2 HAL UTAMA DALAM PENJELMAAN KRISTUS

Penulis: Henry Clarence Thiessen,

Ada beberapa ayat yang baik sekali mengenai pokok ini. Dalam Filipi 2:6 dijelaskan bahwa perendahan diri Kristus dimulai dalam sikap pikiran-Nya; Ia menganggap bahwa kesetaraan-Nya dengan Allah bukanlah sesuatu yang harus dipegang erat-erat atau dipertahankan secara paksa. 
2 HAL UTAMA DALAM PENJELMAAN KRISTUS
Menjadi manusia tidaklah merupakan ancaman bagi diri-Nya. Ini merupakan sikap rendah hati, karena orang yang angkuh bukan saja ingin mempertahankan segala sesuatu yang mereka miliki, tetapi mereka juga ingin mendapatkan segala sesuatu yang belum mereka miliki. Dua hal utama tercakup dalam penjelmaan Kristus: Kristus mengosongkan diri-Nya dan Ia dijadikan sama dengan manusia.

1. KRISTUS MENGOSONGKAN DIRINYA

Pertama-tama dikatakan bahwa Kristus "mengosongkan diri-Nya" (Filipi 2:7). Kata Yunaninya adalah kenosis yang terbit dari akar kata kenoo. Patut disayangkan bahwa banyak orang telah menyalah- tafsirkan tindakan mengosongkan diri itu. Mereka mengatakan bahwa Kristus mengosongkan diri-Nya dari sifat-sifat yang relatif—ke- mahatahuan-Nya, kemahakuasaan-Nya, dan kemahahadiran-Nya— sekalipun tetap mempertahankan sifat-sifat yang imanen—kekudus- an-Nya, kasih-Nya, dan kebenaran-Nya. Diajarkan bahwa Kristus memiliki pengetahuan yang dalam, tetapi bukan pengetahuan yang sempurna; bahwa Ia berkuasa namun tidak mahakuasa.

Pandangan ini tidak dapat dibenarkan. Kristus berkali-kali menyatakan pengetahuan ilahi-Nya. Kita membaca dalam Alkitab bahwa "Ia mengenal mereka semua," bahwa Ia "tahu apa yang ada di dalam hati manusia" (Yohanes 2:24-25), dan bahwa Ia mengetahui "semua yang akan menimpa diri-Nya" (Yohanes 18:4).

Mengenai kuasa yang dimiliki-Nya, kita tidak hanya membaca dalam Alkitab bahwa Ia meredakan badai, secara ajaib memberi makan orang yang lapar, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, dan membangkitkan orang mati, tetapi bahwa Ia sering kali menghimbau orang-orang untuk percaya kepada-Nya karena perbuatan-per- buatan-Nya, bila mereka tidak mau percaya apa yang dikatakan-Nya (Yohanes 6:36; 10:25, 37-38; 14:11; 15:24).

Yohanes mencatat beberapa mukjizat yang terpilih dari pelayanan Kristus supaya para pembacanya boleh "percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama- Nya" (Yohanes 20:31). Sesungguhnya, mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh Elia dan Elisa tidak menunjukkan bahwa mereka adalah Allah yang menjelma, karena mukjizat-mukjizat mereka dilakukan melalui kuasa Roh Kudus yang menguasai mereka; namun kita diminta untuk percaya bahwa Kristus adalah Allah karena hal-hal luar biasa yang dilakukan-Nya.

Hal ini hanya dapat terjadi bila hal-hal luar biasa tersebut dilakukan-Nya dengan kuasa ilahi-Nya sendiri. Kristus mengadakan mukjizat dengan kuasa-Nya sendiri (Matius 9:28), sedangkan para rasul melakukan mukjizat- mukjizat dalam nama Kristus. Kadang-kadang Kristus melakukan mukjizat dengan kuasa Roh Kudus, bukan dengan kuasa-Nya sendiri (Matius 12:28).

Beberapa hal terjadi ketika Kristus merendahkan diri. Dalam satu atau lain cara kemuliaan ilahi-Nya terselubung, tetapi tidak dilepaskan (Yohanes 1:14; 2:11; 17:5). Dengan rela Kristus meninggalkan segenap kekayaan sorgawi untuk menerima kemelaratan manusia (II Korintus 8:9).

Ia mengambil daging manusia yang tidak mulia karena penuh kelemahan, kesakitan, pencobaan, dan keterbatasan. Kristus dengan rela memutuskan untuk tidak memakai hak-hak istimewa yang ilahi, seperti kemahakuasaan-Nya, kemahahadiran-Nya, dan kemahatahuan-Nya untuk menjadikan hidup-Nya lebih ringan di bumi. Ia tahu merasa letih, Ia berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, Ia bertambah dalam kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya.

Jadi, sekalipun Ia tidak melepaskan sifat-sifat ilahi-Nya, dengan rela Ia tidak menggunakan beberapa sifat ilahi-Nya agar dapat menjadi sama dengan manusia. Sebagaimana ditulis oleh Walvoord, "Tindakan kenosis . . . dapat . . . dengan tepat diartikan bahwa Kristus tidak melepaskan satu pun sifat ilahi-Nya, tetapi bahwa Ia dengan rela membatasi penggunaan bebas sifat ilahi tersebut sesuai dengan tujuan-Nya untuk hidup di antara manusia dengan segenap keterbatasan mereka."

Jelaslah, secara keseluruhan Alkitab mengajarkan bahwa Kristus hanya melepaskan penggunaan bebas beberapa sifat khas ilahi-Nya yang relatif. Ia samasekali tidak melepaskan sifat-sifat khas ilahi yang mutlak; Ia senantiasa benar-benar kudus, adil, murah hati, jujur, dan setia. Ia selalu mengasihi dengan segenap jiwa raga-Nya. Akan tetapi, Ia mengosongkan diri-Nya dengan melepaskan penggunaan bebas sifat-sifat ilahi-Nya yang relatif.

Jadi, Ia tetap mahatahu, mahakuasa, dan mahahadir sejauh hal itu diizinkan oleh Bapa-Nya di sorga. Ini berarti bahwa Ia menyerahkan kemuliaan yang Ia miliki bersama Bapa sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5), lalu mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:6).

Jelaslah bahwa pandangan ini benar karena Yesus berbicara tentang hal-hal yang ditunjukkan (Yohanes 5:20; 8:38), diajarkan (Yohanes 8:28), dan ditugaskan (Yohanes 5:36) kepada-Nya oleh Bapa di sorga. Selain itu, Allah Bapa memberikan kekuasaan tertentu kepada-Nya (Yohanes 10:18), "mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa" (Kisah 10:38), dan beberapa kali Ia mengusir setan oleh kuasa Roh Kudus (Matius 12:28), oleh Roh Kudus Ia memberi perintah kepada para rasul (Kisah 1:2), dan Ia mempersembahkan diri-Nya kepada Allah oleh Roh yang kekal (Ibrani 9:14). Sebagaimana yang dikatakan oleh Muller:

Baca Juga: Pengertian Premi Di Asuransi

Dengan mengambil rupa seorang hamba, Kristus mengosongkan diri-Nya. Tidak disebutkan samasekali bahwa Ia meninggalkan atau membuang sifat- sifat khas ilahi, kodrat ilahi atau rupa Allah, tetapi yang dikatakan di sini hanyalah suatu paradoks ilahi: Ia mengosongkan diri-Nya dengan mengambil sesuatu untuk diri-Nya, yaitu suatu cara keberadaan yang baru, sifat atau rupa seorang hamba atau budak. Pada saat penjelmaan-Nya, Ia tetap ’dalam rupa Allah’ dan dengan demikian Ia tetap Tuhan dan Penguasa alam semesta, namun Ia juga menerima sifat seorang hamba seperti sebagian dari kemanusiaan-Nya

2. KRISTUS MENJADI SAMA DENGAN MANUSIA

Sekalipun Ia tetap dalam rupa Allah, Ia kini menjadi sama dengan manusia (Filipi 2:7). Ia yang adalah Allah, menjadi manusia. Yohanes mengatakan bahwa "Firman itu telah menjadi manusia" (Yohanes 1:14; lihat juga I Yohanes 4:2, 3; II Yohanes 7). Kepada Kristus diberikan tubuh manusiawi (Ibrani 10:5) sehingga Allah dapat tinggal di antara kita (Yohanes 1:14).

Di dalam Kristus "berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan" (Kolose 2:9). Bahwa Kristus mengambil tubuh jasmaniah tidak berarti bahwa Ia memiliki keadaan tubuh yang berdosa. Paulus menandaskan bahwa Allah mengutus "Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa" (Roma 8:3).

Murray menjelaskan perkataan "daging yang dikuasai dosa" sebagai berikut. 'Paulus memakai kata ’serupa’ bukan dengan tujuan mengatakan bahwa keadaan daging yang ada pada Kristus itu bukan yang sungguh-sungguh daging. Pengertian semacam itu berlawanan dengan penjelasan Paulus di bagian lain dari surat Roma dan surat- suratnya yang lain.

Baca Juga: Ajaran Tentang Inkarnasi Yesus Kristus

Paulus terpaksa memakai kata ini karena ia memakai istilah ’daging yang dikuasai dosa’ dan ia tidak dapat mengatakan bahwa Kristus diutus dalam ’daging yang dikuasai dosa’. Pernyataan yang demikian akan menyangkal sifat tidak berdosa yang dimiliki Yesus yang diajarkan di seluruh Perjanjian Baru."

Ayat-ayat lain yang membahas penjelmaan Kristus ialah Roma 1:3; Galatia 4:4; I Timotius 3:16, dan Ibrani 2:14. Bukan saja Kristus telah menjadi manusia, tetapi sekalipun Ia tetap Allah, Ia telah mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:7).

Hendriksen menerangkan, "Ayat ini tidak mungkin berarti bahwa ’Kristus menukarkan rupa Allah dengan rupa seorang hamba’, sebagaimana yang begitu sering dikatakan. Kristus mengambil rupa seorang hamba walaupun Ia tetap mempertahankan rupa Allah! Justru itulah yang memungkinkan dan menghasilkan keselamatan kita.
Next Post Previous Post