PENTINGNYA IMAN DAN KETEKUNAN (YAKOBUS 1:2-12)
Matthew Henry
Dalam perikop ini, kita mendapati hal-hal sebagai berikut untuk kita perhatikan:
I. Keadaan orang-orang Kristen yang menderita di dunia digambarkan di sini, dan dengan cara yang banyak memberi pelajaran, jika kita memperhatikan apa yang tersirat dengan jelas, bersama dengan apa yang diungkapkan secara penuh.
1. Tersirat bahwa masalah dan penderitaan bisa saja menimpa orang-orang Kristen yang terbaik, bahkan mereka yang mempunyai alasan paling kuat untuk berpikir dan berharap bahwa mereka akan baik-baik saja. Orang yang berhak mendapat sukacita terbesar mungkin harus bertahan menghadapi penderitaan-penderitaan yang teramat pedih. Karena orang-orang baik sekalipun bisa saja diserakkan, maka mereka tidak boleh menganggap aneh jika mereka menghadapi masalah.
2. Penderitaan dan masalah lahiriah ini merupakan cobaan bagi mereka. Melalui penderitaan dan salib, Iblis berusaha menarik orang untuk berbuat dosa dan menghalang-halangi mereka dari kewajiban, atau membuat mereka tidak layak menjalankannya. Walaupun begitu, karena penderitaan kita ada di tangan Allah, penderitaan itu dimaksudkan sebagai ujian bagi anugerah-anugerah yang kita miliki supaya semua anugerah itu dapat dikembangkan. Emas dimasukkan ke dalam perapian, supaya bisa dimurnikan.
3. Cobaan-cobaan ini bisa sangat banyak dan beragam: Berbagai-bagai pencobaan, demikian Rasul Yakobus mengatakannya. Ujian yang menimpa kita bisa banyak dan berbeda-beda, dan karena itu kita perlu mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. Kita harus bersenjata di segala sisi, sebab godaan-godaan datang dari segala arah.
4. Ujian-ujian terhadap orang baik itu bukanlah ujian yang ia ciptakan sendiri, atau yang datang sendiri kepadanya karena dosa. Sebaliknya, dikatakan bahwa ia jatuh ke dalam ujian-ujian itu. Dan karena itulah mereka ditopang dengan lebih baik olehnya.
II. Anugerah dan kewajiban dalam masa pencobaan dan penderitaan ditunjukkan kepada kita di sini.
3. Yang dihasilkan pasti ketekunan: Ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Ujian terhadap satu anugerah menghasilkan anugerah lain. Semakin sering anugerah-anugerah orang Kristen diuji dalam penderitaan, semakin kuat anugerah-anugerah itu bertumbuh. Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (Roma 5:3).
Untuk melatih ketekunan orang Kristen dengan benar, kita harus:
(1) Membiarkannya bekerja. Ketekunan atau kesabaran bukanlah hal yang diam membatu, tetapi giat bekerja. Sikap tak acuh dari ajaran Stoa dan kesabaran kristiani sangatlah berbeda: oleh ajaran Stoa, orang kurang lebih dibuat tidak merasakan penderitaan-penderitaan mereka, sedangkan oleh Kekristenan orang akan berkemenangan di dalam dan atas penderitaan-penderitaan itu.
(4) Ada satu hal yang perlu diperhatikan ketika kita meminta, yaitu bahwa kita melakukannya dengan hati yang percaya dan tidak goyah: Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang (Yakobus 1:6).
5. Bahwa tekad bulat, ketulusan niat, dan keteguhan hati merupakan kewajiban lain yang dituntut di dalam penderitaan: Orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin. Adakalanya mereka diangkat oleh iman, tetapi kemudian terhempas kembali oleh ketidakpercayaan. Adakalanya mereka mendaki ke langit, dengan maksud untuk memperoleh kemuliaan, kehormatan, dan keabadian, tetapi kemudian tenggelam kembali dalam pencarian akan kesenangan tubuh atau kenikmatan dunia ini.
(2) Iman dan roh yang goyah berpengaruh buruk terhadap perilaku kita. Orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya (Yakobus 1:8).
III. Perangai orang Kristen yang kudus dan rendah hati, baik dalam keadaan ditinggikan maupun kehinaan, digambarkan di sini.
1. Orang-orang dari kalangan rendah harus dipandang sebagai saudara: Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah, dst. Kemiskinan tidak merusak hubungan di antara orang-orang Kristen.
2. Orang Kristen yang baik bisa saja kaya di dunia ini (Yakobus 1:10). Anugerah dan kekayaan bukanlah hal yang sepenuhnya tidak berdampingan. Abraham, bapak orang beriman, kaya dengan perak dan emas.
3. Baik orang miskin maupun orang kaya ini boleh bersukacita. Tidak ada keadaan dalam hidup yang membuat kita tidak bisa bersukacita di dalam Allah. Kalau kita tidak selalu bersukacita di dalam Dia, itu salah kita sendiri. Orang dari kalangan rendah boleh bersukacita, jika mereka diangkat menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris kerajaan Allah (seperti penjelasan Dr. Whitby dalam hal ini).
IV. Sebuah berkat diucapkan kepada mereka yang bertahan dalam cobaan dan ujian, seperti yang disampaikan di sini:
1. Bukan orang yang menderita saja yang diberkati, melainkan juga orang yang bertahan, yang dengan sabar dan tekun melewati semua kesulitan di jalan kewajibannya.
2. Penderitaan tidak akan membuat kita sengsara, kalau bukan karena salah kita sendiri. Berkat bisa saja muncul dari penderitaan, dan kita bisa diberkati di dalamnya. Penderitaan sama sekali tidak merampas kebahagiaan orang baik, tetapi justru benar-benar membuatnya bertambah.
3. Penderitaan dan cobaan adalah jalan menuju keterberkatan kekal: Apabila ia diuji, ia akan menerima mahkota kehidupan, dokimos genomenos – apabila ia sudah tahan uji, apabila anugerah-anugerahnya didapati benar dan bernilai amat tinggi (seperti logam yang diuji nilainya dengan api), dan apabila ketulusan dan kejujurannya nyata, dan semuanya berkenan pada Sang Hakim agung.
I. Keadaan orang-orang Kristen yang menderita di dunia digambarkan di sini, dan dengan cara yang banyak memberi pelajaran, jika kita memperhatikan apa yang tersirat dengan jelas, bersama dengan apa yang diungkapkan secara penuh.
1. Tersirat bahwa masalah dan penderitaan bisa saja menimpa orang-orang Kristen yang terbaik, bahkan mereka yang mempunyai alasan paling kuat untuk berpikir dan berharap bahwa mereka akan baik-baik saja. Orang yang berhak mendapat sukacita terbesar mungkin harus bertahan menghadapi penderitaan-penderitaan yang teramat pedih. Karena orang-orang baik sekalipun bisa saja diserakkan, maka mereka tidak boleh menganggap aneh jika mereka menghadapi masalah.
2. Penderitaan dan masalah lahiriah ini merupakan cobaan bagi mereka. Melalui penderitaan dan salib, Iblis berusaha menarik orang untuk berbuat dosa dan menghalang-halangi mereka dari kewajiban, atau membuat mereka tidak layak menjalankannya. Walaupun begitu, karena penderitaan kita ada di tangan Allah, penderitaan itu dimaksudkan sebagai ujian bagi anugerah-anugerah yang kita miliki supaya semua anugerah itu dapat dikembangkan. Emas dimasukkan ke dalam perapian, supaya bisa dimurnikan.
3. Cobaan-cobaan ini bisa sangat banyak dan beragam: Berbagai-bagai pencobaan, demikian Rasul Yakobus mengatakannya. Ujian yang menimpa kita bisa banyak dan berbeda-beda, dan karena itu kita perlu mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. Kita harus bersenjata di segala sisi, sebab godaan-godaan datang dari segala arah.
4. Ujian-ujian terhadap orang baik itu bukanlah ujian yang ia ciptakan sendiri, atau yang datang sendiri kepadanya karena dosa. Sebaliknya, dikatakan bahwa ia jatuh ke dalam ujian-ujian itu. Dan karena itulah mereka ditopang dengan lebih baik olehnya.
II. Anugerah dan kewajiban dalam masa pencobaan dan penderitaan ditunjukkan kepada kita di sini.
Sekiranya kita memperhatikan anugerah dan kewajiban ini, dan bertumbuh di dalamnya seperti seharusnya, maka alangkah baiknya jika kita sampai tertimpa penderitaan!
1. Satu anugerah kristiani yang harus diterapkan dalam perbuatan nyata adalah sukacita atau kebahagiaan: Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan (Yakobus 1:2).
1. Satu anugerah kristiani yang harus diterapkan dalam perbuatan nyata adalah sukacita atau kebahagiaan: Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan (Yakobus 1:2).
Kita tidak boleh tenggelam dalam kesedihan dan berputus asa, yang akan membuat kita tak berdaya dalam menghadapi cobaan-cobaan. Sebaliknya, kita harus berusaha menjaga supaya roh kita tetap lapang, agar kita memahami dengan lebih baik keadaan kita yang sebenarnya, dan dengan lebih diuntungkan bertekad untuk memanfaatkan keadaan sebaik-baiknya. Filsafat bisa mengajar orang untuk bersikap tenang dalam menghadapi masalah, tetapi Kekristenan mengajar orang untuk bersukacita, karena bersuka cita timbul dari kasih, dan bukan amarah, terhadap Allah.
Dalam bersukacita, kita menyerupai Kristus sebagai Kepala kita, dan itu menjadi tanda bahwa kita sudah diangkat menjadi anak-Nya. Dengan menderita di jalan-jalan kebenaran, kita melayani kepentingan-kepentingan kerajaan Tuhan kita di antara manusia, dan membangun tubuh Kristus. Ujian-ujian kita akan membuat cemerlang anugerah-anugerah kita pada saat ini, dan mahkota kita pada akhirnya.
Oleh sebab itu, ada alasan mengapa kita harus menganggap sebagai kebahagiaan apabila ujian dan kesulitan menimpa kita sewaktu kita menjalankan kewajiban. Paradoks atau ungkapan yang bertolak belakang dengan pikiran orang pada umumnya ini bukan murni milik Perjanjian Baru, sebab bahkan di masa Ayub dikatakan, sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah. Ada alasan yang lebih lagi untuk bersukacita dalam penderitaan, jika kita mempertimbangkan bahwa anugerah-anugerah lain akan datang lagi melalui berbagai penderitaan itu.
2. Iman adalah anugerah, seperti yang disebutkan dalam Yakobus 1:3, Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu, dan yang dengan jelas dituntut dalam Yakobus 1:6, hendaklah ia memintanya dalam iman. Kita harus betul-betul mempercayai kebenaran-kebenaran agung dalam Kekristenan, dan berpegang teguh padanya, dalam masa-masa pencobaan. Iman yang di sini dikatakan diuji oleh penderitaan adalah keyakinan terhadap kuasa, firman, dan janji Allah, dan kesetiaan serta keteguhan terhadap Tuhan Yesus.
2. Iman adalah anugerah, seperti yang disebutkan dalam Yakobus 1:3, Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu, dan yang dengan jelas dituntut dalam Yakobus 1:6, hendaklah ia memintanya dalam iman. Kita harus betul-betul mempercayai kebenaran-kebenaran agung dalam Kekristenan, dan berpegang teguh padanya, dalam masa-masa pencobaan. Iman yang di sini dikatakan diuji oleh penderitaan adalah keyakinan terhadap kuasa, firman, dan janji Allah, dan kesetiaan serta keteguhan terhadap Tuhan Yesus.
3. Yang dihasilkan pasti ketekunan: Ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Ujian terhadap satu anugerah menghasilkan anugerah lain. Semakin sering anugerah-anugerah orang Kristen diuji dalam penderitaan, semakin kuat anugerah-anugerah itu bertumbuh. Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (Roma 5:3).
Untuk melatih ketekunan orang Kristen dengan benar, kita harus:
(1) Membiarkannya bekerja. Ketekunan atau kesabaran bukanlah hal yang diam membatu, tetapi giat bekerja. Sikap tak acuh dari ajaran Stoa dan kesabaran kristiani sangatlah berbeda: oleh ajaran Stoa, orang kurang lebih dibuat tidak merasakan penderitaan-penderitaan mereka, sedangkan oleh Kekristenan orang akan berkemenangan di dalam dan atas penderitaan-penderitaan itu.
Marilah kita berusaha, supaya pada masa-masa pencobaan, kesabaranlah, dan bukan amarah, yang bekerja dalam diri kita. Apa pun yang dikatakan atau dilakukan, hendaklah kesabaran yang mengatakan dan melakukannya. Janganlah kita biarkan amarah kita menghalang-halangi bekerjanya kesabaran dan dampak-dampaknya yang luhur. Marilah kita biarkan kesabaran bekerja, maka kesabaran itu akan mengerjakan keajaiban-keajaiban di masa susah.
(2) Kita harus membiarkan kesabaran bekerja dengan sempurna. Jangan melakukan apa saja yang membatasi atau melemahkannya, tetapi biarkanlah kesabaran bekerja sepenuh-penuhnya. Jika satu penderitaan merambat ke penderitaan lain, lalu sederet penderitaan menimpa kita, biarkanlah kesabaran terus bekerja hingga pekerjaannya sempurna. Apabila kita menanggung segala sesuatu yang sudah ditetapkan Allah, dan sejauh Ia menetapkannya, dengan mata yang tertuju pada-Nya dengan taat dan rendah hati, dan apabila kita tidak hanya menanggung kesusahan-kesusahan, tetapi juga bersukacita di dalamnya, maka kesabaran sudah bekerja dengan sempurna.
(3) Apabila kesabaran atau ketekunan sudah tuntas bekerja, maka orang Kristen menjadi utuh, dan tidak akan kekurangan suatu apa pun. Ketekunan akan memperlengkapi kita dengan segala hal yang diperlukan untuk pertandingan dan peperangan rohani kita, dan akan membuat kita mampu bertahan sampai akhir. Pada saat itulah pekerjaannya akan berakhir, dan dimahkotai dengan kemuliaan. Setelah berlimpah dalam anugerah-anugerah lain, kita memerlukan ketekunan (Ibrani 10:36). Tetapi biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.
4. Doa adalah kewajiban yang juga dianjurkan kepada orang-orang Kristen yang menderita. Di sini Rasul Yakobus menunjukkan:
(1) Apa yang terutama harus kita doakan, yaitu hikmat: Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah. Janganlah kita berdoa untuk menghilangkan penderitaan, melainkan untuk memperoleh hikmat supaya memanfaatkan penderitaan itu dengan benar. Siapakah yang tidak menginginkan hikmat di dalam ujian atau cobaan besar apa saja untuk membimbingnya dalam menilai segala perkara, mengatur jiwa dan perilakunya sendiri, dan menangani urusan-urusannya? Berhikmat pada masa-masa pencobaan adalah karunia istimewa dari Allah, dan dari Dialah kita harus mencarinya.
(2) Dengan cara apa hikmat ini harus diperoleh, yaitu dengan memohonkan atau memintakannya. Biarlah orang bodoh menjadi pengemis di hadapan takhta anugerah, maka ia sedang berjalan mulus menjadi bijak. Tidak dikatakan, “Hendaklah orang yang ingin mendapat hikmat memintanya kepada manusia.” Tidak, bukan manusia mana pun, melainkan, “Hendaklah ia memintanya kepada Allah,” yang menjadikan dia, dan memberinya pengertian dan kekuatan akal budi pada mulanya. Hendaklah ia memintanya kepada Allah, yang di dalam Dia terdapat segala harta hikmat dan pengetahuan. Marilah kita mengakui kebutuhan kita akan hikmat kepada Allah dan setiap hari memintanya kepada Dia.
(3) Pada kita ada dorongan terbesar untuk memintanya: Ia memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit. Ya, dengan jelas dijanjikan bahwa hal itu akan diberikan (Yakobus 1:5).
(2) Kita harus membiarkan kesabaran bekerja dengan sempurna. Jangan melakukan apa saja yang membatasi atau melemahkannya, tetapi biarkanlah kesabaran bekerja sepenuh-penuhnya. Jika satu penderitaan merambat ke penderitaan lain, lalu sederet penderitaan menimpa kita, biarkanlah kesabaran terus bekerja hingga pekerjaannya sempurna. Apabila kita menanggung segala sesuatu yang sudah ditetapkan Allah, dan sejauh Ia menetapkannya, dengan mata yang tertuju pada-Nya dengan taat dan rendah hati, dan apabila kita tidak hanya menanggung kesusahan-kesusahan, tetapi juga bersukacita di dalamnya, maka kesabaran sudah bekerja dengan sempurna.
(3) Apabila kesabaran atau ketekunan sudah tuntas bekerja, maka orang Kristen menjadi utuh, dan tidak akan kekurangan suatu apa pun. Ketekunan akan memperlengkapi kita dengan segala hal yang diperlukan untuk pertandingan dan peperangan rohani kita, dan akan membuat kita mampu bertahan sampai akhir. Pada saat itulah pekerjaannya akan berakhir, dan dimahkotai dengan kemuliaan. Setelah berlimpah dalam anugerah-anugerah lain, kita memerlukan ketekunan (Ibrani 10:36). Tetapi biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.
4. Doa adalah kewajiban yang juga dianjurkan kepada orang-orang Kristen yang menderita. Di sini Rasul Yakobus menunjukkan:
(1) Apa yang terutama harus kita doakan, yaitu hikmat: Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah. Janganlah kita berdoa untuk menghilangkan penderitaan, melainkan untuk memperoleh hikmat supaya memanfaatkan penderitaan itu dengan benar. Siapakah yang tidak menginginkan hikmat di dalam ujian atau cobaan besar apa saja untuk membimbingnya dalam menilai segala perkara, mengatur jiwa dan perilakunya sendiri, dan menangani urusan-urusannya? Berhikmat pada masa-masa pencobaan adalah karunia istimewa dari Allah, dan dari Dialah kita harus mencarinya.
(2) Dengan cara apa hikmat ini harus diperoleh, yaitu dengan memohonkan atau memintakannya. Biarlah orang bodoh menjadi pengemis di hadapan takhta anugerah, maka ia sedang berjalan mulus menjadi bijak. Tidak dikatakan, “Hendaklah orang yang ingin mendapat hikmat memintanya kepada manusia.” Tidak, bukan manusia mana pun, melainkan, “Hendaklah ia memintanya kepada Allah,” yang menjadikan dia, dan memberinya pengertian dan kekuatan akal budi pada mulanya. Hendaklah ia memintanya kepada Allah, yang di dalam Dia terdapat segala harta hikmat dan pengetahuan. Marilah kita mengakui kebutuhan kita akan hikmat kepada Allah dan setiap hari memintanya kepada Dia.
(3) Pada kita ada dorongan terbesar untuk memintanya: Ia memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit. Ya, dengan jelas dijanjikan bahwa hal itu akan diberikan (Yakobus 1:5).
Di sini ada jawaban setiap kali kita mempunyai pikiran yang mengecilkan hati, merasa lemah dan bodoh, ketika sedang menghadap Allah untuk meminta hikmat. Allah yang kepada-Nya kita disuruh datang, kita yakini, memiliki hikmat sehingga Ia dapat memberikannya. Dan Ia suka memberi, mau memberikan hikmat ini kepada siapa saja yang memintanya. Juga tidak perlu takut bahwa perkenanan-Nya hanya terbatas untuk sebagian orang saja dalam hal ini, sehingga yang lain, atau jiwa-jiwa mana saja yang memohon dengan rendah hati, dikucilkan. Sebab Ia memberikan kepada semua orang.
Jika engkau berkata bahwa engkau menginginkan banyak hikmat, dan sedikit hikmat saja tidaklah cukup, maka Rasul Yakobus menegaskan, Ia memberi dengan murah hati. Dan kalau-kalau engkau takut datang menghadap Dia pada waktu yang tidak tepat, atau dipermalukan karena kebodohanmu, di sini ditambahkan, Ia tidak membangkit-bangkit (atau marah). Mintalah kapan saja engkau mau, dan sesering yang engkau mau, dan engkau tidak akan dimarahi karena itu. Dan, jika ada orang yang berkata, “Mungkin ini berlaku untuk sebagian orang saja, dan aku takut aku tidak akan berhasil dalam usahaku untuk mencari hikmat seperti orang lain,” maka hendaklah orang yang berpikiran demikian mempertimbangkan betapa jelas dan tegasnya janji itu: Hal itu akan diberikan kepadanya. Maka sudah sewajarnya orang-orang bodoh binasa dalam kebodohan mereka, jika hikmat dapat diperoleh dengan meminta, namun mereka tidak mau berdoa kepada Allah untuk mendapatkannya.
(4) Ada satu hal yang perlu diperhatikan ketika kita meminta, yaitu bahwa kita melakukannya dengan hati yang percaya dan tidak goyah: Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang (Yakobus 1:6).
Janji di atas sangat pasti, asalkan dengan syarat tersebut. Hikmat akan diberikan kepada orang-orang yang memintanya dari Allah, asalkan mereka percaya bahwa Allah mampu membuat orang sederhana menjadi bijak, dan bahwa Ia setia menepati janji-Nya kepada orang-orang yang datang kepada-Nya. Ini adalah syarat yang senantiasa dituntut oleh Kristus, dalam memperlakukan orang-orang yang datang kepada-Nya untuk disembuhkan: “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?” Jangan ada kebimbangan, jangan meragukan janji Allah dengan ketidakpercayaan, atau perasaan bahwa kita tidak akan berhasil karena kekurangan dan kelemahan kita. Oleh karena itu, di sini kita melihat,
5. Bahwa tekad bulat, ketulusan niat, dan keteguhan hati merupakan kewajiban lain yang dituntut di dalam penderitaan: Orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin. Adakalanya mereka diangkat oleh iman, tetapi kemudian terhempas kembali oleh ketidakpercayaan. Adakalanya mereka mendaki ke langit, dengan maksud untuk memperoleh kemuliaan, kehormatan, dan keabadian, tetapi kemudian tenggelam kembali dalam pencarian akan kesenangan tubuh atau kenikmatan dunia ini.
Hal ini dengan sangat cocok dan elok dibandingkan dengan gelombang laut, yang naik turun, pasang surut, tergantung apakah angin mengayunkannya lebih tinggi atau lebih rendah, ke arah sana atau ke arah sini. Orang yang pikirannya hanya tertuju secara utuh pada kepentingannya yang bersifat rohani dan abadi, dan yang tetap tegak dalam tujuan-tujuannya bagi Allah, akan bertumbuh bijak oleh penderitaan-penderitaan, akan terus sungguh-sungguh dalam ibadahnya, dan akan mengatasi semua cobaan dan perlawanan.
Nah, untuk menyembuhkan roh yang bimbang dan iman yang lemah, Rasul Yakobus menunjukkan akibat-akibat buruk dari roh dan iman yang demikian,
(1) Bahwa keberhasilan doa dirusakkan olehnya: Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan (Yakobus 1:7). Orang yang tidak percaya, goyah, dan bimbang seperti itu tidak akan menghargai perkenanan Allah sebagaimana mestinya, dan karena itu tidak bisa berharap untuk menerimanya. Dalam meminta hikmat ilahi dan sorgawi, kita tidak akan berhasil jika tidak mempunyai hati yang menghargai hikmat itu melebihi batu-batu permata, dan hal-hal terbesar di dunia ini.
Nah, untuk menyembuhkan roh yang bimbang dan iman yang lemah, Rasul Yakobus menunjukkan akibat-akibat buruk dari roh dan iman yang demikian,
(1) Bahwa keberhasilan doa dirusakkan olehnya: Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan (Yakobus 1:7). Orang yang tidak percaya, goyah, dan bimbang seperti itu tidak akan menghargai perkenanan Allah sebagaimana mestinya, dan karena itu tidak bisa berharap untuk menerimanya. Dalam meminta hikmat ilahi dan sorgawi, kita tidak akan berhasil jika tidak mempunyai hati yang menghargai hikmat itu melebihi batu-batu permata, dan hal-hal terbesar di dunia ini.
(2) Iman dan roh yang goyah berpengaruh buruk terhadap perilaku kita. Orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya (Yakobus 1:8).
Apabila iman dan roh kita naik turun mengikuti penyebab-penyebab duniawi, maka pasti segala perilaku dan tindakan kita akan sangat goyah. Hal ini kadang-kadang membuat orang mudah direndahkan di dunia. Tetapi sudah pasti bahwa cara-cara seperti itu tidak akan menyenangkan Allah atau mendatangkan apa saja yang baik bagi kita pada akhirnya. Sementara kita memiliki satu Allah untuk kita percayai, kita juga hanya memiliki satu Allah yang mengatur kita, dan ini harus membuat kita tetap tegak dan mantap. Siapa yang goyah seperti air tidak akan unggul dalam hidupnya. Dalam hal ini,
III. Perangai orang Kristen yang kudus dan rendah hati, baik dalam keadaan ditinggikan maupun kehinaan, digambarkan di sini.
Baik orang miskin maupun orang kaya diarahkan untuk mengetahui atas dasar apa saja mereka dapat membangun sukacita dan penghiburan mereka (Yakobus 1:9-11). Di sini dapat kita camkan:
1. Orang-orang dari kalangan rendah harus dipandang sebagai saudara: Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah, dst. Kemiskinan tidak merusak hubungan di antara orang-orang Kristen.
2. Orang Kristen yang baik bisa saja kaya di dunia ini (Yakobus 1:10). Anugerah dan kekayaan bukanlah hal yang sepenuhnya tidak berdampingan. Abraham, bapak orang beriman, kaya dengan perak dan emas.
3. Baik orang miskin maupun orang kaya ini boleh bersukacita. Tidak ada keadaan dalam hidup yang membuat kita tidak bisa bersukacita di dalam Allah. Kalau kita tidak selalu bersukacita di dalam Dia, itu salah kita sendiri. Orang dari kalangan rendah boleh bersukacita, jika mereka diangkat menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris kerajaan Allah (seperti penjelasan Dr. Whitby dalam hal ini).
Orang kaya juga boleh bersukacita dalam pemeliharaan-pemeliharaan ilahi yang merendahkan hati, karena pemeliharaan seperti itu membuahkan kecenderungan pikiran yang merendah, yang bernilai tinggi di mata Allah. Apabila ada orang yang menjadi miskin demi kebenaran, kemiskinan mereka itu justru membuat mereka diangkat. Adalah sebuah kehormatan untuk tidak dihormati karena Kristus. Kepada kamu dikaruniakan untuk menderita (Filipi 1:29). Semua orang yang direndahkan, dan direndahkan oleh karena anugerah, dapat bersukacita dengan pengharapan bahwa mereka akan ditinggikan di sorga nanti.
4. Cermatilah mengapa orang kaya, kendati dengan kekayaan mereka, harus merendah di mata mereka sendiri, yaitu karena baik mereka maupun kekayaan mereka akan berlalu: Ia akan lenyap seperti bunga rumput. Ia, dan kekayaannya bersama-sama dia, akan lenyap (Yakobus 1:11). Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu. Maka dari itu perhatikanlah, kekayaan duniawi adalah hal yang akan layu.
4. Cermatilah mengapa orang kaya, kendati dengan kekayaan mereka, harus merendah di mata mereka sendiri, yaitu karena baik mereka maupun kekayaan mereka akan berlalu: Ia akan lenyap seperti bunga rumput. Ia, dan kekayaannya bersama-sama dia, akan lenyap (Yakobus 1:11). Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu. Maka dari itu perhatikanlah, kekayaan duniawi adalah hal yang akan layu.
Kekayaan adalah suatu hal yang terlalu tidak pasti (ujar Tuan Baxter mengenai hal ini), terlalu tidak berarti untuk membuat perubahan yang besar atau yang dapat dibenarkan dalam pikiran kita. Seperti bunga menjadi layu di tengah teriknya sinar matahari, demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap. Segala rencananya, keputusannya, dan jerih payahnya untuk dunia ini disebut sebagai usaha-usahanya. Dalam kesemuanya ini ia akan lenyap. Karena itu hendaklah orang kaya bersukacita, bukan dalam pemeliharaan Allah yang membuatnya kaya, melainkan terlebih dalam anugerah Allah yang membuatnya tetap rendah hati. Hendaklah ia juga bersukacita dalam segala ujian dan cobaan yang mengajarnya untuk mencari kebahagiaan di dalam dan dari Allah, dan bukan dari kenikmatan-kenikmatan yang akan binasa ini.
IV. Sebuah berkat diucapkan kepada mereka yang bertahan dalam cobaan dan ujian, seperti yang disampaikan di sini:
Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan (Yakobus 1:12). Perhatikanlah,
1. Bukan orang yang menderita saja yang diberkati, melainkan juga orang yang bertahan, yang dengan sabar dan tekun melewati semua kesulitan di jalan kewajibannya.
2. Penderitaan tidak akan membuat kita sengsara, kalau bukan karena salah kita sendiri. Berkat bisa saja muncul dari penderitaan, dan kita bisa diberkati di dalamnya. Penderitaan sama sekali tidak merampas kebahagiaan orang baik, tetapi justru benar-benar membuatnya bertambah.
3. Penderitaan dan cobaan adalah jalan menuju keterberkatan kekal: Apabila ia diuji, ia akan menerima mahkota kehidupan, dokimos genomenos – apabila ia sudah tahan uji, apabila anugerah-anugerahnya didapati benar dan bernilai amat tinggi (seperti logam yang diuji nilainya dengan api), dan apabila ketulusan dan kejujurannya nyata, dan semuanya berkenan pada Sang Hakim agung.
Maka dari itu perhatikanlah, berkenan kepada Allah, itulah tujuan agung orang Kristen dalam segala ujiannya. Hal itu akan membawa berkat bagi dia pada akhirnya, ketika ia menerima mahkota kehidupan. Orang Kristen yang sudah tahan uji akan dimahkotai, dan mahkota yang akan dipakainya adalah mahkota kehidupan. Mahkota itu akan menjadi kehidupan dan kebahagiaan baginya, dan akan bertahan selama-lamanya. Kita menanggung salib hanya sebentar, tetapi akan memakai mahkota sampai selama-lamanya.
4. Keterberkatan ini, yang merupakan bagian dari mahkota kehidupan, adalah hal yang dijanjikan kepada orang benar yang menderita. Oleh karena itu, janji ini adalah hal yang dapat kita andalkan dengan pasti. Sebab, ketika langit dan bumi lenyap, firman Allah ini tidak akan gagal digenapi. Tetapi selain itu marilah kita perhatikan bahwa upah kita di masa depan diberikan bukan sebagai pelunasan utang, melainkan sebagai janji yang dianugerahkan.
Baca Juga: Mengendalikan Lidah (Yakobus 3:1-12)
4. Keterberkatan ini, yang merupakan bagian dari mahkota kehidupan, adalah hal yang dijanjikan kepada orang benar yang menderita. Oleh karena itu, janji ini adalah hal yang dapat kita andalkan dengan pasti. Sebab, ketika langit dan bumi lenyap, firman Allah ini tidak akan gagal digenapi. Tetapi selain itu marilah kita perhatikan bahwa upah kita di masa depan diberikan bukan sebagai pelunasan utang, melainkan sebagai janji yang dianugerahkan.
Baca Juga: Mengendalikan Lidah (Yakobus 3:1-12)
5. Bertahan menghadapi cobaan haruslah didasarkan pada kasih kepada Allah dan Yesus Kristus Tuhan kita, sebab kalau tidak, kita tidak mempunyai kepentingan dalam janji ini: Dijanjikan Allah kepada barang siapa yang mengasihi Dia. Rasul Paulus berpendapat bahwa pada titik tertentu dalam kehidupan beriman, orang bisa saja menyerahkan tubuhnya untuk dibakar. Namun, sekalipun melakukan demikian, ia tidak berkenan pada Allah, tidak pula dianggap oleh-Nya, kalau ia tidak memiliki kasih, atau jika di dalam hatinya tidak dipenuhi oleh kasih sayang yang tulus kepada Allah dan manusia (1Korintus 13:3).
6. Mahkota kehidupan dijanjikan bukan hanya kepada orang-orang kudus yang besar dan terkemuka, melainkan juga kepada orang yang memiliki kasih Allah yang bertakhta di dalam hatinya. Setiap jiwa yang benar-benar mengasihi Allah akan mendapati bahwa cobaan-cobaan mereka di dunia ini dibayar penuh di dunia atas, di mana kasih menjadi sempurna.
6. Mahkota kehidupan dijanjikan bukan hanya kepada orang-orang kudus yang besar dan terkemuka, melainkan juga kepada orang yang memiliki kasih Allah yang bertakhta di dalam hatinya. Setiap jiwa yang benar-benar mengasihi Allah akan mendapati bahwa cobaan-cobaan mereka di dunia ini dibayar penuh di dunia atas, di mana kasih menjadi sempurna.