1 SAMUEL 29:1-11 (DAUD, AKHIS DAN KASIH ALLAH)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
1 SAMUEL 29:1-11 (DAUD, AKHIS DAN KASIH ALLAH)
1Samuel 29:1-11 - “(1) Orang Filistin mengumpulkan segala tentara mereka ke Afek, sedang orang Israel berkemah dekat mata air yang di Yizreel. (2) Maka ketika raja-raja kota orang Filistin berjalan lewat dalam pasukan-pasukan seratus dan seribu, dan ketika juga Daud beserta orang-orangnya berjalan lewat di belakangnya bersama-sama dengan Akhis, (3) berkatalah para panglima orang Filistin itu: ‘Apa gunanya orang-orang Ibrani ini?’ Jawab Akhis kepada para panglima orang Filistin itu: ‘Bukankah dia itu Daud, hamba Saul, raja Israel, yang sudah satu dua tahun bersama-sama dengan aku, tanpa kudapati sesuatupun kesalahan padanya sejak saat ia membelot sampai hari ini?’ (4) Tetapi para panglima orang Filistin itu menjadi marah kepadanya; serta berkata kepadanya: ‘Suruhlah orang itu pulang, supaya ia kembali ke tempat, yang kautunjukkan kepadanya, dan janganlah ia pergi berperang, bersama-sama dengan kita, supaya jangan ia menjadi lawan kita dalam peperangan. Sebab dengan apakah orang ini dapat menyukakan hati tuannya, kecuali dengan memberi kepala-kepala orang-orang ini? (5) Bukankah dia ini Daud yang dinyanyikan orang secara berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?’ (6) Lalu Akhis memanggil Daud, dan berkata kepadanya: ‘Demi TUHAN yang hidup, engkau ini orang jujur dan aku memandang baik, jika engkau keluar masuk bersama-sama dengan aku dalam tentara, sebab aku tidak mendapati sesuatu kejahatan padamu, sejak saat engkau datang kepadaku sampai hari ini; tetapi engkau ini tidak disukai oleh raja-raja kota. (7) Sebab itu, pulanglah, pergilah dengan selamat dan jangan lakukan apa yang jahat di mata raja-raja kota orang Filistin itu.’ (8) Tetapi Daud berkata kepada Akhis: ‘Apa yang telah kuperbuat? Dan kesalahan apa yang kaudapati pada hambamu ini, sejak saat aku menjadi hamba kepadamu, sampai hari ini, sehingga aku tidak boleh ikut pergi berperang melawan musuh tuanku raja?’ (9) Lalu Akhis menjawab Daud: ‘Aku tahu, engkau ini memang kusukai seperti utusan Allah. Hanya, para panglima orang Filistin telah berkata: Ia tidak boleh pergi berperang bersama-sama dengan kita. (10) Jadi, bangunlah pagi-pagi beserta orang-orang tuanmu ini yang datang bersama-sama dengan engkau; bangunlah kamu pagi-pagi, segera sesudah hari cukup terang bagimu, dan pergilah.’ (11) Lalu bangunlah Daud dan orang-orangnya pagi-pagi untuk berjalan pulang ke negeri orang Filistin, sedang orang Filistin itu bergerak maju ke Yizreel”.

I) Daud ada di pihak Filistin.

1 Samuel 29: 1-2: “(1) Orang Filistin mengumpulkan segala tentara mereka ke Afek, sedang orang Israel berkemah dekat mata air yang di Yizreel. (2) Maka ketika raja-raja kota orang Filistin berjalan lewat dalam pasukan-pasukan seratus dan seribu, dan ketika juga Daud beserta orang-orangnya berjalan lewat di belakangnya bersama-sama dengan Akhis”.

Daud ada dalam keadaan yang sukar. Kalau ia meninggalkan Akhis dan tak mau berperang di pihak orang Filistin, maka ia akan dianggap sebagai pengecut, dan bahkan sebagai pengkhianat terhadap Akhis yang begitu baik kepadanya. Kalau ia mau berperang di pihak Filistin, dan betul-betul berperang melawan Israel, maka ia akan menjadi musuh dari umat / bangsa pilihan Allah. Dan kalau Saul mati dalam perang itu, Daud akan dianggap bertangung jawab terhadap kematian Saul.

Pulpit Commentary: “The prophet Samuel had declared it to be God’s purpose to bring David to the throne, ... Yet in the ambiguous position in which David was now placed by his own erring conduct it seemed as though events were tending in a different direction. The very man on whom the hope of the pious was set was now allied with Israel’s foe, and on the way to fight against his own people. Already dissimulation had injured his reputation, and should he now engaged against his own countrymen, how could he ever be worthy of confidence as a loyal Hebrew? ... It should not be forgotten, however, that we see only sections of life’s course, and we must not draw a conclusion from partial knowledge. God allows freedom of action, and trains his creatures by the dearly-purchased lessons of a painful experience, and, moreover, calmly awaits the issue of the whole” (= Nabi Samuel telah menyatakan bahwa adalah rencana Allah untuk membawa Daud ke takhta, ... Tetapi dalam posisi mendua dalam mana Daud sekarang berada oleh kesalahannya sendiri, kelihatannya seakan-akan peristiwa-peristiwa menuju pada arah yang lain. Orang pada siapa pengharapan dari orang-orang saleh diletakkan sekarang sedang bersekutu dengan musuh Israel, dan ada di jalan untuk berperang melawan bangsanya sendiri. Kepura-puraan / penipuan sudah merusak reputasinya, dan kalau ia sekarang berperang melawan orang-orang dari negaranya sendiri, bagaimana ia bisa layak untuk dipercayai sebagai seorang Ibrani yang setia? ... Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa kita hanya melihat bagian-bagian dari jalan kehidupan, dan kita tidak boleh menarik suatu kesimpulan dari pengetahuan sebagian. Allah mengijinkan kebebasan bertindak, dan melatih makhluk-makhluk ciptaanNya oleh pelajaran-pelajaran yang dibeli dengan mahal dari pengalaman yang menyakitkan, dan, selanjutnya, dengan tenang menunggu hasil dari seluruhnya) - hal 542.

Pulpit Commentary: “God never fails to exercise control over the set of events which seem to run counter to his purposes, and when the fit time arrives he brings new elements into operation” (= Allah tidak pernah gagal untuk mengendalikan kumpulan peristiwa-peristiwa yang kelihatannya berjalan bertentangan dengan rencanaNya, dan pada saat waktu yang tepat tiba Ia membawa elemen-elemen yang baru ke dalam operasi) - hal 542.

Matthew Henry: “So that on each side there seemed to be both sin and scandal. This was the strait he was in; ... Into this strait he brought himself by his own unadvisedness, in quitting the land of Judah, and going among the uncircumcised. It is strange if those that associate themselves with wicked people, and grow intimate with them, come off without guilt, or grief, or both. What he himself proposed to do does not appear. Perhaps he designed to act only as keeper to the king’s head, the post assigned him (1Samuel 28:2) and not to do any thing offensively against Israel. But it would have been very hard to come so near the brink of sin and not to fall in. Therefore, though God might justly have left him in this difficulty, to chastise him for his folly, yet, because his heart was upright with him, he would not suffer him to be tempted above what he was able, but with the temptation made a way for him to escape, 1 Cor. 10:13” [= Sehingga pada kedua sisi kelihatannya ada dosa dan skandal. Ini adalah kesukaran dalam mana ia berada; ... Ia membawa dirinya sendiri ke dalam kesukaran ini oleh tindakannya meninggalkan tanah Yehuda, dan pergi ke antara orang-orang tak bersunat, yang ia lakukan tanpa nasehat Allah. Adalah aneh kalau mereka yang bergaul dengan orang-orang jahat, dan menjadi dekat dengan mereka, terlepas tanpa rasa kesalahan, atau kesedihan, atau kedua-duanya. Apa yang ia maksudkan untuk lakukan tak terlihat. Mungkin ia merencanakan untuk bertindak hanya sebagai penjaga kepala raja, tugas yang diberikan kepadanya (1Sam 28:2) dan tidak melakukan apapun untuk menyerang Israel. Tetapi merupakan sesuatu yang sangat sukar untuk datang begitu dekat dengan pinggiran dosa dan tidak terjatuh ke dalamnya. Karena itu, sekalipun Allah bisa dengan adil meninggalkan dia dalam kesukaran ini, untuk menghajar dia untuk kebodohannya, tetapi karena hatinya benar terhadap Allah, Ia tidak membiarkannya untuk dicobai melebihi kemampuannya, tetapi bersama dengan pencobaan itu membuat suatu jalan baginya untuk lolos, 1Kor 10:13].

1Sam 28:2b - “Lalu Akhis berkata kepada Daud: ‘Sebab itu aku mengangkat engkau menjadi pengawalku sendiri sampai selamanya.’”.

KJV: ‘And Achish said to David, Therefore will I make thee keeper of mine head for ever’ (= Dan Akhis berkata kepada Daud: ‘Karena itu aku membuatmu menjadi penjaga kepalaku selama-lamanya’.).

II) Raja-raja Filistin yang lain marah karena adanya Daud di pihak mereka.

1 Samuel 29: 2-3: “(2) Maka ketika raja-raja kota orang Filistin berjalan lewat dalam pasukan-pasukan seratus dan seribu, dan ketika juga Daud beserta orang-orangnya berjalan lewat di belakangnya bersama-sama dengan Akhis, (3) berkatalah para panglima orang Filistin itu: ‘Apa gunanya orang-orang Ibrani ini?’ Jawab Akhis kepada para panglima orang Filistin itu: ‘Bukankah dia itu Daud, hamba Saul, raja Israel, yang sudah satu dua tahun bersama-sama dengan aku, tanpa kudapati sesuatupun kesalahan padanya sejak saat ia membelot sampai hari ini?’”.

Terlihat bahwa raja-raja kota / para panglima orang Filistin itu mengenali Daud dan anak buahnya sebagai orang-orang Ibrani, dan Akhis menjelaskan bahwa orang itu adalah Daud, tetapi ia sudah membelot dari Saul, dan selama 1-2 tahun ini setia kepadanya.

1 Samuel 29: 4-5: “(4) Tetapi para panglima orang Filistin itu menjadi marah kepadanya; serta berkata kepadanya: ‘Suruhlah orang itu pulang, supaya ia kembali ke tempat, yang kautunjukkan kepadanya, dan janganlah ia pergi berperang, bersama-sama dengan kita, supaya jangan ia menjadi lawan kita dalam peperangan. Sebab dengan apakah orang ini dapat menyukakan hati tuannya, kecuali dengan memberi kepala-kepala orang-orang ini? (5) Bukankah dia ini Daud yang dinyanyikan orang secara berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?’”.

Tetapi para panglima orang Filstin itu tak mau menerima penjelasan tersebut, dan mereka menjadi marah, dan menginginkan supaya Daud dan anah buahnya diusir. Mereka tidak mempercayai Daud dan anak buahnya, dan menguatirkan bahwa dalam perang nanti, Daud akan berbalik menyerang mereka, untuk menyukakan hati Saul.

Adam Clarke: “It was in the order of God’s gracious providence that the Philistine lords refused to let David go with them to this battle. Had he gone, he had his choice of two sins - First, If he had fought for the Philistines, he would have fought against God and his country; Secondly, If he had in the battle gone over to the Israelites, he would have deceived and become a traitor to the hospitable Achish; God, therefore, so ordered it in his mercy that David was not permitted to go to a battle in which he was sure to be disgraced, whatever side he took, or with whatever success he might be crowned” (= Merupakan pengaturan dari providensia Allah yang murah hati sehingga raja-raja Filistin menolak untuk membiarkan Daud pergi dengan mereka ke pertempuran ini. Seandainya ia pergi, ia mempunyai pilihan 2 dosa - Pertama, Jika ia berperang untuk Filistin, ia akan berperang melawan Allah dan negaranya; Kedua, Jika ia dalam pertempuran itu beralih ke pihak Israel, ia akan telah menipu dan menjadi seorang pengkhianat pada Akhis yang menerimanya dengan ramah; karena itu, Allah dalam belas kasihanNya, mengatur sedemikian rupa sehingga Daud tidak diijinkan untuk pergi ke pertempuran dalam mana ia pasti dipermalukan, pihak manapun yang ia ambil, atau dengan sukses apapun ia akan dimahkotai).

Pulpit Commentary: “So far as the bond between David and Achish was working, David’s hand must soon be raised in battle against Israel; but the inscrutable Providence which ordained him to be future king, and allowed him, for hidden reasons, to come into perilous and damaging relationships, also held sway over the spirits of Philistine princes, and just when the sin of the man of God was about to bear its cruellest fruit, moved them to protest against his entering into the conflict” (= Sejauh ikatan antara Daud dan Akhis bekerja, tangan Daud segera harus memerangi Israel; tetapi providensia yang tidak terduga, yang menentukan dia untuk menjadi raja yang akan datang, dan mengijinkan dia, karena alasan-alasan yang tersembunyi, untuk masuk ke dalam hubungan yang membahayakan dan merusak, juga berkuasa atas roh-roh pangeran-pangeran Filistin, dan persis pada saat dosa dari manusia Allah ini hampir mengeluarkan buah yang paling kejam, menggerakkan mereka untuk memprotes masuknya Daud ke dalam konflik itu) - hal 542.

Bdk. Amsal 21:1 - “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkanNya ke mana Ia ingini”.

Bandingkan juga dengan:
Keluaran 9:12 - “Tetapi TUHAN mengeraskan hati Firaun, sehingga ia tidak mendengarkan mereka - seperti yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa”.
1Taw 5:26 - “maka Allah Israel menggerakkan hati Pul, yakni Tilgat-Pilneser, raja Asyur, lalu raja itu mengangkut mereka ke dalam pembuangan, yaitu orang Ruben, orang Gad dan setengah suku Manasye. Ia membawa mereka ke Halah, Habor, Hara dan sungai negeri Gozan; demikianlah mereka ada di sana sampai hari ini”.
Ezra 1:1 - “Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini”.
Ezra 6:22 - “Lagipula mereka merayakan hari raya Roti Tidak Beragi dengan sukacita, tujuh hari lamanya, karena TUHAN telah membuat mereka bersukacita; Ia telah memalingkan hati raja negeri Asyur kepada mereka, sehingga raja membantu mereka dalam pekerjaan membangun rumah Allah, yakni Allah Israel”.
Ezra 7:27 - “Terpujilah TUHAN, Allah nenek moyang kita, yang dengan demikian menggerakkan hati raja, sehingga ia menyemarakkan rumah TUHAN yang ada di Yerusalem”.

III) Akhirnya Akhis menyuruh Daud pergi.

1) Akhis terpaksa memberitakan kata-kata raja-raja Filistin kepada Daud, dan menyuruhnya pergi.

1 Samuel 29: 6-7: “(6) Lalu Akhis memanggil Daud, dan berkata kepadanya: ‘Demi TUHAN yang hidup, engkau ini orang jujur dan aku memandang baik, jika engkau keluar masuk bersama-sama dengan aku dalam tentara, sebab aku tidak mendapati sesuatu kejahatan padamu, sejak saat engkau datang kepadaku sampai hari ini; tetapi engkau ini tidak disukai oleh raja-raja kota. (7) Sebab itu, pulanglah, pergilah dengan selamat dan jangan lakukan apa yang jahat di mata raja-raja kota orang Filistin itu.’”.

2) Daud masih bersikap munafik.

1 Samuel 29: 8: “Tetapi Daud berkata kepada Akhis: ‘Apa yang telah kuperbuat? Dan kesalahan apa yang kaudapati pada hambamu ini, sejak saat aku menjadi hamba kepadamu, sampai hari ini, sehingga aku tidak boleh ikut pergi berperang melawan musuh tuanku raja?’”.

Daud pasti sebetulnya senang dengan sikap orang-orang Filistin yang menentangnya, tetapi ia berpura-pura kecewa dan sedih karena hal itu. Ini jelas merupakan sikap yang munafik. Mungkin karena sudah terbiasa berdusta dan bersikap munafik, sekarang Daud secara otomatis berdusta / bersikap munafik.

Word Biblical Commentary: “He professed amazement that he would be disbarred for any reason from fighting the enemies of ‘my lord, the king.’ To Achish that may have sounded like very good news, but David may have intended to refer to Saul with the words ‘my lord the king’ (cf. McCarter). To fight against Saul’s enemies would mean Achish and his Philistine colleagues!” [= Ia menyatakan keheranan bahwa ia, oleh alasan apapun, dihalangi untuk memerangi musuh-musuh dari ‘tuanku raja’. Bagi Akhis itu terdengar seperti kabar yang sangat baik, tetapi Daud mungkin bermaksud untuk menunjuk kepada Saul dengan kata-kata ‘tuanku raja’ (bdk. McCarter). Berperang melawan musuh-musuh Saul berarti Akhis dan rekan-rekan Filistinnya!].

Pulpit Commentary: “He concealed the sentiments pertinent to the coming contest. This practice of concealing thought requires much watchfulness. We are not bound to let out all we think, ... but we are bound not to design to give a wrong impression. Truthfulness lies in intent as also does falsehood” (= Ia menyembunyikan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan perang yang mendatang. Praktek menyembunyikan pikiran ini membutuhkan banyak kewaspadaan. Kita tidak wajib mengeluarkan semua yang kita pikirkan, ... tetapi kita wajib untuk tidak merencanakan untuk memberikan kesan yang salah. Kebenaran terletak pada maksud dan demikian juga dengan kepalsuan) - hal 544.

3) Akhis menghibur Daud, tetapi terpaksa tetap menyuruhnya pergi; dan Daud akhirnya pulang dan tak jadi bertempur bersama Filistin.

1 Samuel 29: 9-11: “(9) Lalu Akhis menjawab Daud: ‘Aku tahu, engkau ini memang kusukai seperti utusan Allah. Hanya, para panglima orang Filistin telah berkata: Ia tidak boleh pergi berperang bersama-sama dengan kita. (10) Jadi, bangunlah pagi-pagi beserta orang-orang tuanmu ini yang datang bersama-sama dengan engkau; bangunlah kamu pagi-pagi, segera sesudah hari cukup terang bagimu, dan pergilah.’ (11) Lalu bangunlah Daud dan orang-orangnya pagi-pagi untuk berjalan pulang ke negeri orang Filistin, sedang orang Filistin itu bergerak maju ke Yizreel”.

Catatan: kata-kata ‘utusan Allah’ dalam KJV/RSV/NIV/NASB adalah ‘an angel of God’ (= seorang malaikat Allah). Memang kata Ibrani MALAKH bisa diartikan ‘malaikat’ ataupun ‘utusan’.

a) Pengaruh rohani Daud terhadap Akhis?

Adam Clarke: “‘As an angel of God.’ There is some reason to think that Achish had actually embraced or was favourably disposed toward the Jewish religion. He speaks here of the angels of God, as a Jew might be expected to speak; and in 1 Sam. 29:6 he appeals to, and swears by, Yahweh; which, perhaps, no Philistine ever did. It is possible that he might have learned many important truths from David, during the time that he sojourned with him” (= ‘Seperti seorang malaikat Allah’. Ada alasan untuk berpikir bahwa Akhis betul-betul memeluk atau condong secara baik kepada agama Yahudi. Ia di sini berbicara tentang malaikat-malaikat Allah, seperti seorang Yahudi diharapkan untuk berbicara; dan dalam 1Sam 29:6 ia naik banding kepada, atau bersumpah demi, Yahweh; yang mungkin tak pernah dilakukan oleh seorang Filistinpun. Adalah mungkin bahwa ia telah mempelajari banyak kebenaran penting dari Daud, selama ia untuk sementara tinggal bersamanya).

b) Jelas bahwa providensia Allah bekerja tepat pada waktunya, bukan hanya untuk menyelamatkan Daud dari keharusan berdosa, tetapi juga untuk menyelamatkan keluarga Daud dari orang-orang Amalek (bdk. 1Sam 30).

Barnes’ Notes: “It is impossible not to recognize here a merciful interposition of Providence, by which David was not only saved from fighting against his king and country, but sent home just in time to recover his wives and property from the Amalekites (1 Sam. 30)” [= Adalah tidak mungkin untuk tidak mengenali di sini campur tangan yang murah hati dari providensia, dengan mana Daud bukan hanya diselamatkan dari tindakan berperang melawan raja dan negaranya, tetapi dikirim pulang persis pada waktunya untuk mendapakan kembali istri-istri dan hartanya dari orang-orang Amalek (1Sam 30)].

Word Biblical Commentary: “the biblical narrator surely sees here the providential hand of God and not just another lucky break” (= penulis Alkitab pasti melihat di sini tangan providensia Allah dan bukan hanya suatu perpecahan yang mujur).

Pulpit Commentary: “However difficult David’s position may have been, still every one must condemn his conduct towards Achish as dishonourable; but God, who often deal with men more mercifully than they deserve, nevertheless rescued him from his state of perplexity, and saved him from the necessity of either fighting against his own countrymen or of still more dishonourably breaking his word to Achish by deserting in the battle. He also sent him home just in time to rescue from a miserable fate those whom he loved” (= Betapapun sukarnya posisi Daud pada saat itu, tetap setiap orang harus mengecam tindakannya terhadap Akhis sebagai tidak terhormat; tetapi bagaimanapun juga, Allah, yang sering menangani manusia dengan lebih murah hati dari pada yang mereka layak dapatkan, menolong dia dari keadaannya yang membingungkan, dan menyelamatkan dia dari keharusan untuk berperang melawan orang-orang senegaranya, atau lebih buruk lagi melanggar kata-katanya kepada Akhis dengan membelot dalam pertempuran. Ia juga dikirim pulang persis pada waktunya untuk menyelamatkan orang-orang yang ia kasihi dari nasib yang menyedihkan) - hal 541.

IV) Kasih / kepedulian / penerimaan Allah terhadap anak-anakNya yang jatuh.

Semua ini menekankan bahwa Allah tetap mengasihi orang-orang percaya yang jatuh. Allah bukan hanya tidak membuang mereka, dan bukan hanya mau mengampuni mereka, tetapi juga tetap memberikan hal-hal yang baik kepada mereka. Mari kita perhatikan beberapa kutipan di bawah ini.

Pulpit Commentary: “THE ERRORS OF MEN OF SINCERE PIETY ARE VERY TENDERLY TREATED BY GOD. ... David’s sin in dissembling and in settling without Divine direction as an ally of Achish was the sin of backsliding and neglect. He was radically sincere in his piety, but in an hour of weakness lost his full faith in God, and so yielded to the influence of fear. Hence he was chastised by sorrow, by increasing fears, by self-humiliation, loss of reputation, and that secret sense of Divine displeasure which the erring soul of the devout knows too well. Though the sincere servant of God falls, he shall not be utterly cast down. God remembers that he is dust. ... It is a consolation to us all to know that he is touched with the feeling of our infirmities, and does not cast off those who, not being able to ‘watch one hour,’ falls into temptation” (= KESALAHAN-KESALAHAN DARI ORANG-ORANG DENGAN KESALEHAN YANG SUNGGUH-SUNGGUH DITANGANI DENGAN SANGAT LEMBUT OLEH ALLAH. ... Dosa Daud dalam bersembunyi dan menetap tanpa petunjuk ilahi sebagai sekutu dari Akhis merupakan dosa kemerosotan dan kelalaian. Ia sangat sungguh-sungguh dalam kesalehannya, tetapi pada saat lemah kehilangan iman yang penuh kepada Allah, dan dengan demikian menyerah pada pengaruh dari rasa takut. Karena itu, ia dikejar oleh kesedihan, oleh rasa takut yang meningkat, oleh perendahan diri sendiri, kehilangan reputasi, dan perasaan diam-diam tentang ketidak-senangan Ilahi yang diketahui dengan baik oleh jiwa bersalah yang saleh. Sekalipun pelayan yang sungguh-sungguh dari Allah jatuh, ia tidak akan dibuang sepenuhnya. Allah ingat bahwa ia adalah debu. ... Merupakan suatu penghiburan bagi kita semua untuk mengetahui bahwa Ia tersentuh oleh perasaan kelemahan kita, dan tidak membuang mereka yang karena tidak bisa ‘berjaga-jaga selama 1 jam’, jatuh ke dalam pencobaan) - hal 542.

Bandingkan dengan:

· Mazmur 103:8-14 - “(8) TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9) Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, (11) tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia; (12) sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. (13) Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. (14) Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu”.

· Yesaya 42:3 - “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum”.

· Lukas 15:20 - “Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia”.

Darby: “God, in His loving-kindness, brings David out of his difficulty by means of the jealousy of the lords of the Philistines. Nevertheless, to maintain his credit with Achish, David falls still lower, ... and protests that he is quite ready to fight against the enemies of the Philistine king, that is to say, against the people of God. This appears to me the most wretched part of David’s life - at any rate, before he was king. God makes him sensible of it; for while he is there, the Amalekites strip him of everything and burn Ziklag, and his followers are ready to stone him. All this is grievous; but the grace of God raises him up again, and the effect of this chastisement is to bring him back to God, for he was ever true to Him in heart. David encouraged himself in Jehovah his God, and inquires of Him what he shall do. What patience, what kindness in God! What care He takes of His people, even while they are turning away from Him!” (= Allah, dalam kasihNya, mengeluarkan Daud dari kesukarannya dengan menggunakan kecemburuan dari raja-raja orang Filistin. Tetapi, untuk mempertahankan penghargaan / kebanggaan Akhis, Daud jatuh lebih rendah lagi, ... dan memprotes bahwa ia cukup siap untuk berperang melawan musuh-musuh dari raja Filistin, yaitu melawan umat Allah. Ini terlihat bagiku sebagai bagian yang paling buruk dari kehidupan Daud, setidaknya, sebelum ia menjadi raja. Allah membuatnya menyadarinya; karena pada saat ia ada di sana, orang-orang Amalek merampok segala sesuatu darinya dan membakar Ziklag, dan para pengikutnya siap untuk merajam dia. Semua ini menyedihkan; tetapi kasih karunia Allah mengangkatnya kembali dan maksud dari hajaran ini adalah untuk mengembalikan ia kepada Allah, karena ia selalu benar terhadap Dia dalam hatinya. Daud menguatkan dirinya sendiri dalam Yehovah Allahnya, dan menanyakan kepadaNya apa yang harus ia lakukan. Alangkah sabar dan baiknya Allah itu! Betapa pedulinya Ia kepada umatNya, bahkan pada saat mereka berbalik dari Dia!).

Bdk. 2Timotius 2:12-13 - “(12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

Darby: “it is well to observe, that it is when man had thoroughly failed, when even David’s faith had been found wanting, and - departing from Israel - he had thrown himself among the Philistines, it was then that God gave him the kingdom. Grace is above all failure” (= adalah baik untuk memperhatikan, bahwa pada waktu seseorang sepenuhnya gagal, pada waktu iman Daud bahkan hilang, dan dengan meninggalkan Israel ia melemparkan dirinya sendiri ke antara orang-orang Filistin, adalah pada saat itu Allah memberinya kerajaan itu. Kasih karunia ada di atas semua kegagalan) - hal 334.1 SAMUEL 29:1-11 (DAUD, AKHIS DAN KASIH ALLAH)

-AMIN-
Next Post Previous Post