9 SIKAP DALAM IBADAH (IBRANI 10:19-25)

9 SIKAP DALAM IBADAH (IBRANI 10:19-25)
Pendahuluan:

Pertama, setiap orang percaya harus mengerti dasar-dasar ibadah orang percaya, yaitu: darah Yesus yang telah dicurahkan bagi umat manusia yang juga telah menjadi pengganti korban persembahan untuk datang menghampiri Allah dan Yesus sebagai Imam Besar. 

Kedua, dalam ibadah setiap orang percaya harus memiliki sikap hati yang tulus iklhas, keyakinan iman, hati yang sudah dibasuh dan
berpegang pada pengakuan pengharapan pada Yesus. 

Ketiga, dalam ibadah, setiap orang percaya harus memiliki hati yang menyembah karena penyembahan adalah hal yang paling utama untuk menyatakan hormat dan tunduk kepada Allah atas karya-Nya bagi hidup orang percaya. 

Keempat, dalam ibadah, setiap orang percaya harus hidup dalam kekudusan,karena dalam kekudusanlah orang percaya layak dihadapan Allah.

 9 SIKAP KITA DALAM BERIBADAH

1. Dengan Hati yang Tulus Ikhlas (Ibrani 10:22b)

Kalimat “hati yang tulus iklas” diterjemahkan dari kata καρδιας yang berarti hati atau pusat, dan εν πληροφορια yang berarti kepastian atau keutuhan. Dari beberapa terjemahan, TB, “hati yang tulus ikhlas”, BIS, “hati yang tulus,” NIV, “heart in full assurance.” 

Penulis surat Ibrani menekankan bahwa setiap umat-Nya harus datang menghampiri Allah dengan mempersiapkan diri secara rohani dan dengan kepastian tanpa ragu-ragu atau dengan hati yang utuh agar dapat bersekutu dengan Allah.
Menghampiri Allah berarti mencari persekutuan dengan Allah dalam kepercayaan dan doa. 

Menghampiri Allah dengan hati yang tulus ikhlas artinya tidak dengan maksud lain yang keliru, akan tetapi harus dengan ketulusan hati, dengan kepercayaan, dengan hikmat dan dengan perasaan syukur, dengan hormat dan dengan kasih sayang. Dapat dilihat bahwa hati yang berpusat pada kepastian yang utuh dalam menghampiri Allah adalah sikap yang diperlukan dalam menghadap Allah dalam persekutuan dengan-Nya tanpa ada beban.

J. Wesley Brill mengatakan bahwa hati yang tulus adalah kebalikan dari kemunafikan dan kepalsuan. Tuhan melihat ke dalam hati dan Dia melihat segala sesuatu yang pura-pura. Hati yang tulus adalah hati yang sungguh-sungguh menginginkan kesucian. 

Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa orang yang percaya harus menghampiri Allah dengan sikap yang tidak munafik atau berpura-pura dalam persekutuan dengan-Nya yang dilakukan dalam ibadah-ibadah, melainkan dengan hati yang memiliki kerinduan yang sungguh-sungguh akan menghampiri Allah.

Semua umat-Nya dituntut untuk mengampiri Allah atau datang dengan hati yang tulus ikhlas, dengan maksud yang sungguh-sungguh, serta keyakinan iman yang teguh, kepercayaan yang mutlak, bahwa apa yang sudah dilakukan Kristus itu dapat menjadikan umat-Nya memiliki penyucian yang sempurna.

2. Dengan Keyakinan Iman yang Teguh (Ibrani 10:22c)


Selanjutnya penulis surat Ibrani mengatakan kepada orang-orang percaya pada saat itu, menghampiri Allah dengan “keyakinan iman yang teguh”. Ungkapan kata “keyakinan iman yang teguh” diterjemahkan πιστεως  (pisteôs) dari kata dasar πιστις yang diartikan kepercayaan, iman, kesetiaan, agama, ajaran yang diimani, janji, bukti. 

Dari beberapa terjemahan LAI, “keyakinan iman yang teguh”; BIS, “iman yang teguh”; NIV, “of faith.” Dari beberapa terjemahan dapat disimpulkan bahwa penulis surat Ibrani menekankan orang Kristen datang dengan iman yang didasari kepercayaan kepada Kristus sebagai Juruselamat, tanpa keragu-raguan untuk datang menghampiri Allah.

Terjemahan “keyakinan iman yang teguh” memberikan kesan yang ditekankan adalah lebih menekankan pada kepastian penuh dari iman itu sendiri (band. “pengharapan yang penuh kepastian ” di 6:11). Hal ini perlu ditegaskan penulis surat Ibrani, karena penerima surat sedang menghadapi ajaran sesat dan penganiayaan yang hebat yang berpotensi mengganggu iman mereka. 

Oleh sebab itu, keyakinan iman yang teguh dapat diartikan dengan kesungguhan, tidak ragu-ragu, tidak bimbang oleh keadaan. Sehingga umat-Nya harus menghampiri dengan kepercayaan yang mutlak, bahwa apa yang sudah dilakukan Kristus itu dapat menjadikan umat-Nya memiliki penyucian yang sempurna, baik lahir maupun batin. Di depan pencobaan-pencobaan untuk meniadakan kepercayaan mereka, karena beberapa janji belum terpenuhi, sehingga penulis surat Ibrani berseru supaya teguh bertahan dengan mengakui secara terbuka akan pengharapan Kristen. Sebab orang yang percaya memiliki jaminan yang pasti akan kesetiaan Yesus.

Menurut Alkitab, iman yang benar ialah ketaatan yang penuh keyakinan kepada firman Allah bagaimana pun keadaan dan apa pun akibatnya. Inilah yang ditegaskan kepada orang Kristen Ibrani untuk tetap taat kepada firman Allah dengan keadaan apa pun. Panggilan ini pertamatama adalah panggilan untuk masuk ke hadirat Allah yang sudah dijadikan nyata dengan iman yang teguh.67

3. Dengan Tubuh yang Sudah Dibasuh (Ibrani 10:22d)

Setelah membahas tentang keyakinan iman yang teguh dalam menghadap Allah, penulis surat Ibrani menekankan lagi tentang “hati yang bersih.” Kalimat “hati kita telah disersihkan dari hati nurani yang jahat” diterjemakan ρεραντισμενοι τας καρδιας απο συνειδησεως πονηρας (rerantismenoi tas kardias apo suneidêseôs ponêras). ρεραντισμενοι yang berarti memercikkan; membersihkan; disucikan. τας καρδιας yang berarti hati atau pusat, απο συνειδησεως yang berarti kesadaran; hati nurani; sifat mendengarkan hati nurani. πονηρας yang berarti jahat; buruk; yang bersalah; iri; kikir; sakit; perih; si jahat. 

Jadi, dari beberapa terjemahan LAI, “oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat”; BIS, “dengan hati yang sudah disucikan dari perasaan bersalah”; NIV, “our hearts sprinkled to cleanse us from a guilty conscience.”

Penulis surat Ibrani menjelaskan dalam menghadap Allah, sikap yang tepat adalah menghadap Dia dengan hati yang telah disucikan oleh darah Yesus dari hati nurani yang jahat. Orang Kristen harus menghampiri Allah dengan keyakinan bahwa darah-Nya berkuasa menyucikan hati dari hati nurani yang jahat. 

Hati nurani yang jahat berarti batin yang menempelak umat-Nya karena masih ada dosa yang belum diampuni. Penulis surat Ibrani menjelaskan bahwa hati yang telah suci dan bersih dari hati yang jahat. Hati itu pusat, bagian yang terdalam dari kehidupan. Di situlah tempat dosa dan dari situlah timbul rasa dosa. Hati itu menjadi kotor atau najis karena dosa. Dan orang percaya tahu tentang dosa. Akan tetapi, hati itu sekarang telah dibersihkan atau telah disucikan oleh darah Kristus.

Kata dibasuh diterjemahkan λελουςμενοι (lelousmenoi) kata yang tepat ialah bahwa telah disucikan oleh darah Yesus. Sedangkan kata air bersih ύδατι  καθαρω (hudati katharou). Jadi, kalimat lelousmenoi hudati katharou. Yang berarti menghampiri Allah dengan tubuh yang sudah dibasuh dengan air yang bersih. Dengan kata lain bahwa Yesus sendiri yang telah membasuh hati melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Kepercayaan yang mutlak, bahwa apa yang sudah dilakukan Kristus, itu dapat menjadikan umat-Nya memiliki penyucian yang sempurna, baik lahir maupun batin, yang dilambangkan oleh bentukbentuk upacara yang lama dengan darah yang dipercikkan dan tubuh yang dibasuh oleh Yesus sendiri.

4. Dengan Berpegang Pada Pengakuan (Ibrani 10:23)


Selanjutnya ketika mengerti akan sikap hati yang bersih, penulis surat Ibrani menjelaskan sikap dalam menghadap Allah dengan “berpegang pada pengakuan”. Kata “berpegang pada pengakuan” dari beberapa terjemahan LAI, “marilah kita teguh berpegang pada pengakuan”; BIS, “hendaklah kita berpegang teguh pada harapan”; NIV, “Let us hold unswervingly to the hope we profess,” KJV “Let us hold fast the profession of our faith without wavering.” 

Pengakuan tentang pengharapan berarti berharap dan beriman kepada Yesus Kristus. Iman kepada Kristus memberikan pengharapan yang tidak menaruh kebimbangan, tidak bimbang mengenai Kristus, mengenai apakah akan tetap mengikuti Dia ataukah mundur dari Dia.

Penulis surat Ibrani mendorong kita dengan teguh harus berpegang pada pengakuan akan pengharapan. Pengakuan ini adalah mengenai pengharapan. Pengharapan yang diceritakan dalam surat ini dapat hilang, kecuali mereka berpegang teguh pada pengharapan. 

J. A. C. Rullmann mengatakan, “Pengakuan ini disebut pengakuan pengharapan orang percaya. Jadi, bukan kepercayaan, akan tetapi pengharapanlah yang disebut di sini. Karena seluruh isi pengharapan itu terletak dalam Perjanjian Tuhan. Itulah yang diharapkan, karena orang percaya mempunyai keyakinan yang tetap, bahwa segala sesuatu yang telah dijanjikan oleh Tuhan, tentu akan terlaksana, karena yang berjanji itu setia.” Pengakuan ialah menyaksikan kepercayaan, memberi bukti, baik dengan perkataan maupun dengan tingkah laku. Pengakuan itu adalah kewajiban terhadap Yesus dan juga terhadap dunia yang belum mengenal akan Yesus.

Dalam ayat 23, para pembaca surat Ibrani sedang dicobai agar mereka tidak mengakui Yesus Kristus dan kembali kepada ibadah Perjanjian yang Lama. Penulis surat Ibrani menasihatkan mereka bukan supaya mereka tetap berpegang pada keselamatan mereka, sebab jaminan mereka adalah di dalam Kristus bukan di dalam diri mereka sendiri. Di depan pencobaan-pencobaan untuk meniadakan kepercayaan mereka, karena beberapa janji belum terpenuhi, penulis berseru supaya teguh bertahan dengan mengakui secara terbuka akan pengharapan Kristen mereka; sebab mereka memiliki jaminan yang pasti akan kesetiaan yang berjanji.

5. Saling Memperhatikan (Ibrani 10:24a)

Kata “saling memperhatikan” diterjemahkan katanoumen allelous. Dari beberapa terjemahan, BIS, “hendaklah saling memperhatikan,” LAI, “marilah kita saling memperhatikan,” KJV, “And let us consider one another,” NIV, “and let us consider how we may spur one another.” Yang dimaksudkan bahwa tidak mementingkan diri sendiri, melainkan sebagai orang percaya harus bergaul secara baik.

Saling memperhatikan diartikan bahwa tidak mementingkan diri sendiri. William Barclay mengatakan, “Marilah ingat bahwa sebagai umat Allah yang percaya kepada Kristus tidak mementingkan diri sendiri, melainkan juga saling memperhatikan orang lain”. Sebab tidak seorang pun dapat menyelamatkan jiwanya dengan memberikan seluruh waktu dan tenaga untuk usaha penyelamatan diri sendiri. Tetapi, banyak orang telah menyelamatkan jiwanya karena mereka begitu memperhatikan orang lain.

“Saling memperhatikan,” ungkapan yang sangat kuat sekali dan berarti sangat memperhatikan saudara-saudara. Saling memperhatikan seperti itu akan mendatangkan kasih kebaikan di dalam pribadi sendiri dan kepada saudara-saudara, juga membangkitkan yang demikian di dalam pribadi saudara-saudara seiman. Memperhatikan sesama berarti juga menghendaki yang baik bagi mereka itu dalam segala bidang: bidang jasmani, bidang moral dan bidang rohani.

Ayat 24-25, merupakan dorongan untuk saling memperhatikan. Ayat ini merupakan teguran kepada orang yang menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, tetapi yang diharapkan dalam kedua ayat ini lebih dari sekedar hadir di gereja pada hari Minggu. Yang diharapkan di sini ialah hubungan pribadi antara warga jemaat di mana saling menasihati.

Persekutuan dengan Allah tidak boleh menyebabkan pribadi yang mementingkan diri sendiri. Sebagai umat Allah yang telah diselamatkan dari dosa, penulis surat Ibrani menegaskan bahwa orang percaya pada saat itu harus saling terus-menerus memperhatikan antara saudara seiman sebagai instrumen untuk menguatkan dan dikuatkan dalam memegang erat pengakuan pengharapan. Kita tidak hanya harus memandang Kristus (3:1), tetapi memperhatikan satu dengan yang lain (Ibrani 10:24).

Penjelasan di atas memberikan penekanan pada usaha setiap orang percaya untuk saling memperhatikan sesama umat Allah. Kita harus terus-menerus dan secara intensif mendorong orang lain dalam kasih dan perbuatan baik. Oleh sebab itu, kata saling memperhatikan, mengharuskan setiap orang Kristen (umat Allah) untuk hidup saling memperhatikan terus-menerus dalam suatu persekutuan dengan Allah sebagai tubuh Kristus dan tidak hanya mementingkan diri sendiri.

6. Saling Mendorong Dalam Kasih (Ibrani 10:24b)

Penulis surat Ibrani takut jikalau para pembacanya salah menafsirkan nasihatnya, karena itu, ia melanjutkannya dengan menyampaikan kata-kata yang memberi dorongan dan kepastian. Ungkapan “saling mendorong dalam kasih” diterjemahkan dari parosksusmon agapes. Dari beberapa terjemahan, LAI, “supaya kita saling mendorong dalam kasih,” BIS, “supaya kita memberi dorongan dalam mengasihi sesama,” NIV, “another on toward love.”

Penulis surat Ibrani sungguh menyadari bahwa manusia akan lemah dan jatuh jika tidak saling memperhatikan dan saling mendorong. Pertemuan-pertemuan ibadah janganlah hanya berpusat pada diri sendiri tanpa peduli orang-orang yang mungkin duduk di sekitar. Semakin dekat hari kedatangan Tuhan, maka seharusnya semakin giat pula umat Allah untuk saling menasihati dan mengingatkan dalam kasih.

Penggunaan kata “kasih” bekerja untuk memberikan kebaikan bagi orang lain tanpa memperdulikan apa yang dirasakannya sendiri. Kebajikan “kasih” adalah dasar bagi kehidupan sosial Kristen. Tanpa kasih, kehidupan sosial Kristen akan roboh, khususnya pada masa ditimpa penderitaan. Kasih kepada saudara-saudara dalam jemaaat adalah suatu ukuran yang tepat untuk mengetahui derajat persatuan dengan Allah (Yohanes 4:7).

Dorongan dalam kasih menekankan supaya saling memperhatikan dan mendorong dalam kasih. Saling memperhatikan seperti itu akan mendatangkan kasih dan kebaikkan di dalam pribadi sendiri kepada saudara-saudara seiman. Kasih yang demikian akan membangkitkan kasih dalam hati orang lain. Kasih juga menyatakan dirinya dalam bentuk perhatian. Dasar atau landasan untuk persekutuan ini ialah kasih persaudaraan. Kasih akan Tuhan dan sesama Kristen harus mendorong sesama untuk mendatangi perkumpulan.

7. Saling Mendorong Dalam Pekerjaan yang Baik (Ibrani 24c)

Setelah penulis surat Ibrani mengajarkan tentang hidup dalam kasih, penulis menekankan lagi kehidupan yang saling mendorong dalam pekerjaan baik. Kata “pekerjaan baik” diterjemahkan dari kalon ergon. Dari beberapa terjemahan, LAI, “dalam perkerjaan baik,” BIS, “melakukan hal-hal yang baik,” NIV, “good deeds.” Penulis surat Ibrani bermaksud untuk saling memacu untuk hidup yang mulia. Untuk maksud itu, maka yang paling baik ialah kalau sebagai umat Allah (orang Kristen) dapat memberi teladan yang baik. Perbuatan yang sia-sia barasal dari pribadi yang tidak mempunyai kehidupan rohani dan mendatangkan kematian.

8.Tidak Menjauhkan Diri dari Pertemuan-Pertemuan Ibadah (Ibrani 10:25a)

Dalam Ibrani 10: 25a, penulis mengajarkan agar “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang.” Segala sesuatu yang dikatakan oleh penulis surat Ibrani di sini ditujukan kepada kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan jemaat Ibrani. Kalimat “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita” yang berarti jangan berhenti dari pertemuan-pertemuan (ibadah) kita. Dari beberapa terjemahan LAI, “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuanpertemuan ibadah kita,” BIS, “Hendaklah kita tetap berkumpul bersamasama,” NIV, “Let us not give up meeting together.”

Ayat 25, merupakan peringatan terhadap meninggalkan gagasan mengenai pertemuan mendatang dengan Tuhan, yaitu jangan meninggalkan harapan. Penekanan pada kata ini menjelaskan bahwa ada beberapa orang di antara mereka yang dituju oleh penulis surat Ibrani yang telah meninggalkan kebiasaan untuk bersekutu. 

Rumah ibadat mempunyai makna yang sangat besar bagi orang Yahudi, di satu segi, tempat itu telah berhasil memelihara sistem dan sastra mereka dan juga memupuk iman dan kesatuan mereka menjadi benteng iman dan semangat mereka. Karena itu, mereka tidak seharusnya tidak meniru kebiasaan beberapa orang yang tidak lagi mengunjungi perkumpulanperkumpulan ibadah Kristen, tetapi lebih baik mereka mempergunakan kesempatan-kesempatan untuk saling menasihati, terlebih-lebih hal itu harus dilakukan menjelang hukuman hari Tuhan yang mendekat.

Ayat 25 memakai dua kata participle yang menerangkan ayat 24, yaitu “jangan menjauhkan diri” dan “menasihati”. Tindakan saling memperhatikan untuk membangkitkan kasih dan perbuatan baik tidak akan tercapai apabila menjauhkan diri dari pertemuan ibadah.

Kata επισυναγωγη (episunagogen) berasal dari kata episunagoge yang berarti pertemuan (ibadah); penghimpunan. Yang dimaksudkan dalam kalimat ini ialah tentang perkumpulan orang Kristen, perkumpulan berdoa di gereja.Pada zaman Perjanjian Baru, sinagogesinagoge telah dibangun di setiap kota di mana terdapat masyarakat Yahudi. 

Ibadah di sinagoge tidaklah sama dengan ibadah di Bait Allah. Asal mula sinagoge adalah tempat pertemuan sosial bagi orang-orang Yahudi yang hidup di wilayah-wilayah yang jauh dari Palestina. Pada zaman Yesus, rumah ibadat memegang peranan yang penting dalam kehidupan beragama orang Yahudi. 

Pada saat orang Yahudi ditawan dan tidak mempunyai Bait Allah, mereka mendirikan rumah ibadat (istilah rumah ibadat di dalam bahasa aslinya adalah perhimpunan bersama atau berkumpul). Itulah sebabnya, penyembahan bersama di dalam gereja sangat perlu untuk semua orang Kristen. Persekutuan bersama adalah jalan untuk mendapat berkat dari Tuhan. Jikalau orang Kristen mundur dari kewajiban itu, maka ia membuka pintu kepada dosa dan kebinasaan.

9. Saling Menasihati (Ibrani 10:25b)


Kata “saling menasihati” berasal dari kata αλλα, kata yang bermodus imperatif untuk menguatkan perintah. Sedangkan παρακαλουντες diartikan memanggil datang; mengajak; mengundang; berseru; meminta tolong; memohon; mendesak; menasihati; menghibur; memberi dorongan; berbicara dengan ramah. Dari beberapa terjemahan: LAI, “marilah kita saling menasihati,” BIS, “kita justru harus saling menguatkan,” NIV, “but let us encourage one another.”

Penulis surat Ibrani menasihati orang Kristen (orang percaya), agar saling memperhatikan keadaan rohani. Sebagai orang Kristen (orang percaya) harus mengajak saudara-saudara seiman supaya mengasihi Kristus dan sesama saudara. Saling menasihati dalam keadaan yang susah atau teraniaya, di sinilah peran orang Kristen (orang percaya) saling menasihati dan menguatkan dalam iman agar tidak putus harapan, lalu mundur dari Kristus. Untuk jelasnya Klik disini

Oleh karena itu, penting sekali untuk memperhatikan dan mengenal bahaya-bahaya rohani yang ada. Tetapi yang terpenting adalah saling memberi semangat agar tetap setia kepada Tuhan (3:13). Dalam hal ini penulis surat Ibrani mendapat kesan bahwa beberapa dari orang percaya yang dimaksudkan di sini tidak memperhatikan persekutuan mereka dengan jemaat setempat (10:23-25).

PENERAPAN PENGAJARAN IBADAH MENURUT SURAT IBRANI 10:19-25 DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA MASA KINI

Pengajaran ibadah yang perlu diterapkan dalam kehidupan Kristen masa kini berdasarkan surat Ibrani 10:19-25 ialah:

Memiliki Hati yang Menyembah

Landasan penyembahan yang benar adalah penebusan Kristus bagi manusia (orang percaya). Allah dan Kristus telah menebus manusia (orang percaya) sehingga dapat menjadi penyembah-penyembah. Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib orang Kristen (orang percaya) memiliki keberanian untuk datang kepada Allah dan Yesus membuka jalan yang baru untuk menghampiri Allah (Ibrani 10:19). 

Cara yang Allah pakai untuk memampukan manusia (orang percaya), yaitu pihak yang lebih hina, untuk menyembah Allah, tidak akan pernah bisa dilakukan oleh manusia seandainya Allah tidak memberikan jalan yang lebih lanjut untuk mengangkat umat-Nya dari lumpur dosa dan membalikkannya ke dalam persekutuan dengan Allah yang kudus.

Dalam ibadah orang percaya, penyembahan adalah hal yang paling utama untuk menyatakan hormat dan tunduk kepada Allah atas karya- Nya bagi hidup orang percaya. Penyembahan bukanlah masalah pilihan. Matius 4: 10, ketika Yesus menanggapi pencobaan Iblis, Yesus mengutip Ulangan 6:13, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Dengan berkata demikian kepada Iblis, Ia memerintahkan kepada setiap makhluk yang telah diciptakan, semua bertanggung jawab untuk menyembah Allah.

Alkitab menjelaskan bahwa penyembahan berbicara tentang menyambut Allah dengan cara yang benar. Dalam bahasa aslinya, bahasa Yunani disebut Proskuneo yang artinya mendekati Dia dengan penuh kasih dan hormat untuk mencium Dia. Kutipan ini menjelaskan bahwa orang percaya harus mendekat kepada Allah atau menyembah Dia dengan penuh kasih dan hormat dalam ibadah. Penyembahan sesuatu yang diharuskan bagi umat tebusan Allah karena Allah sendiri yang bekerja untuk menyelamatkan manusia (orang percaya). 

Melalui pengorbanan Yesus di kayu salib, orang percaya mendapat keberanian dan Yesus sendiri yang membukakan jalan itu bagi umat-Nya datang untuk menyembah Dia. Tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak menyembah Allah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam persekutuan ibadah, karena penyembahan adalah respon yang benar dan tepat untuk ditujukan bagi Allah, baik karena siapa diri-Nya maupun apa yang diperbuat-Nya bagi orang percaya.

Memiliki Keyakinan Iman

Isi pokok iman Kristen adalah bahwa Tuhan Allahlah di dalam kasih-Nya menyelamatkan manusia berdosa, sehingga manusia berdosa itu bersekutu dengan diri-Nya. Hal ini merupakan karya Tuhan Allah yang demikian itu adalah suatu karya yang besar. Sikap yang tepat dalam beribadah atau menghadap Allah ialah dengan keyakinan iman yang sungguh-sungguh kepada Yesus. Hanya karena iman orang percaya berkenan kepada Allah. 

Ibrani 10:38 mengatakan, “Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya." Kehidupan iman adalah kehidupan yang meyakini bahwa Tuhan akan bertindak demi kebaikan. Iman sama dengan mempercayai bahwa apa yang Tuhan katakan itu benar dan bahwa Ia akan menepati janji-Nya.

Melalui iman juga orang percaya dapat mengerti akan firman Tuhan. Firman Tuhan tidak dapat dipisahkan dari iman Kristen karena firman Tuhan menuntun orang percaya dalam jalan yang benar dan mengajar untuk melakukan firman itu dalam kehidupan orang percaya (2 Timotius 3: 16-17). Di mana iman menjadi sumber dari segala kehidupan rohani manusia terutama bagi orang percaya, karena imanlah yang menuntun orang percaya untuk semakin dekat dengan Tuhan dan semakin bertumbuh dalam kehidupan baik, secara jasmani mau pun secara rohani.

Hidup Dalam Kekudusan

Ibrani 10:22, mengatakan “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni”. Setiap orang percaya dapat menghampiri Allah karena telah ditebus dari dosa, oleh sebab itu setiap orang percaya wajib hidup dalam kekudusan untuk menjaga hubungan dengan Allah. hidup dalam kekudusan merupakan kewajiban orang percaya untuk tetap bersekutu dengan Allah.

Ibadah merupakan panggilan Allah kepada setiap orang percaya untuk datang menyembah dan berbakti kepada-Nya atas semua karya- Nya bagi setiap manusia. Allah di dalam Kristus yang telah mati bagi dosa manusia. Hal ini merupakan panggilan kepada orang percaya untuk tetap menjaga persekutuan dengan-Nya di dalam kekudusan. I Tesalonika 4:7 mengatakan, “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.” Hidup dalam kekudusan menjadi standar kehidupan orang percaya, karena Allah sendiri yang memanggil setiap orang percaya datang kepada-Nya.

Panggilan untuk beribadah kepada Allah adalah panggilan bagi setiap manusia, setiap suku bangsa dan generasi. Panggilan itu merupakan panggilan tertinggi bagi setiap orang percaya dan panggilan itu adalah dari Allah sendiri kepada setiap orang percaya. Dari panggilan ini juga merupakan panggilan untuk bersekutu dengan Allah di dalam kekudusan. 1 Petrus 1:15-16 mengatakan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Inilah yang menjadi tujuan pokok panggilan Tuhan kepada orang percaya. Di dalam kekudusanlah orang percaya dapat berkomunikasi dengan Allah.

Hidup Dalam Persekutuan

Ibrani 10:24-25, dengan jelas ditegaskan bahwa setiap orang kudus wajib memelihara persekutuan dan persaudaraan dengan orang-orang kudus lainnya. Dalam pertemuan-pertemuan ibadah kepada Allah dan dalam pelayanan rohani yang lain yang berguna untuk saling membangun. Dalam persekutuan ini, orang-orang kudus harus saling memperhatikan, saling menasihati, dan saling mendorong dalam pekerjaan baik. 

Bukan hanya itu, ayat ini juga mengatakan bahwa orang percaya harus semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang makin mendekat! Persekutuan dapat mencerminkan hubungan yang saling memperhatikan dan yang saling membangun satu dengan yang lainnya sebagai tubuh Kristus. Kata persekutuan merupakan terjemahan dari kata Communion. Kata Communion pada umumnya dipergunakan untuk menunjukkan suatu persekutuan hidup yang mendalam. Dalam bahasa Kitab Suci, istilah persekutuan dipergunakan untuk menerjemahkan kata Koikonia. 

Dasar dari persekutuan itu adalah Allah yang memanggil manusia masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya melalui Yesus Kristus dalam Roh-Nya. Persekutuan itu dilaksanakan dalam persaudaraan dengan saling mengasihi dan saling melayani dengan sehati, sejiwa ( Yohanes 13:34-35; Kisah Para Rasul 2:42, 4:32-35).

Persekutuan merupakan kewajiban orang percaya untuk melayani Kristus melalui persekutuan dalam jemaat. Semua orang kudus yang disatukan dengan Yesus Kristus, Kepala gereja, oleh Roh-Nya dan oleh iman, orang percaya memiliki persekutuan dengan-Nya di dalam anugerah-Nya, penderitaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan kemuliaan-Nya. Dan dengan disatukannya orang kudus dalam kasih akan tampak persekutuan orang-orang kudus.

Dengan menekankan hubungan persekutuan antara umat Allah atau orang percaya, persekutuan berfungsi untuk menghidupkan kembali spiritualitas dan doa. merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Di mana di dalam persekutuan itu sesama orang percaya dapat saling menolong, saling melayani sesama orang percaya. Persekutuan merupakan bagian dari ibadah orang percaya di mana di dalam persekutuan itu orang percaya datang untuk menyembah Allah dan mengucap syukur atas apa yang telah Yesus lakukan bagi umat-Nya.

BACA JUGA: 4 KHOTBAH KONSEP IBADAH KRISTEN

Jelas bahwa ibadah atau persekutuan merupakan ungkapan syukur atau jawaban umat Allah atas karya penyelamatan Allah dalam Kristus. Ibadah atau persekutuan bukan upaya manusia untuk memperoleh atau menggapai keselamatan, melainkan sebagai jawaban umat Allah (orang percaya) atas keselamatan yang telah dikaruniakan Allah. Karena itu pula, pemahaman tentang ibadah tidak dapat dipisahkan dari pemahaman iman gereja. Ibadah merupakan cermin dari pemahaman iman gereja. Hidup dalam persekutuan akan tercipta umat yang saling memperhatikan, saling mengasihi.

Saling Memperhatikan

Ibrani 24-25, merupakan dorongan untuk saling memperhatikan. Ayat ini merupakan teguran kepada orang yang menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, tetapi yang diharapkan dalam kedua ayat ini lebih dari sekedar hadir di gereja pada hari Minggu. Yang diharapkan di sini ialah hubungan pribadi antara warga jemaat di mana saling menasihati.

Hidup dalam persekutuan orang percaya akan mendatangkan persekutuan yang saling memperhatikan satu dengan yang lainnya, sebagai umat Allah. Segala pelayanan yang aktif dan bertujuan satu terhadap yang lain, lahir dari kenyataan hakiki, bahwa orang Kristen (orang percaya) memiliki hubungan satu dengan yang lain sebagai tubuh Kristus. 

Dalam surat Roma 12:5, Rasul Paulus mengatakan, “Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.” Paulus menegaskan supaya setiap orang percaya saling memperhatikan satu dengan yang lainnya.

Kesimpulan

Pertama, dasar-dasar ibadah bersama orang percaya adalah darah Yesus yang telah mempersembahkan korban sebagai ganti dosa umat Allah, hanya oleh darah Yesus, orang percaya dengan penuh keberanian datang kepada Allah dan Yesus sendiri yang membuka jalan baru untuk datang kepada Allah, dan tidak ada lagi penghalang bagi setiap orang percaya untuk datang menghampiri Allah dalam pertemuan ibadah.

Kedua, dalam pertemuan-pertemuan ibadah orang percaya, harus memiliki sikap yang benar dalam ibadah, yaitu sikap hati yang tulus ikhlas, keyakinan iman yang teguh, hati yang sudah dibasuh, dan berpegang pada pengakuan.

BACA JUGA: IBADAH YANG SEJATI (MAZMUR 50)

Ketiga, penulis surat Ibrani juga memberikan pola-pola kehidupan beribadah orang percaya, yaitu saling memperhatikan satu dengan yang lain, saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik, tidak menjauhkan diri dari petemuan-pertemuan ibadah dan saling menasihati.

Keempat, pengajaran ibadah yang benar perlu diimplementasikan dalam kehidupan orang percaya pada masa kini ialah memiliki hati yang menyembah, hidup dalam kekudusan, hidup dalam persekutuan orang percaya, dan saling memperhatikan satu dengan yang lain sebagai orang percaya. 9 SIKAP DALAM IBADAH : IBRANI 10: 19-25. AMIN_
Next Post Previous Post