Lukas 17:11-19: Yesus Menyembuhkan Sepuluh Orang Kusta
Pengantar:
Lukas 17:11-19 adalah kisah tentang sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus, namun hanya satu dari mereka yang kembali untuk mengucap syukur. Perikop ini bukan hanya tentang mukjizat fisik, tetapi juga menyoroti aspek iman, pengucapan syukur, dan hubungan manusia dengan Allah. Artikel ini akan membahas perikop ini secara mendalam berdasarkan pandangan para pakar teologi, menggali makna historis, teologis, dan aplikatifnya bagi kehidupan Kristen masa kini.
A. Konteks Historis dan Geografis
1. Perjalanan Yesus ke Yerusalem
Perikop ini terjadi ketika Yesus dalam perjalanan menuju Yerusalem. Dalam Injil Lukas, perjalanan Yesus ke Yerusalem menandai perjalanan menuju salib, di mana Ia akan memenuhi misi penyelamatan bagi umat manusia.
Craig Keener mencatat bahwa perbatasan antara Samaria dan Galilea adalah daerah yang sering kali dihuni oleh orang-orang dari berbagai latar belakang etnis, termasuk orang Yahudi dan Samaria. Lokasi ini menunjukkan latar multietnis dari kisah ini, yang menjadi elemen penting dalam pesan universal Injil.
2. Penyakit Kusta dalam Budaya Yahudi
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti dalam masyarakat Yahudi kuno. Orang yang menderita kusta dianggap najis secara ritual dan sosial, serta harus hidup terpisah dari masyarakat (Imamat 13:45-46).
Leon Morris menjelaskan bahwa status sosial orang kusta sebagai orang buangan membuat mereka tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga secara emosional dan spiritual. Mereka sering kali bergantung pada belas kasihan orang lain untuk bertahan hidup.
B. Analisis Lukas 17:11-19
1. Seruan Orang-Orang Kusta (Lukas 17:12-13)
Ketika sepuluh orang kusta bertemu dengan Yesus, mereka berdiri dari kejauhan dan berseru, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Seruan ini mencerminkan pengakuan mereka atas kuasa Yesus untuk menyembuhkan.
William Barclay mencatat bahwa seruan “kasihanilah kami” adalah ungkapan permohonan yang sering digunakan oleh mereka yang putus asa. Orang-orang kusta ini mungkin telah mendengar tentang mukjizat-mukjizat Yesus sebelumnya, sehingga mereka berharap mendapatkan belas kasihan yang sama.
2. Perintah Yesus untuk Pergi kepada Imam (Lukas 17:14)
Yesus tidak langsung menyembuhkan mereka, tetapi memerintahkan mereka untuk pergi dan menunjukkan diri kepada para imam. Dalam hukum Yahudi, imam bertugas memverifikasi kesembuhan dari kusta sebelum seseorang dapat kembali ke masyarakat (Imamat 14:1-32).
F.F. Bruce menjelaskan bahwa perintah ini menguji iman mereka, karena mereka harus melangkah dengan keyakinan bahwa mereka akan disembuhkan dalam perjalanan. Tindakan ini menunjukkan bahwa iman bukan hanya keyakinan pasif, tetapi juga ketaatan aktif kepada perintah Allah.
3. Kesembuhan dan Respons Orang Samaria (Lukas 17:15-16)
Ketika mereka dalam perjalanan, kesembuhan terjadi. Namun, hanya satu dari sepuluh orang itu yang kembali untuk memuliakan Allah dan berterima kasih kepada Yesus. Orang itu adalah seorang Samaria, yang dalam konteks budaya saat itu dipandang rendah oleh orang Yahudi.
D.A. Carson mencatat bahwa tindakan orang Samaria ini menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang siapa Yesus sebenarnya. Dengan kembali kepada Yesus, ia tidak hanya mengucap syukur, tetapi juga mengakui otoritas ilahi Yesus.
4. Pertanyaan Yesus tentang yang Sembilan Orang Lain (Lukas 17:17-18)
Yesus bertanya, “Bukankah sepuluh orang yang telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan itu?” Pertanyaan ini menyoroti kurangnya pengucapan syukur dari sembilan orang lainnya, yang menerima mukjizat tetapi tidak kembali untuk memuliakan Allah.
John MacArthur menekankan bahwa respons ini mencerminkan hati manusia yang cenderung menerima anugerah Allah tanpa mengucap syukur. Mereka mungkin lebih fokus pada berkat fisik daripada pada Pribadi yang memberi berkat.
5. Pernyataan Yesus tentang Iman (Lukas 17:19)
Kepada orang Samaria yang kembali, Yesus berkata, “Bangunlah dan pergilah. Imanmu telah menyelamatkan engkau.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kesembuhan fisik adalah anugerah, tetapi iman yang sejati membawa keselamatan yang lebih besar, yaitu pemulihan hubungan dengan Allah.
Leon Morris mencatat bahwa kata “menyelamatkan” (Yunani: sozo) sering digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan keselamatan rohani. Orang Samaria ini tidak hanya disembuhkan secara fisik, tetapi juga menerima hidup yang kekal melalui imannya.
C. Makna Teologis Lukas 17:11-19
1. Iman yang Aktif
Kisah ini menunjukkan bahwa iman adalah ketaatan aktif kepada perintah Yesus, bahkan sebelum mukjizat terlihat secara nyata. Sepuluh orang kusta melangkah dalam iman ketika mereka pergi kepada imam, meskipun mereka belum sembuh saat itu.
John Piper menyatakan bahwa iman sejati selalu melibatkan tindakan. Percaya kepada Yesus berarti mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan perintah-Nya, meskipun hasilnya belum terlihat.
2. Pengucapan Syukur sebagai Respons terhadap Anugerah
Respons orang Samaria yang kembali untuk memuliakan Allah menunjukkan pentingnya pengucapan syukur sebagai respons terhadap anugerah Allah. Mengucap syukur adalah tindakan pengakuan bahwa segala berkat berasal dari Allah.
William Barclay mencatat bahwa kurangnya pengucapan syukur dari sembilan orang lainnya adalah cerminan dari hati manusia yang sering kali menerima anugerah Allah tanpa rasa syukur. Pengucapan syukur adalah tanda kerendahan hati dan pengakuan akan kebesaran Allah.
3. Keselamatan Lebih dari Kesembuhan Fisik
Kesembuhan fisik adalah berkat yang luar biasa, tetapi keselamatan rohani adalah anugerah yang jauh lebih besar. Orang Samaria yang kembali mengalami pemulihan hubungan dengan Allah melalui imannya.
D.A. Carson menegaskan bahwa mukjizat Yesus selalu memiliki tujuan rohani yang lebih dalam. Kesembuhan fisik adalah tanda yang menunjuk kepada kuasa Allah untuk menyelamatkan manusia dari dosa.
D. Pandangan Para Pakar tentang Lukas 17:11-19
1. Leon Morris
Morris menekankan bahwa kisah ini menunjukkan kasih universal Yesus, yang melampaui batas-batas etnis dan sosial. Orang Samaria yang dipandang rendah oleh orang Yahudi adalah satu-satunya yang kembali untuk memuliakan Allah.
2. D.A. Carson
Carson mencatat bahwa kisah ini mengajarkan pentingnya respons yang benar terhadap anugerah Allah. Kesembilan orang lainnya mungkin bersukacita atas kesembuhan mereka, tetapi mereka gagal mengenali sumber berkat tersebut dan memuliakan Allah.
3. William Barclay
Barclay menyoroti bahwa pengucapan syukur adalah tanda pengakuan akan kasih Allah. Ia menyebut kurangnya pengucapan syukur sebagai salah satu dosa yang paling umum dalam kehidupan manusia.
Kesimpulan
Lukas 17:11-19 adalah kisah yang penuh dengan pelajaran tentang iman, pengucapan syukur, dan kasih Allah yang melampaui batas. Mukjizat penyembuhan sepuluh orang kusta menunjukkan kuasa Yesus, tetapi respons dari satu orang Samaria yang kembali untuk memuliakan Allah menyoroti pentingnya pengucapan syukur dan hubungan yang benar dengan Allah.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam iman yang aktif, mengucap syukur atas anugerah Allah, dan fokus pada keselamatan kekal yang diberikan melalui Yesus Kristus. Mari kita meneladani iman dan pengucapan syukur dari orang Samaria ini, yang tidak hanya menerima kesembuhan fisik, tetapi juga keselamatan yang kekal melalui imannya kepada Yesus.