RENUNGAN 1 TIMOTIUS 1:1-20

Pdt.Budi Asali, M.Div.
RENUNGAN 1 TIMOTIUS 1:20
1Timotius 1:1-2 - “(1) Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita, (2) kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau”.

1) “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita,”.

a) ‘Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah’.

1. Arti dari kata ‘rasul’.

a. Arti umum / mula-mula dari kata ‘rasul’.

Barclay: “Apostle is the Greek word APOSTOLOS, from the verb APOSTELLEIN which means ‘to send out;’ an APOSTOLOS was one who was sent out. As far back as Herodotus it means ‘an envoy,’ ‘an ambassador,’ one who is sent out to represent his country and his king. Paul always regarded himself as the envoy and ambassador of Christ. And, in truth, that is the office of every Christian. It is the first duty of every ambassador to form a liaison between his country to which he is sent and the country from which he has come. He is the connecting link. And the first duty of every Christian is to be a connecting link between his fellow-men and Jesus Christ” (= Rasul adalah kata Yunani APOSTOLOS, dari kata kerja APOSTELLEIN yang berarti ‘mengirim keluar’; seorang APOSTOLOS adalah seseorang yang dikirim keluar. Sudah sejak jaman Herodotus kata itu berarti ‘seorang utusan’, ‘seorang duta’, seseorang yang dikirim keluar untuk mewakili negaranya dan rajanya. Paul selalu menganggap dirinya sendiri sebagai utusan dan duta dari Kristus. Dan, sebenarnya, itu merupakan tugas dari setiap orang Kristen. Merupakan kewajiban pertama dari setiap duta untuk membentuk hubungan antara negara kemana ia dikirim dan negara dari mana ia telah datang. Ia merupakan mata rantai yang menghubungkan. Dan kewajiban pertama dari setiap orang Kristen adalah menjadi mata rantai penghubung antara sesama manusianya dengan Yesus Kristus) - hal 17.

b. Arti luas dari kata ‘rasul’.

Ini menunjuk kepada siapapun yang diutus untuk memberitakan Injil. Dalam arti ini kata ‘rasul’ digunakan untuk banyak orang, seperti Barnabas, Silwanus / Silas dan Timotius [Kis 14:13 1Tes 2:6 (bdk. 1Tesalonika 1:1)].

c. Arti sempit / ketat dari kata ‘rasul’.

Homer A. Kent, Jr.: “In the strictest technical sense which this formal salutation implies, the title refers to those men who were specially chosen by Christ Himself. Thus it applies to the twelve (with the place of Judas taken by Matthias), plus Paul. Those men were called to their mission by Jesus personally. No others were called in exactly the same way” [= Dalam arti tekhnis yang paling ketat, yang ditunjukkan secara implicit oleh salam formil ini, gelar itu menunjuk kepada orang-orang yang secara khusus dipilih oleh Kristus sendiri. Jadi, itu berlaku untuk 12 rasul (dengan tempat dari Yudas diambil oleh Matias), ditambah Paulus. Orang-orang itu dipanggil ke dalam missi mereka oleh Yesus secara pribadi. Tak ada orang-orang lain yang dipanggil dengan cara yang persis sama] - hal 71.

2. Mengapa Paulus perlu menyebutkan di sini bahwa ia adalah rasul?

Calvin mengatakan bahwa kalau Timotius adalah satu-satunya orang yang dituju oleh Paulus dalam surat ini, maka kata-kata ini tidak perlu, karena Timotius pasti percaya kerasulan dari Paulus. Jadi jelas ada orang-orang lain, yang tidak terlalu mempercayai kerasulan dari Paulus, yang dituju oleh Paulus dengan surat ini.

Tetapi ada pandangan yang mengatakan bahwa penyebutan rasul itu juga berguna untuk Timotius sendiri.

William Hendriksen: “Perhaps in order to make it easier for Timothy to carry out the instructions which Paul is about to give him, and also in order to add weight to the words of encouragement contained in this letter, the writer adds to his name the words ‘an apostle of Christ Jesus’. Timothy needs to know that this letter is not just a substitute for a friendly, confidential chat, a tête-à-tête; even though its tone is naturally very cordial, for a friend is indeed writing to a friend. The letter, however, rises above the purely human level. The writer is a friend, to be sure, but also an apostle of Christ Jesus” (= Mungkin supaya mempermudah Timotius untuk melaksanakan instruksi-instruksi yang akan diberikan oleh Paulus kepadanya, dan juga supaya menambah berat pada kata-kata penguatan yang ada dalam surat ini, sang penulis menambahkan pada namanya kata-kata ‘rasul Kristus Yesus’. Timotius perlu tahu bahwa surat ini bukanlah sekedar suatu pengganti untuk obrolan yang bersifat rahasia, suatu pembicaraan di antara 2 orang saja; sekalipun nada surat itu tentu saja sangat ramah, karena seorang sahabat memang sedang menulis kepada seorang sahabat. Tetapi surat itu naik di atas level manusia semata-mata. Sang penulis memang adalah seorang sahabat, tetapi juga seorang rasul dari Kristus Yesus) - hal 49.

John Wesley: “Familiarity is to be set aside where the things of God are concerned” (= Keakraban harus dikesampingkan pada saat menyangkut hal-hal dari Allah).

Penerapan: hati-hati kalau mendengar khotbah Firman Tuhan dari seseorang yang dekat dengan saudara. Dia mungkin adalah keluarga atau teman dekat, tetapi pada saat ia memberitakan Firman Tuhan, saudara harus menyadari bahwa kata-katanya bukan sekedar kata-kata seorang teman / keluarga, tetapi Firman Tuhan.

3. Paulus adalah rasul menurut perintah Allah.

Paulus menambahkan ‘menurut perintah Allah’ untuk meneguhkan kerasulannya, karena tak ada orang yang bisa menjadikan dirinya sendiri rasul, tetapi hanya dia yang ditetapkan oleh Allah saja.

Bdk. 1Kor 1:1 - “Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus, dan dari Sostenes, saudara kita”.

b) ‘Allah, Juruselamat kita’.

1. Latar belakang dari kata ‘Juruselamat’.

Barclay mengatakan bahwa kata ‘Juruselamat’ ini mempunyai latar belakang:

a. Perjanjian Lama.

Bandingkan dengan:

· Ul 32:15 - “Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, - bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun - dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya”.

· Maz 24:5 - “Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia”.

· Lukas 1:46-47 - “(46) Lalu kata Maria: ‘Jiwaku memuliakan Tuhan, (47) dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,”.

Sekalipun ayat ini ada dalam Perjanjian Baru, tetapi sebetulnya masih termasuk jaman Perjanjian Lama, karena Yesus belum mati dan bangkit. Juga kontextnya jelas menunjukkan bahwa yang Maria maksudkan dengan ‘Juruselamat’ adalah Bapa, bukan Yesus.

b. Kafir.

Barclay: “There is a pagan background. It so happened that just at this time the title SOTER, ‘Saviour,’ was much in use. Men had always used it. In the old days the Romans had called Scipio, their great general, ‘our hope and our salvation.’ But at this very time it was the title which the Greeks gave to Aesculapius, the god of healing. And it was one of the titles which Nero, the Roman Emperor, had taken to himself. So in this opening sentence Paul is taking the title which was much on the lips of a seeking and a wistful world and giving it to the only person to whom it belonged by right” [= Di sini ada latar belakang kafir. Pada saat itu gelar SOTER, ‘Juruselamat’ banyak digunakan. Orang-orang selalu menggunakannya. Pada jaman kuno orang-orang Romawi telah menyebut Scipio, jendral mereka yang agung, ‘pengharapan kita dan keselamatan kita’. Tetapi pada saat ini itu adalah gelar yang diberikan oleh orang-orang Yunani kepada Aesculapius, sang dewa penyembuh. Dan itu merupakan salah satu gelar yang diambil oleh Nero, kaisar Romawi, bagi dirinya sendiri. Jadi, dalam kalimat pembukaan ini Paulus mengambil gelar yang banyak terdapat pada bibir dari dunia yang mencari dan rindu, dan memberikannya kepada satu-satunya pribadi yang berhak] - hal 18.

2. Bapa disebut ‘Juruselamat’ dalam Perjanjian Baru.

a. Gelar ‘Juruselamat’ dalam Perjanjian Baru biasanya ditujukan bagi Yesus Kristus, tetapi di sini gelar itu ditujukan kepada Bapa, karena Ialah yang memberikan Yesus Kristus kepada kita.

Calvin: “how comes it that we are saved? It is because the Father loved us in such a manner that he determined to redeem and save us through the Son” (= bagaimana kita diselamatkan? Itu adalah karena Bapa mengasihi kita dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia menentukan untuk menebus dan menyelamatkan kita melalui Anak) - hal 20.

b. Penyebutan Bapa sebagai ‘Juruselamat’ ini merupakan sesuatu yang penting.

Barclay: “We must never forget that Paul called God ‘Saviour.’ It is possible to take a quite wrong idea of the Atonement. Sometimes people speak of it in a way which indicates that something Jesus did pacified the anger of God. The idea they give is that God was bent on our destruction and that somehow his wrath was turned to love by Jesus. Nowhere in the New Testament is there any support for that. ... God is Saviour. We must never think or preach or teach of a God who had to be pacified and persuaded into loving us, for everything begins from his love ” (= Kita tidak pernah boleh melupakan bahwa Paulus menyebut Allah ‘Juruselamat’. Adalah mungkin untuk mengambil suatu pandangan yang betul-betul salah tentang Penebusan. Kadang-kadang orang-orang berbicara tentangnya dengan suatu cara yang menunjukkan bahwa sesuatu yang dilakukan Yesus menenangkan murka Allah. Gagasan yang mereka berikan adalah bahwa Allah cenderung pada penghancuran kita dan bahwa dengan cara tertentu murkaNya dibalikkan menjadi kasih oleh Yesus. Dimanapun dalam Perjanjian Baru tidak ada dukungan untuk pandangan seperti itu. ... Allah adalah Juruselamat. Kita tidak pernah boleh berpikir atau berkhotbah atau mengajar tentang seorang Allah yang harus ditenangkan dan dibujuk sehingga mengasihi kita, karena segala sesuatu mulai dari kasihNya) - hal 18-19.

Ironside: “The death of our Lord Jesus Christ on the cross did not enable God to love men; it was the expression of the love of God toward men” (= Kematian dari Tuhan kita Yesus Kristus pada kayu salib bukanlah yang memampukan Allah untuk mengasihi manusia; itu merupakan pernyataan dari kasih Allah kepada manusia) - hal 11.

Bdk. 1Yoh 4:10 - “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.

c) ‘dan Kristus Yesus’.

Dari kata-kata ini terlihat bahwa pemilihan menjadi rasul, bukan hanya oleh Bapa, tetapi juga oleh Yesus Kristus.

d) ‘da/sar pengharapan kita’.

Kata ‘dasar’ yang saya coret itu seharusnya tidak ada.

Lit: ‘the hope of us’ (= pengharapan kita).

Bdk. Ef 2:11-12 - “(11) Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu - sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, - (12) bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”.

Perhatikan bahwa ‘tanpa Kristus’ sama dengan ‘tanpa pengharapan’!

Kol 1:27 - “Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!”.

Adam Clarke: “‘Jesus Christ, which is our hope.’ Without Jesus, the world was hopeless; the expectation of being saved can only come to mankind by his Gospel. He is called our hope, as he is called our life, our peace, our righteousness, etc., because from him hope, life, peace, righteousness, and all other blessings proceed” (= ‘Yesus Kristus, yang adalah pengharapan kita’. Tanpa Yesus, dunia tak mempunyai pengharapan; pengharapan untuk diselamatkan hanya bisa datang kepada manusia oleh InjilNya. Ia disebut ‘pengharapan kita’, seperti Ia disebut ‘kehidupan kita’, ‘damai kita’, ‘kebenaran kita’, dsb, karena dari Dia pengharapan, kehidupan, damai, kebenaran, dan berkat-berkat lain keluar).

2) “kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman:”.

a) ‘Timotius’.

2Timotius 1:5 - “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu”.

Kis 16:1-3 - “(1) Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani. (2) Timotius ini dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan di Ikonium, (3) dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bahwa bapanya adalah orang Yunani”.

Barclay: “Timothy was the child of a mixed marriage; his mother was a Jewess, and his father a Greek (Acts 16:1). Paul circumcised him. It was not that Paul was a slave of the law, or that he saw in circumcision any special virtue; but he knew well that if Timothy was to work amongst the Jews, there would be an initial prejudice against him if he was uncircumcised, and so he took this step as a practical measure to increase Timothy’s usefulness as an evangelist” [= Timotius adalah anak dari pernikahan campuran; ibunya adalah seorang Yahudi, dan ayahnya seorang Yunani (Kis 16:1). Paulus menyunat dia. Itu bukan karena Paulus adalah budak dari hukum Taurat, atau bahwa ia melihat dalam sunat ada kebajikan khusus apapun; tetapi ia tahu dengan benar bahwa jika Timotius akan bekerja di antara orang-orang Yahudi, maka akan ada prasangka awal terhadapnya jika ia tidak disunat, dan demikianlah ia mengambil langkah ini sebagai suatu tindakan praktis untuk meningkatkan kebergunaan Timotius sebagai seorang Penginjil] - hal 21-22.

Homer A. Kent, Jr.: “circumcision was not performed to make him more acceptable to Christians, but to make him acceptable to Jewish audiences” (= sunat tidak dilakukan untuk membuat dia makin diterima oleh orang-orang kristen, tetapi untuk membuat dia diterima oleh pendengar-pendengar Yahudi) - hal 17.

Bdk. 1Kor 9:19-22 - “(19) Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. (20) Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. (21) Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. (22) Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka”.

b) ‘anakku yang sah’.

NIV: ‘my true son in the faith’ (= anakku yang sejati dalam iman).

NASB: ‘my true child in the faith’ (= anakku yang sejati dalam iman).

Kata ‘ku’ sebetulnya tak ada dalam aslinya, dan ini digunakan oleh banyak penafsir untuk mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Paulus di sini bukanlah bahwa Timotius adalah anaknya, tetapi bahwa Timotius adalah anak Allah.

Tetapi dari banyak ayat lain terlihat dengan jelas bahwa Paulus memang menyebut / menganggap Timotius sebagai anaknya.

· 1Tim 1:18 - “Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni”.

· 2Tim 1:2 - “kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau”.

· 2Tim 2:1 - “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus”.

· 1Kor 4:17 - “Justru itulah sebabnya aku mengirimkan kepadamu Timotius, yang adalah anakku yang kekasih dan yang setia dalam Tuhan. Ia akan memperingatkan kamu akan hidup yang kuturuti dalam Kristus Yesus, seperti yang kuajarkan di mana-mana dalam setiap jemaat”.

Matthew Henry: “He calls Timothy his own son, because he had been an instrument of his conversion, ... Timothy had not been wanting in the duty of a son to Paul, and Paul was not wanting in the care and tenderness of a father to him” (= Ia menyebut Timotius anaknya sendiri, karena ia telah menjadi alat dari pertobatannya, ... Timotius tidak kurang dalam melakukan kewajiban seorang anak kepada Paulus, dan Paulus tidak kurang dalam perhatian dan kelembutan seorang bapa kepadanya).

Bdk. 1Kor 4:15 - “Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu”.

Tetapi bandingkan dengan Mat 23:9 - “Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga”. Bagaimana Paulus berani menyebut dirinya bapa, sementara ada kata-kata Yesus yang seperti ini?

Calvin dan Hendriksen mengatakan bahwa Paulus menyebut dirinya ‘bapa’ dalam arti yang berbeda (arti sekunder).

Calvin: “God, and God alone, strictly speaking, was Timothy’s spiritual Father, but Paul, who was God’s minister in begetting Timothy, lays claim to this title, by what may be called a subordinate right” (= Allah, dan hanya Allah, berbicara secara ketat, adalah Bapa rohani Timotius, tetapi Paulus, yang adalah pelayan Allah dalam memperanakkan Timotius, mengclaim gelar ini, dengan apa yang bisa disebut ‘suatu hak yang lebih rendah’) - hal 21.

William Hendriksen: “Paul was Timothy’s father in a secondary sense only, the apostle functioning as God’s instrument, so that God himself remains the real Father” (= Paulus adalah bapa Timotius hanya dalam arti sekunder, sang rasul berfungsi sebagai alat Allah, sehingga Allah sendiri tetap adalah Bapa yang sejati) - hal 53.

Bandingkan juga dengan penjelasan tentang Mat 23:7-12 di bawah ini,

Mat 23:7-12 - “(7) mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. (8) Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. (9) Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. (10) Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. (11) Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. (12) Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan”.

Perhatikan ay 7: ‘suka dipanggil Rabi’. Sehubungan dengan ini Yesus memberikan ay 8-10: “(8) Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. (9) Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. (10) Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias”.

Dalam menafsirkan ay 8-10 ini, kita harus memperhatikan bahwa:

¨ Paul menyebut dirinya ‘pengajar’ (1Tim 2:7).

¨ jabatan dalam gereja / pimpinan gereja diberikan oleh Tuhan (Ef 4:11).

¨ Tuhanlah yang memberi ‘pengajar’ pada gereja (1Kor 12:28).

¨ Paulus menyebut dirinya ‘bapa rohani’ (1Kor 4:15,17 Fil 2:22 1Tim 1:18 2Tim 1:2 2Tim 2:1).

Karena itu, jelaslah bahwa dalam menafsirkan ay 8-10, kita harus memperhatikan bahwa: “The prohibition must be understood in the spirit and not in the letter” (= Larangan ini harus dimengerti menurut arti yang sebenarnya, dan bukan menurut arti hurufiahnya).

Untuk bisa mengetahui arti yang sebenarnya, maka ada 2 hal yang harus diperhatikan:

1. Arah / penekanan dari kontex (ay 7-12).

Ay 7 jelas menyerang kesombongan, sifat ingin dihor­mati / ditinggikan dsb.

Ay 11-12 jelas juga mengajar kerendahan hati dan melarang peninggian diri sendiri.

Jadi jelas bahwa ay 8-10 terletak dalam kontex (ay 7-12) yang menekankan bahwa kita harus rendah hati, tidak boleh ingin dihormati / meninggikan diri dsb.

2. Penekanan dari ay 8-10 sendiri:

Ay 8 menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya Rabi yang sejati; sedangkan semua orang kristen adalah saudara / setingkat (hanya Yesus yang ada di atas!)

Ay 9 menunjukkan hanya ada 1 Bapa.

Ay 10 menujukkan hanya ada 1 pemimpin yaitu Mesias.

Jadi, penekanan dari ay 8-10 ini adalah: kemuliaan hanya boleh diberikan kepada Allah / Yesus; kita tak boleh mengurangi kemuliaan Allah / Yesus dengan memberikannya kepada manusia.

Kesimpulan: Larangan menyebut Rabi, bapa, pemimpin hanya berlaku kalau:

a. Orang itu ingin disebut demikian untuk meninggikan dirinya.

b. Sebutan itu mengaburkan / mengurangi kemuliaan Allah / Tuhan Yesus.

Calvin (tentang ay 9): “The true meaning therefore is, that the honour of a father is falsely ascribed to men, when it obscures the glory of God” (= Arti sebenarnya adalah, bahwa penghormatan bapa secara salah ditujukan kepada manusia, kalau itu mengaburkan kemuliaan Allah).

c) ‘di dalam iman’.

Adam Clarke: “‘In the faith.’ The word pistis, ‘faith,’ is taken here for the whole of the Christian religion, faith in Christ being its essential characteristic” (= ‘dalam iman’. Kata PISTIS, ‘iman’, digunakan di sini untuk seluruh agama Kristen, karena iman kepada Kristus merupakan cirinya yang hakiki).

3) “kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau”.

a) Kita soroti kata ‘rakhmat’.

Kata ‘rakhmat’ diterjemahkan ‘mercy’ (= belas kasihan) dalam KJV/RSV/NIV/NASB.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Grace’ refers to men’s sins; ‘mercy’ to their misery. God extends His grace to men as guilty; His mercy to them as miserable (Trench)” [= ‘Kasih karunia’ berkenaan dengan dosa-dosa manusia; ‘belas kasihan’ berkenaan dengan kesengsaraan mereka. Allah memberikan kasih karuniaNya kepada manusia sebagai orang-orang yang bersalah; belas kasihanNya kepada mereka sebagai orang-orang yang sengsara (Trench)].

Calvin: “he does not observe the exact order; for he places first what ought to have been last, namely, the ‘grace’ which flows from ‘mercy.’ For the reason why God at first receives us into favour and why he loves us is, that he is merciful” (= ia tidak memperhatikan urut-urutan yang tepat; karena ia menempatkan pada tempat pertama apa yang seharusnya terakhir, yaitu, ‘kasih karunia’ yang mengalir dari ‘belas kasihan’. Karena alasan mengapa Allah mula-mula menerima kita ke dalam kemurahan dan mengapa Ia mengasihi kita adalah, bahwa Ia mempunyai belas kasihan) - hal 21.

William Hendriksen: “The usual way of distinguishing between grace and mercy is to say that grace pardons while mercy commiserates; grace is God’s love toward the guilty, mercy his love toward the wretched or pitiable” (= Cara yang umum untuk membedakan kasih karunia dan belas kasihan adalah dengan mengatakan bahwa kasih karunia mengampuni sedangkan belas kasihan bersimpati; kasih karunia adalah kasih Allah kepada orang-orang yang bersalah, belas kasihan adalah kasihNya kepada orang-orang yang ada dalam keadaan buruk atau menyedihkan) - hal 55.

b) Hubungan kata ‘rakhmat’ / ‘belas kasihan’ ini khusus dengan Timotius.

Matthew Henry: “The benediction is, grace, mercy, and peace, from God our Father. Some have observed that whereas in all the epistles to the churches the apostolical benediction is grace and peace, in these two epistles to Timothy and that to Titus it is grace, mercy, and peace: as if ministers had more need of God’s mercy than other men. Ministers need more grace than others, to discharge their duty faithfully; and they need more mercy than others, to pardon what is amiss in them: and if Timothy, so eminent a minister, must be indebted to the mercy of God, and needed the increase and continuance of it, how much more do we ministers, in these times, who have so little of his excellent spirit!” (= Berkatnya adalah, kasih karunia, belas kasihan, dan damai, dari Allah Bapa kita. Beberapa orang telah mengamati bahwa sementara dalam semua surat-surat kepada gereja-gereja berkat rasuli adalah kasih karunia dan damai, dalam kedua surat kepada Timotius ini, dan juga dalam surat kepada Titus, berkatnya adalah kasih karunia, belas kasihan, dan damai: seakan-akan pendeta-pendeta / pelayan-pelayan mempunyai kebutuhan lebih banyak akan belas kasihan Allah dari pada orang-orang lain. Pelayan-pelayan / pendeta-pendeta membutuhkan lebih banyak kasih karunia dari pada orang-orang lain, untuk melaksanakan kewajiban mereka dengan setia; dan mereka membutuhkan lebih banyak belas kasihan dari pada orang-orang lain, untuk mengampuni apa yang keliru / salah di dalam mereka: dan jika Timotius, seorang pelayan / pendeta yang begitu menonjol, harus berhutang pada belas kasihan Allah, dan membutuhkan penambahan dan kelanjutan dari belas kasihan itu, lebih-lebih kita pelayan-pelayan / pendeta-pendeta, pada jaman ini, yang mempunyai begitu sedikit dari semangatnya yang begitu bagus!).

c) Sumber dari berkat-berkat ini adalah Bapa dan Yesus; dan ini membuktikan keilahian Yesus!

Homer A. Kent, Jr.: “The coupling by Paul of God the Father and Christ Jesus as co-bestowers of these divine blessings is clear indication of Paul’s belief in the full deity of Christ” (= pemasangan / penggandengan Allah Bapa dan Kristus Yesus oleh Paulus sebagai rekan-rekan pemberi berkat-berkat ilahi ini merupakan petunjuk yang jelas tentang kepercayaan Paulus pada keilahian yang penuh dari Kristus) - hal 75.

Pulpit Commentary: “The Source of these blessings. They spring alike from the Father and the Son - a proof of the coequal Godhead of the Son; for they are strictly Divine gifts” (= Sumber dari berkat-berkat ini. Berkat-berkat itu keluar secara sama dari Bapa dan Anak - suatu bukti tentang KeAllahan yang setara dari Anak; karena berkat-berkat itu secara ketat adalah pemberian-pemberian Ilahi) - hal 9.

1Timotius 1:3-4 - “(3) Ketika aku hendak meneruskan perjalananku ke wilayah Makedonia, aku telah mendesak engkau supaya engkau tinggal di Efesus dan menasihatkan orang-orang tertentu, agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain (4) ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman”.

1) “Ketika aku hendak meneruskan perjalananku ke wilayah Makedonia, aku telah mendesak engkau supaya engkau tinggal di Efesus”.

a) Paulus ‘mendesak’ Timotius untuk tinggal di Efesus.

Beberapa penafsir mengatakan bahwa kata ‘mendesak’ merupakan kata yang terlalu kuat. Seharusnya adalah ‘besought’ (= memohon) seperti dalam KJV.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘I besought.’ - a mild word, instead of authoritative command, to Timothy, as a fellow-helper” (= ‘Aku memohon’. - suatu kata yang ringan, dan bukannya suatu perintah yang berotoritas / berwewenang, kepada Timotius, sebagai seorang rekan-penolong).

Matthew Henry: “Though he might assume an authority to command him, yet for love’s sake he chose rather to beseech him” (= Sekalipun ia bisa menggunakan otoritas untuk memerintahnya, tetapi demi kasih ia memilih untuk memohon kepadanya).

Penerapan: ini perlu diingat oleh siapapun yang mempunyai kedudukan / otoritas. Tidak selalu kita harus menggunakan otoritas yang kita miliki, dan tidak selalu penggunaan otoritas merupakan jalan yang terbaik. Kadang-kadang memang harus digunakan, tetapi kadang-kadang cara yang lembut lebih baik.

Amsal 25:15 - “Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang”.

Kalau dalam ayat ini dikatakan bahwa seorang penguasa bisa diyakinkan dengan kesabaran dan oleh kata-kata yang lembut, lebih-lebih lagi seorang bawahan!

b) Mengapa Paulus perlu meminta / mendesak Timotius untuk tinggal di Efesus?

Donald Guthrie (Tyndale): “The apostle’s words suggest that there was some reluctance on Timothy’s part to remain at Ephesus, which was one of the most important of the Asiatic churches, both strategically and culturally. His somewhat timid nature may well have shrunk from so onerous a task” (= Kata-kata sang rasul memberikan kesan bahwa ada keengganan pada Timotius untuk tinggal di Efesus, yang adalah salah satu gereja Asia yang terpenting, baik secara strategis maupun kultural. Sifat dasarnya yang agak takut-takut mungkin telah mengkeret dari tugas yang begitu berat / sukar) - hal 57.

Bdk. 2Tim 1:7 - “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban”.

Penerapan:

1. Kalau saudara adalah orang-orang yang suka takut-takut dalam mengerjakan pekerjaan / pelayanan tertentu, maka saudara harus berusaha memberanikan diri dalam melakukannya. Yang penting saudara yakin bahwa itu adalah kehendak Tuhan untuk saudara. Mungkin saudara membutuhkan orang seperti Paulus, yang mau mendorong saudara untuk melakukan sesuatu yang saudara takuti.

2. Kalau saudara melihat orang yang suka takut-takut, asal saudara yakin bahwa Tuhan menghendaki orang tersebut melakukan sesuatu, maka doronglah orang itu untuk melakukan hal itu. Di Indonesia, dimana mayoritas orang adalah orang yang rendah diri, sangat dibutuhkan orang yang bisa menjadi pendorong!

2) “dan menasihatkan orang-orang tertentu, agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain”.

a) Dalam Kis 20:29-30 Paulus sudah menubuatkan akan munculnya pengajar-pengajar sesat di Efesus.

Kis 20:29-30 - “(29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30) Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka”.

Sekarang terlihat bahwa nubuat itu telah menjadi kenyataan. Bandingkan dengan ‘nubuat-nubuat’ jaman sekarang, yang kebanyakan tidak terjadi.

Bdk. Ul 18:20-22 - “(20) Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi namaKu perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati. (21) Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? - (22) apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya.’”.

b) ‘Orang-orang tertentu’.

Paulus di sini hanya menyebutkan ‘orang-orang tertentu’, dan tidak menyebutkan nama mereka. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh menyebutkan nama pada waktu membicarakan seorang penyesat, karena nanti dalam 1Tim 1:20 dan 2Tim 4:10,14 kita melihat Paulus menyebutkan nama.

1Tim 1:19-20 - “(19) Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka, (20) di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat”.

2Tim 4:9-10,14 - “(9) Berusahalah supaya segera datang kepadaku, (10) karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. ... (14) Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya”.

c) Orang-orang tertentu itu mengajarkan ‘ajaran lain’.

Bdk. 1Tim 6:3-4a - “(3) Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat - yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus - dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, (4a) ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa”.

‘Ajaran lain’ menunjuk pada ajaran yang berbeda dengan ajaran Paulus.

Bdk. Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.

Jangan membayangkan bahwa ‘ajaran lain’ itu mengajarkan untuk membunuh, berzinah, menyembah berhala dan sebagainya. Mungkin sekali sebaliknya, ajaran lain itu mengajar untuk hidup dengan moral yang tinggi, tetapi bagaimanapun, ajaran itu berbeda (secara dasari) dengan ajaran Paulus / Injil. Maka Paulus mengutuk para pengajarnya!

d) Timotius harus menasehati orang-orang tertentu untuk tidak mengajarkan ajaran lain.

William Hendriksen: “the apostle was not interesting in Timothy’s mere staying in Ephesus, but in his remaining there in order to straighten out what was wrong” (= Paulus tidak hanya berminat pada tinggalnya Timotius di Efesus, tetapi pada tinggalnya ia di sana untuk meluruskan apa yang salah) - hal 56.

Donald Guthrie (Tyndale): “Timothy is now reminded that he is himself a man of authority. He has a definite commission to hold the false teachers in check, and it is evident that Paul expects him to take a strong line with them, as is shown by the verb PARANGELLO (charge), a military term which means literally to pass commands from one to the other” [= Timotius sekarang dingatkan bahwa ia sendiri adalah seorang yang mempunyai otoritas. Ia mempunyai suatu tugas tertentu untuk mengendalikan guru-guru palsu, dan adalah jelas bahwa Paulus mengharapkan dia untuk mengambil batasan yang keras terhadap mereka, seperti yang ditunjukkan oleh kata kerja PARANGGELO (= charge / memberi petunjuk), suatu istilah militer yang secara hurufiah berarti ‘menyampaikan perintah dari satu orang ke orang yang lain’] - hal 57.

1Tim 1:3 (KJV): ‘As I besought thee to abide still at Ephesus, when I went into Macedonia, that thou mightest charge some that they teach no other doctrine’ (= Aku memnta engkau untuk tinggal di Efesus, ketika aku pergi ke Makedonia, supaya engkau bisa memberi petunjuk kepada beberapa orang supaya mereka tidak mengajarkan ajaran yang lain).

Matthew Henry: “He must not only see to it that he did not preach any other doctrine, but he must charge others that they might not add any thing of their own to the gospel, or take any thing from it, but that they preach it pure and uncorrupt” (= Ia bukan hanya harus memperhatikan bahwa ia tidak mengkhotbahkan ajaran lain apapun, tetapi ia harus memberi petunjuk kepada orang-orang lain supaya mereka tidak menambah apapun dari diri mereka kepada Injil, atau mengambil apapun darinya, teapi mengkhotbahkan Injil yang murni dan tak rusak / diubah).

Penerapan: jadi adalah salah kalau orang-orang tertentu beranggapan bahwa setiap hamba Tuhan sebaiknya tidak mengurusi hamba-hamba Tuhan / gereja-gereja yang lain. Timotius justru diperintahkan oleh Paulus untuk melakukan hal itu!

William Hendriksen mengatakan (hal 58) bahwa ada orang-orang yang senang dengan apapun yang baru atau berbeda.

Bdk. Kis 17:21 - “Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru”.

Mereka berusaha menentang apapun yang kuno / ketinggalan jaman. Ini terlihat di seminari-seminari, dimana ada banyak orang yang sekalipun belum selesai mempelajari theologia yang kuno dan mapan, mengclaim dengan suara keras suatu ajaran baru tentang mana mereka tidak tahu apapun. Biasanya ajaran yang mereka anggap sebagai ‘baru’ adalah ajaran sesat kuno dengan pakaian baru.

3) “ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman”.

a) ‘Dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya’.

Pulpit Commentary: “What was the particular abuse of genealogies which St. Paul here condemns we have not sufficient historical knowledge to enable us to decide” (= Penyalah-gunaan silsilah yang bagaimana yang Paulus kecam di sini, kami tidak mempunyai pengetahuan sejarah yang cukup yang memampukan kami untuk memutuskan) - hal 2.

Yang jelas kecaman tentang silsilah ini bukan berkenaan dengan pembahasan silsilah dalam Kitab Suci. Apapun yang ada dalam Kitab Suci, tentu boleh dibahas, dan pasti ada gunanya, karena kalau tidak, itu tidak akan diletakkan di dalam Kitab Suci.

John Wesley: “Nor those delivered in scripture, but the long intricate pedigrees whereby they strove to prove their descent from such or such a person” (= Bukan silsilah-silsilah yang diberikan dalam Kitab Suci, tetapi silsilah-silsilah rumit yang panjang dengan mana mereka berusaha membuktikan penurunan mereka dari orang-orang tertentu).

Ada penafsir-penafsir yang menghubungkan ‘dongeng’ dan ‘silsilah’ dengan ajaran sesat saat itu yang namanya Gnosticism, tetapi kebanyakan penafsir lebih setuju untuk menghubungkannya dengan Yudaisme.

Baik kata ‘dongeng’ maupun kata ‘silsilah’ juga muncul dalam surat Titus (Tit 1:14 Tit 3:9), tetapi untuk kata ‘dongeng’ dalam Titus ditambahi dengan kata ‘Yahudi’, dan menurut Donald Guthrie, ini merupakan petunjuk kuat bahwa Paulus memikirkan orang-orang yang sama.

Tit 1:14 - “dan tidak lagi mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan hukum-hukum manusia yang berpaling dari kebenaran”.

Tit 3:9 - “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka”.

Kata ‘dongeng’ dalam ay 4 artinya mungkin juga sama dengan ‘dongeng nenek-nenek tua’ dalam 1Tim 4:7.

1Tim 4:7 - “Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah”.

Calvin: “He applies the term ‘fables,’ in my opinion, not only to contrived falsehoods, but to trifles or fooleries which have no solidity; for it is possible that something which is not false may yet be fabulous. ... Livy employs the word FABULARI, ‘to relate fables,’ as denoting useless and foolish talk. And, undoubtedly, the word Muqoj, (which Paul here employs,) is equivalent to the Greek word fluaria, that is ‘trifles.’” [= Menurut saya, ia menerapkan istilah ‘dongeng’, bukan hanya pada kepalsuan / kesalahan yang diciptakan / ditemukan, tetapi pada hal-hal yang remeh atau bodoh yang tidak mempunyai kepadatan; karena adalah mungkin bahwa sesuatu yang tidak palsu / salah tetap merupakan dongeng. ... Livy menggunakan kata FABULARI, ‘menceritakan dongeng’, sebagai menunjuk pada percakapan yang tak berguna dan bodoh. Dan, tak diragukan, kata Muqoj, (yang digunakan oleh Paulus di sini) adalah sama dengan kata Yunani fluaria, yaitu ‘hal-hal remeh’] - hal 23.

Penerapan: kalau berdasarkan kata-kata Calvin ini maka khotbah-khotbah yang sekalipun tidak sesat / salah, tetapi tak ada isinya, remeh, dsb, juga termasuk dalam hal-hal yang dikecam oleh Paulus di sini.

Ironside: “It is ever the object of the devil to obscure the truth and get Christians occupied with something that will hide the glorious face of the Lord Jesus Christ, and becloud the truth regarding His finished work” (= Selalu merupakan tujuan dari setan untuk mengaburkan kebenaran dan menyibukkan orang-orang kristen dengan sesuatu yang akan menyembunyikan wajah yang mulia dari Tuhan Yesus Kristus, dan menggelapkan kebenaran berkenaan dengan pekerjaanNya yang sudah selesai) - hal 21.

Barnes’ Notes: “The ‘fables’ here referred to were probably the idle and puerile superstitions and conceits of the Jewish rabbies. The word rendered ‘fable’ (muthos) means properly ‘speech’ or ‘discourse,’ and then fable or fiction, or a mystic discourse. Such things abounded among the Greeks as well as the Jews, but it is probable that the latter here are particularly intended. These were composed of frivolous and unfounded stories, which they regarded as of great importance, and which they seem to have desired to incorporate with the teachings of Christianity. Paul, who had been brought up amidst these superstitions, saw at once how they would tend to draw off the mind from the truth, and would corrupt the true religion. One of the most successful arts of the adversary of souls has been to mingle fable with truth; and when he cannot overthrow the truth by direct opposition, to neutralize it by mingling with it much that is false and frivolous” [= ‘Dongeng-dongeng’ yang dibicarakan di sini mungkin adalah takhyul-takhyul yang tak berarti dan bodoh / kekanak-kanakan dan khayalan / pandangan yang berlebihan tentang diri sendiri dari rabi-rabi Yahudi. Kata yang diterjemahkan ‘dongeng’ (MUTHOS) secara tepat berarti ‘ucapan’ atau ‘percakapan / pidato’, dan lalu dongeng atau fiksi, atau suatu percakapan mistik. Hal-hal seperti itu banyak sekali di antara orang-orang Yunani dan Yahudi, tetapi adalah mungkin bahwa yang terakhir yang dimaksudkan secara khusus di sini. Ini terdiri dari cerita-cerita yang remeh / bodoh / tak masuk akal dan tak berdasar, yang mereka anggap sebagai sangat penting, dan yang kelihatannya ingin mereka ingin gabungkan dengan ajaran dari kekristenan. Paulus, yang dibesarkan di tengah-tengah takhyul-takhyul ini, segera melihat bagaimana mereka cenderung untuk mengeluarkan pikiran dari kebenaran, dan akan merusakkan agama yang benar. Salah satu seni yang paling sukses dari musuh jiwa adalah mencampur dongeng dengan kebenaran; dan pada saat ia tidak bisa menggulingkan kebenaran dengan oposisi langsung, ia menetralkannya dengan mencampurnya dengan banyak hal yang palsu / salah dan remeh / bodoh / tak masuk akal].

Ini mungkin memberikan jawaban mengapa bisa ada kasus-kasus seperti:

1. Dr. Paul Yonggi Cho, yang kalau memberitakan Injil, betul-betul memberitakan Injil yang murni dan benar, tetapi begitu masuk ke dalam pengajaran, memberikan pengajaran yang bodoh dan menggelikan, seperti Theologia Kemakmuran, dimensi ke 4 / doa yang harus divisualisasikan / dibayangkan, dsb.

2. Banyak pengkhotbah / pendeta yang sekalipun dalam memberitakan Injil tetap mengkhotbahkan salib Kristus, dan menantang orang-orang untuk percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tetapi lalu menambahkan bahwa yang mau percaya Kristus bisa mendapatkan kesembuhan, mujijat, kekayaan duniawi dan sebagainya.

Albert Barnes mengatakan bahwa ‘silsilah yang tiada putus-putusnya’, dalam bahasa Inggris ‘endless genealogies’ (= silsilah yang tidak ada akhirnya), menunjuk pada ajaran Yahudi. Mereka mencatat dengan teliti silsilah mereka, dan ini perlu supaya perbedaan dari suku-suku mereka bisa dipertahankan. Tetapi setelah berabad-abad, silsilah-silsilah ini menjadi makin banyak, panjang, dan rumit, sehingga bisa dengan benar dikatakan sebagai ‘tidak ada akhirnya’. Tetapi karena Kristus sudah datang, maka perbedaan antara Yahudi dan non Yahudi, mapun perbedaan antar suku-suku dalam kalangan Israel / Yahudi, tidak berguna lagi. Semua perbedaan itu bertentangan dengan kekristenan karena hal itu memelihara kesombongan berkenaan dengan darah dan kelahiran.

Clarke mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mencatat silsilah dengan sangat teliti sampai kelahiran Kristus, dan Matius dan Lukas memasukkannya ke dalam Injil mereka. Jadi sampai pada saat itu semua adalah pasti. Tetapi pada jaman Herodes, ia yang adalah orang Idumea merasa iri hati kepada orang-orang Yahudi, dan karena itu ia membakar semua silsilah dalam Bait Allah, supaya ia tidak lagi bisa direndahkan / dihina karena faktor keturunannya. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi hanya bisa menunjuk kepada silsilah mereka dari ingatan, atau dari sisa-sisa silsilah yang tidak sempurna yang dimiliki pribadi-pribadi tertentu, yang tentu saja merupakan sesuatu yang tidak pasti. Mungkin silsilah inilah yang dikecam oleh Paulus di sini.

Clarke lalu mengatakan bahwa hal ini merupakan argumentasi yang tak terbantah bahwa Mesias sudah datang, karena Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias harus datang dari suku Yehuda dan adalah keturunan Daud. Kalau Mesias datang setelah penghancuran silsilah pada jaman Herodes itu maka tak bisa dibuktikan bahwa Ia adalah keturunan Daud. Untuk menjawab argumentasi ini, orang-orang Yahudi mengatakan bahwa kalau Mesias nanti datang, maka Roh Kudus akan memulihkan silsilah tersebut.

b) ‘Yang hanya menghasilkan persoalan belaka’.

KS Indonesia: ‘persoalan’.

KJV: ‘questions’ (= pertanyaan-pertanyaan).

RSV: ‘speculations’ (= spekulasi-spekulasi).

NASB: ‘speculation’ (= spekulasi).

NIV: ‘controversies’ (= pertentangan-pertentangan).

Pulpit Commentary: “These fables and genealogies address themselves, the apostle says, to the disputations, itching curiosity of men’s minds, not to their faith” (= Dongeng-dongeng dan silsilah-silsilah ini mengarahkan dirinya sendiri, kata sang rasul, pada perselisihan-perselisihan, menggatalkan rasa ingin tahu dari pikiran manusia, bukan pada iman mereka) - hal 2.

Ironside: “Today we still need to beware of systems that do not build up our souls, but instead of that only serve to get Christians occupied with unprofitable questions. There are some people who delight to argue. John Bunyan has said, ‘Some love the meat; some love to pick the bones.’ And you will find people who delight in picking the bones of vital doctrines but get very little nourishment from the truth of God’s Word, because, instead of being occupied with Christ, they are occupied with various side issues” (= Pada masa ini kita tetap perlu untuk waspada terhadap sistim yang tidak membangun jiwa kita, tetapi hanya menyebabkan orang-orang kristen sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bermanfaat. Ada orang-orang yang senang untuk berdebat. John Bunyan telah berkata: ‘Beberapa orang menyukai daging; beberapa orang menyukai untuk mengambil tulang-tulang’. Dan kamu akan mendapatkan orang-orang yang senang mengambil tulang-tulang dari doktrin-doktrin yang penting tetapi mendapatkan sangat sedikit makanan dari kebenaran Firman Allah, karena mereka bukannya disibukkan dengan Kristus, tetapi disibukkan dengan berbagai-bagai persoalan sampingan) - hal 18.

c) ‘dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman’.

KJV: ‘rather than godly edifying which is in faith’ (= bukannya pendidikan yang saleh yang adalah dalam iman).

NASB: ‘rather than furthering the administration of God which is by faith’ (= bukannya memajukan pemerintahan Allah yang adalah oleh iman).

NIV: ‘rather than God’s work - which is by faith’ (= bukannya pekerjaan Allah - yang adalah oleh iman).

KJV mengambil dari manuscript yang berbeda. Clarke mengatakan bahwa yang benar adalah manuscript seperti yang dipakai oleh NASB.

Orang-orang Yahudi sangat mementingkan silsilah karena bagi mereka fakta bahwa mereka adalah keturunan Abraham merupakan dasar keselamatan (bdk. Mat 3:9 Yoh 8:37-41).

· Mat 3:9 - “Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!”.

· Yoh 8:37-41 - “(37) ‘Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firmanKu tidak beroleh tempat di dalam kamu. (38) Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.’ (39) Jawab mereka kepadaNya: ‘Bapa kami ialah Abraham.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. (40) Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. (41) Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.’ Jawab mereka: ‘Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.’”.

Iman kepada Yesus adalah satu-satunya yang menyebabkan mereka bisa diselamatkan, tetapi yang mereka lakukan adalah membicarakan / memikirkan / memperdebatkan silsilah yang tidak ada habis-habisnya. Ini tidak membawa mereka kepada iman kepada Kristus, dan karena itu, tidak menyelamatkan mereka.

Adam Clarke: “Such discussions as these had no tendency to promote piety. Many, no doubt, employed much of that time in inquiring who were their ancestors, which they should have spent in obtaining that grace by which, being born from above, they might have become the sons and daughters of God Almighty” (= Diskusi-diskusi seperti itu tidak mempunyai kecenderungan untuk memajukan kesalehan. Banyak orang, tak diragukan, menggunakan banyak waktu dalam mencari siapa nenek moyang mereka, pada saat mereka seharusnya menghabiskan waktu untuk mendapatkan kasih karunia, oleh mana, dengan dilahirkan dari atas, mereka menjadi anak-anak Allah yang maha kuasa).

Jadi, menghabiskan waktu dengan hal yang tak berguna, bukannya tidak merugikan. Gara-gara hal seperti itu, kita tidak menggunakan waktu untuk hal-hal yang terpenting, sehingga kita tidak mendapatkan hal yang terpenting itu.

1Timotius 1:5-11 - “(5) Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas. (6) Tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam omongan yang sia-sia. (7) Mereka itu hendak menjadi pengajar hukum Taurat tanpa mengerti perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan. (8) Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan, (9) yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, (10) bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat (11) yang berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah dipercayakan kepadaku”.

Ay 5: “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas”.

1) “Tujuan nasihat itu ialah kasih”.

a) ‘nasihat’.

KJV: ‘the commandment’ (= perintah ini).

RSV: ‘our charge’ (= tuntutan / perintah kita).

NIV: ‘this command’ (= perintah ini).

NASB: ‘our instruction’ (= instruksi kita).

Catatan: kata ‘our’ dalam RSV/NASB sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya.

Calvin menganggap (hal 26) bahwa kata ‘nasihat’ / ‘perintah’ di sini menunjuk kepada hukum Taurat, tetapi Homer A. Kent, Jr menganggap (hal 80) bahwa kata ini menunjuk pada permintaan Paulus kepada Timotius untuk menasehati para pengajar sesat dalam ay 3, sama seperti penggunaan kata itu dalam ay 18. Kent menambahkan bahwa kata Yunani PARANGGELIA yang digunakan dalam ay 5 ini tidak pernah digunakan untuk menunjuk kepada hukum Taurat dari Perjanjian Lama.

Kalau kita menerima pandangan Calvin, maka kita bisa mendapatkan bahwa kalau ajaran sesat dari para pengajar sesat dalam ay 3-4 hanya menghasilkan persoalan / pertentangan / pertanyaan, maka hukum Taurat seharusnya menghasilkan kasih.

Sedangkan kalau kita menerima pandangan Kent, maka arti dari bagian ini adalah: tujuan dari pemberian nasehat kepada para pengajar sesat itu adalah kasih.

b) ‘kasih’.

KJV: ‘charity’ (= kasih).

Ironside: “Our old English word ‘charity’ really means ‘love.’” (= Kata Inggris kuno ‘charity’ sesungguhnya berarti ‘kasih’) - hal 20.

Catatan: kalau kita melihat kata ‘charity’ dalam kamus Inggris - Indonesia, maka di sana diterjemahkan sebagai ‘amal’, ‘derma’, ‘kemurahan hati’.

Bdk. Ro 13:10 - “Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat”.

Tetapi Kent mengatakan: “the law did not produce this love. This passage does not teach that the Christian loves as a result of keeping the law, but quite the reverse. The believer’s love is the product of his life in Christ, of grace and no law. But by this love he has carried out God’s will. Thus there does not seem to be any compelling reason for making the ‘charge’ of 1Timothy 1:5 the Mosaic Law” (= hukum Taurat tidak menghasilkan kasih ini. Text ini tidak mengajar bahwa orang Kristen mengasihi sebagai hasil / akibat dari pemeliharaan terhadap hukum Taurat, tetapi sebaliknya. Kasih dari orang percaya adalah hasil / akibat dari kehidupannya yang ada dalam Kristus, dari kasih karunia dan bukan dari hukum Taurat. Tetapi oleh kasih ini ia telah melaksanakan kehendak Allah. Karena itu tidak kelihatan adanya alasan yang mendesak untuk membuat kata ‘charge’ / ‘nasehat’ / ‘perintah’ dalam 1Tim 1:5 sebagai hukum Taurat Musa) - hal 80.

2) “yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas”.

‘hati yang suci’ seharusnya adalah ‘hati yang murni’; sedangkan ‘hati nurani yang murni’ seharusnya adalah ‘hati nurani yang baik’.

Bagaimana mendapatkan hati yang murni?

Bdk. Kis 15:9 - “dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman”.

NIV: ‘he purified their hearts by faith’ (= ia memurnikan hati mereka oleh iman).

Matthew Henry: “... love, love out of a pure heart, a heart purified by faith, purified from corrupt affections. In order to the keeping up of holy love our hearts must be cleansed from all sinful love; our love must arise out of a good conscience, kept without offence” (= ... kasih, kasih yang keluar dari hati yang murni, hati yang dimurnikan oleh iman, dimurnikan dari kasih yang jahat / rusak. Untuk memelihara kasih yang suci, hati kita harus dibersihkan dari semua kasih yang berdosa; kasih kita harus timbul dari hati nurani yang baik, dipelihara tanpa pelanggaran / kejahatan).

Bdk. Amsal 4:23 - “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”.

Adam Clarke: “‘Of faith unfeigned.’ Pisteoos anupokritou. ‘A faith not hypocritical.’ The apostle appears to allude to the Judaizing teachers, who pretended faith in the Gospel, merely that they might have the greater opportunity to bring back to the Mosaic system those who had embraced the doctrine of Christ crucified. This is evident from the following verse” (= ‘Dari iman yang tidak pura-pura’. Pisteoos anupokritou. ‘Iman yang tidak munafik’. Sang rasul kelihatannya menyinggung guru-guru agama Yahudi, yang berpura-pura beriman pada Injil, semata-mata supaya mereka bisa mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk membawa kembali kepada sistim Musa, mereka yang telah memeluk ajaran / doktrin tentang Kristus yang tersalib. Ini jelas dari ayat selanjutnya).

Pulpit Commentary: “Each of these phrases, ‘a pure heart’ and ‘a good conscience’ and ‘faith unfeigned,’ seems to rebuke by contrast the merely ‘ceremonial cleanness’ and the ‘defiled conscience’ and the merely ‘nominal Christianity’ of these heretical Judaizers” (= Setiap ungkapan ini, ‘hati yang murni’ dan ‘hati nurani yang baik’ dan ‘iman yang tidak dibuat-buat / pura-pura’, kelihatannya memarahi kebalikannya yaitu semata-mata ‘kebersihan karena upacara’ dan ‘hati nurani yang kotor’ dan semata-mata ‘kekristenan yang hanya namanya saja’ dari pemeluk-pemeluk agama Yahudi yang sesat ini) - hal 3.

Ay 6: “Tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam omongan yang sia-sia”.

1) “Tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu”.

Kata ‘tujuan’ ini seharusnya tidak ada.

KJV: ‘From which some having swerved have turned aside unto vain jangling’ (= Dari mana sebagian orang setelah melenceng, telah menyimpang kepada percakapan yang sia-sia).

NASB: ‘For some men, straying from these things, have turned aside to fruitless discussion’ (= Karena sebagian orang, tersesat dari hal-hal ini, telah menyimpang kepada diskusi yang tak berbuah).

Yang dimaksud dengan ‘these things’ (= hal-hal ini) dalam NASB adalah ‘hati yang suci / murni’, ‘hati nurani yang murni / baik’ dan ‘iman yang tulus ikhlas / tidak pura-pura’ yang baru dibicarakan dalam ay 5 di atas.

2) “dan yang sesat dalam omongan yang sia-sia”.

Matthew Henry: “Jangling, especially in religion, is vain; it is unprofitable and useless as to all that is good, and it is very pernicious and hurtful: and yet many people’s religion consists of little else but vain jangling” (= Mengoceh, khususnya dalam agama, adalah sia-sia; itu tidak bermanfaat dan tidak berguna berkenaan dengan apa yang baik, dan itu adalah jahat / merusak dan merugikan: tetapi banyak agama yang terdiri tidak lain dari ocehan yang sia-sia).

Calvin: “It is, indeed, possible that useless trifles may be regarded by many persons with admiration; but the statement of Paul remains unshaken, that everything that does not edify in godliness is Mataiologia (MATAIOLOGIA), ‘idle talking.’ We ought, therefore, to take the greatest possible care not to seek anything in the holy and sacred word of God but solid edification, lest otherwise he inflict on us severe punishment for abusing it” [= Memang adalah mungkin bahwa hal-hal remeh yang tak berguna dipandang oleh banyak orang dengan kekaguman; tetapi pernyataan dari Paulus tetap tak tergoncangkan, bahwa segala sesuatu yang tidak mendidik dalam kesalehan adalah Mataiologia (MATAIOLOGIA), ‘percakapan yang sia-sia’. Karena itu, kita harus sangat berhati-hati untuk tidak mencari apapun dalam firman yang kudus dan keramat dari Allah, kecuali pendidikan yang padat, supaya jangan Ia memberikan kepada kita hukuman yang berat karena menyalah-gunakannya] - hal 28.

Ay 7: “Mereka itu hendak menjadi pengajar hukum Taurat tanpa mengerti perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan”.

1) “Mereka itu hendak menjadi pengajar hukum Taurat”.

Kata ‘law’ (= hukum) dalam ay 7 menunjuk kepada hukum Taurat Yahudi, yang mereka gunakan sebagai jalan keselamatan (salvation by works).

Bdk. Tit 1:13-14 - “(13) Kesaksian itu benar. Karena itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat dalam iman, (14) dan tidak lagi mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan hukum-hukum manusia yang berpaling dari kebenaran”.

2) “tanpa mengerti perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan”. Bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan.

NIV: ‘or what they so confidently affirm’ (= atau apa yang mereka tegaskan dengan begitu yakin).

Homer A. Kent, Jr.: “Those teachers showed their ignorance by trying to mix law and grace. Yet those men strongly affirmed their doctrine. Men often yell loudest about that of which they know least” (= Guru-guru itu menunjukkan ketidak-tahuan / kebodohan mereka dengan mencoba untuk mencampur hukum Taurat dan kasih karunia. Tetapi orang-orang ini menegaskan dengan kuat ajaran mereka. Orang-orang sering berteriak paling keras tentang sesuatu yang mereka tahu paling sedikit) - hal 76.

Ironside: “These self-appointed teachers had no knowledge of that which they professed to proclaim. They displayed their own ignorance as they sought to add law to grace. This very fact proved that they did not know what they were talking about, because law and grace will no more mix than will water and oil; they are two altogether different principles. The law says, ‘Be good, and I will bless you;’ grace says, ‘I have blessed you; now be good.’ They are opposites. The law says, ‘Do this, and thou shalt live;’ grace says, ‘Believe this and thou shalt live.’ Law demands; grace feely bestows” (= Guru-guru yang mengangkat dirinya sendiri ini tidak mempunyai pengetahuan tentang apa yang mereka nyatakan. Mereka memamerkan ketidak-tahuan / kebodohan mereka sendiri pada waktu mereka mencoba untuk menambahkan hukum Taurat kepada kasih karunia. Fakta ini membuktikan bahwa mereka tidak mengerti apa yang mereka katakan / bicarakan, karena hukum Taurat dan kasih karunia tidak akan bercampur seperti air dan minyak; itu adalah dua prinsip yang sama sekali berbeda. Hukum Taurat berkata: ‘Jadilah baik, dan aku akan memberkatimu’; kasih karunia berkata: ‘Aku telah memberkatimu; sekarang jadilah baik’. Keduanya bertentangan. Hukum Taurat berkata: ‘Lakukanlah ini, dan engkau akan hidup’; kasih karunia berkata: ‘Percayalah ini dan engkau akan hidup’. Hukum Taurat menuntut; kasih karunia memberi dengan cuma-cuma) - hal 21-22.

Bandingkan dengan:

· Ro 6:14-15 - “(14) Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. (15) Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!”.

· Ro 11:6 - “Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia”.

Kedua text di atas ini menunjukkan bahwa hukum Taurat bertentangan dengan kasih karunia.

Adam Clarke: “‘Understanding neither what they say.’ This is evident from almost all the Jewish comments which yet remain. Things are asserted which are either false or dubious; words, the import of which they did not understand, were brought to illustrate them: so that it may be said, They understand not what they say, nor whereof they affirm. I will give one instance from the Jerusalem Targum, on Gen. 1:15: And God made two great lights, and they were equal in splendour twenty-one years, the six hundred and seventy-second part of an hour excepted: and afterwards the moon brought a false accusation against the sun, and therefore she was lessened; and God made the sun the greater light to superintend the day, etc. I could produce a thousand of a similar complexion” (= ‘Tanpa mengerti perkataan mereka sendiri’. Ini nyata dari hampir semua komentar Yahudi yang masih tersisa. Hal-hal yang mereka tegaskan adalah salah atau meragukan; kata-kata, yang maknanya tidak mereka mengerti, dibawa untuk menjelaskan mereka; sehingga bisa dikatakan mereka tidak mengerti apa yang mereka katakan maupun yang mereka tegaskan. Saya akan memberi satu contoh dari Targum Yerusalem, tentang Kej 1:15: Dan Allah membuat 2 benda penerang yang besar, dan mereka sama semaraknya selama 21 tahun, kecuali 1/672 jam: dan setelah itu bulan membawa tuduhan palsu tentang matahari, dan karena itu ia dikurangi / diperkecil; dan Allah membuat matahari menjadi benda penerang yang lebih besar untuk menguasai siang, dsb. Saya bisa memberikan 1000 keruwetan yang serupa).

Matthew Henry: “it is too common for men to intrude into the office of the ministry when they are very ignorant of those things about which they are to speak: they understand neither what they say nor whereof they affirm; and by such learned ignorance, no doubt, they edify their hearers very much!” (= merupakan sesuatu yang terlalu umum bagi orang-orang untuk masuk tanpa diminta ke dalam jabatan pelayanan pada saat mereka sangat tidak tahu / bodoh tentang hal-hal yang mereka bicarakan: mereka tidak mengerti tentang apa yang mereka katakan atau tegaskan; dan dari kebodohan seperti itu, tak diragukan, mereka sangat mendidik para pendengar mereka!).

Memang, jaman dulu maupun sekarang, ada banyak orang seperti ini, yaitu orang-orang yang masuk ke dalam pelayanan Firman Tuhan tanpa mengerti Firman Tuhan itu.

Bdk. Mat 15:12-14 - “(12) Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau tahu bahwa perkataanMu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?’ (13) Jawab Yesus: ‘Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh BapaKu yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. (14) Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.’”.

Ay 8-11: “(8) Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan, (9) yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, (10) bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat (11) yang berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah dipercayakan kepadaku”.

1) “Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan” (ay 8).

Kata-kata dalam ay 8a: ‘Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik’ mungkin menunjukkan bahwa Paulus dituduh telah meremehkan / mengabaikan / menghapuskan hukum Taurat. Memang kalau seseorang mengajarkan keselamatan karena iman saja, bisa saja orang-orang yang kurang mengerti ajaran tersebut lalu menilai bahwa orang itu telah meremehkan / mengabaikan / menghapuskan hukum Taurat. Dengan kata-kata dalam ay 8a ini, maka Paulus menolak tuduhan itu. Ia mengatakan ‘hukum Taurat itu baik’, tetapi ia juga menambahkan ay 8b: ‘kalau tepat digunakan’.

Bdk. Ro 7:12 - “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik”.

Matthew Henry: “The use of the law (v. 8): The law is good, if a man use it lawfully. The Jews used it unlawfully, as an engine to divide the church, a cover to the malicious opposition they made to the gospel of Christ; they set it up for justification, and so used it unlawfully. We must not therefore think to set it aside, but use it lawfully, for the restraint of sin. The abuse which some have made of the law does not take away the use of it; but, when a divine appointment has been abused, call it back to its right use and take away the abuses, for the law is still very useful as a rule of life; though we are not under it as under a covenant of works, yet it is good to teach us what is sin and what is duty” [= Penggunaan hukum Taurat (ay 8): Hukum Taurat itu baik, jika seseorang menggunakannya dengan benar / sah. Orang-orang Yahudi menggunakannya secara salah / tak sah, sebagai suatu mesin untuk membagi gereja, suatu penutup bagi permusuhan yang jahat yang mereka buat terhadap injil Kristus; mereka mendirikan hukum Taurat itu untuk pembenaran, dan dengan demikian menggunakannya secara salah / tak sah. Karena itu, kita tidak boleh berpikir untuk menyingkirkannya, tetapi menggunakannya dengan benar / sah, untuk pengekangan dosa. Penyalah-gunaan yang telah dibuat oleh sebagian orang tentang hukum Taurat tidak menarik / membuang penggunaannya; tetapi pada saat suatu penetapan ilahi telah disalah-gunakan, kembalikan itu pada penggunaannya yang benar dan tarik penyalah-gunaannya, karena hukum Taurat tetap sangat berguna untuk suatu peraturan kehidupan; sekalipun kita tidak berada di bawahnya seperti di bawah suatu perjanjian perbuatan baik, tetapi adalah baik untuk mengajar kita apa dosa itu dan apa kewajiban itu.].

William Hendriksen menerapkan hal ini pada khotbah.

William Hendriksen: “Thus one might also say that preaching is an excellent thing, but surely not all preaching. It is an excellent thing on the supposition that one knows how to preach!” (= Dengan cara yang sama seseorang juga bisa berkata bahwa khotbah adalah sesuatu yang sangat bagus, tetapi jelas bukan semua khotbah. Itu merupakan sesuatu yang sangat bagus kalau seseorang tahu bagaimana berkhotbah!) - hal 64.

Ini juga berlaku untuk pelayanan-pelayanan yang lain, seperti mengajar Sekolah Minggu, ikut paduan suara, dan sebagainya.

2) “(9) yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, (10) bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat” (ay 9-10).

Tentang kata-kata Paulus di sini, bahwa hukum Taurat bukanlah untuk orang benar, tetapi untuk orang berdosa, ada bermacam-macam penafsiran:

Jamieson, Fausset & Brown: “Alford goes too far in saying the righteous man does ‘not morally need the law.’ Doubtless, in proportion as he is led by the Spirit, the justified man needs not the outward rule (Rom. 6:14; Gal. 5:18,23). But as he often gives not himself up wholly to the inward Spirit, he morally needs the outward law to show him his sin and God’s requirements. The reason why the ten commandments have no power to condemn the Christian is not that they have no authority over him, but because Christ has fulfilled them as our surety (Rom. 10:4)” [= Alford berjalan terlalu jauh dengan mengatakan bahwa orang benar ‘secara moral tidak membutuhkan hukum Taurat’. Tak diragukan, selama ia dipimpin Roh, orang yang dibenarkan tidak membutuhkan hukum lahiriah (Ro 6:14; Gal 5:18,23). Tetapi karena ia sering tidak memberikan dirinya sepenuhnya kepada Roh yang ada di dalam, ia secara moral membutuhkan hukum lahiriah untuk menunjukkan dosanya dan tuntutan-tuntutan Allah kepadanya. Alasan mengapa 10 hukum Tuhan tidak mempunyai kuasa untuk mengecam / menghukum orang Kristen bukanlah karena 10 Hukum Tuhan itu tidak mempunyai otoritas atas dia, tetapi karena Kristus telah memenuhi 10 hukum Tuhan itu sebagai penanggung kita (Ro 10:4)].

Ro 10:4 - “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya”.

KJV: ‘For Christ is the end of the law for righteousness to every one that believeth’ (= Karena Kristus adalah tujuan dari hukum Taurat untuk kebenaran bagi setiap orang yang percaya).

Matthew Henry: “It is not made for a righteous man, that is, it is not made for those who observe it; for, if we could keep the law, righteousness would be by the law (Gal. 3:21): but it is made for wicked persons, to restrain them, to check them, and to put a stop to vice and profaneness. It is the grace of God that changes men’s hearts; but the terrors of the law may be of use to tie their hands and restrain their tongues. A righteous man does not want those restraints which are necessary for the wicked; or at least the law is not made primarily and principally for the righteous, but for sinners of all sorts, whether in a greater or less measure, v. 9, 10” [= Hukum Taurat tidak dibuat untuk orang yang benar, artinya, itu tidak dibuat untuk mereka yang mentaatinya; karena jika kita bisa memelihara hukum Taurat, kebenaran akan terjadi oleh hukum Taurat (Gal 3:21): tetapi itu dibuat untuk orang-orang jahat, untuk mengekang mereka, untuk memeriksa mereka, dan untuk menghentikan perbuatan jahat dan kecemaran / keduniawian. Adalah kasih karunia Allah yang mengubah hati manusia; tetapi ketakutan dari hukum Taurat bisa berguna untuk mengikat tangan mereka dan mengekang lidah mereka. Orang yang benar tidak membutuhkan pengekangan itu, yang adalah perlu untuk orang jahat; atau sedikitnya hukum Taurat tidak dibuat terutama untuk orang benar, tetapi untuk orang-orang berdosa dari segala jenis, dalam takaran yang lebih besar atau lebih kecil, ay 9,10].

Bdk. Gal 3:21 - “Kalau demikian, bertentangankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Sekali-kali tidak. Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat”.

Adam Clarke: “he does not say that the law was not MADE for a righteous man, but ou keitai, it does not LIE against a righteous man; because he does not transgress it: but it lies against the wicked; for such as the apostle mentions have broken it, and grievously too, and are condemned by it. The word keitai, ‘lies,’ refers to the custom of writing laws on boards, and hanging them up in public places within reach of every man, that they might be read by all; thus all would see against whom the law lay” (= ia tidak mengatakan bahwa hukum Taurat tidak DIBUAT untuk orang yang benar, tetapi OU KEITAI, itu tidak TERLETAK terhadap / menentang orang benar; karena ia tidak melanggarnya: tetapi itu terletak terhadap / menentang orang jahat; untuk orang-orang yang dikatakan oleh sang rasul telah melanggarnya, dan laginya melanggarnya dengan menyedihkan, dan dikecam / dikutuk olehnya. Kata KEITAI, ‘terletak’ menunjuk pada kebiasaan menuliskan hukum-hukum pada papan-papan, dan menggantungnya di tempat-tempat umum yang ada dalam jangkauan setiap orang, supaya mereka bisa dibaca oleh semua orang; maka semua orang akan melihat hukum itu terletak terhadap / menentang siapa).

Barclay (tentang 1Tim 1:8-11): “This passage begins with what was a favourite thought in the ancient world. The place of the law is to deal with evildoers. The good do not need any law to control their actions or to threaten them with punishments; and, in a world where everyone was good, there would be no need for laws at all.” [= Text ini mulai dengan apa yang merupakan pemikiran favorit dalam dunia kuno. Posisi dari hukum (Taurat) adalah menangani pembuat-pembuat kejahatan. Orang baik tidak membutuhkan hukum apapun untuk mengontrol tindakan-tindakan mereka atau untuk mengancam mereka dengan hukuman-hukuman; dan, dalam suatu dunia dimana setiap orang adalah baik, di sana tidak dibutuhkan hukum-hukum sama sekali.] - hal 35.

William Hendriksen (tentang 1Tim 1:9a): “That was the very point which these false teachers in Ephesus were forgetting. The reason why they wasted their time on all kinds of fanciful tales regarding ancestors was that they had never learned to know themselves as sinners before God. They were ‘puffed up,’ arrogant, boastful, haughty, self-righteous ... these people considered themselves to be good by nature, not bad. They were ‘righteous’ in their own eyes, just like the Pharisees, with reference to whom Jesus said, ‘I came not to call the righteous but sinners’ (Matt. 9:13; and cf. Luke 15:7 and 18:9). ... Now it stands to reason that for ‘a righteous’ man law - any law, to be sure (that is, any law touching morals), but here with special reference to the Mosaic law - has not been enacted. If I am so good that I just naturally keep the law, then I do not need the law (whether it be a traffic law or the law of the ten commandments). One of the main purposes of the Mosaic law was to bring sinners to the point where they would feel utterly crushed under the load of their sins. But granted, for the sake of argument, that these Ephesian would-be leaders and those who cluster around them, are what, according to Paul’s description, they consider themselves to be; granted that they are in themselves good and righteous, then surely law is wasted on them. How can it be a bridle (Mark 10:20; Ps. 19:13) for those who feel that they need no restraint? How can it be a dirt-revealing mirror (source of the knowledge of sin, Rom. 3:20; then Gal. 3:24) for those who think that they show no filthy specks that must be washed away? How can it be a guide (Ps. 119:105; 19:7, 8; cf. Rom. 7:22) to point out avenues of gratitude for deliverance from sin, for those who in their pride and arrogance (of which Paul speaks again and again) are convinced that they have not lost the way?” [= Itu adalah pokok yang dilupakan oleh guru-guru palsu di Efesus. Alasan mengapa mereka membuang waktu mereka pada semua jenis dongeng khayalan berkenaan nenek moyang adalah bahwa mereka tidak pernah belajar untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai orang-orang berdosa di hadapan Allah. Mereka ‘menggelembung’, arogan, sombong, pongah, merasa diri sendiri benar ... orang-orang ini menganggap diri mereka sendiri sebagai baik secara alamiah, bukan buruk / jahat. Mereka adalah ‘benar’ di mata mereka sendiri, sama seperti orang-orang Farisi, berkenaan dengan siapa Yesus berkata, ‘Aku datang bukan untuk memanggil orang benar tetapi orang-orang berdosa’ (Mat 9:13; dan bdk. Luk 15:7 dan 18:9). ... Sudah semestinya bahwa untuk ‘seorang benar’ hukum Taurat - hukum apapun, sudah tentu (yaitu, hukum apapun yang menyentuh moral), tetapi di sini dengan hubungan khusus dengan hukum Taurat Musa - tidaklah ditegakkan. Jika aku begitu baik sehingga aku secara alamiah mentaati hukum, maka aku tidak membutuhkan hukum (apakah itu hukum lalu lintas atau hukum dari 10 hukum Tuhan). Salah satu tujuan utama dari hukum Taurat Musa adalah untuk membawa orang-orang berdosa kepada titik dimana mereka merasa dihancurkan sama sekali di bawah beban dari dosa-dosa mereka. Tetapi anggaplah benar, demi argumentasi, bahwa calon-calon pemimpin Efesus ini dan mereka yang berkumpul di sekitar mereka, sesuai dengan penggambaran Paulus, adalah sebagaimana mereka menganggap diri mereka sendiri; anggaplah benar bahwa mereka adalah dalam diri mereka sendiri baik dan benar, maka pasti hukum Taurat terbuang sia-sia bagi mereka. Bagaimana itu bisa menjadi kekang (Mark 10:20; Maz 19:14) bagi mereka yang merasa bahwa mereka tidak membutuhkan kekang? Bagaimana itu bisa menjadi suatu cermin yang menyatakan kotoran (sumber dari pengenalan akan dosa, Ro 3:20; lalu Gal 3:24) bagi mereka yang berpikir bahwa mereka tak menunjukkan noda / bintik kotor yang harus dicuci / dibersihkan? Bagaimana itu bisa menjadi pembimbing (Maz 119:105; 19:8,9; bdk. Ro 7:22) untuk menunjukkan jalan dari rasa terima kasih untuk pembebasan dari dosa, bagi mereka yang dalam kesombongan dan kearoganan mereka (tentang mana Paulus berbicara berulang-ulang) yakin bahwa mereka tidak sesat?] - hal 64,65,66.

Daftar orang-orang brengsek dalam ay 9-10:

a) Orang durhaka (KJV: lawless) - artinya orang yang tak punya hukum, seorang pelangar hukum, seseorang yang hidup sesukanya seakan-akan tak ada hukum.

b) Orang lalim (KJV: disobedient) - orang yang tak mau tunduk.

c) Orang fasik (KJV: ungodly) - orang yang tak beragama, yang tak menghormati / menyembah Allah.

d) Orang berdosa (KJV: sinners) - ini menunjuk kepada orang-orang berdosa secara umum.

e) Orang duniawi (KJV: unholy) - ini adalah orang yang mengabaikan kewajiban kepada Allah dan manusia.

f) Orang tak beragama (KJV: profane) - ini menunjuk kepada orang yang tak menghormati Allah, orang yang suka mengejek orang-orang yang percaya, orang yang jijik terhadap agama.

g) Pembunuh bapa dan pembunuh ibu. Bdk. Kel 21:15 - “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati”.

h) Pembunuh pada umumnya (KJV: manslayers).

i) Orang cabul (KJV: whoremongers).

j) Pemburit (KJV: For them that defile themselves with mankind) - ini diartikan sebagai orang yang melakukan Sodomi.

k) Penculik (KJV: menstealers) - penculik orang / anak untuk dijadikan budak.

l) Pendusta (KJV: liars).

m) Orang makan sumpah (KJV: perjured persons) - orang yang bersumpah palsu.

3) “yang berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah dipercayakan kepadaku” (ay 11).

Bagian yang saya garis-bawahi ini salah terjemahannya. Di sini kelihatannya kata ‘mulia’ ditujukan kepada Allah, padahal seharusnya kata itu ditujukan kepada Injil. Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.

KJV: ‘According to the glorious gospel of the blessed God’ (= Sesuai dengan injil yang mulia dari Allah yang terpuji / berbahagia).

Donald Guthrie (Tyndale): “Except here and 6:15 nowhere in the Bible is MAKARIOS (blessed) applied to ‘God,’ ... It describes God not as the object of blessing, but as experiencing within Himself the perfection of bliss” [= Kecuali di sini dan 6:15, tidak ada dimanapun dalam Alkitab dimana kata MAKARIOS (diberkatilah) diterapkan kepada ‘Allah’, ... Itu menggambarkan Allah bukan sebagai obyek dari berkat, tetapi sebagai mengalami dalam diriNya sendiri kesempurnaan dari kebahagiaan] - hal 62.

Adam Clarke: “Sin has dishonoured God, and robbed him of his glory; the Gospel provides for the total destruction of sin, even in this world, and thus brings back to God his glory” (= Dosa telah tidak menghormati Allah, dan merampok Dia dari kemuliaanNya; Injil memberikan persediaan untuk kehancuran total dari dosa, bahkan dalam dunia ini, dan dengan demikian membawa kembali kepada Allah kemuliaanNya).

Matthew Henry: “To call the gospel the glorious gospel, for so it is: much of the glory of God appears in the works of creation and providence, but much more in the gospel, where it shines in the face of Jesus Christ. Paul reckoned it a great honour put upon him, and a great favour done him, that this glorious gospel was committed to his trust; that is, the preaching of it, for the framing of it is not committed to any man or company of men in the world. The settling of the terms of salvation in the gospel of Christ is God’s own work; but the publishing of it to the world is committed to the apostles and ministers. ... Lord, what a trust is committed to us! How much grace do we want, to be found faithful in this great trust!” (= Menyebut injil sebagai ‘injil yang mulia’, karena demikianlah adanya: banyak dari kemuliaan Allah terlihat dalam pekerjaan dari penciptaan dan providensia, tetapi lebih lagi dalam injil, dimana itu bersinar di wajah dari Yesus Kristus. Paulus menganggapnya sebagai suatu kehormatan yang besar yang diberikan kepadanya, dan suatu kebaikan yang besar dilakukan kepadanya, bahwa injil yang mulia ini dipercayakan kepadanya; yaitu, pemberitaannya, karena penyusunannya tidak diberikan kepada orang atau kumpulan orang manapun di dunia ini. Ketetapan dari syarat-syarat keselamatan dalam injil dari Kristus adalah pekerjaan Allah sendiri; tetapi pengumumannya kepada dunia diberikan kepada rasul-rasul dan pelayan-pelayan. ... Tuhan, alangkah besarnya kepercayaan yang diberikan kepada kami! Betapa banyak kasih karunia yang kami butuhkan, untuk bisa didapati setia dalam kepercayaan yang besar ini!).

1Timotius 1:12-13 - “(13) Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku - (14) aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman”.

Ay 12: “Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku”.

1) Kata-kata Paulus dalam ay 12 ini menunjukkan bahwa Yesus Kristuslah yang telah meletakkan dirinya di dalam pelayanan, dan Paulus bersyukur untuk hal itu.

a) Kristuslah yang meletakkan seseorang di dalam pelayanan.

Matthew Henry: “It is Christ’s work to put men into the ministry, Acts 26:16-17. God condemned the false prophets among the Jews in these words, I have not sent these prophets, yet they ran: I have not spoken to them, yet they prophesied, Jer. 23:21. Ministers, properly speaking, cannot make themselves ministers; for it is Christ’s work, as king and head, prophet and teacher, of his church. ... Those whom he puts into the ministry he fits for it; whom he calls he qualifies. Those ministers who are no way fit for their work, nor have ability for it, are not of Christ’s putting into the ministry, though there are different qualifications as to gifts and graces” (= Merupakan pekerjaan Kristus untuk meletakkan orang-orang ke dalam pelayanan, Kis 26:16-17. Allah mengecam nabi-nabi palsu di antara orang-orang Yahudi dengan kata-kata ini, ‘Aku tidak mengutus nabi-nabi ini, namun mereka berlari: Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat’, Yer 23:21. Pelayan-pelayan / pendeta-pendeta, sebenarnya tidak bisa membuat diri mereka sendiri sebagai pelayan / pendeta, karena itu adalah pekerjaan Kristus, sebagai Raja dan Kepala, Nabi dan Guru, dari GerejaNya. ... Mereka yang Ia letakkan ke dalam pelayanan Ia sesuaikan untuk itu; yang Ia panggil Ia jadikan sehingga memenuhi syarat. Pelayan-pelayan yang sama sekali tidak cocok untuk pekerjaan mereka, atau tidak mempunyai kemampuan untuk itu, tidak diletakkan oleh Kristus ke dalam pelayanan, sekalipun ada kecakapan-kecakapan yang berbeda berkenaan dengan karunia-karunia dan kasih karunia-kasih karunia).

Yer 23:21 - “‘Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat”.

KJV: ‘I have not sent these prophets, yet they ran: I have not spoken to them, yet they prophesied’ (= Aku tidak mengutus nabi-nabi ini, namun mereka berlari: Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat).

Kis 26:16-17 - “(16) Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari padaKu dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. (17) Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka”.

b) Seseorang seharusnya bersyukur kepada Kristus kalau dirinya diletakkan oleh Kristus di dalam pelayanan.

Matthew Henry: “A call to the ministry is a great favour, for which those who are so called ought to give thanks to Jesus Christ” (= Panggilan ke dalam pelayanan merupakan suatu kemurahan yang besar, untuk mana mereka yang dipanggil seperti itu seharusnya bersyukur kepada Yesus Kristus).

John Wesley: “The meaning is, I thank him for putting me into the ministry, and enabling me to be faithful therein” (= Artinya adalah, aku bersyukur kepadaNya karena memasukkan aku ke dalam pelayanan, dan memampukan aku untuk setia di dalamnya).

Barclay: “He thanked him because he chose him. Paul never had the feeling that he had chosen Christ, but always that Christ had chosen him. It was as if, when he was heading straight for destruction, Jesus Christ had laid his hand upon his shoulder and arrested him in the way. It was as if, when he was busy throwing away his life, Jesus Christ had suddenly brought him to his senses” (= Ia bersyukur kepadaNya karena Ia memilihnya. Paulus tidak pernah merasa bahwa ia telah memilih Kristus, tetapi selalu bahwa Kristus telah memilih dia. Itu adalah seakan-akan, pada waktu ia sedang menuju langsung pada kehancuran, Yesus Kristus telah meletakkan tanganNya pada bahunya dan menahannya di jalan. Itu adalah seakan-akan, pada waktu ia sedang sibuk membuang hidupnya, Yesus Kristus dengan tiba-tiba telah menyadarkannya) - hal 42.

Bdk. Yoh 15:16 - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu”.

Barclay: “He thanked him because he had appointed him. We must be very careful to note that to which Paul felt himself appointed. He was appointed to service. Paul never thought of himself as appointed to honour, or to leadership within the Church. He was saved to serve. Plutarch tells that when a Spartan won a victory in the games, his reward was that he might stand beside his king in battle. A Spartan wrestler at the Olympic games was offered a very considerable bribe to abandon the struggle; but he refused. Finally, after a terrific effort, he won his victory. Someone said to him: ‘Well, Spartan, what have you got out of this costly victory you have won?’ He answered: ‘I have won the privilege of standing in front of my king in battle.’ His reward was to serve and, if need be, to die for his king. It was for service, not honour, that Paul knew himself to be chosen” (= Ia bersyukur kepadaNya karena Ia telah menetapkan / memilih dia. Kita harus sangat hati-hati untuk memperhatikan sesuatu kepada apa Paulus merasa dirinya sendiri ditetapkan / dipilih. Ia ditetapkan / dipilih untuk pelayanan. Paulus tidak pernah berpikir tentang dirinya sendiri sebagai ditetapkan / dipilih untuk kehormatan, atau untuk kepemimpinan di dalam Gereja. Ia diselamatkan untuk melayani. Plutarch menceritakan bahwa pada waktu seorang Spartan memenangkan suatu kemenangan dalam pertandingan, pahalanya adalah bahwa ia bisa berdiri di sisi rajanya dalam pertempuran. Seorang pegulat Spartan dalam pertandingan Olimpiade ditawari suatu suapan yang sangat banyak untuk meninggalkan pergumulan; tetapi ia menolak. Akhirnya, setelah suatu usaha yang luar biasa, ia memenangkan kemenangannya. Seseorang berkata kepadanya: ‘Spartan, apa yang kamu dapatkan dari kemenangan yang mahal yang telah engkau menangkan?’. Ia menjawab: ‘Aku telah memenangkan hak untuk berdiri di depan rajaku dalam pertempuran’. Pahalanya adalah melayani dan, jika perlu, mati untuk rajanya. Untuk pelayananlah, bukan untuk kehormatan, bahwa Paulus tahu dirinya dipilih) - hal 42-43.

Barnes’ Notes: “If there is anything for which a good man will be thankful, and should be thankful, it is that he has been so directed by the Spirit and providence of God as to be put into the ministry. It is indeed a work of toil, and of self-denial, and demanding many sacrifices of personal ease and comfort. It requires a man to give up his splendid prospects of worldly distinction, and of wealth and ease. It is often identified with want, and poverty, and neglect, and persecution. But it is an office so honorable, so excellent, so noble, and ennobling; it is attended with so many precious comforts here, and is so useful to the world, and it has such promises of blessedness and happiness in the world to come, that no matter what a man is required to give up in order to become a minister of the gospel, he should be thankful to Christ for putting him into the office” (= Jika ada sesuatu apapun untuk mana seseorang yang baik / saleh akan bersyukur, dan seharusnya bersyukur, itu adalah bahwa ia telah diarahkan sedemikian rupa oleh Roh dan providensia Allah sehingga diletakkan ke dalam pelayanan. Itu memang merupakan suatu pekerjaan yang berat, dan penyangkalan diri, dan menuntut banyak pengorbanan ketenteraman dan kesenangan pribadi. Itu menuntut seseorang untuk menyerahkan prospeknya yang bagus tentang kehormatan duniawi, dan tentang kekayaan dan kesenangan. Itu sering disamakan / digabungkan dengan kekurangan, dan kemiskinan, dan pengabaian, dan penganiayaan. Tetapi itu adalah suatu jabatan / tugas yang begitu terhormat, begitu bagus, begitu mulia, dan memuliakan; itu disertai dengan begitu banyak penghiburan yang berharga di sini, dan begitu bermanfaat bagi dunia, dan itu mempunyai janji-janji berkat dan kebahagiaan dalam dunia yang akan datang, sehingga tak peduli apa yang dituntut untuk diserahkan dari seseorang untuk menjadi seorang pelayan injil, ia harus bersyukur kepada Kristus untuk meletakkannya dalam jabatan / tugas itu).

2) ‘yang menguatkan aku’.

Kata ‘menguatkan’ dalam bahasa Yunani adalah ENDUNAMOSANTI.

Bahwa Kristus telah menguatkan / memberi kekuatan kepadanya dalam melayani, bagi Paulus merupakan penggenapan janji Kristus dalam Kis 1:8.

Bdk. Kis 1:8 - “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.’”.

Dalam Kis 1:8 ini Kristus menjanjikan ‘kuasa’ kepada murid-murid, dan kata ‘kuasa’ dalam bahasa Yunani adalah DUNAMIS.

Pulpit Commentary: “It comprises strength of faith, strength to testify and to preach, strength to endure and suffer. St. Paul’s whole course is the best illustration of the nature of the δυναμις (DUNAMIS) which Christ gave him” [= Itu terdiri dari kekuatan iman, kekuatan untuk bersaksi dan berkhotbah / memberitakan, kekuatan untuk bertahan dan menderita. Seluruh perjalanan Paulus merupakan ilustrasi yang terbaik dari sifat dari DUNAMIS (kekuatan / kuasa) yang Kristus berikan kepadanya] - hal 4.

Ada beberapa ayat lain yang menunjukkan bahwa Paulus menyadari bahwa Kristuslah yang menguatkan / memberi kekuatan kepadanya dalam melayani Tuhan.

a) Fil 4:13 (KJV): ‘I can do all things through Christ which strengtheneth me’ (= Aku bisa melakukan segala sesuatu melalui Kristus yang menguatkan aku). Kata ‘menguatkan’ di sini dalam bahasa Yunani adalah ENDUNAMOUNTI.

b) 2Tim 4:17 - “tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa”.

Kata ‘menguatkan’ di sini dalam bahasa Yunani adalah ENEDUNAMOSEN.

c) Kis 9:22 - “Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias”.

KJV: ‘But Saul increased the more in strength, and confounded the Jews which dwelt at Damascus, proving that this is very Christ’ (= Tetapi Paulus makin bertambah dalam kekuatan / kuasa, dan membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, dengan membuktikan bahwa ini adalah Kristus itu).

Bagian yang saya garis bawahi secara hurufiah adalah: ‘was filled with power’ (= dipenuhi dengan kuasa). Bagian ini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani ENEDUNAMOUTO.

Bagian ini menunjukkan bahwa Paulus bukan hanya bersyukur atas pemilihan dari Tuhan sebagai rasul / pelayan, tetapi juga atas penguatan yang Tuhan berikan, tanpa mana ia tidak mungkin bisa bertahan / setia dalam pelayanannya.

Barclay: “He thanked him because he had empowered him. Paul had long since discovered that Jesus Christ never gives a man a task to do without also giving him the power to do it. Paul would never have said, ‘See what I have done,’ but always, ‘See what Jesus Christ has enabled me to do.’ No man is good enough, or strong enough, or pure enough, or wise enough to be the servant of Christ. But if he will give himself to Christ, he will go, not in his own strength, but in the strength of the Lord” (= Ia bersyukur kepadaNya karena Ia telah menguatkannya. Sejak lama Paulus telah menemukan bahwa Yesus Kristus tidak pernah memberi seseorang suatu tugas untuk melakukan tanpa juga memberikannya kuasa / kekuatan untuk melakukannya. Paulus tidak pernah berkata: ‘Lihatlah apa yang telah aku lakukan’, tetapi selalu, ‘Lihatlah apa yang Yesus Kristus telah mampukan aku untuk melakukan’. Tidak ada orang yang cukup baik, atau cukup kuat, atau cukup murni, atau cukup bijaksana, untuk menjadi pelayan Yesus Kristus. Tetapi jika ia memberikan dirinya sendiri kepada Kristus, ia akan berjalan, bukan dalam kekuatannya sendiri, tetapi dalam kekuatan dari Tuhan) - hal 43.

Paulus yang mengalami bahwa Kristus telah memberikan kekuatan kepadanya sehingga ia bisa bertahan dalam pelayanan, juga memerintahkan kita untuk menjadi kuat, dalam kekuatan yang Kristus berikan kepada kita dalam pelayanan.

Bdk. Ef 6:10 - “Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya”.

Kata-kata ‘hendaklah kamu kuat’ diterjemahkan dari kata bahasa Yunani ENDUNAMOUSTHE.

3) ‘karena Ia menganggap aku setia’.

Calvin mengatakan (hal 34) bahwa kata-kata ‘karena Ia menganggap aku setia’ bukanlah merupakan alasan mengapa Ia ‘mempercayakan pelayanan ini kepadaku’.

Kelihatannya ada orang-orang yang menafsirkan bagian ini dengan mengatakan bahwa Allah telah melihat lebih dulu (God had foreseen) iman Paulus atau kesetiaan Paulus, dan karena itu Allah lalu memilihnya menjadi rasul.

Calvin membantah dengan mengatakan sebagai berikut: “I deny, therefore, that the meaning is, that he was admitted to the rank of an apostle, because God had foreseen his faith; for Christ could not foresee in him anything good but what the Father had bestowed on him” (= Karena itu, saya menyangkal / membantah, bahwa arti dari bagian ini adalah bahwa ia diterima kepada pangkat / barisan dari rasul, karena Allah telah melihat lebih dulu imannya; karena Kristus tidak bisa melihat lebih dulu dalam dia apapun yang baik kecuali apa yang Bapa telah berikan kepadanya) - hal 34.

Menurut Calvin, panggilan pelayanan itu / panggilan menjadi rasul itu, hanya membuktikan bahwa ia dianggap setia oleh Kristus.

a) Kelihatannya apa yang dibantah di atas oleh Calvin mirip dengan apa yang ia tegaskan di sini, tetapi sebetulnya berbeda. Panggilan pelayanan bukan disebabkan karena kesetiaan Paulus, tetapi hanya menunjukkan kesetiaan Paulus.

b) Rupanya Paulus diserang / difitnah oleh banyak orang, dan dengan kata-kata ini Paulus menyatakan bahwa ia tak peduli dengan kata-kata manusia. Ia hanya peduli dan ia puas dengan otoritas dan jaminan dari Kristus, yang adalah Hakim, yang menyatakan bahwa ia setia.

1Kor 4:3-5 - “(3) Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. (4) ... Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. (5) Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah”.

Penerapan: dalam melayani Tuhan bisa ada banyak serangan / kritikan dan bahkan fitnahan. Kalau kita terus mengarahkan pandangan kita kepada hal-hal itu, mungkin kita akan berhenti melayani karena kecewa. Kita harus memandang, bukan pada penilaian / kata-kata manusia tentang diri kita, tetapi pada penilaian / kata-kata Tuhan tentang diri kita.

Ay 13: “aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman”.

1) Mengapa di sini Paulus tahu-tahu bercerita tentang dirinya sendiri?

Homer A. Kent, Jr.: “When Paul wished to give Timothy a most effective illustration of sound gospel teaching as contrasted with the disastrous effects of legalism, he related his own personal experience” [= Pada waktu Paulus ingin memberikan kepada Timotius suatu ilustrasi yang paling efektif tentang ajaran injil yang sehat yang kontras dengan hasil yang mendatangkan malapetaka dari ajaran yang bersifat legalisme (keselamatan karena perbuatan baik), ia menceritakan pengalaman pribadinya sendiri] - hal 85.

William Hendriksen: “What we actually see here is Paul as a radiant example of what God’s law, lawfully used, can accomplish in the life of a former persecutor. Let the false teachers at Ephesus take note of this, so that they may no longer look upon the law as a toy or as a tool for the aggrandizement of their own ego” (= Apa yang sesungguhnya kita lihat di sini adalah Paulus sebagai suatu contoh yang bersinar dari apa yang bisa dicapai oleh hukum Taurat Allah, yang digunakan secara benar, dalam kehidupan seorang yang dulunya adalah seorang penganiaya. Hendaklah guru-guru palsu di Efesus memperhatikan hal ini, sehingga mereka tidak lagi melihat pada hukum Taurat sebagai suatu mainan atau sebagai suatu alat untuk pembesaran / perluasan dari ego mereka sendiri) - hal 73.

2) ‘aku yang tadinya seorang penghujat dan penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman’.

a) Ia menghujat Kristus dan menganiaya orang-orang kristen. Tetapi ini dilakukan di luar pengetahuan (karena ia tidak mengerti), karena ia mengira bahwa ia justru harus melakukan hal itu.

Kis 26:9-11 - “(9) Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. (10) Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. (11) Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing.’”.

Bdk. Yoh 16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku”.

Ironside: “A man can be very sincere in wrong things” (= Seseorang bisa sangat tulus dalam hal-hal yang salah) - hal 36.

b) Ketidak-tahuannya bukanlah alasan mengapa ia diampuni. Ketidaktahuannya meletakkan ia di daerah yang memungkinkannya untuk diampuni, tetapi ia diampuni semata-mata karena belas kasihan Allah.

Jamieson, Fausset & Brown: “His ignorance was culpable; for he might have known, if he had sought aright: but it is less culpable than sinning against light and knowledge. His ignorance gave him no claim on, but put him within the range of, God’s mercy” (= Ketidak-tahuannya merupakan suatu kesalahan / patut dicela, karena ia bisa mengetahui seandainya ia mencari dengan benar: tetapi itu tidak sebersalah seperti berdosa terhadap terang dan pengetahuan. Ketidak-tahuannya tidak memberinya hak untuk mengclaim belas kasihan Allah, tetapi meletakkannya dalam batasan dari belas kasihan Allah).

Ketidaktahuan Paulus memang bukanlah alasan mengapa Allah memberi belas kasihan. Alasan Allah memberinya belas kasihan ada dalam diri Allah sendiri.

Ro 9:15 - “Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’”.

c) Perbedaan antara Paulus dengan orang-orang Farisi dalam Mat 12:24.

Calvin: “Paul was not altogether free from a wicked disposition; but he was hurried along by thoughtless zeal, so as to think that what he did was right. Thus he was an adversary of Christ, not from deliberate intention, but through mistake and ignorance. The Pharisees, who through a bad conscience slandered Christ, were not entirely free from mistake and ignorance; but they were instigated by ambition, and a base hatred of sound doctrine, and even by furious rebellion against God, so that maliciously and intentionally, and not in ignorance, they set themselves in opposition to Christ” (= Paulus tidak sepenuhnya bebas dari suatu watak / kecondongan yang jahat; tetapi ia digerakkan cepat-cepat oleh semangat tanpa pikiran, sehingga ia mengira bahwa apa yang ia lakukan adalah benar. Karena itu, ia menjadi seorang musuh Kristus, bukan dari suatu kesengajaan, tetapi dari kesalahan dan ketidak-tahuan. Orang-orang Farisi, yang dengan hati nurani yang buruk memfitnah Kristus, tidaklah sepenuhnya bebas dari kesalahan dan ketidak-tahuan; tetapi mereka dihasut oleh ambisi, dan suatu kebencian yang jelek / hina terhadap ajaran yang sehat, dan bahkan oleh pemberontakan yang hebat terhadap Allah, sehingga dengan jahat dan sengaja, dan bukan dalam ketidak-tahuan, mereka mengarahkan diri mereka sendiri menentang Kristus) - hal 37.

Catatan: yang dimaksud oleh Calvin dengan ‘orang-orang Farisi’ di sini pasti adalah orang-orang Farisi dalam Mat 12:24, kepada siapa Kristus mengatakan ayat tentang penghujatan kepada Roh Kudus (Mat 12:31-32).

Mat 12:22-32 - “(22) Kemudian dibawalah kepada Yesus seorang yang kerasukan setan. Orang itu buta dan bisu, lalu Yesus menyembuhkannya, sehingga si bisu itu berkata-kata dan melihat. (23) Maka takjublah sekalian orang banyak itu, katanya: ‘Ia ini agaknya Anak Daud.’ (24) Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: ‘Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.’ (25) Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata kepada mereka: ‘Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan. (26) Demikianlah juga kalau Iblis mengusir Iblis, iapun terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri; bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? (27) Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa siapakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu. (28) Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. (29) Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia merampok rumah itu. (30) Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan. (31) Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. (32) Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak”.

d) Penghujatan terhadap Roh Kudus dan dosa sengaja dalam Bil 15.

Kent (hal 87) menghubungkan ini dengan hukum Taurat Perjanjian Lama dimana orang yang melakukan dosa dengan tidak sengaja bisa diberi jalan untuk mendapatkan pengampunan dosa, sedangkan orang yang berbuat dosa dengan sengaja tidak diberikan jalan untuk mendapatkan pengampunan.

Bil 15:27-31 - “(27) Apabila satu orang saja berbuat dosa dengan tidak sengaja, maka haruslah ia mempersembahkan kambing betina berumur setahun sebagai korban penghapus dosa; (28) dan imam haruslah mengadakan pendamaian di hadapan TUHAN bagi orang yang dengan tidak sengaja berbuat dosa itu, sehingga orang itu beroleh pengampunan karena telah diadakan pendamaian baginya. (29) Baik bagi orang Israel asli maupun bagi orang asing yang tinggal di tengah-tengah kamu, satu hukum saja berlaku bagi mereka berkenaan dengan orang yang berbuat dosa dengan tidak sengaja. (30) Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, (31) sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintahNya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya.’”.

Kent bahkan menyamakan dosa sengaja dalam Bil 15 ini dengan dosa menghujat Roh Kudus dalam Perjanjian Baru.

Saya tidak setuju dengan penghubungan / penyamaan ini, karena dalam Perjanjian Baru dosa sengajapun bisa mendapat pengampunan (perlu diingat bahwa kebanyakan dosa adalah dosa yang disengaja!). Yang tidak bisa diampuni adalah penghujatan terhadap Roh Kudus, yang menurut saya, merupakan penghujatan yang dilakukan oleh orang-orang yang telah mengerti, dan sebetulnya secara intelek percaya, tetapi tetap melakukan penghujatan (bdk Mat 12:22-32).

e) Paulus adalah orang yang sangat berdosa yang lalu dipertobatkan dan dipakai oleh Allah.

Matthew Henry: “What he was before his conversion: A blasphemer, a persecutor, and injurious. ... Frequently those who are designed for great and eminent services are left to themselves before their conversion, to fall into great wickedness, that the mercy of God may be the more glorified in their remission, and the grace of God in their regeneration. The greatness of sin is no bar to our acceptance with God, no, nor to our being employed for him, if it be truly repented of” (= Apa ia sebelum pertobatannya: Seorang penghujat, seorang penganiaya, dan seorang yang berbahaya. ... Seringkali mereka yang direncanakan untuk pelayanan-pelayanan yang besar dan menonjol dibiarkan kepada diri mereka sendiri sebelum pertobatan mereka, untuk jatuh ke dalam kejahatan yang besar, supaya belas kasihan Allah bisa makin dimuliakan dalam pengampunan mereka, dan kasih karunia Allah makin dimuliakan dalam kelahiran baru mereka. Besarnya dosa bukanlah suatu halangan bagi penerimaan Allah terhadap diri kita, tidak, ataupun digunakannya kita untuk Dia, jika kita sungguh-sungguh bertobat darinya).

f) Keberdosaan yang besar dari Paulus menunjukkan bahwa kasih karunia Allah itu tak bersyarat, dan diberikan semata-mata berdasarkan kedaulatan Allah saja.

William Hendriksen: “Surely, had this grace not been sovereign, unconditional, it would never have found him!” (= Jelas bahwa andaikata kasih karunia ini bukannya berdaulat dan tak bersyarat, itu tidak akan pernah menemukan dia!) - hal 74.

1Timotius 1:14-15 - “(14) Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. (15) Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa”.

Ay 14: “Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus”.

1) ‘Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku’.

Dosa Paulus yang begitu banyak menyebabkan terlihatnya kasih karunia Allah yang begitu besar pada waktu ia diselamatkan.

Barclay: “The first part is not difficult; it simply means that the grace of God rose higher than Paul’s sin” (= Bagian pertama tidak sukar; itu hanya berarti bahwa kasih karunia Allah naik lebih tinggi dari dosa Paulus) - hal 44.

Bdk. Ro 5:20 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah”.

Ini bisa diterapkan untuk diri sendiri, maupun untuk orang-orang yang kita injili.

2) ‘dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus’.

a) Ada yang menganggap bahwa ‘iman dan kasih’ yang dibicarakan di sini adalah iman dan kasih dari gereja pada saat itu.

Barclay: “Verse 14 is difficult. In the RSV it runs: ‘The grace of our Lord overflowed for me with the faith and love that are in Christ Jesus.’ ... what exactly is the meaning of the phrase ‘with the faith and love that is in Christ Jesus’? E. F. Brown suggests that it is that the work of the grace of Christ in Paul’s heart was helped by the faith and the love he found in the members of the Christian Church, things like the sympathy and then understanding and the kindness he received from men like Ananias, who opened his eyes and called him brother (Acts 9:10-19), and Barnabas, who stood by him when the rest of the Church regarded him with bleak suspicion (Acts 9:26-28)” [= Ay 14 merupakan ayat yang sukar. Dalam RSV itu berbunyi: ‘Kasih karunia dari Tuhan kita berlimpah-limpah untukku dengan kasih dan iman yang ada dalam Kristus Yesus’. ... apa tepatnya arti dari ungkapan ‘dengan kasih dan iman yang ada dalam Kristus Yesus’? E. F. Brown mengusulkan bahwa itu adalah bahwa pekerjaan dari kasih karunia dari Kristus dalam hati Paulus ditolong oleh iman dan kasih yang ia temukan dalam anggota-anggota dari Gereja Kristen, hal-hal seperti simpati dan pengertian dan kebaikan yang ia terima dari orang-orang seperti Ananias, yang membuka matanya dan menyebutnya ‘saudara’ (Kis 9:10-19), dan Barnabas, yang membela dia pada waktu sisa Gereja melihat kepadanya dengan kecurigaan yang suram (Kis 9:26-28)] - hal 44.

b) Ada yang menganggap bahwa ‘iman dan kasih’ yang dibicarakan di sini adalah iman dan kasih dari Paulus sendiri.

Calvin menganggap bahwa ‘iman dan kasih’ itu adalah iman dan kasih dari Paulus. Kata ‘iman’ dikontraskan dengan ‘di luar iman’ [ay 13b; NIV: ‘unbelief’ (= ketidak-percayaan)], dan kata ‘kasih’ dikontraskan dengan kekejaman yang ia lakukan (ay 13a). Ini menunjukkan perubahan drastis dalam diri Paulus, dan itu semua disebabkan oleh kasih karunia Allah yang diberikan kepadanya.

Saya lebih condong pada pandangan kedua.

Ay 15: “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa”.

1) ‘Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya’.

RSV: ‘worthy of full acceptance’ (= layak mendapat penerimaan penuh).

NIV: ‘deserves full acceptance’ (= layak mendapat penerimaan penuh).

NASB: ‘deserving full acceptance’ (= layak mendapat penerimaan penuh).

KJV/Lit: ‘and worthy of all acceptation’ (= dan layak mendapat semua penerimaan).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘All’ - all possible: to be received by all, with all the faculties of the soul, mind, and heart” (= ‘Semua’ - semua yang mungkin: untuk diterima oleh semua orang, dengan semua kemampuan dari jiwa, pikiran dan hati).

Aneh sekali bahwa bagian ini digunakan oleh Clarke untuk mengajarkan Unlimited Atonement (= Penebusan Tak Terbatas).

Adam Clarke: “it is worthy of all acceptation; as all need it, it is worthy of being received by all. It is designed for the whole human race, for all that are sinners is applicable to all, because all are sinners; and may be received by all, being put within every man’s reach, and brought to every man’s ear and bosom, either by the letter of the word, or, where that revelation is not yet come, by the power of the divine Spirit, the true light from Christ that lightens every man that cometh into the world. From this also it is evident that the death of Christ, and all its eternally saving effects, were designed for every man” (= ini layak mendapatkan semua penerimaan; karena semua orang membutuhkannya, ini layak untuk diterima oleh semua. Ini direncanakan untuk seluruh umat manusia, untuk semua yang adalah orang berdosa, dapat dipakai untuk semua, karena semua orang adalah orang berdosa; dan bisa diterima oleh semua, karena diletakkan dalam jangkauan setiap orang, dan dibawa kepada telinga dan dada dari setiap orang, oleh huruf dari firman, atau, dimana wahyu itu belum datang, oleh kuasa dari Roh ilahi, terang yang benar dari Kristus yang menerangi setiap orang yang datang ke dalam dunia. Dari sini juga jelas bahwa kematian Kristus, dan semua akibat yang menyelamatkan yang kekal, direncanakan untuk setiap orang).

Penjelasan:

a) Yang saya beri garis bawah tunggal menunjukkan kesalahan dari pandangan / argumentasi dari Clarke. Tidak semua orang mendapat kesempatan mendengar Injil, dan mereka yang tidak mendengar Injil pasti binasa.

Saya tidak melihat dasar Kitab Suci untuk mengatakan bahwa orang-orang yang tidak pernah mendengar Injil / Firman Tuhan pasti mendengarnya dari Roh Kudus, seperti yang dikatakan oleh Clarke di atas. Memang Roh Kudus bisa melakukan hal ini, tetapi jelas bahwa Ia tidak melakukannya untuk setiap orang yang tidak mendapat kesempatan untuk mendengar Injil.

Juga perlu diingat bahwa ada banyak orang yang sudah mati, dan karena itu sudah ada ada di neraka, pada saat Kristus datang ke dunia untuk melakukan penebusan dosa. Mereka pasti adalah orang-orang untuk siapa Kristus tidak menebus dosa.

b) Yang saya beri garis bawah ganda dikutip dari Yoh 1:9 yang salah terjemahan.

Yoh 1:9 - “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia”.

Kata-kata ‘sedang datang ke dalam dunia’ menerangkan ‘Terang yang sesungguhnya’, bukan menerangkan ‘setiap orang’.

Clarke kelihatannya mengutip dari KJV yang memberikan terjemahan yang keliru karena menterjemahkan ay 9 ini sebagai berikut: ‘That was the true light, which lighteth every man that cometh into the world’ (= Itu adalah terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang yang datang ke dalam dunia).

Sebetulnya, ditinjau dari sudut bahasa Yunaninya, kata-kata ‘sedang datang ke dalam dunia’ itu memang bisa menerangkan baik ‘terang yang sesungguhnya’ maupun ‘setiap orang’. Karena itu sebetulnya ditinjau dari sudut bahasa Yunaninya terjemahan KJV itu tidak salah. Tetapi istilah ‘datang ke dalam dunia’ selalu ditujukan kepada Yesus (3:19 9:39 11:27 12:46 16:28 18:37), dan istilah ini tidak cocok untuk diberikan kepada manusia biasa, karena istilah ini menunjukkan bahwa orang itu mempunyai keberadaan sebelum lahir (pre existence).

Jadi jelas bahwa Clarke memberikan argumentasinya berdasarkan ayat yang salah terjemahannya.

2) ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’.

a) Datang untuk menyelamatkan.

William Hendriksen: “He did not come to help them to save themselves, nor to induce them to save themselves, nor even to enable them to save themselves. He came to save them!” (= Ia tidak datang untuk menolong mereka untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, atau untuk membujuk mereka untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, atau bahkan untuk memampukan mereka untuk menyelamatkan diri mereka sendiri. Ia datang untuk menyelamatkan mereka!) - hal 79.

b) ‘orang berdosa’.

Calvin: “The word ‘sinners’ is emphatic; for they who acknowledge that it is the office of Christ to save, have difficulty in admitting this thought, that such a salvation belongs to ‘sinners’. Our mind is always impelled to look at our worthiness; and as soon as our unworthiness is seen, our confidence sinks. Accordingly, the more any one is oppressed by his sins, let him the more courageously betake himself to Christ, relying on this doctrine, that he came to bring salvation not to the righteous, but to ‘sinners.’” (= Kata ‘orang-orang berdosa’ ditekankan; karena mereka yang mengakui bahwa adalah tugas dari Kristus untuk menyelamatkan, mempunyai kesukaran untuk mengakui pemikiran ini, bahwa keselamatan seperti itu menjadi milik dari ‘orang-orang berdosa’. Pikiran kita selalu terdorong untuk melihat pada kelayakan kita; dan begitu ketidak-layakan kita terlihat, keyakinan kita tenggelam. Karena itu, makin seseorang tertekan / tertindas oleh dosa-dosanya, biarlah ia dengan makin berani membawa dirinya sendiri kepada Kristus, bersandar pada doktrin / ajaran ini, bahwa Ia datang untuk membawa keselamatan bukan bagi orang benar tetapi bagi ‘orang-orang berdosa’) - hal 39.

Bdk. Mat 9:12-13 - “(12) Yesus mendengarnya dan berkata: ‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. (13) Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.’”.

Wesley: “Came into the world to save sinners - All sinners, without exception” (= Datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa - Semua orang berdosa, tanpa kecuali).

Lagi-lagi penafsiran Arminian. Kata ‘all’ (= semua), dan kata-kata ‘without exception’ (tanpa kecuali) sebetulnya tidak ada.

3) ‘dan di antara mereka akulah yang paling berdosa’.

a) Pentingnya kesadaran / ingatan akan dosa kita sendiri.

Thomas Carlyle: “The deadliest sins were the consciousness of no sin” (= Dosa yang paling mematikan adalah ketidaksadaran akan adanya dosa) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 605.

Martin Luther: “The recognition of sin is the beginning of salvation” (= Pengenalan akan dosa adalah permulaan / awal keselamatan) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 607.

Barclay: “The memory of his sin was the surest way to keep him from pride” (= Ingatan tentang dosanya adalah jalan yang paling pasti untuk menjaga dia dari kesombongan) - hal 46.

Barclay: “The memory of his sin was the surest way to keep his gratitude aflame. To remember what (that?) we have been forgiven is the surest way to keep awake our love to Jesus Christ” (= Ingatan tentang dosanya merupakan jalan yang paling pasti untuk menjaga supaya rasa terima kasihnya tetap berkobar. Mengingat bahwa kita telah diampuni merupakan jalan yang paling pasti untuk menjaga supaya kasih kita kepada Yesus Kristus tetap terjaga) - hal 46.

Barclay: “The memory of his sin was the constant urge to greatest effort. It is quite true that a man can never earn the approval of God, or deserve his love; but it is also true that he can never stop trying to do something to show how much he appreciates the love and mercy which have made him what he is. Whenever we love anyone we cannot help trying always to demonstrate our love. When we remember how much God loves us and how little we deserve it, when we remember that it was for us that Jesus Christ hung and suffered on Calvary, it must compel us to effort that will tell God we realize what he has done for us and will show Jesus Christ that his sacrifice was not in vain” (= Ingatan tentang dosanya merupakan suatu dorongan terus menerus kepada usaha yang terbesar. Merupakan sesuatu yang benar bahwa seseorang tidak pernah bisa layak mendapat persetujuan / sikap baik dari Allah, atau layak mendapat kasihNya; tetapi juga benar bahwa ia tidak pernah bisa berhenti mencoba melakukan sesuatu yang menunjukkan betapa besar ia menghargai kasih dan belas kasihan yang telah membuatnya seperti sekarang ini. Pada saat kita mengasihi siapapun, kita tidak bisa tidak selalu berusaha menunjukkan kasih kita. Pada waktu kita mengingat betapa besar Allah mengasihi kita dan betapa sedikit kita layak mendapatkannya, pada waktu kita mengingat bahwa untuk kitalah Yesus Kristus tergantung dan menderita di Kalvari, itu harus mendorong kita kepada usaha yang akan memberitahu Allah bahwa kita menyadari apa yang telah Ia lakukan untuk kita dan akan menunjukkan kepada Yesus Kristus bahwa pengorbananNya tidaklah sia-sia) - hal 47.

Barclay: “Paul’s sin was something which he refused to forget, for every time he remembered the greatness of his sin, he remembered the still greater greatness of Jesus Christ. It was not that he brooded unhealthily over his sin; it was that he remembered it to rejoice in the wonder of the grace of Jesus Christ ” (= Dosa Paulus adalah sesuatu yang ia tak mau lupakan, karena setiap kali ia mengingat besarnya dosanya, ia ingat kebesaran Yesus Kristus yang lebih besar lagi. Bukan bahwa ia memikirkan secara tidak sehat akan dosanya; tetapi ia mengingatnya untuk bersukacita dalam keajaiban dari kasih karunia Yesus Kristus) - hal 48.

b) Dosa seseorang yang besar / hebat bukanlah penghalang untuk keselamatannya.

Martin Luther: “Be a sinner and sin mightily, but more mightily believe and rejoice in Christ” (= Jadilah orang berdosa, dan berdosalah dengan hebat, tetapi percayalah kepada Kristus dan bersukacitalah dalam Kristus dengan lebih hebat) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 607.

Catatan:

Kata-kata ini tentu tak boleh diartikan bahwa Luther menyuruh kita sengaja berbuat dosa. Kalau diartikan demikian akan bertentangan dengan Ro 6:1-2 - “(1) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? (2) Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”.

Maksudnya adalah: sekalipun kita adalah orang yang sangat berdosa, yang telah melakukan dosa-dosa yang hebat, iman kepada Kristus bisa mengatasi semua itu, dan karenanya kita harus tetap bersukacita.

Calvin: “He shews that it was profitable to the Church that he had been such a person as he actually was before he was called to the apostleship, because Christ, by giving him as a pledge, invited all sinners to the sure hope of obtaining pardon. For when he, who had been a fierce and savage beast, was changed into a Pastor, Christ gave a remarkable display of his grace, from which all might be led to entertain a firm belief that no sinner, how heinous and aggravated soever might have been his transgression, had the gate of salvation shut against him” (= Ia menunjukkan bahwa merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk Gereja bahwa ia tadinya adalah seseorang seperti bagaimana adanya ia sebelum ia dipanggil pada kerasulan, karena Kristus, dengan memberi dia sebagai suatu janji, mengundang semua orang berdosa pada pengharapan yang pasti dari penerimaan pengampunan. Karena ketika ia, yang dahulunya adalah binatang yang galak dan buas, diubah menjadi seorang Pendeta / Gembala, Kristus memberikan pertunjukan yang luar biasa tentang kasih karuniaNya, dari mana semua bisa dibimbing untuk mempunyai kepercayaan yang teguh bahwa tidak ada orang berdosa, bagaimanapun mengerikan dan buruknya pelanggarannya, mendapati bahwa pintu gerbang keselamatan telah tertutup baginya) - hal 38-39.

c) Ini merupakan kata-kata yang membingungkan dari Paulus.

Pada waktu Paulus mengatakan bahwa ia adalah yang paling berdosa di antara orang-orang berdosa, apa maksudnya?

William Hendriksen: “This final clause has caused a wider variety of interpretation than almost any other in Paul’s writings” (= Anak kalimat terakhir ini telah menyebabkan perbedaan penafsiran yang lebih lebar dari pada hampir semua hal lain dalam tulisan Paulus) - hal 79.

Ada bermacam-macam penafsiran tentang bagian ini:

1. Paulus terlalu keras kepada dirinya sendiri; Ia menganggap dirinya adalah orang yang paling berdosa, padahal sebetulnya tidak demikian.

Tetapi pandangan ini bertentangan dengan ‘Infallibility of the Scripture’ (= Ketidakbersalahan Kitab Suci).

2. Aku termasuk dalam grup orang yang paling berdosa.

Bdk. Kis 28:17 - “Tiga hari kemudian Paulus memanggil orang-orang terkemuka bangsa Yahudi dan setelah mereka berkumpul, Paulus berkata: ‘Saudara-saudara, meskipun aku tidak berbuat kesalahan terhadap bangsa kita atau terhadap adat istiadat nenek moyang kita, namun aku ditangkap di Yerusalem dan diserahkan kepada orang-orang Roma”.

Kata ‘terkemuka’ di sini menggunakan kata Yunani yang sama.

3. Kata-kata Paulus di sini merupakan suatu Hyperbole, yang merupakan suatu gaya bahasa yang melebih-lebihkan.

Gaya bahasa ini memang banyak digunakan dalam Kitab Suci.

Contoh: 2Raja 17:10 - “mereka mendirikan tugu-tugu berhala dan tiang-tiang berhala di atas setiap bukit yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun”.

Tentu tidak mungkin bahwa betul-betul di bawah setiap pohon yang rimbun ada berhala!

4. Ini bukan penilaian yang obyektif tetapi subyektif.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘I am’ - not merely, ‘I was’ (1 Cor. 15:9; Eph. 3:8: cf. Luke 18:13). To each believer his own sins always appear greater than those of others, which he never can know as he does his own” [= ‘Sekarang Aku adalah’ - bukan hanya ‘Aku dulunya’ (1Kor 15:9; Ef 3:8: bdk. Luk 18:13). Bagi setiap orang percaya dosa-dosanya selalu kelihatan lebih besar dari pada dosa-dosa orang-orang lain; yang tidak pernah bisa ia ketahui seperti ia mengetahui dosa-dosanya sendiri].

5. Yang dimaksud dengan ‘orang-orang berdosa’ bukanlah seadanya orang berdosa dalam sepanjang jaman, tetapi hanya ‘orang berdosa yang termasuk orang pilihan’ atau ‘orang berdosa yang percaya kepada Kristus sampai pada saat itu’.

William Hendriksen: “he must have meant, ‘Of all sinners whom Christ Jesus came into the world to save, I am the greatest’” (= ia pasti memaksudkan: ‘Dari semua orang berdosa untuk siapa Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan, aku adalah yang terbesar) - hal 80.

Penafsiran ini sesuai dengan kata-kata ‘dan di antara mereka’ dalam ay 15b, karena kata ‘mereka’ menunjuk pada orang-orang yang diselamatkan oleh Kristus.

Bdk. Ef 3:8 - “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu”.

Adam Clarke mengatakan bahwa Paulus adalah yang paling berdosa di antara orang yang diselamatkan oleh Kristus sampai pada saat itu.

6. Ia adalah orang yang paling berdosa hanya dalam arti tertentu.

Barnes’ Notes: “This does not mean that he had been the greatest of sinners in all respects, but that in some respects he had been so great a sinner, that on the whole there were none who had surpassed him. That to which he particularly refers was doubtless the part which he had taken in putting the saints to death” (= Ini tidak berarti bahwa ia adalah orang berdosa yang paling besar / hebat dalam semua hal, tetapi bahwa dalam hal-hal tertentu ia adalah orang berdosa yang begitu hebat, sehingga secara keseluruhan tidak ada orang yang melampaui dia. Tak diragukan bahwa hal yang ia tunjuk secara khusus adalah dimana ia telah mengambil bagian dalam membunuh orang-orang kudus).

Bdk. 1Kor 15:9 - “Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah”.

Tetapi bagaimana arti-arti ini bisa sesuai dengan kata-kata Paulus dalam ay 16? Bahwa ia adalah orang yang paling berdosa dijadikan olehnya sebagai dasar bahwa semua orang bisa datang kepada Kristus dan mendapatkan belas kasihan dan pengampunan. Kalau ia bukan sungguh-sungguh paling berdosa, maka kata-kata dalam ay 16 ini kehilangann kekuatannya.

Catatan: dalam bagian ini Paulus menggunakan ‘present tense’ (bentuk sekarang; ia mengatakan ‘I am’, bukan ‘I was’). Ini tidak berarti bahwa pada saat itu, setelah menjadi rasul sekian lama, ia tetap lebih berdosa dari orang kristen yang lain. Ia menggunakan ‘present tense’ (= bentuk sekarang) karena ia meninjau seluruh kehidupannya sampai pada saat itu.

d) Orang yang paling berdosa menjadi orang yang paling kudus.

Matthew Henry: “he that elsewhere calls himself the least of all saints (Eph. 3:8) here calls himself the chief of sinners. ... the chief of sinners may become the chief of saints; so this apostle was, for he was not a whit behind the very chief apostles (2 Cor. 11:5)” [= ia yang di tempat lain menyebut dirinya sendiri yang paling kecil / hina dari semua orang-orang kudus (Ef 3:8), di sini menyebut dirinya sendiri kepala dari orang-orang berdosa. ... kepala orang-orang berdosa bisa menjadi kepala orang-orang kudus; demikianlah dengan rasul ini, karena ia sedikitpun tidak berada di belakang kepala rasul-rasul (2Kor 11:5)].

Ef 3:8 - “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu”.

2Kor 11:5 - “Tetapi menurut pendapatku sedikitpun aku tidak kurang dari pada rasul-rasul yang tak ada taranya itu”.

Saya tak setuju dengan penggunaan 2Korintus 11:5, karena ini berbicara bukan tentang rasul-rasul asli, tetapi tentang rasul-rasul palsu. Mungkin 1Kor 15:9-10 di bawah ini lebih cocok untuk digunakan.

1Korintus 15:9-10 - “(9) Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. (10) Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku”.

1Timotius 1:16-20 - “(16) Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal. (17) Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin. (18) Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. (19) Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka, (20) di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat”.

Ay 16: “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal”.

1) ‘Tetapi justru karena itu aku dikasihani’.

a) Paulus yang tidak mempunyai belas kasihan, telah mendapatkan belas kasihan.

Pulpit Commentary: “though he showed no mercy, he obtained mercy” (= sekalipun ia tidak menunjukkan belas kasihan, ia mendapatkan belas kasihan) - hal 29.

b) Ini merupakan kesaksian Paulus tentang pertobatannya.

Homer A. Kent, Jr.: “The account of Paul’s conversion has been used to win Jews and gentiles. Paul gave his personal testimony many times. It appears, either extended or brief, no less than six times in the New Testament (Acts 9,22,26; Gal. 1,2; Phil. 3; 1Tim. 1)” [= Cerita pertobatan Paulus telah digunakan untuk memenangkan orang-orang Yahudi dan non Yahudi. Paulus memberikan kesaksian pribadinya banyak kali. Itu muncul, baik secara panjang lebar atau singkat, tidak kurang dari 6 x dalam Perjanjian Baru (Kis 9,22,26; Gal 1,2; Fil 3; 1Tim 1)] - hal 90.

Apa yang Paulus lakukan di sini harus kita tiru. Memberitakan Injil dengan menceritakan pertobatan pribadi adalah sesuatu yang sangat penting. Dan, kalau pemberitaan Injil yang menggunakan ayat-ayat Kitab Suci, yang bersifat mengajar dsb bisa / mudah dibantah, maka pemberitaan Injil dengan menggunakan pengalaman pribadi sukar untuk dibantah, karena itu adalah pengalaman pribadi kita (tetapi pada saat yang sama kita juga harus menjaga supaya jangan memberikan kesaksian pribadi yang tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci, dan lalu berkeras bahwa kita mengalami hal tersebut!).

H. A. Ironside: “There are many people who profess to be Christians who do not have any conversion story to tell. Of course I recognize the fact that some came to Christ early in life, as mere children; and they have but a hazy recollection, if any remembrance at all, of what took place at the time. We are not to discount their conversions because they cannot give a clear account of them. ... If people have passed through the years of childhood and come up to youth or maturity without accepting Christ, and then at last are convicted by the Spirit of God of sin, righteousness, and judgment, and they turn to the Lord and trust Him as Saviour, they ought to have a definite story of conversion to tell” (= Ada banyak orang yang mengaku sebagai orang Kristen yang tidak mempunyai cerita pertobatan untuk diceritakan. Tentu saya mengakui fakta bahwa sebagian orang datang kepada Kristus pada masa kecil, sebagai anak-anak; dan mereka hanya mempunyai ingatan yang kabur / tak jelas, atau tidak ada sama sekali, tentang apa yang terjadi pada saat itu. Kita tidak boleh mengabaikan pertobatan mereka karena mereka tidak bisa memberikan cerita yang jelas tentang hal itu. ... Jika seseorang melewati masa kanak-kanak dan menjadi remaja atau dewasa tanpa menerima Kristus, dan lalu akhirnya diyakinkan oleh Roh Allah tentang dosa, kebenaran, dan penghakiman, dan ia berbalik kepada Tuhan dan mempercayaiNya sebagai Juruselamat, mereka harus mempunyai cerita pertobatan yang pasti / tertentu untuk diceritakan) - hal 32,33.

H. A. Ironside: “There is a tremendous power in Christian testimony. All who are saved are not called to be preachers; all do not have the gift of teaching. But all who have trusted in the Lord Jesus Christ ought to have something to say about the great change that comes into the life when Christ is received as Saviour and owned as Lord” (= Ada kuasa yang luar biasa dalam kesaksian Kristen. Tidak semua orang yang diselamatkan dipanggil untuk menjadi pengkhotbah; tidak semua mempunyai karunia mengajar. Tetapi semua orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus seharusnya mempunyai sesuatu untuk dikatakan tentang perubahan besar yang datang ke dalam kehidupan dimana Kristus diterima sebagai Juruselamat dan dimiliki sebagai Tuhan) - hal 30.

2) ‘agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal’.

Ini menunjukkan bahwa Allah membiarkan Paulus sehingga menjadi orang yang paling berdosa, dan lalu menyelamatkan Paulus untuk tujuan ini:

a) Menunjukkan kesabaran Yesus Kristus.

b) Menjadikan Paulus contoh bagi orang-orang berdosa yang lain, supaya mereka mau datang kepada Kristus, dan tidak mengatakan bahwa mereka terlalu berdosa untuk bisa diampuni / diselamatkan.

Homer A. Kent, Jr.: “No one can say he is too sinful to be saved since Christ has saved Paul. Furthermore, no Christian should regard any sinner as a hopeless case” (= Tak seorangpun bisa berkata bahwa ia terlalu berdosa untuk diselamatkan, karena Kristus telah menyelamatkan Paulus. Selanjutnya, tidak seorang Kristenpun boleh menganggap orang berdosa manapun sebagai suatu kasus yang tidak berpengharapan) - hal 89.

Homer A. Kent, Jr.: “Paul indicates that his experience of God’s saving grace was not only a blessing to himself but had a purpose of grace to others also. His case provided a pattern for future believers. The word HUPOTUPOSIS means an outline, sketch, example, pattern. It was used of a model which was placed before someone to be copied. Paul’s case was an outline or pattern of Christ’s long-suffering (MAKROTHUMIAN). ... Just as Christ endured the blasphemies and persecutions of Paul for so long a time and did not smite him with judgment, so is He with all the world. ... If a sinner like Saul of Tarsus could be spared and received salvation, so may other sinners” [= Paulus menyatakan bahwa pengalamannya tentang kasih karunia yang menyelamatkan dari Allah bukan hanya merupakan suatu berkat bagi dirinya sendiri, tetapi mempunyai suatu tujuan kasih karunia bagi orang-orang lain juga. Kasusnya menyediakan suatu pola untuk orang-orang percaya yang akan datang. Kata HUPOTUPOSIS berarti suatu garis besar, sketsa, contoh, pola. Itu digunakan tentang suatu model / contoh yang diletakkan di depan seseorang untuk ditiru. Kasus Paulus merupakan suatu garis besar atau pola dari ke-panjang-sabar-an Kristus (MAKROTHUMIAN). ... Sama seperti Kristus menahan hujatan dan penganiayaan dari Paulus untuk waktu yang begitu lama dan tidak memukulnya dengan penghakiman, demikianlah Ia dengan seluruh dunia. ... Jika seorang berdosa seperti Saulus dari Tarsus bisa diselamatkan dan menerima keselamatan, demikian juga orang-orang berdosa yang lain] - hal 89,90.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘A pattern’, hupotupoosin, ‘for an adumbration:’ ‘for a type-like sample of (for) them,’ etc. (1 Cor. 10:6,11: tupoi )] - to assure the greatest sinners that they shall not be rejected in coming to Christ, since even Saul found mercy. No greater long-suffering can be required in the case of any other than was exercised in my case” [= ‘Suatu pola’. HUPOTUPOOSIN, ‘untuk suatu bayangan / gambaran’: ‘untuk suatu contoh yang seperti type tentang (bagi) mereka’, dsb. (1Kor 10:6,11: TUPOI) - untuk meyakinkan orang-orang yang paling berdosa bahwa mereka tidak akan ditolak dalam datang kepada Kristus, karena bahkan Saulus mendapatkan kasih karunia. Tidak ada ke-panjang-sabar-an yang lebih besar yang bisa dibutuhkan dalam kasus dari orang lain manapun dari pada yang digunakan / dijalankan dalam kasusku].

1Kor 10:1-11 - “(1) Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. (2) Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. (3) Mereka semua makan makanan rohani yang sama (4) dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. (5) Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. (6) Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh (TUPOI) bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, (7) dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: ‘Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.’ (8) Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang. (9) Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular. (10) Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut. (11) Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh (TUPIKOS) dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba”.

Catatan: Baik Paulus dalam 1Tim 1:16, maupun Israel dalam 1Kor 10:1-11, merupakan contoh / pola. Tetapi kalau Paulus adalah contoh positif, maka Israel dalam 1Kor 10 ini adalah contoh negatif.

Barnes’ Notes: “The idea is, that he sustained the first rank as a sinner, and that Jesus Christ designed to show mercy to him as such, in order that the possibility of pardoning the greatest sinners might be evinced, and that no one might afterward despair of salvation on account of the greatness of his crimes” (= Maksudnya adalah bahwa ia mempertahankan ranking pertama sebagai seorang berdosa, dan bahwa Yesus Kristus merencanakan untuk menunjukkan belas kasihan kepadanya sebagai orang seperti itu, supaya kemungkinan mengampuni orang yang paling berdosa bisa ditunjukkan dengan jelas, dan supaya tak seorangpun dikemudian hari bisa putus asa tentang keselamatan karena besarnya kejahatannya).

Barnes’ Notes: “it denotes a pattern or example, and here it means that the case of Paul was an example for the encouragement of sinners in all subsequent times. It was that to which they might look when they desired forgiveness and salvation. It furnished all the illustration and argument which they would need to show that they might be forgiven. It settled the question forever that the greatest sinners might be pardoned; for as he was ‘the chief of sinners,’ it proved that a case could not occur which was beyond the possibility of mercy” (= ini menunjukkan suatu pola atau contoh, dan di sini itu berarti bahwa kasus Paulus merupakan suatu contoh untuk menguatkan orang-orang berdosa dalam semua masa setelahnya. Itu adalah sesuatu kemana mereka boleh memandang pada waktu mereka menginginkan pengampunan dan keselamatan. Itu menyediakan semua ilustrasi dan argumentasi yang mereka butuhkan untuk menunjukkan bahwa mereka bisa diselamatkan. Itu membereskan selama-lamanya keraguan bahwa orang-orang yang paling berdosa bisa diampuni; karena ia adalah orang yang paling berdosa, itu membuktikan bahwa tidak bisa terjadi suatu kasus yang berada di luar kemungkinan belas kasihan).

Barnes’ Notes: “no sinner should despair of mercy. No one should say that he is so great a sinner that he cannot be forgiven. One who regarded himself as the ‘chief’ of sinners was pardoned, and pardoned for the very purpose of illustrating this truth, that any sinner might be saved. His example stands as the illustration of this to all ages; and were there no other, any sinner might now come and hope for mercy. But there are other examples. Sinners of all ranks and descriptions have been pardoned. Indeed, there is no form of depravity of which people can be guilty, in respect to which there are not instances where just such offenders have been forgiven. The persecutor may reflect that great enemies of the cross like him have been pardoned; the profane man and the blasphemer, that many such have been forgiven; the murderer, the thief, the sensualist, that many of the same character have found mercy, and have been admitted to heaven” (= tak ada orang berdosa yang boleh kehilangan harapan tentang belas kasihan. Tak seorangpun boleh berkata bahwa ia adalah orang berdosa yang begitu hebat sehingga ia tidak bisa diampuni. Seseorang yang menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang paling berdosa, diampuni, dan diampuni untuk tujuan menjelaskan kebenaran ini, bahwa orang berdosa manapun bisa diselamatkan. Contohnya merupakan suatu penjelasan dari hal ini kepada semua jaman; dan seandainya tidak ada contoh yang lain, orang berdosa manapun sekarang boleh datang dan berharap mendapatkan belas kasihan. Tetapi ada contoh-contoh yang lain. Orang-orang berdosa dari semua kedudukan dan penggambaran telah diampuni. Memang, tidak ada bentuk kebejatan tentang mana orang-orang bersalah, untuk mana tidak ada contoh-contoh dimana pelanggar-pelanggar yang seperti itu telah diampuni. Si penganiaya boleh membayangkan bahwa musuh-musuh besar dari salib seperti dia telah diampuni; orang yang duniawi dan penghujat boleh membayangkan bahwa banyak orang seperti mereka telah diampuni; pembunuh, pencuri, orang-orang yang menuruti hawa nafsu boleh membayangkan bahwa banyak orang dengan karakter yang sama telah menemukan belas kasihan, dan telah diterima di surga).

Barclay: “It is as if Paul were saying, ‘Look what Christ has done for me! If someone like me can be saved, there is hope for everyone.’ ... Paul did not shrinkingly conceal his record; he blazoned it abroad, that others might take courage and be filled with hope that the grace which had changed him could change them too” (= Seolah-olah Paulus berkata: ‘Lihatlah apa yang Kristus telah lakukan untukku! Jika seseorang seperti aku bisa diselamatkan, ada pengharapan untuk setiap orang’. ... Paulus tidak dengan segan-segan menyembunyikan catatan kejahatannya; ia menyatakan / memamerkannya dengan luas, supaya orang-orang lain bisa mendapatkan penguatan dan dipenuhi dengan pengharapan bahwa kasih karunia yang telah mengubah dia bisa mengubah mereka juga) - hal 48.

3) Kasus Paulus ini menunjukkan bahwa Allah bisa menggunakan kejahatan untuk kebaikan.

William Hendriksen: “Man proposes; God disposes. Man - for instance Paul before his conversion - may try to destroy the church; God will establish it. And for that purpose he will use the very man who tried to destroy it! Hence, though man is a mere creature of time, God is the King of the ages, over-ruling evil for good; directing to its predetermined goal whatever happens throughout each era of the world’s history” (= Manusia bermaksud / berniat; Allah yang mengatur / menentukan. Manusia, sebagai contoh Paulus sebelum pertobatannya - boleh mencoba untuk menghancurkan gereja; Allah akan meneguhkan gereja. Dan untuk tujuan itu Ia akan menggunakan orang yang mencoba untuk menghancurkan gereja! Karena itu, sekalipun manusia hanyalah suatu makhluk yang terbatas oleh waktu, Allah adalah Raja dari semua jaman, menggunakan kejahatan untuk kebaikan; mengarahkan kepada tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, apapun yang terjadi dalam sepanjang sejarah dunia) - hal 83.

Ay 17: “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin”.

1) Mengapa Paulus tahu-tahu memuji Tuhan?

Adam Clarke: “This burst of thanksgiving and gratitude to God, naturally arose from the subject then under his pen and eye” (= Ledakan terima kasih dan rasa syukur kepada Allah, secara alamiah muncul dari pokok yang pada saat itu ada di bawah pena dan matanya).

2) Pujian / doxology yang Paulus berikan bagi Tuhan.

a) ‘Raja segala zaman’ secara hurufiah adalah ‘the King of the ages’ atau ‘the King of eternities’. Ini jelas menunjukkan kekekalan dari Allah.

b) ‘Allah yang kekal’ merupakan terjemahan yang salah.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘immortal’ (= yang tidak bisa mati).

Clarke mengatakan bahwa terjemahan seharusnya adalah ‘incorruptible’ (= yang tidak bisa hancur / busuk).

c) ‘yang tak nampak’.

Bdk. 1Timotius 6:16 - “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. BagiNyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin”.

d) ‘yang esa’.

NIV/NASB: ‘the only God’ (= satu-satunya Allah).

1. Ini tidak bertentangan dengan doktrin Allah Tritunggal, atau doktrin tentang keilahian Kristus, atau doktrin tentang keilahian Roh Kudus, karena sekalipun kita mempercayai bahwa Yesus dan Roh Kudus juga adalah Allah, tetapi kita tidak mempercayai adalah 3 Allah.

2. Clarke mengatakan bahwa ada manuscripts yang menuliskan ‘the only wise God’ (= satu-satunya Allah yang bijaksana). Ia tak tahu mana yang benar, tetapi kata ‘wise’ mungkin diambil dari Ro 16:27 - “bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat (RSV/NIV/NASB: ‘the only wise God’), oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin”.

1 Timotius 1: 18: “Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni”.

1) ‘Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu ....’.

Bdk. 1Timotius 4:14 - “Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua”.

Kelihatannya, Timotius pernah mendapatkan nubuat tentang panggilan pelayanannya, dan Paulus menyuruh Timotius mengingat hal ini untuk menguatkan dirinya dalam pelayanan.

Penerapan: kalau saudara ‘melayani Tuhan’ tanpa pernah mempunyai keyakinan terhadap panggilan Tuhan, maka saudara tidak mempunyai apapun untuk diingat, yang bisa menguatkan saudara. Tetapi kalau saudara betul-betul pernah mendapatkan panggilan Tuhan ke dalam pelayanan itu, sekalipun itu tidak saudara dapatkan melalui nubuat seperti halnya Timotius, maka hal itu bisa menguatkan saudara dalam pelayanan. Karena itu, kita perlu menggumulkan dulu kehendak Tuhan tentang pelayanan kita.

2) ‘engkau memperjuangkan perjuangan yang baik’.

Memang kehidupan, dan khususnya pelayanan, orang Kristen merupakan suatu peperangan melawan setan dan dosa.

Efesus 6:10-12 - “(10) Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya. (11) Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; (12) karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”.

Matthew Henry: “The ministry is a warfare, it is a good warfare against sin and Satan: and under the banner of the Lord Jesus, who is the Captain of our salvation (Heb. 2:10), and in his cause, and against his enemies, ministers are in a particular manner engaged” [= Pelayanan merupakan suatu peperangan, itu merupakan suatu perang yang baik melawan dosa dan setan: dan di bawah panji dari Tuhan Yesus, yang adalah Kapten dari keselamatan kita (Ibr 2:10), dan dalam perkaraNya, dan melawan musuh-musuhNya, pelayan-pelayan / pendeta-pendeta terlibat dalam suatu cara yang khusus].

Catatan: Ibrani 2:10 - “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah - yang bagiNya dan olehNya segala sesuatu dijadikan -, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan”.

Bagian yang saya garis bawahi itu salah terjemahan.

KJV: ‘the captain of their salvation’ (= kapten keselamatan mereka).

NIV/NASB: ‘the author of their salvation’ (= pencipta / pemulai keselamatan mereka).

Matthew Henry menggunakan KJV dan karena itu ia menyebut Yesus sebagai kapten keselamatan.

3) ‘dengan iman dan hati nurani yang murni’.

a) ‘iman’.

Calvin menafsirkan bahwa kata ‘iman’ di sini menunjuk pada ‘ajaran yang sehat’, sama seperti kata ‘iman’ dalam 1Timotius 3:9 - “melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci”.

Contoh lain dimana kata ‘iman’ diartikan sebagai ‘ajaran’ / ‘Injil’: Galatia 1:23 - “Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya”.

Adam Clarke juga berpandangan sama dengan Calvin. ‘Iman’ di sini ia anggap sebagai semua kebenaran dalam ajaran Kristen.

Albert Barnes menganggap bahwa kata-kata ‘holding faith’ (= memegang iman) di sini berarti bahwa Timotius disuruh untuk menjadi tentara yang setia. Tetapi saya lebih setuju dengan arti yang diberikan oleh Calvin dan Clarke di atas yang mengatakan bahwa iman menunjuk kepada ‘ajaran yang benar’ / ‘injil’.

Jadi, Timotius diperintahkan oleh Paulus untuk berjuang dengan mempertahankan ajaran Injil / ajaran yang sehat. Memang, kalau kita berjuang dengan menggunakan ajaran yang sesat, maka pada hakekatnya kita berperang untuk setan, bukan untuk Tuhan.

b) ‘hati nurani yang murni’.

Memelihara hati nurani yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang Kristen, tetapi terutama bagi pelayan-pelayan Tuhan.

Homer A. Kent, Jr.: “As Timothy carried out the injunction of Paul, he would be campaigning as a soldier should in the good war, the campaign against the opponents of Christ and the gospel. But he must be careful in maintaining his own faith and conscience. This is a reference to the inward state of the minister. He must keep his own faith in good condition. He must be uncompromising on the matter of sound doctrine. The religious teacher who knows the truth but teaches falsehood, or allows it to be taught under his jurisdiction, will not have a good conscience, at least not at the outset. His conscience will condemn such perversion. However, persistence in such a course may dull the conscience so that it fails to be a helpful guide. Thus the minister should be very much concerned that his ministry is in accord with the standard of God’s Word, in order that his conscience will be good, that is, it will function properly and have nothing to condemn” (= Pada waktu Timotius melaksanakan perintah Paulus, ia akan berkampanye / bekerja seperti seorang tentara dalam perang yang baik, kampanye terhadap penentang-penentang Kristus dan injil. Tetapi ia harus hati-hati dalam memelihara iman dan hati nuraninya sendiri. Ini merupakan suatu petunjuk bagi keadaan di dalam dari seorang pelayan / pendeta. Ia harus memelihara imannya sendiri dalam kondisi yang baik. Ia tidak boleh berkompromi tentang persoalan doktrin yang sehat. Guru agama yang mengetahui kebenaran tetapi mengajarkan kepalsuan, atau mengijinkannya diajarkan dalam daerah kekuasaannya, tidak akan mempunyai hati nurani yang baik, setidaknya tidak pada permulaannya. Hati nuraninya akan mengecam penyimpangan seperti itu. Tetapi kekerasan hati dalam jalan seperti itu akan menumpulkan hati nurani sehingga hati nurani itu gagal untuk menjadi pembimbing yang berguna. Karena itu, pelayan / pendeta itu harus sangat memperhatikan bahwa pelayanannya sesuai dengan standard Firman Allah, supaya hati nuraninya akan baik, artinya, hati nurani itu akan berfungsi secara benar dan tidak mempunyai apapun untuk dikecam) - hal 92.

Ay 19-20: “(19) Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka, (20) di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat”.

1) Bahayanya kalau kita tidak memelihara hati nurani yang baik (1 Timotius 1: 19).

Pulpit Commentary: “deviations from the true faith are preceded by violations of the conscience. The surest way to maintain a pure faith is to maintain a good and tender conscience” (= penyimpangan dari iman yang benar didahului oleh pelanggaran hati nurani. Jalan yang paling pasti untuk mempertahankan iman yang murni adalah dengan mempertahankan hati nurani yang baik dan lembut) - hal 7.

Barnes’ Notes: “The truth thus taught is, that people make shipwreck of their faith by not keeping a good conscience. They love sin. They follow the leadings of passion. They choose to indulge in carnal propensities” (= Maka kebenaran yang diajarkan adalah bahwa orang-orang kandas imannya dengan tidak memelihara hati nurani yang baik. Mereka mencintai dosa. Mereka mengikuti pimpinan dari nafsu. Mereka memilih untuk memuaskan kecenderungan daging).

Calvin: “He shows how necessary it is that faith be accompanied by a good conscience; because, on the other hand, the punishment of a bad conscience is turning aside from the path of duty. They who do not serve God with a sincere and a perfect heart, but give a loose rein to wicked dispositions, even though at first they had a sound understanding, come to lose it altogether. This passage ought to be carefully observed. We know that the treasure of sound doctrine is invaluable, and therefore there is nothing that we ought to dread more than to have it taken from us. But Paul here informs us, that there is only one way of keeping it safe; and that is, to secure it by the locks and bars of a good conscience. This is what we experience every day; for how comes it that there are so many who, laying aside the gospel, rush into wicked sects, or become involved in monstrous errors? It is because, by this kind of blindness, God punishes hypocrisy; as, on the other hand, a genuine fear of God gives strength for perseverance” (= Ia menunjukkan betapa pentingnya bahwa iman disertai dengan hati nurani yang baik; karena sebaliknya, hukuman dari suatu hati nurani yang buruk adalah penyimpangan dari jalan kewajiban. Mereka yang tidak melayani Allah dengan suatu hati yang tulus dan sempurna, tetapi memberikan kendali yang longgar pada kecenderungan yang jahat, sekalipun mula-mula mereka mempunyai pengertian yang sehat, akan kehilangan semuanya. Text ini harus diperhatkan baik-baik. Kita tahu bahwa harta dari ajaran yang sehat merupakan sesuatu yang tidak terhingga nilainya, dan karena itu tidak ada hal lain yang harus lebih kita takuti dari pada diambilnya hal itu dari kita. Tetapi di sini Paulus memberitahu kita, bahwa hanya ada satu jalan untuk memeliharanya tetap aman; dan itu adalah dengan melindunginya / menguncinya dengan kunci dan palang / jeruji dari suatu hati nurani yang baik. Ini yang kita alami setiap hari; karena bagaimana mungkin bahwa ada begitu banyak orang yang menyingkirkan injil dan berlari ke dalam sekte-sekte jahat, atau menjadi terlibat dalam kesalahan-kesalahan yang besar? Itu adalah karena dengan kebutaan jenis ini, Allah menghukum kemunafikan; seperti sebaliknya, suatu rasa takut yang sungguh-sungguh kepada Allah memberikan kekuatan untuk bertekun) - hal 45-46.

Calvin: “All the errors that have existed in the Christian Church from the beginning, proceeded from this source, that in some persons, ambition, and in others, covetousness, extinguished the true fear of God. A bad conscience is, therefore, the mother of all heresies” (= Semua kesalahan yang ada dalam Gereja Kristen dari semula, dimulai dari sumber ini, bahwa dalam beberapa orang, ambisi, dan dalam orang-orang lain, ketamakan, memadamkan rasa takut yang benar terhadap Allah. Karena itu, hati nurani yang buruk adalah ibu dari semua bidat) - hal 46.

2) ‘dan karena itu kandaslah iman mereka’ (ay 19b).

Adam Clarke menggunakan bagian ini untuk menentang doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus).

Adam Clarke: “‘Of whom is Hymeneus and Alexander.’ Who had the faith but thrust it away; who had a good conscience through believing, but made shipwreck of it. Hence, we find that all this was not only possible, but did actually take place, though some have endeavoured to maintain the contrary; who, confounding eternity with a state of probation, have supposed that if a man once enter into the grace of God in this life, he must necessarily continue in it to all eternity. Thousands of texts and thousands of facts refute this doctrine” (= ‘di antaranya Himeneus dan Alexander’. Yang dulu mempunyai iman tetapi menolaknya / membuangnya; yang dulu mempunyai hati nurani yang baik melalui tindakan percaya, tetapi lalu mengandaskannya. Karena itu, kami mendapatkan bahwa semua ini bukan hanya mungkin, tetapi sungguh-sungguh terjadi, sekalipun beberapa orang telah berusaha untuk mempertahankan sebaliknya; yang, mengacaukan kekekalan dengan masa percobaan, telah menduga / menganggap bahwa jika seseorang satu kali masuk ke dalam kasih karunia Allah dalam hidup ini, ia pasti terus di dalamnya sampai kekekalan. Ribuan text dan ribuan fakta menyangkal / membuktikan salah doktrin ini).

Adam Clarke salah karena:

a) Kitab Suci sering menulis menurut kelihatannya atau menurut pengakuan orangnya, bukan menurut fakta. Contoh:

1. Yohanes 2:23-25 - “(23) Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakanNya. (24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia”.

Yohanes 2:23 mengatakan bahwa banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi kata-kata dalam Yoh 2:24-25 jelas menunjukkan bahwa mereka bukan orang percaya yang sejati.

2. Yohanes 6:66 - “Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.

Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang itu adalah murid-murid Yesus, tetapi mereka bisa mengundurkan diri dari Yesus / tidak lagi mengikut Yesus.

Bdk. Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.

3. Kis 8:13 - “Simon sendiri juga menjadi percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar yang terjadi”.

Ayat ini mengatakan bahwa Simon menjadi percaya, tetapi kalau saudara membaca terus cerita ini, maka dari kata-kata Simon Petrus kepada Simon ini, terlihat dengan jelas bahwa Simon ini bukan orang percaya yang sungguh-sungguh.

Jadi, kalau dalam text ini digambarkan bahwa Himeneus dan Alexander tadinya beriman, itu tidak harus diartikan bahwa mereka sungguh-sungguh beriman.

b) Kita tak bisa mengatakan bahwa ada ribuan fakta menentang doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) sekalipun kita melihat ada banyak orang Kristen, bahkan pendeta, yang murtad. Mengapa? Karena kita tidak bisa tahu apakah mereka orang kristen yang sejati atau sekedar orang kristen KTP.

Sebaliknya, 1Yohanes 2:18-19 menyatakan bahwa kalau seseorang bisa murtad, itu membuktikan bahwa ia adalah orang kristen KTP.

1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

Mengenai orang-orang yang jatuh ini Clarke mengomentari dengan mengutip 1Kor 13:12 - “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!”. Ia lalu melanjutkan dengan berkata sebagai berikut: “He that is self-confident is already half fallen. He who professes to believe that God will absolutely keep him from falling finally, and neglects watching unto prayer, is not in a safer state. He who lives by the moment, walks in the light, and maintains his communion with God, is in no danger of apostasy” [= Ia yang yakin pada diri sendiri, sudah setengah jatuh. Ia yang mengaku percaya bahwa Allah akan secara mutlak menjaga dia dari kejatuhan akhir, dan mengabaikan tindakan berjaga-jaga pada doa, tidak berada dalam keadaan yang lebih aman. Ia yang hidup untuk saat ini (?), berjalan dalam terang, dan memelihara persekutuannya dengan Allah, tidak ada dalam bahaya kemurtadan].

Tanggapan saya:

Calvinisme tak pernah mengajarkan keyakinan kepada diri sendiri. Kita mempercayai bahwa sekali kita sungguh-sungguh percaya, kita tidak akan pernah terhilang, bukan karena kita yang akan bertekun / memegang Allah, tetapi karena Allah yang setia itu yang memegang kita! Tidak ada kesombongan dalam kepercayaan seperti ini, dan sama sekali tak cocok untuk menerapkan 1Kor 13:12 terhadap orang yang mempunyai kepercayaan seperti ini!

Tidak salah untuk mempercayai bahwa Allah akan menjaga secara mutlak supaya kita tidak terhilang, tetapi kepercayaan itu tidak membuang tanggung jawab untuk menjaga kerohanian dengan sebaik mungkin.

3) 1 Timotius 1: 20: ‘di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat’.

a) Rupanya Himeneus ini adalah Himeneus yang sama dengan yang disebutkan dalam 2Timotius 2:17-18 - “(17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang”.
RENUNGAN 1 TIMOTIUS 1:1-20
b) Demikian juga Alexander ini rupanya adalah Alexander yang sama dengan yang disebutkan dalam 2Timotius 4:14 - “Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya”.

c) ‘telah kuserahkan kepada Iblis’. Apa artinya?

Bdk. 1Korintus 5:5 - “orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan”.

Barclay mengatakan ada 3 kemungkinan:

1. Dalam praktek pengucilan Yahudi seseorang yang berdosa mula-mula ditegur di depan umum. Kalau itu tak berhasil, maka orang itu dikeluarkan dari sinagog selama 30 hari. Kalau ia tetap tak mau bertobat, maka ia diletakkan di bawah kutuk, yang menyebabkan orang itu menjadi terkutuk, dihalangi dari persekutuan dengan manusia maupun Allah. Ini yang dimaksudkan dengan diserahkan kepada Iblis.

2. Ia memaksudkan bahwa orang-orang itu dikeluarkan dari gereja. Gereja adalah wilayah dari Allah, dan dunia adalah wilayah dari Iblis.

Bdk. 1Yohanes 5:19 - “Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat”.

Jadi, orang yang dikeluarkan dari gereja, sama seperti diserahkan kepada Iblis.

3. Gereja berdoa supaya orang itu ditimpa suatu penderitaan fisik, yang dianggap diberikan oleh Iblis, supaya ia sadar.

Barclay mengambil pandangan ketiga, Calvin mengambil pandangan kedua. William Hendriksen menggabungkan keduanya. Saya lebih condong dengan pandangan Calvin.

d) ‘supaya jera mereka menghujat’.

NIV: ‘to be taught not to blaspheme’ (= untuk diajar untuk tidak menghujat).

NASB: ‘so that they may be taught not to blaspheme’ (= sehingga mereka bisa diajar untuk tidak menghujat).

BACA JUGA: 8 PILAR DAN PONDASI KEBENARAN KELUARGA ALLAH (1 TIMOTIUS 3:15)

Barnes’ Notes: “It is not entirely clear what is meant by ‘blaspheme’ in this place; ... It cannot be supposed that they were open and bold blasphemers, for such could not have maintained a place in the church, but rather that they held doctrines which the apostle regarded as amounting to blasphemy; that is, doctrines which were in fact a reproach on the divine character. There are many doctrines held by people which are in fact a reflection on the divine character, and which amount to the same thing as blasphemy. ... Let us be careful that we hold no views about God which are reproachful to him, and which, though we do not express it in words, may lead us to blaspheme him in our hearts” (= Tidak sepenuhnya jelas apa yang dimaksud dengan ‘menghujat’ di tempat ini; ... Tidak bisa dianggap bahwa mereka adalah penghujat terang-terangan dan berani, karena orang seperti itu tidak bisa tetap mendapat tempat dalam gereja, tetapi lebih baik diartikan bahwa mereka mempercayai ajaran yang oleh sang rasul dianggap sebagai penghujatan; yaitu ajaran yang dalam faktanya merupakan suatu celaan terhadap karakter ilahi. Ada banyak ajaran yang dipercaya oleh orang-orang yang dalam faktanya merupakan suatu bayangan dari karakter ilahi, dan yang menjadi hal yang sama dengan penghujatan. ... Hendaklah kita berhati-hati untuk tidak mempercayai / memegang pandangan tentang Allah yang merupakan suatu celaan terhadapNya, dan yang, sekalipun kita tidak menyatakannya dengan kata-kata, bisa membimbing kita untuk menghujat Dia dalam hati kita).

Kalau kata-kata ini benar, ini menunjukkan bahwa seseorang bisa dikucilkan, bukan hanya karena kehidupannya yang berdosa, tetapi karena ia memegang / mengajarkan ajaran yang sesat. RENUNGAN 1 TIMOTIUS 1:1-20

Next Post Previous Post