EKSPOSISI SURAT 1 PETRUS

Pdt.Budi Asali,M.Div.
EKSPOSISI SURAT 1 PETRUS
I PETRUS 1:1-2

1 Petrus 1: 1-2: “(1) Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, (2) yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

1) ‘Dari Petrus, rasul Yesus Kristus’ (ay 1a).

Dari sini bisa diketahui dengan jelas bahwa surat ini ditulis oleh Petrus.

2) ‘Kepada orang-orang pendatang yang tersebar’ (ay 1a).

Ada bermacam-macam terjemahan tentang bagian ini.

KJV: the strangers scattered (= orang-orang asing yang tersebar)

RSV: the exiles of the Dispersion (= orang-orang buangan dari Diaspora).

NASB: those who reside as aliens, scattered (= mereka yang tinggal sebagai orang asing, tersebar)

NIV: strangers in the world, scattered (= orang-orang asing dalam dunia, tersebar).

Catatan: kata ‘Dispersion’ / ‘Diaspora’ artinya ‘penyebaran’. Istilah ini menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang tersebar setelah pembuangan Babilonia. Tetapi pada jaman rasul-rasul, istilah ini menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang hidup di luar Palestina (Webster’s New World Dictionary).

a) Siapa orang-orang ini?

1. Kata-kata ‘orang-orang pendatang’ berasal dari kata Yunani PAREPIDEMOI, yang menekankan:

a. Alien nationality (= kebangsaan asing).

b. Temporary residence (= tempat tinggal sementara).

Kata ini digunakan hanya 3 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Ibr 11:13 1Pet 1:1 1Pet 2:11. Dalam LXX / Septuaginta (Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) digunakan dalam Kej 23:4 dan Maz 39:13.

2. Kata ‘tersebar’ berasal dari kata Yunani DIASPORA, yang menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang hidup di luar Palestina (bdk. Yoh 7:35 yang juga menggunakan kata Yunani yang sama).

Dari sini, dan juga dari fakta bahwa Petrus adalah rasul untuk orang-orang Yahudi (Gal 2:7-9), maka bisa ditarik kesimpulan bahwa tujuan utama yang orisinil dari surat ini adalah orang-orang Yahudi Kristen, yang tersebar di luar Palestina.

b) Bahwa orang-orang Yahudi kristen ini tersebar di luar Palestina, menunjukkan bahwa mereka sedang menderita.

Dan memang seluruh surat 1Petrus ini membahas secara khusus penderitaan yang dialami oleh orang kristen.

3) ‘di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia’ (ay 1b).

Ini menunjuk pada gereja-gereja di Galatia dan Asia, yang di antaranya ada yang didirikan oleh Rasul Paulus. Tetapi Petrus toh menulis surat untuk memberitakan Firman Tuhan kepada mereka. Ini menunjukkan bahwa seorang hamba Tuhan mempunyai kewajiban dan hak untuk mengajar jemaat dari gereja yang lain!

a) Adanya ‘hak’ perlu diingat oleh gereja lain tersebut. Mereka tidak boleh berkata: ‘Jangan ikut campur urusan kami’.

b) Adanya ‘kewajiban’ perlu diingat oleh hamba Tuhan dan jemaat gerejanya. Mereka tidak boleh acuh tak acuh terhadap kerohanian jemaat gereja lain

Ingat akan kata-kata ‘Gereja yang kudus dan am’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli! Betul-betul aneh, kalau ada gereja yang dalam kebaktian menggunakan 12 Pengakuan Iman Rasuli tetapi dalam prakteknya ‘memisahkan’ gerejanya dari gereja-gereja lain, misalnya dengan tak mau menerima pengkhotbah gereja lain(biarpun tidak sesat), dan tak mengijinkan para pengkhotbahnya berkhotbah / hadir di gereja lain!

4) ‘Yaitu orang-orang yang dipilih’ (ay 2a).

NIV: ‘To God’s elect’ (= kepada orang pilihan Allah).

a) Dalam Perjanjian Lama, istilah ‘orang / bangsa pilihan’ ditujukan kepada Israel (Ul 7:6 14:2 Maz 105:6,43 Yes 45:4). Tetapi karena Israel menolak dan bahkan membunuh Kristus, maka istilah itu lalu dipindahkan kepada gereja (Mat 21:41 / Mark 12:9 / Luk 20:16).

Tetapi perlu diperhatikan bahwa bagaimanapun pemilihan Allah terhadap kita saat ini berbeda dengan pemilihan Allah terhadap Israel pada jaman dahulu.

Bedanya adalah:

1. Israel dipilih untuk menjadi bangsa yang menurunkan Mesias; tetapi kita dipilih supaya selamat.

2. Pemilihan / penentuan selamat bagi kita sekarang ini tidak bisa gagal atau dialihkan kepada orang lain karena alasan apapun juga! Bdk. Kis 13:48 Ro 8:29-30!

b) Ini merupakan penghiburan bagi mereka.

Mereka adalah orang yang tersebar di negeri asing, dan bagi penduduk negeri itu mungkin sekali mereka dianggap sebagai gangguan. Semua ini mungkin sekali menyebabkan mereka menderita. Tetapi sekarang mereka diingatkan, bahwa dari sudut Allah, mereka adalah orang pilihan Alla

Penerapan: kalau saudara sedang menderita, apapun penderitaan saudara itu, ingatlah bahwa sebagai orang kristen, saudara adalah orang pilihan Allah.

5) ‘sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita’ (ay 2a).

a) Terjemahan.

Kata ‘rencana’ sebetulnya merupakan terjemahan yang kurang tepat. Istilah Yunaninya adalah PROGNOSIN, dan KJV/NIV/NASB memberikan terjemahan hurufiah, yaitu ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu).

b) Arti yang salah.

Bagian ini sering disalah-artikan seakan-akan Allah memilih kita karena Ia sudah tahu bahwa kita bakal menjadi baik. Kalau diartikan begini, maka pemilihan Allah itu tergantung kepada kita, dan ‘baiknya kita’ merupakan alasan mengapa Allah memilih kita.

Ini bertentangan dengan:

1. Ay 2 ini sendiri.

Ay 2: “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

Kalau ay 2a berbicara tentang pemilihan, maka ay 2b berbicara tentang tujuan pemilihan, yaitu supaya ‘taat kepada Yesus Kristus’.

Jadi, terlihat bahwa ‘taat’ atau ‘menjadi baik’ bukanlah alasan pemilihan, tetapi tujuan pemilihan.

2. Ef 1:4 yang berbunyi: ‘Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya’.

Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa ‘kudus’ merupakan tujuan, dan bukan alasan, dari pemilihan.

3. Ro 9:10-18, yang secara explicit mengatakan bahwa pemilihan Allah tidak tergantung pada perbuatan, kehendak, ataupun usaha kita, tetapi tergantung pada kehendak dan kemurahan hati Allah.

Ro 9:10-18 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.

c) Arti yang benar.

Kata ‘know’ (= tahu / kenal) bisa diartikan adanya hubungan intim, atau adanya kasih.

Bdk. Kej 4:1 (KJV): ‘And Adam knew Eve his wife; and she conceived’ (= Dan Adam tahu / kenal Hawa istrinya; dan ia mengandung).

Jadi arti kata-kata dalam ay 2a ini adalah: Allah memilih kita karena Ia telah mengasihi kita lebih dulu.

Ef 1:5 - “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.

Kalau ditanya lebih jauh, mengapa Allah mengasihi kita sehingga lalu memilih kita, dan bukannya orang lain? Maka jawabnya adalah: karena itulah yang Allah kehendaki (Ef 1:5b). Jadi, ini merupakan kedaulatan Allah yang ditekankan dalam Ro 9:15-18.

Jadi, jelas bahwa bagian ini merupakan dasar dari Predestinasi.

6) ‘Dan yang dikuduskan oleh Roh’ (ay 2a).

Istilah ‘dikuduskan’ di sini, pada umumnya tidak diartikan ‘disucikan hidupnya’, tetapi ‘dipisahkan dari dunia untuk Allah’.

Ingat bahwa arti sebenarnya dari kata ‘kudus’ adalah ‘terpisah dari’.

Jadi, orang-orang yang dipilih oleh Allah itu, oleh Roh Kudus dipisahkan dari yang lain (Catatan: tentu bukan dipisahkan secara jasmani), dan dikhususkan bagi Allah.

7) ‘Supaya taat kepada Yesus Kristus’ (ay 2b).

Bagian ini berhubungan dengan:

a) Pemilihan Allah atas diri mereka.

Allah memilih untuk menyelamatkan mereka dengan tujuan supaya mereka taat kepada Yesus Kristus.

Kalau ada orang yang mengaku percaya kepada Yesus, yang menunjukkan bahwa ia dipilih oleh Allah, tetapi tidak punya keinginan untuk taat, maka itu jelas adalah omong kosong!

b) Penderitaan orang-orang itu (ay 1 - ‘tersebar’).

Ini menunjukkan bahwa orang yang sedang menderitapun tidak lepas dari kewajiban untuk taat. Hal ini penting ditekankan, karena kalau kita sedang menderita, kita sering menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berbuat dosa / tidak taat.

8) ‘Dan menerima percikan darahNya’ (ay 2b).

a) Ini menunjuk pada pengampunan dosa. Kita bisa diampuni hanya karena pengorbanan Yesus di atas kayu salib.

b) Mengapa ‘taat’ mendahului ‘percikan darah’ (pengampunan)?

Mungkin kata ‘taat’ menunjuk pada ‘iman’ mereka. Mengapa demikian? Karena ‘taat’ merupakan bukti dari ‘iman’. Hal seperti ini sering terjadi, seperti dalam contoh-contoh di bawah ini:

1. Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

Seharusnya lawan dari ‘percaya’ adalah ‘tidak percaya’, tetapi dalam ayat ini dikatakan ‘tidak taat’, karena memang ‘percaya’ dibuktikan dengan ketaatan, dan ‘ketidak-percayaan’ dibuktikan dengan ketidak-taatan.

2. Yoh 5:28-29 - “(28) Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, (29) dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum”.

Apakah text ini mengajarkan doktrin sesat ‘keselamatan karena perbuatan baik’? Tentu tidak! ‘Berbuat baik’ merupakan bukti dari iman, dan ‘berbuat jahat’ merupakan bukti dari tidak adanya iman.

c) Perhatikan bahwa di sini digunakan istilah ‘percik’ dan bukannya ‘selam / celup’!

1. Saya berpendapat bahwa ini menunjukkan hebatnya kuasa darah Kristus. Hanya dengan sedikit percikan darah Kristus, semua dosa bisa diampuni. Bdk. Yes 1:18

2. Ini perlu diperhatikan oleh orang yang menentang baptisan percik. Kalau pengampunan dosa kita hanya membutuhkan percikan darah Kristus, lalu mengapa harus disimbolkan dengan baptisan selam?

3. Perhatikan juga istilah ‘percik’ itu dalam ayat-ayat di bawah ini:

· Kel 24:8 - “Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: ‘Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.’”.

Kata ‘menyiramkannya’ dalam Kitab Suci Indonesia seharusnya adalah ‘memercikkannya’ (KJV/NIV/NASB: sprinkled).

· Ibr 9:13-14,19,21 - “(13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup. ... (19) Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat, ... (21) Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”.

· Ibr 12:24 - “dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”.

Catatan: kata-kata ‘lebih kuat’ seharusnya adalah ‘lebih baik’.

I PETRUS 1:3-12

Ay 3-5: “(3) Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, (4) untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (5) Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.

1) 1 Petrus 1: 3: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,”

a) ‘Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus’ (ay 3a).

Kalau dilihat dalam ay 3-4, maka terlihat bahwa alasan Petrus memuji Tuhan di sini, adalah karena Tuhan sudah menyelamatkan mereka. Keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita memang harus menyebabkan kita memuji Tuhan.

Saudara mungkin sering memuji Tuhan kalau saudara mendapatkan berkat jasmani, lulus ujian, naik pangkat dalam pekerjaan, dan sebagainya. Tetapi pernahkah saudara memuji Tuhan atas keselamatan yang telah Ia anugerahkan kepada saudara?

b) ‘Yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati’ (ay 3b).

Ada 2 penafsiran tentang arti dari ‘kelahiran baru’ di sini:

1. Ini menunjuk pada kelahiran baru.

Kalau ini yang benar maka ayat ini

a. Sejalan dengan Ef 2:4-5 - “(4) Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasihNya yang besar, yang dilimpahkanNya kepada kita, (5) telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -”.

b. Menunjukkan bahwa kelahiran baru:

· Merupakan pemberian / anugerah Allah.

Ini terlihat dari kata ‘rahmatNya yang besar’.

NIV: ‘In his great mercy’ (= Dalam belas-kasihanNya yang besar).

· Terjadi karena kehendak dan pekerjaan Allah.

Bandingkan dengan:

* Yoh 1:13 - “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah”.

* Yoh 3:8 - “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”.

Bahwa Roh Kudus bekerja / melahir-barukan sesukaNya, dinyatakan dengan kata-kata ‘angin bertiup kemana ia mau’.

* Yak 1:18 - “Atas kehendakNya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaanNya”.

2. Ini menunjuk pada pengharapan dari para pengikut Yesus, yang hancur pada waktu Yesus mati, tetapi dihidupkan kembali karena kebangkitan Yesus.

c) ‘kepada suatu hidup yang penuh pengharapan’ (ay 3c).

1. Terjemahan Kitab Suci Indonesia salah.

a. Letak bagian ini.

Seharusnya bagian ini terletak di antara ‘dilahirkan kembali’ dan ‘oleh kebangkitan Yesus Kristus’.

NIV: ‘he has given us new birth into a living hope through the the resurrection of Jesus Christ’ (= Ia telah memberikan kita kelahiran baru kepada suatu pengharapan yang hidup oleh kebangkitan Yesus Kristus)

b. Terjemahannya.

NIV: ‘into a living hope’ (= ke dalam pengharapan yang hidup).

NASB: ‘to a living hope’ (= kepada suatu pengharapan yang hidup).

Kata-kata ‘living hope’ (= pengharapan yang hidup) ini kontras dengan tidak adanya pengharapan pada waktu hidup di luar Kristus.

Ef 2:12 - “bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”.

2. Ayat ini mengatakan bahwa kita dilahirkan kembali kepada suatu pengharapan yang hidup oleh kebangkitan Yesus Kristus.

Ini menunjukkan bahwa kebangkitan Kristus adalah dasar harapan kita, dan tanpa adanya kebangkitan Kristus, tidak ada pengharapan bagi kita.

Bdk. 1Kor 15:14,17-18 - “(14) Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. ... (17) Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. (18) Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus”.

2) Ay 4: “untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu”.

a) Kata yang diterjemahkan ‘bagian’ seharusnya adalah ‘warisan’ (KJV/RSV/ NIV/NASB: ‘inheritance’).

1. Kata Yunaninya adalah KLERONOMIA, yang dalam LXX / Septuaginta digunakan untuk menunjuk pada Kanaan [Ul 15:4 - ‘milik pusaka’; NIV: ‘your inheritance’ (= warisanmu); Ul 19:10 - ‘milikmu’; NIV: ‘your inheritance’ (= warisanmu)].

2. Kata ‘inheritance (= warisan) ini penting karena ini menunjukkan bahwa kita adalah anak Allah yang adalah ahli waris

b) ‘yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu’.

Ini menunjukkan kekalnya dan tidak berubahnya warisan itu.

c) ‘yang tersimpan di sorga’.

Ini ditambahkan untuk menunjukkan bahwa warisan itu aman, tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.

Bdk. Mat 6:19-20 - “(19) ‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya”.

d) ‘bagi kamu’.

Kata ‘kamu’ tidak berarti seadanya orang, tetapi hanya orang yang percaya kepada Kristus. Ini terlihat dari kata ‘imanmu’ [NIV/NASB: through faith (= melalui iman)] dalam ay 5

3) Ay 5: “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.

a) ‘kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah’ (ay 5a).

1. Kalau tadi dalam ay 4 dikatakan bahwa warisan itu aman, maka sekarang dalam ay 5 dikatakan bahwa orang yang beriman itu juga aman, karena dipelihara oleh kekuatan Allah.

Karenanya ini digunakan sebagai dasar dari doktrin Perseverance of the saints (= ketekunan orang kudus) yang mengatakan bahwa orang percaya tak mungkin terhilang / kehilangan keselamatannya.

Bdk. Yoh 10:27-30 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. (30) Aku dan Bapa adalah satu.’”.

2. Kata ‘dipelihara’ [NIV/NASB: protected / shielded (= dilindungi)].

Kata Yunaninya merupakan suatu istilah militer dan menunjuk pada tindakan tentara yang menjaga kota / benteng. Kata ini hanya muncul 3 x dalam PB, yaitu dalam ay 5 ini, Fil 4:7, dan 2 Kor 11:32. Dalam 2Kor 11:32 kata itu diterjemahkan ‘mengawal’

3. Secara implicit ini menunjukkan bahwa:

a. Kita itu lemah.

b. Adanya banyak serangan.

Bandingkan dengan ay 6 yang berbicara tentang berbagai-bagai pencobaan yang menimpa orang beriman.

Sekalipun kita lemah dan mengalami banyak serangan, tetapi kita tetap aman karena dipeliharan oleh kekuatan Allah.

Catatan: ini tidak berarti kita boleh hidup sembrono, dan tidak berusaha untuk menjadi lebih kuat!

b) ‘sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir’ (ay 5b).

Dalam Kitab Suci kata ‘keselamatan’ digunakan dalam 2 arti:

1. Menunjuk pada apa yang kita terima pada saat percaya kepada Yesus. Misalnya Luk 19:9 dan mungkin 1Pet 1:9.

2. Menunjuk pada apa yang diterima oleh orang percaya pada saat mati / kedatangan Kristus kedua-kalinya.

Dalam ay 5b ini kata ‘keselamatan’ jelas menunjuk pada arti ke 2.

Ada juga yang mengatakan bahwa ‘keselamatan’ disini artinya adalah:

a. Pembebasan total dari dosa.

b. Sukacita dan hidup kekal di surga.

Ay 6-9: “(6) Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. (7) Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api - sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diriNya. (8) Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihiNya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihatNya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, (9) karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu”.

1) Ay 6: “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan”.

a) ‘Bergembiralah akan hal ini’ (ay 6a).

1. Ditinjau dari sudut bahasa Yunaninya, maka bagian ini bisa diterjemahkan sebagai kalimat perintah (seperti dalam Kitab Suci Indonesia), atau sebagai kalimat positif biasa, seperti dalam NIV/NASB: ‘In this you greatly rejoice’ (= Dalam hal ini kamu sangat bergembira).

Tetapi kalau dibandingkan dengan ay 8b, yang merupakan kalimat positif biasa, maka mungkin sekali terjemahan ay 6 ini seharusnya juga merupakan kalimat positif biasa, seperti pada NIV dan NASB.

2. Kata ‘bergembira’ di sini berasal dari kata Yunani ALGALLIASTHE, yang merupakan suatu istilah yang menunjukkan sukacita yang hebat, dan dalam bahasa Inggris bisa diterjemahkan sebagai ‘to exult, to leap for joy’.

Kata ini juga digunakan dalam:

· Mat 5:12 - ‘bergembiralah’.

Pada waktu Petrus menuliskan ay 6 ini hampir pasti Mat 5:12 ini ada dalam pikirannya, karena Mat 5:12 ini juga menunjukkan bahwa sekalipun kita dianiaya, kita harus bersukacita.

· Kis 16:34 yang menunjukkan sukacita kepala penjara setelah diselamatkan.

· Wah 19:7 - ‘bersorak-sorai’. Ini menunjuk pada sukacita di sorga.

3. Kata-kata ‘hal ini’ menunjuk pada ‘warisan di sorga’, ‘keselamatan’ dan ‘dijaganya kita oleh kekuatan Allah’ yang ada dalam ay 3-5.

Jadi, ini menunjukkan bagaimana kita bisa bersukacita / bergembira sekalipun mengalami berbagai-bagai pencobaan, yaitu dengan mengarahkan pikiran kita pada keselamatan kita dan warisan kita di sorga.

b) ‘sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan’ (ay 6b).

1. ‘berbagai-bagai pencobaan’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘berbagai-bagai’ adalah POIKILOIS.

Dalam 1Pet 4:10 yang berbicara tentang ‘kasih karunia Allah’ juga digunakan kata Yunani ini (dalam Kitab Suci Indonesia kata ini dibuang).

NIV: ‘the manifold grace of God’ (= bermacam-macam kasih karunia Allah).

NASB: ‘God’s grace in its various forms’ (= kasih karunia Allah dalam berbagai bentuknya).

William Barclay lalu menghubungkan kedua ayat ini, dan mengatakan:

“Our troubles may be many-coloured, but so is the grace of God; there is no colour in the human situation which that cannot match. There is a grace to match every trial and there is no trial without its grace” (= Problem-problem kita bisa banyak coraknya, tetapi demikian juga dengan kasih karunia Allah; tidak ada corak dalam situasi manusia dimana tidak ada kasih karunia yang sesuai. Ada kasih karunia yang sesuai untuk setiap pencobaan dan tidak ada pencobaan tanpa kasih karunianya).

2. ‘harus berdukacita’.

Bagaimana ay 6 ini bisa menggabungkan ‘bergembira’ dan ‘berdukacita’? Apakah ini adalah suatu kontradiksi? Tidak! Ini hanya menunjukkan bahwa karena kita tidak sempurna maka sukacita dan kesedihan bisa muncul bergantian atau bahkan pada waktu yang bersamaan.

Bandingkan ini dengan kata-kata Paulus dalam 2Kor 6:10a - ‘sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita’.

3. ‘seketika’.

NIV/NASB: ‘for a little while’ (= untuk waktu yang singkat).

Sekalipun penderitaan itu bisa kelihatannya lama, tetapi dibandingkan dengan sukacita dalam kekekalan, itu hanyalah waktu yang singkat.

2) Ay 7: “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api - sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diriNya”.

a) ‘Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api’ (ay 7a).

1. Di sini dikatakan bahwa iman jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas.

Apakah itu benar bagi saudara? Dan apakah saudara lebih mementingkan untuk menjaga / memelihara / meningkatkan iman dari pada mencari emas / harta?

2. Kata-kata ‘semuanya itu’ menunjuk pada ‘berbagai-bagai pencobaan’ dalam ay 6.

Seperti api memurnikan emas, maka berbagai-bagai pencobaan memurnikan iman kita dan juga membuktikan kemurnian iman kita.

a. Kalau karena pencobaan kita berhenti ikut Tuhan, maka iman kita tidak sungguh-sungguh (bdk. dengan ‘tanah berbatu’ - Mat 13). Tetapi kalau kita terus ikut Tuhan sekalipun menghadapi berbagai-bagai pencobaan, maka iman kita adalah iman sejati

b. Pengujian terhadap iman itu merupakan sesuatu yang penting, karena kalau iman tidak diuji, orang bisa GR (gede rasa), seperti Petrus dalam Mat 26:33,35. Ia menyangka imannya hebat, tetapi ternyata tidak!

b) ‘sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diriNya’ (ay 7b).

1. Sekarang kita banyak menderita karena berbagai-bagai pencobaan, kita melayani Tuhan tanpa mendapat apa-apa atau bahkan harus dengan berkorban, kita banyak diejek, direndahkan, dihina, tetapi nanti pada saat Yesus Kristus menyatakan diriNya / datang kedua-kalinya, maka kita akan mendapat puji-pujian (>< diejek) dan kemuliaan (>< direndahkan) dan kehormatan (>< dihina). Bdk. Mat 25:21,23 25:34-36 Ibr 10:32-39

2. Jadi, berbagai-bagai pencobaan dalam ay 6 membuktikan kemurnian iman, dan ini akan menyebabkan kita memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diriNya. Jelas bahwa berbagai-bagai pencobaan itu mempunyai tujuan yang baik, dan ini lagi-lagi merupakan alasan mengapa dalam ay 6 dikatakan bahwa kita harus bergembira sekalipun kita harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.

3) Ay 8: “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihiNya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihatNya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,”.

a) Memang nanti Yesus Kristus akan menyatakan diriNya (ay 7b), tetapi sekarang hal itu belum terjadi sehingga kita tidak bisa melihat Dia secara jasmani.

b) Tetapi sekalipun sekarang ini kita tidak melihat Yesus, kita bisa percaya dan mengasihi Dia (ay 8a). Bdk. Ibr 11:1 2Kor 5:6-7 Yoh 20:29.

c) Ay 8 ini berbicara tentang kasih, iman dan sukacita.

1. Sekalipun kasih disebut lebih dulu dari iman, jelas bahwa iman yang ada lebih dulu. Dan iman yang benar akan menimbulkan kasih.

2. Buah yang lain dari iman adalah sukacita. Dan sukacita itu mulia dan tak terkatakan, artinya begitu hebat sehingga tak bisa diceritakan.

Penerapan: Mengapa dalam kenyataannya kita sering tidak mengalami hal ini?

Nisbet: “It is not so much the habit of saving faith as the exercise thereof that brings in to the soul that true spiritual joy whereof the Apostle spoke in the words before. If the exercise of faith be, by the neglect or slighting of duty, or by the commission of any sin, interrupted, then will that joy unspeakable and full of glory be also interrupted” (= Bukannya merupakan kebiasaan dari iman yang menyelamatkan tetapi tindakan mempraktekkan iman yang membawa ke dalam jiwa sukacita rohani yang benar yang dikatakan oleh sang Rasul dalam kata-katanya sebelumnya. Kalau tindakan pemraktekan iman ini terhalang oleh pengabaian atau peremehan suatu tugas, atau oleh suatu dosa, maka sukacita yang tak terkatakan dan penuh kemuliaan itu juga terhalang).

4) Ay 9: “karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu”.

a) Sukacita dalam ay 8 itu terjadi karena kita ‘telah mencapai’ tujuan iman kita yaitu keselamatan.

Kata-kata ‘telah mencapai’ diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris.

KJV: ‘receiving’ (= menerima).

RSV: ‘obtain’ (= menerima).

NIV: ‘are receiving’ (= sedang menerima).

NASB: ‘obtaining’ (= menerima).

Kata Yunaninya adalah suatu participle, dan ini bisa ditafsirkan 2 macam:

1. Diartikan ‘akan menerima’.

Kalau diartikan seperti ini, maka keselamatan artinya masuk surga nanti.

2. Diartikan ‘telah menerima’.

Kalau dipilih arti ini, maka yang dimaksud dengan keselamatan adalah keselamatan kita sekarang.

b) ‘keselamatan jiwa’ (ay 9b)!

1. Memang tujuan utama dari iman bukanlah hal jasmani seperti kesembuhan, kekayaan, berkat, pertolongan jasmani dsb, tetapi keselamatan jiwa.

Anehnya, jaman sekarang ini ada banyak sekali orang Kristen yang hanya menekankan berkat jasmani, seperti kekayaan, kesembuhan, dan sebagainya.

Bdk. 1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.

2. Mungkin Petrus mengatakan hal ini berdasarkan Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.

Jadi sekalipun mereka ada dalam banyak bahaya dan penderitaan, tetapi jiwa mereka selamat.

Ay 10-12: “(10) Keselamatan itulah yang diselidiki dan diteliti oleh nabi-nabi, yang telah bernubuat tentang kasih karunia yang diuntukkan bagimu. (11) Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu. (12) Kepada mereka telah dinyatakan, bahwa mereka bukan melayani diri mereka sendiri, tetapi melayani kamu dengan segala sesuatu yang telah diberitakan sekarang kepada kamu dengan perantaraan mereka, yang oleh Roh Kudus, yang diutus dari sorga, menyampaikan berita Injil kepada kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat”.

1) Keselamatan yang dibicarakan dalam ay 9 tadi sangat berharga. Untuk menunjukkan hal itu, Petrus berkata bahwa keselamatan itu:

a) Diselidiki / diteliti oleh para nabi (ay 10,11a bdk. Mat 13:17 Luk 10:23-24 Daniel 7:15-16).

b) Ingin diketahui oleh para malaikat (ay 12b).

Para nabi menyelidiki, dan malaikat ingin mengetahui tentang keselamatan yang dikerjakan oleh Kristus bagi kita.

2) Para nabi dalam Perjanjian Lama menulis Kitab Suci, tetapi mereka tidak mengerti sepenuhnya apa yang mereka tulis dan mereka lalu menyelidiki / meneliti untuk mencari tahu (ay 10-11a).

a) Ini menunjukkan bahwa mereka menulis bukan dari diri mereka sendiri tetapi dari Tuhan! Jadi bagian ini menunjukkan adanya pewahyuan dan pengilhaman dalam penulisan Kitab Suci!

b) Bahwa mereka menuliskan Firman Tuhan tetapi mereka sendiri tidak mengertinya, juga menunjukkan bahwa tulisan itu tujuannya bukan hanya untuk mereka sendiri tetapi untuk kita (ay 12). Calvin menggambarkan bahwa nabi-nabi itu menyiapkan meja dengan makanannya, tetapi kitalah yang makan.

Penerapan: dalam pelayanan sering kita hanya mendapat sedikit, atau tidak mendapat apa-apa, dan bahkan bisa saja harus rugi / berkorban, tetapi ini harus tetap mau kita lakukan demi orang lain. Dan kita harus tetap melakukannya dengan semangat dan sungguh-sungguh. Bandingkan dengan nabi-nabi itu yang juga melakukan dengan sungguh-sungguh, bukan dengan asal-asalan padahal mereka tidak mendapat apa-apa!

Misalnya: dalam mengajar sekolah minggu, mengurus Komisi Pemuda, atau dalam soal membeli gedung gereja (kalau saudara sudah tua, saudara mungkin tak dapat apa-apa dari gedung itu).

3) ‘Roh Kristus yang ada di dalam mereka’ (ay 11a).

a) Ini menunjukkan pada kekekalan dari Yesus, karena Ia sudah ada pada jaman Perjanjian Lama (bdk. Yoh 8:58).

b) Ini tentu tidak menunjuk pada roh dari manusia Yesus, karena ini terjadi pada jaman Perjanjian Lama, dimana inkarnasi belum terjadi. Ini menunjuk pada LOGOSnya.

4) Ay 11b: ‘segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu’.

Kristus mengalami penderitaan, baru kemuliaan. Kalau kita pengikut Kristus, kita juga harus melalui jalan itu!

I PETRUS 1:13-25

Ay 13: “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus”.

1) ‘Sebab itu siapkanlah akal budimu’.

NASB: ‘Therefore, gird your minds for action’ (= Karena itu, sabukilah pikiranmu untuk bertindak).

KJV: ‘Wherefore gird up the loins of your mind’ (= Karena itu, sabukilah pinggang dari pikiranmu).

Jadi dalam ayat ini Petrus menggambarkan pikiran sebagai pinggang yang harus disabuki. Latar belakang kata-kata ini adalah pakaian orang Timur yang longgar, sehingga untuk bisa bergerak dengan cepat maka pada bagian pinggang harus diketatkan dengan sabuk.

Bandingkan dengan:

· 1Raja 18:46 - “Tetapi kuasa TUHAN berlaku atas Elia. Ia mengikat pinggangnya dan berlari mendahului Ahab sampai ke jalan yang menuju Yizreel”.

· 2Raja 4:29 - “Maka berkatalah Elisa kepada Gehazi: ‘Ikatlah pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang, janganlah beri salam kepadanya dan apabila seseorang memberi salam kepadamu, janganlah balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas anak itu.’”.

· Luk 12:35 - “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala”.

Pulpit Commentary: “To gird up the loins is the preparation for activity” (= Menyabuki pinggang adalah persiapan untuk aktivitas) - hal 49.

Dalam ayat ini penyabukan pinggang itu ditujukan pada pikiran. Jadi artinya pikiran harus ada dalam keadaan selalu siap untuk melakukan kewajiban / tanggung jawab kita atau untuk menahan serangan / pencobaan / ujian.

Apa yang menyebabkan pikiran tidak siap?

Calvin mengatakan bahwa pikiran kita dipenuhi oleh hal-hal duniawi dan kekuatiran, dan ini menyebabkan kita tidak siap. Jadi, kita harus melepaskan diri dari keduniawian dan membuang semua kekuatiran.

Alexander Nisbet mengatakan bahwa pikiran / perasaan yang dimaksudkan adalah:

a) Keputus-asaan.

b) Pikiran yang ditujukan pada hal-hal yang berdosa.

c) Pikiran yang menganggap tinggi diri sendiri atau menganggap rendah orang lain.

d) Pikiran yang duniawi dan senang pesta pora.

Pikiran-pikiran seperti ini merupakan halangan dalam bergerak / melakukan aktivitas, dan harus dibereskan. Bandingkan dengan Kol 3:1 - “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah”.

Jay E. Adams: “Action must be taken in your mind. Here the word for ‘mind’ is DIANOIA (a word that signifies thinking through questions; the term has to do with the use of the intellect in reaching an understanding of problems). ... The Christian cannot expect to please God if he is not willing to work hard at thinking” [= Tindakan harus diambil dalam pikiran. Di sini kata untuk ‘pikiran’ adalah DIANOIA (suatu kata yang menunjukkan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan; istilah ini berurusan dengan penggunaan intelek dalam mencapai suatu pengertian tentang problem-problem). ... Orang Kristen tidak bisa berharap untuk menyenangkan Allah jika ia tidak mau bekerja keras untuk berpikir] - hal 26,27.

Jay E. Adams: “The great emphasis upon experience and emotion that is overwhelming Western society (and many evangelical churches too!) is sheer poison because it leads to interpretation of God’s truth through experience rather than interpretation of experience through God’s truth. The bible must interpret experience; it may not be interpreted by it. Of course, experience may issue the call for biblical interpretation - it does all the time - but the interpreter must develop a very sensitive exegetical conscience by which he is able to come to the well with an empty bucket to draw the pure water of life. Much thought, mental struggle, etc. lie behind such willingness” (= Penekanan yang besar pada pengalaman dan emosi yang membanjiri masyarakat Barat (dan banyak gereja-gereja injili juga!) merupakan racun belaka, karena hal itu membimbing pada penafsiran kebenaran Allah melalui pengalaman dan bukannya penafsiran pengalaman melalui kebenaran Allah. Alkitab harus menafsirkan pengalaman; Alkitab tidak boleh ditafsirkan oleh pengalaman. Tentu saja, pengalaman bisa menyebabkan dibutuhkannya penafsiran yang alkitabiah - itu selalu demikian - tetapi si penafsir harus mengembangkan hati nurani yang sangat sensitif dalam melakukan exposisi, dengan mana ia bisa datang pada sumur dengan ember yang kosong untuk mengambil air kehidupan yang murni. Banyak pemikiran, pergumulan mental / batin, dsb. terletak di belakang kemauan seperti itu) - hal 27.

Catatan: kata-kata yang saya garis-bawahi itu maksudnya adalah: kita tidak boleh datang kepada Alkitab dengan sudah mempunyai konsep yang tetap, karena dengan demikian kita akan memaksakan konsep itu ke dalam Alkitab (eisegesis). Kita harus datang kepada Alkitab tanpa konsep apapun, atau kalau kita mendatangi Alkitab dengan sudah memiliki suatu konsep, maka kita tidak boleh memaksakan penafsiran Alkitab sehingga sesuai dengan konsep kita itu. Sebaliknya, kita harus menafsirkan Alkitab dengan pikiran yang jujur dan adil tanpa dipengaruhi oleh konsep tersebut, dan kita harus mempunyai sikap yang siap mengubah konsep itu bila memang tidak sesuai dengan Alkitab. Baru dengan cara ini kita bisa melakukan exposisi yang benar dan mengambil air kehidupan atau kebenaran yang murni.

Jay E. Adams: “The believer who refuses to think, who takes the course of least resistance (drifting with the crowd or circumstances) or follows his feelings, sins against God. Christianity places no premium on ignorance; it is (as its history exhibits) not anti-intellectual” [= Orang percaya yang menolak untuk berpikir, yang mengambil jalan yang paling sedikit halangannya (hanyut dengan orang banyak atau sikon) atau mengikuti perasaannya, berdosa terhadap Allah. Kekristenan tidak menghargai kebodohan / ketidaktahuan; kekristenan tidak bertentangan dengan intelektual, dan hal itu ditunjukkan oleh sejarahnya] - hal 28.

2) ‘Waspadalah’.

KJV/RSV: ‘be sober’ (= waraslah).

NIV: ‘be self-controlled’ (= kuasailah dirimu).

NASB: ‘keep sober in spirit’ (= tetaplah waras dalam roh).

Ada bermacam-macam arti / penafsiran tentang bagian ini:

a) Artinya harus berpikiran sehat, dan tidak ada di bawah kontrol dari emosi.

Jay E. Adams mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa orang kristen tidak boleh hidup dikuasai perasaan. Perasaan harus tunduk pada pikiran yang dikuasai oleh Kitab Suci.

Pulpit Commentary: “Christian enthusiasm should be thoughtful, not excited and disorderly” (= Semangat Kristen harus disertai pikiran, bukan kegembiraan yang meluap-luap dan ketidak-teraturan) - hal 8.

Tetapi perlu juga dicamkan bahwa orang biasanya jatuh ke dalam extrim kiri atau extrim kanan. Kalau orang Kharismatik dan Pentakosta biasanya mempunyai emosi atau semangat tanpa pikiran / pengetahuan, maka orang Protestan biasanya mempunyai pikiran / pengetahuan tanpa semangat. Yang benar adalah mempunyai pikiran / pengetahuan dan semangat!

b) Albert Barnes mengatakan bahwa mungkin terjemahan / arti yang paling benar adalah ‘prudent’ (= bijaksana).

c) Calvin mengatakan bahwa ini maksudnya kita tidak dimabukkan oleh daya tarik dunia.

Calvin lalu menambahkan: “when one plunges himself into these, he must necessarily become sleepy and stupid, and he forgets God and the things of God” (= pada waktu seseorang menerjunkan dirinya sendiri ke dalam hal-hal ini / hal-hal duniawi, ia pasti menjadi mengantuk dan bodoh, dan melupakan Allah dan hal-hal dari Allah) - hal 44.

Karena itu hati-hati terhadap daya tarik dunia, misalnya mobil mewah / super mewah. Atau bahkan handphone. Bukan berarti tak boleh pakai / punya handphone, tetapi tak perlu tiap bulan ganti dengan model yang terbaru! Juga pakaian, perhiasan, dandanan, model rambut, dan sebagainya.

3) ‘letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus’.

a) ‘letakkanlah pengharapanmu seluruhnya’.

Ada 2 macam terjemahan maupun penafsiran tentang bagian ini.

KJV: ‘hope to the end’ (= berharaplah sampai akhir).

RSV/NIV: ‘set your hope fully’ (= tetapkanlah harapanmu secara penuh).

NASB: ‘fix your hope completely’ (= tetapkanlah harapanmu dengan sepenuhnya).

Barnes mendukung terjemahan KJV dan menafsirkan bahwa kita tidak boleh menjadi lemah atau bosan dalam menghadapi pencobaan / ujian, dan tidak boleh meninggalkan pengharapan Injil, tetapi harus terus berharap sampai kita mati.

Bandingkan dengan Ibr 10:35-39 - “(35) Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. (36) Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. (37) ‘Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatanganNya. (38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”.

Calvin memberikan penafsiran yang berbeda. Ia mengatakan bahwa terjemahannya adalah ‘perfectly hope’ (= berharaplah dengan sempurna / sepenuhnya). Dan ia berkata bahwa selama pikiran kita masih dipenuhi hal-hal duniawi, maka kita akan terombang-ambing antara Allah dan dunia, sehingga tidak bisa mempunyai pengharapan yang kokoh.

Pulpit (hal 8) juga sependapat dengan Calvin dan mengatakan bahwa kita harus mempunyai pengharapan yang penuh dan tetap.

Pulpit Commentary: “Peter is not encouraging to persistence but to completeness in our hope. The characteristic which he would have all Christians cultivate refers, not to its duration, but to its degree” (= Petrus tidak mendorong pada ketekunan, tetapi pada kelengkapan / kesempurnaan, dalam pengharapan kita. Sifat yang khas yang ia inginkan untuk diusahakan oleh semua orang Kristen, menunjuk bukan pada lamanya pengharapan itu, tetapi pada tingkat dari pengharapan itu) - hal 32.

Pulpit Commentary: “‘perfectly;’ equivalent to ‘without any admixture of doubt.’” (= ‘dengan sempurna’; sama dengan ‘tanpa campuran keragu-raguan apapun’) - hal 50.

b) ‘atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu’.

KJV: ‘for the grace that is to be brought unto you’ (= untuk kasih karunia yang akan dibawakan bagimu).

Pulpit Commentary (hal 8) mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan adalah PHEROMENEN, yang merupakan suatu participle dalam bentuk present. Karena itu tidak seharusnya diartikan untuk menunjuk pada masa yang akan datang. Ia mengatakan bahwa kasih karunia ini adalah kasih karunia yang berkepanjangan, tidak henti-hentinya, dan makin lama makin besar. Kasih karunia ini diterima pada waktu kita pertama-tama mengenal Kristus sebagai Juruselamat, tetapi lalu bertambah pada waktu kita bertumbuh dalam pengenalan terhadap Dia; dan akan dinyatakan secara luar biasa pada saat Kristus datang keduakalinya.

William Barclay: “For the Christian the best is always still to come. He can live with gratitude for all the mercies of the past, with resolution to meet the challenge of the present and with the certain hope that in Christ the best is yet to be” (= Bagi orang Kristen hal yang terbaik selalu akan datang. Ia bisa hidup dengan rasa terima kasih untuk semua belas kasihan pada masa lalu, dengan ketetapan hati untuk menghadapi tantangan saat ini, dan dengan harapan yang pasti bahwa dalam Kristus yang terbaik masih akan datang) - hal 183.

c) ‘pada waktu penyataan Yesus Kristus’.

Untuk kata ‘penyataan’ / ‘revelation’ digunakan kata bahasa Yunani APOKALUPSIS, dan ini merupakan kata yang sering dipakai untuk menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya (bdk. 2Tes 1:7 1Pet 1:7 1Pet 4:13).

Calvin: “the object of Peter was to call us away beyond the world; for this purpose the fittest thing was the recollection of Christ’s coming. For when we direct our eyes to this event, this world becomes crucified to us, and we to the world” (= tujuan Petrus adalah untuk memanggil kita mengatasi dunia ini; untuk tujuan ini hal yang paling cocok adalah mengingat kedatangan Kristus. Karena pada waktu kita mengarahkan mata kita pada peristiwa ini, dunia ini menjadi disalibkan terhadap kita, dan kita disalibkan terhadap dunia) - hal 45.

Ay 14: “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu”.

1) ‘Hiduplah sebagai anak-anak yang taat’.

Kata ‘hiduplah’ sebetulnya tidak ada!

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘As obedient children’ (= Seperti anak-anak yang taat).

Calvin mengatakan bahwa tujuan pengangkatan kita sebagai anak adalah supaya kita taat. Ia menambahkan bahwa ketaatan merupakan perbedaan antara orang kristen / anak dan orang non kristen / bukan anak.

Calvin: “though obedience does not make us children, as the gift of adoption is gratuitous, yet it distinguishes children from aliens” (= sekalipun ketaatan tidak membuat kita menjadi anak-anak, karena karunia pengadopsian merupakan kasih karunia, tetapi ketaatan membedakan anak-anak dari orang asing) - hal 45.

2) ‘dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu’.

a) Kata ‘dan’ sebetulnya juga tidak ada.

NIV: ‘do not conform to the evil desires you had when you lived in ignorance’ (= janganlah menyesuaikan diri dengan keinginan-keinginan jahat yang kamu miliki pada saat kamu hidup dalam kebodohan / ketidaktahuan).

b) ‘jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu’.

William Barclay: “As we read the records of that world into which Christianity came we cannot but be appalled at the sheer fleshliness of life within it. There was desperate poverty at the lower and of the social scale; but at the top we read of banquets which costs thousands of pounds, where peacocks’ brains and nightingales’ tongues were served and where the Emperor Vitellius set on the table at one banquet two thousand fish and seven thousand birds. Chastity was forgotten. Martial speaks of a woman who had reached her tenth husband; Juvenal of a woman who had eight husbands in five years; and Jerome tells us that in Rome there was one woman who was married to her twenty-third husband, she herself being his twenty-fist wife. Both in Greece and in Rome homosexual practices were so common that they had come to be looked on as natural. It was a world mastered by desire, whose aim was to find newer and wilder ways of gratifying its lusts” (= Pada waktu kita membaca catatan dari dunia ke dalam mana kekristenan datang, kita hanya bisa merasa jijik pada kehidupan yang semata-mata bersifat daging yang ada di dalamnya. Di sana ada kemiskinan yang sangat menyedihkan pada masyarakat kelas bawah; tetapi pada masyarakat kelas atas kita membaca tentang pesta-pesta yang menghabiskan ribuan pounds, dimana dihidangkan otak dari burung merak dan lidah dari burung bulbul, dan dimana kaisar Vittelius menghidangkan di meja pada suatu pesta 2000 ikan dan 7000 burung. Kesucian sexual dilupakan. Martial berbicara tentang seorang perempuan yang telah mencapai suaminya yang ke 10; Juvenal berbicara tentang seorang perempuan yang mempunyai 8 suami dalam 5 tahun; dan Jerome menceritakan kepada kita bahwa di Roma ada seorang perempuan yang menikah dengan suaminya yang ke 23, sedangkan ia sendiri merupakan istri yang ke 21 dari suami tersebut. Baik di Yunani maupun di Roma praktek-praktek homosex begitu umum sehingga hal itu dipandang sebagai sesuatu yang wajar. Itu merupakan suatu dunia yang dikuasai oleh keinginan, yang tujuannya adalah untuk menemukan cara yang lebih baru dan lebih liar untuk memuaskan nafsunya) - hal 187.

Kalau dalam dunia yang begitu rusak / bejat saat itu Tuhan tetap menuntut supaya mereka tidak menuruti hawa nafsu, dan hidup kudus (ay 14,15,16), maka tidak ada alasan bahwa dalam dunia kita saat ini (di Indonesia ini) kita boleh berkompromi dengan dosa!

Barnes membandingkan dengan Ro 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”, dan lalu berkata: “The Christian is to be as different from what he was himself before conversion as he is from his fellow-men. He is to be governed by new laws, to aim at new objects, and to mould his life in accordance with new principles” (= Orang Kristen harus berbeda dengan dirinya sendiri sebelum pertobatan maupun dengan sesama manusianya. Ia harus diperintah / dikuasai oleh hukum yang baru, mengarahkan diri pada tujuan-tujuan yang baru, dan membentuk hidupnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang baru) - hal 1402.

Sebelum pertobatan ada hidup yang egois, duniawi, memuaskan hawa nafsu, hidup yang disesuaikan dengan pandangan dunia / kebanyakan orang, tanpa mempedulikan kehendak Allah. Sekarang tidak boleh lagi hidup seperti itu.

c) ‘pada waktu kebodohanmu’.

Saat dimana mereka belum bertobat disebut oleh Petrus sebagai ‘pada waktu kebodohanmu’. NIV: ‘when you lived in ignorance’ (= pada waktu kamu hidup dalam ketidaktahuan).

Ini perlu dicamkan / diingat pada waktu kita mempertahankan hidup lama kita atau kita kembali atau ingin kembali pada hidup lama kita. Ini sama dengan mempertahankan kebodohan, kembali / ingin kembali pada kebodohan!

Ada yang bertanya: karena ia menujukan ini kepada orang Yahudi, yang sudah mengenal Hukum Taurat, mengapa ia mengatakan ‘ignorance’ (= kebodohan / ketidaktahuan), seakan-akan mereka adalah orang kafir?

Calvin: “To this I answer, that it hence appears how profitless is all knowledge without Christ. ... Such were the Jews; ... they had a veil over the eyes, so that they did not see Christ in the Law. The doctrine in which they had been taught was indeed a true light; but they were blind in the midst of light, as long as the Sun of Righteousness was hid to them” (= Terhadap pertanyaan ini saya menjawab bahwa dari sini terlihat betapa tidak bergunanya semua pengetahuan tanpa Kristus. ... Demikianlah keadaan orang-orang Yahudi itu; ... mereka mempunyai kerudung yang menutupi mata mereka, sehingga mereka tidak melihat Kristus dalam hukum Taurat. Ajaran dalam mana mereka diajar memang adalah terang yang benar; tetapi mereka buta di tengah-tengah terang, selama Sang Surya Kebenaran tersembunyi dari mereka) - hal 46,47.

Ay 15-16: “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”.

1) ‘hendaklah kamu menjadi kudus’.

Arti dari kata ‘kudus’ ialah:

a) ‘Berbeda dengan’ atau ‘terpisah dari’.

Contoh:

1. Hari Sabat disebut hari yang kudus (Kej 2:3). Jadi dulunya semua hari sama saja, tetapi lalu hari ke 7 / hari Sabat itu dijadikan hari yang ‘berbeda dengan yang lain’ atau ‘terpisah dari yang lain’.

2. Bangsa Israel disebut bangsa yang kudus (Im 20:24,26). Dulunya semua bangsa sama saja, tetapi lalu bangsa Israel dijadikan bangsa yang berbeda dengan yang lain / terpisah dari yang lain.

3. Orang Kristen disebut orang kudus (Ef 1:1 1Pet 2:9). Dulunya orang kristen sama seperti yang lain, yaitu orang berdosa, tetapi lalu dipisahkan dari yang lain / dijadikan berbeda dengan yang lain.

Kita disebut kudus. Itu tidak berarti kita harus hidup terpisah dari dunia (Yoh 17:15 1Kor 5:9-10), dan karena itu kekristenan bertentangan dengan ‘ascetisme’ (= ajaran yang mengharuskan hidup sebagai pertapa). Tetapi itu berarti bahwa kita harus hidup berbeda dengan dunia.

Ro 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.

Tentu saja perbedaan hidup kita dengan dunia ini tidak boleh diartikan seakan-akan kita harus hidup secara exentrik, tetapi harus diartikan bahwa kita harus berbeda dengan dunia dalam hal-hal yang berdosa. Misalnya:

· dunia berdusta, kita harus jujur.

· dunia berselingkuh / berzinah, kita harus setia pada pasangan hidup.

· dunia bekerja atau bersenang-senang pada hari Sabat, kita harus memelihara hari Sabat dengan beristirahat dari pekerjaan sehari-hari dan berbakti.

· dunia menyontek dalam ulangan / ujian, kita harus jujur.

· dunia tidak peduli Tuhan, kita harus mengasihi dan hidup bagi Tuhan.

· dunia mementingkan hal-hal duniawi, kita harus mementingkan hal-hal rohani / surgawi.

b) Diperuntukkan bagi Allah.

Contoh:

1. Sabat digunakan untuk berbakti kepada Allah (Im 19:30 26:2 Luk 4:16).

2. Bangsa Israel menjadi milik Allah (Im 20:26).

3. Orang Kristen adalah milik Allah (1 Pet 2:9 Yoh 17:9-10).

Karena kita adalah milik Allah, maka kita harus hidup bagi Allah.

c) Suci.

Orang kristen disebut kudus / suci bukan karena hidupnya suci, tetapi karena dalam Kristus kita suci (1Yoh 1:7 Tit 1:15). Tetapi bagaimanapun juga, sebutan ini juga menyebabkan kita harus berusaha hidup suci.

Ef 4:1 - “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu”.

2) ‘di dalam seluruh hidupmu’.

KJV: ‘in all manner of conversation’ (= dalam semua cara pembicaraanmu / tingkah lakumu / hidupmu). Bandingkan dengan ay 19 dimana terjadi hal yang sama.

Dalam tafsirannya tentang Fil 1:27, dimana KJV juga menggunakan kata ‘conversation’, Albert Barnes mengatakan: “The word ‘conversation’ we now apply almost exclusively to oral discourse, or to talking. But it was not formerly confined to that, and is never so used in the Scriptures. It means conduct in general - including, of course, our manner of speaking, but not limited to that - and should be so understood in every place where it occurs in the Bible” (= Sekarang kita menggunakan kata ‘conversation’ hampir sepenuhnya pada percakapan melalui mulut, atau pada pembicaraan. Tetapi dulunya kata itu tidak dibatasi seperti itu, dan tidak pernah digunakan secara itu dalam Kitab Suci. Kata itu berarti tingkah laku secara umum, dan tentu saja mencakup cara kita berbicara, tetapi tidak dibatasi pada hal itu, dan harus dimengerti seperti itu di setiap tempat dimana kata itu muncul dalam Kitab Suci) - hal 1026.

Calvin: “There is then no part of our life which is not to be redolent with this good odour of holiness” (= Jadi tidak ada suatu bagianpun dari kehidupan kita yang tidak harus berbau harum dengan bau yang baik dari kekudusan) - hal 47.

Penerapan: kita harus kudus dalam pekerjaan / study, kehidupan sex, keluarga, pergaulan, pacaran, pesta, piknik, bersenang-senang, hobby, olah raga, kata-kata, tingkah laku, hati pikiran, motivasi, pelayanan, dan sebagainya. Tidak ada suatu bagian hiduppun yang boleh dikecualikan!

3) ‘sama seperti Dia yang kudus’.

a) Ini menunjukkan bahwa model atau teladan kita dalam kekudusan adalah Allah sendiri!

Bandingkan dengan Mat 5:48 - “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”.

Calvin: “We are too ready to look to men, so as to follow their common way of living” (= Kita terlalu siap untuk memandang kepada manusia, sehingga mengikuti cara hidup mereka yang umum) - hal 47.

Calvin: “Hence we learn what Christians ought to propose to themselves as an object throughout life, that is, to resemble God in holiness and purity” (= Jadi, kita belajar apa yang seharusnya diusulkan / direncanakan oleh orang Kristen sebagai tujuan bagi diri mereka sendiri dalam sepanjang kehidupan, yaitu menyerupai Allah dalam kekudusan dan kemurnian) - hal 45-46.

b) Pengudusan positif saja?

Alexander Nisbet mengatakan bahwa kalau dalam ay 14 ditekankan pengudusan secara negatif, maka sekarang ditekankan pengudusan secara positif, dimana mereka harus hidup kudus seperti Allah. Tetapi saya berpendapat bahwa ini bukan hanya mencakup pengudusan positif tetapi juga negatif.

4) ‘yang telah memanggil kamu’.

Pulpit Commentary: “The calling is the fulfilment of the election: ‘Whom he did predestinate, them he also called.’” (= Panggilan merupakan penggenapan dari pemilihan: ‘Siapa yang ditentukanNya / dipredestinasikanNya, mereka juga dipanggilNya’) - hal 9.

Catatan: kutipan ayat diambil dari Ro 8:30.

Dengan kata lain, seperti yang dikatakan oleh Matthew Poole, panggilan yang adalah panggilan yang efektif (internal / effectual call), yang pasti mempertobatkan orang yang dipanggil.

5) ‘sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus’.

Ay 16 ini dikutip dari Im 11:44.

Kudusnya Allah merupakan alasan mengapa kita harus kudus.

Ay 17: “Dan jika kamu menyebutNya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini”.

1) ‘jika kamu menyebutNya Bapa’.

Barnes’ Notes: “The word ‘Father’ here is used evidently not to denote the Father in contradistinction to the Son, but as referring to God as the Father of the universe” (= Jelas bahwa kata ‘Bapa’ di sini digunakan bukan untuk menunjukkan Bapa dalam pertentangannya dengan Anak, tetapi menunjuk kepada Allah sebagai Bapa dari alam semesta) - hal 1402.

Tetapi Jay E. Adams berkata: “Christian, God is your Father; Peter has made that point in order to encourage Christians to engage in that holy (different) sort of behavior that is fitting to children of God. ... The family name is at stake. Therefore, he says, be deeply concerned about how you behave” [= Orang Kristen, Allah adalah Bapamu; Petrus telah menyatakan hal itu untuk mendorong / menguatkan orang-orang Kristen untuk terlibat / ikut serta dalam jenis kelakuan yang kudus (berbeda) yang sesuai bagi anak-anak Allah. ... Nama keluarga dipertaruhkan. Karena itu, katanya, perhatikanlah secara mendalam bagaimana engkau berkelakuan] - hal 40.

Saya beranggapan penafsiran Jay E. Adams lebih sesuai dengan kontextnya.

2) ‘yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya’.

Jay E. Adams: “The word ‘judge’ refers to the judgment of a Father. It does speak of the final judgment of God among His people; but it also refers to the on-going judgment of God by which He trains and governs the members of His family (the verb is in the present tense)” [= Kata ‘menghakimi’ menunjuk pada penghakiman dari Bapa. Itu memang berbicara tentang penghakiman akhir dari Allah di antara umatNya; tetapi itu juga menunjuk pada penghakiman yang terus berlangsung dari Allah dengan mana Ia melatih dan memerintah anggota-anggota keluargaNya (kata kerja itu ada dalam bentuk present)] - hal 41-42.

Ada 2 hal yang perlu ditekankan dalam bagian ini:

a) Ini tidak mendukung ajaran Arminian.

Orang Arminian menggunakan ayat ini untuk menentang Predestinasi.

Adam Clarke: “God can be no respecter of persons. He approves or disapproves of men according to their moral character. He pities all, and provides salvation for all, but he loves those who resemble him in his holiness; and he loves them in proportion to that resemblance, i.e. the more of his image he sees in any, the more he loves him; and e contra” (= Allah tidak bisa memandang muka. Ia menerima atau tidak menerima manusia sesuai dengan karakter moral mereka. Ia mengasihani semua, dan menyediakan keselamatan untuk semua, tetapi Ia mengasihi mereka yang menyerupaiNya dalam kekudusanNya; dan Ia mengasihi mereka sebanding dengan penyerupaan itu, yaitu makin Ia melihat gambarNya dalam seseorang, makin Ia mengasihinya dan sebaliknya) - hal 847.

Ini merupakan pandangan Arminian dan mungkin bahkan lebih extrim dari pandangan Arminian. Bahwa ini merupakan pandangan yang salah terlihat dari:

1. Adanya orang yang sudah mati dalam dosa sebelum kedatangan Kristus, atau adanya orang yang tidak pernah mendengar Injil sampai mati. Ini secara jelas menunjukkan bahwa Allah memang tidak menyediakan keselamatan bagi orang-orang tersebut. Konklusi ini hanya bisa dihindarkan kalau saudara mempercayai ajaran sesat ‘penginjilan kepada orang mati’, yang dipopulerkan oleh Ev. Andereas Samudera, dan Ev. Joachim Huang, yang jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini:

· Maz 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.

Catatan: semua pertanyaan dalam bagian ini jelas harus dijawab dengan kata ‘tidak’.

· Yes 38:18-19 - “(18) Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu. (19) Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepadaMu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu kepada anak-anaknya”.

2. Kasih Allah (AGAPE) selalu digambarkan sebagai kasih yang tidak tergantung dari kehidupan dari orang yang dikasihi. Karena itu, sering diartikan sebagai ‘kasih walaupun’, artinya ‘Allah tetap mengasihi kita walaupun kita tidak layak dikasihi’. Ini jelas bertentangan dengan kata-kata Clarke di atas, yang mengatakan bahwa ‘Ia mengasihi mereka yang menyerupaiNya dalam kekudusanNya; dan Ia mengasihi mereka sebanding dengan penyerupaan itu, yaitu makin Ia melihat gambarNya dalam seseorang, makin Ia mengasihinya dan sebaliknya’.

3. Ini bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini:

a. Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.

b. Ro 9:11-13 - “(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

Bandingkan juga dengan Gal 1:15 dan Yer 1:5 yang menunjukkan bahwa Allah sudah memilih Paulus dan Yeremia sejak mereka dalam kandungan / belum ada dalam kandungan!

· Gal 1:15 - “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya”.

· Yer 1:5 - “‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.

4. Clarke menggambarkan seakan-akan Allah tergantung manusia dan bukan sebaliknya!

Kesalahan Clarke adalah karena ay 17 ini sebetulnya mengatakan bahwa Allah tidak memandang muka hanya dalam penghakimanNya! Ia menerapkannya dalam persoalan keselamatan, dan dengan demikian menggunakan ayat ini secara out of context (= keluar / terlepas dari kontextnya).

Penggunaan ayat-ayat tentang keadilan Allah dan menerapkannya untuk persoalan keselamatan / predestinasi, merupakan sesuatu yang umum dalam kalangan Arminian, seperti yang juga dilakukan oleh Pdt. Jusuf B. S. yang berkata sebagai berikut:

“Allah itu adil, Ia tidak membedakan seseorang dari yang lain, ini berarti semua orang sama di hadapan Allah.

Roma 2:11 Sebab Allah tidak menilik atas rupa orang (TL).

Kisah 10:34 Lalu mulailah Petrus berbicara katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (1Pet 1:17, Kol 3:25).

Allah sangat ingin manusia selamat, Allah tidak membedakan dan Allah tidak memaksa siapapun. Mengapa? Sebab Allah itu maha adil ...” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 18.

Keempat ayat yang dipakai oleh Pdt. Jusuf B. S. itu digunakan secara out of context (= keluar dari kontextnya)!

a. Kis 10:34-35 - “Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya’”.

Kita harus menafsirkan ayat ini sesuai dengan kontexnya. Kalau saudara membaca Kis 10:1 sampai Kis 11:18 (cerita pertobatan Kornelius, yang bukan orang Yahudi) maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘Allah tidak membedakan orang’ dalam Kis 10:34 itu adalah bahwa Allah berkenan kepada baik Yahudi maupun non Yahudi yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran. Jadi melalui seluruh bagian ini Allah ingin mengajarkan bahwa bukan orang Yahudi saja yang bisa diselamatkan, tetapi juga orang-orang non Yahudi.

b. 3 ayat yang lain semuanya berbicara tentang keadilan Allah dalam melakukan penghakiman.

· 1Pet 1:17 adalah ayat yang sedang kita bahas saat ini, dan jelas bahwa ayat ini berbicara tentang keadilan Allah dalam penghakimanNya.

· Ro 2:11 - “Sebab Allah tidak memandang bulu” (TL: “Sebab Allah tiada menilik atas rupa orang”).

Kalau kita melihat kontex, yaitu Ro 2:9-12, maka terlihat dengan jelas bahwa yang dimaksud oleh Ro 2:11 adalah bahwa dalam menghakimi Allah tidak membedakan Yahudi dan Yunani / non Yahudi. Kalau jahat akan dihukum, kalau baik akan diberi pahala, tidak peduli mereka itu orang Yahudi atau Yunani / non Yahudi.

· Kol 3:25 - “Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang”.

Jelas bahwa ketiga ayat ini sama-sama berbicara tentang penghakiman Allah, dan menunjukkan bahwa dalam melakukan penghakiman, Allah tidak membedakan orang. Tetapi Pdt. Jusuf B. S. menggunakan ayat-ayat ini secara out of context dan menerapkannya dengan Predestinasi, dan ini jelas merupakan penyalah-gunaan ayat Kitab Suci.

b) Ini tidak mendukung ajaran sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik).

1. Calvin mengatakan bahwa dengan kata-kata ‘menghakimi setiap orang menurut perbuatannya’, Petrus bukannya mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi hanya mengingatkan bahwa Allah tidak membeda-bedakan orang, dan menghakimi setiap orang menurut perbuatannya masing-masing. Bandingkan dengan:

· Wah 22:12 - “Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya”.

· 2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

2. Calvin mengatakan bahwa di sini ‘iman’ tercakup dalam ‘perbuatan’.

Calvin: “In this place faith also is included in the work” (= Di tempat ini ‘iman’ juga tercakup dalam ‘perbuatan’) - hal 49.

3) ‘maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini’.

a) Di dunia ini kita hanya tinggal sementara, dan karena itu disebut ‘menumpang’.

Ibr 11:13 - “Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini”.

Penerapan: Kalau saudara adalah orang yang terlalu menekankan keduniawian, kekayaan, dsb, maka ingatlah baik-baik bahwa saudara hanya sedang menumpang untuk waktu yang singkat di dunia ini! Bukankah lebih baik saudara menekankan hidup yang akan datang / surga, dimana saudara akan tinggal untuk selama-lamanya?

b) Sekalipun hidup yang sekarang ini hanya sementara, tetapi ini menentukan hidup kita yang akan datang. Dan karena itu harus hidup dengan takut!

Pulpit Commentary: “We are sojourners here, life is short; but the character of that short life determines our eternal condition; therefore live in fear” (= Kita adalah orang-orang yang tinggal sementara di sini, hidup itu singkat; tetapi karakter dari hidup yang singkat itu menentukan keadaan kekal kita; karena itu hiduplah dalam ketakutan) - hal 9.

c) Apa artinya ‘takut’ di sini?

1. Calvin: “The fear that is mentioned, stands opposed to heedless security” (= Rasa takut yang disebutkan bertentangan dengan rasa aman yang ceroboh) - hal 49.

Ini menunjukkan bahwa sekalipun Calvin percaya dan mengajarkan tentang Predestinasi dan Keselamatan yang tidak bisa hilang, tetapi Calvin sama sekali tidak menganjurkan atau mengijinkan orang kristen hidup secara sembarangan!

2. Barnes’ Notes: “With true reverence or veneration for God and his law. Religion is often represented as the reverent fear of God, Deut. 6:2,13,24; Prov. 1:7; 3:13; 14:26,27” (= Dengan rasa hormat atau pemujaan yang benar untuk Allah dan hukumNya. Agama sering digambarkan sebagai rasa takut yang bersifat hormat kepada Allah, Ul 6:2,13,24; Amsal 1:7; 3:13; 14:26,27) - hal 1402.

3. Pulpit Commentary (hal 9) mengatakan bahwa ini tidak bertentangan dengan 1Yoh 4:18 yang berbunyi: “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”. Mengapa? Karena dalam 1Yoh 4:18 rasa takut yang dimaksud adalah rasa takut dari seorang budak, rasa takut yang bersifat egois tentang kematian dan hukuman, sedangkan rasa takut yang dibicarakan oleh Petrus adalah rasa takut yang kudus, rasa takut seorang anak terhadap Bapanya, rasa takut akan menyedihkan / menyakiti hati Allah.

Ay 18-19: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.

1) ‘kamu telah ditebus’.

Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa dosa memperbudak / memperhamba orang yang melakukannya.

Pulpit Commentary: “The original idea of ‘redemption’ is, of course, purchase from slavery. ... The implication that all godless life is slavery lies in the very word ‘redemption.’” (= Gagasan yang orisinil tentang ‘penebusan’ tentu adalah pembelian dari perbudakan. ... Pengertian bahwa semua kehidupan yang jahat adalah perbudakan terletak di dalam kata ‘penebusan’) - hal 37.

Bdk. Yoh 8:34 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa’.”.

Bahwa dosa itu memperbudak orang yang melakukannya bisa terlihat / terasa pada saat orang itu berusaha membuang dosa tersebut. Ketidak-mampuannya untuk membuang dosa itu menunjukkan bahwa ia diperbudak oleh dosanya.

2) ‘dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu’.

a) ‘cara hidupmu yang sia-sia’.

KJV: ‘your vain conversation’ (= hidupmu yang sia-sia).

Ini jelas menunjuk pada kehidupan yang berdosa, dan kata ‘sia-sia’ menunjukkan bahwa kehidupan yang berdosa itu kosong dan sia-sia. Bandingkan dengan kitab Pengkhotbah yang berulang-ulang mengatakan bahwa ‘segala sesuatu adalah sia-sia’ (Pkh 1:2 2:1,15,19,23 3:19 5:9 6:12 7:6,15 9:9 12:8).

Adam Clarke: “Vain conversation. Empty, foolish, and unprofitable conduct, full of vain hopes, vain fears, and vain wishes” (= Pembicaraan / hidup yang sia-sia. Tingkah laku yang kosong, bodoh, dan tidak berguna, penuh dengan harapan yang sia-sia rasa takut yang sia-sia, dan keinginan yang sia-sia) - hal 847.

Calvin mengatakan bahwa tujuan kata-kata ini adalah: “that we might know that the whole life of man, until he is converted to Christ, is a ruinous labyrinth of wanderings” (= supaya kita tahu bahwa seluruh hidup manusia, sampai ia bertobat kepada Kristus, merupakan pengembaraan ruwet yang membinasakan / menghancurkan) - hal 50.

William Barclay: “Its basic trouble was that it was not going anywhere. Catullus writes to his Lesbia pleading for the delights of love. He pleads with her to seize the moment with its fleeting joys. ‘Suns can rise and set again; but once our brief light is dead, there is nothing left but one long night from which we never shall awake.’ If a man was to die like a dog, why should he not live like a dog? Life was a futile business with a few brief years in the light of the sun and then an eternal nothingness. There was nothing for which to live and nothing for which to die. Life must always be futile when there is nothing on the other side of death” (= Problem dasarnya adalah bahwa kehidupan seperti itu tidak mempunyai tujuan. Catullus menulis kepada Lesbia-nya dan meminta kesenangan cinta. Ia memintanya untuk meraih saat / momen dengan sukacitanya yang berlalu dengan cepat. ‘Matahari bisa terbit dan terbenam lagi; tetapi pada saat terang kita yang singkat ini mati, tidak ada yang tertinggal selain suatu malam yang panjang dari mana kita tidak akan pernah terbangun’. Jika seseorang harus mati seperti seekor anjing, mengapa ia tidak boleh hidup seperti seekor anjing? Hidup merupakan suatu urusan / usaha yang sia-sia dengan beberapa tahun yang pendek dalam terang dari matahari dan lalu suatu ketidak-adaan / kehampaan yang kekal. Tidak ada suatu apapun untuk hidup maupun untuk mati. Hidup pasti selalu sia-sia pada waktu di sana tidak ada suatu apapun setelah kematian) - hal 187.

Catatan: kata-kata bahkan di balik kematian hanya ada ‘nothing’ (= ketidak-adaan / kehampaan) ini merupakan pikiran orang kafir itu. Sebetulnya bukan nothing, tetapi hell / neraka!

b) ‘yang kamu warisi dari nenek moyangmu’.

Petrus menuliskan suratnya untuk orang Yahudi Kristen. Lalu mengapa ia mengatakan bahwa mereka mewarisi cara hidup yang sia-sia dari nenek moyang mereka? Itu karena Petrus melihat kehidupan mereka terpisah dari Kristus.

Calvin: “When, therefore, Peter condemned the doctrine of the fathers, he viewed it as unconnected with Christ, who is the soul and the truth of the Law” (= Karena itu, pada waktu Petrus mengecam ajaran dari bapa-bapa, ia memandangnya secara terpisah dari Kristus, yang merupakan jiwa dan kebenaran dari hukum Taurat) - hal 51.

Calvin melanjutkan: “But we hence learn, that as soon as men depart from Christ, they go fatally astray” (= Karena itu kita belajar bahwa begitu manusia meninggalkan Kristus, mereka tersesat secara fatal) - hal 51.

Calvin: “in order that the redemption of Christ may be effectual and useful to us, we must renounce our former life, though derived from the teaching and practice of our fathers. Thrice foolish, then, are the Papists, who think that the name of Fathers is a sufficient defence for all their superstitions, so that they boldly reject whatever is brought forward from the Word of God” [= supaya penebusan Kristus bisa efektif dan berguna bagi kita, kita harus meninggalkan hidup kita yang lama, sekalipun itu diturunkan dari ajaran dan praktek bapa-bapa kita. Jadi sangatlah bodoh para pengikut Paus (orang Katolik), yang berpikir bahwa nama dari Bapa-bapa merupakan suatu pembelaan yang cukup bagi semua takhyul mereka, sehingga mereka dengan berani menolak apapun yang dikemukakan dari Firman Allah] - hal 51.

Catatan: Apa yang dikatakan Calvin ini berhubungan dengan pengajaran dalam Gereja Roma Katolik yang sangat meninggikan otoritas dari tulisan bapa-bapa gereja, dan bahkan menyejajarkannya dengan Kitab Suci / Firman Tuhan. Ini terlihat dari 2 kutipan di bawah ini.

‘Catechism of the Catholic Church’ (pada bagian kata pengantar yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II):

“A catechism should faithfully and systematically present the teaching of Sacred Scripture, the living Tradition in the Church and the authentic Magisterium, as well as the spiritual heritage of the Fathers, Doctors and saints of the Church, to allow for a better knowledge of the Christian mystery and for enlivening the faith of the People of God. It should take into account the doctrinal statements which down the centuries the Holy Spirit has intimated to his Church. It should also help to illumine with the light of faith the new situations and problems which had not yet emerged in the past” (= Sebuah katekismus harus memberikan secara setia dan sistimatis ajaran dari Kitab Suci yang Kudus, Tradisi yang hidup dalam Gereja dan Magisterium yang asli, dan juga warisan rohani dari Bapa-bapa, Doktor-doktor dan orang-orang suci dari Gereja, sehingga memungkinkan pengetahuan yang lebih baik tentang misteri Kristen dan untuk menghidupkan iman dari Umat Allah. Katekismus itu harus memperhitungkan pernyataan-pernyataan doktrinal yang selama berabad-abad telah diberitahukan oleh Roh Kudus kepada GerejaNya. Katekismus itu juga harus menolong untuk menerangi dengan terang iman situasi dan problem yang baru yang belum muncul pada masa yang lampau) - hal 2.

“The Catechism of the Catholic Church, which I approved 25 June last and the publication of which I today order by virtue of my Apostolic Authority, is a statement of the Church’s faith and of catholic doctrine, attested to or illumined by Sacred Scripture, the Apostolic Tradition and the Church’s Magisterium. I declare it to be a sure norm for teaching the faith and thus a valid and legitimate instrument for ecclesial communion. May it serve the renewal to which the Holy Spirit ceaselessly calls the Church of God, the Body of Christ, on her pilgrimage to the undiminished light of the Kingdom!” (= Katekismus dari Gereja Katolik, yang saya setujui tanggal 25 Juni yang lalu dan yang saya perintahkan penerbitannya pada hari ini berdasarkan atas Otoritas Kerasulan saya, merupakan suatu pernyataan dari iman Gereja dan dari doktrin katolik, dibuktikan / didukung oleh Kitab Suci yang Kudus, Tradisi Kerasulan dan Magisterium Gereja. Saya menyatakan katekismus ini sebagai norma / standard bagi pengajaran iman dan karena itu suatu alat yang sah untuk persekutuan gereja. Kiranya katekismus ini bisa melayani pembaharuan kemana Roh Kudus dengan tak henti-hentinya memanggil Gereja Allah, Tubuh Kristus, dalam perjalanannya menuju terang yang tidak berkurang dari Kerajaan!) - hal 3.

3) ‘bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat’.

a) Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa menebus kita dari dosa kecuali darah dan pengorbanan Yesus.

Adam Clarke: “The meaning of the apostle is, evidently, that created things could not purchase the souls of men, else the sacrifice of Christ had not been offered; could any thing less have done, God would not have given up his only-begotten Son” (= Maksud dari sang rasul jelas adalah bahwa hal-hal yang dicipta tidak bisa membeli jiwa-jiwa manusia, karena kalau tidak demikian maka korban Kristus tidak akan diberikan; seandainya ada apapun yang kurang dari korban Kristus yang bisa dilakukan, Allah tidak akan menyerahkan AnakNya yang tunggal) - hal 847.

b) Ini menunjukkan bahwa Kristus merupakan penggenapan dari Type domba korban dalam Perjanjian Lama, khususnya domba Paskah.

Memang dalam Perjanjian Lama domba Paskah maupun korban harus tidak bercela dan tidak bercacat (Kel 12:5 Im 3:1,6 Im 22:19-25 Bil 28:3,9,11,19,31b). Kristus sesuai sebagai penggenapan Type ini karena Ia memang suci murni tanpa dosa.

4) Melalui seluruh ayat ini Petrus memberikan alasan lain mengapa kita / orang kristen harus menguduskan diri, yaitu karena penebusan kita dilakukan menggunakan darah Kristus.

Calvin: “Here is another reason, drawn from the price of our redemption, which ought always to be remembered when our salvation is spoken of. ... There is hence nothing which ought so much to stimulate us to the practice of holiness, as the memory of this price of our redemption. ‘Silver and gold’. For the sake of amplifying he mentions these things in contrast, so that we may know that the whole world, and all things deemed precious by men, are nothing to the excellency and value of this price” (= Di sini ada alasan yang lain, diambil dari harga penebusan kita, yang harus selalu diingat pada waktu membicarakan tentang keselamatan kita. ... Karena itu tidak ada apapun yang harus mendorong kita pada praktek kekudusan, seperti ingatan terhadap harga penebusan kita. ‘Emas dan perak’. Untuk menguatkan ia menyebutkan hal-hal ini sebagai perbandingan, sehingga kita tahu bahwa seluruh dunia, dan segala sesuatu yang dianggap berharga oleh manusia, bukanlah apa-apa dibandingkan dengan keunggulan dan nilai dari harga ini) - hal 49.

Kalau saudara sudah bersungguh-sungguh menguduskan diri tetapi saudara tetap merasa diri sangat kotor / berdosa, maka perhatikanlah kutipan-kutipan di bawah ini.

Pulpit Commentary: “God’s holiest servants feel their unworthiness the most; they are conscious, not only of many great sins in the past, but of much frailty and inconstancy always. There are strange inconsistencies and vacillations and falterings, even in the holiest lives” (= Pelayan-pelayan Allah yang paling kudus paling merasakan ketidak-layakan mereka; mereka menyadari bukan hanya tentang banyak dosa-dosa besar di masa yang lalu, tetapi juga tentang selalu adanya banyak kelemahan dan ketidak-teguhan / ketidak-setiaan. Ada ketidak-konsistenan dan kebimbangan dan kegoyahan yang aneh, bahkan dalam kehidupan yang paling kudus) - hal 19.

Charles Haddon Spurgeon: “the nearer a man lives to God the more intensely he has to mourn over his own evil heart; and the more his Master honors him in His service, the more the evil of the flesh vexes and teases him day by day” (= makin seseorang hidup dekat dengan Allah, makin hebat ia berkabung atas hatinya sendiri yang jahat; dan makin Tuannya menghormatinya dalam pelayananNya, makin kejahatan dari daging menjengkelkan dan menggodanya hari demi hari) - ‘Morning and Evening’, July 5, morning.

J. C. Ryle: “A truly sanctified person may be so clothed with humility that he can see in himself nothing but infirmity and defects” (= Orang yang benar-benar telah dikuduskan bisa dipakaiani dengan kerendahan hati sedemikian rupa sehingga ia tidak melihat apapun dalam dirinya sendiri kecuali kelemahan dan cacat) - ‘Holiness’, hal 18.

Bdk. Mat 25:37 - domba-domba itu tidak merasa berbuat baik.

J. C. Ryle: “Let us not expect too much from our own hearts here below. At our best we shall find in ourselves daily cause for humiliation, and discover that we are needy debtors to mercy and grace every hour. The more light we have, the more we shall see our own imperfection. Sinners we were when we began, sinners we shall find ourselves as we go on: renewed, pardoned, justified, yet sinners to the very last” (= Janganlah kita berharap terlalu banyak dari hati kita sendiri di bawah / di dunia ini. Sebaik-baiknya kita, kita tetap akan menemukan dalam diri kita sendiri hal-hal yang memalukan setiap hari, dan menemukan bahwa kita adalah orang berhutang yang membutuhkan belas kasihan dan kasih karunia setiap jam. Makin banyak terang yang kita miliki, makin kita melihat ketidak-sempurnaan kita. Kita adalah orang berdosa pada waktu kita mulai, kita akan mendapatkan diri kita sebagai orang berdosa pada waktu kita berjalan: diperbaharui, diampuni, dibenarkan, tetapi tetap adalah orang berdosa sampai akhir) - ‘Holiness’, hal 31.

J. C. Ryle: “Many appear to forget that we are saved and justified as sinners, and only sinners, and that we never can attain to anything higher, if we live to the age of Methuselah. Redeemed sinners, justified sinners and renewed sinners doubtless we must be - but sinners, sinners, sinners, we shall be always to the very last” (= Banyak orang kelihatannya lupa bahwa kita diselamatkan dan dibenarkan sebagai orang berdosa, dan bahwa kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih tinggi, bahkan jika kita hidup sampai pada usia Metusalah. Tidak diragukan lagi bahwa kita adalah orang berdosa yang telah ditebus, orang berdosa yang telah dibenarkan, dan orang berdosa yang telah diperbaharui - tetapi kita akan selalu adalah orang berdosa, orang berdosa, orang berdosa, sampai saat terakhir) - ‘Holiness’, hal 113.

Ay 20: “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir”.

1) ‘Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan’.

a) Kata ‘telah dipilih’ terjemahan hurufiahnya seharusnya adalah ‘diketahui lebih dulu’, tetapi ada yang menterjemahkannya ‘ditentukan lebih dulu’.

KJV: ‘was foreordained’ (= ditentukan lebih dulu).

NASB: ‘was foreknown’ (= diketahui lebih dulu).

Pulpit Commentary: “the foreknowledge of God implies the exercise of his will, therefore the ‘foreordained’ of the Authorized Version, though not here an exact translation, is true in doctrine” (= pengetahuan lebih dulu / pra-pengetahuan dari Allah secara tidak langsung menunjuk pada penggunaan kehendakNya, dan karena itu KJV menterjemahkan ‘ditentukan lebih dulu’, sekalipun di sini itu bukan merupakan terjemahan yang persis, tetapi itu benar dalam doktrin / pengajaran) - hal 10.

b) ‘sebelum dunia dijadikan’.

Ada yang menafsirkan bahwa kata-kata ini menunjuk pada permulaan jaman Yahudi.

Adam Clarke: “The phrase KATABOLE KOSMOU, ‘foundation of the world,’ occurs often in the New Testament, and is supposed by some learned men and good critics to signify the commencement of the Jewish state. Perhaps it may have this meaning in Matt. 13:35; Luke 11:50; Eph. 1:4; Heb. 4:3; and 9:26” [= Ungkapan KATABOLE KOSMOU, ‘penciptaan dunia / dunia dijadikan’, sering muncul dalam Perjanjian Baru, dan oleh sebagian orang terpelajar dan para pengkritik yang bagus dianggap menunjuk pada permulaan jaman Yahudi. Mungkin ungkapan itu bisa mempunyai arti ini dalam Mat 13:35; Luk 11:50; Ef 1:4; Ibr 4:3; dan Ibr 9:26] - hal 848.

Saya berpendapat bahwa ini adalah penafsiran bodoh yang sama sekali tidak berdasar. Semua penafsir lain menafsirkan kata-kata ini apa adanya.

William Barclay: “Jesus Christ is the eternal purpose of God. It was before the creation of the world that he was predestined for the work which was given him to do (verse 20). Here is a great thought. Sometimes we tend to think of God as first Creator and then Redeemer, as having created the world and then, when things went wrong, finding a way to rescue it through Jesus Christ. But here we have the vision of a God who was a Redeemer before he was Creator. His redeeming purpose was not an emergency measure to which he was compelled when things went wrong. It goes back before creation” [= Yesus Kristus adalah rencana kekal Allah. Sebelum penciptaan dunia Ia ditentukan untuk pekerjaan yang diberikan kepadaNya untuk dilakukan (ay 20). Di sini ada pemikiran yang besar / agung. Kadang-kadang kita cenderung berpikir tentang Allah mula-mula sebagai Pencipta dan lalu sebagai Penebus, atau bahwa Ia menciptakan dunia ini dan lalu pada waktu hal-hal menjadi kacau Ia mencari jalan untuk menyelamatkannya melalui Yesus Kristus. Tetapi di sini kita mendapatkan gambaran tentang Allah yang adalah seorang Penebus sebelum Ia menjadi Pencipta. Rencana PenebusanNya bukanlah merupakan suatu tindakan darurat yang terpaksa Ia lakukan pada waktu hal-hal menjadi kacau. Rencana penebusanNya sudah ada sebelum penciptaan] - hal 185.

Calvin: “It may yet be asked, As Adam did not fall before the creation of the world, how was it that Christ had been appointed the Redeemer? for a remedy is posterior to the disease. My reply, that this is to be referred to God’s foreknowledge; for doubtless God, before he created man, foresaw that he would not stand long in his integrity. Hence he ordained, according to his wonderful wisdom and goodness, that Christ should be the Redeemer, to deliver the lost race of man from ruin. For herein shines forth more fully the unspeakable goodness of God, that he anticipated our disease by the remedy of his grace, and provided a restoration to life before the first man had fallen into death” (= Mungkin dipertanyakan: Karena Adam tidak jatuh sebelum penciptaan dunia, bagaimana mungkin bahwa Kristus telah ditetapkan sebagai Penebus? karena obat seharusnya ada sesudah penyakitnya. Jawaban saya adalah bahwa ini menunjuk pada / berkenaan dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah; karena tidak diragukan bahwa Allah, sebelum Ia menciptakan manusia, telah melihat lebih dulu bahwa manusia itu tidak akan bertahan lama dalam kebenaran. Karena itu Ia menentukan, sesuai dengan hikmat dan kebaikanNya yang sangat indah, bahwa Kristus harus menjadi Penebus, untuk membebaskan umat manusia yang terhilang dari kehancuran. Karena dalam hal inilah kebaikan Allah yang tak terkatakan itu bersinar makin terang, yaitu bahwa Ia mengantisipasi penyakit kita dengan obat kasih karuniaNya, dan menyediakan pemulihan pada kehidupan sebelum manusia pertama jatuh ke dalam kematian) - hal 52.

Pulpit Commentary: “The incarnation, death, and resurrection of Christ were not the result of a change of purpose to meet unforeseen circumstances; they were foreseen and foreordained in the eternal counsels of God” (= Inkarnasi, kematian, dan kebangkitan Kristus bukanlah merupakan akibat / hasil dari perubahan rencana untuk menghadapi keadaan yang tadinya tidak terlihat; hal-hal itu dilihat lebih dulu dan ditentukan lebih dulu dalam rencana kekal Allah) - hal 10.

2) ‘tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir’.

a) ‘menyatakan diriNya’.

Calvin beranggapan bahwa kata-kata ini tidak hanya menunjuk pada penampilan diri Kristus, tetapi juga pada proklamasi Injil.

b) ‘pada zaman akhir’.

Alexander Nisbet: “the times after Christ’s incarnation are here called ‘The last times’” (= masa setelah inkarnasi Kristus di sini disebut ‘zaman akhir’) - hal 47.

Adam Clarke: “The Gospel dispensation, called the last times, as we have often seen, because never to be succeeded by any other” (= Jaman Injil, disebut jaman akhir, seperti yang telah sering kita lihat, karena tidak pernah digantikan oleh jaman yang lain) - hal 848.

c) ‘karena kamu’.

Ini tidak berarti bahwa Kristus tidak berguna untuk nenek moyang mereka. Tetapi, Kristus baru dinyatakan pada jaman itu, menunjukkan bahwa Allah lebih baik kepada orang-orang jaman itu dibandingkan dengan kepada nenek moyang mereka.

Calvin: “He again, by a comparison amplifies the grace of God, with which he had peculiarly favoured the men of that age. For it was not a common or a small favour that God deferred the manifestation of Christ to that time, when yet he had ordained him in his eternal council for the salvation of the world” (= Dengan menggunakan perbandingan ia menguatkan lagi kasih karunia Allah dengan mana Ia bermurah hati secara khusus kepada orang-orang pada jaman itu. Karena bukan merupakan suatu kebaikan / kemurahan hati yang biasa atau kecil bahwa Allah menunda perwujudan / penjelmaan Kristus sampai saat itu, sedangkan Ia telah menentukan Dia dalam rencana kekalNya untuk keselamatan dunia) - hal 51.

Kebaikan Allah yang lebih besar ini menyebabkan kita harus lebih berjuang dalam pengudusan diri.

Alexander Nisbet: “The more clearly Christ be held forth in any time, the more strongly are they that live in that time, and have that clearness, obliged to live to His honour in the study of holiness, ... They that live since the incarnation of Christ and the clearer outbreaking of the light of the Gospel which reveals Him, should think the Lord has had a special respect to them and has in a peculiar manner designed Christ for them and manifested Him to them that they may be more eminent in holiness and thankfulness to Him” (= Makin jelas Kristus ditawarkan pada masa yang manapun, makin besar kewajiban mereka, yang hidup pada jaman itu dan mempunyai kejelasan itu, untuk hidup bagi kehormatanNya dalam usaha pengudusan, ... Mereka yang hidup sejak inkarnasi Kristus dan penyebaran yang lebih jelas dari terang Injil yang menyatakan Dia, harus memikirkan bahwa Tuhan mengistimewakan mereka dan dengan cara yang khusus telah merencanakan Kristus bagi mereka dan menyatakanNya kepada mereka, sehingga mereka bisa lebih menonjol dalam pengudusan dan rasa syukur kepada Dia) - hal 47.

Ay 21: “Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakanNya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah”.

1) ‘Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah’.

a) Ada manuscripts yang berbeda dalam bagian ini.

Pulpit Commentary: “according to two of the most ancient manuscripts, ‘who through him are faithful towards God’” (= menurut dua manuscripts yang paling kuno, ‘yang melalui Dia setia kepada Allah’) - hal 10-11.

Tetapi boleh dikatakan tidak ada penafsir yang menganggap manuscripts ini sebagai benar.

b) Kata ‘oleh’ seharusnya adalah ‘through’ (= melalui).

Ini menunjukkan Kristus sebagai Pengantara.

Calvin: “there are two reasons why faith could not be in God, except Christ intervened as a Mediator: first, the greatness of the divine glory must be taken to the account, and at the same time the littleness of our capacity. Our acuteness is doubtless very far from being capable of ascending so high as to comprehend God. Hence all knowledge of God without Christ is a vast abyss which immediately swallows up all our thoughts. ... Let us, therefore, remember, that Christ is not in vain called the image of the invisible God, (Col. 1:15;) but this name is given to him for this reason, because God cannot be known except in him” [= ada dua alasan mengapa kita tidak bisa beriman kepada Allah, kecuali Kristus ikut campur sebagai Pengantara: pertama, kebesaran dari kemuliaan ilahi harus diperhitungkan, dan pada saat yang sama kecilnya kapasitas kita. Tak diragukan bahwa ketajaman pikiran kita masih sangat jauh dari mampu untuk naik begitu tinggi sehingga mengerti Allah. Karena itu semua pengetahuan tentang Allah tanpa Kristus merupakan jurang yang luas yang langsung menelan semua pemikiran kita. ... Karena itu baiklah kita mengingat bahwa Kristus tidaklah secara sia-sia disebut sebagai ‘gambar Allah yang tidak kelihatan’ (Kol 1:15); nama / sebutan ini diberikan kepadaNya untuk alasan ini, karena Allah tidak bisa dikenal kecuali di dalam Dia] - hal 53.

Calvin: “It is hence evident that we cannot believe in God except through Christ, in whom God in a manner makes himself little, that he might accommodate himself to our comprehension; and it is Christ alone who can tranquilize consciences, so that we may dare to come in confidence to God” (= Karena itu jelaslah bahwa kita tidak bisa percaya kepada Allah kecuali melalui Kristus, di dalam siapa Allah boleh dikatakan membuat diriNya sendiri kecil, supaya Ia bisa menyesuaikan diriNya dengan pengertian kita; dan hanya Kristus sendirilah yang bisa menenangkan hati nurani kita, sehingga kita berani datang dengan yakin kepada Allah) - hal 54.

2) ‘yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakanNya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah’.

a) Bagian ini bertujuan meneguhkan iman mereka / pendengarnya.

Petrus berbicara tentang kebangkitan Kristus, supaya iman dan pengharapan mereka mempunyai dasar yang teguh. Bagaimana pembicaraan tentang kebangkitan dan pemuliaan Kristus bisa meneguhkan iman mereka? Alexander Nisbet mengatakan bahwa Petrus membicarakan kebangkitan Kristus dan pemuliaanNya, untuk menunjukkan bahwa penebusan Kristus telah diterima oleh Allah, dan itu sebabnya Kristus bisa bangkit dan dimuliakan. Juga semua ini menunjukkan bahwa kalau Kristus yang adalah kepala kita sudah dimuliakan / di surga, maka kita yang percaya / tubuhNya, pasti juga akan dimuliakan / masuk surga.

b) Menekankan salib / kematian atau kebangkitan?

William Barclay: “Peter has a connection of thought which is universal in the New Testament. Jesus Christ is not only the lamb who was slain; he is the resurrected and triumphant one to whom God gave glory. The New Testament thinkers seldom separate the Cross and the Resurrection; they seldom think of a sacrifice of Christ without thinking of his triumph. Edward Rogers, in ‘That they might have Life’, tells us that on one occasion he went carefully through the whole story of the Passion and the Resurrection in order to find a way to represent it dramatically, and goes on, ‘I began to feel that there was something subtly and tragically wrong in any emphasis on the agony of the Cross which dimmed the brightness of the Resurrection, any suggestion that it was endured pain rather that overcoming love which secured man’s salvation.’ He asks where the eyes of the Christian turn at the beginning of Lent. What do we dominantly see? ‘Is it the darkness that covered the earth at noon, swirling round the pain and anguish of the Cross? Or is it the dazzling, mysterious early-morning brightness that shone from an empty tomb?’ He continues, ‘There are forms of most earnest and devoted evangelical preaching and theological writing which convey the impression that somehow the Crucifixion has overshadowed the Resurrection and that the whole purpose of God in Christ was completed on Calvary. The truth, which is obscured only at grave spiritual peril, is that the Crucifixion cannot be interpreted and understood save in the light of the Resurrection.’” (= Petrus mempunyai hubungan pemikiran yang merupakan sesuatu yang bersifat universal dalam Perjanjian Baru. Yesus Kristus bukanlah hanya merupakan anak domba yang disembelih; Ia juga adalah orang yang bangkit dan menang kepada siapa Allah memberikan kemuliaan. Para pemikir Perjanjian Baru jarang memisahkan Salib dan Kebangkitan; mereka jarang memikirkan pengorbanan Kristus tanpa memikirkan kemenanganNya. Edward Rogers, dalam bukunya yang berjudul ‘Supaya mereka mempunyai Hidup’, menceritakan kepada kita bahwa pada suatu saat ia membaca dengan teliti seluruh cerita tentang masa penderitaan dan Kebangkitan untuk bisa menemukan suatu cara untuk menggambarkannya secara dramatis, dan ia melanjutkan: ‘Saya mulai merasakan bahwa ada suatu kesalahan yang halus dan tragis dalam penekanan pada penderitaan Salib yang menyuramkan terangnya Kebangkitan, ataupun dalam gagasan bahwa yang memastikan keselamatan manusia adalah rasa sakit yang ditahan dan bukannya kasih yang menang’. Ia bertanya kemana mata dari orang Kristen diarahkan pada masa Jum’at Agung - Paskah. Apa yang paling kita perhatikan? ‘Kegelapan yang menutupi bumi pada tengah hari, keramaian di sekitar rasa sakit dan penderitaan dari Salib? Atau terang yang menyilaukan dan misterius pada dini hari yang bersinar dari kubur yang kosong?’ Ia melanjutkan: ‘Ada khotbah injili dan tulisan theologia yang paling sungguh-sungguh dan bersifat pembaktian, yang memberikan kesan bahwa Penyaliban telah menggelapkan / mengaburkan Kebangkitan dan bahwa seluruh rencana Allah dalam Kristus diselesaikan di Kalvari. Kebenarannya, yang jika dikaburkan akan menimbulkan resiko / bahaya rohani yang hebat, adalah bahwa Penyaliban tidak bisa ditafsirkan dan dimengerti kecuali dalam terang dari Kebangkitan.’) - hal 185-186.

Sekalipun saya tidak menganggap bahwa kata-kata Barclay ataupun Edward Rogers sebagai kata-kata yang salah, tetapi saya menganggap bahwa kata-kata ini membutuhkan sesuatu yang lain untuk memberikan keseimbangan. Karena itu saya memberikan kutipan kata-kata John Stott di bawah ini sebagai penyeimbang.

John Stott: “Beberapa pengeritik beranggapan bahwa kita terlalu menekankan kematian Yesus dan mengabaikan Kebangkitan-Nya (padahal menurut pendapat mereka Kebangkitanlah yang menjadi inti dari pemberitaan para rasul dalam Kisah para Rasul). ... pemusatan pada Salib Yesus yang diperlukan dalam tugas penginjilan, adalah sesuai dengan Perjanjian Baru. Injil dalam Perjanjian Baru adalah ‘kabar baik’ mengenai apa yang telah dilakukan Allah bagi kita di dalam pribadi Yesus Kristus. Injil adalah pemberitaan tentang sesuatu yang telah digenapkan, yaitu penyelamatan yang telah dilaksanakan. Kalau demikian, apakah pelaksanaan itu dilakukan khususnya dalam kematian Yesus pada Salib? Apakah Injil Perjanjian Baru itu suatu Injil dari hal Salib? Banyak orang menentang hal ini. Banyak orang lebih suka meletakkan penekanan pada Penjelmaan, yang lain pada Kebangkitan ataupun Kenaikan. Di manakah selayaknya tekanan itu diletakkan? Tentu saja kita semua setuju bahwa pekerjaan Yesus, mulai dari kelahiran-Nya dalam kehinaan, sampai Ia kembali ke surga dalam kemuliaan, harus diterima sebagai suatu kesatuan. Kita semua sama berkeyakinan bahwa tanpa tabiat-Nya yang ilahi itu (sebagaimana dinyatakan dalam mujizat mengandungnya anak dara), tanpa kehidupan-Nya yang tanpa dosa, tanpa Kebangkitan dan Kenaikan-Nya ke surga, dan tanpa karunia Roh Kudus, maka kematian-Nya tidak berfaedah. Tetapi kami tetap yakin bahwa penekanan utama Perjanjian Baru diletakkan pada kematian-Nya sebagai Juruselamat dunia. ‘Akan tetapi,’ seorang pengeritik akan membantah, ‘bukankah telah nyata dalam pasal-pasal permulaan Kisah para Rasul bahwa pemberitaan para rasul itu mengutamakan Kebangkitan Tuhan Yesus?’. Memang, kita sependapat dengan itu, tetapi janganlah kita lupa bahwa pemberitaan yang mula-mula itu ditujukan kepada kaum Yahudi. Dalam memberitakan Injil kepada kamu Yahudi, inti pesan para rasul ialah ‘Yesus adalah Mesias.’ Bagaimanakah caranya mereka dapat membuktikan pernyataan yang mengherankan itu? Nampaknya Yesus jauh sekali bedanya dari pada Mesias. Pelayanan-Nya yang penuh pengharapan itu telah hancur luluh dalam suatu kehinaan yang dahsyat. Ia telah disalibkan sebagai seorang penjahat. Sebagian di antara mereka telah percaya bahwa Yesus adalah Mesias, tetapi Yesus ditinggalkan tergantung pada kayu salib seolah-olah dikutuk Allah (lihat Ul 21:23). Bagaimana Yesus yang tersalib itu adalah Kristus? Para Rasul memberi jawaban yang sederhana. ‘Kamu telah menyalibkan Dia; tetapi Allah telah membangkitkan Dia, dan kami adalah saksi-saksi tentang hal itu.’ Inilah tema pemberitaan yang selalu berulang dalam khotbah mereka kepada orang-orang sebangsanya, ... Meskipun kematian-Nya pada salib seolah-olah menyatakan Dia sebagai seorang penipu, Ia telah dibenarkan kembali oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati. ‘Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus’ (Kisah para Rasul 2:36; bdk 2:22-32; 3:13-15; 4:10; 5:30-32; 10:38-41). Rasul Paulus juga mulai dari titik tolak yang sama. ... Kita melihat bahwa dalam pemberitaan Injil kepada orang Yahudi, dan dalam hal menjelaskan kepada mereka sesuai dengan Firman Allah bahwa Yesus adalah Mesias (Kisah para Rasul 9:20,22; 13:28-37), ia bersaksi mengenai Kebangkitan, dan menjelaskan perlunya penderitaan Yesus (17:3; bandingkan dengan 3:18). Setelah sampai di Korintus dalam perjalanannya yang kedua, Paulus melanjutkan pelayanan ini dan ‘memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias’ (18:5). Tetapi segera setelah orang Yahudi menolak pemberitaan itu, ia mengambil suatu keputusan yang penting: ‘Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain’ (ayat 6). Dari ayat 11 kita melihat bahwa pelayanan Paulus di antara bangsa-bangsa lain itu berlangsung 18 bulan lamanya, dan tentu banyak orang telah bertobat. Oleh karena itu perlu kita perhatikan bahwa dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat di Korintus, yang ditulis 4 atau 5 tahun sesudah pelayanan yang mula-mula itu, pemusatan pada Salib Kristus lebih jelas terlihat dari pada dalam bagian-bagian yang lain” - ‘Fundamentalisme dan Penginjilan’, hal 33-36.

John Stott lalu menambahkan ayat-ayat di bawah ini, yang menunjukkan bahwa Paulus memang menekankan salib / kematian Kristus dalam penginjilannya:

· 1Kor 1:23 - “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.

· 1Kor 2:2 - “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan”.

· 1Kor 15:3 - “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci”. Tetapi untuk ayat ini perlu diperhatikan bahwa ini disambung dengan 1Kor 15:4 yang membicarakan kebangkitan Kristus.

· Gal 6:14 - “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia”.

Penerapan: karena itu kalau saudara memberitakan Injil ataupun memberikan kesaksian pertobatan, selalulah menekankan salib / kematian Tuhan Yesus untuk menebus dosa. Kalau salib dibuang, kekristenan hancur dan tidak lagi berbeda dengan agama lain, dan kalau salib dikaburkan, maka kekristenan juga kabur.

Ay 22: “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu”.

KJV: ‘Seeing ye have purified your souls in obeying the truth through the Spirit unto unfeigned love of the brethren, see that ye love one another with a pure heart fervently’ (= Melihat bahwa engkau telah memurnikan jiwamu dalam mentaati kebenaran melalui Roh pada kasih persaudaraan yang tidak pura-pura, usahakanlah supaya engkau mengasihi dengan sungguh-sungguh satu sama lain dengan hati yang murni).

RSV: ‘Having purified your souls by your obedience to the truth for a sincere love of the brethren, love one another earnestly from the heart’ (= Setelah memurnikan jiwamu oleh ketaatanmu pada kebenaran untuk suatu kasih persaudaraan yang sungguh-sungguh, kasihilah satu sama lain dengan sungguh-sungguh dari hati).

1) ‘Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran’.

a) ‘Karena’.

Kata ‘karena’ di awal ay 22 ini sebetulnya tidak ada. Perhatikan terjemahan KJV/RSV di atas.

b) ‘kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran’.

Ada 2 golongan penafsir dalam penafsiran bagian ini:

1. Ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa bagian ini menunjuk pada penyucian / pengudusan.

a. Calvin menganggap bahwa kata-kata ini tidak menunjuk pada apa yang telah mereka lakukan, tetapi pada apa yang harus mereka lakukan. Tetapi ini tidak disetujui oleh Editor dari Calvin’s Commentary. Saya berpendapat bahwa bentuk tensenya (perhatikan khususnya RSV di atas yang memberikan terjemahan yang hurufiah, khususnya pada awal ay 22 tersebut) tidak memungkinkan penafsiran dari Calvin.

b. Dalam KJV ada tambahan ‘through the Spirit’ (= melalui Roh).

KJV: ‘Seeing ye have purified your souls in obeying the truth through the Spirit unto unfeigned love of the brethren, see that ye love one another with a pure heart fervently’ (= Melihat bahwa engkau telah memurnikan jiwamu dalam mentaati kebenaran melalui Roh pada kasih persaudaraan yang tidak pura-pura, usahakanlah supaya engkau mengasihi dengan sungguh-sungguh satu sama lain dengan hati yang murni).

Pulpit Commentary: “The words ‘through the Spirit,’ are not found in the best manuscripts; they may be a gloss, but a true one” [= Kata-kata ‘melalui Roh’, tidak ditemukan dalam manuscripts yang terbaik; kata-kata itu mungkin adalah suatu komentar / keterangan (yang diberikan oleh penyalin manuscript), tetapi itu merupakan komentar / keterangan yang benar] - hal 11.

Kalau kita mau menerima tambahan KJV itu sebagai kebenaran, maka itu menunjukkan bahwa penyucian / ketaatan itu dilakukan bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi melalui Roh Kudus. Ini tidak berarti bahwa kita tidak berusaha dengan sekuat tenaga. Kita memang harus berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi kita harus sadar bahwa hanya dengan pertolongan Roh Kudus sajalah kita bisa maju dalam pengudusan. Karena itu, sambil berusaha menguduskan diri, kita harus banyak berdoa untuk hal itu.

c. Kata-kata ‘kepada kebenaran’ harus diperhatikan.

Penyucian terjadi oleh ketaatan pada kebenaran / Firman Tuhan. Jangan melakukan ‘penyucian’ yang tidak dituntut oleh Firman Tuhan, karena hal seperti itu bukanlah penyucian! Misalnya pantang daging, tidak mau membunuh binatang, dan sebagainya.

2. Ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa bagian ini menunjuk pada iman / kepercayaan kepada Injil / Yesus.

Salah satu dari penafsir-penafsir itu adalah Jay E. Adams, yang berkata sebagai berikut:

a. Di sini tidak dikatakan ‘ketaatan pada perintah Allah’ (ini pasti menunjuk pada pengudusan) tetapi ‘ketaatan kepada kebenaran’ (ini belum tentu menunjuk pada pengudusan).

b. Akar dibalik kata ‘taat’ adalah ‘mendengarkan’ atau ‘memperhatikan’.

c. Dalam Kis 15:9 dikatakan: “dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman”. Kalau saudara perhatikan Kis 15:7 terlihat bahwa yang mengucapkan kata-kata ini adalah Petrus.

Dan Jay E. Adams mengatakan bahwa baik dalam ay 22 ini (‘menyucikan diri oleh ketaatan pada kebenaran’) maupun dalam Kis 15:9 (‘menyucikan hati mereka oleh iman’), Petrus berbicara tentang satu pengalaman penyucian yang sama. Juga ia mengatakan bahwa ‘memperhatikan kebenaran (dari Injil)’ dan ‘percaya / beriman kepada Injil’ adalah sama.

Kesimpulan: yang dimaksud di sini adalah: ‘setelah menyucikan dirimu sendiri oleh ketaatan kepada kebenaran ... (yaitu, dengan percaya / beriman kepada Injil ...)’.

Seorang penafsir / pengkhotbah dari Pulpit Commentary menafsirkannya secara sama dengan Jay E. Adams. Tetapi ia memberikan lebih banyak dasar Kitab Suci untuk pandangannya ini.

Pulpit Commentary: “Salvation is here spoken of as the purification of the soul in obeying the truth. ‘Seeing ye have purified your souls in obeying the truth;’ only another way of saying, ‘Seeing you have received this salvation of which I speak, which issues in holiness.’ For: ... This is a synonym for ‘believing the gospel;’ e.g. 2Thess. 1:8; Rom. 6:17; Heb. 5:9; Rom 10:16, in all of which ‘obey’ is evidently equivalent to ‘believe.’ The word is used by Peter in that sense in this Epistle (ch. 3:1 and 4:17)” [= Di sini keselamatan dibicarakan sebagai pemurnian / penyucian dari jiwa dalam mentaati kebenaran. ‘Melihat bahwa engkau telah memurnikan jiwamu dalam mentaati kebenaran’ hanyalah merupakan cara lain untuk berkata: ‘Melihat engkau telah menerima keselamatan yang aku bicarakan ini, yang menghasilkan kekudusan’. Karena: ... Ini merupakan suatu sinonim untuk ‘mempercayai Injil’; contoh: 2Tes 1:8; Ro 6:17; Ibr 5:9; Ro 10:16, dalam mana kata ‘taat’ jelas berarti ‘percaya’. Kata ini digunakan oleh Petrus dalam arti itu dalam surat ini (3:1 dan 4:17)] - hal 52.

2Tes 1:8 - “dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita”.

Ro 6:17 - “Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu”.

Catatan: Menurut saya Ro 6:17 ini tidak cocok; di sini artinya adalah mentaati Firman Tuhan.

Ibr 5:9 - “dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya”.

Catatan: menurut saya ini bisa diartikan percaya ataupun taat. Kalau diartikan taat, tidak berarti mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi menunjukkan bahwa perbuatan baik merupakan bukti iman / keselamatan.

Ro 10:16 - “Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata: ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?’”.

KJV: ‘But they have not all obeyed the gospel. For Esaias saith, Lord, who hath believed our report?’ (= Tetapi tidak semua mereka telah mentaati Injil. Karena Yesaya berkata: ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?’).

1Pet 3:1 - “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya”.

1Pet 4:17 - “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah?”.

KJV: ‘For the time is come that judgment must begin at the house of God: and if it first begin at us, what shall the end be of them that obey not the gospel of God?’ (= Karena waktunya telah datang bahwa penghakiman harus dimulai pada rumah Allah: dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimana kesudahan dari mereka yang tidak mentaati Injil Allah?).

1Pet 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

Catatan: ada yang menganggap ‘taat’ di sini sebagai ‘taat’, dan ada yang menganggap sebagai ‘percaya’.

Tafsiran kedua ini juga didukung oleh Adam Clarke, dan Allan M. Stibbs (Tyndale).

Dari 2 penafsiran di atas ini saya mempunyai kecondongan pada penafsiran yang kedua.

2) ‘sehingga kamu (dapat) mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu’.

a) Perhatikan dan bandingkan dengan terjemahan-terjemahan di bawah ini.

KJV: ‘unto unfeigned love of the brethren, see that ye love one another with a pure heart fervently’ (= pada kasih persaudaraan yang tidak pura-pura, usahakanlah supaya engkau mengasihi satu sama lain dengan hati yang murni dengan sungguh-sungguh).

RSV: ‘for a sincere love of the brethren, love one another earnestly from the heart’ (= untuk suatu kasih persaudaraan yang sungguh-sungguh, kasihilah satu sama lain dengan sungguh-sungguh dari hati).

b) Kata ‘dapat’ seharusnya tidak ada.

Tetapi Jay E. Adams memberikan kata ‘dapat’ ini dan ia berkata bahwa percayanya mereka kepada Injil menyebabkan mereka dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas.

Jay E. Adams: “Christian counselees who deny the possibility of loving another Christian can be faced with this passage. ‘Either it is possible,’ they may be told, ‘or you deny your own salvation. Christ cleansed us for this purpose.’” (= Orang Kristen yang meminta counseling, yang menyangkal kemungkinan untuk mengasihi orang Kristen yang lain bisa dihadapi dengan text ini. Kita bisa memberitahu mereka: ‘Atau itu merupakan sesuatu yang mungkin, atau kamu menyangkal keselamatanmu sendiri. Kristus membersihkan kita untuk tujuan ini’) - hal 50.

c) ‘kasih persaudaraan’.

Ini diterjemahkan dari kata Yunani PHILADELPHIA, yang berasal dari kata PHILEO (= love / mengasihi) atau PHILIA (= kasih) dan ADELPHOS (= brother / saudara).

Pulpit Commentary: “The word rendered ‘love of the brethren’ (PHILADELPHIA) is scarcely found except in Christian writings” [= Kata yang diterjemahkan ‘kasih persaudaraan’ (PHILADELPHIA) hampir tidak pernah ditemukan kecuali dalam tulisan-tulisan Kristen] - hal 11.

Ini menunjukkan bahwa kasih memang merupakan ciri khas orang kristen. Bandingkan dengan Yoh 13:34-35 - “(34) Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (35) Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi”.

Penerapan: karena itu renungkanlah: apakah ada saudara seiman yang saudara benci atau tidak saudara senangi? Ingat bahwa Tuhan tidak sekedar berkata ‘janganlah saling membenci’ tetapi Ia berkata ‘hendaklah engkau saling mengasihi’.

d) Kata ‘tulus ikhlas’ terjemahan hurufiahnya adalah ‘tidak munafik’.

Banyak orang mengasihi, tetapi hanya dari luarnya saja (seperti: wajahnya tersenyum, kata-katanya ramah, dsb), sedangkan hatinya sama sekali tidak mengasihi. Ini adalah kasih yang munafik, yang tentu saja sebetulnya bukan kasih! Atau ada juga orang yang mengasihi dan mau berbuat baik kepada orang lain, asal itu mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Ini adalah egoisme yang berselubungkan kasih!

Calvin: “nothing is more difficult than to love our neighbours in sincerity. For the love of ourselves rules, which is full of hypocrisy; and besides, every one measures his love, which he shews to others, by his own advantage, and not by the rule of doing good” (= tidak ada yang lebih sukar dari pada mengasihi sesama kita dalam ketulusan / kesungguhan. Karena kasih kepada diri kita sendiri memerintah / menguasai, yang penuh dengan kemunafikan; dan disamping itu, setiap orang menetapkan kasih yang ia tunjukkan kepada orang-orang lain, berdasarkan keuntungannya sendiri, dan bukan berdasarkan peraturan untuk berbuat baik) - hal 56.

e) ‘hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi’.

1. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘hendaklah kamu ... mengasihi’ adalah AGAPESATE. Jadi Petrus pindah dari PHILEO / PHILIA kepada AGAPAO / AGAPE.

2. Alexander Nisbet: “the Apostle here makes former progress in holiness a motive to further progress therein” (= di sini sang Rasul membuat kemajuan dalam kekudusan pada masa lalu sebagai suatu dorongan untuk kemajuan yang lebih jauh lagi dalam hal itu) - hal 49.

3. Pulpit Commentary: “Christian love is due to love of God, and loves others because God does. ... How can one feel coldly where the father loves divinely?” (= Kasih Kristen disebabkan oleh kasih Allah, dan mengasihi orang-orang lain karena Allah mengasihi orang-orang itu. ... Bagaimana seseorang bisa merasa dingin dimana Bapa mengasihi secara ilahi?) - hal 52.

f) ‘dengan segenap hatimu’.

KJV: ‘with a pure heart fervently’ (= dengan sungguh-sungguh dengan hati yang murni).

1. Pulpit Commentary: “The word ‘pure’ is omitted in two of the most ancient manuscripts; it may be a gloss, but it is most true and suitable. Christian love must be from the heart, true and pure” (= Kata ‘murni’ dibuang / tidak ada dalam 2 manuscripts yang paling kuno; kata itu mungkin merupakan suatu komentar / keterangan dari penyalin, tetapi itu sangat benar dan cocok. Kasih Kristen harus dari hati, benar dan murni) - hal 11.

2. Pulpit Commentary: “The word rendered ‘fervently’ (EKNETOS) means, literally, ‘intensely,’ with all the energies strained to the utmost. It is interesting to observe that the only other place where the adverb occurs is in Acts 12:5 ... where it is used of the prayer offered up for St. Peter himself” [= Kata yang diterjemahkan ‘dengan sungguh-sungguh’ (EKNETOS) secara hurufiah berarti ‘dengan kuat’, dengan semua kekuatan dikerahkan sepenuhnya. Adalah sesuatu yang menarik untuk memperhatikan bahwa satu-satunya tempat lain dimana kata keterangan ini muncul adalah dalam Kis 12:5 ... dimana kata itu digunakan tentang doa yang dinaikkan untuk Santo Petrus sendiri] - hal 11.

Ay 23: “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal”.

1) ‘Karena kamu telah dilahirkan kembali’.

a) Kata ‘karena’ pada awal ay 23 ini, yang juga ada dalam NIV/NASB, sebetulnya tidak ada. Perhatikan KJV/RSV di bawah ini.

KJV: ‘Being born again, not of corruptible seed, but of incorruptible, by the word of God, which liveth and abideth for ever’ (= Dilahirkan lagi, bukan dari benih yang bisa rusak / busuk, tetapi dari benih yang tidak bisa rusak / busuk, oleh firman Allah, yang hidup dan ada selama-lamanya).

RSV: ‘You have been born anew, not of perishable seed but of imperishable, through the living and abiding word of God’ (= Kamu telah dilahir-barukan, bukan dari benih yang bisa binasa / mati tetapi dari benih yang tidak bisa binasa / mati, melalui firman yang hidup dan kekal dari Allah).

b) Ada 2 pandangan mengapa di sini Petrus tahu-tahu berbicara tentang kelahiran baru:

1. Kelahiran baru ia jadikan suatu alasan lain mengapa kita harus menguduskan diri.

2. Pulpit Commentary menghubungkan dengan bukan dengan ‘pengudusan’, tetapi dengan ‘kasih persaudaraan’ yang dibicarakan dalam ay 22.

Pulpit Commentary: “It is the highest argument for brotherly love; the children of the one Father are all brethren; they should ‘love as brethren’ (ch. 3:8)” [= Ini merupakan argumentasi yang tertinggi untuk kasih persaudaraan; anak-anak dari satu Bapa semuanya adalah saudara; mereka harus ‘mengasihi sebagai saudara’ (pasal 3:8)] - hal 11.

2) ‘bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal’.

a) ‘Benih yang fana’ [‘corruptible / perishable seed’ (= benih yang bisa rusak / busuk / mati)].

Beberapa penafsir mengatakan bahwa ‘benih yang fana’ [‘Corruptible / perishable seed’ (= benih yang bisa rusak / busuk / mati)] menunjuk pada benih / sperma yang membuat kita mempunyai kehidupan secara jasmani.

b) ‘Benih yang tidak fana’ dan ‘firman Allah’.

Apa artinya ‘benih yang tidak fana’ [‘incorruptible / unperishable seed’ (= benih yang tidak bisa rusak / busuk / mati)]?

1. Banyak penafsir, seperti Calvin, menghubungkan ini dengan bagian selanjutnya, dan menganggap bahwa ‘benih yang tidak fana’ ini menunjuk pada ‘firman Allah’.

2. Ada penafsir yang menentang penafsiran bahwa ‘benih yang tidak fana’ menunjuk pada ‘firman Allah’:

a. Ada yang menganggap ‘benih yang tidak fana’ ini sebagai ‘benih kehidupan / benih rohani’ yang ditanamkan Roh Kudus dalam kelahiran baru.

Editor dari Calvin’s Commentary: “Most commentators, like Calvin, represent the seed as the word; but the construction does not admit this; the words are, ‘Having been begotten from a seed, not corruptible, but incorruptible, through the living word of God, and for-ever abiding.’ The ‘seed’ denotes evidently the vital principle of grace, the new nature, the restored image of God; it is the same with what John means when he says, ‘His seed (that is, of God) remaineth in him.’ (1John 3:9.) Then ‘the word’ is set forth as the means or instrument by which this seed is implanted” [= Kebanyakan penafsir, seperti Calvin, melambangkan benih sebagai firman; tetapi konstruksi / susunannya tidak memungkinkan penafsiran ini; kata-katanya adalah: ‘Setelah dilahirkan dari benih, bukan yang bisa busuk / rusak, tetapi yang tidak bisa busuk / rusak, melalui firman Allah, dan tinggal / ada selama-lamanya’. Jelas bahwa ‘benih’ merupakan elemen kasih karunia yang perlu untuk kehidupan, sifat / kecenderungan yang baru, gambar Allah yang dipulihkan / diperbaiki; ini sama dengan apa yang Yohanes maksudkan pada waktu ia berkata: ‘benihNya (yaitu, benih Allah) tetap ada di dalam dia’ (1Yoh 3:9). Jadi, ‘firman’ dinyatakan sebagai alat / cara atau instrumen dengan mana benih ini ditanamkan] - hal 57 (footnote).

b. ada yang menganggap ‘benih yang tidak fana’ ini sebagai ‘Roh Kudus’ sendiri.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 11) bahwa dalam perumpamaan tentang orang yang menabur di 4 golongan tanah, ‘benih’ memang diartikan sebagai ‘firman’ (Luk 8:11). Tetapi ia lalu menambahkan: “Here there seems to be a distinction. God’s elect are begotten again of incorruptible seed through the Word. The use of different prepositions, ek and dia, apparently implies a difference between the seed and the Word” (= Di sini kelihatannya ada perbedaan. Orang pilihan Allah dilahirkan lagi dari benih yang tidak bisa rusak / busuk melalui Firman. Penggunaan kata depan yang berbeda, ek dan dia, dengan jelas / kelihatannya menunjukkan perbedaan antara benih dan Firman) - hal 11-12.

Catatan: kata depan EK diterjemahkan ‘dari’, sedangkan kata depan DIA diterjemahkan ‘oleh’, tetapi seharusnya adalah ‘through’ / ‘melalui’.

Ia lalu menambahkan lagi dengan menghubungkan bagian ini dengan Yoh 3:5-6 - “(5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. (6) Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh”.

Ia mengatakan bahwa kata-kata ‘apa yang dilahirkan dari daging’ sesuai dengan ‘benih yang fana’, sedangkan ‘apa yang dilahirkan dari Roh’ sesuai dengan ‘mereka yang dilahirkan kembali oleh benih yang tidak fana’.

Ia lalu menyimpulkan: “Then the incorruptible seed is the Holy Spirit of God, the Source of all spiritual life” (= Maka benih yang tidak bisa rusak / busuk itu adalah Roh Kudus Allah, Sumber dari semua kehidupan rohani) - hal 12.

Ia menambahkan lagi: “if the Holy Spirit of God is in the deepest sense, the Seed of the new birth, the Word is the instrument” (= jika Roh Kudus Allah dalam arti yang terdalam adalah benih dari kelahiran baru, Firman adalah alat / instrumen) - hal 12.

Catatan: keberatan saya terhadap 2 pandangan terakhir ini (pandangan dari Editor Calvin’s Commentary dan Pulpit Commentary) adalah bahwa kelihatannya mereka mengartikan kelahiran baru di sini sebagai kelahiran baru dalam arti sempit, tetapi mereka mengatakan bahwa kelahiran baru tersebut dilakukan menggunakan / melalui firman. Padahal doktrin Reformed tentang kelahiran baru dalam arti sempit mengatakan bahwa dalam hal ini tidak digunakan firman Allah. Dan orang-orang Reformed mengatakan bahwa baik dalam 1Pet 1:22 maupun dalam Yak 1:18, kelahiran baru terjadi melalui firman, karena yang dimaksud adalah kelahiran baru dalam arti luas (mencakup iman dan pertobatan).

c) ‘firman Allah, yang hidup dan yang kekal’.

Calvin: “But as the construction of the Greek text is doubtful, we may read, ‘the living word of God,’ as well as, ‘the word of the living God.’” (= Tetapi karena konstruksi / susunan dari text Yunaninya meragukan, kita bisa membaca ‘firman yang hidup dari Allah’ atau ‘firman dari Allah yang hidup’) - hal 57.

Dengan kata lain, kata ‘hidup’ bisa menunjuk kepada ‘firman’ atau kepada ‘Allah’.

Calvin sendiri lebih setuju yang kedua - ‘the word of the living God’ (= firman dari Allah yang hidup). Jadi kata ‘hidup’ menunjuk kepada ‘Allah’, bukan kepada ‘firman’.

Ay 24-25: “Sebab: ‘Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.’ Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu”.

1) Ini merupakan kutipan dari Yes 40:6-8 - “(6) Ada suara yang berkata: ‘Berserulah!’ Jawabku: ‘Apakah yang harus kuserukan?’ ‘Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua semaraknya seperti bunga di padang. (7) Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, apabila TUHAN menghembusnya dengan nafasNya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput. (8) Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya.’”.

2) Ay 24 menunjukkan bahwa ‘manusia dan segala kemuliaannya’ merupakan sesuatu yang fana dan tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.

Alexander Nisbet: “Although it be much in the thoughts and desires of natural men that they might have a perpetual enjoyment of this life and the comforts of it, Psa. 49:11, yet themselves and all that they can glory in, is frail and fading, like grass and flowers of the grass; whereupon they should read their frailty and mortality and so be stirred up to provide for a better life and a more enduring substance than what they have here” (= Sekalipun ada banyak hal dalam pemikiran dan keinginan manusia duniawi supaya mereka bisa menikmati hidup dan kesenangan hidup secara kekal, Maz 49:12, tetapi mereka sendiri dan semua yang mereka banggakan adalah lemah dan memudar / berangsur-angsur hilang, seperti rumput dan bunga rumput; yang menyebabkan mereka harus menyadari kelemahan mereka dan bahwa mereka bisa mati, dan dengan demikian dibangkitkan untuk menyediakan / mempersiapkan suatu kehidupan yang lebih baik dan materi yang lebih tahan lama dari pada apa yang mereka miliki di sini) - hal 53.

Maz 49:12-13 - “(12) Kubur mereka ialah rumah mereka untuk selama-lamanya, tempat kediaman mereka turun-temurun; mereka menganggap ladang-ladang milik mereka. (13) Tetapi dengan segala kegemilangannya manusia tidak dapat bertahan, ia boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan”.

KJV: ‘Their inward thought is, that their houses shall continue for ever, and their dwelling places to all generations; they call their lands after their own names. Nevertheless man being in honour abideth not: he is like the beasts that perish’ (= Pemikiran mereka adalah bahwa rumah mereka akan berlanjut selama-lamanya, dan tempat tinggal mereka bagi semua generasi; mereka menamakan tanah mereka dengan nama mereka. Sekalipun demikian manusia dalam kehormatannya tidak menetap; ia adalah seperti binatang yang mati / binasa).

Footnote / catatan kaki NIV untuk Psalm 49:11 mengatakan bahwa perbedaan ini disebabkan karena terjemahan Kitab Suci Indonesia diambil dari Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani) atau Syria, sedangkan terjemahan KJV diambil dari text bahasa Ibraninya.

Bandingkan dengan:

· Ayub 14:1-2 - “(1) Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan. (2) Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan”.

· Maz 103:15-16 - “(15) Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; (16) apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi”.

· Yak 1:10 - “dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput”.

· Maz 90:9-12 - “(9) Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemasMu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. (10) Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. (11) Siapakah yang mengenal kekuatan murkaMu dan takut kepada gemasMu? (12) Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”.

3) Terjemahan hurufiah dari ay 25: ‘tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya. Dan inilah firman yang diberitakan sebagai kabar baik kepadamu’.

Jadi, Injil / Firman Tuhan dikatakan tetap untuk selama-lamanya. Itu tidak akan pernah menjadi usang / ketinggalan jaman, atau dihapuskan dan digantikan oleh sesuatu yang lain, seperti yang diajarkan oleh suatu agama yang lain.

Bandingkan dengan Yudas 3 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus”.

NASB: ‘for the faith which once for all delivered to the saints’ (= untuk iman yang telah diberikan sekali dan selamanya kepada orang-orang kudus).

Dalam bahasa Yunaninya memang ada kata HAPAX yang artinya adalah ‘once’ (= satu kali).

Bagian akhir dari Yudas 3 ini menunjukkan bahwa tidak akan ada perubahan terhadap Injil, tidak akan ada Injil yang kedua / Injil yang lain dari Tuhan. Memang bisa ada Injil yang lain / berbeda, tetapi itu pasti bukan dari Tuhan, melainkan dari setan / manusia. Bandingkan dengan 2 text Kitab Suci di bawah ini.

· 2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seseorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

· Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.

Jadi adalah sesuatu yang mustahil kalau Tuhan membuang Kitab Suci kita yang sekarang ini / menganggap Kitab Suci ini tidak berlaku lagi, dan lalu menggantinya dengan Kitab Suci yang lain!

4) Calvin: “The Prophet does not shew what the word of God is in itself, but what we ought to think of it; for since man is vanity in himself, it remains that he ought to seek life elsewhere. Hence Peter ascribes power and efficacy to God’s word, according to the authority of the Prophet, so that it can confer on us what is real, solid, and eternal. For this was what the Prophet had in view, that there is no permanent life but in God, and that this is communicated to us by the word” [= Sang nabi (Yesaya) tidak menunjukkan apa firman Allah itu sendiri, tetapi apa yang harus kita pikirkan tentang firman Allah itu; karena manusia adalah kesia-siaan dalam dirinya sendiri, maka ia harus mencari kehidupan di tempat lain. Karena itu, Petrus menunjukkan kuasa dan kemujaraban firman Allah, menurut otoritas sang nabi, sehingga itu bisa memberikan kepada kita apa yang nyata, padat, dan kekal. Karena inilah yang ada dalam pemikiran sang nabi, bahwa tidak ada hidup yang kekal / permanen kecuali di dalam Allah, dan bahwa inilah yang diberikan kepada kita oleh firman] - hal 59.

Karena itu, rajinlah membaca dan belajar Firman Tuhan!

Calvin juga menambahkan bahwa ini merupakan suatu pujian terhadap khotbah / pemberitaan firman; karena Petrus menyatakan bahwa itu bisa memberikan hidup. Memang hanya Allah yang mempertobatkan manusia, tetapi Ia menggunakan pemberitaan firman yang dilakukan oleh manusia.

Calvin: “It is indeed certain that those who plant and those who water, are nothing; but whenever God is pleased to bless their labour, he makes their doctrine efficacious by the power of his Spirit; and the voice which is in itself mortal, is made an instrument to communicate eternal life” (= Memang pasti bahwa mereka yang menanam dan menyiram bukanlah apa-apa; tetapi pada waktu Allah berkenan memberkati usaha / pekerjaan mereka, Ia membuat ajaran mereka mujarab oleh kuasa RohNya; dan suara yang dalam dirinya sendiri adalah fana / bisa mati, dijadikan alat untuk memberikan hidup yang kekal) - hal 60.

I PETRUS 2:1-3

Ay 1: “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah”.

1) Setelah mengatakan bahwa kita dilahirkan kembali oleh Firman Tuhan (1:23-25), sekarang Petrus melanjutkan dengan mengatakan bahwa kita harus hidup sesuai dengan kelahiran baru tersebut, yaitu dengan membuang dosa-dosa dari kehidupan kita.

Orang yang sudah lahir baru, dan bahkan sudah mengalami pengudusan, tetap mempunyai banyak dosa, dan ia harus berjuang terus menerus untuk membuang dosa-dosa itu.

Alexander Nisbet mengatakan (hal 58) bahwa anak-anak Tuhan sekalipun, ada yang memegang erat-erat dosa-dosa mereka, dan melupakan keharusan bahwa mereka harus berjuang untuk mencapai tingkat pengudusan yang lebih tinggi dari pada yang telah mereka capai, dan mereka bahkan memanjakan dosa-dosa itu seakan-akan dosa-dosa itu merupakan sesuatu yang mereka butuhkan. Nisbet menambahkan bahwa kita harus meninggalkan dosa-dosa itu dengan suatu perasaan jijik, dan dengan suatu keputusan untuk tidak melakukannya lagi, karena dalam ay 1 ini ada suatu kiasan yang menggambarkan seseorang menanggalkan pakaian yang lama yang penuh kekotoran dan kutu yang kalau dipakai lagi akan merugikan dan memalukan.

Catatan: kata ‘buanglah’ merupakan kata yang biasanya digunakan untuk penanggalan pakaian.

2) Ay 1 ini memberikan beberapa dosa sebagai contoh, yaitu kejahatan, tipu muslihat, kemunafikan, kedengkian dan fitnah.

Mengapa dosa-dosa ini yang dijadikan sebagai contoh? Ada macam-macam pandangan tentang hal ini:

a) Ada yang mengatakan bahwa dosa-dosa ini diberikan sebagai contoh karena dosa-dosa ini adalah dosa-dosa yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa, tidak oleh anak kecil. Tetapi bagaimana dengan kedengkian / iri hati? Bukankah anak kecil juga condong pada dosa ini?

b) Clarke mengatakan (hal 850) bahwa dosa-dosa ini merupakan dosa-dosa yang banyak terdapat dalam kalangan Yahudi. Tetapi dalam gereja tidak boleh ada dosa-dosa seperti itu.

c) Ada juga yang mengatakan bahwa dosa-dosa di sini merupakan dosa-dosa yang paling merusak persekutuan kristen / kasih persaudaraan (Barclay, hal 190). Poole setuju dengan penafsiran terakhir ini dan ia menambahkan bahwa dalam pasal 1 sudah dibicarakan tentang kelahiran baru (ay 23) dan juga tentang kasih persaudaraan (ay 22).

3) Sekarang mari kita membahas kelima dosa yang digunakan sebagai contoh:

a) ‘Kejahatan’ - segala macam kejahatan, keinginan menyakiti orang lain.

b) ‘Tipu muslihat’ - tipu daya, dusta.

c) ‘Kemunafikan’ - kepura-puraan, sandiwara, mengumpak / menjilat, persahabatan / kasih yang palsu, dan sebagainya.

Bandingkan dengan Mat 22:15-18 - “(15) Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. (16) Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepadaNya: ‘Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. (17) Katakanlah kepada kami pendapatMu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?’ (18) Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: ‘Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?”.

William Barclay mengatakan (hal 190) bahwa kata HUPOKRITES yang diterjemahkan ‘hypocrite’ (= orang munafik) ini mempunyai sejarah yang aneh. Ini merupakan kata benda dari kata kerja HUPOKRINESTHAI, yang berarti ‘to answer’ (= menjawab). Jadi arti HUPOKRITES mula-mula adalah ‘seorang penjawab’. Lalu artinya berubah menjadi ‘seorang aktor’ yaitu orang yang ambil bagian dalam tanya jawab di atas panggung. Akhirnya kata itu mempunyai arti ‘seorang munafik’, yaitu seseorang yang selalu bersandiwara dan menyembunyikan motivasi aslinya.

Sandiwara ini bisa juga terjadi pada saat seorang kristen KTP bersandiwara seakan-akan ia adalah orang kristen. Ada penafsir yang menyebutkan Ananias dan Safira sebagai contoh orang yang bersandiwara / munafik.

d) ‘Kedengkian’.

Kata Yunani yang dipakai sama dengan dalam Mat 28:18 - “Ia memang mengetahui, bahwa mereka telah menyerahkan Yesus karena dengki”.

Kedengkian / iri hati mewujudkan diri dalam ketidak-senangan melihat orang lain diberkati. Dalam 1Kor 13:4 dikatakan bahwa ‘kasih itu ... tidak cembu­ru (iri hati)’. Jadi jelas bahwa iri hati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kasih. Kalau ada kasih, kita tidak akan iri hati, dan sebaliknya kalau ada iri hati maka di sana tidak ada kasih!

Dalam gereja, seharusnya sikap yang benar adalah seperti yang dikatakan Paulus dalam 1Kor 12:26, yaitu kalau seorang menderita, maka semua ikut menderita, tetapi kalau seorang dihormati / diberkati, semua bersukacita (bukannya iri hati / tidak senang!).

Paulus menggambarkan orang kristen sebagai anggota-anggota tubuh Kristus. Sekarang bayangkan, kalau mulut saudara menerima makanan, mungkinkah anggota tubuh yang lain, seperti tangan dan kaki, lalu menjadi iri hati / tidak senang? Ini betul-betul sesuatu yang tidak masuk akal, bukan? Tetapi anehnya, hal seperti itu sering terjadi dalam gereja! Orang kristen sering iri hati melihat saudara seimannya mendapat rumah baru, mobil, pekerjaan yang tinggi gajinya, pacar yang cantik, dan sebagainya.

Bahwa iri hati adalah sesuatu yang tidak bisa diremehkan / dibiarkan, terlihat dari pembunuhan yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel, yang asal mulanya adalah iri hati!

Thomas Manton: “The whole world, though otherwise empty of men, could not contain two brothers when one was envied” (= Seluruh dunia, sekalipun sebetulnya kosong, tidak bisa menampung 2 bersau­dara, dimana yang satu iri hati kepada yang lain).

Renungkan: kalau seluruh dunia tak bisa menampung 2 orang dimana yang seorang iri hati kepada yang lain, bisakah 1 gereja menampung 50 atau 100 orang dimana satu sama lain saling iri hati?

Karena itu, kalau saudara sering iri hati, bertobatlah! Mintalah Tuhan mengampuni dosa itu dan bahkan menyucikan diri saudara dari dosa itu.

e) ‘Fitnah’ - berbicara buruk tentang orang lain, khususnya di belakang mereka.

KJV: ‘evil speakings’ (= pembicaraan buruk).

Barclay: “It means ‘evil-speaking’; it is almost always the fruit of envy in the heart; and it usually takes place when its victim is not there to defend himself. Few things are so attractive as hearing or repeating spicy gossip. Disparaging gossip is something which everyone admits to be wrong and which at the same time almost everyone enjoys; and yet there is nothing more productive of heartbreak and nothing is so destructive of brotherly love and Christian unity” (= Ini berarti ‘pembicaraan buruk’; ini hampir selalu merupakan buah dari iri hati dalam hati; dan ini biasanya terjadi pada waktu korbannya tidak ada di sana untuk membela dirinya sendiri. Hanya sedikit hal-hal yang begitu menarik seperti mendengar dan mengulang gossip yang pedas. ‘Gossip yang merendahkan’ diakui oleh setiap orang sebagai sesuatu yang salah tetapi pada saat yang sama dinikmati oleh hampir setiap orang; padahal tidak ada yang lebih menghasilkan sakit hati dan tidak ada yang lebih menghancurkan kasih persaudaraan dan kesatuan Kristen) - hal 190-191.

4) Dosa mempunyai bermacam-macam perwujudan, dan kita tidak boleh merasa puas kalau sudah membuang satu perwujudan. Kita harus berjuang untuk membuang semuanya.

Ay 1: “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah”.

Ada 3 x kata ‘segala’ tetapi kata ‘segala’ yang ketiga salah penempatannya. Sebetulnya kata ‘segala’ itu ada di depan kata-kata ‘kejahatan’, ‘tipu muslihat’, dan ‘fitnah’. Sedangkan 2 kata yang lain, yaitu ‘kemunafikan’ dan ‘kedengkian’ tidak didahului oleh kata ‘segala’ tetapi untuk kedua kata itu digunakan kata bentuk jamak.

Ini semua menunjukkan bahwa suatu dosa mempunyai bermacam-macam perwujudan. Jangan puas dengan membuang salah satu perwujudan; saudara harus membuang semua perwujudan dari dosa.

Alexander Nisbet menggambarkan (hal 60) bahwa dosa itu mempunyai beberapa cabang, dan kalau kita sudah memotong satu cabangnya, maka kita harus mencari dan memotong cabang-cabang yang lain.

Misalnya:

a) Ketamakan bisa mempunyai perwujudan sebagai berikut:

· kikir.

· berusaha mati-matian untuk mencari uang.

· menghalalkan segala cara dalam mendapatkan uang.

· menindas pegawai dalam persoalan upah mereka.

· tidak memberikan persembahan kepada Tuhan, baik persembahan persepuluhan maupun persembahan biasa.

· tidak membayar hutang.

b) Kurangnya penguasaan diri bisa mempunyai perwujudan dalam hal:

· sex.

· makan.

· marah.

· kedisiplinan dalam bekerja / belajar.

· tidur.

· nonton TV.

Ay 2: “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan”.

1) ‘Membuang dosa’ berhubungan erat dengan ‘belajar Firman Tuhan’.

Kalau ay 1 di atas berbicara tentang pembuangan dosa, maka ay 2nya berbicara tentang kerinduan terhadap Firman Tuhan. Kedua hal ini berhubungan sangat erat. Orang yang tidak membuang dosa akan kehilangan kerinduannya terhadap Firman Tuhan, sedangkan orang yang tidak mencari Firman Tuhan tidak akan bisa membuang dosa.

Pulpit Commentary: “They who cherish malice and envy in their hearts have no appetite for the heavenly food. They who have not holy love within themselves cannot desire the Word of him who is Love” (= Mereka yang memelihara kebencian dan iri hati dalam hati mereka tidak mempunyai nafsu makan terhadap makanan surgawi. Mereka yang tidak mempunyai kasih yang kudus dalam diri mereka tidak bisa menginginkan Firman dari Dia yang adalah Kasih) - hal 77.

Calvin membandingkan ay 1-2 ini dengan 1Kor 14:20 - “Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!”.

Memang ada kemiripan, karena ‘menjadi anak-anak dalam kejahatan’ berarti harus membuang dosa, sedangkan ‘menjadi orang dewasa dalam pemikiran’ berarti harus belajar Firman Tuhan.

2) ‘Air susu yang murni dan yang rohani’.

a) ‘yang rohani’. Ini diterjemahkan macam-macam.

RSV: ‘the pure spiritual milk’ (= susu rohani yang murni).

NIV: ‘pure spiritual milk’ (= susu rohani yang murni).

KJV: ‘the sincere milk of the word’ (= susu firman yang murni).

NASB: ‘the pure milk of the word’ (= susu firman yang murni).

Bahkan ada yang menterjemahkan ‘rational’ (= rasionil / berkenaan dengan akal).

Barclay mengatakan bahwa kata LOGIKOS (atau LOGIKON) merupakan kata sifat dari kata LOGOS, dan yang menyebabkan terjadinya problem adalah bahwa kata LOGOS bisa diartikan ‘akal’ / ‘pikiran’ dan bisa juga diartikan sebagai ‘kata’ / ‘firman’.

Kata LOGIKON menurut Pulpit Commentary seharusnya artinya adalah ‘spiritual’ (= rohani) atau ‘reasonable’ / ‘rational’ (= rasionil / berkenaan dengan akal). Ia menganggap terjemahan KJV yang menterjemahkannya sebagai ‘word’ merupakan suatu paraphrase / pengucapan dengan kata-kata sendiri (ini anggapan yang ngawur!). Ia berkata bahwa kata itu muncul hanya 1 x di tempat lain dari Kitab Suci yaitu dalam Ro 12:1 - “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”.

KJV: ‘reasonable’ (= berkenaan dengan akal).

RSV/NIV/NASB: ‘spiritual’ (= rohani).

Bagi yang menerima terjemahan ‘rational’, maka penekanan dari 1Pet 2:2 ini adalah bahwa firman merupakan makanan untuk pikiran, bukan untuk perut.

Saya lebih memilih terjemahan ‘firman’, seperti terjemahan KJV dan NASB. Jadi ‘susu’ itu menunjuk pada ‘firman’.

b) ‘Murni’.

1. Kata ‘murni’ ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan tidak bercampur dengan kesalahan. Ini menunjukkan bahwa Kitab Suci itu (autographnya) infallible dan inerrant (= tidak ada salahnya).

2. Pengkhotbah tidak boleh mencampuri Firman Tuhan dengan hal-hal lain.

Firman Allahnya murni, tetapi kalau pengkhotbahnya tidak, sama saja. Karena itu, pengkhotbah harus hati-hati dalam menangani Firman Tuhan, supaya mereka tidak mencampurnya dengan penemuan mereka sendiri, filsafat dan sebagainya. Juga pengkhotbah bisa mengubah / mencampur Firman Tuhan, pada waktu keuntungan diri sendiri / gereja yang dipentingkan. Misalnya melarang jemaatnya berbakti / melayani / memberi persembahan di gereja lain.

Bandingkan dengan cara Paulus dalam memberitakan Firman Tuhan.

· 2Kor 2:17 - “Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapanNya”.

· 2Kor 4:2 - “Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah”.

3) Istilah ‘bayi’ dan ‘susu’ di sini berbeda artinya dengan 1Kor 3:1-3 dan Ibr 5:11-14.

1Kor 3:1-3 - “(1) Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. (2) Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. (3) Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?”.

Ibr 5:11-14 - “(11) Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan. (12) Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. (13) Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. (14) Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat”.

Dalam 1Kor 3:1-3 Paulus memarahi orang Korintus karena mereka seperti bayi, dan belum bisa menerima makanan keras, dan hanya bisa menerima susu. Hal yang sama terjadi dalam Ibr 5:11-14. Jadi, dalam kedua text itu ‘bayi’ merupakan simbol dari orang kristen yang masih baru, yang hanya bisa menerima ‘susu’, yang merupakan simbol dari ajaran dasar dan ajaran yang mudah.

Tetapi dalam 1Pet 2:2 ini penggambarannya berbeda. ‘Susu’ di sini harus diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’, bukan ‘Firman Tuhan yang mudah’. Juga ‘bayi’ di sini tidak dikontraskan dengan orang yang dewasa secara rohani, tetapi dikontraskan dengan manusia dan kehidupan lama.

4) ‘Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin ...’.

Sebetulnya yang merupakan kata perintah adalah kata ‘ingin’, bukan kata ‘jadi’; sedangkan kata ‘jadilah’ seharusnya dibuang.

KJV: ‘As newborn babes, desire ...’ (= Seperti bayi yang baru lahir, inginkanlah ....).

Kata dasar dari kata ‘ingin’ ini juga digunakan dalam Fil 2:26 dimana kata itu diterjemahkan ‘sangat rindu’ dalam Kitab Suci Indonesia.

Pulpit Commentary: “A true appetite is at once a sign of health and a means to health” (= Nafsu makan yang benar sekaligus merupakan tanda dari kesehatan dan cara untuk menuju pada kesehatan) - hal 113.

Pulpit Commentary (hal 86-87) mengatakan bahwa orang kristen harus merindukan Firman Tuhan sama seperti bayi ingin minum susu. Tetapi berbeda dengan bayi yang tidak perlu disuruh untuk menginginkan susu, maka banyak orang kristen mempunyai sikap acuh tak acuh atau bahkan tidak senang terhadap Firman Tuhan. Jadi kerinduan ini harus ditumbuhkan. Dan supaya kerinduan ini bisa ditumbuhkan, maka ada keinginan-keinginan lain yang harus dikekang dan dimatikan. Kita seperti anak-anak yang ingin permen / junk food, dan kalau dituruti, lalu tidak ingin makan. Jika kita mengenyangkan diri kita dengan hal-hal duniawi dan dosa, maka kita tidak akan menginginkan Firman Tuhan. Karena itu, penyangkalan diri terhadap hal-hal ini harus dilakukan, supaya kita mempunyai rasa lapar yang sehat terhadap Firman Tuhan!

Kerinduan terhadap Firman Tuhan ini juga harus dibedakan dengan kerinduan terhadap hal-hal yang membangkitkan emosi, seperti dalam kalangan Kharismatik.

Pulpit Commentary juga mengatakan (hal 87) bahwa kalau kerinduan terhadap Firman Tuhan ini ada, maka itu pasti akan dipuaskan. Semua rasa lapar dan kerinduan yang lain bisa tidak dipuaskan, tetapi kerinduan dan rasa lapar terhadap Firman Tuhan, kalau itu ada, pasti akan mendapatkan pemuasan. Bandingkan dengan Mat 5:6 - “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan”.

5) ‘supaya olehnya kamu bertumbuh’.

a) Kerinduan terhadap Firman Tuhan ini yang menyebabkan pertumbuhan.

Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa ay 1 berbicara tentang pembuangan dosa. Jadi, sekedar ada kerinduan terhadap Firman Tuhan, tidak menjamin adanya pertumbuhan, kalau tidak ada ketaatan / pembuangan dosa.

b) Pertumbuhan harus merupakan tujuan orang belajar Firman Tuhan.

Jadi, pada waktu kita belajar Firman Tuhan, kita tidak boleh melakukannya sekedar karena kita senang belajar, atau sekedar demi mendapatkan pengetahuan, atau sekedar untuk mendapatkan bahan mengajar / berkhotbah, atau supaya bisa menang dalam berdebat, tetapi harus dengan tujuan supaya kita bertumbuh.

Pulpit Commentary: “The Christian will desire the Word, that he may grow thereby; not simply for present pleasure and excitement, not simply for knowledge, or for facility in preaching and theological controversy; but above all things, that he may grow thereby” (= Orang Kristen akan menginginkan Firman, supaya ia bisa bertumbuh olehnya; bukan sekedar untuk kesenangan atau kegembiraan saat ini, bukan sekedar untuk pengetahuan, atau untuk fasilitas dalam berkhotbah atau perdebatan theologia; tetapi di atas segala-galanya, supaya ia bisa bertumbuh olehnya) - hal 78.

c) Semua orang Kristen harus berusaha untuk bertumbuh.

Alexander Nisbet (hal 63) mengatakan bahwa dari 1:22-23 terlihat bahwa penerima surat ini adalah orang-orang Kristen yang sudah bagus kerohaniannya. Tetapi mereka tetap disuruh belajar Firman Tuhan supaya bertumbuh. Jadi, tidak ada tingkat kerohanian yang bagaimanapun tingginya, yang membebaskan kita dari tanggung jawab untuk bertumbuh.

Renungkan: apakah saudara ingin bertumbuh dalam kerohanian?

6) ‘dan beroleh keselamatan’.

KJV tidak mempunyai bagian ini.

NIV: ‘in your salvation’ (= dalam keselamatanmu).

NASB: ‘in respect to salvation’ (= berkenaan dengan keselamatan).

RSV/Lit: ‘to salvation’ (= pada keselamatan).

Keselamatan di sini menunjuk pada ‘masuk surga’. Jadi, ini menunjukkan bahwa kita harus terus bertumbuh sampai kita masuk surga.

Ay 3: “jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan”.

1) ‘Jika kamu benar-benar’.

Ini menunjukkan bahwa pembuangan dosa dan kerinduan terhadap Firman Tuhan dalam ay 1-2 merupakan bukti bahwa kita telah mengecap kebaikan Tuhan. Sekalipun orang non kristenpun juga mendapatkan kebaikan Tuhan (Mat 5:45), tetapi yang dimaksudkan di sini adalah kebaikan yang hanya dinikmati oleh orang yang percaya, seperti penebusan, pengampunan dosa, perdamaian dengan Allah, dan sebagainya.

Yakinkah saudara bahwa dosa-dosa saudara sudah ditebus / diampuni, dan bahwa saudara sudah didamaikan dengan Allah?

2) ‘Mengecap’.

Kata ‘mengecap’ (= mencicipi) ini menunjukkan bahwa kebaikan yang kita rasakan itu hanyalah sebagian kecil saja, sedangkan sisanya atau keseluruhannya akan kita rasakan di dunia / kehidupan yang akan datang.

3) ‘Kebaikan Tuhan’.

Kata ‘kebaikan’ seharusnya merupakan kata sifat. Jadi seharusnya ‘Tuhan itu baik’. Dan kata Yunaninya adalah KHRESTOS. Ada yang menganggap ini sebagai permainan kata karena kemiripan kata ini dengan CHRISTOS (= Kristus). Dan Tertulian mengatakan bahwa CHRISTOS itu CHRESTOS (= Kristus itu baik).

Clarke bahkan mengatakan (hal 850) bahwa ada manuscript yang bukannya menuliskan CHRESTOS HO KURIOS (‘Tuhan itu baik’), tetapi menuliskan CHRISTOS HO KURIOS (‘Tuhan itu Kristus’ atau ‘Kristus itu Tuhan’).

4) Kebaikan Allah bukanlah alasan untuk menjadi malas dan hidup semau gue, tetapi seharusnya menjadi pendorong supaya kita berusaha makin keras.

Barclay: “The fact that God is gracious is not an excuse for us to do as we like, depending on him to overlook it; it lays on us an obligation to toil towards deserving his graciousness and love. The kindness of God is not an excuse for laziness in the Christian life; it is the greatest of all incentives to effort” (= Fakta bahwa Allah itu baik bukanlah alasan untuk berbuat sekehendak kita, dan berharap bahwa Ia akan mengabaikan hal itu; fakta itu memberi kita kewajiban untuk berjuang sehingga kita layak mendapatkan kebaikan dan kasihNya. Kebaikan Allah bukanlah suatu alasan untuk malas dalam kehidupan Kristen; itu merupakan pendorong yang terbesar untuk berusaha) - hal 193.

Catatan: saya tidak setuju dengan bagian yang saya garis bawahi, karena kita tidak akan pernah layak untuk mendapatkan kebaikan / kasih Allah.

I PETRUS 2:4-5

Ay 4: “Dan datanglah kepadaNya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah”.

1) ‘Dan datanglah kepadaNya’.

a) Sebetulnya ini bukan merupakan suatu perintah.

NASB: ‘And coming to Him as to a living stone’ (= Dan datang kepadaNya seperti kepada suatu batu yang hidup).

Kata Yunani yang digunakan adalah suatu participle (kata kerja + ing); jadi sebetulnya ay 4 bukanlah suatu perintah!

b) Kata ‘coming’ ini merupakan present participle (= participle bentuk present), dan Pulpit Commentary mengatakan (hal 69) bahwa ini menunjukkan bahwa orang kristen datang kepada Kristus bukan sekali untuk selamanya, tetapi terus menerus.

Sejalan dengan itu, Alexander Nisbet mengatakan (hal 66) bahwa kata-kata ‘coming to Christ’ yang biasanya berarti ‘percaya kepada Kristus’ di sini ditekankan untuk orang-orang yang sudah percaya, dan karena itu ini berarti bahwa orang kristen harus terus menerus datang kepada Kristus untuk memperbaharui / memperkuat iman mereka.

c) Calvin menghubungkan ay 3 (yang berbicara tentang kebaikan Allah) dengan ay 4 (yang berbicara tentang datang kepada Yesus), dan berkata: “Peter connects an access to God with the taste of his goodness” (= Petrus menghubungkan jalan masuk kepada Allah dengan mengecap kebaikan Tuhan) - hal 64.

Memang hanya orang-orang yang sudah datang kepada Allah melalui Kristuslah yang betul-betul bisa merasakan bahwa Allah itu baik.

2) ‘batu yang hidup itu’.

Ini jelas menunjuk kepada Kristus. Ia disebut sebagai batu, karena Petrus ingin Kristus menjadi fondasi dalam kehidupan kita.

Bandingkan dengan:
Mat 21:42 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita”.
Maz 118:22-23 - “(22) Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. (23) Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita”.
Kis 4:11 - “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan - yaitu kamu sendiri -, namun ia telah menjadi batu penjuru”.
Yes 28:16 - “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!”.

3) ‘yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah’.

a) Kata ‘dihormat’ dalam ay 4b seharusnya adalah ‘precious’ (= berharga).

b) Bagian ini ditambahkan karena banyak orang yang menolak dan menganggap rendah Kristus. Ini tidak boleh menyebabkan kita meniru orang banyak itu, karena Allah telah memilih Kristus dan menganggapNya berharga.

c) Bagian ini menunjukkan bahwa penilaian manusia dan penilaian Allah bukan hanya sering berbeda, tetapi bahkan sering bertentangan. Karena itu, hati-hatilah dalam menilai, baik tentang diri Kristus sendiri, maupun tentang gereja, pendeta / pengkhotbah, aliran, buku, orang Kristen, dan sebagainya.

Bdk. Luk 16:15b - “Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah”.

Makin saudara belajar dan mengerti tentang Firman Tuhan, makin mirip penilaian saudara dengan penilaian Allah!

Ay 5: “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah”.

1) ‘batu hidup’.

Tadi dalam ay 4 istilah ‘batu yang hidup’ menunjuk kepada Kristus. Sekarang orang Kristen disebut ‘batu yang hidup’, karena persatuan mereka dengan Kristus.

2) ‘Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani’.

a) Terjemahan bagian ini: kalimat perintah atau kalimat positif?

Dalam Kitab Suci Indonesia ini berbentuk sebagai suatu perintah, tetapi dalam KJV tidak.

KJV: ‘Ye also, as lively stones, are built up a spiritual house’ (= Kamu juga, sebagai batu-batu yang hidup, dibangun menjadi suatu rumah rohani).

Calvin mengatakan bahwa ay 5 bisa diterjemahkan dalam bentuk kalimat positif (seperti KJV), tetapi bisa juga sebagai kalimat perintah. Pulpit Commentary (hal 69) lebih memilih untuk menterjemahkan sebagai perintah (seperti Kitab Suci Indonesia).

Arti yang manapun yang diambil, menurut Calvin ini tetap merupakan suatu dorongan untuk menyerahkan diri kita bagi pembangunan rumah rohani bagi Allah.

Calvin: “as it is true that each one is a temple in which God dwells by his Spirit, so all ought to be so fitted together, that they may form one universal temple. This is the case when every one, content with his own measure, keeps himself within the limits of his own duty; all have, however, something to do with regard to others” (= sebagaimana memang benar bahwa setiap orang adalah Bait dimana Allah tinggal oleh RohNya, demikian juga semua harus mencocokkan diri bersama-sama sehingga mereka membentuk satu Bait yang bersifat universal. Ini yang terjadi pada saat setiap orang, puas dengan takarannya, menjaga dirinya sendiri dalam batasan kewajibannya sendiri; tetapi semua mempunyai sesuatu untuk dilakukan berkenaan dengan orang-orang lain) - hal 64-65.

Jadi jelas bahwa setiap orang kristen harus melakukan pelayanan. Tidak ada orang kristen yang boleh puas dengan datang ke gereja sekali seminggu tanpa mempunyai pelayanan apapun. Tetapi dalam melakukan pelayanan, orang kristen tidak boleh ‘melebihi takarannya sendiri’. Mungkin kata-kata ini didasarkan atas kata-kata Paulus dalam Ro 12:3 - “Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing”.

Apa yang dimaksud oleh Paulus dengan kata-kata itu? Maksudnya adalah:

1. Jangan melakukan pelayanan dimana saudara tidak mempunyai karunia. Misalnya: banyak orang menjadi pengkhotbah tetapi sama sekali tidak mempunyai karunia berkhotbah. Ini yang dimaksud dengan memikir lebih tinggi dari yang seharusnya. Ini berlaku juga untuk semua pelayanan yang lain.

Bdk. Ro 12:4-8 - “(4) Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, (5) demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. (6) Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. (7) Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; (8) jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita”.

2. Jangan melakukan pelayanan terlalu banyak sehingga saudara tidak mampu melakukannya. Perlu diingat bahwa setan selalu menggoda kita dengan 2 extrim. Kalau ia tidak bisa menjatuhkan seseorang ke extrim kiri maka ia akan berusaha untuk menjatuhkannya ke extrim kanan. Dalam hal ini, ia sering menggoda supaya orang kristen tidak melayani. Tetapi kalau ia tidak berhasil dengan cara itu, maka ia akan menggoda supaya orang itu melakukan pelayanan begitu banyak sehingga semua menjadi kacau balau, dan pelayanan yang satu dilakukan dengan mengorbankan pelayanan yang lain. Karena itu, jangan menerima seadanya tawaran pelayanan, itu bukannya rajin / bersemangat dalam pelayanan, tetapi bodoh! Gumulkan pelayanan yang mana yang Tuhan inginkan bagi saudara, dan lakukanlah dengan segenap pikiran dan kekuatan saudara!

b) Hubungan manusia dengan bangunan.

Adam Clarke: “what analogy is there between the stones of a building and a multitude of human beings? ... This point will receive the fullest illustration if we have recourse to the Hebrew: in this language, BEITH signifies both a house and a family; BEN a son; BATH a daughter; and EBEN a stone. Of all these nouns, BANAH, he built, is, I believe, the common root. Now as BEITH, a house, is built of ABANIM, stones, hence BANAH, he built, is a proper radix for both stones and building; and as BEITH, a family or household (Psa. 68:6) is constituted or made up of BANIM, sons, and BANOTH, daughters, hence the same root BANAH, he built, is common to all; for sons and daughters build up or constitute a family, as stones do a building” [= analogi apa yang ada antara batu-batu dari suatu bangunan dan sekelompok orang banyak? ... Hal ini akan mendapatkan penjelasan penuh jika kita membahas bahasa Ibraninya: dalam bahasa ini, BEITH bisa berarti sebuah ‘rumah’ dan suatu ‘keluarga’; BEN seorang ‘anak laki-laki’; BATH seorang ‘anak perempuan’; dan EBEN sebuah ‘batu’. Saya percaya bahwa semua kata benda ini mempunyai akar kata yang sama, yaitu BANAH, ‘ia membangun’. Karena BEITH, sebuah ‘rumah’, dibangun dari ABANIM, ‘batu-batu’, maka BANAH, ‘ia membangun’, merupakan akar yang benar dari ‘batu-batu’ dan ‘bangunan’; dan karena BEITH, ‘suatu keluarga atau rumah tangga’ (Maz 68:7) terdiri dari / dibentuk oleh BANIM, ‘anak-anak laki-laki’, dan BANOTH, ‘anak-anak perempuan’, maka BANAH, ‘ia membangun’, merupakan akar kata yang sama dari semua; karena anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan membangun atau membentuk suatu keluarga, seperti batu-batu membangun atau membentuk suatu bangunan] - hal 851.

Catatan:

· kata Ibrani BEITH, seharusnya dibaca BAYIT.

· BANIM adalah bentuk jamak dari BEN.

· Banoth adalah bentuk jamak dari BATH.

· ABANIM adalah bentuk jamak dari EBEN.

· Psalm 68:6a (KJV): ‘God setteth the solitary in families’ (= Allah menaruh orang yang sendirian dalam keluarga-keluarga).

c) Ini mengharuskan orang kristen bersekutu dan bersatu dengan orang kristen yang lain. Tidak ada orang kristen yang boleh hidup dan melayani sendirian.

Barclay: “Clearly that means that Christianity is community; the individual Christian finds his true place only when he is built into that edifice. ‘Solitary religion’ is ruled out as an impossibility” (= Jelas bahwa itu berarti bahwa kekristenan merupakan suatu masyarakat / persekutuan; seorang individu kristen mendapatkan tempatnya yang benar hanya pada saat ia dibangun menjadi Bait itu. ‘Agama yang menyendiri’ dikesampingkan sebagai suatu kemustahilan) - hal 195.

Barclay mengutip Cranfield: “The free-lance Christian, who would be a Christian but is too superior to belong to the visible Church upon earth in one of its forms, is simply a contradiction in terms” (= Orang Kristen yang free-lance / tak terikat, yang mau menjadi orang kristen tetapi terlalu sombong untuk masuk ke dalam Gereja yang kelihatan di atas bumi dalam salah satu bentuknya, merupakan suatu istilah yang kontradiksi) - hal 195.

Barclay: “So long as a brick lies by itself it is useless; it becomes of use only when it is incorporated into a building. So it is with the individual Christian. To realize his destiny he must not remain alone, but must be built into the fabric of the Church” (= Selama suatu batu bata berada sendirian maka ia tidak berguna; ia hanya berguna pada waktu ia dimasukkan / digabungkan ke dalam suatu bangunan. Demikian juga dengan individu kristen. Untuk mewujudkan tujuannya ia tidak boleh tinggal sendirian, tetapi harus dibangun menjadi susunan dari Gereja) - hal 196.

d) Kita harus membangun dan mempedulikan Gereja universal, baik secara keseluruhan maupun setiap anggota-anggotanya.

Alexander Nisbet: “Every particular believer should esteem himself a part of the church universal which makes up one house to God, ... and so should seek the good thereof, ... and sympathise with the suffering of the whole, or any member thereof, 1Cor. 12:25,26, seeing they are built up (to wit, in the universal church with the rest of the members thereof) a spiritual house” [= Setiap orang percaya harus menganggap dirinya sendiri sebagian dari Gereja universal yang membentuk suatu rumah bagi Allah, ... dan harus mengusahakan kebaikan darinya, ... dan bersimpati dengan penderitaan dari seluruhnya atau dari setiap anggotanya, 1Kor 12:25,26, mengingat bahwa mereka dibangun (yaitu, dalam Gereja universal bersama-sama dengan semua anggota-anggotanya yang lain) menjadi suatu rumah rohani] - hal 69-70.

Tetapi sekalipun kita harus menekankan gereja universal, itu tidak berarti kita boleh mengabaikan gereja sendiri (lokal)!!! Harus ada keseimbangan!

Tetapi saya kira pada jaman sekarang ini kebanyakan hamba Tuhan / orang Kristen tidak mempedulikan gereja Universal, dan secara egois hanya peduli pada gerejanya masing-masing / sendiri.

3) ‘bagi suatu imamat kudus’.

a) Di sini (dan juga dalam ay 9) gereja secara kolektif disebut sebagai imamat; dalam kitab Wahyu (1:6; 5:10; 20:6) orang-orang Kristen secara individu disebut sebagai imam.

b) Dalam Perjanjian Lama Israel juga disebut sebagai kerajaan imam.

Kel 19:6 - “Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.’”.

Saya tidak tahu apakah kata ‘akan’ di sini harus ditekankan, dan menunjukkan bahwa mereka belum menjadi imam, dan baru menjadi imam dalam Perjanjian Baru / gereja?

c) Kita adalah batu-batu / bangunan, dan sekaligus imam-imam.

Pulpit Commentary: “The stones in the spiritual temple are living stones; they are also priests” (= Batu-batu dalam Bait rohani adalah batu-batu yang hidup; mereka juga adalah imam-imam) - hal 70.

Calvin menafsirkan bahwa bagian ini berarti bahwa Tuhan bukan hanya menjadikan kita suatu rumah rohani / Bait Allah, dimana Ia tinggal dan disembah, tetapi juga menjadikan kita sebagai imam.

Calvin: “Peter mentions this double honour, in order to stimulate us more effectually to serve and worship God” (= Petrus menyebutkan kehormatan ganda, untuk menggairahkan kita dengan lebih efektif untuk melayani dan menyembah Allah) - hal 65.

d) Alexander Nisbet (hal 70) menekankan kata ‘kudus’ dan mengatakan bahwa sekalipun ‘kudus’ itu bukanlah persyaratan yang menyebabkan kita termasuk dalam gereja, tetapi kita harus berjuang untuk hidup kudus.

4) ‘untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah’.

a) ‘untuk mempersembahkan persembahan rohani’.

Imam harus membawa persembahan. Persembahan apa saja?

1. Doa.

Maz 141:2 - “Biarlah doaku adalah bagiMu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang”.

2. Syukur.

Maz 50:14,23 - “(14) Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi! ... (23) Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya.’”.

Ibr 13:15 - “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya”.

3. Sedekah / bantuan kepada orang miskin.

Ibr 13:16 - “Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah”.

4. Diri sendiri.

Ro 12:1 - “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”.

5. Hati yang patah dan remuk (penyesalan yang sungguh-sungguh), dan kerendahan hati.

Maz 51:19 - “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah”.

6. Kebaikan terhadap orang-orang kudus.

Fil 4:18 - “Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah”.

b) ‘yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah’.

Semua persembahan kita tidak sempurna, baik penyangkalan diri, doa, perbuatan baik dan sebagainya. Dan semuanya hanya bisa diterima karena Kristus.

Pulpit Commentary: “Temple, priest, sacrifice - these three are the constituents of worship, as the world knew it before Christ. ... I. Christ is the true temple; we become a temple through him. ... II. Christ is the true priest; we are priests through him. ... III. Christ offers and is the one sacrifice; we become acceptable sacrifices through him” (= Bait, imam, korban / persembahan - ketiga hal ini merupakan unsur-unsur dari ibadah / penyembahan, seperti yang diketahui oleh dunia sebelum Kristus. ... I. Kristus adalah Bait yang sejati; kita menjadi suatu bait melalui Dia. ... II. Kristus adalah Imam yang sejati; kita menjadi imam-imam melalui Dia. ... III. Kristus mempersembahkan dan adalah korbannya; kita menjadi korban / persembahan yang bisa diterima karena Dia) - hal 89-90.

I PETRUS 2:6-8

Dalam ay 4 sudah ditunjukkan bahwa banyak orang menolak Kristus, dan sekarang dalam ay 6-8 Petrus menunjukkan bahwa hal itu memang sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci.

Ay 6-8: “(6) Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan.’ (7) Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: ‘Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.’ (8) Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan”.

Calvin: “Peter reminds us of what had been foretold of Christ, lest the contempt or the rejection of him should move us from the faith” (= Petrus mengingatkan kita tentang apa yang telah diramalkan tentang Kristus, supaya sikap memandang rendah atau penolakan terhadapNya tidak menggerakkan kita dari iman) - hal 67.

Ay 6: “Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’”.

1) Ay 6 dikutip dari Yes 28:16.

2) ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion’.

Dikatakan ‘di Sion’ karena dari sanalah asal usul Gereja.

Bandingkan dengan:

· Yes 2:3b - “dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.’”.

· Maz 110:2 - “Tongkat kekuatanmu akan diulurkan TUHAN dari Sion”.

Jay Adams mengatakan (hal 63), bahwa dikatakan ‘di Sion’ karena kematian dan kebangkitan Kristus, dan juga Pentakosta (Kis 2), terjadi di sana.

3) ‘sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal’.

a) Batu yang dibicarakan ini jelas menunjuk kepada Yesus Kristus.

Yesus Kristus adalah fondasi dari gereja. Karena itu kalau ada gereja yang tidak mengkhotbahkan Kristus maka itu pasti merupakan gereja yang tidak beres.

Calvin: “We hence learn that there is no building up of the Church without Christ; for there is no other foundation but he, as Paul testifies, (1Cor. 3:11.) This is no matter of wonder, for all our salvation is found only in him. Whosoever, then, turns away from him in the least degree, will find his foundation a precipice” [= Karena itu kita belajar bahwa tidak ada bangunan dari Gereja tanpa Kristus; karena tidak ada fondasi yang lain kecuali Dia, seperti yang disaksikan oleh Paulus (1Kor 3:11). Ini tidak mengherankan, karena seluruh keselamatan kita ditemukan hanya di dalam Dia. Maka siapapun yang berbalik dari Dia dalam tingkat yang terkecilpun, akan mendapatkan bahwa fondasinya adalah suatu ngarai / tebing yang curam] - hal 67.

1Kor 3:11 - “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”.

Alexander Nisbet: “He is the bond whereby most-differing nations, such as Jews and Gentiles, are united in one building, Eph. 2:16, as the foundation corner-stone knits the two side walls of the building together” (= Ia adalah ikatan dengan mana bangsa-bangsa yang paling berbeda, seperti Yahudi dan non Yahudi, dipersatukan dalam satu bangunan, Ef 2:16, seperti batu penjuru pada fondasi menyatukan dua sisi tembok dari bangunan) - hal 72.

Adam Clarke mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Nisbet, tetapi lalu menambahkan (hal 851) bahwa mungkin itulah alasannya mengapa Kristus disebut sebagai batu sandungan (ay 7), karena tidak ada yang lebih menyandungi orang Yahudi dari pada panggilan kepada orang-orang non Yahudi.

Saya sendiri agak meragukan pandangan Clarke ini, karena sekalipun pemberitaan Injil terhadap orang-orang non Yahudi memang merupakan batu sandungan bagi orang-orang Yahudi, tetapi orang-orang Yahudi sudah tersandung pada Kristus sendiri sebelum ada pemberitaan Injil kepada orang-orang non Yahudi. Mereka tersandung kepada Kristusnya sendiri, karena Kristusnya tidak seperti yang mereka harapkan, yaitu seorang raja duniawi yang membebaskan mereka dari penjajahan Romawi.

b) Petrus atau Yesus?

Pulpit Commentary: “Peter said, ‘Thou art the Christ, the Son of the living God.’ Christ answered, ‘Upon this rock will I build my Church.’ Rome speaks of Peter as the foundation of the Church, but this same Peter speaks of Christ. The Church, thus, are all those who have come to Christ as God’s Foundation-stone” [= Petrus berkata: ‘Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup’. Kristus menjawab: ‘Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan GerejaKu’. Roma (Katolik) berbicara tentang Petrus sebagai fondasi dari Gereja, tetapi Petrus yang sama ini berbicara tentang Kristus (sebagai fondasi Gereja). Maka Gereja adalah semua mereka yang telah datang kepada Kristus sebagai batu fondasi Allah] - hal 108.

Catatan: percakapan antara Yesus dan Petrus dalam kutipan di atas ini diambil dari Mat 16:16,18.

4) ‘dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’.

KJV: ‘shall not be confounded’ (= tidak akan bingung).

RSV: ‘will not be put to shame’ (= tidak akan dipermalukan).

NIV: ‘will never be put to shame’ (= tidak akan pernah dipermalukan).

NASB: ‘shall not be disappointed’ (= tidak akan dikecewakan).

Dalam Yes 28:16, dari mana ay 6 ini dikutip, bagian akhirnya agak berbeda.

Yes 28:16 - “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!”.

KJV: ‘Therefore thus saith the Lord GOD, Behold, I lay in Zion for a foundation a stone, a tried stone, a precious corner stone, a sure foundation: he that believeth shall not make haste’ (= Karena itu demikianlah firman Tuhan ALLAH: ‘Lihatlah, Aku meletakkan di Sion sebuah batu untuk fondasi, suatu batu yang teruji, suatu batu penjuru yang berharga, suatu fondasi yang pasti: ia yang percaya tidak akan tergesa-gesa).

Orang yang percaya memang akan bersikap tenang, tetapi orang yang tidak percaya akan bersikap tergesa-gesa. Bandingkan dengan Yes 28:12-13 - “(12) Dia yang telah berfirman kepada mereka: ‘Inilah tempat perhentian, berilah perhentian kepada orang yang lelah; inilah tempat peristirahatan!’ Tetapi mereka tidak mau mendengarkan. (13) Maka mereka akan mendengarkan firman TUHAN yang begini: ‘Harus ini harus itu, mesti begini mesti begitu, tambah ini tambah itu!’ supaya dalam berjalan mereka jatuh telentang, sehingga luka, tertangkap dan tertawan”.

Paulus mengutip Yes 28:16 ini 2 x, yaitu dalam:

· Ro 9:33 - “seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’”.

NASB: ‘will not be disappointed’ (= tidak akan dikecewakan).

· Ro 10:11 - “Karena Kitab Suci berkata: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.’”.

NASB: ‘will not be disappointed’ (= tidak akan dikecewakan).

Kata-kata ‘tidak akan dipermalukan / dikecewakan’ ini diberikan karena dalam mengikut / mempercayai Kristus seringkali kita berhadapan dengan hal-hal yang secara jasmani / duniawi mengecewakan / mempermalukan kita (bdk. Mat 11:2-6). Tetapi pada akhirnya kita akan melihat bahwa kita tidak akan dipermalukan / dikecewakan.

Sebaliknya, kalau kita tidak percaya / mengikut Kristus, maka mungkin sekali hidup kita kelihatan enak, tetapi akhirnya kita pasti akan kecewa. Bandingkan dengan cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), dan juga dengan Maz 73.

Ay 7: “Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: ‘Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.’”.

Catatan: Bagian yang saya garis bawahi itu dalam terjemahan bahasa Inggris dimasukkan ke ay 8.

1) Ini dikutip dari Maz 118:22 - “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru”.

Bandingkan dengan:

· Mat 21:42 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita”.

· Kis 4:11 - “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan - yaitu kamu sendiri -, namun ia telah menjadi batu penjuru”.

2) Dari Maz 118 itu terlihat bahwa si pemazmur (Daud) sendiri ditolak (ay 13), dan dengan demikian ia menjadi TYPE dari Kristus yang ditolak.

Calvin: “David was thus rejected by his own age, that he might typify Christ” (= Daud ditolak oleh jamannya / generasinya sendiri, supaya ia bisa menjadi type dari Kristus) - hal 70.

3) Yang membuang batu penjuru itu adalah tukang-tukang bangunan, yang menunjuk kepada orang-orang yang berkuasa / mempunyai kedudukan.

Calvin: “when political or spiritual government is spoken of, so David calls them builders, to whom is committed the care and power of governing; ... It hence follows, that those in office are not always God’s true and faithful ministers” (= pada waktu pemerintahan politik dan rohani yang dibicarakan, maka Daud menyebut mereka pembangun-pembangun, kepada siapa diserahkan perhatian dan kuasa untuk memerintah; ... Karena itu, mereka yang mempunyai jabatan tidak selalu merupakan pelayan-pelayan yang benar dan setia dari Allah) - hal 71.

Calvin: “Christ was rejected by the builders. This was first shadowed forth in David; for they who were in power counted him as condemned and lost. The same was fulfilled in Christ; for they who ruled in the Church, rejected him as far as they could. It might have greatly disturbed the weak, when they saw that Christ’s enemies were so many, ... In order to remove this offence, Peter reminded the faithful that this very thing had been predicted by David. He especially addressed the Jews, to whom this properly applied; at the same time, this admonition is very useful at this day. For they who arrogate to themselves the first place of authority in the Church, are Christ’s most inveterate enemies, and with diabolical fury persecute his Gospel” (= Kristus ditolak oleh para pembangun. Ini mula-mula digambarkan dalam diri Daud; karena mereka yang berkuasa menganggapnya sebagai bersalah / terkutuk dan terhilang. Hal yang sama digenapi dalam diri Kristus; karena mereka yang memerintah dalam Gereja, menolakNya sejauh yang bisa mereka lakukan. Itu bisa mengganggu orang-orang yang lemah, pada waktu mereka melihat bahwa musuh-musuh Kristus begitu banyak, ... Untuk membuang sandungan ini Petrus mengingatkan orang-orang yang setia bahwa hal ini sudah diramalkan oleh Daud. Ia secara khusus menujukan kepada orang-orang Yahudi, bagi siapa hal ini diterapkan secara benar; pada saat yang sama, peringatan ini berguna pada masa ini. Karena mereka yang merebut bagi diri mereka sendiri kekuasaan tertinggi dalam Gereja, merupakan musuh-musuh Kristus yang paling mendarah daging, dan dengan kemarahan dari setan menganiaya InjilNya) - hal 70-71.

Calvin lalu menerapkan ini terhadap Paus dan orang Roma Katolik, yang ia katakan sebagai berikut: “they built a stye for swine rather than a temple for God” (= mereka membangun kandang untuk babi dan bukannya Bait / rumah bagi Allah) - hal 71.

4) Kristus adalah batu penjuru bagi yang percaya, tetapi batu sandungan bagi yang tidak percaya.

Jay E. Adams: “Christ divides; some build on Him, others stumble over Him” (= Kristus membagi / memisahkan; sebagian membangun di atasNya, yang lain tersandung padaNya) - hal 62.

1Kor 1:18,23-24 - “(18) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. ... (23) tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, (24) tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah”.

Gereja Orthodox Syria (Bambang Noorsena, Jusuf Roni, Abubakar) mau membuang batu sandungan ini dengan mengkompromikan Kristusnya. Ini jelas salah dan tidak alkitabiah!

Ay 8: “Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan”.

1) Ay 7b-8 diambil dari Yes 8:14-15 - “(14) Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem. (15) Dan banyak di antara mereka akan tersandung, jatuh dan luka parah, tertangkap dan tertawan.’”.

Bdk. Luk 20:18 - “Barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur, dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk.’”.

Catatan: ini sama dengan Mat 21:44 tetapi Mat 21:44 ada dalam tanda kurung tegak, yang menunjukkan bahwa keorisinilan ayat tersebut diragukan.

Alexander Nisbet menggambarkan orang-orang yang tidak percaya / tidak taat ini seperti orang gila yang menabrakkan dirinya sendiri kepada sebuah batu, atau seperti seorang pelaut bodoh yang menabrakkan kapalnya kepada sebuah batu karang.

Calvin: “For as the firmness and stability of Christ is such that it can sustain all who by faith recumb on him; so his hardness is so great that it will break and tear in pieces all who resist him. For there is no medium between these two things, - we must either build on him, or be dashed against him” (= Karena keteguhan dan kestabilan Kristus adalah sedemikian rupa sehingga bisa menopang semua yang dengan iman bersandar kepadaNya; demikian pula kekerasanNya adalah begitu besar sehingga akan menghancurkan dan merobek-robek semua yang menentangNya. Karena tidak ada daerah di antara kedua hal itu, kita harus membangun di atasNya, atau dibenturkan kepadaNya) - hal 72.

2) ‘karena mereka tidak taat kepada Firman Allah’.

Lit: ‘who stumble at the word disobeying’ (= yang tersandung pada firman dengan tidak taat).

Manusia tersandung pada Kristus pada saat mereka tidak taat / menentang Firman Allah.

Calvin: “Here Peter intimates that all who receive not Christ as revealed in the Gospel, are adversaries to God, and resist his word, and also that Christ is to none for destruction, but to those who, through headstrong wickedness and obstinacy, rush against the word of God” (= Di sini Petrus menyatakan bahwa semua yang tidak menerima Kristus sebagaimana dinyatakan dalam Injil, adalah musuh-musuh Allah, dan menentang firmanNya, dan juga bahwa Kristus tidak menghancurkan siapapun kecuali mereka yang dengan jahat dan sikap tegar tengkuk menabrak Firman Allah) - hal 72-73.

Pulpit Commentary (hal 71) mengatakan bahwa ini adalah ketidak-taatan yang disengaja.

3) ‘dan untuk itu mereka juga telah disediakan’. Ini salah terjemahan.

KJV/NASB: ‘were appointed’ (= ditetapkan).

RSV/NIV: ‘were destined’ (= ditentukan).

Ini merupakan salah satu ayat yang menunjukkan adanya reprobation (= penentuan binasa).

Bandingkan dengan:

· Luk 2:34 - “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: ‘Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan”.

· Yudas 4 - “Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus”.

Calvin: “they had been appointed to unbelief; as Pharaoh is said to have been set up for this end, that he might resist God, and all the reprobate are destined for the same purpose” (= mereka telah ditetapkan pada ketidak-percayaan; seperti dikatakan bahwa Firaun dibangkitkan untuk tujuan ini, yaitu supaya ia bisa menentang Allah, dan semua orang-orang yang ditentukan untuk binasa ditentukan untuk tujuan yang sama) - hal 73.

Bdk. Ro 9:17 - “Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’”.

Bandingkan kata-kata Calvin di atas dengan tafsiran Arminian dari Adam Clarke di bawah ini.

Adam Clarke: “The disobedient, therefore, being appointed to stumble against the word, or being prophesied of as persons that should stumble, ... there is no intimation that they were appointed or decreed to disobey, that they might stumble, and fall, and be broken. They stumbled and fell through their obstinate unbelief; and thus their stumbling and falling, as well as their unbelief, were of themselves; in consequence of this they were appointed to be broken; this was God’s work of judgment” (= Karena itu orang-orang yang tidak taat, ditetapkan untuk tersandung terhadap firman, atau dinubuatkan sebagai orang-orang yang harus tersandung, ... tidak dimaksudkan bahwa mereka ditetapkan untuk tidak taat, supaya mereka tersandung, dan jatuh, dan hancur. Mereka tersandung dan jatuh karena ketidak-percayaan mereka yang tegar tengkuk, dan karena itu tersandungnya mereka dan jatuhnya mereka, sama seperti ketidak-percayaan mereka, adalah dari diri mereka sendiri; sebagai akibat dari hal ini mereka ditetapkan untuk hancur; ini adalah pekerjaan penghakiman Allah) - hal 852.

Tanggapan saya:

a) Ini membengkokkan atau memutar-balikkan ayat ini, karena ayat ini jelas mengatakan ‘ditetapkan / ditentukan’.

b) Kalau Tuhan menubuatkan tentang akan terjadinya suatu hal tertentu, itu disebabkan karena Ia sudah lebih dulu menentukan terjadinya hal itu.

Ini terlihat dari:

1. Perbandingan Mat 26:24 dengan Luk 22:22.

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.

Kedua ayat ini paralel dan sama-sama berbicara tentang pengkhianatan Yudas, tetapi kalau Mat 26:24 mengatakan bahwa hal itu ‘sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Luk 22:22 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘seperti yang telah ditetapkan’, yang menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditetapkan oleh Allah dalam kekekalan.

2. Perbandingan Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan / penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menggenapi apa yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.

3. Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.

Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’, dan ‘putusanKu’. Selanjutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat pertama menggunakan istilah ‘mengatakannya’, yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua menggunakan istilah ‘merencanakannya’, yang jelas menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.

4. Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.

Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah merancang / merencanakannya.

5. Amos 3:7 - “Sungguh, Tuhan Allah tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi”.

Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV: ‘his plan’ (= rencanaNya)].

6. Rat 2:17a - “TUHAN telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya”.

Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya; tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.

7. Rat 3:37 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.

NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has not decreed it’ (= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?).

Ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau siapapun juga yang bisa menubuatkan apapun kecuali Tuhan lebih dulu menetapkan hal itu.

8. Yes 28:22b - “sebab kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH semesta alam atas seluruh negeri itu”.

NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the destruction decreed against the whole land’ (= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri itu).

Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God).

Jadi, kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu memberitahukan ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia! Dengan demikian jelas bahwa ayat-ayat diatas yang seakan-akan hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah ditetapkan dan karenanya harus terjadi!

c) Kata-kata Clarke ini (perhatikan bagian ketiga yang saya garisbawahi) menunjukkan bahwa Allah melakukan penetapanNya bukan dalam kekekalan, tetapi di dalam waktu. Ini bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini:

· 2Raja 19:25 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari, dan telah merancangnya pada zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.

· Maz 139:16 - “mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.

· Yes 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu”.

· Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.

· Yes 46:10 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”.

· Mat 25:34 - “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan”.

· Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.

· 2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.

· 2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.

I PETRUS 2:9-10

Ay 9: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib:”.

1) ‘Tetapi kamulah ...’.

Setelah membicarakan mereka yang meremehkan / menolak Kristus (ay 7-8), Petrus kembali membicarakan keadaan dari orang pilihan / percaya.

2) ‘bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri’.

a) ‘bangsa yang terpilih’.

Bahwa seseorang percaya kepada Kristus, membuktikan bahwa dia adalah orang pilihan.

Pulpit Commentary: “The Corner-stone is elect, precious: the living stone built thereupon are elect likewise” (= Batu penjuru itu pilihan dan berharga: batu hidup yang dibangun di atasnya juga pilihan) - hal 71.

Barclay: “Privilege brings with it responsibility. The Christian is chosen in order that he may become the obedient child of God. He is chosen not to do as he likes but to do as God likes” (= Hak membawa dengannya tanggung jawab. Orang Kristen dipilih supaya ia bisa menjadi anak yang taat dari Allah. Ia dipilih bukan untuk melakukan seperti yang diingininya, tetapi untuk melakukan seperti yang diingini Allah) - hal 199.

b) ‘imamat yang rajani’.

1. Barclay: “this means that every Christian has the right of access to God” (= ini berarti bahwa setiap orang Kristen mempunyai hak masuk kepada Allah) - hal 199.

2. Apa maksudnya kata ‘rajani’ bagi orang kristen? Ada 2 pandangan:

a. Dalam arti rohani, orang kristen memang adalah raja.

Wah 3:21 - “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya”.

Wah 5:10 - “Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.

b. Orang kristen disebut imamat yang rajani, karena orang kristen melayani Raja di atas segala raja.

c) ‘bangsa yang kudus’.

Perlu diingat bahwa arti yang utama dari kata ‘kudus’ adalah ‘berbeda dengan / dari’.

Barclay: “The Christian has been chosen that he may be different from other men. That difference lies in the fact that he is dedicated to God’s will and to God’s service” (= Orang kristen telah dipilih supaya ia bisa berbeda dari orang-orang lain. Perbedaan itu terletak dalam fakta bahwa ia didedikasikan pada kehendak Allah dan pada pelayanan Allah) - hal 199.

Renungkan: apakah hidup saudara didedikasikan pada kehendak Allah dan pelayanan Allah? Atau pada pekerjaan, uang, keduniawian, kesenangan, dan sebagainya?

d) ‘umat kepunyaan Allah sendiri’.

Barclay mengatakan bahwa seringkali sesuatu menjadi penting dan berharga karena sesuatu itu menjadi milik dari seseorang yang penting / terkenal. Orang Kristen menjadi penting karena ia menjadi milik Allah.

e) ‘bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri’.

1. Sebutan-sebutan yang terhormat ini dulunya diberikan kepada bangsa Israel.

Kel 19:6 - “Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.’”.

Ul 7:6-7 - “(6) Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayanganNya. (7) Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu - bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?”.

2. Sekarang sebutan-sebutan tersebut diberikan kepada Gereja.

Barclay: “The great promises which God made to his people Israel are being fulfilled to the Church, the new Israel” (= Janji-janji yang besar yang dibuat oleh Allah kepada umatNya Israel digenapi pada Gereja, Israel yang baru) - hal 198.

Pulpit Commentary: “The apostle’s mind is full of the Old Testament representation of the sacred office and dignity of Israel as a royal priesthood and God’s chosen possession, and he transfers the whole without hesitation to the Christian Church, which like all the New Testament writers, regards as the heir of Israel’s forfeited position” (= Pikiran sang rasul penuh dengan gambaran Perjanjian Lama tentang jabatan dan martabat yang kudus dari Israel sebagai imamat yang rajani dan milik pilihan dari Allah, dan ia, seperti semua penulis Perjanjian Baru, mentransfer seluruhnya tanpa ragu-ragu kepada Gereja Kristen, yang dianggap sebagai pewaris dari posisi / kedudukan Israel yang hilang) - hal 92.

Calvin: “he sanctifies us, who are by nature polluted; he chose us, when he could find nothing in us but filth and vileness; he makes his peculiar possession from worthless dregs; he confers the honour of the priesthood on the profane; he brings the vassals of Satan, of sin, and of death, to the enjoyment of royal liberty” (= Ia menguduskan kita, yang secara alamiah terpolusi; Ia memilih kita, pada waktu kita tidak bisa mendapatkan apapun dalam kita kecuali kotoran dan kebusukan / kehinaan; Ia membuat milikNya yang istimewa dari sampah / ampas yang tak berharga; Ia menganugerahkan kehormatan imam pada orang yang duniawi; Ia membawa budak / pengikut setan, dosa dan kematian, kepada penikmatan dari kebebasan rajani) - hal 75.

3. Mengapa / untuk apa Petrus membicarakan pentransferan gelar-gelar Israel kepada Gereja di sini?

Calvin mengatakan bahwa Petrus seakan-akan mengatakan: semua gelar-gelar Israel sekarang menjadi milikmu, dan karena itu berhati-hatilah supaya jangan ketidak-percayaanmu merampok semua itu darimu.

4. Barclay: “the Christian is called out of insignificance into significance. It continually happens in this world that a man’s greatness lies not in himself but in what has been given him to do. The Christian’s greatness lies in the fact that God has chosen him to be his man and to do his work in the world” (= orang Kristen dipanggil keluar dari keremehan menjadi sesuatu yang penting / berarti. Terus menerus terjadi dimana kebesaran / keagungan seseorang tidak terletak dalam dirinya sendiri tetapi dalam apa yang telah diberikan kepadanya untuk dilakukan. Kebesaran / keagungan orang Kristen terletak dalam fakta dimana Allah telah memilihnya untuk menjadi orangNya dan untuk melakukan pekerjaanNya dalam dunia ini) - hal 197-198.

Renungkan: apakah saudara melakukan pekerjaan Allah?

3) ‘supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia’.

KJV: ‘the praises of him’ (= puji-pujian tentang Dia).

Pulpit Commentary (hal 92) mengatakan bahwa kata ‘praise’ (= pujian) artinya sebetulnya adalah ‘virtue’ (= kebaikan / kebajikan).

Barnes’ Notes: “The Greek word ARETE means properly ‘good quality’, ‘excellence’ of any kind. It means here the excellence of God - his goodness, his wondrous deeds, or those things which make it proper to praise him. This shows one great object for which they were redeemed” [= Kata Yunani ARETE sebetulnya berarti ‘kwalitet yang baik’, ‘mutu yang baik / keunggulan’ dari segala jenis. Di sini itu berarti keunggulan Allah - kebaikanNya, perbuatan-perbuatanNya yang ajaib, atau hal-hal yang membuatNya layak dipuji. Ini menunjukkan satu tujuan / obyek yang besar untuk mana mereka ditebus] - hal 1409.

Bandingkan dengan Yes 43:21 - “umat yang telah Kubentuk bagiKu akan memberitakan kemasyhuranKu.’”.

Kata ‘kemasyhuranKu’ oleh KJV/RSV/NIV diterjemahkan ‘my praise’ (= pujianKu). Disamping itu pengalimatan dari RSV dan NIV agak berbeda.

RSV: ‘the people whom I formed for myself that they might declare my praise’ (= bangsa yang Kubentuk untuk diriKu sendiri supaya mereka bisa menyatakan pujianKu).

NIV: ‘the people I formed for myself that they may proclaim my praise’ (= bangsa yang Kubentuk untuk diriKu sendiri supaya mereka bisa memproklamirkan pujianKu).

Bandingkan dengan Ef 2:10 - “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”.

Renungkan: apakah tujuan pemilihan / penebusan / penyelamatan, yaitu memuliakan Allah melalui kehidupan dan pelayanan kita, tercapai dalam hidup saudara?

4) ‘yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib’.

a) ‘Memanggil kamu’.

Kalau tadi disebut ‘bangsa yang terpilih’, maka sekarang dikatakan bahwa mereka ‘dipanggil’. Bandingkan dengan Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

b) ‘dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib’.

‘Kegelapan’ menunjuk kepada ketidak-tahuan / kebodohan, kesalahan, kesengsaraan, dosa, keadaan tanpa harapan; sedangkan ‘terang’ menunjuk kepada kebenaran, kemurnian, sukacita, dan sebagainya.

Orang yang tanpa Injil sering disebut sebagai berada dalam kegelapan. Bandingkan dengan:

· Mat 4:16 - “bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.’”.

· Luk 1:79 - “untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.’”.

Ay 10: “kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan”.

1) Kata-kata Petrus dalam ay 10 ini menunjuk kepada ayat-ayat di bawah ini:

· Hos 1:6,9,10 - “(6) Lalu perempuan itu mengandung lagi dan melahirkan seorang anak perempuan. Berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: ‘Berilah nama Lo-Ruhama kepada anak itu, sebab Aku tidak akan menyayangi lagi kaum Israel, dan sama sekali tidak akan mengampuni mereka. ... (9) Lalu berfirmanlah Ia: ‘Berilah nama Lo-Ami kepada anak itu, sebab kamu ini bukanlah umatKu dan Aku ini bukanlah Allahmu.’ (10) Tetapi kelak, jumlah orang Israel akan seperti pasir laut, yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat dihitung. Dan di tempat di mana dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’”.

· Hos 2:1,23 - “(1) Katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki: ‘Ami!’ dan kepada saudara-saudaramu perempuan: ‘Ruhama!’ ... (23) Aku akan menaburkan dia bagiKu di bumi, dan akan menyayangi Lo-Ruhama, dan Aku berkata kepada Lo-Ami: UmatKu engkau! dan ia akan berkata: Allahku!’”.

Catatan: Lo-Ruhama artinya ‘not loved’ (= tidak dikasihi); Lo-Ami artinya ‘not my people’ (= bukan bangsaku); Ami artinya ‘my people’ (bangsaku); Ruhama artinya ‘My loved one’ (= kekasihku / orang yang kukasihi).

Nubuat Hosea ini digenapi dalam jaman Perjanjian Baru dalam diri dari Gereja. Paulus menerapkan nubuat Hosea ini terhadap orang-orang non Yahudi.

Ro 9:24-26 - “(24) yaitu kita, yang telah dipanggilNya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, (25) seperti yang difirmankanNya juga dalam kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’”.

Calvin: “Paul, in Rom. 9:26, applies also this prophecy to the Gentiles, and not without reason; for from the time the Lord’s covenant was broken, from which alone the Jews derived their superiority, they were put on a level with the Gentiles” (= Paulus, dalam Ro 9:26, juga menerapkan nubuat ini kepada orang-orang non Yahudi, dan bukannya tanpa alasan; karena sejak saat perjanjian Tuhan hancur, dari mana orang-orang Yahudi mendapatkan kesuperioran mereka, mereka diletakkan pada posisi yang sama dengan orang-orang non Yahudi) - hal 77.

2) Ay 10 ini menunjukkan bahwa:

a) Orang yang bukan umat Allah tidak mendapatkan belas kasihan dari Allah! Memang sebetulnya sekalipun Allah itu kasih, tetapi sifat adilNya tidak memungkinkan Ia berbelas kasihan / mengampuni, kecuali orang tersebut menerima jasa penebusan Kristus.

Karena itulah dalam Maz 7:12 dikatakan bahwa “Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat”.

b) Orang yang adalah umat Allah (karena percaya kepada Kristus), mendapatkan belas kasihan Allah.

Maz 103:8-14 - “(8) TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9) Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, (11) tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia; (12) sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. (13) Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. (14) Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu”.

Maz 103:17 - “Tetapi kasih setia [KJV: ‘mercy’ (= belas kasihan)] TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilanNya bagi anak cucu”.

Yes 54:7-8 - “(7) Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali. (8) Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajahKu terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani engkau, firman TUHAN, Penebusmu”.

Barclay: “The great characteristic of non-Christian religion is the fear of God. The Christian has discovered the love of God and knows that he need no longer fear him, because it is well with his soul” (= Ciri yang besar dari agama non-Kristen adalah rasa takut kepada Allah. Orang Kristen telah menemukan kasih Allah dan tahu bahwa ia tidak lagi perlu takut kepadaNya, karena jiwanya baik-baik saja) - hal 198.

3) Membandingkan masa lalu dan sekarang.

a) Kita bisa melakukan perbandingan dahulu dan sekarang secara salah, seperti:

· Pkh 7:10 - “Janganlah mengatakan: ‘Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?’ Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu”.

· Bil 11:4-6 - “(4) Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: ‘Siapakah yang akan memberi kita makan daging? (5) Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. (6) Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.’”.

Ini salah karena mereka mengingat enaknya masa lalu dan membandingkan dengan tidak enaknya masa sekarang.

b) Dalam hal-hal tertentu kita harus melupakan masa lalu, khususnya kebanggaan yang sia-sia dan salah, seperti apa yang Paulus lakukan dalam Fil 3:14 - “aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus”.

Bandingkan dengan Lukas 9:62 - “Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

Contoh yang salah adalah istri Lot, yang menoleh ke belakang, mengingat sesuatu yang seharusnya ia lupakan (Kej 19:26).

c) Tetapi dalam ay 10 ini ada cara yang benar dalam membandingkan masa lalu dan sekarang.

Ay 10: ‘kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan’.

Ini mirip dengan Ef 2:1-5 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. (4) Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasihNya yang besar, yang dilimpahkanNya kepada kita, (5) telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan”.

Ini merupakan cara membandingkan yang benar, karena kita meninjau enaknya masa sekarang, dibandingkan dengan tidak enaknya masa lalu.

Tujuannya adalah:

· menyebabkan kita bersyukur.

· memberikan kita kerendahan hati, karena mengingat asal usul kita yang buruk.

· memberikan sikap waspada, supaya tidak kembali pada masa lalu yang buruk itu.

I Petrus 2:11-17

Ay 11: “Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa”.

1) ‘Saudara-saudaraku yang kekasih’.

Kata ‘ku’ sebetulnya tidak ada, dan bahkan kata ‘saudara-saudara’ sebetulnya juga tidak ada.

KJV: ‘Dearly beloved’ (= Kekasih yang tercinta).

NASB: ‘Beloved’ (= Kekasih).

Alexander Nisbet mengatakan (hal 85) bahwa ini menunjuk pada kasih Tuhan kepada mereka, dan kasih Tuhan kepada mereka ini merupakan suatu argumentasi yang kuat untuk menggerakkan mereka untuk membuang keinginan-keinginan daging yang merupakan sesuatu yang tidak memuliakan Dia.

Memang kalau kita tidak merasakan bahwa Allah mengasihi kita, kita tidak akan termotivasi untuk menguduskan kehidupan kita.

2) ‘aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging’.

a) ‘pendatang dan perantau’.

Bandingkan dengan:

· Ibr 11:13 - “Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini”.

· Maz 39:13 - “Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menumpang padaMu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku”.

Kata ‘pendatang dan perantau’ menunjuk kepada orang-orang yang hanya tinggal sementara di suatu tempat, dan yang rumahnya ada di tempat lain.

Pulpit Commentary: “The first word points to our not being at home; the second word points to our not being among our own people” (= Kata yang pertama menunjukkan bahwa kita tidak berada di rumah; kata yang kedua menunjukkan bahwa kita tidak berada di tengah bangsa kita sendiri) - hal 121.

Kata-kata ini digunakan untuk menunjuk kepada Abraham yang pergi tanpa tahu tujuannya (Ibr 11:9-13 bdk. Kej 23:4), dan juga untuk menunjuk kepada Israel yang adalah budak dan orang asing di Mesir sebelum mereka masuk ke tanah Perjanjian (Kis 7:6).

Calvin berkata bahwa memang dalam 1Pet 1:1, istilah ini betul-betul berarti bahwa mereka adalah orang asing / pendatang yang tersebar. Tetapi dalam ay 11 ini, istilah ini berlaku umum untuk semua orang kristen.

Calvin: “he so calls them, not because they were banished from their country, and scattered into various lands, but because the children of God, wherever they may be, are only guests in this world” (= ia menyebut mereka demikian, bukan karena mereka dibuang dari negeri mereka, dan disebarkan ke berbagai-bagai negeri, tetapi karena anak-anak Allah, dimanapun mereka berada, hanyalah tamu dalam dunia ini) - hal 77-78.

Adam Clarke: “As ye are strangers and pilgrims, and profess to seek a heavenly country, do not entangle your affections with earthly things. While others spend all their time, and employ all their skill, in acquiring earthly property, and totally neglect the sanctification of their souls; they are not strangers, they are here at home; they are not pilgrims, they are seeking an earthly possession: Heaven is your home, seek that; God is your portion, seek him” (= Karena engkau adalah orang asing dan peziarah, dan mengaku untuk mencari suatu negeri surgawi, jangan melibatkan perasaan / kasihmu dengan hal-hal duniawi. Sementara orang-orang lain menghabiskan semua waktu mereka, dan menggunakan semua keahlian mereka untuk mendapatkan harta / milik duniawi, dan sepenuhnya mengabaikan pengudusan dari jiwa mereka; mereka bukan orang asing, di sini mereka ada di rumah; mereka bukan peziarah, mereka sedang mencari milik duniawi: Surga adalah rumahmu, carilah itu; Allah adalah bagianmu, carilah Dia) - hal 853.

Adam Clarke (tentang Ibr 11:13): “Strangers, ... persons who are out of their own country, who are in a foreign land: pilgrims, ... sojourners only for a time; not intending to take up their abode in that place, nor to get naturalized in that country. How many use these expressions, professing to be strangers and pilgrims here below, and yet the whole of their conduct, spirit, and attachments, show that they are perfectly at home!” (= Orang-orang asing, ... orang-orang yang berada di luar negeri mereka sendiri, yang berada di negeri asing: peziarah-peziarah, ... orang-orang yang hanya tinggal untuk sementara; tidak bermaksud untuk tinggal di tempat itu, atau untuk menjadi warga negara di negeri itu. Betapa banyak orang yang menggunakan ungkapan ini, mengaku sebagai orang asing dan peziarah di bawah sini, tetapi seluruh tingkah laku, roh / semangat, dan kasih / pembaktian mereka menunjukkan bahwa mereka sepenuhnya berada di rumah) - hal 764.

William Barclay: “These words give us two great truths about the Christian. (a) There is a real sense in which he is a stranger in the world; and because of that he cannot accept the world’s laws and ways and standards. ... the Christian is a citizen of the Kingdom of God and it is by the laws of that Kingdom that he must direct his life. ... (b) The Christian is not a permanent resident upon earth; he is on the way to the country which is beyond. He must therefore, do nothing which would keep him from reaching his ultimate goal. He must never become so entangled in the world that he cannot escape from its grip; he must never so soil himself as to be unfit to enter the presence of the holy God to whom he is going” [= Kata-kata ini memberi kita dua kebenaran tentang orang-orang kristen. (a) Ada arti sesungguhnya dalam mana ia adalah seorang asing dalam dunia; dan karena itu ia tidak bisa menerima hukum-hukum dan jalan-jalan dan standard-standard dunia. ... orang kristen adalah warga negara dari Kerajaan Allah dan oleh hukum-hukum dari Kerajaan itulah ia harus mengarahkan hidupnya. ... (b) Orang kristen bukanlah penghuni tetap di bumi; ia ada dalam perjalanan ke negeri yang lebih baik. Karena itu ia tidak boleh melakukan apa yang akan menahan dia dari pencapaian tujuannya yang terakhir. Ia tidak pernah boleh menjadi begitu terlibat dalam dunia sehingga ia tidak bisa lolos dari cengkeramannya; ia tidak pernah boleh begitu mengotori dirinya sendiri sehingga menjadi tidak cocok untuk masuk ke hadapan Allah yang kudus kepada siapa ia sedang pergi] - hal 210.

Penerapan: kebanyakan orang, termasuk kebanyakan orang kristen, mengusahakan kehidupan yang mapan. Ini mereka lakukan dengan mengutamakan study / pekerjaan. Kalau saudara adalah orang seperti ini, pikirkan / renungkan, bahwa sebagai orang kristen, saudara adalah seorang perantau / orang asing di dunia ini, yang hanya tinggal sementara di dunia ini. Kewarga-negaraan saudara ada di surga, bukan di dunia ini! Karena itu arahkanlah pikiran dan usaha saudara kepada hal-hal yang rohani dan kekal!

Bdk. Kol 3:1-4 - “(1) Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. (2) Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. (3) Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. (4) Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan”.

b) ‘aku menasihati kamu, supaya ... kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging’.

1. ‘keinginan-keinginan daging’.

Tentang ‘keinginan-keinginan daging’ Barclay mengatakan (hal 200) bahwa ini seringkali diartikan terlalu sempit dan hanya ditujukan kepada dosa-dosa sexual. Barclay sendiri menghubungkannya dengan Gal 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, (20) penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, (21) kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - seperti yang telah kubuat dahulu - bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.

Dan Barclay lalu berkata: “In the New Testament flesh stands for far more than the physical nature of man. It stands for human nature apart from God; it means unredeemed human nature; it means life without the standards, the help, the grace and the influence of Christ” (= Dalam Perjanjian Baru, ‘daging’ berarti jauh lebih dari pada manusia secara fisik. Itu berarti manusia terpisah dari Allah; itu berarti manusia yang tidak ditebus; itu berarti kehidupan tanpa standard, pertolongan, kasih karunia dan pengaruh dari Kristus) - hal 200.

Pulpit Commentary: “‘Fleshly lusts;’ not to be understood of desires for physical gratification only. ‘Fleshly’ is, in Scripture, the opposite of ‘spiritual.’ ‘Works of the flesh’ are the antithesis of ‘works of the Spirit.’ ... So the expression refers to all desires that are wrong” (= ‘Hawa nafsu daging’; bukan berarti keinginan-keinginan untuk pemuasaan fisik saja. ‘Daging’ dalam Kitab Suci adalah lawan dari ‘rohani’. ‘Pekerjaan-pekerjaan daging’ merupakan lawan dari ‘pekerjaan-pekerjaan Roh’. ... Jadi ungkapan itu menunjuk pada semua keinginan-keinginan yang salah) - hal 108.

Bdk. Ro 8:5-9a - “(5) Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. (6) Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. (7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. (9a) Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu”.

2. Semua orang kristen harus membuang keinginan-keinginan daging, dengan kata lain, melakukan pengudusan.

Orang-orang kepada siapa Petrus menulis surat ini sudah mengalami pengudusan (1:22), tetapi toh di sini tetap disuruh untuk menyucikan diri. Karena itu Alexander Nisbet mengatakan (hal 85) bahwa perintah ini menunjukkan bahwa orang yang sudah maju dalam pengudusanpun tetap mempunyai banyak bagian dalam hidupnya yang perlu dikuduskan.

3) ‘yang berjuang melawan jiwa’.

a) Kita harus mewaspadai jahatnya keinginan-keinginan daging itu, yang berjuang untuk mengancurtkan jiwa.

Adam Clarke: “Which are marshalled and drawn up in battle array, to fight against the soul; either to slay it, or to bring it into captivity. This is the object and operation of every earthly and sensual desire. How little do those who indulge them think of the ruin which they produce!” (= Yang disusun dalam kesatuan tempur, untuk berperang terhadap jiwa; atau untuk membunuhnya, atau untuk mejadikannya tawanan. Ini merupakan tujuan dan operasi dari setiap keinginan duniawi dan hawa nafsu. Betapa sedikitnya mereka yang memuaskan keinginan-keinginan itu memikirkan kehancuran yang dihasilkan oleh keinginan-keinginan itu!) - hal 853.

Calvin: “... they could not comply with the desires of the flesh, except to their own ruin. ... what he says here is, that the desires of the flesh, whenever the soul consents to them, lead to perdition” (= ... mereka tidak dapat menuruti keinginan-keinginan daging, kecuali untuk kehancuran mereka sendiri. ... apa yang dikatakannya di sini adalah bahwa keinginan-keinginan daging, pada waktu disetujui oleh jiwa, memimpin / membawa kepada kehancuran) - hal 78.

Calvin: “He proves our carelessness in this respect, that while we anxiously shun enemies from whom we apprehend danger to the body, we willingly allow enemies hurtful to the soul to destroy us; nay, we as it were stretch forth our neck to them” (= Ia membuktikan kecerobohan kita dalam hal ini, dimana sementara kita dengan sungguh-sungguh menghindari / mengelakkan musuh-musuh dari siapa kita melihat bahaya bagi tubuh, kita dengan sukarela mengijinkan musuh-musuh yang menyakiti / melukai / merugikan jiwa untuk menghancurkan kita; bahkan seakan-akan kita mengulurkan leher kita kepada mereka) - hal 78.

b) Dalam kata ‘jiwa’ itu tercakup:

1. Pikiran.

Keinginan-keinginan daging itu merusak pikiran kita, dan menyebabkan pikiran kita dialihkan dari hal-hal rohani (seperti Firman Tuhan, doa, pelayanan, kesucian, Allah) kepada hal-hal yang bersifat daging (uang, kesenangan, sex, dsb).

Mat 6:19-21 - “(19) ‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada”.

2. Hati nurani / perasaan.

Keinginan-keinginan daging yang dituruti pasti memberikan guilty feeling / perasaan bersalah dalam diri kita, dan menghancurkan damai dan sukacita dalam diri kita.

3. Kehendak.

Keinginan-keinginan daging itu juga akan membuat kehendak kita dialihkan dari pencapaian hal-hal yang rohani kepada pencapaian hal-hal yang bersifat daging.

Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

4. Iman / pengharapan. Ini pasti akan dilemahkan / digelapkan oleh keinginan-keinginan daging itu, sehingga menyebabkan kita akan mudah menjadi takut, kuatir, dan sebagainya.

5. Kasih kepada Allah (tetapi rusaknya kasih klpd Allah ini pasti juga akan merusak kasih kepada manusia).

1Yoh 2:15 - “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.

Yak 4:4 - “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.

6. Kesucian / pengudusan dalam diri kita.

Ay 12: “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka”.

1) ‘mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana’.

KJV: ‘they speak against you as evildoers’ (= mereka berbicara menentang kamu sebagai pembuat kejahatan).

RSV: ‘they speak against you as wrongdoers’ (= mereka berbicara menentang kamu sebagai pembuat kesalahan).

NIV: ‘they accuse you of doing wrong’ (= mereka menuduhmu melakukan hal yang salah).

NASB: ‘in the thing in which they slander you as evildoers’ (= dalam hal dimana mereka memfitnahmu sebagai pembuat kejahatan).

Kata Yunani yang digunakan adalah KATALALOUSIN. Kata ini mempunyai kata dasar yang sama dengan kata KATALALEITE yang digunakan dalam Yak 4:11, dan diterjemahkan ‘memfitnah’. Arti sebetulnya adalah ‘berbicara menja­tuhkan orang lain’, atau ‘berbicara menentang orang lain’. Tetapi lambat laun ada arti tambahan dalam kata Yunani ini, sehingga artinya menjadi ‘berbicara tentang orang lain di belakang mereka dengan cara menghina / merendahkan’ [Catatan: kata Yunani ini digunakan dalam Maz 50:20 dan Maz 101:5 versi Septuaginta / LXX (= Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke bahasa Yunani)].

Maz 50:20 - “Engkau duduk, dan mengata-ngatai saudaramu, memfitnah anak ibumu”.

Maz 101:5 - “Orang yang sembunyi-sembunyi mengumpat temannya, dia akan kubinasakan. Orang yang sombong dan tinggi hati, aku tidak suka”.

Barclay memberikan banyak macam fitnahan yang diberikan kepada orang-orang kristen pada jaman itu, yaitu:

1. Kanibal, karena makan daging / tubuh Yesus dalam Perjamuan Kudus.

2. Ketidak-bermoralan, dan bahkan incest (= perzinahan dalam keluarga), karena adanya pertemuan mereka yang disebut ‘Love Feast’ (= Pesta Kasih).

3. Merusak perdagangan, seperti dalam Kis 19:21-40.

4. Merusak rumah tangga, karena sering rumah tangga pecah / geger, karena sebagian menjadi kristen dan sebagian tidak.

Bdk. Mat 10:34-36 - “(34) ‘Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. (35) Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, (36) dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya”.

5. Tidak setia / berkhianat kepada kaisar, karena mereka tidak mau menyembah kaisar / mengakui kaisar sebagai Tuhan.

Bdk. Kis 17:7b - “Mereka semua bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar dengan mengatakan, bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus.’”.

Sebetulnya tidak terlalu aneh kalau orang kristen difitnah, karena Kristus juga difitnah, dan seorang murid tidak lebih dari Gurunya.

Kita sudah membicarakan tentang orang kristen yang difitnah. Sekarang mari kita berbicara sedikit tentang orang kristen yang memfitnah, khususnya orang kristen yang memfitnah saudara seimannya. Kalau saudara adalah orang kristen seperti itu, pikirkan bahwa fitnahan merupakan senjata setan untuk menyerang orang kristen, dan kalau saudara memfitnah orang kristen, saudara menyerahkan diri saudara untuk menjadi alat setan! Bahkan saudara sebetulnya lebih cocok untuk menjadi anak setan dari pada anak Allah. Bertobatlah dari dosa tersebut!

Dalam 1Kor 5, pasal tentang pengucilan / siasat gerejani, Paulus memasukkan ‘pemfitnah’ ke dalam daftar orang-orang yang harus dikucilkan dari gereja.

1Kor 5:9-13 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.

Catatan: kata ‘kikir’ seharusnya adalah ‘tamak’.

Bandingkan juga dengan 2Tim 3:1-5 - “(1) Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3) tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5) Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”.

2) ‘Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi’.

a) Matthew Poole mengatakan (hal 906) bahwa kata-kata ini menunjukkan / membuktikan bahwa surat ini secara orisinil ditunjukkan untuk orang-orang Yahudi Kristen.

b) Adam Clarke mengatakan (hal 853) bahwa pada abad-abad pertama, di negara-negara kafir / non Yahudi, orang kristen selalu dicampur-adukkan / disamakan dengan orang Yahudi, dan karena orang Yahudi selalu dianggap sebagai pengacau, maka orang kristen juga mendapat predikat serupa. Karena itu, ini makin menyebabkan orang kristen harus hidup sedemikian rupa sehingga orang menyadari bahwa mereka berbeda dengan orang Yahudi.

c) Adalah biasa bagi orang-orang kafir untuk memfitnah orang-orang kristen yang tidak mau hidup sesuai dengan cara mereka. Sebagai orang kristen, kita tidak boleh membalas fitnah dengan fitnah. Cara terbaik untuk membungkam mereka adalah dengan menunjukkan kehidupan yang baik. Ini akan membuktikan fitnahan mereka sebagai fitnahan. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh membantah fitnahan itu, kalau hal itu memungkinkan. Tentu saja kita boleh melakukan hal itu, tetapi seringkali sukar untuk membantah suatu fitnahan. Maka yang harus kita lakukan adalah justru dengan memiliki cara hidup yang baik, supaya akhirnya terlihat bahwa fitnahan itu merupakan sesuatu yang salah.

3) ‘mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka’.

a) ‘pada hari Ia melawat mereka’.

Lit: ‘in a day of visitation’ (= pada hari perkunjungan).

Clarke berpendapat (hal 853) bahwa ini menunjuk pada saat dimana Allah akan datang untuk melaksanakan penghakiman terhadap orang-orang Yahudi yang tidak percaya.

Tetapi Calvin mengatakan sebaliknya.

Calvin: “the day of visitation may justly be said to be the time when he invites us to himself” (= hari perkunjungan bisa dengan benar dikatakan sebagai waktu pada saat Ia mengundang kita kepada diriNya sendiri) - hal 79.

Kebanyakan penafsir mempunyai pikiran yang sejalan dengan Calvin, dan mengatakan bahwa kata-kata ‘pada hari Ia melawat mereka’ adalah hari dimana Tuhan mengirimkan pemberita Injil kepada mereka, sehingga mereka bisa mendengar tentang Injil, dan bertobat.

Saya juga setuju dengan Calvin, karena kata-kata ‘memuliakan Allah’ tidak memungkinkan untuk menerima tafsiran Clarke.

b) ‘mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah’.

Bdk. Mat 5:16 - “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.

1. Alexander Nisbet mengatakan (hal 88) bahwa makin jahat masyarakat dimana kita tinggal, makin kita harus digerakkan untuk mengusahakan kehidupan yang baik.

2. Bukan pengakuan iman kita, ataupun pengetahuan kita, yang bisa menyebabkan Allah dimuliakan, tetapi perbuatan-perbuatan baik kita.

Ini harus dicamkan oleh orang kristen yang memiliki pengetahuan / pengakuan iman yang baik, tetapi kehidupan yang tidak / kurang baik.

3. Perhatikan bahwa tujuan dari perbuatan-perbuatan baik kita itu bukan supaya mereka berpikir baik dan berbicara baik tentang kita, tetapi supaya mereka memuliakan Allah. Bdk. 1Kor 10:31.

4. Sekalipun orang-orang kafir itu memfitnah orang-orang kristen, tetapi orang-orang kristen harus tetap hidup baik (bukannya memfitnah kembali!), dengan tujuan supaya orang-orang kafir itu bisa bertobat.

Alexander Nisbet: “The children of the Lord should not lose their hopes nor quit their endeavours of gaining the greatest enemies to God or themselves, among whom they live, considering how soon and easily the Lord can make a change upon them” (= Anak-anak Tuhan tidak boleh kehilangan harapan mereka atau berhenti dalam usaha mereka untuk mendapatkan / memenangkan musuh-musuh terbesar bagi Allah atau diri mereka sendiri, di antara siapa mereka hidup, mengingat betapa cepat dan mudahnya Tuhan bisa membuat perubahan pada mereka) - hal 89.

5. Setiap orang kristen adalah iklan bagi kekristenan; ada iklan yang baik dan ada yang tidak baik.

William Barclay: “Here is timeless truth. Whether we like it or not, every Christian is an advertisement for Christianity; by his life he either commends it to others or makes them think less of it. The strongest missionary force in the world is a Christian life” (= Di sini ada kebenaran yang abadi. Apakah kita menyukainya atau tidak, setiap orang kristen adalah suatu iklan bagi kekristenan; oleh kehidupannya ia menganjurkannya kepada orang-orang lain atau membuat mereka berpikir lebih sedikit tentangnya. Kekuatan misionaris yang terkuat dalam dunia adalah kehidupan Kristen!) - hal 202.

Catatan: sekalipun kehidupan Kristen yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting, dan merupakan iklan bagi kekristenan, tetapi perlu dicamkan bahwa kekristenan tidak bisa dimajukan hanya dengan kehidupan yang baik tanpa penginjilan! Hanya kehidupan yang baik tanpa adanya pemberitaan Injil tentu tidak bisa mempertobatkan seseorang, karena tanpa mendengar Injil, bagaimana mungkin ia bisa percaya kepada Kristus? Bdk. Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.

Jadi, hati-hati dengan kalimat terakhir dari komentar Barclay di atas (bagian yang saya garis bawahi). Orang-orang Liberal biasanya hanya menekankan kehidupan yang baik / saleh, tetapi mengabaikan pemberitaan Injil. Ini sesat; kedua hal itu harus digabungkan, dan bahkan masih harus ditambah dengan doa. Tetapi di sini, yang ditekankan oleh Petrus adalah kesaksian hidup, supaya melalui hal itu orang-orang kafir tersebut bersimpati terhadap kekristenan, dan dengan demikian akan lebih mudah untuk diinjili.

6. Memang seringkali kekristenan bisa dibenci, dan Tuhan bisa dinista / diolok-olokan, justru karena kita mentaati Tuhan. Misalnya kalau kita memberitakan Injil, atau tidak mau menuruti ajakan-ajakan yang bersifat dosa dari orang-orang dunia. Tetapi kalau ini terjadi, itu bukan kesalahan kita.

Ay 13-14: “(13) Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, (14) maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik”.

1) ‘Tunduklah ... kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada wali-wali yang diutusnya’.

KJV/NIV: ‘governors’ (= gubernur-gubernur).

Clarke, dalam komentarnya tentang Ro 13:1 (hal 144) mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai ketidak-senangan kepada pemerintahan kafir / non Yahudi; dan merupakan suatu peribahasa di kalangan mereka bahwa dunia diberikan kepada orang-orang Yahudi dan bahwa mereka harus memerintah di mana-mana, dan bahwa orang-orang non Yahudi harus tunduk kepada mereka.

Tetapi Petrus mengatakan bahwa orang kristen harus tunduk kepada pemerintah, tak peduli pemerintah itu Yahudi atau non Yahudi.

Ada hal-hal dimana banyak sekali orang kristen tidak mau tunduk kepada pemerintah, seperti:

a) Dalam persoalan membayar pajak.

Padahal keharusan membayar pajak ini ditekankan secara explicit dalam Ro 13:6-7 - “(6) Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. (7) Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat”.

b) Dalam persoalan peraturan lalu lintas.

Sekarang ini makin lama makin banyak orang-orang yang tidak peduli pada peraturan lalu lintas, seperti naik sepeda motor tanpa helm, goncengan 3 orang, menerabas lampu merah, melanggar batas kecepatan dan rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya. Kalau saudara adalah orang kristen, tidak peduli semua orang melakukan pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas, saudara harus tetap mentaatinya!

Juga perlu diingat bahwa pada saat Petrus menulis suratnya ini Roma sedang berkuasa, dan mereka bukan hanya kafir, tetapi juga melakukan penjajahan dan penindasan. Tetapi Petrus tetap memerintahkan untuk tunduk kepada pemerintah. Bdk. 1Pet 2:18 - “Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis”.

Pulpit Commentary: “Christ lived in the midst of political corruption, and did not raise his voice against it” (= Kristus hidup di tengah-tengah kerusakan / kejahatan politik, dan tidak mengangkat suaraNya / berteriak menentangnya) - hal 110.

Lebih dari itu, pada saat itu kata ‘raja’ jelas menunjuk kepada kaisar Roma. Dan kaisar Roma pada saat itu adalah Nero. Tetapi Petrus / Firman Tuhan tetap menyuruh orang kristen untuk taat kepadanya.

Pulpit Commentary: “Nero was emperor when St. Peter wrote. Christians were to obey even him, wicked tyrant as he was; for his power was given him from above, as the Lord himself had said of Pilate (John 19:11)” [= Nero adalah kaisar pada saat Santo Petrus menulis. Orang-orang kristen harus mentaati bahkan dia, sekalipun ia adalah tiran yang jahat; karena kuasanya diberikan kepadanya dari atas, seperti Tuhan sendiri telah berkata tentang Pilatus (Yoh 19:11)] - hal 73.

Calvin: “some kind of government, however deformed and corrupt it may be, is still better and more beneficial than anarchy” (= suatu jenis pemerintahan, bagaimanapun cacat / rusak dan jahat / buruknya, tetap lebih baik dan lebih bermanfaat dari pada anarkhi) - hal 83.

Barclay mengatakan bahwa ada perbedaan antara jaman Perjanjian Baru dimana pemerintahnya bersistim diktator dan jaman sekarang dimana pemerintahnya bersistim demokrasi.

Barclay: “C. E. B. Cranfield has well pointed out that there is a fundamental difference between the state in New Testament times and the state as we in Britain know it. In New Testament times the state was authoritarian. The ruler was an absolute ruler; and the sole duty of the citizen was to render absolute obedience and to pay taxes (Romans 13:6,7). Under these conditions the keynote was bound to be subjection to the state. But we live in a democracy; and in a democracy something for more than unquestioning subjection becomes necessary. Government is not only government of the people; it is also for the people and by the people. The demand of the New Testament is that the Christian should fulfil his responsibility to the state. In the authorotarian state that consisted solely in submission. ... But in a democratic state the keynote must be not subjection but co-operation, for the duty of the citizen is not only to submit to be ruled but to take a necessary share in ruling” [= C. E. B. Cranfield dengan benar menunjukkan bahwa ada perbedaan mendasar antara negara pada jaman Perjanjian Baru dan negara seperti kita di Inggris mengenalnya. Pada jaman Perjanjian Baru negara bersifat otoriter / diktator. Penguasa merupakan penguasa mutlak; dan kewajiban satu-satunya dari warga negara adalah memberikan ketaatan mutlak dan membayar pajak (Ro 13:6,7). Di bawah kondisi ini hal yang terutama adalah ketundukan kepada negara. Tetapi kita hidup dalam demokrasi, dan dalam demokrasi sesuatu yang lebih dari ketundukan tanpa bertanya menjadi suatu keharusan. Pemerintahan bukan hanya pemerintahan dari rakyat; itu juga untuk rakyat dan oleh rakyat. Tuntutan dari Perjanjian Baru adalah bahwa orang Kristen harus memenuhi kewajibannya kepada negara. Dalam negara yang otoriter itu semata-mata terdiri dari ketundukan. ... Tetapi dalam negara demokrasi hal yang terutama tidak boleh merupakan ketundukan, tetapi kerja sama, karena kewajiban dari warga negara bukan hanya untuk tunduk diperintah tetapi untuk ikut ambil bagian dalam memerintah] - hal 205-206.

Tetapi bagaimana kalau pemerintahnya sebetulnya bersistim demokrasi, tetapi dalam prakteknya bersistim diktator?

Pulpit Commentary: “when the ruler himself is disloyal, and violates the constitution to which ruler and subject alike are subject, there are cases in which even resistance is allowable, if not binding” (= pada waktu sang penguasa / pemerintah sendiri tidak setia, dan melanggar konstitusi / undang-undang dasar terhadap mana penguasa / pemerintah dan warga negara sama-sama harus tunduk, ada kasus-kasus dimana bahkan perlawanan diijinkan, kalau bukannya diharuskan) - hal 99.

Catatan: saya sendiri tidak terlalu yakin akan kebenaran kata-kata ini. Saya memberikannya di sini hanya sebagai bahan pertimbangan. Bandingkan dengan kata-kata Jay E. Adams di bawah ini.

Jay E. Adams: “The uniform Christian stance (cf. Rom. 13) was to recognize any valid government, paying taxes and obeying its laws. Revolution was never enjoined even in times of persecution or other gross perversions of power. ... It is not Christian to advocate to overthrow of a government in order to set it straight. ... This stance is rooted in the truth that all valid governmental authority comes from God (Rom. 13:1)” [= Pendirian Kristen yang seragam / sama (bdk. Ro 13) adalah mengakui pemerintahan manapun yang sah, membayar pajak, dan mentaati hukum-hukumnya. Revolusi tidak pernah diperintahkan, bahkan pada masa penganiayaan atau penyimpangan lain yang menyolok dari kekuasaan. ... Bukanlah Kristen untuk menganjurkan untuk menggulingkan suatu pemerintahan untuk meluruskan. ... Pendirian ini didasarkan pada kebenaran bahwa semua otoritas pemerintahan yang sah datang dari Allah (Ro 13:1)] - hal 81-82.

2) ‘karena Allah’.

a) Pembetulan terjemahan.

Kata ‘Allah’ seharusnya adalah ‘Tuhan’. TB2-LAI sudah membetulkan kesalahan ini.

b) Alasan ketundukan kita adalah karena Tuhan / Allah memerintahkan kita untuk tunduk kepada pemerintah yang ditetapkan olehNya.

Pulpit Commentary: “Not from human motives, as fear of punishment; but for the Lord’s sake” (= Bukan dari motivasi manusia, seperti rasa takut terhadap hukuman; tetapi demi Tuhan) - hal 73.

Calvin: “obedience is due to all who rule, because they have been raised to that honour not by chance, but by God’s providence” (= ketaatan harus diberikan kepada semua yang memerintah, karena mereka telah diangkat pada kehormatan itu bukan karena kebetulan, tetapi oleh providensia Allah) - hal 81.

Bandingkan dengan:

· Ro 13:1 - “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya”.

· Amsal 8:15 - “Karena aku para raja memerintah, dan para pembesar menetapkan keadilan”.

Catatan: dilihat dari kontext Amsal 8, maka kata ‘aku’ di sini menunjuk pada ‘hikmat’, tetapi kalau kita membaca Amsal 8 itu sampai pada ay 22-dst, maka kelihatan bahwa ‘hikmat’ itu dipersonifikasikan, dan menunjuk kepada Yesus.

· Daniel 4:25b - “hingga tuanku mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya”.

· Daniel 5:21b - “sampai ia mengakui, bahwa Allah, Yang Mahatinggi, berkuasa atas kerajaan manusia dan mengangkat siapa yang dikehendakiNya untuk kedudukan itu”.

c) Karena ketaatan kepada pemerintah itu harus dilakukan karena / demi Allah, maka jelas bahwa kita tidak boleh mentaati pemerintah pada saat pemerintah menyuruh / melarang kita untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Dalam hal seperti ini kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia / pemerintah (Kis 4:19 Kis 5:29).

Pulpit Commentary: “But that obedience is for his sake; therefore it cannot extend to unlawful commands” [= Tetapi ketaatan itu adalah demi Dia; karena itu ketaatan itu tidak bisa diperluas pada perintah-perintah yang bertentangan dengan hukum (Tuhan)] - hal 82-83.

3) ‘untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik’.

Calvin: “in ancient times, not only punishment was allotted to evil-doers, but also rewards to the doers of good” (= pada jaman kuno, bukan hanya hukuman diberikan kepada pembuat-pembuat kejahatan, tetapi juga pahala kepada pembuat-pembuat kebaikan) - hal 82.

Bdk. Ro 13:3-4 - “(3) Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. (4) Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

Ay 15: “Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh”.

1) Kata ‘kehendak Allah’ di sini harus diartikan ‘perintah Allah’.

2) ‘dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh’.

a) ‘Kepicikan’.

KJV: ‘ignorance’ (= ketidak-tahuan / kebodohan).

NIV: ‘ignorant talk’ (= omongan bodoh).

b) ‘orang-orang yang bodoh’.

Calvin: “How much soever, then, the unbelieving may boast of their own acuteness, and may seem to be wise and prudent, yet the Spirit of God charges them with folly, in order that we may know that, apart from God, we cannot be really wise” (= Maka, betapapun orang yang tidak percaya membanggakan ketajaman / kecerdikan mereka sendiri, dan kelihatan bijaksana dan hati-hati, tetapi Roh Allah menuduh mereka dengan kebodohan, supaya kita mengetahui bahwa terpisah dari Allah kita tidak bisa betul-betul bijaksana) - hal 83.

c) ‘dengan berbuat baik kamu membungkamkan’.

1. Kata yang diterjemahkan ‘membungkam’ sebetulnya berarti ‘memberangus’ (Pulpit Commentary, hal 73).

2. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh membungkamkan kepicikan orang-orang bodoh dengan menggunakan argumentasi, seperti yang sering dilakukan oleh Yesus terhadap para tokoh agama yang mencobai / menjebaknya (bdk. Mat 22:34). Juga Paulus (Kis 24:10-dst 25:8-dst) maupun Stefanus (Kis 7:2-dst) melakukan pembelaan diri yang bersifat verbal.

Alexander Nisbet: “Although it be fitting sometimes for the Lord’s people to use verbal apologies for their own clearing, and other lawful means of defence against the false aspersions, Acts 24:10 &c., 25:8, yet a holy and Christian carriage is the most powerful means ... to confute the calumnies of wicked men; and to bind up their mouths ... from speaking against the godly” (= Sekalipun kadang-kadang cocok bagi umat Tuhan untuk menggunakan pembelaan diri dengan kata-kata untuk membersihkan diri mereka sendiri, dan cara-cara pembelaan yang sah lainnya terhadap fitnahan palsu, Kis 24:10-dst, 25:8, tetapi sikap yang kudus dan kristiani merupakan cara yang paling kuat ... untuk membantah fitnahan dari orang-orang jahat; dan untuk membungkam mulut mereka ... dari berbicara menentang orang-orang saleh) - hal 93.

Ay 16: “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah”.

1) ‘Hiduplah sebagai orang merdeka’.

Alexander Nisbet mengatakan (hal 95) bahwa orang kristen bukannya merdeka dalam arti bebas berbuat dosa, karena ini justru merupakan perbudakan dari setan dan dosa (Yoh 8:34 2Tim 2:26). Juga bukan merdeka dalam arti bebas dari segala kewajiban-kewajiban kita sebagai orang kristen. Lalu merdeka dalam hal apa? Kemerdekaan dari hukum Taurat sebagai ‘covenant of works’ (= perjanjian perbuatan baik), yang menunjuk pada pembenaran dan keselamatan karena perbuatan baik. Jadi, sekalipun kita tetap harus mentaati hukum Taurat, tetapi kita tidak mentaatinya untuk masuk surga (kita masuk surga / diselamatkan karena iman kita, bukan karena perbuatan baik kita). Kita juga tidak mentaatinya dengan takut-takut, seakan-akan setiap kali kita gagal maka kegagalan itu akan membawa kita ke neraka.

Itu juga artinya kalau dalam Ro 6:14-15 dikatakan bahwa kita ‘tidak berada di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kasih karunia’.

2) ‘dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka’.

Ay 16 ini menunjukkan bahwa orang kristen yang sejatipun bisa hidup sambil menyalahgunakan kemerdekaan dalam Kristus untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka. Ada banyak jejak dalam Kitab Suci yang menunjukkan bahwa doktrin kebebasan ini memang sering disalahgunakan, seperti yang terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.

Gal 5:1,13 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. ... (13) Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”.

2Pet 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu”.

Yudas 4 - “Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus”.

Ro 5:20-6:2,12-22 - “(5:20) Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, (5:21) supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (6:1) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? (6:2) Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? ... (6:12) Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. (6:13) Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. (6:14) Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. (6:15) Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! (6:16) Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? (6:17) Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. (6:18) Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran. (6:19) Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan. (6:20) Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (6:21) Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian. (6:22) Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal”.

Barclay: “Any great Christian doctrine can be perverted into an excuse for evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for sinning to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be sentimentalized into an excuse for breaking his law. The doctrine of the life to come can be perverted into an excuse for neglecting life in this world. And there is no doctrine so easy to pervert as that of Christian freedom” (= Seadanya doktrin besar Kristen bisa diselewengkan / disimpangkan menjadi suatu alasan untuk kejahatan. Doktrin tentang kasih karunia bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk berdosa bagi kepuasan hati seseorang. Doktrin tentang kasih Allah bisa disentimentilkan menjadi suatu alasan untuk melanggar hukumNya. Doktrin tentang kehidupan yang akan datang bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk mengabaikan kehidupan dalam dunia ini. Dan tidak ada doktrin yang begitu mudah untuk disimpangkan seperti doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen) - hal 207.

Barclay: “Christian freedom is always conditioned by Christian responsibility. Christian responsibility is always conditioned by Christian love. Christian love is the reflection of God’s love. And, therefore, Christian liberty can rightly be summed up in Augustine’s memorable phrase: ‘Love God, and do what you like.’” (= Kebebasan Kristen selalu diberi syarat-syarat oleh tanggung jawab Kristen. Tanggung jawab Kristen selalu diberi syarat-syarat oleh kasih Kristen. Kasih Kristen merupakan pantulan dari kasih Allah. Dan karena itu, kebebasan Kristen bisa dengan benar disimpulkan dalam ungkapan yang mengesankan dari Agustinus: ‘Kasihilah Allah, dan lakukanlah apapun yang engkau senangi’) - hal 207.

3) ‘tetapi hiduplah sebagai hamba Allah’.

Untuk kata ‘hamba’ digunakan kata Yunani DOULOS.

Pulpit Commentary: “The truest liberty is that of the servants of God; his service is perfect freedom (comp. Rom. 6:16-23)” [= Kebebasan yang sejati adalah kebebasan dari pelayan-pelayan Allah; pelayanannya adalah kebebasan yang sempurna (bdk. Ro 6:16-23)] - hal 74.

Barclay: “The Christian is free because he is the slave of God. Christian freedom does not mean being free to do as we like it; it means being free to do as we ought” (= Orang kristen itu bebas karena ia adalah hamba / budak dari Allah. Kebebasan Kristen tidak berarti bebas melakukan seperti yang kita inginkan; itu berarti bebas melakukan seperti yang seharusnya kita lakukan) - hal 207.

Barclay: “Christianity is community. The Christian is not an isolated unit; he is a member of a community and within that community his freedom operates. Christian freedom therefore is the freedom to serve. Only in Christ is a man so freed from self and sin that he can become as good as he ought to be. Freedom comes when a man receives Christ as king of his heart and Lord of his life” (= Kekristenan adalah suatu masyarakat. Orang kristen bukanlah suatu unit yang terpisah; ia adalah anggota dari suatu masyarakat dan dalam masyarakat itu kebebasannya bekerja. Karena itu kebebasan Kristen adalah kebebasan untuk melayani. Hanya di dalam Kristus seseorang manusia begitu bebas dari dirinya sendiri dan dosa sehingga ia bisa menjadi sebaik seperti yang seharusnya. Kebebasan datang pada saat seseorang manusia menerima Kristus sebagai raja dari hatinya dan Tuhan dari kehidupannya) - hal 208.

Orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai orang merdeka, dan hanya berhutang kesetiaan kepada Allah saja, dan karena itu mereka terus memberontak kepada pemerintah Roma, kepada siapa Allah menundukkan mereka, karena pemberontakan mereka terhadapNya. Jadi mereka menggunakan kemerdekaan mereka sebagai alasan untuk melakukan kejahatan dan pemberontakan. Orang kristen tidak boleh bersikap seperti orang-orang Yahudi ini.

Orang kristen memang adalah orang merdeka. Mereka merdeka dari setan dan dosa, tetapi mereka adalah hamba-hamba Allah, dan karena itu harus taat kepada Allah, dan karena Allah menyuruh mereka taat kepada pemerintah, maka mereka harus taat kepada pemerintah.

Ay 17: “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!”.

1) ‘Hormatilah semua orang’.

a) Hukum ini penting pada suatu jaman dimana budak dianggap sebagai benda.

Barclay: “To us this may seem hardly needing to be said; but when Peter wrote this letter it was something quite new. There were 60.000.000 slaves in the Roman Empire, everyone of whom was considered in law to be, not a person, but a thing, with no rights whatever. ... It is still possible to treat people as things. ... When we regard anyone as existing solely to minister to our comfort or to further our plans, we are in effect regarding them, not as persons, but as things” (= Bagi kita hal ini kelihatannya hampir tidak perlu dikatakan; tetapi pada waktu Petrus menulis surat ini, hal itu merupakan sesuatu yang baru. Ada 60 juta budak dalam kekaisaran Romawi, dan secara hukum setiap orang dari mereka dianggap bukan sebagai manusia, tetapi sebagai benda, yang tidak mempunyai hak apapun. ... Adalah tetap mungkin untuk memperlakukan orang-orang sebagai benda pada masa ini. ... Pada saat kita menganggap seseorang itu ada semata-mata untuk melayani kesenangan kita atau untuk melanjutkan rencana kita, maka sebetulnya kita menganggap mereka bukan sebagai manusia, tetapi sebagai benda) - hal 208-209.

Penerapan: apakah saudara ‘mengorangkan’ (= menganggap / memperlakukan sebagai orang) pegawai-pegawai saudara? Atau saudara semata-mata menggunakan mereka dan memeras mereka demi keuntungan saudara sendiri?

Baru-baru ini, malam menjelang tahun baru Imlek, saya diundang makan oleh seseorang. Lalu saya mendengar bahwa besoknya ia dengan keluarganya mengajak semua pegawainya beserta keluarga masing-masing, untuk bepergian ke Sarangan dan bermalam satu malam di sana. Ia menyewa sebuah bus, dan ia membayar semua ongkos perjalanan, penginapan, makan dan sebagainya. Dan satu hal yang perlu ditekankan adalah: orang itu bukan orang kristen. Tetapi ia betul-betul memperlakukan para pegawainya sebagai manusia, dan memikirkan kesenangan mereka. Kalau saudara adalah orang kristen, tetapi saudara memperlakukan pegawai saudara sebagai benda, hanya dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kesenangan dan kesejahteraan para pegawai saudara, maka saudara seharusnya malu kalau dibandingkan dengan orang tersebut.

b) Hukum ini bertentangan dengan sikap hormat yang hanya ditujukan kepada orang yang berkedudukan, orang kaya, orang yang menguntungkan, orang pandai, orang yang terkenal, orang yang cantik, dan sebagainya.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 100-101) bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk menghormati orang-orang gede, yang mempunyai kekuasaan politik, dan mereka-mereka yang pandai atau kaya (bdk. Yak 2:1-4). Ini jelas merupakan kecenderungan yang hina dan jahat. Kekristenan menentang sikap ini dan berkata ‘hormatilah semua orang’.

c) Alasan untuk menghormati semua orang.

Pulpit Commentary: “in some sense honour is due to all men; for all men are God’s creatures, made originally in the likeness of God. ... the Christian may not despise any one, however base in his outward condition, in body, or in mind, or even however much fallen from God and goodness. The name of God may be written on that soul; low in all earthly things, it may be high in grace; the Lord Jesus died for that poor fallen soul; it may be restored and won back and forgiven like the sinful woman who washed the Lord’s feet with her tears, and wiped them with the hair of her head. Therefore the Christian must treat all men with consideration and respect; scorn and contempt are utterly out of place in the disciples of the lowly Saviour” (= dalam arti tertentu hormat harus diberikan kepada semua orang; karena semua orang adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah, dibuat secara orisinil dalam gambar Allah. ... orang Kristen tidak boleh merendahkan siapapun, betapapun jelek / hinanya keadaan lahiriahnya, dalam tubuhnya, atau dalam pikirannya, atau bahkan betapapun jauhnya ia jatuh dari Allah dan kebaikan. Nama Allah mungkin dituliskan pada jiwa tersebut; rendah dalam semua hal-hal duniawi, tetapi mungkin tinggi dalam kasih karunia’; Tuhan Yesus mati untuk jiwa yang jatuh dan malang itu; ia mungkin dipulihkan dan dimenangkan kembali dan diampuni seperti perempuan berdosa yang mencuci kaki Tuhan dengan air matanya, dan menyekanya dengan rambut kepalanya. Karena itu, orang Kristen harus memperlakukan semua orang dengan perhatian dan hormat; caci maki / cemoohan dan hinaan sama sekali tidak pada tempatnya dalam murid-murid dari Juruselamat yang rendah hati) - hal 83.

Tetapi bagaimana dengan Amsal 26:8 yang kelihatannya menunjukkan bahwa orang bebal tidak perlu dihormati?

Amsal 26:8 - “Seperti orang menaruh batu di umban, demikianlah orang yang memberi hormat kepada orang bebal”.

KJV: ‘bindeth’ (= mengikat).

RSV/NASB: ‘binds’ (= mengikat).

NIV: ‘tying’ (= mengikat).

Kata ‘menaruh’ sebetulnya adalah ‘mengikat’. Ini menunjukkan sesuatu yang aneh untuk dilakukan, karena orang meletakkan batu pada pengumban tujuannya adalah supaya batu itu bisa melesat jauh. Tetapi dengan diikatkan maka batu itu tidak bisa melesat. Tindakan memberi hormat kepada orang bebal dianggap sama anehnya dengan tindakan tersebut.

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam menafsirkan Amsal 26:8 ini:

1. Kata ‘bebal’ / ‘tolol’ dalam Kitab Suci biasanya tidak menunjuk pada orang yang mempunyai IQ rendah, tetapi biasanya menunjuk kepada orang yang bodoh secara rohani / berdosa.

2. Apa maksudnya ‘menghormati orang bebal / tolol’ dalam ayat ini?

Pulpit Commentary tentang Amsal 26:8: “You pay respect to a fool, or place him in an honourable position, but your labour is wasted; he cannot act up to his dignity, he cannot maintain the honour” (= Kamu menghormati seorang tolol, atau menempatkannya pada posisi yang terhormat, tetapi pekerjaanmu sia-sia; ia tidak bisa bertindak sesuai dengan martabatnya, ia tidak bisa mempertahankan kehormatannya) - hal 500.

Keil & Delitzsch (tentang Amsal 26:8): “he who confers a title of honour, a place of honour, and the like, on a fool, ... the fool makes the honour no honour; he is not capable of maintaining it; that which is conferred on him is uselessly wasted” (= ia yang memberikan gelar kehormatan, tempat kehormatan, dsb, kepada seorang yang tolol, ... orang tolol itu membuat kehormatan itu bukan kehormatan; ia tidak mampu mempertahankannya; apa yang diberikan kepadanya disia-siakan secara percuma) - hal 182.

Jadi kelihatannya kedua penafsir di atas ini mengartikan kata ‘menghormati’ sebagai ‘tindakan memberikan kedudukan terhormat’ kepada orang bebal tersebut, misalnya menjadikannya sebagai majelis gereja. Ini tentu merupakan sesuatu yang salah tetapi banyak terjadi. Tetapi ini berbeda dengan kalau kita ‘memberi hormat’ (misalnya dengan menganggukkan kepala) kepada seorang bebal. Ini bukan hanya tidak apa-apa, tetapi menurut 1Pet 2:17 ini, harus dilakukan. Juga jelas bahwa kita tidak boleh menghina / mempermalukan dia, karena dia bebal / tolol.

d) Ada satu golongan orang yang betul-betul tidak perlu / tidak boleh dihormati, yaitu nabi palsu (Ul 13:3,5-11 2Yoh 10-11).

Ul 13:3,5-11 - “(3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. ... (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (6) Apabila saudaramu laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu sendiri atau sahabat karibmu membujuk engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, (7) salah satu allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat kepadamu maupun yang jauh dari padamu, dari ujung bumi ke ujung bumi, (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya, (9) tetapi bunuhlah dia! Pertama-tama tanganmu sendirilah yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. (10) Engkau harus melempari dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan engkau dari pada TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan. (11) Maka seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu”.

2Yoh 10-11 - “(10) Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. (11) Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.

Ada satu ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa kita tetap harus menghormati nabi palsu, yaitu Kis 23:5.

Kis 23:1-5 - “(1) Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: ‘Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah.’ (2) Tetapi Imam Besar Ananias menyuruh orang-orang yang berdiri dekat Paulus menampar mulut Paulus. (3) Membalas itu Paulus berkata kepadanya: ‘Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku.’ (4) Dan orang-orang yang hadir di situ berkata: ‘Engkau mengejek Imam Besar Allah?’ (5) Jawab Paulus: ‘Hai saudara-saudara aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!’”.

Apa artinya kata-kata Paulus ini? Ada yang menafsirkan kata-kata Paulus ini secara hurufiah / apa adanya, yaitu Paulus betul-betul minta maaf atas sikap kerasnya terhadap Imam Besar, karena tadinya ia tidak tahu bahwa itu adalah Imam Besar. Bahkan dalam Kis 23:5b ia lalu mengutip Kel 22:28 untuk menunjuk­kan bahwa apa yang tadi ia lakukan itu merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan Firman Tuhan.

Keberatan terhadap penafsiran ini:

1. Kalau saudara perhatikan Kis 23:5 itu, maka saudara bisa melihat bahwa Paulus tidak meminta maaf. Ini aneh! Kalau ia memang merasa salah, mengapa ia tidak berkata ‘maafkan aku’?

2. Paulus adalah seorang rasul, dan rasul adalah jabatan tertinggi dalam gereja (bdk. 1Kor 12:28 Ef 4:11). Jadi, apapun kedudukan Ananias, Paulus tetap lebih tinggi. Lalu mengapa Paulus menyesal karena ia telah menghardik ‘bawahannya’ yang berbuat salah?

3. Tidak mungkin Paulus tidak tahu bahwa Ananias adalah Imam Besar! Paulus sendiri dulunya adalah seorang aktivist dalam Yudaisme, dan setelah menjadi kristenpun ia sangat terbeban untuk menyelamatkan orang-orang yang menganut Yudaisme. Jadi tidak mungkin ia tidak mengikuti perkembangan Yudaisme sehingga tidak tahu siapa imam besarnya. Juga dalam Kis 21:26,27 ia sudah pergi ke Bait Allah. Ini tidak memungkinkan ia tidak tahu siapa Imam Besarnya. Juga perlu saudara sadari bahwa Imam Besar mempunyai pakaian yang berbeda dengan yang lain sehingga pasti akan mudah diketahui.

4. Setelah kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, maka tidak ada lagi Imam Besar, karena Yesuslah yang menjadi satu-satunya Imam Besar / Pengantara antara Allah dan manusia (bdk. 1Tim 2:5 Ibr 4:14-10:22). Mungkinkah di sini Paulus masih mengakui keimaman dari Ananias dan dengan demikian menghina keimaman Kristus?

5. Kalau memang Paulus menghormati Ananias, maka ini menunjukkan bahwa nabi palsu yang mempunyai jabatan tinggi tetap harus dihormati. Padahal dalam sepanjang Kitab Suci kita tidak pernah menjumpai ada nabi / rasul asli yang menghormati nabi palsu. Mereka justru selalu bersikap keras terhadap para nabi palsu! Karena itu adalah aneh kalau di sini Paulus menghormati Ana­nias yang jelas-jelas adalah nabi palsu. Bdk. Gal 1:6-9 2Yoh 9-11.

Karena itu Calvin dan beberapa penafsir lainnya mengikuti penafsiran Agustinus yang mengatakan bahwa kata-kata Paulus dalam Kis 23:5 ini bersifat irony (= ejekan). Jadi Paulus menjawab kecaman dalam Kis 23:4 itu dengan sinis dan mengejek: “Aku tidak tahu kalau orang seperti itu bisa adalah imam besar!”. Dan karena ini adalah kata-kata sinis, ini tidak bisa disebut sebagai dusta.

Kutipan dari Kel 22:28 itu ia berikan dalam Kis 23:5b itu justru untuk menunjukkan bahwa Paulus tidak mengakui Ananias sebagai pemimpin.

Dengan demikian jelaslah bahwa Kis 23:5 ini tidak boleh dijadi­kan dasar untuk mengatakan bahwa jemaat harus tetap menghormati seorang pendeta yang adalah nabi palsu!

Penerapan: Bagaimana sikap saudara terhadap pendeta-pendeta yang liberal, yang tidak pernah memberitakan Injil, yang bahkan mengajarkan bahwa Kitab Suci bukanlah Firman Allah atau bahwa Yesus bukanlah satu-satunya jalan ke surga? Ingat bahwa mereka adalah antek-antek setan! Jangan menghormati mereka (2Yoh 9-11), dan jangan takut untuk menentang mereka!

Ingat bahwa dalam Ul 13 tadi dikatakan bahwa kalaupun nabi palsu itu adalah salah seorang anggota keluarga kita, dalam Perjanjian Lama Tuhan tetap memerintahkan untuk melakukan hukuman mati! Hukuman matinya memang sudah tidak bisa diberlakukan pada jaman Perjanjian Baru, tetapi jelas bahwa kita tidak boleh menghormati, beramah-tamah, bersekutu dengan seorang nabi palsu, hanya dengan alasan ‘sungkan’ atau ‘sudah kenal baik’, dsb.

e) Kita harus menghormati semua orang, tetapi hormat yang diberikan bisa berbeda-beda.

Pulpit Commentary: “Respect is due to all men, of course in varying degrees and to be shown in different ways; but in some sense it is due to all, to the humblest and even to the worst” (= Hormat harus diberikan kepada semua orang, tetapi tentu saja dengan tingkat-tingkat yang berbeda-beda dan ditunjukkan dengan cara yang berbeda-beda; tetapi dalam arti tertentu itu harus diberikan kepada semua, kepada yang paling rendah dan bahkan kepada yang paling jelek / brengsek) - hal 74.

Pulpit Commentary: “We must honour all men, because all men are the creatures of God; we must honour most those in whom the image of God is best reflected” (= Kita harus menghormati semua orang, karena semua orang adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah; kita harus paling menghormati mereka dalam siapa gambar Allah dipantulkan secara paling baik) - hal 83.

Dengan kata lain, makin saleh / suci kehidupan seseorang, makin tinggi hormat yang harus kita berikan kepadanya.

Kitab Suci memang menekankan orang-orang tertentu untuk dihormati:

1. Orang tua (ayah dan ibu).

Kel 20:12 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.

2. Orang yang berusia lanjut.

Im 19:32 - “Engkau harus bangun berdiri di hadapan orang ubanan dan engkau harus menaruh hormat kepada orang yang tua dan engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN”.

3. Pasangan hidupnya.

Ef 5:33 - “Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya”.

1Pet 3:7 - “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang”.

4. Janda-janda yang benar-benar adalah janda.

1Tim 5:3 - “Hormatilah janda-janda yang benar-benar janda”.

Mungkin ayat ini agak aneh; mengapa janda yang benar-benar adalah janda harus dihormati?

Calvin menafsirkan (hal 120) bahwa kata ‘hormatilah’ di sini harus diartikan ‘perhatikanlah’ / ‘peliharalah’. Mirip dengan itu, Pulpit Commentary mengatakan (hal 95) bahwa kata ‘hormati’ di sini merupakan kebalikan dari ‘abaikan’.

Mungkin juga karena biasanya janda selalu diremehkan / dilecehkan, maka sekarang diberi kata-kata ini untuk memberi suatu keseimbangan.

5. Pelayan-pelayan Tuhan yang sungguh-sungguh.

1Tim 5:17 - “Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”.

Fil 2:25,29-30 - “(25) Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam keperluanku. ... (29) Jadi sambutlah dia dalam Tuhan dengan segala sukacita dan hormatilah orang-orang seperti dia. (30) Sebab oleh karena pekerjaan Kristus ia nyaris mati dan ia mempertaruhkan jiwanya untuk memenuhi apa yang masih kurang dalam pelayananmu kepadaku”.

1Tes 5:12-13a - “(12) Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu; (13a) dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka”.

1Kor 16:15-18 - “(15) Ada suatu permintaan lagi kepadamu, saudara-saudara. Kamu tahu, bahwa Stefanus dan keluarganya adalah orang-orang yang pertama-tama bertobat di Akhaya, dan bahwa mereka telah mengabdikan diri kepada pelayanan orang-orang kudus. (16) Karena itu taatilah orang-orang yang demikian dan setiap orang yang turut bekerja dan berjerih payah. (17) Aku bergembira atas kedatangan Stefanus, Fortunatus dan Akhaikus, karena mereka melengkapi apa yang masih kurang padamu; (18) karena mereka menyegarkan rohku dan roh kamu. Hargailah orang-orang yang demikian!”.

f) Bagaimana dengan orang kaya? Haruskah kita menghormati orang kaya?

Tentu saja tidak salah untuk menghormati orang kaya, selama:

1. Saudara menghormati orang miskin dengan hormat yang sama.

Kalau saudara menghormati orang kaya, tetapi mengacuhkan orang miskin, maka renungkan Yak 2:1-4.

Yak 2:1-4 - “(1) Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. (2) Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, (3) dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: ‘Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!’, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: ‘Berdirilah di sana!’ atau: ‘Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!’, (4) bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”.

Penerapan: pada waktu menyambut jemaat, samakah sikap saudara terhadap orang yang datang naik Mercy, dan sikap saudara terhadap orang yang datang naik becak / bemo?

2. Saudara menghormatinya dengan hati yang tulus, bukan dengan motivasi yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan.

2) ‘kasihilah saudara-saudaramu’.

KJV: ‘Love the brotherhood’ (= Kasihilah persaudaraan).

NIV: ‘Love the brotherhood of believers’ (= Kasihilah persaudaraan dari orang-orang percaya).

Tentu saja kita juga harus mengasihi orang kristen KTP dan orang kafir (Mat 22:39), dan bahkan musuh (Mat 5:44), tetapi untuk sesama orang kristen, hal ini harus lebih ditekankan!

Bdk. Gal 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.

Pulpit Commentary: “Christians are not only brethren, but a brotherhood, one body in Christ; they are knit together by one Spirit into one communion and fellowship; they must regard one another with fraternal affection. The nearer they draw to Christ, who loved them and gave himself for them, the more fully will they learn of him this high and holy lesson of Christian love” (= Orang-orang Kristen bukan hanya bersaudara, tetapi merupakan suatu persaudaraan, satu tubuh dalam Kristus; mereka disatukan oleh satu Roh ke dalam satu kumpulan dan persekutuan; mereka harus memandang satu sama lain dengan perasaan persaudaraan. Makin mereka dekat dengan Kristus, yang mengasihi mereka dan memberikan diriNya sendiri untuk mereka, makin penuh mereka belajar dariNya tentang pelajaran yang tinggi dan kudus dari kasih Kristen ini) - hal 83.

Barclay: “The dominant atmosphere of the Church must always be love” (= Suasana yang dominan / menonjol dari Gereja harus selalu adalah kasih) - hal 209.

3) ‘takutlah akan Allah’.

Barclay: “Fear here does not mean terror; it means awe and reverence” (= Takut di sini tidak berarti ngeri; itu berarti kagum dan hormat) - hal 209.

Pulpit Commentary: “‘Fearing God’ comes before ‘honouring the king.’ Peter was himself an illustration of that, when he told the rulers ‘We must obey God rather than man.’” (= ‘Takutlah akan Allah’ ada sebelum ‘hormatilah raja’. Petrus sendiri merupakan suatu ilustrasi dari hal itu, pada waktu ia berkata kepada para penguasa ‘Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia’) - hal 110.

4) ‘hormatilah raja!’.

Barclay: “if it was really Peter who wrote this letter, the king in question is none than Nero. It is the teaching of the New Testament that the ruler is sent by God to preserve order among men and that he must be respected, even if he is a Nero” (= Jika Petrus memang adalah yang menulis surat ini, maka raja yang dipersoalkan bukan lain dari pada Nero. Merupakan ajaran Perjanjian Baru bahwa penguasa dikirim oleh Allah untuk menjaga keteraturan di antara manusia dan bahwa ia harus dihormati, bahkan jika ia adalah seorang Nero) - hal 209.

Adam Clarke: “if the man be even bad, and as a man be worthy of no reverence, yet he should be respected on account of his office. If respect be banished, subordination will flee with it, and anarchy and ruin will rise up in their place” (= jika orang / raja itu buruk, dan sebagai seorang manusia tidak layak dihormati, tetapi ia harus dihormati karena jabatannya. Jika hormat dibuang, ketundukan akan hilang bersamanya, dan anarkhi dan kehancuran akan muncul menggantikannya) - hal 854.

Pulpit Commentary: “‘Honour the king.’ The king was Nero. It was hard to honour such a one, a monster tained with every infamy. But Christians were to see in him the representative of law and order, and they were to respect his authority while they could not but loathe his crimes” (= ‘Hormatilah raja’. Raja itu adalah Nero. Adalah sukar untuk menghormati orang seperti itu, seorang monster yang dinodai dengan setiap keburukan. Tetapi orang-orang kristen harus melihat dalam dia wakil dari hukum dan keteraturan, dan mereka harus menghormati otoritasnya sementara mereka hanya bisa muak terhadap kejahatan-kejahatannya) - hal 83.

Penerapan: Ini jelas bukan merupakan sesuatu yang gampang! Bisakah saudara menghormati presiden, gubernur, wali kota, bahkan lurah atau RW / RT, yang brengsek, dan menentang / menindas kekristenan?

Bdk. Pkh 10:20a - “Dalam pikiranpun janganlah engkau mengutuki raja”.

Bdk. Kel 22:28 - “‘Janganlah engkau mengutuki Allah dan janganlah engkau menyumpahi seorang pemuka di tengah-tengah bangsamu”.

Tetapi bagaimana dengan Kristus yang menggunakan ‘kata-kata kasar’ pada waktu berbicara tentang Herodes?

Luk 13:31-32 - “(31) Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: ‘Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.’ (32) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai”.

Catatan: kata ‘serigala’ kurang tepat; dalam terjemahan Inggris diterjemahkan ‘fox’ (= rubah). Hal yang sama terjadi dalam Mat 8:20.

Jay E. Adams: “Christians may (as Christ did) call a ruler a ‘fox’ (Luke 13:32), but may not resist his rightfully instituted authority. These words were an accurate description of Herod as a man; they had nothing to do with lack of submission” [= Orang-orang kristen boleh (seperti yang Kristus lakukan) menyebut seorang penguasa sebagai ‘rubah’ (Luk 13:32), tetapi tidak boleh menentang otoritasnya yang diadakan secara benar. Kata-kata ini merupakan gambaran yang akurat dari Herodes sebagai seorang manusia; dan tidak berhubungan dengan tidak adanya ketundukan] - hal 82.

Saya tidak mengerti bagaimana Jay Adams mengijinkan orang kristen menyebut penguasa / pemerintah dengan sebutan ‘fox’ (= rubah), selama mereka mentaatinya, karena kata ‘fox’ (= rubah) jelas merupakan suatu penghinaan, karena ini jelas bertentangan dengan kata-kata ‘hormatilah raja’.

Juga dalam Perjanjian Lama kita melihat banyak nabi-nabi yang tidak terlihat menghormati raja-raja yang brengsek.

Misalnya nabi Mikha dalam 1Raja 22:15 - “Setelah ia sampai kepada raja, bertanyalah raja kepadanya: "Mikha, apakah kami boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau kami membatalkannya?" Jawabnya kepadanya: ‘Majulah dan engkau akan beruntung, sebab TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’”.

Kata-kata ini jelas merupakan olok-olok / ejekan!

Mungkin hal ini terjadi karena Yesus dan nabi dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari raja.

I Petrus 2:18-25

Ay 18: “Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis”.

1) “Hai kamu, hamba-hamba”.

a) Terjemahan.

Kata-kata ‘Hai kamu’ seharusnya tidak ada.

Kata ‘hamba-hamba’ diterjemahkan ‘servants’ (= pelayan-pelayan) oleh KJV/RSV/NASB, dan ‘slaves’ (= hamba-hamba) oleh NIV.

Kata Yunani yang dipakai adalah OIKETAI yang sebetulnya berarti ‘house servants’ (= pelayan-pelayan rumah). Barnes mengatakan bahwa ini berasal dari kata AIKOS yang berarti ‘house’ (= rumah). Barnes juga mengatakan (hal 1411) bahwa kata ini bisa menunjukkan bahwa mereka adalah hamba, tetapi bisa juga tidak. Tetapi kata-kata selanjutnya (ay 18-20) kelihatannya menunjukkan bahwa mereka adalah hamba.

Kata Yunani yang sama digunakan dalam Luk 16:13 - “Seorang hamba (OIKETES) tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

b) Perbudakan pada jaman Romawi.

Barclay: “In the Roman Empire there were as many as 60,000,000 slaves. Slavery began with Roman conquests, slaves being originally mainly prisoners taken in war, ... It was by no means only menial tasks which were performed by slaves. Doctors, teachers, musicians, actors, secretaries, stewards were slaves. In fact, all the work of Rome was done by slaves. Roman attitude was that there was no point in being master of the world and doing one’s own work. Let the slaves do that and let the citizens live in pampered idleness” [= Dalam kekaisaran Romawi ada 60 juta budak. Perbudakan dimulai dengan penaklukan Romawi, mula-mula budak-budak pada umumnya adalah para tawanan perang, ... Bukan hanya tugas-tugas kasar / rendah yang dilakukan oleh budak-budak. Dokter-dokter, guru-guru, musisi-musisi, aktor-aktor, sekretaris-sekretaris, pengurus-pengurus rumah adalah budak-budak. Bahkan dalam faktanya semua pekerjaan Romawi dilakukan oleh budak-budak. Sikap Romawi adalah bahwa tidak ada gunanya menjadi tuan dari dunia tetapi melakukan pekerjaannya sendiri. Biarlah budak-budak yang melakukannya dan biarlah para warga negara (Romawi) hidup dalam kemalasan yang manja] - hal 210.

Barclay: “In Roman law a slave was not a person but a thing; and he had absolutely no legal rights whatsoever. ... The only difference between a slave and a beast or a farmyard cart was that a slave happened to be able to speak. ... In regard to a slave, his master’s will, and even his master’s caprice, was the only law. ... He did not possess even the elementary rights of a person and for him justice did not even exist” (= Dalam hukum Romawi seorang budak bukanlah seorang pribadi tetapi suatu benda; dan ia sama sekali tidak mempunyai hak-hak hukum apapun. ... Satu-satunya perbedaan antara seorang budak dan seekor binatang atau sebuah kereta pertanian adalah bahwa seorang budak bisa berbicara. ... Berkenaan dengan seorang budak, kehendak tuannya, dan bahkan perubahan pikiran secara tiba-tiba dari tuannya, adalah satu-satunya hukum. ... Ia bahkan tidak mempunyai hak-hak dasar dari seorang pribadi, dan bagi dia keadilan bahkan tidak ada) - hal 211.

c) Ini menunjukkan bahwa pada jaman itu banyak orang kristen yang adalah budak.

Alexander Nisbet: “It may be the lot of the Lord’s dearest people, not only to be in the rank of servants, which is a part of their likeness to their Lord for His outward state in the flesh, Phil. 2:7, but likewise to be by divine providence put to serve heathens, and the worst of heathens, that so the Lord may make them instrumental to do good to some of these, 2Kings 5:2,3, or convince them that God is with their servants, Gen. 3 1:44” (= Bisa merupakan nasib dari umat yang terkasih dari Tuhan, bukan hanya untuk berada dalam golongan pelayan-pelayan, yang merupakan sebagian dari kemiripan mereka dengan Tuhan mereka dalam keadaan lahiriahNya dalam daging, Fil 2:7, tetapi juga untuk diletakkan oleh providensia ilahi untuk melayani orang-orang kafir, dan bahkan orang-orang kafir yang terburuk, sehingga Tuhan bisa membuat mereka sebagai alatNya untuk melakukan hal yang baik kepada sebagian dari mereka, 2Raja 5:2,3, atau meyakinkan mereka bahwa Allah menyertai pelayan-pelayan mereka, Kej 31:44) - hal 100.

Catatan: Kej 31:44 itu tidak cocok, rupanya salah cetak.

Pulpit Commentary: “The frequent mention of slaves in the Epistles shows that many of the first Christians must have been in a condition of servitude (comp. 1Cor. 7:21-23; Eph. 6:5-8; Col. 3:22; 1Tim. 6:1-2, etc.)” [= Seringnya penyebutan tentang budak-budak dalam surat-surat menunjukkan bahwa banyak dari orang-orang kristen mula-mula yang berada dalam keadaan perbudakan (bdk. 1Kor 7:21-23; Ef 6:5-8; Kol 3:22; 1Tim 6:1-2, dsb.)] - hal 74.

Bandingkan dengan ajaran GBI Tiberias / Pdt. Yesaya Pariadji: “Sesudah itu barulah Perjamuan Kudus dilaksanakan. Hamba-Nya Pdt. Yesaya Pariadji menantang peserta retret untuk maju ke depan untuk didoakan. Doa itu meliputi penyempurnaan kehidupan masa depan. Hamba-Nya menjelaskan melalui Perjamuan Kudus ada kuasa yang tiada taranya. Dengan kuasa-Nya Tuhan mampu menyiapkan anak-anak-Nya bukan hanya dalam tingkatan manager tetapi lebih dari itu yaitu tingkatan direktur keatas. Sebab kalau Allah sudah membuka tidak ada seorangpun yang bisa menutupnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 42.

Mengapa budak-budak kristen pada abad-abad awal itu tidak menjadi direktur? Rupanya rasul-rasul pada saat itu kurang manjur doanya, atau salah dalam melakukan Perjamuan Kudus, sehingga budak-budak kristen itu tetap tinggal sebagai budak! Seandainya Pdt. Yesaya Pariadji hidup pada saat itu, pasti para budak kristen itu sudah menjadi direktur-direktur.

Bandingkan juga hal ini dengan ajaran Theologia Kemakmuran, yang mengharuskan orang kristen kaya. Mengapa budak-budak itu tidak menjadi kaya? Apakah mereka semua tidak / kurang beriman, atau banyak dosa?

d) Kekristenan dan perbudakan.

Dalam keadaan seperti inilah muncul kekristenan dengan berita bahwa setiap orang berharga di mata Allah. Ada 2 hal yang bisa terjadi pada situasi ini:

1. Kadang-kadang budak dan majikannya sama-sama menjadi kristen, dan budak itu lalu memandang pada hubungan yang baru antara dirinya dengan majikannya, dan menjadikannya sebagai alasan untuk melalaikan tugasnya. Juga ada budak yang mengandalkan kebaikan dari majikan kristennya dan mengira bahwa fakta bahwa mereka berdua adalah orang kristen memberikan kepada mereka suatu hak untuk membuang disiplin dan hukuman.

Barclay: “But Peter is quite clear. The relationship between Christian and Christian does not abolish the relationship between man and man. The Christian must, indeed, be a better workman than anyone else. His Christianity is not a reason for claiming exemption from discipline’; it should bring him under self-discipline and make him more conscientious than anyone else” (= Tetapi Petrus cukup jelas. Hubungan antara orang kristen dan orang kristen tidak menghapuskan hubungan antara manusia dengan manusia. Orang kristen memang harus merupakan seorang pekerja yang lebih baik dari pada orang-orang lain. Kekristenannya bukanlah alasan untuk menuntut pembebasan dari disiplin’; itu seharusnya membawanya ke bawah pendisiplinan diri sendiri dan membuatnya lebih bersungguh-sungguh dari pada orang-orang lain) - hal 212.

2. Budak-budak bisa memberontak dan berusaha menghapuskan perbudakan sama sekali. Ini akan menyebabkan mereka dihancurkan, dan juga menyebabkan kekristenan mendapatkan nama buruk.

Barclay: “Some students are puzzled that no New Testament writer ever pleads for the abolition of slavery or even says in so many words that it is wrong. The reason was simple. To have encouraged the slaves to rise against their masters would have been the way to speedy disaster. There had been such revolts before and they had always been quickly and savagely crushed. In any event, such teaching would merely have gained for Christianity the reputation of being a subversionary religion. There are some things which cannot happen quickly; there are some situations in which the leaven has to work and in which haste is the surest way to delay the desired end. The leaven of Christianity had to work for many generations before the abolition of slavery became a practical possibility. Peter was concerned that Christian slaves should demonstrate to the world that their Christianity did not make them disgruntled rebels but rather workmen who had found a new inspiration towards doing an honest day’s work. It will still often happen that, when some situation cannot at the time be changed, the Christian duty is to be Christian within that situation and to accept what cannot be changed until the leaven has worked” (= Sebagian pelajar bingung karena tidak ada penulis Perjanjian Baru yang pernah meminta penghapusan perbudakan atau bahkan mengatakan bahwa hal itu salah. Alasannya sederhana. Mendorong budak-budak untuk memberontak terhadap tuan-tuan mereka merupakan jalan kepada bencana yang cepat. Sebelum saat itu sudah pernah terjadi pemberontakan-pemberontakan dan mereka selalu dihancurkan dengan cepat dan kejam. Bagaimanapun juga, ajaran seperti itu hanya akan menyebabkan kekristenan mendapatkan reputasi sebagai agama yang bersifat subversif. Ada hal-hal yang tidak bisa terjadi dengan cepat; ada situasi-situasi dalam mana ragi harus bekerja dan dalam mana ketergesa-gesaan merupakan jalan yang paling pasti untuk menunda tujuan yang diinginkan. Ragi kekristenan harus bekerja untuk banyak generasi sebelum penghapusan perbudakan menjadi suatu kemungkinan yang praktis. Perhatian Petrus adalah supaya budak-budak kristen mendemonstrasikan kepada dunia bahwa kekristenan mereka tidak membuat mereka menjadi pemberontak-pemberontak yang tidak puas tetapi sebaliknya pekerja-pekerja yang telah menemukan suatu ilham baru untuk melakukan pekerjaan yang jujur. Masih sering terjadi bahwa pada waktu suatu situasi tidak bisa diubah pada saat itu, kewajiban orang kristen adalah untuk menjadi orang kristen dalam situasi itu dan menerima apa yang tidak bisa diubah sampai ragi telah bekerja) - hal 212-213.

Bandingkan kedua point di atas ini dengan kata-kata Paulus dalam 1Tim 6:1-2 - “(1) Semua orang yang menanggung beban perbudakan hendaknya menganggap tuan mereka layak mendapat segala penghormatan, agar nama Allah dan ajaran kita jangan dihujat orang. (2) Jika tuan mereka seorang percaya, janganlah ia kurang disegani karena bersaudara dalam Kristus, melainkan hendaklah ia dilayani mereka dengan lebih baik lagi, karena tuan yang menerima berkat pelayanan mereka ialah saudara yang percaya dan yang kekasih”.

e) Kita harus melakukan tindakan mulia sekalipun kita berada di tempat yang rendah.

Pulpit Commentary: “The person addressed. ‘Servants.’ ... In lowly life there may be the working out of noblest principles. ... The greatest principles of grace can be exemplified in the humblest position. ... Where no great deed is apparent, there may be the greatest victories. These servants were not called to prominent places in Church life, nor to activity in public events, nor to anything the world counts great, but to patient endurance. Yet is anything harder, and therefore, greater? It requires greater force of Christian character to suffer than to act; many eyes are fixed on action, in suffering we are cast almost wholly on the unseen. ... Let the sufferer, him with few talents, him who is oppressed, know that in enduring well he may rank with Jesus Christ’s nobility” (= Orang yang dituju. ‘Pelayan-pelayan’. ... Dalam kehidupan yang rendah bisa ada pemraktekan prinsip-prinsip yang mulia. ... Prinsip-prinsip yang terbesar dari kasih karunia bisa ditunjukkan dalam posisi yang paling rendah. ... Dimana tidak ada tindakan besar yang nyata, dimana bisa ada kemenangan-kemenangan yang terbesar. Pelayan-pelayan ini tidak dipanggil kepada tempat-tempat yang menonjol dalam kehidupan Gereja, ataupun kepada aktivitas-aktivitas dalam kejadian-kejadian umum, ataupun kepada apapun yang dianggap besar oleh dunia, tetapi kepada sikap bertahan yang sabar. Tetapi adakah sesuatu apapun yang lebih sukar, dan karena itu lebih besar? Membutuhkan kekuatan yang lebih besar dari karakter kristen untuk menderita dari pada untuk bertindak; banyak mata ditujukan pada tindakan, dalam penderitaan kita dilemparkan hampir seluruhnya pada apa yang tidak terlihat. ... Biarlah orang yang menderita, ia dengan sedikit talenta, ia yang ditindas, tahu bahwa dalam bertahan dengan baik ia bisa digolongkan dengan kemuliaan Yesus Kristus) - hal 111.

Pulpit Commentary: “none may make the circumstances of their life an excuse for neglecting religion. ... It is for them to do their duty to God and to man in that station to which God has been pleased to call them. ... Men must not fret and chafe against the toils and privations of their lot; they must do their duty in it, and they will find peace and inward satisfaction” (= tidak seorangpun yang boleh membuat sikon dari kehidupan mereka sebagai suatu alasan / dalih untuk mengabaikan agama. ... Mereka harus melakukan kewajiban mereka kepada Allah dan kepada manusia di tempat dimana Allah berkenan memanggil mereka. ... Manusia tidak boleh bersungut-sungut dan jengkel terhadap kerja keras dan kemelaratan dari nasib mereka; mereka harus melakukan kewajiban mereka di dalamnya, dan mereka akan mendapatkan damai dan kepuasan batin) - hal 83-84.

2) “tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu”.

a) ‘tuan’.

Barnes mengatakan (hal 1411) bahwa kata yang diterjemahkan ‘tuan’ di sini adalah DESPOTAIS, berbeda dengan kata yang digunakan dalam Ef 6:5 dimana digunakan kata Yunani KURIOIS.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “Despotai, ‘masters’, is a strong word, denoting ‘absolute ownership and uncontrolled power’” (= DESPOTAI, ‘tuan-tuan’, adalah suatu kata yang kuat / keras, menunjukkan ‘kepemilikan mutlak dan kuasa yang tidak terkontrol’) - hal 114.

Dari kata Yunani ini diturunkan kata bahasa Inggris ‘despot’ yang artinya adalah ‘raja yang lalim’ / ‘tiran’.

b) ‘tunduklah’.

Alexander Nisbet mengatakan bahwa pada saat itu banyak orang kristen yang menganggap bahwa kebebasan kristen berarti mereka tidak perlu tunduk kepada pemerintah ataupun kepada tuan / majikan mereka. Dalam 1Pet 2:13-17 Petrus menangani ketidak-tundukan kepada pemerintah, dan di sini Petrus menangani ketidak-tundukan kepada majikan / tuan.

c) ‘dengan penuh ketakutan’.

Calvin menafsirkan (hal 86) bahwa ‘ketakutan’ di sini harus diartikan sebagai ‘sincere and willing reverence’ (= rasa hormat yang tulus dan rela).

d) Perintah ini masih relevan pada jaman sekarang, sekalipun sudah tidak ada perbudakan.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “Nor can we argue that this teaching does not concern us since slavery is a thing of the past. There are in life comparable position in business or in household, in college and indeed in the Church, in which others are set over us. It is then our Christian calling to be submissive, co-operative and uncomplaining, even if pained by unfair treatment” (= Kita tidak bisa berargumentasi bahwa ajaran ini tidak berurusan dengan kita karena perbudakan merupakan suatu hal di masa lalu. Dalam kehidupan ada posisi yang bisa disamakan dalam bisnis atau dalam rumah tangga, dalam sekolah / fakultas, dan bahkan dalam gereja, dalam mana ada orang-orang yang diletakkan di atas kita. Maka merupakan panggilan kristen bagi kita untuk tunduk, bekerja sama dan tidak mengeluh, bahkan jika disakiti oleh perlakuan yang tidak adil) - hal 115.

Saya berpendapat bahwa sekalipun perintah ini memang bisa diberlakukan pada saat ini, tetapi itu tidak mutlak. Sebagai seorang pegawai / pelajar, tentu saja kita bisa saja keluar dari pekerjaan / sekolah kalau kita diperlakukan secara tidak adil, apalagi kalau hal itu betul-betul keterlaluan. Tetapi sebagai seorang istri / anak, hal ini lebih mutlak, karena istri tidak boleh menceraikan suaminya, dan anak tidak boleh memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Dalam gereja hal ini tidak bisa dimutlakkan, karena kalau dimutlakkan, itu bisa membahayakan. Calvin mengatakan (hal 87) bahwa ada orang-orang yang menggunakan bagian ini untuk mengatakan bahwa orang-orang kristen harus tunduk kepada Paus, tidak peduli bagaimana menyedihkan dan tidak dapat ditoleransinya pemerintahan mereka. Calvin mengatakan bahwa ini merupakan sesuatu yang ‘absurd’ (= menggelikan), dan juga menunjukkan betapa beraninya mereka mempermainkan Firman Allah.

3) “bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis”.

Jay E. Adams: “no slave could excuse his bad behavior on the basis of bad treatment by his master” (= tidak ada budak boleh memberikan dalih / alasan tentang sikapnya yang buruk berdasarkan perlakuan yang buruk oleh tuannya) - hal 87.

Ay 19: “Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung”.

1) “Sebab adalah kasih karunia”.

Kata ‘kasih karunia’ di sini merupakan terjemahan hurufiah, karena dalam bahasa Yunaninya digunakan kata KHARIS. Tetapi Calvin mengatakan bahwa di sini kata itu harus diartikan ‘praise’ (= pujian), atau ‘worthy of praise’ (= layak dipuji); sedangkan Barnes mengatakan (hal 1412) bahwa artinya adalah bahwa hal itu merupakan sesuatu yang diterima oleh Allah.

NIV: ‘For it is commendable’ (= Karena itu merupakan sesuatu yang patut dipuji).

Calvin juga mengatakan (hal 87-88) bahwa pada saat itu kata-kata ini merupakan sesuatu yang penting, karena pelayan-pelayan / budak-budak itu berada dalam keadaan yang buruk, dan mereka dianggap tidak lebih dari ternak. Satu-satunya hal yang harus mereka lakukan adalah memandang kepada Allah.

2) “jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung”.

Kata ‘kehendak’ sebetulnya tidak ada.

NIV: ‘if a man bears up under the pain of unjust suffering because he is conscious of God’ (= jika seseorang bertahan di bawah rasa sakit dari penderitaan yang tidak adil karena ia sadar akan Allah).

Bagian ini menunjukkan bahwa seseorang harus melakukan hal itu bukan karena ia memandang manusia, tetapi karena ia memandang Allah.

Calvin: “For conscience towards God means this, that one performs his duty, not from a regard to men, but to God. ... It is, in short, a general truth, that what we do is approved by God, if our object be to serve him, and if we are not influenced by a regard to man alone” (= Karena kesadaran terhadap Allah berarti ini: bahwa seseorang melakukan kewajibannya, bukan dari hormat kepada manusia, tetapi kepada Allah. ... Singkatnya, merupakan suatu kebenaran yang umum bahwa apa yang kita lakukan disetujui oleh Allah, jika tujuan kita adalah untuk melayani Dia, dan jika kita tidak dipengaruhi oleh hormat kepada manusia saja) - hal 88.

Bdk. Kolose 3:22 - “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan”.

Pulpit Commentary: “that is, consciousness of God’s presence, of his will, of our duties to him” (= yaitu, kesadaran tentang kehadiran Allah, tentang kehendakNya, dan tentang kewajiban-kewajiban kita kepadaNya) - hal 75.

Barnes’ Notes: “Our proper business in life is, to do the will of God; to evince the right spirit, however others may treat us; and to show, even under excessive wrong, the sustaining power and the excellence of true religion. Each one who is oppressed and wronged, therefore, has an eminent opportunity to show a spirit which will honour the gospel; and the slave and the martyr may do more to honour the gospel than if they were both permitted to enjoy liberty and life undisturbed” (= Urusan kita yang benar dalam kehidupan adalah melakukan kehendak Allah; menunjukkan semangat yang benar, bagaimanapun orang-orang lain memperlakukan kita; dan menunjukkan, bahkan di bawah hal-hal salah yang sangat banyak, kuasa yang menopang dan keunggulan dari agama yang benar. Karena itu, setiap orang yang ditindas dan disalahi, mempunyai suatu kesempatan yang menyolok untuk menunjukkan suatu semangat yang akan menghormati injil; dan seorang budak dan seorang martir bisa melakukan sesuatu yang lebih menghormati injil dari pada jika mereka diijinkan untuk menikmati kebebasan dan kehidupan yang tidak diganggu) - hal 1412.

Ay 20: “Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah”.

1) “Sebab dapatkah disebut pujian”.

KJV: ‘For what glory is it’ (= Karena apa kemuliaannya).

NASB: ‘For what credit is there’ (= Karena apa bagusnya). RSV/NIV » NASB.

2) “jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa”.

Ada kekurangan dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia di sini, dan TB2-LAI tidak memperbaikinya.

KJV: ‘if, when ye be buffeted for your faults, ye shall take it patiently?’ (= jika, pada waktu kamu dipukul karena kesalahan-kesalahanmu, kamu menerimanya dengan sabar?).

NIV: ‘if you receive a beating for doing wrong and endure it?’ (= jika kamu menerima suatu pukulan karena melakukan hal yang salah dan menahannya?).

Calvin berkata bahwa sebetulnya kalau kita menderita pukulan / dihukum karena kita berbuat dosa, dan kita menanggungnya dengan sabar, maka itu juga merupakan sesuatu yang baik. Jadi, di sini Petrus hanya mengatakan ini dalam suatu perbandingan.

3) “Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita”.

Di sini terjadi kekurangan yang sama seperti di atas.

KJV: ‘but if, when ye do well, and suffer for it, ye take it patiently’ (= tetapi jika pada waktu kamu berbuat baik, dan menderita karenanya, engkau menerimanya dengan sabar).

NIV: ‘But if you suffer for doing good and you endure it’ (= Tetapi jika kamu menderita karena melakukan hal yang baik dan kamu menahannya).

Dibandingkan dengan point 2) di atas, maka ini tentu merupakan sesuatu yang lebih baik.

4) “maka itu adalah kasih karunia pada Allah”.

NIV: ‘this is commendable before God’ (= ini merupakan sesuatu yang patut dipuji di hadapan Allah).

Sama seperti pada awal dari ay 19, di sini digunakan kata Yunani KHARIS.

Ay 21: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya”.

1) “Sebab untuk itulah kamu dipanggil”.

Calvin menganggap (hal 89) bahwa sekalipun pembicaraan mulai ay 18 berhubungan dengan pelayan / hamba, tetapi ay 21 ini tidak boleh dibatasi oleh pokok tersebut. Jadi, bagian ini dianggap berlaku umum untuk semua orang kristen.

2) “karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya”.

a) Terjemahan.

KJV: ‘because Christ also suffered for us, leaving us an example, that ye should follow his steps’ (= karena Kristus juga menderita untuk kita, meninggalkan kita suatu teladan, supaya kamu mengikuti langkahNya).

RSV/NIV/NASB menggunakan kata ganti orang seperti dalam Kitab Suci Indonesia.

KJV bisa berbeda karena menggunakan manuscripts yang berbeda. Clarke menganggap bahwa manuscripts yang benar menggunakan ‘kamu’, bukan ‘kita’. Pulpit Commentary juga mengatakan (hal 75) bahwa manuscript yang tertua menggunakan ‘kamu’.

b) Ada perubahan dalam pemikiran Petrus tentang penderitaan Kristus.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 94) bahwa merupakan sesuatu yang menarik untuk memperhatikan adanya perubahan dalam pemikiran Petrus tentang penderitaan Kristus. Dulu hal itu merupakan semacam batu sandungan baginya (Mat 16:21-22), tetapi sekarang ia mengatakan bahwa itu merupakan teladan bagi kita.

c) Tidak semua yang Kristus lakukan harus kita teladani.

Calvin: “it is necessary to know what in Christ is to be our example. He walked on the sea, he cleansed the leprous, he raised the dead, he restored sight to the blind: to try to imitate him in these things would be absurd. For when he gave these evidences of his power, it was not his object that we should thus imitate him. ... We ought, therefore, to exercise in this respect a right judgment; as also Augustine somewhere reminds us, when explaining the following passage, ‘Learn of me, for I am meek and lowly in heart.’ (Matt. 11:29.) And the same thing may be learnt from the words of Peter; for he marks the difference by saying that Christ’s patience is what we ought to follow” [= adalah perlu untuk mengetahui apa dalam Kristus yang harus menjadi teladan kita. Ia berjalan di laut, Ia mentahirkan orang yang sakit kusta, Ia membangkitkan orang mati, Ia memulihkan penglihatan orang buta: mencoba untuk meniru Dia dalam hal-hal ini merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena pada waktu Ia memberikan bukti-bukti kuasaNya ini, bukanlah merupakan tujuanNya bahwa kita meniru Dia. ... Karena itu, dalam hal ini kita harus menggunakan penghakiman / penilaian yang benar; seperti Agustinus juga pernah mengingatkan kita, pada waktu menjelaskan text yang berikut ini, ‘Belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati’ (Mat 11:29). Dan hal yang sama bisa dipelajari dari kata-kata Petrus; karena ia menunjukkan perbedaan dengan mengatakan bahwa kesabaran Kristus adalah apa yang harus kita ikuti] - hal 89.

Kata-kata Calvin memang benar. Tidak semua tindakan Kristus harus kita teladani, dan jelas bahwa penderitaan / kematian Kristus yang bersifat menggantikan kita / menebus dosa kita, tidak mungkin kita teladani.

Bdk. Maz 49:8-9 - “(8) Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya, (9) karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya, dan tidak memadai untuk selama-lamanya”. Ini salah terjemahan.

NIV: ‘No man can redeem the life of another or give to God a ransom for him - the ransom for a life is costly, no payment is ever enough’ (= Tak seorangpun bisa menebus nyawa orang lain atau memberi kepada Allah suatu tebusan untuknya - tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).

d) Kita baru bisa menjadikan Kristus sebagai teladan kita kalau kita sudah menerima Dia sebagai Pengganti kita dalam memikul hukuman dosa / Penebus kita.

Pulpit Commentary: “We must begin with ‘Christ suffered for us’ if we are to live like Christ. Only when I look to his cross as the great act of his love, by which he gave himself wholly for me and bore the burden of my sin, do I receive the power to follow him and live as he lived. ... Unless the sufferings of Christ are to us the propitiation for our sins, they will never be to us the pattern for our lives. Unless they are the pattern for our lives, it is vain to fancy that they are the propitiation for our sins. What God has joined together let not man put asunder. ‘Christ has suffered for us’ - there is the whole gospel; ‘leaving us an example’ - there is the whole law” (= Kita harus mulai dengan ‘Kristus menderita untuk kita’ jika kita mau hidup seperti Kristus. Hanya pada saat saya memandang kepada salibNya sebagai tindakan besar / agung dari kasihNya, dengan mana Ia menyerahkan diriNya sendiri seluruhnya untuk saya dan memikul beban dosa saya, maka barulah saya menerima kuasa untuk mengikuti Dia dan hidup sebagaimana Ia hidup. ... Kecuali penderitaan Kristus merupakan perdamaian untuk dosa-dosa kita, maka penderitaan itu tidak akan pernah menjadi pola untuk kehidupan kita. Kecuali penderitaan Kristus merupakan pola kehidupan kita, adalah sia-sia untuk mengkhayalkan bahwa penderitaan itu adalah pendamaian untuk dosa-dosa kita. Apa yang dipersatukan oleh Allah, janganlah diceraikan / dipisahkan oleh manusia. ‘Kristus telah menderita untuk kita’ - di situlah seluruh Injil; ‘meninggalkan teladan bagi kita’ - di situlah seluruh hukum) - hal 95,96.

Ay 22: “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya”.

Calvin: “He then declares that there was in Christ the highest perfection of innocency, such as no one of us can dare claim for himself. It hence appears more fully how unjustly he suffered beyond all others. There is, therefore, no reason why any one of us should refuse to suffer after his example, since no one is so conscious of having acted rightly, as not to know that he is imperfect” (= Ia lalu menyatakan bahwa dalam Kristus ada kesempurnaan tertinggi dari ketidak-berdosaan, seperti yang tidak seorangpun dari kita berani mengclaim untuk dirinya sendiri. Karena itu makin terlihat betapa Ia menderita secara tidak adil melebihi semua yang lain. Karena itu, tidak ada alasan mengapa ada di antara kita yang menolak untuk mengikuti teladanNya, karena tidak seorangpun yang begitu sadar bahwa ia telah bertindak dengan benar sehingga tidak mengetahui bahwa ia tidak sempurna) - hal 90.

Ay 23: “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”.

1) “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam”.

Pada waktu Yesus mengatakan bahwa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu munafik (Mat 23:15,29), seperti kuburan (Matius 23:27), ular beludak (Mat 23:33), dan bahwa setan adalah bapa mereka (Yoh 8:44), itu tidak bisa dianggap sebagai caci maki, tetapi sebagai teguran / kecaman karena dosa-dosa mereka.

2) “tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”.

a) Terjemahan.

TB2-LAI: “tetapi Ia menyerahkan diriNya kepada Dia yang menghakimi dengan adil”.

NIV: ‘Instead, he entrusted himself to him who judges justly’ (= Sebaliknya, Ia mempercayakan diriNya sendiri kepada Dia yang menghakimi dengan adil).

Sebetulnya, baik kata ‘nya’ dalam TB1-LAI, maupun kata ‘diriNya’ dalam TB2-LAI, maupun kata ‘himself’ (= diriNya sendiri) dalam NIV, tidak ada dalam bahasa aslinya.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 76) bahwa kata kerja ‘menyerahkan’ tidak mempunyai obyek dalam bahasa aslinya. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah: “tetapi Ia menyerahkan kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”.

Lalu para penafsir menyuplai obyeknya secara berbeda-beda. Ada yang menambahkan ‘diriNya sendiri’, ‘perkaraNya’, ‘penderitaanNya’, atau ‘mereka yang memberikan penderitaan kepadanya’.

Calvin menyuplai dengan kata-kata ‘his cause’ (= perkaraNya).

Clarke mengatakan (hal 855) bahwa Latin Vulgate dalam ayat ini berbunyi: ‘He delivered himself to him who judged unrighteously’ (= Ia menyerahkan diriNya sendiri kepada dia yang menghakimi dengan tidak benar / tidak adil), dan kata ‘dia’ dianggap menunjuk kepada Pontius Pilatus. Clarke menambahkan bahwa ada beberapa pengkritik yang menerima terjemahan ini, tetapi tidak ada bukti yang cukup untuk menerima terjemahan ini sebagai terjemahan yang benar / asli. Barnes mengatakan hal yang sama (hal 1413).

b) ‘Menyerahkan kepada Allah’ berarti ‘tidak membalas dendam’.

Bandingkan dengan:

· Roma 12:19 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan”.

· Ul 32:35 - “HakKulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka”.

Calvin: “he who leaps to take vengeance, intrudes into what belongs to God, and suffers not God to perform his own office” (= ia yang melompat untuk membalas dendam, mencampuri ke dalam apa yang menjadi milik Allah, dan tidak membiarkan Allah untuk melakukan fungsi / kewajibanNya) - hal 91.

Ini tidak boleh diartikan bahwa kita tidak membalas karena kita menginginkan bahwa Allah membalas dendam untuk kita. Bandingkan dengan:

¨ Mat 5:44 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”.

¨ Luk 23:34 - “Yesus berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’”.

c) Bagaimanapun juga, kata-kata ‘Dia, yang menghakimi dengan adil’ memberikan penghiburan bagi kita yang ditindas. Kalau kita ditindas, dan kita menyerahkannya kepada Allah, maka Ia akan menghakimi dengan adil (pada waktuNya, dan dengan caraNya!).

Calvin: “Peter adds this for the consolation of the godly, that is, that if they patiently endured the reproaches and violence of the wicked, they would have God as their defender. ... as though he had said, ‘It behoves us calmly to bear evils; God in the meantime will not neglect what belongs to him, but will shew himself to be a righteous judge.’ However wanton then the ungodly may be for a time, yet they shall not be unpunished for the wrongs done now to the children of God” (= Petrus menambahkan ini untuk menghibur orang-orang saleh, yaitu, bahwa jika mereka menahan dengan sabar celaan dan kekerasan / kekejaman dari orang-orang jahat, maka mereka akan mempunyai Allah sebagai pembela mereka. ... seakan-akan ia berkata: ‘Adalah perlu bagi kita untuk dengan tenang menanggung kejahatan; dalam pada itu Allah tidak akan mengabaikan apa yang menjadi bagianNya, tetapi akan menunjukkan diriNya sendiri sebagai Hakim yang benar / adil’. Maka betapapun tak terkendalinya orang-orang jahat untuk sementara waktu, tetapi mereka tidak akan tidak dihukum untuk kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan sekarang terhadap anak-anak Allah) - hal 90.

Ay 24: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh”.

1) “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib”.

a) ‘di dalam tubuhNya’.

Matthew Poole mengatakan (hal 907) bahwa kata ‘tubuh’ di sini tidak boleh diartikan bahwa Kristus hanya menderita dalam tubuhNya, tidak dalam jiwaNya. Ini harus diartikan sebagai suatu synecdoche (= suatu gaya bahasa dimana seluruhnya diwakili oleh sebagian, atau sebagian diwakili oleh seluruhnya), yang menunjuk kepada seluruh hakekat manusia dari Kristus.

Bdk. Yes 53:10 - “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya”.

KJV: ‘his soul’ (= jiwanya).

NIV: ‘his life’ (= nyawanya).

Dalam bahasa Ibraninya memang ada kata NEPHES, yang artinya ‘jiwa’.

b) ‘di kayu salib’.

Calvin: “he expressly adds, ‘on the tree,’ because he could not offer such an expiation except on the cross” (= ia menambahkan secara jelas ‘di kayu salib’, karena ia tidak bisa menawarkan penebusan seperti itu kecuali pada salib) - hal 92.

c) Petrus tidak bisa tidak membicarakan penebusan Kristus.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “It is particularly noteworthy that in a context in which Peter is primarily concerned to exhort his readers to follow Christ’s example and patiently endure unjust treatment, once he has introduced the subject of Christ’s suffering, he cannot refrain from giving explicit mention of its unique atoning character” (= Merupakan sesuatu yang secara khusus perlu diperhatikan bahwa dalam suatu kontext dalam mana Petrus terutama sedang mempersoalkan untuk mendesak pembacanya untuk mengikuti teladan Kristus dan dengan sabar menahan perlakuan yang tidak adil, sekali ia telah membicarakan pokok tentang penderitaan Kristus, ia tidak bisa menahan untuk tidak menyebutkan secara explicit tentang sifat penebusannya yang unik) - hal 120.

Penerapan: adalah aneh kalau ada pendeta / penginjil / pengkhotbah / guru Sekolah Minggu yang bisa membicarakan Natal / Jum’at Agung / Paskah, tetapi sama sekali tidak memberitakan Injil ataupun membicarakan penebusan yang Kristus lakukan bagi manusia berdosa! Seorang pemberita Firman Tuhan seharusnya mempunyai jiwa penginjilan seperti Petrus!

2) “supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran”.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb apoginesthai, ‘being dead,’ occurs nowhere else in the Greek Bible. It means literally ‘to be away’ or ‘removed from’, ‘to depart’; and the participle here used is found in classical Greek writers to describe ‘the departed’, i.e. ‘the dead’. Here the word describes what sinners are to become in relation to their sins, because Christ bore these sins for them (cf. 4:1; Rom. 6:2,11). The idea is that, Christ having died for sins and to sin, as our proxy or substitute, our consequent standing before God is that of those who have no more connection with our old sins, or with the life of sinning” [= Kata kerja APOGINESTHAI, ‘mati terhadap dosa’, tidak muncul di tempat lain dalam Alkitab Yunani. Artinya secara hurufiah adalah ‘berada jauh’ atau ‘disingkirkan dari’, ‘pergi’; dan bentuk participle yang digunakan di sini ditemukan dalam penulis-penulis Yunani klasik untuk menggambarkan ‘orang yang sudah pergi’, yaitu ‘orang mati’. Di sini kata itu menggambarkan orang-orang berdosa harus menjadi apa dalam hubungannya dengan dosa-dosa mereka, karena Kristus memikul dosa-dosa ini untuk mereka (bdk. 4:1; Ro 6:2,11). Pemikiran / gagasannya adalah bahwa karena Kristus telah mati untuk dosa-dosa dan bagi dosa, sebagai wakil atau pengganti, maka sebagai akibatnya kedudukan kita di hadapan Allah adalah seperti mereka yang tidak lagi mempunyai hubungan dengan dosa-dosa lama, atau dengan kehidupan yang berdosa] - hal 121.

3) “Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh”.

Barnes’ Notes: “Sin is often spoken of as a disease, and redemption from it as a restoration from a deadly malady” (= Dosa sering dibicarakan sebagai suatu penyakit, dan penebusan darinya sebagai suatu pemulihan dari penyakit yang mematikan) - hal 1414.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “Here, as Theodore said, is ‘a new and strange method of healing; the doctor suffered the cost, and the sick received the healing’” (= Di sini, seperti dikatakan oleh Theodore, ada ‘suatu metode penyembuhan yang baru dan aneh; sang dokter memikul biayanya, dan si sakit menerima penyembuhan’) - hal 121.

Catatan: Perhatikan bahwa kata-kata ini diterapkan secara rohani, bukan secara jasmani!

Ay 21-24: “(21) Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. (22) Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya. (23) Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. (24) Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh. (25) Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

Pulpit Commentary menganggap bahwa di sini Petrus menjelaskan secara berlama-lama dan secara cukup terperinci penderitaan fisik yang Yesus alami untuk menebus dosa kita. Sekalipun ia mengakui bahwa merupakan sesuatu yang memungkinkan untuk terlalu memainkan perasaan dari para pendengar pada waktu menceritakan hal-hal ini, tetapi ia juga mengingatkan bahwa kita bisa jatuh ke extrim yang lain, yaitu dengan sama sekali tidak mau membicarakan penderitaan fisik yang Yesus alami bagi kita. Ini salah, karena hal itu dibutuhkan orang kristen untuk bisa membangkitkan semangatnya.

Pulpit Commentary: “Note, too, that the apostle dwells on the sufferings, the actual mental and physical pain, and not only on the fact of death. The loving memory of the eye-witness of his Lord’s Passion retains each incident of the slow torture, the buffeting, the mocking, the livid weals of the cruel scourge, the fainting form bearing the heavy cross, and the unmoved meekness in it all. Sensuous representation of Christ’s sufferings have often been carried too far, but surely there is a danger of going to the other extreme; and every Christian life needs for its vigour a believing and realizing contemplation of the sufferings of Christ endured for and instead of us” (= Perhatikan juga bahwa sang rasul berlama-lama dalam menyatakan penderitaan-penderitaan itu, rasa sakit secara mental yang sungguh-sungguh dan secara fisik, dan bukan hanya pada fakta dari kematian. Ingatan kasih dari saksi mata tentang penderitaan Tuhannya mempertahankan setiap peristiwa dari penyiksaan yang lambat itu, pemukulan, pengejekan, bilur-bilur yang merah kebiru-biruan dari pencambukan, kondisi yang lemah pada saat memikul salib yang berat, dan kelembutan yang tidak berubah di dalam semua itu. Memang penggambaran yang berhubungan dengan perasaan tentang penderitaan Kristus seringkali dilakukan terlalu jauh, tetapi pasti juga ada bahaya untuk pergi ke extrim satunya; dan setiap kehidupan kristen membutuhkan untuk semangatnya suatu perenungan yang dipercayai dan disadari tentang penderitaan-penderitaan Kristus yang dialami untuk kita dan sebagai ganti kita) - ‘The First Epistle General of Peter’, hal 95.

Bandingkan pandangan Pulpit Commentary di atas ini dengan pandangan Leon Morris di bawah ini.

Pada waktu membahas tentang pencambukan dalam Yoh 19:1, Leon Morris mengatakan bahwa para penulis Injil hanya menyatakan hal itu secara singkat (dengan satu kata saja), karena mereka tidak mau membangkitkan emosi pembacanya.

Leon Morris (NICNT): “It is a further example of the reserve of the Gospels that they use but one word to describe this piece of frightfulness. There is no attempt to play on our emotions” (= Itu merupakan contoh lagi tentang sikap hati-hati dari Injil-injil dimana mereka menggunakan hanya satu kata untuk menggambarkan potongan yang menakutkan ini. Tidak ada usaha untuk mengambil keuntungan secara tidak benar dari emosi kita) - ‘The Gospel according to John’, hal 790.

Dalam pembahasan tentang penyaliban dalam Yoh 19:18, ia mengatakan hal yang serupa.

Leon Morris (NICNT): “John describes the horror that was crucifixion in a single word. As in the case of the scourging, he simply mentions the fact and passes on. Popular piety, both Protestant and Catholic, has often tended to make a great deal of the sufferings of Jesus, to reflect on what was done and to dwell on the anguish He suffered. None of the Gospels does this. The Evangelists record the fact and let it go at that. The death of Jesus for men was their concern. They make no attempt to play on the heartstrings of their readers” (= Yohanes menggambarkan kengerian penyaliban dalam satu kata. Seperti dalam kasus pencambukan / penyesahan, ia hanya menyebutkan fakta itu dan lalu melanjutkan ceritanya. Orang-orang saleh yang terkenal, baik Protestan maupun Katolik, sering cenderung untuk menekankan penderitaan Yesus, merenungkan apa yang dilakukan / terjadi, dan berlama-lama dalam menyatakan penderitaan yang Ia derita. Tidak ada dari Injil-injil yang melakukan hal ini. Mereka tidak berusaha untuk mengambil keuntungan yang tidak benar dari perasaan hati dari pembaca mereka) - ‘The Gospel according to John’, hal 805-806.

Dan dalam tafsirannya tentang Luk 23:33, Leon Morris juga mengatakan hal yang kurang lebih sama.

Leon Morris (Tyndale): “Crucifixion was a slow and painful death, but it is noteworthy that none of the Evangelists dwells on the torment Jesus endured. The New Testament concentrates on the significance of Jesus’ death, not on harrowing our feelings” (= Penyaliban merupakan kematian yang lambat dan menyakitkan, tetapi patut diperhatikan bahwa tidak seorangpun dari para Penginjil / Penulis Injil yang berlama-lama dalam menyatakan siksaan yang dialami oleh Yesus. Perjanjian Baru memusatkan perhatian pada arti dari kematian Yesus, bukan untuk menggaru / melukai perasaan kita) - hal 326.

Saya memang tidak setuju dengan cara yang digunakan oleh sebagian pengkhotbah yang memang betul-betul berusaha membangkitkan emosi dari para pendengarnya pada waktu sang pengkhotbah menggambarkan penderitaan Kristus. Misalnya dengan secara sengaja menggunakan suara yang menyerupai orang yang menangis (Catatan: ini berbeda dengan kalau pengkhotbah tersebut betul-betul menangis; dalam hal ini tentu ia tidak bisa disalahkan). Menurut saya cara ini sengaja mempermainkan emosi dari para pendengar.

Tetapi saya tidak sependapat dengan Leon Morris kalau kita tidak boleh membicarakan penderitaan Kristus secara mendetail, karena hal itu selalu mempermainkan perasaan pendengar. Kita bisa melakukan hal itu, bukan dengan tujuan mempermainkan emosi para pendengar, tetapi untuk memberi pengertian kepada pikiran mereka tentang hebatnya penderitaan fisik yang Kristus alami bagi mereka, dengan tujuan supaya mereka makin merasakan kasih Kristus kepada mereka, sehingga merekapun bisa lebih mengasihi Kristus.

Geldenhuis mempunyai pandangan berbeda mengapa para penulis Injil hanya menceritakan secara singkat penderitaan fisik yang Yesus alami, yaitu supaya perhatian pembaca tidak dipusatkan pada penderitaan fisik dari Yesus saja dan dengan demikian mengabaikan penderitaan rohaniNya yang merupakan hakekat terdalam dari penderitaan Yesus.

Norval Geldenhuys (NICNT): “the physical agony which Jesus had to endure was but the faintest reflection of the spiritual suffering He had to undergo as the Bearer of the sin of lost mankind. For this reason the Gospels give practically no details of His physical suffering, so that the reader’s attention should not be concentrated upon outward things and thus overlook the deepest essence of His suffering” (= penderitaan fisik yang harus dialami oleh Yesus hanyalah merupakan bayangan yang paling lemah tentang penderitaan rohani yang harus Ia alami sebagai pemikul dosa dari umat manusia yang terhilang. Untuk alasan ini Injil-injil secara praktis tidak memberikan hal-hal terperinci dari penderitaan fisikNya, sehingga perhatian pembaca tidak terpusatkan pada hal-hal lahiriah dan dengan demikian mengabaikan hakekat terdalam dari penderitaanNya) - hal 608.

Ay 25: “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

1) “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali”.

Calvin: “‘For ye were as sheep.’ This also has Peter borrowed from Isaiah, except that the Prophet makes it a universal statement, ‘All we like sheep have gone astray.’ (Isaiah 53:6.) ... The meaning then is, that we are all going astray from the way of salvation, and proceeding in the way of ruin, until Christ brings us back from this wandering. And this appears still more evident from the clause which follows, ‘but are now returned to the Shepherd,’ &c.; for all who are not rules by Christ, are wandering like lost sheep in the ways of error. Thus, then, is condemned the whole wisdom of the world, which does not submit to the government of Christ” [= ‘Karena dahulu kamu seperti domba’. Ini juga dipinjam oleh Petrus dari Yesaya, kecuali bahwa Yesaya membuatnya menjadi pernyataan yang bersifat universal, ‘Kita sekalian / semua kita sesat seperti domba’ (Yesaya 53:6). ... Maka artinya adalah bahwa kita semua sesat dari jalan keselamatan, dan berjalan di jalan kehancuran, sampai Kristus membawa kita kembali dari penyimpangan ini. Dan ini kelihatan lebih jelas dari kalimat berikutnya, ‘tetapi sekarang kamu telah kembali kepada Gembala’, dst; karena semua yang tidak diperintah oleh Kristus sedang mengembara / menyimpang seperti domba yang hilang di jalan kesalahan. Maka demikianlah dikecam seluruh hikmat dari dunia, yang tidak tunduk pada pemerintahan Kristus] - hal 94.

2) “kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

a) Editor dari Calvin’s Commentary (hal 94, footnote) memberikan pandangan Macknight yang beranggapan bahwa kata ‘Gembala’ di sini diambil dari Yeh 34:23, sedangkan kata ‘Bishop’ / ‘Overseer’ diambil dari Yeh 34:11, yang dalam Septuaginta berbunyi: ‘I will oversee them’ (= Aku akan mengawasi / menilik mereka).

b) ‘gembala’.

Gembala memberikan pimpinan, penjagaan, dan juga pemeliharaan / pemberian kebutuhan. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan rohani maupun jasmani.

Dan tentang pencukupan kebutuhan rohani, Pulpit Commentary berkata: “He himself is the Pastures as well as the Shepherd of the soul, and ever gives himself to satisfy the hunger of the human heart” (= Ia sendiri adalah padang rumput maupun Gembala dari jiwa, dan selalu memberikan diriNya sendiri untuk memuaskan rasa lapar dari hati manusia) - hal 97.

c) “pemelihara”.

KJV: ‘Bishop’ (= Uskup).

RSV/NASB: ‘Guardian’ (= Penjaga).

NIV: ‘Overseer’ (= Pengawas / penilik).

Pulpit Commentary: “The original meaning of the word is ‘overseer,’ and that suggests the vigilant inspection which he exercises over his Church. The good Shepherd knows each sheep by name, and his watchful eye is on every one of the flock. The title is the condensation into one word of the solemn clause in the apocalyptic vision of the Christ in the midst of the golden lamps, which tells how ‘his eyes were as a flame of fire,’ and of the sevenfold ‘I know thy works,’ which heralds each message to the Churches” (= Arti orisinil dari kata itu adalah ‘pengawas / penilik’, dan itu menunjukkan pemeriksaan yang bersifat waspada yang Ia jalankan atas GerejaNya. Sang Gembala yang baik mengetahui nama setiap domba, dan mataNya yang berjaga-jaga memperhatikan setiap domba. Gelar itu merupakan penyingkatan menjadi satu kata dari kalimat dalam penglihatan apokaliptik dari Kristus di tengah-tengah kaki dian emas, yang menceritakan bagaimana ‘mataNya bagaikan nyala api’, dan dari 7 x kata-kata ‘Aku tahu pekerjaanmu’ yang memberitakan setiap berita / pesan kepada Gereja-gereja) - hal 97.

Barnes’ Notes: “The word rendered ‘bishop,’ (EPISKOPOS,) means ‘overseer.’ ... It is applied in the New Testament to those who are appointed to watch over the interests of the church, and especially to the officers of the church. Here it is applied to the Lord Jesus as the great Guardian and Superintendent of his church; and the title of Universal Bishop belongs to him alone” [= Kata yang diterjemahkan ‘uskup’ (EPISKOPOS), berarti ‘penilik / pengawas’. ... Dalam Perjanjian Baru itu diterapkan kepada mereka yang ditetapkan untuk berjaga-jaga terhadap kepentingan gereja dan khususnya kepada pejabat-pejabat dari gereja. Di sini itu diterapkan kepada Tuhan Yesus sebagai Penjaga dan Pengawas dari gerejaNya; dan gelar Uskup Universal hanya menjadi milikNya saja] - hal 1414.

d) ‘jiwamu’.

Barnes (hal 1414) menekankan kata ‘jiwamu’ di sini, dan mengatakan bahwa sekalipun Yesus juga memperhatikan tubuh kita (bdk. Mat 15:32), tetapi Ia lebih mementingkan pemeliharaan dan penjagaan terhadap jiwa kita.

Penerapan: apakah saudara juga lebih mementingkan jiwa saudara dari pada tubuh saudara? Dan dalam memperhatikan orang lain, apakah saudara juga lebih mementingkan jiwanya dari pada tubuhnya?

e) ‘gembala dan pemelihara jiwamu’.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “in principle, ‘pastor’ and ‘bishop’ are not two distinct offices, but alternative names for men called to the same kind of ministry in the Church of God. So Peter exhorts elders or presbyters to function both as shepherds and bishops (5:1-2); and Paul exhorts ‘bishops’ (whom Luke describes as elders or presbyters of the church) to function as pastors (Acts 20:17,28)” [= dalam prinsipnya, ‘gembala’ dan ‘uskup’ bukanlah dua jabatan yang berbeda, tetapi sebutan yang lain untuk orang-orang yang dipanggil kepada pelayanan dari jenis yang sama dalam Gereja Allah. Oleh sebab itu Petrus mendesak tua-tua atau penatua-penatua untuk berfungsi baik sebagai gembala dan uskup (5:1-2); dan Paulus mendesak ‘uskup’ (yang digambarkan oleh Lukas sebagai tua-tua atau penatua-penatua dari gereja) untuk berfungsi sebagai gembala (Kis 20:17,28)] - hal 122.

Kis 20:17,28 - “(17) Karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaat datang ke Miletus. ... (28) Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.

1Pet 5:1-2 - “(1) Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. (2) Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri”.

Dalam ay 2 ada perbedaan terjemahan antara TB1-LAI, TB2-LAI dan RSV di satu pihak, dengan KJV/NIV/NASB di pihak lain, karena adanya perbedaan manuscripts.

KJV: ‘Feed the flock of God which is among you, taking the oversight thereof, not by constraint, but willingly; not for filthy lucre, but of a ready mind’ (= Berilah makanan kawanan domba Allah yang ada di antara kamu, dengan melakukan penilikan / pengawasan terhadapnya, bukan dengan paksaan, tetapi dengan rela; bukan untuk uang yang kotor, tetapi dari pikiran yang siap / rela).

NIV: ‘Be shepherds of God's flock that is under your care, serving as overseers - not because you must, but because you are willing, as God wants you to be; not greedy for money, but eager to serve’ (= Jadilah gembala dari kawanan domba Allah yang ada di bawah pemeliharaanmu, dengan melayani sebagai penilik / pengawas - bukan karena engkau harus, tetapi karena engkau rela melakukannya, sebagaimana Allah menghendakinya; bukan dengan ketamakan akan uang, tetapi dengan keinginan untuk melayani).

NASB: ‘shepherd the flock of God among you, exercising oversight not under compulsion, but voluntarily, according to the will of God; and not for sordid gain, but with eagerness’ (= gembalakanlah kawanan domba Allah di antaramu, dengan melakukan pengawasan bukan di bawah paksaan, tetapi dengan sukarela, sesuai kehendak Allah; dan bukan untuk keuntungan yang kotor, tetapi dengan keinginan).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “It also implies that in the Church the only ‘chief Shepherd’ (5:4), and the one supreme, indispensable Bishop, is Christ Himself, not some other earthly Pope or Primate” [= Secara tak langsung ini menunjukkan bahwa dalam Gereja satu-satunya Gembala Kepala / Agung (5:4), dan satu-satunya Uskup tertinggi dan yang sangat diperlukan, adalah Kristus sendiri, bukan Paus atau Uskup tertinggi duniawi yang lain] - hal 122.

Matthew Poole: “This he adds for the comfort (as of all believers, so) particularly of servants, that even they, as mean as they were, ... yet were under the care and tuition of Christ” (= Ini ia tambahkan untuk penghiburan bagi semua orang percaya, tetapi khususnya pelayan-pelayan, bahwa sekalipun mereka begitu hina, ... tetapi mereka ada di bawah perhatian / pemeliharaan dan perlindungan dari Kristus) - hal 908.

I Petrus 3:1-7

Ay 1-2: “(1) Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, (2) jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu”.

1) Di sini Petrus memberikan peraturan berkenaan dengan hubungan istri dengan suaminya.

2) Kata ‘tunduklah’ sebetulnya bukan betul-betul suatu imperative / kata perintah, tetapi suatu participle yang mengandung suatu perintah (‘Analytical Greek New Testament’), dan ini ada dalam bentuk present, menunjukkan bahwa itu harus dilakukan terus menerus (Pulpit Commentary, hal 128).

3) Alan M. Stibbs (Tyndale) mengatakan (hal 123) bahwa kalau istri diperintahkan untuk tunduk kepada suami, itu tidak berarti bahwa di hadapan Tuhan perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Ketundukan itu harus ada demi keteraturan dan kebahagiaan keluarga. Sama seperti sebuah team olah raga harus mempunyai kapten, demikian juga suatu keluarga harus mempunyai kepala, dan Allah menetapkan suami sebagai kepala. Karena itu, keputusan terakhir tentang apa yang akan dilakukan, dan bagaimana atau kapan hal itu dilakukan, ada pada suami.

Catatan: dalam Allah Tritunggal juga ada ‘economic subordination’, dimana Anak tunduk kepada Bapa, dan Roh Kudus tunduk kepada Bapa dan Anak! Ini perlu demi keteraturan, dan ini juga tidak berarti bahwa Bapa lebih besar dari pada Anak, atau Bapa / Anak lebih besar dari pada Roh Kudus.

4) Kalau dalam kontext sebelum ini (2:18-25) Petrus membicarakan ketundukan hamba kepada tuannya, maka sekarang ia membicarakan ketundukan istri terhadap suami. Kalau dalam kontext sebelum ini Petrus mengatakan bahwa hamba harus tunduk kepada tuannya sekalipun tuannya kejam / jahat (2:18b), maka di sini ia mengatakan bahwa istri harus tunduk kepada suaminya sekalipun suaminya adalah orang yang tidak beriman (ay 1 - ‘tidak taat kepada Firman’). Jadi, suami tidak beriman atau jahat bukan alasan yang bisa diterima yang menyebabkan istri boleh tidak tunduk kepadanya.

Adam Clarke: “Consider that your husband is, by God’s appointment, the head and ruler of the house; do not, therefore, attempt to usurp his government; for even though he obeys not the word - is not a believer in the Christian doctrine, his rule is not thereby impaired” (= Pertimbangkanlah bahwa suamimu, oleh penetapan Allah, adalah kepala dan penguasa / pemerintah dari rumah / keluarga; karena itu janganlah berusaha untuk merebut pemerintahannya; karena sekalipun ia tidak taat kepada firman - bukan seorang yang percaya kepada ajaran Kristen, pemerintahannya tidak dirusak / dikurangi oleh hal itu) - hal 856.

5) Ini tidak berarti bahwa boleh ada pernikahan antara orang beriman dengan orang yang tidak beriman (bdk. 2Kor 6:14). Bisa terjadi pernikahan seperti ini karena dulunya dua-duanya tidak beriman, tetapi lalu istrinya bertobat sedangkan suaminya tidak. Kasus yang sama juga yang dimaksudkan oleh Paulus dalam 1Kor 7:12-16.

6) Calvin mengatakan (hal 95) bahwa kalau istri yang mempunyai suami yang tidak beriman saja tetap harus tunduk kepada suaminya, lebih-lebih istri yang mempunyai suami yang beriman.

7) Juga ay 1 ini menunjukkan bahwa istri-istri itu mempunyai kewajiban untuk memenangkan suaminya bagi Tuhan. Ketundukan istri terhadap suami yang tidak beriman itu bertujuan untuk memenangkan si suami.

Pulpit Commentary: “The case of a Christian wife with an unbelieving husband would be one of especial difficulty. She would probably have to hear religion derided, her Saviour insulted; she would have to endure constant reproaches and sarcasm, often hardship, and even brutal cruelty. ... St. Peter here counsels submission; the power of gentleness might succeed in winning those who could be won in no other way. ... The silent eloquence of a holy, self-denying life will generally be more powerful than argument and controversy. ... The earnest words of Christian men and women are sometimes greatly blessed, but a humble holy life will often win souls which no eloquence could touch” (= Kasus dari seorang istri Kristen dengan seorang suami yang tidak percaya merupakan suatu kasus yang sangat sukar. Ia mungkin harus mendengar agamanya diejek, Juruselamatnya dihina; ia harus menahan celaan dan sindiran yang tajam secara terus menerus, kadang-kadang penderitaan / kesukaran, dan bahkan kekejaman yang brutal. ... Santo Petrus di sini menasehatkan ketundukan; kekuatan dari kelembutan bisa berhasil dalam memenangkan mereka yang tidak bisa dimenangkan dengan cara lain. ... Kefasihan yang diam dari kehidupan yang kudus dan menyangkal diri biasanya akan lebih berkuasa dari pada argumentasi dan perdebatan / pertengkaran. ... Kata-kata yang sungguh-sungguh dari orang-orang Kristen kadang-kadang sangat diberkati, tetapi kehidupan yang kudus dan rendah hati sering memenangkan jiwa-jiwa yang tidak bisa disentuh oleh kefasihan) - hal 138,139.

Barclay: “Peter does not tell the wife to preach or to argue. ... It is by the silent preaching of the loveliness of her life that she must break down the barriers of prejudice and hostility, and win her husband for her new Master. ... she must live in selfless service, in goodness and in serene trust. That would be the best sermon she could preach to win her husband for Christ” (= Petrus tidak menyuruh istri untuk memberitakan atau untuk berargumentasi. ... Adalah dengan khotbah yang diam dari keindahan dari kehidupannya ia harus menghancurkan rintangan dari prasangka dan permusuhan, dan memenangkan suaminya untuk Tuannya yang baru. ... ia harus hidup dalam pelayanan yang mati terhadap diri sendiri, dalam kebaikan dan dalam kepercayaan yang tenang / tenteram. Itu akan merupakan khotbah terbaik yang bisa ia khotbahkan untuk memenangkan suaminya untuk Kristus) - hal 219,222.

8) Apakah ayat ini, khususnya kata-kata ‘tanpa perkataan’, berarti bahwa kita bisa memenangkan jiwa hanya dengan kesalehan, tanpa pemberitaan Injil?

Mungkin orang Liberal mempunyai kepercayaan seperti itu, tetapi Calvin menjawab pertanyaan ini dengan komentarnya tentang 1Pet 3:1-2 itu yang berbunyi sebagai berikut: “But it may seem strange that Peter should say, that a husband might be gained to the Lord without a word; for why is it said, that ‘faith cometh by hearing?’ Rom. 10:17. To this I reply, that Peter’s words are not to be so understood as though a holy life alone could lead the unbelieving to Christ, but that it softens and pacifies their minds, so that they might have less dislike to religion; for as bad examples create offences, so good ones afford no small help. Then Peter shews that wives by a holy and pious life could do so much as to prepare their husbands, without speaking to them on religion, to embrace the faith of Christ” (= Tetapi kelihatannya aneh bahwa Petrus berkata bahwa seorang suami bisa dimenangkan bagi Tuhan tanpa perkataan; karena mengapa dikatakan bahwa ‘iman timbul dari pendengaran?’ Ro 10:17. Terhadap pertanyaan ini saya menjawab bahwa kata-kata Petrus tidak boleh dimengerti seakan-akan suatu kehidupan yang kudus saja bisa membimbing orang yang tidak percaya kepada Kristus, tetapi bahwa itu melunakkan dan menenangkan pikiran mereka, sehingga mereka bisa berkurang dalam ketidak-senangannya terhadap agama; karena sebagaimana teladan yang jelek menciptakan batu sandungan, begitu juga teladan yang baik memberikan pertolongan yang tidak kecil. Maka Petrus menunjukkan bahwa istri-istri, oleh kehidupan yang kudus dan saleh, bisa melakukan begitu banyak untuk mempersiapkan suami-suami mereka, tanpa berbicara kepada mereka tentang agama, untuk memeluk iman Kristus) - hal 95-96.

Saya sangat setuju dengan penafsiran Calvin ini, karena kita tidak boleh menafsirkan satu ayat dalam Kitab Suci sehingga menentang bagian Kitab Suci yang lain. Kita tahu bahwa Mat 28:19 menyuruh kita memberitakan Injil. Juga Ro 10:13-14,17 di bawah ini.

Ro 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”

Ro 10:17 - “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus”.

Karena itu jelas kita tidak boleh menafsirkan seakan-akan Petrus berkata bahwa cukup dengan hidup saleh, tidak perlu memberitakan Injil dengan kata-kata, maka kamu bisa memenangkan pasanganmu bagi Tuhan.

Jadi jelaslah bahwa Petrus hanya memaksudkan bahwa hidup saleh itu hanya bisa mempersiapkan seseorang untuk bisa menerima Kristus, tetapi selanjutnya masih perlu disertai dengan pemberitaan Injil supaya mereka bisa percaya.

Sekalipun penginjilan terhadap suami yang tidak beriman itu penting, tetapi hidup saleh juga penting. Tanpa itu suami yang tidak percaya itu tidak akan mempedulikan Injil yang diberitakan oleh si istri.

Mungkin juga kata-kata ‘tidak taat kepada firman’ artinya adalah tidak peduli kepada Firman Tuhan. Jadi istri itu sudah memberitakan Injil kepada suaminya, tetapi sama sekali tidak dipedulikan. Dalam keadaan itulah berlaku ayat ini. Istri itu harus berusaha hidup saleh, supaya kesalehannya memenangkan suaminya tersebut (Pulpit Commentary, hal 161-162).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb APEITHEIN, here rendered ‘obey not’, is a strong word meaning to ‘disobey’, and is probably intended to describe husbands who, far from being won by hearing the gospel preached, deliberately set themselves against the truth” (= Kata kerja APEITHEIN, di sini diterjemahkan ‘tidak taat’, merupakan suatu kata yang kuat yang berarti ‘tidak taat’, dan mungkin dimaksudkan untuk menggambarkan suami-suami yang bukannya dimenangkan karena mendengar Injil diberitakan, tetapi sebaliknya secara sengaja menentang kebenaran) - hal 123.

A. T. Robertson: “‘Without the word’ (ANEU LOGOU). Probably here ‘word from their wives’ (Hart), the other sense of LOGOS (talk, not technical ‘word of God’). ‘By the behaviour of their wives’ ... Won by pious living, not by nagging” [= ‘Tanpa perkataan’ (ANEU LOGOU). Mungkin di sini menunjuk kepada ‘kata-kata dari istri-istri mereka’ (Hart), arti yang lain dari LOGOS (perkataan, bukan ‘firman Allah’ secara tekhnis). ‘Oleh kelakuan isrtrinya’ ... Dimenangkan oleh kehidupan yang saleh, bukan oleh omelan / rengekan] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 108.

9) Ay 2: “jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu”.

Terjemahan ini ada kekurangannya, dan TB2-LAI tidak memperbaikinya.

KJV: ‘While they behold your chaste conversation coupled with fear’ (= Sementara mereka melihat kehidupanmu yang suci / murni digabungkan dengan rasa takut).

Dalam bahasa Yunaninya memang ada kata ‘fear’ (= rasa takut) tersebut, dan NIV menterjemahkan dengan ‘reverence’ (= rasa hormat dan takut) dan NASB menterjemahkan dengan ‘respectful’ (= sikap hormat).

Ada yang menganggap ini sebagai rasa takut kepada Allah, tetapi Pulpit Commentary menganggap bahwa ini adalah rasa takut / hormat kepada suami

Pulpit Commentary: “But the close connection with the word ‘chaste’ ... and the parallel passage, Eph. 5:33 ..., make it possible that the fear here inculcated is reverence for the husband - an anxious avoidance of anything that might even seem to interfere with his conjugal rights and authority” (= Tetapi hubungan yang dekat dengan kata ‘suci / murni’ ... dan text yang paralel, Ef 5:33 ..., membuatnya mungkin bahwa rasa takut yang ditekankan di sini adalah rasa takut dan hormat untuk sang suami - suatu keinginan untuk menghindarkan apapun yang kelihatannya bisa mencampuri hak-hak dan otoritas yang berhubungan dengan suami istri) - hal 129.

Ef 5:33 - “Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya”.

Catatan: kata ‘menghormati’ ini diterjemahkan dari kata Yunani yang sama dengan dalam 1Pet 3:2, hanya saja dalam Ef 5:33 digunakan kata kerjanya sedangkan dalam 1Pet 3:2 digunakan kata bendanya.

10) Petrus tidak menjamin bahwa kalau istri Kristen itu hidup seperti ini, ia pasti akan memenangkan suaminya bagi Kristus.

1Pet 3:1 (KJV): ‘Likewise, ye wives, be in subjection to your own husbands; that, if any obey not the word, they also may without the word be won by the conversation of the wives; ...’ (= Demikian juga, kamu istri-istri, tunduklah kepada suamimu sendiri; supaya, jika ada yang tidak taat kepada firman, mereka juga bisa dimenangkan tanpa perkataan oleh tingkah laku dari istri-istri; ...).

Perhatikan kata ‘may’ (= bisa). Ini jelas tidak memberikan jaminan, tetapi hanya memberi kemungkinan.

Bdk. 1Kor 7:16 - “Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?”.

Jelas bahwa di sini Paulus juga tidak memberikan jaminan bahwa pasangan yang tidak percaya itu pasti akan bertobat.

Banyak orang menggunakan Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”, untuk mengatakan bahwa kalau seseorang diselamatkan maka pasti seluruh keluarganya juga akan diselamatkan. Ini salah! Ayat ini tidak berarti bahwa kalau seseorang percaya, maka ia dan keluarganya selamat (keluarganya ‘nunut’ imannya kepala penjara)! Ayat ini juga tidak berarti bahwa kalau seseorang percaya dan selamat, maka pasti suatu saat seluruh keluarganya akan percaya dan diselamatkan. Arti yang benar adalah: Paulus menyuruh orang itu percaya supaya ia selamat, dan juga menyuruh seluruh keluarganya percaya supaya mereka semua selamat.

Ay 3-4: “(3) Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, (4) tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah”.

Bdk. 1Tim 2:9-10 - “(9) Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, (10) tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah”.

1) Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa ‘menghiasi tubuh’ berbeda dengan ‘memelihara kesehatan tubuh’, misalnya dengan menjaga makanan, berolah raga dan sebagainya. Yang ini boleh dikatakan bahkan diharuskan.

Ef 5:29 - “Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat”.

Ayat ini secara implicit menunjukkan bahwa kalau kita mengasihi diri kita sendiri, kita harus memelihara dan merawat tubuh kita. Tetapi yang inipun masih lebih rendah dari pada ‘memperindah’ jiwa!

1Tim 4:8 - “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.

Kata ‘ibadah’ itu salah terjemahan; dan TB2-LAI tidak memperbaikinya.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘godliness’ (= kesalehan).

Kata-kata ‘terbatas gunanya’ menunjukkan bahwa sebetulnya memang ada gunanya. Tetapi manfaatnya hanya untuk dunia ini! Sedangkan kesalehan, bermanfaat untuk dunia ini maupun untuk dunia yang akan datang.

2) Bagian ini menunjukkan bahwa sekalipun pada jaman itu mayoritas orang kristen itu miskin, tetapi ada juga di antara mereka yang kaya (Pulpit Commentary, hal 129).

3) Tuhan melarang untuk menghias tubuh secara berlebihan.

Ada beberapa penafsiran yang saya anggap extrim tentang ayat ini, misalnya Calvin yang melarang perempuan mengkrul rambutnya.

Calvin: “they were not artificially to curl or wreath their hair, as it was usually done by crisping-pins, or otherwise to form it according to the fashion; nor were they to set gold around their head: for these are the things in which excesses especially appear” (= mereka tidak boleh mengkrul / meroll rambut secara buatan, seperti yang biasanya dilakukan dengan penjepit penggulung, atau membentuknya sesuai dengan mode; juga mereka tidak boleh menggunakan emas melingkari / pada kepala mereka: karena ini adalah hal-hal dalam mana hal-hal yang berlebihan terlihat secara khusus) - hal 96.

Adam Clarke: “No female head ever looks so well as when adorned with its own hair alone. This is the ornament appointed by God. To cut it off or to cover it is an unnatural practice; and to exchange the hair which God has given for hair of some other colour, is an insult to the Creator. How the delicacy of the female character can stoop to the use of false hair, and especially when it is considered that the chief part of this kind of hair was once the natural property of some ruffian soldier, who fell in battle by many a ghastly wound, is more than I can possibly comprehend” [= Tidak ada kepala perempuan yang terlihat sebagus seperti pada waktu dihiasi hanya dengan rambutnya sendiri. Ini adalah hiasan yang ditetapkan oleh Allah. Memotongnya (mungkin maksudnya ‘menggundul’) atau menutupinya merupakan praktek yang tidak alamiah; dan menukar rambut yang Allah telah berikan dengan rambut dengan warna yang lain, merupakan suatu penghinaan terhadap sang Pencipta. Bagaimana kehalusan dari sifat perempuan bisa merendahkan diri dengan menggunakan rambut palsu, dan khususnya pada waktu dipikirkan bahwa bagian terutama dari rambut jenis ini dulu merupakan milik alamiah dari tentara-tentara brengsek, yang jatuh dalam pertempuran dengan banyak luka yang menganga, melampaui pengertian saya] - hal 857.

Saya tidak mengerti apa yang ia maksudkan dengan bagian terakhir; mungkin itu menunjukkan bahwa pada jaman itu ada bagian dari rambut palsu yang diambil dari tentara yang mati. Tetapi yang jelas Clarke anti dengan rambut palsu. Mungkin, kalau seorang perempuan mempunyai rambut sendiri, dan tidak ada problem dengan rambutnya, maka penggunaan rambut palsu bisa disalahkan. Tetapi bagaimana kalau karena penyakit atau bawaan, perempuan itu lalu gundul? Apakah ia tidak boleh menggunakan rambut palsu?

Adam Clarke: “All the ornaments placed on the head and body of the most illustrious female, are, in the sight of God, of no worth” (= Semua perhiasan yang diletakkan pada kepala dan tubuh dari perempuan yang paling terkenal, dalam pandangan Allah adalah tidak berharga) - hal 857.

Kata-kata Clarke yang menentang seadanya perhiasan ini, juga saya anggap sebagai penafsiran yang extrim dari ayat ini.

Adam Clarke: “The women who trust NOT in God are fond of dress and frippery; those who trust in God follow nature and common sense” (= Perempuan-perempuan yang tidak percaya kepada Allah gemar akan pakaian dan pakaian yang menyolok; mereka yang percaya kepada Allah mengikuti alam dan akal sehat) - hal 857-858.

Kata-kata ‘mengikuti alam’ secara implicit menunjukkan bahwa ia menghendaki perempuan tampil ‘apa adanya’. Menurut saya inipun merupakan sesuatu yang extrim.

Adam Clarke: “It will rarely be found that women who are fond of dress, and extravagant in it, have any subjection to their husband but what comes from mere necessity. Indeed, their dress, which they intend as an attractive proof that they have neither love nor respect for their own husbands” (= Jarang ditemui bahwa perempuan-perempuan yang gemar akan pakaian, dan boros / royal / berlebihan dalam hal itu, mempunyai ketundukan kepada suami mereka kecuali apa yang datang dari keharusan. Bahkan pakaian mereka, yang mereka maksudkan sebagai suatu daya tarik, membuktikan bahwa mereka tidak mencintai atau menghormati suami mereka sendiri) - hal 858.

Saya berpendapat bahwa kata-kata Clarke ini, sekalipun memang memungkinkan, tetapi tidak pasti. Istri bisa saja berdandan demi suaminya.

Matthew Henry mengatakan bahwa mengepang-ngepang rambut pada saat itu biasanya dilakukan oleh perempuan cabul. Juga perhiasan emas, sekalipun digunakan oleh Ribka dan Ester, tetapi belakangan menjadi perhiasan terutama bagi pelacur dan orang-orang jahat. Kalau ini benar, maka ini merupakan sesuatu yang patut dipertimbangkan dalam menafsirkan ayat ini. Ini berarti bagian ini harus dikontextualisasikan / disesuaikan dengan jaman. Kalau jaman sekarang hal-hal itu tidak lagi dilakukan hanya oleh pelacur / perempuan yang tak bermoral, maka tentu peraturan ini tidak bisa diberlakukan secara strict.

Sekalipun Calvin cukup extrim dalam persoalan rambut, tetapi dalam persoalan pakaian indah dan perhiasan, ia tidak demikian. Tentang perhiasan emas dan pakaian indah, Calvin kelihatannya tidak melarang secara mutlak. Ia berpendapat bahwa yang dilarang adalah perhiasan yang berlebihan / mewah.

Calvin: “wives are to adorn themselves sparingly and modestly: for we know that they are in this respect much more curious and ambitious than they ought to be. ... he reproves generally sumptuous or costly adorning, ... Peter did not intend to condemn every sort of ornament, but the evil of vanity, to which women are subject. ... ; for excessive elegance and superfluous display, in short, all excesses, arise from a corrupted mind” (= istri-istri harus menghiasi diri mereka sendiri secara hemat dan sederhana / cukupan: karena kita tahu bahwa dalam hal ini mereka jauh lebih rajin / bersemangat dan ambisius dari pada yang seharusnya. ... ia secara umum mencela penghiasan yang mewah dan mahal, ... Petrus tidak bermaksud untuk mengecam setiap jenis perhiasan, tetapi mengecam kejahatan dari kesia-siaan, terhadap mana perempuan-perempuan tunduk. ...; karena kemewahan dan pameran yang berlebihan, singkatnya semua yang berlebihan, timbul dari pikiran yang jahat) - hal 96-97.

Pulpit Commentary bahkan mengatakan (hal 162), bahwa seorang perempuan yang sama sekali tidak mempedulikan hiasan di rumahnya atau pada dirinya, adalah orang yang ceroboh / tidak perhatian, dan kelihatannya tidak akan mempunyai banyak pengaruh untuk mempertobatkan suaminya. Saya bahkan bisa menambahkan bahwa itu bahkan bisa menyebabkan suaminya mencari perempuan lain (WIL).

Saya berpendapat bahwa bagian ini bukan melarang perempuan / istri secara mutlak untuk menggunakan perhiasan ataupun untuk menata rambutnya sesuai dengan mode, tetapi hanya menekankan supaya perempuan / istri tidak berlebihan dalam berhias, menggunakan perhiasan, menata rambut ataupun menggunakan pakaian yang mahal.

Illustrasi: tentang cara berhias yang berlebihan, ada suatu cerita. Seorang anak laki-laki yang masih usia 5 tahun nonton TV dengan ayahnya. Ia lalu melihat film orang Indian yang wajahnya diwarna-warni. Ia heran dan bertanya kepada ayahnya: ‘Mengapa wajah mereka diwarna-warni?’. Ayahnya menjawab: ‘Itu kebiasaan orang Indian kalau mau berperang’. Sebentar lagi kakak perempuannya keluar dari kamar, dan mau berangkat ke pesta. Melihat sang kakak perempuan, anak laki-laki itu lari kepada ayahnya sambil berteriak: ‘Papa, cie-cie mau berangkat perang!’.

Dalam Yes 3 kita juga melihat betapa Tuhan tidak menyenangi cara berhias yang berlebihan, dan Tuhan menghukum perempuan-perempuan seperti itu.

Yes 3:16-24 - “(16) TUHAN berfirman: Oleh karena wanita Sion telah menjadi sombong dan telah berjalan dengan jenjang leher dan dengan main mata, berjalan dengan dibuat-buat langkahnya dan gemerencing dengan giring-giring kakinya, (17) maka Tuhan akan membuat batu kepala wanita Sion penuh kudis dan TUHAN akan mencukur rambut sebelah dahi mereka. (18) Pada waktu itu Tuhan akan menjauhkan segala perhiasan mereka: gelang-gelang kaki, jamang-jamang dan bulan-bulanan; (19) perhiasan-perhiasan telinga, pontoh-pontoh dan kerudung-kerudung; (20) perhiasan-perhiasan kepala, gelang-gelang rantai kaki, tali-tali pinggang, tempat-tempat wewangian dan jimat-jimat; (21) cincin meterai dan anting-anting hidung; (22) pakaian-pakaian pesta, jubah-jubah, selendang-selendang dan pundi-pundi; (23) cermin-cermin, baju-baju dalam dari kain lenan, ikat-ikat kepala dan baju-baju luar. (24) Maka sebagai ganti rempah-rempah harum akan ada bau busuk, sebagai ganti ikat pinggang seutas tali, sebagai ganti selampit rambut kepala yang gundul, sebagai ganti pakaian hari raya sehelai kain kabung; dan tanda selar sebagai ganti kemolekan”.

Pulpit Commentary: “St. Peter’s language is, of course, comparative, ... He does not mean to forbid all plaiting of hair or wearing of gold any more than putting on of apparel; he means that these are poor and contemptible compared with the costlier ornaments which he recommends in their stead. Christian women should be simple and unaffected in dress as in behaviour. In general, the best rule is to avoid singularity” (= Bahasa dari Santo Petrus tentu saja bersifat membandingkan, ... Ia tidak bermaksud untuk melarang semua penjalinan rambut atau pemakaian emas maupun mengenakan pakaian; ia memaksudkan bahwa hal-hal ini adalah jelek / rendah dan menjijikkan dibandingkan dengan perhiasan yang lebih mahal yang ia anjurkan sebagai gantinya. Perempuan-perempuan Kristen harus sederhana dan alamiah / tak dibuat-buat dalam pakaian maupun dalam kelakuan. Secara umum, peraturan terbaik adalah menghindari keanehan / ketidak-biasaan) - hal 139.

Saya berpendapat bahwa bagian yang saya garis bawahi itu penting sekali. Jadi, penekanannya adalah: seorang perempuan tidak boleh berdandan, menggunakan pakaian indah, memakai perhiasan, sehingga menyolok, dan membuat dia lain dari yang lain. Kalau ia melakukan ini, ia sudah berlebihan dalam hal itu.

4) Kalau hal ini dilarang untuk istri / perempuan, saya berpendapat ini harus lebih ditekankan lagi untuk laki-laki / suami, karena ada laki-laki / suami yang memang ‘pesolek’!

5) Ada penafsir yang mengatakan bahwa penekanan penghiasan diri secara berlebihan menunjukkan hati yang jahat.

Adam Clarke: “How few Christian women act this part! Women are in general at as much pains and cost in their dress, as if by it they were to be recommended both to God and man. It is, however, in every case, the argument either of a shallow mind, or of a vain and corrupted heart” (= Betapa sedikitnya perempuan-perempuan Kristen melakukan bagian ini! Perempuan-perempuan pada umumnya berjuang mati-matian dalam pakaian mereka, seakan-akan olehnya mereka dipuji oleh Allah dan manusia. Tetapi dalam setiap kasus ini merupakan penjelasan tentang pikiran yang dangkal atau tentang hati yang sia-sia dan jahat) - hal 857.

6) Dari pada melakukan penghiasan diri yang berlebihan secara jasmani, perempuan / istri harus menghias diri secara rohani.

Ay 3-4: “(3) Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, (4) tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah”.

Alexander Nisbet: “Those that waste much time, pains and means in decking and trimming of their bodies, do ordinarily neglect their souls, leaving these in a disorderly, sordid and filthy condition” (= Mereka yang menghabiskan banyak waktu, usaha dan kekayaan untuk mengatur dan menghiasi tubuh mereka, biasanya mengabaikan jiwa mereka, membiarkannya dalam kondisi yang kacau / tak teratur, jorok dan kotor) - hal 120.

Karena mereka yang mati-matian berjuang untuk menghiasi tubuh mereka biasanya tidak menghiasi jiwa mereka, maka Petrus memberikan perintah dalam ay 4 ini.

Di sini, selain ada kontras yang explicit antara ‘lahiriah’ dan ‘batiniah’, juga ada kontras secara implicit antara ‘perhiasan yang tidak binasa’, yaitu perhiasan secara rohani, dan perhiasan yang akhirnya musnah, yaitu perhiasan lahiriah.

Perhatikan juga bahwa kecantikan batiniah itu ‘sangat berharga di mata Allah’.

Calvin: “For why do women take so much care to adorn themselves, except that they may turn the eyes of men on themselves? But Peter, on the contrary, bids them to be more anxious for what is before God of a great price” (= Karena mengapa perempuan-perempuan sangat peduli untuk menghiasi diri mereka sendiri, kecuali supaya mereka bisa memalingkan mata dari laki-laki kepada diri mereka sendiri? Tetapi Petrus, sebaliknya, meminta mereka untuk lebih memikirkan apa yang di hadapan Allah sangat berharga) - hal 97.

Pulpit Commentary: “The world admires rich dress and costly jewels; God prizes the meek and quiet spirit. Which of the two should Christians seek to please - God or the world?” (= Dunia mengagumi pakaian dan perhiasan yang mahal; Allah menghargai roh yang lemah lembut dan tenang. Yang mana dari dua ini yang harus diusahakan untuk disenangkan - Allah atau dunia?) - hal 139.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 139) bahwa pada ranjang kematian saudara, akan lebih manis mengenang uang yang telah saudara gunakan untuk menolong orang miskin, dari pada yang telah saudara gunakan untuk membeli perhiasan demi memuaskan kesombongan saudara.

Pulpit Commentary: “The soul is far more precious than the body. It is of far greater importance to adorn the soul than to decorate the body” (= Jiwa jauh lebih berharga dari pada tubuh. Adalah jauh lebih penting untuk memperindah jiwa dari pada menghiasi tubuh) - hal 139.

Kalau kebenaran ini kita yakini, bahwa jiwa lebih berharga dari pada tubuh, maka kita akan lebih berjuang untuk ‘menghiasi / memperindah’ jiwa dari pada ‘menghiasi / memperindah’ tubuh.

Penerapan:

· sekarang coba pikirkan. Kalau saudara mau pergi ke gereja, berapa waktu yang saudara gunakan untuk berhias, dan bandingkan dengan berapa waktu yang saudara gunakan untuk mempersiapkan diri secara rohani, dengan berdoa, mengaku dosa, dan sebagainya?

· Juga dalam kehidupan sehari-hari, berapa banyak uang, waktu, pikiran, dan jerih payah yang saudara gunakan untuk membuat diri lebih cantik secara lahiriah, dan berapa banyak uang, waktu, pikiran, dan jerih payah yang saudara gunakan untuk mempercantik diri secara rohani? Beli perhiasan yang harganya jutaan mau, tetapi beli buku rohani pelitnya bukan main. Menggunakan waktu untuk berhias 1 jam, tetapi untuk berdoa dan membaca Firman Tuhan tidak ada. Menggunakan banyak uang dan waktu untuk membuang kukul, memperhalus kulit, dsb, tetapi tidak berusaha melakukan pengudusan, pelayanan, dsb.

7) Dalam penghiasan diri secara rohani ini, Petrus menekankan ‘lemah lembut’ dan ‘tenteram’.

KJV: ‘a meek and quiet spirit’ (= roh yang lemah lembut dan tenang).

NIV: ‘a gentle and quiet spirit’ (= roh yang lemah lembut dan tenang).

Editor dari Calvin’s Commentary: “‘Mild’ or meek, not given to passion or wrath, patient, not proud nor arrogant; ‘quiet,’ peaceable, not garrulous, not turbulent, nor given to strife and contention” (= ‘Baik / sabar / tidak keras atau kasar’ atau lemah lembut, tidak menyerah pada nafsu atau kemarahan, sabar, tidak sombong atau congkak; ‘tenang’, cinta damai, tidak suka ngomel / banyak mulut, sukar dikendalikan, tidak menyerah pada perselisihan dan pertikaian) - hal 97 (footnote).

Adam Clarke: “‘A meek and quiet spirit’. That is, a mind that will not give provocation to others, nor receive irritation by the provocation of others. Meekness will prevent the first; quietness will guard against the last” (= ‘roh yang lemah lembut dan tenang’. Yaitu, pikiran yang tidak memprovokasi / membuat marah orang-orang lain, atau menjadi jengkel karena provokasi dari orang-orang lain. Kelemah-lembutan akan mencegah yang pertama; ketenangan akan menjaga terhadap yang terakhir) - hal 857.

Pulpit Commentary: “The meek spirit does not flash into anger, does not answer again, takes harsh words gently and humbly. The quiet spirit is calm and tranquil; peaceful in itself, it spreads peace around” [= Roh yang lemah lembut tidak menyala ke dalam kemarahan, tidak menjawab kembali, menerima kata-kata yang kasar / tajam dengan lemah lembut dan rendah hati. Roh yang tenang adalah tenang (calm) dan tenang / sentosa; karena damai dalam dirinya sendiri, itu menyebarkan damai ke sekitarnya] - hal 129.

Bdk. Amsal 27:15 - “Seorang isteri yang suka bertengkar serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu hujan”.

Pulpit Commentary: “A Christian wife might have much to bear from her unenlightened husband, ... but let her be meek under his wrongdoing of her, and let her say or do nothing to cause dispeace. ... The way God takes to overcome evil in us is, under our provocations, to heap goodness on us. If a Christian wife would conquer her unbelieving husband for Christ, she must in this imitate the Divine procedure” (= Seorang istri Kristen bisa harus menanggung banyak hal dari suaminya yang tidak diterangi, ... tetapi hendaknya ia bersikap lemah lembut di bawah tindakan-tindakan yang salah dari suaminya terhadap dia, dan hendaklah ia tidak mengatakan atau melakukan apapun yang menyebabkan ketidak-damaian. ... Cara yang diambil Allah untuk mengalahkan kejahatan dalam diri kita adalah, di bawah provokasi yang kita lakukan, menimbun kebaikan kepada kita. Jika seorang istri Kristen mau memenangkan suaminya yang tidak percaya bagi Kristus, ia harus meniru prosedur Ilahi dalam hal ini) - hal 163.

Ay 5-6: “(5) Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya, (6) sama seperti Sara taat kepada Abraham dan menamai dia tuannya. Dan kamu adalah anak-anaknya, jika kamu berbuat baik dan tidak takut akan ancaman”.

1) Di sini Petrus memberikan teladan dari perempuan-perempuan yang saleh yang mencari keindahan rohani dan bukannya keindahan jasmani. Mereka tunduk kepada suaminya. Dan ia menonjolkan Sara, yang menyebut Abraham sebagai ‘tuannya’.

Kej 18:12 - “Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: ‘Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?’”.

Tetapi tentu saja tidak ada gunanya kalau seorang istri menyebut suaminya ‘tuan’ tetapi ia tidak tunduk. Jadi kata-kata harus sesuai dengan perbuatan.

2) Perempuan-perempuan yang meneladani Sara akan disebut anak-anaknya (‘her daughters’), artinya mereka dianggap sebagai orang-orang yang beriman / setia.

Sama seperti orang laki-laki yang beriman disebut sebagai ‘son of Abraham’ (Gal 3:7 Ro 4:11 Luk 19:9), demikian juga orang perempuan yang percaya disebut ‘daughter of Sara’.

3) ‘tidak takut akan ancaman’.

KJV: ‘are not afraid with any amazement.’ [= tidak takut dengan kebingungan].

NIV: ‘do not give way to fear’ (= tidak menyerah pada rasa takut).

Ada 2 penafsiran tentang hal ini:

· Calvin menafsirkan bahwa maksud dari bagian ini adalah sebagai berikut: istri harus tunduk kepada suami, dan ia tidak boleh takut bahwa ketundukannya akan menyebabkan nasibnya makin buruk. Ia tidak boleh takut bahwa ketundukannya akan disalah-gunakan oleh suaminya dengan makin menekan dia.

· Tetapi Pulpit Commentary menafsirkan secara berbeda.

Pulpit Commentary: “The Greek word for ‘amazement’ (PTOESIS) does not occur in any other place of the New Testament, though we meet with the corresponding verb in Luke 21:9; 24:37. There seems to be a reference to Prov. 3:25, ‘Be not afraid of sudden fear’” [= Kata Yunani untuk ‘amazement’ / ‘kebingungan’ (PTOESIS) tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru, sekalipun kita menjumpai kata kerja yang bersesuaian dalam Luk 21:9; 24:37. Kelihatannya ada suatu hubungan dengan Amsal 3:25: ‘Janganlah takut pada kekejutan yang tiba-tiba’] - hal 129.

Ay 7: “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang”.

1) Dalam ay 7 ini Petrus memberikan peraturan / kewajiban untuk suami.

Mengapa ayat untuk suami hanya satu sementara untuk istri banyak? Karena mulai 2:13-dst, Petrus menekankan ketundukan kepada atasan. Dalam 2:13-17 ia membicarakan ketundukan dari orang kristen sebagai masyarakat / warga negara kepada pemerintah. Lalu dalam 2:18-25 ia membicarakan ketundukan orang kristen sebagai hamba kepada tuannya. Lalu sekarang, dalam kontext hari ini (3:1-7), ia menekankan ketundukan orang kristen sebagai istri kepada suaminya. Karena itu untuk istri lebih ditekankan dari pada untuk suami.

2) Suami disuruh hidup bijaksana dan menghormati istri.

Calvin: “From husband he requires prudence; for dominion over their wives is not given them, except on this condition, that they exercised authority prudently. ... Part of the prudence which he mentions, is, that the husbands honour their wives. For nothing destroys the friendship of life more than contempt; nor can we really love any but those whom we esteem; for love must be connected with respect” (= Dari suami, ia mewajibkan kebijaksanaan; karena kekuasaan atas istri mereka tidak diberikan kepada mereka, kecuali dengan syarat ini, bahwa mereka menjalankan kekuasaan / otoritas dengan bijaksana. ... Bagian dari kebijaksanaan yang ia sebutkan, adalah bahwa suami-suami menghormati istri mereka. Karena tidak ada yang menghancurkan persahabatan dari kehidupan lebih dari penghinaan / sikap memandang rendah; juga kita tidak bisa betul-betul mencintai siapapun kecuali kita menghargai mereka; karena cinta harus dihubungkan dengan sikap hormat) - hal 99.

Saya berpendapat bahwa ‘hormat’ ini lebih harus diartikan sebagai ‘menghargai’, karena hormat yang sungguh-sungguh justru menunjukkan ketidak-akraban.

3) Ada ancaman untuk yang tidak taat, yaitu doa yang terhalang.

Perhatikan kata-kata ‘supaya doamu jangan terhalang’.

Kata ‘mu’ ada dalam bentuk jamak, tanpa jenis kelamin. Apakah ini menunjuk kepada ‘suami-suami’ atau menunjukkan kepada ‘suami dan istri’?

a) Ada yang menganggap bahwa doa yang dimaksudkan adalah doa sang suami.

Barclay: “Unless a man fulfils these obligations, there is a barrier between his prayers and God. As Bigg put it: ‘The sighs of the injured wife come between the husband’s prayers and God’s hearing.’” (= Kecuali seorang laki-laki memenuhi kewajiban-kewajiban ini, ada suatu rintangan antara doa-doanya dan Allah. Seperti Bigg mengatakannya: ‘Keluhan-keluhan dari istri yang disakiti datang di antara doa-doa sang suami dan pendengaran dari Allah) - hal 224.

A. T. Robertson dan Jay E. Adams juga berpendapat ini menunjuk kepada doa suami.

b) Tetapi kebanyakan penafsir menganggap bahwa ini menunjuk kepada doa dari pasangan suami istri itu.

Adam Clarke: “it is necessary that they should live together in such a manner as to prevent all family contentions, that they may not be prevented, by disputes or misunderstandings, from uniting daily in this most important duty - family and social prayer” (= adalah perlu bahwa mereka hidup bersama dengan cara sedemikian rupa sehingga mencegah semua pertikaian keluarga, supaya mereka tidak dihalangi, oleh perselisihan atau kesalah-pahaman, untuk bersatu setiap hari dalam kewajiban yang paling penting ini - doa keluarga dan sosial) - hal 858.

Pertama, Clarke jelas mengharuskan suami dan istri untuk melakukan doa bersama setiap hari. Dan kedua, Clarke mengatakan bahwa kalau suami istri cekcok, doa mereka akan terhalang. Jadi kelihatannya Clarke menganggap bahwa ‘mu’ ini menunjukkan kepada saumi istri. Pulpit Commentary (hal 130) kelihatannya juga beranggapan demikian.

Pulpit Commentary: “If husband and wife live together without mutual reverence and affection, there can be no sympathy in united prayer; the promise made by Christ in Mat 18:19 cannot be realized. Nor can either pray acceptably if they live at variance; jealousies and bickerings are opposed to the spirit of prayer; they hinder the free flow of prayer, and mar its earnestness and devotion” (= Jika suami dan istri hidup bersama tanpa saling menghormati dan mengasihi, maka tidak bisa ada simpati dalam doa bersama; janji yang dibuat oleh Kristus dalam Mat 18:19 tidak bisa direalisasikan. Juga masing-masing tidak bisa menaikkan doa yang bisa diterima jika mereka hidup bertengkar; kecemburuan dan percekcokan bertentangan dengan semangat dari doa; hal-hal itu menghalangi aliran yang bebas dari doa, dan merusak kesungguhannya dan pembaktiannya) - hal 130.

Dan kalaupun doa di sini menunjuk kepada doa suami, tetapi dalam Kitab Suci ada rumus yang berlaku umum, dimana dosa atau rusaknya hubungan dengan sesama, merusak hubungan kita dengan Allah dan menghalangi doa kita (Maz 66:18 Amsal 1:24-31 Yes 59:1-2 Zakh 7:8-13).

Barclay: “Here is a great truth. Our relationship with God can never be right, if our relationship with our fellow-men are wrong” (= Di sini ada suatu kebenaran yang besar. Hubungan kita dengan Allah tidak pernah bisa benar jika hubungan kita dengan sesama kita salah) - hal 224.

Jadi jelas bahwa kalau hubungan suami istri tidak baik, bukan hanya doa suami yang terhalang, tetapi juga doa istri. Karena itu keluarga-keluarga Kristen harus berusaha untuk hidup dalam damai. Memang pertengkaran pasti ada dalam setiap keluarga. Tetapi harus diingat kata-kata Paulus dalam Ef 4:26-27 - “(26) Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu (27) dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis”.

Jadi kemarahan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut tetapi harus segera dibereskan.

Calvin bahkan menerapkan hal ini bukan hanya dalam hubungan suami istri tetapi juga dalam hubungan dengan orang-orang lain.

Calvin: “we may hence gather a general doctrine - that no one ought to come to God except he is united to his brethren. Then as this reason ought to restrain all domestic quarrels and strifes, in order that each one of the family may pray to God; so in common life it ought to be as it were a bridle to check all contentions” (= Karena itu kita bisa mendapatkan suatu ajaran yang bersifat umum - bahwa tidak seorangpun boleh datang kepada Allah kecuali ia bersatu dengan saudara-saudaranya. Maka karena alasan ini seharusnya mengekang semua pertengkaran dan percekcokan rumah tangga, supaya setiap orang dalam keluarga bisa berdoa kepada Allah; demikian juga dalam kehidupan sehari-hari hal itu harus seakan-akan menjadi suatu kekang untuk menghentikan / mengendalikan semua pertikaian) - hal 100.

Memang seringkali rasanya mustahil untuk memperdamaikan suami istri yang memang betul-betul tidak cocok. Tetapi tidak ada yang mustahil bagi Allah. Jadi, berusahalah dan berdoalah, supaya saudara mempunyai hubungan yang baik sebagai suami istri.

I Petrus 3:8-12

1 Petrus 3: 8: “Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,”.

Sekarang Petrus memberikan perintah umum yang berlaku untuk semua.

1) “seia sekata”.

Ini merupakan terjemahan yang kurang tepat.

KJV/Lit: ‘of one mind’ (= dari satu pikiran).

a) Adanya banyak ayat Kitab Suci yang sejalan dengan kata-kata ini menunjukkan bahwa ini merupakan sesuatu yang ditekankan oleh Kitab Suci bagi Gereja / orang-orang kristen.

Ro 12:16 - “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”.

2Kor 13:11 - “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!”.

Fil 4:2 - “Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan”.

b) Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk bisa mempunyai ‘satu pikiran’.

1. Berdoa untuk tercapainya kesatuan pemikiran tersebut.

Pulpit Commentary: “Divisions, St. Paul says, mean that we are still carnal (2Cor. 3:4): ... The Christians must long and pray for that unity for which the blessed Lord prayed in his great high-priestly prayer” [= Perpecahan, kata St. Paulus, berarti bahwa kita tetap bersifat daging (2Kor 3:4): ... Orang-orang kristen harus merindukan dan berdoa untuk kesatuan itu untuk mana Tuhan berdoa dalam doa imam besarnya] - hal 140.

Catatan: mungkin 2Kor 3:4 itu seharusnya adalah 1Kor 3:4 - “Karena jika yang seorang berkata: ‘Aku dari golongan Paulus,’ dan yang lain berkata: ‘Aku dari golongan Apolos,’ bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?”.

2. Pengajaran dan pengertian Firman Tuhan yang seragam.

Matthew Poole: “be of one mind in the things of faith, and then this implies the consent of the understanding, and the next, that of the affections” (= bersatu-pikiranlah dalam hal-hal dari iman, dan lalu ini secara tidak langsung menunjuk pada persetujuan dari pengertian, dan setelah itu, persetujuan dari kasih / perasaan) - hal 909.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “they should have a common mind, a mind informed by God’s Word and Spirit. What Peter describes and desires, therefore, is not just human agreement together, but agreement reached by each and all receiving the truth of God (cf. Eph. 4:13-15)” [= mereka harus mempunyai pikiran yang sama, suatu pikiran yang diberi informasi oleh Firman Allah dan Roh. Karena itu, apa yang Petrus gambarkan dan inginkan, bukanlah hanya persetujuan manusia bersama-sama, tetapi persetujuan yang dicapai oleh setiap dan semua yang menerima kebenaran Allah (bdk. Ef 4:13-15)] - hal 128-129.

Ef 4:11-15 - “(11) Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, (13) sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (14) sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, (15) tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.

Dalam hampir semua gereja jaman sekarang, dimana gembala sidang berkhotbah hanya 1 x sebulan (dan bahkan ada yang gembala sidangnya tidak pernah berkhotbah sama sekali), dan lalu setiap minggu mereka berganti-ganti pengkhotbah, jelas tidak mungkin bisa ada kesatuan pandangan / pengertian tentang Firman Tuhan. Yang terjadi adalah suatu jemaat dengan pemikiran / pengertian yang seperti ‘gado-gado’.

Karena itu, sebetulnya dalam gereja ajaran harus didominasi oleh satu orang, yang mengajar sebagian besar ajaran dalam gereja itu. Tetapi inipun akan sia-sia kalau jemaatnya hanya sebagian yang mau belajar, karena antara yang belajar dan yang tidak belajar tidak akan terjadi kesamaan pemikiran! Karena itu ajaklah jemaat yang lain untuk ikut Pemahaman Alkitab. Khususnya kalau majelis tidak ikut Pemahaman Alkitab, ini betul-betul gawat, karena nanti akan terjadi banyak pikiran dalam majelis, dan ini sangat mudah menjadi gegeran.

Juga Sekolah Minggu, kalau ada guru-guru yang tidak pernah kebaktian ataupun ikut Pemahaman Alkitab di gereja ini, maka guru-guru itu tidak seharusnya diijinkan mengajar. ‘Ilmu mereka yang berbeda’ akan menyebabkan anak-anak yang diajar tidak bisa mempunyai satu pemikiran. Paling banter orang-orang seperti itu boleh menjadi pembantu guru.

3. Persekutuan dengan Roh Kudus / Tuhan.

Pulpit Commentary: “the best means for promoting that unity is that each individual Christian should strive to live in the fellowship of the Spirit. The more that one Spirit fills all the members of the Church, the nearer will they be drawn to one another, and to the one Lord who is the Head of the body which is the Church” [= cara yang terbaik untuk memajukan kesatuan itu adalah bahwa setiap individu Kristen berjuang untuk hidup dalam persekutuan Roh. Makin Roh memenuhi semua anggota-anggota dari Gereja, makin dekat mereka akan ditarik satu kepada yang lain, dan kepada satu Tuhan yang adalah Kepala dari tubuh, yang adalah Gereja] - hal 140.

c) Tentu saja ini tidak boleh diartikan bahwa semua orang kristen harus mempunyai pemikiran yang sama secara persis.

Pulpit Commentary: “That does not mean unanimity of sentiment and action in all matters; for that is manifestly impossible. Variety of thought and feeling and action there must obviously be; but there is, of course, a limit to this variety. The Church cannot fulfil her calling as the ‘pillar and ground of the truth’ unless there be a consent of opinion as to what that truth in its essential features is. We have different work, different positions in the Church, and sometimes different views as to the best things to do; but if Christian love is to be maintained, as the different colours into which the prism diverges the light - red, and purple, and orange, and the rest - all blend and are lost in the pure white ray they form, so we must learn the secret of blending our differences in a holy unanimity” (= Itu tidak berarti kebulatan suara dari perasaan dan tindakan dalam semua persoalan; karena itu jelas tidak mungkin. Pasti ada beraneka-ragam pemikiran dan perasaan dan tindakan; tetapi tentu saja harus ada batas terhadap keaneka-ragaman ini. Gereja tidak dapat memenuhi panggilannya sebagai ‘tiang / pilar dan dasar dari kebenaran’ kecuali di sana ada persetujuan pandangan berkenaan dengan apa kebenaran itu dalam ciri-ciri hakikinya. Kita mempunyai pekerjaan yang berbeda, posisi yang berbeda dalam Gereja, dan kadang-kadang pandangan yang berbeda berkenaan dengan hal-hal terbaik yang harus dilakukan; tetapi jika kasih Kristen harus dipelihara, sebagaimana warna-warna yang berbeda ke dalam mana prisma menyebarkan cahaya - merah, dan ungu, dan oranye, dan sisanya - semua bercampur dan hilang dalam sinar berwana putih yang mereka bentuk, demikian juga kita harus belajar tentang rahasia dari pencampuran dari perbedaan-perbedaan dalam kebulatan / kesatuan yang kudus) - hal 154-155.

Saya berpendapat bahwa pikiran yang bersifat dasar / pokok, harus sama. Tetapi detail-detail dan cara pelaksanaannya bisa berbeda-beda.

Misalnya:

1. Semua harus setuju bahwa penambahan jemaat harus dilakukan dengan penginjilan. Tetapi cara melakukan bisa berbeda-beda, misalnya: ada yang ingin mengadakan KKR besar-besaran, ada yang menginginkan jemaat dilatih dengan metode penginjilan E. E., dan ada juga yang mengusulkan untuk membeli banyak traktak dan semua jemaat harus membagi-bagikannya, dan sebagainya.

2. Semua harus setuju bahwa jemaat harus diakrabkan. Tetapi tentang cara mencapai hal itu, bisa ada bermacam-macam pandangan, seperti mengadakan perjamuan kasih, mengadakan camp, mengadakan piknik, mengadakan acara makan pada saat Natal / HUT gereja, dsb.

3. Semua harus setuju bahwa persekutuan doa itu penting dan harus diadakan. Tetapi tentang bagaimana caranya mencapai hal itu, bisa ada perbedaan pendapat. Ada yang menginginkan jamnya dilakukan sebelum Pemahaman Alkitab, ada yang sesudah Pemahaman Alkitab, ada yang pada hari Minggu, ada yang mengusulkan supaya diberi acara makan, dsb.

Kalau pikiran dasarnya sama, maka perbedaan kecil-kecil itu lebih mudah diharmoniskan. Tetapi kalau pikiran pokok / dasarnya sudah lain, maka akan sukar mengharmoniskannya.

d) Tidak adanya kesatuan pikiran menyebabkan kita gegeran, dan itu pasti melemahkan kita dalam pertempuran melawan setan / kejahatan.

Jay E. Adams: “When Christians fight one another, they weaken their war against evil. An army, divided against itself, will lose” (= Pada waktu orang-orang kristen berkelahi satu dengan yang lain, mereka melemahkan perang mereka terhadap kejahatan. Suatu pasukan, yang terpecah terhadap dirinya sendiri, akan kalah) - hal 102.

2) “seperasaan”. Ini kurang tepat terjemahannya.

KJV: ‘having compassion one of another’ (= mempunyai belas kasihan satu terhadap yang lain). Ini juga agak kurang tepat terjemahannya.

RSV: ‘sympathy’ (= simpati).

NIV: ‘be sympathetic’ (= bersikap / mempunyai simpati).

NASB: ‘sympathetic’ (= bersimpati).

William Barclay: “One thing is clear, sympathy and selfishness cannot co-exist. So long as the self is the most important thing in the world, there can be no such thing as sympathy; sympathy depends on the willingness to forget self and to identify oneself with the pains and sorrows of others. Sympathy comes to the heart when Christ reigns there” (= Satu hal adalah jelas, simpati dan keegoisan tidak bisa ada bersama-sama. Selama ‘si aku’ adalah hal yang terpenting dalam dunia ini, tidak bisa ada simpati; simpati tergantung pada kerelaan untuk melupakan diri sendiri dan mengindentikkan diri sendiri dengan rasa sakit dan kesedihan dari orang-orang lain. Simpati datang pada hati pada waktu Kristus memerintah di sana) - hal 226-227.

Calvin: “every one condoles with us in adversity as well as rejoices with us in prosperity, so that every one not only cares for himself, but also regards the benefit of others” (= setiap orang turut berdukacita dengan kita dalam kemalangan dan juga bersukacita dengan kita dalam kemakmuran, sehingga setiap orang bukan hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi juga mempedulikan kepentingan orang-orang lain) - hal 102.

Ro 12:15 - “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!”.

1Kor 12:26 - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita”.

3) “mengasihi saudara-saudara”.

Ini kasih yang khusus untuk saudara seiman.

Sekalipun kita memang juga harus mengasihi orang-orang kafir, tetapi jelas bahwa kasih kepada saudara-saudara seiman harus lebih ditekankan.

Gal 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.

4) “penyayang”.

KJV: ‘be pitiful’ (= berbelas kasihanlah).

RSV: ‘a tender heart’ (= hati yang lembut).

NIV: ‘be compassionate’ (= berbelas kasihanlah).

NASB: ‘kindhearted’ (= baik hati).

Calvin: “we are not only to help our brethren and relieve their miseries, but also to bear with their infirmities” (= kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita dan meringankan kesengsaraan mereka, tetapi juga sabar dengan kelemahan-kelemahan mereka) - hal 102.

Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Kalau kita mempunyai hati yang baik / lembut / berbelas-kasihan, maka kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita yang ada dalam kesengsaraan, tetapi kita juga sabar kalau, karena kelemahan-kelemahan mereka, mereka lalu melakukan kesalahan-kesalahan kepada kita.

William Barclay: “There is a sense in which pity is in danger of becoming a lost virtue. The conditions of our own age tend to blunt the edge of the mind to sensitiveness in pity. As C. E. B. Cranfield puts it: ‘We got used to hearing on the radio of a thousand-bomber raid as we ate our breakfast. We have got used to the idea of millions of people becoming refugees.’ We can read of the thousands of casualties on the roads with no reaction within our hearts, forgetting that each means a broken body or a broken heart for someone. It is easy to lose the sense of pity and still easier to be satisfied with a sentimentalism which feels a moment’s comfortable sorrow and does nothing. Pity is the very essence of God and compassion of the very being of Jesus Christ; a pity so great that God sent his only Son to die for men, a compassion so intense that it took Christ to the Cross. There can be no Christianity without compassion” (= Ada arti tertentu dalam mana belas kasihan ada dalam bahaya untuk menjadi sifat baik / kebaikan yang hilang. Keadaan dari jaman kita cenderung untuk menumpulkan pikiran kita kepada kepekaan dalam belas kasihan. Seperti C. E. B. Cranfield mengatakannya: ‘Kita terbiasa mendengar radio tentang ribuan pembom yang melakukan serangan udara pada waktu kita makan pagi. Kita telah terbiasa dengan gagasan / pemikiran tentang jutaan manusia menjadi pengungsi’. Kita bisa membaca tentang ribuan korban di jalan tanpa ada reaksi dalam hati kita, melupakan bahwa setiap hal itu berarti tubuh yang patah / rusak atau hati yang patah untuk seseorang. Adalah mudah untuk kehilangan perasaan belas kasihan, dan lebih mudah lagi untuk merasa puas dengan sentimentalisme yang merasa untuk sesaat kesedihan yang secukupnya, dan tidak melakukan apa-apa. Belas kasihan adalah inti / hakekat dari Allah dan belas kasihan adalah inti dari Yesus Kristus; suatu perasaan kasihan yang begitu besar sehingga Allah mengutus AnakNya untuk mati bagi manusia, suatu belas kasihan yang begitu hebat sehingga menyebabkan Kristus tersalib) - hal 227.

5) “rendah hati”.

KJV: ‘be courteous’ (= sopanlah).

RSV/Lit: ‘a humble mind’ (= suatu pikiran yang rendah hati).

NIV: ‘humble’ (= rendah hati).

NASB: ‘humble in spirit’ (= rendah hati dalam roh).

Di sini ada problem text. KJV menggunakan manuscript yang dianggap sebagai manuscript yang kurang bisa dipercaya (Pulpit Commentary, hal 130).

Kerendahan hati merupakan sesuatu yang penting, karena kesombongan dan kebanggaan

menyebabkan kita merendahkan sesama kita.

1Pet 5:5 - “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

Ay 9: “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab:”.

1) “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki”.

a) Ada banyak cerita tentang balas dendam dalam Kitab Suci, seperti:

1. Kej 4:23-24 - “(23) Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: ‘Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; (24) sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat.’”.

2. Absalom membalas dendam kepada Amnon yang telah memperkosa adiknya, yaitu Tamar (2Sam 13).

3. Yoab membunuh Abner untuk membalas dendam atas kematian adiknya, yaitu Asael (2Sam 3:22-27).

4. Juga Yohanes dan Yakobus ingin membalas perlakuan jahat dari orang-orang Samaria, yang melarang mereka melewati daerahnya (Lukas 9:51-56).

b) Juga ada banyak ayat Kitab Suci yang menentang balas dendam.

Amsal 24:29 - “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya.’”.

Ro 12:14,17-21 - “(14) Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! ... (17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18) Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

Luk 6:27-28 - “(27) ‘Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; (28) mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”.

1Tes 5:15 - “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang”.

Catatan: ayat-ayat yang berbicara tentang ‘mata ganti mata, dan gigi ganti gigi’ bukanlah ayat yang mengijinkan balas dendam. Itu adalah ayat-ayat yang harus digunakan dalam pengadilan, supaya pengadilan menjatuhkan hukuman yang adil.

c) Balas dendam dilarang, baik itu dilakukan dengan kata-kata atau perbuatan.

Pulpit Commentary: “He forbids revenge in word, as well as in deed” (= Ia melarang balas dendam dengan kata-kata maupun dengan perbuatan) - hal 130.

Calvin: “In these words every kind of revenge is forbidden; ... though it is commonly thought that it is an instance of a weak and abject mind, not to avenge injuries, yet it is counted before God as the highest magnanimity” (= Dalam kata-kata ini semua jenis balas dendam dilarang; ... sekalipun pada umumnya dianggap bahwa tidak membalas suatu luka / rasa sakit / kerugian merupakan contoh dari pikiran yang lemah dan hina / rendah, tetapi itu diperhitungkan di hadapan Allah sebagai keluhuran budi yang tertinggi) - hal 102.

2) “tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati”.

Kitab Suci tidak hanya mengajar untuk tidak melakukan hal yang negatif (membalas dendam). Kitab Suci juga mengharuskan kita melakukan sesuatu yang positif (memberkati).

Calvin: “Nor is it indeed enough to abstain from revenge; but Peter requires also that we should pray for those who reproach us; for to ‘bless’ here means to pray, as it is set in opposition to the second clause. But Peter teaches us in general, that evils are to be overcome by acts of kindness. This is indeed very hard, but we ought to imitate in this case our heavenly Father, who make his sun to rise on the unworthy” (= Tidak cukup untuk hanya tidak membalas; tetapi Petrus mengharuskan juga bahwa kita berdoa untuk mereka yang mencela kita; karena ‘memberkati’ di sini artinya ‘berdoa’, karena itu dipertentangankan dengan anak kalimat yang kedua. Tetapi Petrus mengajar kita secara umum bahwa kejahatan-kejahatan harus dikalahkan oleh tindakan kebaikan. Ini memang sangat sukar, tetapi dalam kasus ini kita harus meniru Bapa surgawi kita, yang menerbitkan matahari bagi orang-orang yang tidak berharga) - hal 102-103.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb EULOGEIN, ‘to bless’, includes the ideas of speaking well of those who speak ill of us, showing them active kindness, i.e. bestowing blessings upon them, and praying God’s blessing upon them” (= Kata kerja EULOGEIN, ‘memberkati’, mencakup gagasan / pemikiran tentang berbicara secara baik tentang mereka yang berbicara buruk tentang kita, menunjukkan mereka kebaikan yang aktif, yaitu, memberikan berkat kepada mereka, dan mendoakan berkat Allah atas mereka) - hal 130.

3) “karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat”.

Kita dipanggil untuk membalas kejahatan dengan kasih. Tetapi karena hal ini kelihatan seperti tidak adil, maka Petrus lalu mengarahkan perhatian mereka kepada upah / pahala, seakan-akan ia mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh, karena hal itu akan membawa keuntungan bagi diri kita sendiri. Kesabaran / kasih itu akan menyebabkan Allah memberikan berkatNya kepada kita (Calvin, hal 103).

Pulpit Commentary: “Christians bless others, not in order that they should inherit a blessing, but because it is God’s will and their duty; and that duty follows from the fact that God has made them inheritors of his blessing” (= Orang-orang kristen memberkati orang-orang lain, bukan supaya mereka mewarisi suatu berkat, tetapi karena itu adalah kehendak Allah dan kewajiban mereka; dan kewajiban itu merupakan akibat dari fakta bahwa Allah telah membuat mereka pewaris-pewaris dari berkatNya) - hal 130-131.

Ay 10: “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”.

Ay 10-12 diambil dari Maz 34:13-17 - “(13) Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? (14) Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; (15) jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! (16) Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada teriak mereka minta tolong; (17) wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi”.

1) “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik”.

a) ‘Mencintai hidup’.

Pulpit Commentary: “Perhaps the meaning is best given by Bengel, ... ‘Who wishes to live so that he will not weary of life;’ so that he may love it, so that he may have a life really worth living” (= Mungkin artinya secara terbaik diberikan oleh Bengel, ... ‘Yang ingin untuk hidup sehingga tidak bosan akan kehidupan’; sehingga ia mencintai kehidupan itu, sehingga ia mempunyai kehidupan yang sungguh-sungguh layak / berharga untuk dihidupi) - hal 131.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “To give up evil in word and deed, to do what is good, to seek to establish and to maintain peaceful relations with one’s fellows is the way to enjoy true and satisfying life” (= Membuang kejahatan dalam kata-kata dan tindakan, melakukan apa yang baik, berusaha untuk menegakkan dan memelihara hubungan yang damai dengan sesama adalah cara / jalan untuk menikmati kehidupan yang sejati dan memuaskan) - hal 131.

Bandingkan kontrasnya dengan orang yang digambarkan dalam Pkh 2:17-18,20 - “(17) Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. (18) Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku. ... (20) Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari”.

Kata-kata ‘mencintai hidup’ dalam 1Pet 3:10 ini berbeda dengan ‘mencintai nyawa’ yang merupakan tindakan yang dikecam oleh Kristus dalam Yoh 12:25.

Yohanes 12:25 - “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”.

‘Mencintai nyawa’ dalam Yoh 12:25 ini dikecam Kristus, karena itu adalah ‘mencintai nyawa sendiri secara egois’. Sedangkan dalam 1Pet 3:10 ini Petrus mengajar kita untuk hidup dengan baik, sehingga membuat kita merasakan kehidupan yang sejati.

b) ‘Melihat hari-hari baik’.

1. Ini tidak ada hubungannya dengan ‘hari baik’ yang dipilih orang untuk menikah, pindah rumah dsb, yang semuanya hanya didasarkan pada takhyul.

2. Kata-kata ‘melihat hari-hari baik’ tidak harus diartikan secara jasmani, tetapi dalam pandangan Allah. Jadi bisa saja apa yang bagi manusia kelihatan sebagai ‘hari yang buruk’, bagi Allah merupakan hari yang baik yang Ia anugerahkan kepada kita.

Pulpit Commentary: “days of suffering may be good days in the truest sense” (= hari-hari penderitaan bisa merupakan hari-hari baik dalam arti yang paling benar) - hal 131.

2) “ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”.

a) Bagian ini dan selanjutnya (sampai dengan ay 11) merupakan hal-hal yang harus dilakukan supaya kita bisa mencintai hidup dan melihat hari-hari baik.

b) Yang pertama ditekankan adalah ‘membuang dosa dengan lidah’.

Calvin: “The first thing he points out are the vices of the tongue; which are to be avoided, so that we may not be contumelious and insolent, nor speak deceitfully and with duplicity” (= Hal pertama yang ditunjukkannya adalah kejahatan dari lidah; yang harus dihindarkan, sehingga kita tidak menjadi seorang yang menghina dan kurang ajar, juga tidak berbicara secara menipu dan bermuka dua) - hal 104.

c) Contoh dari orang-orang yang menggunakan lidahnya secara salah.

Mazmur 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4) Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.

Ay 11: “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.

1) “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik,”.

Kalau tadi Petrus menyuruh membuang penggunaan yang salah dari kata-kata / lidah, maka sekarang ia menyuruh membuang perbuatan yang salah, dan juga memerintahkan untuk melakukan perbuatan baik.

2) “ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.

Bdk. Ibr 12:14a - “Berusahalah hidup damai dengan semua orang”.

Kata ‘mencari’ dan ‘berusaha’ menunjukkan bahwa tidak mudah untuk mendapatkan perdamaian. Pada waktu kita mencari / mengusahakannya, ‘perdamaian’ itu bisa justru ‘lari’ dari diri kita.

Bdk. Maz 120:7 - “Aku ini suka perdamaian, tetapi apabila aku berbicara, maka mereka menghendaki perang”.

Jadi, dibutuhkan ketekunan untuk mencari / mengusahakan perdamaian ini!

Calvin: “It is not enough to embrace it when offered to us, but it ought to be followed when it seems to flee from us. It also often happens, that when we seek it as much as we can, others will not grant it to us. On account of these difficulties and hindrances, he bids us to seek and pursue it” (= Tidak cukup untuk memeluknya pada waktu itu ditawarkan kepada kita, tetapi itu harus diikuti / dikejar pada waktu itu lari dari kita. Juga sering terjadi, pada waktu kita mencarinya dengan sekuat tenaga, orang-orang lain tidak memberikannya kepada kita. Karena kesukaran-kesukaran dan halangan-halangan ini, ia meminta kita untuk mencari dan mengejarnya) - hal 104.

Pulpit Commentary: “Let him seek it as a hidden treasure, and pursue it as if it might escape from him” (= Hendaklah ia mencarinya seperti harta terpendam, dan mengejarnya seakan-akan itu bisa lolos dari dia) - hal 131.

Ay 12: “Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat.’”.

Ada 3 penghiburan di sini:

1) “mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar”.

Orang-orang benar di sini adalah orang-orang yang dibenarkan karena iman kepada Kristus, dan hidup benar.

2) “telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong”.

Ini menunjukkan bahwa Tuhan mau mendengar doa orang-orang benar!

Calvin: “when he says, that the ears of the Lord are open to our prayers, he encourages us to pray” (= pada waktu ia berkata bahwa telinga Tuhan terbuka terhadap doa-doa kita, ia mendorong kita untuk berdoa) - hal 105.

3) “wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat”.

Ini merupakan sikap yang bertolak-belakang dengan sikap yang Tuhan tunjukkan terhadap orang-orang benar.

Tetapi perlu juga diketahui bahwa dalam pandangan mata kita yang cupet, hal-hal ini bisa kelihatan seperti terbalik. Kita hidup benar, tetapi seakan-akan Tuhan tidak peduli kepada kita maupun doa-doa kita. Sedangkan orang-orang yang jahat, seakan-akan diberkati sehingga hidup enak.

Pkh 8:14 - “Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar. Aku berkata: ‘Inipun sia-sia!’”.

Yer 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka”.

Maz 73:1-20 - “(1) Mazmur Asaf. Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi. (15) Seandainya aku berkata: ‘Aku mau berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu. (16) Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, (17) sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18) Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! (20) Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina”.

Kalau hal ini terjadi, mungkin Tuhan sedang menguji kita. Kita harus tetap beriman, bahwa apa yang dikatakan Firman Tuhan dalam bagian ini adalah benar.

I Petrus 3:13-17

Ay 13: “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?”.

1) ‘jika kamu rajin berbuat baik?’.

KJV: ‘if ye be followers of that which is good?’ (= jika kamu adalah pengikut-pengikut dari apa yang baik?).

NIV: ‘if you are eager to do good?’ (= jika engkau sungguh-sungguh berbuat baik?).

RSV: ‘if you are zealous for what is right?’ (= jika engkau bersemangat untuk apa yang baik?).

Yunani: ZELOTAI.

Ada orang yang berbuat baik, tetapi tidak bersemangat dalam melakukannya. Ini masih kurang baik. Kita harus bersemangat dalam melakukan apa yang baik!

Yesus sendiri adalah orang yang bersemangat.

Yoh 2:17 (KJV): ‘And his disciples remembered that it was written, The zeal of thine house hath eaten me up’ (= Dan murid-muridNya ingat bahwa ada tertulis, Semangat tentang rumahMu telah menelan / menghabiskan Aku).

Pulpit Commentary: “The presence or absence of zeal affects the character beneficially or injuriously. Its absence is accompanied by spiritual declension; its presence promotes the true prosperity of the Church and the advance of the gospel; and these in turn react upon the individual character and further its highest development and everlasting well-being” (= Ada atau tidaknya semangat mempengaruhi karakter secara menguntungkan atau secara merugikan. Tidak adanya semangat disertai dengan penurunan rohani; adanya semangat memajukan kemakmuran yang sejati dari Gereja dan kemajuan dari injil; dan selanjutnya hal-hal ini bereaksi pada karakter individu dan melanjutkan perkembangannya yang tertinggi dan kesejahteraannya yang kekal) - hal 150.

2) “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?”.

Pulpit Commentary: “If God’s eye is over the righteous, and his ear open to their prayer, who shall harm them? St. Peter does not mean - Who will have the heart to harm you? He knew the temper of the Jews and heathens; he knew also the Saviour’s prophecies of coming persecution too well to say that. ... None can do real harm to the Lord’s people; they may persecute them, but he will make all things work together for their good” (= Jika mata Allah ada pada orang benar, dan telingaNya terbuka terhadap doa mereka, siapa yang akan merugikan / membahayakan mereka? Santo Petrus tidak memaksudkan - Siapa yang akan sampai hati untuk merugikan / membahayakan kamu? Ia tahu watak dari orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir; ia juga mengetahui dengan terlalu baik nubuat-nubuat tentang penganiayaan yang mendatang untuk mengatakan hal itu. ... Tidak ada apapun yang bisa betul-betul merugikan / membahayakan umat Tuhan; mereka bisa menganiaya mereka, tetapi ia akan membuat segala hal bekerja bersama-sama untuk kebaikan mereka) - hal 131.

Tetapi banyak penafsir menafsirkan bahwa ayat ini artinya adalah: kalau kita bersemangat dalam berbuat baik, maka biasanya orang-orang tidak akan berbuat jahat kepada kita.

Matthew Henry: “This will be the best and surest way to prevent suffering; for who is he that will harm you? v. 13. This, I suppose, is spoken of Christians in an ordinary condition, not in the heat of persecution. ‘Ordinarily, there will be but few so diabolical and impious as to harm those who live so innocently and usefully as you do.’” (= Ini adalah cara yang terbaik dan paling pasti untuk mencegah penderitaan; karena siapa yang akan merugikan / membahayakan kamu? ay 13. Ini saya anggap diucapkan tentang orang-orang Kristen dalam keadaan normal, bukan dalam panasnya penganiayaan. ‘Biasanya, hanya ada sedikit orang yang begitu kejam dan jahat sehingga merugikan / membahayakan mereka yang hidup dengan begitu tak berdosa dan begitu berguna seperti yang kamu lakukan).

Bdk. Amsal 16:7 - “Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikanNya dengan dia”.

Ay 14: “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”.

1) “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia”.

Pulpit Commentary mengatakan bahwa ‘kebenaran’ di sini kelihatannya sama dengan ‘that which is good’ pada ay 13 akhir. Jadi, kata-kata ini jelas memberikan perkecualian terhadap kata-kata dalam ay 13. Pada umumnya, kalau kita hidup baik, orang-orang tidak akan berbuat jahat kepada kita, tetapi kadang-kadang hal itu tetap terjadi. Tetapi dalam hal itu, kita menderita karena kebenaran.

Bdk. Mat 5:10-12 - “(10) Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (11) Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. (12) Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.’”.

Pulpit Commentary: “Christians had often to suffer, not only because of their confession of Christ, but because of the purity of their lives, which was a standing reproach to the heathen” (= Orang-orang Kristen sering harus menderita, bukan hanya karena pengakuan tentang Kristus, tetapi karena kemurnian hidup mereka, yang merupakan suatu celaan yang berdiri kepada orang-orang kafir) - hal 131.

Yoh 3:19-20 - “(19) Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. (20) Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak”.

Ini menyebabkan orang bisa memusuhi kita pada waktu kita berbuat baik.

2) “Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”.

Bdk. Yes 8:12 - “‘Jangan sebut persepakatan segala apa yang disebut bangsa ini persepakatan, dan apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya”.

Calvin: “whence is it that we are overwhelmed with fear, and think ourselves lost, when danger is impending, except that we ascribe to mortal man more power to injure us than to God to save us?” (= dari mana itu sehingga kita dikuasai oleh rasa takut, dan mengira diri kita terhilang, pada waktu bahaya mendatang, kecuali bahwa kita menganggap manusia yang fana lebih mempunyai kuasa untuk menyakiti kita dari pada Allah untuk menyelamatkan kita?) - hal 107.

Adam Clarke: “He who fears God need have no other fear” (= Ia yang takut kepada Allah tidak perlu mempunyai rasa takut yang lain) - hal 859.

Jamieson, Fausset & Brown: “He that fears God has none else to fear” (= Ia yang takut kepada Allah tidak mempunyai siapapun yang lain untuk ditakuti).

Ay 15-16: “(15) Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, (16) dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu”.

1) “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!”.

a) Terjemahan.

KJV: ‘But sanctify the Lord God in your hearts’ (= Tetapi kuduskanlah Tuhan Allah dalam hatimu).

NIV: ‘But in your hearts set apart Christ as Lord’ (= Tetapi dalam hatimu kuduskanlah / pisahkanlah Kristus sebagai Tuhan).

KJV berbeda karena menterjemahkan dari manuscript yang berbeda. Sekalipun beberapa penafsir mengatakan tidak bisa tahu yang mana manuscript yang lebih dipercaya, tetapi ada beberapa yang mengatakan bahwa manuscript yang dipakai oleh KJV itu salah.

b) Kata-kata ini membuktikan bahwa Yesus Kristus adalah Allah.

Bagaimana bisa demikian?

1. Bdk. Yes 8:12b-13 - “(12b) ... apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya. (13) Tetapi TUHAN (YAHWEH) semesta alam, Dialah yang harus kamu akui sebagai Yang Kudus; kepadaNyalah harus kamu takut dan terhadap Dialah harus kamu gentar”.

Bagian yang saya garis bawahi diterjemahkan secara agak berbeda oleh KJV.

KJV: ‘Sanctify the LORD of hosts himself’ (= Kuduskanlah TUHAN semesta alam sendiri).

Jadi, kalau dalam Yes 8:12-13 ada perintah untuk menguduskan YAHWEH, maka dalam 1Pet 3:15a perintahnya adalah untuk menguduskan Kristus. Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah YAHWEH.

Pulpit Commentary: “St. Peter here substitutes the Saviour’s Name where the prophet wrote, ‘the Lord of hosts, Jehovah Sabaoth’ - a change which would be nothing less than impious if the Lord Jesus Christ were not truly God” (= Santo Petrus di sini menggantikan dengan Nama sang Juruselamat dimana sang nabi menulis ‘TUHAN semesta alam, Yehovah Tsebbaoth’ - perubahan mana merupakan sesuatu yang tidak kurang dari suatu ketidak-hormatan terhadap Allah, seandainya Tuhan Yesus Kristus bukan sungguh-sungguh Allah) - hal 131-132.

Pulpit Commentary: “Peter, the Jew, who knew that perhaps the very highest title which could be ascribed to Jehovah was ‘the Lord of hosts,’ did not hesitate to give that title to Christ. Peter had known him in the humiliation of his human life; he had even washed Peter’s feet, yet Peter uses his name and that of ‘the Lord of hosts’ as convertible terms - speaks of these two as one. Peter, at least, had no doubt of the Deity of Jesus” (= Petrus, si orang Yahudi, yang tahu bahwa mungkin gelar tertinggi yang bisa diberikan kepada Yehovah adalah ‘TUHAN semesta alam’, tidak ragu-ragu untuk memberikan gelar itu kepada Kristus. Petrus telah mengenalNya dalam perendahan dari kehidupan manusiaNya; Ia bahkan telah mencuci kaki Petrus, tetapi Petrus menggunakan namaNya dan nama ‘TUHAN semesta alam’ sebagai istilah-istilah yang dapat ditukar - berbicara tentang kedua nama ini sebagai satu nama. Sedikitnya, Petrus tidak ragu-ragu tentang Keilahian Yesus) - hal 156.

2. Bdk. Yes 29:23 - “Sebab pada waktu mereka, keturunan Yakub itu, melihat apa yang dibuat tanganKu di tengah-tengahnya, mereka akan menguduskan namaKu; mereka akan menguduskan Yang Kudus, Allah Yakub, dan mereka akan gentar kepada Allah Israel”.

Kalau dalam Yes 29:23 ini (dan juga dalam Doa Bapa Kami - Mat 6:9b) yang dikuduskan adalah Allah, dan dalam 1Pet 3:15 Petrus mengatakan bahwa kita harus menguduskan Yesus dalam hati kita, maka ini lagi-lagi menunjukkan Yesus sebagai Allah!

c) Apa artinya menguduskan Kristus dalam hati kita sebagai Tuhan?

Pulpit Commentary: “‘Sanctify him,’ the apostle says (as the Lord himself teaches us to say, in the first words of the Lord’s Prayer); that is, regard him as most holy, awful in sanctity; serve him with reverence and godly fear” [= ‘Kuduskanlah Dia’, sang rasul berkata (seperti Tuhan sendiri mengajar kita untuk berkata, dalam kata-kata pertama dari Doa Bapa Kami); yaitu; anggaplah Dia sebagai paling kudus, hebat dalam kekudusan; layanilah Dia / beribadahlah kepadaNya dengan hormat dan rasa takut yang saleh] - hal 132.

Pulpit Commentary: “we are bidden to sanctify him, to regard him as alone holy, the Most Holy One, holiest of holies; to hallow his holy Name, to reverence his most sacred presence within us, and in all awe and love and thankfulness to offer unto him the deepest adoration of our hearts” (= kita diminta untuk menguduskan Dia, menganggap Dia saja sebagai kudus, Yang Maha Kudus, yang paling kudus dari yang kudus; untuk menguduskan namaNya, untuk menghormati kehadiranNya yang paling kudus / keramat di dalam diri kita, dan dalam segala kekaguman / kekhidmatan dan kasih dan rasa syukur mempersembahkan kepadaNya pemujaan yang terdalam dari hati kita) - hal 142.

Jay E. Adams: “it is plainly to recognize Christ as Lord” (= ini secara sederhana adalah mengakui Kristus sebagai Tuhan) - hal 109.

Alexander Nisbet: “they should reverence and adore in their hearts the sovereignty and holiness of God” (= mereka harus menghormati dan memuja dalam hati mereka kedaulatan dan kekudusan Allah) - hal 136.

Catatan: Alexander Nisbet menggunakan terjemahan KJV.

RSV: ‘but in your hearts reverence Christ as Lord’ (= tetapi dalam hatimu hormatilah / takutilah Kristus sebagai Tuhan).

2) “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu”.

a) ‘Pertanggungan jawab’.

KJV/NIV: ‘an answer’ (= suatu jawaban).

NASB: ‘a defense’ (= suatu pembelaan).

Yunani: APOLOGIA. Dari kata ini diturunkan kata ‘apologetics’, yang bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara pembelaan iman Kristen terhadap serangan-serangan dari luar.

1. Ini bukan suatu permintaan maaf atas sesuatu yang salah yang kita percayai / ajarkan, tetapi suatu pembelaan, atas sesuatu yang benar yang kita percayai dan ajarkan.

Mengapa saya tahu-tahu berbicara tentang ‘permintaan maaf’? Karena kata bahasa Inggris ‘apology’ yang biasanya diartikan sebagai ‘permintaan maaf’ juga diturunkan dari kata APOLOGIA ini.

Adam Clarke: “The word APOLOGIA, which we translate ‘answer’, signifies ‘a defence’; from this we have our word ‘apology’, which did not originally signify an excuse for an act, but a defence of that act. The defence of Christianity by the primitive fathers are called ‘apologies’.” [= Kata APOLOGIA, yang kami terjemahkan ‘jawaban’, berarti ‘suatu pembelaan’; dari sini kita mendapatkan kata ‘apology’, yang pada mulanya tidak berarti suatu permintaan maaf untuk suatu tindakan, tetapi suatu pembelaan terhadap tindakan itu. Pembelaan terhadap kekristenan oleh bapa-bapa gereja jaman dulu disebut ‘apologies’] - hal 860.

Catatan: kata ‘apology’ bisa diartikan sebagai:

· suatu pengakuan dan pernyataan penyesalan tentang suatu kesalahan.

· suatu pembelaan terhadap suatu pandangan.

Bdk. Kis 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri (Yunani: APOLOGIAS).’”.

Kalau saudara membaca cerita selanjutnya dalam Kis 22 itu, maka saudara akan melihat bahwa Paulus sama sekali tidak meminta maaf. Sebaliknya ia bersaksi tentang alasan mengapa ia menjadi kristen dan melakukan apa yang ia lakukan.

Bdk. juga dengan Fil 1:7,16 Kis 25:16 1Kor 9:3 2Tim 4:16 2Kor 7:11.

Jadi jelas bahwa APOLOGIA bukan berarti ‘permintaan maaf’, dan karena itu:

a. Jangan pernah minta maaf terhadap orang-orang kafir, karena saudara beragama Kristen / percaya kepada Yesus / Kitab Suci!

Misalnya:

· dalam acara kumpul-kumpul dalam acara hari kemerdekaan (17 Agustusan), saudara diminta untuk berdoa, dan saudara lalu berkata: ‘Tetapi maaf lho, saya agama kristen, jadi doanya doa Kristen!’.

· saudara dikirimi makanan bekas sembahyangan, dan saudara mengatakan: ‘Maaf ya, saya agama kristen, dan saya tidak boleh makan makanan sembahyangan’.

Hal-hal seperti ini mungkin dianggap sebagai ‘sopan’ / ‘beretika’, tetapi semua sopan santun / etika yang tidak sesuai dengan Kitab Suci / Firman Tuhan harus dibuang!

b. Jangan pernah meminta maaf karena saudara mempercayai / menyatakan suatu kebenaran!

Baru-baru ini saya berkhotbah di suatu persekutuan, dan di situ ada orang baru dari Kanada. Pada saat berkhotbah, saya menyerang Toronto Blessing. Lalu waktu acara makan pemilik rumah memberitahu saya bahwa orang baru itu dari gereja Vineyard di Toronto (tempat Toronto Blessing meledak pertama kalinya). Dia pasti tersinggung. Tetapi haruskah saya meminta maaf atas apa yang saya katakan? Sama sekali tidak!

2. Pertanggungan jawab itu harus Alkitabiah dan logis, dan untuk bisa memberikannya, orang kristen harus belajar, dan berlatih dalam memberikannya.

Dalam persoalan ini, kita harus hati-hati dengan Mat 10:17-20 - “(17) Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. (18) Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. (19) Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. (20) Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu”.

Hati-hati dengan text ini, karena text ini tidak menjanjikan bahwa Tuhan akan memberikan kata-kata kepada kita dalam segala keadaan, tetapi hanya pada waktu diajukan ke mahkamah agama / pengadilan. Jadi, ini bukan alasan bagi seorang pengkhotbah untuk naik ke mimbar tanpa lebih dulu mempersiapkan khotbahnya. Dan jelas ini juga bukan alasan bagi orang kristen untuk tidak belajar dengan baik supaya bisa memberikan pembelaan terhadap iman Kristennya.

William Barclay mengatakan bahwa kata APOLOGIA itu mengandung kata LOGOS, dan ia lalu memberikan komentar sebagai berikut: “Here Peter has certain things to say about this Christian defence. ... It must be reasonable. It is a logos that the Christian must give, and a logos is a reasonable and intelligent statement of his position” (= Di sini Petrus mempunyai hal-hal tertentu untuk dikatakan tentang pembelaan Kristen ini. ... Itu harus logis / masuk akal. Adalah suatu LOGOS yang harus diberikan oleh orang kristen, dan suatu LOGOS adalah suatu pernyataan yang logis / masuk akal dan cerdas dari posisinya) - hal 230.

William Barclay: “It is one of the tragedies of the modern situation that there are so many Church members who, if they were asked what they believe, could not tell, and who, if they were asked why they believe it, would be equally helpless. The Christian must go through the mental and spiritual toil of thinking out his faith, so that he can tell what he believes and why” (= Merupakan salah satu dari tragedi-tragedi dari situasi modern bahwa ada begitu banyak anggota Gereja yang, jika ditanya apa yang mereka percayai, tidak bisa memberitahukan, dan yang, jika ditanya mengapa mereka mempercayainya, juga sama tidak berdayanya. Orang kristen harus berjalan melalui jerih payah yang bersifat mental / pemikiran dan rohani untuk memikirkan imannya, sehingga ia bisa memberitahukan apa yang ia percayai dan mengapa ia mempercayainya) - hal 231.

Pulpit Commentary: “We should take care that our faith is established on the holy Word of God; those who are able should pursue such other studies as may assist us in the defence of the faith” (= Kita harus memperhatikan supaya iman kita ditegakkan pada Firman Allah yang kudus; dan mereka yang mampu, harus mengejar pelajaran-pelajaran lain sehingga bisa menolong kita dalam pembelaan dari iman) - hal 143.

A. T. Robertson: “This attitude calls for an intelligent grasp of the hope and skill in presenting it” (= Sikap ini memerlukan suatu pengertian yang cerdas tentang pengharapan, dan keahlian dalam menyampaikannya) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol VI, hal 114.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘A reason’ - a reasonable account. This refutes Rome’s ‘I believe it, because the Church believes it.’” [= ‘Suatu alasan’ - suatu penjelasan yang masuk akal. Ini membantah kata-kata Roma (Katolik) ‘Aku mempercayainya, karena Gereja mempercayainya’].

Catatan: penafsir ini menggunakan terjemahan KJV: ‘and be ready always to give an answer to every man that asketh you a reason of the hope that is in you’ (= dan siap sedialah selalu untuk memberikan suatu jawab kepada setiap orang yang memintamu / menanyakan kepadamu suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam kamu).

Barnes’ Notes: “No man ought to entertain opinions for which a good reason cannot be given; and every man ought to be willing to state the grounds of his hope on all proper occasions” (= Tidak ada orang yang harus memelihara pandangan-pandangan untuk mana suatu alasan yang baik tidak bisa diberikan; dan setiap orang harus mau untuk menyatakan dasar-dasar dari pengharapannya pada semua kesempatan yang tepat) - hal 1421.

Hal-hal lain yang harus dilakukan selain belajar adalah:

a. Menandai Alkitab / memberi catatan pada Alkitab. Misalnya:

· memberi warna merah untuk ayat-ayat untuk penginjilan, warna biru untuk ayat-ayat berkenaan dengan Saksi Yehuwa, warna kuning untuk Liberal, dsb.

· mencatat di bagian belakang Alkitab saudara ayat-ayat yang penting, misalnya ayat-ayat tentang keilahian Kristus, tentang Allah Tritunggal, dsb.

· mencatat ayat-ayat referensi dari ayat tertentu. Misalnya pada Ro 6:23 - ‘upah dosa ialah maut’, kita mencatat ayat referensinya yaitu Wah 21:8 (yang menunjukkan bahwa maut / kematian kedua itu menunjuk kepada neraka).

b. Menghafal ayat. Ini khususnya penting sekali dalam menghadapi Saksi-Saksi Yehuwa yang banyak sekali hafal ayat dan menggunakan ayat!

3. Pemberian pertanggung-jawaban / pembelaan tersebut bisa melibatkan argumentasi / perdebatan. Selama itu bukan suatu perdebatan yang ‘panas’, itu tidak salah. Alasannya:

a. Banyak tokoh Kitab Suci yang juga melakukannya. Contoh:

· Paulus sering berdebat, misalnya dalam:

* Kis 9:22,29 - “(22) Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias. ... (29) Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.

* Kis 15:2 - “Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.

* Kis 17:17-18 - “(17) Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya”.

* Kis 18:4 - “Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”.

* Kis 19:8-9 - “(8) Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. (9) Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan, malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus”.

* Kis 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri.’”.

* Kis 26:24-25 - “(24) Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat!”.

Kata-kata yang Paulus ucapkan dalam ay 25nya jelas merupakan suatu bantahan terhadap kata-kata Festus dalam ay 24.

* Kis 28:23 - “Lalu mereka menentukan suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu datanglah mereka dalam jumlah besar ke tempat tumpangannya. Ia menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa dan kitab para nabi ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus. Hal itu berlangsung dari pagi sampai sore”.

* 1Kor 9:3 - “Inilah pembelaanku terhadap mereka yang mengeritik aku”.

* Fil 1:7,16 - “(7) Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil. ... (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil”.

· Stefanus juga berdebat dalam Kis 6:9-10 - “(9) Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut jemaat orang Libertini - anggota-anggota jemaat itu adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria - bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang itu bersoal jawab dengan Stefanus, (10) tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.

· Apolos juga berdebat dalam Kis 18:28 - “Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias”.

b. Tuhan Yesus sendiri berjanji untuk memimpin / memberikan kata-kata pada waktu orang kristen dihadapkan pada pengadilan / mahkamah agama.

Luk 12:11-12 - “(11) Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu (Yunani: APOLOGESESTHE). (12) Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.’”.

Luk 21:12-15 - “(12) Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. (13) Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. (14) Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu (Yunani: APOLOGETHENAI). (15) Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu”.

Kalau orang kristen memang tidak boleh berdebat, dan harus berdiam diri seperti Yesus dalam menghadapi segala tuduhan, bagaimana mungkin Yesus menjanjikan hal ini kepada para pengikutNya?

b) “siap sedialah pada segala waktu”.

1. Perhatikan bahwa ini merupakan suatu perintah, sehingga kalau saudara tidak melakukannya, saudara berdosa.

Juga perhatikan bahwa Petrus tidak menujukan kata-kata ini hanya kepada hamba-hamba Tuhan / pendeta / penginjil, guru Sekolah Minggu dan sebagainya, tetapi kepada seadanya orang kristen, termasuk saudara!

Jadi, pada waktu agama / kepercayaan saudara diserang, saudara tidak boleh lari, menjadi marah, atau mendiamkan saja, dengan alasan ‘orang kristen harus cinta damai’ / ‘orang kristen tidak boleh gegeran’, dsb. Alasan-alasan bodoh dan tidak alkitabiah ini sering diberikan oleh banyak orang kristen / hamba Tuhan, hanya untuk menutupi ketidak-mampuan / kebodohan mereka atau rasa takut / sikap pengecut mereka, dengan kedok kesalehan. Jangan meniru kebodohan seperti ini! Saudara wajib untuk bisa memberikan pembelaan.

Kita tidak bisa / boleh meneladani Yesus dalam hal ini. Yesus diam saja di depan Pontius Pilatus maupun Herodes, karena Ia memang datang ke dunia dengan tujuan untuk mati disalib untuk menebus dosa-dosa kita. Kalau Dia menjawab, maka Ia tidak akan dihukum mati. Ingat bahwa tidak seluruh kehidupan Yesus harus kita teladani. Bahwa Yesus tidak kawin, puasa 40 hari, mati untuk menebus dosa, tidak berarti bahwa kita harus meneladani hal-hal itu. Juga pada saat Ia tidak menjawab pertanyaan Herodes / Pontius Pilatus.

Pulpit Commentary: “As they must live for Christ, so they must, when occasion serves, speak for him. ... men will sometimes ask for a reason of the hope that is in them. ... Christians had often to speak or to write in defence of their faith. We should be ready to do so still both for the glory of God and for the sake of the inquirer’s soul” (= Sebagaimana mereka harus hidup untuk Kristus, demikian juga mereka harus, pada waktu peristiwa / kesempatan itu memenuhi syarat, berbicara untuk Dia. ... kadang-kadang orang-orang akan meminta suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam mereka. ... Orang-orang Kristen sering harus berbicara atau menulis dalam pembelaan iman mereka. Kita harus tetap siap untuk melakukannya baik untuk kemuliaan Allah maupun demi jiwa si penanya) - hal 142-143.

Calvin: “he requires such constancy in the faithful, as boldly to give a reason for their faith to their adversaries. And this is a part of that sanctification which he had just mentioned; for we then really honour God, when we neither fear nor shame hinders us from making a profession of our faith. ... He bids them only to be ready to give an answer, lest by their sloth and the cowardly fear of the flesh they should expose the doctrine of Christ, by being silent, to the derision of the ungodly. ... we ought to be prompt in avowing our faith, so as to set it forth whenever necessary, lest the unbelieving through our silence should condemn the religion we follow” (= ia menghendaki keteguhan / kesetiaan dalam diri orang-orang percaya, sehingga dengan berani memberikan alasan untuk iman mereka kepada musuh-musuh mereka. Dan ini adalah sebagian dari pengudusan yang baru ia sebutkan; karena kita sungguh-sungguh menghormati Allah, pada waktu rasa takut atau malu tidak menghalangi kita untuk membuat suatu pengakuan tentang iman kita. ... Ia hanya meminta mereka untuk siap sedia untuk memberi jawaban, supaya jangan karena kemalasan dan rasa takut dari daging yang bersifat pengecut, mereka berdiam diri dan membuka ajaran Kristus terhadap ejekan dari orang-orang jahat. ... kita harus cepat dalam mengakui iman kita, supaya bisa menyatakannya kapanpun diperlukan, supaya jangan orang-orang yang tidak percaya mengecam agama yang kita ikuti karena diam / bungkamnya kita) - hal 108.

Calvin: “This was also required by the state of the times; the Christian name was much hated and deemed infamous; many thought the sect wicked and guilty of many sacrileges. It would have been, therefore, the highest perfidy against God, if, when asked, they had neglected to give a testimony in favour of their religion” (= Ini juga diharuskan oleh keadaan dari saat itu; nama Kristen sangat dibenci dan dianggap sebagai nama buruk; banyak orang beranggapan bahwa sekte ini jahat dan bersalah tentang banyak pelanggaran hal-hal keramat. Karena itu, merupakan suatu pengkhianatan / kedurhakaan tertinggi terhadap Allah, jika pada waktu diminta / ditanya, mereka lalai untuk memberikan kesaksian untuk mendukung agama mereka) - hal 109.

Pulpit Commentary: “Christians ought to be able to give an account of their hope when asked, both for the defence of the truth and for the good of the asker. That account may be very simple; it may be the mere recital of personal experience - often the most convincing of arguments; it may be, in the case of instructed Christians, profound and closely reasoned. Some answer every Christian ought to be able to give” (= Orang-orang kristen harus bisa memberikan suatu pertanggung-jawaban tentang pengharapan mereka pada waktu diminta, baik demi pembelaan dari kebenaran maupun demi kebaikan dari orang yang meminta. Pertanggung-jawaban itu bisa sederhana; itu bisa sekedar merupakan cerita tentang pengalaman pribadi, yang sering merupakan argumentasi yang paling meyakinkan; dan dalam kasus orang-orang kristen yang telah diajar, itu bisa merupakan sesuatu yang mendalam dan diberi alasan yang seksama / teliti. Setiap orang kristen harus bisa memberikan jawaban) - hal 132.

2. Kata-kata ‘pada segala waktu’ menunjukkan bahwa orang kristen harus selalu siap untuk memberikan pertanggungan jawab / pembelaan, dan harus selalu siap untuk membicarakan agama / kepercayaannya.

Barnes’ Notes: “A Christian should always be willing to converse about his religion. He should have such a deep conviction of its truth, of its importance, and of his personal interest in it; he should have a hope so firm, so cheering, so sustaining, that he will be always prepared to converse on the prospect of heaven, and to endeavour to lead others to walk in the path to life” (= Seorang Kristen harus selalu mau untuk berbicara tentang agamanya. Ia harus mempunyai keyakinan yang begitu dalam tentang kebenaran agamanya, tentang pentingnya agamanya, dan tentang kesenangan pribadinya terhadap agamanya; ia harus mempunyai suatu pengharapan yang begitu teguh, begitu menggembirakan, begitu mendukung, sehingga ia akan selalu siap untuk berbicara tentang prospek tentang surga, dan untuk berusaha untuk membimbing orang lain untuk berjalan di jalan yang menuju kepada kehidupan) - hal 1421.

Mengapa banyak orang kristen enggan berbicara tentang agamanya sendiri? Karena mereka sendiri tidak yakin akan kebenarannya, atau tentang pentingnya agama mereka, dan mereka sendiri tidak terlalu punya interest terhadap agamanya sendiri!

c) ‘kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu’.

1. Calvin mengatakan (hal 109) bahwa kata ‘pengharapan’ di sini menunjuk kepada ‘iman’.

2. ‘tentang pengharapan yang ada padamu’.

KJV: ‘the hope that is in you’ (= pengharapan yang ada di dalam engkau).

Calvin: “he speaks of that ‘hope that is in you’; for he intimates that the confession which flows from the heart is alone that which is approved by God; for except faith dwells within, the tongue prattles in vain. It ought then to have its roots within us, so that it may afterwards bring forth fruit of confession” (= ia berbicara tentang ‘pengharapan yang ada di dalam kamu’; karena ia mengisyaratkan bahwa pengakuan yang keluar dari hati saja yang direstui oleh Allah; karena kecuali iman tinggal di dalam, lidah mengoceh dengan sia-sia. Jadi itu harus mempunyai akar di dalam kita, sehingga selanjutnya itu bisa melahirkan buah pengakuan) - hal 109.

3. ‘tiap-tiap orang’.

a. Dari kata ‘tiap-tiap orang’ ini kelihatannya text ini membicarakan pembelaan biasa, bukan dalam pengadilan.

Kata APOLOGIA biasanya diartikan sebagai suatu pembelaan di depan pengadilan, seperti pada ayat-ayat di bawah ini.

Kis 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri.’”.

Kis 25:16 - “Aku menjawab mereka, bahwa bukanlah kebiasaan pada orang-orang Roma untuk menyerahkan seorang terdakwa sebagai suatu anugerah sebelum ia dihadapkan dengan orang-orang yang menuduhnya dan diberi kesempatan untuk membela diri terhadap tuduhan itu”.

Tetapi di sini Petrus mengatakan ‘tiap-tiap orang’, sehingga jelas menunjukkan bahwa ia memaksudkan suatu pembelaan biasa, di depan orang-orang yang menyerang kekristenan, pada setiap kesempatan.

Pulpit Commentary: “The word apologia is often used of a formal answer before a magistrate, or of a written defence of the faith: but here the addition ‘to every man,’ shows that St. Peter is thinking of informal answer on any suitable occasion” [= Kata APOLOGIA sering digunakan tentang suatu jawaban resmi di depan hakim, atau tentang suatu pembelaan iman yang tertulis: tetapi di sini penambahan ‘kepada tiap-tiap orang’, menunjukkan bahwa Santo Petrus sedang memikirkan suatu jawaban tidak resmi pada seadanya peristiwa / kesempatan yang cocok / pantas] - hal 132.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb AITEIN, asketh, suggests ordinary conversation rather than an official enquiry” (= Kata kerja AITEIN, ‘meminta’, lebih menunjuk pada suatu pembicaraan biasa dari pada suatu pertanyaan resmi) - hal 135.

b. Kata-kata ‘tiap-tiap orang’ tidak bisa dimutlakkan, karena:

· Adanya ayat-ayat yang mengatakan bahwa orang-orang tertentu tidak perlu dijawab:

* Mat 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.

* Amsal 26:4-5 - “(4) Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. (5) Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak”.

Kedua ayat ini bukannya kontradiksi. Kadang-kadang kita harus melakukan ay 4nya dan kadang-kadang ay 5nya.

* Tit 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.

* Yes 36:21 - “Tetapi orang berdiam diri dan tidak menjawab dia sepatah katapun, sebab ada perintah raja, bunyinya: ‘Jangan kamu menjawab dia!’”.

· Alexander Nisbet mengatakan (hal 138) bahwa Petrus tidak mengatakan bahwa kita harus ‘selalu menjawab tiap-tiap orang’, tetapi ia mengatakan bahwa kita harus ‘selalu siap untuk menjawab’.

· Adanya kata-kata ‘kepada tiap-tiap orang yang meminta kepadamu’.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘To every man that asketh you.’ The last words limit the ‘always.’ Not to a railer; but to everyone who inquires honestly” (= ‘Kepada tiap-tiap orang yang meminta dari kamu’. Kata-kata yang terakhir membatasi kata ‘selalu’. Bukan kepada seorang pencemooh / pengejek; tetapi kepada setiap orang yang bertanya dengan jujur).

3) “tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”.

a) ‘tetapi’.

KJV tidak mempunyai kata itu, tetapi RSV/NIV/NASB mempunyainya, dan Pulpit Commentary mengatakan bahwa manuscripts yang terbaik menggunakan kata itu. Kalau kata ‘tetapi’ ini memang ada, maka itu lebih menekankan anak kalimat ini.

b) ‘dengan lemah lembut dan hormat’.

KJV: ‘fear’ (= takut).

NASB: ‘reverence’ (= hormat bercampur takut).

NIV: ‘respect’ (= hormat).

Pulpit Commentary: “The word ‘but’ (alla) is emphatic; argument always involves danger of weakening the spiritual life through pride or bitterness. We must sometimes ‘contend earnestly for the faith;’ but it must be with gentleness and awe. We should seek the spiritual good for our opponents; and we should entertain a solemn awe of the presence of God, with a trembling anxiety to think and to say only what is acceptable unto him” [= Kata ‘tetapi’ (ALLA) ditekankan; argumentasi selalu melibatkan bahaya yang melemahkan kehidupan rohani melalui kesombongan atau kepahitan. Kadang-kadang kita harus ‘berdebat / berargumentasi dengan sungguh-sungguh untuk iman’; tetapi itu harus dilakukan dengan kelembutan dan takut / hormat. Kita harus mencari kebaikan rohani dari lawan-lawan kita; dan kita harus mempunyai rasa takut / hormat yang khidmat terhadap kehadiran Allah, dengan suatu keinginan untuk hanya memikirkan dan mengatakan apa yang bisa diterima olehNya] - hal 132.

Calvin: “unless our minds are endued with meekness, contentions will immediately break forth. And meekness is set in opposition to pride and vain ostentation, and also to excessive zeal” (= kecuali pikiran kita dibimbing / dibentuk dengan kelembutan, perbantahan / pertikaian akan segera meledak. Dan kelembutan diatur sebagai lawan dari kesombongan dan sikap pamer yang sia-sia, dan juga dari semangat yang berlebih-lebihan) - hal 109.

Calvin: “To this he justly adds ‘fear’; for where reverence for God prevails, it tames all the ferocity of our minds, and it will especially cause us to speak calmly of God’s mysteries. ... all boasting must be put aside, all contention must be relinquished” (= Terhadap ini ia secara benar menambahkan ‘takut’; karena dimana ada rasa takut terhadap Allah, itu menjinakkan semua keganasan dari pikiran kita, dan khususnya itu akan menyebabkan kita mengucapkan misteri Allah dengan tenang. ... semua kebanggaan harus disingkirkan, semua pertikaian harus dilepaskan) - hal 109,110.

William Barclay: “No debates have been so acrimonious as theological debates; no differences have caused such bitterness as religious differences” (= Tidak ada perdebatan yang begitu sengit seperti perdebatan theologia; tidak ada perbedaan yang menyebabkan kepahitan seperti perbedaan agama) - hal 231.

Adam Clarke: “Do not permit your readiness to answer, nor the confidence you have in the goodness of your cause, to lead you to answer pertly or superciliously to any person” (= Jangan mengijinkan kesediaanmu untuk menjawab, ataupun keyakinanmu tentang baiknya perkara / gerakanmu, membimbingmu untuk menjawab dengan tidak sopan atau dengan sombong kepada siapapun) - hal 860.

William Barclay: “His defence must be given with gentleness. There are many people who state their beliefs with a kind of arrogant belligerence. Their attitude is that anyone who does not agree with them is either a fool or a knave and they seek to ram their beliefs down other people’s throat. The case for Christianity must be presented with winsomeness and with love, and with that wise tolerance which realizes that it is not given to any man to possess the whole truth. ‘There are as many ways to the stars as there are men to climb them.’ Men may be wooed into the Christian faith when they cannot be bullied into it” (= Pembelaannya harus diberikan dengan kelembutan. Ada orang-orang yang menyatakan kepercayaan mereka dengan suatu jenis kesenangan berkelahi yang sombong. Sikap mereka adalah bahwa setiap orang yang tidak setuju dengan mereka adalah orang tolol atau orang rendahan, dan mereka berusaha untuk mencekokkan kepercayaan mereka kepada orang-orang lain. Kasus dari kekristenan harus disajikan dengan cara yang menarik dan dengan kasih, dan dengan toleransi yang bijaksana, yang menyadari bahwa tidak ada orang yang memiliki seluruh kebenaran. ‘Ada sama banyaknya jalan menuju bintang-bintang dengan banyaknya orang-orang yang menaikinya’. Manusia bisa dibujuk ke dalam iman Kristen pada waktu mereka tidak bisa digertak ke dalamnya) - hal 231.

Catatan: menurut saya, kata-kata William Barclay ini berbau Liberalisme, yang selalu mempunyai ‘toleransi yang bijaksana’ seperti itu. Dengan kedok bahwa tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran, sebetulnya mereka tidak mempunyai keyakinan terhadap apa yang mereka percayai. Memang tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran, tetapi kalau kebenaran itu berupa keilahian Kristus, atau bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga, atau bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, maka itu merupakan suatu kebenaran yang pasti benar, dan dalam hal ini, siapapun menolak kebenaran itu harus kita anggap sebagai orang bodoh / sesat!

Satu hal yang agak mengherankan saya pada waktu mempelajari bagian ini adalah: kata ‘lemah lembut’ di sini diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTETOS. Kata ‘kelemah-lembutan’ dalam Gal 5:23 (buah Roh) diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTES. Sedangkan kata ‘lemah lembut’ dalam Mat 5:5 berasal dari kata Yunani PRAEIS. Semuanya jelas berasal dari kata dasar yang sama yaitu PRAUS, dan tentang kata ini Barclay menjelaskan sebagai berikut:

a) Ia mengatakan bahwa Aristotle sering mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya: murah hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.

PRAUS terletak diantara ‘marah yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi, orang yang PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan, tetapi selalu marah pada saat yang tepat.

b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik / majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.

c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah hati’.

Kelihatannya dari 3 arti ini, arti ketigalah yang harus ditekankan dalam 1Pet 3:15b ini. Dalam suatu kamus Yunani dikatakan bahwa selain ‘gentleness’ (= kelembutan), kata ini memang bisa diartikan ‘humility’ (= kerendahan hati).

‘Lemah lembut’ bukan berarti lemah gemulai seperti putri Solo, juga bukan suatu sikap yang lemah / tidak tegas. Tidak berarti bahwa kita harus menggunakan kata-kata ‘itu kurang tepat’ dan yang sejenisnya! Kita harus tetap mempunyai ketegasan dengan menggunakan kata-kata ‘itu sesat!’, atau setidaknya ‘itu salah!’, sekalipun diucapkan dengan lembut / tidak kasar.

Bandingkan dengan Gal 1:6-9 dan Mat 23:13-36. Jelas bahwa baik Paulus maupun Yesus sendiri tidak bisa dikatakan mengucapkan kata-kata yang ‘lemah lembut’ dalam arti seperti kita menggunakan istilah itu. Karena itu, jangan menafsirkan kata-kata ‘lemah lembut’ itu sehingga bertentangan dengan kedua text ini, dan juga text-text lain yang menunjukkan bahwa Yesus, rasul-rasul dan nabi-nabi selalu mempunyai sikap yang keras terhadap nabi-nabi palsu.

Juga, menurut saya, kita harus mempertimbangkan 2 kasus yang berbeda. Kalau kita menghadapi seorang individu yang mempunyai pandangan sesat / salah, maka tentu kita harus menggunakan cara yang halus (tetapi tetap tegas) lebih dulu. Tetapi kalau kita membahas tentang seorang pendeta populer yang memberitakan ajaran sesat (seperti Bambang Noorsena, Jusuf Roni, Yesaya Pariadji, dsb.), atau kalau kita membahas tentang suatu ajaran sesat, seperti Saksi Yehuwa, kita harus menggunakan serangan yang keras. Mengapa? Karena dalam kasus kedua ini, ada 2 kelompok orang yang terlibat, yaitu kelompok dari orang-orang sesat / penyesat, dan kelompok dari orang-orang yang berpotensi untuk disesatkan. Demi kelompok kedua ini, kita harus menyatakan kesalahan / kesesatan itu dengan cukup keras.

Illustrasi: Bagaimana saudara akan mengatakan kepada anak saudara, kalau sebuah warung di dekat rumah saudara menjual makanan beracun? Apakah dengan mengatakan bahwa makanan yang dijual warung itu ‘kurang enak’, ‘tidak terlalu baik untuk kesehatan’, dsb.? Atau dengan mengatakan secara tegas dan keras bahwa makanan warung itu beracun dan akan mematikan bila dimakan?

4) “dan dengan hati nurani yang murni”.

KJV: ‘Having a good conscience’ (= dengan mempunyai hati nurani yang baik).

Kita hanya bisa mempunyai hati nurani seperti ini kalau:

a) Pikiran / hati kita diterangi secara benar oleh Firman Tuhan, sehingga kita tahu apa yang benar dan apa yang salah. Tanpa ini, kita bisa didorong untuk melakukan sesuatu yang kita anggap baik, padahal kita sedang menentang Tuhan.

Bandingkan dengan:

· Yoh 16:2 - “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah”.

· Kis 26:9 - “Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret”.

b) Kita hidup dalam kekudusan / ketaatan.

Dengan demikian, maka kehidupan kita akan mendukung pembelaan kita terhadap iman kita.

Calvin: “What we say without a corresponding life has but little weight; hence he joins to confession a good conscience. For we see that many are sufficiently ready with their tongue, and prate much, very freely, and yet with no fruit, because the life does not correspond” (= Apa yang kita katakan tanpa kehidupan yang sesuai dengannya, tidak akan mempunyai pengaruh; karena itu, ia menggabungkan ‘pengakuan’ dengan ‘hati nurani yang baik’. Karena kita melihat bahwa banyak orang yang cukup siap dengan lidah mereka, dan berbicara banyak, dengan sangat bebas, tetapi tanpa buah, karena kehidupannya tidak sesuai) - hal 110.

Calvin: “they who prattle much about the gospel, and whose dissolute life is a proof of their impiety, not only make themselves objects of ridicule, but also expose the truth itself to the slanders of the ungodly. ... the defence of the tongue will avail but little, except the life corresponds with it” (= mereka yang banyak mengoceh tentang injil, tetapi yang kehidupannya yang tidak dikekang / tidak bermoral merupakan bukti dari ketidak-salehannya; bukan hanya membuat diri mereka sendiri sebagai obyek dari tertawaan / ejekan, tetapi juga membuka kebenaran itu sendiri terhadap fitnahan dari orang-orang jahat. ... pembelaan lidah tidak akan berguna, kecuali kehidupannya sesuai dengannya) - hal 110.

Pulpit Commentary: “An apology may be learned, well-expressed, eloquent; but it will not be convincing unless it comes from the heart, and is backed up by the life” (= Suatu pembelaan mungkin terpelajar, dinyatakan dengan baik, fasih; tetapi itu tidak akan meyakinkan kecuali itu datang dari hati, dan didukung oleh kehidupan) - hal 132.

Pulpit Commentary: “A good life without words is a better defence of religion than the most learned apology without a godly life” (= Suatu kehidupan yang baik tanpa kata-kata adalah pembelaan agama yang lebih baik dari pada pembelaan yang paling terpelajar tanpa kehidupan yang baik) - hal 143.

Karena itu, sebagai orang kristen kita harus selalu berjuang untuk maju dalam pengetahuan tentang Firman Tuhan dan juga maju dalam kekudusan.

Barnes’ Notes: “A true Christian should aim, by incessant study and prayer, to know what is right, and then always do it, no matter what may be the consequence” (= Seorang Kristen yang sejati harus bertujuan, dengan belajar dan berdoa tanpa henti-hentinya, untuk mengetahui apa yang benar, dan lalu selalu melakukannya, tak peduli apa konsekwensinya) - hal 1422.

5) “supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu”.

Pulpit Commentary: “‘they may be put to shame’; that is, ‘proved to be liars’” (= ‘mereka menjadi malu’, artinya, ‘dibuktikan sebagai pendusta-pendusta’) - hal 132.

Ay 17: “Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”.

Calvin menekankan kata-kata ‘jika hal itu dikehendaki Allah’, dan lalu memberi komentar sebagai berikut: “in these words he reminds us, that if we suffer unjustly, it is not by chance, but according to the divine will; and he assumes, that God wills nothing or appoints nothing but for the best reason. Hence the faithful have always this comfort in their miseries, ... that they are led by him to the contest, in order that they may under his protection give a proof of their faith” (= dalam kata-kata ini ia mengingatkan kita, bahwa jika kita menderita secara tidak adil, itu bukan karena kebetulan, tetapi sesuai dengan kehendak ilahi; dan ia beranggapan bahwa Allah tidak menghendaki apapun atau menetapkan apapun kecuali untuk alasan yang terbaik. Karena itu, orang-orang setia / beriman selalu mempunyai penghiburan ini dalam kesengsaraan mereka, ... bahwa mereka dibimbing olehNya kepada pertandingan, supaya di bawah perlindunganNya mereka bisa memberikan suatu bukti dari iman mereka) - hal 111.

Bdk. Lukas 21:12-15 - “(12) Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. (13) Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. (14) Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. (15) Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu”.

Jay E. Adams: “Why does such unjust suffering occur? Never by chance; not because God has lost control of things. God is behind the trial and in the trial, working out His plan. Nothing can happen but what He has determined” (= Mengapa penderitaan yang tidak adil seperti itu terjadi? Tidak pernah karena kebetulan; bukan karena Allah telah kehilangan kontrol atas hal-hal. Allah ada di belakang pencobaan dan di dalam pencobaan, mengerjakan rencanaNya. Tidak ada apapun yang bisa terjadi kecuali apa yang telah Ia tentukan) - hal 111.

I Petrus 3:18-22

Ay 18a: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah;”.

1) Bagian ini berhubungan langsung dengan ay 17, dan menunjukkan 2 hal:

a) Ini memberikan penghiburan dalam penderitaan, dan motivasi untuk mau menderita demi kebaikan, karena kalau kita menderita karena berbuat baik, maka kita menderita menurut teladan Kristus, dan karena itu kita diberkati.

Barclay: “Although this passage is one of the most difficult in the New Testament, it begins with something which anyone can understand. The point that Peter is making is that, even if the Christian is compelled to suffer unjustly for his faith, he is only walking the way that his Lord and Saviour has already walked. The suffering Christian must always remember that he has a suffering Lord” (= Sekalipun text ini adalah salah satu text yang paling sukar dalam Perjanjian Baru, text ini dimulai dengan sesuatu yang bisa dimengerti oleh siapapun. Maksud Petrus adalah bahwa jika orang kristen terpaksa menderita secara tidak adil untuk imannya, ia hanya berjalan dalam jalan yang telah dijalani oleh Tuhan dan Juruselamatnya. Orang kristen yang menderita harus selalu mengingat bahwa ia mempunyai Tuhan yang menderita) - hal 233.

Pulpit Commentary: “A great saint has said, ‘They feel not their own wounds who contemplate the wounds of Christ” (= Seorang kudus yang agung berkata: ‘Mereka yang merenungkan luka-luka Kristus tidak merasakan luka-luka mereka sendiri) - hal 144.

Bdk. Ibr 12:1-4 - “(1) Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. (2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (3) Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (4) Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah”.

b) Ini menunjukkan bahwa kalau kita menderita karena berbuat jahat, itu bertentangan dengan kepercayaan kita. Kristus menderita dan mati untuk membawa kita kepada Allah, dan ini tentu tidak menunjukkan bahwa kita boleh hidup jahat, tetapi sebaliknya menunjukkan bahwa kita harus hidup dan mati untuk Dia.

Bdk. 2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

2) “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita”.

a) ‘mati’.

RSV/NIV/NASB: ‘died’ (= mati).

KJV: ‘suffered’ (= menderita).

KJV berbeda karena menggunakan manuscript yang berbeda.

A. T. Robertson menganggap bahwa manuscript yang mengatakan ‘mati’ adalah manuscript yang terbaik.

Pulpit Commentary: “Two of the oldest manuscripts read ‘died;’ but ‘suffered’ corresponds best with the previous verse. The connexion is - It must be better to suffer for well-doing, because Christ himself, the All-innocent One, thus suffered, and they who so suffer are made most like unto him” (= Dua dari manuscripts yang tertua berbunyi ‘mati’; tetapi ‘menderita’ paling sesuai dengan ayat sebelumnya. Hubungannya adalah - Adalah lebih baik untuk menderita karena perbuatan baik, karena Kristus sendiri, Yang tidak bersalah, menderita seperti itu, dan mereka yang menderita demikian dibuat paling mirip dengan Dia) - hal 132.

Pulpit Commentary: “The central truth of the Bible is not that God loves us because Christ died, but that Christ died because God loves” (= Pusat dari Alkitab bukanlah bahwa Allah mengasihi kita karena Kristus telah mati, tetapi bahwa Kristus telah mati karena Allah mengasihi) - hal 161.

Bdk. Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

b) ‘sekali’.

Kata ‘sekali’ bertentangan dengan ‘berulang-ulang’. Kristus memang cukup menderita satu kali saja.

Word Biblical Commentary: “HAPAX can mean ‘once’ in contrast to ‘now’ (like POTE in v 20; 2:10; 3:5; see Reicke, Spirits, 214), or ‘once’ in contrast to ‘again and again’ (as e.g., in Heb 9:26, 28; cf. EPHAPAX in Rom 6:10; Heb 7:27; 9:12; 10:10). Here, by stressing the uniqueness of Christ’s suffering, it limits the analogy just introduced. Although the specific contrast in Hebrews between the sufficiency of Christ’s sacrifice ‘once for all’ and the inadequacy of the repeated animal sacrifices of the OT priestly system is lacking in 1 Peter, HAPAX does connote sufficiency and completeness” [= HAPAX bisa berarti ‘sekali’ sebagai kontras dari ‘sekarang’ (seperti POTE dalam ay 20; 2:10; 3:5; lihat Reicke, Spirits, 214), atau ‘sekali’ sebagai kontras dari ‘berulang-ulang’ (seperti misalnya dalam Ibr 9:26,28; bdk. EPHAPAX dalam Ro 6:10; Ibr 7:27; 9:12; 10:10). Di sini, dengan menekankan keunikan penderitaan Kristus, itu membatasi analogi yang baru diajukan. Sekalipun kontras yang spesifik dalam Ibrani antara kecukupan korban Kristus ‘sekali untuk selama-lamanya’ dan ketidak-cukupan korban-korban binatang yang berulang-ulang dari sistim imamat PL tidak ada dalam 1Petrus, HAPAX memang mengandung arti kecukupan dan kelengkapan / kesempurnaan].

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

Ro 6:10 - “Sebab kematianNya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupanNya adalah kehidupan bagi Allah”.

Ibr 7:27 - “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban”.

Ibr 9:12 - “dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”.

Ibr 9:26-28 - “(26) Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diriNya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korbanNya. (27) Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, (28) demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

Ibr 10:10-14 - “(10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. (11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya. (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”.

Alexander Nisbet: “though his sufferings were finite in regard of duration, yet in regard of the worth which the excellency of His person who was God did add to them, they were infinite” (= sekalipun penderitaanNya terbatas berkenaan dengan waktu / lamanya, tetapi berkenaan dengan nilai, yang keunggulan dari pribadiNya yang adalah Allah menambahkan kepadanya, adalah tak terbatas) - hal 143.

c) Kata ‘segala’ seharusnya tidak ada.

Kristus memang mati untuk segala / semua dosa kita, tetapi ayat ini tidak menunjukkan hal itu karena kata ‘segala’ seharusnya tidak ada.

Ayat-ayat yang bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa Kristus mati untuk segala dosa kita adalah:

Yeh 36:25 - “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu”.

Kol 2:13c - “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita”.

1Yoh 1:7,9 - “(7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. ... (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.

Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.

Sebetulnya hanya Tit 2:14 yang menunjukkan secara jelas / explicit bahwa Kristus mati untuk menebus segala dosa kita. Ayat-ayat yang lain hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni segala dosa kita. Tetapi Allah tidak mungkin bisa mengampuni segala dosa kita kalau Kristus tidak menebus segala dosa kita.

3) “Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar”.

Ini menunjukkan bahwa Kristus mati sebagai ‘substitute’ (= pengganti).

Matthew Henry: “In the case of our Lord’s suffering, it was the just that suffered for the unjust; he substituted himself in our room and stead, and bore our iniquities. He that knew no sin suffered instead of those that knew no righteousness” (= Dalam kasus dari penderitaan Tuhan kita, itu adalah yang benar yang menderita untuk yang tidak benar; Ia menggantikan / memasukkan diriNya sendiri di tempat kita, dan memikul kejahatan kita. Ia yang tidak mengenal dosa menderita sebagai ganti dari mereka yang tidak mengenal kebenaran).

Dwight L. Moody: “I must die or get somebody to die for me. If the Bible doesn’t teach that, it doesn’t teach anything. And that is where the atonement of Jesus Christ comes in” (= Aku harus mati atau mendapatkan seseorang untuk mati bagiku. Jika Alkitab tidak mengajarkan hal itu, Alkitab tidak mengajarkan apa-apa. Dan di sanalah penebusan Yesus Kristus masuk) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 27.

Dalam penginjilan kita harus menekankan hal ini, karena sekarang banyak orang-orang Liberal, dan mungkin juga Katolik, yang mengatakan bahwa Kristus mati hanya sebagai tindakan solider terhadap manusia yang menderita. Ini adalah ajaran sesat, karena kalau kematian Kristus hanya merupakan tindakan solider, dan Ia tidak menggantikan kita dalam memikul hukuman kita, maka kita tidak bisa bebas dari hukuman Allah untuk dosa-dosa kita.

4) “supaya Ia membawa kita kepada Allah”.

a) Ada problem textual dengan kata ‘kita’.

Ada manuscripts yang menuliskan HEMAS (= you / kamu) - ini digunakan oleh NIV; dan ada manuscripts yang menuliskan HUMAS (= us / kita) - ini digunakan oleh KJV/RSV/NASB/Kitab Suci Indonesia.

Pulpit Commentary: “The Vatican and other manuscripts read ‘you.’” (= Vatikan dan manuscripts yang lain berbunyi ‘kamu’) - hal 133.

b) Tujuan kematian Kristus adalah untuk membawa kita kepada Allah.

Pulpit Commentary: “St. Peter opens out of the deeper aspects of the death of Christ. The veil that hid the Holiest was then rent in twain, and believers were invited and encouraged to draw near into the immediate presence of God. The verb used here is prosagein; the corresponding substantive (PROSAGOGE) occurs in Eph. 2:18; 3:12; also in Rom. 5:2. In those places it is rendered ‘access’ - we have access to the Father through our Lord Jesus Christ” (= Santo Petrus membuka aspek yang lebih dalam tentang kematian Kristus. Tirai yang menutup Ruang Maha Suci pada saat itu sobek menjadi dua, dan orang-orang percaya diundang dan didorong untuk mendekat ke dalam kehadiran langsung dari Allah. Kata kerja yang digunakan di sini adalah PROSAGEIN; substantive / kata benda yang sesuai, PROSAGOGE, muncul dalam Ef 2:18; 3:12; juga dalam Ro 5:12. Di tempat-tempat itu, itu diterjemahkan ‘jalan masuk’ - kita mendapat jalan masuk kepada Bapa melalui Tuhan kita Yesus Kristus) - hal 133.

Ro 5:2 - “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.

Ef 2:18 - “karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa”.

Ef 3:12 - “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya”.

Bdk. Ibrani 10:19-22 - “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. (22) Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni”.

Matthew Henry: “The blessed end or design of our Lord’s sufferings was to bring us to God, to reconcile us to God, to give us access to the Father, to render us and our services acceptable, and to bring us to eternal glory, (Eph. 2:13,18; 3:12; Heb. 10:21-22)” (= Tujuan atau rencana yang terpuji dari penderitaan Tuhan kita adalah untuk membawa kita kepada Allah, untuk memperdamaikan kita dengan Allah, untuk memberi kita jalan masuk kepada Bapa, untuk membuat kita dan pelayanan / ibadah kita bisa diterima, dan untuk membawa kita kepada kemuliaan yang kekal, Ef 2:13,18; 3:12; Ibr 10:21-22).

Ef 2:13 - “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus”.

Ro 3:25 - “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya”.

Ay 18b-20: “(18b) Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Tidak usah diragukan lagi, ini merupakan suatu bagian Kitab Suci yang sangat sukar, dan bahkan ini merupakan salah satu bagian yang paling sukar dalam Kitab Suci. Sukarnya text ini dinyatakan oleh beberapa penafsir di bawah ini:

William Barclay: “this passage is one of the most difficult in the New Testament, ... we are here face to face with one of the most difficult passages, not only in Peter’s letter, but in the whole New Testament” (= text ini adalah salah satu text yang paling sukar dalam Perjanjian Baru, ... di sini kita berhadapan dengan salah satu text yang paling sukar, bukan hanya dalam surat Petrus, tetapi dalam seluruh Perjanjian Baru) - hal 233,236.

Pulpit Commentary: “The literature of ver. 19 is a library” (= Literatur tentang ay 19 merupakan suatu perpustakaan) - hal 161.

A. T. Robertson: “Luther admits that he does not know what Peter means” (= Luther mengakui bahwa ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Petrus) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 117.

Yang menjadi problem dalam penafsiran text ini adalah:

1. Terjemahannya.

a. 3:18 - “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,”.

KJV: ‘being put to death in the flesh, but quickened by the Spirit’ (= dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan oleh Roh).

RSV: ‘being put to death in the flesh but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging tetapi dihidupkan dalam roh).

NIV: ‘He was put to death in the body but made alive by the Spirit’ (= Ia dibunuh dalam tubuh tetapi dihidupkan oleh Roh).

NASB: ‘having been put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= setelah dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh).

b. 3:19 - “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara”.

Berbeda dengan dalam 1Pet 4:6 dimana kata ‘Injil’ itu memang ada, maka di sini sebetulnya kata ‘Injil’ itu tidak ada. TB2-LAI tetap mempertahankan terjemahan ‘memberitakan Injil’ ini.

KJV/RSV/NIV: ‘preached’ (= berkhotbah).

NASB: ‘made proclamation’ (= membuat proklamasi).

Ini menyebabkan terjadi pertentangan tentang maksud kata ini. Apakah ini menunjuk kepada suatu pemberitaan Injil, yang memungkinkan pendengarnya bertobat dan diselamatkan, atau hanya menunjuk pada suatu proklamasi / pengumuman, yang tidak memungkinkan pendengarnya bertobat dan diselamatkan?

2. Siapa ‘Roh’ pada akhir ay 18 itu? Ia pasti sama dengan ‘Roh’ yang memberitakan Injil pada ay 19a, tetapi kata ‘Roh’ ini menunjuk kepada siapa? Ada bermacam-macam anggapan, yaitu:

a. ‘roh manusia Yesus’.

b. ‘Roh ilahi Yesus / Logos’.

c. ‘Roh Kudus’.

Dan pada waktu ‘Roh’ itu memberitakan Injil, apakah Pemberitaan Injil itu dilakukan melalui Nuh atau tidak?

3. Siapa ‘roh-roh yang di dalam penjara’ yang menerima pemberitaan Injil itu?

a. Tentang kata ‘roh-roh’ ini ada bermacam-macam pandangan, yaitu:

· Setan / malaikat yang jatuh.

· manusia. Kalau manusia, manusia yang mana? Lagi-lagi ada macam-macam pandangan:

* Semua orang yang tidak percaya.

* Semua orang yang belum pernah mendengar Injil.

* Semua orang yang tidak percaya pada jaman Perjanjian Lama.

* Semua orang kudus / beriman jaman Perjanjian Lama.

* Orang-orang dalam api pencucian / Limbus Patrum (Katolik).

* Orang-orang yang tidak percaya yang mati karena banjir pada jaman Nuh.

* Orang-orang yang mati karena banjir Nuh, tetapi bertobat sesaat sebelum mereka mati.

* Orang-orang yang masih hidup yang seakan-akan hidup dalam penjara.

* Orang-orang pada jaman Nuh, yang masih hidup pada saat diinjili.

b. Tentang kata ‘penjara’ juga ada bermacam-macam penafsiran:

· tempat tahanan untuk setan.

· Hades / tempat penantian orang mati.

· neraka.

· penderitaan dari orang-orang yang masih hidup, yang menyebabkan mereka hidup seakan-akan dalam penjara.

· api pencucian / Limbus Patrum (Katolik).

4. Apakah pemberitaan (Injil) itu terjadi pada saat orang-orang itu sudah mati atau masih hidup? Dimana dan kapan terjadinya pemberitaan (Injil) kepada roh-roh dalam penjara itu? Lagi-lagi ada macam-macam pandangan:

a. Di dunia pada jaman Nuh; pada saat orang-orang itu masih hidup.

b. Di api pencucian / Limbus Patrum (Katolik).

c. Di Hades / dunia orang mati pada masa antara kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus.

d. Di Hades pada saat Yesus bangkit atau naik ke surga.

e. Di Hades sampai pada saat ini.

Empat yang terakhir ini berarti ada pemberitaan (Injil) terhadap orang-orang yang sudah mati.

Karena kesukaran-kesukaran ini maka muncul bermacam-macam penafsiran, bahkan yang aneh-aneh, tentang bagian ini. Macam-macam pandangan / penafsiran tentang text ini:

1) Yang melakukan pemberitaan kepada roh-roh dalam penjara itu adalah Henokh (Inggris: Enoch). Pemberitaan itu ditujukan kepada malaikat-malaikat yang jatuh, dan dilakukan di Hades, yang kelihatannya dianggap sebagai tempat tahanan bagi malaikat-malaikat yang jatuh. Disamping itu pemberitaan itu bukanlah pemberitaan yang bisa mempertobatkan, tetapi hanya merupakan pengumuman tentang hukuman mereka.

William Barclay: “If we look at Moffatt’s translation, we find something quite different. He translates: ‘In the flesh he (Christ) was put to death, but he came to life in the Spirit. It was in the Spirit that Enoch also went and preached to the imprisoned spirits who had disobeyed at the time when God’s patience held out during the construction of the ark in the days of Noah.’ How does Moffatt arrive at this translation? The name of Enoch does not appear in any Greek manuscript. But in the consideration of the text of any Greek author, scholars sometimes use a process called ‘emendation’. They think that there is something wrong with the text as it stands, that some scribe has perhaps copied it wrongly; and they, therefore, suggest that some word should be changed or added. In this passage Rendel Harris suggested that the word ‘Enoch’ was missed out in the copying of Peter’s writing and should be put back in” [= Jika kita melihat pada terjemahan Moffatt, kita mendapatkan sesuatu yang sangat berbeda. Ia menterjemahkan: ‘Dalam daging Ia (Kristus) dibunuh, tetapi Ia hidup dalam Roh. Dalam Roh itu juga Enoch / Henokh pergi dan berkhotbah / memberitakan kepada roh-roh yang dipenjara yang telah tidak taat pada waktu kesabaran Allah bertahan selama pembentukan bahtera pada jaman Nuh’. Bagaimana Moffatt bisa menterjemahkan seperti ini? Nama Enoch / Henokh tidak ada dalam manuscript Yunani manapun. Tetapi dalam mempertimbangkan text dari seadanya pengarang Yunani, para ahli kadang-kadang menggunakan suatu proses yang disebut ‘emendation / koreksi / perubahan / perbaikan’. Mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang salah dengan text yang ada, bahwa penyalin mungkin telah menyalin secara salah; dan karena itu mereka mengusulkan supaya beberapa kata diubah atau ditambahkan. Dalam text ini Rendel Harris mengusulkan suatu pemikiran bahwa kata ‘Enoch / Henokh’ luput / hilang dalam penyalinan dari tulisan Petrus dan harus dikembalikan] - hal 238.

Barclay lalu mengatakan bahwa bagian yang dipersoalkan itu dalam bahasa Yunani adalah sebagai berikut:

ENOCH

EN HO KAI TOIS EN PHULAKE PNEUMASI(N) POREUTHEIS EKERUXEN

in which also to the in prison spirits having gone he preached

dalam mana juga kepada dalam penjara roh-roh telah pergi ia berkhotbah

William Barclay: “It was Rendel Harris’s suggestion that between KAI and TOIS the word ENOCH had dropped out. His explanation was that, since most manuscript copying was done to dictation, scribes were very liable to miss out words which followed each other, if they sounded very similar. In this passage EN HO KAI and ENOCH sound very much alike, and Rendel Harris thought it very likely that ENOCH had for that reason been mistakenly omitted” [= Usul dari Rendel Harris adalah bahwa di antara KAI dan TOIS (lihat anak panah) kata ‘Enoch / Henokh’ telah hilang. Penjelasannya adalah bahwa, karena kebanyakan penyalinan manuscripts dilakukan dengan pendiktean, para penyalin sangat mudah keluputan kata-kata yang berurutan, jika kata-kata itu bunyinya sangat mirip. Dalam text ini EN HO KAI dan ENOCH bunyinya sangat mirip, dan Rendel Harris menganggapnya sangat mungkin bahwa karena alasan itu maka kata Enoch / Henokh telah terhapus secara salah] - hal 239.

William Barclay: “What reason is there for bringing ENOCH into this passage at all? He has always been a fascinating and mysterious person. ‘And Enoch walked with God; and he was not; for God took him’ (Genesis 5:24). In between the Old and New Testaments many legends sprang up about Enoch and famous and important books were written under his name. One of the legends was that Enoch, though a man, acted as ‘God’s envoy’ to the angels who sinned by coming to earth and lustfully seducing mortal women (Genesis 6:2). In the Book of Enoch it is said that he was sent down from heaven to announce to these angels their final doom (Enoch 12:1) and that he proclaimed that for them, because of their sin, there was neither peace nor forgiveness ever (Enoch 12 and 13). So then, according to Jewish legend, Enoch did go to Hades and preach doom to the fallen angles. And Rendel Harris thought that this passage referred, not to Jesus, but to Enoch, and Moffatt so far agreed with him as to put Enoch into his translation” [= Apa gerangan alasannya untuk membawa Enoch / Henokh ke dalam text ini? Ia selalu merupakan pribadi yang mempesonakan dan misterius. ‘Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah’ (Kej 5:24). Di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru banyak dongeng muncul tentang Enoch / Henokh dan banyak kitab-kitab yang terkenal dan penting ditulis atas namanya. Salah satu dongeng adalah bahwa Enoch / Henokh, sekalipun adalah seorang manusia, bertindak sebagai ‘duta / utusan Allah’ kepada para malaikat yang berdosa dengan datang ke bumi dan dengan penuh nafsu membujuk para perempuan (Kej 6:2). Dalam Kitab Enoch / Henokh dikatakan bahwa ia diutus untuk turun dari surga untuk mengumumkan kepada para malaikat ini nasib akhir mereka (Enoch / Henokh 12:1) dan bahwa ia memberitakan untuk mereka bahwa karena dosa mereka tidak ada damai ataupun pengampunan selama-lamanya (Enoch / Henokh 12 dan 13). Kemudian menurut dongeng Yahudi, Enoch / Henokh pergi ke Hades dan memberitakan malapetaka kepada malaikat-malaikat yang jatuh. Dan Rendel Harris beranggapan bahwa text ini menunjuk, bukan kepada Yesus, tetapi kepada Enoch / Henokh, dan Moffatt begitu menyetujuinya sehingga memasukkan Enoch / Henokh ke dalam terjemahannya] - hal 239.

Alasan penolakan terhadap penafsiran ini:

a) Tidak didukung oleh manuscripts manapun.

A. T. Robertson: “There is no manuscript for the conjecture, though it would relieve the difficulty greatly” [= Tidak ada manuscript untuk dugaan ini, sekalipun ini akan sangat mengurangi kesukaran / problem (tentang text ini)] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 117.

Ini juga diakui oleh Barclay sendiri; lihat kutipan pertama di atas, pada bagian yang saya garis bawahi.

b) Sama sekali tidak cocok dengan kontextnya yang membicarakan pekerjaan / penderitaan Kristus.

William Barclay: “That is an extremely interesting and ingenious suggestion but without doubt it must be rejected. There is no evidence for it at all; and it is not natural to bring in Enoch, for the whole picture is of the work of Christ” (= Itu merupakan usul yang sangat menarik dan pintar / penuh akal, tetapi tanpa keraguan itu harus ditolak. Tidak ada bukti sama sekali untuk hal itu; dan tidak wajar untuk memasukkan Enoch / Henokh, karena seluruh gambaran adalah tentang pekerjaan Kristus) - hal 239-240.

Catatan: Barclay memang hanya memberikan penafsiran tentang Henokh ini, tetapi ia sendiri tidak menyetujui penafsiran tersebut.

c) Nama itu sebetulnya bukannya dibaca Enoch, tetapi dalam bahasa Ibrani adalah KHANOK (Kej 5:18-24), dan dalam bahasa Yunani adalah Henokh (Ibr 11:5 Yudas 14), sehingga sebetulnya bunyinya berbeda dengan kata Yunani EN HO KAI.

d) Penafsiran ini didasarkan pada kitab Henokh, yang jelas merupakan kitab yang bukan termasuk dalam Kitab Suci, dan memalsukan nama Henokh sebagai pengarangnya. Dan penafsiran kitab ini tentang Kej 6:2 itu jelas salah. Tentang hal ini akan dibahas lebih jauh di bawah nanti.

e) Ajaran yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat yang jatuh / setan-setan ditahan di suatu tempat yang bernama Hades, atau tempat lain manapun, bertentangan dengan fakta Kitab Suci maupun pengalaman sehari-hari yang menunjukkan bahwa setan-setan masih berkeliaran dengan bebas untuk menggoda manusia. Hal ini akan dibahas lebih jauh di bawah.

2) Roma Katolik menganggap 1Pet 3:18-20 ini sebagai dasar dari doktrin mereka tentang:

a) Api pencucian.

Barnes’ Notes: “this is the only passage in the New Testament on which the Romish doctrine of purgatory is supposed to rest” [= ini merupakan satu-satunya text dalam Perjanjian Baru di atas mana dianggap doktrin Roma (Katolik) tentang api pencucian bersandar] - hal 1423.

Catatan: Saya tidak tahu apakah ini hanya merupakan dugaan dari Albert Barnes saja, ataukah ia memang tahu bahwa Roma Katolik memang menggunakan text ini sebagai dasar dari doktrin tentang api pencucian. Tetapi dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992, saya tidak menemukan hal ini.

Kalau memang text ini dipakai sebagai dasar dari api pencucian, maka ini jelas merupakan dasar yang sangat tidak kuat, karena tidak ada dasar untuk mengatakan bahwa kata ‘penjara’ menunjuk pada ‘api pencucian’. Juga dalam doktrin Roma Katolik sendiri tidak pernah diajarkan adanya pemberitaan (Injil) dalam api pencucian, baik itu dilakukan oleh Yesus atau oleh siapapun juga.

Disamping itu seluruh doktrin tentang api pencucian jelas harus ditolak karena bertentangan dengan penebusan yang sempurna yang dilakukan oleh Kristus, yang dibuktikan dengan:

1. Kata-kata ‘sudah selesai’ (Yoh 19:30).

2. Kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Seandainya ada satu dosa saja yang belum beres, maka Ia tidak akan bisa bangkit, karena upah dosa adalah maut (Ro 6:23).

3. Kenaikan Kristus ke surga dan duduknya Ia di sebelah kanan Allah. Kalau misiNya untuk menebus dosa manusia belum beres, maka Ia pasti disuruh kembali untuk menyelesaikannya.

Penebusan sempurna ini menyebabkan orang yang percaya kepada Kristus diampuni semua dosa-dosanya, dan tidak mungkin dihukum, baik dalam hidup yang sekarang ini maupun dalam hidup yang akan datang.

Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.

Penjahat yang bertobat di kayu salib itu, bukan masuk neraka ataupun api pencucian, tetapi masuk ke Firdaus / surga (Luk 23:43). Padahal ia bukan orang percaya yang sempurna, bahkan bisa dikatakan bahwa orang ini tidak pernah berbuat baik, kecuali menegur penjahat satunya yang mengolok-olok Yesus (Luk 23:39-41). Ia bahkan belum sempat dibaptis ataupun pergi ke gereja. Menurut ajaran Roma Katolik, orang seperti ini bukan masuk api pencucian, tetapi langsung masuk neraka. Tetapi Yesus berkata kepada penjahat ini bahwa hari itu juga ia akan bersama Yesus di Firdaus / surga (Luk 23:43).

Cerita ini secara jelas menunjukkan betapa sempurna dan hebatnya kuasa dari penebusan dosa yang Yesus lakukan bagi kita! Bagaimanapun hebatnya dan banyaknya dosa saudara, hanya dengan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, saudara akan diampuni, dan dijamin pasti masuk surga!

Dan jelas bahwa cerita ini juga menunjukkan secara meyakinkan bahwa doktrin Katolik tentang keselamatan, api pencucian dsb, adalah ajaran yang bertentangan dengan Kitab Suci / ajaran Yesus sendiri!

b) Limbus Patrum, atau tempat penantian bagi orang-orang suci / percaya jaman Perjanjian Lama, yang dibebaskan oleh Kristus setelah kematianNya untuk menebus dosa manusia.

Matthew Poole (hal 911) mengatakan bahwa text ini tidak mungkin dipakai bisa mendukung ajaran Roma Katolik tentang Limbus Patrum ini karena:

1. Roh-roh dalam penjara ini dikatakan ‘tidak taat’ (ay 20), dan karena itu tidak mungkin menunjuk kepada orang-orang suci / percaya pada jaman Perjanjian Lama.

Matthew Poole: “The spirits here mentioned were disobedient, which cannot be said of the fathers of the Old Testament, who were true believers” (= Roh-roh yang disebutkan di sini tidak taat, dan hal ini tidak bisa dikatakan tentang bapa-bapa dari Perjanjian Lama, yang adalah orang-orang percaya yang sejati) - hal 911.

2. Text ini tidak mengatakan bahwa roh-roh yang di dalam penjara itu dibebaskan oleh Kristus.

3. Menurut ajaran Roma Katolik, Nuh dan keluarganya pasti juga ada di Limbus Patrum itu, karena mereka termasuk orang-orang suci / percaya jaman Perjanjian Lama. Tetapi text ini justru mempertentangkan / mengkontraskan Nuh dan keluarganya dengan roh-roh yang ada di dalam penjara itu.

Ay 20 - “yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Adam Clarke: “there is no ground to believe that the text speaks of Christ’s going ... to some reigned place where the souls of the patriarchs were detained, to whom he preached, and whom he delivered from that place and took with him to paradise, which the Romish church holds as an article of faith” (= tidak ada dasar untuk percaya bahwa text ini berbicara tentang kepergian Kristus ... ke suatu tempat yang dikuasai dimana jiwa dari tokoh-tokoh Perjanjian Lama ditahan, kepada siapa Ia berkhotbah, dan yang Ia bebaskan dari tempat itu dan Ia bawa besertaNya ke surga, yang dipegang / dipercayai oleh Gereja Roma sebagai bagian dari iman / pernyataan iman).

c) Satu hal yang perlu ditambahkan adalah: Gereja Roma Katolik percaya bahwa kata ‘penjara’ ini menunjuk pada ‘api pencucian’ atau ‘Limbus Patrum’? Bagaimana mungkin mereka mengambil kedua arti itu?

3) Ini menunjuk pada pemberitaan yang dilakukan oleh roh dari manusia Yesus kepada roh-roh jahat (ini bukan roh manusia tetapi setan) di Hades. Pemberitaan ini bukanlah suatu penginjilan yang memungkinkan mereka bertobat, tetapi hanya merupakan suatu proklamasi kemenangan atau pernyataan hukuman.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “Though He suffered the extreme penalty of sin for the unrighteous, and was personally put to death in the flesh, He was nevertheless quickened in the spirit. So He was at once able Himself to go and proclaim His triumph to the rebellious and imprisoned evil spirits, who had involved men in sin and judgment” (= Sekalipun Ia menderita hukuman yang sangat hebat dari dosa untuk orang yang tidak benar, dan Ia sendiri dibunuh dalam daging, tetapi Ia dihidupkan dalam roh. Jadi Ia segera bisa pergi sendiri dan memberitakan / memproklamirkan kemenanganNya kepada roh-roh jahat yang memberontak dan dipenjara, yang telah melibatkan manusia dalam dosa dan penghakiman) - hal 139.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “In the phrase ‘quickened by the Spirit’ there is probably no reference to the Holy Spirit. ‘Flesh’ and ‘spirit’ are each without an article in the Greek and are best understood as references, in strong contrast, to two constituent parts or successive conditions of our Lord’s human nature ... we are told, not the His human spirit went to Hades, there to await final judgment and the second death, but that His human spirit enjoyed the benefit of being quickened, i.e. it entered into fuller life ... In His quickened human spirit, before His body was raised from the tomb, He was able to go where evil spirits are in prison, awaiting the judgment of the great day (2Pet. 2:4,5; Jude 6), and to announce to them His victory over death, and over the consequences to men of their evil-doing. He thus made them aware that their own judgment was finally sealed (cf. Col. 2:14,15).” [= Ungkapan ‘dihidupkan oleh Roh’ mungkin tidak menunjuk kepada Roh Kudus. Baik ‘daging’ maupun ‘roh’ tidak mempunyai kata sandang dalam bahasa Yunani dan paling baik dimengerti sebagai petunjuk, dalam kontras yang menyolok, kepada 2 bagian pokok atau kondisi yang berurutan dari hakekat manusia Tuhan kita (maksudnya menunjuk pada ‘tubuh’ dan ‘jiwa / roh’ dari manusia Yesus) ... kita diberitahu, bukan bahwa roh manusiaNya pergi ke Hades, dan lalu menunggu penghakiman terakhir dan kematian kedua di sana, tetapi bahwa roh manusiaNya menikmati manfaat dari dihidupkannya roh itu, yaitu masuk ke dalam kehidupan yang lebih penuh ... Dalam roh manusiaNya yang dihidupkan, sebelum tubuhNya dibangkitkan dari kubur, Ia bisa pergi ke tempat dimana roh-roh jahat ada di penjara, menunggu penghakiman pada hari yang besar (2Pet 2:4-5; Yudas 6), dan mengumumkan kepada mereka kemenanganNya atas kematian, dan tentang konsekwensi dari tindakan jahat mereka terhadap manusia. Dengan demikian ia membuat mereka sadar bahwa penghakiman mereka sendiri akhirnya dipastikan (bdk. Kol 2:14-15)] - hal 141-142.

2Pet 2:4-5 - “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman; dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Yudas 6 - “Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar”.

Kol 2:14-15 - “dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka”.

Allan M. Stibbs mendukung pandangannya ini dengan mengatakan bahwa di sini digunakan kata ‘memberitakan’ / ‘memproklamirkan’, bukan ‘memberitakan Injil’ seperti dalam 1Pet 4:6. Jadi, ia berpendapat bahwa ini bukanlah suatu pemberitaan Injil yang memungkinkan pertobatan dari orang-orang yang diinjili itu, tetapi hanya merupakan suatu pengumuman saja.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “The verb KERUSSEIN, ‘to herald’ or ‘proclaim’ (see Rev. 5:2), here translated ‘preached’ is to be distinguished from EUANGELIZEIN, to proclaim good tidings (see especially 4:6). Peter is not saying that Christ preached the gospel. Rather He announced His triumph over evil, which was for the evil spirits bad news” [= Kata kerja KERUSSEIN, ‘mengumumkan’ atau ‘memproklamirkan’ (lihat Wah 5:2), yang di sini diterjemahkan ‘berkhotbah / memberitakan’, harus dibedakan dari EUANGELIZEIN, ‘memberitakan kabar baik’ (lihat khususnya 4:6). Petrus tidak berkata bahwa Kristus memberitakan injil. Tetapi Ia mengumumkan kemenanganNya atas kejahatan, yang bagi roh-roh jahat itu merupakan kabar buruk] - hal 142.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “Many have wished to interpret the phrase ‘the spirits in prison’ as a reference to departed human spirits; but it fits in with the linguistic usage of Scripture, and with the reference to the days of Noah, to understand it as a reference to fallen angels. The word PNEUMATA, ‘spirits’, alone and without qualification, is not thus used anywhere else in the Bible to describe departed human spirits. Note, for example, ‘the spirits of just men’ (Heb. 12:23). But the word is thus used of supernatural beings, both good and bad (see Heb. 1:14; Lk. 10:20)” (= Banyak yang ingin menafsirkan ungkapan ‘roh-roh dalam penjara’ sebagai menunjuk pada roh-roh manusia yang telah mati; tetapi adalah cocok dengan penggunaan bahasa dari Kitab Suci, dan dengan petunjuk pada jaman Nuh, untuk mengerti ini sebagai petunjuk kepada malaikat-malaikat yang jatuh. Kata PNEUMATA, ‘roh-roh’, sendirian dan tanpa pembatasan (maksudnya tak dikatakan roh siapa), tidak digunakan seperti itu dimanapun dalam Alkitab untuk menggambarkan roh-roh manusia yang sudah mati. Perhatikan, sebagai contoh, ‘roh-roh orang-orang benar’ (Ibr 12:23). Tetapi kata itu digunakan seperti itu tentang makhluk-makhluk supranatural, yang baik maupun yang jahat (lihat Ibr 1:14; Luk 10:20)] - hal 142-143.

Ada juga yang beranggapan (Dr. Knox Chamblin) bahwa roh-roh jahat yang dimaksud adalah para malaikat yang jatuh dalam perzinahan dengan manusia dalam Kej 6:2,4 dimana istilah ‘anak-anak Allah’ ditafsirkan sebagai ‘malaikat-malaikat’.

Alasan pandangan ini:

· malaikat sering disebut ‘anak Allah’ (Ayub 1:6 2:1 38:7 Daniel 3:25,28).

· 2Pet 2:4 dan Yudas 6 dianggap menunjuk pada saat ini. Tetapi saya menganggap bahwa ayat-ayat ini menunjuk pada kejatuhan pertama dari malaikat.

· Dari perkawinan ini lahir ‘raksasa’ (Kej 6:4a).

Keberatan terhadap penafsiran golongan ke 3 ini:

a) Apakah benar yang pergi ke ‘penjara’ dalam 1Pet 3:19 itu adalah ‘roh dari manusia Yesus’? Ini sangat meragukan, tetapi ini tidak akan saya bahas di sini. Nanti kita akan melihat lebih banyak tentang perdebatan dalam hal ini.

b) Ia berpendapat bahwa roh-roh jahat itu betul-betul dipenjara, dalam arti dikurung dan tidak bisa pergi ke mana-mana. Apakah itu memang merupakan arti dari Yudas 6 2Pet 2:4-5 dan Kol 2:14-15? Mari kita pelajari ketiga text ini:

Text pertama: Yudas 6 - “Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar”.

1. Kata-kata ‘Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat ... dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman’ tidak berarti bahwa setan betul-betul dikurung / dipenjara di suatu tempat. Mengapa? Karena Kitab Suci secara jelas menunjukkan bahwa setan masih bebas berkeliaran menggoda manusia (bdk. Luk 22:3,31 1Pet 5:8 Yak 4:7).

a. Calvin: “We are not to imagine a certain place in which the devils are shut up, for the Apostle simply intended to teach us how miserable their condition is, since the time they apostized and lost their dignity” (= Kita tidak boleh membayangkan suatu tempat tertentu di dalam mana setan-setan itu dikurung, karena sang rasul hanya bermaksud untuk mengajar kita betapa buruknya kondisi mereka sejak saat mereka memberontak / murtad dan kehilangan martabat mereka).

Saya setuju dengan kata-kata Calvin pada bagian awal kutipan di atas (yang saya garis bawahi), tetapi tidak dengan bagian akhir kutipan itu. Kata-kata ‘ditahan’ dan ‘belenggu’ dan ‘dunia kekelaman’ tidak menunjukkan betapa buruknya kondisi setan-setan itu. Saya lebih setuju dengan pandangan Hoekema di bawah ini.

b. Anthony Hoekema menghubungkan hal ini dengan Wah 20:1-3 - “(1) Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari sorga memegang anak kunci jurang maut dan suatu rantai besar di tangannya; (2) ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, (3) lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya”.

Dan Hoekema lalu mengatakan bahwa:

· Sejak kedatangan Yesus yang pertama setan memang dibelenggu / diikat. Dasarnya:

* Mat 12:28-29 - “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia merampok rumah itu”.

Kata ‘diikat’ di sini dalam bahasa Yunaninya menggunakan kata yang sama seperti yang digunakan dalam Wah 20:2.

* Luk 10:17-18 - “Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: ‘Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.’ Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit’.”.

* Yoh 12:31 - “Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar”.

Kata ‘dilemparkan’ di sini menggunakan kata dasar Yunani yang sama dengan kata ‘melemparkan’ dalam Wah 20:3.

· Tetapi apa artinya setan ‘diikat / dibelenggu’? Ini tidak berarti bahwa setan dikurung dalam suatu tempat sehingga tidak bisa menggoda manusia, tetapi hanya bahwa setan dibatasi kekuasaan / aktivitasnya. Jadi setan tidak lagi sebebas dulu, tetapi ia masih mempunyai kebebasan tertentu untuk menggoda dan menyerang manusia. Dan nanti menjelang kedatangan Yesus yang kedua kalinya ia bahkan akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya (Wah 20:3b). Pada saat itu ia akan menyerang manusia, khususnya orang-orang kristen, habis-habisan. Karena itu kita harus bersiap sedia, dengan banyak belajar Firman Tuhan, berdoa, menguduskan diri, mendekatkan diri kepada Allah, dsb, supaya kalau saat itu tiba, kita bisa bertahan.

2. ‘Sampai penghakiman pada hari besar’.

Ini menunjuk pada penghakiman akhir jaman, dimana setan akan dilemparkan ke neraka (Wah 20:10), sehingga tidak lagi bisa menggoda / menyerang manusia selama-lamanya.

Text kedua: 2Pet 2:4 - “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman”.

Kata ‘gua’ dalam KJV adalah ‘chains’ (= rantai / belenggu), karena KJV menggunakan manuscript yang berbeda.

William Barclay: “The Greek manuscripts of Second Peter vary between SEIROI, pits, and SEIRAI, chains” (= Manuscripts Yunani dari Surat Petrus yang kedua bervariasi di antara SEIROI, lubang-lubang / gua-gua, dan SEIRAI, rantai-rantai / belenggu-belenggu) - hal 321.

Ayat ini seolah-olah menunjukkan bahwa Allah sudah memasukkan setan ke dalam neraka. Untuk ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Bagian ini tidak boleh ditafsirkan seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena:

a. Penafsiran ini akan bertentangan dengan Mat 8:29 Mat 25:41 Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini setan belum waktunya masuk neraka. Setan baru dimasukkan ke neraka pada kedatangan Yesus yang keduakalinya.

b. Penafsiran bahwa setan sudah masuk ke neraka, bertentangan dengan 2Pet 2:4 itu sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman’.

Pulpit Commentary: “Apparently, St. Peter regards Tartarus not as equivalent to Gehenna, for the sinful angels are ‘reserved unto judgment,’ but as a place of preliminary detention” [= Jelas bahwa Santo Petrus tidak menganggap Tartarus sama dengan Gehenna (= neraka), karena malaikat-malaikat yang berdosa ‘disimpan sampai hari penghakiman’, tetapi menganggapnya sebagai suatu tempat penahanan pendahuluan] - hal 44.

c. 2Pet 2:4 ini kelihatannya paralel dengan Yudas 6 yang sudah kita bahas di atas (sebetulnya seluruh 2Pet 2 sangat mirip dengan surat Yudas), dan Yudas 6 jelas tidak menyatakan bahwa setan-setan itu sudah dibuang ke neraka.

2. Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani TARTARUS / TARTAROSAS yang hanya dipergunakan satu kali ini saja dalam Kitab Suci. Karena itu sukar diketahui artinya secara pasti.

William Barclay: “Tartarus was not a Hebrew conception but Greek. In Greek mythology Tartarus was the lowest hell; it was as far beneath Hades as the heaven is high above the earth. In particular it was the place into which there had been cast the Titans who had rebelled against Zeus, the Father of gods and men” [= Tartarus bukan konsep Ibrani tetapi Yunani. Dalam dongeng Yunani Tartarus adalah neraka yang paling rendah; itu jauh di bawah Hades seperti langit / surga jauh di atas bumi. Khususnya itu adalah tempat ke dalam mana telah dilemparkan Titans (nama dewa) yang telah memberontak terhadap Zeus, Bapa dari allah-allah dan manusia] - hal 321.

A. T. Robertson: “TARTAROS occurs in Enoch 20:2 as the place of punishment of the fallen angels” (= TARTAROS muncul dalam kitab Henokh 20:2 sebagai tempat penghukuman dari malaikat-malaikat yang telah jatuh) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 162.

Catatan: kitab Henokh tidak termasuk dalam Kitab Suci.

Mungkin Tartarus ini harus diartikan sebagai keterpisahan setan-setan itu dengan Allah, atau menunjukkan bahwa murka Allah selalu ada bersama dengan mereka, seperti yang dikatakan oleh penafsir-penafsir di bawah ini.

Adam Clarke: “thus tartaroosas will import that God cast the apostate angels out of his presence into that zophos, blackness of darkness (2 Pet. 2:17; Jude 1:13), where they will be forever banished from the light of his countenance, and from the beatifying influence of the ever blessed Three” [= Maka TARTAROOSAS berarti bahwa Allah membuang malaikat-malaikat yang murtad dari hadiratNya ke dalam ZOPHOS, kepekatan dan kegelapan (2Pet 2:17; Yudas 1:13), dimana mereka akan selama-lamanya dibuang dari terang wajahNya, dan dari pengaruh yang membahagiakan dari Tiga yang selalu terpuji].

Alexander Nisbet: “secluding them from all possibility or hopes of recovery for ever. ... The fallen angels, who are the devils, are under such a powerful restraint of divine providence that they cannot move or act anything but in so far as the Lord’s holy justice and wisdom permits and orders them, for the punishment of the wicked or the exercise of the godly; ... God’s irresistible power and terrible justice over-ruling, tormenting and restraining them. ... their hell is always with them, they live in the constant feeling of the wrath of the Almighty, ... and in the dreadful expectation of a more high measure of wrath which they shall get at the day of judgment when they together with all that serve them and follow their counsel shall have nothing else to do but endure torment, and shall torment one another for ever” (= menjauhkan mereka selama-lamanya dari semua kemungkinan atau pengharapan untuk dipulihkan. ... Malaikat-malaikat yang jatuh, yaitu setan-setan, berada di bawah suatu kekang yang kuat dari providensia ilahi sehingga mereka tidak bisa bergerak atau bertindak apapun kecuali sejauh keadilan yang kudus dan hikmat dari Tuhan mengijinkan dan mengatur mereka, untuk penghukuman dari orang-orang jahat atau melatih orang-orang saleh; ... kuasa Allah yang tidak bisa ditahan dan keadilanNya yang mengerikan, menguasai, menyiksa dan mengekang mereka. ... neraka mereka selalu bersama mereka, mereka hidup sambil terus merasakan murka dari Yang Mahakuasa, ... dan dalam suatu pengharapan yang mengerikan tentang suatu murka yang lebih besar lagi yang akan mereka dapatkan pada hari penghakiman, ketika mereka, bersama-sama dengan semua yang melayani mereka dan mengikuti nasehat mereka, akan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menahan siksaan, dan akan saling menyiksa satu dengan yang lain untuk selama-lamanya) - hal 249-250.

Catatan: bagian terakhir, yang saya garis bawahi itu, saya tidak yakin akan kebenarannya, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak ada dasar Kitab Suci yang mendukungnya.

Text ketiga: Kol 2:14-15 - “(14) dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib: (15) Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka”.

Saya berpendapat bahwa text ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan roh jahat di dalam penjara, karena text ini hanya menunjukkan bahwa penghapusan surat hutang melalui kematian Kristus, menyebabkan setan menjadi seperti orang yang telah dilucuti senjatanya.

c) Pernyataan Allan M. Stibbs di atas, bahwa kata ‘roh’ tanpa penjelasan apapun, tidak pernah digunakan dalam Alkitab untuk menunjuk kepada roh orang mati, menurut saya adalah pernyataan yang tidak benar. Bandingkan dengan:

· Pkh 12:7 - “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”.

· Kis 7:59 - “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.

· Yak 2:26 - “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.

d) Kalau ‘roh-roh yang di dalam penjara’ menunjuk kepada setan-setan, lalu mengapa dalam 1Pet 3:20a dibicarakan tentang mereka yang tidak taat pada jaman Nuh? Dan mengapa sebagai kontras dari ‘roh-roh yang di dalam penjara’ itu, disebutkan 8 orang yang selamat (1Pet 3:20b)?

e) Penafsiran yang mengatakan bahwa roh-roh jahat itu adalah malaikat-malaikat yang jatuh dalam perzinahan dalam Kej 6:2, saya anggap sangat tidak masuk akal, karena:

1. Malaikat tidak kawin.

Mat 22:30 - “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga”.

2. Kej 6:2 itu mengatakan ‘mengambil istri’, bukan sekedar melakukan hubungan sex. Ini lebih-lebih tidak mungkin dilakukan oleh malaikat.

Kej 6:2-4 - “(2) maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. (3) Berfirmanlah TUHAN: ‘RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’ (4) Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan”.

Jadi saya menganggap bahwa istilah ‘anak Allah’ tidak menunjuk kepada ‘malaikat-malaikat’, tetapi menunjuk kepada ‘orang yang percaya’, sedangkan ‘anak manusia’ menunjuk kepada ‘orang yang tidak percaya’.

Sedangkan penafsiran Kej 6:4 adalah sebagai berikut:

Kalau saudara membaca dengan teliti maka saudara akan melihat bahwa tidak dikatakan bahwa ‘raksasa’ itu lahir karena perkawinan tersebut. Yang dilahirkan dari perkawinan itu adalah ‘orang-orang gagah perkasa’ dan ‘orang-orang kenamaan’ (Kej 6:4b). Lalu apa sebetulnya arti dari kata ‘raksasa’ dalam Kej 6:4a?

KJV: ‘giants’ (= raksasa).

RSV/NIV/NASB: ‘the Nephilim’ [ini bukan terjemahan tetapi transliteration (menuliskan kata Ibraninya dengan huruf Latin)].

Terjemahan ‘giants’ / ‘raksasa’ ini timbul karena:

· diambil dari Septuaginta / LXX (Perjanjian Lama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani) yang menterjemahkan GIGANTES (Catatan: rupanya dari kata ini diturunkan kata bahasa Inggris ‘giant’ (= raksasa).

· dihubungkan dengan Bil 13:33 yang dalam versi NIV menterjemahkan sebagai berikut: “We saw the Nephilim there (the descendants of Anak come from the Nephilim). We seemed like grasshoppers in our own eyes, and we looked the same to them” [= Kami melihat orang-orang Nephilim di sana (keturunan Anak datang / muncul dari orang Nephilim). Kami kelihatan seperti belalang dalam mata kami sendiri, dan kami kelihatan sama bagi mereka].

Terjemahan ini memang menunjukkan bahwa orang Nephilim itu pasti sangat besar / raksasa.

Tetapi ada kemungkinan penafsiran yang lain: Kata bahasa Ibrani NEPHILIM berasal dari akar kata NAPHAL yang bisa berarti:

¨ ‘to fall’ (= jatuh).

Mungkin semua orang yang bertemu mereka jatuh tersungkur karena takut kepada mereka.

¨ ‘to fall upon / to attack’ (= menyerang).

Jadi, NEPHILIM berarti penyerang, bandit, perampok.

Kedua arti ini bisa digabungkan. Jadi, kata NEPHILIM menunjuk kepada perampok-perampok yang ditakuti orang. Penafsiran ini lebih cocok dengan kontexnya dibandingkan dengan penafsiran di atas yang mengatakan bahwa NEPHILIM adalah raksasa. Kontext Kej 6 ini berbicara soal dosa manusia secara moral. Kalau tahu-tahu Kej 6:4a ini berbicara tentang ukuran tubuh, itu tidak sesuai dengan kontext atau tidak berhubungan dengan kontext. Tetapi kalau NEPHILIM diartikan perampok, yang menunjuk kepada orang-orang yang jahat secara moral, itu sesuai dengan kontext.

Selanjutnya Kej 6:4b menyebutkan tentang ‘orang-orang gagah perkasa’ dan ‘orang-orang kenamaan’. Istilah pertama menunjukkan orang-orang yang mempunyai kekuatan fisik atau kepandaian berkelahi yang hebat, sedangkan istilah kedua menunjukkan bahwa mereka terkenal karena jahatnya.

Jadi, arti Kej 6:4 seluruhnya ialah: pada waktu itu sudah ada perampok-perampok (‘raksasa’), tetapi lalu dengan adanya perkawinan campuran antara orang percaya dan orang tidak percaya, lalu lahir orang-orang yang sejenis dengan perampok-perampok itu. Jadi, perkawinan campuran itu menyebabkan orang berdosa makin banyak, dan ini akhirnya menyebabkan terjadinya banjir Nuh!

Dan satu hal lain lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam 1Pet 3:20 dikatakan bahwa ketidak-taatan itu terjadi pada saat Nuh sedang mempersiapkan bahteranya; sedangkan Kej 6:2,4 terjadi sebelum Tuhan memberitahu Nuh akan terjadinya air bah.

Jadi dari exposisi Kej 6:2,4 dan penjelasan ini terlihat bahwa Kej 6:2,4 ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan 1Pet 3:19.

4) Yesus berkhotbah, melalui rasul-rasul, kepada orang-orang yang ada dalam ‘penjara tubuh’ atau ‘penjara dosa’.

Pulpit Commentary: “Some commentators, as Socinus and Grotius, refer St. Peter’s words to the preaching of Christ through the apostles. These writers understand PHULAKE of the prison of the body, or the prison of sin; and explain St. Peter as meaning that Christ preached through the apostles to the Jews who were under the yoke of the Law, and to the Gentiles who lay under the power of the devil; and they regard the disobedient in the time of Noah as a sample of sinners in any age” [= Beberapa penafsir, seperti Socinus dan Grotius menghubungkan kata-kata Petrus dengan pemberitaan Yesus melalui rasul-rasul. Penulis-penulis ini menganggap bahwa PHULAKE (= penjara) adalah ‘penjara tubuh’, atau ‘penjara dosa’, dan bahwa Petrus memaksudkan bahwa Kristus berkhotbah melalui rasul-rasul kepada orang-orang Yahudi yang ada di bawah kuk hukum Taurat, dan kepada orang-orang non Yahudi yang ada di bawah kuasa setan; dan mereka menganggap ketidak-taatan pada jaman Nuh sebagai contoh dari orang-orang berdosa dalam seadanya jaman] - hal 136.

Pulpit Commentary: “There is no necessity to refer the words, ‘spirits in prison,’ to those who have passed into the unseen world; for in Scripture the ungodly are constantly spoken of as in a state of imprisonment, bondage, captivity. ‘Spirits in prison’ may then be said to be a frequent designation of the unredeemed on earth; indeed, the very word ‘redemption’ carries this idea. Some may object that the context seems to imply that the spirits refer to are the spirits of the dead. Not necessarily so. If we refer the expression not to certain individuals, but to the whole lost race, the difficulty vanishes. Christ did not preach to the same persons that were disobedient before the Flood, but to the same race, the same spiritual condition. But did Christ thus preach? Certainly, through his servants. It has been said that the more correct title of the Acts of the Apostles would be the Acts of the Risen Lord” (= Tidak ada keharusan untuk menghubungkan kata-kata ‘roh-roh yang di dalam penjara’ dengan mereka yang telah mati; karena dalam Kitab Suci orang yang jahat / tidak percaya selalu digambarkan dalam keadaan terpenjara, terbelenggu, dan ada dalam pembuangan. Maka, ‘roh-roh yang di dalam penjara’ bisa dikatakan menunjuk kepada orang-orang yang tidak ditebus di bumi; dan memang kata ‘penebusan’ membawa gagasan ini. Beberapa orang mengajukan keberatan karena kontexnya kelihatannya menunjukkan bahwa roh-roh yang dimaksudkan adalah roh-roh orang mati. Tidak harus demikian. Jika kita mengarahkan ungkapan itu bukan kepada individu-individu tertentu tetapi kepada seluruh umat manusia yang terhilang, maka kesukarannya hilang. Kristus tidak memberitakan / berkhotbah kepada orang yang sama yang tidak taat sebelum Air Bah, tetapi kepada ras yang sama, kondisi rohani yang sama. Tetapi apakah Kristus berkhotbah / memberitakan seperti itu? Tentu, melalui pelayan-pelayanNya. Ada yang mengatakan bahwa judul yang lebih benar dari Kisah Para Rasul adalah Kisah Tuhan yang Bangkit) - hal 158-159.

Bdk. Yes 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.

Tetapi, kalau ini memang merupakan pemberitaan Injil oleh Yesus melalui rasul-rasulNya, mengapa ayat ini menghubungkannya dengan jaman Nuh?

Pulpit Commentary: “But why this reference to the days of Noah? If you look through Peter’s Epistles, you will see that he seems to have regarded the Flood as a dividing line between two worlds, which afford points of contrast. We have this contrast here. The power of God over ‘spirits in prison’ was straitened formerly, - after all the years through which his long-suffering waited, only ‘few, that is eight souls, were saved;’ but since Christ suffered for sins, this is the record, ‘The same day there were added to the Church about three thousand souls;’ and the record ends with the great multitude which no man can number, standing before the throne, and before the Lamb” [= Tetapi mengapa ini dihubungkan dengan jaman Nuh? Jika engkau melihat sepanjang surat-surat Petrus, engkau akan melihat bahwa ia kelihatannya menganggap Air Bah itu sebagai garis pemisah antara dua dunia, yang menghasilkan suatu kontras. Kita mempunyai kontras itu di sini. Kuasa Allah atas ‘roh-roh dalam penjara’ dahulu sangat kurang / sedikit, - setelah kepanjang-sabaranNya menunggu selama waktu yang begitu lama, hanya ‘sedikit, yaitu 8 jiwa / orang yang diselamatkan’; tetapi sejak Kristus menderita untuk dosa-dosa, inilah catatannya: ‘pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa’ (Kis 2:31); dan catatan itu berakhir dengan suatu kumpulan besar yang tidak dapat dihitung banyaknya, berdiri di hadapan takhta, dan di hadapan Anak Domba (Wah 7:9)] - hal 159.

Catatan: Dalam kedua suratnya, Petrus membicarakan tentang Nuh atau air bah jaman Nuh pada ayat-ayat di bawah ini:

· 1Pet 3:20 yang sedang kita bahas ini.

· 2Pet 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

· 2Pet 3:6 - “dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah”.

Keberatan terhadap pandangan ke 4 ini:

a) Kalau Yesus memang melakukan pemberitaan Injil itu melalui rasul-rasul, mengapa kata ‘rasul-rasul’ sama sekali tidak muncul dalam text tersebut?

b) Mengapa sebagai contoh harus dipakai orang-orang jaman Nuh itu? Komentar terakhir dari Pulpit Commentary itu, yang mengatakan bahwa air bah merupakan pemisah dari 2 dunia, dsb, rasanya tidak terlalu masuk akal.

5) Yesus, melalui Roh Kudus, melakukan pemberitaan kepada roh-roh yang dalam penjara setelah kebangkitanNya, atau pada waktu kenaikanNya ke surga.

Herman Bavinck: “He (Peter) says that Christ after having been quickened by the spirit went up into heaven (for the words ‘went’ and ‘is gone’ of 1Peter 3:19 and 22 the Greek has the same word, so that the addition in verse 22 of ‘into heaven’ simply designates where He went), and that at His ascension He preached to the spirits in prison His victory, and took His place at the right hand of God, angels and authorities and powers being made subject to Him” [= Ia (Petrus) berkata bahwa Kristus, setelah dihidupkan oleh Roh, naik ke surga (untuk kata-kata ‘pergi’ dan ‘naik’ dari 1Pet 3:19 dan 1Pet 3:22 bahasa Yunaninya menggunakan kata yang sama, sehingga penambahan kata-kata ‘ke sorga’ dalam ay 22 hanya menunjukkan kemana Ia pergi), dan bahwa pada kenaikanNya Ia memberitakan kemenanganNya kepada roh-roh dalam penjara, dan mengambil tempatNya di sebelah kanan Allah, dan malaikat-malaikat dan pemerintah-pemerintah dan kuasa-kuasa dibuat tunduk kepadaNya] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 373.

Catatan: ini bukan merupakan satu-satunya pandangan Bavinck. Dalam bagian lain ia memberikan kemungkinan penafsiran yang lain, yang serupa dengan pandangan Louis Berkhof, yang saya berikan dalam point no 8, a, 1.

Penafsiran Bavinck di sini kelihatannya sama / sangat mirip dengan penafsiran Herman Hoeksema yang berkata sebagai berikut: “the apostle is not speaking here at all of a personal descent of Christ into prison after His crucifixion and before His resurrection, but of a going to preach to the spirits that were in prison after His resurrection and through the Spirit. ... ‘spirits in prison’ ... this so very clearly refers to the ungodly in Noah’s day, ... the apostle does not speak with one word, nor even suggest in any way, that these spirits in prison were delivered and taken to heaven by Christ. The text simply informs us that He ‘preached’ to them. And the word used here for ‘preached’ does not mean at all that He preached the gospel unto them, but simply that He proclaimed, announced, something as a herald” (= sang rasul di sini sama sekali tidak sedang berbicara tentang turunnya Kristus secara pribadi ke dalam penjara setelah penyaliban dan sebelum kebangkitanNya, tetapi tentang kepergian untuk memberitakan kepada roh-roh yang ada dalam penjara setelah kebangkitanNya dan melalui Roh. ... ‘roh-roh dalam penjara’ ... ini begitu jelas menunjuk kepada orang-orang jahat pada jaman Nuh, ... sang rasul tidak berbicara dengan satu katapun, atau bahkan mengusulkan dengan cara apapun, bahwa roh-roh dalam penjara ini dibebaskan dan dibawa ke surga oleh Kristus. Text ini hanya memberi informasi kepada kita bahwa Ia ‘memberitakan / berkhotbah’ kepada mereka. Dan kata yang digunakan di sini untuk ‘memberitakan / berkhotbah’ sama sekali tidak berarti bahwa Ia memberitakan Injil kepada mereka, tetapi hanya bahwa Ia memberitakan atau mengumumkan sesuatu sebagai seorang utusan / pejabat yang bertugas untuk mengumumkan) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 410.

Jadi kalau Bavinck mengatakan bahwa pemberitaan tersebut terjadi pada saat ‘kenaikan’, maka Hoeksema mengatakan ‘setelah kebangkitan’. Dan dalam buku yang sama, hal 411, Hoeksema mengatakan “after His resurrection and exaltation” (= setelah kebangkitan dan pemuliaanNya). Tidak jelas apa yang ia maksud dengan ‘exaltation’ (= pemuliaan), karena dalam Kristologi ini bisa menunjuk pada:

· kebangkitan Yesus (rasanya bukan ini yang dimaksudkan oleh Hoeksema, karena kalau demikian, maka ‘resurrection’ dan ‘exaltation’ akan overlap / bertumpukan).

· kenaikan Yesus ke surga.

· duduknya Yesus di sebelah kanan Allah.

· kedatangan Yesus yang keduakalinya sebagai Hakim (yang terakhir ini tidak mungkin merupakan maksud dari Hoeksema).

Keberatan terhadap pandangan ini:

a) Apa gunanya / tujuannya pemberitaan seperti itu?

b) Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya ‘tempat penantian’. Kata SHEOL/ HADES hanya bisa menunjuk kepada kuburan / keadaan kematian atau kepada neraka, dan tidak pernah menunjuk pada tempat penantian. Demikian juga dengan kata ‘Firdaus’ selalu menunjuk kepada surga dan tidak pernah menunjuk pada tempat penantian. Dan orang mati, akan langsung ke surga atau ke neraka, tergantung apakah mereka beriman atau tidak.

6) Roh dari manusia Yesus memberitakan Injil di Hades kepada orang-orang yang mati dalam ketidakpercayaan pada jaman Nuh.

a) Yang memberitakan Injil adalah roh dari manusia Yesus.

Pulpit Commentary: “It should read, ‘in the spirit,’ not ‘by the Spirit.’ There is no reference here to the work of God the Spirit, to whom elsewhere the resurrection of Christ is attributed; it is here simply a contrast between Christ’s flesh and his spirit. His spirit did not die; it was raised by the death of the flesh into new energy, and he became able to do what before was impossible. He had often thought of this: ‘I, if I be lifted up from the earth, will draw all men unto me.’” [= Itu harus ditafsirkan / dimengerti sebagai ‘dalam roh’, bukan ‘oleh Roh’. Ini tidak berhubungan dengan pekerjaan Allah Roh (Kudus), yang di tempat lain dikatakan membangkitkan Kristus; di sini ini hanya menunjukkan kontras antara daging Kristus dan rohNya. RohNya tidak mati; rohNya diangkat oleh kematian daging ke dalam kekuatan / tenaga yang baru, dan Ia menjadi bisa melakukan apa yang sebelumnya mustahil. Ia telah sering memikirkan ini: ‘Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepadaKu’] - hal 157.

Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 133-135) juga mengatakan bahwa 1Pet 3:18 berbicara bukan tentang Roh Kudus, tetapi tentang roh dari manusia Yesus.

Pulpit Commentary: “Thus the literal translation is, ‘Being put to death in flesh, but quickened in spirit.’ ... by PNEUMA in this verse we are to understand, not God the Holy Ghost, but the holy human spirit of Christ. In the flesh he was put to death, but in his spirit he was quickened” [= Karena itu terjemahan hurufiahnya adalah: ‘Dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh’. ... kita harus menafsirkan kata PNEUMA (= roh) dalam ayat ini tidak menunjuk kepada Allah Roh Kudus, tetapi kepada roh yang suci dari manusia Yesus. Dalam daging Ia dibunuh, tetapi dalam roh Ia dihidupkan] - hal 133.

Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa pada saat Yesus mati “that spirit passed into a new life ... was quickened in his holy human spirit - quickened to new energies, new and blessed activities” (= roh itu pindah / beralih ke dalam hidup yang baru ... dihidupkan dalam roh manusiaNya yang suci - dihidupkan pada tenaga yang baru, aktivitas-aktivitas yang baru dan diberkati) - hal 133.

Pulpit juga berkata bahwa pemberitaan dalam 1Pet 3:19 itu tidak mungkin menunjuk pada pemberitaan Kristus melalui Nuh ataupun rasul-rasul, tetapi betul-betul menunjuk pada pemberitaan yang dilakukan oleh Kristus sendiri. Sebagai argumentasi, ia menekankan kata-kata ‘Ia pergi’, dan menghubungkannya dengan kata ‘naik’ dalam 1Pet 3:22 yang menggunakan kata Yunani yang sama.

1Pet 3:19-22 - “(19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. (21) Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan - maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah - oleh kebangkitan Yesus Kristus, (22) yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya”.

Pulpit Commentary: “He went. The Greek word (POREUTHEIS) occurs again in ver. 22, ‘who is gone into heaven.’ It must have the same meaning in both places; in ver. 22 it asserts a change of locality; it must do the like here. ... it can scarcely mean here that, without any such change of place, Christ preached, not in his own Person, but through Noah or the apostles. ... himself in the spirit, he preached to spirits” [= ‘Ia pergi’. Kata Yunaninya (POREUTHEIS) muncul lagi pada ay 22, ‘naik ke sorga’. Kata itu harus mempunyai arti yang sama di kedua tempat itu; dalam ay 22 itu menyatakan suatu perpindahan tempat, maka kata itu juga harus berarti seperti itu di sini. ... di sini kata itu tidak mungkin berarti bahwa tanpa perpindahan tempat Kristus berkhotbah / memberitakan, bukan dalam Pribadi / DiriNya sendiri, tetapi melalui Nuh atau rasul-rasul. ... dalam keberadaanNya sendiri dalam roh, Ia berkhotbah / memberitakan kepada roh-roh] - hal 133-134.

Pulpit Commentary: “The hypothesis that Christ preached through the instrumentality of Noah does not adequately represent the participle POREUTHEIS” (= Dugaan bahwa Kristus berkhotbah melalui Nuh sebagai alat tidak secara cukup mewakili participle POREUTHEIS) - hal 136.

Catatan: saya berpendapat argumentasi / serangan ini sama sekali tidak kuat. Jangan lupa bahwa Kristus memang satu dengan orang percaya yang adalah tubuhNya sehingga Ia sering mengidentikkan diriNya dengan mereka. Bandingkan dengan:

· Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.’”.

· Kis 9:4 - “Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: ‘Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?’”.

b) Ini betul-betul merupakan suatu penginjilan yang memungkinkan pertobatan.

Pulpit Commentary menambahkan (hal 135) bahwa pemberitaan Yesus ini bukan hanya sekedar suatu proklamasi / pemberitaan hukuman yang tidak memberi kesempatan / kemungkinan bertobat, tetapi betul-betul suatu penginjilan yang memungkinkan pertobatan. Ia berkata bahwa berdasarkan 1Pet 4:6 maka memang pertobatan mereka itulah yang menjadi tujuan Yesus.

Pulpit Commentary: “There had been a preacher among them then - Noah, ‘a preacher of righteousness;’ but they heeded him not. ... The ‘prison’ must be the end of unbelief and disobedience; the word suggests fearful thoughts and dark unsatisfied questions. The Lord preached even there; he brought, we may be sure, the glad tidings of salvation: may we not venture to trust, in humble hope, that some who had not listened to Noah, the preacher of righteousness, listened then to Christ, the Preacher of salvation?” (= Sudah ada seorang pengkhotbah di antara mereka pada saat itu - Nuh, ‘si pemberita kebenaran’; tetapi mereka tidak mempedulikannya. ... ‘Penjara’ pastilah merupakan tujuan dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan; kata itu menunjukkan pemikiran-pemikiran yang menakutkan dan pertanyaan-pertanyaan yang gelap dan tak terpuaskan. Tuhan berkhotbah bahkan di sana; kita boleh yakin bahwa Ia membawa kabar baik tentang keselamatan: tidakkah kita boleh berspekulasi / memberanikan diri untuk percaya, dalam pengharapan yang rendah hati, bahwa sebagian yang tidak mendengarkan Nuh, si pemberita kebenaran, mendengarkan kepada Kristus, si Pemberita Keselamatan?) - hal 145.

A. T. Robertson: “Bigg has no doubt that the event recorded took place between Christ’s death and his resurrection and holds that Peter is alluding to Christ’s Descensus ad Inferos ... Bigg argues strongly that Christ during the time between his death and resurrection preached to those who once heard Noah (but are now in prison) and offered them another chance and not mere condemnation” [= Bigg tidak meragukan bahwa peristiwa yang dicatat (dalam 1Pet 3:19 ini) terjadi di antara kematian dan kebangkitan Kristus, dan percaya bahwa Petrus sedang menyinggung tentang turunnya Kristus ke neraka ... Bigg berargumentasi dengan kuat bahwa Kristus berkhotbah di antara kematian dan kebangkitanNya kepada mereka yang pernah mendengar Nuh (tetapi yang sekarang ada dalam penjara) dan menawarkan kepada mereka kesempatan sekali lagi, dan bukan semata-mata memberikan pengecaman / penghukuman] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 117.

c) Siapa yang diinjili?

1. Yang diinjili adalah roh-roh dari orang-orang yang sudah mati pada jaman Nuh.

Pulpit Commentary mengatakan bahwa 1Pet 3:20 memberikan pembatasan tentang siapa yang diinjili ini. Jadi bukannya seadanya roh di Hades diinjili, tetapi hanya roh-roh orang yang mati karena banjir pada jaman Nuh. Mengapa hanya kepada mereka? Ia mengatakan bahwa ini pasti dinyatakan kepada rasul-rasul, tetapi tidak kepada kita, sehingga merupakan suatu misteri bagi kita. Ia menduga bahwa pada saat banjir itu terjadi, memang ada orang-orang yang betul-betul mengeraskan hati, tetapi tidak semua demikian. Ada yang bersikap ragu-ragu tetapi diam. Juga mungkin ada banyak remaja dan anak kecil, dan mungkin ada yang bertobat pada saat mau mati.

Pulpit Commentary: “The preaching and the condition of the hearers are mentioned together; they were spirits when they heard the preaching. It seems impossible to understand these words of preaching through Noah or the apostles to men who passed afterwards into the state of disembodied spirits. And he preached in the spirit. The word seem to limit the preaching to the time when the Lord’s soul was left in Hades (Acts 2:27)” [= Pemberitaan dan kondisi dari para pendengar disebutkan bersama-sama; mereka adalah roh-roh pada waktu mereka mendengar pemberitaan itu. Kelihatannya tidak mungkin untuk menafsirkan kata-kata ini sebagai pemberitaan melalui Nuh atau rasul-rasul kepada orang-orang yang setelah itu mati dan menjadi roh-roh yang tidak mempunyai tubuh. Dan Ia berkhotbah / memberitakan dalam roh. Kata ini kelihatannya membatasi pemberitaan pada saat dimana jiwa Tuhan ditinggalkan di Hades (Kis 2:27)] - hal 134.

Catatan: saya berpendapat bahwa dalam Kis 2:27,31 kata HADES (diterjemahkan ‘dunia orang mati’) harus diartikan sebagai ‘kuburan’, karena kontextnya berhubungan dengan kebangkitan Kristus.

Pulpit Commentary: “It cannot mean the whole realm of the dead, but only that part of Hades in which the souls of the ungodly are reserved unto the day of judgment. ... The verse now before us (verse 20) limits the area of the Lord’s preaching: without it we might have supposed that he preached to the whole multitude of the dead, or at least to all ungodly dead whose spirits were in prison. Why does St. Peter specify the generation that was swept away by the Flood? Did they need the preaching of the Christ more than other sinful souls? or was there any special reason why that grace should be vouchsafed to them rather than to others? The fact must have been revealed to the apostle; but evidently we are in the presence of a mystery into which we can see only a little way” [= Itu tidak bisa diartikan seluruh alam / dunia orang mati, tetapi hanya bagian dari Hades dalam mana jiwa-jiwa dari orang jahat disimpan sampai hari penghakiman. ... Ayat yang ada di hadapan kita sekarang (ay 20) membatasi daerah pemberitaan Tuhan kita: tanpa itu kita bisa menganggap bahwa Ia berkhotbah kepada semua orang mati, atau setidaknya kepada semua orang mati yang jahat yang rohnya ada dalam penjara. Mengapa Petrus mengkhususkan generasi yang dihancurkan oleh Air Bah? Apakah mereka membutuhkan pemberitaan Kristus lebih dari jiwa-jiwa berdosa yang lain? atau apakah ada alasan khusus mengapa kasih karunia itu harus diberikan kepada mereka dan bukannya kepada yang lain? Fakta itu pasti telah dinyatakan kepada sang rasul; tetapi jelas bahwa kita ada di hadapan sebuah misteri ke dalam mana kita hanya bisa melihat sedikit] - hal 134.

2. Semua orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil.

William Barclay: “this most probably means that in time between his death and his resurrection Jesus actually preached the gospel in the abode of the dead; that is to say, to those who in their lifetime had never had the opportunity to hear it” (= ini paling mungkin berarti bahwa pada saat di antara kematian dan kebangkitanNya Yesus sungguh-sungguh memberitakan Injil di tempat orang mati; artinya, kepada mereka yang dalam hidupnya tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mendengarnya) - hal 235.

William Barclay: “This passage has lodged in the creed in the phrase: ‘He descended into hell.’ We must first note that this phrase is very misleading. The idea of the New Testament is not that Jesus descended into hell but that he descended into Hades. Acts 2:27, as all newer translations correctly show, should be translated not: ‘Thou wilt not leave my soul in hell,’ but, ‘Thou wilt not abandon my soul to Hades.’ The difference is this. Hell is the place of the punishment of the wicked; Hades was the place where all the dead went” (= Text ini telah ditempatkan dalam pengakuan iman dalam ungkapan: ‘turun ke dalam neraka’. Pertama-tama kita harus memperhatikan bahwa ungkapan ini sangat menyesatkan. Gagasan dari Perjanjian Baru bukanlah bahwa Yesus turun ke dalam neraka tetapi bahwa Ia turun ke dalam Hades. Kis 2:27, seperti yang ditunjukkan oleh semua terjemahan yang lebih baru, seharusnya tidak diterjemahkan: ‘Engkau tidak akan meninggalkan jiwaKu dalam neraka’ tetapi ‘Engkau tidak akan meninggalkan jiwaKu di Hades’. Inilah perbedaannya. Neraka adalah tempat penghukuman orang jahat; Hades adalah tempat kemana semua orang mati pergi) - hal 236.

Catatan: saya berpendapat bahwa:

· kata-kata ‘turun ke neraka’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli tidak menyesatkan selama kita menafsirkannya secara benar. Calvin tidak menganggap bahwa Yesus betul-betul turun kemanapun. ‘Turun ke neraka’ itu terjadi pada saat Yesus ada di kayu salib dan berteriak: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’.

· Hades bukanlah tempat netral kemana semua orang akan pergi. Dalam banyak ayat Kitab Suci, kata ‘Hades’ menunjuk pada ‘neraka’. Dalam Kis 2:27 kata ‘Hades’ menunjuk pada ‘kuburan’.

William Barclay: “The Jews had a very shadowy conception of life beyond the grave. They did not think in terms of heaven and of hell but of a shadowy world, where the spirits of men moved like grey ghosts in an everlasting twilight and where there was neither strength nor joy. Such was Hades, into which the spirits of all men went after death” (= Orang-orang Yahudi mempunyai konsep yang sangat kabur tentang kehidupan di balik kubur. Mereka tidak berpikir tentang surga dan neraka, tetapi tentang dunia yang kabur, dimana roh-roh manusia bergerak seperti hantu-hantu kelabu dalam cahaya remang-remang yang kekal, dan dimana tidak ada kekuatan ataupun sukacita. Demikianlah keadaan Hades, ke dalam mana roh-roh dari semua manusia pergi setelah kematian) - hal 236-237.

Barclay lalu memberikan ayat-ayat di bawah ini sebagai dasar:

¨ Yes 38:18 - “Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu”.

¨ Maz 6:6 - “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepadaMu; siapakah yang akan bersyukur kepadaMu di dalam dunia orang mati?”.

¨ Maz 30:10 - “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepadaMu dan memberitakan kesetiaanMu?”.

¨ Maz 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.

¨ Maz 115:17 - “Bukan orang-orang mati akan memuji-muji TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke tempat sunyi,”.

¨ Pkh 9:10 - “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi”.

Catatan: Sebetulnya arti dari ayat-ayat ini tidaklah seperti yang dikatakan oleh Barclay. Bandingkan dengan kata-kata Louis Berkhof di bawah ini.

Louis Berkhof: “The passages which seem to teach that the dead are unconscious are clearly intended to stress the fact that in the state of death man can no more take part in the activities of this present world” (= Text-text yang kelihatannya mengajarkan bahwa orang-orang mati tidak mempunyai kesadaran secara jelas dimaksudkan untuk menekankan fakta bahwa dalam keadaan kematian, manusia tidak lagi bisa ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas dari dunia sekarang ini) - ‘Systematic Theology’, hal 689.

William Barclay: “If Christ descended into Hades and preached there, there is no corner of the universe into which the message of grace has not come. There is in this passage the solution of one of the most haunting questions raised by the Christian faith - what is to happen to those who lived before Jesus Christ and to those to whom the gospel never came? There can be no salvation without repentance but how can repentance come to those who have never been confronted with the love and holiness of God? If there is no other name by which men may be saved, what is to happen to those who never heard it? This is the point that Justin Martyr fastened on long ago: ‘The Lord, the Holy God of Israel, remembered his dead, those sleeping in the earth, and came down to them to tell them the good news of salvation.’ The doctrine of the descent into Hades conserves the precious truth that no man who ever lived is left without a sight of Christ and without the offer of the salvation of God” (= Jika Kristus turun ke Hades dan berkhotbah di sana, tidak ada sudut di seluruh alam semesta yang tidak dicapai oleh berita kasih karunia. Dalam text ini ada pemecahan dari salah satu dari pertanyaan-pertanyaan yang paling sering dipertanyakan oleh iman Kristen - apa yang akan terjadi dengan mereka yang hidup sebelum Yesus Kristus dan mereka yang tidak pernah mendengar Injil? Tidak bisa ada keselamatan tanpa pertobatan, tetapi bagaimana pertobatan bisa datang kepada mereka yang tidak pernah dihadapkan dengan kasih dan kesucian Allah? Jika tidak ada nama lain dengan mana manusia bisa diselamatkan, apa yang akan terjadi dengan mereka yang tidak pernah mendengarnya? Inilah yang dipegang oleh Justin Martyr pada jaman dulu: ‘Tuhan, Allah yang Kudus dari Israel, mengingat orang-orang matiNya, mereka yang tidur dalam bumi, dan turun kepada mereka untuk memberitahu mereka kabar baik dari keselamatan’. Doktrin tentang turun ke Hades ini mengawetkan kebenaran yang berharga bahwa tidak seorangpun yang pernah hidup yang dibiarkan tanpa melihat Kristus dan tanpa penawaran keselamatan dari Allah) - hal 242.

Keberatan:

a) Benarkah Yesus sendiri (roh manusiaNya) yang memberitakan Injil?

1. Penafsir Pulpit Commentary di atas menafsirkan bahwa kata-kata ‘yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh’ [RSV: ‘being put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh)] menunjukkan suatu kontras antara daging / tubuh Kristus dan roh dari manusia Yesus. Dengan kata lain, ia berkata bahwa kata ‘dibunuh’ ditujukan kepada ‘daging / tubuh Kristus’, sedangkan kata ‘dihidupkan’ ditujukan kepada ‘roh manusia Yesus’. Tetapi perlu diingat bahwa kematian Kristus tidak bisa ditujukan terhadap tubuhNya saja, tetapi kepada seluruh kemanusiaanNya, yang berarti mencakup roh manusiaNya.

2. Tentang teori yang mengatakan bahwa Yesus sendiri betul-betul turun ke Hades untuk memberitakan Injil, seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary menentangnya dan mengatakan bahwa berdasarkan Luk 23:43,46 maka harus disimpulkan bahwa antara kematian dan kebangkitan, roh dari manusia Yesus itu ada di surga.

Pulpit Commentary: “It is thought by some that after our Lord’s death (possibly in the interval between his death and resurrection) his disembodied spirit passed into the unseen world, and preached the gospel to the disobedient dead. Now, if that be the proper meaning of the words, if they cannot mean anything else, we must accept it. That the words taken by themselves will bear that meaning cannot probably be denied: then why should we hesitate to adopt it? I might remind you that as far as those three days are concerned, we seem to be told that they were spent in Paradise with the Father and the redeemed. ‘This day,’ he said to the penitent thief, ‘thou shalt be with me in Paradise;’ ‘Father,’ he said, ‘into thy hands I commend my spirit: and having said thus, he gave up the spirit.’” [= Beberapa orang beranggapan bahwa setelah kematian Tuhan kita (mungkin di antara kematian dan kebangkitanNya) rohNya yang tanpa tubuh berpindah ke dunia yang tak terlihat, dan memberitakan Injil kepada orang-orang mati yang tidak taat. Jika itu adalah arti yang benar dari kata-kata ini, jika kata-kata itu tidak bisa mempunyai arti yang lain, maka kita harus menerimanya. Mungkin tidak bisa disangkal bahwa kata-kata itu, ditinjau dari sudut kata-kata itu sendiri, bisa memberikan arti seperti itu. Jadi mengapa kita harus ragu-ragu untuk menerimanya? Saya bisa mengingatkan engkau bahwa tentang 3 hari yang dipersoalkan, kelihatannya kita diberitahu bahwa hari-hari itu dihabiskan dalam Firdaus dengan Bapa dan orang-orang yang sudah ditebus. Ia berkata kepada penjahat yang bertobat: ‘hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus’; dan Ia berkata: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu / rohKu’. Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya / rohNya] - hal 158.

Catatan: dari perbandingan 2Kor 12:2 dan 2Kor 12:4 harus disimpulkan bahwa ‘Firdaus’ adalah ‘surga’.

b) Sekarang tentang orang-orang yang diinjili.

1. Kalau dikatakan bahwa orang-orang yang diinjili hanya orang-orang yang mati pada jaman Nuh, maka mengapa hanya orang-orang ini yang diberi kesempatan kedua ini?

A. T. Robertson: “If so, why did Jesus confine his preaching to this one group?” (= Jika demikian, mengapa Yesus membatasi pemberitaanNya kepada satu grup ini?).

Pulpit Commentary: “Then, if this passage does mean that Christ preached to the dead, it only speaks of the dead in the days of Noah; it seems incredible that these comparative few should be singled out from the great mass of mankind for so great a blessing” (= Lalu, jika text ini memang berarti bahwa Kristus berkhotbah kepada orang-orang mati, text ini hanya berbicara tentang orang-orang mati pada jaman Nuh; kelihatannya tidak masuk akal bahwa orang-orang yang relatif sedikit ini harus dikhususkan dari kelompok besar umat manusia untuk berkat yang sebesar itu) - hal 158.

2. Kalau dikatakan bahwa orang-orang yang diinjili adalah orang-orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil, maka itu bertentangan dengan ajaran Kitab Suci yang menunjukkan secara jelas bahwa orang-orang yang mati tanpa pernah mendengar Injil, akan binasa / masuk neraka.

a. Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.

Yeh 3:18 ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mendengar peringatan itu tetap akan mati dalam kesalahannya.

b. Ro 2:12 - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat”.

Kalau orang yang tidak mempunyai hukum Taurat dikatakan ‘akan binasa tanpa hukum Taurat’ (artinya ia tidak akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat, tetapi dihakimi berdasarkan suara hati / hati nurani mereka - bdk. Ro 2:14-15. Tetapi mereka tetap akan binasa), maka bisalah dianalogikan bahwa orang yang tidak mempunyai Injil atau tidak pernah mendengar Injil akan binasa tanpa Injil (artinya mereka tidak akan dihakimi berdasarkan Injil, tetapi mereka tetap akan binasa).

c. Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.

Text ini memberikan suatu rangkaian: orang yang berseru kepada Tuhan akan selamat, tetapi bagaimana bisa berseru kalau tidak percaya, dan bagaimana percaya kalau tidak pernah mendengar, dan bagaimana mendengar kalau tidak ada yang memberitakan? Kalau rangkaian ini dibalik, maka akan didapatkan: kalau tidak ada yang memberitakan, maka orangnya tidak bisa mendengar. Kalau tidak mendengar, ia tidak bisa percaya. Kalau ia tidak percaya, ia tidak bisa berseru. Dan kalau ia tidak bisa berseru maka ia tidak bisa selamat. Jadi kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa selamat!

Jadi, semua ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan mati dalam dosanya.

Juga dari fakta bahwa Kitab Suci menunjukkan betapa urgent / mendesaknya pertobatan dan penginjilan, harus disimpulkan bahwa ajaran tentang ‘second chance’ / ‘kesempatan kedua’ merupakan suatu omong kosong sesat yang sangat tidak alkitabiah.

7) Ini menunjuk pada pemberitaan (Injil) di dunia orang mati. Pemberitaan Injil ini dilakukan oleh Yesus (tanpa mempersoalkan apakah itu adalah roh ilahiNya atau roh manusiaNya). Juga penginjilan ini diberikan bukan hanya bagi orang-orang yang mati pada jaman Nuh. Ada yang berkata semua orang akan diinjili lagi; ada yang mengatakan hanya orang-orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil yang akan diinjili oleh Yesus.

Pulpit Commentary: “I know the tenacity with which we cling to the hope that those who have never heard the gospel shall hear it, if not here, hereafter; and that many have cherished this hope, partly on the strength of these words. My hope of that is not less because I do not see it encouraged here. I know God well enough, and I know this book well enough, to know that no man will be condemned because of Adam’s sin; through Christ every man stands on a fair footing; the condemning sin is rejection. Then the Saviour must be presented to each hereafter, if not here. I cling to the hope that the preaching of the Saviour on the other side of the grave will bring multitude to heaven who died without a gospel. But for you who have the gospel now, this is your day of grace; with you, salvation is now or never” [= Saya tahu tentang kegigihan / ketekunan dengan mana kita berpegang pada pengharapan bahwa mereka yang tidak pernah mendengar Injil akan mendengarnya, jika tidak di sini, di alam baka; dan bahwa banyak orang berharap-harap, sebagian pada kekuatan dari kata-kata ini. Harapanku tentang hal itu tidak berkurang sekalipun aku tidak melihatnya dikuatkan di sini (dalam 1Pet 3:18-20). Saya mengenal Allah dengan cukup baik, dan saya mengenal Kitab ini dengan cukup baik, untuk tahu bahwa tidak ada manusia yang akan dihukum karena dosa Adam; melalui Kristus setiap manusia berdiri pada tempat berpijak yang adil / sama; dosa yang menyebabkan penghukuman adalah penolakan (terhadap Kristus). Jadi Kristus harus disampaikan kepada setiap orang, jika tidak di sini, di alam baka. Saya berpegang pada pengharapan bahwa khotbah dari sang Juruselamat di balik kubur akan membawa banyak orang, yang mati tanpa Injil, ke surga. Tetapi untuk engkau yang mempunyai Injil itu sekarang, inilah hari kasih karuniamu; bagi engkau keselamatan itu sekarang atau tidak sama sekali] - hal 158.

Catatan: bedanya penafsir ini dengan yang lain dalam grup ini adalah:

· ia sebetulnya beranggapan bahwa 1Pet 3:18-20 ini tidak mendukung pandangannya ini (perhatikan bagian yang saya garisbawahi), tetapi lucunya ia tetap mempercayai pandangan tersebut, tanpa memberikan dasar Kitab Sucinya.

· ia berpendapat bahwa yang nanti akan diinjili oleh Kristus hanyalah orang-orang yang pada masa hidupnya tidak pernah mendengar Injil. Sedangkan untuk orang yang di dunia ini sudah mendengar Injil, kesempatannya hanyalah di dunia ini saja, tidak akan ada ‘second chance’ (= kesempatan yang kedua).

Kesalahan dari penafsir ini:

a) Ia berkata bahwa tak ada orang dihukum karena dosa Adam.

Bandingkan dengan Ro 5:18-19 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.

b) Melalui Kristus setiap orang mendapatkan kedudukan yang sama / adil.

R. C. Sproul: “The hue and cry the Calvinist usually hears at this point is ‘That’s not fair!’ But what is meant by fairness here? If by fair we mean equal, then of course the protest is accurate. God does not treat all men equally. Nothing could be clearer from the Bible than that. God appeared to Moses in a way that he did not appear to Hammurabi. God gave blessings to Israel that he did not give to Persia. Christ appeared to Paul on the road to Damascus in a way he did not manifest himself to Pilate” (= Teriakan-teriakan yang biasanya didengar oleh orang Calvinist pada titik ini adalah ‘Itu tidak adil!’ Tetapi apa yang dimaksud dengan keadilan di sini? Kalau yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah ‘sama’, maka tentu protes itu benar. Allah tidak memperlakukan semua orang secara sama. Tidak ada hal yang bisa lebih jelas dari Alkitab dari pada hal itu. Allah menampakkan diri kepada Musa dalam suatu cara yang tidak Ia lakukan kepada Hammurabi. Allah memberi berkat kepada Israel yang tidak Ia berikan kepada Persia. Kristus menampakkan diri kepada Paulus di jalan ke Damaskus dalam suatu cara yang Ia tidak nyatakan kepada Pilatus) - ‘Chosen By God’, hal 155.

Tetapi siapa yang mengatakan bahwa kata ‘adil’ harus berarti ‘memperlakukan semua dengan sama rata’?

Bdk. Mat 20:1-15 - “(1) ‘Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. (2) Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. (3) Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. (4) Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan merekapun pergi. (5) Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. (6) Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? (7) Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. (8) Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. (9) Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. (10) Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun menerima masing-masing satu dinar juga. (11) Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, (12) katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. (13) Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.

Dari perumpamaan dalam Mat 20:1-15 terlihat dengan jelas bahwa ‘adil’ tidak harus berarti ‘memperlakukan semua secara sama rata’. Perumpamaan dalam Mat 20:1-15 itu jelas menunjukkan bahwa tuan itu tidak memperlakukan para pekerja itu secara sama rata, karena ia lebih bermurah hati kepada pekerja yang masuk belakangan. Tetapi pada waktu pekerja golongan pertama memprotesnya, ia berkata: “aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau” (Mat 20:13).

KJV: ‘I do thee no wrong’ (= Aku tidak berbuat salah kepadamu).

RSV: ‘I am doing you no wrong’ (= Aku tidak berbuat salah kepadamu).

NASB: ‘I am doing you no wrong’ (= Aku tidak berbuat salah kepadamu).

NIV: ‘I am not being unfair to you’ (= Aku tidak sedang tidak adil kepadamu).

Matthew Henry: “if God gives that grace to others, which he denies to us, it is kindness to them, but no injustice to us; and bounty to another, while it is no injustice to us, we ought not to find fault with. Because it is free grace, that is given to those that have it, boasting is for ever excluded; and because it is free grace, that is withheld from those that have it not, murmuring is for ever excluded” (= jika Allah memberikan kasih karunia itu kepada orang-orang lain, yang tidak Ia berikan kepada kita, itu merupakan kebaikan bagi mereka, tetapi bukan ketidak-adilan bagi kita; dan hadiah / karunia bagi yang lain, sementara itu bukan ketidak-adilan bagi kita, dan kita tidak boleh menyalahkannya. Karena itu adalah kasih karunia yang cuma-cuma, yang diberikan kepada mereka yang mempunyainya, pembanggaan harus dibuang selama-lamanya; dan karena itu adalah kasih karunia yang cuma-cuma, yang ditahan dari mereka yang tidak mempunyainya, sungut-sungut harus dibuang selama-lamanya).

Pekerja-pekerja kelompok pertama mendapatkan keadilan, tetapi pekerja-pekerja kelompok terakhir mendapatkan kemurahan. Tidak ada yang mendapatkan ketidak-adilan.

c) Dosa yang menyebabkan penghukuman hanyalah penolakan secara sadar terhadap Kristus. Bandingkan juga dengan kata-kata Louis Berkhof di bawah (keberatan point 4, kutipan ke 5).

Andereas Samudera, dengan Penginjilan terhadap orang matinya, termasuk dalam golongan yang mempercayai adanya Pemberitaan Injil oleh Yesus kepada orang-orang yang sudah mati, dan adanya kemungkinan bertobat bagi orang-orang itu. Tetapi selain itu, ia juga percaya bahwa:
Kita harus meneladani Tuhan Yesus dan memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah mati.
Ia percaya bahwa roh orang mati bisa gentayangan di dunia ini dan merasuk orang hidup, dan roh orang mati ini bisa diinjili.

Pandangan seperti ini tidak pernah saya jumpai dalam buku tafsiran manapun.

Keberatan terhadap pandangan ke 7 ini:

1. Hal sepenting itu tidak mungkin diajarkan dengan cara yang begitu sedikit dan kabur.

Kalau memang Yesus melakukan penginjilan kepada orang-orang mati, apalagi kalau kita juga diwajibkan untuk melakukan hal itu, maka itu jelas merupakan sesuatu yang amat sangat penting dalam theologia Kristen, sehingga tidak mungkin diberitakan begitu sedikit dan dengan cara yang sangat kabur karena sukarnya ayat ini.

A. T. Robertson: “One can only say that it is a slim hope for those who neglect or reject Christ in this life to gamble with a possible second chance after death which rests on very precarious exegesis of a most difficult passage in Peter’s Epistle” (= Seseorang hanya bisa mengatakan bahwa itu merupakan suatu pengharapan yang tipis untuk mereka yang mengabaikan atau menolak Kristus dalam hidup ini untuk berspekulasi dengan suatu kesempatan kedua yang memungkinkan setelah kematian, yang bersandar pada exegesis yang sangat sulit dari text yang paling sukar dalam Surat Petrus).

Pulpit Commentary: “I might remind you, too, that if these words mean that the impenitent dead have a second chance, they stand alone in Scripture, at least as far as I am aware. But weightier than all is the fact that the plain teaching of this book is to the contrary” [= Saya bisa mengingatkanmu juga, bahwa jika kata-kata ini berarti bahwa orang mati yang tidak bertobat mempunyai kesempatan yang kedua, maka kata-kata ini berdiri sendirian dalam Kitab Suci, setidaknya sejauh yang saya ketahui. Tetapi lebih berat dari semua adalah fakta bahwa ajaran yang jelas dari kitab ini (Kitab Suci) bertentangan dengannya] - hal 158.

2. Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan binasa / masuk neraka. Ini sudah dibahas pada waktu membahas pandangan no 6 di atas.

3. Pertobatan hanya bisa terjadi kalau orang-orang itu didoakan. Kalau demikian, apakah kita juga harus mendoakan orang-orang mati?

Bandingkan dengan 1Yoh 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

Ayat ini mengatakan bahwa kalau ada seorang yang melakukan dosa yang membawa maut (mungkin yang dimaksud adalah dosa menghujat Roh Kudus yang tidak bisa diampuni - bdk. Mat 12:31-32), maka kita tidak perlu berdoa untuk orang itu. Kalau orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja tidak boleh didoakan, bagaimana mungkin sekarang kita harus berdoa untuk orang yang sudah ada di dalam maut?

4. Perhatikan serentetan kutipan dari Louis Berkhof di bawah ini.

Louis Berkhof: “During the nineteenth century several theologians, especially in England, Switzerland, and Germany, embraced the idea that the intermediate state is a state of further probation for those who have not accepted Christ in this life. This view is maintained by some up to the present time and is a favourite tenet of the Universalists” [= Dalam abad ke 19 beberapa ahli theologia, khususnya di Inggris, Swiss, dan Jerman, mempercayai gagasan bahwa intermediate state (masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) merupakan suatu masa percobaan lebih lanjut untuk mereka yang belum menerima Kristus dalam hidup ini. Pandangan ini dipertahankan oleh sebagian orang sampai saat ini dan merupakan suatu ajaran / pendapat favorit dari para penganut Universalisme] - ‘Systematic Theology’, hal 681.

Louis Berkhof: “The theory of the so-called ‘second probation’ found considerable favour in the theological world of the nineteenth century. ... This theory is to the effect that salvation through Christ is still possible in the intermediate state for certain classes or, perhaps, for all; and that this is offered on substantially the same terms as at present, namely, faith in Christ as Saviour. Christ is made known to all who still need Him unto salvation, and acceptance of Him is urged on all. No one is condemned to hell without being subjected to this test, and only they are condemned who resist this offer of grace. The eternal state of man will not be irrevocably fixed until the day of judgment. The decision made between death and the resurrection will decide, whether one will be saved or not. The fundamental principle on which this theory rests, is that no man will perish without having been offered a favorable opportunity to know and accept Jesus. Man is condemned only for the obstinate refusal to accept the salvation that is offered in Christ Jesus. Opinions differ, however, as to the persons to whom the gracious opportunity to accept Christ will be offered in the intermediate state. The general opinion is that it will certainly be extended to all children who die in infancy, and to the adult heathen who in this life have not heard of Christ. The majority hold that it will even be granted to those who lived in Christian lands, but in this present life never properly considered the claims of Christ. Again, there is great diversity of opinion as to the agency and the methods by which this saving work will be carried on in the future. Moreover, while some entertain the largest hope as to the outcome of the work, others are less sanguine in their expectations” [= Teori yang disebut ‘masa percobaan yang kedua’ ini mendapatkan banyak dukungan dalam dunia theologia abad ke 19. ... Teori ini kira-kira mengatakan bahwa keselamatan melalui Kristus tetap dimungkinkan dalam intermediate state (masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) untuk golongan-golongan tertentu atau mungkin untuk semua orang; dan pada pokoknya ini ditawarkan dengan syarat-syarat yang sama seperti pada saat ini, yaitu iman kepada Kristus sebagai Juruselamat. Kristus diberitahukan kepada semua yang tetap membutuhkanNya untuk keselamatan, dan semua orang didesak untuk menerima Dia. Tak seorangpun dihukum dalam neraka tanpa mengalami test ini, dan hanya mereka yang menolak penawaran kasih karunia ini yang akan dihukum. Keadaan kekal manusia tidak akan menjadi pasti / tertentu dan tak bisa berubah sampai hari penghakiman. Keputusan yang dibuat di antara kematian dan kebangkitan akan menentukan, apakah seseorang akan diselamatkan atau tidak. Prinsip dasar pada mana teori ini didasarkan adalah bahwa tidak ada orang yang akan binasa tanpa telah ditawari suatu kesempatan yang baik / menguntungkan untuk mengenal dan menerima Yesus. Manusia dihukum hanya karena penolakan yang tegar tengkuk untuk menerima keselamatan yang ditawarkan dalam Kristus Yesus. Tetapi ada pandangan yang berbeda-beda berkenaan dengan orang-orang bagi siapa kesempatan yang murah hati / penuh kasih karunia untuk menerima Kristus ini akan ditawarkan dalam keadaan antara kematian dan kebangkitan (intermediate state). Pandangan yang umum adalah bahwa hal itu pasti diperluar kepada semua anak-anak yang mati sebagai bayi, dan kepada orang-orang kafir dewasa yang dalam hidup ini tidak pernah mendengar tentang Kristus. Mayoritas percaya bahwa hal itu bahkan akan diberikan kepada mereka yang hidup di negara-negara Kristen, tetapi dalam hidup ini tidak pernah dengan benar mempertimbangkan claim-claim dari Kristus. Juga, ada suatu perbedaan pandangan yang besar berkenaan dengan orang dan metode dengan mana pekerjaan penyelamatan ini adalah dilaksanakan di masa yang akan datang. Selanjutnya, sementara sebagian orang mempunyai pengharapan yang terbesar berkenaan dengan hasil dari pekerjaan itu, yang lain kurang berharap / optimis dalam pengharapan mereka] - ‘Systematic Theology’, hal 692.

Louis Berkhof: “This theory is founded in part on general considerations of what might expected of the love and justice of God, and on an easily understood desire to make the gracious work of Christ as inclusive as possible, rather than on any solid Scriptural foundation. The main Scriptural basis for it is found in 1Pet. 3:19 and 4:6, which are understood to teach that Christ in the period between His death and resurrection preached to the spirits in hades. But these passage furnish but a precarious foundation, since they are capable of quite a different interpretation” (= Teori ini didasarkan sebagian pada pertimbangan umum tentang apa yang bisa diharapkan dari kasih dan keadilan Allah, dan pada suatu keinginan yang bisa dimengerti untuk membuat pekerjaan kasih karunia Kristus mencakup sebanyak mungkin orang, tetapi tidak didasarkan pada dasar Kitab Suci yang kokoh / kuat. Dasar Kitab Suci utama untuk ini didapatkan dalam 1Pet 3:19 dan 4:6, yang dimengerti sebagai mengajarkan bahwa Kristus pada masa di antara kematian dan kebangkitanNya berkhotbah kepada roh-roh di Hades. Tetapi text-text ini hanya memberi dasar yang tidak pasti / tidak bisa dibenarkan, karena text-text ini memungkinkan suatu penafsiran yang sangat berbeda) - ‘Systematic Theology’, hal 692-693.

Louis Berkhof: “And even if this passage did teach that Christ actually went into the underworld to preach, His offer of salvation would extend only to those who died before His crucifixion” (= Dan bahkan jika text-text ini memang mengajarkan bahwa Kristus betul-betul pergi ke dunia orang mati untuk berkhotbah, penawaran keselamatanNya hanya akan diberikan kepada mereka yang mati sebelum penyalibanNya) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Catatan: tetapi Andereas Samudera percaya bahwa jaman inipun Kristus bisa pergi ke sana lagi untuk memberitakan Injil (buku ‘Dunia Orang Mati’ hal 57-59).

Louis Berkhof: “They also refer to passages which, in their estimation, represent unbelief as the only ground of condemnation, such as John 3:18,36; Mark 16:15,16; Rom. 10:9-12; Eph. 4:18; 2Pet. 2:3,4; 1John 4:3. But these passages only prove that faith in Christ is the way of salvation, which is by no means the same as proving that a conscious rejection of Christ is the only ground of condemnation” (= Mereka juga menunjuk pada text-text yang dalam penilaian mereka, menunjukkan ketidak-percayaan sebagai satu-satunya dasar penghukuman, seperti Yoh 3:18,36; Mark 16:15,16; Ro 10:9-12; Ef 4:18; 2Pet 2:3,4; 1Yoh 4:3. Tetapi ayat-ayat ini hanya membuktikan / menetapkan bahwa iman kepada Kristus merupakan jalan keselamatan, yang sama sekali tidak sama dengan mengatakan bahwa penolakan secara sadar terhadap Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Ini sesuatu yang harus sangat ditekankan. Ayat-ayat yang mengatakan bahwa orang yang tidak percaya kepada Kristus akan dihukum, tidak berarti bahwa ketidak-percayaan kepada Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman, tetapi berarti bahwa iman kepada Kristus merupakan satu-satunya jalan melalui mana kita bisa diselamatkan. Jadi, merupakan sesuatu yang salah untuk mengatakan bahwa ketidak-percayaan secara sadar atau penolakan secara sadar terhadap Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman. Setiap dosa, bahkan dosa asal, merupakan alasan yang cukup bagi Allah untuk menghukum orang tersebut.

Louis Berkhof: “The fundamental principle of this theory, that only the conscious rejection of Christ and His gospel, causes men to perish, is un-Scriptural. Man is lost by nature, and even original sin, as well as actual sins, makes him worthy of condemnation” (= Prinsip dasar dari teori ini, bahwa hanya penolakan secara sadar terhadap Kristus dan InjilNya, yang menyebabkan manusia binasa, merupakan sesuatu yang tidak Alkitabiah. Manusia pada dasarnya terhilang, dan bahkan dosa asal, maupun dosa-dosa yang dilakukan seseorang, membuatnya layak mendapatkan penghukuman) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Louis Berkhof: “Scripture represents the state of the unbelievers after death as a fixed state. The most important passage that comes into consideration here is Luke 16:19-31.” (= Kitab Suci menunjukkan keadaan dari orang-orang yang tidak percaya setelah kematian sebagai keadaan yang tetap. Text yang paling penting yang dipertimbangkan di sini adalah Luk 16:19-31) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Catatan: khususnya perhatikan Luk 16:25-26 - “(25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.

Seluruh cerita tentang Lazarus dan orang kaya ini jelas bertentangan dengan ajaran yang mengatakan adanya kemungkinan pertobatan setelah kematian. Orang kaya itu tidak pernah diinjili di Hades, dan sekalipun ia jelas sekali menyesal, tetapi tidak ada pengampunan baginya.

Louis Berkhof: “It (Scripture) also invariably represents the coming final judgment as determined by the things that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in any way on what occurred in the intermediate state” [= Itu (Kitab Suci) juga selalu menunjukkan / menggambarkan bahwa penghakiman akhir yang mendatang itu ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah berbicara tentang hal ini sebagai tergantung dengan cara apapun pada apa yang terjadi dalam intermediate state (keadaan antara kematian dan kebangkitan)] - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Untuk mendukung pandangannya ini, Louis Berkhof memberikan banyak ayat Kitab Suci tetapi saya menganggap bahwa hanya satu yang betul-betul cukup kuat, yaitu 2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

Ayat ini menunjukkan bahwa penghakiman Kristus nanti tergantung hanya pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya, bukan pada apa yang dilakukannya setelah ia mati. Dan kata-kata ‘dalam hidupnya’ seharusnya adalah ‘dalam tubuh’. Jadi, apapun yang dilakukan jiwa / roh pada saat ia sudah terpisah dari tubuh (orangnya sudah mati) tidak diperhitungkan pada penghakiman akhir jaman.

Calvin: “it is an indubitable doctrine of Scripture, that we obtain not salvation in Christ except by faith; then there is no hope left for those who continue to death unbelieving” (= merupakan suatu doktrin / ajaran yang sudah pasti dari Kitab Suci, bahwa kita tidak mendapat keselamatan dalam Kristus kecuali oleh iman; maka tidak ada pengharapan yang tersisa untuk mereka yang terus tidak percaya sampai mati) - hal 113.

Barnes’ Notes: “it follows that there is no hope or prospect that the gospel will be preached to those who are lost. This is the only passage in the Bible that could be supposed to teach any such doctrine; and if the interpretation above proposed be correct, this furnishes no ground of belief that if a man dies impenitent he will ever be favored with another offer of mercy. This interpretation also accords with all the other representations in the Bible. ... All the representations in the Bible lead us to suppose that the eternal destiny of the soul after death is fixed” [= sebagai akibatnya maka tidak ada harapan atau kemungkinan bahwa injil akan diberitakan kepada mereka yang terhilang. Ini adalah satu-satunya text dalam Alkitab yang bisa dianggap mengajarkan doktrin seperti itu; dan jika penafsiran yang diusulkan / dikemukakan di atas itu benar (penafsiran dari Barnes sendiri, lihat point no 8, a, 1 di bawah), ini tidak memberikan dasar untuk percaya bahwa jika seseorang mati tanpa bertobat ia akan diberi kebaikan dengan penawaran belas kasihan yang lain. Penafsiran ini (penafsiran Barnes) juga sesuai dengan semua gambaran / pernyataan dalam Alkitab. ... Semua pernyataan dalam Alkitab membimbing kita untuk menganggap bahwa nasib kekal dari jiwa setelah kematian adalah tetap].

Barnes’ Notes: “people should embrace the gospel at once. Now it is offered to them; in the future world it will not be. But even if it could be proved that the gospel would be offered to them in the future world, it would be better to embrace it now. Why should people go down to that world to suffer long before they become reconciled to God? Why choose to taste the sorrows of hell before they embrace the offers of mercy? Why go to that world of woe at all? Are people so in love with suffering and danger that they esteem it wise to go down to that dark prison-house, with the intention or the hope that the gospel may be offered to them there, and that when there they may be disposed to embrace it? Even if it could be shown, therefore, that they might again hear the voice of mercy and salvation, how much wiser would it be to hearken to the voice now, and become reconciled to God here, and never experience in any way the pangs of the second death! But of any such offer of mercy in the world of despair, the Bible contains no intimation; and he who goes to the eternal world unreconciled to God, perishes for ever. The moment when he crosses the line between time and eternity, he goes forever beyond the boundaries of hope” (= manusia harus percaya kepada injil dengan segera. Sekarang injil itu ditawarkan kepada mereka; dalam dunia yang akan datang itu tidak akan ditawarkan. Tetapi bahkan seandainya jika bisa dibuktikan bahwa injil akan ditawarkan kepada mereka dalam dunia yang akan datang, akan lebih baik untuk mempercayainya sekarang. Mengapa manusia harus turun ke dunia itu untuk menderita lama sebelum mereka menerima tawaran belas kasihan? Mengapa harus pergi ke dunia itu? Apakah manusia begitu mencintai penderitaan dan bahaya sehingga mereka menilai sebagai bijaksana untuk turun kepada rumah penjara yang gelap, dengan maksud atau pengharapan bahwa injil ditawarkan kepada mereka di sana, dan bahwa pada waktu ada di sana mereka akan cenderung untuk mempercayainya? Karena itu, bahkan seandainya bisa ditunjukkan bahwa mereka bisa mendengar lagi suara dari belas kasihan dan keselamatan, alangkah lebih bijaksananya untuk mendengarkan suara itu sekarang, dan diperdamaikan dengan Allah di sini, dan tidak pernah mengalami dengan cara apapun rasa sakit dari kematian yang kedua! Tetapi tentang penawaran belas kasihan seperti itu dalam dunia keputus-asaan, Alkitab tidak mempunyai berita seperti itu; dan ia yang pergi ke dunia yang kekal tanpa diperdamaikan dengan Allah, binasa selama-lamanya. Pada saat dimana ia melewati garis antara waktu dan kekekalan, ia pergi selama-lamanya di luar batasan pengharapan).

Kesimpulan: pandangan ke 7 ini jelas merupakan pandangan sesat yang berbahaya. Pandangan ini menyebabkan orang beranggapan bahwa pertobatan maupun penginjilan bukanlah sesuatu yang bersifat urgent / mendesak. Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa setelah kematian tidak ada kesempatan untuk mendengar Injil ataupun bertobat. Karena itu kalau saudara belum sungguh-sungguh percaya / diselamatkan, cepatlah percaya kepada Yesus sebelum terlambat. Dan kalau saudara mau memberitakan Injil kepada seseorang lakukanlah secepatnya sebelum terlambat.

8) Pemberitaan ini terjadi melalui Nuh, pada saat orang-orang itu masih hidup.

a) Siapa yang memberitakan Injil?

Golongan ke 8 ini terbagi menjadi 2 bagian, yang pertama mengatakan bahwa yang memberitakan adalah Roh Kudus melalui Nuh, yang kedua mengatakan yang memberitakan adalah Roh ilahi Yesus melalui Nuh.

Adanya 2 golongan ini sudah terlihat dari adanya 2 macam penterjemahan dalam 1Pet 3:18.

3:18 - “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,”.

KJV: ‘being put to death in the flesh, but quickened by the Spirit’ (= dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan oleh Roh).

NIV: ‘He was put to death in the body but made alive by the Spirit’ (= Ia dibunuh dalam tubuh tetapi dihidupkan oleh Roh).

RSV: ‘being put to death in the flesh but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging tetapi dihidupkan dalam roh).

NASB: ‘having been put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= setelah dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh).

Jadi dari keempat terjemahan bahasa Inggris ini ada 2 penterjemahan, yaitu ‘by the Spirit’ (= oleh Roh), dan ‘in the spirit’ (= dalam roh).

Kalau dipilih terjemahan ‘by the Spirit’ (= oleh Roh), maka ini menunjuk kepada Roh Kudus, sedangkan kalau dipilih terjemahan ‘in the spirit’ (= dalam roh), maka ini menunjuk kepada Roh ilahi Yesus.

Sekarang mari kita perhatikan kedua golongan ini:

1. Yang memberitakan adalah Roh Kudus, melalui Nuh.

Louis Berkhof: “This passage is supposed to refer to the descent into hades and to state the purpose of it. The Spirit referred to is then understood to be the soul of Christ, and the preaching mentioned must have taken place between His death and resurrection. But the one is just as impossible as the other. The Spirit mentioned is not the soul of Christ but the quickening Spirit, and it was by that same life-giving Spirit that Christ preached. The common Protestant interpretation of this passage is that in the Spirit Christ preached through Noah to the disobedient that lived before the flood, who were spirits in prison when Peter wrote, and could therefore be designated as such” (= Text ini dianggap menunjuk kepada penurunan ke Hades dan menyatakan tujuan penurunan itu. ‘Roh’ yang dipersoalkan dianggap sebagai jiwa dari Kristus, dan pemberitaan yang disebutkan pasti terjadi antara kematianNya dan kebangkitanNya. Tetapi keduanya sama tidak mungkinnya. ‘Roh’ yang disebutkan bukanlah jiwa dari Kristus tetapi Roh yang menghidupkan, dan oleh Roh pemberi hidup yang samalah Kristus berkhotbah / memberitakan. Penafsiran Protestan yang umum tentang text ini adalah bahwa dalam Roh, Kristus memberitakan melalui Nuh kepada orang-orang yang tidak taat yang hidup sebelum air bah, yang adalah roh-roh dalam penjara pada saat Petrus menulis, dan karena itu bisa disebut / dinamakan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, hal 341.

Catatan: agak tidak jelas yang ia maksudkan dengan ‘Roh yang menghidupkan’ dan ‘Roh pemberi hidup’ itu Roh Kudus atau Roh ilahi Yesus.

Jay E. Adams: “Peter now supports his contentions about suffering by referring to Christ’s sufferings, but almost immediately moves to a discussion of the death of Christ in relationship to those who are disobedient to the gospel, citing (as an example) the pre-flood population that failed to heed Noah’s preaching and (as a consequence) ended up in God’s prison” [= Sekarang Petrus mendukung pendiriannya tentang penderitaan dengan menghubungkannya dengan penderitaan Kristus, tetapi ia lalu berpindah pada suatu diskusi tentang kematian Kristus dalam hubungannya dengan mereka yang tidak taat pada Injil, menyebutkan (sebagai contoh) penduduk sebelum air bah yang gagal untuk memperhatikan khotbah / pemberitaan Nuh dan (sebagai konsekwensinya) berakhir dalam penjara Allah] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 113.

Jay E. Adams: “‘Christ was put to death in the flesh.’ That is to say, His death was a truly physical one; He was genuinely human. That means He had a human body in which He dies. But He was ‘made alive by the Spirit’ (not in the spirit). That the Holy Spirit (not Christ’s human spirit) in view is clear from the next verse. It was ‘by this Spirit’ (rather than in the flesh) that, long ago in Noah’s time, He went and preached to those who are now disembodied spirits (cf. usage in Heb. 12:23) locked up in prison (not merely kept in detention) as punishment. ... It was by the same Holy Spirit that He went and preached (cf. 4:6). Just as Paul can say in Ephesians 2:17 that Christ preached (after His resurrection and ascension) through the apostles, so too can Peter say that He preached to the antediluvian world by the Spirit through Noah” [= ‘Kristus dibunuh dalam daging’. Maksudnya, kematianNya betul-betul merupakan suatu kematian fisik; Ia adalah manusia yang sejati. Itu berarti Ia mempunyai tubuh manusia dalam mana Ia mati. Tetapi Ia ‘dihidupkan oleh Roh’ (bukan ‘dalam roh’). Bahwa yang dimaksud adalah Roh Kudus (bukan roh manusia Yesus) adalah jelas dari ayat selanjutnya. Adalah ‘oleh Roh ini’ (bukannya dalam daging), lama berselang pada jaman Nuh, Ia pergi dan berkhotbah / memberitakan kepada mereka yang sekarang adalah roh-roh yang tidak mempunyai tubuh (bdk. penggunaannya dalam Ibr 12:23) ditahan / dikunci dalam penjara (bukan semata-mata ditawan) sebagai hukuman. ... Adalah dengan Roh yang sama Ia pergi dan berkhotbah / memberitakan (bdk. 4:6). Sama seperti Paulus bisa berkata dalam Ef 2:17 bahwa Kristus memberitakan (setelah kebangkitan dan kenaikanNya) melalui rasul-rasul, demikian juga Petrus bisa berkata bahwa Ia berkhotbah / memberitakan kepada dunia sebelum air bah, oleh Roh, melalui Nuh] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 114.

Ef 2:17 - “Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ dan damai sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’”.

Ia juga menambahkan bahwa Nuh disebut sebagai pemberita kebenaran dalam 2Pet 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Jay E. Adams: “In verse 20, Peter tells us why these disembodied spirits are now being punished by imprisonment: it is because they disobeyed God’s word at that time when God’s patience was waiting in the days of Noah, while he was building an ark. During the 120 years prior to the flood, God’s Spirit was at work with men (Gen 6:3) presumably through Noah’s preaching. God’s patience is great; He waited 120 years, during which Noah also was building the ark” [= Dalam ayat 20, Petrus memberitahu kita mengapa roh-roh yang sudah terpisah dari tubuhnya ini sekarang dihukum dalam penjara: yaitu karena mereka tidak mentaati Firman Allah pada saat itu dimana kesabaran Allah sedang menunggu pada jaman Nuh, sementara ia sedang membangun sebuah bahtera. Selama 120 tahun sebelum air bah, Roh Allah bekerja dengan manusia (Kej 6:3) jelas melalui khotbah dari Nuh. Kesabaran Allah besar; Ia menunggu 120 tahun, dan selama waktu itu Nuh juga membangun bahtera] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 115.

2. Yang memberitakan adalah Logos, melalui Nuh.

Barnes’ Notes: “‘Being put to death in the flesh’. As a man; in his human nature. Comp. Notes, Rom. 1:3,4. There is evidently a contrast here between ‘the flesh’ in which it is said he was ‘put to death,’ and ‘the spirit’ by which it is said he was ‘quickened.’ ... The use of this phrase would suggest the thought at once, that though, in regard to that which was properly expressed by the phrase, ‘the flesh,’ they died, yet that there was something else in respect to which they did not die. ... The only proper inquiry, then, in this place is, What is fairly implied in the phrase, ‘the flesh’? Does it mean simply ‘his body,’ as distinguished from his human soul? or does it refer to him as a man, as distinguished from some higher nature, over which death had no power? Now, that the latter is the meaning seems to me to be apparent, for these reasons: (1.) It is the usual way of denoting the human nature of the Lord Jesus, or of saying that he became incarnate, or was a man, to speak of his being in the flesh. See Rom. 1:3: ‘Made of the seed of David according to the flesh.’ John 1:14: ‘And the Word was made flesh.’ 1Tim. 3:16: ‘God was manifest in the flesh.’ 1John 4:2: ‘Every spirit that confesseth that Jesus Christ is come in the flesh, is of God.’ 2John 7: ‘Who confess not that Jesus Christ is come in the flesh.’ (2.) So far as appears, the effect of death on the human soul of the Redeemer was the same as in the case of the soul of any other person; in other words, the effect of death in his case was not confined to the mere body or the flesh. Death, with him, was what death is in any other case - the separation of the soul and body, with all the attendant pain of such dissolution. It is not true that his ‘flesh,’ as such, died without the ordinary accompaniments of death on the soul, so that it could be said that the one died, and the other was kept alive” [= ‘Dibunuh dalam daging’. Sebagai manusia; dalam hakekat manusiaNya. Bdk. Catatan, Ro 1:3,4. Jelas ada kontras di sini antara ‘daging’ dalam mana Ia dikatakan dibunuh, dan ‘roh’ oleh mana Ia dikatakan ‘dihidupkan’. ... Penggunaan ungkapan ini segera menimbulkan pemikiran bahwa sekalipun berkenaan dengan apa yang dinyatakan oleh ungkapan ‘daging’ mereka mati, tetapi ada sesuatu yang lain berkenaan dengan mana mereka tidak mati. ... Pertanyaan yang tepat di tempat ini adalah: Apa yang dimaksud dengan ungkapan ‘daging’? Apakah ini sekedar berarti ‘tubuhNya’, yang dibedakan dengan jiwa manusiaNya? atau itu menunjuk pada Dia sebagai manusia, yang dibedakan dari hakekat yang lebih tinggi, atas mana kematian tidak mempunyai kuasa? Bagi saya jelas bahwa yang terakhir ini yang merupakan arti yang benar, dengan alasan: (1.) Mengatakan Ia ada dalam daging merupakan cara yang lazim untuk menunjuk kepada hakekat manusia dari Tuhan Yesus, atau untuk mengatakan bahwa Ia berinkarnasi, atau bahwa Ia adalah manusia. Lihat Ro 1:3: ‘yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud’. Yoh 1:14: ‘Dan Firman itu telah menjadi daging’. 1Tim 3:16: ‘Allah dinyatakan dalam daging’. 1Yoh 4:2: ‘Setiap roh yang mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging, adalah dari Allah’. 2Yoh 7: ‘yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging’. (2.) Sejauh yang terlihat, akibat dari kematian pada jiwa manusia dari sang Penebus adalah sama seperti dalam kasus dari jiwa orang lain; dengan kata lain, akibat kematian dalam kasusNya tidak dibatasi hanya pada tubuh atau daging. Kematian bagiNya adalah sama seperti kematian bagi orang lain - pemisahan jiwa dengan tubuh, dengan semua rasa sakit yang menyertai pemisahan itu. Tidak benar bahwa ‘daging’Nya mati tanpa disertai kematian pada jiwaNya, sehingga dikatakan bahwa yang satu mati tetapi yang lain tidak] - hal 1422.

Catatan: Yoh 1:14 1Tim 3:16 1Yoh 4:2 dan 2Yoh 7 saya terjemahkan dari KJV yang memang memberikan terjemahan hurufiah. Dalam menterjemankan ayat-ayat ini Kitab Suci Indonesia mengubah ‘daging’ menjadi ‘manusia’.

Ro 1:3-4 - “(3) tentang AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, (4) dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”.

Tentang Ro 1:3,4 ini Barnes memberikan komentar sebagai berikut:

a. “He was a descendant of David in his human nature, or as a man. This implies, of course, that he had another nature besides his human; or that, while he was a man, he was also something else; that there was a nature in which he was not descended from David. ... The apostle expressly makes a contrast between his condition according to the flesh, and that according to the spirit of holiness” (= Ia adalah keturunan dari Daud dalam hakekat manusiaNya, atau sebagai seorang manusia. Tentu saja secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa Ia mempunyai suatu hakekat yang lain disamping hakekat manusiaNya; atau bahwa sementara Ia adalah seorang manusia, Ia juga adalah sesuatu yang lain; bahwa di sana ada suatu hakekat dalam mana Ia tidak diturunkan dari Daud. ... Sang rasul dengan jelas membuat suatu kontras antara keadaanNya menurut daging dan keadaanNya menurut roh kekudusan) - hal 544.

b. “‘According to the spirit of holiness.’ ... It stands in contrast with ‘the flesh,’ ver. 3, ... As the former refers doubtless to his human nature, so this must refer to the nature designated by the title Son of God, that is, to his superior or Divine nature” (= ‘Menurut roh kekudusan’. ... Ini kontras dengan ‘daging’ dalam ay 3, ... Karena yang pertama tak diragukan menunjuk kepada hakekat manusiaNya, maka yang ini pasti menunjuk kepada hakekat yang ditunjuk oleh gelar Anak Allah, yaitu kepada hakekatNya yang lebih tinggi atau hakekat ilahiNya) - hal 545.

Selain Ro 1:3-4, ayat lain yang mirip adalah 1Tim 3:16 - “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.

Sekarang mari kita kembali pada 1Pet 3:18.

Barnes’ Notes: “The conclusion, then, to which we have come is, that the passage means, that as a man, a human being, he was put to death; in respect to a higher nature, or by a higher nature, here denominated ‘Spirit’, (PNEUMA,) he was restored to life” [= Maka kesimpulan yang kita dapatkan adalah bahwa text ini berarti bahwa sebagai seorang manusia, Ia dibunuh; berkenaan dengan hakekat yang lebih tinggi, atau oleh hakekat yang lebih tinggi, di sini disebut ‘Roh’, (PNEUMA,) Ia dihidupkan kembali] - hal 1423.

Catatan: yang kurang bisa saya terima dari tafsiran Barnes adalah perubahan dari ‘in respect to’ (= berkenaan dengan) menjadi ‘by’ (= oleh).

Barnes’ Notes: “‘He went.’ To wit, in the days of Noah. No particular stress should be laid here on the phrase ‘he went.’ ... The idea, however, would be conveyed by this language that he did this personally, or by himself, and not merely by employing the agency of another. It would then be implied here that though the instrumentality of Noah was employed, yet that it was done not by the Holy Spirit, but by him who afterwards became incarnate. On the supposition, therefore, that this whole passage refers to his preaching to the antediluvians in the time of Noah, and not to the ‘spirits’ after they were confined in prison, this is language which the apostle would have properly and probably used. If that supposition meets the full force of the language, then no argument can be based on it in proof that he went to preach to them after their death, and while his body was lying in the grave. ... No argument, therefore, can be derived from this language to prove that Christ went and personally preached to those who were confined in hades or in prison” (= ‘Ia pergi’. Yaitu pada jaman Nuh. Tidak ada penekanan khusus yang harus diberikan di sini pada ungkapan ‘Ia pergi’. ... Tetapi gagasan yang disampaikan oleh istilah ini adalah bahwa Ia melakukan sendiri hal ini, atau oleh diriNya sendiri, dan bukan semata-mata dengan menggunakan orang lain. Jadi dinyatakan secara tak langsung di sini bahwa sekalipun Nuh digunakan sebagai alat, tetapi itu bukan dilakukan oleh Roh Kudus, tetapi olehNya yang belakangan berinkarnasi. Karena itu, berdasarkan anggapan bahwa seluruh text ini menunjuk pada pemberitaanNya kepada orang-orang pada jaman sebelum air bah pada jaman Nuh, dan bukan kepada ‘roh-roh’ setelah mereka dikurung dalam penjara, ini adalah bahasa / istilah yang secara tepat dan memungkinkan digunakan oleh sang rasul. Jika anggapan ini memenuhi arti sepenuhnya dari bahasa / istilah itu, maka tidak ada argumentasi bisa didasarkan pada ayat ini untuk membuktikan bahwa Ia pergi untuk memberitakan kepada mereka setelah kematian mereka, dan sementara tubuhNya sedang berbaring dalam kuburan. ... Karena itu tidak ada argumentasi yang bisa didapatkan dari kata-kata ini untuk membuktikan bahwa Kristus pergi dan secara pribadi memberitakan / berkhotbah kepada mereka yang dikurung dalam Hades atau dalam penjara) - hal 1423.

Sukar untuk menentukan sikap tentang 2 pandangan di atas. Kalau kita menerima terjemahan ‘by the spirit’ (= oleh Roh), maka ada 2 problem, yaitu:

· dari sudut bahasa Yunani kelihatannya ini tidak benar.

· kata ‘roh’ tidak mempunyai kata sandang, dan karena itu tidak mungkin menunjuk kepada Roh Kudus.

Tetapi Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan: “There are two previous instances of the word ‘spirit,’ when denoting the Holy Spirit, being without the article, that is in chap. 1:2 and 22” (= Ada dua contoh / kejadian sebelum ini dimana kata ‘roh’ menunjuk kepada Roh Kudus, sekalipun tidak mempunyai kata sandang, yaitu dalam pasal 1:2 dan 22) - hal 127.

Catatan: mungkin yang ia maksudkan adalah 1Pet 1:2 dan 1Pet 1:12 (bukan 1Pet 1:22), karena dalam 1Pet 1:22 tidak ada kata ‘roh’.

Dari sudut bahasa Yunani kelihatannya yang benar adalah terjemahan ‘in the spirit’ (= dalam roh), dan kata-kata itu menunjuk kepada LOGOS / roh ilahi Yesus, tetapi problem dengan terjemahan ini adalah bagaimana kata ‘dihidupkan’ bisa diterapkan kepada Logos itu? Menurut saya ada 2 kemungkinan jawaban:

¨ kata ‘dihidupkan’ sekedar diartikan ‘tidak mati’. Petrus menggunakan kata ‘dihidupkan’, bukannya ‘tidak mati’, untuk mengkontraskan kata itu dengan kata ‘dibunuh’.

Pulpit Commentary: “His being put to death was ‘in the flesh’; i.e. on the side of his nature by which he was connected with earth and had a mortal existence. His being quickened is contrasted in being not in the flesh, but ‘in the spirit’; i.e. on the side of his nature by which he was above earth and had an immortal existence” (= Dibunuhnya Ia adalah ‘dalam daging’; yaitu pada bagian hakekatNya dengan mana Ia berhubungan dengan bumi dan mempunyai keberadaan yang bisa mati. Dihidupkannya Ia dikontraskan dengan itu karena terjadi bukan dalam daging tetapi ‘dalam ‘roh’; yaitu pada bagian hakekatNya dengan mana Ia ada di atas bumi dan mempunyai keberadaan yang tidak bisa mati) - hal 168.

¨ di sini digunakan ‘sebutan ilahi’ untuk Kristus, tetapi menggunakan ‘predikat manusia’, seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:

* Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.

NIV: “... the church of God, which he bought with his own blood” (= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya sendiri).

Catatan: dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan karena menterjemahkan ‘darah AnakNya’. Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan ‘darahNya’ (menghapus kata ‘Anak’ yang memang sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya).

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Allah’, tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

* 1Kor 2:8 - “Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’, tetapi menggunakan predi­kat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

* 1Yoh 1:1 - “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Firman’ (LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

Dan dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang berkebalikan dengan 3 contoh di atas, dimana Kristus diberi ‘sebutan manusia’ tetapi digunakan ‘predikat ilahi’, seperti dalam Mat 9:6 (‘Anak Manusia’ & ‘berkuasa mengampuni dosa’), Mat 12:8 (‘Anak Manusia’ & ‘Tuhan atas hari Sabat’), dan sebagainya.

Calvin menjelaskan mengapa hal itu dilakukan dalam Kitab Suci dengan berkata sebagai berikut:

Þ “And they (Scriptures) so earnestly express this union of the two natures that is in Christ as sometimes to inter­change them” [= Dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIV, 1.

Þ “Because the selfsame one was both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one what belonged to the other” (= Karena orang yang sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIV, 2.

Dua pandangan ini, sekalipun berbeda dalam penafsiran, tetapi sebetulnya tidak terlalu berbeda dalam substansi, karena sekalipun Allah Anak dan Roh Kudus adalah 2 Pribadi yang berbeda, tetapi Mereka tetap adalah satu (karena adanya kesatuan hakekat).

b) Siapa yang diinjili? Dengan kata lain, siapa ‘roh-roh dalam penjara’ itu?

Barnes’ Notes: “Who are referred to by ‘spirits’? The specification in the next verse determines this. They were those ‘who were sometimes disobedient, when once the long-suffering of God waited in the days of Noah.’ No others are specified; and if it should be maintained that this means that he went down to hell, or to sheol, and preached to those who are confined there, it could be inferred from this passage only that he preached to that portion of the lost spirits confined there which belonged to the particular generation in which Noah lived. Why he should do this; or how there should be such a separation made in hades that it could be done; or what was the nature of the message which he delivered to that portion, are questions which it is impossible for any man who holds the opinion that Christ went down to hell after his death to preach, to answer” (= Siapa yang dimaksud dengan ‘roh-roh’? Penggambaran terperinci dalam ayat selanjutnya menentukan hal ini. Mereka adalah orang-orang yang ‘dahulu tidak taat, pada waktu kesabaran Allah menunggu pada jaman Nuh’. Tidak ada orang-orang lain yang disebutkan; dan seandainya harus dipertahankan bahwa Ia turun ke neraka, atau ke SHEOL, dan berkhotbah kepada mereka yang terkurung di sana, maka bisa disimpulkan dari text ini, hanya bahwa Ia berkhotbah kepada bagian dari roh-roh yang terkurung di sana, yang termasuk dalam generasi tertentu dalam mana Nuh hidup. Mengapa Ia melakukan hal ini; atau bagaimana bisa dibuat pemisahan seperti itu di Hades sehingga hal ini bisa dilakukan; atau apa sifat dari berita yang Ia sampaikan kepada bagian itu, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak mungkin dijawab oleh orang yang memegang pandangan bahwa setelah kematianNya Kristus turun ke neraka untuk berkhotbah) - hal 1423.

Barnes’ Notes: “the question will be asked why are they called ‘spirits?’ Were they spirits then, or were they men like others? To this the answer is easy. Peter speaks of them as they were when he wrote; not as they had been, or were at the time when the message was preached to them” (= akan ditanyakan mengapa mereka disebut ‘roh-roh’? Apakah pada saat itu mereka adalah roh-roh, atau apakah mereka adalah orang-orang seperti yang lain? Pertanyaan ini jawabannya mudah. Petrus berbicara tentang mereka sebagaimana mereka ada pada saat ia menulis; bukan sebagaimana mereka ada dahulu pada saat berita itu diberitakan kepada mereka) - hal 1423.

Jadi, sekalipun orang-orang ini masih hidup pada waktu Roh Kudus / Roh ilahi Yesus memberitakan Injil kepada mereka, tetapi mereka disebut sebagai ‘roh-roh yang di dalam penjara’, karena pada waktu Petrus menuliskan suratnya, mereka memang sudah mati dan ada dalam penjara / neraka.

Menceritakan suatu peristiwa pada masa lalu, dengan menggunakan istilah yang berlaku pada jaman si penulis menuliskan peristiwa itu, merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam Kitab Suci, misalnya:

· Dalam Mat 10:4 Yudas Iskariot disebutkan sebagai ‘yang mengkhianati Dia’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘mengkhianati’ adalah PARADOUS, yang merupakan sebuah ‘aorist participle’ (= participle bentuk lampau). Mengapa digunakan bentuk lampau padahal pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus? Memang pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus, tetapi pada waktu Matius menuliskan bagian ini, ia sudah mengkhianati Yesus, dan karena itu dituliskan demikian.

· Nama ‘Betel’ sudah digunakan dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3, padahal penamaan Betel baru terjadi dalam Kej 28:19 - “Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus”. Kalau memang tempat itu baru dinamai Betel dalam Kej 28:19 mengapa dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3 sudah disebut Betel? Karena pada waktu penulis kitab Kejadian (Musa) menuliskan cerita tentang Abraham dalam Kej 12 dan Kej 13 ini, tempat itu sudah dinamakan Betel.

Kalau saudara ingin tahu tentang arti kata ‘penjara’ maka perhatikan kata-kata Alexander Nisbet di bawah ini.

Alexander Nisbet: “Hell is a place of safe custody, as the name of it here imports, ... out of which there is no possibility of escaping, for by this prison can be meant nothing else but Hell” (= Neraka merupakan suatu tempat tahanan yang aman, seperti yang ditunjukkan secara tak langsung oleh namanya di sini, ... dari mana tidak ada kemungkinan untuk lolos, karena yang dimaksud dengan ‘penjara’ ini tidak lain adalah ‘Neraka’) - hal 146.

Barnes’ Notes: “then no argument can be based on it in proof that he went to preach to them after their death, and while his body was lying in the grave. ... No argument, therefore, can be derived from this language to prove that Christ went and personally preached to those who were confined in hades or in prison” (= maka tidak ada argumentasi bisa didasarkan pada ayat ini untuk membuktikan bahwa Ia pergi untuk memberitakan kepada mereka setelah kematian mereka, dan sementara tubuhNya sedang berbaring dalam kuburan. ... Karena itu tidak ada argumentasi yang bisa didapatkan dari kata-kata ini untuk membuktikan bahwa Kristus pergi dan secara pribadi memberitakan / berkhotbah kepada mereka yang dikurung dalam Hades atau dalam penjara) - hal 1423.

Keberatan terhadap penafsiran ke 8 ini:

Penafsiran yang dianggap tidak sesuai dengan kontext / arah pemikiran dari kontext, karena mengapa tahu-tahu berbicara tentang apa yang dilakukan oleh Roh Kudus / Allah Anak pada 3000 tahun yang lalu (Pulpit Commentary, hal 158).

Jawaban terhadap keberatan ini:

Penafsiran ini bukannya tidak sesuai dengan kontext. Penekanan dari pasal ini (1Pet 3) adalah supaya orang Kristen tetap taat kepada Injil sekalipun ada penderitaan yang berat. Orang-orang pada jaman Nuh itu mendengar pemberitaan dari Roh Kudus / Yesus melalui Nuh, tetapi mereka tidak mentaatinya, sehingga sekarang mereka ada dalam penjara / neraka. Tetapi Nuh dan keluarganya tetap taat sekalipun menderita, sehingga mereka selamat dari air bah. Ini memberikan motivasi / dorongan bagi pembaca surat Petrus ini untuk mau taat kepada Injil sekalipun mereka harus menderita karenanya pada saat ini (Alexander Nisbet, hal 145).

Barnes’ Notes: “this interpretation accords with the design of the apostle in inculcating the duty of patience and forbearance in trials; in encouraging those whom he addressed to be patient in their persecutions. ... With this object in view, there was entire propriety in directing them to the long-suffering and forbearance evinced by the Saviour, through Noah. He was opposed, reviled, disbelieved, and, we may suppose, persecuted. It was to the purpose to direct them to the fact that he was saved as the result of his steadfastness to Him who had commanded him to preach to that ungodly generation. But what pertinency would there have been in saying that Christ went down to hell, and delivered some sort of a message there, we know not what, to those who are confined there?” (= penafsiran ini sesuai dengan tujuan / maksud dari sang rasul dalam menanamkan kewajiban kesabaran dalam ujian / pencobaan; dalam memberi semangat kepada mereka kepada siapa ia menuliskan suratnya untuk sabar dalam penganiayaan mereka. ... Dengan memperhatikan tujuan ini, ada kesesuaian sepenuhnya dalam mengarahkan mereka kepada kesabaran yang ditunjukkan dengan jelas oleh sang Juruselamat, melalui Nuh. Ia ditentang, diejek / dicaci maki, tidak dipercayai, dan kita bisa menganggap, dianiaya. Adalah untuk tujuan mengarahkan mereka pada fakta bahwa ia diselamatkan sebagai hasil dari kesetiaan / ketabahannya kepada Dia yang telah memerintahkannya untuk berkhotbah kepada generasi yang jahat itu. Tetapi kecocokan / hubungan apa yang ada kalau dikatakan bahwa Kristus turun ke neraka, dan memberikan sejenis berita di sana, yang kita tidak tahu apa, kepada mereka yang ditahan di sana?).

Kesimpulan.

Adanya 8 penafsiran, dan tidak ada di antaranya yang tidak mempunyai problem, menunjukkan betapa sukarnya ayat ini. Karena itu adalah sesuatu yang sangat bodoh kalau kita mendasarkan suatu doktrin yang begitu penting tentang penginjilan terhadap orang mati hanya pada ayat seperti ini.

Saya paling condong pada pandangan ke 8, golongan ke 2 (Roh ilahi Yesus yang memberitakan Injil). Dengan demikian, ini merupakan penginjilan terhadap orang hidup, maka secara theologis ini bukanlah sesuatu yang sangat besar. Dan ini mempunyai dukungan banyak ayat Kitab Suci lain.

Ay 18b-20: “(18b) Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Hal-hal lain yang bisa didapatkan dari ay 18b-20 ini:

1) “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil”.

Barnes’ Notes: “if Christ preached to the pagan world in the time of Noah, for the same reason it may be regarded as true that all the messages which are brought to people, calling them to repentance, in any age or country, are through him. Thus, it was Christ who spake by the prophets and by the apostles; and thus he speaks now by his ministers” (= Jika Kristus berkhotbah kepada dunia kafir pada jaman Nuh, dengan alasan yang sama bisa dianggap sebagai benar bahwa semua berita-berita yang dibawa kepada orang-orang, untuk memanggil mereka kepada pertobatan, di setiap jaman atau negara, adalah melalui Dia. Karena itu, Kristuslah yang berbicara oleh nabi-nabi dan oleh rasul-rasul; dan karena itu Ia berbicara sekarang oleh pelayan-pelayanNya).

Jadi, sampai jaman sekarangpun Yesus berbicara melalui pelayan-pelayanNya, pada waktu pelayan-pelayanNya memberitakan Injil / Firman Tuhan:

a) Ini membuat kita harus mempunyai keberanian dan wibawa dalam memberitakan Injil / Firman Tuhan.

Yer 1:4-10 - “(4) Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: (5) ‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’ (6) Maka aku menjawab: ‘Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.’ (7) Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: ‘Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. (8) Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.’ (9) Lalu TUHAN mengulurkan tanganNya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: ‘Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataanKu ke dalam mulutmu. (10) Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.’”.

Kel 4:10-16 - “(10) Lalu kata Musa kepada TUHAN: ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hambaMupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.’ (11) Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: ‘Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? (12) Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.’ (13) Tetapi Musa berkata: ‘Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.’ (14) Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Musa dan Ia berfirman: ‘Bukankah di situ Harun, orang Lewi itu, kakakmu? Aku tahu, bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah berangkat menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan bersukacita dalam hatinya. (15) Maka engkau harus berbicara kepadanya dan menaruh perkataan itu ke dalam mulutnya; Aku akan menyertai lidahmu dan lidahnya dan mengajarkan kepada kamu apa yang harus kamu lakukan. (16) Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya”.

b) Ini membuat kita tidak boleh bersikap sembarangan pada waktu mendengar Firman Tuhan yang disampaikan seorang pengkhotbah / pengajar.

Penolakan / sikap yang negatif terhadap Firman Tuhan yang ia sampaikan merupakan penolakan / sikap yang negatif terhadap Kristus sendiri.

Bdk. Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.’”.

2) “kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah”.

Barnes’ Notes: “The meaning here is, that they did not obey the command of God when he called them to repentance by the preaching of Noah. Compare 2 Pet. 2:5, where Noah is called ‘a preacher of righteousness.’” (= Artinya di sini adalah, bahwa mereka tidak mentaati perintah Allah pada waktu Ia memanggil mereka kepada pertobatan oleh khotbah dari Nuh. Bandingkan dengan 2Pet 2:5, dimana Nuh disebut ‘pemberita kebenaran’).

2Pet 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Ketidak-taatan orang-orang pada jaman Nuh terlihat dari:
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”.

Luk 17:26-27 - “(26) Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: (27) mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua”.
juga dari 2Pet 2:5 di atas hal ini terlihat dari istilah ‘dunia orang-orang fasik’.

Alexander Nisbet mengatakan (hal 146) bahwa sekalipun orang-orang jaman Nuh itu sangat berdosa, tetapi yang ditekankan di sini (ay 20) sebagai penyebab utama masuknya mereka ke dalam penjara / neraka adalah ketidak-taatan mereka kepada Injil, yang diberitakan oleh Nuh kepada mereka.

3) “ketika Allah tetap menanti dengan sabar”.

a) Kesabaran Allah menyebabkan Ia menanti selama 120 tahun sebelum Ia menghukum dunia dengan air bah.

Jay E. Adams: “In verse 20, Peter tells us why these disembodied spirits are now being punished by imprisonment: it is because they disobeyed God’s word at that time when God’s patience was waiting in the days of Noah, while he was building an ark. During the 120 years prior to the flood, God’s Spirit was at work with men (Gen 6:3) presumably through Noah’s preaching. God’s patience is great; He waited 120 years, during which Noah also was building the ark” [= Dalam ayat 20, Petrus memberitahu kita mengapa roh-roh yang sudah terpisah dari tubuhnya ini sekarang dihukum dalam penjara: yaitu karena mereka tidak mentaati Firman Allah pada saat itu dimana kesabaran Allah sedang menunggu pada jaman Nuh, sementara ia sedang membangun sebuah bahtera. Selama 120 tahun sebelum air bah, Roh Allah bekerja dengan manusia (Kej 6:3) jelas melalui khotbah dari Nuh. Kesabaran Allah besar; Ia menunggu 120 tahun, dan selama waktu itu Nuh juga membangun bahtera] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 115.

Kej 6:3 memang menunjukkan bahwa Allah memberi waktu 120 tahun untuk bertobat.

Kej 6:3 - “Berfirmanlah TUHAN: ‘RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’”.

1. ‘tinggal’.

RSV: ‘abide’ (= tinggal).

NIV: ‘contend with’ (= berjuang, menghadapi).

KJV/NASB: ‘strive with’ (= berjuang, berusaha keras).

Jadi arti bagian ini adalah: Roh Kudus tidak akan bekerja dalam diri manusia (menegur, mengekang dari dosa, dsb) untuk selama-lamanya.

2. ‘karena manusia adalah daging’.

‘Roh’ dikontraskan dengan ‘daging’. Karena manusia berdosa, Roh Kudus tidak akan selama-lamanya bekerja dalam diri manusia.

3. ‘umurnya akan 120 tahun saja’.

Ada dua penafsiran tentang bagian ini:

a. Usia manusia yang tadinya ratusan tahun (Kej 5) dipotong sehingga hanya tinggal 120 tahun.

Keberatan: Teori ini tidak mungkin karena dalam Kej 11:10-26; 25:7; 47:9,28 usia manusia masih diatas 120 tahun. Juga penafsiran ini tidak sesuai dengan arah ayat itu.

b. Tuhan memberi waktu 120 tahun sebelum menjatuhkan hukuman.

Problem dengan teori ini: jangka waktu dari Kej 5:32 (Nuh berumur 500 tahun) sampai Kej 7:11 (Nuh berumur 600 tahun) hanya 100 tahun.

Ada beberapa kemungkinan untuk membereskan problem ini:

· waktu yang 120 tahun itu dipotong lagi 20 tahun karena dosa makin banyak.

· Bilangan 500 dalam Kej 5:32 adalah pembulatan (seharusnya 480). Kita tidak bisa mengatakan bahwa bilangan 600 dalam Kej 7:11 itu yang merupakan pembulatan (seharusnya 620), karena Kej 9:28-29 - “Nuh masih hidup tiga ratus lima puluh tahun sesudah air bah. Jadi Nuh mencapai umur sembilan ratus lima puluh tahun, lalu ia mati”.

· Kej 6:3 terjadi 20 tahun sebelum Kej 5:32; jadi penceritaannya tidak khronologis.

Saya memilih pandangan kedua ini.

b) Adanya kesabaran Allah ini di satu sisi memang menguntungkan, karena memberi kesempatan bagi manusia untuk bertobat, tetapi pada sisi yang lain, ini menyebabkan kejahatan / ketidak-taatan / penolakan orang-orang yang tak mau bertobat ini menjadi makin tidak bisa dimaafkan / makin berat hukumannya.

c) Allah memang sabar, tetapi ada saat dimana kesabaranNya berakhir, dan keadilanNya dijalankan.

Hal ini harus ditekankan kepada orang-orang yang tidak percaya atau orang-orang yang jahat, karena mereka biasanya malah makin berani berbuat dosa kalau Allah menunda penghukumanNya.

Ro 2:4-5 - “(4) Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (5) Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan”.

d) Nisbet juga mengatakan bahwa kalau dulu Allah sabar selama 120 tahun, maka sekarang, pada waktu Petrus menuliskan bagian ini, setelah peristiwa jaman Nuh itu berlalu ribuan tahun, Ia tetap mengingat dosa / ketidak-taatan / penolakan mereka.

Tuhan memang tidak mengingat-ingat dosa dari orang-orang tertentu (Yes 43:25 Maz 103:9-12), tetapi itu bisa terjadi karena jasa penebusan Kristus diberlakukan terhadap orang-orang tersebut, karena mereka adalah orang-orang yang beriman. Untuk orang-orang yang tidak beriman / menolak Injil, Tuhan mengingat dosa-dosa mereka selama-lamanya.

4) “waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya”.

Nuh mempersiapkan bahtera selama 120 tahun, dan selama itu orang-orang pada saat itu pasti mengejeknya habis-habisan. Ini semua menunjukkan hebatnya iman dan ketekunan Nuh.

5) “di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

a) Saya tidak mengerti bagaimana dengan adanya kalimat ini, Adam Clarke bisa yakin bahwa pada saat hujan mulai turun, banyak dari orang-orang di luar bahtera yang bertobat dan sekalipun mereka tetap mati secara jasmani, tetapi mereka diselamatkan secara rohani. Perhatikan apa yang ia katakan di bawah ini:

Adam Clarke: “only Noah’s family believed; these amounted to eight persons; and these only were saved from the deluge ... all the rest perished in the water; though many of them, while the rains descended, and the waters daily increased, did undoubtedly humble themselves before God, call for mercy, and receive it; but as they had not repented at the preaching of NOAH, and the ark was now closed, and the fountains of the great deep broken up, they lost their lives, though God might have extended mercy to their souls” (= hanya keluarga Nuh yang percaya; ini berjumlah 8 orang; dan hanya ini yang diselamatkan dari aih bah ... semua sisanya binasa dalam air; sekalipun banyak dari mereka, sementara hujan turun, dan air naik setiap hari, secara tak diragukan merendahkan diri mereka sendiri di hadapan Allah, meminta belas kasihan, dan menerimanya; tetapi karena mereka tidak bertobat pada saat Nuh berkhotbah, dan bahtera sekarang tertutup, dan sumber / mata air terbelah, mereka kehilangan nyawa mereka, sekalipun Allah bisa memperluas belas kasihan kepada jiwa-jiwa mereka).

Pandangan Clarke ini sedikitpun tidak punya dasar Kitab Suci, dan bahkan bertentangan dengan:

1. 1Pet 3:19-20 - “(19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

· Roh-roh itu dikatakan dalam penjara, yang jelas berarti neraka.

· Roh-roh itu jelas dikontraskan dengan Nuh dan keluarganya, yang diselamatkan.

· kesabaran Allah digambarkan ada hanya selama Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, tidak setelah bahtera selesai dan hujan mulai turun. Karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa pada saat bahtera ditutup, dan hujan mulai turun, kesabaran Allah sudah habis, sehingga tidak mungkin Ia lalu masih bekerja dalam diri mereka untuk mempertobatkan mereka, dan memberikan belas kasihan kepada mereka.

2. Luk 17:26-30 - “(26) Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: (27) mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. (28) Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. (29) Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. (30) Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diriNya”.

Text ini membandingkan / menyamakan 3 peristiwa, yaitu penghancuran dunia pada jaman Nuh, penghancuran Sodom dan Gomora pada jaman Lot, dan penghancuran dunia pada kedatangan Yesus yang keduakalinya. Pada saat Yesus datang keduakalinya, kita tidak bisa mengatakan bahwa pada saat itu ada orang-orang yang lalu bertobat, karena itu akan bertentangan dengan Wah 6:12-17 - “(12) Maka aku melihat, ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keenam, sesungguhnya terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah. (13) Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke atas bumi bagaikan pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila ia digoncang angin yang kencang. (14) Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang digulung dan tergeserlah gunung-gunung dan pulau-pulau dari tempatnya. (15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.

Demikian pula pada penghancuran Sodom dan Gomora tidak ada pertobatan. Karena itu jelas bahwa pada penghancuran dunia pada jaman Nuh, juga sama halnya.

3. 2Pet 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Ayat ini mengatakan bahwa yang selamat hanya 8 orang itu, dan ayat ini menyebut sisanya sebagai ‘dunia orang-orang yang fasik’.

4. Ibr 11:7 - “Karena iman, maka Nuh - dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan - dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya”.

Kata-kata ‘menyelamatkan keluarganya’ kelihatannya dikontraskan dengan ‘menghukum dunia’.

Dari ayat-ayat ini harus disimpulkan bahwa memang hanya Nuh dan keluarga (total 8 orang) yang selamat, sedangkan semua yang lain bukan hanya mati karena air bah, tetapi juga tidak diselamatkan (secara rohani).

b) Bahwa hanya ada 8 orang yang selamat pada jaman Nuh, menunjukkan bahwa Tuhan tidak peduli pada demokrasi. Maksudnya, yang sedikit tetapi beriman, diselamatkan; sedangkan yang banyak / mayoritas, tetapi tidak beriman, dibinasakan / dihukum.

Matthew Henry: “the way of the most is neither the best, the wisest, nor the safest way to follow: better to follow the eight in the ark than the eight millions drowned by the flood and damned to hell” (= jalan dari kebanyakan orang bukanlah yang terbaik, yang paling bijaksana, ataupun yang paling aman untuk diikuti: lebih baik mengikuti 8 orang yang di dalam bahtera dari pada 8 juta yang ditenggelamkan oleh air bah dan dihukum di neraka).

Calvin: “we ought not to fear though we be few in number” (= kita tidak boleh takut sekalipun kita sedikit dalam jumlah) - hal 118.

Bandingkan dengan ajaran Katolik yang diberikan oleh Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam buku ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38, yang saya kutipkan di bawah ini:

“P: Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik dalam hal ini?

J: Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II. Dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’

P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Tim 2:5?

J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis, konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen. Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka. ‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus’ (Mat 12:41).

P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis?

J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima paham itu. Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen) tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan manusia dengan Allah secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri, tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan yang diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’ Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.

P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yoh 3:18, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yoh 8:24; 11:26).

J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan. Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 merupakan semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib orang yang tidak percaya.”

Perhatikan bahwa dari kata-kata dalam tanya jawab ini, kelihatannya yang menyebabkan adanya pandangan seperti itu adalah bahwa jumlah orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus itu begitu banyak. Kalau Allah menghukum mereka semua, Allah itu kejam. Ini hanya logika manusia yang bodoh dan tidak Alkitabiah.

Bandingkan dengan kata-kata Yesus sendiri dalam Mat 7:13-14 - “(13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.’”.

Dan mereka lalu membuat penafsiran yang mereka tahu bertentangan dengan ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa iman kepada Kristus adalah satu-satunya cara melalui mana manusia bisa diselamatkan, seperti Mark 16:15 dan Yoh 3:18. Saya tidak membahas Mark 16:15, karena itu termasuk dalam bagian yang diragukan keasliannya. Tetapi mari kita memperhatikan Yoh 3:18 - “Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.

Perhatikan bahwa ayat ini tidak hanya berbicara secara positif, dengan mengatakan bahwa yang percaya tidak akan dihukum, tetapi juga secara negatif, dengan mengatakan bahwa yang tidak percaya telah ada di bawah hukuman.

Dan masih ada banyak ayat-ayat lain dari Kitab Suci yang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus akan dihukum, seperti:

· Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.

· Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

· 2Tes 1:6-9 - “(6) Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu (7) dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diriNya bersama-sama dengan malaikat-malaikatNya, dalam kuasaNya, di dalam api yang bernyala-nyala, (8) dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. (9) Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.

· Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

Ayat-ayat seperti ini tidak mungkin dimaksudkan hanya untuk menekankan pentingnya iman kepada Kristus, tetapi betul-betul menunjukkan bahwa tanpa iman kepada Kristus, manusia harus dihukum di dalam neraka.

Bandingkan juga dengan Ro 3:23-28 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. (27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.

Catatan: bagian yang saya cetak dengan huruf besar itu, dalam terjemahan NIV / Literal: ‘through faith in his blood’ (= melalui iman dalam / kepada darahNya).

Jelas bahwa sekalipun jalan keselamatan adalah Yesus, tetapi itu hanya bisa diperoleh kalau kita beriman kepada darahNya, artinya percaya tentang penebusan yang Ia lakukan bagi kita.

c) Kata ‘oleh’ salah terjemahan dan membuat kalimatnya jadi aneh.

Perhatikan kata-kata ini: “di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Dalam bahasa Yunani digunakan kata Yunani DIA, yang arti seharusnya adalah ‘through’ (= melalui).

KJV: ‘by’ (= oleh). Ini sama salahnya dengan Kitab Suci Indonesia.

RSV/NIV/NASB: ‘through’ (= melalui).

Ay 21: “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan - maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah - oleh kebangkitan Yesus Kristus”.

1) “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan”.

a) ‘kamu’.

Untuk kata ‘kamu’ (RSV/NIV/NASB) ada yang menuliskan ‘kita’ (KJV), karena ada perbedaan manuscripts di sini.

Pulpit Commentary: “The oldest manuscripts also read ‘you’ instead of ‘us.’” (= Manuscript-manuscript yang tertua juga berbunyi ‘kamu’ dan bukannya ‘kita’) - hal 136.

b) ‘diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘kiasan’ adalah ANTITUPON.

Bdk. Ro 5:14 - “Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang”.

Kata ‘gambaran’ diterjemahkan dari kata Yunani TUPOS, dan dalam NASB diterjemahkan ‘a type’ (= suatu TYPE), dan pada catatan kaki dari NASB diberikan terjemahan alternatif, yaitu ‘foreshadowing’ (= pembayangan lebih dulu).

Jadi kata ANTITUPON dalam ay 21 ini bisa diartikan anti-type.

Dengan demikian penyelamatan Nuh dan keluarganya melalui air itu dianggap sebagai TYPE dari baptisan kristen, atau sebaliknya, baptisan Kristen adalah anti-TYPE dari penyelamatan Nuh dan keluarganya melalui air itu.

Jamieson, Fausset & Brown: “Water saved Noah, not of itself, but by sustaining the ark built in faith on God’s word: it was to him the sign and mean of a regeneration of the earth. ... The antitypical water, namely, baptism, saves you also, not of itself, but the spiritual thing conjoined with it, repentance and faith, of which it is the seal, as Peter explains. Compare the union of the sign and thing signified, John 3:5; Eph. 5:26; Titus 3:5: cf. 1 John 5:6” (= Air menyelamatkan Nuh, bukan dari dirinya sendiri, tetapi dengan menopang bahtera yang dibangun dalam iman pada kata-kata Allah: bagi dia itu merupakan tanda dan cara dari suatu kelahiran baru dari bumi. ... Anti-Type dari air, yaitu baptisan, menyelamatkan engkau juga, bukan dari dirinya sendiri, tetapi hal rohani yang digabungkan / disatukan dengannya, pertobatan dan iman, dari apa baptisan itu merupakan tanda, seperti dijelaskan oleh Petrus. Bandingkan persatuan dari tanda dan hal yang ditandakan / digambarkan, Yoh 3:5; Ef 5:26; Tit 3:5: bdk. 1Yoh 5:6).

Pulpit Commentary: “the water which is saving you is the antitype of the water of the Flood. That water was made the means of saving a few; it bore up the ark in which they were. It saved them, perhaps, from the malice of the ungodly; it saved them from that corruption which was almost universal; it was the means of saving the race of men as by a new birth through death into a new life, a new beginning; it washed away the evil, those who suffered for evil-doing, and so saved those who had doubtless been suffering for well-doing. Thus it is the figure (tupoj) of the antitype (a]ntitupon) baptism” [= air yang menyelamatkan kamu adalah anti-type dari air dari air bah. Air itu dibuat sebagai jalan / cara penyelamatan sedikit orang; air itu menahan bahtera dalam mana mereka berada. Air itu menyelamatkan mereka, mungkin dari kebencian / niat jahat dari orang-orang jahat; air itu menyelamatkan mereka dari kejahatan yang hampir universal; air itu merupakan cara menyelamatkan umat manusia seperti oleh suatu kelahiran baru melalui kematian ke dalam suatu kehidupan yang baru, suatu permulaan yang baru; air itu menghanyutkan orang jahat, mereka yang menderita karena perbuatan jahat, dan dengan demikian menyelamatkan mereka yang jelas menderita karena perbuatan baik. Demikianlah itu adalah gambaran (tupoj) dari anti-type (a]ntitupon) baptisan] - hal 137.

Jay E. Adams: “It is altogether important to note that it was the water by which (not ‘from which’) they were saved. The same water that destroyed others lifted the eight persons who were in the ark above the destruction” [= Adalah sangat penting untuk memperhatikan bahwa adalah air itu ‘oleh mana’ (bukan ‘dari mana’) mereka diselamatkan. Air yang sama yang menghancurkan orang-orang lain, mengangkat 8 orang yang ada dalam bahtera di atas penghancuran] - hal 115.

Penafsiran-penafsiran di atas ini kelihatannya aneh, karena:

1. Sebetulnya Nuh dan keluarganya diselamatkan bukan oleh air, tetapi dari air, dan bahteralah yang menyelamatkan mereka.

Ibr 11:7 - “Karena iman, maka Nuh - dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan - dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya”.

2. Kata-kata ‘oleh air’ pada akhir ay 20 itu seharusnya adalah ‘melalui air’.

Tetapi perhatikan apa yang dikatakan oleh ‘Word Biblical Commentary’ di bawah ini.

Word Biblical Commentary: “‘were saved through water.’ The preposition dia could be local or instrumental, and the meaning of the verb would differ accordingly: i.e., either ‘brought safely through the water’ (in which water is the threat; ...), or ‘saved through water’ (in which water is the means of salvation; ...). Taken by themselves in the natural situation of a life-threatening flood, these words are more plausibly understood in the first of these senses ..., but v 21a seems to settle the matter in favor of the second: water (i.e., baptism) is that which saves ... The likely meaning is that Noah and his family were brought safely through the flood by means of the flood waters themselves .... If it is objected that they escaped only because Noah built an ark that would float, the appropriate (and only possible) answer is that Peter is interested in ‘water’ in the story, not in ‘wood’ ..., because there is something he wants to say about Christian baptism. If the question is asked, ‘From what were Noah and his family saved?’ the answer is that they were saved from death - not merely from sinners or from a hostile environment .... As they were ‘saved through water’ from physical death, baptism saves from eternal death” [= ‘diselamatkan melalui air’. Kata depan dia (DIA) bisa bersifat lokal atau bersifat sebagai alat, dan arti dari kata kerjanya akan berbeda sesuai dengannya: yaitu, atau ‘dibawa dengan aman melalui air’ (dimana air adalah ancamannya; ...), atau ‘diselamatkan melalui air’ (dimana air adalah jalan / cara keselamatan; ...). Diambil sendirian dalam situasi yang wajar dari suatu banjir yang mengancam kehidupan, kata-kata ini lebih masuk akal untuk dimengerti dalam arti yang pertama ..., tetapi ay 21a kelihatannya menyelesaikan persoalan dengan mendukung arti kedua: air (yaitu baptisan) adalah apa yang menyelamatkan ... Arti yang paling memungkinkan adalah bahwa Nuh dan keluarganya dibawa dengan aman melalui air bah dengan memakai air bah itu sendiri .... Jika ada keberatan bahwa mereka lolos hanya karena Nuh membangun suatu bahtera yang mengapung, maka jawaban yang cocok dan satu-satunya yang memungkinkan adalah bahwa Petrus berminat terhadap ‘air’ dalam cerita itu, bukan terhadap ‘kayu’ ..., karena ada sesuatu yang ingin ia katakan tentang baptisan Kristen. Jika ditanyakan pertanyaan: ‘Nuh dan keluarganya diselamatkan dari apa?’, maka jawabannya adalah bahwa mereka diselamatkan dari kematian - bukan semata-mata dari orang-orang berdosa atau dari lingkungan yang bermusuhan .... Sebagaimana mereka ‘diselamatkan melalui air’ dari kematian fisik, baptisan menyelamatkan dari kematian kekal].

c) Dari bagian ini rupanya ada yang menafsirkan bahwa baptisan harus baptisan selam, dan terhadap penafsiran ini Adam Clarke berkata sebagai berikut:

“The ark was not immersed in the water; had it been so they must all have perished; but it was borne up on the water, and sprinkled with the rain that fell from heaven. This text, as far as I can see, says nothing in behalf of immersion in baptism; but is rather, from the circumstance mentioned above, in favor of sprinkling” (= Bahtera tidak direndam dalam air; seandainya demikian mereka semua pasti sudah binasa; tetapi itu ditunjang oleh air, dan diperciki dengan hujan yang jatuh dari langit. Text ini, sejauh yang bisa saya lihat, tidak berbicara apapun untuk baptisan selam; tetapi sebaliknya, dari keadaan yang disebutkan di atas, lebih menyetujui pemercikan / baptisan percik).

Sekalipun saya tidak mempercayai keharusan baptisan selam, dan saya mengakui dan menggunakan baptisan percik, tetapi saya berpendapat bahwa text ini tidak membicarakan cara baptisan, dan dengan demikian tidak mendukung baptisan selam ataupun percik.

2) “maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah”.

a) ‘maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani’.

Kata ‘maksudnya’ seharusnya tidak ada.

KJV: ‘not the putting away of the filth of the flesh’ (= bukan penyisihan kotoran dari daging).

RSV: ‘not as a removal of dirt from the body’ (= bukan seperti suatu pembersihan kotoran dari tubuh).

NIV: ‘not the removal of dirt from the body’ (= bukan pembersihan kotoran dari tubuh).

NASB: ‘not the removal of dirt from the flesh’ (= bukan pembersihan kotoran dari daging).

b) ‘melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah’.

KJV: ‘but the answer of a good conscience toward God’ (= tetapi jawaban / tanggapan suatu hati nurani yang baik kepada Allah).

RSV: ‘but as an appeal to God for a clear conscience’ (= tetapi sebagai suatu permohonan kepada Allah untuk suatu hati nurani yang bersih).

NIV: ‘but the pledge of a good conscience toward God’ (= tetapi janji / ikrar dari suatu hati nurani yang baik kepada Allah).

NASB: ‘but an appeal to God for a good conscience’ (= tetapi suatu permohonan kepada Allah untuk suatu hati nurani yang baik).

Kata Yunani yang digunakan adalah EPEROTEMA, yang artinya sebetulnya adalah ‘answer’ (= jawaban / tanggapan).

c) Kata-kata ini kelihatannya ruwet dan membingungkan, tetapi semua penafsir menganggap bahwa tambahan kalimat ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa hanya sekedar baptisan lahiriah tidak ada gunanya dan tidak akan menyelamatkan siapapun juga.

Pulpit Commentary: “Baptism doth save us, but not the mere outward ceremony; ... The outward and visible sign doth not save if separated from the inward and spiritual grace. The first is necessary, for it is an outward sign appointed by Christ; but it will not save without the second” (= Baptisan memang menyelamatkan kita, tetapi bukan semata-mata upacara lahiriahnya; ... Tanda yang bersifat lahiriah dan bisa dilihat ini tidak menyelamatkan kita jika dipisahkan dari kasih karunia yang di dalam dan bersifat rohani. Yang pertama itu perlu, karena itu adalah tanda lahiriah yang ditetapkan oleh Kristus; tetapi itu tidak akan menyelamatkan tanpa yang kedua) - hal 137.

Adam Clarke: “Baptism implies a consecration and dedication of the soul and body to God, the Father, Son, and Holy Spirit. He who is faithful to his baptismal covenant, taking God through Christ, by the eternal Spirit, for his portion, is saved here from his sins; and through the resurrection of Christ from the dead, has the well-grounded hope of eternal glory. ... the water of baptism, typifying the regenerating influence of the Holy Spirit, is the means of salvation to all those who receive this Holy Spirit in its quickening, cleansing efficacy. Now as the waters of the flood could not have saved Noah and his family, had they not made use of the ark; so the water of baptism saves no man ... it is not the sprinkling, washing, or cleansing the body, that can be of any avail to the salvation of the soul, but the answer of a good conscience towards God ... We are therefore strongly cautioned here, not to rest in the letter, but to look for the substance” (= Baptisan secara tak langsung menunjukkan suatu pengabdian dan penyerahan / pembaktian dari jiwa dan tubuh kepada Allah, Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ia yang setia kepada perjanjian baptisan, mengambil Allah untuk bagiannya, melalui Kristus, oleh Roh yang kekal, diselamatkan di sini dari dosa-dosanya; dan melalui kebangkitan Kristus dari orang mati, mempunyai pengharapan yang mempunyai dasar yang baik tentang kemuliaan yang kekal. ... air baptisan, yang merupakan gambaran / bayangan dari pengaruh yang melahir-barukan dari Roh Kudus, adalah jalan / cara keselamatan dari semua mereka yang menerima Roh Kudus ini dalam kemujarabannya yang menghidupkan dan membersihkan. Sekarang sama seperti air dari air bah tidak bisa menyelamatkan Nuh dan keluarganya, seandainya mereka tidak menggunakan bahtera; demikian juga air baptisan tidak menyelamatkan seorangpun ... bukan pemercikan, pencucian, atau pembersihan tubuh, yang bisa bermanfaat bagi keselamatan dari jiwa, tetapi tanggapan dari suatu hati nurani yang baik kepada Allah ... Karena itu kita diperingati secara kuat di sini, untuk tidak bersandar pada simbol, tetapi mencari realitanya).

Barnes’ Notes: “Not the mere application of water, for that idea the apostle expressly disclaims, when he says that it involves not ‘putting away the filth of the flesh, but the answer of a good conscience toward God.’ The sense is, that baptism, including all that is properly meant by baptism as a religious rite - that is, baptism administered in connection with true repentance, and true faith in the Lord Jesus, and when it is properly a symbol of the putting away of sin, and of the renewing influences of the Holy Spirit, and an act of unreserved dedication to God - now saves us” (= Bukan semata-mata penggunaan / pemberian air, karena gagasan itu secara jelas disangkal oleh sang rasul, pada waktu ia berkata bahwa itu tidak mencakup ‘pembuangan kotoran dari daging, tetapi tanggapan dari hati nurani yang baik kepada Allah’. Artinya adalah bahwa baptisan, termasuk semua yang secara benar dimaksudkan oleh baptisan sebagai suatu upacara agama - yaitu, baptisan diberikan / dilaksanakan berhubungan dengan pertobatan yang sejati, dan iman yang benar kepada Tuhan Yesus, dan pada waktu baptisan itu secara benar adalah suatu simbol dari penyingkiran dosa, dan dari pengaruh-pengaruh yang memperbaharui dari Roh Kudus, dan suatu tindakan pembaktian sepenuhnya kepada Allah - sekarang menyelamatkan kita).

Calvin: “Now Peter briefly defines the efficacy and use of baptism, when he calls attention to conscience, and expressly requires that confidence which can sustain the sight of God and can stand before his tribunal. For in these words he teaches us that baptism in its main part is spiritual, and then that it includes the remission of sins and renovation of the old man; for how can there be a good and pure conscience until our old man is reformed, and we be renewed in the righteousness of God?” (= Sekarang Petrus dengan singkat mendefinisikan kemujaraban dan penggunaan baptisan, pada waktu ia meminta perhatian pada hati nurani, dan secara jelas menghendaki / mewajibkan keyakinan itu yang bisa menyokong pandangan Allah dan bisa bertahan di hadapan pengadilanNya. Karena dalam kata-kata ini ia mengajar kita bahwa baptisan terutama bersifat rohani, dan lalu bahwa itu mencakup pengampunan dosa dan pembaharuan dari manusia lama; karena bagaimana di sana bisa ada hati nurani yang baik dan murni sampai manusia lama kita direformasi, dan kita diperbaharui dalam kebenaran Allah?) - hal 119.

Calvin: “the external symbol is not sufficient, except baptism be received really and effectually: and the reality of it will be found only in a few. ... when we speak of sacraments, two things are to be considered, the sign and the thing itself. In baptism the sign is water, but the thing is the washing of the soul by the blood of Christ and the mortifying of the flesh. ... Let us learn not to tear away the thing signified from the sign” (= simbol lahiriah tidak cukup, kecuali baptisan diterima secara sungguh-sungguh dan sepenuhnya: dan realitanya akan ditemukan hanya dalam sedikit orang. ... pada waktu kita berbicara tentang sakramen, 2 hal harus dipertimbangkan, tandanya dan hal itu sendiri. Dalam baptisan tandanya adalah air, tetapi halnya adalah pencucian jiwa oleh darah Kristus dan pematian daging. ... Hendaklah kita belajar untuk tidak menyobek hal yang digambarkan, dari tandanya) - hal 118.

Calvin: “We must at the same time beware of another evil, such as prevails among the Papists; for as they distinguish not as they ought between the thing and the sign, they stop at the outward element, and on that fix their hope of salvation. Therefore the sight of the water takes away their thoughts from the blood of Christ and the power of the Spirit. They do not regard Christ as the only author of all blessings therein offered to us; they transfer the glory of his death to the water, they tie the secret power of the Spirit to the visible sign” (= Pada saat yang sama kita harus hati-hati terhadap suatu kejahatan yang lain, seperti yang tersebar luas di antara para pengikut Paus; karena seperti mereka tidak membedakan seperti yang seharusnya mereka lakukan antara hal dan tanda, mereka berhenti pada elemen lahiriah, dan memancangkan padanya pengharapan mereka tentang keselamatan. Karena itu pemandangan terhadap air mengambil pemikiran mereka dari darah Kristus dan kuasa dari Roh. Mereka tidak menganggap Kristus sebagai satu-satunya sumber dari semua berkat-berkat yang ditawarkan kepada kita; mereka memindahkan kemuliaan dari kematianNya kepada air, mereka mengikat kuasa rahasia dari Roh kepada tanda yang bisa terlihat) - hal 118.

Bahwa Katolik memang mempercayai keselamatan karena baptisan, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini yang saya ambil dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992:

1213: Holy Baptism is the basis of the whole Christian life, the gateway to life in the Spirit (vitae spiritualis ianua),[4] and the door which gives access to the other sacraments. Through Baptism we are freed from sin and reborn as sons of God; we become members of Christ, are incorporated into the Church and made sharers in her mission: ‘Baptism is the sacrament of regeneration through water in the word.’[5]

Terjemahan: Baptisan Kudus adalah dasar dari seluruh kehidupan Kristen, jalan masuk kepada kehidupan dalam Roh, dan pintu yang memberikan jalan masuk kepada sakramen-sakramen yang lain. Melalui Baptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali / lagi sebagai anak-anak Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, digabungkan / dimasukkan ke dalam Gereja dan dibuat menjadi pengambil bagian dalam misinya. ‘Baptisan adalah sakramen kelahiran baru melalui air dalam firman.’

1215: This sacrament is also called ‘the washing of regeneration and renewal by the Holy Spirit,’ for it signifies and actually brings about the birth of water and the Spirit without which no one ‘can enter the kingdom of God.’[7]

Terjemahan: Sakramen ini juga disebut ‘pembasuhan kelahiran baru dan pembaharuan oleh Roh Kudus,’ karena itu berarti / menandakan dan sungguh-sungguh menghasilkan kelahiran air dan Roh tanpa mana tak seorangpun ‘bisa masuk kerajaan Allah.’

1238: The baptismal water is consecrated by a prayer of epiclesis (either at this moment or at the Easter Vigil). The Church asks God that through his Son the power of the Holy Spirit may be sent upon the water, so that those who will be baptized in it may be ‘born of water and the Spirit.’[40]

Terjemahan: Baptisan air dikuduskan oleh suatu doa dari epiclesis (atau pada saat ini atau pada Malam Paskah). Gereja meminta Allah supaya melalui AnakNya kuasa dari Roh Kudus dikirimkan ke atas / kepada air, sehingga mereka yang akan dibaptiskan di dalamnya bisa ‘dilahirkan dari air dan Roh.’

Catatan: saya tidak tahu arti dari kata ‘epiclesis’.

1239: The essential rite of the sacrament follows: Baptism properly speaking. It signifies and actually brings about death to sin and entry into the life of the Most Holy Trinity through configuration to the Paschal mystery of Christ. Baptism is performed in the most expressive way by triple immersion in the baptismal water. However, from ancient times it has also been able to be conferred by pouring the water three times over the candidate's head.

Terjemahan: Upacara sakramen yang sangat perlu menyusul: sebenarnya Baptisan. Itu berarti / menandakan dan betul-betul menghasilkan kematian terhadap dosa dan jalan masuk ke dalam kehidupan dari Tritunggal yang Paling Kudus melalui bentuk misteri Paschal dari Kristus. Baptisan dilakukan dalam cara yang paling berarti dengan 3 x penyelaman dalam air baptisan. Tetapi, dari jaman kuno itu juga bisa diberikan dengan pencurahan air 3 x ke atas kepala calon.

Catatan: dalam kamus Webster dikatakan bahwa kata ‘Paschal’ bisa berhubungan dengan Paskah Perjanjian Lama (hari keluarnya Israel dari Mesir), atau Paskah Perjanjian Baru (hari kebangkitan Kristus). Saya tidak mengerti apa yang mereka maksud dengan istilah ‘misteri Paschal dari Kristus’,

1243: The white garment symbolizes that the person baptized has ‘put on Christ,’[42] has risen with Christ. The candle, lit from the Easter candle, signifies that Christ has enlightened the neophyte. In him the baptized are ‘the light of the world.’[43]

The newly baptized is now, in the only Son, a child of God entitled to say the prayer of the children of God: ‘Our Father.’

Terjemahan: Jubah putih menyimbolkan bahwa orang yang dibaptis telah ‘mengenakan Kristus,’ telah bangkit bersama Kristus. Lilin, dinyalakan dari lilin Paskah, menandakan bahwa Kristus telah menerangi orang baru itu. Dalam Dia orang yang dibaptis itu adalah ‘terang dunia.’

Orang yang baru dibaptis itu sekarang, dalam satu-satunya Anak, adalah seorang anak Allah yang berhak untuk mengucapkan doa dari anak-anak Allah: ‘Bapa kami.’

1254: For all the baptized, children or adults, faith must grow after Baptism. For this reason the Church celebrates each year at the Easter Vigil the renewal of baptismal promises. Preparation for Baptism leads only to the threshold of new life. Baptism is the source of that new life in Christ from which the entire Christian life springs forth.

Terjemahan: Untuk semua orang yang dibaptis, anak-anak atau orang-orang dewasa, iman harus bertumbuh setelah Baptisan. Untuk alasan ini Gereja merayakan setiap tahun pada malam Paskah pembaharuan dari janji-janji baptisan. Persiapan untuk Baptisan membimbing hanya kepada ambang pintu dari kehidupan yang baru. Baptisan adalah sumber dari kehidupan baru dalam Kristus itu dari mana seluruh kehidupan Kristen keluar.

1257: The Lord himself affirms that Baptism is necessary for salvation.[59] He also commands his disciples to proclaim the Gospel to all nations and to baptize them.[60] Baptism is necessary for salvation for those to whom the Gospel has been proclaimed and who have had the possibility of asking for this sacrament.[61] The Church does not know of any means other than Baptism that assures entry into eternal beatitude; this is why she takes care not to neglect the mission she has received from the Lord to see that all who can be baptized are ‘reborn of water and the Spirit.’ God has bound salvation to the sacrament of Baptism, but he himself is not bound by his sacraments.

Terjemahan: Tuhan sendiri menegaskan bahwa Baptisan itu perlu untuk keselamatan. Ia juga memerintahkan murid-muridNya untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa dan untuk membaptis mereka. Baptisan adalah perlu untuk keselamatan dari mereka kepada siapa Injil telah diberitakan dan yang mempunyai kemungkinan meminta sakramen ini. Gereja tidak mengetahui cara lain selain Baptisan yang memastikan jalan masuk ke dalam kebahagiaan kekal; ini sebabnya mengapa ia berhati-hati untuk tidak mengabaikan misi yang telah ia terima dari Tuhan untuk melihat / mengusahakan bahwa semua yang bisa dibaptis ‘dilahirkan kembali dari air dan Roh.’ Allah telah mengikat keselamatan kepada sakramen baptisan, tetapi Ia sendiri tidak diikat oleh sakramen-sakramenNya.

1259: For catechumens who die before their Baptism, their explicit desire to receive it, together with repentance for their sins, and charity, assures them the salvation that they were not able to receive through the sacrament.

Terjemahan: Untuk pengikut katekisasi yang mati sebelum Baptisan, keinginan mereka yang explicit untuk menerimanya, bersama dengan pertobatan dari dosa-dosa mereka, dan amal / kasih, memastikan keselamatan mereka yang tidak bisa mereka terima melalui sakramen.

1260: ‘Since Christ died for all, and since all men are in fact called to one and the same destiny, which is divine, we must hold that the Holy Spirit offers to all the possibility of being made partakers, in a way known to God, of the Paschal mystery.’[62] Every man who is ignorant of the Gospel of Christ and of his Church, but seeks the truth and does the will of God in accordance with his understanding of it, can be saved. It may be supposed that such persons would have desired Baptism explicitly if they had known its necessity.

Terjemahan: ‘Karena Kristus mati untuk semua, dan karena semua orang dalam faktanya dipanggil ke tujuan yang satu dan yang sama, yang bersifat ilahi, kita harus percaya bahwa Roh Kudus menawarkan kepada semua kemungkinan untuk menjadi pengambil-pengambil bagian, dalam suatu cara yang diketahui Allah, tentang misteri Paschal.’ Setiap orang yang tidak mengetahui Injil Kristus dan GerejaNya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pengertiannya tentang hal itu, bisa diselamatkan. Bisa dianggap bahwa orang-orang seperti itu akan menginginkan Baptisan secara explicit seandainya mereka mengetahui perlunya hal itu.

1263: By Baptism all sins are forgiven, original sin and all personal sins, as well as all punishment for sin.[65] In those who have been reborn nothing remains that would impede their entry into the Kingdom of God, neither Adam's sin, nor personal sin, nor the consequences of sin, the gravest of which is separation from God.

Terjemahan: Oleh Baptisan semua dosa-dosa diampuni, dosa asal dan semua dosa-dosa pribadi, maupun semua hukuman untuk dosa. Dalam mereka yang telah dilahirkan kembali tidak ada apapun yang tertinggal yang akan menghalangi masuknya mereka ke dalam Kerajaan Allah, tidak dosa Adam, ataupun dosa pribadi, atau konsekwensi dari dosa, dimana yang paling berat darinya adalah perpisahan dari Allah.

1265: Baptism not only purifies from all sins, but also makes the neophyte ‘a new creature,’ an adopted son of God, who has become a ‘partaker of the divine nature,’[68] member of Christ and co-heir with him,[69] and a temple of the Holy Spirit.[70]

Terjemahan: Baptisan bukan hanya memurnikan dari semua dosa-dosa, tetapi juga membuat orang baru itu ‘suatu ciptaan baru,’ seorang anak adopsi dari Allah, yang telah menjadi seorang ‘pengambil bagian dari hakekat ilahi,’ anggota dari Kristus dan rekan ahli waris dengan Dia, dan suatu bait dari Roh Kudus.

1266: The Most Holy Trinity gives the baptized sanctifying grace, the grace of justification:

· enabling them to believe in God, to hope in him, and to love him through the theological virtues;

· giving them the power to live and act under the prompting of the Holy Spirit through the gifts of the Holy Spirit;

· allowing them to grow in goodness through the moral virtues.

Thus the whole organism of the Christian’s supernatural life has its roots in Baptism.

Terjemahan: Tritunggal yang Paling Kudus memberikan kepada orang yang dibaptis kasih karunia yang menguduskan, kasih karunia pembenaran:

· memampukan mereka untuk percaya kepada Allah, berharap kepadaNya, dan mengasihi Dia melalui kebaikan-kebaikan teologis;

· memberi mereka kuasa untuk hidup dan bertindak di bawah dorongan Roh Kudus melalui karunia-karunia Roh Kudus;

· mengijinkan mereka untuk bertumbuh dalam kebaikan melalui kebaikan-kebaikan moral.

Maka / karena itu seluruh organisme dari kehidupan supranatural Kristen mempunyai akarnya dalam Baptisan.

3) “oleh kebangkitan Yesus Kristus”.

Calvin: “By these words he teaches us that we are not to cleave to the element of water, and that what is thereby typified flows from Christ alone, and is to be sought from him. ... the resurrection was victory over death and the completion of our salvation. We hence learn that the death of Christ is not excluded, but is included in his resurrection. We then cannot otherwise derive benefit from baptism, than by having all our thoughts fixed on the death and the resurrection of Christ” (= Oleh kata-kata ini ia mengajar kita bahwa kita tidak boleh berpegang erat-erat / menggantungkan diri pada eleman air, dan bahwa apa yang digambarkan olehnya mengalir dari Kristus saja, dan harus dicari dari Dia. ... kebangkitan adalah kemenangan atas kematian dan penyempurnaan / penyelesaian dari keselamatan kita. Karena itu kita belajar bahwa kematian Kristus tidak dibuang, tetapi tercakup dalam kebangkitanNya. Maka kita tidak bisa mendapatkan manfaat dari baptisan dengan cara lain dari pada dengan memancangkan seluruh pemikiran kita pada kematian dan kebangkitan Kristus) - hal 119.

Calvin memang menganggap bahwa kalau dalam Kitab Suci disebutkan tentang kematian Kristus saja, maka kita juga harus mengingat akan kebangkitanNya. Dan juga sebaliknya, kalau hanya disebutkan tentang kebangkitan Kristus saja, maka kita juga harus mengingat akan kematianNya.

Calvin: “So then, let us remember that whenever mention is made of His death alone, we are to understand at the same time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche applies to the word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from death, we are to understand it as including what has to do especially with His death” (= Jadi, marilah kita mengingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematian­Nya, kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam kebangkitanNya. Juga ‘synecdoche’ yang sama berlaku terhadap kata ‘kebangkitan’: kalau kata itu disebut­kan terpisah dari kematian, kita harus menafsirkan kata itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XVI, No 13.

Ay 22: “yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya”.

1) “yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga”.

Bagian ini ditambahkan untuk menunjukkan bahwa Kristus, setelah menderita dan dibunuh, lalu dibangkitkan dan ditinggikan / dimuliakan secara luar biasa. Ini berfungsi untuk memberi semangat kepada orang-orang percaya yang mengalami penganiayaan / penderitaan dalam mengikut Kristus. Kalau mereka bertekun, maka mereka juga akan dimuliakan pada akhirnya.

Matthew Henry: “The apostle, having mentioned the death and resurrection of Christ, proceeds to speak of his ascension, and sitting at the right hand of the Father, as a subject fit to be considered by these believers for their comfort in their suffering condition, v. 22. If the advancement of Christ was so glorious after his deep humiliation, let not his followers despair, but expect that after these short distresses they shall be advanced to transcendent joy and glory” (= Sang rasul, setelah menyebutkan kematian dan kebangkitan Kristus, melanjutkan dengan berbicara tentang kenaikanNya ke surga dan duduknya Kristus di sebelah kanan Bapa, sebagai suatu pokok pembicaraan yang cocok untuk dipertimbangkan oleh orang-orang percaya ini untuk penghiburan mereka dalam kondisi menderita mereka, ay 22. Jika kemajuan Kristus begitu mulia setelah perendahanNya yang dalam, hendaklah pengikut-pengikutNya tidak putus asa, tetapi berharap bahwa setelah kesukaran-kesukaran / kesusahan-kesusahan yang singkat ini mereka akan dimajukan kepada sukacita dan kemuliaan yang luar biasa / melampaui segala-galanya).

Barnes’ Notes: “The reason why the apostle here adverts to the fact that the Lord Jesus is raised up to the right hand of God, and is so honored in heaven, seems to have been to encourage those to whom he wrote to persevere in the service of God, though they were persecuted. The Lord Jesus was in like manner persecuted. He was reviled, and rejected, and put to death. Yet he ultimately triumphed. He was raised from the dead, and was exalted to the highest place of honor in the universe. Even so they, if they did not faint, might hope to come off in the end triumphant. As Noah, who had been faithful and steadfast when surrounded by a scoffing world, was at last preserve by his faith from ruin, and as the Redeemer, though persecuted and put to death, was at last exalted to the right hand of God, so would it be with them if they bore their trials patiently, and did not faint or fail in the persecutions which they endured” (= Alasan mengapa sang rasul di sini meminta perhatian pada fakta bahwa Tuhan Yesus diangkat ke sebelah kanan Allah, dan begitu dihormati di surga, kelihatannya adalah untuk memberi semangat kepada mereka kepada siapa ia menulis untuk bertekun dalam pelayanan Allah, sekalipun mereka dianiaya. Tuhan Yesus juga dianiaya dengan cara yang sama. Ia dicerca, dan ditolak, dan dibunuh. Tetapi akhirnya Ia menang. Ia dibangkitkan dari antara orang mati, dan ditinggikan ke tempat kehormatan yang tertinggi di alam semesta. Begitu juga mereka, jika mereka tidak menjadi lemah, bisa berharap untuk keluar pada akhirnya sebagai pemenang. Seperti Nuh, yang telah setia dan tabah pada waktu dikelilingi oleh dunia yang mengejek, pada akhirnya dipelihara oleh imannya dari kehancuran, dan seperti sang Penebus, sekalipun dianiaya dan dibunuh, pada akhirnya ditinggikan di sebelah kanan Allah, demikian juga akan terjadi dengan mereka jika mereka menanggung pencobaan / ujian dengan sabar, dan tidak menjadi lemah atau gagal dalam penganiayaan-penganiayaan yang mereka pikul).

Bandingkan dengan:
Ro 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”.
2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami”.
Gal 6:9 - “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah”.
1Kor 15:58 - “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”.

2) “sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya”.

Pulpit Commentary: “All the angels of God in the various grades of the heavenly hierarchy, are made subject to Christ. The words seem to include, especially when read in comparison with Col. 2:15, the evil angels also; they are made subject against their will to Christ; He can restrain their malice and save his people from their power” (= Semua malaikat Allah dalam tingkat-tingkat yang bermacam-macam dari hirarkhi surgawi, dibuat tunduk kepada Kristus. Kata-kata itu, khususnya pada waktu dibaca dalam perbandingan dengan Kol 2:15, kelihatannya mencakup malaikat-malaikat yang jahat juga; mereka dibuat tunduk kepada Kristus bertentangan dengan kehendak mereka; Ia bisa mengekang kebencian mereka dan menyelamatkan umatNya dari kuasa mereka) - hal 138.

Petrus mengatakan bahwa semua malaikat ditaklukkan kepada Kristus. Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus bukan malaikat Mikhael seperti yang diajarkan oleh Saksi Yehuwa

I Petrus 4:1-6

Ay 1: “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,”.

1) “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani”.

KJV: ‘Forasmuch then as Christ hath suffered for us in the flesh, arm yourselves likewise with the same mind: for he that hath suffered in the flesh hath ceased from sin’ (= Melihat bahwa Kristus telah menderita untuk kita dalam daging, persenjatailah dirimu sendiri juga dengan pikiran yang sama: karena ia yang telah menderita dalam daging, telah berhenti dari dosa).

NIV: ‘Therefore, since Christ suffered in his body, arm yourselves also with the same attitude, because he who has suffered in his body is done with sin’ (= Karena itu, karena Kristus menderita dalam tubuhNya, persenjatailah dirimu sendiri dengan sikap yang sama, karena ia yang telah menderita dalam tubuhnya sudah selesai dengan dosa).

Catatan:

· Untuk bagian yang saya beri garis bawah ada manuscripts yang berbunyi ‘died’ (= telah mati) / ‘hath suffered death’ (= telah mengalami kematian).

· Untuk bagian yang saya cetak miring:

¨ ada manuscripts yang mengatakan ‘for us’ (= untuk kami / kita).

¨ ada yang mengatakan ‘for you’ (= untukmu).

¨ ada yang menghapus total kata-kata ini (seperti KS Indonesia, RSV, NASB, NIV).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “there is quite strong evidence to support the retention of the words ‘for us.’” (= ada bukti yang cukup kuat untuk mendukung dipertahankannya kata-kata ‘for us’ / ‘untuk kita’) - hal 148.

Tetapi Bruce Metzger (hal 604) tidak setuju bahwa kata-kata ini merupakan bagian yang orisinil, dengan alasan:

* manuscripts yang terbaik tak mempunyainya.

* kalau kata-kata itu orisinil, tidak ada alasan mengapa banyak manuscripts membuang / mengubahnya.

Calvin mengatakan bahwa ada 2 hal dalam mana orang kristen harus serupa dengan Kristus, yaitu:

a) Dalam menderita, dicela, dan sebagainya (ay 1).

Fil 3:10 - “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya”.

Yoh 15:20a - “Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu”.

Mat 10:25 - “Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya”.

b) Dalam hidup yang kudus / mematikan daging / dosa (ay 2).

Ro 6:4 - “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”.

Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan (hal 121 footnote) bahwa mulai 3:14-4:6 pokok pembicaraan adalah ‘menderita secara tidak adil’, atau ‘menderita demi kebenaran’. Pada 3:19 Petrus menyimpang dari pokok pembicaraan tersebut, dan sekarang pada 4:1 ia kembali pada pokok pembicaraan tersebut, dimana ia memerintahkan / menasehatkan kita untuk mau / rela menderita seperti Kristus, dan memikulnya dengan sabar.

Pada waktu kita diperlakukan secara tidak baik, apa maksudnya kalau kita harus sabar?

1. Kalau kita langsung melampiaskan kemarahan / emosi kita misalnya dengan melengos, merengut, berbicara dengan sinis, membanting pintu / barang, membentak, memaki-maki, memukul dan sebagainya, itu jelas bukan sabar. Ini disebut sebagai sikap ‘aggressive’.

2. Kalau kita marah tetapi menahan diri dengan memendam saja semua kemarahan itu, ini merupakan cara yang salah untuk bersabar. Mengapa? Karena kalau kesalahan terhadap kita itu dilakukan terus menerus, maka lambat atau cepat, apa yang dipendam itu akan meledak, dan pada saat itu terjadi, maka manifestasinya akan lebih buruk dari pada kalau kemarahan itu langsung dilampiaskan. Sikap ini disebut ‘non-assertive’ (to assert = menyatakan; non assertive = tidak menyatakan).

3. Kalau kita langsung menyatakan ketidak-senangan kita, tetapi dengan cara baik-baik, maka itulah kesabaran / penguasaan diri yang benar. Sikap ini disebut ‘assertive’.

Di Indonesia jarang ada orang yang bisa melakukan sikap yang ketiga. Biasanya atau yang pertama atau yang kedua.

Dalam keluarga / persahabatan, kita harus mengijinkan dan bahkan mendorong orang untuk melakukan sikap ketiga ini. Dan ini jelas tidak akan terjadi, kalau kita tidak mau mendengar apa yang dikatakan orang itu kepada kita. Misalnya ia baru mau menjelaskan / menyatakan pandanganya, kita langsung menyela dengan kata-kata ‘tutup mulut!’, atau ‘sudah, aku tak mau dengar!’, atau ‘jangan membantah!’. Dengan melakukan hal seperti itu, maka lain kali orang itu akan makin segan untuk bersikap ‘assertive’.

2) “kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian”.

a) Persatuan dengan Kristus membuat kita harus membuang dosa.

Jay E. Adams mengatakan bahwa kata-kata ‘Jadi, karena’ pada awal ay 1, menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara text ini dengan text sebelumnya. Pada text sebelumnya (3:21-22), Petrus berbicara tentang baptisan. Baptisan mempersatukan orang percaya dengan Kristus, sehingga orang percaya diidentikkan dengan Kristus. Karena itu, kalau Kristus telah mati dalam daging (artinya bukan ‘berhenti berbuat dosa’, tetapi ‘tidak berbuat dosa’), demikian juga dengan orang percaya.

Bdk. ay 1: “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa”.

Jay E. Adams: “If we have been identified with Christ by baptism, and Christ has suffered (died) in the flesh, so have we. Arming ourselves with that thought can help us to part ways with sin and strike out on new paths of righteousness for His Name’s sake” [= Jika kita telah dijadikan identik dengan Kristus oleh baptisan, dan Kristus telah menderita (mati) dalam daging, demikian juga kita. Dengan mempersenjatai diri kita sendiri dengan pemikiran itu bisa menolong kita untuk berpisah dengan dosa dan menempuh jalan kebenaran yang baru demi NamaNya] - hal 122.

Jay E. Adams: “While we live in the flesh, we need no longer follow the flesh” (= Sementara kita hidup dalam daging, kita tidak perlu mengikuti daging) - hal 124.

2Tim 2:19b - “‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

b) Penderitaan Kristus bagi kita menyebabkan kita harus membuang dosa.

Alexander Nisbet mengatakan bahwa penekanan bagian ini adalah supaya orang-orang percaya membuang perbudakan dari dosa. Alasan yang diberikan di sini adalah: karena Kristus telah menderita bagi kita. Ini harus menjadi senjata bagi kita dalam menghadapi pencobaan. Jadi, Kristus mati bagi kita bukan hanya untuk menyelamatkan kita, tetapi juga supaya kita maju dalam pengudusan.

Bandingkan dengan:

Ro 6:6 - “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa”.

2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

c) Bagian ini juga menunjukkan bahwa pada saat orang Kristen menderita, matanya harus diarahkan kepada penderitaan Kristus.

Pulpit Commentary: “To gain the blessed fruit of suffering, the eye of the suffering Christian must be fixed upon the suffering Lord” (= Untuk mendapatkan buah yang diberkati dari penderitaan, mata dari orang Kristen yang menderita harus diarahkan dengan tetap kepada Tuhan yang menderita) - hal 177.

Ibr 12:2-4 - “(2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (3) Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (4) Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah”.

d) Dari kata-kata ini, khususnya dari kata ‘mempersenjatai’, ada 2 hal yang bisa didapatkan:

1. Ada pertempuran / peperangan yang harus dilakukan dalam membuang dosa.

Ini bukan merupakan hal yang mudah, alamiah, otomatis, dan sebagainya. Sebaliknya, kita harus bertempur / berjuang mati-matian untuk bisa membuang dosa.

2. Pikiran (yang Alkitabiah) bisa digunakan sebagai senjata dalam pertempuran / peperangan itu. Bdk. Ef 6:17b - “... pedang Roh, yaitu firman Allah”.

3) “karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa”.

Kata ‘barangsiapa’ ini salah; TB2-LAI menterjemahkan ‘siapa’ dan sama salahnya.

Penterjemahan ‘barangsiapa’ / ‘siapa’ ini memastikan bagian ini menunjuk kepada manusia secara umum, dan tidak mungkin menunjuk kepada Kristus. Padahal sebetulnya belum tentu demikian.

KJV: ‘for he that hath suffered in the flesh hath ceased from sin’ (= karena ia yang telah menderita dalam daging telah berhenti dari dosa).

Calvin dan Alexander Nisbet menolak kalau bagian ini dikatakan menunjuk kepada Kristus, dan menganggap bahwa bagian ini menunjuk secara umum kepada semua orang percaya. Dan Calvin menyamakan bagian ini dengan Roma 6:7 - “Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa”.

Tetapi Editor dari Calvin’s Commentary menganggap bahwa bagian ini menunjuk kepada Kristus, dan kata-kata ‘berhenti berbuat dosa’ ia artikan ‘tidak berdosa’.

Tetapi boleh dikatakan semua penafsir mengikuti jejak Calvin dengan menganggap bahwa anak kalimat ini menunjuk kepada orang percaya, bukan kepada Kristus.

Jay E. Adams: “he says Christ’s death means that He is done with sins (never again must He bear them to a cross and die for them). So too, he continues, you who have died (in Christ) have come to a parting of the ways with sin ... That is the message of verse 1” [= ia berkata kematian Kristus berarti bahwa Ia telah selesai dengan dosa (Ia tidak pernah harus memikulnya lagi pada kayu salib dan mati untuk mereka). Demikian juga, ia melanjutkan, kamu yang telah mati (dalam Kristus) telah sampai pada suatu perpisahan dengan dosa. ... Itu adalah pesan / berita dari ayat 1] - hal 122.

Matthew Henry: “The word ‘flesh’ in the former part of the verse signifies Christ’s human nature, but in the latter part it signifies man’s corrupt nature” (= Kata ‘daging’ dalam bagian permulaan dari ayat itu menunjukkan hakekat manusia dari Kristus, tetapi pada bagian yang belakangan itu menunjukkan hakekat dari manusia yang rusak / jahat).

Pulpit Commentary: “Some, again, understand this clause of Christ: but this seems a mistake. The apostle spoke first of the Master; now he turns to the disciple” (= lagi-lagi, sebagian orang menganggap anak kalimat ini berbicara tentang Kristus; tetapi ini kelihatannya merupakan suatu kesalahan. Sang rasul berbicara pertama-tama tentang Tuan / Gurunya; sekarang ia berpindah / berbelok kepada murid) - hal 170.

Barnes’ Notes: “To ‘suffer in the flesh’ is to die. The expression here has a proverbial aspect, and seems to have meant something like this: ‘when a man is dead, he will sin no more;’ referring of course to the present life. So if a Christian becomes dead in a moral sense - dead to this world, dead by being crucified with Christ ... he may be expected to cease from sin. The reasoning is based on the idea that there is such a union between Christ and the believer that his death on the cross secured the death of the believer to the world. Compare 2 Tim. 2:11; Col. 2:20; 3:3.” (= ‘Menderita dalam daging’ artinya mati. Ungkapan di sini mempunyai aspek pepatah, dan kelihatannya berarti seperti ini: ‘pada waktu seseorang mati, ia tidak akan berbuat dosa lagi’; tentu saja menunjuk pada kehidupan sekarang ini. Jadi, jika seorang Kristen menjadi mati dalam arti moral - mati terhadap dunia ini, mati dengan disalibkan dengan Kristus ... ia bisa diharapkan untuk berhenti dari dosa. Pemikirannya didasarkan pada gagasan bahwa ada suatu persatuan sedemikian rupa antara Kristus dengan orang percaya sehingga kematianNya pada kayu salib memastikan kematian dari orang percaya bagi dunia. Bandingkan 2Tim 2:11; Kol 2:20; 3:3).

2Tim 2:11 - “Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia”.

Kolose 2:20 - “Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia”.

Kol 3:3 - “Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah”.

Bandingkan juga dengan Gal 2:20 - “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku”.

Wycliffe Bible Commentary: “He who has shared Christ’s cross no longer is alive to the pull of sin through the ordinary human desires, but is alive only to the pull of God’s will (Gal 6:14)” [= Ia yang telah ikut mengalami salib Kristus tidak lagi hidup bagi tarikan dari dosa melalui keinginan-keinginan manusia biasa, tetapi ia hidup hanya bagi tarikan dari kehendak Allah (Gal 6:14)].

Gal 6:14 - “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia”.

Ay 2: “supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah”.

1) Pulpit Commentary mengatakan (hal 170) bahwa ay 2 ini berhubungan dengan ay 1a bukan dengan ay 1b. Jadi, ay 1b seakan-akan diletakkan dalam tanda kurung.

Ay 1-2: “(1) Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, [- karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,] (2) supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.”.

2) Kata-kata ‘waktu yang sisa’ secara implicit menunjukkan waktu yang hanya tinggal sedikit, dan juga menunjukkan bahwa pembuangan dosa itu merupakan sesuatu yang mendesak, dan tidak boleh ditunda-tunda.

3) Mortification dan Vivification.

a) Keinginan manusia dan kehendak Allah.

1. Kata-kata ‘keinginan manusia’ oleh KJV diterjemahkan ‘the lusts of men’ (= nafsu-nafsu manusia).

Matthew Henry: “The lusts of men are the springs of all their wickedness, James 1:13-14. Let occasional temptations be what they will, they could not prevail, were it not for men’s own corruptions” (= Nafsu-nafsu manusia merupakan sumber dari semua kejahatan mereka, Yak 1:13-14. Biarlah pencobaan-pencobaan sekali-sekali melakukan apa yang mereka mau, mereka tidak bisa menang, seandainya itu bukan karena kejahatan manusia sendiri).

Yak 1:13-14 - “(13) Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. (14) Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya”.

2. Kata ‘kehendak Allah’ di sini tidak boleh diartikan ‘Rencana Allah yang tersembunyi’, tetapi ‘kehendak Allah yang dinyatakan’ yaitu ‘Firman Tuhan’. Dan pengudusan memang merupakan kehendak Allah (1Tes 4:3).

Matthew Henry: “All good Christians make the will of God, not their own lusts or desires, the rule of their lives and actions” (= Semua orang-orang kristen yang baik / saleh membuat kehendak Allah, dan bukannya nafsu atau keinginan mereka sendiri, sebagai peraturan dari kehidupan dan tindakan mereka).

Bdk. 2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

b) Kontras antara keinginan / nafsu manusia dengan kehendak Allah.

Calvin: “We ought further to notice the contrast between God’s will and the covetings or lusts of men” (= Selanjutnya, kita harus memperhatikan kontras antara kehendak Allah dan keinginan-keinginan atau nafsu-nafsu manusia) - hal 122.

2 hal ini memang kontras, dan karena itu kita juga harus bersikap kontras terhadap kedua hal ini. Yang satu harus dimatikan, yang lain harus ditumbuhkan / dikuatkan.

c) Mortification dan Vivification.

Kata-kata ‘jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia’ menunjukkan suatu tindakan menghancurkan / mematikan dosa (mortification), sedangkan kata-kata ‘tetapi menurut kehendak Allah’ menunjukkan suatu tindakan menghidupkan hal-hal yang baik dalam diri kita (vivification).

Calvin: “he includes here the two things in which renovation consists, the destruction of the flesh and the vivification of the spirit. The course of good living is thus to begin with the former, but we are to advance to the latter” (= ia memasukkan di sini 2 hal dalam mana pembaharuan terdiri, tindakan menghancurkan daging dan tindakan menghidupkan roh. Jalan dari kehidupan yang baik adalah mulai dengan yang pertama, tetapi kita harus maju kepada yang kedua) - hal 122.

Catatan: saya agak tak setuju dengan kata-kata yang saya garis-bawahi itu. Menurut saya kita harus melakukannya secara serentak / bersama-sama.

Mematikan dosa harus dilakukan bukan hanya dengan tidak menuruti tarikan dari dosa, tetapi bahkan dengan melakukan tindakan yang sebaliknya. Misalnya ada godaan untuk sombong, kita tak cukup hanya berusaha untuk tidak sombong, tetapi kita seharusnya bahkan melakukan hal-hal yang akan menyebabkan kita direndahkan.

Menghidupkan / menumbuhkan / menguatkan hal-hal yang baik, dilakukan dengan belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani, berbakti, memberi persembahan, dan sebagainya.

Kehidupan rohani seseorang tidak mungkin bisa bertumbuh / berhasil hanya dengan melakukan salah satu hal ini. Kalau saudara hanya melakukan yang pertama, maka tanpa yang kedua saudara tak akan mempunyai kekuatan untuk membuang / mematikan dosa. Sebaliknya, kalau saudara hanya melakukan yang kedua, maka dosa-dosa yang tidak saudara matikan akan merusak hal kedua ini. Doa menjadi sukar, hati menjadi tidak bersemangat dalam pelayanan, belajar Firman Tuhanpun akan jadi malas atau tidak akan mendapat apa-apa dari Tuhan, dan sebagainya.

Karena itu, kedua hal ini harus dilakukan bersama-sama.

Ay 3: “Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang”.

1) “Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah”.

a) Perbedaan terjemahan.

KJV: ‘For the time past of our life may suffice us to have wrought the will of the Gentiles’ (= Untuk kehidupan kita di masa lalu sudah cukup bagi kita untuk mengerjakan kemauan dari orang-orang non Yahudi).

1. Kitab Suci Indonesia menuliskan ‘kamu’, tetapi KJV menuliskan ‘us’ (= kita).

Perbedaan Kitab Suci Indonesia dan KJV terjadi karena perbedaan manuscripts. Ada manuscripts yang menuliskan ‘us’ (= kita) dan ada yang menuliskan ‘you’ (= kamu), dan ada yang menghapus kata ini sama sekali.

2. Kitab Suci Indonesia menuliskan ‘orang-orang yang tidak mengenal Allah’, sedangkan RSV/KJV/NASB menuliskan ‘Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi).

NIV: ‘pagans’ (= orang-orang kafir).

Lit: ‘nations’ (= bangsa-bangsa).

Secara hurufiah ini memang menunjuk kepada orang-orang non Yahudi.

Orang-orang Yahudi hidup seperti orang-orang non Yahudi padahal Allah telah memisahkan mereka dari bangsa-bangsa lain. Orang kristen juga sering seperti itu.

b) Ini merupakan alasan lain mengapa orang-orang kristen harus membuang dosa, yaitu karena dahulu mereka telah cukup lama hidup di dalamnya.

Barnes’ Notes: “They have spent sufficient time in this hopeless experiment. Life is short. Man has no time to waste. He may soon die - and at whatever period of life anyone may be who is living in sin, we may say to him that he has already wasted enough of life; he has thrown away enough of probation in a fruitless attempt to find happiness where it can never be found. For any purpose whatever for which anyone could ever suppose it to be desirable to live in sin, the past should suffice. But why should it ever be deemed desirable at all? The fruits of sin are always disappointment, tears, death, despair” (= Mereka telah menghabiskan cukup waktu dalam experimen yang tidak mempunyai pengharapan ini. Hidup itu pendek. Manusia tidak punya waktu untuk dibuang-buang / disia-siakan. Ia bisa mati dengan cepat - dan pada periode kehidupan yang manapun seseorang berada, yang sedang hidup dalam dosa, kita bisa berkata kepadanya bahwa ia telah cukup membuang-buang kehidupannya; ia telah cukup membuang masa percobaan dalam usaha yang tidak berbuah untuk mencari kebahagiaan dimana itu tidak pernah bisa ditemukan. Untuk tujuan apapun, untuk mana siapapun bisa menganggapnya sebagai sesuatu yang menarik untuk hidup dalam dosa, masa lalu seharusnya sudah cukup. Tetapi mengapa itu harus dianggap menarik? Buah dari dosa selalu adalah kekecewaan, air mata, kematian dan keputus-asaan).

Calvin: “the memory of our past life ought to stimulate us to repentance. ... it ought to be the sharpest goad to make us run on well, when we recollect that we have been wandering from the right way the greatest part of our life” (= ingatan tentang kehidupan yang lalu seharusnya merangsang / mendorong kita kepada pertobatan. ... itu seharusnya menjadi galah rangsang / tongkat penghalau yang paling tajam untuk membuat kita lari / berjalan terus dengan baik, pada waktu kita mengingat kembali bahwa kita telah mengembara dari jalan yang benar dalam sebagian besar dari kehidupan kita) - hal 123.

Tetapi yang sering terjadi adalah sebaliknya. Pada waktu orang kristen memandang ke belakang, mereka mengingat hal-hal berdosa yang menyenangkan yang dulu ada dalam kehidupan mereka dan mereka berharap bisa kembali kepada hal-hal itu.

Misalnya: piknik pada hari Minggu, berzinah, teman-teman yang kafir / brengsek, pacar yang tidak seiman, cara kerja yang bertentangan dengan Firman Tuhan, kesenangan-kesenangan yang bersifat dosa, dsb.

Ini seperti:

1. Orang-orang Israel yang ingin kembali ke Mesir.

Bil 11:4-6 - “(4) Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: ‘Siapakah yang akan memberi kita makan daging? (5) Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. (6) Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.’”.

Bil 11:18 - “Tetapi kepada bangsa itu haruslah kaukatakan: Kuduskanlah dirimu untuk besok, maka kamu akan makan daging; sebab kamu telah menangis di hadapan TUHAN dengan berkata: Siapakah yang akan memberi kami makan daging? Begitu baik keadaan kita di Mesir, bukan? - TUHAN akan memberi kamu daging untuk dimakan”.

Bil 21:5 - “Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: ‘Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.’”.

2. Istri Lot memandang pada apa yang telah ia tinggalkan (Kej 19:26).

Karena itu ada peringatan dalam Luk 9:62 - “Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

2) “Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang”.

Macam-macam dosa yang dibicarakan adalah:

a) ‘rupa-rupa hawa nafsu’.

KJV: ‘lasciviousness’ (= hal-hal yang menimbulkan nafsu berahi / gairah, atau hal-hal yang kotor, kecerobohan).

RSV: ‘licentiousness’ (= ketidak-bermoralan).

NIV: ‘debauchery’ (= penyimpangan moral / pemuasan nafsu, khususnya secara sexuil).

NASB: ‘sensuality’ (= kesenangan untuk memuaskan diri secara daging / sexuil).

b) ‘keinginan’.

KJV/NASB: ‘lusts’ (= nafsu-nafsu).

RSV: ‘passions’ (= nafsu-nafsu).

NIV: ‘lust’ (= nafsu).

Alexander Nisbet: “strong and burning desires which are in unrenewed hearts after more and more wickedness, especially their sinful pleasures” (= keinginan-keinginan yang kuat dan membakar di dalam hati yang belum diperbaharui yang mengejar kejahatan yang makin lama makin banyak, khususnya kesenangan-kesenangan mereka yang berdosa) - hal 157.

c) ‘kemabukan’.

KJV: ‘excess of wine’ (= anggur yang berlebihan).

RSV/NIV/NASB: ‘drunkenness’ (= kemabukan).

Orang Kristen tidak dilarang untuk minum anggur / minuman keras. Yang dilarang adalah minum terlalu banyak sehingga mabuk. Tetapi ‘terlalu banyak’ merupakan sesuatu yang relatif, karena itu berbeda untuk:

· setiap orang. Ada yang bisa minum bir beberapa botol tanpa menjadi mabuk, ada juga yang menjadi mabuk biarpun minum hanya sedikit / ½ gelas.

· keadaan yang berbeda. Dalam keadaan perut kenyang, kita tak terlalu mudah mabuk. Tetapi dalam keadaan perut kosong, kita jauh lebih mudah untuk mabuk.

Jadi, orang Kristen harus sangat waspada terhadap minuman keras, karena kita seringkali tak menyadari bahwa kita sudah minum terlalu banyak.

Khususnya kalau saudara adalah seorang gadis, saya sangat tidak menganjurkan saudara untuk minum minuman keras bersama seorang laki-laki, apalagi pada waktu berduaan saja. Ini bisa menjadi bencana, pada saat saudara menjadi mabuk. Jangan sungkan untuk menolak ajakan untuk minum minuman keras! Kalau seseorang mendesak saudara untuk minum minuman keras, ia tidak menghormati saudara dan tak menghargai hak asazi saudara, dan adalah bodoh untuk merasa sungkan terhadap orang yang tak menghormati saudara!

Sekarang, dengan adanya narkotika, keadaan bisa menjadi semakin berbahaya. Seorang laki-laki dengan mudah bisa memasukkan obat tertentu ke dalam minuman / makanan seorang gadis, yang akan membuatnya pingsan atau lemas, dan lalu menyetubuhinya.

d) ‘pesta pora’.

KJV: ‘revellings’ (= kesuka-riaan).

RSV: ‘revels’ (= kesuka-riaan).

NIV: ‘orgies’ (= pesta pora yang gila-gilaan).

NASB: ‘carousals’ (= pesta minum yang meriah).

Matthew Henry: “It is a Christian’s duty not only to abstain from what is grossly wicked, but also from those things that are generally the occasions of sin, or carry the appearance of evil. Excess of wine and immoderate feasting are forbidden as well as lust and idolatry” (= Merupakan suatu kewajiban orang Kristen bukan hanya untuk menjauhkan diri dari apa yang jelas-jelas jahat, tetapi juga dari hal-hal yang pada umumnya menyebabkan terjadinya dosa, atau membawa rupa / penampilan dari kejahatan. Anggur yang berlebihan dan pesta yang tidak wajar / melewati batas, dilarang, sama seperti nafsu dan penyembahan berhala).

e) ‘perjamuan minum’.

KJV: ‘banquetings’ (= perjamuan / pesta makan).

RSV/NIV: ‘carousing’ (= pesta minum).

NASB: ‘drinking parties’ (= pesta minum).

Barnes’ Notes: “‘Banquetings’. The word used here potos occurs nowhere else in the New Testament. It means properly drinking; an act of drinking; then a drinking bout; drinking together. The thing forbidden by it is an assembling together for the purpose of drinking. There is nothing in this word referring to eating, or to banqueting, as the term is now commonly employed. The idea in the passage is, that it is improper for Christians to meet together for the purpose of drinking - as wine, toasts, etc. The prohibition would apply to all those assemblages where this is understood to be the main object. It would forbid, therefore, an attendance on all those celebrations in which drinking toasts is understood to be an essential part of the festivities, and all those where hilarity and joyfulness are sought to be produced by the intoxicating bowl. Such are not proper places for Christians” (= ‘Perjamuan / pesta makan’. Kata yang digunakan POTOS yang tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu secara benar berarti minum; suatu tindakan minum; lalu suatu pertandingan minum / saat minum; minum bersama. Hal yang dilarang olehnya adalah suatu pertemuan untuk tujuan minum. Tidak ada dalam kata ini yang menunjuk pada makan, atau pada perjamuan makan, seperti istilah ini sekarang digunakan. Gagasan dari text ini adalah bahwa merupakan sesuatu yang tidak cocok / benar bagi orang-orang Kristen untuk bertemu untuk tujuan minum, seperti anggur, toast, dsb. Larangan ini bisa diterapkan pada semua perkumpulan dimana hal ini dimengerti sebagai tujuan utama. Karena itu, ini melarang kehadiran di semua perayaan dalam mana minum dimengerti sebagai bagian penting dari perayaan, dan semua perayaan dimana kegembiraan dan kesukacitaan dicari / diusahakan untuk dihasilkan oleh mangkuk / cangkir minuman yang memabukkan. Perayaan seperti itu bukan merupakan tempat yang benar bagi orang-orang Kristen).

Catatan: sekarang ada pertemuan yang lebih membahayakan dan lebih salah lagi, yaitu bertemu untuk tujuan nyabu / menggunakan narkoba!

f) ‘penyembahan berhala yang terlarang’.

KJV/NASB: ‘abominable idolatries’ (= penyembahan berhala yang menjijikkan).

RSV: ‘lawless idolatry’ (= penyembahan berhala yang melawan hukum).

NIV: ‘detestable idolatry’ (= penyembahan berhala yang menjijikkan).

Barnes’ Notes: “‘And abominable idolatries’. Literally, unlawful idolatries; that is, unlawful to the Jews, or forbidden by their laws. Then the expression is used in the sense of wicked, impious, since what is unlawful is impious and wrong. That the vices here referred to were practiced by the pagan world is well known. ... That many who became Christians were guilty of them before their conversion is clear from this passage. The fact that they were thus converted shows the power of the gospel, and also that we should not despair in regard to those who are indulging in these vices now. They seem indeed almost to be hopeless, but we should remember that many who became Christians when the gospel was first preached, as well as since, were of this character. If they were reclaimed ... we should believe that those who are living in the same manner now may also be recovered” (= ‘Dan penyembahan berhala yang menjijikkan’. Secara hurufiah, ‘penyembahan berhala yang tidak sah’; yaitu, tidak sah bagi orang-orang Yahudi, atau dilarang oleh hukum-hukum mereka. Lalu ungkapan ini digunakan dalam arti ‘jahat’, ‘tidak saleh’ dan ‘salah’. Bahwa kejahatan yang dibicarakan di sini dipraktekkan oleh dunia kafir, merupakan sesuatu yang sudah terkenal. ... Bahwa banyak orang yang menjadi orang Kristen yang bersalah dalam hal ini sebelum pertobatan mereka, adalah jelas dari text ini. akta bahwa mereka kemudian bertobat menunjukkan kuasa dari injil, dan juga bahwa kita tidak boleh putus asa berkenaan dengan mereka yang memuaskan nafsu mereka dalam kejahatan ini sekarang. Mereka kelihatannya hampir tidak ada harapan, tetapi kita harus ingat bahwa banyak orang yang menjadi orang Kristen pada waktu Injil pertama-tama diberitakan, dan juga sejak saat itu, adalah dari karakter ini. Jika mereka bisa diperoleh kembali ... kita harus percaya bahwa mereka yang sekarang hidup dengan cara yang sama, juga bisa dimenangkan).

Jay E. Adams: “all these words in Peter’s list are in the plural, denoting the frequent, repetitive nature of these offenses and the fact that they took various forms” (= semua kata-kata dalam daftar Petrus ini ada dalam bentuk jamak, menunjukkan sifat sering dan berulang-ulang dari pelanggaran-pelanggaran ini dan fakta bahwa mereka mempunyai bermacam-macam bentuk) - hal 125.

Ay 4: “Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu”.

1) “Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama”.

KJV: ‘excess of riot’ (= kehidupan yang tidak dikekang secara berlebihan).

RSV: ‘wild profligacy’ (= ketidak-bermoralan yang liar).

NIV: ‘flood of dissipation’ (= banjir dari pemuasan nafsu).

NASB: ‘excess of dissipation’ (= pemuasan nafsu yang berlebihan).

Matthew Henry: “the temper and behaviour of true Christians seem very strange to ungodly men. That they should despise that which every one else is fond of, that they should believe many things which to others seem incredible, that they should delight in what is irksome and tedious, be zealous where they have no visible interest to serve, and depend so much upon hope, is what the ungodly cannot comprehend” (= karakter dan kelakuan dari orang Kristen yang sungguh-sungguh kelihatan sangat aneh bagi orang-orang jahat. Bahwa mereka meremehkan apa yang disenangi semua orang, bahwa mereka percaya banyak hal yang bagi banyak orang kelihatan tak masuk akal, bahwa mereka senang apa yang menjengkelkan dan membosankan, bersemangat dimana mereka tidak mempunyai kepentingan yang terlihat untuk dilayani, dan bergantung begitu banyak pada pengharapan, adalah apa yang orang-orang jahat tak bisa mengerti).

Barnes’ Notes: “they sometimes regard the conduct of Christians as amiable weakness; sometimes as superstition; sometimes as sheer folly; sometimes as madness; and sometimes as sourness and misanthropy. In all respects they esteem it strange” (= mereka kadang-kadang menganggap kelakuan dari orang-orang kristen sebagai kelemahan yang ramah; kadang-kadang sebagai takhyul; kadang-kadang sebagai semata-mata kebodohan; kadang-kadang sebagai kegilaan; dan kadang-kadang sebagai kemasaman dan kebencian kepada manusia lain. Dalam segala hal, mereka menilai itu aneh).

2) “dan mereka memfitnah kamu”.

KJV: ‘speaking evil of you’ (= berbicara jelek / jahat tentang kamu).

RSV: ‘they abuse you’ (= mereka memperlakukan dengan kejem / keji).

NIV: ‘they heap abuse on you’ (= mereka menumpuk caci maki kepada kamu).

NASB: ‘they malign you’ (= mereka memfitnah kamu).

Calvin mengatakan bahwa karena orang-orang kristen hidup berbeda dengan dunia maka orang-orang non kristen memfitnah dengan mengatakan bahwa orang kristen sengaja memisahkan diri mereka dari dunia.

Matthew Henry: “the best actions of religious people cannot escape the censures and slanders of those who are irreligious” (= tindakan-tindakan terbaik dari orang-orang yang religius tidak bisa menghindari kritikan dan fitnahan dari mereka yang tidak religius).

Jamieson, Fausset & Brown: “However, there is no Greek ‘of you;’ simply ‘blaspheming.’ It seems always used, either directly or indirectly, of impious reviling against God, Christ, the Holy Spirit, or the Christian religion; not merely against men as such” (= Tetapi, dalam Yunaninya tidak ada kata ‘kamu’; hanya ‘menghujat’. Ini kelihatannya selalu digunakan, langsung atau tidak langsung, tentang caci maki yang jahat terhadap Allah, Kristus, Roh Kudus, atau agama Kristen; tidak semata-mata terhadap manusia / orang Kristen).

Ay 5: “Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati”.

1) Dengan kata-kata ini Petrus menghibur orang kristen yang mengalami fitnahan dalam ay 4 tadi. Hiburannya adalah: Kristus akan menghakimi orang-orang kafir yang memfitnah mereka itu.

2) Mereka harus mempertanggung-jawabkan fitnahan / kata-kata mereka.

Yudas 1:15 - “hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan.’”.

Mat 12:33-37 - “(33) Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. (34) Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. (35) Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. (36) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (37) Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.’”.

Ay 6: “Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah”.

KJV: ‘For for this cause was the gospel preached also to them that are dead, that they might be judged according to men in the flesh, but live according to God in the spirit’ (= Karena, untuk alasan ini, injil diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka bisa dihakimi menurut manusia dalam daging, tetapi hidup menurut Allah dalam roh).

Menurut saya terjemahan yang terbaik, bahkan dari antara Kitab Suci Kitab Suci bahasa Inggris, adalah terjemahan KJV.

Ada beberapa penafsiran tentang 1Petrus 4:6 ini:

1) Orang mati itu ditafsirkan sebagai orang yang mati rohani, atau mati dalam dosa, tetapi masih hidup secara jasmani (Agustinus, Luther).

Matthew Henry: “Others take the expression, that they might be judged according to men in the flesh, in a spiritual sense, thus: The gospel was preached to them, to judge them, condemn them, and reprove them, for the corruption of their natures, and the viciousness of their lives, while they lived after the manner of the heathen or the mere natural man; and that, having thus mortified their sins, they might live according to God, a new and spiritual life” (= Orang-orang lain mengartikan ungkapan, ‘supaya mereka bisa dihakimi menurut manusia dalam daging’, dalam arti rohani, demikian: Injil telah diberitakan kepada mereka, untuk menghakimi mereka, mengecam mereka, dan memarahi mereka, karena kejahatan mereka dan ketidak-bermoralan kehidupan mereka, sementara mereka hidup menurut cara-cara orang kafir atau manusia daging; dan supaya, setelah dimatikan dosa-dosanya, mereka bisa hidup menurut Allah, suatu kehidupan yang baru dan rohani).

Matthew Henry: “The mortifying of our sins and living to God are the expected effects of the gospel preached to us” (= Pematian dari dosa-dosa kita dan kehidupan untuk Allah adalah hasil-hasil yang diharapkan dari pemberitaan injil kepada kita).

Catatan: di sini Matthew Henry hanya memberikan pandangan orang lain, bukan pandangannya sendiri.

Keberatan terhadap pandangan pertama ini: Ay 5 dan ay 6 berhubungan dekat, sehingga tak mungkin kata ‘mati’ dalam kedua ayat itu diartikan secara berbeda, yang satu dalam arti jasmani, yang lain dalam arti rohani.

Bdk. 1Pet 4:5-6 - “(5) Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati. (6) Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah”.

KJV: ‘(5) Who shall give account to him that is ready to judge the quick and the dead. (6) For for this cause was the gospel preached also to them that are dead, that they might be judged according to men in the flesh, but live according to God in the spirit’ [= (5) Yang akan memberi pertanggung-jawaban kepada Dia, yang siap untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. (6) Karena, untuk alasan ini injil diberitakan juga kepada mereka yang mati, supaya mereka bisa dihakimi menurut manusia dalam daging, tetapi hidup menurut Allah dalam roh].

Kata ‘For’ (= Karena) di awal ay 6 ini kelihatannya menghubungkan secara dekat ay 6 dengan ay 5. Dalam ay 5 kata ‘mati’ jelas berarti ‘mati secara jasmani’, dan karena itu merupakan sesuatu yang aneh kalau dalam ay 6, yang berhubungan dekat dengannya, kata ‘mati’ diartikan ‘mati secara rohani’ atau ‘mati dalam dosa’.

Pulpit Commentary: “The conjunction ‘for’ seems to link this verse closely to ver. 5, ... Some have thought that the word ‘dead’ is used metaphorically for the dead in trespasses and sins. But it seems scarcely possible to give the word a literal sense in ver. 5 and a metaphorical sense in ver. 6” [= Kata perangkai ‘karena’ / ‘itulah sebabnya’ kelihatannya menghubungkan ayat ini secara dekat dengan ay 5, ... Sebagian orang beranggapan bahwa kata ‘mati’ digunakan secara kiasan untuk orang yang mati dalam pelanggaran dan dosa. Tetapi kelihatannya tidak mungkin memberikan kata itu arti hurufiah dalam ay 5 dan arti kiasan dalam ay 6] - hal 171.

2) Ini betul-betul menunjuk pada penginjilan kepada orang yang sudah mati.

William Barclay: “It has been taken to mean quite simply ‘all the dead’. There can be little doubt that this third meaning is correct; Peter has just been talking about the descent of Christ to the place of the dead, and here he comes back to the idea of Christ preaching to the dead. No fully satisfactory meaning has ever been found for this verse, but we think that the best explanation is as follows. For mortal man, death is the penalty of sin. As Paul wrote: ‘Sin came into the world through one man and death through sin, and so death spread to all men because all men sinned’ (Romans 5:12). Had there been no sin, there would have been no death; and, therefore, death in itself is a judgment. So Peter says, all men have already been judged when they die; in spite of that Christ descended to the world of the dead and preached the gospel there, giving them another chance to live in the Spirit of God. In some ways this is one of the most wonderful verses in the Bible, for, if our explanation is anywhere near the truth, it gives a breath-taking glimpse of a gospel of a second chance” [= Ini diartikan ‘semua orang mati’. Tidak ada keraguan bahwa arti ketiga inilah yang benar; Petrus baru berbicara tentang turunnya Kristus ke tempat orang mati, dan di sini ia kembali kepada gagasan tentang Kristus yang berkhotbah kepada orang mati. Tidak ada arti yang memuaskan secara penuh yang pernah ditemukan untuk ayat ini, tetapi kami menganggap bahwa penjelasan yang terbaik adalah sebagai berikut. Untuk manusia yang fana, kematian adalah hukuman dosa. Seperti Paulus menuliskan: ‘Dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa’ (Roma 5:12). Seandainya tidak ada dosa, maka tidak akan ada kematian; dan karena itu kematian itu sendiri adalah suatu penghakiman / hukuman. Jadi Petrus berkata, semua orang telah dihakimi ketika mereka mati; sekalipun demikian Kristus turun ke dunia orang mati dan memberitakan Injil di sana, memberikan mereka kesempatan yang lain untuk hidup dalam Roh Allah. Dalam beberapa hal ini adalah salah satu ayat yang paling indah dalam Alkitab, karena, jika penjelasan kami dekat dengan kebenaran, itu memberikan suatu pandangan sekilas tentang suatu Injil dari kesempatan yang kedua] - hal 248-249.

A. T. Robertson: “Bigg takes it to mean that all men who did not hear the gospel message in this life will hear it in the next before the final judgment” (= Bigg menganggap bahwa ini berarti bahwa semua orang yang tidak pernah mendengar berita Injil dalam hidup ini akan mendengarnya dalam hidup yang akan datang sebelum penghakiman terakhir) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 124.

Pulpit Commentary: “The aorist EUENGGELISTHE directs our thoughts to some definite occasion. The absence of the article (KAI NEKROIS) should also be noticed; the words assert that the gospel was preached to dead persons - to some that were dead. These considerations lead us to connect the passage with ch. 3:19,20. There St. Peter tells us that Christ himself went and preached in the spirit ‘to the spirits in prison;’ then the gospel was preached, the good news of salvation was announced, to some that were dead. The article is absent both here and in ver. 5 (ZONTAS KAI NEKROUS). All men, quick and dead alike, must appear before the judgment-seat of Christ; so St. Peter may not have intended to limit the area of the Lord’s preaching in Hades here, as he had done in ch. 3. There he mentioned one section only of the departed; partly because the Deluge furnished a conspicuous example of men who suffered for evil doing, partly because he regarded it as a striking type of Christian baptism. Here, perhaps, he asserts the general fact - the gospel was preached to the dead; perhaps (we may not presume to dogmatize in a matter so mysterious, about which so little is revealed) to all the vast population of the underworld, who had passed away before the gospel times. Like the men of Tyre and Sidon, of Sodom and Gomorrah, they had not seen the works or heard the words of Christ during their life on the earth; now they heard from the Lord himself what he had done for the salvation of mankind. Therefore God was ready to judge the quick and the dead, for to both was the gospel preached” [= Bentuk lampau EUENGGELISTHE (= diberitakan injil) mengarahkan pikiran kita kepada saat / peristiwa tertentu. Tidak adanya kata sandang (KAI NEKROIS = juga / bahkan orang mati) juga harus diperhatikan; kata-kata itu menegaskan bahwa injil diberitakan kepada orang-orang mati - kepada beberapa orang yang mati. Pertimbangan-pertimbangan ini memimpin kita untuk menghubungkan text ini dengan pasal 3:19,20. Di sana Santo Petrus memberitahu kita bahwa Kristus sendiri pergi dan berkhotbah dalam roh ‘kepada roh-roh yang di dalam penjara’; saat itu injil diberitakan, kabar baik tentang keselamatan diumumkan, kepada sebagian orang yang sudah mati. Kata sandang tidak ada baik di sini maupun dalam ay 5 (ZONTAS KAI NEKROUS = orang hidup dan orang mati). Semua orang, hidup atau mati, harus muncul di hadapan takhta penghakiman Kristus; jadi di sini Santo Petrus tidak bermaksud untuk membatasi daerah pemberitaan Tuhan di Hades, seperti yang telah ia lakukan dalam pasal 3. Di sana ia menyebutkan hanya satu bagian dari orang-orang yang sudah mati; karena Air Bah memberi contoh yang menyolok tentang orang-orang yang menderita karena berbuat jahat, dan juga karena ia menganggap Air Bah itu sebagai type yang menyolok untuk baptisan Kristen. Di sini, mungkin ia menekankan fakta itu secara umum - injil diberitakan kepada orang mati; mungkin (kami tidak mau bersikap dogmatik dalam persoalan yang begitu misterius, tentang mana dinyatakan begitu sedikit) kepada semua penduduk dari dunia orang mati, yang telah mati sebelum jaman injil. Seperti orang-orang Tirus dan Sidon, Sodom dan Gomora, mereka belum melihat pekerjaan-pekerjaan atau mendengar kata-kata dari Kristus selama hidup mereka di bumi; sekarang mereka mendengar dari Tuhan sendiri apa yang telah Ia lakukan untuk keselamatan umat manusia. Karena itu Allah siap untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati, karena injil telah diberitakan kepada mereka] - hal 171.

Mungkin penafsir ini menyebutkan Tirus, Sidon, Sodom, dan Gomora, karena adanya ayat-ayat yang berbunyi:

· Mat 10:15 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu”.

· Mat 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. (24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.’”.

Terhadap penafsiran ini perlu dingat bahwa:

¨ dalam sepanjang Kitab Suci orang-orang Sodom dan Gomora dijadikan simbol / contoh kejahatan, dan hukuman atas mereka juga dijadikan peringatan terhadap orang-orang jahat (Yes 1:9-10 3:9 13:19 Yer 23:14 49:18 Ro 9:29 2Pet 2:6).

¨ Tirus, Sidon, Sodom dan Gomora dikatakan punya ‘tanggungan’ (yang jelas menunjuk pada ‘hukuman’) pada hari penghakiman, sekalipun tanggungan itu lebih ringan dari kota-kota yang mendengar pemberitaan Kristus.

Mat 10:15 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu”.

Mat 11:22,24 - “(22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. ... (24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.’”.

¨ Untuk Sodom dan Gomora bahkan dikatakan telah menanggung siksaan api kekal.

Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.

Ayat ini seharusnya membuang dari pikiran kita bahwa orang-orang Sodom dan Gomora mungkin bertobat di Hades dan diselamatkan! Perhatikan kata-kata ‘telah menanggung siksaan api kekal’.

Pulpit Commentary: “‘That they might be judged according to men in the flesh, but live according to God in the spirit.’ The gospel was preached to the dead for this end (EIS TOUTO), that they might be judged indeed (HINA KRITHOSI MEN), but nevertheless live (ZOSI DE). ... The meaning seems to be - the gospel was preached to the dead, that though they were judged, yet they might live” [= ‘Supaya mereka bisa dihakimi menurut manusia dalam daging, tetapi hidup menurut Allah dalam roh’. Injil diberitakan kepada orang mati untuk tujuan ini (EIS TOUTO) supaya mereka dihakimi (HINA KRITHOSI MEN), tetapi hidup (ZOSI DE). ... Kelihatannya artinya adalah: injil diberitakan kepada orang mati, sehingga sekalipun mereka dihakimi, tetapi mereka bisa hidup] - hal 171-172.

Ia lalu membandingkan dengan 1Kor 5:5 - “orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan”.

Pulpit Commentary menambahkan lagi: “The verb KRITHOSI, ‘might be judged,’ is aorist, as describing a single fact; the verb ZOSI, ‘might live,’ is present, as describing a continual state” (= Kata kerja KRITHOSI, ‘supaya bisa dihakimi’, ada dalam bentuk aorist / lampau, karena menggambarkan fakta yang terjadi satu kali; kata kerja ZOSI, ‘bisa hidup’, ada dalam bentuk present, karena menggambarkan keadaan yang terus menerus) - hal 172.

Pulpit Commentary: “But if all are to be judged, all must have the gospel preached to them; or the judgment would be partial, unjust, unrighteous. ... Hence the good tidings had been preached ‘to the dead.’ ‘Spirits in prison’ were visited by the Redeemer; to the dead Christ goes with his boundless gospel of righteousness and mercy. The myriads in the Roman empire in Peter’s day who died without a single note of the evangel falling on their ears - died in gross corruption and bewildering superstitions of heathenism, are yet to be met with the offers of mercy, with the provisions of the gospel, and with the love of Jesus Christ” (= Tetapi jika semua akan dihakimi, semua harus diinjili; atau penghakiman akan menjadi berat sebelah, tidak adil, tidak benar. ... Karena itu kabar gembira telah diberitakan ‘kepada orang mati’. ‘Roh-roh dalam penjara’ dikunjungi oleh sang Juruselamat; Kristus pergi kepada orang mati dengan injil kebenaran dan belas kasihanNya yang tak terbatas. Banyak sekali orang dalam kekaisaran Romawi pada jaman Petrus yang mati tanpa mendengar injil sedikitpun - mati dalam kejahatan yang besar dan tahyul-tahyul kafir yang membingungkan, akan ditemui dengan penawaran belas kasihan, dengan penyediaan injil, dan dengan kasih Yesus Kristus) - hal 196.

Pulpit Commentary: “For all will have heard the gospel. Quick and dead alike will have heard it. It was preached in Hades by the Lord himself to the dead who in life had not heard the glad tidings. It is a sweet and comforting thought that they were not left to perish uncared for. We know not the result of the Saviour’s preaching; it is hidden from us; conjecture is vain; perhaps irreverent. But we have the fact - the gospel was preached to them, and the object was that they might live according to God in the spirit. Is it now preached to the dead who in life have had scanty opportunities and scanty knowledge? We are not told; but we know that God is ‘not willing that any should perish, but that all should come to repentance;’ we know that the Lord Jesus Christ ‘tasted death for every man;’ we know that the true Light ‘lighteth every man;’ and we feel sure that none can be left to perish without the means of grace; we feel sure that, in some way, and at some time, the gracious offer of salvation comes to every man in life or in death, in ways known or unknown” (= Karena semua akan mendengar injil. Orang hidup dan orang mati akan mendengarnya. Itu diberitakan di Hades oleh Tuhan sendiri kepada orang mati yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar kabar gembira itu. Merupakan suatu pemikiran yang manis dan menghibur bahwa mereka tidak dibiarkan binasa tanpa diperhatikan. Kami tidak mengetahui hasil dari pemberitaan sang Juruselamat; itu disembunyikan dari kami; menebak-nebak tidak ada gunanya, mungkin bahkan tidak sopan. Tetapi kami mempunyai fakta - injil diberitakan kepada mereka, dan tujuannya adalah supaya mereka bisa hidup menurut Allah dalam roh. Apakah itu sekarang diberitakan kepada orang mati yang dalam hidupnya hanya mempunyai sedikit kesempatan dan sedikit pengetahuan? Kami tidak diberi tahu; tetapi kami tahu bahwa Allah ‘tidak menghendaki bahwa ada siapapun yang binasa, tetapi supaya semua bertobat’ (2Pet 3:9); kami tahu bahwa Tuhan Yesus Kristus ‘merasakan / mengalami maut bagi setiap orang’ (Ibr 2:9); kami tahu bahwa Terang yang sesungguhnya ‘menerangi setiap orang’ (Yoh 1:9); dan kami merasa yakin bahwa tidak seorangpun bisa dibiarkan binasa tanpa jalan kasih karunia; kami yakin bahwa, dengan cara tertentu, dan pada saat tertentu, tawaran keselamatan yang bersifat kasih karunia datang kepada setiap orang dalam kehidupan atau dalam kematian, dengan cara-cara yang diketahui atau tak diketahui] - hal 178.

Tetapi ada yang mempunyai penafsiran yang berbeda tentang siapa orang yang diinjili di Hades itu.

Pulpit Commentary: “‘Dead’ is general; but we are not to think of all the dead. The word is properly limited by the connected language. The time is to be observed - the gospel was preached to the dead. And we are only to think of the dead with whom the language can be associated, that they had been ‘judged according to men in the flesh.’ The reference seems to be simply to the antediluvians. They had been overtaken, not by death in the ordinary way; but, in the interests of humanity, it had been considered necessary that they should be swept from the face of the earth. This ‘judgment according to man’ was not one with the final judgment on them. To them, after they had been judged thus on earth, in Hades the gospel was preached. .... The expression of the aim as ‘life in the spirit’ is very startling. This is far from being plain to us; and we have not the links that would enable us to connect it with judgment. We can only apply to Peter’s own writings the words he applies to Paul’s, ‘In which are some things hard to be understood.’” [= Kata ‘mati’ bersifat umum; tetapi kita tidak boleh berpikir tentang semua orang mati. Kata itu dibatasi oleh kalimat yang berhubungan. Waktunya harus diperhatikan - injil diberitakan (bentuk lampau) kepada orang mati. Dan kita harus berpikir hanya tentang orang mati dengan siapa kalimat ini bisa dihubungkan, bahwa telah ‘dihakimi menurut manusia dalam daging’. Ini menunjuk pada orang-orang sebelum Air Bah. Mereka telah mati bukan dengan cara biasa; tetapi demi kepentingan umat manusia, dianggap perlu bahwa mereka disapu dari muka bumi. ‘Penghakiman menurut manusia’ ini tidak sama dengan penghakiman akhir kepada mereka. Setelah mereka dihakimi seperti itu di bumi, di Hades injil diberitakan kepada mereka. ... Ungkapan dari tujuan sebagai ‘hidup dalam roh’ sangat mengejutkan. Ini tidak jelas bagi kami; dan kami tidak mempunyai mata rantai yang memampukan kami untuk menghubungkannya dengan penghakiman. Kami hanya bisa menerapkan terhadap tulisan Petrus sendiri kata-kata yang ia terapkan pada tulisan Paulus: ‘Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami’] - hal 201.

Keberatan terhadap penafsiran ini sama dengan keberatan terhadap pandangan ke 7 tentang 1Pet 3:18-20, yaitu:

a) Hal sepenting itu (adanya penginjilan dalam dunia orang mati, adanya second chance / kesempatan kedua) tidak mungkin diajarkan dengan cara yang begitu sedikit (hanya dalam 1Pet 3:18-20 dan 1Pet 4:6) dan dengan cara yang begitu kabur.

b) Pertobatan hanya bisa terjadi kalau orang-orang itu didoakan. Kalau demikian, apakah kita juga harus mendoakan orang-orang mati?

Bandingkan dengan 1Yoh 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

Ayat ini mengatakan bahwa kalau ada seorang yang melakukan dosa yang membawa maut (mungkin yang dimaksud adalah dosa menghujat Roh Kudus yang tidak bisa diampuni - bdk. Mat 12:31-32), maka kita tidak perlu berdoa untuk orang itu. Kalau orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja tidak boleh didoakan, bagaimana mungkin sekarang kita harus berdoa untuk orang yang sudah ada di dalam maut?

c) Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan binasa / masuk neraka.

1. Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.

Yeh 3:18 ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mendengar peringatan itu tetap akan mati dalam kesalahannya.

2. Ro 2:12 - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat”.

Kalau orang yang tidak mempunyai hukum Taurat dikatakan ‘akan binasa tanpa hukum Taurat’ (artinya ia tidak akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat, tetapi dihakimi berdasarkan suara hati / hati nurani mereka - bdk. Ro 2:14-15. Tetapi mereka tetap akan binasa), maka bisalah disimpulkan bahwa orang yang tidak mempunyai Injil atau tidak pernah mendengar Injil akan binasa tanpa Injil (artinya mereka tidak akan dihakimi berdasarkan Injil, tetapi mereka tetap akan binasa).

3. Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.

Text ini memberikan suatu rangkaian: orang yang berseru kepada Tuhan akan selamat, tetapi bagaimana bisa berseru kalau tidak percaya, dan bagaimana percaya kalau tidak pernah mendengar, dan bagaimana mendengar kalau tidak ada yang memberitakan? Kalau rangkaian ini dibalik, maka akan didapatkan: kalau tidak ada yang memberitakan, maka orangnya tidak bisa mendengar. Kalau tidak mendengar, ia tidak bisa percaya. Kalau ia tidak percaya, ia tidak bisa berseru. Dan kalau ia tidak bisa berseru maka ia tidak bisa selamat. Jadi kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa selamat!

Jadi, semua ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan mati dalam dosanya.

d) Penghakiman Kristus nanti tergantung hanya pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya, bukan pada apa yang ia lakukan setelah mati.

2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

Perhatikan juga Luk 16:25-26 - “(25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.

Seluruh cerita tentang Lazarus dan orang kaya ini jelas bertentangan dengan ajaran yang mengatakan adanya kemungkinan pertobatan setelah kematian. Orang kaya itu tidak pernah diinjili di Hades, dan sekalipun ia jelas sekali menyesal, tetapi tidak ada pengampunan baginya.

Louis Berkhof: “It (Scripture) also invariably represents the coming final judgment as determined by the things that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in any way on what occurred in the intermediate state” [= Itu (Kitab Suci) juga selalu menunjukkan / menggambarkan bahwa penghakiman akhir yang mendatang itu ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah berbicara tentang hal ini sebagai tergantung dengan cara apapun pada apa yang terjadi dalam intermediate state (keadaan antara kematian dan kebangkitan)] - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Calvin: “it is an indubitable doctrine of Scripture, that we obtain not salvation in Christ except by faith; then there is no hope left for those who continue to death unbelieving” (= merupakan suatu doktrin / ajaran yang sudah pasti dari Kitab Suci, bahwa kita tidak mendapat keselamatan dalam Kristus kecuali oleh iman; maka tidak ada pengharapan yang tersisa untuk mereka yang terus tidak percaya sampai mati) - hal 113.

Pandangan ini merupakan pandangan sesat yang berbahaya. Pandangan ini menyebabkan orang beranggapan bahwa pertobatan maupun penginjilan bukanlah sesuatu yang bersifat urgent / mendesak. Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa setelah kematian tidak ada kesempatan untuk mendengar Injil ataupun bertobat. Karena itu kalau saudara belum sungguh-sungguh percaya / diselamatkan, cepatlah percaya kepada Yesus sebelum terlambat. Dan kalau saudara mau memberitakan Injil kepada seseorang lakukanlah secepatnya sebelum terlambat.

3) Orang mati itu masih hidup pada waktu injil diberitakan kepada mereka, tetapi sudah mati waktu Petrus menulis surat ini.

Matthew Henry: “Some understand this difficult place thus: For this cause was the gospel preached to all the faithful of old, who are now dead in Christ, that thereby they might be taught and encouraged to bear the unrighteous judgments and persecutions which the rage of men put upon them in the flesh, but might live in the Spirit unto God” (= Sebagian menafsirkan tempat yang sukar ini demikian: Untuk alasan ini injil diberitakan kepada semua orang-orang setia pada jaman dahulu, yang sekarang telah mati dalam Kristus, supaya dengan itu mereka bisa diajar dan dikuatkan untuk menahan penghakiman yang tidak benar dan penganiayaan yang diberikan kepada mereka dalam daging oleh kemarahan orang-orang, tetapi bisa hidup dalam Roh bagi Allah).

Allan M. Stibbs (Tyndale): “Some think it is possible to find here, and in 3:19, an indication that an opportunity to hear the gospel is given to men after death. This interpretation is not clearly demanded by the actual statements; still less is it supported by their contexts. Nor does an idea of such far-reaching consequence find support elsewhere in the Bible. So we think it right to reject it. ... A point against the first view is that the preaching was done with a view to something happening to them while they were still ‘in the flesh’, or alive on earth; it cannot, therefore, have taken place after death” (= Sebagian orang menganggapnya mungkin untuk mendapatkan di sini, dan dalam 3:19, suatu petunjuk bahwa suatu kesempatan untuk mendengar injil diberikan kepada manusia setelah kematian. Penafsiran ini tidak secara jelas dituntut oleh pernyataan yang sesungguhnya; lebih-lebih tidak didukung oleh kontext. Juga gagasan yang mempunyai konsekwensi yang begitu jauh ini tidak mempunyai dukungan di tempat lain dalam Alkitab. Jadi kami menganggap benar untuk menolaknya. ... Satu hal yang menentang pandangan pertama ini adalah bahwa pemberitaan itu dilakukan dengan maksud supaya sesuatu terjadi kepada mereka pada saat mereka tetap ada ‘dalam daging’, atau hidup di bumi; karena itu itu tidak mungkin terjadi setelah kematian) - hal 151.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “Not a few, including Augustine, Bede, Erasmus and Luther, have interpreted the statement as referring to the spiritually dead, to whom the gospel is preached in this world (cf. Jn. 5:25; Eph. 2:1,5, 5:14) that they may enter into spiritual life. Points against this second view are that the word ‘dead’ has just been used in verse 5 of the physically dead; and the verb ‘was preached’ is in the past tense” [= Tidak sedikit, termasuk Agustinus, Bede, Erasmus dan Luther, telah menafsirkan bahwa pernyataan ini menunjuk kepada orang yang mati secara rohani, kepada siapa injil diberitakan dalam dunia ini (bdk. Yoh 5:25; Ef 2:1,5, 5:14) supaya mereka bisa masuk ke dalam kehidupan rohani. Hal-hal yang menentang pandangan kedua ini adalah bahwa kata ‘mati’ baru digunakan dalam ay 5 tentang orang yang mati secara fisik; dan kata kerja ‘diberitakan’ ada dalam bentuk lampau] - hal 151.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “We definitely prefer, therefore, the third view given above that during their earthly lives the gospel was preached even to those who have since died, in order that the judgment due to them as human sinners might be decisively accomplished here and now in the flesh, and that they might eternally enjoy a spiritual life like God’s, as partakers of the divine nature. (In the Greek there is a significant contrast between the aorist tense of ‘judged’ and the present continuous ‘live’.)” [= Karena itu, kami lebih memilih pandangan ketiga yang diberikan di atas yaitu bahwa selama hidup duniawi mereka injil diberitakan bahkan kepada mereka yang setelah itu telah mati, supaya penghakiman terhadap mereka sebagai orang-orang berdosa bisa secara meyakinkan diselesaikan di sini dan sekarang dalam daging, dan supaya mereka bisa secara kekal menikmati kehidupan rohani seperti milik Allah, sebagai pengambil bagian dari sifat ilahi. (Dalam bahasa Yunani ada suatu kontras yang penting / berarti antara bentuk lampau dari ‘dihakimi’ dan bentuk present continuous dari kata ‘hidup’.)] - hal 152.

Louis Berkhof: “In this connection the apostle warns the reader that they should not live the rest of their life in the flesh to the lusts of men, but to the will of God, even if they should give offense to their former companions and be slandered by them, since they shall have to give an account of their doing to God, who is ready to judge the living and the dead. The ‘dead’ to whom the gospel was preached were evidently not yet dead when it was preached unto them, since the purpose of this preaching was in part ‘that they might be judged according to men in the flesh.’ This could only take place during their life on earth. In all probability the writer refers to the same spirits in prison of which he spoke in the preceding chapter.” (= Sehubungan dengan ini sang rasul memperingati pembaca bahwa dalam sisa hidup mereka, mereka tidak boleh hidup dalam daging sesuai nafsu manusia, tetapi sesuai kehendak Allah, bahkan jika mereka harus menyinggung / menyakiti hati teman-teman mereka yang lama dan difitnah oleh mereka, karena mereka akan harus memberikan pertanggungan jawab terhadap apa yang mereka lakukan kepada Allah, yang siap untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. ‘Orang mati’ kepada siapa injil diberitakan jelas belum mati pada waktu injil itu diberitakan kepada mereka, karena tujuan dari pemberitaan ini adalah ‘supaya mereka bisa dihakimi menurut manusia di dalam daging’. Ini hanya bisa terjadi dalam sepanjang kehidupan mereka di bumi. Mungkin penulis menunjuk kepada roh-roh yang sama yang ada dalam penjara yang ia bicarakan dalam pasal yang terdahulu) - ‘Systematic Theology’, hal 341.

Jadi Berkhof menganggap bahwa ini tetap menunjuk pada pemberitaan injil kepada orang-orang jaman Nuh. Tetapi Albert Barnes mempunyai pandangan yang berbeda, seperti yang terlihat dari kutipan di bawah ini.

Barnes’ Notes: “It seems to me that the most natural and obvious interpretation is to refer it to those who were then dead, to whom the gospel had been preached when living, and who had become true Christians” (= Bagi saya kelihatannya penafsiran yang paling wajar / alamiah dan jelas adalah mengarahkan ini kepada mereka yang pada saat itu sudah mati, kepada siapa injil telah diberitakan pada saat mereka hidup, dan yang telah menjadi orang-orang Kristen yang sejati) - hal 1429.

Barnes’ Notes: “In support of this it may be said, (1) that this is the natural and obvious meaning of the word ‘dead,’ which should be understood literally, unless there is some good reason in the connexion for departing from the common meaning of the word. (2) The apostle had just used the word in that sense in the previous verse. (3) This will suit the connexion, and accord with the design of the apostle. He was addressing those who were suffering persecution. It was natural, in such a connexion, to refer to those who had died in the faith, and to show, for their encouragement, that though they had been put to death, yet they still lived to God. He therefore says, that the design in publishing the gospel to them was, that though they might be judged by men in the usual manner, and put to death, yet that in respect to their higher and nobler nature, ‘the spirit,’ they might live unto God” [= Untuk mendukung ini bisa dikatakan, (1) bahwa ini adalah arti yang wajar dan jelas dari kata ‘mati’, yang harus dimengerti secara hurufiah, kecuali ada alasan yang kuat untuk menyimpang dari arti yang umum dari kata itu. (2) Sang rasul baru menggunakan kata itu dalam arti seperti itu dalam ayat sebelumnya. (3) Ini cocok dengan kontex dan sesuai dengan tujuan dari sang rasul. Ia sedang berbicara kepada mereka yang sedang menderita karena penganiayaan. Dalam hubungan seperti itu adalah wajar untuk menunjuk kepada mereka yang telah mati dalam iman, dan menunjukkan - untuk menghibur mereka - bahwa sekalipun mereka telah dibunuh, tetapi mereka tetap hidup untuk Allah. Karena itu ia berkata bahwa tujuan pemberitaan injil kepada mereka adalah bahwa sekalipun mereka dihakimi oleh manusia dengan cara biasa, dan dibunuh, tetapi berkenaan dengan kerohanian, yang lebih tinggi dan mulia, mereka bisa hidup untuk Allah] - hal 1429.

Barnes’ Notes: “‘That they might be judged according to men in the flesh.’ That is, so far as men are concerned, (KATA ANTHROPOUS,) or in respect to the treatment which they received from men in the flesh, they were judged and condemned; in respect to God, and the treatment which they received from him, (KATA THEON,) they would live in spirit. Men judged them severely, and put them to death for their religion; God gave them life, and saved them. By the one they were condemned in the flesh - so far as pain, and sorrow, and death could be inflicted on the body; by the other they were made to live in the spirit - to be his, to live with him. The word ‘judged’ here, I suppose, therefore, to refer to a sentence passed on them for their religion, consigning them to death for it” [= ‘Supaya mereka bisa dihakimi menurut manusia dalam daging’. Yaitu, sejauh manusia yang dipersoalkan, (KATA ANTHROPOUS), atau berkenaan dengan perlakuan yang mereka terima dari manusia dalam daging, mereka dihakimi dan dihukum; berkenaan dengan Allah, dan perlakuan yang mereka terima dari Dia, (KATA THEON), mereka hidup dalam roh. Manusia menghakimi mereka dengan keras, dan membunuh mereka karena agama mereka; Allah memberi mereka hidup, dan menyelamatkan mereka. Oleh yang satu mereka dihukum dalam daging - sejauh rasa sakit, dan kesedihan, dan kematian bisa diberikan pada tubuh; oleh yang lain mereka dibuat hidup dalam roh - untuk menjadi milikNya, untuk hidup dengan Dia. Karena itu saya menduga bahwa kata ‘dihakimi’ di sini menunjuk kepada suatu hukuman yang diberikan kepada mereka karena agama mereka, membunuh mereka karena itu] - hal 1429.

Barnes’ Notes: “There is a particle in the original - MEN, indeed - which has not been retained in the common translation, but which is quite important to the sense: ‘that they might indeed be judged in the flesh, but live,’ etc. The direct object or design of preaching the gospel to them was not that they might be condemned and put to death by man, but this was indeed or in fact one of the results in the way to a higher object” (= Ada suatu kata dalam bahasa aslinya, yaitu kata MEN yang berarti ‘memang’, yang dihapuskan dalam terjemahan umum, tetapi yang sebetulnya cukup penting bagi artinya: ‘supaya mereka memang dihakimi dalam daging, tetapi hidup’, dst. Tujuan langsung dari pemberitaan injil kepada mereka bukanlah supaya mereka dihakimi dan dibunuh oleh manusia, tetapi ini memang atau dalam faktanya merupakan salah satu hasil / akibat yang terjadi dalam jalan menuju tujuan yang lebih tinggi) - hal 1429.

Barnes’ Notes: “The argument, then, in this verse is that in the trials which we endure on account of religion, we should remember the example of those who have suffered for it, and should remember why the gospel was preached to them. ... Animated by their example, we should be willing to suffer in the flesh, if we may for ever live with God” (= Maka, argumentasi dalam ayat ini adalah bahwa dalam pencobaan yang kita tanggung karena agama, kita harus mengingat teladan dari mereka yang telah menderita untuk agama itu, dan harus mengingat mengapa injil diberitakan kepada mereka. ... Dihidupkan / digerakkan oleh teladan mereka, kita harus mau menderita dalam daging, jika kita boleh untuk selamanya hidup dengan Allah) - hal 1429.

Saya sendiri memilih pandangan ke 3 ini.

Dengan demikian, penafsiran dari 1Pet 4:6 ini mirip dengan penafsiran yang saya terima tentang 1Pet 3:18-20. Hanya saja dalam kasus 1Pet 3:18-20, yang dibicarakan adalah orang-orang yang tidak bertobat karena penginjilan tersebut, sedangkan dalam kasus 1Pet 4:6, yang dibicarakan adalah orang-orang yang bertobat karena penginjilan tersebut. Tetapi kedua text sama-sama membicarakan orang-orang yang diinjili waktu masih hidup, tetapi diceritakan oleh Petrus pada saat mereka sudah mati.

I PETRUS 4:7-11

Ay 7: “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa”.

1) “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat”.

Ada orang-orang yang mengatakan bahwa kata-kata ‘kesudahan segala sesuatu sudah dekat’ menunjuk pada kematian masing-masing orang Kristen. Ada juga orang-orang yang berpendapat bahwa kata-kata ini menunjuk pada kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M.

Calvin berpendapat bahwa kata-kata ini menunjuk pada akhir jaman / kedatangan Kristus yang keduakalinya. Dan Editor dari Calvin’s Commentary (hal 128 - footnote) juga menentang keras kalau kata-kata ini diartikan menunjuk pada kehancuran Yerusalem. Ini harus menunjuk kepada kedatangan Yesus yang keduakalinya mengingat bahwa dalam surat 2Petrus, Petrus membahas tentang topik ini (2Pet 3).

Tetapi lalu mengapa akhir jamannya tak datang-datang? Calvin menjawab: bagi kita terlihat lama, tetapi dibandingkan dengan kekekalan, waktu yang berlalu sampai saat ini singkat.

Tentang ayat-ayat yang mengatakan bahwa akhir jaman sudah dekat, Barclay mengatakan ada 4 cara untuk melihat ayat-ayat itu, dan yang pertama adalah ini:

Barclay: “We may hold that the New Testament writers were in fact mistaken” (= Kita bisa menganggap bahwa penulis-penulis Perjanjian Baru dalam faktanya salah) - hal 249.

Sekalipun Barclay sendiri pada kesimpulan akhir tidak mengambil penafsiran ini untuk 1Pet 4:7 ini, tetapi kata-kata ini tetap menunjukkan kesesatannya, yang menunjukkan bahwa ia tidak mempercayai inerrancy of the Bible (= ketidak-bersalahan Alkitab).

2) “Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa”.

KJV: ‘be ye therefore sober, and watch unto prayer’ (= karena itu hendaklah kamu waras, dan berjaga-jaga dalam doa).

RSV: ‘therefore keep sane and sober for your prayers’ (= karena itu tetaplah sehat dalam pikiran dan waras untuk doa-doamu).

NIV: ‘Therefore be clear minded and self-controlled so that you can pray’ (= Karena itu hendaklah engkau berpikir jernih / bersih dan menguasai diri sehingga kamu dapat berdoa).

NASB: ‘therefore, be of sound judgment and sober spirit for the purpose of prayer’ (= karena itu, punyailah penilaian yang sehat dan roh yang waras untuk tujuan doa).

a) Arti yang bervariasi dari kata ‘sober’ (= waras).

1. Ada arti ‘penguasaan diri’ terkandung dalam kata ini.

Pulpit Commentary: “The etymology of the Greek word points to the safeguard of the mind; the mind, with all its thoughts, must be kept safe, restrained within due limits. The fancies, aspirations, desires, must not be allowed to wander unrestrained” (= Asal kata dari kata Yunaninya menunjuk kepada usaha penjagaan terhadap pikiran; pikiran, dengan semua pemikirannya, harus dijaga aman, dikekang dalam batasan-batasan yang seharusnya. Khayalan-khayalan, keinginan-keinginan, tidak boleh diijinkan untuk mengembara tanpa dikekang) - hal 178.

Penerapan: pikiran dan khayalan tentang sex, uang, kesenangan-kesenangan duniawi, dan sebagainya.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Sober,’ the opposite of ‘lasciviousness’.” (= ‘Sober’ lawan dari ‘nafsu berahi’).

2. Ada arti ‘tidak sembarangan / ceroboh’ terkandung dalam kata ini.

Barnes’ Notes: “‘Be ye therefore sober.’ Serious; thoughtful; considerate. Let a fact of so much importance make a solemn impression on your mind, and preserve you from frivolity, levity, and vanity” (= ‘Karena itu jadilah kamu waras’. Serius, bijaksana, penuh pertimbangan. Hendaklah suatu fakta yang begitu penting memberikan kesan yang khidmat / sungguh-sungguh pada pikiranmu, dan menjaga kamu dari kelakuan yang sembrono, sikap yang sembrono, dan kesia-siaan).

Bdk. Amsal 19:2 - “Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah”.

Penerapan: berkata, bertindak / melakukan sesuatu tanpa pikir panjang.

3. Ada arti ‘tenang’ dan ‘kemampuan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya’.

Tentu saja kita tidak mungkin bisa ‘melihat segala sesuatu sebagaimana adanya’ kalau kita tidak mengerti Kitab Suci, dan tidak mau banyak belajar Kitab Suci (tidak datang Pemahaman Alkitab, tidak Saat Teduh / Bible Reading, dsb).

Barnes’ Notes: “There are advantages in seriousness of mind. It enables us to take better views of things, ... A calm, sober, sedate mind is the best for a contemplation of truth, and for looking at things as they are” (= Ada keuntungan / manfaat dalam keseriusan dari pikiran. Itu memampukan kita untuk mempunyai pandangan yang lebih baik tentang hal-hal, ... Pikiran yang tenang, waras, tenang / sabar / tidak ribut adalah yang terbaik untuk perenungan suatu kebenaran, dan untuk melihat hal-hal sebagaimana adanya mereka).

Barclay: “The great characteristic of sanity is that it sees things in their proper proportions; it sees what things are important and what are not; it is not swept away by sudden and transitory enthusiasm; it is prone neither to unbalanced fanatism nor to unrealizing indifference. It is only when we see the affairs of earth in the light of eternity that we see them in their proper proportions; it is when God is given his proper place that everything takes its proper place” (= Ciri yang besar dari kewarasan adalah bahwa itu melihat hal-hal dalam proporsi / ukuran yang benar; itu melihat hal-hal apa yang penting dan apa yang tidak; itu tidak dihanyutkan oleh semangat yang mendadak dan sementara; itu tidak condong pada fanatisme yang tak seimbang ataupun sikap acuh tak acuh yang tak disadari. Hanya pada waktu kita melihat urusan-urusan bumi dalam terang dari kekekalan maka kita melihat mereka dalam proporsi / ukuran yang benar; pada saat Allah diberi tempat yang benar maka segala sesuatu mendapatkan tempatnya yang benar) - hal 251.

Barclay: “it ... mean that his approach to life must not be frivolous and irresponsible. To take things seriously is to be aware of their real importance and to be ever mindful of their consequences in time and in eternity. It is to approach life, not as a jest, but as a serious matter for which we are answerable” (= itu ... berarti bahwa pendekatannya pada kehidupan tidak boleh sembrono dan tak bertanggung jawab. Menangani / menganggap hal-hal secara serius artinya sadar tentang kepentingan mereka yang sejati dan selalu mengingat konsekwensi mereka dalam waktu dan dalam kekekalan. Itu adalah mendekati kehidupan, bukan sebagai suatu lelucon, tetapi sebagai suatu persoalan serius untuk mana kita bertanggung jawab) - hal 252.

Penerapan: memang setan ingin kita melihat hal-hal bukan sebagaimana adanya, apalagi dari sudut Kitab Suci / kekekalan / rohani. Misalnya melihat uang / keuntungan, ia menggoda kita untuk berpikir bahwa dengan hal-hal itu kita bisa senang / berbahagia. Tetapi Kitab Suci:

a. Mengatakan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia.

Pkh 2:8-11 - “(8) Aku mengumpulkan bagiku juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku mencari bagiku biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. (9) Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapapun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku; dalam pada itu hikmatku tinggal tetap padaku. (10) Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku. (11) Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari”.

b. Menyebut uang sebagai Mammon.

Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

c. Memperingatkan kita akan bahaya dari uang / keinginan untuk menjadi kaya.

1Tim 6:9-10 - “(9) Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.

d. Mengatakan bahwa uang tak bisa memberikan kepuasan.

Pkh 5:9 - “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia”.

Bdk. 1Tim 4:8 - “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.

KJV: ‘For bodily exercise profiteth little: but godliness is profitable unto all things, having promise of the life that now is, and of that which is to come’ (= Karena latihan tubuh / jasmani berguna sedikit: tetapi kesalehan berguna untuk segala sesuatu, karena mempunyai janji tentang hidup sekarang ini, dan hidup yang akan datang).

NIV: ‘For physical training is of some value, but godliness has value for all things, holding promise for both the present life and the life to come’ (= Karena latihan fisik mempunyai nilai tertentu, tetapi kesalehan mempunyai nilai untuk segala sesuatu, memegang janji untuk kehidupan yang sekarang ini dan kehidupan yang akan datang).

Orang Kristen boleh, dan bahkan seharusnya memelihara tubuh mereka dengan olah raga. Tetapi pada saat yang sama orang Kristen harus sadar bahwa manfaat kesehatan tubuh ini hanya sementara, dan tak bisa dibandingkan dengan manfaat dari kesalehan / kerohanian. Karena itu yang terakhir ini harus lebih ditekankan.

4. Pulpit Commentary (hal 172) menafsirkan kata ‘sober’ ini sebagai ‘self-restrained, calm, thoughtful’ (= pengekangan diri sendiri, tenang, bijaksana).

5. Kata ini digunakan untuk menggambarkan orang yang sudah disembuhkan dari kerasukan setan. Kata ini juga dikontraskan dengan ‘gila’, dan ‘berpikiran terlalu tinggi tentang diri sendiri’.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “‘Be ye therefore sober,’ or ‘of sound mind’ (RV). The verb SOPHRONEIN, ‘to be in one’s right mind’, ‘in control of oneself’, is used to describe the restored demoniac at Gadara (Mk. 5:15). It is also used in contrast both to being ‘beside oneself’ or ‘mad’ (2Cor. 5:13), and to ‘thinking too highly of oneself’ (Rom. 12:3). There are dangers to spiritual well-being in intemperance, uncontrolled excitement or frenzy, and conceit. This sinful and self-indulgent world is not the place to lose one’s mental or moral balance. Those who would be ready for Christ’s appearing must keep their head and conscience clear” [= ‘Hendaklah engkau waras’, atau ‘berpikiran sehat’ (RV). Kata kerja SOPHRONEIN, ‘ada dalam pikiran yang benar’, ‘menguasai diri sendiri’, digunakan untuk menggambarkan orang kerasukan setan yang telah dipulihkan di Gadara (Mark 5:15). Itu juga digunakan untuk mengkontraskan dengan ‘gila’ (2Kor 5:13), dan ‘memikirkan terlalu tinggi tentang dirinya sendiri’ (Ro 12:3). Ada bahaya-bahaya bagi kesejahteraan rohani dalam minum berlebihan / tak ada penguasaan diri, kegembiraan yang tidak terkontrol atau kegilaan, dan pandangan berlebihan tentang diri sendiri. Dunia yang berdosa dan memuaskan diri sendiri ini bukanlah tempat untuk kehilangan keseimbangan mental dan moral seseorang. Mereka yang mau siap untuk kedatangan Kristus harus menjaga kepala dan hati nurani mereka bersih] - hal 153.

Mark 5:15 - “Mereka datang kepada Yesus dan melihat orang yang kerasukan itu duduk, sudah berpakaian dan sudah waras, orang yang tadinya kerasukan legion itu. Maka takutlah mereka”.

2Kor 5:13 - “Sebab jika kami tidak menguasai diri, hal itu adalah dalam pelayanan Allah, dan jika kami menguasai diri, hal itu adalah untuk kepentingan kamu”.

KJV: ‘For whether we be beside ourselves, it is to God: or whether we be sober, it is for your cause’ (= Karena apakah kami gila, itu adalah untuk Allah: atau apakah kami waras, itu adalah untuk perkaramu).

Ro 12:3 - “Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing”.

Bdk. Ro 12:16 - “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”.

b) Karena kesudahan segala sesuatu sudah dekat, kita diperintahkan untuk waras, supaya kita dapat berdoa.

Bdk. Luk 21:34-36 - “(34) ‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. (35) Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. (36) Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.’”.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “such sobriety is indispensable to full prayerfulness” (= kewarasan seperti itu sangat diperlukan bagi dedikasi yang penuh kepada doa) - hal 153.

Pulpit Commentary: “He who lives in expectation of the end of all things, must live in prayer; for only by constant and faithful prayer can he prepare himself for that awful day; and he cannot pray aright unless he lives a godly, righteous, and sober life” (= Ia yang hidup dalam pengharapan tentang akhir dari segala sesuatu, harus hidup dalam doa; karena hanya dengan doa yang konstan / terus menerus dan setia ia bisa menyiapkan dirinya untuk hari yang mengerikan / dahsyat itu; dan ia tidak bisa berdoa dengan benar kecuali ia menjalani kehidupan yang saleh, benar dan waras) - hal 179.

Pulpit Commentary: “Much prayer is needful for preparation against the hour of death; the self-indulgent cannot pray aright” (= Banyak doa diperlukan untuk persiapan terhadap saat kematian; orang-orang yang memuaskan diri sendiri tidak bisa berdoa dengan benar) - hal 180.

Matthew Henry: “The consideration of our approaching end is a powerful argument to make us sober in all worldly matters, and earnest in religious affairs” (= Pertimbangan tentang akhir yang mendekat ini merupakan suatu argumentasi yang kuat untuk membuat kita waras dalam semua hal-hal duniawi, dan bersungguh-sungguh dalam urusan-urusan agama).

Tentu saja kita tidak boleh membuang secara total semua urusan duniawi, seperti pekerjaan, keluarga, study, dan sebagainya, sekalipun hal-hal ini hanya bernilai sementara. Tetapi kita harus memberi penekanan yang lebih banyak pada hal-hal rohani, yang bernilai kekal. Dan kalau kita diharuskan memilih 2 hal itu, kita harus memilih yang terakhir. Contoh:

· Abraham meninggalkan negerinya, sanak saudaranya, pekerjaannya demi mentaati panggilan Tuhan (Kej 12:1-4).

· Petrus, Andreas, Yohanes dan Yakobus meninggalkan pekerjaan dan keluarganya untuk memenuhi panggilan Yesus (Mat 4:18-22).

· Matius meninggalkan pekerjaan dan teman-temannya untuk memenuhi panggilan Yesus (Mat 9:9).

· Petrus dan murid-murid yang lain meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus.

Mat 19:27-29 - “(27) Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: ‘Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?’ (28) Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaanNya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. (29) Dan setiap orang yang karena namaKu meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal”.

Bdk. Luk 14:26,33 - “(26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. ... (33) Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu”.

Ay 8: “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa”.

1) “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain”.

a) ‘seorang akan yang lain’.

KJV: ‘among yourselves’ (= di antara kamu sendiri).

Jadi, yang ditekankan di sini, adalah kasih di antara saudara-saudara seiman.

Sekalipun kita memang harus mengasihi semua orang, yang kafir sekalipun, tetapi kasih di antara saudara seiman harus lebih ditekankan. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

· Ibr 13:1 - “Peliharalah kasih persaudaraan!”.

· Gal 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.

· Kol 3:12-14 - “(12) Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. (13) Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. (14) Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan”.

b) ‘Tetapi yang terutama’.

KJV: ‘Above all things’ (= Di atas segala-galanya).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Above all things.’ - not that ‘charity’ is above ‘prayer,’ but love is the animating spirit, without which other duties are dead” (= ‘Di atas segala-galanya’. - bukan karena ‘kasih’ itu ada di atas ‘doa’ / lebih penting dari ‘doa’, tetapi kasih adalah roh yang menghidupkan / menjiwai, tanpa mana kewajiban-kewajiban yang lain adalah mati).

Penerapan: Memang, segala sesuatu seperti pelayanan, persembahan, ibadah, doa, ketaatan, menjadi hal-hal yang mati kalau tidak ada kasih.

Bdk. 1Kor 13:1-3 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”.

c) Pulpit Commentary (hal 192) menguraikan bagaimana kita bisa mempunyai kasih yang sungguh-sungguh, yaitu:

1. Pengusahaan dari apa yang akan membantu perkembangan dari kasih terhadap saudara-saudara seiman. Kasih kepada saudara-saudara seiman muncul dari kasih kepada Allah / Bapa. Jadi, kenallah Allah, tinggallah dalam Allah, kasihilah Allah, dan kasih terhadap saudara-saudara seiman akan muncul / bertumbuh.

Penerapan: saat teduh, doa pribadi, belajar Firman Tuhan, ketaatan / membuang dosa, dsb, merupakan hal-hal yang harus dilakukan untuk ini.

2. Sikap waspada / berjaga-jaga terhadap apa yang akan menghalangi / merusak kasih kepada saudara-saudara seiman, seperti:

a. Sikap cenderung bertengkar. Ada orang-orang yang tak pernah setuju dengan apapun; selalu ada hal-hal tentang mana ia memberikan kritikan yang bersifat bermusuhan. Hal seperti ini menular, dan membunuh kasih.

b. Iri hati / kecemburuan.

Pulpit Commentary: “half the troubles of Church-life are due to jealousy, which often has no ground but that of suspicion” (= setengah dari kesukaran-kesukaran dari kehidupan Gereja disebabkan karena kecemburuan, yang sering tak mempunyai dasar kecuali kecurigaan) - hal 192.

c. Kecenderungan untuk menyebarkan gossip.

Pulpit Commentary: “If you see a man or woman going from ear to ear with some mischief-making story, some gossip which tends to wound or discredit another, suspect that person’s own character, regard him as an emissary of Satan” (= Jika kamu melihat seseorang pergi dari telinga ke telinga dengan cerita yang bersifat mengacau, gossip yang cenderung untuk melukai atau mendiskreditkan / menurunkan gengsi orang lain, curigailah karakter dari orang itu sendiri, anggaplah dia sebagai utusan / wakil dari Setan) - hal 192.

d. Sikap tak mempedulikan pandangan orang lain.

2) “sebab kasih menutupi banyak sekali dosa”.

Yang dipersoalkan / diperdebatkan dalam penafsiran ayat ini adalah: dosa siapa yang ditutupi itu?

a) Penafsiran yang salah / sesat tentang bagian ini: dengan melakukan tindakan kasih, kita bisa menyebabkan dosa kita sendiri diampuni / ditutupi oleh Tuhan.

1. Tafsiran sesat seperti ini sudah ada pada beberapa bapa gereja.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “By later Christian writers (e.g. Tertullian and Origen) the words are interpreted as indicating that by showing love to others a man covers his own sins” [= Oleh penulis-penulis Kristen belakangan (contoh, Tertullian dan Origen) kata-kata itu ditafsirkan sebagai menunjukkan bahwa dengan menunjukkan kasih kepada orang-orang lain seseorang bisa menutupi dosa-dosanya sendiri] - hal 154-155.

2. Calvin dan beberapa penafsir lain mengatakan bahwa Gereja Roma Katolik juga menafsirkan bahwa yang ditutupi adalah dosa dari orang yang mengasihi. Ini menunjukkan keselamatan karena perbuatan baik, dan karena itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci (bdk. Ef 2:8-9).

Adam Clarke: “It does not mean that our love to others will induce God to pardon our offences” (= Itu tidak berarti bahwa kasih kita kepada orang-orang lain akan menyebabkan Allah mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita).

Barnes’ Notes: “The language used here does not mean, as the Romanists maintain, that ‘charity shall procure us pardon for a multitude of sins;’ for, besides that such a doctrine is contrary to the uniform teachings of the Scriptures elsewhere, it is a departure from the obvious meaning of the passage. The subject on which the apostle is treating is the advantage of love in our conduct toward others, and this he enforces by saying that it will make us kind to their imperfections, and lead us to overlook their faults. It is nowhere taught in the Scriptures that our ‘charity’ to others will be an atonement or expiation for our own offences. If it could be so, the atonement made by Christ would have been unnecessary” [= Kata-kata yang digunakan di sini tidak berarti, seperti dipercaya oleh orang-orang Roma (Katolik), bahwa ‘kasih akan mendapatkan bagi kita pengampunan untuk banyak dosa’; karena, selain bahwa ajaran seperti itu bertentangan dengan ajaran yang seragam dari Kitab Suci di tempat lain, itu merupakan penyimpangan dari arti yang nyata dari text itu. Subyek yang ditangani oleh sang rasul adalah manfaat dari kasih dalam tingkah laku kita terhadap orang-orang lain, dan ini ia jalankan dengan mengatakan bahwa kasih itu akan membuat kita baik terhadap ketidaksempurnaan mereka, dan membimbing kita untuk mengabaikan kesalahan-kesalahan mereka. Tak ada tempat lain dalam Kitab Suci yang mengajar kita bahwa ‘kasih’ kita kepada orang-orang lain akan menjadi penebusan untuk pelanggaran-pelanggaran kita sendiri. Seandainya bisa demikian, penebusan yang dibuat oleh Kristus akan menjadi tidak perlu].

Bdk. Gal 2:16,21b - “(16) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat. ... (21b) Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

3. Orang-orang jaman sekarang, bahkan dalam kalangan Protestan, juga ada yang membuka peluang bagi penafsiran sesat ini.

Barclay: “It may mean that, if we love others, God will overlook a multitude sins in us. ... He will forgive much to the man who loves his fellow-men” (= Itu bisa berarti bahwa, jika kita mengasihi orang-orang lain, Allah akan memaafkan / mengabaikan banyak dosa dalam diri kita. ... Ia akan mengampuni banyak kepada orang yang mengasihi sesamanya manusia) - hal 253.

Biarpun ini cuma suatu kemungkinan penafsiran dari Barclay, yang terlihat dari kata ‘may’ (= bisa) yang ia gunakan, dan juga dari adanya kemungkinan penafsiran-penafsiran yang lain yang ia berikan, tetapi membuka kemungkinan seperti ini sudah menunjukkan kesesatan Barclay!

b) Penafsiran yang benar: kalau kita mengasihi seseorang, maka kita akan mengabaikan dan menutupi (tak menyebarkan) kesalahan dari orang tersebut.

Matthew Henry: “it is the property of true charity to cover a multitude of sins. It inclines people to forgive and forget offences against themselves, to cover and conceal the sins of others, rather than aggravate them and spread them abroad” (= merupakan sifat dari kasih yang sungguh-sungguh untuk menutupi banyak dosa. Itu cenderung untuk mengampuni dan melupakan pelanggaran-pelanggaran terhadap diri mereka sendiri, untuk menutupi dan menyembunyikan dosa-dosa dari orang-orang lain, dan bukannya memperburuk mereka dan menyebar-luaskan mereka).

1. Bahwa ini merupakan penafsiran yang benar terlihat dari dukungan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci.

· 1Kor 13:7 - “Ia (kasih) menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”.

· Amsal 17:9 - “Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib”.

· Amsal 10:12 - “Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran”.

Calvin menterjemahkan ayat ini sebagai berikut: “Hatred discovers reproaches, but love covers a multitude of sins” (= Kebencian membukakan / menyingkapkan hal-hal yang memalukan, tetapi kasih menutupi banyak dosa) - hal 129.

Calvin: “What Solomon meant is sufficiently clear, for the two clauses contain things which are set in contrast the one with the other. As then he says in the first clause that hatred is the cause why men traduce and defame one another, and spread whatever is reproachful and dishonorable; so it follows that a contrary effect is ascribed to love, that is, that men who love one another, kindly and courteously forgive one another; hence it comes that, willingly burying each other’s vices, one seeks to preserve the honour of another” (= Apa yang dimaksudkan oleh Salomo cukup jelas, karena kedua anak kalimat mengandung hal-hal yang dikontraskan satu sama lain. Sebagai mana Ia berkata dalam anak kalimat yang pertama bahwa kebencian merupakan penyebab mengapa manusia saling mempertontonkan / memalukan dan mencemarkan nama baik, dan menyebarkan apapun yang memalukan dan merupakan aib; sesuai dengan itu, maka suatu hasil yang bertentangan diberikan kepada kasih, yaitu bahwa manusia yang saling mengasihi, dengan baik dan dengan sopan saling mengampuni; karena itu, hasilnya adalah bahwa, dengan sukarela mengubur kejahatan satu sama lain, seseorang berusaha untuk menjaga kehormatan dari yang lain) - hal 129.

Calvin: “This singular benefit love brings to us when it exists among us, so that innumerable evils are covered in oblivion. On the other hand, where loose reins are given to hatred, men by mutual biting and tearing must necessarily consume one another, as Paul says (Gal 5:15)” [= Manfaat yang luar biasa inilah yang dibawa kasih kepada kita pada waktu kasih itu ada di antara kita, sehingga tak terhitung banyaknya kejahatan yang ditutupi dalam pelupaan. Di sisi yang lain, dimana kebencian dilepaskan kekangnya, manusia dengan saling menggigit dan menyobek pasti memakan satu sama lain, seperti dikatakan Paulus (Gal 5:15)] - hal 129.

Gal 5:14-15 - “(14) Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’ (15) Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan”.

2. Ada saat dimana kasih bukannya harus menutupi pelanggaran seseorang, tetapi sebaliknya harus menyingkapkannya.

a. Kita tak boleh menyembunyikan kesalahan seseorang, sehingga melindas kebenaran.

Adam Clarke: “A loving disposition leads us to pass by the faults of others, to forgive offences against ourselves, and to excuse and lessen, as far as is consistent with truth, the transgressions of men” (= Watak / kecondongan yang kasih memimpin kita untuk mengabaikan kesalahan-kesalahan dari orang-orang lain, mengampuni pelanggaran-pelanggaran terhadap diri kita sendiri, dan memaafkan dan mengurangi, sejauh itu konsisten dengan kebenaran, pelanggaran-pelanggaran manusia).

Jadi, kita tidak boleh menutupi kesalahan sedemikian rupa sehingga kita berdusta. Misalnya pada waktu menjadi saksi di pengadilan, dan kita ditanya tentang kesalahan orang yang memang kita ketahui, maka kita tidak boleh menyembunyikannya, dengan berdusta.

b. Kita tidak boleh menyembunyikan kesalahan seseorang, pada waktu kasih menuntut sebaliknya.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Covereth,’ so as not harshly to condemn or expose; but to bear the other’s burdens, forgiving and forgetting offences. ... Compare the conduct of Shem and Japheth (Gen. 9:23), in contrast to Ham’s exposure of his father’s shame. We ought to cover others’ sins only where love itself does not require the contrary” [= ‘Menutupi’, sehingga tidak dengan keras mengecam atau menyingkapkan; tetapi memikul / menahan beban orang lain, mengampuni dan melupakan pelanggaran-pelanggaran. ... Bandingkan dengan tingkah laku Sem dan Yafet (Kej 9:23), yang kontras dengan penyingkapan Ham terhadap hal yang memalukan ayahnya. Kita harus menutupi dosa-dosa orang-orang lain hanya pada waktu kasih itu sendiri tidak mengharuskan sebaliknya].

Bdk. Kej 9:21-23 - “(21) Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya. (22) Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar. (23) Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya”.

Perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi dalam kata-kata Jamieson, Fausset & Brown di atas ini. Jelas bahwa kasih tidak secara mutlak harus menutupi kesalahan-kesalahan dari orang-orang lain. Ada saat dimana kasih menuntut sebaliknya.

Misalnya:

· pada waktu ada gereja / pengkhotbah yang mengajarkan ajaran sesat. Dalam hal ini kita tidak boleh hanya memperhitungkan gereja / pengkhotbah sesat tersebut; tetapi kita harus lebih memperhitungkan para pendengar yang bisa disesatkan oleh ajaran tersebut. Karena itu, dalam kasus seperti ini kasih justru harus menyingkapkan kesalahan / kesesatan dari ajaran-ajaran tersebut. Itu yang saya lakukan pada waktu saya berkhotbah / menulis tentang kesesatan-kesesatan dari orang-orang / gereja-gereja tertentu. Hal seperti ini juga dilakukan oleh Yesus dan rasul-rasulNya (Mat 23 Gal 1:6-9 1Tim 1:20 2Tim 2:17 dsb).

· ada orang yang suka berhutang tetapi tidak mau membayar. Kalau saya melihat dia mendekati seseorang lain, maka kasih saya kepada orang lain itu mengharuskan saya, bukan untuk menutupi kesalahan dari orang pertama tadi, tetapi sebaliknya, menyingkapkannya, supaya jangan orang lain itu dirugikan.

Ay 9: “Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut”.

1) Tindakan memberi tumpangan (hospitality) ini sebetulnya merupakan perwujudan dari kasih, dan hal ini ditekankan dalam banyak bagian Kitab Suci seperti:
Mat 25:35,43 - “(35) Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ... (43) ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku”.
Ro 12:13 - “Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!”.
1Tim 3:2 - “Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang”.
1Tim 5:10 - “dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan - pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik”.
Tit 1:8 - “melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri”.
Ibr 13:1-2 - “(1) Peliharalah kasih persaudaraan! (2) Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat”.
3Yoh 5-8 - “(5) Saudaraku yang kekasih, engkau bertindak sebagai orang percaya, di mana engkau berbuat segala sesuatu untuk saudara-saudara, sekalipun mereka adalah orang-orang asing. (6) Mereka telah memberi kesaksian di hadapan jemaat tentang kasihmu. Baik benar perbuatanmu, jikalau engkau menolong mereka dalam perjalanan mereka, dengan suatu cara yang berkenan kepada Allah. (7) Sebab karena namaNya mereka telah berangkat dengan tidak menerima sesuatupun dari orang-orang yang tidak mengenal Allah. (8) Kita wajib menerima orang-orang yang demikian, supaya kita boleh mengambil bagian dalam pekerjaan mereka untuk kebenaran”.

2) Hospitality ini penting pada saat itu karena:

a) Para misionaris membutuhkannya.

Kis 10:6 - “Ia menumpang di rumah seorang penyamak kulit yang bernama Simon, yang tinggal di tepi laut.’”.

Kis 21:16 - “Bersama-sama dengan kami turut juga beberapa murid dari Kaisarea. Mereka membawa kami ke rumah seorang yang bernama Manason. Ia dari Siprus dan sudah lama menjadi murid. Kami akan menumpang di rumahnya”.

b) Gereja membutuhkannya.

Barclay: “For two hundred years there was no such thing as a church building. Without those who were prepared to open their homes, the early church could not have met for worship at all” (= Selama 200 tahun tidak ada apa yang disebut dengan bangunan gereja. Tanpa mereka yang siap untuk membuka rumah-rumah mereka, gereja mula-mula tidak bisa mengadakan pertemuan ibadah sama sekali) - hal 254.

Bandingkan dengan:

· Ro 16:5 - “Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus”.

· 1Kor 16:19 - “Salam kepadamu dari Jemaat-jemaat di Asia Kecil. Akwila, Priskila dan Jemaat di rumah mereka menyampaikan berlimpah-limpah salam kepadamu”.

· Filemon 2 - “dan kepada Apfia saudara perempuan kita dan kepada Arkhipus, teman seperjuangan kita dan kepada jemaat di rumahmu”.

Catatan: dalam Kitab Suci bahasa Inggris semua kata ‘jemaat’ di sini diterjemahkan ‘gereja’.

c) Orang Kristen biasapun membutuhkannya.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “By becoming Christians many ceased to enjoy the welcome and help of former potential friends. They stood, therefore, in urgent need of compensating Christian friendship at the hands of those who were now their brethren in Christ” (= Dengan menjadi orang-orang Kristen, banyak orang berhenti menikmati penyambutan / penerimaan dan pertolongan dari teman-teman yang berpotensi dulu. Karena itu, mereka butuh secara mendesak persahabatan Kristen yang menggantikannya pada tangan-tangan dari mereka yang sekarang adalah saudara-saudara mereka dalam Kristus) - hal 155.

Ini bukan hanya bisa terjadi pada abad-abad awal dari kekristenan, tetapi bahkan pada jaman ini.

Catatan: pada saat yang sama, waspadailah penipu-penipu yang berpura-pura menjadi orang Kristen yang diusir oleh keluarganya, dsb, supaya bisa mendapatkan makanan, dan uang dari saudara. Jangan biarkan keramahan menerima tamu dimanfaatkan oleh seadanya penipu!

3) Melakukan hal ini secara berlebihan, bisa menjadikan ini sebagai tindakan yang justru berdosa.

Pulpit Commentary: “It is not costly display and sumptuous entertainments that St. Peter recommends; these things are often sinful waste; men spend their money in selfish ostentation instead of holy and religious works” (= Bukan suatu pameran / pertunjukan yang mahal dan hiburan yang mewah yang direkomendasikan oleh Santo Petrus; hal-hal ini seringkali merupakan pemborosan yang bersifat dosa; orang-orang menghabiskan uang mereka dalam pameran yang egois dan bukannya pekerjaan yang kudus dan bersifat agama) - hal 179.

Saya kira kata-kata ini bagus sekali dan sangat perlu diwaspadai. Kalau saudara menerima seseorang / memberi tumpangan kepada seseorang, khususnya kalau ia adalah seorang hamba Tuhan, dan saudara menjamu dia, apakah saudara menjamunya secara mewah, dengan motivasi untuk memamerkan / mendemonstrasikan kebaikan saudara? Kalau ya, motivasi seperti ini sebetulnya bersifat egois, dan ini justru bertentangan dengan kasih!

Bdk. Mat 10:40,42 - “(40) Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. ... (42) Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.’”.

Text ini menunjukkan bahwa hospitality yang mengeluarkan uang sedikitpun dihargai oleh Tuhan. Tetapi juga jangan terlalu extrim menafsirkan ayat ini, sehingga saudara selalu hanya mau memberikan secangkir air sejuk. Perlu diingat bahwa di Palestina, air sejuk tidak dengan mudah didapatkan. Dan dalam cuaca panas, itu bisa lebih berarti dari apapun yang lain.

Ay 10: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”.

1) “Layanilah seorang akan yang lain”.

a) Dekatnya akhir jaman (lihat ay 7), tidak berarti kita harus menjadi pertapa.

Barclay: “Peter’s mind is dominated in this section by the conviction that the end of all things is near. ... he does not use that conviction to urge men to withdraw from the world and to enter on a kind of private campaign to save their own souls; he uses it to urge them to go into the world and serve their fellow-men. As Peter sees it, a man will be happy if the end finds him, not living as a hermit, but out in the world serving his fellow-men” (= Pikiran Petrus didominasi dalam bagian ini oleh keyakinan bahwa akhir dari segala sesuatu sudah dekat. ... ia tidak menggunakan keyakinan itu untuk mendesak manusia untuk menarik diri dari dunia dan untuk memasuki suatu jenis kampanye pribadi untuk menyelamatkan jiwa mereka sendiri; ia menggunakannya untuk mendesak mereka untuk pergi ke dalam dunia dan melayani sesama manusia mereka. Sebagaimana Petrus melihatnya, seseorang akan bahagia jika akhir jaman menjumpai dia, bukan sedang hidup sebagai seorang pertapa, tetapi sedang di dunia luar melayani sesama manusianya) - hal 254.

Pulpit Commentary: “For ‘the end of all things is at hand,’ and the Christian must school himself into thoughtful preparation for that solemn hour. His mind should be filled, not with castles in the air, not with visions of earthly prosperity (a mischievous and enervating habit), but with thoughts of death, judgment, eternity” [= Karena ‘kesudahan dari segala sesuatu sudah dekat’ (ay 7), dan orang Kristen harus melatih dirinya sendiri ke dalam persiapan yang penuh pemikiran untuk saat yang khidmat itu. Pikirannya harus diisi / dipenuhi, bukan dengan khayalan kosong, bukan dengan impian tentang kemakmuran duniawi (suatu kebiasaan yang jahat dan melemahkan), tetapi dengan pemikiran tentang kematian, penghakiman, kekekalan] - hal 178.

b) Petrus tidak menekankan satu pelayanan tertentu secara exklusif.

Barnes’ Notes: “The word ‘minister’ here (diakonountes) would refer to any kind of ministering, whether by counsel, by advice, by the supply of the needs of the poor, or by preaching. It has here no reference to any one of these exclusively; but means, that in whatever God has favored us more than others, we should be ready to minister to their needs” [= Kata ‘layanilah’ di sini (diakonountes) menunjuk pada jenis pelayanan apapun, apakah dengan nasehat, dengan menyuplai kebutuhan orang-orang miskin, atau dengan berkhotbah. Di sini itu tak mempunyai referensi pada yang manapun secara exklusif; tetapi berarti bahwa dalam hal apapun Allah memberi kita kebaikan yang lebih dari pada orang-orang lain, kita harus siap untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mereka].

2) “sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”.

a) Orang Kristen adalah pengurus dari kasih karunia Allah.

Barnes’ Notes: “‘As good stewards.’ Regarding yourselves as the mere stewards of God; that is, as appointed by him to do this work for him, and entrusted by him with what is needful to benefit others. He intends to do them good, but he means to do it through your instrumentality, and has entrusted to you as a steward what he designed to confer on them. This is the true idea, in respect to any special endowments of talent, property, or grace, which we may have received from God” (= ‘sebagai pengurus yang baik’. Anggaplah dirimu sendiri sebagai semata-mata pengurus dari Allah; yaitu, sebagai ditentukan olehNya untuk melakukan pekerjaan ini untuk Dia, dan dipercayai oleh Dia dengan apa yang perlu untuk manfaat orang-orang lain. Ia bermaksud untuk melakukan yang baik kepada mereka, tetapi Ia bermaksud untuk melakukannya melalui kamu sebagai alat, dan telah mempercayakan kepada kamu sebagai seorang pengurus apa yang Ia rencanakan untuk berikan kepada mereka. Ini adalah pandangan yang benar, berkenaan dengan pemberian khusus apapun tentang talenta, milik, atau kasih karunia, yang bisa kita terima dari Allah).

Barclay: “The Christian has to regard himself as a steward of God. In the ancient world the steward was very important. He might be a slave but his master’s goods were in his hands. ... The steward knew well that none of the things over which he had control belonged to him; they all belonged to his master. In everything he did he was answerable to his master and always it was his interests he must serve. The Christian must always under the conviction that nothing he possesses of material goods or personal qualities is his own; it belongs to God and he must ever use what he has in the interests of God to whom he is always answerable” (= Orang Kristen harus menganggap dirinya sendiri sebagai seorang pengurus dari Allah. Dalam dunia kuno ‘pengurus’ sangat penting. Ia bisa adalah seorang budak tetapi harta benda tuannya ada dalam tangannya. ... Si pengurus tahu dengan baik bahwa tidak ada dari hal-hal yang ada di bawah kontrolnya itu yang adalah miliknya sendiri. Dalam segala sesuatu yang ia lakukan ia bertanggung jawab kepada tuannya dan kepentingan tuannya itulah yang harus selalu ia layani. Orang Kristen harus selalu ada di bawah keyakinan bahwa tidak ada apapun dari harta benda materi atau kwalitet pribadi yang ia miliki, adalah miliknya sendiri; itu adalah milik Allah dan ia harus selalu menggunakan apa yang ia miliki bagi kepentingan Allah kepada siapa Ia selalu bertanggung jawab) - hal 255,256.

b) Orang Kristen harus melayani sesuai dengan karunia-karunia yang Allah berikan kepadanya.

Barnes’ Notes: “The word rendered ‘the gift’ (charisma), in the Greek, without the article, means ‘endowment’ of any kind, but especially that conferred by the Holy Spirit. Here it seems to refer to every kind of endowment by which we can do good to others” [= Kata yang diterjemahkan ‘karunia’ (KHARISMA), dalam bahasa Yunani, tanpa kata sandang, berarti suatu ‘pemberian / anugerah’ dari jenis apapun, tetapi khususnya yang diberikan oleh Roh Kudus. Di sini itu kelihatannya menunjuk pada setiap jenis pemberian dengan mana kita bisa berbuat baik kepada orang-orang lain].

Pulpit Commentary: “Do not minister anything else, but that very thing which you have received. God shows you what he intends you to do by what he gives you. Do not copy other people; do not try to be anybody else. Be true to yourself. If your gifts impel you to a special mode of service, follow them. Find out what you are fit for, and do it in your own fashion. Take your directions at first hand from God, and don’t spoil your own little gift by trying to bend it into the shape of somebody else’s. Flutes cannot be made to sound like drums. Be content to give out your own note, and leave the care of the harmony to God” (= Jangan melayani sesuatu apapun yang lain, kecuali hal yang telah engkau terima. Allah menunjukkan kepadamu apa yang Ia maksudkan untuk kaulakukan dengan apa yang Ia berikan kepadamu. Jangan meniru orang lain; jangan mencoba untuk menjadi orang lain. Bersikaplah benar terhadap dirimu sendiri. Jika karunia-karuniamu mendorong / mendesakmu kepada suatu cara pelayanan khusus, ikutilah mereka. Carilah untuk apa engkau cocok, dan lakukanlah dengan caramu. Terimalah pengarahanmu langsung dari Allah, dan janganlah membuang-buang karunia kecilmu dengan mencoba untuk membengkokkannya ke dalam bentuk karunia orang lain. Seruling tidak bisa dibuat berbunyi seperti drums. Puaslah untuk memberikan nadamu sendiri, dan serahkanlah pemeliharaan dari keharmonisan kepada Allah) - hal 184.

1Kor 12:7-11 - “(7) Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya”.

Ro 12:6-8 - “(6) Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. (7) Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; (8) jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita”.

1Kor 12:18 - “Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendakiNya”.

Illustrasi: dalam permainan puzzle, hanya ada 1 potongan puzzle yang cocok persis untuk mengisi suatu kekosongan. Dalam gereja, saudarapun mempunyai tempat yang unik yang tidak bisa digantkan oleh orang lain. Karena itu, carilah tempat / posisi yang cocok itu, dan layanilah dengan tekun.

Bdk. Markus 14:8 - “Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. TubuhKu telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburanKu”.

Maria bukan seorang rasul, pendeta, atau pengkhotbah, tetapi ia melakukan pelayanan yang bisa dilakukannya, dan ia dihargai untuk hal itu.

c) Berilah orang Kristen lain kebebasan dalam melayani.

Pulpit Commentary: “on the other hand, beware of interfering with your brother’s equal liberty. Do not hastily condemn modes of action because they are not yours” (= pada sisi yang lain, waspadalah dalam mencampuri kebebasan yang sama dari saudaramu. Jangan dengan tergesa-gesa mengecam cara-cara dari tindakan hanya karena cara-cara itu bukanlah cara-caramu) - hal 184.

Tentu saja kalau cara itu memang bertentangan dengan Kitab Suci, maka kita boleh menyalahkannya. Tetapi kalau cara itu sekedar tak sesuai dengan cara / selera kita, kita tidak boleh menyalahkannya.

Tetapi dalam kenyataannya, banyak sekali orang Kristen (biasanya yang dirinya sendiri tidak melayani), yang senang mengurusi cara orang Kristen lain dalam melayani, dan mengecamnya, sekalipun cara itu tidak bertentangan dengan Kitab Suci.

3) Seluruh ayat ini menunjukkan bahwa setiap orang Kristen pasti menerima karunia dari Tuhan untuk bisa melayani saudara-saudara seimannya. Secara tak langsung ini menunjukkan bahwa:
semua orang Kristen harus melayani.
orang Kristen saling tergantung satu sama lain.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “the members of the Christian community are thereby made by God interdependent. No one Christian believers can fully enjoy the benefits of the grace of God in Christ, or fully express the new activities it makes possible, in isolation” (= anggota-anggota dari masyarakat Kristen dengan ini dibuat oleh Allah saling tergantung satu dengan yang lain. Tak ada orang percaya Kristen yang bisa menikmati secara penuh manfaat dari kasih karunia Allah dalam Kristus, atau menyatakan secara penuh aktivitas-aktivitas baru yang dimungkinkan olehnya, dalam suatu pengasingan) - hal 156.

Pulpit Commentary: “Every man has some gift; no man has all. Therefore they are bound together by reciprocal wants and supplies, and convexities here and concavities there fit in to one another and make a solid whole. ... This variety constitutes an imperative call to service. Each man has something which some of his brethren want” (= Setiap orang mempunyai beberapa karunia; tidak ada orang yang mempunyai semua karunia. Karena itu mereka diikat menjadi satu oleh kebutuhan dan suplai timbal balik, dan kecembungan di sini dan kecekungan di sana cocok satu dengan yang lain dan membuat suatu keseluruhan yang penuh. ... Keaneka-ragaman ini membentuk suatu panggilan pelayanan yang penting sekali / diharuskan) - hal 184.

Pulpit Commentary: “In the Church of Christ no one is wholly and only a giver, or wholly and only a receiver. Every one has some gift, and every one has some need. It is by mutual ministration that the general welfare is secured” (= Dalam Gereja Kristus tak seorangpun adalah sepenuhnya dan hanya seorang pemberi, atau sepenuhnya dan hanya seorang penerima. Setiap orang mempunyai karunia, dan setiap orang mempunyai kebutuhan. Adalah dengan saling melayani maka kesejahteraan umum dipastikan) - hal 189.

Bdk. 1Kor 12:21-25 - “(21) Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: ‘Aku tidak membutuhkan engkau.’ Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: ‘Aku tidak membutuhkan engkau.’ (22) Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. (23) Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus. (24) Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, (25) supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan”.

4) Hubungannya dengan karunia bahasa Roh.

Karunia harus membangun orang lain, sedangkan karunia bahasa Roh tanpa penterjemahan, tak berguna untuk itu.

1Kor 14:3-5,13-17 - “(3) Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur. (4) Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat. (5) Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun. ... (13) Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. (14) Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. (15) Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku. (16) Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ‘amin’ atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan? (17) Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya”.

Karunia selalu bertujuan untuk membangun orang-orang lain. Karena itu beberapa penafsir menafsirkan bahwa ay 4a cuma merupakan bahasa sindiran dan arti sebenarnya adalah bahwa karunia bahasa Roh tidak membangun siapapun.

Ay 11: “Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin”.

1) “Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah”.

a) Dalam KJV kata ‘firman’ adalah ‘oracles’, dan kata ‘oracle’ sebetulnya berarti ‘sabda dewa’.

KJV: ‘If any man speak, let him speak as the oracles of God’ (= Jika ada orang yang berbicara, hendaklah ia berbicara seperti sabda Allah).

Pulpit Commentary: “The language of the apostle here need not be taken as referring to the heathen oracles. The New Testament makes use of the expression ‘oracles’ to designate divinely authorized utterances intended to instruct and benefit men. Thus Moses is said by Stephen to have received ‘living oracles’ to give unto the Jews; and the author of the epistle of the Hebrews describes the elements of Christian doctrine as ‘first principles of the oracles of God.’” (= Bahasa dari sang rasul di sini tidak perlu dianggap sebagai menunjuk kepada sabda dewa kafir. Perjanjian Baru menggunakan ungkapan ‘sabda dewa’ ini untuk menunjuk pada ucapan-ucapan yang diberi otoritas secara ilahi, yang dimaksudkan untuk mengajar dan memberi manfaat kepada manusia. Karena itu Musa dikatakan oleh Stefanus telah menerima ‘sabda dewa yang hidup’ untuk memberikannya kepada orang-orang Yahudi; dan penulis dari surat Ibrani menggambarkan elemen-elemen dari ajaran Kristen sebagai ‘prinsip-prinsip pertama dari sabda Allah’) - hal 189.

Kis 7:38 - “Musa inilah yang menjadi pengantara dalam sidang jemaah di padang gurun di antara malaikat yang berfirman kepadanya di gunung Sinai dan nenek moyang kita; dan dialah yang menerima firman-firman yang hidup untuk menyampaikannya kepada kamu”.

KJV: ‘the lively oracles’ (= sabda-sabda dewa yang hidup).

Ibr 5:12 - “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras”.

KJV: ‘the first principles of the oracles of God’ (= prinsip-prinsip pertama dari sabda Allah).

b) Calvin mengatakan (hal 131-132) bahwa ini menunjukkan bahwa seorang pengkhotbah harus memberitakan Firman Allah dan bukannya ajaran yang merupakan penemuan manusia, ataupun tradisi-tradisi seperti dalam kalangan Gereja Roma Katolik.

c) Orang yang memberitakan Firman Tuhan pertama-tama harus menerima / mendengarnya dari Tuhan, dan baru setelah itu memberitakannya.

Barclay: “First he listened to God, and then he spoke to men” (= Pertama-tama / mula-mula ia mendengarkan Allah, dan lalu ia berbicara kepada manusia) - hal 256.

2) “jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah”.

Pulpit Commentary: “We are weak, but his strength is made perfect in weakness; ... He supplies the strength which we need for the work which he has given us to do; he has appointed to every man his work, and will enable every man to do the work appointed him, if he seeks for that strength in faith and prayer” (= Kita lemah, tetapi kekuatanNya disempurnakan dalam kelemahan; ... Ia menyuplai kekuatan yang kita butuhkan untuk pekerjaan yang telah Ia berikan kepada kita untuk kita lakukan; Ia telah menetapkan setiap orang pekerjaannya, dan akan memampukan setiap orang untuk melakukan pekerjaan yang ditetapkanNya, jika ia mencari kekuatan itu dalam iman dan doa) - hal 180.

Fil 4:13 - “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”.

KJV: ‘I can do all things through Christ which strengtheneth me’ (= Aku bisa melakukan segala sesuatu melalui Kristus yang menguatkan aku).

2Kor 3:5 - “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah”.

3) “supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus”.

Kemuliaan Allah bukan hanya harus merupakan tujuan dari pelayanan, tetapi bahkan tujuan hidup dan tujuan dari setiap tindakan orang Kristen.

1Kor 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.

Calvin: “it is therefore a sacrilegious profanation of God’s gifts when men propose to themselves any other object than to glorify God. ... men wickedly take away from him what is his own, when they obscure in anything, or in any part, his glory” (= karena itu merupakan suatu pencemaran yang bersifat melanggar kesucian karunia-karunia Allah pada waktu manusia mengemukakan kepada diri mereka sendiri suatu obyek apapun selain dari memuliakan Allah. ... manusia secara jahat mengambil dari Dia apa yang adalah milikNya, pada waktu mereka mengaburkan dalam hal apapun, atau dalam bagian apapun, kemuliaanNya) - hal 132,133.

4) “Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin”.

Dalam Kitab Suci Indonesia, RSV, dan NIV, bagian ini dipisahkan sebagai kalimat baru. Tetapi dalam KJV dan NASB bagian ini merupakan sambungan dari bagian sebelumnya.

KJV: ‘If any man speak, let him speak as the oracles of God; if any man minister, let him do it as of the ability which God giveth: that God in all things may be glorified through Jesus Christ, to whom be praise and dominion for ever and ever. Amen’ (= Jika ada orang berbicara, hendaklah ia berbicara sebagai sabda Allah; jika ada orang yang melayani, hendaklah ia melakukannya dengan kemampuan yang Allah berikan, supaya Allah dalam segala sesuatu bisa dimuliakan melalui Yesus Kristus, bagi siapa pujian dan kekuasaan untuk selama-lamanya! Amin).

NASB: ‘Whoever speaks, let him speak, as it were, the utterances of God; whoever serves, let him do so as by the strength which God supplies; so that in all things God may be glorified through Jesus Christ, to whom belongs the glory and dominion forever and ever. Amen’ (= Siapapun berbicara, hendaklah ia berbicara sebagai ucapan-ucapan Allah; siapapun melayani, hendaklah ia melakukannya dengan kekuatan yang disuplai oleh Allah; sehingga dalam segala sesuatu Allah bisa dimuliakan melalui Yesus Kristus, yang adalah empunya kemuliaan dan kekuasaan selama-lamanya! Amin).

Dengan demikian terlihat bahwa doxology (= kata-kata kemuliaan) ini menunjuk kepada Yesus.

Matthew Henry: “The apostle’s adoration of Jesus Christ, and ascribing unlimited and everlasting praise and dominion to him, prove that Jesus Christ is the most high God, over all blessed for evermore. Amen” (= Pemujaan sang rasul tentang Yesus Kristus, dan penganggapan bahwa pujian dan kekuasaan yang tak terbatas dan kekal sebagai milikNya, membuktikan bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang tertinggi / maha tinggi, yang terpuji di atas semua untuk selama-lamanya. Amin).

I PETRUS 4:12-19

Ay 12: “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu”.

1) “Saudara-saudara yang kekasih”.

Dari kata-kata ini terlihat bahwa Petrus menujukan bagian ini untuk orang kristen yang sejati.

Barclay: “it is only the real Christian who will be persecuted. The Christian who compromises with the world will not be persecuted” (= hanya orang kristen yang sejati yang akan dianiaya. Orang Kristen yang berkompromi dengan dunia tidak akan dianiaya) - hal 258.

2) “janganlah kamu heran ... , seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu”.

Kita sering kali heran akan adanya penderitaan. Dan keheranan ini sering dinyatakan dengan kata-kata ‘Why’ (= Mengapa?), atau ‘Why me?’ (= Mengapa aku?).

3) “akan nyala api siksaan”.

a) Kata ‘nyala api siksaan’ / ‘burning’ (Yunani: PUROSIS) menunjukkan hebatnya penderitaan.

b) Dalam ayat ini digunakan kata-kata dalam bentuk present participle, menunjukkan bahwa penderitaan itu sudah mulai (Pulpit Commentary hal 174).

c) Ada pertentangan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan ‘nyala api siksaan’ ini.

1. Ada yang menganggap bahwa ini tak bisa kita tentukan dengan tepat.

Barnes’ Notes: “Referring, doubtless, to some severe persecution which was then impending. We have not the means of determining precisely what this was” (= Tak diragukan, menunjuk pada penganiayaan yang hebat yang pada saat itu sedang mendatang. Kita tidak mempunyai jalan untuk menentukan dengan tepat penganiayaan apa itu).

2. Ada yang menganggap ini menunjuk pada penganiayaan terhadap Gereja oleh kaisar Nero.

Pulpit Commentary: “The apostle is writing on the eve of the dreadful persecution of the Church by Nero, which was already beginning to be felt. ... No wonder if they thought the trial strange; even to us with our larger knowledge it always seems strange that the good should suffer, and often so severely” (= Sang rasul sedang menulis pada saat menjelang penganiayaan yang mengerikan terhadap Gereja oleh Nero, yang sudah mulai dirasakan. ... Tidak heran jika mereka menganggap pencobaan itu sebagai aneh; bahkan bagi kita dengan pengetahuan yang lebih banyak, selalu kelihatan aneh bahwa orang-orang baik / saleh harus menderita, dan seringkali dengan begitu hebat) - hal 193.

4) “yang datang kepadamu sebagai ujian”.

Tujuan dari penderitaan itu adalah sebagai ujian, jadi ini akan baik untuk mereka.

Ay 13: “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaanNya”.

1) “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus”.

a) ‘penderitaan Kristus’.

Barnes’ Notes: “That is, sufferings of the same kind that he endured, and inflicted for the same reasons” (= Yaitu, penderitaan dari jenis yang sama seperti yang ia alami, dan diberikan karena alasan-alasan yang sama).

b) ‘bersukacitalah’.

Pulpit Commentary: “Christians should learn to rejoice in persecution; ... Suffering meekly borne draws the Christian nearer to Christ, lifts him, as on a cross, nearer to the crucified Lord; but this it does only when he looks to Jesus in his suffering, when the eye of faith is fixed upon the cross of Christ. Then faith unites the suffering of the disciple with the suffering of his Lord” (= Orang-orang kristen harus belajar untuk bersukacita dalam penganiayaan; ... Penderitaan yang ditanggung dengan lembut menarik orang Kristen lebih dekat kepada Kristus, mengangkatnya, seperti pada salib, lebih dekat kepada Tuhan yang tersalib; tetapi ini hanya terjadi pada waktu ia memandang kepada Yesus dalam penderitaannya, pada waktu mata iman diarahkan pada salib Kristus. Maka iman mempersatukan penderitaan dari sang murid dengan penderitaan dari Tuhannya) - hal 174.

Bandingkan dengan:

· Mat 5:10-12 - “(10) Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (11) Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. (12) Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.’”.

· Ibr 12:1-4 - “(1) Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. (2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (3) Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (4) Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah”.

2) “supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaanNya”.

a) Pentingnya penderitaan / penganiayaan dan cara yang benar dalam menghadapinya.

Barclay: “Persecution is the way to glory. The Cross is the way to the crown” (= Penganiayaan adalah jalan kepada kemuliaan. Salib adalah jalan kepada mahkota) - hal 258.

Matthew Henry: “Those who rejoice in their sufferings for Christ shall eternally triumph and rejoice with him in glory” (= Mereka yang bersukacita dalam penderitaan mereka untuk Kristus akan menang secara kekal dan bersukacita dengan Dia dalam kemuliaan).

Pulpit Commentary: “Joy in suffering now is the earnest of the great joy of the redeemed at the revelation of that glory which they now see through a glass darkly” (= Sukacita dalam penderitaan sekarang adalah uang muka / jaminan dari sukacita yang besar dari orang-orang yang ditebus pada penyataan dari kemuliaan itu, yang sekarang mereka lihat melalui kaca dengan samar-samar) - hal 174.

b) Apakah kata-kata ini menunjukkan bahwa orang Kristen baru masuk surga pada saat Yesus datang keduakalinya?

Barnes’ Notes: “Every good man will have joy when, immediately at death, he is received into the presence of his Saviour; but his joy will be complete only when, in the presence of assembled worlds, he shall hear the sentence which shall confirm him in happiness forever” (= Setiap orang yang baik / saleh akan mempunyai sukacita pada saat, segera pada saat kematian, ia diterima ke dalam hadirat dari Juruselamatnya; tetapi sukacitanya akan sempurna / lengkap hanya pada waktu, pada kehadiran dari dunia yang dikumpulkan, ia mendengar kalimat yang meneguhkan dia dalam kebahagiaan selama-lamanya).

Ay 14: “Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu”.

1) “Berbahagialah kamu”.

Barnes’ Notes: “The sense of the word ‘happy’ here is the same as ‘blessed’ in Matt. 5:3-5, etc. It means that they were to regard their condition or lot as a blessed one; not that they would find personal and positive enjoyment on being reproached and vilified. It would be a blessed condition, because it would be like that of their Saviour; would show that they were his friends; would be accompanied with rich spiritual influences in the present world; and would be followed by the rewards of heaven” (= Arti dari kata ‘berbahagialah’ di sini sama seperti kata ‘diberkatilah’ dalam Mat 5:3-5, dsb. Itu berarti bahwa mereka harus menganggap keadaan atau nasib mereka sebagai keadaan / nasib yang diberkati; bukan bahwa mereka mendapatkan penikmatan pribadi dan positif tentang keadaan dicela dan difitnah / dijelek-jelekkan. Itu adalah keadaan yang diberkati, karena itu merupakan keadaan seperti keadaan dari Juruselamat mereka; dan itu menunjukkan bahwa mereka adalah sahabat-sahabatNya; dan itu akan disertai dengan pengaruh-pengaruh rohani yang kaya dalam dunia sekarang ini; dan akan diikuti dengan pahala di surga).

Catatan: kata Yunani yang digunakan di sini sama dengan yang digunakan dalam ucapan bahagia (Mat 5:3-12).

2) “jika kamu dinista karena nama Kristus”.

KJV: ‘If ye be reproached’ (= Jika kamu dicela).

a) Penekanan pada ‘celaan’ / ‘hinaan’.

Calvin: “He mentions reproaches, because there is often more bitterness in them than in the loss of goods, or in the torments or agonies of the body; there is therefore nothing which is more grievous to ingenuous minds. For we see that many who are strong to bear want, courageous in torments, nay, bold to meet death, do yet succumb under reproach” (= Ia menyebutkan ‘celaan’, karena seringkali ada lebih banyak kepahitan dalam celaan dari pada dalam kehilangan harta benda / barang-barang, atau dalam siksaan atau penderitaan jasmani; karena itu tidak ada sesuatupun yang lebih menyedihkan bagi pikiran yang jujur / sederhana. Karena kami melihat bahwa banyak orang yang kuat memikul / menahan kekurangan, berani dalam siksaan, bahkan berani menghadapi kematian, tetapi menyerah di bawah celaan) - hal 135.

b) Kata-kata ini pasti berlandaskan kata-kata Yesus dalam Mat 5:11 - “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat”.

Bdk. Kis 5:41 - “Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus”.

3) “sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu”.

a) Ada problem textual (ada manuscripts yang berbeda) dalam bagian ini.

1. Ada manuscript-manuscript yang menambahkan kata-kata ‘dan kuasa’.

Pulpit Commentary: “Two of the most ancient manuscripts, with some others, insert the words KAI DUNAMEOS, ‘the Spirit of glory, and of power, and of God.’” [= Dua dari manuscript-manuscript yang paling kuno, dengan beberapa yang lain, memasukkan kata-kata KAI DUNAMEOS, ‘Roh kemuliaan, dan kuasa, dan Roh Allah’] - hal 175.

2. KJV menambahkan suatu anak kalimat.

KJV: ‘If ye be reproached for the name of Christ, happy are ye; for the spirit of glory and of God resteth upn you: on their part he is evil spoken of, but on your part he is glorified’ (= Jika kamu dicela karena nama Kristus, berbahagialah kamu; karena Roh kemuliaan dan Roh Allah tinggal padamu: pada mereka Ia dibicarakan dengan jahat / buruk, tetapi padamu Ia dimuliakan).

Pulpit Commentary mengatakan bahwa bagian akhir dari terjemahan KJV itu tak ada dalam manuscript yang paling kuno, dan mungkin tidak asli, tetapi kata-kata itu benar.

b) Apa arti dari bagian ini?

Barnes’ Notes: “the meaning is, that they might expect that that Spirit would rest upon them, or abide with them, if they were persecuted for the cause of Christ. ... The essential idea is, that, if they were called to suffer in the cause of the Redeemer, they would not be left or forsaken. They might hope that God would impart his Spirit to them in proportion to their sufferings in behalf of religion, and that they would have augmented joy and peace. This is doubtless the case with those who suffer persecution, and this is the secret reason why they are so sustained in their trials. Their persecutions are made the reason of a much more copious effusion of the Spirit on their souls” (= artinya adalah, bahwa mereka boleh mengharapkan bahwa Roh itu akan terletak pada mereka atau tinggal pada mereka, jika mereka dianiaya untuk perkara Kristus. ... Gagasan yang perlu sekali adalah bahwa jika mereka dipanggil untuk menderita dalam perkara dari sang Penebus, mereka tidak akan ditinggalkan. Mereka bisa berharap bahwa Allah akan memberikan RohNya kepada mereka sebanding dengan penderitaan mereka demi kepentingan agama, sehingga mereka akan bertambah / bertumbuh dalam sukacita dan damai. Ini, tak diragukan, merupakan kasus dari mereka yang mengalami penganiayaan, dan ini merupakan alasan rahasia mengapa mereka begitu ditopang dalam ujian / pencobaan mereka. Penganiayaan mereka dijadikan alasan dari suatu pencurahan Roh yang jauh lebih banyak pada jiwa mereka).

Barnes’ Notes: “The same principle applies, doubtless, to all the forms of trial which the children of God pass through; and in sickness, bereavement, loss of property, disappointment in their worldly plans, and death itself, they may hope that larger measures of the Spirit’s influences will rest upon them. Hence, it is often gain to the believer to suffer” (= Tak diragukan bahwa prinsip yang sama berlaku pada semua bentuk dari ujian / pencobaan yang dilalui anak-anak Allah; dan dalam kesakitan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan milik, kekecewaan dalam rencana duniawi mereka, dan kematian itu sendiri, mereka bisa berharap bahwa ukuran yang lebih besar dari pengaruh Roh akan ada / tinggal pada mereka. Karena itu, seringkali merupakan suatu keuntungan bagi orang percaya untuk menderita).

Ay 15: “Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau”.

1) “Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat”.

Pulpit Commentary: “Let us see to it that we do not take ourselves the comforts of those who suffer for Christ’s sake, when we really suffer for our sins’ sake” (= Hendaklah kita menjaga supaya kita tidak mengambil untuk diri kita sendiri penghiburan-penghiburan dari mereka yang menderita karena Kristus, pada waktu kita sebenarnya menderita karena dosa-dosa kita) - hal 194.

2) “atau pengacau”.

Terjemahan ini salah, dan RSV menterjemahkan secara sama salahnya.

RSV: ‘a mischief-maker’ (= seorang pengacau / pembuat kejahatan).

Ketiga Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan secara serupa, demikian juga dengan Interlinear Greek - English.

KJV: ‘a busybody in other men’s matters’ (= orang yang suka ikut campur dalam urusan orang lain).

NIV: ‘a meddler’ (= seorang yang suka mencampuri urusan orang lain).

NASB: ‘a troublesome meddler’ (= seorang pengganggu yang suka mencampuri urusan orang lain).

Interlinear: ‘a pryer into other men’s affairs’ (= seorang yang mencampuri urusan orang lain).

a) Ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud di sini adalah suatu dosa tertentu terhadap pemerintahan, yang banyak terdapat pada saat itu dalam kalangan orang-orang Yahudi.

Editor dari Calvin’s Commentary: “The sin here referred to must have some public act, punishable by law. The word means an observer of other people’s affairs, but he must have done so for some sinister purpose. He was probably a pryer into matters of state or government in order to create discontent and to raise commotions; and this was an evil which prevailed much at the time among the Jews. Hence ‘seditions,’ or factions, would convey probably the right meaning” (= Dosa yang ditunjuk di sini pasti merupakan tindakan umum, yang bisa dihukum oleh hukum. Kata itu berarti ‘seorang pengamat dari urusan orang lain’, tetapi ia pasti berbuat demikian untuk tujuan yang jahat. Mungkin ia adalah seorang yang mengintip ke dalam persoalan-persoalan / urusan-urusan dari negara atau pemerintahan untuk menciptakan ketidak-puasan dan untuk membangkitkan huru hara; dan ini merupakan kejahatan yang banyak terjadi pada saat itu di kalangan orang-orang Yahudi. Jadi, ‘hasutan’, atau golongan oposisi mungkin memberikan arti yang benar) - hal 137 (footnote).

b) Ada juga yang menganggap ini adalah dosa biasa, yang banyak terdapat dimana saja, yaitu ‘suka mencampuri urusan orang lain’.

Pulpit Commentary: “Perhaps few now need fear being ‘murderers’ or ‘malefactors,’ but many may be on their guard against being ‘meddlers.’” (= Mungkin sekarang sedikit yang perlu takut untuk menjadi ‘pembunuh’ atau ‘penjahat’, tetapi banyak harus berhati-hati untuk tidak menjadi ‘orang yang mencampuri urusan orang lain’) - hal 199.

Pulpit Commentary: “This clause represents one Greek word, ALLOTRIOEPISKOPOS; it means an EPISKOPOS, inspector, overseer (‘bishop’ is the modern form of the word), of other men’s matters - of things that do not concern him” [= Anak kalimat ini mewakili satu kata Yunani ALLOTRIOEPISKOPOS; itu berarti seorang EPISKOPOS, inspektur, pengawas / penilik (‘uskup’ adalah bentuk modern dari kata ini), dari persoalan / urusan orang lain - dari hal-hal yang bukan urusannya] - hal 175.

Pulpit Commentary menambahkan bahwa kata EPISKOPOS di sini tentu tidak diartikan secara gerejani. Jadi yang dimaksud bukan betul-betul seorang penatua / penilik, tetapi orang, yang sekalipun tidak punya kepentingan, bersikap seakan-akan ia adalah seorang penilik, yang berhak mengurusi.

Barnes’ Notes: “The Greek word used here allotrioepiskopos occurs nowhere else in the New Testament. It means, properly, an inspector of strange things, or of the things of others. ... one who busies himself with what does not concern him; that is, one who pries into the affairs of another; who attempts to control or direct them as if they were his own. In respect to the vice here condemned, see the notes at Phil 2:4. Compare 2 Thes 3:11, and 1 Tim. 5:13” (= Kata Yunani yang digunakan di sini allotrioepiskopos tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Tepatnya, itu berarti ‘seorang pengawas dari hal-hal yang aneh’, atau ‘dari hal-hal dari orang-orang lain’. ... ‘seseorang yang menyibukkan dirinya sendiri dengan apa yang bukan urusannya’, yaitu ‘seseorang yang mencampuri urusan-urusan dari orang lain’; ‘yang mencoba untuk mengontrol atau mengarahkan urusan-urusan itu seakan-akan itu adalah urusannya sendiri’. Berkenaan dengan perbuatan jahat yang dikecam di sini, lihat catatan pada Fil 2:4. Bandingkan dengan 2Tes 3:11, dan 1Tim 5:13).

1Tim 5:13 - “Lagipula dengan keluar masuk rumah orang, mereka membiasakan diri bermalas-malas dan bukan hanya bermalas-malas saja, tetapi juga meleter dan mencampuri soal orang lain dan mengatakan hal-hal yang tidak pantas”.

Bagian yang saya garis bawahi oleh NIV diterjemahkan: ‘but also gossips and busybodies, saying things they ought not to’ (= tetapi juga penggosip dan orang-orang yang suka mencampuri urusan orang lain, mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak mereka katakan).

2Tes 3:11 - “Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna”.

KJV: ‘For we hear that there are some which walk among you disorderly, working not at all, but are busybodies’ (= Karena kami mendengar bahwa ada beberapa orang yang hidup dengan kacau di tengah-tengah kamu, tidak bekerja sama sekali, tetapi suka mencampuri urusan orang lain).

NIV: ‘We hear that some among you are idle. They are not busy; they are busybodies’ (= Kami mendengar bahwa beberapa dari antara kamu malas. Mereka tidak sibuk; mereka suka mencampuri urusan orang lain).

Fil 2:4 - “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga”.

Barnes’ Notes (tentang Fil 2:4): “That is, be not selfish. Do not let your care and attention be wholly absorbed by your own concerns, or by the concerns of your own family. Evince a tender interest for the happiness of the whole, and let the welfare of others lie near your hearts. This, of course, does not mean that there is to be any improper interference in the business of others, or that we are to have the character of ‘busy-bodies in other people’s matters’ ...; but that we are to regard with appropriate solicitude the welfare of others, and to strive to do them good” [= Yaitu, jangan egois. Janganlah perhatianmu seluruhnya diserap oleh kepentinganmu sendiri, atau oleh kepentingan keluargamu sendiri. Tunjukkan secara jelas suatu perhatian yang lembut untuk kebahagiaan dari seluruhnya (seluruh tubuh Kristus), dan hendaklah kesejahteraan dari orang-orang lain terletak dekat dengan hatimu. Tentu saja ini tidak berarti bahwa ada suatu campur tangan yang tidak benar dalam urusan orang-orang lain, atau bahwa kita harus mempunyai karakter dari ‘orang yang suka mencampuri urusan orang lain’ ...; tetapi bahwa kita harus memperhatikan dengan perhatian yang tepat / pantas kesejahteraan dari orang-orang lain, dan berjuang untuk kebaikan mereka].

Fil 2:4 ini menganjurkan ‘ikut campur yang positif’. Misalnya memperhatikan orang yang dalam kebutuhan / kesusahan, dan menolong / menghibur mereka. Atau juga memperhatikan orang-orang yang membolos dari kebaktian, tidak ikut Pemahaman Alkitab, tidak pelayanan, dsb, dan mendorong / menasehati mereka supaya rajin dalam hal-hal itu.

Pulpit Commentary: “They must not suffer as evil-doers; nor even as busybodies. They must imitate the Lord Jesus, who said, ‘Man, who made me a judge or a divider over you?’ (Luke 12:14). ‘Be much at home,’ says Leighton, ‘setting things at rights within your own breast, where there is so much work, and such daily need of diligence, and then you will find no leisure for unnecessary idle prying into the ways and affairs of others; and further than your calling and the rules of Christian charity engage you, you will not interpose in any matters without you, nor be found proud and censorious, as the world is ready to call you.’” [= Mereka tak boleh menderita sebagai pembuat kejahatan, bahkan tidak sebagai orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Mereka harus meniru Tuhan Yesus, yang berkata: ‘Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?’ (Luk 12:14). Leighton berkata: ‘Krasanlah, dengan membereskan hal-hal dalam hatimu sendiri, dimana ada begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan, dan dibutuhkan kerajinan setiap hari, maka kamu tidak akan mempunyai waktu luang untuk tindakan mengurusi / mengintip, yang tidak perlu dan malas, ke dalam jalan dan urusan dari orang-orang lain; dan kamu tidak akan ikut campur dari persoalan-persoalan apapun di luar dirimu lebih jauh dari panggilanmu dan dari yang diminta oleh peraturan kasih Kristen, dan tidak akan didapati bangga dan bersikap mencela, sebagaimana dunia ini siap memanggilmu’] - hal 181.

Luk 12:13-14 - “(13) Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: ‘Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.’ (14) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?’”.

Ay 16: “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu”.

1) “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen”.

Tentang istilah ‘Christian’ (= Orang Kristen), perhatikan komentar di bawah ini.

Pulpit Commentary: “The name was probably invented by the heathen, and used at first as a term of derision; ... it was not commonly used among believers till after New Testament times. Then they began to discern its admirable suitableness. It reminded them that the centre of their religion was not a system of doctrines, but a Person, and that Person the Messiah, the Anointed of God. ... It reminded them that they too were anointed, that they had an unction from the Holy One” (= Nama / sebutan itu mungkin ditemukan oleh orang-orang kafir, dan mula-mula digunakan sebagai suatu istilah ejekan; ... itu tidak digunakan secara umum di antara orang-orang percaya sampai setelah jaman Perjanjian Baru. Lalu mereka mulai melihat kecocokan yang mengagumkan. Itu mengingatkan mereka bahwa pusat dari agama mereka bukanlah suatu sistim dari doktrin-doktrin, tetapi seorang Pribadi, dan Pribadi itu adalah Mesias, Yang Diurapi dari Allah. ... Itu mengingatkan mereka bahwa mereka juga diurapi, bahwa mereka mempunyai urapan dari Yang Kudus) - hal 175.

2) “maka janganlah ia malu”.

Barnes’ Notes: “Christians now, though not subjected to open persecution, are frequently reproached by the world on account of their religion; and though the rack may not be employed, and the fires of martyrdom are not enkindled, yet it is often true that one who is a believer is called to ‘suffer as a Christian.’ He may be reviled and despised. His views may be regarded as bigoted, narrow, severe. Opprobrious epithets, on account of his opinions, may be applied to him. His former friends and companions may leave him because he has become a Christian. A wicked father, or a frivilous and worldly mother, may oppose a child, or a husband may revile a wife, on account of their religion. In all these cases, the same spirit essentially is required which was enjoined on the early Christian martyrs. We are never to be ashamed of our religion, whatever results may follow from our attachment to it” (= Orang-orang kristen sekarang, sekalipun tidak menjadi sasaran dari penganiayaan secara terbuka, sering dicela oleh dunia karena agama mereka; dan sekalipun tidak digunakan penyiksaan, dan api dari kematian syahid tidak dinyalakan, tetapi seringkali merupakan sesuatu yang benar bahwa orang yang adalah seorang percaya dipanggil untuk ‘menderita sebagai seorang Kristen’. Ia mungkin / bisa dicerca dan dihina / dipandang rendah. Pandangannya bisa dianggap sebagai fanatik, sempit / picik, keras. Julukan-julukan yang memalukan / menghina, karena pandangan-pandangannya, bisa diterapkan kepadanya. Teman-teman dan rekan-rekannya dulu bisa meninggalkannya karena ia telah menjadi orang Kristen. Seorang ayah yang jahat, atau seorang ibu yang tolol dan duniawi, bisa menentang seorang anak, atau seorang suami bisa mencerca seorang istri, karena agama mereka. Dalam semua kasus ini, pada hakekatnya dibutuhkan roh yang sama dengan yang melekat pada para martir Kristen yang mula-mula. Kita tidak boleh malu pada agama kita, apapun akibat yang akan terjadi karena pembaktian kita kepadanya).

Bandingkan dengan:
2Tim 1:8 - “Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi InjilNya oleh kekuatan Allah”.
Ro 1:16 - “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani”.

Bagian yang saya garis bawahi itu salah terjemahan.

KJV: ‘For I am not ashamed of the gospel of Christ’ (= Karena aku tidak malu karena Injil Kristus).

NIV: ‘I am not ashamed of the gospel’ (= Aku tidak malu karena Injil).

3) “melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu”.

KJV: ‘but let him glorify God on this behalf’ (= tetapi hendaklah ia memuliakan Allah karena hal ini).

RSV: ‘but under that name let him glorify God’ (= tetapi di bawah nama itu hendaklah ia memuliakan Allah).

NIV: ‘but praise God that you bear that name’ (= tetapi pujilah Allah bahwa engkau memakai nama itu).

NASB: ‘but in that name let him glorify God’ (= tetapi dalam nama itu hendaklah ia memuliakan Allah).

Perbedaan terjemahan pada bagian akhir dari ay 16 ini, antara KJV yang tidak mempunyai kata ‘nama’ dan terjemahan-terjemahan yang lain, disebabkan karena ada perbedaan manuscripts. Tetapi pada umumnya terjemahan-terjemahan yang lain yang diterima.

Kata ‘Kristus’ dalam Kitab Suci Indonesia sebetulnya tidak ada, sehingga kata ‘nama’ bisa menunjuk kepada nama Kristus atau kepada nama orang Kristen.

Pulpit Commentary: “The best-supported reading is EN TO ONOMATI TOUTO. This may be understood as an idiom, in the same sense as the reading of the Authorized Version; but it is better to translate it literally, ‘in this name,’ i.e. either the name of Christ, or (more probably, perhaps) that of Christian” [= Pembacaan yang paling didukung adalah EN TO ONOMATI TOUTO. Ini bisa dimengerti sebagai suatu ungkapan, dalam arti yang sama seperti pembacaan dari AV / KJV; tetapi adalah lebih baik untuk menterjemahkannya secara hurufiah, ‘dalam nama itu’, yaitu, atau nama Kristus, atau (mungkin, lebih memungkinkan) nama dari orang Kristen] - hal 175.

Ay 17: “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah?”.

1) “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai”.

a) Kata-kata ‘sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai’ menunjukkan bahwa yang dimaksud di sini bukanlah penghakiman terakhir pada akhir jaman nanti, tetapi penghakiman sekarang di dunia ini.

b) Dengan demikian, ay 17 ini bertentangan dengan doktrin tentang api pencucian dari Gereja Roma Katolik.

Doktrin api pencucian dari Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa setelah mati, pada saat di antara kematian seseorang dan kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka orang-orang itu disucikan, dalam api pencucian, yang tentu saja sangat menyakitkan, sampai dosa-dosa mereka dibersihkan, baru mereka bisa masuk surga.

Alan M. Stibbs menggunakan ay 17 ini untuk menentang ajaran tentang api pencucian ini. Argumentasinya adalah: ay 17 ini menunjukkan bahwa kalau kita membutuhkan penyucian sebelum masuk surga, maka penyucian itu dilakukan dalam hidup ini, bukan pada saat di antara kematian kita dan kedatangan Kristus yang keduakalinya.

Alan M. Stibbs: “in so far as those who become Christians need purgatorial cleansing before they can share the heavenly glory, it is meted out to them, not in some intermediate state, but in this life” (= dalam persoalan dimana mereka yang menjadi orang Kristen membutuhkan penyucian sebelum mereka bisa mendapatkan kemuliaan surgawi, itu diberikan kepada mereka, bukan antara saat mereka mati dan kedatangan kedua dari Kristus, tetapi dalam hidup ini) - hal 163-164.

2) “dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita”.

Kata-kata ‘rumah Allah’ jelas menunjuk kepada ‘gereja’, dan kata ‘kita’ menunjuk kepada ‘orang kristen’. Jadi bagian ini mengatakan bahwa orang kristen / gereja akan dihakimi lebih dulu oleh Allah.

a) Kadang-kadang Tuhan memulai penghakiman terhadap orang di luar gereja seperti dalam Zef 3:6-7, dengan tujuan supaya anak-anakNya menjadi takut dan lalu mentaatiNya, seperti dalam Zef 3:6-7 (Alexander Nisbet, hal 183).

Zef 3:1-7 - “(1) Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan! (2) Ia tidak mau mendengarkan teguran siapapun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada TUHAN ia tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap. (3) Para pemukanya di tengah-tengahnya adalah singa yang mengaum; para hakimnya adalah serigala pada waktu malam yang tidak meninggalkan apapun sampai pagi hari. (4) Para nabinya adalah orang-orang ceroboh dan pengkhianat; para imamnya menajiskan apa yang kudus, memperkosa hukum Taurat. (5) Tetapi TUHAN adil di tengah-tengahnya, tidak berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia memberi hukumNya; itu tidak pernah ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim tidak kenal malu! (6) ‘Aku telah melenyapkan bangsa-bangsa; menara-menara penjuru mereka telah musnah. Aku telah merusakkan jalan-jalannya, sehingga tidak ada orang yang lewat. Kota-kota mereka telah ditanduskan, sehingga tidak ada orang dan tidak ada penduduk. (7) Aku sangka: Tentulah ia sekarang akan takut kepadaKu, akan mempedulikan kecaman dan segala yang Kutugaskan kepadanya tidak akan lenyap dari penglihatannya. Tetapi sesungguhnya mereka makin giat menjadikan busuk perbuatan mereka”.

Ay 1-5 menunjukkan kebejatan Yehuda / Yerusalem. Ay 6 menunjukkan Tuhan menghancurkan bangsa-bangsa kafir, dan ay 7 menunjukkan tujuannya, yaitu ‘Tentulah ia (Yerusalem / Yehuda) sekarang akan takut kepadaKu’

b) Tetapi kadang-kadang, dan mungkin bahkan pada umumnya, terjadi sebaliknya, dimana Allah menghakimi gereja / orang kristen lebih dulu, seperti yang dikatakan dalam ay 17 ini. Mengapa?

Calvin: “It was formerly usual with the Lord, as all the prophets witness, to exhibit the first examples of his chastisements in his own people, as the head of a family corrects his own children rather than those of strangers” (= Dahulu merupakan sesuatu yang biasa dengan Tuhan, seperti semua nabi bersaksi, untuk menunjukkan contoh-contoh pertama dari penghajaranNya dalam umatNya sendiri, seperti kepala dari suatu keluarga mengoreksi anak-anaknya sendiri dari pada mereka yang adalah orang-orang asing) - hal 138.

Calvin: “For though God is the judge of the whole world, yet he would have his providence to be especially acknowledged in the government of his own Church” (= Karena sekalipun Allah adalah hakim dari seluruh dunia, tetapi Ia menginginkan bahwa providensiaNya diakui khususnya dalam pemerintahan GerejaNya sendiri) - hal 138.

Bandingkan dengan:

· Yes 10:12 - “Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang angkuh sombong”.

· Yeh 9:6 - “Orang-orang tua, teruna-teruna dan dara-dara, anak-anak kecil dan perempuan-perempuan, bunuh dan musnahkan! Tetapi semua orang yang ditandai dengan huruf T itu, jangan singgung! Dan mulailah dari tempat kudusKu!’ Lalu mereka mulai dengan tua-tua yang berada di hadapan Bait Suci”.

· Yer 25:15-29 - “(15) Beginilah firman TUHAN, Allah Israel, kepadaku: ‘Ambillah dari tanganKu piala berisi anggur kehangatan amarah ini dan minumkanlah isinya kepada segala bangsa yang kepadanya Aku mengutus engkau, (16) supaya mereka minum, menjadi terhuyung-huyung dan bingung karena pedang yang hendak Kukirimkan ke antaranya. (17) Maka aku mengambil piala itu dari tangan TUHAN, lalu meminumkan isinya kepada segala bangsa yang kepadanya TUHAN mengutus aku, (18) yakni kepada Yerusalem dan kota-kota Yehuda, beserta raja-rajanya dan pemuka-pemukanya, untuk membuat semuanya itu menjadi reruntuhan, ketandusan dan sasaran suitan dan kutuk seperti halnya pada hari ini; (19) kepada Firaun, raja Mesir, beserta pegawai-pegawainya, dan pemuka-pemukanya, dan segenap rakyatnya, (20) juga kepada semua orang campuran dari berbagai-bagai bangsa; kepada semua raja negeri Us; kepada semua raja negeri Filistin, yakni Askelon, Gaza, Ekron dan orang-orang yang masih tinggal hidup di Asdod; (21) kepada Edom, Moab dan bani Amon; (22) kepada semua raja Tirus, semua raja Sidon dan kepada raja-raja tanah pesisir di seberang laut; (23) kepada Dedan, Tema, Bus dan kepada orang-orang yang berpotong tepi rambutnya berkeliling; (24) kepada semua raja Arab yang tinggal di padang gurun; (25) kepada semua raja Zimri, kepada semua raja Elam dan kepada semua raja Madai; (26) kepada semua raja dari utara, yang dekat dan yang jauh, satu demi satu, dan kepada semua kerajaan dunia yang ada di atas muka bumi; juga raja Sesakh akan meminumnya sesudah mereka. (27) Kemudian haruslah kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Minumlah sampai mabuk dan muntah-muntah! Rebahlah dan jangan bangun lagi, oleh karena pedang yang hendak Kukirimkan ke antara kamu! (28) Tetapi apabila mereka enggan menerima piala itu dari tanganmu untuk meminum isinya, maka haruslah kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Kamu wajib meminumnya! (29) Sebab sesungguhnya di kota yang namaKu telah diserukan di atasnya Aku akan mulai mendatangkan malapetaka; masakan kamu ini akan bebas dari hukuman? kamu tidak akan bebas dari hukuman, sebab Aku ini mengerahkan pedang ke atas segenap penduduk bumi, demikianlah firman TUHAN semesta alam”.

Catatan:

¨ Perhatikan bahwa dalam daftar orang-orang / bangsa-bangsa yang dihukum dalam ay 18-26, Yerusalem, kota-kota Yehuda, raja-raja dan pemuka-pemukanya, menempati urutan pertama!

¨ Dan juga perhatikan bagian yang saya garis bawahi dari ay 29.

Pada waktu Tuhan menghakimi gereja, maka perlu diketahui bahwa Ia bersikap berbeda terhadap 2 golongan yang ada dalam gereja, yaitu orang kristen KTP dan orang kristen yang sejati.

1. Terhadap orang kristen KTP, Tuhan bisa betul-betul menghukum.

Jadi mereka ini bisa saja mengalami hal-hal yang betul-betul membawa kerugian bagi mereka (ingat bahwa Ro 8:28 hanya berlaku untuk orang kristen sejati). Bisa saja mereka mengalami hal-hal yang begitu berat, sehingga menjadi gila, murtad, bunuh diri dan sebagainya. Atau, Tuhan membunuh mereka dan lalu membuang mereka ke dalam neraka.

2. Terhadap orang kristen yang sejati.

Ada 3 hal yang Tuhan tidak bisa lakukan pada waktu Ia menghakimi orang kristen yang sejati / anak-anakNya sendiri:

a. Tuhan tidak bisa membuang mereka ini ke dalam neraka, atau menghancurkan keselamatan mereka.

Ini terlihat dari kata-kata ‘orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan’ (ay 18a).

‘Orang benar’ menunjukkan orang yang dibenarkan karena iman kepada Kristus (Ro 3:24 Ro 5:1,9). Sekalipun dalam faktanya hidup mereka tidak benar secara murni, tetapi mereka haruslah berjuang untuk hidup suci / benar (1Yoh 2:6).

Kata-kata ‘hampir-hampir tidak diselamatkan’ menunjukkan bahwa mereka tidak mungkin tidak selamat! Bdk. Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.

Ada cerita tentang orang kristen dan orang kafir yang berbicara tentang neraka. Orang kafir itu lalu berkata: ‘Saya tidak percaya akan adanya neraka. Neraka adalah dunia yang penuh penderitaan ini. Sekarang kita ada di neraka’. Orang kristen itu lalu menjawab: ‘Ada 3 alasan mengapa saya yakin bahwa ini bukan neraka. Pertama: di sana ada air dan kamu bisa minum, sedangkan tidak ada air dalam neraka. Kedua: saya sekarang sedang menginjili kamu, sedangkan tidak ada injil dalam neraka. Ketiga: saya orang kristen, dan tidak ada orang kristen dalam neraka’.

Saya cuma mau menekankan yang ketiga: tidak ada orang kristen masuk neraka!

b. Tuhan tidak bisa betul-betul menghukum.

Pulpit Commentary: “We are not to think of condemnatory judgment, but rather of the corrective judgment” (= Kita tidak boleh berpikir tentang penghakiman yang menghukum, tetapi tentang penghakiman yang memperbaiki / mengoreksi) - hal 204.

Bahwa orang percaya tidak bisa dihukum, terlihat jelas dari Ro 8:1 yang berbunyi: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus”.

Mengapa? Karena semua hukuman sudah ditanggung oleh Kristus di atas kayu salib.

Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell. It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.

c. Tuhan tidak bisa memberikan sesuatu yang nantinya akan betul-betul merugikan anak-anakNya ini.

Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.

Ini memang menunjukkan ‘segi enak’ dari orang kristen yang sejati! Karena itu jadilah kristen yang sejati! Jangan sekedar datang ke gereja, dibaptis, dsb, tetapi tidak sungguh-sungguh percaya kepada Kristus! Percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara.

Sekarang kita kembali pada penghakiman Allah terhadap anak-anakNya ini. Apa yang dilakukan oleh Allah pada waktu menghakimi orang kristen sejati dalam gereja ini? Allah ‘cuma’ menghajar / mendisiplin dalam kasih, demi kebaikan mereka.

Pulpit Commentary: “We are not to think of condemnatory judgment, but rather of the corrective judgment referred to in 1Cor. 11:32, ‘But when we are judged, we are chastened of the Lord, that we should not be condemned with the world.’” (= Kita tidak boleh berpikir tentang penghakiman yang menghukum, tetapi tentang penghakiman yang mengkoreksi, yang ditunjukkan dalam 1Kor 11:32, ‘Tetapi pada waktu kita dihakimi, kita dihajar oleh Tuhan, supaya kita tidak dihukum dengan dunia’) - hal 204.

1Kor 11:32 - “Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia”. Ayat ini salah terjemahan.

KJV: ‘But when we are judged, we are chastened of the Lord, that we should not be condemned with the world’ (= Tetapi pada waktu kita dihakimi, kita dihajar oleh Tuhan, supaya kita tidak dihukum dengan dunia).

Bdk. Ibr 12:6-11 - “(6) karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ (7) Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? (8) Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? (10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya”.

Tetapi jangan anggap remeh pendisiplinan Tuhan, yang dilakukan demi kebaikan kita ini. Kalau tadi saya menunjukkan ‘segi enak’ dari dari orang kristen yang sejati, dan juga dari kata-kata ‘hampir-hampir tidak diselamatkan’ (ay 18), dimana kata-kata itu menunjukkan bahwa orang kristen yang sejati tidak bisa kehilangan keselamatannya, maka sekarang saya akan menunjukkan ‘segi tidak enaknya’ dari kata-kata itu. Kata-kata ‘hampir-hampir tidak diselamatkan’ itu juga menunjukkan betapa beratnya ikut Kristus sampai akhir, dan betapa hebatnya pendisiplinan Tuhan atas diri mereka.

Contoh menyolok tentang hebatnya pendisiplinan Tuhan ini adalah dalam kasus Yunus. Karena itu kalau saudara adalah orang kristen sejati, maka janganlah meremehkan dosa. Sebaliknya, kuduskanlah diri / hidup saudara.

Pulpit Commentary: “God hates sin; he hates it most in those who are nearest to him. ... the sins of Christians, committed against light and against knowledge, are more grievous than the sins of those who know not the gospel” (= Allah membenci dosa; Ia membencinya paling hebat dalam mereka yang paling dekat dengan Dia. ... dosa-dosa orang Kristen, dilakukan terhadap terang dan pengetahuan, adalah lebih menyedihkan dari pada dosa-dosa dari mereka yang tidak mengenal injil) - hal 182.

Juga, karena kontex dari 1Pet 4:17-18 itu adalah orang kristen yang menderita, bahkan yang menderita demi Kristus (1Pet 4:12-16), maka adanya penghakiman kepada gereja ini menyebabkan kita:

· tidak boleh mundur, kecewa, menjadi suam, dsb. Ingat bahwa ini juga adalah sikap yang berdosa, yang akan dihakimi oleh Tuhan.

· tidak boleh meniru orang-orang jahat, karena pada akhirnya ini akan dihakimi lebih berat lagi.

3) “Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah?”.

a) Tadi dikatakan bahwa Tuhan memulai penghakiman dalam gereja; dan sementara itu Ia belum menghakimi orang dunia / orang non kristen.

Sementara Tuhan menghakimi gereja dan belum menghakimi dunia, maka orang dunia, sekalipun sangat berdosa, kelihatannya bisa hidup enak dan bahkan makin lama makin jaya. Kesehatan, keuangan, bisnis / pekerjaan, study, keluarga, pacaran, dsb, semua bisa saja berjalan lancar.

Ini bisa kelihatan sangat tidak adil. Orang kristen yang sekalipun berusaha taat, tetapi tetap mempunyai dosa, sehingga dihajar oleh Tuhan sehingga bisnis / ekonominya berantakan, kesehatannya memburuk, keluarganya kacau, dsb. Sedangkan orang dunia yang sama sekali tidak peduli Tuhan, dan hidup dalam dosa semaunya sendiri, justru kelihatannya hidup enak. Ini yang digambarkan dalam kedua text di bawah ini:

· Ayub 21:7-13 - “(7) Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat? (8) Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu diperhatikan mereka. (9) Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pentung Allah tidak menimpa mereka. (10) Lembu jantan mereka memacek dan tidak gagal, lembu betina mereka beranak dan tidak keguguran. (11) Kanak-kanak mereka dibiarkan keluar seperti kambing domba, anak-anak mereka melompat-lompat. (12) Mereka bernyanyi-nyanyi dengan iringan rebana dan kecapi, dan bersukaria menurut lagu seruling. (13) Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam dunia orang mati”.

· Maz 73:3-12 - “(3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya!”.

Calvin: “he seems in a manner to spare the reprobate, and to be severe towards the elect” (= Ia kelihatannya dengan suatu cara menyayangkan orang-orang yang ditentukan untuk binasa, dan bersikap keras terhadap orang-orang pilihan) - hal 139.

Tetapi orang dunia yang hidup enak ini harus hati-hati, karena Kitab Suci mengatakan bahwa semua ini menunjukkan mereka ‘disimpan untuk hari penghakiman’.

2Pet 2:9-10a - “(9) maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman, (10a) terutama mereka yang menuruti hawa nafsunya karena ingin mencemarkan diri dan yang menghina pemerintahan Allah”.

Bandingkan juga dengan:

· Maz 73:18-20 - “(18) Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! (20) Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina”.

· Maz 37:1-2 - “(1) Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; (2) sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau”.

Calvin: “God so regulates his judgments in this world, that he fattens the wicked for the day of slaughter” (= Allah mengatur penghakimanNya dalam dunia ini sedemikian rupa, sehingga Ia menggemukkan orang jahat untuk hari penyembelihan) - hal 139.

Calvin: “He therefore passes by their many sins, and, as it were, connives at them. In the meantime, he restores by corrections his own children, for whom he has a care, to the right way, whenever they depart from it” (= Karena itu Ia melewati dosa-dosa mereka yang banyak, dan seakan-akan berpura-pura tak melihat dosa-dosa itu. Sementara itu, Ia memulihkan, dengan koreksi, anak-anakNya, untuk siapa Ia mempunyai kepedulian / perhatian, kepada jalan yang benar, kapanpun mereka menyimpang darinya) - hal 139.

b) Lambat atau cepat, kalau orang dunia itu tidak bertobat / datang dan percaya kepada Kristus, maka Tuhan akan menghakimi dan menghukum mereka. Pada waktu Petrus berbicara tentang penghakiman Tuhan kepada orang di luar gereja, ia memaksudkan penghakiman pada akhir jaman.

Pulpit Commentary: “But if the righteous is scarcely saved, what hope of salvation have the careless and the slothful?” (= Tetapi jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, harapan keselamatan apa yang dimiliki oleh orang yang ceroboh dan malas?) - hal 182.

Calvin: “God is the judge of the world, and that, therefore, no one can escape his hand with impunity. He hence infers, that a dreadful vengeance will soon overtake those whose condition seems now favourable. The design of what he says, ... is to shew that the children of God should not faint under the bitterness of present evils, but that they ought, on the contrary, calmly to bear their afflictions for a short time, as the issue will be salvation, while the ungodly will have to exchange a fading and fleeting prosperity for eternal perdition” (= Allah adalah hakim dari dunia ini, dan bahwa, karena itu, tak seorangpun bisa lolos dari tanganNya tanpa dihukum. Karena itu, ia menunjukkan bahwa suatu pembalasan yang menakutkan akan segera menyusul mereka yang keadaannya sekarang kelihatannya menyenangkan. Tujuan dari apa yang ia katakan, ... adalah untuk menunjukkan bahwa anak-anak Allah tidak lemah di bawah kepahitan dari kejahatan-kejahatan saat ini, tetapi sebaliknya bahwa mereka harus dengan tenang memikul penderitaan mereka untuk waktu yang singkat, karena hasilnya adalah keselamatan, sementara orang-orang jahat akan harus menukar suatu kemakmuran yang memudar dan berlalu untuk hukuman / kehancuran kekal) - hal 140.

Catatan: bandingkan bagian yang saya garis bawahi itu dengan Mat 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin”.

Pada penghakiman akhir jaman, kecuali saudara mempunyai Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa, maka saudara tidak ada harapan untuk selamat, dan harus membayar sendiri dosa-dosa saudara! Ingat bahwa:

· saudara adalah orang berdosa, bahkan sangat berdosa (Ro 3:10-18,23).

· Allah itu suci dan adil, sehingga Ia membenci dosa dan pasti menghukum orang berdosa.

Nahum 1:3a - “TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah”.

· perbuatan baik saudara tidak bisa menutupi / menebus dosa saudara.

Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Cynddylan Jones: “You might as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to heaven by your own good works” (= Kamu boleh mencoba menyeberangi lautan Atlantik dengan perahu kertas; itu sama seperti kalau kamu mencoba untuk masuk ke surga dengan perbuatan baikmu).

c) Pada waktu Tuhan menghakimi orang di luar gereja, maka lagi-lagi Ia berhadapan dengan 2 golongan orang dunia:

1. Orang yang tidak pernah mendengar Injil.

Ini tetap akan dihukum secara kekal (Ro 10:13-14 Ro 2:12).

2. Orang yang pernah mendengar Injil tetapi tidak mau percaya.

Ini dihukum lebih berat lagi (bdk. Luk 12:47-48).

d) Hukuman Tuhan kepada orang-orang ini sangat mengerikan.

Ini terlihat dari:

1. Kristuspun jadi takut (Mat 26:38-39 Mark 14:34-36 Luk 22:41-44).

William Hendriksen, dalam tafsirannya tentang Mark 14:33, berkata:

“Did he, perhaps, here in Gethsemane see this tidal wave of God's wrath because of our sin coming?” [= Mungkinkah Ia, di sini di Getsemani, melihat datangnya gelombang pasang / tsuna­mi murka Allah karena dosa kita?].

Renungkan: bahwa Yesus yang tidak pernah takut itu bisa takut melihat murka Allah itu, menun­jukkan secara jelas betapa hebatnya dan mengerikannya murka Allah atas dosa-dosa kita itu!

2. Orang-orang lebih ingin ditimbun gunung dari pada menghadapi murka Allah itu.

Wah 6:15-16 - “(15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’”.

Bandingkan dengan:

· Luk 23:30 - “Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!”.

· Hos 10:8 - “Bukit-bukit pengorbanan Awen, yakni dosa Israel, akan dimusnahkan. Semak duri dan rumput duri akan tumbuh di atas mezbah-mezbahnya. Dan mereka akan berkata kepada gunung-gunung: ‘Timbunilah kami!’ dan kepada bukit-bukit: ‘Runtuhlah menimpa kami!’”.

· Yes 2:12-22 - “(12) Sebab TUHAN semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh serta menghukum semua yang meninggikan diri, supaya direndahkan; (13) untuk menghukum semua pohon aras di Libanon yang tumbuh meninggi dan tetap menjulang, dan menghukum semua pohon tarbantin di Basan; (14) untuk menghukum semua gunung yang tinggi-tinggi dan semua bukit yang menjulang ke atas; (15) untuk menghukum semua menara yang tinggi-tinggi dan semua tembok yang berkubu; (16) untuk menghukum semua kapal Tarsis dan semua kapal yang paling indah. (17) Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan; hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu. (18) Sedang berhala-berhala akan hilang sama sekali. (19) Maka orang akan masuk ke dalam gua-gua di gunung batu dan ke dalam liang-liang di tanah terhadap kedahsyatan TUHAN dan terhadap semarak kemegahanNya, pada waktu Ia bangkit menakut-nakuti bumi. (20) Pada hari itu berhala-berhala perak dan berhala-berhala emas yang dibuat manusia untuk sujud menyembah kepadanya akan dilemparkannya kepada tikus dan kelelawar, (21) dan ia akan masuk ke dalam lekuk-lekuk di gunung batu dan ke dalam celah-celah di bukit batu terhadap kedahsyatan TUHAN dan terhadap semarak kemegahanNya, pada waktu Ia bangkit menakut-nakuti bumi. (22) Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?”.

A. T. Robertson mengutip kata-kata Swete tentang Wah 6:16: “‘What sinners dread most is not death, but the revealed Presence of God’” (= Apa yang paling ditakutkan orang-orang berdosa bukanlah kematian, tetapi Kehadiran Allah yang dinyatakan).

Matthew Henry (tentang Luk 23:30): “they would wish to be buried alive: They shall begin to say to the mountains, Fall on us, and to the hills, Cover us, v. 30. ... They that would not flee to Christ for refuge, and put themselves under his protection, will in vain call to hills and mountains to shelter them from his wrath” (= mereka ingin untuk dikubur hidup-hidup: Mereka akan mulai berkata kepada gunung-gunung, ‘Rubuhilah kami’, dan kepada bukit-bukit, ‘Tutupilah kami’, ay 30. ... Mereka yang tidak mau lari kepada Kristus untuk perlindungan, dan meletakkan diri mereka sendiri di bawah perlindunganNya, akan dengan sia-sia memanggil kepada bukit-bukit dan gunung-gunung untuk melindungi mereka dari murkaNya).

Matthew Henry (tentang Wah 6:16): “though Christ be a lamb, yet he can be angry, even to wrath, and the wrath of the Lamb is exceedingly dreadful; for if the Redeemer, that appeases the wrath of God, himself be our wrathful enemy, where shall we have a friend to plead for us? Those perish without remedy who perish by the wrath of the Redeemer. ... as men have their day of opportunity, and their seasons of grace, so God has his day of righteous wrath; and, when that day shall come, the most stout-hearted sinners will not be able to stand before him: all these terrors actually fell upon the sinners in Judea and Jerusalem in the day of their destruction, and they will all, in the utmost degree, fall upon impenitent sinners, at the general judgment of the last day” (= sekalipun Kristus adalah Anak Domba, tetapi Ia bisa marah, bahkan murka, dan murka dari Anak Domba itu sangat menakutkan; karena jika sang Penebus sendiri, yang meredakan murka Allah, menjadi musuh kita yang penuh kemurkaan, dimana kita akan mendapatkan seorang sahabat yang memohon untuk kita? Mereka yang binasa oleh kemurkaan sang Penebus, binasa tanpa obat. ... sebagaimana manusia mempunyai hari kesempatan, dan musim kasih karunia mereka, demikian juga Allah mempunyai hari kemurkaanNya yang benar; dan, pada waktu hari itu tiba, orang berdosa yang paling berani tidak akan bisa berdiri di hadapanNya: semua rasa takut ini sungguh-sungguh menimpa orang-orang berdosa di Yudea dan Yerusalem pada hari penghancuran mereka, dan itu semua, dalam tingkat sepenuhnya, akan menimpa orang-orang berdosa yang tidak bertobat, pada penghakiman umum pada hari terakhir).

3. Hukuman di neraka digambarkan oleh Kitab Suci dengan kegelapan yang paling pekat, ulat bangkai, api.

Mat 22:13 - “Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.

Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.

Catatan: kata-kata dalam ay 44 dan ay 46 ada dalam tanda kurung tegak, menunjukkan bahwa bagian itu diragukan keasliannya. Tetapi kata-kata dalam ay 48, yang boleh dikatakan bunyinya persis sama, tidak berada dalam tanda kurung tegak.

Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

4. Begitu beratnya hukuman itu sehingga Petrus tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, dan ia hanya memberikan pertanyaan:

a. ‘bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah?’ (ay 17b).

b. ‘apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?’ (ay 18b).

KJV/Lit: ‘where shall the ungodly and the sinner appear?’ (= dimana orang jahat dan berdosa akan muncul?).

Barnes’ Notes: “where will they appear? I answer, (a) they will appear somewhere. They will not cease to exist when they pass away from this world. Not one of them will be annihilated; and though they vanish from the earth, and will be seen here no more, yet they will make their appearance in some other part of the universe. (b) They will appear at the judgment-seat, as all others will, to receive their sentence according to the deeds done in the body. It follows from this ... that there will be a state of future punishment, ... that the punishment of the wicked will be eternal, for it is the opposite of what is meant by ‘saved’. The time will never come when it will be said that they are ‘saved’! But if so, their punishment must be eternal!” [= ‘dimana mereka akan muncul?’ Saya menjawab, (a) mereka akan muncul di suatu tempat. Mereka tidak akan berhenti ada, pada waktu mereka meninggalkan dunia ini. Tidak seorangpun dari mereka akan dimusnahkan / dihapuskan keberadaannya; dan sekalipun mereka hilang dari dunia, dan tidak akan terlihat di sini lagi, tetapi mereka akan muncul di bagian lain dari alam semesta. (b) Mereka akan muncul di kursi-penghakiman, sama seperti orang-orang lain, untuk menerima hukuman sesuai dengan tindakan-tindakan yang dilakukan di dalam tubuh. Dari sini terlihat ... bahwa di sana akan ada suatu keadaan dari hukuman yang akan datang, ... bahwa hukuman orang jahat akan kekal, karena itu adalah lawan kata dari apa yang dimaksud dengan ‘selamat / diselamatkan’. Tidak pernah akan datang waktu dimana akan dikatakan bahwa mereka ‘selamat / diselamatkan’! Tetapi jika demikian, hukuman mereka haruslah kekal!] - hal 1433.

Catatan: Orang fasik dan orang berdosa ini mencakup semua orang yang tidak percaya kepada Kristus, bukan hanya penjahat, pemerkosa, dsb, saja.

5. Dalam 1Pet 4:17-18 itu Petrus sebetulnya melakukan perbandingan.

Kalau orang benar saja, pada waktu dihakimi oleh Allah, harus mengalami hal-hal yang sangat berat, sehingga dikatakan ‘hampir-hampir tidak diselamatkan’, bagaimana jadinya dengan orang dunia yang berdosa dan tidak mempunyai Juruselamat / Penebus dosa?

Pulpit Commentary: “What fires of discipline, and what deep waters of sorrow, they have to go through to enter the kingdom! If this is what God’s children endure, what of those who are not his? If so heavy is the hand of chastening, educating love, what will the hand of judgment and wrath be!” (= Alangkah hebatnya api pendisiplinan, dan air kesedihan yang dalam yang harus mereka lalui untuk masuk ke dalam kerajaan. Jika ini adalah apa yang harus ditanggung oleh anak-anak Allah, bagaimana dengan mereka yang bukan milikNya? Jika begitu berat tangan kasih yang menghajar dan mendidik, bagaimana wujudnya tangan penghakiman dan kemurkaan nanti?) - hal 194.

Pulpit Commentary: “‘If it begin first at us,’ says Peter, referring to himself and the persecuted to whom he wrote. It was only to begin first at them; it was not to stay with them. It was to pass on to them that obeyed not the gospel of God - and how? We may understand, with increasing severity; for the question is ominously asked, ‘What shall be the end of them that obey not the gospel of God?’ They experienced the beginnings of the storm: what would be their experience upon whom the storm, gathering volume as it proceeded, at last burst in all its fury?” (= ‘Jika itu dimulai pertama-tama pada kita’, kata Petrus, menunjuk kepada dirinya sendiri dan orang-orang yang dianiaya kepada siapa ia menulis. Itu hanya dimulai pertama-tama pada mereka; itu tidak akan tetap tinggal pada mereka. Itu akan diberikan kepada mereka yang tidak mentaati injil Allah - dan bagaimana? Kita boleh mengerti, dengan kekerasan yang bertambah / lebih hebat; karena pertanyaannya ditanyakan sebagai suatu ancaman, ‘Bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah?’. Mereka mengalami permulaan dari badai: bagaimana pengalaman mereka terhadap siapa badai itu, yang mengumpulkan kekuatan pada waktu ia berlanjut, pada akhirnya meledak dengan seluruh kemarahannya?) - hal 205.

e) Karena itu, kalau saudara bukan orang kristen, atau kalau saudara adalah orang kristen KTP, cepatlah bertobat dengan datang dan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!

Ay 18: “Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”.

1) “Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan”.

Calvin: “when he says, that a ‘righteous man is scarcely saved,’ he refers to the difficulties of the present life, for our course in the world is like a dangerous sailing between many rocks, and exposed to many storms and tempests; and thus no one arrives at the port, except he has escaped from thousand deaths. It is in the meantime certain that we are guided by God’s hand, and that we are in no danger of shipwreck as long as we have him as our pilot. Absurd, then, are those interpreters who think that we shall be hardly and with difficulty saved, when we shall come before God in judgment; for it is the present and not the future time that Peter refers to; nor does he speak of God’s strictness or rigour, but shews how many and what arduous difficulties must be surmounted by the Christian before he reaches the goal” (= pada waktu ia berkata, bahwa ‘orang benar hampir tidak diselamatkan’, ia menunjuk kepada kesukaran-kesukaran dari hidup yang sekarang ini, karena jalan kita di dunia ini adalah seperti suatu pelayaran yang berbahaya di antara banyak batu-batu karang, dan terbuka terhadap banyak badai dan angin ribut; dan karena itu tak seorangpun tiba di pelabuhan, kecuali ia telah lolos dari 1000 kematian. Sementara itu, adalah pasti bahwa kita dibimbing oleh tangan Allah, dan bahwa kita tidak ada dalam bahaya kapal karam selama kita mempunyai Dia sebagai pilot kita. Karena itu, para penafsir itu menggelikan, yang berpendapat bahwa kita akan hampir tidak diselamatkan dan akan diselamatkan dengan sukar, pada waktu kita datang di hadapan Allah dalam penghakiman; karena Petrus menunjuk tentang masa sekarang dan bukannya tentang masa yang akan datang; juga ia tidak berbicara tentang keketatan dan kekerasan Allah, tetapi menunjukkan betapa banyak dan berat kesukaran-kesukaran harus diatasi oleh orang Kristen sebelum ia mencapai tujuan) - hal 141.

Barnes’ Notes: “By the question which he employs, he admits that the righteous are saved with difficulty, or that there are perils which jeopard their salvation, and which are of such a kind as to make it very near not to happen. They would indeed be saved, but it would be in such a manner as to show that the circumstances were such as to render it, to human appearances, doubtful and problematical” (= Melalui pertanyaan yang ia gunakan, ia mengakui bahwa orang benar diselamatkan dengan sukar, atau bahwa ada bahaya-bahaya yang membahayakan keselamatan mereka, dan yang adalah sedemikian rupa sehingga menyebabkannya hampir tidak terjadi. Mereka memang akan diselamatkan, tetapi itu akan terjadi dengan cara sedemikian rupa sehingga, menurut pandangan manusia, keadaan akan menjadi meragukan dan penuh problem) - hal 1432

Pulpit Commentary: “the righteous are ‘scarcely saved.’ Not that their salvation is for a moment doubtful; Christ is able to save even to the uttermost all who come to God by him. But salvation is a great and difficult work; we are bidden to work out our salvation with fear and trembling; and, work as we may, we could not work it out for ourselves, were it not that God worketh in us ‘both to will and to do of his good pleasure.’ The righteous is scarcely saved, because his enemies are so many and so strong, and he so weak and sinful; temptations swarm around him, and there are sinful lusts within his heart to which those temptations address themselves” (= orang benar ‘hampir-hampir tidak diselamatkan’. Bukan bahwa keselamatan mereka diragukan untuk saat yang pendek sekalipun; Kristus sanggup menyelamatkan sepenuhnya semua yang datang kepada Allah melalui Dia. Tetapi keselamatan adalah pekerjaan yang besar dan sukar; kita diminta untuk mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar / gemetar; dan sekalipun kita mengerjakannya, kita tidak pernah bisa mengerjakannya untuk diri kita sendiri, andaikata bukan Allah yang berkerja dalam diri kita ‘untuk menghendaki dan untuk melakukan menurut kerelaanNya’. Orang benar hampir tidak selamat, karena musuh-musuhnya begitu banyak dan begitu kuat, dan ia begitu lemah dan berdosa; pencobaan-pencobaan mengerumuninya, dan ada nafsu-nafsu berdosa dalam hatinya terhadap mana pencobaan-pencobaan itu ditujukan) - hal 182.

Darby: “All the power of God is requisite, directed by divine wisdom, guiding and sustaining faith, to carry the Christian safely through the wilderness, where Satan employs all the resources of his subtlety to make him perish. The power of God will accomplish it; but, from the human point of view, the difficulties are almost insurmountable” (= Seluruh kuasa Allah dibutuhkan, diarahkan oleh hikmat ilahi, membimbing dan menopang iman, untuk membawa orang Kristen dengan aman melalui padang belantara, dimana Setan menggunakan semua sumber kelicikannya untuk membuatnya binasa. Kuasa Allah akan mengerjakannya / menyelesaikannya; tetapi dari sudut pandang manusia, kesukaran-kesukaran itu hampir tidak dapat diatasi).

2) “apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”.

Adam Clarke: “Though the afflictions began with the Christians, yet the weight of the storm would fall upon the unbelievers” (= Sekalipun penderitaan / kesusahan mulai dengan orang-orang kristen, tetapi beban dari badai akan jatuh kepada orang-orang yang tidak percaya).

3) Kata-kata Petrus dalam ay 18 ini merupakan kutipan dari Amsal 11:31.

Amsal 11:31 - “Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan orang berdosa!”.

KJV: ‘Behold, the righteous shall be recompensed in the earth: much more the wicked and the sinner’ (= Lihatlah, orang benar akan menerima balasan di bumi, lebih-lebih orang jahat dan orang berdosa).

Tetapi mengapa kelihatannya Amsal 11:31 ini berbeda dengan ay 18 ini?

Pulpit Commentary mengatakan bahwa dalam ay 18 ini Petrus mengutip Amsal 11:31 dari LXX, yang berbeda dengan bahasa Ibraninya.

Pulpit Commentary juga mengatakan (hal 176) bahwa kata ‘recompensed’ (= dibalas) sebetulnya punya arti netral, jadi bisa diartikan ‘pahala’ atas kebaikannya, maupun ‘hukuman’ atas dosanya. Tetapi di sini jelas maksudnya adalah ‘dibalas atas dosa-dosanya’ dalam arti ‘dihajar atas dosa-dosanya’.

Ay 19: “Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia”.

1) Terjemahan yang berbeda.

RSV: ‘Therefore let those who suffer according to God’s will do right and entrust their souls to a faithful Creator’ (= Karena itu, hendaklah mereka yang menderita sesuai dengan kehendak Allah melakukan yang baik dan mempercayakan jiwa mereka kepada Pencipta yang setia).

NIV: ‘So then, those who suffer according to God’s will should commit themselves to their faithful Creator and continue to do good’ (= Jadi, karena itu, mereka yang menderita sesuai dengan kehendak Allah harus menyerahkan diri mereka sendiri kepada Pencipta mereka yang setia dan terus melakukan yang baik).

Adanya kata ‘dan’ menunjukkan bahwa kedua terjemahan ini memisahkan ‘melakukan yang baik’ dan ‘menyerahkan diri mereka kepada Pencipta’.

KJV: ‘Wherefore let them that suffer according to the will of God commit the keeping of their souls to him in well doing, as unto a faithful Creator’ (= Karena itu hendaklah mereka yang menderita sesuai dengan kehendak Allah menyerahkan penjagaan / pemeliharaan jiwa mereka kepadaNya, dengan berbuat baik, seperti kepada Pencipta yang setia).

NASB: ‘Therefore, let those also who suffer according to the will of God entrust their souls to a faithful Creator in doing what is right’ (= Karena itu, hendaklah mereka juga yang menderita sesuai dengan kehendak Allah mempercayakan jiwa mereka kepada Pencipta yang setia dengan melakukan apa yang benar).

KJV dan NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia. Kata ‘dengan’ menunjukkan bahwa maksudnya adalah: ‘kita harus menyerahkan diri kita kepada Pencipta dengan cara melakukan yang baik’.

Saya lebih setuju dengan terjemahan Kitab Suci Indonesia, KJV dan NASB.

2) Berserah / percaya kepada Tuhan tidak berarti kita hanya diam saja (pasif).

Pulpit Commentary: “our committing our souls to God does not mean that we are to fold our hands in indolence, which we misname trust” (= Penyerahan jiwa kita kepada Allah tidak berarti bahwa kita harus melipat tangan kita dalam kemalasan, yang kita namakan secara salah sebagai ‘percaya’) - hal 185-186.

Pulpit Commentary: “Here is a warning against giving up work because of sorrow. Ages of persecution have seldom been ages of service. All the strength of the Church has been absorbed in simple endurance. And in our private sorrows we are too apt to fling aside our tools in order to sit down, and brood, and remember, and weep. We hold ourselves excused from the tasks which otherwise seem plain duties, because our hearts are heavy. There is no greater mistake than to give up work because of trouble. Next to God’s Spirit, it is the best comforter. We feel our own burdens less when we try to help some heavy-laden brother to carry his” (= Di sini ada suatu peringatan terhadap berhenti bekerja karena kesedihan. Jaman-jaman penganiayaan jarang merupakan jaman pelayanan. Seluruh kekuatan dari Gereja telah diserap hanya untuk bertahan. Dan dalam kesedihan pribadi kita kita cenderung untuk mengesampingkan alat-alat kita supaya bisa duduk, dan merenung, dan mengingat, dan menangis. Kita membebaskan diri kita sendiri dari tugas-tugas yang sebetulnya kelihatan sebagai tugas yang jelas, karena hati kita berat. Tidak ada kesalahan yang lebih besar dari pada menghentikan pekerjaan karena kesukaran. Disamping / setelah Roh Allah, itu adalah penghibur yang terbaik. Kita merasa beban kita berkurang pada waktu kita berusaha menolong saudara kita yang berbeban berat untuk memikul bebannya) - hal 186.

Bandingkan dengan Elia dalam 1Raja 19:1-18.

I PETRUS 5:1-4

Ay 1: “Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak”.

1) ‘Aku menasihatkan’.

NASB: ‘Therefore, I exhort’ (= Karena itu, aku mendesak / menasehati).

Jadi, dalam NASB ay 1 ini dimulai dengan kata ‘Therefore’ (= Karena itu), dan Alan M. Stibbs (Tyndale) mengatakan bahwa kata ini seharusnya memang ada, dan itu menunjukkan bahwa text ini ada hubungannya dengan text sebelumnya yang berbicara tentang penghakiman Allah dalam Gereja. Ada 2 kemungkinan yang bisa disimpulkan dari hal ini, yaitu:

a) Bahwa para penatua sebagai kelompok dengan kedudukan tertinggi, paling terbuka terhadap penghakiman Allah dalam gereja.

Bdk. Mat 23:14 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat”.

Catatan: Dalam Kitab Suci Indonesia ayat ini ada dalam tanda kurung tegak, menunjukkan bahwa keasliannya diragukan. Tetapi ayat paralelnya, yaitu Mark 12:40 dan Luk 20:47 tidak berada dalam tanda kurung tegak.

b) Karena adanya ujian / penghakiman Allah tersebut, maka penggembalaan yang setia dari para penatua sangat dibutuhkan oleh orang-orang kristen.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “elders, as the most privileged and most responsible members of the house of God, are the most exposed to God’s judgment. ... Or possibly the idea is that the inevitability of earthly trials and of divine judgment in the experience of God’s people makes all the more urgent the need for faithfulness in pastoral care” (= tua-tua, sebagai anggota-anggota rumah Allah yang paling mempunyai hak-hak istimewa dan paling bertanggung jawab, adalah yang paling terbuka terhadap penghakiman Allah. ... Atau, mungkin gagasannya adalah, bahwa tidak terhindarkannya ujian-ujian duniawi dan penghakiman ilahi dalam pengalaman umat Allah membuat semakin mendesaknya kebutuhan kesetiaan dalam perhatian penggembalaan) - hal 165.

2) ‘para penatua di antara kamu’.

a) Penatua atau tua-tua tidak mutlak harus orang yang usianya sudah tua.

Calvin: “they called them presbyters or elders for honour’s sake, not because they were all old in age, but because they were principally chosen from the aged, for old age for the most part has more prudence, gravity, and experience. But as sometimes hoariness is not wisdom, according to a Greek proverb, and as young men are found more fit, such as Timothy, they were also usually called presbyters, after having been chosen into that order” (= mereka menyebut mereka presbyter atau tua-tua demi penghormatan, bukan karena mereka semua tua dalam usia, tetapi karena mereka dipilih terutama dari orang-orang yang sudah tua, karena usia tua pada umumnya mempunyai kebijaksanaan, keseriusan / kesungguhan, dan pengalaman. Tetapi karena kadang-kadang ketuaan bukanlah hikmat, menurut suatu pepatah Yunani, dan pada waktu orang muda didapati lebih cocok, seperti Timotius, mereka biasanya juga disebut presbyter, setelah dipilih ke dalam kedudukan itu) - hal 143.

Bdk. 1Tim 4:12a - “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda”.

b) Dari adanya nasehat / desakan kepada penatua di sini, jelas bahwa penatua harus belajar tentang kewajiban mereka.

Matthew Henry: “The persons to whom this exhortation is given - to the presbyters, pastors, and spiritual guides of the church, elders by office, rather than by age, ministers of those churches to whom he wrote this epistle. ... Those whose office it is to teach others ought carefully to study their own duty, as well as teach the people theirs” (= Pribadi-pribadi kepada siapa desakan ini diberikan - kepada presbyter-presbyter, pendeta-pendeta / gembala-gembala, dan pemimpin-pemimpin rohani gereja, tua-tua oleh jabatan, bukan oleh usia, pelayan-pelayan dari gereja kepada siapa ia menulis surat ini. ... Mereka yang tugasnya mengajar orang lain harus dengan hati-hati / teliti mempelajari kewajiban mereka sendiri, maupun mengajar orang-orang lain kewajiban mereka).

3) ‘aku sebagai teman penatua’.

Petrus tak menunjukkan diri sebagai Paus, yang ada di atas semua, tetapi sebagai ‘teman penatua’. NIV/NASB: ‘fellow elder’ (= sesama penatua).

Adam Clarke: “‘Who am also an elder.’ Sumpresbuteros. A fellow elder; one on a level with yourselves. Had he been what the Popes of Rome say he was - the prince of the apostles; and head of the church, ... could he have spoken of himself as he here does? It is true that the Roman pontiffs, in all their bulls, each style themselves servus servorum Dei, servant of the servants of God, while each affects to be rex regum, king of kings, and vicar of Jesus Christ” (= ‘Yang juga adalah seorang penatua’. Sumpresbuteros. Seorang rekan / sesama penatua; seseorang yang ada pada tingkatan yang sama dengan dirimu sendiri. Seandainya ia adalah apa yang Paus-Paus dari Roma katakan tentangnya - seorang pangeran / raja dari rasul-rasul; dan kepala dari gereja, ... bisakah ia berbicara tentang dirinya sendiri seperti yang ia lakukan di sini? Adalah benar bahwa Paus-Paus Roma dalam semua ketetapan / dekrit mereka, masing-masing menyebut diri mereka sendiri ‘servus servorum Dei’, ‘pelayan dari pelayan-pelayan dari Allah’, sementara masing-masing bersikap sok sebagai rex regum, raja dari raja-raja, dan wakil Yesus Kristus).

Matthew Henry: “How different the spirit and behaviour of Peter were from that of his pretended successors! He does not command and domineer, but exhort. He does not claim sovereignty over all pastors and churches, nor style himself prince of the apostles, vicar of Christ, or head of the church, but values himself upon being an elder” (= Alangkah berbedanya semangat dan kelakuan Petrus dari semangat dan kelakuan dari orang-orang yang berpura-pura menjadi penggantinya! Ia tidak memerintah dan menguasai, tetapi menasehati / mendesak. Ia tidak mengclaim kedaulatan atas semua pendeta dan gereja, ataupun menyebut dirinya pangeran / raja dari rasul-rasul, wakil Kristus, atau kepala gereja, tetapi menilai dirinya sendiri sebagai seorang penatua).

4) ‘dan saksi penderitaan Kristus’.

Artinya Petrus ikut menyaksikan penderitaan Kristus.

5) ‘yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak’.

Ini menunjukkan bahwa Petrus mempunyai keyakinan keselamatan.

Calvin: “Peter confidently declares that he would be a partaker of that glory which was not yet revealed; for it is the character of faith to acquiesce in hidden blessings” (= Petrus dengan yakin menyatakan bahwa ia akan ikut ambil bagian dalam kemuliaan yang belum dinyatakan; karena merupakan sifat dari iman untuk menyetujui berkat-berkat yang tersembunyi) - hal 144.

Ay 2: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri”.

1) Ini berlaku bukan hanya bagi penatua, tetapi juga bagi semua pelayan Kristen.

Barclay: “Peter sets down in a series of contrasts the perils and the privileges of the eldership; and everything he says is applicable, not only to the eldership, but also to all Christian service inside and outside the Church” (= Petrus menuliskan dalam suatu seri kontras bahaya-bahaya dan hak-hak dari penatua; dan segala sesuatu yang ia katakan berlaku, bukan hanya bagi tua-tua, tetapi juga bagi semua pelayanan Kristen di dalam dan di luar gereja) - hal 265.

2) 3 sifat buruk yang harus diwaspadai.

Calvin: “In exhorting pastors to their duty, he points out especially three vices which are found to prevail much, even sloth, desire of gain, and lust for power” (= Dalam mendesak pendeta-pendeta pada kewajiban mereka, ia menunjukkan secara khusus 3 sifat buruk yang banyak ditemukan, yaitu kemalasan, keinginan akan keuntungan, dan nafsu untuk kekuasaan) - hal 142.

3) ‘Gembalakanlah’.

a) Ini jelas merupakan perintah untuk melayani.

Orang-orang kepada siapa Petrus menulis surat ini adalah orang-orang Kristen yang sedang menderita / dianiaya, tetapi mereka toh disuruh melayani.

b) ‘Gembalakanlah’ vs ‘berilah makan’.

KJV: ‘Feed’ (= Berilah makan). KJV kurang tepat terjemahannya.

RSV: ‘Tend’ (= Peliharalah).

NIV: ‘Be shepherds’ (= Jadilah gembala-gembala).

NASB: ‘shepherd’ (= Gembalakanlah).

Vincent: “‘Feed.’ (poimanate). Better, the English Revised Version (1885), ‘tend,’ since the verb denotes all that is included in the office of a shepherd - guiding, guarding, folding, no less than feeding, which latter is expressed by boskoo. There is, doubtless, a reminiscence in the word of Christ’s charge to Peter (John 21:15-17). Both words are used there: ‘Feed (boske) my lambs’ (1 Pet. 5:15); ‘tend (poimaine) my sheep’ (1 Pet. 5:16); ‘feed (boske) my sheep’ (1 Pet. 5:17). The King James Version obliterates the distinction by rendering all three ‘feed.’ Bengel rightly remarks, ‘Feeding is part of tending.’” [= ‘Berilah makan’. (POIMANATE). Lebih baik terjemahan dari English Revised Version (1885), ‘peliharalah’, karena kata kerjanya menunjuk pada semua yang tercakup dalam kewajiban dari seorang gembala - membimbing, menjaga, memasukkan kandang, dan juga memberi makan, yang belakangan dinyatakan oleh BOSKOO. Tak diragukan ada kenang-kenangan dalam kata-kata dari perintah Kristus kepada Petrus (Yoh 21:15-17). Kedua kata digunakan di sana: ‘Berilah makan (BOSKE) anak-anak dombaKu’ (1Pet 5:15); ‘peliharalah (POIMANE) domba-dombaKu’ (1Pet 5:16); ‘berilah makan (BOSKE) domba-dombaKu’ (1Pet 5:17). KJV menghapuskan perbedaan ini dengan menterjemahkan ketiga-tiganya ‘berilah makan’. Bengel dengan tepat berkata: ‘Memberi makan merupakan bagian dari memelihara’].

Catatan: semua ‘1Pet 5’ yang saya garis bawahi, salah cetak, dan seharusnya adalah ‘John 21’ / ‘Yoh 21’.

Memang ‘memberi makan’ bukanlah satu-satunya tugas gembala, tetapi jelas merupakan salah satu tugas terpenting dari gembala. Bandingkan dengan:

· Maz 23:2 - “Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang”.

· Yeh 34:14 - “Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gunung-gunung Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat penggembalaan yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi makanannya di atas gunung-gunung Israel”.

· Yer 3:15 - “Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hatiKu; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian”.

c) ‘Memelihara’ atau ‘menggembalakan’ juga berarti ‘berjaga-jaga’.

Gembala harus menyadari bahwa jiwa-jiwa untuk siapa Kristus mati adalah sangat berharga di mata Allah, dan karena itu harus sangat berharga di mata mereka juga.

Pulpit Commentary: “they must watch for souls, ... for the souls for which the precious Blood was shed are very dear in the sight of God” (= mereka harus berjaga-jaga untuk jiwa-jiwa, ... karena jiwa-jiwa untuk siapa Darah yang berharga dicurahkan adalah sangat berharga dalam pandangan Allah) - hal 212.

Kis 20:17,18a,28-31 - “(17) Karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaat datang ke Miletus. (18a) Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka: ... (28) Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri. (29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30) Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka. (31) Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata”.

Text di atas ini menunjukkan bahwa Tuhan memperoleh gereja / jemaat dengan darahNya sendiri. Text ini juga menunjukkan bahwa para penatua wajib menjaga dan menggembalakan gereja / jemaat Allah itu. Dan ay 29-30 jelas menunjukkan bahwa mereka harus berjaga-jaga terhadap serigala-serigala / nabi-nabi palsu dengan ajaran sesat mereka.

Bdk. Yeh 34:1-6,11,12,16 - “(1) Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: (2) ‘Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? (3) Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. (4) Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman. (5) Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-dombaKu berserak (6) dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-dombaKu berserak, tanpa seorangpun yang memperhatikan atau yang mencarinya. ... (11) Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-dombaKu dan akan mencarinya. (12) Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-dombaKu dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan. ... (16) Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya”.

Pulpit Commentary: “Presbyters must tend the flock, for it is the Lord’s; and to neglect it is to neglect him ” (= Penatua-penatua harus memelihara kawanan domba, karena kawanan itu adalah milik Tuhan; dan mengabaikan kawanan itu berarti mengabaikan Dia) - hal 213.

4) ‘kawanan domba Allah yang ada padamu’.

KJV: ‘the flock of God which is among you’ (= kawanan domba Allah yang ada di antaramu).

RSV: ‘the flock of God that is your charge’ (= kawanan domba Allah yang adalah tanggung jawabmu).

NIV: ‘God’s flock that is under your care’ (= kawanan domba Allah yang ada dalam pemeliharaanmu).

NASB: ‘the flock of God among you’ (= kawanan domba Allah di antaramu).

Sekarang mari kita perhatikan kata-kata ‘the flock of God’ (= kawanan domba Allah). Kata-kata ‘of God’ dalam bahasa Yunani adalah TOU THEOU, suatu bentuk genitive, yang menunjukkan kepemilikan. Jadi artinya adalah ‘kawanan domba milik Allah’. Jadi, ini menunjukkan bahwa domba adalah milik Tuhan sendiri, bukan milik pendeta / penatua.

Matthew Henry: “the pastors of the church ought to consider their people as the flock of God, as God’s heritage, and treat them accordingly. They are not theirs, to be lorded over at pleasure; but they are God’s people, and should be treated with love, meekness, and tenderness, for the sake of him to whom they belong” (= gembala-gembala / pendeta-pendeta dari gereja harus menganggap jemaat mereka sebagai kawanan domba Allah, sebagai warisan Allah, dan memperlakukan mereka sesuai dengan hal itu. Mereka bukan milik gembala-gembala / pendeta-pendeta, untuk dikuasai sesukanya; tetapi mereka adalah umat Allah, dan harus diperlakukan dengan kasih, kelembutan, dan kesabaran, demi Dia yang memiliki mereka).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “These shepherds are reminded that the flock is God’s, not theirs, and that they are only under-shepherds” (= Gembala-gembala ini diingatkan bahwa kawanan itu adalah milik Allah, bukan milik mereka, dan bahwa mereka hanyalah gembala-gembala bawahan) - hal 167.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “God has only one flock. It is portioned out among the shepherds, each of whom has a charge alloted to him (see verse 3, RV) in relation to which he is to fulfil his ministry” [= Allah hanya mempunyai satu kawanan domba. Itu dibagi-bagi di antara gembala-gembala, dan setiap mereka mempunyai tanggung jawab yang dibagikan / diberikan kepadanya (lihat ayat 3, RV) dalam hubungan dengan siapa ia harus melaksanakan pelayanannya] - hal 167.

5) ‘jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah’.

Calvin: “He then says that pastors ought not to exercise care over the flock of the Lord, as far only as they are constrained; for they who seek to do no more than what constraint compels them, do their work formally and negligently. Hence he would have them to do willingly what they do, as those who are really devoted to their work” (= Ia lalu mengatakan bahwa pendeta-pendeta / gembala-gembala tidak boleh memperhatikan kawanan domba Tuhan hanya sejauh mereka didesak / dipaksa; karena mereka yang berusaha melakukan tidak lebih dari apa yang dipaksakan kepada mereka, melakukan pekerjaan mereka secara formal dan dengan lalai / sembrono. Karena itu ia ingin mereka melakukan dengan sukarela apa yang mereka lakukan, seperti mereka yang sungguh-sungguh berbakti pada pekerjaan mereka) - hal 142.

Bdk. Yoh 10:11-13 - “(11) Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; (12) sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. (13) Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu”.

6) ‘dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri’.

KJV: ‘not for filthy lucre’ (= bukan untuk uang yang kotor).

RSV: ‘not for shameful gain’ (= bukan untuk keuntungan yang memalukan).

NIV: ‘not greedy for money’ (= bukan tamak akan uang).

NASB: ‘and not for sordid gain’ (= dan bukan untuk keuntungan yang kotor).

Adam Clarke: “‘Not for filthy lucre.’ Could the office of a bishop, in those early days, and in the time of persecution, be a lucrative office? Does not the Spirit of God lead the apostle to speak these things rather for posterity than for that time?” (= ‘bukan untuk uang kotor’. Bisakah jabatan seorang uskup, pada jaman mula-mula itu, dan pada jaman penganiayaan, merupakan suatu jabatan yang menguntungkan? Tidakkah Roh Allah membimbing sang rasul untuk mengucapkan hal-hal ini lebih untuk keturunan dari pada untuk jaman itu?).

A. T. Robertson: “‘Nor yet for filthy lucre.’ meede aischrokerdoos. A compound adverb not found elsewhere, but the old adjective aischrokerdees is in 1 Tim. 3:8; Titus 1:7. See also Titus 1:11 ‘for the sake of filthy lucre’ (aischrou kerdous charin). Clearly the elders received stipends, else there could be no such temptation” [= ‘dan jangan karena mau mencari keuntungan’. meede aischrokerdoos. Suatu kata kerja gabungan yang tidak ditemukan di tempat lain, tetapi kata sifat kuno aischrokerdees ada dalam 1Tim 3:8; Tit 1:7. Lihat juga Tit 1:11 ‘demi uang yang kotor’ (aischrou kerdous charin). Jelas bahwa tua-tua menerima upah, karena kalau tidak, tidak ada pencobaan seperti itu].

1Tim 3:8 - “Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah”.

KJV: ‘not greedy of filthy lucre’ (= tidak tamak terhadap uang kotor).

Tit 1:7 - “Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah”.

KJV: ‘not given to filthy lucre’ (= tidak cenderung kepada uang kotor).

Tit 1:11 - “Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan”.

Pulpit Commentary: “Mercenary service cannot be profitable to men or acceptable to God. He who for the sake of gain insincerely professes to seek men’s spiritual welfare is beneath human contempt” (= Pelayanan upahan / demi uang tidak bisa bermanfaat bagi manusia ataupun diterima oleh Allah. Ia yang demi keuntungan, mengaku dengan tidak tulus, bahwa ia mengusahakan kesejahteraan rohani manusia, ada di bawah kejijikan manusia) - hal 224.

Adam Clarke: “‘Feed the flock.’ Do not fleece the flock” (= ‘Berilah makan kawana domba itu’. Jangan mencukur bulu kawanan domba itu).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “Their work should be done ... with the right motive, not for material gain, but for the sheer delight of doing it, i.e. finding satisfaction in the job itself rather than in what they get out of it” (= Pekerjaan mereka harus dilakukan ... dengan motivasi yang benar, bukan untuk keuntungan materi, tetapi semata-mata untuk kesenangan melakukannya, yaitu, menemukan kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri dan bukannya dalam apa yang mereka dapatkan darinya) - hal 165.

Calvin: “To correct avarice, he bids them to perform their office with a ready mind; for whosoever has not this end in view, to spend himself and his labour disinterestedly and gladly in behalf of the Church, is not a minister of Christ, but a slave to his own stomach and his purse” (= Untuk membetulkan ketamakan, ia meminta mereka untuk melakukan tugas mereka dengan suatu pikiran yang siap; karena siapapun yang tidak mempunyai tujuan ini, untuk menghabiskan dirinya sendiri dan pekerjaan / jerih payahnya tanpa pamrih dan dengan gembira demi kepentingan gereja, bukanlah seorang pelayan Kristus, tetapi seorang budak bagi perut dan dompetnya sendiri) - hal 142-143.

Ay 3: “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu”.

Jamieson, Fausset & Brown: “Your assuming lordship would be to usurp God’s. ... Bernard of Clairvaux wrote to Pope Eugene, ‘Peter could not give thee what he had not: what he had he gave: the care over the Church, not dominion.’” (= Anggapanmu bahwa kamu adalah tuan berarti bahwa engkau merampas kuasa dari Allah. ... Bernard of Clairvaux menulis kepada Paus Eugene, ‘Petrus tidak bisa memberi kepadamu apa yang tidak ia punyai: apa yang ia punyai ia berikan: pemeliharaan / perhatian, bukan penguasaan, atas gereja’).

Calvin: “The third vice which he condemns is a lust for exercising power or dominion. But it may be asked, what kind of power does he mean? This, as it seems to me, may be gathered from the opposite clause, in which he bids them to be examples to the flock. ... What stands opposed to this virtue is tyrannical pride, when the pastor exempts himself from all subjection, and tyrannizes over the Church” (= Sifat buruk ketiga yang ia kecam adalah suatu nafsu untuk menggunakan / menjalankan kuasa atau kekuasaan / kedaulatan. Tetapi bisa ditanyakan, jenis kuasa apa yang ia maksudkan? Ini, sebagaimana terlihat oleh saya, bisa didapatkan dari anak kalimat lawannya, dimana ia meminta mereka untuk menjadi teladan bagi kawanan domba. ... Apa yang bertentangan dengan sifat baik ini adalah kesombongan yang bersifat tiran, pada waktu pendeta / gembala membebaskan dirinya sendiri dari semua ketundukan, dan menjadi tiran atas Gereja) - hal 143.

Bandingkan dengan:

· Yeh 34:4 - “Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman”.

· Mat 23:4 - “Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya”.

Bdk. Mat 20:26-28 - “(26) Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, (27) dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; (28) sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.

Ay 4: “Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu”.

1) ‘apabila Gembala Agung datang’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the Chief Shepherd’ (= Gembala Kepala).

Calvin: “he calls Christ the chief Pastor; for we are to rule the Church under him and in his name, in no other way but that he should be still really the Pastor” (= ia menyebut Kristus Gembala kepala, karena kita harus memerintah Gereja di bawah Dia dan dalam namaNya, tidak dengan cara lain kecuali dengan cara dimana Ia tetap menjadi Gembala sesungguhnya) - hal 146.

Vincent: “‘The chief Shepherd’. archipoimenos. Only here in New Testament. In harmony with 1Pet. 5:2. ‘The last thing Peter could have dreamed of as possible would be its misapplication to himself or his so-called successors’ (Cook)” [= ‘Gembala Kepala’. archipoimenos. Hanya di sini dalam Perjanjian Baru. Cocok dengan 1Pet 5:2. ‘Hal yang terakhir yang bisa dimimpikan oleh Petrus sebagai sesuatu yang memungkinkan adalah penerapan yang salah dari istilah tersebut bagi dirinya sendiri atau bagi orang-orang yang disebut sebagai pengganti-penggantinya’ (Cook)].

Calvin mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya hal yang bisa membuat pendeta bisa terus melayani dengan setia. Jemaat sering tidak tahu berterima kasih, dan membalas pelayanannya dengan cara yang tidak layak. Jerih payahnya dalam pelayanan seringkali kelihatan sia-sia. Serangan setan begitu banyak, sehingga membuat pendeta mudah sekali menjadi lemah dan putus asa. Satu-satunya cara untuk bisa bertahan adalah dengan mengarahkan mata, bukan kepada manusia, tetapi kepada Tuhan Yesus.

Calvin: “Lest, then, the faithful servant of Christ should be broken down, there is for him one and only one remedy, - to turn his eyes to the coming of Christ” (= Maka, supaya pelayan yang setia dari Kristus tidak hancur / dikalahkan, bagi dia ada di sana satu, dan hanya satu, obat, - mengarahkan matanya pada kedatangan Kristus) - hal 146.

2) ‘kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu’.

Matthew Henry: “Those that are found to have done their duty shall have what is infinitely better than temporal gain; they shall receive from the grand shepherd a high degree of everlasting glory, a crown of glory that fadeth not away” (= Mereka yang didapati telah melakukan kewajiban mereka akan mendapat apa yang sangat jauh lebih baik dari pada keuntungan sementara; mereka akan menerima dari sang Gembala Agung suatu tingkat yang tinggi dari kemuliaan kekal, suatu mahkota kemuliaan yang tidak akan pudar).

I PETRUS 5:5-7

Ay 5: “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

1) “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua”.

a) Setelah selesai memberikan instruksi kepada pendeta-pendeta / penatua-penatua, sekarang Petrus memberikan instruksi kepada jemaat.

b) ‘orang-orang tua’.

KJV: ‘the elder’ (= tua-tua / orang-orang yang lebih tua).

Kata-kata ‘orang-orang yang tua’ dalam KJV adalah ‘elder’, yang bisa menunjuk kepada orang yang tua dalam hal usia, tetapi bisa juga kepada ‘tua-tua / penatua’. Calvin menganggap bahwa ini bukan menunjuk kepada penatua, tetapi kepada orang-orang yang lebih tua dalam usia.

c) Ini tidak berarti bahwa orang muda harus selalu mengalah / tunduk kepada yang tua.

Bdk. 1Tim 5:1 - “Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu”.

Dari kata-kata Paulus kepada Timotius ini terlihat bahwa Timotius bukan hanya diijinkan, tetapi bahkan diperintahkan, untuk menegur orang-orang yang lebih tua.

Juga bandingkan dengan Miryam dan Harun yang dihukum Tuhan karena iri hati kepada Musa dan ingin menyamai / melebihi Musa (Bil 12:1-16). Jadi dalam kasus ini Tuhan jelas menghendaki Miryam dan Harun tunduk kepada Musa sekalipun mereka lebih tua dari padanya.

Juga bandingkan dengan Maz 119:98-100 - “(98) PerintahMu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. (99) Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatanMu kurenungkan. (100) Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titahMu”.

Pulpit Commentary: “‘A graceless old age,’ Leighton says, ‘is a most despicable and lamentable sight. What gains an unholy man or woman by their scores of years, but the more scores of guiltiness and misery? Their white hairs speak of nothing but ripeness for wrath. But, found in the way of righteousness, the hoary head shines, and has a kind of royalty.’ To such young men should submit themselves” [= ‘Suatu usia tua tanpa kasih karunia’, kata LEIGHTON, ‘merupakan pemandangan yang paling hina dan disesalkan / disayangkan. Keuntungan / manfaat apa yang didapatkan oleh seorang laki-laki atau perempuan yang jahat / tidak kudus oleh usia panjang mereka, kecuali makin banyaknya kesalahan dan kesengsaraan? Rambut putih mereka tidak mengatakan apa-apa kecuali tentang kematangan dari murka (Allah). Tetapi, didapati dalam jalan kebenaran, kepala yang beruban bersinar, dan mempunyai sejenis sifat raja’. Kepada orang-orang seperti itu orang-orang muda harus menundukkan diri mereka] - hal 213.

2) “Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain”.

KJV: ‘and be clothed with humility’ (= dan hendaklah kamu dipakaiani dengan kerendahan hati).

RSV: ‘Clothe yourselves, all of you, with humility toward one another’ (= Pakaianilah dirimu sendiri, semua kamu, dengan kerendahan hati satu kepada yang lain).

NIV: ‘All of you, clothe yourselves with humility toward one another’ (= Semua kamu, pakaianilah dirimu sendiri dengan kerendahan hati satu kepada yang lain).

NASB: ‘clothe yourselves with humility toward one another’ (= pakaianilah dirimu sendiri dengan kerendahan hati satu kepada yang lain).

Barclay (hal 270-271) dan beberapa penafsir lain mengatakan bahwa kata yang diterjemahkan ‘pakaianilah dirimu sendiri’ adalah EGKOMBOUSTHAI yang diturunkan dari kata KOMBOS yang menggambarkan apapun yang diikat dengan simpul, dan yang digunakan untuk pakaian seorang budak. Yesus menggunakan pakaian seperti itu pada waktu membasuh kaki para murid dalam Yoh 13. Tetapi Barclay mengatakan bahwa kata EGKOMBOUSTHAI juga digunakan untuk jenis pakaian yang lain, yaitu pakaian kehormatan. Barclay lalu mengatakan bahwa kita harus menggabungkan kedua gambaran ini. Kita harus meniru Yesus dengan mau melakukan pelayanan yang membutuhkan kerendahan hati kepada sesama kita, dan nanti kita akan memakai pakaian kehormatan, karena ia yang mau menjadi pelayan dari semua, akan menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga.

Bdk. Mat 20:26-28 - “(26) Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, (27) dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; (28) sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.

3) “sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

a) Kata ‘mengasihani’ seharusnya adalah ‘memberi kasih karunia’.

KJV: ‘for God resisteth the proud, and giveth grace to the humble’ (= karena Allah menentang orang yang congkak, dan memberikan kasih karunia kepada orang yang rendah hati).

b) Dalam ayat ini, Petrus mengutip dari Amsal 3:33-34.

Amsal 3:33-34 - “(33) Kutuk TUHAN ada di dalam rumah orang fasik, tetapi tempat kediaman orang benar diberkatiNya. (34) Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Iapun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihaniNya”.

Perhatikan bahwa ay 33 berbicara tentang ‘TUHAN’ atau YAHWEH. Jadi kata ‘Ia’ dan ‘Nya’ dalam ay 34, jelas menunjuk kepada YAHWEH juga. Tetapi baik pada waktu Petrus maupun Yakobus mengutip ayat ini mereka menggunakan kata ‘God’ (= Allah) sebagai pengganti ‘YAHWEH’.

1Pet 5:5b - “‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’.”.

Yak 4:6 - “Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkanNya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

Kalau begitu, mengapa saat ini ada banyak orang yang mengharuskan penggunaan nama YAHWEH, dan tidak memperkenankan penggantian nama YAHWEH dengan kata ‘God’ (= Allah) atau kata ‘Lord’ / ‘Tuhan’? Mengapa orang-orang ini tidak memprotes Petrus dan Yakobus? Atau memprotes Yesus sendiri, yang juga menggunakan kata ‘Lord’ / ‘Tuhan’ sebagai pengganti nama YAHWEH?

Bdk. Mat 4:7,10 - “(7) Yesus berkata kepadanya: ‘Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’ ... (10) Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

Bandingkan dengan:

· Ul 6:16 - “Janganlah kamu mencobai TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa”.

· Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.

Catatan: hal-hal seperti ini banyak sekali contohnya dalam Kitab Suci. Mengingat bahwa Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, maka tidak mungkin ada kata YAHWEH dalam Perjanjian Baru. Jadi semua ayat Perjanjian Baru yang mengutip ayat Perjanjian Lama pasti mengubah kata YAHWEH itu menjadi ‘Allah’ atau ‘Tuhan’.

Ay 6: “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya”.

1) “Tangan Tuhan yang kuat”.

Calvin mengatakan bahwa ‘tangan Tuhan’ menunjuk kepada ‘kuasa Tuhan’.

Barclay mengatakan bahwa istilah ‘tangan Tuhan yang kuat’ itu sangat umum dalam Perjanjian Lama, dan paling sering digunakan berhubungan dengan pembebasan Israel dari Mesir.

Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

Kel 13:9 - “Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum TUHAN ada di bibirmu; sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir”.

Ul 3:24 - “Ya, Tuhan ALLAH, Engkau telah mulai memperlihatkan kepada hambaMu ini kebesaranMu dan tanganMu yang kuat; sebab allah manakah di langit dan di bumi, yang dapat melakukan perbuatan perkasa seperti Engkau?”.

Ul 9:26 - “dan aku berdoa kepada TUHAN, kataku: Ya, Tuhan ALLAH, janganlah musnahkan umat milikMu sendiri, yang Kautebus dengan kebesaranMu, dan yang Kaubawa keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat”.

Barclay: “The idea is that God’s mighty hand is on the destiny of his people, if they will humbly and faithfully accept his guidance” (= Gagasannya adalah bahwa tangan Allah yang kuat ada pada nasib dari umatNYa, jika mereka mau dengan rendah hati dan dengan setia menerima pimpinanNya) - hal 271-272.

Bdk. Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar”.

Barclay: “The Christian never resents the experiences of life and never rebels against them, because he knows that the mighty hand of God is on the tiller of his life and that he has a destiny for him” (= Orang Kristen tidak pernah benci pada pengalaman hidup dan tidak pernah memberontak terhadapnya, karena ia tahu bahwa tangan Allah yang kuat ada pada kemudi kehidupannya dan bahwa Ia mempunyai nasib / takdir untuknya) - hal 272.

2) ‘rendahkanlah dirimu’.

Ini adalah perintah untuk merendahkan diri.

Barnes’ Notes: “They were to be willing to take any place, and to perform any office, however humble, in order to serve and benefit others. ... they were to be willing to occupy any station, however humble, by which they might honor God. It is known that not a few of the early Christians actually sold themselves as slaves, in order that they might preach the gospel to those who were in bondage” (= Mereka harus mau mengambil tempat manapun, dan melakukan tugas apapun, betapapun rendahnya, supaya bisa melayani dan memberi manfaat kepada orang-orang lain. ... mereka harus mau menempati tempat / pos manapun, betapapun rendahnya, dengan mana mereka bisa menghormati Allah. Diketahui bahwa tidak sedikit orang Kristen pada abad-abad awal yang menjual dirinya sendiri sebagai budak, supaya mereka bisa memberitakan Injil kepada mereka yang ada dalam perbudakan).

3) “supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya”.

Ini merupakan janji untuk orang yang mau merendahkan diri.

Bdk. Fil 2:1-11 - “(1) Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, (2) karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, (3) dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; (4) dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, (10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (11) dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.

Calvin mengatakan (hal 149) bahwa orang-orang mungkin akan kuatir bahwa kerendahan hati akan menjadi sesuatu yang tidak menguntungkan untuk mereka, karena orang-orang lain bisa makin kurang ajar menghadapi kerendahan hati orang-orang kristen. Karena itu, Petrus memberikan janji seperti ini untuk orang Kristen yang mau merendahkan diri. Tetapi supaya orang Kristen itu tidak terlalu terburu-buru, maka ia menambahkan kata-kata ‘pada waktunya’.

Matthew Henry: “his hand is almighty, and can easily pull you down if you be proud, or exalt you if you be humble; and it will certainly do it, either in this life, if he sees it best for you, or at the day of general retribution” [= tanganNya maha kuasa, dan bisa dengan mudah menjatuhkanmu jika engkau sombong, atau meninggikanmu jika engkau rendah hati; dan itu pasti akan melakukannya, atau dalam hidup ini, jika Ia melihatnya sebagai sesuatu yang terbaik untukmu, atau pada hari pembalasan umum (hari penghakiman)].

Ay 7: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu”.

1) “Serahkanlah segala kekuatiranmu”.

a) ‘Serahkanlah’.

Ini sebetulnya bukan kata perintah.

Vincent: “‘Casting’. epiripsantes. The aorist participle denoting an act once for all; throwing the whole life with its care on him” (= ‘Menyerahkan’. EPIRIPSANTES. Participle bentuk aorist / lampau menunjukkan suatu tindakan untuk selamanya; melemparkan seluruh kehidupan dengan kekuatirannya kepadaNya).

b) Perhatikan kata ‘segala’ di sini.

Matthew Henry mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa kekuatiran orang Kristen itu banyak / bermacam-macam.

2) “kepadaNya”.

Matthew Henry: “The best remedy against immoderate care is to cast our care upon God, and resign every event to the wise and gracious determination. A firm belief of the rectitude of the divine will and counsels calms the spirit of man. We ceased, saying, The will of the Lord be done, Acts 21:14.” (= Obat yang terbaik terhadap kekuatiran yang melewati batas adalah menyerahkan kekuatiran kita kepada Allah, dan menyerahkan setiap peristiwa kepada penentuan yang bijaksana dan penuh kasih karunia. Suatu kepercayaan yang teguh tentang kebenaran / kelurusan dari kehendak dan rencana ilahi menenangkan roh manusia. Kita berhenti, dan berkata: ‘Jadilah kehendak Tuhan’, Kis 21:14).

Catatan: ini tidak berarti orang Kristen boleh menjadi fatalis, yang tidak berusaha apapun selain berserah kepada Tuhan. Reformed yang sejati, selain mempercayai kedaulatan Allah, juga menekankan tanggung jawab manusia. Jadi, kita tetap harus melakukan apa yang terbaik.

3) “sebab Ia yang memelihara kamu”.

Matthew Henry: “He will either avert what you fear, or support you under it” (= Ia akan menghindarkan / mencegah apa yang kamu takuti, atau menopangmu di bawahnya).

Barnes’ Notes: “It is one of the glorious attributes of the true God, that he can and will thus notice the needs of the mean as well as the mighty; and one of the richest of all consolations when we are afflicted, and are despised by the world, is the thought that we are not forgotten by our heavenly Father. He who remembers the falling sparrow, and who hears the young ravens when they cry, will not be unmindful of us. ‘Yet the LORD thinketh on me,’ was the consolation of David, when he felt that he was ‘poor and needy,’ (Ps. 40:17). ‘When my father and my mother forsake me, then the Lord will take me up,’ (Ps. 27:10). Compare Isa. 49:15. ... Remember, poor, despised, afflicted child of God, that you will never be forgotten. Friends on earth, the great, the frivilous, the noble, the rich, may forget you; God never will. Remember that you will never be entirely neglected. Father, mother, neighbor, friend, those whom you have loved, and those to whom you have done good, may neglect you, but God never will. You may become poor, and they may pass by you; you may lose your office, and flatterers may no longer throng your path; your beauty may fade, and your admirers may leave you; you may grow old, and be infirm, and appear to be useless in the world, and no one may seem to care for you; but it is not thus with the God whom you serve. When he loves, he always loves; if he regarded you with favor when you were rich, he will not forget you when you are poor; he who watched over you with a parent’s care in the bloom of youth, will not cast you off when you are ‘old and grey-headed,’ (Ps. 71:18). If we are what we should be, we shall never be without a friend as long as there is a God” [= Merupakan satu dari sifat Allah yang benar, bahwa Ia bisa dan akan memperhatikan kebutuhan dari orang yang hina maupun orang yang kuat; dan salah satu penghiburan terkaya pada waktu kita menderita dan dihina oleh dunia, adalah pemikiran bahwa kita tidak dilupakan oleh Bapa surgawi kita. Ia yang mengingat burung pipit yang jatuh, dan yang mendengarkan burung gagak muda pada waktu mereka berteriak, tidak akan tidak mempedulikan kita. ‘Tetapi TUHAN memperhatikan aku’ merupakan penghiburan dari Daud pada waktu ia merasa ‘sengsara dan miskin’, (Maz 40:18). ‘Pada waktu ayahku dan ibuku meninggalkan aku, maka Tuhan akan mengambil / menerima aku’, (Maz 27:10). Bdk. Yes 49:15. Ingatlah, anak Allah yang malang, dihina, dan menderita, bahwa engkau tidak pernah akan dilupakan. Teman-teman di dunia, orang-orang yang besar, orang-orang yang remeh, orang-orang yang mulia, orang-orang kaya, bisa melupakan kamu, tetapi Allah tidak akan pernah. Kamu bisa menjadi miskin, dan mereka bisa melewati engkau; engkau bisa kehilangan jabatanmu, dan para penjilat tidak lagi memenuhi jalanmu; kecantikanmu bisa pudar, dan para pengagummu bisa meninggalkanmu; engkau bisa menjadi tua, dan menjadi lemah, dan kelihatannya tidak berguna dalam dunia ini, dan kelihatannya tidak seorangpun mempedulikanmu; tetapi tidak demikian dengan Allah yang kamu layani / sembah. Kalau Ia mengasihi, Ia selalu mengasihi; jika Ia baik kepadamu pada waktu kamu kaya, Ia tidak akan melupakanmu pada waktu kamu miskin; Ia yang menjagamu dengan kepedulian orang tua pada waktu kamu remaja, tidak akan membuangmu pada waktu kamu tua dan beruban (Maz 71:18). Jika kita adalah sebagaimana kita seharusnya, kita tidak akan pernah tanpa teman selama di sana ada Allah].

I PETRUS 5:8-9

Ay 8: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”.

1) Hubungan dengan ayat-ayat sebelumnya.

Dalam ayat-ayat sebelumnya Petrus telah menyuruh para penatua untuk menggembalakan domba-domba Tuhan dengan baik (ay 1-3), menyuruh orang muda tunduk kepada orang tua (ay 5a), dan menyuruh semua orang untuk bersikap rendah hati (ay 5b-6) dan menyerahkan segala kekuatiran kepada Tuhan (ay 7). Sekarang dalam ay 8 ia menyuruh mereka supaya sadar dan berjaga-jaga terhadap serangan setan.

Dari semua ini Alexander Nisbet mengambil kesimpulan sebagai berikut: “They that are most conscionable in their duty and have come nearest to the right manner of going about it have reason to make ready for the hottest battle and sorest assault from Satan to hinder or discourage them therein” (= Mereka yang paling sesuai dengan hati nurani dalam kewajiban mereka dan paling dekat dengan cara yang benar dalam mengerjakannya, mempunyai alasan untuk bersiap sedia untuk pertempuran yang paling seru dan serangan yang paling menyakitkan / menjengkelkan dari Setan untuk menghalangi atau mengecilkan hati mereka dalam hal itu) - hal 202.

Ada orang-orang yang beranggapan bahwa dengan menjadi orang kris­ten, semua problem bisa dibereskan. Tetapi ini salah sama sekali, karena justru dengan menjadi orang kristen, kita memulai perang melawan setan, sehingga justru bisa bermunculan kesukaran yang tak pernah kita bayangkan.

D. Martin Lloyd-Jones: “Nothing is more fatal than to start in the Christian life with the notion that now we are christian we have finished with all our difficulties and problems. ... The New Testament rather gives the impression that because we are christians we must expect attacks upon us in a way that we have never known or realized before” (= Tidak ada yang lebih fatal dari pada memulai kehidupan kristen dengan suatu dugaan / pikiran bahwa karena sekarang kita sudah menjadi orang kristen, maka kita sudah selesai dengan semua kesu­karan dan problem. ... Perjanjian Baru sebaliknya memberikan kesan bahwa justru karena kita adalah orang kristen maka kita harus mengharapkan serangan terhadap kita dalam suatu cara yang tidak pernah kita kenal / sadari sebelumnya) - ‘The Christian Soldier’, hal 337.

Karena itu kalau saudara menghadapi serangan yang sangat hebat dari setan, ada sesuatu yang bisa menjadi penghiburan bagi saudara, yaitu bahwa itu menunjukkan bahwa saudara ada di jalan yang benar.

Yang celaka adalah kalau dalam hidup saudara relatif tidak ada serangan setan. Itu mungkin menunjukkan bahwa atau saudara salah jalan, atau saudara adalah anak setan.

Alexander Brome: “The devil’s ever kind to his own” (= Setan selalu baik kepada miliknya) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 165.

John Clarke: “The devil is good when he is pleased” (= Setan itu baik pada waktu ia disenangkan) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 166.

2) “Sadarlah dan berjaga-jagalah!”.

a) Penggunaan kata perintah bentuk aorist / lampau.

Pulpit Commentary: “The imperatives are aorist, as in ch. 4:7; and, as there, either imply that the exhortation was needed by the readers, or are used to express vividly the necessity of instant attention” (= Kata-kata perintah adalah kata perintah bentuk aorist / lampau, seperti dalam pasal 4:7; dan, seperti di sana, atau secara tak langsung menunjukkan bahwa desakan ini dibutuhkan oleh para pembaca, atau digunakan untuk menyatakan secara hidup perlunya perhatian langsung / seketika) - hal 208.

Hal yang sama juga terjadi dengan kata ‘lawanlah’ (ay 9), yang ada dalam bentuk aorist imperative (= kata perintah bentuk lampau).

b) Berserah tak berarti tidak melakukan apa-apa.

Penyerahan dalam ay 7 membuat orang Kristen merasa damai, tetapi Calvin mengatakan: “we too often turn peace into sloth” (= terlalu sering kita mengubah damai menjadi kemalasan) - hal 150.

Barclay: “The fact that we cast everything upon God does not give us the right to sit back and to do nothing” (= Fakta bahwa kita menyerahkan segala sesuatu kepada Allah tidak memberi kita hak untuk duduk dan tidak berbuat apa-apa) - hal 272.

c) ‘Sadarlah’.

Calvin: “Surfeiting produces sloth and sleep; even so they who indulge in earthly cares and pleasures, think of nothing else, being under the power of spiritual lethargy” (= Kekenyangan / kelimpahan menghasilkan kemalasan dan tidur; demikianlah mereka yang menuruti / memuaskan keinginan hatinya dalam kesenangan duniawi, tidak memikirkan hal yang lain, karena mereka ada di bawah kuasa dari keacuhan / kelesuan / keadaan mengantuk yang bersifat rohani) - hal 150.

Pulpit Commentary: “Sobriety; the opposite of intoxication. Anything that strengthens the lower principle of our nature, deadening us to conscience and reason, intoxicates. Business, love of the world, happiness, sorrow. Christian, be sober, let nothing engross thee till it masters thee” (= Kewarasan; lawan dari keadaan mabuk. Apapun yang menguatkan manusia lama / daging kita, mematikan kita terhadap hati nurani dan akal, merupakan sesuatu yang memabukkan. Bisnis, cinta kepada dunia, kesenangan, kesedihan. Orang Kristen, waraslah, jangan biarkan apapun memikatmu sehingga hal itu menguasaimu / menjadi tuan atasmu) - hal 231.

Sadar juga berarti menyadari kelemahan / ketidak-mampuan diri sendiri menghadapi serangan setan.

d) ‘berjaga-jagalah’.

Pada waktu Petrus menyuruh / menasehati untuk berjaga-jaga, mungkin sekali ia ingat akan peristiwa dimana Yesus menyuruhnya untuk berjaga-jaga dalam doa (Mat 26:40-41), dan kegagalannya untuk mentaati perintah Yesus (Mat 26:43), yang akhirnya menyebabkan ia jatuh ke dalam penyangkalan sebanyak 3 x terhadap Yesus (Mat 26:69-75).

Berjaga-jaga juga harus dilakukan dengan menjaga persekutuan dengan saudara seiman.

Illustrasi: singa yang ingin memangsa banteng, yang jauh lebih besar dari dirinya, dan selalu hidup dalam kelompok, memancing seekor banteng untuk meninggalkan kelompoknya, dan setelah banteng yang satu itu sendirian, singa menyerangnya bersama beberapa singa yang lain.

Pulpit Commentary: “‘Be vigilant.’ Victory is sure to no other attitude; but this attitude must be maintained till death brings the great discharge. Sometimes Satan so takes us by surprise that we hardly know we are sinning till we have sinned. Take heed that he come not upon you unawares; five minutes off your guard may be the loss of your most sacred treasures” (= ‘Berjaga-jagalah / Waspadalah!’ Kemenangan bisa dijamin hanya dengan sikap ini; tetapi sikap ini harus dipelihara / dipertahankan sampai kematian membawa pembebasan yang besar. Kadang-kadang setan datang kepada kita secara tak terduga sehingga kita hampir tidak tahu bahwa kita sedang berdosa sampai kita sudah berdosa. Perhatikanlah / waspadalah supaya ia tidak datang kepadamu tanpa kausadari; tidak berjaga-jaga selama lima menit bisa menyebabkanmu kehilangan hartamu yang paling kudus) - hal 231.

3) “Lawanmu, si Iblis”.

a) ‘Lawanmu’.

Dalam bahasa Yunani ada istilah SATANAS, yang merupakan kata Yunani yang diturunkan dari bahasa Aramaic atau Ibrani (kata Ibraninya adalah SATAN). Artinya adalah ‘adversary’ (= lawan).

Tetapi kata Yunani yang diterjemahkan ‘lawan’ dalam 1Pet 5:8 ini adalah ANTIDIKOS. Kata ANTIDIKOS ini, yang sekalipun juga bisa diartikan sebagai ‘musuh secara umum’, arti sebenarnya adalah ‘lawan di pengadilan’, seperti dalam Mat 5:25 (Pulpit hal 208). Ini secara implicit menunjukkan bahwa setan sering menggunakan hukum-hukum Tuhan untuk menyerang kita, seakan-akan kita masih hidup di bawah hukum Taurat dan bukan di bawah kasih karunia (bdk. Ro 6:14,15 Gal 5:4).

Calvin: “He calls him the ‘adversary’ of the godly, that they might know that they worship God and profess faith in Christ on this condition, that they are to have continual war with the devil” (= Ia menyebutnya ‘lawan’ dari orang-orang saleh, supaya mereka tahu bahwa mereka menyembah Allah dan mengaku percaya kepada Kristus dengan syarat ini, bahwa mereka terus menerus berperang melawan setan / iblis) - hal 150.

Di sini ditekankan bahwa lawan kita adalah setan, bukan manusia. Mengapa perlu ditekankan seperti itu? Karena setan sering berusaha supaya kita menganggap / mengira bahwa lawan kita adalah sesama manusia kita! Kita harus sadar bahwa lawan kita bukanlah manusia, bagaimanapun jahatnya manusia tersebut! Kita harus berhati-hati terhadap usaha setan untuk mengadu domba kita. Kita harus berhati-hati terhadap perpecahan!

Bdk. Ef 6:12 - “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”.

Setan diberi nama / gelar seperti ini, karena ia adalah lawan dari Allah dan manusia. Tetapi begitu hebatnya dan licinnya setan menipu manusia, sehingga banyak manusia beranggapan bahwa setan-setan tertentu adalah teman mereka.

Misalnya:

· ada yang percaya adanya setan yang baik, seringkali disebut jin.

· ada orang yang menggunakan setan / kuasa gelap untuk menyembuhkan, mendapat kekayaan, dan sebagainya.

b) ‘si Iblis’.

1. Arti dari kata Yunani yang diterjemahkan ‘Iblis’.

Kata ‘Iblis’ diterjemahkan dari kata Yunani DIABOLOS, yang berarti ‘slanderer’ / ‘false accuser’ (= pemfitnah).

A. T. Robertson: “‘The devil’. diabolos. Slanderer” (= ‘Iblis’. DIABOLOS. Pemfitnah).

W. E. Vine: “DEVIL, ... . diabolos, ‘an accuser, a slanderer’ (from diaballo, ‘to accuse, to malign’), is one of the names of Satan. From it the English word ‘Devil’ is derived” [= Iblis, ... . DIABOLOS, ‘seorang pendakwa, seorang pemfitnah’ (dari DIABALLO, ‘mendakwa, memfitnah’) adalah salah satu nama dari setan. Dari kata itu diturunkan kata bahasa Inggris ‘Devil’ (= Iblis)] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 298.

Penerapan: semua orang yang memfitnah, apapun alasannya, secara sukarela menyerahkan diri mereka untuk menjadi alat dari Iblis! Camkan / ingatlah ini, setiap kali saudara ingin memfitnah seseorang!

2. Iblis mendakwa siapa dan bagaimana caranya?

a. Iblis mendakwa kita di hadapan Allah, atau mendakwa Allah di hadapan kita.

W. E. Vine: “Being the malignant enemy of God and man, he accuses man to God, Job 1:6-11; 2:1-5; Rev. 12:9,10, and God to man, Gen. 3” (= Sebagai musuh yang sangat jahat dari Allah dan manusia, ia mendakwa manusia kepada Allah, Ayub 1:6-11; 2:1-5; Wah 12:9,10, dan mendakwa Allah kepada manusia, Kej 3) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 298.

Wah 12:9-10 - “(9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis (Yunani: DIABOLOS) atau Satan (Yunani: SATANAS), yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. (10) Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita”.

Zakh 3:1 - “Kemudian ia memperlihatkan kepadaku imam besar Yosua berdiri di hadapan Malaikat TUHAN sedang Iblis berdiri di sebelah kanannya untuk mendakwa dia”.

Ayub 1:6-11 - “(6) Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis. (7) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’ (8) Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’ (9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? (10) Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

Ayub 2:1-5 - “(1) Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN. (2) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’ (3) Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.’ (4) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya. (5) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

b. Iblis juga bisa mendakwa kita dalam hati kita sendiri.

Setan juga sering mendakwa kita dalam hati kita sendiri. Memang dakwaan / tuduhan dalam hati kita, bahwa kita telah berbuat dosa, bisa datang dari Allah, tetapi bisa juga datang dari setan. Bagaimana membedakannya?

Warren W. Wiersbe: “It is important that we learn to distinguish between Satan’s accusations and the Spirit’s conviction. ... When the Spirit of God convicts you, he uses the Word of God in love and seeks to bring you back into fellowship with your Father. When Satan accuses you, he uses your own sins in a hateful way, and he seeks to make you feel helpless and hopeless. … I have heard more than one Christian exclaim, ‘I’m too far gone - the Lord could never take me back.’ When you have that helpless, hopeless feeling, you can be sure Satan is accusing you” (= Adalah penting bahwa kita belajar untuk membedakan antara tuduhan setan dan penyadaran / penginsyafan Roh. ... Pada saat Roh Allah menyadarkan / menginsyafkan kamu, Ia menggunakan Firman Allah dalam kasih dan berusaha membawa kamu kembali kepada persekutuan dengan Bapamu. Pada waktu setan menuduh kamu, ia menggunakan dosa-dosamu sendiri dengan cara yang penuh kebencian, dan ia berusaha membuat kamu merasa tidak berdaya dan putus asa. … Saya telah mendengar lebih dari satu orang kristen berseru: ‘Saya telah pergi terlalu jauh - Tuhan tidak pernah bisa membawa aku kembali’. Pada waktu engkau mempunyai perasaan putus asa dan tanpa pengharapan seperti itu, engkau bisa yakin bahwa Setan sedang menuduhmu) - ‘The Strategy of Satan’, hal 85,86.

Kalau tuduhan berdosa itu datang dari Allah, pasti akan hilang begitu kita mengakui dosa dengan sungguh-sungguh / bertobat, karena tujuan Tuhan menuduh kita adalah untuk mempertobatkan kita. Tetapi kalau datang dari setan, maka hal ini tidak akan hilang sekalipun kita sudah menyesali dosa / bertobat, karena tujuan setan adalah untuk menghancurkan kita. Tuduhan setan itu menyebabkan orang yang sudah bertobat / mengaku dosa itu tetap merasakan adanya ‘guilty feeling’ (= perasaan bersalah). Ini khususnya sering muncul pada saat:

· berdoa / bersaat teduh.

· mau mengikuti Perjamuan Kudus!

· melayani Tuhan.

· belajar Firman Tuhan.

Ini menyebabkan kita lalu merasa tidak layak untuk berdoa / bersekutu dengan Tuhan, ikut Perjamuan Kudus, maupun melayani Tuhan, sekalipun kita sudah mengakui dosa dan menyesalinya dengan sungguh-sungguh.

Tuduhan setan ini menyebabkan orang yang sudah betul-betul menyesali / bertobat dari dosanya, tetap merasa sedih, dan bahkan menjadi putus asa karena dosa-dosanya.

Sebagai contoh bandingkan Petrus dengan Yudas Iskariot. Mereka sama-sama jatuh; Petrus menyangkal Yesus 3 x, Yudas Iskariot menjual / mengkhianati Yesus. Mereka juga sama-sama merasa bersalah dan menyesali perbuatannya / dosanya. Tetapi kalau Petrus bertobat dan dipulihkan, maka Yudas Iskariot menjadi putus asa dan lalu bunuh diri. Petrus sadar dosa karena penyadaran dari Roh Kudus, sedangkan Yudas Iskariot mendapatkan dakwaan dari Iblis dalam hatinya.

Warren W. Wiersbe: “See how subtle and merciless Satan really is. Before we sin - while he is tempting us - he whispers, ‘You can get away with this!’ Then after we sin, he shouts at us, ‘You will never get away with this!’” (= Lihatlah betapa licik dan tak-berbelas-kasihan-nya setan itu. Sebelum kita berbuat dosa - pada saat ia masih mencobai kita - ia berbisik, ‘Kamu bisa meloloskan diri dengan ini!’ Lalu setelah kita berbuat dosa, ia berteriak kepada kita, ‘Kamu tidak akan pernah lolos dengan ini!’) - ‘The Strategy of Satan’, hal 84.

4) “berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”.

a) ‘Berjalan keliling’.

1. Ini menunjukkan aktivitas yang tak ada henti-hentinya dari setan untuk menyerang kita. Semua kata kerja maupun participle yang digunakan dalam bagian ini ada dalam bentuk present, menunjukkan aktivitas yang bersifat terus menerus.

2. Jangan membayangkan bahwa penggambaran ini menunjukkan bahwa singa itu berjalan mengelilingi calon mangsanya. Singa tidak mempunyai kebiasaan demikian terhadap mangsanya. Ayat ini menunjukkan bahwa ia ‘berjalan keliling’ (sebetulnya lebih tepat ‘berjalan-jalan’) untuk mencari mangsa.

Adam Clarke: “‘Walketh about’ Traversing the earth; a plain reference to Job 2:2” (= ‘Berjalan-jalan’. Melewati bumi / berjalan kesana kemari di bumi; jelas berhubungan dengan Ayub 2:2).

Ayub 2:2 - “Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’”.

Bdk. Mat 12:43-45 - “(43) ‘Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. (44) Lalu ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapih teratur. (45) Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat ini.’”.

b) ‘sama seperti singa’.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 208) bahwa setan digambarkan sebagai ular untuk menunjukkan kelicikannya / kelicinannya / kecerdikannya (bdk. Kej 3:1 Mat 10:16), dan digambarkan sebagai singa untuk menunjukkan kekuatan dan kebuasannya. Selain itu, ia juga digambarkan sebagai malaikat terang (2Kor 11:14).

c) ‘yang mengaum-aum’.

Barnes’ Notes: “The lion here is not the crouching lion - the lion stealthfully creeping toward his foe - but it is the raging monarch of the woods, who by his terrible roar would intimidate all so that they might become an easy prey. The particular thing referred to here, doubtless, is persecution, resembling in its terrors a roaring lion” (= Singa di sini bukanlah singa yang mengendap-endap - singa yang dengan diam-diam merangkak menuju musuhnya - tetapi ini adalah raja hutan yang mengamuk, yang dengan aumannya yang mengerikan menakuti semua supaya mereka bisa menjadi mangsa yang empuk. Hal khusus yang ditunjuk di sini, tak diragukan lagi, adalah penganiayaan, yang menakutkan seperti singa yang mengaum-aum).

d) ‘dan mencari orang yang dapat ditelannya’.

1. Yang ia cari jelas adalah orang, bukan mayat. Jadi, adalah omong kosong bahwa ada banyak setan di kuburan. Bisa saja ada setan di kuburan, hanya untuk menggoda orang yang mengantar mayat ke kuburan, supaya ia bisa memunculkan takhyul-takhyul yang tidak benar. Tetapi secara umum, ia senang dengan tempat yang banyak orang, yang memungkinkannya untuk mendapat mangsa.

2. Tujuan pengembaraannya adalah mencari mangsa untuk ditelan. Kata ‘ditelan’ menunjukkan dihancurkan secara total. Kata Yunani yang sama dipakai dalam 1Kor 15:54 - ‘Maut telah ditelan dalam kemenangan’, yang jelas menunjukkan bahwa pada saat itu maut / kematian akan dihancurkan sama sekali.

Perlu dicamkan bahwa tujuan setan menyerang kita adalah untuk menghancur-totalkan kita. Ini tidak sekedar berarti membunuh kita, tetapi membunuh jiwa kita (masuk neraka).

Thomas Adams: “The devil is no idle spirit, but a vagrant, runagate walker, that never rests in one place. The motive, cause, and main intention of his walking is to ruin man” (= Setan bukanlah roh yang malas, tetapi seorang pengembara yang tidak pernah berhenti / beristirahat di suatu tempat. Alasan, penyebab, dan tujuan utama dari perjalanannya adalah untuk menghancurkan manusia) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 164.

Alexander Nisbet: “Satan is a very powerful enemy and a terrible, and so cruel that no less than the utter destruction of souls can satisfy him” (= Setan adalah musuh yang sangat kuat dan dahsyat / mengerikan, dan begitu kejam sehingga tidak kurang dari kehancuran total dari jiwa-jiwa bisa memuaskan dia) - hal 203.

Penerapan: Karena itu jangan pernah menyerah pada godaan setan dengan pemikiran bahwa kalau saudara menyerah, maka serangannya akan berkurang. Ingat bahwa ia tidak pernah puas sampai ia menghancurkan jiwa saudara. Karena itu penyerahan pada suatu pertempuran tertentu bukan saja tidak akan mengendorkan serangannya, tetapi sebaliknya akan membuat ia memperhebat serangannya.

Ay 9: “Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama”.

1) “Lawanlah dia”.

Petrus / Firman Tuhan tak berkata ‘tengkinglah dia’ tetapi ‘lawanlah dia’.

Bdk. Yak 4:7 - “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”.

A. T. Robertson: “Cowardice never wins against the devil (2 Tim. 1:7), but only courage” [= Sikap pengecut tidak pernah menang terhadap setan (2Tim 1:7), tetapi hanya keberanian].

2Tim 1:7 - “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban”.

Lawan kata dari ‘melawan’ adalah ‘menyerah’!

Alexander Nisbet: “none of Christ’s soldiers must think of flying from him or yielding to him in the least, but must make them for a stout and peremptory resistance of him in all his temptations; considering that the more place be yielded to him, he tyrannizes the more, ... and the more stoutly he be opposed, the more ground he loses, Jas. 4:7” (= tidak ada tentara Kristus yang boleh berpikir sedikitpun tentang lari dari dia atau menyerah kepadanya, tetapi harus membuat perlawanan yang kuat dan tak berubah terhadap dia dalam semua pencobaannya; mengingat bahwa makin banyak tempat diserahkan kepadanya, makin ia merajalela, ... dan makin kuat ia dilawan, makin banyak ia kehilangan daerah, Yak 4:7) - hal 204.

Catatan:

· ‘lari dari setan’ berbeda dengan ‘lari dari pencobaan’. Yang terakhir ini kadang-kadang justru harus kita lakukan [bdk. Kej 39:12 1Kor 6:18a - ‘Jauhkanlah dirimu dari percabulan’ (NIV: ‘Flee from sexual immorality’ / ‘larilah dari percabulan’)].

· Bdk. juga dengan Ef 4:27 - “Janganlah beri kesempatan kepada Iblis”.

NIV: ‘and do not give the devil a foothold’ (= dan janganlah memberi setan tempat berpijak).

KJV/Lit: ‘neither give place to the devil’ (= jangan memberi tempat kepada setan).

2) “dengan iman yang teguh”.

Iman merupakan salah satu senjata rohani.

Ef 6:16 - “dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat”.

3) “sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama”.

a) ‘penderitaan’.

Calvin mengatakan (hal 151) bahwa setelah mengatakan bahwa kita akan diserang setan (ay 8), Petrus lalu menunjuk kepada penderitaan (ay 9). Calvin mengatakan bahwa dari sini bisa disimpulkan bahwa dalam segala penderitaan, apakah itu musuh, penyakit, ketandusan tanah / kelaparan, penganiayaan, kita selalu berurusan dengan setan.

b) ‘semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama’.

Bdk. 1Kor 10:13 - ‘pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa’.

Bandingkan juga dengan 1Pet 4:12 - “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu”.

Mengingat / menyadari bahwa semua orang kristen mengalami penderitaan yang sama merupakan hal yang sangat perlu, karena pada waktu kita mengalami penderitaan yang hebat, setan sering memberikan godaan supaya kita berpikir bahwa penderitaan kita sangat istimewa dan tidak ada orang lain mengalami penderitaan seperti kita. Dengan demikian kita akan beranggapan bahwa kita dianak-tirikan oleh Tuhan, atau bahkan bahwa kita bukan anak Tuhan. Itu akan menyebabkan kita mengasihani diri kita sendiri, dan menjadi putus asa.

Tetapi sebaliknya, kalau kita menyadari bahwa semua orang Kristen mengalami penderitaan yang sama, itu akan menyebabkan kita mempunyai pengharapan dan kekuatan.

I PETRUS 5:10-11

Ay 10-11: “(10) Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. (11) Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.”.

1) ‘Dan Allah, sumber segala kasih karunia’.

a) Terjemahan.

KJV: ‘But the God of all grace’ (= Tetapi Allah dari semua kasih karunia).

RSV: ‘And ... the God of all grace’ (= Dan ... Allah dari semua kasih karunia).

NIV: ‘And the God of all grace’ (= Dan Allah dari semua kasih karunia).

NASB: ‘And ... the God of all grace’ (= dan ... Allah dari semua kasih karunia).

b) Dengan kata-kata ini Petrus mengajak mereka memandang kepada Allah yang merupakan sumber kasih karunia.

Dalam ay 8 Petrus berbicara tentang setan dan serangannya. Dan dalam ay 9 ia berbicara tentang penderitaan. Sekarang dalam ay 10 ia berbicara tentang Allah yang adalah sumber semua kasih karunia. Jadi, baik dalam menghadapi serangan setan maupun penderitaan, atau hal lain apapun, Allah bisa memberikan kasih karunia sehingga kita bisa menghadapinya.

Pulpit Commentary: “‘The God of all grace’ - of every needed grace, of every kind of grace, of every means of grace. Here is the power that overcometh Satan. ‘My grace is sufficient for thee.’” (= ‘Allah dari semua kasih karunia’ - dari setiap kasih karunia yang dibutuhkan, dari setiap jenis kasih karunia, dari setiap cara / jalan untuk mendapatkan kasih karunia. Inilah kuasa yang mengalahkan setan. ‘Cukuplah kasih karuniaku bagimu’) - hal 231.

Catatan: bdk. 2Kor 12:9 - “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku”.

Calvin: “he mentions expressly ‘all grace,’ ... that they might learn that every blessing is to be ascribed to God” (= ia secara explicit menyebutkan ‘semua kasih karunia’, ... supaya mereka bisa belajar bahwa setiap berkat harus dianggap berasal dari Allah) - hal 152.

Catatan:

· memang ada ‘berkat’ dari setan, tetapi ini sebetulnya bukan berkat, karena ‘berkat’ dari setan itu sebetulnya bukan sungguh-sungguh berkat, tetapi suatu penipuan. Berkat yang sejati hanya datang dari Allah.

· hal yang enak / menyenangkan belum tentu adalah berkat yang sejati. Misalnya: ‘berkat’ pada waktu kita ada di jalan yang salah, yang menyebabkan seseorang lalu mengira bahwa Allah merestui jalannya yang salah itu.

· sebaliknya, hal yang tidak menyenangkan belum tentu merupakan kutuk. Misalnya: penolakan doa kita oleh Allah, hajaran dari Allah kepada kita karena dosa kita, dan sebagainya.

Matthew Henry: “All grace is from God; it is he who restrains, converts, comforts, and saves men by his grace” (= Semua kasih karunia adalah dari Allah; Dialah yang mengekang, mempertobatkan, menghibur, dan menyelamatkan manusia dengan kasih karuniaNya).

2) ‘yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal’.

Ini menunjukkan bahwa kita dipanggil kepada kemuliaan, dan semua itu hanya ada dalam Kristus.

Calvin mengatakan (hal 152) bahwa ini memberikan keyakinan kekal kepada kita, karena kalau kita memang dipanggil kepada kemuliaan dan semua itu ada dalam Kristus atau didasarkan kepada Kristus, maka jelas bahwa panggilan itu bukan merupakan sesuatu yang bersifat sementara, bisa berubah / pudar dan sebagainya.

Bdk. Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

Ini disebut banyak orang sebagai ‘the golden chain of salvation’ (= rantai emas keselamatan), yang dianggap tidak bisa terputus.

Bandingkan juga dengan kedua text ini:
1Tes 5:23-24 - “(23) Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita. (24) Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya”.
1Kor 1:8 - “Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus”.

3) ‘akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu’.

KJV: ‘make you perfect, stablish, strengthen, settle you’ (= membuat engkau sempurna, meneguhkan, meneguhkan / menstabilkan, menguatkan, menanamkan / meneguhkan engkau).

RSV: ‘will ... restore, establish, and strengthen you’ (= akan ... memulihkan, meneguhkan, dan menguatkan engkau).

NIV: ‘will ... restore you and make you strong, firm and steadfast’ (= akan ... memulihkan engkau dan membuat engkau kuat, teguh dan setia).

NASB: ‘will ... perfect, confirm, strengthen and establish you’ (= akan ... menyempurnakan, meneguhkan, menguatkan dan meneguhkan engkau).

a) Melengkapi / menyempurnakan / memulihkan.

Pulpit Commentary: “The word here translated ‘perfect’ properly means ‘to restore to a state of completeness.’ It is used to describe the process of mending nets. It is used in its ethical sense (Gal 6:1) to express the Christian duty of restoring the brother overtaken in a fault. And so it is employed here for that great work of Divine grace by which our defects are made good, the rents which sin has made mended, the tarnished purity given back, the scars effaced. ... We need first of all forgiveness and the removal of the guilt of our sins. ... and then there follows a long process which the patient God carries on, mending us by slow degrees, and step by step supplementing this defect and repairing the result of that sin, till there be no gaps remaining needing to be filled and no flaws in character needing to be corrected. ... When we think of our own defects and see how much is lacking in our character, we may feel that nothing can ever fill up these. Then the confidence of this brave text may hearten us. It is the God of all grace to whom we look for our perfecting. No emptiness can be so vast and so empty that that ‘all’ cannot fill it. No man can have gone so far from the right way, or had his nature so lacerated by sin’s cruel fangs, that that ‘all’ cannot heal and repair the damage” [= Kata yang diterjemahkan ‘menyempurnakan’ di sini secara tepat berarti ‘memulihkan kepada suatu keadaan sempurna / lengkap’. Ini digunakan untuk menggambarkan proses pembetulan / penambalan / penisikan jala. Itu digunakan dalam arti etik (Gal 6:1) untuk menyatakan kewajiban Kristen untuk memulihkan seorang saudara yang dikalahkan oleh suatu kesalahan. Dan demikianlah kata itu digunakan di sini untuk pekerjaan besar dari kasih karunia Ilahi dengan mana cacat kita dibetulkan, robekan yang dibuat oleh dosa ditambal / ditisik, kemurnian yang dinodai diberikan kembali, bekas luka dihapuskan. ... Pertama-tama kita membutuhkan pengampunan dan penyingkiran kesalahan dari dosa-dosa kita. ... dan lalu mengikutinya suatu proses yang panjang / lama yang dilakukan oleh Allah yang sabar, memperbaiki / menisik kita dengan lambat, dan langkah demi langkah menambahkan sesuatu pada kekurangan / cacat ini, dan memperbaiki akibat dari dosa itu, sampai di sana tidak ada celah yang tersisa yang perlu diisi dan tidak ada cacat / kekurangan dalam karakter yang perlu diperbaiki. ... Pada waktu kita memikirkan tentang cacat / kekurangan kita sendiri dan melihat betapa banyak yang kurang dalam karakter kita, kita mungkin merasa bahwa tidak ada apapun yang pernah bisa mengisinya. Lalu keyakinan dari text yang berani ini bisa membesarkan hati kita. Allah dari semua kasih karunialah yang kita pandang untuk penyempurnaan kita. Tidak ada kekosongan bisa begitu luas / banyak dan begitu kosong sehingga ‘semua (kasih karunia)’ itu tidak bisa mengisi / memenuhinya. Tidak pernah ada manusia yang telah begitu jauh meninggalkan jalan yang benar, atau yang telah dikoyak oleh taring yang kejam dari dosa sedemikian rupa, sehingga ‘semua (kasih karunia)’ itu tidak bisa menyembuhkan dan memperbaiki kerusakannya] - hal 222.

Gal 6:1 - “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan”.

NIV/NASB: ‘restore’ (= memulihkan).

Catatan: kata Yunani yang digunakan di sini sama dengan yang diterjemahkan ‘melengkapi’ dalam 1Pet 5:10 ini.

Bdk. Mat 12:20 - “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang”.

Manusia pada umumnya akan memutuskan sama sekali buluh yang patah terkulai, atau memadamkan sama sekali sumbu yang pudar nyalanya. Tetapi Tuhan tidak demikian. Sebaliknya, Ia akan menegakkan / menyalakannya kembali tak peduli betapa lama / berat / sukar proses yang dibutuhkan untuk hal itu. Allah dari semua kasih karunia sanggup melakukan ini. Contoh: Petrus, Daud, Elia dan sebagainya.

b) Meneguhkan.

Allah kasih karunia itu bisa meneguhkan. Ini dialami oleh penulis surat ini sendiri yaitu Petrus. Petrus adalah orang yang sangat mudah naik turun dan terombang-ambing, tetapi Allah kasih karunia itu telah mengubah dan meneguhkannya sehingga ia bisa seperti ini. Allah kasih karunia itu tentu juga bisa melakukannya untuk saudara.

Ini juga merupakan pelayanan yang diperintahkan oleh Yesus kepada Petrus.

Luk 22:32 - “tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.’”.

Dalam bahasa Yunani kata yang digunakan di sini mempunyai kata dasar yang sama dengan kata yang sedang kita bahas dalam 1Pet 5:10 ini.

Jadi, bahwa Allah bisa meneguhkan seseorang, tidak berarti bahwa kita tidak perlu berbuat apa-apa untuk orang itu. Kita harus mau dipakai oleh Allah untuk meneguhkan orang itu.

c) Menguatkan.

Pulpit Commentary: “Our weakness will be strengthened. ... We are weak, and we need strength. If we measure our power compared with what we have to do, still more as compared with what we have to resist and suffer, how disproportionate it is! Heavy tasks have to be done, hard battles to be fought, bitter sorrows to be borne and ‘who is sufficient for these things?’ Our weakness is our misery, and often it is our sin. It comes partly from the natural limits of our powers, but far more from the enfeebling influence of living to self, which, like fever, burns away energy and leaves us exhausted. ... And the feeblest Christian may cherish the triumphant assurance given to us all here that he will get all the power he needs for work, warfare, and sorrow. ... An indwelling God will be the glory of our strength, and, possessing his grace, ‘the weakest may be as David, and David as an angel of God.’” (= Kelemahan kita akan dikuatkan. ... Kita lemah, dan kita membutuhkan kekuatan. Jika kita mengukur kekuatan kita dan membandingkannya dengan apa yang harus kita lakukan, lebih lagi pada saat membandingkannya dengan apa yang harus kita tahan dan derita, alangkah tidak sepadannya itu! Tugas yang berat harus dilakukan, pertempuran yang sukar harus djalani, kesedihan yang pahit harus dipikul, dan ‘siapa yang cukup untuk hal-hal ini?’ Kelemahan kita adalah kesengsaraan kita, dan seringkali itu adalah dosa kita. Itu datang sebagian dari keterbatasan alamiah dari kemampuan kita, tetapi lebih banyak dari pengaruh yang melemahkan dari kehidupan bagi diri sendiri, yang, seperti demam, membakar tenaga dan meninggalkan kita dalam keadaan kehabisan tenaga. ... Dan orang Kristen yang paling lemah bisa menghargai jaminan kemenangan yang diberikan kepada kita semua di sini, dan ia akan mendapatkan semua kekuatan / kemampuan yang ia butuhkan untuk pekerjaan / pelayanan, perang, dan kesedihan. ... Allah yang menghuni diri kita akan menjadi kemuliaan dari kekuatan kita, dan, dengan memiliki kasih karuniaNya, ‘yang paling lemah akan menjadi seperti Daud, dan Daud akan menjadi seperti malaikat Allah’) - hal 223.

Catatan: bagian yang saya garis bawahi merupakan kutipan ayat dari 2Kor 2:16b - “Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?”.

KJV: ‘And who is sufficient for these things?’ (= Dan siapa yang cukup untuk hal-hal ini?).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “Masterman suggests that the distinctive meaning of ‘strengthen’ may be ‘to equip for active service’. The sequence of thought would then be that God will first establish them firmly in their own personal faith or give them strength to stand firm; and then empower them for active service, or give them strength to go on” (= Masterman mengusulkan bahwa arti khusus dari ‘strengthen’ / ‘menguatkan’ mungkin adalah memperlengkapi untuk pelayanan aktif’. Maka urut-urutan pemikirannya adalah bahwa Allah akan pertama-tama meneguhkan mereka dengan teguh dalam iman pribadi mereka sendiri, atau memberi mereka kekuatan untuk berdiri teguh; dan lalu memberi mereka kekuatan untuk pelayanan aktif, atau memberi mereka kekuatan untuk berjalan terus) - hal 174.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas dari kata-kata di atas ini:

1. Seseorang yang imannya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat masih lemah / ragu-ragu, tentu masih tidak bisa dipakai untuk pelayanan. Juga kalau imannya dalam persoalan Kitab Suci / Firman Tuhan masih lemah / ragu-ragu. Orang itu harus dikuatkan / diteguhkan dulu dalam hal-hal dasar ini, sebelum ia terjun dalam pelayanan. Karena itu pelayanan Firman Tuhan dalam hal-hal dasar merupakan sesuatu yang sangat penting.

2. Tetapi hal di atas tidak boleh diextrimkan, dengan ingin menjadi seorang superman rohani dulu, baru mau terjun dalam pelayanan. ‘Tidak melayani’ merupakan dosa, dan kalau dosa ini dipelihara terus, maka orang itu juga tidak akan bertumbuh. Jadi, kalau iman dalam hal-hal dasar sudah teguh, maka ia harus menumbuhkan pengertiannya terhadap Firman Tuhan, menguduskan diri, menumbuhkan iman dan kasih, berbarengan dengan melakukan pelayanan. Ingat bahwa Allah meneguhkan iman seseorang dengan tujuan supaya orang tersebut melakukan pelayanan aktif.

d) Mengokohkan / meneguhkan.

Kata ke 4 ini diperdebatkan keberadaannya; ada manuscripts yang mempunyainya, ada manuscripts yang tidak mempunyainya. RSV membuang kata ini dari terjemahannya.

Barnes’ Notes: “‘Settle you’. Literally, found you, or establish you on a firm foundation - themeliooses. The allusion is to a house which is so firmly fixed on a foundation that it will not be moved by winds or floods” (= ‘mengokohkanmu’. Secara hurufiah, ‘mendirikanmu’, atau ‘meneguhkanmu pada suatu fondasi yang teguh’ - themeliooses. kiasannya adalah sebuah rumah yang dengan teguh dipancangkan pada suatu fondasi sehingga itu tidak akan digerakan oleh angin atau banjir).

4) ‘sesudah kamu menderita seketika lamanya’.

Matthew Henry: “those who are called to be heirs of eternal life through Jesus Christ must, nevertheless, suffer in this world, but their sufferings will be but for a little while” (= namun mereka yang dipanggil untuk menjadi ahli-ahli waris dari kehidupan kekal melalui Yesus Kristus harus menderita dalam dunia ini, tetapi pendertaan mereka hanya untuk waktu yang singkat).

Barnes’ Notes: “‘After that ye have suffered a while.’ After you have suffered as long as he shall appoint. The Greek is, ‘having suffered a little,’ and may refer either to time or degree. In both respects the declaration concerning afflictions is true. They are short, compared with eternity; they are light, compared with the exceeding and eternal weight of glory” [= ‘sesudah kamu menderita seketika lamanya’. Sesudah kamu menderita selama yang Ia tetapkan. Dalam bahasa Yunani bunyinya adalah: ‘setelah menderita sedikit’, dan ini bisa menunjuk pada waktu atau tingkat (penderitaan). Dalam kedua hal ini pernyataan mengenai penderitaan itu benar. Penderitaan itu pendek / sebentar, dibandingkan dengan kekekalan; penderitaan itu ringan, dibandingkan dengan berat kemuliaan yang berlimpah-limpah dan kekal].

Pulpit Commentary: “literally, ‘a little’. The word may refer to the degree, as well as to the duration, of the sufferings. They are transient; the glory is eternal. They may seem very severe, but they are light in comparison with that ‘far more exceeding and eternal weight of glory.’” (= secara hurufiah, ‘sedikit’. Kata itu bisa menunjuk pada tingkat, dan juga pada lamanya waktu, dari penderitaan. Penderitaan-penderitaan itu bersifat sementara; kemuliaan itu bersifat kekal. Penderitaan-penderitaan itu bisa kelihatan sangat hebat, tetapi mereka itu ringan dibandingkan dengan ‘kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya’ itu) - hal 209.

Catatan: dalam 2Kor 4:17 versi Kitab Suci Indonesia kata ‘weight’ (= berat) tidak ada, padahal seharusnya ada.

5) ‘Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin’.

a) Perbedaan versi.

KJV: ‘To him be glory and dominion for ever and ever. Amen’ (= Bagi Dia kemuliaan dan kuasa selama-lamanya. Amin).

RSV: ‘To him be the dominion for ever and ever. Amen’ (= Bagi Dia kuasa selama-lamanya. Amin).

NIV: ‘To him be the power for ever and ever. Amen’ (= Bagi Dia kuasa selama-lamanya. Amin).

NASB: ‘To Him be dominion forever and ever. Amen’ (= Bagi Dia kuasa selama-lamanya. Amin).

KJV mempunyai kata ‘glory’ (= kemuliaan), karena menterjemahkan dari manuscript yang berbeda. Pulpit Commentary mengatakan (hal 209) bahwa manuscript yang terbaik tidak mempunyai kata ini.

Bdk. 1Pet 4:11b - “Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin”.

Dalam 1Pet 5:11 penekanan Petrus bukan kemuliaan Allah, tetapi kuasa Allah, yang bisa melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan orang Kristen (ay 10). Karena itu, ia tidak menggunakan kata ‘kemuliaan’, tetapi hanya ‘kuasa’.

b) Keharusan memuji Allah.

Matthew Henry mengatakan bahwa dari kata-kata kemuliaan / pujian (doxology) ini terlihat bahwa orang yang sudah menerima kasih karunia dari Allah harus memuji Allah.

I PETRUS 5:12-14

1 Petrus 5: 12: “Dengan perantaraan Silwanus, yang kuanggap sebagai seorang saudara yang dapat dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu, bahwa ini adalah kasih karunia yang benar-benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!”.

1) Perbedaan terjemahan.

Kitab Suci Indonesia: “Dengan perantaraan Silwanus, yang kuanggap sebagai seorang saudara yang dapat dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu, bahwa ini adalah kasih karunia yang benar-benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!”.

KJV: ‘By Silvanus, a faithful brother unto you, as I suppose, I have written briefly, exhorting, and testifying that this is the true grace of God wherein ye stand’ (= Oleh Silwanus, saudara yang setia kepadamu, seperti yang kuanggap, aku telah menulis dengan singkat, menasehati / mendesak, dan menyaksikan bahwa ini adalah kasih karunia yang benar dari Allah dalam mana kamu berdiri).

RSV: ‘By Silvanus, a faithful brother as I regard him, I have written briefly to you, exhorting and declaring that this is the true grace of God; stand fast in it’ (= Oleh Silwanus, saudara yang setia sebagaimana aku menganggapnya, aku telah menulis dengan singkat kepadamu, menasehati / mendesak dan menyatakan bahwa ini adalah kasih karunia yang benar dari Allah; berdirilah dengan teguh di dalamnya).

NIV: ‘With the help of Silas, whom I regard as a faithful brother, I have written to you briefly, encouraging you and testifying that this is the true grace of God. Stand fast in it’ (= Dengan pertolongan Silas, yang aku anggap sebagai saudara yang setia, aku telah menulis kepadamu dengan singkat, mendorong kamu dan menyaksikan bahwa ini adalah kasih karunia yang benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya).

NASB: ‘Through Silvanus, our faithful brother (for so I regard him), I have written to you briefly, exhorting and testifying that this is the true grace of God. Stand firm in it!’ [= Melalui Silwanus, saudara kita yang setia (karena demikianlah aku menganggapnya), aku telah menulis kepadamu dengan singkat, menasehati / mendesak dan menyaksikan bahwa ini adalah kasih karunia yang benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!].

a) Pulpit Commentary menganggap (hal 209) kata-kata ‘unto you’ dalam KJV salah letak. Seharusnya kata-kata itu dihubungkan dengan ‘I have written’, seperti dalam RSV/NIV/NASB/Kitab Suci Indonesia, bukan dengan ‘a faithful brother’, seperti dalam KJV.

b) Alan M. Stibbs (Tyndale) mengatakan bahwa terjemahan dari RSV/NIV/NASB yang menterjemahkan bagian akhir dari ay 12 sebagai bentuk perintah, lebih benar dari terjemahan KJV yang menterjemahkannya sebagai kalimat biasa. Perbedaan ini terjadi karena penggunaan manuscripts yang berbeda.

c) Kata-kata ‘ini adalah kasih karunia yang benar-benar dari Allah’ dalam Kitab Suci Indonesia, seharusnya adalah ‘ini adalah kasih karunia yang benar dari Allah’. Kata ‘benar’ menerangkan ‘kasih karunia’, bukan menerangkan ‘dari Allah’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the true grace of God’ (= kasih karunia yang benar dari Allah).

2) ‘Dengan perantaraan Silwanus, yang kuanggap sebagai seorang saudara yang dapat dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu’.

Dari kata-kata ini, kebanyakan penafsir beranggapan bahwa Silwanus adalah juru tulis dari Petrus.

Barclay: “Silvanus is the full form of the name Silas and he is almost certainly to be identified with the Silvanus of Paul’s letters and the Silas of Acts” (= Silwanus adalah bentuk lengkap dari nama Silas dan ia hampir pasti adalah sama dengan Silwanus dari surat-surat Paulus, dan Silas dari Kisah Para Rasul) - hal 274.

Barclay mengatakan (hal 275) bahwa Silwanus adalah salah satu orang yang dikirim untuk menyebarkan keputusan sidang gereja Yerusalem (Kis 15:22,27). Ia juga adalah seorang nabi (Kis 15:32). Ia menjadi teman Paulus dalam perjalanan misionarisnya (Kis 15:37-41). Sejak saat itu Silwanus menjadi tangan kanan Paulus. Ia bersama Paulus di Filipi, ditangkap dan dipenjara bersama dia (Kis 16:19,25,29). Ia bergabung lagi dengan Paulus di Korintus dan bersama Paulus memberitakan Injil di sana (Kis 18:5 2Kor 1:19). Begitu dekat ia dengan Paulus sehingga dalam surat 1 dan 2 Tesalonika Paulus menyebutkan dia bersama Timotius sebagai pengirim surat itu.

Kis 15:22,27,32,37-41 - “(22) Maka rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat itu mengambil keputusan untuk memilih dari antara mereka beberapa orang yang akan diutus ke Antiokhia bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas, yaitu Yudas yang disebut Barsabas dan Silas. Keduanya adalah orang terpandang di antara saudara-saudara itu. ... (27) Maka kami telah mengutus Yudas dan Silas, yang dengan lisan akan menyampaikan pesan yang tertulis ini juga kepada kamu. ... (32) Yudas dan Silas, yang adalah juga nabi, lama menasihati saudara-saudara itu dan menguatkan hati mereka. ... (37) Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; (38) tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka. (39) Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus. (40) Tetapi Paulus memilih Silas, dan sesudah diserahkan oleh saudara-saudara itu kepada kasih karunia Tuhan (41) berangkatlah ia mengelilingi Siria dan Kilikia sambil meneguhkan jemaat-jemaat di situ”.

Kis 16:19,25,29 - “(19) Ketika tuan-tuan perempuan itu melihat, bahwa harapan mereka akan mendapat penghasilan lenyap, mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar untuk menghadap penguasa. ... (25) Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka. ... (29) Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas”.

Kis 18:5 - “Ketika Silas dan Timotius datang dari Makedonia, Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias”.

2Kor 1:19 - “Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, ...”.

1Tes 1:1 - “Dari Paulus, Silwanus dan Timotius kepada jemaat orang-orang Tesalonika yang di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus”.

2Tes 1:1 - “Dari Paulus, Silwanus dan Timotius, kepada jemaat orang-orang Tesalonika di dalam Allah Bapa kita dan di dalam Tuhan Yesus Kristus”.

Lalu Barclay mengatakan (hal 275) bahwa Silwanus adalah lebih dari sekedar penulis bagi Petrus. Ia mengatakan bahwa salah satu problem dari surat Petrus adalah bagusnya bahasa Yunani yang digunakan dalam surat itu, yang tidak memungkinkan surat itu ditulis oleh seorang penjala ikan yang tidak terpelajar seperti Petrus (bdk. Kis 4:13). Silwanus adalah seorang warga negara Romawi (Kis 16:37), dan ia jauh lebih berpendidikan dari pada Petrus. Jadi mungkin ia membantu Petrus dalm penggunaan bahasa Yunani dari surat ini. Alan M. Stibbs (Tyndale) kelihatannya juga mempunyai pandangan seperti Barclay dalam hal ini.

Dari semua ini Barclay lalu memberikan kesimpulan tentang Silwanus sebagai berikut: “Silvanus was one of those men the Church can never do without. He was content to take the second place and to serve almost in the background so long as God’s work was done. It was enough for him that he was Paul’s assistant, even if Paul for ever overshadowed him. It was enough for him to be Peter’s penman, even if it meant only a bare mention of his name at the end of the letter. For all that, it is no little things to go down in history as the faithful henchman on whom both Peter and Paul depended. The Church always has need of people like Silvanus and many who cannot be Peters or Pauls can still assist the Peters and Pauls to do their work” (= Silwanus adalah salah satu dari orang-orang, tanpa siapa gereja tidak pernah bisa berjalan terus. Ia puas dengan mengambil tempat kedua, dan melayani di latar belakang, selama pekerjaan Allah dilakukan. Adalah cukup baginya, bahwa ia menjadi pembantu Paulus, bahkan jika Paulus selamanya lebih penting / menonjol dari dia. Adalah cukup baginya untuk menjadi penulis Petrus, bahkan jika itu berarti hanya sekedar penyebutan namanya pada akhir dari surat. Untuk semua itu, bukan sesuatu hal kecil untuk tercatat dalam sejarah sebagai pengikut yang setia kepada siapa baik Petrus maupun Paulus tergantung. Gereja selalu membutuhkan orang-orang seperti Silwanus, dan banyak orang yang tidak bisa menjadi Petrus-Petrus dan Paulus-Paulus, tetap bisa menolong Petrus-Petrus dan Paulus-Paulus untuk melakukan pekerjaan mereka) - hal 276.

Penerapan:
apakah saudara adalah orang yang selalu ingin menonjol dan dilihat orang dalam melakukan pelayanan?
apakah saudara iri hati kalau ada pelayan lain yang lebih menonjol dari saudara?
maukah saudara melayani di tempat kedua, dan membantu orang-orang yang memang dipanggil Tuhan untuk melayani di latar depan?

3) ‘untuk menasihati dan meyakinkan kamu, bahwa ini adalah kasih karunia yang benar-benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!’.

a) Di atas sudah saya tunjukkan bahwa kata ‘benar-benar’, seharusnya adalah ‘benar’.

b) Perhatikan kata-kata ‘ini adalah kasih karunia yang benar dari Allah’.

Ada pandangan yang sangat beraneka ragam tentang arti dari kata-kata ini:

· Barclay: ini menunjuk pada apa yang telah ditulis oleh Petrus.

· Calvin / Jay E. Adams: ini menunjuk pada iman dan semua hasil / buahnya.

· Adam Clarke / Alexander Nisbet: ini menunjuk pada Injil.

· Albert Barnes: ini menunjuk pada kekristenan / agama Kristen.

Jay E. Adams: “Peter sums up the general purpose of his letter, giving his main thrust. In the face of suffering and trial, he wanted to testify to them that their faith was true and to urge them to stand firm in it. It would be hard to do so at times; but they could turn again and again to this letter and find help” (= Petrus menyimpulkan tujuan umum dari suratnya, dengan memberikan tujuan utamanya. Di hadapan penderitaan dan ujian / pencobaan, ia ingin menyaksikan kepada mereka bahwa iman mereka adalah benar dan mendesak mereka untuk berdiri dengan teguh di dalamnya. Kadang-kadang sukar untuk melakukan hal itu; tetapi mereka bisa berpaling berulang-ulang pada surat ini dan mendapatkan pertolongan) - hal 153.

Ay 13: “Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang terpilih yang di Babilon, dan juga dari Markus, anakku”.

1) ‘Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang terpilih yang di Babilon’.

a) ‘kawanmu yang terpilih’.

Menurut Barclay ada 2 kemungkinan tentang siapa yang dmaksud dengan bagian ini:

1. Dari gereja di Babilon, seperti dalam terjemahan / penafsiran KJV.

KJV: ‘The church that is at Babylon, elected together with you, saluteth you’ (= Gereja yang ada di Babilon, dipilih bersama denganmu, memberi salam kepadamu).

2. Dari seorang perempuan di Babilon.

Perlu diingat bahwa sebetulnya dalam bahasa Yunaninya tak ada kata ‘gereja’ seperti dalam KJV. Yang ada hanyalah kata sandang tertentu yang berjenis kelamin perempuan.

Vincent: “‘The church’. The word is not in the Greek, but is supplied with the feminine definite article hee” (= ‘Gereja’. Kata ini tidak ada dalam bahasa Yunani, tetapi disuplai dengan kata sandang tertentu bentuk feminine HEE).

Kata sandang tertentu bentuk perempuan itu bisa menunjuk kepada seorang perempuan. Kelihatannya RSV/NIV/NASB menafsirkan demikian.

RSV: ‘She who is at Babylon, who is likewise chosen, sends you greetings’ (= Ia yang ada di Babilon, yang juga dipilih, mengirim salam kepadamu).

NIV: ‘She who is in Babylon, chosen together with you, sends you her greetings’ (= Ia yang ada di Babilon, dipilih bersama kamu, mengirim salamnya kepadamu).

NASB: ‘She who is in Babylon, chosen together with you, sends you greetings’ (= Ia yang ada di Babilon, dipilih bersama kamu, mengirim salam kepadamu).

Banyak penafsir yang beranggapan bahwa perempuan ini adalah istri Petrus.

Barclay: “this feminine phrase might equally well refer to some well-known Christian lady. If it does, by far the best suggestion is that the reference is to Peter’s wife. We know that she did actually accompany him on his preaching journey (1Corinthians 9:5). Clement of Alexandria (Stromateis 7.11.63) tells us that she dies a martyr, executed in Peter’s own sight, while he encouraged her by saying, ‘Remember the Lord.’” [= Ungkapan feminine ini bisa menunjuk kepada seorang perempuan Kristen yang terkenal. Jika demikian, usul terbaik adalah bahwa ini menunjuk kepada istri Petrus. Kita tahu bahwa istri Petrus memang menemani dia pada perjalanan khotbahnya (1Kor 9:5). Clement dari Alexandria (Stromateis 7.11.63) memberi tahu kita bahwa istri Petrus mati sebagai martir, dibunuh di depan Petrus, sementara ia menguatkan istrinya dengan mengatakan: ‘Ingatlah Tuhan’.] - hal 277.

1Kor 9:5 - “Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?”.

b) ‘di Babilon’.

Ada yang menafsirkan secara hurufiah dengan mengatakan ini betul-betul menunjuk kepada ‘Babilon’, tetapi ada juga yang menafsirkan secara simbolis, dengan mengatakan bahwa ini menunjuk pada ‘Roma’.

2) ‘dan juga dari Markus, anakku’.

Markus bukan anak jasmani dari Petrus. Ia adalah anak rohani Petrus, seperti Timotius adalah anak rohani dari Paulus.

Markus adalah orang yang dulunya tidak bertanggung jawab, sehingga Paulus tidak mau membawa dia, dan ini menimbulkan perpecahan antara Paulus dan Barnabas, karena Barnabas tetap ingin membawa dia.

Kis 15:37-39 - “(37) Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; (38) tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka. (39) Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus”.

Tetapi belakangan Markus jelas berubah, sehingga Paulus memberikan komentar-komentar yang positif tentang dia dalam surat-suratnya.

Kol 4:10 - “Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu -”.

2Tim 4:11 - “Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku”.

Filemon 23-24 - “(23) Salam kepadamu dari Epafras, temanku sepenjara karena Kristus Yesus, (24) dan dari Markus, Aristarkhus, Demas dan Lukas, teman-teman sekerjaku”.

Kebanyakan penafsir menganggap bahwa Markus menulis Injil Markus di bawah pengaruh dari Petrus, dan bagian ayat ini kelihatannya mendukung pandangan tersebut.

A. T. Robertson: “So this fact agrees with the numerous statements by the early Christian writers that Mark, after leaving Barnabas, became Peter’s ‘interpreter’ and under his influence wrote his Gospel” (= Dengan demikian fakta ini cocok dengan banyak pernyataan oleh penulis-penulis Kristen mula-mula bahwa Markus, setelah meninggalkan Barnabas, menjadi ‘penafsir’ Petrus, dan di bawah pengaruhnya menulis Injilnya).

Ay 14: “Berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium yang kudus. Damai sejahtera menyertai kamu sekalian yang berada dalam Kristus. Amin”.

Ada banyak ayat dalam surat-surat Paulus yang juga membicarakan ‘cium kudus’, yaitu Ro 16:16 1Kor 16:20 2Korintus 13:12 1Tesalonika 5:26. Tetapi di sini Petrus sebetulnya menggunakan istilah yang agak berbeda, yaitu ‘cium kasih’, seperti dalam KJV/RSV/NIV/NASB, yang menterjemahkan ‘kiss of charity / love’ (= cium kasih).

A. T. Robertson: “‘With a kiss of love’ ... As in 1 Cor. 16:20. The abuse of this custom led to its confinement to men with men and women with women and to its final abandonment” (= ‘Dengan cium kasih’ ... Seperti dalam 1Kor 16:20. Penyalah-gunaan dari kebiasaan ini membimbing pada pembatasannya pada laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, dan akhirnya pada pembuangan dari kebiasaan ini). EKSPOSISI SURAT 1 PETRUS.  https://teologiareformed.blogspot.com/
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-TAMAT-
Next Post Previous Post