EKSPOSISI YOHANES 10:1-18 ( PINTU DAN GEMBALA YANG BAIK)

Jonar Situmorang

Maksud Pengakuan Yesus sebagai Pintu dan Gembala yang Baik

Pada bagian ini (Yohanes 10:1-18) dua kali Yesus menyebutkan akan pengakuan-Nya sebagai pintu, yaitu: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu” (Yohanes 10:7), dan “Akulah pintu; barang siapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput” (Yohanes 10:9).
EKSPOSISI YOHANES 10:1-18 ( PINTU DAN GEMBALA YANG BAIK)
bisnis, tutorial
“Aku berkata kepadamu.....” = Yunani: είπεν ούν πάλιν = eipen oun palin. Kata είπεν (= eipen), yang berasal dari kata είπον (= eipon) adalah bentuk tense “aorist” (tense aorist adalah untuk menyatakan bahwa sesuatu hal pernah terjadi atau pernah dilakukan pada satu titik waktu. Kata kerja ini tidak berpatokan pada waktu lampau, sekarang, atau depan), yaitu dari kata λεγφ (= lego), yang berarti: diterjemahkan: “berkata”, atau “katanya”. Kemudian dilanjutkan dengan kata ούν πάλιν (= oun palin); ούν (= oun) berarti: karena itu, maka, lalu, kemudian. Kata πάλιν (= palin) merupakan kata keterangan, yang berarti: lagi, sekali lagi (Newman, 2016).

Yesus menegaskan sekali lagi pada satu titik waktu (satu kesempatan) bahwa sesungguhnya Ia adalah pintu ke domba-domba itu (Yohanes 10:7). Menariknya, kata “sesungguhnya” disebutkan dua kali, yaitu αμήν αμήν (= amen amen), yang berarti: sesungguhnya sesungguhnya (Newman, 2016).

Kata di atas menunjukkan pernyataan yang tegas dan pasti bahwa Yesus adalah pintu ke domba-domba itu. Rodderbos mengatakan bahwa ini merupakan penekanan dan keterbukaan yang paling mungkin, menghilangkan semua keraguan akan maksudnya dengan mengatakan, “Aku berkata kepadamu...” (Ridderbos, 2012).

Kata ειμι (= eimi) berarti “adalah” (bahasa Inggris: to be), dan mempunyai tiga bentuk waktu, yaitu: present, imperfect dan futurus (Tulluan, 1992). Yesus menggunakan ungkapan “Aku adalah” atau “Akulah” (εγφ ειμι) untuk menyatakan presuposisi-Nya sebagai Allah. Ungkapan ini bukan sekedar ungkapan biasa sebab dengan menggunakan frasa tersebut Yesus menyatakan diri-Nya sejajar atau sama dengan Allah yang menyatakan diri-Nya kepada Musa. 

Dalam setiap pernyataan „Aku adalah‟ menjelaskan peran tertentu dari Yesus, yaitu menguatkan, menyinari, mengakui, memelihara, memberi hidup, membimbing, dan membuat produktif. Ungkapan „Aku adalah‟ digunakan dalam Perjanjian Lama sebagai penggambaran Allah (Lilo, 2019).

Kata “pintu” (Yunani: = tura) memakai kata sandang, yaitu: ή (= e). Bahasa Yunani mempunyai kata sandang tertentu yang selalu ditulis di depan kata bendanya. Kata sandang tertentu hanya satu, namun mempunyai bentuk-bentuk menurut kelamin, kasus dan jumlah. Kata τών (ton) artinya: ini, yang menunjuk pada pribadi Yesus sebagai pintu.

Kata sandang ή adalah dalam bentuk nominatif, yang dipakai dengan semua kata benda feminin berdeklensi (Wenham, 2003). Dengan demikian, kata “pintu” di sini dalam bentuk “feminin”, yang berarti hanya satu pintu (Hagelberg, 2001). Pintu yang memberi masuk ke domba-domba itu hanya satu, yang tidak lain adalah pribadi Yesus.

Berarti pintulah yang memberikan jalan masuk ke domba-domba itu pada saat gembala memasuki kandang, tidak seperti pencuri-pencuri dan perampok-perampok yang tidak melalui pintu. Di sini Yesus sedang mengatakan bahwa Ia sendiri mewakili jalan masuk yang sah ke kandang. Dia “yang memperantarai sendiri jabatan pastoral yang benar” (Ridderbos, 2012, p. 387).

Yesus adalah “pintu ke domba-domba itu” = ή τσρα τών προβατφν (= e tura ton probaton). Di sini terlihat bentuk kelamin dari kata τών προβατφν adalah “maskulin”, dengan kasus “genetif” dan jamak. Genetif menyatakan “milik” (Tulluan, 1992, p. 14). Biasanya kasus genetif dapat diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan memakai “of” atau akhiran “s”. Namun dalam bahasa Indonesia kasus genetif dinyatakan oleh susunan kata, bukan bentuk kata.

“Akulah pintu” (Yohanes 10:9), bahasa Yunani: εγφ ειμι ή τσρα (ego eimi e tura) = Aku adalah pintu. Kalimat ini adalah kasus nominatif, yaitu kasus penamaan, karena kasus ini sering menamai atau menunjukkan topik utama dari sebuah kalimat. Penggunaan paling umum dari kasus nominatif di dalam Yunani Perjanjian Baru adalah menjadi subyek dari sebuah kalimat. Ada dua penggunaan utama kasus nominatif, yaitu sebagai subyek dan sebagai nominatif predikat.

Kata εγφ (= ego) adalah sebagai nominatif subyek. Kasus nominatif sering kali adalah subyek dari kata kerja dalam kalimat. Kata kerjanya itu sendiri bisa muncul atau tidak muncul di dalam kalimat tersebut. Demikian juga dengan subyeknya yang berkasutkan nominatif ini bisa tampak atau tidak tampak di dalam kalimatnya. Nominatif subyek ini diikuti kata kerja equatif, yaitu ειμι (= eimi). Kata kerja equatif adalah kata kerja yang tidak menggambarkan sebuah tindakan melainkan sebuah keadaan atau status.

Kemudian dilanjutkan dengan kata ή τσρα (= e tura), yaitu sebagai nominatif predikat, yang berfungsi serupa dengan penggunaan sebagai kasus subyek. Hanya saja nominatif predikat menggunakan sebuah kata kerja equatif, apakah itu tersurat ataupun tersirat. Di sini terlihat bahwa subyek tidak bisa bertukar kepada nominatif predikat. Artinya, bahwa hanya ada satu pintu dan tidak bisa ditukar dengan pintu lain. Pintu itu adalah Yesus, atau Yesus adalah pintu. Sebutan Yesus adalah “pintu” adalah suatu kiasan yang menceritakan kepada kita bahwa hanya Dia-lah Juru selamat yang benar (Telaumbanua, 2018).

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa keimanan kekristenan sangat tegas dengan menganut pandangan eksklusivisme. Pendekatan eksklusivisme menyatakan bahwa agama Kristen merupakan satu-satunya jalan keselamatan. Penggambaran “Akulah pintu ke domba-domba itu” memunculkan kebenaran bahwa Yesus adalah satu satunya jalan yang benar (lihat 10:8, 10:10; 14:6). Hal ini sering disebut sebagai skandal ekslusivisme Injil. Jika Alkitab ialah pernyataan diri Allah, maka hanya ada satu jalan untuk menjadi benar dengan Allah – iman dalam Kristus (lihat Kisah Para Rasul 4:12; I Timotius 2:5).

Dalam Kamus Gambaran Alkitab (Ryken & Wilhoit, 2011) terdapat empat pengertian atau simbol dari pintu tersebut, yaitu:

1. Pintu tertutup menyembunyikan. Pintu tertutup secara literal mencegah agar orang-orang yang berada di luar agar tidak melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi di dalam (1 Raja-raja 14:6).

2. Pintu tertutup memisahkan. Sama seperti tirai dan pintu yang tertutup dalam Kemah Suci dan Bait Allah memisahkan orang-orang yang tidak berwenang dari tempat-tempat suci itu: demikian juga pintu-pintu dalam kehidupan sehari-hari memisahkan seseorang.

3. Pintu sebagai jalan masuk rohani. Tuhan Yesus merujuk diri-Nya sendiri sebagai “pintu” (Yohanes 10:9). Dalam konteks tersebut ini tentunya adalah pintu bagi domba-domba dan dengan demikian sebagai pintu gerbang atau jalan masuk kepada keselamatan.

4. Pintu sebagai peluang bagi Injil. Paulus memakai gambaran pintu tiga kali secara kiasan untuk menyatakan peluang-peluang yang tersedia bagi tersebarnya Injil. Gambaran ini mengandung ide bahwa pintu terbuka membuka suatu kemungkinan.

Pengertian “pintu” juga merupakan metafora dari kesempatan yang melaluinya pendosa didamaikan dengan Allah (Hosea 2:15; Matius 7:13-14; Lukas 13:24; Yohanes 10:1-9; Kisah Para Rasul 14:27), kesempatan untuk mengabarkan Injil (Kolose 4:3; Wahyu 3:8), kedatangan Kristus untuk kedua kalinya (Matius 24:33; Markus 13:29; Yakobus 5:9), ketaatan yang menghantar orang percaya menikmati kehadiran Kristus dalam hidup mereka (Wahyu 3:20).

Ungkapan Yesus yang berkata, “Aku berdiri di muka pintu dan mengetok” (Wahyu 3:20) diperbandingkan oleh Hagelberg (1997) dengan tuntutan pejabat-pejabat Roma yang menuntut dengan kekerasan untuk masuk rumah orang. Di sini kata “pintu” menunjukkan “hati” manusia. Yesus hendak masuk ke pintu hati manusia dengan sabar menunggu supaya manusia membukakan hatinya dan mempersilakan Yesus masuk ke dalam. Kistemaker menanggapi ungkapan Yesus ini demikian:

Ia terus mengetuk agar memperoleh perhatian, sehingga tidak ada yang bisa berkata Tuhan tidak memperingatkan mereka. Ia memanggil mereka secara pribadi dengan terus mengetuk pintu hati seolah-olah si tuan rumah sedang tidur. Yang ditekankan adalah tanggung jawab manusia untuk melangkah ke pintu dan menjawab ketukan ini (Kistemaker, 2009, pp. 186–187).

Sebagai pintu, Yesus membebaskan orang-orang berdosa dari perbudakan dan memimpin mereka menuju kemerdekaan. Mereka memiliki keselamatan! Kata “diselamatkan” memiliki arti “dibebaskan dengan aman dan pasti” (Wiersbe, 2009, p. 163).. Yesuslah pintu kepada keselamatan dan kebahagiaan yang kekal. Di dalam Dia ada berkat kehidupan, ke mana pun mereka pergi dalam mengiring Yesus akan mengalami pemeliharaan-Nya.

“..... Akulah pintu ke domba-domba itu” (Yohanes 10:7); tampaknya berarti pintu yang memberikan jalan masuk ke domba-domba itu dan di mana gembala, tidak seperti pencuri-pencuri dan perampok-perampok, memasuki kandang. Yesus sedang mengatakan bahwa Ia sendiri mewakili jalan masuk yang sah ke kandang (Ridderbos, 2012). Jalan keselamatan hanya di dalam satu nama, yaitu: Tuhan Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 4:12).

Bagian kedua dari Yohanes 10:1-18 ini adalah pengakuan atau pernyataan Yesus sebagai Gembala yang baik. “Akulah gembala yang baik” (Yunani: εγω ειμι ποιμήν ό καλος = ego eimi poimen ho kalos). Kata εγφ ειμι (ego eimi) kembali ditegaskan Yesus untuk menunjukkan keterkaitannya dengan Yahweh. Ini menegaskan bahwa diri-Nya adalah Allah.

Seorang gembala yang sungguh-sungguh, bukan dia yang memilih jabatannya, melainkan dia dipilih untuk jabatannya, sebab ia taat pada panggilan Ilahi. Seorang gembala menerima perintah dari surga dan harus melakukannya, apa pun yang akan terjadi. Pada akhirnya dia akan memberikan pertanggungan jawabannya kepada Allah karena itu Allahlah yang harus dilayaninya dengan bersungguh-sungguh hari demi hari (Telaumbanua, 2018).

Ajaran mengenai Yesus sebagai gembala yang baik menunjukkan perbedaannya dengan gembala palsu atau gembala upahan. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. Kata “memberikan nyawanya” dalam bahasa aslinya (Yunani) adalah υστήν αύτού τιθησιν (psuchen autou tithesin). Kata “memberikan” (Yunani: τιθησιν = tithesin) berarti: menyerahkan (Susanto, 2017, p. 546), lays down = berbaring (Green, 1986, p. 829). 

Kata “lays down” di sini bermakna berbaring sampai rebah, yang menunjukkan tidak berdaya lagi karena sudah mati. Hal ini terbukti dengan kata berikutnya: υστήν (psuchen), yang berarti: nyawa atau jiwa (Inggris: soul). Karena itu, Yesus mengundang umat manusia untuk datang kepada-Nya dan belajar kepada-Nya (Matius 11:28-29).

Bukti dan tanda gembala yang baik adalah Ia masuk ke kandang melalui pintu untuk menemui domba-domba-Nya (Yohanes 10:2). Kandang-kandang domba di Palestina mempunyai satu pintu saja yang dikawal oleh gembalanya. Sang gembala akan memanggil domba-dombanya untuk masuk dan keluar dari kandang itu. Michael Eaton menjelaskan bagaimana penggembalaan pada masa itu:

Pada malam hari ada banyak domba yang menjadi milik beberapa gembala yang berbeda. Ada pintu gerbang dan penjaga pintu yang mengawasi agar tidak ada pencuri yang masuk ke dalam tanah berpagar itu. Pada pagi hari, gembala itu akan datang dan memanggil domba-dombanya. Ia memberi nama untuk masing-masing domba. Ada banyak gembala di sana, tetapi suara masing-masing gembala bisa diketahui dan dikenali oleh dombanya sendiri saja. Ketika ia memanggil mereka, sering kali dengan menggunakan nama mereka, mereka akan keluar dari tanah berpagar itu dan gembala itu akan berjalan pergi diiringi domba-domba itu. (Eaton, 2008, p. 151)

Yesus menyebut dirinya sebagai “Gembala yang Baik”. Lawan kata “yang baik” adalah “pandir” atau “yang jahat”. Dalam bahasa Yunani, kata “yang baik” adalah καλς (kalos) berarti mulia dan teladan. Yesus sebagai gembala yang baik adalah pribadi yang mulia dan memberi teladan kepada manusia. Itulah sebabnya Ia berkata, “Belajarlah kepada-Ku.....” (Matius 11:28-29), karena Yesus lemah lembut dan penuh kasih.

Adapun kriteria gembala yang baik, yang disebutkan dalam Yohanes 10:1-18 adalah:

Pertama, masuk melalui pintu mendatangi domba-dombanya (Yohanes 1:2). Hal ini menunjukkan bahwa gembala itu menyayangi dombanya. Dia datang melakukan kebaikan bagi domba-dombanya, untuk membalut yang luka dan menguatkan yang sakit (Yehezkiel 34:16). Domba membutuhkan perawatan manusia dan sebagai balasannya domba memberikan manfaat bagi manusia (1 Korintus 9:7) yaitu menghasilkan bahan pakaian dan makanan bagi mereka yang telah melindunginya.

Kedua, domba-domba mendengarkan suaranya (Yohanes 10:3). Begitu juga gembala mengenal suara domba-dombanya. Ketika nama-nama domba itu dipanggil sang gembala, mereka menurut dengan sukacita. Mengapa bisa demikian? Karena ada hubungan kedekatan antara domba dan gembala; ada respon khusus dan lebih terhadap domba-domba itu (bnd. Mazmur 23:2).

Ketiga, gembala memanggil domba-dombanya menurut namanya dan menuntunnya keluar (Yohanes 10:4). Domba hanya mau mendengar dan menuruti gembalanya. Ketika nama domba itu dipanggil, langsung saja direspon dan mendekati si gembala. Sebaliknya, kalau yang memanggilnya orang asing, si domba tidak mengikutinya dan bahkan melarikan diri (Yohanes 10:5) karena merasa takut.

Gembala di Timur Tengah biasanya berdiri di pintu kandang ketika domba-domba masuk keluar dan melewati dia satu demi satu sementara ia menghitung dan memeriksa mereka. Ia adalah pintu bagi mereka kepada keselamatan, kemerdekaan dan kecukupan bagi kekurangan (Tenney, 2003). Sesudah dipanggil keluar dari kandang, maka si domba itu dituntun keluar ke padang rumput yang hijau dan ke air yang tenang. Sang gembala sudah tahu di mana letak padang rumput yang hijau.

Keempat, gembala itu berjalan di depan dan domba-domba mengikutinya (Yohanes 10:4). Domba itu mengikuti si gembala karena mereka mengenal suara gembalanya. Kalau suara yang lain, domba-domba itu akan lari karena merasa tidak mengenal dan takut. Berjalan di depan ini adalah untuk mencegah bahaya apa pun yang mungkin menghadang domba-domba itu, dan karena sudah terbiasa dengan cara itu, mereka pun mengikutinya sehingga aman (Henry, 2010). Hal ini juga menggambarkan suatu keteladanan kepemimpinan dalam hal kerohanian.

Baca Juga: Yohanes 10:1-30 (Yesus Gembala Yang Baik)

Kasih Allah ditunjukkan dengan mengawasi, menjagai domba gembalaan-Nya siang dan malam. Sesungguhnya bahwa tidak terlelap dan tertidur penjaga Israel (Mazmur 121:4). Tuhan melihat ke bawah dari surga-Nya yang kudus (Mazmur 14:2a). Ketegasan-Nya ditunjukkan dengan kecaman dan ancaman terhadap yang mencerai beraikan. 

Zaman modern ditandai dengan sikap arogansi dan individualisme. Kemunduran adalah salah satu segi dari situasi itu. Kecaman Allah terhadap gembala dalam ayat di atas adalah sebuah fakta terjadi kemunduran sikap, motivasi, dan perilaku penggembalaan. Perlu disadari kemunduran motivasi penggembalaan terkadang disebabkan oleh faktor-faktor internal, tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor eksternal yang bersangkutan (Mulyono, 2017).

KESIMPULAN

Maksud dari pengakuan Yesus sebagai pintu adalah sebagai pintu menuju keselamatan. Hanya satu jalan menuju surga yang kekal untuk memperoleh hidup yang kekal, yaitu melalui satu pintu di dalam nama Yesus Kristus. Tidak ada kompromi terhadap pengakuan Yesus ini

Pembelajaran akan pengakuan Yesus sebagai pintu ini dalam penggembalaan adalah:

1. Keselamatan bersifat eksklusif. 

Pandangan ini menyatakan bahwa jika Yesus Kristus secara unik adalah kebenaran dan satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia, itu berarti agama-agama lain bukan jalan keselamatan (Situmorang, 2013). Model keimanan kekristenan bersifat eksklusif, di mana dengan tegas mengatakan bahwa hanya ada satu nama yang menyelamat manusia, yaitu nama Tuhan Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 4:12).

2. Pengajaran. 

Seorang gembala sidang harus kokoh dalam hal pengajaran. Pengajaran-pengajaran yang ditinggalkan kedua belas rasul oleh gereja-gereja di abad kedua dijadikan petunjuk serta prinsip dan pola penggembalaan. Rothlisberger menulis, Di dalam gereja Evangelis (Injili) khotbah itu mempunyai tempat yang sentral karena tugas gereja yang utama ialah mengabarkan firman Tuhan di dalam dunia. Biar pun kesaksian gereja tidak terdiri atas perkataan saja (kerygma dan didache), melainkan berbentuk persekutuan (koinonia) dan pelayanan (diakonia) juga, namun pekabaran Injil adalah tugas yang utama daripada saksi-saksi Kristus.” (Rothlisberger, 2015, p. 5).

Dengan pengajaran yang sehat, jemaat akan bertumbuh dengan sehat. Seorang gembala mempunyai perlengkapan dalam penggembalaannya. Salah satu peralatannya yang utama adalah tongkat. Musa sebagai seorang gembala, selalu siap sedia tongkat di tangannya. Damazio (1993, p. 99) memaknai kata “tongkat” ini secara rohani, dengan mengatakan: “Kemajuan spiritual gereja tergantung pada para pemimpin rohani yang cakap menjebol kendala-kendala yang ada” (bnd. Keluaran 14:15; 4:1-3). Orang dengan tongkat adalah kunci menggerakkan umat Allah maju.
Next Post Previous Post