AMSAL 1:1-6 : RANCANGAN AMSAL
Matthew Henry (1662 – 1714)
----------------------
RANCANGAN AMSAL.
[I]. Siapa yang menulis kata-kata bijak ini (Amsal 1:1).
[I]. Siapa yang menulis kata-kata bijak ini (Amsal 1:1).
Kata-kata itu adalah amsal-amsal Salomo.
1. Namanya berarti “suka damai”, dan sifat dari jiwanya maupun pemerintahannya sesuai dengan namanya itu. Keduanya suka damai. Daud, yang hidupnya penuh dengan permasalahan, menulis kitab renungan. Sebab, adakah seorang di antara kita yang menderita? Baiklah ia berdoa. Salomo, yang hidup dengan tenang, menulis kitab pengajaran. Sebab apabila jemaat berada dalam keadaan damai, jemaat itu dibangun. Dalam masa-masa damai, kita harus mempelajari, dan mengajarkan kepada orang lain, apa yang harus dilakukan oleh kita dan mereka dalam masa-masa susah.
2. Ia adalah anak Daud. Adalah kehormatannya untuk mempunyai hubungan dengan orang baik itu, dan ia menganggapnya demikian untuk alasan yang baik, sebab hidupnya menjadi lebih baik karena itu (1 Raja-raja 11:12). Ia sudah diberkati dengan pendidikan yang baik, dan banyak doa yang baik telah dipanjatkan untuknya (Mazmur 72:1), dan dampak dari keduanya terlihat dalam hikmat dan manfaat yang dia berikan. Adakalanya angkatan orang benar diberkati seperti itu, agar mereka menjadi berkat, berkat yang unggul, pada masa mereka. Kristus sering kali disebut Anak Daud, dan Salomo merupakan pelambang Kristus dalam hal ini, seperti dalam hal-hal lain, bahwa ia membuka mulutnya mengatakan perumpamaan atau amsal.
3. Ia adalah raja Israel – seorang raja, namun bukanlah penghinaan baginya untuk menjadi pendidik bagi orang-orang yang tidak berpengetahuan, dan pengajar bagi anak-anak kecil. Ia raja bangsa Israel, suatu umat yang di tengah-tengahnya Allah dikenal dan nama-Nya besar. Di antara mereka ia mempelajari hikmat, dan kepada mereka ia menyampaikannya. Seluruh bumi berikhtiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmatnya, yang mengungguli segala hikmat orang lain (1 Raja-raja 4:30, 10:24).
Adalah suatu kehormatan bagi Israel bahwa raja mereka merupakan seorang pengajar seperti itu, seorang yang bisa dimintai nasihat bijak seperti itu. Salomo terkenal akan perkataan-perkataan bijaknya. Setiap kata yang diucapkannya berbobot, dan mengandung sesuatu yang mengejutkan dan membangun. Hamba-hambanya yang melayaninya, dan yang mendengarkan hikmatnya, sudah mengumpulkan tiga ribu amsal darinya yang mereka tulis dalam buku-buku harian mereka.
Tetapi amsal-amsal dalam kitab ini adalah tulisannya sendiri, dan jumlahnya tidak sampai seribu. Dalam amsal-amsal ini ia mendapat ilham ilahi. Sebagian orang berpikir bahwa kitab-kitab apokrifa Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo disusun dari amsal-amsalnya yang lain itu, yang tidak begitu ter ilhami, yang di dalamnya terdapat banyak perkataan baik dan sangat bermanfaat.
Namun, jika dilihat secara keseluruhan, kitab-kitab itu kalah jauh dengan kitab ini. Para penguasa Romawi mempunyai simbol atau semboyannya sendiri-sendiri, sebagaimana sekarang banyak penguasa mempunyai lambang pangkat mereka. Tetapi Salomo mempunyai banyak perkataan yang berbobot, bukan seperti perkataan-perkataan mereka, yang dipinjam dari orang lain, melainkan semuanya merupakan hasil dari hikmat luar biasa yang telah dikaruniakan Allah kepadanya.
[II]. Untuk tujuan apa amsal-amsal itu ditulis (Amsal 1:2-4), bukan untuk mendapatkan nama baik bagi penulisnya, atau memperkuat kepentingannya di antara hamba-hambanya, melainkan untuk mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi semua orang yang di setiap waktu dan tempat akan memerintah diri mereka sendiri dengan perkataan-perkataan ini, dan mempelajarinya baik-baik.
Kitab ini akan menolong kita,
1. Untuk membentuk gagasan-gagasan yang benar tentang segala sesuatu, dan memenuhi pikiran kita dengan ide-ide yang jernih dan jelas tentang semua itu, agar kita dapat mengetahui hikmat dan didikan, hikmat yang didapat melalui didikan itu, melalui pewahyuan ilahi. Dengan kitab ini, kita juga dapat mengetahui sendiri bagaimana berbicara dan bertindak secara bijak dan bagaimana memberikan didikan kepada orang lain.
2. Untuk membedakan antara kebenaran dan kepalsuan, kebaikan dan keburukan – untuk mengerti kata-kata yang bermakna, untuk memahaminya, untuk menilainya, untuk berjaga-jaga terhadap kesalahan, dan untuk menerapkan apa yang sudah diajarkan kepada kita agar kita dapat memahami hal-hal yang berbeda dan tidak mudah tertipu. Kita juga dapat memilih apa yang baik dan tidak kehilangan keuntungan darinya, sebagaimana yang didoakan oleh Rasul Paulus (Filipi 1:10).
3. Untuk mengatur perilaku kita agar benar dalam segala hal (Amsal 1:3).
Kitab ini mau memberi, agar kita dapat menerima, didikan yang menjadikan pandai, pengetahuan yang akan mengatur perilaku kita dalam kebenaran, keadilan dan kejujuran (ayat 3), yang akan mencondongkan kita untuk memberikan kepada semua apa yang pantas mereka dapatkan. Memberikan kepada Allah apa yang menjadi milik Allah, dalam menghayati ajaran agama, dan kepada semua orang apa yang pantas mereka dapatkan, sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang harus kita lakukan kepada mereka karena hubungan, pekerjaan, persetujuan, atau hal-hal lain.
Perhatikanlah, orang-orang yang benar-benar bijaksana, dan hanya mereka ini saja, adalah orang yang berhati-hati dalam segala hal. Rancangan kitab suci adalah untuk mengajarkan hikmat itu kepada kita, kebenaran dalam menjalankan perintah-perintah Allah pada loh pertama, keadilan pada loh kedua, dan kejujuran (maksudnya ketulusan) di dalam keduanya. Begitulah sebagian orang membeda-kan-nya.
[III]. Untuk siapa amsal-amsal ini ditulis (Amsal 1:4).
Amsal-amsal ini bisa digunakan oleh semua orang, tetapi terutama dirancang,
1. Untuk orang yang tak berpengalaman, untuk memberikan kecerdasan kepada mereka. Didikan-didikan yang diberikan di sini jelas dan mudah, dan disesuaikan dengan kemampuan yang terendah, para pengembara, meskipun orang-orang bodoh, tidak akan keliru memahaminya. Orang-orang yang akan menerima keuntungan darinya adalah mereka yang sadar akan ketidaktahuan mereka sendiri dan kebutuhan mereka untuk diajar, dan oleh sebab itu berkeinginan untuk menerima didikan.
Selain itu, orang-orang yang menerima didikan-didikan ini dalam terang dan kuasanya, meskipun tidak berpengalaman, akan dibuat cerdas. Mereka akan pandai dalam mengetahui dosa yang harus mereka hindari dan kewajiban yang harus mereka lakukan, dan untuk menghindar dari tipu muslihat si pencoba. Barangsiapa tulus seperti merpati dengan menjalankan aturan-aturan Salomo bisa menjadi cerdik seperti ular. Orang yang sebelumnya bodoh sehingga berbuat dosa akan menjadi bijaksana ketika mulai mengatur dirinya dengan firman Allah.
2. Untuk orang muda, untuk memberi mereka pengetahuan serta kebijaksanaan. Masa muda adalah masa belajar, memahami didikan-didikan, menerima kesan-kesan, dan mengingat-ingat apa yang sudah diajarkan. Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi pikiran kita untuk dipenuhi dengan hal-hal yang baik, dan ia pun tidak dapat menerima inti sari yang lebih baik selain dari amsal-amsal Salomo.
Orang muda itu gegabah, panas hati, dan tidak berhati-hati. Manusia dilahirkan seperti anak keledai liar, dan oleh sebab itu perlu dikekang oleh kekangan-kekangan dan diatur oleh aturan-aturan yang kita dapati di sini. Jika saja kaum muda mau menjaga jalan-jalan mereka sesuai dengan amsal-amsal Salomo, maka mereka akan cepat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan orang-orang tua. Salomo melihat kepada keturunan yang akan datang dalam menulis kitab ini, dengan berharap dapat memenuhi pikiran angkatan yang sedang bangkit dengan kelimpahan asas-asas hikmat dan kebajikan.
[IV]. Manfaat baik apa yang bisa diambil dari amsal-amsal itu (Amsal 1:5-6).
Orang-orang yang muda dan tak berpengalaman dapat menjadi bijaksana dengannya, dan tidak dilarang memasuki sekolah Salomo seperti yang terjadi dengan sekolah Plato. Tetapi apakah sekolahnya hanya untuk orang-orang seperti itu saja? Tidak. Yang ada di sini bukan hanya susu untuk bayi, melainkan juga makanan yang keras untuk orang kuat.
Kitab ini tidak hanya akan membuat orang bodoh menjadi bijak dan orang jahat menjadi baik, tetapi juga akan membuat orang bijak menjadi lebih bijak dan orang baik menjadi lebih baik. Walaupun orang tak berpengalaman dan orang muda mungkin meremehkan didikan-didikan itu, dan tidak menjadi lebih baik karenanya, namun orang bijak akan mendengar. Hikmat akan dibenarkan oleh anak-anaknya, meskipun bukan oleh anak-anak yang duduk di pasar. Perhatikanlah, orang bijak sekalipun harus mendengar, dan tidak boleh menganggap diri mereka terlalu bijak untuk belajar.
Orang bijak sadar akan kekurangan-kekurangannya sendiri – Aku tidak tahu akan banyak hal, kecuali ketidaktahuanku sendiri), dan oleh sebab itu ia masih terus maju, agar dapat menambah ilmu, dapat tahu lebih banyak dan lebih baik, lebih jernih dan lebih jelas, dan bisa tahu lebih baik bagaimana memanfaatkan apa yang diketahuinya.
Selama kita hidup kita harus berusaha menambah semua ilmu yang berguna. Ada pepatah dari salah seorang rabi Yahudi yang terkemuka yang berbunyi, ‘Qui non auget scientiam, amittit de ea’ – Jika perbendaharaan pengetahuan kita tidak bertambah, maka berarti itu terbuang. Dan siapa yang mau menambah ilmu harus mempelajari Kitab Suci. Kitab ini menyempurnakan manusia kepunyaan Allah. Orang yang bijak, dengan menambah ilmu, tidak saja bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
1). Sebagai penasihat.
Orang yang berpengertian dan memahami pedoman-pedoman hikmat ini, dengan membandingkannya satu sama lain dan dengan mengamat-amati sendiri, secara berangsur-angsur akan memperoleh bahan pertimbangan. Ia mempunyai peluang besar untuk maju, dan akan dimintai nasihat sebagai orang bijak, dan dipercaya untuk mengatur perkara-perkara orang banyak. Ia akan duduk di kursi pimpinan, begitulah yang diartikan oleh kata itu.
Perhatikanlah, ketekunan adalah jalan menuju kehormatan. Orang-orang yang diberkati Allah dengan hikmat harus berusaha untuk melakukan apa yang baik dengan hikmat itu, sesuai dengan kemampuan mereka. Menjadi penasihat bagi raja memang lebih terhormat, tetapi menjadi penasihat bagi orang miskin lebih mulia, seperti yang dilakukan Ayub dengan hikmatnya (Ayub 29:15), aku menjadi mata bagi orang buta.
2. Sebagai penafsir (Amsal 1:6) - untuk mengerti amsal.
Salomo sendiri terkenal mampu menguraikan teka-teki dan memecahkan pertanyaan-pertanyaan sulit, yang pada zaman dulu dikenal sebagai hiburan bagi raja-raja timur. Lihat saja jawaban-jawaban yang diberikannya terhadap pertanyaan-pertanyaan ratu Syeba, yang menyangka akan membuatnya bingung dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
Sekarang di sini ia ingin memperlengkapi para pembacanya dengan talenta itu, sejauh dapat berguna untuk tujuan-tujuan yang terbaik. “Mereka akan mengerti amsal, bahkan ibarat (kjv: tafsiran – pen.), yang tanpanya amsal itu seperti kacang yang belum dikupas. Apabila mereka mendengar sebuah kata bijak, meskipun itu kiasan, mereka akan menangkap artinya, dan tahu bagaimana menggunakannya.”
Perkataan orang bijak itu kadang-kadang seperti teka-teki.
Perkataan orang bijak itu kadang-kadang seperti teka-teki.
Dalam surat-surat Rasul Paulus ada hal-hal yang yang sukar dipahami. Tetapi bagi mereka yang, karena memahami betul seluk-beluk Kitab Suci, tahu bagaimana menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, mereka akan tenang dan aman. Dengan begitu, jika kita bertanya kepada mereka, “Mengertikah kamu semuanya itu?” mereka akan menjawab, “Ya, kami mengerti.”
Perhatikanlah, adalah pujian bagi agama jika orang yang jujur merupakan orang yang berpengetahuan. Oleh sebab itu, semua orang baik harus berusaha menjadi cerdas, dan menyelidiki segala sesuatu, dan berjerih payah dalam menggunakan sarananya, agar pengetahuan mereka bisa bertambah.