BERBAGAI PANDANGAN KERAJAAN SERIBU TAHUN (MILENIALISME)

Alkitab mencatat tentang Kerajaan Seribu Tahun yang disebut dengan istilah milenialisme, yang tertulis dalam kitab Wahyu di mana disebutkan tentang individu-individu tertentu yang akan hidup dan memerintah bersama-sama dengan Kristus selama seribu tahun.
BERBAGAI PANDANGAN KERAJAAN SERIBU TAHUN (MILENIALISME)
“Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.” (Wahyu 20:4)’
Kata "milenium" berasal dari bahasa Latin “mille”, yang artinya "seribu," dan “annus”, yang artinya "tahun." Sehingga istilah ini menunjuk kepada periode seribu tahun. Bentuk kata sifatnya, yaitu "milenial," memiliki arti "kondisi yang berkaitan dengan milenium."

Dalam Kekristenan muncul berbagai penafsiran terhadap ayat ini, yang membawa kita ke dalam berbagai pandangan utama mengenai hakikat Kerajaan Seribu Tahun itu. Ada empat pandangan yang satu sama lain berbeda, yakni: (1) Amilenialisme; (2) Post-milenialisme; (3) Pre-milenialisme; dan (4) Pre-milenialisme Dispensasi. Dengan demikian kita perlu membahas dan menganalisis secara singkat ke-empat pandangan tersebut.

Ekposisi dan evaluasi terhadap ke-empat pandangan tersebut dapat dilihat dalam sebuah buku yang diedit oleh Robert G. Clouse, “The Meaning of the Millennium” (Downers Grove: Inter-Varsity, 1977). Masing-masing dari ke-empat penulis (George Ladd, Herman Hoyt, Loraine Boettner, dan Anthony Hoekema) yang masing-masing memaparkan pandangannya tentang milenium. Setiap penulis juga memberikan evaluasi terhadap ketiga pandangan yang lain.

[1]. AMILENIALISME.

Istilah “amilenialisme” sebenamya bukanlah istilah yang tepat. Istilah ini memberikan kesan bahwa orang-orang amilenialis adalah mereka yang tidak mempercayai adanya milenium atau orang-orang yang mengabai-kan enam ayat pertama dari Wahyu 20, yaitu bagian yang berbicara tentang pemerintahan milenium. Kedua tuduhan ini tidak benar. Meskipun memang harus diakui bahwa orang-orang amilenialis tidak mempercayai adanya pemerintahan seribu tahun “secara harfiah” yang mengikuti kedatangan Kristus kedua kali, namun tetap istilah “amilenialisme” itu sendiri bukanlah istilah yang akurat untuk menjelaskan pandangan mereka.

Jay E. Adams, dalam bukunya The Time is at Hand, mengusulkan agar istilah amilenialisme diganti dengan istilah milenialisme yang telah terwujud (realized millennialism). Istilah Adams ini sebenamya lebih mewakili pandangan orang-orang "amilenialisme", sebab pada hakikat-nya amilenialis percaya bahwa milenium yang disebutkan dalam Wahyu 20 tidak secara eksklusif menunjuk kepada masa yang akan datang, melainkan sekarang ini sedang dalam proses untuk tergenapi. Namun demikian, istilah milenialisme yang telab terwujud terasa agak janggal, di samping juga tidak menguntungkan. Sebab itu, kita tetap menggunakan istilah yang lebih singkat dan lebih umum, amilenialisme.

Amilenialis menafsirkan milenium dalam Wahyu 20:4-6 sebagai pemerintahan oleh jiwa orang-orang percaya yang telah meninggal dan yang sekarang ini bersama-sama dengan Kristus di sorga. Mereka memahami "diikatnya setan" sebagaimana disebutkan dalam tiga ayat pertama dari pasal ini sebagai periode waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua, dan segera akan berakhir saat kedatangan Kristus kembali. Mereka mengajarkan bahwa Kristus akan datang kembali setelah “pemerintahan milenium sorgawi” ini.

Lebih lanjut, amilenialis memegang keyakinan bahwa Kerajaan Allah sekarang ini telah hadir di dalam dunia dalam wujud pemerintahan Kristus atas umat-Nya, melalui firman dan Roh Kudus. Namun pada saat yang bersamaan, amilenialis juga adalah orang-orang yang sedang menantikan penyempumaan Kerajaan Allah di masa yang akan datang, di dalam bumi yang baru. Mereka menyadari bahwa meskipun memang Kristus telah menang dengan pasti atas dosa dan Iblis, namun kuasa Iblis akan tetap ada berma-sama dengan Kerajaan Allah hingga akhir zaman. Sehingga meskipun kita te1ah menikmati banyak berkat-berkat eskatologi pada masa sekarang ini (eskatologi yang telah terwujud), kita masih merindukan klimaks dari seluruh tanda zaman dan kedatangan Kristus yang kedua yang akan mengantar kita ke dalam kondisi final (eskatologi yang akan datang).

Dengan kata lain, segala yang disebut sebagai "tanda-tanda zaman" telah berlangung sejak kedatangan Kristus yang pertama, dan akan terus memuncak hingga sebelum Kedatangan Kedua. Karena itu, orang-orang amilenialis menantikan digenapinya penyebaran Injil ke seluruh bangsa, termasuk pertobatan jumlah yang penuh dari bangsa Israel, sebelum Kristus kembali. Mereka juga terus mewaspadai meningkatnya kesusahan, murtad, dan munulnya pribadi antikristus sebelum Kedatangan Kedua.

Amilenialis memahami kedatangan Kristus yang kedua sebagai satu peristiwa “tunggal”, dan bukan satu peristiwa dengan dua tahap di dalamnya. Pada saat Kristus datang kembali, akan terjadi kebangkitan umum, bagi orang-orang percaya maupun tidak. Setelah kebangkitan, orang-orang percaya yang masih hidup pada saat Kristus kembali, akan diubahkan dan dimuliakan. Kedua macam orang percaya ini, yaitu orang percaya yang dibangkitkan dan orang percaya yang diubahkan, akan diangkat dan bertemu dengan Tuhan di awan-awan.

Setelah "pengangkatan" orang-orang percaya ini, maka Kristus akan menyudahi kedatangan-Nya kembali dengan melaksanakan peng-hakiman akhir. Sesudah itu, orang-orang yang tidak percaya akan dicampakkan ke dalam penghukuman kekal, sedangkan orang-orang percaya akan menikmati segala berkat di dalam langit dan bumi yang baru selama-lamanya.

[2]. POST-MILENIALISME.

Pandangan tentang milenium yang kedua adalah Post-milenialisme. Kita perlu melihat, pertama-tama, bahwa postmilenialisme sependapat dengan amilenialisme dalam tiga hal:

(1). Post-milenialisme tidak memahami milenium dalam pengertian pemerintahan Kristus secara fisik melalui sebuah takhta di bumi;

(2). Pandangan ini juga tidak mengajarkan bahwa milenium adalah sebuah durasi waktu selama seribu tahun;

(3) postmilenialisme menempatkan Kedatangan Kedua setelah milenium usai.
Namun demikian, Post-milenialisme berbeda dengan Amilenialisme dalam banyak hal, sebagaimana akan kita lihat berikut ini. 

Mari kita awali dengan kutipan dari salah seorang pendukung ajaran Post-milenialisme, yakni Loraine Boettner:“Kami mendefinisikan postmilenialisme sebagai pandangan tentang hal-hal akhir zaman, yang mempercayai bahwa Kerajaan Allah sekarang ini sedang terus diperluas melalui pemberitaan Injil dan pekerjaan Roh Kudus di dalam hati orang-orang, sehingga seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan, dan setelah itu Kristus akan kembali di penutupan masa penuh kebenaran dan damai yang panjang, yang disebut sebagai "Milenium". Patut ditambahkan bahwa menurut prinsip-prinsip postmilenialisme, kedatangan Kristus yang kedua kali akan segera diikuti dengan kebangkitan dan penghakiman atas selurnh umat manusia, serta penyataan sorga dan neraka secara penuh.”

Menurut Post-milenialisme, dunia sekarang ini secara bertahap sedang dalam proses untuk masuk ke dalam zaman milenium, yaitu berdasarkan semakin banyaknya orang-orang dalam dunia ini yang bertobat melalui pemberitaan Injil, Pertumbuhan jumlah orang Kristen ini akan mencakup baik orang-orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain. Postmilenialis umurnnya memahami Roma 11 :25-26 sebagai nubuat pertobatan besar-besaran yang akan terjadi di antara orang-orang Yahudi, meskipun mereka tidak mengajarkan bahwa hal ini akan mencakup penegakan kerajaan bangsa Yahudi secara lahiriah atau politis.

Pada waktu milenium itu terwujud, maka prinsip-prinsip iman dan moral Kristen akan diterima sebagai standar bagi semua bangsa dan individu. Dosa belum akan dihapuskan, tetapi akan dikurangi seminimal mungkin. Kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan umat manusia akan mengalami perbaikan secara menyeluruh. Akan terjadi pula kemakmuran di seluruh dunia, dan padang-padang gurun yang menghijau. Negara-negara yang terus berperang akan berdamai dan bekerja sarna secara harmonis. Zaman keemasan rohani ini akan terus berlangsung selama jangka waktu yang panjang, barangkali lebih panjang daripada seribu tahu secara harfiah.

Menurut Boettner: "Hal ini tidak berarti bahwa di bumi akan ada suatu masa, di mana setiap orang adalah orang Kristen, atau bahwa seluruh dosa akan dihapuskan. Zaman ini adalah masa di mana kuasa dosa di dalam segala bentuknya, akan ditekan sedemikian rupa hingga seolah-olah dapat diabaikan, serta prinsip-prinsip Kristen akan menguasai, tetapi bukan tanpa perkecualian. Setelah itu Kristus akan kembali untuk sepenuhnya mengkristenkan seluruh dunia"

Baik Loraine Boettner maupun J. Marcellus Kik (seorang Post-milenialis lainnya) berpendapat bahwa masa kesusahan, sebagaimana disebutkan dalam Matius 24 dan murtad yang tertulis dalam 2 Tesalonika 2, sudah berlalu. Namun demikian, berdasarkan Wahyu 20:7-10, yang melukiskan tentang dilepaskannya Iblis di akhir milenium, Boettner percaya bahwa akan ada "manifestasi kuasa kegelapan secara terbatas" sebelum Kristus kembali.

Tetapi, ia melanjutkan, dilepaskan-nya Iblis dan perlawanan terhadap gereja yang akan timbul sebagai akibatnya, akan terjadi dalam sebuah masa yang singkat dan sama sekali tidak akan memberikan dampak apa-apa bagi gereja. Bagi para post-milenialis, fakta bahwa kejahatan itu akan muncul kembali dalam waktu yang singkat sebelum kedatangan Kristus yang kedua, sama sekali tidak meniadakan pengharapan terhadap zaman keemasan milenium di masa yang akan datang.

Satu-satunya bagian di Alkitab yang menyebutkan tentang milenium adalah Wahyu 20:1-6. Tiga ayat pertama dari perikop ini mengisahkan tentang diikatnya Iblis selama seribu tahun, dan tiga ayat berikutnya berbicara tentang orang-orang tertentu yang akan hidup dan memerintah bersama dengan Kristus selama seribu tahun. Cukup menarik jika kita perhatikan bagaimana orang-orang pasca-milennialis menafsirkan perikop ini.

Benjamin B. Warfield, seorang yang termasuk dalam kelompok ini, memegang pendapat bahwa Wahyu 20:1-6 menggambarkan tentang diikatnya Iblis selama zaman gereja sekarang ini dan pemerintahan oleh orang-orang percaya yang telah meninggal, dan bersama-sama dengan Kristus di sorga, pada masa sekarang ini. Di dalam tulisannya yang diterbitkan baru-baru ini, Loraine Boettner sependapat dengan penafsiran Warfield terhadap perikop tersebut.

Kedua tokoh Post-milenialisme ini sebenarnya, dengan kata lain, telah mengadopsi pemahaman orang-orang Amilenialisme terhadap keenam ayat pertama dalam Wahyu 20. Namun demikian, J. Marcellus Kik, walaupun setuju bahwa diikatnya Iblis terjadi pada masa sekarang ini, namun ia percaya bahwa ayat 6: "tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun 1amanya," merujuk kepada orang-orang percaya yang masih hidup di dunia. Menurut Kik, istilah "kebangkitan pertama" di ayat 6 memiliki makna ke1ahiran baru yang dialami oleh orang-orang percaya ketika mereka masih hidup di dunia ini. Sedangkan "takhta" di ayat 4 adalah bentuk figuratif untuk meng-gambarkan pemerintahan orang-orang percaya bersama Kristus yang berlangsung di bumi sekarang ini.

Norman Shepherd, yang juga adalah seorang post-milenialis, berpendapat bahwa diikatnya Iblis masih akan terjadi di masa yang akan datang. Namun demikian, ia sependapat dengan Kik dalam memahami "kebangkitan pertama" sebagai kelahiran baru. Ia juga menafsirkan "hidup dan memerintah bersama-sama dengan Kristus" sebagai gambaran kehidupan orang-orang percaya pada masa sekarang ini di bumi.

Apakah bukti alkitabiah yang orang-orang Post-milenialisme berikan bagi keyakinan mereka tersebut? Menurut Boettner, bukti pertama terdapat dalam Amanat Agung Tuhan Yesus, Matius 28: 18-20, yaitu perintah Kristus kepada para murid-Nya untuk pergi dan menjadikan semua bangsa sebagai murid-Nya. Boettner menafsirkan bahwa “amanat ini bukanlah sekadar sebuah pemberitahuan bahwa Injil akan disebar-luaskan, tetapi sebuah janji bahwa penginjilan kepada sega1a bangsa akan digenapi sebelum Kristus kembali." 

Boettner juga menyebutkan Matius 16:18, yaitu bagian yang mencatat janji Tuhan Yesus bahwa alam maut tidak akan berkuasa atas gereja. Ia menafsirkan bagian ini sebagai nubuat bahwa gereja akan menerangi dunia dengan Injil, "sehingga pada akhimya gereja akan meluas di seluruh dunia dan tidak ada sesuatu apa pun juga (secara harfiah), yang akan sanggup untuk menghentikan laju perluasan ini".

Norman Shepherd menunjukkan beberapa ayat dari Mazmur dan nabi-nabi yang berbicara tentang pemerintahan Mesias yang bersifat universal (mis., Bilangan 14:21; Mazmur 2:8; 22:2729; 72; Yesaya 2:2-4; 11:6-9; 65; 66; Yeremia 31:31-34; Zakharia 9:9 dst; 13:1; 14:9). Berdasarkan ayat-ayat ini, Shepherd berkata, "Karena ayat-ayat tersebut sama sekali tidak menunjuk kepada pemerintahan Kristus sesudah kedatangan-Nya, dan juga karena tidak ada satu pun sejarah yang telah rnenggenapi nubuat dalam ayat-ayat tersebut, maka masa kemenangan yang dimaksud di sini masih berada di masa yang akandatang, dan akan terjadi sebelum Mesias datang kembali".

Lebih lanjut Shepherd berkata bahwa Perurnpamaan tentang Ragi dalam Matius 13:33 juga mendukung pemahaman tentang akan adanya kerajaan ilahi yang bersifat universal. Ia juga menarik kesimpulan dari Roma 11 sebagai nubuat bagi pertobatan dalam skala besar yang akan terjadi, baik di antara orang-orang Yahudi maupun non-Yahudi. "Semua ini," ia menyimpulkan, "sejalan dengan fakta bahwa tujuan akhir penebusan Kristus adalah bumi secara keseluruhan (Yohanes 3: 16-17; bandingkan Wahyu 11:15)".

Sebagai kritik, ada beberapa keberatan yang dapat kita ajukan terhadap posisi postmilenialisme:

(1). Nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang ditafsirkan oleh para postmilenialis sebagai petunjuk adanya zaman keemasan di masa yang akan datang, merupakan gambaran bagi kondisi akhir orang-orang tebusan Kristus.

Norman Shepherd menyatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak dapat dimengerti sebagai masa sesudah kedatangan Kristus. “Saya heran, mengapa tidak? Jika kita mengingat tentang sebuah fakta yang penting bahwa di dalam kondisi akhir nanti akan ada langit dan bumi yang baru." Maka nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama tersebut sangat mungkin menunjuk kepada kemuliaan, dalam arti sepenuhnya, dari kehidupan dalam bumi yang baru tersebut.

Mari kita melihat beberapa ayat yang dipakai sebagai dasar bagi pendapat Norman Shepherd. Dalam Mazmur 2:8 tertulis, "Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu." Jika ayat ini menunjuk kepada Mesias, sebagaimana memang jelas demikian, mengapa kita tidak dapat memahaminya sebagai gambaran tentang pemerintahan Kristus di dalam dunia, yaitu ketika "Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya" (Wahyu 11:l5)?

Demikian pula dari Yesaya 2:4: " ... maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi men gang pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang." Sama halnya dengan ayat sebelumnya, mengapa kita tidak dapat mengartikan peri kop ini sebagai nubuat tentang dunia yang baru, yaitu tempat di mana "daun pohon-pohon kehidupan akan dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa" (Wahyu 22:2)?

Tidak salah pula bila kita memahami Yesaya 65:17-2 sebagai gambaran bagi kondisi akhir dalam kekekalan; perhatikan khususnya ayat 17: "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru d bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati."
Ada dua nubuat dalam Alkitab yang secara jelas menggambarkan bahwa pengenalan akan Tuhan merupakan ciri kehidupai dalam dunia yang baru, sehingga tidak ada lagi dosa dalam hati mereka lihat Yesaya 11:9 ("sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasamya") dan Yeremia 31 :34 ("Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikanlah firmanTuhan").

(2). Penafsiran postmilenialisme tentang masa sengsara dalam Matius 24 dan murtad dalam 2 Tesalonika 2 tidak dapat dibenarkan.

Sebagaima telah kita lihat sebelumnya, Khotbah Akhir Zaman dalam Matius 24 berbicara tentang peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan keruntuhan Yerusalem maupun akhir zaman. Meskipun dalam perca-kapan ini Yesus memberikan indikasi tentang penganiayaan yang akan dihadapi oleh umat-Nya sepanjang masa antara kedatangan-Nya yang pertama dan kedua kali, mun Ia juga menubuatkan tentang satu masa kesusahan yang belum pem terjadi sebelumnya sejak pertama kali dunia diciptakan dan tidak akan pernah ada lagi (ayat 21).

Perhatikanlah pula khususnya ayat 29 dan 30 di Matius 24 ini: "Segera sesudah siksaan pada masa itu, matahari akan menjadi gelap ... pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya."

Sedangkan tentang murtad dalam 2 Tesalonika 2, Paulus secara khusus menuliskan: "Sebab sebelum Hari itu [hari Tuhan, atau Kedatangan Kedua haruslah datang dahulu murtad ... " (ayat 3). Dengan kata lain, tidak ada dasar secara alkitabiah bagi kita untuk berkata bahwa kedua peristiwa tersebut masa sengsara dan murtad, hanya terjadi di masa lalu.

(3). Wahyu 20: 1-6 tidak mendukung posisi Post-milenialisme.

Sebagaimana akan ditunjukkan nanti, perikop ini melukiskan tentang pemerintah oleh jiwa-jiwa orang percaya bersama dengan Kristus di sorga pada sekarang ini, dan sama sekali tidak menggambarkan zaman keemasan di bumi pada masa yang akan datang. Mari kita amati tiga tafsiran terhadap perikop ini dari orang-orang post-milenialisme.

Baik Warfield maupun Boettner menerima pemahaman Amilenial-isme tentang perikop ini, dan setuju bahwa perikop tersebut memang menggambarkan diikatnya Iblis pada masa sekarang ini dan pemerintahan oleh jiwa-jiwa orang percaya yang telah meninggal dan sekarang ini telah bersama-sarna dengan Kristus di sorga - juga pada masa sekarang ini. Namun apakah perikop ini memang memberikan dasar bagi pemahaman tentang zaman keemasan di bumi yang akan terjadi sebelum Yesus datang kembali? Perlu diingat bahwa satu-satunya bagian dalam Alkitab yang menyebutkan tentang milenium adalah Wahyu 20; jika ayat ini tidak secara tegas membuktikan tentang zaman keemasan milenial, maka apakah bukti yang lebih mendukung tentang adanya zaman tersebut di bumi?

J. Marcellus Kik setuju bahwa diikatnya Iblis telah berlangsung saat ini, namun ia menafsirkan ayat 4 sebagai gambaran tentang kehidupan orangorang percaya yang sekarang ini memerintah di bumi bersama Kristus. Ada dua keberatan bagi tafsiran Kik terhadap ayat 4 tersebut.

Pertama, jika kita memahami kalimat "mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun" sebagai penjelasan bagi orang-orang percaya yang sekarang ini masih hidup di bumi, maka hal ini bertentangan dengan pemyataan sebelumya, yaitu "Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal" (ayat 4), dan juga dengan kalimat selanjutnya, "Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit" (ayat 5).

Kedua, bagaimana dapat dikatakan orang-orang percaya di bumi dikatakan akan memerintah bersama dengan Kristus selama seribu tahun, jika setiap orang hidup tidak lebih daripada ukuran hidup yang normal, yaitu "tujuh puluh tahun saja"? Lagipula, berdasarkan tafsiran Kik terhadap perikop Wahyu 20, apakah ada dasar untuk berharap bagi datangnya zaman keemasan milenial?

Norman Shepherd memang mengatakan bahwa diikatnya Iblis masih akan terjadi di masa yang akan datang, namun ia juga memahami pemerintahan jiwa-jiwa bersama dengan Kristus sama seperti pemahaman Kik. Karena itu, keberatan terhadap posisi Kik, sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga berlaku bagi Shepherd. Namun demikian, ada tambahan lain yang patut diberikan: dalam pandangan Shepherd, masa seribu tahun di mana Iblis diikat, tampaknya berbeda dari seribu tahun di masa di mana jiwa-jiwa memerintah bersama-sama dengan Kristus.

Bukankah bila kita perhatikan perikop Wahyu 20, sepertinya lebih mungkin bila masa "seribu tahun" yang muncul lima kali dalam perikop ini merupakan periode waktu yang sarna (yaitu, diikatnya Iblis dan pemerintahan oleh orang-orang percaya bersama dengan Kristus)? Khususnya karena di dalam perikop ini istilah "seribu tahun itu" (the thousand years; Yunani, τα χιλια ετη - ta chilia etê) muncul dua kali, sekali di ayat 3 dan sekali lagi di ayat 5. Namun kembali pertanyaan yang sarna muncul, yaitu kalaupun memang tafsiran Shepherd itu benar, maka apa dasarnya bagi kita untuk mengartikan bahwa Wahyu 20: 1-6 berbicara tentang sebuah zaman keemasan di bumi, yang akan terjadi masa yang akan datang?

(4). Pengharapan Post-milenialisme bagi adanya zaman keemasan yang akan terjadi sebelum Kristus kembali, tidak sejalan dengan perseteruan yang terns berlangsung di dalam sejarah antara Kerajaan Allah dan kuasa jahat.

Akan terus berlangsung "perseteruan" di dalam sejarah hingga kedatangan Kristus yang kedua. Sejak Kejadian 3:15, Allah telah menya-takan akan adanya ketegangan yang akan terus berlangsung di dalam sejarah, yaitu permusuhan antara keturunan wanita dan keturunan si ular. Permusuhan ini akan terus berlanjut hingga penutupan sejarah - perhatikan gambaran yang dipakai dalam Kitab Wahyu tentang perseteruan tersebut: Perang Harmagedon (16:13-16) dan Perang Gog dan Magog (20:7-9).

Dalam Perumpamaan tentang Gandum (atau Lalang) dalam Matius 13:36-43 Yesus mengajarkan bahwa kejahatan akan tetap terus ada bersama-sama dengan orang-orang tebusan Allah hingga waktu menuai. Dampak yang jelas bagi perumpamaan semacam ini adalah bahwa kerajaan Iblis, jika kita boleh mengatakan demikian, akan terus ada, bahkan bertumbuh, bersama-sama dengan meluasnya Kerajaan Allah di bumi, hingga Kristus datang kembali.

Perjanjian baru memberikan beberapa indikasi bahwa "kuasa jahat" akan terus menunjukkan kekuatannya hingga akhir zaman; misalnya dalam pembicaraan tentang masa sengsara, murtad akhir, dan munculnya pribadi antikristus. Karena itu, jika kita beranggapan bahwa sebelum kedatangan Kristus kejahatan "akan dikurangi hingga tahap yang dapat diabaikan"[22], tampaknya ini merupakan penyederhanaan realitas sejarah dan sama sekali tidak ada dasar Alkitabnya. Yang pasti, Kristus telah menang secara mutlak atas dosa dan Iblis, sehingga hasil akhir dari perseteruan tersebut sudah dapat kita ketahui. Tetapi, perseteruan antara Kristus dan musuh-musuhnya akan terus berlanjut hingga kesudahan sejarah.

[3]. PRE-MILENIALISME.

Sekarang mari kita perhatikan konsep tentang Kerajaan Seribu Tahun (milenium) yang ketiga, yaitu Pre-milenialisme Historis. Kita perlu membicarakan Pre-milenialisme Historis secara terpisah dari Pre-milenialisme Dispensasi, sebab dalam beberapa aspek yang penting, keduanya berbeda. Secara singkat, premiLenialis percaya bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali akan terjadi sebelum milenium.
Karena itu, orang-orang premilenialis mengharapkan terjadinya peme-rintahan oleh Kristus di bumi selama seribu tahun segera sete1ah kedatangan-Nya kembali, dan sebelum Kristus membawa orang-orang percaya ke dalam kekekalan. Di bagian ini kita akan membahas terlebih dahulu pemahaman dasar dari Pre-milenialisme Historis. Tentunya dengan tetap mengingat, bahwa orang-orang pre-milenialis historis sendiri saling berbeda satu dengan lainnya dalam aspek-aspek yang lebih detail.

Menurut Pre-milenialisme, sejum1ah peristiwa akan mendahului kedatangan Kristus, yaitu: penginjilan kepada bangsa-bangsa, masa kesusahan, murtad atau pemberontakan yang hebat, dan munculnya satu pribadi antikristus. Gereja harus melewati seluruh kesusahan akhir ini. Kedatangan Kristus yang kedua tidak akan terjadi dalam dua tahap, me1ainkan hanya satu peristiwa saja. Ketika Kristus datang kembali, orang-orang percaya yang telah mati akan dibangkitkan, orang-orang percaya yang masih hidup akan diubahkan dan dimuliakan, dan sete1ah itu kedua kelompok orang percaya ini akan diangkat bersama-sama untuk bertemu dengan Tuhan di awan-awan. Setelah perjumpaan ini, orang-orang percaya akan mendampingi Kristus turun ke bumi.

Setelah Kristus turun ke bumi, antikristus akan dibinasakan dan pemerintahannya akan diakhiri. Baik pada masa ini atau sebelumnya, sejumlah besar orang Yahudi akan bertobat, percaya kepada Kristus sebagai Mesias, dan diselamatkan; pertobatan orang-orang Yahudi ini akan menjadi ber yang besar bagi dunia.

Setelah itu, Kristus menegakkan Kerajaan-Nya di bumi selama seribu tahun. Secara kasatmata, Tuhan Yesus akan memerintah atas seluruh bu bersama-sama dengan orang percaya - yang terdiri dari orang-orang Yah dan bangsa-bangsa lain. Meskipun orangorang Yahudi bertobat belakangan, yaitu setelah dikumpulkannya jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain, namun mereka bukanlah dua kelompok yang berbeda, sebab hanya ada satu umat Allah. Mereka yang memerintah bersama-sama dengan Kristus selama seribu tahun itu adalah mereka yang baru dibangkitkan dan mereka yang masih hidup ketika Kristus datang. Bangsa-bangsa yang tidak percaya kepada Kristus, yang masih ada pada masa seribu tahun tersebut, akan duduk di bawah pemerintahan Kristus.

Milenium sebagaimana digambarkan di atas, bukanlah keadaan akhir (final state), sebab dosa dan kematian masih tetap ada. Namun demiki kejahatan akan sangat dibatasi, dan sebaliknya kebenaran akan menguasai seluruh bumi seperti belum pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah zaman yang penuh keadilan sosial, politik, dan ekonomi, serta damai dan kernakmuran. Bahkan alam pun akan merefleksikan berkat-berkat pada zaman tersebut; bumi akan menjadi sangat subur dan padang gurun akan bersemi dengan mawar.

Namun demikian, menjelang milenium berakhir, Iblis, yang selama masa tersebut diikat, akan dilepaskan lagi dan kembali menyesatkan bangsa-bangsa. Ia akan mengumpulkan bangsa-bangsa yang tidak percaya untuk mengadakan perang Gog dan Magog, dan akan memimpin orang-orang fasik untuk menyerang "kemah orang-orang kudus." Namun api akan turun dari sorga, atas orang-orang durhaka, dan Ihlis akan dicampakkan ke dalam "lautan api."

Di akhir dari milenium akan terjadi kebangkitan orang-orang fasik dari kematian. Hal ini akan diikuti oleh penghakiman, namun bukan penghakiman akhir di mana semua umat manusia, baik yang percaya maupun tidak, akan dihakimi di hadapan sebuah takhta putih yang mulia. Mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan akan masuk ke dalam kehidupan kekal, sedangkan mereka yang namanya tidak terdapat dalam kitab tersebut, akan dilemparkan ke dalam lautan api. Setelah semuanya itu, maka semua umat manusia akan masuk ke dalam keadaan akhir: orang-orang yang tidak percaya akan menjalani penghukuman kekal di dalam neraka, sedangkan orang-orang yang percaya akan hidup selama-lamanya dalam bumi yang baru, yang telah disucikan dari segala kejahatan.
Apakah dasar Alkitab bagi orang-orang pre-milenialis untuk percaya bahwa akan ada kerajaan seribu tahun di bumi sesudah Kristus kembali?

George Eldon Ladd mengakui bahwa satu-satunya bagian di mana A1kitab berbicara tentang kerajaan milenial di bumi tersebut ada1ah Wahyu 20:1-6 [26]. Ia melihat bahwa kedatangan Kristus yang kedua dinyatakan dalam Wahyu 19, sehingga bagi Ladd, Wahyu 20 ada1ah gambaran bagi peristiwa-peristiwa yang akan mengikuti Kedatangan Kedua tersebut. Tiga ayat pertama dari Wahyu 20, Ladd percaya, menggambarkan diikatnya Iblis selama masa milenium yang terjadi sesudah Kristus kembali.
Wahyu 20:4, karenanya, melukiskan tentang orang-orang percaya yang te1ah dibangkitkan dan bersama-sama Kristus memerintah di bumi se1ama masa milenium. Ladd yakin bahwa kata Yunani εζησαν - ezêsan (mereka hidup, atau menjadi hidup), yang terdapat di ayat 4 dan 5, harus dipahami sebagai kebangkitan dari kematian secara fisik."

Ia mendapati di ayat 4, sebuah gambaran tentang kebangkitan fisik dari orang-orang percaya di awal milenium (yang kemudian akan disebut sebagai "kebangkitan pertama"), dan di ayat 5, sebuah gambaran tentang kebangkitan fisik orang-orang yang tidak percaya di akhir milenium. Ladd mendasarkan keyakinannya bahwa ajaran tentang pemerintahan seribu tahun di bumi ini hanya dijumpai dalam pasal Wahyu 20, adalah karena progresivitas dalam pewahyuan.

Ladd juga mendapati dukungan bagi ajarannya di da1am 1 Korintus 15:23-26, meskipun ia mengakui bahwa perikop ini tidak memberikan bukti yang meyakinkan bagi milenium di bumi[29]. Ia khususnya merujuk pada ayat 23 dan 24: "Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya. Kemudian (eita) tiba kesudahannya (telos), yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa .... "

Menurut Ladd, di sini Paulus sedang menggambarkan kemenangan Kerajaan Kristus yang terwujud dalam tiga tahap. Tahap pertama ada1ah kebangkitan Kristus. Tahap kedua muncul pada saat Kedatangan Kedua, yaitu ketika orang-orang percaya dibangkitkan. Kemudian terjadi1ah tahap yang terakhir, yaitu ketika Kristus menyerahkan Kerajaan Allah kepada Bapa. Oleh karena terdapat jeda waktu antara tahap pertama dan kedua, maka sangat mungkin juga terdapat jeda waktu antara tahap kedua dan ketiga. Ladd menegaskan bahwa kata kemudian (eita) dan kesudahannya (telos) memberikan kemungkinan bagi adanya jeda waktu antara Kedatangan Kedua dan kesudahannya, yaitu masa ketika Kristus akan secara utuh mengakhiri kekuasaan musuh-musuh-Nya." Jeda waktu ini adalah masa seribu tahun (milenium).

Jika kita mengamati posisi Ladd, maka pertama-tama kita bisa melihat bahwa ada banyak hal yang patut kita hargai dari pandangan Ladd. Di antaranya adalah pemahamannya bahwa :

(1). Allah tidak memiliki dua macam kelompok manusia dengan tujuan yang berbeda (yaitu, Yahudi dan bangsabangsa lain, atau Israel dan gereja), melainkan hanya satu umat saja;

(2). Kerajaan Allah mencakup pada masa sekarang ini dan yang akan datang;

(3). Pada masa sekarang ini gereja telah menikmati berkat-berkat eskatologis;

(4) Tanda-tanda zaman telah berlangsung sejak kedatangan Kristus yang pertama, namun akan mencapai puncaknya sebelum Kedatangan Kedua;

(5) Kedatangan Kristus yang kedua bukanlah dua fase peristiwa yang terpisah, melainkan sebuah peristiwa tunggal.

Kita juga harus menghargai penolakan Ladd terhadap ajaran-ajaran Pre-milenialisme Dispensasi; itu sebabnya, paham pre-milenialisme Ladd, sebagaimana paham premilenialisme historis lainnya," harus dibedakan secara tajam dari premilenialisme dispensasi. Namun demikian, ada beberapa keberatan terhadap ajaran yang dipegang baik oleh Pre-milenialisme Dispensasi maupun Historis tentang pemerintahan seribu tahun di bumi setelah Kristus kembali.

Keberatan-keberatan tersebut adalah sebagai berikut:

(1). Wahyu 20 tidak memberikan bukti yang meyakinkan bagi adanya pemerintahan seribu tahun yang akan mengikuti Kedatangan Kedua.

Banyak teolog Injili tidak melihat adanya bukti dari perikop ini bagi pemerintahan di bumi seperti diajarkan oleh premilenialisme. Bahkan, sebagaimana akan ditunjukkan dalam bab berikutnya, ada kemungkinan lain untuk menafsirkan perikop ini. Pemahaman yang dipegang oleh amilenialisme tentang Wahyu 20:1-6, yaitu sebagai gambaran bagi pemerintahan di sorga oleh jiwa-jiwa orang percaya yang telah mati bersama-sama dengan Kristus, terus dipegang oleh kebanyakan gereja sejak zaman Augustinus[32]. Untuk penjelasan lebih lanjut dan pembelaan bagi penafsiran amilenialis terhadap perikop ini, lihat, Hoekema AA, Alkitab dan Akhir Zaman, momentum, 2004, Bab 16.

Ada beberapa penjelasan lebih lanjut dari penafsiran premilenialisme terhadap Wahyu 20:1-6 yang perlu ditambahkan. Umumnya orang-orang premilenialis (non-dispensasi) menerima bahwa mereka yang memerintah bersama dengan Kristus pada masa milenium akan mencakup bukan hanya orang-orang percaya yang telah dibangkitkan dari kematian, namun juga orang-orang percaya yang masih hidup ketika Kristus kembali. Tetapi, perlu dicatat bahwa bagi premilenialis, perikop ini sama sekali tidak berbicara tentang kelompok yang kedua tersebut. 

Jika kalimat "mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun" dimengerti sebagai "mereka dibangkitkan dari kematian dan memerintah bersama-sama dengan Kristus," maka tidak ada pengertian bagi orang-orang percaya yang tidak mati ketika Kristus kembali. Karena itu, menurut kebanyakan tafsiran premilenialis, perikop ini hanya berbicara tentang orang-orang percaya yang dibangkitkan dari kematian, dan memerintah bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi akibatnya, hal ini menunjukkan pada pemerintahan milenial di bumi yang berbeda dari yang umumnya diajarkan oleh Pre-milenialisme.

(2). 1 Korintus 15:23-24 tidak memberikan bukti yang jelas bagi pemerintahan di bumi seperti yang dipahami dalam Pre-milenialisme.

Patut dikemukakan terlebih dahulu bahwa tidak pernah ada dalam tulisan Paulus pengharapan tentang kerajaan seribu tahun yang akan mendahului keadaan akhir. Terlebih lagi, tidak ada dasar bagi pemerintahan milenial seperti dalam pemahaman premilenialisme terhadap perikop 1 Korintus 15 ini. Konteks perikop ini adalah bahwa Paulus sedang berurusan dengan orang-orang Kristen yang walaupun mempercayai kebangkitan Kristus secara fisik, namun tidak menerima kebangkitan fisik orang-orang percaya.

Terhadap kesalahan ini, Paulus menggambarkan dalam I Korintus 15:23-24 relasi kebangkitan Kristus dengan kebangkitan orang percaya. Dikatakan bahwa: Kristus, sebagai yang sulung, dibangkitkan terlebih dahulu; setelah itu, pada saat Kedatangan Kedua, mereka yang percaya kepada Kristus akan dibangkitkan dari kematian. Paulus di sini sarna sekali tidak berbicara bahwa kebangkitan orang-orang yang tidak percaya akan terjadi seribu tahun sesudah kebangkitan orang-orang percaya - di perikop ini ia bahkan tidak berbicara apa-apa tentang kebangkitan orang-orang yang tidak percaya.

Lebih lanjut, kalimat di ayat 24, "kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa," tidak tentu harus berarti mengandung adanya jeda waktu sesudah kebangkitan orang percaya. Kalimat ini hanyalah kata lain untuk menegaskan bahwa sesudah semua itu terjadi, tergenapilah secara utuh karya mesianis Tuhan kita Yesus Kristus.

(3). Turunnya Kristus bersama-sama dengan orang-orang percaya yang dimuliakan ke bumi, di mana kemudian dosa dan kematian masih tetap akan ada, bertentangan dengan realitas kemuliaan akhir.

Apa perlunya orang-orang percaya yang telah menikmati kemuliaan sorgawi selama Masa Antara (intermediate state), dibangkitkan dari kematian dengan tujuan untuk kembali ke bumi di mana dosa dan kematian masih tetap ada? Bukankah hal ini akan menjadi antiklimaks? Bukankah tubuh kemuliaan adalah tujuan kehidupan dalam bumi yang baru, di mana segala dosa dan akibatnya telah ditiadakan? Lebih lanjut, mengapa pula Kristus yang telah dimuliakan, kembali ke bumi di mana dosa dan kematian masih tetap ada? Mengapakah Kristus setelah datang dalam kemuliaan masih harus memerintah musuhmusuh-Nya dengan tongkat besi, dan masih harus terlibat dalam peperangan akhir di penutupan masa seribu tahun? Bukankah Kristus telah mengalahkan musuh-musuh-Nya pada kedatangan-Nya yang pertama? Bukankah pada masa itu (Kedatangan Pertama), Kristus te1ah secara mutlak mengalahkan kejahatan, dosa, kematian, dan Iblis? Bukankah Alkitab mengajarkan bahwa Kristus akan datang kembali dengan penuh kemuliaan untuk membawa kita bukan sekadar ke dalam masa damai dan penuh berkat yang sementara saja, tetapi keadaan akhir yang sempurna?

(4). Pemerintahan seribu tahun di bumi sebagaimana diajarkan oleh premilenialis, tidak sejalan dengan ajaran Perjanjian Baru ten tang eskatologi, karena pemerintahan semacam ini tidak masuk dalam kategori masa sekarang maupun yang akan datang.

Di bagian awal kita telah melihat bahwa Perjanjian Baru mengontraskan dua masa: masa sekarang dan masa yang akan datang. Tidak ada indikasi dalam Injil, Kisah Para Rasul, ataupun surat-surat lainnya bahwa akan ada jenis zaman yang ketiga selain masa sekarang ini dan masa yang akan datang.
Para penulis Perjanjian Barn menegaskan bahwa ketika Tuhan Yesus datang kembali, Ia akan membawa kita ke dalam zaman yang baru. Itu sebabnya, misalnya, kita membaca dalam Matius 25:31, "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia [sebuah gambaran yangjelas tentang kedatangan-Nya kembali], maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya." Bahwa ini bukan sekadar takhta milenial di bumi, tetapi takhta penghakiman yang akan membawa kita kepada akhir zaman, tampak je1as dari ayat 46, "Dan mereka ini [yaitu orang-orang fasik] akan masuk ke temp at siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal."

Di Kisah Para Rasul 3 kita membaca bagaimana Petrus berkata dalam khotbahnya di Bait Allah, "Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan, dan mengutus Yesus, yang dari semula diuntukkan bagimu sebagai Kristus. Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu" (ayat 19-21). Sudah tentu "waktu pemulihan segala sesuatu" menunjukkan bukan kepada masa milenium yang berfungsi sebagai interval atau jeda waktu, tetapi keadaan akhir atau kekekalan itu sendiri.

Paulus mengajarkan bahwa kedatangan Kristus yang kedua akan segera diikuti oleh penghakiman akhir: "Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan dalam hati" (l Korintus 4:5). Di suratnya yang kedua Petrus menyatakan dengan sangat jelas bahwa Kedatangan Kedua akan segera diikuti oleh dimusnahkannya bumi yang lama dan penciptaan bumi yang baru. “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur duma akan hangus dalam nyala api, dan burni dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.”

Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara dernikian, betapa suci dan salehnya kamu hams hidup yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang bam dan bumi yang bam, di mana terdapat kebenaran (2 Petrus 3:10-13).

Karena itu, pemahaman milenium dari Pre-milenialisme adalah sesuatu yang aneh secara teologi. Masa itu digambarkan oleh mereka sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dari masa sekarang ini, namun juga sarna sekali berbeda dari masa yang akan datang. Masa itu dikatakan lebih baik daripada masa sekarang, tetapi masih jauh dari keadaan akhir yang sempuma. Bagi orang-orang percaya yang dibangkitkan dan dimuliakan, milenium adalah penundaan tibanya kemuliaan keadaan akhir yang begitu mereka harapkan.

Bagi bangsa-bangsa yang tidak percaya, milenium adalah kesempatan kedua sesudah masa sekarang berakhir, yaitu masa di mana Allah mengizinkan kejahatan untuk tetap ada sementara Ia menunda penghakiman-Nya. Karena pemerintahan milenial di bumi semacam ini tidak pemah diajarkan dalam Alkitab, dan karena ciri-ciri yang digambarkan bertentangan dengan apa yang Alkitab nyatakan tentang Kedatangan Kedua dan tentang zaman sesudah masa sekarang ini, maka tidak ada lagi alasan bagi kita untuk menerima penafsiran premilenialisme terhadap Wahyu 20:1-6. Kita tidak perlu menandaskan pemahaman terhadap Wahyu 20 yang sarna sekali tidak didukung oleh bagian Alkitab lainnya. Bukankah lebih bijaksana bila kita menafsirkan ayat apokaliptik yang sulit ini di dalam terang dan harmoni bagian-bagian Alkitab lainnya yang lebih jelas?

[4]. PRE-MILENIALISME DISPENSASI.

Kita sekarang beralih ke paham milenial utama yang ke-empat, yaitu Pre-milenialisme Dispensasi. Perlu dinyatakan terlebih dahulu bahwa Pre-milenialisme Dispensasi adalah ajaran yang baru muncul belum terlalu lama. Meskipun Pre-milenialisme sudah ada sejak abad dua, namun sistem teologi yang dikenal sebagai “dispensasionalisme”, yaitu ajaran yang secara tegas membedakan antara Israel dan gereja sebagai dua umat Allah yang berbeda - baru muncul pada abad sembilan belas, melalui John Nelson Darby (1800-1882).

Pre-milenialisme Dispensasi memiliki kesamaan dengan Pre-milenialisme Historis dalam pemahaman bahwa Kristus akan memerintah di bumi selama seribu tahun sesudah Ia datang kembali. Namun selebihnya, kedua pandangan ini mengemukakan ajaran yang sangat berbeda.
Sebelum kita melihat beberapa ajaran utama Dispensasionalisme (atau Pre-milenialisme Dispensasi), kita patut mencatat dua prinsip dasar pemikiran dispensasi:

(1). Penafsiran secara harfiah nubuat-nubuat Alkitab.
Herman Hoyt, seorang dispensasionalis kontemporer, menggaris-bawahi prinsip ini di dalam kalimat berikut ini: “Prinsip ini jika dipahami dengan benar berarti memahami se1uruh AIkitab di dalam pengertian yang harfiah dan apa adanya. Artinya, aspek sejarah dalam Alkitab harus diterima secara harfiah; demikian pula materi doktrin di dalamnya harus ditafsirkan secara harfiah; berita moral dan rohani harus pula mengikuti pola tersebut; dan tentunya materi nubuat dalam Alkitab juga harus dimengerti secara harfiah. Hal ini tidak berarti bahwa Alkitab tidak mengandung bahasa figuratif. Tetapi kalaupun Alkitab memakai bahasa simbolis, kita tetap harus menerapkan penafsiran secara harfiah. Jika kita menerapkan metode penafsiran lainnya, maka kita akan mengurangi berita yang hendak Allah sampaikan kepada umatNya.”

(2). Perbedaan yang mendasar dan kekal antara Israel dan gereja.
Kutipan dan dua orang teolog dispensasionalis lainnya berikut ini akan menjelaskan maksud prinsip yang kedua: “Orang-orang dispensasionalis percaya bahwa di sepanjang sejarah, Allah sedang menggenapi dua macam rencana-Nya: yang satu berkaitan dengan bumi, dengan melibatkan umat di burni dan sasaran-sasaran duniawi, yaitu Yudaisme; yang lainnya berkaitan dengan sorga, dengan melib atkan urnat sorgawi dan sasaran-sasaran sorgawi yaitu Kekristenan....”

Hal yang paling penting dalam penafsiran Pre-milenialisme adalah bahwa Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, membedakan antara tujuan yang Allah tetapkan bagi gereja dan bagi bangsa Israel. Orang-orang keturunan Yakub pada masa sekarang ini memiliki hak istimewa yang sama seperti bangsa-bangsa lain da1am hal iman kepada Kristus dan sebagai bagian dari tubuh Kristus. Namun demikian, baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama menyatakan bahwa bangsa Israel hanya akan memperoleh janji di da1am Kristus di masa yang akan datang, ketika Kristus memerintah secara langsung sebagai Raja atas mereka.

Masa sekarang ini, menurut penafsiran Pre-milenialisme, adalah waktu penggenapan bagi rencana dan tujuan Allah untuk memanggil sebagian dari orang-orang Yahudi dan non- Yahudi, untuk percaya kepada Kristus dan hidup sebagai umat yang kudus. Bilamana tujuan ini tergenapi, maka Allah akan melaksanakan penghakiman-Nya yang menakutkan, sebagai pendahuluan bagi kerajaan mi1enium yang akan dipimpin oleh Kristus. Sete1ah itu, Allah akan menegakkan kebenaran dan damai sebagai karakteristik utama kerajaan seribu tahun.

Sebenarnya sulit bagi kita untuk menyimpulkan ciri-ciri utama Pre-milenialisme Dispensasi. Hal ini karena orang-orang yang memegang paham ini saling berbeda satu dengan yang lainnya, dalam aspek-aspek yang lebih detail. Penjelasan berikut ini adalah usaha untuk meng-gambarkan aspek utama eskatologi dispensasi kontemporer, sebagai-mana dinyatakan dalam New Scofield Bible edisi tahun 1967.

Dispensasionalisme membagi sejarah atau pola hubungan Allah dengan manusia ke dalam beberapa "dispensasi" [pembagian waktu]. New Scofiled Bible membedakan adanya tujuh macam dispensasi: Tak Berdosa (Innocence), Hati Nurani atau Tanggung Jawab Moral (Conscience or Moral Responsibility), Pemerintahan oleh Manusia (Human Government), Janji (Promise), Hukum (Law), Gereja (Church), dan Kerajaan (Kingdom). Satu dispensasi didefinisikan sebagai "suatu periode waktu di mana manusia diuji dalam hal ketaatannya kepada penyingkapan-penyingkapan tertentu dari kehendak Allah".

Meskipun di setiap dispensasi Allah menyatakan kehendak-Nya dengan cara yang berbeda, seluruh dispensasi yang disebutkan tersebut bukanlah cara-cara yang berbeda dalam hal keselamatan. "Di masing-masing dispensasi, manusia didamaikan dengan Allah hanya melalui satu cara, yaitu anugerah Allah di dalam karya Kristus yang telah digenapi di atas kayu salib dan ditegaskan dalam kebangkitan-Nya". Dis-pensasi yang terakhir, Kerajaan, adalah pemerintahan milenium oleh Kristus, yang akan berlangsung sesudah kedatangan-Nya yang kedua.

Perjanjian Lama berisi banyak janji bahwa suatu saat di masa yang akan datang, Allah akan menegakkan Kerajaan-Nya di bumi yang akan melibatkan orang-orang Israel, yaitu bangsa petjanjian Allah sejak semula. Meskipun perjanjian Allah dengan Abraham mencakup pula berkat-berkat bagi keturunan Abraham secara rohani, namun inti dari janji tersebut tetaplah keturunan Abraham secara fisik yang akan mewarisi tanah Kanaan sebagai milik pusaka yang kekal.

Dalam perjanjian Allah dengan Daud, Allah berjanji bahwa salah seorang dari keturunan Daud (yaitu, Mesias yang akan datang) akan duduk di takhta Daud selama-lamanya, dan memerintah atas bangsa Israel. Janji Allah yang baru, sebagaimana tertulis dalam Yeremia 31 :31-34, meskipun mencakup beberapa hal yang telah digenapi dalam diri orang-orang percaya pada masa sekarang ini, namun pada hakikatnya janji ini adalah untuk bangsa Israel, yang hanya akan digenapi dalam milenium yang akan datang.

Ayat-ayat lainnya dalam Mazmur dan nabi-nabi (misal Mazmur 72:1-20; Yesaya 2:1-4; 11:1-9,11-16; 65:18-25; Yeremia 23:5-6; Amos 9:1115; Mikha 4:1-4; Zakharia 14:1-9, 16-21) menubuatkan bahwa di masa yang akan datang bangsa Israel akan sekali lagi dikumpulkan di tanah Kanaan, dan akan menikmati masa yang penuh kemakmuran dan berkat, serta akan memperoleh status yang lebih istimewa dibandingkan bangsa-bangsa lainnya. Pada masa itu, mereka akan hidup di bawah pemerintahan yang penuh kasih karunia dan sempuma dari Sang Mesias yang adalah keturunan Daud. Karena tidak satu pun dari nubuat-nubuat ini telah tergenapi, orang-orang dispensasionalis menyimpulkan bahwa semua itu akan digenapi pada masa pemerintahan seribu tahun.

Ketika Kristus dulu datang ke dalam dunia, Ia sebenamya telah mewartakan Kerajaan Sorga kepada orang-orang Yahudi pada zaman-Nya. Kerajaan ini akan berupa pemerintahan di bumi atas Israel, sebagaimana dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Untuk masuk ke dalam kerajaan tersebut, mereka perlu bertobat dari dosa, beriman kepada Yesus sebagai Mesias, dan memiliki kerinduan untuk hidup menurut standar moral yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, misa1nya, seperti yang diajarkan da1am Khotbah di Bukit. Namun demikian, orang-orang Yahudi pada masa tersebut meno1ak kerajaan tersebut. Karena itu, pemenuhan janji kerajaan tersebut ditunda hingga kedatangan Kristus yang kedua, yang akan merupakan awal bagi masa seribu tahun.

Sementara itu, pada masa sekarang ini kerajaan yang terwujud adalah kerajaan dalam bentuknya yang "misterius" - yaitu seperti yang digambarkan da1am Perumpamaan tentang Penabur dan Perumpamaan tentang Lalang di antara Gandum da1am Matius 13. Salah seorang pendukung paham ini, E. Schuyler English, menje1askan hal ini sebagai berikut: "Kerajaan dalam wujud misteri tersebut ada1ah Kekristenan pada masa sekarang ini; yaitu gereja yang tampak, yang terdiri dari orang-orang yang percaya maupun tidak. Kerajaan ini akan terus berlangsung hingga akhir zaman, yaitu ketika Kristus nanti kembali ke bumi sebagai Raja".

Lantaran kerajaan dalam bentuk "sebenamya" telah ditolak oleh orangorang Yahudi, maka Kristus sekarang ini menggantinya dengan gereja. Tujuan gereja ada1ah untuk mengumpu1kan orang-orang percaya, khususnya bangsa-bangsa non-Yahudi, tetapi juga termasuk Yahudi, sebagai tubuh Kristus - sebuah usaha "pemanggilan keluar" yang tidak akan selesai sampai Kristus datang kembali untuk mengangkat orang-orang percaya. Jadi sebenamya yang dinubuatkan da1am Perjanjian Lama adalah ditegakkannya kembali kerajaan Daud, bukan gereja. Sebab itu, gereja hanyalah merupakan semacam "tambahan" di da1am rencana Allah, sementara Allah menunda penggenapan rencana-Nya bagi Israel. 

"Masa sekarang ini [Zaman Gereja] adalah sebuah tambahan atau periode waktu yang tidak dinubuatkan dalam Perjanjian Lama; karena itu, kondisi sekarang ini tidak memenuhi atau seja1an dengan peristiwa-peristiwa yang diwahyukan me1a1ui nubuatnubuat da1am Perjanjian Lama".
Kembalinya Kristus, sebagaimana telah kita pelajari, menurut Dispensasionalisme akan terjadi dalam dua tahap atau fase :

Fase pertama adalah apa yang disebut sebagai pengangkatan (rapture), yang dapat terjadi setiap saat. Di sinilah terletak perbedaan antara premilenialisme dispensasi dan historis.
Pre-milenialisme historis mengharapkan tergenapinya tanda-tanda zaman terlebih dahu1u sebelum Kristus datang kembali, namun bagi premilenia1isme dispensasi, tanda-tanda tersebut akan digenapi setelah kedatangan Kristus fase pertama terwujud. Dengan kata lain, dispensasionalis percaya kepada kedatangan Kristus yang sudah sangat dekat atau kapan saja dapat terjadi.

Pada saat pengangkatan tersebut, Kristus belum sepenuhnya turon ke bumi, Ia masih berada di awan-awan. Sebelum pengangkatan, terjadilah kebangkitan seluruh orang-orang percaya, khususnya orangorang kudus dari masa Perjanjian Lama. Kemudian orang-orang percaya yang masih hidup - baik orang Yahudi maupun bangsa lain - akan dalam sekejap matadiubahkan dan dimuliakan. Baik orang percaya yang dibangkitkan maupun diubahkan, akan diangkat ke awan-awan untuk bertemu dengan Tuhan Yesus di langit. Bersama-sama dengan Kristus, seluruh orang percaya - yaitu Gereja - akan naik ke sorga untuk merayakan perjamuan kawin Anak Domba selama tujuh tahun.

Tujuh tahun yang dimaksud di atas adalah penggenapan dari minggu ketujuh puluh dari nubuat Daniel (Daniel 9:24-27). Orang-orang dispen-sasionalis percaya bahwa meskipun enam puluh sembilan minggu yang disebutkan dalam nubuat tersebut telah digenapi pada saat kedatangan Kristus yang pertama, namun nubuat tentang minggu ketujuh puluh (ay. 27) hanya akan digenapi sesudah terjadinya pengangkatan. Selama masa tujuh tahun ini, yaitu ketika Gereja berada di sorga, sejumlah peristiwa tetap berlangsung di bumi:

(1). Digenapinya masa kesusahan sebagaimana dinubuatkan dalam Daniel 9:27, yaitu pertengahan tujuh masa yang disebut sebagai kesusahan besar;

(2). Antikristus mulai melaksanakan pemerintahannya yang penuh kejahatan - sebuah pemerintahan yang akan mencapai klimaksnya ketika pribadi antikristus tersebut ingin disembah sebagai Allah;

(3). Penghakiman yang menakutkan, jatuh ke atas orang-orang yang masih tinggal di bumi;

(4). Pada masa ini, sisa-sisa Israel akan berbalik kepada Yesus dan mengakuiNya sebagai Mesias - yaitu 144.000 orang Israel yang telah dimeteraikan, seperti tertulis dalam Wahyu 7:3-8;

(5). Sisa-sisa Israel ini akan mulai mernberitakan "Injil Kerajaan" - yaitu Injil yang inti beritanya adalah ditegakkannya kembali kerajaan Daud, di samping termasuk pula berita tentang salib dan perlunya orang untuk bertobat dan beriman;

(6). Melalui kesaksian sisa-sisa orang Yahudi ini, sejumlah besar bangsa-bangsa lain akan dibawa ke dalam keselamatan (Wahyu 7:9);

(7). Raja-raja fasik di bumi, beserta tentara dan nabi-nabi palsunya, akan bersatu dan menyerang umat Allah dalam Perang Harmagedon.

Akhir dari masa tujuh tahun tersebut, Kristus akan turun kembali dalam kemuliaan, beserta dengan Gereja-Nya. Kali ini, Ia akan turon hingga ke bumi dan membinasakan musuh-musuh-Nya, sehingga dengan kata lain Ia mengakhiri Perang Harmagedon. Pada waktu itulah bangsa Israel akan dikumpulkan kembali di tanah Pa1estina. Sejumlah besar orang Israel yang masih hidup ketika Kristus turun ke bumi, akan beriman kepada Kristus dan dise1amatkan, seperti yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Iblis akan diikat, dilemparkan ke dalam jurang maut, dan dimeteraikan selama seribu tahun - yaitu peri ode waktu dalam arti secara harfiah.

Orang-orang percaya yang mati pada masa tujuh tahun tribulasi akan dibangkitkan dari kematian (Wahyu 20:4); demikian pula kebangkitan orang-orang percaya dari masa Perjanjian Lama juga akan terjadi pada masa ini. Namun demikian, orang-orang percaya yang baru saja dibangkitkan tersebut tidak akan masuk ke dalam kerajaan seribu tahun yang segera ditegakkan setelah kebangkitan tersebut; mereka akan bergabung dengan orang-orang percaya lainnya yang telah lebih dulu dibangkitkan dan diubahkan (yaitu mereka yang mengalami pengangkatan), untuk masuk ke dalam sorga.

Sesudah itu, berlangsunglah penghakiman atas bangsa-bangsa lain, sebagaimana tertulis dalam Matius 25:31-46. Penghakiman ini ditujukan bukan kepada bangsa secara keseluruhan, tetapi kepada masing-masing individu. "Ujian dalam penghakiman ini adalah bagaimana tiap-tiap individu dari bangsa-bangsa non- Yahudi telah memperlakukan saudara-saudara Tuhan Yesus - baik saudara menurut daging (yaitu orang-orang Israel), maupun saudara menurut Roh (yaitu orang-orang yang diselamatkan) - selama masa "tribulasi".

Domba-domba - yaitu mereka yang berhasil melalui ujian tersebut - akan tetap tinggal di bumi dan masuk ke da1am kerajaan seribu tahun. Kambing-kambing - yaitu mereka yang tidak dapat melalui ujian tersebut - akan dilemparkan ke dalam neraka yang kekal. Peristiwa selanjutnya adalah penghakiman atas bangsa Israel sendiri, sebagaimana dinubuatkan dalam Yehezkie120:33-38. Orang-orang Israel yang tetap memberontak akan dihukum mati pada saat itujuga dan tidak akan diizinkan untuk menikmati berkat-berkat da1am kerajaan seribu tahun. Sedangkan orang-orang Israel yang telah berbalik kepada Tuhan, akan masuk ke dalam pemerintahan seribu tahun dan menikmati segala berkat di dalamnya.

Fase kedua, yaitu setelah semuanya itu, maka dimulailah kerajaan seribu tahun yang dipimpin oleh Kristus sendiri. Ia akan duduk di takhta yang berada di Yerusalem dan memerintah atas sebuah kerajaan yang terdiri dari utamanya adalah bangsa Yahudi, namun juga sebagian dari bangsa-bangsa lain - namun demikian, bangsa.Yahudi memperoleh hak istimewa di atas bangsa-bangsa lain.

Di awal kerajaan seribu tahun tersebut, Kristus memerintah atas bangsa Yahudi dan non-Yahudi yang telah berhasil melalui penghakiman, sebagaimana telah disebutkan. Karena itu, mereka yang termasuk dalam kerajaan seribu tahun, bukanlah orang-orang percaya yang dibangkitkan, melainkan orang-orang percaya yang masih hidup ketika Kristus turun kembali dalam tahap kedua dari kedatangan-Nya yang kedua kali. Patut pula dicatat bahwa ini awal kerajaan seribu tahun itu, tidak ada satu pun orang fasik yang masih tmggal di bumi.

Kerajaan seribu tahun yang dipimpin oleh Kristus ini, menggenapi janji Allah yang disampaikan kepada bangsa Israel sejak Perjanjian Lama: "Tujuan pemerintahan di bumi atas orang-orang Israel sebagaimana diajarkan oleh dispensasionalisme, adalah menyangkut janji kepada !srael sebagai bangsa, yang akan digenapi pada masa seribu tahun, yaitu ketika mereka hidup di bumi dengan belum mengenakan tubuh kebangkitan. Kerajaan senbu tahun bagi Israel tersebut sama sekali tidak berbicara tentang orang-orang Israel yang telah mati sebelum kerajaan tersebut digenapi".

Mereka yang masuk ke dalam kerajaan seribu tahun adalah manusia dalam kondisi sebagaimana adanya. Mereka akan tetap kawin dan memiliki anak, bahkan tetap mengalami kematian. Namun kerajaan seribu tahun merupakan masa yang penuh kemakmuran, produktivitas, dan damai; ini adalah zaman keemasan yang belum pemah terjadi sebelumnya di bumi. Bumi akan dipenuhi dengan pengenalan terhadap Allah, seperti air yang menutupi lautan.

Ibadah kepada Allah akan berpusat di Bait Allah, di Yerusalem, yang akan dibangun kembali. Semua bangsa di bumi akan datang ke Yerusalem dan menaikan puji-pujian kepada Allah. Akan ada lagi korban-korban bakaran bagi Allah di dalam Bait-Nya. Namun korban-korban tersebut bukanlah korban untuk penghapusan dosa, melainkan dengan tujuan untuk memperingati kematian Kristus.
Apakah hubungan kebangkitan orang-orang percaya dengan kerajaan seribu tahun? Orang-orang percaya yang dibangkitkan akan hidup di dalam Yerusalem yang baru, yang bersifat sorgawi, sebagaimana digambarkan dalam Wahyu 21:1-22:5. 

Selama masa seribu tahun, Yerusalem sorgawi tersebut akan berada di awan-awan, di atas bumi, dan memancarkan terangnya ke seluruh bumi, Orang-orang percaya yang dibangkitkan akan turut ambil bagian dalam pemerintahan seribu tahun, sebagaimana mereka akan turut serta bersama Kristus dalam penghakiman (bandingkan Matius 19:28; 1 Korintus 6:2; dan Wahyu 20:6).

Karena itu, tampaknya orang-orang percaya yang dibangkitkan akan mampu untuk turun dari Yerusalem baru ke bumi dan terlibat dalam penghakiman tersebut. Namun demikian, tindakan ini "akan dibatasi hanya dalam beberapa fungsi tertentu; selebihnya, aktivitas utama orang-orang percaya yang dibangkitkan adalah di dalam kota sorgawi yang baru".

Meskipun di awal masa kerajaan seribu tahun, orang-orang yang tinggal hanyalah mereka yang telah lahir baru dan masih hidup di bumi, namun mereka akan bertambah-tambah melalui anak-anak yang dilahirkan secara fisik, bahkan jumlah generasi berikutnya akan melebihi orang-orang percaya generasi pertama. Sebagian dari anak-anak yang dilahirkan ini akan bertobat dan menjadi orang percaya sejati. Mereka yang memberontak kepada Tuhan akan dihukum, bahkan jika perlu, dibinasakan.

Mereka yang hanya mengaku percaya kepada Kristus di mulut, jadi bukan orang percaya sejati, akan dikumpulkan oleh Iblis di akhir masa kerajaan seribu tahun (yaitu setelah Iblis dilepaskan dari rantainya), untuk mengadakan serangan akhir terhadap "kemah-kemah orang kudus." Namun demikian, pemberontakan akhir ini akan segera dikalahkan oleh Kristus. Musuh-rnusuh Allah akan dibinasakan, dan Iblis akan dilemparkan ke dalam lautan api. Sebelum masa seribu tahun berakhir, semua orang percaya yang mati pada masa tersebut, akan dibangkitkan.

Sesudah masa seribu tahun, semua orang-orang fasik yang telah mati akan dibangkitkan dan dihakimi di hadapan takhta putih yang mulia. Karena nama-nama mereka tidak tertulis dalam kitab kehidupan, maka mereka akan dibuang ke dalam lautan api, yang mana merupakan kematian kedua bagi mereka.
Pada akhimya, seluruh orang percaya akan masuk ke dalam kehidupan kekal. Allah akan menciptakan langit dan bumi yang baru, di mana dosa dan kelemahan akan dihapuskan. Yerusalem sorgawi, yaitu temp at berdiamnya orang-orang percaya yang telah dibangkitkan sebelumnya, akan turon ke bumi yang baru, dan di sanalah Allah dan seluruh umat-Nya akan tinggal bersama dalam kemuliaan yang sempuma selama-lamanya. Meskipun umat Allah di bumi yang baru merupakan satu-kesatuan, namun tetap dibedakan antara orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain.

Hubungan antara penggenapan janji-janji Allah bagi bangsa Israel selama masa seribu tahun dan masa kekekalan, dapat kita lihat melalui kutipan berikut ini: "Perjanjian Lama memberikan sebuah pengharapan bagi seluruh bangsa Israel, yang penggenapannya akan sepenuhnya terwujud pada masa kerajaan seribu tahun. Pengharapan orang-orang percaya dalam Perjanjian Lama bagi adanya sebuah kota yang kekal, akan diwujudkan melalui kebangkitan yang terjadi di dalam Yerusalem sorgawi, di mana Israel- tanpa kehilangan identitasnya - akan bergabung bersama-sama dengan seluruh umat Allah lainnya yang telah dibangkitkan dan diubahkan, untuk mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus selama-lamanya".
-----------------------------------------
Dari ke-empat pandangan ini, kita bisa memilah, pandangan mana yang lebih mendekati kebenaran Alkitab, sekalipun pandangan itu bukanlah hal yang mutlak. Dari ke-empat pandangan ini pula kita bisa belajar bahwa doktrin akhir zaman tidak bisa dipisahkan dengan doktrin lainnya, seperti doktrin Allah Tritunggal, doktrin manusia dan dosa, doktrin Keselamatan. Oleh sebab itu, melalui pembahasan singkat ini, kita semakin dimengertikan bahwa kedatangan Tuhan Yesus Kroistus untuk yang kedua kalinya semakin dekat. Kiranya kita semua telah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan-Nya, sekalipun kita tidak tahu kapan itu akan terjadi. Amin.
SUMBER/REFERENSI :
Nama buiku : Alkitab dan Akhir Zaman
Penulis : Anthony A. Hoekema
Penerbit : Momentum, 2004.
Next Post Previous Post