KETIDAKBERUBAHAN ALLAH : RATAPAN 5:17-22

Matthew Henry (1662-1714)

KETIDAKBERUBAHAN ALLAH.
Ratapan 5:17-22.

[I]. Umat Allah mengungkapkan keprihatinan mereka yang mendalam atas runtuhnya bait suci, lebih daripada atas malapetaka-malapetaka lain yang menimpa mereka. 

Segala kepentingan rumah Allah lebih dekat di hati mereka daripada kepentingan-kepentingan diri mereka sendiri (Ratapan 5:17-18): Karena inilah hati kami sakit, dan tenggelam di bawah beban yang berat. Karena inilah mata kami jadi kabur, dan pandangan kami hilang, seperti yang biasa terjadi dalam keadaan tubuh yang lemah, atau yang mau pingsan.
KETIDAKBERUBAHAN ALLAH : RATAPAN 5:17-22
Hal itu terjadi karena bukit Sion yang tandus, gunung yang kudus itu, dan bait suci yang dibangun di atas gunung itu. Untuk kehancuran-kehancuran lain, hati kami berduka dan mata kami menangis. Tetapi untuk kehancuran yang ini, hati kami sakit dan mata kami jadi kabur.

Perhatikanlah, tidak ada hal lain yang menindih roh orang-orang baik dengan begitu berat selain apa yang akan mengancam kehancuran agama atau melemahkan kepentingan-kepentingannya. Dan suatu penghiburan jika kita dapat berseru kepada Allah bahwa hal itu lebih menyiksa kita daripada siksaan duniawi apa pun yang kita alami.

Orang-orang telah mencemarkan bukit Sion dengan dosa-dosa mereka, dan karena itu sewajarnya Allah membuatnya tandus, sampai sedemikian rupa sehingga anjing-anjing hutan berkeliaran di sana dengan bebas dan leluasa seperti mereka berkeliaran di hutan. Memang menyedihkan apabila bukit Sion telah menjadi makanan anjing hutan (Mazmur 63:11). Tetapi dosalah yang pertama-tama menjadikannya demikian (Yehezkiel 13:4).

[II]. Mereka menghibur diri dengan ajaran tentang kekekalan Allah, dan kelanggengan pemerintahan-Nya 

(Ratapan 5:19): Tetapi Engkau, ya TUHAN, bertakhta selama-lamanya. Mereka diajar untuk melakukan ini oleh mazmur yang berjudul, doa seorang sengsara (Mazmur 102:28-29). Ketika semua penghiburan yang kita nikmati dari makhluk ciptaan diambil dari kita, dan hati kita menjadi tawar, maka kita dapat menyemangati diri kita sendiri dengan keyakinan,

1. Akan kekekalan Allah: Engkau bertakhta selama-lamanya. Apa yang mengguncangkan dunia tidak akan mengganggu Dia yang menjadikan-Nya. Segala perubahan besar dan cepat apa pun yang terjadi di bumi, tidak akan menimbulkan perubahan di dalam diri Sang Hikmat Kekal. Allah masih sama, dan selama-lamanya tetap bijaksana dan kudus, adil dan baik secara tak terhingga. Pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.

2. Akan keberlangsungan pemerintahan-Nya yang tak pernah gagal: Takhta-Mu tetap dari masa ke masa. Takhta kemuliaan, takhta anugerah, dan takhta pemerintahan, semuanya tak dapat berubah, tak tergoyahkan. Dan ini menjadi penghiburan bagi kita ketika mahkota telah jatuh dari kepala kita. Ketika takhta para penguasa, yang seharusnya menjadi pelindung kita, dijatuhkan ke dalam debu, dan dikuburkan di dalamnya, takhta Allah tetap berlanjut. Ia masih memerintah dunia, dan memerintahnya demi kebaikan jemaat. Tuhan bertakhta, bertakhta selama-lamanya, itulah Allahmu, ya Sion!

[III]. Mereka dengan rendah hati berbantah dengan Allah mengenai keadaan hina yang ditimpakan kepada mereka sekarang dan murka Allah kepada mereka 

(Ratapan 5:20): Mengapa Engkau meninggalkan kami demikian lama, seolah-olah kami dirampas dari tanda-tanda hadirat-Mu? Mengapa Engkau menangguhkan pembebasan kami, seolah-olah Engkau telah sepenuhnya mencampakkan kami? Engkau tetap sama, dan, meskipun takhta tempat Kudus-Mu diruntuhkan, takhta-Mu di sorga tak tergoyahkan. Tetapi tidakkah Engkau mau tetap sama bagi kami?

Bukan berarti seolah-olah mereka berpikir bahwa Allah telah melupakan dan meninggalkan mereka, apalagi takut bahwa Ia akan melupakan dan meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Tetapi begitulah mereka mengungkapkan nilai yang mereka berikan kepada perkenanan dan hadirat-Nya, yang menurut mereka sudah lama mereka tidak diberi kesempatan lagi untuk menikmati bukti dan penghiburan darinya.

Ayat terakhir dapat dibaca sebagai bantahan seperti itu, dan demikian-lah yang dibaca dalam tafsiran yang agak luas: Sebab, apakah Engkau akan membuang kami sama sekali? Apakah Engkau akan selama-lamanya murka terhadap kami, bukan saja tidak tersenyum kepada kami dan mengingat kami dalam belas kasihan, tetapi juga mengernyitkan dahi kepada kami dan menindih kami di bawah tanda-tanda murka-Mu?

Bukan saja tidak mendekat kepada kami, tetapi juga mengusir kami dari hadirat-Mu dan melarang kami untuk mendekat kepada-Mu? Bagaimana ini akan didamaikan dengan kebaikan-Mu dan kesetiaan-Mu, dan tetapnya perjanjian-Mu? (Kita membacanya seperti ini, KJV). Tetapi Engkau sudah menolak kami. Engkau memberi kami alasan untuk takut bahwa Engkau memang sudah menolak kami. Tuhan, berapa lama lagi kami akan berada dalam pencobaan ini?

Perhatikanlah, meskipun kita tidak boleh berseteru dengan Allah, namun kita boleh berseru kepada-Nya. Dan, walaupun kita tidak boleh menyimpulkan bahwa Ia telah membuang kita, namun kita boleh (bersama sang nabi [Yeremia 12:1]) dengan rendah hati berbantah dengan Dia mengenai penghakiman-penghakiman-Nya, terutama mengenai berapa lama lagi tempat Kudus-Nya dibiarkan hancur.

[IV]. Mereka sungguh-sungguh berdoa kepada Allah meminta rahmat dan anugerah. Tuhan, janganlah menolak kami selama-lamanya, tetapi bawalah kami kembali kepada-Mu, baharuilah hari-hari kami (Ratapan 5:21). 

Meskipun kata-kata ini tidak ditempatkan di bagian terakhir, namun para rabi Yahudi, karena tidak mau kitab Ratapan ini ditutup dengan kata-kata yang menyedihkan itu (Ratapan 5:22), mengulangi kembali doa ini, supaya matahari tidak terbenam di bawah awan mendung, dan dengan demikian mereka menjadikan kata-kata ini sebagai kata-kata terakhir baik dalam tulisan maupun pembacaan pasal ini. Di sini umat Allah berdoa :

1. Meminta anugerah yang mempertobatkan untuk mempersiapkan mereka bagi datangnya rahmat dan membuat mereka memenuhi syarat untuk itu: Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya TUHAN! Mereka mengeluh bahwa Allah telah meninggalkan dan melupakan mereka, tetapi mereka tidak berdoa, kembalilah Engkau kepada kami, melainkan bawalah kami kembali kepada-Mu.


Ini menyiratkan sebuah pengakuan bahwa penyebab dari jarak yang memisahkan itu ada pada diri mereka sendiri. Allah tidak pernah meninggalkan siapa pun sebelum orang itu sendiri yang terlebih dulu meninggalkan Dia. Ia tidak berdiri menjauh dari siapa pun lebih lama daripada mereka sendiri berdiri menjauh dari Dia.

Oleh sebab itu, jika Ia membuat mereka kembali kepada-Nya di jalan kewajiban, maka tidak diragukan lagi bahwa Ia akan segera kembali kepada mereka di jalan rahmat. Ini sesuai dengan doa yang diulang-ulang itu (Mazmur 80:4, 8. 20), pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar. Palingkanlah kami dari berhala-berhala kami kepada diri-Mu sendiri, melalui pertobatan yang tulus dan pembaruan diri, maka kami akan kembali.

Hal ini menyiratkan sebuah pengakuan lebih jauh tentang kelemahan dan ketidakmampuan mereka sendiri untuk berpaling. Di dalam kodrat kita ada kecenderungan untuk murtad dari Allah, tetapi tidak ada kecenderungan untuk kembali kepada-Nya sebelum anugerah-Nya mengerjakan dalam diri kita baik kemauan maupun pekerjaan. 

Begitu pentingnya anugerah itu sehingga kita dapat benar-benar berkata, bawalah kami kembali atau kami tidak akan pernah kembali dan akan terus mengembara tanpa henti. Dan begitu berkuasa dan berhasilnya anugerah itu sehingga kita juga dapat benar-benar berkata, bawalah kami kembali kepada-Mu, maka kami akan kembali. Sebab hari di mana kita kembali adalah hari kekuatan, kekuatan yang mahakuasa, yang di dalamnya umat Tuhan dijadikan bangsa yang merelakan diri (Mazmur 110:3).

2. Doa meminta rahmat yang memulihkan: Bawalah kami kembali kepada-Mu, lalu baharuilah hari-hari kami seperti dahulu kala. Tempat-kanlah kami di dalam keadaan yang membahagiakan sama seperti keadaan nenek moyang kami dulu, dan yang di dalamnya mereka terus hidup dalam waktu yang lama. Hendaklah keadaan kami seperti dahulu, dan seperti semula (Yesaya 1:26).


Perhatikanlah, jika Allah dengan anugerah-Nya memperbarui hati kita, Ia dalam perkenanan-Nya akan memperbarui hari-hari kita, sehingga masa muda kita menjadi baru seperti pada burung rajawali (Mazmur 103:5). Siapa yang bertobat, dan melakukan lagi apa yang semula mereka lakukan, akan bersukacita, dan mendapatkan kembali penghiburan-penghiburan mereka yang semula. Rahmat-rahmat Allah kepada umat-Nya sudah ada sejak purbakala (Mazmur 25:6).

Oleh sebab itu mereka dapat berharap, bahkan sekalipun Ia tampak meninggalkan dan melupakan mereka, bahwa rahmat yang dari selama-lamanya akan sampai selama-lamanya.
Next Post Previous Post