3 CIRI IBADAH YANG MURNI (YAKOBUS 1:26-27)

Kalau dipahami secara konteks dari Yakobus 1:26-27 tentang arti sebuah ibadah yang murni yaitu selain melakukan kewajiban agama, seseorang harus mengekang lidahnya, mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemari oleh dunia. 

3 CIRI IBADAH YANG MURNI (YAKOBUS 1:26-27)
health, otomotif

Jadi sebetulnya Yakobus mau menggabungkan antara esensi ibadah yang harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari setiap orang percaya sebagai kesatuan. Dalam konteks orang percaya, ibadah bisa dikatakan sebagai bagian penyampaian kasih Kristus dan pola hidup Kristus untuk dapat dirasakan setiap manusia. 

Inilah 3 (tiga) ciri ibadah yang murni (Yohanes 1:26-27)

1. Pertama, Mengekang Lidah (Yakobus 1:26) 

 Aspek ibadah pertama yang dikemukakan Yakobus adalah mengekang lidah. Sebab ini bagian dari mempersembahkan seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup dengan serius menjaga lidah. Aspek ini berkenaan dengan penerapan praktis bagi setiap orang percaya sebagai pelaku Firman Allah. 

Pastilah Yakobus mempunyai maksud tertentu mengapa menekankan pentingnya mengekang lidah. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk mengupas maksud mengekang lidah. Kata mengekang‖ dalam surat Yakobus muncul dua kali: dalam Yakobus 1:26 dan Yakobus 3:3. 

Kata yang muncul ini menunjukkan sebagai tindakan dari pelaku Firman. Dalam konteks ini mau menegaskan lebih baik mendengar daripada banyak berkata-kata (Yakobus 1:19-21). Menurut Gunning, alasan Yakobus menyatakan hal ini kalau orang percaya lebih banyak berkata-kata berarti lebih banyak mengandalkan kehebatannya dan sulit mendengarkan orang lain. Jadi orang yang terlalu banyak berkata-kata dan merasa paling hebat, ibadahnya sia-sia. 

Dalam pasal 3, Yakobus lebih banyak menjelaskan tentang gambaran mengekang lidah‖ (Yakobus 3:1-12). Gambaran yang digunakan seperti kemudi kapal, binatang buas dan api. Jadi kiranya setiap orang dapat mengawasi penggunaan kata-katanya sebagai sebuah tindakan ibadah yang murni. Karena kata-kata yang tidak dikontrol atau dikendalikan mendatangkan hal yang sia-sia serta sama sekali tidak ada gunanya, tidak berguna dan tidak berbuah.

Kata mengekang‖ dilihat dari bahasa Yunani menggunakan kata mengendalikan. Jadi dengan kata lain mengekang lidah‖ harus dilakukan secara terus menerus oleh orang yang beribadah.

Secara literal, maka mengekang lidah‖ dinyatakan dari kata dasar kekang yang berarti kendali, besi bergerigi yang dipasang pada mulut kuda untuk mengendalikan kuda. Ketika besi bergerigi ini ditarik dengan tali, kuda berhenti. Jadi dalam bentuk kata sifat mengekang‖ artinya mengendalikan atau menegahkan hawa nafsu atau perbuatan perbuatan jahat. 

Sedangkan dalam Kitab Yakobus 1:26, mengekang berasal dari kata  keep (NIV) yang berarti menjaga, menyimpan dan memelihara. Jadi mengekang lidah memiliki makna suatu tindakan untuk dapat menguasai, memelihara dan mengendalikan fungsi lidah dengan kata-kata yang membangun. Itu artinya orang yang beribadah, harus bisa mengendalikan perkataannya bagi hal yang membangun, meskipun kadang banyak tantangan. 

Seperti dinyatakan oleh Curtis Youghan, bahwa mengekang lidah adalah sikap untuk pendisiplinan lidah dalam memelihara, mengontrol dan menahannya untuk tidak sembarangan dalam menggunakan kata-katanya untuk hal-hal yang sisa-sia

Historis yang terlihat dalam konteks ini yaitu dari sisi orang Yahudi yang kuat dalam ibadah keagamaan mereka namun lemah dalam praktik hidup sehari-hari. Rajin meneliti hukum Tuhan, taat beragama bahkan ahli dalam bidang keagamaan, namun perkataannya tidak membangun, ini sebuah ibadah yang sia-sia. Tujuan Yakobus menyatakan unsur mengekang lidah‖ dalam aspek ibadah yang sejati yaitu: 

Pertama, menyadarkan setiap orang percaya, siapa pun tanpa terkecuali untuk disiplin dalam perkataan yang keluar, supaya menjadi berkat bagi semua orang (band. Yakobus 3:9-11). 

Kedua, menyadarkan setiap orang percaya untuk hidup menjadi pelaku Firman Tuhan, bukan saja pendengar saja. 

Ketiga, setiap orang percaya memperhatikan juga perkataannya dan bukan hanya kewajiban agamawi yang bagus. 

Sebab secara teologis setiap orang yang hidupnya mampu mengatur, memelihara dan mengendalikan setiap perkataannya atau lidahnya adalah pribadi yang tidak menyatakan kesalahan atau dosa. Sebab manusia sering bersalah dengan lidahnya. Lidah adalah ujian utama mengenai kesalehan yang kadang sulit dikendalikan. 

Ibadah yang murni adalah pribadi orang percaya yang sanggup mengendalikan, mengatur dan memelihara lidahnya untuk senantiasa perkataannya menjadi berkat bagi banyak orang dan ini adalah bukti hidup takut akan Tuhan.

2. Kedua, Mengunjungi Janda dan Yatim Piatu yang Kesusahan (Yakobus 1:27a) 

Aspek kedua dalam ibadah yang murni yang ditekankan oleh Yakobus adalah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda miskin yang mengalami kesusahan serta menderita (Yakobus 1:27). Ini adalah ibadah yang murni. 

Seperti Yesus sendiri sangat memperhatikan orang-orang miskin dan mereka yang mengalami kesusahan (band. Matius 6:1-2). Mengunjungi orang yang kesusahan adalah bentuk dari kepedulian terhadap sesama yang menderita.

Secara konteks dalam Kitab Yakobus kata mengunjungi‖ hanya muncul satu kali dalam Yakobus 1:27. Kata ini artinya sangat mendalam dalam konteks dekat dan konteks jauh. 

Pertama, pemakaian di luar Perjanjian Baru dalam dunia sekuler kata mengunjungi berasal dari kata (episkeptomai) yang diartikan melihat sesuatu, menganggap, memberikan pertimbangan, memberikan salam, memberi hormat dan perhatian kepada seseorang. Beberapa makna yang lain sering diartikan sebagai pemeriksaan, sehingga akhirnya bisa diartikan dalam konteks mengunjungi (band. Ulangan 11:12). 

Kedua, dalam pemakaian Perjanjian Baru kata mengunjungi‖ juga dipakai dalam Matius 25:36, ketika Tuhan Yesus menunjukkan perhatiannya dalam mengunjungi orang sakit. Ini sebuah tindakan individu yang berhubungan dengan Tuhan dan diri sendiri (Yakobus 1:27). 

Vine menegaskan kata (episkeptomai) arti utamanya adalah memeriksa‖ bentuk baru dari (episkopeo) yang artinya mengunjungi dengan pertolongan mengenai tindakan Allah (Lukas 1:6, 78; Kisah para rasul 15:14; Ibrani 2:6), mengunjungi orang sakit dan menderita aniaya (Matius 25:36, 43; Yakobus 1:27), pergi menyisihkan waktu dan pergi berkunjung (Kisah Para Rasul 7:23) serta memusatkan pikiran kepada satu tujuan mengunjungi yang susah (Kisah Para Rasul 6:3).

Dalam bahasa Yunani, kata mengunjungi adalah kata kerja aktif. Fungsinya mau menyatakan seseorang yang mempunyai rasa kasih dan kepedulian terhadap sesama yang menderita itu bersifat aktif dan bukti dari kasih Allah yang dapat dirasakan oleh orang percaya. 

Kata mengunjungi sangat tepat dengan kondisi keberadaan jemaat masa Yakobus yang memang perlu dukungan dari segenap orang percaya (Yakobus 2:5-6). Pada saat itu banyak sekali anak yatim piatu dan janda-janda yang kesusahan karena mereka hidup mempertahankan Yesus sehingga mengalami aniaya, dan selayaknya setiap orang percaya saling mendukung. Ini merupakan sebuah hubungan yang kuat dalam konteks rasul-rasul.

Tujuan untuk memperhatikan saudara seiman juga bagian dalam ibadah dan juga tujuan mengunjungi, bukan saja fokus kepada memahami kesusahan, namun juga fokus ikut memikirkan dan merasakan kesusahan yang dihadapi setiap orang percaya yang harus ditolong. Hal ini senada dengan hati Tuhan, sebagai pribadi yang mengasihi seluruh umat manusia tanpa membedakan dan menjadi sisi positif kesempurnaan orang yang percaya Yesus. Ini adalah ibadah yang murni dan sejati.

3. Ketiga, Menjaga Diri dari Hal-hal Duniawi (Yakobus 1:27b) 

Maksud dari menjaga diri dari menjaga diri dari hal-hal duniawi adalah tidak berkompromi dan terlibat dengan hal-hal yang bersifat duniawi, meskipun harus menghadapi percobaan atau pergumulan hidup. 

Dengan demikian fokus hidupnya adalah sesuai dengan ketentuan Firman Tuhan. Jadi, setiap orang yang beribadah harus tetap hidup dalam lingkup standar kebenaran Firman Tuhan, sebab menjadi pelaku Firman adalah ibadah yang sesungguhnya. Karena didapati banyak orang yang beribadah, datang ke gereja dan melayani, tetapi hidupnya tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, masih hidup dengan cara duniawi. 

Untuk hidup pada lingkup kehendak Allah, diperlukan ketaatan yang tanpa kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan. Itu sebabnya Yakobus 1:27b memberikan penegasan dengan kata menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan dunia. 

Kata menjaga‖ menunjukkan sesuatu yang sangat serius. Dalam Perjanjian Baru kata menjaga diulang 60 kali. Kata ini digunakan untuk mengawasi sesuatu, yang dalam bahasa Yunani dipakai kata (tēreō) yang artinya mengawal (Kisah Para Rasul 12:6; Matius 27:36), menjaga (Yohanes 2:10; 1Petrus 1:4), memelihara (Yudas 1:6) dan melindungi (1Korintus 7:3). Rasul Paulus dalam beberapa kesempatan juga menyatakan konsep ―menjaga‖ artinya menjauhkan diri dari hal-hal duniawi (2Timotius 4:27). 

Sedangkan secara literal kata menjaga‖ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menunggui (supaya selamat, mempertahankan, dan melindungi. Dalam Yakobus 1:27, kata menjaga‖ dalam bahasa Yunani tertulis τηρειν (tērein) yang berasal dari kata (tēreō) yang memiliki arti mematuhi, menaruh perhatian terhadap, mengawasi, menawan, menyimpan dan memelihara. Kata tērein dalam Yakobus 1:27b menunjukkan bentuk present aktif. Ini progresif merupakan suatu tindakan yang telah berlangsung saat pembicaraan. Jadi menjaga sesuatu yang harus dikerjakan secara terus menerus menjadi sebuah ibadah yang murni.

Menjaga diri dari segala kecemaran dunia, Yakobus mau menegaskan bahwa sebagai anak Tuhan, harus hidup sesuai kebenaran Firman Tuhan. Sebab pencobaan-pencobaan yang dialami oleh orang percaya masa itu sangat berat, dengan hikmat Tuhan mereka harus tetap setia dan tidak tergoda pada cara hidup duniawi. 

Tujuan secara umum yang diungkapkan adalah menekankan kepada setiap orang percaya untuk tetap mempertahankan, menguasai, memimpin dan memelihara iman dari hal-hal duniawi dengan memegang kebenaran Firman Tuhan, meskipun di tengah-tengah pencobaan dan aniaya. Sekaligus Yakobus juga mau menekankan bahwa hidup menjaga dari kecemaran dunia adalah sebuah kekuatan identitas orang percaya untuk hidup serupa dengan Kristus dan bukan serupa dengan dunia. Sebab semua yang terjadi memurnikan iman orang percaya sehingga makin tahan uji (Yakobus 1:12). 

Secara teologis sejajar dengan sifat Allah yang Maha Kudus. Karakter atau sifat Allah inilah yang mewajibkan setiap orang percaya untuk senantiasa menjaga hidup benar di hadapan Tuhan sesuai dengan standar Firman Tuhan. Jadi ibadah dan hidup kudus menjadi sebuah ikatan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga menjadi gambaran yang sempurna serupa dengan Kristus. Inilah ibadah yang murni.

Implikasi Ibadah yang Murni dalam Kehidupan Setiap Orang Percaya Masa Kini 

Salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan banyak orang percaya adalah mengakui iman dalam Yesus Tuhan, namun pada saat yang sama mengontradiksikan pengakuan tersebut dengan tindakan-tindakan yang tidak sesuai Firman Tuhan. 

Yakobus 2:15-17 juga memberikan penjelasan bahwa iman harus bersifat relasional, yaitu iman yang disertai perbuatan hidup sehari-hari yang sesuai dengan Firman Tuhan dan ini adalah sebuah keseimbangan hidup. Ini adalah ibadah yang murni, seperti yang dinyatakan dalam Yakobus 1:26-27 yang harus diaplikasikan dalam setiap kehidupan orang percaya

Pertama, Menjaga Perkataan 

Allah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kualitas dan kuantitas dari ucapan atau perkataan manusia sehari-hari (band. Matius 12:37). Sering kali yang terjadi ada orang Kristen yang mengaku percaya Yesus namun perkataannya tidak membangun. Contohnya suka gosip, menjelek-jelekkan orang lain, fitnah, kata-kata kasar, kata-kata sembrono, keluhan. Semuanya ini mengakibatkan konflik yang tidak bisa dihindarkan. 

Perkataan menjadi baik atau tidak, tergantung setiap orang percaya mempergunakan. Namun ketika perkataan atau lidah setiap orang percaya diserahkan kepada Tuhan, maka akan sangat memberkati dan membangun. Mengingat betapa pentingnya perkataan, maka setiap orang percaya harus menjaga perkataannya serta mengendalikan, supaya senantiasa membawa berkat bagi yang mendengarnya. Ini adalah ibadah yang murni. 

Tujuan menjaga perkataan adalah: 

Pertama, mengarahkan hidup. Lidah disebut sebagai pengendali kehidupan, sebab hidup dan mati dikuasai lidah (Amsal 18:21). Apa yang ditabur itu juga yang akan dituainya. Jika menabur perkataan membangun akan menuai perkataan yang menguatkan. 

Kedua, perkataan mencerminkan hati. Segala sesuatu yang diucapkan manusia, asalnya dari hati (Amsal 27:19). Hati adalah pusat dari perilaku dan ucapan manusia. 

Ketiga, perkataan memiliki kuasa. Kejadian 1 menyatakan bumi dan isinya diciptakan dengan kuasa perkataan Allah. Perkataan memiliki dampak mengubah hidup menjadi baik atau tidak. 

Keempat, perkataan mempengaruhi orang lain. Orang lain bisa semangat atau tidak tergantung juga dari perkataan. 

Kelima, perkataan membuat hidup lebih bahagia. Kebahagiaan diperoleh karena perkataan yang membangun dan menguatkan dan penuh hikmat. Lidah lembut adalah pohon kehidupan (Amsal 15:4)

Kedua, Memperhatikan Setiap Orang yang Kesusahan 

Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil keluar dari kegelapan ke dalam terang-Nya yang ajaib yang mempunyai tugas keluar dan ke dalam. Bersaksi dan melayani. Gereja harus memiliki gaya hidup yang seimbang untuk menjadi berkat dalam tanggung jawab Injil dan tanggung jawab sosial. Seimbang antara iman dan perbuatan. 

Banyak orang percaya berfokus kepada penginjilan dan ibadah, namun tidak berfokus kepada pelayanan sosial yang sebetulnya menjadi paket lengkap dalam pelayanan gereja (Yakobus 1:27; Lukas 9:12; 1Timotius 5:3-16; Galatia 6:10). Gereja juga harus mengambil bagian dalam pelayanan untuk memperhatikan mereka yang sedang mengalami kesusahan. Dengan peduli kepada jiwa-jiwa yang tersesat, peduli kepada kemiskinan, ketidakadilan dan penindasan. 

Memperhatikan orang yang sedang dalam kesusahan merupakan bagian gambaran citra Allah yang selalu memperhatikan setiap manusia tanpa memandang muka. Jadi penginjilan, ibadah dan pelayanan sosial menjadi sebuah kesatuan dalam tugas penata-layanan gereja. Melayani manusia berarti melakukan apa yang sangat dibutuhkan.

Sebagai orang percaya harus bisa menjadi sahabat mereka yang lapar, telanjang, memberikan tumpangan, mengunjungi orang sakit dan melakukan yang terbaik untuk kebutuhannya. Ini merupakan bukti kasih yang sejati dan ibadah yang murni. Dan ini sebuah hubungan yang erat antara iman dan kasih. Yesus sudah memberikan teladan yang sempurna. Gereja mula-mula juga sudah menerapkan. Hal yang baik ini harus menjadi gaya hidup orang percaya masa kini, sebab semuanya adalah anggota keluarga Allah (Efesus 2:19)

Ketiga, Menjaga Diri untuk Hidup Sesuai Kebenaran Firman Tuhan 

Menurut G. Christian Weiss, menyatakan bahwa banyak orang percaya yang mengalami kesulitan dalam melepaskan diri. Sebetulnya setelah orang percaya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi, sejak itu juga setiap orang percaya harus melepas segala ikatan duniawi. 

Sebab Tuhan tidak pernah kompromi dengan sifat dan karakter duniawi. Meskipun orang percaya ada di dunia ini, namun setiap orang percaya harus berani tampil beda untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini (Roma 12:1-2). Jadi tegas menolak bagi setiap orang percaya yang sudah mengikut Yesus, tetapi dalam kesempatan yang sama hidup dalam hawa nafsu duniawi. 

Cara yang paling efektif untuk tidak mengikuti cara hidup duniawi adalah mau dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus serta menjadi pelaku Firman. Setiap orang percaya yang mengikuti Yesus, seharusnya menyerahkan seluruh hidupnya bagi Kerajaan Allah dan hidup menjadi serupa dengan Yesus. Senantiasa menjaga persekutuan dengan Allah adalah poin penting agar setiap orang percaya tidak memungkiri kekuatan ibadahnya. Ibadah yang murni adalah hidup menjaga diri sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. 

Kesimpulan : 3 Ciri Ibadah Yang Murni (Yakobus 1:26-27)

Ibadah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan orang percaya. Sebab hal ini sangat bertalian dengan kesaksian hidup dan karakter Kristus yang ada dalam hidup orang percaya. Oleh sebab itu konsep ibadah yang benar perlu diungkapkan terhadap orang percaya atau gereja masa kini, karena apa yang tertuang dalam Yakobus 1:26-27 kelihatannya tidak mendapat perhatian khusus dari setiap orang percaya. 

Konsep ibadah yang murni dalam Yakobus 1:26-27 memiliki nuansa arti yang khusus, karena arti ibadah di sini bukan ibadah dalam pengertian umum (penyembahan atau kebaktian), tetapi lebih menunjuk pada ibadah yang terefleksi dengan perbuatan atau dengan kata lain dapat diartikan sebagai kewajiban agama atau kegiatan ritual keagamaan. 

Baca Juga: Siapakah Orang Yang Beribadah (Yakobus 1:26-27)

Yakobus 1:26-27 menjelaskan bahwa kewajiban agama tersebut harus direfleksikan melalui tindakan yaitu dengan mengekang lidah, mengunjungi janda dan yatim piatu yang kesusahan serta menjaga diri dari hal-hal duniawi. 

Penulis surat Yakobus telah memberikan kontribusi yang sangat luar biasa bagi orang percaya masa kini. Cakrawala pemikiran orang percaya akan ibadah dibukakan lebih lebar yang tidak saja terfokus kepada konteks ibadah ruang dan waktu. Namun Firman Tuhan juga hendak menunjukkan keutuhan sebuah ibadah yang murni dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dirasakan orang banyak. 

Pertama, mengekang lidah. 

Hasil penelitian dari kata mengekang lidah‖ berarti tindakan yang dapat memelihara, menguasai dan mengontrol penggunaan lidah. Dengan kata lain, lidah harus difungsikan untuk menjadi berkat. Orang percaya masa kini harus mempunyai kesaksian yang indah ketika menggunakan lidah atau berkata-kata, sebab itu adalah ibadah yang murni. 

Kedua, mengunjungi orang yang kesusahan. 

Tugas dan pelayanan orang percaya bukan saja di mimbar atau dalam konteks gedung gereja, namun juga menjadi pelayan yang hadir dalam kehidupan orang miskin. Ini adalah teladan Yesus sendiri dalam menjalankan misi kehidupan. Kepedulian menjadi cermin yang tidak tergoyahkan sebagai orang percaya yang melaksanakan ibadah yang murni. 

Ketiga, menjaga diri dari hal-hal yang duniawi. 

Ini adalah ciri kekudusan Tuhan. Ibadah yang murni adalah menjaga kehidupan kudus dan tidak kompromi dengan duniawi, serta mengejar hidup intim bersama Tuhan. Jadi ketiga bagian ini juga menjadi kewajiban sebagai orang percaya untuk melaksanakan, ini adalah ibadah yang sejati dan nama Tuhan dipermuliakan. 

Next Post Previous Post