AKAN HIDUP SEPERTI PARA MALAIKAT (MATIUS 22:30)
Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.
Telah lama berkembang mitos-mitos Yunani yang menggambarkan surga sebagai tempat indah dengan kenikmatan yang tidak ada bedanya dengan dunia yang fana ini, antara lain tentang adanya pernikahan, adanya putri-putri cantik yang seksi, makanan lezat yang menggiurkan dan minuman yang memabukkan.
gadget, bisnis, tutorial |
Kontras dengan mitologi tersebut, perlu ditegaskan bahwa salah satu hal yang membedakan Kekristen dari berbagai kepercayaan lainnya tentang surga adalah bahwa Kekristenan mengajarkan di surga kelak tidak ada perkawinan, tidak ada hubungan seks dan tidak ada perkembangbiakan.
Manusia yang masuk surga akan hidup dalam kebahagiaan kekal bersama Allah; mereka akan hidup seperti para malaikat, tidak kawin dan tidak mengawinkan. Tuhan kita Yesus Kristus sendiri menegaskan bahwa “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga.” (Matius 22:30).
Berdasarkan penelitian saya terhadap teks Matius 22:30, bahwa Yesus secara eksplisit menyatakan tidak ada perkawinan di dunia yang akan datang, bahkan kemungkinannya pun tidak! Pendapat ini saya dasarkan atas tiga presuposisi berikut:
(1) bahwa frase “melainkan hidup seperti malaikat di surga” dalam teks Matius 22:30 jelas menunjukkan arti bahwa tidak ada perkawinan di dunia yang akan datang, karena Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa malaikat tidak kawin.
(2) bahwa melalui frase “tidak kawin dan mengawinkan” dalam teks Matius 22:30 menunjukkan Yesus secara eksplisit hendak menegaskan bahwa di dunia yang akan datang tidak ada perkawinan.
(3) bahwa berdasarkan presuposisi (1) dan (2) tersebut di atas, maka konteks dari teks Matius 22:30 tersebut bukanlah mempersoalkan apakah di surga nanti ada adat istiadat perkawinan (lavirat), tetapi dengan tegas teks itu menyatakan bahwa di surga nanti tidak akan ada sama sekali perkawinan seperti halnya perkawinan di bumi.
Karena itu perhatikanlah bahwa secara khusus dalam menafsirkan teks Matius 22:30 ini saya tidak memulainya dari konteks tetapi dari makna frase “melainkan hidup seperti malaikat” di dalam teks tersebut (lihat susunan presuposisi saya di atas). Karena makna seutuhnya dari teks tersebut bergantung pada pemahaman kita terhadap frase “melainkan hidup seperti malaikat”.
Frase “melainkan hidup seperti malaikat” dalam frase Yunani Tectus Receptus adalah “αλλ ως αγγελοι του θεου εν ουρανω εισιν - all hôs aggeloi tou theou en ouranô eisin” yang diterjemahkan dalam King James Version “but are as the angels of God in heaven (tetapi seperti para malaikat Allah di surga).
Manusia yang masuk surga akan hidup dalam kebahagiaan kekal bersama Allah; mereka akan hidup seperti para malaikat, tidak kawin dan tidak mengawinkan. Tuhan kita Yesus Kristus sendiri menegaskan bahwa “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga.” (Matius 22:30).
Berdasarkan penelitian saya terhadap teks Matius 22:30, bahwa Yesus secara eksplisit menyatakan tidak ada perkawinan di dunia yang akan datang, bahkan kemungkinannya pun tidak! Pendapat ini saya dasarkan atas tiga presuposisi berikut:
(1) bahwa frase “melainkan hidup seperti malaikat di surga” dalam teks Matius 22:30 jelas menunjukkan arti bahwa tidak ada perkawinan di dunia yang akan datang, karena Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa malaikat tidak kawin.
(2) bahwa melalui frase “tidak kawin dan mengawinkan” dalam teks Matius 22:30 menunjukkan Yesus secara eksplisit hendak menegaskan bahwa di dunia yang akan datang tidak ada perkawinan.
(3) bahwa berdasarkan presuposisi (1) dan (2) tersebut di atas, maka konteks dari teks Matius 22:30 tersebut bukanlah mempersoalkan apakah di surga nanti ada adat istiadat perkawinan (lavirat), tetapi dengan tegas teks itu menyatakan bahwa di surga nanti tidak akan ada sama sekali perkawinan seperti halnya perkawinan di bumi.
Karena itu perhatikanlah bahwa secara khusus dalam menafsirkan teks Matius 22:30 ini saya tidak memulainya dari konteks tetapi dari makna frase “melainkan hidup seperti malaikat” di dalam teks tersebut (lihat susunan presuposisi saya di atas). Karena makna seutuhnya dari teks tersebut bergantung pada pemahaman kita terhadap frase “melainkan hidup seperti malaikat”.
Frase “melainkan hidup seperti malaikat” dalam frase Yunani Tectus Receptus adalah “αλλ ως αγγελοι του θεου εν ουρανω εισιν - all hôs aggeloi tou theou en ouranô eisin” yang diterjemahkan dalam King James Version “but are as the angels of God in heaven (tetapi seperti para malaikat Allah di surga).
Secara gramatikal, kata Yunani “αλλ ως (all hos)” yang diterjemahkan ”tetapi seperti” (atau bisa juga diterjemahkan “tetapi sebagaimana”) dalam teks tersebut merupakan kata penghubung yang berfungsi sebagai pembanding frase sebelumnya dan juga menunjukkan kesetaraan makna antara kedua frase yang sedang diperbandingkan.
Dengan kata lain, makna dari frase yang mendahului yaitu frase “αναστασει ουτε γαμουσιν ουτε - oute gamousin oute ekgamizontai” (mereka tidak melakukan pernikahan juga tidak dinikahkan) sangat bergantung dari pemahaman terhadap frase pembanding berikutnya yaitu “tetapi seperti para malaikat Allah di surga”. Karena itulah kita perlu mengerti ajaran tentang natur dari para malaikat ini untuk dapat menarik makna sepenuhnya dari teks Matius 22:30 tersebut.
Ringkasnya, maksud frase “tidak kawin dan mengawinkan” dalam teks Matius 22:30 benar-benar menunjukkan bahwa dikehidupan yang akan datang yaitu di hari kebangkitan kelak tidak akan ada perkawinan orang-orang percaya, mereka benar-benar akan hidup seperti para malaikat yang tidak kawin dan tidak berkembangbiak dan tidak mati.
John MacArthur mengatakan, “Malaikat tidak berketurunan. Kita juga tidak di surga. Semua alasan pernikahan akan lenyap. Di dunia ini, laki-laki membutuhkan seorang penolong, wanita membutuhkan seorang pelindung, dan Allah telah merancang keduanya untuk menghasilkan anak-anak. Di surga, laki-laki tidak memerlukan seorang penolong lagi karena ia akan menjadi sempurna. Wanita tidak akan membutuhkan seorang pelindung lagi karena ia akan menjadi sempurna. Populasi surga akan ditetapkan. Dengan demikian, pernikahan sebagai lembaga menjadi tidak perlu”. (MacArthur, John F. Kemuliaan Sorga. Terjemahan [Batam: Penerbit Gospel Press, 2005], 143).
Donald Guthrie menyatakan, “Yesus menjelaskan bahwa tidak ada perkawinan di surga, tetapi ia tidak menguraikan mengenai hubungan manusia di surga (Matius 22:30; Markus 12:25). Perkawinan tidak ada karena hal menghasilkan keturunan tidak perlu lagi, tetapi hal ini bukan berarti meniadakan hubungan kekeluargaan”. (Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 3, Terjemahan [Jakarta: Penebit BPK Gunung Mulia, 2001], 231-232).
Norman L. Geisler mengatakan, “Meskipun kita pasti dapat mengenali orang-orang yang kita cintai di surga, tidak akan ada pernikahan di surga”. (Geisler, Norman L. Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Terjemahan [Malang: Penerbit Literatur SAAT, 2007], 356).
Tony Evans mengatakan, “Tetapi ada satu hal yang tidak lagi dapat dilakukan oleh tubuh rohani dan tidak perlu dilakukan, dan itu berhubungan dengan hubungan fisik seperti yang kita alami di dunia. Karena itulah Yesus mengatakan bahwa di dalam surga , kita akan hidup sepeti malaikat, yang tidak menikah (Matius 22:30). Tidak perlu lagi ada kelahiran di surga. Sukacita Allah yang tidak pernah berkesudahan akan sepenuhnya mengalahkan segala pengalaman atau hubungan yang dapat kita peroleh di dunia ini”. (Evans, Tony. The Best Is Yet To Come. Terjemahan [Batam: Penerbit Gospel Press, 2002], 337).
Dengan kata lain, makna dari frase yang mendahului yaitu frase “αναστασει ουτε γαμουσιν ουτε - oute gamousin oute ekgamizontai” (mereka tidak melakukan pernikahan juga tidak dinikahkan) sangat bergantung dari pemahaman terhadap frase pembanding berikutnya yaitu “tetapi seperti para malaikat Allah di surga”. Karena itulah kita perlu mengerti ajaran tentang natur dari para malaikat ini untuk dapat menarik makna sepenuhnya dari teks Matius 22:30 tersebut.
Ringkasnya, maksud frase “tidak kawin dan mengawinkan” dalam teks Matius 22:30 benar-benar menunjukkan bahwa dikehidupan yang akan datang yaitu di hari kebangkitan kelak tidak akan ada perkawinan orang-orang percaya, mereka benar-benar akan hidup seperti para malaikat yang tidak kawin dan tidak berkembangbiak dan tidak mati.
John MacArthur mengatakan, “Malaikat tidak berketurunan. Kita juga tidak di surga. Semua alasan pernikahan akan lenyap. Di dunia ini, laki-laki membutuhkan seorang penolong, wanita membutuhkan seorang pelindung, dan Allah telah merancang keduanya untuk menghasilkan anak-anak. Di surga, laki-laki tidak memerlukan seorang penolong lagi karena ia akan menjadi sempurna. Wanita tidak akan membutuhkan seorang pelindung lagi karena ia akan menjadi sempurna. Populasi surga akan ditetapkan. Dengan demikian, pernikahan sebagai lembaga menjadi tidak perlu”. (MacArthur, John F. Kemuliaan Sorga. Terjemahan [Batam: Penerbit Gospel Press, 2005], 143).
Donald Guthrie menyatakan, “Yesus menjelaskan bahwa tidak ada perkawinan di surga, tetapi ia tidak menguraikan mengenai hubungan manusia di surga (Matius 22:30; Markus 12:25). Perkawinan tidak ada karena hal menghasilkan keturunan tidak perlu lagi, tetapi hal ini bukan berarti meniadakan hubungan kekeluargaan”. (Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 3, Terjemahan [Jakarta: Penebit BPK Gunung Mulia, 2001], 231-232).
Norman L. Geisler mengatakan, “Meskipun kita pasti dapat mengenali orang-orang yang kita cintai di surga, tidak akan ada pernikahan di surga”. (Geisler, Norman L. Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Terjemahan [Malang: Penerbit Literatur SAAT, 2007], 356).
Tony Evans mengatakan, “Tetapi ada satu hal yang tidak lagi dapat dilakukan oleh tubuh rohani dan tidak perlu dilakukan, dan itu berhubungan dengan hubungan fisik seperti yang kita alami di dunia. Karena itulah Yesus mengatakan bahwa di dalam surga , kita akan hidup sepeti malaikat, yang tidak menikah (Matius 22:30). Tidak perlu lagi ada kelahiran di surga. Sukacita Allah yang tidak pernah berkesudahan akan sepenuhnya mengalahkan segala pengalaman atau hubungan yang dapat kita peroleh di dunia ini”. (Evans, Tony. The Best Is Yet To Come. Terjemahan [Batam: Penerbit Gospel Press, 2002], 337).