EKSPOSISI INJIL LUKAS PASAL 5-6

Pdt.Budi Asali, M.Div.
EKSPOSISI INJIL LUKAS PASAL 5-6

LUKAS 5:1-11

I) Yesus mengajar.


Ada kontras antara pengajaran / pemberitaan Injil yang Yesus lakukan dalam Luk 4 dengan pengajaran / pemberitaan Injil dalam Luk 5. Kontrasnya yaitu: dalam Luk 4, Yesus mengajar / memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat (Luk 4:15,16,33,44), sedangkan dalam Luk 5 Yesus mengajar di luar rumah ibadat:

  • Lukas 5:1 → di danau.

  • Lukas 5:12 → di sebuah kota. Di sana ada orang kusta, dan ini menunjukkan bahwa itu tak mungkin terjadi di rumah ibadat, karena orang kusta pasti dilarang masuk rumah ibadat.

  • Lukas 5:19 → di sebuah rumah.

  • Lukas 5:27 → di luar, dimana ia bertemu Matius / Lewi si pemungut cukai.


Semua ini mengajar apa? Ini mengajar bahwa sekalipun gereja seharusnya dipenuhi dengan Pengajaran Firman dan khususnya Pemberitaan Injil, tetapi hal-hal itu tidak boleh hanya dilakukan di dalam gereja! Tentu saja baik kalau saudara bisa mengajak orang datang ke gereja untuk mendengar Firman / Injil, tetapi ada banyak orang tidak mau diajak untuk pergi ke gereja. Karena itu, kita yang harus keluar untuk menginjili mereka di tempat dimana mereka berada.


Banyak orang kristen yang sudah memberitakan Injil, tetapi lalu ‘kehabisan ladang’, karena semua orang yang dekat sudah diinjili. Maka ia harus mencari ladang baru yang bisa diinjili! Lihatlah betapa bervariasinya tempat-tempat dan orang-orang yang diinjili oleh Yesus dalam Luk 5 ini!

II) Mujijat penangkapan ikan.


1) Mujijat penangkapan ikan di sini jelas tidak sama dengan yang terjadi dalam Yoh 21:1-14, karena Yoh 21:1-14 itu terjadi setelah kebangkitan Yesus.


2) Terjadinya mujijat penangkapan ikan di sini.

Dalam ay 4 kita melihat bahwa selesai mengajar, Yesus menyuruh Petrus untuk pergi ke tempat yang dalam dan menjala ikan di sana. Sebetulnya Petrus mempunyai alasan-alasan rasionil untuk mengabaikan perintah Yesus itu, misalnya:

  • Yesus adalah tukang kayu, bukan nelayan. Bagaimana mereka sebagai nelayan harus menuruti nasihat dari tukang kayu dalam hal menangkap ikan?

  • Sepanjang malam itu mereka tidak mendapat ikan (ay 5), padahal malam adalah waktu yang terbaik untuk menangkap ikan. Tetapi sekarang Yesus menyuruh mereka menjala ikan pada pagi / siang hari.

  • Tempat yang dalam bukanlah tempat yang baik untuk menjala ikan, kecuali mereka mempunyai jala yang sangat besar / lebar, yang jelas tidak dipunyai oleh nelayan pada jaman itu.


Tetapi, hal yang luar biasa adalah: sekalipun ia mempunyai alasan-alasan rasionil tersebut, ia tetap mentaati perintah itu!


Penerapan: Kalau saudara mendapat perintah Tuhan, dan saudara mempunyai alasan yang rasionil untuk tidak mentaati perintah Tuhan itu, apakah saudara tunduk pada Firman Tuhan ataukah pada alasan rasionil saudara? Bdk. Amsal 3:5-6 - “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu”.


Contoh:

  • Tuhan menyuruh saudara untuk jujur. Tetapi, dalam hal-hal tertentu, seperti dalam bisnis / pekerjaan, kejujuran bisa merugikan kita / mengurangi keuntungan kita. Akankah saudara tetap jujur?

  • Tuhan menyuruh saudara untuk mengasihi musuh, bahkan untuk membalas kejahatan dengan kasih. Tetapi kalau hal itu saudara lakukan, maka ‘para musuh’ itu pasti akan makin menjadi-jadi dalam menjahati saudara. Apakah hal itu saudara jadikan alasan untuk tidak mentaati Firman Tuhan?

  • Tuhan menyuruh saudara untuk memberi persembahan persepuluhan. tetapi ternyata penghasilan saudara tidak mencukupi kebutuhan hidup saudara! Lalu, bagaimana? Apakah saudara tetap taat pada perintah Tuhan?

  • Tuhan menyuruh saudara untuk melayani Dia, padahal saudara sudah sangat sibuk. Maukah saudara mentaati perintah Tuhan itu?


Ketaatan Petrus ini menyebabkan terjadinya suatu mujijat, yaitu mereka menangkap begitu banyak ikan, sehingga jala mulai koyak dan perahu hampir tenggelam karena dipenuhi ikan. Mujijat ini mengalahkan Petrus ‘di daerahnya’ sendiri (di daerah dimana ia adalah seorang ahli), dan ini menyebabkan ia dan nelayan-nelayan lain menjadi takjub (ay 9).

III) Akibat mujijat itu pada diri Petrus.


1) Petrus takjub (Lukas 5: 9).


2) Petrus menyadari keillahian Yesus.

Ini terlihat dari perubahan sebutan yang dipakai oleh Petrus terhadap Yesus. Dalam ay 5, sebelum mujijat itu terjadi, ia menyebut Yesus dengan sebutan ‘Guru’, bahasa Inggrisnya ‘Master’, bahasa Yunaninya EPISTATA. Kata ini:

  • hanya dipakai sebanyak 6 x dalam Perjanjian Baru.

  • hanya dipakai oleh Lukas.

  • selalu menunjuk kepada Yesus.

(bdk. Luk 8:24,45  9:33,49  17:13).

Arti sebenarnya dari EPISTATA adalah ‘superintendent, overseer’ (= atasan, pengawas).


Tetapi, dalam ay 8, setelah terjadinya mujijat itu, ia menyebut Yesus dengan sebutan ‘Tuhan’, bahasa Inggrisnya ‘Lord’, bahasa Yunaninya KURIOS. Kata bahasa Yunani KURIOS ini menterjemahkan kata bahasa Ibrani YAHWEH / YEHOVAH, yang dalam Perjanjian Lama selalu menunjuk kepada Allah.


Perubahan sebutan itu menunjukkan bahwa mujijat yang dilakukan oleh Yesus itu menyadarkan Petrus bahwa Yesus adalah Allah.


Penerapan: Percayakah saudara bahwa Yesus adalah Allah? Atau hanya sekedar nabi, orang baik, guru? Kalau saudara percaya bahwa Yesus adalah Allah, maka jangan biarkan hal itu menjadi suatu kepercayaan yang kosong / tidak berarti. Iman saudara itu harus diwujudkan dengan maunya saudara berusaha untuk mengenal Dia lebih baik, menyembah Dia, memuliakan Dia, mengasihi Dia, mentaati Dia, dan melayani Dia. Kalau tidak, maka ‘iman’ saudara itu hanyalah iman di mulut / di otak belaka dan ‘iman’ seperti itu tidak menyelamatkan saudara!


3) Petrus menyadari kesucian Yesus / Allah dan sekaligus keberdosaannya.

Dalam ay 8 Petrus berkata: ‘Pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa’. Kesadarannya bahwa Yesus adalah Allah, secara otomatis diikuti dengan kesadaran akan kesucian Yesus, karena Allah pasti suci. Ini menyebabkan ia merasa kotor / berdosa / tidak layak berada bersama dengan Yesus.


Banyak orang cuma menekankan bahwa Allah adalah kasih. Ini adalah sesuatu yang salah / tidak seimbang. Allah memang kasih tetapi Ia juga suci!


Kesucian Allah terlihat dari:

  1. Hukum-hukum Tuhan yang begitu tinggi tuntutannya (Misalnya: Mat 5:28,44 dsb).

  2. Adanya Imam-imam (pengantara antara Allah dan manusia dalam Perjanjian Lama)

  3. Adanya tabir Bait Allah yang menjadi pemisah antara manusia berdosa dengan Allah yang maha suci dalam Perjanjian Lama.

  4. Banyaknya hal-hal yang membuat seseorang najis dalam Perjanjian Lama (Misalnya: Im 11-15).

  5. Kata ‘kudus, kudus, kudus’ yang ditujukan kepada Tuhan dalam Yes 6:3 dan Wah 4:8. Sesuatu yang perlu diperhatikan adalah: sekalipun Allah itu kasih, dan kasihNya sangat ditekankan, tetapi tidak pernah ada sebutan ‘kasih, kasih, kasih’ yang ditujukan kepada Allah.

  6. Dibutuhkannya penebusan Yesus Kristus supaya manusia bisa mencapai Allah.


Penerapan:

  • apakah saudara menyadari kesucian Allah yang begitu tinggi, dan apakah saudara menyadari bahwa hal itu menyebabkan saudara sama sekali tak layak menghadap Allah, apalagi masuk surga dan tinggal di sana bersama Allah, selain oleh penebusan Yesus Kristus?

  • kesucian Allah ini menyebabkan di awal kebaktian selalu ada doa pengakuan dosa. Ini juga perlu saudara lakukan setiap kali menghadap Tuhan, seperti berdoa, bersaat teduh dsb.


4) Petrus ‘mengusir’ Tuhan Yesus (Lukas 5: 8).

Kesadaran bahwa Yesus adalah Allah yang maha suci, dan kesadarannya bahwa ia adalah manusia yang penuh dengan dosa menyebabkan Petrus merasa takut (bdk. ay 10), dan merasa tidak layak bersama Yesus. Itulah sebabnya ia ‘mengusir’ Yesus! Ada 2 hal yang perlu dicamkan di sini:


a) Sekalipun tindakan pengusiran itu, kalau ditinjau secara lahiriah, adalah sesuatu yang salah, tetapi pengusiran itu didorong oleh sesuatu yang benar di dalam diri Petrus.


b) Petrus tidak sungguh-sungguh ingin terpisah dari Yesus, tetapi ia merasa layak terpisah dari Yesus.


Ada pengusiran yang lebih jelek yang merupakan pengusiran yang sungguh-sungguh / serius:

  • orang-orang Farisi, imam-imam, ahli-ahli Taurat membenci / mengusir Yesus karena iri hati.

  • Yoh 3:19-20: orang jahat benci kepada terang.

  • Luk 8:37 - orang-orang itu mengusir Yesus karena Yesus merugikan mereka.


Penerapan: Apakah saudara sering mengusir Yesus dengan cara menolak Firman Tuhan yang menegur saudara, atau dengan cara marah kepada pendeta yang menegur dosa saudara?

Apakah saudara ingin berhenti menjadi orang kristen karena merasa bahwa ketaatan kepada Yesus adalah sesuatu yang merugikan saudara?

IV) Sikap / tindakan Yesus.


1) Ia tidak menuruti permintaan Petrus, tetapi sebaliknya Ia memanggil dan mau memakai Petrus (ay 10  bdk. Mat 4:19).


a) Seharusnya Yesus yang maha suci itu mempunyai hak untuk mengusir manusia yang berdosa. Tetapi Ia tidak melakukan hal itu. Bahkan, pada saat terjadi hal yang sebaliknya, Yesus ternyata bukan saja tidak mau pergi meninggalkan manusia yang berdosa itu, tetapi sebaliknya Ia memanggil manusia yang berdosa itu. Apakah hal ini tidak menunjukkan kasih Yesus yang begitu luar biasa kepada orang-orang berdosa, termasuk saudara dan saya?


b) Yesus memanggil dan mau memakai nelayan, yang adalah orang bodoh / tak terpelajar sebagai alatNya.


Calvin: “When our Lord chose persons of this description it was not because he preferred ignorance to learning: as some fanatics do, who are delighted with their ignorance, and fancy that, in proportion as they hate litelature, they approach the nearer to the apostles” (= Pada waktu Tuhan kita memilih orang-orang seperti ini itu bukanlah karena Ia lebih senang orang bodoh dari pada yang terpelajar, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang fanatik, yang senang dengan kebodohan mereka, dan berkhayal bahwa makin mereka membenci literatur makin mereka mirip dengan rasul-rasul).


Dalam persoalan pemanggilan orang bodoh / tak terpelajar ini, ada 2 hal yang perlu diingat:

  • Selain memanggil orang bodoh / tak terpelajar, Yesus juga memanggil orang pandai / berpendidikan, seperti Paulus.

  • Yesus memanggil orang bodoh / tak berpendidikan tetapi bukannya lalu membiarkan mereka bodoh / tak berpendidikan terus. Sebaliknya Yesus mengajar mereka sehingga menjadi pandai (dalam hal rohani).

Perlu diingat bahwa syarat penatua adalah cakap mengajar. Bagaimana orang bisa mengajar kalau ia bodoh terus? Jadi, bodoh / tak berpendidikan bukan halangan untuk melayani Tuhan, tetapi ia harus mau belajar!


2) Panggilan Yesus adalah: menjadi penjala manusia (ay 10).


a) Sekalipun panggilan ini ditujukan kepada Petrus, tetapi yang menanggapi adalah ‘mereka’ (ay 11). Karena itu jelas terlihat bahwa panggilan Yesus ini berlaku untuk semua orang, termasuk saudara.


b) Penjala ikan menjadi penjala manusia.


  • Ada penafsir yang beranggapan bahwa mujijat penangkapan ikan di sini merupakan suatu perumpamaan tentang menjala manusia. Saya tidak tahu apakah itu bisa dibenarkan atau tidak, tetapi jelas bahwa memang ada beberapa kemiripan antara 2 hal ini, yaitu:

  • harus ada keberanian. Orang yang menjala ikan pasti ada resiko terkena badai, dsb, dan demikian juga orang yang menjala manusia juga ada resikonya. Karena itu keduanya membutuhkan keberanian.

  • harus ada kerja sama, bukan persaingan (ay 7). Betul-betul hebat bahwa teman-teman diperahu yang lain itu tidak menganggap Petrus sebagai saingan, tetapi sebaliknya mau membantu dan bekerja sama dengan Petrus untuk menangkapi ikan yang terjala. Dalam menjala manusia, gereja, hamba Tuhan, dan semua orang kristen juga harus meniru sikap ini.

  • harus ada ketaatan kepada Tuhan (ay 4-5).

  • harus ada kerajinan dan ketekunan (ay 4-5  bdk. Pengkhotbah 11:4,6  1Kor 15:58).


Tetapi juga ada perbedaan antara dua hal ini, yaitu: ikan ditangkap untuk dibunuh, tetapi manusia tidak. Karena itu terjemahan hurufiah dari kata-kata ‘menjala manusia’ dalam ay 10 itu sebetulnya berbunyi ‘catching men alive’ (= menangkap manusia hidup-hidup).


  • Mungkin hubungan antara 2 hal ini menyebabkan ‘ikan’ menjadi simbol orang kristen abad pertama. Perlu diketahui bahwa kata ‘ikan’ dalam bahasa Yunani adalah ICHTHUS, dan ini dijadikan singkatan dari IESOUS CHRISTOS THEOU HUIOS SOTER, yang berarti ‘Yesus Kristus Anak Allah Juruselamat’.


Catatan: perlu diketahui bahwa:

  • Huruf CH di awal kata CHRISTOS, dalam abjad Yunani adalah satu huruf, yaitu huruf CHI.

  • Huruf TH di awal kata THEOU, dalam abjad Yunani adalah satu huruf, yaitu huruf THETA.

  • Kata HUIOS dalam bahasa Yunani dimulai dengan huruf U (UPSILON).

V) Tanggapan Petrus.


1) Ia mengikut Yesus (ay 11).

Yesus selalu memanggil dengan berkata: ‘Ikutlah Aku’!

Karena itu, kita harus memastikan bahwa di dalam kita menjadi orang kristen, kita betul-betul mengikut Dia! Ada banyak orang kelihatannya mengikut Yesus, tetapi sebetulnya tidak! Contoh:

  • Orang kristen yang begitu fanatik pada gerejanya sendiri. Kalau ia pergi ke luar kota, ia tidak mau pergi ke gereja, karena di sana tidak ada gereja dengan merk yang sama. Ini bukan pengikut Yesus, tetapi pengikut gereja!

  • Orang kristen yang fanatik kepada pendeta tertentu. Memang kita harus memilih pendeta, supaya jangan kita mendengar ajaran yang sesat dari para nabi palsu. Tetapi, ada orang kristen yang menjadi begitu fanatik kepada pendeta tertentu, sehingga kalau pendeta itu tidak berkhotbah, ia tidak mau ke gereja. Ini bukan pengikut Yesus, tetapi pengikut pendeta!

  • orang kristen yang menjadi kristen hanya karena orang tuanya / keluarganya / pacarnya adalah orang kristen. Mereka bukanlah pengikut Yesus, tetapi mereka adalah pengikut orang tua / keluarga / pacar!

Renungkan! Apakah saudara betul-betul mengikuti Yesus?


2) Ia segera mengikut Yesus (ay 11).

Jangan menunda dalam mengikut Yesus! Mengapa? Karena:


a) Tak selalu Tuhan mau menerima.

Yes 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.


b) Kita tidak tahu kapan kita akan mati. Bagaimana kalau saudara mati dengan mendadak sehingga tidak ada kesempatan untuk bertobat? (bdk. Ams 27:1  Yak 4:14a).


c) Kalau akhir jaman tiba, Yesus akan datang ke dua kalinya. Itu akan terjadi pada saat yang tidak saudara duga (Mat 24:44). Dan kalau hal itu terjadi, maka kesempatan untuk bertobat akan hilang! Kalau selama ini Yesus sabar saja melihat saudara mengusir Dia, maka pada saat itu, Ialah yang akan mengusir saudara! (Mat 7:23b  Mat 25:41).


3) Ia meninggalkan segala sesuatu, termasuk bisnis ikannya yang baru saja sukses luar biasa.


a) Di sini kita melihat sesuatu yang luar biasa. Yesus memberi Petrus sukses secara jasmani, tetapi ini menyebabkan ia melihat kebesaran Tuhan sehingga ia justru tidak menghargai sukses jasmani itu, tetapi sebaliknya meninggalkannya dan mengikut Tuhan dan melayaniNya.


Kebanyakan orang pada waktu diberi sukses jasmani, lalu justru mendewakan kesuksesan tersebut dan terikat pada kesuksesan tersebut sehingga meninggalkan Tuhan / tidak mengikut Tuhan.

Saudara lebih mirip yang mana?


b) Memang tidak semua orang dipanggil untuk meninggalkan segala sesuatu dan menjadi hamba Tuhan yang full timer. Tetapi semua orang kristen harus rela melakukan hal itu kalau Tuhan memang menghendaki. Relakah saudara?

LUKAS 5:12-16

I) Orang yang sakit kusta.


1) Penyakit kusta.

William Barclay: “In Palestine there were two kinds of leprosy. There was one which was rather like a very bad skin disease, and it was the less serious of the two. There was one in which the disease, starting from a small spot, ate away the flesh until the wretched sufferer was left with only the stump of a hand or a leg. It was literally a living death” (= Di Palestina ada 2 jenis penyakit kusta. Yang satu lebih menyerupai penyakit kulit yang parah, dan ini yang tak terlalu serius dari 2 penyakit kusta ini. Yang satunya adalah dimana penyakit itu, mulai dari suatu bintik kecil, memakan habis daging sampai penderita yang celaka itu ditinggalkan dengan hanya puntungan tangan atau kaki. Ini secara hurufiah adalah orang mati yang hidup).


2) Penafsiran umum yang salah tentang orang kusta:


a) Mengalegorikan / melambangkan kusta sebagai dosa.


b) Menganggap kusta sebagai hukuman dosa.

Sekalipun ada orang yang karena dosanya lalu dihukum dengan penyakit kusta, seperti:

  • Miryam (Bil 12:1-10).

  • Gehazi (2Raja 5:27).

  • raja Uzia (2Raja 15:1-5  2Taw 26:20-21 - catatan: Uzia = Azarya).

tetapi jelas tidak semua orang menderita kusta karena dosanya.


3) Orang itu ‘penuh kusta’ (ay 12).

Mat 8:2 dan Mark 1:40 hanya mengatakan ‘seorang yang sakit kusta’, tetapi Lukas yang adalah seorang tabib, menggambarkannya dengan lebih teliti. Ia menyebutkan bahwa orang itu ‘penuh kusta’, yang menunjukkan bahwa penyakit kusta orang itu sudah sangat parah.


4) Peraturan tentang orang kusta (Im 13:45-46  Bil 5:2).

  • Ini jelas menambah penderitaannya.

  • Bagaimana orang kusta itu bisa menemui Yesus padahal Yesus ada dalam sebuah kota (ay 12a)? Mungkin Yesus ada di perbatasan kota, atau mungkin orang kustanya nekad dan melanggar larangan untuk tinggal ‘di luar perkemahan’ dalam Im 13:45-46.


5) Orang kusta itu tersungkur di depan Yesus dan memohon: ‘Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku’ (ay 12b).


a) Kata Yunani yang diterjemahkan ‘tuan’ adalah KURIE, dan sekalipun sebetulnya kata ini memang bisa diterjemahkan ‘tuan’ (Inggris: ‘Sir’), tetapi mungkin di sini harus diterjemahkan ‘Tuhan’ (NIV/NASB: Lord), karena orang itu yakin bahwa Yesus mampu menyembuhkan dia.


b) Ini seharusnya merupakan sikap kita dalam memohon sesuatu kepada Tuhan. Memang kalau kita meminta sesuatu yang Tuhan janjikan, maka kita harus yakin bahwa Tuhan bisa dan mau memberikan. Tetapi kalau apa yang kita minta itu tidak pernah dijanjikan oleh Tuhan, kita hanya bisa yakin bahwa Tuhan bisa memberikan hal itu, tetapi kita tidak bisa yakin bahwa Tuhan mau memberikan hal itu kepada kita.


Ini seperti sikap Sadrakh, Mesakh dan Abednego dalam Daniel 3:17-18 yang dalam versi NIV berbunyi sebagai berikut:


“If we are thrown into the blazing furnace, the God we serve is able to save us from it, and he will rescue us from your hand, O king. But even if he does not, we want you to know, O king, that we will not serve your gods or worship the image of gold you have set up” (= Jika kami dilemparkan ke dalam perapian yang bernyala-nyala, Allah yang kami layani mampu untuk menyelamatkan kami dari perapian itu, dan Ia akan menyelamatkan kami dari tanganmu, ya raja. Tetapi sekalipun Ia tidak menyelamatkan kami, kami mau engkau tahu, ya raja, bahwa kami tidak akan melayani dewa-dewamu atau menyembah patung emas yang telah engkau dirikan).

Catatan: dalam bagian ini Kitab Suci Indonesia salah terjemahan.

II) Yesus menyembuhkan.


1) Yesus lalu mengulurkan tanganNya dan menjamah orang itu, dan berkata: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir’. Dan seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya (ay 13).


a) Mark 1:41 mengatakan bahwa Yesus melakukan hal itu karena hatinya tergerak oleh belas kasihan.


b) Sekalipun orang itu tadinya ‘penuh kusta’, ia menjadi sembuh secara total pada ketika itu juga. Kesembuhan ilahi memang harus total dan terjadi seketika.

William Hendriksen: “The healing brought about by Jesus were complete and instantaneous” (= Kesembuhan yang diadakan oleh Yesus adalah sempurna dan langsung).


Ia lalu memberikan contoh-contoh kesembuhan dari 

  • ibu mertua Petrus (Luk 4:38-39).

  • orang lumpuh (Luk 5:17-26).

  • orang yang mati tangan kanannya (Luk 6:6-11).

  • orang yang kerasukan (Luk 8:26-39).

  • perempuan yang menyentuh jubah Yesus (Luk 8:43-48).

  • anak Yairus (Luk 8:40-42,49-56).


Dan Hendriksen melanjutkan: “Let the healers of today imitate this! Let them cure every illness immediately” (= Biarlah penyembuh-penyembuh jaman ini meniru hal ini. Biarlah mereka menyembuhkan setiap penyakit secara langsung).


Catatan: sekalipun semua ini hanya bagian yang bersifat descriptive, bukan didactic, tetapi karena selalu terjadi demikian tanpa kecuali, maka itu bisa menjadi rumus.


2) Perintah dan larangan Yesus (Lukas 5: 14).


a) Yesus memerintahkan orang itu untuk pergi kepada imam dan mempersembahkan persembahan seperti yang diperintahkan Musa (ay 14b).

Dalam Im 13-14 memang terlihat bahwa yang berhak menentukan apakah seseorang itu terkena kusta atau tidak dan apakah seseorang itu telah sembuh dari kustanya atau tidak, adalah imam. Karena itulah Yesus menyuruh orang itu pergi kepada imam.


Juga dalam Im 14 ditentukan persembahan apa yang harus diberikan oleh orang yang telah disembuhkan dari kustanya.

Jadi, dengan perintah ini terlihat bahwa:

  • Yesus mengakui otoritas Perjanjian Lama (bdk. Gal 4:4 - ‘takluk kepada hukum Taurat’).

  • Yesus menyuruh orang mentaati Perjanjian Lama.


b) Yesus melarang orang itu memberitahukan hal itu kepada siapapun (ay 14a).

III) Apa yang terjadi setelah kesembuhan itu.


1) Kabar tentang Yesus makin jauh tersiar (ay 15a).

Mark 1:45a mengatakan: “Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya ke mana-mana”. Bdk. juga dengan Mark 7:36.

Jadi, kabar itu tersiar karena orang itu melanggar larangan yang Yesus berikan. Jelas bahwa orang itu menyebarkan cerita itu karena rasa syukur, tetapi bagaimanapun ia salah karena melanggar larangan Yesus. Ini adalah contoh orang yang pada waktu diberkati / dikabulkan doanya, lalu justru membalas kebaikan Tuhan itu dengan berbuat dosa.


Penerapan:

Banyak orang melakukan hal yang sama seperti orang kusta ini, misalnya:

  • orang yang berdoa minta anak, tetapi setelah diberi anak, justru lalu tidak ke gereja atau tidak ikut Pemahaman Alkitab karena sibuk mengurusi anak.

  • orang yang berdoa minta pacar, tetapi setelah diberi pacar, terus berpacaran dan meninggalkan Tuhan.

  • orang yang berdoa minta pekerjaan, tetapi setelah diberi pekerjaan, lalu terobsesi oleh pekerjaannya dan menyingkirkan Tuhan.

  • orang yang berdoa minta mobil, tetapi setelah diberi mobil, setiap minggu piknik dan tidak kebaktian.

  • orang yang minta pekerjaan / study / pelayanannya sukses, tetapi setelah Tuhan memberkati, ia menjadi sombong.


2) Akibat dari tersiarnya kabar tentang penyembuhan orang kusta ini, maka banyak orang berbondong-bondong datang kepada Yesus, untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan. Memang kelihatannya hal ini menguntungkan, tetapi sesungguhnya tidak (bdk. Mark 1:45 yang jelas menunjukkan bahwa akibatnya adalah negatif).


Calvin: “Hence we learn the reason why Christ did not wish the miracle to be so soon made known. It was that he might have more abundant opportunity and freedom for teaching. Not that his enemies rose against him, and attempted to shut his mouth, but because the common people were so eager to demand miracles, that no room was left for doctrine. He wished that they would all be more attentive to the word than to signs” (= Karena itu kita mempelajari alasan mengapa Kristus tidak ingin mujijat itu disampaikan / diberitakan begitu cepat. Itu adalah supaya Ia mendapat kesempatan dan kebebasan yang lebih banyak untuk pengajaran. Bukan karena musuh-musuhnya bangkit melawan Dia dan berusaha menutup mulutNya, tetapi karena manusia umum begitu ingin menuntut mujijat, sehingga tidak ada tempat yang tersisa untuk doktrin. Ia ingin supaya mereka semua lebih memperhatikan firman dari pada tanda).


Dalam suatu pemberitaan firman, lebih baik hadir 100 orang yang betul-betul ingin belajar firman, dari pada hadir 500 orang yang sebagian besar tidak rindu firman dan datang hanya untuk menyaksikan atau mendapatkan kesembuhan. Mengapa? Karena orang yang tidak rindu firman itu akan membuat keributan dalam acara pemberitaan firman (lebih-lebih kalau banyak yang membawa anak untuk disembuhkan) sehingga akan mengacaukan pemberitaan firman.


Hal ini perlu dicamkan oleh banyak gereja yang menggunakan mujijat / kesembuhan sebagai ‘iklan’ / ‘reklame’ dalam usahanya untuk menarik banyak orang datang ke gerejanya.


Catatan: ada hal yang saya tidak setuju dengan Calvin dalam hal ini, yaitu dimana ia berkata bahwa Yesus melarang memberitakan penyembuhan itu bukan karena musuh-musuhNya. Menurut saya itu juga merupakan alasan mengapa Yesus melarang (bdk. Mark 1:45 - ‘Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota’. Ini secara implicit menunjukkan adanya bahaya dari musuh-musuhNya).


3) Kristus meninggalkan orang banyak itu dan pergi ke tempat sunyi untuk berdoa (ay 16).


a) Calvin: “He avoided the crowd of men, because he saw that he would not satisfy the wishes of the people, without overwhelming his doctrine by a superfluity of miracles” (= Ia menghindari orang banyak, karena Ia melihat bahwa Ia tidak akan memuaskan keinginan orang-orang itu, tanpa membanjiri / menutupi doktrin / ajaranNya dengan mujijat yang berlebih-lebihan).


b) Yesus meninggalkan kesibukan pelayananNya untuk berdoa.

William Hendriksen: “Jesus gave us an example by not allowing anything to stand in the way of regular seasons of prayer” (= Yesus memberi kita suatu teladan dengan tidak mengijinkan apapun untuk menghalangi saat doa rutin).


Kalau pelayanan saja harus ditinggal demi waktu doa rutin, lebih-lebih hal-hal lain seperti pekerjaan, study, hobby, dsb.


Yesus tidak membiarkan kesibukanNya mengatur Dia / waktuNya, tetapi Dialah yang mengatur waktuNya dan kesibukanNya.


Kalau kita tak mau mengatur waktu / kesibukan kita, dan kita membiarkan kesibukan mengatur kita dan waktu kita, maka kita tak akan pernah ada waktu untuk Tuhan! Bdk. Marta dalam Luk 10:38-42.


c) Doa ini penting bagi pelayanan itu sendiri.


Adam Clarke: “A man can give nothing unless he first receive it; and no man can be successful in the ministry who does not constantly depend upon God ... Why is there so much preaching and so little good done? Is it not because the preachers mix too much with the world, keep too long in the crowd, and are so seldom in private with God?” (= Seseorang tidak bisa memberi apa-apa kecuali ia menerimanya lebih dulu; and tidak ada orang bisa sukses dalam pelayanan kalau ia tidak terus-menerus bergantung kepada Allah ... Mengapa ada banyak pemberitaan / khotbah dan begitu sedikit hal baik yang terjadi? Apakah ini bukannya karena pengkhotbah-pengkhotbah bercampur terlalu banyak dengan dunia, berada terlalu lama dalam kumpulan orang banyak, dan begitu jarang berada sendirian dengan Allah?).

LUKAS 5:17-26

I) Yesus mengajar di sebuah rumah.


Pada saat Yesus mengajar, ada beberapa orang Farisi dan ahli Taurat yang duduk mendengarkan (ay 17).


Pulpit Commentary mengutip Matthew Henry: “They are willing that we should preach before them, not that we should preach to them” (= Mereka mau supaya kita berkhotbah di depan mereka, bukan supaya kita berkhotbah kepada mereka).

Renungkan: apakah saudara mempunyai sikap yang sama dengan mereka pada waktu mendengar Firman Tuhan?

II) Orang lumpuh dibawa kepada Yesus.


1) Ditinjau dari sudut si lumpuh.


a) Penderitaannya membawa dia kepada Kristus.

Penderitaan memang sering membawa seseorang kepada Kristus. Tetapi juga sering menyebabkan orang justru lari ke dalam dosa / menjauhi Tuhan. Kalau saudara menderita, yang mana yang menjadi sikap saudara?


b) Ia mau dilayani oleh ke 4 temannya (ay 18).

Ada banyak orang kristen yang sekalipun membutuhkan pelayanan tetapi tidak mau dilayani, karena sombong atau sungkan / takut akan merepotkan, dsb. Ini bukan sikap yang benar. Kita harus mau dilayani!


c) Pada waktu ia mau datang kepada Yesus, ada halangan (ay 19).

Contoh orang lain yang juga dihalangi pada waktu mau datang kepada Yesus adalah Zakheus (Luk 19:3), dan orang buta (Mat 20:30-31).


2) Ditinjau dari sudut 4 temannya.

Mereka mau melayani teman mereka dan membawanya kepada Yesus (ay 18). Peristiwa dimana 4 orang membawa orang lumpuh kepada Yesus ini bisa memberi kita beberapa pelajaran tentang pelayanan:


a) Ada kesatuan dan ada 1 tujuan yaitu membawa si lumpuh kepada Yesus.


b) Ada kerja sama. Ini mutlak harus ada dalam pelayanan.


c) Ada ketekunan.

  • mula-mula ada halangan (banyak orang menghalangi pintu masuk). Perlu diketahui bahwa kalau kita mau membawa orang kepada Yesus, setan tentu tidak tinggal diam, dan akan memberikan banyak halangan.

  • Mereka tidak putus asa, tetapi bertekun untuk menembus halangan. Mereka membawa si lumpuh ke atap, lalu membuka atapnya dan menurunkan si lumpuh di depan Yesus (ay 19). Perlu diketahui bahwa rumah pada saat itu mempunyai atap datar, dan biasanya mempunyai tangga di luar rumah menuju ke atap.


Tyndale Commentary: “Houses usually had flat roofs, often with external staircases leading up to them” (= Rumah biasanya mempunyai atap datar, sering dengan tangga di luar untuk naik ke atap).


Juga atap rumah pada saat itu bisa dibuka tanpa terlalu banyak kesukaran (jangan bayangkan mereka punya atap beton seperti jaman sekarang!).

Penerapan: ketekunan, sikap tidak mudah putus asa, sikap tidak mau menyerah / tunduk pada halangan, adalah hal-hal yang harus kita tiru dalam pelayanan kita. Bdk. Pkh 11:4,6 yang berbunyi sebagai berikut: “Siapa senantiasa memperhatikan arah angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai. ... Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik”.


d) Ada kasih kepada orang yang dilayani. Kasih ini menyebabkan mereka mau berkorban tenaga, waktu, perasaan, dsb.


Adakah hal-hal ini dalam pelayanan saudara?

III) Yesus mengampuni dan menyembuhkan.


1) Yesus ‘melihat’ iman mereka (ay 20a).


a) Ini merupakan bukti keilahian Yesus. Ia bisa melihat iman.

Calvin berkata bahwa Yesus melihat iman mereka dari usaha mereka, bukan karena Yesus mahatahu. Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus melihat iman mereka karena Ia mahatahu.


Kita juga bisa melihat apakah seseorang beriman atau tidak, misalnya dengan melihat:

  • pengertiannya tentang dasar-dasar kekristenan.

  • keyakinan keselamatannya.

  • kerinduannya akan Firman Tuhan.

  • pengudusan dalam hidupnya dan sikapnya terhadap dosa.

Tetapi karena ‘lalang’ itu mirip dengan ‘gandum’, maka sering kita tidak bisa mengetahui hal ini dengan pasti.


b) Siapa yang dimaksud dengan ‘mereka’ dalam ay 20a?

  • Ada yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘mereka’ hanyalah 4 orang yang mengusung si lumpuh.

William Barclay: “The wonderful thing is that here is a man who was saved by the faith of his friends” (= Hal yang indah ialah bahwa di sini ada orang yang diselamatkan oleh iman teman-temannya).

Tetapi pandangan ini jelas salah, karena kalau si lumpuh itu sendiri tidak beriman, ia tidak mungkin mendapat pengampunan dosa (bdk. Ibr 11:6). Kitab Suci tidak pernah mengajar bahwa kita bisa ‘nunut’ pada iman orang lain. Bandingkan juga dengan 12 Pengakuan Iman Rasuli yang selalu berkata Aku percaya’, bukan Kami percaya’.

  • Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ‘mereka’ adalah 4 orang yang mengusung dan si lumpuh sendiri.


2) Yesus mengampuni dosa si lumpuh (ay 20).

a) Ini menunjukkan bahwa mungkin sekali orang itu lumpuh karena dosa.

b) Orang itu pasti menginginkan kesembuhan jasmani. Yesus memberi-kan apa yang sebetulnya lebih dibutuhkan orang itu, yaitu kesem-buhan jiwa, sekalipun orang itu tidak meminta hal itu.

c) Ini menunjukkan bahwa Yesus lebih mementingkan kesembuhan rohani / jiwa dari pada kesembuhan jasmani. Apakah kita / gereja kita juga seperti itu?


3) Para ahli Taurat dan orang Farisi berpikir dalam hati bahwa Yesus menghujat Allah (ay 21).


a) Mereka mempunyai pandangan yang benar, yaitu bahwa hanya Allah saja yang bisa mengampuni dosa. Lalu mereka melihat Yesus mengampuni dosa. Ada 2 kesimpulan yang bisa mereka ambil:

  • Yesus adalah Allah.

  • Yesus menghujat Allah, karena sekalipun Ia adalah manusia biasa yang bukan Allah, Ia mengampuni dosa, dan itu berarti menyamakan diri dengan Allah.


b) Ini adalah ketidaksenangan yang tidak diungkapkan.

Sebetulnya lebih baik mengungkapkan ketidaksenangan dari pada memendamnya, karena memendam ketidaksenangan biasanya berakhir dengan penyebaran gossip pada waktu orang yang tak disenangi itu tidak ada.


4) Yesus mengetahui pikiran mereka (ay 22).

Dalam 1Kor 2:11 dikatakan bahwa yang tahu pikiran seseorang hanyalah roh orang itu. Tetapi seseorang bisa mengetahui pikiran orang lain:

  1. Dengan pertolongan Tuhan. Contoh: nabi-nabi dan rasul-rasul sering bisa tahu pikiran orang lain (Misalnya: Kis 5:1-4  1Raja 14:1-6).

  2. Dengan pertolongan setan. Karena itu jangan terlalu heran dan lalu percaya kepada orang yang tahu pikiran saudara atau problem / penyakit saudara. Ia mungkin saja menggunakan kuasa gelap.

  3. Kalau orang itu adalah Tuhan sendiri.


5) Yesus menyembuhkan si lumpuh (ay 24-25).

Mula-mula Yesus mengajukan pertanyaan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi: “Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, dan berjalanlah?” (ay 23).


Dari sudut manusia memang gampang untuk berkata ‘dosamu sudah diampuni’. Karena apa? Karena tidak ada buktinya apakah hal itu betul-betul terjadi atau tidak. Tetapi kalau harus mengucapkan kalimat itu dan harus betul-betul terjadi, maka itu jelas mustahil. Juga mengatakan ‘bangunlah, dan berjalanlah’ dan harus betul-betul terjadi, adalah sesuatu yang mustahil bagi manusia.


Tetapi bagaimana kalau ditinjau dari sudut Tuhan? Ada yang mengatakan bahwa bagi Tuhan mengampuni dosa lebih sukar, karena untuk bisa mengampuni dosa Ia harus menjadi manusia dulu dan mati menebus dosa manusia. Sedangkan untuk menyembuhkan penyakit Ia tidak perlu melakukan semua itu. Tetapi kalau penyakit orang itu terjadi karena dosanya, maka jelas bahwa penyakit itu tidak akan sembuh sebelum dosanya diampuni.


Jadi, pertanyaan Yesus dalam ay 23 harus dijawab sebagai berikut: ‘Bagi manusia dua hal itu sama-sama mustahil, sedangkan bagi Allah sama-sama mungkin / bisa dilakukan’.


Arti dari bagian ini: dalam ay 20 Yesus mengampuni dosa. Ini merupakan suatu claim bahwa Ia adalah Allah. Tetapi tidak ada bukti bahwa pengampunan dosa itu betul-betul terjadi. Karena itu, claimnya sebagai Allah juga tidak terbukti. Ia lalu membuktikan claimnya sebagai Allah itu dengan menyembuhkan orang lumpuh itu (ay 24-25). Ini membuktikan bahwa Ia memang adalah Allah, dan kalau Ia memang adalah Allah, maka jelaslah bahwa pengampunan dosa yang tadi Ia ucapkan memang betul-betul terjadi.


6) Pada waktu melihat mujijat itu, orang banyak itu menjadi kagum dan memuliakan Allah. Tetapi mereka toh tetap tidak percaya kepada Yesus! Dari mana kita bisa tahu bahwa mereka masih tetap tidak percaya? Perhatikan pada bagian paralelnya, yaitu


Mat 9:8 yang berbunyi: “Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian kepada manusia.

  1. Jadi jelas bahwa mereka masih tetap menganggap Yesus sebagai manusia, bukan sebagai Allah.

  2. Kata ‘manusia’ sebetulnya ada dalam bentuk jamak (Inggris: ‘men’). Yang dimaksud adalah ‘seluruh umat manusia’ (human race). Jadi, mereka menganggap Yesus hanya sebagai salah satu dari ‘human race / umat manusia’.

Kesimpulan / penutup.


1) Mujijat tidak mempertobatkan (bdk. Luk 16:27-31).


2) Yesus adalah Allah, yang bukan hanya bisa melakukan mujijat, tetapi bisa / berhak mengampuni dosa! Karena itu:

a) Datanglah kepadaNya untuk mendapatkan pengampunan dosa.

b) Berusahalah untuk lebih mengenal Dia, mentaati Dia, melayani Dia, dan memuliakan Dia!

LUKAS 5:27-32

I) Yesus memanggil Lewi.


1) Orang yang bernama ‘Lewi’ dalam Lukas 5: 27 ini sama dengan ‘Matius’ dalam Mat 9:9. Ia nanti menjadi rasul dan ialah yang menulis Injil Matius.


Ia adalah orang Yahudi yang bekerja sebagai pemungut cukai (ay 27). Pada jaman itu pemungut cukai dibenci dan dianggap hina oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari fakta dalam Kitab Suci bahwa pemungut cukai sering dikelompokkan / dianggap sama dengan ‘orang berdosa’ (ay 30b  7:34  15:1-2  18:11  19:7). Mengapa mereka dibenci / dianggap hina? Karena mereka bekerja sebagai penagih pajak untuk pemerintah Romawi (yang adalah penjajah dan orang kafir), dan pada waktu menagih pajak, pemungut cukai ini memeras rakyat dengan cara menaikkan pajak dan mengkorupsi kelebihannya.


2) Yesus memanggil Lewi / Matius:


a) Yesus memanggil seorang pemungut cukai yang adalah orang yang hina. Bdk. 1Kor 1:26-29.


Penerapan:

  • kalau saudara adalah orang yang dianggap hina oleh masyarakat, janganlah takut untuk datang kepada Yesus!

  • jangan takut / enggan memberitakan Injil kepada orang yang hina / brengsek! Kalau di sini Kristus memanggil orang yang hina, maka kita juga harus mau dipakai sebagai alatNya untuk memberitakan Injil kepada orang yang hina!

b) Lewi / Matius dipanggil oleh Yesus pada waktu ia ada di rumah cukai. Ia masih ada di dalam dosa (sebetulnya pekerjaan sebagai penagih pajak bukanlah dosa, tetapi tindakan korupsinya jelas adalah dosa). Tetapi ia toh dipanggil oleh Yesus. Ini menunjukkan kasih Allah kepada orang berdosa!


c) Yesus memanggil: ‘Ikutlah Aku’ (ay 27b).

  • Yang harus kita ikuti adalah Yesus, bukan hamba Tuhan manapun juga. Karena itu, mengikuti hamba Tuhan tertentu hanya boleh kita lakukan selama hamba Tuhan itu mengikut Yesus (bdk. 1Kor 11:1).

  • Calvin berpendapat bahwa Yesus pasti berkhotbah panjang lebar pada waktu memanggil Lewi / Matius. Kata-kata ‘Ikutlah Aku’ hanyalah ringkasan / inti dari kata-kata Yesus.


3) Lewi / Matius meninggalkan segala sesuatu (Lukas 5:28).


a) Ini kontras sekali dengan sikap pemuda kaya dalam Mat 19:22.


b) Waktu Lewi / Matius mengikut Yesus ia mendapat sesuatu (damai, sukacita, dsb), tetapi ia juga kehilangan sesuatu (pekerjaan, harta, teman-teman, dsb). Kalau kita mau ikut Yesus kita akan mengalami hal yang sama. Harus ada kemauan untuk mengorbankan sesuatu!


c) Panggilan Tuhan harus lebih diutamakan dari apapun juga!

Pekerjaan pemungut cukai sebetulnya bukanlah dosa kalau dilakukan dengan benar. Ini terlihat dari fakta bahwa:

  • Yesus tidak menyuruh Zakheus meninggalkan pekerjaannya sebagai pemungut cukai (Luk 19:1-10).

  • Yohanes Pembaptis tidak menyuruh pemungut cukai meninggalkan pekerjaannya (Luk 3:12-13).

Tetapi untuk Lewi / Matius, pekerjaan itu tidak memungkinkan ia memenuhi panggilan Tuhan, sehingga pekerjaan itu harus ditinggalkan. Di sini kita bisa mempelajari sesuatu yang penting: panggilan Tuhan harus diutamakan lebih dari segala sesuatu, baik itu:

  • pekerjaan / bisnis.

  • study.

  • keluarga, dsb!

II) Lewi mengadakan pesta.


1) Lewi / Matius mengadakan pesta (ay 29).

Ini mungkin merupakan pesta perpisahan dengan teman-temannya, tetapi jelas juga merupakan tanda syukur Matius dan sekaligus usaha Matius untuk memperkenalkan teman-temannya kepada Yesus.


a) Orang yang sudah diampuni pasti mempunyai keinginan untuk membawa orang lain kepada Yesus. Adakah keinginan itu ada pada saudara?


b) Lewi / Matius berusaha memperkenalkan teman-temannya dengan Yesus melalui pesta di rumahnya.


Penerapan: mengadakan persekutuan di rumah jemaat merupakan sesuatu yang penting untuk bisa mendapatkan jiwa. Tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan supaya pemberitaan dan penerimaan Firman bisa terjadi dengan baik:

  • ketenangan.

Gangguan / keributan dari telpon, anak kecil, orang yang terlambat dan orang yang mengatur makanan harus bisa diatasi, khususnya pada saat Firman Tuhan diberitakan!

  • kebutuhan pengkhotbah dalam memberitakan Firman juga harus diperhatikan, seperti meja yang cukup tinggi untuk meletakkan Kitab Suci / catatan khotbah, mike dan stand untuk mike, lampu / penerangan secukupnya, dsb.


2) Yesus ikut dalam pesta itu (ay 30).


a) Ini menunjukkan bahwa pesta bukanlah dosa. Orang kristen tidak pernah diperintah oleh Tuhan untuk menjauhi dunia sedemikian rupa sehingga menjadi seorang pertapa!


b) Ini menunjukkan bahwa Yesus berkumpul / bergaul dengan orang-orang berdosa.

Ini kontras dengan sikap orang-orang Farisi yang menjauhi orang berdosa. Kita memang harus mau bergaul dengan orang berdosa / bejad, tetapi tetap ada batas-batasnya. Kalau pergaulan saudara dengan orang berdosa itu menyebabkan saudara jatuh ke dalam dosa, maka saudara harus menghindari pergaulan itu. Misalnya: ex perokok sebaiknya tidak bergaul dengan perokok!

III) Pertentangan Yesus dan orang Farisi / ahli Taurat.


1) Orang Farisi dan ahli Taurat pasti tidak ikut dalam pesta ini

Mereka menganggap diri mereka lebih baik dari orang lain (Luk 18:9) dan menganggap bahwa kalau mereka berkumpul atau bergaul dengan orang berdosa, maka mereka akan menjadi najis.

Jadi mungkin sekali ay 30-32 terjadi setelah pesta selesai.


2) Mereka mengkritik Yesus yang berkumpul dan bergaul dengan orang berdosa (ay 30). Mereka memang pintar mengecam dosa, tetapi mereka tidak berusaha mempertobatkan orang berdosa itu. Mereka seperti seorang dokter yang hanya mau mendiagnose pasiennya dari jauh, tetapi tidak mau mendekati pasiennya dan tidak punya keinginan untuk mengobati / menyembuhkan pasiennya.


3) Jawaban Yesus.


a) Yesus tidak mendiamkan kritik itu ataupun menurutinya, karena kritik itu salah! Ini mengajar orang kristen untuk tidak selalu diam pada waktu mendapatkan kritikan yang salah, dan juga untuk tidak menuruti kritik yang salah!


Illustrasi: Ada bapak dan anak yang pergi ke pasar untuk menjual keledainya. Mula-mula mereka berdua berjalan sambil menuntun keledainya. Lalu ada orang lewat mengkritik: ‘Bodoh sekali, punya keledai tetapi tidak ditunggangi’. Mereka menuruti kritik itu dan lalu mereka berdua naik ke atas keledai itu. Orang lain lalu mengkritik: ‘Tidak punya peri kebinatangan, keledai satu dinaiki 2 orang’. Lalu bapaknya menyuruh anaknya turun dari keledai sedang ia sendiri tetap duduk di atas keledai. Orang lain mengkritik: ‘Bapak tidak tahu diri. Anak kecil disuruh jalan, dia sendiri enak-enak naik keledai’. Lalu bapaknya turun dari keledai, dan anaknya yang naik keledai. Orang lain mengkritik lagi: ‘Anak kurang ajar. Bapaknya yang tua disuruh jalan, ia sendiri enak-enak naik keledai’. Akhirnya bapak dan anak itu memikul keledai itu!


Kalau saudara adalah orang yang selalu menuruti kritik, maka saudara akan menjadi seperti bapak dan anak itu.


b) Arti yang salah.

  • Bagian ini tidak berarti bahwa manusia cuma sakit secara rohani. Kitab Suci mengatakan bahwa manusia berdosa itu mati secara rohani (Ef 2:1). Perumpamaan Yesus di sini tidak boleh diartikan sehingga keluar dari tujuannya / fokusnya!

  • Bagian ini juga tidak berarti bahwa manusia di dunia ini ada orang benar / tak berdosa (bdk. Ro 3:10-12,23). Yang dimaksud oleh Yesus dengan ‘orang benar’ adalah ‘orang berdosa yang merasa dirinya benar’.


c) Bagian ini memberi kita pelajaran dalam persoalan pergaulan.

Bagian ini menunjukkan bahwa Yesus mau bergaul dengan orang berdosa dengan tujuan mempertobatkan mereka.


  • Ini sekaligus merupakan teguran / serangan terhadap sikap orang Farisi dan Ahli Taurat yang tidak mau bergaul dengan orang berdosa.


  • Tetapi ini juga menunjukkan bahwa kita tidak boleh sembarangan bergaul dengan orang berdosa. Kita bergaul dengan mereka untuk mempertobatkan mereka! Pada saat Yesus bergaul dengan orang berdosa, Ia tidak menjadi kawan mereka dalam dosa, tetapi Ia menjadi ‘tabib’ bagi mereka!


Pulpit Commentary:

  • “Association with bad men on the ground of friendship is an unchristian thing. The Pharisees would have been right enough if Jesus Christ had mingled with the mercenary and the vicious only to enjoy their company” (= Pergaulan dengan orang jahat berdasarkan persahabatan adalah sesuatu yang tidak kristiani. Orang Farisi itu cukup benar andaikata Yesus Kristus bercampur dengan orang yang hanya menginginkan uang dan orang jahat hanya untuk menikmati kebersamaan dengan mereka).

  • “Association with the bad for their elevation is a distinctly Christian thing” (= Pergaulan dengan orang jahat untuk peninggian mereka jelas merupakan suatu hal yang kristiani).


d) Bagian ini mengajar kita dalam persoalan penginjilan:


  • kalau saudara berhadapan dengan orang yang putus asa melihat banyaknya dan besarnya dosa-dosanya. Menggunakan ay 31-32 beritahu orang itu bahwa Yesus justru mencari orang seperti Dia. Tambahkan juga Yoh 6:37 untuk menunjukkan bahwa kalau Ia mau datang kepada Yesus, ia pasti tidak akan ditolak.


Calvin: “We have no reason to fear that Christ will reject sinners, to call whom he descended from his heavenly glory” (= Kita tidak punya alasan untuk takut bahwa Kristus akan menolak orang berdosa, untuk memanggil siapa Ia sudah turun dari kemuliaan surgawinya).


  • kalau saudara berhadapan dengan orang yang membanggakan kebaikannya. Beritahu dia, bahwa kalau ia merasa diri baik, Yesus justru tidak mencari dia, sehingga ia pasti akan binasa dalam neraka!

Calvin: “We are reminded that the grace of Christ is of no advantage to us, unless when, conscious of our sins, and groaning under their load, we approach to him with humility” (= Kita diingatkan bahwa kasih karunia Kristus tidak berguna bagi kita, kecuali kalau karena sadar akan dosa-dosa kita, dan mengerang / merintih di bawah beban dosa-dosa itu, kita mendekati / mendatangi Dia dengan kerendahan hati).


Dari sini bisalah kita simpulkan bahwa peneguran dosa adalah sesuatu yang sangat penting! Karena itu maulah mendengar khotbah yang menegur dosa saudara!


e) Dalam akhir dari ay 32 ada kata-kata: ‘supaya mereka bertobat’.

Ini adalah sesuatu yang penting. Yesus memang mengasihi orang berdosa dan mau menerima mereka. Tetapi mereka harus bertobat dari segala dosa mereka dan berbalik kepada Tuhan!


Ini merupakan sesuatu yang harus ditekankan dalam memberitakan Injil. Jangan hanya memberitakan bahwa orang yang percaya kepada Yesus akan diampuni dan masuk surga. Beritakan juga bahwa orang yang mau ikut Yesus harus mau bertobat!


Calvin: “But we must also attend to the expression, ‘to repentance’: which is intended to inform us that pardon is granted to us, not to cherish our sins, but to recall us to the earnestness of a devout and holy life” (= Tetapi kita juga harus memperhatikan pernyataan ‘ kepada pertobatan / supaya mereka bertobat’: yang dimaksudkan untuk memberitahu kita bahwa pengampunan diberikan kepada kita, bukan untuk memelihara dosa-dosa kita, tetapi untuk mengembalikan kita pada kesungguhan dari hidup yang saleh dan kudus).

Penutup.


Kita selalu perlu mengingat akan kasih karunia Tuhan kepada orang berdosa. Kalau tidak, kita semua tak layak untuk datang kepada Tuhan. Tetapi pada saat yang sama kita juga harus mengingat bahwa Tuhan memberi kasih karunia, dengan tujuan supaya kita bertobat dari dosa, dan karena itu kita harus berjuang untuk membuang semua dosa!

LUKAS 5:33-39

I) Pengkritik dan kritikannya.


1) Siapa para pengkritik ini?

  • Dalam Matius, yang datang kepada Yesus adalah ‘murid-murid Yohanes’ (Yohanes Pembaptis) (Mat 9:14).

  • Dalam Markus, yang datang kepada Yesus adalah ‘orang-orang’ (Mark 2:18).

  • Dalam Lukas, yang datang kepada Yesus adalah ‘orang-orang Farisi’ (ay 33). Tetapi ini sebetulnya salah terjemahan. NIV/NASB: ‘they’ (= mereka). Kalau kata ‘they’ / ‘mereka’ ini dihubungkan dengan kontex sebelumnya, yaitu Luk 5:30-32, maka kata ‘they’ / ‘mereka’ ini menunjuk kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.


Cara mengharmoniskan bagian-bagian ini adalah dengan menafsirkan bahwa ‘orang-orang’ dalam Mark 2:18 adalah gabungan dari ‘murid-murid Yohanes’ dan ‘orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat’. Sekarang ada 2 kemungkinan:

a) Kedua grup itu datang kepada Yesus, tetapi Matius dan Lukas hanya menceritakan salah satu.

b) Orang-orang Farisi menghasut murid-murid Yohanes untuk melancarkan kritik kepada Yesus tentang murid-muridNya. Matius hanya menyoroti grup orang yang betul-betul datang kepada Yesus yaitu murid-murid Yohanes. Lukas menyoroti grup yang menjadi sumber terjadinya persoalan itu, yaitu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Sedangkan Markus menyoroti keduanya.


2) Murid-murid Yohanes Pembaptis mengkritik Yesus.

Yohanes Pembaptis adalah orang yang diutus Allah untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus (Luk 1:16-17,76). Jadi sebetulnya pada waktu Yesus mulai pelayanan, maka murid-murid Yohanes ini seharusnya lalu mengikuti Yesus, dan beberapa dari mereka memang melakukan hal ini atas pengarahan Yohanes (Yoh 1:35-37). Tetapi sebagian lain dari murid-murid Yohanes ini menganggap Yesus justru sebagai saingan (Yoh 3:26). Mereka ini tidak mengikut Yesus dan terus membentuk kelompok sendiri.


Penerapan: Kesalahan seperti ini perlu diwaspadai. Jangan sampai saudara hanya mengikut pendeta atau gereja atau aliran tertentu. Saudara harus mengikut Yesus! Dan perlu diperhatikan bahwa kesalahan seperti ini bisa terjadi pada murid dari Yohanes Pembaptis, yang adalah seorang hamba Tuhan / nabi yang betul-betul ingin membawa murid-muridnya kepada Tuhan. Ini tentu akan lebih mudah lagi terjadi pada murid-murid dari ‘hamba Tuhan’ yang memang ingin mengarahkan orang kepada dirinya sendiri dan bukan kepada Tuhan.


3) Kritikan mereka (ay 33).


a) Mereka berkata: ‘Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-muridMu makan dan minum’ (ay 33).

  • Jadi, dalam persoalan doa / sembahyang, tidak ada perbedaan antara murid-murid Yohanes, murid-murid orang Farisi dan murid-murid Yesus. Semua sering berdoa. Bagaimana dengan saudara? Saya mendengar informasi bahwa banyak dari peserta Camp ‘97 yang tidak saat teduh. Bangun pagi langsung mainan kartu! Mau tidur malampun tidak saat teduh / doa!

  • Dalam persoalan puasa, murid-murid Yesus berbeda dengan murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi. Inilah hal yang mereka kritik.


b) Bandingkan kritikan di sini dengan Mat 11:18-19. Berpuasa disalahkan, tidak berpuasa juga disalahkan! Jelas bahwa mereka bukan mengkritik demi tegaknya kebanaran, tetapi untuk menghancurkan orang yang diktirik.


c) Ini kritikan yang mempersoalkan perbedaan yang remeh / tidak penting.

Yohanes Pembaptis adalah orang yang mempersiapkan jalan bagi Yesus. Jadi, ajarannya pasti sejalan dan banyak persamaannya dengan ajaran Yesus. Tetapi ada beda antara Yohanes Pembaptis dan Yesus, yaitu yang bisa saudara lihat dalam Mat 11:18-19.


Dalam hal yang penting / essential (yaitu dalam hal ajaran), Yohanes Pembaptis sama dengan Yesus. Mereka berbeda dalam hal-hal yang remeh. Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat / murid-murid Yohanes justru menyoroti perbedaannya dan melupakan persamaannya.


Penerapan: Dalam hidup orang kristen / gereja ada:

1. Hal-hal yang remeh, seperti:

  • cara memuji Tuhan dengan / tanpa band, dengan / tanpa tepuk tangan.

  • bolehkah makan dideh / darah?

  • bolehkah orang mati diperabukan?

2. Hal-hal yang cukup penting, seperti:

  • predestinasi atau Providence of God.

  • bisakah keselamatan hilang?

  • haruskah orang kristen berbahasa roh / lidah?

3. Hal-hal yang sangat penting / essential, seperti:

  • Kitab Suci adalah Firman Allah.

  • Yesus dan Roh Kudus adalah Allah sendiri.

  • Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

  • adanya surga dan neraka.

  • kita diselamatkan karena iman kepada Yesus dan bukan karena perbuatan baik / ketaatan.


Membicarakan, mengetahui / mengerti tentang perbedaan yang remeh dan perbedaan yang cukup penting adalah hal yang harus dilakukan. Tetapi jangan terus menerus menyoroti hal-hal itu sehingga melupakan persamaan dalam hal-hal yang essential / sangat penting.


Sebagai contoh, kalau kita sebagai orang Reformed bertemu dengan orang Arminian dan lalu berdebat tentang predestinasi dan melupakan bahwa kita dan mereka sama-sama percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat, maka kita tidak bisa bersatu / saling mengasihi dengan mereka. Kita lupa bahwa dia adalah saudara seiman kita dan kita akan menganggapnya sebagai musuh kita! Boleh saja kita membicarakan / memperdebatkan tentang predestinasi dengan mereka, tetapi kalau tidak mendapat titik temu, maka ingatlah persamaan yang mendasar yang ada antara kita dengan mereka.


d) Tentang puasa, dalam Kitab Suci / Perjanjian Lama sebetulnya keharusan puasa bagi seluruh bangsa Israel hanyalah 1 tahun 1 x, yaitu pada hari raya Pendamaian (Im 16:29-34  Im 23:26-32  Bil 29:7-11). Tetapi orang-orang Farisi berpuasa 2 x seminggu (Luk 18:12), yaitu pada hari Senin dan Jum’at (menurut tradisi ini adalah hari dimana Musa naik ke Gunung Sinai). Sedang murid-murid Yohanes berpuasa, mungkin karena:

  • sedih karena penangkapan terhadap Yohanes.

  • ikut-ikutan orang Farisi.

  • ajaran / teladan Yohanes Pembaptis (bdk. Mat 11:18).


Jadi, mereka berpuasa bukan karena diharuskan oleh Firman Tuhan (kalau memang itu adalah puasa yang diharuskan oleh Firman Tuhan, pasti Yesus juga menyuruh murid-muridNya berpuasa), tetapi karena keinginan mereka sendiri atau sekedar sebagai tradisi. Tetapi mereka lalu memaksa orang lain (murid-murid Yesus) untuk juga berpuasa mengikuti mereka. Ini jelas salah. Mereka tidak berhak melakukan hal itu. Hanya Kitab Suci yang boleh dijadikan standard hidup.


Penerapan: Dalam gereja ada:

  • Hal-hal yang dilakukan karena diperintahkan oleh Tuhan dalam Kitab Suci. Misalnya: Perjamuan Kudus, Baptisan, pemberitaan Firman Tuhan, Pemberitaan Injil, doa, adanya tua-tua / diaken, dsb.

  • Hal-hal yang dilakukan karena tradisi / kebijaksanaan manusia. Misalnya: adanya katekisasi sebelum baptisan, pendeta memakai toga dalam kebaktian, adanya doa Bapa Kami dan 12 Pengakuan Iman Rasuli dalam kebaktian, penggunaan organ / band dalam kebaktian, tepuk tangan dalam kebaktian, dsb. Hal-hal seperti ini tidak mutlak, dan kita tidak boleh memaksa siapapun untuk melakukan hal-hal tersebut.

II) Jawaban Yesus terhadap kritikan itu (ay 34-39).


Jawaban Yesus ini terdiri dari 3 bagian:


1) Ay 34-35:


a) Untuk bisa mengerti jawaban Yesus ini, kita perlu mengerti tradisi orang Yahudi pada jaman itu dalam pernikahan. Mereka berbulan madu di rumah. 1 minggu setelah pernikahan, rumah terus dibuka. Teman-teman dekat mempelai bersama-sama dengan mempelai berdua dan mempelai berdua diperlakukan sebagai raja dan ratu. Dalam keadaan seperti ini tentu tidak mungkin ada seorang sahabat yang lalu berpuasa.

Tradisi inilah yang menjadi latar belakang jawaban Yesus. Saat dimana Yesus (mempelai pria) bersama-sama dengan murid-muridNya (sahabat-sahabat mempelai pria) adalah saat bersukacita, bukan saat susah, sehingga tidak cocok untuk berpuasa.


Penerapan: saat bersama / dekat dengan Yesus adalah saat sukacita. Apakah saudara bersukacita kalau saudara dekat dengan Yesus? Atau ada hal-hal lain yang membuat saudara lebih bersukacita, seperti dapat uang / gangthao, bersama teman-teman, piknik, dsb.


b) Yesus berkata bahwa pada saat mempelai pria ‘diambil dari mereka’, maka mereka akan berpuasa. Sukar untuk menafsirkan dengan pasti apa maksud ayat ini.




Yesus                    Yesus                Yesus Yesus Yesus

ada                         tidak ada ada tidak ada ada?


___________________________________________________________________

M B N   P



Keterangan:

M = saat Yesus mati.

B = saat Yesus bangkit.

N = saat Yesus naik ke surga.

P = hari Pentakosta / turunnya Roh Kudus.


Saat dimana Yesus ‘diambil dari mereka / murid-muridNya’ bisa menunjuk kepada:


1. Saat Yesus mati disalib.

Ini adalah pandangan dari hampir semua penafsir. Ini berarti bahwa setelah kematian Yesus barulah murid-murid berpuasa.

Tetapi problem dengan pandangan ini adalah: Kitab Suci tidak pernah menceritakan bahwa murid-murid Yesus berpuasa antara kematian dan kebangkitan Yesus!


2. Saat Yesus naik ke surga.

Problem dengan pandangan ini adalah: saat Yesus naik ke surga, bukan merupakan saat dukacita bagi murid-murid Yesus. Padahal Mat 9:15 jelas menunjukkan bahwa itu adalah saat dukacita.


Hal-hal lain yang menyebabkan bagian ini makin sukar ditafsirkan dengan pasti adalah:

  • Pada hari Pentakosta, Roh Kudus turun sehingga boleh dikatakan bahwa Yesus hadir / ada lagi bersama murid-muridNya melalui Roh KudusNya. Tetapi bagaimanapun, ini bukanlah kehadiran jasmani, tetapi kehadiran secara rohani. Apakah kita harus menganggap Yesus ‘ada’ atau ‘tidak ada’ bersama murid-muridNya?

  • Puasa-puasa yang dilakukan dalam Kisah Rasul semua terjadi setelah Pentakosta. Tetapi dilakukan bukan karena dukacita tetapi biasanya berhubungan dengan pelayanan (Kis 13:2-3  Kis 14:23).


Semua ini menyebabkan saya tidak bisa mengambil kesimpulan yang pasti tentang arti ayat ini.


c) Puasa dilakukan pada saat sedih (Bdk ay 34 dengan Mark 2:19 dan Mat 9:15).

Ay 34: ‘Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka?’.

Mark 2:19 - ‘Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka?’.


Mat 9:15 - ‘Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?’. Kata ‘berdukacita’ ini dalam bahasa Yunaninya adalah PENTHEIN, yang artinya ’to mourn’ (= berkabung).


Dari sini jelas bahwa Yesus mengatakan bahwa saat yang tepat untuk berpuasa adalah pada waktu kita sedih / berkabung. Jadi tidak sepatutnya kita berpuasa sekedar sebagai tradisi, tanpa tujuan / sebab apa-apa, atau sekedar melaksanakan kewajiban.


Banyak gereja / orang kristen berpuasa pada Jum’at Agung dan sekitarnya. Apa alasannya?

  • sedih karena penderitaan dan kematian Kristus? Ini lucu, karena seharusnya kita bersukacita bukan sedih. Mengapa? Karena tanpa penderitaan dan kematian Kristus, kita tidak mempunyai harapan untuk diselamatkan.

  • untuk ikut merasakan penderitaan Kristus? Ini juga lucu, karena Kristus rela menderita sebagai pengganti kita, justru supaya kita bebas dari penderitaan / hukuman.


Kita bisa berpuasa pada saat kita merasa sedih karena ada dosa yang menyebabkan kita lalu tidak merasakan kehadiran Kristus dalam hidup kita. Tentu saja puasa pada saat seperti ini harus disertai dengan pertobatan dari dosa tersebut.


d) Satu hal perlu ditekankan adalah: ay 34-35 tidak berarti bahwa setelah kematian Kristus, gereja harus berpuasa terus menerus.

Ini perlu ditekankan karena ada gereja / orang kristen yang melakukan puasa terus menerus.

J. A. Alexander: “But this would be equivalent to saying that the Saviour’s exaltation would consign his people to perpetual sorrow. For he evidently speaks of grief and fasting as inseparable, and in Matthew’s narrative of his reply, the former term is substituted for the latter (Matt 9:15)” [= Tetapi ini sama dengan berkata bahwa pemuliaan Juruselamat itu akan menandai umatNya dengan kesedihan kekal / terus menerus. Karena Ia dengan jelas berbicara tentang kesedihan dan puasa sebagai 2 hal yang tak terpisahkan, dan dalam cerita Matius tentang jawabanNya, istilah yang pertama menggantikan istilah yang terakhir (Mat 9:15)].


J. A. Alexander: “The general principle involved or presupposed is that fasting is not a periodical or stated, but a special and occasional observance, growing out of a particular emergency” (= Prinsip umum yang terlibat atau disyaratkan adalah bahwa puasa bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat periodik atau ditetapkan, tetapi suatu ibadah yang khusus dan kadang-kadang, yang timbul dari suatu keadaan darurat yang khusus).


Hendriksen juga mengatakan bahwa ay 35 jelas tidak berarti bahwa setelah kematian Yesus gereja harus berpuasa / bersedih terus menerus, dan ia menambahkan bahwa hal ini terlihat dari kata-kata Yesus dalam Yoh 16:16-22 - “‘Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku.’ Mendengar itu beberapa dari murid-Nya berkata seorang kepada yang lain: ‘Apakah artinya Ia berkata kepada kita: Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku? Dan: Aku pergi kepada Bapa?’ Maka kata mereka: ‘Apakah artinya Ia berkata: Tinggal sesaat saja? Kita tidak tahu apa maksudNya.’ Yesus tahu, bahwa mereka hendak menanyakan sesuatu kepadaNya, lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Adakah kamu membicarakan seorang dengan yang lain apa yang Kukatakan tadi, yaitu: Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku? Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.


2) Ay 36-38:

Ini adalah 2 perumpamaan:

  1. Kain yang belum susut akan menyusut kalau kena air, sehingga akan menyebabkan baju tua itu sobek lebih besar lagi.

  2. Anggur yang baru mengeluarkan gas. Kantong kulit yang baru masih mempunyai sifat lentur / elastis sehingga bisa menahan tekanan gas itu. Tetapi kantong kulit yang sudah tua, sudah kehilangan sifat lentur / elastisnya sehingga akan pecah bila diisi dengan anggur baru.

Bagian ini adalah bagian yang sukar, sehingga muncul bermacam-macam penafsiran tentang bagian ini:


1. Calvin:

Baju / kantong tua mudah pecah / sobek. Ini menggambarkan kelemahan murid-murid Yesus. Kain yang belum susut / anggur baru menggambarkan disiplin yang terlalu keras. Jadi, artinya: belum waktunya menyuruh murid-murid yang lemah itu melakukan disiplin yang begitu keras seperti puasa.


2. William Barclay:

Arti ay 36: kadang-kadang ‘menambal’ adalah suatu ketololan. Kita harus memulai dengan sesuatu yang baru. Arti ay 37-38: pikiran kita harus lentur / elastis, dalam arti kita harus mau menerima ide-ide baru.


Keberatan saya: kelihatannya ay 36-38 merupakan 2 perumpamaan yang menunjuk pada satu arti yang sama. Yesus sering memberikan beberapa perumpamaan berturut-turut untuk menekankan suatu kebenaran tertentu. Contoh: Luk 15 memberikan 3 cerita berturut-turut yang mempunyai penekanan / arti / fokus yang sama.


3. William Hendriksen:

Kain yang belum susut / anggur baru menunjuk pada keselamatan / kekayaan rohani dalam Kristus. Baju baru / kantong baru menunjuk pada rasa syukur dan sukacita. Inilah sikap yang tepat untuk menerima berkat-berkat rohani di dalam Kristus.


4. Anggur baru / kain yang belum susut menunjuk pada keselamatan karena iman.

Baju / kantong tua menunjuk pada keselamatan karena perbuatan baik.

2 ajaran ini tidak cocok untuk digabungkan.


5. Kain yang belum susut / anggur baru menunjuk pada kekristenan.

Baju / kantong tua menunjuk pada Yudaisme / agama Yahudi.

Dua ajaran ini tidak bisa digabungkan. Yesus anti pada syncretisme (= penggabungan 2 agama atau lebih).


6. Kekristenan bukanlah Yudaisme yang ditambal-tambal. Kita harus membuang sama sekali dan memulai dengan sesuatu yang baru.


Saya paling condong pada arti ke 5.


3) Ay 39: Ayat ini tidak ada dalam Matius maupun Markus.


a) Ini juga adalah ayat sukar yang mempunyai 2 macam penafsiran:


1. Anggur tua menunjuk pada ajaran Yesus, karena anggur tua tidak mempunyai kemegahan seperti anggur baru. Tetapi toh anggur tua lebih enak / lebih baik dari anggur baru (ajaran orang Farisi).

Jadi, maksud Yesus dengan ay 39 ini ialah: murid-muridKu sudah mengecap ajaranKu yang lebih enak sehingga mereka pasti tidak akan mau kembali pada ajaran orang Farisi / Yudaisme (anggur baru).

Keberatan:

  • ajaran orang Farisi ada lebih dulu dari ajaran Yesus, sehingga aneh kalau digambarkan dengan anggur baru.

Jawab: perumpamaan ini hanya menunjukkan bahwa ajaran Yesus lebih baik dari ajaran orang Farisi, dan tidak mempersoalkan yang mana yang lebih baru atau lebih lama.

  • dalam ay 37-38, anggur baru menunjuk pada kekristenan / ajaran Yesus.

Jawab: ay 37-38 dan ay 39 adalah 2 perumpamaan yang berbeda / terpisah.


2. Anggur tua menunjuk pada ajaran orang Farisi; anggur baru menunjuk pada ajaran Yesus. Ayat ini menyerang kekolotan orang Farisi yang tidak mau berubah / tidak mau menerima ajaran baru.


Keberatan terhadap penafsiran ini: mengapa anggur tua yang lebih enak ditujukan pada ajaran orang Farisi? Bukankah ajaran Yesus yang lebih enak?

Jawabnya: ini adalah suatu perumpamaan. Tujuannya hanya menyerang kekolotan orang Farisi tanpa mempersoalkan ajaran siapa yang lebih enak. Bandingkan dengan Luk 18:1-8 dimana Allah digambarkan sebagai hakim yang lalim.

Saya condong pada penafsiran ini.


Penerapan: Jangan bersikap kolot. Jangan terus berpegang pada apa yang dari dulu sudah ada dalam otak saudara. Saudara harus mau:

  • mengubah pikiran saudara dengan yang baru.

  • menambah pikiran saudara dengan yang baru.

Tetapi tentu saja ada syaratnya, yaitu ajaran yang baru itu harus sesuai dengan Kitab Suci / berdasarkan Kitab Suci! Jadi kalau saudara menerima ajaran seperti Toronto Blessing, yang tidak ada dasar Kitab Sucinya (kecuali yang dipaksakan), maka itu bukan berpikiran terbuka, tetapi justru tolol!


b) Hal lain yang bisa didapatkan dari ay 39 ini:

ay 39 akhir: ‘baik’.

NIV/KJV: ‘better’ (= lebih baik).

NASB: ‘good enough’ (= cukup baik).

RSV: ‘good’ (= baik).


KJV/NIV bisa menterjemahkan ‘better’ (= lebih baik) karena menterjemahkan dari manuscript lain yang menggunakan kata Yunani CHRESTOTEROS. Tetapi ini bukanlah manuscript yang dianggap terbaik. Manuscript yang terbaik menggunakan kata Yunani: CHRESTOS, yang berarti ‘good’ (= baik), dan sama sekali tidak menunjukkan suatu perbandingan (A.T. Robertson).


Ini menunjukkan bahwa orangnya sama sekali tidak membandingkan yang lama dan yang baru. Ia puas dengan yang lama dan menolak yang baru.

Tyndale: “He is not even comparing them. He is so content with the old that he does not consider the new for a moment” (= Ia bahkan tidak membandingkan mereka. Ia begitu puas dengan yang lama sehingga ia tidak mempertimbangkan yang baru sedikitpun).


Penerapan:

  • Banyak orang pada waktu diinjili berkata bahwa mereka sudah mempunyai agama. Mereka tidak mau membandingkan.

  • Banyak orang Kristen dari aliran tertentu, pada waktu mendengar aliran yang lain, juga bersikap seperti itu (tak mau membandingkan, tetap memegang yang lama).

  • Banyak orang kristen pada waktu diajak ke gereja lain / gereja baru, juga bersikap seperti itu. Mereka menganggap gerejanya yang lama baik, dan mereka sama sekali tidak mau mencoba yang baru / membandingkan dengan yang baru.

  • Banyak orang kristen pada waktu mendengar di gerejanya sendiri / dari pendetanya sendiri, suatu ajaran yang berbeda / bertentangan dengan konsep / pengertian mereka selama ini, juga bersikap kolot seperti ini.


Ini adalah kekolotan yang menolak reformasi. Sekali percaya ini, ya percaya ini terus. Sekali agama ini, ya agama ini terus. Sekali gereja ini, ya gereja ini terus. Sekali aliran ini, ya aliran ini terus. Sekali punya konsep ini, ya konsep ini terus. Sikap ini menguntungkan, kalau dari semula saudara mendapatkan agama / ajaran / gereja / aliran yang benar. Tetapi, kalau dari semula saudara mendapatkan agama / ajaran / gereja / aliran yang sesat atau salah, maka sikap kolot semacam ini akan menyebabkan sekali sesat / salah saudara akan terus sesat / salah!

Karena itu buanglah sifat kolot semacam ini, dan maulah direformasi oleh ajaran yang Alkitabiah.

LUKAS 6:1-11

I) Memetik / makan gandum pada hari Sabat (Lukas 6: 1-5).


1) Pada waktu Yesus dan murid-muridNya sedang berjalan melewati suatu ladang gandum, murid-murid yang sedang lapar memetik bulir gandum dan memakannya (Lukas 6: 1).

Apa yang mereka lakukan itu bukanlah pencurian, karena memang diijinkan oleh Hukum Taurat (Ul 23:25). Tetapi tentu saja ijin ini tidak berlaku untuk kita di Indonesia pada jaman ini.


2) Mereka ‘diserang’ karena mereka melakukan hal itu pada hari Sabat.

Pada hari Sabat memang orang dilarang bekerja.

  • Kel 20:8-11 - dilarang melakukan pekerjaan pada hari Sabat, dan dilarang mempekerjakan orang pada hari Sabat.

  • Kel 34:21 - pada musim membajak dan menuai tetap harus memelihara hari Sabat.

  • Kel 31:14-15 - yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat harus dihukum mati.

  • Kel 35:1-3 - yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat harus dihukum mati; juga dilarang memasang api (NIV: light a fire / menyalakan api) pada hari Sabat. Perlu diingat bahwa menyalakan api pada saat itu melibatkan pekerjaan berat, seperti membelah kayu / mengumpulkan kayu, dsb. Ini tentu saja tidak sama dengan menyalakan kompor LPG pada jaman sekarang.

  • Bil 15:32-36 - orang yang mengumpulkan kayu untuk membuat api, dijatuhi hukuman mati oleh Tuhan, dengan jalan dirajam.

  • Kel 16:4-5,21-29 - pada waktu Israel ada di padang pasir, mereka tidak diberi manna pada setiap hari Sabat, dan pada hari ke 6 mereka harus memungut manna 2 x lipat dari biasanya, sebagai makanan mereka pada hari Sabat.

  • Yer 17:21-22 - dilarang membawa barang pada hari Sabat. Ini maksudnya membawa barang-barang dalam hubungannya dengan pekerjaan (Neh 13:15).


Tujuan peraturan Sabat ini adalah:

  • supaya bisa beristirahat (bdk. Kel 20:11 - ‘rested’ / beristirahat).

  • supaya bebas dari hal-hal duniawi sehingga bisa berkonsentrasi pada Tuhan dalam berbakti.


Tetapi orang-orang Farisi menambahi peraturan Sabat ini dengan 39 larangan (hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat) antara lain:

  • larangan menggunakan sepatu yang berpaku karena dianggap membawa beban.

  • larangan menggunakan topi yang besar karena dianggap membawa beban.

  • larangan menulis lebih dari 1 huruf.

  • larangan berjalan kaki lebih dari 1 mil.

  • larangan membawa barang apapun yang beratnya melebihi berat dari 2 buah ara kering.

  • Mereka juga beranggapan bahwa:

  • memetik gandum = menuai.

  • menggisar gandum di tangan = mengirik.

  • memisahkan gandum dari kulit = menampi.

  • seluruh proses itu = menyiapkan makanan.

Dan karena itu mereka menganggap bahwa murid-murid Yesus berdosa melanggar peraturan hari Sabat.


3) Jawaban Yesus:


a) Lukas 6:  3-4 (bdk. 1Sam 21:3-6).


  • William Barclay menyoroti kata-kata ‘Tidakkah kamu baca ...?’, dan lalu memberi komentar sebagai berikut: “This passage contains a great general truth. Jesus said to the Pharisees, ‘Have you not read what David did?’ The answer of course was, ‘Yes’ - but they had never seen what it meant. It is possible to read scripture meticulously, to know the Bible inside out from cover to cover, to be able to quote it verbatim and to pass any examination on it - and yet completely miss its real meaning” (= Bagian ini mengandung kebenaran umum yang besar. Yesus berkata kepada orang-orang Farisi: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud?’ Jawabnya tentu saja adalah ‘Ya’ - tetapi mereka tidak pernah melihat apa artinya bagian itu. Adalah mungkin membaca Kitab Suci dengan sangat teliti, betul-betul mengenal Alkitab dari awal sampai akhir, bisa mengutip Alkitab kata demi kata dan lulus dalam ujian tentang Alkitab - tetapi sama sekali tidak mendapatkan arti sebenarnya).

Penerapan: jangan belajar Kitab Suci sekedar sebagai suatu ilmu!


  • Yesus menggunakan contoh kasus Daud ini karena ada persamaan antara keadaan Daud dan pengikut-pengikutnya pada saat itu dan murid-murid Yesus, yaitu sama-sama lapar.


  • Roti itu hanya untuk imam (Kel 29:32-34  Im 24:5-9), tetapi Daud dan pengikut-pengikutnya memakannya karena lapar dan hal ini tidak pernah dianggap sebagai suatu dosa / kesalahan.


  • Dari jawaban Yesus yang menggunakan peristiwa Daud ini bisa disimpulkan bahwa kebutuhan manusia lebih penting dari peraturan-peraturan ibadah / ceremonial law, sehingga ceremonial law (bukan moral law / hukum moral) boleh dilanggar dalam keadaan seperti itu, sekalipun ceremonial law itu diberikan oleh Tuhan sendiri.


Catatan: perhatikan bahwa moral law / hukum moral tetap tidak boleh dilanggar dalam keadaan seperti itu! Jadi Kitab Suci tidak memberi ijin kepada seseorang untuk:

  • mencuri / merampok pada waktu ia lapar.

  • menjadi seorang pelacur karena butuh uang.

  • tetap bekerja pada hari Sabat karena ekonomi yang kurang.

karena semua ini melanggar moral law / hukum moral.


Matthew Henry: “Christ, by justifying his disciples in plucking the ears of corn on the sabbath-day, shows that works of necessity are lawful on that day” (= Kristus, dengan membenarkan murid-muridNya memetik bulir gandum pada hari Sabat, menunjukkan bahwa pekerjaan yang betul-betul dibutuhkan diijinkan pada hari itu).


Matthew Henry: “... Christ here enacts, that works of necessity, if they be really such, and not a pretended and self-created necessity, are lawful on the sabbath day” (= ... Kristus di sini menjadikan suatu undang-undang, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang betul-betul dibutuhkan, jika itu betul-betul suatu kebutuhan, dan bukan hanya kebutuhan yang pura-pura atau diciptakan sendiri, diijinkan pada hari Sabat).


  • Tujuan Yesus menggunakan kasus Daud ini adalah memberikan suatu argumentasi sebagai berikut:

  • Daud dan pengikut-pengikutnya, pada waktu lapar, tidak disalahkan pada waktu melanggar ceremonial law, padahal ceremonial law itu diberikan oleh Allah sendiri.

  • Karena itu murid-murid Yesus, pada waktu mereka lapar, juga tidak dapat disalahkan pada waktu melanggar peraturan orang Farisi, yang tidak diberikan oleh Allah.


b) Siapa yang menjadi imam besar pada saat itu?

Bandingkan dengan bagian paralelnya, yaitu Mark 2:25-26 - “JawabNya kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?’”.


Tetapi kalau saudara membaca cerita sejarah dari 1Sam 21 dikatakan bahwa imam besar pada saat itu adalah Ahimelekh, dan 1Sam 22:20 menunjukkan bahwa Abyatar adalah anak dari Ahimelekh.


1Sam 22:20 - “Tetapi seorang anak Ahimelekh bin Ahitub, namanya Abyatar luput; ia melarikan diri menjadi pengikut Daud”.

Jadi, apakah Mark 2:25-26 itu, yang menyatakan bahwa imam besar pada saat itu adalah Abyatar, salah? Untuk itu perlu diketahui bahwa sekalipun 1Sam 22:20 memang mengatakan bahwa Abyatar adalah anak Ahimelekh, tetapi dalam bagian-bagian lain dari Kitab Suci, dikatakan sebaliknya.

  • 2Sam 8:17 - “Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Seraya menjadi panitera negara”.

  • 1Taw 18:16 - “Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Sausa menjadi panitera”.

Catatan: untuk 1Taw 18:16, KJV menyebutkan bukan Ahimelekh tetapi Abimelekh, dan NIV memberikan footnote / catatan kaki yang mengatakan bahwa beberapa manuscripts Ibrani menyebutkan Ahimelekh, tetapi mayoritas manuscripts Ibrani menyebutkan Abimelekh. Tetapi untuk 2Sam 8:17 semua menyebutkan Ahimelekh!


Jadi, yang mana yang benar? ‘Ahimelekh adalah anak dari Abyatar’ (2Sam 8:17) atau ‘Abyatar adalah anak dari Ahimelekh’ (1Sam 22:20)?

J. A. Alexander (hal 54) mengatakan bahwa ada 2 kemungkinan:

1. Memang ada kesalahan dalam penyalinan manuscripts.

2. Nama Ahimelekh (Abimelekh) dan Abyatar merupakan nama-nama warisan dalam keturunan imam dan kadang-kadang kedua nama digunakan oleh orang yang sama.


Kemungkinan lain adalah mengakui bahwa kita tidak mengetahui jawaban dari persoalan / teka teki ini. Untuk itu perhatikan kata-kata E. J. Young di bawah ini.

E. J. Young: “When therefore we meet difficulties in the Bible let us reserve judgment. If any explanation is not at hand, let us freely acknowledge that we do not know all things, that we do not know the solution. Rather than hastily to proclaim the presence of an error is it not the part of wisdom to acknowledge our ignorance?” (=Karena itu pada waktu kita menjumpai problem dalam Alkitab baiklah kita menahan diri dari penghakiman. Jika tidak ada penjelasan yang tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui penyelesaiannya. Dari pada dengan tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan, tidakkah merupakan bagian dari hikmat untuk mengakui ketidak-tahuan kita?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 182.


c) Dalam Mat 12:5-6 Yesus menambahkan: “Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah”.

  • ‘melanggar’ (Mat 12:5). Yesus memakai kata ini karena Ia menyesuaikan diri dengan jalan pemikiran orang-orang Farisi. Atau mungkin juga Ia menggunakan kata itu untuk menyindir orang-orang Farisi. Tentu saja sebetulnya imam-imam itu tidak bisa dikatakan melanggar hukum Sabat.

  • pekerjaan imam-imam pada hari Sabat: menyalakan api untuk mezbah, menyembelih binatang, mengangkat binatang ke mezbah, dsb. Semua ini merupakan pekerjaan yang cukup berat. Tetapi sekalipun mereka melakukan pekerjaan yang cukup berat ini pada hari Sabat, mereka tidak pernah disalahkan.

  • Dari sini jelaslah bahwa pada hari Sabat kita boleh melakukan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah (seperti pelayanan, dsb). Ini bukan pelanggaran terhadap hukum Sabat.

  • “Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah” (Mat 12:6). Bait Allah lebih besar dari Sabat (ini jelas karena Sabat diadakan demi ibadah di Bait Allah), sedangkan Yesus lebih besar dari Bait Allah (ay 6). Jadi Yesus jauh lebih besar dari Sabat. Kalau Bait Allah saja menuntut supaya peraturan Sabat dimodifikasi, apalagi Yesus.


c) Dalam Mark 2:27 Yesus menambahkan: “Hari Sabat diadakan untuk manusia, dan bukan manusia untuk hari Sabat”.

Artinya: Sabat diberikan untuk kebahagiaan manusia dan karena itu jangan menjadikan manusia budak hari Sabat. Kata-kata ini cocok sekali untuk orang-orang Farisi itu, yang dengan menciptakan peraturan-peraturan tambahan tentang hari Sabat, menjadikan hari Sabat itu sebagai suatu beban yang luar biasa hebatnya bagi orang Yahudi.


Catatan: tetapi jangan mengextrimkan kata-kata ‘hari Sabat diadakan untuk manusia’ ini, misalnya dengan mengijinkan bekerja pada hari Sabat, atau dengan bersenang-senang / berfoya-foya pada hari Sabat.


d) Ay 5: ‘Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat’ (= Mark 2:28).

Ada yang menafsirkan bahwa ‘anak manusia’ di sini bukanlah suatu gelar bagi Yesus, tetapi hanya berarti ‘manusia’ (bdk. Maz 8:5 dan Yeh 2:1,6,8 dimana istilah ‘anak manusia’ diartikan ‘manusia’). Juga ingat bahwa dalam bahasa Yunaninya baik kata ‘anak’ maupun kata ‘manusia’ tidak dimulai dengan huruf besar.

Penafsiran ini kelihatannya cocok dengan Mark 2:27-28 karena:

  • Mark 2:27 menekankan bahwa Sabat itu untuk manusia.

  • Mark 2:28 mengatakan manusia bukan budak Sabat; tetapi Tuhan / tuan atas Sabat.


Tetapi bagaimanapun ada keberatan-keberatan yang serius terhadap penafsiran ini:

  • Kata ‘anak manusia’ itu memakai definite article / kata sandang di depannya (The Son of Man’) sehingga tidak cocok kalau menunjuk pada manusia secara umum.

  • Dalam Perjanjian Lama memang istilah ‘anak manusia’ sering berarti ‘manusia’, tetapi dalam Perjanjian Baru istilah itu selalu menunjuk kepada Yesus. Perkecualiannya:

  • Mark 3:28. Tetapi ini ada dalam bentuk plural / jamak.

  • Ef 3:5. Ini juga ada dalam bentuk jamak.

  • Ibr 2:6. Ini ada dalam bentuk tunggal, tetapi ini adalah kutipan dari Perjanjian Lama.

  • Mark 2:28: ‘Anak Manusia adalah Tuhan juga atas hari Sabat’.

Kata ‘juga’ ini secara implicit menunjukkan bahwa Anak Manusia atas Tuhan atas hal-hal lain, tetapi juga atas hari Sabat. Ini tidak memungkinkan untuk mengartikan bahwa ‘anak manusia’ adalah ‘manusia’. Jelas bahwa ‘Anak Manusia’ di sini menunjuk kepada Yesus!


Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat! Karena itu Dialah yang berhak menentukan apa yang harus, boleh, dan tidak boleh dilakukan pada hari Sabat.

II) Penyembuhan pada hari Sabat (Lukas 6: 6-11).


1) Lukas 6:  6-7:


a) Di sini, dan juga dalam Markus 3:2, dikatakan bahwa mereka mengamat-amati Yesus, tetapi dalam Mat 12:10 dikatakan bahwa mereka bahkan bertanya kepada Yesus: ‘Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?’. Mereka bertanya, tetapi maksudnya / tujuannya adalah supaya bisa mempersalahkan Yesus. Apakah saudara sering bertanya secara munafik begitu?


Catatan: Orang-orang Farisi melarang menyembuhkan pada hari Sabat. Kalau orang itu sakit berat dan mau mati, maka ia boleh ditolong, tetapi hanya sekedar untuk mencegah kematiannya, bukan untuk menyembuhkannya.

William Barclay berkata: orang Yahudi sering kalah perang gara-gara fanatisme mereka pada hari Sabat (baca 1Makabe 2:31-38 - ini kitab Apocrypha).


b) Jawaban Yesus terhadap pertanyaan itu (Mat 12:11-12).

  • binatang ditolong pada hari Sabat.

  • manusia lebih penting dari binatang.

Jadi, jelas bahwa menolong / menyembuhkan manusia pada hari Sabat adalah sesuatu yang boleh dilakukan.


2) Lukas 6:  8-10:


a) Mark 3:5 menambahkan dengan menceritakan emosi Yesus pada saat itu yaitu ‘sedih’ dan ‘marah’. KebencianNya terhadap dosa menyebab-kan Ia marah, tetapi kasihNya menyebabkan Ia sedih.

Penerapan: Apakah dua macam emosi ini juga ada pada diri saudara pada saat menghadapi orang yang berbuat dosa? Pada waktu melihat orang berbuat dosa:

  • Ada orang kristen yang hanya sedih, tetapi tidak marah.

  • Ada juga yang hanya marah, tetapi tidak sedih.

  • Ada yang bahkan senang. Misalnya pada waktu melihat orang yang tidak ia senang berbuat dosa atau gereja yang tidak ia senangi berbuat sesuatu yang salah, ia justru menjadi senang, karena mempunyai ‘bahan gossip’.

Ini semua salah! Tirulah Yesus, yang menjadi sedih dan marah pada waktu melihat orang berbuat dosa.


b) Lukas 6: 9: “Yesus berkata kepada mereka: ‘Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?’”.


Ada beberapa hal yang bisa dibahas dari bagian ini:

  • Penafsir Tyndale mengomentari bagian ini dengan berkata:

“He does not envisage the possibility of neutrality. ‘Jesus will recognize no alternative to the doing good except of doing evil. The refusal to save life is tantamount to the taking of it’ (Mason)” [= Yesus tidak mempertimbangkan kemungkinan kenetralan. ‘Yesus tidak mengakui alternatif dari berbuat baik selain berbuat jahat. Penolakan untuk menyelamatkan jiwa adalah sama dengan membunuh’ (Mason)].

Sekalipun saya tidak yakin sepenuhnya akan penafsiran ini, tetapi saya percaya bahwa kalau seseorang tidak berbuat baik, setidaknya ia meletakkan dirinya dalam posisi yang memudahkan dirinya untuk jatuh ke dalam dosa. Ini sesuai dengan Kej 4:7b - “Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau ...”.

  • Kata-kata ‘membinasakannya’ (Mark 3:4 - ‘membunuh orang’) / ‘berbuat jahat’ (ay 9), mungkin dimaksudkan untuk menyindir orang-orang Farisi, yang mempunyai maksud jahat terhadap Yesus dan ingin membunuh Yesus (lihat ay 7,11  bdk. Mat 12:14).

  • Ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh menggunakan hari Sabat semata-mata untuk istirahat / relax. Kita harus menggunakannya untuk berbuat baik dan memuliakan Tuhan.

Norval Geldenhuys (NICNT): “... nor should they merely devote it to rest. ... We may not concentrate the day of rest in a merely passive manner, but must be active in His service and thus through Him be of use to those who suffer and need help, spiritually as well as physically” (= ... mereka tidak boleh semata-mata menggunakannya untuk istirahat. ... Kita tidak boleh berkonsentrasi pada hari istirahat dalam cara yang pasif semata-mata, tetapi harus aktif dalam pelayananNya dan dengan demikian melalui Dia kita menjadi berguna bagi mereka yang menderita dan membutuhkan pertolongan, secara rohani maupun secara jasmani).

  • Reaksi mereka terhadap kata-kata / pertanyaan Yesus ini adalah: mereka diam saja (Mark 3:4). Ini adalah diamnya orang yang tegar tengkuk. Mereka tahu mereka salah, tetapi mereka tidak mau mengakui kesalahan. Apakah saudara juga sering berbuat seperti itu, khususnya dalam menghadapi teguran Firman Tuhan?


c) Sekalipun diamat-amati (bahasa Jawa: ‘diinting-inting’), Yesus tetap melakukan apa yang Ia anggap benar / baik dengan menyembuhkan orang yang sakit itu pada saat itu juga (ay 10), dan bahkan menunjukkan penyembuhan pada Sabat itu kepada mereka.


NICNT: “In the sharpest contrast to the secretiveness of the spies, Jesus acts perfectly openly so that all may know His attitude in the matter” (= dalam kekontrasan yang paling tajam terhadap kerahasiaan dari mata-mata itu, Yesus bertindak secara terbuka sehingga semua bisa mengetahui sikapNya dalam persoalan itu).

Contoh lain: Daniel diamat-amati, tetapi tetap berdoa 3 x sehari (Dan 6:1-12).


Penerapan:

  • jika saudara ‘diinting-inting’ karena memberitakan Injil, memberita-kan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, bagaimana reaksi saudara? Terus melakukan apa yang benar itu, atau ‘bersikap bijaksana dan tahu diri’?

  • Jika keluarga saudara tidak senang kalau saudara pergi ke gereja, dan saudara ‘diinting-inting’, beranikah saudara tetap pergi ke gereja?


3) Lukas 6:  11.

Mereka marah, keluar, berkomplot dengan orang-orang Herodian (ini adalah orang-orang yang mendukung dinasti Herodes) untuk membunuh Yesus (Mat 12:14  Mark 3:6).

Ini menunjukkan bahwa melakukan sesuatu yang benar (seperti yang Yesus lakukan), apalagi menentang tradisi yang sudah ratusan tahun, besar resikonya. Maukah / beranikah saudara mengambil resiko itu, atau saudara lebih suka ‘hidup aman’ dan membiarkan semua ketidakbenaran berjalan terus?

Penutup:


Pada jaman itu, yang menjadi tradisi adalah larangan-larangan yang terlalu ketat pada hari Sabat. Pada jaman ini terjadi sebaliknya. Tradisinya sekarang adalah mengijinkan diri sendiri / orang lain untuk melakukan apa yang betul-betul dilarang oleh Firman Tuhan pada hari Sabat, misalnya dengan:

  • bekerja, atau belajar pada hari Sabat.

  • mempekerjakan orang (pegawai, pembantu rumah tangga) pada hari Sabat.

  • tidak ke gereja pada hari Minggu, demi pekerjaan, pelajaran sekolah, piknik, orang kawin, dsb.

Kalau Yesus pada saat itu berani menentang tradisi yang salah, maka jaman ini kita juga harus menentang tradisi yang salah dan kembali pada peraturan Kitab Suci yang benar tentang hari Sabat. Maukah saudara?

LUKAS 6:12-16

I) Pemilihan rasul-rasul.


1) Yesus berdoa (Lukas 6: 12).


a) Yesus berdoa sebelum memilih rasul.

Gereja juga harus berdoa sebelum memilih pendeta, majelis, guru sekolah minggu, dsb.


b) Yesus pergi ke bukit untuk berdoa.

Yesus berdoa di bukit bukan karena bukit merupakan tempat yang tinggi sehingga lebih dekat dengan Allah! Ingat bahwa Allah itu maha ada, sehingga saudara tidak bisa dikatakan lebih dekat kepadaNya pada waktu saudara berada di atas bukit dibandingkan dengan waktu saudara berada di dasar jurang / laut!


Juga bahwa Yesus berdoa di atas bukit, tidak berarti bahwa sekarang kita juga harus berdoa di atas bukit. Memang tidak dilarang untuk berdoa di bukit-bukit doa yang banyak terdapat pada jaman sekarang, tetapi sebetulnya ini tidak diperlukan, keculai saudara tidak bisa mendapatkan tempat yang sunyi dan tenang selain di sana.


Bahwa Yesus berdoa di bukit menunjukkan bahwa sedapat mungkin pada waktu berdoa kita harus mencari tempat yang sepi / tenang. Berdoa di tempat sepi ini bertentangan dengan:

  • kebiasaan melakukan ‘doa bersuara’ dalam persekutuan doa.

  • orang (biasanya dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik) yang pada waktu berdoa mengatakan ‘Amin’, ‘Haleluya’, ‘Glory’, dsb dengan suara keras. ‘Mengatakan amin’ dalam 1Kor 14:16 tidak berarti bahwa kita boleh mengatakannya dengan suara keras. Kita bisa mengatakannya hanya dalam hati. Bukankah yang penting Tuhan tahu bahwa kita mengaminkan doa itu? Seruan keras dalam persekutuan doa mengganggu konsentrasi orang lain yang juga sedang berdoa, bahkan mengganggu konsentrasi orang yang memimpin doa. Karena itu, kalau saudara bukan orang kristen yang egois, hentikanlah kebiasaan seperti itu.

  • kebiasaan berdoa diiringi musik / band.

  • membiarkan anak ribut dalam persekutuan doa di dalam kebaktian.


c) Mengapa Yesus berdoa kalau Ia memang adalah Allah?

Jawabannya jelas adalah: karena Ia juga adalah manusia.


Barnes’ Notes: “If it be asked why Jesus should pray at all if he was Divine, we answer, that he was also a man - a man subject to the same sufferings as others, and as a man needing the Divine blessing. There is no more inconsistency in his praying, than there was in his eating” (= Kalau ditanyakan mengapa Yesus harus berdoa jika Ia adalah Allah, kami menjawab, bahwa Ia juga adalah seorang manusia - seorang manusia yang mengalami penderitaan yang sama seperti orang lain, dan sebagai seorang manusia yang membutuhkan berkat ilahi. Tidak ada lebih banyak ketidakkonsekwenan dalam tindakanNya pada waktu berdoa, dibandingkan dengan tindakanNya pada waktu makan).


2) Rasul dipilih dari antara murid.


a) Murid.


  • ‘murid-murid’ / disciples (ay 13), dalam bahasa Yunaninya bentuk plural / jamaknya adalah MATHETAI, dan bentuk singular / tunggalnya adalah MATHETES (= a learner). Kata kerjanya adalah MANTHANO (= I learn / saya belajar). Bandingkan juga dengan AMATHES = ‘ignorant’ (= tidak mempunyai pengertian, bodoh, dungu).


Orang kristen disebut murid; jadi orang kristen harus belajar Firman Tuhan. Hati-hati dengan pandangan yang mengatakan bahwa kalau seseorang terlalu banyak belajar Firman Tuhan, ia akan menjadi seperti ahli Taurat / orang Farisi. Ini omong kosong yang bodoh dari orang yang tidak mengerti Firman Tuhan (AMATHES)! Memang bisa saja orang belajar banyak dan tidak mentaati Firman Tuhan, sehingga menjadi seperti orang Farisi dan ahli Taurat, tetapi ini tidak berarti bahwa semua orang yang banyak belajar Firman lalu menjadi seperti itu! Apakah Yesus, Paulus, rasul-rasul, tidak banyak belajar Firman? Apakah mereka lalu menjadi seperti ahli Taurat dan orang Farisi?


  • murid tidak hanya harus belajar dan mengerti, tetapi juga percaya dan taat.

Bdk. Mat 28:19-20 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”.

Perhatikan bahwa Yesus tidak hanya berkata ‘ajarlah mereka’, tetapi ‘ajarlah mereka melakukan. Jelas bahwa seorang murid harus belajar dengan tujuan mentaati Firman Tuhan.


  • Syarat murid bukan hanya belajar dan taat, tetapi juga setia kepada Yesus dan Firman Tuhan (Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”). Hanya kalau seseorang setia sampai mati kepada Tuhan dan FirmanNya, barulah ia benar-benar adalah seorang murid. Ini perlu diperhatikan oleh saudara yang ‘murtad’ dari Pemahaman Alkitab!


b) Pemilihan murid menjadi rasul dilakukan sesuai kehendak Tuhan.

Bagian paralelnya, yaitu Mark 3:13 berbunyi: “Ia memanggil orang-orang yang dikehendakiNya”. Bdk. Yoh 15:16a - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu”.

Penerapan: kalau kita mau melayani, apalagi kalau mau menjadi hamba Tuhan, kita harus mencari / menanyakan kehendak Tuhan! Jangan terjun dalam pelayanan, apalagi menjadi hamba Tuhan, atas kehendak sendiri, apalagi sekedar demi profesi!


c) Dari kalangan murid dipilih orang-orang tertentu untuk menjadi rasul.

Ini perlu diperhatikan dalam pemilihan majelis, guru sekolah minggu, komisi Pemuda Remaja, dsb. Yang tidak mau ikut Pemahaman Alkitab, tidak pantas dapat jabatan. Memang ini tidak berarti bahwa semua yang ikut Pemahaman Alkitab harus mendapat jabatan. Ingat bahwa jabatannya terbatas. Jadi kalau saudara tidak dapat jabatan, jangan mengira bahwa saudara dianggap tidak nggenah!


d) Tujuan menjadi rasul.


  • Ay 13: ‘rasul’ (bahasa Yunani: APOSTOLOI) berasal dari kata APOSTELLO (= I send forth / Aku mengutus).


  • Bandingkan ay 13 dengan bagian paralelnya dalam Mark 3:14-15 yang berbunyi: “Ia menetapkan 12 orang untuk menyertai Dia dan untuk diutusNya memberitakan Injil dan diberiNya kuasa untuk mengusir setan”.

Mark 3:15 (KJV): And to have power to heal sickness, and to cast out devils” (= Dan mempunyai kuasa untuk menyembuhkan penyakit, dan mengusir setan-setan). Ini dari manuscript yang berbeda.


Ada 2 hal yang perlu diperhatikan di sini:


  • Mereka dipilih menjadi rasul untuk memberitakan Injil, mengusir setan. Dengan kata lain dipanggil untuk melayani. Jadi, kalau saudara diberi jabatan, tujuannya bukan untuk menaikkan gengsi saudara supaya lebih dihormati orang, tetapi supaya saudara melayani.

Perhatikan urut-urutan ini: Murid → rasul → melayani.

Sia-sia seseorang belajar Firman, kalau ia tidak melayani! Bdk. Mat 4:19 - ikut Yesus untuk dijadikan penjala manusia.


  • Dalam Mark 3:14 ini, no 1 adalah ‘menyertai Yesus’ [NIV/NASB: that they might be with him (= supaya mereka bisa bersama Dia), no 2 adalah ‘memberitakan Injil’, dan no 3 adalah ‘mengusir setan’.

Pulpit Commentary (Luke): “The first requirement is always life with Christ, communion with the personal Saviour: there is no real preaching, no real power, without that” (= Syarat pertama selalu adalah hidup dengan Kristus, persekutuan dengan Juruselamat pribadi: tidak ada khotbah yang sungguh-sungguh, kuasa yang sungguh-sungguh, tanpa hal itu).


Sebagai tambahan di sini saya berikan komentar ‘nyentrik’ William Barclay: “He chose them to be his friends. It is amazing that Jesus needed human friendship. God cannot be happy without men. Just because God is Father there is a blank in his heart until the last man comes home” (= Ia memilih mereka untuk menjadi teman-temanNya. Adalah sesuatu yang mengherankan bahwa Yesus membutuhkan persahabatan manusia. Allah tidak bisa bahagia tanpa manusia. Justru karena Allah adalah Bapa, maka ada kekosongan dalam hatiNya sampai manusia terakhir pulang).


Mengatakan bahwa Yesus / Allah membutuhkan manusia, dan tidak bisa bahagia tanpa manusia, adalah sesuatu yang merendahkan Allah! Manusialah yang membutuhkan Allah dan tidak bisa bahagia dan terus merasakan kekosongan dalam hatinya, sebelum ia menemukan, atau lebih tepat, ditemukan oleh Allah.

II) Dua belas rasul.


1) Mengapa Yesus memilih 12 rasul? Mengapa tidak 3,7,10, atau 40?


Pulpit Commentary (Mark): “Three multiplied by four gives twelve, the number of those who were to go forth as apostles into the four quarters of the world - called to the faith of the holy Trinity” (= Tiga dikalikan dengan empat adalah duabelas, jumlah / bilangan mereka yang harus pergi sebagai rasul-rasul ke empat penjuru dunia - dipanggil kepada iman dari Tritunggal yang kudus).


Komentar ini menarik, tetapi saya tidak yakin bahwa ini adalah maksud dari bilangan 12 ini. Saya lebih setuju dengan arti yang diberikan oleh William Hendriksen di bawah ini.


William Hendriksen: “The fact that Jesus appointed exactly 12 men, no more and no less, indicates that he had in mind the new Israel, for ancient Israel had 12 tribes and 12 patriarchs. The new Israel was going to be gathered from among all the nations, Jews and Gentiles alike” (= Fakta bahwa Yesus menetapkan persis 12 orang, tidak lebih dan tidak kurang, menunjukkan bahwa Ia memikirkan Israel yang baru, karena Israel yang kuno mempunyai 12 suku dan 12 kepala suku. Israel yang baru akan dikumpulkan dari antara semua bangsa, Yahudi maupun non Yahudi).


Penafsiran Hendriksen ini didukung oleh:

  • Wah 7:4 - 144.000 orang = 12 x 12 x 1000.

  • Wah 4:1-11 - 24 tahta dan 24 tua-tua. 24 = 12 + 12.


2) Sekarang mari kita menyoroti 12 rasul ini.


a) Simon / Petrus.

  • Nama ‘Simon’ diubah menjadi ‘Petrus’.

William Hendriksen: “This new name, meaning rock, was a description not of what Simon was when called, but of what by grace he was to become” (= Nama baru ini, artinya batu karang, bukan menggambarkan apa adanya Simon pada waktu dipanggil, tetapi menggambarkan Simon akan menjadi apa oleh kasih karunia).

  • Simon Petrus mempunyai banyak kelemahan / kekurangan, seperti:

  • tidak terpelajar. Ini terlihat dari fakta bahwa ia adalah nelayan (Mat 4:18), dan juga dinyatakan secara explicit dalam Kis 4:13.

  • mudah berubah-ubah (Mat 14:28,30  16:16,22  26:33-35,69-75  Yoh 13:8-9  Gal 2:11-12).

  • bicara sembarangan tanpa dipikir (Mark 9:5-6).


b) Andreas.

Kelemahan / kekurangannya:

  • tak terpelajar. Ini terlihat dari fakta bahwa ia adalah nelayan (Mat 4:18).

  • Yoh 6:8-9 - bersandar pada logika / matematika.


c) Yakobus.


d) Yohanes.

Dalam Mark 3:17, Yakobus dan Yohanes ini disebut ‘anak-anak guruh’. Ada yang menganggap bahwa sebutan ini diberikan karena kepribadian mereka yang pemarah (bdk. Luk 9:54-56  Mark 9:38), tetapi ada yang menganggap bahwa sebutan itu diberikan karena mereka adalah pengkhotbah yang mempunyai suara keras.


Kelemahan / kekurangan mereka:

  • tak terpelajar. Ini terlihat dari fakta bahwa mereka adalah nelayan (Mat 4:21), dan untuk Yohanes dinyatakan secara explicit dalam Kis 4:13.

  • pemarah (Luk 9:51-56).

  • Mark 9:38-42 - mereka mencegah orang yang bukan kelompok mereka mengusir setan dalam nama Yesus. Mungkin sekali ini menunjukkan bahwa mereka mau memonopoli Yesus, atau memonopoli pengusiran setan untuk golongannya sendiri. Mungkin juga semangat bagi Yesus ia wujudkan dalam bentuk fanatisme golongan.


William Hendriksen: “James was the first of The Twelve to wear the martyr’s crown (Acts 12:2). While he was the first to arrive in heaven, his brother John was in all probability the last to remain on earth” [= Yakobus adalah yang pertama dari 12 orang itu yang memakai mahkota martir (Kis 12:2). Sementara ia adalah yang pertama sampai di surga, saudaranya, Yohanes, kemungkinan besar merupakan yang terakhir berada / tinggal di bumi].


e) Filipus.

Kelemahan / kekurangannya:

  • bersandar pada logika / matematika (Yoh 6:5,7).

  • Yoh 14:8 - lamban mengerti.


f) Bartolomeus / Natanael.

‘Bartolomeus’ artinya ‘anak dari Tholomai’, dan ini bukan nama yang sesungguhnya. Nama yang sesungguhnya adalah Natanael (Yoh 1:45-51).

Kata-katanya dalam Yoh 1:46 menunjukkan bahwa ia sentimen terhadap Nazaret, tetapi akhirnya ia toh menjadi pengikut Yesus, orang Nazaret.

Penerapan: Karena itu jangan takut memberitakan Injil / Firman Tuhan kepada orang yang sentimen terhadap kekristenan / Reformed.


g) Matius.

Sebagai seorang pemungut cukai, ia bekerja pada perintah Romawi; ia pasti adalah orang yang mata duitan dan kejam, karena ia rela memeras rakyat dengan menaikkan pajak.


h) Tomas.

Kekurangan / kelemahannya:

  • Yoh 11:16 - ia adalah seorang pesimist, yang selalu mengharapkan yang terjelek.

  • Yoh 20:24-28 - ia tidak mau percaya kalau tidak ada bukti.


i) Yakobus anak Alfeus / James the Less.

Tak ada informasi lain tentang murid yang satu ini. Jelas ia sangat tidak menonjol.


j) Simon orang Zelot.

Bdk. Mark 3:18 (lit): ‘Simon the Canaanite’. Istilah ‘the Canaanite’ tidak berarti ‘orang Kanaan’ atau ‘orang Kana’. Kata ini berasal dari kata Ibrani QANA, yang berarti ‘zeal’ (= semangat).


Nama / istilah ‘Zelot’ berasal dari 1Makabe 2:50 - “Sekarang anak-anakku, hendaklah giat untuk hukum Taurat dan mempertaruhkan hidupmu demi perjanjian nenek moyang kita”. Inggris: “Be ye zealous for the Law, and give your lives for the covenant of your fathers” [Pulpit Commentary (Luke)].

Orang Zelot adalah golongan orang yang anti penjajahan / orang asing / Romawi.


k) Yudas anak Yakobus.

‘Yudas anak Yakobus’ (ay 16) sama dengan ‘Tadeus’ (Mat 10:3  Mark 3:18), dan juga sama dengan ‘Yudas yang bukan Iskariot’ (Yoh 14:22). Tentang orang ini juga tidak banyak yang bisa diketahui, jelas bahwa ia adalah orang yang sangat tidak menonjol.


l) Yudas Iskariot.

Mengapa Yudas Iskariot yang dipilih?


1. Karena pengkhianatan oleh Yudas terhadap Yesus adalah Rencana Allah (Luk 22:22).


William Hendriksen: “The group included even the man who was going to become a traitor, in order that, without in any way canceling human responsibility, God’s counsel regarding the salvation of his people might be carried out. See Luke 22:22; Acts 2:23” (= Kelompok ini bahkan mencakup orang yang akan menjadi pengkhianat, supaya, tanpa membuang tanggung jawab manusia, rencana Allah mengenai keselamatan umatNya bisa dilaksanakan).


Pulpit Commentary (Mark): “If it is asked why our Lord should have chosen Judas Iscariot, the answer is that he chose him, although he knew that he would betray him, because it was his will that he should be betrayed by one that had been ‘his own familiar friend,’ and that had ‘eaten bread with him’” (= Kalau ditanyakan mengapa Tuhan kita memilih Yudas Iskariot, jawabannya adalah bahwa Ia memilih Yudas, sekalipun Ia tahu bahwa Yudas akan mengkhianatiNya, karena adalah kehendakNya bahwa Ia harus dikhianati oleh seseorang yang adalah ‘teman dekatnya sendiri’, dan yang ‘makan roti bersama Dia’).


2. Sebagai peringatan bagi gereja, supaya waspada terhadap adanya ‘Yudas’ dalam gereja, bahkan dalam kalangan majelis / pendeta.


3. Supaya orang yang mempunyai jabatan tinggi hati-hati supaya tidak berakhir seperti Yudas.

Pulpit Commentary (Mark): “To fill a spiritual office, and yet to be careless of our own spiritual life, is fatal. ‘Wherefore let him that thinketh he standeth take heed lest he fall’” (= Mengisi suatu jabatan rohani, tetapi sembrono tentang kehidupan rohani diri sendiri, adalah fatal. ‘Sebab itu siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh’).


Dengan orang-orang seperti ini (kecuali Yudas Iskariot), yang boleh dikatakan semuanya mempunyai banyak kelemahan / kekurangan, Yesus ‘menggoncangkan dunia’!


Bdk. 1Kor 1:25-29 - “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah”.


Penerapan: Kalau saudara mempunyai kekurangan / kelemahan, dan kalau saudara bukanlah orang yang mempunyai karunia-karunia yang hebat, janganlah beranggapan bahwa Tuhan tidak bisa / mau memakai saudara. Asal saudara mau menyerahkan diri untuk dipakai oleh Tuhan, Tuhan mau / bisa memakai saudara sebagai alatNya yang berguna untuk kemuliaanNya!


3) Sifat-sifat / keadaan / orang yang bertentangan dalam kalangan murid-murid Yesus:

  • Petrus (optimis) >< Tomas (pesimis).

  • orang yang menonjol seperti Petrus >< orang yang sangat tidak menonjol seperti Yudas anak Yakobus dan Yakobus anak Alfeus.

  • Matius (bekerja kepada Roma) >< Simon orang Zelot (anti bangsa asing / penjajah / Roma).

Tetapi toh mereka bisa bersatu dan bersama-sama berjuang untuk kemuliaan Tuhan.


Penerapan: dalam gereja selalu ada orang-orang yang bertentangan, seperti: yang satu keras / kasar, yang lain lembut, yang satu menonjol, yang lain tidak, yang satu berapi-api, yang lain melempem, yang satu selalu menggunakan taktik, yang lain selalu menghadapi secara frontal, yang satu nekad, yang lain selalu cenderung untuk takut, dsb. Tetapi semua orang-orang ini harus bisa bersatu dan bekerja sama demi kemuliaan Tuhan!

LUKAS 6:17-26

I) Versi Matius vs versi Lukas.


Sesuatu yang sangat membingungkan adalah: apakah ucapan bahagia dalam Matius (Mat 5:3-12) paralel / sama dengan ucapan bahagia / celaka dalam Luk 6:20-26 ini? Saya condong untuk berkata bahwa tidak semuanya sama / paralel, karena:

1) Mat 5:3 berbicara tentang orang yang ‘miskin dalam roh’ (poor in spirit), dan ini tidak mungkin menunjuk pada orang yang miskin dalam hal uang, tetapi orang yang miskin rohani. Jadi maksudnya orangnya sadar bahwa dirinya miskin secara rohani.

Tetapi Luk 6:20, yang jelas dikontraskan dengan Luk 6:24, rasanya berbicara tentang miskin dan kaya dalam hal uang.

2) Mat 5:6 berbicara tentang orang yang ‘lapar dan haus akan kebenaran’, sehingga jelas bukan berbicara tentang lapar secara jasmani tetapi secara rohani.

Tetapi Luk 6:21a, yang jelas kontras dengan Luk 6:25a, rasanya berbicara tentang lapar dan kenyang secara jasmani.

II) ‘Bahagia’ dan ‘celaka’.


1) Arti ‘bahagia’ dan ‘celaka’.

a) Kata ‘bahagia’ di sini bukanlah bahagia menurut ukuran dunia. Juga bukan suatu ‘perasaan bahagia’ yang terasa dalam hati kita. ‘Bahagia’ di sini adalah dalam pandangan Tuhan. Jadi Tuhan menganggap orang seperti itu berbahagia.

b) Sedangkan ‘celaka’ merupakan kecaman / penghakiman dari Allah bagi orang-orang itu.


2) Kita harus memperhatikan dan menekankan keduanya.

William Hendriksen: “Verses 20-23, ‘Blessed’; Verses 24-26, ‘Woe.’ Some preachers are forever saying ‘Blessed.’ Others specialize in thundering ‘Woe.’ Jesus avoids both extremes. So should we” (= Ayat 20-23 - ‘Berbahagialah / Diberkatilah’; Ayat 24-26 - ‘Celakalah’. Beberapa pengkhotbah selalu berkata ‘Berbahagialah / Diberkatilah’. Yang lain mempunyai kekhususan dalam mengguntur ‘Celakalah’. Yesus menghindari kedua extrim. Kita juga harus demikian).

III) 4 Keadaan yang dikontraskan.

1) Miskin vs kaya (ay 20,24).


a) Orang miskin disebut berbahagia, karena:

1. Karena Injil dikatakan diberitakan kepada orang miskin (Luk 4:18  Mat 11:5  Yes 61:1).

Memang jelas bahwa Injil juga diberitakan kepada orang kaya, tetapi orang kaya seringkali begitu terobsesi dengan uang sehingga tidak mempedulikan kerohanian, dan karenanya tidak mau mendengar Injil.

2. Orang miskin lebih mudah untuk diselamatkan (Mat 19:23  Luk 18:24).

3. Orang miskin lebih mudah untuk bersandar kepada Allah karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disandari. Sebaliknya kekayaan menyebabkan orang kaya menganggap dirinya tidak membutuhkan apapun, dan ini menyebabkan ia bersandar pada kekayaan, bukan kepada Allah. Bdk. Luk 12:16-21.


b) Bukan keadaan miskin itu sendiri yang dianggap sebagai berkat / kebahagiaan, tetapi apa yang diakibatkan olehnya.

Leon Morris (Tyndale): “He is not blessing poverty in itself: that can as easily be a curse as a blessing” (= Ia tidak memberkati kemiskinan itu sendiri: itu bisa sama mudahnya untuk menjadi suatu kutuk maupun suatu berkat).


c) Bukan semua orang miskin dianggap berbahagia.

Kalau mereka menanggapi kemiskinan itu dengan cara yang salah, tentu saja mereka tidak termasuk orang yang berbahagia.


d) Jelas bahwa Tuhan bukannya benci kepada semua orang kaya, dan jelas bahwa tidak semua orang kaya celaka.


Calvin mengutip Agustinus: “Poor Lazarus was received into the bosom of rich Abraham” (= Lazarus yang miskin diterima di dada Abraham yang kaya).

Yang dimaksud dengan orang kaya di sini adalah orang kaya yang sesuai dengan ay 24b - ‘dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu’. Jadi ia percaya (trust) pada kekayaannya dan ia mencari kepuasan / penghiburan melalui kekayaan. Tidak bisa tidak ini menyebabkan:

  • ia tidak mencari penghiburan dari Tuhan / Firman Tuhan.

  • ia cinta uang dan dikuasai oleh milik duniawinya sehingga melupakan hidup yang akan datang.


Penerapan: dalam krisis moneter saat ini, apa yang menjadi sandaran / penghiburan saudara? Uang saudara? Rekening bank saudara? Atau Tuhan dan FirmanNya?


e) Orang kaya seperti itu disebut celaka, karena mereka ‘telah memperoleh penghiburan’.

William Barclay berkata bahwa Kata-kata ‘kamu telah memperoleh’ (ay 24) dalam bahasa Yunaninya adalah APECHETE, yang berarti ‘kamu telah menerima pembayaran penuh’.


William Barclay: “What Jesus is saying is this, ‘If you set your heart and bend your whole energies to obtain the things which the world values, you will get them - but that is all you will ever get’” (= Apa yang Yesus katakan adalah ini: Jika kamu mengarahkan hatimu dan semua kekuatanmu untuk mendapatkan hal-hal yang dihargai oleh dunia, kamu akan mendapatkannya, tetapi itu adalah semua yang akan kamu dapatkan).

Bdk. ini dengan Luk 16:25 - “Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita”.

2) Lapar vs kenyang (ay 21a,25a).


a) Kenyang berarti puas dengan kekayaan, tak membutuhkan apapun selain hal-hal duniawi. Bdk. Wah 3:17.


b) Ay 25a mengatakan bahwa mereka yang sekarang ini kenyang akan lapar.

William Hendriksen: “Yet, having never shown any appreciation for the higher values of life, these gluttons, unless they are converted, face the never-ending future with a maddening ache that can never be assuaged, a burning thirst that can never be quenched, a ravening hunger that can never be alleviated” (= Tetapi para pelahap / orang rakus ini, karena tidak pernah menunjukkan penghargaan apapun untuk nilai-nilai yang lebih tinggi dari kehidupan, kecuali mereka bertobat, akan menghadapi masa depan yang tanpa akhir dengan rasa sakit yang membuat gila yang tidak akan pernah bisa dikurangi, rasa haus yang membakar yang tidak akan pernah bisa dipadamkan, rasa lapar yang luar biasa yang tidak akan pernah bisa diredakan).


c) Orang lapar di sini tentu lawannya orang kenyang di atas. Orang-orang ini tidak puas dengan kekayaan dan kenikmatan duniawi. Mereka mencari kepuasan sejati dalam diri Tuhan sendiri. Mereka ini akan dipuaskan. Bdk. Luk 1:53 - “Ia (Tuhan) melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa”.

3) Menangis vs tertawa (ay 21b,25b).

Menangis di sini disebabkan kesedihan karena dosa. Sebaliknya orang tertawa menunjuk kepada orang yang puas / senang karena berkat jasmani / kesenangan daging dalam hidup sekarang ini. Dan mereka ini tidak pernah menangisi kondisi rohani mereka / dosa mereka.


William Hendriksen: “The same holds too for those who now revel in silly merriment, while they reject God and his word and never weep about their sinful condition. In eternity their mourning will never cease. Their tears will never be wiped away” (= Hal yang sama berlaku juga untuk mereka yang sekarang bersukaria dalam kesukariaan yang tolol, sementara mereka menolak Allah dan FirmanNya dan tidak pernah menangisi keadaan mereka yang berdosa. Dalam kekekalan, perkabungan mereka tidak akan berakhir. Air mata mereka tidak akan pernah dihapus).

4) Dibenci / dikucilkan / dicela / ditolak vs dipuji (ay 22-23,26).


a) Alasan Yesus memberikan bagian ini.

Calvin: “It is evident from other passages, that they foolishly imagined the kingdom of Christ to be filled with wealth and luxuries” (= Adalah jelas dari bagian-bagian yang lain, bahwa mereka secara tolol membayangkan bahwa Kerajaan Kristus dipenuhi dengan kekayaan dan kemewahan).

Karena itu Kristus memberikan ayat-ayat ini sebagai peringatan: ikut Yesus tidak berarti jalannya mulus, tetapi sebaliknya penuh dengan penderitaan!


b) Ay 22-23 berlaku dalam dunia rohani / kristen. Ini terlihat dari:

  • Kata-kata ‘karena Anak Manusia’ (ay 22).

  • Ay 23 yang membandingkan mereka dengan nabi, dan ini secara implicit menunjukkan bahwa mereka menderita karena Pemberita-an Injil / Firman Tuhan.

Jadi kata ‘berbahagialah’ ini tidak berlaku misalnya untuk seorang pengacara kafir yang membela orang benar dan lalu menderita karenanya, atau untuk seorang tentara kafir yang berperang membela negaranya dan lalu menderita karenanya. Ini berlaku hanya untuk orang kristen yang menderita karena Kristus / karena pemberitaan Injil / Firman Tuhan.


Calvin: “We cannot be Christ’s soldiers on any other condition, than to have the greater part of the world rising in hostility against us, and pursuing us even to death. The state of the matter is this. Satan, the prince of the world, will never cease to fill his followers with rage, to carry on hostilities against the members of Christ” (= Kita tidak bisa menjadi tentara Kristus dengan kondisi / keadaan yang lain selain mendapatkan sebagian besar dunia ini memusuhi kita, dan mengejar kita sampai mati. Keadaannya adalah seperti ini. Setan, penguasa dunia ini, tidak akan pernah berhenti untuk mengisi pengikut-pengikutnya dengan kemarahan, meneruskan permusuhan terhadap anggota-anggota Kristus).


Luther: “The Church is the community of those who are persecuted and martyred for the gospel’s sake” (= Gereja adalah kumpulan orang yang dianiaya dan dibunuh karena Injil).


c) Orang kristen yang menderita karena Kristus, disebut ‘berbahagia’ (ay 22), dan diperintahkan untuk bersukacita dan bergembira (ay 23). NIV bahkan menterjemahkan ay 23: “Rejoice in that day and leap for joy” (= Bersukacitalah pada hari itu dan meloncat-loncatlah dengan sukacita). Bdk. 1Pet 4:12-14,16. Bdk. juga dengan Kis 5:41 dan Kis 16:25 dimana rasul-rasul mentaati perintah ini.

Landasan dari sukacita ini adalah harapannya pada pahala di dunia yang akan datang (ay 23: ‘upahmu besar di sorga’).


d) Celakalah orang yang dipuji oleh semua orang (ay 26). Mengapa? Karena dunia tidak akan memuji orang kristen / pemberita Firman Tuhan. Sebaliknya mereka menentangnya (Yoh 15:18-20). Kalau dunia memuji saudara, itu tandanya saudara tidak memberitakan Firman Tuhan dengan benar.


Leon Morris (Tyndale):

“It is a danger when all men speak well of you, for this can scarcely happen apart from sacrifice of principle” (= Merupakan sesuatu yang berbahaya kalau semua orang memuji / berbicara baik tentang kamu, karena ini hampir tidak mungkin terjadi terpisah dari pengorbanan prinsip).

“It is the false prophets who win wide acclaim (cf. Je. 5:31). A true prophet is too uncomfortable to be popular” [= Adalah nabi-nabi palsu yang memenangkan banyak tempik sorak (bdk. Yer 5:31). Seorang nabi yang benar terlalu tidak menyenangkan untuk menjadi populer].


William Hendriksen: “When everybody speaks well of you it must be that you are a deceitful, servile flatterer” (= Kalau setiap orang berbicara baik tentang kamu / memuji kamu, itu pasti karena kamu adalah seorang penjilat yang mau merendahkan diri dan bersifat penipu). Bdk. Absalom.


Tetapi William Hendriksen memberikan tambahan yang penting untuk menjaga keseimbangan. Ia berkata: “If a person is unpopular, he should ask himself, ‘Is this because I am loyal to my Lord ... or is it because I have failed to reveal a Christlike character?’” (= Jika seseorang tidak populer, ia harus bertanya kepada dirinya sendiri: ‘Apakah ini disebabkan karena aku setia kepada Tuhanku ... atau apakah ini disebabkan karena aku telah gagal untuk menyatakan karakter yang menyerupai Kristus?’).

Kesimpulan:


Calvin memberikan kata-kata yang menurut saya bisa menyimpulkan semua ini. Ia berkata:

  • “This contrast not only tends to strike terror into the ungodly, but to arouse believers, that they may not be lulled to sleep by the vain and deceitful allurements of the world. We know how prone men are to be intoxicated by prosperity, or ensnared by flattery; and on this account the children of God often envy the reprobate, when they see everything go on prosperously and smoothly with them” (= Kontras ini bukan hanya cenderung untuk memberikan rasa takut kepada orang jahat / tidak beriman, tetapi membangunkan / menggerakkan orang percaya supaya mereka tidak ditidurkan oleh daya tarik dunia yang sia-sia dan bersifat menipu. Kita tahu betapa condongnya manusia untuk mabuk karena kemakmuran, atau untuk terpikat / terjerat oleh umpakan / kata-kata yang menjilat; dan dalam hal ini anak-anak Allah sering iri hati kepada orang yang ditetapkan untuk binasa, ketika mereka melihat segala sesuatu berjalan dengan makmur dan lancar dengan mereka).

  • “This doctrine, I do acknowledge, is widely removed from the common opinion: but the disciples of Christ must learn the philosophy of placing their happiness beyond the world, and above the affections of the flesh” (= Doktrin / ajaran ini, saya akui, berbeda sekali dengan pandangan umum: tetapi murid-murid Kristus harus belajar filsafat tentang meletakkan kebahagiaan mereka di atas / melampaui dunia, dan di atas perasaan daging).

LUKAS 6:27-36

I) Kasihilah musuhmu (ay 27,35).


1) Dengan memberikan perintah ini Yesus bukannya menentang Perjanjian Lama tetapi menentang penafsiran para ahli Taurat tentang Perjanjian Lama.

Kalau kita melihat bagian paralel dari Luk 6:27 ini, yaitu Mat 5:43-44, maka kelihatannya Yesus menentang Perjanjian Lama. Mat 5:43-44 - “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Penggunaan kata ‘firman’, yang selalu menunjuk pada kata-kata Allah, menunjukkan bahwa seolah-olah Yesus menentang Perjanjian Lama. Karena itu perlu diketahui bahwa kata ‘firman’ dalam Mat 5:43 adalah terjemahan yang salah (demikian juga dengan kata ‘firman’ dalam Mat 5:21,27,31,33,38). Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.


NIV: “You have heard that it was said, ‘Love your neighbor and hate your enemy’” (= Kamu telah mendengar bahwa dikatakan: ‘Kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu’).


Di sini diterjemahkan ‘dikatakan’, dan karenanya tidak harus menunjuk pada kata-kata Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi bisa menunjuk pada kata-kata / penafsiran para ahli Taurat.


Memang dalam Perjanjian Lama tidak ada firman yang menyuruh mengasihi sesama dan membenci musuh. Itu merupakan pengajaran / penafsiran ahli-ahli Taurat. Jadi Yesus bukannya menentang Perjanjian Lama tetapi menentang penafsiran / pengajaran para ahli Taurat tentang Perjanjian Lama.


2) Apakah perintah ini menunjukkan kesalahan kekristenan, atau sebaliknya justru menunjukkan benarnya kekristenan?

Perintah untuk mengasihi musuh ini sering menyebabkan kekristenan diserang oleh orang-orang beragama lain, karena dianggap tidak masuk akal, dsb. Tetapi tentang ‘kasihilah musuhmu’ ini Adam Clarke justru berkata: “This is the most sublime precept ever delivered to man: a false religion durst not give a precept of this nature, because, without supernatural influence, it must be for ever impracticable” (= Ini adalah perintah yang paling mulia / luhur yang pernah diberikan kepada manusia: agama yang salah / palsu tidak berani memberikan perintah seperti ini, karena, tanpa pengaruh supranatural, itu pasti tidak akan bisa dipraktekkan untuk selama-lamanya) - hal 408.

II) Perwujudan kasih terhadap musuh.


Kasih kepada musuh ini bukan hanya berupa kasih di dalam hati kita, tetapi harus ada wujud lahiriahnya, yaitu:


1) Berbuat baik kepada mereka (ay 27b).

Ingat bahwa Yesus bukannya berkata: ‘Jangan membenci musuhmu’, tetapi ‘kasihilah musuhmu’. Sejalan dengan itu, Yesus bukannya berkata: ‘janganlah berbuat jahat kepada mereka’; tetapi Ia berkata ‘berbuatlah baik kepada mereka’. Karena itu tidak cukup kalau kita sekedar tidak berbuat jahat terhadap musuh kita; kita harus berbuat baik kepadanya!


Yesus sendiri bukan hanya mengajarkan ajaran ini, tetapi Ia sendiri mempraktekkan perintah untuk mengasihi musuh dan berbuat baik baginya, khususnya pada waktu Ia mau menjadi manusia dan menderita dan mati di salib untuk dosa kita, yang adalah musuhNya.


Leon Morris (Tyndale): “It is not enough to refrain from hostile acts. He is to do good to those who hate him” (= Tidak cukup untuk menahan diri dari tindakan-tindakan bermusuhan. Ia harus berbuat baik kepada mereka yang membencinya) - hal 129.


William Barclay: “... the word used here is AGAPAN. ... AGAPAN describes an active feeling of benevolence towards the other person; it means that no matter what that person does to us we will never allow ourselves to desire anything but his highest good; and we will deliberately and of set purpose go out of our way to be good and kind to him. ... We cannot love our enemies as we love our nearest and dearest. ... But we can see to it that, no matter what a man does to us, even if he insults, ill-treats and injures us, we will seek nothing but his highest good” (= ... kata yang digunakan di sini adalah AGAPAN. ... AGAPAN menggambarkan perasaan baik yang aktif terhadap orang lain; itu berarti bahwa tak peduli apa yang dilakukan oleh orang itu terhadap kita, kita tidak pernah mengijinkan diri kita untuk menginginkan apapun kecuali kebaikan yang tertinggi bagi dia; dan kita, secara sengaja dan dengan tujuan / maksud yang tetap, akan berbuat baik kepadanya. ... Kita tidak bisa mengasihi musuh kita seperti kita mengasihi orang yang terdekat dan terkasih. ... Tetapi kita dapat mengusahakan bahwa tak peduli apa yang seseorang lakukan terhadap kita, bahkan jika ia menghina, menyakiti dan melukai kita, kita tidak akan mengusahakan apapun kecuali kebaikan yang tertinggi baginya) - hal 78.


Adam Clarke: “The retaliation of those who hearken not to their own passion, but to Christ, consists in doing more good than they receive evil” (= Pembalasan dari mereka yang tidak mendengarkan pada nafsu / perasaan mereka sendiri, tetapi kepada Kristus, terdiri dari melakukan lebih banyak kebaikan dari pada kejahatan yang mereka terima) - hal 408.


2) Mendoakan mereka / memintakan berkat untuk mereka (ay 28).

  1. Pada waktu mendoakan musuh ini, perlu dicamkan bahwa kita harus berdoa demi dia, bukan demi diri kita sendiri. Kalau kita mempunyai teman sekerja / sekolah yang menjengkelkan, kita mungkin akan berdoa supaya dia bertobat. Tetapi kita bisa melakukan ini demi diri kita sendiri, yaitu dengan pemikiran: ‘kalau dia bertobat, dia tidak lagi akan menjengkelkan saya’. Ini doa yang dilandasi oleh egoisme, bukan oleh kasih. Tentu bukan doa seperti ini yang Yesus maksudkan. Kita harus berdoa betul-betul demi musuh itu!

  2. Ini juga dipraktekkan oleh Yesus sendiri di kayu salib (Luk 23:34), oleh Stefanus pada waktu dirajam (Kis 7:60), dan oleh Paulus (1Kor 4:12-13).


3) Tidak membalas kejahatan yang mereka lakukan terhadap kita (ay 29-30).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang ay 29-30 ini:


a) Dalam bagian paralelnya dalam Mat 5:38-39 bagian ini didahului dengan ‘mata ganti mata dan gigi ganti gigi’.

Dalam Hukum Turat memang ada hukum ini yaitu dalam Im 24:20  Kel 21:23-25  Ul 19:21, tetapi semua ini diberikan dalam kontex hukum pengadilan (baca ketiga ayat ini dan perhatikan kontexnya). Karena itu artinya adalah: pengadilan harus memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahan orang yang diadili. Tujuan dari hukum ini justru adalah supaya tidak terjadi balas dendam pribadi. Tetapi para ahli Taurat menafsirkannya sebagai hukum pribadi (boleh membalas dendam secara pribadi). Inilah yang dikoreksi oleh Yesus.


Barnes’ Notes: “In these places it was given as a rule to regulate the decisions of judges. ... But, instead of confining it to magistrates, the Jews had extended it to private conduct, and made it the rule by which to take revenge” [= Di tempat-tempat ini (maksudnya Kel 21:23-25  Im 24:20  Ul 19:21) itu diberikan sebagai peraturan untuk mengatur keputusan dari hakim. ... Tetapi orang-orang Yahudi bukannya membatasi hal itu bagi hakim, melainkan memperluasnya untuk tingkah laku pribadi, dan membuatnya sebagai peraturan untuk membalas dendam] - hal 26.


Calvin: “Here another error is corrected. God had enjoined, by his law, (Lev. 24:20,) that judges and magistrates should punish those who had done injuries, by making them endure as much as they had inflicted. The consequence was, that every one seized on this as a pretext for taking private revenge. They thought that they did no wrong, provided they were not the first to make the attack, but only, when injured, returned like for like. Christ informs them, on the contrary, that, though judges were entrusted with the defence on the community, and were invested with authority to restrain the wicked and repress their violence, yet it is the duty of every man to bear patiently the injuries which he receives” [= Di sini kesalahan yang lain dikoreksi. Allah telah memerintahkan melalui hukumNya (Im 24:20), bahwa hakim harus menghukum mereka yang telah melukai, dengan membuat mereka merasakan sama banyaknya dengan apa yang mereka timbulkan. Akibatnya adalah, bahwa setiap orang menggunakan ini sebagai alasan / dasar untuk melakukan pembalasan dendam pribadi. Mereka mengira bahwa mereka tidak melakukan hal yang salah, asalkan mereka tidak menyerang lebih dulu, tetapi hanya membalas secara sama pada waktu mereka dilukai / disakiti. Sebaliknya Kristus memberi tahu mereka bahwa sekalipun hakim dipercaya unutk membela masyarakat, dan diberi otoritas untuk mengekang orang jahat dan menekan kekerasan / kekejaman mereka, tetapi merupakan kewajiban dari setiap orang untuk menanggung dengan sabar tindakan menyakitkan yang ia terima] - hal 297.


D. Martyn Lloyd-Jones: “the most important thing is that this enactment was not given to the individual, but rather to the judges who were responsible for law and order amongst the individuals” (= hal yang terpenting adalah bahwa undang-undang ini tidak diberikan kepada individu, tetapi kepada hakim-hakim yang bertanggung jawab untuk hukum dan tata tertib di antara individu-individu) - ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 272.


b) Dalam bagian paralelnya dalam Mat 5:39 juga ada tambahan kata-kata ‘jangan melawan orang yang berbuat jahat kepadamu’. Ini berlaku hanya dalam hubungan pribadi.


D. Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan tentang seseorang yang bernama Count Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini secara extrim dengan mengatakan bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, tentara, hakim, maupun pengadilan, karena semua ini berarti ‘melawan kejahatan’, dan itu tidak kristiani. Kesalahan orang ini adalah bahwa ia menerapkan ayat ini dalam hubungan antar bangsa / negara, dan juga dalam hubungan pejabat pemerintah dengan warga negara.


D. Martyn Lloyd-Jones: “this teaching, which concerns the Christian individual and nobody else, applies to him only in his personal relationships and not in his relationships as a citizen of his country” (= ajaran ini, yang menyangkut individu Kristen dan tidak orang lain, berlaku baginya hanya dalam hubungan pribadinya dan bukan dalam hubungannya sebagai seorang warga negara dari negaranya) - ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 277.


D. Martyn Lloyd-Jones: “those who base their pacifism upon this paragraph - whether pacifism is right or wrong I am not concerned to say - are guilty of a kind of heresy” (= mereka yang mendasarkan sikap cinta damai / anti perang pada text ini - apakah sikap cinta damai / anti perang itu benar atau salah saya tidak mempersoalkannya - bersalah tentang sejenis kesesatan) - ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 278.


John Stott membandingkan Ro 12:17-21 yang berbunyi: “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” dengan Ro 13:4 yang berbunyi: “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat” dan ia lalu berkata sebagai berikut:

“It is better, then, to see the end of Romans 12 and the beginning of Romans 13 as complementary to one another. Members of God’s new community can be both private individuals and state officials. In the former role we are never to take personal revenge or repay evil for evil, but rather bless our persecutors (12:14), serve our enemies (12:20), and seek to overcome evil with good (12:21). In the latter role, however, if we are called by God to serve as police or prison officers or judges, we are God’s agents in the punishments of evildoers. True, ‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in which he executes his judgment on evildoers today is through the state. To ‘leave room for God’s wrath’ (12:19) means to allow the state to be ‘an agent of wrath to bring punishment on the wrongdoer’ (13:4).” [= Maka, adalah lebih baik untuk memandang bagian akhir dari Roma 12 dan bagian awal dari Roma 13 sebagai saling melengkapi. Anggota-anggota dari masyarakat yang baru dari Allah bisa merupakan pribadi maupun pejabat pemerintah. Dalam peranan yang pertama kita tidak pernah boleh membalas dendam atau membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi sebaliknya memberkati penganiaya kita (12:14), melayani musuh kita (12:20), dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (12:21). Tetapi, dalam peranan yang terakhir, jika kita dipanggil oleh Allah untuk melayani sebagai polisi atau pejabat penjara atau hakim, kita adalah agen Allah dalam menghukum pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’ dan ‘murka’ adalah milik Allah, tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk melaksanakan penghakimanNya terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah melalui pemerintah. ‘Memberi tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti mengijinkan pemerintah untuk menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman kepada pelaku kejahatan’ (13:4)] - ‘Involvement’, vol I, hal 127.


Jadi, ay 29 ini tidak berarti bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, hakim atau pengadilan. Konsekwensinya, sebagai orang kristen kita boleh melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita ke polisi atau mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak maka apa gunanya polisi, hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul  ke polisi / mengajukannya ke pengadilan dengan tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak melakukan hal itu kepada orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru tindakannya, boleh dilakukan. Jadi yang dilarang oleh ayat ini adalah balas dendam pribadi.


c) Kata-kata ‘berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain’ dalam ay 29a ini tidak boleh diartikan secara hurufiah.


Perhatikanlah beberapa kutipan yang memberikan komentar tentang ay 29 ini:

  • Pulpit Commentary: “No reasonable, thoughtful man would feel himself bound to the letter of these commandments. Our Lord, for instance, himself did not offer himself to be stricken again (John 18:22,23), but firmly, though with exquisite courtesy, rebuked the one who struck him. St. Paul, too (Acts 23:3), never dreamed of obeying the letter of this charge. It is but an assertion of a great principle, and so, with the exception of a very few mistaken fanatics, all the great teachers of Christianity have understood it” [= Tidak ada orang yang bijaksana dan berpikiran sehat yang merasa dirinya terikat oleh arti hurufiah dari perintah-perintah ini. Sebagai contoh, Tuhan kita sendiri tidak menawarkan diriNya untuk dipukul lagi (Yoh 18:22,23), tetapi dengan tegas, sekalipun dengan kesopanan yang sangat indah / halus, mencela orang yang memukulNya. Juga santo Paulus (Kis 23:3), tidak pernah memikirkan untuk mentaati arti hurufiah dari perintah / tuntutan ini. Ini hanya merupakan pernyataan yang tegas dari suatu prinsip yang besar, dan demikianlah, dengan beberapa orang fanatik yang salah sebagai perkecualian, semua pengajar-pengajar kekristenan yang besar telah mengertinya] - hal 147.

  • A. T. Robertson: “Sticklers for extreme literalism find trouble with the conduct of Jesus in John 18:22f. where Jesus, on receiving a slap in the face, protested against it” (= Orang-orang yang berpegang teguh pada penghurufiahan yang extrim akan mendapatkan problem dengan tingkah laku Yesus dalam Yoh 18:22-dst dimana Yesus, pada waktu menerima tamparan di wajahNya, memprotes hal itu) - hal 90.

  • Leon Morris (Tyndale): “Jesus illustrates from physical violence. The cheek is SIAGON, which is rather the jaw. Jesus is speaking of a punch to the side of the jaw rather than a light slap in the face. The natural reaction to such a blow is to strike back hard. Jesus enjoins His followers to offer the other side of the jaw. He is speaking about an attitude. When we receive an injury we must not seek revenge, but be ready if need be to accept another such injury. A literal turning of the other side of the face is not always the best way of fulfilling the command (cf. Jesus’ own attitude to a blow, Jn. 18:22f.)” [= Yesus memberikan ilustrasi dari kekerasan / kekejaman secara fisik. ‘Pipi’ adalah SIAGON, yang sebetulnya adalah ‘rahang’. Yesus berbicara tentang sebuah pukulan pada rahang, dan bukannya suatu tamparan ringan pada wajah. Reaksi yang alamiah terhadap pukulan seperti itu adalah memukul kembali dengan keras. Yesus memerintahkan para pengikutNya untuk menawarkan rahang yang satunya. Ia berbicara tentang sikap. Pada waktu kita disakiti kita tidak boleh membalas dendam, tetapi jika diperlukan harus siap untuk menerima lagi tindakan yang menyakitkan itu. Memberikan pipi yang lain secara hurufiah tidak selalu merupakan cara yang terbaik untuk memenuhi perintah ini (bdk. sikap Yesus sendiri terhadap pukulan, Yoh 18:22-dst.)] - hal 129.

Jadi, kalau suatu hari saudara ditampar orang, jangan betul-betul memberikan pipi yang lain untuk ditampar lagi. Cukuplah kalau saudara tidak membalas tamparan itu dan tetap mengasihi orang itu.


d) Perlu diingat bahwa ‘menampar’ (ay 29) merupakan serangan yang tidak membahayakan jiwa. Pada waktu mendapatkan serangan yang tidak membahayakan jiwa kita tidak boleh membalas. Tetapi, kalau serangan itu membahayakan jiwa, orang kristen boleh membela diri, karena kita juga harus mengasihi diri kita sendiri (Mat 22:39), sehingga kita tidak boleh membiarkan begitu saja diri kita sendiri dibunuh orang. Bdk. Ester 9.

Barnes’ Notes: “The general principle which he laid down was, that we are not to resist evil; ... But even this general direction is not to be pressed too strictly. Christ did not intend to teach that we are to see our families murdered, or to be murdered ourselves, rather than to make resistance. The law of nature, and all laws, human and Divine, have justified self-defence, when life is in danger” (= Prinsip umum yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan kejahatan; Tetapi bahkan pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara terlalu ketat. Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus membiarkan keluarga kita atau diri kita dibunuh, dan bukannya melakukan perlawanan. Hukum alam, dan semua hukum, baik hukum manusia maupun hukum ilahi, membenar-kan pembelaan diri, pada waktu jiwa ada dalam bahaya) - hal 26.


e) Larangan untuk melakukan balas dendam pribadi ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Ro 12:17-21, yang berbunyi: “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.


Catatan: kita tidak boleh membalas karena pembalasan adalah hak Tuhan. Tetapi awas, kita bukannya tidak membalas supaya Tuhan yang membalas orang itu!


Leon Morris (Tyndale): “He who retaliates thinks that he is manfully resisting aggression; in fact, he is making an unconditional surrender to evil” (= Ia yang membalas, berpikir bahwa ia menahan serangan / agresi secara jantan; tetapi sebenarnya ia sedang menyerah tanpa syarat kepada kejahatan) - hal 129.


Leon Morris (Tyndale): “It is possible to be outwardly forgiving without showing real love. But it is love that Jesus looks for” (= Adalah mungkin untuk mengampuni secara lahiriah tanpa menunjukkan kasih yang sungguh-sungguh. Tetapi adalah kasih yang dicari oleh Yesus) - hal 129.


f) Ay 29b: ‘jubah’ menunjuk pada ‘outer garment’ (= pakaian luar); sedangkan ‘baju’ menunjuk pada ‘tunic / under garment’ (= pakaian dalam).

  • Mat 5:40 mengatakan sebaliknya; kalau mereka mengambil baju kita, kita harus menyerahkan juga jubah kita. Mungkin Yesus mengucapkan keduanya, Lukas menulis yang satu, Matius menulis yang lain. Jadi Matius dan Lukas bukannya bertentangan tetapi saling melengkapi.

  • sama seperti ay 29a, ini tidak boleh diartikan secara hurufiah, tetapi harus diartikan bahwa kita tidak boleh membalas perlakuan jahat kepada kita. Jadi, kalau saudara dirampok di jalan, lalu saudara pulang dan mengambil uang di rumah dan memberikannya kepada perampok itu, saudara sudah menerapkan ayat ini secara salah.


g) Ay 30a: ‘berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu’.

Yang membingungkan dari bagian ini adalah: apakah si peminta ini seorang musuh yang meminta secara paksa / setengah memaksa, atau ia adalah peminta biasa?

1. Kebanyakan penafsir mengartikan orang ini sebagai peminta biasa.

2. Kontexnya menunjukkan bahwa peminta ini adalah musuh, dalam arti ia adalah orang yang meminta secara paksa / setengah memaksa. Bagian paralelnya yaitu Mat 5:42 juga ada dalam kontex musuh.

Kalau ini memang adalah musuh, maka artinya adalah: dari pada gegeran / berkelahi untuk mempertahankan hak, lebih baik memberikan apa yang ia minta.


Yang manapun penafsiran yang kita terima dari 2 penafsiran di atas ini, kita tetap harus mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:


a. Sekalipun ay 30a ini kelihatannya berlaku mutlak, tetapi tidak boleh diartikan secara mutlak. Apa dasarnya?

  • pada waktu Yesus melarang sumpah (Mat 5:33-37) kelihatan-nya juga berlaku mutlak, tetapi tidak mungkin ditafsirkan seperti itu, karena:

  • Tuhan Yesus tidak mungkin menentang Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19) yang bukan hanya mengijinkan sumpah, tetapi bahkan dalam hal-hal tertentu mengharuskan sumpah (Ul 6:13  Kel 22:10-11).

  • Paulus sering bersumpah (Ro 1:9  Ro 9:1  2Kor 1:23,12:19  Gal 1:20  Fil 1:8  1Tes 2:5,10).

  • Tuhan Yesus menghargai sumpah (Mat 26:63).

  • Kitab Suci mengajar bahwa hanya orang yang miskin dan yang berhak ditolong, yang perlu diberi (Ul 15:7-8 - perhatikan kata-kata ‘seorang miskin’; Amsal 3:27-28 - perhatikan kata-kata ‘yang berhak menerimanya’). Kalau kita menafsirkan ay 30a ini secara mutlak, maka kita akan bertentangan dengan Ul 15:7-8 dan Amsal 3:27-28 ini.


b. Sekalipun memberi itu merupakan kebiasaan yang baik, tetapi ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.


Barnes’ Notes: “It is good to be in the habit of giving. At the same time, the rule must be interpreted so as to be consistent with our duty to our families, (1Tim 5:8) and with other objects of justice and charity. It is seldom, perhaps never, good to give to a man that is able to work, 2Tes 3:10. To give to such is to encourage laziness, and to support the idle at the expense of the industrious” [= Adalah baik untuk terbiasa memberi. Pada saat yang sama, perintah ini harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga konsisten dengan kewajiban kita terhadap keluarga kita (1Tim 5:8), dan dengan obyek-obyek keadilan dan kasih yang lain. Jarang, mungkin tidak pernah, merupakan hal yang baik untuk memberi kepada orang yang bisa bekerja (2Tes 3:10). Memberi kepada orang seperti itu sama dengan menganjurkan kemalasan, dan menyokong orang malas dengan mengorbankan orang rajin] - hal 27.


Matthew Poole: “These precepts of our Saviour must be interpreted, not according to the strict sense of the words, as if every man were by them obliged, without regard to his own abilities, or the circumstances of the persons begging or asking of him, to give to every one that hath the confidence to ask of him; but as obliging us to liberality and charity according to our abilities, and the true needs and circumstances of our poor brethren, and in that order which God’s word hath directed us; first providing for our own families, then doing good to the household of faith, then also to others, as we are able, and see any of them true objects of our charity” (= Perintah-perintah Juruselamat kita ini harus ditafsirkan, bukan menurut arti kata yang ketat, seakan-akan setiap orang diwajibkan oleh perintah-perintah ini untuk memberi kepada setiap orang yang mempunyai keberanian untuk meminta kepadanya, tanpa memandang kemampuannya sendiri, atau keadaan dari orang yang mengemis atau meminta kepadanya; tetapi mewajibkan kita kepada kedermawanan dan kasih sesuai dengan kemampuan kita, dan kebutuhan yang sungguh-sungguh dan keadaan dari saudara-saudara kita yang miskin, dan dalam urut-urutan sesuai dengan pengarahan Firman Allah; pertama-tama pemeliharaan terhadap keluarga kita sendiri, lalu berbuat baik kepada saudara-saudara seiman, lalu juga kepada orang-orang lain, sesuai dengan kemampuan kita, dan memastikan setiap dari mereka sebagai obyek yang benar dari kasih kita) - hal 213.


Jadi ada 3 hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

  • kewajiban untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau kita terus memberi kepada seadanya orang yang meminta sehingga keluarga kita sendiri tidak tercukupi, maka ini salah. Bdk. 1Tim 5:8.

  • adanya orang-orang lain yang juga harus diberi. Kalau kita terus memberi kepada seseorang yang tidak tahu diri dalam meminta, sehingga kita lalu tidak bisa memberi kepada orang lain yang sebetulnya lebih berhak, maka ini salah.

  • apa pengaruh pemberian ini bagi orang yang menerima? Kalau itu menjadikannya makin malas maka ini justru tidak kasih.


Leon Morris (Tyndale): “it is the spirit of the saying that is important. If Christians took this one absolutely literally there would soon be a class of saintly paupers, owning nothing, and another of prosperous idlers and thieves. It is not this that Jesus is seeking, but a readiness among His followers to give and give and give. The Christian should never refrain from giving out of a love for his possessions. Love must be ready to be deprived of everything if need be. Of course, in a given case it may not be the way of love to give. But it is love that must decide whether we give or withhold, not a regard for our possessions (= arti dari kata-kata inilah yang penting. Jika orang kristen menerima / menuruti perintah ini dalam arti hurufiah sepenuhnya, maka segera akan ada segolongan orang kudus yang miskin, yang tidak mempunyai apa-apa, dan golongan lain yang makmur yang terdiri dari orang-orang malas dan pencuri-pencuri. Bukan ini yang dicari oleh Yesus, tetapi suatu kesediaan di antara para pengikutNya untuk memberi dan memberi dan memberi. Orang kristen seharusnya tidak pernah menahan diri dari memberi karena cinta kepada miliknya. Kasih harus siap untuk kehilangan segala sesuatu jika itu diperlukan. Tentu saja, dalam kasus tertentu, memberi bukanlah merupakan jalan kasih. Tetapi adalah kasih, dan bukannya perhatian / penilaian terhadap milik kita, yang harus menentukan apakah kita memberi atau menahan) - hal 130.


h) Ay 30b: ‘janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu’.

Ada 2 pandangan tentang ayat ini:

1. Ini adalah orang miskin.

Jadi seluruh ay 30 artinya: dalam urusan pribadi, kasih menuntut supaya apapun yang dibutuhkan diberikan dengan cuma-cuma, tanpa mengharap dikembalikan.

2. Ini adalah musuh. Alasan:

a. Dalam bahasa Yunaninya kata-kata ‘from the one who takes away’ (= dari orang yang mengambil) muncul 2 x, yaitu ay 29b dan ay 30. Dalam ay 29b mereka ambil dengan paksa / secara tidak benar, maka dalam ay 30 mesti juga demikian.

b. kontex bicara tentang ‘musuh’.


Sama seperti ay 30a di atas, ay 30b ini juga tidak berlaku mutlak.

Matthew Poole: “Nor must the second part of the verse be interpreted, as if it were a restraint of Christians from pursuing of thieves or oppressors, but as a precept prohibiting us private revenge, or too great contending for little things, &c.” [= Juga bagian kedua dari ayat ini (ay 30) tidak boleh diartikan seakan-akan itu merupakan pengekangan terhadap orang-orang kristen untuk tidak melakukan pengejaran / penangkapan terhadap pencuri atau penindas, tetapi sebagai larangan yang melarang kita untuk melakukan balas dendam pribadi, atau untuk bercekcok untuk hal-hal kecil, dsb.] - hal 213.


4) Melakukan kepada mereka apa yang kita inginkan mereka lakukan terhadap kita (Lukas 6:  31).

William Hendriksen: “It should be noted that the Golden Rule does not read, ‘Treat others as they treat you,’ but ‘Treat others as you would have them treat you.’” (= Harus diperhatikan bahwa Peraturan Emas ini tidak berbunyi: ‘Perlakukan orang lain seperti mereka memperlakukan kamu’, tetapi ‘Perlakukan orang lain seperti yang kamu inginkan mereka memperlakukanmu’) - hal 352.


Dalam Apocrypha, yaitu dalam Tobit 4:15a, ada bentuk negatifnya, yang berbunyi: ‘Apa yang tidak kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada siapapun’.

William Barclay: “The Christian ethics is positive. It does not consist in not doing things but in doing them. Jesus gave us the Golden Rule which bids us do to others as we would have them do to us. That rule exists in many writers of many creeds in its negative form. Hillel, ... ‘What is hateful to thee, do not to another’. ... Philo, ‘What you hate to suffer, do not do to anyone else’. Isocrates, ... ‘What things make you angry when you suffer them at the hands of others, do not you do to other people’. The Stoics ..., ‘What you do not wish to be done to yourself, do not you do to any other’. ... Confucius ... ‘... What you do not want done to yourself, do not do to others’ Every one of these forms is negative. ... The very essence of Christian conduct is that it consists, not in refraining from bad things, but in actively doing good things” (= Etika Kristen itu positif. Itu tidak berarti tidak melakukan hal-hal tertentu, tetapi melakukan hal-hal tertentu. Yesus memberikan kita Peraturan Emas yang meminta kita untuk melakukan apa yang kita inginkan mereka lakukan terhadap kita. Peraturan itu ada dalam banyak penulis dari banyak kepercayaan dalam bentuk negatifnya. Hillel, ... ‘Apa yang menjengkelkan bagimu, jangan lakukan itu kepada orang lain’. ... Philo, ‘Apa yang engkau tidak senang mengalaminya, jangan lakukan itu kepada siapapun’. Isocrates, ... ‘Hal-hal yang membuatmu marah pada waktu kamu mengalaminya dari orang lain, jangan engkau lakukan kepada orang lain’. The Stoics ..., ‘Apa yang engkau tidak inginkan untuk dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada siapapun’. ... Confucius ... ‘...Apa yang kamu tidak ingin dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang lain’. Setiap bentuk-bentuk ini adalah negatif. ... Hakekat dari tingkah laku Kristen adalah bahwa kita bukannya menahan diri dari hal-hal yang jelek, tetapi secara aktif melakukan hal-hal yang baik) - hal 79.


Untuk mentaati ajaran-ajaran yang bersifat negatif ini, kita hanya perlu berpikir: ’Apakah aku senang orang lain melakukan hal ini terhadap aku?’. Tetapi untuk melakukan ajaran Yesus dalam ay 31 ini membutuhkan imaginasi / perenungan: ’Apa yang aku ingin orang lakukan terhadap aku dalam situasi ini?’. Jadi pada waktu ada teman yang sakit, kita harus merenungkan: ‘Kalau aku sakit, apa yang aku ingin ia lakukan terhadapku?’. Pada waktu ada seorang yang sangat kekurangan uang, kita harus merenungkan: ‘Kalau aku kekurangan uang, apa yang aku inginkan ia lakukan terhadapku?’. Lalu lakukanlah hal-hal itu!


5) Meminjami mereka tanpa mengharapkan dibayar kembali (ay 34,35).

Ay 35: ‘pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan’.

NIV: ‘lend to them without expecting to get anything back’ (= pinjamilah mereka tanpa mengharapkan untuk mendapatkan apapun kembali).

RSV/NASB: ‘lend, expecting nothing in return’ (= pinjamilah, tanpa mengharapkan pengembalian apa-apa).


KJV: ‘lend, hoping for nothing again’ (= pinjamilah, tanpa mengharapkan apa-apa lagi).

Calvin (hal 302) berkata bahwa adalah salah kalau ini diartikan hanya sebagai: ‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan bunga’. Arti yang benar adalah: ‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan pembayaran sama sekali’.


Barnes’ Notes: “This deserves, however, some limitation. It must be done in consistency with other duties. To lend to every worthless man, would be to throw away our property, encourage laziness and crime, and ruin our families. ... Perhaps our Saviour meant to teach that where there was a deserving friend or brother in want, we should lend to him, without usury, and without standing much about the security” (= Tetapi ini harus dibatasi. Ini harus dilakukan secara konsisten dengan kewajiban-kewajiban yang lain. Meminjamkan kepada setiap orang yang tak berharga, sama dengan membuang milik kita, menganjurkan kemalasan dan kejahatan, dan menghancurkan keluarga kita. ... Mungkin Juruselamat kita bermaksud untuk mengajar bahwa dimana ada teman atau saudara yang kekurangan, yang layak untuk dibantu, kita harus meminjaminya, tanpa bunga, dan tanpa terlalu mempersoalkan keamanan) - hal 27.


Keberatan saya terhadap kutipan ini adalah dalam bagian yang saya garisbawahi. Ay 34-35 ini terletak dalam kontex mengasihi musuh. Jadi perintah untuk meminjami ini harus diterapkan bukan hanya kepada teman atau saudara kita, tetapi juga kepada musuh / orang yang jahat terhadap kita. Biasanya kita hanya mau meminjami orang yang baik kepada kita. Tetapi Tuhan menyuruh kita untuk mau meminjami orang yang jahat kepada kita, bahkan tanpa mengharapkan untuk dibayar kembali.

III) Mengapa harus mengasihi musuh.


1) Tuhan menghendaki kita lebih baik dari orang-orang brengsek.

Ay 32b,33b mengatakan: kalau kita mengasihi / berbuat baik kepada orang yang mengasihi / berbuat baik kepada kita, apa jasa kita? Ay 34 mengatakan kalau kita meminjami orang supaya dibayar kembali, apa jasa kita?


Kata yang diterjemahkan ‘jasa’ dalam bahasa Yunaninya adalah KHARIS, yang biasanya diartikan ‘grace’ (= kasih karunia). Jadi kita harus berbuat baik kepada orang yang jahat kepada kita, karena Tuhan menghendaki kita menunjukkan kasih karunia / menunjukkan kebaikan bagi orang yang tidak layak menerima kebaikan kita.


Sebaliknya kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, maka kita tidak lebih baik dari orang-orang berdosa (ay 32b,33b,34b). Orang berdosa di sini harus diartikan sebagai orang yang sangat brengsek. Bdk. Mat 5:46 - ‘pemungut cukai’, dan Mat 5:47 - ‘orang yang tidak mengenal Allah’ [NIV: ‘pagans’ (= orang-orang kafir); NASB/Lit: ‘Gentiles’ (= orang non Yahudi)].


Adam Clarke: “A man should tremble who finds nothing in his life besides the external part of religion, but what may be found in the life of a Turk or a heathen” (= Seseorang harus gemetar jika ia tidak mendapati apapun dalam hidupnya selain bagian agama yang bersifat lahiriah, tetapi yang bisa didapatkan dalam kehidupan seorang Turki atau seorang kafir) - hal 408.


2) Upahmu akan besar (ay 35b).

Yang dimaksud dengan ‘upah’ adalah: dalam hidup ini ada damai dan sukacita dan di surga ada pahala.

Tetapi jangan mengasihi orang jahat karena mengharapkan hal ini.


3) Kamu akan menjadi anak-anak Allah (Lukas 6: 35).

Ini tidak boleh diartikan bahwa perbuatan baik kita itu menjadikan kita anak Allah, karena kalau ditafsirkan seperti ini akan bertentangan dengan Yoh 1:12 yang menunjukkan bahwa iman kepada Kristuslah yang menjadikan kita anak-anak Allah. Jadi artinya adalah: perbuatan baik itu membuktikan bahwa kita adalah anak-anak Allah, atau perbuatan baik itu sesuai dengan kedudukan kita sebagai anak-anak Allah. Ini terlihat dari kata-kata selanjutnya yang menggambarkan bahwa Allah baik kepada orang jahat (ay 35c).


William Hendriksen: “Not that unselfish love makes them sons, but it proves that they are sons” (= Bukan bahwa kasih yang tidak egois membuat mereka menjadi anak-anak, tetapi itu membuktikan bahwa mereka adalah anak-anak) - hal 354.


4) Karena kita harus menyerupai Bapa, yaitu:

  • baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih dan kepada orang jahat (ay 35c).

  • murah hati (ay 36).

  • sempurna (Mat 5:48).

Penutup.


Perintah untuk mengasihi musuh dalam bagian ini menunjukkan standard tuntutan Allah yang begitu tinggi, sehingga tidak mungkin bisa dicapai oleh siapapun secara sempurna. Mungkin patut dipertanyakan mengapa Tuhan memberi standard yang begitu tidak masuk akal?

  • Ini menunjukkan kesucian Allah.

  • Ini bukan tidak masuk akal, tetapi menjadi tidak masuk akal, karena manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga lalu mempunyai kecondongan kepada dosa. Allah tak mau menurunkan standardnya, karena itu akan menurunkan kesucianNya.


Tuntutan yang begitu tinggi ini tidak mungkin bisa dicapai secara sempurna oleh siapapun, dan karenanya makin menunjukkan bahwa semua orang membutuhkan Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa. Dengan seseorang mau percaya kepada Kristus, pertama-tama ia mendapatkan pengampunan dosa, dan kedua ia mendapatkan Roh Kudus untuk membantunya mentaati standard Allah ini.

LUKAS 6:37-42

I) ‘Jangan menghakimi’ (Lukas 6:  37).


1) Arti yang salah dari kata-kata ‘jangan menghakimi’.

Banyak orang menyalahtafsirkan dan karenanya menyalahgunakan bagian ini. Mereka beranggapan bahwa bagian ini melarang kita untuk menyalahkan orang lain, mengecam orang lain, melakukan siasat gerejani terhadap seseorang, dan yang paling extrim bahkan menganggap ini sebagai dasar untuk melarang adanya pengadilan.

Apa alasannya untuk mengatakan bahwa ini merupakan penafsiran dan penggunaan yang salah dari bagian ini?


a) Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, pengadilan bukan hanya diijinkan, tetapi diharuskan.

Ro 13:4b - “tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerin-tah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.


b) Yesus sendiri mengecam dan mengutuk orang Farisi dan ahli Taurat (Luk 11:42-44  Luk 20:45-47).


c) Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”. Dengan kata-kata ini Yesus jelas membolehkan kita untuk menghakimi asal kita melakukannya dengan adil, dengan memperhatikan fakta-fakta secara keseluruhan.


d) D. Martyn Lloyd-Jones mengatakan bahwa ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh mengecam orang atau membentuk suatu pandangan tentang orang itu. Sebagai dasar ia mengatakan bahwa dalam Injil Matius larangan menghakimi ini (Mat 7:1-5) disusul dengan larangan untuk memberikan barang kudus kepada anjing atau mutiara kepada babi (Mat 7:6). Bagaimana kita bisa mentaati larangan ini kalau kita tidak lebih dulu membentuk suatu pandangan bahwa seseorang itu adalah anjing / babi, yang tidak layak diberi mutiara / barang yang kudus? Juga


Mat 7:15 menyuruh berhati-hati terhadap nabi-nabi palsu, dan Mat 7:16 mengatakan bahwa dari buahnya kita mengenal pohonnya. Dan Pulpit Commentary menambahkan adanya ayat-ayat yang menyuruh kita menguji segala sesuatu / pengajar-pengajar, seperti:

  • 1Tes 5:21 - “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”.

  • 1Yoh 4:1-3 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.

Kalau kita tidak boleh membentuk suatu pandangan tentang seseorang, bagaimana kita bisa mentaati perintah ini?


Lloyd-Jones juga mempersoalkan tentang adanya perintah untuk melakukan siasat gerejani (Mat 18:15-17  1Kor 5:1-13). Bagaimana kita bisa mentaati perintah ini kalau tidak lebih dulu membentuk suatu pandangan tentang seseorang?

William Hendriksen: “Luke 6:37 has been used at times as an excuse for laxity in exercising church discipline, but in the light of its context, and also of Matt. 18:15-18 and John 20:23, such use of this passage is without any justification” (= Lukas 6:37 kadang-kadang digunakan sebagai suatu alasan untuk tidak melakukan disiplin gerejani, tetapi dalam terang dari kontexnya, dan juga dari Mat 18:15-18 dan Yoh 20:23, penggunaan seperti itu dari text ini tidak dapat dibenarkan) - hal 355.


Kitab Suci juga memberikan perintah yang keras berkenaan dengan nabi-nabi palsu, seperti:

  • 2Yoh 10-11 - “Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.

  • Tit 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.

Bagaimana bisa melaksanakan hal ini kalau kita tidak lebih dulu membentuk pandangan bahwa seseorang itu memang adalah nabi palsu?


Lloyd-Jones juga mengatakan bahwa orang yang tidak senang dengan doktrin, biasanya selalu menganggap orang yang menganggap sesat seorang nabi palsu, sebagai menghakimi. Mengapa? Karena ia sendiri tidak senang dengan doktrin, maka ia tidak bisa mengerti mengapa hal seperti itu dipersoalkan. Ia tidak bisa mengerti mengapa seseorang begitu keras berpegang pada doktrin itu, dan menyalahkan doktrin lain, yang menurut pandangannya tidak terlalu berbeda. Contoh tentang Allah Tritunggal, bagaimana Athanasius berpegang pada doktrin yang benar, dan menolak setiap kompromi dari pihak Arianism ataupun Semi-Arianism, yang di mata seorang yang tidak senang doktrin, tidak terlalu berbeda.


D. Martyn Lloyd-Jones: “people who object to doctrine are generally those who are guilty at this particular point. Because they do not have a grasp and understanding of doctrine they can talk only in terms of personalities; so the moment a man stands for principles or doctrine, they begin to say that he is a difficult person” (= orang-orang yang tidak menyenangi doktrin biasanya adalah mereka yang bersalah pada titik ini. Karena mereka tidak mempunyai pengertian tentang doktrin mereka hanya bisa berbicara dalam persoalan tentang kepribadian; sehingga pada saat seseorang mempertahankan suatu prinrip atau doktrin, mereka mulai berkata bahwa orang itu adalah orang yang sukar dipuaskan / disenangkan) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 168. 


Bertentangan dengan banyak orang jaman sekarang yang menganggap bahwa kita sama sekali dilarang untuk menghakimi, hampir semua penafsir mengatakan bahwa kita harus menghakimi!


Pulpit Commentary: “Things must be judged by us; new doctrines, new institutions, new methods of worship and of work, come up for our support or our condemnation, and we must judge them, by reason, by conscience, by Scripture, that we may know what course we are to pursue” (= Banyak hal yang harus kita hakimi; doktrin-doktrin yang baru, lembaga-lembaga / kebiasaan-kebiasaan yang baru, metode-metode yang baru tentang ibadah / penyembahan dan pekerjaan, muncul untuk kita dukung atau kita kecam, dan kita harus menghakimi hal-hal itu, dengan akal, dengan hati nurani, dengan Kitab Suci, sehingga kita tahu jalan mana yang harus kita ikuti) - hal 159.


Catatan: saya tak terlalu setuju dengan penghakiman berdasarkan akal dan hati nurani, karena baik akal maupun hati nurani kita sudah dikotori oleh dosa sehingga tidak bisa dijadikan standard. Penghakiman harus dilakukan berdasarkan Kitab Suci.


Pulpit Commentary: “Men must be judged by us also. We have to decide whether we will give them our confidence, our friendship; whether we will admit them into the family circle, into the society, into the Church. To decline to judge men is to neglect one of the most serious duties and most weighty obligation of our life” (= Kita juga harus menghakimi manusia. Kita harus memutuskan apakah kita akan memberikan mereka kepercayaan kita, persahabatan kita; apakah kita akan menerima mereka ke dalam lingkungan keluarga, ke dalam masyarakat, ke dalam Gereja. Menolak untuk menghakimi manusia berarti mengabaikan salah satu kewajiban yang paling serius dan penting dari hidup kita) - hal 159.


Calvin: “this passage is altogether misapplied by those persons who would desire to make that moderation, which Christ recommends, a pretence for setting aside all distinction between good and evil. We are not only permitted, but are even bound, to condemn all sins; unless we choose to rebel against God himself, - nay, to repeal his laws, to reverse his decisions, and to overturn his judgment-seat. It is his will that we should proclaim the sentence which he pronounces on the actions of men: only we must preserve such modesty towards each other, as to make it manifest that he is the only Lawgiver and Judge, (Isa 33:22)” [= text ini disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin membuat penghakiman terbatas / tak berlebihan yang dinasehatkan Kristus sebagai suatu alasan untuk menyingkirkan semua perbedaan antara baik dan jahat. Kita bukan hanya diijinkan, tetapi bahkan diharuskan, untuk mengecam semua dosa; kecuali kita memilih untuk memberontak terhadap Allah sendiri, - tidak, mencabut hukum-hukumNya, membalik keputusan-keputusanNya, dan membalik takhta penghakimanNya. Merupakan kehendakNya bahwa kita menyatakan hukuman yang Ia umumkan terhadap tindakan-tindakan manusia: hanya kita harus menjaga kerendahan hati satu terhadap yang lain, sehingga menjadi nyata bahwa Ia adalah satu-satunya Pemberi hukum dan Hakim (Yes 33:22)] - hal 346-347.


2) Arti yang benar dari kata-kata ‘jangan menghakimi’.

Larangan menghakimi ini kelihatannya ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, dan / atau orang-orang yang segolongan dengan mereka, yang:

a) Menganggap diri sendiri benar.

b) Terlalu gampang dan cepat menyalahkan orang lain (tanpa mengetahui seluruh persoalannya lebih dulu). Bdk. Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.

c) Mengecam tanpa kasih / belas kasihan. Bandingkan dengan Yohanes dan Yakobus yang ingin menurunkan api dari langit ke atas orang-orang Samaria (Luk 9:51-56). Pulpit Commentary (hal 159) mengatakan bahwa penghakiman seperti ini mempunyai kecenderungan untuk menghancurkan dari pada memperbaiki.

d) Membesar-besarkan kesalahan orang lain.

e) Merasa senang pada saat bisa menemukan dan mengecam kesalahan orang lain.


D. Martyn Lloyd-Jones memberi contoh penghakiman yang dimaksud oleh Yesus, yaitu orang Farisi yang berdoa di Bait Suci yang berkata: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini (Luk 18:11).

Di belakang penghakiman yang salah ada ‘self-righteous spirit’ (= roh yang anggap diri sendiri benar). Karena itu Yesus menambahkan Mat 7:3-5 / Lukas 6:41-42.


D. Martyn Lloyd-Jones: “What is this spirit that condemns? It is a self-righteous spirit. Self is always at the back of it, and it is always a manifestation of self-righteousness, a feeling of superiority, and a feeling that we are all right while others are not. That then leads to censoriousness, and a spirit that is always ready to express itself in a derogatory manner. And then, accompanying that, there is the tendency to despise others, to regard them with contempt. I am not only describing the Pharisees, I am describing all who have the spirit of the Pharisee” (= Apakah roh yang menghukum ini? Itu adalah roh yang merasa dirinya sendiri benar. Diri sendiri / si aku selalu ada di belakangnya, dan itu selalu merupakan manifestasi dari perasaan bahwa dirinya sendiri benar, suatu perasaan superior / lebih tinggi, dan suatu perasaan bahwa kita benar sementara orang lain tidak. Itu lalu membawa kepada sikap suka mengkritik, dan suatu roh / semangat yang selalu siap untuk menyatakan dirinya sendiri dengan cara yang merendahkan orang lain. Dan lalu, bersama-sama dengan itu, di sana ada kecenderungan untuk menghina orang lain, memandang orang lain dengan jijik. Saya bukan hanya menggambarkan orang Farisi, saya menggambarkan semua yang mempunyai roh orang Farisi) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 167.


Ia lalu menambahkan: “a very vital part of this spirit is the tendency to be hypercritical. Now there is all the difference in the world between being critical and being hypercritical. ... The man who is guilty of judging, in the sense in which our Lord uses the term here, is the man who is hypercritical, which means that he delights in criticism for its own sake and enjoys it. I am afraid I must go further and say that he is a man who approaches anything which he is asked to criticize expecting to find faults, indeed, almost hoping to find them. ... Love ‘hopeth all things’, but this spirit hopes for the worst; it gets a malicious, malign satisfaction in finding faults and blemishes” (= suatu bagian vital dari roh ini adalah kecenderungan untuk menjadi terlalu kritis. Ada perbedaan yang sangat besar antara kritis dan terlalu kritis. ... Orang yang dipersalahkan tentang penghakiman, dalam arti yang digunakan oleh Tuhan kita di sini, adalah orang yang terlalu kritis, yang berarti bahwa ia menyenangi kritik demi kritik itu sendiri dan menikmatinya. Saya harus meneruskan dan berkata bahwa ia adalah orang yang mendekati segala sesuatu, untuk mana ia diminta untuk mengkritik, sambil mengharapkan bahwa ia akan menemukan kesalahan-kesalahan. ... Kasih ‘mengharapkan segala sesuatu’, tetapi roh ini mengharapkan yang terburuk; ia mendapatkan kepuasan yang jahat dan membahayakan dalam menemukan kesalahan-kesalahan dan cacat-cacat) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 167.


D. Martyn Lloyd-Jones: “If ever we know the feeling of being rather pleased when we hear something unpleasant about another, that is this wrong spirit. If we are jealous, or envious, and then suddenly hear that the one of whom we are jealous or envious has made a mistake and find that there is an immediate sense of pleasure within us, that is it” (= Jika kita pernah mengetahui perasaan senang pada waktu kita mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain, maka inilah roh yang salah itu. Jika kita cemburu atau iri hati, dan lalu tiba-tiba kita mendengar bahwa orang terhadap siapa kita cemburu atau iri hati itu telah membuat kesalahan dan kita mendapatkan bahwa di dalam diri kita langsung ada perasaan gembira, maka itulah roh itu) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 168.


3) Alasan untuk tidak menghakimi.

Catatan: tentu saja yang saya maksud dengan ‘tidak menghakimi’ di sini adalah ‘tidak menghakimi secara salah’.


a) Kita sendiri mempunyai banyak kesalahan, bahkan mungkin kesalahan yang lebih besar (ay 41-42). Bandingkan dengan Ro 2:1-3 - “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian. Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?”.


b) ‘Tidak menghakimi’ merupakan ciri seorang murid / kristen yang sejati.

Leon Morris (Tyndale) membahas kata-kata ‘ampunilah dan kamu akan diampuni’ dan ia lalu berkata: “It is the man with the forgiving attitude who is forgiven. This is not salvation by merit: rather the thought is that the true disciple is not judgmental. When God accepts a man God’s grace changes him. A forgiving spirit is evidence that the man has been forgiven” (= Orang yang mempunyai sikap mengampunilah yang diampuni. Ini bukan keselamatan karena kebaikan: tetapi pemikirannya adalah bahwa murid yang sejati tidak bersifat menghakimi. Pada waktu Allah menerima seseorang, kasih karunia Allah mengubahnya. Roh yang mengampuni merupakan bukti bahwa orang itu telah diampuni) - hal 132.


c) Orang yang menghakimi / menghukum akan dihakimi / dihukum. Balasan ini datang dari manusia dan dari Allah.

Ada orang yang keberatan terhadap kata ‘dihakimi / dihukum’, karena mereka berpendapat bahwa orang kristen tidak bisa dihakimi / dihukum. Untuk menjawab ini maka Lloyd-Jones mengatakan bahwa ada 3 macam penghakiman dari Allah kepada kita:


1. Penghakiman akhir jaman yang menentukan kita masuk surga atau neraka.

Orang kristen yang sejati pasti lulus dalam penghakiman ini. Penebusan Kristus membuat mereka pasti diampuni dan masuk surga.

Tetapi masih ada 2 penghakiman lain, yang mempengaruhi orang kristen!


2. Penghakiman / penghukuman dalam arti menghajar. Bandingkan dengan:

  • 1Kor 11:27-32 - “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal. Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita. Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia.

Kata ‘kita dididik’ oleh NASB diterjemahkan ‘we are disciplined’ (= kita didisiplin).

  • Ibr 12:5-11 - “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya”.


3. Penghakiman untuk menentukan pahala.

Ro 14:10,12 - “Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. ... Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah”.

2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.


D. Martyn Lloyd-Jones lalu menyimpulkan: “Though we are Christians, and are justified by faith, and have an assurance of our salvation, and know we are going to heaven, we are yet subject to this judgment here in this life, and also after this life” (= Sekalipun kita adalah orang-orang Kristen, dan dibenarkan oleh iman, dan mempunyai keyakinan keselamatan, dan tahu bahwa kita akan pergi ke surga, tetapi kita menjadi sasaran penghakiman ini di sini dalam kehidupan ini, dan juga setelah kehidupan ini) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 176.


d) Penghakiman yang kita lakukan akan menjadi standard penghakiman terhadap diri kita sendiri (ay 38b: ‘Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu’).


D. Martyn Lloyd-Jones: “The second reason for not judging is that, by so doing, we are not only produce judgment for ourselves, we even set the standard of our own judgment” (= Alasan kedua untuk tidak menghakimi adalah bahwa dengan melakukan itu kita bukan hanya menghasilkan penghakiman terhadap diri kita sendiri, tetapi kita bahkan menetapkan standard penghakiman kita sendiri) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 176.


Calvin mengatakan bahwa ini berarti bahwa orang yang murah hati akan diperlakukan dengan murah hati. Tetapi Calvin juga mengingat-kan bahwa juga sering terjadi bahwa orang kristen yang murah hati justru diperlakukan dengan jelek, difitnah dan sebagainya. Kalau ini terjadi maka harus dingat 2 hal:

  • tidak ada orang kristen yang bisa melakukan semua ini dengan sempurna. Semua orang pernah melakukan penghakiman yang salah, sehingga kalau mereka mengalami penghakiman yang salah, mereka tetap layak mendapatkannya.

  • suatu saat Tuhan akan memunculkan kebenaran mereka.


4) Mengoreksi diri sendiri sebelum menghakimi (ay 41-42).

William Barclay: “He taught that we have no right to critisize unless we ourselves are free from faults. That simply means that we have no right to critisize at all” (= Ia mengajar bahwa kita tidak berhak untuk mengkritik kecuali kita sendiri bebas dari kesalahan. Itu berarti bahwa kita tidak boleh mengkritik sama sekali) - hal 81. Ini ngawur dan bertentangan dengan 2Tim 4:2 dan banyak ayat Kitab Suci lain.


William Hendriksen: “It is clear from the last clause, in which mention is made of removing the speck from the brother’s eye, that it was not Christ’s purpose to discourage mutual discipline. On the contrary, both self-discipline and mutual discipline are encouraged in this saying” (= Dari anak kalimat yang terakhir dimana disebutkan tentang mengeluarkan selumbar dari mata saudara, adalah jelas bahwa bukan tujuan Kristus untuk tidak saling melakukan pendisiplinan. Sebaliknya, baik ‘pendisiplinan diri sendiri’ maupun ‘saling melakukan pendisiplinan’ dianjurkan dalam kata-kata ini) - hal 362.


William Hendriksen: “‘First take the beam out of your own eye.’ The basic requirement for the exercise of mutual discipline is self-discipline” (= ‘Pertama-tama keluarkan balok dari matamu sendiri’. Syarat utama untuk saling melakukan pendisiplinan adalah pendisiplinan diri sendiri) - hal 364.


Penerapan: saudara mengkritik orang yang melayani Tuhan. Ini salah, itu salah dan sebagainya. Sementara itu saudara sendiri tidak punya pelayanan. Atau saudara mengkritik orang yang berkhotbah. Kurang ini kurang itu dan sebagainya. Sementara itu, jangankan berkhotbah, mengajar Sekolah Minggu atau menjadi pemimpin liturgis saja saudara tidak mau.

II) Problem Lukas 6:  39-40.


Saya berpendapat bahwa tidak ada penjelasan yang memuaskan mengapa ay 39-40 bisa diselipkan di antara ay 37-38 dan ay 41-42, yang kelihatannya akan lebih bagus kalau disatukan seperti dalam Injil Matius (Mat 7:1-5).


1) Lukas 6: 39: “Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: ‘Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?”.

Ada yang mengatakan bahwa ini merupakan subyek yang baru, tetapi Hendriksen mengatakan bahwa mungkin sampai pada titik ini para pendengar khotbah di bukit ini melihat perbedaan yang menyolok antara ajaran Yesus dengan ajaran ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi, dsb. Karena itu Yesus menjelaskan mengapa ada kontras / perbedaan seperti itu. Itu disebabkan karena para pengajar tersebut adalah orang buta, dan kalau mereka mengikuti orang buta, maka mereka akan jatuh ke lubang bersama dengan orang buta yang mereka ikuti.


2) Ay 40: “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya”.


Macam-macam penafsiran tentang ay 40 ini:


a) Diartikan seperti Mat 10:24-25 - “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya”.

Rasanya kontex tidak mendukung penafsiran ini.


b) Hendriksen berpendapat bahwa setelah mengatakan bahwa para pengajar itu buta, maka melalui ay 40 ini Yesus mengajar orang banyak itu untuk mau mendengar ajaran para muridNya. Memang para murid itu bukan orang terpelajar, dan sekarang mereka baru mulai belajar dari Yesus, tetapi nanti setelah mereka tamat pelajarannya, mereka menjadi pengajar seperti Yesus.

Kata ‘sama dengan’ dalam Kitab Suci Indonesia kurang tepat terjemahannya. TB2-LAI tidak memperbaiki terjemahan ini. NIV/NASB: ‘like’ (= seperti). Ini penting kalau kita mau mengambil pandangan kedua ini, karena bagaimanapun para murid tidak akan pernah bisa menjadi sama dengan Yesus.


c) Kalau kamu (para pendengar) terus belajar dari orang buta itu (ay 39), maka akhirnya kamu akan menjadi seperti mereka (Pulpit, hal 148).


Apakah kita menerima penafsiran b) atau c) penekanannya tetap sama, yaitu:

  • orang harus hati-hati dalam memilih guru.

  • seorang hanya bisa menjadi guru yang baik kalau ia sendiri belajar.


Perhatikan beberapa komentar tentang bagian ini:


Leon Morris (Tyndale): “We must not understand this in terms of our own situation, where libraries and other facilities put endless possibilities before the student. Jesus is speaking of a time when the disciple had only his rabbi as his source of information. ... Since it is unreasonable to expect a disciple to know more than his teacher, it is important that the teacher be well advanced himself in the Christian way” (= Kita tidak boleh mengartikan ini dalam sikon kita sendiri, dimana perpustakaan dan fasilitas-fasilitas yang lain memberikan kemungkinan-kemungkinan yang tak ada akhirnya di hadapan seorang murid. Yesus sedang berbicara pada masa dimana seorang murid hanya mempunyai gurunya sebagai sumber informasinya. ... Karena merupakan sesuatu yang tidak masuk akal untuk mengharapkan seorang murid untuk tahu lebih banyak dari gurunya, adalah penting bahwa sang guru memajukan dirinya sendiri dalam jalan Kristen) - hal 133.


Pulpit Commentary: “Let every teacher be impressed with the serious truth of this limitation. He cannot give what he has not gained. He has to say, ‘Follow me so far as I am following Christ,’ - not a step further. If he ceases to acquire, if his path of progress in the knowledge or likeness of God is arrested, there is stopped at the same hour his power of leading his disciples on and up those sacred and glorious heights. Therefore let him be always acquiring, always attaining” (= Hendaklah setiap guru / pengajar terkesan dengan kebenaran yang serius dari pembatasan ini. Ia tidak bisa memberikan apa yang belum ia dapatkan. Ia harus berkata: ‘Ikutilah aku sejauh aku mengikuti Kristus’, - tidak lebih jauh selangkahpun. Jika ia berhenti mendapatkan, jika jalan kemajuannya dalam pengenalan atau kemiripan dengan Allah tertahan, maka kekuatannya untuk membimbing murid-muridnya untuk maju dan mendaki ketinggian yang kudus dan mulia itu juga akan terhenti pada saat yang sama. Karena itu hendaklah ia selalu mendapatkan / belajar, selalu mencapai) - hal 161.

Penerapan: ini harus dicamkan oleh setiap pengajar Firman Tuhan, apakah ia pendeta, penginjil, dosen theologia, pengkhotbah awam, guru Sekolah Minggu, guru agama, dan sebagainya.


William Barclay: “Jesus warned that no teacher can lead his scholars beyond the stage which he himself has reached. That is a double warning to us. In our learning we must seek only the best teacher for only he can lead us farthest on; in our teaching we must remember that we cannot teach what we do not know” (= Yesus memperingati bahwa tidak ada guru / pengajar yang bisa membimbing murid-muridnya melampaui tingkat yang telah ia capai. Ini merupakan peringatan ganda bagi kita. Dalam belajar kita harus mencari hanya guru yang terbaik karena hanya ia yang bisa membimbing kita paling jauh; dalam mengajar kita harus ingat bahwa kita tidak bisa mengajar apa yang kita tidak tahu) - hal 81.


Lukas 6: 39-40 ini menyebabkan saudara harus banyak berdoa untuk pendeta saudara, supaya ia selalu ada dalam jalan yang benar dan selalu maju dalam kerohanian. Kalau tidak, itu juga akan merugikan diri saudara sendiri / seluruh gereja.


Kiranya Tuhan memberkati saudara.

LUKAS 6:43-45

I) Peringatan untuk waspada terhadap nabi-nabi palsu.


1) Bagian ini berhubungan dengan peringatan Yesus tentang nabi-nabi palsu.

Dalam Injil Matius, bagian tentang buah yang baik dan tidak baik ini ada dalam Mat 7:16-18, dan didahului dengan Mat 7:15 yang berbunyi: “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas”.


Perhatikan bahwa Yesuslah yang memberikan peringatan untuk waspada terhadap nabi-nabi palsu. Ini perlu diperhatikan oleh golongan yang alergy terhadap pengkhotbah yang berbicara tentang nabi-nabi palsu / ajaran-ajaran sesat! Kalau Yesus hidup dan mengajar di dunia ini pada jaman sekarang, golongan ini pasti juga akan alergy terhadap Yesus sendiri!


2) Nabi-nabi palsu itu berbahaya!


a) Bahwa mereka berbahaya bisa terlihat dari:

  • kata ‘waspadalah’ yang jelas merupakan suatu peringatan (Mat 7:15).

Calvin: “These words were intended to teach, that the Church would be exposed to various impositions, and that consequently many would be in danger of falling from the faith, if they were not carefully on their guard. We know what a strong propensity men have to falsehood, so that they not only have a natural desire to be deceived, but each individual appears to be ingenious in deceiving himself” (= Kata-kata ini dimaksudkan untuk mengajar bahwa Gereja akan terbuka terhadap bermacam-macam penipuan, dan bahwa banyak orang ada dalam bahaya untuk jatuh dari iman / kepercayaan, jika mereka tidak berjaga-jaga dengan hati-hati. Kita tahu betapa kuatnya kecenderungan manusia pada kepalsuan, sehingga mereka bukan hanya mempunyai keinginan alamiah untuk ditipu, tetapi juga setiap individu kelihatannya berbakat / mempunyai banyak akal dalam menipu dirinya sendiri) - hal 362.


Calvin: “He therefore warns his disciples that, if they desire to persevere, they must prepare themselves to avoid the snares of Satan. ... That we may continue to be his disciples to the end, it is not enough that we are merely submissive, and allow ourselves to be governed by his Word. Our faith, which is constantly attacked by Satan, must be prepared to resist” (= Karena itu Ia memperingati murid-muridNya bahwa jika mereka ingin bertekun, mereka harus mempersiapkan diri mereka sendiri untuk menghindari jerat-jerat dari Setan. ... Supaya kita bisa terus menjadi murid-muridNya sampai akhir, tidak cukup bahwa kita sekedar tunduk, dan mengijinkan diri kita sendiri untuk diperintah / dikuasai oleh FirmanNya. Iman kita, yang terus menerus diserang oleh Setan, harus dipersiapkan untuk menolak / menahan) - hal 362.

  • kata ‘serigala’ (Mat 7:15) yang jelas merupakan seekor binatang yang berbahaya bagi seekor domba.


b) Dimana letak bahayanya?


  • Mereka ‘menyamar sebagai domba’ (Mat 7:15).

NASB/NIV: ’come to you in sheep’s clothing’ (= datang kepadamu dalam pakaian domba). 

Jadi, serigala itu datang kepada domba dengan pakaian / kulit domba. Mereka cuma pakaian / kulitnya saja yang kristen, tetapi dalamnya tidak! Serigala biasa sudah berbahaya, tetapi serigala yang menyamar sebagai domba jauh lebih berbahaya lagi!


D. Martyn Lloyd-Jones: “There are types of life which can closely simulate true Christianity, and they are obviously the most dangerous of all. It seems more and more clear that the greatest enemies of the true Christian faith are not those who are right out in the world militantly persecuting Christianity, or flagrantly ignoring its teaching; but rather those who have a false and spurious Christianity” (= Ada type-type kehidupan yang bisa meniru kekristenan yang benar secara sangat mirip, dan jelas bahwa mereka ini adalah orang-orang yang paling berbahaya. Terlihat dengan makin lama makin jelas bahwa musuh-musuh terbesar dari iman Kristen yang benar bukanlah mereka yang berada di dunia luar yang secara agresif menganiaya kekristenan, atau secara menyolok mengabaikan ajarannya; tetapi mereka yang mempunyai kekristenan yang palsu) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal  255.


  • Mereka disebut sebagai ‘nabi-nabi palsu’ (Mat 7:15).

Jadi, serigala-serigala itu bukan menyamar sebagai orang-orang Kristen biasa, tetapi sebagai ‘nabi’.

  • nabi adalah orang yang aktif dan mempunyai kedudukan tinggi.

Jadi, mereka menyamar sebagai orang yang aktif dalam gereja dan mereka menduduki kedudukan yang tinggi dan penting seperti Majelis, Pengurus komisi, dan sebagainya.

  • nabi adalah orang yang memberitakan Firman Tuhan.

Jadi, mereka menyamar sebagai orang yang memberitakan Firman Tuhan seperti Pendeta, Penginjil, guru sekolah minggu, guru agama dan sebagainya. Ini yang membuat mereka sangat berbahaya. Dengan pengajaran mereka yang sesat mereka menyesatkan banyak orang.


3) Dalam kalangan yang sesat, peringatan terhadap nabi palsu seperti ini juga diberikan.

Kadang-kadang mereka menggunakan peringatan ini supaya jemaat mereka waspada terhadap golongan lain yang juga sesat / salah.


Contoh: Golongan Liberal memperingati jemaat mereka terhadap golongan Kharismatik, atau golongan Kharismatik memperingati jemaat mereka terhadap Katolik.

Tetapi kadang-kadang mereka menggunakan peringatan ini supaya jemaat mereka waspada dan menghindari golongan yang justru benar.


Misalnya:

a) Pada jaman Reformasi, Paus menggunakan bagian ini untuk menyuruh orang Katolik waspada terhadap golongan Protestan / Reformasi.

b) Dalam kalangan G. B. I. Bethany diajarkan bahwa orang yang mengajarkan bahwa bahasa roh tidak bisa diminta, adalah nabi palsu.

Ini sama seperti ‘maling teriak maling’!


Jadi kalau saudara mendengar seorang pendeta memperingati jemaatnya terhadap suatu golongan yang sesat, maka jangan terlalu cepat menganggap bahwa ia tidak sesat / bukan nabi palsu.

II) Ciri-ciri nabi-nabi palsu.


Mat 7:16-18 dan Lukas 6:43-45 menggambarkan bahwa nabi-nabi palsu itu adalah ‘pohon yang tidak baik’ sehingga menghasilkan ‘buah yang tidak baik’. Karena itu apakah seseorang itu nabi asli atau palsu, kita bisa melihatnya dari buahnya. Tetapi apa yang dimaksud dengan ‘buah’?


1) Kebanyakan penafsir mengatakan bahwa ‘buah’ adalah ‘kehidupan’ orang itu.

Jadi, ‘buah yang baik’ menunjuk pada ‘kehidupan yang baik / saleh’, sedangkan ‘buah yang tidak baik’ menunjuk pada ‘kehidupan yang tidak baik’.

Kalau kita membandingkan Mat 7:16-20 / Luk 6 43-45 dengan Mat 3:8-10 dan


Mat 12:24,33-37 (perhatikan bahwa ketiga bagian ini mengandung ayat-ayat yang mirip / sama. Jadi, arti ‘buah’ dalam ketiga bagian ini pasti sama), maka jelas bahwa ‘buah’ artinya adalah ‘kehidupan’. Arti ini cocok dengan kontex (lihat Mat 7:21,23 yang menunjukkan kehidupan yang jahat dari nabi palsu), dan arti ini juga didukung oleh bagian-bagian Kitab Suci yang lain yang menunjukkan bahwa nabi palsu mempunyai hidup yang tidak baik, seperti mengejar keuntungan (Yer 8:10  Tit 1:11  2Pet 2:3), bersikap baik terhadap orang yang menguntungkan (Mikha 3:5), dsb.


Tidak baiknya nabi palsu juga bisa kelihatan dari kata-katanya. Ini terlihat dari ay 45 - “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa dari kata-kata yang tidak baik terlihat hati yang tidak baik. Kata-kata yang tidak baik ini tidak harus diartikan sebagai kata-kata kotor, cabul, makian, dusta, dan sebagainya. Untuk itu perhatikan kata-kata William Barclay di bawah ini.


William Barclay: “Nothing shows the state of a man’s heart so well as the words he speaks when he is not carefully considering his words, when he is talking freely and saying, as we put it, the first thing which comes into his head. If you ask directions to a certain place, one person may tell you it is near such and such a church; another, that it is near such and such a cinema; another, that it is near such and such a football ground; another, that it is near such and such a public house. The very words of the answer to a chance question often show where a man’s thoughts most naturally turn and where the interests of his heart lie” (= Tidak ada yang menunjukkan keadaan hati manusia dengan begitu baik seperti kata-kata yang ia ucapkan pada waktu ia tidak mempertimbangkan kata-katanya dengan teliti, pada waktu ia berbicara secara bebas dan mengatakan hal-hal pertama yang timbul pada pikirannya. Jika engkau menanyakan arah ke suatu tempat tertentu, satu orang akan memberitahumu bahwa itu dekat dengan sebuah gereja tertentu; yang lain memberitahumu bahwa itu dekat dengan sebuah bioskop tertentu; yang lain memberitahumu bahwa itu dekat dengan lapangan sepak bola tertentu; yang lain memberitahumu bahwa itu dekat dengan suatu bangunan umum tertentu. Kata-kata dari jawaban terhadap pertanyaan sembarangan sering menunjukkan kemana pikiran-pikiran orang itu mengarah secara alamiah dan dimana letaknya kesenangan-kesenangan hatinya) - hal 82.


Catatan: kata-kata Barclay ini memang ada benarnya tetapi tentu saja tidak bisa dimutlakkan.

 

Tetapi pengetesan nabi palsu melalui kehidupannya ini sukar dilakukan karena:


a) Kita sukar tahu tentang kehidupan nabi itu dan nabi itu bisa pura-pura saleh, sehingga kalau kita mengenalnya secara tidak terlalu dekat, kita tidak akan bisa mengetahui kejelekan hidupnya.

Test ini hanya bisa kita pakai kalau kita dekat dengan nabi itu sehingga tahu betul-betul tentang hidupnya.


Pulpit Commentary: “It must be remembered that much of that which seems goodness of life, and which seems as if it must have come from a true heart, is not real goodness - it is only pretence. Hypocrisy, the affectation of piety and virtue, is not a good fruit, though it may look very much like it; it is no more ‘good fruit’ in the garden of the Lord than poisonous berries are good fruit on the trees or shrubs of our visible garden” (= Harus diingat bahwa banyak dari apa yang kelihatan sebagai sesuatu yang baik dari kehidupan, dan yang kelihatan seakan-akan pasti datang dari hati yang benar, bukanlah kebenaran yang sejati - itu hanya merupakan kepura-puraan. Kemunafikan, sikap berpura-pura saleh dan baik, bukanlah buah yang baik, sekalipun itu bisa kelihatan sangat mirip dengannya; itu bukanlah ‘buah yang baik’ dalam kebun Tuhan sama seperti buah berry yang beracun bukanlah buah yang baik pada pohon atau semak dari kebun kita yang kelihatan) - hal 162.


b) Sekalipun kita mengenal nabi itu secara dekat, tidaklah terlalu mudah untuk menentukan secara tepat apakah ia ‘baik’ atau ‘tidak baik’. 

Untuk bisa mengerti apa yang saya maksudkan perhatikan beberapa hal di bawah ini:


1. Hidup yang baik bukan hanya terdiri dari kasih / sabar / penguasaan diri.

Biasanya hal-hal inilah yang digunakan orang untuk menilai apakah seseorang itu baik atau tidak. Tetapi jelas bahwa hidup tidaklah terdiri hanya dari hal-hal ini, sehingga penilaian yang hanya didasarkan pada hal-hal ini merupakan penilaian yang sangat tidak akurat.


2. Ada hal-hal yang sering dianggap tidak baik, tetapi sebetulnya baik.

Misalnya: tidak kompromi dalam persoalan kebenaran, ada ketegasan, jujur, marah / benci / bersikap keras terhadap dosa / kesesatan, mengutamakan Tuhan lebih dari manusia (manusia yang kita sekunderkan itu akan menganggap ini tidak baik!), menceritakan tentang nabi palsu (ini bisa dianggap sebar gosip / tidak kasih).


3. Ada hal-hal yang kelihatan baik padahal jelek, seperti:

  • mengatakan kita tidak tahu orang kafir yang mati itu pergi kemana, karena kita tidak maha tahu. Ini kelihatannya rendah hati / tidak menghakimi, tetapi bertentangan dengan Kitab Suci / Yoh 14:6.

  • sabar pada waktu ada penyesatan atau dosa memalukan dalam gereja. Bandingkan dengan 2Kor 11:4  1Kor 5:1-13 yang jelas mengecam ‘tindakan baik’ ini.

  • kompromistis. Ini kelihatannya bijaksana, tidak karepe dewe, mau mengerti orang lain, dan sebagainya, tetapi ini jelas bertentangan dengan Kitab Suci.

  • percaya diri sendiri. Ini sering dianggap baik, tetapi justru dikecam dalam banyak bagian Kitab Suci (bdk. Yak 4:13-17  Yer 16:5-7).


Dari 3 hal di atas ini terlihat dengan jelas bahwa untuk bisa meninjau secara benar kehidupan seseorang itu benar atau tidak, saudara harus mengerti banyak tentang Kitab Suci! Kalau saudara tidak mengerti banyak tentang Kitab Suci, maka saudara tidak bisa meninjau secara benar, sehingga bisa saja nabi asli saudara anggap sebagai nabi palsu dan sebaliknya! Karena itu banyaklah belajar Kitab Suci!


c) Semua nabi asli juga adalah manusia berdosa.

Bandingkan dengan Daud yang berzinah, membunuh, dan sebagai-nya, padahal ia adalah nabi asli.

Memang sebetulnya, sekalipun nabi palsu maupun asli itu adalah manusia berdosa, tetapi ada bedanya. Nabi asli punya kesungguhan untuk taat. Tetapi inipun adalah sesuatu yang sukar terlihat.


2) Calvin menolak bahwa ‘buah’ menunjuk pada kehidupan (dengan alasan bahwa kemunafikan nabi-nabi palsu itu bisa menyembunyikan kehidupannya yang tidak baik) dan ia mengatakan bahwa ‘buah’ menunjuk pada ‘ajaran’, dan Calvin menggunakan Luk 6:45 sebagai dasar pandangannya ini.


Lukas 6:45 - “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya”.

Calvin menganggap bahwa kata-kata ‘yang diucapkan mulutnya’ menunjuk pada ajaran dari nabi itu.


Dan Calvin lalu berkata: “Believers ought to examine carefully what kind of doctrine is taught by those who profess to be the servants of God. ‘Titles (he says) are of little value, till the speaker give actual evidence that he is sent by God.’” [= Orang-orang percaya harus memeriksa secara teliti jenis doktrin apa yang diajarkan oleh mereka yang mengaku sebagai pelayan Allah. ‘Gelar-gelar (katanya) tidak ada artinya sampai pembicara itu memberikan bukti yang benar bahwa ia diutus oleh Allah’] - hal 366.


Penafsiran bahwa ‘buah’ menunjuk pada ‘ajaran’ didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu mengajarkan ajaran yang sesat (Ul 13:1-3  2Pet 2:1  Gal 1:6-9  Tit 1:11  1Yoh 4:1-3  2Yoh 7-11).


Ciri-ciri ajaran nabi palsu:


a) Membuang hal-hal benar yang penting dari ajarannya.

D. Martyn Lloyd-Jones: “It is a teaching, the falseness of which is to be detected by what it does not say rather than by what it does say. ... We have somehow got hold of the idea that error is only that which is outrageously wrong; and we do not seem to understand that the most dangerous person of all is the one who does not emphasize the right things” (= Ini merupakan pengajaran, yang kepalsuannya harus dideteksi oleh apa yang tidak diajarkan dari pada oleh apa yang diajarkan. ... Entah bagaimana kita mempercayai gagasan bahwa kesalahan hanyalah sesuatu yang sangat salah; dan kita kelihatannya tidak mengerti bahwa orang yang paling berbahaya dari semua adalah orang yang tidak menekankan hal-hal yang benar) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal  243-244.


Ada 2 hal yang harus diperhatikan dari kutipan di atas ini:

  • jangan membayangkan bahwa ajaran sesat itu merupakan ajaran yang ‘sangat salah’, dalam arti ajaran itu mengajarkan saudara untuk membunuh, memperkosa, dan sebagainya. Ajaran sesat bisa mengajar sesuatu yang baik, seperti jujur, kasih dan sebagainya.

  • seringkali seorang nabi palsu terlihat kesesatannya bukan dari apa yang ia ajarkan tetapi dari apa yang tidak ia ajarkan.

D. Martyn Lloyd-Jones: “To conceal the truth is as reprehensible and as damnable as to proclaim an utter heresy” (= Menyembunyikan kebenaran merupakan sesuatu yang sama patut dicela dan dikecam / dikutuknya seperti memberitakan sesuatu yang sama sekali sesat) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal  245.


Catatan: yang dimaksud dengan menyembunyikan kebenaran di sini, adalah menyembunyikannya untuk seterusnya. Kalau kita menyembunyikan kebenaran untuk sementara waktu, karena kita menganggap orang itu belum siap menerima kebenaran tersebut, tentu hal ini tidak bisa disalahkan.


Contoh: Dalam kalangan Liberal, Injil dibuang, dan hanya ditekankan ajaran moral dan etika! Tetapi apakah ini berarti bahwa para nabi palsu ini tidak pernah berbicara tentang Yesus? Memang ada yang jarang berbicara tentang Yesus, tetapi ada juga yang sekalipun banyak berbicara tentang Yesus, tetapi tetap sesat.


D. Martyn Lloyd-Jones: “The false prophet talks about ‘Jesus’; he even delights to talk about the cross and the death of Jesus. But the vital question is, What is his view of that death? What is his view of that cross? ... Does he realize that Christ dies on the cross because it was the only way to make expiation and propitiation for sin? Does he really believe that Christ was there crucified as a substitute for him, that He was bearing ‘in his own body on the tree’ his guilt and the punishment of his guilt and sin? Does he believe that if God had not punished his sin there in the body of Christ on the cross, I say it with reverence, then even God could not have forgiven him? Does he believe that it was only by setting forth His own Son as a propitiation for our sins on the cross that God could be ‘just, and the justifier of him which believeth in Jesus’ (Romans 3:25,26)? Merely to talk about Christ and the cross is not enough. Is it the biblical doctrine of the substitutionary penal atonement? That is the way to test the false prophet” [= Nabi palsu berbicara tentang ‘Yesus’; ia bahkan senang berbicara tentang salib dan kematian Yesus. Tetapi pertanyaan yang sangat penting adalah: apa pandangannya tentang kematian itu? Apa pandangannya tentang salib? ... Apakah ia menyadari bahwa Kristus mati pada kayu salib karena itu merupakan satu-satunya jalan untuk membuat penebusan dan pendamaian untuk dosa? Apakah ia percaya bahwa Kristus disalib di sana sebagai pengganti untuk dia, bahwa Ia sedang memikul ‘di dalam tubuhNya di kayu salib’ kesalahannya dan hukuman dari kesalahan dan dosanya? Apakah ia percaya bahwa jika Allah tidak menghukum dosanya di sana dalam tubuh Kristus di kayu salib, saya mengatakan dengan hormat, maka bahkan Allah tidak bisa mengampuninya? Apakah ia percaya bahwa hanya dengan mengajukan AnakNya sendiri sebagai pendamaian untuk dosa-dosa kita pada kayu saliblah maka Allah bisa ‘benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus’ (Roma 3:25-26)? Semata-mata berbicara tentang Kristus dan salib tidaklah cukup. Apakah itu merupakan doktrin alkitab tentang penebusan yang bersifat menggantikan? Itulah jalan untuk mengetest nabi palsu] - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal  247.


b) Selalu memberitakan hal-hal yang menyenangkan (bdk. 2Taw 18:12  Yer 8:11  Yer 23:16-17).

D. Martyn Lloyd-Jones: “The false prophet is a man who has no ‘strait gate’ or ‘narrow way’ in his gospel. He has nothing which is offensive to the natural man; he pleases all. ... He has such a nice and comfortable and comforting message. He pleases everybody and everybody speaks well of him. He is never persecuted for his preaching, he is never criticized severely. He is praised by the Liberals and Modernists, he is praised by the Evangelicals, he is praised by everybody. He is all things to all men in that sense; there in no ‘strait gate’ about him, there is no ‘narrow way’ in his message, there is none of ‘the offence of the cross’.” (= Nabi palsu adalah seseorang yang tidak mempunyai ‘pintu yang sesak’ atau ‘jalan yang sempit’ dalam injilnya. Ia tidak mempunyai apa yang menyakitkan / melukai / membuat tersandung manusia alamiah; ia menyenangkan semua orang. ... Ia mempunyai berita / pesan yang begitu bagus, menyenangkan dan menghibur. Ia menyenangkan setiap orang dan setiap orang berbicara secara baik tentang dia. Ia tidak pernah dianiaya untuk khotbahnya, ia tidak pernah dikritik secara keras. Ia dipuji oleh golongan Liberal dan Modernist, ia dipuji oleh golongan Injili, ia dipuji oleh setiap orang. Ia adalah segala sesuatu bagi semua orang dalam arti itu; di sana tidak ada ‘pintu sesak’ tentang dia, di sana tidak ada ‘jalan sempit’ dalam pemberitaannya, di sana tidak ada ‘batu sandungan dari salib’) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal  244.


Bandingkan dengan ini dengan Bambang Noorsena yang selalu menyesuaikan ajarannya dengan para pendengarnya.

Bandingkan juga dengan Yer 8:11 - “Mereka mengobati luka puteri umatKu dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera”.


Catatan: Yer 8:11 ini berbicara tentang nabi-nabi palsu, dan ini bisa saudara lihat dari Yer 8:10b.


D. Martyn Lloyd-Jones: “The false prophet is always a very comforting preacher. As you listen to him he always gives you the impression that there is not very much wrong. He admits, of course, that there is a little; he is not fool enough to say that there in nothing wrong. But he says that all is well and will be well” (= Nabi palsu selalu merupakan seorang pengkhotbah yang sangat menyenangkan / menghibur / menenangkan. Pada saat engkau mendengarkannya ia selalu memberimu kesan bahwa tidak ada yang terlalu salah. Tentu saja ia mengakui bahwa ada sedikit kesalahan; ia tidak begitu bodoh untuk mengatakan bahwa sama sekali tidak ada yang salah. Tetapi ia mengatakan bahwa semua baik-baik dan akan baik-baik) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal  244-245.


D. Martyn Lloyd-Jones: “the false prophet very rarely tells you anything about the holiness, the righteousness, the justice, and the wrath of God. He always preaches about the love of God, ... He never makes anyone tremble as he thinks of this holy and august Being with whom we all have to do. He does not say that he does not believe these truths. No; that is not the difficulty. The difficulty with him is that he says nothing about them. He just does not mention them at all” (= nabi palsu sangat jarang memberitahumu apapun tentang kekudusan, kebenaran, keadilan, dan kemurkaan Allah. Ia selalu berkhotbah tentang kasih Allah, ... Ia tidak pernah membuat orang gemetar pada waktu ia memikirkan Allah yang kudus dan penuh kebesaran dengan siapa kita semua harus berurusan. Ia tidak mengatakan bahwa ia tidak mempercayai kebenaran-kebenaran ini. Tidak; itu bukanlah problem / persoalannya. Problem / persoalan dengan dia adalah bahwa ia tidak berkata apa-apa tentang kebenaran-kebenaran itu. Ia hanya tidak menyebutkannya sama sekali) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 245.


Lloyd-Jones (hal 246) juga mengatakan bahwa nabi palsu tidak pernah mengajar tentang neraka atau penghakiman akhir jaman. Mengapa? Karena ini bukan berita yang menyenangkan bagi pendengarnya, dan bahkan sebaliknya ini merupakan berita yang menakutkan.


3) Lloyd-Jones (hal 242) menggabungkan kedua pandangan tersebut di atas. Jadi, menurut dia, ‘buah’ menunjuk baik pada ‘kehidupan’ maupun pada ‘ajaran’.

III) Cara menghadapi nabi-nabi palsu / ajaran-ajaran sesat.


1) Doa.

Doa merupakan sesuatu yang penting dalam menghadapi penyesatan / nabi palsu.

Calvin: “whatever may be the attacks of Satan, let us go boldly to the Lord, asking from him the Spirit of wisdom, by whose influences he not only seals on our hearts the belief of his truth, but exposes the tricks and impositions of Satan, that we may not be deceived by them” (= apapun serangan Setan, hendaklah kita datang dengan berani kepada Tuhan, meminta dariNya Roh hikmat, yang bukan hanya memeteraikan pada hati kita kepercayaan pada kebenaranNya, tetapi juga menyingkapkan tipu muslihat / akal dan tipuan dari Setan, supaya kita tidak ditipu olehnya) - hal 363.


2) Bandingkan semua ajaran dengan Firman Tuhan.

Calvin: “all doctrines must be brought to the Word of God as the standard” (= semua doktrin harus dibawa kepada Firman Allah sebagai standard) - hal 365.

Calvin: “There is a great difference between a proper method of guarding against being deceived, and a hasty rejection without knowing why” (= Ada perbedaan yang besar antara metode yang benar untuk berjaga-jaga supaya tidak ditipu, dan penolakan tergesa-gesa tanpa tahu alasannya) - hal 364 (footnote).


Calvin: “those who tremblingly reject or avoid a doctrine unknown to them, act improperly, and are very far from obeying the command of Christ” (= mereka yang dengan gemetar menolak atau menghindari suatu doktrin / ajaran yang tidak mereka kenal, bertindak secara salah, dan sangat jauh dari ketaatan terhadap perintah Kristus) - hal 364.


Ada pertanyaan: bukankah hanya sedikit orang kristen yang mempunyai kemampuan membedakan buah seperti ini? Calvin menjawab bahwa ada Roh Kudus, yang pasti menolong, asal orang kristen tidak mempercayai diri mereka sendiri (PD), dan menyerahkan diri kepada pimpinanNya.

Calvin: “no man can be deceived by false prophets, unless he is wilfully blind” (= tidak ada orang yang bisa ditipu oleh nabi-nabi palsu, kecuali ia sengaja menjadi buta) - hal 365.


3) Penggunaan Pengakuan Iman (credo).

Pengakuan Iman meringkas dan memformulakan doktrin-doktrin penting dalam Kitab Suci. Dengan dibaca setiap minggu, maka diharapkan doktrin-doktrin yang sudah diringkas dan diformulakan ini menjadi tertanam dalam hati / pikiran kita, sehingga pada waktu kita menerima suatu ajaran yang berbeda dengan Pengakuan Iman itu, kita bisa langsung mengetahuinya.


Karena itu kita tentu saja tidak boleh menggunakan seadanya / sembarang Pengakuan Iman, dan Pengakuan Iman itu sendiri berada di bawah otoritas Kitab Suci dan harus dicheck dengan Kitab Suci.


Mulai minggu ini GKRI EXODUS akan menggunakan 4 Pengakuan Iman secara bergantian, yaitu:

  • 12 Pengakuan Iman Rasuli.

  • Pengakuan Iman Nicea - Konstantinople (+ Toledo).

  • Pengakuan Iman Athanasius.

  • Pengakuan Iman Chalcedon.

Melalui penggunaan Pengakuan Iman - Pengakuan Iman ini diharapkan saudara bisa terhindar dari doktrin-doktrin sesat khususnya dalam persoalan Kristologi dan Allah Tritunggal, seperti yang diajarkan oleh Bambang Noorsena, Jusuf Roni, dan Abu Bakar dengan Gereja Orthodox Syrianya. 

Kesimpulan / penutup.


Kalau dalam hal makanan jasmani saudara memilih makanan yang baik dan menyensor yang tidak baik, maka lebih-lebih lagi saudara harus melakukannya dalam persoalan makanan rohani! Maukah saudara? Tuhan memberkati saudara.

LUKAS 6:46-49

I) Berseru ‘Tuhan, Tuhan’, tetapi tidak taat (Lukas 6: 46).


1) Berseru ‘Tuhan, Tuhan’.

Ini bisa menunjuk kepada:

  • orang kristen yang menyatakan Pengakuan Iman.

  • orang Kristen yang mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat-nya secara pribadi.

  • orang Kristen yang berseru ‘Tuhan, Tuhan’ dalam kebaktian / pelayanan, mungkin pada waktu berdoa atau menyanyikan lagu pujian.


Pengakuan Yesus sebagai Tuhan merupakan sesuatu yang sangat penting, karena Ro 10:9 - “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”.


‘Pengakuan Yesus sebagai Tuhan’ yang benar hanya bisa terjadi jika ada pekerjaan Roh Kudus. Bdk. 1Kor 12:3 - “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: ‘Terkutuklah Yesus!’ dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus”.


Pada akhir jaman, semua orang akan mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan.

Fil 2:9-11 - “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.


Pada saat itu orang-orang yang selama hidupnya memang sudah percaya kepada Yesus akan mengaku dengan sukacita, tetapi orang-orang yang selama hidupnya tidak percaya kepada Yesus akan mengaku dengan terpaksa, dan tanpa ada gunanya. Pengakuan pada saat itu tidak akan menyebabkan mereka diampuni. Karena itu dari pada mengaku secara terpaksa pada saat itu, percayalah dan akuilah Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara sekarang juga!


Apa artinya pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan?

‘The International Standard Bible Encyclopedia’, vol 3: “Whenever worshipping Christians repeated the Church’s earliest confession of faith, ‘Jesus is Lord,’ they were ... acknowledging the deity of Jesus Christ (Jn. 20:28; Phil. 2:6,9-11); ... admitting the Lord’s personal rights to absolute supremacy in the universe, the Church, and individual lives (Acts 10:36; Rom. 10:12; 14:8; 1Cor. 8:6; Jas. 4:15); ... declaring everyone’s accountability to the Lord, the righteous judge (1Cor. 4:5; 2Tim. 4:1,8); ... repudiating their former allegiance to many pagan ‘lords’ and reaffirming their loyalty to the one Lord through and in whom they existed (1Cor. 8:5f; 1Tim. 6:15)” [= Kapanpun orang-orang Kristen yang berbakti mengucapkan pengakuan iman Gereja yang mula-mula: ‘Yesus adalah Tuhan’, mereka ... sedang mengakui keilahian Yesus Kristus (Yoh 20:28; Fil 2:6,9-11); ... mengakui hak pribadi Tuhan sebagai pemegang kuasa / otoritas tertinggi yang mutlak dalam alam semesta, Gereja, dan kehidupan individuil (Kis 10:36; Ro 10:12; 14:8; 1Kor 8:6; Yak 4:15); ... menyatakan tanggung jawab setiap orang kepada Tuhan, hakim yang adil / benar (1Kor 4:5; 2Tim 4:1,8); ... pembatalan kesetiaan mereka yang dahulu kepada banyak ‘tuhan’ kafir dan penegasan kembali akan kesetiaan mereka kepada satu Tuhan melalui dan di dlam siapa mereka ada (1Kor 8:5-dst; 1Tim 6:15)] - hal 158.


2) Berseru ‘Tuhan, Tuhan’ tetapi tidak taat.


a) Ini merupakan suatu kontradiksi.

Jelas merupakan suatu kontradiksi jika kita mengaku / menyebut Yesus sebagai Tuhan, tetapi kita tidak mentaatiNya.


Ada kata-kata indah yang berbunyi:

“You call Me the way but you do not follow Me,

You call Me the light but you do not see Me,

You call Me the teacher but you do not listen to Me,

You call Me the Lord but you do not serve Me,

You call Me the truth but you do not believe in Me,

Do not be surprised if one day I don’t know you”.


Terjemahannya:

“Engkau menyebut Aku jalan, tetapi engkau tidak mengikut Aku,

Engkau menyebut Aku terang, tetapi engkau tidak melihat Aku,

Engkau menyebut Aku guru, tetapi engkau tidak mendengarkan Aku,

Engkau menyebut Aku Tuhan, tetapi engkau tidak melayani Aku,

Engkau menyebut Aku kebenaran, tetapi engkau tidak  percaya kepadaKu,

Jangan kaget, jika suatu hari Aku tidak mengenal kamu”.


Kontradiksi antara pengakuan di mulut dan kehidupan sehari-hari ini banyak sekali, misalnya:

  • orang yang mengaku bahwa Allah itu ada, tetapi hidup seakan-akan Allah tidak ada.

  • orang Kristen / pendeta yang mengaku bahwa Kitab Suci adalah Firman Tuhan, tetapi tidak mempelajarinya ataupun mengajarkannya secara serius.

  • orang Kristen / pendeta yang mengaku Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, tetapi tidak memberitakan Injil.

  • orang Kristen yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi tidak melayaniNya / mentaatiNya.


Kontradiksi ini menyebabkan Yesus mengucapkan ay 46 - “Mengapa kamu berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.

Ketidak-taatan dari orang yang mulutnya mengaku Yesus sebagai Tuhan ini, bisa terjadi karena mereka tunduk / taat kepada manusia (pendeta, boss, dsb), tetapi tidak kepada Tuhan.


C. H. Spurgeon: “They call Jesus ‘Lord’; but they do what others say rather than what Jesus says” (= Mereka menyebut / memanggil Yesus ‘Tuhan’, tetapi mereka melakukan apa yang orang lain katakan dan bukannya yang Yesus katakan) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 625.


b) Dengan melakukan seperti ini mereka akan sama dengan para tokoh Yahudi.

Pulpit (hal 149) mengatakan bahwa di bawah kata-kata Tuhan Yesus dalam ay 46 ini tersembunyi suatu pemikiran sebagai berikut: ‘Pemimpin-pemimpin buta itu (para tokoh agama Yahudi) mengaku Allah dengan mulut / bibir mereka, tetapi mereka hidup dalam dosa. Kamu, para pengikutKu, tidak boleh berlaku seperti itu’. Bdk. Mat 5:20.


c) Seruan ‘Tuhan, Tuhan’, yang sekedar disebabkan oleh pembangkitan emosi, tidak ada gunanya.


Pulpit Commentary (hal 163) mengatakan bahwa jaman sekarang banyak orang Kristen yang senang dengan pembangkitan emosi. Pada saat emosi dibangkitkan, mereka berteriak: ‘Tuhan, Tuhan!’, dan kelihatannya teriakan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Tetapi hal seperti ini tidak ada harganya, dan begitu badai pertama muncul, ini akan hancur. Untuk menuruti nasehat Yesus ini, kita harus mempunyai keyakinan yang kuat bahwa kita berhutang segala sesuatu kepada Allah dan Juruselamat kita, dan lalu mengambil keputusan yang teguh / tak berubah untuk menyerahkan hati dan hidup kita kepada Dia.


d) Pengakuan Iman harus dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

C. H. Spurgeon: “It is one thing to have a creed; it is quite another thing to have the truth graven upon the tables of the hearts” (= Mempunyai pengakuan iman sangat berbeda dengan mempunyai kebenaran diukirkan pada loh hati) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 618.


Mungkin GKRI EXODUS mempunyai Pengakuan Iman yang hebat, karena menggunakan 12 Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinople, Pengakuan Iman Athanasius, dan Pengakuan Iman Chalcedon. Tetapi, mengatakan bahwa EXODUS mempunyai Pengakuan Iman yang hebat tidaklah sama dengan mengatakan bahwa jemaat Exodus mempunyai iman yang hebat. Pada waktu melakukan pengakuan iman itu apakah saudara betul-betul mempercayainya? Dan apakah saudara betul-betul berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana pengakuan iman yang kelihatannya bersifat teoritis itu bisa diwujudkan dalam hidup sehari-hari? Salahsatunya, dengan mewujudkan pengakuan tentang ke-Tuhan-an Yesus itu dalam ketaatan kepadaNya dalam hidup sehari-hari!

II) Mendengar Firman Tuhan tetapi tidak taat (Lukas 6: 47-49).


1) ‘Mendengar’ jelas merupakan suatu hal yang sangat penting.

Tuhan Yesus berulangkali mengatakan: Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar (Mat 13:9  Wah 2-3).

Amsal 12:1 - “Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu”


Pkh 4:17 - “Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat”.

1Pet 2:2-3 - “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan”.


C. H. Spurgeon: “These parables describes two classes of hearers; but they say nothing of those who are not hearers. ... there are tens of thousands to whom the preaching of the gospel is as music in the ears of a corpse. They shut their ears and will not hear, though the testimony be concerning God’s own Son, and life eternal, and the way to escape from everlasting wrath. ... To what, then, are these men like? They may fitly be compared to the man who built no house whatever, and remained homeless by day and shelterless by night. When worldly trouble comes like a storm those persons who will not hear the words of Jesus have no consolation to cheer them; when sickness comes they have no joy of heart to sustain them under its pains; and when death, that most terrible of storms, beats upon them they feel its full fury, but they cannot find a hiding place. They neglect the housing of their souls, and when the hurricane of almighty wrath shall break forth in the world to come they will have no place of refuge, In vain will they call upon the rocks to fall upon them, and the mountains to cover them. They shall be in that day without a shelter from the righteous wrath of the Most High” [= Perumpamaan ini menggambarkan 2 golongan pendengar; tetapi tidak berbicara apa-apa tentang mereka yang bukan pendengar. ... ada puluhan ribu orang bagi siapa pemberitaan Injil bagaikan musik di telinga mayat. Mereka menutup telinga mereka dan tidak mau mendengar, sekalipun itu adalah kesaksian mengenai Anak Allah, dan hidup yang kekal, dan cara untuk lolos dari murka yang kekal. ... Orang-orang ini seperti apa? Mereka bisa digambarkan sebagai orang yang tidak membangun rumah sama sekali, dan tidak mempunyai rumah pada siang hari dan tidak mempunyai perlidungan pada malam hari. Pada waktu kesukaran duniawi datang seperti badai, orang-orang yang tidak mau mendengar kata-kata Yesus ini, tidak mempunyai penghiburan untuk membuat mereka bergembira; pada waktu penyakit datang mereka tidak mempunyai sukacita di hati untuk menopang mereka; dan pada waktu kematian, badai yang paling hebat, menghantam mereka, mereka merasakan kemarahannya secara penuh, tetapi mereka tidak bisa mendapatkan tempat untuk bersembunyi. Mereka mengabaikan rumah untuk jiwa mereka, dan pada waktu badai dari kemurkaan yang maha kuasa datang dengan tiba-tiba maka dalam dunia yang akan datang mereka tidak mempunyai tempat perlindungan. Sia-sia mereka meminta batu-batu untuk jatuh ke atas mereka dan gunung-gunung untuk menutup / menimbun mereka (bdk. Wah 6:16). Pada hari itu mereka akan tidak mempunyai perlindungan dari kemurkaan yang benar dari Yang Maha Tinggi] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 623-624.


C. H. Spurgeon: “Oh, my friend, if the word of God comes to you, and you decline to hear it, and therefore do not believe in Jesus, but die in your sins, what is this but soul-suicide?” (= O temanku, jika firman Allah datang kepadamu, dan engkau menolak untuk mendengarnya, dan karena itu tidak percaya kepada Yesus, tetapi mati dalam dosamu, apakah ini selain bunuh diri jiwa?) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 624.


Spurgeon menambahkan dengan mengutip Ibr 12:25 - “Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga?”.


Karena ‘mendengar’ itu sesuatu yang penting, maka kita bukan hanya harus mendengar, tetapi juga harus hati-hati untuk tidak ‘mendengar’ secara salah, misalnya:


a) ‘Mendengar’ tetapi tidak maju dalam pengertian.

Kitab Suci menyatakan adanya orang yang sekalipun kelihatannya selalu mau belajar, tetapi tidak maju-maju dalam pengertian. 2Tim 3:7 - “yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran”.


Mungkin ini seperti ‘tanah tepi jalan’ dalam Mat 13:18-19 - “Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan”.

Atau seperti Mat 13:14-15 - “Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka”.


b) Tidak maju dalam kemampuan mendengar.

1Korintus 3:1-3 - “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?”.


Ibrani 5:11-14 - “Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan. Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat”.


Penerapan: Ada yang tidak mau ikut Pemahaman Alkitab karena terlalu sukar. Ini tidak maju dalam kemampuan mendengar. Mestinya kalau tidak mengerti, pinjam cassettenya, dengar lagi di rumah sambil lihat makalahnya, dan diulang-ulang sampai mengerti. Kalau ini saudara lakukan terus, saudara akan maju dalam kemampuan mendengar!

Waktu saya dulu pertama-tama dipanggil Tuhan, saya sukar sekali mengerti dalam membaca buku-buku theologia. Tetapi saya berjuang terus, dan sekarang saya bisa.


c) Mendengar tetapi tidak tekun.

Amsal 19:27 - “Hai anakku, jangan lagi mendengarkan didikan, kalau engkau menyimpang juga dari perkataan-perkataan yang memberi pengetahuan”.

KJV: ‘Cease, my son, to hear the instruction that causeth to err from the words of knowledge’ (= Berhentilah, anakku, untuk mendengar ajaran yang menyebabkan kita menyimpang dari kata-kata pengetahuan). KJV ini menyuruh untuk berhenti mendengar ajaran sesat / salah. 


NIV: ‘Stop listening to instruction, my son, and you will stray from the words of knowledge’ (= Berhentilah mendengar instruksi, anakku, dan engkau akan tersesat dari kata-kata pengetahuan).

NASB: ‘Cease listening, my son, to discipline, and you will stray from the words of knowledge’ (= Berhentilah mendengar, anakku, pada disiplin, dan engkau akan tersesat dari kata-kata pengetahuan).

Baik NIV maupun NASB menunjukkan bahwa orang yang berhenti mendengar / belajar Firman Tuhan, akan tersesat!


2) Mendengar tetapi tidak melakukan.


a) Perumpamaan tentang 2 orang yang membangun rumah (ay 48-49).

Barclay mengatakan bahwa pada musim panas sungai-sungai di sana kering, sehingga pada tepinya hanya ada pasir (mungkin seperti kali Porong). Tetapi pada musim hujan sungai penuh lagi dan mengalir dengan deras. Orang yang membangun di atas pasir itu, memang mudah dan cepat, tetapi akan mengalami kerugian. Sebaliknya, orang yang bijaksana akan membangun di atas batu, yang sekalipun sukar dan lama, tetapi aman.


Mengapa orang mau membangun rumah di atas pasir?


1. Ia tidak mau bekerja keras, mau gampangnya saja.

William Barclay: “It may be easier to take our way than it is to take Jesus’s way but the end is ruin; Jesus’ way is the way to security here and hereafter” [= Mungkin lebih mudah untuk mengambil jalan kita dari pada mengambil jalannya Yesus, tetapi akhirnya adalah kehancuran; jalannya Yesus merupakan jalan kepada keamanan, di sini dan selanjutnya (di alam baka)] - hal 83.


C. H. Spurgeon: “Of the two houses, one was built, I doubt not, with far less trouble than the other. Digging foundations in hard rocks, as I have said, takes time, but it also involves labour” (= Dari kedua rumah, saya tidak meragukan bahwa yang satu dibangun dengan kesukaran yang jauh lebih sedikit dari pada yang lain. Menggali fondasi pada batu yang keras, seperti yang telah saya katakan, membutuhkan waktu, tetapi juga menyangkut kerja keras) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 614.


C. H. Spurgeon: “He bids you repent of sin, trust his blood, love his word, and seek after holiness; but it is much easier to admire these things without following after them in your life. To feign repentance and faith is not difficult, but genuine godliness is heart-work, and requires thought, care sincerity, prayerfulness, and watchfulness. Believe me, real religion is no sport” [= Ia memintamu untuk bertobat dari dosa, percaya pada darahNya, mengasihi firmanNya, dan mencari kekudusan; tetapi adalah jauh lebih mudah untuk mengagumi hal-hal ini tanpa mengikutinya dalam hidupmu. Membuat-buat pertobatan dan iman tidaklah sukar, tetapi kesalehan yang asli merupakan pekerjaan hati (digunakan kata ‘heart-work’; yang mungkin merupakan permainan kata dengan ‘hard-work’), dan membutuhkan pemikiran, perhatian, doa, dan sikap berjaga-jaga. Percayalah, agama yang sungguh-sungguh bukanlah permainan / kesenangan] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 626.


Kalau saudara adalah orang Kristen yang cuma senang hura-hura, mungkin saudara lebih cocok ada di gereja-gereja Kharismatik.


C. H. Spurgeon: “The crown of eternal glory is not won without fighting, nor the prize of our high calling received with running; yet by just making a holy profession, and practising an outward form, a man imagines that the same result is produced as by seeking the Lord with his whole heart, and believing in the Lord Jesus. If it were so, there would be a fine broad road to heaven, and Satan himself would turn pilgrim” (= Mahkota dari kemuliaan kekal tidaklah dimenangkan tanpa pergumulan, juga hadiah untuk panggilan kita tidak diterima tanpa berlari; tetapi hanya dengan membuat pengakuan kudus, dan mempraktekkan hal-hal lahiriah, seseorang membayangkan bahwa akan dihasilkan hasil yang sama seperti kalau ia mencari Tuhan dengan segenap hati, dan percaya kepada Tuhan Yesus. Seandainya itu benar, maka ada jalan yang lebar ke surga, Dan Setan sendiri akan menjadi seorang yang menuju tempat kudus) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 626.


2. Ia mau rumah itu cepat jadi.

C. H. Spurgeon: “one of them built his house more quickly than the other. ... But all haste is not good speed, and there be some who travel too fast to hold. Unsound professors are often very rapid in their supposed spiritual growth. They were yesterday unconverted, to-day they become believers, to-morrow they begin to teach, the next day they are made perfect. ... They come up in a night, and alas! too often, like Jonah’s gourd, they perish also in a night. ... It may be that some mourner is lamenting bitterly that he makes very slow progress in grace. ... Well, friend, you are building slowly, but if it be surely, you shall have no cause to regret that deep digging. Small cause will you have to mourn that it took you longer to arrive at peace than it did your hasty friend, if your peace shall last you to eternity, while his hope shall be a possession in cloudland, driven away of the wind” [= satu dari mereka membangun rumah mereka secara lebih cepat dari yang lain. ... Tetapi semua ketergesa-gesaan tidak baik, dan ada orang-orang yang berjalan terlalu cepat. Pengaku-pengaku yang tidak sehat seringkali sangat cepat dalam apa yang mereka duga sebagai pertumbuhan rohani mereka. Kemarin mereka belum bertobat, hari ini mereka menjadi orang percaya, besok mereka mulai mengajar, dan hari berikutnya mereka menjadi sempurna. ... Mereka muncul dalam satu malam, dan seringkali, seperti pohon jaraknya Yunus, mereka binasa juga dalam satu malam (bdk. Yun 4:10). ... Mungkin ada orang yang berkabung yang meratap dengan sedih karena ia mengalami kemajuan yang sangat pelan dalam kasih karunia. ... Teman, engkau sedang membangun dengan perlahan-lahan, tetapi kalau kemajuan itu pasti, maka engkau tidak mempunyai alasan untuk menyesali penggalian yang dalam itu. Engkau tidak punya alasan untuk bersedih bahwa engkau membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai kepada damai dari pada temanmu yang tergesa-gesa itu, jika damaimu akan bertahan sampai kekekalan, sementara pengharapannya merupakan sesuatu yang ada di alam khayalan, disingkirkan oleh angin] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 614.


C. H. Spurgeon: “This rapid grower never asks, ‘Has my religion changed my conduct? Is my faith attended by a new nature? Does the Spirit of God dwell in me? Am I really what I profess to be, or am I but a bastard professor after all?’ No, he puts aside all enquiry as a temptation of the devil. He takes every good thing for granted, and votes that all is gold which glitters. ... He has joined the church: he has commenced work for God: he is boasting of his own attainments: he hints that he is perfect. But is this mushroom building safe? ... It is better to tremble at God’s word than boldly to presume. It is better to be fearful, lest after all we may be castaways, than to harden one’s forehead with vain confidence” [= Orang-orang yang bertumbuh dengan cepat ini tidak pernah bertanya: ‘Apakah agamaku telah mengubah kelakuanku? Apakah imanku disertai dengan hidup yang baru? Apakah Roh Allah tinggal di dalamku? Apakah aku adalah seperti yang aku akui, atau apakah aku adalah seorang pengaku blasteran?’ Tidak, ia menyingkirkan semua pertanyaan dan menganggapnya sebagai pencobaan dari setan. Ia menganggap benar setiap hal yang baik, dan menyatakan bahwa semua yang berkilauan adalah emas. ... Ia telah bergabung dengan gereja: ia telah melayani Allah: ia membanggakan pencapaiannya: ia membayangkan bahwa ia sempurna. Tetapi apakah bangunan yang bertumbuh cepat ini aman? ... Adalah lebih baik untuk gemetar di hadapan firman Allah dari pada secara berani menganggap benar tanpa bukti. Adalah lebih baik untuk menjadi takut bahwa kita akan ditolak (bdk. 1Kor 9:27), dari pada mengeraskan dahi dengan keyakinan yang sia-sia] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 626.


3. Ia berpikiran pendek. Pokoknya sekarang enak.

William Barclay: “In every decision in life there is a short view and a long view. Happy is the man who never barters future good for present pleasure” (= Dalam setiap keputusan dalam kehidupan ada pandangan yang pendek dan pandangan yang jauh. Berbahagialah orang yang tidak pernah menukarkan ‘hal-hal yang baik di masa yang akan datang’ dengan ‘kesenangan masa kini’) - hal 83.


b) Yesus memberikan perumpamaan ini sebagai penutup khotbah di bukit, karena Ia ingin mereka tidak sekedar menjadi pendengar Firman, tetapi juga pelaku Firman! (bdk. Yak 1:22-25).


Dalam tafsirannya tentang Yak 1:22, Thomas Manton berkata:

“That hearing is good, but should not be rested in. The apostle saith, ‘Be not hearers only.’ Many go from sermon to sermon, hear much, but do not digest it in their thoughts” (= Mendengar itu baik, tetapi kita tidak boleh merasa aman dalam hal itu. Sang rasul berkata: ‘Janganlah hanya menjadi pendengar saja’. Banyak orang mendengar khotbah demi khotbah, mendengar banyak, tetapi tidak mencernanya dalam pikiran mereka) - hal 152.


C. H. Spurgeon: “Satan is sure to be at hand at such times that he may lead young convert to lay in place of gospel repentance a repentance that needs to be repented of, and instead of the faith of God’s elect a proud presumption or an idle dream. For that love of God which is the work of the Spirit of God he brings mere natural affection for the minister; ... The common temptation is, instead of really repenting, to talk about repentance; instead of heartily believing, to say, ‘I believe,’ without believing; instead of truly loving, to talk of love, with loving; instead of coming to Christ, to speak about coming to Christ, and profess to come to Christ, and yet not to come at all” (= Setan pasti selalu tersedia pada saat-saat seperti itu supaya ia bisa membimbing petobat-petobat muda untuk menggantikan injil pertobatan dengan suatu pertobatan terhadap mana kita harus bertobat, dan iman dari orang-orang pilihan Allah dengan suatu kesombongan atau mimpi yang sia-sia. Untuk kasih kepada Allah yang merupakan pekerjaan dari Roh Allah ia membawa kasih sayang biasa terhadap pendeta; ... Pencobaan yang umum adalah, bukannya bertobat dengan sungguh-sungguh tetapi membicarakan pertobatan; bukannya percaya dengan sepenuh hati tetapi mengatakan Aku percaya tanpa percaya; bukannya sungguh-sungguh mengasihi tetapi berbicara tentang kasih tanpa mengasihi; bukannya datang kepada Kristus tetapi berbicara tentang datang kepada Kristus dan mengaku datang kepada Kristus tetapi tidak datang sama sekali) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 625.


Memang mendengar tetapi tidak melakukan ini, sangat memungkinkan seseorang yang belajar Kitab Suci, tidak datang kepada Yesus, seperti yang dikatakan oleh Yesus tentang orang-orang Yahudi dalam Yoh 5:39 - “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku  namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu”


Perlu juga dicamkan, bahwa mendengar tetapi tidak taat, bukan hanya tidak berguna tetapi bahkan merugikan, karena ini pasti akan memperberat hukuman.

Luk 12:47-48 - “Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut

III) Ketaatanlah yang membedakan orang kristen yang asli dari yang palsu.


Apakah saudara adalah orang yang berseru ‘Tuhan, Tuhan’, atau saudara adalah orang yang mendengar Firman Tuhan, tetapi kalau saudara tidak mentaati Firman Tuhan, saudara bukan orang Kristen.


Calvin: “As it is often difficult to distinguish the true professors of the Gospel from the false, Christ shows, by a beautiful comparison, where the main difference lies” (= Karena seringkali sukar untuk membedakan ‘pengaku Injil’ yang benar dari ‘pengaku Injil’ yang salah, Kristus menggunakan suatu perbandingan yang indah untuk menunjukkan dimana perbedaan utama terletak) - hal 369.


C. H. Spurgeon: “O beware of wearing the sheep’s clothing without the sheep’s nature; beware of saying ‘Lord, Lord,’ while you are the servant’ of sin” (= Hati-hatilah untuk tidak ‘memakai pakaian domba’ tanpa mempunyai ‘sifat domba’; hati-hatilah untuk tidak mengucapkan ‘Tuhan, Tuhan’, sementara engkau adalah pelayan dosa) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 614.


C. H. Spurgeon: “Do not believe yourself to be saved from sin while you are living in sin” (= Jangan percaya bahwa dirimu sudah diselamatkan dari dosa sementara engkau sedang hidup dalam dosa) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 618.


C. H. Spurgeon: “Beloved hearer, if thou wouldst be built on a rock, see to it that thou hast a true sense of sin. ... wherever there is true faith in Jesus there goes with it a deep abhorrence of sin. Faith without contrition, is a dead and worthless faith. When I meet with professors who talk lightly of sin, I feel sure that they have built without a foundations. ... Truly forgiven sinners dread the appearance of evil as burnt children dread the fire. Superficial repentance always leads to careless living” (= Pendengar yang kekasih, jika engkau ingin membangun di atas batu, usahakanlah supaya engkau mempunyai perasaan yang benar tentang dosa. ... dimanapun ada iman yang benar kepada Yesus di sana ada kejijikan / kebencian terhadap dosa. Iman tanpa penyesalan tentang dosa, adalah iman yang mati dan tak berharga. Pada saat saya bertemu dengan pengaku-pengaku yang meremehkan dosa, saya merasa yakin bahwa mereka telah membangun tanpa fondasi. ... Orang-orang berdosa yang betul-betul diampuni merasa takut terhadap penampakan kejahatan seperti anak-anak takut kepada api. Pertobatan yang semu selalu membimbing pada kehidupan yang ceroboh) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 617-618.


C. H. Spurgeon: “Many things which men call faith are not the precious faith of God’s elect. Sincere trust in Jesus Christ is counterfeited in a thousand ways, and often imitated so accurately that only by rigid self-examination shall you discover the cheat” (= Banyak hal yang disebut orang sebagai iman tetapi sebetulnya bukanlah iman yang berharga dari orang-orang pilihan Allah. Kepercayaan yang sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus dipalsukan dalam 1000 cara, dan sering ditiru dengan begitu persis sehingga hanya dengan pemeriksaan diri yang teliti engkau bisa menemukan tipuannya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 618.

IV) Akhir dari orang kristen yang tidak taat.


Ay 49 akhir: ‘hebatlah kerusakannya’.

Bdk. Mat 7:21-23 - “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.


C. H. Spurgeon: “... if you lose a battle you may fight again and win another; if you fail in business you may start again in trade and realise a fortune; but if you lose your souls the loss is irretrievable. Once lost, lost for ever. There will be no second opportunity” (= ... jika engkau kalah dalam pertempuran engkau bisa berperang lagi dan menang dalam pertempuran yang lain; jika engkau gagal dalam bisnis engkau bisa memulai lagi dalam perdagangan dan mendapatkan kekayaan; tetapi jika engkau kehilangan jiwamu maka kehilangan itu tidak bisa ditebus / diperoleh kembali. Sekali hilang, hilang selama-lamanya. Tidak akan ada kesempatan yang kedua) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 633.


C. H. Spurgeon: “Seek the true Saviour and be not content till thou hast him, for if lost thy ruin will be terrible. Oh, that lake! Have you ever read the words, ‘Shall be cast into the lake of fire, which is the second death’? The lake of fire! and souls cast into it! The imagery is dreadful. ‘Ah,’ says one, ‘that is a metaphor.’ Yes, I know it is, and a metaphor is but a shadow of the reality. Then, if the shadow be a lake of fire, what must the reality be? If we can hardly bear to think of a ‘worm that never dieth,’ and a ‘fire that never shall be quenched,’ and of a lake whose seething waves of fire that dash o’er undying and hopeless souls, what must hell be in very deed? The descriptions of Scriptures are, after all, but condescensions to our ignorance, partial revealings of fathomless mysteries; but if these are so dreadful, what must the full reality be? Provoke it not, my hearers, tempt not your God, neglect not the great salvation, for if you do, you shall not escape” [= Carilah Juruselamat yang sejati dan janganlah puas sampai engkau memiliki Dia, karena jika engkau terhilang kehancuranmu akan mengerikan. O, lautan itu! Pernahkah engkau membaca kata-kata ‘Akan dilemparkan ke dalam lautan api, yang adalah kematian yang kedua’? Lautan api! dan jiwa-jiwa dilemparkan ke dalamnya! Gambaran ini mengerikan! ‘Ah’, kata seseorang, ‘itu merupakan suatu gambaran / kiasan’. Ya, aku tahu itu, dan suatu kiasan hanyalah merupakan bayangan dari kenyataannya. Jadi, jika bayangannya adalah lautan api, bagaimana kenyataannya? Jika kita hampir tidak tahan untuk memikirkan ‘ulat yang tidak pernah mati’, dan ‘api yang tidak terpadamkan’, dan tentang lautan dengan gelombang apinya yang mendidih yang menghantam jiwa-jiwa yang tidak bisa mati dan tanpa harapan, bagaimana kira-kiranya kenyataan dari neraka? Penggambaran Kitab Suci merupakan suatu penurunan / perendahan pada kebodohan kita, pernyataan sebagian dari misteri yang tidak bisa diukur; tetapi jika ini begitu mengerikan, bagaimana kenyataannya? Para pendengarku, janganlah menggusarkan dan mencobai Allahmu, janganlah mengabaikan keselamatan yang besar, karena jika engkau melakukannya, engkau tidak akan lolos (bdk. Ibr 2:3)] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 622.

Penutup.


BACA JUGA: EKSPOSISI INJIL LUKAS PASAL 7:1-50


Jangan menjadi orang Kristen yang tidak taat. Pengakuan tentang keTuhanan Yesus itu bagus, belajar Firman Tuhan itu bagus, tetapi semua itu harus disertai dengan ketaatan pada Firman Tuhan. Renungkanlah larangan-larangan apa yang saudara langgar dan perintah-perintah apa yang belum saudara lakukan, dan bertobatlah!

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America

-AMIN-


Next Post Previous Post