Mendidik Anak dengan Kasih: Panduan Pertumbuhan Rohani dalam Keluarga Kristen (Efesus 6:4)

Orang tua jangan membangkitkan amarah kepada anak-anak, tetapi didiklah mereka dengan ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6: 4) “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:4)

Jika anak-anak Kristen dinasihati untuk menaati dan menghormati orang tuanya (Efesus 6:1-3), maka Efesus 6:4 merupakan kewajiban bapak-bapak sebagai kepala keluarga lebih ditekankan. Pada waktu itu di dalam budaya Yunani-Romawi dan dalam tulisan-tulisan Yahudi, bapak-bapak mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak-anak. 
Mendidik Anak dengan Kasih: Panduan Pertumbuhan Rohani dalam Keluarga Kristen (Efesus 6:4)
Karena itu hal ini dituliskan untuk mereka. Dalam ayat ini mereka diperintahkan untuk tidak membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak mereka. Di dalam hukum Romawi yang berlaku bagi masyarakat pada waktu itu ditekankan tentang patria potestas (otoritas kepala rumah), di mana bapak-bapak diberikan kuasa tanpa batas atas anak-anak mereka, dan hukum ini mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam budaya Helenistik pada waktu itu

Dalam ayat ini sesudah Paulus selesai menasihati anak-anak, ia berkata kepada bapak-bapak: “Dan kamu, bapa-bapa janganlah bangkitkan amarahmu di hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6: 4). Pertanyaan tentang mengapa ibu-ibu tidak turut di sebut di sini, padahal mereka juga adalah orang tua yang turut bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak mereka, tidak diketahui sebab yang sebenarnya. Mungkin karena Paulus menganggap bahwa bapak-bapak sebagai kepala rumah tangga (keluarga) yang memikul dan mewakili wibawa orang tua

Menurut W. Barclay, sebagaimana dikutip oleh Stott, “Bapak Romawi memegang dan menerapkan kekuasaan mutlak atas keluarganya. Ia boleh sesukanya menjual anak-anaknya menjadi hamba, memaksa mereka bekerja di ladang bahkan dengan terbelenggu, menghukum mereka sampai pada hukuman mati karena kuasa menghukum ada padanya.” Konteks tersebut tentu saja sangat berpengaruh pada cara pandang, bagaimana menyikapi pemberian didikan bagi anak-anak. 

Itu sebabnya O’Brien mewanti-wanti agar ‘disiplin yang keras’ tidak boleh diterapkan di dalam pendidikan anak. Menurutnya, Paulus jelas menentang hal ini, ia menentang “disiplin keras yang berlebihan, tuntutan tak beralasan yang beralasan, penyalahgunaan otoritas, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, omelan, dan hukuman yang konstan, merendahkan seorang anak pada penghinaan, dan semua bentuk ketidakpekaan yang besar pada kebutuhan dan perasaan seorang anak.

Paulus tahu, bahwa amarah dapat membawa seseorang kepada dosa dan kepada kuasa Iblis (Efesus 4:26). Alasannya, dengan amarah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal itu, orang dapat jatuh ke dalam perbuatan fitnah (bnd.Efesus 4:31), yang memisahkannya dari persekutuan dengan Allah. Terutama untuk anak-anak, hal itu sangat berbahaya. 

Seorang ayah yang menyebabkan hati anaknya menjadi panas atau marah, sadar atau tidak sadar sedang memimpin mereka kepada pemberontakan melawannya. Hal itu bisa juga berdampak pada pemberontakan melawan Allah sebagai Bapa. Mengapa hal itu terjadi, tidak dikatakan oleh Paulus dengan jelas. Bukankah sikap, perkataan, perbuatan tindakan, dan lain sebagainya dari orang tua, terutama bapak-bapak, sangat berpengaruh pada diri seorang anak? Itulah sebabnya teladan yang tidak baik perlu dihindarkan. Paulus juga menasihatkan mereka secara positif supaya mereka mendidik anak-anak mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Pendidikan keras yang biasanya diterapkan pada waktu itu sering kali membuat anak-anak menyimpan amarah di dalam hati mereka. Amarah ini jelas akan menghancurkan kehidupan anak-anak tersebut, seperti yang diperingatkan oleh Paulus dalam Efesus 4:26-27, 31, di mana Iblis akan mengambil keuntungan dari amarah yang berlarut-larut. Karena itu Paulus menentang praktik pendidikan yang keras dan sewenang-wenang. Selain perintah yang bersifat negatif, Paulus melanjutkan nasihatnya untuk bapak-bapak agar mendidik anak-anak mereka. 

Kata ἀλλὰ (alla) yang berarti ‘tetapi’ menunjukkan adanya suatu kontras dari yang tidak seharusnya dilakukan menjadi apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini diperkuat dengan perintah yang harus secara kontinu dijalankan yakni, ἐκτρέφετε (didiklah). Kata ini mempunyai arti mengasuh dan mendidik anak-anak menuju kedewasaan. Baik dengan memenuhi kebutuhan fisik mereka maupun kebutuhan psikis mereka. Didikan inilah yang akan menghindarkan bangkitnya amarah di dalam diri anak-anak, karena melalui didikanlah anak-anak mewarisi gaya hidup kristiani.

Frasa “ajaran” dan “nasihat” di sini merupakan kata benda yang biasanya digunakan bersamaan untuk menunjukkan suatu konsep. “Ajaran” (παιδείᾳ - paideia) mengacu pada “pendidikan atau pengajaran dalam pengertian menyeluruh (Kisah Para Rasul 7:22; 22:3; 2 Tim. 3:16; Titus 2:12). Akan tetapi “nasihat” (νουθεσίᾳ - nouthesia) seperti juga di dalam 1 Korintus 10:11 dan Titus 3:10 mengacu pada nasihat verbal atau pengoreksian. 

Paideia ini juga “berarti latihan melalui disiplin, dan kalau perlu hajaran. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam PL tentang perlunya disiplin dan hajaran. Amsal 22:15 menyatakan: “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya.” Akan tetapi di sini bukan berarti orang tua bisa sewenang-wenang memukul anak-anaknya.

Kata “Tuhan” di sini yang genetif menunjukkan bahwa ajaran dan nasihat itu harus berasal dari Tuhan. Hal ini menunjukkan juga bahwa apa yang diajarkan kepada anak-anak oleh bapak-bapak, haruslah pengenalan akan Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya. Sebenarnya pengajaran ini adalah pengajaran Tuhan, yang ditanggung jawabkan kepada bapak-bapak. Tuhan sendirilah yang sebenarnya berada di balik para ayah dalam mengajar. 

Di sini dituntut agar bapak-bapak terlebih dahulu mengetahui dan melakukan ajaran dan nasihat Tuhan. Mereka dituntut terlebih dahulu untuk hidup dekat dengan Tuhan, baru mereka dapat mewakili Tuhan mengajarkannya pada anak-anak mereka. Jadi bukan sekadar mengajarkan melalui kata-kata verbal tetapi juga mencontohkan dan membuktikannya melalui gaya hidup sehari hari.

Inilah tanggung jawab utama dan seharusnya dari bapak-bapak. Demikianlah yang ditekankan oleh Alkitab, yakni melalui penggunaan kata: οἱπατέρες – hoi pateres atau bapak-bapak. Penulis melihat begitu pentingnya posisi seorang laki-laki sebagai seorang kepala keluarga. Pada saat ini, banyak juga para ibu yang menjadi kepala keluarga, dikarenakan kehilangan suami atau ditinggalkan suami. Penulis melihat, pada umumnya ayat ini ditunjukkan kepada para keluarga. 

Para kepala keluarga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak-anak mereka. Posisi kepala keluarga sangatlah penting, karena sebagai kepala keluarga ia akan memberikan contoh kepada seisi rumahnya. Gaya hidup dan kerohanian kepala keluarga akan sangat mempengaruhi gaya hidup dan kerohanian seluruh anggota keluarga.

O’Brien menekankan bahwa Surat Efesus sangat penting untuk mendukung hal ini, karena: Surat Efesus membuat beberapa penegasan teologis penting tentang umat Allah. Surat ini memperkenalkan serangkaian gambaran yang sangat penting tentang gereja, termasuk istilah-istilah seperti tubuh, bangunan, bait, dalam Kristus, pengantin, manusia baru, keluarga, dan pernikahan. 

Maka tidak heran kalau mereka kemudian melihat banyak klaim yang mengatakan bahwa tulisan Perjanjian Baru ini berisi tulisan tentang “ekklesiologi yang paling tinggi dari semuanya.” Rujukan-rujukan yang dimaksud dan pengajaran khusus yang dihadirkan melalui gambaran-gambaran yang beragam dan memiliki jangkauan luas ini memiliki makna yang penting, sedangkan implikasi-implikasi dari semua itu memberikan tantangan besar terhadap semua hal yang bersifat dangkal, duniawi, berpusat pada diri sendiri, dan individualistis dalam jemaat-jemaat pada masa kini

Tanya-Jawab: Mendidik Anak dengan Kasih: Panduan Pertumbuhan Rohani dalam Keluarga Kristen (Efesus 6:4)

1. Bagaimana cara memberikan kasih yang tulus pada anak?

Memberikan kasih yang tulus pada anak bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

Mendengarkan dengan penuh perhatian ketika anak bercerita atau meminta sesuatu. Jangan langsung menolak atau mengabaikan permintaannya.

Memberikan pujian dan penghargaan ketika anak melakukan sesuatu yang baik atau berhasil dalam suatu hal.

Menunjukkan kasih sayang dengan memberikan pelukan, ciuman, atau sentuhan fisik lainnya yang membuat anak merasa dicintai dan dihargai.

Menjadi teladan yang baik dengan memperlihatkan sikap yang positif dan benar dalam berbagai situasi.

Memberikan waktu dan perhatian yang cukup pada anak, termasuk dalam hal pendidikan dan pengembangan rohani.

Menghargai perbedaan dan keunikan anak, serta memberikan dukungan pada bakat dan minat yang dimiliki anak.

Dalam mendidik anak dengan kasih, penting untuk selalu mengingatkan diri bahwa anak adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga, dihargai, dan dicintai dengan tulus.

2. Mengapa penting memberikan perhatian dan waktu pada anak?

Memberikan perhatian dan waktu pada anak sangatlah penting karena itu merupakan salah satu cara untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dalam konteks keluarga Kristen, Efesus 6:4 mengingatkan orangtua untuk "janganlah kamu membangkitkan amarah anak-anakmu, melainkan didiklah mereka dalam pengajaran dan nasihat Tuhan."

Dalam mendidik anak dengan kasih, orangtua harus memberikan perhatian yang cukup pada anak agar mereka merasa dihargai dan dicintai. Dengan memberikan waktu dan perhatian, orangtua dapat membangun hubungan yang kuat dan saling percaya dengan anak-anak mereka. Selain itu, memberikan perhatian dan waktu pada anak juga dapat membantu orangtua untuk memahami kebutuhan dan minat anak, sehingga dapat membantu dalam mengarahkan anak pada potensi yang terbaik.

Jadi, memberikan perhatian dan waktu pada anak sangat penting karena dapat membantu dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka, membangun hubungan yang kuat dengan anak-anak, serta membantu orang tua untuk memahami kebutuhan dan minat anak.

3. Apa saja contoh pengajaran dan teladan yang baik bagi anak?

Terdapat banyak contoh pengajaran dan teladan yang baik bagi anak, di antaranya: Menjadi teladan yang baik dalam perilaku dan sikap, seperti jujur, sabar, dan rendah hati.

Mengajarkan nilai-nilai moral dan agama seperti menghormati orang lain, berbuat baik, dan beribadah.

Memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup kepada anak.

Mengajarkan keterampilan sosial seperti berkomunikasi dengan baik dan bekerja sama.

Mendorong anak untuk belajar dan mengembangkan minat serta bakatnya.

Mengajarkan kemandirian dan tanggung jawab dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak.

4. Bagaimana cara mengajarkan anak untuk mengenal Tuhan?

Untuk mengajarkan anak untuk mengenal Tuhan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua:

Doa: Ajarkan anak untuk berdoa dan ajak mereka berdoa bersama. Dengan doa, anak akan belajar untuk mengenal Tuhan dan merasa dekat dengan-Nya.

Membaca Alkitab: Bacakan cerita-cerita Alkitab kepada anak dan ajarkan mereka untuk memahami isi Alkitab. Dengan begitu, anak akan belajar tentang Tuhan dan bagaimana hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Menghadiri kebaktian: Ajak anak untuk menghadiri kebaktian secara rutin. Di sana, mereka akan belajar tentang Tuhan dan bertemu dengan teman-teman seiman.

Memberikan contoh yang baik: Jadilah teladan yang baik bagi anak. Tunjukkan kepada mereka bagaimana hidup sebagai orang Kristen yang baik dan benar. Semoga tips ini dapat membantu!

Kesimpulan

Penulis menyimpulkan hasil penulisan mengenai Pertumbuhan rohani anak dalam keluarga Kristen menurut Efesus 6:4:

1. Pertumbuhan rohani anak adalah generasi yang beribadah kepada Tuhan karena itu pendidikan yang benar akan Tuhan.

2. Komitmen waktu orang tua kepada anak sangat penting untuk memimpin generasi yang akan datang dalam komitmen waktu saat beribadah kepada Tuhan.

3. Pengajaran di dalam keluarga, melalui pengajaran verbal dan non verbal akan memastikan generasi yang akan datang beribadah kepada Tuhan.

4. Meningkatkan kualitas peran orang tua terhadap kegiatan pertumbuhan rohani anak dalam keluarga Kristen.

5. Memberikan pendidikan yang tepat itu penting, dalam mendisiplin anak untuk pertumbuhannya.
Next Post Previous Post