EKSPOSISI INJIL LUKAS PASAL 7:1-50

 Pdt.Budi Asali, M.Div.

EKSPOSISI INJIL LUKAS PASAL 7:1-50

LUKAS 7:1-10

I) Apakah Lukas 7:1-10 paralel dengan Matius 8:5-13 dan Yohanes 4:46-53?


Dalam Kitab Suci Indonesia, di atas Lukas 7:1 dituliskan Mat 8:5-13 dan Yoh 4:46-53, seakan-akan kedua text itu merupakan text yang paralel dengan Luk 7:1-10. Tetapi benarkah demikian?


1) Luk 7:1-10 dan Mat 8:5-13.

Kelihatannya ada perbedaan yang menyolok, yaitu: dalam Luk 7 perwira itu menyuruh tua-tua Yahudi untuk pergi kepada Yesus; sedangkan dalam Mat 8 perwira itu sendiri yang pergi kepada Yesus.


Ini menyebabkan orang yang beranggapan bahwa Luk 7:1-10 dan Mat 8:5-13 adalah 2 cerita yang berbeda. Jadi, ada perwira II yang meniru perwira I. Tetapi begitu banyak detail-detail / hal-hal kecil yang sama antara Luk 7:1-10 dan Mat 8:5-13 sehingga menyebabkan hal itu rasanya tidak masuk akal.


Saya berpendapat bahwa Luk 7:1-10 jelas memang sama dengan Mat 8:5-13! Tetapi bagaimana dengan perbedaan di atas? Orang Yahudi mempunyai anggapan bahwa apa yang dilakukan seseorang melalui orang lain; ia sendirilah yang melakukan hal itu. Sebetulnya ini bukan hanya berlaku untuk orang Yahudi saja, tetapi mungkin untuk semua orang.


Leon Morris (Tyndale): “What a man does through agents he may be said to do himself” (= Apa yang dilakukan seseorang melalui seorang agen bisa dikatakan dilakukannya sendiri) - hal 137.


Calvin: “there is no impropriety in Matthew saying, that the centurion did what was done in his name and at his request” (= tidak ada ketidak-cocokan dalam perkataan Matius, bahwa perwira itu melakukan apa yang dilakukan dalam namanya dan atas permintaannya) - hal 378.


William Hendriksen: “When Matt. 27:26 reports that Pilate scourged Jesus this does not mean that the governor applied the scourge with his own hand” (= Pada waktu Mat 27:26 melaporkan bahwa Pilatus menyesah Yesus, ini tidak berarti bahwa sang gubernur menyesah dengan tangannya sendiri) - ‘The Gospel of Matthew’, hal 395.


Illustrasi: dalam hidup kita sekalipun kita sering berkata: ‘Saya membangun rumah’, padahal kenyataannya kita menyuruh orang (tukang batu) untuk membangun rumah.


Contoh lain dalam Kitab Suci:

a) Yoh 3:22,26 dan Yoh 4:1 mengatakan Yesus yang membaptis.

Tetapi Yoh 4:2 mengatakan bahwa Yesus sendiri tidak membaptis; murid-muridNyalah yang membaptis. Jadi, Yesus membaptis melalui murid-muridNya sebagai agen.

b) Mark 10:35 - Yohanes dan Yakobus sendiri yang minta kepada Yesus.

Tetapi Mat 20:20 - yang minta kepada Yesus adalah ibu mereka. Jadi, Yohanes dan Yakobus meminta melalui ibu mereka sebagai agen.


2) Lukas 7:1-10 dan Yohanes 4:46-53.

Ini memang merupakan 2 cerita yang berbeda. Perbedaannya:

Luk 7:1-10 Yoh 4:46-53

- perwira - pegawai istana

- yang sakit adalah hamba - yang sakit adalah anak (son - HUIOS)

- melarang Yesus datang - meminta Yesus datang


Kesimpulan: Luk 7:1-10 paralel dengan Mat 8:5-13 tetapi berbeda dengan Yoh 4:46-52.

II) Perwira dan hamba yang sakit.


1) Perwira (Lukas 7: 2).

Dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘centurion’, yang menunjuk kepada orang yang mengepalai 100 orang tentara. Ini menunjukkan bahwa ia mempunyai kedudukan, dan dari pembangunan synagogue / rumah ibadat yang ia lakukan (ay 5) terlihat juga bahwa ia kaya. Tetapi ia beriman, kasih, dan rendah hati!


2) Hamba (ay 2).

Ay 2: ‘Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati’.


a) ‘Hamba’.

KJV/NIV menterjemahkan ‘servant’ (= pelayan), tetapi ini salah karena kata Yunani yang digunakan oleh Lukas adalah DOULOS, yang artinya ‘hamba’. Tetapi Matius menggunakan kata Yunani yang berbeda yaitu PAIS, yang bisa diartikan sebagai ‘boy’ (= seorang anak laki-laki), ‘servant’ (= pelayan), atau ‘slave’ (= hamba).


Perbedaan antara pelayan dan hamba sangat besar, dan pengertian tentang hal ini berpengaruh terhadap pengertian kita tentang karakter dari si perwira. Ia bukan hanya menghargai seorang pelayan, tetapi seorang hamba.


b) ‘sangat dihargainya’.

NIV: ‘valued highly’ (= menilai tinggi).

NASB: ‘highly regarded’ (= dianggap tinggi).

KJV: ‘who was dear unto him’ (= yang disayanginya).

RSV: ‘who was dear to him’ (= yang disayanginya).

Yunani: ENTIMOS, yang artinya ‘berharga’ atau ‘dihormati’.


Penerapan: kalau saudara mempunyai pelayan atau pegawai, yang jujur, baik, dan rajin, apakah saudara menghargai / mengasihinya? Atau saudara hanya menggunakan mereka bagi kepentingan saudara saja?


Pulpit Commentary (hal 185) mengatakan bahwa kita harus mengingat kesombongan dari orang Romawi (sebagai penjajah), dan juga kebencian dan bahkan kejijikan mereka terhadap orang Yahudi. Juga Barclay (hal 84-85) menambahkan bahwa dalam hukum Romawi, hamba merupakan alat yang hidup yang tidak mempunyai hak. Tuannya boleh memperlakukannya sesuka hatinya dan bahkan membunuhnya. Biasanya jika seorang hamba tidak lagi bisa bekerja, maka ia dibuang keluar dan dibiarkan mati. Semua ini makin menunjukkan betapa mulianya perwira ini.


Pulpit Commentary (hal 181) mengatakan bahwa mungkin perwira ini menghargai / mengasihi hambanya karena hamba itu yang memberitakan Injil kepadanya sehingga ia mengenal dan percaya kepada Tuhan. Memang ini hanya dugaan saja, tetapi ini memang merupakan sesuatu yang memungkinkan.


c) Hamba itu sakit.

Lukas mengatakan bahwa hamba itu sakit keras dan hampir mati (ay 2b). Bagian paralelnya, yaitu Mat 8:6, mengatakan bahwa hamba itu lumpuh dan sangat menderita [NASB: ‘suffering great pain’ (= menderita rasa sakit yang hebat)].

III) Perwira mengirim utusan kepada Yesus.


1) Perwira ini mendengar tentang Yesus (ay 3a).

Perwira itu rupanya sudah banyak mendengar dan memperhatikan tentang Yesus, dan menyimpulkan bahwa Yesus bukanlah sekedar manusia biasa. Perlu ditekankan bahwa ia hanya pernah mendengar tentang Yesus, tetapi belum pernah bertemu apalagi mengalaminya sendiri. Tetapi memang iman timbul dari pendengaran (Ro 10:17)!


2) Perwira itu lalu mengirimkan tua-tua Yahudi sebagai utusan kepada Yesus, untuk memintaNya menyembuhkan hambanya yang sakit itu (Lukas 7: 3).


a) Kasih / penghargaannya terhadap hambanya ini menyebabkan ia ‘menaikkan doa syafaat’ untuk hambanya.


Penerapan: bagaimana sikap saudara kalau pembantu saudara sakit? Apakah saudara berdoa supaya dia disembuhkan? Atau saudara tidak peduli? Bandingkan dengan Amsal 12:10 - “Orang benar memperhatikan hidup hewannya, tetapi belas kasihan orang fasik itu kejam”. Kalau hewan saja harus diperhatikan, apalagi pelayan / pegawai, yang adalah manusia!


b) Mengapa Matius tidak menceritakan tentang tua-tua Yahudi yang diutus oleh perwira?


Leon Morris (Tyndale): “Perhaps we can discern something of the differing purposes of the two Evangelists in their treatment of the messengers. Matthew was concerned primarily with the centurion’s faith and nationality: to him the messengers were irrelevant, even a distraction. But Luke was interested in the man’s character and specifically in his humility: to him the messengers were a vital part of the story” (= Mungkin kita bisa melihat perbedaan tujuan dari kedua Penginjil itu dalam perlakuan mereka terhadap utusan-utusan. Matius mempunyai perhatian utama pada iman dan kebangsaan dari si perwira: baginya utusan-utusan itu tidak relevan / tidak ada hubungannya, dan bahkan merupakan suatu gangguan. Tetapi Lukas tertarik pada karakter perwira ini dan secara khusus pada kerendahan hatinya: baginya utusan-utusan ini merupakan bagian yang penting dari cerita) - hal 137.


Mungkin maksud Morris adalah sebagai berikut:

1. Matius menekankan iman dari si perwira, dan untuk menekankan hal ini, tidak perlu menceritakan para utusan. Juga Matius ingin menekankan bahwa orang Romawi juga diterima oleh Yesus, dan dikabulkan doanya. Kalau diceritakan tentang utusan-utusan Yahudi, maka itu malah akan mengaburkan penekanan ini.

2. Sebaliknya, Lukas ingin menekankan kerendahan hati di perwira. Kerendahan hati itu terlihat dari adanya utusan-utusan Yahudi yang ia anggap lebih baik dari dirinya sendiri. Juga dari utusan-utusan kedua, yaitu para sahabatnya, yang lalu menyampaikan kepada Yesus bahwa si perwira merasa tidak layak untuk menerima Yesus di rumahnya. Jadi, bagi Lukas, penceritaan tentang para utusan itu penting.


c) Perwira itu merasa dirinya tidak layak untuk datang kepada Yesus, dan rupanya ia menganggap bahwa para tua-tua Yahudi itu lebih baik dari dirinya sendiri, padahal sebetulnya ia jauh melebihi mereka, tetapi ia sendiri tidak menyadari hal ini. Tetapi ada juga yang menganggap bahwa ia mengutus tua-tua Yahudi karena ia menganggap bahwa sebagai orang-orang Yahudi, mereka akan lebih diterima oleh Kristus, dibandingkan dengan dirinya yang adalah non Yahudi.


d) Dari sudut para tua-tua Yahudi itu, mungkin mereka mau diutus karena perwira ini merupakan ‘donatur besar’! Kalau ini benar, maka ini tidak boleh ditiru oleh hamba-hamba Tuhan!


3) Para tua-tua Yahudi itu menganggap bahwa perwira itu layak untuk ditolong, karena perwira itu mengasihi bangsa Yahudi dan menanggung pembiayaan rumah ibadat mereka (Lukas 7: 5).


Jelas bahwa tua-tua Yahudi ini mempunyai konsep yang tidak beres tentang layak atau tidaknya seseorang dalam pandangan Tuhan, karena sekalipun apa yang dilakukan si perwira itu merupakan hal-hal yang baik, tetapi ini tidak membuat ia layak di hadapan Tuhan. Perlu diingat kata-kata Yesaya dalam Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.


Perwira ini mempunyai semangat untuk Tuhan / penyembahan yang benar terhadap Tuhan. Ini menyebabkan ia mengasihi bangsa Yahudi dan mau membangun sebuah synagogue.


Penerapan: kalau saudara menganggap diri beriman, tetapi tidak / kurang mempedulikan pembangunan gereja, dan kikir sekali dalam memberi persembahan, maka itu kelihatannya seperti iman tanpa perbuatan!


Perlu juga diingat bahwa pembangunan synagogue yang ia lakukan pasti menyebabkan ia diserang, dikritik dan dibenci oleh teman-teman sebangsanya.


4) Seluruh cerita ini menunjukkan hubungan Yahudi - non Yahudi yang indah.


Biasanya hubungan Yahudi dan non Yahudi sangat buruk.


William Barclay: “If the Jews despised the gentiles, the gentiles hated the Jews. ... The Romans called the Jews a filthy race; they spoke of Judaism as a barbarous superstition; they spoke of the Jewish hatred of mankind; they accused the Jews of worshipping an ass’s head and annually sacrificing a gentile stranger to their God” (= Jika orang Yahudi menganggap hina orang non Yahudi, maka orang non Yahudi membenci orang Yahudi. ... Orang Romawi menyebut orang Yahudi sebagai bangsa yang kotor; mereka berbicara tentang Yudaisme sebagai takhyul yang barbar / biadab; mereka berbicara tentang kebencian Yahudi terhadap umat manusia; mereka menuduh bahwa orang-orang Yahudi menyembah kepala keledai dan setiap tahun mengorbankan seorang non Yahudi asing kepada Allah mereka) - hal 85.


Tetapi perwira Romawi itu mengasihi dan sangat memperhatikan hambanya, yang hampir pasti adalah orang Yahudi. Ia juga dikatakan mengasihi bangsa Yahudi dan membangun synagogue / rumah ibadat Yahudi. Tua-tua Yahudi itu mau melayani dia dan datang kepada Kristus untuk memohonkan kesembuhan bagi hamba perwira itu. Jadi, dalam cerita ini kita melihat hubungan orang Romawi dan orang Yahudi yang begitu indah, padahal biasanya mereka saling membenci. Mengapa bisa terjadi? Karena agama / kepercayaan yang sama / ibadah kepada Tuhan yang sama.


Agama / kepercayaan yang berbeda bisa memecah belah. Bandingkan dengan kata-kata Yesus dalam Mat 10:34-36 - “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya”


Tetapi agama / kepercayaan yang sama akan membuat berdamai orang yang bermusuhan.


Bandingkan dengan Ef 2:13-15 - “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.


5) Yesus pergi bersama-sama dengan para tua-tua Yahudi itu (ay 6).

Yesus tidak merasa gengsi untuk pergi ke rumah perwira Romawi ini! Juga, berbeda dengan sikap Yahudi pada umumnya, Yesus tidak merasa bahwa rumah orang non Yahudi itu akan menajiskan diriNya (bdk. Yoh 18:28  Kis 10:28  Kis 11:2-3  Gal 2:11-14).

IV) Perwira dan Yesus.


1) Ketika Yesus sudah dekat dengan rumahnya, si perwira mengirimkan lagi utusan-utusan, kali ini mereka adalah sahabat-sahabatnya, untuk mengatakan kepada Yesus:


a) Supaya jangan bersusah-susah dengan datang ke rumahnya.

Ay 6b: ‘Tuan, janganlah bersusah-susah, ... ’.

1. Kata ‘Tuan’ berasal dari kata Yunani KURIOS.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘Lord’ (= Tuhan).

Kata KURIOS bisa diartikan ‘sir’ (= tuan), dan Clarke (hal 101) menganggap bahwa kata ini seharusnya diterjemahkan ‘sir’ (= tuan) setiap kali kata itu diucapkan oleh seorang Romawi. Tetapi mengingat iman yang hebat dari perwira ini rupanya yang ia maksudkan di sini bukanlah ‘Tuan’ tetapi ‘Tuhan’.

2. Perwira itu kelihatannya sungkan merepotkan Yesus dengan datang ke rumahnya. Karena itu ia pikir lebih baik Yesus hanya menggunakan firman / kuasaNya untuk menyembuhkan dari jarak jauh, dan dengan demikian tidak merepotkan Yesus.


Tetapi seorang penafsir dari Pulpit Commentary mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang penting untuk diingat bahwa Yesus tidak selalu mau menggunakan jalan yang paling tidak merepotkan. Ia lebih memilih untuk bisa menunjukkan simpatinya, sekalipun untuk itu Ia harus repot dan datang.


Pulpit Commentary: “Now, it is important to remember that our Lord did not take the easiest way always. He preferred to show his sympathy and thorough devotedness by taking sometimes the most irksome way. His idea was not to save himself trouble; ‘he spared not himself.’ He will not use his power to save himself trouble” [= Adalah penting untuk mengingat bahwa Tuhan kita tidak selalu mengambil jalan yang termudah. Ia lebih memilih untuk menunjukkan simpatiNya dan pembaktianNya yang sepenuhnya dengan kadang-kadang mengambil jalan yang paling menyulitkan. PemikiranNya bukanlah supaya diriNya tidak mengalami kesukaran; ‘Ia tidak menyelamatkan / menghemat diriNya sendiri (Jawa: tidak ngeman diriNya sendiri)’. Ia tidak mau menggunakan kuasaNya supaya diriNya tidak mengalami kesukaran] - hal 195.


Tetapi penafsir yang sama lalu menambahkan bahwa dalam kasus ini Yesus memang menuruti kata-kata dari perwira itu dan lalu menyembuhkan hamba perwira itu dari jarak jauh. Mengapa? Bukan karena ia tidak mau repot, tetapi karena kalau Ia tetap memaksa untuk datang ke rumah perwira itu, maka ini mungkin justru akan merusak iman perwira itu. Perwira itu mungkin akan berpikir bahwa Yesus ternyata tidak bisa menyembuhkan dari jarak jauh.


b) Bahwa ia tidak layak menerima Yesus di rumahnya (ay 6b).

Jadi, kontras dengan pemikiran dari para tua-tua Yahudi itu dalam ay 5, si perwira itu sendiri menganggap dirinya tidak layak, baik untuk datang kepada Yesus, maupun untuk menerima Yesus di rumahnya. Ada yang menganggap bahwa rasa tidak layak itu ada karena ia tahu batasan yang keras antara Yahudi dan non Yahudi. Tetapi saya beranggapan bahwa Ini betul-betul menunjukkan kerendahan hatinya, dan juga kesadarannya akan dosanya.


William Barclay: “This man who was accustomed to command had an amazing humility in the presence of true greatness” (= Orang ini yang terbiasa memerintah mempunyai kerendahan hati yang mengherankan di depan keagungan / kebesaran yang sejati) - hal 85.


Penerapan: kalau saudara adalah orang kaya / orang yang berkedudukan, yang biasanya menyuruh / memerintah orang / bawahan, maka renungkanlah kata-kata Barclay ini dan bandingkanlah perwira ini dengan diri saudara. Banyak orang kaya / berkedudukan yang tidak seperti ini, bahkan pada saat mereka ada di hadapan Tuhan dalam gereja! Di gereja mereka tetap membawa kesombongan mereka, dengan main perintah seenaknya! Sebetulnya memang orang harus rendah hati dimanapun. Tetapi kalau di gereja / di hadapan Tuhan saja tidak bisa rendah hati, apalagi di tempat lain!


Apakah saudara adalah orang yang sombong? Kalau ya, renungkan ayat-ayat ini:

1. Yes 2:12 - “Sebab TUHAN semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh serta menghukum semua yang meninggikan diri, supaya direndahkan”

2. Yak 4:6 - “Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkanNya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

3. 1Pet 5:5 - “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

4. 1Kor 4:7 - “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?”.


KJV: ‘For who maketh thee to differ from another? and what hast thou that thou didst not receive? now if thou didst receive it, why dost thou glory, as if thou hadst not received it?’ (= Karena siapa yang membuatmu berbeda dengan yang lain? dan apa yang engkau miliki yang tidak engkau terima? jika engkau memang menerimanya, mengapa engkau memegahkan diri, seakan-akan engkau tidak menerimanya?).


Tetapi justru ia menganggap diri tidak layak, maka ia layak bagi Tuhan. Bandingkan dengan perumpamaan tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah (Luk 18:9-14), dimana yang merasa layak, justru diabaikan oleh Tuhan, sedangkan yang merasa tidak layak, justru diterima.


Pulpit Commentary: “We do not know whether he entered the house of the centurion, but he came into his soul. As St. Augustine says, ‘In counting himself unworthy that Christ should enter into his door, he was counted worthy that Christ should enter into his heart.’” (= Kita tidak tahu apakah Ia memasuki rumah si perwira, tetapi Ia masuk ke dalam jiwanya. Seperti Agustinus berkata: ‘Dengan menganggap dirinya tidak layak untuk menerima Kristus dalam rumahnya, ia dianggap layak untuk menerima Kristus dalam hatinya’) - hal 180.


c) Bahwa kata-kata Yesus, tanpa kehadiranNya, sudah cukup untuk menyembuhkan hambanya (Lukas 7: 7-8).


1. Ini menunjukkan imannya. Ia tidak membutuhkan kontak / kehadiran Yesus, kata-kataNya sudah cukup. Bandingkan dengan kata-kata dari Maria dan Marta pada saat kematian Lazarus: ‘Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini saudaraku pasti tidak mati’ (Yoh 11:21,32b).


2. ‘penghalang iman’ menjadi ‘penumbuh iman’.

Lukas 7: 8: “Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.’”.


Pulpit Commentary (hal 186) mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang menarik bahwa pekerjaannya sebagai tentara, yang kelihatannya tidak memungkinkan untuk menolong seseorang dalam iman dan pemuridannya terhadap Kristus, dalam faktanya justru menolongnya. Ini menolongnya untuk mengerti tentang otoritas ilahi.


Apa yang bisa kita dapatkan dari sini? Segala sesuatu bisa kita gunakan sebagai alasan untuk berbuat dosa, tidak berbuat baik, tidak melayani, tidak percaya, dan sebagainya. Tetapi kita juga bisa menggunakan hal yang sama sebagai alat untuk lebih beriman, lebih banyak berbuat baik, lebih banyak membuang dosa dan sebagainya.

Misalnya:


a. Kemiskinan. Orang miskin bisa saja menggunakan ini sebagai alasan untuk tidak ke gereja, kurang mengasihi Tuhan, kuatir akan masa depan, tidak memberi persembahan persepuluhan, dan sebagainya. Tetapi orang miskin juga bisa berpikir secara berbeda, misalnya:

  • karena aku miskin, aku memberi sedikit saja oleh Tuhan dianggap banyak (bdk. Luk 21:3-4). Jadi aku mau memberi untuk Tuhan.

  • karena aku miskin, tidak terlalu banyak yang aku pikirkan tentang pekerjaan (beda dengan konglomerat). Jadi aku bisa lebih banyak berpikir untuk kemuliaan Tuhan, pelayanan dan sebagainya.

  • karena aku miskin, aku tidak perlu ‘menjaga gengsi’ dalam melakukan pelayanan yang rendah.


b. Kekayaan. Orang kaya biasanya mempunyai banyak urusan bisnis, dan ini bisa ia pakai untuk tidak ke gereja, tidak melayani, dan sebagainya. Juga bisnisnya menuntut kecurangan, tipu muslihat dan bahkan kekejaman. Disamping itu, teman-temannya yang kaya, menyebabkan ia harus menjaga gengsi dengan menggunakan barang-barang dan pakaian yang mewah, sehingga pengeluaran menjadi besar. Dan penghasilannya yang besar, menyebabkan persembahan persepuluhan menjadi besar, sehingga menyebabkan ia berpikir: kok banyak sekali? Dan ia lalu memotong persembahan persepuluhannya. Tetapi orang kaya itu bisa berpikir secara berbeda:

  • ia bisa melihat pada 90 % dari penghasilannya, dan menganggap itu masih terlalu banyak, sehingga ia memberi lebih dari 10 %.

  • ia bisa berpikir untuk menggunakan pegawai dan manager sehingga ia tidak perlu terlalu banyak berpikir. Ini memang membutuhkan tambahan biaya, tetapi ia bisa berpikir bahwa ia toh tetap lebih dari cukup. Dengan demikian ia bisa lebih banyak waktu untuk melayani Tuhan, berdoa dan sebagainya.

  • kalau ia mempunyai toko / restoran, ia bisa menutupnya sekali atau bahkan dua kali seminggu, tanpa mengalami kekurangan uang, sehingga bisa menggunakan hari-hari itu untuk Tuhan.


2) Sikap dan kata-kata Yesus (Lukas 7: 9-10).


a) Yesus heran.

Lukas 7: 9: Yesus heran melihat iman perwira itu. Bandingkan dengan Mark 6:6a dimana Yesus heran melihat ketidak-percayaan orang-orang Nazaret.


Leon Morris (Tyndale): “Twice only is Jesus recorded as marvelling at people, here on account of faith and in Nazareth because of unbelief (Mk. 6:6)” [= Hanya 2 x dicatat bahwa Yesus heran, di sini karena iman dan di Nazaret karena ketidak-percayaan (Mark 6:6)] - hal 138.


Kalau dikatakan bahwa Yesus heran, maka ini meninjau Yesus sebagai seorang manusia. Waktu itu kesadaran manusiaNyalah yang muncul. Sebagai Allah, Yesus tidak mungkin bisa merasa heran.


Calvin: “‘Wonder’ cannot apply to God, for it arises out of what is new and unexpected: but it might exist in Christ, for he had clothed himself with our flesh, and with human affections” (= ‘Heran’ tidak bisa diterapkan kepada Allah, karena itu muncul dari apa yang baru dan tidak diharapkan: tetapi itu bisa ada dalam Kristus, karena Ia memakaiani diriNya sendiri dengan daging kita, dan dengan perasaan-perasaan manusia) - hal 382.


Dalam pengakuan iman Chalcedon ada kata-kata: “Ia adalah Kristus, Anak, Tuhan yang satu dan yang sama, satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai keberadaan dalam 2 hakekat, tanpa percampuran, tanpa perubahan, tanpa perpecahan, tanpa perpisahan; perbedaan dari dua hakekat itu sama sekali tidak dihancurkan oleh persatuan mereka, tetapi sifat-sifat dasar yang khas dari setiap hakekat dipertahankan dan bersatu menjadi satu pribadi dan satu keberadaan / makhluk, tidak berpisah atau terbagi menjadi dua pribadi, tetapi Anak yang satu dan yang sama, dan satu-satunya yang diperanakkan”.


Ini menunjukkan bahwa dalam pribadi Kristus ada sifat-sifat manusia dan sifat-sifat ilahi, yang tidak bercampur menjadi satu.


b) Yesus memuji iman orang itu (ay 9b).

Ia berkata bahwa Ia melihat iman yang besar yang tidak pernah ia lihat dalam diri orang Yahudi. Ia juga memberikan pujian pada waktu Ia melihat iman yang besar dari seorang perempuan Kanaan (Mat 15:28). Ini menunjukkan bahwa Yesus senang melihat orang beriman kepada Dia!


Hal yang menyolok dalam kedua pujian di atas adalah bahwa keduanya diberikan kepada orang-orang yang bukan orang Yahudi. Yang satu diberikan kepada seorang perwira Romawi, dan yang lain kepada seorang perempuan Kanaan!


Pulpit Commentary: “Clearly faith is not always in proportion to opportunity and advantages. How weak the faith of many who have been all their lives long in the enjoyment of the means of grace!” (= Jelas bahwa iman tidak selalu sebanding dengan kesempatan dan keuntungan. Betapa lemahnya iman dari banyak orang yang seumur hidup mereka menikmati jalan / cara kasih karunia!) - hal 196.


Maksudnya, ada banyak orang yang mempunyai kesempatan dan keuntungan untuk belajar Firman Tuhan, berbakti, melayani, dsb, tetapi yang imannya lemah. Sebaliknya ada orang yang mempunyai hanya sedikit kesempatan dan keuntungan seperti itu, seperti perwira dan perempuan Kanaan tersebut, tetapi imannya hebat.

Karena itu, bukan sesuatu yang aneh kalau ternyata dalam gereja-gereja di desa-desa, dalam kalangan Pentakosta yang tak terpelajar, tahu-tahu ada orang kristen yang imannya hebat, sedangkan di GKRI GOLGOTA tidak ada orang seperti itu.


Ini tidak berarti bahwa kita tidak harus menggunakan kesempatan dan keuntungan yang Tuhan berikan kepada kita! Kita tetap harus menggunakannya, tetapi kita juga harus sadar bahwa pertumbuhan iman, tidak tergantung hanya pada hal-hal itu, tetapi juga pada ketaatan kita dan berkat dari Tuhan. Bandingkan dengan 1Kor 3:6-7 - “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan”


c) Yesus menyembuhkan hamba perwira tersebut (ay 10 bdk. Mat 8:13).

William Barclay: “If only we had a faith like that, for us too the miracle would happen” (= Jika saja kita mempunyai iman seperti itu, mujijat juga akan terjadi bagi kita) - hal 86.


Saya berpendapat bahwa kata-kata ini salah, karena adanya iman tidak menjamin secara mutlak terjadinya mujijat ataupun pengabulan doa. Misalnya Paulus dengan duri dalam dagingnya. Ia tetap tidak disembuhkan padahal ia jelas adalah orang yang hebat dalam iman, dan ia berdoa untuk kesembuhannya.

Kesimpulan / penutup.


Norval Geldenhuys (NICNT) mengatakan (hal 220) mengatakan bahwa cerita ini menunjukkan bahwa kerendahan hati dan iman yang kuat kepada Kristus merupakan jalan untuk menerima berkat ilahi.


Tetapi ini tidak berarti bahwa orang yang imannya tidak sebesar itu tidak boleh datang / meminta kepada Yesus. Sekalipun kita tidak mempunyai iman sebesar itu, kita tetap boleh datang dan meminta kepada Yesus.


Pulpit Commentary: “Not all that sought his aid had faith like this; yet he healed them also. We must come as we are and as we can. He is One that ‘does not break the bruised reed.’ A faith that is feeble, but sincere, will not go home unblessed” (= Tidak semua yang mencari pertolonganNya mempunyai iman seperti ini; tetapi Ia juga menyembuhkan mereka. Kita harus datang sebagaimana adanya kita dan semampu kita. Ia adalah Orang yang ‘tidak memutuskan buluh yang patah terkulai’. Iman yang lemah, tetapi sungguh-sungguh, tidak akan pulang ke rumah tanpa diberkati) - hal 186.

LUKAS 7:11-17


Kalau dalam text sebelum ini Yesus menyembuhkan hamba perwira yang hampir mati, maka dalam text ini Yesus membangkitkan anak janda yang sudah mati.

I) Yesus bertemu dengan janda yang kematian anak tunggalnya.


1) Saat terjadinya peristiwa ini.


Lukas 7: 11: ‘Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain’.

KJV: ‘And it came to pass the day after’ (= Dan terjadilah pada hari setelahnya).

RSV/NIV: ‘Soon afterward’ (= Segera setelahnya).

NASB: ‘And it came about soon afterward’ (= Dan terjadilah segera setelahnya).


Catatan:  KJV mengambil dari manuscripts yang berbeda. Mungkin yang lebih benar adalah RSV/NIV/NASB yang hanya mengatakan ‘segera setelahnya’. Jadi peristiwa ini terjadi segera setelah penyembuhan hamba perwira dalam kontext sebelumnya yaitu Luk 7:1-10.


2) Ini merupakan peristiwa sejarah, yang sungguh-sungguh terjadi.

a) Calvin mengatakan bahwa nama kota Nain disebutkan (ay 11) untuk menunjukkan bahwa ini adalah cerita sejarah.

b) Ada banyak saksi dalam peristiwa pembangkitan anak janda di Nain ini.

Lukas 7: 11-12 - “Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-muridNya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertaiNya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu”.


Dalam ay 11 disebutkan orang banyak yang berbondong-bondong menyertai Yesus, dan dalam ay 12 disebutkan banyak orang dari kota menyertai janda itu. Jadi ada banyak saksi dalam peristiwa kebangkitan anak janda di Nain ini.

Hal lain lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa hal itu terjadi di dekat pintu gerbang kota (ay 12 awal). Kita tahu bahwa pada jaman itu sering dilakukan pertemuan di pintu gerbang kota (Kej 23:10  34:10  Ul 17:5  22:24  25:7  Yos 20:4  Rut 4:1,11). Jadi ini adalah tempat yang biasanya ada banyak orang.


3) Yesus pergi ke kota Nain (ay 11).


C. H. Spurgeon: “Our Saviour was journeying, and he works miracles while on the road: ... When Baal is on a journey, or sleepeth, his deluded worshippers cannot hope for his help; but when Jesus journeys or sleeps, a word will find him ready to conquer death, or quell the tempest” (= Juruselamat kita sedang bepergian / mengadakan perjalanan, dan Ia mengerjakan mujijat dalam perjalanan: ... Pada waktu Baal sedang bepergian / dalam perjalanan, atau tidur, para penyembahnya yang tertipu tidak bisa mengharapkan pertolongannya; tetapi pada waktu Yesus bepergian / mengadakan perjalanan atau tidur, dengan satu kata Ia siap untuk mengalahkan kematian, atau menenangkan badai) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4, hal 49,50.


Catatan: bandingkan dengan:

a) 1Raja 18:26-29 - “Mereka mengambil lembu yang diberikan kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari, katanya: ‘Ya Baal, jawablah kami!’ Tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah yang dibuat mereka itu. Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: ‘Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga.’ Maka mereka memanggil lebih keras serta menoreh-noreh dirinya dengan pedang dan tombak, seperti kebiasaan mereka, sehingga darah bercucuran dari tubuh mereka. Sesudah lewat tengah hari, mereka kerasukan sampai waktu mempersembahkan korban petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab, tidak ada tanda perhatian”.

b) Mat 8:23-27 - “Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-muridNyapun mengikutiNya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Tuhan, tolonglah, kita binasa.’ Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?’ Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu, katanya: ‘Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepadaNya?’”


4) Pertemuan Yesus dengan iring-iringan orang mati ini bukanlah suatu kebetulan. Baik Spurgeon maupun Hendriksen mengatakan bahwa pertemuan ini bukanlah suatu kebetulan, tetapi telah ditetapkan dan diatur oleh Allah.


C. H. Spurgeon: “It was incidentally, some would say accidentally, that he met the funeral procession; ... Carefully note the ‘coincidences,’ as sceptics call them, but as we call them ‘providences of Scripture.’ ... How came it that the young man died just then? How came it that this exact hour was selected for his burial? ... Why did the Saviour that day arrange to travel five-and-twenty miles, so as to arrive at Nain in the evening? How came it to pass that he happened just then to be coming from a quarter which naturally led him to enter at that particular gate from which the dead would be borne? ... He meets the dead man before the place of sepulture is reached. A little later and he would have been buried; a little earlier and he would have been at home lying in the darkened room, and no one might have called the Lord’s attention to him. The Lord knows how to arrange all things; his forecasts are true to the tick of the clock” (= Itu merupakan sesuatu yang bersifat insidentil, sebagian orang mengatakan kebetulan, bahwa Ia bertemu dengan iring-iringan penguburan itu; ... Perhatikan dengan seksama ‘kebetulan-kebetulan’ ini, sebagaimana orang-orang skeptik menyebutnya, tetapi kami menyebutnya ‘providensia Kitab Suci’. ... Bagaimana anak muda itu bisa mati pada saat itu? Bagaimana saat itu bisa dipilih untuk penguburannya? ... Mengapa sang Juruselamat mengadakan perjalanan 25 mil pada hari itu, supaya tiba di Nain pada sore hari? Bagaimana bisa terjadi bahwa Ia ‘kebetulan’ masuk ke kota dari sudut yang akan membawaNya untuk masuk dari pintu gerbang dari mana orang mati itu akan diusung? ... Ia bertemu dengan orang mati itu sebelum iring-iringan orang mati itu sampai ke kuburan. Sedikit lebih lambat, maka orang mati itu sudah dikuburkan; sedikit lebih awal dan orang mati itu masih ada di rumah, terbaring di ruangan yang gelap, dan tidak seorangpun akan meminta Tuhan memperhatikannya. Tuhan tahu bagaimana mengatur segala sesuatu; rencanaNya benar sampai pada detiknya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4, hal 49,55.


Catatan:  jarak dari Kapernaum (Luk 7:1) ke Nain (Luk 7:11) memang kira-kira 25 mil (Barclay mengatakan bahwa jarak Kapernaum - Nain hanya sehari perjalanan). Tetapi ingat bahwa hanya KJV yang mengatakan bahwa peristiwa di Nain terjadi pada hari berikutnya. RSV/NIV/NASB hanya mengatakan ‘soon afterward(s)’ (= segera setelah itu).


Hendriksen mengatakan (hal 382-383): tidak boleh ada penguburan dalam kota Yahudi (tetapi menurut Clarke keluarga Daud diperkecualikan, dan Barnes menambahi dengan orang yang sangat terhormat seperti Samuel - 1Sam 28:3), dan karena itu anak janda itu diusung ke luar kota. Persis pada saat iring-iringan itu keluar kota, Yesus dan rombonganNya masuk ke kota. Hendriksen lalu menanyakan: apakah pertemuan ini sekedar merupakan kebetulan, atau ini diatur oleh tangan Allah? Ia lalu mengatakan bahwa Kitab Suci penuh dengan hal-hal yang kelihatannya merupakan kebetulan, seperti:

a) Pada waktu Abraham membutuhkan korban untuk menggantikan Ishak, di situ ada domba yang tanduknya menyangkut di semak-semak (Kej 22:13).

b) Pada waktu hamba Abraham mencarikan Ishak seorang istri, ia berdoa, dan sebelum ia selesai berdoa, di situ muncul Ribka (Kej 24:15).

c) Gideon menyelinap ke perkemahan Midian, dan persis pada saat itu ada seorang Midian yang menceritakan mimpinya kepada temannya, dan temannya menafsirkan mimpi itu, sehingga menguatkan iman Gideon (Hak 7:13-15).

d) Rut memungut jelai, dan ‘kebetulan ia berada di tanah milik Boas’ (Rut 2:3), yang akhirnya menjadi suaminya.

e) Waktu Yeremia dimasukkan ke dalam sumur yang berlumpur, seorang Etiopia mendengar hal itu dan menolongnya (Yer 38:7-13).

f) Pada waktu orang-orang Yahudi mengadakan komplotan gelap untuk membunuh Paulus, maka kemenakan Paulus mendengar tentang hal itu dan memberitahukannya kepada Paulus, sehingga Paulus selamat (Kis 23:12-22).


William Hendriksen: “Are these strange concurrences actually ‘mere coincidences’? From a human point of view they are, for man did not so plan them. And even Scripture at times uses phraseology that is thoroughly human; for example, ‘By chance a priest was going by that road’ (Luke 10:31). Nevertheless, from the divine point of view all these remarkable coincidences must be regarded as having been included in God’s plan, and in such a manner that man’s responsibility is never canceled. The fact that these coincidences were indeed included in God’s eternal, wise, all-comprehensive, immutable, efficacious plan is clearly taught in Scripture (Ps. 31:15; 33:11; 39:4,5; 119:89-91; Prov. 16:4,33; 19:21; Dan. 4:34,35; Luke 22:22; Acts 2:23; 4:27,28; 17:26; Rom. 8:28; Eph. 1:4,11). What a comfort!” [= Apakah kejadian-kejadian aneh yang bertepatan waktunya ini sekedar merupakan kebetulan-kebetulan? Dari sudut pandang manusia memang demikian, karena manusia tidak merencanakannya seperti itu. Dan bahkan Kitab Suci kadang-kadang menggunakan ungkapan yang sepenuhnya bersifat manusia; sebagai contoh, ‘Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu’ (Luk 10:31). Sekalipun demikian, dari sudut pandang ilahi semua kebetulan-kebetulan yang luar biasa ini harus dianggap sebagai telah tercakup dalam rencana Allah, dan dengan cara sedemikian rupa sehingga tanggung jawab manusia tidak pernah disingkirkan. Fakta bahwa kebetulan-kebetulan ini memang tercakup dalam rencana Allah yang kekal, bijaksana, mencakup segala sesuatu, tak bisa berubah, dan pasti terjadi ini, jelas diajarkan dalam Kitab Suci (Maz 31:16; 33:11; 39:5-6; 119:89-91; Amsal 16:4,33; 19:21; Dan 4:34,35; Luk 22:22; Kis 2:23; 4:27,28; 17:26; Ro 8:28; Ef 1:4,11). Alangkah menghiburnya hal ini!] - hal 383-384.

II) Sikap dan tindakan Yesus.


1) Yesus tergerak oleh belas kasihan.

Lukas 7: 13: “Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: ‘Jangan menangis!’”.

Yesus tergerak oleh belas kasihan karena yang kematian adalah seorang janda, dan anak yang mati itu merupakan anak tunggal dari janda itu.


Pulpit Commentary: “In this instance, as in so many others, our Lord’s miracles were worked, not from a distinct purpose to offer credentials of his mission, but proceeded rather from his intense compassion with and his Divine pity for human sufferings” (= Dalam kejadian ini, seperti dalam banyak kejadian lainnya, mujijat Tuhan kita dilakukan, bukan dengan tujuan untuk memberikan ‘surat bukti’ tentang missiNya, tetapi keluar dari belas kasihanNya yang kuat dan belas kasihan IlahiNya untuk penderitaan manusia) - hal 171.


A. T. Robertson: “Often love and pity are mentioned as the motives for Christ’s miracles (Matt. 14:14; 15:32, etc.)” [= Seringkali kasih dan belas kasihan disebutkan sebagai motivasi dari mujijat Kristus (Mat 14:14; 15:32, dsb)] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol  2, hal 101.


Pulpit Commentary: “At Nain the compassion of Christ fulfilled itself by sparing an only son. The great love wherewith God has loved us has fulfilled itself by not sparing the only begotten Son. The compassion of Christ, as he approached the gate of the city, gave one son back to a mother. God’s great love has, through the sacrifice of the cross, brought back many sons to the outstretched arms of a waiting Father. It is our faith in this infinite compassion that is the source of all hopes for men” (= Di Nain belas kasihan Kristus menggenapi dirinya sendiri dengan menyelamatkan seorang anak tunggal. Kasih yang besar dengan mana Allah telah mengasihi kita telah menggenapi dirinya sendiri dengan tidak menahan Anak TunggalNya. Belas kasihan Kristus, pada waktu Ia mendekati pintu gerbang kota, memberikan kembali seorang anak kepada ibunya. Kasih yang besar dari Allah, melalui pengorbanan pada salib, membawa kembali banyak anak kepada tangan yang terbuka dari Bapa yang menunggu. Adalah iman kita pada belas kasihan yang tidak terbatas ini yang merupakan sumber dari segala pengharapan untuk manusia) - hal 181.


2) Yesus berkata kepada janda itu: ‘Jangan menangis!’ (ay 13b).

Hati-hati pada waktu menafsirkan bagian ini. Jangan menggunakannya untuk melarang orang menangis pada saat kematian orang yang dicintai, karena Yesus mengatakan ini bukan sebagai larangan menangis pada waktu kematian orang yang dicintai, tetapi karena Ia akan membangkitkan anak yang mati itu. Yesus sendiri menangis pada kematian Lazarus (Yoh 11:35).


3) Yesus menghentikan iring-iringan itu dengan menyentuh usungannya.


a) Yang disentuh oleh Yesus bukanlah peti mati, tetapi usungan.


Calvin: “By touching the coffin he intended perhaps to show, that he would by no means shrink from death and the grave, in order to obtain life for us. He not only deigns to touch us with his hand, in order to quicken us when we are dead, but, in order that he might raise us to heaven, himself descends into the grave” (= Dengan menyentuh peti mati mungkin Ia bermaksud untuk menunjukkan bahwa Ia sama sekali tidak menghindari kematian dan kubur, supaya bisa mendapatkan kehidupan untuk kita. Ia bukan hanya berkenan untuk menyentuh kita dengan tanganNya, untuk menghidupkan kita pada saat kita mati, tetapi, supaya Ia bisa mengangkat kita ke surga, Ia sendiri turun ke dalam kubur) - hal 386.


Ada 2 hal yang perlu dipersoalkan dari kata-kata Calvin ini:

1. Orang Yahudi kalau menguburkan tidak pakai peti mati! Yang disentuh oleh Yesus bukan peti mati tetapi usungannya.

Baik NIV maupun NASB menggunakan kata ‘coffin’ (= peti mati), tetapi ini salah. RSV dan KJV menterjemahkan ‘bier’ (= usungan).

2. Berbeda dengan Calvin yang mengatakan bahwa Yesus menyentuh untuk menunjukkan bahwa Ia tidak menghindari kematian dan kubur, A. T. Robertson (hal 102) mengatakan bahwa Yesus menyentuh usungan sekedar untuk menghentikannya.


b) Yesus tidak takut menjadi najis karena penyentuhan itu.


Pulpit Commentary: “It was pollution for the living to touch the bier on which a corpse was lying” (= Merupakan suatu polusi bagi orang hidup untuk menyentuh usungan di atas mana ada mayat yang berbaring) - hal 171.


Mungkin ini hanya tradisi saja, karena hukum Taurat hanya menganggap najis kalau seseorang kena mayat atau tulang atau kubur (Im 21:11  Bil 5:2  6:6,11  9:6,7,10  19:11,13,16,18), tetapi tidak kalau kena usungannya. Tetapi pada waktu Yesus membangkitkan anak Yairus, ia memegang tangan anak itu (Luk 8:54). Bukannya Yesus yang menjadi najis, tetapi sebaliknya anak itu yang menjadi hidup.


4) Yesus membangkitkan anak muda itu.


a) Yesus tidak menunggu sampai ada yang memintaNya untuk menolong, tetapi Ia mengantisipasi semua doa dan membangkitkan anak itu, yang sama sekali tidak mengharapkan terjadinya peristiwa seperti itu.


b) Penafsiran-penafsiran yang salah tentang bagian ini:


1. Diartikan sebagai simbol atau dirohanikan.

Anak muda yang mati ini sebagai simbol dari orang yang mati secara rohani, dan pembangkitannya sebagai simbol dari pembangkitan secara rohani.


Calvin: “this young man, whom Christ raised from the dead, is an emblem of the spiritual life which he restores to us. ... We have a striking emblem of his freely bestowed compassion in raising us from death to life” (= anak muda ini, yang dibangkitkan oleh Kristus dari antara orang mati, merupakan simbol dari kehidupan rohani yang Ia kembalikan kepada kita. ... Kita mempunyai simbol yang menyolok dari pemberian belas kasihan secara cuma-cuma dalam membangkitkan kita dari kematian kepada kehidupan) - hal 385,386.


Dan tentang ay 14 Calvin memberi komentar: “We have here, in the first place, a striking emblem of the future resurrection, as Ezekiel is commanded to say, O ye dry bones, hear the word of the Lord, (37:4.) Secondly, we are taught in what manner Christ quickens us spiritually by faith. It is when he infuses into his word a secret power, so that it enters into dead souls, as he himself declares, The hour cometh, when the dead shall hear the voice of the Son of God, and they who hear shall live, (John 5:25.)” [= Di sini kita mendapatkan, pertama, suatu simbol yang menyolok dari kebangkitan yang akan datang, seperti Yehezkiel diperintahkan untuk mengatakan: ‘Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN’ (Yeh 37:4). Kedua, kita diajar dengan cara apa Kristus menghidupkan kita secara rohani oleh iman. Itu terjadi pada waktu Ia memberikan kepada firmanNya kuasa yang rahasia, sehingga itu masuk ke dalam jiwa yang mati, seperti Ia sendiri nyatakan: ‘Saatnya akan tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya akan hidup’ (Yoh 5:25)] - hal 386.


Catatan: mungkin Calvin mendapatkan penafsiran yang bersifat merohanikan ini dari Agustinus, karena Pulpit Commentary mengatakan (hal 171) bahwa Agustinus mengatakan bahwa semua pekerjaan belas kasihan Tuhan terhadap tubuh mempunyai hubungan rohani dengan jiwa. Dan tentang peristiwa kebangkitan ini Agustinus juga memberikan penafsiran yang merohanikan.


Pulpit Commentary mengutip Agustinus: “as illustrations of Christ’s Divine power and love in raising the soul, dead in trespasses and sins, from every kind of spiritual death, whether the soul be dead, but not yet carried out, like the daughter of Jairus; or dead and carried out, but not buried, like the widow’s son; or dead, carried, and buried, like Lazarus. He who raised himself from the dead can raise all from the dead of sin” (= sebagai ilustrasi tentang kuasa ilahi dan kasih Kristus dalam membangkitkan jiwa, yang mati dalam pelanggaran dan dosa, dari setiap jenis kematian rohani, apakah jiwa itu mati tetapi belum dibawa keluar, seperti anak Yairus; atau mati dan dibawa keluar tetapi belum dikubur, seperti anak janda ini; atau mati, dibawa keluar dan sudah dikubur, seperti Lazarus. Ia yang membangkitkan diriNya sendiri dari antara orang mati, bisa membangkitkan semua dari kematian dosa) - hal 171.


Catatan: saya tidak menerima penafsiran yang merohanikan ini, tetapi saya menganggap bahwa perbandingan yang dilakukan oleh Agustinus tentang 3 kematian itu betul-betul luar biasa: Anak Yairus dibangkitkan dari ranjang, anak janda di Nain dari usungan, Lazarus dari kubur.


C. H. Spurgeon: “All our Lord’s miracles were intended to be parables: ... We see here how Jesus can deal with spiritual death” (= Semua mujijat-mujijat Tuhan kita dimaksudkan sebagai perumpamaan-perumpamaan: ... Di sini kita melihat bagaimana Yesus bisa menangani kematian rohani) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4, hal 50.


Saya tidak setuju dengan penyimbolan / pengalegorian / perohanian seperti ini! Cerita sejarah tidak boleh dialegorikan / dianggap sebagai simbol!


2. Dianggap sebagai TYPE.


Pulpit Commentary: “The death to which this man succumbed was the type of the spiritual death which is the sad consequence of sin” (= Kematian kepada apa orang ini menyerah / tunduk merupakan type dari kematian rohani yang merupakan konsekwensi yang menyedihkan dari dosa) - hal 187.

Keberatan: TYPE selalu menunjuk ke depan, tidak pernah menunjuk ke belakang, padahal kematian rohani sudah terjadi sejak jaman Adam!


3. Tafsiran sesat William Barclay.


William Barclay: “It may well be that here we have a miracle of diagnosis; that Jesus with those keen eyes of his saw that the lad was in a cataleptic trance and saved him from being buried alive, as so many were in Palestine. It does not matter; the fact remains that Jesus claimed for life a lad who had been marked for death” (= Mungkin di sini kita mendapatkan mujijat diagnosis; dimana Yesus dengan mataNya yang tajam melihat bahwa anak muda ini ada dalam suatu trance yang bersifat cataleptic dan menyelamatkannya dari dikubur hidup-hidup, seperti yang terjadi dengan banyak orang di Palestina. Tidak jadi soal; faktanya tetap bahwa Yesus mengclaim kehidupan seorang anak muda yang telah ditandai untuk kematian) - hal 88.


Catatan: catalepsy merupakan suatu keadaan dimana kesadaran dan perasaan hilang secara tiba-tiba dan untuk sementara, dan otot-otot menjadi kejang. Ini bisa terjadi dalam epilepsi, schizophrenia, dsb - Webster’s New World Dictionary.


Penafsiran Barclay ini jelas sesat! Perlu dingat bahwa Lukas, yang menceritakan peristiwa ini adalah seorang tabib, sehingga mustahil ia tidak bisa membedakan orang mati dan orang hidup.


5) Setelah anak itu bangkit, Yesus menyerahkan anak itu kembali kepada ibunya.

Lukas 7: 15: ‘Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.


Hendriksen membandingkan 5 peristiwa kebangkitan, yaitu 2 dalam Perjanjian Lama (oleh Elia dan Elisa), dan 3 dalam Perjanjian Baru (oleh Yesus), dan ia mengatakan bahwa ada persamaan di antara 5 peristiwa kebangkitan ini.


William Hendriksen: “In every case the bringing back to life of the individual is associated with the restoration of family ties. In the old dispensation the children who were raised from the dead are given back to their mothers. In the new, the command to give the ruler’s daughter something to eat was probably directed to her parents; Lazarus is restored to loving fellowship with his sisters (cf. John 11:1 with 12:1,2); and in our present account we read the beautiful words, ‘And Jesus gave him back to his mother’ (Luke 7:15). With this compare the almost exactly similar words of 1Kings 17:23; and see also 2Kings 4:36.  In other words, God loves the family. ... He wants the family to be a close-knit unit” [= Dalam setiap peristiwa kebangkitan orangnya dihubungkan dengan pengembalian / pemulihan hubungan keluarga. Dalam Perjanjian Lama anak-anak yang dibangkitkan dari antara orang mati dikembalikan kepada ibu mereka. Dalam Perjanjian Baru, Yesus memerintahkan untuk memberi makan kepada anak dari kepala rumah ibadat, dan perintah itu mungkin diberikan kepada orang tua anak itu; Lazarus dikembalikan kepada persekutuan yang penuh kasih dengan saudara-saudara perempuannya (bdk. Yoh 11:1 dengan 12:1,2); dan dalam cerita saat ini kita membaca kata-kata yang indah: ‘Dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya’ (Luk 7:15). Bandingkan dengan ini kata-kata yang hampir persis sama dari 1Raja 17:23 dan 2Raja 4:36. Dengan kata lain, Allah mengasihi keluarga. ... Ia menghendaki keluarga sebagai kesatuan yang berhubungan erat] - hal 386,387.

III) Reaksi orang banyak.


Lukas 7: 16-17 - “Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah melawat umatNya.’ Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya”.


Orang banyak menjadi takut. Ini adalah rasa takut yang baik karena disebabkan karena mereka merasakan kehadiran Allah. Tetapi apa yang mereka katakan tentang Yesus, dimana mereka hanya menganggapnya sebagai nabi besar, masih sangat kurang, karena Yesus bukan sekedar merupakan seorang nabi tetapi juga adalah Allah sendiri.


Perlu diketahui bahwa sekalipun ada nabi-nabi (Elia dan Elisa) dan rasul-rasul (Petrus dan Paulus) yang juga membangkitkan orang mati, tetapi kalau mau dibandingkan maka jelas terlihat bahwa Yesus membangkitkan dengan lebih mudah (Pulpit Commentary, hal 171). Semua orang-orang lain itu membangkitkan boleh dikatakan ‘dengan susah payah’, tetapi Yesus membangkitkan dengan begitu mudah.


Bdk. 1Raja 17:19-23  2Raja 4:28-36  Kis 9:40  Kis 20:9-12. Dari ke 4 peristiwa ini, mungkin Kis 9:40 tak terlalu terlihat susah payahnya, tetapi tetap di sana Petrus berdoa, dan baru bisa membangkitkan. Tetapi Yesus langsung memerintahkan, dan anak muda ini bangkit. Karena itu, jelas bahwa pembangkitan yang Yesus lakukan ini sebetulnya bukan sekedar membuktikan bahwa Ia adalah seorang nabi besar, tetapi bahwa Ia adalah Allah / Tuhan sendiri.


Lukas sendiri secara explicit menyebut Yesus sebagai Tuhan dalam cerita ini. Ay 13: ‘Dan ketika Tuhan melihat janda itu’. Merupakan sesuatu yang jarang terjadi dalam kitab-kitab Injil dimana Yesus disebut dengan istilah ‘Tuhan’ tanpa tambahan apa-apa.


Pulpit Commentary: “At the period when St. Luke wrote, not earlier than A. D. 60, this title had probably become the usual term by which the Redeemer was known among his own” (= Pada masa dimana Lukas menulis, tidak lebih awal dari 60 M., gelar ini mungkin telah menjadi istilah yang biasa / umum dengan mana sang Juruselamat dikenal di antara orang-orang milikNya) - hal 171.


A. T. Robertson: “The Lord of Life confronts death (Plummer) and Luke may use KURIOS here purposely” [= Tuhan dari kehidupan berhadapan dengan kematian (Plummer) dan mungkin Lukas secara sengaja menggunakan KURIOS di sini] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 2, hal 101.


Hendriksen (hal 384-385) mengatakan bahwa Lukas jelas mengakui Yesus sebagai Tuhan, dan ini terlihat dari ayat-ayat sebelum ini seperti Luk 5:8,12; Luk 7:6. Tetapi di sana Lukas hanya menceritakan bahwa orang-orang lain menyebut Yesus sebagai Tuhan. Dalam Luk 6:46 Lukas mengutip Yesus, yang juga mengutip orang-orang lain yang menyebutNya ‘Tuhan, Tuhan’. Dan dalam Luk 6:5 Yesus disebut ‘Tuhan atas hari Sabat’, tetapi ini adalah kata-kata Yesus sendiri. Dalam Luk 7:13 ini untuk pertama kalinya Lukas sendiri menggunakan istilah ‘Tuhan’ untuk Yesus. Ia juga melakukannya lagi dalam Luk 7:19  10:1,39,41, dan sebagainya.


William Hendriksen: “In all probability there was a special reason why Luke, in this particular context, called Jesus ‘Lord,’ namely, that in the present instance the Savior revealed himself as Lord and Master even over death!” (= Sangat mungkin bahwa di sana ada alasan khusus mengapa Lukas, dalam kontext ini, menyebut Yesus ‘Tuhan’, yaitu, bahwa dalam kejadian ini sang Juruselamat menyatakan diriNya sendiri sebagai Tuhan dan Tuan bahkan atas kematian!) - hal 385.

Kesimpulan / penutup.


Yesus adalah Tuhan / Allah sendiri. Apakah saudara mempercayai hal itu? Kalau ya, apakah saudara mewujudkan iman saudara itu dalam kehidupan saudara, dengan mencari Dia, mempelajari firmanNya, mengasihiNya, mentaatiNya, melayaniNya, menyembahNya dan memujiNya? Tuhan memberkati saudara.

LUKAS 7:18-23

I) Penderitaan / pemenjaraan terhadap Yohanes Pembaptis.


1) Mengapa Yohanes Pembaptis dimasukkan ke penjara?

Dalam bagian ini Lukas tidak menceritakan bahwa Yohanes Pembaptis sedang ada dalam penjara. Ia menganggap pembacanya harus tahu hal itu karena sudah ia ceritakan dalam Luk 3:19-20 - “Akan tetapi setelah ia menegor raja wilayah Herodes karena peristiwa Herodias, isteri saudaranya, dan karena segala kejahatan lain yang dilakukannya, raja itu menambah kejahatannya dengan memasukkan Yohanes ke dalam penjara”


William Barclay: “The career of John had ended in disaster. It was not John’s habit to soften the truth for any man; and he was incapable of seeing evil without rebuking it. He had spoken too fearlessly and too definitely for his own safety. ... Publicly and sternly John rebuked Herod. It was never safe to rebuke an eastern despot and Herod took his revenge; John was thrown into the dungeons of the fortress of Machaerus in the mountains near the Dead Sea” [= Karir Yohanes telah berakhir dalam bencana. Bukanlah merupakan kebiasaan Yohanes untuk melunakkan kebenaran untuk siapapun juga; dan ia tidak bisa melihat kejahatan tanpa menegurnya. Ia telah berbicara dengan terlalu berani dan terlalu tertentu (maksudnya menunjuk orang tertentu, yaitu Herodes) untuk keamanannya sendiri. ... Di depan umum dan dengan keras Yohanes menegur Herodes. Tidak pernah aman untuk menegur seorang raja Timur yang lalim dan Herodes membalas dendam; Yohanes dilemparkan ke dalam penjara dari benteng Machaerus di pengunungan di dekat Laut Mati] - ‘The Gospel of Matthew’, vol II, hal 1.


Catatan: apa yang tidak saya setujui dari kata-kata Barclay ini adalah kata ‘too’ (= terlalu), yang ia gunakan 2 x (bagian yang saya garis bawahi. Ini secara implicit menyalahkan Yohanes Pembaptis, seakan-akan ia kurang bijaksana. Pada waktu Petrus dan Yohanes masuk ke penjara (Kis 4-5), dan juga Paulus (Kis 16) apakah mereka juga terlalu berani, dan kurang bijaksana? Perlu dicamkan kata-kata Paulus dalam 2Tim 4:2 - “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran”.


Dengan kata-kata ini saya tidak memaksudkan bahwa tidak pernah ada orang kristen yang bertindak secara extrim / ngawur dalam memberitakan Injil, khususnya di negara-negara yang ‘anti kristen’. Jelas ada orang-orang seperti itu. Tetapi menyalahkan Yohanes Pembaptis dan rasul-rasul merupakan sesuatu yang sangat salah. Perlu diingat bahwa dalam jaman dimana kompromi sudah membudaya, maka sikap yang lurus selalu dianggap sebagai sikap yang extrim, tidak bijaksana dan sebagainya.


Penerapan: saya yakin bahwa Yohanes Pembaptis melakukan peneguran terhadap Herodes itu sebagai ketaatannya kepada Tuhan, tetapi akibat ketaatan itu, sekarang ia menderita dalam penjara.


Kalau saudara dituntut untuk melakukan sesuatu yang mengandung resiko, apakah saudara tetap taat? Dalam Pemahaman Alkitab Rabu kemarin ini seorang jemaat memberitahu saya bahwa di Cikarang, Jawa Barat, gereja-gereja mendapat kiriman selebaran, yang mengancam akan menyerbu mereka jika pada hari Minggu ini mereka melakukan kebaktian. Kalau gereja kita mendapat selebaran seperti itu, saudara mau tetap berbakti atau tidak? Ingat pada Daniel, yang pada saat menghadapi larangan untuk meminta kepada siapapun kecuali kepada raja, dengan ancaman akan dilemparkan ke gua singa, tetap berdoa 3 x sehari, seperti yang biasa ia lakukan (Daniel 6:1-12).


Kalau saudara meniru Daniel, ingat bahwa belum tentu saudara bebas seperti Daniel!


2) Penderitaan Yohanes Pembaptis dalam penjara.


William Barclay: “For any man that would have been a terrible fate, but for John the Baptist it was worse than for most. He was a child of the desert; all his life he had lived in the wide open spaces, with the clean wind on his face and the spacious vault of the sky for his roof. And now he was confined within the four narrow walls of an underground dungeon. For a man like John, who had perhaps never lived in a house, this must have been agony” (= Untuk siapapun itu merupakan nasib yang mengerikan, tetapi untuk Yohanes Pembaptis itu lebih jelek dari pada untuk kebanyakan orang lain. Ia adalah anak padang pasir; dalam seluruh hidupnya ia hidup di tempat terbuka, dengan angin yang bersih menerpa wajahnya dan kolong langit sebagai atapnya. Dan sekarang ia dikurung / dibatasi di dalam empat tembok yang sempit dari penjara bawah tanah. Untuk orang seperti Yohanes, yang mungkin tidak pernah tinggal dalam sebuah rumah, ini pasti merupakan penderitaan yang berat) - ‘The Gospel of Matthew’, vol II, hal 1.

II) Keragu-raguan Yohanes Pembaptis. 


1) Waktu Yohanes Pembaptis ada dalam penjara, kelihatannya para muridnya menjadi pendengar dari Yesus, dan para muridnya bisa membezoeknya dengan bebas, dan menyampaikan berita tentang apa yang Yesus lakukan di luar.


Pulpit Commentary: “In the course of John’s imprisonment, it is probable that very many of his disciples became hearers of Jesus” (= Selama pemenjaraan Yohanes, adalah mungkin bahwa sangat banyak dari murid-muridnya menjadi pendengar dari Yesus) - hal 172.


Pulpit Commentary: “it is clear that his friends and disciples had free access to his prison” (= adalah jelas bahwa teman-teman dan murid-muridnya mempunyai akses bebas kepada penjaranya) - hal 172.


2) Dari Lukas 7: 19-20 terlihat dengan jelas bahwa ada keragu-raguan tentang ke-Mesias-an Yesus. Tetapi siapa yang ragu-ragu?


a) Ada yang menganggap bahwa bukan Yohanes Pembaptis sendiri yang ragu-ragu, tetapi para muridnya. Dan ia mengirim murid-muridnya kepada Yesus dengan pertanyaan tersebut, supaya para murid itu mendapatkan jawaban dari Yesus sendiri, dan dikuatkan dalam iman mereka.


Calvin beranggapan bahwa Yohanes Pembaptis sendiri tidak ragu-ragu tentang Kristus. Tetapi ia meragukan kerohanian / iman dari murid-muridnya dan ia kuatir bahwa setelah ia mati, para muridnya akan murtad. Karena itu ia mengirim murid-muridnya kepada Kristus dengan pertanyaan tersebut, supaya mereka mendengar dari Kristus sendiri, dan dikuatkan dalam iman mereka.


Calvin: “Besides, the pastors of the Church are here reminded of their duty. They ought not to endeavour to bind and attach disciples to themselves, but to direct them to Christ, who is the only Teacher. From the beginning, John had openly avowed that he is not the bridegroom, (John 3:39.)” [= Disamping itu, di sini pendeta-pendeta dari Gereja diingatkan akan kewajiban mereka. Mereka tidak boleh berusaha untuk mengikat dan mengambil murid-murid bagi diri mereka sendiri, tetapi mengarahkannya kepada Kristus, yang adalah satu-satunya Guru. Dari semula, Yohanes telah mengakui secara terbuka bahwa ia bukanlah mempelai pria (Yoh 3:39)] - hal 8.


Catatan: Yoh 3:39 pasti salah cetak, karena ayat itu tidak ada. Mungkin yang dimaksud oleh Calvin adalah Yoh 3:29 dimana Yohanes Pembaptis berkata: “Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh”.


b) Ada yang berpendapat bahwa memang Yohanes Pembaptis sendiri yang ragu-ragu. Alasan / argumentasi yang diberikan adalah:


1. Dalam Lukas 7: 22, waktu Yesus menjawab, Ia memberikan jawabanNya kepada Yohanes Pembaptis, karena Ia berkata: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes ...’.


Calvin menjawab argumentasi ini dengan mengatakan bahwa Kristus melakukan itu, karena pertanyaannya juga datang seolah-olah dari Yohanes Pembaptis (Lukas 7: 20), maka jawabanNyapun diberikan kepada Yohanes Pembaptis.


2. Yohanes Pembaptis bukanlah orang yang tidak bisa jatuh ke dalam dosa.

Norval Geldenhuys (NICNT): “Because John was a fallible man, he could quite well entertain these questionings even after all the former clear signs and proofs of Jesus’ divine Messiahship that had been given to him by God” (= Karena Yohanes adalah manusia yang bisa salah, ia bisa saja mempunyai pertanyaan-pertanyaan ini bahkan setelah semua tanda-tanda dan bukti-bukti terdahulu yang jelas tentang ke-Mesias-an yang ilahi dari Yesus yang telah diberikan kepadanya oleh Allah) - hal 226.


3. Spurgeon (Encyclopedia, vol 13, hal 386) mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis adalah Elia dari jaman Kristen. Kalau Elia bisa takut dan minta mati (mengalami kejatuhan), mengapa Yohanes Pembaptis tidak bisa?


Saya sendiri condong bahwa yang ragu-ragu adalah Yohanes Pembaptis sendiri. Perhatikan bahwa Yohanes Pembaptis adalah: 

  • pendahulu Kristus / orang yang menyiapkan jalan bagi Kristus (Luk 3:4-6).

  • orang yang penuh dengan Roh Kudus sejak dari rahim ibunya (Luk 1:15).

  • seorang pemberita Firman Tuhan (Luk 3:3-dst).

  • orang yang membaptis Yesus sendiri, dan menyaksikan mujijat yang terjadi pada saat pembaptisan Yesus (Mat 3:16-17  Yoh 1:32-34).

  • orang yang rendah hati yang selalu mencari kemuliaan Tuhan (Yoh 3:30).

  • seorang nabi, bahkan lebih dari nabi (ay 26).

  • orang yang besar, lebih dari siapapun juga (ay 28).

  • orang yang dulunya yakin sekali tentang Yesus (Yoh 1:15,29-36).


Tetapi orang yang begitu hebat sekalipun, juga bisa ragu-ragu! Ini menunjukkan bahwa:

a. Kita semua harus sadar bahwa kita ini lemah! (1Kor 10:12).

b. Semua hamba Tuhan adalah manusia biasa yang lemah dan karena itu harus didukung dengan doa oleh jemaatnya!


Bahwa Yohanes Pembaptis, yang adalah seorang nabi dan bahkan pendahulu dari Kristus, bisa menjadi ragu-ragu tentang ke-Mesias-an Yesus, mirip dengan apa yang terjadi dengan Ayub, seperti yang dituduhkan oleh Elifas kepadanya, dalam Ayub 4:3-5 - “Sesungguhnya, engkau telah mengajar banyak orang, dan tangan yang lemah telah engkau kuatkan; orang yang jatuh telah dibangunkan oleh kata-katamu, dan lutut yang lemas telah kaukokohkan; tetapi sekarang, dirimu yang tertimpa, dan engkau kesal, dirimu terkena, dan engkau terkejut”.


3) Mengapa Yohanes Pembaptis menjadi ragu-ragu tentang ke-Mesias-an Kristus?


a) Ia dipenjara oleh Herodes.

Penderitaan fisik bisa mempengaruhi kerohanian / iman kita (bandingkan dengan Elia dalam 1Raja 19).


Karena itu kalau saudara menderita secara fisik, hati-hatilah dengan kerohanian saudara. Dan pada saat saudara melihat orang sakit, berdoalah bukan hanya untuk penyakit jasmaninya saja, tetapi juga untuk kerohaniannya.


b) Ia tidak mengalami pertolongan dari Kristus. Mungkin ia sudah berbulan-bulan dalam penjara dan berdoa, tetapi tak ada pertolongan. Problem yang berlarut-larut memang sering melemahkan iman kita. Karena itu ingatlah orang yang mengalami hal seperti itu dan doakan mereka.


Dari para muridnya Yohanes Pembaptis mendapatkan informasi tentang mujijat-mujijat yang dilakukan oleh Yesus. Dan Hendriksen berkata (hal 392-393) bahwa Yohanes Pembaptis mungkin berpikir: ‘Kalau Ia memang begitu berkuasa, mengapa Ia tidak bertindak apa-apa terhadap pemenjaraanku?’.


Knox Chamblin: “John is troubled not so much by what Jesus is doing as by what he is not doing. If Jesus is the figure of John’s expectation, where are the judgment and the wrath that John had predicted (3:7-12)? If Jesus is the mighty Messiah, why is his forerunner allowed to languish in prison at the hands of a wicked monarch?” [= Yohanes terganggu bukanlah oleh apa yang Yesus lakukan, tetapi oleh apa yang Yesus tidak lakukan. Jika Yesus adalah gambar dari pengharapan Yohanes, dimana penghakiman dan murka yang diramalkan oleh Yohanes (3:7-12)? Jika Yesus adalah Mesias yang kuat / perkasa, mengapa orang yang mendahuluiNya diijinkan untuk merana dalam penjara pada tangan dari seorang raja yang jahat?] - ‘A Commentary on the Gospel according to Matthew’, hal 80.


Catatan: yang dimaksud dengan 3:7-12 adalah Mat 3:7-12.


c) Pengertian yang kurang tentang Kristus.

Yohanes mengatakan / menubuatkan bahwa Yesus akan menghukum, membaptis dengan Roh Kudus dan api (Mat 3:7,10-12  Luk 3:7,9,17), tetapi sekarang ia melihat Yesus terus bersikap kasih dan lemah lembut, tak pernah menghukum. Ini membingungkan dia!


Pulpit Commentary: “He had preached that Jesus was coming to judgment. ... And in the spirit of the Old Testament, which was largely a dispensation of judgment, John looked for Messiah to be mainly a Messiah of judgment. ... John’s difficulty is what we all experience when we imagine that a more impressive and decisive method of advancing God’s cause might be adopted. Human nature has great faith in blows!” (= Ia telah memberitakan bahwa Yesus sedang datang untuk melakukan penghakiman. ... Dan dalam roh dari Perjanjian Lama, yang pada umumnya merupakan jaman penghakiman, Yohanes melihat Mesias secara umum sebagai Mesias dari penghakiman. ... Kesukaran Yohanes adalah apa yang kita semua alami pada waktu kita membayangkan bahwa metode yang lebih mengesankan dan menentukan untuk memajukan perkara Allah bisa diambil. Manusia mempunyai iman yang besar pada pukulan / angin ribut!) - hal 197.


William Barclay: “It may well be that John was impatient with Jesus because he was not what he expected him to be. The man who waits for savage wrath will always be disappointed in Jesus, but the man who looks for love will never find his hope defeated” (= Mungkin sekali bahwa Yohanes tidak sabar dengan Yesus karena Ia tidaklah seperti apa yang ia harapkan. Orang yang menunggu untuk kemarahan yang ganas akan selalu kecewa dengan Yesus, tetapi orang yang mencari kasih tidak akan pernah mendapati bahwa pengharapannya dikalahkan) - ‘The Gospel of Matthew’, vol II, hal 3.


Contoh: pada saat saudara gegeran dengan seseorang, saudara mungkin ingin pihak ‘musuh’ dihukum oleh Tuhan. Sekalipun hal seperti itu bisa terjadi (seperti tempo hari orang yang memfitnah saya, mati), tetapi dalam jaman kasih karunia ini biasanya bukan itu cara dari Tuhan. Ini menyebabkan kita menjadi tidak sabar.


Yohanes Pembaptis tidak mengerti kalau Yesus akan menghukum, bukan pada kedatangan yang pertama tetapi pada kedatangan yang kedua. Dari sini jelas terlihat bahwa kuatnya iman sangat dipengaruhi oleh pengertian yang benar tentang Firman Tuhan! Karena itu kita harus selalu belajar Firman Tuhan dengan tekun! Sudahkah saudara melakukan hal itu?


4) Cara Yohanes Pembaptis menangani keragu-raguannya tentang Kristus.

Keragu-raguannya adalah keragu-raguan tentang Kristus, dan ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk dibereskan! Apa yang ia lakukan untuk membereskannya?


a) Bukan ditekan atau disimpan dalam hati, tetapi diakui!

Seringkali seseorang malu untuk mengakui bahwa ia mempunyai suatu keragu-raguan! Bahkan malu kepada dirinya sendiri sehingga pada saat keragu-raguan itu timbul, ia mengalihkan pikirannya pada hal-hal lain. Ini justru sikap yang salah! Kalau hal yang salah itu tidak diakui keberadaannya, maka hal itu tidak akan pernah bisa dibereskan!


b) Yohanes Pembaptis menyampaikan keragu-raguannya kepada Yesus! Ia mencari jawabannya dari Yesus sendiri ! (ay 20). 


William Hendriksen: “John made a very wise decision when, instead of keeping his difficulty regarding Jesus to himself, or talking it over with others but not with the right person, he took it to Jesus” (= Yohanes melakukan keputusan yang sangat bijaksana pada waktu ia bukannya menyimpan problem berkenaan dengan Yesus bagi dirinya sendiri, atau membicarakannya dengan orang-orang lain tetapi bukan dengan orang yang tepat, tetapi ia membawanya kepada Yesus) - hal 393.


Ini tidak berarti bahwa saudara tidak boleh menyampaikan keragu-raguan itu kepada seorang hamba Tuhan. Hamba Tuhan memang bisa dipakai oleh Tuhan untuk menolong saudara dari keragu-raguan itu, tetapi bagaimanapun, harapan saudara haruslah diletakkan pada Tuhan dan bukan pada hamba Tuhan!


Apakah saudara juga mempunyai keragu-raguan? Tentang Kitab Suci sebagai Firman Tuhan? Tentang keilahian Yesus? Tentang keselamatan saudara? Tentang pengampunan? Tentang kepastian masuk surga? Tentang Yesus sebagai satu-satunya jalan ke Surga? Jangan biarkan semua itu! Bereskanlah secepat mungkin!

III) Jawaban dari Yesus (Lukas 7: 22-23).


1) Lukas 7: 22: “Dan Yesus menjawab mereka: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik”.


Jawaban Yesus dalam ay 22 ini seakan-akan tidak ada hubungannya dengan pertanyaannya. Tetapi sebetulnya bukannya tidak berhubungan! Yohanes Pembaptis sebagai orang Yahudi pasti tahu tentang Perjanjian Lama, apalagi tentang bagian-bagian yang berisi nubuat tentang Mesias seperti:

  • Yes 29:18 - “Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat”.

  • Yes 35:5-6 - “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara”.

  • Yes 61:1-2 - “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”


Tentang text-text tersebut di atas Calvin berkata: “The former passage contains a description of Christ’s reign, under which God promises that he will be so kind and gracious as to grant relief and assistance for every kind of disease. He speaks, no doubt, of spiritual deliverance from all diseases and remedies; but under outward symbols, as has been already mentioned, Christ shows that he came as a spiritual physician to cure souls” (= Text-text tadi mencakup penggambaran tentang pemerintahan Kristus, di bawah mana Allah menjanjikan bahwa Ia akan begitu baik dan penuh kasih karunia sehingga memberikan pembebasan / kelegaan dan pertolongan untuk setiap jenis penyakit. Tidak diragukan bahwa Ia berbicara tentang pembebasan rohani dari semua penyakit dan obat; tetapi di bawah simbol-simbol lahiriah, seperti telah disebutkan, Kristus menunjukkan bahwa Ia datang sebagai seorang Dokter rohani untuk menyembuhkan jiwa) - hal 9.


Dalam Yes 61 tersebut dikatakan bahwa Kristus diutus untuk menyampaikan Injil kepada orang-orang miskin dan sengsara / menderita. Bdk. ay 22b: “kepada orang miskin diberitakan kabar baik”. Karena itu:


a) Jangan hanya mau memberitakan Injil kepada orang-orang kaya!


b) Calvin mengatakan (hal 9) bahwa ini dimaksudkan untuk mengajar para pengikutNya kerendahan hati, dan juga supaya kita tidak memandang rendah orang yang miskin / menderita.


Calvin: “Hence it follows, that it is no new occurrence, or one that ought to disturb our minds, if the Gospel is despised by all the great, who, puffed up with their wealth, have no room to spare for the grace of God. Nay, if it is rejected by the greater part of men, there is no reason to wonder; for there is scarcely one person in a hundred who does not swell with wicked confidence” (= Karena itu, sebagai akibatnya, bukanlah merupakan kejadian baru, atau merupakan sesuatu yang harus mengganggu pikiran kita, jika Injil dihina oleh semua orang gede, yang sombong dengan kekayaan mereka, tidak mempunyai tempat untuk kasih karunia dari Allah. Tidak, jika injil itu ditolak oleh sebagian besar manusia, tidak ada alasan untuk bertanya-tanya; karena tidak ada 1 dari 100 orang yang tidak membengkak / sombong dengan keyakinan yang jahat) - hal 10.


Barnes’ Notes: “Jesus referred them for an answer to these miracles. They were proof that he was the Messiah. Prophets had indeed wrought miracles, but no prophet had wrought so many, or any so important. Jesus, moreover, wrought them in his own name, and by his own power. Prophets had done it by the power of God. Jesus, therefore, performed the works which none but the Messiah could do; and John might easily infer that he was the Christ” (= Yesus mengarahkan mereka untuk suatu jawaban kepada mujijat-mujijat ini. Mujijat-mujijat itu adalah bukti bahwa Ia adalah Mesias. Nabi-nabi memang telah melakukan mujijat-mujijat, tetapi tidak ada nabi yang melakukan begitu banyak mujijat, atau yang melakukan mujijat yang begitu penting. Selanjutnya, Yesus mengerjakan mujijat-mujijat itu dalam namaNya sendiri, dan oleh kuasaNya sendiri. Nabi-nabi telah melakukannya dengan kuasa Allah. Karena itu, Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain kecuali oleh Mesias; dan Yohanes bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa Ia adalah Kristus) - hal 52.


Bahwa Yesus melakukan mujijat-mujijat yang Ia katakan dalam ay 22 itu, membuktikan bahwa Ia cocok dengan gambaran tentang Mesias dalam Perjanjian Lama, dan karena itu Ia betul-betul adalah Mesias. Dalam Lukas (Luk 7:20-21), cerita ini terjadi pada saat Yesus melakukan mujijat-mujijat kesembuhan dan juga dalam Lukas, cerita ini (Luk 7:18 dst) didahului dengan peristiwa dimana Yesus membangkitkan orang mati (Luk 7:11-17), dan bahkan persis sebelum Lukas menceritakan jawaban Yesus, ia menceritakan bahwa Yesus melakukan banyak mujijat penyembuhan. Ay 21: “Pada saat itu Yesus menyembuhkan banyak orang dari segala penyakit dan penderitaan dan dari roh-roh jahat, dan Ia mengaruniakan penglihatan kepada banyak orang buta”.


Pulpit Commentary: “We thus learn that the best defence of a suspected work is the patient performance of it. It will vindicate itself in due season, if it be good and genuine” (= Jadi kita belajar bahwa pertahanan yang terbaik untuk suatu pekerjaan yang dicurigai adalah pelaksanaan dengan sabar terhadap pekerjaan itu. Itu akan mempertahankan dirinya sendiri pada waktunya, jika pekerjaan itu baik dan asli) - hal 197.


William Barclay: “this is not the answer John expected. If Jesus was God’s anointed one, John would have expected him to say, ‘My armies are massing. Caesarea, the headquarters of the Roman government, is about to fall. The sinners are being obliterated. And judgment has begun.’ He would have expected Jesus to say, ‘The wrath of God is on the march.’ but Jesus  said, ‘The mercy of God is here.’” (= ini bukanlah jawaban yang diharapkan oleh Yohanes. Jika Yesus adalah orang yang diurapi oleh Allah, Yohanes mengharapkan Ia untuk berkata: ‘PasukanKu banyak sekali. Kaisarea, markas besar dari pemerintahan Romawi, hampir jatuh. Orang-orang berdosa dihapuskan. Dan penghakiman telah dimulai’. Ia berharap Yesus berkata: ‘Murka Allah sedang mendatang’. tetapi Yesus berkata: ‘Belas kasihan Allah ada di sini’.) - ‘The Gospel of Luke’, hal 89-90.


2) Lukas 7: 23: “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.’”.


Dalam Kitab Suci Indonesia digunakan 2 kata, yaitu ‘kecewa’ dan ‘menolak’. Tetapi sebetulnya hanya ada satu kata saja.


KJV: “shall not be offended in me.’” (= tidak sakit hati / tersinggung dalam Aku).

NIV: “does not fall away on account of me.’” (= tidak meninggalkan karena Aku).

NASB: “keeps from stumbling over Me.’” (= tidak tersandung olehKu).


Barnes’ Notes: “The word ‘offence’ means a ‘stumbling-block’. ... This verse might be rendered, ‘Happy is he to whom I shall not prove a stumbling-block!’ That is, happy is he who shall not take offence at my poverty and lowliness of life, so as to reject me and my doctrine” (= Kata ‘sakit hati / tersinggung’ berarti suatu ‘batu sandungan’. ... Ayat ini bisa diterjemahkan ‘Berbahagialah ia bagi siapa Aku tidak terbukti sebagai batu sandungan!’ Yaitu, berbahagialah ia yang tidak tersinggung / tersandung karena kemiskinanKu dan kerendahan hidupKu, sehingga menolak Aku dan ajaranKu) - hal 52.


William Barclay: “This was spoken to John; and it was spoken because John had only grasped half the truth. John preached the gospel of divine holiness with divine destruction; Jesus preached the gospel of divine holiness with divine love. So Jesus  says to John, ‘Maybe I am not doing the things you expected me to do. But the powers of evil are being defeated not by irresistible power, but by unshaken love.’ Sometimes a man can be offended at Jesus because Jesus cut across his ideas of what religion should be” (= Ini dikatakan kepada Yohanes; dan itu dikatakan karena Yohanes hanya mengerti setengah dari kebenaran. Yohanes memberitakan injil dari kekudusan ilahi dengan penghancuran ilahi; Yesus memberitakan injil dari kekudusan ilahi dengan kasih ilahi. Jadi Yesus berkata kepada Yohanes: ‘Mungkin Aku tidak sedang melakukan hal-hal yang engkau harapkan untuk Aku lakukan. Tetapi kuasa-kuasa kejahatan sedang dikalahkan, bukan oleh kuasa yang tidak bisa ditahan, tetapi oleh kasih yang tidak tergoyahkan’. Kadang-kadang seseorang bisa tersandung / tersinggung pada Yesus, karena Yesus mengabaikan gagasannya tentang bagaimana agama itu seharusnya) - ‘The Gospel of Matthew’, vol II, hal 4.


Calvin: “he who would adhere firmly and stedfastly to the faith of the Gospel must encounter offences, which will tend to interrupt the progress of faith. ... The first lesson, therefore, to be learned is, that we must contend with offences, if we would continue in the faith of Christ; for Christ himself is justly denominated ‘a rock of offence and stone of stumbling, by which many fall’ (1Pet 2:8.)” [= ia yang mau berpegang dengan teguh dan setia kepada iman dari Injil harus menemui / menghadapi batu sandungan / hal-hal yang menyinggung / menyakitkan hati, yang cenderung untuk mengganggu kemajuan iman. ... Karena itu, pelajaran pertama yang harus dipelajari adalah bahwa kita harus puas dengan batu sandungan / hal-hal yang menyinggung / menyakitkan hati, jika kita ingin melanjutkan dalam iman dari Kristus; karena Kristus sendiri secara benar dinamakan / disebut ‘batu sentuhan dan batu sandungan, oleh mana banyak orang jatuh’ (1Pet 2:7b-8)] - hal 10.


1Pet 2:7-8 - “Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: ‘Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.’ (8) Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan”.


Bagi Yohanes Pembaptis Lukas 7: 23 ini merupakan teguran halus, sedangkan bagi kita ay 23 ini menunjukkan bahwa kalau kita ikut Yesus pasti akan mengalami banyak hal yang mengecewakan kita (secara daging). Misalnya:

  • tidak ditolong dari problem.

  • tidak dijawab doanya.

  • dikecewakan oleh manusia (pendeta, penginjil, majelis, teman pelayanan, jemaat lain).

  • adanya penganiayaan, dan Tuhan kelihatannya diam saja.

Tetapi semua ini tidak boleh menyebabkan kita berhenti atau kendur dalam mengikut Yesus.


3) Dari jawaban Yesus kepada Yohanes Pembaptis ini terlihat bahwa sekalipun sistim yang digunakan oleh Yesus dalam pelayanannya menimbulkan kebingungan dan ketidak-puasan dalam diri Yohanes Pembaptis, tetapi Yesus hanya menjelaskannya kepada Yohanes Pembaptis tetapi tidak mengubah sistim yang Ia gunakan.


Norval Geldenhuys (NICNT): “When John the Baptist became dissatisfied with the Saviour’s method of work, Jesus did not change His method but continued in the same way and, in addition, expressly informed John that this and this alone was His method of work. What a lesson for the church of Christ when the Biblical methods of living and working are criticised, not to agree to compromises but to continue faithfully with the work as His Word ordains and to give the critics to understand that this and this alone is the method according to which she intends to work” (= Pada waktu Yohanes Pembaptis menjadi tidak puas dengan metode kerja dari sang Juruselamat, Yesus tidak mengubah metodeNya tetapi meneruskan dengan cara yang sama dan sebagai tambahan, secara jelas / explicit memberi informasi kepada Yohanes bahwa ini, dan hanya ini, adalah metode kerjaNya. Ini merupakan suatu pelajaran untuk gereja Kristus pada waktu metode-metode yang Alkitabiah tentang kehidupan dan pekerjaan dikritik, untuk tidak menyetujui kompromi-kompromi tetapi meneruskan dengan setia pekerjaan seperti yang ditetapkan oleh FirmanNya dan menjelaskan kepada para pengkritik bahwa ini, dan hanya ini, merupakan metode menurut apa ia mau bekerja) - hal 229.

LUKAS 7:24-35

I) Yesus meninggikan Yohanes Pembaptis (Lukas 7: 24-28).


1) Hendriksen mengatakan bahwa ‘kejatuhan’ Yohanes Pembaptis yang baru dibicarakan dalam ay 18-23 bisa menyebabkan orang banyak merendahkan Yohanes Pembaptis. Yesus tidak mau itu terjadi, dan karena itu Ia mengucapkan kata-kata dalam ay 24-dst.


2) Di sini Yesus memuji Yohanes Pembaptis, di depan orang banyak, tetapi di belakang Yohanes Pembaptis.


Banyak orang memuji orang di depan orang itu, di depan orang banyak. Ini menjilat, dan menyebabkan kesombongan dalam diri orang yang dipuji. Dan kalau orang yang dipuji itu adalah orang yang rendah hati, ia pasti tidak akan merasa senang, dan sebaliknya merasa malu, mendapatkan pujian di depan umum seperti itu.


Hari Kamis tanggal 24 Januari 2002, saya menonton acara rohani di TV cable, yang menunjukkan kebaktian / persekutuan yang dipimpin oleh Rodney Howard-browne, salah satu tokoh dari Toronto Blessing. Dan lalu ada seorang pendeta dari gereja tertentu yang maju ke depan, dan memuji-muji Rodney Howard-browne setinggi langit, mungkin sekitar ½ jam atau lebih. Dan Rodney Howard-browne tenang-tenang saja mendengarkan dan menerima puji-pujian atau jilatan tersebut, dan bahkan kelihatan senang / bangga. Ini betul-betul merupakan sesuatu yang tidak bisa saya mengerti.


3) Apa saja pujian Kristus tentang Yohanes Pembaptis?


a) Yohanes Pembaptis bukan orang yang plin-plan.

Lukas 7: 24: “Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: ‘Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari?”.

‘Padang gurun’ merupakan tempat Yohanes Pembaptis memberitakan Firman Tuhan (Mat 3:1,3).

‘Melihat buluh yang digoyangkan angin kian kemari?’. Pertanyaan ini jelas jawabnya adalah: ‘Tidak’.

Barnes mengatakan bahwa keragu-raguan Yohanes Pembaptis tentang Mesias bisa menyebabkan orang banyak beranggapan bahwa Yohanes Pembaptis adalah orang yang plin-plan. Dengan mengatakan kata-kata ini Yesus menyatakan bahwa Yohanes Pembaptis bukan orang seperti itu.


Adam Clarke: “The first excellency which Christ notices in John was his steadiness; convinced once of the truth, he continued to believe and assert it. This is essentially necessary to every preacher, and to every private Christian. He who changes about from opinion to opinion, and from one sect or party to another, is never to be depended on; there is much reason to believe that such a person is either mentally weak, or has never been rationally and divinely convinced of the truth” (= Hal bagus pertama yang diperhatikan oleh Kristus dalam diri Yohanes adalah kestabilannya; sekali yakin akan kebenaran, ia terus mempercayainya dan menegaskannya. Ini merupakan sesuatu yang penting untuk setiap pengkhotbah, dan untuk setiap pribadi Kristen. Ia yang berganti dari pandangan satu ke pandangan lain, dan dari satu sekte atau aliran ke yang lain, tidak pernah bisa dipercayai; ada banyak alasan untuk percaya bahwa orang seperti itu lemah secara mental, atau tidak pernah diyakinkan secara rasionil dan ilahi terhadap kebenaran) - hal 128.


Catatan: saya berpendapat kata-kata ini tidak boleh dimutlakkan. Setiap orang kristen justru harus pindah kepercayaan, kalau ia diyakinkan bahwa pandangan lamanya salah, dan ada pandangan baru yang lebih benar / alkitabiah.


b) Yohanes Pembaptis adalah orang yang hidup sederhana.

Lukas 7: 25: “Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja.

Pertanyaan ini lagi-lagi harus dijawab dengan ‘Tidak’.


Tentang pakaian Yohanes Pembaptis bisa dilihat dari Mat 3:4 - “Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan”.

Ay 25 ini kelihatannya menentang kemewahan dari pendeta / pengkhotbah.


Adam Clarke: “A second excellency in John was, his sober and mortified life. A preacher of the Gospel should have nothing about him which savours of effeminacy and worldly pomp: he is awfully mistaken who thinks to prevail on the world to hear him and receive the truth, by conforming himself to its fashion and manners” (= Hal bagus kedua dalam diri Yohanes adalah kehidupannya yang sederhana dan mati bagi diri sendiri. Seorang pemberita Injil tidak boleh mempunyai apapun yang kewanita-wanitaan dan kemegahan duniawi: ia sangat salah jika berpikir bisa membujuk dunia untuk mendengarnya dan menerima kebenaran, dengan menyesuaikan dirinya sendiri dengan kebiasaan / mode dan cara-cara dunia) - hal 128.


Jaman sekarang ada banyak pengkhotbah / pendeta yang seperti ini, khususnya pengkhotbah di TV yang begitu pesolek! Laki-laki, tetapi memakai lipstick, bedak, dan sebagainya.


c) Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi (ay 26a).

Ay 26a: “Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, ...”.


1. Ini tidak bertentangan dengan Yoh 1:21 - “Lalu mereka bertanya kepadanya: ‘Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?’ Dan ia menjawab: ‘Bukan!’ ‘Engkaukah nabi yang akan datang?’ Dan ia menjawab: ‘Bukan!’.

Mengapa tidak bertentangan? Karena dalam Yoh 1:21 yang dimaksudkan adalah nabi tertentu.

mungkin yang dimaksud adalah nabi dalam Ul 18:15.

dari Yoh 6:14 dan Yoh 7:40 terlihat bahwa orang-orang Yahudi menanti-nantikan kedatangan nabi ini.

Entah karena alasan apa, orang-orang Yahudi saat itu jelas membedakan nabi ini dengan Kristus / Mesias (Yoh 1:20-21 bdk. Yoh 7:40-41).

Tetapi gereja abad I sudah tahu bahwa nabi itu adalah Kristus sendiri (bdk. Kis 3:22-23).

mungkin yang dimaksud adalah nabi Yeremia (Orang Yahudi juga percaya bahwa sama seperti Elia, Yeremia juga akan datang kembali. Bandingkan dengan Mat 16:14).

Dari 2 kemungkinan ini saya memilih kemungkinan pertama.


2. Sekalipun Yohanes Pembaptis adalah nabi, tetapi Yoh 10:41 - “Dan banyak orang datang kepadaNya dan berkata: ‘Yohanes memang tidak membuat satu tandapun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini adalah benar.’”.


Melakukan mujijat bukan persyaratan seorang nabi. Yang penting ajarannya benar! Sebaliknya, ‘nabi’ yang bisa melakukan tanda / mujijat, tetapi ajarannya salah / sesat, adalah nabi palsu (Ul 13:1-5).


d) Yohanes Pembaptis lebih dari nabi dan ia lebih besar dari semua orang Perjanjian Lama (ay 26-28a).


Ay 26-28a: “(26) Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. (27) Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusanKu mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalanMu di hadapanMu. (28) Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, ...”.


1. Lukas 7: 27 dikutip dari Mal 3:1a - “Lihat, Aku menyuruh utusanKu, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapanKu!”.

Ini menunjukkan Yohanes Pembaptis sebagai pendahulu Kristus / orang yang mempersiapkan jalan bagi Kristus / Mesias.


2. Yohanes Pembaptis dikatakan lebih besar dari semua nabi-nabi Perjanjian Lama. Mengapa?

Karena ia mempunyai tugas yang khusus sebagai pendahulu / pemersiap jalan bagi Kristus.

Karena nabi-nabi Perjanjian Lama hanya bisa bernubuat tentang Kristus. Sedangkan Yohanes Pembaptis melihat Kristus sendiri dan ia bisa menunjuk kepada Kristus sebagai penggenapan nubuat mereka.

Hendriksen mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis dipenuhi Roh Kudus sejak dari rahim ibunya (Luk 1:15), dan ini merupakan alasan mengapa ia lebih besar dari semua orang yang dilahirkan oleh perempuan.


e) Tetapi Yesus menambahkan bahwa yang terkecil dalam kerajaan sorga lebih besar dari Yohanes Pembaptis (ay 28b).


Calvin mengatakan (hal 14) bahwa istilah ‘Kerajaan Surga’ (Mat 11:11) / ‘Kerajaan Allah’ (Luk 7:28) di sini tidak menunjuk pada surga tetapi pada gereja! Jadi, orang Kristen (Perjanjian Baru) yang terkecilpun lebih besar dari Yohanes Pembaptis. Kata ‘lebih besar’ ini tidak boleh diartikan ‘lebih beriman’ atau ‘lebih saleh’. Lalu harus diartikan apa?


Hendriksen menghubungkan ay 28b ini dengan Luk 10:23-24 - “Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-muridNya tersendiri dan berkata: ‘Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.’”.


William Hendriksen: “The one least in the kingdom was greater than John in the sense that he was more highly privileged” (= Orang yang terkecil dalam kerajaan lebih besar dari pada Yohanes dalam arti bahwa ia mempunyai hak yang lebih tinggi) - hal 398.


Pulpit Commentary: “We must take the word ‘greater’ as signifying more privileged: it will not bear any other meaning” (= Kita harus mengartikan kata ‘lebih besar’ sebagai ‘lebih berhak’: kata itu tidak bisa mempunyai arti lain) - hal 191.


Sekalipun Yohanes Pembaptis bisa melihat Kristus (dan karena itu ia lebih besar dari nabi-nabi Perjanjian Lama yang lain), tetapi ia tidak mengalami Kristus yang tersalib, bangkit, naik ke suga dsb. Ia memang menubuatkan tentang salib (bdk. Yoh 1:29) tetapi ia tidak melihat penggenapan nubuatnya sendiri. Sedangkan orang Kristen (Perjanjian Baru) yang paling kecilpun sudah mengetahui (‘mengalami dan melihat’), dan bisa memberitakan bahwa Yesus sudah mati untuk dosanya, sudah bangkit, dan sudah naik ke surga. Dalam hal ini kita lebih besar dari Yohanes Pembaptis.


Dari semua penggambaran Yesus tentang Yohanes Pembaptis, jelas bahwa Yesus sangat meninggikan Yohanes Pembaptis. Sekalipun Yohanes Pembaptis ‘jatuh’ dalam keragu-raguan, tetapi ia tetap merupakan hamba Tuhan yang baik di mata Yesus.


Kesimpulannya: adalah salah untuk menilai seseorang hanya dari satu peristiwa saja. Kita juga harus memperhatikan masa lalu dan masa yang akan datang dari orang tersebut, dan baru memberikan penilaian.


Penerapan: Kalau kita melihat ada hamba Tuhan yang ‘jatuh’ dalam dosa, jangan terlalu cepat menghakimi dengan mengatakan bahwa orang itu bukanlah hamba Tuhan! Petrus, Elia, Daud, Salomo, dan bahkan Abraham, juga pernah jatuh, tetapi mereka tetap adalah hamba Tuhan yang baik.

II) Tanggapan para pendengar (Lukas 7: 29-30).


1) Orang awam / berdosa menerima kata-kata Yesus.

Lukas 7: 29: “Seluruh orang banyak yang mendengar perkataanNya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes”.


Kata-kata ‘mengakui kebenaran Allah’.

KJV/Lit: ‘justified God’ (= membenarkan Allah).

Maksudnya: menyatakan bahwa Allah itu benar.


Pulpit Commentary: “For we must acknowledge God’s perfect justice in condemning us for our sins, before we can appreciate his justice and mercy in forgiving us for his Son’s sake” (= Karena kita harus mengakui keadilan Allah yang sempurna dalam mengecam kita untuk dosa-dosa kita, sebelum kita bisa menghargai keadilan dan belas kasihanNya dalam mengampuni kita demi AnakNya) - hal 198.


2) Para tokoh agama justru menolak kata-kata Yesus.

Lukas 7: 30: “Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes”.


KJV: ‘rejected the counsel of God against themselves’ (= menolak rencana Allah terhadap diri mereka sendiri).

NIV: ‘rejected God’s purpose for themselves’ (= menolak rencana Allah untuk diri mereka sendiri).


Penafsiran Arminian:

Adam Clarke (hal 413) menafsirkan bahwa ini menunjukkan bahwa orang-orang ini bisa menggagalkan rencana Allah untuk diri mereka. Allah menghendaki / merencanakan supaya mereka bertobat, dibaptis dan percaya kepada Yesus Kristus, tetapi karena mereka tidak bertobat / percaya, maka rencana Allah yang baik itu gagal.


Ada lagi yang mengatakan bahwa kata yang diterjemahkan dengan ‘maksud’ / ‘rencana’ di sini adalah βουλη (BOULE). Dan lalu dikatakan bahwa ada 2 kata dalam bahasa Yunani yang menunjuk pada ‘kehendak Allah’, yaitu BOULE dan THELEMA. Tetapi kalau kata Yunani BOULE menunjuk pada ‘kehendak Allah’ dalam arti ‘rencana kekal dari Allah’, maka kata Yunani THELEMA menunjuk pada ‘kehendak Allah’ dalam arti ‘perintah Allah’. Dengan demikian Luk 7:30, yang menggunakan kata Yunani BOULE, menunjukkan bahwa rencana kekal dari Allah itu bisa digagalkan oleh kehendak bebas dari manusia.


Kalau ini benar, maka bukan saja rencana Allah bisa gagal, tetapi doktrin ‘Irresistible Grace’ (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak), yang merupakan point ke 4 dari 5 points Calvinisme, juga hancur!


Jawaban terhadap penafsiran Arminian ini:


a) Tafsiran Clarke di atas jelas bertentangan dengan Ayub 42:1-2 - “Maka jawab Ayub kepada TUHAN: ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.


b) Setelah memeriksa penggunaan kata BOULE dan THELEMA dalam seluruh Kitab Suci / Perjanjian Baru, saya yakin bahwa pembedaan kata BOULE dan THELEMA di atas tidak bisa dipertanggung-jawabkan, karena:


Kata Yunani THELEMA, sekalipun memang sering digunakan untuk menunjuk pada ‘perintah Allah’, seperti misalnya dalam Mat 7:21 dan Luk 12:47, tetapi juga sangat sering digunakan untuk menunjuk pada ‘rencana kekal dari Allah’, yaitu dalam Mat 6:10  Mat 26:42  Kis 21:14  Ro 1:10  Ro 15:32  Ef 1:5  Ef 1:11  1Pet 3:17  1Pet 4:19  1Yoh 5:14.


Saya berikan ayatnya salah satu saja, yang jelas menunjukkan bahwa THELEMA menunjuk pada ‘rencana kekal dari Allah’.

1Yoh 5:14 - “Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya”. Kata ‘kehendak’ di sini menggunakan kata THELEMA, padahal ini pasti menunjuk pada ‘rencana kekal dari Allah’.


Sedangkan kata Yunani BOULE, sekalipun dalam ayat-ayat tertentu menunjuk pada ‘rencana kekal dari Allah’, seperti misalnya dalam Kis 2:23 dan Kis 4:28, tetapi juga pernah digunakan untuk menunjuk pada ‘perintah Allah’, yaitu dalam Kis 13:36 dan Kis 20:27.


Kis 13:36 - “Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan”. Kata ‘kehendak’ di sini menggunakan kata BOULE, dan ini pasti menunjuk pada ‘perintah Allah’.


Kis 20:27 - “Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu”. Kata ‘maksud’ di sini menggunakan kata BOULE, dan tidak mungkin kata ini menunjuk pada ‘rencana kekal dari Allah’, karena Paulus tidak mungkin bisa memberitakan ‘seluruh rencana kekal dari Allah’. Yang dimaksud pasti adalah ‘perintah / ajaran dari Allah’.


Sesuatu yang menarik terlihat dalam Ef 1:11 - “Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya”.


KJV: ‘In whom also we have obtained an inheritance, being predestinated according to the purpose of him who worketh all things after the counsel of his own will (= Dalam siapa kita juga telah mendapatkan suatu warisan, karena kita telah dipredestinasikan sesuai dengan rencanaNya, yang mengerjakan segala sesuatu menurut rencana dari kehendakNya sendiri).


Untuk kata ‘counsel’ (= rencana) digunakan kata BOULE, sedangkan untuk kata ‘will’ (= kehendak) digunakan kata THELEMA, padahal keduanya menunjuk pada hal yang sama.


Kesimpulan: kata BOULE dan THELEMA bisa digunakan secara interchangeable (= bisa dibolak-balik). Dengan demikian, kata BOULE dalam ay 30 ini tidak harus menunjuk pada ‘rencana kekal dari Allah’, tetapi bisa menunjuk pada ‘perintah Allah’. Dan dengan demikian, penolakan dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat ini, tidak berarti bahwa rencana kekal dari Allah bisa gagal, atau bahwa kasih karunia Allah bisa ditolak, tetapi hanya menunjukkan bahwa mereka menolak perintah Allah untuk bertobat / percaya kepada Yesus. 


Norval Geldenhuys (NICNT): “Here βουλη (BOULE) does not refer to the eternal decree of God (Eph. 1:1), which cannot be broken or put aside by the creature, but to God’s dispensing of salvation as it is revealed in John’s mission and work” [= Di sini BOULE tidak menunjuk pada ketetapan kekal dari Allah (Ef 1:1), yang tidak bisa dilanggar atau disingkirkan oleh makhluk ciptaan, tetapi pada penyaluran keselamatan seperti yang dinyatakan dalam missi dan pekerjaan dari Yohanes] - hal 230.


Barnes’ Notes: “The counsel of God towards them was the solemn admonition by John, to repent and be baptized, and be prepared to receive the Messiah. This was the command, or revealed will of God, in relation to them. When it is said that they rejected the counsel of God, it does not mean that they could frustrate his purposes, but merely that they violated his commands. Men cannot frustrate the real purposes of God; but they can contemn his messages; violate his commands; and thus reject the counsel which he gives them, and despise the desire which he manifests for their welfare” (= Maksud Allah terhadap mereka adalah peringatan / teguran yang serius oleh Yohanes, untuk bertobat dan dibaptis, dan dipersiapkan untuk menerima sang Mesias. Ini merupakan perintah, atau kehendak Allah yang dinyatakan, dalam hubungannya dengan mereka. Pada waktu dikatakan bahwa mereka menolak maksud Allah, itu tidak berarti bahwa mereka bisa mengagalkan rencanaNya, tetapi hanya bahwa mereka melanggar perintahNya. Manusia tidak bisa menggagalkan rencana yang sebenarnya dari Allah; tetapi mereka bisa meremehkan pesan / beritaNya; melanggar perintahNya; dan karena itu menolak maksud yang Ia berikan kepada mereka, dan meremehkan keinginan yang Ia nyatakan untuk kesejahteraan mereka) - hal 204.


Robert L. Dabney: “When it is said that the Pharisees rejected the counsel of God concerning themselves, the word ‘counsel’ means but ‘precept’” (= Pada waktu dikatakan bahwa orang-orang Farisi menolak maksud Allah mengenai diri mereka sendiri, kata ‘maksud’ berarti ‘perintah / ajaran’) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 222. cf Ps 107:11  Prov 1:25,30.


Mengomentari penolakan oleh para tokoh agama ini, Calvin berkata:

“the Scribes, flattering themselves with confidence in their own knowledge, cared little for what Christ said” (= ahli-ahli Taurat, mengumpak diri mereka sendiri dengan keyakinan pada pengetahuan mereka sendiri, tidak terlalu mempedulikan apa yang Kristus katakan) - hal 18.

“the scribes, in despising the baptism of John, shut against themselves, through their pride, the gate of faith. If, therefore, we desire to rise to full perfection, let us first guard against despising the very least of God’s invitations, and be prepared in humility to commence with small and elementary instructions” (= ahli-ahli Taurat, dengan meremehkan baptisan Yohanes, menutup terhadap diri mereka sendiri pintu dari iman, melalui kesombongan mereka. Karena itu, jika kita ingin untuk naik kepada kesempurnaan yang penuh, hendaklah kita berjaga-jaga terhadap peremehan undangan terkecil dari Allah, dan siap dalam kerendahan hati untuk mulai dengan ajaran yang kecil dan bersifat dasar) - hal 19.


Penerapan: jangan meremehkan katekisasi / kebaktian PI.

III) Kata-kata Yesus terhadap orang-orang yang menolak (Lukas 7: 31-35).


1) Dalam ayat-ayat ini Yesus berbicara tentang orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang menolak Yohanes Pembaptis maupun diriNya sendiri.


2) Kata-kata ‘Kata Yesus’ pada awal dari Lukas 7: 31 tidak ada dalam hampir semua manuscripts (Clarke, hal 413).


3) Dalam ay 32 Yesus memberikan suatu perumpamaan. Perumpamaan itu tentang dua grup anak, dimana grup ke1 mengajak bermain tapi grup ke 2 tidak mau.

Ay 32a: grup ke 1 mengajak bermain pesta-pestaan, tetapi grup ke 2 tidak mau.

Ay 32b: grup ke 1 mengajak bermain tentang suatu perkabungan (sesuatu yang kontras dengan suatu ajakan yang pertama ), tetapi grup ke 2 lagi-lagi tidak mau .


Grup ke 2 yang tidak responsive / tidak tanggap ini persis seperti orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.

Pada waktu Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan dan tidak minum (ay 33a). Artinya, Yohanes Pembaptis makan / minum hal-hal tertentu saja (Luk 7:33  Mat 3:4). Tanggapan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat: ia kerasukan setan (ay 33b).


Pada waktu Yesus datang, Ia datang dengan cara yang kontras dengan Yohanes Pembaptis. Ia makan dan minum (ay 34a). Artinya, Yesus makan dan minum seperti orang biasa. Calvin mengatakan (hal 20-21) bahwa ini menunjukkan bahwa kehidupan normal dalam hal makan tidak lebih buruk dari pada orang yang terus puasa, pantang dan sebagainya. Bdk. 1Tim 4:1-5  Ro 14:1-2.


Tanggapan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat: Ia pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang-orang berdosa (ay 34b  bdk. Luk 7:36-50, khususnya ay 39nya).


Jadi memang Yohanes Pembaptis kontras dengan Yesus, tetapi para tokoh agama itu menolak kedua-duanya. Hal apa yang bisa kita pelajari dari sini?


a) Hamba Tuhan / orang kristen selalu serba salah.

Hidup seperti Yohanes Pembaptis salah, hidup seperti Yesus (kontrasnya) juga salah. Setiap orang kristen yang sungguh-sungguh (apalagi seorang hamba Tuhan), harus ‘siap untuk selalu disalahkan’! Kita harus belajar menulikan telinga kita terhadap kritik-kritik yang tidak berdasar (ini tidak berarti bahwa kita harus menolak seadanya kritik!).


Adam Clarke: “Whatever measures the followers of God may take, they will not escape the censure of the world: the best way is not to be concerned at them” (= Tindakan / langkah apapun yang dilakukan oleh pengikut-pengikut Allah, mereka tidak akan lolos dari kritikan dunia: jalan / cara yang terbaik adalah dengan tidak memperhatikan / mempedulikannya) - hal 130.


b) Para tokoh agama itu memang tegar tengkuk.

Calvin: “Neither of those methods had any success, and what reason could be assigned except their hardened obstinacy?” (= Tidak ada dari metode-metode itu yang berhasil, dan alasan apa yang bisa diberikan selain sifat keras kepala mereka?) - hal 20.


c) Kalau seorang tidak mau mendengar kebenaran Firman Tuhan, ia selalu bisa mendapatkan alasan. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak Yohanes Pembaptis maupun Yesus dengan alasan-alasan tadi (ay 33b,34b).

Contoh alasan yang sering dipakai untuk menolak Firman Tuhan:

Khotbah terlalu panjang atau terlalu pendek.

Khotbah terlalu gampang atau terlalu sukar.

Khotbah terlalu lunak atau terlalu keras.

dan sebagainya.


Pertanyaan yang harus ditanyakan kepada orang-orang yang menolak Firman Tuhan dengan berbagai alasan itu, adalah: sebetulnya, kamu itu rindu pada kebenaran Firman Tuhan atau tidak?


d) Orang yang menolak Yohanes Pembaptis, juga menolak Yesus.

Kalau saudara menolak seorang hamba Tuhan yang benar, jangan terlalu berharap bahwa saudara bisa diberkati oleh hamba Tuhan yang lain. Orang yang menolak seorang hamba Tuhan, biasanya juga akan menolak semua hamba Tuhan yang lain.


e) Adam Clarke: “There are some to whom every thing is useful in leading them to God; others, to whom nothing is sufficient. Every thing is good to an upright mind, every thing is bad to a vicious heart” (= Ada orang-orang bagi siapa segala sesuatu berguna dalam membimbing mereka kepada Allah; dan orang-orang lain bagi siapa tidak ada apapun yang cukup. Segala sesuatu adalah baik bagi pikiran yang lurus, segala sesuatu adalah jelek bagi hati yang jahat) - hal 129.


4) Lukas 7: 35: ‘Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.

KJV: ‘But wisdom is justified of all her children (= Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua anak-anaknya).


NIV: “But wisdom is proved right by all her children.’” (= Tetapi hikmat dibuktikan benar oleh semua anak-anaknya).

Bdk. Mat 11:19b - “Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.’”

Kata ‘nya’ menunjuk pada ‘hikmat Allah’.


Artinya: orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mempunyai alasan-alasan untuk menolak Firman Tuhan yang diberitakan oleh Yohanes Pembaptis atau Yesus, tetapi kebenaran dari Firman Tuhan (hikmat Allah) itu terbukti dari orang-orang yang mau menerima Firman Tuhan itu (misalnya: hidup mereka yang berubah, dan sebagainya).


William Hendriksen: “Jesus points out that in the end such thoroughly unfair and bitter criticism and intolerance will get nowhere. The victory is on the side of truth. He says, ‘Yet wisdom is vindicated by all her children.’ The wisdom of John the Baptist, when he insisted on conversion, and of Jesus, when he held out the hope of salvation even to those with whom many in Israel would have nothing to do, was shown to have been fully justified by what it accomplished in the hearts and lives of ‘all her children’; that is, all those who allowed themselves to be guided by that wisdom. John and Jesus each had his distinct mission to perform. Each carried out his assignment. ... Wisdom’s children, then, are all those who were wise enough to take heart the message of John and of Jesus” (= Yesus menunjukkan bahwa pada akhirnya kritik dan sikap tidak toleran yang sepenuhnya tidak adil dan pahit itu tidak akan sampai ke mana-mana. Kemenangan ada pada pihak kebenaran. Ia berkata: ‘Tetapi hikmat dipertahankan oleh semua anak-anaknya’. Hikmat dari Yohanes Pembaptis, pada waktu ia berkeras pada pertobatan, dan dari Yesus, pada waktu Ia menawarkan pengharapan keselamatan bahkan kepada mereka, dengan siapa banyak orang di Israel tidak mau berurusan, ditunjukkan benar sepenuhnya oleh apa yang dicapainya dalam hati dan kehidupan dari ‘semua anak-anaknya’; yaitu, semua mereka yang mengijinkan diri mereka sendiri untuk dipimpin oleh hikmat itu. Yohanes dan Yesus masing-masing mempunyai misinya yang berbeda untuk dilaksanakan. Masing-masing melaksanakan tugasnya. ... Jadi, anak-anak hikmat adalah semua mereka yang cukup bijaksana untuk mempertimbangkan secara serius berita dari Yohanes dan Yesus) - hal 401.

Penutup / kesimpulan.


Dengan alasan apapun, tidak ada orang yang bisa dibenarkan, jika mereka menolak Firman Tuhan / Injil. Jangan menjadi seperti para tokoh agama Yahudi, yang kelihatan mentereng dan pandai, tetapi tegak tengkuk dan menolak kebenaran Firman Tuhan / Injil. Lebih baik menjadi orang-orang rendahan, pemungut cukai, dsb, yang sekalipun rendah dalam pandangan manusia, tetapi mau tunduk dan menerima kebenaran Firman Tuhan / Injil. Kiranya Tuhan memberkati saudara.

LUKAS 7:36-50

I) Peristiwa yang mendahului perumpamaan (Lukas 7: 36-39).


1) Simon, seorang Farisi, mengundang Yesus untuk makan di rumahnya (ay 36,40).

Dari undangan ini, dan dari sebutan ‘guru’ terhadap Yesus dalam ay 40, kelihatannya Simon, berbeda dengan kebanyakan orang Farisi pada saat itu, tidak memusuhi ataupun membenci Yesus maupun ajaranNya. Tetapi, kalau kita melihat seluruh bacaan hari ini, khususnya ay 44-46, terlihat bahwa Simon bukanlah orang yang percaya / mengasihi / menghormati Yesus. Mungkin ia mengundang Yesus hanya karena ingin tahu tentang Yesus. Jadi, bolehlah dikatakan bahwa Simon bukanlah orang yang anti Yesus maupun pro Yesus. Ia adalah orang yang ‘netral’.


Penerapan: Apakah saudara adalah orang yang ‘netral’ seperti Simon? Apakah saudara puas dengan keadaan saudara sebagai seorang ‘simpatisan kristen’ yang tidak sungguh-sungguh percaya dan mengasihi Yesus? Apakah saudara puas dengan keadaan saudara sebagai orang yang pergi ke gereja, tetapi dalam hati tidak sungguh-sungguh percaya dan mengasihi Yesus? Kalau ya, perhatikan Mat 12:30 dimana Yesus berkata: “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan”. Dalam ayat ini Yesus dengan jelas berkata bahwa tidak ada orang ‘netral’ dalam hubungannya dengan Yesus! Pokoknya kalau saudara bukan kawan Yesus, itu berarti saudara adalah lawan Yesus. Kalau saudara tidak betul-betul pro Yesus dengan segenap hati dan jiwa saudara, maka Yesus menganggap bahwa saudara adalah orang yang anti Dia! Karena itu, cepatlah bertobat dan datang kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!


2) Yesus datang memenuhi undangan Simon itu dan Ia lalu ‘duduk makan’ (ay 36b).


a) Bukan hanya sekali ini Yesus mau datang untuk memenuhi undangan makan di rumah seorang Farisi. Itu terjadi lagi sedikitnya 2 x, yaitu dalam Luk 11:37 dan Luk 14:1. Sikap Yesus ini harus diperhatikan oleh hamba-hamba Tuhan yang begitu sombong sehingga tidak mau diundang makan oleh jemaatnya.

Tetapi, apakah tindakan Yesus ini tidak bertentangan dengan kata-kata Paulus dalam 1Kor 5:9-11?


1Kor 5:9-11 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.


Catatan: text ini text tentang pengucilan / siasat gerejani, dan karena itu harus diberlakukan baik terhadap orang kristen yang hidup dalam dosa yang menyolok, maupun terhadap orang kristen yang sesat / nabi palsu.


Ada 2 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban:

1. Pada saat itu kata-kata Paulus itu belum ada.

2. Jangan lupa bahwa Paulus juga berkata: “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi” (Tit 3:10). Jadi, sebelum ‘menjauhi nabi palsu / bidat’ kita harus ‘menasehati dulu satu atau dua kali’. Jelas bahwa kita boleh bertemu dan bercakap-cakap dengan seorang nabi palsu dengan tujuan untuk mempertobatkan dia, karena bagaimana kita bisa menasehati bidat / nabi palsu itu, kalau kita tidak boleh bertemu / bercakap-cakap dengan dia? Kalau kita mendapatkan kesempatan untuk itu, dan kita tidak mau melakukannya, itu justru salah. Kalau kita sudah melakukannya satu atau dua kali, dan orang itu tidak mau bertobat, barulah kita harus menjauhinya.


b) Posisi duduk pada saat makan.

Jangan membayangkan bahwa Yesus duduk makan dengan cara dan posisi yang sama seperti kalau kita duduk makan, apalagi dengan kursi yang mempunyai sandaran. Alasannya:


1. Kalau Yesus duduk makan sama seperti kalau kita duduk makan, dengan kursi yang mempunyai sandaran, maka jelas bahwa tidak mungkin perempuan yang berdiri di belakang Yesus itu bisa berada dekat dengan kaki Yesus, dan bisa membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, menciuminya, dsb (ay 38).


2. Terjemahan ‘duduk makan’ itu sebetulnya tidak tepat.

NIV/NASB (ay 36b): ‘reclined at the table’ (= bersandar pada meja).

NASB (ay 37): ‘he was reclining at the table’ (= ia sedang bersandar pada meja).

Hal yang sama terjadi dengan ay 49.


Ada 2 kemungkinan posisi Yesus pada saat ‘duduk makan’ itu:


a. Ia bukan duduk pada sebuah kursi dengan sandaran yang biasanya kita gunakan, tetapi pada semacam bangku / sofa panjang dan lebar yang tidak mempunyai sandaran. Kedua belah kakiNya (legs) ada di atas bangku itu, di sebelah kanan badanNya atau agak di belakang badannya, tubuhNya miring ke sebelah kiri dan siku kiriNya disandarkan pada meja yang rendah, yang tingginya maximum 35 cm (dalam gambar-gambar yang ada kelihatannya bahkan lebih rendah lagi dari ini), dan tangan kananNya bebas untuk makan. Kedua lutut ditekuk / agak ditekuk, dan kedua telapak kaki menghadap ke belakang.


Adam Clarke: “In taking their meals, the eastern people reclined on one side; the loins and knees being bent to make the more room, the feet of each person were turned outwards behind him” (= Pada waktu makan, orang-orang Timur berbaring / bersandar pada satu sisi; pinggang dan lutut-lutut ditekuk untuk membuat lebih banyak tempat, kaki-kaki (feet) dari setiap orang diarahkan ke luar di belakangnya) - hal 414.


Pulpit Commentary: “The Jews at that time followed in their repasts the Greek (or Roman) custom of reclining on couches; the guest lay with his elbows on the table, and his feet, unsandalled, stretched out on the couch” [= Orang-orang Yahudi pada saat itu dalam jamuan makan mereka mengikuti kebiasaan orang-orang Yunani (atau Romawi) dengan berbaring / bersandar pada dipan-dipan; tamu berbaring dengan siku-siku pada meja, dan kaki-kakinya (feet), tanpa sandal, direntangkan / dibaringkan pada dipan] - hal 177.


Catatan: penggambaran Pulpit Commentary ini aneh, masakan kedua siku (perhatikan bentuk jamak yang ia pakai) ada di atas meja? Rasanya tidak mungkin duduk dengan posisi seperti ini.


Fred H. Wight: “According to general Arabic custom, the seemly posture while eating is ‘to sit erect on the floor at the low table, with the legs either folded under the body, or thrown back as in the act of kneeling.’ ... And we can be sure that this was the posture of the common people of Bible days in most cases. The exception to this rule is the custom of the wealthy, or the habit of the people on special occasions such as suppers or feasts; and this will be dealt with in a later section” [= Menurut tradisi Arab umum, kelihatannya posisi pada saat makan adalah: ‘duduk tegak di lantai pada meja yang rendah, dengan kaki-kaki (legs) yang ditekuk di bawah tubuh, atau dilemparkan ke belakang seperti dalam posisi berlutut’. ... Dan kita bisa yakin bahwa ini adalah posisi dari orang-orang umum dari jaman Alkitab dalam kebanyakan kasus. Perkecualian terhadap peraturan ini adalah kebiasaan dari orang yang kaya, atau kebiasaan dari orang-orang pada keadaan-keadaan khusus seperti makan malam / perjamuan atau pesta; dan ini akan dibahas pada bagian belakangan] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 56.


Fred H. Wight: “In many cases the Arab custom would seem to indicate to the Westerner that they use no table at all when serving a meal. Actually, a mat spread upon the ground serves the purposes of a table. ... the Hebrew word ‘Shool-khawn,’ usually translated ‘table,’ has its root meaning, ‘a skin or leather mat spread on the ground.’ ... If the Arabs use more of a table than this mat, then it is likely to be a polygon stool, no higher than about fourteen inches, and those eating would sit on the floor around this stool. ... With such an Oriental table in general use, it would follow that Occidental chairs would be largely missing. In regard to making use of chairs in ancient Bible days it has been said: ‘On ordinary occasions they probably sat or squatted on the floor around a low table, while at meals of more ceremony they sat on chairs or stools” [= Dalam banyak kasus tradisi Arab kelihatannya menunjukkan kepada orang-orang Barat bahwa mereka tidak menggunakan meja sama sekali pada waktu menghidangkan makanan. Keadaan yang sebenarnya adalah, semacam tikar dibeber di lantai / tanah dan berfungsi sebagai sebuah meja. ... kata Ibrani ‘SHOOL-KHAWN’, yang biasanya diterjemahkan ‘meja’, mempunyai kata dasar yang berarti ‘lembaran kulit yang dibeberkan di tanah / lantai’. ... Jika orang-orang Arab menggunakan meja dan bukannya hanya tikar seperti ini, maka itu mungkin merupakan bangku bersegi banyak yang tidak mempunyai sandaran, tidak lebih tinggi dari 14 inci (35 cm), dan mereka yang makan duduk di lantai di sekeliling bangku ini. ... Dengan meja Timur seperti itu digunakan secara umum, akibatnya kursi-kursi Barat pada umumnya tidak ada. Berkenaan dengan penggunaan kursi-kursi dalam jaman Alkitab dikatakan: ‘Pada keadaan-keadaan biasa mereka mungkin duduk atau berjongkok di lantai di sekeliling sebuah meja yang rendah, sementara pada acara makan yang lebih bersifat upacara, mereka duduk pada kursi-kursi atau bangku-bangku] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 56,57,58.


Ia lalu memberikan 2 contoh dalam Kitab Suci:

  • Kej 43:33 - “Saudara-saudaranya itu duduk di depan Yusuf, dari yang sulung sampai yang bungsu, sehingga mereka berpandang-pandangan dengan heran”.

  • 1Sam 20:5,18 - “(5) Lalu kata Daud kepada Yonatan: ‘Kautahu, besok bulan baru, maka sebenarnya aku harus duduk makan bersama-sama dengan raja. Jika engkau membiarkan aku pergi, maka aku akan bersembunyi di padang sampai lusa petang. ... (18) Kemudian berkatalah Yonatan kepadanya: ‘Besok bulan baru; maka engkau nanti akan ditanyakan, sebab tempat dudukmu akan tinggal kosong”.


Fred H. Wight: “Both of these cases are connected with royalty or high position” (= Kedua kasus ini dihubungkan dengan posisi raja / keluarga raja atau posisi yang tinggi) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 58.


Fred H. Wight: “Posture while eating at feasts. ... In the kings circle, or at other times of special ceremony, seats were sometimes provided” (= Sikap / posisi tubuh pada waktu makan pada pesta-pesta. ... Dalam kalangan raja-raja, atau pada saat-saat upacara yang lain, kadang-kadang disediakan tempat duduk) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 63.


Fred H. Wight: “By the time of Jesus, the Roman custom of reclining on couches at supper had been adopted in some Jewish circles. The Roman table and couches combined was called a triclinium. There were three couches which were located on the three sides of a square, the fourth side being left open, so that a servant could get on the inside to assist in serving the meal. The guest’s position was to recline with the body’s upper part resting on the left arm, and the head raised, and a cushion at the back, and the lower part of the body stretched out. The head of the second guest was opposite the breast of the first guest, so that if he wanted to speak to him in secret he would lean upon his breast” (= Pada jaman Yesus, tradisi Romawi tentang berbaring / bersandar pada dipan-dipan pada saat makan telah diadopsi / diterima dalam sebagian kalangan Yahudi. Kombinasi dari meja dan dipan-dipan Romawi disebut sebuah triclinium. Itu merupakan 3 buah dipan yang ditempatkan pada 3 sisi dari sebuah segi empat, dan sisi yang ke 4 dibiarkan terbuka, sehingga seorang pelayan bisa masuk ke dalam untuk menolong dalam menghidangkan makanan. Posisi dari tamu adalah berbaring / bersandar dengan bagian atas tubuh bersandar pada lengan kiri, dan kepala ditegakkan / diangkat, dan sebuah bantal kecil pada punggung, dan bagian bawah tubuh direntangkan / dibaringkan. Kepala dari tamu yang kedua berlawan / berhadapan dengan / membelakangi dada dari tamu yang pertama, sehingga jika tamu kedua itu ingin berbicara dengan tamu pertama secara diam-diam maka tamu kedua itu menyandarkan kepalanya pada dada dari tamu pertama) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 64.


Catatan: bandingkan kalimat yang terakhir dari kutipan di atas ini dengan Yoh 13:23-25 - “Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihiNya, bersandar dekat kepadaNya, di sebelah kananNya. Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: ‘Tanyalah siapa yang dimaksudkanNya!’ Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepadaNya: ‘Tuhan, siapakah itu?’”.


NASB: “There was reclining on Jesus’ breast one of His disciples, whom Jesus loved. Simon Peter therefore gestured to him, and said to him, ‘Tell us who it is of whom He is speaking.’ He, leaning back thus on Jesus’ breast, said to Him, ‘Lord, who is it?’” (= Di sana bersandar pada dada Yesus, seorang dari murid-muridNya, yang dikasihi oleh Yesus. Karena itu Simon Petrus memberi isyarat kepadanya, dan berkata kepadanya: ‘Beritahu kami siapa yang dibicarakanNya’. Ia, kembali bersandar demikian pada dada Yesus, berkata kepadaNya: ‘Tuhan, siapa dia?’). 


Ayat-ayat pendukung yang lain:

  • Amos 6:4 - “yang berbaring di tempat tidur dari gading dan duduk berjuntai di ranjang; yang memakan anak-anak domba dari kumpulan kambing domba dan anak-anak lembu dari tengah-tengah kawanan binatang yang tambun”.

KJV: ‘That lie upon beds of ivory, and stretch themselves upon their couches, and eat the lambs out of the flock, and the calves out of the midst of the stall’ (= yang berbaring di atas ranjang dari gading, dan merentangkan tubuh mereka sendiri di atas dipan, dan makan anak domba dari kawanan ternak, dan anak sapi dari tengah-tengah kandang).


RSV: ‘Woe to those who lie upon bed of ivory, and stretch themselves upon their couches, and eat lambs from the flock, and calves from the midst of the stall’ (= Celakalah mereka yang berbaring di atas ranjang dari gading, dan merentangkan tubuh mereka sendiri di atas dipan, dan makan anak domba dari kawanan ternak, dan anak sapi dari tengah-tengah kandang).


NASB: ‘Those who recline on beds of ivory And sprawl on their couches, And eat lambs from the flock And calves from the midst of the stall’ (= Mereka yang berbaring di atas ranjang dari gading Dan merentangkan tubuh dengan relax di atas dipan mereka, Dan makan anak domba dari kawanan ternak Dan anak sapi dari tengah-tengah kandang).


Jadi ayat ini menunjukkan orang yang makan sambil berbaring pada ranjang / dipan.

  • Mat 8:11 - “Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga”.

NASB: ‘many shall come from east and west, and recline at the table with Abraham, and Isaac, and Jacob, in the kingdom of heaven’ (= banyak orang akan datang dari timur dan barat, dan bersandar / berbaring di meja dengan Abraham, dan Ishak, dan Yakub, di dalam Kerajaan sorga).

  • Luk 16:22-23 - “(22) Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya”.

Sama seperti dalam kasus Yoh 1:18, Kitab Suci Indonesia secara salah menterjemahkan ‘pangkuan’. NASB menterjemahkan lebih benar yaitu ‘bosom’ (= dada), dan tidak mempunyai kata ‘duduk’. Bagian ini mungkin hanya menunjukkan bahwa Lazarus ada di pelukan Abraham, tetapi mungkin juga bagian ini menggambarkan Perjamuan Besar di surga dimana posisi Lazarus dan Abraham sama seperti posisi Yohanes dan Yesus dalam Yoh 13, dimana kepala Yohanes bisa ada di dada Yesus.


Fred H. Wight: “this position of reclining at table explains how the woman could come during a dinner and take her position behind at the feet of Jesus and wash them (Luke 7:38)” [= posisi berbaring / bersandar pada meja ini menjelaskan bagaimana perempuan itu bisa datang pada waktu makan dan mengambil posisi di belakang pada kaki-kaki (feet) Yesus dan mencucinya (Luk 7:38)] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 64.


b. Yesus duduk dengan posisi berlutut, dan kedua telapak kaki menghadap ke atas.


William Hendriksen: “Not all agree with this very generally accepted representation. On the basis of such Old Testament passages as Judg. 19:6; 1Sam. 20:5; 1Kings 13:20, all of which speak of sitting at table, and of his own observation in the Near East, where he lived and taught for several years, Dr. H. Mulder (spoorzoeker, pp. 87-91) arrives at the conclusion that ‘just like the other quests so also Jesus sat in kneeled position, his feet extended backward with the underside turned upward.’ He calls attention to the fact that lying down to eat was a ‘western’ (Greek and Roman) custom, and he states that this eating style had not been universally adopted in Palestine and the surrounding regions. The matter is probably not as important as it may seem, for whether Jesus was reclining or sitting at the table, in either case his feet were in a position that made it possible for the woman to stand behind them” [= Tidak semua setuju dengan gambaran yang diterima secara sangat umum ini. Berdasarkan text-text Perjanjian Lama seperti Hakim 19:6; 1Sam 20:5; 1Raja 13:20, yang semuanya berbicara tentang duduk pada / sekitar meja, dan berdasarkan pengamatannya sendiri di Timur Dekat, dimana ia pernah tinggal dan mengajar untuk beberapa tahun, Dr. H. Mulder (spoorzoeker, pp. 87-91) sampai pada kesimpulan bahwa ‘sama seperti tamu-tamu yang lain begitu juga Yesus duduk dengan posisi berlutut, kaki-kakiNya (feet) diarahkan (?) ke belakang dengan bagian bawahnya menghadap ke atas’. Ia meminta perhatian pada fakta bahwa berbaring untuk makan merupakan tradisi Barat (Yunani atau Romawi), dan ia menyatakan bahwa cara / gaya makan seperti ini tidak diterima secara universal di Palestina dan daerah-daerah sekitarnya. Persoalannya mungkin tidak sepenting kelihatannya, karena apakah Yesus sedang berbaring / bersandar atau duduk di meja, dalam kasus yang manapun kaki-kakiNya (feet) ada dalam posisi yang memungkinkan bagi perempuan itu untuk berdiri di belakang kaki-kaki (feet) itu] - hal 406 (footnote).


Keberatan saya terhadap posisi kedua ini:

  • Memang dengan posisi kedua ini, tetap memungkinkan bagi perempuan itu untuk berada di belakang Yesus, tetapi dekat dengan kaki Yesus. Tetapi itu berarti ia hanya bisa menjangkau telapak kaki Yesus.

  • Sepanjang yang saya ketahui tidak ada penafsir lain yang mengambil pandangan ini, kecuali Dr. H. Mulder yang pandangannya dikutip oleh Hendriksen di atas.

  • pandangan ini tidak sesuai dengan banyak ayat yang saya kutip di atas yang menggunakan kata ‘recline’ (= berbaring / bersandar), khususnya dalam terjemahan NASB yang dalam hal ini memberikan terjemahan yang hurufiah.


Mungkin saudara bertanya: mengapa mereka duduk dengan posisi seperti itu?

  • Pada Paskah I, terlihat dari Kel 12:11 bahwa mereka harus makan dengan berdiri, berikat pinggang dan berkasut, dengan tongkat di tangan, yang menunjukkan bahwa setiap saat mereka siap untuk bertangkat. Ini disebabkan karena pada saat itu mereka terburu-buru, karena sebentar lagi mereka akan diusir oleh Firaun / orang Mesir.

Kel 12:11 - “Dan beginilah kamu memakannya: pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu; buru-burulah kamu memakannya; itulah Paskah bagi TUHAN”.

  • Pada Paskah-paskah yang berikutnya (untuk memperingati Paskah I itu), mereka tidak sedang terburu-buru untuk meninggalkan Mesir dan mereka bukan lagi budak seperti pada waktu mereka ada di Mesir, tetapi bangsa yang merdeka. Karena itu, mereka sengaja makan Paskah dengan posisi duduk santai, bahkan dengan posisi duduk yang paling menyulitkan untuk berdiri! Posisi duduk seperti ini memang disengaja untuk melambangkan bahwa mereka tidak terburu-buru, dan juga bahwa mereka bukan lagi budak, tetapi orang merdeka (Matthew Poole, hal 125-126). Atau, bisa juga, seperti dikatakan oleh Fred H. Wright di atas, mereka secara sengaja meniru posisi duduk orang Yunani / Romawi, yang adalah orang merdeka.


Jadi jelaslah bahwa posisi duduk seperti ini merupakan tradisi mereka, dan ini diharuskan hanya pada saat makan Paskah. Kalau bukan makan Paskah, posisi duduk bebas, jadi boleh duduk biasa, tetapi boleh juga seperti pada saat makan Paskah (Matthew Poole, hal 125). Dalam Luk 7 ini memang mereka bukan makan Perjamuan Paskah, tetapi mereka tetap duduk dengan cara seperti itu.


Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah: sekalipun posisi duduk seperti ini hanya merupakan suatu tradisi, dan tidak pernah diperintahkan oleh bagian manapun dalam Firman Tuhan / Perjanjian Lama (tetapi juga tidak dilarang / bertentangan dengan Firman Tuhan / Perjanjian Lama), dan yang mungkin sekali mereka tiru dari orang-orang kafir (Yunani / Romawi), tetapi Yesus tetap mengikutinya! Jadi tidak salah untuk mengikuti suatu tradisi, selama tradisi itu tidak bertentangan dengan Firman Tuhan. Ini bisa kita gunakan untuk membenarkan perayaan Natal, yang ditentang oleh banyak orang kristen, dengan alasan itu tidak pernah diperintahkan oleh Firman Tuhan, dan berasal dari kalangan kafir, dan sebagainya.


3) Pada saat Yesus sedang makan itu, datanglah seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ia menangis dan membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, menciumi-nya dan meminyakinya dengan minyak wangi (ay 37b-38).


a) Siapakah perempuan ini?


1. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Maria dari Betania, yaitu saudara Marta dan Lazarus. Tetapi perlu dicamkan bahwa sekalipun Maria dari Betania pernah mengurapi Yesus dalam peristiwa yang serupa (bdk. Mat 26:6-13  Mark 14:3-9  Yoh 12:1-8), tetapi peristiwa itu berbeda / tidak paralel dengan peristiwa dalam Luk 7:36-50 ini!


Memang pemilik rumah dalam Matius / Markus maupun Lukas namanya adalah sama yaitu ‘Simon’, tetapi perlu diingat bahwa nama ‘Simon’ adalah nama yang umum, dan disamping itu dalam Matius / Markus ia disebut sebagai ‘Simon si kusta (Mat 26:6  Mark 14:3), sedangkan dalam Lukas, ia adalah ‘seorang Farisi’ (ay 36).


Perbedaan-perbedaan yang lain antara kedua cerita dalam Matius / Markus / Yohanes dan Lukas adalah sebagai berikut:

a. Dalam Matius / Markus / Yohanes cerita itu diceritakan pada akhir dari pelayanan Yesus (mendekati saat kematianNya atau dalam minggu terakhir menjelang kematianNya), sedangkan dalam Lukas cerita itu diceritakan jauh lebih awal [Leon Morris (Tyndale), hal 146)].

b. Dalam Lukas perempuan yang mengurapi ditekankan sebagai perempuan berdosa, dalam Matius / Markus / Yohanes tidak.

c. Dalam Lukas perempuan itu datang tanpa diundang, sedangkan dalam Yohanes kelihatannya ia diundang (Yoh 12:2 - Marta melayani, Lazarus ikut makan, Maria mengurapi kaki Yesus).

A. T. Robertson: “This woman was an intruder whereas Mary of Bethany was an invited guest” (= Perempuan ini merupakan seorang penyusup sedangkan Maria dari Betania adalah tamu yang diundang) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol II, hal 106.

d. Dalam Lukas ada tangisan, air mata dan ciuman dari perempuan itu, sedangkan dalam Matius / Markus / Yohanes tidak.

e. Dalam Lukas ada dialog antara Yesus dengan Simon, dalam Matius / Markus / Yohanes tidak.

f. Dalam Lukas, yang mengkritik tindakan perempuan itu adalah Simon, dan ia mengkritik dalam hatinya. Sedangkan dalam Matius / Yohanes, yang mengkritik adalah murid-murid / Yudas Iskariot, dan mereka mengkritik dengan ucapan.

g. Dalam Lukas, kritikannya adalah karena Yesus, yang adalah seorang nabi, mau diurapi oleh seorang perempuan berdosa. Sedangkan dalam Matius / Markus / Yohanes, kritikannya adalah karena pengurapan dengan minyak wangi yang mahal itu dianggap sebagai suatu pemborosan.

Kesimpulannya: cerita dalam Matius / Markus / Yohanes berbeda dengan cerita dalam Lukas! Karena itu perempuan berdosa ini jelas tidak sama dengan Maria saudara Marta dan Lazarus!


2. Ada juga yang menganggap bahwa perempuan ini adalah Maria Magdalena (bdk. Luk 8:2). Pulpit Commentary mengatakan (hal 176) bahwa dalam gereja-gereja Barat, pandangan itu merupakan tradisi yang diterima. Tetapi sedikitpun tidak ada dasar untuk beranggapan seperti itu.


Jadi, sebetulnya kita tidak tahu siapa perempuan ini. Yang jelas ia adalah seseorang yang terkenal sebagai seorang yang berdosa (ay 36). Dari istilah itu kebanyakan penafsir menganggap bahwa ia adalah seorang pelacur, tetapi inipun belum tentu benar, karena Kitab Suci biasanya menyebut pelacur secara terang-terangan.


William Hendriksen: “woman of bad reputation. To say that she was probably a harlot is being unfair to her. A woman could be a ‘sinner’ without being a harlot” (= perempuan dengan reputasi yang buruk. Mengatakan bahwa ia mungkin adalah seorang pelacur merupakan sesuatu yang tidak adil terhadap dia. Seorang perempuan bisa adalah ‘seorang yang berdosa’ tanpa menjadi seorang pelacur) - hal 405.


Adam Clarke menganggap (hal 413) bahwa istilah ‘orang berdosa’ menunjukkan bahwa perempuan ini adalah seorang non Yahudi, karena dalam Kitab Suci istilah itu kadang-kadang diartikan seperti itu. Contoh:

  • Mat 26:45 - “Sesudah itu Ia datang kepada murid-muridNya dan berkata kepada mereka: ‘Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa.

  • Gal 2:15 - “Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain.


Argumentasi tambahan dari Clarke adalah ciuman yang dilakukan oleh perempuan itu terhadap kaki Yesus.


Adam Clarke: “Kissing the feet is a farther proof that this person had been educated a heathen. This was no part of a Jew’s practice” (= Mencium kaki merupakan bukti lebih lanjut bahwa orang ini telah dididik sebagai orang kafir. Ini bukan merupakan bagian dari praktek Yahudi) - hal 414.


Clarke mengatakan bahwa kekafiran / ke-non-Yahudi-an ini yang menyebabkan Simon, yang adalah orang Farisi, merasa yakin bahwa Yesus bukan nabi pada waktu Yesus membiarkan perempuan itu menciumi dan mengurapi kakiNya (ay 39). Ingat bahwa pada saat itu ada batasan yang sangat keras antara orang Yahudi dan orang non Yahudi (bdk. Kis 10:28  Kis 11:2-3).


b) Ia terkenal sebagai seorang yang berdosa (ay 37a).

Calvin berkata (hal 136) bahwa Erasmus menterjemahkan bagian ini ke dalam past perfect tense: ‘who had been a sinner’ (= yang dulunya adalah seorang berdosa), supaya orang tidak beranggapan bahwa pada saat itu ia masih adalah orang berdosa. Tetapi Calvin tidak setuju dengan terjemahan dan pandangan Erasmus ini, karena menurut Calvin, Lukas justru bermaksud untuk menyatakan tempat dari perempuan itu dalam masyarakat dan menunjukkan pandangan masyarakat tentang dia. Sekalipun pertobatan perempuan itu menyebabkan ia dibenarkan oleh Allah / dalam pandangan Allah, tetapi aib yang ada dalam hidupnya dalam pandangan masyarakat tetap ada, dan ini terlihat dari pandangan Simon tentang dia (ay 39).


c) Perempuan itu bisa mengatasi halangan untuk datang kepada Yesus.

Rasanya pasti tidak mudah bagi perempuan itu, yang terkenal sebagai orang yang berdosa itu, untuk datang dan melakukan tindakan kasih kepada Yesus, yang saat itu dianggap sebagai nabi yang hebat. Ingat bahwa pada jaman itu batasan antara orang berdosa dan orang saleh sangat kuat (bdk. Mat 9:11  Luk 15:1-2). Pasti ada halangan bagi dia, mungkin dari orang-orang di sekitarnya / teman-temannya, atau mungkin dari bisikan setan ke dalam hati / pikirannya, yang mengatakan bahwa ia tidak layak untuk datang kepada Yesus.


Tetapi benarkah ada halangan bagi perempuan itu untuk masuk dan mendekat kepada Yesus? Hendriksen mengatakan bahwa pada saat itu bukan merupakan sesuatu yang aneh kalau orang yang tidak diundang tahu-tahu masuk dan berbicara dengan tamu yang ada di situ. Barclay mengatakan hal yang sama.


William Barclay: “It was the custom that when a Rabbi was at meal in such a house, all kinds of people came in - they were quite free to do so - to listen to the pearls of wisdom which fell from his lips. That explains the presence of the woman” (= Merupakan suatu kebiasaan bahwa pada waktu seorang Rabi sedang makan di suatu rumah, semua jenis orang datang / masuk ke rumah itu - mereka cukup bebas untuk melakukan hal itu - untuk mendengar pada mutiara-mutiara hikmat yang jatuh dari bibirnya. Itu menjelaskan kehadiran dari perempuan itu) - hal 94.


Tetapi Hendriksen mengatakan bahwa dalam kasus ini persoalannya lain, karena perempuan itu terkenal sebagai orang berdosa, dan pemilik rumah adalah seorang Farisi. Jadi jelas ada halangan, tetapi perempuan itu berani menerjang semua halangan itu dan tetap melakukan tindakan kasihnya kepada Yesus.


William Hendriksen: “the urge within her to express gratitude to Jesus was so irresistible that nothing could stop her from doing what she wanted to do” (= desakan di dalamnya untuk menyatakan rasa terima kasih kepada Yesus begitu tidak bisa ditahan sehingga tidak ada apapun yang bisa menghentikan dia dari melakukan apa yang ingin dilakukannya) - hal 406.


Pulpit Commentary: “It was a bold step for one like her to press uninvited, in broad daylight, into the house of a rigid purist like Simon” (= Itu merupakan suatu langkah yang berani untuk seseorang seperti dia untuk mendesak tanpa diundang, pada siang hari, ke dalam rumah dari seorang penyuci diri yang kaku seperti Simon) - hal 177.


Leon Morris (Tyndale): “a sinner, which probably means a prostitute, ... A meal such as the one that Jesus was attending was not private. People could come in and watch what went on. At the same time a prostitute would not have been very welcome in Simon’s house, so it took courage to come” (= seorang berdosa, yang mungkin berarti seorang pelacur, ... Perjamuan seperti yang Yesus hadiri pada saat itu bukanlah bersifat pribadi. Orang-orang boleh masuk dan mengamati apa yang terjadi. Pada saat yang sama seorang pelacur tidak ada terlalu diterima dalam rumah Simon, jadi membutuhkan keberanian untuk datang) - hal 146.


Penerapan:

1. Kalau saudara mau melakukan tindakan kasih kepada Tuhan, baik dalam bentuk berbakti, belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani, memberitakan Injil, memberikan persembahan dsb, ingatlah bahwa setan pasti akan memberikan halangan. Halangan itu bisa diberikan oleh setan melalui bermacam-macam hal / orang, misalnya: hujan, problem, kesibukan, pekerjaan, istri / suami / keluarga, diri saudara sendiri, acara TV, dan sebagainya. Persoalannya adalah: beranikah / maukah saudara menerjang halangan itu dan tetap melakukan tindakan kasih saudara? Atau saudara membatalkan tindakan kasih itu, dan dengan demikian menuruti setan?


2. Juga kalau saudara mempunyai latar belakang yang gelap, baik itu merupakan latar belakang keluarga atau diri saudara sendiri, maka setan pasti akan menggunakan hal itu sebagai suatu halangan bagi saudara dalam melakukan tindakan kasih kepada Tuhan. Bisa terjadi pada saat saudara mau dibaptis, dan juga pada saat saudara mau melayani Tuhan. Setan mungkin sekali akan berbisik kepada saudara, dan mengatakan bahwa saudara tidak layak untuk hal itu. Dalam hal ini perlu saudara ketahui, bahwa tidak ada orang yang layak untuk datang kepada Tuhan! Kita dilayakkan bukan karena kebaikan kita sendiri, tetapi karena penebusan Kristus!


d) Perempuan itu menangis, dan membasahi kaki Yesus dengan air matanya, dan menyekanya dengan rambutnya, dan mencium kaki Yesus (ay 38a).


1. ‘Mencium’.

Kata ‘mencium’ dalam bahasa Yunaninya adalah KATEPHILEI, yang artinya ‘fervently / affectionately kissed’ (= mencium dengan sungguh-sungguh / dengan penuh kasih sayang), atau ‘repeatedly kissed’ (= mencium berulang-ulang).

Kata yang sama digunakan dalam Luk 15:20 (ciuman bapa kepada anak bungsu yang kembali), dan juga dalam Mat 26:49 / Mark 14:45 (ciuman Yudas Iskariot kepada Yesus!).


Ciuman mempunyai beberapa kemungkinan makna yaitu: kasih, penghormatan, permohonan, ketundukan, dan ibadah atau penyembahan.


Adam Clarke: “The kiss was used in ancient times as the emblem of love, religious reverence, subjection, and supplication” (= Ciuman digunakan pada jaman kuno sebagai simbol dari kasih, penghormatan agama, ketundukan, dan permohonan) - hal 414.


Matthew Poole: “The kiss is a symbol of love, and not of love only, but of subjection and worship” (= Ciuman adalah simbol dari kasih, dan bukan hanya dari kasih saja, tetapi dari ketundukan dan ibadah / penyembahan) - hal 218. Bandingkan dengan:

  • 1Raja 19:18 - “Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia.’”. Bdk. Hos 13:2 - ‘manusia mencium anak-anak lembu’. Di sini jelas penekanan dari ciuman itu adalah ketundukan / ibadah / penyembahan.

  • Maz 2:11 - “Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kakiNya dengan gemetar”. Kata ‘kakiNya’ salah terjemahan; seharusnya adalah ‘Anak’.

KJV: ‘Serve the LORD with fear, and rejoice with trembling. Kiss the Son’ (= Beribadahlah / layanilah TUHAN dengan takut, dan bersukacitalah dengan gemetar. Ciumlah Anak).

NIV: ‘Serve the LORD with fear and rejoice with trembling. Kiss the Son’ (= Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan gemetar. Ciumlah Anak).


2. ‘menyeka dengan rambutnya’.

A. T. Robertson mengutip kata-kata Plummer yang mengatakan bahwa di antara orang-orang Yahudi merupakan sesuatu yang memalukan bagi seorang perempuan untuk menunjukkan rambutnya di depan umum, tetapi perempuan ini mau melakukan pengorbanan tersebut. Maria dari Betania (saudara Marta dan Lazarus) melakukan pengorbanan yang serupa, karena kasihnya yang besar terhadap Yesus (Yoh 12:3).


e) Perempuan itu meminyaki kaki Yesus dengan menggunakan minyak wangi, yang tentu saja mahal harganya.


Leon Morris (Tyndale): “We may fairly deduce that this perfume was costly. Jewish ladies commonly wore a perfume flask suspended from a cord round the neck, and it was so much a part of them that they were allowed to wear it on the sabbath (Shabbath 6:3)” [= Kita bisa menarik kesimpulan secara adil / benar bahwa minyak wangi ini mahal. Perempuan-perempuan Yahudi umumnya memakai sebuah botol minyak wangi yang digantungkan pada seutas tali di sekeliling leher, dan itu merupakan sebagian dari diri mereka sedemikian rupa sehingga mereka diijinkan untuk memakainya pada hari Sabat (Shabbath 6:3)] - hal 146-147.


Dari kata-kata Leon Morris di atas ini terlihat bahwa minyak wangi itu bukan hanya mahal, tetapi juga merupakan sebagian dari diri pemiliknya. Tetapi perempuan ini tetap mau mempersembahkannya / menggunakannya untuk Yesus!


William Hendriksen: “Nothing is too good for Jesus!” (= Tidak ada yang terlalu bagus untuk Yesus) - hal 406.


Memang, kalau seseorang betul-betul mengasihi Yesus, ia akan mau mempersembahkan apapun juga, seakan-akan itu adalah sesuatu yang tidak berharga. Bagaimana dengan saudara? Apakah saudara masih sering merasa sayang dalam mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan? Renungkanlah hal ini: kalau Yesus, dengan tidak menyayangkan nyawaNya sendiri rela menyerahkannya bagi saudara, pantaskah saudara merasa sayang untuk mempersembahkan sesuatu bagi Dia?


Hal lain yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini adalah bahwa perempuan itu mencurahkan minyak wangi tersebut bukan pada kepala Yesus tetapi pada kaki Yesus (ay 38b).


Leon Morris (Tyndale): “Finally she anointed Jesus’ feet with the unguent. Normally this would have been poured on the head. Her using it on the feet is probably a mark of humility. To attend to the feet was a menial task, one assigned to a slave” (= Akhirnya ia mengurapi kaki-kaki Yesus dengan minyak wangi itu. Biasanya ini dicurahkan pada kepala. Penggunaannya pada kaki-kaki mungkin merupakan suatu tanda kerendahan hati. Mengurusi kaki-kaki merupakan tugas yang rendah, tugas yang diberikan kepada seorang budak) - hal 147.


Sesuatu yang luar biasa dari perempuan ini adalah bahwa ia memberikan sesuatu yang berharga untuk Yesus, tetapi ia tidak memberikannya dengan perasaan bangga, tetapi dengan perasaan tidak layak, sehingga ia mencurahkannya ke kaki Yesus! Ada banyak orang kristen, karena memberi banyak, lalu memberi dengan sombong / bangga, dan dengan pemikiran bahwa mereka sangat berjasa, karena tanpa mereka gereja / Tuhan pasti bangkrut! Bagaimana kalau saudara memberikan sesuatu yang berharga kepada Yesus? Apakah saudara memberi dengan sikap seperti ini, atau dengan sikap seperti perempuan berdosa dalam cerita ini? 


Catatan: pada saat Maria dari Betania mengurapi Yesus, kelihatannya ia mencurahkan minyak itu ke kepala Yesus (Mat 26:7  Mark 14:3b) tetapi karena minyak itu banyak, maka minyak itu turun ke tubuh Yesus (Mat 26:12  Mark 14:8) dan kaki Yesus yang lalu disekanya dengan rambutnya (Yoh 12:3).


4) Melihat apa yang dilakukan oleh perempuan itu, Simon berkata dalam hatinya.

Lukas 7: 39: “Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: ‘Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.’”.


Ada 2 hal yang bisa kita bahas tentang kata-kata Simon dalam ay 39 itu:


a) Simon merendahkan perempuan berdosa itu dan menganggapnya tidak layak untuk datang kepada Yesus. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di sini:


1. Secara implicit ini menunjukkan bahwa ia menganggap dirinya sendiri layak untuk datang kepada Yesus.


Anggapan seperti ini bisa timbul karena kesombongan dan kurangnya ia mengintrospeksi dirinya sendiri. Orang yang merasa dirinya layak untuk datang kepada Tuhan, sebetulnya justru adalah orang yang paling tidak layak untuk datang kepada Tuhan! Bdk. Luk 18:9-14 (perumpamaan tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah).


Pulpit Commentary mengatakan tentang orang-orang Yahudi pada jaman Yesus dengan kata-kata sebagai berikut: “They did not acknowledge any sin in their own souls, any shortcoming in their own lives. Simon probably thought that Jesus was putting the debt which represented his obligation (fifty pence) at a high figure. And, thus mistaking themselves, it is not to be wondered at that they took a false view of their neighbours; that they looked upon those who were outwardly bad as hopelessly irrecoverable” [= Mereka tidak mengakui dosa apapun dalam jiwa mereka sendiri, kekurangan / kelemahan apapun dalam kehidupan mereka. Simon mungkin berpikir bahwa Yesus menaksir hutang yang menggambarkan kewajibannya (lima puluh dinar) sebagai sesuatu yang terlalu tinggi. Dan karena salah tentang diri sendiri seperti itu, tidak mengherankan bahwa mereka mempunyai pandangan yang salah tentang sesama mereka; dan bahwa mereka memandang kepada orang-orang yang buruk secara lahiriah sebagai tidak ada harapan untuk dipulihkan] - hal 193.


Pulpit Commentary: “He thought himself a very long way on in the kingdom of God as compared with that poor woman; he did not know that, she being poor in spirit and he being proud in spirit, she was much nearer to its entrance-gates than he” (= Ia menganggap dirinya sendiri jauh di depan perempuan itu dalam jalanan dalam Kerajaan Allah dibandingkan dengan perempuan yang malang itu; ia tidak tahu bahwa perempuan itu miskin dalam roh sedangkan ia sombong dalam roh, sehingga perempuan itu jauh lebih dekat pada pintu masuk dari pada dia) - hal 194.


Bdk. Mat 5:3 - “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.

Kata-kata ‘di hadapan Allah’ salah terjemahan; seharusnya adalah ‘dalam roh’.

KJV: ‘Blessed are the poor in spirit: for theirs is the kingdom of heaven’ (= Diberkatilah orang yang miskin dalam roh: karena merekalah yang empunya kerajaan surga).


William Barclay: “The one thing which shuts a man off from God is self-sufficiency. ... It is true to say that the greatest of sins is to be conscious of no sin” (= Satu hal yang menghalangi manusia dari Allah adalah kecukupan diri sendiri / merasa diri cukup baik. ... Merupakan sesuatu yang benar untuk mengatakan bahwa dosa yang terbesar adalah ketidak-sadaran akan dosa) - hal 95.


Charles Haddon Spurgeon: Nothing is more deadly than self-righteousness, or more hopeful than contrition” (= Tidak ada yang lebih mematikan dari pada perasaan bahwa dirinya sendiri adalah benar, atau lebih memberikan pengharapan dari pada perasaan menyesal karena dosa) - ‘Morning and Evening’, September 29, morning.


2. Ini menunjukkan bahwa ia tidak melihat Yesus sebagai pengantara antara Allah dengan manusia yang berdosa. Matanya buta terhadap misi Yesus untuk mendamaikan orang berdosa dengan Allah.


3. Sekalipun Simon menolak perempuan itu, tetapi Yesus sendiri menerima perempuan itu (ay 37-38  bdk. Yoh 6:37  Luk 5:31-32).

Karena itu, kalau saudara merasa bahwa saudara adalah orang yang sangat berdosa dan kotor, janganlah peduli bahwa orang-orang lain menganggap saudara tidak layak untuk datang kepada Yesus. Yesus sendiri mau menerima saudara, asal saudara mau datang kepadaNya!


b) Tadinya Simon meragukan kenabian Yesus, dan mungkin ia mengundang Yesus untuk memastikan hal itu. Sekarang ia menjadi yakin bahwa Yesus bukan nabi. Alasannya ada dalam ay 39: “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa”.


Simon berpikir: seorang nabi pasti tahu kalau perempuan itu adalah perempuan berdosa. Kalau Yesus adalah seorang nabi, Ia pasti tahu bahwa perempuan itu adalah perempuan yang berdosa, dan Ia pasti menolaknya. Tetapi kenyataannya, Yesus membiarkan perempuan berdosa itu menciumi kakiNya dsb.


Perlu diperhatikan bahwa pandangan Simon ini tidak benar! Seorang nabi tidak maha tahu. Memang kadang-kadang nabi bisa tahu apa yang ada dalam hati manusia (bdk. Kis 5:1-11  1Raja 14:6), karena Allah memberitahu dia, tetapi tidak selalu demikian (bdk. Yos 9:1-27  2Sam 16:1-4  19:24-30).


Dari sini bisa kita lihat bahwa kesimpulan Simon bahwa Yesus bukan nabi, timbul dari pengertian-pengertian yang salah yang ada dalam diri Simon! Ini secara jelas menunjukkan bahwa pengertian yang salah yang ada dalam diri kita akan berkembang makin lama makin sesat! Mengapa? Karena di atas suatu pengertian yang salah, kita akan membangun pengertian lain yang lebih salah lagi. Ini sama seperti suatu rumah yang miring fondasinya, akan menyebabkan seluruh rumah menjadi miring.


Karena itu janganlah membiarkan diri saudara dalam keadaan tidak mengerti atau salah mengerti tentang Kitab Suci / kebenaran! Rajin dan tekunlah dalam belajar Firman Tuhan / datang dalam Pemahaman Alkitab dan banyaklah / seringlah berdoa supaya Tuhan memberikan pengertian yang benar kepada saudara dan membuang semua pengertian yang salah yang ada pada saudara!

II) Perumpamaan Yesus dan penerapannya (Lukas 7: 40-50).


1) Dari sini terlihat bahwa Yesus adalah Allah sendiri, karena:


a) Yesus mahatahu.

1. Ia tahu hati / pikiran Simon.

Perumpamaan dalam ay 40-50 ini diberikan karena Yesus tahu apa yang Simon katakan dalam hatinya dalam ay 39!

2. Ia tahu bahwa perempuan itu adalah perempuan berdosa.

Ini terlihat dari:

a. Ay 41: perempuan itu digambarkan sebagai orang yang berhutang 500 dinar.

b. Lukas 7: 47: ‘dosanya yang banyak’.

Penerapan: Mungkin tidak ada orang yang tahu dosa-dosa saudara, tetapi Yesus tahu semua itu! Karena itu bertobatlah sebelum terlambat!


b) Yesus mengampuni dosa (ay 48-50).

Hanya Allah yang bisa mengampuni dosa. Tetapi Yesus bisa mengampuni dosa. Ini sudah terbukti dalam Luk 5:17-26, dan ini membuktikan bahwa Ia memang adalah Allah sendiri!


Penerapan: Kalau saudara sadar akan keberdosaan saudara, itu bagus, tetapi belum cukup! Datanglah kepada Yesus dan terimalah Ia sebagai Juruselamat dan Penebus saudara. Ia bisa dan mau mengampuni dosa saudara, betapapun banyaknya dosa saudara!


c) Tindakan kasih perempuan berdosa itu dilakukan sebagai balasan atas pengampunan dosa yang Tuhan berikan kepada dia. Tetapi tindakan kasih itu ia lakukan kepada Yesus, dan Yesus menerimanya! Ini menunjukkan 2 kemungkinan:

1. Yesus adalah orang yang kurang ajar, karena mau menerima sesuatu yang seharusnya diberikan kepada Allah.

2. Yesus memang adalah Allah sendiri.

Yang mana dari 2 kemungkinan ini yang saudara terima?


Penerapan: Yesus bukanlah sekedar orang baik, nabi dsb, tetapi juga adalah Allah sendiri! Kalau saudara tidak percaya, menentang, bersikap acuh tak acuh kepada Yesus, itu berarti saudara tidak percaya, menentang, bersikap acuh tak acuh kepada Allah sendiri!

  • Luk 10:16b - “Barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.

  • Yoh 5:23b - “Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.

  • Yoh 15:23 - “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.

Karena itu, percayalah, ikutlah, kasihilah, sembahlah, taatilah, dan muliakanlah Yesus!


2) Perumpamaan Yesus (Lukas 7: 41-43).


a) Ada 2 orang yang berhutang; dan hutang di sini jelas menggambarkan dosa.

Kitab Suci mengatakan tidak ada orang yang tidak berdosa (Ro 3:10-12,23). Karena itu, bagaimanapun baiknya kehidupan saudara, sadarilah bahwa saudara adalah orang yang berdosa!


b) Hutang dari 2 orang ini berbeda; yang satu banyak (500 dinar), yang lain sedikit (50 dinar). Tetapi ada satu hal yang sama, yaitu mereka sama-sama tidak bisa membayar hutangnya (ay 42)!


Matthew Henry: “whether our debt be more or less, it is more than we are able to pay: They had nothing to pay, nothing at all to make a composition with; for the debt is great, and we have nothing at all to pay it with. Silver and gold will not pay our debt, nor will sacrifice and offering, no, not thousands of rams. No righteousness of our own will pay it, no, not our repentance and obedience for the future (= apakah hutang kita lebih banyak atau lebih sedikit, itu lebih banyak dari yang bisa kita bayar: Mereka tidak mempunyai apapun untuk membayar, tak ada apapun sama sekali untuk membuat suatu penyelesaian dengannya; karena hutang itu besar, dan kita tidak mempunyai apapun sama sekali untuk membayarnya. Emas dan perak tidak akan membayar hutang kita, juga tidak korban dan persembahan, tidak, bahkan tidak seribu domba jantan. Tak ada kebenaran dari diri kita sendiri akan / bisa membayarnya, tidak, tidak pertobatan atau ketaatan kita untuk waktu yang akan datang).


Barnes’ Notes: “Simon, whose life had been comparatively upright, was denoted by the one that owed fifty pence; the woman, who had been an open and shameless sinner, was represented by the one that owed five hundred. Yet neither could pay. Both must be forgiven, or perish. So, however much difference there is among men, yet all need the pardoning mercy of God; and all, without that, must perish” (= Simon, yang dalam perbandingan mempunyai hidup yang benar / lurus, ditunjukkan oleh orang yang berhutang 50 dinar; sedangkan perempuan itu, yang adalah orang berdosa yang terbuka / terang-terangan dan tidak tahu malu, digambarkan oleh orang yang berhutang 500 dinar. Tetapi tidak ada dari mereka berdua yang bisa membayar. Keduanya harus diampuni, atau binasa. Jadi, betapapun besarnya perbedaan yang ada di antara manusia, tetapi semua orang membutuhkan belas kasihan yang mengampuni dari Allah; dan semua orang, tanpa itu, harus binasa) - hal 205.


Memang dalam dunia ini, secara relatif ada orang yang dosanya banyak, dan ada orang yang dosanya sedikit. Tetapi tidak ada orang yang bisa membayar hutang dosanya! Apakah saudara adalah orang yang sangat bejat atau orang yang relatif baik, sadarilah satu hal ini: saudara tidak bisa membayar hutang dosa saudara! Perbuatan baik, ibadah, atau apapun juga yang saudara lakukan tidak bisa membayar hutang dosa saudara! Tetapi Kristus sudah mati di atas kayu salib untuk membayar hutang dosa saudara. Karena itu datanglah dan percayalah kepada Dia! Kalau tidak, saudara akan harus membayar hutang saudara di neraka secara kekal!


c) Hutang kedua orang itu dihapuskan (ay 42).

Kata ‘menghapuskan’ oleh Kitab Suci bahasa Inggris (kecuali NIV) diterjemahkan ‘forgave’ (= mengampuni).


Dalam perumpamaan ini pelepas uang itu bisa menghapuskan hutang kedua orang itu begitu saja / dengan gampang. Tetapi ini tidak bisa diterapkan pada pengampunan dosa yang Tuhan lakukan bagi kita, karena dalam bagian-bagian yang lain dari Kitab Suci dijelaskan bahwa untuk bisa menghapuskan / mengampuni dosa manusia, Allah harus menjadi manusia di dalam diri Yesus Kristus, dan mati di atas kayu salib untuk menebus dosa manusia. Mengapa harus demikian? Tidak bisakah Allah mengampuni dosa manusia begitu saja (tanpa salib)? Jawabnya adalah tidak bisa, karena kalau Ia melakukan hal itu, maka tuntutan keadilan Allah tidak terpenuhi, dan dengan kata lain Allah itu tidak adil (bdk. Nahum 1:3)! Dengan adanya salib, maka terlihat bahwa Allah itu adil (karena Ia menghukum dosa), dan juga bahwa Allah itu kasih (karena Ia sendirilah yang menanggung hukuman itu di kayu salib sehingga kita tidak terkena hukuman itu).


d) Ternyata kasih dari kedua orang itu berbeda.

Yang tadi hutangnya lebih banyak, sekarang mengasihi dengan kasih yang lebih besar! Ini adalah sesuatu yang logis. Makin besar dosa seseorang, makin besar kasihnya kepada Tuhan pada saat ia mendapatkan pengampunan dosa.


3) Yesus menerapkan perumpamaan itu (Lukas 7: 44-47).


a) Yesus membandingkan Simon dengan perempuan itu (ay 44-46). 

Ini dimulai dengan pertanyaan: ‘Engkau lihat perempuan ini?’ (ay 44a), dan Yesus lalu membandingkan Simon dan perempuan itu, dan dari bagian ini terlihat beberapa hal:


1. Sekalipun Simon mengundang Yesus dan menyebutNya ‘guru’, tetapi jelas bahwa ia tidak menghormati ataupun mengasihi Yesus. Ia pasti mengundang Yesus dengan motivasi yang salah!


Penerapan: Kalau saudara melakukan suatu tindakan kasih bagi Tuhan, maka perhatikanlah apakah motivasi saudara betul-betul adalah kasih kepada Tuhan? Misalnya kalau saudara pergi ke gereja atau memberikan persembahan; apa motivasi saudara? Karena kebiasaan? Supaya dilihat orang? Supaya diberkati Tuhan atau karena takut dihukum / tidak diberkati Tuhan? Atau betul-betul karena saudara mengasihi Tuhan?


2. Sekalipun Simon menyebut Yesus dengan sebutan ‘guru’, tetapi fakta dalam kehidupannya, atau sikapnya terhadap Yesus, sama sekali tidak sesuai dengan penyebutan ‘guru’ tersebut.


Ada kata-kata indah yang berbunyi:

“You call Me the way but you do not follow Me,

You call Me the light but you do not see Me,

You call Me the teacher but you do not listen to Me,

You call Me the Lord but you do not serve Me,

You call Me the truth but you do not believe in Me,

Do not be surprised if one day I don’t know you”.


Terjemahannya:

“Engkau menyebut Aku jalan, tetapi engkau tidak mengikut Aku,

Engkau menyebut Aku terang, tetapi engkau tidak melihat Aku,

Engkau menyebut Aku guru, tetapi engkau tidak mendengarkan Aku,

Engkau menyebut Aku Tuhan, tetapi engkau tidak melayani Aku,

Engkau menyebut Aku kebenaran, tetapi engkau tidak percaya kepadaKu,

Jangan kaget, jika suatu hari Aku tidak mengenal kamu”.


Kontradiksi antara pengakuan di mulut dan kehidupan sehari-hari ini banyak sekali, misalnya:

a. Orang yang mengaku bahwa Allah itu ada, tetapi ia hidup seakan-akan Allah tidak ada (atheis praktis).

b. Orang Kristen / pendeta yang mengaku bahwa Kitab Suci adalah Firman Tuhan, tetapi tidak mempelajarinya ataupun mengajarkannya secara serius.

c. Orang Kristen / pendeta yang mengaku Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, tetapi tidak memberitakan Injil dan tidak mendorong orang lain untuk memberitakan Injil.

d. Orang Kristen yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi tidak melayaniNya / mentaatiNya.

Bandingkan dengan kata-kata Yesus dalam Luk 6:46 - “Mengapa kamu berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.


Renungkan: adakah kontradiksi antara pengakuan terhadap Yesus dan kehidupan praktis dalam diri saudara?


3. Yesus bukan hanya memperhatikan tindakan kasih yang dilakukan oleh perempuan itu, tetapi juga memperhatikan tindakan kasih yang tidak dilakukan oleh Simon, yaitu:

a. Tidak memberi air pembasuh kaki (bdk. Kej 18:4  24:32  Hakim 19:21).

b. Tidak memberi ciuman (bdk. Kej 29:13  Kel 18:7).

c. Tidak mengurapi kepala dengan minyak (bdk. Maz 23:5). Leon Morris mengatakan (hal 148) bahwa ‘minyak’ yang tidak diberikan oleh Simon ini (ay 46a) menunjuk pada ‘minyak zaitun’ yang banyak dan murah, dan ini kontras dengan ‘minyak wangi’ yang digunakan oleh perempuan itu (ay 46b), yang menunjuk pada sesuatu yang jarang dan mahal.


Hebatnya, dia merendahkan perempuan itu, sementara dia sendiri tidak melakukan apa-apa untuk Yesus, kecuali yang bersifat munafik!


Matthew Henry: “The reason why some people blame the pains and expense of zealous Christians, in religion, is because they are not willing themselves to come up to it, but resolve to rest in a cheap and easy religion” (= Alasan mengapa sebagian orang menyalahkan / mengecam usaha dan biaya / ongkos / pengeluaran dari orang-orang Kristen yang bersemangat, dalam agama, adalah karena mereka sendiri tidak mau untuk menyamainya, tetapi memutuskan untuk tinggal dalam suatu agama yang murah dan mudah).


William Barclay: “When a guest entered such a house three things were always done. The host placed his hand on the guest’s shoulder and gave him the kiss of peace. That was a mark of respect which was never omitted in the case of a distinguished Rabbi. The roads were only dust tracks, and shoes were merely soles held in place by straps across the foot. So always cool water was poured over the guest’s feet to cleanse and comfort them. Either a pinch of sweet-smelling incense was burned or a drop of attar of roses was placed on the guest’s head. These things good manners demanded, and in this case not one of them was done” (= Pada waktu seorang tamu memasuki rumah seperti itu ada 3 hal yang selalu dilakukan. Tuan rumah meletakkan tangannya pada bahu dari sang tamu, dan memberikannya ciuman damai. Itu merupakan tanda penghormatan yang tidak pernah dihapuskan dalam kasus dari seorang rabi / guru yang terkemuka. Jalan-jalan hanya merupakan jalan-jalan dari tanah, dan sepatu hanya merupakan tapak / alas sepatu yang diikatkan pada kaki. Jadi, air dingin selalu dicurahkan pada kaki tamu untuk membersihkan dan menyegarkannya. Sedikit / sejemput kemenyan / dupa yang berbau wangi dibakar atau setetes minyak wangi dari bunga mawar diberikan pada kepala sang tamu. Hal-hal ini dituntut oleh kelakuan / tatakrama yang baik, dan dalam kasus ini tidak satupun dari hal-hal itu yang dilakukan) - hal 94.


Penerapan: Jadi, Yesus bukan hanya memperhatikan tindakan kasih yang kita lakukan, tetapi juga tindakan kasih yang tidak kita lakukan (bdk. Mat 25:31-46 dimana ‘kambing-kambing’ itu dihukum karena tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan).


Karena itu, janganlah terlalu cepat puas dengan hal-hal yang sudah saudara lakukan bagi Tuhan. Pikirkanlah hal-hal lain yang sebetulnya bisa saudara lakukan bagi Tuhan, tetapi selama ini belum / tidak saudara lakukan, dan lakukanlah hal-hal itu! 

Misalnya:

  • tetap berbakti sekalipun hujan.

  • datang secara rajin dalam Pemahaman Alkitab.

  • datang secara rajin dalam Persekutuan Doa.

  • menaikkan doa syafaat / doa untuk orang lain, baik gereja, pendeta, maupun orang kristen yang lain.

  • memberikan persembahan persepuluhan.

  • melayani Tuhan.

  • memberitakan Injil.


4. Sekalipun Simon sendiri, dan juga mayoritas manusia saat itu, menganggap Simon jauh lebih baik dari perempuan itu, tetapi Yesus beranggapan sebaliknya! Perhatikan supaya saudara jangan dianggap benar oleh orang-orang di sekitar saudara atau oleh saudara sendiri, tetapi dianggap brengsek oleh Tuhan! Yang terpenting adalah pandangan Tuhan tentang diri saudara!


1Kor 4:3-5 - “(3) Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. (4) Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. (5) Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah”.


Bagian yang digaris-bawahi itu salah terjemahan.

NIV: ‘I care very little if I am judged by you or by any human court; indeed, I do not even judge myself. My conscience is clear, but that does not make me innocent. It is the Lord who judges me. Therefore judge nothing before the appointed time; wait till the Lord comes. He will bring to light what is hidden in darkness and will expose the motives of men’s hearts. At that time each will receive his praise from God’ (= Aku tidak terlalu peduli jika aku dihakimi olehmu atau oleh pengadilan manusia; bahkan aku tidak menghakimi diriku sendiri. Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa. Tuhanlah yang menghakimi aku. Karena itu jangan menghakimi apapun sebelum waktu yang ditetapkan; tunggulah sampai Tuhan datang. Ia akan menerangi apa yang tersembunyi dalam kegelapan dan menyingkapkan motivasi dari hati manusia. Pada saat itu setiap orang akan menerima pujiannya dari Allah).


b) Dari perbandingan itu, Yesus lalu menyimpulkan (Lukas 7: 47).


1. Ay 47a: ‘Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih’.

KJV/RSV: ‘Her sins, which are many, are forgiven (= Dosa-dosanya yang banyak diampuni).


Calvin: “The verb, which is in the present tense, must, no doubt, be resolved into a preterite” (= Kata kerjanya, yang ada dalam present tense, tidak diragukan harus diubahkan menjadi past tense) - hal 139.

NIV/NASB menterjemahkan ‘have been forgiven’ (= telah diampuni).


Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:


a. Dosa yang banyak tidak menghalangi pengampunan dari Allah / Yesus.

Calvin mengatakan bahwa kata-kata / jawaban Yesus ini diucapkan bukan sekedar demi Simon, tetapi: “to assure every one of us, that we have no reason to fear lest any sinner be rejected by him, who not only gives them kind and friendly invitations, but is prepared with equal liberality, and - as we might say - with outstretched arms, to receive them all” (= untuk meyakinkan setiap orang dari kita, bahwa kita tidak mempunyai alasan untuk takut bahwa ada orang berdosa yang ditolak olehNya, yang bukan hanya memberi mereka undangan yang baik dan ramah, tetapi siap dengan kemurahan hati yang sama, dan - seperti yang bisa kami katakakan - dengan tangan yang terbuka, untuk menerima mereka semua) - hal 136-137.


Bdk. Yoh 6:37 - “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang.

Penerapan: apakah saudara menganggap diri saudara begitu berdosa sehingga Yesus tidak mau menerima saudara? Buanglah jauh-jauh pemikiran sesat dari setan tersebut. Ia berjanji untuk menerima siapapun yang mau datang kepadaNya, betapapun berdosanya orang tersebut.


b. Yesus tidak mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik!

Sekalipun kata-kata ay 47a ini kelihatannya menunjukkan bahwa perempuan itu diampuni karena ia banyak berbuat kasih, tetapi jelas bahwa arti sebenarnya tidaklah demikian. Arti sebenarnya ialah: ia telah diampuni dari dosanya yang banyak, dan karena itu ia banyak berbuat kasih. Mengapa harus ditafsirkan begitu?


  • Karena seluruh Kitab Suci menentang ajaran ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan), yang memang merupakan ajaran sesat! Bandingkan dengan Ef 2:8-9  Gal 2:16,21  Gal 3:1-14  Gal 5:1-6  Ro 3:24,27-28  Kis 15:1-21  Fil 3:9  Ro 9:30-10:3.


  • Perumpamaan Yesus dalam Lukas 7:41-43 itu (khususnya ay 42nya) menunjukkan bahwa hutangnya dihapuskan lebih dulu, barulah orangnya berbuat kasih!


Lukas 7: 42: “Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?’”.


Ada beberapa hal yang perlu disoroti dari ay 42 ini, yaitu:

  • Kedua orang tersebut tidak bisa membayar hutangnya.

  • Lalu hutang mereka dihapuskan dengan cuma-cuma.

RSV: ‘he forgave them both’ (= ia mengampuni mereka berdua).

NIV: ‘he canceled the debts of both’ (= ia membatalkan hutang keduanya).


KJV: ‘he frankly forgave them both’ (= ia mengampuni mereka berdua dengan cuma-cuma). Pulpit Commentary mengatakan (hal 178) bahwa kata ‘frankly’ di sini, harus diterjemahkan ‘freely’ (= dengan cuma-cuma).


NASB: ‘he graciously forgave them both’ (= ia mengampuni mereka berdua dengan murah hati / penuh kasih karunia).

NKJV: ‘he freely forgave them both’ (= ia mengampuni mereka berdua dengan cuma-cuma).


Kata Yunani yang dipakai adalah EKHARISATO (perhatikan adanya kata KHARIS, yang artinya adalah ‘kasih karunia’).


Kalau tindakan kasih mereka yang menyebabkan mereka diampuni, maka tidak bisa dikatakan bahwa pengampunan itu diberikan dengan cuma-cuma / sebagai kasih karunia!

  • Baru setelah hutang mereka dihapuskan, muncul pertanyaan: ‘Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?’. Jadi jelas bahwa pengampunan dosa terjadi dulu, dan baru setelah itu muncul tindakan kasih.


Calvin: “He proves that she is righteous, not because she pleased God, but because her sins were forgiven; for otherwise her case would not correspond to the parable, in which Christ expressly states, that the creditor freely forgave the debtors who were not able to pay (= Ia membuktikan bahwa perempuan itu benar, bukan karena ia menyenangkan Allah, tetapi karena dosa-dosanya telah diampuni; karena kalau tidak maka kasusnya tidak sesuai dengan perumpamaannya, dalam mana Kristus menyatakan secara jelas / explicit, bahwa pelepas hutang itu mengampuni dengan cuma-cuma orang-orang berhutang yang tidak bisa membayar) - hal 137.


  • Clarke beranggapan (hal 415) bahwa kata ‘sebab’ dalam ay 47a, yang dalam bahasa Yunaninya adalah HOTI, bisa diterjemahkan ‘therefore’ (= karena itu). Dengan demikian ay 47a menjadi: ‘Dosanya yang banyak itu telah diampuni, karena itu ia telah banyak berbuat kasih’.


  • Lukas 7:48: “Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: ‘Dosamu telah diampuni.’”.


Calvin beranggapan bahwa kata-kata dalam ay 48 tidak menunjukkan bahwa saat itu merupakan saat pertama perempuan itu diampuni. Ay 48 ini merupakan peneguhan dari pengampunan dosa yang sudah diberikan sebelum perempuan berdosa itu melakukan tindakan kasihnya di sini.


  • Lukas 7: 50 mengatakan imanmu telah menyelamatkan engkau’, bukan kasihmu / perbuatan baikmu telah menyelamatkan engkau’!


Calvin: “loving is not here said to be the cause of pardon” (= mengasihi di sini tidak dikatakan sebagai penyebab dari pengampunan) - hal 139.


Calvin: “This saying refutes also the error of those who imagine that the forgiveness of sins is purchased by charity; for Christ lays down a quite different method, which is, that we embrace by faith the offered mercy” (= Kata-kata ini juga menyangkal kesalahan dari mereka yang membayangkan bahwa pengampunan dosa dibeli oleh kasih; karena Kristus meletakkan suatu metode yang cukup berbeda, yaitu bahwa kita memeluk oleh iman belas kasihan yang ditawarkan) - hal 141.


Pulpit Commentary: “The principle on which forgiveness was granted to the woman was faith, not love (= Dasar di atas mana pengampunan diberikan kepada perempuan itu adalah iman, bukan kasih) - hal 179.


Dari semua ini jelaslah bahwa rumus yang sebenarnya adalah:


Iman pengampunan / keselamatan kasih / tindakan kasih.


Calvin: “We cannot avoid wondering, ... that the greater part of commentators have fallen into so gross a blunder as to imagine that this woman, by her tears, and her anointing, and her kissing his feet, deserved the pardon of her sins. The argument which Christ employs was taken, not from the cause, but from the effect; for, until a favour has been received, it cannot awaken gratitude, and the cause of reciprocal love is here declared to be a free forgiveness. In a word, Christ argues from the fruit or effects that follow it, that this woman has been reconciled to God” (= Kami tidak bisa menghindari rasa heran, ... bahwa sebagian besar dari para penafsir telah jatuh ke dalam suatu kesalahan yang begitu besar sehingga membayangkan bahwa perempuan ini, oleh air matanya, dan pengurapan, dan penciuman kakiNya, layak mendapat pengampunan atas dosa-dosanya. Argumentasi yang digunakan oleh Kristus diambil, bukan dari penyebab, tetapi dari hasil / akibatnya; karena, sampai suatu kebaikan telah diterima, itu tidak bisa membangkitkan rasa terima kasih, dan penyebab dari kasih balasan di sini dinyatakan sebagai pengampunan yang cuma-cuma. Singkatnya, Kristus berargumentasi dari buah atau hasil / akibat yang mengikutinya, bahwa perempuan ini telah diperdamaikan dengan Allah) - hal 137.


Bandingkan dengan kata-kata dari lagu ‘Rock of Ages, Cleft for Me’, bait ke 2 dan 3, yang berbunyi sebagai berikut:


Not the labors of my hands, (= bukan pekerjaan tanganku,)

Can fulfill Thy law’s demands; (= Dapat memenuhi tuntutan hukumMu;)

Could my zeal no respite know, (= Andaikata semangatku tidak mengenal istirahat,)

Could my tears forever flow, (= Andaikata airmataku mengalir selama-lamanya,)

All for sin could not atone; (= Semua itu tidak bisa menebus dosa;)

Thou must save, and Thou alone. (= Engkau harus menyelamatkan, dan Engkau saja).


Nothing in my hand I bring, (= Tidak ada yang kubawa dalam tanganku,)

Simply to Thy cross I cling; (= Hanya kepada salibMu aku berpegang;)

Naked, come to Thee for dress, (= Telanjang, datang kepadaMu untuk pakaian,)

Helpless, look to Thee for grace; (= Tak berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)

Foul, I to the fountain fly, (= Kotor, Aku terbang kepada air mancur,)

Wash me, Saviour, or I die! (= Cucilah aku, Juruselamat, atau aku mati).


William Hendriksen: “What Jesus teaches is that the outpouring of love results from the sense of having been forgiven. ... Love for Jesus - hence, for God - is, and must ever be, the result of forgiveness” (= Apa yang Yesus ajarkan adalah bahwa pencurahan kasih diakibatkan oleh rasa telah diampuni. ... Kasih bagi Yesus - dan karena itu, bagi Allah -merupakan, dan harus selalu merupakan, akibat dari pengampunan) - hal 409.


Hendriksen lalu memberi syair sebagai berikut:

Nothing to pay! yes, nothing to pay! (= Tidak ada yang harus dibayar! ya, tidak ada yang harus dibayar!)


Jesus has cleared all the debt away, (= Yesus telah melunasi semua hutang,)

Blotted it out with his bleeding hand! (= Menghapuskannya dengan tanganNya yang berdarah!)

Free and forgiven and loved you stand. (= Engkau bebas dan diampuni dan dikasihi)

Hear the voice of Jesus say, (= Dengarlah suara Yesus berkata,)

Verily thou hast nothing to pay! (= Sesungguhnya engkau tidak mempunyai apapun untuk membayar!)

Paid is the debt, and the debtor free! (= Hutang dibayar, dan orang yang berhutang bebas!)

Now I ask thee, Lovest thou me?” (= Sekarang Aku bertanya kepadamu: Apakah engkau mengasihi Aku?’) - hal 409.


2. Ay 47b: ‘Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih’.

Tadi dalam ay 44-46, Yesus membandingkan Simon dengan perempuan yang berdosa itu. Lalu dalam ay 47a Yesus menarik kesimpulan tentang perempuan berdosa itu. Maka seharusnya dalam ay 47b Yesus menarik kesimpulan tentang Simon. Tetapi ternyata dalam ay 47b ini Yesus tidak menggunakan kata ‘Simon’ / ‘engkau’, tetapi ‘orang’. Ada 2 kemungkinan arti:

a. ‘Orang’ di sini adalah Simon, dan kalau demikian, maka kata-kata ‘sedikit diampuni’ dan ‘sedikit berbuat kasih’ hanyalah merupakan suatu bahasa halus untuk mengatakan ‘tidak diampuni’ dan ‘tidak berbuat kasih’.

b. ‘Orang’ di sini bukanlah ‘Simon’. Orang itu sedikit diampuni, dan karenanya ia hanya sedikit berbuat kasih. Sedangkan untuk Simon, yang tidak melakukan tindakan kasih, Yesus tidak menjelaskan karena sudah cukup jelas. Simon jelas tak diampuni, dan karena itu ia tidak melakukan tindakan kasih!


Matthew Henry: “Hereby he intimates to the Pharisee that his love to Christ was so little that he had reason to question whether he loved him at all in sincerity; and, consequently, whether indeed his sin, though comparatively little, were forgiven him. Instead of grudging greater sinners the mercy they find with Christ, upon their repentance, we should be stirred up by their example to examine ourselves whether we be indeed forgiven, and do love Christ” [= Dengan ini Ia mengisyaratkan bahwa kasihNya kepada Kristus adalah begitu kecil sehingga ia / Ia mempunyai alasan untuk mempertanyakan apakah ia mengasihiNya sedikitpun dalam ketulusan; dan, sebagai konsekwensinya, apakah dosanya, sekalipun relatif kecil, memang diampuni. Dari pada iri hati / jengkel terhadap orang-orang yang lebih berdosa karena belas kasihan yang mereka temukan dengan Kristus, pada pertobatan mereka, kita harus digerakkan oleh teladan mereka untuk memeriksa diri kita sendiri apakah kita memang diampuni, dan memang mengasihi Kristus].


Pertanyaan: Kalau seseorang yang dosanya banyak diampuni, maka ia akan banyak mengasihi / berbuat kasih. Sebaliknya, kalau seseorang yang dosanya sedikit diampuni, maka ia akan sedikit mengasihi / berbuat kasih. Kalau demikian, apakah kita perlu berbuat banyak dosa, lalu minta ampun, supaya kita bisa banyak mengasihi / berbuat kasih?


Pulpit Commentary: “Some may ask - What great amount of sin is necessary in order to loving much? Godet well answers, ‘We need add nothing to what each of us already has, for ... - to the noblest and purest of us, what is wanting in order to love much, is not sin, but the knowledge of it (= Beberapa orang mungkin bertanya - Dosa sebanyak apa yang diperlukan supaya kita banyak mengasihi? Godet menjawab dengan benar: ‘Kita tidak perlu menambah apapun pada apa yang setiap kita sudah miliki, karena ... - bagi yang termulia dan termurni dari kita, apa yang kurang supaya banyak mengasihi, bukanlah dosa, tetapi pengetahuan / pengenalan / kesadaran terhadap dosa) - hal 179.


Pulpit Commentary: “It is not the quantity of sins, but the conscience of sin, the sense of its sinfulness and bitterness and tyranny, which determines the question of the larger or smaller debtor. ... The much love is measured by the sense of there having been much forgiven. The love is as the knowledge of sin. If you think there is little to forgive, you will love only little” (= Bukan jumlah / banyaknya dosa, tetapi kesadaran / perasaan / pengenalan tentang dosa, perasaan / pengertian tentang keberdosaan dan kepahitan dan kekejamannya, yang menentukan pertanyaan tentang orang yang berhutang lebih banyak atau lebih sedikit. ... Kasih yang banyak diukur oleh perasaan / pengertian tentang pengampunan yang banyak. Kasih itu sebanyak pengenalan terhadap dosa. Jika engkau berpikir bahwa hanya ada sedikit untuk diampuni, engkau akan mengasihi hanya sedikit) - hal 185.


Pulpit Commentary: “If we have a very imperfect sense of our guilt, and therefore of God’s mercy to us, our response in gratitude and love will be far below what it should be. It is, therefore, of the gravest importance that we should know and feel our own faultiness in the sight of God. For clearly it is not the magnitude of our past sin, but the fulness of our sense of guilt, which determines the measure of our feeling in the matter of gratitude and love” (= Jika kita mempunyai perasaan / pengertian yang sangat tidak sempurna tentang kesalahan kita, dan karena itu juga tentang belas kasihan Allah bagi kita, maka tanggapan kita dalam rasa terima kasih dan kasih akan jauh di bawah apa yang seharusnya. Karena itu, merupakan sesuatu yang sangat penting bahwa kita mengetahui dan merasakan kekotoran kita sendiri dalam pandangan Allah. Karena jelas bahwa bukanlah besarnya dosa masa lalu kita, tetapi kepenuhan dari perasaan / pengertian kita tentang kesalahan, yang menentukan ukuran dari perasaan kita dalam persoalan rasa terima kasih dan kasih) - hal 193.


Pulpit Commentary: “God wants our love, as we want the love of our children and of our friends, and cannot accept anything, however valuable, in its stead: so Christ wants the pure, deep, lasting affection of our souls. No ceremonies, or services, or even sacrifices, will compensate for its absence (see 1Cor. 13). And the measure of our love will depend on the depth of our sense of God’s forgiving love toward us” [= Allah menginginkan kasih kita, seperti kita menginginkan kasih dari anak-anak kita dan dari teman-teman kita, dan tidak bisa menerima apapun, betapapun berharganya, sebagai gantinya: demikianlah Kristus menginginkan kasih yang murni, dalam, dan kekal dari jiwa kita. Tidak ada upacara, atau pelayanan, atau bahkan pengorbanan, yang bisa menggantikan tidak adanya kasih (lihat 1Kor 13). Dan ukuran dari kasih kita tergantung pada dalamnya perasaan / pengertian kita tentang kasih yang mengampuni dari Allah terhadap kita] - hal 194.


Catatan: penggunaan 1Kor 13 itu sebetulnya salah, karena text itu mempersoalkan kasih kita kepada sesama, bukan kepada Allah. Itu terlihat khususnya dalam 1Kor 13:4-7 - “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. (7) Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”. Tetapi memang kasih kita kepada sesama berhubungan erat dengan kasih kita kepada Allah.


Pulpit Commentary: “our sense of sin is always vastly below the reality” (= perasaan / pengertian kita tentang dosa selalu jauh di bawah kenyataannya) - hal 199.


Jelas bahwa ada banyak orang yang dosanya banyak, tetapi mengira bahwa dosanya sedikit. Ini menyebabkan pada saat dosa mereka diampuni, mereka tetap memberikan kasih / melakukan tindakan kasih yang sedikit. Jadi jelas bahwa merupakan sesuatu yang penting bagi semua orang, bahkan bagi orang kristen sekalipun, untuk menjadi orang yang sadar sepenuhnya akan semua dosa-dosanya.


Untuk bisa makin sadar akan dosa, maka:


a. Berdoalah supaya Tuhan membukakan mata saudara sehingga saudara makin sadar akan banyaknya dosa saudara. Ingat bahwa salah satu fungsi Roh Kudus adalah menyadarkan kita akan dosa kita (Yoh 16:8).


Penerapan: banyak orang berdoa meminta berkat Tuhan, jasmani maupun rohani, tetapi jarang ada orang yang berdoa, apalagi secara tekun, supaya Tuhan mencelikkan matanya terhadap dosa-dosanya!


b. Banyaklah belajar / membaca / mendengar Firman Tuhan, karena salah satu fungsi dari Firman Tuhan ialah menyadarkan kita akan dosa kita (Ro 3:20  2Tim 3:16).


Sekalipun saudara sudah berdoa supaya Tuhan menunjukkan dosa saudara, saudara tidak akan sadar akan dosa-dosa saudara kalau saudara tidak belajar Firman Tuhan, karena Tuhan memang menyadarkan dosa kita menggunakan / melalui Firman Tuhan.


Karena itu, maulah banyak mengisi diri saudara dengan Firman Tuhan, bukan hanya yang enak-enak saja, tetapi juga yang keras / menegur saudara!


c. Perhatikan gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di hadapan Allah.

Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.


Perhatikan bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak mengatakan sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Yesaya mengatakan segala kesalehan kami seperti kain kotor’.


Sekarang, kalau ‘segala kesalehan’ kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan ‘dosa’ kita? Perhatikan ayat di bawah ini.

Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di hadapanKu”.


Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan bulanan dari seorang perempuan).


Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga”.


Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).

Jadi kelihatannya yang dimaksudkan dengan ‘cemar kain’ itu adalah cairan darah yang dikeluarkan seorang perempuan pada saat datang bulan.


Dengan demikian Kitab Suci menggambarkan segala kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan! Itulah keadaan saudara di hadapan Allah!


Keberatan: Tetapi mengapa dalam Kitab Suci kadang-kadang diceritakan tentang orang yang saleh, tak bercacat, seperti Nuh, Ayub, Zakharia, dsb?

Jawab: Itu harus diartikan hanya dalam perbandingan dengan orang-orang lain di sekitar mereka. Tetapi kalau kehidupan mereka dibandingkan dengan Firman Tuhan / Kitab Suci, maka jelas mereka tetap penuh dengan dosa.


Ro 3:10-12,23 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.


Kiranya semua ini bisa meyakinkan saudara bahwa saudara tidak mungkin bisa diterima oleh Allah karena kebaikan saudara, karena saudara memang tidak mempunyai kebaikan di hadapan Allah. Dan kiranya gambaran tentang kenajisan dan keberdosaan saudara ini bisa mendorong saudara untuk banyak melakukan tindakan kasih kepada Tuhan yang sudah mengampuni kenajisan dan keberdosaan yang begitu banyak dari saudara!

Penutup.


Kalau saudara mau tahu apakah diri saudara (Catatan: ini juga bisa diterapkan pada orang lain, sekalipun ini sukar karena kita seringkali tidak bisa tahu motivasi orang lain) betul-betul adalah orang kristen yang sudah selamat dan sudah diampuni, maka periksalah kasih / tindakan kasih saudara:


1. Bagaimana keaktifan saudara dalam Kebaktian, Pemahaman Alkitab, Persekutuan Doa, dan acara-acara gereja yang lain?

2. Bagaimana kehidupan doa dan saat teduh saudara?

3. Bagaimana ketaatan saudara kepada Tuhan / Firman Tuhan?

4. Bagaimana keaktifan saudara dalam melayani Tuhan dan memberitakan Injil?

5. Apakah saudara sudah mempersembahkan persembahan yang selayaknya seperti yang diajarkan oleh Firman Tuhan, baik dalam persoalan persembahan persepuluhan maupun persembahan sukarela?

6. Bagaimana penyangkalan diri saudara dan kerelaan saudara berkorban bagi Tuhan?

7. Bagaimana ketaatan saudara, baik dalam membuang dosa, atau melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Tuhan? Ini jelas merupakan wujud dari tindakan kasih kepada Tuhan (Yoh 14:15).

8. Mengikuti Perjamuan Kudus. Mengingat Perjamuan Kudus tujuannya adalah untuk memperingati dan memberitakan kematian Kristus (1Kor 11:24b,25b,26b), dan juga merupakan suatu persekutuan dengan Kristus (1Kor 10:16), maka jelas bahwa ikut sertanya kita dalam Perjamuan Kudus, selama itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan benar, merupakan suatu tindakan kasih kepada Tuhan.

9. Dan yang terpenting adalah: apakah dalam melakukan hal-hal di atas ini, motivasi saudara betul-betul adalah kasih kepada Tuhan?


Kalau dalam diri / hidup saudara tidak ada kasih / tindakan kasih kepada Tuhan, maka sadarilah bahwa saudara bukanlah orang kristen yang sejati! Saudara belum selamat dan belum diampuni dosa-dosanya. Karena itu bertobatlah dan datanglah kepada Yesus dan terimalah Ia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!


Baca Juga: Eksposisi Injil Lukas Pasal 8:1-56


Kalau dalam diri / hidup saudara sudah ada kasih / tindakan kasih kepada Tuhan, maka saudara betul-betul adalah orang kristen yang sudah selamat / diampuni dosa-dosanya. Maka tingkatkanlah kasih / tindakan kasih itu! 


Sesuatu yang sangat menarik bagi saya ialah: perempuan berdosa itu melakukan tindakan kasih yang luar biasa, sekalipun ia tidak tahu bahwa untuk mengampuni dosa-dosanya Yesus harus menderita dan mati di atas kayu salib (karena pada saat itu salib belum terjadi). Kita yang hidup pada masa ini, tahu bahwa untuk mengampuni kita, Yesus harus menderita dan mati di atas kayu salib. Dan karena itu sudah seharusnyalah kalau kasih / tindakan kasih kita kepada Tuhan melebihi kasih / tindakan kasih perempuan itu kepada Tuhan! Karena itu, maukah saudara meningkatkan kasih / tindakan kasih saudara kepada Tuhan?

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post