PERSAHABATAN SEJATI KRISTEN (TUJUAN, KECOCOKAN DAN KEBERGANTUNGAN)

PERSAHABATAN SEJATI

Saat menghadapi suatu pergumulan, apakah kita mempunyai sahabat dekat untuk men-sharing- kan pergumulan kita itu? Berapa banyak dari kita yang bisa dengan bangga mengatakan bahwa kita mempunyai teman dekat yang benar-benar mengenal kita? 

Dengan mengangkat kedua pertanyaan ini diharapkan dapat membawa kita kepada suatu fakta yang memperlihatkan bahwa persahabatan sejati di dunia saat ini telah menjadi sesuatu yang langka. Namun, banyak dari kita yang belum merasakan bahwa hal ini sebenarnya sangat berbahaya. 

Persahabatan di Dunia 

Saat ini Mengapa manusia di dunia saat ini sepertinya tidak lagi memerlukan persahabatan yang sejati? Mengapa hal ini dapat terjadi? Sedikitnya ada tiga alasan yang menyebabkan hal ini, yaitu: 

1. Lingkungan di mana kita dibesarkan 

Kita dapat mengeneralisasikan bahwa sebagian besar dari kita yang berada di Singapura ini sudah lebih dari mampu dalam mencukupi kebutuhan primer. Bukan saja demikian, sebagian besar dari kita juga dibesarkan dalam keluarga yang cukup dengan kasih sayang, bahkan mungkin kasih sayang yang berlebihan, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam tingkat tertentu kebutuhan kita dalam bersahabat (bersosialisasi) sudah terpenuhi. 

Banyak juga dari kita yang walaupun sudah berusia cukup dewasa masih meminta nasehat kepada orang tua. Hal ini tidaklah salah, tetapi kita tidak boleh terus menerus bergantung kepada keluarga kita saja, karena kita juga memiliki lingkungan pergaulan di luar keluarga kita. 

2. Kemajuan teknologi yang pesat 

Tidak diragukan lagi bahwa dalam 100 tahun terakhir ini, dunia mengalami kemajuan teknologi yang sangat pesat. Sebagian besar kemajuan teknologi ini memang membuat tingkat hidup manusia menjadi lebih baik. Kendaraan, contohnya, membuat manusia menghemat waktu untuk mencapai suatu lokasi. Komputer membuat manusia dapat bekerja dengan lebih teliti. 

Kemajuan-kemajuan ini umumnya baik, tetapi tanpa disadari kemajuan ini selain membuat manusia lebih independent, pada saat yang sama juga membuat manusia lebih individualis. Kebergantungan manusia satu dengan yang lain menurun sangat drastis. Malah sifat kebergantungan itu dilihat oleh dunia sebagai suatu kelemahan yang negatif. 

3. Culture dunia 

Dengan kemajuan dunia yang pesat dewasa ini, banyak sekali norma-norma dunia yang dulunya dianggap biasa (normal), sekarang dianggap sangat ganjil. Contohnya seperti yang telah kita lihat diatas adalah kebergantungan. Banyak juga hal-hal lain seperti menghormati orang yang lebih tua, boygirl relationship, dan lain sebagainya, yang sudah berubah.

Perubahan hal-hal di dunia ini membentuk keadaan dunia yang sangat individualistis (self-centered). Manusia di-drive untuk mengejar kesuksesan pribadi dalam berbagai aspek, misalnya karir, status sosial, dan kekayaan. Menurut dunia ini, apabila kita membentuk suatu hubungan atau persahabatan atas dasar untuk mencapai tujuan tertentu adalah sesuatu yang normal. 

Dalam hal bisnis, misalnya, seseorang bisa bersahabat dengan sangat baik dengan orang lain karena tujuan bisnis. Ketika tujuan bisnis itu tercapai, persahabatan tersebut pun lenyap. Dapat juga terjadi di mana dua orang yang dulunya bersahabat dengan baik, karena tujuan yang berlawanan (misalnya berkompetisi dalam bisnis) malah menjadi musuh. Di tempat kerja, banyak orang yang berhubungan ‘baik’ dengan orang lain hanya untuk mendapatkan promosi. Bahkan orang Kristen sendiri tidak luput dari hal-hal ini. Banyak dari kita yang secara tidak sadar mengejar ‘kesuksesan’ pribadi dalam hal-hal rohani. 

Dengan tujuan yang demikian sempit, tidak heran jika kita sering merasa bahwa persahabatan menjadi superficial dan instant. Kita tidak terlalu memperdulikan karakter orang lain ketika kita bersahabat demi mencapai tujuan tertentu, tetapi sebaliknya untuk tujuan yang lebih mulia atau tujuan moral, kita malah menaruh karakter sebagai hal yang lebih utama, namun akibatnya banyak dari kita yang hanya bersahabat dengan orang-orang yang karakternya cocok dengan kita. 

Kita akan berpikir, “Untuk apa bersahabat dengan orang yang mempunyai karakter yang begitu sulit?” Sekali lagi, ini memperlihatkan sifat self-centered manusia yang sudah meresap sangat dalam, dan sangat disayangkan sekarang hal ini juga telah menjadi norma di dunia, bahkan di gereja-gereja. 

Persahabatan Sejati vs. Persahabatan di Dunia 

Saat Ini Sebelum pembahasan ini diteruskan, kita akan melihat suatu contoh persahabatan sejati dalam Alkitab, yaitu dalam 1 Samuel 18-20. Kisah ini dimulai setelah Daud yang dibimbing oleh Tuhan berhasil mengalahkan Goliat. Daud kemudian melapor kepada Saul, raja Israel pada saat itu. Daud menceritakan kepada Saul tindakan-tindakan yang dilakukannya kepada Goliat sebagai suatu ekspresi iman Daud kepada Tuhan. 

Saat itu Yonatan, putra Saul, menjadi sangat tertarik dengan Daud. Kemudian Yonatan membuat janji persahabatan sejati dengan Daud. Dengan janji ini, Yonatan, anak raja, menerima Daud, seseorang yang berstatus sosial biasa, menjadi sederajat dengannya. Bukan hanya itu, Yonatan juga memberikan jubah, pedang, busur, dan ikat pinggangnya kepada Daud. Tindakan ini bukan saja memperkokoh janji persahabatan tersebut, tetapi juga dapat dianggap sebagai tindakan untuk menyatakan bahwa Daud boleh mengambil tempatnya sebagai penerus raja Saul. 

Tindakan demikian adalah sangat luar biasa, apalagi di dalam suatu persahabatan. Namun bagi Yonatan tindakan tersebut nampak biasa saja, karena dia mengasihi Daud seperti dirinya sendiri. Hal ini jugalah yang menjelaskan mengapa Yonatan menyelamatkan Daud dari pembunuhan yang direncanakan oleh Saul, ayahnya sendiri, hingga keselamatan diri Yonatan sendiri pun terancam. 

Kita akan membandingkan antara bentuk persahabatan sejati dengan persahabatan yang ada di dunia saat ini. Dalam perbandingan ini, kita akan memberi penekanan pada tokoh Yonatan sebagai teladan yang mengajarkan kepada kita bagaimana adanya suatu persahabatan sejati di dalam Yesus Kristus. 

Ada tiga aspek seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang akan diambil sebagai point perbandingan. Yang pertama, tujuan dalam persahabatan. Kedua, kecocokan dalam persahabatan, misalnya latar belakang atau lingkungan di mana seseorang dibesarkan, karakter, status sosial, kekayaan, dan sebagainya. Yang terakhir adalah kebergantungan satu dengan yang lain dalam persahabatan. 

1. Tujuan persahabatan 

Hal yang terutama dan terpenting di dalam persahabatan sejati adalah hubungan dengan Tuhan. Dasar dan tujuan persahabatan harus kembali kepada kemuliaan Tuhan. Kita telah melihat bagaimana rapuhnya persahabatan yang mempunyai tujuan duniawi, misalnya tujuan bisnis, di mana sahabat dapat menjadi lawan saat tujuan itu berubah. 

Sebaliknya, Yonatan bersahabat dengan Daud ketika ia melihat bagaimana Daud mengasihi Tuhan dan selanjutnya persahabatan itu menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. Ketika dasar yang utama, yaitu hubungan kita dengan Tuhan, sudah terbentuk, maka selanjutnya dalam membina persahabatan kita akan terdorong untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Hal ini sejalan dengan kedua hukum yang terutama (Matius 22: 34-40, Markus 12:28-31). Hal ini juga dapat kita lihat di dalam persahabatan Yonatan dan Daud. 

Berkenaan dengan konsep ini, kita juga melihat situasi yang kontras di mana seseorang ‘lebih mementingkan hubungannya dengan Tuhan dan mengabaikan hubungannya dengan sesama’. Dalam kedua hukum yang terutama, hukum yang pertama tidak mungkin dapat dipisahkan dengan hukum yang kedua. Dengan kata lain, sedalam apa kita mengasihi Tuhan Allah dapat ditunjukkan dengan bagaimana kita mengasihi sesama kita. 

Gejala yang demikian sebenarnya tidak lain adalah keegoisan manusia dalam mengejar ‘kesuksesan rohani’yang bertopeng ‘mementingkan hubungannya dengan Tuhan’. Inilah yang mengakibatkan persahabatan atau persekutuan yang hangat dengan saudara seiman di gereja kita terasa sangat kurang. Jika ini dimengerti sebagai ‘mendahulukan Tuhan Allah’, maka pengertian ini adalah salah. 

2. Kecocokan dalam persahabatan 

Hal lain yang menarik untuk dibahas adalah bagaimana Alkitab tidak menceritakan alasan mengapa Yonatan bersahabat baik dengan Daud selain daripada kasihnya kepada Tuhan. Kita tahu bahwa dalam hal latar belakang, status sosial, dan kekayaan, Yonatan sebagai anak raja mempunyai tingkat yang jauh lebih baik daripada Daud. 

Mari kita bandingkan hal itu dengan keadaan persahabatan di dunia saat ini, di mana banyak sekali dari kita yang hanya bersahabat dengan orangorang yang ‘cocok’ dengan kita. Seringkali kita mendengar bahwa persahabatan terjadi secara alamiah ketika seseorang merasa ‘cocok’ dengan yang lain, baik kecocokan di dalam karakter, status sosial, ataupun intelektualitas yang mengakibatkan mudahnya untuk click satu sama lain. Sayangnya persahabatan yang dilandaskan oleh banyak kecocokan ini malah seringkali berumur pendek. 

Dalam kisah persahabatan Yonatan dan Daud, kita dapat melihat bahwa hanya ada satu kecocokan, yaitu cinta mereka kepada Tuhan, dan itulah kecocokan yang terpenting. 

3. Kebergantungan satu dengan yang lain dalam persahabatan 

Kebergantungan yang saat ini dilihat oleh dunia sebagai sesuatu kelemahan sebenarnya merupakan salah satu prinsip yang penting dalam kekristenan. Kebergantungan kita kepada Tuhan adalah dasar dari hidup Kristiani. 

Tuhan menguatkan kita melalui sahabat-sahabat sejati yang Tuhan tempatkan di sekeliling kita.

Salah satu realisasi kebergantungan kita kepada Tuhan adalah persahabatan kita dengan saudara seiman. Kita tidak dapat hidup sendiri dan kita bergantung kepada Tuhan. Tuhan menguatkan kita melalui sahabat-sahabat sejati yang Tuhan tempatkan di sekeliling kita. Dengan kata lain, persahabatan sejati di dalam Kristus bukan diartikan sebagai kebergantungan kita kepada sesama, melainkan kebergantungan kita kepada Tuhan. Tuhan menguatkan kita melalui sahabat-sahabat sejati yang Tuhan tempatkan di sekeliling kita. 

Penutup 

Ketika hubungan kita dengan Tuhan sudah benar, maka akan terbentuk suatu dorongan kuat dalam hati kita untuk mengasihi sesama sebagaimana Tuhan telah mengasihi kita. Bersamaan dengan itu, di dalam hati kita juga akan muncul keinginan dan kerelaan untuk secara konsisten meluangkan waktu bersama dengan saudara seiman kita agar dapat mengenal satu sama lain lebih dalam lagi. 

Kita juga akan lebih berusaha untuk saling mendukung dan saling mendoakan dalam pergumulan kita masingmasing, dan kita juga dapat mengambil tindakan-tindakan nyata lainnya yang diperlukan untuk saling membantu dalam memperbaiki hubungan kita yang benar dengan Tuhan, dan pada akhirnya memuliakan Tuhan. Dengan cara demikian akan terbentuk suatu persahabatan sejati. 

BACA JUGA: TUJUAN YESUS KRISTUS: MENDAMAIKAN DUNIA DENGAN ALLAH

Dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin berat dan menggoda, sangat penting bagi kita untuk membangun suatu persahabatan yang sejati, suatu hubungan yang tidak dibatasi oleh apapun selain darah Kristus agar dapat berlari bersama untuk menyelesaikan perlombaan hidup ini untuk Tuhan. Bukankah ini suatu persahabatan yang sangat indah? Apalagi yang kita tunggu? 

Mulai dari sekarang, marilah kita mengambil komitmen untuk meluangkan waktu dengan saudara seiman agar dapat lebih saling mengenal, misalnya pergi makan malam bersama setelah kebaktian atau persekutuan. Adakah keistimewaan yang lebih dari itu? Being included in God’s family is the highest honor and the greatest privilege you will ever receive. (The Purpose Driven Life, hal. 121) Dalam buku yang sama di bab 16, Rick Warren juga menulis “The best use of life is love. The best expression of love is time. The best time to love is now.” “

The entire law is summed up in a single command: ‘Love your neighbour as yourself.’” (Galatians 5:14) 

Rendra Komala

https://teologiareformed.blogspot.com/

Next Post Previous Post