6 ASPEK DISIPLIN ROHANI KELUARGA KRISTEN

6 PRINSIP DISIPLIN ROHANI KELUARGA KRISTEN
gadget, otomotif, bisnis
Hess dan Garlett mengatakan a life of preparation sebagai disiplin rohani dalam beberapa aspek  (Hess dan Marti Watson Garlett, Habits of a Child’s Heart:Colorado Springs: Nav Press, 2004) yaitu : 

1. Pertama, Hubungan Pribadi dengan Tuhan melalui Doa. 

Hess dan Garlett menempatkan hubungan pribadi dengan Tuhan menjadi disiplin rohani yang utama. Menurut Mara Lief Crabtree yang mempelajari tradisi Kristen Celtic, orang tua yang berhasil menolong anak-anaknya mempunyai kebiasaan tekun berdoa sejak kecil, berdampak positif dalam kehidupan rohaninya. 

Ketekunan berdoa, memberikan kemampuan pada anak untuk mempunyai cara pandang lebih berhikmat terhadap realita hidup, serta mampu meresponinya dengan benar sesuai prinsip firman Tuhan. Selain itu kedekatan hubungan antara anak dengan orang tua dan gurunya di sekolah, menjadi faktor penting bagi anak untuk proses pembentukan karakternya meneladani Kristus. Sebab anak dapat mengembangkan kemampuan berelasi dengan Tuhan, berdasarkan pengalamannya berelasi dengan orang tua dan lingkungan terdekatnya. 

2. Kedua, Teladan Hidup untuk Membentuk Hati yang Taat. 

Keeler menjelaskan bahwa yang berpengaruh efektif untuk pendidikan spiritual anak sehingga memiliki karakter meneladani Kristus, adalah ketika orang tua memberikan disiplin rohani disertai teladan hidup orang tua yang konsisten, karena proses ini diterapkan untuk membentuk hati yang taat. Karena ketika anak melihat teladan hidup orang tua yang konsisten, anak mengalami pemotivasian yang kuat untuk dengan senang hati melakukan hal yang sama seperti teladan orang tuanya. 

Sepakat dengan Hess dan Garlett, Marilyn Boyer mengungkapkan pengalamannya sebagai ibu dari empatbelas anak, dia merekomendasikan proses membentuk hati yang taat dalam diri anak sebagai hal yang sangat fundamental. Sebagai orang tua yang menjalankan home-schooling bagi semua anaknya, Boyer meyakini bahwa berkat terbesar yang dapat diwariskan dalam hidup anak, adalah hati yang taat kepada Tuhan, yang memiliki tiga aspek yakni cheerfully, immediately dan thoroughly. 

3. Ketiga, Membangun Relasi yang Akrab dengan Tuhan, Orang Tua dan Sesama. 

Mengisi hidup anak dengan memiliki relasi yang akrab dengan orang tua dan sesama, karena proses ini dapat menumbuhkan perasaan dan hati mengasihi Tuhan. Penelitian Todd Hall, merekomendasi pentingnya proses menolong anak dapat membangun relasi yang akrab serta menumbuhkan rasa kasih kepada Tuhan dan sesama. Hal ini dapat memperkaya jiwa, mendewasakan iman dan kerohaniannya, serta pertumbuhan karakter anak meneladani Tuhan Yesus. 

Hall mengungkapkan bahwa pengalaman relasi anak dengan orang-orang terdekat dalam hidupnya, sejak dia lahir dan berkembang selama lima belas bulan pertama hidupnya, membentuk gut level memory, yang menjadi filter paling utama bagi anak untuk mengembangkan arah dan pemaknaan semua perasaan yang ada dalam dirinya seumur hidupnya. Artinya bila pengalaman anak selama masa itu, merupakan pengalaman relasi yang positif, hangat dan penuh kasih, anak akan bertumbuh dengan kemampuan menerima dan berespon benar dalam relasi interpersonal baik terhadap dirinya, Tuhan dan sesama. 

Juga memberikan perspektif hidup yang benar kepada anak dalam melihat dan memaknai setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Sebaliknya bila anak mengalami relasi buruk dan tidak sehat pada limabelas bulan awal hidupnya, pengalaman itu akan menjadi gut level memory, menjadi filter negatif yang secara kuat memberikan dampak negatif dalam aspek relasi interpersonalnya terhadap diri sendiri, Tuhan dan sesama, termasuk dalam hal perspektif hidupnya. 

Sependapat dengan Hall, menurut Zumwalt.” Melatih  anak memiliki hati mengasihi Tuhan Yesus, berarti membawa anak ke hati-Nya, dan menolong anak memiliki trust sepenuhnya kepada Tuhan. Trust ini merupakan pengalaman rohani pada saat seorang sepenuhnya percaya dan menyerahkan hidup kepada Tuhan. Trust juga merupakan buah rohani bagi setiap orang yang percaya dan mengundang Tuhan Yesus masuk dalam hatinya. 

Menurut Zumwalt, anak yang sejak dalam kandungan, dan pada masa kecilnya mengalami trust yang mendalam dengan orang tua mereka, akan menolong dia lebih mudah memiliki trust di dalam Tuhan dan bertumbuh dalam karakter meneladani Kristus.

4. Keempat, Melihat dan Mengalami Hidup dalam Kesederhanaan dan Keterbatasan. 

Mengalami proses realita hidup yang keras dan sulit, namun tetap menunjukkan semangat bekerja keras, mengasihi, beriman dan berbakti pada Tuhan, disertai sikap hati mempercayai kebaikan dan pemeliharaan Tuhan. Seperti masa kecil yang dialami oleh D. L. Moody, Abraham Lincoln dan beberapa tokoh teladan lainnya. Pengalaman hidup yang sulit dan penderitaan ini telah membentuk mereka menjadi pemimpin rohani dengan karakter pemimpin hamba meneladani Kristus. 

5. Kelima, Melayani Tuhan secara Kontinyu dan Konsisten. 

Proses pendidikan spiritual terhadap anak dan berdampak positif untuk pembentukan karakter meneladani Kristus, menurut Paul Gieschen adalah dengan memberikan anak kesempatan melayani Tuhan dengan sukacita, secara kontinyu dan konsisten sesuai dengan usianya. Melibatkan diri dalam pelayanan terutama di antara sesama yang membutuhkan kasih Tuhan, merupakan sebagian kecil dari proses belajar meneladani hidup dan karakter Tuhan Yesus. 

Geischen merekomendasikan setiap orang tua dan pendidik Kristen agar mendesain proses pendidikan spiritual dengan kegiatan yang memberi kesempatan bagi anak terlibat dalam pelayanan misi demi membangun kerinduan hati anak mengasihi dan peduli sesama, sesuai usianya. Latihan ini bermanfaat untuk buiding a heart of service.

Geischen menegaskan bahwa tidak mudah membentuk karakter pemimpin hamba dalam diri anak, terutama karena itu hanya dapat dikerjakan oleh Roh Kudus. Karena pelayanan misi merupakan pelayanan di “hati” Tuhan, cara efektif untuk menolong anak bertumbuh dalam karakter pemimpin hamba, adalah dengan melibatkan anak dalam pelayanan misi. Anak secara aktif belajar mengandalkan pertolongan Roh Kudus untuk menyaksikan kasih Allah, belajar bergumul mendoakan serta mengembangkan hati berbelas kasihan dan peduli pada mereka yang belum diselamatkan

6. Keenam, Kehidupan yang Beryukur, Bersukacita dan Berpusat pada Tuhan. 

Michael A. Zigarelli, merekomendasi tiga pendekatan, bagaikan benih yang subur untuk menumbuhkan karakter menyerupai Kristus dalam diri orang Kristen, yaitu gratitude, joyful living dan God-centeredness.Menurutnya, seorang dapat menaburkan benih gratitude, dengan melakukan disiplin rohani dalam pola pikirnya, yakni merespon setiap realita hanya berdasarkan apa yang firman Tuhan katakan dan ajarkan. 


Untuk melatih respon yang benar ini, dia merekomendasikan beberapa disiplin rohani seperti menulis jurnal rohani, doa puasa, rajin melakukan refleksi dan evaluasi diri, mendoakan orang yang menderita. mendorong orang tua melatih anak mengembangkan emosi yang sehat dengan senantiasa bersukacita di dalam Tuhan. 

Hasil penelitiannya membuktikan bahwa orang Kristen yang menghayati hidupnya dengan bersukacita, mempunyai karakter lebih baik daripada yang mereka yang kurang bersyukur dan kurang bersukacita Yang harus dilakukan setiap orang tua Kristen adalah menjalankan tanggung jawab mendidik anak dengan proses pendidikan yang benar, menerapkan pola alkitabiah, serta mempersilakan Roh Kudus berkarya. 6 ASPEK DISIPLIN ROHANI KELUARGA KRISTEN
Next Post Previous Post