5 KESALAHPAHAMAM TENTANG DOKTRIN PREDESTINASI

Di dalam sejarah Kekristenan sejak gereja mula-mula berdiri hingga sekarang, selalu saja dipenuhi oleh pengajaran-pengajaran yang kadang justru membingungkan jemaat. Pengajaran para rasul yang termuat di dalam Alkitab menghasilkan pemikiran-pemikiran yang ternyata berbeda dari para penafsir sehingga kadang penafsiran yang satu terhadap ayat firman Tuhan, berbeda bahkan bertentangan dengan penafsiran yang lain. 

Pengajaran yang diberikan oleh seorang theolog kadang dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran mutlak yang tidak bisa diganggu gugat, sehingga pada akhirnya menganggap dan menuduh orang lain yang tidak sepaham adalah sesat dan menyesatkan. Inilah ironisnya suatu pengajaran atau doktrin dalam suatu agama, bukan saja di dalam Kekristenan saja melainkan juga di dalam pengajaran agama-agama lain.
5 KESALAHPAHAMAM TENTANG DOKTRIN PREDESTINASI
Demikian pula dengan suatu pengajaran (doktrin) yang muncul dalam Kekristenan, yakni doktrin Predestinasi. Doktrin predestinasi memang terdapat di dalam Alkitab, tetapi pada kenyataannya penafsiran atau pemahaman tentang predestinasi tersebut ternyata menghasilkan pandangan yang berbeda antara penafsir yang satu dengan yang lain. Dan ironisnya, penafsiran tentang predestinasi itu oleh masing-masing aliran/denominasi gereja dianggap sebagai kebenaran yang mutlak, apalagi sesuai dengan pengajaran dari aliran/denominasi gerejanya masing-masing, yang harus dipercaya dan dianut oleh jemaatnya.

Predestinasi adalah suatu pengajaran atau doktrin dalam teologi yang menyatakan bahwa segala sesuatu - termasuk di dalamnya segala peristiwa apa pun - di dalam alam semesta ini, telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya (sejak semula) oleh Allah. Hal ini biasanya dikaitkan dengan nasib akhir (takdir) dari jiwa seseorang.

Kekristenan sejak semula memang meyakini dan mengajarkan predestinasi tersebut, berdasarkan keyakinan bahwa Allah Sang Pencipta mempunyai Kedaulatan yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Allah Sang Pencipta adalah Sumber dari segala sumber yang ada. Sehingga masuk akal apabila kita meyakini bahwa Allah Sang Pencipta memiliki kedaulatan untuk menetapkan atau menentukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya.

Roma 8:29-30 menyatakan, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.”

Efesus 1:5 dan pasal 11 mengatakan, “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, … karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan—kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya”

Banyak orang yang menentang doktrin predestinasi. Namun, doktrin predestinasi itu doktrin yg alkitabiah. Kuncinya itu berusaha memahami apa arti predestinasi, secara alkitabiah.

Kata-kata yang diterjemahkan sebagai “ditentukan/ dipredestinasikan” dalam ayat-ayat di atas berasal dari kata Bahasa Yunani “proorizo,” yang memiliki pengertian “ditentukan sebelumnya,” “ditetapkan,” “diputuskan sebelumnya.”

Jadi, predestinasi itu ketika Allah menentukan terjadinya hal-hal tertentu sebelum hal-hal itu terjadi. Apa yang Allah tentukan sebelumnya?

Menurut Roma 8:29-30, Allah menentukan orang-orang tertentu untuk menjadi sama dengan AnakNya; dipanggil, dibenarkan dan dimuliakan. Pada hakekatnya, Allah yang menentukan orang-orang tertentu untuk diselamatkan. Berbagai ayat Alkitab menyebut orang-orang yang percaya pada Kristus sebagai orang-orang pilihan (Matius 24:22, 31; Markus 13:20, 27; Roma 8:33; 9:11; 11:5-7, 28; Efesus 1:11; Kolose 3:12; 1 Tesalonika 1:4; 1 Timotius 5:21; 2 Timotius 2:10; Titus 1:1; 1 Petrus 1:1-2; 2:9; 2 Petrus 1:10).

Namun pada kenyataannya, masih banyak orang yang kebingungan dan salah-paham dengan doktrin Predestinasi ini, sehingga memunculkan perdebatan yang tidak kunjung habisnya, dan ironisnya, masing-masing kubu, baik yang pro maupun yang kontra, sulit untuk dipertemukan. Itu karena tidak semua bias memahami doktrin Predestinasi ini dengan seragam dan benar. Kebingungan dan kesalah-pahaman tentang doktrin ini dengan mudah dapat ditemukan. 

Apa saja pandangan popular yang keliru tentang doktrin Predestinasi ini?

1. 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚, pengajaran/doktrin Predestinasi ini dipahami secara sempit. 

Banyak orang menyamakan “predestinasi” (predestination) dengan pemilihan kekal yang berkaitan dengan keselamatan seseorang (election). Walaupun dua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan, kita perlu membedakannya. Pemilihan kekal merupakan bagian dari predestinasi. Dengan kata lain, predestinasi lebih luas daripada pemilihan kekal. Predestinasi merujuk pada 𝐬𝐞𝐠𝐚𝐥𝐚 𝐬𝐞𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 dalam hidup kita, sedangkan pemilihan kekal terbatas pada 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭𝐚𝐧 kita.

Pembedaan di antara dua istilah tadi mendapat dukungan dari kitab suci. Pemilihan kekal selalu bernada positif (Matius 24:31; Titus 1:1; Roma 8:29-30, 33). Predestinasi kadang kala dikaitkan dengan tindakan yang negatif, misalnya tindakan Herodes dan Pilatus menggenapkan apa yang sudah ditentukan sejak semula oleh Allah (RSN/NASB/ESV “had predestined”). Catatan: dalam artikel ini dua istilah ini kadang kala digunakan bergantian.

2. 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚, predestinasi adalah inti Teologi Reformed. 

Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa predestinasi adalah topik utama dalam Teologi Reformed. Tidak heran, ketika banyak orang mendengar istilah “predestinasi” mereka langsung memikirkan Teologi Reformed.

Anggapan populer di atas jelas keliru. Seperti kita telah lihat sebelumnya, istilah “predestinasi” juga muncul di beberapa versi Bahasa Inggris (Kisah Para Rasul 4:28; Roma 8:29-30; Efesus 1:5, 11, ESV). Setiap orang Kristen yang menerima otoritas Alkitab pasti mengajarkan predestinasi. Yang membedakan di antara semua aliran teologi adalah cakupan dan alasan predestinasi.

Reformed meyakini bahwa predestinasi mencakup segala sesuatu dan tindakan itu didasarkan pada kedaulatan Allah. Jadi, yang mengajarkan predestinasi bukan hanya orang-orang Reformed.
Di samping itu, dalam berbagai buku teologi sistematika (doktrin) Reformed tidak ada yang meletakkan predestinasi di tempat pertama seolah-olah topik ini merupakan yang terpenting atau yang melandasi bagian-bagian lain. Contoh yang paling jelas adalah tulisan magnum opus Calvin yang berjudul Institutes of the Christian Religion (Institutio). Dalam edisi buku ini topik predestinasi (dalam arti pemilihan sejak kekal) bahkan tidak dibahas sama sekali.

3. 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚, predestinasi mematikan penginjilan. 

Ini adalah salah satu sanggahan paling populer. Jika Allah sudah memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan, untuk apa kita masih perlu memberitakan Injil? Begitu pikiran sebagian orang.

Konsep di atas menunjukkan bahwa yang mengucapkan kurang memahami predestinasi versi Reformed dengan baik. Yang ditetapkan sejak kekekalan bukan hanya hasil akhir (keselamatan), melainkan juga seluruh rangkaian proses yang menuju ke sana (lihat Roma 8:29-30, pemilihan à penentuan à pemanggilan à pembenaran à pemuliaan). Bagaimana orang pilihan bisa bertobat kalau tidak pernah mendengar-kan Injil (Rm. 10:14)?

Doktrin pemilihan kekal justru mendorong kita untuk memberitakan Injil dengan penuh semangat dan keyakinan. Pelayanan Paulus adalah contohnya. Ketika dia mengalami tekanan yang besar di Korintus, Allah menghibur dia dengan doktrin pemilihan. Allah berkata: “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorang pun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini.” (Kisah Para Rasul 18:9-10). 

Waktu itu orang-orang Kristen masih belum banyak, tetapi Allah meyakinkan Paulus bahwa ada banyak orang-orang pilihan yang perlu mendengarkan Injil dari Paulus dan diselamatkan. Pengalaman ini yang membuat Paulus begitu berani menderita dalam pemberitaan Injil. Dia memiliki keyakinan: “Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal” (2Timotius 2:10).

Predestinasi juga tidak akan melemahkan semangat penginjilan 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐀𝐥𝐥𝐚𝐡. Kita baru mengetahui kalau orang itu sudah percaya sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus. Tanpa pemilihan tidak mungkin muncul iman. Bagi yang terus-menerus menolak juga belum tentu tidak dipilih. Siapa tahu di masa tua atau akhir hidupnya dia membuka hati untuk Injil. Dalam ketidaktahuan ini, kita harus setia memberitakan Injil kepada siapa saja.

4. 𝐊𝐞𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭, doktrin pemilihan sejak kekal menunjukkan ketidakadilan Allah. 

Mereka yang melontarkan keberatan ini beranggapan bahwa keadilan identik dengan kesamarataan. Jika Allah mau memilih ya Dia harus memilih semua orang.

Kekeliruan dalam pandangan populer ini cukup beragam. Secara filosofis, adil tidak berarti sama rata. Dengan kata lain, keadilan tidak selalu distributif. Seorang direktur mendapatkan gaji ratusan juta sebulan, sedangkan seorang tukang becak hanya ratusan ribu. Apakah penghasilan mereka dalam sehari sama? Tidak! Apakah itu adil? Ya!

Inti keadilan adalah memberikan apa yang menjadi hak masing-masing pihak. Ada orang yang memang berhak mendapatkan lebih daripada yang lain. Ini normal. Tidak ada orang yang sama persis. Selama hak seseorang tidak dilanggar, keadilan tetap ditegakkan.

Predestinasi itu doktrin Alkitab yang menyatakan bahwa Allah dalam kedaulatan-Nya memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐮𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐲𝐚𝐤 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐤 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐥𝐚. Kita semua telah berdosa (Roma 3:23) dan pantas untuk menerima hukuman kekal (Roma 6:23).

Sebagai hasilnya, adil jika Allah membiarkan kita semua melewatkan kekekalan di neraka. Sebaliknya, Allah memilih untuk menyelamatkan beberapa orang dari antara kita.

Pilihan Allah menunjukkan kemurahan pada beberapa orang, tidak berarti tidak adil terhadap yang lainnya. Tidak seorang pun pantas mendapat apa pun dari Allah. Karena itu, tidak seorang pun yang berhak untuk merasa keberatan kalau mereka tidak mendapatkan apa-apa dari Allah.

Misalnya, saya memberikan uang kepada 5 dari 20 orang yang saya temui. Apakah 15 orang yang tidak menerima uang itu boleh kesal? Mungkin. Apakah mereka berhak untuk kesal? Tidak.

Karena saya tidak berhutang sepeser pun kepada mereka. Saya memutuskan untuk bersikap murah hati terhadap beberapa orang.

Jika Allah menentukan siapa yang akan diselamatkan, tidakkah itu akan mengurangi kebebasan kita untuk memilih dan percaya kepada Kristus? Alkitab mengatakan bahwa kita tetap memiliki kehendak bebas untuk memilih – yang kita perlu lakukan hanyalah percaya kepada Yesus Kristus dan kita akan diselamatkan (Yohanes 3:16; Roma 10:9-10).

Dalam konteks pemilihan sejak kekal, semua orang berdosa dan patut dihukum. Doktrin pemilihan didirikan di atas keberdosaan semua manusia. Tidak ada satu orang pun yang layak untuk diselamatkan. Jika Allah tidak melakukan apa pun, semua orang akan mendapatkan keadilan, yaitu hukuman. Dalam anugerah-Nya Allah memberikan keselamatan kepada sebagian orang. Yang dipilih mendapatkan kasih karunia, yang dibiarkan (tidak dipilih) memperoleh keadilan.

Jika kita mengharuskan Allah untuk memilih semua, kita justru merampas hak Allah. Sebagai Pencipta, Dia memiliki kebebasan untuk berbuat apa saja, selama hal itu tidak menabrak sifat-sifat-Nya. Mengharuskan Allah untuk memilih semua justru merupakan ketidakadilan terhadap Allah. Jika kita mengharuskan Allah untuk tidak memilih satu orang pun, kita menunjukkan sisi kejam dalam diri kita.

5. Kelima, predestinasi membuat manusia seperti robot atau malah terjebak fatalisme. 

Bagi sebagian orang, doktrin predestinasi hanya berdampak negatif bagi manusia dalam kaitan dengan tanggung-jawab mereka. Jika semua terjadi sesuai ketetapan kekal Allah, manusia tidak benar-benar memiliki kehendak bebas. Manusia juga bisa bertindak sembarangan dengan asumsi bahwa toh pada akhirnya semua terjadi sesuai kehendak kekal Allah (fatalisme).

Untuk menyikapi kesalahpahaman ini kita perlu membedakan antara ekses dan substansi dari suatu ajaran. Apakah ada kemungkinan bahwa doktrin predestinasi disalahgunakan? Iya. Begitu pula dengan semua ajaran yang baik lainnya!

Yang perlu untuk diteliti adalah substansinya. Alkitab yang sama mengajarkan predestinasi dan tanggung-jawab manusia. Kedaulatan Allah dan kebebasan manusia bukanlah kontradiksi. Ada ketegangan, tetapi bukan pertentangan. Manusia tidak pernah tahu apa yang sudah ditetapkan oleh sejak kekekalan bagi dia. Tugasnya adalah menggumul-kan setiap keputusan dan tindakan secara hati-hati bersama dengan Tuhan.

Salah satu contoh yang paling baik dalam Alkitab adalah Daud. Walau-pun dia sudah diurapi sebagai raja dan disertai Tuhan begitu rupa, dia tidak sembarangan membawa dirinya dalam bahaya. Dia selalu mencari pimpinan TUHAN. Misalnya, ketika dia berada di Kehila dan mendengar bahwa Saul mengetahui keberadaannya. Daud tidak berdiam diri saja sambil beriman bahwa apa pun yang terjadi TUHAN pasti akan memelihara hidupnya. Tidak! Dia mencari pimpinan Tuhan dan melangkah sesuai pimpinan itu (1Samuel 23).

Alkitab tidak pernah menggambarkan Allah sebagai Pribadi yang menolak siapa pun yang percaya kepada-Nya, atau mengusir orang yang mencari Dia (Ulangan 4:29). Entah bagaimana persisnya, dalam rahasia Allah, predestinasi sejalan dengan respons orang yang ditarik kepada Allah (Yohanes 6:44) dan percaya untuk diselamatkan (Roma 1:16).

Allah mempredestinasikan siapa yang akan diselamatkan, dan manusia mesti memilih Allah untuk diselamatkan. Kedua fakta ini sama benarnya. Roma 11:33 karena itu menyatakan, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak ter selidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!”
Next Post Previous Post