5 ARTI KEBENARAN DAN KEADILAN DI DALAM ALKITAB
Pdt. DR. Stephen Tong.
DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN
BAB 1 : KEADILAN DAN KEBENARAN
PENGERTIAN KEADILAN DAN KEBENARAN
Istilah keadilan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah justice. Tetapi untuk istilah kebenaran, terjemahan bahasa Inggrisnya adalah truth. Padahal, istilah yang dipakai di dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama atau di dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru mempunyai arti yang lebih dalam daripada kedua kata Indonesia digabung menjadi satu. Bahasa Inggris pun masih kurang menjelaskan.
Terjemahan bahasa Cina dan Jepang lebih dekat dengan arti sesungguhnya di dalam Alkitab, yaitu istilah Yi. Yi mempunyai arti yang sangat cocok dengan apa yang diartikan baik dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah righteousness.
Akar kata rightousness adalah right – benar. Tetapi waktu kita menyatakan, “You are right”, istilah right ini mempunyai arti yang lebih bersangkut-paut dengan tingkah laku daripada esensi tingkah laku itu sendiri. Tingkah laku itu lebih penting daripada apa yang disebut sebagai prinsip untuk mendorong tingkah laku itu sendiri. Dengan demikian rightousness berarti benar di dalam kelakuan. “You are right, you have done right, you doing right.” (Saudara berbuat benar), itu menjadi arti pokok dari rightousness. Tetapi dalam bahasa aslinya, artinya lebih dari itu.
Istilah benar atau adil di dalam bahasa Ibrani adalah tsadiq, lalu kata bendanya berbentuk tsedeq, yang artinya sama dengan istilah bahasa Yunani dikaios atau dikaiosune. Kata ini mempunyai arti lebih dari sekedar lurus atau benar saja, tetapi merupakan suatu esensi yang mendasari suatu hidup, sehingga dari hidup bisa mengalirkan semacam norma-norma etika yang benar.
Kebenaran yang berada di dalam hidup itu menjadi sumber dan fondasi, sehingga mengalir kelakuan dan perbuatan yang benar. Sikap hidup yang benar itulah yang menjadi pokok. Yang di dalam bahasa Ibrani disebut tsedeq sedangkan di dalam bahasa Yunani disebut dikaios atau dikaiosune.
Di dalam Alkitab, kebenaran Allah atau keadilan Allah ini paling sedikit mempunyai lima segi arti:
1. Yang lurus, yang ikhlas, yang tidak bengkok, dan yang benar.
Seorang yang benar adalah seorang yang mengerjakan segala sesuatu dengan lurus, tidak bengkok. Jika Saudara berkawan dengan seseorang, tetapi perkataannya tidak pernah jujur dan terus-menerus bengkok, sehingga Saudara sulit mengerti apa yang dia maksudkan, maka orang sedemikian bukanlah orang yang benar.
Orang yang benar itu tegak dan lurus, orang yang benar itu tegas, dan orang yang benar itu berjalan dengan tidak bengkok.
2. Yang menghadapi semua orang dengan prinsip sama rata.
Dia tidak akan menghadapi orang kaya dengan senyuman, tetapi menghadapi orang miskin dengan kemarahan. Dia tidak akan takut kepada orang berkuasa tinggi, dan marah atau galak sekali kepada rakyat kecil, karena orang yang demikian tidak mempunyai dikaios atau dikaiosune itu.
Jadi, seorang yang benar, selain apa yang dilakukannya itu tegak, jujur. Lurus pada waktu menghadapi pribadi yang lain, ia juga harus memandang setiap lapisan masyarakat secara rata.
Perjuangan Buddha Gautama Sakyamuni melawan Hinduisme berdasarkan pengertian yang kedua ini. Jadi Buddhisme melihat bahwa di dalam masyarakat perlu ada suatu unsur standar yang harus bersifat merata, sehingga dia bangkit melawan Hinduisme yang membagi masyarakat menjadi empat lapisan. Lapisan yang tertinggi seolah-olah keturunan dewa, sehingga mereka mempunyai hak istimewa. Kalau mereka kaya, wajar. Kalau mereka dihormati, wajar. Dari nama mereka, latar belakang suku mereka, Saudara harus menghormati mereka, tidak peduli mereka malas atau rajin, jujur atau tidak jujur, karena mereka dilahirkan sebagai keturunan bangsawan yang tinggi.
Tetapi mereka yang dilahirkan pada lapisan yang paling rendah, bagaimana pun kerasnya berjuang, tidak ada gunanya, karena nasib mereka sudah ditetapkan. Itu sebabnya, bila seorang bangsawan India, yang menurut Hinduisme ada pada lapisan tertinggi, sedang berjalan, lalu pakaiannya terkena bayangan dari lapisan terakhir yang paling rendah, itu berarti ia sudah mendapat kecelakaan. Mereka sangat menghina lapisan yang paling rendah. Sepatutnya mereka menjadi budak, tidak peduli setinggi apapun IQ mereka. Dengan keadaan pembedaan yang begitu menonjol, begitu tajam, masyarakat India tidak mungkin memiliki kemajuan yang berarti.
Buddha melawan hal itu. Setiap orang sama: kita harus memperlakukan setiap makhluk yang disebut manusia itu sama rata. Buddha menganggap setiap orang memiliki sifat Buddha di dalamnya. Asal manusia itu sadar dan insaf akan kebenaran, melakukan segala kebajikan sesuai dengan hukum itu, ia akan terus naik, bukan saja naik ke lapisan tertinggi dan masuk ke dalam dunia dewa, ia bahkan akan masuk ke dalam dunia Nirwana dan ia akan menghilangkan segala nafsu campuran, segala birahi, segala sesuatu yang telah membentuk endapan, yang dapat menurunkan manusia dari wilayah yang tinggi (rohani). Melalui penyulingan reinkarnasi dia tiba pada suatu tempat yang namanya Nirwana. Ini Buddhisme.
Saya bukan bermaksud untuk membicarakan Buddhisme, tetapi saya mengatakan kepada Saudara bahwa di dalam Buddhisme ada satu penerobosan, yaitu memikirkan tentang butir ke dua yang sedang kita bahas ini.
Di dalam Alkitab, pertama-tama, orang yang disebut memiliki kebenaran Allah atau keadilan Allah harus tegak, lurus, jujur, ikhlas – sincere and doing everything right, not crooked. Kedua, harus menghadapi sesama manusia dengan sama rata; jangan khusus menyenangi anak-anak yang elok, tetapi membenci dan mencaci maki anak yang hidungnya terlalu besar atau mukanya sedikit berparut. Seorang guru harus adil. Apabila seorang guru, seorang ayah, pemerintah atau seseorang di dalam masyarakat bisa memperlakukan orang lain dengan sama rata, orang itu disebut orang adil.
3. Yang menjadikan kebenaran sebagai intisari hidup.
Jika di dalam pemikiran dan watak seseorang ada prinsip dan kelimpahan pengertian kebenaran, orang itu disebut orang benar. Seorang yang benar adalah seorang yang mempunyai kebenaran firman Tuhan yang membekali, memberikan prinsip dan patokan sehingga apa yang dijalankan sesuai dengan intisari yang berada di dalam dirinya. The righteous man is a man who is doing everything according to the truth as a content of his personality. Ia mengisi pribadinya dengan kebenaran Tuhan. Maka, dari perbendaharaan kebenaran yang mengisi dirinya dengan kebenaran yang menjadi intisari hidupnya itu, ia tahu bagaimana ia harus memperlakukan dirinya di dalam aplikasi etika dan kelakuannya.
4. Yang hidup dalam kekudusan.
Ini merupakan sifat yang mendasari etika yang paling hakiki. Seorang yang benar adalah seorang yang membenci segala macam kenajisan. Seorang yang benar adalah seorang yang membenci segala bentuk motivasi campuran. Seorang yang benar adalah seorang yang berusaha untuk menyingkirkan diri dari segala noda, segala pencemaran, dan segala polusi yang akan merusak dan mengotori jiwanya. Orang yang sedemikian disebut orang yang benar dan adil.
Jadi orang yang benar dan adil adalah orang yang lurus dan jujur. Orang yang benar dan adil adalah orang yang tidak memandang bulu. Orang yang adil adalah orang yang mengisi hidupnya dengan kebenaran. Orang yang benar dan adil juga adalah orang yang mencintai kekudusan.
5. Yang senantiasa tegas dan tidak berkompromi dengan dosa.
Senantiasa memiliki ketegasan dan tidak mau berkompromi dengan dosa adalah sikap hidup orang yang benar dan adil. Jikalau Saudara melihat ada seorang hakim menjalankan lima prinsip ini, hakim itu pasti membereskan banyak hal di dalam masyarakat. Sekarang ini banyak hakim yang ahli melanggar hukum, tetapi tahu bagaimana supaya tidak bisa dihukum, itu namanya “profesor hukum”. Ahli hukum menjadi ahli mempelajari hukum, khusus belajar untuk melanggar hukum dan supaya tidak perlu dihukum. Jadi, hukum dipermainkan, diputarbalikkan oleh hakim-hakim yang bukan ingin menjalankan hukum dan keadilan, tetapi memakai topeng keadilan untuk mencari uang demi egoisme mereka. Dengan demikian, dunia ini semakin tidak mengenal hukum, semakin hidup di dalam dosa, dan pada akhirnya harus dihukum oleh Tuhan Allah.
Jika di dunia ini Saudara kecewa, itu menunjukkan Saudara perlu iman Kristen, sebab dengan iman Kristen, Saudara melihat bahwa Allah berada di atas semua hakim; Jaksa di atas segala jaksa; Raja di atas segala raja; Pemerintah di atas segala pemerintah; Nama di atas segala nama. Itulah penerobosan yang kita sebut sebagai iman.
Dengan memutar-balikkan kelima hal di atas, kita mengetahui keadaan masyarakat kita sekarang, yang mengaku teknologinya maju. Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang bengkok, pura-pura, bertopeng dan munafik luar biasa. Betul tidak? Mungkin juga Saudara termasuk orang yang demikian.
Dunia sudah mengetahui bagaimana memperlakukan diri dengan hukum-hukum yang dipermainkan, dimanipulasi. Padahal ketika seseorang mempermainkan hukum, ia sebenarnya bukan mempermainkan hukum, tetapi sedang mempermainkan diri.
Pertama, dunia ini adalah dunia yang tidak adil, apalagi pada akhir-akhir ini perbedaan kaya dan miskin sudah begitu menonjol, jurang di antara keduanya sudah begitu besar. Ada yang satu tahun gajinya 1 miliar, ada yang dengan mudah bisa mendapat ratusan miliar, tetapi ada orang yang sampai mati belum cukup makan. Ada orang yang kerja setengah mati, tetapi kekurangan makan. Bukan saja tidak tidak dihormati, tetapi dihina hanya karena ia miskin. Orang yang memperoleh kekayaan dari segala macam cara dan perbuatan yang tidak benar tidak pernah diadili dan dinyatakan kesalahannya, tetapi terus dihormati hanya karena uangnya banyak. Inilah dunia yang tidak adil.
Kedua, kadang-kadang orang menganggap jika di dalam gereja banyak orang Kristen yang kaya, itu menyenangkan. Saya tidak terlalu senang, kecuali mereka sungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, bagi saya, orang yang paling kaya atau orang yang paling miskin, sama saja. Mereka hanyalah jiwa yang memerlukan darah Kristus saja. Malahan orang-orang kaya yang ada di gereja mengakibatkan banyak orang mengira bahwa kita hanya bersandar pada mereka saja, padahal kita harus menjalankan hukum dan keadilan Tuhan Allah.
Ketiga, dari prinsip ini, kita melihat dunia sekarang justru adalah dunia yang bukan saja tidak memiliki kebenaran, tetapi juga penuh dengan penipuan dan kebohongan. Kalimat Hitler yang terkenal adalah: “Berbohonglah seratus kali, maka yang kau katakan itu menjadi kebenaran.” Satu kali berbohong tidak meyakinkan orang, tetapi jika kebohongan itu diulangi seratus kali, ia akan dianggap sebagai kebenaran, demikian katanya. Saya tidak percaya bahwa kebenaran itu memerlukan “proses menjadi”, yang berarti kebenaran adalah suatu proses. Kebenaran tidak memerlukan “proses menjadi”.
Kebenaran dahulu adalah kebenaran, sekarang adalah kebenaran, dan selama-lamanya adalah kebenaran. Yang perlu proses adalah orang yang tidak mengerti kebenaran menjadi mengerti kebenaran. Dari tidak mengerti menjadi mengerti itu proses. Tetapi kebenaran itu sendiri tidak perlu proses. Kalau prinsip ini tidak Saudara mengerti, Saudara rugi.
Karena kebenaran itu tidak memerlukan proses, maka kita tidak percaya istilah “menjadi kebenaran”. Kebenaran tidak memerlukan proses “menjadi”.
Tuhan kita adalah Kebenaran yang tidak berubah. Kita yang harus berubah, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengeri, dari kurang mantap menjadi mantap, dari tidak setuju menjadi setuju. Barangsiapa semakin dekat dengan kebenaran Allah, dia semakin tidak sembarangan berubah. Tetapi saya tidak berani membalikkan hal ini: Barangsiapa tidak pernah berubah, berarti dia dekat dengan kebenaran. Tidak demikian! Manusia mempunyai “dua kaki” tetapi tidak boleh Saudara balik, “maka semua yang berkaki dua pasti manusia.” Belum tentu demikian. Manusia memang berkaki dua, tetapi yang berkaki dua mungkin ayam, bebek, angsa, burung bangau atau yang lain. Jangan Saudara balikkan.
Allah itu Kebenaran. Ia tidak berubah. Tetapi untuk mengerti kebenaran memerlukan proses. Karena manusia berada di dalam proses belajar, dalam proses berubah, dan belajar makin mengerti kebenaran, maka akibatnya kita makin dekat dengan Dia.
Keempat, kita melihat masyarakat sekarang adalah masyarakat yang penuh kenajisan. Kenajisan-kenajisan yang sekarang diperindah, bagaikan racun-racun yang disalut gula. Waktu dimakan, Saudara hanya tahu manisnya, Saudara tidak sadar racunnya. Ada peribahasa yang mengatakan, obat yang baik selalu pahit. Memang tidak tentu semua yang pahit itu obat yang baik, tetapi obat yang baik selalu pahit. Setan berusaha membungkus racun dengan gula, sehingga Saudara tidak merasakannya. Yang Saudara rasakan hanyalah kemanisannya. Ini adalah penipuan. Demikianlah yang kita lihat di dalam dunia ini, kesucian sudah tidak ada, kebenaran tidak ada. Yang ada hanyalah dosa yang dibungkus dengan keindahan sehingga orang lain tidak sadar.
Kelima, dunia sekarang ini tidak ada lagi orang yang bersikap berani dan tegas dalam menghadapi dosa. Yang ada hanyalah kompromi, lalu memakai istilah “toleransi”, “sabar”. Istilahnya indah, tetapi semangatnya adalah berkompromi dengan dosa. Itu bukan kebenaran.
Alkitab memakai istilah yang begitu agung dan begitu besar. Istilah ini mengandung arti yang meliputi kelima lapisan yangmemberi kita suatu keadaan yang bersifat menyeluruh, yaitu: Allah kita itu adalah Allah yang adil. Dia adalah Allah yang suci. Dia adalah Allah yang jujur. Dia adalah Allah yang setia dan tidak berubah. Dia adalah Allah Kebenaran. Dia adalah Allah yang tidak berkompriomi dengan dosa. Dia adalah Allah yang memandang semua manusia sama rata, tidak pandang bulu.
Konsep Allah semacam demikian tidak ada pada agama di luar Alkitab, sampai suatu saat ada agama-agama lain yang dipengaruhi oleh Alkitab, baru mengutip ayat seperti ini ke dalam agama mereka. Saya berani mengatakan kalimat ini, karena istilah our God is righteous God tidak dapat Saudara temukan di dalam kitab suci agama apa pun sebelum Allah mewahyukan Alkitab ke dalam dunia. Jika Saudara mencari istilah tersebut di dalam Buddhisme, Hinduisme, Konfisianisme, Taoisme, Shintoisme, dewa-dewa dan mitologi orang-orang Yunani dan Romawi, Saudara tidak akan menemukannya.
Di dalam dewa-dewa itu, mereka ingin memperoleh keadilan. Sayangnya dewa-dewa itu bukanlah “Yang Adil” itu. Mereka bisa berbuat salah, iri, cemburu, membunuh, bahkan bisa merampas menantu untuk dijadikan istri sendiri. Miotologi-mitologi Yunani dan dewa-dewa yang berada di Olympus tidak mempunyai standar etika yang dapat menjadi teladan bagi umat manusia.
Oleh karena itu, orang-orang Yunani yang tidak puas dengan mitologi dan pelaksanaan agama mereka, akhirnya menampung konsep, dan menerima prinsip hanya ada satu Allah yang maha tinggi, yang adil. Perjanjian Baru khusus memberikan satu julukan kepada orang-orang seperti itu, yakni “orang ibadat”. Istilah “orang ibadat” itu jangan sembarangan ditafsirkan. Kalau dalam konteks Alkitab Saudara menafsirkan istilah “orang ibadat” sebagai orang yang takut pada Tuhan, orang yang suci, itu betul. Tetapi istilah ini dalam Perjanjian Baru secara khusus melukiskan suatu golongan orang, yaitu orang Yunani yang tidak puas lagi kepada agama Olympus mereka, sehingga akhirnya mereka berbalik.
Pada waktu mereka berdagang dengan orang Yahudi, mereka mendapat tawaran, “Kami orang Yahudi percaya kepada Allah yang mahatinggi, yang mahakudus, maha adil, mahatahu, kekal, yang adalah satu-satunya Allah yang benar.” Mereka mau percaya kepada Allah sedemikian, tetapi mereka belum mengenal Dia. Maka ketika mereka memberikan persembahan kepada dewa-dewa, mereka membuat lagi sebuah mezbah “Kepada Allah yang Tidak Dikenal”. Mereka takut kalau-kalau karena tidak mengenal-Nya, Allah itu tidak mendapat bagian persembahan, lalu marah kepada mereka. Maka mereka juga memberi persembahan kepada Dia supaya luput dari kemarahan. Dan siapakah Allah itu? Mungkin Allah itu lebih tinggi. Mungkin tidak lebih tinggi. Mungkin Allah orang Yahudi lebih tinggi. Mari kita beribadah kepada-Nya, hidup dalam keadilan. Orang yang mempunyai konsep demikian adalah orang-orang yang baru mengetahui bahwa yang disebut Allah yang tertinggi harus mempunyai sifat keadilan dan kebenaran yang mutlak.
Tetapi sebelum orang Yunani mengenal konsep ini atau sebelum orang Romawi mau menerima konsep ini, yaitu 1.500 tahun sebelum itu, Musa sudah menulis: “Tuhan adalah Allah yang adil. Tuhan adalah Allah yang benar.” Bahkan sebelum Musa pada zaman Abraham, sudah dikeluarkan satu ucapan, “Allah yang mahatinggi berkuasa di seluruh bumi, masakan Ia tidak mengadili dengan keadilan?” Allah yang harus menghakimi seluruh bumi, apakah Ia tidak menghakimi berdasarkan keadilan-Nya? Perkataan ini muncul 3.500 tahun yang lalu, dan ajaran ini muncul sebelum adanya ajaran Upanisad dalam Hinduisme, sebelum ada ajaran Sakyamuni dalam Buddhisme, sebelum ada ajaran Konfusianisme dalam Analect, dan sebelum ada pikiran-pikiran Tao Te Ching yang ditulis oleh Lao Tze, sebelum ada Shintoisme, sebelum ada agama-agama lain, Alkitab sudah menulis hal itu.
Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan mengadili seluruh dunia dengan keadilan yang ada pada-Nya. Puji Tuhan! Apakah Saudara percaya kepada Dia, dan di dalam iman kepada Dia, Saudara telah menggabungkan diri dengan keadilan Tuhan Allah? Iman Kristen bukan hanya suatu pengakuan atau acungan tangan atau pembaptisan. Iman Kristen adalah penggabungan diri Saudara yang mengaku diri Kristen melalui Kristus, menjadi satu dengan Allah, dan boleh menikmati perjanjian, boleh memiliki kemiripan dengan sifat-sifat ilahi yang menjadi patokan yang mutlak itu. Itulah iman Kristen. Christian faith means the union of yourself to God, your Creator, to participate in the divine nature of God. Christian faith means the submission of yourselves and your religiosity to the Creator of your religious nature, your reasoning power to the Source of the Truth, your nature opf law to the Source of Righteousness – God Himself which is the Absolute Truth.
Iman orang Kristen berarti penggabungan diri dan penaklukan diri kepada Sumber Kebenaran, Sumber Hukum, Sumber Pengetahuan. Sumber Keadilan, dan Sumber Kekudusan, sehingga diri Saudara yang tidak kudus sekarang dikuduskan, yang tidak adil kini diadilkan, sehingga terjalin relasi yang erat dengan Tuhan. Itulah iman Kristren.
Jangan Saudara menipu diri dengan mengatakan, “Saya sudah dibaptis. Saya sudah mendengarkan khotbah banyak orang.” Mungkin Saudara sudah banyak mendengar lelucon-lelucon, cerita-cerita, dongeng-dongeng, suka melihat entertainment-entertainment yang tidak ada artinya dari dukun-dukun Kristen di gereja Saudara. Kini gabungkanlah diri Saudara dengan iman kepada Allah Pencipta Saudara, dan kenalilah sifat-sifat-Nya, supaya dapat menjalankan, merealisasikan, dan menjadi reperesentatif (wakil) Tuhan kita.
TUJUH LAPISAN KEBENARAN ALLAH
1. Allah adalah Kebenaran
Allah adalah Kebenaran itu sendiri. Allah adalah Sumber dan Realita dari kebenaran itu sendiri. God is the Righteousness in Himself, the Righteousness per se. Allah adalah diri kebenaran itu sendiri. Jadi segala sumber, segala standar, segala kemutlakan pengukuran berada pada Dia. Dia adalah satu-satunya yang berhak mengadili seluruh dunia.
2. Kebenaran sebagai Sifat Manusia
Kebenaran juga adalah kebenaran yang ditaruh dalam diri manusia. Kita diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Ini berarti ada sifat kebenaran yang ditanamkan dalam hidup Adam. Setelah Allah menciptakan segala sesuatu, akhirnya ia menciptakan manusia, dan menaruh suatu sifat hukum keadilan dalam diri manusia, sehingga Adam diciptakan sebagai satu manusia yang tidak mungkin tidak harus mempertimbangkan keadilan. Hal ini sama seperti jika suatu hari Saudara memperlakukan orang secara tidak wajar, atau menghina seseorang, maka malamnya Saudara tidak bisa tidur. Mengapa? Karena Saudara memang sudah diciptakan seperti itu.
Suatu saat, ketika anak saya sedang sakit, saya mengira dia melakukan suatu kesalahan kecil, maka saya memarahinya. Ada satu kaset yang dimasukkan bukan ke kotak tempatnya, kotak itu diisi dengan kaset yang lain. Suatu kesalahan yang mungkin bukan karena disengaja. Dia mengatakan bukan dia yang melakukan. Dan dia marah, untuk membela dirinya, karena saya terlalu keras. Saya memang terlalu keras terhadap anak saya. Akhirnya, saya rasa, mungkin saya yang salah, karena saya telah memperlakukan nya dengan kurang benar. Kemudian saya mengelus-elus kepalanya, seolah-olah berkata, “Maafkan. Hari ini Papa sudah mau pergi ke Malang, pulang besok. Waktu papa pulang, kamu sudah pergi ke Singapore. Papa tidak tahu kapan kamu selesai diobati dan boleh pulang. Papa harap kamu baik-baik saja.” Dan dia juga merasa tidak enak. Dia sadar ada kemungkinan dia yang salah, bukan papanya yang salah. Saya juga merasa ada kemungkinan saya yang salah dan bukan dia yang salah. Tetapi saya belum pasti, maka saya belum minta maaf, dan karena dia juga belum pasti maka dia belum minta maaf. Pada waktu saya memeluk dia, saya merasa ada sesuatu yang harus dibereskan. Apakah itu? Itulah yang namanya keadilan.
Kalau dia merasa tidak salah, tetapi saya menganggapnya pasti salah, maka ini adalah fitnah yanmg tidak rela diterima dan tidak rela ditanggungnya. Dan saya berpikir, “Dia sedang sakit, mengapa harus dimarahi demikian, tetapi bagaimanakah kalau memang dia yang salah, lalu bersikeras berkata tidak?” Padahal bukan dia yang salah, bukan saya yang salah. Ada kesalahan yang terjadi tapi tidak diketahui siapa pelakunya sekarang.
Saya kira kita semua mempunyai pengalaman seperti itu. Ketika kita memperlakukan seseorang dengan marah, kita mengira kita akan mendapatkan suatu keadilan – melakukan kebenaran – setelah itu kita baru sadar bahwa itu kurang benar, maka kita merasa tidak enak. Pertimbangan-pertimbangan semacam itu membuktikan bahwa Saudara diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Keadilan dan kebenaran yang pokok dan sesungguhnya itu ada pada diri Allah itu sendiri, itu tidak ada yang dapat menawar, itu mutlak.
Adam yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah mempunyai original righteousness, mempunyai dikaios yang orisinil yang telah diciptakan dan dilekatkan ke dalam hati Adam.
Setelah manusia berbuat dosa, ia telah kehilangan standar. Itu berarti ia telah menjauhkan diri dari apa yang dituntut dalam hatinya kepada dirinya sendiri. Maka dia mungkin tidak sadar kalau dia harus diberikan suatu cermin dan cermin itu menjadi wakil dari sifat keadilan dan kebenaran Allah. Di dalam Taurat, itu disebut the righteousness of God is God’s law.
3. Kebenaran dalam Tuntutan Berbuat Baik
Kebenaran dan keadilan juga dinyatakan oleh Allah di dalam Taurat yang menuntut manusia berbuat baik. The law of Moses, the law of the Old Testament, the law of God is the manifestation in the writing form of the righteousness of God.
Dalam Roma 7, ada tiga istilah yang muncul, yaitu : (1) keadilan; (2) kebaikan; dan (3) kesucian. Jadi, firman Allah dalam bentuk hukum, khususnya Sepuluh Perintah, menyatakan Allah yang suci, Allah yang adil, Alah yang baik. Hukum Taurat itu menyatakan ketiga sifat ilahi ini, dan ketiga sifat ilahi ini menjadi suatu cermin pada waktu saya datang kepada Taurat. Waktu saya melihat cermin, saya baru tahu diri saya kurang kudus, kurang adil, kurang baik, yang secara keseluruhan berarti kurang ajar. Setelah saya melihat kekudusan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak kudus; setelah saya melihat kebajikan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak bajik; setelah saya melihat keadilan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak adil. Itulah fungsi Taurat.
Taurat diberikan bukan supaya kita menjadi sombong. Taurat diberikan supaya kita menjadi rendah hati. Taurat menyatakan dan memaparkan segala kerusakan kita supaya kita bertobat, bukan justru mewmbanggakan diri dengan mengatakan, “Kami memiliki Taurat, sedangkan Saudara tidak.”
Misalkan,saya sakit TBC, lalu ada satu orang sakit CTB, hampir sama, cuma dibalikkan hurufnya saja. Saya stadium empat, sudah mau “lulus” (meninggal), dia stadium tiga, sebentar lagi “lulus”. Lalu, waktu saya dirontgen oleh dokter, saya langsung membanggakan diri, karena saya sudah mencari dokter, sedangkan dia tidak. Dia batuk-batuk terus. Sedangkan saya, sambil batuk-batuk, masih bisa berkata, “Saya sudah dirontgen, lho.” Saya menyombongkan diri, karena di antara semua pasien, hanya saya yang dirontgen. Saya juga menyombongkan diri karena sudah mengeluarkan banyak uang untuk rontgen, padahal hasil rontgen itu bukan untuk menjadikan kita sombong, tetapi supaya tahu bahwa kita sudah berapa parah penyakit kita.
Allah memberikan Taurat kepada orang Yahudi bukan supaya orang Yahudi dapat menganggap diri lebih hebat, sebagai bangsa yang mendapat Firman Tuhan, dan menganggap bangsa lain itu anjing, tetapi supaya mereka tahu bahwa mereka sedang berada di bawah hukuman Allah. Tetapi orang Yahudi bukan saja tidak menjadi rendah hati, malah menjadi sombong. Ini kerusakan yang sudah betul-betul menjijikkan.
4. Kebenaran Manusia yang Tidak Sempurna
Meskipun manusia menyadari bahwa dirinya sendiri tidak bisa menjalankan Taurat, tetapi ia masih menyombongkan apa yang pernah dilakukan oleh dirinya [Topik ini sudah cukup jelas dan nyata di dalam kehidupan m,anusia sehari-hari, sehingga tidak perlu dibahas lebih lanjut].
5. Kebenaran-Keadilan Orang Farisi
Kebenaran-keadilan orang Farisi adalah keadilan dan kebenaran yang dilakukan oleh orang-orang yang berusaha menjalankan Taurat secara harfiah untuk menegakkan kebenaran diri untuk bisa diperkenan oleh Allah.
Orang Kristen tidak boleh menghina orang Farisi. Orang-orang Farisi itu adalah orang-orang yang hebat. Mereka memberikan perpuluhan dari penghasilan mereka untuk Tuhan. Kebanyakan orang Kristen zaman sekarang hanya omong kosong. Seperseribu pun tidak ada. Nanti kalau dipukul Tuhan baru jera. Bertobatlah semua yang belum memberikan perpuluhan. Banyak orang Kristen tidak senang dengan orang Farisi. Padahal orang Farisi itu berpuasa dua kali seminggu. Jika dibandingkan, orang Kristen sekarang kalah jauh dengan orang Farisi. Orang Farisi berkata, “Aku tidak berzinah” tetapi masih banyak orang Kristren mencari pelacur. Kristen macam apa? Lalu kita menghina orang Farisi sebagai orang yang berpura-pura dan munafik. Padahal orang Farisi mempunyai sifat keagamaan yang jauh lebih baik daripada mayoritas orang Kristen sekarang. Tetapi Tuhan Yesus tetap berkata, jikalau kebenaranmu tidak melampaui kebenaran orang Farisi, niscaya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Apa artinya? Kebenaran orang Farisi yang semacam itu pun tidak bisa menyelamatkan orang.
6. Kebenaran di dalam Kristus
Bagian ini adalah yang paling penting: kebenaran dan keadilan yang ada dalam Kristus sebagai Adam kedua. Allah sendiri sudah menyatakan secara konkret bagaimana seharusnya manusia hidup, yaitu melalui diri Yesus ketika Ia hidup di dunia. Ia menyatakan secara konkret. Ia mewujudkan apa itu kebenaran, yaitu kebenaran dan keadilan yang dimanifestasikan melalui inkarnasi Yesus Krisrtus. Waktu hidup di dunia, Ia menunjukkan bagaimana hidup yang adil, murni, suci, jujur, setia, dan tanpa kompromi terhadap dosa, tegas menghadapi iblis dan segala hal yang jahat. Yesus Kristus menjadi orang yang paling kontroveresial justru karena Ia melaksanakan keadilan dan kebenaran Allah secara paling nyata selama dalam sejarah. Pada waktu Kristus muncul, langsung semua pendiri agama lain menjadi suram. Bandingkan hidup Konfusius dengan hidup Kristus, bandingkan hidup Muhammad dengan hidup Kristus, bandingkan hidup Socrates dengan hidup Yesus Kristus, bandingkan hidup Tagore, Lao Tze, Plato, Aristoteles, dan semua filsuf dan ahli agama yang paling hebat dengan hidup Yesus Kristus. Orang langsung akan melihat bahwa Yesuslah yang disebut Yang Benar dari Allah (the Righteous One of God), yang kudus, yang sempurna dari Allah (the Holy One of God).
Maka saya berkata kepada Saudara, semua agama mengidamkan kebenaran dan keadilan yang begitu bagus. Itu hanya suatu mimpi, suatu konsep, suatu ide belaka, suatu pikiran idaman yang kosong dalam imajinasi manusia. Yesus Kristus bukan demikian. Yesus Kristus adalah inkarnasi Firman menjadi daging. Allah menjadi manusia. Ia sendiri datang menyatakan hidup. Seratus persen benar. Seratus persen suci. Seratus persen adil. Seratus persen tidak kompromi dengan dosa. Dia satu-satunya yang disebut The Righteous One of God. In the history He visited His creates people, come to be the example for His church, His followers, His disciples, and His believers. Yesus datang untuk menjadi teladan bagi setiap orang yang percaya kepada Dia dan mengikut Dia.
7. Kebenaran melalui Iman
Kebenaran yang akan diberikan melalui kematian dan kebangkitan Kristus kepada mereka yang menggabungkan diri di dalam Kristus, yaitu dibenarkan oleh iman. Ini doktrin yang begitu penting yang diperjuangkan oleh Martin Luther, justification by faith, justified through Jesus Christ. Kalau mau dikatakan lebih jelas, istilah bahasa aslinya harus diterjemahkan “dibenarkan melalui iman”. Berarti saya yang berdosa, sekarang tidak lagi dianggap oleh Allah sebagai orang berdosa. Saya yang berdosa, yang seharusnya diadili dengan keadilan Allah yang mahasuci, sekarang tidak lagi dihakimi tetapi divonis tidak perlu dihakimi, karena sudah dipindahkan dari status Adam menjadi status en Kristos, di dalam Kristus. Sehingga kebenaran dan keadilan itu sekarang dari Kristus ditambahkan kepada saya, diberikan kepada saya, yang percaya dan menerima Yesus Kristus, Di dalam Yesus Kristus, saya mendapatkan imputasi dari kebenaran Allah yang terdapat dalam Kristus, melalui kemenangan-Nya yangh diberikan kepada orang percaya, dan itulah artinya menjadi orang Kristen.
Di hadapan Tuhyan Allah, kita sebagai orang berdosa sudah selayaknya dijatuhi hukuman. Namun, di dalamn Kristus, yaitu ketika kita menggabungkan diri dengan Kristus dan segala jasa yang telah diperbuat-Nya melalui iman kepada-Nya, Allah memperhitungkan kita sebagai orang-orang yang dibenarkan, tidak lagi dijatuhi hukuman. Itulah yang disebut: the imputation of the righteousness of Christ on the sinners. You have been justified through faith in the Son of God. Saudara sudah dibenarkan melalui iman di dalam Anak Allah, Yesus Kristus. Inilah kebenaran dan keadilan.
Selanjutnya, kita akan melihat pelanggaran kebenaran mengakibatkan dosa menjadi suatu status dan suatu kondisi menakutkan yang menggerogoti manusia dan merusak masyarakat. Sudahkah Saudara dengan jelas dan sungguh-sungguh secara pribadi mempunyai relasi yang intim dengan Allah; dan sudahkah Saudara mengerti bahwa Saudara sudah mendapatkan imputasi kebenaran melalui Kristus oleh Tuhan Allah? Kalau belum, hendaklah Saudara berdoa baik-baik dan membuka hati untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat Saudara.
KEBENARAN YANG BERSIFAT KEADILAN
Jika kita mempelajari Roma 3:2-26, kita akan menemukan bahwa kata “kebenaran” yang dipakai di sini bukan terjemahan dari kata Yunani, aletheia (Inggris: truth) melainkan dua kata Yunani, dikaios, dikaiosune (Inggris: righteous, righteousness). Istilah kebenaran di sini bukan yang disebut kebenaran sebagai isi dari hal-hal yang benar dan merupakan suatu ketegasan untuk menghadapi segala dosa. Kebenaran ini adalah kebenaran yang bersifat positif dari Allah yang diberikan di dalam Kristus kepada semua orang yang percaya. Ayat 26 dapat juga diterjemahkan “untuk menunjukkan kebenaran-Nya yang adil itu untuk zaman ini, supaya jelas bahwa Ia adalah yang benar dan adil serta memberikan pembenaran kepada orang yang percaya kepada Yesus Kristus.”
Kita telah membahas tentang keadilan dan kebenaran Allah yang sebenarnya merupakan suatu atribut atau sifat mutlak dari Allah itu sendiri. Tetapi apa yang ada dalam hidup Allah itu sendiri, yang harus menjadi suatu standar moral, ditujukan kepada manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah.
Bukan saja demikian, setelah manusia jatuh dalam dosa, kebenaran serta keadilan Allah itu sekali lagi dinyatakan melalui wahyu khusus, yaitu Taurat yang didalamnya menampung sifat-sifat ilahi, yaitu sifat kekudusan, sifat keadilan, dan sifat kebajikan. Maka melalui pemberian Taurat, manusia bisa melihat bahwa kekurangan itu sudah terjadi, karena dengan adanya Taurat, maka kita diberitahukan dan dinyatakan sebagai seorang yang kurang suci, kurang adil, dan kurang bajik adanya.
Karena Taurat menyatakan sifat ilahi, maka kita mengetahui bahwa kita sudah menyimpang atau kurang dari apa yang dituntut Allah di dalam Taurat. Dengan demikian, Taurat mempunyai fungsi khusus untuk menyatakan kesempurnaan Allah di dalam keadilan dan kebenaran, dan sekaligus menyatakan kepada diri kita akan adanya kekurangan kita, yaitu tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh Tuhan Allah. Tetapi penyataan kebenaran dan keadilan yang paling konkret dan paling sempurna adalah di dalam Firman Tuhan yang berinkarnasi ke dalam dunia, yaitu Yesus Kristus.
Maka Roh Kudus mengerjakan dua hal yang paling besar. Kedua-duanya bersangkut paut dengan menurunkan Firman dari sorga ke dalam dunia. Maka Roh Kudus mengerjakan dua hal yang paling besar. Kedua-duanya bersangkut paut dengan menurunkan Firman dari sorga ke dalam dunia. Pertama, Roh Kudus mewahyukan firman yang kekal di dalam bentuk tulisan melalui ilham yang diberikan kepada para nabi dan rasul, sehingga di dunia ini ada Kitab Suci yang kita pegang sebagai Firman Tuhan. Roh Kudus mewahyukan firman yang kekal di dalam bentuk tulisan melalui ilham yang diberikan kepada para nabi dan rasul, sehingga di dunia ini ada Kitab Suci yang kita pegang sebagai Firman Tuhan. Kedua, Roh Kudus menurunklan Firman itu dengan cara menaungi Maria, anak dara yang belum mengenal atau belum bersetubuh dengan seorang pria, yang dipimpin oleh Tuhan menjadi tempat di mana Firman menjadi daging melalui proses inkarnasi. Dengan demikian, kelahiran Kristus menjadi suatu perwujudan Imanuel, yaitu Allah menyertai kita.
Di dalam Kristus terwujud segala kelimpahan dan kesempurnaan, kemutlakan dan kekekalan dari kekayaan kemuliaan Allah itu sendiri. Di dalam Kristus kita melihat bagaimana sebenarnya kebenaran dan keadilan Allah yang sejati, yang menjadi tuntutan terhadap orang berdosa. Dan di dalam Kristus kita juga melihat bagaimana seharusnya keadilan dan kebenaran asali, yang sudah hilang dari manusia sejak Adam berdosa. Bukan saja demikian. Kristus sendiri menjadi satu standar atau menjadi satu kriteria yang baru, sehingga manusia yang berdosa, kalau mau menuju hidup yang lebih bajik, mengetahui bahwa ia harus meneladani Yesus Kristus, Dan di dalam butir ini kita melihat manusia baru sadar bahwa itu merupakan suatu hal yang mustahil.
Manusia tidak mungkin hidup seperti Kristus, karena hidup seperti Kristus itu tidak dapat dicapai dengan sekadar melalui atau melakukan imitasi sampai pada taraf yang ada pada Yesus, tetapi diperlukan suatu pertumbuhan spontan menjadi suatu hidup yang baru. Itu sebabnya, mengapa Alkitab mengatakan, di dalam Kristus kita menjadi ciptaan baru, menjadi manusia baru (the new creation, the new being). Ini berarti tanpa Roh Kudus memperanakkan, tidak mungkin seseorang dengan menjalankan tuntutan agama dan melakukan imitasi (meniru) bisa hidup seperti Kristus.
Meskipun Kristus adalah standar yang Tuhan berikan kepada manusia, meskipun Kristus adalah teladan yang harus kita contoh, namun jangan pernah lupa, tanpa mempunyai titik tolak yang baru, yaitu hidup baru serta dijadikan anak Allah, tidak mungkin kita bisa meneladani Kristus. Di sini kita melihat perlunya penebusan, di mana kebenaran Allah harus ditambahkan terlebih dahulu kepada seseorang; orang yang berdosa harus berubah terlebih dahulu menjadi orang yang benar, baru ada hidup baru yang mulai bertindak menuju kelimpahan dan kesempurnaan di dalam rencana Allah. Sampai pada titik ini kita menemukan perbedaan antara Kekristenan dan semua agama.
Semua agama berusaha dengan kekuatan dari diri manusia sendiri (anthropocentric power) untuk berbuat baik, lalu dengan perbuatan baiknya menganggap diri sudah benar dan layak diterima oleh Tuhan. Tetapi Injil seratus persen mutlak menolak kemungkinan itu. Itulah sebabnya Injil kalau tidak diterima secara penuh, pasti dibenci oleh banyak orang yang membanggakan kebudayaan dan agama mereka. Ini menjadi suatu batu sandungan bagi mereka yang tidak rela menanggalkan segala kebajikan yang ada pada mereka untuk menerima Tuhan.
-----
Di atas kita telah membahas bahwa kebenaran-keadilan, yang menjadi salah satu aspek dari apa yang disebut peta dan teladan Allah, yang diberikan oleh Tuhan pada permulaan, sudah kehilangan kemuliaan atau kehilangan kesempurnaan yang asli – the original righteousness is no more there – sehingga segala aspek hidup sudah dilanda oleh kenajisan dosa, sudah terkena distorsi dan polusi yang diakibatkan oleh dosa. Itulah sebabnya, tidak mungkin bagi manusia ingin kembali menjadi yang benar itu. Jika dari yang benar menjadi tidak benar sudah terjadi, maka dari yang tidak benar kembali kepada yang benar menjadi tidak mungkin.
Martin Luther memberikan pengertian semacam ini. Sebelum berbuat dosa, Saudara berada di suatu permukaan yang tinggi. Di atas permukaan yang tinggi itu, Saudara mempunyai kebebasan untuk bergerak seperti kelereng, dia boleh berputar-putar, berjalan-jalan, menggelinding terus di satu dataran yang sangat datar; tetapi ketika kelereng tersebut turun ke permukaan yang kedua, maka dengan kecepatan menurun ia bisa tetap bergerak bebas di permukaan yang kedua, dan kini ia tetap bisa bergerak di permukaan yang kedua ini. Tetapi, kelereng itu tidak mungkin kembali ke atas.
Demikianlah manusia yang sudah jatuh di dalam dosa, bagaimana pun mereka berusaha mau mengerti arti hidup benar sesuai dengan rencana Allah yang asli, mereka tidak mungkin mengerti. Maka, Martin Luther mengatakan bahwa seseorang yang mau mengerti peta dan teladan Allah di dalam status dirinya yang sudah merusakkan peta dan teladan Allah yang sebenarnya, sebenarnya sedang memikirkan, menebak, dan membayang-bayangkan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ia mengerti dari permulaan. Ini menjadi satu ketidak-mungkinan untuk mengerti sampai pada waktu Kristus datang ke dalam dunia. Kristus menyatakan keadilan Allah, kebenaran Allah, dan memberikan contoh kepada orang berdosa, sekaligus menjadi standar untuk menghukum orang berdosa. Setelah itu, baru manusia tahu apa itu kebenaran dan keadilan Allah.
Hanya di dalam hidup Kristus, Saudara mengerti apa itu keadilan Allah. Hanya di dalam hidup Kristus, Saudara tahu apa itu hidup tanpa dosa. Tetapi heran sekali, keadaan yang begitu indah, begitu mulia, yang dinyatakan oleh Kristus sebagai suatu pernyataan dikaios dari Tuhan Allah (the Rightenousness of God), bukan saja tidak menggerakkan dan tidak mendorong orangYahudi untuk rendah hati, melainkan menjadikan mereka semakin marah dan benci. Mengapa? Di dalam perbandingan dengan Kristus, mereka langsung menyadari bahwa diri mereka terancam oleh kesempurnaan Kristus.
Maka jangan heran kalau Saudara hidup suci dan baik di satu tempat yang penuh ketidak-baikan, Saudara bukan saja akan tidak disenangi orang, Saudara bahkan akan dibenci dan menjadi sasaran kebencian orang lain. Turunnya Kristus dari sorga ke bumi telah memberikan satu contoh yang begitu pahit bagi setiap kita.
Tetapi mau tidak mau Allah sudah menurunkan Kristus ke dalam dunia, sehingga standar ini tidak mungkin disingkirkan oleh kebudayaan manusia, dan tuntutan Allah melalui kriteria Kristus ini tidak mungkin ditolak oleh manusia.
Satu-satunya kemungkinan adalah manusia berusaha menudungi dan menutupi diri dan menganggap Yesus tidak ada. Tetapi bagaimana pun Saudara berusaha menudungi diri, itu hanya mengakibatkan penambahan dosa di dalam diri Saudara sendiri. Sebagaimana peribahasa mengatakan, engkau boleh membenci matahari dan berusaha menutup matamu, lalu mengatakan, “Saya tidak melihat matahari, maka matahari tidak ada.” Tetapi matahari tidak akan menjadi tidak ada hanya karena engkau tidak melihat. Matahari tidak akan menjadi tidak ada hanya karena Saudara menutup kedua mata Saudara. Demikian juga, kebenaran Allah yang sudah diwujudkan oleh Kristus itu akan menjadi kriteria mutlak dalam menghakimi semua orang yang berbuat dosa, khususnya mereka yang pernah mendengar Injil Kristus tetapi menolaknya.
Kristus akan terus-menerus menjadi suatu kebenaran yang mungkin dibenci dan ditolak oleh manusia, tetapi tidak mungkin ditiadakan dari rencana Allah. Manusia menutup diri dan tidak mau menerima Kristus. Tetapi pada saat mereka bereaksi sedemikian, itu hanya membuktikan kebodohan mereka dan hanya menunda kewajiban mereka untuk penghakiman saja, tanpa bisa meniadakan segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah.
Penginjilan merupakan suatu hal yang serius sekaliu. Pada waktu Injil diwartakan kepada sekelompok orang, itu merupakan suatu kesempatan yang sangat serius. Pada saat itu Injil memberikan kuasa keselamatan kepada mereka yang menerima, sekaligus menjadi kuasa penghakiman bagi mereka yang menolak. Karena di dalam diri Kristus, kuasa keadilan, kebenaran, dan penghakiman, kekekalan dan kesementaraan, Allah dan manusia, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, semuanya terkumpul menjadi satu, sehingga orang yang mendengar Kristus atau mendengar tentang Kristus seharusnya memberikan respons yang sangat hati-hati di hadapan Tuhan Allah. Konsep seperti ini harus kita miliki sehingga kita tidak main-main dalam mendengarkan Firman Tuhan. Mengapa ada orang yang mengkhotbahkan firman dengan main-main atau memutar-balikkan firman? Itu karena mereka tidak mempunyai konsep seperti ini. Mengapa banyak orang mendengarkan khotbah dengan main-main? Itu karena mereka tidak mengetahui keseriusan yang sedemikian hebat yang menyangkut nasib mereka di dalam kekekalan.
John Calvin mengatakan, “Momen Injil dikabarkan adalah momen yang begitu serius sehingga setiap orang yang sudah mendengar Injil, kalau tidak menghakimi diri sendiri sesuai gerakan Roh Kudus, ia akan dihakimi oleh Allah untuk selama-lamanya.”
DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN
BAB 1 : KEADILAN DAN KEBENARAN
PENGERTIAN KEADILAN DAN KEBENARAN
Istilah keadilan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah justice. Tetapi untuk istilah kebenaran, terjemahan bahasa Inggrisnya adalah truth. Padahal, istilah yang dipakai di dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama atau di dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru mempunyai arti yang lebih dalam daripada kedua kata Indonesia digabung menjadi satu. Bahasa Inggris pun masih kurang menjelaskan.
Terjemahan bahasa Cina dan Jepang lebih dekat dengan arti sesungguhnya di dalam Alkitab, yaitu istilah Yi. Yi mempunyai arti yang sangat cocok dengan apa yang diartikan baik dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah righteousness.
Akar kata rightousness adalah right – benar. Tetapi waktu kita menyatakan, “You are right”, istilah right ini mempunyai arti yang lebih bersangkut-paut dengan tingkah laku daripada esensi tingkah laku itu sendiri. Tingkah laku itu lebih penting daripada apa yang disebut sebagai prinsip untuk mendorong tingkah laku itu sendiri. Dengan demikian rightousness berarti benar di dalam kelakuan. “You are right, you have done right, you doing right.” (Saudara berbuat benar), itu menjadi arti pokok dari rightousness. Tetapi dalam bahasa aslinya, artinya lebih dari itu.
Istilah benar atau adil di dalam bahasa Ibrani adalah tsadiq, lalu kata bendanya berbentuk tsedeq, yang artinya sama dengan istilah bahasa Yunani dikaios atau dikaiosune. Kata ini mempunyai arti lebih dari sekedar lurus atau benar saja, tetapi merupakan suatu esensi yang mendasari suatu hidup, sehingga dari hidup bisa mengalirkan semacam norma-norma etika yang benar.
Kebenaran yang berada di dalam hidup itu menjadi sumber dan fondasi, sehingga mengalir kelakuan dan perbuatan yang benar. Sikap hidup yang benar itulah yang menjadi pokok. Yang di dalam bahasa Ibrani disebut tsedeq sedangkan di dalam bahasa Yunani disebut dikaios atau dikaiosune.
Di dalam Alkitab, kebenaran Allah atau keadilan Allah ini paling sedikit mempunyai lima segi arti:
1. Yang lurus, yang ikhlas, yang tidak bengkok, dan yang benar.
Seorang yang benar adalah seorang yang mengerjakan segala sesuatu dengan lurus, tidak bengkok. Jika Saudara berkawan dengan seseorang, tetapi perkataannya tidak pernah jujur dan terus-menerus bengkok, sehingga Saudara sulit mengerti apa yang dia maksudkan, maka orang sedemikian bukanlah orang yang benar.
Orang yang benar itu tegak dan lurus, orang yang benar itu tegas, dan orang yang benar itu berjalan dengan tidak bengkok.
2. Yang menghadapi semua orang dengan prinsip sama rata.
Dia tidak akan menghadapi orang kaya dengan senyuman, tetapi menghadapi orang miskin dengan kemarahan. Dia tidak akan takut kepada orang berkuasa tinggi, dan marah atau galak sekali kepada rakyat kecil, karena orang yang demikian tidak mempunyai dikaios atau dikaiosune itu.
Jadi, seorang yang benar, selain apa yang dilakukannya itu tegak, jujur. Lurus pada waktu menghadapi pribadi yang lain, ia juga harus memandang setiap lapisan masyarakat secara rata.
Perjuangan Buddha Gautama Sakyamuni melawan Hinduisme berdasarkan pengertian yang kedua ini. Jadi Buddhisme melihat bahwa di dalam masyarakat perlu ada suatu unsur standar yang harus bersifat merata, sehingga dia bangkit melawan Hinduisme yang membagi masyarakat menjadi empat lapisan. Lapisan yang tertinggi seolah-olah keturunan dewa, sehingga mereka mempunyai hak istimewa. Kalau mereka kaya, wajar. Kalau mereka dihormati, wajar. Dari nama mereka, latar belakang suku mereka, Saudara harus menghormati mereka, tidak peduli mereka malas atau rajin, jujur atau tidak jujur, karena mereka dilahirkan sebagai keturunan bangsawan yang tinggi.
Tetapi mereka yang dilahirkan pada lapisan yang paling rendah, bagaimana pun kerasnya berjuang, tidak ada gunanya, karena nasib mereka sudah ditetapkan. Itu sebabnya, bila seorang bangsawan India, yang menurut Hinduisme ada pada lapisan tertinggi, sedang berjalan, lalu pakaiannya terkena bayangan dari lapisan terakhir yang paling rendah, itu berarti ia sudah mendapat kecelakaan. Mereka sangat menghina lapisan yang paling rendah. Sepatutnya mereka menjadi budak, tidak peduli setinggi apapun IQ mereka. Dengan keadaan pembedaan yang begitu menonjol, begitu tajam, masyarakat India tidak mungkin memiliki kemajuan yang berarti.
Buddha melawan hal itu. Setiap orang sama: kita harus memperlakukan setiap makhluk yang disebut manusia itu sama rata. Buddha menganggap setiap orang memiliki sifat Buddha di dalamnya. Asal manusia itu sadar dan insaf akan kebenaran, melakukan segala kebajikan sesuai dengan hukum itu, ia akan terus naik, bukan saja naik ke lapisan tertinggi dan masuk ke dalam dunia dewa, ia bahkan akan masuk ke dalam dunia Nirwana dan ia akan menghilangkan segala nafsu campuran, segala birahi, segala sesuatu yang telah membentuk endapan, yang dapat menurunkan manusia dari wilayah yang tinggi (rohani). Melalui penyulingan reinkarnasi dia tiba pada suatu tempat yang namanya Nirwana. Ini Buddhisme.
Saya bukan bermaksud untuk membicarakan Buddhisme, tetapi saya mengatakan kepada Saudara bahwa di dalam Buddhisme ada satu penerobosan, yaitu memikirkan tentang butir ke dua yang sedang kita bahas ini.
Di dalam Alkitab, pertama-tama, orang yang disebut memiliki kebenaran Allah atau keadilan Allah harus tegak, lurus, jujur, ikhlas – sincere and doing everything right, not crooked. Kedua, harus menghadapi sesama manusia dengan sama rata; jangan khusus menyenangi anak-anak yang elok, tetapi membenci dan mencaci maki anak yang hidungnya terlalu besar atau mukanya sedikit berparut. Seorang guru harus adil. Apabila seorang guru, seorang ayah, pemerintah atau seseorang di dalam masyarakat bisa memperlakukan orang lain dengan sama rata, orang itu disebut orang adil.
3. Yang menjadikan kebenaran sebagai intisari hidup.
Jika di dalam pemikiran dan watak seseorang ada prinsip dan kelimpahan pengertian kebenaran, orang itu disebut orang benar. Seorang yang benar adalah seorang yang mempunyai kebenaran firman Tuhan yang membekali, memberikan prinsip dan patokan sehingga apa yang dijalankan sesuai dengan intisari yang berada di dalam dirinya. The righteous man is a man who is doing everything according to the truth as a content of his personality. Ia mengisi pribadinya dengan kebenaran Tuhan. Maka, dari perbendaharaan kebenaran yang mengisi dirinya dengan kebenaran yang menjadi intisari hidupnya itu, ia tahu bagaimana ia harus memperlakukan dirinya di dalam aplikasi etika dan kelakuannya.
4. Yang hidup dalam kekudusan.
Ini merupakan sifat yang mendasari etika yang paling hakiki. Seorang yang benar adalah seorang yang membenci segala macam kenajisan. Seorang yang benar adalah seorang yang membenci segala bentuk motivasi campuran. Seorang yang benar adalah seorang yang berusaha untuk menyingkirkan diri dari segala noda, segala pencemaran, dan segala polusi yang akan merusak dan mengotori jiwanya. Orang yang sedemikian disebut orang yang benar dan adil.
Jadi orang yang benar dan adil adalah orang yang lurus dan jujur. Orang yang benar dan adil adalah orang yang tidak memandang bulu. Orang yang adil adalah orang yang mengisi hidupnya dengan kebenaran. Orang yang benar dan adil juga adalah orang yang mencintai kekudusan.
5. Yang senantiasa tegas dan tidak berkompromi dengan dosa.
Senantiasa memiliki ketegasan dan tidak mau berkompromi dengan dosa adalah sikap hidup orang yang benar dan adil. Jikalau Saudara melihat ada seorang hakim menjalankan lima prinsip ini, hakim itu pasti membereskan banyak hal di dalam masyarakat. Sekarang ini banyak hakim yang ahli melanggar hukum, tetapi tahu bagaimana supaya tidak bisa dihukum, itu namanya “profesor hukum”. Ahli hukum menjadi ahli mempelajari hukum, khusus belajar untuk melanggar hukum dan supaya tidak perlu dihukum. Jadi, hukum dipermainkan, diputarbalikkan oleh hakim-hakim yang bukan ingin menjalankan hukum dan keadilan, tetapi memakai topeng keadilan untuk mencari uang demi egoisme mereka. Dengan demikian, dunia ini semakin tidak mengenal hukum, semakin hidup di dalam dosa, dan pada akhirnya harus dihukum oleh Tuhan Allah.
Jika di dunia ini Saudara kecewa, itu menunjukkan Saudara perlu iman Kristen, sebab dengan iman Kristen, Saudara melihat bahwa Allah berada di atas semua hakim; Jaksa di atas segala jaksa; Raja di atas segala raja; Pemerintah di atas segala pemerintah; Nama di atas segala nama. Itulah penerobosan yang kita sebut sebagai iman.
Dengan memutar-balikkan kelima hal di atas, kita mengetahui keadaan masyarakat kita sekarang, yang mengaku teknologinya maju. Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang bengkok, pura-pura, bertopeng dan munafik luar biasa. Betul tidak? Mungkin juga Saudara termasuk orang yang demikian.
Dunia sudah mengetahui bagaimana memperlakukan diri dengan hukum-hukum yang dipermainkan, dimanipulasi. Padahal ketika seseorang mempermainkan hukum, ia sebenarnya bukan mempermainkan hukum, tetapi sedang mempermainkan diri.
Pertama, dunia ini adalah dunia yang tidak adil, apalagi pada akhir-akhir ini perbedaan kaya dan miskin sudah begitu menonjol, jurang di antara keduanya sudah begitu besar. Ada yang satu tahun gajinya 1 miliar, ada yang dengan mudah bisa mendapat ratusan miliar, tetapi ada orang yang sampai mati belum cukup makan. Ada orang yang kerja setengah mati, tetapi kekurangan makan. Bukan saja tidak tidak dihormati, tetapi dihina hanya karena ia miskin. Orang yang memperoleh kekayaan dari segala macam cara dan perbuatan yang tidak benar tidak pernah diadili dan dinyatakan kesalahannya, tetapi terus dihormati hanya karena uangnya banyak. Inilah dunia yang tidak adil.
Kedua, kadang-kadang orang menganggap jika di dalam gereja banyak orang Kristen yang kaya, itu menyenangkan. Saya tidak terlalu senang, kecuali mereka sungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, bagi saya, orang yang paling kaya atau orang yang paling miskin, sama saja. Mereka hanyalah jiwa yang memerlukan darah Kristus saja. Malahan orang-orang kaya yang ada di gereja mengakibatkan banyak orang mengira bahwa kita hanya bersandar pada mereka saja, padahal kita harus menjalankan hukum dan keadilan Tuhan Allah.
Ketiga, dari prinsip ini, kita melihat dunia sekarang justru adalah dunia yang bukan saja tidak memiliki kebenaran, tetapi juga penuh dengan penipuan dan kebohongan. Kalimat Hitler yang terkenal adalah: “Berbohonglah seratus kali, maka yang kau katakan itu menjadi kebenaran.” Satu kali berbohong tidak meyakinkan orang, tetapi jika kebohongan itu diulangi seratus kali, ia akan dianggap sebagai kebenaran, demikian katanya. Saya tidak percaya bahwa kebenaran itu memerlukan “proses menjadi”, yang berarti kebenaran adalah suatu proses. Kebenaran tidak memerlukan “proses menjadi”.
Kebenaran dahulu adalah kebenaran, sekarang adalah kebenaran, dan selama-lamanya adalah kebenaran. Yang perlu proses adalah orang yang tidak mengerti kebenaran menjadi mengerti kebenaran. Dari tidak mengerti menjadi mengerti itu proses. Tetapi kebenaran itu sendiri tidak perlu proses. Kalau prinsip ini tidak Saudara mengerti, Saudara rugi.
Karena kebenaran itu tidak memerlukan proses, maka kita tidak percaya istilah “menjadi kebenaran”. Kebenaran tidak memerlukan proses “menjadi”.
Tuhan kita adalah Kebenaran yang tidak berubah. Kita yang harus berubah, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengeri, dari kurang mantap menjadi mantap, dari tidak setuju menjadi setuju. Barangsiapa semakin dekat dengan kebenaran Allah, dia semakin tidak sembarangan berubah. Tetapi saya tidak berani membalikkan hal ini: Barangsiapa tidak pernah berubah, berarti dia dekat dengan kebenaran. Tidak demikian! Manusia mempunyai “dua kaki” tetapi tidak boleh Saudara balik, “maka semua yang berkaki dua pasti manusia.” Belum tentu demikian. Manusia memang berkaki dua, tetapi yang berkaki dua mungkin ayam, bebek, angsa, burung bangau atau yang lain. Jangan Saudara balikkan.
Allah itu Kebenaran. Ia tidak berubah. Tetapi untuk mengerti kebenaran memerlukan proses. Karena manusia berada di dalam proses belajar, dalam proses berubah, dan belajar makin mengerti kebenaran, maka akibatnya kita makin dekat dengan Dia.
Keempat, kita melihat masyarakat sekarang adalah masyarakat yang penuh kenajisan. Kenajisan-kenajisan yang sekarang diperindah, bagaikan racun-racun yang disalut gula. Waktu dimakan, Saudara hanya tahu manisnya, Saudara tidak sadar racunnya. Ada peribahasa yang mengatakan, obat yang baik selalu pahit. Memang tidak tentu semua yang pahit itu obat yang baik, tetapi obat yang baik selalu pahit. Setan berusaha membungkus racun dengan gula, sehingga Saudara tidak merasakannya. Yang Saudara rasakan hanyalah kemanisannya. Ini adalah penipuan. Demikianlah yang kita lihat di dalam dunia ini, kesucian sudah tidak ada, kebenaran tidak ada. Yang ada hanyalah dosa yang dibungkus dengan keindahan sehingga orang lain tidak sadar.
Kelima, dunia sekarang ini tidak ada lagi orang yang bersikap berani dan tegas dalam menghadapi dosa. Yang ada hanyalah kompromi, lalu memakai istilah “toleransi”, “sabar”. Istilahnya indah, tetapi semangatnya adalah berkompromi dengan dosa. Itu bukan kebenaran.
Alkitab memakai istilah yang begitu agung dan begitu besar. Istilah ini mengandung arti yang meliputi kelima lapisan yangmemberi kita suatu keadaan yang bersifat menyeluruh, yaitu: Allah kita itu adalah Allah yang adil. Dia adalah Allah yang suci. Dia adalah Allah yang jujur. Dia adalah Allah yang setia dan tidak berubah. Dia adalah Allah Kebenaran. Dia adalah Allah yang tidak berkompriomi dengan dosa. Dia adalah Allah yang memandang semua manusia sama rata, tidak pandang bulu.
Konsep Allah semacam demikian tidak ada pada agama di luar Alkitab, sampai suatu saat ada agama-agama lain yang dipengaruhi oleh Alkitab, baru mengutip ayat seperti ini ke dalam agama mereka. Saya berani mengatakan kalimat ini, karena istilah our God is righteous God tidak dapat Saudara temukan di dalam kitab suci agama apa pun sebelum Allah mewahyukan Alkitab ke dalam dunia. Jika Saudara mencari istilah tersebut di dalam Buddhisme, Hinduisme, Konfisianisme, Taoisme, Shintoisme, dewa-dewa dan mitologi orang-orang Yunani dan Romawi, Saudara tidak akan menemukannya.
Di dalam dewa-dewa itu, mereka ingin memperoleh keadilan. Sayangnya dewa-dewa itu bukanlah “Yang Adil” itu. Mereka bisa berbuat salah, iri, cemburu, membunuh, bahkan bisa merampas menantu untuk dijadikan istri sendiri. Miotologi-mitologi Yunani dan dewa-dewa yang berada di Olympus tidak mempunyai standar etika yang dapat menjadi teladan bagi umat manusia.
Oleh karena itu, orang-orang Yunani yang tidak puas dengan mitologi dan pelaksanaan agama mereka, akhirnya menampung konsep, dan menerima prinsip hanya ada satu Allah yang maha tinggi, yang adil. Perjanjian Baru khusus memberikan satu julukan kepada orang-orang seperti itu, yakni “orang ibadat”. Istilah “orang ibadat” itu jangan sembarangan ditafsirkan. Kalau dalam konteks Alkitab Saudara menafsirkan istilah “orang ibadat” sebagai orang yang takut pada Tuhan, orang yang suci, itu betul. Tetapi istilah ini dalam Perjanjian Baru secara khusus melukiskan suatu golongan orang, yaitu orang Yunani yang tidak puas lagi kepada agama Olympus mereka, sehingga akhirnya mereka berbalik.
Pada waktu mereka berdagang dengan orang Yahudi, mereka mendapat tawaran, “Kami orang Yahudi percaya kepada Allah yang mahatinggi, yang mahakudus, maha adil, mahatahu, kekal, yang adalah satu-satunya Allah yang benar.” Mereka mau percaya kepada Allah sedemikian, tetapi mereka belum mengenal Dia. Maka ketika mereka memberikan persembahan kepada dewa-dewa, mereka membuat lagi sebuah mezbah “Kepada Allah yang Tidak Dikenal”. Mereka takut kalau-kalau karena tidak mengenal-Nya, Allah itu tidak mendapat bagian persembahan, lalu marah kepada mereka. Maka mereka juga memberi persembahan kepada Dia supaya luput dari kemarahan. Dan siapakah Allah itu? Mungkin Allah itu lebih tinggi. Mungkin tidak lebih tinggi. Mungkin Allah orang Yahudi lebih tinggi. Mari kita beribadah kepada-Nya, hidup dalam keadilan. Orang yang mempunyai konsep demikian adalah orang-orang yang baru mengetahui bahwa yang disebut Allah yang tertinggi harus mempunyai sifat keadilan dan kebenaran yang mutlak.
Tetapi sebelum orang Yunani mengenal konsep ini atau sebelum orang Romawi mau menerima konsep ini, yaitu 1.500 tahun sebelum itu, Musa sudah menulis: “Tuhan adalah Allah yang adil. Tuhan adalah Allah yang benar.” Bahkan sebelum Musa pada zaman Abraham, sudah dikeluarkan satu ucapan, “Allah yang mahatinggi berkuasa di seluruh bumi, masakan Ia tidak mengadili dengan keadilan?” Allah yang harus menghakimi seluruh bumi, apakah Ia tidak menghakimi berdasarkan keadilan-Nya? Perkataan ini muncul 3.500 tahun yang lalu, dan ajaran ini muncul sebelum adanya ajaran Upanisad dalam Hinduisme, sebelum ada ajaran Sakyamuni dalam Buddhisme, sebelum ada ajaran Konfusianisme dalam Analect, dan sebelum ada pikiran-pikiran Tao Te Ching yang ditulis oleh Lao Tze, sebelum ada Shintoisme, sebelum ada agama-agama lain, Alkitab sudah menulis hal itu.
Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan mengadili seluruh dunia dengan keadilan yang ada pada-Nya. Puji Tuhan! Apakah Saudara percaya kepada Dia, dan di dalam iman kepada Dia, Saudara telah menggabungkan diri dengan keadilan Tuhan Allah? Iman Kristen bukan hanya suatu pengakuan atau acungan tangan atau pembaptisan. Iman Kristen adalah penggabungan diri Saudara yang mengaku diri Kristen melalui Kristus, menjadi satu dengan Allah, dan boleh menikmati perjanjian, boleh memiliki kemiripan dengan sifat-sifat ilahi yang menjadi patokan yang mutlak itu. Itulah iman Kristen. Christian faith means the union of yourself to God, your Creator, to participate in the divine nature of God. Christian faith means the submission of yourselves and your religiosity to the Creator of your religious nature, your reasoning power to the Source of the Truth, your nature opf law to the Source of Righteousness – God Himself which is the Absolute Truth.
Iman orang Kristen berarti penggabungan diri dan penaklukan diri kepada Sumber Kebenaran, Sumber Hukum, Sumber Pengetahuan. Sumber Keadilan, dan Sumber Kekudusan, sehingga diri Saudara yang tidak kudus sekarang dikuduskan, yang tidak adil kini diadilkan, sehingga terjalin relasi yang erat dengan Tuhan. Itulah iman Kristren.
Jangan Saudara menipu diri dengan mengatakan, “Saya sudah dibaptis. Saya sudah mendengarkan khotbah banyak orang.” Mungkin Saudara sudah banyak mendengar lelucon-lelucon, cerita-cerita, dongeng-dongeng, suka melihat entertainment-entertainment yang tidak ada artinya dari dukun-dukun Kristen di gereja Saudara. Kini gabungkanlah diri Saudara dengan iman kepada Allah Pencipta Saudara, dan kenalilah sifat-sifat-Nya, supaya dapat menjalankan, merealisasikan, dan menjadi reperesentatif (wakil) Tuhan kita.
TUJUH LAPISAN KEBENARAN ALLAH
1. Allah adalah Kebenaran
Allah adalah Kebenaran itu sendiri. Allah adalah Sumber dan Realita dari kebenaran itu sendiri. God is the Righteousness in Himself, the Righteousness per se. Allah adalah diri kebenaran itu sendiri. Jadi segala sumber, segala standar, segala kemutlakan pengukuran berada pada Dia. Dia adalah satu-satunya yang berhak mengadili seluruh dunia.
2. Kebenaran sebagai Sifat Manusia
Kebenaran juga adalah kebenaran yang ditaruh dalam diri manusia. Kita diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Ini berarti ada sifat kebenaran yang ditanamkan dalam hidup Adam. Setelah Allah menciptakan segala sesuatu, akhirnya ia menciptakan manusia, dan menaruh suatu sifat hukum keadilan dalam diri manusia, sehingga Adam diciptakan sebagai satu manusia yang tidak mungkin tidak harus mempertimbangkan keadilan. Hal ini sama seperti jika suatu hari Saudara memperlakukan orang secara tidak wajar, atau menghina seseorang, maka malamnya Saudara tidak bisa tidur. Mengapa? Karena Saudara memang sudah diciptakan seperti itu.
Suatu saat, ketika anak saya sedang sakit, saya mengira dia melakukan suatu kesalahan kecil, maka saya memarahinya. Ada satu kaset yang dimasukkan bukan ke kotak tempatnya, kotak itu diisi dengan kaset yang lain. Suatu kesalahan yang mungkin bukan karena disengaja. Dia mengatakan bukan dia yang melakukan. Dan dia marah, untuk membela dirinya, karena saya terlalu keras. Saya memang terlalu keras terhadap anak saya. Akhirnya, saya rasa, mungkin saya yang salah, karena saya telah memperlakukan nya dengan kurang benar. Kemudian saya mengelus-elus kepalanya, seolah-olah berkata, “Maafkan. Hari ini Papa sudah mau pergi ke Malang, pulang besok. Waktu papa pulang, kamu sudah pergi ke Singapore. Papa tidak tahu kapan kamu selesai diobati dan boleh pulang. Papa harap kamu baik-baik saja.” Dan dia juga merasa tidak enak. Dia sadar ada kemungkinan dia yang salah, bukan papanya yang salah. Saya juga merasa ada kemungkinan saya yang salah dan bukan dia yang salah. Tetapi saya belum pasti, maka saya belum minta maaf, dan karena dia juga belum pasti maka dia belum minta maaf. Pada waktu saya memeluk dia, saya merasa ada sesuatu yang harus dibereskan. Apakah itu? Itulah yang namanya keadilan.
Kalau dia merasa tidak salah, tetapi saya menganggapnya pasti salah, maka ini adalah fitnah yanmg tidak rela diterima dan tidak rela ditanggungnya. Dan saya berpikir, “Dia sedang sakit, mengapa harus dimarahi demikian, tetapi bagaimanakah kalau memang dia yang salah, lalu bersikeras berkata tidak?” Padahal bukan dia yang salah, bukan saya yang salah. Ada kesalahan yang terjadi tapi tidak diketahui siapa pelakunya sekarang.
Saya kira kita semua mempunyai pengalaman seperti itu. Ketika kita memperlakukan seseorang dengan marah, kita mengira kita akan mendapatkan suatu keadilan – melakukan kebenaran – setelah itu kita baru sadar bahwa itu kurang benar, maka kita merasa tidak enak. Pertimbangan-pertimbangan semacam itu membuktikan bahwa Saudara diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Keadilan dan kebenaran yang pokok dan sesungguhnya itu ada pada diri Allah itu sendiri, itu tidak ada yang dapat menawar, itu mutlak.
Adam yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah mempunyai original righteousness, mempunyai dikaios yang orisinil yang telah diciptakan dan dilekatkan ke dalam hati Adam.
Setelah manusia berbuat dosa, ia telah kehilangan standar. Itu berarti ia telah menjauhkan diri dari apa yang dituntut dalam hatinya kepada dirinya sendiri. Maka dia mungkin tidak sadar kalau dia harus diberikan suatu cermin dan cermin itu menjadi wakil dari sifat keadilan dan kebenaran Allah. Di dalam Taurat, itu disebut the righteousness of God is God’s law.
3. Kebenaran dalam Tuntutan Berbuat Baik
Kebenaran dan keadilan juga dinyatakan oleh Allah di dalam Taurat yang menuntut manusia berbuat baik. The law of Moses, the law of the Old Testament, the law of God is the manifestation in the writing form of the righteousness of God.
Dalam Roma 7, ada tiga istilah yang muncul, yaitu : (1) keadilan; (2) kebaikan; dan (3) kesucian. Jadi, firman Allah dalam bentuk hukum, khususnya Sepuluh Perintah, menyatakan Allah yang suci, Allah yang adil, Alah yang baik. Hukum Taurat itu menyatakan ketiga sifat ilahi ini, dan ketiga sifat ilahi ini menjadi suatu cermin pada waktu saya datang kepada Taurat. Waktu saya melihat cermin, saya baru tahu diri saya kurang kudus, kurang adil, kurang baik, yang secara keseluruhan berarti kurang ajar. Setelah saya melihat kekudusan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak kudus; setelah saya melihat kebajikan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak bajik; setelah saya melihat keadilan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak adil. Itulah fungsi Taurat.
Taurat diberikan bukan supaya kita menjadi sombong. Taurat diberikan supaya kita menjadi rendah hati. Taurat menyatakan dan memaparkan segala kerusakan kita supaya kita bertobat, bukan justru mewmbanggakan diri dengan mengatakan, “Kami memiliki Taurat, sedangkan Saudara tidak.”
Misalkan,saya sakit TBC, lalu ada satu orang sakit CTB, hampir sama, cuma dibalikkan hurufnya saja. Saya stadium empat, sudah mau “lulus” (meninggal), dia stadium tiga, sebentar lagi “lulus”. Lalu, waktu saya dirontgen oleh dokter, saya langsung membanggakan diri, karena saya sudah mencari dokter, sedangkan dia tidak. Dia batuk-batuk terus. Sedangkan saya, sambil batuk-batuk, masih bisa berkata, “Saya sudah dirontgen, lho.” Saya menyombongkan diri, karena di antara semua pasien, hanya saya yang dirontgen. Saya juga menyombongkan diri karena sudah mengeluarkan banyak uang untuk rontgen, padahal hasil rontgen itu bukan untuk menjadikan kita sombong, tetapi supaya tahu bahwa kita sudah berapa parah penyakit kita.
Allah memberikan Taurat kepada orang Yahudi bukan supaya orang Yahudi dapat menganggap diri lebih hebat, sebagai bangsa yang mendapat Firman Tuhan, dan menganggap bangsa lain itu anjing, tetapi supaya mereka tahu bahwa mereka sedang berada di bawah hukuman Allah. Tetapi orang Yahudi bukan saja tidak menjadi rendah hati, malah menjadi sombong. Ini kerusakan yang sudah betul-betul menjijikkan.
4. Kebenaran Manusia yang Tidak Sempurna
Meskipun manusia menyadari bahwa dirinya sendiri tidak bisa menjalankan Taurat, tetapi ia masih menyombongkan apa yang pernah dilakukan oleh dirinya [Topik ini sudah cukup jelas dan nyata di dalam kehidupan m,anusia sehari-hari, sehingga tidak perlu dibahas lebih lanjut].
5. Kebenaran-Keadilan Orang Farisi
Kebenaran-keadilan orang Farisi adalah keadilan dan kebenaran yang dilakukan oleh orang-orang yang berusaha menjalankan Taurat secara harfiah untuk menegakkan kebenaran diri untuk bisa diperkenan oleh Allah.
Orang Kristen tidak boleh menghina orang Farisi. Orang-orang Farisi itu adalah orang-orang yang hebat. Mereka memberikan perpuluhan dari penghasilan mereka untuk Tuhan. Kebanyakan orang Kristen zaman sekarang hanya omong kosong. Seperseribu pun tidak ada. Nanti kalau dipukul Tuhan baru jera. Bertobatlah semua yang belum memberikan perpuluhan. Banyak orang Kristen tidak senang dengan orang Farisi. Padahal orang Farisi itu berpuasa dua kali seminggu. Jika dibandingkan, orang Kristen sekarang kalah jauh dengan orang Farisi. Orang Farisi berkata, “Aku tidak berzinah” tetapi masih banyak orang Kristren mencari pelacur. Kristen macam apa? Lalu kita menghina orang Farisi sebagai orang yang berpura-pura dan munafik. Padahal orang Farisi mempunyai sifat keagamaan yang jauh lebih baik daripada mayoritas orang Kristen sekarang. Tetapi Tuhan Yesus tetap berkata, jikalau kebenaranmu tidak melampaui kebenaran orang Farisi, niscaya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Apa artinya? Kebenaran orang Farisi yang semacam itu pun tidak bisa menyelamatkan orang.
6. Kebenaran di dalam Kristus
Bagian ini adalah yang paling penting: kebenaran dan keadilan yang ada dalam Kristus sebagai Adam kedua. Allah sendiri sudah menyatakan secara konkret bagaimana seharusnya manusia hidup, yaitu melalui diri Yesus ketika Ia hidup di dunia. Ia menyatakan secara konkret. Ia mewujudkan apa itu kebenaran, yaitu kebenaran dan keadilan yang dimanifestasikan melalui inkarnasi Yesus Krisrtus. Waktu hidup di dunia, Ia menunjukkan bagaimana hidup yang adil, murni, suci, jujur, setia, dan tanpa kompromi terhadap dosa, tegas menghadapi iblis dan segala hal yang jahat. Yesus Kristus menjadi orang yang paling kontroveresial justru karena Ia melaksanakan keadilan dan kebenaran Allah secara paling nyata selama dalam sejarah. Pada waktu Kristus muncul, langsung semua pendiri agama lain menjadi suram. Bandingkan hidup Konfusius dengan hidup Kristus, bandingkan hidup Muhammad dengan hidup Kristus, bandingkan hidup Socrates dengan hidup Yesus Kristus, bandingkan hidup Tagore, Lao Tze, Plato, Aristoteles, dan semua filsuf dan ahli agama yang paling hebat dengan hidup Yesus Kristus. Orang langsung akan melihat bahwa Yesuslah yang disebut Yang Benar dari Allah (the Righteous One of God), yang kudus, yang sempurna dari Allah (the Holy One of God).
Maka saya berkata kepada Saudara, semua agama mengidamkan kebenaran dan keadilan yang begitu bagus. Itu hanya suatu mimpi, suatu konsep, suatu ide belaka, suatu pikiran idaman yang kosong dalam imajinasi manusia. Yesus Kristus bukan demikian. Yesus Kristus adalah inkarnasi Firman menjadi daging. Allah menjadi manusia. Ia sendiri datang menyatakan hidup. Seratus persen benar. Seratus persen suci. Seratus persen adil. Seratus persen tidak kompromi dengan dosa. Dia satu-satunya yang disebut The Righteous One of God. In the history He visited His creates people, come to be the example for His church, His followers, His disciples, and His believers. Yesus datang untuk menjadi teladan bagi setiap orang yang percaya kepada Dia dan mengikut Dia.
7. Kebenaran melalui Iman
Kebenaran yang akan diberikan melalui kematian dan kebangkitan Kristus kepada mereka yang menggabungkan diri di dalam Kristus, yaitu dibenarkan oleh iman. Ini doktrin yang begitu penting yang diperjuangkan oleh Martin Luther, justification by faith, justified through Jesus Christ. Kalau mau dikatakan lebih jelas, istilah bahasa aslinya harus diterjemahkan “dibenarkan melalui iman”. Berarti saya yang berdosa, sekarang tidak lagi dianggap oleh Allah sebagai orang berdosa. Saya yang berdosa, yang seharusnya diadili dengan keadilan Allah yang mahasuci, sekarang tidak lagi dihakimi tetapi divonis tidak perlu dihakimi, karena sudah dipindahkan dari status Adam menjadi status en Kristos, di dalam Kristus. Sehingga kebenaran dan keadilan itu sekarang dari Kristus ditambahkan kepada saya, diberikan kepada saya, yang percaya dan menerima Yesus Kristus, Di dalam Yesus Kristus, saya mendapatkan imputasi dari kebenaran Allah yang terdapat dalam Kristus, melalui kemenangan-Nya yangh diberikan kepada orang percaya, dan itulah artinya menjadi orang Kristen.
Di hadapan Tuhyan Allah, kita sebagai orang berdosa sudah selayaknya dijatuhi hukuman. Namun, di dalamn Kristus, yaitu ketika kita menggabungkan diri dengan Kristus dan segala jasa yang telah diperbuat-Nya melalui iman kepada-Nya, Allah memperhitungkan kita sebagai orang-orang yang dibenarkan, tidak lagi dijatuhi hukuman. Itulah yang disebut: the imputation of the righteousness of Christ on the sinners. You have been justified through faith in the Son of God. Saudara sudah dibenarkan melalui iman di dalam Anak Allah, Yesus Kristus. Inilah kebenaran dan keadilan.
Selanjutnya, kita akan melihat pelanggaran kebenaran mengakibatkan dosa menjadi suatu status dan suatu kondisi menakutkan yang menggerogoti manusia dan merusak masyarakat. Sudahkah Saudara dengan jelas dan sungguh-sungguh secara pribadi mempunyai relasi yang intim dengan Allah; dan sudahkah Saudara mengerti bahwa Saudara sudah mendapatkan imputasi kebenaran melalui Kristus oleh Tuhan Allah? Kalau belum, hendaklah Saudara berdoa baik-baik dan membuka hati untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat Saudara.
KEBENARAN YANG BERSIFAT KEADILAN
Jika kita mempelajari Roma 3:2-26, kita akan menemukan bahwa kata “kebenaran” yang dipakai di sini bukan terjemahan dari kata Yunani, aletheia (Inggris: truth) melainkan dua kata Yunani, dikaios, dikaiosune (Inggris: righteous, righteousness). Istilah kebenaran di sini bukan yang disebut kebenaran sebagai isi dari hal-hal yang benar dan merupakan suatu ketegasan untuk menghadapi segala dosa. Kebenaran ini adalah kebenaran yang bersifat positif dari Allah yang diberikan di dalam Kristus kepada semua orang yang percaya. Ayat 26 dapat juga diterjemahkan “untuk menunjukkan kebenaran-Nya yang adil itu untuk zaman ini, supaya jelas bahwa Ia adalah yang benar dan adil serta memberikan pembenaran kepada orang yang percaya kepada Yesus Kristus.”
Kita telah membahas tentang keadilan dan kebenaran Allah yang sebenarnya merupakan suatu atribut atau sifat mutlak dari Allah itu sendiri. Tetapi apa yang ada dalam hidup Allah itu sendiri, yang harus menjadi suatu standar moral, ditujukan kepada manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah.
Bukan saja demikian, setelah manusia jatuh dalam dosa, kebenaran serta keadilan Allah itu sekali lagi dinyatakan melalui wahyu khusus, yaitu Taurat yang didalamnya menampung sifat-sifat ilahi, yaitu sifat kekudusan, sifat keadilan, dan sifat kebajikan. Maka melalui pemberian Taurat, manusia bisa melihat bahwa kekurangan itu sudah terjadi, karena dengan adanya Taurat, maka kita diberitahukan dan dinyatakan sebagai seorang yang kurang suci, kurang adil, dan kurang bajik adanya.
Karena Taurat menyatakan sifat ilahi, maka kita mengetahui bahwa kita sudah menyimpang atau kurang dari apa yang dituntut Allah di dalam Taurat. Dengan demikian, Taurat mempunyai fungsi khusus untuk menyatakan kesempurnaan Allah di dalam keadilan dan kebenaran, dan sekaligus menyatakan kepada diri kita akan adanya kekurangan kita, yaitu tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh Tuhan Allah. Tetapi penyataan kebenaran dan keadilan yang paling konkret dan paling sempurna adalah di dalam Firman Tuhan yang berinkarnasi ke dalam dunia, yaitu Yesus Kristus.
Maka Roh Kudus mengerjakan dua hal yang paling besar. Kedua-duanya bersangkut paut dengan menurunkan Firman dari sorga ke dalam dunia. Maka Roh Kudus mengerjakan dua hal yang paling besar. Kedua-duanya bersangkut paut dengan menurunkan Firman dari sorga ke dalam dunia. Pertama, Roh Kudus mewahyukan firman yang kekal di dalam bentuk tulisan melalui ilham yang diberikan kepada para nabi dan rasul, sehingga di dunia ini ada Kitab Suci yang kita pegang sebagai Firman Tuhan. Roh Kudus mewahyukan firman yang kekal di dalam bentuk tulisan melalui ilham yang diberikan kepada para nabi dan rasul, sehingga di dunia ini ada Kitab Suci yang kita pegang sebagai Firman Tuhan. Kedua, Roh Kudus menurunklan Firman itu dengan cara menaungi Maria, anak dara yang belum mengenal atau belum bersetubuh dengan seorang pria, yang dipimpin oleh Tuhan menjadi tempat di mana Firman menjadi daging melalui proses inkarnasi. Dengan demikian, kelahiran Kristus menjadi suatu perwujudan Imanuel, yaitu Allah menyertai kita.
Di dalam Kristus terwujud segala kelimpahan dan kesempurnaan, kemutlakan dan kekekalan dari kekayaan kemuliaan Allah itu sendiri. Di dalam Kristus kita melihat bagaimana sebenarnya kebenaran dan keadilan Allah yang sejati, yang menjadi tuntutan terhadap orang berdosa. Dan di dalam Kristus kita juga melihat bagaimana seharusnya keadilan dan kebenaran asali, yang sudah hilang dari manusia sejak Adam berdosa. Bukan saja demikian. Kristus sendiri menjadi satu standar atau menjadi satu kriteria yang baru, sehingga manusia yang berdosa, kalau mau menuju hidup yang lebih bajik, mengetahui bahwa ia harus meneladani Yesus Kristus, Dan di dalam butir ini kita melihat manusia baru sadar bahwa itu merupakan suatu hal yang mustahil.
Manusia tidak mungkin hidup seperti Kristus, karena hidup seperti Kristus itu tidak dapat dicapai dengan sekadar melalui atau melakukan imitasi sampai pada taraf yang ada pada Yesus, tetapi diperlukan suatu pertumbuhan spontan menjadi suatu hidup yang baru. Itu sebabnya, mengapa Alkitab mengatakan, di dalam Kristus kita menjadi ciptaan baru, menjadi manusia baru (the new creation, the new being). Ini berarti tanpa Roh Kudus memperanakkan, tidak mungkin seseorang dengan menjalankan tuntutan agama dan melakukan imitasi (meniru) bisa hidup seperti Kristus.
Meskipun Kristus adalah standar yang Tuhan berikan kepada manusia, meskipun Kristus adalah teladan yang harus kita contoh, namun jangan pernah lupa, tanpa mempunyai titik tolak yang baru, yaitu hidup baru serta dijadikan anak Allah, tidak mungkin kita bisa meneladani Kristus. Di sini kita melihat perlunya penebusan, di mana kebenaran Allah harus ditambahkan terlebih dahulu kepada seseorang; orang yang berdosa harus berubah terlebih dahulu menjadi orang yang benar, baru ada hidup baru yang mulai bertindak menuju kelimpahan dan kesempurnaan di dalam rencana Allah. Sampai pada titik ini kita menemukan perbedaan antara Kekristenan dan semua agama.
Semua agama berusaha dengan kekuatan dari diri manusia sendiri (anthropocentric power) untuk berbuat baik, lalu dengan perbuatan baiknya menganggap diri sudah benar dan layak diterima oleh Tuhan. Tetapi Injil seratus persen mutlak menolak kemungkinan itu. Itulah sebabnya Injil kalau tidak diterima secara penuh, pasti dibenci oleh banyak orang yang membanggakan kebudayaan dan agama mereka. Ini menjadi suatu batu sandungan bagi mereka yang tidak rela menanggalkan segala kebajikan yang ada pada mereka untuk menerima Tuhan.
-----
Di atas kita telah membahas bahwa kebenaran-keadilan, yang menjadi salah satu aspek dari apa yang disebut peta dan teladan Allah, yang diberikan oleh Tuhan pada permulaan, sudah kehilangan kemuliaan atau kehilangan kesempurnaan yang asli – the original righteousness is no more there – sehingga segala aspek hidup sudah dilanda oleh kenajisan dosa, sudah terkena distorsi dan polusi yang diakibatkan oleh dosa. Itulah sebabnya, tidak mungkin bagi manusia ingin kembali menjadi yang benar itu. Jika dari yang benar menjadi tidak benar sudah terjadi, maka dari yang tidak benar kembali kepada yang benar menjadi tidak mungkin.
Martin Luther memberikan pengertian semacam ini. Sebelum berbuat dosa, Saudara berada di suatu permukaan yang tinggi. Di atas permukaan yang tinggi itu, Saudara mempunyai kebebasan untuk bergerak seperti kelereng, dia boleh berputar-putar, berjalan-jalan, menggelinding terus di satu dataran yang sangat datar; tetapi ketika kelereng tersebut turun ke permukaan yang kedua, maka dengan kecepatan menurun ia bisa tetap bergerak bebas di permukaan yang kedua, dan kini ia tetap bisa bergerak di permukaan yang kedua ini. Tetapi, kelereng itu tidak mungkin kembali ke atas.
Demikianlah manusia yang sudah jatuh di dalam dosa, bagaimana pun mereka berusaha mau mengerti arti hidup benar sesuai dengan rencana Allah yang asli, mereka tidak mungkin mengerti. Maka, Martin Luther mengatakan bahwa seseorang yang mau mengerti peta dan teladan Allah di dalam status dirinya yang sudah merusakkan peta dan teladan Allah yang sebenarnya, sebenarnya sedang memikirkan, menebak, dan membayang-bayangkan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ia mengerti dari permulaan. Ini menjadi satu ketidak-mungkinan untuk mengerti sampai pada waktu Kristus datang ke dalam dunia. Kristus menyatakan keadilan Allah, kebenaran Allah, dan memberikan contoh kepada orang berdosa, sekaligus menjadi standar untuk menghukum orang berdosa. Setelah itu, baru manusia tahu apa itu kebenaran dan keadilan Allah.
Hanya di dalam hidup Kristus, Saudara mengerti apa itu keadilan Allah. Hanya di dalam hidup Kristus, Saudara tahu apa itu hidup tanpa dosa. Tetapi heran sekali, keadaan yang begitu indah, begitu mulia, yang dinyatakan oleh Kristus sebagai suatu pernyataan dikaios dari Tuhan Allah (the Rightenousness of God), bukan saja tidak menggerakkan dan tidak mendorong orangYahudi untuk rendah hati, melainkan menjadikan mereka semakin marah dan benci. Mengapa? Di dalam perbandingan dengan Kristus, mereka langsung menyadari bahwa diri mereka terancam oleh kesempurnaan Kristus.
Maka jangan heran kalau Saudara hidup suci dan baik di satu tempat yang penuh ketidak-baikan, Saudara bukan saja akan tidak disenangi orang, Saudara bahkan akan dibenci dan menjadi sasaran kebencian orang lain. Turunnya Kristus dari sorga ke bumi telah memberikan satu contoh yang begitu pahit bagi setiap kita.
Tetapi mau tidak mau Allah sudah menurunkan Kristus ke dalam dunia, sehingga standar ini tidak mungkin disingkirkan oleh kebudayaan manusia, dan tuntutan Allah melalui kriteria Kristus ini tidak mungkin ditolak oleh manusia.
Satu-satunya kemungkinan adalah manusia berusaha menudungi dan menutupi diri dan menganggap Yesus tidak ada. Tetapi bagaimana pun Saudara berusaha menudungi diri, itu hanya mengakibatkan penambahan dosa di dalam diri Saudara sendiri. Sebagaimana peribahasa mengatakan, engkau boleh membenci matahari dan berusaha menutup matamu, lalu mengatakan, “Saya tidak melihat matahari, maka matahari tidak ada.” Tetapi matahari tidak akan menjadi tidak ada hanya karena engkau tidak melihat. Matahari tidak akan menjadi tidak ada hanya karena Saudara menutup kedua mata Saudara. Demikian juga, kebenaran Allah yang sudah diwujudkan oleh Kristus itu akan menjadi kriteria mutlak dalam menghakimi semua orang yang berbuat dosa, khususnya mereka yang pernah mendengar Injil Kristus tetapi menolaknya.
Kristus akan terus-menerus menjadi suatu kebenaran yang mungkin dibenci dan ditolak oleh manusia, tetapi tidak mungkin ditiadakan dari rencana Allah. Manusia menutup diri dan tidak mau menerima Kristus. Tetapi pada saat mereka bereaksi sedemikian, itu hanya membuktikan kebodohan mereka dan hanya menunda kewajiban mereka untuk penghakiman saja, tanpa bisa meniadakan segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah.
Penginjilan merupakan suatu hal yang serius sekaliu. Pada waktu Injil diwartakan kepada sekelompok orang, itu merupakan suatu kesempatan yang sangat serius. Pada saat itu Injil memberikan kuasa keselamatan kepada mereka yang menerima, sekaligus menjadi kuasa penghakiman bagi mereka yang menolak. Karena di dalam diri Kristus, kuasa keadilan, kebenaran, dan penghakiman, kekekalan dan kesementaraan, Allah dan manusia, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, semuanya terkumpul menjadi satu, sehingga orang yang mendengar Kristus atau mendengar tentang Kristus seharusnya memberikan respons yang sangat hati-hati di hadapan Tuhan Allah. Konsep seperti ini harus kita miliki sehingga kita tidak main-main dalam mendengarkan Firman Tuhan. Mengapa ada orang yang mengkhotbahkan firman dengan main-main atau memutar-balikkan firman? Itu karena mereka tidak mempunyai konsep seperti ini. Mengapa banyak orang mendengarkan khotbah dengan main-main? Itu karena mereka tidak mengetahui keseriusan yang sedemikian hebat yang menyangkut nasib mereka di dalam kekekalan.
John Calvin mengatakan, “Momen Injil dikabarkan adalah momen yang begitu serius sehingga setiap orang yang sudah mendengar Injil, kalau tidak menghakimi diri sendiri sesuai gerakan Roh Kudus, ia akan dihakimi oleh Allah untuk selama-lamanya.”