1 TIMOTIUS 6:11-16 (TUNTUTAN ALLAH)
1 Timotius 6: 11: “Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan”.
1) “Tetapi engkau hai manusia Allah”.
Ini merupakan kontras dengan ‘beberapa orang’ dalam ay 10, yang karena ‘memburu uang’, telah ‘menyimpang dari iman’.
Bdk Ay 10: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.
Pulpit Commentary: “O man of God. The force of this address is very great. It indicates that the money-lovers just spoken of were not and could not be ‘men of God,’ whatever they might profess; and it leads with singular strength to the opposite direction in which Timothy’s aspirations should point. The treasures which he must covet as ‘a man of God’ were ‘righteousness, godliness, faith, love, patience, meekness.’” (= Hai manusia Allah. Kekuatan dari ucapan ini sangat besar. Itu menunjukkan bahwa pecinta-pecinta uang yang baru dibicarakan itu bukanlah dan tidak bisa adalah ‘manusia-manusia Allah’, tak peduli apapun yang mereka akui; dan itu membimbing dengan kekuatan luar biasa pada arah yang berlawanan kemana cita-cita Timotius harus diarahkan. Harta yang harus ia inginkan sebagai ‘manusia Allah’ adalah ‘kebenaran, kesalehan, iman, kasih, kesabaran, kelemah-lembutan’).
2) “jauhilah semuanya itu”.
Yang dimaksud jelas adalah ‘jauhilah cinta uang’. Ini berlaku untuk Timotius, semua hamba-hamba Tuhan, dan bahkan semua orang kristen yang sejati.
Kata ‘jauhilah’ ada dalam bentuk present imperative (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa itu merupakan suatu perintah yang harus dilakukan terus menerus.
Adam Clarke: “Thou, who hast taken God for thy portion, and art seeking a city that hath foundations, whose builder is the living God, flee these things. Escape for thy life. Even thou art not out of the reach of the love of money. How many of the ministers of religion have been ruined by this! And how much has religion itself suffered by their love of money!” (= Engkau, yang telah mengambil Allah menjadi bagianmu, dan sedang mencari kota yang mempunyai dasar / fondasi, yang pembangunnya adalah Allah yang hidup, larilah dari / jauhilah hal-hal ini. Larilah untuk hidupmu. Bahkan engkau bukannya ada di luar jangkauan dari cinta uang. Betapa banyak pendeta-pendeta agama yang telah dihancurkan oleh ini! Dan betapa banyak agama itu sendiri telah menderita oleh cinta mereka pada uang!).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “The word ‘flee’ that Paul used here did not refer to literal running, but to Timothy’s separating himself from the sins of the false teachers. ... Not all unity is good, and not all division is bad. There are times when a servant of God should take a stand against false doctrine and godless practices, and separate himself from them. He must be sure, however, that he acts on the basis of biblical conviction and not because of a personal prejudice or a carnal party spirit” (= Kata ‘jauhilah / larilah’ yang Paulus gunakan di sini tidak menunjuk pada lari secara hurufiah, tetapi pada pemisahan Timotius sendiri dari dosa-dosa dari guru-guru palsu itu. ... Tidak semua kesatuan adalah baik, dan tidak semua perpecahan adalah buruk. Ada saat-saat dimana seorang pelayan Allah harus mengambil sikap terhadap doktrin / ajaran yang salah / palsu dan praktek-praktek yang jahat, dan memisahkan dirinya dari mereka. Tetapi ia harus pasti bahwa ia bertindak berdasarkan keyakinan yang Alkitabiah dan bukan karena suatu prasangka pribadi atau suatu roh / kecondongan grup-grupan yang bersifat daging).
3) “kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan”.
KJV: ‘and follow after righteousness, godliness, faith, love, patience, meekness’ (= dan kejarlah kebenaran, kesalehan, iman, kasih, kesabaran, kelemah-lembutan).
a) ‘Kejarlah’.Sama seperti kata ‘jauhilah’ maka kata ‘kejarlah’ ini juga ada dalam bentuk present imperative (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa kita harus terus menerus mengejar.
Wycliffe: “‘Follow after.’ Pursue, keep pursuing. Vigor and intensity are suggested both in fleeing things that lead from the faith and in pursuing things pertaining to the faith” (= ‘Kejarlah’. Kejarlah, teruslah mengejar. Semangat dan intensitas dikesankan baik dalam menjauhi / lari dari hal-hal yang membimbing menjauhi iman, dan dalam mengejar hal-hal yang berurusan dengan iman).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “Separation without positive growth becomes isolation. We must cultivate these graces of the Spirit in our lives, or else we will be known only for what we oppose rather than for what we propose” (= Pemisahan tanpa pertumbuhan positif menjadi pengisolasian. Kita harus menumbuhkan kasih karunia - kasih karunia Roh ini dalam hidup kita, atau kita akan dikenal hanya tentang apa yang kita tentang dari pada tentang apa yang kita anjurkan / kemukakan).
b) Hal-hal apa saja yang harus dikejar?
1. Keadilan.
KJV: ‘righteousness’ (= kebenaran).
Wycliffe: “‘Righteousness’ may be thought of as a comprehensive name for all the fruit of the Spirit” (= ‘Kebenaran’ bisa dianggap sebagai suatu sebutan yang mencakup semua buah Roh).
2. Ibadah.
KJV: ‘godliness’ (= kesalehan).
Wycliffe: “‘Godliness’ means ‘godly faith,’ ‘true religion.’” (= ‘Kesalehan’ berarti ‘iman yang saleh’, ‘agama yang benar’).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘Righteousness’ means ‘personal integrity.’ ‘Godliness’ means ‘practical piety.’ The first has to do with character; the second, with conduct” (= ‘Kebenaran’ berarti ‘kelurusan / kejujuran pribadi’. ‘Kesalehan’ berarti ‘kesalehan praktis’. Yang pertama berurusan dengan karakter; yang kedua dengan tingkah laku).
Jamieson, Fausset & Brown: “Righteousness is in relation to our fellow-man; ‘godliness’ to God” (= Kebenaran adalah dalam hubungan dengan sesama manusia kita; ‘kesalehan’ adalah dalam hubungan dengan Allah).
3. Kesetiaan.
KJV: ‘faith’ (= iman).
Wycliffe: “‘Faith’ may mean ‘believing’ or ‘faithfulness.’” (= ‘Iman’ bisa berarti ‘percaya’ atau ‘kesetiaan’).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘Faith’ might better be translated ‘faithfulness.’ It has well been said that the greatest ability is dependability” (= ‘Iman’ bisa diterjemahkan dengan lebih baik sebagai ‘kesetiaan’. Dikatakan secara benar / baik bahwa kemampuan yang terbesar adalah ‘bisa disandari / dipercaya’).
4. Kasih.
Wycliffe: “A full realization of love means the experience of God’s love for us, as well as our loving him and others” (= Realisasi sepenuhnya dari kasih berarti pengalaman dari kasih Allah bagi kita, maupun kasih kita kepadaNya dan kepada orang-orang lain).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘Love’ is the agape love that sacrifices for the sake of others. It seeks to give, not to gain” (= ‘Kasih’ adalah kasih agape yang berkorban demi orang-orang lain. Kasih itu berusaha untuk memberi, bukan untuk mendapatkan keuntungan).
Penerapan: di gereja, atau dalam hubungan saudara dengan orang-orang lain, apakah saudara memikirkan bagaimana bisa memberi, atau bagaimana bisa mendapatkan keuntungan?
5. Kesabaran.
Wycliffe: “Patience means ‘endurance,’” (= Kesabaran berarti ‘ketahanan’).
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘Patience’ carries the idea of ‘endurance,’ sticking to it when the going is tough. It is not a complacency that waits, but a courage that continues in hard places” (= ‘Kesabaran’ membawa gagasan tentang ‘ketahanan’, berpegang padanya pada waktu perjalanan menjadi berat / sulit. Itu bukan suatu kepuasan yang menunggu, tetapi suatu keberanian yang melanjutkan di tempat-tempat yang keras).
6. Kelembutan.
Wycliffe: “meekness seems to go back to the Lord’s teaching and example (Mt 5:5; 11:29)” [= Kelembutan kelihatannya kembali pada ajaran dan teladan Tuhan (Matius 5:5; 11:29)].
Mat 5:5 - “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi”.
Mat 11:29 - “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”.
Pulpit Commentary: “‘Meekness’ (pra`upaqei/an). This rare word, found in Philo, but nowhere in the New Testament, is the reading of the R.T. (instead of the pra|othta of the T.R.) and accepted by almost all critics on the authority of all the older manuscripts. It has no perceptible difference of meaning from prao/th$, meekness or gentleness” [= ‘Kelembutan’ (pra`upaqei/an / PRAUPATHEIAN). Kata yang jarang ini, ditemukan dalam Philo, tetapi tidak pernah muncul dalam Perjanjian Baru, merupakan pembacaan dari R. T. (dan bukannya pra|othta / PRAOTETA dari T. R.) dan diterima oleh hampir semua pengkritik berdasarkan otoritas dari semua manuscript-manuscript yang lebih tua. Kata itu tidak mempunyai perbedaan arti yang jelas dari prao/th$ / PRAOTES, kelembutan / kelemah-lembutan].
Catatan: PRAOTES adalah kata benda; sedangkan kata sifatnya adalah PRAUS, yang digunakan dalam Mat 11:29 (diterjemahkan ‘lemah lembut’).
William Barclay (tentang Galatia 5:23): “‘Gentleness;’ PRAOTES is the most untranslatable of words. In the New Testament it has three main meanings. (a) It means ‘being submissive to the will of God’ (Matthew 5:5; 11:29; 21:5). (b) It means ‘being teachable,’ being not too proud to learn (James 1:21). (c) Most often of all it means ‘being considerate’ (1Corinthians 4:21; 2Corinthians 10:1; Ephesians 4:2). Aristotle defined PRAOTES as the mean between excessive anger and excessive angerlessness, the quality of the man who is always angry at the right time and never at the wrong time. What throws most light on its meaning is that the adjective PRAUS is used of an animal that has been tamed and brought under control; and so the word speaks of that self-control which Christ alone can give” [= ‘Kelemah-lembutan’; PRAOTES adalah kata yang paling tidak bisa diterjemahkan. Dalam Perjanjian Baru kata itu mempunyai 3 arti utama. (a) Itu berarti ‘tunduk pada kehendak Allah’ (Mat 5:5; 11:29; 21:5). (b) Itu berarti ‘bisa diajar’, tidak terlalu sombong untuk belajar (Yak 1:21). (c) Paling sering dari semua, itu berarti ‘mempunyai perhatian / pemikiran terhadap orang lain’ (1Kor 4:21; 2Kor 10:1; Ef 4:2). Aristotle mendefinisikan PRAOTES sebagai titik tengah antara kemarahan yang berlebih-lebihan dan ketidak-marahan yang berlebih-lebihan, kwalitet dari orang yang selalu marah pada saat yang tepat dan tidak pernah pada saat yang salah. Apa yang memberikan terang yang paling banyak pada arti kata ini adalah bahwa kata sifat PRAUS digunakan tentang seekor binatang yang telah dijinakkan dan dibawa di bawah kontrol / kendali; dan dengan demikian kata itu berbicara tentang penguasaan diri yang hanya bisa diberikan oleh Kristus] - hal 51-52.
William Barclay (tentang Matius 5:5): “In our modern English idiom the word ‘meek’ is hardly one of the honourable words of life. Nowadays it carries with it an idea of spinelessness, and subservience, and mean-spiritedness. It paints the picture of a submissive and ineffective creature. But it so happens that the word ‘meek’ - in Greek PRAUS - was one of the great Greek ethical words. Aristotle has a great deal to say about the quality of ‘meekness’ (PRAOTES). It was Aristotle’s fixed method to define every virtue as the mean between two extremes. On the one hand there was the extreme of excess; on the other hand there was the extreme of defect; and in between there was the virtue itself, the happy medium. To take an example, on the one extreme there is the spendthrift; on the other extreme there is the miser; and in between there is the generous man. Aristotle defines ‘meekness,’ PRAOTES, as the mean between ORGILOTES, which means ‘excessive anger,’ and AORGESIA, which means ‘excessive angerlessness.’ PRAOTES, ‘meekness,’ as Aristotle saw it, is the happy medium between too much and too little anger. And so the first possible translation of this beatitude is: ‘Blessed is the man who is always angry at the right time, and never angry at the wrong time.’ If we ask what the right time and the wrong time are, we may say as a general rule for life that it is never right to be angry for any insult or injury done to ourselves; that is something that no Christian must ever resent; but that it is often right to be angry at injuries done to other people. Selfish anger is always a sin; selfless anger can be one of the great moral dynamics of the world. But the word PRAUS has a second standard Greek usage. It is the regular word for an animal which has been domesticated, which has been trained to obey the word of command, which has learned to answer to the reins. It is the word for an animal which has learned to accept control. So the second possible translation of this beatitude is: ‘Blessed is the man who has every instinct, every impulse, every passion under control. Blessed is the man who is entirely self-controlled.’ The moment was have stated that, we see that it needs a change. It is not so much the blessing of the man who is self-controlled, for such complete self-control is beyond human capacity; rather, it is the blessing of the man who is completely God-controlled, for only in his service do we find our perfect freedom, and in doing his will our peace. But there is still a third possible side from which we may approach this beatitude. The Greek always contrasted the quality which they called PRAOTES, and which the Authorized Version translates ‘meekness,’ with the quality which they called HUPSELOKARDIA, which means ‘lofty-heartedness.’ In PRAOTES there is true humility which banishes all pride. ... PRAOTES describes humility, the acceptance of the necessity to learn and of the necessity to be forgiven. It describes man’s only proper attitude to God. So then, the third possible translation of this beatitude is: ‘Blessed is the man who has the humility to know his own ignorance, his own weakness, and his own need.’ ... It is clear that this word PRAUS means far more than the English word ‘meek’ now means; it is, in fact, clear that there is no English word which will translate it, although perhaps the word ‘gentle’ comes nearest to it” [= Dalam ungkapan bahasa Inggris modern kita kata ‘meek / lembut’ hampir tidak merupakan salah satu dari kata yang terhormat dari kehidupan. Sekarang kata itu membawa suatu gagasan kelemahan / keadaan tak bertulang, dan sikap tunduk, dan roh yang rendah / inferior / tak bernilai. Itu menggambarkan gambaran dari suatu makhluk yang tunduk dan tidak efektif. Tetapi kata ‘meek / lembut’ - dalam bahasa Yunani PRAUS - adalah salah satu kata etika yang besar / agung dalam bahasa Yunani. Aristotle mempunyai banyak hal untuk dikatakan tentang kwalitet dari ‘meekness / kelembutan’ (PRAOTES). Merupakan metode yang baku dari Aristotle untuk mendefinisikan setiap kebaikan / kebajikan sebagai titik tengah di antara dua extrim. Pada satu sisi di sana ada extrim yang berlebihan; dan di sisi lain ada extrim yang kekurangan; dan di tengah-tengahnya ada kebaikan / kebajikan itu sendiri, keadaan di tengah yang tepat / cocok. Sebagai contoh, pada satu extrim ada sifat boros; dan pada extrim lain ada orang kikir / pelit; dan di tengah-tengahnya ada orang yang dermawan. Aristotle mendefinisikan ‘kelemah-lembutan’, PRAOTES, sebagai titik tengah di antara ORGILOTES, yang berarti ‘kemarahan yang berlebih-lebihan’, dan AORGESIA, yang berarti ‘ketidak-marahan yang berlebih-lebihan’. PRAOTES, ‘Kelemah-lembutan’, sebagaimana yang dilihat oleh Aristotle, adalah keadaan di tengah antara kemarahan yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Jadi, terjemahan pertama yang memungkinkan dari ucapan bahagia ini adalah: ‘Berbahagialah / diberkatilah orang yang selalu marah pada saat yang benar, dan tidak pernah marah pada saat yang salah’. Jika kita bertanya apa saat yang benar dan saat yang salah itu, kita bisa mengatakan sebagai suatu peraturan umum untuk kehidupan bahwa tidak pernah benar untuk marah untuk penghinaan atau kerugian / luka yang dilakukan pada diri kita sendiri; itu adalah sesuatu yang tak pernah boleh membuat seorang Kristen marah; tetapi bahwa adalah sering benar untuk marah pada luka / kerugian yang dilakukan kepada orang-orang lain. Kemarahan yang egois selalu adalah dosa; kemarahan yang tidak memikirkan diri sendiri bisa merupakan salah satu dari tenaga penggerak moral yang besar / agung dari dunia. Tetapi kata PRAUS mempunyai penggunaan standard kedua dalam bahasa Yunani. Itu merupakan kata yang umum untuk seekor binatang yang telah dijinakkan, yang telah dilatih untuk mentaati perintah, yang telah belajar untuk menyesuaikan dengan kekang. Itu adalah kata untuk seekor binatang yang telah belajar untuk menerima kendali. Jadi, terjemahan kedua yang memungkinkan dari ucapan bahagia ini adalah: ‘Berbahagialah / diberkatilah orang yang mempunyai setiap naluri, setiap dorongan hati, setiap nafsu / keinginan di bawah kontrol / kendali. Berbahagialah / diberkatilah orang yang menguasai diri sepenuhnya’. Pada saat kita telah menyatakan hal itu, kita melihat bahwa hal itu membutuhkan suatu perubahan. Itu bukan berkat dari orang yang mempunyai penguasaan diri, karena penguasaan diri sempurna / lengkap seperti itu merupakan sesuatu yang melampaui kapasitas manusia; tetapi, itu adalah berkat dari orang yang sepenuhnya dikuasai oleh Allah, karena hanya dalam pelayananNya kita mendapatkan kebebasan kita yang sempurna, dan dalam melakukan kehendakNya kita mendapatkan damai kita. Tetapi masih ada sisi ketiga yang memungkinkan dari mana kita bisa mendekati ucapan bahagia ini. Bahasa Yunani selalu mengkontraskan kwalitet yang mereka sebut PRAOTES, dan yang diterjemahkan oleh Authorized Version ‘meekness / kelemah-lembutan’, dengan kwalitet yang mereka sebut HUPSELOKARDIA, yang berarti ‘ketinggi-hatian’. Dalam PRAOTES ada kerendahan hati yang sungguh-sungguh yang membuang semua kesombongan. ... PRAOTES menggambarkan kerendahan hati, penerimaan dari kebutuhan untuk belajar dan dari kebutuhan untuk diampuni. Itu menggambarkan satu-satunya sikap yang benar dari manusia terhadap Allah. Jadi, terjemahan ketiga yang memungkinkan dari ucapan bahagia ini adalah: ‘Berbahagialah / diberkatilah orang yang mempunyai kerendahan hati untuk mengetahui ketidak-tahuannya / kebodohannya sendiri, kelemahannya sendiri, dan kebutuhannya sendiri’. ... Adalah jelas bahwa kata PRAUS ini berarti jauh lebih dari pada arti kata bahasa Inggris ‘meek’ sekarang; dalam faktanya, adalah jelas bahwa tidak ada kata bahasa Inggris yang bisa menterjemahkannya, sekalipun mungkin kata ‘gentle’ merupakan kata yang paling dekat artinya dengannya] - hal 96-98.
Bdk. Yakobus 1:21 - “Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan LEMAH LEMBUT firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu”.
William Barclay (tentang Yak 1:21): “He will receive the word with ‘gentleness.’ ... No one can ever find one English word to translate what is a one word summary of the truly teachable spirit. The teachable spirit is ‘docile’ and ‘tractable,’ and therefore humble enough to learn. The teachable spirit is ‘without resentment’ and ‘without anger’ and is, therefore, able to face the truth, even when it hurts and condemns. The teachable spirit is not blinded by its own overmastering prejudices but is clear-eyed to the truth. The teachable spirit is not seduced by laziness but is so self-controlled that it can willingly and faithfully accept the discipline of learning. PRAUTES describes the perfect conquest and control of everything in a man’s nature which would be a hindrance to his seeing, learning and obeying the truth” [= Ia akan menerima firman dengan ‘kelemah-lembutan’. ... Tak seorangpun bisa pernah mendapatkan satu kata bahasa Inggris untuk menterjemahkan apa yang merupakan satu kata yang merupakan ringkasan dari roh yang sungguh-sungguh bisa diajar. Roh yang bisa diajar adalah ‘jinak / patuh / bisa diajar’ dan ‘penurut / taat / mudah diatur / mudah diajar’, dan karena itu cukup rendah hati untuk belajar. Roh yang bisa diajar adalah ‘tanpa kebencian / kesebalan’ dan ‘tanpa kemarahan’ dan karena itu mampu untuk menghadapi kebenaran, bahkan pada saat kebenaran itu menyakitkan dan mengecam. Roh yang bisa diajar tidaklah dibutakan oleh prasangka-prasangkanya sendiri yang menguasai tetapi mempunyai mata yang jernih terhadap kebenaran. Roh yang bisa diajar tidak dibujuk oleh kemalasan tetapi begitu menguasai diri sendiri sehingga bisa dengan rela dan dengan setia menerima kedisiplinan dari belajar. PRAUTES menggambarkan penundukan dan kontrol yang sempurna dari segala sesuatu dalam diri manusia yang merupakan suatu halangan baginya untuk melihat, mempelajari dan mentaati kebenaran] - hal 58.
1 Timotius 6: 12: “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi”.
1) “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar”.
KJV/NASB: ‘Fight the good fight of faith’ (= Bertarunglah dalam pertarungan yang baik dari iman).
RSV/NIV: ‘Fight the good fight of the faith’ (= Bertarunglah dalam pertarungan yang baik dari iman).
Matthew Henry: “He exhorts him to do the part of a soldier: Fight the good fight of faith. Note, Those who will get to heaven must fight their way thither. There must be a conflict with corruption and temptations, and the opposition of the powers of darkness. Observe, It is a good fight, it is a good cause, and it will have a good issue. It is the fight of faith; we do not war after the flesh, for the weapons of our warfare are not carnal, 2 Cor 10:3,4” (= Ia mendesaknya untuk melakukan bagian dari seorang tentara: Bertarunglah pertarungan iman yang baik. Catatan, Mereka yang mau pergi ke surga harus bertarung untuk jalan mereka kesana. Harus ada konflik dengan kejahatan dan pencobaan-pencobaan, dan oposisi dari kuasa-kuasa kegelapan. Perhatikan, Itu adalah pertarungan yang baik, itu adalah urusan yang baik, dan itu akan mendapatkan hasil yang baik. Itu adalah pertarungan iman; kita tidak berperang menurut daging, karena senjata-senjata dari peperangan kita bukanlah bersifat daging, 2Kor 10:3,4).
2Kor 10:3-4 - “(3) Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, (4) karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng”.
Catatan: perlengkapan senjata Allah disebutkan oleh Paulus dalam Ef 6:12-18 - “(12) karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. (13) Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. (14) Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, (15) kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; (16) dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, (17) dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, (18a) dalam segala doa dan permohonan”.
Calvin: “in order to withdraw Timothy from excessive solicitude about earthly things, he reminds him that he must ‘fight;’ for carelessness and self-indulgence arise from this cause, that the greater part wish to serve Christ at ease, and as if it were pastime, whereas Christ calls all his servants to warfare” (= untuk menarik Timotius dari perhatian / kecemasan yang berlebihan tentang hal-hal duniawi, ia mengingatkannya bahwa ia harus ‘bertarung’; karena kecerobohan dan pemuasan nafsu diri sendiri muncul dari penyebab ini, bahwa sebagian terbesar ingin untuk melayani Kristus dengan santai, dan seakan-akan itu merupakan hiburan, padahal Kristus memanggil semua pelayanNya untuk berperang).
2) “dan rebutlah hidup yang kekal”.
Matthew Henry: “He exhorts him to lay hold on eternal life. Observe, (1.) Eternal life is the crown proposed to us, for our encouragement to war, and to fight the good fight of faith, the good warfare. (2.) This we must lay hold on, as those that are afraid of coming short of it and losing it. Lay hold, and take heed of losing your hold. Hold fast that which thou hast, that no man take thy crown, Rev 3:11” [= Ia mendesaknya untuk memegang hidup kekal itu erat-erat. Perhatikan (1) Hidup kekal adalah mahkota yang ditawarkan kepada kita, sebagai dorongan bagi kita pada peperangan, dan untuk bertarung dalam pertarungan yang baik dari iman, peperangan yang baik. (2) Ini harus kita pegang erat-erat, seperti mereka yang takut kekurangan atau kehilangan hal itu. Peganglah erat-erat, dan waspadalah dari kehilangan peganganmu. Peganglah erat-erat apa yang engkau miliki, supaya tak seorangpun mengambil mahkotamu, Wah 3:11].
3) “Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi”.
Jamieson, Fausset & Brown: “The ‘good profession’ is connected with the ‘good fight’” (= ‘Pengakuan yang baik’ dihubungkan dengan ‘perang yang baik’).
Matthew Henry: “He reminds him of the confession that he himself had made: Thou hast professed a good profession before many witnesses (v. 12), namely, when he was ordained by the laying on of the hands of the presbytery. The obligation of that was still upon him, and he must live up to that, and be quickened by that, to do the work of his ministry” [= Ia mengingatkannya tentang pengakuan yang telah ia sendiri buat: Engkau telah mengaku suatu pengakuan di depan banyak saksi (ay 12), yaitu, pada saat ia ditahbiskan dengan penumpangan tangan dari para tua-tua. Kewajiban itu tetap ada padanya, dan ia harus hidup sesuai dengannya, dan dihidupkan olehnya, untuk melakukan pekerjaan pelayanannya].
Calvin: “‘And hast confessed a good confession.’ By mentioning his former life, the Apostle excites him still more to persevere; for to give way, after having begun well, is more disgraceful than never to have begun. To Timothy, who had hitherto acted valiantly, and had obtained applause, he addresses this powerful argument, that the latter end should correspond to the beginning. By the word ‘confession’ I understand not that which is expressed in words, but rather what is actually performed; and that not in a single instance merely, but throughout his whole ministry. The meaning therefore is: ‘Thou hast many witnesses of thy illustrious confession, both at Ephesus and in other countries, who have beheld thee acting faithfully and sincerely in the profession of the gospel; and, therefore, having given such a proof of fidelity, thou canst not, without the greatest shame and disgrace, shew thyself to be anything else than a distinguished soldier of Christ.’ By this passage we are taught in general, that the more any of us excels, the less excusable is he if he fail, and the stronger are his obligations to God to persevere in the right course” (= ‘Dan telah mengaku suatu pengakuan yang baik’. Dengan menyebut kehidupannya yang lalu, sang Rasul menggairahkannya lebih lagi untuk bertekun; karena menyerah, setelah memulai dengan baik, merupakan sesuatu yang lebih memalukan dari pada tidak pernah memulainya. Bagi Timotius, yang sampsi saat ini telah bertindak dengan berani, dan mendapatkan pujian, ia memberikan argumentasi yang kuat ini, bahwa akhirnya harus sesuai dengan awalnya. Dengan kata ‘pengakuan’ saya mengertinya bukan sebagai hal yang dinyatakan dengan kata-kata, tetapi pada apa yang sungguh-sungguh dilakukan; dan itu bukan hanya dalam satu contoh saja, tetapi dalam sepanjang pelayanannya. Karena itu artinya adalah: ‘Engkau mempunyai banyak saksi-saksi dari pengakuanmu yang terkenal / jelas, baik di Efesus dan di negara-negara lain, yang telah melihat engkau bertindak dengan setia dan dengan sungguh-sungguh dalam pengakuan Injil; dan karena itu, setelah memberikan bukti seperti itu dari kesetiaanmu, engkau tidak bisa, tanpa rasa malu dan aib yang terbesar, menunjukkan dirimu sendiri sebagai sesuatu yang lain dari seorang tentara yang terhormat dari Kristus’. Oleh text ini kita diajar secara umum, bahwa makin seseorang unggul / menonjol, makin ia tak bisa dimaafkan jika ia gagal, dan makin kuat kewajiban-kewajibannya terhadap Allah untuk bertekun dalam jalan yang benar).
Adam Clarke: “Timothy’s faith was undoubtedly tried by severe persecution. In Heb 13:23, it is said: know ye that our brother Timothy is set at liberty. Hence, it appears that he was imprisoned for the testimony of Christ, and perhaps it was then, more than at his ordination, that he made the good confession here mentioned. He risked his life and conquered. If not a martyr, he was a confessor” [= Tak diragukan bahwa iman Timotius dicobai / diuji oleh penganiayaan yang hebat. Dalam Ibr 13:23 dikatakan: ketahuilah bahwa saudara kita Timotius dibebaskan. Jadi, terlihat bahwa ia dipenjarakan karena kesaksian tentang Kristus, dan mungkin pada saat itulah, dan bukannya pada saat pentahbisannya, ia membuat pengakuan yang baik yang disebutkan di sini. Ia meresikokan nyawanya dan menang. Jika bukan seorang martir, ia adalah seorang yang mengakui (imannya)].
Ibr 13:23 - “Ketahuilah, bahwa Timotius, saudara kita, telah berangkat. Segera sesudah ia datang, aku akan mengunjungi kamu bersama-sama dengan dia”.
KJV: ‘is set at liberty’ (= dibebaskan).
RSV/NIV/NASB: ‘has been released’ (= telah dibebaskan).
Tetapi para penafsir saling bertentangan tentang penafsiran bagian ini. Ada yang menganggap bahwa ini menunjukkan bahwa Timotius tadinya memang dipenjara, tetapi ada yang menafsirkan bahwa kata Yunani itu bisa diterjemahkan ‘sent away’ (= diutus), dan karena itu, tidak menunjukkan bahwa tadinya Timotius dipenjara.
Barnes’ Notes: “God does not ‘call’ his people that they may become rich; he does not convert them in order that they may devote themselves to the business of gain. They are ‘called’ to a higher and nobler work. Yet how many professing Christians there are who seem to live as if God had ‘called’ them to the special business of making money, and who devote themselves to it with a zeal and assiduity that would do honor to such a calling, if this had been the grand object which God had in view in converting them!” (= Allah tidak ‘memanggil’ umatNya supaya mereka bisa menjadi kaya; Ia tidak mempertobatkan mereka supaya mereka bisa membaktikan diri mereka sendiri pada bisnis dari keuntungan. Mereka ‘dipanggil’ pada suatu pekerjaan yang lebih tinggi dan lebih mulia. Tetapi betapa banyak orang-orang yang mengaku sebagai orang Kristen yang kelihatannya hidup seakan-akan Allah telah ‘memanggil’ mereka pada bisnis khusus untuk menghasilkan uang, dan yang membaktikan diri mereka sendiri padanya dengan suatu semangat dan ketekunan / kerajinan yang akan menghormati panggilan seperti itu, seandainya ini merupakan tujuan agung / besar yang Allah punyai dalam mempertobatkan mereka!).
Barnes’ Notes: “‘And hast professed a good profession before many witnesses.’ That is, either when he embraced the Christian religion, and made a public profession of it in the presence of the church and of the world; or when he was solemnly set apart to the ministry; or as he in his Christian life had been enabled publicly to evince his attachment to the Saviour. I see no reason to doubt that the apostle may have referred to the former, and that in early times a profession of religion may have been openly made before the church and the world. Such a method of admitting members to the church would have been natural, and would have been fitted to make a deep impression on others. It is a good thing often to remind professors of religion of the feelings which they had when they made a profession of religion; of the fact that the transaction was witnessed by the world; and of the promises which they then made to lead holy lives. One of the best ways of stimulating ourselves or others to the faithful performance of duty, is the remembrance of the vows then made; and one of the most effectual methods of reclaiming a backslider is to bring to his remembrance that solemn hour when he publicly gave himself to God” (= ‘Dan telah mengaku suatu pengakuan yang baik di depan banyak saksi’. Yaitu, atau pada waktu ia memeluk agama Kristen, dan membuat pengakuan umum / terbuka tentangnya di depan gereja dan dunia; atau pada waktu ia dengan kudus dipisahkan untuk pelayanan; atau pada waktu ia dalam kehidupan Kristennya diberi kesempatan secara terbuka untuk menunjukkan dengan jelas cintanya kepada sang Juruselamat. Saya tidak melihat alasan untuk meragukan bahwa sang rasul mungkin telah menunjuk pada yang terdahulu, dan bahwa pada masa-masa awal suatu pengakuan agama bisa dibuat secara terbuka di depan gereja dan dunia. Metode untuk penerimaan anggota-anggota bagi gereja seperti itu merupakan sesuatu yang wajar, dan cocok untuk membuat kesan yang mendalam kepada orang-orang lain. Seringkali merupakan sesuatu yang baik untuk mengingatkan pengaku-pengaku agama tentang perasaan yang ada dalam diri mereka pada waktu mereka membuat pengakuan agama; tentang fakta bahwa transaksi itu disaksikan oleh dunia; dan tentang janji-janji yang pada saat itu mereka buat untuk menjalani kehidupan yang kudus. Salah satu dari cara-cara terbaik untuk menggairahkan diri kita sendiri dan orang-orang lain pada pelaksanaan yang setia dari kewajiban kita, adalah ingatan tentang nazar-nazar yang dibuat pada saat itu; dan salah satu dari metode-metode yang paling efektif untuk memperoleh kembali seseorang yang mundur dari imannya adalah mengingatkan dia saat yang keramat / kudus pada saat ia memberikan dirinya sendiri kepada Allah di depan umum).
1 Timotius 6: 13-15: “(13) Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus, kuserukan kepadamu: (14) Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diriNya, (15) yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan”.
1) “Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu ... kuserukan kepadamu”.
KJV: ‘I give thee charge in the sight of God, who quickeneth all things’ (= Aku memberimu perintah / instruksi di hadapan Allah, yang menghidupkan segala sesuatu).
Matthew Henry: “He gives him a solemn charge: I give thee charge in the sight of God that thou do this. He charges him as he will answer it at the great day to that God whose eyes are upon us all, who sees what we are and what we do” (= Ia memberinya suatu perintah / instruksi yang khidmat: Aku memberi perintah kepadamu di hadapan Allah supaya engkau melakukan ini. Ia memerintahkannya karena ia akan mempertanggung-jawabkannya pada hari yang besar kepada Allah itu, yang mataNya tertuju kepada kita semua, yang melihat apa kita ini dan apa yang kita lakukan).
Albert Barnes mengatakan bahwa tidak jelas apa sebabnya Paulus tahu-tahu mengatakan ‘di hadapan Allah yang memberikan hidup / menghidupkan kepada segala sesuatu’. Ia berkata bahwa mungkin ia memaksudkan bahwa karena Allah adalah sumber dari kehidupan, dan karena itu Ialah yang memberikan Timotius hidup secara alamiah maupun rohani, maka Allah itu berhak menuntut supaya hidup itu digunakan untuk melayaniNya. Dan kalau dalam ketaatan pada perintah ini Timotius harus mengorbankan nyawanya, ia harus mengingat bahwa Allah mempunyai kuasa untuk membangkitkannya lagi.
2) “dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus”.
Matthew Henry menganggap bahwa pengakuan yang diberikan oleh Kristus Yesus di hadapan Pontius Pilatus adalah apa yang ada dalam Yohanes 18:36-37 - “(36) Jawab Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’ (37) Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.’”.
Matthew Henry mengatakan bahwa pengakuan Yesus ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini’ merupakan suatu pengakuan yang seharusnya sangat efektif untuk menarik para pengikutNya dari cinta kepada dunia ini.
3) “kuserukan kepadamu: Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela”.
Calvin menganggap bahwa kata ‘perintah’ di sini menunjuk pada apa yang sudah diberikan oleh Paulus sampai titik ini berkenaan dengan jabatan / tugas dari Timotius, dan intinya adalah bahwa Timotius harus menjadi seorang pelayan / pendeta yang setia kepada Kristus dan Gereja.
Barnes memberi 2 kemungkinan lain, yaitu:
a) Ini ditujukan pada karakter moral dari Timotius. Dengan demikian, kata-kata ini artinya adalah bahwa Timotius harus menjaga karakter moralnya sehingga tak ada cacat sama sekali.
b) Ini ditujukan pada ajaran dari Timotius. Dengan demikian, ajarannya harus betul-betul murni.
Memang melakukan semua ini secara sempurna merupakan sesuatu yang mustahil, tetapi kita tidak boleh menurunkan tujuan kita dengan alasan: kita toh tidak mungkin bisa mencapainya. Jadi, kesempurnaan dalam hidup maupun ajaran tetap harus menjadi tujuan kita.
4) “hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diriNya”.
Calvin: “Thus we know, that the revelation of Christ has its appointed time, for which we must wait patiently” (= Maka kita tahu, bahwa penyataan Kristus mempunyai waktu yang ditetapkan, untuk mana kita harus menunggu dengan sabar).
Bdk. Kis 17:31 - “Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukanNya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.’”.
Calvin: “‘Till the revelation of our Lord Jesus Christ.’ It is impossible to tell how necessary it was to all the godly, at that time, to have their mind entirely fixed on the day of Christ; because innumerable offenses existed everywhere in the world. They were assailed on every hand, were universally hated and abhorred, were exposed to the mockeries of all, were oppressed every day with new calamities; and yet they saw no fruit of so many toils and annoyances. What then remained, but that in thought they should fly away to that blessed day of our redemption?” (= ‘Sampai penyataan dari Tuhan kita Yesus Kristus’. Adalah tidak mungkin untuk mengatakan betapa perlunya bagi semua orang saleh, pada saat itu, untuk mengarahkan pikiran mereka sepenuhnya pada hari Kristus; karena tak terhitung banyaknya pelanggaran / sakit hati yang ada dimana-mana dalam dunia ini. Mereka diserang dari setiap sisi, dibenci secara universal, terbuka bagi ejekan-ejekan dari semua orang, ditindas / ditekan setiap hari dengan bencana-bencana baru; tetapi mereka tidak melihat buah dari begitu banyak jerih payah dan gangguan-gangguan yang menjengkelkan. Lalu apa yang tersisa, kecuali bahwa dalam pikiran mereka harus terbang pada hari yang diberkati dari penebusan kita?).
5) “yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan”.
Pada waktu Paulus menyebut Allah sebagai ‘Penguasa yang satu-satunya’, itu tidak boleh diartikan bahwa dalam dunia ini orang Kristen tidak mengakui pemerintahan / raja-raja yang lain. Calvin menganggap bahwa artinya adalah bahwa Allah adalah satu-satunya yang bertakhta dan mempunyai kuasa dari diriNya sendiri. Bahwa tetap ada raja-raja / pemerintahan duniawi, jelas dari kata-kata selanjutnya yang menyebut Allah sebagai ‘Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan’.
Calvin melanjutkan bahwa inti dari hal ini adalah bahwa semua pemerintahan duniawi tergantung kepada Allah, dan berdiri atau jatuh sesuai kehendak Allah, dan sebaliknya, otoritas Allah bersifat kekal dan melampaui segala sesuatu.
Bdk. Mazmur 75:6-8 - “(6) Jangan mengangkat tandukmu tinggi-tinggi, jangan berbicara dengan bertegang leher!’ (7) Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain”. Bdk. Luk 1:52 di bawah.
Pulpit Commentary mengatakan bahwa kata Yunani yang diterjemahkan ‘penguasa’ adalah DUNASTES, yang dalam Perjanjian Baru hanya ada di dua tempat lain, yaitu dalam Kis 8:27 dan Luk 1:52. Tetapi kata ini ditujukan kepada Allah hanya di sini, dan menunjukkan kesuperioran Allah di atas semua kuasa duniawi.
Kis 8:27 - “Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar (DUNASTES) dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah”.
Lukas 1:52 - “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa (DUNASTAS) dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah”.
Tentang kata-kata ‘Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan’, Pulpit Commentary mengatakan bahwa kata-kata itu juga digunakan untuk Yesus dalam Wah 17:14 dan Wah 19:16.
Wahyu 17:14 - “Mereka akan berperang melawan Anak Domba. Tetapi Anak Domba akan mengalahkan mereka, karena Ia adalah Tuan di atas segala tuan dan Raja di atas segala raja. Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang setia.’”.
Wahyu 19:16 - “Dan pada jubahNya dan pahaNya tertulis suatu nama, yaitu: ‘Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.’”.
Ayat-ayat yang menggunakan gelar ini untuk Yesus pada umumnya dianggap sebagai salah satu bukti keilahianNya.
Catatan: kata-kata ‘Tuan di atas segala tuan’ dalam Kitab Suci bahasa Inggris diterjemahkan ‘Lord of lords’ (= Tuhan di atas tuan-tuan).
Semuanya menggunakan kata Yunani KURIOS, dan kata itu bisa diterjemahkan ‘Tuhan’ ataupun ‘tuan’. Kalau melihat kontextnya, dan juga seluruh Kitab Suci, maka saya menganggap bahwa terjemahan yang seharusnya adalah ‘Tuhan di atas segala tuan’.
1 Timotius 6: 16: “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. BagiNyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.”.
1) “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut”.
KJV: ‘Who only hath immortality’ (= satu-satunya yang mempunyai ketidak-binasaan).
Matthew Henry: “He only is immortal in himself, and has immortality as he is the fountain of it, for the immortality of angels and spirits derived from him” (= Hanya Ia yang tidak binasa dalam dirinya sendiri, dan mempunyai ketidakbinasaan karena Ia adalah sumber darinya, karena ketidak-binasaan dari malaikat-malaikat dan roh-roh didapatkan dari Dia).
2) “bersemayam dalam terang yang tak terhampiri”.
Calvin mengatakan bahwa bagian ini maksudnya adalah: tak seorangpun bisa mendekati Allah jika orang itu melakukannya dengan kekuatannya sendiri. Tetapi Allah bisa memberi terang kepada seseorang sehingga orang itu bisa mengenal Allah dan mendekati Allah. Tetapi tetap saja orang seperti ini, sementara ia masih hidup dalam dunia ini, tidak mungkin bisa mengenal Allah sepenuhnya.
Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini.
1Korintus 13:9-12 - “(9) Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (10) Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap. (11) Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. (12) Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.
3) “Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia”.
a) Calvin mengatakan bahwa kata-kata ini ditambahkan supaya kita tahu bahwa kita tidak bisa melihatNya dengan mata jasmani ataupun dengan kekuatan dari pengertian kita, dan belajar untuk memandang kepadaNya dengan iman.
b) Apakah ini membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah?
Yohanes 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.
Kel 33:18-23 - “(18) Tetapi jawabnya: ‘Perlihatkanlah kiranya kemuliaanMu kepadaku.’ (19) Tetapi firmanNya: ‘Aku akan melewatkan segenap kegemilanganKu dari depanmu dan menyerukan nama TUHAN di depanmu: Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani.’ (20) Lagi firmanNya: ‘Engkau tidak tahan memandang wajahKu, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.’ (21) Berfirmanlah TUHAN: ‘Ada suatu tempat dekatKu, di mana engkau dapat berdiri di atas gunung batu; (22) apabila kemuliaanKu lewat, maka Aku akan menempatkan engkau dalam lekuk gunung itu dan Aku akan menudungi engkau dengan tanganKu, sampai Aku berjalan lewat. (23) Kemudian Aku akan menarik tanganKu dan engkau akan melihat belakangKu, tetapi wajahKu tidak akan kelihatan.’”.
Merupakan suatu ketololan yang sangat umum dalam kalangan Saksi Yehuwa dan Unitarian untuk menggunakan ayat-ayat seperti ini sebagai dasar untuk menganggap bahwa Yesus bukan Allah, karena Yesus bisa dilihat. Yesus memang bisa dilihat, tetapi Ia hanya bisa dilihat sebagai manusia, bukan sebagai Allah! Melihat Yesus sebagai Allah baru bisa terjadi di surga nanti.
1Yoh 3:2 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.
Catatan: kata ‘sama’ yang saya coret itu harus dibuang, karena kata itu menyesatkan.
KJV: ‘we shall be like him’ (= kita akan menjadi seperti Dia).
c) Apakah ini bertentangan dengan ayat-ayat seperti Mat 5:8 dan Ibr 12:14?
Matius 5:8 - “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.
Ibrani 12:14 - “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan”.
Menurut saya sama sekali tidak ada kontradiksi di sini, karena kata ‘melihat’ dalam kedua ayat ini atau harus diartikan ‘melihat dengan iman’, atau ‘melihat Allah di surga nanti’.
4) “BagiNyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.”.
Ini jelas merupakan suatu doxology (kata-kata pujian). Mungkin setelah membicarakan Allah dalam ay 15-16, Paulus merasakan begitu hebatnya Allah itu sehingga tidak bisa tidak ia harus memberikan kata-kata pujian kepadaNya.
Penerapan: kalau saudara merenungkan / memikirkan atau membicarakan Allah, apakah saudara juga terdorong untuk memuji Dia?. 1 Timotius 6:11-16 (Tuntutan Allah)
-o0o-