PERINGATAN TERHADAP BERSUMPAH, PENGAKUAN DAN DOA (YAKOBUS 5:12-20)

Matthew Henry 

Sekarang surat ini sudah hampir mencapai akhirnya. Penulisnya bergegas dari satu hal ke lain hal. Itulah sebabnya hal-hal yang sangat berbeda ditekankan dalam beberapa ayat ini.

I. Di sini diperingatkan perihal dosa bersumpah: Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah, dan seterusnya (Yakobus 5:12).

Beberapa orang menanggapi hal ini dengan terlampau membatasi, seolah-olah makna ayat ini adalah, “Jangan menyumpahi para penganiayamu, apabila kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat oleh mereka. Jangan biarkan dirimu tersulut amarah karena kerugian yang mereka timbulkan atasmu, sehingga dengan demikian kamu terpancing untuk menyumpahi.” Sumpah serapah semacam ini jelas dilarang di sini, dan tidak bisa dijadikan dalih untuk memaafkan orang-orang yang bersalah melakukan dosa ini, dan berkata bahwa amarah mereka terbakar ketika dipanas-panasi, sehingga melakukan hal itu sebelum menyadarinya. Akan tetapi, peringatan Rasul Yakobus ini mencakup sumpah-sumpah lain di samping yang satu ini.
PERINGATAN TERHADAP BERSUMPAH, PENGAKUAN DAN DOA (YAKOBUS 5:12-20)
Beberapa orang menerjemahkan istilah Beberapa orang menerjemahkan istilah pro pantōn, “yang terutama” sebagai di depan semua hal, dan karena itu bahwa mereka tidak boleh, dalam percakapan sehari-hari, di depan segala sesuatu yang mereka katakan, mengucapkan sumpah. Semua kebiasaan bersumpah yang tidak perlu, jelas-jelas dilarang, dan dikecam di seluruh Kitab Suci sebagai dosa yang sangat berat. Sumpah serapah sudah sangat biasa dilakukan orang Yahudi, dan karena surat ini ditujukan secara umum kepada kedua belas suku di perantauan (seperti yang telah dibahas sebelum ini), maka kita boleh memahami bahwa nasihat ini ditujukan kepada mereka yang belum percaya.

Sungguh sulit memercayai bahwa bersumpah merupakan salah satu noda yang biasa terdapat pada anak-anak Allah, mengingat bahwa Petrus, ketika dituduh sebagai murid Kristus dan menyangkalinya, kemudian mengutuk dan bersumpah. Ia menyangka bahwa dengan cara ini ia dapat meyakinkan mereka bahwa ia bukanlah murid Yesus, karena orang sudah tahu bahwa murid-Nya tidak akan berani bersumpah. 

Namun, boleh jadi beberapa dari antara mereka yang disebut orang Kristen dan termasuk golongan yang terlampau longgar, juga melakukan kesalahan ini di samping dosa-dosa lain yang dituduhkan kepada mereka. Ini merupakan dosa memalukan yang selama tahun-tahun berikutnya tetap saja terjadi, bahkan di antara orang-orang yang terutama dianggap berhak menyandang nama dan kehormatan Kristen. Memang sangat jarang terjadi bahwa seorang meninggalkan gereja Inggris karena melakukan dosa bersumpah, namun, di antara mereka yang membanggakan diri sebagai anggota jemaat, tidak ada kebiasaan yang tidak lebih lumrah. Bahkan sumpah serapah dan kutukan yang paling buruk pun sering melukai telinga dan hati orang-orang Kristen yang bersungguh-sungguh. Di sini Yakobus berkata:

1. Tetapi yang terutama, janganlah kamu bersumpah. Namun, berapa banyak orang yang menganggap hal ini sepele dan meremehkan hal seperti sumpah serapah? Mengapa di sini bersumpah terutama dilarang?

(1) Sebab perbuatan ini langsung memukul telak kehormatan Allah dan paling merendahkan nama serta wibawa-Nya.

(2) Sebab di antara semua dosa, dosa ini mengandung godaan paling sedikit. Tidak ada keuntungan, kesenangan, ataupun nama baik yang dapat membuat orang tertarik melakukannya, selain kecerobohan dalam berbuat dosa dan menunjukkan sikap bermusuhan yang sia-sia kepada Allah. Musuh-musuh-Mu menggunakan nama-Mu dengan sia-sia (Mazmur 139:20 KJV). Ini merupakan bukti tentang manusia yang memusuhi Allah, meskipun mereka mengaku-ngaku menyebut diri dengan menggunakan nama-Nya, atau terkadang memuji Dia di dalam ibadah.

(3) Sebab dosa ini paling sulit ditinggalkan apabila orang sudah terbiasa melakukannya, sehingga terutama harus diwaspadai.

(4) “Tetapi yang terutama, janganlah kamu bersumpah, sebab bagaimana kamu dapat berharap bahwa nama Allah menjadi menara yang kuat di tengah kesusahan bagimu, jika kamu mencemarkan dan mempermainkannya pada kesempatan lain?” Namun, (seperti yang diamati Baxter), “Semua ini sama sekali tidak berarti melarang orang mengucapkan sumpah yang memang diperlukan, tetapi untuk menegaskan kepada mereka supaya memelihara rasa hormat terhadapnya.”

Selanjutnya, ia menyampaikan bahwa “Hakikat sebenarnya dari sumpah adalah, menggadaikan nama baik sesuatu yang besar, demi menegaskan kebenaran hal sepele yang diragukan, dan bukannya (seperti yang umum dilakukan) mengajukan permohonan kepada Allah atau hakim lainnya.” Itulah sebabnya bersumpah demi langit, bumi, dan sumpah-sumpah lain yang dirujuk Rasul Yakobus, kemudian digunakan. 

Orang Yahudi berpikir bahwa asalkan menghindari sumpah agung Chi-Eloah, mereka akan tetap aman. Namun, mereka ternyata telah bersikap begitu cemar hingga berani bersumpah demi makhluk ciptaan, seolah-olah makhluk itu adalah Allah sendiri, sehingga meninggikan makhluk menggantikan tempat Allah. Sementara itu, di pihak lain, orang yang biasa bersumpah sambil menggunakan nama Allah dengan sembarangan, sama saja dengan menempatkan Dia setingkat dengan benda biasa lainnya.

2. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman. Artinya, “Cukuplah bagimu untuk mengiakan atau menyangkali sesuatu bila tersedia kesempatan untuk itu, dan pastikanlah untuk berpegang teguh pada perkataanmu dan menepati janji, agar tidak memberikan kesempatan kepada orang untuk mencurigaimu berdusta. Dengan demikian kamu akan terhindar dari hukuman karena tidak menyokong apa yang kamu katakan dan janjikan dengan mengucapkan sumpah dengan gegabah, dan menodai nama Allah demi membenarkan diri sendiri. 

Karena dicurigai berdusta, orang lalu bersumpah. Biarlah orang tahu bahwa kamu berkata benar, dan teguh dalam perkataanmu, sehingga dengan demikian kamu akan mendapati bahwa kamu tidak perlu bersumpah atas apa yang kamu katakan. Dengan demikian kamu akan terhindar dari penghukuman yang secara jelas ditambahkan pada perintah ketiga: TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.”

II. Sebagai orang Kristen, kita diajar untuk menyesuaikan diri dengan penyelenggaraan pemeliharaan Allah (Yakobus 5: 13): Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa! Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!

Keadaan kita di dunia ini beragam, dan karena itu kita harus berhikmat untuk menerima keadaan itu, dan berperilaku pantas, baik dalam kemakmuran maupun dalam penderitaan. Adakalanya kita bersedih, dan adakalanya bergembira. Allah telah menetapkan kedua hal ini dengan silih berganti, supaya kita lebih bisa mengamati berbagai tugas yang diperintahkan-Nya, dan supaya pengaruh yang ditimbulkan ke atas kegemaran dan perasaan kita bisa memberikan manfaat bagi ibadah kita. Penderitaan sudah seharusnya membuat kita berdoa, sedangkan kemakmuran membuat kita memuji-muji Dia. Ini tidak berarti bahwa doa hanya terbatas pada masa sulit, atau menyanyi hanya kita lakukan ketika bergembira. Sebaliknya, berbagai tugas ini bisa dilaksanakan dengan menghasilkan manfaat khusus dan dengan tujuan penuh kebahagiaan pada masa seperti itu.

1. Di dalam penderitaan, tidak ada yang lebih cocok dilakukan dibanding doa. Orang yang mengalami penderitaan harus berdoa sendiri, dan juga meminta dukungan doa orang lain. Masa penderitaan sudah seharusnya menjadi masa untuk berdoa. Untuk tujuan inilah Allah mengizinkan penderitaan datang, supaya kita segera mencari Dia, dan supaya mereka yang pernah mengabaikan-Nya dapat dibawa kembali untuk mencari Dia. Pada masa itu, roh seseorang berada dalam taraf paling merendah, dan hatinya hancur serta lembut. Doa paling dapat diterima Allah ketika timbul dari roh yang merendah dan penuh penyesalan. Penderitaan biasanya memunculkan keluhan. Dan kepada siapa lagi kita harus mengeluh selain kepada Allah dalam doa? Sungguh penting untuk melatih iman serta pengharapan di tengah penderitaan. Dan doa merupakan sarana yang ditetapkan, baik untuk memperoleh maupun untuk meningkatkan kasih karunia di dalam diri kita. Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!

2. Di dalam masa penuh kegembiraan dan kemakmuran, menyanyi mazmur adalah kegiatan yang sangat patut dan masuk akal. Di dalam teks asli, hanya disebutkan menyanyi, psalletō, tanpa tambahan kata mazmur atau perkataan lain. Kita tahu dari tulisan beberapa orang pada abad-abad pertama Kekristenan (terutama dari sepucuk surat yang ditulis Pliny, serta dari sejumlah tulisan Justin Martir dan Tertullian), bahwa orang-orang Kristen itu terbiasa menyanyikan lagu-lagu himne, baik yang diambil dari Kitab Suci maupun dari gubahan yang dikarang sendiri, ketika mereka menyembah Allah. 

Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa nasihat Paulus kepada orang Kolose dan Efesus supaya mereka mengajar dan menegur seorang akan yang lain psalmois kai hymnois kai ōdais pneumatikais – sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, hanya merujuk kepada rangkaian ayat firman Tuhan, yakni mazmur gubahan Daud yang dapat dibedakan dalam bahasa Ibrani melalui Shurim, Tehillim, dan Mizmorim, kata-kata yang sangat sesuai dengan perkataan Rasul Yakobus. Biarlah hal itu berlaku seperti seharusnya dan yang bisa kita yakini, bahwa menyanyikan mazmur merupakan ketetapan Injil, dan bahwa sukacita kita harus bersifat kudus, dikhususkan bagi Allah. 

Di sini, menyanyi dianjurkan untuk menunjukkan bahwa jika ada seseorang yang sedang berada dalam keadaan gembira dan makmur, ia harus mengembalikan kegembiraannya dalam jalur ini, meskipun sedang berada seorang diri. Kegembiraan kudus sungguh sesuai ketika orang berada bersama keluarga, menyendiri, ataupun dalam persekutuan. Biarlah nyanyian kita merupakan lagu kepada Allah di dalam hati kita, dan Allah pasti akan bersukacita dengan penyembahan semacam ini.

III. Di sini terdapat petunjuk-petunjuk tertentu yang diberikan menyangkut orang-orang sakit, dan rahmat pengampunan yang menyembuhkan yang dijanjikan apabila petunjuk-petunjuk itu dijalankan. Kalau ada seorang yang sakit, mereka perlu,

1. Memanggil para penatua jemaat, presbyterous tēs ekklēsias – para penatua, yakni gembala atau hamba Tuhan dari jemaat (Yakobus 5: 14-15). Menjadi kewajiban orang sakit untuk memanggil hamba-hamba Tuhan dan meminta bantuan serta doa mereka.

2. Sudah menjadi kewajiban para hamba Tuhan untuk mendoakan orang sakit ketika mereka dipanggil dan diminta melakukan itu. Supaya mereka mendoakan dia, supaya doa-doa mereka sesuai bagi keadaan si sakit, dan permohonan doa mereka cocok bagi orang yang dirundung kemalangan itu.

3. Pada masa penyembuhan melalui mujizat, orang sakit diolesi dengan minyak dalam nama Tuhan. Para penafsir Kitab Suci pada umumnya membatasi makna pengolesan dengan minyak ini pada orang-orang yang memiliki kuasa mengadakan mujizat. Namun ketika mujizat tidak terjadi lagi, cara ini juga berhenti. Di dalam Injil Markus, kita membaca perihal rasul yang mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka (Markus 6:13).

Kita juga membaca laporan bahwa dua ratus tahun sesudah Kristus, cara ini masih digunakan di jemaat. Namun, pada masa itu karunia kesembuhan juga dijalankan. Ketika karunia mujizat itu berhenti, upacara itu juga ditinggalkan. Orang Katolik Roma memakai upacara ini sebagai sebuah sakramen, yang disebut sakramen orang sakit atau minyak suci. Mereka menjalankan sakramen ini tidak untuk menyembuhkan orang sakit, seperti yang dahulu digunakan para rasul, tetapi untuk mengurapi orang yang sudah hampir mengembuskan nafas terakhir. 

Pengolesan yang dilakukan rasul dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit, sedangkan sakramen perminyakan di gereja Katolik dengan tujuan menghapus dosa yang masih tersisa, dan memampukan jiwa (seperti yang mereka percayai) melawan kuasa-kuasa di udara dengan lebih baik. Bagaimanapun, lebih baik meninggalkan kebiasaan pengolesan dengan minyak ini daripada mengubah tujuannya sehingga cukup bertolak belakang dengan yang dibicarakan di Kitab Suci. Sejumlah orang Protestan berpendapat bahwa pengolesan ini hanya dapat diizinkan atau disetujui oleh Kristus, dan tidak ditetapkan sebagai aturan.

Namun, melalui perkataan Yakobus di sini, sepertinya hal itu dianjurkan dalam kasus-kasus ketika terdapat iman untuk mengalami kesembuhan. Sejumlah orang Protes tan juga memperdebatkan pandangan ini. Kebiasaan ini tidak umum digunakan, bahkan pada zaman rasuli. Beberapa lagi berpendapat bahwa kebiasaan ini jangan ditiadakan sama sekali pada zaman apa pun. Jika orang yang mengoles dan yang dioles dengan minyak itu memiliki iman yang kuat, berkat yang luar biasa mungkin saja menyertai pelaksanaan petunjuk bagi orang sakit itu. Bagaimanapun, ada satu hal yang harus dicermati di sini, bahwa keselamatan si sakit tidak dikatakan terjadi berkat mengolesnya dengan minyak, tetapi dengan doa: doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu, dan seterusnya (Yakobus 5: 15). Dengan demikian,

4. Doa bagi orang sakit harus dimulai dari dan disertai iman yang hidup. Harus terdapat iman, baik di dalam diri orang yang mendoakan maupun yang didoakan. Ketika seseorang sakit, bukanlah doa yang dingin dan kaku yang memberikan hasil, melainkan doa dengan iman.

5. Kita harus memperhatikan manfaat doa. Tuhan akan membangunkan dia. Artinya, jika orang itu memang masih bisa dan layak disembuhkan, dan apabila Allah masih mempunyai sesuatu yang harus dikerjakan orang itu di dunia. Dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. Artinya, ketika penyakit diizinkan sebagai hukuman atas dosa tertentu, dosa itu akan diampuni, dan sebagai tandanya, penyakit itu akan diangkat. Sama seperti ketika Kristus berkata kepada orang lumpuh itu, Jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk, di situ tersirat bahwa dosa tertentulah yang menjadi penyebab penyakitnya.

Oleh sebab itu, hal penting yang harus kita pohonkan dari Allah bagi diri sendiri dan orang lain ketika sakit, adalah pengampunan dosa. Dosa merupakan akar dan juga sengat penyakit. Jika dosa telah diampuni, kesengsaraan itu akan diangkat karena belas kasihan-Nya, atau kita akan melihat bahwa ada belas kasihan meskipun penyakit itu tetap berlanjut. Ketika kesembuhan terjadi karena pengampunan, kita dapat berkata seperti Hizkia, Dalam kasih-Mu terhadap jiwaku, Engkau telah mencegah jiwaku dari lubang kebinasaan (Yesaya 38:17). Ketika seseorang sakit dan merasa kesakitan, biasanya ia berdoa dan berseru, O, ringankan penderitaanku! O, pulihkan kesehatanku! Namun, doa itu lebih baik dan seharusnya berbunyi, O, kiranya Allah mengampuni dosa-dosaku!

IV. Orang Kristen diajarkan untuk saling mengaku dosa dan saling mendoakan (Yakobus 5:16). 

Beberapa ahli tafsir Kitab Suci menghubungkan hal ini dengan Yakobus 5: 14. Seperti ketika orang sakit memanggil hamba Tuhan untuk mendoakannya, mereka juga harus mengakui dosa mereka kepada para hamba Tuhan itu. Benar, ketika seseorang menyadari bahwa penyakit mereka merupakan hukuman sebagai ganjaran atas dosa tertentu, dan ia tidak dapat terlepas dari penyakit tanpa memohon ampun dari Allah untuk dosa itu, maka sudah sepatutnya ia mengakui dan menceritakan perkaranya, supaya mereka yang berdoa baginya tahu bagaimana harus memanjatkan doa dengan tepat baginya.

Namun, pengakuan yang dianjurkan di sini adalah supaya orang Kristen saling mengakui dosanya kepada sesamanya, dan bukan kepada hamba Tuhan saja. Ketika orang telah saling menyakiti, perbuatan ketidakadilan itu harus diakui kepada mereka yang telah disakiti itu. Ketika orang saling mencobai dan mengajak berbuat dosa atau sepakat melakukan kejahatan yang sama, mereka harus sama-sama menyalahkan diri sendiri dan saling mendorong untuk bertobat. Ketika kejahatan yang dilakukan bersifat umum yang mempengaruhi dan merugikan orang banyak, maka kejahatan itu harus diakui di hadapan umum juga, sehingga bisa didengar semua orang yang terkait.

Terkadang, ada baiknya kita mengakui kesalahan kepada hamba Tuhan yang bijaksana atau sahabat yang mau berdoa bagi kita, supaya ia dapat membantu kita memohon belas kasihan dan pengampunan dari Allah. Namun, janganlah kita berpikir bahwa Yakobus menyuruh kita menceritakan semua kesalahan yang ada pada diri kita atau sesama kita. Sudah cukup apabila kita menyampaikan pengakuan supaya bisa berdamai dengan mereka yang bermasalah dengan kita, atau untuk memperoleh penjelasan bagi hati nurani dan membuat perasaan kita tenang serta tenteram.

Sejauh itulah kita harus siap mengakui kesalahan kita. Kadang-kadang ada baiknya juga bagi orang Kristen untuk saling mengungkapkan kelemahan dan pelanggaran mereka, sepanjang sudah terjalin keakraban serta persahabatan di antara mereka, sehingga mereka dapat saling membantu melalui doa-doa mereka untuk memperoleh pengampunan bagi dosa-dosa mereka dan kekuatan untuk melawan dosa-dosa itu. Orang-orang yang saling mengakui kesalahan, sudah seharusnya berdoa bersama dan saling mendoakan.

Yakobus 5:13 menyuruh orang untuk berdoa bagi diri sendiri, Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa! Ayat 14 menyuruh orang untuk memohon doa para hamba Tuhan, sedangkan ayat 16 menyuruh anggota jemaat Kristen untuk saling mendoakan. Dengan demikian kita lihat di sini berbagai jenis doa (yaitu doa dari hamba Tuhan, doa bersama-sama, dan doa pribadi) yang disarankan.

V. Keuntungan dan manfaat besar dari doa dinyatakan dan dibuktikan, Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya, entah didoakan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Lihatlah contoh dari Elia (Yakobus 5: 17-18).

Orang yang berdoa haruslah orang yang benar. Bukan benar dalam arti sempurna (sebab Elia yang di sini dijadikan teladan bagi kita, bukanlah orang yang sempurna), melainkan benar dalam arti Injili. Ia tidak mencintai ataupun menyetujui kejahatan jenis apa pun. Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar (Mazmur 66:18).

Selanjutnya, doa itu sendiri haruslah merupakan doa yang sungguh-sungguh dan dinaikkan secara khusus. Doa itu harus merupakan luapan hati kepada Allah, dan dialirkan dari iman yang tulus. Doa semacam itu sangatlah bermanfaat. Bermanfaat bagi diri kita sendiri, mungkin juga berguna bagi teman-teman kita, dan yang pasti, diterima oleh Allah. Sungguh baik apabila memiliki sahabat yang doa-doanya diterima oleh Allah.

Di sini, kuasa doa dibuktikan melalui keberhasilan Elia. Peristiwa ini dapat menguatkan hati kita, bahkan dalam perkara-perkara yang biasa, apabila kita mengingat bahwa Elia adalah manusia biasa sama seperti kita. Dia orang baik yang bersemangat dan sangat hebat, tetapi dia juga memiliki kelemahannya sendiri, dan harus berhadapan dengan masalah-masalah nafsunya sama seperti orang lain. Saat berdoa, janganlah kita memandang jasa manusia, tetapi kasih karunia Allah. Hanya dalam hal inilah kita harus meneladani Elia, yaitu bahwa ia berdoa dengan sungguh-sungguh. Atau, sesuai naskah aslinya, di dalam doa ia berdoa. 

Belumlah cukup untuk sekadar mengucapkan doa, tetapi kita juga harus berdoa dalam doa. Pikiran kita harus terpusat, kerinduan kita harus teguh dan tekun, dan semua anugerah yang telah kita terima kita manfaatkan. Apabila kita berdoa seperti itu, maka kita akan berhasil di dalam doa. Elia berdoa, supaya hujan jangan turun, dan Allah mendengar permohonannya dalam menghadapi bangsa penyembah berhala yang menganiaya umat-Nya, sehingga hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan, dan seterusnya. Dengan demikian bisa dilihat bahwa doa merupakan kunci yang mampu membuka dan menutup langit. Mengenai hal ini kita bisa mengacu kepada ayat 6 yang mengatakan bahwa kedua saksi itu memiliki kuasa menutup langit, supaya jangan turun hujan.

Contoh mengenai kuasa doa yang luar biasa ini dicatat demi menguatkan hati, bahkan kepada orang Kristen biasa sekalipun, supaya mereka giat dan bersungguh-sungguh dalam doa. Allah tidak pernah berkata kepada keturunan Yakub, carilah wajah-Ku dengan sia-sia. Jika melalui doa Elia dapat melakukan hal-hal yang begitu hebat dan luar biasa, maka doa-doa orang benar pasti tidak akan kembali dengan sia-sia. Kalaupun tidak terjadi mukjizat dalam jawaban Allah atas doa-doa kita, masih terdapat kasih karunia yang besar.

VI. Surat ini ditutup dengan nasihat agar kita berusaha sekeras mungkin pada tempat kita untuk mengupayakan pertobatan serta keselamatan orang lain (Yakobus 5:19-20).

Ada beberapa yang mengartikan ayat-ayat ini sebagai permintaan maaf Rasul Yakobus, karena ia terpaksa menegur orang Kristen Yahudi dengan begitu terus terang dan tajam atas dosa dan kesalahan mereka yang tidak sedikit itu. Yakobus tentu saja memberikan alasan yang sangat tepat mengapa ia begitu peduli menyadarkan mereka dari kesalahan mereka, sebab dengan berbuat demikian, ia dapat menyelamatkan jiwa-jiwa dan menutupi banyak dosa.

Bagaimanapun, janganlah kita membatasi upaya Rasul Yakobus dalam membawa kembali orang-orang yang menyimpang dari kebenaran di tempat ini saja, atau pada pelayanan sejenisnya. Sebab telah dikatakan bahwa “Barang siapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, biarlah ia bersedia melakukan kebaikan bagi orang lain, sehingga dengan demikian ia menjadi alat untuk menyelamatkan jiwa orang dari maut.” Rasul Yakobus beranggapan bahwa orang-orang yang di sini disebut saudara olehnya, telah menempuh jalan yang sesat. Bukanlah ciri khas orang bijak atau suci untuk membanggakan diri sebagai orang yang bebas dari kesalahan, atau tidak mau mengakui bahwa dia melakukan kesalahan. Namun, jika ada orang-orang yang melakukan kesalahan sebesar apa pun, janganlah takut menunjukkan kesalahan itu kepada mereka. Bila mereka melakukan kesalahan sekecil apa pun, janganlah meremehkannya agar kamu bisa membuat mereka lebih bijaksana dan baik.

Jika orang menyimpang dari kebenaran, maksudnya dari Injil (kaidah dan norma agung kebenaran), baik dalam pendapat maupun perbuatan, berusahalah untuk membawa mereka kembali kepada kaidah agung tadi. Kesalahan dalam penilaian dan hidup ini biasanya berjalan bersama. Biasanya ada suatu kesalahan dalam memahami ajaran Injil yang mendasari setiap perbuatan salah. Tidak seorang pun berperilaku buruk karena hal itu sudah merupakan kebiasaannya, tetapi ini disebabkan oleh asas yang salah. Nah, untuk membawa mereka kembali berarti menjauhkan mereka dari kekeliruan mereka, dan menarik mereka kembali dari jalan sesat yang telah mereka tempuh. Janganlah kita langsung menuduh dan berteriak kepada saudara yang melakukan kesalahan, serta berusaha mencerca dan mendatangkan malapetaka ke atas orang itu. 

Sebaliknya, buatlah dia bertobat. Seandainya pun semua usaha kita tidak membuahkan hasil, kita sama sekali tidak diberi wewenang untuk menganiaya dan menghancurkannya. Jika kita dipakai sebagai alat dalam pertobatan seseorang, maka dikatakan bahwa kita mempertobatkan mereka, meskipun pada dasarnya ini adalah hasil pekerjaan Allah. Jika tidak mampu berbuat apa pun lagi bagi pertobatan orang berdosa, kita masih bisa melakukan hal ini, yaitu berdoa supaya kasih karunia dan Roh Allah menobatkan dan mengubah mereka.

Biarlah mereka yang dapat dipakai untuk menobatkan orang lain, tahu apa yang akan menjadi akibat menggembirakan atas apa yang mereka lakukan. Mereka dapat memperoleh penghiburan sekarang ini, dan pada akhirnya nanti mereka akan memperoleh mahkota. Orang yang disebut menyimpang dari kebenaran (Yakobus 5:19) dikatakan menempuh jalannya yang sesat (Yakobus 5:20). Kita tidak dapat dikatakan menobatkan seseorang, hanya dengan mengubah pendapat mereka, kecuali kita dapat membuat mereka memperbaiki dan mengubah jalan hidup mereka.

Inilah arti pertobatan, yaitu membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, bukannya mengalihkannya dari satu pihak ke pihak lain, atau sekadar dari gagasan dan cara berpikir yang satu kepada yang lain. Orang yang berhasil menobatkan orang berdosa dari jalannya yang sesat, akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut. Jiwa seseorang terlibat di dalamnya, dan apa yang dilakukan demi keselamatan jiwa itu pasti akan dapat menguntungkan. Karena jiwa merupakan bagian utama manusia, maka di sini hanya disebutkan penyelamatan jiwa saja. Namun, sebenarnya penyelamatan jiwa juga mencakup keselamatan manusia itu secara keseluruhan seutuhnya. Roh akan diselamatkan dari neraka, tubuh dibangkitkan dari kubur, dan keduanya diselamatkan dari maut yang kekal.

BACA JUGA: PERINGATAN KEPADA ORANG KAYA: BERSABAR DALAM PENDERITAAN (YAKOBUS 5:1-11)

Sesudah itu, pertobatan hati dan hidup itu akan menutupi banyak dosa. Ayat ini sungguh sangat menghibur. Dari situ kita tahu bahwa meskipun dosa kita banyak, bahkan teramat banyak, namun semuanya dapat ditutupi atau diampuni. Ketika dijauhi dan ditinggalkan, dosa akan ditutupi dan tidak pernah muncul untuk melawan kita pada hari penghakiman. Tidak peduli sekeras apa pun manusia berusaha berkelit dari atau menyembunyikan dosa mereka, tidak ada cara yang mampu menutupinya dengan sempurna, selain dengan meninggalkannya. Beberapa orang berkata ayat ini berarti, pertobatan akan mencegah banyak dosa. Sungguh merupakan kebenaran yang tidak dapat disangkali bahwa banyak dosa dapat dicegah dalam diri orang yang bertobat, bahkan dalam diri orang-orang lain yang terpengaruh olehnya, atau yang bergaul dengannya.

Secara keseluruhan, betapa kita harus mempersiapkan diri dengan memberikan perhatian sepenuhnya bagi pertobatan orang berdosa! Ini adalah demi kebahagiaan serta keselamatan mereka yang bertobat. Pertobatannya akan mencegah banyak kejahatan, serta menghambat penyebaran dan pertambahan dosa di dunia. Ini adalah demi kemuliaan dan kehormatan Allah, dan akan mendatangkan penghiburan dan kehormatan bagi kita sendiri pada hari yang agung itu kelak. Mereka yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran akan bercahaya seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.
Next Post Previous Post