PERKECUALIAN TERHADAP HUKUM JANGAN MEMBUNUH (KELUARAN 20:13)

Pdt.Budi Asali, M.Div.

Keluaran 20:13 - “Jangan membunuh”.
JANGAN MEMBUNUH: KELUARAN 20:13
gadget, bisnis, asuransi
1) Hukum ini berhubungan hanya dengan sesama manusia.

Sekalipun merusak / membunuh tanaman atau membunuh binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Alasannya: hukum ini tidak pernah dikutip dalam hubungan bukan dengan manusia, sebaliknya beberapa kali hukum ini dikutip dalam hubungannya dengan sesama manusia. Misalnya:

a) Matius 5:21-22 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”.

b) Roma 13:9 - “Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”.

Juga, kalau kita melihat hukum yang menjadi ringkasan dari hukum Taurat, yaitu Mat 22:37,39, maka jelaslah bahwa hukum ke 6 ini harus diterapkan kepada sesama manusia.

Matius 22:37-40 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.

Catatan: Hukum keenam ini juga dikutip dalam ayat-ayat di bawah ini, tetapi dalam ayat-ayat tersebut tidak terlihat dalam hubungan dengan apa / siapa hukum itu digunakan.

¨ Matius 19:18 - “Kata orang itu kepadaNya: ‘Perintah yang mana?’ Kata Yesus: ‘Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta”. Bdk. Mark 10:19 Lu 18:20.

¨ Yak 2:11 - “Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.

2) Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

a) Membunuh orang secara fisik.

Ini sudah jelas dan karena itu tidak akan saya beri penjelasan lebih jauh lagi. Yang akan saya jelaskan di sini justru adalah tindakan membunuh secara fisik yang tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini (tidak dianggap sebagai dosa).

John Murray: “The Commandment is not in the general term of prohibiting the putting to death of another, as our word ‘kill’ might suggest. The term used in the commandment is the specific one to denote what we call ‘murder.’” (= Hukum ini bukanlah dalam istilah umum melarang membunuh orang lain, seperti kata ‘kill’ dalam bahasa kita. Istilah yang digunakan dalam hukum ini adalah istilah spesifik yang menunjuk pada apa yang kita sebut ‘murder’) - ‘Principles of Conduct’, hal 113.

John Stott: “The commandment ‘You shall not kill’ would be better expressed ‘Do not commit murder’ (NEB), for it is not a prohibition against taking all human life in any and every circumstance, but in particular against homicide or murder” [= Hukum ‘Jangan membunuh (kill)’ akan dinyatakan dengan lebih baik ‘Jangan melakukan murder’ (NEB), karena itu bukan merupakan suatu larangan terhadap pembunuhan / pengambilan semua nyawa manusia dalam seadanya dan setiap keadaan, tetapi secara khusus terhadap pembunuhan atau ‘murder’] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 82.

Catatan: dalam bahasa Inggris dibedakan antara ‘to kill’ dan ‘to murder’, dan John Murray maupun John Stott mengatakan bahwa yang dilarang adalah ‘to murder’, bukan ‘to kill’. Tetapi dalam bahasa Indonesia tidak ada pembedaan seperti itu. Jamieson, Fausset & Brown juga melakukan pembedaan seperti ini.

Stott melanjutkan dengan memberi bukti sebagai berikut: dalam hukum Taurat Musa sekalipun ada larangan membunuh (hukum keenam), tetapi juga ada penjatuhan hukuman mati, dan perintah untuk membasmi bangsa kafir tertentu.

Matthew Henry (tentang Kel 20:13): “It does not forbid killing in lawful war, or in our own necessary defence, nor the magistrate’s putting offenders to death, for (or / nor?) those things tend to the preserving of life” (= Itu tidak melarang pembunuhan dalam perang yang sah, atau dalam pembelaan yang perlu dari diri kita sendiri, ataupun hakim membunuh / menghukum mati pelanggar-pelanggar, atau hal-hal yang berguna untuk pemeliharaan nyawa / kehidupan).

Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey) tentang Kel 20:13: “Murder is the willful, premeditated taking of life. The law did, however, sanction killing as a defensive or punitive act (Deut 20:10-18) and prescribed the death penalty for various sins (Lev 20:9-16; 24:17,23; Deut 13:6-11; 17:2-7)” [= Pembunuhan adalah pengambilan nyawa secara sengaja dan direncanakan. Tetapi hukum Taurat menyetujui / mendukung pembunuhan sebagai suatu tindakan pembelaan atau menghukum (Ul 20:10-18) dan menentukan hukuman mati untuk bermacam-macam dosa (Im 20:9-16; 24:17,23; Ul 13:6-11; 17:2-7)].

Adapun pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini, dan karena itu harus dianggap sebagai tidak berdosa, yaitu:

1. Pembunuhan dalam rangka bela diri.


Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’. Ingat bahwa syarat yang satu ini harus ditekankan. Kalau ada kemungkinan lain, misalnya lari, maka kita harus lari. Tetapi kalau hanya ada dua kemungkinan, yaitu membunuh atau dibunuh, maka kita boleh membunuh sebagai usaha untuk membela diri.

Catatan: saya menganggap ini juga berlaku kalau orang yang kita kasihi mau dibunuh, atau kalau kita mau dilukai secara parah.

Webster’s New World Dictionary (dalam entry ‘homicide’): “‘justifiable homicide’ is homicide committed in the performance of duty, in self-defence, etc.” (= ‘pembunuhan yang bisa dibenarkan’ adalah pembunuhan yang dilakukan dalam pelaksanaan kewajiban, dalam pembelaan diri, dsb.).

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “When a man is attacked he should defend himself; or, if others need help, he should assist them (Prov 24:11,12)” [= Pada waktu seseorang diserang ia harus mempertahankan dirinya sendiri; atau, jika orang-orang lain membutuhkan pertolongan, ia harus membantu mereka (Amsal 24:11-12)].

Amsal 24:11-12 - “(11) Bebaskan mereka yang diangkut untuk dibunuh, selamatkan orang yang terhuyung-huyung menuju tempat pemancungan. (12) Kalau engkau berkata: ‘Sungguh, kami tidak tahu hal itu!’ Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya? Apakah Dia yang menjaga jiwamu tidak mengetahuinya, dan membalas manusia menurut perbuatannya?”.

Dasar Kitab Suci untuk ajaran ini:

a. Mat 22:39 mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri.

Mat 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

Jelas bahwa bukan hanya sesama manusia yang harus kita kasihi, tetapi juga diri kita sendiri. Sedangkan kalau kita membiarkan diri kita dibunuh, maka itu berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri.

b. Kel 22:2-3a - “(2) Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; (3a) tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah”.

Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, bukan? Para penafsir mengatakan bahwa ini sebetulnya bukan sembarang pencuri, karena yang digambarkan di sini adalah seorang pencuri yang masuk ke dalam sebuah rumah dengan kekerasan, dengan mendobrak. Kata Ibrani yang diterjemahkan ‘membongkar’ lebih tepat diterjemahkan ‘mendobrak’.

Pulpit Commentary: “Rather, ‘Breaking in’ - i.e. making forcible entry into a house. The ordinary mode of ‘breaking in’ seems to have been by a breach in the wall” (= Lebih tepat, ‘Mendobrak’ - yaitu masuk secara paksa / dengan kekerasan ke dalam sebuah rumah. Cara yang lazim untuk ‘mendobrak’ kelihatannya adalah dengan menembus tembok / dinding) - hal 185.

Orang seperti itu mungkin saja mempunyai maksud untuk membunuh pemilik rumah, dan karena itu dalam kasus seperti itu, pemilih rumah tidak salah untuk membunuhnya, sebagai suatu tindakan pembelaan diri.

Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Kel 22:2 yang berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu mendobrak dan dipukul sehingga mati, si pembela diri tidak bersalah melakukan pencurahan darah).

Wycliffe Bible Commentary: “A mortal blow struck in darkness in defense of life and property was excused, but in the light of day, it was reasoned, such violent defense would not be necessary. The life, even of a thief, is of consequence in the eyes of God” (= Suatu pukulan yang mematikan yang dilakukan dalam gelap dalam pembelaan nyawa dan milik dimaafkan, tetapi pada waktu hari terang / siang, dipertimbangkan bahwa pembelaan bengis / keras seperti itu tidaklah diperlukan. Nyawa, bahkan dari seorang pencuri, merupakan sesuatu yang penting dalam pandangan Allah).

Keil & Delitzsch mengutip kata-kata seorang yang bernama Calovius yang berkata sebagai berikut: “The reason for this disparity between a thief by night and one in the day is, that the power and intention of a nightly thief are uncertain, and whether he may not have come for the purpose of committing murder; and that by night, if thieves are resisted, they often proceed to murder in their rage; and also that they can neither be recognised, nor resisted and apprehended with safety” (= Alasan untuk perbedaan antara seorang pencuri pada malam dan pada siang ini adalah, bahwa kekuatan dan maksud dari pencuri pada malam tidaklah pasti, dan apakah ia tidak datang dengan tujuan membunuh; dan bahwa pada malam, jika pencuri dilawan, mereka sering beralih pada pembunuhan dalam kemarahan mereka; dan juga bahwa mereka tidak bisa dikenali, ataupun dilawan dan ditahan dengan aman).

Pulpit Commentary: “The principle here laid down has had the sanction of Solon, of the Roman law, and of the law of England. It rests upon the probability that those who break into a house by night have a murderous intent, or at least have the design, if occasion arise, to commit murder” (= Prinsip yang diberikan di sini telah mendapatkan persetujuan dari Solon, dari hukum Romawi, dan dari hukum Inggris. Itu didasarkan pada kemungkinan bahwa mereka yang mendobrak masuk ke dalam sebuah rumah pada malam hari mempunyai maksud untuk membunuh, atau setidaknya mempunyai rencana, jika dibutuhkan, akan melakukan pembunuhan) - hal 185.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “If he had condemned killing in self-defence, he could not have formed the regulation in Ex 22:2” (= Seandainya ia telah mengecam / menyalahkan pembunuhan dalam pembelaan diri, ia tidak bisa membentuk peraturan dalam Kel 22:2).

c. Neh 4:11-14 - “(11) Tetapi lawan-lawan kami berpikir: ‘Mereka tidak akan tahu dan tidak akan melihat apa-apa, sampai kita ada di antara mereka, membunuh mereka dan menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika orang-orang Yahudi yang tinggal dekat mereka sudah sepuluh kali datang memperingatkan kami: ‘Mereka akan menyerang kita dari segala tempat tinggal mereka,’ (13) maka aku tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka. (14) Kuamati semuanya, lalu bangun berdiri dan berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang lain: ‘Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat dan berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk isterimu dan rumahmu.’”.

d. Kitab Ester menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan (Ester 3:8-13 8:3-13 9:1-6).

Ester 3:8-13 - “(8) Maka sembah Haman kepada raja Ahasyweros: ‘Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam seluruh daerah kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa. (9) Jikalau baik pada pemandangan raja, hendaklah dikeluarkan surat titah untuk membinasakan mereka; maka hamba akan menimbang perak sepuluh ribu talenta dan menyerahkannya kepada tangan para pejabat yang bersangkutan, supaya mereka memasukkannya ke dalam perbendaharaan raja.’ (10) Maka raja mencabut cincin meterainya dari jarinya, lalu diserahkannya kepada Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru orang Yahudi itu, (11) kemudian titah raja kepada Haman: ‘Perak itu terserah kepadamu, juga bangsa itu untuk kauperlakukan seperti yang kaupandang baik.’ (12) Maka dalam bulan yang pertama pada hari yang ketiga belas dipanggillah para panitera raja, lalu, sesuai dengan segala yang diperintahkan Haman, ditulislah surat kepada wakil-wakil raja, kepada setiap bupati yang menguasai daerah dan kepada setiap pembesar bangsa, yakni kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya; surat itu ditulis atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja. (13) Surat-surat itu dikirimkan dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat ke segala daerah kerajaan, supaya dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari pada yang muda sampai kepada yang tua, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, pada satu hari juga, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,dan supaya dirampas harta milik mereka”.

Ester 8:3-13 - “(3) Kemudian Ester berkata lagi kepada raja sambil sujud pada kakinya dan menangis memohon karunianya, supaya dibatalkannya maksud jahat Haman, orang Agag itu, serta rancangan yang sudah dibuatnya terhadap orang Yahudi. (4) Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, (5) serta sembahnya: ‘Jikalau baik pada pemandangan raja dan jikalau hamba mendapat kasih raja, dan hal ini kiranya dipandang benar oleh raja dan raja berkenan kepada hamba, maka hendaklah dikeluarkan surat titah untuk menarik kembali surat-surat yang berisi rancangan Haman bin Hamedata, orang Agag itu, yang ditulisnya untuk membinasakan orang Yahudi di dalam semua daerah kerajaan. (6) Karena bagaimana hamba dapat melihat malapetaka yang menimpa bangsa hamba dan bagaimana hamba dapat melihat kebinasaan sanak saudara hamba?’ (7) Maka jawab raja Ahasyweros kepada Ester, sang ratu, serta kepada Mordekhai, orang Yahudi itu: ‘Harta milik Haman telah kukaruniakan kepada Ester, dan Haman sendiri telah disulakan pada tiang karena ia sudah mengacungkan tangannya kepada orang Yahudi. (8) Tuliskanlah atas nama raja apa yang kamu pandang baik tentang orang Yahudi dan meteraikanlah surat itu dengan cincin meterai raja, karena surat yang dituliskan atas nama raja dan dimeteraikan dengan cincin meterai raja tidak dapat ditarik kembali.’ (9) Pada waktu itu juga dipanggillah para panitera raja, dalam bulan yang ketiga - yakni bulan Siwan - pada tanggal dua puluh tiga, dan sesuai dengan segala yang diperintahkan Mordekhai ditulislah surat kepada orang Yahudi, dan kepada para wakil pemerintah, para bupati dan para pembesar daerah, dari India sampai ke Etiopia, seratus dua puluh tujuh daerah, kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya, dan juga kepada orang Yahudi menurut tulisan dan bahasanya. (10) Maka ditulislah pesan atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja, lalu dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat yang berkuda, yang mengendarai kuda kerajaan yang tangkas yang diternakkan di pekudaan, dikirimkanlah surat-surat (11) yang isinya: raja mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya, (12) pada hari yang sama di segala daerah raja Ahasyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas, yakni bulan Adar. (13) Salinan pesan tertulis itu harus diundangkan di tiap-tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, dan orang Yahudi harus bersiap-siap untuk hari itu akan melakukan pembalasan kepada musuhnya”.

Ester 9:1-6 - “(1) Dalam bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,pada hari yang ketiga belas, ketika titah serta undang-undang raja akan dilaksanakan, pada hari musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi, terjadilah yang sebaliknya: orang Yahudi mengalahkan pembenci-pembenci mereka. (2) Maka berkumpullah orang Yahudi di dalam kota-kotanya di seluruh daerah raja Ahasyweros, untuk membunuh orang-orang yang berikhtiar mencelakakan mereka, dan tiada seorangpun tahan menghadapi mereka, karena ketakutan kepada orang Yahudi telah menimpa segala bangsa itu. (3) Dan semua pembesar daerah dan wakil pemerintahan dan bupati serta pejabat kerajaan menyokong orang Yahudi, karena ketakutan kepada Mordekhai telah menimpa mereka. (4) Sebab Mordekhai besar kekuasaannya di dalam istana raja dan tersiarlah berita tentang dia ke segenap daerah, karena Mordekhai itu bertambah-tambah besar kekuasaannya. (5) Maka orang Yahudi mengalahkan semua musuhnya: mereka memukulnya dengan pedang, membunuh dan membinasakannya; mereka berbuat sekehendak hatinya terhadap pembenci-pembenci mereka. (6) Di dalam benteng Susan saja orang Yahudi membunuh dan membinasakan lima ratus orang”.

e. Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati (Kel 21:12,14), sehingga akan ada 2 orang yang mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya satu orang.

Keberatan dan jawabannya:

Banyak orang tidak menyetujui ajaran di atas ini berdasarkan:

(1) Mat 5:39b - “Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”.

Jawaban saya: perlu diingat bahwa Mat 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, ‘mengepruk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 hanya berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita, bahkan boleh dikatakan merupakan serangan yang ringan.

(2) Pada waktu Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri.

Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita? Juga perlu dicamkan bahwa tidak setiap tindakan Yesus harus kita teladani. Misalnya bahwa Ia berpuasa 40 hari, atau bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran, jelas tidak bisa dijadikan pedoman hidup kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus kita tafsirkan bersama ayat-ayat Kitab Suci yang lain, untuk mengetahui apakah tindakan itu harus diteladani atau tidak.

(3) Mat 26:51-54 - “(51) Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. (52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. (53) Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.

Ada 2 kemungkinan untuk menjelaskan ayat ini sehingga ayat ini tidak diartikan bahwa orang Kristen sama sekali tidak boleh membela diri:

(a) Ada orang yang menafsirkan bahwa kata-kata ‘sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang’ tidak menunjuk kepada Petrus (sekalipun diucapkan kepada Petrus). Lalu menunjuk kepada siapa? Kepada orang-orang Romawi dan Yahudi, yang saat itu menggunakan ‘pedang’ terhadap Yesus (mau membunuh Yesus). Jadi, seluruh kalimat diartikan sebagai berikut: “Masukkan pedangmu ke dalam sarungnya, sebab orang-orang yang menggunakan pedang terhadap Aku ini akan binasa oleh pedang (Bapa yang membinasakan mereka, kamu tidak perlu membunuh mereka)”.

(b) Yang menganggap bahwa kata-kata ini ditujukan kepada Petrus, menafsirkan bahwa pada saat itu Petrus tidak boleh melawan karena:

· kekristenan tidak boleh dimajukan / dibela dengan menggunakan kekerasan.

· pada saat itu yang mau mengangkap dan membunuh Yesus adalah pemerintah / alat negara. Karena itu tidak boleh dilawan.

Jadi, kata-kata ini tidak berlaku pada saat kasusnya adalah pribadi berusaha membunuh pribadi.

Kalau pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!

2. Pembunuhan dalam perang / pembelaan diri nasional.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “DOES THE COMMANDMENT ABSOLUTELY FORBID WAR BETWEEN NATIONS? Certainly not” (= Apakah hukum ini secara mutlak melarang perang antar bangsa? Pasti tidak).

a. Memang bukan seadanya perang diijinkan; yang diijinkan hanyalah perang yang benar (just war).

Saya tekankan bahwa ini merupakan perang yang benar (just war). Ini merupakan pembelaan diri secara nasional pada saat negara diserang / diagresi secara tidak benar oleh negara lain. Kalau perang itu adalah perang yang salah, seperti mengagresi negara lain, maka tentu saja orang Kristen tidak boleh ikut perang seperti itu.

Catatan: kasus ‘holy war’ (= perang kudus) dalam Perjanjian Lama merupakan sesuatu yang berbeda, karena Tuhan yang memerintahkan hal itu. Dalam hal itu Israel menjadi algojo Tuhan untuk menghukum mati bangsa-bangsa kafir itu. Perang seperti ini tidak ada lagi dalam jaman sekarang.

b. Apa dasarnya untuk mengijinkan pembunuhan dalam perang yang benar?

(1) Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan.

(2) Kalau ada orang yang melarang perang secara mutlak dengan alasan bahwa kita harus mengasihi musuh, perlu diingat bahwa pada saat negara kita diserang musuh, akan ada banyak orang di negara kita yang dibunuh, diperkosa, dirampok dalam serangan negara lain tersebut. Lalu, dimana kasih kita kepada orang-orang itu?

(3) Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara. Bandingkan dengan:

(a) Luk 3:14 - “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: ‘Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?’ Jawab Yohanes kepada mereka: ‘Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.’”.

Orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara.

(b) Kis 10:1-2,7 - “(1) Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. (2) Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah. ... (7) Setelah malaikat yang berbicara kepadanya itu meninggalkan dia, dipanggilnya dua orang hambanya beserta seorang prajurit yang saleh dari orang-orang yang selalu bersama-sama dengan dia”.

Calvin (tentang Kis 10:7): “‘A godly soldier.’ ... And in the mean season, those brain-sick fellows are condemned who cry that it is unlawful for Christians to carry weapons. For these men were warriors, and yet godly, and when they embrace Christ they forsake not their former kind of life; they cast not away their armor as hurtful, nor yet forsake their calling” (= ‘Seorang tentara yang saleh’. ... Dan dalam masa yang buruk, orang-orang yang sakit otaknya itu dikecam, yang berteriak bahwa adalah tidak sah bagi orang-orang Kristen untuk membawa senjata. Karena orang-orang ini adalah pejuang-pejuang / petarung-petarung, tetapi saleh, dan pada waktu mereka mempercayai Kristus mereka tidak meninggalkan jenis kehidupan mereka yang lalu; mereka tidak membuang senjata mereka sebagai sesuatu yang menyebabkan sakit / membahayakan, ataupun meninggalkan panggilan mereka).

(c) 1Raja 2:5-6 - “(5) Dan lagi engkaupun mengetahui apa yang dilakukan kepadaku oleh Yoab, anak Zeruya, apa yang dilakukannya kepada kedua panglima Israel, yakni Abner bin Ner dan Amasa bin Yeter. Ia membunuh mereka dan menumpahkan darah dalam zaman damai seakan-akan ada perang, sehingga sabuk pinggangnya dan kasut kakinya berlumuran darah. (6) Maka bertindaklah dengan bijaksana dan janganlah biarkan yang ubanan itu turun dengan selamat ke dalam dunia orang mati”.

Bandingkan dengan:

· 2Sam 3:27-29 - “(27) Ketika Abner kembali ke Hebron, maka Yoab membawanya sebentar ke samping di tengah-tengah pintu gerbang itu, seakan-akan hendak berbicara dengan dia dengan diam-diam; kemudian ditikamnyalah dia di sana pada perutnya, sehingga mati, membalas darah Asael, adiknya. (28) Ketika hal itu didengar Daud kemudian, berkatalah ia: ‘Aku dan kerajaanku tidak bersalah di hadapan TUHAN sampai selama-lamanya terhadap darah Abner bin Ner itu. (29) Biarlah itu ditanggung oleh Yoab sendiri dan seluruh kaum keluarganya. Biarlah dalam keturunan Yoab tidak putus-putusnya ada orang yang mengeluarkan lelehan, yang sakit kusta, yang bertongkat, yang tewas oleh pedang atau yang kekurangan makanan.’”.

· 2Sam 20:9-12 - “(9) Berkatalah Yoab kepada Amasa: ‘Engkau baik-baik, saudaraku?’ Sementara itu tangan kanan Yoab memegang janggut Amasa untuk mencium dia. (10) Amasa tidak awas terhadap pedang yang ada di tangan Yoab itu; Yoab menikam pedang itu ke perutnya, sehingga isi perutnya tertumpah ke tanah. Tidak usah dia ditikamnya dua kali, sebab ia sudah mati. Lalu Yoab dan Abisai, adiknya, terus mengejar Seba bin Bikri. (11) Dan seorang dari orang-orang Yoab tinggal berdiri di dekat mayat itu, sambil berkata: ‘Siapa yang suka kepada Yoab dan siapa yang memihak kepada Daud, baiklah mengikuti Yoab!’ (12) Dalam pada itu Amasa terguling mati dalam darahnya di tengah-tengah jalan raya. Ketika orang itu melihat, bahwa seluruh rakyat berdiri menonton, maka disingkirkannya mayat Amasa dari jalan raya ke padang, lalu dihamparkannya kain di atasnya, karena dilihatnya, bahwa setiap orang yang datang ke sana berdiri menonton”.

Yoab membunuh pada masa damai, dan itu sebabnya Daud mengecam dia. Yoab pasti sudah banyak membunuh musuh pada masa perang, dan itu tidak pernah dikecam oleh Daud. Ini menunjukkan bahwa membunuh musuh dalam perang merupakan sesuatu yang diijinkan!

3. Pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati.

Seluruh proses penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, tidak bersalah, asalkan hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan. Jadi, baik polisi yang menangkap, jaksa yang menuntut, saksi yang bersaksi tentang kesalahan orang itu, hakim yang memutuskan hukuman mati, maupun algojo yang melaksanakan hukuman mati itu, semua tidak bersalah. Bahkan menurut saya, mereka bukan hanya tidak bersalah, tetapi sebaliknya, mereka melakukan tindakan yang benar!

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “THAT THIS COMMANDMENT WAS INTENDED, AS SOME SUPPOSE, TO FORBID THE INFLICTION OF CAPITAL PUNISHMENT, IS INCONCEIVABLE” (= bahwa hukum ini dimaksudkan, seperti dianggap oleh sebagian orang, untuk melarang pemberian hukuman mati, merupakan sesuatu yang tidak bisa dimengerti).

Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak kasih, tidak menghargai nyawa manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani, dan juga karena mereka menganggap bahwa orang yang dihukum mati itu tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi semua ini merupakan pandangan yang salah, karena:

a. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati!

Kej 9:6 - “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri”.

Kel 21:15 - “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati”.

Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu”.

Bil 35:31 - “Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh”.

Ulangan 13:5 - “Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.

Roma 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

Wycliffe Bible Commentary: “this command is wrongly quoted in opposition to capital punishment administered by the state. The judicial taking of life in punishment for crime is authorized in Exodus 21, as well as in Romans 13” [= hukum ini (hukum keenam) dikutip secara salah dalam menentang hukuman mati yang dilaksanakan oleh negara. Pengambilan nyawa oleh pengadilan dalam penghukuman untuk kejahatan diberi otoritas dalam Kel 21, maupun dalam Ro 13].

b. Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk itu.

Kis 25:11 - “Jadi, jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan yang setimpal dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka tuduhkan itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang berhak menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada Kaisar!’”.

c. Kalau seorang pembunuh tidak dihukum mati, maka kita tidak menghargai nyawa dari korban pembunuhan tersebut.

John Stott: “Those who campaign for the abolition of the death penalty on the ground that human life (the murderer’s) should not be taken tend to forget the value of the life of the murderer’s victim” [= Mereka yang berkampanye untuk penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan manusia (dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai dari nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh] - ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 83.

d. Orang yang dijatuhi hukuman mati itu bukannya tidak diberi kesempatan untuk bertobat.

Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat / masuk surga.

Supaya saudara tidak menganggap ajaran ini sebagai ‘extrim’ dan datang dari diri saya sendiri, di sini saya akan memberikan komentar beberapa penafsir:

1. Matius 5:38-41 - “(38) Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. (39) Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. (40) Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. (41) Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil”.

Calvin (tentang Mat 5:39): “Though Christ does not permit his people to repel violence by violence, yet he does not forbid them to endeavor to avoid an unjust attack” (= Sekalipun Kristus tidak mengijinkan umatNya untuk melawan kekerasan dengan kekerasan, tetapi Ia tidak melarang mereka untuk berusaha menghindari suatu serangan yang tidak adil).

Barnes’ Notes (tentang Mat 5:38-41): “The general principle which he laid down was, that we are not to resist evil; ... But even this general direction is not to be pressed too strictly. Christ did not intend to teach that we are to see our families murdered, or to be murdered ourselves, rather than to make resistance. The law of nature, and all laws, human and Divine, have justified self-defence, when life is in danger” (= Prinsip umum yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan kejahatan; Tetapi bahkan pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara terlalu ketat. Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus membiarkan keluarga kita atau diri kita dibunuh, dan bukannya melakukan perlawanan. Hukum alam, dan semua hukum, baik hukum manusia maupun hukum ilahi, membenarkan pembelaan diri, pada waktu jiwa ada dalam bahaya) - hal 26.

2. Tentang Matius 5:39 dimana ada kata-kata ‘jangan melawan orang yang berbuat jahat kepadamu’, D. Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan tentang seseorang yang bernama Count Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini secara extrim dengan mengatakan bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, tentara, hakim, maupun pengadilan, karena semua ini berarti ‘melawan kejahatan’, dan itu tidak kristiani.

D. Martyn Lloyd-Jones: “those who base their pacifism upon this paragraph ... are guilty of a kind of heresy” (= mereka yang mendasarkan sikap cinta damai / anti perang pada text ini ... bersalah tentang sejenis kesesatan) - ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 278.

3. Dalam membahas Lukas 6:29 - “Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu”, John Stott membandingkan dua text di bawah ini.

Roma 12:17-21 - “(17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18) Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.
PERKECUALIAN TERHADAP HUKUM JANGAN MEMBUNUH (KELUARAN 20:13)
Roma 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

Dan John Stott lalu berkata sebagai berikut:

“It is better, then, to see the end of Romans 12 and the beginning of Romans 13 as complementary to one another. Members of God’s new community can be both private individuals and state officials. In the former role we are never to take personal revenge or repay evil for evil, but rather bless our persecutors (12:14), serve our enemies (12:20), and seek to overcome evil with good (12:21). In the latter role, however, if we are called by God to serve as police or prison officers or judges, we are God’s agents in the punishments of evildoers. True, ‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in which he executes his judgment on evildoers today is through the state. To ‘leave room for God’s wrath’ (12:19) means to allow the state to be ‘an agent of wrath to bring punishment on the wrongdoer’ (13:4).” [= Maka, adalah lebih baik untuk memandang bagian akhir dari Roma 12 dan bagian awal dari Roma 13 sebagai saling melengkapi. Anggota-anggota dari masyarakat yang baru dari Allah bisa merupakan pribadi maupun pejabat pemerintah. Dalam peranan yang pertama kita tidak pernah boleh membalas dendam atau membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi sebaliknya memberkati penganiaya kita (12:14), melayani musuh kita (12:20), dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (12:21). Tetapi, dalam peranan yang terakhir, jika kita dipanggil oleh Allah untuk melayani sebagai polisi atau pejabat penjara atau hakim, kita adalah agen Allah dalam menghukum pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’ dan ‘murka’ adalah milik Allah, tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk melaksanakan penghakimanNya terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah melalui pemerintah. ‘Memberi tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti mengijinkan pemerintah untuk menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman kepada pelaku kejahatan’ (13:4)] - ‘Involvement’, vol I, hal 127.

Jadi, Lukas 6:29 tidak berarti bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, hakim atau pengadilan. Konsekwensinya, sebagai orang kristen kita boleh melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita ke polisi atau mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak, maka apa gunanya polisi, hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul ke polisi / mengajukannya ke pengadilan dengan tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak melakukan hal itu kepada orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru tindakannya, boleh dilakukan. Yang dilarang oleh ayat ini adalah balas dendam pribadi.


Next Post Previous Post