SOSIALISASI DALAM KELUARGA KRISTEN

Sri Karyati
SOSIALISASI DALAM KELUARGA KRISTEN
Sekilas Pandang Tentang Keluarga

Lembaga yang pertama dan yang utama didirikan di dunia adalah lembaga keluarga, dan Allah sendiri yang telah mendirikannya (Kejadian1:27-28; 2:18,21-25). Tujuan Allah mendirikan keluarga supaya mereka memiliki proses sosialisasi yang sepadan, yaitu antara manusia (Adam) dengan perempuan (Hawa).

Allah juga menginginkan mereka untuk melanjutkan keturunan di muka bumi ini dengan cara beranak cucu. Jadi inti dari rencana Allah mendirikan keluarga itu adalah terdiri dari suami, istri dan anak-anak, dengan demikian proses sosialisasi yang diharapkan dari seluruh anggota keluarga dapat terwujud dengan baik, dan pada akhirnya mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat menjadi teladan yang baik dalam segala aspek kehidupan mereka

Menurut Vanbriarto( 1984:35-38), bahwa intisari serta ciri-ciri keluarga adalah keluarga sebagai berikut: 

1. Keluarga merupakan kelompok sosial yang terkecil yang umumnya terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. 2. Hubungan sosial diantara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, dan adopsi. 
3. Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab. 
4. Fungsi keluarga ialah memelihara, merawat , dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.

Peranan keluarga sangat penting bagi kepribadian seseorang maka oleh Charles H. Cooley keluarga disebut sebagai kelompok primer dengan sifat-sifat seperti keakraban, hubungan tatap muka, dan berlangsung untuk waktu yang relatif kekal. Keluarga sangat berperan penting demi kesinambungan dan kestabilan masyarakat. Keluarga menyiapkan anggota untuk kelak manjadi anggota masyarakat yang baik

Masyarakat Jawa juga memandang keluarga inti merupakan kerabat yang paling penting karena bagi seseorang keluarga merupakan wadah untuk: ( Sajogyo, 1983: 4) 

a. Menyatakan perasaan atau emosi (senang, sedih, marah, kasih sayang, dan sebagainya), menurut sikap dan adat yang dianggap pantas, menekan ekspresi atau memberi keluasan dan lain-lain. 

b. Mendapat pedoman moral 

c. Menerima ‘ajar’ di dalam memelihara nilai-nilai, sikap, dan tata laku yang disebut sebagai proses sosialisasi, khususnya di dalam hal mengenal serta memelihara kebudayaan Jawa.

Sehubung dengan itu, keluarga hadir dengan sejumlah fungsi tertentu. Sesuai perkembangan masyarakat maka telah terjadi pergeseran sejumlah fungsi keluarga yang direduksi oleh lembaga-lembaga tertentu yang hadir dan secara khusus dan menangani aspek-aspek tertentu dari kehidupan masyarakat. Walaupun demikian fungsi-fungsi tetap melekat pada keluarga sebagai ciri hakiki keluarga yaitu, (Vanbrianto, 1984:41):

1. Fungsi biologis Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, dan fungsi biologis orang tua ialah melahirkan anakanak. Fungsi ini merupakan dasar dari kelangsungan hidup masyarakat.

2. Fungi Afeksi Dalam keluarga terjadilah hubungan sosial yang dipenuhi kemesraan dan suasana kasih sayang. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih sebagai dasar pekawinan. Dasar cinta kasih dan afeksi ini merupakan faktor penting bagi kepribadian anak. Hubungan emosional antara anggota keluarga ini sulit diperankan oleh pihak lain.

3. Fungsi Sosialisasi Fungsi ini menunjuk pada peranan keluarga dalam pembentukan kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan dan nilai-nilai dalam msayarakat dalam rangka perkembangan kepribadian. Dari fungsi-fungsi tersebut jelas bahwa betapa pentingnya kehadiran keluarga dalam kehidupan bermasyarakat. Agar fungsi itu dapat dimainkan dengan baik maka perlu adanya pera aktif secara bertanggung jawab dari tiap anggota keluarga.

Proses Sosialisasi Dalam Keluarga Kristen

Keluarga Kristen adalah keluarga yang berpusatkan kepada Kristus. Rahasia keluarga yang baik sangat sederhana: Binalah hubungan keluarga dengan Yesus Kristus. Segenap segi kehidupan keluarga ada dalam lingkaran hubungan itu (Christenson, 1970:11).

Jelas bahwa proses sosialisasi yang baik antara anggota keluarga dalam kehidupan keluarga Kristen haruslah senantiasa memandang Kristus sebagai satu-satunya pusat kehidupan dan kepala dari keluarga itu sendiri, dengan demikian setiap anggota keluarga dapat menjalankan tanggungjawabnya masing-masing dengan baik. Seperti nasehat Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose: bahwa setiap anggota keluarga baik istri, suami maupun anakanak dalam keluarga harus dapat mengenal dan mengerti, serta melakukan tanggungjawabnya masing-masing dengan segenap hati seperti untuk Tuhan (Kolose 3:18-23).

Jika semua anggota keluarga dapat menjadi alat untuk melakukan sosialisasi dalam keluarga dengan berpusatkan kepada Kristus dan semua itu dilakukan hanya untuk memuliakan Kristus, maka keluarga tersebut akan mengalami kebahagiaan yang hakiki, karena sebagai istri dia telah belajar bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik, sebagai suami juga dapat belajar mengasihi istri dan dapat menjadi kepala rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab menjadi imam bagi keluarganya, dengan demikian anak-anak juga bisa belajar taat kepada kedua orang tuanya, terlebih kepada Kristus Tuhan, dan pada akhirnya dalam masyarakat dimana ia berada dia juga dapat menjadi anak-anak yang memiliki kehidupan moral yang baik. Semua itu terjadi karena seluruh anggota keluarga Kristen sudah melakukan sosialisasi dengan baik dalam keluarganya yang dilandasi dengan kasih Kristus

Proses membimbing individu ke dalam dunia sosial tersebut sosialisasi (Nasution, 1983 : 142). Sosialisasi sebenarnya adalah bagaimana membentuk setiap individu agar dia dapat menjadi anggota masyarakat yang baik, artinya dia dapat diterima oleh masyarakat. Untuk ini sebelum seseorang terjun dalam masyarakat ia perlu terlebih dahulu dilengkapi dengan sejumlah pengalaman berupa nilai-nilai, norma-norma , kaidah-kaidah dan adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa salah satu fungsi keluarga yang melekat erat sebagai hakekat dari keluarga antara lain adalah fungsi sosialisasi. Melalui keluarga terjadi proses sosialisasi dimana dalam keluargalah diajar dan balajar mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial dasar serta peran apa yang harus dimainkan sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat.

Disini keluarga menjalankan fungsi jabatan (mediating function) yakni mempersiapkan anak men-jadi anggota masyarakat yang baik di kemudian hari. Sehubung dengan itu, menurut Goode (1993: 8) bahwa peran tingkah laku yang dipelajari di dalam keluarga merupakan contoh atau prototif peran tingkah laku yang diperlukan pada segi-segi lain dalam masyarakat. Isi proses sosialisasi ialah tradisi generasi berikutnya dimana keluarga berfungsi sebagai saluran penerus yang teap menghidupkan kebudayaan itu.

Segala sesuatu yang dipelajari individu adalah dari orang lain, yang didapat secara sadar maupun tidak sadar . secara sadar seperti yang diajarkan oleh orang tua, orang lain, pihak sekolah, dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Secara tidak sadar seperti mendengar percakapan orang lain, menyerap kebiasaankebiasaan orang lain dalam lingkungannya, juga informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka dan media masa.

Dalam kehidupan keluarga, contoh dan teladan akan sangat bermanfaat bagi perkembangan pribadi anak, oleh karena dalam kehidupan keluarga berlangsung suatu keadaan yang oleh Gabriel Tarde disebut proses imitasi yaitu proses peniruan tingkah laku dari orang-orang yang terdekat dengan kita atau orang-orang yang kita kagumi. Proses imitasi ini akan berkembang kearah internalisasi sebagai kebiasaan yang sudah mendarah daging dalam kepribadian sehingga sukar melepaskan.

Sosialisasi tercapai melalui interaksi sosial. Persyaratan interaksi sosial adalah kontak sosial dan komunikasi. Interaksi sosial terjadi atas inisiatif kedua belah pihak atau lebih, dan perlu adanya aksi timbal balik. Kontak sosial perlu dilanjutkan dengan berkomunikasi barulah terjadi interaksi sosial.

Menurut Nasution ( 1983:143), sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lain. Pola kelakuan yang diharapkan dari anak terus-menerus disampaikan dalam segala situasi dimana ia terlibat. Kelakuan yang tak sesuai dikesampingkan karena menimbulkan konflik dengan lingkungan sedangkan kelakuan yang sesuai dengan norma yang diharapkan terus dimantapkan

Sehubungan dengan itu menurut Vembrianto (1984:13), terdapat tiga cara atau metode dalam proses sosialisasi yaitu sebagai berikut:

1. Metode Ganjaran dan Hukum 

Tingkah laku anak yang salah, tercela, dan tidak diterima oleh masyarakat akan mendapat hukuman. Dengan hukuman, anak menjadi sadar bahwa tindakannya/ tingkah lakunya serta tutur katanya yang salah, yang ditolak oleh masyarakat, sehingga dia akan berusaha memperbaikinya. Sebaliknya anak-anak yang mempunyai sikap yang baik, terpuji, dan diterima masyarakat, hendaknya diberikan ganjaran. Dengan ganjaran ini anak akan jadi sadar bahwa tindakannya adalah yang diterima oleh masyarakat.

2. Metode Didactic Teaching 

Metode ini lebih banyak dipakai dalam lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Meskipun sering juga dipakai dalam keluarga. Dengan metode ini kepada anak diajarkan berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan melalui pemberian informasi, ceramah, penjelasan, dan lain-lain.

3. Metode Pemberian Contoh 

Dengan metode ini terjadilah proses imitasi, di mana anak-anak meniru tingkah laku dan sifat-sifat orang dewasa dan itu terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar

Masing-masing metode tersebut mempunyai manfaat sendiri-sendiri, namun dalam suatu proses sosialisasi hasilnya relatif baik apabila semua jenis metode tersebut digunakan sesuai situasi dan kondisi yang dipandang tepat.

Dampak Peran Ganda Suami-Istri Dalam Proses Sosialisasi

Menurut Arif Budiman (1985: xi) bahwa pembagian kerja secara sexsual adalah pembagian kerja yang tertua dan terkuat sepanjang sejarah. Pembagian kerja secara sexsual ini dimaksudkan bahwa wanita bekerja di dalam rumah tangga sedangkan kegiatan di luar rumah adalah menjadi tugas kaum pria.

Namun kini keadaan telah berubah. Wanita tidak hanya terkurung dan bekerja dalam rumah tangga, tetapi mereka juga kini terlihat aktif bekerja di luar rumah , baik bekerja sendiri maupun dalam rangka membantu suami untuk mendukung ekonomi rumah tangga . bahkan dalam masyarakat desa, wanita terbukti mempunyai peranan yang sangat penting dalam urusan ekonomi rumah tangga

Penulis Amsal juga memberikan contoh bagaimana menjadi istri yang bijaksana yang dapat menjalin interaksi sosial yang baik dengan suami, anak-anaknya maupun lingkungan masyarakat sekelilingnya.

Cara-cara seorang istri yang dapat melakukan interaksi sosial dengan baik dan membanggakan bagi suami dan anak-anaknya antara lain: 

Pertama, ia berbuat baik kepada suaminya sepanjang hidupnya. 

Kedua, ia dengan rela membantu ekonomi keluarganya sehingga seluruh anggota keluarganya tidak kekurangan apa-apa. 

Ketiga, mengajarkan untuk dapat membagi kepada orang-orang yang berkekurangan dengan masyarakat yang ada di sekitarnya dengan memberikan bantuan-bantuan yang diperlukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan.

Dampaknya bahwa: anakanaknya menyebutnya berbahagia dan suaminya memujinya (Amsal-31:10-31). Ini adalah pembelajaran dalam proses sosialisasi dalam keluarga Kristen yang dilakukan oleh seorang istri disamping dia memiliki pekerjaan di luar rumahnya, tetapi dia juga tetap menjaga hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarganya dan tidak mengabaikan tugas utamanya se bagai istri maupun sebagai ibu bagi anakanaknya.

Motivasi keterlibatan wanita di sektor publik juga macam-macam. Ada yang karena alasan ekonomi, alasan mencari kesibukan dalam rangka mengatasi kesepian, tetapi juga ada yang ingin meniti kariernya, dan mungkin masih ada lagi alasan yang lainnya, yang jelas dengan kesibukannya bekerja atau ikut bekerja di sektor publik maka banyak waktu yang tersita sehingga perhatian terhadap urusan rumah tangga termasuk dalam menangani anak-anak setiap harinya lebih banyak diatur oleh orang lain (anggota keluarga lain, pembantu, dll).

Demikian juga suami atau ayah dalam status sebagai kepala keluarga tentunya sangat sibuk dengan urusan-urusan luar rumah dalam rangka mencari nafkah. Dengan demikian waktu mereka (suami/- istri/ayah/ibu) banyak tersita dalam urusan luar dan sangat minim perhatian serta kasih- sayang terhadap anak-anak.

Peran mereka sebagai pendidik-pendidik utama da lam proses sosialisasi tidak dilaksanakan dengan baik. Lebih banyak peran mereka diambil alih oleh orang lain dengan dilengkapi sejumlah fasilitas yang relatif lengkap. Namun semua itu tidak dapat menggantikan kasih sayang orang tua yang sangat didambakan oleh anak-anak. Selain kasih sayang maka mereka juga membutuhkan model peran seorang ayah dan ibu dalam memberi contoh atau tauladan, nasihat-nasihat dan sejumlah pengetahuan sebagai bekal masa depannya

Nasihat orang tua ini didukung dengan adanya lembaga-lembaga jasa yang khusus menangani masalah pengasuhan bayi (anak) ataupun bagi mereka yang berpenghasilan kecil biasanya anak-anak dititipkan pada keluarga tetangga. Tentang perkembangan kepribadian anak belum disadari secara baik oleh kebanyakan orang tua terlebih yang hidup dalam keterbatasan ekonomi juga pengetahuan. Bahkan ada yang merasakan bahwa anak menjadi beban dalam kebebasan mereka

Kondisi ini mempunyai dampak negatif karena dapat mengancam perkembangan kepribadian anak-anak. Menurut Kartini Kartono (1986: 35), bahwa faktor psikis yang berpengaruh terhadap partumbuhan anak antara lain bayi ditingggal ibu, ayah, atau kedua-duanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan dalam suatu institusionalia ( rumah sakit, rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi, dll) dimana mereka ini sangat kurang mendapatkan perawatan dan cinta kasih.

Anak-anak demikian biasanya mengalami ina itie psikis( kehampaan psikis, kering dari perasaan), sehingga mengakibatkan retardasi/ keterlambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmani. Demikian juga ada hambatan fungsi rohaniah terutama pada perkembangan intelegensia dan emosi. Banyak fakta menunjukan , bahwa anak-anak yang terlibat berbagai perilaku menyimpang adalah sebagai akibat dari kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua.

Masalah lain dari hal tersebut adalah perasaan rendah diri (minder) pada anak-anak. Di kalangan remaja sudah timbul perasaan risi bila mereka dikategorikan sebagai generasi babu. Mereka tidak senang akan sebutan anak-anak yang dirawat pembantu atau baby sitter (Prisma 10, 1985: 69). Ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya

Walaupun demikian ada pula sebagian kecil orang tua yang menyadari pentingnya kasih sayang orang tua terhadap perkembangan kepribadian anak-anaknya, sehingga walaupun sebagai wanita karier ketika memasuki rumah tangga baru, mereka cenderung berhenti secara terhormat untuk dapat mengurus rumah tangganya secara baik. Mereka merasa bahagia apabila disebut ibu rumah tangga yang berhasil membina anak-anaknya dan bahkan mendukung karier suaminya.

Refleksi Teologis

Jika keluarga-keluarga Kristen pada masa kini tetap menginginkan seluruh anggota keluarganya hidup saling memperhatikan, menghargai dan mengasihi satu dengan yang lain, maka dalam keluarga Kristen harus selalu membudayakan kehidupan sosialisasi yang baik bagi seluruh anggota keluarga dengan lebih baik dan secara intensif. Tugas mengajar, mendidik dan melatih merupakan tanggungjawab orang tua Kristen dalam keluarganya dan tugas tersebut tidak boleh dialihkan kepada orang lain.

Seorang anak akan belajar hidup beriman karena dia telah melihat secara langsung teladan iman yang dilakukan oleh kedua orang tuanya setiap hari. Abraham memberikan pengajaran atau pendidikan secara langsung kepada Ishak anaknya bagaimana harus beriman kepada Allah waktu membawa Ishak ke gunung di tanah Moria untuk menjadi korban persembahan kepada Allah.

Proses sosialisasi yang dilakukan Abraham kepada anaknya Ishak adalah dengan menggunakan metode penjelasan waktu mereka berdua sedang bersama-sama berjalan menuju gunung Moria dan pertanyaan Ishak sebagai berikut: Bapa, di sini sudah ada api dan kayu bakar, tetapi dimana anak domba untuk korban bakaran itu? Jawaban iman Abraham adalah: Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya anakku (Kejadian.22:1-19).

Dari sinilah iman Ishak mulai dibentuk, sehingga dengan iman juga dia tidak memberontak atau melawan ketika dia harus diikat oleh ayahnya Abraham dan dibaringkan di atas kayu bakar. Pada saat ini umur Ishak kira kira 25 tahun, sebagai seorang muda yang kuat pasti dia biasa melawan dengan apa yang sedang dilakukan ayahnya terhadap dirinya, tetapi dia taat kepada ayahnya dan percaya kepada apa yang telah dkatakan ayahnya kepadanya. Proses sosialisasi dalam keluarga Abraham terjadi secara terusmenerus, dengan demikian seluruh anggota keluarganya baik istri, anaknya Ishak dan bahkan kepala pelayanan rumah tangga Abraham Eliezer juga telah belajar teladan iman dari tuanya Abraham.

Di era globalisasi pada saat ini dengan segala peralatan elektronik yang semakin canggih akan membawa dampak yang positif dan negatif bagi perkembangan jiwa anak-anak. Di sini dituntut para orang tua Kristen untuk dapat melakukan antisipasi lebih dini, yaitu dengan cara mengadakan sosialisasi yang baik dalam keluarga atau dalam rumahnya sendiri.

Misalnya : orang tua dapat menjadi guru secara langsung bagi anak-anaknya, atau pendekatan secara individual, dengan demikian anak-anak dapat diajarkan berbagai macam pengatahuan dan ketrampilan melalui pemberian informasi, penjelasan secara langsung dari sumber yang benar dan dapat dipercaya yaitu orang tua mereka sendiri.

Orang tua juga harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya: dengan cara ini, anak-anak akan meniru tingkah laku dan sifat-sifat yang baik langsung dari orang tuanya sendiri. Menciptakan suatu sosialisasi yang intensif bagi anggota keluarga khususnya bagi anakanak dalam keluarga Kristen, maka akan dapat menciptakan suasana mesra, kasih sayang, aman serta terlindung, dan pada akhirnya mereka dapat bertumbuh dan berkembang baik jasmani maupun rohani yang sehat bagi seluruh kehidupan anggota keluarga (Kolose 3:21; Efesus 6:4).

Hal ini juga akan membuat anak-anak dalam keluarga Kristen tersebut memiliki nilai-nilai sikap/moral, ketrampilan dan kepekaan anak sehingga mampu mengambil keputusan tentang hidup ini secara dewasa dan bertanggungjawab

Salah satu contoh anak muda dapat memiliki probadi yang baik dan patut menjadi teladan bagi kehidupan anak-anak muda pada masa kini adalah Timotius. Timotius dia bisa mengambil suatu keputusan yang tepat bagi masa depan hidupnya yang masih muda, yaitu dia rela memberikan seluruh hidupnya untuk dipakai menjadi alat Tuhan pada masa mudanya karena dia telah belajar langsung dari kehidupan neneknya Lois dan ibunya Eunike (II Timotius 1:5).

Masa muda Timotius menjadi lebih berarti bagi kehidupan pribadinya sendiri, orang tuanya, lingkungan masyarakat yang ada disekitarnya dan bahkan bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus karena dia telah mengalami proses pembelajaran secara langsung dari orang-orang yang mengasihinya dari dalam rumahnya sendiri. Karater Timotius menjadi kuat karena dia telah melihat teladan orang-orang yang mengasihinya dengan sepenuh hati dan membentuknya sejak kecil, dengan demikian dia tidak mengambil keputusan yang salah yang dapat menjerumuskan kehidupannya ke hal-hal yang tidak berkenan baik bagi orang tuanya, lingkungan masyarakat dimana dia tinggal dan berada dan bahkan Tuhan Yesus

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam rangka mempertahankan keberadaan dan menjamin kelangsungan hidup suatu masyarakat maka perlu adanya pelestarian sejumlah nilai, norma, dan kebudayaan serta kebiasaan-kebiasaan umum dari masyarakat tersebut sebagai pedoman berinteraksi tetapi juga sebagai ciri khas dari masyarakat tertentu. Sehubung dengan itu semua komponen dalam masyarakat dituntut berperan aktif dalam upaya itu.

Keluarga sebagai komponen sentral dalam masyarakat dalam fungsinya sebagai lembaga komponen sentral dalam masyarakat dalam fungsinya sebagai lembaga sosialisasi mempunyai peran yang pokok dalam hal demikian anggota masyarakat yang baik. Demikianlah menurut Goose(1983: 4), bahwa keluarga terdiri dari pribadi-pribadi ( ayah, ibu, dan anak) tetapi juga merupakan bagian jaringan sosial yang lebih besar. Hanya melalui keluarga yang seluruh anggota keluarga tersebut hidup di dalam Kristus, maka masyarakat itu dapat memperoleh dukungan yang dibutuhkan atau diperlukan dari pribadi-pribadi.

Saran –Saran

1. Setiap keluarga Kristen perlu menyadari, bahwa tanggung jawab mengenai keberadaan dan kelangsungan hidup masyarakat berada di atas pundaknya. Oleh karena itu dalam kehidupan keluarga Kristen perlu terus-menerus disosialisasikan nilai-nilai rohani, norma-norma yang sesuai dengan hukum Kristus, kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan umum kepada anak-anak sebagai generasi penerus

2. Batapapun sibuknya, hendaknya para orang tua Kristen harus selalu menyiapkan waktu dan perhatian kepada anak-anaknya, karena mereka sangat membutuhkan model paran ayah dan ibu, juga kekuatan psikis sebagai modal bagi kehidupan mereka di kemudian hari.
Next Post Previous Post