SERI KHOTBAH SURAT YAKOBUS

Pdt.Budi Asali, M.Div.
SURAT YAKOBUS 1:1-2

I) Diri Yakobus.


1) Siapakah Yakobus ini

a)   Ia bukanlah Yakobus saudara Yohanes (anak Zebedeus), karena Ya-kobus yang ini mati dibunuh oleh Herodes dalam Kisah Para Rasul 12:2.

SERI KHOTBAH SURAT YAKOBUS
health, otomotif

b) Ia adalah saudara tiri (setengah saudara) Tuhan Yesus (Matius 13:55), anak Yusuf dan Maria.

Catatan:

· Untuk menjaga / melindungi doktrin mereka tentang keperawanan yang abadi dari Maria, maka Gereja Roma Katolik menafsirkan Mat 13:55 ini dengan mengatakan bahwa Yakobus ini bukanlah sauda-ra Yesus, tetapi saudara sepupu Yesus.

Tetapi perlu diketahui bahwa bahasa Yunani mempunyai istilah lain untuk ‘saudara sepupu’ [seperti yang digunakan dalam Kolose 4:10. Terjemahan ‘kemenakan’ dalam Kol 4:10 versi Kitab Suci Indonesia ini salah, karena seharusnya adalah ‘saudara sepupu’ (NIV: cousin)]. Sedangkan dalam Mat 13:55 ini tidak digunakan istilah ‘saudara sepupu’, tetapi ‘saudara’.

· Kemungkinan yang lain yang sering diajukan, ialah bahwa Yako-bus adalah anak Yusuf dari istri pertamanya (sebelum menikah dengan Maria). Tetapi ini juga adalah sesuatu yang tidak berdasar, karena Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa sebelum meni-kah dengan Maria, Yusuf sudah pernah menikah.

Saya sendiri beranggapan bahwa kita tidak perlu mempertahankan keperawanan dari Maria, setelah ia melahirkan Yesus. Memang keperawanan ini dibutuhkan sampai ia melahirkan Yesus, karena kalau tidak, maka Yesus bukan hanya manusia biasa, tetapi Ia juga adalah manusia berdosa, sehingga Ia tidak bisa menjadi Juruselamat / Penebus dosa kita. Tetapi setelah Yesus lahir, sedikitpun tidak ada perlunya / gunanya kita mempertahankan keperawanan dari Maria. Kitab Suci memang mengajarkan kelahiran Kristus dari seorang perawan, tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan keperawanan abadi dari Maria! Jadi, saya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘saudara-saudara Yesus’ dalam Mat 13:55 adalah anak-anak Yusuf dan Maria.

2)   Yakobus ini baru bertobat setelah Yesus bangkit dari antara orang mati (bdk. Yohanes 7:5  1Korintus 15:7).

Hubungan darah dengan Yesus, dan juga penge­nalannya secara jasmani terhadap Yesus, justru menjadi peng­halang baginya untuk percaya kepa-da Yesus. Sukar baginya untuk menerima bahwa kakak tirinya yang dari kecil bersama-sama dengan dia, ternyata adalah Juruselamat / Mesias / Anak Allah sendiri. Tetapi setelah Yesus bangkit dari antara orang mati, akhirnya ia percaya kepada Yesus.

3)   Ia adalah Yakobus yang sama dengan Yakobus yang ada dalam Galatia 2:9 dan Kis 15:13.

Dari kedua bagian Kitab Suci ini terlihat dengan jelas bahwa akhirnya Yakobus menjadi pimpinan dalam gereja abad pertama (di Yerusalem).

4)   Tradisi (cerita turun temurun secara lisan) mengatakan bahwa Yakobus ini adalah orang yang jujur, saleh, tidak minum anggur, dan tidak makan daging.

Lututnya menjadi tebal karena banyaknya ia berlutut dalam doa (banding-kan dengan lutut yang mulus dari kebanyakan orang kristen karena tidak pernah berdoa!).

Dan ia akhirnya dibunuh (mati syahid) dengan dilempar dari atap Bait Su-ci, lalu kepalanya dipukul dengan pentungan, karena ia tidak mau mem-bujuk orang-orang Kristen untuk meninggalkan doktrin tentang Kristus.

Catatan: dalam ‘The New Bible Dictionary’ (hal 597) dikatakan bahwa Yakobus saudara Tuhan Yesus ini mati karena dirajam di tangan Imam Besar Ananus. Tetapi ‘The International Standard Bible Encyclopedia’ (vol II, hal 959) mengatakan bahwa banyak orang berontak karena perajaman itu (sehingga rupanya perajaman itu batal atau setidaknya tidak sampai membunuhnya). Akhirnya ia dilemparkan dari puncak Bait Allah, dan karena masih hidup, ia lalu dirajam dengan batu sampai mati.

II) Sebutan Yakobus bagi dirinya sendiri.

1)   Ia tidak menyebut dirinya ‘saudara / adik Tuhan Yesus’, tetapi ‘hamba Tu-han Yesus’ (ay 1).

a)   Ini menunjukkan kerendahan hati Yakobus! Bayangkan kalau saudara adalah adik Tuhan Yesus, apakah saudara tidak memamerkan hal itu kepada seadanya orang?

Penerapan: Kalau dalam diri atau hidup saudara ada sesuatu yang menyebabkan saudara dipuji atau dihormati orang (seperti gelar yang tinggi, nilai yang bagus, sekolah yang top, kemam­puan tertentu, kekayaan, perhiasan, jabatan, anggota keluarga yang hebat dsb), apakah hal itu saudara tonjol­kan?

b)   Ini menunjukkan bahwa hubungan rohani dengan Yesus (‘hamba’) le-bih penting dari pada hubungan darah / jasmani dengan Tuhan Yesus (‘adik / saudara’).

Penerapan: Apakah saudara sering mempunyai keinginan untuk hidup di Palestina pada jamannya Tuhan Yesus agar saudara bisa bertemu muka dengan Yesus secara jasmani? Ingatlah bahwa hal seperti itu sebetulnya sama sekali tidak penting! Yang penting adalah: apakah saudara pernah bertemu dengan Yesus secara rohani?

2)   Ia tidak menyebut dirinya ‘rasul’, padahal dari Galatia 1:19 bisa disimpulkan bahwa ia adalah rasul.

Yakobus tidak perlu menyebut dirinya sebagai rasul, karena otoritasnya sebagai rasul / sokoguru jemaat tidak diragukan lagi. Paulus sering me-nyebut dirinya sebagai rasul (misalnya dalam 1Korintus 1:1), karena kerasul-annya sering diragukan.

Penerapan: Apakah saudara sering membanggakan jabatan sauda­ra (baik jabatan gereja maupun jabatan sekuler) kepada orang-orang di sekitar saudara?

3)   Ia menyebut dirinya sebagai ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’.

a)   Kata ‘hamba’ lagi-lagi menunjukkan kerendahan hati Yako­bus. Ia ada-lah seorang rasul, sokoguru gereja, tetapi ia menyebut dirinya ‘ham-ba’!

Penerapan: Apakah saudara adalah seorang pengurus, guru sekolah minggu, ketua komisi atau majelis atau bahkan pendeta dalam suatu gereja / dosen sekolah theologia, janganlah sombong karena kedudukan itu. Sadarilah bahwa di hadapan Tuhan, saudara tetap adalah hamba!

b)   Sebetulnya, sekalipun sebutan ‘hamba’ itu merendahkan, tetapi dalam arti tertentu sebutan ini juga meninggikan dan memberikan otoritas tertentu, karena Yakobus (dan juga kita) bukan sekedar merupakan ‘hamba manusia’, tetapi ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’!

c)   Kata ‘hamba’ berbeda artinya dengan ‘pelayan’. Seorang ‘pelayan’ masih mempunyai hak atas kehidupan dan dirinya sendiri dan ia boleh saja pindah kerja dan mencari majikan yang lain. Tetapi seorang ‘ham-ba’ menunjukkan ketaatan, penyerahan dan kesetiaan total! Seorang hamba tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hanya untuk tuannya.

Penerapan: Apakah saudara hidup sebagai seorang hamba dalam hubungan saudara dengan Tuhan? Atau sebagai seorang pelayan yang merasa punya hak-hak tertentu atas diri dan kehidupan saudara sendiri? Atau bahkan sebagai seorang boss, yang selalu ingin memerintah / mendikte / memaksa Tuhan untuk menuruti keinginan saudara?

d)   Kata ‘hamba’ bisa mempunyai arti negatif kalau obyeknya salah.

Misalnya: hamba uang, hamba manusia, hamba dosa, hamba setan dsb. Tetapi Yakobus mempunyai obyek yang benar. Ia adalah hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus!

Penerapan: Janganlah memperhambakan diri pada obyek yang salah, baik itu pekerjaan, uang, manusia, setan, dosa, hobby / kesenangan tertentu, study dsb! Juga, janganlah mengga­bungkan obyek yang salah dan yang benar, seperti yang dilakukan oleh para penganut Theologia Kemakmuran! Saudara tidak bisa menggabungkan Tuhan dengan dunia (Yakobus 4:4), atau Tuhan dengan uang (Matius 6:24).

e)   Ia adalah ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’.

Ia adalah hamba Allah karena Allah yang menciptakannya. Ia adalah hamba Tuhan Yesus Kristus, karena Yesus sudah menebus / membeli dia dengan darahNya.

Jadi sebetulnya semua orang harus memperhambakan diri kepada Allah, karena Allah adalah Pencipta diri mereka. Tetapi orang kristen harus memperhambakan diri kepada Allah secara dobel, karena kita bukan hanya diciptakan oleh Allah tetapi juga telah ditebus oleh Yesus dari dosa-dosa kita! Apakah saudara menyadari hal itu? Dan apakah saudara betul-betul memperhambakan diri kepada Allah?

f)    Kedua istilah ini (‘hamba Allah’ dan ‘hamba Tuhan Yesus Kristus’) di-jadikan satu karena memang tidak bisa dipisah­kan. Kitab Suci me-mang mengajar bahwa orang yang menjadi hamba Allah, harus menjadi hamba Yesus dan demikian juga sebaliknya (bdk. Yoh 5:23  15:23).

Bandingkan dengan agama-agama lain yang mengakui / meng­hormati / mempercayai Allah, tetapi tidak mengakui / menghormati / mem-percayai Yesus!

III) Penerima surat Yakobus.

Surat ini ditujukan kepada ‘ke 12 suku di perantauan’ (Yakobus 1:1). Istilah ‘12 suku’ menunjuk kepada orang Yahudi, sedangkan istilah ‘di peran­tauan’ menunjuk-kan bahwa mereka hidup di luar Palestina. Ini cocok dengan panggilan Yakobus sebagai rasul untuk orang bersunat / orang Yahudi (Galatia 2:9). Dari semua ini bisa disim­pulkan bahwa Yakobus menujukan suratnya kepada orang-orang kristen Yahudi yang tersebar di luar Israel / Palestina.

Mengapa 12 suku ini tersebar? Saya berpendapat bahwa mereka tersebar sebagai hukuman / hajaran Tuhan atas dosa mereka.

Bukti / dasar pandangan ini:

1)   Tuhan memang sering mengusir / menyebarkan orang-orang yang ber-dosa dari suatu tempat tertentu.

Contoh:

·         Allah mengusir Adam dan Hawa keluar dari taman Eden karena dosa mereka (Kej 3:23-24).

·         Allah menyebarkan orang-orang pada jaman menara Babel karena dosa mereka (Kejadian 11:1-9). 

Catatan: Awas! Ini tidak berarti bahwa setiap orang yang diusir / tersebar dari suatu tempat, pasti mengalami hal itu karena dosanya! Bandingkan dengan Mark 5:17 yang menunjukkan diusirnya Yesus, dan juga dengan Yoh 9:34 yang menunjukkan diusirnya orang buta yang telah disembuh-kan oleh Yesus, padahal mereka ini tidak bersalah.

2)   Tuhan berjanji kepada bangsa Israel bahwa mereka akan diberkati di Israel kalau mereka taat (Ulangan 28:1-14), tetapi Tuhan juga berkata (memberi ancaman) bahwa kalau mereka berdosa, mereka akan dikutuk dan dise-rakkan ke antara segala bangsa dari ujung bumi ke ujung bumi (Ulangan 28:15-66). Bangsa Israel terus berdosa sehingga akhirnya Tuhan betul-betul menyerakkan mereka:

·         Tuhan membuang Israel ke Asyur pada tahun 722 SM.

·         Tuhan membuang Yehuda ke Babel pada tahun 587 SM.

Ini menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah orang yang suka main ‘gertak sambel’ belaka! Karena itu janganlah main-main dengan ancaman-an-caman yang ada dalam Firman Tuhan!

3)   Juga dalam Kis 8:1-dst, karena orang-orang kristen Yahudi tidak mau menyebar untuk memberitakan Injil (ini merupakan ketidak-taatan terha-dap perintah Tuhan Yesus dalam Kis 1:8), maka Tuhan memberikan penganiayaan di Yerusalem, yang memaksa mereka untuk menyebar dan memberitakan Injil.

Sekalipun orang-orang kristen Yahudi ini tersebar sebagai hajaran Tuhan atas dosa mereka, dan sekalipun mereka dibenci oleh orang Yahudi maupun oleh bangsa-bangsa lain yang tidak kristen, tetapi Allah tetap memperhatikan dan mengasihi mereka. Ini Ia tunjukkan dengan menggunakan Yakobus untuk menulis surat / Firman Tuhan kepada mereka.

Penerapan:

·         Apakah saudara sering merasa bahwa Allah tidak memperhati­kan / me-ngasihi saudara karena saudara merasa bahwa saudara sudah berdosa kepada Tuhan? Itu salah! Bagaimanapun berdo­sanya saudara, asal sau-dara adalah orang kristen yang sungguh-sungguh, saudara pasti tetap diperhatikan / dika­sihi oleh Allah. Ingat bahwa Allah mengasihi saudara bukan karena adanya sesuatu yang baik dalam diri saudara, tetapi karena Ia memang adalah kasih dan Ia memilih untuk menga­sihi saudara! (Awas! Jangan menganggap hal ini sebagai suatu ijin untuk terus berbuat dosa!).

· Apakah saudara merasakan / menyadari bahwa kalau saudara masih bisa mendengar / belajar / mendapatkan Firman Tuhan, itu adalah bukti kasih Tuhan kepada saudara? Karena itu jangan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendengar / belajar Firman Tuhan, baik dalam Kebaktian maupun dalam Pemahaman Alkitab!

IV) Sebutan bagi penerima surat.

1)   Yakobus menyebut mereka ‘saudara-saudaraku’ (Yakobus 1: 2).

Ini lagi-lagi menunjukkan kerendahan hati Yakobus. Ia menganggap semua orang kristen itu sederajad dengan dirinya! Kalau jabatan saudara dalam gereja menyebabkan saudara merasa diri saudara lebih tinggi dari orang kristen yang lain, bertobatlah dan belajarlah dari sikap Yakobus ini untuk menjadi rendah hati!

2)   Pada waktu Yakobus menyebut mereka dengan sebutan ‘saudara’, itu bukanlah sebutan kosong, tetapi ia betul-betul mengasihi mereka sebagai saudara (Yakobus 1:16).

Penerapan: Gampang bagi kita untuk sekedar menyebut sesama orang kristen dengan sebutan ‘saudara’. Juga gampang bagi kita untuk menyanyikan lagu ‘dalam Yesus kita bersaudara’, bergandengan tangan sambil menyanyi, dsb. Tetapi apakah saudara betul-betul mengasihi sesama saudara seiman saudara? Atau apakah saudara sering mem-punyai rasa iri hati, tidak senang, sentimen terhadap saudara seiman, bersikap acuh tak acuh terhadap saudara seiman, atau menyebarkan gossip / fitnah tentang saudara seiman? Maukah saudara bertobat dari hal-hal itu, dan mulai saat ini betul-betul mengasihi orang-orang kristen yang lain sebagai saudara?

Illustrasi:

Ada 2 bersaudara yang sama-sama adalah petani dan mempunyai sawah yang bersebelahan. Yang sulung sudah berkeluarga sedang yang bungsu masih membujang. Suatu hari mereka berdua panen gandum, dan hasil tahun itu betul-betul hebat.

Yang bungsu lalu berpikir: ‘Kakakku sudah berkeluarga, dan karena itu pasti mempunyai lebih banyak kebutuhan dari aku. Aku akan memberikan sekarung gandum kepadanya dengan diam-diam’. Karena itu, malam itu dengan diam-diam ia mengambil sekarung gandum dari lumbungnya dan membawanya ke lumbung kakaknya.

Tetapi diluar sepengetahuannya, kakaknya juga berpikir: ‘Adikku sedang mencari pacar, dan pasti membutuhkan banyak uang. Aku akan membe-rikan sekarung gandum kepadanya dengan diam-diam’. Dan pada malam yang sama ia mengambil sekarung gandum dari lum­bungnya dan mele-takkannya di lumbung adiknya.

Besoknya, mereka sama-sama merasa heran karena gandum mereka tidak berkurang jumlahnya. Dan karenanya malam itu mereka sama-sama melakukan lagi hal itu, dan besoknya mereka sama-sama keheranan lagi karena jumlah karung gandum mereka ternyata tidak berkurang.

Malam itu, untuk ketigakalinya mereka sama-sama melakukan hal yang sama, dan pada saat mereka sama-sama sedang memikul karung gan-dum itu, bertemulah mereka. Maka berakhirlah misteri tentang tidak ber-kurangnya karung gandum mereka, dan mereka lalu saling berangkulan karena mereka sadar bahwa mereka saling mengasihi.

Maukah saudara mengasihi saudara seiman saudara dengan cara seperti itu?

YAKOBUS 1:2-8

I) Pencobaan.

1)   Kata ‘pencobaan’ dalam Kitab Suci mempunyai bermacam-macam arti:

a)   Sesuatu yang dimaksudkan untuk menjatuhkan kita; ini datang dari setan. Misalnya:

·         pencobaan di padang gurun terhadap diri Yesus (Matius 4:1-11).

·         pencobaan dalam Yakobus 1:13.

b)   Sesuatu yang dimaksudkan untuk menyucikan, mengangkat, dan menguatkan kita; ini datang dari Tuhan, dan biasanya / seharusnya disebut ‘ujian’.

c)   Gabungan a) dan b).

Misalnya: dalam kasus Ayub. Setan, dengan ijin Tuhan, menyerang Ayub dengan menggunakan bermacam-macam hal dan bertujuan untuk menjatuhkan Ayub ke dalam dosa. Tetapi pada saat yang sama, Tuhan menggunakan semua itu untuk menguat­kan Ayub.

Dalam Yakobus 1:2 ini, pencobaan yang dimaksud adalah pencobaan dalam arti yang ke 2 (point b di atas).

Ini terlihat dari Yakobus 1:2-4: “(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (4) Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun”.

Pencobaan / ujian ini datang dalam bentuk kesukaran-kesukaran / penderitaan-penderitaan.

2)   Orang kristen pasti mengalami / menghadapi kesukaran.

Saat ini ada banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita menjadi orang kristen yang sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong / memberkati kita dalam segala hal, baik dalam kesehatan, keuangan, pekerjaan, study dsb, sehingga jalan kita menjadi mulus dan enak!

Ajaran seperti itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci. Coba bandingkan dengan Mat 7:13-14 dimana jalan orang yang mengikut Kristus tidak digambarkan dengan jalan yang lebar, tetapi justru dengan jalan yang sempit, yang jelas menggam­barkan jalan yang penuh dengan kesukaran!

Juga bandingkan dengan surat Yakobus yang sedang kita pela­jari ini! Dalam Yak 1:1 kita sudah mempelajari bahwa Yakobus menuliskan surat ini untuk orang Yahudi kristen yang tersebar di luar Palestina. Mereka terpencar dan mereka dibenci baik oleh orang Yahudi yang non kristen, maupun oleh orang / pemerintahan Romawi! Jelas sekali mereka menghadapi kesukaran / penderitaan!

Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:

·         Kis 14:22 - “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.

·         Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.

Ada seseorang yang mengatakan: “Allah mempunyai satu Anak yang tidak pernah berbuat dosa (yaitu Yesus), tetapi Ia tidak pernah mempunyai anak yang tidak menderita”.

Penerapan: Kalau dalam hidup saudara relatif tidak ada kesukaran, maka mungkin sekali saudara bukan anak Allah. Atau, mungkin saudara adalah anak Allah yang hidup berkompromi dengan dunia! Sebaliknya, kalau hidup saudara penuh dengan kesukaran dan penderitaan, jangan terlalu cepat mengira bahwa ada dosa dalam hidup saudara. Memang bisa saja karena adanya dosa dalam hidup kita, kita lalu dihajar oleh Tuhan dengan bermacam-macam kesukaran. Tetapi tidak harus demikian. Tuhan bisa memberi kesukaran / penderitaan, bukan karena kita berdosa, tetapi karena Ia mau menguji kita.

3)   Macam pencobaan / kesukaran yang dihadapi orang kristen.

Ay 2 mengatakan berbagai-bagai pencobaan’.

Jadi, pencobaan / kesukaran itu bisa banyak sekali dan datang dalam bermacam-macam bentuk seperti problem ekonomi, pekerjaan, kesehatan, keluarga, study, perjodohan, pergaulan, pelayanan dsb.

Problem itu bisa merupakan problem yang terduga, maupun yang tidak terduga. Problem yang tidak terduga ini secara implicit ditunjukkan oleh kata ‘jatuh’ dalam ay 2.

II) Fungsi pencobaan / kesukaran bagi orang kristen.

1)   Untuk menghasilkan ketekunan.

Yakobus 1:3: “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan”.

a)         Apakah yang dimaksud dengan ‘ketekunan’ di sini?

NIV: perseverance (= ketekunan).

NASB: endurance (= ketahanan / kesabaran).

Dalam bahasa Yunani digunakan kata HUPOMONE yang berarti ‘kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.

Kalau saudara mengalami penderitaan / kesukaran, ada bebera­pa macam sikap yang bisa saudara ambil:

·         Saudara bisa menjadi marah, jengkel, bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau bahkan murtad. Ini jelas bukan ketekunan.

·         Saudara bertahan, tetapi bertahan secara pasif / diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini memang masih lebih baik dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum termasuk ketekunan seperti yang dimaksudkan dalam ay 2.

·         Saudara tetap bersuka cita, memuji / bersyukur kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan.

Contoh:

*        Paulus dan Silas, yang baru saja dicambuki, dan sedang dipasung dalam penjara.

Kis 16:25 - “Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka”.

*        nabi Habakuk.

Habakuk 3:17-18 - “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku”.

Inilah ketekunan yang dimaksud dalam ay 2 ini.

Yang mana yang menjadi sikap saudara pada waktu saudara mengalami penderitaan / kesukaran? Kalau selama ini saudara lebih sering bersikap salah, maukah saudara, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya?

b)         Ketekunan seperti ini adalah sesuatu yang penting sekali, karena:

·         Ketekunan ini memungkinkan kita untuk bertahan sampai akhir di dalam kita mengikut Yesus. Tanpa ketekunan seperti ini, kita bisa menjadi seperti orang yang termasuk golongan tanah berbatu, yang bertahan hanya sebentar saja lalu murtad (Mat 13:5-6,20-21).

·         Ketekunan seperti ini bisa mempengaruhi dunia.

Kalau kita hanya bisa bertahan secara pasif dalam meng­hadapi kesukaran, itu tidak mengherankan orang. Tetapi kalau kita bisa tetap bersukacita, bersyukur dan memuji Tuhan, bahkan bisa tetap bersemangat melayani Tuhan di tengah-tengah kesukaran dan segala macam penderitaan, maka kita bisa membuat orang dunia menjadi heran sehing­ga mereka mau mempelajari rahasia sukacita tersebut, bahkan mau mengikut Kristus.

c)   Ketekunan seperti ini tidak mungkin bisa didapatkan kalau kita tidak mengalami kesukaran (bdk. ay 3).

Illustrasi: Seorang pendeta muda meminta seorang pendeta tua untuk mendoakannya supaya ia mempunyai ketekunan. Mereka lalu berdoa bersama-sama, dan pendeta tua itu memimpin dalam doa. Ternyata pendeta tua itu sama sekali tidak menying­gung tentang ‘ketekunan’ dalam doanya. Sebaliknya ia berdoa supaya Tuhan memberikan segala macam kesukaran dan penderitaan kepada pendeta muda itu. Ini membuat pendeta muda itu menjadi marah dan menegur pendeta tua itu. Tetapi pendeta tua itu lalu berkata: ‘satu-satunya jalan untuk mendapatkan ketekunan adalah dengan melalui penderitaan / kesukaran!’

Penerapan: Karena itu, janganlah marah / memberontak kepada Tuhan, kalau Ia menempatkan saudara dalam berbagai macam kesukaran / penderitaan. Ia sedang membentuk saudara supaya menjadi orang yang tekun!

2)   Untuk menyucikan orang kristen (Yakobus 1: 4).

Ay 4 menunjukkan tujuan pemberian kesukaran itu, yaitu ‘supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan sesuatu apapun’.

Jangan menafsirkan kata-kata ‘tak kekurangan sesuatu apapun’ ini secara jasmani, sehingga lalu menuju pada Theologia Kemakmuran. Kata-kata ini harus diartikan secara rohani, karena kata-kata ‘sempurna dan utuh’ juga bersifat rohani! Sama seperti emas harus dibakar supaya menjadi murni, dan pohon anggur harus dibersihkan / dipangkasi supaya lebih banyak berbuah (bdk. Yoh 15:2b), maka orang kristen harus mengalami kesukaran supaya hidupnya bisa disucikan.

Karena ada bermacam-macam dosa yang harus dibersihkan dari diri kita, seperti perzinahan, sombong, kemalasan, iri hati, pelit, pemarah, cinta uang dsb, maka Tuhan juga menggunakan berbagai-bagai pencobaan’ (ay 2) untuk membersihkan dosa yang bermacam-macam itu.

Karena itu, kalau saudara berdoa supaya hidup saudara disu­cikan, jangan heran kalau sebagai jawaban doa saudara, Allah memberikan banyak kesukaran kepada saudara! Saudara tidak mungkin bisa disucikan tanpa hal-hal itu!

III) Cara menghadapi pencobaan / kesukaran.

1)   Menganggap ‘sebagai suatu kebahagiaan’ (ay 2).

a)   Ini tidak berarti bahwa kita secara sengaja harus mencari kesukaran.

Kata-kata jatuh ke dalam pencobaan’ dalam ay 2 secara implicit menunjukkan bahwa kita tidak mencari pencobaan itu dengan sengaja. Kita bukan hanya tidak boleh mencari kesukaran / penderitaan tanpa ada perlunya, tetapi kita bahkan harus berusaha untuk menjauhi / menghindari kesukaran / penderitaan, asal itu bisa dilakukan tanpa dosa.

Karena itu, kata-kata dalam doa Bapa Kami yang berbunyi: ‘janganlah membawa kami ke dalam pencobaan’ (Mat 6:13a) tidak ber­tentangan dengan ay 2 ini. Apalagi, kata ‘pencobaan’ dalam Mat 6:13a itu jelas menunjukkan pencobaan yang datang dari setan (pencobaan dalam arti pertama, bukan dalam arti kedua seperti dalam ay 2 ini).

b)   Ini juga tidak berarti bahwa kita harus bersukacita karena kesukaran itu sendiri, dan juga tidak berarti bahwa kita harus menganggap kesukaran itu sendiri sebagai suatu berkat!

Jaman sekarang banyak orang extrim yang bersyukur dan memuji Tuhan karena mereka mendapat kanker, atau karena ada keluarga mereka yang mati dsb. Ini adalah sikap yang salah! Bukan kesukaran / pencobaan itu sendiri yang harus kita anggap sebagai suatu kebahagiaan / berkat, tetapi hal-hal baik yang akan dihasilkan oleh pencobaan / kesukaran itu, seperti ketekunan dan kesucian, dsb.

Bandingkan dengan kata-kata rasul Paulus dalam 2Kor 12:9b-10 yang berbunyi: “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.

Ini jelas menunjukkan bahwa Paulus bukan menyenangi pen­deritaan itu sendiri, tetapi hasil / akibat dari penderi­taan itu.

c)   Selanjutnya, di sini dikatakan bahwa kita harus mengang­gapnya sebagai kebahagiaan.

Ini menunjukkan beberapa hal:

·         Kita tidak boleh hidup menuruti perasaan kita.

Dalam mengalami penderitaan / kesukaran, kita cenderung untuk sedih, putus asa, kecewa, bahkan marah. Tetapi kita tidak boleh hidup menuruti perasaan-perasaan seperti ini!

·         ‘Menganggap’ berarti menilai berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan perasaan / penglihatan kita! Dan Firman Tuhan dalam Ro 8:28 mengatakan bahwa “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi Dia”.

·         Kita harus hidup berdasarkan anggapan tadi, misalnya dengan menyanyi memuji Tuhan, bersyukur dsb.

d)   ‘Menganggap sebagai suatu kebahagiaan’ juga berarti bahwa kita harus menghadapi pencobaan / kesukaran dengan hati yang gembira. Ini justru menyebabkan kita bisa menghadapi kesukaran tersebut! (bdk. Amsal 17:22  18:14).

Apakah ini berarti bahwa Kristus itu mengha­dapi pencobaan waktu dengan cara yang salah pada saat Ia berada di Getsemani? Bukankah ia sedih dan bukannya gembira? Tidak, karena Ia sedih bukan karena pencobaan, tetapi karena Ia tahu bahwa sebentar lagi Ia akan mengalami keterpisahan dengan BapaNya.

2)   Meminta hikmat dari Tuhan.

Ay 5-7: “(5) Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikan kepadanya. (6) Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. (7) Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan”.

a)   Dalam mengalami / menghadapi kesukaran, kita seringkali menjadi bingung karena kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Pada saat seperti itu, kita harus meminta hikmat dari Tuhan supaya kita bisa menghadapi kesukaran itu dengan cara yang benar.

Renungkan: pernahkah saudara berdoa meminta hikmat pada waktu saudara tidak tahu harus berbuat apa karena banyaknya dan hebatnya penderitaan / kesukaran saudara?

b)   Allah adalah sumber hikmat, dan Ia berjanji akan memberi­kan hikmat asalkan kita mau memintanya kepadaNya (ay 5b).

Jangan menerapkan ayat ini secara salah, seperti yang dilakukan oleh banyak orang kristen. Ayat / janji ini tidak berlaku untuk seadanya doa / permintaan kita, tetapi hanya pada saat kita meminta hikmat untuk bisa menghadapi penderitaan / kesukaran dengan cara yang benar!

Tidak dalam segala hal Allah berjanji untuk memberikan apa yang kita minta. Dalam hal dimana Ia tidak berjanji untuk memberikan, kita tetap boleh meminta, tetapi tentu saja kita belum tentu menerima apa yang kita minta. Contoh: doa untuk kesembuhan dari penyakit, untuk pacar, mobil dsb.

Tetapi dalam persoalan hikmat untuk menghadapi kesukaran, Ia memberikan janji bahwa Ia akan mengabulkan permintaan kita! Dan karena itu kita harus memintanya dengan beriman pada janjiNya, tidak dengan bimbang (ay 6-7)!

Penerapan: Pernahkah saudara berdoa meminta hikmat untuk menghadapi kesukaran? Jangan terus berdoa dan hanya berdoa supaya dibebas­kan dari kesukaran, tetapi sementara Allah belum membebaskan saudara dari penderitaan / kesukaran, mintalah hikmat untuk bisa menghadapi kesukaran dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan!

YAKOBUS 1:9-11

Ada 2 golongan orang yang dibahas oleh Yakobus dalam bagian ini:

I) Orang yang berada dalam keadaan rendah (ay 9).

Istilah ini menunjuk kepada orang-orang yang miskin, menderita dan di-tindas, yaitu orang-orang Yahudi yang tercerai-berai di luar negeri mereka.

Yakobus menyebut mereka dengan istilah ‘saudara’ (ay 9), yang menunjukkan bahwa mereka ini adalah orang kristen. Jadi jelas terlihat bahwa pada abad pertama ada banyak orang kristen yang menderita, ditindas dan miskin! Ini bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran yang mengatakan bahwa orang kristen harus kaya!

Ay 9 ini tidak berlaku untuk seadanya orang yang miskin, mende­rita dan ditindas, tetapi hanya berlaku untuk orang miskin, menderita dan ditindas, yang adalah orang kristen!

Di sini Yakobus memberikan nasihat kepada orang-orang itu ten­tang apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan mereka:

1)   Bermegah (ay 9).

a)   Ini jelas menunjukkan bahwa dalam keadaan miskin, menderita, dan ditindas itu, mereka tidak boleh bersungut-sungut, menganggap Allah tidak kasih, tidak memperhatikan mereka, tidak adil, tidak bijaksana dsb.

b)   Ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak boleh merasa malu dengan keadaan mereka.

Bdk. 1Petrus 4:16 - “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu”.

Memang jaman sekarang ini ada banyak ajaran yang mengatakan bahwa orang kristen yang sakit / miskin itu memalukan Tuhan, tetapi ini jelas merupa­kan ajaran yang tidak alkitabiah! Tuhan tidak malu kalau kita sebagai anakNya mengalami kemiskinan, penyakit dsb. Sebaliknya Tuhan malah bangga mempunyai anak, yang dalam keadaan miskin dan sakit, bisa tetap mengasihi Dia dan setia kepadaNya. Yang membuatNya malu adalah kalau kita berbuat dosa (bdk. Mat 5:16 yang menunjukkan bahwa kalau kita hidup baik, kita memuliakan Tuhan. Secara implicit ini menunjukkan bahwa kalau kita hidup berdosa, itu memalukan Tuhan).

c)   Ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak boleh merasa minder / rendah diri.

Di Indonesia, orang tua terbiasa mengkritik anak, tetapi kurang atau bahkan tidak pernah memuji, dan ini menyebabkan anak-anak itu tum-buh menjadi orang yang rendah diri / minder. Kalau saudara adalah orang yang minder, maka ingatlah bahwa:

·         Saudara adalah manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Selain Allah dan malaikat, saudara adalah makhluk yang tertinggi, jauh lebih mulia dari binatang yang bagaimanapun indahnya.

·         Saudara dikasihi oleh Allah dan berharga dimata Allah. Buktinya adalah bahwa Ia rela turun ke dunia menjadi manu­sia dan mati untuk menebus dosa saudara dan menyelamatkan saudara! Se-dangkan malaikat, pada waktu jatuh ke dalam dosa, tidak ditebus (bdk. Ibr 2:16)!

·         Saudara adalah anak Allah! Bagaimanapun hebatnya, pandai­nya, gagahnya / cantiknya, kayanya orang kafir, saudara masih jauh di atas mereka, karena saudara adalah anak Allah!

·         Saudara adalah unik, dan Allah mempunyai rencana supaya sau-dara melayani di tempat dan dalam hal yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Ingat bahwa setiap orang kris­ten adalah anggota-anggota tubuh Kristus, dan setiap anggo­ta mempunyai fungsi yang unik (bdk. 1Kor 12:7-30).

d)   Ini juga menunjukkan bahwa mereka harus bangga dan bersukacita dalam keadaan seperti itu.

Tetapi sekali lagi perlu diingat bahwa hanya orang miskin, menderita dan ditindas, yang adalah orang kristen, yang disuruh untuk bangga dan bersukacita! Orang miskin, menderita dan ditindas, yang bukan orang kristen, tidak mempunyai sesuatu apapun untuk dibanggakan atau sesuatu apapun atas mana mereka harus bersukacita! Mengapa? Karena tanpa Kristus mereka tidak akan selamat, dan mereka ada di bawah murka Allah, dan bahkan akan menghadapi hukuman kekal di neraka. Kondisi ini menyebabkan mereka harus menangis, bukannya bangga atau bersukacita! Karena itu, kalau saudara belum percaya kepada Yesus, percayalah secepatnya kepadaNya, supaya saudara diselamatkan dan saudarapun bisa bangga dan bersukacita dalam segala keadaan.

2)   Mereka harus melihat keadaan mereka secara rohani.

Ay 9 mengatakan: ‘Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi’!

Kalimat ini bukanlah suatu kontradiksi, karena ‘keadaan yang rendah’ menunjuk pada keadaan mereka secara jasmani / lahiriah / duniawi, sedangkan ‘kedudukannya yang tinggi’ menunjuk pada keadaan mereka secara rohani. Secara jasmani / duniawi / lahiriah, mereka memang rendah, karena mereka miskin, mende­rita dan ditindas. Tetapi secara rohani, mereka mempunyai kedudukan yang tinggi karena sebagai orang yang percaya kepada Yesus, mereka adalah anak-anak Allah (bdk. Yoh 1:12).

Mengapa kita seringkali tidak bisa bermegah dan bersukacita dalam penderitaan / kemiskinan? Karena mata kita diarahkan pada segala sesuatu yang bersifat jasmani / lahiriah! Kita melihat rumah kita yang kecil, yang bahkan adalah rumah kontrakan, kita melihat pada wajah / bentuk badan kita yang jelek, kita melihat pada otak kita yang tidak terlalu cerdas, kita melihat pada kesehatan kita yang tidak terlalu baik, kita melihat pada dompet kita yang kosong, dsb. Akibatnya kita menjadi sedih, kecewa, malu dsb. Tetapi kalau saja mata kita bisa memandang keadaan kita secara rohani, yaitu bahwa kita adalah anak Allah, pencipta dan penguasa seluruh alam semesta ini, maka kita akan bisa bermegah dan bersukacita di tengah-tengah penderitaan / 
kemiskinan tersebut! (bdk. 2Kor 4:16-18).

II) Orang kaya (Yakobus 1: 10-11).

Ada beberapa hal yang bisa dipelajari tentang orang kaya di sini:

1)   Mereka adalah orang non kristen.

Alasannya:

a)   Berbeda dengan ay 9 dimana Yakobus menyebut orang miskin itu dengan sebutan ‘saudara’, maka dalam ay 10 tidak ada sebutan ‘saudara’ untuk orang kaya itu.

Penerapan: Sering ada orang kristen atau bahkan hamba Tuhan yang menggu­nakan istilah ‘saudara-saudara kita yang beragama lain’. Kalau kita menggunakan istilah ‘saudara’ terhadap orang yang bukan kristen, ini hanya bisa dibenarkan kalau kontex pembicaraannya tidak bersifat rohani. Dalam hal ini orang-orang non kristen itu kita sebut ‘saudara’ karena mereka sebangsa dengan kita. Tetapi kalau kontex pembi-caraannya bersifat rohani, maka sebutan seperti itu jelas salah! Yako-bus hanya menggunakan istilah ‘saudara’ untuk sesama orang kristen!

b)         Ay 10-11 mengatakan bahwa orang kaya itu:

·         mempunyai kedudukan yang rendah (secara rohani), dan ini menunjukkan mereka bukan anak Allah / orang kristen.

·         akan lenyap. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa mereka bukan anak Allah / orang kristen.

c)   Dalam suratnya, setiap kali Yakobus berbicara tentang orang kaya, ia memaksudkan orang kaya yang kafir (Yak 2:6b-7  5:1-6).

Ini menimbulkan kesimpulan bahwa saat itu hampir semua orang kris-ten miskin! Yang kaya hanyalah orang kafir! Ini merupakan sesuatu yang harus dipikirkan oleh orang-orang / gereja-gereja yang menganut / mengajarkan Theologia Kemakmuran!

2)   Nasib orang kaya yang non kristen ini: mereka akan lenyap seperti rum-put / bunga rumput (ay 10-11).

Latar belakang perumpamaan ini: di Palestina, kalau hujan, maka rumput tumbuh dengan cepat dan bahkan mengeluarkan bunga rumput. Tetapi ini tidak bertahan lama, karena kalau siang, matahari begitu terik, dan angin tenggara dari padang pasir begitu panas sehingga membunuh mereka dalam 1 hari! Inilah gambaran nasib orang kaya yang tidak kristen! Seka­rang mereka jaya dan kelihatan hebat, tetapi itu tidak akan berlangsung lama! Mereka akan lenyap! Kalau saudara masih saja iri hati dengan orang kafir yang kaya, bacalah Maz 73!

Kalau Kitab Suci berkata bahwa orang yang tidak percaya kepada Kristus akan binasa, lenyap dsb, itu tentu tidak berarti bahwa mereka akan musnah tanpa mengalami hukuman Tuhan (seperti ajaran Saksi Yehovah!). Kita tidak boleh menafsir­kan seperti itu, karena Kitab Suci dengan jelas menunjukkan adanya hukuman kekal di neraka bagi orang yang tidak percaya (bdk. Wah 21:8). Karena itu, kalau saudara belum percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara, cepatlah percaya dan bertobat!

Kalau memang mereka akan lenyap / dihukum, lalu mengapa ay 9-10 menunjukkan bahwa Yakobus menyuruh orang kaya itu bermegah atas kedudukannya yang rendah? Ini tentu tidak boleh diartikan secara huruf-iah, karena bagian ini merupakan irony (= sindiran / ejekan)!

Mengingat semua ini, sikap apa yang harus ada pada kita terha­dap keka-yaan?

1)   Hati-hati terhadap kekayaan.

Allah / Kitab Suci memang tidak anti kekayaan, tetapi Allah / Kitab Suci memberikan peringatan yang keras tentang bahaya kekayaan (Mat 6:24  Mat 19:23-24  Luk 12:20-21  1Tim 6:10 dsb). Mengapa? Karena:

a)   Kekayaan memberikan lebih banyak kesempatan / kemungkinan untuk berbuat dosa. Misalnya dalam hal berzinah, punya istri kedua dsb, piknik pada hari Minggu sehingga tidak pergi ke gereja, dsb.

b)         Kekayaan menyebabkan hati kita tidak tertuju kepada Tuhan.

Dalam Mat 6:21 Tuhan Yesus berkata: “dimana hartamu berada disitu juga hatimu berada”! Kalau saudara menimbun harta di surga, maka hati saudara akan tertuju kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau saudara menimbun harta di dunia, maka hati saudara akan tertuju pada harta duniawi tersebut! Makin banyak harta duniawi saudara, makin besar kemungkinannya hati saudara dikuasainya!

2)   Tidak mempercayakan diri pada kekayaan.

Bagaimanapun bergunanya kekayaan, itu tidak berguna untuk kekekalan, karena kalau saudara mati, saudara tidak bisa membawa satu senpun! Bandingkan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-21). Bandingkan juga dengan Amsal 11:4 yang berbunyi: “Pada hari ke-murkaan harta tidak bergu­na, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.

3)   Memikirkan kesementaraan / kefanaan dari kekayaan (ay 10-11  bdk. Yoh 6:26-27).

Kalau saudara kaya, maka memang kekayaan itu bisa memberikan banyak kesenangan (lahiriah / semu) dan kemudahan-kemudahan ter-tentu kepada saudara. Tetapi itu hanya bisa terjadi selama saudara hidup, dan itu tidaklah terlalu lama (bdk. Yak 4:14b Maz 39:5-6). Setelah itu saudara masuk dalam kekekalan (hidup kekal atau hukuman kekal). Bukankah kekekalan ini yang seharusnya lebih kita pikirkan? Karena itu, dari pada terus berjuang untuk menjadi kaya, bingung mencari jodoh / menantu yang kaya dsb, lebih baik saudara berjuang untuk mendekat kepada Tuhan, dan memperdalam / memperkaya kerohanian saudara!

YAKOBUS 1:12-18

Dalam bagian ini Yakobus membicarakan tentang 2 jenis pencobaan:

I) Pencobaan I (ay 12).

Arti ‘pencobaan’ di sini: dari kata ‘bertahan’ dan ‘tahan uji’ dalam ay 12 itu maka harus disimpulkan bahwa pencobaan di sini menunjuk pada kesukaran dan penderitaan.

Tuhan menghendaki kita ‘bertahan’. Kata ‘bertahan’ di sini dalam bahasa Yu-naninya menggunakan kata yang berasal dari kata dasar yang sama dengan kata ‘ketekunan’ dalam ay 3.

Tuhan menghendaki kita bertahan / bertekun karena kalau kita sudah tahan uji, maka kita ‘akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah ke-pada barangsiapa yang mengasihi Dia (ay 12b).

Ay 12b ini bukan hanya menunjukkan apa yang akan kita terima kalau kita bisa bertahan / bertekun dalam kesukaran / penderitaan, tetapi dari kata-kata yang saya garisbawahi itu kita bisa mempelajari hal-hal yang harus kita laku-kan untuk bisa bertahan / bertekun:

1)   Kita harus melihat dan percaya kepada janji Tuhan.

Alkitab berisikan banyak janji Tuhan yang berguna dalam menghadapi kesukaran / penderitaan, seperti Maz 23  1Kor 10:13  Ro 8:28 dsb.

Karena itu rajinlah dan tekunlah dalam membaca Alkitab (bersaat teduh) dan belajar Alkitab (Pemahaman Alkitab), karena tanpa itu saudara tidak akan bisa melihat dan percaya pada janji Tuhan di tengah-tengah kesu-karan dan penderitaan saudara.

2)   Kita harus memandang pada mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan.

Dengan kata lain, kita harus mengarahkan pandangan kita pada kekekal-an / surga.

Orang yang mengalami problem / penderitaan, sering punya kecondong-an untuk mengarahkan pandangannya pada kesukaran / penderitaannya, dan akibatnya ia menjadi sedih, kecewa, putus asa dsb. Tetapi Firman Tuhan mengajar kita untuk memandang ke surga, karena ini bisa me-nguatkan kita dalam menghadapi kesukaran / penderitaan.

Illustrasi: Pada waktu Yakub harus bekerja 7 tahun untuk mendapatkan Rahel, semua itu terasa hanya seperti beberapa hari saja karena cintanya kepada Rahel (Kej 29:20). Mungkin sekali sambil bekerja ia terus membayangkan saat-saat dimana Rahel akan menjadi miliknya, dan itu menyebabkan ia kuat menghadapi semua derita dan persoalan!

Begitu juga kalau saudara mengalami kesukaran dalam hidup ini sambil mengarahkan pandangan saudara ke depan (saat dimana saudara ada di surga), maka semua akan terasa lebih ringan.

Bandingkan juga dengan kata-kata Paulus di bawah ini:

·         Ro 8:18 - “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini ti-dak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepa-da kita”.

·         2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami”.

3)   Kita harus mengasihi Tuhan.

Yakobus tidak mengatakan ‘mentaati / melayani Tuhan’ tetapi ‘mengasihi Tuhan’. Kita bisa mentaati / melayani Tuhan tanpa mengasihi Dia, tetapi kita tidak bisa mengasihi Tuhan tanpa mentaati / melayani Dia!

Kalau kita mengasihi Tuhan maka kita akan kuat menghadapi apapun yang tidak enak, demi Tuhan yang kita kasihi itu!

Karena itu peliharalah kasih saudara kepada Tuhan dengan cara:

·         menjaga persekutuan dengan Dia (saat teduh).

·         tidak mencintai uang / dunia, karena kalau kita mencintai uang / dunia, kita tidak akan mencintai Tuhan (bdk. Mat 6:24  Yakobus 4:4  1Yoh 2:15).

·         merenungkan cinta Tuhan yang Ia tunjukkan melalui kematian Yesus di kayu salib bagi saudara!

II) Pencobaan II (ay 13-15).

1)   Ay 14-15 berbicara tentang keinginan.

Keinginan tidak selalu merupakan dosa. Kalau kita mempunyai keinginan untuk mentaati Tuhan, melayani Tuhan dsb, ini tentu merupakan keingin-an yang baik. Bahkan kalau kita mempunyai keinginan untuk tidur, ma-kan, dsb (selama dalam batas yang wajar), maka itu jelas bukan dosa. Tetapi ada banyak keinginan yang bersifat dosa, seperti ingin barang orang lain (iri hati), ingin berzinah, ingin membalas kejahatan dengan ke-jahatan dsb.

Keinginan yang berdosa inilah yang dimaksudkan dengan penco­baan da-lam ay 13 ini! Keinginan itu sendiri, sekalipun belum dituruti / dilaksana-kan, sudah merupakan dosa!

Tetapi bagaimana dengan ay 15?

a)         Ay 15a: ‘apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahir­kan dosa’.

Apakah ini bisa diartikan bahwa keinginan yang belum dibuahi / dila-kukan bukanlah dosa? Tidak! ‘Melahirkan dosa’ artinya dosanya men-jadi kelihatan. Tadi, sebelum keinginan itu dibuahi / dilakukan, itu su-dah merupakan dosa, tetapi dosa itu ‘masih dalam kandungan’, arti-nya dosa itu belum kelihatan. Tetapi pada waktu keinginan itu dibuahi / dilakukan, maka dosanya ‘lahir’ / menjadi kelihatan.

Bandingkan dengan:

·         Maz 7:15 - “Sesungguhnya orang itu hamil dengan kejahatan, ia mengandung kelaliman dan melahirkan dusta.

·         Yes 59:4b-5,13b - “orang mengandung bencana dan melahirkan kelaliman. Mereka menetaskan telur ular beludak, dan menenun sarang laba-laba; siapa yang makan dari telurnya itu akan mati, dan apabila sebutir ditekan pecah, keluarlah seekor ular beludak. ... kami merancangkan pemerasan dan penyelewengan, mengandung dusta dalam hati dan melahirkannya dalam kata-kata.

Jelas bahwa kedua text di atas ini juga mengatakan adanya dosa yang ada dalam kandungan (disebut ‘kejahatan’ / ‘kelaliman’ / ‘bencana’ / ‘dusta dalam hati’) dan dosa yang sudah dilahirkan (disebut ‘dusta’ / ‘kelaliman’ / ‘kata-kata dusta’). Dan text yang kedua juga menggambarkan dosa mula-mula sebagai telur yang belum menetas, yang akhirnya lalu menetas. Semua ini sama-sama menggambarkan dosa yang tidak terlihat (karena masih ada dalam hati) dan dosa yang terlihat (karena sudah dilakukan / diucapkan).

b)         Ay 15b: ‘apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut’.

Ayat ini dipakai oleh gereja Roma Katolik untuk mengajar­kan adanya:

·         dosa besar (mortal sin), yang upahnya maut (bahkan bisa meng-hancurkan keselamatan orang yang sudah selamat).

·         dosa kecil (venial sin). Yang ini tidak membawa maut, dan tidak diakuipun tidak apa-apa.

Ajaran ini tidak alkitabiah, karena sekalipun tingkatan-tingkatan dosa itu memang ada, tetapi setiap dosa yang bagaimanapun kecilnya, upahnya juga adalah maut (Ro 6:23).

Kalau demikian, lalu apa artinya ay 15b itu? ‘Dosa itu sudah matang’ tidak menunjuk pada satu dosa saja, tetapi menunjuk pada seluruh kehidupan orang yang berbuat dosa itu. Perlu kita ketahui bahwa Allah punya batas untuk banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Sebelum batas itu tercapai, maka Allah bersabar / menunda penghu-kuman. Tetapi kalau batas itu sudah tercapai, maka Allah akan meng-hukum. Kej 15:16 berbicara tentang kedurjanaan orang Amori / Ka-naan yang belum genap, dan ini menyebabkan mereka belum dihukum / dimusnahkan. Tetapi setelah dosa mereka genap (mencapai batas yang Tuhan tetapkan), maka mereka dihukum / dimusnahkan.

Kesimpulan: Arti ay 15 ini adalah: keinginan berdosa itu sudah merupakan dosa. Kalau keinginan itu dituruti, maka dosanya menjadi kelihatan. Kalau hal itu terus dilakukan, dan batas dosa yang ditentukan oleh Allah sudah tercapai, maka datanglah maut!

2)   Sekarang perlu dipersoalkan: apakah pencobaan seperti ini (keinginan yang berdosa) bisa datang dari Allah?

Jawabnya ada dalam ay 13, yaitu ‘tidak’!

Mengapa hal seperti ini dipersoalkan oleh Yakobus? Karena orang Yahu-di mempunyai kepercayaan bahwa dalam diri manusia ada 2 kecondong-an: kecondongan untuk berbuat baik dan kecon­dongan untuk berbuat jahat. Kecondongan untuk berbuat jahat itu datang dari setan. Lalu, dari mana setan mendapat hal yang jahat itu? Tidak ada jawaban lain selain: ‘dari Tuhan’. Jadi kesimpulan mereka adalah: Allah adalah sumber / pen-cip­ta dosa!

Dengan demikian, kalau dalam diri mereka ada keinginan yang berdosa, maka mereka melemparkan tanggung jawab kepada Tuhan dan menjadi-kan Tuhan sebagai kambing hitam! Karena itulah maka di sini Yakobus membela Allah, dan ia bahkan menegur mereka dalam ay 16-17.

Penerapan: Kalau ada orang menyalahkan Allah, apakah saudara berani membela Allah dan menegur orang itu?

Beberapa alasan yang diberikan Yakobus untuk mendukung pandang-annya bahwa Allah tidak memberikan pencobaan jenis ini:

a)         Allah tidak dapat dicobai (ay 13).

Artinya: Allah itu suci / murni dan tidak terpengaruh oleh kecondongan dosa. Karena itu maka tidak mungkin Allah menco­bai manusia dengan pencobaan jenis ini (memberi keinginan berdosa).

Catatan: Ay 13 ini tidak bertentangan dengan Mat 4:1-11 / Luk 4:1-13, yang menunjukkan bahwa Yesus dicobai oleh setan. Mengapa? Karena arti kata ‘dicobai’ dalam ay 13 ini adalah ‘tidak terpengaruh oleh kecondongan dosa’, bukan ‘diserang oleh setan’ seperti dalam Mat 4:1-11 / Lukas 4:1-13!

b)   Allah adalah sumber dan pencipta kebaikan (ay 17a), dan karenanya Ia tidak mungkin memberikan keinginan yang berdosa.

Bahwa Allah adalah sumber dan pencipta kebaikan, ditunjukkan de-ngan Ia melakukan kelahiran baru (ay 18).

Kata ‘menjadikan’ dalam ay 18 itu seharusnya adalah ‘melahirkan’.

NIV: ‘He chose to give us birth’ (= Ia memilih untuk melahirkan kita).

NASB: ‘He brought us forth’ (= Ia melahirkan kita).

c)         Allah adalah Bapa segala terang (ay 17).

Yang dimaksud dengan ‘terang’ adalah pengetahuan ilahi dan ke-sucian. Semua ini lagi-lagi menunjukkan bahwa Allah tidak mungkin memberikan keinginan yang berdosa.

d)         Allah tidak mungkin berubah (ay 17).

Karena itu Ia tidak mungkin sebentar suci, sebentar berdo­sa, sebentar baik, sebentar jahat dsb. Lagi-lagi ini menunjukkan bahwa Ia tidak mungkin memberikan keinginan yang berdosa.

3)   Kalau demikian, keinginan berdosa itu datang dari mana?

Jawabnya ada dalam ay 14: dari diri kita sendiri!

Ini tidak berarti bahwa ada dosa-dosa yang terjadi tanpa campur tangan setan! Luk 4:13 dan 1Pet 5:8 menunjukkan bahwa setan selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan kita ke dalam dosa.

Di sini Yakobus tidak membahas tentang peranan setan terse­but, karena ia menginginkan supaya kita tidak mencari kambing hitam.

Pada jaman ini ada banyak gereja senang mengkambing-hitamkan setan kalau mereka berbuat dosa. Caranya adalah dengan mengatakan adanya roh zinah, roh kemarahan, roh iri hati dsb, dan menyalahkan roh-roh itu kalau mereka berbuat zinah, marah, iri hati dsb. Pengkambing-hitaman semacam ini adalah salah!

Perhatikan Kej 3, pada waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Mereka jatuh ke dalam dosa karena godaan setan, tetapi Allah tetap menganggap Adam dan Hawa bersalah, dan menghukum mereka!

Karena itu, kalau saudara mempunyai keinginan berdosa, saudaralah yang salah! Saudara yang harus minta ampun kepada Tuhan. Saudara yang harus bertobat!

Penutup:

Kalau kita menghadapi pencobaan dalam bentuk kesukaran / penderitaan, maka kita harus bertahan dan bertekun. Tetapi kalau kita menghadapi pencobaan dalam bentuk keinginan yang berdosa, maka kita tidak boleh mencari kambing hitam, tetapi sebaliknya kita harus mengakui dosa kita dan bertobat! Maukah saudara melakukan hal ini?

YAKOBUS 1:19-21

I) Pentingnya Firman Tuhan (ay 21).

Ay 21b mengatakan bahwa Firman Tuhan itu ‘berkuasa menyelamat­kan jiwa’.

Yang dimaksud dengan ‘jiwa’ di sini, tentu bukan hanya jiwa / rohnya saja, tetapi seluruh manusia (tubuh + jiwa / roh).

Kalau kita mau berbicara dengan cara yang strict (= ketat), maka jelas bahwa bukan Firman Tuhan yang menyelamatkan jiwa, tetapi Allahlah yang menye-lamatkan jiwa. Tetapi ay 21 ini mengatakan bahwa Firman Tuhan menyela-matkan jiwa, karena Allah selalu menggunakan FirmanNya untuk menyela-matkan manusia.

Sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa, maka manusia ada dalam keadaan Total Depravity (= bejat / rusak secara total), karena seluruh diri manusia dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Pikiran manusia juga menjadi berdosa dan gelap, dan ini terlihat dari:

·         manusia sering tidak bisa membedakan dosa dan suci, benar dan salah.

·         manusia sering bahkan tidak tahu akan adanya hukuman terhadap dosa.

·         manusia tidak tahu jalan keselamatan.

Pada waktu Allah mau menyelamatkan manusia yang ada dalam keadaan seperti ini, maka Allah harus memberikan wahyu khusus, yaitu Firman Tu-han, yang bisa menyadarkan manusia akan dosanya, menyadarkan manusia akan adanya hukuman dosa, dan menunjukkan kepada manusia jalan kese-lamatan di dalam Yesus Kristus.

Semua ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan itu sangat penting! Karena itu saudara harus memberikan Firman Tuhan tempat teruta­ma dalam hidup saudara!

II) Sikap yang benar terhadap Firman Tuhan.

1)   Cepat mendengar (ay 19).

a)   ‘Cepat mendengar’ di sini harus diartikan sesuai dengan kontexnya, yaitu cepat mendengar Firman Tuhan, bukan cepat mendengar gos-sip, omongan cabul, fitnah, rahasia orang, dsb.

Renungkan: Dalam hal apa telinga saudara ‘cepat mendengar’? Dalam mendengar Firman Tuhan, apakah saudara termasuk orang yang cepat mendengar, atau sebaliknya termasuk orang yang lamban mendengar seperti dalam Ibr 5:11-14?

b)   Sekalipun kita harus cepat mendengar Firman, itu tidak berarti bahwa kita harus menerima seadanya yang dikatakan pengkhotbah, karena ada banyak pengkhotbah tidak memberi­takan Firman Tuhan! Kita te-tap harus selektif, bukan berdasarkan pengkhotbahnya, tetapi berda-sarkan beritanya. Ahli Taurat / orang Farisipun harus didengarkan ka-lau beritanya benar (Mat 23:1-3), dan sebaliknya, rasul / malaikatpun tidak perlu dipedulikan kalau beritanya salah (Kis 17:11  Gal 1:6-9).

c)   Dalam mendengar Firman, kita harus mendengar bukan hanya de-ngan telinga dan otak, tetapi juga dengan hati!

Ada banyak orang yang berkata bahwa mereka bisa tetap mendengar Firman Tuhan di gereja sekalipun mereka mendengar sambil berbi-cara atau bahkan bergurau dengan orang yang ada di sebelahnya. Mungkin ini benar, tetapi kalau saudara adalah orang yang seperti itu coba renungkan: apakah pada saat itu saudara bisa mendengar de-ngan hati saudara, atau hanya sekedar dengan telinga dan pikiran saudara?

2)   Lambat berkata-kata (ay 19).

a)   Sama seperti dalam persoalan ‘cepat mendengar’, maka ‘lambat berkata-kata’ ini juga harus diterapkan pada saat seseorang menerima Firman Tuhan. Jadi jangan diartikan bahwa kita harus lambat dalam memberitakan Firman Tuhan, lambat untuk sharing dsb. Tetapi harus diartikan: pada waktu mendengar Firman, kita tidak boleh berbicara.

Penerapan: Apakah saudara sering berbicara, bergurau dsb, pada waktu mendengarkan Firman Tuhan? Perlu saudara ingat bahwa Allah memberi saudara 1 mulut / lidah, tetapi 2 buah telinga. Mungkin ini bisa dijadikan pedoman untuk mengingat bahwa Allah menghendaki saudara cepat mendengar tetapi lambat berkata-kata.

b)   Perlu juga diingat bahwa bisa saja pada waktu saudara mendengar Firman, mulut saudara tidak mengatakan apa-apa, tetapi pikiran / hati saudara terus berbicara untuk membe­narkan diri, mendebat peng-khotbah, dsb. Ini tetap berarti bahwa saudara ‘cepat berbicara’!

Catatan: saudara hanya boleh ‘mendebat’ pengkhotbah kalau ia memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.

Charles Caleb Colton: “When in the company of sensible men, we ought to be doubly cautious of talking too much, lest we lose two good things - their good opinion and our own improvement; for what we have to say we know, but what they have to say we know not” (= Pada waktu bersama-sama dengan orang-orang yang berpikiran sehat / bijaksana, kita harus sangat berhati-hati untuk tidak berbicara terlalu banyak, atau kita akan kehilangan dua hal yang baik - pandangan yang baik dari mereka dan kemajuan diri kita sendiri; karena apa yang harus kita katakan kita tahu, tetapi apa yang mereka katakan kita tidak tahu) - Reader’s Digest.

3)   Lambat untuk marah (ay 19)

a)   Sama seperti pada 2 hal di atas, bagian inipun harus diterapkan da-lam kontex mendengar / menerima Firman Tuhan. Jadi artinya: pada saat mendengar Firman, jangan marah!

b)   Memang ada amarah yang benar / tidak dosa.

Contoh: Maz 4:5  Mark 3:5  Yoh 2:13-17.

Tetapi amarah pada waktu mendengar Firman, jelas adalah dosa. Karena itu dikatakan dalam ay 20 bahwa amarah ini tidak mengerja-kan kebenaran di hadapan Allah. Artinya: kemarahan ini tidak akan menghasilkan hidup yang memperke­nan Allah.

Contoh: kemarahan Kain (Kej 4:5-dst), kemarahan Yunus (Yun 4:9).

c)         Kemarahan seperti ini bisa terjadi:

·         sebelum saudara mendengar Firman, dan saudara bawa terus sampai pada saat saudara mendengar Firman.

Misalnya: kalau pada waktu mau berangkat, saudara sudah ber-tengkar dengan suami / istri saudara, atau saudara jengkel karena di jalanan saudara dipotong oleh becak / bemo dsb. Karena itu, datang di gereja beberapa saat sebelum waktu kebaktian mulai adalah sesuatu yang penting, supaya kemarahan seperti ini bisa diredakan dulu, dan kita bisa mengikuti kebaktian dengan baik.

·         pada saat / setelah saudara mendengar Firman.

Mungkin karena pandangan saudara tidak sesuai dengan pan-dangan pengkhotbah (Catatan: kalau memang pengkhotbah meng-ajar ajaran sesat, maka tentu tidak salah kalau kita menjadi ma-rah!), atau mungkin karena pengkhotbah ‘menyerang’ kehidupan saudara yang berdosa.

Kalau saudara marah pada waktu pengkhotbah memberikan te-guran melalui Firman Tuhan, ingatlah bahwa saudara sebetulnya bukan marah kepada pengkhotbahnya, tetapi kepada Tuhan sen-diri! Karena itu, bertobatlah dari kemarahan seperti ini!

4)   Membuang dosa (ay 21).

a)   Kata-kata ini ditujukan kepada ‘saudara-saudara yang kukasihi’ (ay 19), yang jelas menunjuk pada orang kristen. Jadi jelaslah bahwa tidak akan ada orang kristen yang suci! Semua harus terus berusaha untuk membuang dosa.

b)   Ay 21 mengatakan ‘begitu banyak’. Ini bisa diartikan ‘berlebih-lebihan’, tetapi bisa juga diartikan ‘sisa’ (seperti dalam Mat 14:20). Jadi, ‘keja-hatan yang begitu banyak’ bisa diartikan ‘kejahatan yang tersisa’.

Ini menunjukkan bahwa kejahatan orang kristen harus berku­rang (sekalipun tidak bisa sampai habis). Dengan kata lain, orang kristen sejati harus mengalami pengudusan! Kalau dalam hidup saudara sama sekali tidak ada pengudusan, maka saudara bukan orang kristen.

c)   Dalam ay 21 ini Firman digambarkan seperti tanaman, dan secara implicit ini menunjukkan bahwa dosa / kejahatan kita menjadi seperti semak duri yang harus dibuang. Kalau tidak, itu akan menghambat pertumbuhan, dan bahkan membu­nuh tanaman Firman tersebut!

Penerapan: Dosa apa yang ada dalam diri saudara yang sengaja saudara pelihara? Maukah saudara bertobat dan membuangnya?

5)   Menerima Firman dengan lemah lembut (ay 21).

a)   Dari ay 21 terlihat dengan jelas bahwa ada hubungan yang erat antara ‘membuang dosa / kejahatan’ dan ‘menerima Firman’

Kalau saudara tidak mau membuang dosa, maka lambat atau cepat saudara akan berhenti menerima Firman! Seseorang mengatakan: Firman Tuhan menjauhkan kita dari dosa, tetapi sebaliknya dosa juga menjauhkan kita dari Firman Tuhan.

b)         Kata ‘lemah lembut’ di sini dalam bahasa Yunaninya adalah PRAUS.

Di sini sebetulnya lebih tepat diterjemahkan ‘rendah hati’ seperti NIV / NASB.

Jadi, kita harus menerima Firman dengan rendah hati.

Penerapan: Apakah saudara sering datang ke gereja hanya untuk ‘menilai’ pengkhotbahnya? Atau bahkan dengan sikap merasa lebih pandai dari pengkhotbahnya? Kesombongan seperti ini harus dibuang!

Kalau ke 5 hal tersebut di atas ada pada saudara, maka Firman itu akan tertanam dalam hati saudara (ay 21), dan Firman itu akan menyelamatkan saudara!

Tetapi sebaliknya kalau ke 5 hal itu tidak ada dalam diri sauda­ra, maka Fir-man itu tidak akan tertanam, dan tidak akan menye­lamatkan saudara.

Lalu bagaimana? Apakah Firman itu menjadi sia-sia? Tidak mungkin! Firman Tuhan tidak mungkin keluar dengan sia-sia (Yes 55:11). Jadi, apa yang lalu terjadi? Firman itu akan menghakimi saudara (bdk. Ro 2:12b  Yoh 12:47-48).

Yang mana yang saudara ingini: ‘Firman menyelamatkan saudara’ atau ‘Fir-man menghakimi saudara’?

YAKOBUS 1:22-27

I) Mendengar Firman.

1)   Yang dimaksud dengan ‘mendengar’, adalah ‘mendengar Firman’.

Orang kristen harus membedakan antara khotbah dan Firman, karena pada jaman sekarang ada banyak sekali khotbah yang hanya dipenuhi dengan lelucon, kesaksian, cerita dsb, dan sama sekali tidak menjelaskan Firman! Juga banyak khotbah yang sama sekali tidak didasarkan atas Firman, tetapi hanya didasarkan atas illustrasi, pengalaman dsb. Khotbah yang semacam itu tentu bukan Firman Tuhan!

2)   Pada waktu mendengar Firman, kita harus mau mendengar teguran.

Memang Firman bisa menghibur kita pada waktu mengalami kesu­karan / penderitaan, tetapi Firman juga berfungsi untuk menyatakan kesalahan / menegur (bdk. 2Tim 3:16). Ini penting untuk orang kafir maupun untuk orang kristen. Untuk orang kafir, supaya setelah ia sadar dosa, ia mau datang kepada Kristus; untuk orang kristen, supaya setelah sadar dosa ia bisa mengaku dosa dan menguduskan diri.

Dari ay 23-24 bisa kita dapatkan bahwa Firman digambarkan sebagai cermin. Sebagaimana cermin bisa menunjukkan kejelekan wajah kita supaya bisa kita perbaiki, demikian juga Firman bisa menunjukkan dosa / kesalahan kita supaya bisa kita perbaiki. Dan kalau kita mau membiarkan diri kita ditegur olah Firman maka Firman itu bukan hanya akan menegur, tetapi juga membebaskan kita dari dosa. Karena itulah maka ay 25 menyebut Firman sebagai ‘hukum yang memerdekakan’.

Cermin ada yang tidak terlalu rata, sehingga menunjukkan kesalahan yang seharusnya tidak ada dalam diri kita. Tetapi Firman disebut sebagai ‘hukum yang sempurna’ (ay 25), karena tidak ada salahnya! Karena itu, kalau hidup kita tidak sesuai dengan Firman, maka yang salah pasti adalah hidup kita!

3)   Kita harus mau mendengar Firman yang rumit / sukar.

Firman itu amat dalam, dan sukar. Kalau kita hanya mau bela­jar yang mudah, dan kita tidak mau mempelajari secara teliti dan mendalam, maka kita hanya akan mendapat kulitnya saja!

Karena itu kita harus mau belajar secara mendalam. Ini ditun­jukkan oleh kata ‘meneliti’ dalam ay 25.

Illustrasi: Kalau kita hanya mau mendapatkan batu yang tidak terlalu ber­harga, kerikil dsb, maka kita tidak perlu bersusah payah. Tetapi kalau kita mau mendapatkan batu yang berharga, seperti intan dsb, maka kita harus menggali! Demikian juga kalau saudara tidak mau bersusah payah dalam belajar Firman, maka yang saudara dapatkan hanyalah ‘kerikil’, tetapi kalau sauda­ra mau bersusah payah dalam menggali Firman, saudara akan mendapatkan ‘intan’!

4)   Kita harus mendengar Firman dengan tekun (ay 25).

Orang yang betul-betul percaya kepada Kristus, pasti tekun dalam men-dengar / belajar Firman Tuhan (Yoh 8:31  2Yoh 9).

2Pet 2:21 mengatakan bahwa lebih baik tidak pernah tahu kebenaran, dari pada setelah tahu lalu berbalik dari kebenaran itu.

Amsal 19:27 (NIV) - “Stop listening to instruction, my son, and you will stray from the words of knowledge” (= Berhenti­lah mendengar instruksi, anakku, dan engkau akan menyimpang / tersesat dari kata-kata pengetahuan). Bdk. Amsal 21:16.

Karena itu jangan pernah berpikir bahwa setelah sekian lama belajar Firman, maka saudara sudah mempunyai cukup penger­tian, dan sau-dara lalu tidak merasa perlu untuk belajar lebih banyak. Amsal 19:27 itu menjamin saudara akan tersesat kalau saudara melakukan hal seperti itu!

Penerapan:

·         apakah saudara tekun dalam belajar Firman Tuhan dalam kebaktian / Pemahaman Alkitab?

·         apakah saudara tekun dalam bersaat teduh / membaca Firman Tuhan setiap hari?

Kalau kita sudah melakukan 4 hal tersebut di atas, maka ada 2 hal lagi yang harus kita lakukan:

a)   Kita harus mengingat Firman Tuhan (ay 25 - ‘tidak melupakannya’).

Penerapan:

·         apakah saudara berusaha menghafalkan ayat-ayat Kitab Suci yang penting?

·         apakah saudara mempelajari makalah-makalah yang diberikan dalam Kebaktian / Pemahaman Alkitab untuk lebih bisa mengingat Firman Tuhan?

b) Kita harus mentaati Firman Tuhan.

II) Mentaati Firman.

Pada waktu Yesus memberikan khotbah di bukit (Mat 5-7), maka setelah mengajarkan banyak hal mulai Mat 5:3 sampai Mat 7:23, Yesus menutup khotbah di bukit itu dengan suatu perumpamaan yang menekankan penting-nya ketaatan (Mat 7:24-27). Ini menun­jukkan bahwa setiap Firman harus di-tanggapi dengan ketaatan.

Mengapa kita harus taat?

1)   Orang yang tidak taat adalah orang yang menipu dirinya sendiri (ay 22).

Kata ‘menipu’ dalam ay 22 ini sebetulnya berarti ‘menipu dengan argu-mentasi’.

a)   Orang yang tidak taat sering mempunyai argumentasi untuk membe-narkan diri.

Ada seorang yang mengatakan bahwa kalau seseorang berbuat dosa, seringkali dalam diri / pikiran orang itu lalu ada suatu ‘persidangan’. Dalam sidang itu ada terdakwa (yaitu orang itu sendiri), dan juga ada jaksa / penuntut (yang tentu saja adalah diri orang itu sendiri), yang menunjuk­kan kesalahan orang itu. Lalu ada pembela (yang tentu saja juga adalah orang itu sendiri) yang lalu mengajukan pembe­laan / alasan mengapa orang itu melakukan hal tersebut. Setelah perde-batan beberapa waktu, maka akhirnya hakim memutuskan perkara itu. Tetapi karena hakim itu juga adalah orang itu sendiri, maka biasanya diputuskan bahwa terdakwa ‘tidak bersalah’.

Ini merupakan tindakan menipu diri sendiri!

b)   Menipu diri sendiri juga bisa terjadi dengan berkata: yang penting saya mau dengar / belajar Firman Tuhan. Tetapi perlu saudara ingat bahwa Tuhan ingin saudara belajar / mendengar Firman supaya saudara mentaati Firman itu!

2)   Mendengar tanpa taat tidak ada gunanya (ay 23-24).

Ay 23-24 ini menggambarkan orang yang mendengar tanpa taat sebagai orang yang setelah melihat dirinya dalam cermin, tidak melakukan apa-apa untuk membetulkan apa yang salah di wajahnya. Lalu apa gunanya ia melihat pada cermin?

Kata ‘seorang’ dalam ay 23 sebetulnya adalah ‘a man’ (= seorang laki-laki). Mungkin sekali sengaja diambil orang laki-laki dan bukannya orang perempuan, karena orang perem­puan pasti tidak akan bercermin dengan cara seperti itu.

Illustrasi: Pada waktu saya sekolah Theologia, saya mempunyai seorang teman dari Taiwan yang selalu pergi kemana-mana dengan rambut yang awut-awutan / tanpa disisir. Kalau dinasehati supaya lebih merapikan rambutnya, ia berkata: ‘Yang menderita kan orang yang melihat saya. Saya sendiri tidak menderita dengan rambut seperti ini!’. Saudara mungkin menganggap dia sebagai orang gila, tetapi Kitab Suci di sini mengatakan bahwa kalau saudara hanya mendengar tetapi tidak melakukan Firman Tuhan, saudara sama dengan teman saya itu!

3) Karena mendengar tanpa taat bukan hanya tidak berguna, tetapi bahkan merugikan, karena akan mengakibatkan hukuman yang lebih hebat (Luk 12:47-48).

III) Contoh ketaatan (Yakobus 1: 26-27)

Kalau dilihat sepintas maka ay 26-27 ini kelihatannya tidak ada hubungan-nya dengan ay 22-25. Tetapi sebetulnya ada hubungannya karena dalam ay 26-27 ini, Yakobus memberikan contoh-contoh ketaatan:

1)   Mengekang lidah (ay 26).

a)   Ini menunjukkan bahwa kita tak boleh melakukan sesuatu yang negatif terhadap sesama kita.

b)   Banyak dosa yang disebabkan oleh penggunaan yang salah dari li-dah, seperti: dusta, sumpah palsu / sembarangan, kutuk, caci maki / omongan kotor / cabul, fitnah, gossip, menggunakan nama Allah de-ngan sia-sia, menggerutu / ngomel, berbicara secara munafik / men-jilat, dsb.

c)   Berdasarkan Mat 15:18 maka jelaslah bahwa berdasarkan kata-kata-nya kita bisa mengetahui hatinya. Kalau kata-katanya kotor / cabul, tidak mungkin hatinya baik!

d)   Renungkan: bagaimana saudara menggunakan lidah saudara?

2)   Mengunjungi yatim piatu dan janda-janda (ay 27).

a)   Kalau tadi dalam ay 26 ditekankan bahwa kita tidak boleh melakukan sesuatu yang negatif terhadap sesama kita, maka sekarang dalam ay 27 ditekankan bahwa kita harus melaku­kan sesuatu yang positif terhadap sesama kita!

Tidak cukup kalau saudara hanya tidak berbuat jahat kepada orang lain; saudara juga harus berbuat baik kepada orang lain!

b)   ‘Yatim piatu dan janda’ di sini mewakili semua orang yang miskin / menderita dan yang membutuhkan pertolongan / kasih / penghiburan kita. Gampang untuk menolong orang yang kaya, karena bisa men-dapatkan balasan, tetapi bagai­mana dengan menolong orang miskin yang sama sekali tidak bisa membalas kebaikan kita?

c)   ‘Mengunjungi’ mencakup juga menghibur, mendoakan, meno­long se-mampu kita.

3)   Menjaga supaya diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (ay 27b).

a)   Ini menunjukkan bahwa dunia mudah sekali mencemari kita, karena kalau tidak, untuk apa kita harus berhati-hati?

b)   Ada orang yang menjaga dirinya supaya tidak tercemar dengan cara mengucilkan diri / hanya mau bergaul dengan orang kristen yang rohani. Ini adalah sesuatu yang salah! Tetapi memang bergaul tanpa batas juga adalah sesuatu yang salah (bdk. 1Kor 15:33). Jadi harus ada batasan-batasan tertentu, tetapi tidak boleh sama sekali tidak bergaul dengan dunia (bdk. Mat 5:13,16  Mat 10:16  Yoh 17:15).

c)   Kita harus rela berkorban dalam melakukan penyucian diri itu.

Illustrasi: Ada sejenis binatang yang berwarna putih bersih, dan terkenal sangat membenci kekotoran. Kalau pemburu mau menangkap binatang ini, yang mula-mula ia lakukan adalah mencari sarangnya lalu mengotorinya. Setelah itu ia mencari binatang itu dengan meng-gunakan anjing. Pada waktu binatang itu dikejar anjing, ia lari ke sarangnya. Tetapi waktu menjumpai sarangnya kotor, ia tidak mau masuk. Ia lebih memilih mati dicabik-cabik oleh anjing dari pada membiarkan dirinya dikotori oleh kotoran yang ada di sarangnya.

Sampai dimana pengorbanan yang mau saudara lakukan untuk menjaga kebersihan / kesucian hidup sauda­ra? Relakah saudara mati demi menjaga kesucian hidup saudara?

Penutup / kesimpulan:

Kita harus mendengar Firman dan taat pada Firman Tuhan! Kalau kita mela-kukan ini, maka kita akan berbahagia (ay 25), tetapi kalau tidak, kita akan menanggung akibatnya (bdk. Amsal 13:13)!

Maukah saudara mendengar dan taat pada Firman Tuhan?

YAKOBUS 2:1-13

I) Memandang muka.

Memandang muka bisa dilakukan berdasarkan bermacam-macam hal:

·         Ada orang yang hanya ramah kepada lawan jenisnya yang cantik / ngganteng.

·         Ada orang yang hanya ramah kepada orang yang mempunyai kedu­dukan / jabatan tinggi, seperti bossnya sendiri, pejabat pemerintah dsb.

·         Ada orang yang hanya ramah kepada orang yang kaya.

Bacaan hari ini mempersoalkan memandang muka berdasarkan uang / kekayaan. Dalam dunia (di luar gereja), memandang muka berdasarkan uang / kekayaan adalah sesuatu yang umum. Misalnya:

¨      Dalam mencari jodoh / menantu.

Banyak orang yang hanya mau mendapatkan jodoh / menantu yang kaya.

¨      Penerimaan murid dalam sekolah.

Anak yang pandai tetapi miskin bisa tidak diterima, tetapi anak bodoh yang kaya bisa diterima!

¨      Dalam pengadilan.

Orang yang kaya, yang mau menyogok banyak bisa saja dibenar­kan sekalipun sebetulnya salah.

¨      Dalam hubungan pribadi.

Bdk. Amsal 19:4,6,7 - “(4) Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya. ... (6) Banyak orang yang mengambil hati orang dermawan, setiap orang bersahabat dengan si pemberi. (7) Orang miskin dibenci oleh semua saudaranya, apalagi sahabat-sahabatnya, mereka menjauhi dia. Ia mengejar mereka, memanggil mereka tetapi mereka tidak ada lagi”.

Tetapi betul-betul sesuatu yang patut disesalkan kalau ‘meman­dang muka berdasarkan uang / kekayaan’ ini juga terjadi di dalam gereja!

Bahwa Yakobus menuliskan ay 1-4 menunjukkan bahwa hal ini memang terjadi dalam gereja saat itu. Di sini Yakobus menggambarkan 2 orang yang datang ke gereja. Kata ‘kumpulanmu’ (ay 2) sebetulnya adalah ‘synagogue’, dan di sini artinya jelas adalah gereja.

Dua orang yang datang ke gereja itu betul-betul sangat kontras:

a)   Yang seorang datang dengan memakai pakaian yang indah, dan cincin emas.

Dikatakan oleh beberapa penafsir bahwa pada jaman itu orang kaya memakai cincin di semua jari tangannya kecuali jari tengahnya, dan kadang-kadang memakai lebih dari satu cincin pada satu jari. Jadi orang ini jelas adalah orang kaya.

b)   Orang yang kedua adalah orang miskin dengan pakaian buruk.

Kata ‘miskin’ di sini dalam bahasa Yunaninya adalah PTOCHOS, yang menunjukkan miskin dalam arti sama sekali tidak punya uang (bdk. Lazarus dalam Luk 16:20).

Penyambutan jemaat terhadap 2 orang ini juga sangat kontras, karena orang kaya itu disambut dengan baik dan diberi tempat yang baik / terhormat, sedangkan orang miskin itu disuruh berdiri / duduk di lantai (ay 3).

Perlu diingat bahwa pada abad pertama hampir semua orang kris­ten adalah miskin (ini bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran!), sehingga kalau ada orang kaya menjadi orang kristen / bertobat, maka jemaat menjadi senang, sehingga memperlakukannya dengan istimewa. Tetapi bagaimanapun, memandang muka seperti ini adalah sesuatu yang salah!

Penerapan:

·         Mungkin saudara tidak membedakan dengan cara yang begitu kontras seperti orang-orang dalam ay 3 itu, tetapi apakah saudara mempunyai sikap yang sama ramahnya terhadap orang kaya dan orang miskin yang datang ke gereja? Atau saudara tetap mempunyai sikap yang berbeda?

·         Mungkin dari sikap / kata-kata saudara, tidak terlihat kalau saudara memandang muka / membedakan orang kaya dari orang miskin. Tetapi bagaimana dengan hati saudara? Ingat bahwa Allah melihat hati saudara! Jadi, cobalah periksa hati saudara, apakah saudara lebih senang kalau ada orang kaya datang dari pada kalau ada orang miskin datang ke gereja saudara? Kalau ya, itu berarti saudara sudah memandang muka!

·         Mungkin saudara memandang muka, bukan demi diri saudara sendiri, tetapi demi gereja / Tuhan. Saudara berpikir bahwa orang kaya itu akan memberi persembahan lebih banyak sehingga akan menguntungkan gereja / Tuhan, dan karena itu saudara bersikap lebih ramah kepada dia. Tetapi ini tetap salah! Ingat bahwa sekalipun motivasi saudara itu benar, tetapi itu tidak bisa membenarkan tindakan saudara yang salah!

·         Kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan, apakah saudara lebih senang melayani gereja / orang yang kaya dari pada gereja / orang yang miskin? Kalau ya, saudara sebetulnya bukanlah hamba Tuhan tetapi hamba uang! Bdk. Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

II) Mengapa kita tidak boleh memandang muka?

1)   Karena kita adalah orang beriman.

Ay 1: “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka”.

Kalau orang dunia mau memandang muka, biarlah mereka meman­dang muka. Tetapi saudara sebagai orang kristen harus menya­dari bahwa saudara adalah ‘orang kudus’. Kata ‘kudus’ be­rarti ‘berbeda dengan / terpisah dari’. Karena itu kalau saudara adalah orang kudus, maka saudara harus hidup berbeda dengan orang dunia (bukan dalam segala hal, tetapi hanya dalam hal-hal yang adalah dosa!). Bandingkan dengan Ro 12:2a yang berbunyi: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini”.

Karena itu sekalipun semua orang dunia memandang muka, saudara tidak boleh memandang muka!

2)   Karena Tuhan kita mulia.

Ay 1: “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka”.

Kalau kita hanya memandang kepada manusia, maka akan terli­hat perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain (yang satu lebih kaya, lebih tinggi kedudukannya dsb). Tetapi kalau kita me-mandang kepada manusia dan Tuhan sekali­gus, maka kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang begitu hebat, menyebabkan segala perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain menjadi tidak terlihat.

Illustrasi: Kalau saudara mempunyai 2 buah lilin, satu besar dan satu kecil, yang menyala dalam kegelapan, maka saudara bisa melihat perbedaan kedua lilin itu dan saudara lebih menyukai lilin yang besar. Tetapi kalau saudara membawa kedua lilin itu keluar pada siang hari dimana matahari bersinar dengan cerah, maka perbedaan kedua lilin itu menjadi hilang, dan saudara tidak akan lebih menyukai lilin yang besar dibandingkan dengan yang kecil.

Karena itu seseorang mengatakan bahwa orang yang memandang muka adalah orang yang buta terhadap kebesaran dan kemuliaan Tuhan!

Kalau saudara mau menjadi orang yang tidak memandang muka, maka banyaklah mempelajari dan merenungkan kebesaran dan kemuliaan Tuhan

3)   Karena Allah sendiri tidak membeda-bedakan (ay 5-6a).

Ay 5-6a: “(5) Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikanNya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia? (6a) Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin”.

Dalam ay 5 dikatakan bahwa Allah memilih orang miskin untuk dijadikan kaya dalam iman, dan dijadikan ahli waris Kerajaan Surga (jadi kaya secara rohani, bukan secara jasmani seperti yang diajarkan oleh Theologia Kemakmuran!). Memang ini tidak berarti Allah tidak mau orang kaya! Ia memilih baik yang kaya maupun yang miskin (Abraham maupun Lazarus!), karena memang dalam Dia memilih, Ia hanya memilih berdasarkan kehendakNya sendiri.

Kalau Allah itu seperti itu, lalu siapakah kita sehingga kita lalu membeda-bedakan berdasarkan uang / kekayaan? Ini adalah sesuatu yang salah! Kita harus meniru Bapa kita, dan berhenti memandang muka!

4)   Karena orang kayalah yang menindas orang kristen dan menyeretnya ke pengadilan.

Ay 6b: “Bukankah justru orang-orang kaya yang menindas kamu dan yang menyeret kamu ke pengadilan?”.

Pada jaman itu orang kaya memang sering menyeret orang miskin ke pengadilan / penjara karena orang miskin itu tidak bisa membayar hutangnya. Orang kaya sering menangkap orang miskin pada kerah baju / jubahnya dan lalu dengan setengah mencekik, betul-betul menyeret orang miskin itu ke penjara / pengadilan.

Bdk. Mat 18:28-30 - “(28) Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! (29) Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. (30) Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya”.

Yakobus menggunakan hal ini sebagai argumentasi untuk menen­tang sikap ramah hanya kepada orang kaya! Ini memang tidak berarti bahwa Yakobus mengajar supaya mereka mendendam kepada orang kaya atau membalas kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Yakobus hanya ingin menunjukkan betapa tidak masuk akalnya sikap ramah yang ditujukan hanya kepada orang kaya. Orang kaya, yang menindas kamu, kamu hormati, tetapi orang miskin, yang tidak pernah menindas kamu, kamu abaikan / hinakan. Itu betul-betul tak masuk akal!

5)   Karena orang kaya menghujat nama Tuhan.

Ay 7: “Bukankah mereka yang menghujat Nama yang mulia, yang olehNya kamu menjadi milik Allah?”. Ini salah terjemahan.

NASB: ‘... blaspheme the fair name by which you have been called(= ... menghujat nama yang indah dengan mana kamu dipanggil).

Yang dimaksud dengan ‘nama yang mulia / indah’ tentu adalah nama Yesus Kristus. Orang yang percaya kepada Yesus Kristus, memang dipanggil menurut nama Kristus, sehingga mereka disebut kristen (bdk. Kis 11:26).

Orang kaya sering menghujat nama Kristus pada waktu hamba-hamba mereka yang adalah orang kristen mau mentaati Kristus, misalnya dalam persoalan peraturan Sabat. Kalau hamba-hamba itu mau beristirahat sebagai ketaatan terhadap peraturan Sabat, maka majikan mereka yang kaya itu lalu memaki-maki mereka disertai hujatan kepada Kristus!

Ini dipakai oleh Yakobus sebagai argumentasi untuk menentang sikap memandang muka. Jadi ia memaksudkan: orang kaya itu menghujat nama Kristus, tetapi kamu menghormati mereka. Orang-orang miskin itu tidak pernah menghujat nama Kristus, tetapi kamu mengabaikan / menghina mereka!

6)   Karena memandang muka bukanlah tindakan kasih.

Ay 8-9: “(8) Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’, kamu berbuat baik. (9) Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran”.

Rupa-rupanya Yakobus sudah memperhitungkan bahwa penerima suratnya ini akan mendebat dengan berkata: Bukankah dengan kami menghormati / bersikap ramah terhadap orang kaya, kami melakukan hukum kasih?

Karena itulah maka Yakobus menuliskan ay 8-9 ini. Artinya adalah: kalau kamu betul-betul mengasihi orang kaya itu, tentu itu adalah sesuatu yang baik. Itu sesuai dengan hukum yang terutama. Tetapi pada waktu kamu memandang muka, yang menyebabkan kamu menghormati / bersikap ramah kepada orang kaya itu bukanlah kasihmu kepada dia, tetapi kepada uangnya. Ini jelas bukan ketaatan kepada hukum terutama / hukum kasih itu!

Lalu Yakobus menambahkan ay 10-11: “(10) Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. (11) Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.

Ini tidak berarti bahwa semua dosa sama berat. Yakobus memaksudkan: hukum Tuhan adalah satu kesatuan. Kalau mau taat, harus taat pada semua, tidak boleh pilih-pilih. Firman Tuhan bukan seperti masakan Padang, yang kita senangi kita ambil, yang tidak kita senangi tidak kita ambil.

Demikian juga dengan hukum kasih. Kalau mau taat, harus mengasihi semua, bukan yang kaya saja!

Penutup (ay 12-13).

Ay 12-13: “(12) Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang. (13) Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman”.

Yakobus berbicara tentang ‘hukum yang memerdekakan’ (ay 12). Ini untuk mengingatkan mereka bahwa mereka telah dimerdekakan dari dosa karena kebaikan / belas kasihan Tuhan.

Karena itu mereka (juga kita!) harus hidup sebagai orang yang telah menerima kebaikan / belas kasihan Tuhan, yaitu dengan juga bersikap baik / berbelas kasihan kepada orang miskin.

Kalau kita bersikap baik / berbelas kasihan kepada orang miskin, maka kita akan mengalami penghakiman yang penuh dengan belas kasihan dari Allah (ay 13b). Sebaliknya, kalau kita bersikap keras terhadap orang miskin, kita juga akan mengalami penghakiman yang keras dari Allah (ay 13a)

Yang mana yang saudara kehendaki?

YAKOBUS 2:14-26

I) Pertentangan antara Yakobus dengan Paulus.

Kalau kita sudah pernah membaca surat-surat Paulus, maka kita akan melihat bahwa kelihatannya bagian surat Yakobus ini ber­tentangan dengan banyak bagian surat-surat Paulus.

Contoh:

·         Ro 3:28 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:24.

·         Ro 4:1-4 dan Gal 3:6 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:21.

Bagian surat Yakobus ini menyebabkan adanya tokoh-tokoh Kristen yang merendahkan surat Yakobus ini.

¨      Martin Luther berkata tentang surat Yakobus sebagai berikut: “a right strawy epistle, for it has no true evangelical character” [= surat jerami (= kosong / tak berharga), karena surat ini tidak mempunyai sifat injili yang benar].

¨      Philip Melanchton berkata: “‘faith justifies’ and ‘faith does not justify’ are plain contradiction. Whoever can reconcile them, on him I will put my cap, and allow him to call me a fool” (= ‘iman membenarkan’ dan ‘iman tidak mem-benarkan’ adalah kontradiksi yang nyata. Siapapun dapat memperdamai-kan mereka, padanya aku akan memakaikan topi, dan mengijinkannya menyebutku orang tolol).

Ada beberapa hal yang perlu dimengerti untuk bisa memperdamai­kan / mengharmoniskan Paulus dan Yakobus:

1)   Adanya perbedaan tujuan.

Paulus menuliskan suratnya untuk orang-orang yang terpengaruh oleh ajaran Yahudi yang menekankan keselamatan karena perbuatan baik (bdk. Kis 15:1-2). Karena itu Paulus justru mene­kankan habis-habisan bahwa hanya imanlah yang menyebabkan kita diselamatkan (Gal 2:16,21  Ef 2:8-9).

Tetapi Yakobus menulis kepada orang-orang yang sekalipun mengaku sebagai orang kristen, tetapi hidupnya sama sekali tidak mirip hidup kris-ten. Karena itu ia justru menekankan perbuatan baik.

2)   Adanya perbedaan penggunaan istilah.

a)         Istilah ‘pekerjaan / perbuatan baik’.

Kalau Paulus menggunakan istilah ini maka ia memaksudkannya sebagai sesuatu yang digunakan untuk menyelamatkan diri kita. Karena itu maka ia berkata bahwa perbuatan baik tidak diperlukan (yang menyebabkan kita selamat hanyalah iman!).

Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, ia memaksud­kannya sebagai akibat / hasil dari keselamatan. Karena itu ia mengatakan bahwa perbuatan baik harus ada dalam diri orang kristen.

b)         Istilah ‘iman / percaya’.

Kalau Paulus menggunakan istilah ini, maka ia menunjuk pada iman kepada Yesus Kristus.

Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, maka ia memaksudkan ‘pengakuan percaya dengan mulut’ (bdk. ay 14 - ‘seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman’).

c)         Istilah ‘dibenarkan’.

Kalau Paulus menggunakan istilah ini, maka artinya adalah ‘orangnya dibenarkan oleh Allah’.

Tetapi kalau Yakobus memakai istilah ini, maka maksudnya adalah ‘pengakuan orang itu yang dibenarkan’ (artinya: pengakuannya benar / tidak dusta).

Catatan:

·         kita harus membedakan arti dari istilah-istilah ini, karena kalau tidak, maka kita akan betul-betul mendapatkan kontradiksi yang tidak terhamoniskan antara Yakobus dan Paulus.

·         Kalau saudara mau mengerti Yak 2:14-26 ini dengan benar, maka adalah sesuatu yang mutlak penting bagi saudara untuk mengingat dengan baik cara Yakobus menggunakan istilah-istilah di atas!

Kesimpulan:

Dalam Yak 2:14-26 ini Yakobus punya satu tujuan pengajaran: pengakuan percaya tidak boleh / tidak bisa dipisahkan dari perbuatan baik. Sebaliknya pengakuan percaya harus dibuktikan kebenarannya melalui perbuatan baik.

Mungkin ia menuliskan bagian ini untuk memberi keseimbangan terhadap doktrin salvation by faith (= keselamatan oleh iman) yang diajarkan oleh Paulus.

Kemungkinan yang lain adalah: ia menuliskan ini untuk memberi keseim-bangan terhadap tulisannya sendiri tentang ‘hukum yang memerdekakan’ (Yak 1:25  2:12). Dengan demikian secara keselu­ruhan ia mengajarkan bah-wa sekalipun orang kristen sudah dimer­dekakan dari dosa oleh iman kepada Kristus, itu tidak boleh diartikan bahwa orang kristen lalu merdeka untuk berbuat 
dosa!

II) Iman / pengakuan tanpa perbuatan.

1)   Yakobus berkata bahwa ‘iman / pengakuan percaya tanpa perbu­atan’ tidak menyelamatkan (ay 14).

Untuk ini ia memberikan suatu illustrasi dalam ay 15-16:

a)   Ay 15: kata-kata ‘seorang saudara atau saudari tidak mempunyai ...’ jelas menunjuk pada orang kristen yang miskin. Ini menunjukkan bah-wa Yakobus percaya bahwa orang kristen bisa saja menjadi miskin. Dan ini lagi-lagi menunjukkan bahwa ajaran Theologia Kemakmuran tidak sesuai dengan Kitab Suci!

b)   Ay 16: ini menunjukkan orang yang hanya ngomong tok tetapi tidak melakukan apa-apa. Ini sama sekali tidak ada guna­nya. Demikian juga dengan orang yang cuma mengaku percaya (ngomong tok), tetapi tidak mempunyai perbuatan baik.

2)   Yakobus juga berkata bahwa iman seperti itu adalah mati / kosong (ay 17,20,26).

Ini tidak berarti bahwa mula-mula imannya ada / hidup, lalu menjadi mati.

Artinya adalah bahwa pengakuan orang itu adalah pengakuan yang kosong, dan ini jelas menunjukkan bahwa orang itu sebetulnya sama sekali tidak mempunyai iman! Karena itu imannya tidak bisa ditunjukkan (ay 18).

Dalam ay 18 Yakobus membandingkan 2 orang:

a)   Orang yang pertama (yaitu Yakobus sendiri) mempunyai iman dan perbuatan.

Kata-kata ‘padaku ada perbuatan’ (ay 18a) tidak boleh diartikan seakan-akan ia hanya mempunyai perbuatan tetapi tidak mempunyai iman, karena ini adalah suatu keadaan yang tidak mungkin terjadi, dan juga ini bertentangan dengan ay 18b yang mengatakan ‘aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku’.

Dari kata-kata dalam ay 18b itu juga jelas bahwa orang ini bisa me-nunjukkan imannya!

b)   Orang yang kedua hanya mempunyai iman / pengakuan. Orang ini tidak bisa menunjukkan imannya, karena memang tidak ada!

3)   Yakobus menyamakan iman seperti itu dengan ‘imannya setan’ (ay 19)!

Kepercayaan terhadap adanya satu Allah adalah kepercayaan yang benar. Tetapi bagi setan, kepercayaannya akan adanya satu Allah itu sama sekali tidak menghasilkan hidup yang benar! (Catatan: kepercaya-an itu hanya menyebabkan ia geme­tar! Ini menunjukkan bahwa pengeta-huan yang benar tentang Allah, kalau tidak disertai dengan penebusan, hanya mengha­silkan rasa takut!).

Jadi jelas bahwa orang yang mengaku beriman, tetapi tidak membuktikan imannya dengan perbuatan baik, tidak berbeda dengan setan!

Kesimpulan dari 3 hal di atas:

Kalau seseorang mengaku percaya, tetapi tidak ada perbuatan baik dalam hidupnya, maka ia sebetulnya bukan orang kristen! Perhatikan cara Yakobus menyebut orang itu! Ia tidak pernah menyebutnya sebagai ‘saudara’, tetapi ia menyebutnya ‘seorang’ (ay 14), atau ‘orang’ (ay 18), atau ‘manusia’ (ay 20).

Penerapan: Apakah ada perubahan hidup ke arah yang positif dalam diri saudara? Apakah saudara berusaha untuk bisa hidup lebih suci? Apakah saudara membenci dosa dan berusaha membuangnya dari hidup saudara?

John Owen: “I do not understand how a man can be a true believer unto whom sin is not the greatest burden, sorrow and trouble” (= Saya tidak mengerti bagaimana seseorang bisa merupakan orang kristen yang sejati, kalau bagi dia dosa bukanlah beban, kesedihan dan kesukaran yang terbesar).

III) Orang yang membuktikan iman dengan perbuatan baik.

1)   Abraham (ay 21-24).

a)   Ay 21: ini tidak boleh diartikan seakan-akan Abraham dibenarkan ka-rena perbuatannya yaitu pada waktu ia mempersembahkan Ishak.

Alasannya:

·         Abraham dibenarkan karena imannya (ay 23  bdk. Kej 15:6) dan ini terjadi lebih kurang 30 tahun sebelum ia mempersembahkan Ishak (Kej 22).

·         Persembahan itu dikatakan merupakan bukti iman Abraham (Ibr 11:17-19). Ini jelas menunjukkan bahwa imannya ada lebih dulu dan baru setelah itu ia mempersembahkan Ishak 

Jadi, arti ayat ini adalah: persembahan Abraham itu adalah perbuatan baik yang membuktikan iman Abraham / membenarkan pengakuan Abraham bahwa ia adalah orang beriman.

b)   Ay 22: Iman / pengakuan saja tidaklah cukup. Pengakuan + perbuatan baik barulah sempurna, artinya: ini adalah iman yang sempurna / sungguh-sungguh.

c)   Ay 23: ‘genaplah nas yang mengatakan’.

Artinya: dengan adanya persembahan Ishak itu kelihatanlah bahwa Kej 15:6 adalah benar.

d)         Ay 24: ‘manusia dibenarkan’.

Artinya: dibenarkan pengakuannya, atau tidak dianggap munafik.

2)   Rahab (ay 25).

Sekarang Yakobus mengambil orang yang sangat kontras dengan Abraham. Kalau Abraham adalah seorang laki-laki, maka Rahab adalah seorang perempuan. Kalau Abraham adalah nenek moyang bangsa Israel, maka Rahab adalah orang kafir. Kalau Abraham adalah orang yang terhormat, maka Rahab adalah seorang pelacur!

Mengapa Yakobus mengambil contoh orang seperti Rahab? Karena kalau contohnya hanya orang seperti Abraham maka mungkin orang akan berkata: ‘Itu kan Abraham, dia orang luar biasa. Saya tidak bisa seperti dia’. Supaya orang tidak bisa berkata seperti ini, Yakobus mengambil contoh Rahab. Rahab adalah orang kafir, dan terlebih lagi dia adalah seorang pelacur! Tetapi setelah bertobat, ia termasuk orang yang mem-buktikan imannya dengan perbuatan baik (bdk. Yos 2:1-7).

Memang perbuatan baik Rahab tidak sempurna, karena mengan­dung dusta / dosa. Tetapi harus diingat hal-hal ini:

·         Ia adalah orang kafir, yang sama sekali tidak mempunyai pengertian Firman Tuhan.

·         Ia adalah seorang pelacur.

·         Ia adalah seorang petobat baru, sehingga sukar diharapkan bisa me-lakukan perbuatan baik yang sempurna.

·         Perbuatan baiknya saat itu, dimana ia menyembunyikan mata-mata Israel terhadap tentara Yerikho, mempunyai resiko tinggi.

Jadi, sekalipun perbuatan baiknya mengandung dusta / dosa, itu tetap dianggap sebagai perbuatan baik yang membuktikan imannya!

Dengan adanya contoh Rahab ini terlihat dengan jelas, bahwa siapapun orang yang beriman itu, kalau ia memang betul-betul beriman, ia pasti melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai buah / bukti imannya.

Penutup.

Apakah iman saudara sudah terbukti dengan adanya perbuatan-perbu­atan baik? Kalau sudah, puji Tuhan, saudara adalah orang kristen sejati. Teruslah berusaha untuk menyucikan diri saudara. Kalau belum, sadarilah bahwa saudara sebetulnya bukan orang kristen, dan saudara belum diselamatkan. Karena itu datanglah kepada Kristus dan bertobatlah!

YAKOBUS 3:1-12

I) Jangan banyak yang menjadi ‘guru’.

Ada 2 penafsiran tentang apa yang dimaksud dengan ‘guru’ di sini:

1)   ‘Guru’ berarti pengajar Firman Tuhan.

2)   ‘Guru’ di sini mempunyai arti yang lain dari pada yang lain, yaitu ‘orang yang menghakimi / mengkritik’ (Calvin).

Memang ada orang yang bisa memberikan kritikan / teguran dengan motivasi yang benar, cara yang benar dan pada saat yang benar. Yang ini tentu tidak apa-apa, bahkan merupakan sesuatu yang baik.

Tetapi kebanyakan orang melakukannya dengan salah:

·         Ada orang yang melakukannya pada saat yang salah.

Misalnya menegur / mengkritik orang pada saat orangnya sedang sakit, sedih, sumpek, marah, atau pada saat dimana orangnya sebetulnya justru membutuhkan penghiburan, dsb.

·         Ada orang yang melakukannya dengan cara yang salah.

Misalnya: menegur dengan surat kaleng (ini tidak sesuai dengan Mat 18:15), menegur dengan kasar, menegur di depan umum untuk dosa-dosa yang sebetulnya harus ditangani secara pribadi, dsb.

·         Ada yang melakukannya dengan motivasi yang salah.

Motivasi yang benar adalah kasih. Kalau ini ada, maka kita melakukan peneguran demi kebaikan orang yang kita tegur. Tetapi kalau kasih ini tidak ada, maka kita menegur untuk menghancurkan dia, atau sekedar untuk melampiaskan amarah kita, dsb.

Karena jarang ada orang yang bisa menegur dengan benar, maka di sini dikatakan ‘janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru (= penegur / pengkritik)’ (ay 1).

Dari 2 penafsiran di atas, saya lebih setuju dengan penafsiran yang kedua, yang mengatakan bahwa ‘guru’ di sini adalah seorang pengkritik / penegur.

Alasan saya:

a)   Memang seorang pengajar Firman akan dihakimi lebih berat, tetapi itu di-sebabkan karena ia lebih banyak mengerti firman Tuhan (bdk. Luk 12:47-48). Tetapi di sini dikatakan bahwa ‘guru’ itu akan dihakimi lebih berat, karena ia sendiri ‘bersalah dalam banyak hal’ (ay 2). Jadi kelihatannya tidak terlalu cocok kalau ‘guru’ di sini diartikan pengajar Firman Tuhan.

b)   Kalau ‘guru’ diartikan orang yang mengkritik, maka Yak 3:1-2 ini akan sejalan / searah dengan Ro 2:1-3 dan Mat 7:1-5, yang menunjukkan bahwa orang yang menghakimi juga akan dihakimi.

Kita memang sukar sekali untuk bisa menghakimi dengan adil. Kalau orang lain melakukan sesuatu, maka kita menyalahkan orang itu, tetapi kalau kita sendiri melakukan hal yang sama, maka kita bisa membenarkan hal itu.

Illustrasi: Seorang pendeta pulang dari luar kota dengan menggunakan pesa­wat ter-bang, dan ia dijemput oleh jemaatnya dengan mobil. Dalam perjalanan dari lapangan terbang ke rumah, jemaat itu berceri­ta: ‘Pak pendeta, selama engkau pergi, kota kita terkena badai dan rumah saya hancur karenanya’. Pendeta itu lalu berkata: ‘Itu hukuman Tuhan untuk kamu. Bukankah sudah dari dulu saya nasehati kamu supaya bertobat dari dosamu?’. Jemaat itu lalu berkata: ‘Tapi pak pendeta, rumahmu juga hancur terkena badai itu!’. Lalu pendeta itu menjawab: ‘O ya? Yah, memang kehendak / rencana Tuhan itu sering melampaui akal manusia’.

Contoh dalam hidup sehari-hari:

·         kalau orang lain mudah mengeluarkan uang, kita namakan itu boros; kalau diri kita sendiri mudah mengeluarkan uang, kita namakan itu der-mawan / tidak bertuhankan uang.

·         kalau orang lain menahan uang, kita namakan itu pelit / kikir; kalau diri kita sendiri menahan uang, kita namakan itu hemat.

·         kalau orang lain mengubah pendapat, kita namakan itu plin-plan / tidak berpendirian / kompromistis; kalau diri kita sendiri mengubah pendapat, kita namakan itu bijaksana.

·         kalau orang lain mempertahankan pendapat, kita namakan itu tegar teng-kuk / keras kepala / bandel; kalau diri kita sendiri mempertahankan pen-dapat, kita namakan itu tegas.

Kalau saudara adalah orang yang suka menghakimi, maka ingatlah akan 2 hal ini:

a)   Nanti Allah akan menjadi Hakim, dan Ia pasti akan menjadi Hakim yang adil. Kalau kita saat ini sering menghakimi dengan keras, nanti kita akan dihakimi dengan keras.

b)   Kita sendiri bersalah dalam banyak hal (ay 2a).

Sebagai contoh kesalahan-kesalahan itu, lalu Yakobus membahas dosa karena lidah (ay 2b-12).

II) Dosa karena lidah / bahayanya lidah.

1)   Lidah itu kecil, tetapi pengaruhnya sangat besar (ay 3-5a).

Yakobus menggambarkan lidah itu seperti kekang pada mulut kuda (ay 3), dan seperti kemudi kapal (ay 4), yang sekali­pun kecil, tetapi dapat mengendalikan kuda / kapal itu.

Kalau dalam ay 5a Yakobus berkata bahwa ‘lidah, walaupun suatu ang-gota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar’, maka jangan mengartikan bahwa ia menunjuk pada tindakan membual. Ini tidak cocok dengan kontexnya! Jadi artinya harus sesuai dengan kontex (ay 3-5a), yaitu bahwa lidah, sekalipun kecil, tetapi pe-ngaruhnya besar (yang ditekankan di sini adalah pengaruh negatif!).

Contoh:

·         Dikatakan bahwa Mao Tse Tung dulunya adalah seorang anak seko-lah minggu, tetapi karena guru sekolah minggunya suatu kali menga-tai dia sebagai ‘anjing kuning’, ia lalu mening­galkan gereja, dan men-jadi komunis yang anti kristen, dan membawa ratusan juta, mungkin bahkan bermilyar-milyar, orang Cina menjadi komunis yang anti kris-ten. Guru sekolah minggu itu mungkin tidak pernah memikirkan bahwa kata-katanya itu akan mengakibatkan bermilyar-milyar orang masuk ke neraka!

·         Ada banyak orang dengan mudahnya menyebarkan gossip / fitnah tentang seorang hamba Tuhan, mengakibatkan banyak orang lalu menolak Injil yang diberitakan oleh hamba Tuhan itu, dan masuk ke neraka karenanya!

Penerapan: Hati-hatilah dalam menggunakan lidah saudara, dan hati-hatilah juga untuk tidak bergaul dengan orang yang senang menyebarkan fitnah / gossip (bdk. 1Kor 5:11).

2)   Lidah itu seperti api (ay 5b-6).

Lidah memang mempunyai beberapa persamaan dengan api:

a)         Api itu panas, dan lidah juga demikian.

Tidak pernahkah saudara merasakan panas pada telinga / hati sau-dara karena kata-kata yang tidak menyenangkan dari seseorang?

b)   Api itu berbahaya dan bersifat merusak / menghancurkan, dan demi-kian juga dengan lidah.

Gossip / fitnah bisa menghancurkan:

·         persahabatan.

·         kerukunan dalam keluarga.

·         persekutuan / kasih antar saudara seiman.

·         kehidupan orang kristen, hamba Tuhan, bahkan gereja!

c)   Api menyebar dengan cepat, dan demikian juga dengan lidah. Saudara mungkin tidak bisa membayangkan betapa cepatnya gossip / fitnah itu menyebar!

Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dari ay 5b-6:

*        ‘lidah merupakan suatu dunia kejahatan’ (ay 6a).

Lidah adalah sesuatu yang kecil, sebaliknya ‘dunia’ adalah sesuatu yang besar. Kalau lidah disebut sebagai dunia kejahatan, itu menun-jukkan bahwa lidah yang begitu kecil bisa melakukan kejahatan yang sangat banyak. Memang ada banyak dosa yang disebabkan oleh lidah, seperti: dusta, fitnah, gossip, caci maki, kata-kata kotor / cabul, sumpah palsu, menyebut nama Allah dengan sia-sia, membual, menji­lat, dsb.

*        ‘menodai seluruh tubuh’ (ay 6b).

Artinya: membuat orangnya berdosa. Jadi kalau kita melaku­kan dosa dengan lidah, bukan hanya lidah kita saja yang berdosa, tetapi se-luruh diri kita.

*        ‘menyalakan roda kehidupan’ (ay 6c).

Terjemahan yang lebih tepat adalah ‘membakar jalan kehidupan’, yang berarti ‘merusak seluruh hidup kita’.

*        ‘dinyalakan oleh api neraka’ (ay 6d).

Artinya: ditimbulkan oleh setan. Jadi dengan menggunakan lidah se-cara salah, pada hakekatnya kita sedang melayani setan!

3)   Lidah itu tidak bisa dijinakkan (ay 7-8).

Yakobus mengatakan bahwa semua binatang bisa dijinakkan dan telah dijinakkan oleh manusia, tetapi tidak ada orang yang bisa menjinakkan lidahnya sendiri! Ia bahkan menambahkan bahwa lidah itu adalah se-suatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh dengan racun yang me-matikan!

4)   Penggunaan lidah yang tidak konsisten (ay 9-12).

Sama seperti sebuah pohon tidak mungkin mengeluarkan 2 jenis buah, dan sebuah mata air tidak mungkin mengeluarkan air tawar dan air asin, maka Yakobus berkata bahwa lidah harus diguna­kan secara konsisten. Kita tidak boleh sebentar menggunakan lidah kita untuk Tuhan, dan se-bentar untuk setan!

Penerapan:

Boleh jadi kalau saudara sedang berada di gereja saudara menggunakan lidah saudara dengan baik. Pada waktu memberitakan Injil saudara juga menggunakan lidah saudara dengan baik. Tetapi bagaimana saudara menggunakan lidah saudara terhadap pegawai / bawahan / pembantu saudara? Bagaimana kalau saudara jengkel / marah? Apakah saudara lalu menggunakan lidah saudara untuk mencaci maki / mengutuki orang lain?

III) Apa yang harus kita lakukan?

Setelah kita tahu bahaya dari lidah / banyaknya dosa yang bisa dilakukan dengan lidah, maka apa yang harus kita laku­kan? Perlu kita ingat bahwa:

·         Ay 2 mengatakan bahwa orang yang tidak bersalah dalam perkataannya adalah orang yang sempurna, sedangkan dalam dunia ini tidak ada orang yang sempurna. Karena itu jelas bahwa tidak akan ada orang yang bisa tak bersalah dalam perkataannya.

·         Ay 8 mengatakan bahwa tak ada orang yang bisa menjinakkan lidah, karena lidah itu buas dan tak terkuasai.

Memang, manusia ada dalam keadaan Total Depravity (= bejat secara total), sehingga terpisah dari kasih karunia Allah, manusia tidak bisa berbuat apa-apa yang baik!

Karena itu, apa yang harus kita lakukan?

1)   Mintalah tolong kepada Tuhan.

Ingat bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah. Dan karena itu, berdoalah seperti Daud dalam Maz 141:3 - “Awasilah mulutku ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku”.

Kalau saudara sadar bahwa saudara adalah orang yang mempunyai ba-nyak kelemahan dalam menggunakan lidah, maka saudara perlu menaik-kan doa seperti itu beberapa kali tiap hari!

2)   Sucikanlah hati saudara!

Ingat bahwa apa yang keluar dari mulut berasal dari hati (Mat 12:34-35  Mat 15:18). Karena itu, sucikanlah hati saudara dengan:

a)         Percaya kepada Yesus!

Tanpa iman kepada Yesus, hati saudara tidak mungkin disuci­kan (Tit 1:15)!

b)         Mengisi diri saudara dengan Firman Tuhan.

Tuhan memakai FirmanNya sebagai alat untuk menyucikan kita (Yoh 15:3). Karena itu, kalau kita ingin hati kita disucikan, kita harus rajin dan tekun dalam mengisi diri kita dengan Firman Tuhan.

Penerapan:

·         apakah saudara selalu berusaha untuk mendengar Firman Tuhan dengan sebaik-baiknya?

·         apakah saudara rajin ikut Pemahaman Alkitab?

·         apakah saudara rajin dan berdisiplin dalam bersaat teduh?

Maukah saudara meminta Tuhan menjaga dan mengarahkan lidah saudara, dan maukah saudara berusaha menyucikan hati saudara dengan banyak belajar Firman Tuhan?

YAKOBUS 3:13-18

I) Hikmat dari dunia, nafsu manusia, setan-setan (ay 15).

1)   Mula-mula hikmat ini bekerja dalam hati.

Hal ini seharusnya bisa terlihat dari ay 14, tetapi ay 14 dalam Kitab Suci Indonesia ada kekurangannya.

Ay 14: Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran!”.

Karena itu perhatikan terjemahan dari NIV di bawah ini.

Ay 14 (NIV): “But if you harbor bitter envy and selfish ambi­tion in your hearts, ...” (= Tetapi jika kamu mempunyai iri hati yang pahit dan ambisi yang egois di dalam hatimu, ...).

Apa yang ditimbulkan oleh hikmat ini dalam hati manusia?

a)         Iri hati (ay 14).

Iri hati ini mewujudkan diri dalam ketidak-senangan melihat orang lain diberkati.

Dalam 1Kor 13:4 dikatakan bahwa ‘kasih itu ... tidak cembu­ru’. (Catatan: Kata Yunani yang diterjemahkan ‘cemburu’ itu sama dengan yang diterjemahkan ‘iri hati’ dalam ay 14 ini).

Jadi jelas bahwa iri hati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kasih. Kalau ada kasih, kita tidak akan iri hati, dan sebaliknya kalau ada iri hati maka disana tidak ada kasih!

Dalam gereja, seharusnya sikap yang benar adalah seperti yang dikatakan Paulus dalam 1Kor 12:26.

1Kor 12:26 - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita”.

Jadi, seharusnya kalau ada seorang yang menderita, maka semua ikut menderita, tetapi kalau ada seorang yang diberkati, semua harus bersukacita (bukannya iri hati / tidak senang!)

Paulus menggambarkan orang kristen sebagai anggota-anggota tubuh Kristus. Sekarang bayangkan, kalau mulut saudara menerima makanan, mungkinkah anggota tubuh yang lain, seperti tangan dan kaki, lalu menjadi iri hati / tidak senang? Ini betul-betul sesuatu yang tidak masuk akal, bukan? Tetapi anehnya, hal seperti itu sering terjadi dalam gereja! Orang kristen sering iri hati melihat saudara seimannya mendapat rumah baru, mobil, pekerjaan yang tinggi gajinya, pacar yang cantik, dsb.

Bahwa iri hati adalah sesuatu yang tidak bisa diremehkan / dibiarkan, terlihat dari pembunuhan yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel, yang asal mulanya adalah iri hati!

Thomas Manton: “The whole world, though otherwise empty of men, could not contain two brothers when one was envied” (= Seluruh dunia, sekalipun sebetulnya kosong, tidak bisa menampung 2 bersau­dara, dimana yang satu iri hati kepada yang lain).

Renungkan: kalau seluruh dunia tak bisa menampung 2 orang dimana yang seorang iri hati kepada yang lain, bisakah 1 gereja menampung 50 atau 100 orang dimana satu sama lain saling iri hati?

Juga keinginan Saul membunuh Daud, dan para tokoh agama membunuh Yesus, karena iri hati (1Sam 18:6-11  Mat 27:18).

Karena itu, kalau saudara sering iri hati, sadarilah bahwa itu ditimbulkan dalam hati saudara oleh hikmat dari setan, dan bertobatlah! Mintalah Tuhan mengampuni dosa itu dan bahkan menyucikan diri saudara dari dosa itu.

b)         ‘Mementingkan diri sendiri’ (ay 14).

Ini adalah sikap masa bodoh terhadap orang lain, yang penting diri sendiri enak dan benar. Ini bisa mewujudkan diri dalam hal jasmani, misalnya pada waktu makan bersama kita mengambil makanan yang enak sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan orang lain. Tetapi ini juga bisa mewujudkan diri dalam hal rohani, misalnya kalau kita hanya memperhatikan kerohanian diri kita sendiri. Yang penting saya rajin berbakti, belajar Firman Tuhan, bersaat teduh, melayani dsb. Apakah orang kristen yang lain membolos dari kebak­tian, menjadi suam / mundur, jatuh ke dalam dosa dsb, itu bukan urusan saya.

Illustrasi: Bayangkan orang yang berlatih angkat besi, dimana hanya satu anggota tubuh, misalnya lengan, yang diperhatikan dan dilatih, sedangkan anggota-anggota tubuh yang lain diabaikan. Pasti bentuk tubuh orang itu secara keseluruhan akan menjadi jelek sekali! Demikian juga kalau saudara hanya memikirkan pertumbuhan iman saudara sendiri, dan tidak mempedulikan pertumbuhan iman / kerohanian orang kristen yang lain. Pasti gereja saudara akan menjadi jelek bentuknya!

Penerapan: Maukah saudara memperhatikan siapa-siapa yang membolos dari kebaktian / Pemahaman Alkitab, dan mendoakan / mendorong orang itu untuk bertobat?

2)   Apa yang mula-mula ada dalam hati itu akan memanifestasikan diri ke luar dan menimbulkan kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.

Ay 16: “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.

Ini mengajar kita 2 hal:

a)   Dosa dalam hati pasti akan memanifestasikan diri ke luar menjadi dosa yang kelihatan.

Contoh: kalau kasih saudara kepada Tuhan menjadi pudar, maka mungkin mula-mula saudara masih bisa mempertahankan aktivitas rohani saudara seperti biasa, sehingga semua itu tidak terlihat. Tetapi lambat atau cepat, aktivitas rohani saudara akan terpengaruh, misalnya menjadi malas berdoa, malas mendengar Firman Tuhan, segan dalam melayani. Mungkin juga dosa-dosa yang sudah saudara tinggalkan akan kembali lagi, dan hal-hal duniawi menjadi makin penting / berharga bagi saudara!

b)   Dosa yang satu selalu menarik pada dosa yang lain.

Setan sering mengajak kita untuk berbuat dosa dengan kata-kata ‘satu kali ini saja’! Mengapa? Karena dia tahu bahwa dosa yang satu selalu menarik kita pada dosa yang lain.

Karena itu dalam Ef 4:27 Paulus berkata: ‘janganlah beri kesempatan kepada Iblis’.

NIV: do not give the devil a foothold (= jangan beri setan tempat berpijak).

Kalau saudara memberi setan kesempatan / tempat berpijak, ia pasti akan menuntut kesempatan yang lain / tempat berpijak yang lebih luas, sampai saudara dikuasai dan dibinasakan­nya!

II) Hikmat dari atas (ay 17).

Ay 17: “Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”.

Beberapa ciri dari orang yang mempunyai hikmat dari atas:

1)   Murni (ay 17).

Murni berarti tidak ada campuran / kotoran. Campuran / kotoran itu bisa merupakan motivasi yang salah, atau keti­dakbenaran.

Dalam ay 17 itu dikatakan pertama-tama murni’, dan ini menunjukkan bahwa tanpa kemurnian, hal-hal yang lain di bawah ini tidak akan terjadi.

2)   Pendamai (ay 17).

Ini menunjuk pada orang yang:

·         tak senang mencari gara-gara / permusuhan.

·         tak senang membalas kejahatan dengan kejahatan.

·         tak senang mengadu domba, tetapi sebaliknya senang menda­maikan.

Tetapi perlu diingat bahwa ‘pendamai’ ini bukannya orang yang lebih senang kompromi dari pada gegeran, pada saat dimana gegeran itu sebetulnya dibutuhkan. Misalnya pada saat kita melihat ada korupsi atau pengajaran sesat dalam gereja. Ingat bahwa yang dinomer-satukan adalah ‘murni’, dan karena itu, dalam mempertahankan kemurnian itu bisa saja kita terpaksa harus mengorbankan perdamaian!

Pada waktu Martin Luther melihat adanya begitu banyak ajaran dan praktek yang salah dari gereja Roma Katolik pada saat itu, apakah ia tetap memelihara perdamaian? Tidak, tetapi sebaliknya ia memakukan 95 thesisnya di pintu gereja Witten­berg, dan ini akhirnya menimbulkan perpecahan dalam gereja! Beranikah saudara menyalahkan Martin Luther dan menganggap­nya sebagai orang yang tidak cinta damai?

Thomas Manton: “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be blended together in confusion than one jot of truth perish” (= Jika perhatian yang paling utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa).

Calvin, dalam komentarnya tentang Ef 5:11, berkata: “But rather than the truth of God shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= dari pada kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).

Bandingkan juga dengan Wah 2:2 dan 2Kor 11:4 dimana pada waktu ada pengajar sesat / rasul palsu, ketidaksabaran justru dipuji sedangkan kesabaran justru dikecam!

Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

3)   Peramah (ay 17).

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘peramah’ ini adalah EPI­EIKES, yang menurut William Barclay merupakan kata Yunani yang paling tidak bisa diterjemahkan dari seluruh Perjanjian Baru.

RSV/KJV/NASB: gentle’ (= lemah lembut, ramah).

NIV: considerate’ (= penuh pertimbangan, baik budi).

Seorang penafsir mengatakan: “EPIEIKES conveys the idea of tempering justice with mercy” (= EPIEIKES menyampaikan gagasan melunakkan / me-lembutkan keadilan dengan belas kasihan).

Contoh: sikap Yesus dalam Luk 23:34a - “Yesus berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’”.

Sebetulnya kalau Yesus mau bersikap adil, Ia bisa saja langsung menghukum semua orang yang saat itu menyalibkan diriNya. Tetapi Ia berbelas kasihan kepada mereka, dan karena itu Ia berdoa supaya Bapa mengampuni mereka.

4)   Penurut (ay 17).

NIV: submissive’ (= bersifat tunduk).

Ini menunjuk pada ketundukan kepada Tuhan, kepada kebenaran / Firman Tuhan, dan kepada orang yang Tuhan tempatkan di atas kita, seperti orang tua, suami, pemerintah, guru dsb (Catatan: tentu saja dengan syarat bahwa mereka tidak menyu­ruh kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan, ataupun melarang kita melakukan apa yang diperintah­kan oleh Tuhan - bdk. Kis 5:29).

Ini juga menunjuk kepada orang yang tidak keras kepala, yang mau mengubah pendiriannya karena nasehat orang lain (Cata­tan: tetapi jangan diartikan sebagai yes-man!).

5)   Penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik (ay 17).

Belas kasihan tidak boleh hanya dinyatakan dalam perasaan saja, tetapi harus dinyatakan dengan tindakan praktis, yaitu menolong orang yang dikasihani itu.

6)   Tidak memihak (ay 17).

Ini berarti bahwa orang itu selalu bersikap adil, baik terhadap bawahan / pegawai, anak dsb.

Penerapan: Apakah saudara mempunyai ‘anak emas’ dan ‘anak tiri’? Dengan cara itu saudara merusak semua anak saudara, baik yang saudara anak tirikan maupun yang saudara anak emaskan!

7)   Tidak munafik (ay 17).

Artinya: tidak bermuka dua, tidak suka ber‘sandiwara’.

Penerapan: Apakah saudara sering bersikap manis kepada seseorang padahal saudara tidak menyenanginya? Ingat bahwa sikap ini tidak ditimbulkan oleh hikmat yang dari atas!

8)   Rendah hati (ay 13b).

Ay 13b: ‘Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan’. Ini salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.

Ay 13b (NIV): ‘Let him show it by his good life, by deeds done in the humility that comes from wisdom’ (= Baiklah ia menyatakannya oleh hidupnya yang baik, oleh perbuatan yang dilakukan dalam kerendahan hati yang datang dari hikmat).

Jadi dari terjemahan NIV ini terlihat bahwa kerendahan hati datang dari hikmat, atau dengan kata lain, hikmat ini menim­bulkan kerendahan hati.

III) Cara mendapatkan hikmat dari atas.

1)   Belajar Firman Tuhan.

Ay 13a: ‘Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi?’. Ini lagi-lagi salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.

Ay 13a (NIV): ‘Who is wise and understanding among you?’ (= Siapa yang bijak dan berpengertian di antara kamu?).

Yang dimaksud dengan pengertian di sini jelas adalah pengertian Firman Tuhan. Memang orang yang mempunyai banyak pengetahuan Firman Tu-han belum tentu bijak, tetapi orang tidak bisa bijak kalau tidak mempunyai pengetahuan Firman Tuhan.

Bdk. Maz 119:98-100 - “(98) PerintahMu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. (99) Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatanMu kurenungkan. (100) Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titahMu”.

Penerapan: Karena itu maulah belajar Firman Tuhan, dan maulah berkorban waktu, tenaga, pikiran, bahkan uang untuk bisa belajar Firman Tuhan. Memang kalau saudara sudah banyak belajar dan mengerti Firman Tuhan, maka pada waktu saudara belajar, saudara tidak bisa mendapatkan sebanyak seperti pada waktu saudara masih belum mengerti apa-apa. Tetapi justru di sini ketekunan saudara dalam belajar Firman Tuhan sangat dibutuhkan!

2)   Minta hikmat dari Tuhan.

Bdk. Yak 1:5-7 - “(5) Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikan kepadanya. (6) Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. (7) Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan”.

Tuhan berjanji bahwa kalau saudara kekurangan hikmat, dan saudara memintanya kepada Tuhan dengan iman, ia pasti akan memberikannya kepada saudara. Pernahkah saudara berdoa untuk meminta hikmat?

3)   Menjaga hati kita masing-masing.

Amsal 4:23 - “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”.

Kalau saudara sudah mempunyai hikmat dari atas, jangan mengira bahwa setan tidak akan terus menerus berusaha untuk memasukkan hikmatnya (iri hati, egoisme) ke dalam hati saudara. Karena itu kita harus selalu menjaga kebersihan hati kita.

Penerapan: Adakah kesombongan, iri hati, percabulan, keta­makan / cinta uang, kemalasan, kebencian / dendam dalam hati saudara? Bersihkan hal-hal itu dari hati saudara!

Maukah saudara berusaha untuk mendapatkan hikmat dari atas ini? Ingat bahwa kalau saudara tidak mendapat / mempunyai hikmat dari atas, maka hikmat dari dunia / setanlah yang akan mengisi diri saudara!

YAKOBUS 4:1-10

I) Akibat hawa nafsu / keinginan / iri hati.

1)   Ada konflik dalam diri kita.

Dalam diri setiap orang kristen yang sejati, pasti ada kon­flik antara keinginan Roh dan keinginan daging.

Mat 26:41 - “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.’”.

Ro 7:18-19 - “(18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.

Gal 5:17 - “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging - karena keduanya bertentangan - sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki”.

Tetapi selain itu, juga ada konflik antara keinginan daging yang satu dan keinginan daging yang lain, atau hawa nafsu yang satu dengan hawa nafsu yang lain. Untuk ini perhatikan ay 1: hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu’ (Catatan: kata yang diterjemahkan ‘hawa nafsu’ ini ada dalam bentuk jamak).

Contoh: keinginan terhadap uang maupun cewek bisa menimbulkan kon-flik dalam diri kita.

2)   Ada konflik antara diri kita dengan orang lain.

Ay 1-2a: “(1) Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (2a) Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.

Keinginan / hawa nafsu sering diikuti dengan rasa iri hati terhadap orang yang mempunyai apa yang kita inginkan itu. Dan iri hati ini bisa menim-bulkan konflik antara kita dengan orang itu.

3)   Ada konflik antara diri kita dengan Allah.

Perlu diingat bahwa konflik dengan sesama otomatis akan menimbulkan konflik dengan Allah. Konflik dengan Allah ini dinyatakan oleh Yakobus dengan menunjukkan beberapa hal:

a)         Tidak berdoa.

Ay 2b: “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa”.

Kalau kita mempunyai keinginan yang kita tahu sebagai keinginan yang salah, maka mungkin sekali kita tidak akan berani berdoa untuk meminta hal tersebut kepada Allah. Tetapi dengan tidak berdoa, per-sekutuan dengan Allah menja­di rusak.

b)         Kita berdoa dengan motivasi yang salah.

Ay 3: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu”.

Ada juga orang yang sekalipun tahu bahwa keinginannya salah, tetapi tetap nekad untuk berdoa. Tetapi doa seperti ini tidak akan dikabulkan oleh Allah (ay 3: ‘tetapi kamu tidak menerima apa-apa’). Ini bisa membuat kita menjadi marah / jengkel kepada Allah, sehingga ada konflik antara kita dengan Allah.

c)   Persahabatan dengan dunia menyebabkan kita menjadi musuh Allah.

Ay 4: “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.

1Yoh 2:15 - “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.

Dalam ay 4 itu, orang kristen yang bersahabat dengan dunia, oleh Yakobus dikatakan sebagai:

·         musuh Allah (ay 4).

·         orang-orang yang tidak setia (ay 4).

Kata-kata ‘orang-orang yang tidak setia’ ini oleh NASB diterjemahkan secara hurufiah dengan kata adulteresses (= pezinah perempuan). Mengapa disebut demikian? Karena sebagai orang yang percaya kepada Yesus, saudara sudah dipertunangkan dengan Kristus, dimana Kristus adalah calon mempelai laki-laki dan saudara adalah calon mempe­lai perempuan. Kalau saudara bersahabat dengan dunia, saudara melakukan penyelewengan secara rohani, sehingga saudara disebut ‘pezinah perempuan’!

Penerapan:

¨      setiap kali saudara membolos dari kebaktian demi menuruti ajakan teman / keluarga untuk piknik, atau demi pergi ke pesta pernikah-an, atau karena urusan keluarga, RT / RW dsb, maka saudara menjadikan diri saudara musuh Allah, dan saudara adalah seorang pezinah perempuan!

¨      kalau saudara mengutamakan pekerjaan / uang lebih dari Tuhan, saudara menjadikan diri saudara musuh Allah, dan saudara adalah seorang pezinah perempuan!

II) Asal usul hawa nafsu / keinginan / iri hati.

Ay 5 dalam Kitab Suci Indonesia salah terjemahan.

Ay 5 (NIV): ‘Or do you think Scripture says without reason that the spirit he caused to live in us envied intensely?’ (= Atau apakah kamu menyangka bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: roh yang disebabkanNya tinggal di dalam kamu sangat iri hati?).

Problem ay 5:

a)   Yang dimaksud dengan ‘roh’ itu Roh Kudus atau roh kita? Ingat bahwa dalam bahasa aslinya kata ‘roh’ tidak dimulai dengan huruf besar sekalipun menunjuk pada Roh Kudus.

b)   Dalam Perjanjian Lama tidak ada ayat yang bunyinya seperti itu. Lalu mengapa dalam ayat itu dikatakan ‘Kitab Suci berkata’?

Saya berpendapat bahwa:

a)   Yang dimaksud dengan ‘roh’ di sini adalah roh kita.

b)   Memang dalam Perjanjian Lama tidak ada ayat seperti itu karena Yako-bus tidak mengutip dari 1 ayat. Ia mengucapkan kalimat itu berdasarkan beberapa ayat dalam Perjanjian Lama.

Kata-kata ‘roh yang disebabkanNya tinggal di dalam kamu sangat iri hati’ artinya: roh kita condong pada iri hati. Ini sejalan dengan beberapa ayat Perjanjian Lama yang menun­jukkan kecondongan manusia kepada dosa seperti Kej 6:5  Kej 8:21 dsb. Jadi mungkin ayat-ayat inilah yang ada dalam pikiran Yakobus saat itu.

Jadi ay 5 ini berarti: karena kita adalah manusia yang lahir dalam dosa, maka kita pasti juga condong pada iri hati.

III) Obatnya adalah kasih karunia Allah.

Ay 6 dalam Kitab Suci Indonesia lagi-lagi salah terjemahan.

Perhatikan terjemahan NIV ini: ‘But he gives us more grace. That is why Scripture says: God opposes the proud but gives grace to the humble’ (= Tetapi Ia memberikan kasih karunia yang lebih besar. Karena itu Kitab Suci berkata: Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati).

Jadi sekalipun kecondongan kita pada dosa menyebabkan kita juga condong pada iri hati (ay 5), tetapi pemberian kasih karunia dari Tuhan bisa menga-tasi semua itu, sehingga memung­kinkan kita untuk tidak iri hati (ay 6a).

Selanjutnya ay 6b mengatakan bahwa kasih karunia itu diberi­kan kepada orang yang rendah hati. Ini aneh! Bukankah kasih karunia menunjukkan pemberian Allah kepada orang yang tidak berlayak menerima pemberian itu? Mengapa di sini dikatakan Allah memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati? Kalau demikian, bukankah kerendahan hati itu melayakkan kita untuk menerima kasih karunia Allah itu? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu saudara ketahui bahwa kita bisa rendah hati juga karena kasih karunia Allah!

Kesimpulannya: Allah perlu memberi kita kasih karunia supaya kita menjadi rendah hati, dan sesudah itu Allah perlu memberi kita kasih karunia lagi supaya kita tidak iri hati! Memang seluruh kehidupan orang kristen adalah karena kasih karunia!

  • Kalau kita bisa mendengar dan mengerti Injil apalagi percaya kepada Yesus Kristus, itu pasti karena kasih karunia Allah.
  • Kalau kita bisa rindu pada Firman Tuhan, mau belajar Firman Tuhan, dan bertumbuh dalam pengertian tentang Firman Tuhan, itu juga karena kasih karunia Allah.
  • Kalau kita mau dan bisa melayani Tuhan dengan setia, itu juga karena kasih karunia Allah.
  • Kalau kita bisa membuang dosa dan mentaati Tuhan, itu juga karena kasih karunia Allah.
  • Kalau kita bisa setia ikut Tuhan sampai mati, itu lagi-lagi karena kasih karunia Allah.

Kalau saudara bisa lebih menyadari hal ini, maka saudara akan menjadi orang kristen yang lebih dipenuhi dengan pujian dan syukur kepada Tuhan!

IV) Tanggung jawab kita.

Kalau semua karena kasih karunia Allah, apakah ini menunjukkan bahwa kita tidak mempunyai kewajiban apa-apa lagi? Apakah kita hanya perlu berpang-ku tangan menantikan datangnya kasih karu­nia Allah itu? Tentu saja tidak!

Sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme mengajarkan kedaulatan Allah yang menentukan segala sesuatu, tetapi ajaran Reformed / Calvinisme yang sejati tidak pernah membuang atau meremehkan tanggung jawab manusia! Demikian juga, sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme percaya bahwa seluruh kehidupan kristen itu karena kasih karunia Allah, dan bahwa tanpa kasih karunia Allah kita sama sekali tidak bisa melakukan apapun yang baik, tetapi ajaran Reformed / Calvinisme tidak pernah membuang atau meremehkan tanggung jawab manusia. Karena itu kalau ada orang / hamba Tuhan yang menyerang ajaran Reformed / Calvinisme dengan mengatakan bahwa ajaran Reformed / Calvinisme mengajar orang menjadi pasif / apatis, maka serangan mereka sebetulnya salah alamat! Yang mereka serang sebetulnya adalah Hyper-Calvinisme, bukan Reformed / Calvi­nisme.

Sekarang mari kita kembali pada pokok persoalan dalam Yakobus ini. Tadi sudah kita lihat bahwa untuk membuang iri hati maka kita harus menjadi rendah hati. Sekarang apa tanggung jawab kita untuk bisa menjadi rendah hati?

1)   Tunduk kepada Allah.

Ay 7: “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”.

Orang sombong paling sukar untuk tunduk! Kalau ditegur, bahkan men-jadi marah! Tetapi kita harus belajar untuk membuang hal-hal itu. Kita harus belajar untuk mau tunduk pada waktu menerima teguran Firman Tuhan, tidak peduli siapapun yang menyampaikan Firman Tuhan itu!

2)   Lawanlah Iblis (ay 7).

Ketundukan kepada Allah harus dibarengi dengan perlawanan terhadap Iblis! Kita tidak bisa tunduk kepada Allah, dan pada saat yang sama juga mau tunduk kepada Iblis! Orang yang mencintai kesucian, harus mem-benci dosa!

Kalau kita mau tunduk kepada Allah dan melawan Iblis, Yako­bus menga-takan bahwa Iblis itu akan lari dari kita (ay 7). Jangan menafsirkan kalimat ini seakan-akan Iblis itu akan menjauhi kita dan tidak menyerang kita lagi! Bandingkan dengan Luk 4:13 - “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan menunggu waktu yang baik”.

Jadi arti dari ay 7 itu adalah: kalau kita mau tunduk kepada Allah dan melawan Iblis, maka Iblis akan kalah!

3)   Mendekat kepada Allah (ay 8a).

Ay 8a: “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu”.

Kalau kita memang mau melawan Iblis, maka kita harus sadar bahwa kita tidak bisa melawan Iblis dengan kekuatan / kecerdasan kita sebagai manusia! Kita membutuhkan kekuatan dan hikmat dari Allah untuk melawan Iblis, dan karena itu, kita harus dengan rendah hati mendekat kepada Allah!

Dan kalau saudara mau mendekat kepada Allah, Allah berjanji akan mendekat kepada saudara (ay 8a). Mungkin saudara pernah merasakan bahwa saudara mau mendekat kepada Allah, tetapi Allah tetap tidak mau mendekat kepada saudara. Kalau ini terjadi, yakinlah bahwa itu bukan terjadi karena Allah mengingkari janjiNya di sini! Itu mungkin hanya perasaan saudara belaka, atau itu mungkin betul-betul fakta, dan itu terjadi karena adanya dosa yang belum saudara singkirkan!

4)   Menyucikan diri kita.

Ay 8b: “Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!”.

Kalau kita mau mendekat kepada Allah, maka kita tidak mung­kin mela-kukan hal itu dengan mempertahankan dosa (apapun juga adanya dosa itu). Kita harus menyucikan diri!

Kata ‘tangan’ dalam ay 8b itu merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana sebagian mewakili seluruhnya) yang mewakili seluruh tubuh kita. Ini menunjukkan bahwa kita harus menyucikan seluruh kehi-dupan lahiriah kita.

Kata ‘hati’ (ay 8c) dikontraskan dengan ‘tangan’ dan menunjukkan bahwa penyucian juga harus terjadi dalam hati, pikiran, dan motivasi kita.

Penyucian diri ini harus mencakup juga penyesalan dan pengakuan dosa. Dan ini dibahas oleh Yakobus dalam ay 9-10:

·         Ay 9 (NIV): ‘Grieve, mourn and wail. Change your laughter to mourning and your joy to gloom’ (= Bersedihlah, berka­bung dan merataplah. Hendaklah tertawamu diganti dengan perkabungan dan sukacitamu dengan kemurungan).

Penerapan: Kalau saudara menyadari bahwa saudara sudah berbuat dosa, apakah saudara menyesali dosa itu dengan cara seperti yang diperintahkan oleh ay 9 di atas?

·         Ay 10: “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu”.

Ay 10 ini bukan hanya mencakup perintah untuk mengakui dosa dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan (ay 10a), tetapi juga mencakup janji Tuhan yang menyatakan bahwa Ia akan menerima orang yang mengaku dosa dengan sungguh-sungguh (ay 10b: “dan Ia akan meninggikan kamu”.).

Kalau saudara mau melakukan hal-hal ini, maka saudara akan menjadi rendah hati, sehingga saudara akan menerima kasih karunia Allah untuk mengalahkan hawa nafsu / keinginan dan iri hati. Maukah saudara melaku-kannya?

YAKOBUS 4:11-12

I) Apakah fitnah itu?

1)   ‘Fitnah’ dalam bahasa sehari-hari:

a)   Memfitnah berarti menceritakan sesuatu yang jelek (tetapi yang tidak benar) tentang orang lain, dengan tujuan menja­tuhkan orang itu. Ini adalah sesuatu yang sering sekali terjadi, seperti:

·         istri Potifar memfitnah Yusuf (Kej 39:6-20).

·         Ziba memfitnah Mefiboset (2Sam 16:1-4  2Sam 19:24-27).

·         tokoh-tokoh Yahudi memfitnah Yesus (Mat 26:59-61).

·         orang-orang Yahudi memfitnah Stefanus (Kis 6:13-14).

b)   Memfitnah juga bisa terjadi pada saat saudara men­ceritakan half truth (= setengah kebenaran).

Memang tidak setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus men-ceri­takan seluruh kebenaran. Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini, sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah orang yang kita ceritakan itu.

Misalnya kalau saudara bertemu dengan saya pada waktu saya pergi ke bioskop dengan istri saya dan seorang wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa saya pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istri saya), maka itu jelas adalah half truth yang bersifat memfitnah!

Karena itu kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikir-kanlah lebih dulu, apakah dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama orang lain.

c)   Memfitnah juga bisa terjadi kalau saudara menceritakan seluruh kebe-naran, tetapi dengan nada dan mimik wajah yang berbeda dengan keadaan aslinya. Misalnya: kalau si A berka­ta kepada saudara: ‘si B itu gendeng’. Ia mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum, dan tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi saudara lalu menyam-paikan hal itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata: kamu itu gen­deng!!’, dengan nada membentak dan wajah yang marah, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!

Karena itu setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikata-kan oleh orang lain, perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!

2)   ‘Fitnah’ dalam bahasa Yunaninya:

Dalam ay 11, kata Yunani yang diterjemahkan ‘memfitnah’ adalah KATALALEITE yang sebetulnya berarti ‘berbicara menja­tuhkan orang lain’, atau ‘berbicara menentang orang lain’.

Lambat laun ada arti tambahan dalam kata Yunani ini, sehingga artinya menjadi ‘berbicara tentang orang lain di belakang mereka dengan cara menghina / merendahkan’ [Catatan: kata Yunani KATALALEITE diguna-kan dalam Maz 50:20 dan Maz 101:5 versi Septuaginta / LXX (= Perjan-jian Lama yang diterjemahkan ke bahasa Yunani)].

3)   ‘Fitnah’ dalam Yak 4:11-12:

Kelihatannya ‘memfitnah’ di sini mempunyai arti yang khusus / berbeda. Ini terlihat dari:

a)         Ay 11a: ‘memfitnah saudaranya atau menghakiminya’.

Jadi, memfitnah diartikan menghakimi.

b)   Ay 11b: tindakan itu dianggap sebagai ‘mencela hukum dan meng-hakiminya’. Kalau memang yang dimaksud adalah memfitnah biasa, bagaimana mungkin tindakan itu dianggap sebagai mencela hukum dan menghakiminya?

Yang dimaksud dengan memfitnah di sini adalah: mencela orang (baik di depan maupun di belakang orang itu) karena ia tidak hidup sesuai dengan prinsip hidup kita / pandangan kita, padahal Kitab Suci tidak melarang tindakan orang itu.

Kalau kita mencela seseorang karena ia hidup tidak sesuai dengan Kitab Suci, maka itu tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau kita mencela orang karena ia tidak hidup sesuai pandangan / prinsip kita yang tidak ada dalam Kitab Suci, maka itu adalah memfitnah yang dimaksudkan oleh Yakobus di sini.

Contoh:

·         orang Farisi mengecam murid-murid Yesus karena mereka makan dengan tangan yang tidak dibasuh (Mat 15:1-2).

·         orang Farisi mengecam murid-murid Yesus karena mereka memetik gandum dan memakannya, pada hari Sabat (Mat 12:1-2)

·         gereja / pendeta tertentu yang mengecam orang yang menonton bioskop / TV, memakai blue jean, kaos bergambar naga, berenang dsb.

·         orang yang mengecam hamba Tuhan yang tertawa terbahak-bahak, atau yang makan di warung, dsb.

·         orang yang mengecam laki-laki yang mau menikah dengan perem-puan yang lebih tua / lebih tinggi.

·         orang yang mengecam perempuan yang mau menikah dengan laki-laki yang miskin.

Perhatikan bahwa kecaman-kecaman di atas ini semuanya tidak punya dasar Kitab Suci. Dasarnya hanyalah tradisi atau selera dari si pengecam belaka!

II) Mengapa tidak boleh memfitnah?

1)   Tindakan itu adalah tindakan yang mencela hukum dan menghakiminya dan itu tidak menjadikan kita sebagai penurut hukum (ay 11).

Kalau pandangan kita tidak ada dalam Kitab Suci, atau tidak sesuai de-ngan Kitab Suci, tetapi toh kita pakai sebagai standard dalam mengecam orang lain, maka secara implicit itu berarti bahwa kita beranggapan bahwa ‘Firman Allah / hukum itu salah; anggapan saya yang benar’. Karena itu maka tindakan ini disebut sebagai tindakan yang mencela hukum dan menghakiminya.

2)   Hanya ada 1 Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Allah sendiri (ay 12).

Kalau pandangan kita tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi tetap kita pakai sebagai dasar / standard untuk mengecam orang lain, maka itu sama saja dengan kalau kita membuat hukum baru. Dan pada saat kita meng-gunakan pandangan kita untuk mengecam orang lain, maka kita men-jadikan diri kita hakim. Padahal Allah adalah satu-satunya Pembuat hu-kum dan Hakim. Kita tidak berhak membuat hukum maupun menjadi hakim!

III) Bagaimana supaya tidak memfitnah.

1)   Kita harus menjunjung tinggi otoritas Firman Allah dalam hidup kita.

Ay 11 menunjukkan bahwa kita seharusnya menjadi ‘penurut hukum’. Ini berarti kita tunduk pada hukum / Firman Allah, dan menjunjung tinggi otoritasnya dalam hidup kita!

Kalau saudara adalah orang yang menjunjung tinggi otoritas Firman Allah dalam hidup saudara, maka saudara tidak akan memfitnah lagi, karena 

a)   Orang yang menjunjung tinggi otoritas Firman Allah, tidak akan menilai orang lain berdasarkan pandangannya sendiri, tetapi akan menilainya berdasarkan Firman Allah.

b)   Orang yang menjunjung tinggi otoritas Firman Allah akan memban-dingkan pandangan / prinsip hidupnya dengan Firman Allah, dan mengubahnya / menyesuaikannya dengan Firman Allah.

2)   Kita harus mengakui otoritas Allah sebagai Pembuat hukum dan Hakim (ay 12).

Dengan demikian kita tidak akan mencipta hukum sendiri ataupun meng-hakimi orang lain menurut pandangan kita sen­diri.

3)   Sadarilah siapa diri saudara (ay 12).

Kita adalah:

a)   Orang yang tidak mempunyai hak untuk membuat hukum dan meng-hakimi.

b)   Orang yang berdosa, sehingga kita juga adalah terdakwa, bukan hakim.

John Wesley berkata: “I am a poor, weak, dying worm” (= aku adalah cacing yang miskin, lemah dan mau mati).

Kalau saudara mempunyai pandangan yang benar dan rendah hati ten-tang diri saudara sendiri, maka saudara tidak akan memfitnah!

4)   Kasihilah sesama saudara.

Dalam ay 11 sekalipun Yakobus menegur, tetapi ia tetap menyebut me-reka dengan istilah ‘saudara’ yang jelas menun­jukkan kasih.

Kalau kita ada kasih, maka kita tidak akan memfitnah / menghakimi!

Lakukanlah ke 4 hal di atas, maka saudara tidak akan memfit­nah lagi!

YAKOBUS 4:13-17

Banyak orang berpendapat bahwa self-confidence (= keyakinan / kepercayaan kepada diri sendiri) adalah sesuatu yang sangat penting untuk bisa sukses, baik dalam hal bekerja, maupun study, olah raga, mencari pacar, melayani Tuhan dsb.

I) Sikap Kitab Suci terhadap self-confidence.

Ay 13 menunjukkan orang yang mempunyai self-confidence. Adanya self-confidence itu menyebabkan orang itu bisa memastikan akan:

·         saat keberangkatannya (‘hari ini atau besok’).

·         tujuannya (‘kota anu’).

·         lamanya ia tinggal di sana (‘1 tahun’).

·         apa yang akan dikerjakan di sana (‘berdagang’).

·         kesuksesannya (‘akan mendapat untung’).

Apakah Yakobus / Kitab Suci memuji orang itu karena self-confi­dence yang dimilikinya? Lihat ay 16! Kata ‘salah’ (ay 16) diterjemahkan evil (= jahat) oleh KJV/RSV/NIV/NASB. Jadi jelas bahwa Yakobus bukannya memuji tetapi se-baliknya bahkan mengecam orang itu. Dan yang dikecam Yakobus bukanlah:

¨      pekerjaan orang itu / berdagang / keinginan untuk mendapat untung. Ini tidak salah!

¨      perencanaan untuk masa depan.

Banyak orang mengajar berdasarkan Mat 6:25-34 bahwa kita tidak boleh merencanakan untuk masa depan. Perencanaan dianggap sebagai bukti bahwa kita kurang beriman dan itu adalah dosa. Tetapi ajaran semacam ini adalah salah! Mat 6:25-34 tidak melarang perencanaan untuk masa depan, tetapi melarang kekuatiran dalam menghadapai masa depan! Bacalah Kej 41:34-36 dan Amsal 6:6-8 yang jelas menunjukkan bahwa perencanaan untuk masa depan itu tidak bertentangan dengan iman, tidak salah, dan bahkan harus dilakukan.

Jadi, yang dikecam oleh Yakobus adalah self-confidence orang itu.

II) Kesalahan dari self-confidence.

1)   Self-confidence menyebabkan kita berusaha tanpa bimbingan ataupun pertolongan Tuhan.

Lihat ay 13 lagi. Orang itu sedikitpun tidak berdoa untuk meminta pim-pinan Tuhan ataupun untuk meminta penyertaan, pertolongan dan berkat Tuhan. Ia yakin dirinya sendiri bisa melakukannya dengan sukses tanpa Tuhan.

Mungkin sekali saudara tetap berdoa untuk meminta pimpinan dan per-tolongan Tuhan sekalipun saudara adalah orang yang mempunyai self-confidence. Tetapi kalau demikian halnya, saya percaya bahwa doa saudara itu adalah doa yang tidak sungguh-sungguh dijiwai! Saudara mungkin berdoa hanya seba­gai rutinitas, kebiasaan, kewajiban dsb. Dengan demikian pada hakekatnya saudara tidak berbeda dengan orang yang diceritakan oleh Yakobus ini.

2)   Kita tidak tahu apa yang terjadi besok (ay 14a  bdk. Amsal 27:1).

Ay 13 kontras dengan ay 14! Ay 13 menunjukkan bahwa orang itu merasa pasti akan segala sesuatu. Tetapi ay 14 berkata ‘kamu tidak tahu’. Ay 13 mengatakan ‘satu tahun’, tetapi ay 14 mengatakan ‘besok’.

Kalau saudara begitu buta tentang apa yang akan terjadi besok, bagai-mana saudara bisa mempunyai self-confidence? Bagaimana kalau besok saudara sakit, tertimpa kecelakaan / musibah, kerampokan, atau bahkan mati? Apakah itu tidak menggagalkan rencana saudara?

3)   Kita adalah manusia yang lemah (ay 14b).

Ay 14b itu menunjukkan bahwa diri kita bersifat fana / sementara dan itu menunjukkan bahwa kita itu lemah. Jadi bagaimana kita bisa memper-cayai diri sendiri? Kalau kita memang lemah, lalu bagaimana kita bisa menaruh keyakinan / kepercayaan kepada sesuatu / seseorang yang lemah?

Dalam Mark 14:29,31 terlihat bahwa Petrus mempunyai self-confidence yang besar sekali. Tetapi hal itu justru membuat ia jatuh sangat dalam dengan menyangkal Yesus sebanyak 3 x sambil bersumpah dan me-ngutuk!

Kalau saudara terus hidup dalam self-confidence, maka ada saatnya Tu-han akan menghajar saudara dengan kejatuhan / kegagalan / penderitaan supaya saudara sadar akan kelemahan saudara!

4)   Self-confidence adalah suatu kesombongan (ay 16).

Kata ‘congkak’ dalam ay 16, dalam bahasa Yunaninya adalah ALAZO-NEIA.

William Barclay mengatakan bahwa kata ini biasanya ditujukan kepada penjual obat. Jadi orang yang mempunyai self-confi­dence disamakan seperti penjual obat yang selalu menyombong­kan / membual tentang obatnya (bdk. Yoh 15:5).

III) Apa yang harus kita lakukan?

1)   Berhenti, untuk bisa berpikir / merenung.

Kata-kata ‘jadi sekarang’ (NIV: ‘Now listen’; NASB: ‘Come now’) pada awal ay 13, dalam bahasa Yunaninya adalah AGE NUN.

Thomas Manton mengatakan bahwa ini adalah suatu ungkapan yang menyuruh berhenti untuk berpikir dan merenung. Tanpa itu kita akan terus hidup dalam dosa self-confidence itu tanpa kita sadari.

Biasanya tiap orang (bahkan yang rendah diri sekalipun) mempunyai segi-segi kehidupan tertentu dimana ia merasa yakin akan dirinya sendiri.

Dalam ay 13 Yakobus menggunakan contoh tentang orang yang mau berdagang karena orang-orang Yahudi banyak yang berda­gang. Itu memang keahlian mereka dan karena itu dalam hal itu mereka punya self-confidence. Karena itu hati-hatilah dengan ‘kekuatan’ saudara! Itu adalah tempat dimana saudara mudah jatuh ke dalam dosa self-confidence (bdk. Simson dalam Hak 15:16-19 dan Hak 16:20).

Karena itu, berhentilah dari kegiatan-kegiatan saudara, renungkan tem-pat-tempat dimana saudara mempunyai self-confidence. Lalu akuilah hal itu sebagai dosa, mintalah ampun kepada Tuhan dan mintalah supaya Ia mengubah saudara!

2)   Ingat dan sadarilah bahwa segala sesuatu hanya bisa terjadi kalau Allah menghendakinya (ay 15).

Calvin mengatakan bahwa ‘kehendak Allah’ di sini menunjuk pada ren-cana / ketentuan Allah yang kekal (God’s eternal decree).

Dan ay 15 itu mengatakan bahwa baik hidup kita maupun tindakan / perbuatan kita tergantung sepenuhnya pada kehen­dak Allah itu. Hanya kalau Allah menghendaki barulah kita bisa hidup dan berbuat ini dan itu (bdk. Kis 17:28  1Kor 8:6  Maz 31:16  Maz 127:1  Ams 16:1,9).

Kalau kita selalu menyadari hal itu maka kita tidak akan punya self-confidence.

Pertanyaan: Haruskah kita betul-betul mengucapkan kata-kata ‘Jika Tu-han menghendakinya’ seperti dalam ay 15? Paulus sering mengucapkan kata-kata seperti itu (Kis 18:21  Ro 1:10  1Kor 4:19  1Kor 16:7), tetapi di tempat lain Paulus mengucapkannya secara implicit (Ro 15:24). Yohanes juga mengucapkannya secara implicit (3Yoh 10).

Jadi boleh saja kita mengucapkan kata-kata seperti itu asal tidak sekedar menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting bukan­lah mengucapkan kata-kata itu, tetapi kesadaran dalam hati dan pikiran kita bahwa segala sesuatu hanya bisa terjadi kalau itu adalah kehendak Tuhan.

3)   Ubahlah self-confidence itu menjadi God-confidence.

Kalau Kitab Suci melarang kita mempunyai self-confidence, itu tidak ber-arti bahwa semua orang kristen harus menjadi orang yang rendah diri, pesimis dan selalu ragu-ragu / kuatir. Ini tidak beriman! Kita harus mela-kukan segala sesuatu dengan yakin, tetapi keyakinan itu tidak boleh kita letak­kan pada diri kita sendiri, tetapi kepada Tuhan. Ini terli­hat dari ay 15 yang berbunyi ‘jika Tuhan menghendakinya....’ (bdk. Fil 4:13).

Tetapi kita tidak akan bisa mempunyai keyakinan seperti ini kecuali kalau kita yakin bahwa apa yang kita lakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan.

Contoh: Daud dalam 1Sam 17:31-47. Ia yakin bahwa Tuhan menghen-dakinya untuk berkelahi melawan Goliat dan pada waktu ia maju untuk berkelahi, ia yakin ia akan menang. Tetapi ia meletakkan keyakinananya kepada Tuhan, bukan pada dirinya sendiri.

Contoh lain: Yonatan dalam 1Sam 14:6-15.

Ketiga hal tersebut di atas harus saudara lakukan. Kalau saudara tidak mau lakukan, apa yang terjadi? Bacalah ay 17 - itu adalah dosa, karena tidak melakukan apa yang baik adalah dosa!

Buanglah self-confidence atau saudara hidup dalam dosa!

YAKOBUS 5:1-6

Bagian ini jelas sekali menyerang orang-orang kaya. Tetapi perlu diingat bahwa Kitab Suci tidak menyerang semua orang kaya. Dalam Luk 16:19-31 memang dikatakan bahwa Lazarus yang miskinlah yang masuk ke surga, sedangkan orang kayanya masuk ke neraka (itupun karena Lazarusnya beriman dan orang kayanya tidak). Tetapi juga dikatakan dalam bagian itu bahwa di surga juga ada Abraham yang juga adalah orang kaya.

Jadi, kalau saudara adalah orang kaya, jangan cepat-cepat ter­singgung pada waktu mendengar / membaca / mempelajari bagian ini. Tetapi sebaliknya, juga jangan cepat-cepat mengabaikan bagian ini dan beranggapan bahwa bagian ini tidak menyerang saudara.

Dalam bagian ini Yakobus mengecam dosa-dosa tertentu dari orang-orang kaya pada saat itu, dan kalau dosa-dosa itu ada pada sauda­ra, maka saudara termasuk orang yang dikecam / diserang oleh Yakobus!

I) Dosa-dosa orang-orang kaya itu.

1)   Mengumpulkan harta pada hari-hari terakhir (ay 3).

a)   Yang dimaksud dengan ‘mengumpulkan harta / uang’ di sini tidak sama dengan bekerja mencari nafkah! Kitab Suci meng­haruskan kita bekerja untuk mencari nafkah (2Tes 3:10  bdk. Kej 3:17-19), dan kare-nanya ini bukanlah dosa. Bahkan kalau kita bekerja untuk mengum-pulkan uang untuk tujuan tertentu (yang bisa dipertanggungjawab-kan), seperti ingin membeli rumah dsb, itu tentu tidak bisa disalahkan! Yang dikecam oleh Yakobus di sini adalah orang yang mengum­pulkan harta / uang, demi harta itu sendiri. Jadi harta adalah tujuan akhir dari orang itu. Ini adalah cinta uang / harta dan ini adalah dosa (bdk. 1Tim 6:10  Mat 6:19-21  Amsal 23:4).

b)         Yang dimaksud dengan harta belum tentu berbentuk uang.

Dalam ay 2-3 ada kata ‘busuk’ yang jelas menunjuk pada makanan (gandum, jagung); juga disebut tentang ‘pakaian’ karena pada saat itu harta memang sering ada dalam bentuk pakaian; dan juga disebutkan tentang emas dan perak. Karena itu kalau saudara tidak menimbun uang, tetapi menim­bun mobil, rumah / tanah, permata / perhiasan, dsb, maka itu termasuk menimbun harta juga!

c)         Orang-orang kaya itu mengumpulkan uang pada hari-hari terakhir.

Ay 3: ‘hari-hari yang sedang berakhir’. Ini salah terjemahan. Banding-kan dengan terjemahan NIV dan NASB di bawah ini.

NIV/NASB: in the last days (= pada hari-hari terakhir).

Sebetulnya hari-hari terakhir adalah saat dimana manusia harus lebih mendekat kepada Tuhan, bersiap sedia menghadapi kedatangan Kris-tus yang keduakalinya, menyucikan dirinya, melayani Tuhan, belajar Firman Tuhan, berdoa dsb (Ibr 10:24-25). Tetapi orang-orang kaya ini justru menimbun harta untuk dirinya sendiri!

Seseorang memberikan komentar tentang uang / harta sebagai ber-ikut: “Prize them less; when you possess them, let them not possess you” (= Hargailah mereka lebih rendah; kalau engkau memiliki mereka, jangan biarkan mereka memiliki eng­kau).

2)   Menahan upah buruh (ay 4).

Dalam Ul 24:14-15 terdapat:

·         larangan memeras buruh / pekerja.

·         perintah untuk membayar upah buruh tepat pada waktunya, karena sebagai orang miskin ia mengharapkan dan membutuhkan uang itu.

Tetapi orang-orang kaya ini tidak mempedulikan hukum Tuhan, dan me-reka menahan upah buruh. Jadi, dalam usaha mereka untuk menjadi lebih kaya, mereka tidak segan-segan menindas dan merugikan orang lain / buruh mereka. Mereka berusaha menda­patkan harta dengan cara yang tidak adil dan tidak halal.

Sebetulnya, berdasarkan Yak 4:17, orang kaya yang tidak menolong orang miskin / menderita, sudah dianggap berdosa. Apalagi mereka ini bukan hanya tidak menolong, tetapi bahkan menindas!

Penerapan:

¨      Apakah saudara sering terlambat membayar gaji pegawai / pembantu saudara? Dan apakah saudara memperhitungkan bahwa dengan gaji itu pegawai saudara itu bisa hidup layak? Jangan hanya memperhati-kan standard gaji, tetapi perhatikan juga hukum kasih kepada sesama manusia!

¨      Apakah dalam usaha saudara untuk menjadi lebih kaya, sauda­ra se-ring merugikan orang lain? Apakah dalam berdagang saudara berusa-ha menghancurkan saingan saudara?

3)   Hidup berfoya-foya (ay 5).

Kitab Suci memang tidak menyuruh kita untuk hidup sebagai pertapa. Kitab Suci tidak melarang kita untuk berpesta / bersenang-senang. Tetapi orang kaya di sini, melakukannya secara kelewat batas. Mereka berpesta pora dan memuaskan hati mereka setiap hari.

Kata-kata ‘hari penyembelihan’ menunjuk pada hari raya orang Yahudi (semacam Thanksgiving Day di Amerika), dimana mereka menyembelih binatang, sebagian dagingnya untuk korban dan sebagian lagi untuk dimakan dalam pesta. Orang-orang kaya ini hidup seakan-akan setiap hari adalah hari penyembelihan. Bdk. Luk 21:34.

Penerapan: Apakah saudara termasuk orang yang hidup berfoya-foya dan senang menghamburkan uang tanpa penguasaan diri? Bertobatlah dan gunakan uang itu untuk hal-hal yang lebih memuliakan Tuhan.

4)   Menghukum dan membunuh orang benar (ay 6).

Ada 2 faktor yang memberatkan kesalahan mereka:

·         Yang dihukum dan dibunuh adalah ‘orang benar’.

Tentang siapa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ di sini, ada yang mengatakan Yesus, Yohanes Pembaptis, Stefanus, atau orang kris-ten.

·         Yang dibunuh tidak melawan.

Renungkan: Seringkah saudara menindas / berlaku sewenang-wenang terhadap orang yang miskin?

II) Akibat dosa.

Ay 4 diterjemahkan secara kurang benar oleh Kitab Suci Indone­sia. Ban-dingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.

NIV: “Look! The wages you failed to pay the workmen who mowed your fields are crying out against you. The cries of the harvesters have reached the ears of the Lord Almighty” (= Lihat! Upah yang tidak engkau bayarkan kepada pekerja-pekerja yang memotong ladangmu berteriak menentang engkau. Teriakan dari para penuai telah mencapai telinga Tuhan yang mahakuasa).

Jadi dalam terjemahan NIV ini terlihat bahwa ada 2 teriakan (hal ini tidak terlihat dalam Kitab Suci Indonesia):

a)   Teriakan dari upah yang tidak dibayar.

Ini jelas bukan teriakan sungguh-sungguh, tetapi suatu kiasan yang arti-nya adalah bahwa Allah melihat ketidak-adilan itu. Bandingkan dengan teriakan darah Habil dalam Kej 4:10.

Ini menunjukkan bahwa sekalipun orang yang ditindas itu tidak berteriak kepada Allah, tetapi Allah tetap melihat penindasan itu.

b)   Teriakan dari buruh yang tertindas.

Ini teriakan yang sungguh-sungguh, karena para buruh yang tertindas itu berteriak kepada Allah dalam doa, dan Allah mendengar doa mereka.

Dua hal ini menyebabkan Allah bertindak terhadap orang-orang kaya itu. Apa tindakan Allah?

1)   Memberi kesengsaraan kepada orang-orang kaya itu (ay 1).

Jangan mengira bahwa orang kaya tidak bisa sengsara! Mereka bisa mengalami ketidak-damaian, kegelisahan, kekuatiran, kekosongan dalam hati, kesumpekan, stress karena pekerjaan, penyakit dan macam-macam problem yang lain.

2)   Menghancurkan kekayaan mereka (ay 2-3).

Kalau setan bisa menghancurkan harta dan anak-anak Ayub dalam 1 hari, maka Allah pasti lebih berkuasa untuk menghan­curkan harta dari orang-orang kaya itu.

Kata-kata ‘busuk’, ‘ngengat’, dan ‘karat’ menunjukkan bahwa Allah bisa menghancurkan kekayaan mereka dengan bermacam-macam cara. Dan kalau dikatakan bahwa emas dan perak mereka berkarat, ini tidak berarti bahwa Kitab Suci betul-betul mempercayai bahwa emas dan perak bisa berkarat. Artinya adalah bahwa bagaimanapun hebatnya pengamanan mereka terha­dap harta mereka, Allah bisa menghancurkannya! Karena itu kalau saudara menyimpan uang saudara di bank (bank luar negeri sekalipun!), atau menyimpannya dalam bentuk emas dan permata, atau menyimpannya dalam bentuk US $, atau menyim­pannya dalam bentuk rumah atau tanah, atau menyimpannya dengan cara apapun yang sau-dara anggap paling aman, ingatlah bahwa kalau Allah mau, Ia tetap bisa menghancurkannya dalam sekejap mata!

Kehancuran kekayaan mereka adalah penderitaan yang terhebat bagi orang-orang yang cinta uang! Mungkin mula-mula hal ini hanya menim-bulkan penderitaan batin, tetapi lalu bisa menja­di penderitaan jasmani, seperti pusing, sakit jantung, tekanan darah tinggi, sakit maag, dsb. Ini ditunjukkan oleh ay 3b yang berkata ‘karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api’.

III) Bagi orang miskin yang tertindas.

Sebetulnya bagian ini tidak ditujukan kepada orang-orang kaya, tetapi kepada orang-orang miskin yang tertindas. Calvin mengatakan bahwa bagian ini bukanlah suatu seruan untuk bertobat bagi orang-orang kaya itu. Calvin menafsirkan bahwa kata-kata ‘menangis dan merataplah’ dalam ay 1, artinya bukan ‘bertobatlah’, tetapi ‘celakalah’. Alasan Calvin: dalam ay 1 dikatakan ‘atas sengsara yang akan menimpa kamu’, bukan ‘supaya seng-sara tidak menimpa kamu’.

Kalau demikian, apa artinya bagian ini untuk orang miskin yang tertindas?

1)   Janganlah menginginkan nasib orang kaya.

Ada banyak orang kristen miskin yang iri hati melihat nasib orang kafir yang kaya. Kalau saudara adalah orang yang seperti ini, bacalah dan renungkanlah Maz 73!

Ada banyak orang miskin, yang menderita karena kemiskinan­nya, dan berangan-angan untuk menjadi kaya, karena mereka mengira bahwa kalau mereka menjadi kaya maka pasti semua penderitaan mereka akan beres.

Kalau saudara adalah orang yang seperti ini, maka sadarilah bahwa uang / kekayaan tidaklah bisa membereskan segala persoalan! Ada banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh uang, seperti kata-kata di bawah ini:

“Money will buy a bed but not sleep; books but not brains; food but not appetite; finery but not beauty; a house but not a home; medicine but not health; luxuries but not culture; amusements but not happiness; religion but not salvation; a passport to everywhere but heaven” (= uang bisa membeli ranjang tetapi tidak bisa membeli tidur; buku-buku tetapi tidak otak; makanan tetapi tidak nafsu makan; pakaian bagus / perhiasan tetapi tidak kecantikan; rumah tetapi tidak suasana rumah yang menyenangkan; obat tetapi tidak kesehatan; barang-barang lux / kemewahan tetapi tidak kebu-dayaan; hiburan tetapi tidak kebahagiaan; agama tetapi tidak keselamatan; sebuah paspor kemana saja kecuali ke surga).

Karena itu tinggalkan keinginan untuk menjadi kaya dan kalau saudara berdoa, berdoalah seperti Amsal 30:8-9 yang berbunyi:

“Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkan­lah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku”.

2)   Pada saat ditindas, ada 2 hal yang perlu saudara ingat:

a)   Bukanlah hal yang aneh kalau orang yang hidup benar itu mengalami penindasan (bdk. ay 6).

Seseorang bahkan mengatakan: “I would suspect him not to be Abel that hath not Cain” (= Aku akan mencurigainya bukan sebagai Habil kalau ia tidak mempunyai Kain).

b)   Percayalah bahwa Allah melihat ketidakadilan itu (bdk. ay 4a) dan bahwa Allah yang adil itu pasti akan bertindak pada waktuNya.

3)   Berdoalah dan percayalah bahwa Allah mendengar doa saudara (bdk. ay 4b).

Dalam ay 4 Allah disebut dengan istilah ‘Tuhan semesta alam’, yang dalam bahasa Yunani adalah KURIOU SABAOTH (Ibrani: YAHWEH TSE-BAOTH), dan dalam bahasa Inggris adalah The Lord of hosts / army. Ini menunjukkan Allah sebagai penguasa seluruh alam semesta dan sebagai panglima balaten­tara surga (malaikat).

Kepada Allah yang seperti itulah kita berdoa, bukan kepada Allah yang tidak bisa berbuat apa-apa! Karena itu percaya­lah bahwa Ia mendengar doa saudara dan akan menolong sauda­ra!

Maukah saudara melakukan ke 3 hal ini?

YAKOBUS 5:7-11

Dalam penderitaan, kita sering mempunyai sikap-sikap yang salah, seperti: menjadi marah, lemah imannya, bersungut-sungut, berhenti ikut Tuhan / men-jauhi Tuhan, lari ke dalam dosa, dsb.

Karena setiap orang kristen pasti mengalami penderitaan, maka adalah sesuatu yang penting bagi kita untuk belajar tentang sikap yang benar dalam mengalami penderitaan.

I) Sikap yang benar dalam menghadapi penderitaan.

1)   Sabar (ay 7,8,10).

a)         Sabar berarti tidak membalas dendam / tidak marah.

Ingat bahwa penderitaan mereka disebabkan oleh penindasan orang-orang kaya (Yak 5:4,6). Jadi, bisa saja mereka menja­di marah dan ingin membalas dendam. Tetapi Yakobus mengata­kan mereka harus sabar.

b)   Sabar dalam penderitaan, juga berarti bahwa kita tidak bersungut-sungut dalam menghadapi penderitaan.

c)   Sabar juga berarti tidak iri hati melihat nasib orang lain yang tidak mengalami penderitaan seperti kita.

d)   Sabar juga berarti bahwa kita tunduk / berserah sepenuhnya pada kehendak Allah, dan tidak memberontak / marah kepada Allah, pada waktu kita mengalami penderitaan.

Renungkan: apakah saudara sabar dalam mengalami penderitaan?

2)   Meneguhkan hati (ay 8).

NASB: strengthen your hearts (= kuatkanlah hatimu).

NIV: stand firm (= berdirilah teguh).

RSV: establish your hearts (= teguhkanlah hatimu).

KJV: stablish your hearts (= teguhkanlah hatimu).

Dalam Kel 17:12, kata-kata ‘tidak bergerak’ (yang menunjuk pada tangan Musa yang ditopang oleh Harun dan Hur), diterje­mahkan ke bahasa Yunani (LXX / Septuaginta) menggunakan kata Yunani yang sama dengan yang diterjemahkan ‘meneguhkan’ dalam Yak 5:8 ini.

Jadi, dalam menghadapi penderitaan, iman maupun perasaan terhadap Tuhan tidak boleh naik turun / berubah-ubah.

3)   Jangan bersungut-sungut satu terhadap yang lain (ay 9).

Ay 9: janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalah­kan.

NIV: Do not grumble against each other (= janganlah bersungut-sungut satu kepada yang lain / menentang satu sama lain).

NASB: Do not complain brethren, against one another (= janganlah me-ngeluh satu kepada yang lain / menentang satu sama lain).

Ini bisa berarti bahwa kita tidak boleh:

a)         Saling menyalahkan.

Kalau satu keluarga mengalami penderitaan, maka seringkali mereka saling menyalahkan satu sama lain, sehingga justru memperberat penderitaan, dan memperkecil kekuatan mereka dalam menghadapi penderitaan.

b)   Bersungut-sungut kepada orang kristen yang lain dan menga­takan bahwa Allah tidak adil / kasih.

Ingat bahwa kita memang boleh untuk sharing tentang penderitaan yang kita alami, tetapi tidak boleh dengan nada menyalahkan Allah / mengecam Allah!

c)   Bersungut-sungut tentang orang kristen yang lain.

d)   Bersungut-sungut kepada Tuhan dan meminta Tuhan membalaskan dendamnya. Kita boleh saja menceritakan kepada Tuhan tentang segala penderitaan kita dan bahkan tentang orang-orang yang mem­buat kita menderita, tetapi jangan dengan hati yang menginginkan balas dendam!

e)         Bersungut-sungut karena orang kristen yang lain lebih baik nasibnya.

Bersungut-sungut bukanlah dosa yang bisa diabaikan / diremeh­kan. Tuhan tidak senang melihat kita bersungut-sungut, karena bersungut-sungut menunjukkan:           

·         tidak / kurang percaya.

·         tidak puas / iri hati.

Perhatikan juga ay 9 yang berkata: ‘supaya kamu jangan dihu­kum’ (Bdk. Bil 11:1  Bil 14:1-4  Bil 21:4-9).

Kalau saudara suka bersungut-sungut, ingatlah bahwa dahulu Tuhan menghukum bangsa Israel karena dosa ini, dan semua ini terja­di sebagai contoh bagi kita (bdk. 1Kor 10:6,10).

Karena itu, kalau saudara adalah orang yang sering / selalu ber-sungut-sungut pada waktu mengalami penderitaan / kesukaran, mintalah ampun kepada Tuhan atas dosa itu, dan mintalah supaya Tuhan menolong saudara untuk bisa berhenti dari dosa itu!

4)   Bertekun (ay 11).

Banyak orang seperti ‘tanah berbatu’ (Mat 13:5,6,20,21). Pada waktu mengalami penderitaan, mereka murtad.

Yakobus menyuruh bertekun, artinya tidak putus asa, tetapi sebaliknya terus ikut Tuhan sekalipun mengalami penderitaan.

Penerapan: Apakah saudara tetap bertekun dalam saat teduh, doa, pergi ke kebaktian, pergi ke Pemahaman Alkitab, melayani Tuhan, membe-ritakan Injil dsb, pada waktu saudara mengalami penderitaan?

II) Dorongan untuk melakukan sikap yang benar di atas.

1)   Illustrasi petani (ay 7).

Ay 7 - ‘hujan musim gugur dan hujan musim semi’. Ini salah terjemahan. Seharusnya adalah ‘hujan awal dan hujan akhir’ (bdk. Ul 11:4  Yoel 2:23  Hos 6:3). Hujan awal datang pada saat menabur, sedangkan hujan akhir datang pada saat mau panen. Yakobus menggunakan illustrasi petani ini untuk menekankan kesabaran. Petani sabar untuk menunggu panen. Kita mengha­rapkan sesuatu yang jauh lebih besar dari panen, yaitu upah di surga. Jadi, seharusnya kita harus lebih sabar lagi dibandingkan dengan para petani itu.

2)   Kedatangan Tuhan (ay 7).

a)   Kedatangan Tuhan adalah akhir dari segala sesuatu yang rasanya tidak adil, atau akhir dari segala penderitaan / penindasan. Dengan mengingat hal ini, orang yang menderita bisa terhibur dan dikuatkan.

b)   Kedatangan Tuhan sudah dekat (ay 8  bdk. 2Pet 3:3-4,8-10).

c)   Dalam ay 9b, Yakobus mengatakan lagi tentang kedatangan Tuhan ini dengan kata-kata yang berbeda.

Orang-orang itu dihakimi oleh orang kaya (Yak 5:6), se­hingga pernya-taan bahwa Tuhan akan datang sebagai Hakim, adalah suatu peng-hiburan bagi mereka. Ingat bahwa kata-kata ‘Hakim telah berdiri di ambang pintu’ (ay 9b) ini, tidak ditujukan kepada orang kristen yang bersungut-sungut, seakan-akan Hakim itu akan menghukum mereka. Seba­liknya, kata-kata ini ditujukan untuk menghibur mereka yang ter-tindas / dihakimi.

3)   Nabi-nabi (ay 10).

Ini adalah orang-orang percaya, bahkan orang-orang yang melayani Tuhan, tetapi mereka menderita. Jadi, kalau kita mengikut Tuhan, lalu kita mengalami penderitaan, itu adalah sesuatu yang lumrah. Perhatikan kata-kata ‘janganlah kamu heran’ dan ‘seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa’ dalam 1Pet 4:12, dan juga ‘pencobaan-pencobaan biasa’ dalam 1Kor 10:13.

Yakobus tidak ingin kita sama seperti nabi hanya dalam hal menderita, tetapi juga dalam hal kesabaran (ay 10). Semua nabi adalah orang biasa (Yak 5:17), tetapi mereka bisa sabar, mengapa kita tidak?

Thomas Manton: “When God makes us like them (the prophets) in sufferings, we should be like them in patience” [= Pada waktu Allah membuat kita seperti mereka (nabi-nabi) dalam penderitaan, kita harus seperti mereka dalam kesabaran].

4)   Ayub (ay 11).

a)   Dari sini bisa disimpulkan bahwa cerita Ayub ini jelas merupakan cerita yang bersifat historis / betul-betul terjadi.

Kita harus berhati-hati terhadap pendeta-pendeta dari golongan Liberal yang sering menganggap cerita-cerita dalam Kitab Suci sekedar sebagai dongeng atau illustrasi!

b)   Kesalehan Ayub bisa terlihat dalam Ayub 1:8 dan Ayub 2:3.

c)   Penderitaan Ayub bisa terlihat dalam Ayub 1:13-19 dan Ayub 2:7-9 dan juga dari penghakiman teman-temannya.

d)   Ketekunan Ayub bisa terlihat dari Ayub 1:20-21 dan Ayub 2:10.

Memang Ayub tidak sempurna (bdk. Ayub 3:1-dst), tetapi bagaimana-pun ia pantas dijadikan teladan.

e)   Akhirnya, cerita ini ‘happy-end’ (Ayub 42:10-17). Mengapa? Karena Tuhan itu maha penyayang dan penuh belas kasihan (ay 11). Karena itu, kalau kita mengalami penderitaan, maka kita harus mengarahkan pandangan kita ‘pada akhir­nya’. (bdk. Ro 8:18  2Kor 4:16-18).

Penutup / kesimpulan.

Dalam penderitaan kita harus:

1)         Sabar.

2)         Meneguhkan hati.

3)         Tidak bersungut-sungut.

4)         Bertekun.

Supaya bisa melakukan hal-hal itu, kita harus mengingat:

1)         Petani yang sabar menunggu panen.

2)         Kedatangan Tuhan yang sudah dekat.

3)         Kesabaran nabi-nabi.

4)         Ketekunan Ayub.

Maukah saudara melakukannya?

YAKOBUS 5:12-13

Setiap orang mempunyai kebiasaan. Ada kebiasaan yang baik, seper­ti bersaat teduh, datang tidak terlambat, pergi ke gereja pada hari minggu (Catatan: awas, jangan pergi ke gereja pada hari minggu sekedar sebagai suatu kebiasaan!), dsb. Ada juga kebiasaan yang tidak baik, seperti omong kotor, mencaci maki, datang ter­lambat, suka berhutang, merokok, dsb. Dan ada juga kebiasaan yang bisa disebut netral, karena tidak bisa dikatakan baik, tetapi juga tak bisa dikatakan berdosa. Misalnya: memakai arloji di tangan kiri, memakai cincin pada jari manis, dsb.

Dalam bagian ini Yakobus membahas kebiasaan yang baik dan yang buruk.

I) Kebiasaan yang buruk - bersumpah (ay 12).

1)   Sekalipun sepintas lalu Mat 5:33-37 melarang sumpah secara mutlak, tetapi saya berpendapat bahwa sebetulnya sumpah tidak dilarang secara mutlak.

Alasan saya:

a)   Paulus sering bersumpah (Ro 1:9  Ro 9:1  2Kor 1:23  Gal 1:20  Fil 1:8). Betul-betul tidak terbayangkan bahwa Paulus bisa berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.

b)   Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu (Ul 6:13  Kel 22:10,11).

c)   Kel 20:7 hanya melarang menyebut nama Tuhan ‘secara semba­rangan / dengan sia-sia’. Jadi, ada sumpah menggunakan nama Tuhan, yang diijinkan.

Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan, atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah. Yang dilarang adalah bersum­pah secara sembarangan, un-tuk hal-hal yang tidak penting.

Penerapan: Apakah saudara sering bersumpah pada waktu saudara ingin kata-kata saudara dipercaya oleh orang lain, sekalipun itu bukan me-nyangkut sesuatu yang penting

2)   Kebiasaan bersumpah secara sembarangan harus dibuang.

Cara membuang:

a)         Sadarilah bahwa itu adalah dosa.

Salah satu alasan mengapa ada banyak orang tak bisa membuang kebiasaan buruknya (seperti merokok, menyebut nama Tuhan dengan sia-sia, mencaci maki, mengucapkan kata-kata kotor, suka terlambat dsb), adalah karena mereka tidak mengang­gapnya sebagai dosa! Karena itu, kalau saudara ingin membuang suatu kebiasaan buruk, maka saudara harus menyadari bahwa itu adalah dosa. Dan kalau saudara ingin menolong seseorang untuk membuang kebiasaan buruk tertentu, maka saudara harus menyadarkannya / meyakinkannya bahwa hal itu adalah dosa! Kebiasaan bersumpah secara sembarang-an ini, sekalipun dilakukan oleh banyak orang dan dianggap bukan dosa, tetapi jelas dianggap dosa oleh Kitab Suci. Ini terlihat dari:

·         Kel 20:7 - ‘Tuhan akan memandang bersalah’.

·         Sumpah demi langit / bumi / surga dsb (yang menghindari peng-gunaan nama Allah) yang dilakukan secara sembarangan, juga adalah dosa (Yak 5:12  Mat 5:34-37  Mat 23:16-22).

Ini terlihat dari:

*        Yak 5:12 - ‘supaya kamu jangan dihukum’.

*        Mat 5:37 - ‘lebih dari itu berasal dari si jahat’.

Penerapan: Jaman ini, orang juga sering menghindari penggunaan nama Allah dalam sumpah. Misalnya berkata ‘sumpah mati’. Bah-kan orang sering berusaha menghindari penggunaan kata ‘sum-pah’. Misalnya: dengan mengatakan ‘sumprit’, atau mengubahnya menjadi ‘saya berjanji’, dsb. Sebetulnya semua ini sama saja, dan tetap adalah dosa, kalau hal ini dilakukan dengan sembarangan!

·         Yak 5:12 - ‘Tetapi yang terutama’.

Ini tidak berarti bahwa dosa ini adalah dosa yang paling hebat, tetapi ini menunjukkan seriusnya dosa ini.

b)   Berusahalah membuang dosa itu, sekalipun sudah menjadi kebiasaan (Yak 5:12).

Thomas Manton: “Thy custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to destroy sinners” (= Kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupa­kan kebiasaanmu untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang berdosa).

c)         Berbicaralah jujur senantiasa.

Banyak orang sering berdusta sehingga tidak bisa dipercaya dan supaya ia bisa dipercaya, ia lalu bersumpah. Tapi kalau kita selalu jujur kepada siapapun, kita akan dipercaya sekalipun tidak bersum-pah. Dengan demikian, sumpah itu tak akan dibutuhkan lagi untuk meyakinkan orang.

Memang kalau selama ini saudara sudah dikenal sebagai orang yang sering berdusta, dan mulai saat ini saudara mengambil keputusan untuk berbicara jujur, maka tentu saja orang-orang di sekitar saudara tidak akan cepat-cepat percaya. Tetapi bertekunlah dalam kejujuran itu, maka lambat laun orang-orang itu akan mempercayai saudara.

d)   Jangan perduli kalau saudara tidak dipercaya, sekalipun saudara me-ngatakan kebenaran. Tidak perlu menyakinkan orang itu dengan jalan bersumpah. Kalau orang itu tidak mau per­caya, biarkanlah ia tidak percaya!

II) Kebiasaan yang baik - ingat kepada Tuhan (ay 13).

Dalam ay 13, kita melihat 2 hal yang dialami setiap orang: menderita dan bergembira. Kita sering menghadapi kedua hal itu dengan sikap yang salah:

·         Pada waktu menderita kita bergantung pada diri sendiri / orang lain, menjadi marah, putus asa, bersungut-sungut, dsb.

·         Pada waktu bergembira, kita bersenang-senang, sehingga lupa kepada Tuhan.

Memang, baik dalam penderitaan maupun kegembiraan ataupun keadaan yang lain apapun juga, kita yang masih mempunyai kecondongan kepada dosa ini, tetap sering menghadapinya dengan meninggalkan Tuhan.

Sikap salah ini bisa menjadi kebiasaan dan ini harus diubah! Dalam ay 13 ini Yakobus memberikan sikap yang benar, yang harus menjadi kebiasaan kita:

1)   Pada waktu menderita, berdoalah (datang / ingat pada Tuhan).

Musa dan bangsa Israel mengalami penderitaan yang sama, tetapi me-reka menghadapinya dengan cara yang berbeda. Bangsa Israel meng-hadapinya dengan bersungut-sungut, tetapi Musa menghadapinya de-ngan berseru-seru kepada Tuhan (Kel 15:22-25  Kel 17:1-4).

Yang mana yang menjadi sikap saudara dalam menghadapi kesu­karan?

2)   Pada waktu bergembira, menyanyilah (datang / ingat kepada Tuhan).

Kata-kata ‘baiklah ia menyanyi’ dalam bahasa Yunaninya adalah PSALLETO [bandingkan dengan kata Psalm (= mazmur) dalam bahasa Inggris], yang sebetulnya berarti ‘let him sing a psalm’ (= baiklah ia menyanyikan mazmur). Jadi, menyanyi di sini adalah menyanyikan lagu rohani, bukan seadanya lagu. Ini juga merupakan suatu tindakan datang / ingat kepada Tuhan.

Perhatikan bahwa ay 13 ini tidak boleh diartikan bahwa:

a)   Dalam penderitaan kita hanya boleh berdoa, tidak boleh menyanyi. Ban-dingkan dengan Kis 16:25 dimana Paulus dan Silas bukan hanya berdoa tetapi juga menyanyi memuji Tuhan dalam penderitaan mereka.

Kalau saudara mau menyanyi memuji Tuhan pada saat saudara men-derita dan sedih / sumpek, maka mula-mula saudara akan mengalami suatu konflik dalam hati saudara. Bahkan saudara mungkin akan merasa diri sebagai orang munafik. Tetapi ini bukan kemunafikan, karena ini adalah ketaatan pada perintah Tuhan. Karena itu, tidak peduli apa yang saudara rasakan, teruskanlah menyanyi memuji Tuhan, dan saudara akan merasa­kan bahwa kesedihan itu akan terangkat dari hati saudara dan digantikan dengan sukacita dari Tuhan!

b)   Dalam kegembiraan kita hanya boleh menyanyi, tidak boleh berdoa.

Bandingkan dengan 1Sam 2:1-10 yang menunjukkan doa Hana dalam kegembiraannya karena telah mendapatkan anak dari Tuhan.

Juga kata-kata ‘tetaplah berdoa’ [KJV: pray without ceasing (= berdoalah tanpa henti-hentinya)] dalam 1Tes 5:17 jelas menunjukkan bahwa kita boleh berdoa pada waktu mengalami kegembiraan.

Yak 5:13 ini berarti bahwa dalam segala keadaan, baik dalam penderitaan maupun kegembiraan, kita harus selalu ingat / datang pada Tuhan.

Calvin: “There is no time in which God does not invite us to himself” (= tidak ada saat dimana Allah tidak mengundang kita kepada diriNya sendiri).

Penerapan: Maukah saudara mengusahakan kebiasaan baik ini, yaitu supaya selalu ingat / datang kepada Tuhan, dalam keadaan susah maupun senang, atau dalam keadaan apapun juga?

Penutup.

Kita dulu hidup dalam dosa. Sekalipun sekarang kita ada dalam Kristus, tetapi masih banyak kebiasaan-kebiasaan hidup lama yang masih ada dalam hidup kita, dan disamping itu masih banyak kebia­saan-kebiasaan baik yang seha-rusnya ada dalam hidup kita, tetapi sampai saat ini belum ada. Maukah saudara berusaha untuk membuang kebiasaan-kebiasaan buruk dan mengusahakan kebiasaan-kebiasaan yang baik?

YAKOBUS 5:14-18

I) Penyakit yang diderita.

Ay 14 mengatakan bahwa jemaat yang sakit harus memanggil pena­tua. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud sakit di sini, bukanlah seadanya penyakit yang remeh-remeh, tetapi penyakit yang cukup berat.

Bahwa yang dimaksud dengan sakit di sini adalah penyakit yang cukup berat, terlihat dari:

a)   Orang sakit itu disuruh memanggil penatua, bukan datang kepada pena-tua (ay 14). Kalau orang itu sakit yang ringan-ringan, pasti orang itu yang disuruh datang ke penatua.

b)   Kata-kata ‘mendoakan dia’ (ay 14), diterjemahkan oleh NIV / NASB / KJV / RSV sebagai ‘pray over him’ (= berdoa di atas­nya), bukan ‘pray for him’ (= berdoa untuk dia).

Dari istilah ini, kelihatannya orang sakit itu berbaring dan penatua berdiri / duduk didekatnya sehingga posisi penatua itu lebih tinggi dari posisi si sakit. Ini lagi-lagi menun­jukkan bahwa si sakit itu penyakitnya cukup berat sehingga harus berbaring.

c)   Kata-kata ‘Tuhan akan membangunkan dia’ (ay 15), menunjukkan bahwa tadinya sakitnya cukup berat, sehingga ia harus berbaring.

d)   Kata ‘sakit’ dalam ay 14, bahasa Yunaninya adalah ASTHENEI dan kata itu juga digunakan dalam Yoh 5:5 untuk menggambarkan orang yang lumpuh selama 38 tahun.

Kalau untuk seadanya penyakit yang remeh-remeh, seperti pilek, sakit perut, pusing dsb, jemaat memanggil penatua, maka itu akan betul-betul ‘mem-bunuh’ penatua! Jemaat harus belajar untuk tidak merepotkan penatua / pendeta secara tidak perlu. Dengan demikian mereka bisa melakukan tugas yang memang perlu!

II) Apa yang harus dilakukan oleh si sakit?

1)   Ia harus memanggil penatua jemaat / gereja (ay 14).

a)   Perhatikan bahwa ia bukannya disuruh memanggil orang yang mem-punyai karunia kesembuhan, atau pergi ke kebaktian kesembuhan, dsb, tetapi disuruh memanggil penatua. Bandingkan perintah ini dengan kecenderungan jaman ini dimana orang sakit selalu mencari orang yang mempunyai karunia kesembuhan, atau mencari kebaktian kesembuhan.

b)   Penatua / tua-tua (Inggris: elder).

Ini adalah orang-orang yang dipilih dari antara jemaat untuk menjadi pimpinan gereja (Majelis gereja / jemaat).

Berdasarkan 1Tim 5:17 maka dibedakan adanya ruling elders (= tua-tua yang hanya memimpin gereja dalam hal organisasi saja), dan teaching elders (= tua-tua yang memimpin gereja dalam hal organi-sasi, tetapi juga mengajarkan Firman Tuhan).

Sekalipun Pendeta / penginjil termasuk dalam teaching elders, tetapi bagaimanapun perlu diperhatikan bahwa Yakobus mengatakan harus memanggil penatua. Jadi ini bukan semata-mata tugas pendeta / penginjil, tetapi tugas semua penatua.

Untuk tua-tua perlu diperhatikan supaya mereka mau melak­sanakan tugas ini, sedangkan untuk jemaat yang sakit, perlu diperhatikan untuk tidak tersinggung kalau yang datang adalah tua-tua, bukan pendeta / penginjil! Pikirkan bahwa kalau semua tugas dibebankan kepada pendeta / penginjil, maka ia tidak akan punya waktu untuk belajar Firman Tuhan, mempersiapkan khotbah dsb, sehingga akhirnya selu­ruh gereja dirugikan!

c)   Si sakit yang harus memanggil penatua.

Jadi, penatua (majelis / pendeta) tidak bisa diharapkan harus tahu dengan sendirinya bahwa jemaatnya sakit. Jemaat yang sakit itu yang harus memberitahu / memanggil mereka. Jangan merasa sung­kan karena merepotkan dsb, karena ini memang tugas pena­tua!

Setelah penatua datang, apa yang harus dilakukan oleh pena­tua?

a.         Mendoakan di sakit (ay 14).

Si sakit memang bisa saja berdoa sendiri, tetapi Tuhan lebih mau mendengarkan doa orang yang benar / saleh. Ini terlihat dari ay 16b - “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya”.

Catatan: kata-kata ‘bila dengan yakin didoakan’ sebetulnya salah terjemahan.

NIV: ‘The prayer of a righteous man is powerful and effective’ (= Doa orang yang benar, berkuasa dan efektif).

Bandingkan ini dengan Yoh 9:31.

Dan untuk mendukung kata-katanya dalam ay 16b ini Yakobus lalu memberikan contoh Elia dalam berdoa (ay 17-18).

Penatua seharusnya adalah orang yang benar / saleh (bdk. 1Tim 3:1-dst  Tit 1:5-dst), maka penatua ditugaskan untuk mendoakan si sakit.

b)         Mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan (ay 14).

Ini adalah kebiasaan Yahudi pada saat itu dan dilakukan oleh murid Yesus pada saat itu dalam Mark 6:13.

Ada beberapa pandangan tentang arti ‘pengolesan minyak’ di sini:

·         Roma Katolik:

Ini dijadikan dasar dari sakramen perminyakan, yang diberikan oleh pastor kepada orang yang mau mati dan tujuannya adalah untuk mempersiapkan orang menghadapi kematian.

Pandangan ini jelas tidak cocok dengan text ini karena Yakobus memerintahkan hal itu dengan tujuan supaya orang itu sembuh, bukan untuk mempersiapkan orang itu mengha­dapi kematian.

·         Calvin:

Ini adalah sakramen sementara. Minyak menunjuk pada karunia kesembuhan dan karena karunia kesembuhan diang­gap sudah le-nyap, maka Calvin berpendapat bahwa sakramen sementara itu juga harus dibuang.

Kelemahan pandangan ini:

*        Tidak ada dasar untuk menganggap ini sebagai sakramen, ka-rena tidak diperintahkan langsung oleh Kristus.

*        Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah ALEIPHO, yang berarti ‘mengoles dengan minyak / meminyaki’. A. T. Robertson (hal 65) mengatakan bahwa kata ini diguna­kan kalau hal pemberian minyak itu dilakukan bukan dalam upacara agama. Kalau dalam upacara agama, diguna­kan kata Yunani CHRIO (= to anoint / mengurapi). Jadi, pemberian minyak ini tidak mungkin dianggap sebagai sakramen. Hal yang sama terjadi dalam Mark 6:13 - “dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka”.

A. T. Robertson: “The use of olive oil was one of the best remedial agencies known to the ancients. They used it internally and externally. Some physicians prescribe it today. It is clear both in Mark 6:13 and here that medicinal value is attached to the use of the oil and emphasis is placed on the worth of prayer. There is nothing here of the pagan magic or of the later practice of ‘extreme unction’ (after the eighth century). It is by no means certain that aleifoo here and in Mark 6:13 means ‘anoint’ in a ceremonial fashion rather than ‘rub’ as it commonly does in medical treatises. Trench (New Testament Synonyms) says: ‘Aleifein is the mundane and profane, chriein the sacred and religious, word.’ At bottom in James we have God and medicine, God and the doctor, and that is precisely where we are today. The best physicians believe in God and want the help of prayer” [= Penggunaan minyak zaitun adalah salah satu cara / alat pengobatan terbaik yang dikenal bagi orang-orang kuno. Mereka menggunakannya baik dari dalam / diminum maupun dari luar / digosokkan. Sebagian dokter menuliskan resep untuk itu pada jaman sekarang. Adalah jelas dari baik dalam Mark 6:13 dan di sini (Yak 5:14) bahwa nilai pengobatan dilekatkan pada penggunaan minyak dan penekanan diletakkan pada nilai dari doa. Tidak ada apapun di sini tentang magic dari orang kafir atau tentang praktek belakangan dari sakramen perminyakan (setelah abad 8). Adalah sama sekali tidak pasti bahwa ALEIFOO di sini dan dalam Mark 6:13 berarti ‘mengurapi’ dalam suatu cara / mode yang bersifat upacara dan bukannya ‘menggosok’ seperti yang biasanya dilakukan dalam penanganan medis. Trench (Sinonim Perjanjian Baru) mengatakan ‘ALEIFEN adalah kata yang bersifat biasa dan duniawi, CHRIEIN adalah kata yang bersifat kudus dan agamawi’. Pada hakekatnya dalam Yakobus kita mendapati Allah dan obat, Allah dan dokter, dan itu adalah persis dimana kita ada pada jaman ini. Dokter yang terbaik percaya kepada Allah dan membutuhkan pertolongan dari doa].

W. E. Vine: “ANOINT, ANOINTING. A. Verbs. 1. aleipho is a general term used for ‘an anointing’ of any kind, whether of physical refreshment after washing, e. g., in the Sept. of Ruth 3:3; 2Sam. 12:20; Dan. 10:3; Micah 6:15; in the NT, Matt. 6:17; Luke 7:38, 46; John 11:2; 12:3; or of the sick, Mark 6:13; Jas. 5:14; or a dead body, Mark 16:1. The material used was either oil, or ointment, as in Luke 7:38,46. In the Sept. it is also used of ‘anointing’ a pillar, Gen. 31:13, or captives, 2Chr. 28:15, or of daubing a wall with mortar, Ezek. 13:10-12,14-15; and, in the sacred sense, of ‘anointing’ priests, in Exod. 40:15 (twice), and Num. 3:3. 2. chrio is more limited in its use than No. 1; it is confined to ‘sacred and symbolical anointings’; of Christ as the ‘Anointed’ of God, Luke 4:18; Acts 4:27; 10:38, and Heb. 1:9, where it is used metaphorically in connection with ‘the oil of gladness.’ The title Christ signifies ‘The Anointed One,’ The word (Christos) is rendered ‘(His) Anointed’ in Acts 4:26, RV. Once it is said of believers, 2Cor. 1:21. Chrio is very frequent in the Sept., and is used of kings, 1Sam. 10:1, and priests, Ex. 28:41, and prophets, 1 Kings 19:16. Among the Greeks it was used in other senses than the ceremonial, but in the Scriptures it is not found in connection with secular matters” (= ) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’.

·         Minyak adalah obat (bdk. Yes 1:6 dan Lukas 10:34).

Adam Clarke: “Oil was and is frequently used in the east as a means of cure in very dangerous diseases; and in Egypt it is often used in the cure of the plague. Even in Europe it has been tried with great success in the cure of dropsy. And pure olive oil is excellent for recent wounds and bruises; and I have seen it tried in this way with the best effects. ... it was the custom of the Jews to apply it as a means of healing, and that St. James refers to this custom, is not only evident from the case of the wounded man ministered to by the good Samaritan, Luke 10:34, but from the practice of the Jewish rabbins. ... here I am satisfied that it has no other meaning than as natural means of restoring health; and that St. James desires them to use natural means while looking to God for an especial blessing” (= Baik dulu maupun sekarang minyak sering digunakan di Timur sebagai cara penyembuhan dalam penyakit-penyakit yang sangat berbahaya; dan di Mesir minyak sering digunakan dalam penyembuhan dari wabah / penyakit pes, Bahkan di Eropah minyak telah dicoba dengan sukses yang besar dalam penyembuhan dari penyakit dropsy. Dan minyak zaitun murni sangat bagus untuk luka dan memar yang baru terjadi; dan saya telah melihat bahwa minyak dicoba dengan cara ini dengan hasil yang terbaik. ... merupakan kebiasaan dari orang-orang Yahudi untuk menggunakan minyak sebagai cara penyembuhan, dan bahwa Santo Yakobus menunjuk pada kebiasaan ini, bukan hanya jelas dari kasus dari orang terluka yang dilayani oleh orang Samaria yang baik, Lukas 10:34, tetapi juga dari praktek dari rabi-rabi Yahudi. ... di sini saya tidak ragu-ragu bahwa minyak tidak mempunyai arti lain dari pada sebagai cara alamiah untuk memulihkan kesehatan; dan bahwa Santo Yakobus ingin supaya mereka menggunakan cara-cara alamiah sementara memandang kepada Allah untuk suatu berkat yang khusus) - hal 827.

Catatan: ‘Dropsy’ adalah suatu penyakit yang menimbulkan pengumpulan cairan serum yang abnormal dalam rongga-rongga atau jaringan tubuh - Webster’s New World Dictionary.

Mereka disuruh memanggil penatua, bukan tabib, mungkin karena mereka miskin. Jadi, obatnya adalah bantuan dari penatua. Jadi, penatua berdoa dan memberi obat untuk si sakit.

Kalau pandangan ini yang diambil, maka jelas bahwa praktek pengolesan dengan minyak sudah tidak perlu lagi dilakukan pada jaman ini. Penatua bisa memberi obat yang lain. Dan tentu saja kalau orangnya tidak miskin, tidak perlu penatua yang memberi obat. Jadi, dalam menafsirkan bagian ini kontextualisasi sangat dibutuhkan!

2)   Mengakui dosa.

Ini terlihat secara implicit dari ay 15b, karena tanpa pengakuan dosa tidak mungkin ada pengampunan dosa.

Bagian ini ditambahkan karena ada penyakit yang disebabkan oleh dosa (Maz 107:17-18  1Kor 11:29-30). Awas! Tidak semua penyakit disebab-kan karena dosa. Contoh: Ayub, Yoh 9:1-3.

Penatua berfungsi membantu si sakit untuk memeriksa dirinya, apakah ada dosa atau tidak. Penatua tidak boleh menghakimi / menuduh si sakit bahwa ia berdosa! Ia hanya membantunya untuk mengadakan intro-speksi. Kalau memang ada dosa yang menjadi penyebab penyakitnya, penyakitnya tidak akan sembuh sebelum dosanya dibereskan.

Ini semua mempersoalkan dosa yang dilakukan kepada Allah. Tetapi itu belum cukup! Ada ay 16 yang memerintahkan untuk saling mengaku dosa dan saling mendoakan.

Roma Katolik menggunakan ayat ini sebagai dasar dari sakra­men pe-ngakuan / pengampunan dosa. Tetapi ini lagi-lagi tidak mungkin, karena:

·         Text ini untuk orang sakit, sedangkan Roma Katolik menerapkan un-tuk seadanya orang.

·         Text ini tidak menyebut ‘pastor’ tetapi ‘penatua’, sedang­kan dalam Roma Katolik pengakuan dosa dilakukan kepada pastor.

·         Adanya kata ‘saling mengaku dosa’ dan ‘saling mendoakan’ dalam ay 16 itu. Kalau ayat ini tetap mau dipakai sebagai dasar dari sakra-men pengakuan dosa itu, maka pastor seha­rusnya juga mengaku dosa kepada jemaat.

Tasker (Tyndale): “Martin Luther said in connection with such an interpretation: A strange confessor! His name is ‘One another’.” (= Martin Luther berkata sehubungan dengan penafsiran seperti itu: Seorang pengaku dosa / pastor yang menerima pengakuan dosa yang aneh! Namanya ialah ‘satu sama lain’).

Catatan: Ini jelas merupakan kata-kata sinis dari Martin Luther, yang menjadikan penafsiran Roma Katolik itu sebagai lelucon. Kata ‘confessor’ bisa diartikan sebagai ‘si pengaku dosa’ atau ‘pastor yang menerima pengakuan dosa’. Dalam terjemahan NASB Yak 5:16 berbunyi: “Therefore, confess your sins to one another, and pray for one another, ...” (= Karena itu mengaku dosalah satu sama lain, dan berdoalah satu sama lain, ...). Dilihat dari terjemahan ini mungkin sekali yang dimaksud dengan ‘confessor’ oleh Martin Luther adalah pastor yang menerima pengakuan dosa.

Ay 16 ini menunjuk pada dosa yang dilakukan kepada sesama manusia. Untuk dosa-dosa seperti: memfitnah, dan semua dosa dimana kita me-nyakiti / merugikan sesama manusia, kita harus mengaku kepada Tuhan dan juga kepada orang bersangkutan.

Kesimpulan.

Pada waktu kita sakit, kita harus:

1)   Memanggil penatua, yang akan mendoakan dan bahkan memberi obat kalau perlu.

2) Mengakui dosa kepada Tuhan dan sesama manusia kepada siapa kita sudah berbuat salah.

Yakobus 5:16b-18

Catatan: Yak 5:16b-18 ini mempunyai latar belakang dalam 1Raja 18:41-46, dan karena itu dalam memberikan exposisi Yak 5:16b-18 ini saya juga membahas 1Raja 18:41-46 yang melatar-belakanginya.

I) Elia adalah manusia biasa sama seperti kita (Yakobus 5: 17).

Kata-kata ‘Elia adalah manusia biasa sama seperti kita’ dalam ay 17 ini, kurang tepat terjemahannya.

NIV: ‘Elijah was a man just like us’ (= Elia adalah seorang manusia sama seperti kita). Ini sama dengan Kitab Suci Indonesia.

NASB: ‘Elijah was a man with a nature like ours’ (= Elia adalah seorang manusia dengan sifat dasar seperti kita).

KJV: ‘Elijah was a man subject to like passions as we are’ (= Elia adalah seorang manusia yang tunduk pada perasaan-perasaan yang sama seperti kita).

Kata Yunani yang digunakan adalah HOMOIOPATHES, dan dalam Inter-linear Greek - English diterjemahkan ‘of like feeling’ (= dengan perasaan yang sama / serupa).

Tetapi Tasker (Tyndale) mengatakan:

“The distinctive Greek word used here means literally ‘suffering the same things’, homoiopathes, i.e. inheriting the same nature, subject to the same emotions, and liable to the same weaknesses. ‘Passions’ perhaps narrows the meaning too much; and the rendering of the R.S.V., following R.V. margin, ‘of like nature with ourselves’ is preferable” (= Kata Yunani khusus yang digunakan di sini secara hurufiah berarti ‘mengalami hal-hal yang sama’, HOMOIOPATHES, yaitu mewarisi sifat dasar yang sama, tunduk kepada perasaan / emosi yang sama, dan bisa terkena kelemahan yang sama. ‘Perasaan’ mungkin terlalu menyempit-kan artinya; dan terjemahan dari R.S.V., mengikuti catatan tepi dari A.V., ‘dari sifat dasar yang mirip dengan diri kita sendiri’ lebih baik).

A. T. Robertson mengatakan bahwa kata ini terdiri dari 2 kata Yunani yaitu HOMOIOS dan PASCHO. Artinya adalah ‘suffering the like with another’ (= mengalami yang sama / serupa dengan yang lain).

Kata Yunani HOMOIOPATHES hanya digunakan 2 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Yak 5:17 dan Kis 14:15. Dalam Kis 14 itu, Paulus dan Barnabas melakukan mujijat sehingga lalu diperlakukan sebagai dewa, dan orang banyak mau memberikan persembahan korban untuk mereka, maka mereka berseru dalam Kis 14:15 (KJV): “Sirs, why do ye these things? We also are men of like passions with you” (= Tuan-tuan, mengapa kamu melakukan hal-hal ini? Kami juga adalah manusia dengan perasaan yang sama / serupa dengan kamu).

Thomas Manton mengomentari kata HOMOIOPATHES dalam Kis 14:15 ini dengan mengatakan: “It is put there for whatever differenceth man from the divine nature” (= Itu diletakkan di sana untuk apapun yang membedakan manusia dengan Allah).

Jadi, pada waktu HOMOIOPATHES ini digunakan terhadap Elia, menunjuk-kan bahwa Elia bukanlah makhluk ilahi atau setengah Allah, bahkan bukan seorang superman rohani! Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, ia juga adalah manusia berdosa seperti kita, ia juga mempunyai kecondongan kepada dosa seperti kita, ia juga mempunyai perasaan-perasaan yang sama seperti kita, dan juga mengalami hal-hal yang sama dengan kita. Karena itu dalam 1Raja 19:3 dikatakan bahwa Elia juga merasa takut (Catatan: takutnya Elia di sini diperdebatkan), dan dalam 1Raja 19:4 Elia merasa putus ada / frustrasi / depresi sehingga minta mati.

Pada waktu ia berdoa / mau berdoa, mungkin sekali Elia juga dipengaruhi oleh keraguan, ketidakpercayaan, kemalasan, dsb, tetapi ia berhasil meng-atasi semua itu dan berdoa dengan sungguh-sungguh sehingga menghasil-kan jawaban doa yang luar biasa.

Saya yakin ini tidak hanya berlaku untuk Elia saja, tetapi juga untuk semua orang-orang saleh / kudus dalam Kitab Suci, seperti Abraham, Ayub, Daud, Paulus, Petrus dsb. Bagian ini penting, karena kalau kepada kita ditunjukkan teladan dari orang-orang kudus itu, misalnya Ayub, maka kita cenderung berpikir bahwa ia adalah seorang ‘superman rohani’, dan kita tidak seperti dia, sehingga tentu saja tidak bisa menirunya / meneladaninya!

Thomas Manton:

“God’s eminent children are men of like passions with us ... they are all troubled with a naughty heart, a busy devil, and a corrupt world. We are all tainted in our originals, and infected with Adam’s leprosy ... Many times there are notorious blemishes in the lives of the saints; they are of the same nature with others, and have not wholly divested and put off the interests and concernments of the flesh and blood. ... Constancy and continuance in sin would deny them saints, and an uninterrupted continuance in holiness would deny them men. Well, then, God’s children, that travail under the burden of infirmities, may take comfort; such conflicts are not inconsistent with faith and piety ... When we partake of the divine nature we do not put off the human; we ought to walk with care, but yet with comfort” (= Anak-anak Allah yang terkenal adalah manusia dengan perasaan yang sama seperti kita ... mereka semua diganggu oleh hati yang nakal, setan yang sibuk, dan dunia yang rusak. Kita semua ternoda dari semula, dan tertular oleh penyakit kustanya Adam ... Seringkali ada cacat yang terkenal buruk dalam hidup orang-orang kudus; mereka mempunyai sifat dasar yang sama dengan orang yang lain, dan belum sepenuhnya bebas dan menanggalkan kesenangan dan perhatian dari daging dan darah. ... Jika mereka terus ada dalam dosa maka mereka bukan orang kudus, dan jika mereka terus menerus ada dalam kesucian maka mereka bukan manusia. Jadi, anak-anak Allah, yang menderita di bawah beban kelemahan, boleh merasa terhibur; konflik seperti itu bukannya tidak konsisten dengan iman dan kesalehan ... Pada waktu kita mengambil bagian dari sifat ilahi kita tidak melepaskan sifat manusia; kita harus hidup dengan hati-hati, tetapi juga dengan senang).

Thomas Manton juga menganggap bahwa ay 17 ini menentang adanya orang suci seperti dalam Roma Katolik, yang menganggap mereka sebagai sete-ngah allah, karena Kitab Suci mengatakan bahwa mereka sama seperti kita.

II) Doa Elia berkuasa dan efektif.

Ay 16b versi Kitab Suci Indonesia berbunyi: ‘Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya’. Tetapi kata-kata ‘bila dengan yakin didoakan’ sebetulnya salah terjemahan.

TB2-LAI: ‘Doa orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya’.

NIV: ‘The prayer of a righteous man is powerful and effective (= Doa orang yang benar, berkuasa dan efektif).

‘Berkuasa’ dan ‘efektif’ memang berhubungan, karena doa tidak mungkin bisa berkuasa kalau tidak efektif. Tetapi 2 kata itu tetap berbeda artinya. ‘Berkuasa’ menunjukkan bahwa doanya bisa melakukan hal-hal yang besar, sedangkan ‘efektif’ menunjukkan bahwa doanya dikabulkan oleh Allah.

Sebagai contoh dari doa orang benar yang berkuasa dan efektif ini, ay 17-18 lalu menceritakan tentang Elia dan doanya. Memang doa Elia berkuasa dan efektif. Dengan doanya ia:

·         menghentikan hujan selama 3 1/2 tahun (ay 17b)

·         menurunkan hujan (ay 18  1Raja 18:42-45).

·         menurunkan api dari langit (1Raja 18:36-38).

·         menghidupkan kembali anak janda di Sarfat (1Raja 17:17-24).

·         dsb.

Bukan hanya Elia yang melakukan hal-hal besar melalui kuasa doa. Kuasa doa yang luar biasa juga terlihat dalam:

¨      kasus Musa yang berdoa untuk Israel yang sedang berperang (Kel 17:8-13).

¨      kasus matahari yang berhenti atas doa Yosua (Yos 10:12).

¨      kasus matahari yang mundur atas permintaan Hizkia (2Raja 20:9-11).

Barnes’ Notes: “prayer moves the arm that moves the world” (= doa menggerakkan lengan yang menggerakkan dunia).

Karena itu apapun problem saudara, dan berapapun besar dan hebatnya problem saudara, berdoalah! Tidak ada yang mustahil bagi Allah.

Tetapi dalam hal ini perlu diberi satu catatan, yaitu: ini tidak berarti bahwa doa bisa mengubah kehendak / rencana Tuhan (1Yoh 5:14  Yer 7:16  Yer 15:1  Yer 14:11  Yeh 14:14,16,18,20). Juga lihat waktu Abraham berdoa untuk Sodom dan Gomora (Kej 18:16-33). Karena itu pada waktu berdoa kita tetap harus meniru teladan Yesus yang tunduk pada kehendak Bapa (Mat 6:10  Mat 26:39,42).

III) Bagaimana supaya doa bisa berkuasa dan efektif.

Pulpit Commentary: “God is more ready to give than we to pray” (= Allah lebih bersedia dalam memberi dari pada kita dalam berdoa).

Tetapi dalam kenyataannya, doa kita sering tidak dijawab, sehingga kita menjadi malas berdoa. Karena itu mari sekarang kita mempelajari bagaimana doa bisa berkuasa dan efektif.

1)   Yang berdoa haruslah orang benar (ay 16b).

a)         Siapa yang dimaksud dengan ‘orang benar’?

Pertama-tama ia haruslah orang yang percaya kepada Kristus.

Ro 5:1 - “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita Yesus Kristus”.

2Kor 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.

Jadi, jangan bermimpi mau membenarkan diri sendiri melalui usaha sendiri, tanpa Kristus.

Tetapi setelah kita dibenarkan oleh iman kepada Kristus, kita juga harus menjaga kesucian. Memang kita tidak mungkin bisa suci, tetapi kita tidak boleh hidup dalam dosa, karena ini akan kembali meng-halangi doa kita. Kitab Suci memang menekankan bahwa dosa meng-halangi doa (Bdk. 2Raja 3:1-14  Maz 66:18  Maz 145:18-19  Amsal 15:8,29  Amsal 28:9  Yes 1:15  Yes 59:1-2  Yoh 9:31).

Saya ingin membahas satu dari ayat-ayat ini yaitu Amsal 28:9 - “Siapa memalingkan telinganya untuk tidak mendengarkan hukum, juga doa-nya adalah kekejian”.

Penerapan: Kalau tidak mau datang ke Pemahaman Alkitab termasuk ‘memalingkan telinganya dari hukum’ atau tidak? Kalau ya, maka semua yang tidak mau datang ke Pemahaman Alkitab doanya adalah kekejian [NIV: ‘detestable’ (= menjijikkan)]!

Kalau setelah dibenarkan oleh iman kepada Kristus, saudara lalu menjaga dan meningkatkan kesucian, itu bagus. Tetapi awas, ini tidak berarti bahwa kita boleh berdoa dengan merasa diri layak dan lalu datang kepada Tuhan bermodalkan kebaikan diri kita sendiri. Ingat bahwa ‘segala kesalehan kita seperti kain kotor’ (Yes 64:6). Semua kita tidak layak menghadap Allah, dan hanya bisa dilayakkan dan didengar doanya karena jasa penebusan Kristus! Karena itu kita berdoa dalam nama Yesus.

Penerapan: Kalau doa saudara terus menerus tidak didengar, periksalah iman dan kekudusan saudara!

b)         Mungkinkah ada orang yang tidak benar tetapi doanya terkabul?

Pulpit Commentary: “The prayers of unrighteous men are sometimes heard (Luke 18:14  2Chron 33:19), but only their prayers for grace and pardon” [= Doa-doa dari orang-orang yang tidak benar kadang-kadang didengar (Luk 18:14  2Taw 33:19), tetapi hanya doa-doa mereka untuk kasih karunia dan pengampunan].

Saya menambahkan lagi satu kemungkinan: orang yang tidak benar, bahkan yang sesat, doanya bisa dikabulkan, tetapi pengabulan doa itu datang dari setan, bukan dari Tuhan. Mengapa setan mau mengabul-kan? Supaya orangnya sesat terus dan akhirnya masuk ke neraka bersama dia!

2)   Doanya dinaikkan dengan sungguh-sungguh (ay 17 - ‘Ia telah ber-sungguh-sungguh berdoa’).

Lit: ‘he prayed in prayer’ (= ia berdoa dalam doa). Ini adalah suatu ungkapan Ibrani yang artinya ‘ia berdoa dengan sungguh-sungguh’. Ini sama seperti dalam Luk 22:15 yang terjemahan hurufiahnya mestinya adalah ‘I desired with desire’ (= Aku menginginkan dengan keinginan) tetapi artinya adalah ‘Aku sangat menginginkan / merindukan’.

Kesungguhan Elia dalam berdoa terlihat dalam 1Raja 18:42, dimana sekalipun Ahab makan dan minum, Elia berlutut dalam doa.

Penerapan: Kalau saudara berdoa, apakah saudara sungguh-sungguh atau asal doa? Atau berdoa dengan pemikiran ‘dikabulkan baik, tidak dikabulkan ya sudah’?

3)   Doanya dinaikkan dengan kerendahan hati (1Raja 18:42).

Padahal Tuhan sebetulnya sudah menjanjikan hujan dalam 1Raja 18:1, dan Israel sudah bertobat, tetapi toh pada waktu Elia meminta hujan itu, ia tidak menuntut supaya Tuhan memberi hujan, tetapi sebaliknya ia berdoa dengan berlutut.

Luk 18:9-14 (perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah) menunjukkan secara menyolok perbedaan dari orang yang berdoa dengan sombong dan orang yang berdoa dengan rendah hati!

Penerapan: Mungkin saudara adalah orang tua / suami, dan anak-anak / istri saudara tunduk kepada saudara. Tetapi begitu menghadap Tuhan, yang adalah Bapa saudara / Mempelai laki-laki, saudara adalah anak / mempelai perempuan!

Mungkin saudara orang kaya, berkedudukan tinggi, dan orang lain meng-hormati / menyanjung saudara. Tetapi begitu berhadapan dengan Allah yang maha besar, pencipta dan penguasa langit dan bumi, saudara tidak ada apa-apanya!

Mungkin saudara adalah orang yang saleh (dibandingkan kebanyakan orang lain), atau mungkin saudara mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja, tetapi begitu saudara datang di hadapan Allah yang maha suci, maha tinggi dan maha mulia, saudara najis, rendah dan hina.

Mungkin saudara adalah hamba Tuhan / gembala / guru sekolah minggu / guru agama, tetapi begitu menghadap kepada Tuhan, Dialah yang adalah Gembala / Guru, dan saudara adalah domba / murid!

Karena itu selalulah datang kepada Tuhan dengan rendah hati, dengan kesadaran bahwa saudara dilayakkan hanya oleh jasa penebusan Kristus!

4)   Doanya dinaikkan dengan iman pada janji Tuhan.

1Raja 18:43-44 menunjukkan iman Elia (bdk. Yak 1:6-7  Mat 21:21-22  Mark 9:23). Tetapi berbeda dengan ‘iman’ jaman ini, yang seringkali tidak didasarkan atas apapun, iman Elia di sini didasarkan atas janji Tuhan dalam 1Raja 18:1. Doa yang seperti ini tidak mungkin tidak dikabulkan!

Penerapan: Dalam krisis moneter saat ini selalulah ingat janji Tuhan dalam Mat 6:25-34, khususnya ay 33nya, dan berdoalah berdasarkan janji itu! Tetapi pada saat yang sama jangan lupa / lalai untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, karena itu adalah syaratnya!

5)   Doanya dinaikkan dengan tekun (1Raja 18:42-44).

1Raja 18:42-44 jelas menunjukkan ketekunan. Bayangkan, 6 x dia menyuruh bujangnya melihat tanda-tanda akan adanya hujan, dan tidak ada apa-apa! Kalau kita yang jadi dia, mungkin kita sudah lama berhenti berdoa. Tetapi Elia terus berdoa dengan tekun (bdk. Luk 18:1-8  Ef 6:18).

Penerapan: Hal apa yang dahulu saudara doakan berkali-kali, tetapi sekarang tidak lagi, karena saudara putus asa? Pertobatan keluarga? Perbaikan dalam negara dan bangsa kita? Perkembangan /. perbaikan dalam gereja? Mampunya saudara mengatasi dosa / kelemahan tertentu? Minta jodoh? Problem keluarga? Apapun yang saudara minta, jangan berhenti berdoa sampai Allah mengabulkan doa. Saudara hanya boleh berhenti berdoa kalau saudara tahu-tahu sadar bahwa apa yang saudara minta itu tidak baik atau tidak sesuai kehendak Tuhan.

6)   Doanya bukan doa yang egois, tetapi sebaliknya berdasarkan kasih.

a)   Elia adalah orang yang penuh dengan kasih, dan ini ia tunjukkan dengan mengasihi Ahab.

1Raja 18:41: Ahab di suruh makan dan minum, mungkin karena sepanjang hari dalam pertandingan mendatangkan api itu, ia tidak sempat makan ataupun minum. Ini menunjukkan bahwa Elia menga-sihi Ahab.

1Raja 18:44: Elia menyuruh Ahab cepat-cepat pulang supaya tidak terhalang hujan. Ini lagi-lagi menunjukkan kasih Elia kepada Ahab.

b)   Tidak hujan selama 3 1/2 tahun dimintanya sebagai hukuman untuk Israel, tetapi ini tetap karena kasih kepada Israel, yaitu supaya Israel bertobat.

Tentang doa minta hukuman untuk orang jahat, Thomas Manton berkata: “It is sometimes lawful to imprecate the vengeance of God upon the wicked. Elias prayed that it might not rain, out of a zeal of God’s glory, and detestation of their idolatry. I confess here we must be cautious; imprecations in scripture were often uttered with a prophetic spirit, and by special impulse and intimation from God. Elijah’s act must not be imitated without Elijah’s spirit and warrant” (= Kadang-kadang diijinkan untuk meminta pembalasan Allah bagi orang jahat. Elia berdoa supaya tidak hujan, karena semangatnya untuk kemuliaan Allah, dan kebencian / kejijikan terhadap penyembahan berhala mereka. Saya mengakui bahwa di sini kita harus berhati-hati; meminta sesuatu yang jelek / hukuman dalam Kitab Suci sering diucapkan dengan suatu roh nubuat, dan oleh suatu dorongan dan isyarat / pemberitahuan dari Allah. Tindakan Elia tidak boleh ditiru tanpa roh / semangat dan pemberian otoritas / kuasa Elia).

Manton menambahkan lagi:

“There is a great deal of difference between public and private cases. In all private cases it is the glory of our religion to bless them that curse us, ... but in public cases, wherein divine or human right is interverted (?) and disturbed, we may desire God to relieve oppressed innocence, to ‘wound the hairy scalp of evil-doers,’ &c” [= Ada perbedaan besar antara kasus umum dan pribadi. Dalam semua kasus pribadi, merupakan kemuliaan agama kita untuk memberkati mereka yang mengutuk kita, ... tetapi dalam kasus umum, dimana hak ilahi dan manusia di ... (?) dan diganggu, kita boleh menginginkan supaya Allah membebaskan orang tak berdosa yang ditindas, untuk ‘melukai kulit kepala yang berambut dari pembuat-pembuat kejahatan’ dst].

Catatan:

Kutipan di bagian akhir ini diambil dari Psalm 68:21 (Maz 68:22).

Jadi, dalam kasus pribadi memang tidak boleh ada doa minta hukuman Tuhan. Dalam hal ini kita harus mentaati / meneladani ayat-ayat seperti Mat 5:38-48  Luk 23:34  Kis 7:60. Dalam Luk 9:51-56, waktu orang Samaria melarang Yesus dan rombonganNya melewati daerah mereka, Yakobus dan Yohanes bertanya kepada Yesus apa-kah Ia mau mereka meminta api turun dari langit untuk membinasakan orang-orang Samaria itu (mungkin mereka mau meniru Elia dalam 2Raja 1:9-12), tetapi Yesus justru memarahi mereka.

Tetapi dalam kasus umum, seperti dalam perusakan gereja dan penganiayaan orang kristen, atau bahkan dalam aksi penjarahan dan pemerkosaan, maka dimungkinkan adanya doa untuk meminta hukum-an Tuhan.

c)         Elia lalu minta berkat (hujan) untuk mereka.

·         Setelah ada pertobatan dari dosa, barulah Elia memberikan janji hujan dan berdoa untuk hujan. Pada saat ini Indonesia belum bertobat dari perusakan / pembakaran gereja (bdk. Komentar Amien Rais, di koran Surya 23 April 1998 - pembakaran / peru-sakan gereja bukan karena SARA, tetapi karena frustrasi sosial ekonomi, lalu mengamuk mencari kambing hitam).

Karena itu, kita tidak seharusnya berdoa supaya bencana-bencana yang menimpa Indonesia diangkat. Mungkin kita perlu berdoa supaya bencananya makin hebat, misalnya supaya Amerika mela-kukan embargo ekonomi, supaya Indonesia bertobat!

·         Ini menunjukkan bahwa Elia mengasihi Israel. Kalau tidak, sekali-pun mereka bertobat, ia tidak akan minta berkat untuk mereka.

d)   Jadi, baik pada waktu minta tidak ada hujan dan embun, maupun pada waktu minta hujan, Elia berdoa dengan motivasi yang tidak bersifat egois.

Ia berdoa demi Tuhan dan bangsa Israel, dan bahkan pada waktu berdoa supaya tidak ada hujan, ia sendiri menderita karena keke-ringan / kelaparan yang terjadi!

Pulpit Commentary: “Our prayers for rain or fine weather are often selfish. Elijah only desired the drought, only supplicated for rain, as a means of influencing Israel and advancing God’s work. It is partly the selfishness of our prayers which has led men to question the efficacy of all prayer. If men want to have their own way with the elements, or to make God’s power further their private ends, is it strange if He declines to hear them?” (= Doa kita untuk hujan atau cuaca baik seringkali bersifat egois. Elia hanya menginginkan kekeringan, dan hanya memohon hujan, sebagai suatu cara untuk mempengaruhi Israel dan memajukan pekerjaan Allah. Keegoisan dalam doa merupakan sebagian dari hal yang menyebabkan manusia mempertanyakan keefektifan semua doa. Jika manusia ingin mendapatkan jalan mereka sendiri dengan elemen-elemen itu, atau membuat kuasa Allah memajukan tujuan pribadi mereka, anehkah jika Ia menolak untuk mendengarkan mereka?).

Saya kira kata-kata ini benar. Kalau kita kepanasan, kita minta hujan, tetapi kalau mau pergi ke gereja kita minta cuaca baik. Jadi kita sering minta hujan atau tidak hujan dengan motivasi yang egois! Juga dalam meminta hal-hal yang lain, kita sering meminta dengan sikap egois. Karena itu tidak heran Tuhan tidak mengabulkan doa kita (bdk. Yak 4:3). Karena itu introspeksilah akan keegoisan dalam diri saudara, mintalah ampun atas hal-hal itu, mintalah pengudusan dalam hal itu, supaya saudara bisa berdoa dengan kasih, bukan dengan sikap egois!

Penutup / kesimpulan.

Maukah saudara meniru Elia dalam berdoa? Tuhan memberkati saudara.

YAKOBUS 5:19-20

I) Menyimpang dari kebenaran.

Menyimpang dari kebenaran bisa terjadi dalam 2 hal:

1)   Sesat dari kepercayaan / iman.

Dalam 2Tes 2:10, dikatakan bahwa kebenaran harus diterima dan dika-sihi. Ini menyangkut semua doktrin-doktrin dalam kekristenan. Kalau se-seorang menerima doktrin-doktrin itu, tetapi kemudian ia membuangnya, maka ia disebut ‘menyimpang dari kebenaran’ (bdk. 2Tim 2:17-18).

2)   Sesat dalam kehidupan (berbuat dosa).

Dalam Gal 5:7 dikatakan bahwa kebenaran harus ditaati. Ini menyangkut semua hukum-hukum Tuhan. Kalau seseorang tidak mau mentaatinya, maka ia ‘menyimpang dari kebenaran’.

Dalam ay 20 ada kata-kata ‘orang berdosa’ dan ‘banyak dosa’. Ini me-nunjukkan bahwa orang itu menyimpang dari kebenaran dengan jalan berbuat dosa.

Jadi, bisa saja saudara tidak sesat dalam kepercayaan, bahkan bisa saja saudara mempunyai kepercayaan yang sangat baik dan pengertian yang benar tentang banyak doktrin-doktrin penting dalam kekristenan, tetapi saudara tetap adalah orang yang menyimpang dari kebenaran, karena saudara tidak hidup sesuai dengan Firman Tuhan! Bdk. Wah 2:2-6!

Disamping itu ‘menyimpang dari kebenaran’ bisa dilakukan dengan:

a)   Sengaja.

·         Ada banyak orang yang sengaja ‘menyimpang dari kebenaran’ dalam hal kepercayaan / pengajaran.

Misalnya: nabi-nabi palsu dari golongan liberal yang tetap mengata-kan ada (atau mungkin ada) jalan keselamatan di luar Kristus, sekali-pun mereka tahu ayat-ayat seperti Yoh 14:6  Kis 4:12  1Yoh 5:11-12.

·         Ada banyak orang yang sengaja ‘menyimpang dari kebenaran’ dalam hal kehidupan.

Misalnya: orang yang sengaja membolos kebaktian, atau menikah dengan orang yang tidak seiman sekalipun ia tahu bahwa hal itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

b)   Tidak sengaja.

·         Ada orang yang secara tak sengaja tersesat dalam hal keper­cayaan. Mungkin karena sejak semula sudah ada di lingkungan yang sesat, dan terbujuk oleh kelihaian setan dan nabi-nabi palsunya dalam mem-berikan ajaran sesat.

·         Ada orang yang secara tak sengaja tersesat dalam hal kehidupan. Mungkin karena kurang pengertian Firman Tuhan, sehingga akhirnya melakukan dosa tertentu, atau mungkin ia melakukan tindakan yang kurang bijaksana, yang akhirnya membawanya ke dalam dosa.

Sekalipun Tuhan membedakan dosa sengaja dan dosa tidak senga­ja, dan sekalipun dosa yang tidak disengaja hukumannya lebih ringan (bdk. Lukas 12:47-48  Kel 21:12-14), tetapi orang yang tersesat dengan tidak sengaja ini tetap bersalah dan akan dihukum!

II) Orang yang menyimpang dari kebenaran.

1)   Orang yang menyimpang dari kebenaran ini tidak mesti sakit, menderita, dsb. Memang orang yang menyimpang dari kebenaran bisa saja diberi penyakit / penderitaan sebagai hukuman / hajaran Tuhan atas dosa-dosanya, tetapi hal ini tidak selalu terjadi! Bisa saja seseorang menyim-pang dari kebenaran dan ia tetap sehat, kaya, hidup enak dsb. Karena itu, fakta bahwa hidup saudara enak belum / tidak membuktikan bahwa saudara tidak menyimpang dari kebenaran. Mengapa hal ini perlu dite-kankan? Karena ada orang yang terang-terangan hidup dalam dosa (mi-salnya bercerai lalu kawin lagi), tetapi menganggap hidupnya benar karena ‘semua baik-baik saja’.

2)   Orang yang menyimpang dari kebenaran ini bisa adalah orang kristen, dan bisa juga adalah orang kristen KTP.

Adanya kata ‘maut’ dalam ay 20 tidak membuktikan bahwa orang yang menyimpang dari kebenaran itu adalah orang kristen KTP. Yakobus melihat dari sudut pandang manusia, dan karena dari sudut pandang manusia tidak diketahui apakah orang yang menyimpang itu kristen sejati atau tidak, maka ia menggunakan istilah ‘maut’.

Memang orang kristen yang sejati tidak mungkin sesat dalam hal keper-cayaan yang bersifat dasari, misalnya bahwa Yesus adalah Allah, Yesus adalah Juruselamat, dsb (dengan kata lain, kalau seseorang sesat secara dasari, ia pasti adalah orang kristen KTP. Bdk. 1Yoh 2:18-19  2Yoh 9).

Tetapi orang kristen yang sejati bisa sesat dalam keper­cayaan-keper-cayaan yang tidak terlalu dasari (bdk. Mat 24:24b). Misalnya, bisa saja ia tidak mempercayai bagian-bagian tertentu dari Kitab Suci sebagai Firman Allah. Bandingkan dengan Martin Luther yang menganggap surat Yako-bus ini sebagai ‘surat jerami yang tidak mempunyai nilai inji­li’.

Apalagi kalau kita berbicara tentang kesesatan dalam tindakan. Ini pasti bisa terjadi pada setiap orang kristen yang sejati.

III) Sikap Allah terhadap orang yang sesat / menyimpang.

Allah mengasihi / mencari orang yang sesat (Luk 15  Yakobus 5:19-20). Seringkali pada waktu seseorang sesat, khususnya pada waktu melakukan dosa-dosa yang hebat, maka ia menganggap bahwa Allah tidak memperdulikan dirinya lagi. Ini adalah dusta iblis kepada orang itu. Allah tetap mengasihi / mencari orang yang sesat.

Dalam mencari orang yang sesat, Allah biasanya menggunakan manusia. Perhatikan kata ‘seorang’ dalam ay 19. Memang orang itu sendiri tentu tidak bisa mempertobatkan orang yang sesat itu. Ia hanya bisa berhasil kalau Allah memakai dia sebagai alatNya (bdk. 1Kor 3:5-7).

IV) Sikap kita pada waktu melihat orang sesat.

1)   Kita harus menyadari bahwa mencari orang yang sesat adalah tugas setiap orang kristen.

Ini bukan hanya tugas pendeta, majelis, dsb. Dalam ay 19, Yakobus menggunakan kata ‘seorang’. Ia tidak menggunakan istilah ‘penatua’ seperti dalam ay 14!

Jadi ini juga adalah tugas saudara sekalipun saudara adalah seorang jemaat biasa.

2)   Kita harus menyadari kesatuan orang-orang percaya / Kristen.

Kata ‘saudara-saudaraku’ dalam ay 19, menunjukkan kesatuan dan kasih di antara orang-orang Kristen.

Dalam Kel 23:4 dan Ul 22:4 dikatakan bahwa kita harus meno­long bina-tang milik saudara kita yang tersesat / jatuh. Kalau binatangnya saja harus diperhatikan, apalagi orangnya!

3)   Kita harus lebih menekankan jiwa daripada tubuh.

Kata ‘jiwa’ dalam ay 20, memang berarti seluruh orang yang sesat itu, tapi bagaimanapun jelas ada penekanan pada jiwa­nya. Sesat memang adalah persoalan jiwa / roh. Kita mungkin selalu memperhatikan orang yang menderita secara jasmani, seperti sakit, miskin, dsb. Tetapi, bagaimana perhatian kita kepada orang yang menderita secara jiwa / roh

4)   Kita harus menangani kesesatan sedini mungkin.

Kata-kata ‘banyak dosa’ dalam ay 20 menunjukkan bahwa kese­satan akan makin lama makin hebat. Dosa yang satu menarik orang yang sesat itu pada dosa yang lain, sehingga terjadi ‘banyak dosa’. Karena itu kita tidak boleh menunggu! Tangani orang itu secepatnya.

5)   Jangan kecil hati kalau melihat orang yang sudah sangat bejat.

Kata-kata ‘banyak dosa’ dalam ay 20 bisa menguatkan kita pada waktu kita menghadapi orang yang sudah sangat bejat. Bukan hanya orang yang melakukan sedikit dosa, yang bisa kembali kepada Tuhan dan mendapatkan pengampunan. Orang yang melakukan banyak dosa juga bisa kembali kepada Tuhan dan mendapatkan pengampunan (bdk. Yesaya 1:18).

V) Akibat tindakan kita.

Kalau saudara mulai sekarang mau mencari orang yang menyimpang dari kebenaran, maka perlu saudara sadari akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi

1)   Saudara bisa ditolak.

Kalau ini terjadi, dan akhirnya orang yang sesat itu terus menuju maut, maka itu bukan salah saudara, karena setidaknya saudara sudah melaku-kan kewajiban saudara (bdk. Yeh 3:18-20).

2)   Saudara bisa dibenci.

Galatia 4:16 - “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?”.

Ini perlu diperhatikan oleh orang yang menegur orang yang tersesat, karena ini bisa menjadi pengalamannya pada waktu ia menegur orang yang sesat. Tetapi ayat ini juga perlu diperhatikan oleh orang yang ditegur dari kesesatannya, supaya jangan ia memberikan reaksi secara sama dengan orang-orang itu!

3)   Saudara bisa diterima.

Orang yang sesat itu bertobat! Kalau ini terjadi, lalu bagai­mana? Per-hatikan ay 20.

a)         Orang itu selamat dari maut / neraka.

b)         Banyak dosa ditutupi.

Dosa siapa yang ditutupi itu?

·         Gereja Roma Katolik, menganggap dosa itu sebagai dosa dari orang yang mempertobatkan.

·         William Barclay juga berpendapat seperti itu. Ia menulis sebagai berikut: “This man has not only saved his brother’s soul, he has covered a multitude of his own sins. In other words, to save another soul is the surest way to save one’s own” (= Orang ini tidak hanya menyelamatkan jiwa saudaranya, ia telah menutupi banyak dosanya sendiri. Dengan kata lain, menyelamatkan jiwa orang lain adalah jalan yang paling pasti untuk menyelamatkan jiwa sendiri).

Bagaimana Barclay bisa mengatakan bahwa menyelamatkan jiwa orang lain adalah jalan yang paling pasti untuk menyelamatkan jiwanya sendiri, padahal Tuhan Yesus maupun Kitab Suci jelas menyatakan Tuhan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan (Yoh 14:6  Kis 4:12  1Yoh 5:11-12), adalah sesuatu yang tidak bisa dimengerti!

·         Origen (185-254 M), mempunyai pandangan bahwa ada 6 cara yang bisa menyebabkan dosa kita diampuni / ditutupi:

*        Baptisan.

*        Mati syahid.

*        Memberi sedekah.

*        Mengampuni orang lain.

*        Mengasihi.

*        Mempertobatkan orang yang sesat.

Ajaran ini betul-betul menjadikan kristen sama seperti agama-agama lain yang menekankan keselamatan karena perbuatan baik!

·         A.T. Robertson mengatakan bahwa sekalipun ditinjau dari sudut bahasa Yunani, dosa itu bisa ditujukan kepada orang yang mem-pertobatkan, tetapi ditinjau dari ajaran seluruh Perjanjian Baru, kata-kata ‘banyak dosa’ harus dituju­kan untuk orang yang sesat. Jadi, pada waktu ia bertobat maka dosa-dosanya diampuni.

Pandangan A.T. Robertson inilah yang harus diterima, sedangkan ke 3 pandangan di atas harus ditolak karena tidak alkitabiah dan tidak injili. Kita mendapat pengam­punan dosa hanya berdasarkan iman kepada Yesus Kristus, bukan karena perbuatan kita. Kalau memang kita bisa diampuni karena mempertobatkan orang yang sesat, maka bisa saja kita selamat / masuk surga tanpa Kristus, dan ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci (bdk. Gal 2:16,21  Ef 2:8-9).https://teologiareformed.blogspot.com/

Penutup.

Maukah saudara mencari orang yang sesat! Maukah saudara, membiar­kan Allah memakai saudara untuk mencari orang yang sesat? Ingat bahwa dahulu sau-darapun adalah orang yang tersesat. Kalau seka­rang saudara telah kembali dari kesesatan saudara, maka saudara harus menggunakan hidup saudara untuk menolong orang-orang yang masih tersesat.

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

Yakobus 5:12 tentang sumpah.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Aben Ezra:

“men swear daily countless times, and then swear that they have not sworn!” (= manusia bersumpah tak terhitung banyaknya setiap hari, dan lalu bersumpah bahwa mereka tidak bersumpah) - hal 70.

Yakobus 5:14 - pengolesan minyak dalam mendoakan orang sakit

Yak 5:14a - ‘Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia’.

Adam Clarke: “That is, God will often make these the means of a sick man’s recovery; but there often are cases where faith and prayer are both ineffectual” (= Yaitu, Allah akan sering membuat hal-hal ini sebagai jalan / cara dari pemulihan orang sakit; tetapi sering ada kasus-kasus dimana iman dan doa keduanya tidak efektif) - hal 827.

SERI KHOTBAH SURAT YAKOBUS
otomotif, gadget

Penafsiran seperti ini memang harus diambil, karena kita melihat banyak orang sakit tetapi tidak disembuhkan. Contoh: Paulus sendiri dengan duri dalam dagingnya (2Kor 12:7-10).

Calvin (tentang Yakobus 5:14):

“It is, indeed, certain that they were not all healed; but the Lord granted this favour as often and as far as he knew it would be expedient; nor is it probable that the oil was indiscriminately applied, but only when there was some hope of restoration. For, together with the power there was given also discretion to the ministers, lest they should by abuse profane the symbol” (= ) - hal 355.

Barnes’ Notes: “‘Shall save the sick, and the Lord shall raise him up.’ This must be understood, as such promises are everywhere, with this restriction, that they will be restored to health if it shall be the will of God; if he shall deem it for the best. It cannot be taken in the absolute and unconditional sense, for then, if these means were used, the sick person would always recover, no matter how often he might be sick, and he need never die. The design is to encourage them to the use of these means with a strong hope that it would be effectual. It may fairly be inferred from this statement:      (1) that there would be cases in large numbers where these means would be attended with this happy result; and, (2) that there was so much encouragement to do it that it would be proper in any case of sickness so make use of these means. It may be added, that no one can demonstrate that this promise has not been in numerous instances fulfilled. There are instances, not a few, where recovery from sickness seems to be in direct answer to prayer, and no one can prove that it is not so. Compare the case of Hezekiah, in Isa. 38:1-5. ‘And if he have committed sins, they shall be forgiven him.’ Perhaps there may be a particular allusion here to sins which may have brought on the sickness as a punishment. In that case the removal of the disease in answer to prayer would be an evidence that the sin was pardoned. Compare Matt. 9:2. But the promise may be understood in a more general sense as denoting that such sickness would be the means of bringing the sins of the past life to remembrance, especially if the one who was sick had been unfaithful to his Christian vows; and that the sickness in connection with the prayers offered would bring him to true repentance, and would recover him from his wanderings. On backsliding and erring Christians sickness often has this effect; and the subsequent life is so devoted and consistent as to show that the past unfaithfulness of him who has been afflicted is forgiven” (= ).

Pulpit Commentary tentang ay 15b:

“From the manner in which this last clause is introduced, it may fairly be inferred that the sins in question are presumed to have had some connection with the sickness, and to have been its cause” (= ) - hal 70.

Mungkinkah bahwa janji kesembuhan dalam ay 15a ini hanya diberikan kalau penyakit itu berhubungan dengan dosa / disebabkan oleh dosa? Sesuatu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa dalam Mark 6:13 pengolesan dengan minyak juga berhubungan dengan dosa (Mark 6:12 - ‘orang harus bertobat’).

Tetapi kalau memang demikian, mengapa contoh doa yang dipakai adalah contoh doanya Elia? Ini tidak cocok.

Pulpit Commentary:

“Josephus mentions that among the remedies employed in the case of Herod, he was put into a sort of oil bath. ... The medicinal use of oil is also mentioned in the Mishna, which thus exhibits the Jewish practice of that day” (= ) - hal 70.

Pulpit Commentary:

“But in the case before us if, as in these other instances, the oil was used as an actual remedy, (1) why was it to be administered by the elders? and (2) why is the healing immediately afterwards attributed to ‘the prayer of faith’? These questions would seem to suggest that oil was enjoined by St. James rather as an outward symbol than as an actual remedy” (= ) - hal 71.

Pertanyaan ini bisa dijawab dengan kutipan dari Adam Clarke di atas. Jadi di sini digunakan doa dan juga ‘natural means’ untuk penyembuhan.

Pulpit Commentary:

“they would ‘anoint’ the sick man ‘with oil.’ Why so? Either because this was the accredited medical panacea in that age (Isa. 1:6; Luke 10:34), or because oil is a symbol of the gracious influences of the Holy Spirit, the Divine Healer (Mark 6:13). If we judge that the anointing was medicinal, the lesson is that in sickness we are to have recourse both to ‘the prayer of faith’ and to the prescriptions of an enlightened pharmacy. If, however, we regard it as symbolical - perhaps the better view - in that case it would remind all parties that the miraculous cures were effected only by the Holy Spirit, whom the Lord Jesus had given” (= ) - hal 81.

Repotnya, kalau kita mengambil pandangan kedua (minyak = simbol), maka kita juga harus beranggapan bahwa karunia kesembuhan sekarang tidak ada lagi.

Pulpit Commentary:

“The gift of healing was granted to the apostles as a temporary aid in the work of founding the Christian Church. At first, before the gospel was sufficiently understood, signs and wonders were as helps to faith. This gift would cease with the death of the last person who had been endowed with it by the last of the apostles. The injunction to use oil as a symbol was, therefore, only temporary” (= ) - hal 81.

Pulpit Commentary:

“oil, which was perhaps the great symbol of medical remedies” (= minyak, yang mungkin adalah simbol yang besar dari obat medis) - hal 89.

Calvin, Clarke, Pulpit, Barnes selesai. SERI KHOTBAH SURAT YAKOBUS

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post