MODEL KONSELING BERDASARKAN INJIL YOHANES

Pendahuluan

Dalam Injil Yohanes ditemukan ada dua model pelayanan konseling yang dihadapi oleh Yesus yaitu secara berkelompok (Group Counseling) dan secara pribadi (Individual Counseling). Pendekatan konseling yang dilakukan-Nya tentunya berbeda sesuai dengan obyek yang dikonseling-Nya.
MODEL KONSELING BERDASARKAN INJIL YOHANES
bisnis, tutorial
Model Konseling

1. Berkelompok (Group Counseling)

Dalam lnjil Yohanes, beberapa kali dijumpai Yesus menghadapi kelompok--kelompok yang bermasalah dan perlu dibimbing. Ada dua contoh kelompok orang 'yang bermasalah' yang ditangani Yesus dalam pelayanan konseling atau group counseling yaitu terdapat dalam Yohanes 8:1-1 1 dan Yohanes 11:1-44.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (ay. 3) merupakan kelompok yang memiliki masalah tetapi tidak disadari (ay. 4-6). Demikian ditegaskan Magdalena Tomatala bahwa, "Sangatlah menarik, bahwa Tuhan Yesus melihat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dan rakyat sebagai memiliki masalah (konseli yang patut ditolong). Tuduhan berzinah (ayat 4) atas wanita tersebut dilihat sebagai sumber atau keadaan bermasalah dan para penuduh.”

Dalam perikop ini sebenarnya ada kelompok yang -dianggap bermasalah" yaitu ahli-ahli taurat, orang-orang Farisi dan perempuan yang berzinah. Namun Tuhan Yesus melihat kelompok pertama (orang-orang yang menggiring perempuan zinah ini) memiliki masalah besar yang harus ditolong sehingga la menyadarkan kelompok ini dengan introspeksi din terlebih dahulu (melihat siapa dirinya sebenarnya).

Ada beberapa langkah yang dipakai Tuhan Yesus dalam menghadapi kelompok yang bermasalah. 

Pertama, Yesus menggiring kelompok untuk mengadakan investigasi terhadap diri sendiri — dengan bersikap diam dan menulis dengan jari-Nya di tanah (ay. 6). Di sini terlihat bahwa la menghendaki agar setiap orang bertanya kepada dirinya sendiri `siapa saya, siapa yang sebenarnya bersalah?' Ini merupakan upaya untuk menolong konseli untuk mengenal diri sendiri karena kondisi yang terlihat ialah bahwa kebanyakan orang berupaya menuduh dan mempersoalkan orang lain (Ay. 4). 

Langkah kedua, Yesus memberi Pekerjaan Rumah bagi setiap orang dalam kelompok untuk membuat keputusan bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan-Nya dengan mengatakan, "Barang siapa di antara kamu tidak berdosa hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (ayat 7). Setiap orang akhirnya membuat keputusan dengan pergi meninggalkan Yesus (ayat 9). Di sini ada keterbukaan untuk mengakui (walaupun tidak secara terbuka) akan keadaan mereka yang berdosa.

Cara yang dipakai Tuhan Yesus dalam menghadapi kelompok ini begitu menarik sesuai dengan kasus yang terjadi sehingga merasa perlu mengadakan introspeksi diri. Di sini terlihat bahwa Yesus menantang kelompok tersebut untuk mengambil keputusan dalam jangka waktu yang singkat. Hal itu menyadarkan setiap orang akan keberadaan dirinya sendiri dan menentukan keputusan yang benar.

Berikutnya adalah menurut Yohanes 11:1-44, di mana kelompok kedua ini yang dianggap sebagai konseli bermasalah adalah Marta dan Maria. Kedua orang ini merupakan saudara kandung Lazarus yang saat itu telah meninggal. Kematian Lazarus menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi Marta dan Maria. Menghadapi konseli seperti ini, Yesus menggunakan penyelesaian masalah yang berbeda dengan kasus ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Yohanes 8:1-11). 

Beberapa langkah yang dipakai Yesus dalam menyelesaikan masalah Marta dan Maria. Langkah pertama, Yesus menyatakan sikap empati yang dalam. Sikap seperti ini dilengkapi dengan "bahasa iman" — "ia tertidur" (diikuti dengan penjelasan ayat 11-15). Sikap empati ini pun diteguhkan dengan kata penguatan terhadap Marta (ayat 17-32): "Akulah kebangkitan dan hidup...." (ayat 25-27). Sikap ini membangkitkan pengharapan dan semangat hidup menghadapi kenyataan kematian.

Langkah kedua, Yesus mengekspresikan sikap solidaritas dengan simpati penuh. Hal ini dinyatakan dengan tangisan-Nya, sebagai tanda turut memikul beban yang ditanggung oleh konseli (Maria, ayat 35). Sikap seperti ini diekspresikan berdasarkan kasus-Nya (ayat 36). Di sini terlihat suatu prinsip mendasar bahwa kasus kematian, sikap empati sangat diperlukan untuk membagi dan meringankan beban konseli. 

Berikutnya, Yesus mengatasi krisis (karena kematian) dengan Sabda yang membangkitkan (ayat 40-44). Dalam kondisi kematian, konselor perlu menegaskan janji Allah dalam Sabda-Nya, yang merupakan satu-satunya jalan keluar untuk meneguhkan kembali (restorasi) konseli. Dan Firman kekal Allah inilah akan ada penghiburan sejati dari Allah pada din konseli yang akan terjadi secara pasti tahap lepas tahap, di mana konseli akan diteguhkan (dalam proses pelayanan penyembuhan yang bersambung), dan akhirnya membawa kernuliaan bagi Allah.

Langkah penyelesaian masalah yang dilakukan Yesus terhadap Marta dan Maria lebih bersifat penyentuhan perasaan tentunya sesuai dengan situasi di mana konseli berada. Sikap empati dan penghiburan merupakan suatu pendekatan konseling yang berkaitan erat di mana sikap konselor menunjukkan bahwa la sungguh peduli akan masalah yang dihadapi konseli.

Kedua kasus di atas sangat berbeda sehingga penyelesaian masalah yang diberikan Yesus sebagai konselor berbeda pula. Kasus pertama menuntut si konselor lebih banyak mendengarkan keluhan-keluhan konseli (Yohanes 8:2-7a), yang mana ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi rnenggiring perempuan yang berzinah dan meminta Yesus menghakiminya sesuai Taurat Musa. Yesus hanya mendengarkan dan lalu menantang kelompok tersebut dengan suatu pernyataan, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa hendaklah is yang pertama kali melemparkan batu kepada perempuan itu" (ayat 7b). 

Yesus memberikan kesempatan setiap orang untuk membuat keputusan masing-masing dengan terlebih dahulu melihat keberadaan diri sebenarnya. Sedangkan kasus kedua bersifat aktif dalam arti Yesus menunjukkan sikap empati-Nya atas apa yang dirasakan Marta dan Maria bahkan dalam ayat 35 menyatakan bahwa Yesus turut menangis. Pada akhirnya la juga memberikan suatu penghiburan kepada konseli sehingga mendapat keteguhan dan pengharapan yang kekal.

2. Model pelayanan konseling kedua adalah konseling pribadi (individual counseling). 

Dalam lnjil Yohanes ada beberapa contoh konseling pribadi yang dilakukan Yesus yaitu Nikodemus (Yohanes 3:1-21), Perempuan Samaria (Yohanes 4:1-42), dan Perempuan yang Berzinah (Yohanes 8:1-11).

Pertama, konseling terhadap Nikodemus. 

Nikodemus merupakan orang Farisi serta seorang pemimpin agama Yahudi yang tentunya tahu banyak tentang kitab Taurat. Namun walaupun demikian, ia dalam suatu kebingungan atas apa yang dilakukan Yesus. Karena itu tanpa ma1u-malu ia datang kepada Yesus untuk bertanya tentang siapa Yesus yang sebenarnya (ayat 1-3). Nikodemus adalah konseli yang bermasalah yang perlu dibimbing Yesus. Percakapan Yesus dengan Nikodemus merupakan bentuk konseling pribadi yang bersifat argumentasi pikiran. Nikodemus memakai intelektualnya dalam berargumentasi sehingga Yesus juga memberi jawaban berdasarkan argumen.

Kedua, tentang perempuan Samaria. 

Perempuan Samaria memiliki masalah moral yang tidak baik sehingga dijauhi oleh penduduk lainnya. Kedatangannya ke sumur pada waktu pukul dua betas siang menunjukkan keterasingan dan ketidakberaniannya untuk bertemu dengan masyarakat yang lain (ayat 6). Demikian juga dicatat The Wycliffe Bible Commentary bahwa, "Mungkin perjalanan diam-diam dari perempuan itu ke sumur Yakub setiap hari menunjukkan pemboikotan dan pergaulan yang dilakukan oleh para perempuan lain dalam masyarakat tersebut (ayat 18).” 

Namun kedatangannya ke sumur menyebabkan pertemuannya dengan Yesus sehingga terjadilah percakapan yang serius sehingga akhirnya hidupnya dipulihkan. Tidak hanya sampai di situ, ia juga menjadi kesaksian bagi masyarakat yang lainnya sehingga banyak orang menjadi percaya kepada Yesus.

Ketiga, perempuan yang dicatat dalam Yohanes 8:1-11 ini adalah pribadi yang bermasalah yang dilayani Yesus. 

Seperti yang dicatat dalam ayat 3 bahwa perempuan itu kedapatan berbuat zinah sehingga para pemimpin agama Yahudi itu menggiringnya ke hadapan Yesus untuk dihakimi sesuai hukum Taurat. Penyelesaian masalah yang diberikan Yesus tidak langsung menginterogasi wanita tersebut tetapi menyadarkanya dengan interospeksi din yang dilakukan oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu.

Strategi Pelayanan Konseling

Ada banyak strategi pelayanan konseling yang diterapkan Yesus. Hal ini tentunya sesuai dengan kasus yang dihadapi sehingga pendekatan yang digunakan juga berbeda-beda. Dalam Injil Yohanes ada beberapa pendekatan konseling yang digunakan Yesus dalam menghadapi konseli-Nya.

Pendekatan Intelektual

Pendekatan ini digunakan tatkala berhadapan dengan kaum intelektual. Kaum Intelektual yang dimaksud seperti Nikodemus (Yohanes 3:1-21) dan orang-orang Farisi serta ahli-ahli Taurat (Yohanes 8:1-11). Dalam berhadapan dengan Nikodemus, Tuhan Yesus membuka suatu percakapan tentang satu topik yaitu ``Dilahirkan kembali" (ayat 3). Topik ini tentunya menarik perhatian Nikodemus sehingga is bertanya lebih lanjut tentang apa makna dari "dilahirkan kembali" (ayat 4). Akhirnya terjadilah suatu interaksi antara Yesus dan Nikodemus. Pendekatan ini disebut sebagai

"pendekatan Intelektual Non-Direktif”, yang artinya dilakukan dengan pola dialog dan penggunaan struktur logika yang diarahkan kepada pencerahan akal yang menuntun kepada "kesadaran diri" akan "kondisi diri." Dari sini konseli akan terbuka menentukan tanggung jawab untuk melangkah lebih jauh guna memasuki dan mengalami pemulihan serta peneguhan.

Demikian juga yang dilakukan-Yesus ketika berhadapan dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (Yohanes 8:1-11). Kelompok ini berrnaksud menggiring perempuan yang berzina itu kepada Yesus dengan tujuan untuk mencobai Dia (ayat 3-6). 

Wycliffe Bible Commentary menjelaskan bahwa, “Murka atas keberhasilan Yesus dan jengkel atas ketidakmampuan mereka untuk membungkarn-Nya, para pemimpin itu sekarang rnemanfaatkan kesempatan untuk mempermalukan Dia dihadapan orang banyak. Mereka juga mempernalukan perempuan itu dengan menempatkan dia di tengah-tengah orang banyak tersebut. Sambil mengingatkan Yesus bahwa hukuman untuk pelanggaran ini adalah dilempari batu (U1angan 22:23,24), para pemimpin itu ingin mengetahui keputusan Yesus terhadap perempuan itu.

Tujuan dari para pemimpin itu ternyata diketahui Yesus sehingga sikap yang ditunjukkan-Nya adalah berdiam diri, "Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah" (ayat 6). Tatkala didesak para pemimpin supaya Yesus berbuat sesuatu terhadap perempuan zinah itu, Ia berkata: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan baitu kepada perempuan itu" (ayat 7). Pernyataan Yesus tentunya menyentuh pikiran para pemimpin tersebut sehingga membuat kelompok itu berpikir dengan logikanya. Hal itu nampak dalam sikap yang memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Yesus tanpa berbuat sesuatu terhadap perempuan zinah itu (ayat 9-10).

Pendekatan Sosial

Pendekatan ini berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat. Beberapa contoh pendekatan sosial yang dilakukan Yesus seperti bimbingan kepada perempuan Samaria (Yohanes 4:1-42) dan bimbingan kepada Marta dan Maria (Yohanes 11:1-44).

Langkah awal yang dilakukan Yesus adalah membangun hubungan jembatan sosial dengan membuka percakapan dengan perempuan Samaria. Hal ini tentu mengejutkannya karena ada orang bukan Samaria yang mau berbicara dengannya. Perasaan diterima mengacu kepada keterbukaan dirinya sehingga akhimya perempuan itu menerima Yesus.

Sikap ketergantungan Marta dan Maria kepada Yesus dengan mencari dan menemui Yesus saat ada masalah menunjukkan bahwa kedua wanita ini begitu mengenal Yesus. Bahkan Lazarus merupakan orang yang sangat dikasihi Yesus (ayat 3). Hal ini membuktikan bahwa keluarga tersebut sangat dekat dengan Yesus. Hubungan sosial yang dibangun Yesus menyebabkan Marta dan Maria bersikap terbuka dan berharap penuh pada Yesus serta percaya bahwa dia mampu melakukan sesuatu bagi keluarganya.

Pendekatan Moral

Pendekatan ini bertujuan pemulihan moral hidup konseli. Beberapa contoh kasus moral yang dialami konseli seperti kasus perempuan Samaria (Yohanes 4:1-42) dan kasus perempuan yang kedapatan berbuat zinah (Yohanes 8:1-11). Kedua perempuan ini mengalami masalah yang sama yaitu melakukan tindakan amoral (berzinah). Hal ini

tentunya sangat dibenci oleh para pemimpin agama dan masyarakat sehingga keduanya dijauhi atau diasingkan dari pergaulan. Yesus memulihkan hidup Kedua wanita itu dengan mengampuni dan memberi tanggung jawab untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Hal utama yang dilakukan Yesus baik kepada wanita Samaria maupun perempuan berzinah itu adalah memulihkan hidupnya dan nama baiknya di hadapan masyarakat lainnya sehingga dapat diterima kembali.

Kode Etik Pelayanan Konseling

Kode etik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan konselor dalam melakukan pelayanan konseling. Anthony Yeo berkata, "Kode etik ini hiasanya mencakup hal-hal yang herkaitan dengan cara konselor memandang relasi konseling, kliennya (apa yang ia lakukan dengan informasi yang diherikan klien) dan prilaku yang tepat terhadap klien.” Tuhan Yesus adalah konselor yang berkode etik dalam pelayanan konseling contohnya dalam beberapa hal yaitu:

Dapat Dipercaya

Dalam beberapa pelayanan konseling yang dilakukan Yesus, terlihat bahwa para klien-Nya sangat memercayai-Nya Contohnya perempuan Samaria yang terbuka dan mau menceritakan semua kebutuhan dan masalahnya (ayat 15-20). Keterbukaannya berawal dari jembatan sosial yang dibangun Yesus dengan bercakap-cakap dengan perempuan itu. Dalam ayat 9 menjelaskan bahwa perempuan Samaria ini terheran-heran mengapa Yesus orang Yahudi mau bergaul dengan orang Samaria. 

The Wycliffe Bible commentary juga menerangkan bahwa, "Ada dua hal yang membuat perempuan itu terheran-heran: bahwa Yesus meminta dari seorang perempuan, padahal seorang nabi tidak berhubungan dengan wanita di depan umum; dan yang terutama bahwa Dia mau berbicara dengan. seorang perempuan Samaria."

Sikap bersahabat yang ditunjukkan Yesus membuat perempuan Samaria itu semakin terbuka dan terlibat dalam perbincangan (ayat 9-20). Bahkan benar-benar percaya bahwa Yesus dapat memberi jalan keluar atas semua masalahnya (ayat 25). Kepercayaannya kepada Yesus semakin kuat sehingga ia merasa perlu menceritakannya kepada orang lain bahwa la adalah seorang konselor yang benar-benar dapat dipercayai (ayat 39-42).

Tidak Menghakimi

Bersikap tidak menghakirni atau mengadili klien mentpakan sikap seorang konselor. Anthony Yeo mengatakan, "Bersikap tidak mengadili berarti menghindari penilaian-penilaian yang menganggap klien sebagai baik, buruk, jahat, bersalah atau tidak bersalah. Tidak mengadili juga berarti tidak rnempersalahkan klien untuk kesulitan-kesulitan yang mereka alami dalam hidup mereka"

Sikap tidak mengahkimi lin ditunjukkan Yesus kepada perempuan yang berzinah (Yohanes 8:1-11). Yesus tidak menyalahkan perempuan itu tatkala ia dihakimi oleh orang--orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Bahkan, ia tidak banyak bertanya tentang dosa yang dilakukannya tetapi la hanya berkata, "Aku tidak menghukum engkau pergilah,

dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang" (ayat 11). Sebenarnya Yesus berhak menghakimi dan menghukum perempuan itu tetapi hal itu tidak dilakukan-Nya. Dalam buku The Wycliffe Bible Commentary int tjelaskan, "Yesus dapat saja melemparkan batu kepada perempuan itu, sebab Dia tanpa dosa; tetapi Dia lebih memperhatikan pemulihan orang berdosa itu ketimbang ketaatan pada hukum Taurat secara teliti .” Terlihat bahwa pemulihan hidup konseli lebih berarti dari pada menghakiminya. Soal penghakiman adalah urusan Tuhan pada hari terakhir.

Mendengar dengan Baik

Banyak konselor yang tidak dapat menjadi pendengar yang baik tetapi lebih banyak berbicara. Konselor yang mendengar apa yang dilakukan dengan cermat dan penuh perhatian dan pengertian menyiapkan konseli untuk memasuki proses pelepasan di mana dengan berbicara, konseli diberi peluang untuk masuk ke dalam proses membebaskan diri dari ikatan atau tekanan rnasalah yang sedang dialaminya." Yesus adalah pendengar yang baik bagi konseli-Nya. Mendengar dengan balk bukan berarti bersifat pasif tanpa berbicara sepatah kata.

Yesus memilih untuk diam dan mendengarkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat kepada perempuan yang berzinah (Yohanes 8:6-8). Sikap diam Yesus tidak berarti membela satu pihak tetapi Ia mau supaya setiap orang masing-masing mengintrospeksi dirinya masingmasing (ayat 9). Demikian juga sikap yang ditunjukkan-Nya kepada Marta dan Maria, la hati-Nya terenyuh mendengar dan melihat keadaan yang menimpa Marta dan Maria (ayat 33,35). Mendengar dengan baik menunjukkan bahwa konselor peduli terhadap masalah yang dihadapi konseli.

Tidak Sebagai Pengambil Keputusan

Seorang konselor merupakan pemberi nasihat dan bukan sebagai pengambil keputusan. Pengambilan keputusan terakhir berada di tangan konseli. Yesus menerapkan prinsip ini dalam pelayanan-Nya, la tidak pernah memaksa melainkan mengarahkan konseli kepada kebenaran sehingga dapat menentukan keputusan yang tepat. Pembimbingan yang dilakukan Yesus kepada Nikodemus bersifat penerangan kebenaran yang sesungguhnya (Yohanes 3:3-21). Tetapi tidak ditemukan kalau Yesus memutuskan atau sebagai pengambilan keputusan bagi Nikodemus.

Sikap penentuan keputusan oleh konseli juga dapat dilihat pada saaat Yesus menghadapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang menggiring perempuan zinah (Yohanes 8:1-11). Keputusan untuk meninggalkan Yesus dan perempuan itu merupakan keputusan yang diambil para pemimpin itu tanpa paksaan (ayat 9). Yesus hanya memberikan pilihan yang tentunya deisertai penjelasan kebenaran tentang siapa jati diri manusia itu sendiri (ayat 7).

Proses Pelayanan Konseling

Proses pelayanan konseling yang dilakukan Yesus demikian praktis sehingga mengena pada sasaran yang hendak dicapai. Proses pelayanan konseling Yesus direalisasikan dalam pelayanan-pelayanan konseling yang dilakukan para konselor Kristen saat ini seperti yang dipaparkan Gary R. Collins sebagai berikut: "Hal-hal yang harus dilakukan konselor dalam proses pelayanan konseling" yaitu:

Pertama, membangun hubungan antara konselor dan konseli (Yohanes 6:63; 16:7-13; I Yohanes 4:6).

Kedua, Menggali masalah, memperjelas masalah dan menentukan apa saja yang telah dilakukan di masa lalu yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah (Roma 8:26). 

Ketiga, mengambil keputusan dalam suatu rangkaian tindakan. Ada beberapa alternatif yang dapat dicoba dalam suatu waktu (Yohanes 14:26; 1Korintus 2:13). 

Keempat, Menstimulasi tindakan yang akan dievaluasi oleh konselor maupun konseli secara bersama-sama. Jika ada rencana yang tidak berjalan dengan baik, dapat dicoba lagi (Kis. 10:19-20; 16:6; Yohanes 16:13). 

Kelima, mengakhiri hubungan konseling dan mendorong konseli untuk menerapkan secara pribadi apa yang telah ia pelajari dalam konseling (Roma 8:14).

Proses pelayanan konseling di atas menggambar apa yang dilakukan Yesus. Pertama-tama yang selalu Yesus lakukan adalah membangun hubungan sosial dengan konselinya (Yohanes 4:7; 11:2-3). Jembatan sosial yang dibangun-Nya membuka pintu untuk masuk kepada keterbukaan konseli dalam mengungkapkan segala keluhan dan permasalahannya. Kemudian dengan leluasa Yesus dapat menemukan akar masalah konseli sehingga dapat memberi jalan keluar yang tepat.

Dalam melaksanakan pelayanan konseling, Cyntia V. MacDonald juga memberikan empat prinsip yang perlu diperhatikan konselor dalam proses konseling/menolong orang yang bermasalah yaitu:

(1) menyediakan diri, artinya menyediakan diri untuk bersama-sama meluangkan waktu bagi konseli.

(2) mendengarkan dengan efektif, artinya mendengarkan dengan efektif akan melibatkan interaksi dengan orang yang bersangkutan dan menghormati perasaannya.

(3) Mencari jalan keluar, arti konselor harus memberikan jalan keluar sehingga konseli dapat mengambil keputusan. 

(4) Bertekad untuk melakukan tindakan, artinya konselor memberi motivasi dan semangat kepada konseli untuk bertindak ke perubahan hidup yang berkenan kepada Allah. Yesus membantu wanita Samaria untuk pindah dari posisi kesakitan dan penolakan kepada pengharapan dan iman sehingga wanita ini bertekad untuk mencari iman.

Proses pelayanan konseling yang efektif sangat tergantung pada keahlian seorang konselor dalam mengarahkan dan membimbing konselinya. Tuhan Yesus tidak hanya sekedar melayani konseli tetapi menuntun sampai mencapai sasaran utama yaitu perubahan hidup.

Jonathan A. Trisna berkata, "Tujuan utama proses konseling ini adalah secara radikal mengubah pola hidup dan tingkah laku seseorang yang bersifat dosa. Bukan mengganti perasaan yang negatif menjadi positif karena perubahan perasaan tidak akan bertahan lama bila masalah utamanya tidak diselesaikan dengan benar." Penyelesaian dosa dan pengenalan yang benar kepada Allah merupakan dasar utama mencapai perubahan hidup. Kedua hal ini merupakan perhatian khusus dalam pelayanan konseling yang dilakukan Yesus. Dia terlebih dahulu membereskan hal utama ini sehingga pada akhirnya konseli dituntun pada perubahan hidup yang sesungguhnya.

Kesimpulan

Pada umumnya orang sering mengalami kesulitan menghadapi dan menyelesaikan masalahnya dan kadangkala mereka dituntut menentukan keputusan dalam situasi tertentu. Penentuan keputusan itu tentunya memerlukan berbagai pertimbangan yang matang. Karena itu, dibutuhkan seorang konselor yang kompeten untuk memberikan pertimbangan yang matang sehingga dapat menentukan keputusan yang benar. 

Kualifikasi seorang konselor sangat mempengaruhi pelayanan konseling yang efektif. Teladan seorang konselor yang kompeten dapat dipelajari dari diri Yesus Kristus. Sebab loyalitas Yesus sebagai konselor menyebabkan setiap orang selalu mencari dan meminta nasihat kepada-Nya.

Pelayanan konseling Yesus yang dibahas dalam makalah ini secara khusus berdasarkan perspektif 1njil Yohanes. Kasus-kasus yang ditangani Yesus lebih spesifik lagi diambil dalam Yohanes 3:1-21; 4:1-42; 8:1-11; 11:1-44 sebagai obyek pembahasan. Pendekatan-pendekatan konseling yang dilakukan Yesus sangat menarik sesuai konteks si konseli. Setiap masalah yang dihadapi konseli pasti dapat diselesaikan-Nya dengan baik. 

Dari beberapa kasus di atas, hal utama yang selalu dibuat Yesus adalah penyelesaian masalah dosa dan mempertajam pengenalan yang benar kepada Allah. Hal ini merupakan fondasi bagi konseli dalam mencapai perubahan hidup. Perubahan hidup adalah sasaran utama dalam setiap pelayanan konseling yang efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.
Next Post Previous Post