EKSPOSISI EFESUS 4:1-16 (ARTI KESATUAN GEREJA)

Analisa Efesus 4:1-16 ayat demi ayat

Efesus 4: 1.diterjemahkan, “Sebab itu aku menasihati kamu, aku orang yang dipenjara dalam Tuhan, supaya kamu hidup sesuai dengan panggilan yang mana kamu sudah dipanggil.”
EKSPOSISI EFESUS 4:1-16 (ARTI KESATUAN GEREJA)
keuangan, bisnis
Ayat ini diawali dengan kata sambung οὖν (oun) yang menghubungkan dengan doktrin yang disampaikan dalam pasal sebelumnya. Kata sambung ini sangat kuat mendasari alasan Paulus untuk menasihati jemaat Efesus berhubung Paulus sudah menjelaskan beberapa hal dalam pasal sebelumnya.

Paulus menyatakan diri sebagai orang yang dipenjarakan dalam Tuhan. Pernyataan Paulus ini setidaknya memiliki dua arti: pertama, peristiwa pemenjaraan itu terjadi sebagai bagian dari rencana Tuhan atas hidup Paulus, dalam hal ini beberapa terjemahan yang memakai kata “karena Tuhan” mengacu kepada pengertian ini; kedua, Paulus sedang menyatakan bahwa dirinya bukan orang yang bebas, melainkan ia menjadi tawanan Roh.

Pernyataan Paulus sebagai tawanan Roh ini disampaikannya di hadapan penatua Efesus yang dipanggil untuk berkumpul menemui Paulus di Miletus (Kis. 20:22). Ketika jemaat Efesus membaca bagian ini, mereka diingatkan tentang pernyataan serupa yang pernah disampaikan Paulus sebelumnya. Pernyataan Paulus sebagai orang yang dipenjara bukan untuk mengharapkan simpati dari jemaat Efesus, melainkan justru menunjukkan bahwa Paulus tetap bisa bersukacita di dalam penderitaan.

Paulus menasihati agar jemaat Efesus hidup sepadan dengan panggilan yang mana mereka telah dipanggil. Panggilan ini dikaitkan dengan tindakan penyelamatan yang dilakukan Allah terhadap umat-Nya, bukan karena perbuatan manusia tetapi semata-mata karena kasih karunia Allah. Paulus menyebut panggilan dalam surat ini sebagai “panggilan kudus”.(band 2 Timotius 1:9)

Dalam 1 Petrus 2:9 ditemukan bahwa konsep panggilan juga berhubungan dengan tujuan Allah memanggil seseorang ke dalam kumpulan orang percaya. Di dalam ayat ini jelas dikatakan bahwa Allah telah memanggil dari dalam gelap kepada terang untuk suatu maksud, yaitu memberitakan perbuatan besar perbuatan besar dari Allah. Ini adalah panggilan gereja.

Tentang panggilan ini Boice mengatakan, “Sebelum kita dipanggil, kita seperti orang buta dalam Yohanes 9. Kita tidak dapat melihat Kristus ... kita tidak tahu bahwa kita mengalami kebangkrutan rohani, penyimpangan emosional, dan ketelanjangan moral. Ketika Allah memanggil kita, mata kita terbuka kepada kebenaran Injil.” Dari pernyataan Boice ini dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa orang yang sudah dipanggil Allah seharusnya menyadari bahwa dirinya tidak lagi berada dalam gelap atau dalam kebutaan, melainkan bisa melihat kebenaran Injil.

Ada sesuatu yang tersirat di dalam pernyataan Paulus di dalam ayat ini, yaitu bahwa jemaat Efesus perlu mengerti panggilan mereka, untuk apa mereka ada dunia ini, dan untuk apa mereka menerima anugerah keselamatan. Paulus berharap jemaat Efesus mengerti panggilan mereka, sehingga mereka bisa hidup sesuai dengan panggilan tersebut. Dengan jemaat Efesus mengerti tujuan hidup mereka, yakni menjalani kehidupan sebagai orang-orang yang telah dipangil Allah, mereka tidak akan menyia-nyiakan hidup mereka.

Dari ayat 1 dapat ditarik sebuah prinsip, yaitu ada maksud Allah dalam memanggil dan menyelamatkan umat-Nya, maka gereja harus mengerti panggilan itu dan hidup sesuai dengan panggilan itu.

Efesus 4: 2, ayat ini diterjemahkan “dengan segala kerendahan hati dan kelemahlembutan, dengan kesabaran, terimalah satu sama lain di dalam kasih.” Di dalam kalimat ini terkandung pesan moral bagi jemaat Efesus

Kesabaran. Kata ini bukan sekadar bermakna kesabaran, tetapi juga ketahanan atau ketekunan. Ada pelajaran berharga bahwa dalam menerima satu sama lain dibutuhkan ketekunan. Tersirat bahwa dalam menerima satu sama lain tidak selalu mudah, karena setiap orang memiliki pemikiran dan kehendak yang berbeda. Untuk itu diperlukan kesabaran atau ketekunan agar dapat saling menerima. Bukan hanya sekali dua kali saja menerima satu sama lain itu dilakukan, melainkan menjadi tindakan yang terus menerus, dan karenaanya dibutuhkan ketekunan.

Dapat ditarik pelajaran di sini kerinduan Paulus agar jemaat Efesus dapat membangun hubungan timbal balik horizontal yang positif. Hubungan itu dibangun melalui kerendahan hati, kelembutan, kesabaran, dan saling menerima satu sama lain dalam kasih. Kata kunci dari terjadinya hubungan positif itu adalah ἐν ἀγάπῃ (en agapē(i)) yang artinya “dalam kasih”. Nasihat untuk membangun hubungan positif dengan kasih juga dikatakan Paulus kepada jemaat Kolose, “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” (Kolose 3:14).

Dari ayat 2 dapat ditarik sebuah prinsip, yaitu salah satu sikap hidup yang sesuai dengan panggilannya adalah menerima sesama orang percaya dalam kasih, dengan kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran.

Efesus 4: 3, ayat ini diterjemahkan, “sambil bersungguh-sungguh memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera.” Kalimat ini mengandung dorongan untuk tekun dalam menjaga kesatuan Roh.

Pada ayat ini mulai ditemukan sumber data untuk merumuskan konsep kesatuan. Ayat ini secara harfiah berarti kesatuan roh, yaitu kesatuan karena pekerjaan Roh, dan inilah yang membedakan gereja atau persekutuan orang-orang percaya dari perhimpunan biasa.

Foulkes memberikan makna untuk kesatuan roh ini sebagai berikut, “Kesatuan Roh di sini berarti kesatuan gereja dalam perasaan bahwa roh setiap orang terhubung bersama, di mana para pria dan para wanita didapati saling berbagi hal-hal yang mereka punyai dalam Kristus.” Kesatuan Roh memberikan pengertian bahwa sesuatu yang menyebabkan terwujudnya kesatuan itu bukanlah hal yang bersifat jasmani, melainkan rohani.

Bersungguh-sunguh yang artinya adalah berusaha sungguh-sungguh atau berusaha sekuat tenaga, mengandung gagasan bahwa kesatuan itu tidak terjadi begitu saja tetapi harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Jemaat Efesus harus memperjuangkan sedemikian rupa agar kesatuan roh itu terwujud.

Catatan, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan tentang kesatuan roh tersebut sebagai berikut:

“Kesatuan Roh” tidak mungkin diciptakan oleh manusia. Kesatuan tersebut sudah tersedia bagi mereka yang mempercayai kebenaran dan menerima Kristus sebagaimana diberitakan oleh rasul Paulus dalam Efesus 1:1-3:21. Jemaat Efesus kini harus memelihara kesatuan itu, bukan dengan usaha atau pengaturan manusia, tetapi dengan hidup “berpadanan dengan panggilan itu” (Efesus 4:1). Kesatuan rohani dipelihara dengan tetap setia kepada kebenaran dan berjalan seiring dengan Roh (Efesus 4:1-3,14-15; Galatia 5:22-26). Kesatuan ini tidak mungkin diperoleh “dengan usaha manusia”(Galatia 3:3).

Dari ayat 3 dapat ditarik sebuah prinsip, yaitu gereja harus memperjuangkan sedemikian rupa agar kesatuan roh itu terwujud, dan yang menyebabkan terwujudnya kesatuan itu bukanlah hal yang bersifat jasmani, melainkan rohani.

Efesus 4: 4-6, Ketiga ayat ini diterjemahkan, “satu tubuh dan satu Roh, seperti juga kamu telah dipanggil dalam satu pengharapan dari panggilanmu; satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Yang di atas semua dan melalui semua dan di dalam semua.”

Penggunaan pengertian "satu"sampai tujuh kali berturut-turut menunjukkan betapa pentingnya prinsip kesatuan ini.

1.“Satu tubuh”, memberikan pengertian bahwa masing-masing orang percaya adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gereja. “Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.” (Roma 12:5).

Kata satu tubuh berarti juga mengacu kepada seluruh persekutuan orang percaya, tubuh mistik Kristus (Efesus 2:16; Rm. 12:5; 1Korintus 10:17; 12:13; Kol 1:24). Penjelasan lebih dalam tentang “satu tubuh” dapat ditemukan di dalam 1 Korintus 12. Tidak ada anggota yang dapat hidup di luar tubuh, dan masing-masing anggota memiliki fungsi dan posisi yang unik di dalam tubuh.

Foulkes menyatakan, “Rasul begitu peduli akan kesatuan praktis antara orang-orang Yahudi dan non-Yahudi di dalam gereja. ... Biarkan hubungan kehidupan dan pekerjaan orang-orang Kristen secara praktis sesuai dengan fakta bahwa, untuk sepenuhnya mungkin.”27 Jemaat Efesus terbangun dari orang-orang Yahudi dan non-Yahudi. Dengan memahami kesatuan tubuhh Kristus, penyatuan bangsa yang berbeda, khususnya Yahudi dan non-Yahudi ke dalam satu kesatuan, adalah mungkin; bahkan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa kesatuan tubuh itu dapat terwujud.

2,“Satu Roh”, menunjuk kepada Roh Kudus yang diam di dalam gereja dan di dalam Roh ini gereja dibaptis menjadi satu tubuh (1Korintus 12:13). Dalam kaitannya dengan “tubuh” dalam gagasan “satu tubuh”, maka “roh” di sini menunjuk kepada unsur yang tidak bisa dipisahkan dari tubuh agar tubuh dapat tetap hidup. Tubuh tanpa roh menjadikan tubuh itu mati. Sebagaimana tubuh memerlukan roh agar hidup, maka gereja memerlukan Roh Kudus agar menjadi gereja yang hidup. 

Gill menyatakan, Roh Kudus menjiwai, mendorong, dan menggerakkan tubuh; hanya ada satu Roh yang meyakinkan dosa, mencerahkan, meregenerasi, dan membuat hidup; yang menggabungkan ke dalam tubuh, yaitu gereja; yang menghibur orang-orang kudus; membantu mereka dalam akses mereka terhadap Allah melalui Kristus. “Satu Roh” memberikan pemahaman bahwa yang menggerakkan gereja adalah satu, yaitu Roh Kudus. Di mana pun berada dan terhisab ke dalam denominasi apapun, hanya ada satu yang menggerakkan dan menjadikan gereja hidup, yaitu Roh Kudus.

3.“Satu pengharapan”, menunjuk kepada fakta, bahwa ketika gereja dipanggil keluar dari kekafiran, satu harapan yang sama lahir di dalamnya. Dalam panggilan itu terkandung pengharapan. Matthew Henry menjelaskan tentang objek harapan, yaitu warisan surgawi, “Semua orang Kristen dipanggil untuk harapan yang sama dari kehidupan kekal. “Satu pengharapan” mengindikasikan bahwa kelak orang-orang Kristen akan sama-sama memiliki kehidupan kekal. Panggilan yang merupakan tindakan penyelamatan dari Allah memberikan janji kehidupan yang kekal, inilah pengharapan dari panggilan itu, dan semua orang Kristen memiliki pengharapan ini.

4.“Satu Tuhan”, dapat berarti “satu Tuhan” atau “satu tuan”. “Satu Tuhan” mengacu kepada Yesus yang adalah Tuhan. “Satu tuan”, maka orang percaya mengakui bahwa Yesuslah yang menjadi pemilik gereja dan tuan atas gereja. Gereja tidak boleh mengabdikan diri kepada yang lain selain kepada satu-satunya tuan, yaitu Yesus Kristus.

Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan memberikan pengertian “satu Tuhan” sebagai berikut:

Bahwa hanya ada “satu Tuhan” artinya karya penebusan Kristus itu sempurna dan memadai, dan tidak diperlukan penebus atau pengantara yang lain untuk memberikan keselamatan yang lengkap kepada orang percaya (1Timotius 2:5-6; Ibrani 9:15). Orang percaya harus menghampiri Allah melalui Kristus saja (Ibrani 7:25). “Satu Tuhan” juga berarti bahwa mengakui adanya kekuasaan yang setara atau lebih tinggi (sekular atau religius) selain Allah yang dinyatakan dalam Kristus dan Firman yang diilhamkan berarti memisahkan diri dari ketuhanan Kristus dan juga dari hidup yang hanya terdapat di dalam diri-Nya. Tidak mungkin ada ketuhanan Kristus atau “kesatuan Roh” (Efesus 4:3) terlepas dari pengakuan bahwa Tuhan Yesus adalah kekuasaan tertinggi bagi setiap orang percaya dan bahwa kekuasaan Kristus itu disampaikan melalui Firman yang tertulis.

Ini berarti “satu Tuhan” juga memberikan pengertian bahwa karya penebusan Kristus itu sempurna dan memadai, dan tidak diperlukan penebus atau pengantara yang lain untuk memberikan keselamatan yang lengkap kepada orang percaya.

5.“Satu iman”, merupakan satu keyakinan kepada Kristus, yaitu keyakinan kepada Sang Juruselamat yang mendatangkan kepastian keselamatan. Barnes menyatakan tentang “satu iman” sebagai berikut:

Satu iman. Kesamaan keyakinan. ... itu berarti bahwa orang-orang Kristen seharusnya menjadi kesatuan, karena mereka menganut doktrin besar yang sama; dan juga, karena mereka memiliki kepercayaan akan Penebus di hati mereka. ... Mereka menaruh kepercayaan pada prinsip-prinsip praktis kehidupan Kristus – dan karena itu mereka seharusnya menjadi satu.

6.“Satu baptisan”, upacara yang satu dan sama bagi semua, dan oleh baptisan ini orang percaya tergabung ke dalam persekutuan dari gereja-Nya. “Satu baptisan” tidak dapat merujuk kepada satu model baptisan, melainkan kepada satu nama yang disebutkan dalam baptisan tersebut sebagaimana dikatakan Yesus dalam Amanat Agung, “... dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,” (Matius 28:19). Nama ini mengesahkan mereka sebagai murid-murid Kristus, sejalan dengan pengertian “satu Tuhan” dan “satu iman” seperti telah diuraikan sebelumnya.

7.“Satu Allah”, menjelaskan tentang transendensi Allah Bapa yang lebih tinggi mengatasi segalanya, tetapi yang menyatakan diri-Nya melalui segala yang diciptakan-Nya, dan juga hadir di tengah-tengah ciptaan-Nya. Di sini terkandung gagasan penyataan umum Allah melalui alam semesta ciptaan-Nya. Selain itu pemahaman transendensi dan imanensi Allah muncul dalam ayat ini.

Dalam kerangka berpikir induktif, premis-premis minor “satu tubuh”, “satu roh”, “satu pengharapan,” “satu Tuhan”, “satu iman”, “satu baptisan”, “satu Allah”, maka dapat ditarik sebuah premis mayor bahwa gereja adalah satu. Gereja tidak dapat dipisah-pisahkan atau dicerai-beraikan karena mereka memiliki kesamaan, yaitu tubuh (lembaga) yang sama, roh yang sama, pengharapan yang sama, Tuhan yang sama, iman yang sama, baptisan yang sama, dan Allah yang sama. Maka dari ayat 4-6 ini dapat ditarik pelajaran, bahwa gereja bisa memelihara kesatuan Roh karena memiliki beberapa kesamaan prinsip, yaitu “satu tubuh”, “satu roh”, “satu pengharapan”, “satu Tuhan”, “satu iman”, “satu baptisan”, dan “satu Allah dan Bapa”.

Efesus 4: 7, Terjemahan dari ayat ini adalah, “Tetapi kepada masing-masing dari kita telah diberikan anugerah menurut ukuran pemberian Kristus.”

Pada ayat 4-6 Paulus berbicara tentang kesatuan dalam tujuh hal, pada ayat 7 ini Paulus mengawali dengan hal yang bertolak belakang dari “kesatuan”, yaitu “keberbedaan”, bahwa masing-masing orang diberi anugerah yang berbeda-beda.

Perbedaan anugerah ini dasarnya adalah: menurut ukuran pemberian Kristus. Masing-masing mendapat anugerah dari Kristus, dan masing-masing mendapatkannya dalam proporsi di mana Sang Pemberi berkenan memberikan itu, yang satu dalam ukuran yang lebih besar dan yang satu lagi lebih kecil, tetapi masing-masing mendapatkan pemberian itu dari Pemberi yang sama.

Gardner menyatakan, “Gereja adalah satu tubuh dan disatukan namun terdiri dari banyak individu dan kepada masing-masing dari kita kasih karunia telah diberikan. Ini adalah gereja Kristus dan oleh karena itu Dialah yang membagi anugerah yang diperlukan untuk mencapai tujuan-Nya ....” Allah memiliki tujuan yang unik untuk setiap orang, karena itu wajar bila Ia memberikan karunia yang berbeda-beda agar setiap orang bisa mencapai tujuan yang unik tersebut.

Perubahan pembicaraan Paulus ternyata bukan hanya tentang tema, tetapi juga tentang penggunaan person dalam gramatikalnya. Pada ayat-ayat sebelumnya Paulus menempatkan jemaat Efesus sebagai orang kedua (“kamu”), yaitu lawan bicara Paulus, tetapi mulai ayat 7 Paulus menempatkan jemaat Efesus sebagai orang pertama (“kita”), yang berarti Paulus menempatkan diri sebagai bagian dari jemaat.

Arti “masing-masing dari kita” atau “setiap orang dari kita”. Penggunaan frasa ini menunjukkan bahwa karunia diberikan kepada setiap individu di dalam gereja, bukan hanya orang-orang tertentu saja. Holmes menyatakan, “Terlalu sering kita percaya bahwa karunia khusus dari Allah disediakan untuk elit khusus di gereja, bukan untuk orang percaya umum. Namun Tuhan tidak meninggalkan satu orang pun dari rencana-Nya. Tidak ada individu “umum” dalam Kerajaan. Semua turut menjadi ahli waris Kristus.” Kebenaran ini mengajarkan bahwa tidak ada satu pun individu yang tidak berfungsi dalam Kerajaan Allah, karena semua telah menerima karunianya masing-masing menurut ukuran pemberian Kristus untuk digunakan sesuai dengan maksud Allah.

Dari ayat 7 ini dapat ditarik pelajaran, bahwa gereja memiliki keberbedaan, yaitu karunia-karunia yang diberikan kepada masing-masing individu dalam jemaat menurut ukuran pemberian Kristus.

Efesus 4: 8, “Sebab itu ia berkata, ‘Ketika naik ke tempat tinggi Ia menawan tawanan-tawanan, Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.’”

Ini merupakan pengutipan bebas dari Mazmur 68:19, nas dalam Mazmur tersebut tidak dikutip secara persis sama dalam Efesus. Pengutipan bebas ini ditandai setidaknya dengan dua hal. Pertama, ada perubahan persona; dalam Mazmur 68:19 Tuhan adalah orang kedua, sedangkan dalam Efesus 4:8 Tuhan adalah orang ketiga. Kemudian dalam Mazmur 68:19 dikatakan “menerima pemberian-pemberian” sedangkan dalam Efesus dikutip sebagai “memberikan pemberian-pemberian”. Memang ada kesulitan penafsiran, khususnya tentang perubahan dari “menerima pemberian-pemberian” menjadi “memberikan pemberian-pemberian”.

Problem kutipan ini seharusnya tidak perlu menjadi masalah. Geisler menjelaskan tentang problem kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru sebagai berikut:... rasul-rasul cenderung menggunakan terjemahan bebas atau terjemahan Yunani ketika mengutip Perjanjian Lama. Tidak ada terjemahan standar pada saat itu, dan beberapa terjemahan Yunani mungkin tidak akurat atau tidak cukup spesifik bagi penulis Alkitab. ... tetapi Perjanjian baru terbukti merupakan penafsir Perjanjian Lama yang terbaik.

Zuck menjelaskan bahwa pengutipan nas ini memberi aspek baru pada sebuah kebenaran. Paulus secara sederhana membangun berdasarkan fakta bahwa dalam kenaikan-Nya Ia menerima pemberian-pemberian dari manusia, maka Ia sanggup memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.

Ayat ini diawali dengan kata sambung yang merupakan alasan atau penjelasan mengapa dalam ayat sebelumnya disebutkan tentang pemberian, yaitu karena Kristus telah naik ke tempat tinggi. Dalam konteks surat Efesus, Paulus mengaitkan keberadaan Kristus di tempat tinggi dengan apa yang telah dituliskannya pada pasal-pasal sebelumnya, “... yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.” (Efesus 1:20-21). Dasar pemberian karunia kepada masing-masing individu dalam jemaat adalah karena Kristus sudah naik ke tempat tinggi.

Efesus 4: 9-10 “Tetapi apakah artinya ‘Ia telah naik’ selain bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang lebih rendah? Ia yang telah turun adalah juga yang telah naik jauh di atas semua langit, supaya Ia memenuhi semua.”

Dalam kedua ayat ini terkandung sisipan tentang Allah yang memenuhi segala sesuatu. Peneliti mengatakan dua ayat ini sebagai sisipan karena ayat 11 sebenarnya berkaitan langsung dengan ayat 7, tetapi seolah-olah terpisah karena adanya penjelasan pada ayat 9-10 ini. Dalam ayat 9 Paulus membawa pembaca kepada perluasan fakta “naik ke tempat tinggi” kepada fakta baru yang kontradiktif “turun ke tempat rendah”. Dengan adanya gagasan bahwa tempat yang tinggi dan tempat yang terendah sudah dijangkau oleh Kristus, maka itu berarti Kristus memenuhi segala sesuatu.

Berkaitan dengan ayat 6 yang berbunyi, “satu Allah dan Bapa dari semua, Yang di atas semua dan melalui semua dan di dalam semua,” dalam ayat 10 ini Paulus hendak menjelaskan bahwa sebagaimana Allah Bapa memenuhi semuanya, Kristus pun memenuhi semuanya.

Dari ayat 8-10 dapat ditarik sebuah pelajaran, yaitu gereja mendapatkan karunia-karunia karena Kristus memenuhi segala sesuatu. Adalah wajar bagi Kristus yang memenuhi segala sesuatu itu memberikan karunia yang bermacam-macam kepada setiap individu dalam jemaat. Bahwa Kristus memenuhi segala sesuatu telah dibuktikan melalui kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya ke surga.

Efesus 4: 11, “Dan Ia mengangkat rasul-rasul, juga nabi-nabi, Kristus.

Perbandingannya dengan ayat 7 adalah, pada ayat 7 Paulus menekankan perbedaan ukuran sedangkan pada ayat 11 Paulus menekankan perbedaan jenis. Di dalam ayat ini disebutkan secara spesifik lima macam pemberian tersebut, yaitu rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala, dan guru-guru.

Boles menjelaskan tentang rasul-rasul, “Mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Yesus untuk diutus sebagai representasi Yesus di bumi setelah kenaikan-Nya ke surga. Kepada mereka dijanjikan inspirasi (Yohanes 14:26) dan perkataan mereka akan disertai kuasa (Yohanes 20:23). Rasul-rasul disebutkan pertama kali dalam daftar yang dituliskan Paulus karena prioritas mereka di antara para penatua.” Artikel pada Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan memberikan pengertian tentang rasul secara umum, “Istilah rasul dipakai dalam PB secara umum bagi wakil yang ditugaskan sebuah jemaat, seperti para misionaris Kristen yang pertama.

Mereka adalah orang-orang yang menunjukkan kepemimpinan rohani yang luar biasa, diurapi dengan kuasa untuk berhadapan langsung dengan kuasa-kuasa kegelapan dan meneguhkan Injil dengan berbagai mukjizat, dan telah menyerahkan diri untuk mendirikan berbagai gereja sesuai dengan kebenaran dan kemurnian rasuli. Rasul-rasul dalam pengertian yang umum ini tetap penting bagi maksud Allah di dalam gereja. Jikalau gereja berhenti mengutus orang-orang yang penuh Roh, maka penyebaran Injil ke seluruh dunia akan terhambat. Pada pihak lain, selama gereja menghasilkan dan mengutus orang semacam itu, gereja akan memenuhi tugas misionernya dan tetap setia kepada Amanat Agung Tuhan (Matius 28:18-20).

Tentang nabi, Boles menjelaskan, “Para nabi adalah kelompok kedua dari para pemimpin, yang terkait erat dengan para rasul dalam Efesus 2:20 dan 3:5. Mereka memiliki karunia yang memampukan mereka berbicara langsung dari Allah, dan kadang-kadang memprediksikan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Di kalangan gereja PB, para nabi berfungsi sebagai berikut: Mereka merupakan pemberita dan penafsir Firman Allah yang dipenuhi Roh, dipanggil Allah untuk mengingatkan, menasihati, menghibur, dan membangun (Kis. 2:14-36; 3:12-26; 1Korintus 12:10; 1Korintus 14:3).

Mereka harus menjalankan karunia nubuat. Kadang-kadang mereka adalah “pelihat” yang meramalkan masa depan (Kis. 11:28; 21:10-11). Seperti halnya para nabi PL, maka nabi PB dipanggil untuk menyingkapkan dosa, memberitakan kebenaran, mengingatkan akan datangnya penghakiman, dan memberantas keduniawian dan kesuaman di antara umat Allah (Lukas 1:14-17). Para nabi masih diperlukan dalam maksud Allah bagi gereja-Nya. Gereja yang menolak para nabi Allah akan menjadi gereja yang merosot, yang terhanyut kepada keduniawian dan kompromi kebenaran alkitabiah (1Korintus 14:3).

Tentang pemberita Injil, Boles menjelaskan, “Para pemberita Injil adalah mereka yang memberitakan kabar baik dari Injil. Sebagai pengkhotbah mereka tidak memiliki otoritas seperti pada para rasul dan inspirasi seperti pada para nabi.” Dalam PB, pemberita Injil adalah orang milik Allah yang ditugaskan untuk memberitakan Injil (yaitu kabar baik) keselamatan kepada yang belum selamat dan membantu membuka gereja yang baru di sebuah kota. Penginjil itu sangat penting dalam maksud Allah bagi gereja-Nya. Gereja yang tidak mendukung pelayanan seorang penginjil tidak akan lagi memperoleh jiwa-jiwa baru sebagaimana yang diinginkan Allah.

Kemudian Boles menyatukan penjelasan tentang gembala dan pengajar sebagai berikut, “Orang-orang seperti itu harus ‘dapat mengajar’ (1 Timotius 3: 2), memberikan pengasuhan dan instruksi kepada orang yang baru bertobat. Dengan cara ini, pekerjaan Penginjil dilengkapi dengan gembala dan pengajar.

Pengajar memelihara dan menguraikan pesan dari para rasul dan PL. Mereka adalah spesialis yang bertugas atas nama gereja untuk menanamkan kebenaran ilahi.”

Efesus 4: 12, “untuk perlengkapan orang-orang kudus ke dalam pekerjaan pelayanan, ke dalam pembangunan tubuh Kristus.” Ayat ini merupakan tujuan pemberian karunia-karunia yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus. Ini mengindikasikan bahwa orang-orang kudus perlu diperlengkapi untuk mengerjakan suatu tugas.

Seperti halnya seorang prajurit diperlengkapi untuk menyelesaikan tugas di medan pertempuran, demikian pula orang-orang kudus memerlukan perlengkapan untuk dapat melaksanakan tugasnya. Itu sebabnya perlengkapan ini diberikan supaya orang-orang kudus masuk ke dalam pekerjaan pelayanan, ke dalam pembangunan tubuh Kristus. Jadi diberikannya perlengkapan ini bukan tanpa maksud, melainkan agar anugerah ini dipergunakan dalam pekerjaan pelayanan dan dalam pembangunan tubuh Kristus.

Tujuan di sini artinya bukan hanya ke arah tujuan melainkan sampai ke dalam atau sampai kepada tujuan. Lange mengatakan, “Tujuan dari pelayanan sekali lagi dihubungkan dengan kata depan εἰς (eis). Betapa pentingnya mempersiapkan orang Kristen ... untuk melayani dalam kegiatan jemaat. Tubuh Kristus itu ada dan eksis, tetapi adanya anggota baru yang terus tergabung di dalamnya, tubuh Kristus itu meluas dan meningkat.” Sejalan dengan pembangunan tubuh Kristus yang semakin besar itu, orang-orang yang baru tergabung perlu benar-benar tergabung dalam arti menjalankan fungsinya sebagai bagian dari tubuh. Kata depan εἰς (eis) di sini mengingatkan tujuan pemberian karunia-karunia adalah agar setiap individu benar-benar masuk dalam pembangunan tubuh Kristus. Di sinilah pentingnya karunia yang spesifik pada setiap individu untuk dapat berfungsi dalam tubuh Kristus.

Efesus 4: 13, Ayat ini diterjemahkan, “hingga kita semua sampai ke dalam kesatuan iman dan pengenalan akan Anak Allah, ke dalam kedewasaan, ke dalam ukuran yang penuh dari kelimpahan Kristus.”

Di dalam ayat ini kembali terdapat kata depan εἰς hingga beberapa kali. Kata depan εἰς (eis) memberi tanda pada apa yang menjadi gol atau tujuan. Kata depan εἰς (eis) pada ayat 12 memberikan pengertian bahwa anugerah diberikan dengan tujuan agar dipergunakan dalam tugas. Pelaksanaan tugas ini pun memiliki tujuan, kata depan εἰς (eis) dalam ayat 13 merupakan tujuan dari tugas yang disebutkan dalam ayat 12.

Ada tiga tujuan akhir dari pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus, yang pertama kesatuan iman dan pengenalan akan Anak Allah, yang kedua kedewasaan, dan yang ketiga ukuran yang penuh dari kelimpahan Kristus. Tujuan itu jelas sekali dan merupakan target yang harus dicapai.

Pada ayat ini tampak jelas bahwa keberbedaan karunia pada masing-masing individu sama sekali tidak dimaksudkan untuk terjadinya perpecahan, sebaliknya justru untuk pembangunan tubuh Kristus; bahkan salah satu tujuan pembangunan tubuh Kristus itu, yaitu tujuan pertama, adalah kesatuan iman dan pengenalan akan Anak Allah.

Frasa“ke dalam ukuran yang penuh dari kelimpahan Kristus”. Frasa ini memberikan pengertian bahwa ada batas ukuran tertentu, bukan suatu perkembangan yang tanpa batas. Artinya, ukuran tertentu tersebut bisa dicapai sebagai tanda kedewasaan. Pencapaian ukuran kedewasaan ini dapat dibandingkan dengan pertumbuhan kanak-kanak menjadi dewasa yang akan berhenti ketika mencapai ukuran tubuh dewasa.

Efesus 4: 14, diterjemahkan “sehingga kita bukan lagi kanak-kanak yang di ombang ambingkan dan dibawa-bawa angin pengajaran, dalam tipuan orang-orang, dalam kelicikan muslihat yang menyesatkan.”

Ini merupakan kontras dari sebuah kedewasaan. Ayat ini menggambarkan kondisi kanak-kanak yang labil dan mudah ditipu. Angin pengajaran mengandung pengertian bahwa pengajaran palsu adalah seperti arus yang bisa menyeret dan menghanyutkan. Ketika seseorang mencapai kedewasaan penuh, maka ia tidak lagi labil dan mudah ditipu, melainkan memiliki pendirian yang teguh dalam pengajaran sehingga tidak disesatkan.

Pada ayat ini Paulus mengingatkan jemaat Efesus pada pesan yang pernah diucapkannya kepada penatua Efesus ketika bertemu di Miletus, tentang kewaspadaan terhadap orang-orang yang dengan ajaran palsu mereka bermaksud mencerai-beraikan dan menarik murid-murid dari jalan yang benar. Kedewasaan dihubungkan dengan kewaspadaan terhadap rupa-rupa pengajaran ini. Dalam perkembangan menuju kedewasaan, di kemudian hari tampak kedewasaan jemaat Efesus dalam karakternya sebagai jemaat yang selektif terhadap pekerja-pekerja palsu. Pujian kepada jemaat Efesus datang melalui wahyu kepada Yohanes, “Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.” (Wahyu 2:2b).

Efesus 4: 15. Ayat ini diterjemahkan “tetapi dengan berpegang pada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh dalam segala hal ke dalam Dia yang adalah kepala, yaitu Kristus.”

Dengan diawali kata sambung, ayat ini merupakan kontras dari ayat 14. Di dalam ayat 14 disebutkan tentang kondisi “diombang-ambingkan” dan “dibawa-bawa”, dalam ayat 15 disebutkan tentang, berpegang teguh. Sambil berpegang pada kebenaran, pertumbuhan dalam segala hal terus terjadi. Ketika dikaitkan dengan konsep pembangunan tubuh Kristus, pertumbuhan dalam segala hal adalah mutlak harus terwujud. Kemacetan pertumbuhan pada salah satu segi atau terjadinya ketidakseimbangan proporsi pertumbuhan menjadikan tubuh Kristus tidak sehat. Target atau sasaran pertumbuhan juga dijelaskan dalam ayat ini juga, sasaran pertumbuhan adalah kepada Kepala, yaitu Kristus.

Efesus 4:16, Terjemahan dari ayat ini adalah “yang dari Dia seluruh tubuh rapi tersusun dan disatukan melalui setiap sendi yang mendukung, sesuai dengan fungsi dalam ukuran masing-masing bagian pertumbuhan tubuh, membangun dirinya dalam kasih.”

Penggunaan kata depan memberikan pengertian bahwa sumber pertumbuhan adalah Kristus. Ketika dikaitkan dengan ayat 15 dapat ditemukan dua kata depan yang merupakan antonim, yaitu “ke dalam” dan “dari dalam”, yang keduanya diikuti oleh kata ganti yang sama yang menunjuk kepada Kristus; sehingga dapat dipahami, bahwa Kristus adalah sumber pertumbuhan (dari dalam Kristus) dan Kristus menjadi tujuan pertumbuhan (ke dalam Kristus). Ini merupakan hal yang menarik untuk dicermati; jika digunakan kalimat yang lebih singkat, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan itu dari Kristus dan kepada Kristus.

Selanjutnya juga dikatakan tentang kondisi pertumbuhan tersebut: (1) rapi tersusun dan disatukan melalui dukungan sendi-sendi, (2) sesuai ukuran pertumbuhan masing-masing. Pertumbuhan yang diharapkan adalah pertumbuhan dalam dimensi korporat dan dimensi individu. Secara korporat, dalam pertumbuhan itu terjadi saling kait dan saling dukung antar-anggota tubuh Kristus, sementara secara individu masing-masing anggota tubuh Kristus juga membangun dirinya sendiri sesuai fungsi dalam tubuh dan sesuai bagian pertumbuhannya.

Dari Efesus 4: 11-16 dapat ditarik sebuah pelajaran, yaitu karunia yang diberikan kepada masing-masing individu dalam gereja harus dipergunakan untuk pekerjaan pelayanan, yaitu untuk pembangunan tubuh Kristus. Dalam pembangunan tubuh Kristus ini masing-masing anggota tubuh Kristus itu bertumbuh membangun dirinya sesuai fungsi dalam tubuh, semakin dewasa, hingga mencapai ukuran perkembangan yang penuh.

Garis Besar Hasil Eksegesis

Dari Efesus 4: 1-6 ditemukan beberapa prinsip tentang kesamaan yang menjadi titik tolak terwujudnya kesatuan gereja. Rinciannya adalah sebagai berikut: Ada maksud Allah dalam memanggil dan menyelamatkan umat-Nya, maka gereja harus mengerti panggilan itu dan hidup sesuai dengan panggilan itu (ayat 1). Salah satu sikap hidup yang sesuai dengan panggilannya adalah menerima sesama orang percaya dalam kasih, dengan kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran (ayat 2). Gereja harus memperjuangkan sedemikian rupa agar kesatuan roh itu terwujud, dan yang menyebabkan terwujudnya kesatuan itu bukanlah hal yang bersifat jasmani, melainkan rohani (Efesus 4: 3). Gereja bisa memelihara kesatuan Roh karena memiliki beberapa kesamaan prinsip, yaitu “satu tubuh”, “satu roh”, “satu pengharapan”, “satu Tuhan”, “satu iman”, “satu baptisan”, dan “satu Allah dan Bapa” (Efesus 4: 4-6).

BACA JUGA: DOKTRIN GEREJA ALKITABIAH (EKKLESIOLOGI)

Dari Efesus 4: 7-11ditemukan beberapa prinsip tentang keberagaman karunia yang ada pada gereja. Rinciannya adalah sebagai berikut: Gereja memiliki keberbedaan, yaitu karunia-karunia yang diberikan kepada masing-masing individu dalam jemaat menurut ukuran pemberian Kristus (ayat 7). Gereja mendapatkan karunia-karunia karena Kristus memenuhi segala sesuatu (ayat 8-10). Karunia yang diberikan kepada masing-masing individu dalam gereja harus dipergunakan untuk pekerjaan pelayanan, yaitu untuk pembangunan tubuh Kristus; dalam pembangunan tubuh Kristus ini masing-masing anggota tubuh Kristus itu bertumbuh membangun dirinya sesuai fungsi dalam tubuh, semakin dewasa, hingga mencapai ukuran perkembangan yang penuh (ayat 11-16).

Prinsip Kesatuan Gereja

Paulus menasihati jemaat untuk memelihara kesatuan, karena seluruh jemaat adalah satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah. Sekalipun satu kesatuan, masing-masing orang percaya memiliki keunikan dalam hal karunia-karunia yang diterimanya. Tujuan pemberian karunia adalah agar orang percaya masuk dalam pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus. Arah pembangunan tubuh Kristus adalah kedewasaan penuh. Pertumbuhan menuju kedewasaan ini sumbernya adalah Kristus dan arah tujuannya juga adalah Kristus.

Prinsip-prinsip kesatuan yang dibangun berdasarkan konsep kesatuan ini mencakup dua hal yang bertolak belakang, yaitu kesamaan dan keberagaman. Ada beberapa kesamaan yang menjadi titik tolak terwujudnya kesatuan, yaitu “satu tubuh”, “satu roh”, “satu pengharapan”, “satu Tuhan”, “satu iman”, “satu baptisan”, dan “satu Allah dan Bapa”.

Di sisi lain gereja juga diperhadapkan adanya keberagaman pada masing-masing individu, khususnya keberagaman karunia. Dalam hal ini keberagaman bukan menjadi penghalang terwujudnya kesatuan, melainkan justru menjadi perlengkapan dan komponen yang saling mengisi di dalam membangun kesatuan tersebut.

Pemahaman yang benar akan konsep kesatuan ini akan membantu para pemimpin gereja dalam mengelola konflik yang terjadi. Pengelolaan konflik secara bijaksana berdasarkan makna kesatuan dalam Efesus 4:116 ini diharapkan menghasilkan solusi yang terbaik, sehingga konflik tidak berakhir pada terjadinya friksi. Pada bab selanjutnya akan diuraikan implementasi praktis bagaimana mengelola konflik gereja berdasarkan prinsip-prinsip yang dirumuskan dari Efesus 4:1-16 ini.

BACA JUGA: GEREJA SEJATI: ARTI DAN KARAKTERISTIK

Prinsip-prinsip Alkitabiah tentang kesatuan yang diambil dari Efesus 4:1-16 dapat dikelompokkan ke dalam dua sub-tema, yaitu gereja yang menjaga kesatuan dengan membangun kesamaan dan gereja yang menjaga kesatuan dengan menghargai keberagaman karunia.

1. Gereja yang Menjaga Kesatuan dengan Membangun Kesamaan (Efesus 4:1-6)

Gereja harus mengerti panggilannya, bahwa ada maksud Allah dalam memanggil dan menyelamatkan umat-Nya. Gereja yang mengerti panggilannya sepatutnya hidup sesuai dengan panggilan itu. Salah satu sikap hidup yang sesuai dengan panggilan adalah menerima sesama orang percaya dalam kasih, dengan kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Gereja juga perlu menyadari bahwa mereka telah dipanggil ke dalam sebuah kesatuan, yaitu kesatuan roh, dan kesatuan itu harus diperjuangkan. Gereja bisa memelihara kesatuan Roh karena memiliki beberapa kesamaan prinsip, yaitu “satu tubuh”, “satu roh”, “satu pengharapan”, “satu Tuhan”, “satu iman”, “satu baptisan”, dan “satu Allah dan Bapa”.

2. Gereja yang Menjaga Kesatuan dengan Menghargai Keberagaman Karunia (Efesus 4:7-16)

Pada satu pihak, gereja memiliki kesamaan, tetapi gereja juga memiliki keberbedaan, yaitu karunia-karunia yang diberikan kepada masing-masing individu dalam jemaat menurut ukuran pemberian Kristus. Gereja mendapatkan karunia-karunia karena Kristus memenuhi segala sesuatu dan sudah dibuktikan melalui kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya ke surga. Gereja perlu menyadari bahwa karunia-karunia yang telah diberikan itu harus dipergunakan untuk pekerjaan pelayanan, yaitu untuk pembangunan tubuh Kristus.

Kesimpulan

Berdasarkan proses eksegesis dari Efesus 4:1-16 dapat disimpulkan beberapa hal.

Pertama, yang dimaksud kesatuan dalam nas tersebut adalah kesatuan Roh, yang merupakan perasaan bahwa roh setiap orang percaya terhubung bersama sebagai bagian dari gereja yang esa, karena Roh Kudus yang mengerjakannya.

Kedua, prinsip-prinsip kesatuan yang dibangun berdasarkan konsep kesatuan ini mencakup dua hal yang bertolak belakang, yaitu kesamaan dan keberagaman. Gereja memiliki beberapa kesamaan yang menjadi titik tolak terwujudnya kesatuan, sekaligus memiliki keberagaman pada masing-masing individu, khususnya keberagaman karunia. Dalam hal ini keberagaman menjadi perlengkapan dan komponen yang saling mengisi di dalam membangun kesatuan tersebut.

Next Post Previous Post