya (‘kota anu’).
·
lamanya ia tinggal di sana (‘1 tahun’).
·
apa yang akan dikerjakan di sana (‘berdagang’).
· kesuksesannya (‘akan mendapat untung’).
Apakah Yakobus
/ Kitab Suci memuji orang itu karena self-confidence
yang dimilikinya? Lihat ay 16! Kata ‘salah’ (ay 16) diterjemahkan evil (= jahat) oleh KJV/RSV/NIV/NASB.
Jadi jelas bahwa Yakobus bukannya memuji tetapi se-baliknya bahkan mengecam
orang itu. Dan yang dikecam Yakobus bukanlah:
¨
pekerjaan orang itu / berdagang / keinginan
untuk mendapat untung. Ini tidak salah!
¨
perencanaan untuk masa depan.
Banyak orang
mengajar berdasarkan Mat 6:25-34 bahwa kita tidak boleh merencanakan untuk
masa depan. Perencanaan dianggap sebagai bukti bahwa kita kurang beriman dan
itu adalah dosa. Tetapi ajaran semacam ini adalah salah! Mat 6:25-34 tidak
melarang perencanaan untuk masa depan, tetapi melarang kekuatiran dalam
menghadapai masa depan! Bacalah Kej 41:34-36 dan Amsal 6:6-8 yang
jelas menunjukkan bahwa perencanaan untuk masa depan itu tidak bertentangan dengan
iman, tidak salah, dan bahkan harus dilakukan.
Jadi, yang
dikecam oleh Yakobus adalah self-confidence
orang itu.
1) Self-confidence
menyebabkan kita berusaha tanpa bimbingan ataupun pertolongan Tuhan.
Lihat ay 13
lagi. Orang itu sedikitpun tidak berdoa untuk meminta pim-pinan Tuhan ataupun
untuk meminta penyertaan, pertolongan dan berkat Tuhan. Ia yakin dirinya
sendiri bisa melakukannya dengan sukses tanpa Tuhan.
Mungkin sekali saudara tetap berdoa untuk meminta pimpinan dan per-tolongan Tuhan sekalipun saudara adalah orang yang mempunyai self-confidence. Tetapi kalau demikian halnya, saya percaya bahwa doa saudara itu adalah doa yang tidak sungguh-sungguh dijiwai! Saudara mungkin berdoa hanya sebagai rutinitas, kebiasaan, kewajiban dsb. Dengan demikian pada hakekatnya saudara tidak berbeda dengan orang yang diceritakan oleh Yakobus ini.
2) Kita tidak tahu apa yang terjadi besok
(ay 14a bdk. Amsal 27:1).
Ay 13
kontras dengan ay 14! Ay 13 menunjukkan bahwa orang itu merasa pasti
akan segala sesuatu. Tetapi ay 14 berkata ‘kamu tidak tahu’. Ay 13
mengatakan ‘satu tahun’, tetapi ay 14 mengatakan ‘besok’.
Kalau saudara begitu buta tentang apa yang akan terjadi besok, bagai-mana saudara bisa mempunyai self-confidence? Bagaimana kalau besok saudara sakit, tertimpa kecelakaan / musibah, kerampokan, atau bahkan mati? Apakah itu tidak menggagalkan rencana saudara?
3) Kita adalah manusia yang lemah (ay 14b).
Ay 14b itu
menunjukkan bahwa diri kita bersifat fana / sementara dan itu menunjukkan bahwa
kita itu lemah. Jadi bagaimana kita bisa memper-cayai diri sendiri? Kalau kita
memang lemah, lalu bagaimana kita bisa menaruh keyakinan / kepercayaan kepada
sesuatu / seseorang yang lemah?
Dalam
Mark 14:29,31 terlihat bahwa Petrus mempunyai self-confidence yang besar sekali. Tetapi hal itu justru membuat ia
jatuh sangat dalam dengan menyangkal Yesus sebanyak 3 x sambil bersumpah dan
me-ngutuk!
Kalau saudara terus hidup dalam self-confidence, maka ada saatnya Tu-han akan menghajar saudara dengan kejatuhan / kegagalan / penderitaan supaya saudara sadar akan kelemahan saudara!
4) Self-confidence
adalah suatu kesombongan (ay 16).
Kata ‘congkak’
dalam ay 16, dalam bahasa Yunaninya adalah ALAZO-NEIA.
William Barclay
mengatakan bahwa kata ini biasanya ditujukan kepada penjual obat. Jadi orang
yang mempunyai self-confidence
disamakan seperti penjual obat yang selalu menyombongkan / membual tentang
obatnya (bdk. Yoh 15:5).
1) Berhenti, untuk bisa berpikir / merenung.
Kata-kata ‘jadi
sekarang’ (NIV: ‘Now listen’; NASB: ‘Come now’) pada awal ay 13, dalam
bahasa Yunaninya adalah AGE NUN.
Thomas Manton
mengatakan bahwa ini adalah suatu ungkapan yang menyuruh berhenti untuk
berpikir dan merenung. Tanpa itu kita akan terus hidup dalam dosa self-confidence itu tanpa kita sadari.
Biasanya tiap
orang (bahkan yang rendah diri sekalipun) mempunyai segi-segi kehidupan
tertentu dimana ia merasa yakin akan dirinya sendiri.
Dalam ay 13
Yakobus menggunakan contoh tentang orang yang mau berdagang karena orang-orang
Yahudi banyak yang berdagang. Itu memang keahlian mereka dan karena itu dalam
hal itu mereka punya self-confidence.
Karena itu hati-hatilah dengan ‘kekuatan’ saudara! Itu adalah tempat dimana
saudara mudah jatuh ke dalam dosa self-confidence
(bdk. Simson dalam Hak 15:16-19 dan Hak 16:20).
Karena itu, berhentilah dari kegiatan-kegiatan saudara, renungkan tem-pat-tempat dimana saudara mempunyai self-confidence. Lalu akuilah hal itu sebagai dosa, mintalah ampun kepada Tuhan dan mintalah supaya Ia mengubah saudara!
2) Ingat dan sadarilah bahwa segala sesuatu
hanya bisa terjadi kalau Allah menghendakinya (ay 15).
Calvin
mengatakan bahwa ‘kehendak Allah’ di sini menunjuk pada ren-cana / ketentuan
Allah yang kekal (God’s eternal decree).
Dan ay 15
itu mengatakan bahwa baik hidup kita maupun tindakan / perbuatan kita
tergantung sepenuhnya pada kehendak Allah itu. Hanya kalau Allah menghendaki
barulah kita bisa hidup dan berbuat ini dan itu (bdk. Kis 17:28 1Kor 8:6
Maz 31:16
Maz 127:1 Ams 16:1,9).
Kalau kita
selalu menyadari hal itu maka kita tidak akan punya self-confidence.
Pertanyaan:
Haruskah kita betul-betul mengucapkan kata-kata ‘Jika Tu-han menghendakinya’
seperti dalam ay 15? Paulus sering mengucapkan kata-kata seperti itu
(Kis 18:21 Ro 1:10 1Kor 4:19 1Kor 16:7), tetapi di tempat lain Paulus
mengucapkannya secara implicit
(Ro 15:24). Yohanes juga mengucapkannya secara implicit (3Yoh 10).
Jadi boleh saja kita mengucapkan kata-kata seperti itu asal tidak sekedar menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting bukanlah mengucapkan kata-kata itu, tetapi kesadaran dalam hati dan pikiran kita bahwa segala sesuatu hanya bisa terjadi kalau itu adalah kehendak Tuhan.
3) Ubahlah self-confidence
itu menjadi God-confidence.
Kalau Kitab Suci
melarang kita mempunyai self-confidence,
itu tidak ber-arti bahwa semua orang kristen harus menjadi orang yang rendah
diri, pesimis dan selalu ragu-ragu / kuatir. Ini tidak beriman! Kita harus
mela-kukan segala sesuatu dengan yakin, tetapi keyakinan itu tidak boleh kita
letakkan pada diri kita sendiri, tetapi kepada Tuhan. Ini terlihat dari
ay 15 yang berbunyi ‘jika Tuhan menghendakinya....’ (bdk.
Fil 4:13).
Tetapi kita
tidak akan bisa mempunyai keyakinan seperti ini kecuali kalau kita yakin bahwa
apa yang kita lakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan.
Contoh: Daud
dalam 1Sam 17:31-47. Ia yakin bahwa Tuhan menghen-dakinya untuk berkelahi
melawan Goliat dan pada waktu ia maju untuk berkelahi, ia yakin ia akan menang.
Tetapi ia meletakkan keyakinananya kepada Tuhan, bukan pada dirinya sendiri.
Contoh lain: Yonatan dalam 1Sam 14:6-15.
Ketiga hal tersebut di atas harus saudara lakukan. Kalau saudara tidak mau lakukan, apa yang terjadi? Bacalah ay 17 - itu adalah dosa, karena tidak melakukan apa yang baik adalah dosa!
Buanglah self-confidence atau saudara hidup dalam dosa!YAKOBUS 5:1-6
Bagian ini jelas sekali menyerang
orang-orang kaya. Tetapi perlu diingat bahwa Kitab Suci tidak menyerang semua
orang kaya. Dalam Luk 16:19-31 memang dikatakan bahwa Lazarus yang
miskinlah yang masuk ke surga, sedangkan orang kayanya masuk ke neraka (itupun
karena Lazarusnya beriman dan orang kayanya tidak). Tetapi juga dikatakan dalam
bagian itu bahwa di surga juga ada Abraham yang juga adalah orang kaya.
Jadi, kalau saudara adalah orang
kaya, jangan cepat-cepat tersinggung pada waktu mendengar / membaca /
mempelajari bagian ini. Tetapi sebaliknya, juga jangan cepat-cepat mengabaikan
bagian ini dan beranggapan bahwa bagian ini tidak menyerang saudara.
Dalam bagian ini Yakobus mengecam
dosa-dosa tertentu dari orang-orang kaya pada saat itu, dan kalau dosa-dosa itu
ada pada saudara, maka saudara termasuk orang yang dikecam / diserang oleh
Yakobus!
1) Mengumpulkan harta pada hari-hari terakhir (ay 3).
a) Yang dimaksud dengan ‘mengumpulkan harta / uang’ di sini tidak sama dengan bekerja mencari nafkah! Kitab Suci mengharuskan kita bekerja untuk mencari nafkah (2Tes 3:10 bdk. Kej 3:17-19), dan kare-nanya ini bukanlah dosa. Bahkan kalau kita bekerja untuk mengum-pulkan uang untuk tujuan tertentu (yang bisa dipertanggungjawab-kan), seperti ingin membeli rumah dsb, itu tentu tidak bisa disalahkan! Yang dikecam oleh Yakobus di sini adalah orang yang mengumpulkan harta / uang, demi harta itu sendiri. Jadi harta adalah tujuan akhir dari orang itu. Ini adalah cinta uang / harta dan ini adalah dosa (bdk. 1Tim 6:10 Mat 6:19-21 Amsal 23:4).
b) Yang dimaksud dengan harta belum tentu
berbentuk uang.
Dalam ay 2-3 ada kata ‘busuk’ yang jelas menunjuk pada makanan (gandum, jagung); juga disebut tentang ‘pakaian’ karena pada saat itu harta memang sering ada dalam bentuk pakaian; dan juga disebutkan tentang emas dan perak. Karena itu kalau saudara tidak menimbun uang, tetapi menimbun mobil, rumah / tanah, permata / perhiasan, dsb, maka itu termasuk menimbun harta juga!
c) Orang-orang kaya itu mengumpulkan uang
pada hari-hari terakhir.
Ay 3:
‘hari-hari yang sedang berakhir’. Ini salah terjemahan. Banding-kan dengan
terjemahan NIV dan NASB di bawah ini.
NIV/NASB: in the last days (= pada hari-hari
terakhir).
Sebetulnya
hari-hari terakhir adalah saat dimana manusia harus lebih mendekat kepada
Tuhan, bersiap sedia menghadapi kedatangan Kris-tus yang keduakalinya,
menyucikan dirinya, melayani Tuhan, belajar Firman Tuhan, berdoa dsb
(Ibr 10:24-25). Tetapi orang-orang kaya ini justru menimbun harta untuk
dirinya sendiri!
Seseorang memberikan komentar tentang uang / harta sebagai ber-ikut: “Prize them less; when you possess them, let them not possess you” (= Hargailah mereka lebih rendah; kalau engkau memiliki mereka, jangan biarkan mereka memiliki engkau).
2) Menahan upah buruh (ay 4).
Dalam
Ul 24:14-15 terdapat:
·
larangan memeras buruh / pekerja.
·
perintah untuk membayar upah buruh tepat pada
waktunya, karena sebagai orang miskin ia mengharapkan dan membutuhkan uang itu.
Tetapi
orang-orang kaya ini tidak mempedulikan hukum Tuhan, dan me-reka menahan upah
buruh. Jadi, dalam usaha mereka untuk menjadi lebih kaya, mereka tidak
segan-segan menindas dan merugikan orang lain / buruh mereka. Mereka berusaha
mendapatkan harta dengan cara yang tidak adil dan tidak halal.
Sebetulnya,
berdasarkan Yak 4:17, orang kaya yang tidak menolong orang miskin /
menderita, sudah dianggap berdosa. Apalagi mereka ini bukan hanya tidak
menolong, tetapi bahkan menindas!
Penerapan:
¨
Apakah saudara sering terlambat membayar gaji
pegawai / pembantu saudara? Dan apakah saudara memperhitungkan bahwa dengan
gaji itu pegawai saudara itu bisa hidup layak? Jangan hanya memperhati-kan
standard gaji, tetapi perhatikan juga hukum kasih kepada sesama manusia!
¨ Apakah dalam usaha saudara untuk menjadi lebih kaya, saudara se-ring merugikan orang lain? Apakah dalam berdagang saudara berusa-ha menghancurkan saingan saudara?
3) Hidup berfoya-foya (ay 5).
Kitab Suci
memang tidak menyuruh kita untuk hidup sebagai pertapa. Kitab Suci tidak
melarang kita untuk berpesta / bersenang-senang. Tetapi orang kaya di sini,
melakukannya secara kelewat batas. Mereka berpesta pora dan memuaskan hati
mereka setiap hari.
Kata-kata ‘hari
penyembelihan’ menunjuk pada hari raya orang Yahudi (semacam Thanksgiving Day di Amerika), dimana
mereka menyembelih binatang, sebagian dagingnya untuk korban dan sebagian lagi
untuk dimakan dalam pesta. Orang-orang kaya ini hidup seakan-akan setiap hari
adalah hari penyembelihan. Bdk. Luk 21:34.
Penerapan: Apakah saudara termasuk orang yang hidup berfoya-foya dan senang menghamburkan uang tanpa penguasaan diri? Bertobatlah dan gunakan uang itu untuk hal-hal yang lebih memuliakan Tuhan.
4) Menghukum dan membunuh orang benar (ay 6).
Ada 2 faktor
yang memberatkan kesalahan mereka:
·
Yang dihukum dan dibunuh adalah ‘orang benar’.
Tentang
siapa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ di sini, ada yang mengatakan Yesus,
Yohanes Pembaptis, Stefanus, atau orang kris-ten.
· Yang dibunuh tidak melawan.
Renungkan:
Seringkah saudara menindas / berlaku sewenang-wenang terhadap orang yang
miskin?
Ay 4
diterjemahkan secara kurang benar oleh Kitab Suci Indonesia. Ban-dingkan
dengan terjemahan NIV di bawah ini.
NIV: “Look! The wages you failed to pay the workmen who mowed your fields are crying out against you. The cries of the harvesters have reached the ears of the Lord Almighty” (= Lihat! Upah yang tidak engkau bayarkan kepada pekerja-pekerja yang memotong ladangmu berteriak menentang engkau. Teriakan dari para penuai telah mencapai telinga Tuhan yang mahakuasa).
Jadi dalam terjemahan NIV ini terlihat bahwa ada 2 teriakan (hal ini tidak terlihat dalam Kitab Suci Indonesia):
a) Teriakan dari upah yang tidak dibayar.
Ini jelas bukan
teriakan sungguh-sungguh, tetapi suatu kiasan yang arti-nya adalah bahwa Allah
melihat ketidak-adilan itu. Bandingkan dengan teriakan darah Habil dalam Kej
4:10.
Ini menunjukkan bahwa sekalipun orang yang ditindas itu tidak berteriak kepada Allah, tetapi Allah tetap melihat penindasan itu.
b) Teriakan dari buruh yang tertindas.
Ini teriakan yang sungguh-sungguh, karena para buruh yang tertindas itu berteriak kepada Allah dalam doa, dan Allah mendengar doa mereka.
Dua hal ini menyebabkan Allah bertindak terhadap orang-orang kaya itu. Apa tindakan Allah?
1) Memberi kesengsaraan kepada orang-orang kaya
itu (ay 1).
Jangan mengira bahwa orang kaya tidak bisa sengsara! Mereka bisa mengalami ketidak-damaian, kegelisahan, kekuatiran, kekosongan dalam hati, kesumpekan, stress karena pekerjaan, penyakit dan macam-macam problem yang lain.
2) Menghancurkan kekayaan mereka (ay 2-3).
Kalau setan bisa
menghancurkan harta dan anak-anak Ayub dalam 1 hari, maka Allah pasti lebih berkuasa
untuk menghancurkan harta dari orang-orang kaya itu.
Kata-kata
‘busuk’, ‘ngengat’, dan ‘karat’ menunjukkan bahwa Allah bisa menghancurkan
kekayaan mereka dengan bermacam-macam cara. Dan kalau dikatakan bahwa emas dan
perak mereka berkarat, ini tidak berarti bahwa Kitab Suci betul-betul
mempercayai bahwa emas dan perak bisa berkarat. Artinya adalah bahwa
bagaimanapun hebatnya pengamanan mereka terhadap harta mereka, Allah bisa
menghancurkannya! Karena itu kalau saudara menyimpan uang saudara di bank (bank
luar negeri sekalipun!), atau menyimpannya dalam bentuk emas dan permata, atau
menyimpannya dalam bentuk US $, atau menyimpannya dalam bentuk rumah atau
tanah, atau menyimpannya dengan cara apapun yang sau-dara anggap paling aman,
ingatlah bahwa kalau Allah mau, Ia tetap bisa menghancurkannya dalam sekejap
mata!
Kehancuran
kekayaan mereka adalah penderitaan yang terhebat bagi orang-orang yang cinta
uang! Mungkin mula-mula hal ini hanya menim-bulkan penderitaan batin, tetapi
lalu bisa menjadi penderitaan jasmani, seperti pusing, sakit jantung, tekanan
darah tinggi, sakit maag, dsb. Ini ditunjukkan oleh ay 3b yang berkata
‘karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu
seperti api’.
Sebetulnya bagian ini tidak ditujukan kepada orang-orang kaya, tetapi kepada orang-orang miskin yang tertindas. Calvin mengatakan bahwa bagian ini bukanlah suatu seruan untuk bertobat bagi orang-orang kaya itu. Calvin menafsirkan bahwa kata-kata ‘menangis dan merataplah’ dalam ay 1, artinya bukan ‘bertobatlah’, tetapi ‘celakalah’. Alasan Calvin: dalam ay 1 dikatakan ‘atas sengsara yang akan menimpa kamu’, bukan ‘supaya seng-sara tidak menimpa kamu’.
Kalau demikian, apa artinya bagian ini untuk orang miskin yang tertindas?
1) Janganlah menginginkan nasib orang kaya.
Ada banyak orang
kristen miskin yang iri hati melihat nasib orang kafir yang kaya. Kalau saudara
adalah orang yang seperti ini, bacalah dan renungkanlah Maz 73!
Ada banyak orang
miskin, yang menderita karena kemiskinannya, dan berangan-angan untuk menjadi
kaya, karena mereka mengira bahwa kalau mereka menjadi kaya maka pasti semua
penderitaan mereka akan beres.
Kalau saudara
adalah orang yang seperti ini, maka sadarilah bahwa uang / kekayaan tidaklah
bisa membereskan segala persoalan! Ada banyak hal yang tidak bisa dilakukan
oleh uang, seperti kata-kata di bawah ini:
“Money will buy a bed but not sleep; books but not brains; food but not appetite; finery but not beauty; a house but not a home; medicine but not health; luxuries but not culture; amusements but not happiness; religion but not salvation; a passport to everywhere but heaven” (= uang bisa membeli ranjang tetapi tidak bisa membeli tidur; buku-buku tetapi tidak otak; makanan tetapi tidak nafsu makan; pakaian bagus / perhiasan tetapi tidak kecantikan; rumah tetapi tidak suasana rumah yang menyenangkan; obat tetapi tidak kesehatan; barang-barang lux / kemewahan tetapi tidak kebu-dayaan; hiburan tetapi tidak kebahagiaan; agama tetapi tidak keselamatan; sebuah paspor kemana saja kecuali ke surga).
Karena itu
tinggalkan keinginan untuk menjadi kaya dan kalau saudara berdoa, berdoalah
seperti Amsal 30:8-9 yang berbunyi:
“Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku”.
2) Pada saat ditindas, ada 2 hal yang perlu saudara ingat:
a) Bukanlah hal yang aneh kalau
orang yang hidup benar itu mengalami penindasan (bdk. ay 6).
Seseorang bahkan mengatakan: “I would suspect him not to be Abel that hath not Cain” (= Aku akan mencurigainya bukan sebagai Habil kalau ia tidak mempunyai Kain).
b) Percayalah bahwa Allah melihat ketidakadilan itu (bdk. ay 4a) dan bahwa Allah yang adil itu pasti akan bertindak pada waktuNya.
3) Berdoalah dan percayalah bahwa Allah
mendengar doa saudara (bdk. ay 4b).
Dalam ay 4
Allah disebut dengan istilah ‘Tuhan semesta alam’, yang dalam bahasa Yunani
adalah KURIOU SABAOTH (Ibrani: YAHWEH TSE-BAOTH), dan dalam bahasa Inggris
adalah The Lord of hosts / army. Ini
menunjukkan Allah sebagai penguasa seluruh alam semesta dan sebagai panglima
balatentara surga (malaikat).
Kepada Allah yang seperti itulah kita berdoa, bukan kepada Allah yang tidak bisa berbuat apa-apa! Karena itu percayalah bahwa Ia mendengar doa saudara dan akan menolong saudara!
Maukah saudara melakukan ke 3 hal ini?YAKOBUS 5:7-11
Dalam penderitaan, kita sering
mempunyai sikap-sikap yang salah, seperti: menjadi marah, lemah imannya,
bersungut-sungut, berhenti ikut Tuhan / men-jauhi Tuhan, lari ke dalam dosa,
dsb.
Karena setiap orang kristen pasti
mengalami penderitaan, maka adalah sesuatu yang penting bagi kita untuk belajar
tentang sikap yang benar dalam mengalami penderitaan.
1) Sabar (ay 7,8,10).
a) Sabar berarti tidak membalas dendam /
tidak marah.
Ingat bahwa penderitaan mereka disebabkan oleh penindasan orang-orang kaya (Yak 5:4,6). Jadi, bisa saja mereka menjadi marah dan ingin membalas dendam. Tetapi Yakobus mengatakan mereka harus sabar.
b) Sabar dalam penderitaan, juga berarti bahwa kita tidak bersungut-sungut dalam menghadapi penderitaan.
c) Sabar juga berarti tidak iri hati melihat nasib orang lain yang tidak mengalami penderitaan seperti kita.
d) Sabar juga berarti bahwa kita tunduk / berserah sepenuhnya pada kehendak Allah, dan tidak memberontak / marah kepada Allah, pada waktu kita mengalami penderitaan.
Renungkan: apakah saudara sabar dalam mengalami penderitaan?
2) Meneguhkan hati (ay 8).
NASB: strengthen your hearts (= kuatkanlah
hatimu).
NIV: stand firm (= berdirilah teguh).
RSV: establish your hearts (= teguhkanlah
hatimu).
KJV: stablish your hearts (= teguhkanlah hatimu).
Dalam
Kel 17:12, kata-kata ‘tidak bergerak’ (yang menunjuk pada tangan Musa yang
ditopang oleh Harun dan Hur), diterjemahkan ke bahasa Yunani (LXX /
Septuaginta) menggunakan kata Yunani yang sama dengan yang diterjemahkan
‘meneguhkan’ dalam Yak 5:8 ini.
Jadi, dalam menghadapi penderitaan, iman maupun perasaan terhadap Tuhan tidak boleh naik turun / berubah-ubah.
3) Jangan bersungut-sungut satu terhadap yang
lain (ay 9).
Ay 9:
janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan.
NIV: Do not grumble against each other (=
janganlah bersungut-sungut satu kepada yang lain / menentang satu sama lain).
NASB: Do not complain brethren, against one another (= janganlah me-ngeluh satu kepada yang lain / menentang satu sama lain).
Ini bisa berarti bahwa kita tidak boleh:
a) Saling menyalahkan.
Kalau satu keluarga mengalami penderitaan, maka seringkali mereka saling menyalahkan satu sama lain, sehingga justru memperberat penderitaan, dan memperkecil kekuatan mereka dalam menghadapi penderitaan.
b) Bersungut-sungut kepada orang
kristen yang lain dan mengatakan bahwa Allah tidak adil / kasih.
Ingat bahwa kita memang boleh untuk sharing tentang penderitaan yang kita alami, tetapi tidak boleh dengan nada menyalahkan Allah / mengecam Allah!
c) Bersungut-sungut tentang orang kristen yang lain.
d) Bersungut-sungut kepada Tuhan dan meminta Tuhan membalaskan dendamnya. Kita boleh saja menceritakan kepada Tuhan tentang segala penderitaan kita dan bahkan tentang orang-orang yang membuat kita menderita, tetapi jangan dengan hati yang menginginkan balas dendam!
e) Bersungut-sungut karena orang kristen
yang lain lebih baik nasibnya.
Bersungut-sungut
bukanlah dosa yang bisa diabaikan / diremehkan. Tuhan tidak senang melihat kita
bersungut-sungut, karena bersungut-sungut menunjukkan:
·
tidak / kurang percaya.
· tidak puas / iri hati.
Perhatikan juga
ay 9 yang berkata: ‘supaya kamu jangan dihukum’ (Bdk. Bil 11:1 Bil 14:1-4 Bil 21:4-9).
Kalau saudara
suka bersungut-sungut, ingatlah bahwa dahulu Tuhan menghukum bangsa Israel
karena dosa ini, dan semua ini terjadi sebagai contoh bagi kita (bdk. 1Kor
10:6,10).
Karena itu, kalau saudara adalah orang yang sering / selalu ber-sungut-sungut pada waktu mengalami penderitaan / kesukaran, mintalah ampun kepada Tuhan atas dosa itu, dan mintalah supaya Tuhan menolong saudara untuk bisa berhenti dari dosa itu!
4) Bertekun (ay 11).
Banyak orang
seperti ‘tanah berbatu’ (Mat 13:5,6,20,21). Pada waktu mengalami
penderitaan, mereka murtad.
Yakobus menyuruh
bertekun, artinya tidak putus asa, tetapi sebaliknya terus ikut Tuhan sekalipun
mengalami penderitaan.
Penerapan:
Apakah saudara tetap bertekun dalam saat teduh, doa, pergi ke kebaktian, pergi
ke Pemahaman Alkitab, melayani Tuhan, membe-ritakan Injil dsb, pada waktu
saudara mengalami penderitaan?
1) Illustrasi petani (ay 7).
Ay 7 - ‘hujan musim gugur dan hujan musim semi’. Ini salah terjemahan. Seharusnya adalah ‘hujan awal dan hujan akhir’ (bdk. Ul 11:4 Yoel 2:23 Hos 6:3). Hujan awal datang pada saat menabur, sedangkan hujan akhir datang pada saat mau panen. Yakobus menggunakan illustrasi petani ini untuk menekankan kesabaran. Petani sabar untuk menunggu panen. Kita mengharapkan sesuatu yang jauh lebih besar dari panen, yaitu upah di surga. Jadi, seharusnya kita harus lebih sabar lagi dibandingkan dengan para petani itu.
2) Kedatangan Tuhan (ay 7).
a) Kedatangan Tuhan adalah akhir dari segala sesuatu yang rasanya tidak adil, atau akhir dari segala penderitaan / penindasan. Dengan mengingat hal ini, orang yang menderita bisa terhibur dan dikuatkan.
b) Kedatangan Tuhan sudah dekat (ay 8 bdk. 2Pet 3:3-4,8-10).
c) Dalam ay 9b, Yakobus
mengatakan lagi tentang kedatangan Tuhan ini dengan kata-kata yang berbeda.
Orang-orang itu dihakimi oleh orang kaya (Yak 5:6), sehingga pernya-taan bahwa Tuhan akan datang sebagai Hakim, adalah suatu peng-hiburan bagi mereka. Ingat bahwa kata-kata ‘Hakim telah berdiri di ambang pintu’ (ay 9b) ini, tidak ditujukan kepada orang kristen yang bersungut-sungut, seakan-akan Hakim itu akan menghukum mereka. Sebaliknya, kata-kata ini ditujukan untuk menghibur mereka yang ter-tindas / dihakimi.
3) Nabi-nabi (ay 10).
Ini adalah
orang-orang percaya, bahkan orang-orang yang melayani Tuhan, tetapi mereka
menderita. Jadi, kalau kita mengikut Tuhan, lalu kita mengalami penderitaan,
itu adalah sesuatu yang lumrah. Perhatikan kata-kata ‘janganlah kamu heran’ dan
‘seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa’ dalam 1Pet 4:12, dan juga
‘pencobaan-pencobaan biasa’ dalam 1Kor 10:13.
Yakobus tidak ingin kita sama seperti nabi hanya dalam hal menderita, tetapi juga dalam hal kesabaran (ay 10). Semua nabi adalah orang biasa (Yak 5:17), tetapi mereka bisa sabar, mengapa kita tidak?
Thomas Manton: “When God makes us like them (the prophets) in sufferings, we should be like them in patience” [= Pada waktu Allah membuat kita seperti mereka (nabi-nabi) dalam penderitaan, kita harus seperti mereka dalam kesabaran].
4) Ayub (ay 11).
a) Dari sini bisa disimpulkan bahwa cerita Ayub ini jelas merupakan cerita yang bersifat historis / betul-betul terjadi.
Kita harus berhati-hati terhadap pendeta-pendeta dari golongan Liberal yang sering menganggap cerita-cerita dalam Kitab Suci sekedar sebagai dongeng atau illustrasi!
b) Kesalehan Ayub bisa terlihat dalam Ayub 1:8 dan Ayub 2:3.
c) Penderitaan Ayub bisa terlihat dalam Ayub 1:13-19 dan Ayub 2:7-9 dan juga dari penghakiman teman-temannya.
d) Ketekunan Ayub bisa terlihat
dari Ayub 1:20-21 dan Ayub 2:10.
Memang Ayub tidak sempurna (bdk. Ayub 3:1-dst), tetapi bagaimana-pun ia pantas dijadikan teladan.
e) Akhirnya, cerita ini ‘happy-end’ (Ayub 42:10-17).
Mengapa? Karena Tuhan itu maha penyayang dan penuh belas kasihan (ay 11).
Karena itu, kalau kita mengalami penderitaan, maka kita harus mengarahkan
pandangan kita ‘pada akhirnya’. (bdk. Ro 8:18 2Kor 4:16-18).
Dalam penderitaan kita harus:
1) Sabar.
2) Meneguhkan hati.
3) Tidak bersungut-sungut.
4) Bertekun.
Supaya bisa melakukan hal-hal
itu, kita harus mengingat:
1) Petani yang sabar menunggu panen.
2) Kedatangan Tuhan yang sudah dekat.
3) Kesabaran nabi-nabi.
4) Ketekunan Ayub.
Maukah saudara melakukannya?YAKOBUS 5:12-13
Setiap orang mempunyai kebiasaan.
Ada kebiasaan yang baik, seperti bersaat teduh, datang tidak terlambat, pergi
ke gereja pada hari minggu (Catatan: awas, jangan pergi ke gereja pada hari
minggu sekedar sebagai suatu kebiasaan!), dsb. Ada juga kebiasaan yang
tidak baik, seperti omong kotor, mencaci maki, datang terlambat, suka
berhutang, merokok, dsb. Dan ada juga kebiasaan yang bisa disebut netral,
karena tidak bisa dikatakan baik, tetapi juga tak bisa dikatakan berdosa.
Misalnya: memakai arloji di tangan kiri, memakai cincin pada jari manis, dsb.
Dalam bagian ini Yakobus membahas
kebiasaan yang baik dan yang buruk.
1) Sekalipun sepintas lalu Mat 5:33-37
melarang sumpah secara mutlak, tetapi saya berpendapat bahwa sebetulnya sumpah
tidak dilarang secara mutlak.
Alasan saya:
a) Paulus sering bersumpah (Ro 1:9 Ro 9:1 2Kor 1:23 Gal 1:20 Fil 1:8). Betul-betul tidak terbayangkan bahwa Paulus bisa berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.
b) Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu (Ul 6:13 Kel 22:10,11).
c) Kel 20:7 hanya melarang menyebut nama Tuhan ‘secara sembarangan / dengan sia-sia’. Jadi, ada sumpah menggunakan nama Tuhan, yang diijinkan.
Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan, atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah. Yang dilarang adalah bersumpah secara sembarangan, un-tuk hal-hal yang tidak penting.
Penerapan: Apakah saudara sering bersumpah pada waktu saudara ingin kata-kata saudara dipercaya oleh orang lain, sekalipun itu bukan me-nyangkut sesuatu yang penting
2) Kebiasaan bersumpah secara sembarangan harus
dibuang.
Cara membuang:
a) Sadarilah bahwa itu adalah dosa.
Salah satu
alasan mengapa ada banyak orang tak bisa membuang kebiasaan buruknya (seperti
merokok, menyebut nama Tuhan dengan sia-sia, mencaci maki, mengucapkan
kata-kata kotor, suka terlambat dsb), adalah karena mereka tidak menganggapnya
sebagai dosa! Karena itu, kalau saudara ingin membuang suatu kebiasaan buruk,
maka saudara harus menyadari bahwa itu adalah dosa. Dan kalau saudara ingin
menolong seseorang untuk membuang kebiasaan buruk tertentu, maka saudara harus
menyadarkannya / meyakinkannya bahwa hal itu adalah dosa! Kebiasaan bersumpah secara
sembarang-an ini, sekalipun dilakukan oleh banyak orang dan dianggap bukan
dosa, tetapi jelas dianggap dosa oleh Kitab Suci. Ini terlihat dari:
·
Kel 20:7 - ‘Tuhan akan memandang bersalah’.
·
Sumpah demi langit / bumi / surga dsb (yang
menghindari peng-gunaan nama Allah) yang dilakukan secara sembarangan, juga
adalah dosa (Yak 5:12
Mat 5:34-37
Mat 23:16-22).
Ini terlihat
dari:
*
Yak 5:12 - ‘supaya kamu jangan dihukum’.
*
Mat 5:37 - ‘lebih dari itu berasal dari si
jahat’.
Penerapan:
Jaman ini, orang juga sering menghindari penggunaan nama Allah dalam sumpah.
Misalnya berkata ‘sumpah mati’. Bah-kan orang sering berusaha menghindari
penggunaan kata ‘sum-pah’. Misalnya: dengan mengatakan ‘sumprit’, atau
mengubahnya menjadi ‘saya berjanji’, dsb. Sebetulnya semua ini sama saja, dan
tetap adalah dosa, kalau hal ini dilakukan dengan sembarangan!
·
Yak 5:12 - ‘Tetapi yang terutama’.
Ini tidak berarti bahwa dosa ini adalah dosa yang paling hebat, tetapi ini menunjukkan seriusnya dosa ini.
b) Berusahalah membuang dosa itu,
sekalipun sudah menjadi kebiasaan (Yak 5:12).
Thomas Manton: “Thy custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to destroy sinners” (= Kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupakan kebiasaanmu untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang berdosa).
c) Berbicaralah jujur senantiasa.
Banyak orang
sering berdusta sehingga tidak bisa dipercaya dan supaya ia bisa dipercaya, ia
lalu bersumpah. Tapi kalau kita selalu jujur kepada siapapun, kita akan
dipercaya sekalipun tidak bersum-pah. Dengan demikian, sumpah itu tak akan
dibutuhkan lagi untuk meyakinkan orang.
Memang kalau selama ini saudara sudah dikenal sebagai orang yang sering berdusta, dan mulai saat ini saudara mengambil keputusan untuk berbicara jujur, maka tentu saja orang-orang di sekitar saudara tidak akan cepat-cepat percaya. Tetapi bertekunlah dalam kejujuran itu, maka lambat laun orang-orang itu akan mempercayai saudara.
d) Jangan perduli kalau saudara
tidak dipercaya, sekalipun saudara me-ngatakan kebenaran. Tidak perlu
menyakinkan orang itu dengan jalan bersumpah. Kalau orang itu tidak mau percaya,
biarkanlah ia tidak percaya!
Dalam
ay 13, kita melihat 2 hal yang dialami setiap orang: menderita dan
bergembira. Kita sering menghadapi kedua hal itu dengan sikap yang salah:
·
Pada waktu menderita kita bergantung pada diri
sendiri / orang lain, menjadi marah, putus asa, bersungut-sungut, dsb.
· Pada waktu bergembira, kita bersenang-senang, sehingga lupa kepada Tuhan.
Memang, baik
dalam penderitaan maupun kegembiraan ataupun keadaan yang lain apapun juga,
kita yang masih mempunyai kecondongan kepada dosa ini, tetap sering
menghadapinya dengan meninggalkan Tuhan.
Sikap salah ini bisa menjadi kebiasaan dan ini harus diubah! Dalam ay 13 ini Yakobus memberikan sikap yang benar, yang harus menjadi kebiasaan kita:
1) Pada waktu menderita, berdoalah (datang /
ingat pada Tuhan).
Musa dan bangsa
Israel mengalami penderitaan yang sama, tetapi me-reka menghadapinya dengan
cara yang berbeda. Bangsa Israel meng-hadapinya dengan bersungut-sungut, tetapi
Musa menghadapinya de-ngan berseru-seru kepada Tuhan (Kel 15:22-25 Kel 17:1-4).
Yang mana yang menjadi sikap saudara dalam menghadapi kesukaran?
2) Pada waktu bergembira, menyanyilah (datang /
ingat kepada Tuhan).
Kata-kata ‘baiklah ia menyanyi’ dalam bahasa Yunaninya adalah PSALLETO [bandingkan dengan kata Psalm (= mazmur) dalam bahasa Inggris], yang sebetulnya berarti ‘let him sing a psalm’ (= baiklah ia menyanyikan mazmur). Jadi, menyanyi di sini adalah menyanyikan lagu rohani, bukan seadanya lagu. Ini juga merupakan suatu tindakan datang / ingat kepada Tuhan.
Perhatikan bahwa ay 13 ini tidak boleh diartikan bahwa:
a) Dalam penderitaan kita hanya boleh berdoa,
tidak boleh menyanyi. Ban-dingkan dengan Kis 16:25 dimana Paulus dan Silas
bukan hanya berdoa tetapi juga menyanyi memuji Tuhan dalam penderitaan mereka.
Kalau saudara mau menyanyi memuji Tuhan pada saat saudara men-derita dan sedih / sumpek, maka mula-mula saudara akan mengalami suatu konflik dalam hati saudara. Bahkan saudara mungkin akan merasa diri sebagai orang munafik. Tetapi ini bukan kemunafikan, karena ini adalah ketaatan pada perintah Tuhan. Karena itu, tidak peduli apa yang saudara rasakan, teruskanlah menyanyi memuji Tuhan, dan saudara akan merasakan bahwa kesedihan itu akan terangkat dari hati saudara dan digantikan dengan sukacita dari Tuhan!
b) Dalam kegembiraan kita hanya boleh menyanyi,
tidak boleh berdoa.
Bandingkan
dengan 1Sam 2:1-10 yang menunjukkan doa Hana dalam kegembiraannya karena
telah mendapatkan anak dari Tuhan.
Juga kata-kata ‘tetaplah berdoa’ [KJV: pray without ceasing (= berdoalah tanpa henti-hentinya)] dalam 1Tes 5:17 jelas menunjukkan bahwa kita boleh berdoa pada waktu mengalami kegembiraan.
Yak 5:13 ini berarti bahwa dalam segala keadaan, baik dalam penderitaan maupun kegembiraan, kita harus selalu ingat / datang pada Tuhan.
Calvin: “There is no time in which God does not invite us to himself” (= tidak ada saat dimana Allah tidak mengundang kita kepada diriNya sendiri).
Penerapan:
Maukah saudara mengusahakan kebiasaan baik ini, yaitu supaya selalu ingat /
datang kepada Tuhan, dalam keadaan susah maupun senang, atau dalam keadaan
apapun juga?
Kita dulu hidup dalam dosa. Sekalipun sekarang kita ada dalam Kristus, tetapi masih banyak kebiasaan-kebiasaan hidup lama yang masih ada dalam hidup kita, dan disamping itu masih banyak kebiasaan-kebiasaan baik yang seha-rusnya ada dalam hidup kita, tetapi sampai saat ini belum ada. Maukah saudara berusaha untuk membuang kebiasaan-kebiasaan buruk dan mengusahakan kebiasaan-kebiasaan yang baik?
YAKOBUS 5:14-18
Ay 14
mengatakan bahwa jemaat yang sakit harus memanggil penatua. Perlu diketahui
bahwa yang dimaksud sakit di sini, bukanlah seadanya penyakit yang remeh-remeh,
tetapi penyakit yang cukup berat.
Bahwa yang dimaksud dengan sakit di sini adalah penyakit yang cukup berat, terlihat dari:
a) Orang sakit itu disuruh memanggil penatua, bukan datang kepada pena-tua (ay 14). Kalau orang itu sakit yang ringan-ringan, pasti orang itu yang disuruh datang ke penatua.
b) Kata-kata ‘mendoakan dia’ (ay 14),
diterjemahkan oleh NIV / NASB / KJV / RSV sebagai ‘pray over him’ (= berdoa di atasnya), bukan ‘pray for him’ (= berdoa untuk dia).
Dari istilah ini, kelihatannya orang sakit itu berbaring dan penatua berdiri / duduk didekatnya sehingga posisi penatua itu lebih tinggi dari posisi si sakit. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa si sakit itu penyakitnya cukup berat sehingga harus berbaring.
c) Kata-kata ‘Tuhan akan membangunkan dia’ (ay 15), menunjukkan bahwa tadinya sakitnya cukup berat, sehingga ia harus berbaring.
d) Kata ‘sakit’ dalam ay 14, bahasa Yunaninya adalah ASTHENEI dan kata itu juga digunakan dalam Yoh 5:5 untuk menggambarkan orang yang lumpuh selama 38 tahun.
Kalau untuk
seadanya penyakit yang remeh-remeh, seperti pilek, sakit perut, pusing dsb,
jemaat memanggil penatua, maka itu akan betul-betul ‘mem-bunuh’ penatua! Jemaat
harus belajar untuk tidak merepotkan penatua / pendeta secara tidak perlu.
Dengan demikian mereka bisa melakukan tugas yang memang perlu!
1) Ia harus memanggil penatua jemaat / gereja (ay 14).
a) Perhatikan bahwa ia bukannya disuruh memanggil orang yang mem-punyai karunia kesembuhan, atau pergi ke kebaktian kesembuhan, dsb, tetapi disuruh memanggil penatua. Bandingkan perintah ini dengan kecenderungan jaman ini dimana orang sakit selalu mencari orang yang mempunyai karunia kesembuhan, atau mencari kebaktian kesembuhan.
b) Penatua / tua-tua (Inggris: elder).
Ini adalah
orang-orang yang dipilih dari antara jemaat untuk menjadi pimpinan gereja
(Majelis gereja / jemaat).
Berdasarkan
1Tim 5:17 maka dibedakan adanya ruling
elders (= tua-tua yang hanya memimpin gereja dalam hal organisasi saja),
dan teaching elders (= tua-tua yang
memimpin gereja dalam hal organi-sasi, tetapi juga mengajarkan Firman Tuhan).
Sekalipun
Pendeta / penginjil termasuk dalam teaching
elders, tetapi bagaimanapun perlu diperhatikan bahwa Yakobus mengatakan
harus memanggil penatua. Jadi ini bukan semata-mata tugas pendeta / penginjil,
tetapi tugas semua penatua.
Untuk tua-tua perlu diperhatikan supaya mereka mau melaksanakan tugas ini, sedangkan untuk jemaat yang sakit, perlu diperhatikan untuk tidak tersinggung kalau yang datang adalah tua-tua, bukan pendeta / penginjil! Pikirkan bahwa kalau semua tugas dibebankan kepada pendeta / penginjil, maka ia tidak akan punya waktu untuk belajar Firman Tuhan, mempersiapkan khotbah dsb, sehingga akhirnya seluruh gereja dirugikan!
c) Si sakit yang harus memanggil
penatua.
Jadi, penatua (majelis / pendeta) tidak bisa diharapkan harus tahu dengan sendirinya bahwa jemaatnya sakit. Jemaat yang sakit itu yang harus memberitahu / memanggil mereka. Jangan merasa sungkan karena merepotkan dsb, karena ini memang tugas penatua!
Setelah penatua datang, apa yang harus dilakukan oleh penatua?
a. Mendoakan di sakit (ay 14).
Si
sakit memang bisa saja berdoa sendiri, tetapi Tuhan lebih mau mendengarkan doa
orang yang benar / saleh. Ini terlihat dari ay 16b - “Doa orang yang
benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya”.
Catatan:
kata-kata ‘bila dengan yakin didoakan’ sebetulnya salah terjemahan.
NIV:
‘The prayer of a righteous man is
powerful and effective’ (= Doa orang yang benar, berkuasa dan efektif).
Bandingkan
ini dengan Yoh 9:31.
Dan
untuk mendukung kata-katanya dalam ay 16b ini Yakobus lalu memberikan
contoh Elia dalam berdoa (ay 17-18).
Penatua seharusnya adalah orang yang benar / saleh (bdk. 1Tim 3:1-dst Tit 1:5-dst), maka penatua ditugaskan untuk mendoakan si sakit.
b) Mengolesnya dengan minyak dalam nama
Tuhan (ay 14).
Ini adalah
kebiasaan Yahudi pada saat itu dan dilakukan oleh murid Yesus pada saat itu
dalam Mark 6:13.
Ada beberapa
pandangan tentang arti ‘pengolesan minyak’ di sini:
·
Roma Katolik:
Ini dijadikan
dasar dari sakramen perminyakan, yang diberikan oleh pastor kepada orang yang
mau mati dan tujuannya adalah untuk mempersiapkan orang menghadapi kematian.
Pandangan ini
jelas tidak cocok dengan text ini karena Yakobus memerintahkan hal itu dengan
tujuan supaya orang itu sembuh, bukan untuk mempersiapkan orang itu menghadapi
kematian.
·
Calvin:
Ini adalah
sakramen sementara. Minyak menunjuk pada karunia kesembuhan dan karena karunia
kesembuhan dianggap sudah le-nyap, maka Calvin berpendapat bahwa sakramen
sementara itu juga harus dibuang.
Kelemahan
pandangan ini:
*
Tidak ada dasar untuk menganggap ini sebagai
sakramen, ka-rena tidak diperintahkan langsung oleh Kristus.
*
Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah
ALEIPHO, yang berarti ‘mengoles dengan minyak / meminyaki’. A. T. Robertson
(hal 65) mengatakan bahwa kata ini digunakan kalau hal pemberian minyak itu
dilakukan bukan dalam upacara agama. Kalau dalam upacara agama, digunakan
kata Yunani CHRIO (= to anoint /
mengurapi). Jadi, pemberian minyak ini tidak mungkin dianggap sebagai sakramen.
Hal yang sama terjadi dalam Mark 6:13 - “dan
mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan
minyak dan menyembuhkan mereka”.
A. T. Robertson: “The use of olive oil was one of the best
remedial agencies known to the ancients. They used it internally and
externally. Some physicians prescribe it today. It is clear both in Mark 6:13
and here that medicinal value is attached to the use of the oil and emphasis is
placed on the worth of prayer. There is nothing here of the pagan magic or of
the later practice of ‘extreme unction’ (after the eighth century). It is by no
means certain that aleifoo here
and in Mark 6:13 means ‘anoint’ in a ceremonial fashion rather than ‘rub’ as it
commonly does in medical treatises. Trench (New Testament Synonyms) says: ‘Aleifein is the mundane and profane, chriein the sacred and religious,
word.’ At bottom in James we have God and medicine, God and the doctor, and
that is precisely where we are today. The best physicians believe in God and
want the help of prayer” [= Penggunaan minyak
zaitun adalah salah satu cara / alat pengobatan terbaik yang dikenal bagi
orang-orang kuno. Mereka menggunakannya baik dari dalam / diminum maupun dari
luar / digosokkan. Sebagian dokter menuliskan resep untuk itu pada jaman
sekarang. Adalah jelas dari baik dalam Mark 6:13 dan di sini (Yak 5:14) bahwa
nilai pengobatan dilekatkan pada penggunaan minyak dan penekanan diletakkan
pada nilai dari doa. Tidak ada apapun di sini tentang magic dari orang kafir
atau tentang praktek belakangan dari sakramen perminyakan (setelah abad 8).
Adalah sama sekali tidak pasti bahwa ALEIFOO di sini dan dalam Mark 6:13
berarti ‘mengurapi’ dalam suatu cara / mode yang bersifat upacara dan bukannya
‘menggosok’ seperti yang biasanya dilakukan dalam penanganan medis. Trench
(Sinonim Perjanjian Baru) mengatakan ‘ALEIFEN adalah kata yang bersifat biasa
dan duniawi, CHRIEIN adalah kata yang bersifat kudus dan agamawi’. Pada
hakekatnya dalam Yakobus kita mendapati Allah dan obat, Allah dan dokter, dan
itu adalah persis dimana kita ada pada jaman ini. Dokter yang terbaik percaya
kepada Allah dan membutuhkan pertolongan dari doa].
W. E. Vine: “ANOINT, ANOINTING. A. Verbs. 1. aleipho is a general term used for ‘an anointing’ of any kind, whether of physical refreshment after washing, e. g., in the Sept. of Ruth 3:3; 2Sam. 12:20; Dan. 10:3; Micah 6:15; in the NT, Matt. 6:17; Luke 7:38, 46; John 11:2; 12:3; or of the sick, Mark 6:13; Jas. 5:14; or a dead body, Mark 16:1. The material used was either oil, or ointment, as in Luke 7:38,46. In the Sept. it is also used of ‘anointing’ a pillar, Gen. 31:13, or captives, 2Chr. 28:15, or of daubing a wall with mortar, Ezek. 13:10-12,14-15; and, in the sacred sense, of ‘anointing’ priests, in Exod. 40:15 (twice), and Num. 3:3. 2. chrio is more limited in its use than No. 1; it is confined to ‘sacred and symbolical anointings’; of Christ as the ‘Anointed’ of God, Luke 4:18; Acts 4:27; 10:38, and Heb. 1:9, where it is used metaphorically in connection with ‘the oil of gladness.’ The title Christ signifies ‘The Anointed One,’ The word (Christos) is rendered ‘(His) Anointed’ in Acts 4:26, RV. Once it is said of believers, 2Cor. 1:21. Chrio is very frequent in the Sept., and is used of kings, 1Sam. 10:1, and priests, Ex. 28:41, and prophets, 1 Kings 19:16. Among the Greeks it was used in other senses than the ceremonial, but in the Scriptures it is not found in connection with secular matters” (= ) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’.
·
Minyak adalah obat (bdk. Yes 1:6 dan
Lukas 10:34).
Adam Clarke:
“Oil was and is frequently used in
the east as a means of cure in very dangerous diseases; and in Egypt it is
often used in the cure of the plague. Even in Europe it has been tried with
great success in the cure of dropsy. And pure olive oil is excellent for recent
wounds and bruises; and I have seen it tried in this way with the best effects.
... it was the custom of the Jews to apply it as a means of healing, and that
St. James refers to this custom, is not only evident from the case of the
wounded man ministered to by the good Samaritan, Luke 10:34, but from the practice
of the Jewish rabbins. ... here I am satisfied that it has no other meaning
than as natural means of restoring health; and that St. James desires them to
use natural means while looking to God for an especial blessing”
(= Baik dulu maupun sekarang minyak sering digunakan di Timur sebagai cara
penyembuhan dalam penyakit-penyakit yang sangat berbahaya; dan di Mesir minyak
sering digunakan dalam penyembuhan dari wabah / penyakit pes, Bahkan di Eropah
minyak telah dicoba dengan sukses yang besar dalam penyembuhan dari penyakit
dropsy. Dan minyak zaitun murni sangat bagus untuk luka dan memar yang baru
terjadi; dan saya telah melihat bahwa minyak dicoba dengan cara ini dengan
hasil yang terbaik. ... merupakan kebiasaan dari orang-orang Yahudi untuk
menggunakan minyak sebagai cara penyembuhan, dan bahwa Santo Yakobus menunjuk
pada kebiasaan ini, bukan hanya jelas dari kasus dari orang terluka yang
dilayani oleh orang Samaria yang baik, Lukas 10:34, tetapi juga dari praktek
dari rabi-rabi Yahudi. ... di sini saya tidak ragu-ragu bahwa minyak tidak
mempunyai arti lain dari pada sebagai cara alamiah untuk memulihkan kesehatan;
dan bahwa Santo Yakobus ingin supaya mereka menggunakan cara-cara alamiah
sementara memandang kepada Allah untuk suatu berkat yang khusus) -
hal 827.
Catatan: ‘Dropsy’ adalah suatu penyakit yang
menimbulkan pengumpulan cairan serum yang abnormal dalam rongga-rongga atau
jaringan tubuh - Webster’s New World Dictionary.
Mereka disuruh
memanggil penatua, bukan tabib, mungkin karena mereka miskin. Jadi, obatnya
adalah bantuan dari penatua. Jadi, penatua berdoa dan memberi obat untuk si
sakit.
Kalau pandangan ini yang diambil, maka jelas bahwa praktek pengolesan dengan minyak sudah tidak perlu lagi dilakukan pada jaman ini. Penatua bisa memberi obat yang lain. Dan tentu saja kalau orangnya tidak miskin, tidak perlu penatua yang memberi obat. Jadi, dalam menafsirkan bagian ini kontextualisasi sangat dibutuhkan!
2) Mengakui dosa.
Ini terlihat
secara implicit dari ay 15b, karena tanpa pengakuan dosa tidak mungkin ada
pengampunan dosa.
Bagian ini
ditambahkan karena ada penyakit yang disebabkan oleh dosa
(Maz 107:17-18 1Kor 11:29-30).
Awas! Tidak semua penyakit disebab-kan karena dosa. Contoh: Ayub, Yoh 9:1-3.
Penatua
berfungsi membantu si sakit untuk memeriksa dirinya, apakah ada dosa atau
tidak. Penatua tidak boleh menghakimi / menuduh si sakit bahwa ia berdosa! Ia
hanya membantunya untuk mengadakan intro-speksi. Kalau memang ada dosa yang
menjadi penyebab penyakitnya, penyakitnya tidak akan sembuh sebelum dosanya
dibereskan.
Ini semua
mempersoalkan dosa yang dilakukan kepada Allah. Tetapi itu belum cukup! Ada
ay 16 yang memerintahkan untuk saling mengaku dosa dan saling mendoakan.
Roma Katolik
menggunakan ayat ini sebagai dasar dari sakramen pe-ngakuan / pengampunan
dosa. Tetapi ini lagi-lagi tidak mungkin, karena:
·
Text ini untuk orang sakit, sedangkan Roma
Katolik menerapkan un-tuk seadanya orang.
·
Text ini tidak menyebut ‘pastor’ tetapi
‘penatua’, sedangkan dalam Roma Katolik pengakuan dosa dilakukan kepada
pastor.
·
Adanya kata ‘saling mengaku dosa’ dan ‘saling
mendoakan’ dalam ay 16 itu. Kalau ayat ini tetap mau dipakai sebagai dasar
dari sakra-men pengakuan dosa itu, maka pastor seharusnya juga mengaku dosa
kepada jemaat.
Tasker
(Tyndale): “Martin Luther said
in connection with such an interpretation: A strange confessor! His name is
‘One another’.” (= Martin Luther berkata
sehubungan dengan penafsiran seperti itu: Seorang pengaku dosa / pastor yang
menerima pengakuan dosa yang aneh! Namanya ialah ‘satu sama lain’).
Catatan: Ini jelas merupakan kata-kata sinis dari Martin Luther, yang menjadikan penafsiran Roma Katolik itu sebagai lelucon. Kata ‘confessor’ bisa diartikan sebagai ‘si pengaku dosa’ atau ‘pastor yang menerima pengakuan dosa’. Dalam terjemahan NASB Yak 5:16 berbunyi: “Therefore, confess your sins to one another, and pray for one another, ...” (= Karena itu mengaku dosalah satu sama lain, dan berdoalah satu sama lain, ...). Dilihat dari terjemahan ini mungkin sekali yang dimaksud dengan ‘confessor’ oleh Martin Luther adalah pastor yang menerima pengakuan dosa.
Ay 16 ini
menunjuk pada dosa yang dilakukan kepada sesama manusia. Untuk dosa-dosa
seperti: memfitnah, dan semua dosa dimana kita me-nyakiti / merugikan sesama
manusia, kita harus mengaku kepada Tuhan dan juga kepada orang bersangkutan.
Pada waktu kita sakit, kita
harus:
1) Memanggil penatua, yang akan mendoakan dan bahkan memberi obat kalau perlu.
2) Mengakui dosa kepada Tuhan dan sesama manusia kepada siapa kita sudah berbuat salah.Yakobus 5:16b-18
Catatan: Yak 5:16b-18 ini
mempunyai latar belakang dalam 1Raja 18:41-46, dan karena itu dalam
memberikan exposisi Yak 5:16b-18 ini saya juga membahas 1Raja 18:41-46
yang melatar-belakanginya.
Kata-kata ‘Elia
adalah manusia biasa sama seperti kita’ dalam ay 17 ini, kurang
tepat terjemahannya.
NIV: ‘Elijah was a man just like us’ (= Elia
adalah seorang manusia sama seperti kita). Ini sama dengan Kitab Suci Indonesia.
NASB: ‘Elijah was a man with a nature like ours’
(= Elia adalah seorang manusia dengan sifat dasar seperti kita).
KJV: ‘Elijah was a man subject to like passions
as we are’ (= Elia adalah seorang manusia yang tunduk pada
perasaan-perasaan yang sama seperti kita).
Kata Yunani yang digunakan adalah HOMOIOPATHES, dan dalam Inter-linear Greek - English diterjemahkan ‘of like feeling’ (= dengan perasaan yang sama / serupa).
Tetapi Tasker
(Tyndale) mengatakan:
“The distinctive Greek word used here means literally ‘suffering the same things’, homoiopathes, i.e. inheriting the same nature, subject to the same emotions, and liable to the same weaknesses. ‘Passions’ perhaps narrows the meaning too much; and the rendering of the R.S.V., following R.V. margin, ‘of like nature with ourselves’ is preferable” (= Kata Yunani khusus yang digunakan di sini secara hurufiah berarti ‘mengalami hal-hal yang sama’, HOMOIOPATHES, yaitu mewarisi sifat dasar yang sama, tunduk kepada perasaan / emosi yang sama, dan bisa terkena kelemahan yang sama. ‘Perasaan’ mungkin terlalu menyempit-kan artinya; dan terjemahan dari R.S.V., mengikuti catatan tepi dari A.V., ‘dari sifat dasar yang mirip dengan diri kita sendiri’ lebih baik).
A. T. Robertson mengatakan bahwa kata ini terdiri dari 2 kata Yunani yaitu HOMOIOS dan PASCHO. Artinya adalah ‘suffering the like with another’ (= mengalami yang sama / serupa dengan yang lain).
Kata Yunani HOMOIOPATHES hanya digunakan 2 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Yak 5:17 dan Kis 14:15. Dalam Kis 14 itu, Paulus dan Barnabas melakukan mujijat sehingga lalu diperlakukan sebagai dewa, dan orang banyak mau memberikan persembahan korban untuk mereka, maka mereka berseru dalam Kis 14:15 (KJV): “Sirs, why do ye these things? We also are men of like passions with you” (= Tuan-tuan, mengapa kamu melakukan hal-hal ini? Kami juga adalah manusia dengan perasaan yang sama / serupa dengan kamu).
Thomas Manton mengomentari kata HOMOIOPATHES dalam Kis 14:15 ini dengan mengatakan: “It is put there for whatever differenceth man from the divine nature” (= Itu diletakkan di sana untuk apapun yang membedakan manusia dengan Allah).
Jadi, pada
waktu HOMOIOPATHES ini digunakan terhadap Elia, menunjuk-kan bahwa Elia
bukanlah makhluk ilahi atau setengah Allah, bahkan bukan seorang superman
rohani! Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, ia juga adalah manusia
berdosa seperti kita, ia juga mempunyai kecondongan kepada dosa seperti kita,
ia juga mempunyai perasaan-perasaan yang sama seperti kita, dan juga mengalami
hal-hal yang sama dengan kita. Karena itu dalam 1Raja 19:3 dikatakan bahwa
Elia juga merasa takut (Catatan: takutnya Elia di sini diperdebatkan),
dan dalam 1Raja 19:4 Elia merasa putus ada / frustrasi / depresi sehingga
minta mati.
Pada waktu ia berdoa / mau berdoa, mungkin sekali Elia juga dipengaruhi oleh keraguan, ketidakpercayaan, kemalasan, dsb, tetapi ia berhasil meng-atasi semua itu dan berdoa dengan sungguh-sungguh sehingga menghasil-kan jawaban doa yang luar biasa.
Saya yakin ini tidak hanya berlaku untuk Elia saja, tetapi juga untuk semua orang-orang saleh / kudus dalam Kitab Suci, seperti Abraham, Ayub, Daud, Paulus, Petrus dsb. Bagian ini penting, karena kalau kepada kita ditunjukkan teladan dari orang-orang kudus itu, misalnya Ayub, maka kita cenderung berpikir bahwa ia adalah seorang ‘superman rohani’, dan kita tidak seperti dia, sehingga tentu saja tidak bisa menirunya / meneladaninya!
Thomas
Manton:
“God’s eminent children are men of like passions with us ... they are all troubled with a naughty heart, a busy devil, and a corrupt world. We are all tainted in our originals, and infected with Adam’s leprosy ... Many times there are notorious blemishes in the lives of the saints; they are of the same nature with others, and have not wholly divested and put off the interests and concernments of the flesh and blood. ... Constancy and continuance in sin would deny them saints, and an uninterrupted continuance in holiness would deny them men. Well, then, God’s children, that travail under the burden of infirmities, may take comfort; such conflicts are not inconsistent with faith and piety ... When we partake of the divine nature we do not put off the human; we ought to walk with care, but yet with comfort” (= Anak-anak Allah yang terkenal adalah manusia dengan perasaan yang sama seperti kita ... mereka semua diganggu oleh hati yang nakal, setan yang sibuk, dan dunia yang rusak. Kita semua ternoda dari semula, dan tertular oleh penyakit kustanya Adam ... Seringkali ada cacat yang terkenal buruk dalam hidup orang-orang kudus; mereka mempunyai sifat dasar yang sama dengan orang yang lain, dan belum sepenuhnya bebas dan menanggalkan kesenangan dan perhatian dari daging dan darah. ... Jika mereka terus ada dalam dosa maka mereka bukan orang kudus, dan jika mereka terus menerus ada dalam kesucian maka mereka bukan manusia. Jadi, anak-anak Allah, yang menderita di bawah beban kelemahan, boleh merasa terhibur; konflik seperti itu bukannya tidak konsisten dengan iman dan kesalehan ... Pada waktu kita mengambil bagian dari sifat ilahi kita tidak melepaskan sifat manusia; kita harus hidup dengan hati-hati, tetapi juga dengan senang).
Thomas Manton
juga menganggap bahwa ay 17 ini menentang adanya orang suci seperti dalam
Roma Katolik, yang menganggap mereka sebagai sete-ngah allah, karena Kitab Suci
mengatakan bahwa mereka sama seperti kita.
Ay 16b
versi Kitab Suci Indonesia berbunyi: ‘Doa orang yang benar, bila
dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya’. Tetapi kata-kata
‘bila dengan yakin didoakan’ sebetulnya salah terjemahan.
TB2-LAI: ‘Doa
orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya’.
NIV: ‘The prayer of a righteous man is powerful and
effective’ (= Doa orang yang benar, berkuasa dan efektif).
‘Berkuasa’ dan ‘efektif’ memang berhubungan, karena doa tidak mungkin bisa berkuasa kalau tidak efektif. Tetapi 2 kata itu tetap berbeda artinya. ‘Berkuasa’ menunjukkan bahwa doanya bisa melakukan hal-hal yang besar, sedangkan ‘efektif’ menunjukkan bahwa doanya dikabulkan oleh Allah.
Sebagai contoh
dari doa orang benar yang berkuasa dan efektif ini, ay 17-18 lalu
menceritakan tentang Elia dan doanya. Memang doa Elia berkuasa dan efektif.
Dengan doanya ia:
·
menghentikan hujan selama 3 1/2 tahun
(ay 17b)
·
menurunkan hujan (ay 18 1Raja 18:42-45).
·
menurunkan api dari langit
(1Raja 18:36-38).
·
menghidupkan kembali anak janda di Sarfat
(1Raja 17:17-24).
· dsb.
Bukan hanya
Elia yang melakukan hal-hal besar melalui kuasa doa. Kuasa doa yang luar biasa
juga terlihat dalam:
¨
kasus Musa yang berdoa untuk Israel yang sedang
berperang (Kel 17:8-13).
¨
kasus matahari yang berhenti atas doa Yosua (Yos
10:12).
¨ kasus matahari yang mundur atas permintaan Hizkia (2Raja 20:9-11).
Barnes’ Notes: “prayer moves the arm that moves the world” (= doa menggerakkan lengan yang menggerakkan dunia).
Karena itu apapun problem saudara, dan berapapun besar dan hebatnya problem saudara, berdoalah! Tidak ada yang mustahil bagi Allah.
Tetapi dalam
hal ini perlu diberi satu catatan, yaitu: ini tidak berarti bahwa doa bisa mengubah
kehendak / rencana Tuhan (1Yoh 5:14
Yer 7:16 Yer 15:1 Yer 14:11 Yeh 14:14,16,18,20). Juga lihat waktu
Abraham berdoa untuk Sodom dan Gomora (Kej 18:16-33). Karena itu pada waktu
berdoa kita tetap harus meniru teladan Yesus yang tunduk pada kehendak Bapa
(Mat 6:10 Mat 26:39,42).
Pulpit Commentary: “God is more ready to give than we to pray” (= Allah lebih bersedia dalam memberi dari pada kita dalam berdoa).
Tetapi dalam kenyataannya, doa kita sering tidak dijawab, sehingga kita menjadi malas berdoa. Karena itu mari sekarang kita mempelajari bagaimana doa bisa berkuasa dan efektif.
1) Yang berdoa haruslah orang benar (ay 16b).
a) Siapa yang dimaksud dengan ‘orang
benar’?
Pertama-tama ia
haruslah orang yang percaya kepada Kristus.
Ro 5:1 - “Sebab itu, kita
yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh
karena Tuhan kita Yesus Kristus”.
2Kor 5:21 - “Dia yang tidak
mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah”.
Jadi, jangan
bermimpi mau membenarkan diri sendiri melalui usaha sendiri, tanpa Kristus.
Tetapi setelah
kita dibenarkan oleh iman kepada Kristus, kita juga harus menjaga kesucian.
Memang kita tidak mungkin bisa suci, tetapi kita tidak boleh hidup dalam dosa,
karena ini akan kembali meng-halangi doa kita. Kitab Suci memang menekankan
bahwa dosa meng-halangi doa (Bdk. 2Raja 3:1-14 Maz 66:18 Maz 145:18-19 Amsal 15:8,29
Amsal 28:9
Yes 1:15 Yes 59:1-2 Yoh 9:31).
Saya ingin
membahas satu dari ayat-ayat ini yaitu Amsal 28:9 - “Siapa memalingkan
telinganya untuk tidak mendengarkan hukum, juga doa-nya adalah kekejian”.
Penerapan: Kalau tidak mau datang ke Pemahaman Alkitab termasuk ‘memalingkan telinganya dari hukum’ atau tidak? Kalau ya, maka semua yang tidak mau datang ke Pemahaman Alkitab doanya adalah kekejian [NIV: ‘detestable’ (= menjijikkan)]!
Kalau setelah dibenarkan oleh iman kepada Kristus, saudara lalu menjaga dan meningkatkan kesucian, itu bagus. Tetapi awas, ini tidak berarti bahwa kita boleh berdoa dengan merasa diri layak dan lalu datang kepada Tuhan bermodalkan kebaikan diri kita sendiri. Ingat bahwa ‘segala kesalehan kita seperti kain kotor’ (Yes 64:6). Semua kita tidak layak menghadap Allah, dan hanya bisa dilayakkan dan didengar doanya karena jasa penebusan Kristus! Karena itu kita berdoa dalam nama Yesus.
Penerapan: Kalau doa saudara terus menerus tidak didengar, periksalah iman dan kekudusan saudara!
b) Mungkinkah ada orang yang tidak benar
tetapi doanya terkabul?
Pulpit
Commentary: “The prayers of
unrighteous men are sometimes heard (Luke 18:14 2Chron 33:19), but only their prayers for
grace and pardon” [= Doa-doa dari orang-orang yang
tidak benar kadang-kadang didengar (Luk 18:14 2Taw 33:19), tetapi hanya doa-doa mereka
untuk kasih karunia dan pengampunan].
Saya menambahkan lagi satu kemungkinan: orang yang tidak benar, bahkan yang sesat, doanya bisa dikabulkan, tetapi pengabulan doa itu datang dari setan, bukan dari Tuhan. Mengapa setan mau mengabul-kan? Supaya orangnya sesat terus dan akhirnya masuk ke neraka bersama dia!
2) Doanya dinaikkan dengan sungguh-sungguh
(ay 17 - ‘Ia telah ber-sungguh-sungguh berdoa’).
Lit: ‘he prayed in prayer’ (= ia berdoa dalam
doa). Ini adalah suatu ungkapan Ibrani yang artinya ‘ia berdoa dengan
sungguh-sungguh’. Ini sama seperti dalam Luk 22:15 yang terjemahan
hurufiahnya mestinya adalah ‘I desired
with desire’ (= Aku menginginkan dengan keinginan) tetapi artinya adalah
‘Aku sangat menginginkan / merindukan’.
Kesungguhan Elia
dalam berdoa terlihat dalam 1Raja 18:42, dimana sekalipun Ahab makan dan
minum, Elia berlutut dalam doa.
Penerapan: Kalau saudara berdoa, apakah saudara sungguh-sungguh atau asal doa? Atau berdoa dengan pemikiran ‘dikabulkan baik, tidak dikabulkan ya sudah’?
3) Doanya dinaikkan dengan kerendahan hati
(1Raja 18:42).
Padahal Tuhan
sebetulnya sudah menjanjikan hujan dalam 1Raja 18:1, dan Israel sudah
bertobat, tetapi toh pada waktu Elia meminta hujan itu, ia tidak menuntut
supaya Tuhan memberi hujan, tetapi sebaliknya ia berdoa dengan berlutut.
Luk 18:9-14
(perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah)
menunjukkan secara menyolok perbedaan dari orang yang berdoa dengan sombong dan
orang yang berdoa dengan rendah hati!
Penerapan:
Mungkin saudara adalah orang tua / suami, dan anak-anak / istri saudara tunduk
kepada saudara. Tetapi begitu menghadap Tuhan, yang adalah Bapa saudara /
Mempelai laki-laki, saudara adalah anak / mempelai perempuan!
Mungkin saudara
orang kaya, berkedudukan tinggi, dan orang lain meng-hormati / menyanjung
saudara. Tetapi begitu berhadapan dengan Allah yang maha besar, pencipta dan
penguasa langit dan bumi, saudara tidak ada apa-apanya!
Mungkin saudara
adalah orang yang saleh (dibandingkan kebanyakan orang lain), atau mungkin
saudara mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja, tetapi begitu saudara datang
di hadapan Allah yang maha suci, maha tinggi dan maha mulia, saudara najis,
rendah dan hina.
Mungkin saudara
adalah hamba Tuhan / gembala / guru sekolah minggu / guru agama, tetapi begitu
menghadap kepada Tuhan, Dialah yang adalah Gembala / Guru, dan saudara adalah
domba / murid!
Karena itu selalulah datang kepada Tuhan dengan rendah hati, dengan kesadaran bahwa saudara dilayakkan hanya oleh jasa penebusan Kristus!
4) Doanya dinaikkan dengan iman pada janji
Tuhan.
1Raja 18:43-44
menunjukkan iman Elia (bdk. Yak 1:6-7
Mat 21:21-22
Mark 9:23). Tetapi berbeda dengan ‘iman’ jaman ini, yang seringkali
tidak didasarkan atas apapun, iman Elia di sini didasarkan atas janji Tuhan
dalam 1Raja 18:1. Doa yang seperti ini tidak mungkin tidak dikabulkan!
Penerapan: Dalam krisis moneter saat ini selalulah ingat janji Tuhan dalam Mat 6:25-34, khususnya ay 33nya, dan berdoalah berdasarkan janji itu! Tetapi pada saat yang sama jangan lupa / lalai untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, karena itu adalah syaratnya!
5) Doanya dinaikkan dengan tekun (1Raja
18:42-44).
1Raja 18:42-44
jelas menunjukkan ketekunan. Bayangkan, 6 x dia menyuruh bujangnya melihat
tanda-tanda akan adanya hujan, dan tidak ada apa-apa! Kalau kita yang jadi dia,
mungkin kita sudah lama berhenti berdoa. Tetapi Elia terus berdoa dengan tekun
(bdk. Luk 18:1-8 Ef 6:18).
Penerapan: Hal apa yang dahulu saudara doakan berkali-kali, tetapi sekarang tidak lagi, karena saudara putus asa? Pertobatan keluarga? Perbaikan dalam negara dan bangsa kita? Perkembangan /. perbaikan dalam gereja? Mampunya saudara mengatasi dosa / kelemahan tertentu? Minta jodoh? Problem keluarga? Apapun yang saudara minta, jangan berhenti berdoa sampai Allah mengabulkan doa. Saudara hanya boleh berhenti berdoa kalau saudara tahu-tahu sadar bahwa apa yang saudara minta itu tidak baik atau tidak sesuai kehendak Tuhan.
6) Doanya bukan doa yang egois, tetapi sebaliknya berdasarkan kasih.
a) Elia adalah orang yang penuh
dengan kasih, dan ini ia tunjukkan dengan mengasihi Ahab.
1Raja 18:41:
Ahab di suruh makan dan minum, mungkin karena sepanjang hari dalam pertandingan
mendatangkan api itu, ia tidak sempat makan ataupun minum. Ini menunjukkan
bahwa Elia menga-sihi Ahab.
1Raja 18:44: Elia menyuruh Ahab cepat-cepat pulang supaya tidak terhalang hujan. Ini lagi-lagi menunjukkan kasih Elia kepada Ahab.
b) Tidak hujan selama 3 1/2
tahun dimintanya sebagai hukuman untuk Israel, tetapi ini tetap karena kasih
kepada Israel, yaitu supaya Israel bertobat.
Tentang doa minta hukuman untuk orang jahat, Thomas Manton berkata: “It is sometimes lawful to imprecate the vengeance of God upon the wicked. Elias prayed that it might not rain, out of a zeal of God’s glory, and detestation of their idolatry. I confess here we must be cautious; imprecations in scripture were often uttered with a prophetic spirit, and by special impulse and intimation from God. Elijah’s act must not be imitated without Elijah’s spirit and warrant” (= Kadang-kadang diijinkan untuk meminta pembalasan Allah bagi orang jahat. Elia berdoa supaya tidak hujan, karena semangatnya untuk kemuliaan Allah, dan kebencian / kejijikan terhadap penyembahan berhala mereka. Saya mengakui bahwa di sini kita harus berhati-hati; meminta sesuatu yang jelek / hukuman dalam Kitab Suci sering diucapkan dengan suatu roh nubuat, dan oleh suatu dorongan dan isyarat / pemberitahuan dari Allah. Tindakan Elia tidak boleh ditiru tanpa roh / semangat dan pemberian otoritas / kuasa Elia).
Manton
menambahkan lagi:
“There is a great deal of difference between public and private cases. In all private cases it is the glory of our religion to bless them that curse us, ... but in public cases, wherein divine or human right is interverted (?) and disturbed, we may desire God to relieve oppressed innocence, to ‘wound the hairy scalp of evil-doers,’ &c” [= Ada perbedaan besar antara kasus umum dan pribadi. Dalam semua kasus pribadi, merupakan kemuliaan agama kita untuk memberkati mereka yang mengutuk kita, ... tetapi dalam kasus umum, dimana hak ilahi dan manusia di ... (?) dan diganggu, kita boleh menginginkan supaya Allah membebaskan orang tak berdosa yang ditindas, untuk ‘melukai kulit kepala yang berambut dari pembuat-pembuat kejahatan’ dst].
Catatan:
Kutipan di bagian akhir ini diambil dari Psalm 68:21 (Maz 68:22).
Jadi, dalam kasus
pribadi memang tidak boleh ada doa minta hukuman Tuhan. Dalam hal ini kita
harus mentaati / meneladani ayat-ayat seperti Mat 5:38-48 Luk 23:34 Kis 7:60. Dalam Luk 9:51-56, waktu
orang Samaria melarang Yesus dan rombonganNya melewati daerah mereka, Yakobus
dan Yohanes bertanya kepada Yesus apa-kah Ia mau mereka meminta api turun dari
langit untuk membinasakan orang-orang Samaria itu (mungkin mereka mau meniru
Elia dalam 2Raja 1:9-12), tetapi Yesus justru memarahi mereka.
Tetapi dalam kasus umum, seperti dalam perusakan gereja dan penganiayaan orang kristen, atau bahkan dalam aksi penjarahan dan pemerkosaan, maka dimungkinkan adanya doa untuk meminta hukum-an Tuhan.
c) Elia lalu minta berkat (hujan) untuk
mereka.
·
Setelah ada pertobatan dari dosa, barulah Elia
memberikan janji hujan dan berdoa untuk hujan. Pada saat ini Indonesia belum
bertobat dari perusakan / pembakaran gereja (bdk. Komentar Amien Rais, di koran
Surya 23 April 1998 - pembakaran / peru-sakan gereja bukan karena SARA, tetapi
karena frustrasi sosial ekonomi, lalu mengamuk mencari kambing hitam).
Karena itu,
kita tidak seharusnya berdoa supaya bencana-bencana yang menimpa Indonesia
diangkat. Mungkin kita perlu berdoa supaya bencananya makin hebat, misalnya
supaya Amerika mela-kukan embargo ekonomi, supaya Indonesia bertobat!
· Ini menunjukkan bahwa Elia mengasihi Israel. Kalau tidak, sekali-pun mereka bertobat, ia tidak akan minta berkat untuk mereka.
d) Jadi, baik pada waktu minta
tidak ada hujan dan embun, maupun pada waktu minta hujan, Elia berdoa dengan
motivasi yang tidak bersifat egois.
Ia berdoa demi Tuhan dan bangsa Israel, dan bahkan pada waktu berdoa supaya tidak ada hujan, ia sendiri menderita karena keke-ringan / kelaparan yang terjadi!
Pulpit Commentary: “Our prayers for rain or fine weather are often selfish. Elijah only desired the drought, only supplicated for rain, as a means of influencing Israel and advancing God’s work. It is partly the selfishness of our prayers which has led men to question the efficacy of all prayer. If men want to have their own way with the elements, or to make God’s power further their private ends, is it strange if He declines to hear them?” (= Doa kita untuk hujan atau cuaca baik seringkali bersifat egois. Elia hanya menginginkan kekeringan, dan hanya memohon hujan, sebagai suatu cara untuk mempengaruhi Israel dan memajukan pekerjaan Allah. Keegoisan dalam doa merupakan sebagian dari hal yang menyebabkan manusia mempertanyakan keefektifan semua doa. Jika manusia ingin mendapatkan jalan mereka sendiri dengan elemen-elemen itu, atau membuat kuasa Allah memajukan tujuan pribadi mereka, anehkah jika Ia menolak untuk mendengarkan mereka?).
Saya kira kata-kata ini benar. Kalau kita kepanasan, kita minta hujan, tetapi kalau mau pergi ke gereja kita minta cuaca baik. Jadi kita sering minta hujan atau tidak hujan dengan motivasi yang egois! Juga dalam meminta hal-hal yang lain, kita sering meminta dengan sikap egois. Karena itu tidak heran Tuhan tidak mengabulkan doa kita (bdk. Yak 4:3). Karena itu introspeksilah akan keegoisan dalam diri saudara, mintalah ampun atas hal-hal itu, mintalah pengudusan dalam hal itu, supaya saudara bisa berdoa dengan kasih, bukan dengan sikap egois!
Penutup / kesimpulan.Maukah saudara meniru Elia dalam berdoa? Tuhan memberkati saudara.
YAKOBUS 5:19-20
Menyimpang dari kebenaran bisa terjadi dalam 2 hal:
1) Sesat dari kepercayaan / iman.
Dalam 2Tes 2:10, dikatakan bahwa kebenaran harus diterima dan dika-sihi. Ini menyangkut semua doktrin-doktrin dalam kekristenan. Kalau se-seorang menerima doktrin-doktrin itu, tetapi kemudian ia membuangnya, maka ia disebut ‘menyimpang dari kebenaran’ (bdk. 2Tim 2:17-18).
2) Sesat dalam kehidupan (berbuat dosa).
Dalam
Gal 5:7 dikatakan bahwa kebenaran harus ditaati. Ini menyangkut semua
hukum-hukum Tuhan. Kalau seseorang tidak mau mentaatinya, maka ia ‘menyimpang
dari kebenaran’.
Dalam ay 20
ada kata-kata ‘orang berdosa’ dan ‘banyak dosa’. Ini me-nunjukkan bahwa orang
itu menyimpang dari kebenaran dengan jalan berbuat dosa.
Jadi, bisa saja saudara tidak sesat dalam kepercayaan, bahkan bisa saja saudara mempunyai kepercayaan yang sangat baik dan pengertian yang benar tentang banyak doktrin-doktrin penting dalam kekristenan, tetapi saudara tetap adalah orang yang menyimpang dari kebenaran, karena saudara tidak hidup sesuai dengan Firman Tuhan! Bdk. Wah 2:2-6!
Disamping itu ‘menyimpang dari kebenaran’ bisa dilakukan dengan:
a) Sengaja.
·
Ada banyak orang yang sengaja ‘menyimpang dari
kebenaran’ dalam hal kepercayaan / pengajaran.
Misalnya:
nabi-nabi palsu dari golongan liberal yang tetap mengata-kan ada (atau mungkin
ada) jalan keselamatan di luar Kristus, sekali-pun mereka tahu ayat-ayat
seperti Yoh 14:6 Kis 4:12 1Yoh 5:11-12.
·
Ada banyak orang yang sengaja ‘menyimpang dari
kebenaran’ dalam hal kehidupan.
Misalnya: orang yang sengaja membolos kebaktian, atau menikah dengan orang yang tidak seiman sekalipun ia tahu bahwa hal itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
b) Tidak sengaja.
·
Ada orang yang secara tak sengaja tersesat dalam
hal kepercayaan. Mungkin karena sejak semula sudah ada di lingkungan yang
sesat, dan terbujuk oleh kelihaian setan dan nabi-nabi palsunya dalam
mem-berikan ajaran sesat.
· Ada orang yang secara tak sengaja tersesat dalam hal kehidupan. Mungkin karena kurang pengertian Firman Tuhan, sehingga akhirnya melakukan dosa tertentu, atau mungkin ia melakukan tindakan yang kurang bijaksana, yang akhirnya membawanya ke dalam dosa.
Sekalipun Tuhan
membedakan dosa sengaja dan dosa tidak sengaja, dan sekalipun dosa yang tidak
disengaja hukumannya lebih ringan (bdk. Lukas 12:47-48 Kel 21:12-14), tetapi orang yang
tersesat dengan tidak sengaja ini tetap bersalah dan akan dihukum!
1) Orang yang menyimpang dari kebenaran ini tidak mesti sakit, menderita, dsb. Memang orang yang menyimpang dari kebenaran bisa saja diberi penyakit / penderitaan sebagai hukuman / hajaran Tuhan atas dosa-dosanya, tetapi hal ini tidak selalu terjadi! Bisa saja seseorang menyim-pang dari kebenaran dan ia tetap sehat, kaya, hidup enak dsb. Karena itu, fakta bahwa hidup saudara enak belum / tidak membuktikan bahwa saudara tidak menyimpang dari kebenaran. Mengapa hal ini perlu dite-kankan? Karena ada orang yang terang-terangan hidup dalam dosa (mi-salnya bercerai lalu kawin lagi), tetapi menganggap hidupnya benar karena ‘semua baik-baik saja’.
2) Orang yang menyimpang dari kebenaran ini bisa
adalah orang kristen, dan bisa juga adalah orang kristen KTP.
Adanya kata
‘maut’ dalam ay 20 tidak membuktikan bahwa orang yang menyimpang dari
kebenaran itu adalah orang kristen KTP. Yakobus melihat dari sudut pandang
manusia, dan karena dari sudut pandang manusia tidak diketahui apakah orang
yang menyimpang itu kristen sejati atau tidak, maka ia menggunakan istilah
‘maut’.
Memang orang
kristen yang sejati tidak mungkin sesat dalam hal keper-cayaan yang bersifat
dasari, misalnya bahwa Yesus adalah Allah, Yesus adalah Juruselamat, dsb
(dengan kata lain, kalau seseorang sesat secara dasari, ia pasti adalah orang
kristen KTP. Bdk. 1Yoh 2:18-19
2Yoh 9).
Tetapi orang
kristen yang sejati bisa sesat dalam kepercayaan-keper-cayaan yang tidak
terlalu dasari (bdk. Mat 24:24b). Misalnya, bisa saja ia tidak mempercayai
bagian-bagian tertentu dari Kitab Suci sebagai Firman Allah. Bandingkan dengan
Martin Luther yang menganggap surat Yako-bus ini sebagai ‘surat jerami yang
tidak mempunyai nilai injili’.
Apalagi kalau
kita berbicara tentang kesesatan dalam tindakan. Ini pasti bisa terjadi pada
setiap orang kristen yang sejati.
Allah mengasihi
/ mencari orang yang sesat (Luk 15
Yakobus 5:19-20). Seringkali pada waktu seseorang sesat, khususnya pada
waktu melakukan dosa-dosa yang hebat, maka ia menganggap bahwa Allah tidak
memperdulikan dirinya lagi. Ini adalah dusta iblis kepada orang itu. Allah
tetap mengasihi / mencari orang yang sesat.
Dalam mencari
orang yang sesat, Allah biasanya menggunakan manusia. Perhatikan kata ‘seorang’
dalam ay 19. Memang orang itu sendiri tentu tidak bisa mempertobatkan
orang yang sesat itu. Ia hanya bisa berhasil kalau Allah memakai dia sebagai
alatNya (bdk. 1Kor 3:5-7).
1) Kita harus menyadari bahwa mencari orang yang
sesat adalah tugas setiap orang kristen.
Ini bukan hanya
tugas pendeta, majelis, dsb. Dalam ay 19, Yakobus menggunakan kata
‘seorang’. Ia tidak menggunakan istilah ‘penatua’ seperti dalam ay 14!
Jadi ini juga adalah tugas saudara sekalipun saudara adalah seorang jemaat biasa.
2) Kita harus menyadari kesatuan orang-orang
percaya / Kristen.
Kata
‘saudara-saudaraku’ dalam ay 19, menunjukkan kesatuan dan kasih di antara
orang-orang Kristen.
Dalam Kel 23:4 dan Ul 22:4 dikatakan bahwa kita harus menolong bina-tang milik saudara kita yang tersesat / jatuh. Kalau binatangnya saja harus diperhatikan, apalagi orangnya!
3) Kita harus lebih menekankan jiwa daripada tubuh.
Kata ‘jiwa’ dalam ay 20, memang berarti seluruh orang yang sesat itu, tapi bagaimanapun jelas ada penekanan pada jiwanya. Sesat memang adalah persoalan jiwa / roh. Kita mungkin selalu memperhatikan orang yang menderita secara jasmani, seperti sakit, miskin, dsb. Tetapi, bagaimana perhatian kita kepada orang yang menderita secara jiwa / roh
4) Kita harus menangani kesesatan sedini
mungkin.
Kata-kata ‘banyak dosa’ dalam ay 20 menunjukkan bahwa kesesatan akan makin lama makin hebat. Dosa yang satu menarik orang yang sesat itu pada dosa yang lain, sehingga terjadi ‘banyak dosa’. Karena itu kita tidak boleh menunggu! Tangani orang itu secepatnya.
5) Jangan kecil hati kalau melihat orang yang
sudah sangat bejat.
Kata-kata
‘banyak dosa’ dalam ay 20 bisa menguatkan kita pada waktu kita menghadapi
orang yang sudah sangat bejat. Bukan hanya orang yang melakukan sedikit dosa,
yang bisa kembali kepada Tuhan dan mendapatkan pengampunan. Orang yang
melakukan banyak dosa juga bisa kembali kepada Tuhan dan mendapatkan
pengampunan (bdk. Yesaya 1:18).
Kalau saudara mulai sekarang mau mencari orang yang menyimpang dari kebenaran, maka perlu saudara sadari akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi
1) Saudara bisa ditolak.
Kalau ini terjadi, dan akhirnya orang yang sesat itu terus menuju maut, maka itu bukan salah saudara, karena setidaknya saudara sudah melaku-kan kewajiban saudara (bdk. Yeh 3:18-20).
2) Saudara bisa dibenci.
Galatia 4:16 - “Apakah dengan
mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?”.
Ini perlu diperhatikan oleh orang yang menegur orang yang tersesat, karena ini bisa menjadi pengalamannya pada waktu ia menegur orang yang sesat. Tetapi ayat ini juga perlu diperhatikan oleh orang yang ditegur dari kesesatannya, supaya jangan ia memberikan reaksi secara sama dengan orang-orang itu!
3) Saudara bisa diterima.
Orang yang sesat itu bertobat! Kalau ini terjadi, lalu bagaimana? Per-hatikan ay 20.
a) Orang itu selamat dari maut / neraka.
b) Banyak dosa ditutupi.
Dosa siapa yang
ditutupi itu?
·
Gereja Roma Katolik, menganggap dosa itu sebagai
dosa dari orang yang mempertobatkan.
·
William Barclay juga berpendapat seperti itu. Ia
menulis sebagai berikut: “This
man has not only saved his brother’s soul, he has covered a multitude of his
own sins. In other words, to save another soul is the surest way to save one’s
own” (= Orang ini tidak hanya
menyelamatkan jiwa saudaranya, ia telah menutupi banyak dosanya sendiri. Dengan
kata lain, menyelamatkan jiwa orang lain adalah jalan yang paling pasti untuk
menyelamatkan jiwa sendiri).
Bagaimana
Barclay bisa mengatakan bahwa menyelamatkan jiwa orang lain adalah jalan yang
paling pasti untuk menyelamatkan jiwanya sendiri, padahal Tuhan Yesus maupun
Kitab Suci jelas menyatakan Tuhan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan
(Yoh 14:6 Kis 4:12 1Yoh 5:11-12), adalah sesuatu yang tidak
bisa dimengerti!
·
Origen (185-254 M), mempunyai pandangan
bahwa ada 6 cara yang bisa menyebabkan dosa kita diampuni / ditutupi:
*
Baptisan.
*
Mati syahid.
*
Memberi sedekah.
*
Mengampuni orang lain.
*
Mengasihi.
*
Mempertobatkan orang yang sesat.
Ajaran ini
betul-betul menjadikan kristen sama seperti agama-agama lain yang menekankan
keselamatan karena perbuatan baik!
·
A.T. Robertson mengatakan bahwa sekalipun
ditinjau dari sudut bahasa Yunani, dosa itu bisa ditujukan kepada orang yang
mem-pertobatkan, tetapi ditinjau dari ajaran seluruh Perjanjian Baru, kata-kata
‘banyak dosa’ harus ditujukan untuk orang yang sesat. Jadi, pada waktu ia
bertobat maka dosa-dosanya diampuni.
Pandangan A.T.
Robertson inilah yang harus diterima, sedangkan ke 3 pandangan di atas harus
ditolak karena tidak alkitabiah dan tidak injili. Kita mendapat pengampunan
dosa hanya berdasarkan iman kepada Yesus Kristus, bukan karena perbuatan kita.
Kalau memang kita bisa diampuni karena mempertobatkan orang yang sesat, maka
bisa saja kita selamat / masuk surga tanpa Kristus, dan ini jelas tidak sesuai
dengan ajaran Kitab Suci (bdk. Gal 2:16,21
Ef 2:8-9).https://teologiareformed.blogspot.com/
Maukah saudara mencari orang yang sesat! Maukah saudara, membiarkan Allah memakai saudara untuk mencari orang yang sesat? Ingat bahwa dahulu sau-darapun adalah orang yang tersesat. Kalau sekarang saudara telah kembali dari kesesatan saudara, maka saudara harus menggunakan hidup saudara untuk menolong orang-orang yang masih tersesat.
PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
Yakobus 5:12 tentang sumpah.
Pulpit Commentary mengutip
kata-kata Aben Ezra:
“men swear daily countless times, and then swear that they have not sworn!” (= manusia bersumpah tak terhitung banyaknya setiap hari, dan lalu bersumpah bahwa mereka tidak bersumpah) - hal 70.
Yakobus 5:14 - pengolesan minyak dalam mendoakan orang sakit
Yak 5:14a - ‘Dan doa yang lahir
dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia’.
Adam Clarke: “That is, God will often
make these the means of a sick man’s recovery; but there often are cases where
faith and prayer are both ineffectual” (= Yaitu, Allah akan
sering membuat hal-hal ini sebagai jalan / cara dari pemulihan orang sakit;
tetapi sering ada kasus-kasus dimana iman dan doa keduanya tidak efektif)
- hal 827.
otomotif, gadget |
Penafsiran seperti ini memang
harus diambil, karena kita melihat banyak orang sakit tetapi tidak disembuhkan.
Contoh: Paulus sendiri dengan duri dalam dagingnya (2Kor 12:7-10).
Calvin (tentang Yakobus 5:14):
“It is, indeed, certain that they were not all healed; but the Lord granted this favour as often and as far as he knew it would be expedient; nor is it probable that the oil was indiscriminately applied, but only when there was some hope of restoration. For, together with the power there was given also discretion to the ministers, lest they should by abuse profane the symbol” (= ) - hal 355.
Barnes’ Notes: “‘Shall save the sick, and the Lord shall raise him up.’ This must be understood, as such promises are everywhere, with this restriction, that they will be restored to health if it shall be the will of God; if he shall deem it for the best. It cannot be taken in the absolute and unconditional sense, for then, if these means were used, the sick person would always recover, no matter how often he might be sick, and he need never die. The design is to encourage them to the use of these means with a strong hope that it would be effectual. It may fairly be inferred from this statement: (1) that there would be cases in large numbers where these means would be attended with this happy result; and, (2) that there was so much encouragement to do it that it would be proper in any case of sickness so make use of these means. It may be added, that no one can demonstrate that this promise has not been in numerous instances fulfilled. There are instances, not a few, where recovery from sickness seems to be in direct answer to prayer, and no one can prove that it is not so. Compare the case of Hezekiah, in Isa. 38:1-5. ‘And if he have committed sins, they shall be forgiven him.’ Perhaps there may be a particular allusion here to sins which may have brought on the sickness as a punishment. In that case the removal of the disease in answer to prayer would be an evidence that the sin was pardoned. Compare Matt. 9:2. But the promise may be understood in a more general sense as denoting that such sickness would be the means of bringing the sins of the past life to remembrance, especially if the one who was sick had been unfaithful to his Christian vows; and that the sickness in connection with the prayers offered would bring him to true repentance, and would recover him from his wanderings. On backsliding and erring Christians sickness often has this effect; and the subsequent life is so devoted and consistent as to show that the past unfaithfulness of him who has been afflicted is forgiven” (= ).
Pulpit Commentary tentang ay
15b:
“From
the manner in which this last clause is introduced, it may fairly be inferred
that the sins in question are presumed to have had some connection with the
sickness, and to have been its cause” (= ) -
hal 70.
Mungkinkah bahwa janji kesembuhan
dalam ay 15a ini hanya diberikan kalau penyakit itu berhubungan dengan
dosa / disebabkan oleh dosa? Sesuatu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa
dalam Mark 6:13 pengolesan dengan minyak juga berhubungan dengan dosa (Mark
6:12 - ‘orang harus bertobat’).
Tetapi kalau memang demikian, mengapa contoh doa yang dipakai adalah contoh doanya Elia? Ini tidak cocok.
Pulpit Commentary:
“Josephus mentions that among the remedies employed in the case of Herod, he was put into a sort of oil bath. ... The medicinal use of oil is also mentioned in the Mishna, which thus exhibits the Jewish practice of that day” (= ) - hal 70.
Pulpit Commentary:
“But
in the case before us if, as in these other instances, the oil was used as an
actual remedy, (1) why was it to be administered by the elders? and (2) why is
the healing immediately afterwards attributed to ‘the prayer of faith’? These
questions would seem to suggest that oil was enjoined by St. James rather as an
outward symbol than as an actual remedy” (= ) -
hal 71.
Pertanyaan ini bisa dijawab dengan kutipan dari Adam Clarke di atas. Jadi di sini digunakan doa dan juga ‘natural means’ untuk penyembuhan.
Pulpit Commentary:
“they would ‘anoint’ the sick man ‘with oil.’ Why so? Either because this was the accredited medical panacea in that age (Isa. 1:6; Luke 10:34), or because oil is a symbol of the gracious influences of the Holy Spirit, the Divine Healer (Mark 6:13). If we judge that the anointing was medicinal, the lesson is that in sickness we are to have recourse both to ‘the prayer of faith’ and to the prescriptions of an enlightened pharmacy. If, however, we regard it as symbolical - perhaps the better view - in that case it would remind all parties that the miraculous cures were effected only by the Holy Spirit, whom the Lord Jesus had given” (= ) - hal 81.
Repotnya, kalau kita mengambil pandangan kedua (minyak = simbol), maka kita juga harus beranggapan bahwa karunia kesembuhan sekarang tidak ada lagi.
Pulpit Commentary:
“The gift of healing was granted to the apostles as a temporary aid in the work of founding the Christian Church. At first, before the gospel was sufficiently understood, signs and wonders were as helps to faith. This gift would cease with the death of the last person who had been endowed with it by the last of the apostles. The injunction to use oil as a symbol was, therefore, only temporary” (= ) - hal 81.
Pulpit Commentary:
“oil, which was perhaps the great symbol of medical remedies” (= minyak, yang mungkin adalah simbol yang besar dari obat medis) - hal 89.
Calvin, Clarke, Pulpit, Barnes selesai. SERI KHOTBAH SURAT YAKOBUS